laporan rekayasa teknik jalan rel
DESCRIPTION
merupakan tugas besar rekayasa teknik jalan relTRANSCRIPT
PERENCANAAN WESEL DAN GEOMETRIK JALAN REL
TUGAS TERSTRUKTUR
diajukkan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Rekayasa Teknik Jalan Rel
di Program Studi S-1 Teknik Sipil Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan
Universitas Pendidikan Indonesia
Dosen : Dr. Ir. Drs. H. Iskandar Muda Purwaamijaya, MT.
oleh
ALIFIA YUDHA NIRBAYA
1101806
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL S1
DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2016
i
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahiim…
Alhamdulillah, segala puji dan rasa syukur penyusun haturkan kehadirat
Allah SWT, karena berkat Ridho dan Rahmat-Nya penyusun dapat menyelesaikan
Laporan Perhitungan Wesel dan Geometrik Jalan Rel dalam mata kuliah Rekayasa
Teknik Jalan Rel di Program Studi Teknik Sipil S1 di Fakultas Pendidikan
Teknologi dan Kejuruan Universitas Pendidikan Indonesia.
Penyusun menghaturkan terimakasih kepada:
1. Bapak Dr. Drs. Ir. H Iskandar Muda P, MT., selaku dosen mata kuliah
Rekayasa Teknik Jalan Rel di Program Studi Teknik Sipil S1 di Fakultas
Pendidikan Teknologi dan Kejurian Universitas Pendidikan Indonesia.
2. Keluarga tercinta atas segala dukungannya.
3. Rekan-rekan Program Studi Teknik Sipil S1.
4. Seluruh pihak yang turut membantu dalam penyusunan laporan ini, baik
moril maupun materil.
Semoga amal baik rekan-rekan dapat dibalas oleh Allah SWT dengan
balasan yang lebih baik dan dicatat sebagai amal soleh. Amin.
Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan Laporan Rekayasa Teknik
Jalan Rel ini masih banyak kekurangan. Penyusun mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dalam perbaikan penyusunan Laporan Rekayasa Teknik Jalan
Rel selanjutnya.
Bandung, Januari 2016
Alifia Yudha Nirbaya
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kereta api merupakan kendaraan transportasi darat yang sangat merakyat
keberadaannya, dengan ongkos yang cukup murah kita dapat berpergian ke
berbagai tujuan tanpa harus merasakan kemacetan, karena yang digunakan
merupakan jalan tunggal. Artinya untuk satu ruas atau petak jalan-antara satu
stasiun dengan stasiun lain-hanya boleh dijalankan satu kereta, sehingga
(mestinya) tidak akan terjadi tabrakan.
Kereta api mengusung misi menyelenggarakan jasa transportasi sesuai
keinginan Stake Holder dengan meningkatkan keselamatan dan pelayanan serta
penyelenggaraan yang semakin efisien. Kereta api tidak mengenal kemacetan,
karena jalan yang digunakan merupakan jalan tunggal.
Selain itu kereta api merupakan moda transportasi dengan multi
keunggulan komparatif: hemat lahan & energi, rendah polusi, besifat massal,
adaptif dengan perubahan teknologi, yang memasuki era kompetisi, potensinya
diharapkan dapat dimobilisasi dalam skala nasional, sehingga mampu
menciptakan keunggulan kompetitif terhadap produksi dan jasa domestik dipasar
global. Dengan tugas pokok dan fungsi memobilisasi arus penumpang dan barang
diatas jalan rel, maka ikut berperan menunjang pertumbuhan ekonomi nasional.
Rel merupakan sarana atau jalur jalan kereta api. Rel tidak berdiri sendiri akan
tetapi mempunyai bagian-bagiannya. Konstruksi rel terbagi menjadi dua yaitu
bagian atas dan bagian bawah. Bagian atas terdiri dari rel, bantalan dan
perlengkapan baja kecil.
Bagian atas dari rel terdiri dari sepur yang tidak bisa menyambung dengan
sendirinya akan tetapi memerlukan plat penyambung. Sedangkan rel, agar tetap
2
berdiri pada bantalan maka memerlukan alat penambat. Alat penambat ini berguna
untuk mengokohkan kedudukan rel.
Wesel adalah konstruksi rel kereta api yang bercabang (bersimpangan)
tempat memindahkan jurusan jalan kereta api. Wesel terdiri dari sepasang rel yang
ujungnya diruncingkan sehingga dapat melancarkan perpindahan kereta api dari
jalur yang satu ke jalur yang lain dengan menggeser bagian rel yang runcing.
Dulu jaringan KA merambah ke mana-mana, tetapi ribuan kilometer
relnya dicabuti karena berbagai pertimbangan. Antara lain karena rel berada di
sepanjang sisi jalan raya sehingga kalah ketika jalan raya dilebarkan. Sulit sekali
membangun jalur baru, karena selain pulau Jawa padat penduduk sehingga nyaris
tak ada tanah kosong yang panjang, juga karena biayanya sangat mahal.
1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan penulisan tugas makalah ini adalah :
Pengenalan jalan atau rel kereta api dan sejarahnya
Mengetahui komponen rel
Mengetahui pengertian wesel
Mengetahui jenis-jenis wesel
Dapat merencanakan dan menghitung wesel
Dapat mengetahui pengamanan dan pemeliharaan jalan kereta api
Dapat menghitung gaya sentrifugal
Dapat merencanakan geometrik jalan rel
Dapat menghitung cut and fill
Dapat membuat stacking out
3
1.3 Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pembahasan materi dibuat uraian permasalahan
yang terdiri dari beberapa bab. Hal ini juga dimaksudkan untuk memberikan
gambaran dari materi yang dibahas antara lain :
BAB I PENDAHULUAN, membahas tentang latar belakang, tujuan, ruang
lingkup, dan sistematika penulisan.
BAB II SEJARAH dan TEKNOLOGI TERKINI JALAN REL, menjelaskan
sejarah serta perkembangan perkembangan yang terjadi pada awal perkembangan
jalan rel hingga perkembangan nya hingga sekarang.
BAB III KOMPONEN JALAN REL, membahas tentang komponen rel dari
mulai komposisi/bahan, bentuk dan dimensi rel serta perhitungan umur rel.
BAB IV GEOMETRI JALAN REL, memuat perhitungan lengkung horizontal,
lengkung peralihan, perhitungan geometri jalan rel.
BAB V KONSTRUKSI JALAN REL, memuat definisi jalan rel secara umu,
pengertian wesel, jenis-jenis wesel, gambar-gambar wesel, komponen wesel, rel
dan geometri wesel, perancangan wesel, persilangan/crossing, Persilangan
Dengan Jalan Raya/ Perlintasan Sebidang.
BAB VI PERHITUNGAN WESEL DAN GAYA SENTRIFUGAL, memuat
perhitungan wesel biasa, perhitungan wesel simetris , perhitungan wesel inggris
perhitungan wesel tergeser beserta perhitungan gaya sentrifugal.
BAB VII PERHITUNGAN ALINYEMEN HORIZONTAL DAN
ALINYEMEN VERTIKAL, memuat pengecekan trase dan perhitungan
alignment horizontal, vertical dan perencanaan diagram super elevasi.
4
BAB VIII PERHITUNGAN STAKING OUT (PEMATOKAN), memuat
perhitungan staking out vertikal, stacking out horizontal dan stationing.
BAB IX PERHITUNGAN GALIAN DAN TIMBUNAN, memuat perrhitungan
galian dan timbunan atau biasa disebut cut and fill.
BAB X PERENCANAAN SALURAN DRAINASE, memuat perhitungan
perencanaan dimensi saluran drainase dan gorong-gorong.
BAB XI SITASI REKAYASA TEKNIK JALAN REL, berisi tentang kutipan
dari artikel.
BAB XII PENUTUP, memuat kesimpulan dari perhitungan yang telah dilakukan,
dan saran sebagai pembelajaran.
5
BAB II
SEJARAH DAN TEKNOLOGI TERKINI JALAN REL
2.1 Sejarah Jalan Rel
Kereta api, sejarah munculnya kereta api yang dibawa bersama teknologi
mesin uap, yang dikembangkan pada awal abad ke-18, dan kuda-atau gerobak
bertenaga manusia-cara yang digunakan dalam pertambangan sejak abad ke-16.
Insinyur Britania Richard Trevithick (1771-1833) adalah orang pertama yang
membangun lokomotif uap untuk berjalan di kereta-cara seperti itu (1804); lain-
lokomotif uap pionir, juga Inggris, adalah John Blenkinsop (1783-1831), William
Hedley ( 1779-1843), dan George Stephenson (1781-1848).. Awal lokomotif cacat
oleh kelemahan rel kereta api yang tersedia: hal itu tidak sampai kemajuan teknis
dibuat dalam konstruksi jalur kereta api yang menjadi benar-benar praktis.
Stockton dan Darlington Kereta Api (1825) adalah orang pertama yang
membawa kedua barang dan penumpang.. Pada tahun 1830 itu diikuti oleh
Liverpool dan Manchester Kereta Api, baris yang menandakan awal era kereta
api dengan menggunakan Stephenson's Rocket sebagai lokomotif. Pada 1847,
250.000 navvies yang bekerja dalam pembangunan rel di Inggris, dan di Amerika
Serikat, di mana perusahaan kereta api agen utama dari ekspansi ke barat, hampir
34.000 km (21.100 mil) dari rel kereta api dibangun antara tahun 1850 dan 1860.
By the end of the century railway networks covered Europe, the USA, Canada,
and parts of imperial Russia. Pada akhir abad ke jaringan kereta api menutupi
Eropa, Amerika Serikat, Kanada, dan bagian dari kekaisaran Rusia. Di Eropa
perjalanan murah dan mudah membantu untuk memecahkan perbedaan provinsi,
sementara di Swiss dan Mediterania industri liburan terus dikembangkan.
Railways were important for both sides in the American Civil War, for moving
troops and supplies. Kereta api itu penting bagi kedua belah pihak dalam Perang
Saudara Amerika, untuk memindahkan pasukan dan persediaan.. Lokomotif
listrik pertama telah didemonstrasikan di Berlin pada 1879. Salah satu pengguna
6
awal lokomotif listrik pada rute utama adalah Italia, di mana garis dibuka pada
tahun 1902.
Ternyata kereta api penting secara strategis di semua bidang dalam
Perang Dunia I. Setelah perang banyak perusahaan kereta api dikelompokkan
bersama sebagai sistem kereta api nasional atau besar masalah geografis.. Pada
akhir 1930-an lokomotif uap mencapai puncaknya, tapi lokomotif listrik sudah
digunakan secara luas di Eropa dan Skandinavia, dan main-line diesel lokomotif
yang masuk ke layanan di Amerika Serikat. Dalam periode ini jalan dan
transportasi udara mulai menantang kereta api.
Setelah Perang Dunia II ada periode rekonstruksi: lokomotif uap yang
baru diperkenalkan di Inggris dan daratan Eropa, dan mesin diesel baru juga yang
diuji. Produksi lokomotif uap berakhir di Amerika Serikat pada 1950-an, dan di
Eropa pada 1960-an, dan, seperti kompetisi dari jalan meningkat, ada
penghematan besar dalam jaringan rel Di Jepang pada tahun 1964, kecepatan
tinggi Shinkansen atau 'peluru' kereta mulai beroperasi, berjalan pada jalur
khusus dikembangkan pada kecepatan hingga 210 km / h (130 mph). Pada sekitar
periode yang sama eksperimen mulai menggunakan sistem bimbingan tanah
selain jalur konvensional.
Gambar 2. 1 Kereta Api di Jepang (Shinkansen)
Pada kuartal terakhir abad ke-20, pembangunan kereta api di seluruh dunia
mulai tumbuh lagi, meskipun di negara maju beberapa jalur baru dibangun. Di
Eropa, terutama di Perancis dan Jerman yang lebih baru-baru ini, lain kereta api
7
berkecepatan tinggi telah dikembangkan. Ada juga investasi yang cukup besar di
komuter kereta api dan kereta api ringan sistem transit cepat untuk mengurangi
kemacetan di jalan dan polusi. Sebuah perkembangan baru di Jakarta, Indonesia,
adalah Aeromovel, ringan, powered by engineless kereta udara tekan ditiup
melalui saluran di bawah rel. Kereta api bawah tanah baru telah dibangun di
beberapa kota-kota besar yang lebih baru (misalnya, Metro di Mexico City),
sedangkan di jaringan kereta api Cina tumbuh dengan laju sekitar 1000 km (600
mil) per tahun. Terowongan Channel rel antara Inggris dan Perancis mulai
beroperasi pada tahun 1994. Following a model adopted by Sweden in the early
1990s, Mengikuti model yang diadopsi oleh Swedia pada awal 1990-an, Britania
diprivatisasi dengan jaringan kereta api pada pertengahan 1990-an.
2.2 Sejarah Jalan Rel di Indonesia
Secara de-facto hadirnya kerata api di Indonesia ialah dengan dibangunnya
jalan rel sepanjang 26 km pada lintas Kemijen-Tanggung yang dibangun oleh NV.
Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NIS). Pembangunan jalan rel
tersebut dimulai dengan penyangkulan pertama pembangunan badan jalan rel oleh
Gubernur Jenderal Belanda Mr. L.A.J. Baron Sloet Van De Beele pada hari
Jum‘at tanggal 17 Juni 1864. Jalur kereta api lintas Kemijen-Tanggung mulai
dibuka untuk umum pada hari Sabtu, 10 Agustus 1867. Sedangkan landasan de-
jure pembangunan jalan rel di jawa ialah disetujuinya undang-undang
pembangunan jalan rel oleh pemerintah Hindia Belanda tanggal 6 April 1875.
Pembangunan diprakarsai oleh "Naamlooze Venootschap Nederlandsch
Indische Spoorweg Maatschappij" (NV. NISM) yang dipimpin oleh Ir. J.P de
Bordes dari Kemijen menuju desa Tanggung (26 Km) dengan lebar sepur 1435
mm. Ruas jalan ini dibuka untuk angkutan umum pada hari Sabtu, 10 Agustus
1867 seperti yang di sebutkan sebelumnya.
8
Gambar 2. 2 Pembangunan Jalan Rel di Indonesia
(Sumber : leosentosa0.wordpress.com)
Dengan telah adanya undang-undang pembangunan jalan rel yang
dikeluarkan oleh pemerintah Hindia Belanda dan dengan berhasilnya operasi
kereta api lintas Kemijen-Temanggung (yang kemudian pembangunannya
diteruskan hingga ke Solo), pembangunan jalan rel dilakukan di beberapa tempat
bahkan hingga di luar Jawa, yaitu di Sumatera dan Sulawesi.
Kereta listrik pertama beroperasi 1925, menghubungkan Weltevreden
dengan Tandjoengpriok.
Keberhasilan swasta, NV. NISM membangun jalan KA antara Samarang-
Tanggung, yang kemudian pada tanggal 10 Februari 1870 dapat menghubungkan
kota Semarang - Surakarta (110 Km), akhirnya mendorong minat investor untuk
membangun jalan KA di daerah lainnya. Tidak mengherankan, kalau
pertumbuhan panjang jalan rel antara 1864 - 1900 tumbuh dengan pesat. Kalau
tahun 1867 baru 25 km, tahun 1870 menjadi 110 km, tahun 1880 mencapai 405
km, tahun 1890 menjadi 1.427 km dan pada tahun 1900 menjadi 3.338 km
Namun sejarah jalan rel di Indonesia mencatat adanya masa yang
memprihatinkan yaitu pada masa pendudukan Jepang. Beberapa jalan rel di pulau
Sumatera dan pulau Sulawesi serta sebagian lintas cabang di pulau Jawa
dibongkar untuk diangkut dan dipasang di Burma (Myanmar). Bahkan
pemindahan jalan rel ini juga disertai dengan dialihkannya sejumlah tenaga kereta
9
api Indonesia ke Myanmar. Akibat tindakan Jepang tersebut ialah berkurangnya
jaringan jalan rel di Indonesia. Data tahun 1999 memberikan informasi bahwa
panjang jalan rel di Indonesia ialah 4615,918 km, terdiri atas Lintas Raya
4292,322 km dan Lintas Cabang 323,596.
Jalan rel KA di Indonesia dibedakan de`ngan lebar sepur 1.067 mm; 750
mm (di Aceh) dan 600 mm di beberapa lintas cabang dan tram kota. Jalan rel yang
dibongkar semasa pendudukan Jepang (1942 - 1943) sepanjang 473 km,
sedangkan jalan KA yang dibangun semasa pendudukan Jepang adalah 83 km
antara Bayah - Cikara dan 220 km antara Muaro - Pekanbaru. Ironisnya, dengan
teknologi yang seadanya, jalan KA Muaro - Pekanbaru diprogramkan selesai
pembangunannya selama 15 bulan yang memperkerjakan 27.500 orang, 25.000
diantaranya adalah Romusha. Jalan yang melintasi rawa-rawa, perbukitan, serta
sungai yang deras arusnya ini, banyak menelan korban yang makamnya
bertebaran sepanjang Muaro - Pekanbaru.
Dalam masa perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia peran kereta api
sangatlah besar. Sejarah mencatat peran kereta api dalam distribusi logistik untuk
keperluan perjuangan dari Ciroyom (Bandung) ke pedalaman Jawa Tengah,
mobilisasi prajurit pejuang di wilayah Jogjakarta-Magelang-Ambarawa.
Hijrahnya pemerintahan republik Indonesia dari Jakarta ke Jogjakarta tahun 1946
tidak lepas pula dari peran kereta api. Tanggal 3 Januari 1946 rombongan
Presiden Soekarno berhasil meninggalkan Jakarta menggunakan kereta api, tiba di
Jogjakarta tanggal 4 Januari 1946 pukul 09.00 disambut oleh Sri Sultan
Hamengkubuwono IX.
Sejarah perjuangan Bangsa Indonesia mencatat pengambilalihan
kekuasaan perkereta-apian dari pihak Jepang oleh Angkatan Moeda Kereta Api
(AMKA) pada peristiwa bersejarah tanggal 28 September 1945. Pengelolaan
kereta api di Indonesia telah ditangani oleh institusi yang dalam sejarahnya telah
mengalami beberapa kali perubahan. Institusi pengelolaan dimulai dengan
nasionalisasi seluruh perkereta-apian oleh Djawatan Kereta Api Indonesia
(DKARI), yang kemudian namanya dipersingkat dengan Djawatan Kereta Api
(DKA), hingga tahun 1950. Institusi tersebut berubah menjadi Perusahaan Negara
10
Kereta Api (PNKA) pada tahun 1963 dengan PP. No. 22 tahun 1963, kemudian
dengan PP. No. 61 tahun 1971 berubah menjadi Perusahaan Jawatan Kereta Api
(PJKA). Perubahan kembali terjadi pada tahun 1990 dengan PP. No. 57 tahun
1990 status perusahaan jawatan diubah menjadi perusahaan umum sehingga
PJKA berubah menjadi Perusahaan Umum Kerata Api (Perumka). Perubahan
besar terjadi pada tahun 1998, yaitu perubahan status dari Perusahaan Umum
Kereta Api menjadi PT Kereta Api (persero), berdasarkan PP. No. 19 tahun 1998.
Perkembangan dalam dunia kereta api di Indonesia terus berlangsung,
begitu pula dengan teknologinya. Tanggal 31 Juli 1995 diluncurkan KA Argo
Bromo (dikenal juga sebagai KA JS 950) Jakarta-Surabaya dan KA Argo Gede
(JB 250) Jakarta-Bandung. Peluncuran kedua kereta api tersebut mendandai
apresiasi perkembangan teknologi kereta api di Indonesia dan sekaligus banyak
dikenal sebagai embrio teknologi nasional. Saat ini selain kedua KA ―Argo‖
tersebut di atas, telah beroperasi pula KA Argo Lawu, KA Argo Dwipangga, KA
Argo Wilis, KA Argo Muria.
Kemampuan dalam teknologi perkereta-apian di Indonesia juga terus
berkembang baik dalam prasarana jalan rel maupun sarana kereta apinya. Dalam
rancang bangun, peningkatan dan perawatan kereta api, perkembangan
kemampuan tersebut dapat dilihat di PT. Inka (Industri kereta Api) di Madiun, dan
balai Yasa yang terdapat di beberapa daerah.
Jaringan rel di Indonesia
Pengembangan jaringan rel kereta api 1875 - 1925 dalam 4 tahap, yaitu:
1875 - 1888,
1889 - 1899,
1900 - 1913
1914 - 1925.
Jaringan setelah tahun 1875 hingga tahun 1888
Pembangunan Tahap I terjadi tahun 1876-1888. Awal pembangunan rel
adalah 1876, berupa jaringan pertama di Hindia Belanda, antara Tanggung dan
Gudang di Semarang pada tahun 1876, sepanjang 26 km. Setelah itu mulai
dibangun lintas Semarang - Gudang. Pada tahun 1880 dibangun lintas Batavia
11
(Jakarta) - Buitenzorg (Bogor) sepanjang 59 km, kemudian dilanjutkan ke
Cicalengka melalui Cicurug - Sukabumi - Cibeber - Cianjur - Bandung.
Jaringan rel terbangun hingga tahun 1899
Pada tahun 1877 dibangun lintas Kediri - Blitar, dan digabungkan dengan
lintas Surabaya - Cilacap lewat Kertosono - Madiun - Solo, dan juga lintas Jogya -
Magelang.
Hingga tahun 1888 jaringan rel terbangun adalah:
Batavia - Buittenzorg - Sukabumi - Bandung - Cicalengka
Batavia - Tanjung Priok dan Batavia - Bekasi
Cilacap - Kutoarjo - Yogya - Solo - Madiun - Sidoarjo - Surabaya
Kertosono - Kediri - Blitar
Sidoarjo - Malang dan Bangil - Pasuruan - Probolinggo
Solo - Purwodadi - Semarang dan Semarang - Rembang
Tegal – Balapulang
Jaringan setelah tahun 1889 hingga tahun 1899
Hingga tahun 1899 jaringan rel terbangun adalah:
Djogdja - Tjilatjap
Soerabaja - Pasoeroean - Malang
Madioen - Solo
Sidoardjo - Modjokerto
Modjokerto - Kertosono
Kertosono - Blitar
Kertosono - Madioen - Solo
Buitenzorg (Bogor) - Tjitjilengka
Batavia - Rangkasbitung
Bekasi - Krawang
Cicalengka - Cibatu (Garut) - Tasikmalaya - Maos - Banjarnegara
Cirebon - Semarang dan Semarang - Blora
Yogya - Magelang
Blitar - Malang dan Krian - Surabaya
Sebagian jalur Madura
12
Jaringan setelah tahun 1899 hingga tahun 1913
Hingga tahun 1913 jaringan rel terbangun adalah:
Rangkasbitung - Labuan dan Rangkasbitung - Anyer
Krawang - Cirebon dan Cikampek - Bandung
Pasuruan - Banyuwangi
Seluruh jaringan Madura
Blora - Bojonegoro - Surabaya
Jaringan setelah tahun 1813 hingga tahun 1925
Hingga tahun 1925 jaringan rel terbangun adalah:
Sisa jalur Pulau Jawa
Elektrifikasi Jatinegara - Tanjung Priok
Elektrifikasi Batavia - Bogor:
Sumatera Selatan: Panjang - Palembang dan
Sumatera Barat: sekitar Sawahlunto dan Padang
Sumatera Utara: Tanjung Balai - Medan - Pematangsiantar; dan Medan -
Belawan - Pangkalansusu.
Sulawesi: Makasar - Takalar dan rencana Makasar - Maros - Sinkang
Sulawesi Utara: rencana Manado - Amurang
Kalimantan: rencana Banjarmasin - Amuntai; dan rencana Pontianak -
Sambas.
Untuk Kalimantan dan Sulawesi tidak terlaksana karena baru akan dimulai
dibangun tahun 1941 dan Perang Dunia II meletus.
Masa Pembangunan Stasiun
Berikut daftar stasiun besar:
1. Stasiun Karanganyar - 1875
2. Stasiun Jakarta Kota - diresmikan 1929
3. Stasiun Tanjung Priok - 1914
4. Stasiun Gambir (dulu Weltevreden) - 1914
5. Stasiun Jatinegara (dulu Meester Cornelis)
6. Stasiun Manggarai - 1969
7. Stasiun Pasar Senen - 1916
13
8. Stasiun Cikampek - 1894
9. Stasiun Bogor - 1880
10. Stasiun Bandung - 1887
11. Stasiun Yogyakarta - 1887
12. Stasiun Solo Balapan - 1876
13. Stasiun Semarang Tawang - 1873
14. Stasiun Cirebon - 1920
15. Stasiun Madiun - 1897
16. Stasiun Purwokerto - 1922
17. Stasiun Malang - 1941
18. Stasiun Surabaya Kota - 1878 dan renovasi 1911
19. Stasiun Surabaya Gubeng - 1913
20. Stasiun Pasar Turi - 1938
Jaringan kereta listrik Batavia - Buitenzorg 1918
Stasiun Bogor (Buitenzorg) dibangun tahun 1880 pada waktu membuat lintas
Buitenzorg - Soekaboemi - Tjiandjoer - Tjitjalengka. Namun jaringan kereta
listrik hanya ada di Batavia (Jakarta) ke Buitenzorg (Bogor) yang dibangun tahun
1918, kemudian tahun 1925 jaringan listrik juga dibuat ke Meester Cornelis
(Jatinegara) ke Tandjoeng Priok.
2.3 Teknologi Terkini Jalan rel
Pada zaman ini disaat teknologi sangat berkembang pesat, hal ini juga
mempengaruhi perkembangan teknologi dibidang transportasi khususnya pada
bidang kereta api.
2.3.1 Aeromovel
Kereta angin yang dinamai aeromovel itu hingga kini masih terhitung
barang langka di dunia. Indonesia merupakan negara asing pertama yang
mengoperasikan kereta angin buatan perusahaan Sur Coester S/A, Brasil. Di
negeri asalnya, lintasan aeromovel baru ada satu, di Kota Porto Alegre 1.500 km
di selatan Rio de Janeiro.
14
Rel aeromovel berupa lekukan besi panjang. Keenam pasang roda besi
kereta itu bergerak mengikuti rel cekung itu. Jika lintasan tak berkelok-kelok,
kereta ini bisa dioperasikan tanpa dlsertai seorang masinis pun. Aeromovel tak
doyan bensin. Dia juga tak memerlukan listrik. Sebagai sumber tenaga kereta ini
mengandalkan tiupan angin dari lorong berpenampang 1 m2 yang bersembunyi di
bawah rel, terbungkus beton. Kereta ini memiliki dua buah "layar" yang melintang
rapat pada dinding lorong angin. Gagang layar itu menancap pada kedua ujung
perut kereta. Tiupan angin akan mendorong layar, dan berikutnya bisa
menggerakkan tubuh kereta. Kedua gagang layar itu bergeser mengikuti sebuah
celah yang mirip bibir terkatup. Dua bibir karet itu cukup elastis, mudah terkuak
oleh dorongan gagang layar, tapi tidak memberikan celah sedikit pun untuk
meloloskan angin. Tiupan angin itu diperoleh dari sebuah motor yang mengubah
tenaga listrik menjadi gerak putar baling-baling. Coester mengklaim, instalasinya
mampu menghasilkan aliran udara sebesar 1.350 m3 per menit. Kendati kereta
penuh penumpang, dorongan udara sejumlah itu, bisa memberikan kecepatan
sampai 75 km per jam. Jumlah instalasi angin yang diperlukan tergantung panjang
lintasan dan jumlah kereta yang dioperasikan pada trayek itu.
Kereta itu bisa berhenti secara otomatis di setiap halte. Ada sensor
magnetik yang bisa mengenali posisi kereta. Ketika kereta itu mendekat ke halte,
sensor itu memberikan sinyal ke pusat kendali pada sistem lintasan itu. Sinyal itu
diolah oleh mikroprosesor seherhana. Alhasil, komputer akan memberi perintah
supaya klep pembuangan terbuka, agar dorongan angin mengendur. Pada saat
yang sama, klep lain menutup jalur lain, agar udara mampat dan menahan gerak
layar. Jika komputer rusak, masih ada alat cadangan lain yang disebut dengan
sensor darurat. Jika kereta meluncur melewati sensor darurat masih dengan
kecepatan tinggi, maka sensor itu akan mengontak sistem pengendali yang ada
dalam kereta. Rem pun akan bergerak menghentikan gerak roda.
2.3.1.1 Sejarah Aeromovel di Indonesia
Usaha-usaha yang dilakukan oleh Pemerintah dalam rangka memecahkan
masalah transsportasi kota telah banyak dilakukan baik dengan meningkatkan dan
15
membangun jaringan jalan raya, maupun dengan mengatur lalu lintas (traffic
management) serta menambah armada angkutan umum.
Namun, sudah merupakan kenyataan bahwa pertumbuhan kebutuhan
angkutan kota akibat hasil pembangunan dan urbanisasi, masih menuntut
pelayanan angkutan yang lebih besar, lebih aman dan lebih nyaman. Dari hasil
studi yang dilakukan oleh beberapa Departemen, terdapat kecenderungan untuk
memberikan pelayanan angkutan missal kepada masyarakat. Untuk
melaksanakannya, banyak masalah yang timbul akibat batasan-batasan yang harus
dipenuhi, terutama batasan sumberdaya.
Di beberapa kawasan yang tingkat perkembangannya sudah sangat padat,
batasan fisik sangat menonjol, sehingga usaha membangun prasarana transportasi
hanya dimungkinkan jika dibangun tidak sebidang dengan prasarana jalan raya
yang ada, apakah secara melayang (elevated) atau dibawah tanah yang tentunya
akan melibatkan biaya besar dan teknologi rumit.
Dalam usaha untuk mencari teknologi transportasi yang memenuhi
batasan-batasan tersebut telah dikaji beberapa teknologi transportasi yang
digunakan dibeberapa Negara. Melalui metoda ―Value Engineering‖ yang
menekankan pada fungsi sebagai sasaran utama dan mengusahakan biaya yang
serendah-rendahnya, maka dapat disarankan penggunaan teknologi transportasi
baru yang disebut Aeromovel (di Indonesia disebut Aeromovel SHS-23,
diciptakan oleh Dr. Oskar Coester – Brasil.
Didalam rangka pengembangan teknologi tersebut di Indonesia telah
disepakati kerja sama teknik dengan P.T. Citra Patenindo Nusa Pratama –
Indonesia.
Dari hasil pengamatan P.T. Citra Patenindo Nusa Pratama mengenai
masalah transportasi kota di Indonesia pada umumnya, dan DKI Jakarta pada
khususnya, penggunaan Aeromovel tersebut sangat sesuai dengan kebutuhan
transportasi di kawasan padat lalu lintas dan merupakan pemecahan
komplementer, sebagai sub sistem dari sistem transportasi total kota. Didalam
uraian singkat ini, akan dicoba untuk mengadakan pengkajian terhadap salah satu
16
koridor dari sistem transportaasi kota Jakarta, dan relevansi penggunaan
Aeromovel SHS-23 sebagai sub sistemnya.
2.3.1.2 Spesifikasi teknis Teknologi Aerotrain:
Rangkaian kereta pendek (satu kereta 2 gerbong) dimensi 2 x 15 x 3 meter,
mampu mengangkut 300 orang, selang kedatangan antar kereta dapat
mencapai 3 menit, kecepatan mencapai 70 km/jam
Guideway merupakan jalur khusus diketinggian (jalur layang) minimal 4.5
meter diatas tanah (tidak terganggu macet, aman terhadap jangkauan
orang)
Jarak antar stasiun 500-3000meter, kapasitas angkut 9000 pph kapasitas
angkut dapat mencapai 135000 orang per hari pada jarak perjalanan 2 x 10
km
Tikungan dengan radius minimum 25 meter, tanjakan / turunan dapat
mencapai 10% tinggi bebas dibawah guideway minimal 4.50m
Tiang penyangga diameter 2m, lebar single track 3m, double track 7.5m,
rumah blower 3m x 7m x2,5m, setasiun 20m x 15m
Simulasi pre-feasibility study sistem Aerotrain dengan panjang single
track 20 km
Asumsi Pre-Feasibility Study
• Satu stasiun dan satu blower untuk setiap 1 km
• Kereta yang digunakan 20 buah @ 2 gerbong
• Berjalan searah susul menyusul
• Kapasitas penumpang 200 orang per kereta
• Beroperasi 13 jam sehari (4 jam sibuk dan 9 jam normal)
• Tarif Rp 5000 per trip naik 10% pertahun
• Penumpang naik bertahap dari 30% pada tahun ke-1 kemudian naik ke
100% pada tahun ke5
17
Gambar 2. 3 Aeromovel di TMII
2.3.1.3 Tinjauan 8 tahun pertama ke-ekonomian Teknologi sistem Aeromovel
PENGELUARAN
Investasi (termasuk bunga bank) = Rp 660 Milyard
Beaya operasi dan Maintenance = Rp 113 Milyard
Total cash out untuk 8 tahun = Rp 773 Milyard
PENDAPATAN
Total pendapatan selama 8 tahun = Rp 933 Milyard
Catatan
Masih ada kemungkinan menaikkan revenue dengan meningkatkan
kapasitas dua kali lipat jika penumpang.
18
Gambar 2. 4 Teknologi Aeromovel telah “proven” selama 25 tahun di Taman
Mini Indonesia Indah
2.3.1.4 Kelebihan Aeromovel
Bagi masyarakat yang tinggal disekitar lintasan Aeromovel
mempunyai kelebihan :
Udara yang dihembuskan oleh blower udara, sebagai tenaga
bergerak, samasekali tidak akan menimbulkan polusi terhadap
lingkungan.
Baik pilar maupun bentangan lintasan Aeromovel dibuat secara
pre-fabricated, pre-cast, sehingga pelaksanaan pemasangan lintasan
tersebut tidak akan menimbulkan gangguan pada daerah
sekitarnya, dan tidak mengganggu kelancaran lalu lintas.
Kereta wagon Aeromovel samasekali tidak memiliki mesin-mesin
penggerak pada konstruksinya, maka tingkat kebisingan yang
dihasilkan lebih kecil dari suara mobil ataupun bus kota,
menyebabkan Aeromovel dapat dengan tenang meluncur diantara
gedung-gedung ataupun perumahan penduduk.
Bagi pemerintah, sistem Aeromovel memberikan keuntungan ditinjau
dari segi ekonomi :
Biaya pemasangan yang murah
Pemakaian lahan yang minimum
19
Kebutuhan energy yang kecil karena ringannya kendaraan
Memerlukan tenaga listrik untuk menjalankan sistem blower
Bagi pengelola, sistem Aeromovel memberikan keuntungan sebagai
berikut :
Adanya otomatisasi dalam cara operasi Aeromovel, akan mampu
menekan biaya operasi.
Keandalan yang tinggi, karena sistem yang sederhana.
Biaya perawatan yang rendah mengingat Aeromoveladalah kendaraan yang ringan
dan sederhana.
2.3.1.5 Sistem Percontohan Aeromovel
Sistem terletak di pusat kota Porto Alegre, Brasil. Sistem ini terdiri dari
antar-jemput rel tunggal dengan satu kendaraan dan dua stasiun. Tujuan utama
adalah untuk menguji, menunjukkan, mengembangkan dan sertifikasi komponen
dan subsistem. Ini juga menyediakan prototipe untuk menyatakan garis lain.
Di Indonesia, sistem terletak dalam kompleks tema rekreasi, Taman Mini
Indonesia Indah, di Jakarta, Indonesia. Sistem ini telah membawa lebih dari tiga
juta penumpang selama sembilan tahun terakhir. Sistem ini terdiri dari rel tunggal
ditinggikan guideway menghubungkan enam stasiun penumpang di sepanjang
loop (2mi) 3.2km. Tiga tunggal diartikulasikan kendaraan beroperasi di baris
secara simultan. Setiap kendaraan terdiri dari dua kompartemen dengan akses
internal penuh. Dua kendaraan yang dirancang untuk membawa 104 penumpang
duduk dan yang ketiga dirancang untuk 48 duduk dan 252 penumpang berdiri.
2.3.1.6 Teknologi Aeromovel
Aeromovel bekerja mendorong blower udara (tekanan rendah) melalui
saluran dibangun ke dalam guideway. Udara bertekanan mendorong piring
propulsi melekat pada bagian bawah kendaraan. Ini pelat propulsi bertindak
seperti terbalik berlayar, mendorong kendaraan ke depan dan membantu untuk
menghentikan itu ketika aliran udara dibalik.
20
Fitur Umum
Kendaraan
Sistem propulsi
Sistem Kontrol
mudah Fabrikasi
Fitur keselamatan
Dampak Lingkungan
Fitur Umum
Aeromovel dengan eksklusif kanan jalan dan headways relatif
singkat dirancang untuk membawa sampai 10.000 penumpang per
jam per arah.
Bobot yang ringan kendaraan AEROMOVEL ® memastikan
energi yang tidak terbuang bergerak bobot mati berat (kendaraan
kosong); ekstrim kesederhanaan dan kehandalan yang tinggi hasil
AEROMOVEL ® dalam persyaratan pemeliharaan berkurang.
Propulsi udara menghilangkan masalah traksi rel berat; keausan
pada roda dan trek dikurangi menjadi minimum.
Percepatan dan perlambatan yang halus dan efisien; traksi
kebisingan dan getaran diminimalkan, kecepatan kendaraan bisa
mencapai 80 km per jam (50 mph) dalam aplikasi perkotaan.
Kombinasi penggerak pneumatik dan non-poros desain roda
kendaraan aeromovel izin untuk mendaki curam gradien hingga
12% dan melintasi kurva tajam dengan radius serendah 25 meter
(82 kaki).
Penggunaan blower udara stasioner memungkinkan desain yang
optimal pembangkit listrik dalam kaitannya dengan persyaratan
tertentu untuk setiap segmen rute. Penghematan biaya besar
diperoleh dengan ukuran yang tepat dari blower udara untuk setiap
bagian rute.
21
Modal dan biaya pemeliharaan rendah, karena kesederhanaan
desain dan kehandalan yang tinggi komponen, seperti terbukti
blower udara industri.
Motor listrik pada blower udara kokoh, unit benar-benar
independen. Karena tujuan dari motor adalah pompa udara, tidak
mengemudi kendaraan, persyaratan perawatan yang minimal.
