laporan prakerin corelab wisnu z17
DESCRIPTION
weAT/,JWAEKLTWKH.TBLAEWYNSERYNSDTVMURDTUSXdrhhbsegbzetzetb xeTRANSCRIPT
-
LAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
DI PT. CORE LABORATORIES INDONESIA
JAKARTA
Oleh:
Wisnu Rochman Hidayatullah
NIS 07.53.06085
KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Industri
Sekolah Menengah Analis Kimia
Bogor
2011
-
LAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
DI PT. CORE LABORATORIES INDONESIA
JAKARTA
Sebagai Syarat untuk Mengikuti Ujian Akhir Sekolah Menengah Analis Kimia
Bogor
Tahun Ajaran 2010/2011
oleh
Wisnu Rochman Hidayatullah
NIS 07.53.06085
KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Industri
Sekolah Menengah Analis Kimia
Bogor
2011
-
LEMBAR PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN
Disetujui dan disahkan oleh:
Disetujui oleh:
Pembimbing I, Pembimbing II,
Miftahudin, M.Si Veralyn Andayani
Supervisor PCTE Group Leader
Tribology
Pembimbing III,
Drs. Ahma Yulius Usman
NIP 19630120 199011 1 001
Disahkan oleh,
Kepala Sekolah Menengah Analis Kimia Bogor
Dra. Hadiati Agustine NIP 19570817 198103 2 002
-
iv
KATA PENGANTAR
Alhamdulillaahirabbilalamin.
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan
nikmat dan karunia-Nya. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada
Baginda Besar Nabi Muhammad SAW kepada Para Sahabatnya, Keluarganya,
serta Para Pengikutnya sampai akhir zaman.
Penulis dengan keterbatasan pengetahuan, wawasan serta kemampuan
mencoba memberikan yang terbaik sehingga dapat menyelesaikan laporan praktik
kerja industri (Prakerin) di Laboratorium Petroleum Chemistry di PT Core
Laboratories Indonesia yang dilaksanakan sejak tanggal 1 November 2010
sampai dengan 1 Februari 2011 guna memenuhi salah satu syarat kelulusan di
Sekolah Menengah Analis Kimia Bogor (SMAKBo) program studi Analis Kimia.
Laporan ini berjudul Praktik Kerja Industri di PT Core Laboratories
Indonesia yang menekankan pada "Uji Spesifikasi Mutu Minyak Solar sebagai
Bahan Bakar Diesel". Laporan ini berisi tentang pendahuluan, (uraian maksud dan
tujuan Prakerin), institusi Prakerin, Tinjauan Pustaka (uraian tentang komoditas
yang dianalisis dan teori dari parameter-parameter), Metode Analisis hasil dan
pembahasan, simpulan dan saran, daftar pustaka, dan lampiran.
Namun Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan prakerin ini tidak
lepas dari bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan
rasa terima kasih kepada :
1. Dra. Hadiati Agustine selaku kepala Sekolah Menengah Analis Kimia Bogor,
2. Rahman Arief, STP, selaku Wakil Kepala Sekolah Bidang Kerja Sama,
3. Mark Forbes, selaku Senior Supervisor, Reservoir Fluids Laboratory, &
Petroleum Service Division,
4. Miftahudin, M.Si, selaku Supervisor di laboratorium Petroleum Chemistry,
Tribology, & Environmental,
5. Veralyn Andayani, selaku Group Leader Lube Oil Division,
6. Drs. Ahma Yulius Usman, selaku Pembimbing sekolah yang telah membantu
penyusun dalam melaksanakan Praktik Kerja Industri,
-
v
7. Ayah, Bunda, yang senyumnya selalu mendamaikan hati, dan adikku yang
selalu memberi semangat,
8. Rekan seperjuangan Praktik Kerja Industri di PT. Corelab Indonesia, Guruh
Nurijal dan Adi Nuryadi,
9. Teman seperjuangan angkatan 53 NAFTALENT FORCES,
10. Bang Mamet, Mas Heri, Bang Adjie dan Mba Pipit yang senantiasa menjadi
guru terbaik di laboratorium,
11. Seluruh staff dan karyawan Sekolah Menengah Analis Kimia Bogor, juga
staff dan karyawan PT. Core Laboratories Indonesia, serta semua pihak yang
tidak dapat disebutkan namanya satu persatu, yang telah membantu
kelancaran Praktik Kerja Industri.
Penulis dengan segala kerendahan hati menyadari bahwa laporan prakerin
yang disusun ini masih banyak kekurangan dan kelemahan dalam penulisan
maupun penyajian materinya. Oleh karena itu, Penulis memohon maaf yang
sebesar-besarnya serta berharap atas segala masukan baik berupa saran maupun
kritik yang membangun dari pembaca.
Wassalamualaikum Wr.Wb.
Bogor, Februari 2010
Penulis
-
vi
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................. iv
DAFTAR ISI ........................................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ viii
DAFTAR TABEL ................................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................x
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Tujuan Prakerin.................................................................................. 2
C. Sistematika Laporan........................................................................... 4
BAB II INSTITUSI TEMPAT PRAKTIK KERJA INDUSTRI ......................... 5
A. Sejarah Singkat PT Corelab Indonesia .............................................. 5
B. Struktur Organisasi ............................................................................ 6
C. Tugas dan Fungsi ............................................................................... 7
D. Fasilitas dan Sarana ........................................................................... 7
E. Kegiatan ............................................................................................. 7
F. Administrasi Laboratorium ................................................................ 8
G. Disiplin Kerja..................................................................................... 8
H. Keselamatan dan Kesehatan Kerja .................................................... 8
I. Kebijakan Etika ................................................................................... 9
BAB III KEGIATAN DI LABORATORIUM ................................................... 11
A. Minyak Bumi ................................................................................... 11
B. Proses Pengolahan Minyak Bumi .................................................... 11
C. Solar (Diesel fuel) ............................................................................ 16
D. Parameter-parameter Analisa Bahan Bakar Solar............................ 19
E. Metode Analisis ............................................................................... 27
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 37
A. Hasil Analisis ................................................................................... 37
B. Pembahasan...................................................................................... 38
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN.................................................................. 42
-
vii
A. Simpulan .......................................................................................... 42
B. Saran................................................................................................. 42
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 43
LAMPIRAN .......................................................................................................... 44
-
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. PROSES DISTILASI BERTINGKAT................................................ 15
-
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Komposisi Elemental Minyak Bumi ....................................................... 11
Tabel 2. Kategori Minyak Bumi Berdasarkan Kadar Belerang ............................ 22
Tabel 3. Data Hasil Analisis Bahan Bakar Solar Sampel FG 11009-3 ................. 38
-
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Alat-Alat yang Terdapat di dalam Laboratorium ............................. 44
Lampiran 2. Pembacaan Skala Hidrometer untuk Cairan Transparan .................. 45
Lampiran 3. Pembacaan Skala Hidrometer untuk Cairan Non-Transparan.......... 45
Lampiran 4. Gambar Struktur Organisasi di PT Corelab Indonesia ..................... 45
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini, ilmu kimia telah berkembang bukan saja pada materi
kimia tetapi juga pada teknologi dan instrumentasi. Perubahan yang sangat
jelas dapat dilihat pada hasil percobaan dan kecepatan cara kerja analisis.
Tetapi itu semua tidak berarti bahwa teori dan prinsip dasar mengenai teori
kimia dan cara kerja dapat diabaikan, melainkan dapat digunakan untuk
mempelajari metode dan teknik peralatan yang lebih lanjut.
Sejalan dengan meningkatnya pembangunan di sektor industri maka
tidak dapat dielakkan lagi sekolah-sekolah kejuruan, tak terkecuali Sekolah
Menengah Analis Kimia Bogor harus mampu menghadapi tuntutan dan
tantangan yang senantiasa muncul dalam kondisi seperti sekarang ini.
Mengingat tuntutan dan tantangan masyarakat industri di tahun-tahun
mendatang akan semakin meningkat dan bersifat padat pengetahuan dan
keterampilan, maka pengembangan pendidikan menengah kejuruan
khususnya rumpun kimia analisis harus difokuskan kepada kualitas lulusan.
Berkaitan dengan itu, maka pola pengembangan yang digunakan dalam
pembinaan sistem pendidikan menjadi sangat penting. Seperti halnya sekolah
menengah kejuruan lainnya, Sekolah Menengah Analis Kimia Bogor
(SMAKBO) mempunyai visi dan mengemban misi sebagai berikut.
Visi
Menjadi sekolah menengah analis kimia nasional bertaraf internasional yang
menghasilkan lulusan professional dan bermartabat.
-
2
Misi
1. Melaksanakan pendidikan analis kimia kejuruan yang berkualitas mampu
memenuhi kebutuhan masyarakat dunia usaha dan dunia industri baik
tingkat nasional maupun internasional.
2. Meningkatkan kemitraan nasional dan membina kemitraan internasional.
3. Membina dan menyelenggarakan fungsi sosial dan kemasyarakatan.
Dengan memperhatikan visi dan misi di atas, Sekolah Menengah
Analis Kimia Bogor wajib mengadakan praktik kerja industri sesuai dengan
program studinya.
B. Tujuan Prakerin
Kemajuan teknologi dan perkembangan ilmu pengetahuan khususnya
pada bidang kimia telah memainkan peran penting seorang analis di sektor
industri. Untuk mempersiapkan serta memantapkan diri terhadap ilmu
pengetahuan dan mengembangkan kemampuan sebagai langkah menuju
dunia kerja dan masyarakat, maka Sekolah Menengah Analis Bogor
mendukung dan memenuhi program tersebut.
