laporan praktikum patologi klinik 3
TRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM PATOLOGI KLINIK
BLOK HEMATOIMMUNOLOGI
MATERI PRAKTIKUM III
Oleh :
Kelompok A.3
1. Diptyo Fajar Santoso G1A013060
2. Ahmad Fauzi G1A013066
3. Aida Ainul Chikmah G1A013074
4. Hanifia Ulfa Fawzia G1A013077
5. Kartika Kencana Putri G1A013079
6. Tania Paramacitra G1A013081
7. Normalisa Novrita G1A013106
Asisten :
Widya Kusumastuti
G1A010040
KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEDOKTERAN
PURWOKERTO
2014
LEMBAR PENGESAHAN
PRAKTIKUM MATERI III
Oleh :
Kelompok A.3
1. Diptyo Fajar Santoso G1A013060
2. Ahmad Fauzi G1A013066
3. Aida Ainul Chikmah G1A013074
4. Hanifia Ulfa Fawzia G1A013077
5. Kartika Kencana Putri G1A013079
6. Tania Paramacitra G1A013081
7. Normalisa Novrita G1A013106
Disusun untuk memenuhi persyaratan mengikuti ujian praktikum Patologi Klinik
blok Hematoimmunologi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan
Jurusan Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto
Diterima dan disahkan
Purwokerto, September 2014
Asisten
Widya Kusumastuti
G1A010040
BAB I
DASAR TEORI
A. Pemeriksaan Rumple Leed
Darah manusia adalah cairan jaringan tubuh. Fungsi utamanya adalah
mengangkut oksigen yang diperlukan oleh sel-sel di seluruh tubuh. Darah
juga menyuplai jaringan tubuh dengan nutrisi, mengangkut zat-zat sisa
metabolisme, dan mengandung berbagai bahan penyusun sistem imun yang
bertujuan mempertahankan tubuh dari berbagai penyakit. Hormon-hormon
dari sistem endokrin juga diedarkan melalui darah (Setiadi, 2007).
Setiap makhluk hidup membutuhkan zat-zat makanan yang diperoleh
dari lingkungannya. Untuk memasukkan dan membuang sisa zat makanan
memerlukan sistem transportasi. Sistem sirkulasi atau transportasi pada tubuh
manusia meliputi sistem peredaran darah manusia meliputi sistem peredaran
darah dan peredaran getah bening. Komponen sistem peredaran darah
manusia terdiri atas darah, jantung, dan pembuluh darah (Setiadi, 2007).
Komponen penyusun darah ada 2 yaitu bagian yaitu :
a. Plasma darah, mempunyai fungsi pengangkut gas dan sari makanan
disamping itu plasma darah juga mengandung fibrinogen yang berfungsi
dalam pembekuan darah.
b. Sel darah, adalah merupakan 45 % volume darah. Sel darah terdiri atas sel
darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan keping darah
(trombosit).
B. Pemeriksaan Trombosit
Selain eritrosit dan leukosit, trombosit adalah jenis unsur sel ketiga yang
terdapat di dalam darah. Trombosit bukanlah suatu sel utuh tetapi fragmen
atau potogan kecil sel (bergaris tengah sekitar 2-4 µm) yang terlepas dari tepi
luar suatu sel besar (bergaris tengah sampai 60 µm) di sumsum tulang yang
dikenal sebagai mekariosit. Megakariosit berasal dari sel bakal yang belum
berdiferensiasi yang sama dengan yang menghasilkan turunan eritrosit dan
leukosit. Trombosit pada dasarnya adalah suatu vesikel yang mengandung
sebagian dari sitoplasma megakariosit terbungkus oleh membrane plasma
(Sherwood, 2012).
Dalam setiap milliliter darah pada keadaan normal terdapat sekitar
250.000 trombosit /mm3 (kisarannya 150.000-350.000/mm3). Trombosit tetap
berfungsi selama sekitar sepuluh hari untuk kemudian disingkirkan dari
sirkulasi oleh makrofag jaringan, terutama makrofag yang terdapat di limpa
dan hati, dan diganti oleh trombosit baru yang dikeluarkan dari sumsum
tulang (Sherwood, 2012).
Trombosit tidak keluar dari pembuluh darah seperti yang dilakukan oleh
sel darah putih, tetapi sekitar sepertiga dari trombosit total selalu tersimpan di
dalam rongga-rogga berisi darah di limpa. Simpanan trombosit ini dapat
dikeluarkan dari limpa ke dalam sirkulasi sesuai dengan kebutuhan (misalnya
pada saat terjadi perdarahan) oleh kontraksi limpa yang diinduksi oleh
stimulasi simpatis (Sherwood, 2012).
Seperti eritrosit, trombosit melakukan fungsi utamanya di dalam
pembuluh darah. Fungsi utama trombosit adalah memantau secara terus
menerus sistem vascular dan mendeteksi setiap kerusakan di lapisan endotel
pembuluh darah. bila lapisan endotel rusak, trombosit menempel pada tempat
yang cedera dan memulai proses kimiawi yang sangat kompleks untuk
menghasilkan bekuan darah (Eroschenko, 2013).
Karena merupakan fragmen sel, trombosit tidak memiliki nucleus.
