laporan perkerasan jalan
DESCRIPTION
laporan perkerasan jalanTRANSCRIPT
BAB III
URAIAN PELAKSANAAN PRAKTIKUM
3.1. URAIAN UMUM
Modul 1 (Pemeriksaan Penetrasi Bahan-bahan Bitrumen)
Modul 2 (Pemeriksaan Titik Nyala dan Titik Bakar)
Modul 3 (Pemeriksaan Analisa Saringan Agregat Halus dan Kasar)
Modul 4 (Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar)
Modul 5 (Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Halus)
Modul 6 (Pemeriksaan Kausan Agregat dengan Mesin Los Angelese)
Modul 7 (Pemeriksaan Berat Isi Agregat)
Modul 8 (Rancangan Campuran Aspal Panas (Hot Mix))
Modul 9 (Pemeriksaan Campuran Aspal dengan Alat Marshall)
MODUL 1
PEMERIKSAAN PENETRASI BAHAN-BAHAN BITUMEN
1. Maksud
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan penetrasi bitumen keras atau lembek (solid, atau semi solid) dengan memasukkan jarum ukuran tertentu, beban dan waktu tertentu ke dalam bitumen pada suhu tertentu.
2. Dasar Teori
Penetrasi adalah masuknya jarum penetrasi kedalam permukaan aspal dalam waktu 5 detik dengan beban 100 gram pada suhu 25˚C ( SNI 06 – 2456 – 1991 ). Penetrasi menunjukan keras tidaknya aspal, semakin besar angka penetrasi makin lembek aspal tersebut dan sebaliknya semakin kecil angka penetrasi maka aspal tersebut semakin keras.
Menurut ASTM D-8-31, aspal adalah bahan berwarna hitam/coklat tua, bersifat perekat, terutama terdiri dari bitumen yang didapat dari alam atau dari proses pembuatan minyak bumi. Sedangkan bitumen adalah bahan berwarna hitam, dapat bersifat padat/keras ( asphaltine ) dapat juga bersifat lembek (malthine ). Untuk mengetahui tingkat kekerasan aspal maka perlu dilakukan pengujian terhadap aspal, pengujian itu dinamakan pengujian penetrasi aspal.
Pemeriksaan sifat kepekaan aspal terhadap perubahan temperatur perlu dilakukan sehingga diperoleh informasi rentang temperatur yang baik untuk pelaksanaan pekerjaan. Kepekaan terhadap temperatur akan menjadi dasar perbedaan umur aspal untuk menjadi retak atau mengeras.
3. Peralatan
a. Penetrometer Electric
b. Cawan
c. Kompor Gas
d. Bak Perendam
e. Penjepit cawan
4. Benda Uji
Panaskan contoh perlahan-lahan hingga cukup cair untuk dituangkan. Pemanasan contoh untuk ter tidak lebih dari 60℃ di atas titik lembek. Waktu pemanasan tidak boleh melebihi 30 menit. Setelah contoh cair merata tuangkan ke dalam cawan dan diamkan hingga dingin pada suhu ruangan selama 60 menit. Buatlah tiga benda uji.
5. Prosedur Pengerjaan
a. Persiapkan peralatan beserta benda uji yang diperlukan;b. Panaskan benda uji selama ± 30menit, sembari menunggu lumuri cawan dengan oli agar
nantinya benda uji tidak menempel pada cawan;c. Setelah 30 menit dipanaskan, tuangkan benda uji secukupnya pada cawan. Lalu, diamkan
hingga dingin pada suhu ruangan selama 60 menit;d. Setelah 60 menit didiamkan pada suhu ruangan yaitu 25℃, simpan kembali benda uji
pada bak perendam yang sebelumnya telah diisi air. Tunggu kembali hingga 60 menit hingga suhu mencapai 25℃;
e. Setelah 60 menit direndam, periksalah pemegang jarum agar dapat dipasang dengan baik, bersihkan jarum dengan lap bersih dan pasanglah jarum pada pemegang jarum.Letakkan pemberat 50 gr di atas jarum untuk memperoleh beban sebesar (100 ± 0,1 gram);
f. Pindahkan benda uji pada Penetrometer Electric. Turunkan jarum penetrasi perlahan-lahan sehingga jarum tersebut berada pada 1 -2 mm diatas permukaan benda uji. Kemudian dorong arloji penetrometer sampai menyentuh dengan bagian jarum pada penetrometer tersebut. Baca angka yang di tunjukan pada arloji penetrometer setelah jarum penetrasi di turunkan sehingga jarum penunjuk berimpit dengannya. Tekan tombol start pada alat penetrometer electric sampai jarum penetrasi turun dan menusuk ke cairan aspal, kemudian tekan kembali arloji penetrometer sampai berimpit kembali ke bagian jarum penetrasi dan bacalah angka penetrasi yang berimpit dengan jarum penunjuk;
g. Setelah itu, bersihkan kembali jarum dengan lap bersih dan lakukanlah kembali pekerjaan (f) di atas ± 3 kali untuk benda uji yang sama dengan ketentuan setiap titik pemeriksaan memiliki jarak satu sama lain.
6. Pelaporan
PEMERIKSAAN PENETRASI BAHAN-BAHAN BITUMEN
Kelompok : 6 Tanggal : 14 November 2015
Jurusan : Teknik Sipil Asisten : 1.Supian
Universitas : Jenderal Achmad Yani 2.Zaenal
3.M. Iqbal
No KegiatanUraian
Mulai jam Selesai jam
1 Didiamkan pada suhu ruangan 13.41 WIB 14.41 WIB
2 Direndam pada suhu 24 14.41 WIB 15.41 WIB
Penetrasi I(mm) II(mm) III(mm)
Pengamatan 1 31 27 26
Pengamatan 2 56 19 28
Pengamatan 3 43 20 9
Rata-rata 43,3 22 21
Rata-rata total 28,76
Toleransi:Dari hasil total rata-rata didapat 28,76 mm yang berarti hasil penetrasi masuk rentan
0-49 dengan nilai toleransi ± 2 mm
7. Catatan
a. Termometer untuk bak perendam harus ditera.b. Bitumen dengan penetrasi kurang dari 150 dapat diuji dengan alat-alat dan cara
pemeriksaan ini, sedangkan bitumen dengan penetrasi antara 350 sampai 500 perlu dilakukan dengan alat-alat lain.
8. Terminologi
Penetrasi bahan – bahan biutment : dimaksudkan untuk menentukan penetrasi biutment
keras atau lembek ( solid atau semi solid ) dengan memasukan jarum penetrasi ukuran
tertentu, beban dengan waktu tertentu ke dalam biutment pada suhu tertentu.