SMAK Bogor sebagai sekolah kejuruan yang memiliki program
tersebut, mewajibkan para siswa kelas 13 untuk melaksanakan praktik kerja
industri pada semester VIII selama tiga bulan sesuai dengan kurikulum
sekolah. Kegiatan praktik kerja industri ini dilaksanakan pada instansi
pemerintah maupun swasta.
Pelaksanaan Praktik Kerja Industri (Prakerin) mempunyai tujuan
umum sebagai berikut:
1. Meningkatkan kemampuan dan memantapkan keterampilan siswa sebagai
bekal menuju dunia kerja sesungguhnya yang sesuai dengan program studi
kimia analisis.
2. Menumbuhkembangkan dan memantapkan sikap profesional dan tanggung
jawab siswa dalam rangka memasuki dunia kerja sesuai dengan bidangnya.
3. Meningkatkan pengetahuan dan pengalaman kerja siswa pada aspek-aspek
usaha yang potensial dalam dunia kerja seperti struktur organisasi, displin
-
3
kerja, manajemen, lingkungan, bidang usaha, jenjang karir dan sistem
kerja.
4. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyesuaikan diri pada
suasana atau iklim kerja yang sebenarnya.
5. Meningkatkan, memperluas, dan memantapkan proses penyerapan
teknologi baru dari dunia kerja ke sekolah atau sebaliknya.
6. Memperoleh masukan dan umpan balik guna memperbaiki dan
mengembangkan kesesuaian pendidikan kejuruan.
7. Meningkatkan pengetahuan siswa dalam hal penggunaan instrument kimia
analisis yang lebih modern.
8. Memperkenalkan fungsi dan tugas seorang analis kimia kepada lembaga-
lembaga dan perusahaan industri di tempat Prakerin (sebagai konsumen
tenaga analis kimia)
Kegiatan Praktik Kerja Industri ini dapat dilaksanakan di suatu
instansi atau perusahaan yang menggunakan tenaga analis sebagai
pegawainya pada bagian tertentu. Setelah melaksanakan dan menyelesaikan
Praktik Kerja Industri ini, setiap siswa diwajibkan membuat laporan hasil
kerjanya, yang bertujuan untuk:
1. Mengumpulkan data, baik untuk kepentingan sekolah maupun untuk
kepentingan pribadi dan perusahaan.
2. Siswa mampu mencari alternatif pemecahan masalah secara lebih luas dan
mendalam.
3. Siswa mampu memahami, memantapkan, dan mengembangkan pelajaran
yang didapat di sekolah dan penerapannya dalam dunia kerja.
4. Menambah perbendaharaan kepustakaan yang menunjang peningkatan
pengetahuan siswa.
-
4
C. Sistematika Laporan
Laporan Praktik Kerja Industri ini dibagi dalam beberapa bagian yang
disusun sebagai berikut:
1. Bagian Pertama
a. Lembar Judul
b. Lembar Persetujuan Pembimbing dan Pengesahan Kepala Sekolah
c. Kata Pengantar
d. Daftar Isi
e. Daftar Gambar
f. Daftar Tabel
2. Pendahuluan
a. Latar Belakang Pelaksanaan Prakerin
b. Uraian Tujuan Prakerin
c. Sistematika Laporan Prakerin
3. Institusi Tempat Prakerin
a. Sejarah PT Corelab Indonesia
b. Struktur Organisasi
c. Tugas dan Fungsi
d. Fasilitas dan Sarana
e. Kegiatan
f. Administrasi
g. Disiplin Kerja
h. Keselamatan dan Kesehatan Kerja
i. Kebijakan Etika
4. Kegiatan di Laboratorium
5. Hasil dan Pembahasan
6. Simpulan dan Saran
7. Daftar Pustaka
8. Lampiran
-
5
BAB II
INSTITUSI TEMPAT PRAKTIK KERJA INDUSTRI
A. Sejarah Singkat PT Corelab Indonesia
Core Laboratories International adalah sebuah perusahaan
multinasional yang bergerak di bidang jasa perminyakan. Kantor pusatnya
berkedudukan di Houston, Texas, Amerika Serikat, dan mulai beroperasi di
Indonesia tahun 1969 dengan Field Core Analysis, Mud Logging dan PVT.
Pada saat itu Core Laboratories beralamat di jalan Petogogan No. 34 Jakarta
Selatan.
Pada tahun 1972, Core Laboratories Indonesia bekerja sama dengan
LEMIGAS. Kerjasama ini bertujuan untuk meningkatkan kegiatan operasi di
bidang Field Core Analysis dengan membentuk Production service dan pada
tahun 1973, Production Service mulai bekerja sama dengan LEMIGAS. Sesuai
dengan anjuran Pemerintah bahwa perusahaan asing harus bekerjasama dengan
perusahaan nasional, maka pada tahun 1980 Corelab International
bekerjasama dengan PT Seta Yasa dan kegiatan operasionalnya pindah ke jalan
Kebon Sirih No. 46. Kegiatan operasi meliputi bidang Mud Logging,
Production Analysis, dan Core Analysis.
Pada tahun 1985, perusahaan berubah status menjadi Penanaman Modal
Asing (PMA) dengan nama PT Corelab Indonesia dan bekerjasama dengan PT
Wahana Bakti Muda, kegiatan operasi meliputi:
1. Mud Logging (sudah dijual sejak tahun 1987).
2. Production Service (dipisah sejak tahun 1992).
3. PVT.
4. Chemistry.
5. Biostatigrafi.
6. Petrologi.
7. Geochemistry.
Sejak menjadi PMA, kegiatan berpindah dari jalan Kebon Sirih No. 46 ke
Cilandak Commercial Estate, Building 303 dan 404, jalan Cilandak KKO,
-
6
Jakarta Selatan. Kegiatan operasi bertambah dengan dibukanya jasa pelayanan
di bidang lingkungan pada tahun 1998.
B. Struktur Organisasi
PT Corelab Indonesia adalah suatu perusahaan swasta yang memberikan
jasa pelayanan di bidang minyak dan gas bumi serta merupakan perusahaan
asing yang menjadi cabang dari Core Laboratories International yang berpusat
di Houston, Amerika Serikat.
PT Corelab Indonesia dipimpin oleh seorang Manajer Operasional, yang
langsung membawahi bidang-bidang sebagai berikut:
1. Bidang Geoscience, yang meliputi:
a. Divisi Geokimia.
b. Divisi Biostatigrafi.
2. Bidang Petroleum Chemistry and Environmental, yang meliputi:
a. Divisi Petroleum Chemistry.
b. Divisi Tribology.
c. Divisi Environmental.
3. Bidang Reservoir Fluid, yang meliputi:
a. Divisi Wellsite Services.
b. Divisi PVT Laboratory.
4. Bidang Rock Properties, yang meliputi:
a. Divisi Core Analisis.
b. Divisi Special Core Analisis.
c. Divisi Reservoir Geology (Petrology).
-
7
C. Tugas dan Fungsi
PT Corelab Indonesia sebagai perusahaan asing mempunyai tugas dan
fungsi sebagai berikut:
1. Melakukan penelitian dan pengembangan teknologi eksplorasi dan
eksploitasi minyak dan gas bumi.
2. Memberikan pelayanan jasa laboratorium dan petunjuk teknologi
eksploitasi minyak dan gas bumi.
3. Melakukan penelitian dan pelayanan jasa di bidang lingkungan.
D. Fasilitas dan Sarana
Fasilitas utama untuk menjalankan tugas dan fungsi PT Corelab
Indonesia di antaranya adalah:
1. Laboratorium analisis, beserta seluruh kelengkapannya.
2. Buku-buku tentang minyak dan gas bumi.
3. Komputer.
4. Tenaga Ahli.
E. Kegiatan
PT Corelab Indonesia dalam melaksanakan tugas dan fungsinya,
melakukan kegiatan yang tersusun dalam berbagai program yaitu tentang
studi, penelitian maupun pelayanan jasa. Jasa penelitian yang dapat diberikan
oleh PT Core Laboratories Indonesia antara lain:
1. Biostatigrafi.
2. Geokimia.
3. Analisis Reservoir Fluid.
4. Analisis Core Convensionsal dan Special.
5. Evaluasi Mutu dari Minyak dan Gas Bumi.
6. Analisis Produk Minyak dan Gas Bumi.
7. Pengujian Mutu Minyak Pelumas.
8. Studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
9. Analisis Limbah Industri dan Domestik.
-
8
F. Administrasi Laboratorium
Sesuai dengan pengembangan dan pelayanan teknologi, maka bagi yang
membutuhkan, PT Corelab Indonesia dapat melayani kegiatan jasa
laboratorium. Adapun prosedur yang harus dilalui untuk setiap sampel yang
masuk adalah sebagai berikut :
1. Konsumen menyerahkan sampel yang akan diperiksa kepada petugas
penerima contoh.
2. Petugas penerima contoh melakukan pendataan identitas sampel,
kemudian didistribusikan sampel tersebut ke laboratorium yang sesuai
dengan permintaan analisis dari konsumen.
3. Setelah analisis selesai hasil akan diperiksa oleh bagian Quality Control
yang kemudian dilaporkan ke Manajer laboratorium untuk disahkan.
4. Hasil analisis yang telah disahkan kemudian dilanjutkan ke bagian
pengiriman dan diteruskan kepada konsumen yang bersangkutan.
G. Disiplin Kerja
Jam kerja di PT Corelab Indonesia dimulai pukul 07.30 WIB hingga
pukul 16.25 WIB, dengan waktu istirahat selama 45 menit mulai pukul 11.45
WIB hingga pukul 12.30 WIB. Dalam waktu satu minggu terdapat lima hari
kerja, dari hari Senin sampai Jumat. Jumlah jam kerja seminggu sesuai dengan
ketentuan Kementerian Tenaga Kerja yaitu 40 jam seminggu. Untuk
meningkatkan disiplin kerja, setiap karyawan memiliki kartu jam kerja
sehingga perusahaan dapat mengetahui jam masuk dan keluar karyawan
kantor.
