laporan praktikum caudectomi

27
PRAKTIKUM IBKV 1 CAUDECTOMI Kelompok 2: Tri Apriyadi Hidayat B04100112 Armedi Azni B04100114 Ghina Indriani B04100126 Putu Jodie Kusuma W. B04100144 Shuffur Husna B04100150

Upload: putu-jodie-kusuma-wijaya

Post on 15-Apr-2017

224 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN PRAKTIKUM CAUDECTOMI

PRAKTIKUM IBKV 1

CAUDECTOMI

Kelompok 2:Tri Apriyadi Hidayat B04100112Armedi Azni B04100114Ghina Indriani B04100126Putu Jodie Kusuma W. B04100144Shuffur Husna B04100150

BAGIAN BEDAH DAN RADIOLOGIDEPARTEMEN KLINIK, REPRODUKSI, DAN PATOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

Page 2: LAPORAN PRAKTIKUM CAUDECTOMI

INSTITUT PERTANIAN BOGOR2014BAB I

PENDAHULUAN

Latar BelakangEkor merupakan bagian ujung belakang dari tubuh hewan. Fungsi ekor pada anjing

adalah untuk menjaga keseimbangan pada waktu mereka berlari kencang. Beberapa ras anjing seperti Doberman dan Rottweiler, tail docking atau caudectomy umum dilakukan. Operasi caudectomy tersebut umumnya lebih ke arah kosmetik atau kecantikan penampilan. Tampilan ekor yang tegak atau melingkar kesamping, merupakan suatu masalah yang paling sering dikeluhkan oleh para pemilik anjing. Anjing yang berpenampilan ekor tegak atau melingkar dianggap kurang sempurna dan dapat mengganggu anjing pada saat berburu di hutan atau belukar, sebab ekor tersebut sering menyangkut pada batang kayu dan ranting atau belukar yang dapat menimbulkan rasa sakit (Wardana 2002). Selain itu, indikasi dari tail docking atau caudectomy yaitu jika terjadi perubahan-perubahan akibat trauma, infeksi dan tumor pada ekor, serta apabila terjadi fistula perianal.

Caudectomy dapat dilakukan dengan tindakan operasi bedah minor, yaitu dengan memotong tendon di beberapa bagian dorsal ekor hewan. Lurus dan melingkar atau berkeloknya ekor anjing ditentukan oleh ruas-ruas tulang ekor, panjang/pendeknya tendon dan simetris tidaknya tendon di bagian ekor. Anatomi ekor anjing terdiri dari tulang ekor atau os coccegealis yang beruas-ruas. Tulang ekor dibungkus oleh otot-otot pembentuknya yang terdiri atas muskulus sakrokaudalis lateralis, muskulus sakrokaudalis dorsali, muskulus sakrokaudalis ventralis, muskulus interventralis (Getty 1975).

Ekor harus dipotong 2-3 cm dari batas jaringan yang normal/sehat ketika menghilangkan tumor atau memperbaiki perubahan akibat trauma. Pemotongan harus dilakukan dekat anus jika pada ujung ekor terjadi pengeluaran darah secara kronik akibat dari berulang kali mengalami luka goresan/luka lecet atau trauma. Pemotongan di dekat pangkal dianjurkan untuk ekor avulsed (membengkok) dan jika diperlukan untuk ekor melipat akibat pyoderma dan fistula perianal. Jika untuk keperluan estetika atau kecantikan, caudectomy harus disesuaikan dengan standar bagi masing-masing ras (Fossum 2007). Caudectomy sebaiknya dilakukan pada anak anjing umur antara 3 dan 5 hari. Secara alami, anesthesia tidak harus diberikan. Namun caudectomy pada anjing dewasa lebih dari 1 minggu, dibutuhkan anastesi umum atau epidural.

Tinjauan PustakaAnatomi Ekor Anjing

Anatomi ekor anjing terdiri dari tulang ekor atau os koksigealis yang beruas-ruas. Tulang ekor dibungkus oleh otot-otot pembentuknya yang terdiri atas muskulus sakrokaudalis dorsalis, m. sakrokaudalis lateralis, dan m. Sakrokaudalis ventralis dan m. itertransversalis (Getty 1975). Bagian dorsal ekor didapatkan tendon berupa tali-tali putih memanjang. Tendon-tendon ini merupakan perpanjangan dari muskulus sakrokaudalis

Page 3: LAPORAN PRAKTIKUM CAUDECTOMI

dorsalis, dan m. sakrokaudalis lateralis yang memang berada pada sisi dorsolateral tulang ekor (Sisson dan Grossman 1961).

Vena dan arteri besar didapat di bagian ventral (arteri dan vena kaudalis medialis), dan lateral kanan dan kiri ekor, yakni arteri dan vena kaudalis lateralis superfisialis (Fossum dkk 1997). Di luar otot, ekor dibungkus oleh fascia koksigealis yang kuat. Kulit di bagian ekor anjing ditumbuhi rambut dengan kelebatan dan panjang rambut bervariatif. Bentuk ekor anjing juga beraneka ragam, ada yang tegak, melingkar, atau jatuh menggantung, tergantung dari ras anjing tersebut.

