laporan praktikum disolusi

24
DISOLUSI BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat adalah suatu zat yang dimaksud untuk manusia untuk mengurangi rasa sakit, menghambat, atau mencegah penyakit yang menyerangnya. Obat yang diberikan pada pasien tersebut harus melalui banyak proses di dalam tubuh. Dan bahan obat yang diberikan tersebut, dengan cara apapun juga harus memiliki daya larut dalam air untuk kemanjuran terapeutiknya. Disolusi obat adalah suatu proses pelarutan senyawa aktif dari bentuk sediaan padat ke dalam media pelarut. Pelarutan suatu zat aktif sangat penting artinya karena ketersediaan suatu obat sangat tergantung dari kemampuan zat tersebut melarut ke dalam media pelarut sebelum diserap ke dalam tubuh. Suatu bahan obat yang diberikan dengan cara apapun dia harus memiliki daya larut dalam air untuk kemanjuran terapeutiknya. Senyawa-senyawa yang relatif tidak dapat dilarutkan mungkin memperlihatkan absorpsi yang tidak sempurna, atau tidak menentu sehingga menghasilkan respon terapeutik yang minimum. Daya larut yang ditingkatkan dari senyawa-senyawa ini mungkin dicapai dengan menyiapkan lebih banyak turunan yang AYU MELINDAANDI MIFTAHUL JANNAH 15020140081

Upload: ayu-melinda

Post on 09-Jul-2016

57 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan praktikum disolusi

DISOLUSI

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Obat adalah suatu zat yang dimaksud untuk manusia untuk

mengurangi rasa sakit, menghambat, atau mencegah penyakit yang

menyerangnya. Obat yang diberikan pada pasien tersebut harus melalui

banyak proses di dalam tubuh. Dan  bahan obat yang diberikan tersebut,

dengan cara apapun juga harus memiliki daya larut dalam air untuk

kemanjuran terapeutiknya.

Disolusi obat adalah suatu proses pelarutan senyawa aktif dari bentuk 

sediaan padat ke dalam media pelarut. Pelarutan suatu zat aktif sangat

penting artinya karena ketersediaan suatu obat sangat tergantung dari

kemampuan zat tersebut melarut  ke dalam media pelarut sebelum diserap

ke dalam tubuh.

Suatu bahan obat yang diberikan dengan cara apapun dia harus

memiliki daya larut dalam air untuk kemanjuran terapeutiknya. Senyawa-

senyawa yang relatif tidak dapat dilarutkan mungkin memperlihatkan

absorpsi yang tidak sempurna, atau tidak menentu sehingga menghasilkan

respon terapeutik yang minimum. Daya larut yang ditingkatkan dari

senyawa-senyawa ini mungkin dicapai dengan menyiapkan lebih banyak

turunan yang larut, seperti garam dan ester dengan teknik seperti

mikronisasi obat atau kompleksasi.

Dalam bidang farmasi, laju disolusi sangat diperlukan karena

menyangkut tentang tentang waktu yang dibutuhkan untuk penglepasan obat

dalam bentuk sediaan dan diabsorbsi dalam tubuh. Jadi, semakin cepat

disolusinya maka makin cepat  pula obat atau sediaan memberikan efek

kepada tubuh.

1.2 Tujuan Percobaan

Tujuan dari percobaan ini yaitu:

1. Menentukan kecepatan disolusi suatu zat

2. Menggunakan alat penentu kecepatan disolusi suatu zat

AYU MELINDA ANDI MIFTAHUL JANNAH 15020140081

Page 2: Laporan praktikum disolusi

DISOLUSI

3. Menerangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan disolusi suatu

zat.

AYU MELINDA ANDI MIFTAHUL JANNAH 15020140081

Page 3: Laporan praktikum disolusi

DISOLUSI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Umum

Disolusi obat adalah suatu proses pelarutan senyawa aktif dari bentuk

sediaan padat ke dalam media pelarut. Pelarut suatu zat aktif sangat penting

artinya bagi ketersediaan suatu obat sangat tergantung dari kemampuan zat

tersebut melarut ke dalam media pelarut sebelum diserap ke dalam tubuh.

Sediaan obat yang harus  diuji disolusinya adalah bentuk padat atau semi

padat, seperti kapsul, tablet atau salep (Ansel, 1985).