Solid : Memiliki tekstur yang padat dan keras, cocok digunakan ketika musim hujan
Semi Solid : memiliki tekstur yang keras namun tidak begitu keras, sedikit lembek
9. Kesimpulan
Dari hasil percobaan didapat nilai penetrasi rata-rata 28,76 mm ± 2 yang berarti termasuk
kategori aspal keras.
MODUL 2
PEMERIKSAAN TITIK NYALA DAN TITIK BAKAR
1. Maksud
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan titik nyala dan titik bakar dari
semua hasil minyak bumi kecuali minyak bakar dan bahan-bahan lainnya yang mempunyai
titik nyala dopen kurang dari 79℃. Titik nyala adalah suhu pada saat terlihat nyala singkat
pada suatu titik di atas permukaan nyala sekurang-kurangnya 5 detik pada suatu titik di atas
permukaan aspal. Titik bakar adalah suhu terlihat sekurang-kurangnya 5 detik pada suatu titik
di atas permukaan aspal.
2. Dasar Teori
Terdapat dua metode pratikum yang umum dipakai untuk menentukan titik nyala dari bahan aspal. Pratikum untuk Aspal Cair (Cutback) biasanya dilakukan dengan menggunakan alat Tagliabue Open Cup, sementara untuk bahan aspal dalam bentuk padat biasanya digunakan alat Cleveland Open Cup. Kedua metode tersebut pada prinsipnya adalah sama, walau pada metode Cleveland Open Cup, bahan aspal dipanaskan di dalam tempat besi yang direndam di dalam bejana air, sedangkan pada metode Tagliabue Open Cup, pemanasan dilakukan pada tabung kaca yang juga diletakkan di dalam air.
Pada kedua metode tersebut, suhu dari material aspal ditingkatkan secara bertahap pada jenjang yang tetap. Seiring kenaikan suhu, titik api kecil dilewatkan di atas permukaan benda uji yang dipanaskan tersebut. Titik nyala ditentukan sebagai suhu terendah dimana percikan api pertama kali terjadi sedangkan titik bakar ditentukan sebagai suhu dimana benda uji terbakar.
Syarat minimum temperature titik nyala oleh Bina Marga untuk aspal PEN 40 – 60 (200 ºC). Titik nyala dan titik bakar aspal perlu diketahui karena : o Sebagai indikasi temperatur, pemanasan maximum dimana masih dalam batas-
batas aman pengerjaan.o Agar karakteristik aspal tidak berubah (rusak) akibat dipanaskan melebihi temperature titik
bakar.
3. Peralatan
a. Cawan
b. Termometer
c. Kompor Gas
d. Stopwatch
e. Nyala Penguji
f. Talam
g. Penjepit
4. Benda Uji
a. Panaskan benda uji hingga cukup cairb. Kemudian isikan cawan secukupnya dan hilangkan gelembung udara yang ada
dipermukaan benda uji.
5. Prosedur Pengerjaan
a. Persiapkan peralatan beserta benda uji yang diperlukan;b. Panaskan benda uji selama ± 30menit, sembari menunggu lumuri cawan dengan oli agar
nantinya benda uji tidak menempel pada cawan;c. Setelah 30 menit dipanaskan, tuangkan benda uji secukupnya pada cawan. Lalu, diamkan
selama 15 menit; d. Setelah 15 menit didiamkan, panaskan kembali benda uji dengan beralaskan talam pada
kompor gas sembari memasang termometer;e. Setelah benda uji mencapai 56℃ di bawah titik nyala perkiraan, kemudian aturlah
kecepatan pemanasan 5℃per menit pada suhu antara 56℃ dan 28℃ di bawah titik perkiraan;
f. Nyalakan nyala penguji sehingga melalui permukaan cawan dalam satu detik. Lanjutkan pekerjaan (e) sampai terlihat percikan nyala singkat pada suatu titik di atas permukaan benda uji. Bacalah suhu termometer bersamaan dengan waktu pada stopwatch dan catat;
g. Lanjutkan pekerjaan (f) sampai terlihat nyala yang sekurang-kurangnya 5 detik di atas permukaan benda uji. Bacalah suhu pada termometer bersamaan dengan waktu pada stopwatch dan catat.
6. Pelaporan
PEMERIKSAAN TITIK NYALA DAN TITIK BAKAR
Kelompok : 6 Tanggal : 14 November 2015
Jurusan : Teknik Sipil Asisten : 1.Supian
Universitas : Jenderal Achmad Yani 2.Zaenal
3.M Iqbal
No KegiatanUraian
Contoh dipanaskan Pembacaan suhu pembakaran
1 Pembukaan contoh Mulai jam :14.12 Temperatur = 60ᵒ
Selesai jam:14.16
2 Titik nyala perkiraan 300ᵒ
ᵒC dibawah titik nyala waktu(menit) ᵒC Titik nyala
56 13 244
51 1 249
46 1 254
41 1 259
36 1 264
31 1 269
26 1 274
21 1 279
16 1 284 titik nyala
11 6 detik 289 titik bakar
7. Catatan
Pemeriksaan yang tidak memenuhi syarat toleransi dianggap gagal, maka perlu ada penggulangan.
8. Terminologi
Alat Tagliabue Open Cup adalah : Digunakan untuk menentukan titik nyla pada aspalt
cair ( cutback )
Alat Cleveland Open Cup adalah : Digunakan untuk menentukan titik nyala pada
aspalt keras.
9. Kesimpulan
Jadi dari praktikum yang sudah dilakukan didapat bahwa titik nyala pada cairan aspal
adalah pada 284ᵒ C.Dan titik bakarnya adalah 289ᵒ C 6 detik setelah tititk nyala adalah
titik terjadinya titik bakar.
Titik nyala adalah kondisi dimana cairan aspal mengeluarkan percikan –percikan /
gelombang .ini berarti cairan minyak pada cairan aspal sudah keluar pada suhu 284 ᵒC.
Titik bakar adalah kondisi dimana kandungan cairan minyak pada aspal keluar atau
menguap dan jika ditembak/dinyalakan api maka akan menimbulkan api yang
berkelanjutan.
MODUL 3
PEMERIKSAAN ANALISA SARINGAN AGREGAT HALUS DAN KASAR
1. Maksud
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan pembagian butir(gradasi)agregat halus dan agregat kasar dengan menggunakan saringan.
2. Dasar Teori
Analisa saringan adalah suatu kegiatan analisis untuk mengetahui distribusi ukuran agregat
halus dengan menggunakan ukuran-ukuran saringan standard tertentu yang ditunjukkan dengan
lubang saringan (mm) dan untuk nilai apakah agregat halus yangakan digunakan tersebut cocok
untuk produksi beton.
Selain itu juga digunakan untuk mendapatkan prosentasi agregat halus dalam camouran.
Adapun modulus kehalusan yang disyaratkan untuk agregat halus yaitu 2.1 – 3.7.
