laporan pendahuluan saponisikasi-1
TRANSCRIPT
![Page 1: LAPORAN PENDAHULUAN saponisikasi-1](https://reader035.vdocuments.mx/reader035/viewer/2022071921/55cf9b3e550346d033a54a83/html5/thumbnails/1.jpg)
LAPORAN PENDAHULUAN
LABORATORIUM UNIT PROSES II
SAPONIFIKASI
KELOMPOK IV
METHA ANGGRAINI 03101003010
AGUSTION SUGIANTO 03101003024
DWI LESTARI 03101003026
DWI APRIANSYAH 03101003044
VIKA FUJIYAMA 03101003053
SULISTIAWATI 03101003098
HERMAN SILALAHI 03101003113
JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2013
![Page 2: LAPORAN PENDAHULUAN saponisikasi-1](https://reader035.vdocuments.mx/reader035/viewer/2022071921/55cf9b3e550346d033a54a83/html5/thumbnails/2.jpg)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam kemajuan jaman yang sangat pesat ini, kita sebagai masyarakat yang
terlibat di dalamnya harus peka dan mengerti akan fenomena-fenomena kimia
sederhana yang terjadi di sekitar kita karena hal tersebut dapat menjadi batu
loncatan untuk menciptakan kreasi dan inovasi di masa mendatang. Banyak orang
awam kurang memiliki rasa ingin tahu terhadap hal-hal kecil atau bahkan tidak
peduli akan fenomena yang sering terjadi dalam keseharian mereka. Salah satu
contoh sederhana yang dapat kita tinjau ialah mencuci tangan. Banyak di antara
kita yang tidak mengerti bagaimana sabun dalam media air dapat membersihkan
tangan kita dari minyak yang menempel di tangan.
Sabun adalah salah satu senyawa kimia tertua yang pernah dikenal. Sabun
sendiri tidak pernah secara aktual ditemukan, namun berasal dari pengembangan
campuran antara senyawa alkali dan lemak/minyak. Trigliserida terdiri dari tiga
gugus asam lemak yang terikat pada gugus gliserol. Asam lemak terdiri dari rantai
karbon panjang yang berakhir dengan gugus asam karboksilat pada ujungnya.
Gugus asam karboksilat terdiri dari sebuah atom karbon yang berikatan dengan
dua buah atom oksigen. Satu ikatannya terdiri dari ikatan rangkap dua dan satunya
merupakan ikatan tunggal. Setiap atom karbon memiliki gugus asam karboksilat
yang melekat, maka dinamakan “tri-gliserida”.
Sabun merupakan merupakan suatu bentuk senyawa yang dihasilkan dari
reaksi saponifikasi. Istilah saponifikasi dalam literatur berarti “soap making”.
Akar kata “sapo” dalam bahasa Latin yang artinya soap / sabun. Pengertian
Saponifikasi (saponification) adalah reaksi yang terjadi ketika minyak / lemak
dicampur dengan larutan alkali. Ada dua produk yang dihasilkan dalam proses ini,
yaitu Sabun dan Gliserin. Sabun disebut sodium stearat dengan rumus kimia
C17H35COO – Na + dan merupakan hydrocarbon rantai panjang dengan 10 sampai
20 atom Karbon. Dapat digunakan untuk membersihkan karena bersifat polar,
merupakan komponen ionik yang larut dalam air dan tidak larut dalam larutan
organik, yaitu minyak.
![Page 3: LAPORAN PENDAHULUAN saponisikasi-1](https://reader035.vdocuments.mx/reader035/viewer/2022071921/55cf9b3e550346d033a54a83/html5/thumbnails/3.jpg)
Hidrolisa gliserida dengan larutan KOH atau NaOH akan menyebabkan
terbentuknya gliserol serta garan Na atau K dari asam lemak yang bersangkutan.