Namun, sel ini dilengkapi oleh organel dan sistem enzim sitosol untuk
menghasilkan energy dan mensintesis produk sekretorik yang disimpan di
granula-granula yang tersebar di seluruh sitosolnya. Selain itu, trombosit
mengandng aktin dan myosin dalam konsentrasi yang tinggi, sehingga
trombosit dapat berkontraksi. Kemampuan sekretorik dan kontraksi ini
penting dalam hemostasis (Sherwood, 2012).
Gambar 1.1 Trombosit
C. Pemeriksaan Waktu Pembekuan (Clotting Time)
Hemostasis adalah fungsi yang bertujuan untuk mempertahankan
keenceran darah agar darah tetap mengalir di pembuluh darah dan menutup
kerusakan dinding pembuluh darah pada saat terjadinya kerusakan pembuluh
darah. Hemostasis melibatkan beberapa komponen, yaitu (Bakta, 2012) :
1. Komponen vaskuler
2. Komponen trombosit
3. komponen koagulasi
Adapun langkah langkah terbentuknya bekuan darah pasca terluka adalah
sebagai berikut (Hoffbrand, 2013) :
1. Inisiasi
Pada keadaan normal, pada membran terdapat tissue factor (TF).
TF adalah faktor jaringan yang pertama kali terpajan jika ada cedera
vaskuler. TF diaktifkan oleh enzim protein disulfida bersama dengan
faktor plasma VIIa. Selanjutnya kompleks faktor VIIa-faktor jaringan
mengaktifkan faktor IX dan X. Faktor X yang telah diaktifkan menjadi
faktor Xa dapat membentuk sejumlah kecil trombin dari protrombin.
2. Amplifikasi
Faktor VIII dan V diubah menjadi VIIIa dan Va oleh sejumlah
kecil trombin yang dihasilkan pada fase inisiasi. Faktor IXa dan VIIIa
pada permukaan fosfolipid dengan keberadaan Ca2+mengaktifkan Xa
dalam jumlah yang cukup untukberikatan dengan Va, PL, Ca2+
membentuk kompleks protombinase dan menyebabkan pembenukan
trombin. Trombin berperan saat aktivasi fibrinogen menjadi fibrin.
Trombin menghidrolisi fibrinogen, membebaskan fibrinopeptida A
dan B untuk membentuk monomer fibrin. Monomer monomer fibrin
berikatan secara spontan membentuk polimer fibrin yang tak larut. Faktor
VIII juga diaktivasi oleh trombin beserta kalsium. Faktor VIII yang telah
teraktivasi menstabilkan polimer fibrin dengan membentuk ikatan silang
kovalen.
3. Sel Endotel
Sel endotel membentuk membran basal yang normalnye
memisahkan jaringan ikat subendotel berupa kolagen, elastin, dan
fibronektindari darah yang beredar. Berkurang atau rusaknya endotel
menyebabkan perdarahan dan pengaktifan mekanisme hemostatik. Sel
endotel juga memiliki pengaruh inhibitorik kuat pada respons hemostatik
melalui sintetis prostaglandin, NO, dan ektonukleotidase CD39 yang
memiliki sifat vasodilatorik dan menghambat agregasi trombosit.
D. Pemeriksaan Waktu Perdarahan (Bleeding Time)
Luka dapat menyebabkan kehilangan darah yang parah dan trombosit
menyebabkan darah membeku, menutup luka kecil, tetapi luka besar perlu
dirawat dengan segera untuk mencegah terjadinya kekurangan darah.
Sehingga sangat perlu sekali untuk melakukan uji waktu perdarahan
(Waterbury, 2001).
Waktu perdarahan (bleeding time) sendiri merupakan pemeriksaan in
vivo fungsi sumbat hemostatik secara kasar. Uji waktu perdarahan tidak
terlalu sensitive untuk disfungsi trombosit karena banyak penderita dengan
disfungsi trombosit bawaan dan didapat memiliki waktu perdarahan normal.
Namun sebagian besar penderita yang mengalami perdarahan spontan atau
yang berisiko mengalami perdarahan hebat karena pembedahan akan
memiliki waktu perdarahan yang memanjang dan karena itu uji ini dapat
mengenali penderita-penderita yang berisiko mengalami perdarahan klinis
(Waterbury, 2001).
Selain itu, bleeding time banyak digunakan dan popular menguji untuk
mengeksplorasi hemostasis primer. Yang paling umum dalam penggunaan
waktu perdarahan adalah sebagai skrining preoperatif gangguan trombosit
yang berpotensi membahayakan, karena operasi memerlukan tantangan utama
untuk hemostasis, yang dapat berakibat fatal dalam kasus cacat hemostatik
(De Caterina, 2011). Waktu perdarahan sendiri akan memanjang pada kasus
trombositopenia, penyakit Von Willebrand, pada sebagian besar disfungsional
dan setelah ingesti aspirin. Uji waktu perdarahan agak sulit distandarisasi dan
digunakan berulang untuk mengevaluasi suatu kondisi klinis yang berubah-
ubah (Sacher, 2004).