Gradasi gabungan dari agregat halus untuk beton kelas II,mutu K-125 dan mutu lebih tinggi
harus ditentukan dengan cara analisis saringan dengan menggunakan saringan standard ISO 63-
31,5-16.
3. Peralatan
Alat – alat yang digunakan pada saat praktikum
a. Timbang Digital kapasitas 30 kg
b. Perangkat saringan 1 “,3/4 “, 12
“,38
“,No 4 ,No 8,No.16, No.30, No.50, No.100,
No.200.
c. Perangkat saringan No 4,No 8,No 16,No 30,No 50,No 100,No 200(untuk agregat
halus)
d. Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai 110±5)ᵒC.
e. Alat pemisah contoh
f. Mesin penggetar saringan
g. Cawan
4. Benda Uji
a. Agregat kasar
b. Agregat halus
5. Prosedur Pengerjaan
1.Ambilah benda uji agregat kasar 2 kg dan agregat halus 1 kg
2.Benda uji dikeringkan di dalam oven dengan suhu (110 ± 5 )ᵒ C .
3.Saringan benda uji lewat susunan saringan dengan ukuran saringan paling besar ditempatkan paling atas.Saringan diguncang dengan satu mesin pengguncang selama 15 menit.
6. Pelaporan
Kelompok :6 Tanggal :18 November 2015 Jurusan :Teknik Sipil Asisten :1.M IqbalUniversitas :Jenderal Achmad Yani 2.Supian
3.Zaenal
ukuran saringan
berat persentase jumlah persentertahan(gr) tertahan (gr) tertahan lewat
contoh Contoh contoh contohagg kasar
agg halus
agg kasar
agg halus agg kasar agg halus agg kasar agg halus
25.400 1" 35 0 1.7857 0.0000 1.7857 0 98.2143 10019.100 3/4 " 465 0 23.7245 0.0000 25.5102 0 74.4898 10012.700 1/2" 860 0 43.8776 0.0000 69.3878 0 30.6122 100
9.500 3/8" 345 0 17.6020 0.0000 86.9898 0 13.0102 1004.670 no 4 210 445 10.7143 45.2696 97.7041 45.2696 2.2959 54.73042.380 no 8 30 190 1.5306 19.3286 99.2347 64.5982 0.7653 35.40181.190 no 16 5 145 0.2551 14.7508 99.4898 79.3489 0.5102 20.65110.390 no 30 1 115 0.0510 11.6989 99.5408 91.0478 0.4592 8.95220.279 no 50 5 80 0.2551 8.1384 99.7959 99.1862 0.2041 0.81380.149 no 100 1 4 0.0510 0.4069 99.8469 99.5931 0.1531 0.40690.079 no 200 2 2 0.1020 0.2035 99.9490 99.7965 0.0510 0.2035
Pan 1 2 0.0510 0.2035 100 100 0 0Jumlah 1960 983 100 100
Berikut contoh perhitungan manual,dan selanjutnya perhitungan menggunakan bantuan ms excel:
Persentase tertahan =35
1960 x 100=1,7858 %
Jumlah persen tertahan contoh =1,7857 +23,7245=25,5102Jumlah persen lewat contoh=100-1,7858=98,2143
Grafik akumulatif
1.0 10.0 100.00.0000
20.0000
40.0000
60.0000
80.0000
100.0000
120.0000
agregat kasar agregat halus
7. Catatan
Timbangan sebelum digunakan harus di pastikan terlebih dahulu dalam 0 agar
hasil timbangan sesuai.
8. Terminologi
Agregat Halus adalah pasir alam sebagai hasil desintegrasi alami bantuan atau pasir yang dihasilkan oleh inustri pemecah batu dan mempunyai ukuran butir terbesar 5,0 mm.
Agregat Kasar adalah kerikil sebagai hasil desintegrasi alami dari bantuan atau berupabatu pecah yang diperoleh dari industri pemecah batu dan mempunyai ukuran butir ntara 5-40 mm.
9. Kesimpulan
1.0 10.0 100.00.0000
20.0000
40.0000
60.0000
80.0000
100.0000
120.0000
agregat kasar agregat halus
Dari hasil yang didapat setelah perhitungan ,kita dapat melihat bahwa grafik persebaran dari tiap-tiap jenis agregat.Bila kita bandingkan dengan grafik acuan ini:
Berdasarkan praktikum,dapat diperoleh pembagian butir (gradasi) agregat halus dengan menggunakan saringan dari perhitungan persentase berat benda uji yang tertahan diatas masing-masing saringan terhadap berat total benda uji, seperti yang praktikan cantum dalam pengolahan data.Sedangkan dari acuan grafik yang ada, apabila kita bandingkan dengan hasil grafik yang didapat, diketahui bahwa agregat kasar dapat dikategorikan sebagai sampel yang baik sedangkan untuk agregat halus dapat dianalisis bahwa sampel yang diuji dapat dikategorikan sebagai sampel
uniform.Hal ini dapat dilihat dari bentuk grafik yang lurus vertikal, dengan kata lain terlalu banyaknya dominasi satu ukuran agregat dalam sampel sehingga tidak ada pesebaran distribusi yang merata yang pada dasarnya tidak disarankan untuk digunakan.
MODUL 4
PEMERIKSAAN BERAT JENIS DAN PENYERAPAN AGREGAT KASAR
(Spesific gravity and water absorption of coarse aggregate)
1. Maksud
Pemeriksaan ini dimaksudkan supaya mahasiswa dapat menentukan berat jenis dan
penyerapan agregat kasar. Pemeriksaan ini dimaskudkan untuk menentukan berat jenis (bulk),
berat jenis kering permukaan jenuh (saturated surface dry = SSD), berat jenis semu
(apparent) dan penyerapan dari agregat kasar.
2. Dasar Teori
Berat jenis agregat adalah rasio antara massa padat agregat dan massa air dengan volume
sama pada suhu yang sama. Sedangkan penyerapan adalah kemampuan agregat untuk
menyerap air dalam kondisi kering sampai dengan kondisi jenuh permukaan kering ( SSD =
Saturated Surface Dry ).
3. Peralatan
a) Keranjang kawat ukuran 3,35 mm atau 2,36 mm (no.6 atau no.8) dengan kapasitas kira-
kira 5 kg.
b) Tempat air dengan kapasitas dan bentuk yang sesuai untuk pemeriksaan.
c) Timbangan dengan kapasitas 5 kg dan ketelitian 0,1 % pori berat
d) Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai (110 ± 5)0 C.
e) Alat pemisah contoh.
f) Saringan No.4
4. Benda Uji
Benda uji adalah agregat yang tertahan saringan no.4, diperoleh dari alat pemisah contoh atau
cara perempat, sebanyak kira-kira 5 kg.
