laporan praktikum
TRANSCRIPT
PRAKTIKUM I
Pemeriksaan Bahan Kimia Berbahaya pada Makanan (Boraks) dengan Metode
Nyala Api
A. Tujuan
Mengetahui kontroversi penggunaan bahan berbahaya dalam pencampuran
pembuatan makanan
B. Metode
1. Alat : a. Waterbath g. Rak Tabung Reaksi
b. Kompor h. Tabung Reaksi
c. Pemijar i. Corong
d. Cawan Porselin j. Sendok
e. Mortar dan Penggerus k. Pengaduk Kaca
f. Pipet Ukur l. Timbangan
2. Bahan :a. Kertas Saring
b. HCl 10%
c. Lakmus merah dan biru
e. Air Kapur Jenuh
f. Amoniak
g. Sampel Makanan (Lontong)
3. Cara Kerja :
Sampel ditimbang 20 gram
Haluskan dengan Mortar
Tambahkan larutan kapur jenuh (basa)
C. Teori
Peranan bahan tambahan pangan (BTP) khusunya bahan pengawet menjadi
semakin penting sejalan dengan kemajuan tekonologi produksi BTP sintesis.
Banyaknya BTP dalam bentuk lebih murni dan tersedia secara komersil dengan
harga yang relative murah akan mendorong meningkatnya pemakaian BTP yang
berarti meningkatkan konsumsi bahan tersebut bagi setiap individu (Cahyadi, 2008).
Bahan tambahan pangan yang sering digunakan yaitu ‘Boraks’ atau ‘Bleng’.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 722/MenKes/Per/IX/88 tentang
BTP, boraks termasuk bahan yang berbahaya dan beracun sehingga tidak boleh
digunakan sebagai BTP.
Makanan yang mengandung boraks dapat menyebabkan dampak negatif bagi
tubuh dimana pada dosis tertinggi yaitu 10-20 gr/kg berat badan orang dewasa dan 5
gr/kg berat badan anak-anak akan menyebabkan keracunan bahkan kematian.
Sedangkan dosis terendah yaitu dibawah 10-20 gr/kg berat badan orang dewasa dan
kurang dari 5 gr/kg berat badan anak-anak, jika sering dikonsumsi akan
menumpuk/terakumulasi pada jaringan tubuh di otak, hati, lemak dan ginjal yang
pada akhirnya dapat memicu terjadinya kanker (Pane, 2012).
Panaskan diatas kompor sampai menjadi abu
Tambahkan 5 ml H2SO4 + 10 ml metanol
Nyalakan api
Gejala awal keracunan boraks bisa berlangsung beberapa jam hingga seminggu
setelah mengonsumsi atau kontak dalam dosis toksik. Gejala klinis keracunan
boraks biasanya ditandai dengan sakit perut sebelah atas, muntah, mencret, sakit
kepala, penyakit kulit berat, sesak nafas dan kegagalan sirkulasi darah, tidak nafsu
makan, dehidrasi, koma dan jika berlangsung terus-menerus akan mengakibatkan
kematian (Yuliarti, 2008).
Metode uji nyala pada boraks : Sampel ditimbang sebanyak 20 gram dan
dipotong kecil-kecil lalu di oven pada suhu 120oC selama 6 jam, kemudian sampel
dimasukkan ke dalam cawan porselin, dipijarkan pada tanur dalam suhu 800oC, sisa
pemijaran ditambahkan 1-2 tetes asam sulfat pekat dan 5-6 tetes methanol,
kemudian dibakar, bila timbul nyala hijau, maka menandakan adanya boraks, bila
timbul warna biru menandakan tidak adanya boraks (Roth, 1988).
Penelitian yang dilakukan Anisyah Nasution tentang analisa Kandungan Boraks
pada Lontong di Kelurahan Padang Bulan Kota Medan Tahun 2009, terdapat 62,5%
pedagang lontong di Kelurahan Padang Bulan menjual lontong yang mengandung
boraks. Penggunaan boraks dalam waktu lama dan jumlah yang banyakdapat
menyebabkan kanker.Namun pelanggaran peraturan di atas masih sering dilakukan
oleh produsen makanan.Hal ini terjadi selain karena kurangnya pengetahuan para
produsen juga karena harga pengawet yang khusus digunakan untuk industri relatif
lebih murah dibandingkan dengan harga pengawet yang khusus digunakan untuk
makanan maupun minuman (Yuliarti, 2008).