Bentuk EkorBentuk ekor yang melingkar/berkeluk kekiri atau kekanan bersifat herediter dan

cenderung dominan. Anjing-anjing berburu yang baik umumnya hasil silangan lokal dengan ras seperti Boxer, German Sheepherd, Pittbull atau Terrier. Hasil silangan ini umumnya memiliki ekor bengkok/tidak lurus. (Wardana 2003).

Hasil pengamatan terhadap kadaver-kadaver anjing yang mati karena kecelakaan yang ditemukan di jalanan, dan anjing-anjing yang menjalani bedah salon, menunjukkan bahwa bentuk ekor berkelok ke samping kiri atau ke kanan dipengaruhi oleh ketidaksimetrisan panjang tendo m. sakrokaudalis lateralis dan dorsalis kiri atau kanan. Sedangkan ekor yang melingkar ke atas dipengaruhi oleh ukuran panjang tendo m. sakrokaudalis dorsalis yang tidak proporsional dengan ruas-ruas tulang ekor. Tidak tertutup kemungkinan juga melengkuknya ekor disebabkan oleh kelainan ruas tulang ekor akibat fraktur atau sebab lainnya, dengan kondisi ini bedah salon pola ini tidak bisa diterapkan (Wardana 2003).

PremedikasiBedah salon meluruskan ekor anjing merupakan operasi bedah minor. Terhadap

anjing yang jinak bisa menggunakan anaestesi epidural dan untuk jenis anjing peburu umumnya kurang jinak sehingga digunakan anaestesi umum (hall dan clarke 1983).

Premedikasi atau preanestetik diberikan sebelum dilakukan anestesi umum dengan tujuan untuk mengurangi ketakutan dan kegelisahan, mengurangi rasa sakit, mengurangi produksi saliva dan reflek vagus, mempermudah induksi anestesi dan meningkatkan respon anestesi umum (Sawyer Donald C 1982).

Page 4: LAPORAN PRAKTIKUM CAUDECTOMI

Preanestesi digolongkan menjadi 3 golongan yaitu; analgesic, tranquilizer dan antikolonergik. Meperidine (Demerol) 1-2 mg/kg atau Oxymorphone (Numorphan) 0.1-0.2 mg/kg secara IM atau SC adalah beberapa contoh analgesic. Acetylpomazine 0.05-0.1 mg/kg secara IM atau SC dan Xylazine 1 mg/kg secara IM adalah contoh tranquilizer sedangantikolinergik yang sering diberikan pada anjing dan kucing adalah antropin 0.04 mg/kg secara SC, 0.02 mg/kg secara IM atau 0.01 mg/kg bila diberikan secara IV (Sawyer Donald C 1982).

Atropin sulfat berfungsi mengurangi sekresi saliva, menurunkan peristaltik usus, mencegah bradikardia dan mencegah efek muskarinik antikolinesterase seperti neostignin. Atropin tidak dapat diberikan pada hewan yang mengalami gangguan hepar. Kerja obat dapat dilihat 30-60 detik setelah penyuntikan intra vena dan 10-15 menit setelah penyuntikan secara intramuskuler atau subkutan (Sardjana dan Kusumawati2004). Umumnya obat-obat praanestetik bersifat sinergis terhadap anestetik, namun penggunaannya harus disesuaikan dengan umur, kondisi dan temperamen hewan, ada atau tidaknya rasa nyeri, teknik anestesi yang dipakai, adanya antisipasi komplikasi dll (Sardjana dan Kusmawati 2004).

Anestesi           Anestesi (pembiusan) berasal dari bahasa Yunani, an-"tidak, tanpa" dan aesthētos, "persepsi, kemampuan untuk merasa". Secara umum Anestesi berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Istilah anestesi digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun 1846.

Tujuan pemberian anestesi adalah mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri dengan meminimalkan kerusakan beberapa organ tubuh terutama pada pasien dengan kondisi kusus, membuat hewan tidak terlalu banyak bergerak bila dibutuhkan relaksasi muskulus (Sardjana dan Kusumawati 2004). Beberapa tipe anestesi adalah; 1.Pembiusan total — hilangnya kesadaran total, 2.Pembiusan lokal — hilangnya rasa pada daerah tertentu yang diinginkan (pada sebagian kecil daerah tubuh), 3.Pembiusan regional — hilangnya rasa pada bagian yang lebih luas dari tubuh oleh blokade selektif pada jaringan spinal atau saraf yang berhubungan dengannya (Anonim 2006).

Prinsip dasar anestesi umum adalah obat anestetika yang diberikan hendaknya tidak menimbulkan depresi respirasi dan gangguan sirkulasi, induksi maupun recoverinya cepat, tidak mahal, tidak menimbulkan iritasi jaringan, stabil dan tidak mudah meledak, penggunaannya tidak membutuhkan alat-alat kusus (Sardjana dan Kusumawati 2004). Dalam pemberian anestetika harus diperhatikan faktor-faktor seperti; kondisi hewan, lokasi pembedahan, lama pembedahan, ukuran tubuh atau jenis hewan, penyakit-penyakit yang diderita, kepekaan hewan terhadap obat anestetik, serta beberapa penyakit seperti penyakit sirkulasi, respirasi, hepar, gagal ginjal dan anemia yang hebat (Sardjana dan Kusumawat 2004).