5. Prosedur Pengerjaan
a) Timbang terlebih dahulu keranjang kawat, catat berat keranjang tersebut.
b) Ambil sampel agregat kasar sebanyak 5 kg lalu di masukkan dalam keranjang kawat.
c) Benda uji dicuci untuk menghilangkan debu atau bahan-bahan lain yang melekat pada
permukaan agregat.
d) Lalu di rendam kedalam bak yang berisi air, lalu didiamkan selama ±1 hari.
e) Keringkan benda uji dalam oven pada suhu 1100C sampai berat tetap.
f) Dinginkan benda uji pada suhu kamar selama 1 – 3 jam, kemudian timbang dengan
timbangan ketelitian 0,3 gram (Bk).
g) Rendam benda uji dalam air pada suhu kamar selama 24 jam.
h) Keluarkan benda uji dari air, lap dengan kain penyerap sampai selaput air pada
permukaaan hilang (SSD). Untuk butiran yang besar pengeringan harus satu persatu.
i) Timbang benda uji kering permukaan jenuh (Bj)
j) Letakkan benda uji didalam keranjang, goncangkan batunya untuk mengeluarkan udara
yang tersekap dan tentukan beratnya didalam air (Ba). Ukur suhu air untuk penyesuaian
perhitungan kepada suhu standar (250C)
6. Pelaporan
Kelompok : 6 Tanggal : 14 November 2015
Jurusan : Teknik Sipil Asisten : 1.Supian
Universitas : Jenderal Achmad Yani 2.Zaenal
3.M Iqbal
No. Kegiatan Berat (gram)
1. Mengukur berat sampel kering oven (Bk) 4816
2. Mengukur berat sampel kering permukaan jenuh (Bj) 5840
3. Mengukur berat sampel didalam air (Ba) 3639
No. Perhitungan
1. Berat jenis Bulk
BkBj−Ba
48165840−3639
= 2,188 gr
2. Berat jenis permukaan jenuh
BjBj−Ba
58405840−3639
=2,653 gr
3. Berat jenis semu
BkBk−Ba
48164816−3639
=4,092 gr
4. Penyerapan
Bj−BkBk
x100 %
5840−48164816
x 100 % =21,26 %
Berat jenis Efektif = Bulk−Apparent
2 =
2,188+4,0922
= 3,14
7. Catatan
Bila penyerapan dan harga berat jenis digunakan dalam pekerjaan beton dimana
agregatnya digunakan pada keadaan kadara air aslinya maka tidak perlu dilakukan
pengeringan dengan oven
Banyak jenis bahan campuran yang mempunyai bagian butir-butir berat dan ringan.
Bahan semacam ini memberikan harga-harga berat jenis yang tidak tetap walaupun
pemeriksaan dilakukan dengan sangat hati-hati. Dalam hal ini beberapa pemeriksaan
ulangan diperlukan untuk mendapatkan harga rata’-rata yang memuaskan.
8. Terminologi
Berat jenis (bulk specific gravity) ialah perbandingan antara berat agregat kering dengan
berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan jenuh pada suhu
tertentu.
Berat jenis kering permukaan jenuh (SSD) yaitu perbandingan antara berat agregat
kering permukaan jenuh dengan berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat
dalam keadaan kering pada suhu tertentu.
Berat jenis semu (apparent specific gravity) ialah perbandingan antara berat agregat
kering dengan berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan kering
pada suhu tertentu.
Penyerapan adalah persentase berat air yang dapat diserap pori terhadap berat agregat
kering.
9. Kesimpulan
Dari data hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa untuk menerima berat jenis agregat kasar
adalah 3,14, dengan berat uji bulk adalah 2,188, berat uji kering permukaan kering adalah 2,653,
berat uji semu ( apparent ) adalah 4,092 dan penyerapa ( absorption ) adalah 21,26%. Data ini
digunakan untuk menentukan volume agregat kasar
MODUL 5
PEMERIKSAAN BERAT JENIS DAN PENYERAPAN AGREGAT HALUS
(Spesific gravity and water absorption of coarse aggregate)
1. Maksud
Praktikum ini memberikan kemampuan kepada mahasiswa untuk dapat menentukan
berat jenis dan penyerapan agregat halus dan agregat sedang.
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan berat jenis (bulk), berat jenis kering
permukaan jenuh (saturated surface dry = SSD), berat jenis semu (apparent) dan penyerapan
dari agregat halus.
2. Dasar Teori
Berat jenis agregat adalah rasio antara massa padat agregat dan massa air dengan volume
sama pada suhu yang sama. Sedangkan penyerapan adalah kemampuan agregat untuk
menyerap air dalam kondisi kering sampai dengan kondisi jenuh permukaan kering ( SSD =
Saturated Surface Dry )
3. Peralatan
a) Timbangan, kapasitas 5 kg atau lebih dengan ketelitian 0,1 gram.
b) Piknometer dengan kapasitas 500 ml.
c) Kerucut terpancung (Cone), diameter bagian atas (40 ± 3) mm, diameter bagian bawah
(90±3) mm dibuat dari logam tebal minimum 0,8 mm.
d) Batang penumbuk yang mempunyai bidang penumpuk rata, berat (340 ± 1) gram,
diameter permukaan penumbuk (25 ± 3) gram
..
e) Saringan no. 4
f) Oven yang dilengkapi pengatur suhu untuk memasang sampai (110 ± 5) oC
g) Talam
h) Air Suling
4. Benda Uji
Benda uji adalah agregat yang tertahan saringan no.4, diperoleh dari alat pemisah
contoh atau cara perempat sebanyak 500 gram
5. Prosedur Pengerjaan
a) Keringkan benda uji dalam oven pada suhu (110 ± 5) oC sampai berat tetap. Yang
dimaskud berat tetap adalah keadaan berat benda uji selama 3 kali proses penimbangan
dan pemanasan dalam oven dengan selang waktu 2 jam berturut-turut, tidak akan
mengalami perubahan kadar air lebih besar dari pada 0,1 %.
b) Dinginkan pada suhu ruangan, kemudian rendam dalam air selama (24 ± 4) jam.
c) Buang air perenda, hati-hati, jangan sampai ada butiran yang hilang, tebarkan agregat
diatas talam, keringkan diudara panas dengan cara membolak-balikan benda uji. Lakukan
pengeringan sampai terjadi keadaan kering permukaan jenuh.
d) Periksa keadaan kering permukaan jenuh dengan mengisikan benda uji kedalam kerucut
terpancung (Cone), padatkan dengan batang penumbuk selama 25 kali, angkat kerucut
terpancung. Keadaan kering permukaan jenuh tercapai bila benda penguji runtuh akan
tetapi masih dalam keadaan tercetak.
e) Segera setelah tercapai keadaan kering permukaan jenuh masukkan 500 gram benda uji
kedalam piknometer secara perlahan.
f) Masukkan air suling sampai mencapai 90% volume piknometer, putar sambil diguncang
sampai tidak terlihat gelembung udara didalamnya.
g) Rendam piknometer dalam air dan ukuran suhu air untuk perhitungan kepada suhu
standar 25 0C.
h) Diamkan piknometer selama 12 jam.
i) Timbang piknometer berisi air, dan benda uji sampai ketelitian 0,1 gram (Bt).
j) Keluarkan benda uji, keringkan dalam oven dengan suhu (110 ± 5) oC. Selama setiap 2
jam benda uji di cek kadar airnya dengan timbangan dengan ketelitian 0,1 gram. Sampai
3 kali pengecekan, jika kadar air sudah mencapai 01 %, keluarkan benda uji dari oven.
