laporan praktikum teknologi pengolahan mie dan pasta mh
DESCRIPTION
fTRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN MIE DAN
PASTA
”MIE HOKKIEN”
Oleh:
THEO TANDIYONO 6103011090
YETFA HARNANIANTO M 6103012027
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA
SURABAYA
2015
I. TUJUAN
Mahasiswa memahami cara pembuatan mie hokkien.
Mahasiswa mampu melakukan evaluasi terhadap kualitas mie.
II. DASAR TEORI
Menurut Astawan (2001), mie adalah bahan pangan berbentuk pilinan yang
mempunyai diameter antara 0,07-0,125 inchi dan dibuat dari tepung gandum.
Berdasarkan jenisnya, mie dapat dibagi menjadi 2, yaitu mie basah dan mie kering.
Menurut SII (1990), yang dimaksud dengan mie basah adalah produk makanan yang
dibuat dari tepung terigu dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan
tambahan makanan yang diijinkan, berbentuk khas mie dan tidak dikeringkan.
Mie memiliki kandungan karbohidrat yang cukup besar yaitu sekitar 55%-60%,
sedangkan kadar air dalam mie basah mencapai 52%, sehingga daya simpannya relatif
singkat. Mie basah pada umumnya hanya tahan disimpan dalam waktu 1-2 hari karena
kadar airnya tinggi sehingga sangat mudah ditumbuhi jamur dan kapang (Astawan,
1991).
Komposisi Gizi Mie Basah (per 100 gram bahan)
Zat Gizi Jumlah
Energi 86 Kal
Protein 0,6 gram
Lemak 3,3 gram
Karbohidrat 14,0 gram
Fosfor 13 mg
Kalsium 14 mg
Besi 0,8 mg
Vitamin A 0 SI
Vitamin B1 0 mg
Vitamin C 0 mg
Air 80,0 gram
Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan, 1996
Berdasarkan warnanya, mie dibedakan menjadi dua yaitu white salted noodles
dan yellow alkaline noodles. Perbedaan mendasar dari kedua mie tersebut adalah pada
penggunaan kansui atau larutan alkali yang akan berpengaruh pada warna kuning mie.
Berikut ini perbedaan white salted noodles dan yellow alkaline noodles menurut
Miskelly dan Gore (1991) dalam Miskelly, D.M (1996).
White Salted Noodles Yellow Alkaline Noodles
Warna Putih atau putih krim Kuning
Bahan utama Tepung, air, NaCl Tepung, air, alkaline
salts (Na2CO3)
pH mie 6,5 - 7 9 – 11
Sifat
organoleptis
Lunak (soft), tekstur
elastis
Firm, tekstur elastis
Mie Hokkien mengacu pada mie goreng yang merupakan masakan khas Fu Jian,
China Selatan. Mie hokkien dibuat tanpa menggunakan telur atau kuning telur. Ada dua
macam mie Hokkien, yaitu Hokkien hae mee dan Hokkien char mee. Hokkien hae mee
(mie udang Hokkien) umum disajikan di Penang dan Singapura. Sedangkan Hokkien
char mee (mie goreng Hokkien) umu disajikan di Kuala Lumpur.
Bahan-bahan penyusun mie hokkien:
1. Tepung terigu
Tepung terigu yang digunakan dalam pembuatan mie adalah tepung terigu
berprotein tinggi yang terbuat dari gandum jenis hard wheat yang mempunyai
kandungan protein berkisar antara 11,5-13% (Kent, 1983). Komponen utama yang
penting dalam produk mie adalah pati dan protein (gliadin dan glutenin). Gliadin dan
glutenin apabila bercampur dengan air akan terbentuk gluten dimana gluten ini
memberikan sifat elastis pada adonan dan menyebabkan mie yang dihasilkan tidak
mudah putus pada proses pencetakan dan pemasakan.
Menurut Charley (1982), fraksi glutenin memberikan sifat elastis, sedangkan
gliadin lebih memberikan sifat ekstensibel. Protein juga berfungsi membentuk struktur
yang rigid pada mie disebabkan oleh denaturasi pada saat pemanasan dan
mempertahankan bentuk pada produk akhir.
Pati yang merupakan komponen utama dalam tepung (sekitar 67%) pada
proses sheeting membantu pembentukan struktur yang lebih halus karena granula pati
akan menggantikan O2. Pada proses perebusan mie akan terjadi gelatinisasi pati dimana
granula pati akan membengkak karena menyerap air akibat adanya panas.
2. Air
Air merupakan komponen yang sangat penting dalam pembentukan adonan.
