laporan praktikum kjt

56
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini bahan alam sudah semakin banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia di bidang kesehatan yang salah satuny.a untuk pengobatan. Penggunaan obat bahan alam terbesar berasal dari tumbuhan jika dibandingkan dengan hewan, Hal ini disebabkan adanya produksi metabolit sekunder dari tumbuhan, antara lain flavonoid, saponin, alkaloid, terpenoid, minyak atsiri dan sebagainya, yang disintesis oleh berbagai tumbuhan, yang memiliki kegunaan ynag potensial dalam proses pengobatan. Metabolit sekunder adalah golongan senyawa yang terkandung dalam tubuh mikroorganisme, flora, dan fauna ynga terbentuk melalui proses metabolit sekunder. Penelitian menyangkut metabolit sekunder saat ini telah mengalami kemajuan yang pesat. Salah satu aspek yang semakin berkembang adalah pendekatan proses produksi metabolit sekunder melalui kultur jaringan tanaman. Kultur jaringan tanaman adalah istilah untuk budidaya secara in vitro dari semua bagian tanaman, misalnya sel tunggal, jaringan atau organ di bawah kondisi lingkungan aseptik dan yang sesuai Penelitian banyak berkembang terutama pada proses induksi kalus pada tanaman yang umum dikenal sebagai tanaman obat, seperti adas, jarak, kina, 1

Upload: leaanggreny

Post on 03-Jul-2015

1.489 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN PRAKTIKUM KJT

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Saat ini bahan alam sudah semakin banyak digunakan oleh masyarakat

Indonesia di bidang kesehatan yang salah satuny.a untuk pengobatan.

Penggunaan obat bahan alam terbesar berasal dari tumbuhan jika dibandingkan

dengan hewan, Hal ini disebabkan adanya produksi metabolit sekunder dari

tumbuhan, antara lain flavonoid, saponin, alkaloid, terpenoid, minyak atsiri dan

sebagainya, yang disintesis oleh berbagai tumbuhan, yang memiliki kegunaan

ynag potensial dalam proses pengobatan.

Metabolit sekunder adalah golongan senyawa yang terkandung dalam

tubuh mikroorganisme, flora, dan fauna ynga terbentuk melalui proses metabolit

sekunder. Penelitian menyangkut metabolit sekunder saat ini telah mengalami

kemajuan yang pesat. Salah satu aspek yang semakin berkembang adalah

pendekatan proses produksi metabolit sekunder melalui kultur jaringan tanaman.

Kultur jaringan tanaman adalah istilah untuk budidaya secara in vitro dari semua

bagian tanaman, misalnya sel tunggal, jaringan atau organ di bawah kondisi

lingkungan aseptik dan yang sesuai Penelitian banyak berkembang terutama pada

proses induksi kalus pada tanaman yang umum dikenal sebagai tanaman obat,

seperti adas, jarak, kina, ganja, kemangi, kencur, mimba, tapak dara dan lain –

lain.

Kultur jaringan tanaman merupakan salah satu metode yang

dikembangkan untuk memecahkan persoalan penyediaan sumber bahan obat dari

tumbuhan.. Penerapan kultur jaringan tumbuhan mempunyai beberapa

keuntungan dibandingkan dengan penggunaan konvensional. Keuntungannya,

yaitu dapat diproduksi senyawa bioaktif dalam kondisi terkontrol dan waktu ynag

relative lebih singkat, kultur bebas dari kontaminasi mikroba, setiap sel dapat

diperbanyak untuk menghasilkan senyawa metabolit sekunder tertentu,

pertumbuhan sel terawasi, serta tidak bergantung pada kondisi lingkungan seperti

keadan geografi, iklim dan musim. ( Fowler, 1983)

.

1

Page 2: LAPORAN PRAKTIKUM KJT

Keberhasilan dalam teknologi serta penggunaan metode in vitro

terutama disebabkan pengetahuan yang lebih baik tentang kebutuhan hara sel dan

jaringan yang dikulturkan. Hara terdiri dari komponen utama dan komponen

tambahan. Komponen utama meliputi garam mineral, sumber karbon (gula),

vitamin dan pengatur tumbuh. Komponen lain seperti senyawa nitrogen organik,

berbagai asam organik, metabolit dan ekstrak tambahan tidak mutlak, tetapi dapat

memberi ketahan sel dan perbanyakannya.

Komponen penyusun media tidak ditemukan secara langsung, tetapi

berdasarkan percobaan yang dilakukan. Medium yang dikembangkan oleh

Murashige dan Skoog (MS) untuk kultur jaringan tembakau digunakan secara

luas untuk kultivasi kalus pada agar demikian juga kultur suspensi sel dalam

medium cair. Dan yang perlu diingat bahwa setiap tanaman membutuhkan nutrisi

yang berbeda-beda dan tentu saja media yang digunakan juga berlainan

Dalam pengerjaan kultur jaringan disyaratkan keadaan yang steril

menyangkut peralatan kerja, media yang digunakan, ruang kerja, dan yang paling

utama adalah sterilisasi dari eksplan yang akan ditanam. Tahapan sterilisasi ini

dilakukan untuk memperkecil kemungkinan terjadinya kontaminasi saat proses

inkubasi atau penumbuhan eksplan kultur jaringan. Mikroorganisme meliputi

jamur dan bakteri. Jika mikroorganisme ada, media menjadi kurang steril

sehingga pertumbuhan bakteri atau jamur akan melebihi dan mengalahkan

eksplan yang kita tumbuhkan.

Potensi pelestarian suatu tanaman yang dilakukan melalui kultur jaringan

ini dapat diukur dari kemampuannya untuk mempertahankan dan melestarikan

sifat-sifat dari tanaman induk terutama dalam menghasilkan senyawa kimia yang

sama dengan tanaman induknya. Dimana dalam analisis kandungan kimia dari

tanaman hasil kultur dalam rangka potensi pelestarian dapat dilakukan dengan

membandingkan kromatogram dari ekstrak tanaman hasil kultur dengan

kromatogram ekstrak tanaman induknya

B. Perumusan Masalah

1. Bagaimana pengaruh media MS kinetin terhadap pertumbuhan tunas ataupun tunas

2. Bagaimana pengaruh media MS 2, 4 D terhadap pertumbuhan tunas ataupun kalus?

2

Page 3: LAPORAN PRAKTIKUM KJT

C. Tujuan

1. Mengetahui pengaruh media MS kinetin terhadap pertumbuhan tunas pada eksplan

2. Mengetahui pengaruh zat media MS 2, 4 D ( 2,4-Dicloro fenoksi asetat )

terhadap pertumbuhan kalus pada eksplan.

D.Tinjauan Pustaka

1. Kultur Jaringan Tanaman

Mikropropagasi adalah pembiakan secara vegetatif in vitro yang dimulai

dari bagian yang sangat kecil eksplan (sel, jaringan) untuk mendapatkan sejumlah

besar tanaman (george and sherington,1984,plant propagation by tissue

culture,exegetic limited,inggris)

Tahap-tahap propagasi tanaman menurut prof murashige yang telah

disempurnakan oleh Debergk dan Maene dapat dikelompokkan menjadi:

Tahap 0 : persiapan dan pemilihan tanaman

Tanaman sumber dipilih tanaman yang sehat dan bebas dari penyakit karena hal

ini akan mempengarhi keberhasilan propagasi tanaman secara in vitro

Tahap 1 : pembuatan kultur aseptic.

Eksplan yang disucihamakan, ditanam secara aseptic dalam suatu media kultur

yang sesuai bag pertumbuhannya

Tahap II : tahap penggandaan

Tujuan tahap ini adalah untuk memperbayak tanaman kecil (platula)

Tahap III : persiapan untuk tumbuh di lingkungan eksternal

Tanaman yang dihasilkan dari taha II masih terlalu kecil dan lemah untuk hidup

dan tumbuh di tanah atau lumpur. Pada tahap ini dibuat plantula yang mampu

berfotosintesis dan mampu bertahan hidup tanpa oasokan karbohidrat dari luar

(george and sherington,1984)

Tahap IV : pemindahan ke lingkungan eksternal

Plantula pada tahap III dipidahkan dari in vitro ke lingkungan eksternal dengan

hati –hati agar tidak merusak tanaman.

Kultur jaringan secara umum dibagi menjadi 5 kelas berdasar atas bahan

yang menjadi eksplan:

3

Page 4: LAPORAN PRAKTIKUM KJT

1. kultur kalus. Merupakan kultur dari masa sel pada media agar dan dihasilkan

dari tanaman eksplan

2. kultur sel merupakan kultur sel dalam media cair dengan wadah yang diaerasi

dengan agitasi

3. kultur organ merupakan kultur aseptik dari embrio, serbuk sari,akar,tunas atau

organ tanaman yang lain pada media nutrisi

4. kultur meristem dan morfogenensis merupakan kultur aseptik dari meristem

tunas atau eksplan jaringan lainnya pada media nutrisi dengan tujuan untuk

menumbuhkan tanaman lengkap

5. kultur protoplas merupakan kultur dari sel-sel yang dinding selnya telah

dihilangkan atau dipisahkan (gamborg dan shyluk, 1981, plan tissue culture

new york, academic press)

Keungulan kultur jaringan dibandingkan dengan teknik yang lain:

1. dapat mengurangi atau bahkan meniadakan faktor lingkungan yang berubah-

ubah

2. dapat dikendalikannya faktor cahaya, suhu, campuran gas, ph dan nutrisi

3. dapat diproduksinya tanaman dalam jumlah besar dalam waktu yang lebih

singkat

4. pengaruh organisme pengganggu seperti jamur, ganggang, serangga untuk

pengawetan pasma nutfah dalam upaya pemuliaan tanaman

5. produksi metabolit skunder dapat diatur dengan maniplasi gen atau perubahan

genetik (staba, 1980, plant tissue culture as a sourceof biochemimicals, florida,

crc press

2. Kultur TunasKultur tunas adalah kultur dari bagian ujung tanaman ( shoot ), yang

didalamnya sudah terdapat beberapa sel primordial. Eksplan bisa berasal dari

pucuk lateral beserta tangkainya yang masih kecil. Teknik ini sering digunakan

untuk menumbuhkan tanaman untuk keperluan propagasi. Propagasi dapat

dilakukan dengan 3 cara yaitu :

1. Dengan pucuk lateral yang sudah ada sel primordial kemudian tumbuh shoot

yang masih bisa diperbanyak lagi.