6. Pelaporan
Kelompok : 6 Tanggal : 14 November 2015
Jurusan : Teknik Sipil Asisten : 1.Supian
Universitas : Jenderal Achmad Yani 2.Zaenal
3.M Iqbal
No. Kegiatan Berat (gram)
1. Mengukur berat benda uji kering permukaan jenuh (Bj) 500
2. Mengukur berat benda uji kering oven (Bk) 450
3. Mengukur berat piknometer diisi air (B) 685
4. Mengukur berat piknometer + berat benda uji + air (Bt) 945
No. Perhitungan
1. Berat jenis Bulk
BkB+500−Bt
450685+500−945
=1,875 gr
2. Berat jenis permukaan jenuh
500B+500−Bt
500685+500−945
=2,083 gr
3. Berat jenis semu
(Bk)B+Bk−Bt
945685+500−945
=4,974 gr
4. Penyerapan
(1500−Bk )Bk
x100 %
(1500−450)450
x 100 % = 11,11 %
Berat Jenis Efektif = bulk−apparent
2
=1.875−4.974
2
= 3.425
7. Catatan
Bila penyerapan dan harga berat jenis digunakan dalam pekerjaan beton dimana agregatnya
digunakan pada kadar air aslinya, maka tidak perlu dilakukan pengeringna dengan oven.
8. Terminologi
Berat jenis (bulk specific gravity) ialah perbandingan antara berat agregat kering dengan
berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan jenuh pada suhu
tertentu.
Berat jenis kering permukaan jenuh (SSD) yaitu perbandingan antara berat agregat
kering permukaan jenuh dengan berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat
dalam keadaan kering pada suhu tertentu.
Berat jenis semu (apparent specific gravity) ialah perbandingan antara berat agregat
kering dengan berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan kering
pada suhu tertentu.
Penyerapan adalah persentase berat air yang dapat diserap pori terhadap berat agregat
kering.
9. Kesimpulan
Dari data hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa untuk agregat halus , berat uji
( hulk ) adalah 1,875, berat uji kering, permukaan kering adalah 2,083, berat uji semu
( apparent ) adalah 4,974, penyerapan ( Absorption ) adalah 11,11 % maka didapat pola berat
jenis efektif adalah 3,425.
MODUL 6
PEMERIKSAAN KAUSAN AGREGAT DENGAN MESIN LOS ANGELES
1. Maksud
Untuk memahami salah satu bentuk tes durabilitas agregat dengan cara mekanis yakni dengan
alat los angeles arasion test.
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan ketahanan agregat kasar yang lebih kecil
dari 37,5 mm (1,5”) terhadap keausan menggunakan alat los angeles.
2. Dasar Teori
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan ketahanan atau kekuatan agregat kasar
terhadap keausan dengan menggunakan mesin Los Angeles. Ketahanan atau kekuatan agregat
akan membatasi kekuatan beton yang dapat dicapai bilamana kekuatan agregat tersebut
kurang atau kira – kira sama dengan kekuatan beton yang direncanakan. Namun demikian
biasanya sebagian besar agregat yang tersedia, kekuatannya masih lebih besar dari kekuatan
beton.Nilai keausan agregat dinyatakan dengan perbandingan antara berat bahan aus lewat
saringan No. 12 terhadap berat semula dalam persen.
3. Peralatan
a) Mesin Los Angeles
Mesin terdiri dari silinder baja tertutup pada kedua sisinya dengan diameter 71 cm (28”)
panjang dalam 50 cm (20”). Silinder bertumpu pada dua poros mendatar. Silinder
berlubang untuk memasukkan benda uji, dan penutup lubang terpasang dengan rapat
sehingga permukaan dalam silinder tidak terganggu. Di bagian dalam silinder terdapat
bilah baja melintang penuh setinggi 8,9 cm (3,56”).
b) Timbangan dengan ketelitian 5 (lima) gram.
c) Saringan No. 8, No.4 dan No.16.
d) Talam/nampan.
e) Mesin pengguncang saringan
f) Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu sampai dengan (110 ±5)oC.
g) Bola – bola baja dengan diameter rata – rata 4,68 cm (17/8”) dan berat masing – masing
antara 390 – 445 gram.
h) Kuas, sikat kuningan.
4. Benda Uji
a) Berat dan gradasi benda uji sebagai berikut :
Tabel. Berat dan gradasi benda ujiGradasi Pemeriksaan
Ukuran Saringan ( mm )Berat Material
( gram )Lewat Tertahan
19,0 12,5 2500
12,5 9,5 2500
b) Bersihkan benda uji bila sampel masih mengandung kotoran, debu, bahan organik atau
terselimuti oleh bahan lain dan kemudian keringkan dalam oven pada suhu (110 ± 5)oC
sampai beratnya tetap.
5. Prosedur Pengerjaan
a) Benda uji dan bola – bola baja dimasukan ke dalam mesin Los Angeles.
b) Mesin diputar dengan kecepatan 30 sampai 37 rpm, 500 kali putaran untuk gradasi A, B,
C, dan D, dan 1000 kali putaran untuk gradasi E, F, dan G.
c) Setelah selesai pemutaran, benda uji dikeluarkan dari mesin, kemudian disaring dengan
saringan No. 12, butiran yang trertahan diatasnya dicuci bersih dan selanjutnya
dikeringkan dengan oven dengan suhu (110 ± 5)oC sampai beratnya tetap.
6. Pelaporan
PEMERIKSAAN KAUSAN AGREGAT DENGAN MESIN LOS ANGELES
Kelompok : 6 Tanggal : 14 November 2015
Jurusan : Teknik Sipil Asisten : 1.Supian
Universitas : Jenderal Achmad Yani 2.Zaenal
3.M Iqbal
Gradasi Pemeriksaan saringan (mm) Tipe D
Lolos Tertahan Berat sampel 5000 gram
76,2 63,5
63,5 50,8
50,8 37,5
37,5 25,4
25,4 19,0
19,0 12,5
12,5 9,5
9,5 6,3
6,3 4,75
4,75 2,38
2,36 1,19
Berat Tertahan Saringan no.8 dan no.16
7. Catatan
Dari hasil pengujian mesin los angeles diperoleh nilai keausan sebesar 28,3 % dimana kondisi
tersebut masuk dalam batas spesifikasi. Hal ini dikatakan bahwa agregat cukup mampu
menerima beban.