Anestesi dibagi dalam 4 stadium; Stadium I (stadium induksi atau eksitasi volunter), stadium ini dimulai dari pemberian agen anestesi sampai menimbulkan hilangnya kesadaran, pada stadium ini hewan masih sadar dan memberontak. (Sardjana dan Kusumawati 2004).

Page 5: LAPORAN PRAKTIKUM CAUDECTOMI

Stadium II (stadium eksitasi involunter), stadium ini dimulai dari hilangnya kesadaran sampai permulaan stadium pembedahan, pada stadium ini dijumpai adanya eksitasi dan gerakan yang tidak menurut kehendak, pernafasan tidak teratur, inkontinentia urin, muntah, hipertensi dan takikardia.

Stadium III (operasi/pembedahan), terbagi dalam 3 tingkat; Plane I, ditandai dengan pernafasan yang teratur dan terhentinya anggota gerak, tipe pernafasan torakoabdominal, reflek pedal masih ada, bola mata bergerak-gerak, palpebra, konjuntiva dan kornea terdepres. Plane II, ditandai dengan respirasi torakoabdominal, bola mata ventromedial, semua otot mengalami relaksasi kecuali otot perut. Plane III, ditandai dengan respirasi abdominal yang regular, bola mata kembali ketengah dan otot perut relaksasi.

 Stadium IV (overdosis/paralisa medulla oblongata), ditandai dengan paralisa otot dada, pulsus cepat dan pupil dilatasi, bola mata menunjukkan gambaran seperti mata ikan karena terhentinya sekresi lakrimal (Archibald J 1965).

Monitoring saat hewan teranestesi sangatlah penting, monitoring terhadap; 1.Tingkat kedalaman anestesi, sesuai tingkat depresi terhadap sistem saraf pusat yang dapat dilihat melalui tekanan darah, respirasi, reflek pupil, pergerakan bola mata dan kesadaran, 2.Temperatur tubuh, dimana umumnya tubuh tidak mampu mempertahankan temperatur tubuh, 3.Kardiovaskuler, melalui monitoring pulsus dan detak jantung, 4.Respirasi, melalui pemeriksaan tipe respirasi dan komplikasi sistem respirasi (Sardjana dan Kusumawati 2004).

Ketamin HCLKetamin hydrochloride adalah suatu obat bius atau obat penghilang rasa sakit yang

biasanya digunakan terutama pada bidang kedokteran hewan biasa digunakan pada anjing, kucing, kelinci, tikus, dan hewan kecil lainnya. Ketamin juga digunakan bersama obat penenang lain untuk menghilangkan rasa sakit pada hewan besar seperti kuda dan sapi. Ketamin merupakan derifat piperidine, dikenal dengan sebutan “debu malaikat”/’PCP’ (phencycline). Ketamin HCl termasuk golongan anestesi disosiatif yang bekerja dengan memutus saraf asosiasi serta korteks otak dan thalamus optikus dihentikan sementara, sedangkan sistem limbik sedikit dipengaruhi, obat ini juga merupakan analgesik yang tidak menyebabkan depresi dan hipnotika pada saraf pusat tetapi berperan sebagai kataleptika dan setelah pemberian ketamin, reflek mulut dan menelan tetap ada dan mata masih terbuka.

Ketamin menimbulkan anestesi dissosiatif, secara farmakologi bereaksi cepat ditandai dengan adanya reflek laring yang normal atau agak ditingkatkan, tonus otot yang ringan atau agak ditingkatkan, tonus otot rangka yang normal atau agak ditingkatkan, stimulasi pernafasan dan kadang-kadang depresi pernafasan sementara atau minimal. Efek anestetik dari ketamin sebagian dapat disebabkan oleh suatu antagonis terhadap reseptor eksitasi N-metil aspartat, ketamin juga dapat bekerja pada reseptor kolinergik muskarinik, serotonin dan norepineprin dalam sistem saraf pusat (Omoigui 1997).

Page 6: LAPORAN PRAKTIKUM CAUDECTOMI

Penggunaan ketamin sebagai anestetika memiliki keuntungan dan kerugian, keuntungan penggunaan ketamin antara lain; aplikasinya mudah, pendepresan kardiovaskuler dan respirasi minimal, dapat digunakan untuk situasi darurat dimana hewan belum dipuasakan karena reflek faring tetap ada, induksi cepat dan tenang, dan dapat dikombinasikan dengan agen preanestesi atau anestesi lain. Kerugian penggunaan ketamin yaitu; menyebabkan relaksasi otot tidak maksimal bila penggunaannya secara tunggal, responnya bervariasi terhadap beberapa pasien, menyebabkan hipotermia dan menyebabkan kekejangan ekstremitas, meyebabkan konvulsi pada beberapa pasien dan recoverinya lama (Slatter 2005). Ketamin dengan pemberian tunggal bukan anestetik yang baik (Sardjana dan Kusumawati 2004).