Operasi ini sepenuhnya otomatis. Tidak ada driver yang diperlukan
on-board. Sistem keandalan yang tinggi otomatisasi yang
digunakan untuk perlindungan, pengendalian dan pengawasan
operasi kendaraan.
Kendaraan
Bebas dari berat on-board peralatan traksi dan motor, kendaraan
sangat ringan dan sederhana, membawa orang 2 sampai 3 kali lebih
per ton bobot mati dari alternatif yang paling.
Pelat propulsi tertutup kaku melekat di bawah penggelinciran
mencegah kendaraan.
Baja roda dikombinasikan dengan kendaraan ringan memastikan
mengurangi kebisingan dan tingkat getaran.
Para AEROMOVEL ® baru kendaraan berisi state-of-the-art fitur
aerodinamis, yang membedakannya dari banyak kendaraan APM
saat ini.
Kendaraan ini sepenuhnya sesuai dengan NFPA, ADA dan AS
lainnya kode dan standar.
Ketika diminta, AEROMOVEL ® kendaraan akan dilengkapi
dengan modern, atap dipasang unit HVAC yang efisien. Unit-unit
opsional telah banyak digunakan oleh industri transit dan
memberikan kenyamanan maksimal dengan biaya minimal.
Propulsion SISTEM
Kendaraan ini digerakkan oleh sistem propulsi pneumatik yang
mengubah tenaga listrik menjadi aliran udara dan mengirimkan
22
dorong langsung ke kendaraan tanpa gigi atau sirkuit listrik
intervensi.
Blower listrik stasioner, terletak dekat dengan stasiun penumpang
menghasilkan udara bertekanan yang diperlukan, yang dihasilkan
sesuai dengan tingkat percepatan kendaraan dan kecepatan yang
diinginkan.
Keandalan sistem yang sangat baik dicapai dengan menggunakan
ini, komponen kokoh industri terbukti.
Unit tenaga propulsi yang sepenuhnya terkandung dalam suara-
terisolasi unit rumah.
Kecepatan motor meningkatkan efisiensi variabel dan
meminimalkan kehilangan energi.
Besar, motor kuat menyediakan ® AEROMOVEL dengan berbagai
kemampuan pergerakan udara, sekaligus menjaga biaya operasi dan
pemeliharaan minimal.
Unit-unit listrik stasioner propulsi mengurangi keausan dan
memungkinkan pemeliharaan sederhana dan efisien, karena mereka
dipisahkan dari vehicle.A bergerak dan AS lainnya kode dan
standar.
Ketika diminta, AEROMOVEL ® kendaraan akan dilengkapi
dengan modern, atap dipasang unit HVAC yang efisien. Unit-unit
opsional telah banyak digunakan oleh industri transit dan
memberikan kenyamanan maksimal dengan biaya minimal.
Sistem Kontrol
AEROMOVEL ® bergabung dengan Divisi Otomasi Industri
Allen-Bradley Sistem Rockwell International untuk menghasilkan
sebuah "canggih" sistem transit kontrol. Sistem ini sepenuhnya
otomatis dan menggunakan Programmable Logic Controller
terbukti.
Pendekatan Otomasi Industri sangat handal, aman dan
menghilangkan kesalahan manusia.
23
Filsafat modular memungkinkan pengembangan standar modul
dapat digunakan kembali banyak. Pra-diprogram modul dapat
diterapkan dari proyek untuk proyek dengan perubahan yang
minimal dan keandalan yang maksimum.
Sistem Pengendalian juga merupakan pusat komunikasi, stasiun
pengawasan dan penyimpanan dari semua fungsi vital.
KONSTRUKSI RAPID
Para guideway tetap AEROMOVEL ® terdiri dari balok kotak pre-
fabrikasi, yang mendukung jalur dan kendaraan, dan melalui mana
udara bersirkulasi.
Untuk konstruksi yang cepat dan gangguan minimum untuk
kegiatan sekitarnya, guideway yang didirikan di pra-fabrikasi
bagian modular pra menekankan beton atau baja, yang mungkin
siap diangkat ke tempatnya dengan siang atau malam.
Para guideway tinggi dapat menampung gradien hingga 12%, dan
kurva horisontal erat dengan jari-jari serendah 25 meter.
FITUR KESELAMATAN
Kendaraan perjalanan pada guideway tinggi dan eksklusif,
menghilangkan kongesti melintasi kelas dan kecelakaan.
Konsep propulsi memiliki fitur keselamatan intrinsik dari suatu
buffer udara antara pelat propulsi yang membantu untuk mencegah
tabrakan antara kendaraan.
Kendaraan tidak bisa menggagalkan; propulsi pelat dalam empedu
yang kaku terhubung ke truk kendaraan.
Otomasi termasuk sistem keandalan yang berlebihan dan tinggi.
Pengoperasian kendaraan diawasi oleh sistem perlindungan kereta
otomatis.
Propulsi ganda dan rem gesekan darurat disediakan.
Keluar darurat di kedua ujung kendaraan memungkinkan evakuasi
penumpang mudah.
24
Para guideway itu sendiri bertindak sebagai jalan keluar
penumpang.
Komunikasi dua arah antara kendaraan dan pos kontrol pusat
adalah standar.
Gesekan rem pada kendaraan tidak diperlukan kecuali untuk parkir
di stasiun dan pada dasarnya berlebihan karena kendaraan dapat
berhenti menggunakan sistem propulsi sendiri.
DAMPAK LINGKUNGAN
Mungkin AEROMOVEL ® 's Manfaat terbesar adalah pengaruh
positif terhadap pola-pola penggunaan lahan. AEROMOVEL ®
berkonsentrasi pada pertumbuhan dan pembangunan,
meningkatkan nilai tanah di sekitarnya sementara pada saat yang
sama mengurangi kebutuhan untuk membangun infrastruktur
mahal. Ada kebisingan emisi minimal dan tidak ada polusi udara.
Kemacetan lalu lintas dan insiden penyeberangan kelas dieliminasi,
pembebasan lahan dan relokasi utilitas direduksi menjadi
minimum.
AEROMOVEL ® dapat diletakkan di mana pun dibutuhkan
dengan sedikit dampak pada sistem ekologi. Ekuilibrium
lingkungan tidak hanya ditopang namun disempurnakan oleh
estetika menyenangkan dari AEROMOVEL ®. Dalam sebuah
komunitas, AEROMOVEL ® sesuai dengan tagihan dari tetangga
yang baik - tetangga bahwa setiap orang bangga telah.
2.3.2 Maglev
MagLev adalah singkatan dari MAGnetically LEVitated trains yang
terjemahan bebasnya adalah kereta api yang mengambang secara magnetis. Sering
juga disebut kereta api magnet.
Seperti namanya, prinsip dari kereta api ini adalah memanfaatkan gaya
angkat magnetik pada relnya sehingga terangkat sedikit ke atas, kemudian gaya
dorong dihasilkan oleh motor induksi. Kereta ini mampu melaju dengan
25
kecepatan sampai 650 km/jam (404 mpj) jauh lebih cepat dari kereta biasa.
Beberapa negara yang telah menggunakan kereta api jenis ini adalah Jepang,
Perancis, Amerika, dan Jerman. Dikarenakan mahalnya pembuatan relnya, di
dunia pada 2005 hanya ada dua jalur Maglev yang dibuka umum, di Shanghai dan
Kota Toyota.
Maglev atau "levitasi magnet" adalah teknik mengangkat objek
menggunakan prinsip magnet dalam fisika dasar. Dua kutub magnet yang sama
(misalnya, utara-utara atau selatan-selatan) akan tolak-menolak. Sedangkan dua
kutub magnet yang berlainan, yaitu utara dan selatan, akan tarik-menarik.
Maglev adalah metode menggunakan pasukan yang dihasilkan baik dari
listrik magnet atau magnet permanen untuk menangguhkan, dukungan, panduan,
terpisah dan / atau mendorong benda. Transportasi sistem menggunakan beberapa
bentuk levitasi magnetik dikenal sebagai maglevs dan terdiri dari kendaraan yang
bergerak sepanjang guideways berdedikasi. Menggunakan levitasi magnetik
sebagai alat penggerak merupakan sebuah revolusi dalam transportasi karena
karakteristik inheren tidak diinginkan beberapa transportasi roda dieliminasi atau
dikurangi secara dramatis, yaitu gesekan (aus & air mata), getaran dan kebisingan.
Teknologi Maglev tidak "melatih" teknologi dan tidak kompatibel dengan
setiap desain jalur kereta api konvensional. Memang, tantangan ilmiah dan
rekayasa pengembangan ultra-aman dan sistem keandalan tinggi maglev
transportasi darat dengan kecepatan puncak sebanding dengan pesawat turboprop
dan jet (500-580 kph), saingan salah satu prestasi besar di dunia teknik; termasuk
dunia yang paling maju ruang program. Sebagai contoh, algoritma kompleks
digunakan untuk mengontrol dan mengoperasikan kendaraan maglev dan hemat
biaya teknik konstruksi harus dikembangkan untuk membangun struktur
dukungan yang sangat tepat dan sangat stabil, yang dikenal sebagai ‘guideways‘.
Secara umum, pengembangan teknologi maglev bisa dikategorikan dalam
dua prinsip itu, yakni gaya tarik dan gaya tolak magnet. Eksplorasi teknik tersebut
dipelopori dua negara maju, yaitu Jerman dan Jepang. Jerman menggunakan EMS
(sistem suspensi elektromagnetik) dan Jepang menggunakan EDS (sistem
26
suspensi elektrodinamis). EMS menggunakan prinsip gaya tarik magnet,
sedangkan EDS menggunakan gaya tolak magnet.
Tentunya, sangat tidak efisien kereta membawa batang magnet yang
berkekuatan besar yang nanti digunakan untuk mengangkat kereta tersebut.
Karena itu, kita harus berterima kasih kepada fisikawan berkebangsaan Estonia,
Lenz. Fisikawan yang hidup pada 1804-1865 itu berhasil menjelaskan fenomena
magnetisme dan merumuskannya dalam sebuah hukum yang terkenal dengan
nama hukum Lenz.
Hukum tersebut menyatakan, perubahan fluks magnet dalam ruang yang
dikelilingi sistem kawat yang membentuk kumparan tertutup akan mengakibatkan
terciptanya medan magnet yang melawan perubahan fluks magnet dalam sitem
itu. Hal tersebut terjadi karena alam, dalam hal ini kumparan tertutup itu, ingin
mempertahankan kondisi awal fluks magnet yang dimiliki ruang dalam lingkaran
kawat tertutup tersebut. Hukum itu juga sering disebut kelembaman magnetik.
Hukum tersebut kemudian digunakan menciptakan medan magnet yang
cukup besar. Medan magnet itu diperhadapkan dengan medan magnet lain yang
akan menciptakan gaya tarik, jika kedua kutub magnet yang berhadapan
berlawanan arah atau gaya tolak jika kedua kutub magnet tersebut berlawanan.
Ada tiga jenis teknologi maglev:
Yang tergantung pada magnet superkonduktivitas (suspensi elektrodinamik)
Yang tergantung pada elektromagnetik terkontrol (suspensi
elektromagnetik)
Yang terbaru, mungkin lebih ekonomis, menggunakan magnet permanen
(Inductrack)
Jepang dan Jerman merupakan dua negara yang aktif dalam pengembangan
teknologi maglev menghasilkan banyak pendekatan dan desain. Dalam suatu
desain, kereta dapat diangkat oleh gaya tolak magnet dan dapat melaju dengan
motor linear. Pengangkatan magnetik murni menggunakan elektromagnet atau
magnet permanen tidak stabil karena teori Earnshaw, diamagnetik dan magnet
superkonduktivitas dapat menopang maglev dengan stabil.
27
Berat dari elektromagnet besar juga merupakan isu utama dalam desain.
Medan magnet yang sangat kuat dibutuhkan untuk mengangkat kereta yang berat.
Efek dari medan magnetik yang kuat tidak diketahui banyak. Oleh karena itu
untuk keamanan penumpang, pelindungan dibutuhkan, yang dapat menambah
berat kereta. Konsepnya mudah namun teknik dan desainnya kompleks.
Sistem yang lebih baru dan tidak terlalu mahal disebut Inductrack. Teknik ini
memiliki kemampuan membawa beban yang berhubungan dengan kecepatan
kendaraan, karena ia tergantung kepada arus yang diinduksi pada sekumpulan
elektromagnetik pasif oleh magnet permanen. Dalam contoh, magnet permanen
berada di gerbong; secara horizontal untuk menciptakan daya angkat, dan secara
vertikal untuk memberikan kestabilan. Sekumpulan kabel putar berada di rel.
Magnet dan gerbong tidak membutuhkan tenaga, kecuali untuk pergerakan
gerbong. Inductrack pada awalnya dikembangkan sebagai motor magnetik dan
penopang untuk "flywheel" untuk menyimpan tenaga. Dengan sedikit perubahan,
penopang ini diluruskan menjadi jalur lurus. Inductrack dikembangkan oleh
fisikawan Wiliiam Post di Lawrence Livermore National Laboratory.
Inductrack menggunakan array Halbach untuk penstabilan. Array Halbach
adalah pengaturan dari magnet permanen yang menstabilisasikan putaran kabel
yang bergerak tanpa penstabilan elektronik. Array Halback mulanya
dikembangkan untuk pembimbing sinar dari percepatan partikel. Mereka juga
memiliki medan magnet di pinggir rel, dan mengurangi efek potensial bagi
penumpang.
Dalam suatu desain, kereta dapat diangkat oleh gaya tolak magnet dan dapat
melaju dengan motor linear.Pengangkatan magnetik murni menggunakan
elektromagnet atau magnet permanen tidak stabil karena teori Earnshaw;
Diamagnetik dan magnet superkonduktivitas dapat menopang maglev dengan
stabil.Berat dari elektromagnet besar juga merupakan isu utama dalam desain.
Medan magnet yang sangat kuat dibutuhkan untuk mengangkat kereta yang
berat.Efek dari medan magnetik yang kuat tidak diketahui banyak. Oleh karena itu
untuk keamanan penumpang, pelindungan dibutuhkan, yang dapat menambah
berat kereta. Konsepnya mudah namun teknik dan desainnya kompleks. Kereta
28
maglev, merupakan kereta yang menggunakan magnet sebagai alat bantu dalam
bergerak. Kereta jenis ini tidak beroda layaknya model kereta konvensional, tetapi
akan melayang secara magnetis, kelebihan jenis kereta ini adalah kecepatan nya
yang tinggi dan juga tidak perlu melakukan perawatan pada bagian roda roda nya
seperti kereta lain nya. Kereta ini banyak dijumpai di Jepang, prancis, amerika dan
jerman. Kereta ini mengambang sekitar 110 mm diatas rel,Dorongan ke depan
dilakukan melalui interaksi antara rel magnetik dengan mesin induksi yang juga
menghasilkan medan magnetik di dalam kereta.Untuk kereta jenis ini terdapat 3
kategori yaitu Yang tergantung pada magnet superkonduktivitas (suspensi
elektrodinamik), Yang tergantung pada elektromagnetik terkontrol (suspensi
elektromagnetik), Yang terbaru, mungkin lebih ekonomis, menggunakan magnet
permanen (Inductrack), Jepang and Jerman merupakan dua negara yang aktif
dalam pengembangan teknologi maglev menghasilkan banyak pendekatan dan
desain. Dalam suatu desain, kereta dapat diangkat oleh gaya tolak magnet dan
dapat melaju dengan motor linear.Pengangkatan magnetik murni menggunakan
elektromagnet atau magnet permanen tidak stabil karena teori Earnshaw;
Diamagnetik dan magnet superkonduktivitas dapat menopang maglev dengan
stabil.
Sekarang ini, NASA melakukan riset penggunaan sistem Maglev untuk
meluncurkan pesawat ulang alik. Untuk dapat melakukan ini, NASA harus
mendapatkan peluncuran pesawat ulang alik maglev mencapai kecepatan
pembebasan, suatu tugas yang membutuhkan pewaktuan pulse magnet yang rumit
(lihat coilgun) atau arus listrik yang sangat cepat, sangat bertenaga (lihat railgun).
Kereta Maglev mengambang kurang lebih 10 mm di atas rel magnetiknya.
Dorongan ke depan dilakukan melalui interaksi antara rel magnetik dengan mesin
induksi yang juga menghasilkan medan magnetik di dalam kereta (lihat gambar).
Berat dari elektromagnet besar juga merupakan isu utama dalam desain.
Medan magnet yang sangat kuat dibutuhkan untuk mengangkat kereta yang berat.
Efek dari medan magnetik yang kuat tidak diketahui banyak. Oleh karena itu
untuk keamanan penumpang, pelindungan dibutuhkan, yang dapat menambah
berat kereta. Konsepnya mudah namun teknik dan desainnya kompleks.
29
Maglevs tidak hanya teknologi transportasi eksotis yang dirancang untuk
kecepatan tinggi, mereka benar-benar kendaraan bagi perubahan sosial. Misalnya,
penyebaran jaringan berkecepatan tinggi yang luas maglev untuk bertenaga listrik
transportasi antarkota secara signifikan akan menurunkan ketergantungan
Amerika pada suplai dunia yang semakin tidak stabil minyak.
Penggunaan yang lebih rendah kecepatan maglevs untuk aplikasi komuter
atau untuk transit dalam kota juga akan semakin menurunkan ketergantungan
minyak dengan membujuk orang keluar dari mobil mereka bagi mereka lagi
point-to-point perjalanan. Ini lebih rendah kecepatan sistem juga memiliki
keunggulan yang hampir diam dan getaran-bebas, sementara dapat beroperasi
dengan aman pada curam nilai, bahkan selama cuaca buruk. Yang terpenting,
sistem ini dirancang untuk menjadi lebih aman daripada moda transportasi lainnya
yang pernah ditemukan, karena derailments hampir tidak mungkin karena cara
kendaraan sesuai di sekitar atau di dalam guideways mereka. Selain itu,
pengereman membutuhkan gesekan tidak ada dan karena itu tidak terpengaruh
oleh kondisi permukaan (es, salju, hujan).
Meskipun kebijaksanaan konvensional mungkin berlaku untuk kereta api
konvensional, kota-kota Amerika tidak terlalu tersebar untuk sistem kecepatan
tinggi nasional maglev yang akan kompetitif dengan perjalanan udara. Sebuah
kecepatan tinggi kecepatan jelajah atas maglev adalah lebih dari 500 kilometer per
jam (310 mph), dan dikombinasikan dengan akselerasi sangat cepat dan
perlambatan, membuatnya menjadi teknologi yang sempurna untuk jarak tempuh
antara 50 sampai 1.000 kilometer (30 sampai 600 mil), khususnya, ketika
perjalanan waktu, operasi yang handal, dampak lingkungan secara keseluruhan,
konsumsi energi dan keselamatan digabungkan untuk dipertimbangkan.
30
Gambar 2. 5 Bagian Rel Kereta Maglev
Sejarah Kereta Maglev:
Pertama kali maglev didorong oleh motor linear pada 1969
Riset Maglev tahun 1970 studi maglev dimulai dan tahun 1979 pengujian
pertama dilakukan
Pada tahun 1986 kereta dengan 3 mesin mencapai kecepatan 352.4 km/j
Desember 1997 kereta maglev mencapai kecepatan 531 km/j
Superkonduktor temperatur tinggi diuji sukses pada 31 Desember 2000 di
Chengdu, China. Menggunakan Liquid Nitrogen untuk mendinginkan
Superkonduktor
Tahun 2000 MLX01-5mesin dengan 552 km/j (345mph)
Ada tiga jenis teknologi maglev:
Yang tergantung pada magnet superkonduktivitas (suspensi
elektrodinamik)
Yang tergantung pada elektromagnetik terkontrol (suspensi
elektromagnetik)
Yang terbaru, mungkin lebih ekonomis, menggunakan magnet permanen
(Inductrack)
Jepang dan Jerman merupakan dua negara yang aktif dalam pengembangan
teknologi maglev menghasilkan banyak pendekatan dan desain. Dalam suatu
desain, kereta dapat diangkat oleh gaya tolak magnet dan dapat melaju dengan
motor linear.
31
Pengangkatan magnetik murni menggunakan elektromagnet atau magnet
permanen tidak stabil karena teori Earnshaw; Diamagnetik dan magnet
superkonduktivitas dapat menopang maglev dengan stabil.
Berat dari elektromagnet besar juga merupakan isu utama dalam desain.
Medan magnet yang sangat kuat dibutuhkan untuk mengangkat kereta yang berat.
Efek dari medan magnetik yang kuat tidak diketahui banyak. Oleh karena itu
untuk keamanan penumpang, pelindungan dibutuhkan, yang dapat menambah
berat kereta. Konsepnya mudah namun teknik dan desainnya kompleks.
Sistem yang lebih baru dan tidak terlalu mahal disebut Inductrack. Teknik ini
memiliki kemampuan membawa beban yang berhubungan dengan kecepatan
kendaraan, karena ia tergantung kepada arus yang diinduksi pada sekumpulan
elektromagnetik pasif oleh magnet permanen. Dalam contoh, magnet permanen
berada di gerbong; secara horizontal untuk menciptakan daya angkat, dan secara
vertikal untuk memberikan kestabilan. Sekumpulan kabel putar berada di rel.
Magnet dan gerbong tidak membutuhkan tenaga, kecuali untuk pergerakan
gerbong. Inductrack pada awalnya dikembangkan sebagai motor magnetik dan
penopang untuk "flywheel" untuk menyimpan tenaga. Dengan sedikit perubahan,
penopang ini diluruskan menjadi jalur lurus. Inductrack dikembangkan oleh
fisikawan Wiliiam Post di Lawrence Livermore National Laboratory.
Inductrack menggunakan array Halbach untuk penstabilan. Array Halbach
adalah pengaturan dari magnet permanen yang menstabilisasikan putaran kabel
yang bergerak tanpa penstabilan elektronik. Array Halback mulanya
dikembangkan untuk pembimbing sinar dari percepatan partikel. Mereka juga
memiliki medan magnet di pinggir rel, dan mengurangi efek potensial bagi
penumpang.
Sekarang ini, NASA melakukan riset penggunaan sistem Maglev untuk
meluncurkan pesawat ulang alik. Untuk dapat melakukan ini, NASA harus
mendapatkan peluncuran pesawat ulang alik maglev mencapai kecepatan
pembebasan, suatu tugas yang membutuhkan pewaktuan pulse magnet yang rumit
(lihat coilgun) atau arus listrik yang sangat cepat, sangat bertenaga (lihat railgun).
32
1. Jepang
Gambar 2. 6 Maglev di Jepang
JR-Maglev MLX-01 (Experimental) - 361 mph (580.97 kmh)
Jepang merupakan negara pelopor pada kereta api berkecepatan tinggi pada tahun
1964 dengan kecepatan 130 mph (209 kmh) Namun untuk kereta maglev mulai
dikembangan sejak tahun 1970. Pengembangan kedepan Jalur Tokyo, Nagoya,
Osaka.
2. Inggris
Gambar 2. 7 Aeromovel di Inggris
EURPSTAR 3313(750 Penumpang) - 208 mph (334 kmh)
Menghubungkan London dengan negara Perancis dan Belgia melalui
terowongan bawah tanah di Selat Inggris
3. Perancis
33
Gambar 2. 8 Aeromovel di Perancis
TGV V150 (Experimental) - 357 mph (574,53 kmh)
Kereta seri TGV yang dikomersilkan terbatas pada kecepatan 200 mph
(321.86 kmh) Kereta Experimental mampu mencapai kecepatan 357 mph
(574.53 kmh) pada uji coba tahun 2007. Digunakan di negara Inggris,
Belgia, Belanda, Jerman
4. China
Gambar 2. 9 Aeromovel di China
CRH380AL (600 Penumpang) - 302 mph (486 kmh)
Dengan rute Beijing – Shanghai sepanjang 819 mil (1318 km) , walaupun
kereta dapat melaju dengan kecepatan 486km/j untuk pelayanan komersil
hanya 300km/j
34
5. Jerman
Gambar 2. 10 Aeromovel di Jerman
Transrapid TR-07(Experimental) - 207.3 mph (333.6 kmh)
Meskipun Jerman termasuk negara pengembang Maglev tetapi negara ini tidak
pernah menggunakan secara komersil. Tahun 2006 dalam uji coba menewaskan
25 orang
6. Spanyol
Gambar 2. 11 Aeromovel di Spanyol
AVE Class 103 (404 Penumpang) - 251 mph (403 kmh)
Spanyol memiliki jaringan rel kecepatan tinggi terpanjang di eropa dengan 3433
mil (4800km)
35
7. Italy
Gambar 2. 12 Aeromovel di Italy
ETR 500 (590 Penumpang) - 225 mph (362 kmh)
200 orang terluka akibat unjuk rasa menentang pembangunan terowongan rel
maglev sepanjang 36 km memotong rute Paris – Milan , pengunjuk rasa
mengatakan pembangunan akan merusak daerah konstruksi tersebut
2.3.3 Kereta Gantung
Gambar 15 Kereta Gantung
Kereta gantung adalah sebuah kereta yang menggantung yang berjalan
menggunakan kabel. Jalur kereta gantung umumnya berupa garis lurus dan hanya
dapat berbelok pada sudut yang kecil di stasiun antara. Awalnya kereta gantung
digunakan pada tempat-tempat wisata misalnya di daerah bersalju, daerah
pegunungan seperti pegunungan Alpen, atau taman hiburan, namun kini telah juga
digunakan untuk transportasi umum di daerah perkotaan seperti misalnya di kota
Medellin, Colombia.
36
Kapasitas kereta gantung dapat mencapai 3000 penumpang per jam,
dengan kecepatan 4-6 meter per detik.
Jenis kabin yang umum digunakan adalah gondola dengan kapasitas 4
hingga 12 penumpang. Ada pula jenis kabin yang kapasitasnya lebih besar hingga
dapat menampung 150 penumpang. Kabin dengan tipe khusus dapat berputar 360
derajat untuk menikmati pemandangan ke segala arah.
Kereta gantung di seluruh dunia
Afrika
Afrika Selatan
Table Mountain memiliki kereta gantung yang dapat berotasi yang
membawa penumpang ke dan dari puncak gunung.
Asia
China
Chongqing - Kereta gantung digunakan sebagai transportasi untuk
menyebrangi sungai Yangtze. Kereta gantung tersebut memiliki panjang
740 meter dan berkecepatan 8m/s. Setiap kabin dapat membawa
maksimum 45 penumpang, dengan total kapasitas 900 penumpang per jam
untuk satu arah.
India
Gangtok - Kereta gantung dioperasikan di bagain timur kota dearah
Himalaya, Gangtok. Kereta gantung tersebut mengangkut turis dari satu
dearah di kota tersebut ke daerah lainnya.
Phelagham - dalam resor ski di Jammu dan Kashmir, kereta gantung
mengangkut penumpang ke puncak lereng ski.
Indonesia
Taman Mini Indonesia Indah. Kereta gantung TMII ini memiliki 85 kabin
penumpang yang menempuh 3 stasiun A, B dan C. Jalur membentuk huruf
"V" dan jarak tempuh keseluruhan yaitu 2.688 m dengan ketinggian
mencapai 20 m dari permukaan tanah. Pengunjung dapat menyaksikan
indahnya "Nusantara" dalam keberagaman; jajaran pulau-pulau, anjungan
daerah, dan seluruh sarana rekreasi di TMII dari angkasa.
37
Taman Impian Jaya Ancol. Kereta gantung gondola digunakan sebagai
sarana rekreasi dan transportasi di lingkungan internal Taman Impian Jaya
Ancol.
Pulau Kumala di tengah sungai Mahakam kota Tenggarong, kabupaten
Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, menghubungkan tempat wisata
pulau Kumala dengan daratan Kalimantan di sisi Tenggarong Seberang
sebelah timur sungai.
Jepang
Kereta gantung Katsuragi, Nara. Panjangnya 1421m dengan kemiringan
30.5 derajat. Kapasitas 51 penumpang. Mengakut penumpang ke puncak
Gunung Katsuragi sambil menikmati pemandangan 360 derajat kota Nara
dan Osaka.
Malaysia
Kereta Gantung Genting Skyway, menghubungkan Gothong Jaya ke resor
Genting Highlands di puncak bukit.
Kereta Gantung Awana, menghubungkan resor Awana Country Club, juga
ke resor Genting Highlands.
Kereta Gantung Pulau Langkawi
Singapura
Kereta gantung Singapura [1]
dari Gunung Faber ke Pulau Sentosa;
menariknya, kereta gantung ini mempunyai perhentian di tengah-tengah,
dan merupakan yang pertama di dunia yang melintasi pelabuhan.
Korea Selatan
Kereta gantung Namsan, Seoul.
Eropa
Perancis
Kereta gantung Téléphérique de l'Aiguille du Midi, dibuka pada tahun
1955, dapat mengangkut 75 penumpang pada sesi pertama dan 65
penumpang pada sesi kedua. Dimulai dari Chamonix dengan ketinggian
1030 meter ke dataran de l'Aiguille di ketinggian 2317 meter untuk sesi
pertama. Sesi kedua tiba di puncak Aiguille du Midi di stasiun dengan
38
ketinggian 3777 meter. Kereta gantung ini adalah yang tertinggi di
dunia.[2]
Kereta gantung Vanoise Express, dibuka pada Desember 2003 dengan
biaya 15 juta euro. Kereta gantung ini bertingkat dua sehingga mampu
mengangkut 200 penumpang di setiap kabinnya. Melintasi Ponturin pada
ketinggian 380 meter di atas permukaan tanah, menghubungkan resor La
Plagne dan Les Arcs ke resor ski Paradiski dalam empat menit. Biasanya,
dua kabinnya berjalan terpisah pada kabelnya masing-masing. [3]
Jerman
Kereta gantung Eibsee Seilbahn, mengangkut penumpang ke puncak
gunung tertinggi di Jerman,Zugspitze.
Kereta gantung Tegelbergbahn, atau Tegelbahn, dekat Schwangau di
Bavaria dengan pemandangan indah gunung Alpen.
Kereta gantung Kölner Seilbahn, di Cologne, dirakit pada 1966 dan
menyebrangi sungai Rhine dari kebun binatang ke Rheinpark. Ini adalah
kereta gantung pertama di Eropa yang melintasi sungai.
Italia
Rittnerbahn di South Tyrol, kereta gantung terpanjang di dunia dengan
satu lintasan. (lihat Guinness Book of World Records).
Norwegia
Fjellheisen di Tromsø.[4]
Krossobanen di Tinn adalah kereta gantung tertua di Eropa bagian utara,
dibangun pada tahun 1928.
Ulriksbanen di atas gunung Ulriken di Bergen.
Swiss
Di Swiss, banyak kereta gantung yang digunakan, antara lain:
Kereta gantung Adliswil ke kereta gantung Felsenegg, bagian dari sistem
transportasi publik suburban Zürich.
Melayani gunung Schilthorn di Bernese Oberland. Muncul dalam film
James Bond On Her Majesty's Secret Service. Dengan panjang 6931 m
(22.739 kaki) dalam 4 lintasan, ini adalah yang terpanjang di Alpen dan
39
sistem kereta gantung yang terpanjang di dunia. Mendaki lebih dari 2103
meter.Daftar kereta gantung di Swiss.
Amerika Utara
Kanada
Gunung belerang Gondola ke puncak gunung belerang, dekatBanff,
Alberta. (gondola)
Gunung Grouse di Vancouver, British Columbia, mempunyai dua kereta
gantung yang berjalan paralel.
Kereta gantung Jasper ke puncak The Whistlers, dekat Jasper, Alberta.
Kereta gantung Spanish di atas Whirlpool Rapids (sejenis arung jeram) di
Niagara Falls, Ontario.
Amerika Serikat
Resor Ski Alyeska di Alaska
The Cannon Mountain Tram di Franconia, New Hampshire.
Kereta gantung di El Paso, Texas mendaki gunung Franklin sebagai
bagian dari sistem Taman Negara Bagian Texas.
Resor Ski Jay Peak di Jay, Vermont. Dibangun pada 1967 oleh Von Roll
dari Swiss; kabin-kabinnya diganti pada tahun 2000.
Kereta gantung Palm Springs di Palm Springs, California, yang
mengangkut penumpang ke puncak gunung San Jacinto.
Kereta gantung Roosevelt Island, Manhattan, New York, AS, dahulu
adalah kereta gantung satu-satunya di Amerika Utara yang digunakan
sebagai transportasi komuter.
Kereta gantung Sandia Peak di Albuquerque, New Mexico kereta gantung
dengan kabel tunggal terpanjang di dunia.
Kereta gantung di Snowbird, Utah, dan resor ski musim panas dan dingin
lainnya di dekat kota Salt Lake.
Di Squaw Valley ski resort, California, AS, menaikan peski dari bawah ke
puncak ski.
Kereta gantung Stone Mountain, dekat Atlanta.
40
Kereta gantung di Teton Village, Wyoming mengalami perubahan
ketinggian setinggi 4000 kaki.
Amerika Selatan
Brasil
Kereta gantung yang sangat terkenal terletak di Rio de Janeiro. Terdiri atas
dua sistem kereta gantung yang terpisak, satu pergi dari kota menuju
Morro de Urca (dahulu adalah kasino yang terkenal), dan yang kedua pergi
dari bukit ke puncak gunung Sugarloaf, Brasil.
Kolombia
Di Bogotá, sebuah kereta gantung dapat digunakan untuk bepergian dari
level kota (2962 meter di atas permukaan laut) ke puncak bukit
Monserrate (3152 meter di atas permukaan laut). Dinagun pada tahun
1955, dan memiliki dua kabin masing-masing bermuatan 40 orang.
Dengan panjang 880 meter, kereta gantung ini dapat menempuh tujuannya
dalam 7 menit, dengan pemandangan indah pusat kota. Di atas bukit, ada
sebuah kuil di dalam sebuah gereja, restoran dan atraksi turis yang tidak
begitu besar.
Di Parque Nacional del Café di Montenegro, departemen Quindío, ada
kereta gantung untuk melihat taman.
Venezuela
Kereta gantung Mérida mempunyai perbedaan sebagai yang tertinggi di
dunia pada ketinggian 4765 m (15,633 kaki), sekaligus sebagai yang
terpanjang (7.77 mil). Terbentang di atas kwasan taman nasional yang
disebut Sierra Nevada dan menghubungkan kota Merida dengan daerah
disekitarnya yang memiliki ketinggian sama.
Kereta gantung Ávila, di Karakas, dibangun pada tahun dan dibangun
kembali pada awal 1990an dan diresmikan pada tahun 2000, adalah salah
satu yang paling modern di dunia. Kereta gantung ini mendaki dari
ketinggian 1000 meter ke 2100 meter di Ávila Mágica Park dan Hotel
Humbolt. Kereta gantung aslinya memiliki dua jalaur yang
41
menghubungkan ke kota La Guaira di sisi lain Gunung Ávila; pengelola
kereta gantung tersebut berencana memperbaiki jalur tersebut.
Oceania
Australia
Kereta gantung pemandangan alam Katoomba menikmati pemandangan
Three Sisters Rock.
42
BAB III
KOMPONEN JALAN REL
3.1 Pengertian Umum
Rel merupakan struktur balok menerus yang diletakkan di atas tumpuan
bantalan yang berfungsi sebagai penuntun/mengarahkan pergerakan roda kereta
api. Rel juga disediakan untuk menerima secara langsung dan menyalurkan beban
kereta api kepada bantalan tanpa menimbulkan defeksi yang berarti pada bagian
balok rel diantara tumpuan bantalan. Oleh itu, harus memiliki nilai kekakuan
balok tertentu sehingga perpindahan beban titik roda dapat menyebar secara baik
pada tumpuan di bantalan.
Rel juga berfungsi sebagai struktur pengikat dalam pembentukan struktur
jalan relying kokoh. Oleh sebab itu, bentuk dan geometrik rel dirancang
sedemikian sehingga dapat berfungsi sebagai penahan gaya akibat pergerakan dan
beban kereta api. Pertimbangan yang diperlukan dalam membuat geometrik rel
adalah :
1. Permukaan rel harus dirancang memiliki permukaan yang cukup lebar
untuk membuat tegangan kontak diantara rel dan roda sekecil mungkin.
2. Kepala rel harus cukup tebal untuk memberikan umur manfaat yang
panjang.
3. Badan rel harus cukup tebal untuk menjaga dari pengaruh korosi dan
mampu menahan tegangan lentur serta tegangan horisontal.
4. Dasar rel harus cukup lebar untuk dapat mengecilkan distribusi
tegangan ke bantalan baik melalui pelat andas maupun tidak.
5. Dasar rel juga harus tebal untuk tetap kaku dan menjaga bagian yang
hilang akibat korosi.
6. Momen inersia harus cukup tinggi, sehingga tinggi rel diusahakan
tinggi dan mencukupi tanpa bahaya tekuk.
7. Tegangan horisontal diusahakan dapat direduksi oleh kepala dan dasar
rel dengan perencanaan geometriknya yang cukup lebar.
43
8. Stabilitas horisontal dipengaruhi oleh perbandingan lebar dan tinggi rel
yang mencukupi.
9. Titik Pusat sebaiknya di tengah rel.
10. Geometrik badan rel harus sesuai dengan pelat sambung.
11. Jari-jari kepala rel harus cukup besar untuk mereduksi tengangan
kontak.
Pertimbangan lainnya adalah perencanaan rel dengan berat yang sama
tetapi memiliki geometrik yang berbeda sesuai dengan tujuan yang diinginkan.
Contohnya, ARA (American Railways Association) membagi rel menjadi kelas A
dan B. Kepala rel jenis A dibuat tipis dengan tujuan agar momen inersia tinggi
sehingga rel ini dipakai untuk kereta api berkecepatan tinggi. Lain halnya dengan
kepala rel jenis B yang dibuat sedemikian sehingga memiliki momen inersia
cukup untuk menahan bahaya aus karena beban gandar yang tinggi dengan
kecepatan kereta api sedang.
3.2 Komposisi Bahan Rel
3.2.1 Komposisi Bahan
Rel dipilih dan disusun dari beberapa komposisi bahan kimia sedemikian
sehingga dapat tahan terhadap keausan akibat gesekan akibat roda dan korositas.