8. Terminologi
Abrasi adalah proses pengausan/perusakan akibat dari terjadinya proses pelemahan
agregat akibat waktu dan proses alam,merupakan salah satu aspek durabilitas dari
agregat.
Durabilitas adalah sifat keawetan atau ketahanan material terhadap faktor waktu dan
lingkungan (cuaca)
Tes mekanis adalah tes durabilitas yang menggunakan cara mekanis dengan diputar
(aggregate attrition value), di tumbuk (los angeles abrasion value), digesek (polished
stone value)
9. Kesimpulan
MODUL 7
PEMERIKSAAN BERAT ISI AGREGAT
1. Maksud
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan berat isi agregat halus dan agregat kasar. Berat isi adalah perbandingan antara berat agregat dengan isi.
2. Dasar Teori
Berat isi atau disebut juga sebagai berat satuan agregat adalah rasio antara berat agregat dan isi/volume. Berat isi agregat diperlukan dalam perhitungan bahan campuran beton, apabila jumlah bahan ditakar dengan ukuran volume.
3. Peralatan
Alat – alat yang digunakan pada saat praktikum :
a. Silinder baja ( Tinggi 30 cm, diameter 25cm, Berat 6000 gram )
b. Tongkat pemadat
c. Skop besar
d. Timbangan manual kapasitas 50 kg
e. Mistar
4. Benda Uji
Agregat Kasar Agregat Halus
5. Prosedur Pengerjaan
a. Berat isi dengan metode dilepas :i. Timbang dan catat berat mould (W1);
ii. Masukkan benda uji dengan ketinggian 5cm di atas permukaan silinder baja menggunakan sekop sampai penuh;
iii. Ratakan permukaan benda uji dengan menggunakan mistar perata;iv. Timbang dan catatlah berat wadah beserta benda uji (W2);v. Hitunglah berat benda uji (W3 = W2 – W1).
b. Berat isi dengan metode ditusuk :
i. Timbang dan catat berat mould (W1);ii. Masukkan benda uji dalam tiga lapis yang sama tebal. Dengan setiap lapisnya
dipadatkan dengan tongkat pemadat sampai 25 kali tusukan yang rata. Pada saat pemadatan, tongkat pemadat harus tepat masuk sampai lapisan paling bawah tiap-tiap lapisan.
iii. Ratakan permukaan benda uji dengan menggunakan mistar perata;iv. Timbang dan catatlah berat wadah beserta benda uji (W2);v. Hitunglah berat benda uji (W3 = W2 – W1).
c. Berat isi dengan metode digoyang :i. Timbang dan catat berat mould (W1);
ii. Masukkan benda uji dalam tiga lapis yang sama tebal. iii. Padatkan setiap lapisnya dengan cara menggoyang-goyangkan silinder baja dengan
prosedur sebagai berikut : Letakkan wadah di atas tempat yang kokoh dan datar, angkatlah salah satu
sisinya kira-kira setinggi 5cm kemudian lepaskan. Ulangi hal ini pada sisi yang berlawanan.
Padatkan setiap lapisan sebanyak 25 kali untuk setiap sisi.iv. Ratakan permukaan benda uji dengan menggunakan mistar perata;v. Timbang dan catatlah berat wadah beserta benda uji (W2);
vi. Hitunglah berat benda uji (W3 = W2 – W1)
6. Pelaporan
PEMERIKSAAN BERAT ISI AGREGAT
Kelompok : 6 Tanggal : 14 November 2015
Jurusan : Teknik Sipil Asisten : 1.Supian
Universitas : Jenderal Achmad Yani 2.Zaenal
3.M. Iqbal
UraianBerat ( gram )
Agregat Kasar Agregat Halusa.Berat Wadah ( W1 ) 6000 6000cara di Lepas> berat wadah + agregat ( W2 ) 24000 23640>berat agregat ( W3 ) 18000 17640caradi tusuk> berat wadah + agregat ( W2 ) 25500 26000>berat agregat ( W3 ) 19500 20000cara di goyang> berat wadah + agregat ( W2 ) 24090 25240>berat agregat ( W3 ) 18090 19240
Berat isi agregat
Volume = ¼ π D^2 . T = ¼ π 25^2 . 30 = 14726,21556 cm3
Diameter 25 cmTinggi 30 cm
Agregat kasar 1. Berat isi agregat lepas = ( W3/v ) = 18000/14726,21556 = 1,222 gr/ cm32. Berat isi agregat tusuk = ( W3/v ) = 19500/14726,21556 = 1,324 gr/ cm33. Berat isi agregat goyang =( W3/v ) = 18090/14726,21556 = 1,228 gr/ cm3
Agregat halus
1. Berat isi agregat lepas = ( W3/v ) = 17640/14726,21556 = 1,198gr/ cm32. Berat isi agregat tusuk = ( W3/v ) = 20000/14726,21556 = 1,358 gr/ cm33. Berat isi agregat goyang =( W3/v ) = 19240/14726,21556 = 1,307 gr/ cm3
7. Catatan
Silinder baja sebelum dipakai harus dikalibrasi dengan cara :a. Isilah silinder baja dengan air sampai penuh pada suhu kamar sehingga pada waktu ditutup
dengan plat kaca tidak terlihat gelembung udara;b. Timbanng dan catatlah berat air;c. Hitunglah berat air Berat air sama dengan isi wadah.
8. Terminologi
Agregat kasar : Agregat kasar adalah butiran kasar, contohnya adalah krikil, krikil
dibedakan atas 2 macam, yaitu krikil (dari batuan alam) dan kricak (dari
batuan alam yang dipecah).
Agregat Halus : Agregat halus adalah butiran halus yang memiliki kehalusan 2mm – 5mm ,
contohnya pasir
Silinder Baja : Tabung yang digunakan sebagai wadah dari agregat yang akan di uji berat
isinya.
9. Kesimpulan
Dari praktikum yang sudah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa antara ketiga cara penentuan berat isi agregat, berat isi yang paling menghasilkan berat jenis terbesar adalah pada cara di tusuk yaitu yang menghasilkan berat jenis
- Agregat halus terbesar ( tusuk ) = 1,358 gr/cm3- Agregat kasar terbesar ( tusuk ) = 1.324 gr/cm3
MODUL 8
RANCANGAN CAMPURAN ASPAL PANAS (HOT MIX)
1. Maksud
a) Untuk menentukan proporsi Agregat dan kadar aspal untuk pembuatan benda uji
Marshall.
b) Untuk menentukan kadar dari bahan – bahan (kadar aspal dan kadar agregat) campuran
rencana sesuai dengan Metode Refusal Density (Spek Umum Binamarga 2010).