D. Hasil
Berdasarkan pemeriksaan pada sampel makanan (lontong) didapatkan hasil
nyala api berwarna biru. Artinya sampel makanan (lontong) tersebut tidak
mengandung boraks.
E. Pembahasan
Pada praktikum yang telah dilaksanakan pada tanggal 20 November 2013,
sampel makanan yaitu lontong yang telah diuji dengan menggunakan metode nyala
api didapatakan hasil nyala api berwarna biru yang menandakan bahwa sampel
makanan (lontong) tidak mengandung boraks.
Cara kerja dari pemeriksaan bahan kimia berbahaya pada makanan dengan
metode nyala api yaitu pertama, sampel makanan yaitu lontong dipotong kecil-kecil
dan ditimbang hingga beratnya mencapai 20 gram. Lalu lontong yang telah
ditimbang di haluskan dengan mortar sampai benar-benar halus. Setelah halus,
sampel ditambahkan 5 ml H2SO4 dan 10 ml methanol lalu diuji dengan nyala api.
Hasilnya akan terlihat, apakah nyala api berwarna hijau atau biru. Sampel yang
telah diperiksa kemudian dicatat hasilnya
Gambar 1
Nyala Api Berwarna Biru yang Menandakan
Makanan Bebas dari Boraks
Sampel makanan yaitu lontong yang tidak mengandung boraks memiliki
beberapa kelemahan seperti mudah membusuk apabila disimpan di ruang terbuka.
Lalatakan senang menghigapi makanan yang tidak mengandung bahan pengawet atau
makanan yang terbuat dari bahan organik terutama bahan-bahan makanan yang
mudah membusuk. Makanan yang tidak mengandung boraks tidak akan tahan lama
karena makanan masih mengandung bahan-bahan organik seperti mikroorganisme.
(Saparinto, 2011).
F. Kesimpulan
Makanan yang diuji terbukti positif tidak mengandung boraks sehingga aman di
konsumsi
G. Daftar Pustaka
Cahyadi, W. 2008.Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Bumi
Aksara : Jakarta
Pane, Imee Syorayah.2012. Analsis Kandungan Boraks (Na2B4O710H2O) pada
Roti Tawar yang Bermerek dan Tidak Bermerek yang Dijual Di Kelurahan
Padang Bulan Medan Tahun 2012. Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatra Utara Vol. 3 No.01
Saparinto, Cahyo dan Diana Hidayati. 2011. Bahan Tambahan Pangan. Jakarta.
Yuliarti dan Nurheti, 2009.Awas! Dibalik Lezatnya Makanan. Edisi I. Andi,
Yogyakarta.
PRAKTIKUM II
Uji Sanitasi Alat Makan Metode Usap (Swab)
A. Tujuan
1. Agar dapat diketahui kebersihan dari alat makan/alat masak
2. Agar dapat dimantapkan petugas dalam melakukan pengawasan
3. Memberikan data untuk feed back (umpan balik) kepada pengusaha
B. Metode
1. Alat : a. Tabung reaksi h. Inkubator
b. Rak tabung reaksi i. Colony counter
c. Lampu Bunsen j. Sarung tangan steril
d. Lidi kapas/swab steril k. Spidol
e. Pipet ukur steril l. Formulir pemeriksaan lab
f. Pipet filler m. Gunting
g. Cawan petri steril n. Termos es/tas pembawa sampel
2. Bahan : a. Larutan buffer phospat steril f. Karet
b. Media PCA (Plate Count Agar) g. Label
c. Kertas cellotape h. Kertas alumunium foil
d. Alkohol i. Korek api
e. Kapas j. Sampel alat makan (gelas)
3. Cara Kerja :
Buffer 5 ml
Celupkan kapas lidi
Isatkan di dinding tabung
Usapkan ke alat makan
Masukkan kapas lidi ke tabung reaksi
Patahkan kapas lidi
Ambil 1 ml Ambil 0,1 ml
Tuangkan ke masing-masing cawan petri
Tambahkan PCA 1/3 tinggi cawan
Inkubasikan pada suhu 37oC selama
2x24 jam
Hitung jumlah koloni
C. Teori
Salah satu sumber kontaminan utama dalam pengolahan pangan berasal dari
penggunaan wadah dan alat pengolahan yang kotor dan mengandung mikroba
dalam jumlah cukup tinggi.Pencucian alat pengolahan dengan menggunakan air
yang kotor, dapat menyebabkan mikroba yang berasal dari air pencuci dapat
menempel pada wadah / alat tersebut.Di Indonesia peraturan telah dibuat dalam
bentuk Permenkes RI No. 1096/Menkes/Per/VI/2011, bahwa untuk persyaratan
peralatan makanan tidak boleh ada bakteri lebih dari 100 koloni/cm2 (Depkes,
2011).
