laporan praktikum kjt
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Saat ini bahan alam sudah semakin banyak digunakan oleh masyarakat
Indonesia di bidang kesehatan yang salah satuny.a untuk pengobatan.
Penggunaan obat bahan alam terbesar berasal dari tumbuhan jika dibandingkan
dengan hewan, Hal ini disebabkan adanya produksi metabolit sekunder dari
tumbuhan, antara lain flavonoid, saponin, alkaloid, terpenoid, minyak atsiri dan
sebagainya, yang disintesis oleh berbagai tumbuhan, yang memiliki kegunaan
ynag potensial dalam proses pengobatan.
Metabolit sekunder adalah golongan senyawa yang terkandung dalam
tubuh mikroorganisme, flora, dan fauna ynga terbentuk melalui proses metabolit
sekunder. Penelitian menyangkut metabolit sekunder saat ini telah mengalami
kemajuan yang pesat. Salah satu aspek yang semakin berkembang adalah
pendekatan proses produksi metabolit sekunder melalui kultur jaringan tanaman.
Kultur jaringan tanaman adalah istilah untuk budidaya secara in vitro dari semua
bagian tanaman, misalnya sel tunggal, jaringan atau organ di bawah kondisi
lingkungan aseptik dan yang sesuai Penelitian banyak berkembang terutama pada
proses induksi kalus pada tanaman yang umum dikenal sebagai tanaman obat,
seperti adas, jarak, kina, ganja, kemangi, kencur, mimba, tapak dara dan lain –
lain.
Kultur jaringan tanaman merupakan salah satu metode yang
dikembangkan untuk memecahkan persoalan penyediaan sumber bahan obat dari
tumbuhan.. Penerapan kultur jaringan tumbuhan mempunyai beberapa
keuntungan dibandingkan dengan penggunaan konvensional. Keuntungannya,
yaitu dapat diproduksi senyawa bioaktif dalam kondisi terkontrol dan waktu ynag
relative lebih singkat, kultur bebas dari kontaminasi mikroba, setiap sel dapat
diperbanyak untuk menghasilkan senyawa metabolit sekunder tertentu,
pertumbuhan sel terawasi, serta tidak bergantung pada kondisi lingkungan seperti
keadan geografi, iklim dan musim. ( Fowler, 1983)
.
1
Keberhasilan dalam teknologi serta penggunaan metode in vitro
terutama disebabkan pengetahuan yang lebih baik tentang kebutuhan hara sel dan
jaringan yang dikulturkan. Hara terdiri dari komponen utama dan komponen
tambahan. Komponen utama meliputi garam mineral, sumber karbon (gula),
vitamin dan pengatur tumbuh. Komponen lain seperti senyawa nitrogen organik,
berbagai asam organik, metabolit dan ekstrak tambahan tidak mutlak, tetapi dapat
memberi ketahan sel dan perbanyakannya.
Komponen penyusun media tidak ditemukan secara langsung, tetapi
berdasarkan percobaan yang dilakukan. Medium yang dikembangkan oleh
Murashige dan Skoog (MS) untuk kultur jaringan tembakau digunakan secara
luas untuk kultivasi kalus pada agar demikian juga kultur suspensi sel dalam
medium cair. Dan yang perlu diingat bahwa setiap tanaman membutuhkan nutrisi
yang berbeda-beda dan tentu saja media yang digunakan juga berlainan
Dalam pengerjaan kultur jaringan disyaratkan keadaan yang steril
menyangkut peralatan kerja, media yang digunakan, ruang kerja, dan yang paling
utama adalah sterilisasi dari eksplan yang akan ditanam. Tahapan sterilisasi ini
dilakukan untuk memperkecil kemungkinan terjadinya kontaminasi saat proses
inkubasi atau penumbuhan eksplan kultur jaringan. Mikroorganisme meliputi
jamur dan bakteri. Jika mikroorganisme ada, media menjadi kurang steril
sehingga pertumbuhan bakteri atau jamur akan melebihi dan mengalahkan
eksplan yang kita tumbuhkan.
Potensi pelestarian suatu tanaman yang dilakukan melalui kultur jaringan
ini dapat diukur dari kemampuannya untuk mempertahankan dan melestarikan
sifat-sifat dari tanaman induk terutama dalam menghasilkan senyawa kimia yang
sama dengan tanaman induknya. Dimana dalam analisis kandungan kimia dari
tanaman hasil kultur dalam rangka potensi pelestarian dapat dilakukan dengan
membandingkan kromatogram dari ekstrak tanaman hasil kultur dengan
kromatogram ekstrak tanaman induknya
B. Perumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh media MS kinetin terhadap pertumbuhan tunas ataupun tunas
2. Bagaimana pengaruh media MS 2, 4 D terhadap pertumbuhan tunas ataupun kalus?
2
C. Tujuan
1. Mengetahui pengaruh media MS kinetin terhadap pertumbuhan tunas pada eksplan
2. Mengetahui pengaruh zat media MS 2, 4 D ( 2,4-Dicloro fenoksi asetat )
terhadap pertumbuhan kalus pada eksplan.
D.Tinjauan Pustaka
1. Kultur Jaringan Tanaman
Mikropropagasi adalah pembiakan secara vegetatif in vitro yang dimulai
dari bagian yang sangat kecil eksplan (sel, jaringan) untuk mendapatkan sejumlah
besar tanaman (george and sherington,1984,plant propagation by tissue
culture,exegetic limited,inggris)
Tahap-tahap propagasi tanaman menurut prof murashige yang telah
disempurnakan oleh Debergk dan Maene dapat dikelompokkan menjadi:
Tahap 0 : persiapan dan pemilihan tanaman
Tanaman sumber dipilih tanaman yang sehat dan bebas dari penyakit karena hal
ini akan mempengarhi keberhasilan propagasi tanaman secara in vitro
Tahap 1 : pembuatan kultur aseptic.
Eksplan yang disucihamakan, ditanam secara aseptic dalam suatu media kultur
yang sesuai bag pertumbuhannya
Tahap II : tahap penggandaan
Tujuan tahap ini adalah untuk memperbayak tanaman kecil (platula)
Tahap III : persiapan untuk tumbuh di lingkungan eksternal
Tanaman yang dihasilkan dari taha II masih terlalu kecil dan lemah untuk hidup
dan tumbuh di tanah atau lumpur. Pada tahap ini dibuat plantula yang mampu
berfotosintesis dan mampu bertahan hidup tanpa oasokan karbohidrat dari luar
(george and sherington,1984)
Tahap IV : pemindahan ke lingkungan eksternal
Plantula pada tahap III dipidahkan dari in vitro ke lingkungan eksternal dengan
hati –hati agar tidak merusak tanaman.
Kultur jaringan secara umum dibagi menjadi 5 kelas berdasar atas bahan
yang menjadi eksplan:
3
1. kultur kalus. Merupakan kultur dari masa sel pada media agar dan dihasilkan
dari tanaman eksplan
2. kultur sel merupakan kultur sel dalam media cair dengan wadah yang diaerasi
dengan agitasi
3. kultur organ merupakan kultur aseptik dari embrio, serbuk sari,akar,tunas atau
organ tanaman yang lain pada media nutrisi
4. kultur meristem dan morfogenensis merupakan kultur aseptik dari meristem
tunas atau eksplan jaringan lainnya pada media nutrisi dengan tujuan untuk
menumbuhkan tanaman lengkap
5. kultur protoplas merupakan kultur dari sel-sel yang dinding selnya telah
dihilangkan atau dipisahkan (gamborg dan shyluk, 1981, plan tissue culture
new york, academic press)
Keungulan kultur jaringan dibandingkan dengan teknik yang lain:
1. dapat mengurangi atau bahkan meniadakan faktor lingkungan yang berubah-
ubah
2. dapat dikendalikannya faktor cahaya, suhu, campuran gas, ph dan nutrisi
3. dapat diproduksinya tanaman dalam jumlah besar dalam waktu yang lebih
singkat
4. pengaruh organisme pengganggu seperti jamur, ganggang, serangga untuk
pengawetan pasma nutfah dalam upaya pemuliaan tanaman
5. produksi metabolit skunder dapat diatur dengan maniplasi gen atau perubahan
genetik (staba, 1980, plant tissue culture as a sourceof biochemimicals, florida,
crc press
2. Kultur TunasKultur tunas adalah kultur dari bagian ujung tanaman ( shoot ), yang
didalamnya sudah terdapat beberapa sel primordial. Eksplan bisa berasal dari
pucuk lateral beserta tangkainya yang masih kecil. Teknik ini sering digunakan
untuk menumbuhkan tanaman untuk keperluan propagasi. Propagasi dapat
dilakukan dengan 3 cara yaitu :
1. Dengan pucuk lateral yang sudah ada sel primordial kemudian tumbuh shoot
yang masih bisa diperbanyak lagi.