Peraturan dibuat dalam bentuk Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) yang
ditandatangani oleh pihak manajemen dan pengurus unit kerja FSPS I
(Federasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia). Ketentuan-ketentuan lain yang
menyangkut ketenagakerjaan disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku di
Indonesia.
H. Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Para pekerja yang bekerja di tempat-tempat berbahaya diwajibkan untuk
memakai alat-alat keselamatan kerja seperti masker, kacamata keselamatan,
sepatu keselamatan, sarung tangan, dan lain-lain. Latihan evakuasi kecelakaan
-
9
pun secara berkala dilakukan. Bagi pekerja yang lalai dikenakan sanksi berupa
surat peringatan ataupun tidak mendapat penggantian biaya pengobatan atau
rumah sakit bila terjadi kecelakaan.
Alat-alat keselamatan dan kesehatan yang tersedia seperti pemadam
kebakaran, alarm, boorwater atau eyewash, dan lain sebagainya. Bagi
karyawan maupun keluarga yang sakit, biaya pengobatan diganti 100 % oleh
perusahaan, dan juga secara rutin diadakan pemeriksaan mata cuma-cuma,
serta diselenggarakan juga asuransi rawat inap untuk karyawan dan
keluarganya. Selain itu kesehatan karyawan merupakan hal utama bagi
perusahaan, maka setiap dua kali sepekan disediakan sarana lapangan untuk
berolahraga.
I. Kebijakan Etika
Setiap pekerja di PT Core Laboratories harus dapat memahami
kebijakan etika yang dikeluarkan oleh perusahaan, di mana isi dari kebijakan
etika itu adalah:
1. Core Laboratories dan cabangnya dengan kebijakan ini mengakui usaha
dan keuntungan legal dengan cara yang pantas. Kebijakan ini untuk
diterapkan dan dijalankan diseluruh perusahaan.
2. Seluruh karyawan setiap saat harus bertingkah laku dan bekerja di
perusahaan dengan cara yang jujur dan beretika.
3. Komitmen dan ketaatan karyawan terhadap cara yang pantas harus
dikembangkan melalui pelatihan, dengan contoh, dan dengan dukungan
etikal dan teknikal terhadap fungsi kerja, tugas dan situasi karyawan.
4. Petunjuk dan/atau bantuan yang jelas harus diberikan kepada karyawan
demi untuk pemenuhan pengambilan keputusan yang tepat baik untuk
tugas-tugas rutin ataupun untuk keadaan luar biasa.
5. Mekanisme untuk membangkitkan dan menunjukkan masalah etika
internal harus diketahui oleh karyawan.
6. Seluruh karyawan yang mengetahui adanya urusan pekerjaan yang tidak
pantas yang dilakukan oleh karyawan lain harus melaporkan segera kepada
supervisor, manajer, Compliance Officer atau Helpline.
-
10
7. Karyawan yang melaporkan pelanggaran terhadap kebijakan ini harus
dilindungi dari intimidasi dan tuduhan yang ditimbulkan dari laporan
tersebut.
8. Karyawan tidak perlu takut akan tindakan balasan yang timbul dari
pertengkaran dengan rekan sekerja atau atasan.
-
11
BAB III
KEGIATAN DI LABORATORIUM
A. Minyak Bumi
Minyak mentah atau crude oil adalah cairan coklat kehijauan sampai
hitam yang terutama terdiri dari karbon dan hidrogen. Teori yang paling
umum digunakan untuk menjelaskan asal-usul minyak bumi adalah organic
source materials. Teori ini menyatakan bahwa minyak bumi merupakan
produk perubahan secara alami dari zat-zat organik yang berasal dari sisa-sisa
tumbuhan dan hewan yang mengendap selama ribuan sampai jutaan tahun.
Akibat dari pengaruh tekanan, temperatur, kehadiran senyawa logam dan
mineral serta letak geologis selama proses perubahan tersebut, maka minyak
bumi akan mempunyai komposisi yang berbeda di tempat yang berbeda.
Minyak bumi memiliki campuran senyawa hidrokarbon sebanyak 50-
98% berat, sisanya terdiri atas zat-zat organik yang mengandung belerang,
oksigen, dan nitrogen serta senyawa-senyawa anorganik seperti vanadium,
nikel, natrium, besi, aluminium, kalsium, dan magnesium. Secara umum,
komposisi minyak bumi dapat dilihat pada tabel berikut:
Komposisi Persentase
Karbon (C) 84 87
Hidrogen (H) 11 14
Sulfur (S) 0 3
Nitrogen (N) 0 1
Oksigen (O) 0 2
Tabel 1. Komposisi Elemental Minyak Bumi
B. Proses Pengolahan Minyak Bumi
Minyak bumi baru dapat dimanfaatkan setelah dipisahkan melalui
penyulingan atau distilasi bertingkat. Dasar pemisahan masing-masing fraksi
minyak bumi adalah perbedaan titik didih. Proses penyulingan dikerjakan
dengan menggunakan kolom atau menara distilasi. Di dalam kolom ini pada
-
12
jarak tertentu terdapat pelat-pelat yang mempunyai sejumlah bubble caps.
Maksud dilengkapi pelat-pelat tersebut adalah untuk memudahkan pemisahan
antara berbagai fraksi dan trayek suhu yang berbeda-beda.
Minyak mentah dimasukkan ke dalam tangki, kemudian dipanaskan
kurang lebih 350o
C dan dipompakan ke dalam kolom distilasi. Minyak yang
menguap bergerak ke atas melalui bubble caps, sedangkan minyak cair turun
ke bawah.
Fraksi-fraksi yang dihasilkan pada berbagai temperatur penyulingan
ada yang berwujud gas, cair dan padat. Fraksi yang berwujud gas terdari atas
metana, etana, propana, iso-butana, dan n-butana yang mempunyai titik didih
sangat rendah. Campuran gas ini mempunyai nilai kalori tinggi dan banyak
digunakan sebagai bahan bakar rumah tangga. Fraksi yang berwujud cair
adalah bensin, minyak tanah dan solar. Fraksi minyak bumi yang berwujud
padat adalah parafin dan aspal.
Fraksi-fraksi yang dihasilkan dari destilasi bertingkat minyak bumi
adalah sebagai berikut:
1. Gas
Gas merupakan senyawa hidrokarbon dengan tiga atau empat
atom karbon dengan titik didih maksimum 40 oC. Pada temperatur dan
tekanan normal berbentuk gas dan dapat dicairkan dengan tekanan
tertentu. Digunakan sebagai bahan bakar cair di rumah tangga seperti
LPG (Liquiefied Petroleum Gas).
2. Gasoline (bensin)
Gasoline merupakan senyawa hidrokarbon dengan rantai C5-C11
dengan titik didih antara 40 oC sampai 200 oC. Digunakan sebagai Bahan
Bakar Pesawat Terbang (Avgas). Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
(Mogas)
3. Naftha
Naftha merupakan senyawa hidrokarbon dengan jarak didih
antara 65 oC 150 oC. Digunakan sebagai bahan bakar dasar proses
reforming dan sebagai pelarut dalam industri.
-
13
4. Kerosin (minyak tanah)
Kerosin merupakan senyawa hidrokarbon dengan jarak didih
antara 150 oC 300 oC, terdiri dari hidrokarbon dengan rantai C11 dan
C12. Digunakan sebagai bahan bakar rumah tangga dan untuk
penerangan. Fraksi kerosine yang lebih ringan yaitu yang jarak didihnya
150 oC sampai 230 oC digunakan sebagai bahan bakar pesawat jet
(avtur).
5. Gas oil (solar)
Gas oil merupakan senyawa hidrokarbon yang memiliki jarak
didih antara 230oC 350oC. Digunakan sebagai bahan bakar mesin
diesel. Kerosin dan gas oil merupakan fraksi destilat pertengahan.
6. Minyak pelumas
Minyak pelumas merupakan hasil minyak bumi yang mempunyai
titik didih di atas gas oil. Digunakan sebagai pelumas mesin-mesin motor
untuk mengurangi gesekan antara dua mesin.
7. Lilin parafin
Lilin parafin merupakan hasil minyak bumi yang diperoleh
dengan cara pengembunan terhadap destilasi hampa. Titik leburnya di
atas 40 oC dan berbentuk kristal di bawah 40 oC.
8. Minyak bakar
Minyak bakar pada umumnya terdiri dari residu penyulingan
atmosfirik dan penyulingan hampa. Digunakan sebagai bahan bakar
untuk mesin-mesin diesel berkecepatan rendah dan ketel uap pada kapal
laut.
9. Aspal
Aspal merupakan hasil minyak bumi yang berasal dari residu
penyulingan minyak mentah asphaltik, tetapi komposisi asli dari aspal
belum diketahui dengan pasti. Digunakan sebagai bahan untuk pelapis
jalan.
-
14
10. Destilat berat
Destilat berat terdiri dari senyawa-senyawa hidrokarbon yang
mempunyai titik didih sekitar 305 oC atau di atasnya dan senyawa ini
lebih kompleks dari senyawa parafin, naften dan aromatik. Fraksi ini
merupakan fraksi minyak pelumas.
11. Residu
Diperoleh setelah distilasi vakum pada temperatur tinggi.
Merupakan campuran yang sangat kompleks dan sukar dianalisa. Residu
banyak mengandung senyawa-senyawa poliaromat dan sedikit
mengandung parafin.
Pada pemrosesan minyak bumi melibatkan 2 proses utama, yaitu:
1. Proses pemisahan (separation processes)
Unit operasi yang digunakan dalam penyulingan minyak biasanya
sederhana tetapi yang kompleks adalah interkoneksi dan interaksinya.