Ada empat metode untuk melakukan tes perdarahan. Metode Ivy adalah
format tradisional untuk tes ini. Dalam metode Ivy, manset tekanan darah
ditempatkan pada lengan atas dan meningkat sampai 40 mM Hg. Sebuah
pisau lanset atau scalpel digunakan untuk membuat luka tusuk di bagian
bawah lengan bawah. Sebuah, otomatis pegas perangkat pisau ini paling
sering digunakan untuk membuat potongan berukuran standar. Daerah
ditusuk dipilih sehingga tidak ada vena dangkal atau terlihat dipotong.
Pembuluh darah, karena ukuran mereka, mungkin memiliki waktu perdarahan
lebih lama, terutama pada orang dengan cacat berdarah. Waktu dari saat luka
tusukan dibuat sampai perdarahan berhenti semua telah diukur dan disebut
waktu perdarahan. Setiap 30 detik, kertas filter atau handuk kertas yang
digunakan untuk mengalirkan darah. Tes ini selesai ketika pendarahan telah
berhenti sepenuhnya (Henry, 1996).
Tiga metode lain melakukan uji perdarahan adalah template, template
yang dimodifikasi, dan metode Duke. Template dan metode template yang
dimodifikasi adalah variasi dari metode Ivy. Sebuah manset tekanan darah
digunakan dan kulit pada lengan bawah dibuat seperti pada metode Ivy.
Sebuah template ditempatkan di atas area yang akan ditusuk dan dua sayatan
dibuat di lengan menggunakan template sebagai panduan lokasi. Perbedaan
utama antara template dan metode modifikasi adalah panjang dari
pemotongan dibuat (Henry, 1996).
Untuk metode Duke, nick dibuat dalam cuping telinga atau ujung jari
yang tertusuk menyebabkan perdarahan. Seperti dalam metode Ivy, tes diberi
batas waktu dari awal sampai perdarahan perdarahan benar berhenti.
Kerugian dengan metode Duke adalah bahwa tekanan pada pembuluh darah
di daerah menusuk tidak konstan dan hasil yang dicapai kurang dapat
diandalkan. Keuntungan dengan metode Duke adalah bahwa tidak ada bekas
luka tersisa setelah test (Henry, 1996).
Waktu perdarahan normal untuk metode Ivy adalah kurang dari lima
menit dari waktu menusuk sampai semua pendarahan dari luka berhenti.
Beberapa teks memperluas jangkauan normal untuk delapan menit. Nilai
normal untuk rentang metode template sampai delapan menit, sedangkan
untuk metode template yang dimodifikasi, hingga 10 menit dianggap normal.
Normal untuk metode Duke adalah tiga menit (Henry, 1996).
E. Identifikasi Darah Tepi Abnormal
Leukosit atau sel darah putih adalah unit-unit yang dapat bergerak dalam
sistem pertahanan tubuh. Imunitas mengacu pada kemampuan tubuh menahan
atau mengeliminasi sel abnormal atau benda asing yang berpotensi merusak.
Leukosit dan turunannya menahan invasi pathogen melalui fagositosis,
mengidentifikasi dan menghancurkan sel-sel kanker dalam tubuh, dan
berfungsi sebagai petugas pembersih yang memfagosit debris yang berasal
dari sel yang mati atau cedera. Yang terakhir penting dalam penyembuhan
luka dan perbaikan jaringan (Sherwood, 2012).
Untuk melaksanakan fungsinya, leukosit terutama menggunakan strategi
“cari dan serang”, yaitu sel-sel tersebut pergi ke tempat invasi atau jaringan
yang rusak. Alasan utama mengapa sel darah putih terdapat di dalam darah
adalah agar mereka cepat diangkut dari tempat pembentukan ke
penyimpanannya ke manapun mereka diperlukan (Sherwood, 2012).
Leukosit dibagi dalam dua kategori utama, yaitu granulosit
polimorfonukleus dan agranulosit mononukleus.
1. Granulosit Polimorfonukleus
Nukleus sel-sel ini tersegmentasi menjadi beberapa lobus dengan
beragam bentuk, dan sitoplasma mereka mengandung banyak granula
yang terbungkus membrane.
a. Neutrophil
Sel ini mempunyai inti padat khas yang terdiri atas dua sampai
lima lobus, dan sitoplasma yang pucat dengan garis batas tidak
beraturan mengandung banyak granula merah muda-biru (azurofilik)
atau kelabu-biru. Granula tersebut dibedakan menjadi granula primer
yang tampak pada stadium promielosit, dan sekunder (spesifik) yang
tampak pada periode mielosit dan dominan pada neutrophil matur.
Kedua jenis granula berasal dari lisosom. Granula primer mengandung
mieloperoksidase, fosfatase asam, dan hydrolase asam lainnya,
sementara granula sekunder mengandung kolagenase, laktoferin, dan
lisozim. Lama hidup neutrophil dalam darah hanya sekitar 10 jam
(Hoffbrand, 2012).
Di antara granulosit, neutrophil adalah spesialis fagositik. Sel-sel
ini selalu merupakan sel pertahanan pertama pada invasi bakteri dan
dengan demikian sangat penting dalam respons peradangan. Seperti
yang dapat diperkirakan berdasarkan fungsi-fungsi ini, peningkatan
jumlah neutrophil dalam darah (neutrofilia) biasanya terjadi pada
infeksi bakteri akut (Sherwood, 2012).
