laporan praktikum

21
PRAKTIKUM I Pemeriksaan Bahan Kimia Berbahaya pada Makanan (Boraks) dengan Metode Nyala Api A. Tujuan Mengetahui kontroversi penggunaan bahan berbahaya dalam pencampuran pembuatan makanan B. Metode 1. Alat : a. Waterbath g. Rak Tabung Reaksi b. Kompor h. Tabung Reaksi c. Pemijar i. Corong d. Cawan Porselin j. Sendok e. Mortar dan Penggerus k. Pengaduk Kaca f. Pipet Ukur l. Timbangan 2. Bahan :a. Kertas Saring b. HCl 10% c. Lakmus merah dan biru e. Air Kapur Jenuh f. Amoniak g. Sampel Makanan (Lontong) 3. Cara Kerja : Sampel ditimbang 20 Haluskan dengan

Upload: aisyah-aprili-ciciliana

Post on 23-Oct-2015

117 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Praktikum

PRAKTIKUM I

Pemeriksaan Bahan Kimia Berbahaya pada Makanan (Boraks) dengan Metode

Nyala Api

A. Tujuan

Mengetahui kontroversi penggunaan bahan berbahaya dalam pencampuran

pembuatan makanan

B. Metode

1. Alat : a. Waterbath g. Rak Tabung Reaksi

b. Kompor h. Tabung Reaksi

c. Pemijar i. Corong

d. Cawan Porselin j. Sendok

e. Mortar dan Penggerus k. Pengaduk Kaca

f. Pipet Ukur l. Timbangan

2. Bahan :a. Kertas Saring

b. HCl 10%

c. Lakmus merah dan biru

e. Air Kapur Jenuh

f. Amoniak

g. Sampel Makanan (Lontong)

3. Cara Kerja :

Sampel ditimbang 20 gram

Haluskan dengan Mortar

Tambahkan larutan kapur jenuh (basa)

Page 2: Laporan Praktikum

C. Teori

Peranan bahan tambahan pangan (BTP) khusunya bahan pengawet menjadi

semakin penting sejalan dengan kemajuan tekonologi produksi BTP sintesis.

Banyaknya BTP dalam bentuk lebih murni dan tersedia secara komersil dengan

harga yang relative murah akan mendorong meningkatnya pemakaian BTP yang

berarti meningkatkan konsumsi bahan tersebut bagi setiap individu (Cahyadi, 2008).

Bahan tambahan pangan yang sering digunakan yaitu ‘Boraks’ atau ‘Bleng’.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 722/MenKes/Per/IX/88 tentang

BTP, boraks termasuk bahan yang berbahaya dan beracun sehingga tidak boleh

digunakan sebagai BTP.

Makanan yang mengandung boraks dapat menyebabkan dampak negatif bagi

tubuh dimana pada dosis tertinggi yaitu 10-20 gr/kg berat badan orang dewasa dan 5

gr/kg berat badan anak-anak akan menyebabkan keracunan bahkan kematian.

Sedangkan dosis terendah yaitu dibawah 10-20 gr/kg berat badan orang dewasa dan

kurang dari 5 gr/kg berat badan anak-anak, jika sering dikonsumsi akan

menumpuk/terakumulasi pada jaringan tubuh di otak, hati, lemak dan ginjal yang

pada akhirnya dapat memicu terjadinya kanker (Pane, 2012).

Panaskan diatas kompor sampai menjadi abu

Tambahkan 5 ml H2SO4 + 10 ml metanol

Nyalakan api

Page 3: Laporan Praktikum

Gejala awal keracunan boraks bisa berlangsung beberapa jam hingga seminggu

setelah mengonsumsi atau kontak dalam dosis toksik. Gejala klinis keracunan

boraks biasanya ditandai dengan sakit perut sebelah atas, muntah, mencret, sakit

kepala, penyakit kulit berat, sesak nafas dan kegagalan sirkulasi darah, tidak nafsu

makan, dehidrasi, koma dan jika berlangsung terus-menerus akan mengakibatkan

kematian (Yuliarti, 2008).

Metode uji nyala pada boraks : Sampel ditimbang sebanyak 20 gram dan

dipotong kecil-kecil lalu di oven pada suhu 120oC selama 6 jam, kemudian sampel

dimasukkan ke dalam cawan porselin, dipijarkan pada tanur dalam suhu 800oC, sisa

pemijaran ditambahkan 1-2 tetes asam sulfat pekat dan 5-6 tetes methanol,

kemudian dibakar, bila timbul nyala hijau, maka menandakan adanya boraks, bila

timbul warna biru menandakan tidak adanya boraks (Roth, 1988).