Dalam klasifikasi UIC dikenal 3 macam rel tahan aus (wear resistance rails –
WR), yaitu rel WR-A, WR-B dan WR-C. Komposisi/kadar kimia bahan karbon
(C) dan Mn diberikan dalam Tabel 5.1. Rel yang digunakan di Indonesia
(PJKA) saat ini merupakan rel WR-A, dimana termasuk jenis baja dengan kadar
yang tinggi (high steel carbon), sedangkan WR-B dan WR-C merupakan baja
dengan kadar C yang sedang dan rendah. Percobaan di laboratorium (Masutomo
et al. 1982) menunjukkan bahwa rel dengan kadar karbon yang tinggi lebih tahan
aus daripada baja berkadar karbon sedang.
44
Tabel 3. 1 Kadar C dan Mn pada rel WR dan PJKA
Jenis Rel C Mn
WR-A 0,60 – 0,75 0,80 – 1,30
WR-B 0,50 – 0,65 1,30 – 1,70
WR-C 0,45 – 0,60 1,70 – 2,10
PJKA 0,60 – 0,80 0,90 – 1,10
Ketahanan aus rel WR-A hingga mencapai 2 – 4 kali lebih baik daripada
rel biasa. Keausan rel maksimum yang diijinkan oleh PD 10 tahun 1986 diukur
dalam 2 arah yaitu pada sumbu vertikal (a) dan pada arah 45° dari sumbu vertikal
(e). Gambar 4.1 menunjukkan ukuran-ukuran keausan rel menurut PD 10 tahun
1986. Nilai-nilai maksimum tersebut ditentukan berdasarkan :
emaksimum = 0,54 h – 4 (3.1)
amaksimum = dibatasi oleh kedudukan kasut roda dan pelat sambungan.
Nilai maksimum keausan rel vertikal tercapai pada saat yang bersamaan dengan
keausan maksimum pada roda dan sayap kasut roda (flens) tidak sampai
menumbuk pelat sambung.
Gambar 3. 1 Nilai Maksimum Keausan Rel Menurut PD 10 tahun 1986
3.2.2 Jenis Rel dengan Komposisi Bahan Khusus
Pada lintas yang berat (beban lalu lintas tinggi), kerusakan rel sering
terjadi yang disebabkan oleh gesekan dan benturan roda kendaraan pada rel, selain
45
juga dapat diakibatkan oleh pengaruh korositas lingkungan. Kerusakan ini terjadi
pada keseluruhan bagian rel yang lemah.
Untuk mengatasi permasalahan di atas, maka dipilih rel dengan
penambahan komposisi khusus pada bagian-bagian rel tertentu sesuai dengan
kerusakan dominan yang terjadi. Pada kerusakan rel yang terjadi pada ujung rel
atau sambungan dapat diakibatkan oleh mutu ral rendah, kondisi pemasangan
sambungan dan geometrik rel yang sudah buruk, dan kondisi roda kendaraan
(kereta). Untuk itu digunakan rel dengan pengerasan di ujung rel atau dikenal
sebagai end-hardened rails .
Gambar 3. 2 Perbandingan Komposisi Kimia Rel Pengerasan di Ujung dan el
Standar
Gambar 3. 3 Bentuk Struktur Makro Rel dengan Pengerasan di Ujung
Besarnya tegangan kontak gesekan roda dengan rel dapat menyebabkan
kerusakan kepala rel dengan sangat cepat baik karena keausan maupun kelelahan
(fatigue). Kondisi ini sering terjadi terutamanya pada jalan rel dengan radius
46
kecil. Untuk mengatasi tegangan kontak di atas maka dapat digunakan rel dengan
pengerasan di kepala (head hardened rails). Keuntungan penggunaan rel ini
adalah peningkatan umur manfaat rel hingga mencapai 2 kali lipat dan harga lebih
rendah dari nilai peningkatannya. Kepala rel dengan kedalaman hingga mencapai
10 mm mempunyai kekuatan minimal 13.000 kg/cm2 dan bagian badan
berkekuatan 9000 kg/cm2. Penggunaannya di Indonesia dapat dilihat pada
geometrik jalur angkutan batubara Kereta Api Babaranjang di Sumatera Selatan.
Gambar 5.4 di bawah ini menunjukkan komposisi dan bentuk rel dengan
pengerasan di bagian kepala.
3.2.3 Bentuk Dan Dimensi Rel Di Indonesia
3.2.3.1 Bentuk dan Dimensi Rel
Suatu komponen rel terdiri dari 4 bagian utama yaitu :
1. Permukaan Rel untuk pergerakan kereta api atau disebut sebagai running
surface (rail thread),
2. Kepala Rel (head),
3. Badan Rel (web),
4. Dasar Rel (base).
Ukuran/dimensi bagian-bagian profil rel di atas dijelaskan dalam table
untuk dimensi rel yang digunakan di Indonesia sesuai PD 10 tahun 1986.
Penamaan tipe rel untuk tujuan klasifikasi rel di Indonesia disesuaikan dengan
berat (dalam kilogram, kg) untuk setiap 1 meter panjangnya, misalnya : tipe R 54
berarti rel memliki berat sekitar 54 kg untuk setiap 1 meter panjangnya.
47
Tabel 3. 2 Klasifikasi Tipe Rel di Indonesia
Gambar 3. 4 Profil Rel R 60 dan R 54
18,00/24,00167014015954,40UIC 54/
R54
17,001563,812715350,40R50
16,574,315017260,34R60
13,60-17,0013,568,511013842,18R14A/
R42
11,90-13,60-17,0013,56811013841,52R14/
R41
11,90-13,60115810513433,40R3/
R33
6,80-10,2010539011025,74R2/
R25
Panjang Standar/
normal (m)
Tebal Badan
(mm)
LebarKepala
(mm)
LebarKaki
(mm)
Tinggi
(mm)
Berat
(kg/m)Tipe
18,00/24,00167014015954,40UIC 54/
R54
17,001563,812715350,40R50
16,574,315017260,34R60
13,60-17,0013,568,511013842,18R14A/
R42
11,90-13,60-17,0013,56811013841,52R14/
R41
11,90-13,60115810513433,40R3/
R33
6,80-10,2010539011025,74R2/
R25
Panjang Standar/
normal (m)
Tebal Badan
(mm)
LebarKepala
(mm)
LebarKaki
(mm)
Tinggi
(mm)
Berat
(kg/m)Tipe
48
Gambar 3. 5 Profil R 24 dan R 41
Masing-masing profil rel memiliki dimensi momen inersia, jarak terhadap
garis netral luas penampang yang berbeda untuk keperluan perencanaan dan
pemilihan dimensi yang tepat untuk struktur jalan rel sebagaimana dijelaskan
dalam Tabel 4.3 PD 10 tahun 1986.
3.2.3.2 Penentuan Dimensi Rel
Tabel 3. 3Dimensi Profil R 42, R 50, R 54 dan R 60
(Sumber : Peraturan Dinas No.10 tahun 1986)
49
Penentuan dimensi rel didasarkan kepada tegangan lentur yang terjadi
pada dasar rel akibat beban dinamis roda kendaraan (Sbase). Tegangan ini tidak
boleh melebihi tegangan ijin lentur baja (Si). Jika suatu dimensi rel dengan beban
roda tertentu menghasilkan Sbase < Si, maka dimensi ini dianggap cukup.
a. Tegangan Ijin
Tegangan ijin tergantung pada mutu rel yang digunakan. Untuk
perencanaan dimensi rel yang akan digunakan, Perumka (Indonesia)
menggunakan dasar kelas jalan untuk menentukan tegangan ijinnya. Tabel 4.4
menjelaskan tegangan ijin setiap kelas jalan dan tegangan dasar rel untuk
perhitungan dimensi rel.
b. Perhitungan Dimensi Rel
Dalam perhitungan perencanaan dimensi rel digunakan konsep "beam on
elastic foundation" sebagaimana telah dijelaskan dalam Bab 4. Secara umumnya,
alur perhitungan dimensi rel dapat dijelaskan dalam Gambar 4.3 di bawah. Pada
dasarnya, pembebanan untuk roda tunggal denganjarak roda yang jauh saat ini
hampir tidak ada. Sebagian besar roda digabung dalam satu bogie yang memiliki
2 atau 3 roda. Oleh karena itu, akan terjadi reduksi momen maksimum yang
terjadi pada titik di bawah beban roda akibat superposisi dan konfigurasi roda.
Tabel 3. 4 Tegangan Ijin Profil Rel Berdasarkan Kelas Jalan di Indonesia
50
Calculate
Ps
Calculate
Pd
Rail Parameters:
Rail Type,
Rail Moment of Inertia,
Rail Modulus of Elasticity,
Traffic Design,
Speed Design
Calculate
Ma = 0.85 Mmax
= (Ma × y)/Ix Sbase = Ma/Wb
4λ
P0,75Ma
sinλicosλoe4λ
PMa λx
4
1i
4λ
P0,82Ma
sinλicosλoe4λ
PMa λx
6
1i
4λ
P0,85Ma
Gambar 3. 6 Bagan Alir Perencanaan Dimensi Rel
Untuk reduksi perhitungan momen akibat konfigurasi roda 4 (BB) dan 6 (CC)
digunakan persamaan sebagai berikut :
a. Konfigurasi roda 4 (BB) :
(3.2)
b. Konfigurasi roda 6 (CC) :
(3.3)
Jika konfigurasi roda tidak diperhitungkan maka digunakan persamaan reduksi
momen sebagai berikut :
(3.4)
51
3.3 Umur Rel
Panjang pendeknya umur rel ditentukan oleh mutu rel (berkaitan dengan
komposisi bahan kimia penyusun rel), keadaan lingkungan dan beban yang
bekerja (daya angkut lintas). Dalam perencanaan struktur jalan rel, perancangan
umur rel diperlukan untuk memperkirakan umur aus, pemeliharaan dan tahun
penggantian rel. Ini akan berkait dengan perencanaan keselamatan pergerakan
kereta api di atas rel. Dalam proses perencanaan umur rel, dapat dilakukan
dengan pendekatan analisis melalui tiga aspek, yaitu :
1. Kerusakan pada ujung rel,
2. Keausan rel, baik pada bagian lurus maupun tikungan,
3. Lelah.
3.4 Stabilitas Rel Panjang
Menurut PD 10 tahun 1986, rel dapat diklasifikasikan sesuai dengan
panjangnya, meliputi :
1. Rel Standar, dengan panjang 25 meter (sebelumnya 6 – 10 meter)
2. Rel Pendek, dengan panjang maksimum 100 meter atau 4 x 25 meter
3. Rel Panjang, adalah rel yang mempunyai panjang statis, yaitu daerah yang
tidak terpengaruh pergerakan sambungan rel, biasanya dengan panjang
minimal 200 meter.
Sambungan rel adalah titik-titik perlemahan dan jika terjadi beban kejut
yang besar pada sambungan akan dapat merusak struktur jalan rel. Oleh itu, rel
dari pabrik akan diproduksi 25 meter dan selanjutnya akan dilas dengan ―flash
butt welding‖ untuk mendapatkan rel-rel pendek dan di lapangan dapat disambung
lagi dengan las ―thermit welding‖ sehingga akan menjadi rel panjang.
Dalam perencanaan, rel panjang perlu diperhatikan panjang minimum dan
stabilitasnya terutama akibat pengaruh Bahaya Tekuk (buckling) oleh gaya
longitudinal dan perubahan suhu. Oleh karena itu, sebagai penyelesaiannya, rel
tidak boleh berkembang bebas dan hanya akan dihambat oleh perkuatan pada
bantalan dan balas.
52
L
AEΔLF
1. Penentuan Panjang Minimum Rel Panjang
Permasalahan yang ditimbulkan dalam rel panjang adalah penentuan
panjang minimal rel panjang yang diakibatkan oleh dilatasi pemuaian
sebagaimana dituliskan dalam persamaan berikut :
L = L T (3.10)
dimana :
L = Pertambahan panjang (m)
L = Panjang rel (m)
= Koefisien muai panjang (˚ C -1
)
T = Kenaikan temperature (˚ C)
Menurut hukum Hooke, gaya yang terjadi pada rel dapat diturunkan menjadi
persamaan sebagai berikut :
(3.11)
dimana :
E = modulus elastisitas Young (kg/cm2)
A = luas penampang (cm2)
Jika disubstitusi persamaan (4.10) pada (4.11), maka akan menjadi :
F = E A T (3.12)
Diagram gaya normal sesuai persamaan 4.12 dapat digambarkan sebagai :
L
F = E A T
53
Diagram gaya lawan bantalan dapat digambarkan sebagai berikut :
Panjang l dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
ℓ = O M = r
ΔTαAE (3.13)
r = tg = gaya lawan bantalan per satuan panjang (3.14)
Untuk mendapatkan panjang minimum rel panjang digunakan persamaan (3.13)
dan (4.14) sebagai berikut :
L ≥ 2 ℓ (3.15)
dimana ℓ dihitung dengan persamaan 4.14.
dengan demikian persyaratan L ≤ 2 ℓ digunakan untuk penentuan panjang rel
pendek.
ℓ ℓ
F = E A T = r l
M' O' M O
54
2. Gaya longitudinal (Longitudinal Creep Resistance)
Gambar 3. 7 Kerusakan Akibat Gaya Longitudinal
(Hidayat & Rachmadi, 2001)
Gambar menunjukkan kerusakan pada rel panjang akibat gaya
longitudinal. Gaya longitudinal (Longitudinal Creep Resistance) pada rel panjang
dapat ditentukan melalui pengaruh perubahan suhu, sebagai berikut :
2.1 Gaya akibat suhu
P = EA (t-tp) (3.16)
dimana,
P : gaya longitudinal akibat perubahan suhu,
E : modulus elastisitas baja
tp : suhu pemasangan
Dalam penentuan suhu pemasangan, PD. No.10 tahun 1986 memberikan
aturan bahwa untuk rel ukuran standar dan rel pendek yang panjangnya 50 m
ditentukan sebesar 20˚C yaitu suhu terendah yang pernah diperoleh pada
pengukurannya di Semarang sedangkan rel lainnya diambil suhu tertinggi yang
menghasilkan besar celah maksimum 16 mm (Penjelasan PD.10 tahun 1986 hal.
55
3-17 s.d. 3-18). Batas suhu maksimum untuk semua jenis rel ditentukan sebagai
suhu tertinggi yang menghasilkan celah sebesar 2 mm.
2.2 Pergerakan sambungan (Gap)
Jika suhu mulai meningkat, rel merayap yang ditahan oleh bantalan dan
balas sampai menutup sambungan. Ada bagian yang bergerak (breathing length)
dan ada bagian yang tidak bergerak/tetap (static, unmovable). Oleh karena itu,
diperlukan gap (celah) dengan batasan terukur supaya struktur ujung rel tidak
cepat rusak.
Untuk rel pendek dan standar digunakan persamaan untuk menghitung
celah/gab sebagai berikut :
G = L (40 – t) + 2 (3.17)
Sedangkan untuk rel panjang digunakan penurunan persamaan sebagai berikut :
Ditinjau suatu elemen rel di daerah muai sepanjang dx (sebagaimana
dijelaskan pada Gambar 4.11), pada jarak x dari ujung rel. Akibat adanya
perubahan suhu, maka terdapat perpanjangan dG yang besarnya sebagai :
dG = dG1 — dG2 (3.18)
Gambar 3. 8 Strukturisasi Elemen Rel pada Daerah Muai
x dx
Ldm
Ps – R(x)
R(x)
R(x) = r
P(x) = Ps = E.A..T A B
0 Xb
56
dimana :
dG1 = perpanjangan elemen dx jika tidak ada tahanan balas
dG2 = perpanjangan yang dihambat oleh tahanan balas
untuk :
dG1 = .t.dx (3.19)
dG2 = EA
dxR (X) (3.20)
maka persamaan 2.18 menjadi :
dG = .t.dx - EA
dxR (X) (3.21)
Jika diketahui bahwa : Ps = E.A..t (Gambar 4.11), maka dapat diperoleh :
.t = EA
Ps (3.22)
sehingga :
dG = dxEA
R-Ps (X) (3.23)
Dari persamaan 4.17, besar celah pada rel diperoleh :
G = dG = dx)RPs(EA
1 Xb
0)x( (3.24)
Dari gambar 4.11 terlihat bahwa :
dx)RPs(Xb
0)x( = luas OAB = ½ Ldm PS (3.25)
Sesuai dengan persamaan 4.13, diperoleh bahwa :
Ldm = r
ΔTαAE (3.26)
Maka :
G = EA
1 ½
r
ΔTαAE E.A..T (3.27)
57
G = E A 2
(t-tp)2/ 2r (3.28)
Dalam Railway Technical Research Institute – JNR, persamaan 3.28 diturunkan
untuk nilai r yang tetap (r = K.dG, dimana K = koefisien reaksi balas awah
horizontal). Dari hasil analisis JNR, perbedaaan antara r tetap dan tidak tetap
adalah 1 – 3 mm. Oleh karena itu besar celah untuk rel panjang dapat juga
ditentukan menggunakan persamaan :
G = 22r
t)(50αAE 22
(3.29)
3. Gaya Tekuk (Buckling Force)
Gaya Tekuk (Buckling Force) dapat ditentukan dengan persamaan :
QbDπ
Wl
Qb
πl
16D
CπEI
l
πPb
2
22
s2
2
(3.30)
dimana,
Is = momen inersia (2 Iy) (cm4)
E = modulus elastisitas rel = 2,1.106 kg/cm
2
C = koefisien torsi penambat (tm/rad, kgm/rad)
D = jarak bantalan (cm)
W = tahanan lateral balas (kg/meter)
l = panjang ketidaklurusan (meter)
Qb = ketidaklurusan, misalignment (meter/cm/mm)
Beberapa koefisien jalan rel diatas ditentukan dari pengujian di laboratorium,
seperti :
a. Tahanan Torsi Penambat,
Nilai koefisien torsi penambat diperolehi dari pengujian terhadap penambat di
laboratorium. Satuan koefisien yang diperolehi adalah ton inch/rad0.5
.
58
Gambar 3. 9 Pengujian Tahanan Torsi Penambat di Laboratorium
b. Tahanan Momen Lateral
Tahanan momen lateral dapat diketahui dengan pengujian tahanan momen lateral
dari struktur rel, penambat dan bantalan.
Gambar 3. 10 Pengujian Tahanan Momen Lateral di Laboratorium
(Hidayat & Rachmadi, 2001)
c. Tahanan Balas
Tahanan balas (ballast resistance) dapat diketahui dengan pengujian tahanan
lateral dan longitudinal balas. Tahanan lateral dapat diperbesar dengan
memperberat bantalan, penggemukan bahu jalan dan memakai safety caps.
59
Gambar 3. 11 Pengujian Tahanan Balas di Laboratorium
(Hidayat & Rachmadi, 2001)
4. Distribusi Gaya Longitudinal :
Perhitungan distribusi gaya longitudinal pada rel dapat dihitung berdasarkan
tahapan berikut ini :
Tentukan nilai Gaya Longitudinal Maksimum (P maksimum) menggunakan
persamaan 2.16.
Tentukan lebar dan suhu dimana celah tertutup maksimum (G maksimum),
menggunakan persamaan 2.28.
Tentukan nilai-nilai gaya longitudinal lainnya berdasarkan variasi suhunya.
60
BAB IV
GEOMETRIK JALAN REL
Geometrik jalan rel yang dimaksud ialah bentuk dan ukuran jalan rel, baik
pada arah memanjang maupun arah melebar yang meliputi lebar sepur,
kelandaian, lengkung horizontal, dan lengkung vertikal, peninggian rel,
pelebarang sepur. Geometri jalan rel harus direncanakan dan dirancang
sedemikian rupa sehingga dapat mencapai hasil yang efisien, aman, nyaman,
ekonomis. Uraian mengenai geometrik jalan rel berikut terutama berdasarkan
pada standar yang digunakan di Indonesia oleh PT. Kereta Api (persero), dan
ditambah dengan bahan dari acuan yang lain.
4.1 Lebar Sepur
Di Indonesia sendiri digunakan lebar sepur (track) 1067 mm (3 feet 6
inches) yang tergolong pada sepur sempit. Pada bab tersebut telah pula dijelaskan
bahwa yang dimaksud dengan lebar sepur ialah jarak terpendek antara kedua
kepala rel, diukur dari sisi dalam kepala yang satu sampai sisi dalam kepala rel
lainnya (Gambar 2.3). Hubungan antara lebar sepur, ukuran dan posisi roda di atas
kepala rel ialah sebagai berikut (lihat Gambar 7.1).
S = r + 2.f + 2.c (7.1)
dengan :
S : lebar sepur (mm)
r : jarak antara bagian terdalam roda (mm)
f : tebal flens (mm)
c : celah antara tepi-dalam flens dengan kepala rel (mm)
61
Gambar 4. 1 Lebar sepur
Lebar sepur 1067 mm dan hubungan tersebut (4.1) ialah untuk jalur lurus
dan besarnya tetap, tidak tergantung pada jenis serta dimensi rel yang digunakan.
Sedangkan pada lengkung horizontal, lebar sepur memerlukan pelebaran yang
tergantung pada jari-jari lengkung horizontalnya.
4.2 Lengkung Horizontal
Apabila dua bagian lintas lurus perpanjangannya bertemu membentuk sudut,
maka dua bagian tersebut harus dihubungkan oleh suatu lengkung horizontal (lihat
Gambar 7.2). Lengkung horizontal dimaksudkan untuk mendapatkan perubahan
serta berangsur-angsur arah alinemen horizontal sepur.
Gambar 4. 2 Lengkung Horizontal
Pada saat kereta api berjalan melalui lengkung horizontal, timbul gaya
sentrifugal ke arah luar yang akan berakibat :
a) Rel luar mendapatkan tekanan yang lebih besar dibandingkan dengan rel
dalam,
62
b) Keausan rel luar akan lebih banyak dibandingkan dengan yang terjadi pada rel
dalam, dan
c) Bahaya tergulingnya kereta api.
Untuk mencegah terjadinya akibat-akibat tersebut di atas, maka lengkung
horizontal perlu diberi peninggian pada rel luarnya. Oleh karena itu, maka
perancangan lengkung horizontal berkaitan dengan peninggian rel.
Terdapat tiga jenis lengkung horizontal, yaitu : lengkung lingkaran,
lengkung transisi dan lengkung S. Ketiga jenis lengkung horizontal tersebut akan
diuraikan berikut :
4.2.1 Lengkung Lingkaran
Pada saat kereta api melalui lengkung horizontal, kedudukan
kereta/gerbong/ lokomotif, gaya berat kereta, gaya sentrifugal yang timbul dan
dukungan komponen struktur jalan rel, dapat digambarkan dengan Gambar 4.3.
Gambar 4. 3 Kedudukan kereta pada saat lengkung horizontal
Pada kedudukan seperti yang tergambar pada Gambar 7.3 dimaksud, untuk
berbagai kecepatan, jari-jari minimum yang digunakan perlu ditinjau dari dua
kondisi, yaitu :
1. Gaya sentrifugal yang timbul diimbangi oleh gaya berat saja.
2. Gaya sentrifugal yang timbul diimbangi oleh berat dan kemampuan dukung
komponen struktur jalan rel.
63
Kedua kondisi tersebut di atas dapat diuraikan berikut.
1. Gaya sentrifugal yang timbul diimbangi oleh gaya berat saja
Untuk uraian ini, lihat Gambar 4.3.
Gaya sentrifugal yang timbul :
dengan :
C : gaya sentrifugal
R : jari-jari lengkung lingkaran
V : kecepatan kereta api
g : percepatan gravitasi = 9,81 m/detik2
Gaya sentrifugal yang timbul diimbangi oleh gaya berat, maka :
G. sin α = C. Cos α
sehingga :
dengan satuan praktis, yaitu :
V : kecepatan perancangan (km/jam)
R : jari-jari lengkung horizontal (m)
w : jarak antara kedua titik kontak roda dan rel, sebesar 1120 mm
h : peninggian rel pada lengkung horizontal (mm)
g : percepatan gravitasi, sebesar 9,81 m/det2
, didapat :
64
sehingga :
(7.2)
Dengan peninggian maksimum, hmaks = 110 mm (lihat uraian pada 7.5
PENINGGIAN REL) maka :
atau R = 0,08 V
2
Dengan demikian maka jari-jari minimum lengkung lingkaran pada kondisi
ini ialah :
Rminimum = 0,08 V2 (7.3)
dengan :
Rminimum : jari-jari minimum (meter yang diperlukan pada kondisi gaya
sentrifugal yang timbul diimbangi oleh gaya berat saja, dan menggunakan
peninggian maksimum).
V : kecepatan perancangan (km/jam)
2. Gaya sentrifugal yang timbul diimbangi oleh gaya berat dan kemampuan
dukung komponen struktur jalan rel
Kemampuan dukung komponen struktur jalan rel yang dimaksud disini ialah
kemampuan dukung total yang dapat diberikan oleh komponen struktur jalan
rel,yaitu rel, sambungan, penambat rel, bantalan dan balas. Lihat gambar 4.3 ,
gaya sentrifugal yang timbul diimbangi oleh gaya berat dan kemampuan dukung
komponen jalan rel sehingga :
C cos α = G sin α + D cos α
Besarnya dukungan komponen struktur jalan rel bergantung pada massa dan
percepatan sentrifugal,yaitu :
D = m.a
65
Dengan :
a : Percepatan sentrifugal
m : massa
Oleh karena :
Tan α =
Maka :
G =
=
a = (
) g
Karena V dalam satuan km/jam , maka perlu diubah menjadi dalam satuan
m/detik,sehingga :
a = 0,077
atau :
a =
a +
13R =
Percepatan sentrifugal (a) ialah dalam satuan m/ .Berapakah besarnya
percepatan sentrifugal yang digunakan ?
Agar supaya kereta api masih merasa nyaman,besarnya percepatan
sentrifugal maksimum (a maks) ialah 0,0478 g .
13R =
Dengan w yang merupakan jarak antara kedua titik kontak roda dan rel,yaitu
sebesar 1120 mm, maka diperoleh :
13R =
66
Dengan penggunaan peninggian maksimum (h maks) sebesar 110 mm ,
maka :
13R =
R = 0,0537
R ≈ 0,054
Sehingga digunakan :
R minimum = 0,054
Dengan :
R minimum : Jari-jari minimum (meter) yang diperlukan pada kondisi gaya
sentrifugal yang timbul diimbangi oleh gaya berat dan kemampuan dukung
komponen struktur jalan rel , dan menggunakan peninggian maksimum,
V : kecepatan perancangan (km/jam)
4.2.2 Lengkung Lingkaran Tanpa Lengkung Transisi
Pada bentuk lengkung horizontal tanpa adanya lengkung transisi dan tidak
ada peninggian rel yang harus dicapai,berdasarkan pada persamaan peniggian
minimum yaitu :
h = 8,8
Karena h = 0 ( tidak ada peninggian rel), maka :
R = 0,164
Tabel 4.1 memuat daftar jari-jari minimum lengkung horisontal tanpa
lengkung transisi dan jari-jari minimum yang diijinkan untuk berbagai kecepatan
perancangan yang digunakan oleh PT.Kereta Api (persero).
67
Tabel 4. 1 Persyaratan jari-jari minimum lengkung horisontal
Kecepatan perancangan
(km/jam)
Jari-jari minimum
lengkung lingkaran tanpa
lengkung transisi (m)
Jari-jari minimum
lengkung lingkaran yang
diijinkan dengan
lengkung transisi (m)
120 2370 780
110 1990 660
100 1650 550
90 1330 440
80 1050 350
70 810 270
60 600 200
4.2.3 Lengkung Transisi
Untuk mengurangi pengaruh perubahan gaya sentrifugal sehingga
penumpang kereta api tidak terganggu kenyamanannya , dapat digunakan
lengkung transisi (transition curve). Panjang lengkung transisi tergantung pada
perubahan gaya sentrifugal tiap satuan waktu,kecepatan,dan jari-jari lengkung
lingkaran.Untuk mendapatkan panjang lengkung transisi dapat dijelaskan berikut.
Gaya sentrifugal = m.a =
Apabila t adalah waktu yang diperlukan untuk berjalan melintasi lengkung
transisi, maka :
t =
Dengan :
L : Panjang lengkung transisi,
V : Kecepatan kereta api
Sehingga :
68
Dengan digunakan a maksimum = 0,0478 g , maka dengan menggunakan
satuan prakts diperoleh :
Berdasarkan persamaan 7.10
diperoleh :
L = 0,01.h.V
Oleh karena itu , maka panjang minimum lengkung transisi yang diperoleh
ialah :
Lh = 0,01.h.V
Dengan :
Lh = Panjang minimum lengkung transisi (m)
h = Peninggian rel pada lengkung lingkaran (mm)
V = Kecepatan perencangan (Km/jam)
R = Jari-jari lengkung lingkaran (m)
Salah satu bentuk lengkung transisi ialah Cubic Parabola(parabola pangkat
tiga) seperti yang diuraikan berikut.
Diagram Kelengkungan pada lengkung transisi ialah seperti Gambar 7.4
dibawah ini
69
Gambar 4. 4 Diagram kelengkungan lengkung transisi
Persamaan cubic parabola ialah sebagai berikut :
(7.8)
Gambar 4. 5 Lengkung transisi bentuk cubic parabola
Pada gambar 4.5 di atas dapat dilihat bahwa :
TS : titik pertemuan antara bagian lurus dengan lengkung transisi,
SC : titik pertemuan antara lengkung transisi dengan lengkung lingkaran.
Dengan L adalah panjang lengkungnperalihan (Lh). Sedangkan lengkung
transisi berbentuk parabola dari TS melalui A hingga titik SC. Mulai SC
didapatkan lengkung lingkaran.
70
Dengan lengkung transisi seperti tersebut di atas terjadi pergeseran letak
lengkung, yaitu dari letak lengkung semula (original curve) yang tanpa lengkung
transisi, ke letak lengkung yang bergeser (shified curve) karena menggunakan
lengkung transisi.
4.2.4 Lengkung S
Pada dua lengkung dari suatu lintas yang berbeda arah lengkungnya terletak
bersambungan, akan membentuk suatu lengkung membalik (reverse curve)
dengan bentuk S, sehingga dikenal sebagai ―lengkung S‖. antara kedua lengkung
yang berbeda arah sehingga memebentu huruf S ini harus di beri bagian lurus
minimum 20 meter di luar lengkung transisi, seperti yang digambarkan dengan
gambar 4.6.
Gambar 4. 6 Bentuk Lengkung S
4.3 Percepatan Sentrifugal
Telah disebutkan di depan bahwa pada saat kereta api berjalan melintasi
lengkung horizontal terjadi gaya sentrifugal kea rah luar. Gaya sentrifugal adalah
fungsi dari mass benda dan percepatan sentrifugal. Percepatan sentrifugal adalah
fungsi dari kecepatan dan jari-jari lengkung seperi berikut ini :
Dengan :
a : percepatan sentrifugal,
V : kecepatan,
R : jari-jari lengkung.
71
Percepatan sentrifugal yang timbul akan berpengaruh pada :
a) Kenyamanan penumpang kereta api.
b) Tergesernya (kea rah luar)barang-barang di dalam kereta/gerbong/lokomotif
dan
c) Gaya sentrifugal yang berpengaruh pada keausan rel dan bahaya tergulingnya
kereta api.
Untuk mengatasi pengaruh tersebut di atas, perlu dilakukan langkah-langkah
berikut :
a) Pemilihan jari-jari lengkung horizontal ® yang cukup besar.
b) Pembatasan kecepatan kereta api (V), dan
c) Peningian rel sebelah luar.
Dengan pertimbangan agar supaya kenyamanan penumpang tetap terjaga
dan barang-barang di dalam kereta/gerbong/lokomotif tidak tergeser, percepatan
sentrifugal yang terjadi perlu dibatasi sebagai berikut :
(7.9)
Dengan :
g = percepatan gravitasi (m/detik2)
4.4 Peninggian Rel
Kegunaan peninggian rel dan kaitannya dengan perancangan lengkung
horizontal telah disebutkan di depan. Terdapat tiga peninggian rel, yaitu :
a) Peninggian normal,
b) Peninggian minimum,
c) Peninggian maksimum, dan akan diyraikan sebagai berikut :
1. Peninggian Normal
Peninggian normal berdasar pada kondisi komponen jalan rel tidak ikut
menahan gaya sentrifugal. Pada kondisi ini gaya sentrifugal sepenuhnya
diimbangi oleh gaya berat saja.
Atau :
72
Apabila persamaan tentang hubungan antara h dengan V dan R di atas
diwujudkan dalam bentuk :
dan dapatdiperoleh k = 5,95 sehingga :
(7.10)
Dengan :
V :kecepatan rencana (km/jam)
R : jari-jari lengkung horizontal (m).
Hnormal : peninggian normal (mm).
2. Peninggian Minimum
Peninggian minimum berdasarkan pada kondisi gaya maksimum yang dapat
ditahan oleh komponen jalan rel dan kenyamanan penumpang kereta api.
Maka :
Karena :
w = 1120 mm,
73
g = 9,81 (m/detik2),
a = 0,0478 g (m/detik2)
diperoleh :
Sehingga digunakan :
(7.11)
Dengan :
Hminimum : peninggian minimum (mm)
V :kecepatan rencana (km/jam)
R : jari-jari lengkung horizontal (m)
3. Peninggian Maksimum.
Peninggian maksimum ditentukan berdasarkan pada stabilitas kereta api
pada saat berhenti di bagian lengkung horizontal dengan pembatasan kemiringan
maksimum sebesar10%. Apabila kemiringan melebihi 10% maka benda-benda
yang terletak pada lantai kereta api dapat bergeser kea rah sisi dalam. Dengan
digunakan kemiringan maksimum 10% peninggian rel maksimum yang digunakan
ialah 110 mm.
Mengenai factor keamanan terhadap bahaya guling
kereta/gerbong/lokomotif saat berhenti di bagian lengkung horizontal dengan
peninggian rel sebesar 110 mm dapat dijelaskan sebagai berikut :
Momem terhadap titik O ialah :
Dengan :
SF : factor keamanan terhadap bahaya guling.
74
Padahal :
Apabila digunakan h = hmaks = 110 mm, w = 1120 mm dan y untuk kereta
/gerbong/lokomotif yang digunakan di Indonesia = 1700 mm, maka :
SF = 3,35
Dengan demikian maka factor keamanan terhadap bahaya guling pada saat
berhenti di bagian lengkung horizontal dengan hmaks sebesar 110 mm ialah sebesar
sekitar 3,3.
4. Penggunaan Peninggian Rel
Dari uraian pada 7.5.1 hingga 7.5.3 dapat disimpulkanbahwa peninggian rel
pada lengkung horizontal ditentukan berdasarkan hnormal, yaitu :
(lihat persamaan 7.10),
Dengan batas-batas sebagai berikut :
(lihat persamaan 7.11)
Dengan pertimbangan penerapannya di lapangan, maka peninggian rel yang
diperoleh melalui perhitungan teoritis di atas, dibulatkan ke 5 mm terdekat keatas.
Sebagai contoh apabila dalam perhitungan diperoleh h = 3,5, mm maka
peninggian rel yang diguakan ialah 5 mm.
Dengan pelaksanaannya peninggian rel dilakukan dengan cara meninggikan
rel luar, bukan menurunkan rel dalam. Dengandemikian maka peninggian rel
dicapai dengan cara menempatkan rel-dalam tetap pada elevasinya dan rel-luar
75
ditinggikan. Hal ini dipilih karena pekerjaan meninggikan elevasi rel relative lebih
mudah dibandingkan dengan menurunkan elevasi rel.
(7.12)
Dengan :
Ph = panjang minimum ―panjang transisi‖ (m),
h = peninggian rel pada lengkung lingkaran (mm),
v = kecepatan perancangan (km/jam).
Diagram peninggian rel dapat dilihat pada gambar 7.7.di bawah ini :
Gambar 4. 7 Diagram peninggian rel
Diagram peninggian rel seperti diuraikan di atas sering disebut pula dengan
Diagram Superelevasi.
76
Tabel 4. 2 Peninggian rel Lengkung Horizontal berdasarkan peninggian
normal
4.5 Pelebaran Sepur
Analisis pelebaran sepur didasarkan pada kereta/gerbong yang
menggunakan dua gandar. Dua gandar tersebut yaitu gandar depan dan gandar
belakang merupakan satu kesatuan yang teguh, sehingga disebut sebagai Gnadar
77
Teguh (rigid wheel base). Karena merupakan kesatuan yang teguh itu maka
gandar belakang akan tetap sejajar dengan gandar depan, sehingga pada waktu
kereta dengan gandar teguh melalui suatu lengkung, akan terdapat 4 kemungkinan
posisi, yaitu sebagai berikut :
a) Posisi 1 : gandar depan mencapai rel luar, gandar belakang pada posisi
bebas diantara rel dalam dan rel luar. Posisi seperti ini disebut sebagai Jalan
Bebas,
b) Posisi 2 : gandar depan mencapai rel luar, gandar belakang menempel pada
rel dalam tetapi tidak menekan, dan gandar belakang posisina radial terhadap
pusat lengkung horizontal,
c) Posisi 3 : gandar depan menempel pada rel luar, gandar belakang menempel
dan menekan rel dalam. Baik gandar depan maupun gandar belakang tidak
pada posisi radial terhadap pusat lengkung horizontal, dan
d) Posisi 4 : gandar depan dan gandar belakang menempel pada rel luar. Posisi
ini dapat terjadi pada kereta/gerbong dengan kecepatan yang tinggi. Posisi 4
ini disebut Jalan Tali Busur.
Gaya tekan yang timbul akibat terjepitnya roda kereta/gerbong akan
mengakibatkan keausan rel dan roda menjadi lebih cepat. Untuk mengurangi
percepatan keausan rel dan roda tersebut, perlu dibuat perlebaran sepur. Ukuran
perlebaran sepur dimaksud dipengaruhi oleh: a. jari-jari lengkung horizontal,
b. jarak gandar depan dan gandar belakang pada gandar teguh,
c. kondisi keausan roda kereta dan rel.
78
Gambar 4. 8 Posisi roda dan gardar teguh pada saat kereta melalui lengkung
Karena beragamnya ukuran lebar sepur dan gardar teguh yang digunakan
oleh tiap-tiap Negara, maka terdapat perbedaan pendekatan dalam penetapan
besarnya pelebaran sepur. PT. Kereta Api (Persero) dalam PD. No. 10
menggunakan ukuran-ukuran sebagai berikut :
Gambar 4. 9 Ukuran gardar teguh yang digunakan di Indonesia
Berikut ini disampaikan pendekatan perhitungan pelebaran sepur yang
digunakan di Indonesia.Lihat Gambar 7.10. agar posisi 3 tidak sering terjadi,
maka perlu dibuat pelebaran sepur (p) yang ukurannya sedemikian sehingga dapat
dicapai posisi 1 atau posisi 2. Pada Gambar 7.10. dapat dilihat bahwa gardar
79
belakang mempunyai posisi radial terhadap pusat lengkung horizontal, sehingga
pada waktu roda melintasi lengkung horizontal dapat disederhanakan.