2. Proses konversi (convertion processes)
Hampir 70% dari minyak mentah di proses secara konversi di USA,
mekanisme yang terjadi berupa pembentukan ion karbonium dan radikal
bebas.
Proses pemisahan yang dilakukan adalah distilasi, absorpsi, adsorpsi,
filtrasi, kristalisasi, dan ekstraksi. Sedangkan proses konversi yang dilakukan
adalah cracking atau pyrolisis, polimerisasi, alkilasi, hidrogenasi,
hydrocracking, isomerisasi, dan aromatisasi.
Proses pengilangan pertama-tama adalah mengubah komponen
minyak menjadi fraksi-fraksi yang laku dijual berupa beberapa tipe dari
destilasi. Beberapa perlakuan kimia dan pemanasan dilakukan untuk
memperbaiki kualitas dari produk minyak mentah yang diperoleh. Misalnya
pada tahun 1912 permintaan gasolin melebihi supply dan untuk memenuhi
permintaan tersebut maka digunakan proses pemanasan dan tekanan yang
tinggi untuk mengubah fraksi yang tidak diharapkan. Molekul besar menjadi
yang lebih kecil dalam jarak titik didih gasolin, proses ini disebut cracking.
-
15
Gambar 1. PROSES DISTILAS I BERTINGKAT
-
16
C. Solar (Diesel fuel)
Solar (gas oil) merupakan produk minyak bumi yang mempunyai titik
didih antara 230 oC sampai 350 oC. Bahan bakar mesin diesel sebagian besar
terdiri dari senyawa hidrokarbon dan senyawa nonhidrokarbon. Senyawa
hidrokarbon yang dapat ditemukan dalam bahan bakar diesel antara lain
parafinik, naftenik, olefin dan aromatik. Sedangkan untuk senyawa
nonhidrokarbon terdiri dari senyawa yang mengandung unsur non logam,
yaitu S, N, O dan unsur logam seperti vanadium, nikel dan besi.
Penggolongan bahan bakar mesin diesel berdasarkan jenis putaran
mesinnya, dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu:
1. Automotive Diesel Oil (ADO), yaitu bahan bakar yang digunakan untuk
mesin dengan kecepatan putaran mesin di atas 1000 rpm (rotation per
minute). Bahan bakar jenis ini yang biasa disebut sebagai bahan bakar
diesel. Biasanya digunakan untuk kendaraan bermotor.
2. Industrial Diesel Oil, yaitu bahan bakar yang digunakan untuk mesin-
mesin yang mempunyai putaran mesin kurang atau sama dengan 1000
rpm, biasanya digunakan untuk mesin-mesin industri. Bahan bakar jenis
ini disebut minyak diesel.
Mesin-mesin dengan putaran mesin yang cepat (>1000 rpm)
membutuhkan bahan dengan karakteristik tertentu yang berbeda dengan
minyak diesel. Karakteristik yang diperlukan berhubungan dengan auto
ignition (kemampuan menyala sendiri), kemudaham mengalir dalam saluran
bahan bakar, kemampuan untuk teratomisasi, kemampuan lubrikasi, nilai
kalor dan karakteristik lain.
Minyak bumi parafinik merupakan jenis minyak bumi yang paling
baik untuk diolah menjadi minyak solar, karena minyak solar yang dihasilkan
mempunyai kualitas penyalaan yang baik walaupun pada temperatur rendah.
-
17
Solar dalam penggunaannya harus memenuhi syarat-syarat tertentu
yaitu:
1. Penyalaan
Sifat penyalaan dalam bahan bakar diesel dinilai dengan Angka
Setana (cetane number) yang diukur dengan mesin pengukur standar.
Angka setana menunjukan kemampuan bahan bakar tersebut untuk
menyala dengan sendirinya dalam ruang bakar dari motor diesel. Sifat
penyalaan yang sesuai dengan kebutuhan mesin, akan terjadi pembakaran
yang teratur tanpa terjadi ketukan.
2. Penguapan
Kemudahan penguapan bahan bakar diesel merupakan faktor
penting untuk mendapatkan pembakaran yang memuaskan. Kemudahan
menguap ditunjukkan dengan pengujian desitlasi metode ASTM.D 89.
3. Pemompaan dan penyemprotan
Minyak solar harus cukup encer dan cair agar mudah dalam
pemompaan dan penyemprotan. Untuk ini viskositas dan titik tuang
ditentukan batas-batasnya.
Viskositas yang terlalu rendah akan mengakibatkan kebocoran
pada pompa injeksi bahan bakar. Sebaliknya viskositas yang terlalu tinggi
akan mempengaruhi kerja pompa injeksi. Di samping itu juga akan
mengakibatkan tetesan-tetesan minyak mempunyai ukuran yang relatif
besar, yang mana tetesan-tetesan ini akan lambat menyala dan dapat
menempel pada dinding silinder yang dapat membentuk karbon atau
mengalir ke bawah, ke dalam karter dan akan mengencerkan minyak
pelumas yang menyebabkan keausan pada mesin tersebut.
4. Sifat-sifat lain
Sifat-sifat lain bahan bakar diesel yang harus juga diperhatikan
adalah kebersihan bahan bakar dari kotoran, kecenderungan bahan bakar
untuk memberikan endapan karbon dan kandungan belerang.
-
18
Adanya kotoran dalam bahan bakar diesel merupakan salah satu
faktor yang dapat menyebabkan keausan bagian-bagian pompa injeksi
bahan bakar. Keausan dapat dilihat dari parameter kadar abu.
Kecenderungan bahan bakar diesel untuk memberikan endapan
karbon dapat diukur dengan pengujian karbon residu. Kandungan belerang
yang tinggi dalam bahan bakar diesel dapat mengakibatkan korosi pada
silinder, cincin torak, bantalan dan saluran pembuangan gas hasil
pembakaran.
-
19
D. Parameter-parameter Analisa Bahan Bakar Solar
Parameter yang dikerjakan pada analisa bahan bakar solar, yaitu:
1. Color Berdasarkan Metode ASTM D 1500
Warna menunjukkan terang atau gelapnya suatu minyak pelumas,
diukur dari intensitas cahaya yang dapat menembus sejumlah minyak
tertentu. Perbedaan warna dari minyak itu karena variasi minyak mentah,
viskositasnya, cara dan derajat destilasi serta jenis dan jumlah aditif di
dalamnya
2. Specific Gravity Berdasarkan Metode ASTM D 1298
Specific Gravity adalah suatu kualitas dari suatu besaran yang
diperoleh dari perbandingan kerapatan suatu minyak dengan kerapatan air
pada suhu yang telah ditentukan. Pembacaan skala pada alat hidrometer yang
dicelupkan ke dalam contoh dikonversikan pada tabel maka nilai gravitasi
spesifik dapat diketahui.
Sifat ini penting dalam perdagangan dan biasa dinyatakan dalam oAPI
(American Petroleum Institute) gravity yang diukur pada tekanan 1 atm dan
temperatur 60oF. API Gravity adalah fungsi khusus pada densitas relatif pada
60oF yang ditunjukkan dengan:
API Gravity : (141.5 / specific gravity ) 131.5
Berat jenis adalah perbandingan berat suatu senyawa pada volume yang
sama dan pada temperatur tertentu yaitu pada 60oF.
3. Titik Nyala Berdasarkan Metode ASTM D 93
Titk nyala adalah suhu terendah pada saat minyak solar mulai menyala
di atas permukaan bahan bakar saat dilewatkan api. Semakin rendah titik
nyala suatu zat maka zat tersebut semakin mudah terbakar. Tujuan penentuan
titik nyala ini yaitu untuk keamanan dalam pemakaian, penyimpanan, dan
pengangkutan terhadap sampel itu sendiri.
-
20
4. Viskositas Kinematik Berdasarkan Metode ASTM D 445
Viskositas adalah tahanan yang dimiliki fluida yang dialirkan dalam
pipa kapiler terhadap gaya gravitasi, biasanya dinyatakan dalam waktu yang
diperlukan untuk mengalir pada jarak tertentu. Jika viskositas semakin tinggi,
maka tahanan untuk mengalir akan semakin tinggi. Karakteristik ini sangat
penting karena mempengaruhi kinerja injektor pada mesin diesel. Atomisasi
bahan bakar sangat bergantung pada viskositas, tekanan injeksi serta ukuran
lubang injektor. Viskositas yang lebih tingi akan membuat bahan bakar
teratomisasi menjadi tetesan yang lebih besar dengan momentum tinggi dan
memiliki kecenderungan untuk bertumbukan dengan dinding silinder yang
relatif lebih dingin. Hal ini menyebabkan pemadaman flame dan peningkatan
deposit dan emisi mesin. Bahan bakar dengan viskositas lebih rendah
memproduksi spray yang terlalu halus dan tidak dapat masuk lebih jauh ke
dalam silinder pembakaran, sehingga terbentuk daerah fuel rich zone yang
menyebabkan pembentukan jelaga. Viskositas juga menunjukkan sifat
pelumasan atau lubrikasi dari bahan bakar. Viskositas yang relatif tinggi
mempunyai sifat pelumasan yang lebih baik. Pada umumnya, bahan bakar
harus mempunyai viskositas yang relatif rendah agar dapat mudah mengalir
dan teratomisasi. Hal ini dikarenakan putaran mesin yang cepat
membutuhkan injeksi bahan bakar yang cepat pula. Namun tetap ada batas
minimal karena diperlukan sifat pelumasan yang cukup baik untuk mencegah
terjadinya keausan akibat gerakan piston yang cepat.
