laporan praktikum bioteknologi.pdf

15
LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI PEMBUATAN TEMPE Oleh : Dyna Kholidaziah (1210702018) Kelompok 4 (empat) Biologi VI/A Asisten : Rahmat Taufik S.Si Dosen : Epa F. M.Si Tanggal Percobaan : 10 Oktober 2013 Tanggal Pengumpulan : 1 Oktober 2013 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG 2013

Upload: dyna-kholidaziah

Post on 25-Oct-2015

812 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

laporan bioteknologi tempe

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI.pdf

LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI

PEMBUATAN TEMPE

Oleh :

Dyna Kholidaziah (1210702018)

Kelompok 4 (empat)

Biologi VI/A

Asisten : Rahmat Taufik S.Si

Dosen : Epa F. M.Si

Tanggal Percobaan : 10 Oktober 2013

Tanggal Pengumpulan : 1 Oktober 2013

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG

2013

Page 2: LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI.pdf

PEMBUATAN TEMPE

Waktu : jam 13.00 s.d selesai

Tempat : Laboratorium Biologi UIN Sunan Gunung Djati

Tanggal : 10 Oktober 2013

I. PENDAHULUAN

1.1 Tujuan

- Untuk mengetahui proses pembuatan tempe berdaasrkan prinsip-prinsip yang

benar

-

1.2 Tinjaun Pustaka

Fermentasi bahan pangan adalah hasil kegiatan dari beberapa spesies mikroba seperti

bakteri, khamir dan kapang. Mikroba yang melakukan fermentasi dengan memberikan hasil

yang dikehendaki dapat dibedakan dari mikroba-mikroba penyebab penyakit dan penyebab

kerusakan. Mikroba fermentasi mendatangkan hasil akhir yang dikehendaki, misalnya

bakteri akan menghasilkan asam laktat, khamir menghasilkan alkohol, kapang menghasilkan

tempe (Muchtadi, 1989).

Fermentasi biasanya dilakukan dengan menggunakan kultur murni yang dihasilkan di

laboratorium. Kultur ini dapat disimpan dalam keadaan kering atau dibekukan, misalnya

kultur murni dari bakteri asam laktat untuk membuat keju. Kadang-kadang tidak digunakan

kultur murni untuk fermentasi sebagai laru (starter). Misalnya pada pembuatan tempe atau

oncom digunakan hancuran tempe dan oncom yang sudah jadi (Santosa, 1993).

Pada dasarnya proses pembuatan tempe merupakan proses penanaman mikroba jenis

jamur Rhizopus sp pada media kedelai, sehingga terjadi proses fermentasi kedelai oleh ragi

tersebut. Hasil fermentasi menyebabkan tekstur kedelai menjadi lebih lunak, terurainya

protein yang terkandung dalam kedelai menjadi lebih sederhana, sehingga mempunyai daya

cerna lebih baik dibandingkan produk pangan dari kedelai yang tidak melalui proses

fermentasi.

Tempe terbuat dari kedelai dengan bantuan jamur Rhizopus sp. Jamur ini akan

mengubah protein kompleks kacang kedelai yang sukar dicerna menjadi protein sederhana

yang mudah dicerna karena adanya perubahan-perubahankimia pada protein, lemak, dan

karbohidrat. Selama proses fermentasi kedelai menjadi tempe, akan dihasilkan antibiotika

yang akan mencegah penyakit perut seperti diare (Lia, 2012).

Page 3: LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI.pdf

Agar tempe yang ditelah jadi dapat bertahan lama tempe haruslah diawetkan. Adapun

cara untuk mengawetkan tempe yaitu dengan pengeringan, pengeringan adalah suatu proses

menghilangkan sebagian air dari suatu bahan.Tujuan utama pengeringan adalah menurunkan

aktivitas air (a) sampai pada tingkat tertentu, sehingga aktivitas mikroorganisma dan reaksi

kimia serta biokimia yang terjadi ditekan seminimal mungkin sampai produk menjadi lebih

awet (Suhartono, 1987).

Untuk jenis kapang digunakan dalam khususnya bagi beberapa jenis kayu dan

fermentasi bahan pangan khususnya di Asia, seperti kecap, miso, tempe dan lain-

lainnya. Jenis kapang yang banyak memegang peranan penting dalam fermentasi bahan

makanan tersebut adalahAspergillus, Rhizopus dan Penicillium (Koswara, 1992).