Gambar 4. 10 Gardar teguh dan rel pada posisi 2
Keterangan :
u : jarak antar titik sentuh flens roda dengan tengah-tengah gardar,
d : jarak gardar,
c : kelonggaran flens terhadap tepi rel pada sepur lurus,
R : jari-jari lengkung,
p : pelebaran sepur
Ru : jari-jari lengkung luar.
Dengan penyederhanaan seperti gambar 7.11. dapat diperoleh pendekatan
matematis berikut ini.
80
Gambar 4. 11 Penyederhanaan posisi roda pada waktu melintasi lengkung
(d + u)² =Ru² - (Ru - s) ²
(d + u) = 2. Ru .s - s²
Karena :
a) Nilai s² sangat kecil dibandingkan dengan nilai Ru
b) NIlai u sangat kecil dibandingkan dengan nilai d,
Maka persamaan 7.13, dapat disederhanakan menjadi:
s =
atau :
2c +p =
Bila Ru= R, maka:
p =
– 2. C
pada persamaan 7.14 diaats terlihat bahwa besarnya pelebaran sepur (p)
dipengaruhi oleh:
a) Jarak gardar depan dan gardar belakang,
b) Kelonggaran flens roda kereta terhadap tepi kepala rel pada sepur lurus,
81
c) Jari-jari lengkung horizontal.
Untuk lebar sepur 1067mm, PT. Kereta Api (persero) menggunakan c = 4 mm.
Dengan digunakan R dalam satuan m, maka apabila jarak gardar depan terhadap
gardar belakang (d) = 3 meter (3000 mm), diperoleh :
p =
dan apabila jarak gardar depan terhadap gardar belakang = 4 meter (4000mm),
diperoleh:
p =
dengn :
p : pelebaran sepur (mm),
R : jari-jari lengkung tikungan (m)
Berdasarkan pada persaman 7.15 dam 7.16. dapat disajikan Tabel 4.3 yang
berisi pelebaran sepur untuk beberapa jari-jari legkung horizontal dan jarak
gardar. Mengingat adanya pembatasan pelebaran sepur maksimum, maka tidak
semua angka pada Tabel 4.3 dimaksud dapat digunakan. Besarnya pelebaran
sepur yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 4.4.
Tabel 4. 3 Pelebaran sepur sesuai jari-jari lengkung horizontal
Catatan : tabel dibuat berdasarkan persamaan 4.15 dan 4.16
Pelebaran sepur dibuat dengan cara menggeser rel-dalam kearah dalam (kea
rah pusat lengkung) seperti halnnya pada peninggian rel, pelebaran sepur dicapai
dan dihilangkan tidak secara mendadak tetapi secara berangsur-angsur sepanjang
82
lengkung transisi (persamaan 7.7) atau ―panjang transisi‖ (persamaan 7.12).
Menurut Honing (1975) pada jalan rel yang tidak menggunakan transisi,
pelebaran sepur dan peninggian rel dilakukan dengan rata melewati suatu jarak
(panjang trasisi) antara 400 sampai 1000 x peninggian rel.
Pada lengkung horizontal, untuk mengurangi gaya tekan roda
kereta/gerbong/lokomotif pada rel luar dan untuk menjaga terhadap bahaya
keluarnya roda dari rel (deraillement), pada rel dalam dipasang Rel Penahan (anti
deraillement). Subarkah (1981) menyatakan bahwa lebar celah antara rel-dalam
dan rel penahan ialah sebagai berikut:
a) 65 mm untuk jari-jari lengkung horizontal sebesar 150 meter
b) 60 mm untuk jari-jari lengkung horizontal sebesar 200 meter.
Konstruksi rel penahan dapat dilihat pada Gambar 7.12.
Agar pada roda melewati lengkung horizontal masih terdapat tapak roda
yang cukup lebar menapak diatas kepala rel, maka PT. Kereta Api (persero)
menggunakan batasan perlebaran sepur maksimum (Pmaks) ialah 20 mm, sehingga
perlebaran sepur sesuai dengan jari-jari lengkung horizontal yang digunakan ialah
seperti yang tertuang pada Tabel 4.4.
4.6. Kelandaian
Dalam geometri jalan rel dikenal dua jenis landau, yaitu :
a) Landai penentu,
b) Landai curam.
Tabel 4. 4 Perlebaran sepur yang digunakan oleh PT. Kereta Api (persero)
83
Gambar 4. 12 Konstruksi rel penahan
4.6.1 Landai Penentu
Salah satu masalah teknis yang penting dalam perencanaan dan perancangan
geometri jalan rel ialah tanjakan. Pada tanjakan yang terjal, dengan menggunakan
satu lokomotif, berat rangkaian kereta api yang dapat dioperasikan lebih kecil
dibandingkan dengan pada tanjakan yang landai. Sehingga untuk menentukan
geometri yang ekonomis perlu ditetapkan adanya Landai Penentu (ruling Grande).
Landai penentu (Sp) didefinisikan sebagai kelandaian (tanjakan) terbesar
yang ada pada satu lintas lurus. Besar landai penentu berpengaruh pada daya
lokomotif yang digunakan dan berat rangkaian kereta api yang dioperasikan.
Besarnya landai penentu tergantung pada kelas jalan relnya seperti yang tertulis
pada Tabel 7.5.
4.6.2 Landai Curam
Dalam keadaan tertentu, misalnya pada lintas yang melalui pegunungan,
kelandaian (tanjakan) pada satu lintas lurus kadang terpaksa melebihi landai
84
penentu. Kelandaian yang melebihi landai penentu tersebut disebut dengan Landai
Curam (Sc).
Tabel 4. 5 Landai penentu jalan rel
Panjang maksimum landai curam dibatasi dengan persamaan berikut ini :
Dengan :
lc : panjang maksimum landai curam yang diijinkan (meter)
Vk : kecepatan minimum yang diijinkan di kaki landai curam (m/detik)
Vp : kecepatan minimum yang dapat diterima di puncak landai curam
(m/detik). Dengan ketentuan Vp > 0,5 Vk
g : percepatan gravitasi (m/detik2)
Sp : landai penentu
Sc : landai curam
Gambar 4. 13 Landai Curam
85
4.7. Lengkung Vertikal
Alinyemen vertikal yang merupakan proyeksi sumbu jalan rel pada bidang
vertikal yang melalui sumbu jalan rel dimaksud, terdiri atas (lihat gambar 7.14) :
a. Garis lurus, dengan atau tanpa kelandaian.
b. Lengkung vertikal.
Gambar 4. 14 Alignment Vertikal
Lengkung vertikal dimaksudkan sebagai lengkung transisi dari satu
kelandaian ke kelandaian berikutnya, sehingga perubahan kelandaiannya akan
berangsur-angsur dan beraturan. Selain itu lengkung vertikal juga dimaksudkan
untuk memberikan pandangan yang cukup dan keamanan/keselamatan kereta api.
Terdapat dua kelompok lengkung vertikal yaitu :
a. Lengkung cembung
b. Lengkung cekung
4.7.1. Lengkung Cembung
Lengkung cembung ialah lengkung vertikal yang kecembungannya
(convexity) ke atas (lihat gambar 4.15). lengkung vertikal seperti ini di beberapa
negara dikenal sebagai summit Curve atau syur Curve. Secara umum, pada
dasarnya lengkung cembung dibuat pada kondisi tanjakan bertemu dengan
turunan, lihat gambar 4.15 (a), atau tanjakan bertemu dengan tanjakan yang lain
dengan kelandaian yang lebih kecil, lihat gambar 4.15 (b), atau tanjakan bertemu
dengan jalan datar, periksa gambar 4.15 (c).
86
Gambar 4. 15 Lengkung Cembung
Pada perubahan dari jalan datar ke satu turunan yang tidak terdapat
lengkung transisi, roda kereta akan melayang melalui satu bentuk lengkung.
Apabila melayangnya roda kereta lebih besar dibandingkan dengan tinggi flens
roda kereta api ke luar dari rel. Subarkah (1981) memberikan contoh, pas
aperubahan kelandaian dari jalan datar ke jalan turunan dengan lendaian 1:40,
dengan kecepatan kereta api sebesar 100 km/jam, melayangnya roda kereta api di
atas rel ialah 3,125 cm, padahal tinggi flens roda kereta api hanya 2,7, sehingga
terdapat bahaya besar yaitu roda dapat ke luar terlepas dari rel. Untuk
menghindari terjadinya bahaya roda ke luar dari rel, maka diperlukan adanya
lengkung transisi.
Besarnya jari-jari minimum lengkung vertikal yang berupa lengkung
lingkaran pada kecepatan perancangan. Tabel 4.6 menunjukkan besarnya jari-jari
minimum lengkung vertikal sesuai dengan kecepatan perancangannya.
87
Tabel 4. 6 Jari-jari minimum lengkung vertikal
Lengkung vertikal yang digunakan ialah berbentuk lengkung lingkaran,
sehingga dapat dihitung melalui pendekatan berikut.
Gambar 4. 16 Lengkung vertikal berbentuk lengkung lingkaran
Keterangan untuk gambar 4.16 :
R : jari-jari lengkung vertikal
L : panjang lengkung vertikal
A : titik pertemuan antara perpanjangan kedua landai/garis lurus
0 : perbedaan landai
OA : 0,5 L
Untuk menentukan letak titik A (Xm, Ym) digunakan persamaan sebagai
berikut :
88
Dengan demikian apabila jari-jari lengkung vertikal (R) sudah ditetapkan
dan perbedaan landai (0) dapat dihitung, maka Xm dan Ym dapat dihitung.
4.7.2. Lengkung Cekung
Lengkung cekung ialah lengkung vertikal yang kecekungannya (concavity)
ke bawah. Lengkung vertikal berbentuk cekung seperti ini di beberapa negara
dikenal sebagai valley Curve atau sag Curve. Seperti halnya pada lengkung
cembung, pada dasarnya lengkung cekung dibuat pada kondisi turunan bertemu
dengan tanjakan, atau turunan bertemu dengan turunan yang lain dengan
kelandaian yang lebih kecil, atau turunan bertemu dengan jalan datar.
Selain berbentuk lengkung lingkaran, lengkung vertikal dapat juga dibuat
dengan bentuk parabola. Panjang lengkung vertikal sebaiknya dalam kelipatan
100 ft (Hay, 1982). Apabila lengkung vertikal menggunakan bentuk lengkung
parabola, maka panjang lengkung vertikal dapat ditentukan dengan persamaan
sebagai berikut :
Dengan :
G1 dan G2 : dua kemiringan yang bertemu, positif (+), bila naik/tanjakan dan
negatif (-) bila turun/turunan
L : panjang lengkung (dalam kelipatan 100 ft)
r : tingkat perubahan kemiringan (dalam persen) tiap 100 ft.
89
BAB V
KONSTRUKSI JALAN REL
5.1 Pengenalan Jalan Rel
Jalan rel adalah suatu jalan diatas, dimana kereta-kereta pengangkut dapat
menggerakkan diri melalui satu jalan yang tertentu. Pada ummnya jalan rel terdiri
dari 2 batang baja yang dinamakan batang-batang jalan atau rel yang diletakkan
diatas bantalan kayu, beton atau baja. Kuat tarik minimum rel adalah 90 km/ mm2,
dengan perpanjangan minimum 10 % dan kekerasan kepala rel tidak boleh kurag
daripada 240 Brinell.
Rel untuk kereta api berbentuk I, dengan bagian-bagian sebagai berikut :
Gambar 5. 1 Rel
Jalan rel dapat dikelompokkan menjadi beberapa kelompok, beradasarkan
masing – masing pembagian tersebut maka dapat dikelompokkan menjadi :
a. Jalan rel berdasarkan lebarnya :
o 1435 mm untuk luar negeri
o 1607 mm lebar sepur normal di Indonesia
o 750 mm lebar sepur di Aceh
o 600 mm lebar sepur di Jawa pada perkebunan tebu
b. Jalan rel berdasarkan kelas :
o Jalan rel kelas I dengan kecepatan maksimum 100 km/jam
o Jalan rel kelas II dengan kecepatan maksimal 59 km/ jam
o Jalan rel kelas III dengan kecepatan maksimal 45 km/jam
90
c. Jalan rel berdasarkan lerengan
o Jika lerengan maksimum tidak lebih dari 1 / 100, dikatakan sebagai
jalan datar
o Jika lerengan maksimum lebih besar dari 1 / 100 dikatakan sebagai
jalan gunung
d. Jalan rel berdasarkan panjang rel
o Rel standar dengan panjangnya 25 m
o Rel pendek dengan panjangnya maksimal 100 m
o Rel panjang dengan panjangnya lebih dari 100 m
e. Jalan rel berdasarkan berat
o R – 33 dengan berat 33 kg/m
o R – 42 dengan berat 42 kg/m
o R – 54 dengan berat 54 kg/m
Gambar 5. 2 Profil Rel R-60, R-54
Pada dasarnya jalan rel dibagi dalam :
a. Jalan rel biasa.
b. Jalan rel luar biasa.
91
Gambar 5. 3 Track Geotechnology and Substructure Management
5.2 Konstruksi Jalan Rel
Konstruksi Jalan rel adalah jalan yang terdiri dari dua batang rel baja yang
dipasang sejajar satu sama lainnya. Pada jarak tertentu dan dimana batang
pengantar untuk jalannya kendaraan yang bekerja diatasnya, dan batang – batang
rel itu dibuat dari baja lumur dan diberi profil (bentuk penampang melintang)
yang diproduksi oleh pabrik baja.
Gambar 5. 4 Konstruksi jalan rel
Sumber : PD 10 – Perencanaan Konstruksi Jalan Rel
92
Bagian atas terdiri dari :
a. Rel
Rel digunakan pada jalur kereta api. Rel mengarahkan/memandu
kereta api tanpa memerlukan pengendalian. Rel merupakan dua batang rel
kaku yang sama panjang dipasang pada bantalan sebagai dasar landasan.
Rel-rel tersebut diikat pada bantalan dengan menggunakan paku rel,
sekrup penambat, atau penambat e (seperti penambat Pandrol).
Jenis penambat yang digunakan bergantung kepada jenis bantalan
yang digunakan. Paku ulir atau paku penambat digunakan pada bantalan
kayu, sedangkan penambat e digunakan untuk bantalan beton atau semen.
Rel biasanya dipasang di atas badan jalan yang dilapis dengan batu
kericak atau dikenal sebagai Balast. Balast berfungsi pada rel kereta api
untuk meredam getaran dan lenturan rel akibat beratnya kereta api. Untuk
menyeberangi jembatan, digunakan bantalan kayu yang lebih elastis
ketimbang bantalan beton.
Gambar 5. 5 Rel kereta api
Rel yang digunakan berguna untuk meneruskan tekanan yang
ditimbulkan oleh roda lokomotif dan oleh roda-roda kereta pengangkut ke
bantalan terus ke alas ballas dan tubuh jalan. Tekanan pada rel-rel yang
arahnya mendatar siku-siku pada arah membujurnya jalan rel yang
ditimbulkan oleh bergoyangnya kereta pada waktu sedang berjalan dan
oleh tekanan angin. Tekanan pada rel-rel yang arahnya mendatar searah
dengan arah membujurnya jalan yang ditimbulkan oleh muatan yang
bergerak maju.
93
Tabel 5. 1 Klasifikasi Jalan Rel
Sumber : PD 10 – Perencanaan Konstruksi Jalan Rel
Rel yang digunakan di Indonesia menggunakan standar UIC
dengan standar:
Rel 25 yang berarti 25 kg/m
Rel 33 yang berarti 33 kg/m
Rel 44 yang berarti 44 kg/m
Rel 52 yang berarti 52 kg/m
Rel 54 yang berarti 54 kg/m
Rel 60 yang berarti 60 kg/m
Antara rel yang satu dengan rel yang lain disambungkan dengan
pelat penyambung. Sambungan antar rel terdiri dari sambungan tegak dan
sambungan gantung.
1. Sambungan tegak
Sambungan tegak adalah sambungan yang terletak di atas bantalan-
bantalan untuk mencegah melenturnya ujung-ujunga rel. Keuntungan
sambungan ini yaitu tekanan muatan langsung dipikul oleh bantalan-
bantalan sehingga pelat penyambung hanya berfungsi untuk mencegah
bergesernya ujung-ujung rel ke arah samping. Kerugiannya yaitu terjadi
hentakan-hentakan pada waktu roda-roda kendaraan melewati sambungan.
94
Gambar 5. 6 Sambungan tegak
Sumber : PD 10 – Perencanaan Konstruksi Jalan Rel
2. Sambungan gantung
Sambungan gantung yaitu sambungan yang terletak diantara dua
bantalan. Bantalan biasa yang digunakan pada daerah sambungan adalah
ukuran 13 x 22 x 200 cm3. Jarak antara kedua bantalan ujung sebesar 30
cm adalah jarak minimum yang diperlukan untuk pekerjaan memadatkan
balas di bawah bantalan. Keuntungan sambungan ini yaitu tidak terjadi
hentakan-hentakan pada saat roda-roda kendaraan melewatinya sehingga
memberikan rasa nyaman pada penumpangnya. Kerugiannya yaitu pelat
penyambung yang digunakan tidak hanya mencegah bergesernya ujung-
ujung rel ke arah samping tetapi juga harus mampu menahan momen
lentur.
Gambar 5. 7 Sambungan gantung
Sumber : PD 10 – Perencanaan Konstruksi Jalan Rel
b. Bantalan
Bantalan rel kereta api adalah suatu landasan tempat dimana rel
tersebut bertumpu dan juga diikat dengan pemambat rel, sehingga bantalan
rel tersebut harus kuat untuk menyangga atau menahan beban dari kereta
api tersebut. Dengan demikian kereta api tersebut tidak terguling atau
anjlok. Pada saat pemilihan bahan yang akan digunakkan untuk bantalan
rel kereta api, harus menggunakan bahan pilihan, baik dari kayu, beton
maupun bahan – bahan bantalan rel yang lain.
95
Tabel 5. 2 Klasifikasi Jalan Rel Dan Siklus Perawatan Menyeluruh
Sumber : Penjelasan PD 10 – Perencanaan Konstruksi Jalan Rel
Dalam pemasangan bantalan untuk rel kereta api juga harus
memperhatikan jarak dari setiap bantalan tersebut. Dengan memperhatikan
jarak dari setiap bantalan tersebut maka akan mengurangi beban yang
harus diterima oleh tiap bantalan rel. Jarak normal yang digunakan untuk
jarak tiap bantalan adalah 0,6 m atau 60 cm.
Bantalan – bantalan yang digunakan pada rel ada beberapa macam
dan setiap bantalan tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan
tersendiri. Macam – macam bantalan tersebut antara lain :
1. Bantalan Kayu
Bantalan kayu adalah suatu bantalan yang pertama kali digunakan
dalam bantalan rel. Bantalan kayu tersebut pertama digunakan karena pada
waktu itu hanya masih mengenal kayu dan belum mengenal beton maupun
baja. Bantalan kayu tersebut digunakan karena pada saat itu kayu mudah
sekali didapatkan dan harganya relatif murah. Penggunaan bantalan kayu
harus memenuhi persyaratan berikut :
utuh dan padat
tidak bermata
tidak ada lubang bekas ulat
tidak ada tanda-tanda permulaan lapuk
Geometri bantalan kayu yang dipakai pada saat ini, yaitu :
a) bantalan jalur lurus :
- 200 x 22 x 13 (PJKA)
96
- 210 x 20 x 14 (JNR)
b) bantalan jembatan :
- 180 x 22 x 20 atau
- 180 x 22 x 24
Jenis kayu yang dapat dipakai untuk bantalan adalah kayu besi dan
kayu jati.
Dalam pemakaian untuk bantalan rel, memiliki keuntungan dan
kerugian dalam pemakaiannya yaitu :
Keuntungannya :
Memiliki tingkat elastisitas yang tinggi.
Pada saat dilalui terasa nyaman karena tidak mengakibatkan
getaran yang tinggi.
Kerugiannya :
Tidak tahan lama, terutama pada yang memiliki curah hujan dan
tingkat kelembaban yang tinggi yang mengakibatkan kayu mudah
lapuk.
Sulit untuk mencari bahan yang cocok sehingga harganya mahal (
Pada beberapa tahun ini )
Gambar 5. 8 Bantalan kayu
Sumber : www.google.com
2. Bantalan Baja
Bantalan baja dipergunakan dalam jalan rel dikarenakan lebih
ringan, sehingga memudahkan pengangkutan. Selain itu jika dilihat dari
penampang melintangnya kurang baik karena stabilitas lateral dan
97
axialnya didapat dari konstruksi cengramannya, karena berat sendiri yang
kecil (47,1 kg) dan gesekan antara dasar bantalan dan balas juga kecil.
Bantalan terbuat dari baja, gunanya adalah untuk menghindari retak-retak
yang timbul (pasti terdapat) pada bantalan dan kayu. Pada bantalan baja
hal ini tidak telihat karena elastisitas lebih besar.
Bantalan dari palat baja biasanya dipasang pada lengkungan saja
dan tidak pada seluruh bagian lintasan kereta api. Kelebihan dan
kekurangan bantalan yang terbuat dari baja yaitu :
Keuntungannya :
Lebih kuat untuk menahan beban.
Lebih tahan lama.
Kerugiannya :
Harganya yang mahal bahkan melebihi harga bantalan beton.
Mudah anjlok terutama pada daerah yang berpasir karena memiliki
beban yang lebih besar.
Gambar 5. 9 Bantalan baja
Sumber : www.google.com
3. Bantalan Beton
Penelitian mengenai bantalan beton balok tunggal di Eropa telah
dirintis sebelum perang dunia II, tetapi pemakaiannya yang dalam jumlah
banyak baru terjadi setelah perang itu berakhir, yaitu ketika banyak negara
di Eropa mulai membangun kembali prasarana-prasarana perhubungan
98
termasuk jalan rel, yang 56 rusak waktu perang. Kebutuhan akan bantalan
dalam jumlah yang besar yang harus dipenuhi dalam waktu yang relative
singkat, tidak dapat dilayani dengan hanya mengadakan bantalan kayu
saja. Kebutuhan bantalan dalam jumlah yang besar juga menjadi salah satu
faktor yang menunjang kelayakan (feasibility) pembangunan pabrik-pabrik
bantalan beton. Ide pembuatan bantalan beton pratekan bermula dari usaha
untuk mengurangi retak-retak yang biasanya timbul padabagian-bagian
yang mengalami tegangan tarik. Pada bantalan beton praktekan, setelah
bebannya lewat, retakan-retakan itu relatif merapat kembali karena adanya
gaya tekan kabel-kabel praktekannya.
Ada 2 cara penarikan kabel, yaitu :
- Kabel ditarik sebelum beton dicor (pretension).
- Kabel ditarik sesudah dicor (post tension).
Berapa tipe bantalan beton yang menggunakan pratekan pretension
antara lain adalah :
- Inggris : Dow-Mac ; Stent
- Jerman : BV-53
- Perancis : SNCF-VW
- Indonesia : WIKA ; kodja ; Bina Sarana Dirgantara
- Beberapa tipe bantalan beton yang menggunakan praktekan
‟pretension‟ adalah :
- Jerman : B-55
- Belgia : Frankin Bagion
Penggunaan bantalan beton memiliki keuntungan dan kerugian
antara lain yaitu :
Memiliki daya tahan yang tinggi.
Tahan terhadap cuaca dibandingkan dengan bantalan yang terbuat
dari kayu.
Lebih ekomonis, karena bisa tahan sampek 20 tahun.
Lebih kuat untuk menahan tekanan beban kereta.
Harga bahan bantalan yang mahal.
99
Memerlukan ketelitian yang cukup tinggi sehingga membutuhkan
tenaga ahli.
Lebih kaku, sehingga getaran yang ada cukup terasa.
Gambar 5. 10 Bantalan beton
4. Bantalan slab
Bantalan slab adalah suatu bantalan yang langsung menjadi satu
dengan badan jalan yang dicor dalam bentu slab. Investasi untuk
pembangunan lintasan dengan bantalan slab sangatlah beasar dari bantalan
yang lain seperti beton dan juga baja, tetapi memiliki perawatan yang
mudah. Bantalan ini digunakan untuk membangun lintasan kerata api
cepat dan arus yang tinggi.
Pada jalur lurus, satu buah bantalan beton blok ganda mempunyai
ukuran, sebagai berikut:
- Panjang = 700 mm
- Lebar = 300 mm
- Tinggi rata-rata = 200 mm
Pada bagian jalur yang lain, hanya panjang batang penghubungnya
yang disesuaikan. Mutu campuran beton harus mempunyai kuat tekan
karakteristik tidak kurang dari 385 kg/cm2, mutu baja untuk tulang lentur
tidak kurang dari U- 32 dan mutu baja untuk batang penghubung, tidak
kurang dari U-32. Panjang batang penghubung, harus dibuat sedemikian
rupa.
100
Pusat Berat Baja Prategang harus selalu terletak pada daerah galih
sepanjang bantalan. Perhitungan kehilangan tegangan pada gaya prategang
cukup diambil sebesar 20 % gaya prategang awal. Kecuali jika diadakan
hitungan teoritis, maka diambil lain dari 20 %.
Pada bantalan slab juga terdapat kekurangan dan kelebihan
tersendiri. Kekurangan dan kelebihan tersebut antara lain :
Kekurangan :
Membutuhkan tenaga khusus dalam pengerjaannya.
Memiliki tinggkat ketelitian yang sangat tinggi.
Membutuhkan dana yang sangat besar.
Kelebihan :
Memiliki kualitas yang sangat tinggi.
Lebih nyaman dari pada bantalan yang lain.
Perawatannya sangat mudah.
Gambar 5. 11 Bantalan slab
c. Perlengkapan baja kecil
Plat penyambung
Sepasang pelat penyambung harus sama panjang dan mempunyai
ukuran yang sama. Bidang singgung antara pelat penyambung dengan sisi
bawah kepala rel dan sisi atas kaki rel harus sesuai kemiringannya, agar
didapat bidang geser yang cukup.
Kemiringan tepi bawah kepala rel dan tepi atas rel tercantum pada
table berikut ini :
101
Tabel 5. 3 Kemiringan Tepi Bawah Kepala Rel Dan Tepi Atas
Kaki Rel.
Sumber : PD 10 – Perencanaan Konstruksi Jalan Rel Ukuran-ukuran standar pelat penyambung untuk rel R.42, R.50,
dan R.54 Ø lubang 24 mm. Tebal pelat 20 mm. Tinggi disesuaikan dengan
masing-masing rel.
Gambar 5. 12 Pelat penyambung untuk rel R.42, R.50 dan R.54.
Sumber : PD 10 – Perencanaan Konstruksi Jalan Rel
Ukuran-ukuran standar pelat penyambung ukuran rel R. 60 Ø
lubang 25 mm. Tebal pelat 20 mm.
Gambar 5. 13 Pelat penyambung untuk rel R.60.
Sumber : PD 10 – Perencanaan Konstruksi Jalan Rel
Kuat tarik bahan penyambung tidak boleh kurang dari pada 58
kg/mm2 dengan perpanjangan minimum 15%.
Penambat Rel
102
Penambat rel adalah suatu komponen yang menambatkan rel pada
bantalan sedemikian rupa sehingga kedudukan rel adalah tetap, kokoh dan
tidak bergeser. Jenis penambat yang dipergunakan adalah penambat elastic
dan penambat kaku. Penambat kaku terdiri atas tirpon , mur dan baut.
Penambat elastik tunggal dan penambat elastik ganda. Penambat elastik
ganda terdiri dari pelat andas, pelat atau batang jepit elastik, alas rel,
tarpon, mur dan baut. Pada bantalan beton, tidak diperlukan pelat andas,
tetapi dalam hal ini tebal karet las (rubber pad) rel harus disesuaikan
dengan kecepatan maksimum.
Penambat kaku tidak boleh dipakai untuk semua kelas jalan rel.
Penambat elastic tunggal hanya boleh dipergunakan pada jalan kelas 4 dan
kelas 5. Penambat elastik ganda dapat dipergunakan pada semua kelas
jalan rel, tetapi tidak dianjurkan untuk jalan rel kelas 5.
Jenis penambat yang tergolong dalam jenis penambat elastic ganda
mempunyai berbagai bentuk dengan hak paten tersendiri. Pemilihan model
penambat harus disetujui oleh pemberi tugas. Selain dapat meredam
getaran, alat penambat elastic juga mampu menghsilkan gaya jepit
(clamping force) yang tinggi dan mampu memberikan perlawanan rangkak
(creep resistance). Gaya jepit rata-rata dari sepasang penambat elastic
Nabla pada bantalan beton adalah 22 KN (2.244) dan pada bantalan kayu
adalah 20 KN (2.040 kg).
103
Gambar 5. 14 Penambat Elastik Nabla
Sumber : Penjelasan PD 10 – Perencanaan Konstruksi Jalan Rel
Keterangan :
1. Pelat andas
2. Nabla
3. Tirpon
4. Alas karet
Bagian bawah terdiri dari :
a. Alas balas
Alas ballas merupakan konstruksi yang terbuat dari kerikil dan
pasir (2cm<Ø<6cm). Lapisan ini disebut pula sebagai Tack Bed, karena
fungsinya sebagai tempat pembaringan trek rel KA. Lapisan Ballast
merupakan suatu lapisan berupa batu-batu berukuran kecil yang
ditaburkan di bawah trek rel, tepatnya di bawah, samping, dan sekitar
bantalan rel (sleepers). Bahkan terkadang dijumpai bantalan rel yang
―tenggelam‖ tertutup lapisan ballast, sehingga hanya terlihat batang relnya
saja.
Ballast yang ditabur biasanya adalah batu kricak (bebatuan yang
dihancurkan menjadi ukuran yang kecil) dengan diameter sekitar 28-50
mm dengan sudut yang tajam (bentuknya tidak bulat). Ukuran partikel
104
ballast yang terlalu kecil akan mengurangi kemampuan drainase, dan
ukuran yang terlalu besar akan mengurangi kemampuannya dalam
mentransfer axle load saat rangkaian KA melintas. Dipilih yang sudutnya
tajam untuk mencegah timbulnya rongga-rongga di dalam taburan ballast,
sehingga lapisan ballast tersebut susunannya menjadi lebih rapat.
Ballast ditaburkan dalam dua tahap. Pertama saat sebelum
perakitan trek rel, yakni ditaburkan diatas formation layer dan menjadi
track bed atau ―kasur‖ bagi bantalan rel, agar bantalan tidak bersentuhan
langsung dengan lapisan tanah. Karena jika bantalan langsung bersentuhan
dengan tanah (formation layer) bisa-bisa bantalan tersebut akan ambles,
karena axle load yang diterima bantalan langsung menekan frontal ke
bawah karena ketiadaan ballast untuk menyebarkan axle load. Kedua
ketika trek rel selesai dirakit, untuk menambah ketinggian lapisan ballast
hingga setinggi bantalan, mengisi rongga-rongga antarbantalan, dan di
sekitar bantalan itu sendiri. Ballast juga ditabur disisi samping bantalan
hingga jarak minimal 50cm dengan kemiringan (slope) tertentu sehingga
membentuk ―bahu‖ ballast yang berfungsi menahan gerakan lateral dari
trek rel.
Pada kasus tertentu, sebelum ballast, ditaburkan terlebih dahulu
lapisan sub-ballast, yang berupa batu kricak yang berukuran lebih kecil.
Fungsinya untuk memperkuat lapisan ballast, meredam getaran saat
rangkaian KA lewat, dan sekaligus menahan resapan air dari lapisan
blanket dan subgrade di bawahnya agar tidak merembes ke lapisan ballast.
Ketebalan lapisan ballast minimal 150 mm hingga 500 mm, karena jika
kurang dari 150 mm menyebabkan mesin pecok ballast (Plasser and
Theurer Tamping Machine) justru akan menyentuh formation layer yang
berupa tanah, sehingga bercampurlah ballast dengan tanah, yang akan
mengurangi elastisitas ballast dalam menahan trek rel dan mengurangi
kemampuan drainasenya.
Secara periodik, dilakukan perawatan terhadap lapisan ballast
dengan dibersihkan dari lumpur dan debu yang mengotorinya, dipecok,
105
atau bahkan diganti dengan yang baru. Untuk itu, dilakukan perawatan
dengan mesin khusus yang diproduksi oleh Plasser and Theurer Austria.
Di Indonesia ada mesin pemecok ballast (Ballast Tamping Machine) untuk
mengembalikan ballast yang telah bergeser ke tempatnya semula,
sekaligus merapatkan lapisan ballast di bawah bantalan agar bantalan tidak
bersinggungan langsung dengan tanah.
Intinya lapisan ballast harus (1) rapat, (2) bersih tidak bercampur
tanah dan lumpur, (3) harus ada di bawah bantalan (karena kalau bantalan
langsung bersinggungan dengan tanah, akan mengurangi kestabilan jalan
rel KA), dan juga (4) elastis (elastis bukan dalam arti material ballastnya
yang elastis, tetapi formasi/susunannya yang tidak kaku, dapat bergerak-
gerak sedikit) sehingga dapat ―mencengkeram‖ bantalan rel saat rangkaian
KA lewat.
Fungsi dari alas balas yaitu :
Memindahkan tekanan roda lokomotif kereta penumpang dan
gerbong pengangkut barang pada rel dan bantalan ke tubuh jalan
dengan merata.
Memberikan kedudukan yang mantap, kuat dan kokoh pada
bantalan berikut rel baik dalam arah memanjang maupun
melintang.
Mengalirkan air hujan yang jatuh di atas jalan rel dengan segera
dan cepat keluar dari tubuh jalan rel.
Menjaga supaya jalan baja tetap tinggal elastis atau kenyal.
b. Tubuh jalan
Tubuh jalan adalah bagian yang paling dasar dari konstruksi
jalan rel. Tubuh jalan terdiri dari dua yaitu :
1) Tubuh jalan dalam peninggian
2) Tubuh jalam dalam galian
5.3 Jalan Rel Luar Biasa
Yang termasuk jenis-jenis jalan rel luar biasa adalah :
106
a. Jalan rel gigi (cog railway).
b. Jalan kabel (cable railway).
c. Jalan kabel layang.
d. Jalan rel satu atau jalan monorail.
a. Jalan rel gigi (cag railway)
Gambar 5. 15 Jalur Rel Gigi
Jalur rel gigi
Jalur rel gigi ialah sistem rel pegunungan dengan rel bergigi khusus
yang dinaiki di atas bantalan rel antara rel yang terbentang. Kereta api
dicocokkan dengan 1 roda gigi atau lebih yang yang bertautan dengan rel
para-para ini. Ini memungkinkan lokomotif mengangkat KA melalui
lereng yang curam.
Miring tanjakan jalan rel biasa ini terbatas. Pada jalan rel dimana
kereta api ditarik oleh lokomotif uap miring tanjakannya dapat dibuat
sampai maksimal 40 %0 atau 4 %.
Kalau kereta ditarik oleh lokomotif listrik maka miring tanjakan jalan
rel dapat dibuat sampai maksimal 45 %0 atau 4,5 %.
107
Untuk memungkinkan kereta berjalan diatas rel yang lebih besar
kemiringan tanjakannya maka pada jaman dahulu digunakan jalan rel gigi
(cag railway). Jalan rel bnergigi ialahj jalan baja yang terdiri dari dua rel
biasa dan siku rel gigi yang dipasang ditengah-tengah jarak antara kedua
rel biasa.
Guna rel-rel biasa adalah untuk mendukung beban yang ditimbulkan
oleh kereta dan untuk mengantarkan jalannya roda kendaraan. Untuk
memungkinkan lokomotif bergerak naik dan turun serta menarik kereta
digunakan rel gigi yang diberi lubang-lubang gigi. Lokomotif yang
digunakan untuk menarik kereta dilengkapi dengan roda-roda gigi. Untuk
mencapai tempat yang tertentu tingginya di daerah pegunungan ada
kalanya diperlukan lintas jalan yang panjang jika digunakan jalan rel biasa
sehingga diperlukan biaya pembuatan jalan yang tinggi.
Sampai saat ini, masih banyak terdapat didunia jalan rel bergigi. Di
USA terdapat jalan rel gigi antara Madison dan Indiana sepanjang 2 km
dengan miring tanjakan 59 %0. Di Pilatus (Swiss) terdapat rel gigi dengan
miring tanjakan = 48 %0. Di Indonesia terdapat rel gigi antara stasiun
Gemawang dan stasiun Jambu dekat kota Ambarawa Selatan Semarang
dengan tanjakan = 65 %0.
Sistem
Berbagai macam sistem jalur rel gigi telah dikembangkan:
Sistem Riggenbach menggunakan rak tangga, membentuk plat baja
yang dihubungkan ruji bulat pada jarak yang beraturan. Sistem
Riggenbach merupakan sistem pertama yang ditemukan, dan
menderita masalah di mana rak tertentunya lebih rumit dan mahal
untuk dibangun daripada sistem lain. Terkadang sistem ini dikenal
sebagai sistem Marsh, karena penemuan serempak oleh penemu
Amerika, Syvester Marsh, pembangun jalur rel Mount Washington.
Sistem Abt ditemukan oleh Roman Abt, insinyur lokomotif Swiss yang
mengerjakan jalur yang diperlengkapi dengan sistem Riggenbach,
sebagai sistem rak yang diperbaiki. Rak Abt menonjolkan plat baja
108
yang naik secara vertikal dan sejajar dengan rel, dengan gigi rak yang
dimesinkan ke profil tepat padanya. Ini memakai gigi ujung sayap
lokomotif yang lebih lancar daripada sistem Riggenbach. 2 atau 3 set
paralel plat rak Abt digunakan, dengan sejumlah ujung sayap yang
menggerakkan pada lokomotif yang berhubungan, untuk memastikan
bahwa 1 gigi ujung sayap selalu digunakan dengan aman.