Gambar 1.2 Neutrofil
b. Eosinophil
Eosinophil mirip dengan neutrophil, kecuali granula sitoplasmanya
lebih kasar, lebih berwarna merah tua, dan jarang dijumpai lebih dari
tiga lobus inti. Mielosit eosinophil dapat dikenali, tetapi stadium yang
lebih awal tidak dapat dibedakan dari prekusor neutrophil. Waktu
transit eosinophil dalam darah lebih lama daripada neutrophil. Sel ini
memasuki eksudat inflamatori dan berperan khusus dalam respons
alergi, pertahanan terhadap parasite, dan pembuangan fibrin yang
terbentuk selama inflamasi (Hoffbrand, 2012).
Peningkatan eosinophil di sirkulasi darah (eosinofilia) dikaitkan
dengan keadaan alergi (misalnya asma dan hay fever) dan dengan
infestasi parasite internal (misalnya cacing). Eosinophil jelas tidak
dapat memakan cacing parasitic yang berukuran jauh lebih besar,
tetapi sel-sel ini melekat ke cacing dan mengeluarkan bahan-bahan
yang dapat mematikan cacing tersebut (Sherwood, 2012).
Gambar 1.3 Eosinofil
c. Basophil
Sel ini jarang ditemukan dalam darah tepi normal. Sel ini
mempunyai banyak granula sitoplasma yang gelap, menutup inti, serta
mengandung heparin dan histamine. Di dalam jaringan, basophil
berubah menjadi sel mast. Basophil mempunyai tempat perlekatan
immunoglobulin E (IgE) dan degranulasinya disertai dengan pelepasan
histamine (Hoffbrand, 2012).
Pengeluaran histamine penting dalam reaksi alergi, sedangkan
heparin mempercepat pembersihan partikel-partikel lemak dari darah
setelah kita makan makanan berlemak. Heparin juga dapat mencegah
pembekuan darah (koagulasi), tetapi apakah zat ini memiliki peran
fisiologis sebagai suatu antikoagulan masih diperdebatkan (Sherwood,
2012).
Gambar 1.4 Basofil
2. Agranulosit Mononukleus
Nucleus sel ini besar dan tidak bersegmen, selain itu sel ini hanya
memiliki sedikit granula.
a. Monosit
Monosit biasanya berukuran lebih besar dari leukosit darah tepi
lainnya dan mempunyai inti sentral berbentuk lonjong atau berlekuk
dengan kromatin yang menggumpal. Sitoplasmanya yang banyak
berwarna biru dan mengandung banyak vakuol halus, sehingga
memberikan gambaran kaca asah (ground-glass appearance). Granula
sitoplasma juga sering dijumpai. Prekusor monosit dalam sumsum
tulang (monoblas dan promonosit) sulit dibedakan dari mieloblas dan
monosit (Hoffbrand, 2012).
Seperti neutrophil, monosit juga diarahkan untuk menjadi fagosit
professional. Sel-sel ini keluar dari sumsum tulang selagi masih imatur
dan beredar dalam darah selama satu atau dua hari sebelum akhirnya
menetap di berbagai jaringan di seluruh tubuh. Di tempat mereka yang
baru, monosit terus berkembang dan sangat membesar, menjadi fagosit
jaringan besar yang dikenal sebagai makrofag. Usia makrofag berkisar
dari beberapa bulan sampai beberapa tahun, kecuali apabila meraka
mati sebelumnya sewaktu menjalankan tugas fagositik (Sherwood,
2012).
Gambar 1.5 Monosit
b. Limfosit
Limfosit adalah sel yang kompeten secara imunologik dan membantu
fagosit dalam pertahanan tubuh terhadap infeksi dan invasi asing lain.
Dua ciri unik yang khas untuk sistem imun adalah kemampuan untuk
menimbulkan spesifitas antigenic dan fenomena memori imunologik
(Hoffbrand, 2012).
Terdapat dua jenis limfosit, limfosit B dan limfosit T. Limfosit B
menghasilkan antibody, yang beredar dalam darah. Antibody berikatan
dan memberi tanda untuk destruksi benda asing tertentu, misalnya
bakteri, yang menginduksi pembentukan antibody tersebut. Limfosit T
tidak menghasilkan antibody, sel-sel ini secara langsung
menghancurkan sel-sel sasaran spesifik, suatu proses yang dikenal
sebagai respon imun yang diperantarai sel (seluler). Sel yang menjadi
sasaran limfosit T mencakup sel-sel tubuh yang telah dimasuki oleh
virus dan sel kanker (Sherwood, 2012).
Gambar 1.6 Limfosit
Mieloblas adalah prekusor yang pertama kali mudah dikenali pada
turunan sel granulositik. Mieloblas adalah sel kecil dengan inti besar,
kromatin tersebar, tiga atau lebih nucleolus, dan cincin sitoplasma basofilik
yang tidak memiliki granula spesifik. Seiring dengan proses perkembangan,
sel membesar, mengandung granula azurofilik, dan menjadi promielosit.