Tempe adalah sumber protein yang penting bagi pola makanan di Indonesia, terbuat

dari kedelai. Pembuatan tempe dilakukan sebagai berikut : kedelai kering dicuci, direndam

semalam pada suhu 250C esok paginya kulit dikeluarkan dan air rendam dibuang. Kedelai

lalu dimasak selama 30 menit. Sesudah itu didinginkan, diinokulasikan dengan

sporaRhizopus oligosporus dan Rhizopus oryzae, ditaruh dalam panci yang dangkal dan

diinkubasikan pada suhu 300C selama 20 - 24 jam. Dalam waktu itu kedelai terbungkus

sempurna oleh mycelia putih dari jamur. Sekarang tempe siap untuk dikosumsi. Cara

penyajiannya adalah tempe dipotong-potong, direndam sebentar dalam garam lalu digoreng

dengan minyak nabati. Hasilnya adalah tempe yang berwarna coklat dan kering. Dapat juga

dimakan dalam bentuk mempunyai kuah atau dengan kecap (Wirakartakusumah, dkk., 1992

dalam Lia, 2012).

Menurut Santosa (1993), beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pembuatan tempe

adalah sebagai berikut:

1. Oksigen

Oksigen dibutuhkan untuk pertumbuhan kapang. Aliran udara yang terlalu cepat

menyebabkan proses metabolisme akan berjalan cepat sehingga dihasilkan panas yang dapat

merusak pertumbuhan kapang. Oleh karena itu apabila digunakan kantong plastik sebagai

bahan pembungkusnya maka sebaiknya pada kantong tersebut diberi lubang dengan jarak

antara lubang yang satu dengan lubang lainnya sekitar 2 cm.

2. Uap air

Uap air yang berlebihan akan menghambat pertumbuhan kapang. Hal ini disebabkan karena

setiap jenis kapang mempunyai Aw optimum untuk pertumbuhannya.

Page 4: LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI.pdf

3. Suhu

Kapangtempedapat digolongkan kedalam mikroba yang bersifat mesofilik, yaitu dapat

tumbuh baik pada suhu ruang (25-27oC). Oleh karena itu, maka pada waktu pemeraman, suhu

ruangan tempat pemeraman perlu diperhatikan.

4. Keaktifan Laru

Laru yang disimpan pada suatu periode tertentu akan berkurang keaktifannya. Karena itu

pada pembuatan tape sebaiknya digunakan laru yang belum terlalu lama disimpan agar dalam

pembuatantempetidak mengalami kegagalan.

Untuk membuat tempedibutuhkan inokulum atau laru tempeatau ragi tempe. Laru

tempedapat dijumpai dalam berbagai bentuk misalnya bentuk tepung atau yang menempel

pada daun waru dan dikenal dengan nama Usar. Laru dalam bentuk tepung dibuat dengan

cara menumbuhkan spora kapang pada bahan, dikeringkan dan kemudian ditumbuk. Bahan

yang akan digunakan untuk sporulasi dapat bermacam-macam seperti tepung terigu, beras,

jagung, atau umbi-umbian.

Berdasarkan atas tingkat kemurniannya, inokulum atau larutempedapat dibedakan

atas: inokulum murni tunggal, inokulum campuran, dan inokulum murni campuran. Adapun

perbedaannya adalah pada jenis dan banyaknya mikroba yang terdapat dan berperan dalam

laru tersebut. Mikroba yang sering dijumpai pada laru tempea dalah kapang jenis Rhizopus

oligosporus, atau kapang dari jenis R. oryzae. Sedangkan pada laru murni campuran selain

kapang Rhizopus oligosporus, dapat dijumpai pula kultur murni Klebsiella. Selain

bakteri Klebsiella, ada beberapa jenis bakteri yang berperan pula dalam proses fermentasi

tempe diantaranya : Bacillus sp., Lactobacillus sp., Pediococcus sp., Streptococcus sp., dan

beberapa genus bakteri yang memproduksi vitamin B12. Adanya bakteri Bacillus sp pada

tempe merupakan kontaminan, sehingga hal ini tidak diinginkan. Pada tempe yang berbeda

aslnya sering dijumpai adanya kapang yang berbeda pula (Dwidjoseputro dan Wolf, 1970).