Agar suatu obat diabsorbsi, mula-mula obat tersebut harus larutan

dalam cairan pada tempat absorbsi. Sebagai contoh, suatu obat yang

diberikan secara oral dalam bentuk tablet atau kapsul tidak dapat diabsorbsi

sampai partikel-partikel obat larut dalam cairan  pada suatu tempat dalam

saluran lambung-usus. Dalam hal dimana kelarutan suatu obat tergantung

dari apakah medium asam atau medium basa, obat tersebut akan dilarutkan

berturut-turut dalam lambung dan dalam usus halus. Proses melarutnya

suatu obat disebut disolusi (Ansel, 1985).

Bila suatu tablet atau sediaan obat lainnya dimasukkan dalam saluran

cerna, obat tersebut mulai masuk ke dalam larutan dari bentuk padatnya.

Kalau tablet tersebut tidak dilapisi polimer, matriks padat juga mengalami

disintegrasi menjadi granul-granul, dan granul-granul ini mengalami

pemecahan menjadi partikel-partikel halus. Disintegrasi, deagregasi dan

disolusi bisa berlangsung secara serentak dengan melepasnya suatu obat dari

bentuk dimana obat tersebut diberikan (Martin, 1993).

Kecepatan disolusi adalah suatu ukuran yang menyatakan banyaknya

suatu zat terlarut dalam pelarut tertentu setiap satuan waktu. Persamaan

kecepatan menurut Noyes dan Whitney sebagai berikut (Ansel, 1993):

dM.dt-1               : Kecepatan disolusi

D                     : Koefisien difusi

Cs                    : Kelarutan zat padat

C                     : Konsentrasi zat dalam larutan pada waktu

h                      : Tebal lapisan difusi

AYU MELINDA ANDI MIFTAHUL JANNAH 15020140081

Page 4: Laporan praktikum disolusi

DISOLUSI

Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan disolusi yaitu (Martin,

1993):

1. Suhu

Meningginya suhu umumnya memperbesar kelarutan (Cs) suatu zat

yang bersifat endotermik serta memperbesar harga koefisien difusi zat.

Menurut Einstein,koefisien difusi dapat dinyatakan melalui persamaan

berikut (Martin, 1993):

   D         : koefisien difusi

   r           : jari-jari molekul

   k          : konstanta Boltzman

   ή          : viskositas pelarut

   T          : suhu

2. Viskositas

Turunnya viskositas pelarut akan memperbesar kecepatan disolusi

suatu zat sesuai dengan persamaan Einstein. Meningginya suhu juga

menurunkan viskositas dan memperbesar kecepatan disolusi.

3. pH pelarut

pH pelarut sangat berpengaruh terhadap kelarutan zat-zat yang

bersifat asam atau basa lemah.

Untuk asam lemah:

Jika (H+) kecil atau pH besar maka kelarutan zat akan meningkat.

Dengan demikian, kecepatan disolusi zat juga meningkat.

Untuk basa lemah:

Jika (H+) besar atau pH kecil maka kelarutan zat akan meningkat.

Dengan demikian, kecepatan disolusi juga meningkat.

4. Pengadukan

Kecepatan pengadukan akan mempengaruhi tebal lapisan difusi (h).

jika pengadukan berlangsung cepat, maka tebal lapisan difusi akan cepat

berkurang.

5. Ukuran Partikel

AYU MELINDA ANDI MIFTAHUL JANNAH 15020140081

Page 5: Laporan praktikum disolusi

DISOLUSI

Jika partikel zat berukuran kecil maka luas permukaan efektif

menjadi besar sehingga kecepatan disolusi meningkat.

6.  Polimorfisme

Kelarutan suatu zat dipengaruhi pula oleh adanya polimorfisme.

Struktur internal zat yang berlainan dapat memberikan tingkat kelarutan

yang berbeda juga. Kristal meta stabil umumnya lebih mudah larut

daripada bentuk stabilnya, sehingga kecepatan disolusinya besar.

7. Sifat Permukaan Zat

Pada umumnya zat-zat yang digunakan sebagai bahan obat bersifat

hidrofob. Dengan adanya surfaktan di dalam pelarut, tegangan

permukaan antar partikel zat dengan pelarut akan menurun sehingga zat

mudah terbasahi dan kecepatan disolusinya bertambah.

 Ada 2 metode penentuan kecepatan disolusi yaitu (Martin, 1993):

1. Metode Suspensi

Serbuk zat padat ditambahkan ke dalam pelarut tanpa pengontrolan

terhadap luas permukaan partikelnya. Sampel diambil pada waktu-waktu

tertentu dan jumlah zat yang larut ditentukan dengan cara yang sesuai.