2. Morfogenesis Shoot dari kalus. Pada kalus diberi media yang sesuai dengan
shoot sehingga dapat tumbuh menjadi shoot tiap satu selnya. Teknik ini sering
dilakukan pada kultur suspensi sel
4
3. Somatik embrio embrio yang dihasilkan dari kultur, dan bukan dari peleburan
gamet jantan dan betina. Tiap satu sel akan bersifat totipoten.
Syarat syarat eksplan yang digunakan untuk kultur adalah :
1. Harus diambil dari bagian tanaman yang bersifat meristematik. Misalnya pada
ujung akar, shoot, atau serbuk sari.
2. Terlebih dahulu dilakukan orientasi untuk menentukan kondisi yang optimum.
3. Dilakukan penumbuhan sumber eksplan di green house untuk mengurangi
kontaminasi.
4. Tanaman yang dipakai adalah yang bersifat juvenil, artinya belum melakukan
tugas-tugas sekundernya. Misal bereproduksi, berbuah.
Menurut Wetherell (1982) propagasi secara in vitro dilakukan dalam 3
tahap, yaitu:
1. Tahap kultur I / faktor inisiasi
Meliputi tahap pemilihan eksplan, penyeterilan eksplan, penaburan eksplan
dan inisiasi pertumbuhan baru.
2. Tahap kultur II / fase perbanyakan ( multiplikasi )
Perlakuan perbanyakan tunas dengan penambahan sitokinin dan auksin ke
dalam media dengan perbandingan tertentu. Dalam fase ini selain digunakan
media padat dapat juga digunakan media cair, pada tahap ini juga dapat
dilakukan subkultur. Subkultur dapat dilakukan setiap 4-8 minggu tergantung
dari jenis tumbuhan yang kita gunakan.
3. Tahap kultur III / fase produksi plantula mandiri
Pada tahap ini meliputi tahap pengakaran dan tahap ototropi yaitu plantula
yang sudah mampu melakukan fotosintesis untuk keperluan sendiri, pada
tahap pengakaran hanya digunakan auksin tertentu yaitu NAA dan 2,4-D.
Pengakaran dapat dilakukan dengan media tanpa phytohormon dan
makronutrisinya ½ normal.
3. Kultur kalus
Kalus adalah suatu massa sel yang mempunyai bentuk tetap dan belum
mengalami deferensiasi sebagai hasil dari pembelahan yang tidak terkendali dari
suatu sel. Kalus dapat terjadi secara in vitro ataupun eks vitro. Pada in vitro
adalah kalus yang dapat ditumbuhkan dengan media penumbuh agar, seperti pada
praktikum kali ini. Sedangkan secara eks vitro adalah kalus yang terjadi secara
5
alamiah di alam bebas sebagai akibat dari perlukaan pada organ tanaman. Kalus
eks vitro ini akan nampak berbintil-bintil pada bagian daun atau batang.
Tujuan dari kultur kalus secara umum adalah :
• Propagasi mikro (propagasi secara tidak langsung), biasanya bagi jenis-jenis
tumbuhan kategori langka
• Sebagai bahan utama kultur suspensi sel
• Mendapatkan metabolit sekunder dalam waktu relatif singkat
• Uji aktivitas senyawa bioaktif dari kalus
• Menghasilkan tanaman transgenik.
Hampir semua bagian dari tanaman dapat ditumbuhkan menjadi kalus.
Hal ini dikarenakan tanaman mempunyai sifat totipotensi. Untuk dapat
ditumbuhkan menjadi kalus, eksplan harus bersifat meristemoid. Jika daur hidup
tanaman sudah melewati tahap ini, maka dapat dikembalikan menjadi
meristemoid lagi. Caranya adalah dengan mendedeferensiasikan sel tumbuhan
yang telah menjadi dewasa. Pembentukan kalus dapat dipacu dengan perlukaan.
Dengan perlukaan ini, akan memacu timbulnya sintesis sistemin. Sistemin ini
berperan sebagai tranduksi signal yang akan memacu produksi methyl jasmonic
acid . Asam metil jasmonat ini dapat memacu produksi hormon hormon
pertumbuhan yang dapat memacu sitokinesis. Akibatnya sel menjadi aktif
membelah dan menutup luka.
Pada beberapa spesies tanaman, kalus dapat tumbuh pada medium standar
yang mengandung growth hormon. Jika umur kalus sudah tua, atau sudah terlihat
mencoklat, maka dapat dilakukan subkultur. Subkultur adalah pemisahan kalus
untuk ditanam lagi ke media yang baru sehingga dapat tumbuh terus. Terkadang
akibat perlakuan ini sering terjadi abrasi kromosomal dari eksplan. Sehingga
kadang-kadang ditemui perbedaan sifat tanaman. Kultur kalus sangat penting
dalam hal bioteknologi tanaman. Dengan cara memanipulasi rasio auksin dan
sitokinin pada media, dapat mengatur pertumbuhan tunas, akar, atau embrio
somatik. Kultur kalus juga dapat digunakan sebagai eksplan untuk kultur suspensi
sel selanjutnya.
Kultur kalus merupakan pemeliharaan bagian kecil tanaman dalam
lingkungan buatan yang steril dan kondisi yang terkontrol (Pauls, 1995 dalam
Kulkarni, 2000). Kalus adalah jaringan yang berproliferasi secara terus menerus
dan tidak terorganisasi sehingga memberikan penampilan sebagai massa sel yang
bentuknya tidak teratur. Proliferasi jaringan ini dapat dilakukan secara tidak
6
terbatas dengan cara melakukan subkultur sepotong kecil jaringan kalus pada
medium yang segar dengan interval waktu yang teratur (George & Sherrington,
1984). Kalus diinduksi dengan melukai jaringan tanaman. Menurut George &
Sherrington (1984), pemotongan atau pelukaan jaringan tanaman dapat
merangsang pembelahan sel yang berperan dalam inisiasi pembentukan kalus.
Kultur kalus ini merupakan materi penting dalam kultur suspensi sel tanaman
(Allan 1996 dalam Gürel, 2002).
4. Kultur Suspensi
Kultur suspensi sel adalah pemeliharaan sel, tunggal maupun gabungan
beberapa sel, dalam medium cair dan lingkungan buatan yang steril. Kultur
suspensi sel terdiri atas populasi sel dengan laju pertumbuhan yang cepat karena
seluruh permukaan sel dapat kontak langsung dengan medium nutrisi. Hal ini
menyebabkan metabolisme sel lebih tinggi jika dibandingkan dengan kultur kalus
(George & Sherrington, 1984).
Metode kultur suspensi sel dapat digunakan sebagai sarana untuk produksi
metabolit sekunder. Hal ini dapat terjadi karena setiap sel tumbuhan yang
diisolasi dari tumbuhan induknya mempunyai potensi genetik dan fisiologi yang
sama dengan induknya, atau yang dikenal dengan nama sifat totipotensi. Sifat ini
menyebabkan metabolit sekunder yang dihasilkan oleh tanaman induk dapat pula
dihasilkan pada sel yang dikultur secara in vitro (Fowler, 1981 dalam Mantell &
Smith, 1983). Potensi kultur sel untuk memproduksi metabolit telah dibuktikan
pertama kali oleh perusahaan farmasi Amerika Pfizer Inc pada tahun 1956.
Sedangkan potensi kultur sel untuk memproduksi senyawa bermanfaat terutama
untuk obat-obatan, telah dimulai pada akhir tahun 1960 (Pétiard & Bariaud-
Fontanel, 1987 dalam Sasson, 1991).
Kultur suspensi sel dapat diperoleh dengan cara memindahkan kalus dari
medium padat ke medium cair dalam kondisi agitasi selama periode kultur dalam
waktu tertentu. George & Sherrington (1984) menyatakan bahwa dalam kondisi
agitasi, kalus meremah akan terpisah membentuk kelompok sel dan sel-sel
tunggal. Sel-sel tunggal akan mengadakan pembelahan membentuk kelompok-
kelompok sel yang kemudian terpisah lagi membentuk sel-sel tunggal dan
kelompok-keompok sel yang lebih kecil. Menurut Lim-Ho (1982 dalam George
& Sherrington 1984), agitasi dalam kultur suspensi sel dapat meningkatkan
aerasi, reduksi polaritas tanaman dan dapat mempertahankan keseragaman
7
distribusi sel-sel dan kelompok sel di dalam medium. Dijelaskan oleh Endress
(1994) bahwa agitasi atau pengocokan pada kultur suspensi sel dapat
mempengaruhi ukuran agregat, viabilitas dan pertumbuhan sel. Selain itu
pengocokan berfungsi untuk meningkatkan oksigen.
Diameter sel pada kultur suspensi sel pada umumnya berkisar antara 20-
150 µm dan panjang 100-200 µm. Ukuran ini setara dengan 10-100 kali bakteri
atau fungi dan mempunyai panjang maksimal 2 mm serta mengandung 2-200 sel
(Endress, 1994). Pada fase pertumbuhan logaritmik pada masa awal kultur sel,
sel-sel berbentuk kecil dan dipenuhi dengan sitoplasma. Namun pada fase
stasioner, sel-sel ini memiliki ukuran tertentu, sel lebih tua dan memiliki vakuola
besar di pusat sel (Endress, 1994).