Jenis kapang yang terdapat pada tempeMalangadalah R. oryzae., R. oligosporus., R.

arrhizus dan Mucor rouxii. Kapang tempe dari daerah Surakarta adalah R. oryzaei dan R.

stolonifersedangkan pada tempe Jakarta dapat dijumpai adanya kapang Mucor

javanicus.,Trichosporon pullulans., A. niger dan Fusarium sp. Masing-masing varietas dari

kapang Rhizopus berbeda reaksi biokimianya, hal ini terutama disebabkan adanya perbedaan

dari enzim yang dihasilkan. Pektinase hanya disintesa oleh R. arrhizus dan R. stolonifer.

Sedangkan enzim amilase disintesa oleh R. oligosporus dan R. oryzae tetapi tidak disintesa

oleh R. arrhizus (Dwidjoseputro dan Wolf, 1970).

Page 5: LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI.pdf

Selama proses fermentasi, kedelai akan mengalami perubahan baik fisik maupun

kimianya. Protein kedelai dengan adanya aktivitas proteolitik kapang akan diuraikan menjadi

asan-asam amino, sehingga nitrogen terlarutnya akan mengalami peningkatan. Dengan

adanya peningkatan dari nitrogen terlarut maka pH juga akan mengalami peningkatan. Nilai

pH untuktempeyang baik berkisar antara 6,3 sampai 6,5. Kedelai yang telah difermentasi

menjaditempeakan lebih mudah dicerna. Selama proses fermentasi karbohidrat dan protein

akan dipecah oleh kapang menjadi bagian-bagian yang lebih mudah larut, mudah dicerna dan

ternyata bau langu dari kedelai juga akan hilang (Lia, 2012).

Kadar air kedelai pada saat sebelum fermentasi mempengaruhi pertumbuhan kapang.

Selama proses fermentasi akan terjadi perubahan pada kadar air dimana setelah 24 jam

fermentasi, kadar air kedelai akan mengalami penurunan menjadi sekitar 61% dan setelah 40

jam fermentasi akan meningkat lagi menjadi 64% (Sudarmaji dan Markakis, 1977).

Perubahan-perubahan lain yang terjadi selama fermentasi tempeadalah berkurangnya

kandungan oligosakarida penyebab flatulence. Penurunan tersebut akan terus berlangsung

sampai fermentasi 72 jam. Selama fermentasi, asam amino bebas juga akan mengalami

peningkatan dan peningkatannya akan mencapai jumlah terbesar pada waktu fermentasi 72

jam. Kandungan serat kasar dan vitamin akan meningkat pula selama fermentasi kecuali

vitamin B1 atau yang lebih dikenal dengan thiamin (Sudarmaji dan Markakis, 1997).

II. METODE

2.1 Alat dan Bahan

2.1.1 Alat

- Baskom

- Saringan

- Panci

- Sotel kayu

- Tampah

- Kompor

- baki

- timbangan

2.1.2 Bahan

- Kacang Kedelai ± 1 kg

- Ragi tempe (inokulum) RAPRIMA) atau biakan murni Rhizopus sp

- Kantong plastik

- Daun pisang

- Air

2.2 Cara kerja

Tampah, ayakan,kipas, dan

cukil

Page 6: LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI.pdf

.

III. HASIL

Tabel 1. Pengamatan kelompok 5

No. Tahap pelaksanaan Pengamatan

1 Berat kedelai 1 kg

2 Keadaan kedelai Baik

3 Lama perendaman 19 jam

4 Lama pengukusan/perebusan 1 jam

5 Lama pemeraman 3x 24 jam

6 Berat tempe 200 gram

7 Persentase berat tempe

terhadap berat kedelai 20%

8 Warna tempe

Putih pucat seperti warna pertama kali namun

ada warna biru seperti jamur dan warna merah

muda karena kontam

9 Kelembaban pertumbuhan

kapang ± 50 %

10 Aroma tempe Hambar serta bau menyengat

di cuci dan dikeringkan

Kacang kedelai

- Kulit biji dilepaskan bersihkan dan di cuci bersih

- Rendam selama 12-18 jam

- Kulit biji kedelai di lepaskan, dan biji kedalai di cuci bersih

- Rebus selama ± 60 menit

- Setelah ± 60 menit, biji kedelai di tiriskan hingga tersa hangat

- Taburkan ragi tempe (RAPRIMA) sedikit demi sedikit (1.5 g ragi / 2kg kedelai)