2. Morfogenesis Shoot dari kalus. Pada kalus diberi media yang sesuai dengan

shoot sehingga dapat tumbuh menjadi shoot tiap satu selnya. Teknik ini sering

dilakukan pada kultur suspensi sel

4

Page 5: LAPORAN PRAKTIKUM KJT

3. Somatik embrio embrio yang dihasilkan dari kultur, dan bukan dari peleburan

gamet jantan dan betina. Tiap satu sel akan bersifat totipoten.

Syarat syarat eksplan yang digunakan untuk kultur adalah :

1. Harus diambil dari bagian tanaman yang bersifat meristematik. Misalnya pada

ujung akar, shoot, atau serbuk sari.

2. Terlebih dahulu dilakukan orientasi untuk menentukan kondisi yang optimum.

3. Dilakukan penumbuhan sumber eksplan di green house untuk mengurangi

kontaminasi.

4. Tanaman yang dipakai adalah yang bersifat juvenil, artinya belum melakukan

tugas-tugas sekundernya. Misal bereproduksi, berbuah.

Menurut Wetherell (1982) propagasi secara in vitro dilakukan dalam 3

tahap, yaitu:

1. Tahap kultur I / faktor inisiasi

Meliputi tahap pemilihan eksplan, penyeterilan eksplan, penaburan eksplan

dan inisiasi pertumbuhan baru.

2. Tahap kultur II / fase perbanyakan ( multiplikasi )

Perlakuan perbanyakan tunas dengan penambahan sitokinin dan auksin ke

dalam media dengan perbandingan tertentu. Dalam fase ini selain digunakan

media padat dapat juga digunakan media cair, pada tahap ini juga dapat

dilakukan subkultur. Subkultur dapat dilakukan setiap 4-8 minggu tergantung

dari jenis tumbuhan yang kita gunakan.

3. Tahap kultur III / fase produksi plantula mandiri

Pada tahap ini meliputi tahap pengakaran dan tahap ototropi yaitu plantula

yang sudah mampu melakukan fotosintesis untuk keperluan sendiri, pada

tahap pengakaran hanya digunakan auksin tertentu yaitu NAA dan 2,4-D.

Pengakaran dapat dilakukan dengan media tanpa phytohormon dan

makronutrisinya ½ normal.

3. Kultur kalus

Kalus adalah suatu massa sel yang mempunyai bentuk tetap dan belum

mengalami deferensiasi sebagai hasil dari pembelahan yang tidak terkendali dari

suatu sel. Kalus dapat terjadi secara in vitro ataupun eks vitro. Pada in vitro

adalah kalus yang dapat ditumbuhkan dengan media penumbuh agar, seperti pada

praktikum kali ini. Sedangkan secara eks vitro adalah kalus yang terjadi secara

5

Page 6: LAPORAN PRAKTIKUM KJT

alamiah di alam bebas sebagai akibat dari perlukaan pada organ tanaman. Kalus

eks vitro ini akan nampak berbintil-bintil pada bagian daun atau batang.

Tujuan dari kultur kalus secara umum adalah :

• Propagasi mikro (propagasi secara tidak langsung), biasanya bagi jenis-jenis

tumbuhan kategori langka

• Sebagai bahan utama kultur suspensi sel

• Mendapatkan metabolit sekunder dalam waktu relatif singkat

• Uji aktivitas senyawa bioaktif dari kalus

• Menghasilkan tanaman transgenik.

Hampir semua bagian dari tanaman dapat ditumbuhkan menjadi kalus.

Hal ini dikarenakan tanaman mempunyai sifat totipotensi. Untuk dapat

ditumbuhkan menjadi kalus, eksplan harus bersifat meristemoid. Jika daur hidup

tanaman sudah melewati tahap ini, maka dapat dikembalikan menjadi

meristemoid lagi. Caranya adalah dengan mendedeferensiasikan sel tumbuhan

yang telah menjadi dewasa. Pembentukan kalus dapat dipacu dengan perlukaan.

Dengan perlukaan ini, akan memacu timbulnya sintesis sistemin. Sistemin ini

berperan sebagai tranduksi signal yang akan memacu produksi methyl jasmonic

acid . Asam metil jasmonat ini dapat memacu produksi hormon hormon

pertumbuhan yang dapat memacu sitokinesis. Akibatnya sel menjadi aktif

membelah dan menutup luka.

Pada beberapa spesies tanaman, kalus dapat tumbuh pada medium standar

yang mengandung growth hormon. Jika umur kalus sudah tua, atau sudah terlihat

mencoklat, maka dapat dilakukan subkultur. Subkultur adalah pemisahan kalus

untuk ditanam lagi ke media yang baru sehingga dapat tumbuh terus. Terkadang

akibat perlakuan ini sering terjadi abrasi kromosomal dari eksplan. Sehingga

kadang-kadang ditemui perbedaan sifat tanaman. Kultur kalus sangat penting

dalam hal bioteknologi tanaman. Dengan cara memanipulasi rasio auksin dan

sitokinin pada media, dapat mengatur pertumbuhan tunas, akar, atau embrio

somatik. Kultur kalus juga dapat digunakan sebagai eksplan untuk kultur suspensi

sel selanjutnya.

Kultur kalus merupakan pemeliharaan bagian kecil tanaman dalam

lingkungan buatan yang steril dan kondisi yang terkontrol (Pauls, 1995 dalam

Kulkarni, 2000). Kalus adalah jaringan yang berproliferasi secara terus menerus

dan tidak terorganisasi sehingga memberikan penampilan sebagai massa sel yang

bentuknya tidak teratur. Proliferasi jaringan ini dapat dilakukan secara tidak

6

Page 7: LAPORAN PRAKTIKUM KJT

terbatas dengan cara melakukan subkultur sepotong kecil jaringan kalus pada

medium yang segar dengan interval waktu yang teratur (George & Sherrington,

1984). Kalus diinduksi dengan melukai jaringan tanaman. Menurut George &

Sherrington (1984), pemotongan atau pelukaan jaringan tanaman dapat

merangsang pembelahan sel yang berperan dalam inisiasi pembentukan kalus.

Kultur kalus ini merupakan materi penting dalam kultur suspensi sel tanaman

(Allan 1996 dalam Gürel, 2002).

4. Kultur Suspensi

Kultur suspensi sel adalah pemeliharaan sel, tunggal maupun gabungan

beberapa sel, dalam medium cair dan lingkungan buatan yang steril. Kultur

suspensi sel terdiri atas populasi sel dengan laju pertumbuhan yang cepat karena

seluruh permukaan sel dapat kontak langsung dengan medium nutrisi. Hal ini

menyebabkan metabolisme sel lebih tinggi jika dibandingkan dengan kultur kalus

(George & Sherrington, 1984).

Metode kultur suspensi sel dapat digunakan sebagai sarana untuk produksi

metabolit sekunder. Hal ini dapat terjadi karena setiap sel tumbuhan yang

diisolasi dari tumbuhan induknya mempunyai potensi genetik dan fisiologi yang

sama dengan induknya, atau yang dikenal dengan nama sifat totipotensi. Sifat ini

menyebabkan metabolit sekunder yang dihasilkan oleh tanaman induk dapat pula

dihasilkan pada sel yang dikultur secara in vitro (Fowler, 1981 dalam Mantell &

Smith, 1983). Potensi kultur sel untuk memproduksi metabolit telah dibuktikan

pertama kali oleh perusahaan farmasi Amerika Pfizer Inc pada tahun 1956.

Sedangkan potensi kultur sel untuk memproduksi senyawa bermanfaat terutama

untuk obat-obatan, telah dimulai pada akhir tahun 1960 (Pétiard & Bariaud-

Fontanel, 1987 dalam Sasson, 1991).

Kultur suspensi sel dapat diperoleh dengan cara memindahkan kalus dari

medium padat ke medium cair dalam kondisi agitasi selama periode kultur dalam

waktu tertentu. George & Sherrington (1984) menyatakan bahwa dalam kondisi

agitasi, kalus meremah akan terpisah membentuk kelompok sel dan sel-sel

tunggal. Sel-sel tunggal akan mengadakan pembelahan membentuk kelompok-

kelompok sel yang kemudian terpisah lagi membentuk sel-sel tunggal dan

kelompok-keompok sel yang lebih kecil. Menurut Lim-Ho (1982 dalam George

& Sherrington 1984), agitasi dalam kultur suspensi sel dapat meningkatkan

aerasi, reduksi polaritas tanaman dan dapat mempertahankan keseragaman

7

Page 8: LAPORAN PRAKTIKUM KJT

distribusi sel-sel dan kelompok sel di dalam medium. Dijelaskan oleh Endress

(1994) bahwa agitasi atau pengocokan pada kultur suspensi sel dapat

mempengaruhi ukuran agregat, viabilitas dan pertumbuhan sel. Selain itu

pengocokan berfungsi untuk meningkatkan oksigen.