2. Metode Permukaan Konstan

Zat ditempatkan dalam suatu wadah yang diketahui luasnya

sehingga variable perbedaan luas permukaan efektif dapat diabaikan.

Umumnya zat diubah menjadi tablet terlebih dahulu, kemudian

ditentukan seperti pada metode suspensi.

Prinsip kerja alat disolusi dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu (Dirjen

POM, 1995) :

1. Alat terdiri dari sebuah wadah tertutup yang terbuat dari kaca atau bahan

transparan yang inert, suatu batang logam yang digerakkan oleh motor

dan keranjang yang berbentuk silinder dan dipanaskan  dengan tangas air

pada suhu 370C.

2.  Alat yang digunakan adalah dayung yang terdiri dari daun dan batang

sebagai pengaduk. Batang berada pada posisi sedemikian sehingga

AYU MELINDA ANDI MIFTAHUL JANNAH 15020140081

Page 6: Laporan praktikum disolusi

DISOLUSI

sumbunya tidak lebih dari 2 mm pada setiap titik dari sumbu vertikel

wadah dan berputar dengan halus tanpa goyangan yang berarti.

2.2 Uraian Bahan

1. Air suling ( Ditjen POM, 1979 )

Nama Resmi : AQUA DESTILLATA

Nama lain : Air suling

RM/BM : H2O / 18,02

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak

mempunyai rasa.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan : Sebagai pelarut.

2. Parasetamol ( Ditjen POM, 1979 )

Nama Resmi : ASETAMINOPHENUM

Nama lain : Parasetamol, asetaminofen

RM/BM : C8H9NO2 / 151,16

Pemerian : Hablur atau serbuk hablur putih; tidak berbau; rasa

pahit

Rumus struktur : OH

NHCOCH3

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya

Kegunaan : Sebagai sampel.

2.3 Prosedur Kerja

a. Pengaruh suhu terhadap kecepatan disolusi zat

Isilah bejana dengan 900 ml

Pasang thermostat pada suhu 300C

Jika suhu air di dalam bejana sudah mencapai suhu 300C, masukkan 2

g asam salisilat dan hidupkan motor penggerak pada kecepatan 50 rpm

AYU MELINDA ANDI MIFTAHUL JANNAH 15020140081

Page 7: Laporan praktikum disolusi

DISOLUSI

Ambil sebanyak 20 ml air dari bejana setiap selang waktu 1, 5, 10, 15,

20, 25 dan 30 menit setelah pengadukan. Setiap selesai pengambilan

sampel, segera digantikan dengan 20 ml air.

Tentukan kadar paracetamol terlarut dari setiap sampel dengan cara

titrasi asam-basa menggunakan NaOH 0,05 N dan indocator

fenolftalein. Lakukan koreksi perhitungan kadar yang diperoleh setiap

waktu terhadap pengenceran yang dilakukan karena penggantian

larutan dengan air suling

Lakukan percobaan yang sama untuk suhu 400C dan suhu 50 0 C

Tabelkan hasil yang diperoleh

Buat kurva antara konsentrasi paracetamol yang diperoleh dengan

waktu untuk setiap satuan waktu (dalam satu grafik)

b. Pengaruh kecepatan pengadukan terhadap kecepatan disolusi zat

Isilah bejana dengan 900 ml

Pasang thermostat pada suhu 300C

Jika suhu air di dalam bejana sudah mencapai suhu 300C, masukkan 2

gram paracetamol dan hidupkan motor penggerak pada kecepatan 50

rpm

Ambil sebanyak 20 ml air dari bejana setiap selang waktu 1, 5, 10, 15,

20, 25, dan 30 menit setelah pengadukan. Setiap selesai pengambilan

sampel, segera gantikan dengan 5 ml air.