- Aduk hingga merata

- Masukkan kedelai yang tercampur ragi ke dalm pembungkus (plastik dan daun

pisang)

- Simpan pada suhu kamar selama 2-3 hari atau hingga permukaan kacang kedelai

tertutupi jamur secara keseluruhan. (proses fermentasi)

tempe

Page 7: LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI.pdf

Berdasarkan tabel pengamatan tersebut diketahui secara keseluruhan bahwa

pembuatan tempe kelompok kami mengalami kegagalan karena proses pengolahan yang

kurang baik dan kemungkinan terjadinya kontaminasi sehingga pertumbuhan misellium dari

kapang kurang sempurna . Dari kacang kedelai 1 kilogram, penggunaan ragi tempe

(inokulum RAPRIMA) atau biakan murni Rhizopus sp. sebanyak 0,5 gram. Sebelum

dilakukan perendaman, keadaan kedelai baik. Lama perendaman selama 19 jam dengan

menggunakan air dingin sehingga terjadi proses hidrasi yaitu kedelai akan menyerap air

sebanyak mungkin. Setelah perendaman, dilakukan pengukusan atau perebusan kedelai yang

sebelumnya sudah dikupas kulitnya. Lama pengukusan atau perebuasan yaitu 2 jam hingga

kedelai agak melunak. Adapun berat tempe yaitu 200 gram dengan presentase berat tempe

terhadap kedelai sebesar 20 %. Kelembaban pertumbuhan kapang yaitu sekitar kurang lebih

50 % dengan aroma tempe bau menyengat.

Hasil pengamatan dari kelompok lain adalah :

Tabel 2. Pengamatan kelompok 1

No. Tahap pelaksanaan Pengamatan

1 Berat kedelai 250 g

2 Keadaan kedelai Baik

3 Lama perendaman 12 jam

4 Lama pengukusan/perebusan 1 jam

5 Lama pemeraman 3x 24 jam

6 Berat tempe -

7 Persentase berat tempe terhadap

berat kedelai 20%

8 Warna tempe Tempe belum merata dan masih membentuk

kedelai dan jamur belum menyeluruh.

9 Kelembaban pertumbuhan

kapang -

10 Aroma tempe Hambar serta bau menyengat

Tabel 3. Pengamatan kelompok 2

No TahapPelaksanaan Pengamatan

1 Berat kedelai 1 Kg

2 Keadaan kedelai Baik

3 Lama perendaman 19 Jam

4 Lama pengukusan/perebusan 2 Jam

5 Lama pemeraman 3 Hari

6 Berat tempe 200 gram

7 Persentase berat tempe 30 %

Page 8: LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI.pdf

terhadap berat kedelai

8 Warna tempe Kuning pucat

9 Kelembaban pertumbuhan

kapang

40 %

10 Aroma tempe Bau menyengat

Tabel 4. Pengamatan kelompok 3

No. Tahap pelaksanaan Pengamatan

1 Berat kedelai 800 g

2 Keadaan kedelai Baik

3 Lama perendaman 19 jam

4 Lama pengukusan/perebusan 120 menit

5 Lama pemeraman 3 hari – 7 hari

6 Berat tempe 260 gram

7 Persentase berat tempe

terhadap berat kedelai 32,5 %

8 Warna tempe

Pada hari ke-3 permukaan tempe tertutupi

oleh miselium kapang secara merata, kompak

dan berwarna putih diantara butiran kacang

kedelai.