Diameter sel pada kultur suspensi sel pada umumnya berkisar antara 20-

150 µm dan panjang 100-200 µm. Ukuran ini setara dengan 10-100 kali bakteri

atau fungi dan mempunyai panjang maksimal 2 mm serta mengandung 2-200 sel

(Endress, 1994). Pada fase pertumbuhan logaritmik pada masa awal kultur sel,

sel-sel berbentuk kecil dan dipenuhi dengan sitoplasma. Namun pada fase

stasioner, sel-sel ini memiliki ukuran tertentu, sel lebih tua dan memiliki vakuola

besar di pusat sel (Endress, 1994).

Gbr.1. Diagram alir teknik kultur suspense dan embryogenesis somatic wortel

5. Sterilisasi

Problem yang sering mengganggu dalam pekerjaan in vitro adalah

membuat dan menjaga kondisi aseptic. Bakteri dan jamur merupakan kelompok

8

Page 9: LAPORAN PRAKTIKUM KJT

kontaminan utama, karena media kultur jaringan yang kaya akan nutrisi

merupakan media pertumbuhan yang sangat baik bagi bakteri dan jamur.

Secara umum ada 4 macam sumber cemaran, yaitu:

1. Sumber tanaman yang digunakan baik yang bersifat internal dan eksternal.

2. Media yang digunakan tidak steril.

3. Udara

4. Pekerja atau peneliti yang kurang bersih

Media kultur merupakan bahan yang mengandung sumber nutrisi yang

baik untuk pertumbuhan jamur dan bakteri, sehingga diperlukan kondisi yang

aseptis dalam melakukan semua prosedur secara in vitro. Membuat dan menjaga

kondisi aseptic merupakan problema yang sering menganggu dalam pekerjaan in

vitro, karena di lingkungan sekitar kita terdapat banyak spora bakteri dan fungi

yang sangat kecil dan ringan sehingga mudah diterbangkan oleh aliran udara yang

sangat lemah. Untuk itu diperlukan proses sterilisasi yang dilakukan pada media,

alat gelas dan alat-alat lain sebelum pekerjaan in vitro dilakukan. Juga perlu

untuk mengerjakan semua pekerjaan ddalam ruang bersih yang dirancang dan

dipelihara dengan baik (Wetherel, 1982).

Dalam proses sterilisasi, ada beberapa teknik yang dapat digunakan untuk

mensterilkan alat gelas, alat bedah, cairan dan material tanaman. Beberapa teknik

yang umum dilakukan, diantaranya :

1. Pemanasan basah

teknik ini menggunakan tekanan dan uap air dengan alat otoklaf atau denngan

pressure cooker untuk mensterilkan cairan sampai volme satu liter diperlukan

tekanan sebesar 103 kPa, suhu 121 oC selama 20 menit. Alat yang disterilkan

dibungkus dengan kertas coklat, bukan aluminium karena kertas aluminium

bersifat tidak dapat ditembusi uap ( Dodds dan Roberts, 1982 ). Sterilisasi media

kultur, air dan larutan lain dengan autoklaf mempunyai satu masalah, yaitubla

tekanan dalam autoklaf diturunkan sampai tekanan udara luar sebelum suhu dari

cairan turun sampai 100 0c, cairan akan mendidih dan mungkin meluap dari

wadah, sehingga tidak dapat dipergunakan lagi. Untuk mengatasi masalah ini,

penurunan tekanan dalam autoklaf harus dilakukan secara perlahan-lahan. Bila

mengunakan alat kecil, sebaiknya alat tersebut disingkirkan terlebih dahulu dari

sumber panas, dan dibiarkan dingin dalam waktu 15-20 menit sebelum dibuka.

Hendaklah selalu diperhatikan bahwa tekanan dipastikan turun sampai 1 atm

sebelum membuka autoklaf ( Wetherell, 1982 ).

9

Page 10: LAPORAN PRAKTIKUM KJT

2. Pemanasan kering

Metode ini hanya digunakan untuk alat gelas, alat logam dan alat lain yang tidak

hangus pada suhu tinggi. Obyek yang mengandung kapas, kertas atau plastik

tidak dapat disterilkan dengan metode ini. Pisau sklapel juga tidak boleh disteilka

dengan metode ini karena temperatur yang tinggi akan membuatnya menjadi

tumpul. Alat yang digunakan adalah oven. Temperatur untuk sterilisasi adalah

sekitar 160 0c selama 4 jam. Alat yang sisterilkan harus dibungkus denagn kertas

alumunium sebelum dimasukkan ke dalam oven ( Dodds dan Roberts, 1982 ).

3. Ultrafiltrasi

Beberapa komponen media tidak tahan pemanasan, seperti vitamin, zat pengatur

tumbuh dan lainnya, sehingga harus disterilkan dengan ultrafiltrasi pada suhu

kamar. Ultrafiltrasi adalah teknik sterilisasi dengan menggunakan penyaring

bakteri ( Dodds dan Roberts, 1982 ).

4. Sterilisasi kimia

Tempat kerja secara umum disterilkan permukaannya dengan etanol 70 % v/v

atau isopropanol 70 % v/v. Meskipun alkohol yang diasamkan ( 70 % pH 2,0 )

mungkin lebih efektif sebagai desinfektan, tetapi tidak digunakan secara umum

karena bersifat korosif pada alat logam. Alkohol 80 % juga sering digunakan,

tetapi lebih mudah terbakar. Alat yang akan dipakai sebaiknya dicelupkan dalam

alkohol da dilewatkan lampu spritus ( Dodds dan Roberts, 1982 ).

STERILISASI EKPLAN

Sterilisasi eksplan dapat dilaksanakn dengan dua cara, yaitu secara

mekanik dan secara kimia.

b. Sterilisasi eksplan secara mekanis

Cara ini digunakan untuk eksplan yang keras atau berdaging, yaitu dengan

membakar eksplan tersebut di atas lampu spiritus sebanyak 3 kali. Eksplan keras

yang disterilisasi dengan cara ini antara lain adalah tebu, biji salak, bung, bunga

anggrek, kapulaga dsb. Sedangkan eksplan yang berdaging antara lain adalah

wortel, umbi, baeang putih dll.

c. Sterilisasi eksplan secara kimiawi

Sterilisasi secara kimiawi digunakan untuk eksplan yang lunak (jaringan

muda) seperti daun, tangkai daun dll. Beberapa jenis disinfektan yang umum

digunakan pada kultur jaringan tanaman:

10

Page 11: LAPORAN PRAKTIKUM KJT

Beberapa disinfektan yang biasa digunakan

Desinfektan Kadar Waktu

sterilisasi

Na-

Hipoklorid**

0,5%

– 5%

5 – 20 menit

Alkohol 75% -

80%

Beberapa

detik-

beberapa

menit

Benzalkonium

khlorid

0,1%

-

0,5%

5 – 20 menit

Hidrogen

peroksida

1% -

3%

15 – 30

menit

Sublimat 0,1% 20 – 30

menit* Zat-zat tersebut beracun dan atau iritasi, pemakaian harus hati-hati

** Pemutih pakaian, biasanya larutan Na hipoklrorid atau Chlorinated lime chlorid

5% kalsium hipoklorid jug baik *** Zephiran, BTC, Roccal

(D.F. Wetherell, 1976)

Tabel.1. Disiinfektan yang biasa digunakan dalam KJT

Sodium hipoklorit

Nama dagangnya adalh Clorox atau Bayclin. Konsentrasi untuk sterilisasi

tergantung dari kelunakan eksplan, dapat 5%-10%, dan waktunya antara 5-10

menit.

Mercuri klorit

Nama dagangnya adalah Sublimat 0,05%. Penggunaan bahan kimia ini harus hati-

hati karena bersifat racun. Cara perlakuan sterilisasi dengan sublimat sama

dengan sterilisasi dengan Clorox, hanya waktunya lebih pendek karena sublimat

bersifat keras. Bila sterilisasi terlalu lama dapat menyebabkan kerusakan pada

eksplan (berwarna coklat) sehingga eksplan tersebut tidak akan mapu tumbuh.

Konsentrasi yang digunakan 0,05%-0,1% dan waktu sterilisasi 5-10 menit.

11

Page 12: LAPORAN PRAKTIKUM KJT

Alkohol 70%

Alkohol lebih banyak diperdagangkan dalam bentuk alkohol 95%. Jamur

biasanya mati dengan alkohol 70%, sedangkan dengan alkohol 95% masih tetap

hidup. Oleh karena itu, alkohol 95% perlu diencerkan menjadi alkohol 70%.

(Hendaryono dan Wijayani, 1994).