Ketamin dapat dipakai oleh hampir semua spesies hewan. Ketamin bersama xylazin dapat dipakai untuk ansetesi pada kucing (Sardjana dan Kusumawati 2004). Dosis ketamin pada hewan kecil 10-20 mg/kg secara IM, dengan onset kerja 3-5 menit dan waktu rekoverinya 2-6 jam (Sawyer Donald C, 1982). Penggunaan ketamin pada kucing memerlukan pengalaman dan skill kusus, rekoveri pada kucing berbeda dari hewan lain, memerlukan perhatian dan observasi yang lama, dan jika rekoveri tidak terlihat dalam jangka waktu yang lama maka dapat diberikan delirium sebanyak 0.05-0.1 mg/kg (Sawyer Donald C 1982).

Xylazin HCLXylazin hydrochloride (Rompun) adalah suatu obat yang digunakan untuk penenang,

anestesi, relaksan otot dan analgesik pada kedokteran hewan. Obat ini adalah suatu alpha2-agonis dengan penenang dan penghilang rasa sakit. Relaksasi otot disebabkan hambatan transmisi intra neural kedalam sistem saraf pusat. Dalam pembedahan, xylazin dapat dikombinasikan dengan obat anestesi yang lain seperti ketamin untuk mempengaruhi lama anestesi dan untuk memperoleh relaksasi otot juga meminimalisir rasa sakit.

Kombinasi dengan ketamin menyebabkan efek bius tidak terjadi secara mendadak. Penggunaan xylazin HCL pada hewan kecil menimbulkan efek samping seperti bradikardia dan penurunan kardiak output, muntah, tremor, penurunan motilitas intestinal dan peningkatan kontraksi uterus, selain itu juga mempengaruhi keseimbangan hormonal antara lain menghambat produksi insulin dan ADH (Sardjana dan kusumawati, 2004). Untuk menghidari efek negatif xylazin tersebut maka penting sekali diberikan atropine sulfat sebagai premedikasi (Sawyer Donald C 1982).

Pada anjing dan kucing, xylazin dapat diberikan 1-2 mg/kg secara IM akan menimbulkan efek analgesic selama 15-30 menit dan efek seperti tidur selama 1-2 jam (Sawyer Donald C 1982).

Page 7: LAPORAN PRAKTIKUM CAUDECTOMI

BAB 2

METODE

A. Persiapan pra Operasi1. Persiapan ruang operasi

- Ruang operasi dibersihkan dari kotoran dengan disapu (dibersihkan dari debu)- Ruang operasi kemudian disterilisasi dengan radiasi atau dengan desinfektan

(alkohol 70%) 2. Persiapan peralatan

a) Satu set peralatan bedah minor disiapkan, yaitu 4 towl klaim, 2 pinset anatomis dan syrorgis, 1 ganggang scalpel dan blade, 3 gunting, 4 tang arteri lurus anatomis, 2 tang arteri bengkok anatomis, 2 tang arteri lurus syrorgis, dan 1 needle holder.

b) Alat-alat tersebut kemudian disterilisasi dengan cara sebagai berikut:- Peralatan yang sudah dicuci bersih dan dikeringkan ditata dalam wadah

mulai dari needle holder, tang arteri, gunting, scalpel, pinset syrorgis, pinset anatomis, dan towl klaim.

- Kemudian wadah berisi perlatan tersebut dibungkus dengan dua lapis kain- Pertama, kain lapis pertama disiapkan dan wadah diposisikan di tengah kain

dengan posisi sejajar.- Sisi kain yang dekat dengan tubuh kita dilipat hingga menutupi wadah dan

ujung lainnya dilipat mendekati tubuh- Sisi kanan dilipat dilanjutkan dengan sisi yang kiri- Kain lembar kedua disiapkan, wadah yang sudah terbungkus kain lapis

pertama diletakkan di tengah dengan posisi diagonal- Ujung kain yang dekat tubuh dilipat hingga menutupi peralatan

Page 8: LAPORAN PRAKTIKUM CAUDECTOMI

- Sisi kanan dilipat dilanjutkan sisi kiri dan ujung lainnya dilipat mendekati tubuh dan diselipkan. Peralatan yang sudah terbungkus dimasukkan ke dalam autoklaf pada suhu 100ºC selama 1 jam

c) Pembukaan bungkusan setelah proses sterilisasi- Bungkusan paling luar dibuka di belakang meja/jauh dari meja operasi lalu

kemasan diletakkan di meja dan lipatan ditarik ke arah tubuh pembuka - Kemudian dilanjutkan dengan menarik masing-masing ujung lipatan dan

bungkusan diserahkan ke tim steril untuk diletakkan ke meja steril/meja alat- Bungkusan yang lebih dalam dibuka oleh tim steril dengan menarik lipatan

ke arah tubuh dan diikuti dengan ujung lipatan berikutnya kemudian kemudian diletakkan di atas meja alat yang steril

3. Persiapan obat-obatanObat-obatan yang harus dipersiapkan adalah sebagai berikut:

Ketamine HCl 10%; dosis 10 mg/kg BB; IMXylazine 2%; dosis 2 mg/ kg BB; IMAtropin Sulfat; dosis 0.025 mg/kg BB; IMAntiseptikum :

1. Alkohol 70%; topikal2. Yodium tinctur 3% ; topikal

Antibiotika :3. Penicillin 50.000 IU atau4. Oxytetracyclin; dosis 14 mg/kg BB; IM5. Amoxillin; dosis 20 mg/kg BB dengan kandungan 125mg/5ml; PO