Garam ini dikenal dengan nama sabun dan reaksi hidrolisis ini disebut dengan
reaksi penyabunan (saponifikasi). Menurut Julius Caesar, suku bangsa Jerman
pada waktu itu membuat sabun dengan menggunakan lemak babi atau sapi dan
abu kayu yang banyak mengandung garam alkali.
Sekarang ini sabun dibuat dengan cara praktis dan dilakukan dengan teknik
yang sederhana. Lelehan lemak sapi atau lemak lain dipanaskan dengan NaOH
atau KOH. Sabun adalah garam alkali (biasanya garam natrium) dari asam-asam
lemak. Dimana asam lemak diartikan sebagai asam karboksilat yang diperoleh
dari hidrolisis dari suatu lemak atau minyak, yang umumnya mempunyai rantai
hidrokarbon panjang dan tak bercabang. Sabun mengandung garam, terutama
garam C16 dan C18, namun dapat juga mengandung beberapa karboksilat dengan
bobot atom rendah.
Pada pembuatan sabun dipergunakan bahan–bahan antara lain minyak
sayur, garam, pewarna dan NaOH. Minyak termasuk ke dalam lemak biasa
dimana lemak dan minyak adalah trigliserida .Perbedaan antara minyak dan
lemak adalah Lemak pada suhu kamar berbentuk padat, sedangkan minyak
berwujud cair. Lemak umunya bersumber dari hewan, sedangkan minyak terbuat
dari tumbuh-tumbuhan.
Beberapa contoh lemak dan minyak adalah lemak sapi, minyak kelapa,
minyak jagung dan minyak ikan. Sedangkan pada percobaan kali ini, dicoba untuk
membuat sabun dengan menggunakan minyak kelapa.
Lemak dan minyak yang digunakan untuk membuat sabun terdiri dari 7
asam lemak yang berbeda. Apabila semua ikatan karbon dalam asam lemak terdiri
dari ikatan tunggal disebut asam lemak jenuh, sedangkan bila semua atom karbon
berikatan dengan ikatan rangkap disebut asam lemak tak jenuh. Asam lemak tak
jenuh dapat dikonversikan menjadi asam lemak jenuh dengan menambahkan atom
hydrogen pada lokasi ikatan rangkap. Jumlah asam lemak yang tak jenuh dalam
pembuatan sabun akan memberikan pengaruh kelembutan pada sabun yang
dibuat.
![Page 4: LAPORAN PENDAHULUAN saponisikasi-1](https://reader035.vdocuments.mx/reader035/viewer/2022071921/55cf9b3e550346d033a54a83/html5/thumbnails/4.jpg)
1.2. Tujuan
1. Mengetahui prinsip dan proses saponifikasi.
2. Mengetahui cara menghitung konversi dan yield saponifikasi.
3. Mengetahui cara menghitung neraca massa dan neraca panas saponifikasi.
1.3. Permasalahan
Permasalahan yang ingin muncul dari percobaan ini adalah apakah massa
sebelum reaksi dan massa sesudah reaksi sama dengan menghitung persen yield
dari pembuatan sabun.
1.4. Hipotesa
1. Massa sebelum dan sesudah reaksi adalah sama baik secara teori maupun
praktek.
2. Persen yield yang didapat kurang dari seratus.
1.5 Manfaat
Manfaat yang dapat diambil dari percobaan ini adalah kita dapat mengetahui
proses pembuatan sabun dari minyak kelapa dengan teknik yang mudah.
![Page 5: LAPORAN PENDAHULUAN saponisikasi-1](https://reader035.vdocuments.mx/reader035/viewer/2022071921/55cf9b3e550346d033a54a83/html5/thumbnails/5.jpg)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Saponifikasi
Kata saponifikasi atau saponify berarti membuat sabun (Latin sapon, =
sabun dan –fy adalah akhiran yang berarti membuat). Bangsa Romawi kuno mulai
membuat sabun sejak 2300 tahun yang lalu dengan memanaskan campuran lemak
hewan dengan abu kayu. Pada abad 16 dan 17 di Eropa sabun hanya digunakan
dalam bidang pengobatan. Barulah menjelang abad 19 penggunaan sabun meluas.