Penelitian yang dilakukan Anisyah Nasution tentang analisa Kandungan Boraks

pada Lontong di Kelurahan Padang Bulan Kota Medan Tahun 2009, terdapat 62,5%

pedagang lontong di Kelurahan Padang Bulan menjual lontong yang mengandung

boraks. Penggunaan boraks dalam waktu lama dan jumlah yang banyakdapat

menyebabkan kanker.Namun pelanggaran peraturan di atas masih sering dilakukan

oleh produsen makanan.Hal ini terjadi selain karena kurangnya pengetahuan para

produsen juga karena harga pengawet yang khusus digunakan untuk industri relatif

lebih murah dibandingkan dengan harga pengawet yang khusus digunakan untuk

makanan maupun minuman (Yuliarti, 2008).

D. Hasil

Berdasarkan pemeriksaan pada sampel makanan (lontong) didapatkan hasil

nyala api berwarna biru. Artinya sampel makanan (lontong) tersebut tidak

mengandung boraks.

E. Pembahasan

Pada praktikum yang telah dilaksanakan pada tanggal 20 November 2013,

sampel makanan yaitu lontong yang telah diuji dengan menggunakan metode nyala

Page 4: Laporan Praktikum

api didapatakan hasil nyala api berwarna biru yang menandakan bahwa sampel

makanan (lontong) tidak mengandung boraks.

Cara kerja dari pemeriksaan bahan kimia berbahaya pada makanan dengan

metode nyala api yaitu pertama, sampel makanan yaitu lontong dipotong kecil-kecil

dan ditimbang hingga beratnya mencapai 20 gram. Lalu lontong yang telah

ditimbang di haluskan dengan mortar sampai benar-benar halus. Setelah halus,

sampel ditambahkan 5 ml H2SO4 dan 10 ml methanol lalu diuji dengan nyala api.

Hasilnya akan terlihat, apakah nyala api berwarna hijau atau biru. Sampel yang

telah diperiksa kemudian dicatat hasilnya

Gambar 1

Nyala Api Berwarna Biru yang Menandakan

Makanan Bebas dari Boraks

Sampel makanan yaitu lontong yang tidak mengandung boraks memiliki

beberapa kelemahan seperti mudah membusuk apabila disimpan di ruang terbuka.

Lalatakan senang menghigapi makanan yang tidak mengandung bahan pengawet atau

makanan yang terbuat dari bahan organik terutama bahan-bahan makanan yang

mudah membusuk. Makanan yang tidak mengandung boraks tidak akan tahan lama

karena makanan masih mengandung bahan-bahan organik seperti mikroorganisme.

(Saparinto, 2011).

F. Kesimpulan

Makanan yang diuji terbukti positif tidak mengandung boraks sehingga aman di

konsumsi

Page 5: Laporan Praktikum

G. Daftar Pustaka

Cahyadi, W. 2008.Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Bumi

Aksara : Jakarta

Pane, Imee Syorayah.2012. Analsis Kandungan Boraks (Na2B4O710H2O) pada

Roti Tawar yang Bermerek dan Tidak Bermerek yang Dijual Di Kelurahan

Padang Bulan Medan Tahun 2012. Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatra Utara Vol. 3 No.01

Saparinto, Cahyo dan Diana Hidayati. 2011. Bahan Tambahan Pangan. Jakarta.

Yuliarti dan Nurheti, 2009.Awas! Dibalik Lezatnya Makanan. Edisi I. Andi,

Yogyakarta.

Page 6: Laporan Praktikum

PRAKTIKUM II

Uji Sanitasi Alat Makan Metode Usap (Swab)

A. Tujuan

1. Agar dapat diketahui kebersihan dari alat makan/alat masak

2. Agar dapat dimantapkan petugas dalam melakukan pengawasan

3. Memberikan data untuk feed back (umpan balik) kepada pengusaha

B. Metode

1. Alat : a. Tabung reaksi h. Inkubator

b. Rak tabung reaksi i. Colony counter

c. Lampu Bunsen j. Sarung tangan steril

d. Lidi kapas/swab steril k. Spidol

e. Pipet ukur steril l. Formulir pemeriksaan lab

f. Pipet filler m. Gunting

g. Cawan petri steril n. Termos es/tas pembawa sampel

2. Bahan : a. Larutan buffer phospat steril f. Karet

b. Media PCA (Plate Count Agar) g. Label

c. Kertas cellotape h. Kertas alumunium foil

d. Alkohol i. Korek api

e. Kapas j. Sampel alat makan (gelas)