Adanya air akan menyebabkan gliadin dan glutenin terhidrasi sehingga terbentuk gluten
(Astawan, 2001).
Air yang digunakan harus memenuhi persyaratan air minum, diantaranya tidak
berwarna, tidak berbau dan tidak berasa. Menurut Kim (1996), pH air yang digunakan
untuk pencampuran adalah 7,2-7,5 dan memiliki temperatur antara 20-30°C. sedangkan
menurut Astawan (2001), pH air yang digunakan sebaiknya 7-9 karena makin tinggi pH
air maka absoprsi air meningkat sehingga mie yang dihasilkan tidak mudah patah.
Semakin banyak air yang ditambahkan pada tepung terigu, semakin banya gluten yang
dihasilkan (Pomeranz, 1971).
Jumlah air yang ditambahkan pada umumnya sekitar 28-38% dari berat
campuran bahan yang digunakan. Jika lebih dari 38%, adonan akan menjadi sangat
lengket dan jika kurang dari 28%, adonan akan menjadi rapuh sehingga sulit dicetak
(Astawan, 2001)
3. Garam
Penambahan garam dapur pada pembuatan ini adalah untuk meningkatkan
citarasa dan meningkatkan kekompakan adonan. Garam juga berfungsi untuk
meningkatkan fleksibilitas dan elastisitas mie, mengikat air, menghambat aktivitas
enzim protease dan amilase sehingga adonan bersifat tidak lengket dan tidak
mengembang secara berlebihan (Astawan, 2001).
4. Larutan alkali
Mie yang diberi larutan alkali disebut dengan yellow alkaline noodles karena
mie yang diberi larutan alkali akan berwarna kuning. Warna kuning mie dikarenakan
adanya flavonoid pada tepung gandum yang akan berwarna kuning pada suasana alkali.
Namun, selain memberikan warna kuning, larutan alkali dapat menyebabkan warna mie
menjadi gelap karena adanya aktivitas enzim polifenol oksidase yang efektif pada pH
8,4 (Miskelly, 1996). Penggunaan alkali juga dapat mempercepat pengikatan gluten,
meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas mie, meningkatkan kehalusan tekstur serta
meningkatkan sifat kenyal (Astawan, 1991).
Menurut Soeseno (1991), fungsi larutan alkali, yaitu :
Mempercepat pengikatan gluten.
Meningkatkan kelenturan dan kehalusan tekstur mie.
Meningkatkan sifat kenyal dari mie.
Larutan alkali / kansui biasanya terdiri atas campuran Na2CO3, K2CO3, dan
Na2HPO4 dimana larutan ini memberikan suasana alkalis. Tetapi tidak jarang juga
NaOH digunakan sebagai pengganti kansui dalam pembuatan chinese noodles. Larutan
alkali berperan dalam memberikan tekstur mie yang elastis, kokoh, dan menyebabkan
mie berwarna kuning. Warna kuning terlebih disebabkan oleh pigmen flavon yang
berwarna kuning dalam suasana alkalis. (Moss, 1984 dalam Miskelly, D.M, 1996).
Dalam pembuatan Hokkien Noodle ini digunakan NaOH sebagai larutan alkalinya.
Rata-rata penambahan NaOH adalah 0,3 % (Miskelly, 1996). Penggunaan larutan alkali
yang berlebih dapat menyebabkan tekstur mie menjadi keras, berwarna gelap, dan mie
berbau asing.
Proses pembuatan mie pada dasarnya meliputi pencampuran, pemampatan adonan,
resting, sheeting, dan cutting (pemotongan) (Miskelly, 1996).
1. Pencampuran
Cara pembuatan dimulai dengan pencampuran bahan – bahan penyusun (tepung, air,
garam NaCl, garam alkali). Pencampuran bertujuan untuk mendapatkan adonan yang
merata.
2. Pemampatan adonan / kompresi
Adonan yang berbentuk crumble (serpihan), dimasukkan dalam kantong plastik
untuk dimampatkan. Pemampatan adonan dilakukan dengan menekan-nekan adonan.
Pemampatan adonan ini bertujuan agar air terdistribusi merata di dalam adonan
sehingga hidrasi terjadi secara merata.
3. Resting
Setelah dikompresi, adonan didiamkan sejenak. Proses resting akan menghasilkan
lembaran adonan yang lebih halus, lebih lembut, dan menjadi lebih ekstensibel. (Moss
et al., 1987 dalam Kruger, J.E, 1996)
4. Sheeting
Sheeting merupakan proses penggilingan untuk membentuk lembaran– lembaran
tipis sesuai dengan tebal mie yang diinginkan. Sheeting dapat menghasilkan lembaran
adonan yang panjang dan tidak mudah putus karena adanya sifat elastis dari gluten.
