laporan praktikum kimal
DESCRIPTION
laporanTRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUMKIMIA ANALITIK
Disusun Oleh :
Rombongan 2 Kelompok 10
Nuning Astuti (A1F015012)
Krisna Kharisma Suga (A1F015024)
Laily Fauziah Akhsan (A1F015039)
Fransiska Putri K (A1F015054)
Nabilah Khoirunisa (A1F015070)
Fadhil Alfiyanto Rahman (A1F015071)
Devika Hanifah A (A1F015082)
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGIUNIVERSITAS JENDERAL SOEDRIMAN
FAKULTAS PERTANIANPURWOKERTO
2016
LAPORAN PRAKTIKUM
KIMIA ANALITIK
ACARA I
TITRASI ASAM BASA
Penanggungjawab :
Krisna Kharisma Suga (A1F015024)
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGIUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIANPURWOKERTO
2016
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Titrasi merupakan suatu metoda untuk menentukan kadar suatu zat dengan
menggunakan zat lain yang sudah diketahui konsentrasinya. Titrasi biasanya
dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang terlibat di dalam proses titrasi, sebagai
contoh bila melibatkan reaksi asam basa maka disebut sebagai titrasi asam basa,
titrasi redoks untuk titrasi yang melibatkan reaksi reduksi oksidasi, titrasi
kompleksometri untuk titrasi yang melibatkan pembentukan reaksi kompleks dan
lain sebagainya. Praktikum kali ini menggunakan titrasi asam-basa.
Titrasi asam basa merupakan teknik untuk menentukan konsentrasi larutan
asam atau basa. Reaksi yang terjadi merupakan reaksi asam basa atau netralisasi.
Prinsip dasar titrasi asam basa didasarkan pada reaksi nertalisasi asam basa. Zat
yang akan ditentukan kadarnya disebut sebagai titrant dan biasanya diletakan di
dalam erlenmeyer, sedangkan zat yang telah diketahui konsentrasinya disebut
sebagai analit dan biasanya diletakkan di dalam buret. Baik analit maupun titrant
biasanya berupa larutan.
Selama titrasi berlangsung terjadi perubahan pH. pH pada titik ekuivalen
ditentukan oleh sejumlah garam yang dihasilkan dari netralisaasi asam basa.
Indikator yang digunakan pada titrasi asam basa adalah yang memiliki rentang
pH dimana titik equivalen berada. Pada percobaan ini penentuan kadar dengan
metode titrasi asam basa menggunakan indikator phenopthalein (PP), hal ini
dilakukan karena jika meggunakan indikator yang lain, adanya kemungkinan
trayek pH-nya jauh dari titik ekuivalen. Pada umumnya titik equivalen tersebut
sulit untuk diamati, yang mudah dimatai adalah titik akhir yaang dapat terjadi
sebelum atau sesudah titik equivalen tercapai. Titrasi harus dihentikan pada saat
titik akhir titrasi tercapai, yang ditandai dengan perubahan warna indikator.
B. Tujuan Menentukan molaritas larutan HCL dengan larutan NaOH 0,1 M.
II. TINJAUAN PUSTAKATitrasi merupakan suatu metoda untuk menentukan kadar suatu zat dengan
menggunakan zat lain yang sudah diketahui konsentrasinya. Titrasi biasanya
dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang terlibat di dalam proses titrasi, sebagai
contoh bila melibatkan reaksi asam basa maka disebut sebagai titrasi asam basa atau
aside alkalimetri, titrasi redoks untuk titrasi yang melibatkan reaksi reduksi oksidasi,
titrasi kompleksometri untuk titrasi yang melibatkan pembentukan reaksi kompleks
dan lain sebagainya (Marwati,2012).
Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titrant.
Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa atau sebaliknya.
Titrant ditambahkan titer tetes demi tetes sampai mencapai keadaan ekuivalen
(artinya secara stoikiometri titrant dan titer tepat habis bereaksi) yang biasanya
ditandai dengan berubahnya warna indikator. Keadaan ini disebut sebagai titik
ekuivalen, yaitu titik dimana konsentrasi asam sama dengan konsentrasi basa atau
titik dimana jumlah basa yang ditambahkan sama dengan jumlah asam yang
dinetralkan : [H+] = [OH-]. Sedangkan keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara
melihat perubahan warna indikator disebut sebagai titik akhir titrasi. Titik akhir titrasi
ini mendekati titik ekuivalen, tapi biasanya titik akhir titrasi melewati titik ekuivalen.
Oleh karena itu, titik akhir titrasi sering disebut juga sebagai titik ekuivalen (Widjaja,
2010).