Sedangkan pada hari ke 7 aroma tempe mulai

berubah warna menjadi kuning

9 Kelembaban pertumbuhan

kapang ± 40 %

10 Aroma tempe

Hari ke 3 aroma tempe yang tercium seperti

aroma khas tempe pada umumnya

Hari ke 7 aroma tempe berubah menjadi bau

menyengat seperti bau amoniak

Tabel 5. Pengamatan kelompok 4

No TahapPelaksanaan Pengamatan

1 Berat kedelai 1 Kg

2 Keadaan kedelai Baik

3 Lama perendaman 12 Jam

4 Lama pengukusan/perebusan 120 Menit

5 Lama pemeraman 3 x 24 Jam

6 Berat tempe 250 gram

7 Persentase berat tempe terhadap

berat kedelai 25 %

8 Warnatempe Putih gading

9 Kelembaban pertumbuhan

kapang Kapang menyeluruh

10 Aroma tempe Bau tempe

Page 9: LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI.pdf

Foto Pengamatan

1.1 Gambar hasil pengamatan

- Pengupasan kulit kacang kedelai

- Penimbangan kacang kedelai 1 kg dan ragi tempe (inokulum RAPRIMA) atau biakan

murni Rhizopus sp.

Gambar 1. Kacang kedelai

sebelum di rendam

Gambar 2. Proses perendaman

kacang di air dingin

Gambar 3. Proses pengelupasan

kulit biji kedelai

Gambar 4. Penimbangan

Kacang kedelai (1kg)

Gambar 5. Penimbangan ragi

tempe (0.7 gram/1kg kedelai)

Page 10: LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI.pdf

- Pengukusan kacang kedelai

- Pembungkusan kacang

- Pemeraman

Hasil tempe selama 7 hari

Tumuhnya jamur parsit

Tempe disimpan pada suhu kamar

Kacang kedelai direbus sampai

melunak (± 60 menit)

Page 11: LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI.pdf

IV. PEMBAHASAN

Praktikum yang telah dilakukan oleh praktikan mengenai pembuatan tempe dimana

tujuan dari praktikum ini yaitu mengetahui proses pembuatan tempe berdasarkan prinsip-

prinsip yang benar agar dapat menghasilkan tempe yang bermutu.

Proses pembuatan tempe ini membutuhkan proses yang perlu diperhatikan oleh

praktikan khususnya, sehingga dapat menghasilkan tempe yang baik dan dapat dikonsumsi

oleh masyarakat,. Proses pembuatannya ini dimulai dengan pemilihan kacang kedelai yang

memiliki kualitas baik, karena untuk mengahasilkan tempe yang kualitasnya baik.

Pembersihan kacang kedelai dari sisa kotoran yang terbawa. Perendaman atau proses hidrasi

yang dilakukan selama ± 12 - 19 jam dengan menggunakan air dingin, ini bertujuan agar biji

kedelai dapat menyerap air sebanyak mungkin. setalah peredaman dilakukan selam ± 19 jam

ini selanjutnya pengelupasan kulit biji kedelai dan penimbangan ragi tempe juga biji kedelai

yang telah bersih dari kulit biji kedelai. Selanjutnya perebusan biji kedelai yang dilakukan

selama ± 2 jam atau sampai biji kedelai lunak. Biji kacang kedelai yang telah direbus

didinginkan dengan cara diangin-anginkan, ragi ditaburkan secara merata setelah biji kedelai

didinginkan. Pembungkusan kacang kedelai yang telah ditaburi ragi, dan peraman kacang

kedelai dilakukan ± 3-7 hari dengan suhu ruang. Tempe di bungkus dengan menggunakan 2

bahan yaitu dengan plastik yang di bagian permukaan plastik di beri lubang menggunakan

jarum. Dan tembe dengan menggunakan daun pisang. Hal ini bertujuan yaitu sebagai

perbandingan

Berdasakan hasil pengamatan tempe dengan kemasan berbeda yang tujuannya sebagai

pembanding ini yaitu tempe dengan kemasan yang dibungkus plastik dan yang dilakukan

selama pemeraman ± 3-7 hari di lingkungan dengan suhu ruang (suhu kamar), tempe yang

dibungkus dengan plastik pada hari ke-3 pertumbuhan misellium dari kapang tersebut tidak

ada dan tempe masih berentuk kacang kedelai ketika pertama di buat sedangkan hari ke-7

Pertumbuhan jamur tidak merata

dan tidak terlalu banyak

Warna daun pembungkus berubah

menjadi kekuningan dan kering dari

warna semula hijau segar

Page 12: LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI.pdf

tempe terlihat ada kontaminasi dari jamur yang tidak diinginkan sehingga tempe terlihat

berwarna kehitaman dan terdapat warna merah muda juga berbau amoniak atau berbau

menyengat. Sedangkan tempe yang dibungkus dengan daun pisang, pada hari ke-7 warna

daun menjadi warna kekuningan dan pertumbuhan misellium dari kapang tersebut tidak

tersebar dengan merata dan bau tempe yang d bungkus daun ini berbau amoniak dan

menyengat.