5. Pemotongan (Cutting)
Adonan yang sudah dalam bentuk lembaran tipis, dipotong memanjang
menggunakan roll pemotong sehingga diperoleh bentuk khas dari mie (pipih, panjang,
dan bergelombang).
6. Perebusan (Boiling)
Air dimasukkan ke dalam panci kemudian dimasak hingga mendidih. Mie
dimasak selama 2 menit sambil diaduk perlahan. Api yang digunakan untuk merebus
mie harus besar supaya perebusan singkat. Tujuan dari perebusan adalah agar granula
– granula pati penyusun mie mengalami proses gelatinisasi sempurna, sehingga mie
dapat dimakan. Apabila perebusannya lama, maka mie akan menjadi lembek (Astawan,
2001).
7. Pendinginan
Mie ditiriskan kemudian didinginkan dengan disiram air dingin untuk
menimbulkan shock temperature. Pendinginan bertujuan agar pati dari tepung tidak
akan keluar karena gelatinisasi yang tidak sempurna sehingga mie tidak menjadi
lengket. Setelah pendinginan mie diberi edible oil untuk mencegah kelengketan antar
pilinan mie.
III. ALAT DAN BAHAN
Alat:
- Ayakan - Panci
- Baskom - Saringan
- Beaker gelas - Sendok
- Gelas ukur - Solet
- Mesin Sheeting dan Cutting - Timbangan
- Mixer - Kompor
- Nampan
Bahan:
- Tepung terigu (Cakra Kembar) 100% (250 gr)
- Air 37% (93 mL)
- Garam 2% (5 gr)
- NaOH teknis 0,8% (2 gr)
IV. CARA KERJA
Penimbangan 250 g
Pencampuran dengan mixer
Larutan NaOH dan garam
1 menit, speed 1
Penirisan
Peremasan dalam plastik tertutup
Resting
Pemipihan (sheeting)
Pemotongan (cutting)
Perebusan
10 menit
2,5 menit
Penyiraman air dingin
Pencampuran
Mie Hokkien
Air dingin
Minyak
Pencampuran dengan mixer
4 menit, speed 2
Tepung Cakra Kembar
Garam
V. DATA PENGAMATAN
EVALUATION OF CHINESE STYLE NOODLES “Hokkien Noodles”
Pts Property Evaluation Item Sub Pts Score (1 – 10)
20 Machining Mixing 5 3
Sheeting 10 10
Slitting Clean Sharp edge 5 5
5 Dough Sheet
Appearance
Uniform color, no streakyor speeky
or sticky
5 5
10 Cooking yield Cooking for 45” second 7,5 7
Cooking for 2” minuts 2,5 2,5
20 Texture Bite 10 9
Springnes 5 5
Mouthfeel 2,5 2,5
Integrity 2,5 2,5
20
Uncoocked
Noodle Color
Brightnes (10) Initial 5 5
24 hr 2,5 2
48 hr 2,5 2
Yellownes (10) Initial 5 5
24 hr 2,5 2,5
48 hr 2,5 2,5
20
Coocked
Noodle Color
Brightnes (10) Initial 5 4
24 hr 2,5 2,5
48 hr 2,5 2,5
Yellownes (10) Initial 5 4
24 hr 2,5 2,5
48 hr 2,5 2,5
5 Shelf life after 48 hr: moldiness, taste aroma 5 4
10
0
Totale Score 92,5
VI. PEMBAHASAN
Pada praktikum dilakukan proses pembuatan mie hokkien (asian noodle). Mie
hokkien terbuat dari tepung, air, garam, NaOH teknis. Tepung terigu yang digunakan
adalah tepung terigu berprotein tinggi (hard wheat flour) agar jaringan gluten yang
terbentuk banyak dan kokoh untuk membentuk mie yang elastis dan ekstensibel.
Penambahan garam berfungsi untuk meningkatkan kekompakkan adonan mie sehingga
fleksibilitas dan ekstenbilitas mie menjadi meningkat dan juga terjadi penghambatan
aktivitas enzim protease dan amilase sehingga adonan tidak lengket dan mengembang
secara berlebihan. Penambahan NaOH teknis berfungsi sebagai alkali (pemberi suasana
basa) dan adonan yang dihasilkan akan bersifat kompak. Kondisi basa pada adonan juga
mebuat pigmen flavonoid pada tepung memberi warna pada adonan. Air bertujuan
untuk mencampur bahan, menyatukan bahan, dan membentuk adonan serta gelatinisasi
saat perebusan.