Ada dua cara umum untuk menentukan titik ekuivalen pada titrasi asam basa :
1. Memakai pH meter untuk memonitor perubahan pH selama titrasi dilakukan,
kemudian membuat plot antara pH dengan volume titrant untuk memperoleh
kurva titrasi. Titik tengah dari kurva titrasi tersebut adalah “titik ekuivalen”.
2. Memakai indikator asam basa. Indikator ditambahkan pada titran sebelum
proses titrasi dilakukan. Indikator ini akan berubah warna ketika titik
ekuivalen terjadi, pada saat inilah titrasi kita hentikan (Syarif, 2011).
Pada umumnya cara kedua dipilih disebabkan kemudahan pengamatan, tidak
diperlukan alat tambahan, dan sangat praktis. Indikator yang dipakai dalam titrasi
asam basa adalah indikator yang perubahan warnanya dipengaruhi oleh pH.
Penambahan indikator diusahakan sesedikit mungkin dan umumnya adalah dua
hingga tiga tetes. Untuk memperoleh ketepatan hasil titrasi maka titik akhir titrasi
dipilih sedekat mungkin dengan titik ekuivalen, hal ini dapat dilakukan dengan
memilih indikator yang tepat dan sesuai dengan titrasi yang akan dilakukan. Keadaan
dimana titrasi dihentikan dengan cara melihat perubahan warna indikator disebut
sebagai titik akhir titrasi (Syarif, 2011).
Menurut Syarif (2011), pada saat titik ekuivalen ini maka proses titrasi
dihentikan, kemudian catat volume titer yang diperlukan untuk mencapai keadaan
tersebut. Dengan menggunakan data volume titran, volume dan konsentrasi titer
maka bisa dihitung konsentrasi titran tersebut. Titrasi asam basa berdasarkan reaksi
penetralan (netralisasi). Salah satu contoh titrasi asam basa yaitu titrasi asam kuat-
basa kuat seperti natrium hidroksida (NaOH) dengan asam hidroklorida (HCl),
persamaan reaksinya sebagai berikut:
NaOH(aq) + HCl(aq) => NaCl (aq) + H2O(l)
Natrium hidroksida (NaOH) juga dikenal sebagai basa kuat atau
sodium hidroksida merupakan jenis basa logam kuat. Natrium hidroksida
terbentuk dari oksida basa natrium oksida yang dilarutkan dalam air. Natrium
hidroksida membentuk larutan alkalin yang kuat ketika dilarutkan dalam air.
Natrium hidroksida digunakan di dalam berbagai macam bidang industri.
Kebanyakan digunakan sebagai basa dalam proses industri bubur kayu, kertas,
tekstil, air minum, sabun, dan deterjen. Selain itu natrium hidroksida
juga merupakan basa yang paling umum digunakan dalam laboratorium
kimia. Natrium hidroksida murni berbentuk putih padat dan tersedia dalam bentuk
pelet, serpihan, dan butiran. NaOH bersifat lembab cair dan secara spontan
menyerap karbon dioksida dari udara bebas. NaOH juga sangat larut dalam air
dan akan melepaskan kalor ketika dilarutkan dalam air. Larutan NaOH
meninggalkan noda kuning pada kain dan kertas (Prasetya, 2012).
Asam Klorida (HCl) memiliki sifat kimia dan fisika. Sifat – sifat fisika HCl yaitu
memiliki berat molekul 36,5 gr/mol, densitas 1,19 gr/ml, konsentrasi dalam pasaran
37% , titik didih 50,50C (1atm), titik lebur -250C (1 atm), tekanan uap 16 kPa (200C),
cairan berwarna bening, dan berbau tajam. Sifat-sifat kimia HCl yaitu bersifat volatil
(mudah menguap), merupakan asam kuat, berasap di udara karena mudah
mengembun bersama dengan uap air, dapat teroksidasi oleh oksidator kuat (MnO2,
KmnO4, atau K2Cr2O7), larut dalam air, bereaksi dengan air yang merupakan reaksi
eksoterm, pada konsentrasi tinggi sangat korosif dan mudah melarutkan zat organic,
bereaksi dengan basa membentuk garam klorida, merupakan hasil elektrolisis dari
natrium klorida dan dapat menetralisasi basa membentuk garam (Tim Dosen UIT,
2012).
Fenolftalein merupakan indikator sistetis (buatan) yang dapat dibuat didalam
laboratorium dengan menggunakan bahan fenol dan ftalat anhidrida melalui reaksi
kondensasi. Fenolftalein termasuk senyawa golongan ftalein yang bersifat asam
lemeh. Fenolftalein umumnya dipakai sebagai indikator dalam menentukan titik akhir
titrasi asam kuat dengan basa kuat. Fenolftalein mempunyai trayek pH 8,3-10,0.