Gbr.1. Diagram alir teknik kultur suspense dan embryogenesis somatic wortel
5. Sterilisasi
Problem yang sering mengganggu dalam pekerjaan in vitro adalah
membuat dan menjaga kondisi aseptic. Bakteri dan jamur merupakan kelompok
8
kontaminan utama, karena media kultur jaringan yang kaya akan nutrisi
merupakan media pertumbuhan yang sangat baik bagi bakteri dan jamur.
Secara umum ada 4 macam sumber cemaran, yaitu:
1. Sumber tanaman yang digunakan baik yang bersifat internal dan eksternal.
2. Media yang digunakan tidak steril.
3. Udara
4. Pekerja atau peneliti yang kurang bersih
Media kultur merupakan bahan yang mengandung sumber nutrisi yang
baik untuk pertumbuhan jamur dan bakteri, sehingga diperlukan kondisi yang
aseptis dalam melakukan semua prosedur secara in vitro. Membuat dan menjaga
kondisi aseptic merupakan problema yang sering menganggu dalam pekerjaan in
vitro, karena di lingkungan sekitar kita terdapat banyak spora bakteri dan fungi
yang sangat kecil dan ringan sehingga mudah diterbangkan oleh aliran udara yang
sangat lemah. Untuk itu diperlukan proses sterilisasi yang dilakukan pada media,
alat gelas dan alat-alat lain sebelum pekerjaan in vitro dilakukan. Juga perlu
untuk mengerjakan semua pekerjaan ddalam ruang bersih yang dirancang dan
dipelihara dengan baik (Wetherel, 1982).
Dalam proses sterilisasi, ada beberapa teknik yang dapat digunakan untuk
mensterilkan alat gelas, alat bedah, cairan dan material tanaman. Beberapa teknik
yang umum dilakukan, diantaranya :
1. Pemanasan basah
teknik ini menggunakan tekanan dan uap air dengan alat otoklaf atau denngan
pressure cooker untuk mensterilkan cairan sampai volme satu liter diperlukan
tekanan sebesar 103 kPa, suhu 121 oC selama 20 menit. Alat yang disterilkan
dibungkus dengan kertas coklat, bukan aluminium karena kertas aluminium
bersifat tidak dapat ditembusi uap ( Dodds dan Roberts, 1982 ). Sterilisasi media
kultur, air dan larutan lain dengan autoklaf mempunyai satu masalah, yaitubla
tekanan dalam autoklaf diturunkan sampai tekanan udara luar sebelum suhu dari
cairan turun sampai 100 0c, cairan akan mendidih dan mungkin meluap dari
wadah, sehingga tidak dapat dipergunakan lagi. Untuk mengatasi masalah ini,
penurunan tekanan dalam autoklaf harus dilakukan secara perlahan-lahan. Bila
mengunakan alat kecil, sebaiknya alat tersebut disingkirkan terlebih dahulu dari
sumber panas, dan dibiarkan dingin dalam waktu 15-20 menit sebelum dibuka.
Hendaklah selalu diperhatikan bahwa tekanan dipastikan turun sampai 1 atm
sebelum membuka autoklaf ( Wetherell, 1982 ).
9
2. Pemanasan kering
Metode ini hanya digunakan untuk alat gelas, alat logam dan alat lain yang tidak
hangus pada suhu tinggi. Obyek yang mengandung kapas, kertas atau plastik
tidak dapat disterilkan dengan metode ini. Pisau sklapel juga tidak boleh disteilka
dengan metode ini karena temperatur yang tinggi akan membuatnya menjadi
tumpul. Alat yang digunakan adalah oven. Temperatur untuk sterilisasi adalah
sekitar 160 0c selama 4 jam. Alat yang sisterilkan harus dibungkus denagn kertas
alumunium sebelum dimasukkan ke dalam oven ( Dodds dan Roberts, 1982 ).
3. Ultrafiltrasi
Beberapa komponen media tidak tahan pemanasan, seperti vitamin, zat pengatur
tumbuh dan lainnya, sehingga harus disterilkan dengan ultrafiltrasi pada suhu
kamar. Ultrafiltrasi adalah teknik sterilisasi dengan menggunakan penyaring
bakteri ( Dodds dan Roberts, 1982 ).
4. Sterilisasi kimia
Tempat kerja secara umum disterilkan permukaannya dengan etanol 70 % v/v
atau isopropanol 70 % v/v. Meskipun alkohol yang diasamkan ( 70 % pH 2,0 )
mungkin lebih efektif sebagai desinfektan, tetapi tidak digunakan secara umum
karena bersifat korosif pada alat logam. Alkohol 80 % juga sering digunakan,
tetapi lebih mudah terbakar. Alat yang akan dipakai sebaiknya dicelupkan dalam
alkohol da dilewatkan lampu spritus ( Dodds dan Roberts, 1982 ).
STERILISASI EKPLAN
Sterilisasi eksplan dapat dilaksanakn dengan dua cara, yaitu secara
mekanik dan secara kimia.
b. Sterilisasi eksplan secara mekanis
Cara ini digunakan untuk eksplan yang keras atau berdaging, yaitu dengan
membakar eksplan tersebut di atas lampu spiritus sebanyak 3 kali. Eksplan keras
yang disterilisasi dengan cara ini antara lain adalah tebu, biji salak, bung, bunga
anggrek, kapulaga dsb. Sedangkan eksplan yang berdaging antara lain adalah
wortel, umbi, baeang putih dll.
c. Sterilisasi eksplan secara kimiawi
Sterilisasi secara kimiawi digunakan untuk eksplan yang lunak (jaringan
muda) seperti daun, tangkai daun dll. Beberapa jenis disinfektan yang umum
digunakan pada kultur jaringan tanaman:
10
Beberapa disinfektan yang biasa digunakan
Desinfektan Kadar Waktu
sterilisasi
Na-
Hipoklorid**
0,5%
– 5%
5 – 20 menit
Alkohol 75% -
80%
Beberapa
detik-
beberapa
menit
Benzalkonium
khlorid
0,1%
-
0,5%
5 – 20 menit
Hidrogen
peroksida
1% -
3%
15 – 30
menit
Sublimat 0,1% 20 – 30
menit* Zat-zat tersebut beracun dan atau iritasi, pemakaian harus hati-hati
** Pemutih pakaian, biasanya larutan Na hipoklrorid atau Chlorinated lime chlorid
5% kalsium hipoklorid jug baik *** Zephiran, BTC, Roccal
(D.F. Wetherell, 1976)
Tabel.1. Disiinfektan yang biasa digunakan dalam KJT
Sodium hipoklorit
Nama dagangnya adalh Clorox atau Bayclin. Konsentrasi untuk sterilisasi
tergantung dari kelunakan eksplan, dapat 5%-10%, dan waktunya antara 5-10
menit.
Mercuri klorit
Nama dagangnya adalah Sublimat 0,05%. Penggunaan bahan kimia ini harus hati-
hati karena bersifat racun. Cara perlakuan sterilisasi dengan sublimat sama
dengan sterilisasi dengan Clorox, hanya waktunya lebih pendek karena sublimat
bersifat keras. Bila sterilisasi terlalu lama dapat menyebabkan kerusakan pada
eksplan (berwarna coklat) sehingga eksplan tersebut tidak akan mapu tumbuh.
Konsentrasi yang digunakan 0,05%-0,1% dan waktu sterilisasi 5-10 menit.
11
Alkohol 70%
Alkohol lebih banyak diperdagangkan dalam bentuk alkohol 95%. Jamur
biasanya mati dengan alkohol 70%, sedangkan dengan alkohol 95% masih tetap
hidup. Oleh karena itu, alkohol 95% perlu diencerkan menjadi alkohol 70%.
(Hendaryono dan Wijayani, 1994).
Biasanya lapisan luar tanaman berlapis lilin, maka larutan desinfektan perlu
ditambah sedikit deterjen atau bahan pembasah (wetting agent) yaitu tween 20
atau tween 80. bila memakai salkonium klorida sebagai desinfektan tidak
diperlukan penambahan deterjen karena desinfektan ini sudah bisa bersifat
sebagaio deterjen (Wetherell, 1982)
5. Media Kultur
Media kultur yang memenuhi syarat adalah media yang mengandung
nutrien makro dan mikro, sumber tenaga umumnya digunakan sukrosa, seringkali
juga mengandung 1 atau 2 macam vitamin dan zat perangsang pertumbuhan.
Kadang-kadang diperlukan penambahan zat lain seperti yeast, ekstrak malt
(Wetherell, 1982).