4. Persiapan perlengkapan operator dan asistena) Perlengkapan yang dibutuhkan operator dan asisten 1, yaitu tutup kepala,

masker, sikat tangan (2 buah per orang), handuk kecil, baju operasi, dan sarung tangan.

b) Perlengkapan-perlengkapan tersebut disterilisasi dengan urutan sebagai berikut:- Baju operasi dilipat sedemikian hingga bagian yang bersinggungan dengan

pasien berada di dalam- Duk dilipat sedemikian hingga bagian yang bersinggungan langsung dengan

permukaan duk dilipat ke dalam- Baju operasi, duk serta perlengkapan yang lain kemudian dibungkus dengan

dua lapis kain seperti membungkus peralatan dengan urutan dari bawah, yaitu sarung tangan yang sudah dibungkus dengan kertas/plastik/alumunium foil, baju operasi yang telah dilipat, handuk yang telah dilipat, dua sikat yang bersih, masker, dan yang teratas penutup kepala

- Kemudian perlengkapan yang sudah dibungkus dimasukkan ke dalam autoklaf pada suhu 60ºC selama 15-30 menit

c) Pemakaian perlengkapan

Page 9: LAPORAN PRAKTIKUM CAUDECTOMI

- Perlengkapan yang telah disterilisasi dibuka bungkusnya sebagaimana pembukaan bungkusan peralatan

- Pertama operator mengenakan penutup kepala (untuk operator berambut panjang, rambut diikat dan dimasukkan) kemudian operator mengenakan masker

- Operator mencuci tangan dengan prosedur yang tepat. Pertama tangan kanan dan kiri dibasahi. Kemudian disikat dengan sikat yang sudah steril dan sudah diberi sabun dari ujung jari dan sela-sela jari hingga siku. Kemudian dibilas 10-15 kali, pembilasan juga dimulai dari ujung jari hingga siku. Setelah mencuci tangan kanan dan kiri keran ditutup menggunaka siku.

- Tangan operator dikeringkan dengan handuk. Masing-masing sisi handuk untuk satu tangan

- Operator memakai baju operasi, tangan operator dimasukkan ke dalam baju yang masih terlipat. Kemudian dengan dibantu asisten yang steril baju operasi dikancingkan

- Operasi memakai sarung tangan. Tangan kanan dimasukkan ke dalam sarung tangan, hala yang harus diperhatikan adalah hindari tangan menyentuh bagian sarung tangan yang akan bersinggungan dengan pasien. Dilanjutkan mengenakan sarung tangan kiri

- Operator siap melakukan operasi5. Persiapan Hewan

- Anjing yang akan dioperasi terlebih dahulu diperiksa kondisi kesehatannya seperti pengukuran suhu, frekuensi nafas dan denyut jantung, serta dilakukan penimbangan berat badan

- Anjing diperhatikan limfonodusnya serta mukosanya - Bagian anjing didesinfeksi dengan alkohol 70% dan iodium tinctur.

B. Operasi- Dilakukan Anestesi umum/transquilizer sampai sedatif - Setelah anjing teranestesi, keempat kakinya difiksir ke meja operasi- Anjing ditutupi dengan duk, ditandai batas antara os coccygea II dengan os

coccygea III menggunakan syringe dan diberi batas penyayatan.- Kemudian pangkal ekor diikat menggunakan karet gelang. - Pada persendiannya, kulit disayat berbentuk lurus mengelilingi ekor, sayatan

dibuat di tengah dorsal os coccygea III. - Kemudian, otot-otot dipreparir dan dicari pembuluh darah yang

memvaskularisasi ekor, yaitu arteri dan vena coccygealis lateral atau ventral. Pembuluh darah tersebut diikat menggunakan cat gut.

- Selanjutnya, os coccygea III disayat dan dipisahkan seluruhnya dengan bantuan artery clamp (untuk ekor yang kecil). Penjahitan dilakukan terhadap otot dan kulit menggunakan metode sederhana.

- Kemudian, dioleskan yodium tinctuure dan dibalut dengan perban.

Page 10: LAPORAN PRAKTIKUM CAUDECTOMI

- Hal-hal yang harus dikontrol pada waktu operasi, yaitu denyut jantung, frekuensi nafas, frekuensi denyut jantung, diameter pupil, temperatur, tekanan darah, warna membran mukosa, pendarahan, dan rasa nyeri.

- Sebelum penjahitan pada setiap lapisnya ditetesi dengan antibiotik untuk menghindari terjadinya infeksi.

C. Perawatan post Operasi1. Perawatan anjing

- Anjing diperiksa kesehatannya seperti pengukuran suhu, frekuensi nafas, frekuensi denyut jantung, serta diameter pupil.

- Diperhatikan membran mukosa, limphonodus, dan selaput lendir.2. Pencucian peralatan

- Alat setelah digunakan direndam dalam air yang diberi larutan pencuci.- Disikat, dimulai dari ujung yang paling steril (ujung yang pertama mengenai

pasien).- Dibilas dengan air yang mengalir sebanyak 10-15 kali (dimulai dari ujung yang

pertama disikat) lalu dikeringkan dengan ditata di rak.- Peralatan yang sudah kering kemudian disterilisasi lagi seperti di awal.