Berdasarkan tabel pengamatan diketahui bahwa pembuatan tempe yang telah

dilakukan oleh praktikan kelompok kami tidak berhasil karena dalam tahap proses pembuatan

tempe yang dilakukan kurang baik dimana dari biji kedelai 1kg yang telah bersih di rendam

selama ± 19 jam dengan menggunakan air dingin sehingga terjadi proses hidrasi yaitu kedelai

akan menyerap air sebanyak mungkin. Setelah perendaman, dilakukan pengukusan atau

perebusan kedelai yang sebelumnya sudah dikupas kulitnya dan di rebus selama ± 2 jam biji

kedelai masih belum lunak dan ketika proses pendinginan, dilakukan kurang sempurna

dimana kacang kedelai tersebut masih banyak mengadung banyak air dari hasil rebusan, yang

kemudian langsung di ditaburi ragi tempepe (inokulum RAPRIMA) atau biakan murni

Rhizopus sp. sebanyak 0,5 gram. Maka tempe yang dihasilkan tidak sesuai dengan yang

diharapkan dimana tempe yang di hasilkan selama proses pemeraman ini terjadi kontaminasi

yaitu terdapat jamur yang tidak diinginkan di tempe tersebut sehingga terdapat warna

kehitaman dan merah muda pada temped an berat tempe yaitu 200 gram dengan presentase

berat tempe terhadap kedelai sebesar 20 %. Kelembaban pertumbuhan kapang yaitu sekitar

kurang lebih 50 % dengan aroma tempe bau menyengat.

Sedangkan pada kelompok 1 sampai 4 berdasakan pengamatan yang telah dilakukan

selama pemeraman dilihat dari tabel hasil pengamatan adalah kelompok 1, hasil akhir tempe

beraroma hambar dan berbau menyengat. Warna tempe belum merata dan masih membentuk

kedelai serta pertumbuhan misellium jamur belum menyeluruh. Presentase berat tempe

terhadap berat kedelai yakni sekitar 20 %. Kelompok 2, hari ke-3 pertumbuhan misellium

dari kapang tersebut tidak merata sehingga tempe yang dihasilkan terlihat kuning pucat dan

tidak direkatkan dengan misellium. Sedangkan pada hari ke 7 tempe terlihat ada kontaminasi

dari jamur yang tidak diinginkan sehingga tempe terlihat berwarna kehitaman dan berbau

amoniak atau berbau menyengat, dengan berat tempe yaitu 200 gram dengan presentase berat

tempe terhadap kedelai sebesar 30 %, dan kelembaban pertumbuhan kapang yaitu sekitar 40

% dengan aroma tempe bau menyengat.

Kelompok 3, hari ke-3 bau tempe terasa khas seperti tempe pada umumnya tapi hari

ke-7 aroma tempe berubah menjadi bau menyengat seperti amoniak. Warna tempe pada hari

Page 13: LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI.pdf

ke-3 permukaan tempe tertutupi oleh misellium kapang secara merata, kompak dan berwarna

putih diantara butiran kacang sedangkan pada hari ke-7 tempe mulai berubah menjadi warna

kuning. Kelompok 4, hasil akhir tempe beraroma tempe. Tempe berwarna putih gading

dengan pertumbuhan misellium dari kapang menyeluruh.

Sehingga terlihat bahwa hasil tempe dari kelompok 4 lebih baik bila dibandingkan

dengan kelompok yang lain. Hal tersebut terlihat dari pertumbuhan misellium dari kapang

yang merata secara keseluruhan dan aroma yang dikeluarkan berbau khas tempe. Beberapa

faktor yang mempengaruhi dalam pembuatan tempe yaitu Penggunaan bahan baku dan

campuran sangat menentukan kadar protein, lemak, dan karbohidrat serta serat yang

terkandung pada tempe. Semakin banyak bahan campuran yang ditambahkan semakin rendah

kadar proteinnya.