Komposisi media kultur jaringan adalah:
1. Garam-garam anorganik
Zat kimia anorganik terdiri dari makronutrien dan mikronutrien. Makronutrien
dibutuhkan dalam jumlah lebih dari 0,5 mmol/L, sedangkan mikronutrien
dibutuhkan dalam jumlah kurang dari 0,5 μmol/L. Yang termasuk dalam
makronutrien adalah N, K, P, Ca, S dan Mg. Elemen mikronutrien adalah Fe, Mn,
Zn, B, Cu dan Mo (Gamborg dan Shyluk, 1981)
Menurut Sutarni Moeso (1989), kegunaan tiap-tiap unsur tersebut adalah
sebagai berikut:
a. Nitrogen (N)
Kegunaan nitrogen bagi tanaman adalah untuk menyuburkan tanaman,
sebab unsur N dapat membentuk protein, lemak dan berbagai persenyawaan
organik yang lain. yang paling penting dalam hal ini adalah pembentukan protein.
Jadi unsur N dipergunakan terutama untuk pertumbuhan vegetatif tanaman.
Selain itu unsur N juga berperan dalam pembentukan hijau daun untuk
melaksanakan proses fotosintesis yang nantinya akan menghasilkan karbohidrat.
b. Fosfor (P)
12
Unsur P terutama dibutuhkan tanaman untuk pembentukan karbohidrat.
Maka unsur P ini dibutuhkan secara besar-besaran pada waktu pertumbuhan
benih, pembungaan, pemasakan buah dan biji.
c. Kalium (K)
Unsur K berfungsi memperkuat tubuh tanaman, karena unsur ini dapat
menguatkan serabut-serabut akar sehingga daun, bunga dan buah tidak mudah
gugur. Di samping itu, unsur K juga berfungsi memperlancar metabolisme dan
mempengaruhi penyerapan makanan.
d. Sulfur (S)
Unsur S merupakan unsur yang penting untuk pembentukan beberapa jenis
protein, seperti asam amino dan vitamin B1. Unsur S juga berperan penting dalam
pembentukan bintil-bintil akar juga membantu pembentukan anakan sehingga
pertumbuhan dan ketahanan tanaman terjamin.
e. Kalsium (Ca)
Unsur Ca terdapat pada batang dan daun tanaman. Unsur Ca ini bertugas
merangsang pembentukan bulu-bulu akar, mengeraskan batang dan merangsang
pembentukan biji karena unsur Ca bersama-sama dengan unsur Mg akan
memproduksi cadangan makanan.
f. Magnesium (Mg)
Dengan menambahkan unsur Mg maka kandungan fosfat dalam tanaman
dapat meningkat. Sedangkan kegunaan dari fosfat sendiri adalah sebagai bahan
mentah untuk pembentukan sejumlah protein. Dengan terbentuknya sejumlah
protein ini, maka pertumbuhan daun menjadi hijau sempurna dan terbentuk
karbohidrat, lemak serta minyak-minyak.
g. Besi (Fe)
Unsur Fe dibutuhkan sedikit lebih banyak daripada unsur mikro lainnya.
Unsur Fe biasa diberikan dalam bentuk FeSO4.7H2O dan Na2.EDTA.2H2O. Di
dalam kultur jaringan , pemberian unsur Fe juga berfungsi sebagai penyangga
(chelatin agent) yang sangat penting untuk menyangga kestabilan pH media
selama digunakan untuk menumbuhkan jaringan tanaman. Pada tanaman, unsur
Fe berfungsi untuk pernapasan dan pembentukan hijau daun.
2. Zat-zat organik
a. Sukrosa, glukosa, fruktosa
13
Sukrosa sering ditambahkan pada medium kultur jariingan sebagai sumber
energi yang diperlukan untuk induksi kalus. Sukrosa dengan konsentrasi 2% - 5%
merupakan sumber karbon. Penggunaan sukrosa diatas kadar 3% meyebakan
terjadinya penebalan dinding sel. Glukosa dan fruktosa dapat digunakan untuk
mengganti sukrosa karena dapat merangsang pertumbuhan beberapa jaringan.
b. Mio-inositol
Penambahan mio-inositol pada medium bertujuan untuk membantu
diferensiasi dan pertumbuhan sejumlah jaringan. Bila myo-inositol diberikan
bersama dengan auksin, kinetin dan vitamin, maka dapat mendorong
pertumbuhan jaringan kalus.
c. Vitamin
Vitamin-vitamin yang sering digunakan dalam media kultur jaringan antara
lain adalah Tiamin(vitamin B1), Piridoksin (vitamin B6) dan asam nikotinat.
Fungsi tiamin untuk mempercepat pembelahan sel pada meristem akar, juga
berperan sebagai koenzim dalam reaksi yang menghasilkan energi dari
karbohidrat dan memindahkan energi. Asam nikotinat juga penting dalam reaksi-
reaksi enzimatik, disamping berperan sebagai prekursor dari beberapa alkaloid.
Pemberian vitamin C biasanya bertujuan untuk mencegah terjadinya pencoklatan
pada permukaan irisan jaringan.
d. Asam-asam amino
Asam-asam amino berperan penting untuk pertumbuhan dan diferensiasi
kalus. Kebutuhan asam amino untuk setiap tanaman berbeda-beda. Asparagin dan
Glutamin berperan dalam metabolisme asam amin, karena dapat menjadi
pembawa dan sumber amonia untuk sintesis asam-asam aminobaru dalam
jaringan.
e. Zat pengatur tumbuh (phytohormon)
Zat pengatur tumbuh pada tanaman adalah senyawa organik bukan hara,
yang dalam jumlah sedikit dapat mendukung, menghambat dan dapat mengubah
proses fisiologi tumbuhan. Zat pengatur tumbuh yang digunakan dalam
praktikum ini adalah auksin berupa 2,4 D dan sitokinin berupa kinetin.
Auksin Zat pengatur tumbuh tersebut aktif dalam menstimulasi pertumbuhan
kemudian berubah menjadi IAA. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsentrasi
IAA adalah sintesis auksin, pemecahan auksin, inaktifnya IAA sebagai akibat
proses pemecahan molekul. Pemecahan molkul terjadi karena adanya photo
14
oksidasi dan enzim. Pigmen yang menyerap cahaya (mengoksidasi IAA) dan
merupakan penyebab inaktifnya IAA adalah riboflavin dan ß karoten. 2,4 D
merupakan zat pengatur tumbuh yang dikelompokkan ke dalam auksin. Menurut
Koeffli, Thimann dan Went (1966) aktivitas auksin ditentukan oleh adanya
struktur yang jenuh, adanya rantai keasaman (acid chain), pemisaan carboxyl
group (-COOH) dari struktur cincin, dan adanya pengaturan ruangan antara
struktur cincin dengan rantai keasaman. Posisi dan panjang rantai keasaman
berpengaruh tehadap aktivias auksin rantai karboxyl group dipisahkan oleh
carbon / carbon dan oksigen akan memberikan aktivitas yang optimal. Oleh
karena itu, IAA dan 2,4 D mempunyai aktivias yang cukup tinggi karena
persyaratan di atas terpenuhi.
Arti sebagai salah satu hormon pertumbuhan mempunyai pranan terhadap
pertumbuhan dan perkembangan tanaman dari segi fisiologi, hormon ini
berpengaruh terhadap: pengembangan sel, phototropisme, geotropisma, apical
dominasi, pertumbuhan akar (root initiation), partenocharpy, absission,
pembentukan kalus (callus formation), dan respirasi.
Dari studi tentang pengaruh auksin terhadap perkembangan sel
membuktikan bahwa auksin dapat menaikkan tekanan osmotik, menaikkan
permeabilitas sel terhadap air, menyebabkan pengurangan tekanan pada dinding
sel, menaikkan sintesis protein, menaikkan plastisitas, dan pengembangan
dinding sel. Apabila ujung batang mengalami hambatan dalam pertumbuhannya
(dipotong), maka pertumbuhannya akan tumbuh ke arah samping yang disebut
tunas lateral (tumbuh tunas pada ketiak daun), fenomena ini disebut apical
dominance.
Sitokinin
Sitokinin merupakan suatu zat pengatur tumbuh yang ditemukan pada
tanaman. Zat pengatur tumbuh ini mempunyai peranan dalam proses pembelahan
sel. Menurut Miller et al (1955, 1956) dalam Weafer (1972), senyawa yang aktif
dalam pertumbuhan adalah kinetin (6-furfuryl amino purin). Namun peneliian
yang lain pun menyebutkan bahwa purine adenine pun sangat efektif.
Bentuk dasar dari struktur kimia sitokinin adalah adenine (6-amino purine).
Adenine merupakan bentuk dasar untuk menentukan aktivitas dari sitokinin.
Panjang rantai dan hadirnya suatu double bond dalam rantai tersebut akan
menaikkan aktivitas zat pengatur tumbuh ini.