BAB 3HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Pengamatan

Tabel 1 Hasil pemeriksaan suhu selama pre-operasi dan operasi (oC)

Pre operasi

Operasi (menit ke-)0 15 30 45 60 75 90

37.8 37.4 35.9 34.4 34.3 34.9 34.5 34.6

Grafik 1 Hasil pemeriksaan suhu selama pre-operasi dan operasi (oC)

Page 11: LAPORAN PRAKTIKUM CAUDECTOMI

Tabel 2 Hasil pemeriksaan napas selama pre-operasi dan operasi (kali/menit)

Pre operasi

Operasi (menit ke-)0 15 30 45 60 75 90

24 28 24 40 40 40 28 28

Grafik 2 Hasil pemeriksaan napas selama pre-operasi dan operasi (kali/menit)

Tabel 3 Hasil pemeriksaan pulsus selama pre-operasi dan operasi (kali/menit)

Pre Operasi (menit ke-)

Page 12: LAPORAN PRAKTIKUM CAUDECTOMI

operasi 0 15 30 45 60 75 90132 108 128 136 108 96 80 96

Grafik 3 Hasil pemeriksaan pulsus selama pre-operasi dan operasi (kali/menit)

Tabel 4 Hasil pemeriksaan CRT selama pre-operasi dan operasi (detik)

Pre operasi

Operasi (menit ke-)0 15 30 45 60 75 90

2 3 3 3 3 3 3 3

Grafik 4 Hasil pemeriksaan capillary refill time (CRT) selama pre-operasi dan operasi (detik)

Tabel 5 Hasil pemeriksaan suhu selama post-operasi (oC)

Page 13: LAPORAN PRAKTIKUM CAUDECTOMI

Senin Malam

Selasa Pagi

Selasa Malam

Rabu Pagi

Rabu Malam

Kamis Pagi

Kamis Malam

Jumat Pagi

Jumat Malam

Sabtu Pagi

37.8 37.8 37.5 37.6 37.5 37.7 38 37.9  38.2 38.1 

Grafik 5 Hasil pemeriksaan suhu selama post-operasi (oC)

Tabel 6 Hasil pemeriksaan napas selama post-operasi (kali/menit)

Senin Malam

Selasa Pagi

Selasa Malam

Rabu Pagi

Rabu Malam

Kamis Pagi

Kamis Malam

Jumat Pagi

Jumat Malam

Sabtu Pagi

28 28 28 28 28 28 28  24 28  28

Grafik 6 Hasil pemeriksaan frekuensi napas selama post-operasi (kali/menit)

Page 14: LAPORAN PRAKTIKUM CAUDECTOMI

Tabel 7 Hasil pemeriksaan pulsus selama post-operasi (kali/menit)

Senin Malam

Selasa Pagi

Selasa Malam

Rabu Pagi

Rabu Malam

Kamis Pagi

Kamis Malam

Jumat Pagi

Jumat Malam

Sabtu Pagi

132 108 120 112 116 132 120  116 124  128

Grafik 7 Hasil pemeriksaan frekuensi pulsus selama post-operasi (kali/menit)

Caudectomy merupakan suatu tindakan bedah untuk mengamputasi bagian ekor. Secara teurapeutik caudectomy dilakikam untuk lesi trauma, paralisis ekor, infeksi, neoplasia, dan kemungkinan perianal fistula (Fossum 2002). Selain untuk menangani kasus penyakit, caudectomy dapat pula dilakukan untuk tujuan estetika. Namun, dengan semakin berkembangnya kepedulian manusia terhadap kesehatan dan kesejahteraan hewan, terutama di negara maju, caudectomy yang hanya bertujuan demi estetika atau mengikuti trend saja sudah dilarang.

Pembedahan diawali dengan penandaan os coccygea II dan III, setelah ditemukan, diberi penanda. Kemudian dilakukan pengikatan pangkal ekor yang dilakukan sebelum penyayatan. Hal ini dimaksudkan untuk membantu menghambat aliran darah ke daerah ekor. Pengikatan ini dapat dilakukan menggunakan tourniquet atau karet gelang biasa. Pada caudectomy, terdapat dua pilihan bentuk penyayatan pada kulit, yaitu bentuk “V” dan lurus melingkari ekor. Kemudian, os coccygea III dipreparir dari otot yang mengelilinginya dan dibuang tulangnya, baru dilakukan pembentukan ulang pada sisa kulit tadi, agar jahitan tampak lebih rapi. Pada saat pemotongan ekor, praktikan tidak mempreparir otot yang melapisi tulang terlebih dahulu, sehingga dilakukan pemotongan os coccygea II untuk mendapatkan otot yang telah dipreparir agar dapat dijahit sebelum penjahitan kulit .

Page 15: LAPORAN PRAKTIKUM CAUDECTOMI

Penjahitan otot ini dapat dimaksudkan untuk sekaligus menjahit pembuluh darah pada ekor sehingga aliran darah terhenti. Penjahitan otot ekor untuk menghentikan aliran darah ini biasa dilakukan pada anjing yang masih kecil. Apabila ekor yang akan di-caudectomy cukup besar, perlu dilakukan pengikatan pada semua pembuluh darah yang memvaskularisasi daerah tersebut dengan memakai cat gut.