Kromatin di dalam inti yang lonjong tampak tersebar, dan banyak nucleolus
terlihat jelas. Pada promielosit yang lebih tua, sel menjadi lebih kecil,
nucleolus menjadi tidak jelas, jumlah granula azurofilik meningkat, dan
granula spesifik dengan sifat pewarnaan berbeda mulai tampak di daerah
perinukleus (Eroschenko, 2013).
Promielosit membelah menjadi mielosit yang lebih kecil. Sitoplasma
mielosit agak basofili dan mengandung banyak granula azurofilik. Mielosit
berdiferensiasi menjadi tiga jenis granulosit yang hanya dapat dikenali dari
peningkatan akumulasi dan pewarnaan granula spesifik di dalam
sitoplasmanya, sperti yang terlihat pada mielosit eosinofilik dengan granula
merah atau eosinofilik dan mielosit basofilik yang jarang ditemukan dengan
granula biru atau basofilik. Mielosit berkembang menjadi metamielosit
(Eroschenko, 2013).
Sitoplasma metamielosit neutrofilik mengandung granula azurofilik
terpulas gelap, granula spesifik terpulas terang, dan inti yang berbentuk
ginjal.. metamielosit eosinofilik adalah sel yang lebih besar, dan granula
sitoplasma spesifiknya berwarna eosinofilik (Eroschenko, 2013).
Gambar 1.7 Prekusor berbagai sel darah
BAB II
METODE PRAKTIKUM
A. Pemeriksaan Rumple Leed
1. Alat
a. Tensimeter
b. Stetoskop
c. Stopwatch
2. Cara Pemeriksaan
B. Pemeriksaan Trombosit
1. Alat
a. Alat pengambilan darah vena
b. Pipet eritrosit
c. Bilik hitung NI
d. Reagen Rees ecker
e. Kapas alkohol
f. Cawan petri
2. Cara Pemeriksaan
Hitunglah jumlah petechiae
Bacalah hasil kira-kira 4 cm dibawah lipatan siku
dengan penampang 5 cm
Bendung darah selama 10 menit dengan tekana rata-rata tersebut (max
100mmHg)
Sistole + Diastole / 2Ukur sistole dan diastole
C. Pemeriksaan Waktu Pembekuan (Clotting Time)
1. Alat
a. Tabung reaksi
b. Rak tabung reaksi
c. Alat pengambil darah vena
d. Stopwatch
2. Cara Pemeriksaan
Rendam bilik hitung NI diatas cawan petri berisi kapas alkohol selama 20
menit
Amati pada mikroskop
Homogenkan secara horizontal selama 15-30
detkTeteskan pada bilik
hitung NI
Ambil reagen rees ecker hingga 101
Ambil darah vena dengan pipet eritrosit
hingga o,5
Buang 3 tetes pertama
Ambil darah vena 3ml dan letakan perlahan di
botol
Siapkan 3 tabung reaksi dan rak tabung
Rerata waktu pada tabung 1 dan 2
Hitung waktu hingga timbul bekuan dan
catat hasilnya
Masukan darah sample masing-
masing 1 ml
Diamkan 2-3 menit periksa setiap 30 s. Tabung 3 sebagai
kontrol
Ambil darah vena 3 ml
D. Pemeriksaan Waktu Perdarahan (Bleeding Time)
1. Alat
a. Lancet
b. Kapas alkohol
c. Gelas obyek
d. Kertas saring
2. Cara Pemeriksaan
Bersihkan cuping telinga dengan kapas
alkohol
Tusuk cuping telinga dengan lancet. Biarkan
darah keluar
Pijat – pijat cuping telinga sampai
hiperemis
Tiap 30 s isap darah dengan kertas saring
pada titik yang berbeda
Isap hingga darah berhenti mengalir dan
catat waktunya
BAB III
HASIL
A. Pemeriksaan Rumple Leed
Nama probandus : Tania P.
Usia probandus : 18 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Sistole : 110 mmHg
Diastole : 70 mmHg
Tekanan rata-rata : (110+70)
2 = 80 mmHg
Hasil pembacaan : Tampak 5 petechiae
B. Pemeriksaan Trombosit
Setelah dilakukan penghitungan eritrosit melalui bilik Neubauer Improved
dengan mengambil 5 kotak sedang secara acak, didapatkan hasil:
Jumlah eritrosit : 560.000 /mm3
Gambar 2.1 Pemeriksaan Trombosit
C. Pemeriksaan Waktu Pembekuan (Clotting Time)
Setelah dilakuakan pemeriksaan waktu pembekuan menggunakan metode Lee
and White diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabung 1 beku dalam waktu 14 menit
Tabung 2 beku dalam waktu 18 menit
Waktu pembekuan : waktu tabung 1+waktu tabung 2
2
14+182
= 16
Gambar 2.2 Clotting Time
D. Pemeriksaan Waktu Pembekuan (Bleeding Time)
Dari hasil pemeriksaan waktu perdarahan dengan metode pemeriksaan Duke
diperoleh bercak pertama mempunyai penampang 3-5 mm dan waktu
berhentinya perdarahan 1 menit 46 detik.