Tentukan kadar paracetamol terlarut dari setiap sampel dengan cara

titrasi asam-basa menggunakan NaOH 0,05 N dan indicator

fenolftalein. Lakukan koreksi perhitungan kadar yang diperoleh setiap

waktu terhadap pengenceran yang dilakukan karena penggantian

larutan dengan air suling

Lakukan percobaan yang sama untuk kecepatan 100 dan 150 rpm

Tabelkan hasil yang diperoleh

Buat kurva antara konsentrasi paracetamol yang diperoleh dengan

waktu untuk setiap satuan waktu (dalam satu grafik)

AYU MELINDA ANDI MIFTAHUL JANNAH 15020140081

Page 8: Laporan praktikum disolusi

DISOLUSI

c. Penentuan parameter disolusi tablet parasetamol (prosedur lengkap lihat

farmakope indonesia IV)

AYU MELINDA ANDI MIFTAHUL JANNAH 15020140081

Page 9: Laporan praktikum disolusi

DISOLUSI

BAB 3 METODE KERJA

3.1 Alat

Adapun alat yang digunakan yaitu alat uji disolusi, timbangan, gelas

ukur, spoit 5 ml, buret 50 ml, gelas kimia 50 ml, gelas ukur 25 ml, botol 500

ml, botol 100 ml, Vial, Spektrofotometer, kuvet, botol semprot.

3.2 Bahan

Adapun bahan yang digunakan yaitu air steril, aluminium foil,

aquadest, etiket, kuvet disposible, serbuk paracetamol, larutan NaOH 0,1

3.3Cara Kerja

a. Pembuatan kurva baku

1. Disiapkan alat dan bahan

2. Ditimbang serbuk paracetamol 10 mg

3. Dilarutkan dalam 250 ml air steril

4. Dipipet 5 ml lalu dimasukkan ke kuvet dan diukur menggunakan

spektrofotometri pada ppm 2, 4, 6, 8, dan 10

5. Dicatat absorbannya dan dibuat dalam tablet

b. Pengukuran absorban paracetamol

1. Disiapkan alat dan bahan

2. Disiapkan alat uji disolusi dan dimasukkan 900 ml air steril pada

medium dan diuji dengan metode dayung

3. Dimasukkan tablet paracetamol ke dalam medium

4. Dilakukan pengadukan dengan kecepatan 50 rpm, tiap 5 menit dipipet

5 ml absorban menggunakan spoit 5 ml. Bersamaan dengan diambil 5

ml dimasukkan lagi 5 ml air steril ke dalam medium hingga menit ke

30

5. Dipindahkan absorban ke dalam masing-masing vial dan ditutup

dengan aluminium foil

6. Diukur nilai absorban paracetamol menggunakan spektrofotometri

7. Dicatat hasilnya dan dibuat dalam tabel

AYU MELINDA ANDI MIFTAHUL JANNAH 15020140081

Page 10: Laporan praktikum disolusi

DISOLUSI

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

a. Pembuatan Kurva baku

Konsentrasi (ppm) absorban

12 0,2

17 0,28

24 0,41

36 0,57

48 0,76

a = 0,021

b = 0,015

r = 0,998

b. Data serapan Tablet parasetamol 500 mg

Waktu (menit) Suhu 250C Suhu 370C

0 0,016 0,025

5 0,097 0,413

10 0,191 0,250

15 0,268 0,371

20 0,358 0,498

25 0,430 0,958

30 0,494 1,078

c. Konsentrasi tablet parasetamol yang terdisolusi

Waktu (menit)Konsentrasi (ppm)

Suhu 250C Suhu 370C

0 0,333 0,266

5 5,066 26,133

10 11,333 15,266

15 16,446 23,333

20 22,466 31,8

25 27,266 61,933

AYU MELINDA ANDI MIFTAHUL JANNAH 15020140081

Page 11: Laporan praktikum disolusi

DISOLUSI

30 31,533 70,466

Perhitungan :

Rumus : y = a + bχ

χ = y−ab

Suhu 250C.

1. Menit 0’ :0,016−0,021

0,015 = 0,333

2. Menit 5’ :0,097−0,021

0,015 = 5,066

3. Menit 10’ :0,191−0,021

0,015 = 11,333

4. Menit 15’ :0,268−0,021

0,015 = 16,466

5. Menit 20’ :0,358−0,021

0,015 = 22,466

6. Menit 25’ :0,430−0,021

0,015 = 27,266

7. Menit 30’ :0,494−0,021

0,015 = 31,533

Suhu 370C.