Sabun merupakan merupakan suatu bentuk senyawa yang dihasilkan dari
reaksi saponifikasi. Saponifikasi adalah reaksi hidrolisis asam lemak oleh adanya
basa lemah (misalnya NaOH). Hasil lain dari reaksi saponifikasi ialah gliserol.
Selain C12 dan C16, sabun juga disusun oleh gugus asam karboksilat. Hidrolisis
ester dalam suasana basa bisa disebut juga saponifikasi.
Ada dua metode yang digunakan dalam esterifikasi yaitu proses batch dan
proses kontinyu. Proses esterifikasi berlangsung dibawah tekanan pada suhu 200-
250°C. Pada reaksi kesetimbangan, air dipindahkan secara kontinyu untuk
menghasilkan ester. Henkel telah mengembangkan esterifikasi countercurrent
kontinyu menggunakan kolom reaksi dodel plate. Teknologi ini didasarkan pada
prinsip reaksi esterifikasi dengan absorpsi simultan superheated metanol vapor
dan desorpsi metanolwater mixture. Reaksi ini menggunakan tekanan sekitar 1000
Kpa dan suhu 240 °C. Keuntungan dari proses ini adalah kelebihan metanol dapat
dijaga secara nyata pada rasio yang rendah yaitu 1,5 : 1 molar metanol : asam
lemak dibandingkan proses batch dimana rasionya 3-4 : 1 molar. Metil ester yang
melalui proses distilasi tidak memerlukan proses pemurnian. Kelebihan metanol
di rectified dan digunakan kembali. Esterifikasi proses kontinyu lebih baik
daripada proses batch. Dengan hasil yang sama, proses kontinyu membutuhkan
waktu yang lebih singkat dengan kelebihan metanol yang lebih rendah. Proses
esterifikasi merupakan proses yang cenderung digunakan dalam produksi ester
dari asam lemak spesifik Laju reaksi esterifikasi sangat dipengaruhi oleh struktur
molekul reaktan dan radikal yang terbentuk dalam senyawa antara. Data tentang
laju reaksi serta mekanismenya disusun berdasarkan karakter kinetiknya,
![Page 6: LAPORAN PENDAHULUAN saponisikasi-1](https://reader035.vdocuments.mx/reader035/viewer/2022071921/55cf9b3e550346d033a54a83/html5/thumbnails/6.jpg)
sedangkan data tentang perkembangan reaksi dinyatakan sebagai konstanta
kesetimbangan. Secara umum laju reaksi esterifikasi mempunyai sifat sebagai
berikut:
1. Alkohol primer bereaksi paling cepat, disusul alkohol sekunder, dan paling
lambat alkohol tersier
2. Ikatan rangkap memperlambat reaksi
3. Asam aromatik (benzoat dan p-toluat) bereaksi lambat, tetapi mempunyai
batas konversi yang tinggi
4. Makin panjang rantai alkohol, cenderung mempercepat reaksi atau tidak
terlalu berpengaruh terhadap laju reaksi.
Pada umumnya, alkali yang digunakan dalam pembuatan sabun pada
umumnya hanya NaOH dan KOH, namun kadang juga menggunakan NH4OH.
Sabun yang dibuat dengan NaOH lebih lambat larut dalam air dibandingkan
dengan sabun yang dibuat dengan KOH. Sabun yang terbuat dari alkali kuat
(NaOH, KOH) mempunyai nilai pH antara 9,0 sampai 10,8 sedangkan sabun yang
terbuat dari alkali lemah (NH4OH) akan mempunyai nilai pH yang lebih rendah
yaitu 8,0 sampai 9,5.
2.2. Soap (Sabun) dan Detergen
Istilah agen permukaaan aktif adalah meliputi soap (sabun) dan detergen,
wetting agent (agen basa) dan penetransts. Masing – masing mempunyai aktifitas
dan sifat khusus yang berbeda pada kontak dua fase.