Cara pemasakan (pengukusan / perebusan) mempengaruhi kehilangan protein selama

proses pembuatannya. Semakin lama pengukusan semakin banyak protein yang hilang.

Antara pengukusan dan perebusan tidak jauh berbeda dalam kehilangan proteinnya. Dengan

cara pengukusan akan lebih cepat kering daripada dengan perebusan.

Inokulum yang digunakan sangat mempengaruhi rasa. Hal ini karena pengaruh strain

kapang dalam inokulasi berbeda satu sama lain. Kenampakan tempe putih / agak kekuningan

dapat dipengaruhi bahan campuran, inokulum dan juga selama proses pembuatannya yang

melalui perendaman, pengelupasan kulit, pemasakan, inokulasi, pengukuran, serta inkubasi.

Proses pencucian dan perendaman amat diperlukan untuk menghilangkan inhibitor

dari kedelai serta mempermudah proses pengelupasan kulit. Kedelainya harus dipilih yang

baik (tidak busuk dan tidak kotor). Air yang digunakan harus bersih, tidak berbau dan tidak

berkuman penyakit. Bibit tempe dipilih yang masih aktif (diremas, tidak menggumpal). Cara

pengerjaan harus bersih.

Selama proses perendaman, biji mengalami proses hidrasi, sehingga kadar air biji naik

sebesar kira-kira dua kali kadar air semula, yaitu mencapai 62-65 %. Proses perendaman

memberi kesempatan pertumbuhan bakteri-bakteri asam laktat sehingga terjadi penurunan pH

dalam biji menjadi sekitar 4,5–5,3. Bakteri yang berkembang pada kondisi tersebut antara

lain Lactobacillus casei, Streptococcus faecium, dan Streptococcus epidermidis. Kondisi ini

memungkinkan terhambatnya pertumbuhan bakteri yang bersifat patogen dan pembusuk yang

tidak tahan terhadap asam. Selain itu, peningkatan kualitas organoleptiknya juga terjadi

dengan terbentuknya aroma dan flavor yang unik.

Proses pengelupasan untuk mempercepat proses fermentasi agar berjalan dengan baik

karena adanya kulit ari dapat menghambat proses penetrasi miselium Rhizopus.

Page 14: LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI.pdf

Proses pengeringan dimaksydkan untuk menghilangkan kandungan air yang terdapat

dalam kedelai. Bila masih ada cukup banyak air akan mengakibatkan berkembangnya

bakteri Bacillus subtitis yang menghambat perkembangan kapang sehingga hasil tempe yang

kurang baik.

Proses pengeringan dapat dilakukan pada ruang terbuka kemudian inokulasi jika suhu

sudah dibawah 40°C. Proses fermentasi dilakukan pada suhu 35°C / lebih rendah dengan

media pembungkus. Fermentasi akan berjalan baik pada kisaran suhu hangat ruangan, karena

proses insersi lag phase membutuhkan suhu yang cukup. Jika suhu dibawah 25°C dapat

mempercepat Aspergillus flavus dan Mytoxin yang beracun.

Pemilihan media pembungkus sangat penting, biasanya menggunakan daun pisang

tapi lebih baik menggunakan plastik. Pelubangan media pembungkus dilakukan secara

teratur untuk mendorong pertumbuhan jamur tempe dengan baik secara aerasi untuk

mendapatkan cukup udara. Pemilihan suhu inkubasi sangat menentukan kecepatan

fermentasi. Tempe yang dihasilkan kurang baik jika temperaturnya dibawah 25°C atau diatas

40°C. Pada suhu 37-38°C akan dihasilkan tempe dalam waktu 48 jam.

Diantara 16-20 jam proses fermentasi akan dihasilkan miselium pada tempe, tapi

belum terlalu banyak. Kemudian setelah fermentasi 12-16 jam, fermentasi akan menghasilkan

panas. Bila tempe yang dihasilkan tidak beraroma dan berasa manis mengindikasikan adanya

kontaminasi bakteri. Sedangkan bila dihasilkan aroma berarti proses fermentasi terlalu lama.