1. Menit 0’ :0,025−0,021

0,015 = 0,266

2. Menit 5’ :0,413−0,021

0,015 = 26,133

3. Menit 10’ :0,250−0,021

0,015 = 15,266

4. Menit 15’ :0,371−0,021

0,015 = 23,333

5. Menit 20’ :0,498−0,021

0,015 = 31,8

6. Menit 25’ :0,950−0,021

0,015 = 61,933

7. Menit 30’ :1,078−0,021

0,015 = 70,466

d. Perhitungan jumlah obat terkoreksi

AYU MELINDA ANDI MIFTAHUL JANNAH 15020140081

Page 12: Laporan praktikum disolusi

DISOLUSI

Waktu

(menit)

Konsentrasi

(mg)

Faktor

Koreksi

Jumlah Obat

Terkoreksi (mg + fk)

0 0,299 0 0,299

5 4,559 0,0016 4,5606

10 10,199 0,0269 10,2259

15 14,819 0,0835 14,49025

20 20,219 0,1650 20,3848

25 24,539 0,2781 24,8171

30 29,379 0,4144 28,7934

Perhitungan :

Fk = V . yangdiambilV .Medium

xkons .+Fk . Sebelumnya

Volume yang diambil = 5 mL

Volume medium = 900

1.5

900x 0,299+0=0,0016

2.5

900x 4,559+0,0016=0,0269

3.5

900x 10,199+0,0269=0,0835

4.5

900x 14,819+0,0835=0,1658

5.5

900x 20,219+0,1658=0,2781

6.5

900x 24,539+0,2781=0,4144

mg + fk

1. 0 + 0,0299 = 0,299

2. 0,0016 + 4,559 = 5,5606

3. 0,0269 + 10,199 = 10,2259

4. 0,0835 + 14,819 = 15,654

5. 0,1658 + 20,219 = 20,3848

6. 0,2781 + 24,539 = 24,8171

AYU MELINDA ANDI MIFTAHUL JANNAH 15020140081

Page 13: Laporan praktikum disolusi

DISOLUSI

7. 0,4144 + 28,379 = 28,7934

e. Perhitungan Efisiensi Disolusi (%ED)

Waktu

(menit)Luas bidang A Luas A + B

E%ED30

(luas bidang A/luas

A+B) x 100%

0 0,747

492,881 x

30 menit

=14786,43

%ED =

luasbidangAluasbidanA+B

x 100 %

= 450,919

14786,43x100 %

= 3,0495 %

5 12,149

10 36,96

15 64,69

20 90,09

25 113,004

30 134,026

1. Luas bidang A05 =

0,299+4,56062

x (5−0 )=12,14

2. Luas bidang A 510 =

4,5606+10,22592

x (10−5 )=36,96

3. Luas bidang A1015 =

10,2259+15,6542

x (15−10)=64,69

4. Luas bidang A1520 =

15,654+20,38482

x (20−15 )=90,09

5. Luas bidang A2025 =

20,3848+24,81712

x (25−20 )=113,004

6. Luas bidang A2530 =

24,8171+28,79342

x (30−25 )=134,0

4.2 Pembahasan

Disolusi obat adalah suatu proses hancurnya obat (tablet) dan

terlepasnya zat-zat aktif dari tablet ketika dimasukkan ke dalam saluran

pencernaan dan terjadi kontak dengan cairan tubuh.

Pada percobaan kali ini dilakukan uji laju disolusi terhadap tablet

gliseril guaiakolat. Tujuan dilakukannya uji laju disolus i yaitu untuk

mengetahui seberapa cepat kelarutan suatu tablet ketika kontak dengan

AYU MELINDA ANDI MIFTAHUL JANNAH 15020140081

Page 14: Laporan praktikum disolusi

DISOLUSI

cairan tubuh, sehingga dapat diketahui seberapa cepat keefektifan obat yang

diberikan tersebut.

Aplikasi dalam bidang farmasi yaitu penentuan bentuk-bentuk sediaan

yang akan dibuat sesuai dengan sifat zat aktif sehingga dicapai kecepatan

pelarutan dalam cairan tubu sehingga dicapai kecepatan pelarutan dalam

cairan tubuh sehingga cepat diabsorbsi dan cepat memberikan efek

farmakologinya

Secara umum mekanisme disolusi suatu sediaan dalam bentuk tablet

yaitu tablet yang ditelan akan masuk ke dalam lambung dan di dalam

lambung akan dipecah, mengalami disintegrasi menjadi granul-granul yang

kecil yang terdiri dari zat-zat aktif dan zat-zat tambahan yang lain. Granul

selanjutnya dipecah menjadi serbuk dan zat-zat aktifnya akan larut dalam

cairan lambung atau usus, tergantung di mana tablet tersebut harus bekerja.