Tahapan proses dalam pembuatan mie hokkien meliputi:
1. Preparasi
Penyiapan bahan-bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan mie, antara lain
tepung terigu dengan protein tinggi, air, garam, NaOH teknis. Serta melakukan
penimbangan sesuai dengan formulasi.
2. Pencampuran/mixing
Pada pembuatan adonan dilakukan pencampuran dengan menggunakan hand
mixer dengan kecepatan 1 selama satu menit. Hal ini dimaksudkan agar larutan air
garam, NaOH dan tepung dapat bercampur. Kemudian kecepatan hand mixer
ditingkatkan pada kecepatan 2 selama 4 menit agar distribusi air dalam adonan
merata. Proses pencampuran ini tidak boleh terlalu lama, sebab adonan akan
kehilangan air akibat gerakan hand mixer yang menimbulkan panas. Setelah
proses pencampuran ini harus didapatkan adonan yang beremah-remah (crumbly).
3. Pemipihan/pressing
Dilakukan pemipihan dengan menekan adonan dalam kantung plastik. Hal ini
dimaksudkan agar distribusi air merata, sehingga tidak ada bercak air pada adonan
dan mie yang dihasilkan tidak lengket. Pemipihan ini dilakukan dengan cara
menekan-nekan adonan sampai warna kuning pada adonan rata. Jika distribusi air
pada adonan tidak rata maka mie yang dihasilkan akan lengket-lengket, dan warna
kuningnya tidak merata (ada bercak-bercak).
4. Resting
Adonan didiamkan selama 10 menit untuk memperkokoh tekstur, dimana
matriks protein menjadi lebih seragam dan akan terbentuk beberapa rongga udara
sehingga memberi kesempatan air terdistribusi lebih merata ke seluruh bagian
adonan dan dihasilkan tekstur adonan yang lebih kokoh dan bersifat extensible.
5. Sheeting dan cutting
Adonan dimasukkan dalam mesin dan dilakukan sheeting untuk dibentuk
menjadi lembaran yang mempunyai permukaan halus dan ketebalan yang
diinginkan. Pada proses sheeting ini dilakukan secepat mungkin untuk
menghindari hilangnya uap air akibat gesekan mie dengan mesin. Setelah itu
dilakukan pemotongan dalam mesin pemotong dan dihasilkan mie hokkien.
Salah satu cara mengetahui kualitas mie adalah mengangkat mie dari tengah
dan menjatuhkannya. Jika mie terpisah maka kualitas baik, sebaliknya jika
menggumpal maka kualitasnya kurang baik. Mie hokkien yang dihasilkan saat
praktikum terpisah, sehingga dapat dikatakan bahwa mie berkualitas baik.
Setelah cutting dilakukan perebusan mie untuk dilakukan uji gelatinisasi. Uji
tersebut dilakukan dengan menekan mie menggunakan bagian bawah beaker
glass. Perebusan dilakukan selama 3 menit. Setelah direbus mie direndam dengan
air dingin dengan tujuan agar mie tidak lengket dan mencegah terjadinya over
cooked. Hasil pengamatan pada perebusan 3 menit menunjukkan bahwa mie
belum tergelatinisasi sempurna yang ditunjukan warna kuning yang lebih gelap
dibagian tengah dan bewarna putih pada bagian tepi.
Pengamatan mie yang dilakukan meliputi:
1. Machining
Proses machining meliputi mixing dan reduction. Mie hokkien pada proses
mixing dinilai 3. Hal ini disebabkan karena saat penuangan larutan garam dan
NaOH tidak diimbangi dengan gerakan mixer yang merata sehingga adonan yang
terbentuk sedikit menggumpal, dan distribusi airnya tidak merata.
Pada proses reduction menggambarkan kenampakan pada saat proses sheeting.
Nilai yang diberikan 10 karena lembaran adonan yang terbentuk memiliki
permukaan yang halus. Pada proses slitting nilai yang diberikan yaitu 5 karena
dihasilkan mie berkualitas baik, tidak mudah putus ketika diagkat serta tidak
lengket.
2. Dough sheet appreance
Kenampakan mie setelah sheeting mendapat nilai 5 karena mie yang dihasilkan
tidak pecah-pecah, tidak lengket, dan warna yang dihasilkan seragam.