Viskositas kinematik adalah pengukuran kekentalan berdasarkan
waktu mengalirnya contoh dalam pipa kapiler yang dinyatakan dalam
centistoke (cSt). Besarnya viskositas tersebut tergantung pada komposisi
fluida. Pada umumnya makin tinggi derajat API maka viskositasnya semakin
tinggi.
5. Kadar Air Berdasarkan Metode ASTM D 4377
Penentuan kadar air yaitu untuk mengetahui kandungan air yang
terdapat dalam minyak bumi dan produk-produknya. Air yang terkandung
dalam minyak dapat menurunkan kualitas dari minyak bumi tersebut. Karena
-
21
air akan berpengaruh pada proses pengolahan dan dapat merusak bila terdapat
dalam produk-produknya
6. Copper Strip Corrosion Berdasarkan Metode ASTM D 130
Copper Strip Corrosion ini berguna untuk menunjukkan sifat
korosifitas bahan bakar karena adanya belerang atau senyawa belerang
lainnya. Pengujian ini sangat penting untuk menjamin bahwa bahan bakar
tidak akan menimbulkan korosi pada bagian-bagian sistem yang terbuat dari
tembaga atau campurannya. Di samping itu pengujian bermanfaat untuk
mengetahui timbulnya sifat korosi bahan bakar selama penyimpanan dalam
tanki. Sifat korosi ini timbul karena adanya aktifitas bakteri pereduksi sulfat,
sehingga terbentuk H2S oleh sebab itu adanya air pada dasar tanki harus
dihindarkan karena dalam air inilah bakteri itu hidup. Reaksi yang terjadi
yaitu:
4 Fe + SO42- + 4 H2O
Hidrogenase FeS + 3 Fe (OH)2 + 2 OH-
7. Titik Tuang Berdasarkan Metode ASTM D 97
Titik tuang adalah temperatur terendah dimana minyak bumi dan
produknya masih dapat mengalir atau masih dapat dituang di bawah kondisi
tersebut apabila didinginkan pada kondisi tertentu, dan waktu yang
diperlukan Untuk melihat titik tuang contoh maksimal 5 detik. Titik tuang
mempunyai arti yang sangat besar bagi bahan bakar premium terutama bila
digunakan pada suhu rendah. Titik tuang sebagai indikasi tentang sifat
pemompaan dan kemampuan alir pada suhu rendah. Titik tuang ini
dipengaruhi oleh derajat ketidakjenuhan (angka iodium), semakin tinggi
ketidakjenuhan maka titik tuang semakin rendah. Titik tuang juga
dipengaruhi oleh panjang rantai karbon, semakin panjang rantai karbon maka
semakin tinggi titik tuang. Karakteristik ini ditentukan dengan menggunakan
metode ASTM D 97.
8. Calculated Cetane Index Berdasarkan Metode ASTM D 976
Calculated Cetane Index atau indeks setana terhitung adalah suatu
angka yang didapatkan dari hasil perhitungan tertentu antara API Gravity dan
suhu pada 50% volume destilasi. Atau dapat juga ditentukan dari grafik
-
22
(terlampir). Tujuan penentuan indeks setana terhitung adalah untuk
mengetahui kualitas suatu bahan bakar. Angka setana yang tinggi
menunjukkan bahwa bahan bakar dapat menyala pada temperatur yang relatif
rendah, dan sebaliknya angka setana rendah menunjukkan bahan bakar baru
dapat menyala pada temperatur yang relatif tinggi. Penggunaan bahan bakar
mesin diesel yang mempunyai angka setana yang tinggi dapat mencegah
terjadinya knocking karena begitu bahan bakar diinjeksikan ke dalam silinder
pembakaran maka bahan bakar akan langsung terbakar dan tidak terakumulasi
9. Kadar Belerang Berdasarkan Metode ASTM D 4249
Kadar belerang adalah jumlah belerang yang terkandung dalam
contoh. Sulfur yang terkandung dalam bahan bakar dengan adanya air dapat
membentuk asam yang bersifat.
Kadar sulfur dalam bahan bakar diesel dari hasil penyulingan pertama
(straight-run) sangat bergantung pada asal minyak mentah yang akan diolah.
Pada umumnya, kadar sulfur dalam bahan bakar diesel adalah 50-60% dari
kandungan-kandungan dalam minyak mentahnya. Kandungan sulfur yang
berlebihan dalam bahan bakar diesel dapat menyebabkan terjadinya keausan
pada bagian-bagian mesin. Hal ini terjadi karena adanya partikel-partikel
padat yang terbentuk ketika terjadi pembakaran dan dapat juga disebabkan
karena keberadaan oksida
Minyak bumi Kadar belerang (% berat)
Kadar belerang tinggi >2.0
Kadar belerang sedang 0.1-0.2
Kadar belerang rendah 0.1
Tabel 2. Kategori Minyak Bumi Berdasarkan Kadar Belerang
-
23
10. Conradson Carbon Residu berdasarkan metode ASTM D 189
Conradson Carbon Residue (CCR) adalah kandungan residu karbon
yang tersisa setelah minyak menguap dan terbakar pada waktu dan kondisi
tertentu yang dinyatakan dalam % berat. Parameter ini untuk mengetahui
besarnya kecenderungan terbentuknya Karbon dalam minyak pada suatu
mesin akibat pembakaran yang tidak sempurna. Deposit Karbon tidak disukai
karena tetap membara walaupun mesin sudah dimatikan dan bila terbentuk
deposit yang keras akan mempercepat proses pengausan. Deposit Karbon
dapat menyumbat lubang penyemprotan bahan bakar yang tidak diinginkan.
CCR ditentukan dengan metode ASTM D 189 dari 10 % residu (diperoleh
dari hasil destilasi 10 % terakhir) dibakar tanpa udara pada suhu tinggi
sampai penguapan dari bagian yang dapat menguap selesai. Sisa dari
pembakaran ditimbang dan dihitung dalam % berat
11. Kandungan Sedimen Berdasarkan Metode ASTM D 473
Tujuan penentuan kandungan sedimen ini untuk mengetahui kualitas
bahan bakar. Sedimen di dalam bahan bakar akan segera menyumbat saringan
bahan bakar dan juga dapat membentuk deposit pada sistem injeksi atau
ruangan pembakaran.
12. Kadar Abu
Kadar abu dari bahan bakar berasal dari senyawa logam yang
memang terdapat di dalam bahan bakar atau dapat juga berasal dari sabun
metal yang larut dalam bahan bakar yang terbentuk akibat pengolahan alkali
pada proses netralisasi asam. Abu, sebagian akan keluar dari ruang
pembakaran, tetapi sedikit bagian yang tertinggal akan menyebabkan
gangguan pada mesin, mempercepat proses pengikisan (abu yang keras) dan
berupa deposit di dalam ruang pembakaran.
-
24
13. Angka Asam Total
Bilangan asam total adalah jumlah basa yang dinyatakan dalam mg
KOH yang diperlukan untuk menetralkan asam yang ada di dalam 1 gram
contoh. Penentuan TAN ini penting untuk mengetahui tingkat keasaman dari
contoh. Karena asam ini dengan adanya air akan mengakibatkan korosi
14. Angka Asam Kuat
Bilangan asam kuat adalah jumlah basa yang dinyatakan dalam mg
KOH yang diperlukan untuk menetralkan asam kuat di dalam 1 gram contoh.
Asam ini didapatkan dalam contoh yang sudah diekstrak dalam air panas.
15. Destilasi Berdasarkan Metode ASTM D 86
Destilasi berdasarkan metode ini bertujuan menganalisis secara mudah
dan cepat untuk mengetahui produk hasil pengolahan dari kilang dan untuk
menentukan kemurnian contoh. Destilasi berdasarkan metode ini titik didih
awal : 5%, 10%, 20%, 30%, 40%, 50%, 60%, 70%, 80%, 90%, 95% dan titik
didih (% volume).
Destilasi ini hanya dapat dilakukan pada tekanan atmosfir dan pada
temperatur di bawah 375oC.
16. Sistem Karl Fischer
Prosedur ini digunakan jika penentuan air dengan cara penentuan
kehilangan bobot pada pengeringan tidak memungkinkan atau jika jumlah air
yang ditentukan hanya sedikit. Metode ini berdasarkan reduksi Iod oleh
Sulfur dioksida dengan adanya air dan basa (Piridin).
Iod dan Sulfur dioksida digunakan dalam larutan terpisah atau
disatukan dalam satu larutan sebagai larutan Karl Fischer. Dalam praktek
dibutuhkan pelarut yang dapat melarutkan baik Sulfur dioksida ataupun Iod.
Berdasarkan hal inilah maka Piridin dan Metanol digunakan sebagai pelarut.
Larutan Karl Fischer mengandung Metanol, Piridin, Sulfur dioksida dan
Iod. Iod dan Belerang dioksida membentuk kompleks dengan Piridin, dan bila
terdapat air, maka kedua kompleks ini dengan kelebihan Piridin bereaksi
dengan air tersebut.
C5H5N.I2 + C5H5N.SO2 + C5H5N + H2O 2 C5H5N+ + 2 I- + C5H5N.SO3
-
25
Metanol perlu untuk mengikat C5H5N.SO3, agar tidak bereaksi dengan air
C5H5N.SO3 + CH3OH C5H5NH+ + CH3OSO3
-
Metanol dengan kelebihan besar menjamin reaksi di atas dan mencegah
reaksi ini :
C5H5N.SO3 + H2O C5H5NH+ + HOSO3
-
Perhitungan menjadi cukup sulit karena tidak spesifik untuk air.