Percobaan ini dilakukan untuk menetukan laju disolusi suatu obat

(paracetamol). Aadapun mekanisme dari amoxicilin pada pemberian secara

oral (psoses absorbsi di dalam tubuh) yaitu amoxicilin dimasukkan ke dalam

saluran cerna dalam bentuk padatan, amaka sebagian zat tersbut akan

mengalami disintegrasi menjadi granul-granul dan granul-granul ini akan

dipecah menjadi partikel-partikel halus (disebut degranulasi). Kemudian

disolusi dalam cairan tubuh, kemudian diabsorbsi ke dalam darah atau

cairan tubuh lainnya dan diikat ole reseptor setela itu baru memberikan efek

terhadap tubuh.

Pada percobaan ini akan ditentukan tetapan disolusi dari tablet

paracetamol 500 mg dalam media air suling, dimana besarnya tetapan

tersebut menunjukkan cepat lambatnya disolusi atau kelarutan dari tablet

paracetamol tersebut. Di sini digunakan air suling sebagai media disolusi

karena air merupakan cairan penyususn utama dalam tubuh manusia, jadi

diumpamakan obat berdisolusi di dalam tubuh. Selain itu juga karena

paracetamol kelarutannya dalam air sangat baik.

waktu larutandiambil, harus diusahakan pada bagian yang sama dari

cairan, yaitu tepat di samping keranjang sampel, sebab pada bagian tersebut

AYU MELINDA ANDI MIFTAHUL JANNAH 15020140081

Page 15: Laporan praktikum disolusi

DISOLUSI

zat aktif langsung keluar dari keranjang dan dapat dipipet dengan tepat.

Pemipetan yang dilakukan pada tempat yang berbeda dapat mengakibatkan

perbedaan kadar zat aktif yang sangat besar. Dilakukan tiga kali agar hasil

yang diperoleh dapat dibandingkan.

Pemipetan dilakukan pada waktu yang berbeda-beda untuk melihat

kapan paracetamol akan terdisolusi dengan optimal pada media pelarut. Dari

hasil yang diperoleh, dapat dijelaskan bahwa mula-mula paracetamol akan

terdisolusi dengan lambat dan lama kelamaan akan bertambah cepat. Setelah

terdisolusi sempurna zat aktif akan diabsorbsi, dimetabolisme, dan

kemudian akan memberikan efek terapi jika obat berada dalam tubuh.

Hasil yang diperoleh pada percobaan untuk data kurva baku pada ppm

12 absorbannya 0,2;ppm 17 absorbannya 0,28; ppm 24 absorbannya

0,41;ppm 36 absorbannya 0,57 dan untuk ppm 48 absorbannya 0,76.

Konstanta laju disolusi paracetamol yaitu 7,9 x 10-3 mg/menit. Sehingga

dapat disimpulkan bahwa semakin banyak waktu yang dibutuhkan oleh

suatu obat untuk berdisolusi maka semakin tinggi pula konsentrasi (Kadar)

zat tersebut dalam cairan (media pelarut).

Adapun Faktor-faktor kesalahan yang mungkin mempengaruhi hasil

yang diperoleh dalam percobaan kali ini antara lain :

o Suhu larutan disolusi yang tidak konstan.

o Ketidaktepatan jumlah dari medium disolusi, setelah dipipet beberapa

ml.

o Terjadi kesalahan pengukuran pada waktu pengambilan sampel

menggunakan pipet volume.

o Terdapat kontaminasi pada larutan sampel.

o Suhu yang dipakai tidak tepat.

AYU MELINDA ANDI MIFTAHUL JANNAH 15020140081

Page 16: Laporan praktikum disolusi

DISOLUSI

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari percobaan yang telah dilakukan diperoleh hasil laju disolusi obat

paracetamol sebesar 7,9 x 10 −3

mg/menit.

5.2 Saran

Sebaiknya praktikan lebih aktif lagi dalam melakukan praktikum dan

hati-hati dalam menggunakan alat laboratorium agar tidak terjadi kesalahan

yang tidak diinginkan.

AYU MELINDA ANDI MIFTAHUL JANNAH 15020140081

Page 17: Laporan praktikum disolusi

DISOLUSI

DAFTAR PUSTAKA

Ansel. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. UI Press: Jakarta

Ansel. 1985. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. UI Press: Jakarta

Ditjen POM, (1995), “ Farmakope Indonesia”, Edisi III, Departemen Kesehatan RI, Jakarta, 90, 96, 412, 675.

Martin, Alfred, 1993. Farmasi Fisik. Universitas Indonesia Press: Jakarta

AYU MELINDA ANDI MIFTAHUL JANNAH 15020140081