Apabila di sekitar lubang aerasi terdapat warna hitam, menandakan terjadinya sporalasi jamur

(fungus).

Warna kuning khas tempe merupakan hasil biosintesis β-carotine dan Rhizopus

oligosporus yang menandakan proses fermentasi berjalan cukup baik.

Rhizopus oligosporus termasuk dalam jenis fungi berfilamen sehingga disebut juga

kapang (mold) Rhizopus oligosporus. Kapang ini digunakan dalam pembuatan tempe melalui

fermentasi dengan bahan dasar kedelai. Rhizopus oligosporus membentuk hifa penetrasi rata-

rata 1400 μm2 (+300μm2) diluar permukaan kotiledon dan1010μm2 (340μm2) pada bagian

dalam (flat). Hifa terinfiltasi pada 742 μm2 atau sekitar 25% rata-rata lebar kotiledon kedelai.

Kemudian proses fermentasi terjadi secara aerob melalui lubang berpori pada

pembungkus. Proses fermentasi mengakibatkan semakin meningkatnya nilai protein dan gizi

dibandingkan dengan bahan dasarnya, yaitu kedelai. Pada proses fermentasi ini, protein

dalam kedelai dapat terurai menjadi asam-asam amino yang mudah dicerna oleh tubuh dan

oleh enzim fitase yang berfungsi memecah fitat yang merugikan, yaitu mengikat beberapa

mineral, sehingga tidak dapat dimanfaatkan secara optimal dalam tubuh, serta adanya

Page 15: LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI.pdf

pengaruh dari enzim-enzim β-glukoksidase yang menghidrolisa glukosa isoflavon sehingga

kandungan daidzein geinsten dalam tempe meningkat berfungsi sebagi antioksidan terhadap

kanker. Hal tersebut diperkuat oleh Ali (2008).

Proses fermentasi yang terjadi pada tempe berfungsi untuk mengubah senyawa

makromolekul komplek yang terdapat pada kedelai (seperti protein, lemak, dan karbohidrat)

menjadi senyawa yang lebih sederhana seperti peptida, asam amino, asam lemak dan

monosakarida. Spesies-spesies kapang yang terlibat dalam fermentasi tempe tidak

memproduksi racun, bahkan kapang itu mampu melindungi tempe terhadap kapang penghasil

aflatoksin, jamur yang dipakai untuk membuat tempe dapat menurunkan kadar aflatoksin

hingga 70%. Selain itu tempe juga mengandung senyawa anti bakteri yang diproduksi kapang

selama fermentasi berlangsung (Ali, 2008).

V. KESIMPULAN

Tempe yang baik yaitu terlihat pertumbuhan misellium yang merata dan memiliki

aroma yang dikeluarkan aroma khas tempe. Tempe yang dibuat secara keseluruhan oleh

praktikan tidak berhasil karena pertumbuhan misellium pada kacang kedelai tidak

menyebar rata dan menghasilkan bau aroma amoniak dan menyengat.

Dan berdasarkan hasil kelompok 4 berhasil membuat tempe karena tempe yang

dihasilkan terdapat pertumbuhan misellium yang menyebar rata dan bau aromanya khas

tempe.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, I. 2008. Buat Tempe Yuuuuk. (http://iqbalali.com/2008/05/07/buat-tempe-yuuuuk/.)

(Diakses pada tanggal 15 Oktober 2013).

Koswara, S. 1992. Teknologi Pengolahan Kedelai Menjadi Makanan Bermutu. Pustaka Sinar

Harapan, Jakarta.

Lia. 2012. Pembuatan Tempe. (http://liajegeg2.blogspot.com). [diakses 10 oktober 2012 :

08.32 WIB].

Muchtadi, D. 1989. Petunjuk Laboratorium Evaluasi Nilai Gizi Pangan. PAU Pangan dan

Gizi IPB, Bogor.

Sudarmadji, S and P. Markakis. 1977. Phytate and Phytase of Soybean Tempe. J. Sci. Food

Agric. 28 : 381-394.

Suhartono, M.T. 1987. Pengantar Biokimia. PAU Pangan dan Gizi IPB, Bogor.