Surface active agent merupakan gabungan antara water attracting atau
hidrofilik group terhadap suatu molekul lainya. Detergen secara umum dapat
diartikan sebagai pembersih. Untuk memulai pengertian tentang detergen, dapat
dimulai dari sabun. Dimana sabun merupakan produk kaustik. Lemak
merupakan campuran dari gliserida dimana komposisinya berbeda-beda sesuai
dengan sumbernya. Trigliserilasetat adalah ester-ester yang terjadi bila glycerol
alcohol terhidrat digabungkan dengan asam lemak yang mempunyai sifat khusus
tetapi natural fat (lemak alami).
Angka penyabunan adalah suatu bilangan yang menunjukan jumlah dari
potassium hidroksida yang diperlukan untuk menyabun 1 gram dari berat
![Page 7: LAPORAN PENDAHULUAN saponisikasi-1](https://reader035.vdocuments.mx/reader035/viewer/2022071921/55cf9b3e550346d033a54a83/html5/thumbnails/7.jpg)
lemak/minyak. Minyak atau lemak terdiri dari asam – asam lemak yang
mempunyai berat molekul reandah melalui proses safonifikasi menjadi berat
molekul tinggi dari asam lemak pada gliserida. Disamping pentingnya angka
penyabunan dalam proses pembuatan sabun, masih ada beberapa bilangan lainya
yang serta sekali hubunganya dengan proses pembuatan sabun. Bilangan tersebut
adalah:
a. Acid Value
Adalah jumlah milligram KOH yang diperlukan untuk menetralkan asam
lemak bebas didalam 1 gram minyak atau lemak.
b. Hanner Value
Adalah bilangan yang menyatakan persentase asam 0- asam lemak yang tidak
larut dalam lemak atau minyak.
2.3. Bahan Pembuatan Sabun
Secara teknik, sabun adalah hasil reaksi kimia antara fatty acid dan alkali.
Fatty acid adalah lemak yang diperoleh dari lemak hewani atau nabati. Ada
beberapa jenis minyak yang dipakai dalam pembuatan sabun, antara lain : Minyak
zaitun (olive oil), minyak kelapa (coconut oil), minyak sawit (palm oil), minyak
kedelai (soy bean oil) dan lain – lain. Masing – masing mempunyai karakter dan
fungsi yang berlainan. Secara sederhana dapat dirumuskan sebagai berikut : Fatty
Acid ( oils) + Base ( Natrium Hydroxide / Lye) = A Salt (soap)
Bahan baku yang digunakan didasarkan pada beberapa kriteria, antara lain
faktor manusia dan keamanan lingkungan, biaya, kecocokan dengan bahan-bahan
additive yang lain, serta wujud dan spesifikasi khusus dari produk jadinya.
Sedangkan proses produksi aktual dilapangan bisa saja bervariasi dari satu pabrik
dengan pabrik yang lain, namun tahap-tahap utama pembuatan semua produk ter-
sebut adalah tetap sama.
Sabun dibuat dari lemak [hewan], minyak [nabati] atau asam lemak (fatty
acid) yang direaksikan dengan basa anorganik yang bersifat water soluble,
biasanya digunakan caustic soda/soda api (NaOH) atau KOH (kalium hidroksida)
juga alternative yang sering juga dipakai, tergantung spesifik sabun yang
diinginkan. Sabun hasil reaksi dengan sodium hidroksida (NaOH) biasanya lebih
![Page 8: LAPORAN PENDAHULUAN saponisikasi-1](https://reader035.vdocuments.mx/reader035/viewer/2022071921/55cf9b3e550346d033a54a83/html5/thumbnails/8.jpg)
keras dibandingkan dengan penggunaan Potasium Hidroksida (KOH).