Reaksi dalam metabolisme sitokinin
15
Zeatin zeatin riboside zeatin ribotide
+ glycine
Adenine serine + triaminopyrimidin
Hypoxanthine
Xanthine uric acid allantoic acid urea
Pembelahan sel dalam kultur jaringan tanaman yang disebabkan oleh kinetin
telah banyak dilakukan oleh para peneliti. Namun tidak ada suatu unsure yang
dapat berdiri sendiri, kesemuanya berinteraksi antara satu sama lain sehingga
terbnuklah suatu system. Penelitian terhadap kinetin dan IAA terhadap Tobacco
pith culture telah membuktikan bahwa ada peranan dari kedua zat ini terhadap
pertumbuhan. Aplikasi auksin dan sitokinin dalam berbagai perbandingan
menghasilkan pertumbuhan yang berbeda. Jika perbandingan konsentrasi sitokin
lebih besar daripada auksin maka akan menghasilkan tunas dan daun. Jika
perbandingan konsentrasi sitokinin lebih kecil daripada auksin maka akan
menghasilkan akar. Jika perbandingan konsentrasi sitokinin berimbang dengan
auksin maka akan menghasilkan akar dan tunas. Jika konsentrasi sitokinin adalah
intermediet (sedang) dan konsentrasi auksin yang rendah maka akan
menghasilkan kalus.
Menurut George dan Sherington (1984) perbandingan dan macam zat
pengatur tumbuh yang dibutuhkan untuk berbagai macam tujuan adalah sbb:
Gbr.2. efek induksi zat pengatur tumbuhan auksin-sitokinin menurut George dan
Sherington (1984).
16
Pembentukan akar pada organEmbryogenesis
Pembentukan akar adventive pada kalus
Inisiasi kalusPembentukan tunas adventive
Perbanyakan tunas advila
Auksin kadar tinggi Sitokinin kadar rendah
Sitokinin kadar tinggiAuksin kadar rendah
Kultur jaringan dapat dilakukan pada media padat atau cair. Bahan
pendukung untuk media padat adalah agar-agar dengan kadar 0,6%-1%.
Penggunaan agar pada kadar yang lebih tinggi pada media akan membuat media
menjadi keras sehingga menghambat difusi zat makanan ke dalam jaringan.
Kultur cair tidak memerlukan agar, suplai O2 diberikan dengan jalan penggojokan
untuk membantu aerasi (Wetherell, 1982).
Hal yang perlu diperhatian dalam pembuatan media antara lain pH. Sel-sel
tanaman yang ditumbuhkan secara kultur jaringan mempunyai rentang pH yang
sangat sempit dengan titik optimum 5,5-5,8. selama kultur, pH media akan
berubah. Pada awal pertumbuhan pH media kultur akan bergeser untuk mencapai
6,0 atau lebih tinggi lagi bila nutrient habis digunakan (Gamborg dan
Shyluk,1981).
Produksi metabolit sekunder
Metabolit sekunder merupakan senyawa yang terkandung dalam tubuh
mikroorganisme, flora dan fauna yang terbentuk melalui proses metabolisme
sekunder. Golongan senyawa ini antara lain adalah alkaloid, steroid, senyawa
fenol, resin, saponin, minyak atsiri, antibiotik, dan feromon.
Penelitian tentang metabolit sekunder telah mengalami kemajuan, salah
satu aspek yang semakin berkembang adalah melalui pendekatan proses produksi
metabolit sekunder melalui kultur jaringan tanaman. Secara umum proses
produksi metabolit sekunder (bahan aktif) dengan kultur jaringan melalui enam
tahapan penting. Prinsipnya adalah setelah menyeleksi tanaman sumber bahan
bioaktif dan menginduksi kalus, perlu dilakukan optimasi pertumbuhan kalus
tersebut.
Pertumbuhan kalus akan optimal jika memenuhi syarat. Syarat minimal
yang harus dipenuhi adalah pada media yang sesuai, baik komposisi maupun
jumlah tiap liternya. Komposisi yang optimal dapat dipacu oleh ketepatan
konsentrasi dan kombinasi zat pengatur tumbuh yang diberikan pada media.
Keuntungan memproduksi metabolit sekunder menggunakan kultur
jaringan tanaman adalah:
1. Metabolit sekunder yang terbentuk tidak tergantung oleh faktor lingkungan.
2. Sistem produksi dapat diatur, sesuai waktu yang dibutuhkan dan dalam jumlah
yang diinginkan sehingga mendekati keadaan pasar yang sesungguhnya.
3. Kualitas dan hasil produksinya lebih konsisten.
4. Mengurangi pmakaian lahan yang luas.
17
Metabolit sekunder yang disintesis lebih rendah daripada senyawa yang
didapat di alam, karena ekspresi sintesis senyawa metabolit sekunder, asal
eksplan, serta kondisi yang mempengaruhi kultur jaringan meliputi komposisi
media, jenis kultur, macam dan konsentrasi zat pengatur tumbuh, dan lingkungan
kultur.
6. Spesifikasi tanaman
1. Kemangi (Ocimumbasilicum )
Sistematika
Divisi : Magnoliophyta
Subdivisi : Angiospremae
Kelas : Magnoliopsida
Bangsa : Lamiales
Suku : Lamiaceae
Marga : Ocimum
Jenis : Ocimumbasilicum Gbr.3. Kemangi
Kadungan kimia
Daun kemangi mengandung minyak atsiri, selain itu juga mengandung saponin,
flavonoid dan tanin. Sedangkan bijinya mengandung saponin,flavonoid, dan
polifenol. Tanaman kemangi mengandung minyak menguap,osimen, pinen,
terpen, sineol dan metil khavikol.
2. Jaka tuwa ( Scopolaria dulcis )
Sistematika
Divisio : Magnoliophyta
Subdivisi : Angiospremae
Kelas : Magnoliopsida
Bangsa : Scrophulariales
Suku : Scrophulariaceae
Marga : Scoparia
Jenis : Scoparia dulcis L.
Gbr.4. Jaka Tuwa
18
Kandungan kimia
Seluruh bagian Joko Tuwo mengandung saponin dan flavonoid, sedangkan
akarnya mengandung alkaloid. Juga telah diberitakan bahwa dalam terna ini
terdapat tanda-tanda adanya zat pahit. Joko Tuwo di beberapa tempat di Jawa
digunakan sebagai pengganti candu dan tanaman tersebut oleh orang Melayu
digunakan sebagai obat batuk. Joko Tuwo juga dapat digunakan sebagai obat
disentri, peluruh air seni, penurun panas, dan mempermudah persalinan.
3. Selasih (Ocimum gratissimum)
Sistematika
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Bangsa : Lamiales
Suku : Lamiaceae
Marga : Ocimum
Jenis : Ocimum gratissimum Gbr.5. Selasih
Kandungan Kimia
Kandungan utama dalam tumbuhan selasih adalah minyak atsiri.
Komponen utama penyusun minyak atsiri Ocimum gratissimum adalah senyawa
organik, merupakan hidrokarbon tidak jenuh yang mempunyai gugus karbonil
dan mempunyai harga Rf hampir sama dengan harga Rf senyawa eugenol.
4. Bawang Putih (Allium sativum )
Sistematika
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Asporagoles
Famili : Alliaceae
Sub Famili : Allioideae
Bangsa : Allieae
Genus : Allium
Spesies : Allium sativum
Gbr.6. Bawang Putih
19
Kandungan Kimia
Dari umbi bawang putih per 100 gram mengandung : - protein sebesar 4,5
gram, - lemak 0,20 gram, - hidrat arang 23,10 gram, - vitamin B 10,22 miligram, -
vitamin C 15 miligram, - kalori 95 kalori, posfor 134 miligram, - kalsium 42
miligram, - besi 1 miligram dan air 71 gram. Di samping itu dari beberapa
penelitian umbi bawang putih mengandung zat aktif awein, awn, enzim alinase,
germanium, sativine, sinistrine, scordinin, nicotinic acid.
Manfaat Bawang Putih (Allium sativum)
Bawang putih biasa dipergunakan sebagai bumbu masakan hampir
disetiap masakan indonesia bahkan diseluruh dunia.Bawang putih juga telah
digunakan sebagai obat sejak dulu. Pada tahun 1858 Louis Pasteur ahli
mikrobiologi menggunakan kerabat bunga lili sebagai desinfekton pembersih
luka.
5. Binahong Anredera cordifolia (Ten.) Steenis
Sistematika
Divisio : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Caryophyllales
Familia : Basellaceae
Genus : Anredera
Spesies : Anredera cordifolia
(Ten.) Steenis
Gbr.7. Binahong
Habitus dan Morfologi
Habitus: berupa tumbuhan menjalar, berumur panjang (perenial), bisa
mencapai panjang ± 5 m. Batang: berbatang lunak, silindris, saling membelit,
berwarna merah, bagian dalam solid, permukaan halus, kadang membentuk
semacam umbi yang melekat di ketiak daun dengan bentuk tak beraturan dan
bertekstur kasar. Daun: tunggal, bertangkai sangat pendek (subsessile), tersusun
berseling, berwarna hijau, bentuk jantung (cordata), panjang 5 - 10 cm, lebar 3 - 7
cm, helaian daun tipis lemas, ujung runcing, pangkal berlekuk (emerginatus), tepi
20
rata, permukaan licin, bisa dimakan. Bunga: majemuk berbentuk tandan,
bertangkai panjang, muncul di ketiak daun, mahkota berwarna krem keputih-
putihan berjumlah lima helai tidak berlekatan, panjang helai mahkota 0,5 - 1 cm,
berbau harum. Akar: berbentuk rimpang, berdaging lunak.