Sistem Strub mirip dengan Abt namun hanya menggunakan 1 baris
plat rak yang lebih lebar. Merupakan sistem rak termudah untuk
dibiayai dan telah banyak terkenal.
Sistem Locher menggunakan gigi gir yang dipotong di sisinya
daripada di atas rel, digunakan oleh 2 roda gigi di lokomotif. Sistem ini
memungkinkan penggunaan pada tanjakan daripada sistem lain, yang
giginya bisa melompat dari rak. Digunakan di jalur rel Gunung Pilatus.
Sistem menurun (sebenarnya bukan sistem rak/para-para)
menggunakan rel tengah yang timbul yang dipegang dengan
mekanisme pada mesin.
Sebagian besar jalur rel gigi menggunakan sistem Abt.
Beberapa sistem rel, dikenal sebagai 'rak dan adhesi', hanya
menggunakan jalan bergigi di titik tertinggi dan di tempat lain berlaku
seperti jalur rel biasa. Lainnya hanya rak. Di tipe terakhir, umumnya roda
lokomotif free-wheeling dan meski rupanya tak menyumbang
pengendaraan kereta.
b. Jalan kabel (cable railway)
Untuk mengangkut orang melalui lintas jalan yang pendek pada lereng
gunung yang sangat curam digunakan jalan kabel.
109
Gambar 5. 16 Cable Railway
Jenis jalan kabel yang pertama ialah jalan kabel di darat jalan ini terdiri
dari dua rel seperti jalan baja biasa. Dua buah kereta penumpang diatrik
naik dan turun dengan bergiliran antara stasiun di lembah dan stasiun di
puncak dengan perantaraan kabel dan roda yang dijalankan secara elektris.
Kalau kereta api penumpang yang satu ada di stasiun lembah maka
kereta penumpang yang lain di stasiun puncak.
Kabel diantara melalui gelinding-gelinding yang dapat berputar. Agar
supaya pada waktu yang sama dapat dijalankan dua kereta penumpang,
maka ditengah-tengah jarak antara dua stasiun di lembah dan di puncak
dibuat stasiun simpangan kecil yang memungkinkan kereta-kereta
penumpang itu bersimpangan di tengah jalan. Miring tanjakan yang dapat
dicapai dengan menggunakan jalan kabel ini ialah 750 %0.
c. Jalan kabel layang
Pada jalan kabel layang kereta penumpang menggantung pada kabel-
kabel baja yang dipasang diatas tanah antara puncak tiang penunjang yang
satu dengan puncak tiang penunjang yang lain. Kabel gantung ini selain
110
berguna untuk mendukung juga untuk mengantarkan jalannya kereta
penumpang. Sebatang kabel lain yang dinamakan kabel tarik berfungsi
untuk menarik kereta penumpang ke atas (ke stasiun puncak) dan ke
bawah (stasiun di lembah).
Kabel-kabel pendukung dapat dipasang dengan bebas diatas lembah
dan jurang pada jarak yang cukup jauh dan ada kalanya lebih dari 1 km. Di
Italia nisalnya turis dapat mengunjungi kawah gunung Visuvius dengan
naik kereta kabel layang. Dengan jalan kabel layang dapat dibuat jalan
kereta dengan miring tanjakan sampai 750 %0 = 75 %. Jalan kabel layang
terpanjang di dunia adalah jalan kabel layang San Remo Monte Bignone di
Italia panjangnya = 7,7 km.
d. Jalan rel satu atau jalan monorail
Monorel adalah sebuah metro atau rel dengan jalur yang terdiri dari rel
tunggal, berlainan dengan rel tradisional yang memiliki dua rel paralel dan
dengan sendirinya, kereta lebih lebar daripada relnya. Biasanya rel terbuat
dari beton dan roda keretanya terbuat dari karet, sehingga tidak sebising
kereta konvensional.
Gambar 5. 17 Mono Rail di Malaysia
Jalan monorail ini tidak dibuat diatas tanah tapi dibuat pada semacam
jembatan yang disangga oleh pilar-pilar beton bertulang pada jarak
tertentu.
111
Pada tipe pelan kereta berjalan menggantung pada rel. Mula-mula rel
jalan monorail itu dibuat dari baja, tetapi kemudian dibuat dari beton
pratekan dengan lebar = 0,80 m dan tinggi = 1,4 m.
Jalan monorail dibuat di Jepang untuk menghubungkan lapangan
terbang Homeda dengan pusat kota Tokyo. Kecepatan di atas jalan
monorail = 80 km/jam. Jarak Homeda dan Tokyo bisa ditempuh dalam
waktu = 14 menit sepanjang 13 km. Dengan kereta monorail dapat
mengangkut rata-rata 30.000 orang pada hari kerja dan rata-rata 50.000
orang pada hari minggu dan hari raya.
Tipe Monorel
Sampai saat ini terdapat dua jenis monorel, yaitu:
Tipe straddle-beam dimana kereta berjalan di atas rel.
Tipe suspended dimana kereta bergantung dan melaju di bawah rel.
Kelebihan dan Kekurangan
Kelebihan
Membutuhkan ruang yang kecil baik ruang vertikal maupun
horizontal. Lebar yang diperlukan adalah selebar kereta dan karena
dibuat di atas jalan, hanya membutuhkan ruang untuk tiang penyangga.
Terlihat lebih "ringan" daripada kereta konvensional dengan rel
terelevasi dan hanya menutupi sebagian kecil langit.
Tidak bising karena menggunakan roda karet yang berjalan di beton.
Bisa menanjak, menurun, dan berbelok lebih cepat dibanding kereta
biasa.
Lebih aman karena dengan kereta yang memegang rel, resiko terguling
jauh lebih kecil. Resiko menabrak pejalan kaki pun sangat minim.
Lebih murah untuk dibangun dan dirawat dibanding kereta bawah
tanah.
Kekurangan
Dibanding dengan kereta bawah tanah, monorel terasa lebih memakan
tempat.
112
Dalam keadaan darurat, penumpang tidak bisa langsung dievakuasi
karena tidak ada jalan keluar kecuali di stasiun.
Kapasitasnya masih dipertanyakan.
Daftar sebagian dari sistem monorel
Sistem monorel telah dibangun di banyak negara di dunia, banyak di
antaranya adalah rel tinggi melintasi wilayah ramai yang mungkin akan
membutuhkan pembangunan jalur bawah tanah yang mahal atau kerugian
dari jalur atas tanah.
Gambar 5. 18 Jalur monorel Tama Toshi, Tokyo, Jepang
5.4 Emplasemen
Emplasemen adalah bagian dari kompleks stasiun yang berupa
lapangan terbuka dan terdapat susunan jalan-jalan kereta api (sepur) beserta
kelengkapannya.
Sama seperti stasiun, emplasemen juga mengalami pembagian.
Emplasemen dibagi berdasarkan luas dan kecilnya serta berdasarkan
kegunaannya. Berikut ini penjelasan mengenai pembagian emplasemen.
1. Emplasemen menurut luas dan kecilnya, terbagi menjadi :
Emplasemen stasiun kecil
Jumlah sepur di emplasemen stasiun kecil terbatas hanya pada 2 atau 3
buah sepur dan sebuah sepur yang melayani pengiriman dan penerimaan
113
barang. Sepur luncur adalah sepur yang digunakan untuk luncuran kereta api
yang datang. Sepur luncur dimaksudkan adar tidak terjadi tabrakan Kereta Api
dan panjang sepur luncur dapat mencapai lebih dari 100 meter harus dalam
keadaan kosong.
Gambar 5. 19 Emplasemen Stasiun Kecil
Sumber : Diktat Perkuliahan Jalan Rel
Sepur luncur adalah sepur yang digunakan untuk luncuran kereta api
yang datang. Sepur luncur dimaksudkan agar tidak terjadi tabrakan KA.
Panjang sepur luncur dapat ≤ 100 m harus dalam keadaan kosong.
Emplasemen stasiun sedang
Jumlah susunan sepur pada stasiun sedang ini lebih banyak rangkaian
kereta lebih dibandingkan dengan emplasemen stasiun kecil. Selain
emplasemen stasiun terdapat pula emplasemen langsir dan emplasemen traksi.
Emplasemen stasiun besar
Jumlah susunan sepur maupun banyaknya jenis emplasemen lebih
lengkap, bahkan tiap emplasemen sesuai dengan kegunaannya sudah diadakan
pemisahan. Berhubung jumlah barang sudah banyak, maka diadakan pula
jembatan timbangan untuk menimbang barang – barang yang akan dikirim
maupun yang tiba.
Menurut kegunaannya, emplasmen dapat dibagi sebagai berikut :
a. Emplasmen stasiun Pencantuman
Dalam merencanakan dan membuat stasiun pencantuman, harus
diusahakan agar peralihan kereta api antar lintas cabang dengan lintas
induk dapat dilakukan dengan mudah. Hal ini yang menjadi syarat utama
agar semua kereta api mulai dan mengakhiri perjalanan di stasiun tersebut.
I
II
114
Kerugiannya adalah apabila kereta api harus beralih hanya terdapat
satu sepur peron, maka aturan diatas menjadi terikat satu sama lain.
Pergantian kereta api secara langsung dari kereta api berhenti, dimana
kereta api cepat jurusan yang sama tidak mungkin melaju. Akhirnya
bahaya tabrakan jika signal dalam kedudukan tidak aman dilanggar. Jadi,
peralihan kereta api pada waktu berangkat adalah lebih baik.
b. Emplasemen penyusun
Pada stasiun dimana kereta express dan kereta api cepat mulai
mengakhiri perjalannya, diadakan tempat untuk membersihkan,
memeriksa, memperbaiki kerusakan kecil, dan melengkapi kereta – kereta,
menyusun kereta – kereta kembali menjadi rangkaian kereta api yang
disiapkan disepur untuk berangkat di emplasemen penumpang. Agar tidak
menggganggu stasiun penumpang, untuk segala pekerjaan itu dibuat suatu
emplasemen penyusun atau disebut juga emplasemen dipo kereta.
Emplasemen ini sebaiknya jangan terlalu jauh dari emplasemen
stasiun, agar perjalanan rangkaian – rangkaian kereta api dalam keadaan
kosong dari stasiun penumpang ke emplasemen penyusun atau sebaliknya
agar tidak banyak kehilangan waktu, tenaga, dan biaya.
Emplasemen penyusun ini harus dapat dicapai langsung dari sepur
kereta api agar dalam mengeluarkan rangkaian dari emplasemen penyusun
ke sepur berangkat di emplasemen stasiun penumpang tidak terlalu
membuat gerakan – gerakan gergaji.
c. Emplasmen Langsir
Emplasemen Langsir biasanya dipakai di kota – kota besar yang
banyak terdapat pelayanan barang, dimana lalu lintas barang ramai sekali
dan banyak sekali kereta api barang yang datang atau berangkat.
Fungsi dari emplasemen Langsir sendiri adalah untuk :
Melangsir kereta api yang datang dari berbagai jurusan menjadi
rangkaian baru yang siap untuk melakukan perjalanan lagi.
Melangsir rangkaian dari stasiun luar juga melagsir rangkaian
setempat guna menyortirnya.
115
d. Emplasmen Traksi
Emplasemen traksi berfungsi untuk :
Melayani lokomotif dari stasiun setempat ataupun dari stasiun lain
yang perlu menginap dan melakukan persiapan untuk dapat
melanjutkan perjalanan selanjutnya.
Emplasemen Traksi untuk kereta api penumpang dan kereta api
barang pada umumnya disatukan dan harus ada hubungannya
dengan emplasemen stasiun yang akan dilayani.
Emplasemen traksi dapat dibedakan menjadi ;Traksi hewan, Traksi Uap,
Traksi Listrik, dan Traksi Motor
e. Emplasmen pelabuhan
Emplasemen pelabuhan pada dasarnya seperti emplasemen langsir, tetapi
hanya ada dua jurusan yaitu dari emplasemen.Emplasemen pelabuhan
terutama digunakan untuk kereta barang. Kereta api barang yang datang
dari emplasemen stasiun dipisahkan menurut kelompok – kelompok
pembagi.
5.5 Wesel/Turnout
Wesel adalah penghubung antara dua jalan rel. Menurut Peraturan Dinas No.
10 Tahun 1986 fungsi wesel adalah untuk mengalihkan kereta dari satu sepur
ke sepur yang lain.
5.6 Jenis Wesel
• Wesel biasa: a. wesel biasa kiri dan b. wesel biasa kanan.
• Wesel dalam Lengkung: a. wesel searah lengkung; b. wesel berlawanan
arah lengkung dan wesel Inggris
• Wesel tiga jalan : a. wesel Tiga Jalan Searah ; b. Wesel tiga jalan
berlawanan arah ; c. Wesel tiga jalan searah tergeser d. wesel tiga jalan
berlawanan arah
• Wesel Inggris : wesel inggris penuh dan wesel inggres setengah
116
Gambar 5. 20 Wesel
5.7 Gambar macam-macam wesel
1) Wesel biasa kiri 2) Wesel biasa searah 3) W. Searah Lengkung
4) W. Berlawanan arah 5) Wesel Simetris 6) 3 Jalan Searah Lengkung
7) 3 Jalan Berlawanan arah 8) 3 Jalan Searah bergeser 9). 3 Jalan berlawanan
tergeser arah
Gambar 5. 21 Gambar Macam-Macam Wesel
Gambar 5. 22 Wesel Inggris Penuh
N E T H E R L A N D S R A I L W A Y S ( N S )
K I J F H O E K Y a r d
117
Gambar 5. 23 Wesel Inggris Setengah
Perbedaan wesel biasa dan Inggris
Wesel Biasa Wesel Inggris penuh
Komponen wesel biasa Komponen Wesel Inggris penuh :
a. 4 pasang lidah a. 4 pasang lidah
b. 2 rel bengkok b. 4 rel bengkok
c. 2 jarum , masing-masing dengan rel paksa c. 6 jarum, dengan 6 rel
paksa
d. Dua buah jantung d. 6 jantung
Kombinasi wesel
Gambar 5. 24 Sentral stasiun di Milan dengan 24 platform tracks
118
5.8 Komponen wesel
Wesel 2 jalur / double line turnout
1) Rel lantak , Lintas utama / Maintrack
2) Ujung rail lintasan / Stock rail
3) Sambungan Lintasan dari ujung /stock rail yang satu ke ujung yang lainnya
4) Lidah / tongue rail
5) Tumit atau blok pembagi
6) Rel paksa / guided rail/ Check
7) Sayap / wing rail
8) Penggerak wesel / Switch lever box
Gambar 5. 25 Bagian-bagian wesel
Lidah : - Berputar ( engsel di akar lidah )
Lidah Berpegas ( akar lidah dijepit – dapat melentur )
119
Gambar 5. 26 Wesel Biasa Arah kanan
Gambar 5. 27 Ujung lidah wesel
Jarum ( frog) , Rel lantak , rel paksa , dan sayap/ wing rail
Gambar 5. 28 Jarum
Rel Lantak
Penampang melintang rel lantak dan lidah ( tongue)
Gambar 5. 29 Rel Lantak
120
Penggerak wesel
Gambar 5. 30 Tuas penggerak lidah rel
Gambar 5. 31 Motor penggerak lidah rel
Gambar 5. 32 Posisi pemasangan bantalan pada wesel
121
Gambar 5. 33 Kombinasi Wesel dan Crossing
5.9 Rel dan Geometrik Wesel
a. Ketentuan teknis
1) Pelebaran dan lengkung wesel sekitar 250 mm didepan ujung lidah
2) Pelebaran ujung lidah 5-10 mm
3) Pelebaran sepur maksimum dalam lengkung 1500-2500 didepan jarum
bagian lurus
4) Jari-jari lengkung dibuat 150- 230 m
b. Kecepatan rencana dan sudut Simpang Arah
1) Tangen sudut simpang arah ,nomor wesel dan kecepatan izin
Tabel 5. 4 Kecepatan KA pada wesel
122
2) Skema wesel
Gambar 5. 34 Skema Wesel
Dimana :
M: TITIK PUSAT WESEL ( TITIK POTONG ANTARA SUMBU TRACK
LURUS DENGAN SUMBU TRACK LENGKUNG)
A : AWAL WESEL ( TEMPAT SAMBUNGAN REL LANTAK DAN REL
BIASA )
B : ACHIR WESEL
L : TANGEN SUDUT SIMPANG ARAH
5.10 Perancangan Wesel
a. Komponen yang diperlukan
Data-data yang diperlukan dalam perencanaan wesel adalah sbb:
1). Kecepatan kereta
2). Panjang jarum ( frog )
123
3). Panjang lidah ( tongue )
4). Jari-jari lengkung
Gambar 5. 35 Frog
b. Formula
Perhitungan panjang jarum
P = (B+C)/ 2 tg ( α /2 ) - d
Dimana:
P : panjang jarum
B : lebar kepala rel
C : lebar kaki rel
: sudut simpang arah
d : celah antara jarum dan ujung rel
Panjang jarum tergantung pada lebar kepala rel, lebar kaki rel sudut
simpang arah dan celah antara jarum dan rel.
Panjang lidah pada lidah berputar
Tergantung pada besarnya sudut tumpu lebar kepala rel dan jarak antara akar
lidah dan rel lantak.
Dimana :
124
Panjang lidah pada lidah berpegas
Dimana :
Jari jari lengkung luar
Dimana :
Pedoman :
Jari-jari lengkung luar
Tidak boleh lebih besar dari formula dibawah ini :
R = V2
/ 7,8
Dimana:
R = jari-jari lengkung luar
V = Kecepatan rencana wesel ( km/jam )
125
Rd ( jari-jari lengkung dalam ) ditentukan berdasarkan Rl ( jari-jari
lengkung luar ) dengan memperhitungkan perlunya pelebaran track.
5.11 Persilangan ( Crossing)
Persilangan adalah pertemuan antara dua sepur atau lebih yang tidak
memiliki alat penggerak lidah seperti wesel pada umumnya (wesel mati).
Gambar 5. 36 Crossing
Gambar 5. 37 Tumpuan roda pada persilangan
a. Type persilangan
1) Persilangan siku-siku ( sudut potong 900)
Gambar 5. 38 Persilangan siku
126
Persilangan miring ( sudut potong< 900)
Gambar 5. 39 Persilangan Miring
1) Persilangan tajam /Acute angle crossing (sudut potong < 400)
a) Pusat jantung satu buah
b) ujung jantung 2 buah
c) rel paksa satu buah
Gambar 5. 40 Persilangan miring (Tajam)
Penempatan jarum identik seperti wesel
Gambar 5. 41 Penempatan jarum
Gab pada ujung jantung dengan rel paksa tidak terlalu renggang sehingga roda
bisa lewat tanpa terperangkap.
127
2) Persilangan tumpul /Obtuse angle ( sudut potong > 400)
Gambar 5. 42 Persilangan Tumpul
Komponen-komponen dari persilangan/Part of crossing (Acute angle crossing)
Gambar 5. 43 Part of Crossing (Acute angle crossing)
Persilangan Sudut tumpul atau diamond/Obtuse angle or Diamond crossing :
128
Gambar 5. 44 Diamond Crossing
Persilangan tegak lurus/Square Crossing
Gambar 5. 45 Squae Crossing
b. Berbagai type persilangan pada track ( Type of Track Juntions)
1) Wesel ( Turnout)
2) Persilangan dengan sudut tumpul (Obtuse Crossing)
3) Persilangan sudut tajam (Acute angle crossing / Vee crossing)
4) Perlintasan dengan 2 set wesel dengan dengan posisi track lurus
sejajar (Cross Over)
5) Perlintasan gunting (Scissors crossing)
6) Gelincir (Slips)
7) Single slip
8) Double slip
9) Persilangan tiga arah (Three Throw switch)
10) Wesel ganda (Double turnout or Tandem)
11) Gauntlet track
12) Ganthering lines/Ladder track
13) Segitiga ( Triangle)
129
5.12 Persilangan dengan Jalan Raya/ Perlintasa Sebidang
a. Pintu perlintasan dengan palang pintu
Pintu perlintasan dengan palang pintu :
1) Digerakkan dengan tenaga motor listrik
2) Digerakkan dengan sumber tenaga surya.
3) Tanpa tenaga listrik , buka-tutup dilakukan oleh penjaga pintu pelintasan
(palang pintu/ pitu dorong biasa).
Gambar 5. 46 Perlintasan dengan palang pintu
Tabel 5. 5 Jumlah perlintasan di seluruh Indonesia
b. Perlintasan tanpa palang pintu tanpa dijaga
Pada perlintasan kereta api, perlintasan dengan jalan raya adalah
perlintasan yang pengaturannya dengan pola yang berbeda. Sesuai dengan UU 13
tentang KA, lintasan kereta api diberi prioritas untuk jalan lebih dulu dari
130
kendaraan. Bahayanya bila jarak pandang terhalang pada perlitasan yang tidak
berpintu dan tidak dijaga dimana pengemudi kendaraan tidak cukup waktu
melihat KA akan lewat untuk mengantisipasinya karena terhalangnya pandangan.
Untuk keamanan lalu lintas maka jarak pandang harus dipenuhi.
Formula dibawah ini memberikan jarak teknis yang dinilai aman terhadap
besarnya jarak yang aman bagi kendaraan melintasi rel KA dimana pengemudi
dapat melihat KA akan dating atau memutskan berhenti dekat perlintasan
c. Jarak pandang pada perlintasan sebidang
Formula :
Jarak pandang bebas minimum sepanjang jalan raya dan jarak pandang bebas
minimum sepanjang jalan rel.
Dimana :
d. Contoh Type kasus
Type I : Pengemudi kendaraan dapat melihat kereta api yang mendekat tetapi
mempunyai waktu dan aman untuk melintasi jalan rel sebelum kedatangan
kereta api.
Type II : Pengemudi dapat melihat KA lewat dan kendaraan dapat berhenti
sebelum memasuki daerah persilangan
132
2). Type kasus II
Dimana :
da = Jarak yang ditempuh kendaraan pada saat mempercepat untuk mencapai
kecepatan paling tinggi pada posisi gigi pertama ( posisi kendaraan pada
gigi 1 ).
Tabel 5. 7 Panjang pengereman
134
BAB VI
PERHITUNGAN WESEL DAN GAYA SENTRIFUGAL
Diketahui :
Besar-besar sudutnya sebagai berikut:
αA = 1 :16 βA = 1 :85 WESEL TERGESER
αC = 1 :16 βC = 1 :75 WESEL BIASA
αD = 1 :16 βD = 1 :80 WESEL INGGRIS
αJ = 1 :16 βJ = 1 :87,5 WESEL SIMETRIS
Kecepatan lurus sepur yang di perkenankan ( Vr ) = 60 km/jam
Tegangan tanah dasar rata-rata ( t ) = 17 kg/cm2
6.1 Wesel Biasa Tipe C
a. Ketentuan – ketentuan
α = 1 : 16
= 1 : 75
Lidah pegas
Jarum terbuat dari baja
Bantalan rel dari kayu
Jenis rel yang dipakai = rel standar dengan panjang 25000 mm
b. Perhitungan – perhitungan sudut
tg α = 1 : 16 = 0,0625 α = 3,5763
tg = 1 : 75 = 0,0133 = 0,7639
sin α = 0,0624
cos α = 0,9981
sin = 0,0133
cos = 0,9999
c. Perhitungan panjang jarum
135
P = dtg
CB
)2
(2
)(
=
= 2842,786 mm
Keterangan : C = lebar kepala rel = 68,5 mm
B = lebar kaki rel = 110 mm
d = jarak siar = 16 mm
d. Perhitungan panjang lidah (t)
t = B Cotg
= 110 x 75
= 8250 mm
e. Perhitungan panjang jari-jari lengkung luar (Ru)
Ru =
coscos
sinsin.
PtS
=
=419504,7888 mm 419505 mm
Keterangan : S = lebar sepur = 1067 mm
t = panjang lidah
P = panjang jarum
f. Nilai P yang sebenarnya
P =
sin
)cos(cossin. RutS
=
= 2842,994 mm
136
g. Kontrol nilai Ru dengan harga P yang sebenarnya
Ru =
coscos
sinsin
PtS
=
= 419505 mm
h. Menghitung panjang (l)
l = t cos + P cos α + Ru (sin α – sin )
= 8249,267 + 2837,457 +419505 (0,062–0,013)
= 311661,824 mm
i. Menghitung panjang wesel (L)
Panjang rel R42 = 25000 mm
Diambil 2 batang rel (x) dan siar = 16 mm, maka :
L = x panjang rel + x siar
= 2 . 25000 + 2 . 16
= 50032 mm
Jika, In = jarak bantalan biasa = 700 mm
Id = jarak bantalan sambungan = 600 mm
Maka, jarak antara dua bantalan (AB)
AB = In + ½ Id
= 700 + ½ 600
= 1000 mm
j. Menghitung panjang lengkung luar (busur)
CD = Rux .2360
)(
=
2.. 419505
= 20591,934 mm
137
k. Menghitung panjang jarum (EF)
Rel tipe R42 B = 110 mm
C = 68,5 mm
d = 16 mm
maka, EF = dtg
BC2/1
2/12
)(
=
= 2850,786 mm
FG = L – AB – l – EF
= 50032 – 1000 – 31661,824 – 2850,79
= 14519,39 mm
l. Menghitung panjang lengkung bagian dalam
Ditentukan :
- d = 4000 mm
- e = 4 mm
Besar pelebaran sepur untuk berbagai jari-jari tikungan adalah seperti yang
tercantum dalam Tabel 7.1 berikut :
Tabel 6. 1 Besar pelebaran sepur
Peraturan dinas No.10
Pelebaran Sepur (mm) Jari-jari tikungan (m)
0 R>600
5 550<R<600
10 400<R<550
15 350<R<400
20 100<R<350
Sumber : Peraturan Dinas No. 10
Vb= eRu
d2
.2
2
Ketentuan :
Jika Ru < 600 m, maka gunakan rumus Vb di atas
138
Jika Vb > 20 mm maka ambil 20 mm dan Vt = 3 mm
Jika Ru > 600 m, maka gunakan rumus Vb di atas
Jika Vb > 3 mm maka Vt = 3 mm, jika Vb < 3 mm maka Vt = Vb
Maka, Vb = eRu
d2
.2
2
=
= 11,07 mm
Karena Vb hitung > 3mm
Maka, Vt = 3 mm
m. Menghitung panjang kaki bagian dalam
St = S + Vt = 1067 + 3 = 1070 mm
Sb = S + Vb = 1067 + 11,07 = 1078,07 mm
Rt = Ru - St = 419505 – 1070 = 418435 mm
Ri = Ru – Sb = 419505 – 1070 = 418426,93 mm
√(
)
=
√(
)
= 418447,609 mm
n. Menghitung panjang lengkung bagian dalam
HK =
sin
)cos( SStAB
=
= 767,867 mm
KN =
sin
cossin SStt
=
139
= 8467,887 mm
NO = )])([( VtVbRtRi
= 2598,76 mm
PQ =
= 2835,784 mm
o. Manghitung dan
tg = 006,093,2418426
76,2598
Ri
NO
= 0,3558
tg = 0068,0419505
994,2842
Ru
P
= 0,3883
p. Menghitung panjang lengkung OP
OP = Rix .180
=
.418426,93
= 17940,289 mm
Kontrol :
NO + OP < CD
2598,76 + 17940,289 < 20591,934 mm
20539,049 mm < 20591,934 mm …….Ok!!!
q. Menghitung koordinat-koordinat
Titik A
XA = - AB = -1000
YA = 0
140
Titik B
XB = 0
YB = 0
Titik C
XC = t cos = 8249,267
YC = -t sin = - 109,99
Titik D
XD = I – p cos α = 28824,367
YD = -S - P sin α = - 889,659
Titik E
XE = l = 31661,824
YE = -S = - 1067
Titik F
XF = l + EF = 34512,61
YF = - S = -1067
Titik G
XG = L -AB = 49032
YG = - S = - 1067
Titik H
XH = XA = -1000
YH = - S = -1067
Titik K
XK = X(H) + HK = -232,133
YK = - S = - 1067
Titik M
XM= t cos - Ru. sin - AB = 1656,36
YM = Y(C.) = - 109,99
Titik N
XN = X(M) + AB + Rt sin = 8235
141
YN = Y(M) - St cos = -1179,895
Titik O
XO = X(N) + (Ri . sin ( + ) – Rt sin) = 10833,27
YO = Y(N) – (Rt cos - Ri cos (+ )) = -1230,68
Titik P
XP = X(O) + Ri (sin α – sin ( + )) = 28757,12
Yp = Y(O) – Ri (cos (+ ) - cos α ) = -1965,63
Titik Q
XQ = X(P) + (RP sin (α + ) - Ri sin α) = 31587,39
YQ = Y(P) – (Ri cos α - RP . cos (α + )) = -2141,06
6.2 Wesel Simetris Tipe J
a. Ketentuan – ketentuan :
16:1α
5,87:1β
Lidah pegas
Jarum terbuat dari baja
Bantalan rel dari kayu
Type rel R42
Jenis rel yang dipakai adalah rel standart dengan panjang 25000 mm
b. Perhitungan sudut
tg 16:1α = 0,0625 α = 3,576
tg β = 1: 67,5 = 0,0114 = 0,655
sin ½ α = 0,0312
cos ½ α = 0,9995
sin ½ β = 0,0057
cos ½ β = 0,99998
tg ½ α = 0,0312
tg ½ β = 0,0057
142
c. Perhitungan Panjang Jarum (P)
P =
mm966,570216
.3,5764
12.tg
68,50110d
α.4
12.tg.
CB
Keterangan :
B = Lebar kepala rel
C = lebar kaki rel
d = jarak siar
d. Perhitungan Panjang Lidah (t)
t = B cotg ½ β
= 110 x 175,006
= 19250,63 mm
e. Perhitungan Panjang Jari – jari Lengkung Luar (Ru)
S‘ = mm01,5351,9999
31067
β2.cos1/2
VtS
Ru =αcos1/2βcos1/2
αsin1/2 Pβt.sin1/2S'
9995,099998,0
957,177-998,10901,535
= 524920,53 mm ≈ 524921 mm
Keterangan :
S = Lebar sepur
t = Panjang Lidah
P = Panjang jarum
f. Menghitung P sebenarnya
P =
2/1sin
)2/1cos2/1(cos2/1sin.' RutS
143
= 5702,958 mm
g. Kontrol nilai Ru dengan harga P yang sebenarnya
Ru =
coscos
sinsin
PtS
=
= 524921 mm
h. Menghitung panjang l
l = t.cos ½ β + P.cos ½ α + Ru(sin ½ α - sin ½ β)
= 38330,907 mm
i. Menghitung Panjang Jarum (EF)
Rel type R42 :B =110 mm
C = 68,5 mm
d = 16 mm
maka :
EF =
d.2/1α2/1tg
BC2./1
= 5709,573 mm
j. Menghitung Panjang Lengkung Luar (busur)
CD =
Ru..180
2/12/1o
πβα
= 13383,054 mm
k. Menghitung Panjang Lengkung bagian dalam
Ketentuan :
d = 4000 mm
e = 4 mm
144
Tabel 6. 2 Besar pelebaran sepur untuk berbagai jari-jari tikungan
Pelebaran Sepur (mm) Jari-jari tikungan (m)
0 R>600
5 550<R<600
10 400<R<550
15 350<R<400
20 100<R<350
Sumber: Peraturan Dinas No 10
Vb = eRu
d2
.2
2
Ketentuan :
Jika Ru < 600 m, maka gunakan rumus Vb di atas
Jika Vb > 20 mm maka ambil 20 mm dan Vt = 3 mm
Jika Ru > 600 m, maka gunakan rumus Vb di atas
Jika Vb > 3 mm maka Vt = 3 mm, jika Vb < 3 mm maka Vt = Vb
Maka: Vb = eRu
d2
.2
2
= 8 524921 x 2
4000 2
= 7,2404 mm
Maka: V t = 3 mm
l. Menghitung Panjang kaki bagian dalam
St = 2.S‘ + Vt = 1070,017+ 3 = 1073,017 mm
Sb = 2.S‘ + Vb = 1070,017 + 7,24 = 1077,158 mm
Rt = Ru – St = 524921 – 1073,017 = 523847,982 mm
Ri = Ru – Sb = 524921 – 1077,258 = 523843,742 mm
√(
)
= 523884,916 mm
m. Menghitung Panjang Lengkung bagian Luar
AB = Ln + ½ Ld
145
= 699,988 + ½ 600
= 1000 mm
HK =
006,0
000,1070017,10731000
β2/1sin
β2/1coss2StAB
= 471,917 mm
KN =
2/1sin
.22/1cos.2/1.sin SStt
= 19772,59 mm
NO = VtVbRtRi .
= 2107,752 mm
PQ =
= 5691,047 mm
Menghitung dan
tan = 004,0742,523843
752,2107
Ri
NO
= 0,2305
tan = 0109,0524921
958,5702
Ru
p
= 0,6225
Menghitung Panjang Lengkung OP
OP = Ri..180
γβ2/11/2αo
= 11247,848 mm
Control :
NO + OP < CD
2107,752 + 11247,848 < 13383,054 mm
13355,6 mm < 13383,054 mm…………ok!
n. Menghitung koordinat – koordinat
Titik A
XA = - AB = - 1000
146
YA = ½ S= ½ .1067 = 533,5
Titik B
XB = 0
YB = S`= 535,0087
Titik C
XC = 2/1cos.t
= 19250,629 x 1,000 = 19250,629
YC = Y(B) - 2/1sin.t
= 535,0087 – ( -19250,629) x 0,0057 = 425,0105
Titik D
XD = l – p cos ½ α = 32630,725
YD = 2/1sin.P = 177,957
Titik E
XE = l = 38330,907
YE = 0
Titik F
XF = l + EF
= 38330,907 + 5709,573 = 44040,479
YF = 0
Titik F‘
XF‘ = l + EF (cos ½ α)2
= 44034,92
YF‘ = - EF cos ½ α. Sin ½ α
= - 178,077
Titik H
XH = - XA = - 1000
YH = -(½ S) = (½ .1067) = -533,50
Titik K
XK = X(H) + HK
= -1000 + 471,917 = -528,083
YK = - S‘ = - 533,5
147
Titik M
XM = t cos ½ - Ru. sin ½ - AB
= 15250,924
YM = YC = 425,0105
Titik N
XN = 2/1sin.RtABXM
= 19244,183
YN = 2/1cosStYM
= 425,0105 – 1072,9999 = -647,989
Titik O
XO = )2/1sin2/1sin.( RtRiXN
= 21351,84
YO = YN –(Rt cos ½ -Ri cos (½ +))
= -668,51
Titik P
XP = XO + Ri (sin ½ α – sin ( ½ + ))
= 32597,11
YP = YO -Ri (cos ( ½ + ) - cos ½ α)
= -898,78
Titik Q
XQ = XP + (Rp sin (½ α+) – Ri sin ½ α)
= 38286,02
YQ = YP – ( Ri cos ½ α - Rp cos (½ α + ))
= -1066,12
6.3 Wesel Inggris Tipe D
a. Ketentuan-ketentuan :
o α = 1 : 18
o β = 1 : 60
148
o lidah pegas
o jarum terbuat dari baja
o bantalan rel dari kayu
o type rel R42
o jenis rel yang dipakai = rel standar dengan panjang 25.000 mm
b. Perhitungan-perhitungan sudut
o tg α = 0,0625 α = 3,5763
o tg β = 0,0125 β = 0,7162
o Sin α = 0,0624
o Cos α = 0,9981
o Sin β = 0,0125
o Cos β = 0,9999
o Cos ( ½ - ) = 0,9998
o Sin ( ½ - ) = 0,0187
o Tg ( ½ - ) = 0,0187
c. Perhitungan panjang jarum (p)
mm
tg
dtg
CBp 786,2842
2
3,57632
1105,68
212
d. Perhitungan Panjang Lidah (t)
t = B cotg = 5480 mm
mmSin
SS 98,17096
0624,0
1067
212
'
e. Perhitungan Panjang jari – jari lengkung luar (Ru)
149
mmRu
Ru
Sin
tCosPCosSRu
73,469108
0187,0
041,5479402,284198,17096
21
21
21'
Ru = 469000 mm
f. Menghitung panjang ED
mmED
CosRutSinpSinSED
66,16823
211
21
21'
g. Lenghitung lengkung Luar
mmCBBBEEEDDC
xtCC
mmxPDDI
mmTgAEEE
mmECCBABAE
mmxRuSinEC
xtCD
mmxpCosAB
59,175482112
mm525,1020187,05480sin.2
707,88312,0786,28422/1sin.