2.4. Jenis – Jenis Minyak/Lemak
Minyak/lemak merupakan senyawa lipid yang memiliki struktur berupa
ester dari gliserol. Pada proses pembuatan sabun, jenis minyak atau lemak yang
digunakan adalah minyak nabati atau lemak hewan. Perbedaan antara minyak dan
lemak adalah wujud keduanya dalam keadaan ruang. Minyak akan berwujud cair
pada temperatur ruang (± 28°C), sedangkan lemak akan berwujud padat.
Minyak tumbuhan maupun lemak hewan merupakan senyawa trigliserida.
Trigliserida yang umum digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun
memiliki asam lemak dengan panjang rantai karbon antara 12 sampai 18. Asam
lemak dengan panjang rantai karbon kurang dari 12 akan menimbulkan iritasi
pada kulit, sedangkan rantai karbon lebih dari 18 akan membuat sabun menjadi
keras dan sulit terlarut dalam air. Kandungan asam lemak tak jenuh, seperti oleat,
linoleat, dan linolenat yang terlalu banyak akan menyebabkan sabun mudah
teroksidasi pada keadaan atmosferik sehingga sabun menjadi tengik. Asam lemak
tak jenuh memiliki ikatan rangkap sehingga titik lelehnya lebih rendah daripada
asam lemak jenuh yang tak memiliki ikatan rangkap, sehingga sabun yang
dihasilkan juga akan lebih lembek dan mudah meleleh pada temperatur tinggi.
Minyak dan lemak merupakan campuran ester-ester gliseril dari asam lemak
(fatty acid) atau trigliserda. Ada bermacam – macam sumber aslinya yang berbeda
dan tergantung dari sifat – sifat fisis dan kimia dari campuran ester. Ester-ester
tersebut dapat berbentuk solid (padatan), liquid (cairan), volatile saturated (uap
jenuh yang mudah menguap) dan sebagian senyawa yang unsaturated (tidak
jenuh). Komposisi trigliserida terdiri dari ester 5% gliserida dan 95% fatty acid
(asam lemak) yang merupakan gabungan dari ester-ester.
Jumlah minyak atau lemak yang digunakan dalam proses pembuatan sabun
harus dibatasi karena berbagai alasan, seperti : kelayakan ekonomi, spesifikasi
produk (sabun tidak mudah teroksidasi, mudah berbusa, dan mudah larut), dan
lain-lain. Beberapa jenis minyak atau lemak yang biasa dipakai dalam proses
pembuatan sabun di antaranya :
1. Tallow
![Page 9: LAPORAN PENDAHULUAN saponisikasi-1](https://reader035.vdocuments.mx/reader035/viewer/2022071921/55cf9b3e550346d033a54a83/html5/thumbnails/9.jpg)
Tallow adalah lemak sapi atau domba yang dihasilkan oleh industri
pengolahan daging sebagai hasil samping. Kualitas dari tallow ditentukan dari
warna, titer (temperatur solidifikasi dari asam lemak), kandungan FFA, bilangan
saponifikasi, dan bilangan iodin. Tallow dengan kualitas baik biasanya digunakan
dalam pembuatan sabun mandi dan tallow dengan kualitas rendah digunakan
dalam pembuatan sabun cuci. Oleat dan stearat adalah asam lemak yang paling
banyak terdapat dalam tallow. Jumlah FFA dari tallow berkisar antara 0,75-7,0 %.
Titer pada tallow umumnya di atas 40°C. Tallow dengan titer di bawah 40°C
dikenal dengan nama grease.
2. Lard
Lard merupakan minyak babi yang masih banyak mengandung asam lemak
tak jenuh seperti oleat (60 ~ 65%) dan asam lemak jenuh seperti stearat (35 ~
40%). Jika digunakan sebagai pengganti tallow, lard harus dihidrogenasi parsial
terlebih dahulu untuk mengurangi ketidakjenuhannya. Sabun yang dihasilkan dari
lard berwarna putih dan mudah berbusa.
3. Palm Oil (minyak kelapa sawit)
Minyak kelapa sawit umumnya digunakan sebagai pengganti tallow.