Pada reaksi stokhiometri reaksi Karl Fischer, yang harus diperhatikan
adalah bahwa tanpa adanya Metanol, satu mol air membutuhkan setengah mol
Iod. Jika menggunakan Metanol, maka perbandingannya adalah 1:1 yaitu satu
mol air menggunakan satu mol Iod. Seperti pada reaksi yang telah
disederhanakan berikut ini :
Reaksi tanpa Metanol : I2 + SO2 + 2 H2O H2SO4 + 2 HI
Reaksi dengan Metanol : I2 + SO2 +H2O + CH3OH H3C-OSO3H + 2 HI
Penentuan titik akhir dapat ditentukan dengan tiga cara :
a. Penentuan Secara Visual
Titik akhir secara visual dapat ditunjukkan dengan perubahan
warna dari larutan berwarna kuning menjadi cokelat, merupakan petunjuk
kelebihan pereaksi Karl Fischer. Hal ini menunjukkan kelebihan kompleks
Piridin-Iod setelah air habis bereaksi.
b. Penentuan Secara Amperometri
Penentuan titik akhir dengan amperometer ini yang diukur adalah
perubahan kekuatan arus yang dipasang pada saat tegangan tetap (10-500
mV) pada kedua elektroda. Selama titrasi persamaan reaksi akan berjalan
irreversible dari kiri ke kanan. Sebelum titik ekuivalen, tidak ada aliran
arus karena Iod yang ditambahkan segera direduksi oleh Belerang
dioksida. Segera setelah titik ekuivalen tercapai, yang dapat diketahui
dengan terbentuknya Iod berlebih. Pada katoda Iod akan direduksi menjadi
Iodida. Sedangkan di anoda, Iodida akan dioksidasi kembali menjadi Iod
dengan membebaskan dua elektron. Karena itu, akan terjadi aliran arus
yang akan mengakibatkan bertambahnya kekuatan arus.
-
26
c. Penentuan dengan Voltametri
Penentuan titik akhir dengan voltmeter terjadi pada saat adanya
perbedaan tegangan dan arus yang tetap antara kedua elektroda (1-10 A)
yang mengalir sehingga terjadi depolarisasi. Depolarisasi ini menghasilkan
perbedaan yang tajam pada tahanan dan akibatnya akan terjadi perubahan
tegangan antara kedua elektroda.
-
27
E. Metode Analisis
Penetapan-penetapan berikut ini dilakukan untuk menentukan mutu
bahan bakar solar.
1. Analisis Specific Gravity (SG) Pada 60/60 0F dengan Metode ASTM D
1298; 2006
Dasar :
Analisis specific gravity atau kerapatan dilakukan dengan metode
hidrometri dengan menggunakan hidrometer. Alat ini telah diatur
sedemikian rupa sehingga besarnya gaya ke atas yang dialami hidrometer
ketika dicelupkan ke dalam cairan akan sebanding dengan jumlah zat
terlarut dalam cairan tersebut dan telah dikalibrasi dengan skala gr/ml.
Reaksi :
Alat dan Bahan :
a. Hidrometer.
b. Gelas ukur 250 ml.
c. Termometer skala 0F.
d. Bahan bakar solar.
Cara kerja:
a. Gelas ukur dibilas dengan larutan contoh yang akan diperiksa.
b. Diisi gelas ukur dengan contoh (250 ml).
c. Hidrometer dicelupkan ke dalam contoh, dan didiamkan sampai stabil.
d. Nilai API gravity dibaca pada skala yang berimpit dengan permukaan
cairan dan diukur suhu suhu contoh.
Pengamatan :
Nilai hasil pembacaan pada alat adalah nilai API gravity pada suhu kerja,
kemudian dicari nilai API gravity pada suhu 60OF dan specific gravity
pada tabel.
-
28
2. Titik Nyala dengan Metode ASTM D 93; 2010
Dasar :
Penetapan ini dilakukan dengan memanaskan contoh, dan diukur suhu
pada saat timbul nyala yang dicatat sebagai nilai titik nyala contoh
tersebut.
Reaksi : -
Alat dan Bahan :
a. Flash Point Cleveland Close Cup Tester, Stan Hope Seta Flash Point.
b. Pembakar.
c. Temperatur.
Cara Kerja:
a. Contoh dimasukkan ke dalam mangkuk uji, kemudian termometer
dipasang hingga mengenai contoh.
b. Kemudian diletakkan pada lubang pemanas, dan mangkuk uji ditutup
dengan pengaduk yang telah dipasang pengaduk.
c. Termometer dipasang hingga mengenai contoh dan tidak bersentuhan
dengan pengaduk
d. Api dan pemanas dinyalakan dan diatur suhunya.
e. Termometer dibaca untuk setiap kenaikan 5oF dengan cara
melewatkan api penguji ke dalam contoh sampai timbul nyala api
sesaat pada permukaan contoh.
3. Titik Tuang dengan Metode ASTM D 97; 2009
Dasar :
Penetapan ini dilakukan dengan cara menurunkan suhu contoh sampai
contoh tersebut tidak bisa dituang lagi selama sepuluh detik.
-
29
Alat dan Kerja :
a. Alat pendingin.
b. Tabung silinder gelas.
c. Gabus.
d. Termometer.
e. Bahan bakar solar.
Cara Kerja:
a. Contoh dimasukkan dalam tabung penguji.
b. Termometer dimasukkan ke dalam tabung penguji.
c. Contoh didinginkan.
d. Tiap penurunan 5 0F tabung dimiringkan dalam posisi horisontal
untuk melihat contoh masih bergerak atau tidak selama 5 detik.
e. Suhu dicatat ketika contoh tak bergerak dan ditambahkan 5 0C yaitu
sebagai nilai pour point
Pengamatan:
Bila contoh sudah membeku dan saat dituangkan selama 10 detik contoh
tidak mengalir lagi, maka suhunnya dicatat.
4. Penetapan Kadar Air dalam Bahan Bakar Solar dengan Metode Karl
Fischer
Metode ini untuk penetapan kadar air dengan kadar 50-1000 mg/L
dalam minyak.
Dasar :
Kadar air yang terdapat dalam minyak solar dapat diketahui kadarnya atas
dasar reduksi yod oleh belerang dioksida (SO2) dalam air dan basa yaitu
piridin. Dalam metode ini dipakai pereaksi Fischer yang terdiri dari
larutan iod, belerang dioksida dan piridin dalam metanol mutlak
(anhydrous).
Reaksi :
CH3OH + SO2 + H2O + I2 +3 R3N 3 R3NH+ + CH3OSO3
- + 2 I-
-
30
Alat dan bahan :
a. Alat Karl Fischer
b. Syringe 5 ml
c. Pereaksi Karl Fischer
d. Pelarut Karl Fischer
e. Bahan bakar solar
Cara kerja:
a. Alat dan stirer dinyalakan.
b. Pelarut ditambahkan sampai elektroda terendam.
c. Pelarut dinetralkan dengan penitar sampai titik akhir (volume penitar
I).
d. 10 ml contoh dipipet dan dimasukkan ke dalam pelarut.
e. Contoh dititrasi sampai titik akhir.
Penghitungan :
Kadar air (ppm) = faktor x volume penitar x 1000
volume contoh
5. Viskositas Kinematik dengan Metode ASTM D 445; 2009
Dasar :
Viskositas dapat ditentukan dengan mengukur laju aliran cairan yang
melalui tabung berbentuk silinder. Penentuan di sini meliputi viskositas
kinematik dari contoh yang harganya merupakan perkalian dari waktu
aliran dengan faktor tabung viskometer.
Alat dan Bahan:
a. Viskometer.
b. Termometer.
c. Stopwatch.
d. Pompa vakum.
e. Bahan bakar solar.
f. Minyak tanah.
g. Toluen.
h. Silicon oil.
-
31
Cara kerja:
a. Viskometer yang akan dipakai dibersihkan dan dikeringkan.
b. Penangas minyak dan termostat dinyalakan dan diatur suhunya.
c. Contoh dimasukkan kedalam viskometer.
d. Didiamkan selama 15 menit, hingga panasnya homogen.
e. Contoh diperiksa dengan cara menghisap contoh dengan pompa
vakum sampai di bawah tanda batas.
f. Waktu alir diukur mulai tanda batas awal sampai tanda batas akhir.
Penghitungan : V = C x t
Keterangan : V = viskositas kinematik (cSt)
C = faktor (konstanta) viskometer (cSt/detik)
t = waktu alir (detik)
6. Kadar Belerang dengan Metode ASTM D 4249; 2010
Dasar :
Pada penentuan belerang dan sulfat ini dilakukan dengan metode sinar X.
Sampel disimpan dalam suatu wadah khusus yang kemudian ditembak
menggunakan sinar X.
Alat dan Bahan:
a. 1 set X-Ray Flurescence Sulphur Analyzer Tanaka Scientific model
RX 620 S.
b. Film transparan sinar X.
c. Bahan bakar solar.
Cara kerja:
a. Standar atau sampel yang akan dianalisa disiapkan.
d. Standar atau sampel dimasukkan ke dalam sampel cell yang
sebelumnya telah di lapisi film transparan sinar X.
b. Preparasi pengukuran harus dilakukan secara hati-hati agar sinar X
tidak terhalang, terutama pada bagian film transparan sinar X.
c. Pengaturan pada alat dilakukan.
d. Hasil akan keluar secara otomatis dalam bentuk Print Paper.
-
32
7. Destilasi dengan Metode ASTM D 86; 2009
Dasar :
Sejumlah contoh didestilasi pada keadaan vakum sampai dengan nilai end
point atau sampai suhu 375 oC. Kemudian dilakukan pembacaan
temperatur-temperatur dan destilat yang didapat ditampung pada jarak
tertentu maka dapat diketahui fraksi-fraksi yang terkandung di dalam
contoh.
Alat dan Bahan:
a. Labu destilasi.
b. Gelas ukur 100 ml.
c. Batu didih.
d. Termometer.
e. Alat destilasi.
f. Bahan bakar solar.