Gambar 2.3 Bleeding Time
E. Identifikasi Darah Tepi Abnormal
1. ALL (Akut Limfoid Leukemia)
2. CLL (Chronic Limfoid Leukemia)
3. AML (Akut Mieloid Leukemia)
4. CML (Chronic Mieloid Leukemia)
5. Anemia
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Pemeriksaan Rumple Leed
Pemeriksaan rumple leed merupakan salah satu pemeriksaan penyaring
untuk mendeteksi kelainan sistem vaskuler dan trombosit. Penilaian hasil
pada pemeriksaan rumple leed adalah sebagai berikut:
a. Abormal : > 20 petechiae
b. Normal : < 10 petechiae
c. Dubia : 10-20 petechiae
Petechiae dapat tampak pada kulit karena dengan melaukan bendungan
terhadap vena pada tekanan tertentu menyebabkan dinding kapiler darah yang
kurang kuat akan rusak atau pecah dan terjadi perdarahan di bawah kulit.
Pada praktikum ini, hasil yang didapat yaitu tampak 5 petechiae. Hal ini
menunjukkan bahwa hasilnya normal, karena petechiae yang tampak kurang
dari 10. Sehingga, tidak ada gangguan vaskuler dan gangguan trombosit yang
terjadi pada probandus. Jika terdapat gangguan vaskuler dan gangguan
trombosit maka petechiae yang tampak lebih dari 20. Hasil pemeriksaan
rumple leed menjadi dubia atau ragu-ragu jika petechiae yang tampak antara
10 sampai 20.
B. Pemeriksaan Trombosit
Berdasarkan dari percobaan yang telah dilakukan diperoleh estimasi
jumlah trombosit 560.000/mm3. Hasil ini termasuk tinggi karena nilai normal
jumlah trombosit adalah 150.000-400.000/mm3. Keadaan dimana naiknya
jumlah trombosit disebut trombositosis. Biasanya dialami saat perdarahan
akut, trauma, dan anemia defisiensi besi. Saat percobaan kami menggunakan
rumus perhitungan jumlah eritrosit, bukan menggunakan estimasi trombosit
menurut Barbara Brown sehingga hasil yang didapatkan kemungkinan
mengalami bias. Selain itu kesalahan pembacaan di mikroskop kemungkin
juga terjadi.
C. Pemeriksaan Waktu Pembekuan (Clotting Time)
Pemeriksaan waktu pembekuan darah menggunakan darah lengkap
seperti metode Lee and White merupakan pemeriksaan yang kkasar tetapi
masih dianggap yang terbaik.
Penilaian hasil :
Waktu pembekuan dinyatakan dengan menentukan rata-rata hasil
pemeriksaan tabung I dan tabung II tersebut.
Arti klinis :
Normal : 9-15 menit
Memanjang : kelainan beberapa factor koagulasi (koagulopati) inhibitor
dalam darah missal heparin
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan diperoleh waktu 16 menit,
sehingga interpretasinya adalah memanjang dan ada kemungkinan kelainan
beberapa factor koagulasi.
Catatan :
1. Pengambilan darah tidak boleh terlalu banyak tususkan supaya cairan
jaringan tak ikut masuk dalam darah (mempercepat timbulnya
pembekuan darah).
2. Waktu pengambilan darah tidak boleh lebih dari 30 detik supaya tidak
terjadi proses pembekuan sebelum pemeriksaan dikerjakan.
3. Alat-alat yang digunakan untuk pemeriksaan harus bebas kotoran dan
kering.
D. Pemeriksaan Waktu Perdarahan (Bleeding Time)
Pemeriksaan waktu perdarahan untuk menilai factor-faktor hemostasis
yang letakanya ekstravaskuler, tetapi keadaan dinding vaskuler dan
trombositnya juga berpengaruh. Bleeding time (BT) menilai kemampuan
darah untuk membeku setelah adanya luka atau trauma, dimana trombosit
berinteraksi dengan dinding pembuluh darah untuk membentuk bekuan.
Prinsip pemeriksaannya adalah mengukur lamanya waktu perdarahan setelah
insisi standart pada lengan bawah atau cuping telinga. Bleeding time
digunakan untuk pemeriksaan penyaring hemostasis primer atau interaksi
antara trombosit dan pembuluh darah dalam membentuk sumbat hemostatik,
pasien dengan perdarahan yang memanjang setelah luka, pasien dengan
riwayat keluarga gangguan perdarahan.
Normalnya waktu perdarahan adalah 1-3 menit. Dari percobaan yang
telah dlakukan diperoleh hasil waktu perdarahan 1 menit 46 detik yang berarti
masih dalam keadaan normal.
Catatan :
1. Pemeriksaan berhasil bila bercak pertama mempunyai penampang 3-
5mm.
2. Lakukan pada cuping telinga yang lain sebagai kontrol
E. Identifikasi Darah Tepi Abnormal
1. ALL (Akut Limfoid Leukemia)
Pada ALL terdapat predominan limfoblas 50-90%. Limfoblas adalah
sel yang besar dan memiliki inti yang besar sehingga sitoplasmanya relatif
sedikit. Pada limfoblas, terlihat kromatin inti agak gelap dan nukleoli 1-2.
Bentuk limfosit tua pada preparat ini terlihat sedikit.
Gambar 4.1 ALL
2. CLL (Chronic Limfoid Leukemia)
Jumlah leukosit dalam darah tepi meningkat pada penyakit CLL.