696,5330,0312 x 17094,9472
1.11
17094,947 111111
504,87740187,04690002
111
mm 041,47959998,05480cos.11
402,28419995,0786,28422
11
h. Menhitung Panjang Lengkung Bagian Dalam (Vb)
Ketentuan :
d = 4000 mm
e = 4 mm
150
Tabel 6. 3 Besar pelebaran sepur untuk berbagai jari-jari tikungan
Pelebaran Sepur (mm) Jari-jari tikungan (m)
0 R>600
5 550<R<600
10 400<R<550
15 350<R<400
20 100<R<350
Sumber: Peraturan Dinas No 10
Vb = eRu
d2
.2
2
Ketentuan :
Jika Ru < 600 m, maka gunakan rumus Vb di atas
Jika Vb > 20 mm maka ambil 20 mm dan Vt = 3 mm
Jika Ru > 600 m, maka gunakan rumus Vb di atas
Jika Vb > 3 mm maka Vt = 3 mm, jika Vb < 3 mm maka Vt = Vb
Maka: Vb = eRu
d2
.2
2
= 8 469000 x 2
4000 2
= 9,0576 mm
Maka: V t = 3 mm
i. Menghitung panjang kaki bagian dalam
mmVtVbRiRtNO
mmSin
SStCostSinKM
mmSbRuOMRi
mmVbSSb
mmStRuNMRt
mmVtSSt
966,2380
33,805713,3922
942,467923
058,1076058,91067
467930
107031067
151
j. Menghitung sudut
0059,0467930
9662,2380 = sin
Rt
NO
= 0,29
k. Menghitung Panjang Lengkung OP
mmOP
RiOP
94,6373
.180
21
l. Menghitung panjang jarum (EF)
mmd
Tg
CBEF 712,21378
083,0
1105,68
212
Kontrol :
NO + OP < CD
2380,966 + 6373,937 < 8775,016
8754,904 mm < 8775,016 mm …….Ok!!!
m. Menghitung koordinat titik
o Titik E1
XE1 = 0 mm
YE1 = 0 mm
o Titik A
XA = -AE1 = - 17094,947 mm
YA = 0 mm
o Titik C
XC = - CE1 = -5479,041 mm
YC = DD1 + CC2
= 533,696 – 171= 362,696 mm
o Titik D
XD =- XC – D1C1 = -14253,545
152
YD = DD1 = 88,707
o Titik E
XE= XE1 = 0 mm
YE = EE1 = 533,696 mm
o Titik N
XN = XD + Sb sin ½
= -14253,545 + 33,578= -14219,967 mm
YN = YD – Sb cos α
= 88,707 – 1075,5336 = -986,826 mm
o Titik O
XO = Xc + St sin β
= - 5479,041 + 13,374 = -5465,667
YO = YC – St cos β
= 362,697 - 1069,916 = -707,22 mm
o Titik P
XP= XE1 = 0 mm
YP= YE = -EE1 = -533,696 mm
6.4 Wesel Tergeser Tipe A
a. Ketentuan – ketentuan
α = 1 : 16
= 1 : 85
Lidah pegas
Jarum terbuat dari baja
Bantalan rel dari kayu
Jenis rel yang dipakai = rel standar dengan panjang 25000 mm
b. Perhitungan – perhitungan sudut
tg α = 1 : 16 = 0,0625 α = 3,5763
tg = 1 : 85 = 0,0118 = 0,674
sin α = 0,0624
153
cos α = 0,9981
tan α = 0,0625
sin = 0,0118
cos = 0,9999
tan = 0,0118
c. Perhitungan panjang jarum
P = dtg
CB
)2
(2
)(
=
= 2842,786 mm
Keterangan : B = lebar kepala rel = 68,5 mm
C = lebar kaki rel = 110 mm
d = jarak siar = 16 mm
d. Perhitungan panjang lidah (t)
t = B x Cotg 1/2
= 68,50 x 85
= 5822,5 mm
e. Perhitungan panjang jari-jari lengkung luar (Ru)
Ru =
coscos
sinsin.
PtS = 437208,96 mm 437209 mm
Keterangan : S = lebar sepur = 1067 mm
t = panjang lidah
P = panjang jarum
154
f. Nilai P yang sebenarnya
P =
sin
)cos(cossin. RutS
= 2758,75 mm
g. Kontrol nilai Ru dengan harga P yang sebenarnya
Ru =
coscos
sinsin
PtS
= 440000 mm
h. Menghitung panjang (l)
l = t cos + P cos α + Ru (sin α – sin )
= 300845,81 mm
i. Menghitung panjang wesel (L)
Panjang rel R42 = 25000 mm, diambil 2 batang rel (x) dan siar = 16 mm,
maka :
L = x panjang rel + x siar
= 2 . 25000 + 2 . 16
= 50032 mm
Jika, In = jarak bantalan biasa = 700 mm
Id = jarak bantalan sambungan = 600 mm
Maka, jarak antara dua bantalan (AB)
AB = In + ½ Id
= 700 + ½ 600
= 1000 mm
j. Menghitung panjang lengkung luar (busur)
CD = Rux .2360
)(
= 22288,04 mm
155
k. Menghitung panjang jarum (EF)
Rel tipe R42 C = 110 mm
B = 68,5 mm
d = 16 mm
maka, EF = dtg
BC2/1
2/12
)(
= 2850,786 mm
FG = L – AB – l – EF
= 15335,408 mm
l. Menghitung panjang lengkung bagian dalam
Ditentukan :
d = 4000 mm
e = 4 mm
Tabel 6. 4 Besar pelebaran sepur untuk berbagai jari-jari tikungan
Pelebaran Sepur (mm) Jari-jari tikungan (m)
0 R>600
5 550<R<600
10 400<R<550
15 350<R<400
20 100<R<350
Sumber: Peraturan Dinas No 10
Vb = eRu
d2
.2
2
Ketentuan :
Jika Ru < 600 m, maka gunakan rumus Vb di atas
Jika Vb > 20 mm maka ambil 20 mm dan Vt = 3 mm
Jika Ru > 600 m, maka gunakan rumus Vb di atas
Jika Vb > 3 mm maka Vt = 3 mm, jika Vb < 3 mm maka Vt = Vb
156
Maka, Vb = eRu
d2
.2
2
=
= 10,1818 mm
Maka Vt = 3 mm
m. Menghitung panjang kaki bagian dalam
St = S + Vt = 1067 + 3 = 1070 mm
Sb = S + Vb = 1067 + 10,182 = 1077,182 mm
Rt = Ru - St = 440000 – 1070 = 438930 mm
Ri = Ru – Sb = 440000 – 1077,182 = 438922,818 mm
√(
)
= 438941,627 mm
n. Menghitung panjang lengkung bagian dalam
HK =
sin
)cos( SStAB
=
= 738,706 mm
KN =
sin
cossin SStt
=
= 6071,22 mm
NO = )])([( VtVbRtRi
= 2510,892 mm
PQ =
= 2752,08 mm
o. Menghitung dan
tg = 006,0818,438922
892,2510
Ri
NO
= 0,3278
157
tg = 0063,0440000
747,2758
Ru
P
= 0,3592
p. Menghitung panjang lengkung OP
OP = Rix .180
= 19722,62 mm
Kontrol :
NO + OP < CD
2510,89 + 19722,62 < 22288,04
22233,508 mm < 22288,04 mm …….Ok!!!
q. Pergeseran sebesar X = XD = l – p cos α
= 30845,81 – 2753,375
= 28092,431 mm
r. Menghitung koordinat-koordinat sebelum pergeseran
Titik A
XA = - AB = -1000
YA = 0
Titik B
XB = 0
YB = 0
Titik C
XC = t cos = 5822,5 x 0,9999 = 5822,1
YC = - t sin = -5822,5 x 0,0118 = -68,495
Titik D
XD = I – p cos α = 28092,431
YD = -S - P sin α = -894,91
Titik E
158
XE = l = 30845,806
YE = -S = - 1067
Titik F
XF = l + EF = 33696,592
YF = - S = -1067
Titik G
XG = L -AB = 50032 - 1000 = 49032
YG = - S = - 1067
Titik H
XH = XA = -1000
YH = - S = -1067
Titik K
XK = X(H) + HK = -1000 + 738,706 = -261,294
YK = - S = - 1067
Titik M
XM = t cos - Ru. sin - AB = -354,02
YM = YC = -68,495
Titik N
XN = X(M) + AB + Rt sin
= -354,02 + 1000 + 5163,525= 5809,51
YN = Y(M) - St cos
= -68,495 - 1069,926 = -1138,421
Titik O
XO = X(N) + (Ri . sin ( + ) – Rt sin)
= 83320,02
YO = Y(N) – (Rt cos - Ri cos (+ ))
= -1182,32
Titik P
XP = X(O) + Ri (sin α – sin ( + ))
= 28025,24
159
Yp = Y(O) – Ri (cos (+ ) - cos α ) = -1970
Titik Q
XQ = X(P) + (RP sin (α + ) - Ri sin α )
= 30772,57
YQ = Y(P) – (Ri cos α - RP . cos (α + ))
= -2131,5
s. Menghitung koordinat-koordinat setelah pergeseran
Titik A‘
XA‘ = X + X(A) = 28092,43 + (-1000) = 27092,43
YA‘ = -S = -1067
Titik B‘
XB‘ = X = 28092,43
YB‘ = -S = -1067
Titik C‘
XC‘= X + XC = 33914,53
YC‘= -YC - S = -998,505
Titik D‘
XD‘ = X + XD = 56184,861
YD‘ = -YD - S = -172,09
Titik E‘
XE‘ = X + XE = 58938,236
YE‘ = 0
Titik H‘
XH‘ = XA‘ = 27092,431
YH‘ = 0
Titik K‘
XK‘ = X + XK = 27831,137
YK‘ = 0
Titik M‘
160
XM‗ = X + XM = 27738,42
YM‘= YC‘ = -998,505
Titik N‘
XN‗= X + XN = 33901,94
YN‘ = -YN – S = 71,421
Titik O‘
XO‘ = X + XO = 36412,45
YO‘ = -YO - S = 115,32
Titik P‘
XP‘ = X + XP = 56117,67
Yp‘ = -YP - S = 903
Titik Q‘
XQ‘ = X + XQ = 58865
YQ‘ = -YQ - S = 1064,5
6.5 Perhitungan Gaya Sentrifugal
Wesel Biasa
Rumus :
mR
VF .
2
2
SRuR
Dimana :
Ru = Jari-jari lengkung luar = 419505 mm = 419,505 m
S = 1067 mm = 1,067 m
V = 60 km/jam
M = 86000 kg
mS
RuR 972,4182
067,1505,419
2
2/411,73895286000.972,418
3600.
2
mkgmR
VF
161
Tabel 6. 5 Variasi gaya sentrifugal terhadap macam-macam gerbong kereta
pada wesel biasa
R (m)
F (kg/m2)
Lokomotif G.
Eksekutif G. Bisnis Loco
Ru 419,505 738012,66 304644,76 256588,12 669360,32
Rt 418,435 739899,86 305423,78 257244,25 671071,97
Ri 418,426 739915,78 305820,28 257249,79 671086,4
Rp 418,447 739878,65 305430,35 257236,89 671052,72
Wesel Simetris
Tabel 6. 6 Variasi gaya sentrifugal terhadap macam-macam gerbong kereta
pada wesel simetris
R (m)
F (kg/m2)
Lokomotif G.
Eksekutif G. Bisnis Loco
Ru 523,959 590886,492 243912,447 205436,118 535920,307
Rt 523,315 591613,647 244212,61 205688,931 536579,82
Ri 523,311 591618,169 244214,477 205690,503 536583,921
Rp 523,352 591571,821 244195,345 205674,389 536541,884
162
Wesel Inggris
Tabel 6. 7 Variasi gaya sentrifugal terhadap macam-macam gerbong kereta
pada wesel inggris
R (m)
F (kg/m2)
Lokomotif G.
Eksekutif G. Bisnis Loco
Ru 468,467 660879,7 272804,992 229770,965 599402,519
Rt 467,397 662392,637 273429,519 230296,975 600774,717
Ri 476,391 649881,015 268267,314 225949,09 589432,409
Wesel Tergeser
Tabel 6. 8 Variasi gaya sentrifugal terhadap macam-macam gerbong kereta
pada wesel tergeser
R (m)
F (kg/m2)
Lokomotif G.
Eksekutif G. Bisnis Loco
Ru 439,467 704490,558 290807,149 244933,345 638956,553
Rt 438,397 706210,018 291516,926 245531,157 640516,063
Ri 438,39 706221,294 291521,581 245535,078 641305,999
Rp 438,409 706190,687 291508,947 245524,347 640498,53
163
BAB VII
PERHITUNGAN ALIGNMENT HORIZONTAL DAN
VERTIKAL
7.1 Perencanaan Dan Perhitungan Alignment Horizontal
Perencanaan geometrik jalan rel disini merupakan perencanaan dari awal,
dengan menggunakan peta topografi. Rencana kelas jalan yang diambil yaitu
kelas III.
Data – Data Perencanaan :
1. Kelas jalan III
2. Kecepatan (Vmaks) : Vmaks = 100 km/jam
3. Vrencana = V maks = 100 km/jam untuk perencanaan jari-jari lengkung
lingkaran dan lengkung peralihan (Sumber Peraturan Dinas No. 10 hal. 02)
4. e max = 0,1 (Daftar 16 hal 70 Buku Geometrik Jalan Raya)
5. f max = 0,115 (Daftar 16 hal 70 Buku Geometrik Jalan Raya)
6. α toleransi = 25°
Perhitungan Sudut Belok Patokan
Rumus : Dmax =
=
=
= 28,9110
7.2 Perencanaan Garis Trase Jalan
Pada tugas perencanaan jalan rel kali ini dibuat tiga trase sebagai alternatif.
Namun dengan mempertimbangkan ketentuan, persyaratan dan hasil justifikasi
maka dipilih alternatif 3 sebagai perhitungan perencanaan jalan rel. Dengan data
sebagai berikut :
164
Tabel 7. 1 Data trase
Titik Koordinat
ΔPI Kelaas
Jalan
Vr
(km.jam)
Panjang
Tangen (m) X Y
A 540373,4664 9540271,1740 - III 100 2168,14545
PI-1 542105,5802 9541575,2586 20,074 III 100 2013,50537
PI-2 543200,7520 9543264,8746 16,401 III 100 1855,50209
PI-3 543729,2735 9545043,5126 13,257 III 100 1953,66026
B 544700,3907 9546738,7176 - III 100 -
7.3 Perhitungan Sudut Belok Betul
Rumus yang digunakan untuk perhitungan ini :
Perhitungan azimuth :
Perhitungan sudut tangent : ΔPI = αA-1 - α1-2
A. Perhitungan hasil koordinat
αA-1 = arctg
= 53,024
0 (kuadran I ; x ( + ), y (
+ ))
αA-1 = 53,0240
α1-2 = arctg
= 32,95
0 (kuadran I ; x ( + ), y (
+ ))
α1-2 = 32,950
α2-3 = arctg
= 16,549
0 (kuadran I ; x ( + ), y (
+ ))
α2-3 = 16,5490
α2-B = arctg
= 29,807
0 (kuadran I ; x ( + ), y (
+ ))
α2-B = 29,8070
165
B. Maka sudut belok betul diperoleh :
ΔP1 = │αA-1 – α1-2│
= │53,0240
– 32,950│ = 10,074
0
ΔP2 = │α1-2 – α2-3│
= │32,950– 16,549
0│ = 16,401
0
ΔP3 = │ α2-3 – α3-B│
= │16,4010– 29,807
0│ = 13,257
0
7.4 Perhitungan panjang tangen
Rumus :22 )1()1( YAYXAX
d1 = 22 )49540271,1799541575,25()540373,466542105,58( =
2168,145 m
d2 = 22 )99541575,25 - 59543264,87()542105,58 - 543200,752( =
2013,505 m
d3 = 22 )59543264,87 - 39545043,51() 543200,752 - 543729,274( =
1855,502 m
d4 = 22 )39545043,51 - 89546738,71() 543729,274 - 544700,391( =
1953,66 m
Maka, ∑d = d1 + d2 + d3 + d4
= 2168,145 m + 2013,505 m + 1855,502 m + 1953,66 m
= 7990,813 m
166
Kontrol Hasil Perencanaan
Tabel 7. 2 Kontrol sudut belok
Vr (km/jam) Sudut belok patokan Sudut belok rencana
Kontrol Ket. Dmax Dmin Peta Perhitungan
100 12,0207253 0,0000000 20,074 20,073997 1,2E-06 OKE
100 12,0207253 0,0000000 16,401 16,401123 8,9E-07 OKE
100 12,0207253 0,0000000 13,257 13,257428 4,7E-07 OKE
Kontrol hasil perencanaan panjang garis tangen
Tabel 7. 3 Kontrol panjang tangen
Tangen Peta (m) Perhitungan (m) Kontrol Ket.
d1 2168,1455 2168,1455 2E-06 OKE
d2 2013,5054 2013,5053 -5E-06 OKE
d3 1855,5021 1855,5021 2E-06 OKE
d4 1953,6603 1953,6603 3E-06 OKE
Σd 7990,8132 7990,8132 3E-07 OKE
7.5 Perhitungan Tikungan Pertama (PI – 1)
Data perencanaan titik PI - 1
∆ = 20,074
Vr = 100 km/jam
d1 = 2168,145 m
Data Kecepatan Rencana :
Kelas Jalan III (5 × 106 s.d. 10 × 10
6 ton/tahun).
Kecepatan Operasi : 100 km/jam
Kecepatan Maksimum : 100 km/jam
167
Kecepatan Rencana untuk Perencanaan Jari-Jari Lengkung dan
Lengkung Peralihan :
Vr1 = V maksium = 100 km/jam
Perencanaan Jari-Jari Horizontal :
Rmin = 550 m ; dengan lengkung peralihan (Tabel 2.1 Peraturan Dinas
No. 10)
Rrencana = 900 m
Perencanaan Peninggian Rel :
V rencana = 100 km/jam
h maksimum = 110 mm (Tabel 2.3 Peraturan Dinas No. 10)
Syarat :
h minimum < h normal < h maksimum
99,278 mm < 104,08 mm < 110,000 mm
Maka peninggian rel yang direncanakan adalah 100 mm
Perencanaan lengkung lingkaran
L = Ls x 2 = 315,32 x 2 = 630,641 m
168
Perencanaan komponen lengkung lingkaran
P = Ys – (R - (1 - Cos θs)) = 18,412 – (900-(1- Cos 10,037)) = 4,638 m
k = Xs- (R x Sin θs) = – ( 900 x Sin 10,037) = 157,497 m
Kontrol:
L < 2Ts
630,641 m < 635,223 m OKE
Perencanaan Diagram Super Elevasi
Jenis Tikungan = Spiral - Spiral
Panjang Tangen = 317,612 m
hrencana = 100 mm
Lebar Jalur Lalu Lintas (B) = 1067 mm
Vr = 100 km/jam
R = 900 m
Panjang Lengkung (L) = 630,641 m
Ls = 315,32 m
emaks = 0,10
en = 0,029
169
Tikungan PI - 1
7.6 Perhitungan Tikungan Kedua (PI – 2)
Data perencanaan titik PI - 2
∆2 = 16,4010
Vr2 = 100 km/jam
d2 = 2013,505 m
Data Kecepatan Rencana :
Kelas Jalan III (5 × 106 s.d. 10 × 10
6 ton/tahun).
Kecepatan Operasi : 100 km/jam
Kecepatan Maksimum : 100 km/jam
Kecepatan Rencana untuk Perencanaan Jari-Jari Lengkung dan
Lengkung Peralihan :
Vr2 = V maksium = 100 km/jam
Perencanaan Jari-Jari Horizontal :
170
Rmin = 550 m ; dengan lengkung peralihan (Tabel 2.1 Peraturan Dinas
No. 10)
Rrencana = 900 m
Perencanaan Peninggian Rel :
V rencana = 100 km/jam
h maksimum = 110 mm (Tabel 2.3 Peraturan Dinas No. 10)
Syarat :
h minimum < h normal < h maksimum
99,278 mm < 104,08 mm < 110,000 mm
Maka peninggian rel yang direncanakan adalah 100 mm
Perencanaan lengkung lingkaran
L = Ls x 2 = x 2 = 515,254 m
Perencanaan komponen lengkung lingkaran
P = Ys – (R - (1 - Cos θs)) = 12,291 – (900-(1- Cos 8,201)) = 3,088 m
k = Xs- (R x Sin θs) = 257,099 – ( 900 x Sin 8,201) = 128,725 m
171
Kontrol:
L < 2Ts
515,254 m < 517,742 m OKE
Perencanaan Diagram Super Elevasi
Jenis Tikungan = Spiral - Spiral
Panjang Tangen = 258,871 m
hrencana = 100 mm
Lebar Jalur Lalu Lintas (B) = 1067 mm
Vr = 100 km/jam
R = 900 m
Panjang Lengkung (L) = 515,254 m
Ls = 257,627 m
emaks = 0,10
en = 0,029
Tikungan PI - 2
172
7.7 Perhitungan Tikungan Kedua (PI – 3)
Data perencanaan titik PI - 3
∆3 = 13,2570
Vr3 = 100 km/jam
d3 = 1855,502 m
Data Kecepatan Rencana :
Kelas Jalan III (5 × 106 s.d. 10 × 10
6 ton/tahun).
Kecepatan Operasi : 100 km/jam
Kecepatan Maksimum : 100 km/jam
Kecepatan Rencana untuk Perencanaan Jari-Jari Lengkung dan
Lengkung Peralihan :
Vr3 = V maksium = 100 km/jam
Perencanaan Jari-Jari Horizontal :
Rmin = 550 m ; dengan lengkung peralihan (Tabel 2.1 Peraturan Dinas
No. 10)
Rrencana = 900 m
Perencanaan Peninggian Rel :
V rencana = 100 km/jam
h maksimum = 110 mm (Tabel 2.3 Peraturan Dinas No. 10)
173
Syarat :
h minimum < h normal < h maksimum
99,278 mm < 104,08 mm < 110,000 mm
Maka peninggian rel yang direncanakan adalah 100 mm
Perencanaan lengkung lingkaran
L = Ls x 2 = x 2 = 416,493 m
Perencanaan komponen lengkung lingkaran
P = Ys – (R - (1 - Cos θs)) = 8,031 – (900-(1- Cos 6,629)) = 2,014 m
k = Xs- (R x Sin θs) = 207,968 – ( 900 x Sin 6,629) = 104,076 m
Kontrol:
L < 2Ts
416,493 m < 417,802 m OKE
Perencanaan Diagram Super Elevasi
Jenis Tikungan = Spiral - Spiral
Panjang Tangen = 208,901 m
hrencana = 100 mm
Lebar Jalur Lalu Lintas (B) = 1067 mm
174
Vr = 100 km/jam
R = 900 m
Panjang Lengkung (L) = 416,493 m
Ls = 208,246 m
emaks = 0,10
en = 0,029
Tikungan PI - 3
175
BAB VIII
STACKING OUT
8.1 Perhitungan Stacking Out Horizontal
Tikungan PI – 1
Data : R = 900 m
Ls = 315,32 m
θ = 10,0370
jml.seg = 28
a = Ls / jumlah segment = 11,261 (a max = 12,5)
Tabel 8. 1 Stacking out horizontal PI - 1
No li (m) Xi (m) Yi (m)
No li (m) Xi (m) Yi (m)
1 11,261 11,261 0,001
15 168,922 168,879 2,831
2 22,523 22,523 0,007
16 180,183 180,124 3,436
3 33,784 33,784 0,023
17 191,445 191,365 4,121
4 45,046 45,046 0,054
18 202,706 202,600 4,892
5 56,307 56,307 0,105
19 213,967 213,828 5,753
6 67,569 67,568 0,181
20 225,229 225,049 6,710
7 78,830 78,829 0,288
21 236,490 236,261 7,768
8 90,092 90,090 0,429
22 247,752 247,462 8,931
9 101,353 101,350 0,611
23 259,013 258,651 10,205
10 112,614 112,609 0,839
24 270,275 269,827 11,595
11 123,876 123,867 1,116
25 281,536 280,987 13,106
12 135,137 135,123 1,449
26 292,798 292,130 14,742
13 146,399 146,378 1,843
27 304,059 303,252 16,509
14 157,660 157,630 2,302
28 315,320 314,353 18,412
Tikungan PI – 2
Data : R = 900 m
176
Ls = 257,627 m
θ = 8,2010
jml.seg = 22
a = Ls / jumlah segment = 11,71 (a max = 12,5)
Tabel 8. 2 Stacking out horizontal PI – 2
No li (m) Xi (m) Yi (m)
No li (m) Xi (m) Yi (m)
1 11,710 11,710 0,001
12 140,524 140,498 1,995
2 23,421 23,421 0,009
13 152,234 152,196 2,536
3 35,131 35,131 0,031
14 163,945 163,890 3,167
4 46,841 46,841 0,074
15 175,655 175,577 3,896
5 58,552 58,551 0,144
16 187,365 187,258 4,728
6 70,262 70,261 0,249
17 199,076 198,930 5,671
7 81,972 81,971 0,396
18 210,786 210,592 6,732
8 93,683 93,679 0,591
19 222,496 222,243 7,917
9 105,393 105,387 0,841
20 234,207 233,879 9,234
10 117,103 117,093 1,154
21 245,917 245,499 10,690
11 128,814 128,797 1,536
22 257,627 257,099 12,291
Tikungan PI – 3
Data : R = 900 m
Ls = 208,246 m
θ = 6,6290
jml.seg = 18
a = Ls / jumlah segment = 11,569 (a max = 12,5)
Tabel 8. 3 Stacking out horizontal PI – 3
No li (m) Xi (m) Yi (m)
No li (m) Xi (m) Yi (m)
1 11,569 11,569 0,001
10 115,692 115,678 1,377
2 23,138 23,138 0,011
11 127,262 127,238 1,833
3 34,708 34,708 0,037
12 138,831 138,794 2,380
4 46,277 46,277 0,088
13 150,400 150,345 3,025
177
5 57,846 57,846 0,172
14 161,969 161,890 3,779
6 69,415 69,414 0,297
15 173,539 173,427 4,647
7 80,985 80,982 0,472
16 185,108 184,953 5,640
8 92,554 92,549 0,705
17 196,677 196,468 6,765
9 104,123 104,114 1,004
18 208,246 207,968 8,031
8.2 Perhitungan Stacking Out Vertikal
8.2.1 Perencanaan Landai Jalan
1. Sta. 0+000 – Sta. 1+600
h1 = 28 m
h2 = 24 m
Δh = 4 m
d = 1600 m
g1 = Δh / d x 1000 = -2,5‰ (menurun) < 5‰ OKE
2. Sta. 1+600 – Sta. 3+405,978
h1 = 24 m
h2 = 26 m
Δh = 2 m
d = 1805,978 m
g2 = Δh / d x 1000 = 1,107‰ (menanjak) < 5‰ OKE
3. Sta. 3+405,978 – Sta. 5+000
h1 = 26 m
h2 = 23 m
Δh = 3 m
d = 1594,022 m
g3 = Δh / d x 1000 = -1,882‰ (menurun) < 5‰ OKE
4. Sta. 5+000 – Sta. 6+400
h1 = 23 m
h2 = 24 m
Δh = 1 m
d = 1400 m
178
g3 = Δh / d x 1000 = 0,714‰ (menanjak) < 5‰ OKE
5. Sta. 6+400 – Sta. 7+990,81
h1 = 24 m
h2 = 23 m
Δh = 1 m
d = 1590,81 m
g3 = Δh / d x 1000 = -0,629‰ (menurun) < 5‰ OKE
8.2.2 Stacking Out Vertikal
1. PPV 1 (Cekung)
g1 = -2,5 ‰
g2 = 1,107 ‰
A = |g1 – g2| = 3,607
Lv = 100 m
Ev = A x Lv /800 = 0,451 m
½ Lv = 50 m
Elv. A = 28 m
Elv. PPV = 24 m
Jarak A-PPV = 1600 m
Jarak A-PLV = 1550 m
Elv. PLV = 24,125 m
Elv. PTV = 24,055 m
(
)
(
)
Elv Grade Line = Ti + Yi
C = ti – Ti
179
F = Ti – ti
Tabel 8. 4 Stacking out vertikal PPV 1
Titik
Grade
Line
Xi
(m) Yi (m) Ti (m)
Elevasi
Grade
Line
(m)
ti (m)
C (ti-
Ti)
(m)
F (Ti-
ti) (m)
PLV 0 0 24,125 24,125 25 0,875 -
1 10 0,018 24,100 24,118 25 0,900 -
2 20 0,0721 24,075 24,147 25 0,925 -
3 30 0,1623 24,050 24,212 25 0,950 -
4 40 0,2886 24,025 24,314 25 0,975 -
PPV 50 0,4509 24,000 24,451 25 1,000 -
6 60 0,2886 24,011 24,300 25 0,989 -
7 70 0,1623 24,022 24,184 25 0,978 -
8 80 0,0721 24,033 24,105 25 0,967 -
9 90 0,018 24,044 24,062 25 0,956 -
PTV 100 0 24,055 24,055 25 0,945 -
2. PPV 2 (Cembung)
g2 = 1,107 ‰
g3 = -1,882 ‰
A = |g2 – g3| = 2,989
Lv = 100 m
Ev = A x Lv /800 = 0,374 m
½ Lv = 50 m
Elv. 0+600 = 24 m
Elv. PPV = 26 m
Jarak 1+600 -PPV= 1805,978 m
Jarak 1+600 -PLV= 1755,978 m
Elv. PLV = 25,945 m
180
Elv. PTV = 25,906 m
(
)
(
)
Elv Grade Line = Ti - Yi
C = ti – Ti
F = Ti – ti
Tabel 8. 5 Stacking out vertikal PPV 2
Titik
Grade
Line
Xi
(m) Yi (m) Ti (m)
Elevasi
Grade
Line
(m)
ti (m)
C (ti-
Ti)
(m)
F (Ti-
ti) (m)
PLV 0 0 25,945 25,945 26,777 0,832 -
1 10 0,0149 25,956 25,941 26,722 0,766 -
2 20 0,0598 25,967 25,907 26,667 0,700 -
3 30 0,1345 25,978 25,843 26,612 0,634 -
4 40 0,2392 25,989 25,750 26,556 0,567 -
PPV 50 0,3737 26,000 25,626 26,49 0,490 -
6 60 0,2392 25,981 25,742 26,416 0,435 -
7 70 0,1345 25,962 25,828 26,342 0,380 -
8 80 0,0598 25,944 25,884 26,268 0,324 -
9 90 0,0149 25,925 25,910 26,194 0,269 -
PTV 100 0 25,906 25,906 26,12 0,214 -
3. PPV 1 (Cekung)
g3 = -1,882 ‰
g4 = 0,714 ‰
181
A = |g3 – g4| = 2,596
Lv = 100 m
Ev = A x Lv /800 = 0,324 m
½ Lv = 50 m
Elv. 3+405,978 = 26 m
Elv. PPV 23 m
Jarak 3+405,978-PPV = 1594,022 m
Jarak 3+405,978-PLV = 1544,022 m
Elv. PLV = 23,094 m
Elv. PTV = 23,036 m
(
)
(
)
Elv Grade Line = Ti + Yi
C = ti – Ti
F = Ti – ti
Tabel 8. 6 Stacking out vertikal PPV 3
Titik
Grade
Line
Xi
(m) Yi (m) Ti (m)
Elevasi
Grade
Line
(m)
ti (m)
C (ti-
Ti)
(m)
F (Ti-
ti) (m)
PLV 0 0 23,094 23,094 23,01 - 0,084
1 10 0,013 23,075 23,088 23,008 - 0,067
2 20 0,0519 23,056 23,108 23,006 - 0,051
3 30 0,1168 23,038 23,154 23,004 - 0,034
4 40 0,2077 23,019 23,226 23,002 - 0,017
PPV 50 0,3245 23,000 23,325 23 - 0,000
182
6 60 0,2077 23,007 23,215 23 - 0,007
7 70 0,1168 23,014 23,131 23 - 0,014
8 80 0,0519 23,021 23,073 23 - 0,021
9 90 0,013 23,029 23,042 23 - 0,029
PTV 100 0 23,036 23,036 23 - 0,036
4. PPV 2 (Cembung)
g4 = 0,714 ‰
g5 = -0,629 ‰
A = |g2 – g3| = 1,343
Lv = 100 m
Ev = A x Lv /800 = 0,168 m
½ Lv = 50 m
Elv. 5+000 = 23 m
Elv. PPV = 24 m
Jarak 5+000 -PPV= 1400 m
Jarak 5+000 -PLV= 1350 m
Elv. PLV = 23,964 m
Elv. PTV = 23,968 m
(
)
(
)
Elv Grade Line = Ti - Yi
C = ti – Ti
F = Ti – ti
183
Tabel 8. 7 Stacking out vertikal PPV 4
Titik
Grade
Line
Xi
(m) Yi (m) Ti (m)
Elevasi
Grade
Line
(m)
ti (m)
C (ti-
Ti)
(m)
F (Ti-
ti) (m)
PLV 0 0 23,964 23,964 22,797 - 1,167
1 10 0,0067 23,971 23,965 22,788 - 1,183
2 20 0,0269 23,979 23,952 22,779 - 1,199
3 30 0,0604 23,986 23,925 22,771 - 1,215
4 40 0,1074 23,993 23,885 22,762 - 1,231
PPV 50 0,1679 24,000 23,832 22,753 - 1,247
6 60 0,1074 23,994 23,886 22,746 - 1,247
7 70 0,0604 23,987 23,927 22,74 - 1,248
8 80 0,0269 23,981 23,954 22,733 - 1,248
9 90 0,0067 23,975 23,968 22,727 - 1,248
PTV 100 0 23,969 23,969 22,72 - 1,249
8.3 Perhitungan Stasioning
Tikungan PI 1
Sta. A = 0 m
Sta. P1 = Sta. A + d1 = 0,000 + 2168,145 = 2168,145 m
Sta. Ts 1 = Sta. P1 - Ts 1 = 2168,145 - 317,612 = 1850,534 m
Sta. Ss 1 = Sta. Ts 1 + Ls 1 = 1850,534 + 315,320 = 2165,854 m
Sta. St 1 = Sta. Ss 1 + Ls 1 = 2165,854 + 315,320 = 2481,175 m
Tikungan PI 2
Sta. P2 = Sta. St 1 + (d2-Ts1) = 2481,175 + 1695,894 = 4177,068 m
Sta. Ts 2 = Sta. P2 - Ts 2 = 4177,068 - 258,871 = 3918,198 m
184
Sta. Ss 2 = Sta. Ts 2 + Ls 2 = 3918,198 + 257,627 = 4175,825 m
Sta. St 2 = Sta. Ss 2 + Ls 2 = 4175,825 + 257,627 = 4433,452 m
Tikungan PI 3
Sta. P3 = Sta. St 2 + (d3-Ts2) = 4433,452 + 1596,631 = 6030,083 m
Sta. Ts 3 = Sta. P3 - Ts 3 = 6030,083 - 208,901 = 5821,182 m
Sta. Ss 3 = Sta. Ts 3 + Ls 3 = 5821,182 + 208,246 = 6029,429 m
Sta. St 3 = Sta. Ss 3 + Ls 3 = 6029,429 + 208,246 = 6237,675 m
Sta. B = Sta. St 3 + (d4-LS 3) = 6237,675 + 1745,414 = 7983,089 m
Kontrol Stationing :
Panjang Trase = 7990,813 m
Panjang Stationing sampai titik B = 7983,089 m
Maka Kontrol
X1 = (∑d – Sta B) x 100 % <3 %
= (7990,813 – 7983,089) x 100 % < 3 %
= 0,1 % < 3 % OKE
185
BAB IX
PERHITUNGAN GALIAN DAN TIMBUNAN
9.1 Perhitungan Galian dan Timbunan
Volume galian dan timbunan tanah dapat dihitung berdasarkan gambar
rencana alignment horizontal dan alignment vertikal.
Pada perhitungan kali ini digunakan metode cross section yaitu dengan
mengkombinasikan gambar perencanaan alignment horizontal dengan alignment
vertikal, sehingga irisan penampang melintang jalan dapat digambarkan tegak
lurus terhadap sumbu jalan sedemikian rupa sejauh daerah badan jalan, sesuai
dengan topografi dan keaadaan daerah setempat, serta ketentuan spesifikasi jalan
yang bersangkutan. Irisan cross section yang digambarkan pada perhitungan ini
adalah setiap titik stasion (per 100 meter), setiap titik Ts, dan St. Banyaknya luas
galian dan timbunan didapat dari gambar penampang melintang jalan rel.
Setelah luas penampang galian dan timbunan didapat, maka perhitungan
volume dapat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Dimana :
V : volume galian atau timbunan antara dua stasion
t1 : luas penampang melintang timbunan satu stasion/patok awal
t2 : luas penampang melintang timbunan satu stasion/patok berikutnya
g1 : luas penampang melintang galian satu stasion/patok awal
g2 : luas penampang melintang galian satu stasion/patok berikutnya
d : jarak antara dua stasion
Volume galian dan timbunan tanah dapat dihitung dengan menggunakan
planimetri, atau dengan menghitung luas masing-masing irisan penampang
melintang.
186
Untuk mempermudah perhitungan selanjutnya, maka dibuatkan table
kubikasi galian dan timbunan seperti berikut :
Tabel 9. 1 Volume galian dan timbunan
Sta.