Biasanya lapisan luar tanaman berlapis lilin, maka larutan desinfektan perlu

ditambah sedikit deterjen atau bahan pembasah (wetting agent) yaitu tween 20

atau tween 80. bila memakai salkonium klorida sebagai desinfektan tidak

diperlukan penambahan deterjen karena desinfektan ini sudah bisa bersifat

sebagaio deterjen (Wetherell, 1982)

5. Media Kultur

Media kultur yang memenuhi syarat adalah media yang mengandung

nutrien makro dan mikro, sumber tenaga umumnya digunakan sukrosa, seringkali

juga mengandung 1 atau 2 macam vitamin dan zat perangsang pertumbuhan.

Kadang-kadang diperlukan penambahan zat lain seperti yeast, ekstrak malt

(Wetherell, 1982).

Komposisi media kultur jaringan adalah:

1. Garam-garam anorganik

Zat kimia anorganik terdiri dari makronutrien dan mikronutrien. Makronutrien

dibutuhkan dalam jumlah lebih dari 0,5 mmol/L, sedangkan mikronutrien

dibutuhkan dalam jumlah kurang dari 0,5 μmol/L. Yang termasuk dalam

makronutrien adalah N, K, P, Ca, S dan Mg. Elemen mikronutrien adalah Fe, Mn,

Zn, B, Cu dan Mo (Gamborg dan Shyluk, 1981)

Menurut Sutarni Moeso (1989), kegunaan tiap-tiap unsur tersebut adalah

sebagai berikut:

a. Nitrogen (N)

Kegunaan nitrogen bagi tanaman adalah untuk menyuburkan tanaman,

sebab unsur N dapat membentuk protein, lemak dan berbagai persenyawaan

organik yang lain. yang paling penting dalam hal ini adalah pembentukan protein.

Jadi unsur N dipergunakan terutama untuk pertumbuhan vegetatif tanaman.

Selain itu unsur N juga berperan dalam pembentukan hijau daun untuk

melaksanakan proses fotosintesis yang nantinya akan menghasilkan karbohidrat.

b. Fosfor (P)

12

Page 13: LAPORAN PRAKTIKUM KJT

Unsur P terutama dibutuhkan tanaman untuk pembentukan karbohidrat.

Maka unsur P ini dibutuhkan secara besar-besaran pada waktu pertumbuhan

benih, pembungaan, pemasakan buah dan biji.

c. Kalium (K)

Unsur K berfungsi memperkuat tubuh tanaman, karena unsur ini dapat

menguatkan serabut-serabut akar sehingga daun, bunga dan buah tidak mudah

gugur. Di samping itu, unsur K juga berfungsi memperlancar metabolisme dan

mempengaruhi penyerapan makanan.

d. Sulfur (S)

Unsur S merupakan unsur yang penting untuk pembentukan beberapa jenis

protein, seperti asam amino dan vitamin B1. Unsur S juga berperan penting dalam

pembentukan bintil-bintil akar juga membantu pembentukan anakan sehingga

pertumbuhan dan ketahanan tanaman terjamin.

e. Kalsium (Ca)

Unsur Ca terdapat pada batang dan daun tanaman. Unsur Ca ini bertugas

merangsang pembentukan bulu-bulu akar, mengeraskan batang dan merangsang

pembentukan biji karena unsur Ca bersama-sama dengan unsur Mg akan

memproduksi cadangan makanan.

f. Magnesium (Mg)

Dengan menambahkan unsur Mg maka kandungan fosfat dalam tanaman

dapat meningkat. Sedangkan kegunaan dari fosfat sendiri adalah sebagai bahan

mentah untuk pembentukan sejumlah protein. Dengan terbentuknya sejumlah

protein ini, maka pertumbuhan daun menjadi hijau sempurna dan terbentuk

karbohidrat, lemak serta minyak-minyak.

g. Besi (Fe)

Unsur Fe dibutuhkan sedikit lebih banyak daripada unsur mikro lainnya.

Unsur Fe biasa diberikan dalam bentuk FeSO4.7H2O dan Na2.EDTA.2H2O. Di

dalam kultur jaringan , pemberian unsur Fe juga berfungsi sebagai penyangga

(chelatin agent) yang sangat penting untuk menyangga kestabilan pH media

selama digunakan untuk menumbuhkan jaringan tanaman. Pada tanaman, unsur

Fe berfungsi untuk pernapasan dan pembentukan hijau daun.

2. Zat-zat organik

a. Sukrosa, glukosa, fruktosa

13

Page 14: LAPORAN PRAKTIKUM KJT

Sukrosa sering ditambahkan pada medium kultur jariingan sebagai sumber

energi yang diperlukan untuk induksi kalus. Sukrosa dengan konsentrasi 2% - 5%

merupakan sumber karbon. Penggunaan sukrosa diatas kadar 3% meyebakan

terjadinya penebalan dinding sel. Glukosa dan fruktosa dapat digunakan untuk

mengganti sukrosa karena dapat merangsang pertumbuhan beberapa jaringan.

b. Mio-inositol

Penambahan mio-inositol pada medium bertujuan untuk membantu

diferensiasi dan pertumbuhan sejumlah jaringan. Bila myo-inositol diberikan

bersama dengan auksin, kinetin dan vitamin, maka dapat mendorong

pertumbuhan jaringan kalus.

c. Vitamin

Vitamin-vitamin yang sering digunakan dalam media kultur jaringan antara

lain adalah Tiamin(vitamin B1), Piridoksin (vitamin B6) dan asam nikotinat.

Fungsi tiamin untuk mempercepat pembelahan sel pada meristem akar, juga

berperan sebagai koenzim dalam reaksi yang menghasilkan energi dari

karbohidrat dan memindahkan energi. Asam nikotinat juga penting dalam reaksi-

reaksi enzimatik, disamping berperan sebagai prekursor dari beberapa alkaloid.

Pemberian vitamin C biasanya bertujuan untuk mencegah terjadinya pencoklatan

pada permukaan irisan jaringan.

d. Asam-asam amino

Asam-asam amino berperan penting untuk pertumbuhan dan diferensiasi

kalus. Kebutuhan asam amino untuk setiap tanaman berbeda-beda. Asparagin dan

Glutamin berperan dalam metabolisme asam amin, karena dapat menjadi

pembawa dan sumber amonia untuk sintesis asam-asam aminobaru dalam

jaringan.

e. Zat pengatur tumbuh (phytohormon)

Zat pengatur tumbuh pada tanaman adalah senyawa organik bukan hara,

yang dalam jumlah sedikit dapat mendukung, menghambat dan dapat mengubah

proses fisiologi tumbuhan. Zat pengatur tumbuh yang digunakan dalam

praktikum ini adalah auksin berupa 2,4 D dan sitokinin berupa kinetin.

Auksin Zat pengatur tumbuh tersebut aktif dalam menstimulasi pertumbuhan

kemudian berubah menjadi IAA. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsentrasi

IAA adalah sintesis auksin, pemecahan auksin, inaktifnya IAA sebagai akibat

proses pemecahan molekul. Pemecahan molkul terjadi karena adanya photo

14

Page 15: LAPORAN PRAKTIKUM KJT

oksidasi dan enzim. Pigmen yang menyerap cahaya (mengoksidasi IAA) dan

merupakan penyebab inaktifnya IAA adalah riboflavin dan ß karoten. 2,4 D

merupakan zat pengatur tumbuh yang dikelompokkan ke dalam auksin. Menurut

Koeffli, Thimann dan Went (1966) aktivitas auksin ditentukan oleh adanya

struktur yang jenuh, adanya rantai keasaman (acid chain), pemisaan carboxyl

group (-COOH) dari struktur cincin, dan adanya pengaturan ruangan antara

struktur cincin dengan rantai keasaman. Posisi dan panjang rantai keasaman

berpengaruh tehadap aktivias auksin rantai karboxyl group dipisahkan oleh

carbon / carbon dan oksigen akan memberikan aktivitas yang optimal. Oleh

karena itu, IAA dan 2,4 D mempunyai aktivias yang cukup tinggi karena

persyaratan di atas terpenuhi.

Arti sebagai salah satu hormon pertumbuhan mempunyai pranan terhadap

pertumbuhan dan perkembangan tanaman dari segi fisiologi, hormon ini

berpengaruh terhadap: pengembangan sel, phototropisme, geotropisma, apical

dominasi, pertumbuhan akar (root initiation), partenocharpy, absission,

pembentukan kalus (callus formation), dan respirasi.

Dari studi tentang pengaruh auksin terhadap perkembangan sel

membuktikan bahwa auksin dapat menaikkan tekanan osmotik, menaikkan

permeabilitas sel terhadap air, menyebabkan pengurangan tekanan pada dinding

sel, menaikkan sintesis protein, menaikkan plastisitas, dan pengembangan

dinding sel. Apabila ujung batang mengalami hambatan dalam pertumbuhannya

(dipotong), maka pertumbuhannya akan tumbuh ke arah samping yang disebut

tunas lateral (tumbuh tunas pada ketiak daun), fenomena ini disebut apical

dominance.

Sitokinin

Sitokinin merupakan suatu zat pengatur tumbuh yang ditemukan pada

tanaman. Zat pengatur tumbuh ini mempunyai peranan dalam proses pembelahan

sel. Menurut Miller et al (1955, 1956) dalam Weafer (1972), senyawa yang aktif

dalam pertumbuhan adalah kinetin (6-furfuryl amino purin). Namun peneliian

yang lain pun menyebutkan bahwa purine adenine pun sangat efektif.

Bentuk dasar dari struktur kimia sitokinin adalah adenine (6-amino purine).