Cara kerja:
a. Contoh sebanyak 100 ml dimasukkan dalam labu destilasi.
b. Labu destilasi diletakkan sedemikian rupa pada alat destilasi.
c. Termometer diletakkan pada posisi yang benar.
d. Alat dinyalakan, kemudian suhunya diatur.
e. Suhu dicatat pada saat pertama kali menetes sebagai nilai IBP, 5%,
10%, 20%, 30%, 40%, 50%, 60%, 70%, 80%, 90%, dan EP ( end
point).
f. Bila destilasi telah selesai, alat dimatikan.
8. Conradson Carbon Residue dengan Metode ASTM D 189; 2006
Dasar :
Sejumlah contoh diletakkan dalam cawan dan contoh dibakar tanpa adanya
oksigen. Residu yang berupa kerak akan terbentuk dalam waktu yang akan
ditentukan pemanasannya. Kemudian cawan didinginkan dan ditimbang,
dihitung sebagai persen berat.
Reaksi : Contoh C + H2O
-
33
Alat dan Bahan:
a. Cawan porselin.
b. Neraca analitik digital.
c. Pembakar Meker.
d. Stopwatch / timer.
e. Alat CCR.
Cara kerja:
a. Ditimbang contoh sebanyak kurang lebih 3 gram.
b. Diletakkan dalam alat CCR sedemikian rupa hingga udara luar tidak
mungkin masuk.
c. Dibakar dengan pembakar Meker selama 30 menit.
d. Cawan didinginkan dan ditimbang.
e. Kadarnya dihitung dalam % berat.
Penghitungan :
9. Color berdasarkan metode ASTM D 1500; 2009
Dasar :
Contoh dimasukkan ke dalam tabung silinder kemudian dimasukkan ke
dalam alat lalu dibandingkan dengan warna standar yang terdapat pada
alat.
Alat : a. Tabung silinder.
b. Alat Color ASTM.
Cara Kerja :
a. Alat Color ASTM dinyalakan.
b. Larutan contoh dimasukkan kedalam tabung silinder sampai tanda
garis.
c. Warna contoh dibandingkan dengan warna yang terdapat pada alat.
Perhitungan : Hasil sudah tercantum pada alat.
-
34
10. Angka Asam Total (Total Acid Number) dengan Metode ASTM D 974;
2008
Dasar :
Contoh dilarutkan dalam campuran Toluen, iso-propil alkohol yang
memiliki kandungan air yang sedikit dan dititar dengan KOH alkohol
dengan metode Titrimetri. Titik akhir terjadi pada saat perubahan warna
indikator p-naphtolbenzen dari warna sindur menjadi hijau-cokelat.
Reaksi : H+ + KOH alkohol K+ + H2O
Alat :
1. Buret 20 ml.
2. Erlenmeyar 250 ml.
Bahan :
1. KOH alkohol 0,1 N.
2. Pelarut (campuran Toluen, iso-propil alkohol dan sedikit air).
3. Indikator p-naphtolbenzen.
Cara kerja :
1. Contoh ditimbang kurang lebih 2 gram ke dalam Erlenmeyer.
2. Ditambahkan 100 ml pelarut dan 2 tetes Indikator p-naphtolbenzen
(larutan berwarna sindur).
3. Larutan dititar dengan KOH alkohol 0,1 N yang sudah distandarisasi
hingga titik akhir berwarna hijau-cokelat.
Pembuatan pelarut :
1000 ml Toluen + 1000 ml iso-propil alkohol + 10 ml aquadest.
Pembuatan larutan KOH alkohol 0,1 N :
1. Kalium Hidrogen Ptalat (KHP) ditimbang kurang lebih 0,1 gram ke
dalam Erlenmeyer.
2. Ditambahkan 100 ml aquadest dan indikator PP.
3. Dititrasi dengan KOH alkohol sampai titik akhir merah muda seulas.
Perhitungan :
gram contoh
(V contoh -V blanko) x bst KOH x N KOH alkohol TAN (mg KOH/g) =
-
35
Keterangan :
KHP = Kalium Hidrogen Phtalat (bst = 204,2).
11. Kadar Abu (Ash Content) dengan Metode ASTM D 482; 2007
Dasar :
Sampel ditimbang dalam suatu wadah yang kemudian dipanaskan hingga
zat zat yang terkandung menguap dan berubah menjadi abu pada
pemanasan 700-750C. Kadar abu adalah selisih bobot awal dan bobot
setelah pemijaran.
Alat dan Bahan :
1. Cawan platina
2. Tanur
3. Hot plate
4. Timbangan
Cara kerja:
1. Cawan platina dipanaskan ke dalam tanur pada 700-800oC selama 10
menit atau lebih. Lalu didinginkan hingga mencapai suhu ruangan
dalam desikator tanpa desikant dan timbang sampai pada angka
pendekatan 0.1 mg. Penimbangan terhadap cawan dilakukan sesegera
mungkin saat cawan telah dingin. Pemanasan diulangi sampai
bobotnya tetap atau hanya memiliki perbedaan kurang dari 0.5 mg.
2. Jumlah sampel yang digunakan untuk pengujian tergantung pada
kandungan abu dari sampel. Sampel ditimbang ke dalam cawan 10 -
20 g sampai angka pendekatan 0.1 mg (sisa abu dari berat sampel
sesungguhnya harus tidak boleh lebih dari 20 mg bila hal ini terjadi
maka, pengujian harus diulang dengan menggunakan sampel yang
lebih sedikit). Cawan dan sampel dipanaskan sampai sampelnya dapat
dinyalakan. Temperatur stabil dipertahankan agar sampel terus
ml
1000
N KOH alkohol = gram KHP
Bst KHP x
-
36
terbakar secara merata sehingga akan meninggalkan karbon dan abu.
Cawan platina dipastikan tidak menyentuh bagian nyala bunsen yang
akan menyebabkan berkurangnya berat cawan tersebut.
3. Bila sampel mengandung cukup kelembaban yang akan menyebabkan
terjadinya buih dan berkurangnya bahan, sampel dibuang dan
dipergunakan sampel yang baru, kemudian ditambahkan 1 - 2 ml
propan-2-ol sebelum dipanaskan. Bila tidak berhasil ditambahkan 10
ml 1:1 v/v toluene:propan-2-ol ke dalam sampel dan campurkan
secara merata. Beberapa lembar kertas saring ditempatkan ke dalam
cawan dan dipanaskan, saat kertas saring mulai terbakar sebagian
besar air akan terbuang. Atau ditambahkan campuran toluene/propan-
2-ol, 2 ml sampai 3 ml pada saat, pemanasan antara penambahan
sampai air telah hilang.
4. Residu dipanaskan pada tanur 775 oC sampai karbonnya hilang. Lalu
dinginkan dalam desikator tanpa desikan lalu ditimbang sampai pada
angka pendekatan 0.1 mg.
5. Cawan dipanaskan pada 775 oC selama 20 - 30 menit. Didinginkan
dalam desikator tanpa menggunakan desikan lalu ditimbang setelah
dingin sampai dengan angka pendekatan 0.1 mg. Pemanasan diulangi
dan dtimbang kembali sampai beratnya konstan atau hanya
mempunyai perbedaan kurang dari 0.5 mg.
Perhitungan :
Kadar abu (% m/m) = [w/W] x 100
Keterangan : w = Berat abu (g)
W = Berat sampel (g)
-
37
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Analisis
Berdasarkan hasil analisis bahan bakar solar, didapatkan data analisis
dibandingkan dengan spesifikasi Dirjen MIGAS untuk bahan bakar diesel
jenis high speed diesel (HSD) seperti terlihat pada tabel berikut :
Parameter Uji Hasil Dirjen MIGAS
K/24/DJM/2006 No.3675 HSD 48
Satuan Metode
1. Color ASTM
2. API Gravity @ 60 oF
Density @ 15 oF
3. Flash Point
4. Kinematic.Viscosity @
40 C
5. Water Content
6. Copper Strip Corrosion
(3 hrs/50 oC)
7. Pour Point
8. Cetane Index
9. Total Sulphur
10. Conradson Carbon
Residue
on 10 % Distllation
Residue
11. Ash Content
12. Sediment
13. Distillation Rec. Basis :
IBP
5% vol.
10% vol.
20% vol.
8.0
34.0
855
62
3.52
437
1a
-6
49.4
0.390
0.06
0.006
0.008
150
194
210
236
Max 3.0
-
815 870
Min. 60
2.0 - 5.0
Max. 500
No. 1 max
Max.18
Min. 45
Max. 0.35
Max. 0.10
Max. 0.01
Max. 0.01
-
-
Kg/m3
C
cSt
ppm
-
C
-
% wt
% wt
% wt
% wt
C
ASTM D 1500
ASTM D 1298
ASTM D 1298
ASTM D 93
ASTM D 445
Karl Fischer
ASTM D 130
ASTM D 97
ASTM D 976
ASTM D 4294
ASTM D 189
ASTM D 482
ASTM D 473
ASTM D 86
-
38
30% vol.
40% vol.
50% vol.
60% vol.
70% vol.
80% vol.
90% vol.
95% vol.
End Point
Recovery, % vol.
Residue, % vol.
Loss, % vol.
14. Strong Acid Number
15. Total Acid Number
257
273
287
300
314
330
350
365
374
98
1.5
0.5
NIL
0.11
Max 370
NIL
Max. 0.6
mg KOH/g
mg KOH/g
ASTM D 664
ASTM D 664
Tabel 3. Data Hasil Analisis Bahan Bakar Solar Sampel FG 11009-3
B. Pembahasan
Berdasarkan hasil analasis yang diperoleh dapat diketahui bahwa
hampir semua parameter yang diujikan telah memenuhi persyaratan dari
Dirjen Migas. Namun untuk warna ASTM dan kandungan sulfur total tidak
memenuhi persyaratan. Hal ini menunjukkan bahwa sampel tersebut telah
mengalami kontaminasi.