2. Dasar Teori
Campuran beton aspal panas adalah campuran antara agregat dan aspal dalam keadaan
panas dengan atau tanpa bahan tambahan. Agregat terutama diperoleh dari tempat terdekat
dari lokasi yang akan menggunakannya.
Beton aspal digunakan untuk pembuatan jalan, adapun faktor yang mendasari dalam
penggunaannya antara lain:
Kekuatan
Kenyamanan
Keawetan ( Durability)
Keamanan
Perancangan dalam beton aspal diperlukan untuk mendapatkan resep campuran dari
material yang terdapat di lokasi sehingga dihasilkan campuran sesuai spesifikasi campuran
yang ditetapkan . Sebab agregat dan aspal memiliki karakteristik yang berbeda-beda, yang
ditunjukkan oleh parameter seperti berat jenis, penyerapan agregat, gradasi , abrasi, penetrasi,
daktilitas, viskositas, dan sebagainya. Terkadang agregat yang digunakan merupakan
campuran agregat yang diperoleh dari tempat berbeda, instalasi pencampurannya pun
berbeda-beda. Oleh karena itu, tidak terdapat satu resep campuran tunggal untuk
menghasilkan campuran satu jenis beton aspal yang digunakan.
Saat ini metode rancangan campuran yang paling banyak dipergunakan di Indonesia
adalah metode rancangan campuran berdasarkan pengujian empiris dengan mempergunakan
alat Marshall. Rancangan ini ditemukan oleh Bruce marshall dan telah distandarisasi oleh
ASTM ataupun AASHTO melalui beberapa modifikasi, yaitu ASTM D 1559-76 atau
AASHTO T-245-90.
Prinsip dari metode Marshall adalah pemeriksaan stabilitas dan kelelehan (flow), serta
analisis kepadatan dan pori dari campuran padat yang terbentuk. Metode rancangan di
laboratorium berdasarkan pengujian empiris terdiri dari dua tahap, yaitu:
1. Menguji sifat agregat dan aspal yang akan dipergunakan sebagai bahan dasar campuran.
2. Membuat rancangan campuran di laboratorium yang menghasilkan rumus campuran
rancangan sesuai dengan persyaratan campuran yang dipilih, dikenal dengan nama DMF
(Desain Mix Campuran).
Selama ini campuran beraspal panas untuk perkerasan lentur dirancang menggunakan
Metoda SNI 03-1737-1989 (Marshall Konvensional) dengan persyaratan sifat campuran
sesuai kondisi lalu lintas yang akan melewatinya. Untuk kondisi lalu lintas berat, perencanaan
Marshall menetapkan pemadatan benda uji 2x75 tumbukan dengan batas rongga dalam
campuran (VIM) 5%. Hasil pengujian pengendalian mutu menunjukkan bahwa kesesuaian
parameter control di lapangan sering tidak terpenuhi untuk mencapai persyaratan dalam
spesifikasi sehingga kinerja pekerjaan tidak tercapai. sehingga berdasarkan penjelasan diatas,
pa Sehingga berdasarkan penjelasan diatas, pada Metode Konvensional belum cukup
menjamin kinerja campuran beraspal yang digunakan untuk lalu lintas berat dan padat dengan
suhu tinggi. Maka dalam spesifikasi baru diperkenalkan perencanaan campuran beraspal
panas dengan pendekatan kepadatan mutlak (No.023/T/BM/1999 dan spesifikasi
Depkimpraswil 2002). Kepadatan mutlak (Refusal Density) dimaksudkan sebagai kepadatan
tertinggi (maksimum) yang dicapai sehingga campuran tersebut praktis tidak dapat menjadi
lebih padat lagi.
Adapun perbedaan antara perancangan campuran beton aspal panas menurut spek lama
dan spek baru, yaitu:
Jenis Spek Kadar Aspal
(%)
Gradasi Tumbukan Kadar Rongga Umur
Akhir Rencana
Spek Lama 4 -7 1 - 11 2 x 75 75 x tumb. 3 – 5
Spek Baru Pb = 0,35.(%CA)+0,045.(%FA)+0,18.(%FF)+K
Berdasarkan kurva fuller
2 x 75 ditambah dengan 2 x 400 (pemadatan tambahan)
75 x tumb. 4,9 – 5,9
400 x tumb. < 2,5 %
Spek Bina
Marga 2010
5-7 Berdasarkan
tabel 6.3.2.3
2 x 75 75 x tumb. 3.5 – 5
Tabel 6.3.2.3 Amplop Gradasi Agregat Gabungan Untuk Campuran Aspal
Catatan:
1. Laston (AC) bergradasi kasar dapat digunakan pada daerah yang mengalami deformasi yang lebih tinggi dari biasanya seperti pada daerah pengunungan, gerbang tol atau pada dekat lampu lalu lintas.
2. Lataston (HRS) bergradasi semi senjang sebagai pengganti Lataston bergradasi senjang dapat digunakan pada daerah dimana pasir halus yang diperlukan untuk membuat gradasi yang benar-benar senjang tidak dapat diperoleh.
3. Untuk HRS-WC dan HRS-Base yang benar-benar senjang, paling sedikit 80% agregat lolos ayakan No.8 (2,36 mm) harus lolos ayakan No.30 (0,600 mm). Lihat Tabel 6.3.2.4 sebagai contoh batas-batas “Bahan Bergradasi Senjang” di mana bahan yang lolos No. 8 (2,36 mm) dan tertahan pada ayakan No.30 (0,600 mm).
4. Untuk semua jenis campuran, rujuk Tabel 6.3.2.1.(b) untuk ukuran agregat nominal maksimum pada tumpukan bahan pemasok dingin.
5. Apabila tidak ditetapkan dalam Gambar, penggunaan pemilihan gradasi sesuai dengan petunjuk direksi pekerjaan dengan mengacu pada panduan seksi 6.3 ini.