Adenine merupakan bentuk dasar untuk menentukan aktivitas dari sitokinin.

Panjang rantai dan hadirnya suatu double bond dalam rantai tersebut akan

menaikkan aktivitas zat pengatur tumbuh ini.

Reaksi dalam metabolisme sitokinin

15

Page 16: LAPORAN PRAKTIKUM KJT

Zeatin zeatin riboside zeatin ribotide

+ glycine

Adenine serine + triaminopyrimidin

Hypoxanthine

Xanthine uric acid allantoic acid urea

Pembelahan sel dalam kultur jaringan tanaman yang disebabkan oleh kinetin

telah banyak dilakukan oleh para peneliti. Namun tidak ada suatu unsure yang

dapat berdiri sendiri, kesemuanya berinteraksi antara satu sama lain sehingga

terbnuklah suatu system. Penelitian terhadap kinetin dan IAA terhadap Tobacco

pith culture telah membuktikan bahwa ada peranan dari kedua zat ini terhadap

pertumbuhan. Aplikasi auksin dan sitokinin dalam berbagai perbandingan

menghasilkan pertumbuhan yang berbeda. Jika perbandingan konsentrasi sitokin

lebih besar daripada auksin maka akan menghasilkan tunas dan daun. Jika

perbandingan konsentrasi sitokinin lebih kecil daripada auksin maka akan

menghasilkan akar. Jika perbandingan konsentrasi sitokinin berimbang dengan

auksin maka akan menghasilkan akar dan tunas. Jika konsentrasi sitokinin adalah

intermediet (sedang) dan konsentrasi auksin yang rendah maka akan

menghasilkan kalus.

Menurut George dan Sherington (1984) perbandingan dan macam zat

pengatur tumbuh yang dibutuhkan untuk berbagai macam tujuan adalah sbb:

Gbr.2. efek induksi zat pengatur tumbuhan auksin-sitokinin menurut George dan

Sherington (1984).

16

Pembentukan akar pada organEmbryogenesis

Pembentukan akar adventive pada kalus

Inisiasi kalusPembentukan tunas adventive

Perbanyakan tunas advila

Auksin kadar tinggi Sitokinin kadar rendah

Sitokinin kadar tinggiAuksin kadar rendah

Page 17: LAPORAN PRAKTIKUM KJT

Kultur jaringan dapat dilakukan pada media padat atau cair. Bahan

pendukung untuk media padat adalah agar-agar dengan kadar 0,6%-1%.

Penggunaan agar pada kadar yang lebih tinggi pada media akan membuat media

menjadi keras sehingga menghambat difusi zat makanan ke dalam jaringan.

Kultur cair tidak memerlukan agar, suplai O2 diberikan dengan jalan penggojokan

untuk membantu aerasi (Wetherell, 1982).

Hal yang perlu diperhatian dalam pembuatan media antara lain pH. Sel-sel

tanaman yang ditumbuhkan secara kultur jaringan mempunyai rentang pH yang

sangat sempit dengan titik optimum 5,5-5,8. selama kultur, pH media akan

berubah. Pada awal pertumbuhan pH media kultur akan bergeser untuk mencapai

6,0 atau lebih tinggi lagi bila nutrient habis digunakan (Gamborg dan

Shyluk,1981).

Produksi metabolit sekunder

Metabolit sekunder merupakan senyawa yang terkandung dalam tubuh

mikroorganisme, flora dan fauna yang terbentuk melalui proses metabolisme

sekunder. Golongan senyawa ini antara lain adalah alkaloid, steroid, senyawa

fenol, resin, saponin, minyak atsiri, antibiotik, dan feromon.

Penelitian tentang metabolit sekunder telah mengalami kemajuan, salah

satu aspek yang semakin berkembang adalah melalui pendekatan proses produksi

metabolit sekunder melalui kultur jaringan tanaman. Secara umum proses

produksi metabolit sekunder (bahan aktif) dengan kultur jaringan melalui enam

tahapan penting. Prinsipnya adalah setelah menyeleksi tanaman sumber bahan

bioaktif dan menginduksi kalus, perlu dilakukan optimasi pertumbuhan kalus

tersebut.

Pertumbuhan kalus akan optimal jika memenuhi syarat. Syarat minimal

yang harus dipenuhi adalah pada media yang sesuai, baik komposisi maupun

jumlah tiap liternya. Komposisi yang optimal dapat dipacu oleh ketepatan

konsentrasi dan kombinasi zat pengatur tumbuh yang diberikan pada media.

Keuntungan memproduksi metabolit sekunder menggunakan kultur

jaringan tanaman adalah:

1. Metabolit sekunder yang terbentuk tidak tergantung oleh faktor lingkungan.

2. Sistem produksi dapat diatur, sesuai waktu yang dibutuhkan dan dalam jumlah

yang diinginkan sehingga mendekati keadaan pasar yang sesungguhnya.

3. Kualitas dan hasil produksinya lebih konsisten.

4. Mengurangi pmakaian lahan yang luas.

17

Page 18: LAPORAN PRAKTIKUM KJT

Metabolit sekunder yang disintesis lebih rendah daripada senyawa yang

didapat di alam, karena ekspresi sintesis senyawa metabolit sekunder, asal

eksplan, serta kondisi yang mempengaruhi kultur jaringan meliputi komposisi

media, jenis kultur, macam dan konsentrasi zat pengatur tumbuh, dan lingkungan

kultur.

6. Spesifikasi tanaman

1. Kemangi (Ocimumbasilicum )

Sistematika

Divisi : Magnoliophyta

Subdivisi : Angiospremae

Kelas : Magnoliopsida

Bangsa : Lamiales

Suku : Lamiaceae

Marga : Ocimum

Jenis : Ocimumbasilicum Gbr.3. Kemangi

Kadungan kimia

Daun kemangi mengandung minyak atsiri, selain itu juga mengandung saponin,

flavonoid dan tanin. Sedangkan bijinya mengandung saponin,flavonoid, dan

polifenol. Tanaman kemangi mengandung minyak menguap,osimen, pinen,

terpen, sineol dan metil khavikol.

2. Jaka tuwa ( Scopolaria dulcis )

Sistematika

Divisio : Magnoliophyta

Subdivisi : Angiospremae

Kelas : Magnoliopsida

Bangsa : Scrophulariales

Suku : Scrophulariaceae

Marga : Scoparia

Jenis : Scoparia dulcis L.

Gbr.4. Jaka Tuwa

18

Page 19: LAPORAN PRAKTIKUM KJT

Kandungan kimia

Seluruh bagian Joko Tuwo mengandung saponin dan flavonoid, sedangkan

akarnya mengandung alkaloid. Juga telah diberitakan bahwa dalam terna ini

terdapat tanda-tanda adanya zat pahit. Joko Tuwo di beberapa tempat di Jawa

digunakan sebagai pengganti candu dan tanaman tersebut oleh orang Melayu

digunakan sebagai obat batuk. Joko Tuwo juga dapat digunakan sebagai obat

disentri, peluruh air seni, penurun panas, dan mempermudah persalinan.

3. Selasih (Ocimum gratissimum)

Sistematika

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Bangsa : Lamiales

Suku : Lamiaceae

Marga : Ocimum

Jenis : Ocimum gratissimum Gbr.5. Selasih

Kandungan Kimia

Kandungan utama dalam tumbuhan selasih adalah minyak atsiri.

Komponen utama penyusun minyak atsiri Ocimum gratissimum adalah senyawa

organik, merupakan hidrokarbon tidak jenuh yang mempunyai gugus karbonil

dan mempunyai harga Rf hampir sama dengan harga Rf senyawa eugenol.

4. Bawang Putih (Allium sativum )

Sistematika

Kerajaan : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Liliopsida

Ordo : Asporagoles

Famili : Alliaceae

Sub Famili : Allioideae

Bangsa : Allieae

Genus : Allium

Spesies : Allium sativum

Gbr.6. Bawang Putih

19

Page 20: LAPORAN PRAKTIKUM KJT

Kandungan Kimia

Dari umbi bawang putih per 100 gram mengandung : - protein sebesar 4,5

gram, - lemak 0,20 gram, - hidrat arang 23,10 gram, - vitamin B 10,22 miligram, -

vitamin C 15 miligram, - kalori 95 kalori, posfor 134 miligram, - kalsium 42

miligram, - besi 1 miligram dan air 71 gram. Di samping itu dari beberapa

penelitian umbi bawang putih mengandung zat aktif awein, awn, enzim alinase,

germanium, sativine, sinistrine, scordinin, nicotinic acid.

Manfaat Bawang Putih (Allium sativum)

Bawang putih biasa dipergunakan sebagai bumbu masakan hampir

disetiap masakan indonesia bahkan diseluruh dunia.Bawang putih juga telah

digunakan sebagai obat sejak dulu. Pada tahun 1858 Louis Pasteur ahli

mikrobiologi menggunakan kerabat bunga lili sebagai desinfekton pembersih

luka.