Hasil pengamatan warna yang dilakukan didapatkan hasil yang tidak
sesuai persyaratan Dirjen Migas, yaitu sebesar 8.0. Warna minyak
menunjukkan indikasi kesempurnaan pada proses penyulingannya. Minyak-
minyak yang berbeda jarak didihnya dan berbeda asal minyak mentahnya
akan mempunyai warna yang berbeda pula. Produk-produk penyulingan yang
berwarna menunjukkan indikasi:
(a) terjadinya peruraian termis;
(b) masuknya material yang berwarna gelap;
-
39
Perubahan warna tersebut dapat disebabkan oleh peruraian
(dekomposisi) yang terjadi karena suhu terlalu tinggi. Perubahan warna
karena masuknya material disebabkan karena melubernya material itu ke
dalam peralatan yang kapasitasnya telah maksimum.
Pada umumnya warna dari minyak bumi ditentukan oleh berat
jenisnya, jika berat jenisnya tinggi warna menjadi hijau kehitam-hitaman,
sedangkan jika berat jenisnya rendah warna akan coklat kehitam-hitaman, ini
disebabkan karena adanya pengotor, misalnya dari oksidasi senyawa
hidrokarbon, karena hidrokarbon sendiri tidak memperlihatkan warna tertentu
(SOEBROTO, 1990).
Hasil analisis kandungan sulfur total kali ini diperoleh nilai yang lebih
tinggi dari persyaratan Dirjen Migas. Parameter ini merupakan salah satu
parameter yang cukup penting. Sulfur yang terkandung dalam contoh kali ini
dengan adanya air dapat membentuk asam yang bersifat korosif.. Sulfur yang
tinggi dalam solar memiliki efek nyata pada mesin, pengerakan pada piston,
katup-katup, cincin-cincin maupun silinder mesin. Akibatnya mesin
memerlukan seringnya pergantian minyak dan harus memakai pelumas
beraditif tinggi. Sulfur yang diperbolehkan dalam bahan bakar tergantung
pada kecepatan dan tujuan penggunaan mesin.
Berdasarkan hasil analasis yang diperoleh dapat diketahui nilai API
Gravity @ 60 oC yang diperoleh dari sampel yaitu sebesar 34.0. Hal ini
menunjukkan bahwa sampel tersebut masih memenuhi standar. API Gravity
@ 60 oC tidak berhubungan langsung terhadap kinerja mesin, tetapi
menunjukkan indikasi tentang viskositas, sifat destilas, dan heating value.
Solar yang lebih berat akan memiliki harga pemanasan yang lebih besar,
walaupun kadang-kadang menggunakan solar yang lebih berat dibanding
ukuran mesin, akan menghasilkan lebih banyak asap dan bau akibat
pembakaran yang tidak sempurna.
Titik nyala (Flash Point) tidak memberikan korelasi langsung pada
mesin, tapi diperiksa untuk menjamin faktor keselamatan dalam penyimpanan
maupun pengangkutan. Selain itu titik nyala juga mengindikasikan adanya
-
40
kontaminasi bahan yang lebih mudah menguap dan mudah menyala dalam
bahan yang kurang volatil.
Kekentalan (Viscosity) mempengaruhi ukuran butiran bahan bakar
yang disemprotkan ke dalam ruang pembakaran. Kekentalan yang terlalu
tinggi akan menyebabkan tekanan ekstrim pada sistem injeksi, menurunkan
daya atomisasi dan mengeringkan penyemprotan. Di lain pihak kekentalan
terlalu rendah dapat menaikan asupan secara abnormal akibat aliran yang
berlebihan, dan kurang melumasi mesin akibatnya menimbulkan keausan.
Kandungan Air (Water content) dalam bahan bakar merupakan faktor
penting yang berhubungan dengan keadaan penyaring (filter fuel), peralatan
injeksi dan bagian mesin yang lain. Adanya kandungan air yang teremulsi
dalam minyak yang membeku akan menghalangi asupan bahan bakar ke
dalam mesin. Pemeriksaan kadar air ini menjadi cukup sulit dilakukan karena
dalam jumlah kecil air yang teremulsi tidak terlihat, dan bila lebih banyak
akan terkumpul di dasar botol sampel sebagai butiran yang nyata, oleh
karena itu pemipetan menjadi faktor kesalahan karena sulitnya
menghomogenkan contoh.
Angka asam total merupakan kandungan asam total yang tidak boleh
terdapat pada solar, hal ini berhubungan kepada umur mesin. Solar yang
memilki sifat korosifitas yang tinggi dapat merusak sistem dengan
mengkorosi mesin. Angka asam kuat adalah kandungan asam kuat yang
terdapat pada solar, biasanya jumlah angka asam kuat lebih sedikit atau di
bawah angka asam total.
Titik tuang (pour point) yang didapatkan dari hasil analisis yaitu
sebesar -6 oC, masih sesuai dengan persyaratan Dirjen Migas. Titik tuang
adalah suhu ketika cairan tidak dapat mengalir lagi. Pada titik tuang solar
tidak dapat dipompa melalui sistem injeksi. Penyaring akan tersumbat oleh
lilin saat mesin dioperasikan di dekat titik tuang, oleh karena itu parameter ini
diperlukan untuk mengetahui kondisi operasi mesin.
Indeks Cetana adalah ukuran mutu kenyalaan solar dan membantu
pembakaran. Kebutuhannya tergantung pada ukuran dan desain mesin, sifat
kecepatan, variasi beban dan kondisi atmosfir. Pada lokasi ketinggian dan
-
41
suhu rendah membutuhkan nilai yang lebih tinggi. Hasil analisis kali ini
diperoleh nilai Indeks Setana sebesar 49.4. Hasil tersebut sesuai dengan
persyaratan Dirjen Migas yaitu sebesar minimal 45.
Residu karbon (CCR) memiliki hubungan dengan adanya deposit pada
mesin. Harga CCR menunjukkan korelasi dengan kebersihan pembakaran.
Deposit karbon tidak disukai karena tetap membara walupun mesin sudah
dimatikan, juga menyumbat lubang penyemprot bahan bakar. Jumlah CCR
yang terkandung dalam contoh FG 11009-3 ini termasuk rendah sehingga
memenuhi persyaratan Dirjen Migas.
Destilasi yang dilakukan dalam laboratorium bertujuan untuk
mengetahui seberapa banyak bahan bakar yang hilang dalam pembakaran.
Sifat penguapan yang diinginkan tergantung dari ukuran dan kecepatan mesin
yang dipakai. Sifat penguapan yang terlalu rendah akan menyulitkan
atomisasi yang berdampak pada berkurangnya tenaga. Namun bila terlalu
tinggi juga mengakibatkan penurunan tenaga, karena terjadinya vapour lock
dan dapat menimbulkan detonasi.
Di dalam kilang minyak, destilasi dilakukan untuk memisahkan antar
fraksi dan memurnikan hasil fraksi dari residu. Berdasarkan analisis pada
Solar FG 11009-3 memberikan hasil yang sesuai dan dapat dimasukkan
dalam spesifikasi Dirjen MIGAS.
-
42
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa sampel bahan bakar solar
FG 11009-3 yang dianalisis tidak memenuhi standar setelah dilakukan
perbandingan terhadap standar Dirjen MIGAS K/ 24/ DJM/ 2006 No. 3675
HSD 48. Sampel tersebut memiliki nilai Warna ASTM dan kadar sulfur total
yang tinggi dan melebihi standar, sehingga sampel FG 11009 tidak layak
untuk dipergunakan sebagai bahan bakar.
B. Saran
Sebaiknya diadakan uji recovery secara berkala untuk tiap alat /
metoda yang digunakan guna menjamin akurasi data analisis Laboratorium
Chemistry.
-
43
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1994. Annual book of ASTM Standards. Petroleum Product, Lubricants, and Fossil Fuels. Vol. 05. 01. Section 5. Philadelphia.
Anonim, 2001. Portofolio Bahan Bakar Cair. Depok : Universitas Indonesia.
Anonim. 2003. Bahan Bakar Minyak, Elpiji, dan BBG. Pertamina.
Anonim. 2010. Panduan Praktik Kerja Industri. Bogor : SMAKBo.
Habson, G. D. Modern Petroleum Technology. 4 th ed. Aplied Science Publisher Ltd. Great Britain.
Sumarna, Adi. dkk. 2002. Pengantar Kimia Analisis II (Titrimetri). Bogor : SMAKBo.
Tian, Ari. 2001. Analisis Bahan Bakar Solar. Bogor : SMAKBo.
-
44
LAMPIRAN
API Gravity Pour Point
Condradson Carbon
Residue
Karl Fischer
Lampiran 1. Alat-alat yang terdapat di dalam laboratorium
-
45
Total Acid Number Copper Strip Corrosion
Pensky-Martens Closed
Cup Flash Point
XRF Sulphur Analyzer
-
46
Automatic Distillation Color ASTM
Sediment Analysis Kinematic Viscosity @ 40oC
-
47
cairan
Permukaan cairan Bagian yang
diperhatikan
Bagian bawah
miniskus
Pembacaan skala
pada garis ini
miniskus
Permukaan cairan
Lampiran 2. Pembacaan Skala Hidrometer untuk Cairan Transparan
-
48
bagian yang diperhatikan
cairan
Permukaan cairan
miniskus
Pembacaan skala
pada garis ini
miniskus
Permukaan cairan
Lampiran 3. Pembacaan Skala Hidrometer untuk Cairan Non-Transparan
-
49
PT. CORE LABORATORIES INDONESIA
Lampiran 4. Gambar Struktur Organisasi di PT Corelab Indonesia