Sanitasi makanan yang baik ditentukan pula oleh sanitasi peralatan makan yang
digunakan.Persyaratan peralatan makanan yang baik yaitu peralatan tidak boleh
rusak dan retak, tidak boleh mengeluarkan zat beracun, peralatan harus dalam
keadaan bersih sebelum digunakan, dan peralatan yang digunakan untuk
menyajikan makanan tidak boleh mengandung bakteri yang jumlahnya melebihi
ambang batas (Melatiwati, 2010).
Alat makan (piring, gelas, sendok) yang kelihatan bersih belum merupakan
jaminan telah memenuhi persyaratan kesehatan, karena didalam alat makan (piring,
gelas, sendok) tersebut tercemar bakteri E.coli yang menyebabkan alat makan
(piring, gelas, sendok) tersebut tidak memenuhi standar kesehatan. Untuk itu
pencucian peralatan sangat penting diketahui secara mendasar, dengan pencucian
secara baik akan menghasilkan peralatan yang bersih dan sehat pula. Dengan
menjaga kebersihan peralatan makan (piring, gelas, sendok), berarti telah membantu
mencegah pencemaran atau kontaminasi makanan yang dikonsumsi (Djajadinigrat,
1989 dalam Pohan, 2009).
Metode swab merupakan metode pengujian sanitasi alat makan secara sederhana
yang dapat digunakan pada permukaan yang rata, bergelombang, atau permukaan
yang sulit dijangkau seperti retakan, sudut dan celah. Pengambilan sampel pada
permukaan dilakukan dengan cara mengusap permukaan alat yang akan di uji.
Penggunaan metode swab ini biasanya digunakan untuk mengetahui jumlah
mikroorganisme (per cm2) dan jumlah koliform (per cm2) pada permukaan yang
kontak dengan pangan (Harrigan, 1998 dalam Lukman & Soejoedono, 2009).
D. Hasil
Berdasarkan pemeriksaan jumlah kuman pada alat makan (gelas) yang
dilakukan di laboratorium, terlihat bahwa pada cawan petri suspensi 1 ml terdapat
44 koloni bakteri dan pada cawan petri suspensi 0,1 ml terdapat 32 koloni bakteri.
Adapun jumlah koloni bakteri berdasarkan luas penampang alat makan (gelas)
adalah sebagai berikut :
∑ koloni/cm2 = ∑ 1 ml + (∑ 0,1 ml x 10) x 5 x p
= 44 + ( 32x10) x 5 x 0,6
= 60, 33 koloni/cm2
Hal ini menandakan bahwa jumlah koloni bakteri yang ada pada alat makan
(gelas) masih tergolong aman karena jumlah koloni yang ada kurang dari 100
koloni/cm2.
E. Pembahasan
Pemeriksaan kuman pada alat makanan dengan sampel berupa gelas dengan
menggunakan metode percobaan yaitu metode swab dilakukan dengan cara di usap
dengan menggunakan lidi kapas steril dengan tujuan agar mikroorganisme bisa
melekat pada lidi kapas steril tersebut. Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan
hasil pada suspensi 1 ml diperoleh 44 koloni/cm2 dan pada suspensi 0,1 ml
diperoleh 32 koloni/cm2.