3. Cara Kerja :

Buffer 5 ml

Celupkan kapas lidi

Isatkan di dinding tabung

Page 7: Laporan Praktikum

Usapkan ke alat makan

Masukkan kapas lidi ke tabung reaksi

Patahkan kapas lidi

Ambil 1 ml Ambil 0,1 ml

Tuangkan ke masing-masing cawan petri

Tambahkan PCA 1/3 tinggi cawan

Inkubasikan pada suhu 37oC selama

2x24 jam

Hitung jumlah koloni

Page 8: Laporan Praktikum

C. Teori

Salah satu sumber kontaminan utama dalam pengolahan pangan berasal dari

penggunaan wadah dan alat pengolahan yang kotor dan mengandung mikroba

dalam jumlah cukup tinggi.Pencucian alat pengolahan dengan menggunakan air

yang kotor, dapat menyebabkan mikroba yang berasal dari air pencuci dapat

menempel pada wadah / alat tersebut.Di Indonesia peraturan telah dibuat dalam

bentuk Permenkes RI No. 1096/Menkes/Per/VI/2011, bahwa untuk persyaratan

peralatan makanan tidak boleh ada bakteri lebih dari 100 koloni/cm2 (Depkes,

2011).

Sanitasi makanan yang baik ditentukan pula oleh sanitasi peralatan makan yang

digunakan.Persyaratan peralatan makanan yang baik yaitu peralatan tidak boleh

rusak dan retak, tidak boleh mengeluarkan zat beracun, peralatan harus dalam

keadaan bersih sebelum digunakan, dan peralatan yang digunakan untuk

menyajikan makanan tidak boleh mengandung bakteri yang jumlahnya melebihi

ambang batas (Melatiwati, 2010).

Alat makan (piring, gelas, sendok) yang kelihatan bersih belum merupakan

jaminan telah memenuhi persyaratan kesehatan, karena didalam alat makan (piring,

gelas, sendok) tersebut tercemar bakteri E.coli yang menyebabkan alat makan

(piring, gelas, sendok) tersebut tidak memenuhi standar kesehatan. Untuk itu

pencucian peralatan sangat penting diketahui secara mendasar, dengan pencucian

secara baik akan menghasilkan peralatan yang bersih dan sehat pula. Dengan

menjaga kebersihan peralatan makan (piring, gelas, sendok), berarti telah membantu

mencegah pencemaran atau kontaminasi makanan yang dikonsumsi (Djajadinigrat,

1989 dalam Pohan, 2009).

Metode swab merupakan metode pengujian sanitasi alat makan secara sederhana

yang dapat digunakan pada permukaan yang rata, bergelombang, atau permukaan

yang sulit dijangkau seperti retakan, sudut dan celah. Pengambilan sampel pada

permukaan dilakukan dengan cara mengusap permukaan alat yang akan di uji.

Page 9: Laporan Praktikum

Penggunaan metode swab ini biasanya digunakan untuk mengetahui jumlah

mikroorganisme (per cm2) dan jumlah koliform (per cm2) pada permukaan yang

kontak dengan pangan (Harrigan, 1998 dalam Lukman & Soejoedono, 2009).

D. Hasil

Berdasarkan pemeriksaan jumlah kuman pada alat makan (gelas) yang

dilakukan di laboratorium, terlihat bahwa pada cawan petri suspensi 1 ml terdapat

44 koloni bakteri dan pada cawan petri suspensi 0,1 ml terdapat 32 koloni bakteri.

Adapun jumlah koloni bakteri berdasarkan luas penampang alat makan (gelas)

adalah sebagai berikut :

∑ koloni/cm2 = ∑ 1 ml + (∑ 0,1 ml x 10) x 5 x p

= 44 + ( 32x10) x 5 x 0,6

= 60, 33 koloni/cm2

Hal ini menandakan bahwa jumlah koloni bakteri yang ada pada alat makan

(gelas) masih tergolong aman karena jumlah koloni yang ada kurang dari 100

koloni/cm2.