Terlihat predominan limfosit kecil sekitar 65-75%. Pada penyakit CLL
stadium lanjut, keberadaan limfosit kecil menjadi 95-98%. Kemudian,
limfoblas dan limfosit besar yang terlihat sedikit. Kadang-kadang tampak
gambaran monoton. Dan pada preparat penyakit ini tampak smudge cell
meningkat.
Gambar 4.2 CLL
3. AML (Akut Mieloid Leukemia)
Biasanya terjadi peningkatan jumlah leukosit dalam darah tepi.
Tampak gambaran monoton pada preparat ini dan predominan sel
mieloblas. Selain itu, ditemukan pula hiatus leukemikus. Pada hitung jenis
leukosit terdapat:
a. Mieloblas meningkat (>20% menurut kriteria WHO)
b. Promieloblas kurang
c. Mielosit jumlahnya sedikit
d. Metamielosit sedikit
e. Sel batang meningkat
f. Sel segmen jumlahnya meningkat
Gambar 4.3 AML
4. CML (Chronic Mieloid Leukemia)
Terdapat leukosit sekitar 100.000-500.000 / mm3 darah. Dan tidak
ditemukan hiatus leukemikus. Kadang-kadang basofil dan eosinofil
meningkat pada CML. Kemudian, aktivitas eritropoiesis menurun dan
retikulosit dalam darah normal atau sedikit meningkat. Untuk hitung jenis
leukosit ditemukan:
a. Terdapat mieloblas dan promielosit sebanyak 5%
b. Terdapat banyak mielosit, metamielosit, batang, dan segmen
Gambar 4.4 CML
5. Anemia
Pada penyakit anemia, terdapat kelainan eritrosit dalam darah tepi.
Kelainan tersebut meliputi ukuran, warna, bentuk, susunan, dan benda
inklusi.
a. Kelainan warna eritrosit
Warna pada eritrosit ditentukan oleh central pollar.
1) Normokrom : Normal (central pollar 1/3 sel)
2) Hipokrom : Central pollar melebar (central pollar > 1/3 sel)
3) Hiperkrom : Gelap (central pollar < 1/3 sel)
4) Polikromasi : Ada sel yang warnanya lebih gelap
Gambar 4.5 Kelainan warna eritrosit
b. Benda inklusi eritrosit
1) Basophilik Stippling
2) Pappenheimer Body (granula siderotik)
3) Howell Jolly
4) Cincin Cabot (denaturasi protein)
5) Benda Heinz (hanya terlihat pada cat supra vital)
c. Ukuran eritrosit
1) Normal
2) Makro
3) Mikro
d. Kelainan susunan eritrosit
1) Aglutinasi karena antibodi
2) Rouleaux karena susunan protein serum yang abnormal
e. Bentuk eritrosit
Berikut terdapat berbagai macam bentuk eritrosit pada darah tepi:
Gambar 4.6 Kelainan bentuk eritrosit
BAB V
APLIKASI KLINIS
A. Purpura Trombositopenia Idiopatik (PTI)
Purpura Trombositopenia Idiopatik (PTI) adalah suatu gangguan
autoimun yang ditandai dengan trombositopenia yang menetap (angka
trombosit darah perifer kurang dari 150.000/n.L) akibat autoantibodi yang
mengikat antigen trombosit menyebabkan destruksi prematur dari trombosit
dalam sistem retikuloendotel terutama di limpa. Sindrom PTI disebabkan oleh
autoantibodi trombosit spesifik yakni berikatan dengan trombosit autolog
kemudian dengan cepat dibersihkan dari sirkulasi oleh sistem fagosit
mononuklir melalui reseptor Fc makrofag. Pada tahun 1982 Van Leeuwen
pertama mengidentifikasi membran trombosit glikoprotein Ilb/IIIa (CD41)
sebagai antigen yang dominan dengan mendemostrasikan bahwa elusi
autoantibodi dari trombosit pasien PTI berikatan dengan trombosit normal.
Diperkirakan bahwa PTI diperantarai oleh suatu autoantibodi, mengingat
kejadian transient trombositopeni pada neonatus yang lahir dari ibu yang
menderita PTI, dan perkiraan ini didukung oleh kejadian transient
trombositopeni pada orang sehat yang menerima transfuse plasma kaya IgG,
dari seorang pasien PTI. Trombosit yang diselimuti oleh autoantibodi IgG
akan mengalami percepatan pembersihan di lien dan di hati setelah berikatan
dengan reseptor Fcg yang diekspresikan oleh makrofag jaringan. Pada
sebagian besar pasien, akan terjadi mekanisme kompensasi dengan
peningkatan produksi trombosit. Pada sebagian kecil yang lain, produksi
trombosit tetap terganggu, sebagian akibat destruksi trombosit yang
diselimuti autoantibodi oleh makrofag di dalam sumsum tulang
(intramedullary), atau karena hambatan pembentukan megakariosit
(megakaryocytopoiesis), kadar trombopoetin tidak meningkat, menunjukkan
adanya masa megakariosit normal.