Hasil perhitungan yang telah dilakukan diperoleh jumlah kuman pada alat
makan (gelas) yang disediakan di laboratorium diperoleh sebanyak 60,33
koloni/cm2. Berdasarkan Keputusan Menteri RI No 1096/MENKES/PER/VI/2011
bahwa alat makan (gelas) tidak boleh mengandung lebih dari 100 koloni/cm2.Maka
2 q
2 9
dapat disimpulkan bahwa sampel alat makan (gelas) yang diteliti dapat dikatakan
layak untuk digunakan oleh masyarakat (Dekpes RI, 2011).
Peralatan makan (gelas) selain aman digunakan karena jumlah koloni yang
masih dibawah ambang batas, alat makan (gelas) ini juga memenuhi syarat
peralatan makanan yang baik yaitu tidak retak dan tidak boleh mengeluarkan zat
beracun(Melatiwati, 2010).
F. Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 60,33 koloni/cm2 pada alat makan
(gelas). Keputusan Menteri Kesehatan No. 1096/MENKES/PER/VI/2011, bahwa
peralatan makanan tidak boleh mengandung bakteri lebih dari 100 koloni/cm2. Hal
ini berarti bahwa peralatan makan (gelas) yang disediakan di laboratorium
memenuhi standar dan layak digunakan.
G. Daftar Pustaka
Depkes RI, 2011. Hygiene Sanitasi Makanan dan Minuman.Jakarta : Ditjen PPM
dan PL.
Lukman & Soejoedono.2009. Uji Sanitasi dengan Metode RODAC.Penuntun
Praktikum Hygiene Pangan Asal Ternak. Bogor: Bagian Kesehatan Masyarakat
Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, IPB.
Melatiwati, dkk. 2010. Survey Kontaminasi Bakteri Patogen pada Makanan dan
Minuman yang Dijual di sekitar Gedung Perkantoran di Jakarta. Jakarta.
Pohan.2009. Pemeriksaan Escherichiacoli pada Usapan Peralatan Makan yang
Digunakan Oleh Pedagang Makanan di Pasar Petisah Medan.Diakses pada
tanggal 28 November 2013.
PRAKTIKUM III
Pemeriksaan Pewarna Pada Makanan
A. Tujuan
Mengetahui jenis pewarna yang digunakan pada makanan (sintetik yang
diperbolehkan dan tidak diperbolehkan)
B. Metode
1. Alat : a. Gelas Kimia f. Pipet Ukur
b. Pengaduk g. Pipet Tetes
c. Sendok h. Pipet Filler
d. Pinset i. Kompor
e. Krustang
2. Bahan : a. Sampel Minuman (Ale-Ale)
b. Larutan KHSO4 10%
c. Larutan NH4OH 10%
d. Larutan CH3COOH encer
e. BenangWool
f. Kertas Lakmus Biru dan Merah
3. Cara Kerja :
a. Pewarna yang diperbolehkan
Sampel 50 ml+KHSO4 (asam) 0,5 ml
Panaskan+benang wool
Didihkan 10 menit
Keterangan :
1. Apabila saat ditetesi NH4OH terjadi perubahan warna, hal ini berarti bahwa
makanan/minuman sampel positif mengandung pewarna alami
2. Apabila saat ditetesi KHSO4 terjadi perubahan warna pada cairan, maka
makanan/minuman sampel positif mengandung pewarna sintetis yang
diperbolehkan
b. Pewarna yang tidak diperbolehkan
Sampel 50 ml + NH4OH (basa) 10% 0,5 ml
Panaskan + benang wool, didihkan 10 menit
Wool dicuci + larutan CH3COOH 50 ml
Panaskan, ganti wool, didihkan lagi 10 menit
Ambil benang wool bagi 2 bagian
Ditetesi NH4OH 10%
Tambahkan H2O 50 ml didihkan dengan wool baru, tambahkan H2SO4 10% 0,5 ml lalu didihkan
Keterangan :
Apabila benang wool berwarna, maka makanan/minuman sampel positif
mengandung pewarna yang tidak diperbolehkan
C. Teori
Warna makanan memegang peranan utama dalam penampilan makanan, karena
meskipun makanan tersebut lezat, tetapi penampilannya tidak menarik waktu
disajikan, akan mengakibatkan selera orang yang akan memakannya menjadi
hilang. Hal ini didukung oleh Sanjur (1982) bahwa penampakan dari makanan dan
minuman merupakan hal yang paling banyak mempengaruhi preferensi dan
kesukaan konsumen (Sumarlin, 2009).