Minyak kelapa sawit dapat diperoleh dari pemasakan buah kelapa sawit. Minyak
kelapa sawit berwarna jingga kemerahan karena adanya kandungan zat warna
karotenoid sehingga jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun
harus dipucatkan terlebih dahulu. Sabun yang terbuat dari 100% minyak kelapa
sawit akan bersifat keras dan sulit berbusa.
4. Coconut Oil (minyak kelapa)
Minyak kelapa merupakan minyak nabati yang sering digunakan dalam
industri pembuatan sabun. Minyak kelapa berwarna kuning pucat dan diperoleh
melalui ekstraksi daging buah yang dikeringkan (kopra). Minyak kelapa memiliki
kandungan asam lemak jenuh yang tinggi, terutama asam laurat, sehingga minyak
kelapa tahan terhadap oksidasi yang menimbulkan bau tengik. Minyak kelapa juga
memiliki kandungan asam lemak kaproat, kaprilat, dan kaprat.
5. Palm Kernel Oil (minyak inti kelapa sawit)
![Page 10: LAPORAN PENDAHULUAN saponisikasi-1](https://reader035.vdocuments.mx/reader035/viewer/2022071921/55cf9b3e550346d033a54a83/html5/thumbnails/10.jpg)
Minyak inti kelapa sawit diperoleh dari biji kelapa sawit. Minyak inti sawit
memiliki kandungan asam lemak yang mirip dengan minyak kelapa sehingga
dapat digunakan sebagai pengganti minyak kelapa. Minyak inti sawit memiliki
kandungan asam lemak tak jenuh lebih tinggi dan asam lemak rantai pendek lebih
rendah daripada minyak kelapa.
6. Palm Oil Stearine (minyak sawit stearin)
Minyak sawit stearin adalah minyak yang dihasilkan dari ekstraksi asam-
asam lemak dari minyak sawit dengan pelarut aseton dan heksana. Kandungan
asam lemak terbesar dalam minyak ini adalah stearin.
7. Marine Oil
Marine oil berasal dari mamalia laut (paus) dan ikan laut. Marine oil
memiliki kandungan asam lemak tak jenuh yang cukup tinggi, sehingga harus
dihidrogenasi parsial terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai bahan baku.
8. Castor Oil (minyak jarak)
Minyak ini berasal dari biji pohon jarak dan digunakan untuk membuat
sabun transparan.
9. Olive oil (minyak zaitun)
Minyak zaitun berasal dari ekstraksi buah zaitun. Minyak zaitun dengan
kualitas tinggi memiliki warna kekuningan. Sabun yang berasal dari minyak
zaitun memiliki sifat yang keras tapi lembut bagi kulit.
10. Campuran minyak dan lemak
Industri pembuat sabun umumnya membuat sabun yang berasal dari
campuran minyak dan lemak yang berbeda. Minyak kelapa sering dicampur
dengan tallow karena memiliki sifat yang saling melengkapi. Minyak kelapa
memiliki kandungan asam laurat dan miristat yang tinggi dan dapat membuat
sabun mudah larut dan berbusa. Kandungan stearat dan dan palmitat yang tinggi
dari tallow akan memperkeras struktur sabun.
2.5. Alkali
Jenis alkali yang umum digunakan dalam proses saponifikasi adalah NaOH,
KOH, Na2CO3, NH4OH, dan ethanolamines. NaOH, atau yang biasa dikenal
dengan soda kaustik dalam industri sabun, merupakan alkali yang paling banyak
![Page 11: LAPORAN PENDAHULUAN saponisikasi-1](https://reader035.vdocuments.mx/reader035/viewer/2022071921/55cf9b3e550346d033a54a83/html5/thumbnails/11.jpg)
digunakan dalam pembuatan sabun keras. KOH banyak digunakan dalam
pembuatan sabun cair karena sifatnya yang mudah larut dalam air. Na2CO3 (abu
soda/natrium karbonat) merupakan alkali yang murah dan dapat menyabunkan
asam lemak, tetapi tidak dapat menyabunkan trigliserida (minyak atau lemak).