Setelah pembedahan selesai, ekor diperban. Selama post operasi, tempat yang akan dibedah harus diamati dari adanya bengkak, cairan, peradangan dan sakit. Penyembuhan setelah dilakukan caudectomy ditandai dengan tidak adanya ketegangan kulit yang berlebihan dan tidak terjadi trauma. Bagian ekor yang dipotong harus dijaga dengan pembalutan atau jika diperlukan dipasang alat untuk merestrain anjing agar tidak menjilati atau menggigiti bekas operasi.

Sebelum di anestesi, anak anjing di berikan premedikasi yaitu atrofi sulfat sebanyak 0,34 mL secara sub cutan. Setelah 15 menit baru diberikan anestesi ketamin-xylazine sebanyak 0,68 mL. Kombinasi ketamin dan xylazin dapat mempengaruhi denyut jantung namun hal ini dapat dicegah dengan pemberian atropine sulfat sebagai premedikasi. Gabungan xylazine dan ketamine merupakan kombinasi yang baik karena memberikan keuntungan seperti mudah disuntikan baik secara intramuskuler maupun intravena, disamping itu induksi dan pemulihannya cepat, relaksasi otot yang baik dan jarang menimbulkan efek klinis (Benson et al.,1985). Tujuan umum pemberian premedikasi adalah untuk mengurangi rasa nyeri, membuat masa pemulihan yang lebih tenang, mengurangi dosis anestetik yang diperlukan dan mempercepat terjadinya efek anestesi (Brander et al., 1982). Penurunan frekuensi jantung disebabkan pengurangan aktivitas simpatetik oleh xylazin yang berakibat pada konstriksi pembuluh darah perifer, sehingga frekuensi jantung, curah jantung, dan tekanan darah perifer akan menurun. Berbeda dengan saat operasi, denyut jantung post-operasi terlihat lebih konstan/stabil meskipun terkadang naik dan turun yang kemungkinan dikarenakan kondisi stress maupun lingkungan saat pemeriksaan. Stabilnya denyut jantung ini dapat menunjukkan keadaan fisiologis mulai normal. Pada operasi caudectomy ini diberikan pemberian maintance sebanyak 5 kali hal ini disebabkan  karena metabolisme anak anjing, pada kenyataannya, jauh lebih cepat daripada anjing dewasa dan mereka, terutama dalam bulan pertama, tumbuh sekitar dua puluh kali lebih cepat. Saat operasi caudectomy anjing masih merasakan kesakitan saat operasi karena efek anestesi yang diberikan tidak sampai ke syaraf perifer sehingga ketika operasi anjing masih terbangun dan mengeluarkan suara.

Selain metabolisme yang cepet hilang efek anestesi yang cepat juga disebabkan karena selang waktu antara pemberian premedikasi dan induksi ketamin-xylazine yang kurang dari 10 menit. menurut kristina dan Suartha (2008), pemulihan tercepat saat rentang waktu Post premedikasi selama 5 menit.

Kondisi anjing jika dilihat dari pemeriksaan fisik menunjukkan kondisi yang cukup sehat dan memungkinkan untuk dilakukan perlakuan bedah caudectomy. Suhu anjing sejak awal memang sudah cukup rendah, yaitu 37.8 oC, jika dibandingkan dengan kisaran normalnya yaitu 38-39.1 oC (Becker 2014). Suhu anjing terus menerus turun hingga proses bedah berakhir dan kesalahan asisten tidak melakukan tindakan apapun untuk mengatasi kondisi tersebut. Akan tetapi, suhu anjing kembali meningkat pada malam hari post-operasi

Page 16: LAPORAN PRAKTIKUM CAUDECTOMI

dan semakin hari semakin meningkat mendekati kisaran normal. Suhu anjing memang tidak selalu konstan, karena suhu tubuh memang selalu berubah setiap waktunya dalam sehari tergantung lingkungan, kondisi fisiologis, serta aktifitas anjing, dengan rentang perubahan sekitar 0.8 oC (Widodo et al. 2011).

Berbeda dengan suhu, frekuensi napas anjing sudah berada dalam kisaran normal saat pre-operasi, yaitu 24 kali/menit. Kisaran frekuensi napas normal anjing yaitu 15-30 kali/menit dan rata-rata frekuensi napas anjing ialah 24 kali/menit dalam keadaan istirahat (Becker 2014). Anastesi pada umumnya akan menyebabkan respirasi yang diperlambat karena ditekannya inervasi nervus vagus (Widodo et al. 2010). Kondisi tersebut tidak tampak pada anjing yang dibedah, tidak terlihat adanya penurunan frekuensi napas, malah terlihat adanya peningkatan drastis di menit ke-30. Hal tersebut dikarenakan anjing mengalami vokalisasi sehingga suara napas sulit didengar saat auskultasi karena tertutupi oleh aliran udara yang masuk saat anjing membuka mulut ketika vokalisai. Meskipun begitu, frekuensi napas anjing kembali normal menjelang malam saat pemeriksaan post-operasi dan terlihat konstan hingga hari ke-6 post operasi.