(Mulyono,2012).
III. METODE PRAKTIKUM
A. Alat dan Bahan1. Alat
a. Labu Erlenmeyerb. Buret 25 mlc. Gelas ukurd. Statif dank elm
2. Bahana. Larutan HCLb. Larutan NaOHc. Indikator phenolftalien
B. Prosedur Kerja
Dibuat larutan standar NaOH 0,1 M sebanyak 500 ml
Dimasukkan larutan NaOH ke dalam buret 25 ml
Dirangkai alat statif dan klem untuk memasang buret
Diukur volume larutan HCl yang akan dititrasi sebanyak 10 ml dan 5
ml ke dalam labu erlenmeyer
Ditambahkan 3 tetes indikator phenolftalein ke dalam labu Erlenmeyer.
Diamati apakah warna larutan setelah ditambah indikator phenolftalein
Dimulailah dengan titrasi, buka kran buret sehingga keluar larutan
NaOH setetes demi setetes
Digoyangkan labu Erlenmeyer agar reaksi berlangsung sempurna
Dihentikan penetesan larutan NaOH setelah terjadi perubahan warna
(merah muda) pada campuran larutan di labu Erlenmeyer (titik akhir
titrasi)
Dicatat volume larutan NaOH pada titrasi tersebut
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan1. HCL volume 10 ml
PerlakuanHasil Pengamatan
Sebelum Sesudah
10 ml HCl + Indikator pp Tidak berwarna Tidak berwarna
10 ml HCl + Indikator pp + Titrasi NaOH volume
90,5 mlTidak berwarna Merah Muda
Perhitungan: Diketahui : M1 NaOH = 0,1 M
V1 NaOH = 90,5 ml Mr NaOH = 40 V2 HCl = 90,5 ml + 10 ml
= 100,5 mlDitanya : M2 HClJawab : M1 . V1 = M2 . V2
0,1 ×90,5 = M2 × 100,5M2 = 9,05
100,5M2 = 0,09 M
2. HCl volume 5 ml
PerlakuanHasil Pengamatan
Sebelum Sesudah
5 ml HCl + Indikator pp Tidak berwarna Tidak berwarna
5 ml HCl + Indikator pp + Titrasi NaOH volume 46
mlTidak berwarna Merah Muda
Perhitungan:Diketahui : M1 NaOH = 0,1 M
V1 NaOH = 46 ml Mr NaOH = 40
V2 HCl = 46 ml + 10 ml= 56 ml
Ditanya : M2 HClJawab : M1 . V1 = M2 . V2
0,1 × 46 = M2 × 56 M2 = 4,6
56 M2 = 0,082 M
Perhitungan pembuatan larutan NaOH :Diketahui : M = 0,1 M
V = 500 ml Mr= 40
Ditanya : massa NaOHJawab : M = gr x 1000
Mr ml 0,1 = x × 1000
40 250 4 = 4x x = 1 gram
B. Pembahasan Praktikum titrasi asam basa kali ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi
larutan HCl dengan menggunakan larutan NaOH 0,1M. Pada praktikum titrasi
asam basa kali ini larutan HCl sebagai analit yaitu larutan yang akan ditentukan
konsentasinya, sedangkan larutan NaOH sebagai titrant atau larutan baku yaitu
larutan yang sudah diketahui konsentrasi dan volumenya dan digunakan indikator
phenolftalien sebagai indicator. Percobaan diawali dengan pembuatan larutan
standar yaitu larutan NaOH 0,1M sebanyak 250 ml, dengan melarutkan 1gram
NaOH padat dengan aquadest sebanyak 250 ml. Massa NaOH di dapatkan
dengan menggunakan rumus :
M = gr × 1000
Mr ml
Setelah larutan standar dibuat praktikan merangkai alat statif dan klem untuk
dipasangi dengan buret. Setelah itu larutan NaOH dimasukkan kedalam buret
volume 25 ml. Kemudian diukur volume larutan HCl yang akan dititrasi
sebanyak 10 ml dan 5 ml, masukkan ke dalam labu erlenmeyer dan ditambahkan
masing-masing 3 tetes indikator phenolftalein. Setelah penambahan indikator
phenolftalein larutan HCl pada kedua erlenmeyer masih tidak berwarna. Lalu
titrasi dimulai, dengan membuka kran buret sehingga larutan NaOH keluar tetes
demi tetes dan erlenmeyer digoyangkan agar reaksi dapat tersebar merata.