E. Landasan Teori
1. Totipotensi Sel
Sel dan jeringan yang ditanam dengan kultur ( in vitro ) memiliki kemampuan
untuk regenerasi bagian-bagian yang diperlukan, dalam upayanya untuk bisa
tumbuh dengan normal, membentuk kembali menjadi bagian tumbuhan yang utuh
. Dengan kata lain, bahwa di dalam masing-masing sel tumbuhan mungkin
mengandung informasi genetik dan atau sarana fisiologis tertentu yang mampu
membentuk tanaman lengkap bila ditempatkan dalam lingkungan yang sesuai.
Kemampuan inilah yang kemudian dikenal sebagai totipotensi. Baru beberapa
waktu kemudian, yaitu Sejak ditemukannya dua macam hormon tumbuhan, yaitu
asam indol asetat dan asam naftalenasetat, telah mulai berhasil dilakukan kultur
organ ( 1920 ) dan kultur jaringan ( 1939 ). Hingga sekarang, kedua hormon
tumbuhan tersebut diyakini memiliki peranan yang sangat penting artinya dalam
kultur jaringan modern.
Menurut laporan, P.R. White, seorang peneliti dari Amerika ( yang sekarang
dianggap sebagai Bapak kultur jeringan ), pada tahun 1939 melaporkan sejumlah
hasil penelitiannya tentang keberhasilan ia menumbuhkan sejumlah kalus dari
potongan kalus tembakau yang ditanam dalam media kultur cair.
Pada tahun 1955, kelompok Skoog menemukan kinetin, yaitu hormon
golongan sitokinin yang pertama kali ditemukan. Pada tahun 1957 Skoog dan
Miller melaporkan hasil penelitian mereka, yaitu tentang keterkaitan kedua
golongan hormon, yaitu aukin dan sitokinin dalam pengaturan regenerasi akar
dan tunas. Penelitian ini selanjutnya menjadi landasan berbagai upaya pembiakan
secara in Vitro ( Wetherell, 1982 ).
2. Zat Pengatur Tumbuh
Auksin adalah senyawa yang mempunyai kemampuan untuk menginduksi
perpenjangan sel pada pucuk, dengan struktur kimia dengan ciri ada indole ring
(Abidin, 1990).
21
Beberapa gologan auksin diantaranya asam 2,4-diklorofenoksi asetat (2,4-
D),asam naftalen asetat (NAA),asam indol asetat (IAA). 2,4-D merupakan
senyawa yang sering ditambahkan pada media karena bersifat lebih stabil dan
tidak mudah terurai oleh enzim dibanding IAA, serta lebih tahan pemanasan saat
proses sterilisasi.
Sitokonin adalah zat pengatur tumbuh pendukung terjadinya pembelahan
sel, yang mempunyai bentuk dasar adenin (benzil amino purin). Hormon yang
termasuk golongan sitokinin adalah Benzil Adenin (BA), Benzil Amino Purin
(BAP), Kinetin, Zeatin dan Ribosil.
Pada banyak percobaan telah membuktikan media yang ditambah dengan
2,4-D merupakan media yang ideal untuk menumbuhkan kalus karena mampu
menginduksi perpanjangan pucuk sel dan BA untuk menumbuhkan tuna karena
mampu menginduksi terjadinya pembelahan dan diferensiasi sel.
Santoso et. al. ( 1996 ) menyimpulkan bahwa penggunaan 2,4-D pada
konsentrasi 1,50 ppm lebih cepat mendorong terjadinya kalus dibandingkan
konsentrasi 2,4-D yang lain.
Santoso ( 2000 ) juga menemukan bahwa media MS dengan penambahan
zat pengatur tumbuh BAP ( 1mg/liter ) dan 2,4-D ( 1 mg/liter ) terbukti lebih
menghasilkan kalus yang lebih baik dan tidak mudah mencoklat.
22
BAB II
METODOLOGI
A. Alat yang Digunakan
Alat – alat yang digunakan untuk pembuatan Media Murashige Skoog
( MS ),yaitu gelas piala, gelas pengaduk, corong gelas, labu takar, pipet volume,
gelas ukur, gelas arloji,timbangan elektrik, pengaduk magnetic, magnetic stirrer.
Timbngan listrik ( labror, Shimdzu-jepang)
Alat- alat yang digunakan untuk sterilisasi, yaitu erlenmeyer ukuran 300
ml, erlenmeyer ukuran 600 ml, cawan petri, gagang scalpel, pinset, autoklaf
( Sakura – Jepang )
Alat – alat yang digunakan untuk penanaman eksplan, yaitu erlenmeyer
ukuran 300 ml, erlenmeyer ukuran 600 ml, cawan petri, gagang scalpel, pinset,
bunsen, botol untuk Tempat AlkoholBotol semprot, Laminar Air Flow Pharmeq
Laboratories.
B. Bahan yang Digunakan
Bahan- bahan yang digunakan untuk penanaman eksplan, yaitu daun &
tangkai joko tuwo ( Scopolaria dulcis ), bawang putih , daun & tangkai kemangi
(Ocimum basillicum), daun & umbi binahong (Anredera cordifolia (Ten.)
Steenis ) daun selasih (Ocimum gratissimum), aquadest steril, alkohol 70%.
Bahan – bahan yang digunakan untuk pembuatan media Murashige
Skoog, yaitu larutan persediaan elemen anorganik makro, larutan persediaan
elemen anorganik mikro, larutan persediaan sumber besi, larutan persediaan
suplemen organic, larutan persediaan zat pengatur tumbuhan, sukrosa, kertas
saring, aluminium
Bahan – bahan yang digunakan untuk pembuatan sterilisasi alat – alat
kultur, yaitu aluminium foil, air, kertas saring, kertas koran, selotip
C. Cara Kerja
Media padat MS kinetin ( 200 ml )
Masukkan aquades 200 ml ke beker glass
Masukkan :Elemen anorganik makro ( 50ml/L): 10 mlElemen anorganik mikro 5 ml/ L : 1 ml
23
Sumber besi 5ml/L : 1 mlSuplemen organic ( myo-inositol) 100 mg/ L = 20 mgVitamin 1 mg/L= 0,2 mlSumber karbon (sukrosa) =6 gKinetin 2 ppm = 0,4 mlAduk, ukur pH 5,8 – 5,9
Masukkan agar, panaskan sambil diaduk ad jernih
Angkat, masukkan dalam @ botol ± 10 ml
Ditutup mulut botol dengan aluminium foil
Media padat MS 2,4 D ( 400 ml )
Masukkan aquades 400 ml ke beker glass
MasukkanElemen anorganik makro ( 50ml/L): 20 mlElemen anorganik mikro 5 ml/ L : 2 mlSumber besi 5ml/L : 2mlSuplemen organic ( myo-inositol) 100 mg/ L = 40 mgVitamin 1 mg/L= 0,4mlSumber karbon (sukrosa) =12 gKinetin 2 ppm = 0,4 ml
Aduk, ukur pH 5,8 – 5,9
Masukkan agar, panaskan sambil diaduk ad jernih
Angkat, masukkan dalam @ botol ± 10 ml
Ditutup mulut botol dengan aluminium foil
Sterilisasi AlatCawan petri ( diberi 2 kertas saring ), pinset, scalpel
Dibungkus dengan Koran
Erlenmyer yang diisi air 200 ml & Erlenmeyer 500 ml ( tidak diisi air ) ditutup mulutnya dengan aluminium foil
Sterilisasi dengan autoklaf 121ºC, 20’
24
Penyiapan Kotak Aseptis
Matikan lampu UV & buka kain penutup
Semprot tangan & tisu dengan etanol 70 %
Bersihkan kotak aseptis dengan tisu
Nyalakan api bunsen
Buka alat – alat dari pembungkus Koran
Pinset & scalpel dipanaskan dengan api
Masukkan dalam alkohol
Pembuatan Larutan Sublimat
Panaskan mulut Erlenmeyer dengan bunsen & penutup
Masukkan serbuk natrium Sublimat 60 mg dalam Erlenmeyer berisi 200ml aquades
Tutup dengan aluminum foil
Gojog perlahan hingga larut dalam air
Penyiapan Eksplan & Penanaman Eksplan
Tanaman dipotong
Masukkan dalam gelas
Dicuci dengan air sabun
Dibilas dengan air mengalir sampai bersih
Cuci dengan sublimat 0,03 % secara aseptis selama 15’ ( kecuali untuk binahong 20’)
Bilas dengan aquades steril 3 x, 3’, 5’, 7’
Ambil eksplan
Letakkan pada kertas saring di cawan petri
Potong bagian permukaan dan tepi ekplan yang kontak dengan sublimat
Potong eksplan dengan ukuran ± 1x1 cm
25
Tanam pada media kultur @ 3 eksplan untuk 1 pot( dilakukan pada suasana aseptis )
Inkubasi pada incubator
26
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
No. Nama Eksplan Jumlah
Pot