5. Binahong Anredera cordifolia (Ten.) Steenis

Sistematika

Divisio : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Caryophyllales

Familia : Basellaceae

Genus : Anredera

Spesies : Anredera cordifolia

(Ten.) Steenis

Gbr.7. Binahong

Habitus dan Morfologi

Habitus: berupa tumbuhan menjalar, berumur panjang (perenial), bisa

mencapai panjang ± 5 m.  Batang: berbatang lunak, silindris, saling membelit,

berwarna merah, bagian dalam solid, permukaan halus, kadang membentuk

semacam umbi yang melekat di ketiak daun dengan bentuk tak beraturan dan

bertekstur kasar.  Daun: tunggal, bertangkai sangat pendek (subsessile), tersusun

berseling, berwarna hijau, bentuk jantung (cordata), panjang 5 - 10 cm, lebar 3 - 7

cm, helaian daun tipis lemas, ujung runcing, pangkal berlekuk (emerginatus), tepi

20

Page 21: LAPORAN PRAKTIKUM KJT

rata, permukaan licin, bisa dimakan.  Bunga: majemuk berbentuk tandan,

bertangkai panjang, muncul di ketiak daun, mahkota berwarna krem keputih-

putihan berjumlah lima helai tidak berlekatan, panjang helai mahkota 0,5 - 1 cm,

berbau harum. Akar: berbentuk rimpang, berdaging lunak.

E. Landasan Teori

1. Totipotensi Sel

Sel dan jeringan yang ditanam dengan kultur ( in vitro ) memiliki kemampuan

untuk regenerasi bagian-bagian yang diperlukan, dalam upayanya untuk bisa

tumbuh dengan normal, membentuk kembali menjadi bagian tumbuhan yang utuh

. Dengan kata lain, bahwa di dalam masing-masing sel tumbuhan mungkin

mengandung informasi genetik dan atau sarana fisiologis tertentu yang mampu

membentuk tanaman lengkap bila ditempatkan dalam lingkungan yang sesuai.

Kemampuan inilah yang kemudian dikenal sebagai totipotensi. Baru beberapa

waktu kemudian, yaitu Sejak ditemukannya dua macam hormon tumbuhan, yaitu

asam indol asetat dan asam naftalenasetat, telah mulai berhasil dilakukan kultur

organ ( 1920 ) dan kultur jaringan ( 1939 ). Hingga sekarang, kedua hormon

tumbuhan tersebut diyakini memiliki peranan yang sangat penting artinya dalam

kultur jaringan modern.

Menurut laporan, P.R. White, seorang peneliti dari Amerika ( yang sekarang

dianggap sebagai Bapak kultur jeringan ), pada tahun 1939 melaporkan sejumlah

hasil penelitiannya tentang keberhasilan ia menumbuhkan sejumlah kalus dari

potongan kalus tembakau yang ditanam dalam media kultur cair.

Pada tahun 1955, kelompok Skoog menemukan kinetin, yaitu hormon

golongan sitokinin yang pertama kali ditemukan. Pada tahun 1957 Skoog dan

Miller melaporkan hasil penelitian mereka, yaitu tentang keterkaitan kedua

golongan hormon, yaitu aukin dan sitokinin dalam pengaturan regenerasi akar

dan tunas. Penelitian ini selanjutnya menjadi landasan berbagai upaya pembiakan

secara in Vitro ( Wetherell, 1982 ).

2. Zat Pengatur Tumbuh

Auksin adalah senyawa yang mempunyai kemampuan untuk menginduksi

perpenjangan sel pada pucuk, dengan struktur kimia dengan ciri ada indole ring

(Abidin, 1990).

21

Page 22: LAPORAN PRAKTIKUM KJT

Beberapa gologan auksin diantaranya asam 2,4-diklorofenoksi asetat (2,4-

D),asam naftalen asetat (NAA),asam indol asetat (IAA). 2,4-D merupakan

senyawa yang sering ditambahkan pada media karena bersifat lebih stabil dan

tidak mudah terurai oleh enzim dibanding IAA, serta lebih tahan pemanasan saat

proses sterilisasi.

Sitokonin adalah zat pengatur tumbuh pendukung terjadinya pembelahan

sel, yang mempunyai bentuk dasar adenin (benzil amino purin). Hormon yang

termasuk golongan sitokinin adalah Benzil Adenin (BA), Benzil Amino Purin

(BAP), Kinetin, Zeatin dan Ribosil.

Pada banyak percobaan telah membuktikan media yang ditambah dengan

2,4-D merupakan media yang ideal untuk menumbuhkan kalus karena mampu

menginduksi perpanjangan pucuk sel dan BA untuk menumbuhkan tuna karena

mampu menginduksi terjadinya pembelahan dan diferensiasi sel.

Santoso et. al. ( 1996 ) menyimpulkan bahwa penggunaan 2,4-D pada

konsentrasi 1,50 ppm lebih cepat mendorong terjadinya kalus dibandingkan

konsentrasi 2,4-D yang lain.

Santoso ( 2000 ) juga menemukan bahwa media MS dengan penambahan

zat pengatur tumbuh BAP ( 1mg/liter ) dan 2,4-D ( 1 mg/liter ) terbukti lebih

menghasilkan kalus yang lebih baik dan tidak mudah mencoklat.

22

Page 23: LAPORAN PRAKTIKUM KJT

BAB II

METODOLOGI

A. Alat yang Digunakan

Alat – alat yang digunakan untuk pembuatan Media Murashige Skoog

( MS ),yaitu gelas piala, gelas pengaduk, corong gelas, labu takar, pipet volume,

gelas ukur, gelas arloji,timbangan elektrik, pengaduk magnetic, magnetic stirrer.

Timbngan listrik ( labror, Shimdzu-jepang)

Alat- alat yang digunakan untuk sterilisasi, yaitu erlenmeyer ukuran 300

ml, erlenmeyer ukuran 600 ml, cawan petri, gagang scalpel, pinset, autoklaf

( Sakura – Jepang )

Alat – alat yang digunakan untuk penanaman eksplan, yaitu erlenmeyer

ukuran 300 ml, erlenmeyer ukuran 600 ml, cawan petri, gagang scalpel, pinset,

bunsen, botol untuk Tempat AlkoholBotol semprot, Laminar Air Flow Pharmeq

Laboratories.

B. Bahan yang Digunakan

Bahan- bahan yang digunakan untuk penanaman eksplan, yaitu daun &

tangkai joko tuwo ( Scopolaria dulcis ), bawang putih , daun & tangkai kemangi

(Ocimum basillicum), daun & umbi binahong (Anredera cordifolia  (Ten.)

Steenis ) daun selasih (Ocimum gratissimum), aquadest steril, alkohol 70%.

Bahan – bahan yang digunakan untuk pembuatan media Murashige

Skoog, yaitu larutan persediaan elemen anorganik makro, larutan persediaan

elemen anorganik mikro, larutan persediaan sumber besi, larutan persediaan

suplemen organic, larutan persediaan zat pengatur tumbuhan, sukrosa, kertas

saring, aluminium

Bahan – bahan yang digunakan untuk pembuatan sterilisasi alat – alat

kultur, yaitu aluminium foil, air, kertas saring, kertas koran, selotip

C. Cara Kerja

Media padat MS kinetin ( 200 ml )

Masukkan aquades 200 ml ke beker glass

Masukkan :Elemen anorganik makro ( 50ml/L): 10 mlElemen anorganik mikro 5 ml/ L : 1 ml

23

Page 24: LAPORAN PRAKTIKUM KJT

Sumber besi 5ml/L : 1 mlSuplemen organic ( myo-inositol) 100 mg/ L = 20 mgVitamin 1 mg/L= 0,2 mlSumber karbon (sukrosa) =6 gKinetin 2 ppm = 0,4 mlAduk, ukur pH 5,8 – 5,9

Masukkan agar, panaskan sambil diaduk ad jernih

Angkat, masukkan dalam @ botol ± 10 ml

Ditutup mulut botol dengan aluminium foil

Media padat MS 2,4 D ( 400 ml )

Masukkan aquades 400 ml ke beker glass

MasukkanElemen anorganik makro ( 50ml/L): 20 mlElemen anorganik mikro 5 ml/ L : 2 mlSumber besi 5ml/L : 2mlSuplemen organic ( myo-inositol) 100 mg/ L = 40 mgVitamin 1 mg/L= 0,4mlSumber karbon (sukrosa) =12 gKinetin 2 ppm = 0,4 ml

Aduk, ukur pH 5,8 – 5,9

Masukkan agar, panaskan sambil diaduk ad jernih

Angkat, masukkan dalam @ botol ± 10 ml

Ditutup mulut botol dengan aluminium foil

Sterilisasi AlatCawan petri ( diberi 2 kertas saring ), pinset, scalpel

Dibungkus dengan Koran

Erlenmyer yang diisi air 200 ml & Erlenmeyer 500 ml ( tidak diisi air ) ditutup mulutnya dengan aluminium foil

Sterilisasi dengan autoklaf 121ºC, 20’

24

Page 25: LAPORAN PRAKTIKUM KJT

Penyiapan Kotak Aseptis

Matikan lampu UV & buka kain penutup

Semprot tangan & tisu dengan etanol 70 %

Bersihkan kotak aseptis dengan tisu

Nyalakan api bunsen

Buka alat – alat dari pembungkus Koran

Pinset & scalpel dipanaskan dengan api

Masukkan dalam alkohol

Pembuatan Larutan Sublimat

Panaskan mulut Erlenmeyer dengan bunsen & penutup

Masukkan serbuk natrium Sublimat 60 mg dalam Erlenmeyer berisi 200ml aquades

Tutup dengan aluminum foil

Gojog perlahan hingga larut dalam air

Penyiapan Eksplan & Penanaman Eksplan

Tanaman dipotong

Masukkan dalam gelas

Dicuci dengan air sabun

Dibilas dengan air mengalir sampai bersih

Cuci dengan sublimat 0,03 % secara aseptis selama 15’ ( kecuali untuk binahong 20’)