B. Hemofilia
Hemofilia merupakan penyakit kelainan koagulasi yang sering kita
jumpai.Hemofilia adalah gangguan koagulasi herediter akibat terjadinya
mutasi atau cacatgenetik pada kromosom X. Kerusakan kromosom ini
menyebabkan penderitakekurangan faktor pembeku darah sehingga
mengalami gangguan pembekuan darah.Dengan kata lain, darah pada
penderita hemofilia tidak dapat membeku dengansendirinya secara normal
(Ridwan, 2012). Hemofilia tak mengenal ras, perbedaan warna kulit ataupun
suku bangsa. Namun mayoritas penderita hemofilia adalah pria karena
mereka hanya memilikisatu kromosom X. Sementara kaum hawa umumnya
hanya menjadi pembawa sifat (carrier) (Ridwan, 2012).
Seorang wanita akan benar-benar mengalami hemofilia jika ayahnya
seorang hemofilia dan ibunya pun pembawa sifat. Akan tetapi kasus ini
sangat jarangterjadi. Meskipun penyakit ini diturunkan, namun ternyata
sebanyak 30 persen tak diketahui penyebabnya (Ridwan, 2012)
C. Von Willebrand Disease (VWD)
Penyakit ini disebut penyakit Von Willebrand karena nama ini adalah
nama seorang dokter Finlandia, Erik Von Willebrand, yang pertama kali
menguraikan kondisi ini pada 1925. Ia menyadari bahwa penyakit ini tidak
sama dengan hemofilia, yang dalam kondisi beratnya jatuh pada laki - laki.
Penyakit Von Willebrand (VWD) adalah kelainan perdarahan yang
paling banyak diderita orang. Faktanya, ia bukan penyakit tunggal, tetapi
penyakit keluarga.Jenis penyakit ini disebabkan oleh masalah Von
Willebrand Factor (VWF). Ini adalah protein dalam darah yang diperlukan
untuk pembekuan darah. Gen yang membuat VWF bekerja pada dua jenis sel
yaitu :
- Sel endotel yaitu yang melapisi pembuluh darah dan
- trombosit
Jika tidak terdapat cukup VWF dalam darah, atau tidak bekerja dengan
baik, maka dalam proses pembekuan darah memerlukan waktu lebih lama.
Penyakit Von Willebrand adalah penyakit herediter, jika salah satu dari kedua
orang tua punya VWD, mereka dapat menurunkan penyakit ini ke anak -
anaknya.
D. Dissemenated Intravascular Coagulation (DIC)
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) adalah suatu keadaan
dimana bekuan-bekuan darah kecil tersebar di seluruh aliran darah,
menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah kecil dan berkurangnya
faktor pembekuan yang diperlukan untuk mengendalikan perdarahan. DIC
merupakan suatu gangguan hemostatis, khususnya dalam mekanisme
pembekuan yang didapat. Biasanya terjadi selama perjalanan atau merupakan
akhir suatu penyakit. Kelainan ini bukan merupakan penyakit primer tetapi
sebagai akibat rangsangan dari penyakit primernya. Hal ini akan
menyebabkan terjadinya pembekuan yang luas di dalam pembuluh darah
dengan memakai semua factor pembekuan dan trombosit sehingga kemudian
terbentuk trombin di dalam pembuluh darah
Bila proses tersebut berjalan cepat dan luas denngan akibat berkurangnya
secara nyata factor pembekuan dan trombosit. Akibat hal ini fungsi
hemostatis terganggu sehingga mudah terjadi perdarahan spontan. Oleh
karena itu kelainan ini kadang-kadang disebut pula consumption
coagulopathy atau sindrom defibrinasi.
E. Thalasemia
Thalassemia adalah penyakit kelainan darah yang diturunkan/diwariskan,
ditandai dengan kondisi sel darah merah mudah rusak atau umurnya lebih
pendek (< 120 hari), sehingga penderita mengalami anemia. Anemia yang
lama dan berat menyebabkan penderita tampak pucat, lesu dan mudah sakit,
bahkan dapat menyebabkan gagal jantung, pembengkakan hati dan limpa.
Untuk mengatasi anemia, penderita harus menjalani transfusi darah dan
pengobatan sepanjang hidupnya.
DAFTAR PUSTAKA
Bakta, I Made. 2012. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta : EGC
De Caterina, Raffaele et.al. 2011. Bleeding Time and Bleeding: An Analysis of the Relationship of the Bleeding Time Test With Parameters of
Surgical Bleeding. Blood. Vol. 84 pp 3363-3370.
Eroschenko, Victor P. 2013. Atlas Histologi diFiore. Jakarta: EGC
Henry, J. B. 1996. Clinical Diagnosis and Management by Laboratory Methods. Philadelphia: W. B. Saunders Co.
Hoffbrand AV, Petttit JE, Moss PAH. 2002. Kapita Selekta Hematologi. Edisi 4. EGC. Jakarta.
Hoffbrand, A.V. et al. 2012. Kapita Selekta Hematologi. Jakarta: EGC
Sacher, Ronald A dan McPherson, Richard A. 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Jakarta : EGC.
Setiadi. 2007. Anatomi Fisiologi Manusia. Jakarta : Erlangga.
Sherwood, Lauralee. 2012. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC
Waterbury, Larry. 2001. Buku Saku Hematologi Edisi 3. Jakarta : EGC.