Ethanolamines merupakan golongan senyawa amin alkohol. Senyawa
tersebut dapat digunakan untuk membuat sabun dari asam lemak. Sabun yang
dihasilkan sangat mudah larut dalam air, mudah berbusa, dan mampu menurunkan
kesadahan air. Sabun yang terbuat dari ethanolamines dan minyak kelapa
menunjukkan sifat mudah berbusa tetapi sabun tersebut lebih umum digunakan
sebagai sabun industri dan deterjen, bukan sebagai sabun rumah tangga.
Pencampuran alkali yang berbeda sering dilakukan oleh industri sabun dengan
tujuan untuk mendapatkan sabun dengan keunggulan tertentu.
Bahan baku pendukung digunakan untuk membantu proses penyempurnaan
sabun hasil saponifikasi (pegendapan sabun dan pengambilan gliserin) sampai
sabun menjadi produk yang siap dipasarkan. Bahan-bahan tersebut adalah NaCl
(garam) dan bahan-bahan aditif. NaCl merupakan komponen kunci dalam proses
pembuatan sabun. Kandungan NaCl pada produk akhir sangat kecil karena
kandungan NaCl yang terlalu tinggi di dalam sabun dapat memperkeras struktur
sabun. NaCl yang digunakan umumnya berbentuk air garam (brine) atau padatan
(kristal). NaCl digunakan untuk memisahkan produk sabun dan gliserin. Gliserin
tidak mengalami pengendapan dalam brine karena kelarutannya yang tinggi,
sedangkan sabun akan mengendap. NaCl harus bebas dari besi, kalsium, dan
magnesium agar diperoleh sabun yang berkualitas.
Bahan aditif merupakan bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam sabun
yang bertujuan untuk mempertinggi kualitas produk sabun sehingga menarik
konsumen. Bahan-bahan aditif tersebut antara lain : builders, fillers inert, anti
oksidan, pewarna,dan parfum.
Sabun dapat dibuat melalui proses batch atau kontinu Pada proses batch,
lemak atau minyak dipanaskan dengan alkali (NaOH atau KOH) berlebih dalam
sebuah ketel. Jika penyabunan telah selesai, garam garam ditambahkan untuk
mengendapkan sabun. Lapisan air yang mengaundung garam, gliserol dan
![Page 12: LAPORAN PENDAHULUAN saponisikasi-1](https://reader035.vdocuments.mx/reader035/viewer/2022071921/55cf9b3e550346d033a54a83/html5/thumbnails/12.jpg)
kelebihan alkali dikeluarkan dan gliserol diperoleh lagi dari proses penyulingan.
Endapan sabun gubal yang bercampur dengan garam, alkali dan gliserol kemudian
dimurnikan dengan air dan diendapkan dengan garam berkali-kali. Akhirnya
endapan direbus dengan air secukupnya untuk mendapatkan campuran halus yang
lama-kelamaan membentuk lapisan yang homogen dan mengapung. Sabun ini
dapat dijual langsung tanpa pengolahan lebih lanjut, yaitu sebagai sabun industri
yang murah. Beberapa bahan pengisi ditambahkan, seperti pasir atau batu apung
dalam pembuatan sabun gosok. Beberapa perlakuan diperlukan untuk mengubah
sabun gubal menjadi sabun mandi, sabun bubuk, sabun obat, sabun wangi, sabun
cuci, sabun cair dan sabun apung (dengan melarutkan udara di dalamnya).
Pada proses kontinu, yaitu yang biasa dilakukan sekarang, lemak atau
minyak hidrolisis dengan air pada suhu dan tekanan tinggi, dibantu dengan katalis
seperti sabun seng. Lemak atau minyak dimasukkan secara kontinu dari salah satu
ujung reaktor besar. Asam lemak dan gliserol yang terbentuk dikeluarkan dari
ujung yang berlawanan dengan cara penyulingan. Asam-asam ini kemudian
dinetralkan dengan alkali untuk menjadi sabun.