E. Pembahasan

Pemeriksaan kuman pada alat makanan dengan sampel berupa gelas dengan

menggunakan metode percobaan yaitu metode swab dilakukan dengan cara di usap

dengan menggunakan lidi kapas steril dengan tujuan agar mikroorganisme bisa

melekat pada lidi kapas steril tersebut. Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan

hasil pada suspensi 1 ml diperoleh 44 koloni/cm2 dan pada suspensi 0,1 ml

diperoleh 32 koloni/cm2.

Hasil perhitungan yang telah dilakukan diperoleh jumlah kuman pada alat

makan (gelas) yang disediakan di laboratorium diperoleh sebanyak 60,33

koloni/cm2. Berdasarkan Keputusan Menteri RI No 1096/MENKES/PER/VI/2011

bahwa alat makan (gelas) tidak boleh mengandung lebih dari 100 koloni/cm2.Maka

2 q

2 9

Page 10: Laporan Praktikum

dapat disimpulkan bahwa sampel alat makan (gelas) yang diteliti dapat dikatakan

layak untuk digunakan oleh masyarakat (Dekpes RI, 2011).

Peralatan makan (gelas) selain aman digunakan karena jumlah koloni yang

masih dibawah ambang batas, alat makan (gelas) ini juga memenuhi syarat

peralatan makanan yang baik yaitu tidak retak dan tidak boleh mengeluarkan zat

beracun(Melatiwati, 2010).

F. Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 60,33 koloni/cm2 pada alat makan

(gelas). Keputusan Menteri Kesehatan No. 1096/MENKES/PER/VI/2011, bahwa

peralatan makanan tidak boleh mengandung bakteri lebih dari 100 koloni/cm2. Hal

ini berarti bahwa peralatan makan (gelas) yang disediakan di laboratorium

memenuhi standar dan layak digunakan.

G. Daftar Pustaka

Depkes RI, 2011. Hygiene Sanitasi Makanan dan Minuman.Jakarta : Ditjen PPM

dan PL.

Lukman & Soejoedono.2009. Uji Sanitasi dengan Metode RODAC.Penuntun

Praktikum Hygiene Pangan Asal Ternak. Bogor: Bagian Kesehatan Masyarakat

Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, IPB.

Melatiwati, dkk. 2010. Survey Kontaminasi Bakteri Patogen pada Makanan dan

Minuman yang Dijual di sekitar Gedung Perkantoran di Jakarta. Jakarta.

Pohan.2009. Pemeriksaan Escherichiacoli pada Usapan Peralatan Makan yang

Digunakan Oleh Pedagang Makanan di Pasar Petisah Medan.Diakses pada

tanggal 28 November 2013.

Page 11: Laporan Praktikum

PRAKTIKUM III

Pemeriksaan Pewarna Pada Makanan

A. Tujuan

Mengetahui jenis pewarna yang digunakan pada makanan (sintetik yang

diperbolehkan dan tidak diperbolehkan)

B. Metode

1. Alat : a. Gelas Kimia f. Pipet Ukur

b. Pengaduk g. Pipet Tetes

c. Sendok h. Pipet Filler

d. Pinset i. Kompor

e. Krustang

2. Bahan : a. Sampel Minuman (Ale-Ale)

b. Larutan KHSO4 10%

c. Larutan NH4OH 10%

d. Larutan CH3COOH encer

e. BenangWool

f. Kertas Lakmus Biru dan Merah

3. Cara Kerja :

a. Pewarna yang diperbolehkan

Sampel 50 ml+KHSO4 (asam) 0,5 ml

Panaskan+benang wool

Didihkan 10 menit

Page 12: Laporan Praktikum

Keterangan :

1. Apabila saat ditetesi NH4OH terjadi perubahan warna, hal ini berarti bahwa

makanan/minuman sampel positif mengandung pewarna alami

2. Apabila saat ditetesi KHSO4 terjadi perubahan warna pada cairan, maka

makanan/minuman sampel positif mengandung pewarna sintetis yang

diperbolehkan

b. Pewarna yang tidak diperbolehkan

Sampel 50 ml + NH4OH (basa) 10% 0,5 ml

Panaskan + benang wool, didihkan 10 menit

Wool dicuci + larutan CH3COOH 50 ml

Panaskan, ganti wool, didihkan lagi 10 menit

Ambil benang wool bagi 2 bagian

Ditetesi NH4OH 10%

Tambahkan H2O 50 ml didihkan dengan wool baru, tambahkan H2SO4 10% 0,5 ml lalu didihkan

Page 13: Laporan Praktikum

Keterangan :

Apabila benang wool berwarna, maka makanan/minuman sampel positif

mengandung pewarna yang tidak diperbolehkan

C. Teori

Warna makanan memegang peranan utama dalam penampilan makanan, karena

meskipun makanan tersebut lezat, tetapi penampilannya tidak menarik waktu

disajikan, akan mengakibatkan selera orang yang akan memakannya menjadi

hilang. Hal ini didukung oleh Sanjur (1982) bahwa penampakan dari makanan dan

minuman merupakan hal yang paling banyak mempengaruhi preferensi dan

kesukaan konsumen (Sumarlin, 2009).