Hilang Kontaminasi Mati Berhasil
Tumbuh
Sisa
Akhir
1. Jaka tuwa
( Scopolaria dulcis )
6 - 5 1 1 -
2. Kemangi
(Ocimumbasilicum )
6 - 3 - 3 3
3. Selasih
(Ocimum gratissimum)
6 - 3 - 5 3
4. Bawang Putih
(Allium sativum )
9 1 4 - 9 5
5. Binahong
( Anredera cordifolia)
daun dan umbi
6 - 6 - - -
6. Binahong
( Anredera cordifolia)
daun
6 - 6 - 3 -
7. Sub Kultur 5 - 1 - 5 4
Tabel.2. Hasil Kultur Jaringan Tanaman
A. Keberhasilan Pembuatan Media serta Sterilisasi Alat dan Media
Pembuatan media kultur sangat menentukan keberhasilan dalam
penumbuhan kultur ke depannya. Oleh sebab itu, dalam pembuatan media harus
benar-benar sesuai dengan petunjuk yang sudah ditentukan dan terjaga
sterilitasnya. Karena jika komposisi bahan penyusun tidak tepat akan
mempengaruhi pertumbuhan dari eksplan tersebut, sehingga perhitungan harus
benar-benar diperhatikan. Selain itu, sterilitas dari alat dan tempat yang
digunakan juga harus selalu diperhatikan, karena jika media sudah mengalami
kontaminasi terlebih dahulu sebelum digunakan untuk menanam eksplan, maka
ke depannya kultur yang dihasilkan pun juga akan mengalami kontaminasi. Dari
sejumlah 400 ml media MS 2,4 D (2,4-Dicloro fenoksi asetat ) dihasilkan pot
kultur sebanyak 60 buah. Sedangkan dari sejumlah 200 ml media MS kinetin
27
dihasilkan pot kultur sebanyak 20 buah. Semua hasil pembuatan media ini tidak
ada yang terkontaminasi
Dari hasil sterilisasi alat dan media dapat diketahui bahwa proses
sterilisasi dibilang berhasil, karena alat dan tempat yang digunakan sebelumnya
harus mengalami proses sterilisasi terlebih dahulu sebelum digunakan untuk
bekerja. Alat yang digunakan harus dimasukkan ke dalam autoklaf dahulu selama
20 menit pada suhu 120 oC agar mikroba yang terdapat dalam alat tersebut mati.
Sedangkan tempat yang digunakan untuk penanaman ( kotak entkast ) juga harus
disterilisasi terlebih dahulu, yaitu dengan cara menyalakan lampu UV yang ada
dalam kotak tersebut selama 2 jam sebelum digunakan untuk mematikan mikroba
yang ada, dan setiap akan bekerja tempat dan tangan dari praktikan harus selalu
disemprot menggunakan alkohol 70 % sebelum bekerja.
B. Kultur Kalus
Dari hasil pengamatan pertumbuhan kultur didapatkan hasil bahwa
pertumbuhan kalus lebih berhasil dan memberikan hasil yang positif
dibandingkan dengan pertumbuhan tunas. Contohnya adalah pada penanaman
eksplan selasih menggunakan media 2,4-D untuk menginduksi kalus dihasilkan
kalus yang banyak dan menunjukkan pertumbuhan yang cepat, dibandingkan
dengan penanaman eksplan daun binahong yang ditanam pada media kinetin
menunjukkan hasil yang negatif, bahkan menunjukkan banyak yang mengalami
kontaminasi. Hal ini selain disebabkan karena media kurang cocok terhadap
penumbuhan kalus, juga daun yang ditanam juga mempunyai bentuk yang agak
tebal dan berambut, sehingga dalam proses pra sterilisasi maupun saat sterilisasi
sangat sulit untuk membersihkan semua mikroba dan jamur yang terkandung
dalam daun tersebut, sehingga hasil yang didapatkan mengalami kontaminasi.
Gbr.8. kultur yang terkontamminasi jamur
28
Pada kultur kalus umbi bawang putih tidak hanya kalus yang tumbuh pada
praktikum kami, melainkan juga tunas. Hal ini dikarenakan pada bawang terdapat
banyak senyawa sitokinin yang dapat merangsang pertumbuhan tunas.
Gbr.9. Kultur kalus bawang putih yang ditumbuhi tunas
C. Kultur Tunas
Pada kultur tunas Jaka Tuwa, pertumbuhan tunas ditandai dengan
tumbuhnya tunas pada ketiak daun. Kami menanam 6 pot untuk praktikum ini.
Hasil menunjukkan tanda-tanda positif dengan tumbuhnya tunas oleh satu pot
saja. Sisanya mengalami kontaminasi dan brownning hingga mati.
Gbr.10. Kultur Tunas Jaka Tuwa
Pada kultur tunas binahong pertumbuhan tunas seharusnya ditandai
dengan tumbuhnya tunas pada tepian daun yang ditanam. Pada praktikum ini,
kelompok kami menanam 9 pot. Dari kesembilan pot tersebut hanya dua pot yang
menunjukkan tanda-tanda tumbuh dan sisanya mengalami kontaminasi.
Pertumbuhan pun bukan ditandai dengan tumbuhnya tunas melainkan tumbuh
29
butira-butiran kalus di tepian daun. Diakhir praktikum kami tidak memiliki pot
yang tersisa akibatnya adanya kontaminasi.
Pada kultur tunas kemangi kami menanam 6 pot. Secara teori seharusnya
tunas tumbuh pada tepian daun kemangi maupun di ketiak daun kemangi. Pada
praktikum kami dari keenam pot tersebut hanya satu yang tumbuh tunas dan
keenam pot tersebut ditumbuhi kalus. Akan tetapi pada akhir praktikum kami
hanya tersisa 3 pot kemangi dan sisanya mengalami kontaminasi.
Gbr.11. kultur tunas kemangi yang ditumbuhi kalus
Terjadi peristiwa tumbuhnya kalus pada media kinetin yang seharusnya
ditumbuhi tunas kemungkinan adalah akibat tanaman tesebut menghasilkan
auksin. Apabila auksin berinteraksi dengan kinetin dapat memacu pertumbuhan
kalus.
30
D. Kultur Suspensi Sel
Gbr.12. kultur suspensi sel
Pada praktikum ini, kami menggunakan eksplan kalus dari kemangi untuk
di kulturkan dengan kultur suspensi sel. Dipilih kalus dari kemangi karena
merupakan lalus yang remah sehingga mudah dipisahkan menjadi butiran kalus
tunggal sehingga dapat terbentuk suspensi dala media cair.
Berikut ini adalah gambar hasil dari kultur suspensi sel yang kami lakukan.
Gbr .13. penampang sel kemangi
E. Subkultur
Pada praktikum ini kami menggukan ekplan bawang putih dan kemangi
untuk dilakukan subkultur. Pemilihan bawang putih karena media padat yang
digunakan untuk kultur telah rusah mengalami pecah-pecah. Sedangkan kemangi
31
dilakukan subkultur karena menyelamatkan dari kontaminasi di daerah media
tanam.
Pada akhir subkultur didapatkan eksplan lebih besar akibat pertmbahan
massa kalus. Berikut ini adalah gambar subkultur yang kami lakukan.
Gbr.14. sub kultur bawang putih
F. Kuantifikasi dan Analisis Metabolit Sekunder
Kuantifikasi
Setelah dilakukan pemanenan pada kalus, kemudian dilakukan uji secara
kuantifikasi dan kualifikasi analisis metabolit sekunder dari hasil kultur. Tujuan
dari uji kualifikasi dan kuantifikasi adalah untuk membandingkan hasil metabolit
sekunder yang dihasilkan oleh tanaman hasl kultur jaringan dengan tanaman yang
tumbuh di alam(di luar laboratorium). Untuk mengkuantifikasi kadar senyawa
dalam kalus, dapat dilakukan dengan cara kromatografi lapis tipis. Kromatografi
lapis tipis merupakan metode pemisahan fisika kimia. Lapisan yang memisahkan
yang terdiri atas bahan-bahan berbentuk butiran (fase diam), ditempatkan pada
penyangga berupa pelat gelas, logam atau lapisan yang cocok. Campuran yang
akan dipisah, berupa larutan ditotolkan berupa bercak atau pita. Setelah pelat atau
lapisan diletakkakn dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang
yang cocok (fase gerak), pemisahan terjadi selama perambatan kapiler
(pengembangan). Selanjutnya senyawa yang tidak berwarna harus ditampakkan
(dideteksi) dengan penunjuk bercak.