Penetesan larutan NaOH dihentikan setelah terjadi perubahan warna pada
campuran larutan di labu erlenmeyer yang awalnya tidak berwarna menjadi
merah muda. Perubahan warna terjadi dikarenakan Indikator asam-basa akan
cenderung untuk bereaksi dengan kelebihan asam atau basa pada saat titrasi
untuk menghasilkan warna. Perubahan warna ini disebabkan oleh resonansi
isomer elektron. Setiap indikator asam-basa merupakan ion yang memiliki
tetapan ionisasi yang berbeda-beda. Ion ini memiliki sistem yang terkonjugasi
yang dapat menyerap gelombang warna tertentu dan meneruskan gelombang
warna lainnya. Gelombang warna yang diserap adalah bagian dari spektrum
warna, sehingga ion tersebut akan terlihat berwarna (Mulyono, 2012). Dari
percobaan yang dilakukan didapatkan data banyaknya larutan NaOH yang
dibutuhkan agar terjadi perubahan warna menjadi merah muda pada campuran
larutan yaitu sebanyak 90,5 ml pada HCl 10 ml dan 46 ml pada HCl 5 ml.
Tahap selanjutnya adalah menentukan konsentrasi HCl 10 ml dan 5 ml dengan
menggunakan rumus titrasi M1 . V1 = M2 . V2 . Dimana M1 adalah molaritas
dari NaOH, V1 adalah volume NaOH yang digunakan, sedangkan M2 adalah
molaritas HCl yang akan ditentukan dan V2 adalah volume HCl yang ada pada
erlenmeyer. Dengan perhitungan menggunakkan rumus tesebut didapatkan
molaritas pada HCl yang volume awalnya 10 ml adalah 0,09 M, sedangkan pada
HCl yang volume awalnya 5 ml adalah 0,082 M. Perbedaan volume NaOH yang
digunakan ini disebabkan oleh perbedaan volume awal NaCl. Semakin banyak
volume awal larutan NaCl yang digunakkan, semakin banyak pula larutan NaOH
yang dibutuhkan dalam tirasi asam basa tersebut (Sumardjo, 2010).
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari percobaan di yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1. Titrasi asam basa merupakan suatu metode yang digunakan untuk menentukan
konsentrasi larutan asam atau basa.
2. Perubahan warna terjadi dikarenakan indikator asam-basa akan cenderung
untuk bereaksi dengan kelebihan asam atau basa pada saat titrasi untuk
menghasilkan warna. Perubahan warna ini disebabkan oleh resonansi isomer
elektron.
3. Pada percobaan titrasi asam basa dengan menggunakan larutan HCl 10 ml
membutuhkan larutan NaOH sebanyak 90,5 ml, sedangkan dengan
menggunakan larutan HCl 5 ml membutuhkan larutan NaOH sebanyak 46 ml.
4. Larutan HCl yang memiliki volume awal 10 ml nilai molaritasnya adalah 0,09
M, sedangkan pada HCl yang volume awalnya 5 ml adalah 0,082 M.
B. Saran
Sebaiknya pada saat titrasi berlangsung praktikan memperhatikan larutan pada
erlenmayer agar titrasi dapat menghasilkan warna yang seharusnya dan tidak
terlalu pekat. Dan praktikan dapat bekerja sama dengan baik dengan teman
sekelompoknya agar praktikum dapat berjalan sebaik dan seefektif mungkin.
DAFTAR PUSTAKA
Marwati, Siti.2012.Ekstraksi dan Preparasi Zat Warna Alami Sebagai Indikator
Titrasi Asam Basa. Jurnal mahasiswa Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA
UNY : Yogyakarta. Vol 2 No. 3
Mulyono.2012. Membuat Reagen Kimia di Laboratorium. Jakarta : Bumi Aksara
Prasetya, Andhika. 2012. Pengaruh Konsentrasi NaOH Terhadap Kandungan Gas
CO2 dalam Proses Purifkasi Biogas Sistem Continue. Jurnal Mahasiswa
Mesin FT-UB. Malang. Volume I, No. 2.21.XI-445
Syarif. 2011. Syarat-Syarat Titrasi. Bandung : Themegallery
Tim Dosen UIT. 2012. Penuntun praktikum Kimia Analisis. Makassar : Universitas
Indonesia Timur
Widjaja, I N.K. Dan N.P.L. Laksmiani. 2010. Petunjuk Praktikum Kimia Analisis.
Jimbaran: Jurusan Farmasi FMIPA UNUD.
LAMPIRAN