Bilas dengan aquades steril 3 x, 3’, 5’, 7’

Ambil eksplan

Letakkan pada kertas saring di cawan petri

Potong bagian permukaan dan tepi ekplan yang kontak dengan sublimat

Potong eksplan dengan ukuran ± 1x1 cm

25

Page 26: LAPORAN PRAKTIKUM KJT

Tanam pada media kultur @ 3 eksplan untuk 1 pot( dilakukan pada suasana aseptis )

Inkubasi pada incubator

26

Page 27: LAPORAN PRAKTIKUM KJT

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

No. Nama Eksplan Jumlah

Pot

Hilang Kontaminasi Mati Berhasil

Tumbuh

Sisa

Akhir

1. Jaka tuwa

( Scopolaria dulcis )

6 - 5 1 1 -

2. Kemangi

(Ocimumbasilicum )

6 - 3 - 3 3

3. Selasih

(Ocimum gratissimum)

6 - 3 - 5 3

4. Bawang Putih

(Allium sativum )

9 1 4 - 9 5

5. Binahong

( Anredera cordifolia)

daun dan umbi

6 - 6 - - -

6. Binahong

( Anredera cordifolia)

daun

6 - 6 - 3 -

7. Sub Kultur 5 - 1 - 5 4

Tabel.2. Hasil Kultur Jaringan Tanaman

A. Keberhasilan Pembuatan Media serta Sterilisasi Alat dan Media

Pembuatan media kultur sangat menentukan keberhasilan dalam

penumbuhan kultur ke depannya. Oleh sebab itu, dalam pembuatan media harus

benar-benar sesuai dengan petunjuk yang sudah ditentukan dan terjaga

sterilitasnya. Karena jika komposisi bahan penyusun tidak tepat akan

mempengaruhi pertumbuhan dari eksplan tersebut, sehingga perhitungan harus

benar-benar diperhatikan. Selain itu, sterilitas dari alat dan tempat yang

digunakan juga harus selalu diperhatikan, karena jika media sudah mengalami

kontaminasi terlebih dahulu sebelum digunakan untuk menanam eksplan, maka

ke depannya kultur yang dihasilkan pun juga akan mengalami kontaminasi. Dari

sejumlah 400 ml media MS 2,4 D (2,4-Dicloro fenoksi asetat ) dihasilkan pot

kultur sebanyak 60 buah. Sedangkan dari sejumlah 200 ml media MS kinetin

27

Page 28: LAPORAN PRAKTIKUM KJT

dihasilkan pot kultur sebanyak 20 buah. Semua hasil pembuatan media ini tidak

ada yang terkontaminasi

Dari hasil sterilisasi alat dan media dapat diketahui bahwa proses

sterilisasi dibilang berhasil, karena alat dan tempat yang digunakan sebelumnya

harus mengalami proses sterilisasi terlebih dahulu sebelum digunakan untuk

bekerja. Alat yang digunakan harus dimasukkan ke dalam autoklaf dahulu selama

20 menit pada suhu 120 oC agar mikroba yang terdapat dalam alat tersebut mati.

Sedangkan tempat yang digunakan untuk penanaman ( kotak entkast ) juga harus

disterilisasi terlebih dahulu, yaitu dengan cara menyalakan lampu UV yang ada

dalam kotak tersebut selama 2 jam sebelum digunakan untuk mematikan mikroba

yang ada, dan setiap akan bekerja tempat dan tangan dari praktikan harus selalu

disemprot menggunakan alkohol 70 % sebelum bekerja.

B. Kultur Kalus

Dari hasil pengamatan pertumbuhan kultur didapatkan hasil bahwa

pertumbuhan kalus lebih berhasil dan memberikan hasil yang positif

dibandingkan dengan pertumbuhan tunas. Contohnya adalah pada penanaman

eksplan selasih menggunakan media 2,4-D untuk menginduksi kalus dihasilkan

kalus yang banyak dan menunjukkan pertumbuhan yang cepat, dibandingkan

dengan penanaman eksplan daun binahong yang ditanam pada media kinetin

menunjukkan hasil yang negatif, bahkan menunjukkan banyak yang mengalami

kontaminasi. Hal ini selain disebabkan karena media kurang cocok terhadap

penumbuhan kalus, juga daun yang ditanam juga mempunyai bentuk yang agak

tebal dan berambut, sehingga dalam proses pra sterilisasi maupun saat sterilisasi

sangat sulit untuk membersihkan semua mikroba dan jamur yang terkandung

dalam daun tersebut, sehingga hasil yang didapatkan mengalami kontaminasi.

Gbr.8. kultur yang terkontamminasi jamur

28

Page 29: LAPORAN PRAKTIKUM KJT

Pada kultur kalus umbi bawang putih tidak hanya kalus yang tumbuh pada

praktikum kami, melainkan juga tunas. Hal ini dikarenakan pada bawang terdapat

banyak senyawa sitokinin yang dapat merangsang pertumbuhan tunas.

Gbr.9. Kultur kalus bawang putih yang ditumbuhi tunas

C. Kultur Tunas

Pada kultur tunas Jaka Tuwa, pertumbuhan tunas ditandai dengan

tumbuhnya tunas pada ketiak daun. Kami menanam 6 pot untuk praktikum ini.

Hasil menunjukkan tanda-tanda positif dengan tumbuhnya tunas oleh satu pot

saja. Sisanya mengalami kontaminasi dan brownning hingga mati.

Gbr.10. Kultur Tunas Jaka Tuwa

Pada kultur tunas binahong pertumbuhan tunas seharusnya ditandai

dengan tumbuhnya tunas pada tepian daun yang ditanam. Pada praktikum ini,

kelompok kami menanam 9 pot. Dari kesembilan pot tersebut hanya dua pot yang

menunjukkan tanda-tanda tumbuh dan sisanya mengalami kontaminasi.

Pertumbuhan pun bukan ditandai dengan tumbuhnya tunas melainkan tumbuh

29

Page 30: LAPORAN PRAKTIKUM KJT

butira-butiran kalus di tepian daun. Diakhir praktikum kami tidak memiliki pot

yang tersisa akibatnya adanya kontaminasi.

Pada kultur tunas kemangi kami menanam 6 pot. Secara teori seharusnya

tunas tumbuh pada tepian daun kemangi maupun di ketiak daun kemangi. Pada

praktikum kami dari keenam pot tersebut hanya satu yang tumbuh tunas dan

keenam pot tersebut ditumbuhi kalus. Akan tetapi pada akhir praktikum kami

hanya tersisa 3 pot kemangi dan sisanya mengalami kontaminasi.

Gbr.11. kultur tunas kemangi yang ditumbuhi kalus

Terjadi peristiwa tumbuhnya kalus pada media kinetin yang seharusnya

ditumbuhi tunas kemungkinan adalah akibat tanaman tesebut menghasilkan

auksin. Apabila auksin berinteraksi dengan kinetin dapat memacu pertumbuhan

kalus.

30

Page 31: LAPORAN PRAKTIKUM KJT

D. Kultur Suspensi Sel

Gbr.12. kultur suspensi sel

Pada praktikum ini, kami menggunakan eksplan kalus dari kemangi untuk

di kulturkan dengan kultur suspensi sel. Dipilih kalus dari kemangi karena

merupakan lalus yang remah sehingga mudah dipisahkan menjadi butiran kalus

tunggal sehingga dapat terbentuk suspensi dala media cair.

Berikut ini adalah gambar hasil dari kultur suspensi sel yang kami lakukan.

Gbr .13. penampang sel kemangi

E. Subkultur

Pada praktikum ini kami menggukan ekplan bawang putih dan kemangi

untuk dilakukan subkultur. Pemilihan bawang putih karena media padat yang

digunakan untuk kultur telah rusah mengalami pecah-pecah. Sedangkan kemangi

31

Page 32: LAPORAN PRAKTIKUM KJT

dilakukan subkultur karena menyelamatkan dari kontaminasi di daerah media

tanam.

Pada akhir subkultur didapatkan eksplan lebih besar akibat pertmbahan

massa kalus. Berikut ini adalah gambar subkultur yang kami lakukan.

Gbr.14. sub kultur bawang putih

F. Kuantifikasi dan Analisis Metabolit Sekunder

Kuantifikasi

Setelah dilakukan pemanenan pada kalus, kemudian dilakukan uji secara

kuantifikasi dan kualifikasi analisis metabolit sekunder dari hasil kultur. Tujuan

dari uji kualifikasi dan kuantifikasi adalah untuk membandingkan hasil metabolit

sekunder yang dihasilkan oleh tanaman hasl kultur jaringan dengan tanaman yang

tumbuh di alam(di luar laboratorium). Untuk mengkuantifikasi kadar senyawa

dalam kalus, dapat dilakukan dengan cara kromatografi lapis tipis. Kromatografi

lapis tipis merupakan metode pemisahan fisika kimia. Lapisan yang memisahkan

yang terdiri atas bahan-bahan berbentuk butiran (fase diam), ditempatkan pada

penyangga berupa pelat gelas, logam atau lapisan yang cocok. Campuran yang

akan dipisah, berupa larutan ditotolkan berupa bercak atau pita. Setelah pelat atau

lapisan diletakkakn dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang

yang cocok (fase gerak), pemisahan terjadi selama perambatan kapiler

(pengembangan). Selanjutnya senyawa yang tidak berwarna harus ditampakkan

(dideteksi) dengan penunjuk bercak.