Luas penampang
(m2) Jarak
(m)
Volume (m3)
Galian Timbunan Galian Timbunan
0+000 15,3229 3,531
100 1376,815 353,1
0+100 12,2134 3,531
100 1070,79 353,1
0+200 9,2024 3,531
100 755,05 353,1
0+300 5,8986 3,531
100 454,305 353,1
0+400 3,1875 3,531
100 407,445 353,1
0+500 4,9614 3,531
100 663,65 353,1
0+600 8,3116 3,531
100 1015,81 353,1
0+700 12,0046 3,531
100 1662,525 353,1
0+800 21,2459 3,531
100 2498,885 353,1
0+900 28,7318 3,531
100 2844,965 353,1
1+000 28,1675 3,531
100 2522,1 353,1
1+100 22,2745 3,531
100 1906,08 353,1
187
1+200 15,8471 3,531
100 1746,65 353,1
1+300 19,0859 3,531
100 2100,63 353,1
1+400 22,9267 3,531
100 2498,53 353,1
1+500 27,0439 3,531
100 2901,41 353,1
1+600 30,9843 3,531
100 3006,815 353,1
1+700 29,152 3,531
100 2825,12 353,1
1+800 27,3504 3,531
50,534 1375,273 178,4356
1+850,534 27,0792 3,531
49,466 1317,621 173,685
1+900 26,1946 3,4914
100 2531,555 349,14
2+000 24,4365 3,4914
100 2356,65 349,14
2+100 22,6965 3,4914
65,854 1472,36 229,9227
2+165,854 22,0194 3,4914
34,146 767,404 119,2173
2+200 22,929 3,4914
100 2513,715 349,14
2+300 27,3453 3,4914
100 2943,43 349,14
2+400 31,5233 3,4914
81,175 2558,904 283,4144
188
2+481,175 31,5233 3,4914
18,825 662,832 66,09834
2+500 38,8971 3,531
100 3889,71 353,1
2+600 38,8971 3,531
100 4349,96 353,1
2+700 48,1021 3,531
100 4633,15 353,1
2+800 44,5609 3,531
100 4806,575 353,1
2+900 51,5706 3,531
100 5072,415 353,1
3+000 49,8777 3,531
100 4726,41 353,1
3+100 44,6505 3,531
100 4188,615 353,1
3+200 39,1218 3,531
100 3674,41 353,1
3+300 34,3664 3,531
100 2888,57 353,1
3+400 23,405 3,531
100 1918,03 353,1
3+500 14,9556 3,531
100 1097,465 353,1
3+600 6,9937 3,531
100 620,32 353,1
3+700 5,4127 3,531
100 490,145 353,1
3+800 4,3902 3,531
100 425,555 353,1
189
3+900 4,1209 3,531
18,198 80,01024 64,25714
3+918,198 4,6724 3,531
81,802 314,0461 325,0484
4+000 3,0058 4,4162
100 300,29 547,14
4+100 3 6,5266
75,825 228,002 562,7845
4+175,825 3,0139 8,3177
24,175 72,71719 198,1359
4+200 3,002 8,0741
100 300,285 732,48
4+300 3,0037 6,5755
100 300,2 586,455
4+400 3,0003 5,1536
43,452 143,7175 195,5514
4+443,452 3,6147 3,8472
56,548 246,5606 208,6112
4+500 5,1057 3,531
100 826,815 353,1
4+600 11,4306 3,531
100 1235,445 353,1
4+700 13,2783 3,531
100 1427,48 353,1
4+800 15,2713 3,531
100 1410,03 353,1
4+900 12,9293 3,531
100 1414,935 353,1
5+000 15,3694 3,531
100 1516,255 353,1
190
5+100 14,9557 3,531
100 1975,515 353,1
5+200 24,5546 3,531
100 3036,86 353,1
5+300 36,1826 3,531
100 4537,175 353,1
5+400 54,5609 3,531
100 6496,82 353,1
5+500 75,3755 3,531
100 7437,8 353,1
5+600 73,3805 3,531
100 6056,705 353,1
5+700 47,7536 3,531
100 3516,18 353,1
5+800 22,57 3,531
21,182 459,8273 74,79364
5+821,182 20,8468 3,531
78,818 1415,871 276,7458
5+900 15,0808 3,4914
100 1159,74 349,14
6+000 8,114 3,4914
29,429 204,2402 102,7484
6+029,429 5,7662 3,4914
70,571 369,2275 246,3916
6+100 4,6978 3,4914
100 412,48 365,01
6+200 3,5518 3,8088
37,675 122,2686 152,4952
6+237,675 2,9389 4,2865
62,325 185,3359 294,3953
191
6+300 3,0085 5,1606
100 300,72 584,6
6+400 3,0059 6,5314
100 300,33 646,715
6+500 3,0007 6,4029
100 302,15 636,775
6+600 3,0423 6,3326
100 302,25 579,71
6+700 3,0027 5,2616
100 318,275 460,15
6+800 3,3628 3,9414
100 372,97 373,62
6+900 4,0966 3,531
100 1056,315 353,1
7+000 17,0297 3,531
100 1951,27 353,1
7+100 21,9957 3,531
100 2248,49 353,1
7+200 22,9741 3,531
100 2329,75 353,1
7+300 23,6209 3,531
100 2279,12 353,1
7+400 21,9615 3,531
100 2144,905 353,1
7+500 20,9366 3,531
100 2380,825 353,1
7+600 26,6799 3,531
100 2802,07 353,1
7+700 29,3615 3,531
100 2690,73 353,1
192
7+800 24,4531 3,531
100 2244,295 353,1
7+900 20,4328 3,531
90,81 1629,004 320,6501
7+990,81 15,4444 3,531
Σ 166395 30752,24
Perbandingan 5,410824 1
Jadi, perbandingan untuk galian dan timbunan adalah :
.....OK
193
BAB X
PERENCANAAN SALURAN DRAINASE
10.1 Perencanaan Dimensi Saluran Samping
Pada perencanaan dimensi saluran samping diperlukan data curah hujan,
dan data yang diperoleh adalah sebagai berikut :
Tabel 10. 1 Data Curah Hujan
No. Tahun Stasiun
No. Periode
Yt Faktor Reduksi Rt (mm)
Rerata Kolbano Ulang Yn Sn Kolbano
1 1986 786,52 1 2 0,3665 0,522 1,0565 450,60 37,55
2 1987 601,30 2 5 1,4999
625,70 52,14
3 1988 217,60 3 10 2,2504
741,63 61,80
4 1989 394,70 4 20 2,9702
852,83 71,07
5 1990 326,10 5 50 3,9019
996,77 83,06
6 1991 404,70 6 100 4,6001
1.104,63 92,05
7 1992 555,00 7 200 5,2958
1.212,10 101,01
8 1993 656,00 8 500 6,2136
1.353,88 112,82
9 1994 575,50 9 1000 6,9073
1.461,04 121,75
10 1995 665,50
11 1996 671,50
12 1997 470,50
13 1998 471,00
14 1999 387,00
15 2000 390,20
16 2002 376,60
17 2003 537,10
18 2004 380,00
19 2005 151,00
194
Jumlah 9.017,82
Rata-rata 474,62
SD 163,21
Varians 26.637,94
Skewnes -0,05
Didapat (Rmaks) adalah 121,75 mm/bulan = 121,75 x
= 0,169
mm/hari
a) Perhitungan Dimensi Saluran
Data yang diperoleh :
C = 1
Cs = 0,8
I = 0,169 mm/hari = 0,0001691 m/hari
L = 7990,813 m
b‘ = 30 m ket : 15 m ke kanan dan 30 m ke kiri
A = L x b‘ = 7990,813 x 30 = 239724,395 m2
b) Debit rencana
Qp = 0,0278 x C x Cs x A x I = 0,0278 x 1 x 0,8 x 239724,395 m2 x
0,0001691 m/hari = 0,9016 m3/det
c) Dimensi Saluran
Dicoba untuk dimensi saluran dengan data :
Bentuk saluran trapesium
b = 50 cm = 0,5 m
h = 80 cm = 0,8 m
m = 1
v = 1 m2/det
s = 0,001
n = 0,015
195
Penyelesaian :
Luas penampang basah saluran (A) dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan rumus :
A = (b+mxh)xh = (0,5 + 1 x 0,8) x 0,8 = 1,04 m2
Keliling basah saluran (P)
√ √
Jari-jari hidrolis (R)
Syarat
Q >Qp = 1,099 m3/det > 0,902 m
3/det .....OK
Maka dimensi saluran diatas dapat digunakan
Dan besar tinggi jagaan (w) sebesar 20cm = 0,2 m
Gambar 10. 1 Penampang Saluran
10.2 Perencanaan Dimensi Gorong – gorong
Gorong – gorong berfungsi untuk menampung dan membawa air
menyeberang/memotong jalan menuju ke saluran drainase, tiga bagian konstruksi
utama gorong-gorong, yaitu :
Pipa utama berfungsi untuk mengalirkan air dari hulu ke hilir secara langsung
196
Tembok Kepala berfungsi untuk menopang ujung dan lereng jalan serta
tembok penahan yang dipasang bersudut dengan tembok kepala untuk
menopang bahu jalan serta kemiringan jalan.
Gorong – gorong yang direncanakan berbentuk lingkaran ( gorong-gorong
pipa ), data – data untuk perhitungan, sebagai berikut :
Q = 1,099 m3/det
nd = 0,015
s = 0,001
d = 0,8 D
F = 1/8 (θ – Sin θ) x D2
θ = 4,5
Ket :
nd = Nilai koefisien kekerasan (n) ditentukan berdesarkan bahan yang
digunakan untuk pembuatan saluran samping yaitu terbuat dari pasangan batu.
S = Kemiringan saluran
d = diameter rencana
F = Luas Aliran
Θ = sudut
F = 1/8 (θ – Sin θ) x D2
Fd = 0,484 D2
F = Fd = 0,34 m2
√
d = 0,8 x D = 0,8 x 0,8 = 0,64 m
Gorong – gorong berpenampang bulat dengan diameter 80 cm
F = ¼ x π x (0,8)2 = 0,502 m
2
K = π x (0,8) = 2,512 m
197
Debit aliran yang ditampung :
Qr = V x F = 0,721 x 0,502 = 0,362 m3/det
Kontrol :
Qs = 0,4 m3/det Qr = 0,362 m
3/det .....OK
1. Kemiringan gorong-gorong untuk membuang air
P = 2.r.θ = 2. 0,4.4,5 = 3,6
Maka digunakan gorong – gorong dengan diameter 80 cm
Gambar 10. 2 Penampang gorong-gorong
2. Pengecekan Sedimentasi
.....OK
198
BAB XI
SITASI REKAYASA TEKNIK JALAN REL
11.1 Sitasi (kutipan) Artikel Jalan Rel Dr.Ir.H.Iskandar Muda
Purwaamijaya. MT
MODEL PERUBAHAN LINGKUNGAN DI KORIDOR JALAN UNTUK
MEWUJUDKAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN (093L)
Iskandar Muda Purwaamijaya 1, Wahyu Wibowo
2, Herwan Dermawan
3 dan Rina
Marina Masri 4
1,2Jurusan Pendidikan Teknik Sipil, Universitas Pendidikan Indonesia, Jl.Dr. Setiabudhi
No 207 Bandung
Email: [email protected]
3,4 Jurusan Pendidikan Teknik Sipil, Universitas Pendidikan Indonesia, Jl. Dr. Setiabudhi
No 207 Bandung
Email: [email protected]
ABSTRAK
Pembangunan prasarana dan sarana jalan yang pesat meningkatkan
pergerakan jasa, barang dan manusia untuk pengembangan wilayah.
Ketidakseimbangan pertumbuhan prasana dan sarana jalan serta eksternalitas
di koridor jalan menimbulkan banyak dampak negatif selain dampak positif
dari maksud dan tujuan awal pembangunan prasarana dan sarana jalan. Model
perubahan lingkungan di koridor jalan sangat penting dikembangkan untuk
meningkatkan dampak positif dan mengurangi dampak negatif melalui
pengenalan variabel-variabel yang memiliki kepekaan tinggi terhadap
perubahan lingkungan secara signifikan. Penelitian menggunakan metode
deskriptif yang digunakan untuk menyajikan prasarana dan sarana jalan di
dalam ruang yang meliputi komponen-komponen fisik-kimia, sosial-ekonomi
dan biologis lingkungan serta mekanis eksplanatoris untuk fenomena-
fenomena sebab akibat seluruh komponen lingkungan. Metode deskriptif
memungkinkan para perencana dan pelaksana pembangunan menganalisis
secara tepat dalam ruang tentang keselarasan dan penyimpangan aktivitas
199
rencana dan pemanfaatan lahan di koridor jalan terhadap kemampuan
lahannya. Metode mekanis eksplanatoris memungkinkan para pengambil
kebijakan menemukan variabel-variabel yang paling memiliki kepekaan tinggi
terhadap perubahan lingkungan yang positif dan negatif serta mengusulkan
peraturan dan perundangan untuk meningkatkan kualitas lingkungan serta
mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Metode ini diterapkan untuk aplikasi
studi kasus di Jalan Soekarno-Hatta Kota Bandung Provinsi Jawa Barat Indonesia.
Studi kasus ini digunakan untuk penerapan metode dan relevansi dengan
pelayanan prasarana dan sarana jalan bagi masyarakat di Kota Bandung.
Dengan menggunakan metode ini untuk meningkatkan pelayanan prasarana
dan sarana jalan, dinas jalan dan jembatan di seluruh Indonesia dapat secara
efektif dan efisien menginvestasikan sumber daya prasarana dan sarana jalan
dalam ruang secara akurat serta mengoperasikan dan memelihara seluruh
infrastuktur jalan di masa depan.
Kata kunci: model perubahan lingkungan, koridor jalan, pembangunan
berkelanjutan
1. PENDAHULUAN
Pembangunan transportasi (darat, laut dan udara) dilakukan untuk menunjang
pertumbuhan ekonomis, stabilitas nasional, pemerataan dan penyebaran
pembangunan dengan menembus keterasingan dan keterbelakangan daerah
terpencil sehingga semakin memantapkan perwujudan wawasan nusantara
serta memperkokoh ketahanan nasional (Soejono dan Ramelan, 1994).
Pembangunan dan pengembangan transportasi terus ditingkatkan untuk
mengantisipasi pertumbuhan permintaan akan angkutan penumpang dan barang.
Pedoman Penentuan Standar Pelayanan Minimal Bidang Penataan Ruang,
Perumahan dan Permukiman dan Pekerjaan Umum berdasarkan Keputusan
Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 534/KPTS/M/2001 untuk
bidang pelayanan prasarana jalan wilayah terdiri dari bidang pelayanan jaringan
jalan dan ruas jalan. Bidang pelayanan jaringan jalan terdiri dari aspek
aksesibilitas, mobilitas dan kecelakaan dengan indikator tersedianya jaringan
jalan yang mudah diakses oleh masyarakat, dapat menampung mobilitas
200
masyarakat serta dapat melayani pemakai jalan dengan aman. Bidang
pelayanan ruas jalan terdiri dari aspek kondisi jalan dan kondisi pelayanan
dengan indikator tersedianya ruas jalan yang dapat memberikan kenyamanan
pemakai jalan serta dapat memberikan kelancaran pemakai jalan.
Secara keseluruhan sarana angkutan jalan raya untuk mobil penumpang, bus,
truk dan sepeda motor mengalami kenaikan rata-rata 8,88 % per tahun.
Kondisi prasarana jalan yang mengalami kerusakan mencapai 32,60 % dan
pertumbuhan sarana angkutan jalan raya sebesar 8,88 % menimbulkan penurunan
kinerja jaringan jalan.
Pembangunan prasarana dan pertumbuhan sarana jalan yang tidak seimbang
dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan, yaitu berupa
keresahan masyarakat akibat pembebasan lahan (tahap pra-konstruksi),
pencemaran udara, kebisingan, debu, getaran, gangguan aliran permukaan,
pencemaran air, kerusakan utilitas, peningkatan limbah, kemacetan (tahap
konstruksi), kecelakaan lalu-lintas, pencemaran udara, kebisingan, perubahan
bentang alam dan tataguna lahan (tahap operasi dan pemeliharaan).
2. KAJIAN PUSTAKA
Kajian rona wilayah adalah kajian untuk menemukenali potensi dan masalah
pembangunan wilayah serta jenis tipologis wilayah untuk menyusun skenario
penataan wilayah dalam rangka mencapai sasaran pembangunan (Amien,
1992). Rona wilayah terdiri dari komponen fisik-kimia, biologis dan sosial
(Direktorat Jenderal Bina Marga, 1996). Komponen fisik-kimia terdiri dari
iklim, fisiografis, hidrologis, ruang, lahan, tanah, kualitas udara dan
kebisingan. Komponen biologis terdiri dari flora dan fauna. Komponen sosial
terdiri dari demografis, ekonomis, budaya dan kesehatan masyarakat. Kajian
rona wilayah dapat dikelompokkan berdasarkan pendekatan taksonomi
wilayah atau mengikuti model perkembangan rona sosial, ekonomis, fisik
(sumberdaya alam dan lingkungan), struktur tataruang dan alokasi pemanfaatan
ruang serta kelembagaan (Amien, 1992).
Proses pembangunan dan operasional jalan dapat dibagi menjadi tahap pra-
konstruksi, tahap konstruksi dan tahap pasca-konstruksi (Direktorat Jenderal
201
Bina Marga, 1996; Tamboen, 1994). Tahap pra-konstruksi adalah kegiatan
yang berkaitan dengan masalah pengadaan lahan dan pemindahan penduduk
(Direktorat Jenderal Bina Marga, 1996). Kegiatan pra-konstruksi maksudnya
untuk menyelesaikan segala sesuatu yang terkait dengan upaya memperoleh
lahan yang diperlukan. Kegiatan pra-konstruksi termasuk pula merumuskan
kebijakan pembayaran ganti rugi serta pemindahan penduduk. Kegiatan
pengadaan lahan perlu didukung dengan data yang lengkap mengenai lokasi,
luas, jenis peruntukan dan penduduk yang memiliki lahan atau menempati
lahan. Untuk melengkapi data yang dibutuhkan pada pra-konstruksi dilakukan
survei areal dengan melakukan pemancangan dan perintisan (Tamboen, 1994).
Tahap konstruksi adalah kegiatan pelaksanaan fisik konstruksi seperti
kegiatan mobilisasi tenaga kerja atau alat-alat berat, pengoperasian base camp,
penyiapan tanah dasar, pekerjaan konstruksi jalan atau jembatan serta kegiatan
pengangkutan sesuai dengan gambar dan syarat-syarat teknis yang telah
dirumuskan serta disiapkan pada kegiatan kegiatan-kegiatan perencanaan
teknis (Direktorat Jenderal Bina Marga, 1996). Tahap pasca-konstruksi
adalah kegiatan mengoperasikan prasarana dan sarana transportasi yang telah
dibangun pada masa garansi oleh kontraktor (Direktorat Jenderal Bina
Marga, 1996). Tahap pasca-konstruksi meningkatkan aksesibilitas, geometrik
jalan dan penggunaan kendaraan (Tamboen, 1994).
Klasifikasi fungsional atau hirarki jalan diatur dalam UURI No.13 tahun 1980
tentang jalan dan Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 1985 tentang jalan. Hirarki
jalan penting dan mempunyai pengaruh yang sangat luas. Ada berbagai macam
klasifikasi jalan sesuai dengan keperluannya. Pengelompokan jalan dapat
dibagi berdasarkan wewenang pembinaan, perancangan teknis dan fungsi jalan
(Ditjen Bangda dan LPM ITB, 1994). Pengelompokkan jalan menurut
wewenang pembinaan terbagi atas : jalan nasional yaitu jalan umum yang
pembinaannya dilakukan oleh menteri dan jalan daerah yang terdiri dari
jalan propinsi, jalan kota dan jalan kabupaten yang pembinaannya dilakukan
oleh Pemerintah Daerah. Pengelompokkan jalan menurut perancangan teknis
(design) yang sesuai dengan Rancangan Pedoman Perancangan Geometrik Jalan
202
Kota tahun 1998 dibagi menjadi jalan tipe I kelas I dan II serta tipe II kelas I, II,
III dan IV. Pengelompokan jalan menurut Peraturan Pemerintah No. 43 tahun
1992 dibagi menjadi kelas I, II, III A, III B, III C berdasarkan muatan
sumbu terberat (MST) kendaraan serta konstruksi jalan. Pengelompokkan
jalan menurut fungsi yang sesuai dengan UU 13/1980 dan PP 26/1985
dibagi menjadi jaringan jalan primer dan sekunder yang masing-masing terdiri
dari jalan arteri, kolektor serta lokal. Jalan arteri adalah jalan yang melayani
angkutan jarak jauh dengan kecepatan rata-rata kendaraan tingi dan jumlah
jalan masuk dibatasi secara efisien. Jalan kolektor adalah jalan yang yang
melayani angkutan jarak sedang sebagai pengumpul dan pembagi kendaraan
dengan kecepatan rata-rata kendaraan sedang serta jumlah jalan masuk
dibatasi. Jalan lokal adalah jalan yang melayani angkutan jarak dekat dengan
kecepatan rata-rata kendaraan rendah serta jumlah jalan masuk tidak dibatasi
(Ditjen Bangda dan LP ITB, 1993). Keputusan Menteri Permukiman dan
Prasarana Wilayah No. 534/KPTS/M/2001 mengenai Pedoman Penentuan
Standar Pelayanan Minimal Bidang Penataan Ruang, Perumahan dan
Permukiman dan Pekerjaan Umum bidang pelayanan prasarana jalan wilayah
terdiri dari Jaringan Jalan dan Ruas Jalan (Depkimpraswil, 2003). Bidang
pelayanan jaringan jalan memiliki aspek aksesibilitas, mobilitas dan
kecelakaan. Ruas jalan memiliki aspek kondisi jalan dan kondisi pelayanan.
Aspek aksesibilitas indikatornya adalah tersedianya jaringan jalan yang
mudah diakses oleh masyarakat, aspek mobilitas indikatornya adalah
tersedianya jaringan jalan yang dapat menampung mobilitas masyarakat dan
aspek kecelakaan indikatornya adalah tersedianya jaringan jalan yang dapat
melayani pemakai jalan dengan aman. Bidang pelayanan ruas jalan memiliki
aspek kondisi jalan dan kondisi pelayanan. Aspek kondisi jalan indikatornya
adalah tersedianya ruas jalan yang dapat memberikan kenyamanan pemakai
jalan dan aspek kondisi pelayanan indikatornya adalah tersedianya ruas jalan
yang dapat memberikan kelancaran pemakai jalan.
Dampak pembangunan jalan terhadap lingkungan adalah merupakan hubungan
antara kegiatan pembangunan jalan dengan komponen lingkungan. Kegiatan
203
pembangunan jalan dapat dibagi dalam 3 tahapan, yaitu : pra-konstruksi,
konstruksi dan pasca-konstruksi. Dalam kegiatan pra-konstruksi dapat
disebutkan survei areal dan pembebasan lahan. Pembebasan lahan dapat
dirinci menjadi kegiatan penentuan batas areal dan ganti rugi lahan.
Kegiatan aktivitas dalam tahapan pra-konstruksi jelas memberikan pengaruh pada
komponen lingkungan.
Kegiatan masa konstruksi yang diperkirakan akan memberikan pengaruh
pada komponen lingkungan ialah mobilisasi alat berat, pembersihan
areal/bukit, pembuatan jalan dan jembatan. Mobilisasi alat-alat berat akan
memberikan pengaruh pada kondisi prasarana transportasi. Pembersihan
areal/bukit memberikan pengaruh pada perubahan tataguna lahan, eksistensi
flora dan fauna serta tenaga kerja. Pembuatan jalan akan memberikan pengaruh
pada tenaga kerja dan kualitas air. Pembuatan jembatan akan memberikan
pengaruh terhadap tenaga kerja, kualitas air dan perubahan pola air sungai.
Kegiatan pasca-konstruksi akan meningkatkan aksesibilitas, geometrik jalan
serta penggunaan sarana kendaraan. Peningkatan tingkat aksesibilitas pemakai
jalan akan menghemat waktu perjalanan, meningkatkan arus informasi,
menyebabkan perubahan tataguna lahan serta mengubah karakteristik perjalanan
(trip). Peningkatan geometrik jalan akan memberikan pengaruh terhadap
keselamatan perjalanan serta dampak estetis peninggalan sejarah. Penggunaan
kendaraan yang meningkat akibat beroperasinya suatu ruas jalan akan
memberikan dampak terhadap semakin meningkatnya produksi kendaraan serta
volume lalu-lintas.
Dampak kegiatan pembangunan jalan terhadap komponen lingkungan dapat
bersifat relatif pendek atau panjang jangka waktunya. Dampak dapat
berbentuk polusi yang diakibatkan oleh sarana jalan atau penipisan (deplisi)
sumberdaya alam yang diakibatkan oleh rute prasarana jalan.
3. METODOLOGI
Penelitian dilakukan di Kota Bandung dengan posisi 107o32' 48",39 Bujur
Timur sampai dengan 107o
44' 07",55 Bujur Timur serta 06o 58' 16",72
Lintang Selatan sampai dengan 06o 50' 21",06 Lintang Selatan terutama di
204
Kecamatan Babakan Ciparay, Bojongloa Kaler, Bojongloa Kidul,
Astanaanyar, Regol, Lengkong, Bandung Kidul, Margacinta, Rancasari, Cibiru,
Ujungberung, Arcamanik, Kiaracondong, Batununggal, Andir dan Cibeunying
Kidul. Jalan yang akan diteliti adalah Jalan Soekarno Hatta Bandung yang
memiliki panjang 17,67 km. Lokasi penelitian disajikan pada Gambar 1. Peta
Lokasi Penelitian. Waktu penelitian dilakukan selama 8 bulan dari bulan
Februari 2013 sampai dengan September 2013.
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian
Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini dikelompokkan
berdasarkan tahap pembangunan prasarana jalan yang diawali dengan rona awal
wilayah studi untuk mengenali karakteristik wilayah studi. Bahan dan alat yang
digunakan pada tahap mengenali rona awal wilayah studi dikelompokkan
berdasarkan komponen sosial kependudukan, ekonomis, struktur tata ruang,
alokasi pemanfaatan ruang dan sumberdaya alam. Bahan-bahan yang digunakan
untuk mengenali rona awal wilayah studi adalah : Buku laporan statistik
Kota Bandung dalam Angka, Buku laporan Neraca Kependudukan dan
Lingkungan Hidup Daerah, Buku laporan statistik Transportasi di Kota
Bandung.
205
Bahan dan alat yang digunakan pada tahap pra-konstruksi jalan adalah hasil
angket (questioner) dan angket yang disebarkan kepada masyarakat untuk
keperluan pengadaan tanah dan pemukiman kembali penduduk. Bahan dan alat
yang digunakan pada tahap konstruksi jalan adalah buku laporan, peta dan
gambar tahap pengembangan daerah kerja, pekerjaan konstruksi jalan dan
pengembangan daerah kerja ke kondisi semula atau mendekati kondisi semula.
Bahan dan alat yang digunakan pada tahap pasca-konstruksi dikelompokkan
berdasarkan dampak-dampak yang ditimbulkan, yaitu : gangguan terhadap arus
lalu-lintas berupa formulir isian survey lalu-lintas dengan menggunakan alat
counter dan video camera recorder, peningkatan pencemaran udara dan
kebisingan berupa udara yang berada di koridor jalan dengan menggunakan
perangkat alat analisis pencemar udara dan perangkat alat pengukur kebisingan
(sound level meter), peningkatan pencemaran air dan volume air harian
berupa air yang berada di badan air di koridor jalan dengan menggunakan
perangkat alat analisis pencemar air dan perangkat alat pengukur debit air,
penurunan kesehatan masyarakat berupa buku laporan kesehatan masyarakat,
perubahan penggunaan dan tutupan lahan berupa peta-peta penggunaan lahan
menggunakan perangkat lunak dan keras alat analisis spasial digital,
perubahan sosial berupa angket yang disebarkan ke kantor-kantor kecamatan
yang dilalui oleh jalan, perubahan fauna dan flora berupa laporan jumlah fauna
dan flora yang berada di koridor jalan.
Analisis yang dilakukan dalam penelitian terdiri dari : analisis spasial
menggunakan system informasi geografik, analisis fisik lingkungan yang
meliputi analisis fisik-kimia air, udara dan tanah, analisis sosial ekonomi,
analisis flora dan fauna serta analisis system dinamis.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Perubahan lingkungan pada tahap pra-konstruksi Jalan Soekarno-Hatta di
Kota Bandung mengenai 33.962 orang dengan luas wilayah mencapai 3,534
km2 dengan biaya pembebasan lahan mencapai nilai Rp. 7.068.000.000,00
(tujuh milyard enam puluh delapan juta rupiah). Produksi lahan pertanian
yang hilang pada tahap pra-konstruksi jalan mencapai 2.120,4 ton gabah kering
206
giling per tahun dengan nilai mencapai Rp. 212.040.000,00 (dua ratus dua belas
juta empat puluh ribu rupiah). Jumlah kepala keluarga petani yang kehilangan
pekerjaan dari sektor pertanian mencapai 3.774 kepala keluarga. Selisih
pendapatan petani per kapita dari hasil pembebasan lahan dengan dari sektor
pertanian adalah sebesar Rp. 1.816.600,00 (satu juta delapan ratus enam
belas ribu enam ratus rupiah). Kegiatan tahap pra-konstruksi secara finansial
tidak merugikan petani selama 12 bulan. Perubahan lingkungan pada tahap
konstruksi Jalan Soekarno-Hatta di Kota Bandung mengenai 33.962 orang
dengan luas wilayah mencapai 7,068 km2. Perubahan guna lahan dari
pertanian menjadi luas perkerasan adalah 247.380.000 m2, untuk median
jalan seluas 17.670.000 m2, untuk bahu jalan seluas 35.340.000 m2 dan
untuk saluran drainase seluas 17.670.000 m2. Jenis flora yang hilang dari
lahan sawah yang menjadi daerah milik jalan adalah padi (Oryza sativa spp)
sebanyak 3.600.000.000 rumpun, kangkung (Ipomoea aquatica) sebanyak
560.000.000 rumpun dan genjer (Limnocharis flava) sebanyak 560.000.000
rumpun pula. Jenis fauna yang hilang dari lahan sawah yang menjadi daerah
milik jalan adalah katak (Rana macrodon, R. Cancrivora,R. Limnocharis)
sebanyak 3.180.600 ekor, belut (Monopterus albus) sebanyak 6.361.200 ekor
dan ular sawah (Phyton reticulatus) sebanyak 3.180.600 ekor pula. Jumlah
orang yang dipekerjakan pada tahap konstruksi sebanyak 1.736 orang yang
mengerjakan pembangunan konstruksi jalan, bangunan bawah jembatan dan
bangunan atas jembatan. Perubahan prasarana transportasi yang
menghubungkan Jalan Sudirman di sebelah barat dengan Cibiru di sebelah timur
Kota Bandung melalui ruas jalan Sudirman-Pasir Koja (1.500,16 meter), ruas
jalan Pasir Koja-Kopo (2.366,00 meter), ruas jalan Kopo-Cibaduyut (664,53
meter), ruas jalan Cibaduyut-Mohammad Toha (1.643,48 meter), ruas jalan
Mohammad Toha-Buah Batu (2.635,61 meter), ruas jalan Buah Batu-
Kiaracondong (957,15 meter), ruas jalan Kiaracondong-Gede Bage (5.995,12
meter) dan ruas jalan Gede Bage-Cibiru (2.809,67 meter). Perubahan
kualitas air sungai yang melewati Jalan Soekarno-Hatta di Kota Bandung
Jawa Barat menyebabkan parameter BOD (standar baku mutu 30 mg/L),
207
COD (standar baku mutu 60 mg/L) dan Nitrogen (standar baku mutu 0,06
mg/L) melampaui standar baku mutu yang ditetapkan oleh PDAM Kota
Bandung. Perubahan lingkungan pada tahap pasca-konstruksi jalan
menghemat waktu tempuh perjalanan dari Jalan Soedirman ke Cibiru
sekurangnya selama 1 jam 20 menit 37,86 detik dengan kecepatan kendaraan
mencapai 20 km/jam. Perubahan lingkungan jalan tahap pasca-konstruksi
mengenai 1.084.006 orang pada awal operasi jalan dan 1.145.728 orang pada
akhir tahun 2003 dengan luas wilayah persebaran dampak di 18 kecamatan yang
memiliki luas mencapai 7.708.491,1 m2. Perubahan guna lahan permukiman
cenderung naik dari seluas 69,20 km2 pada tahun 1992 menjadi 85,40 km2 pada
akhir tahun 2000. Perubahan guna lahan pertanian terus menurun dari 27,10
km2 pada tahun 1992 menjadi hanya seluas 15,44 km2 pada akhir tahun
2000. Jumlah kendaraan yang melewati Jalan Soekarno-Hatta di Kota
Bandung cenderung naik dengan puncak volume lalu-lintasnya berada di
Jalan Buah Batu dan Leuwi Panjang (18.000 satuan mobil penumpang
selama 24 jam). Parameter kualitas udara yang melampaui baku mutu di sekitar
daerah pengukuran Jalan Soekarno-Hatta pada tahun 2003 adalah O3 (oksidan)
0,538 ppm per jam (baku mutu 0,08 ppm per jam), SPM (suspended particulate
matter) 151,12g/m3/jam (baku mutu 150g/m3/jam), HC (hidrocarbon) 1,256
/3 jam (baku mutu 0,24 / 3 jam) dan kebisingan (noise) 75,23 dBA (baku
mutu 50 dBA untuk ruang terbuka hijau).
Hasil pemantauan polusi udara yang dilakukan oleh kendaraan laboratorium
polusi udara selama 8 jam sehari pada Bulan Desember 2004 di Jalan Sukarno
Hatta pada lokasi Jalan Elang, Leuwi Panjang, Buah Batu, Margahayu Raya,
Gede Bage dan Cibiru untuk kualitas udara parameter NOx (baku mutu 0,05 ppm)
dan SPM (baku mutu 150 g/m3) melampaui baku mutu berdasarkan Standard
Baku Mutu Udara Ambien (Kep.41/MENKLH/1999) pada selang waktu jam
08.00 sampai dengan jam 11.00 dan jam 14.00 s.d jam 15.00. Untuk parameter
kualitas udara O3 (baku mutu 0,10 ppm), SO2 (baku mutu 0,10 ppm) dan
CO (20 ppm) tidak melampaui baku mutu pada semua waktu pengamatan
dan di semua lokasi pengukuran. Untuk kualitas udara parameter HC4 (baku mutu
208
0,24 ppm) dan non-HC (baku mutu 0,24 ppm) melampaui baku mutu di
semua lokasi pengukuran dan pada semua selang waktu. Parameter kualitas
udara yang harus dikendalikan karena prasarana dan sarana jalan adalah
NOx, SPM, HC4 dan non-HC.
Perubahan lingkungan yang terjadi pada tahapan pra-konstruksi jalan karena
kegiatan pembebasan lahan untuk komponen sosial, ekonomi dan budaya
memberikan perubahan besar dan penting terhadap sektor pertanian yang
sifat perubahannya permanen dan memiliki pengaruh ke tahapan konstruksi
dan sektor-sektor pembangunan lain. Perubahan lingkungan yang terjadi pada
tahap konstruksi jalan karena pekerjaan galian dan timbunan untuk
komponen fisik dan biologis memberikan perubahan besar dan penting terhadap
lahan-lahan pertanian yang dilewati oleh koridor jalan yang sifat perubahannya
permanen dan memiliki pengaruh berganda terhadap komponen sosial dan
ekonomi serta menjadi pemicu perubahan lingkungan untuk tahap pasca-
konstruksi. Perubahan lingkungan yang terjadi pada tahap pasca-konstruksi
karena jumlah sarana kendaraan yang melewati jalan untuk komponen
sosial, ekonomis dan budaya memberikan perubahan besar dan penting
terhadap pengembangan wilayah dan pergeseran sektor pertanian ke sektor-
sektor pembangunan lain yang sifat perubahannya dinamis. Perubahan
komponen fisik dan kimia yang disebabkan oleh sarana kendaraan yang melewati
jalan berupa perubahan besar dan penting terhadap kualitas udara dan air yang
selanjutnya akan berpengaruh terhadap kesehatan lingkungan. Perubahan tidak
langsung komponen biologis yang disebabkan oleh sarana kendaraan yang
melewati jalan berupa perubahan besar dan penting terhadap jumlah flora dan
fauna karena kenaikan terjadinya konversi lahan-lahan pertanian menjadi
lahan-lahan industri dan permukiman.
Pola perubahan lingkungan untuk komponen sosial, ekonomi dan budaya pada
tahap pra-konstruksi jalan dari hasil permodelan dinamis menunjukkan pola
perubahan linier mengikuti perubahan linier panjang koridor jalan yang
dibebaskan untuk pembangunan jalan. Pola perubahan lingkungan untuk
komponen sosial, ekonomi dan budaya, fisik dan biologis pada tahap
209
konstruksi jalan dari hasil permodelan dinamis menunjukkan pola perubahan
linier mengikuti pola perubahan linier implementasi pembangunan konstruksi
jalan dan jembatan. Pola perubahan lingkungan untuk komponen sosial,
ekonomi dan budaya serta fisik-kimia pada tahap pasca-konstruksi jalan
menunjukkan pola perubahan yang fluktuatif (turun naik) mengikuti perubahan
fluktuatif jumlah sarana kendaraan yang melewati jalan. Pola perubahan
lingkungan untuk komponen fisik dan biologis pada tahap pasca-konstruksi
jalan hasil permodelan dinamis menunjukkan pola perubahan linier mengikuti
pola perubahan linier populasi di wilayah yang dilewati jalan.
Komponen-komponen lingkungan pada tahap pra-konstruksi jalan yang
memiliki kepekaan (sensitivitas) tinggi terhadap lingkungan adalah parameter
(1) harga lahan, (2) jumlah penduduk yang terkena pembebasan lahan, (3)
fraksi luas lahan sawah terhadap luas pembebasan lahan, (4) jumlah kepala
keluarga petani, (5) kepadatan penduduk, (6) penerimaan penjualan gabah
kering giling, (7) harga jual gabah kering giling per bobot, (8) produksi gabah
kering per luas lahan sawah, (9) penerimaan bersih pertanian, (10) lebar
pembebasan lahan, (11) kelahiran dan (12) inmigrasi. Komponen-komponen
lingkungan pada tahap pra-konstruksi jalan yang memiliki kepekaan
(sensitivitas) tinggi terhadap lingkungan adalah parameter (1) biaya
perkerasan jalan, (2) biaya bangunan bawah jembatan, (3) tenaga kerja untuk 1
km pembangunan jalan, (4) tenaga kerja untuk 1 m3 volume bangunan atas, (5)
tenaga kerja untuk 1 m3 volume bangunan bawah, (6) kerapatan padi
(flora) dan (7) kerapatan katak (fauna). Komponen-komponen lingkungan
pada tahap pra-konstruksi jalan yang memiliki kepekaan (sensitivitas) tinggi
terhadap lingkungan adalah parameter (1) fraksi penduduk terhadap lahan
permukiman dan pertanian, (2) konstanta penggunaan lahan, dan (3) fraksi fisik-
kimia air dan udara terhadap satuan mobil penumpang per jam.
5. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian mengenai pola
perubahan lingkungan yang disebabkan oleh prasarana dan sarana jalan
(studi kasus : di Jalan Soekarno-Hatta Kota Bandung Jawa Barat), yaitu :
210
(1) Hasil evaluasi proses pembangunan dan operasional prasarana dan sarana
jalan mengenali 3 tahapan pembangunan jalan yang memberikan dampak
(perubahan) positif dan negatif terhadap lingkungan yang pengelolaan dan
pemantauan lingkungannya harus mempertimbangkan peningkatan perekonomian
daerah, mengurangi perubahan bentang alam, mengurangi penurunan kualitas
lingkungan dan mengurangi keresahan masyarakat. (2) Rona awal lingkungan
wilayah studi termasuk wilayah tipe 1, yaitu wilayah yang memiliki
growth potentials (keunggulan sumberdaya atau lokasi) yang besar tetapi
tingkat dan arah perkembangannya memiliki potensi untuk melampaui daya
dukung wilayahnya. (3) Perubahan penting terhadap lingkungan pada tahap
pra-konstruksi terjadi pada komponen sosial, ekonomi dan budaya. Perubahan
penting terhadap lingkungan pada tahap konstruksi terjadi pada komponen sosial,
ekonomi, budaya, fisik dan biologis. Perubahan penting terhadap lingkungan
pada tahap pasca-konstruksi terjadi pada komponen sosial, ekonomi, budaya,
fisik, kimia dan biologis. Kebijakan-kebijakan lingkungan pada tahap pra-
konstruksi jalan yang dapat mengurangi dampak negatif dan meningkatkan
dampak positif terhadap lingkungan adalah :
Harga lahan untuk pembebasan lahan harus bernilai di antara nilai jual objek
pajak (NJOP) dengan harga pasar agar pihak penjual lahan dan pemerintah
memperoleh manfaat dan pengorbanan yang seimbang dan wajar.