Metode kromatografi ini juga dapat dilakukan untuk uji kualifikasi dari
metabolit sekunder yang dihasilkan oleh eksplan hasil kultur. Pada praktikum
tidak dilakukan uji kualifikasi dan kuantifikasi dengan metode kromatografi
32
karena keterbatasan waktu, alat dan bahan di laboratorium. Uji kuantifikasi yang
dilakukan dengan membandingkan atau menghitung ramdemen dari bobot basah
dan bobot kering kalus hasil kultur setelah didapatkan bobot tetap pada
pemanasan ke 3 ( 1 kali pemanasan selama setengah jam). Dari hasil
penimbangan didapatkan data kalus kemangi bobot basahnya 5919,3 mg dan
bobot kering 770,5 mg. Randemen bobot kalus kemangi yang didapatkan dari
praktikum ini adalah:
Bobot basah : 5919,3 mg
Bobot kering : 770,5 mg
Randemen : bobot kering x 100 % = 770,5 x 100% = 13,02 % bobot basah 5919,3
Untuk kalus selasih didapatkan bobot basah 1079,4 mg dan bobot kering 506,2
mg. Randemen bobot kalus kemangi yang didapatkan dari praktikum ini adalah:
Bobot basah : 1079,4 mg
Bobot kering : 506,2 mg
Randemen : bobot kering x 100 % = 506,2 x 100% = 46,89% bobot basah 1079,4
Untuk kalus bawang putih didapatkan bobot basah : 1683, 2 mg dan bobot
kering : 570,0 mg. Randemen bobot kalus bawang putih yang didapatkan dari
praktikum ini adalah
Bobot basah : 1683,2 mg
Bobot kering : 570,0 mg
Randemen : bobot kering x 100 % = 570,0 x 100% = 33,86 % bobot basah 1683,2
Dari hasil uji kuantifikasi tersebut di atas, diketahui bahwa jumlah kalus yang
dihasilkan dari percobaan tersebut untuk kalus kemangi sebesar 432 mg, kalus
selasih 506,2 mg, dan kalus kemangi 770,5 mg.. Dan setelah dipanaskan pada
suhu 60 oC sampai mencapai bobot tetap diperoleh hasil bobot kering untuk kalus
kemangi sebesar 770,5 mg, kalus selasih 506,2, dan kalus bawang putih 570,0
mg. Sehingga hal ini bila dilihat dari sisi kelestarian tanaman yang dihasilkan,
diperoleh besarnya kelestarian dari tanaman kemangi adalah sebesar 13,02 %,
selasih sebesar 46,89%, dan bawang putih sebesar 33,86%
Analisis Kandungan Metabolit Sekunder
Kemangi(Ocimumbasilicum )
33
Diketahui bahwa kemangi mengandung eugenol, yaitu senyawa yang
memiliki gugus fenol Untuk analisis kualitatif menggunakan KLT dapat
menggunakan fase diam silica gel GF254 dan fase geraknya heksan; etil asetat
( 9:1).
Jaka tuwa ( Scopolaria dulcis)
Pada tanaman Jaka tuwa diketahui tanaman mengandung senyawa berupa
flavonoid, saponin, dan alkaloid. Untuk pengujian dengan metode kualitatifnya
dapat menggunakan KLT dengan fase diam berupa selulosa dan fase gerak
berupa BAW (4:1:5) untuk identifikasi flavonoid. Untuk identifikasi saponin
adapat digunakan silika gel F 254 sebagai fase diam dan n-heksana:etil asetat
(7:3) dan toluena:etil asetat:dietilamin (7:2:1) untuk identifikasi alkaloid.
Pereaksi semprot yang digunakan adalah sitroborat dan uap amonia untuk
flavonoid, dragendroff untuk alkaloid, dan pereaksi semprot LB untuk saponin.
Selasih (Ocimum gratissimum)
Kandungan utama dalam tumbuhan selasih adalah minyak atsiri. Cara uji
kualitatif dapat menggunakan KLT yang dilanjutkan dengan densitometrer.
Ekstrak sebanyak 10µL ditotolkan pada silika gel G kemudian dielusi dengan fase
gerak menggunakan n heksan-etil asetat (QS:15 .) kemudian hasil KLT
tersebut diuji dengan densitometer.
Bawang Putih (Allium sativum )
Bawang putih mengandung aliin dan diidentifikasi dengan menggunakan
ninhidrin. Kemudian untuk uji kualitatifnya dapat digunakan KLT dengan fase
gerak metaol-kloroform, butanol-propanol-asam asetat-air, heksan-etil asetat.
Binahong ( Anredera cordifolia (Ten.) Steenis )
Analisis kandungan dalam tanaman binahong dapat dilakukan dengan
Kromatografi Lapis Tipis yang diawali dengan ekstraksi. Ekstraksi untuk kalus
binahong menggunakan larutan etil asestat. Kemudian untuk uji secara kualitatif
dapat menggunakan Kromatografi Lapis Tipis dengan fase gerak kloroform-etil
asetat (4:1) . Untuk deteksi bercak dan warnanya dapat digunakan pereaksi
34
semprot berupa amonia, FeCl3, Vanilin, asam sulfat, sinorat, Liebermann-
Burchard.
Kandungan Senyawa pada Binahong
a. Kandungan Senyawa Flavonoid
Deteksi senyawa flavonoid yang pertama dilakukan dengan pengamatan di
bawah sinar UV 254 & UV 366. Flavonoid menyebabkan peredaman fluoresensi
pada UV 254 dan menghasilkan fluoresensi kuning, biru/hijau pada UV 366
(Wagner & Bladt, 1996)
Menurut Wagner dkk (1904) suatu senyawa yang meredam pada sinar UV 254
nm merupakan senyawa yang memiliki gugus karbonil, gugus fenolik, atau gugus
lain yang memiliki setidaknya dua ikatan rangkap terkonjugasi. Pada Uv 366
bercak yang berfluoresensi menunjukkan suatu senyawa yang mengandung ikatan
rangkap terkonjugasi lebih panjang.
b. Kandungan Senyawa Saponin
Indentifikasi adanya saponin dilakukan dengan menggunakan pereaksi
semprotvanilin asam sulfat dan dipertegas dengan pereaksi semprot Lieberman-
Burchard (LB) dilanjutkan dengan pemanasan pada suhu 100-105° C. menurut
Wagner dkk (1984), saponin akan memberikan bercak berwarna biru, ungu
kebiruan atau kuning pada sinar tampak.
Oleh Farnsworth (1906) disebutkan bahwa pereaksi LB merupakan pereaksi
spesifik terhadap saponin dan akan memberikan warna hijau untuk saponin.
35
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Baik kinetin maupun 24-D dalam mempengaruhi pertumbuhan eksplan
ternyata memiliki keterkaitan dengan senyawa yang ada di dalam tumbuhan
tersebut. Dalam media kinetin oleh adanya interaksi dengan auksin dapat
menumbuhkan kalus. Sedangkan media 24-D karena adanya sitokinin yang tinggi
dapat memacu pertumbuhan tunas.
B. Saran
1. Dalam pelaksanaan penanaman kultur, teknik aseptis perlu ditingkatkan lebih
lagi.
2. Untuk eksplan binahong dapat dilakukan pencucian dengan sublimat yang
lebih lama agar keberhasilan kultur lebih tinggi.
36
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z.,1990, Dasar-dasar pengetahuan tentang zat pengatur tumbuh,
Angkasa, Bandung
Etik Handayani Puji Astuti,Y. 1990. Produksi Solasodina Dengan Kultur Kalus
Solanum melonenga Linn. Skripsi, Fakultas Farmasi UGM. Yogyakarta
Fowler, M.A, `1983, Commercial Aplication and Economic Aspects of Mass
Plant Cell Cultures dalam mantel, S. H., and Smith, H. ( Eds), Plant
Biotechnology, 3-38, Cambridge University Press, London
P.Sriyanti Hendaryono, Daisy dan Ari Wijayani. 1994. Teknik Kultur Jaringan.
Penerbit Kanisius. Yogyakarta
Santoso, Untung dan Fatimah Nursandi. 2004. Kultur Jaringan Tanaman.
Penerbit UMM. Malang
Suryanti, Heny. 1990. Produksi Diosgenin Dengan Teknik Kultur Suspensi Sel
Costus speciosus J.Sm. Skripsi, Fakultas Farmasi UGM. Yogyakarta
Suryowinoto,M. 1985. Budidaya Jaringan dan Manfaatnya. Fakultas Biologi
UGM. Yogyakarta
Yuwono, Triwibowo. 2006. Bioteknologi Pertanian. UGM Press. Yogyakarta.
Wetheral, D.F., 1982, Pengantar Propagasi Tanaman secara In Vitro,
diterjemahkan oleh Koensoemardyah, S., IKIP Press, Semarang.
37