Zat pewarna makanan adalah zat warna yang dicampurkan kedalam makanan.

Menurut Permenkes RI No. 722/Per/IX/1988, zat pewarna makanan adalah bahan

tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada makanan.

Pemakaian zat pewarna makanan sintetis dalam makanan walaupun mempunyai

dampak positif bagi produsen dan konsumen, diantaranya dapat membuat suatu

makanan lebih menarik, meratakan warna makanan dan mengembalikan warna dari

bahan dasar yang hilang atau berubah selama pengolahan, ternyata dapat pula

menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan dan bahkan memberikan dampak

negatif terhadap kesehatan manusia seperti keracunan (Cahyadi, 2009).

Ciri-ciri makanan/minuman yang mengandung pewarna sintetis yang tidak

diperbolehkan yaitu warna kelihatan cerah (berwarna-warni) sehingga tampak

menarik, ada sedikit rasa pahit, muncul rasa gatal di tenggorokan setelah

mengonsumsinya dan baunya tidak alami (Novia, 2010).

D. Hasil

Berdasarkan pemeriksaan pada sampel minuman (ale-ale) didapatkan hasil :

1. Benang wool yang pertama yang telah ditetesi NH4OH 10% tidak mengalami

perubahan warna yang berarti minuman sampel (ale-ale) tidak mengandung

pewarna alami

Page 14: Laporan Praktikum

2. Benang wool yang kedua yang telah ditambahkan KHSO4 10% dan H2O 50 ml

terjadi perubahan warna yakni dari bening menjadi putih keruh yang berarti

minuman sampel positif mengandung pewarna sintetis yang diperbolehkan.

E. Pembahasan

Praktikum pemeriksaan pewarna makanan yang dilaksanakan pada tanggal 27

November 2013 dengan menggunakan metode colorimetri memberikan hasil bahwa

minuman yang dijadikan sampel yaitu ale-ale positif mengandung pewarna sintetis

yang diperbolehkan.Hal ini dibuktikan dengan hasil praktikum yaitu adanya

perubahan cairan dari bening menjadi putih keruh pada pemeriksaan zat pewarna

makanan yang diperbolehkan.Hal ini berarti sampel minuman (ale-ale) aman untuk

dikonsumsi.

Meskipun aman untuk dikonsumsi, minuman ataupun makanan yang

mengandung pewarna sintetis tidak boleh terlalu sering untuk dikonsumsi karena

akan memberikan dampak yang buruk bagi kesehatan. Berbagai penelitian dan uji

telah membuktikan bahwa konsumsi makanan yang mengandung pewarna secara

berlebihan dapat menyebabkan kerusakan pada organ hati. Pada uji terhadap mencit,

diperoleh hasil ; terjadi perubahan sel hati dari normal menjadi nekrosis dan

jaringan disekitarnya mengalami disintegrasi atau disorganisasi. Kerusakan pada

jaringan hati ditandai dengan terjadinya piknotik (sel yang melakukan pinositosis )

dan hiperkromatik (pewarnaan yang lebih kuat dari normal) dari nucleus (Purba,

2009).

F. Kesimpulan

Minuman sampel yang diuji tebukti positif mengandung pewarna sintetis yang

diperbolehkan dan masih dalam taraf aman untuk dikonsumsi.

Page 15: Laporan Praktikum

G.Daftar Pustaka

Purba, ER. 2009. Analisis Zat Pewarna Pada Minuman Sirup yang Dijual di Sekolah

Dasar Kelurahan Lubuk Pakam III Kecamatan Lubuk Pakam. Diakses pada

tanggal 28 November 2013.

Novia, DRM. 2010. Mewaspadai Pewarna Makanan. Jakarta. Bumi Aksara

Cahyadi, W. 2012. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta.

Bumi Aksara