Tabel 6.3.3.(1c) Ketentuan Sifat-sifat Campuran Laston (AC)
Tabel 6.3.2.(1a) Ketentuan Agregat Kasar
Pengujian Standar Nilai
Kekekalan bentuk agregat terhadap larutan natrium dan magnesium sulfat
SNI 3407:2008 Maks.12 %
Abrasi dengan mesin Los Angeles
Campuran AC bergradasi kasar
SNI 2417:2008 Maks. 30%
Semua jenis campuran aspal bergradasi lainnya
Maks. 40%
Kelekatan agregat terhadap aspal SNI 03-2439-1991 Min. 95 %
Angularitas (kedalaman dari permukaan <10 cm) DoT’s
Pennsylvania
Test Method,
PTM No.621
95/90 1
Angularitas (kedalaman dari permukaan ≥ 10 cm) 80/75 1
Partikel Pipih dan Lonjong ASTM D4791
Perbandingan 1 :5
Maks. 10 %
Material lolos Ayakan No.200 SNI 03-4142-1996 Maks. 1 %
Catatan :
(*) 95/90 menunjukkan bahwa 95% agregat kasar mempunyai muka bidang pecah satu atau lebih dan 90% agregat kasar mmepunyai muka bidang pecah dua atau lebih.
Tabel 6.3.2.(2a) Ketentuan Agregat Halus
Pengujian Standar Nilai
Nilai Setara Pasir SNI 03-4428-1997 Min 50% untuk SS, HRS dan AC bergradasi Halus
Min 70% untuk AC bergradasi kasar
Material Lolos Ayakan No. 200 SNI 03-4428-1997 Maks. 8%
Kadar Lempung SNI 3423 : 2008 Maks 1%
Angularitas (kedalaman dari permukaan < 10 cm)
AASHTO TP-33 atau
ASTM C1252-93
Min. 45
Angularitas (kedalaman dari permukaan 10 cm) Min. 40
Bahan Pengisi (Filler) Untuk Campuran Beraspal
a) Bahan pengisi yang ditambahkan terdiri atas debu batu kapur (limestone dust), kapur padam (hydrated lime), semen atau abu terbang yang sumbernya disetujui oleh Direksi Pekerjaaan.
b) Bahan pengisi yang ditambahkan harus kering dan bebas dari gumpalan-gumpalan dan bila diuji dengan pengayakan sesuai SNI 03-1968-1990 harus mengandung bahan yang lolos ayakan No.200 (75 micron) tidak kurang dari 75 % terhadap beratnya.
c) Bilamana kapur tidak terhidrasi atau terhidrasi sebagian, digunakan sebagai bahan pengisi yang ditambahkan maka proporsi maksimum yang diijinkan adalah 1,0% dari berat total campuran beraspal. Kapur yang seluruhnya terhidrasi yang dihasilkan dari pabrik yang disetujui dan memenuhi persyaratan yang disebutkan pada Pasal 6.3.2.(4).(b) diatas, dapat digunakan maksimum 2% terhadap berat total agregat.
d) Semua campuran beraspal harus mengandung bahan pengisi yang ditambahkan tidak kurang dari 1% dan maksimum 2% dari berat total agregat
Bagan Alir Perencanaan Campuran Beton Aspal Panas
Penentuan jenis campuran
Pemeriksaan bahan
Penggabungan agregat
Penentuan kadar aspal benda uji Marshall ( 5-7 )%
3. Peralatan
4. Benda Uji
5. Prosedur Pengerjaan
1. Tentukan jenis lapisan perkerasan Laston ( AC- BC ).
2. Tentukan Proposi Agregat Gabungan
3. Tentukan Gradasi Agregat
Perhitungan kebutuhan bahan
Berat isi benda uji
Pembuatan benda uji Marshall
Uji Marshall
Tentukan kadar aspal untuk benda uji PRD pada VIM 5 %
GMM dan paremeter Marshall
Grafik analisa
Benda Uji PRD
Kepadatan mutlak VIM RD ≥ Syarat.
Benda Uji IP
4. Tentukan Kadar Aspal Rencana (5% ; 5.5% ; 6% ; 6.5% ; 7%).
5. Buat benda uji masing-masing 3 buah untuk setiap persentase kadar aspal.
6. Proporsi Kebutuhan Bahan.
6. Pelaporan
7. Catatan
8. Terminologi
9. Kesimpulan
MODUL 9
PEMERIKSAAN CAMPURAN ASPAL DENGAN ALAT MARSHALL
1. Maksud
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan ketahanan (stabilitas) terhadap kelelehan plastisitas ( flow ) dari campuran aspal .Ketahanan ( stabilitas ) ialah kemampuan suatu campuran aspal untuk menerima beban sampai terjadi kelelahan beaban sampai terjadi kelelahan plastisitas ialah keadaan perubahan bentuk suatu campuran aspal yang terjadi akibat suatu beban batas runtuh yang dinyatakan dalam mm, atau 0,01”.
2. Dasar Teori
Pengujian Marshall adalah suatu metode pengujian untuk mengukur ketahanan (stabilitas)terhadap kelelehan (flow) dari campuran aspal dengan menggunakan peralatan marshall.Pemeriksaan ini pertama kali dilakukan oleh Bruce Marshall,selanjutnya dikembangkan oleh U.SCorps of engineer. Pengujian marshall sekarang ini mengikuti prosedur dalam manual pemeriksaa bahan jalan (MPBJ) nomor PC–0202-76 atau American Association of state Highway and Transportasion Official (AASHTO) nomor T-245 atau American Society for Testingand Materials (ASTM) nomor D 1559-62T.
Alat Marshall merupakan alat tekan yang dilengkapi dengan proving ring (cincin penguji).Proving ring dilengkapi dengan arloji pengukur yang berguna untuk mengukur stabilitascampuran. Disamping itu terdapat arloji kelelehan (flow meter) untuk mengukur kelelehan plastis flow. Metode yang digunakan dalam hal ini adalah metode marshall. Dengan metode inikita dapat mengetahui karakteristik dari campuran, dan dari hasil pemeriksaan diperoleh data-data mengenai: kadar aspal, berat volume, stabilitas, flow, VIM, VMA, marshall quotient
3. Peralatan
a) Timbangan, dengan kapasitas 1 kg atau lebih dengan ketelitin 1 gram.
b) Kompor gas
c) Wajan tahan panas + spatula + penjepit
d) Pelat pembakaran
e) Cawan berukuran kecil
f) Cetakan benda uji lengkap dengan pelat alas dan leher sambung
g) Penumbuk
h) Alat pengeluar benda uji
i) Talam berukuran besar untuk menampung air
j) Keranjang kawat
k) Timbangan gantung
l) Alat uji Marshal
4. Benda Uji
Campuran aspal yang terdiri dari tiga sampel dengan besar campuran aspal dihitung
menggunakan persamaan berikut :
Pb = 0,035 (% CA) + 0,45 (% FA) + 0,18 (% FF) + Konstanta
Dimana : Pb = Persamaan aspal awal optimum
CA = Proporsi campuran agregat kasar
FA = Proporsi campuran agregat halus
FF = Proporsi campuran agregat bahan pengisi (Filler)
5. Prosedur Pengerjaan
6. Pelaporan
7. Catatan
8. Terminologi
9. Kesimpulan