2.6. Mekanisme Kerja Sabun
Kotoran yang melekat pada kulit atau pakaian ataupun benda-benda lainnya,
pada umunya berasal dari lemak, minyak dan keringat, butir–butir tanah dan
sebagainya. Zat- zat tersebut sangant sukar larut dalam air karena bersifat non
polar. Untuk itu diperlukan sabun untuk membersihkanya.
Suatu gugus sabun terdiri dari bagian muka berupa gugus – COONa yang
polar serta bagian ekor berupa rantai alkyl yang bersifat non polar. Ketika sabun
dimasukkan ke dalam air maka sabun akan mengalami ionisasi. Gugus–gugus ini
akan membentuk buih , dimana akan mengarah kepada air (karena sama- sama
polar), sedangkan bagian yang lain akan mengarah kepada kotoran (karena sama-
sama non polar). Karena itu kotoran–kotoran terikat pada sabun dan terikat pada
air, maka dengan adanya gerakan tangan atau mesin cuci, kotoran tersebut akan
tertarik atau terlepas. Jika berupa minyak atau lemak, maka akan membentuk
emulsi minyak dalanm air dan sabun sebagi emulgator.
Jika sabun bertemu dengan kotoran tanah, maka akan diabsorbsi oleh sabun
![Page 13: LAPORAN PENDAHULUAN saponisikasi-1](https://reader035.vdocuments.mx/reader035/viewer/2022071921/55cf9b3e550346d033a54a83/html5/thumbnails/13.jpg)
dan membentuk suspensi butiran tanah, air dimana sabun sebagai zat pembentuk
suspensi. Kegunan sabun adalah kemampuannya mengemulsi kotoran berminyak
sehingga dapat dibuang dengan pembilasan. Kemampuan ini disebabkan oleh 2
sifat sabun, yaitu:
1. Rantai hidrokarbon sebuah molekul sabun larut dalam molekul nonpolar
seperti tetesan-tetesan minyak.
2. Ujung anion molekul sabun yang tertarik pada air ditolak oleh ujung anion
molekul-molekul sabun yang menyembul dari tetesan minyak lain. Karena
tolak menolak antara tetes-tetes sabun-minyak, maka minyak itu tidak dapat
bergabung tetapi tetap tersuspensi.
![Page 14: LAPORAN PENDAHULUAN saponisikasi-1](https://reader035.vdocuments.mx/reader035/viewer/2022071921/55cf9b3e550346d033a54a83/html5/thumbnails/14.jpg)
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan, yaitu:
1. Beaker glass 1000 ml 2 buah
2. Beaker glass 100 ml 1 buah
3. Termometer 1 buah
4. Gelas ukur 100 ml 1 buah
5. Pengaduk Kayu
6. Pemanas (water bath)
7. Neraca Analitis
8. Mortar
Bahan yang digunakan, yaitu:
1. Garam 15 gram
2. Aquadest 50 gram
3. Minyak sayur 225 gram
4. NaOH 75 gram
5. Pewarna dan Parfum secukupnya
3.2. Prosedur Percobaan
1. Haluskan garam.
2. Panaskan air di waterbath, kemudian larutkan garam di dalamnya.
3. Campur minyak dan NaOH dan dipanaskan dalam waterbath pada temperatur
800C sampai mendidih sambil diaduk terus.
4. Tambahkan larutan garam (dalam keadaan panas) dan pewarna ke dalam
campuran minyak dan NaOH sambil diaduk terus sampai kental dan timbul
minyak.
5. Pisahkan minyak dari campuran bahan dan timbang berat minyak tersebut.
6. Campuran yang telah dipisahkan dimasukkan ke dalam wadah plasitik (yang
ditimbang terlebih dahulu) dan timbang berat campuran dengan wadah
plastik.
7. Tunggu sampai 2 hari. Kemudian timbang.