3. Cooking yield
Berdasarkan perhitungan cooking yield selama 2’ didapatkan hasil sebesar
94,29%. Cooking yield merupakan hasil perhitungan dari perubahan berat mie
sebelum dan sesudah pemasakan. Semakin besar nilai cooking yield maka semakn
besar perubahan berat yang dihasilkan. Perubahan berat ini disebabkan oleh
proses penyerapan air oleh mie saat perebusan. Pada proses perebusan mie terjadi
gelatinisasi pati dimana granula pati akan mengadsorp air dengan adanya panas.
Nilai cooking yield dipengaruhi juga oleh jumlah air perebusan dan lama waktu
perebusan. Semakin lama waktu perebusan maka semakin banyak pula granula
pati yang akan mengadsorp air sehingga nilai cooking yield juga semakin besar.
Nilai cooking yield mie hokkien baik dikarenakan pati tergelatinisasi tidak
sempurna dan yang diharpkan adalah demikian. Jika mie tergelatinisasi sempurna
maka mie yang dihasilkan akan lengket.
4. Texture
Penilaian mie terhadap tekstur dibagi menjadi 4 yaitu bite, springiness,
mouthfeel, integrity. Nilai bite yang dihasilkan baik yaitu 9. Mie yang setelah
direbus memiliki testur yang lunak. Nilai springiness mie baik yaitu 5. Nilai
mouthfeel baik yaitu 2,5 karena saat dimulut tidak lengket dan mudah dikunyah.
Nilai integrity mie baik yaitu 2,5 karena mie tidak lengket.
5. Uncooked noodles (0, 24, 48 hr)
Penilaian juga dilakukan pada kenampakan yang dihasilkan mie saat belum
masak yang meliputi brightness dan yellowness. Pada mie yang belum dimasak
kecerahan dan warna pada mie bagus masing-masing memiliki nilai 5. Setelah
penyimpanan 24 dan 48 jam, kecerahan mengalami penurunan dikarenakan
menurunnya kadar air. Sedangkan warna kuning mie masih bagus.
6. Cooked noodles (0, 24, 48 hr)
Pengamatan terhadap mie yang sudah dimasak meliputi brightness dan
yellowness. Evaluasi dilakukan setelah mie disimpan selama 24 dan 48 jam. Pada
mie yang saat sesudah dimasak memiliki warna kuning yang bagus dan cerah.
Setelah dilakukan penyimpanan selama 24 dan 48 jam brightness dan yellowness
pada mie tidak berubah.
7. Shelf life after 48 h
Penyimpanan mie setelah 48 jam memiliki nilai 4. Mie yang telah disimpan ini
memiliki rasa dan aroma yang masih sama dengan penyimpanan 48 jam akan
tetapi mie menjadi sedikit lengket.
VII. KESIMPULAN
Mie hokkien yang dihasilkan memberi skor 92,5 dapat diterima dan layak untuk
dikonsumsi.
Penyimpanan akan mempengaruhi kenampakan mie (yellowness, dan
brightness).
Mie hokkien mempunyai sifat : permukaan yang halus, berwarna kuning dan
cerah.
DAFTAR PUSTAKA
Direktoat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1996. Daftar Komposisi Bahan
Makanan. Jakarta : Bhratara.
Astawan, M. 1991. Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat Guna. Bogor :
Penerbit Akademika Pressindo.
Astawan, N. 2001. Membuat Mi dan Bihun. Bogor: Penebar Swadaya.
Charley, H. 1982. Food Science 2nd Ed. New York: John Wiley and Sons, Inc.
Horseney, R.C. 1986. Principles of Cereal Science and Technology. Minnesota, New
York.
Kim, S.K., 1996. Instant Noodles. In Pasta and Noodle Technology (Edited by Kruger,
J.E., R.B. Matsuo dan J.W. Dick). USA: American Association of Cereal Chemist, Inc.
Kruger, J. F, Robert B. M, and Joel W. D (Ed.). 1998. Pasta and Noodle Technology.
USA: American Association of Cereal Chemistry, Inc. St. Paul, Minnesota, U.S.A.
Miskelly, D. M. 1996. The Use of Alkali for Noodle Processing. In Pasta and Noodle
Tech (Edited by Kruger, J. E., R. B Matsuo& J. W. Dick). USA: American Association
of Cereal Chemist, Inc.
Pomeranz, 1971. Bread Science & Technology . Westport, Connecticut : The AVI
Publishing, Inc.
SII. 1990. Mutu dan Cara Uji Mi Kering. Departemen Perindustrian.
Soeseno, S. 1991. Beda Bleng dengan Boraks. Jakarta: Intisari