Metode kromatografi ini juga dapat dilakukan untuk uji kualifikasi dari

metabolit sekunder yang dihasilkan oleh eksplan hasil kultur. Pada praktikum

tidak dilakukan uji kualifikasi dan kuantifikasi dengan metode kromatografi

32

Page 33: LAPORAN PRAKTIKUM KJT

karena keterbatasan waktu, alat dan bahan di laboratorium. Uji kuantifikasi yang

dilakukan dengan membandingkan atau menghitung ramdemen dari bobot basah

dan bobot kering kalus hasil kultur setelah didapatkan bobot tetap pada

pemanasan ke 3 ( 1 kali pemanasan selama setengah jam). Dari hasil

penimbangan didapatkan data kalus kemangi bobot basahnya 5919,3 mg dan

bobot kering 770,5 mg. Randemen bobot kalus kemangi yang didapatkan dari

praktikum ini adalah:

Bobot basah : 5919,3 mg

Bobot kering : 770,5 mg

Randemen : bobot kering x 100 % = 770,5 x 100% = 13,02 % bobot basah 5919,3

Untuk kalus selasih didapatkan bobot basah 1079,4 mg dan bobot kering 506,2

mg. Randemen bobot kalus kemangi yang didapatkan dari praktikum ini adalah:

Bobot basah : 1079,4 mg

Bobot kering : 506,2 mg

Randemen : bobot kering x 100 % = 506,2 x 100% = 46,89% bobot basah 1079,4

Untuk kalus bawang putih didapatkan bobot basah : 1683, 2 mg dan bobot

kering : 570,0 mg. Randemen bobot kalus bawang putih yang didapatkan dari

praktikum ini adalah

Bobot basah : 1683,2 mg

Bobot kering : 570,0 mg

Randemen : bobot kering x 100 % = 570,0 x 100% = 33,86 % bobot basah 1683,2

Dari hasil uji kuantifikasi tersebut di atas, diketahui bahwa jumlah kalus yang

dihasilkan dari percobaan tersebut untuk kalus kemangi sebesar 432 mg, kalus

selasih 506,2 mg, dan kalus kemangi 770,5 mg.. Dan setelah dipanaskan pada

suhu 60 oC sampai mencapai bobot tetap diperoleh hasil bobot kering untuk kalus

kemangi sebesar 770,5 mg, kalus selasih 506,2, dan kalus bawang putih 570,0

mg. Sehingga hal ini bila dilihat dari sisi kelestarian tanaman yang dihasilkan,

diperoleh besarnya kelestarian dari tanaman kemangi adalah sebesar 13,02 %,

selasih sebesar 46,89%, dan bawang putih sebesar 33,86%

Analisis Kandungan Metabolit Sekunder

Kemangi(Ocimumbasilicum )

33

Page 34: LAPORAN PRAKTIKUM KJT

Diketahui bahwa kemangi mengandung eugenol, yaitu senyawa yang

memiliki gugus fenol Untuk analisis kualitatif menggunakan KLT dapat

menggunakan fase diam silica gel GF254 dan fase geraknya heksan; etil asetat

( 9:1).

Jaka tuwa ( Scopolaria dulcis)

Pada tanaman Jaka tuwa diketahui tanaman mengandung senyawa berupa

flavonoid, saponin, dan alkaloid. Untuk pengujian dengan metode kualitatifnya

dapat menggunakan KLT dengan fase diam berupa selulosa dan fase gerak

berupa BAW (4:1:5) untuk identifikasi flavonoid. Untuk identifikasi saponin

adapat digunakan silika gel F 254 sebagai fase diam dan n-heksana:etil asetat

(7:3) dan toluena:etil asetat:dietilamin (7:2:1) untuk identifikasi alkaloid.

Pereaksi semprot yang digunakan adalah sitroborat dan uap amonia untuk

flavonoid, dragendroff untuk alkaloid, dan pereaksi semprot LB untuk saponin.

Selasih (Ocimum gratissimum)

Kandungan utama dalam tumbuhan selasih adalah minyak atsiri. Cara uji

kualitatif dapat menggunakan KLT yang dilanjutkan dengan densitometrer.

Ekstrak sebanyak 10µL ditotolkan pada silika gel G kemudian dielusi dengan fase

gerak menggunakan n heksan-etil asetat (QS:15 .) kemudian hasil KLT

tersebut diuji dengan densitometer.

Bawang Putih (Allium sativum )

Bawang putih mengandung aliin dan diidentifikasi dengan menggunakan

ninhidrin. Kemudian untuk uji kualitatifnya dapat digunakan KLT dengan fase

gerak metaol-kloroform, butanol-propanol-asam asetat-air, heksan-etil asetat.

Binahong ( Anredera cordifolia (Ten.) Steenis )

Analisis kandungan dalam tanaman binahong dapat dilakukan dengan

Kromatografi Lapis Tipis yang diawali dengan ekstraksi. Ekstraksi untuk kalus

binahong menggunakan larutan etil asestat. Kemudian untuk uji secara kualitatif

dapat menggunakan Kromatografi Lapis Tipis dengan fase gerak kloroform-etil

asetat (4:1) . Untuk deteksi bercak dan warnanya dapat digunakan pereaksi

34

Page 35: LAPORAN PRAKTIKUM KJT

semprot berupa amonia, FeCl3, Vanilin, asam sulfat, sinorat, Liebermann-

Burchard.

Kandungan Senyawa pada Binahong

a. Kandungan Senyawa Flavonoid

Deteksi senyawa flavonoid yang pertama dilakukan dengan pengamatan di

bawah sinar UV 254 & UV 366. Flavonoid menyebabkan peredaman fluoresensi

pada UV 254 dan menghasilkan fluoresensi kuning, biru/hijau pada UV 366

(Wagner & Bladt, 1996)

Menurut Wagner dkk (1904) suatu senyawa yang meredam pada sinar UV 254

nm merupakan senyawa yang memiliki gugus karbonil, gugus fenolik, atau gugus

lain yang memiliki setidaknya dua ikatan rangkap terkonjugasi. Pada Uv 366

bercak yang berfluoresensi menunjukkan suatu senyawa yang mengandung ikatan

rangkap terkonjugasi lebih panjang.

b. Kandungan Senyawa Saponin

Indentifikasi adanya saponin dilakukan dengan menggunakan pereaksi

semprotvanilin asam sulfat dan dipertegas dengan pereaksi semprot Lieberman-

Burchard (LB) dilanjutkan dengan pemanasan pada suhu 100-105° C. menurut

Wagner dkk (1984), saponin akan memberikan bercak berwarna biru, ungu

kebiruan atau kuning pada sinar tampak.

Oleh Farnsworth (1906) disebutkan bahwa pereaksi LB merupakan pereaksi

spesifik terhadap saponin dan akan memberikan warna hijau untuk saponin.

35

Page 36: LAPORAN PRAKTIKUM KJT

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Baik kinetin maupun 24-D dalam mempengaruhi pertumbuhan eksplan

ternyata memiliki keterkaitan dengan senyawa yang ada di dalam tumbuhan

tersebut. Dalam media kinetin oleh adanya interaksi dengan auksin dapat

menumbuhkan kalus. Sedangkan media 24-D karena adanya sitokinin yang tinggi

dapat memacu pertumbuhan tunas.

B. Saran

1. Dalam pelaksanaan penanaman kultur, teknik aseptis perlu ditingkatkan lebih

lagi.

2. Untuk eksplan binahong dapat dilakukan pencucian dengan sublimat yang

lebih lama agar keberhasilan kultur lebih tinggi.

36

Page 37: LAPORAN PRAKTIKUM KJT

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z.,1990, Dasar-dasar pengetahuan tentang zat pengatur tumbuh,

Angkasa, Bandung

Etik Handayani Puji Astuti,Y. 1990. Produksi Solasodina Dengan Kultur Kalus

Solanum melonenga Linn. Skripsi, Fakultas Farmasi UGM. Yogyakarta

Fowler, M.A, `1983, Commercial Aplication and Economic Aspects of Mass

Plant Cell Cultures dalam mantel, S. H., and Smith, H. ( Eds), Plant

Biotechnology, 3-38, Cambridge University Press, London

P.Sriyanti Hendaryono, Daisy dan Ari Wijayani. 1994. Teknik Kultur Jaringan.

Penerbit Kanisius. Yogyakarta

Santoso, Untung dan Fatimah Nursandi. 2004. Kultur Jaringan Tanaman.

Penerbit UMM. Malang

Suryanti, Heny. 1990. Produksi Diosgenin Dengan Teknik Kultur Suspensi Sel

Costus speciosus J.Sm. Skripsi, Fakultas Farmasi UGM. Yogyakarta

Suryowinoto,M. 1985. Budidaya Jaringan dan Manfaatnya. Fakultas Biologi

UGM. Yogyakarta

Yuwono, Triwibowo. 2006. Bioteknologi Pertanian. UGM Press. Yogyakarta.

Wetheral, D.F., 1982, Pengantar Propagasi Tanaman secara In Vitro,

diterjemahkan oleh Koensoemardyah, S., IKIP Press, Semarang.

37