Frekuensi pulsus terlihat cukup tinggi pada saat pre-operasi, yaitu 132 kali/menit dan menurun setelah anasteri, tetapi masih berada pada kisaran normal, yaitu 90-120 kali/menit (Widodo et al. 2010) 60-200 kali/menit (Becker 2014). Frekuensi pulsus saat operasi tampak fluktuatif karena pengaruh anastesi, dimana peningkatan terjadi saat efek anastesi mulai hilang atau anjing mulai bangun dan kembali turun saat efek anastesi mulai muncul, terutama terlihat di menit ke-45 hingga menit ke-75. Frekuensi pulsus juga masih tampak tidak konstan beberapa hari post-operasi, namun masih berada dalam kisaran normal. Hal tersebut dikarenakan pengaruh lingkungan, kondisi hewan, dan aktivitas hewan (Widodo et al. 2010).

Secara keseluruhan kondisi anjing selama post-operasi menunjukkan kondisi yang cukup baik dengan adanya kegiatan makan, bermain, minum, urinasi, dan defekasi. Mukosa tubuh pun tampak kembali membaik jika dibandingkan saat operasi, dimana mukosa anjing yang dilihat dari mukosa mulut dan gusi tampak sangat pucat. Hal tersebut sekaligus menunjukkan perawatan post-operasi yang dilakukan berkesinambungan dengan kondisi anjing yang semakin membaik.

KESIMPULANCaudectomi dilakukan pada hewan yang mengalami kelainan diekornya dimana

amputasi ekor adalah solusi akhir untuk mencegah penyakit menjalar ke daerah lain. Selain itu, caudectomi pada hewan peliharaan yang bertujuan sebagai estetika dikenal dengan istilah tail docking. Baik untuk bedah kosmetik juga bedah penyakit, operasi caudectomi ini memiliki dampak yang dari berbagai aspek yang harus dipertimbangkan matang-matang guna mencapai keselarasan antara dokter hewan, pasien, dan klien.

DAFTAR PUSTAKA

Page 17: LAPORAN PRAKTIKUM CAUDECTOMI

Barker, A. J., and H. A. Barker. 1988. Dog Breeds. Bison Book Hongkong. 

Becker M. 2014. What is normal dog temperature, heart rate, and respiration?. [Internet]. [diunduh 2014 Mei 17]. Tersedia pada: http://www.vetstreet.com/dr-marty-becker/what-is-normal-dog-temperature-heart-rate-and-respiration?.

Benson, G.J., J.C. Thurmon, W.J. Tranqulli, and C.W. Smith.1985. Cardiopulmonary Effect of An Intravenous infusion of Quaifenesin, Ketamine and Xylazine in Dogs. Am. J. Vet. Res. 46 (9) : 1986 – 1898.

Brander, G. C., D.M. Pugh, R.J. Water, and W.L. Jenkins. 1991. Veterinary Applied

Fossum TW. 2002. Small Animal Surgery, ed 2nd Mosby. St. Lois London. Philandelphia sydney. Toronto.

Getty R. 1975. Sisson and Grossmans - The Anatomy of the Domestic Animal. Vol 2. 5th ed. WB Saunders London.

Hall, L.W. and K. W. Clarke. 1983. Veterinary Anaesthesia. VIII ed. ELBS & Bailliere Tindall. London.

Hickman, J., and R.G. Walker. 1980. An Atlas of Veterinary Surgery. John Wright & Son Bristol.

Ibrahim  R. 1998. Pengantar ilmu bedah veteriner. Syiah kuala university press. Banda aceh.

Kristina dan Suartha I N. 2008. Pengaruh perbedaan waktu pemberian premedikasi xylazine dengan ketamine dalam pembiusan anjing lokal. Universitas Udayana. Bali

Omoigui S 1997. Buku Saku Obat-obatan Anestesia. Edisi II. EGC. Jakarta.

Pharmacology and Therapeutics. 5th. Bailliere Tindal Limited. London

Rehmel R.A. 1979. Caudectomy in Small Animal Surgery An Atlas of OperativeTechniques. Edited by W.E. Wigfield and C.A. Rawlings. W.B. Saunders.London

Sardjana I.K.W dan Kusumawati. 2004. Anastesi Veteriner Jilid I. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Sawyer Donald C. 1982. The Practice of Small Animal Anesthesia. W.B.Saunders Company. Toronto Canada.

Sisson S and J.D. Grossman. 1961. The Anatomy of The Domestic Animal. W.B.Saunders. Tokyo.

Page 18: LAPORAN PRAKTIKUM CAUDECTOMI

Slatter. 2003. Text Book of Small Animal Surgery. 3rd Edition. Sounders. Philadelphia.

Tilley. L. P. And smith. F. W. K. 2000. The 5-minute veterinary consult, canine and feline. Lipincoot williams and wilkins. volume 2, fifth edition. WB Saunders London.

Wardana W. 2003. Bedah Salon: Meluruskan Ekor pada Anjing Berburu. Jvet Vol 4(2) 2003.Widodo S, Sajuthi D, Choliq C, Wijaya A, Wulansari R, Lelana RPA. 2010. Diagnostik

Klinik Hewan Kecil. Bogor (ID): IPB Pr.