Jumlah penduduk yang terkena pembebasan lahan harus didekati secara
manusiawi dan memperoleh informasi yang cukup mengenai rencana
pembebasan lahan dengan melakukan sosialisasi kepada semua penduduk
yang terkena pembebasan lahan.
Fraksi luas lahan sawah terhadap luas pembebasan lahan harus diukur
secara akurat agar alokasi ketetapan jumlah dana pembebasan lahan
untuk lahan sawah dan non-sawah tidak menimbulkan ketidakpuasan
dari para pemilik lahan.
Jumlah kepala keluarga petani harus dicacah dengan tepat melalui data
dari kelurahan untuk mengantisipasi kegiatan yang membutuhkan
informasi jumlah kepala keluarga petani, seperti rencana relokasi
211
penduduk ke tempat lain dengan karakteristik wilayah yang mirip dengan
wilayah asal.
Kepadatan penduduk harus diketahui untuk kegiatan pra-konstruksi jalan agar
dapat digunakan untuk merancang urutan prioritas pembebasan lahan dari
yang wilayahnya memiliki kepadatan rendah ke wilayah yang memiliki
kepadatan tinggi.
Penerimaan penjualan gabah kering giling harus dihitung dengan akurat
agar para petani mengetahui secara benar bahwa nilai dana pembebasan
lahan telah memperhitungkan kerugian para petani berupa pengorbanannya
kehilangan penerimaan penjualan gabah kering yang diperoleh jika lahan
sawah petani tidak dibebaskan.
Harga jual gabah kering giling per bobot harus ditetapkan secara wajar
mengikuti mekanisme pasar agar studi kelayakan ekonomis rencana
pembangunan jalan dapat diterima berdasarkan fenomena lapangan dan oleh
semua pihak yang terlibat
Produksi gabah kering per luas lahan sawah harus diketahui secara
tepat melalui survei ke lapangan agar para pemilik lahan memperoleh
informasi secara benar komponen penerimaan produksi lahannya untuk
komponen penerimaan analisis finansial kegiatan pertanian.
Penerimaan bersih pertanian merupakan selisih dari penerimaan kotor
produksi lahan sawah terhadap total pengeluaran bersih dan pajak.
Penerimaan bersih pertanian harus dapat ditetapkan secara akurat agar nilai
harga pembebasan lahan dapat diterima para petani dengan sukarela.
Lebar pembebasan lahan harus direncanakan dengan jelas agar para
pemilik lahan yang terkena pembebasan lahan memperoleh kepastian
hukum terhadap lahannya.
Kelahiran penduduk harus disurvei dengan akurat karena mempengaruhi
pula jumlah penduduk yang terkena pembebasan lahan dan program-
program kependudukan untuk pemulihan.
212
Inmigrasi harus disurvei dengan akurat untuk menghindarkan terjadinya
konflik antara penduduk pribumi dengan para pendatang karena kegiatan
spekulasi lahan.
Kebijakan-kebijakan lingkungan pada tahap konstruksi jalan yang
dapat mengurangi dampak negatif dan meningkatkan dampak positif terhadap
lingkungan adalah :
Biaya perkerasan jalan harus dihitung dengan tepat memperhitungkan
inflasi agar konstruksi perkerasan yang dibangun memenuhi spesifikasi
teknis yang ditetapkan dan memenuhi umur rencana sehingga tidak
terjadi pemborosan dana pembangunan.
Biaya bangunan bawah jembatan harus dihitung secara teliti karena
memberikan dampak terhadap keselamatan para pengguna sarana kendaraan
yang melewati jembatan.
Tenaga kerja untuk 1 km pembangunan jalan harus dihitung dengan tepat
agar waktu pembangunan jalan dapat dicapai sesuai rencana sehingga jalan
dapat dioperasikan tepat waktu dan tidak memboroskan biaya konstruksi
jalan.
Tenaga kerja untuk 1 m3 volume bangunan atas harus dihitung dengan
tepat agar waktu pembangunan konstruksi bentang jembatan dapat dicapai
sesuai rencana sehingga jalan dapat dioperasikan tepat waktu dan tidak
memboroskan biaya konstruksi bentang jembatan.
Tenaga kerja untuk 1 m3 volume bangunan bawah harus dihitung
dengan tepat agar waktu pembangunan konstruksi pondasi dan abutment
dapat dicapai sesuai rencana sehingga jalan dapat dioperasikan tepat waktu
dan tidak memboroskan biaya konstruksi pondasi dan abutment jembatan.
Kerapatan padi (flora) harus dihitung dengan tepat sebagai masukan bagi
para pengambil keputusan bidang pertanian untuk menggantikan tingkat
produktivitas jumlah rumpun yang hilang dengan produksi di lahan lain
atau merekomendasikan varietas lain dengan jumlah produksi yang lebih
besar.
213
Kerapatan katak (fauna) harus dihitung dengan tepat sebagai masukan
bagi para perencana terhadap keseimbangan ekosistem dan perannya
dalam rantai makanan sehingga jika terjadi ledakan hama dan penyakit
pada lingkungan dapat dipecahkan secara tepat melalui upaya budidaya atau
relokasi fauna.
Kebijakan-kebijakan lingkungan pada tahap pasca-konstruksi jalan
yang dapat mengurangi dampak negatif dan meningkatkan dampak positif
terhadap lingkungan adalah :
Fraksi penduduk terhadap lahan permukiman dan pertanian harus dapat
diketahui secara akurat melalui sensus pertanian sebagai masukan bagi para
pengambil keputusan yang berkepentingan dengan perencanaan tataruang.
Konstanta penggunaan lahan harus diketahui dengan tepat melalui
serangkaian penelitian empiris di lokasi-lokasi yang berbeda dengan
waktu pengamatan yang berbeda pula sehingga dapat dirancang penggunaan
lahan yang fungsinya saling sinergis dalam ruang dan mengurangi
berbagai masalah kemacetan, pemborosan bahan bakar, waktu dan tenaga.
Fraksi fisik-kimia air dan udara terhadap satuan mobil penumpang per jam
harus diteliti secara lebih terperinci dengan memperhatikan kontribusi
sumber-sumber dari industri, permukiman dan gejala di alam sehingga dapat
diperkirakan satuan mobil penumpang yang tepat terkait dengan kualitas
fisik-kimia air dan udara.
Pengelolaan lingkungan pada tahap pra-konstruksi jalan adalah dengan melakukan
metode partisipasi dan sosialisasi kepada semua pihak yang terkait. Metode
partisipasi dan sosialisasi pada tahap pra-konstruksi jalan untuk
menghindarkan adanya penolakan oleh masyarakat dan keresahan di
lapangan sehingga tujuan dan sasaran tahap pra-konstruksi jalan dapat tercapai
dengan tepat guna, berdayaguna dan optimal. Metode partisipasi dan sosialisasi
pada tahap pra-konstruksi jalan merupakan upaya menilai kelayakan sosial
pembangunan jalan. Pengelolaan lingkungan pada tahap konstruksi jalan
harus dilakukan dengan suatu survei pengukuran dan pemetaan lahan di
214
sepanjang koridor jalan, penyelidikan tanah, pekerjaan galian dan timbunan,
pembangunan pondasi jalan dan perkerasan jalan berikut perlengkapannya.
Implementasi metode perencanaan jaringan (network planning) pada tahap
konstruksi jalan dengan demikian menjadi penting agar tahap konstruksi
jalan dapat diselesaikan tepat pada waktunya dan tidak memboroskan dana
pembangunan. Kelayakan teknis dan finansial pada tahap konstruksi jalan
adalah upaya menilai diterima atau tidaknya kegiatan pada tahap konstruksi dari
standar teknis dan standar finansial lembaga-lembaga yang berwenang.
Pengelolaan lingkungan pada tahap pasca-konstruksi jalan adalah dengan cara
menerapkan penghargaan dan sangsi (reward and punishment) para pihak yang
terkait dan pengguna prasarana dan sarana kendaraan. Prasarana jalan harus
diperbaiki sistem drainasenya untuk menghindarkan bahaya banjir dan
memperpanjang umur pakai perkerasan jalan. Sarana kendaraan yang
melewati jalan harus dibatasi dengan cara penerapan jalur-jalur searah untuk
selang waktu tertentu, pembatasan umur kendaraan, penerapan batas minimal
penumpang dan uji emisi kendaraan untuk periode waktu tertentu. Lahan-lahan
di koridor jalan dihijaukan dengan tanaman-tanaman yang mampu menyerap
emisi gas buang dan kebisingan serta dicadangkan sejumlah lahan untuk ruang
terbuka hijau dan luasan perairan dalam bentuk danau.
Cara pemantauan lingkungan pada tahap pra-konstruksi jalan adalah dengan
melibatkan para fasilitator di wilayah-wilayah yang dilewati koridor jalan dan
dikoordinir oleh seorang ketua tim kegiatan pembebasan lahan. Para
fasilitator di lapangan mempunyai peran sebagai sumber informasi dari
pelaksana pembebasan lahan untuk pembangunan jalan kepada masyarakat di
lapangan. Para fasilitator juga memberikan laporan kemajuan pembebasan lahan
kepada ketua tim serta melaporkan berbagai kendala yang terjadi di lapangan
untuk didiskusikan pemecahan masalahnya secara bersama-sama. Cara
pemantauan lingkungan pada tahap konstruksi jalan adalah dengan cara
menugaskan para penyelia teknis untuk pembangunan jalan dan jembatan
yang dibekali dengan suatu perangkat kendali kurva s dan jadwal
penyediaan bahan, jadwal kerja tenaga kerja dan jadwal waktu pelaksanaan.
215
Para penyelia lapangan akan dipantau oleh ketua tim melalui bukti kemajuan yang
tergambar pada perbandingan kurva s pelaksanaan dengan kurva s dari lapangan.
Cara pemantauan lingkungan pada tahap pasca-konstruksi adalah dengan cara
menerapkan izin mendirikan bangunan dan pajak bumi dan bangunan yang tinggi
untuk lahan-lahan pertanian yang terkonversi. Prasarana jalan dipantau dengan
melakukan pemeriksaan rutin oleh pemerintah terhadap perkerasan jalan dan
drainase jalan. Sarana kendaraan dipantau dengan survei lalu-lintas pada periode
waktu tertentu berikut pemantauan kualitas udara dan air oleh laboratorium
berjalan seperti laboratorium mobil.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada DP2M DIKTI, Ketua LPPM UPI,
Rektor UPI, Dekan FPTK UPI, Ketua Jurusan Pendidikan Teknik Sipil FPTK
UPI, Kepala BAPPEDA Kota Bandung, Dinas Perhubungan Kota Bandung, Dinas
Tata Ruang Provinsi Jawa Barat, Badan Pertanahan Nasional Kota Bandung,
Masyarakat di koridor Jalan Soekarno-Hatta Kota Bandung serta berbagai
pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas dukungan data, finansial,
tenaga serta perizinan yang telah diberikan. Semoga Alloh SWT membalas budi
baik Bapak/Ibu, Saudara dan Saudari dengan pahala yang berlipat ganda. Amin
Yaa Robbal Alamin.
DAFTAR PUSTAKA
Amien, M. (1992). ―Studi Tipologi Kabupaten‖. Direktorat Tata Kota dan Tata
Daerah,Direktorat Jenderal Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum.
Ujung Pandang.
Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah. (2003).―Informasi Produk
Pengaturan Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah dalam
Pelaksanaan Otonomi Daerah‖. Sekretariat Jenderal Depkimpraswil.
Jakarta.
Direktorat Jenderal Bina Marga. (1996).―Aspek Lingkungan pada Pekerjaan
Jalan (Perencanaan)‖. Kabupaten Roads Master Training Plan.
Departemen Dalam Negeri, Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah,
Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Bina Marga. Jakarta.
216
Lembaga Penelitian ITB. (1993). ―Kebutuhan Transportasi. Pelatihan
Pengelolaan Sistem Transportasi Kota. Direktorat Pembangunan Kota‖,
Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah, Departemen Dalam Negeri,
Lembaga Penelitian ITB. Bandung.
Soejono dan Ramelan, S. (1994). ―Arah Pengembangan Sarana Transportasi
dalam Memasuki PJP II Khususnya Repelita VI.Proceedings. Fifth
Annual Conference on Road Engineering. Himpunan Pengembangan
Jalan Indonesia, Direktorat Jenderal Bina Marga, Badan Litbang Pekerjaan
Umum. Bandung.
Tamboen, F. (1994).‖Metodologi Andal Transportasi‖. Technical Papers.
Fifth Annual Conference on Road Engineering. Himpunan
Pengembangan Jalan Indonesia, Direktorat Jenderal Bina Marga,
Badan Litbang Pekerjaan Umum. Bandung.
217
BAB XII
PENUTUP
12.1 Simpulan
Rel adalah struktur balok menerus yang diletakkan di atas tumpuan
bantalan yang berfungsi sebagai penuntun/mengarahkan pergerakan roda kereta
api yang terbuat dari batangan baja. Rel juga disediakan untuk menerima secara
langsung dan menyalurkan beban kereta api kepada bantalan tanpa menimbulkan
defeksi yang berarti pada bagian balok rel diantara tumpuan bantalan. Oleh itu,
harus memiliki nilai kekakuan balok tertentu sehingga perpindahan beban titik
roda dapat menyebar secara baik pada tumpuan di bantalan. Batang rel tentunya
tidak bisa berdiri sendiri, harus ada satu kesatuan dengan sub sistem yang lain
sehingga membuat suatu konstruksi rel yang baik.
Wesel adalah pertemuan dua sepur yang menyebabkan kereta berbelok.
Wesel terdiri dari berbagai jenis sesuai dengan fungsi dan jumlah arah beloknya.
Biasanya wesel dapat ditemukan di emplasemen, sebagai tempat berputarnya arah
kereta api di stasiun. Seperti rel pada umunya wesel juga didirikan diatas bantalan
wesel. Bantalan wesel diberi tanda dan diletakan sesuai dengan gambar kerja
kemudian dipasangkan dengan bagian yang lainnya dengan dimulai pada gerakan
lidah supaya dapat memudahkan pemasangan bantalan wesel dari baja. Apabila
sebual wesel baru harus dimasukan pada rel yang lama maka wessel tersebut
disetel terlebih dahulu pada suatu tempat yg ditinggikan. Panjang wesel diambil
genap dari panjang batang rel ditambah renggangan.
Pada Proses Pemeliharaan kereta api merupakan hal yang sangat penting
mengingat kerugian yang akan ditimbulkan jika proses tersebut diabaikan. Jika
dilihat dari sisi organisasi angkutan yang baik, PT KAI seharusnya mempunyai
sistem perawatan yang dianggarkan secara khusus dan terlepas dari organisasi PT
KAI sehingga bisa lebih optimal, Kalau ada yang rusak dapat segera diperbaiki
218
atau memprediksi kemungkinan lainnya. Ini memang bisa menjadi boros, namun
dengan sistem perawatan yang ada saat ini masih potensial menempatkan
konsumen sebagai korban.
Setelah melakukan perhitungan maka didapatkan kordinat-kordinat dari
setiap wesel:
Tabel 12. 1 Koordinat wesel biasa
Koordinat
Titik X Y
A -1000,0000 0,0000
B 0,0000 0,0000
C 8249,2668 -109,9902
D 28824,3668 -889,6589
E 31661,8240 -1067,0000
F 34512,6104 -1067,0000
G 49032,0000 -1067,0000
H -1000,0000 -1067,0000
K -232,1330 -1067,0000
M 1656,3639 -109,9902
N 8235,0014 -1179,8951
O 10833,2654 -1230,6801
P 28757,1187 -1965,6296
Q 31587,3850 -2141,0569
Tabel 12. 2 Koordinat wesel simetris
Koordinat
Titik X Y
A -1000,00 533,50
B 0,00 535,01
C 19250,31 425,01
D 32630,73 177,96
E 38330,91 0,00
F 44040,48 0,00
F' 44034,92 -178,08
219
H -1000,00 -533,50
K -528,08 -533,50
M 15250,92 425,01
N 19244,18 -647,99
O 21351,84 -668,51
P 32597,11 -898,78
Q 38286,02 -1066,12
Tabel 12. 3 Koordinat wesel inggris
Koordinat
Titik X Y
EI 0,0000 0,0000
A -17094,9471 0,0000
C -5479,0408 362,6966
D -14253,5451 88,7073
N -14219,9675 -986,8263
O -5465,6669 -707,2198
P 0,0000 -533,6964
E 0,0000 533,6964
A' 17094,9471 0,0000
C' 5479,0408 362,6966
D' 14253,5451 88,7073
N' 14219,9675 -986,8263
O' 5465,6669 -707,2198
P' 0,0000 -533,6964
Tabel 12. 4 Koordinat wesel tergeser
Koordinat Sebelum Pergeseran
Titik X Y
A -1000,00000 0,00000
B 0,00000 0,00000
C 5822,09710 -68,49526
D 28092,43062 -894,91406
220
E 30845,80564 -1067,00000
F 33696,59198 -1067,00000
G 49032,00000 -1067,00000
H -1000,00000 -1067,00000
K -261,29390 -1067,00000
M -354,01529 -68,49526
N 5809,50974 -1138,42122
O 8320,01808 -1182,32112
P 28025,23786 -1969,99815
Q 30772,57107 -2131,50479
Koordinat Sesudah Pergeseran
Titik X Y
A' 27092,43062 -1067,00000
B' 28092,43062 -1067,00000
C' 33914,52772 -998,50474
D' 56184,86123 -172,08594
E' 58938,23626 0,00000
H' 27092,43062 0,00000
K' 27831,13672 0,00000
M' 27738,41533 -998,50474
N' 33901,94035 71,42122
O' 36412,44869 115,32112
P' 56117,66848 902,99815
Q' 58865,00169 1064,50479
Alignment Horizontal
Kelas Jalan Rel III
Vr = 100 km/jam
Alternatif yang dipakai = Alternatif 3
Panjang trase = 7990,813 m
221
PI-1 :
Jenis Lengkung = Spiral - Spiral
R = 900m
L = 630,641 m
Ls = 315,32 m
Ts = 317,612 m
Es = 18,699 m
PI-2 :
Jenis Lengkung = Spiral - Spiral
R = 900m
L = 515,254 m
Ls = 257,627 m
Ts = 258,871 m
Es = 12,418 m
PI-3 :
Jenis Lengkung = Spiral - Spiral
R = 900m
L = 416,493 m
Ls = 208,246 m
Ts = 208,901 m
Es = 8,085 m
Galian dan Timbunan
Perbandingan Galian dan Timbunan yang didapat dari perhitungan adalah :
Galian = 166395,952 m3
Timbunan = 30752,237 m3
Galian : Timbunan
5,411 : 1
222
12.2 Saran
Pemeliharaan tidak hanya dilakukan pada kereta apinya saja, fasilitas-
fasilitas yang mendukung berjalannya kereta api perlu dilakukan perawatan,
contohnya rel kereta yang harus rajin diinspeksi untuk melihat apakah ada rel
yang rusak, atau kerusakan pada modul sinyal atau terputusnya kabel konektor
sehingga menyebabkan gangguan pada komunikasi data antara stasiun dan kereta
api. Semua masalah teknis ini menggila lantaran kualitas perawatan ternyata
begitu buruk yang mengakibatkan terjadinya kecelakaan.
Dalam mendisain wesel, kita harus mempunyai panduan yang bisa
digunakan sebagai referensi. Salah satu referensi yang bisa digunakan adalah PD
10.
Dalam pengerjaan tugas ini harus sangat teliti dan paham akan
konstruksi jalan rel, agar dapat mempermudah langkah-langkah dalam pengerjaan
tugas ini, selain itu peralatan menggambar seperti penggaris, penghapus, pensil,
spidol, dll harus senantiasa dimiliki karena akan dipakai pada saat penggambaran
wesel manual. Selain itu juga kita harus mahir dalam mengoperasikan progam
AUTOCAD, karena setelah gambar manual selesai maka gambar tersebut akan
dipindahkan dan digambar ulang dalam AUTOCAD. Ketelitian juga dibutuhkan
dalam penyekalaan gambar.
223
DAFTAR PUSTAKA
Hapsoro,Tri Utomo Suryo. 2009. Jalan Rel .Fakultas Teknik Sipil – Universitas
Gajah Mada. Beta Offfset Yogyakarta.
H. Hidayat dan Rachmadi. 2001. Catatan Kuliah Rekayasa Jalan Rel. Penerbit
ITB. Bandung
PD 10 Perencanaan Konstruksi Jalan Rel.2012
Penjelasan Peraturan Perencanaan Konstruksi Jalan Rel.2012
Perusahaan Jawatan Kereta Api.1986. Perencanaan Konstruksi Jalan Rel .
PJKA.Bandung
PJKA. 1986. Peraturan Perencanaan Konstruksi Jalan Rel (Peraturan Dinas No.
10). Bandung
Prasarana Transportasi Jalan Rel. Jurusan Teknik Sipil UMY. Yogyakarta.
Purwaamijaya, I.M. 2013. RekayasaTeknik Jalan Rel. Laboratorium Ukur Tanah
FPTK UPI. Bandung.
Purwaamijaya, Iskandar Muda, dkk. ―Model Perubahan Lingkungan di Koridor
Jalan Untuk mewujudkan Pembangunan Berkelanjutan.‖ (Halaman : 15-22)
Supratman, Agus, DRTS. 2002. Geometri Jalan Raya. Bandung : FPTK UPI
Utomo, Suryo Hapsoro Tri, Ir., Ph.D. 2009. Jalan Rel. Yogyakarta : Beta Offset
xi
224
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................vi
DAFTAR TABEL...................................................................................................ix
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Maksud dan Tujuan .................................................................................. 2
1.3 Sistematika Penulisan ............................................................................... 3
BAB II SEJARAH DAN TEKNOLOGI TERKINI JALAN REL ......................... 5
2.1 Sejarah Jalan Rel ...................................................................................... 5
2.2 Sejarah Jalan Rel di Indonesia .................................................................. 7
2.3 Teknologi Terkini Jalan rel .................................................................... 13
2.3.1 Aeromovel .......................................................................................... 13
2.3.1.1 Sejarah Aeromovel di Indonesia ......................................................... 14
2.3.1.2 Spesifikasi teknis Teknologi Aerotrain: ............................................. 16
2.3.1.3 Tinjauan 8 tahun pertama ke-ekonomian Teknologi sistem Aeromovel
17
2.3.1.4 Kelebihan Aeromovel ......................................................................... 18
2.3.1.5 Sistem Percontohan Aeromovel.......................................................... 19
2.3.1.6 Teknologi Aeromovel ......................................................................... 19
2.3.2 Maglev ................................................................................................ 24
2.3.3 Kereta Gantung ................................................................................... 35
BAB III KOMPONEN JALAN REL .................................................................... 42
3.1 Pengertian Umum ................................................................................... 42
3.2 Komposisi Bahan Rel ............................................................................. 43
ii
225
3.2.1 Komposisi Bahan ................................................................................ 43
3.2.2 Jenis Rel dengan Komposisi Bahan Khusus ....................................... 44
3.2.3 Bentuk Dan Dimensi Rel Di Indonesia............................................... 46
3.2.3.1 Bentuk dan Dimensi Rel ..................................................................... 46
3.2.3.2 Penentuan Dimensi Rel ....................................................................... 48
3.3 Umur Rel ................................................................................................ 51
3.4 Stabilitas Rel Panjang ............................................................................. 51
BAB IV GEOMETRIK JALAN REL .................................................................. 60
4.1 Lebar Sepur ............................................................................................ 60
4.2 Lengkung Horizontal .............................................................................. 61
4.2.1 Lengkung Lingkaran ........................................................................... 62
4.2.2 Lengkung Lingkaran Tanpa Lengkung Transisi ................................. 66
4.2.3 Lengkung Transisi .............................................................................. 67
4.2.4 Lengkung S ......................................................................................... 70
4.3 Percepatan Sentrifugal ............................................................................ 70
4.4 Peninggian Rel ....................................................................................... 71
4.5 Pelebaran Sepur ...................................................................................... 76
4.6. Kelandaian .............................................................................................. 82
4.6.1 Landai Penentu ................................................................................... 83
4.6.2 Landai Curam ..................................................................................... 83
4.7. Lengkung Vertikal .................................................................................. 85
4.7.1. Lengkung Cembung ............................................................................ 85
4.7.2. Lengkung Cekung ............................................................................... 88
BAB V KONSTRUKSI JALAN REL .................................................................. 89
5.1 Pengenalan Jalan Rel .............................................................................. 89
iii
226
5.2 Konstruksi Jalan Rel ............................................................................... 91
5.3 Jalan Rel Luar Biasa ............................................................................. 105
5.4 Emplasemen ......................................................................................... 112
5.5 Wesel/Turnout ...................................................................................... 115
5.6 Jenis Wesel ........................................................................................... 115
5.7 Gambar macam-macam wesel .............................................................. 116
5.8 Komponen wesel .................................................................................. 118
5.9 Rel dan Geometrik Wesel ..................................................................... 121
5.10 Perancangan Wesel ............................................................................... 122
5.11 Persilangan ( Crossing) ........................................................................ 125
5.12 Persilangan dengan Jalan Raya/ Perlintasa Sebidang ........................... 129
BAB VI PERHITUNGAN WESEL DAN GAYA SENTRIFUGAL ................. 134
6.1 Wesel Biasa Tipe C .............................................................................. 134
6.2 Wesel Simetris Tipe J ........................................................................... 141
6.3 Wesel Inggris Tipe D ........................................................................... 147
6.4 Wesel Tergeser Tipe A ......................................................................... 152
6.5 Perhitungan Gaya Sentrifugal............................................................... 160
BAB VII PERHITUNGAN ALIGNMENT HORIZONTAL DAN VERTIKAL
............................................................................................................................. 163
7.1 Perencanaan Dan Perhitungan Alignment Horizontal .......................... 163
7.2 Perencanaan Garis Trase Jalan ......................................................... 163
7.3 Perhitungan Sudut Belok Betul ........................................................ 164
7.4 Perhitungan panjang tangen .............................................................. 165
7.5 Perhitungan Tikungan Pertama (PI – 1) ........................................... 166
7.6 Perhitungan Tikungan Kedua (PI – 2) .............................................. 169
iv
227
7.7 Perhitungan Tikungan Kedua (PI – 3) .............................................. 172
BAB VIII STACKING OUT .............................................................................. 175
8.1 Perhitungan Stacking Out Horizontal ................................................... 175
8.2 Perhitungan Stacking Out Vertikal ....................................................... 177
8.2.1 Perencanaan Landai Jalan ................................................................. 177
8.2.2 Stacking Out Vertikal ....................................................................... 178
8.3 Perhitungan Stasioning ......................................................................... 183
BAB IX PERHITUNGAN GALIAN DAN TIMBUNAN ................................. 185
9.1 Perhitungan Galian dan Timbunan ....................................................... 185
BAB X PERENCANAAN SALURAN DRAINASE ......................................... 193
10.1 Perencanaan Dimensi Saluran Samping ............................................... 193
10.2 Perencanaan Dimensi Gorong – gorong ............................................... 195
BAB XI SITASI REKAYASA TEKNIK JALAN REL......................................198
11.1 Sitasi (kutipan) Artikel Jalan Rel Dr.Ir.H.Iskandar Muda Purwaamijaya.
MT ......................................................................................................................198
BAB XI PENUTUP.............................................................................................217
11.1 Simpulan ............................................................................................... 217
11.2 Saran ..................................................................................................... 222
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 223
v
228
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Kereta Api di Jepang (Shinkansen) .................................................... 6
Gambar 2. 2 Pembangunan Jalan Rel di Indonesia ................................................. 8
Gambar 2. 3 Aeromovel di TMII .......................................................................... 17
Gambar 2. 4 Teknologi Aeromovel telah ―proven‖ selama 25 tahun di Taman Mini
Indonesia Indah ..................................................................................................... 18
Gambar 2. 5 Bagian Rel Kereta Maglev ............................................................... 30
Gambar 2. 6 Maglev di Jepang ............................................................................. 32
Gambar 2. 7 Aeromovel di Inggris ....................................................................... 32
Gambar 2. 8 Aeromovel di Perancis ..................................................................... 33
Gambar 2. 9 Aeromovel di China ......................................................................... 33
Gambar 2. 10 Aeromovel di Jerman ..................................................................... 34
Gambar 2. 11 Aeromovel di Spanyol .................................................................... 34
Gambar 2. 12 Aeromovel di Italy ......................................................................... 35
Gambar 3. 1 Nilai Maksimum Keausan Rel Menurut PD 10 tahun 1986 ............. 44
Gambar 3. 2 Perbandingan Komposisi Kimia Rel Pengerasan di Ujung dan el
Standar .................................................................................................................. 45
Gambar 3. 3 Bentuk Struktur Makro Rel dengan Pengerasan di Ujung ............... 45
Gambar 3. 4 Profil Rel R 60 dan R 54 .................................................................. 47
Gambar 3. 5 Profil R 24 dan R 41 ......................................................................... 48
Gambar 3. 6 Bagan Alir Perencanaan Dimensi Rel ............................................. 50
Gambar 3. 7 Kerusakan Akibat Gaya Longitudinal .............................................. 54
Gambar 3. 8 Strukturisasi Elemen Rel pada Daerah Muai .................................. 55
Gambar 3. 9 Pengujian Tahanan Torsi Penambat di Laboratorium ..................... 58
Gambar 3. 10 Pengujian Tahanan Momen Lateral di Laboratorium .................... 58
Gambar 3. 11 Pengujian Tahanan Balas di Laboratorium .................................... 59
Gambar 4. 1 Lebar sepur ....................................................................................... 61
Gambar 4. 2 Lengkung Horizontal ........................................................................ 61
Gambar 4. 3 Kedudukan kereta pada saat lengkung horizontal ............................ 62
Gambar 4. 4 Diagram kelengkungan lengkung transisi ........................................ 69
vi
229
Gambar 4. 5 Lengkung transisi bentuk cubic parabola ......................................... 69
Gambar 4. 6 Bentuk Lengkung S ......................................................................... 70
Gambar 4. 7 Diagram peninggian rel .................................................................... 75
Gambar 4. 8 Posisi roda dan gardar teguh pada saat kereta melalui lengkung ..... 78
Gambar 4. 9 Ukuran gardar teguh yang digunakan di Indonesia .......................... 78
Gambar 4. 10 Gardar teguh dan rel pada posisi 2 ................................................. 79
Gambar 4. 11 Penyederhanaan posisi roda pada waktu melintasi lengkung ........ 80
Gambar 4. 12 Konstruksi rel penahan ................................................................... 83
Gambar 4. 13 Landai Curam ................................................................................. 84
Gambar 4. 14 Alignment Vertikal ......................................................................... 85
Gambar 4. 15 Lengkung Cembung ....................................................................... 86
Gambar 4. 15 Lengkung vertikal berbentuk lengkung lingkaran ......................... 87
Gambar 5. 1 Rel .................................................................................................... 89
Gambar 5. 2 Profil Rel R-60, R-54 ....................................................................... 90
Gambar 5. 3 Track Geotechnology and Substructure Management ..................... 91
Gambar 5. 4 Konstruksi jalan rel .......................................................................... 91
Gambar 5. 5 Rel kereta api .................................................................................... 92
Gambar 5. 6 Sambungan tegak ............................................................................. 94
Gambar 5. 7 Sambungan gantung ......................................................................... 94
Gambar 5. 8 Bantalan kayu ................................................................................... 96
Gambar 5. 9 Bantalan baja ................................................................................... 97
Gambar 5. 10 Bantalan beton ................................................................................ 99
Gambar 5. 11 Bantalan slab ............................................................................... 100
Gambar 5. 12 Pelat penyambung untuk rel R.42, R.50 dan R.54. ...................... 101
Gambar 5. 13 Pelat penyambung untuk rel R.60. ............................................... 101
Gambar 5. 14 Penambat Elastik Nabla ............................................................... 103
Gambar 5. 15 Jalur Rel Gigi ............................................................................... 106
Gambar 5. 16 Cable Railway .............................................................................. 109
Gambar 5. 17 Mono Rail di Malaysia ................................................................. 110
Gambar 5. 18 Jalur monorel Tama Toshi, Tokyo, Jepang .................................. 112
Gambar 5. 19 Emplasemen Stasiun Kecil ........................................................... 113
vii
230
Gambar 5. 20 Wesel ............................................................................................ 116
Gambar 5. 21 Gambar Macam-Macam Wesel .................................................... 116
Gambar 5. 22 Wesel Inggris Penuh..................................................................... 116
Gambar 5. 23 Wesel Inggris Setengah ................................................................ 117
Gambar 5. 24 Sentral stasiun di Milan dengan 24 platform tracks ..................... 117
Gambar 5. 25 Bagian-bagian wesel .................................................................... 118
Gambar 5. 26 Wesel Biasa Arah kanan .............................................................. 119
Gambar 5. 27 Ujung lidah wesel ......................................................................... 119
Gambar 5. 28 Jarum ............................................................................................ 119
Gambar 5. 29 Rel Lantak .................................................................................... 119
Gambar 5. 30 Tuas penggerak lidah rel ............................................................. 120
Gambar 5. 31 Motor penggerak lidah rel ............................................................ 120
Gambar 5. 32 Posisi pemasangan bantalan pada wesel ...................................... 120
Gambar 5. 33 Kombinasi Wesel dan Crossing ................................................... 121
Gambar 5. 34 Skema Wesel ................................................................................ 122
Gambar 5. 35 Frog .............................................................................................. 123
Gambar 5. 36 Crossing ........................................................................................ 125
Gambar 5. 37 Tumpuan roda pada persilangan .................................................. 125
Gambar 5. 38 Persilangan siku ........................................................................... 125
Gambar 5. 39 Persilangan Miring ....................................................................... 126
Gambar 5. 40 Persilangan miring (Tajam) .......................................................... 126
Gambar 5. 41 Penempatan jarum ........................................................................ 126
Gambar 5. 42 Persilangan Tumpul ..................................................................... 127
Gambar 5. 43 Part of Crossing (Acute angle crossing) ...................................... 127
Gambar 5. 44 Diamond Crossing ........................................................................ 128
Gambar 5. 45 Squae Crossing ............................................................................. 128
Gambar 5. 46 Perlintasan dengan palang pintu ................................................... 129
Gambar 10. 1 Penampang Saluran ...................................................................... 195
Gambar 10. 2 Penampang gorong-gorong .......................................................... 197
viii
231
DAFTAR TABEL
Tabel 3. 1 Kadar C dan Mn pada rel WR dan PJKA ............................................ 44
Tabel 3. 2 Klasifikasi Tipe Rel di Indonesia ......................................................... 47
Tabel 3. 3Dimensi Profil R 42, R 50, R 54 dan R 60 ............................................ 48
Tabel 3. 4 Tegangan Ijin Profil Rel Berdasarkan Kelas Jalan di Indonesia ........ 49
Tabel 4. 1 Persyaratan jari-jari minimum lengkung horisontal............................. 67
Tabel 4. 2 Peninggian rel Lengkung Horizontal berdasarkan peninggian normal 76
Tabel 4. 3 Pelebaran sepur sesuai jari-jari lengkung horizontal .......................... 81
Tabel 4. 4 Perlebaran sepur yang digunakan oleh PT. Kereta Api (persero) ........ 82
Tabel 4. 5 Landai penentu jalan rel ....................................................................... 84
Tabel 4. 6 Jari-jari minimum lengkung vertikal.................................................... 87
Tabel 5. 1 Klasifikasi Jalan Rel............................................................................. 93
Tabel 5. 2 Klasifikasi Jalan Rel Dan Siklus Perawatan Menyeluruh .................... 95
Tabel 5. 3 Kemiringan Tepi Bawah Kepala Rel Dan Tepi Atas Kaki Rel. ......... 101
Tabel 5. 4 Kecepatan KA pada wesel ................................................................. 121
Tabel 5. 5 Jumlah perlintasan di seluruh Indonesia ............................................ 129
Tabel 5. 6 Koefisien gesek ( f) ........................................................................... 131
Tabel 5. 7 Panjang pengereman .......................................................................... 132
Tabel 6. 1 Besar pelebaran sepur ........................................................................ 137
Tabel 6. 2 Besar pelebaran sepur untuk berbagai jari-jari tikungan ................... 144
Tabel 6. 3 Besar pelebaran sepur untuk berbagai jari-jari tikungan ................... 150
Tabel 6. 4 Besar pelebaran sepur untuk berbagai jari-jari tikungan ................... 155
Tabel 6. 5 Variasi gaya sentrifugal terhadap macam-macam gerbong kereta pada
wesel biasa .......................................................................................................... 161
Tabel 6. 6 Variasi gaya sentrifugal terhadap macam-macam gerbong kereta pada
wesel simetris ...................................................................................................... 161
Tabel 6. 7 Variasi gaya sentrifugal terhadap macam-macam gerbong kereta pada
wesel inggris ....................................................................................................... 162
Tabel 6. 8 Variasi gaya sentrifugal terhadap macam-macam gerbong kereta pada
wesel tergeser ...................................................................................................... 162
Tabel 7. 1 Data trase............................................................................................ 164
ix
232
Tabel 7. 2 Kontrol sudut belok ............................................................................ 166
Tabel 7. 3 Kontrol panjang tangen ...................................................................... 166
Tabel 8. 1 Stacking out horizontal PI - 1 ............................................................. 175
Tabel 8. 2 Stacking out horizontal PI – 2 ............................................................ 176
Tabel 8. 3 Stacking out horizontal PI – 3 ............................................................ 176
Tabel 8. 4 Stacking out vertikal PPV 1 ............................................................... 179
Tabel 8. 5 Stacking out vertikal PPV 2 ............................................................... 180
Tabel 8. 6 Stacking out vertikal PPV 3 ............................................................... 181
Tabel 8. 7 Stacking out vertikal PPV 4 ............................................................... 183
Tabel 9. 1 Volume galian dan timbunan ............................................................. 186
Tabel 10. 1 Data Curah Hujan............................................................................. 193
Tabel 12. 1 Koordinat wesel biasa ...................................................................... 218
Tabel 12. 2 Koordinat wesel simetris .................................................................. 218
Tabel 12. 3 Koordinat wesel inggris ................................................................... 219
Tabel 12. 4 Koordinat wesel tergeser .................................................................. 219
x