Zat pewarna makanan adalah zat warna yang dicampurkan kedalam makanan.
Menurut Permenkes RI No. 722/Per/IX/1988, zat pewarna makanan adalah bahan
tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada makanan.
Pemakaian zat pewarna makanan sintetis dalam makanan walaupun mempunyai
dampak positif bagi produsen dan konsumen, diantaranya dapat membuat suatu
makanan lebih menarik, meratakan warna makanan dan mengembalikan warna dari
bahan dasar yang hilang atau berubah selama pengolahan, ternyata dapat pula
menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan dan bahkan memberikan dampak
negatif terhadap kesehatan manusia seperti keracunan (Cahyadi, 2009).
Ciri-ciri makanan/minuman yang mengandung pewarna sintetis yang tidak
diperbolehkan yaitu warna kelihatan cerah (berwarna-warni) sehingga tampak
menarik, ada sedikit rasa pahit, muncul rasa gatal di tenggorokan setelah
mengonsumsinya dan baunya tidak alami (Novia, 2010).
D. Hasil
Berdasarkan pemeriksaan pada sampel minuman (ale-ale) didapatkan hasil :
1. Benang wool yang pertama yang telah ditetesi NH4OH 10% tidak mengalami
perubahan warna yang berarti minuman sampel (ale-ale) tidak mengandung
pewarna alami
2. Benang wool yang kedua yang telah ditambahkan KHSO4 10% dan H2O 50 ml
terjadi perubahan warna yakni dari bening menjadi putih keruh yang berarti
minuman sampel positif mengandung pewarna sintetis yang diperbolehkan.
E. Pembahasan
Praktikum pemeriksaan pewarna makanan yang dilaksanakan pada tanggal 27
November 2013 dengan menggunakan metode colorimetri memberikan hasil bahwa
minuman yang dijadikan sampel yaitu ale-ale positif mengandung pewarna sintetis
yang diperbolehkan.Hal ini dibuktikan dengan hasil praktikum yaitu adanya
perubahan cairan dari bening menjadi putih keruh pada pemeriksaan zat pewarna
makanan yang diperbolehkan.Hal ini berarti sampel minuman (ale-ale) aman untuk
dikonsumsi.
Meskipun aman untuk dikonsumsi, minuman ataupun makanan yang
mengandung pewarna sintetis tidak boleh terlalu sering untuk dikonsumsi karena
akan memberikan dampak yang buruk bagi kesehatan. Berbagai penelitian dan uji
telah membuktikan bahwa konsumsi makanan yang mengandung pewarna secara
berlebihan dapat menyebabkan kerusakan pada organ hati. Pada uji terhadap mencit,
diperoleh hasil ; terjadi perubahan sel hati dari normal menjadi nekrosis dan
jaringan disekitarnya mengalami disintegrasi atau disorganisasi. Kerusakan pada
jaringan hati ditandai dengan terjadinya piknotik (sel yang melakukan pinositosis )
dan hiperkromatik (pewarnaan yang lebih kuat dari normal) dari nucleus (Purba,
2009).
F. Kesimpulan
Minuman sampel yang diuji tebukti positif mengandung pewarna sintetis yang
diperbolehkan dan masih dalam taraf aman untuk dikonsumsi.
G.Daftar Pustaka
Purba, ER. 2009. Analisis Zat Pewarna Pada Minuman Sirup yang Dijual di Sekolah
Dasar Kelurahan Lubuk Pakam III Kecamatan Lubuk Pakam. Diakses pada
tanggal 28 November 2013.
Novia, DRM. 2010. Mewaspadai Pewarna Makanan. Jakarta. Bumi Aksara
Cahyadi, W. 2012. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta.
Bumi Aksara