laporan pendahuluan kusta

13
LAPORAN PENDAHULUAN KASUS I I. KONSEP MEDIS KUSTA A. DEFINISI Penyakit kusta adalah suatu penyakit kronis menular yang disesbabkan oleh infeksi mycobacterium leprae. Kusta adalah penyakit yang disebabkan oleh kuman kusta (mycobacterium leprae) yang menyerang syaraf tepi, kulit, dan jaringan tubuh lainnya (Depkes RI, 1998). Menurut WHO ( 1981 ) kusta di bagi menjadi dua, yaitu : (1) Multi Ultitalsiler(MB) berarti mengandung banyak basil : tipe LL ( lepromatosa polar ) tipe BL ( borderline lepromatosus ) tipe BB ( mid borderline) (2) pausibasiler(PB) berarti mengandung sedikit basil, yaitu : tipe TT ( tuberoloid polar ) tipe BT ( borderline tuberkoloid ) tipe I ( indeterminate) B. ETIOLOGI LAPORAN PROBLEM BASIC LEARNING Page 1

Upload: zulvikar-matike

Post on 31-Dec-2015

407 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

LAPORAN PENDAHULUAN KUSTA

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN PENDAHULUAN KUSTA

LAPORAN PENDAHULUAN

KASUS I

I. KONSEP MEDIS KUSTA

A. DEFINISI

Penyakit kusta adalah suatu penyakit kronis menular yang disesbabkan

oleh infeksi mycobacterium leprae.

Kusta adalah penyakit yang disebabkan oleh kuman kusta (mycobacterium

leprae) yang menyerang syaraf tepi, kulit, dan jaringan tubuh lainnya

(Depkes RI, 1998).

Menurut WHO ( 1981 ) kusta di bagi menjadi dua, yaitu :

(1) Multi Ultitalsiler(MB) berarti mengandung banyak basil :

tipe LL ( lepromatosa polar )

tipe BL ( borderline lepromatosus )

tipe BB ( mid borderline)

(2) pausibasiler(PB) berarti mengandung sedikit basil, yaitu :

tipe TT ( tuberoloid polar )

tipe BT ( borderline tuberkoloid )

tipe I ( indeterminate)

B. ETIOLOGI

Penyakit ini disebabkan oleh Mikobakterium leprae merupakan

basil tahan asam (BTA) bersifat obligat intraseluler, menyerang syaraf

perifer, kulit, dan organ lain seperti mukosa saluran nafas bagian atas, hati,

sumsum tulang kecualli susunan syaraf pusat. Masa membela diri dari

mikobakterium leprae 12-21 hari dan masa tunasnya antara 40 hari-40

tahun. hidup dlm sel(jaringan bersuhu dingin) tidak dapat dikultur dlm

media buatan.

LAPORAN PROBLEM BASIC LEARNING Page 1

Page 2: LAPORAN PENDAHULUAN KUSTA

C. KLASIFIKASI

Menurut Departemen Kesehatan Ditjen P2MPLP (1999) dan WHO (1995)

penyakit ini dapat diklasifikasikan  menjadi dua tipe yaitu Pause Basilier

(PB) dan Multi Basier (MB).

Secara awam kusta dikenal ada dua macam yakni kusta kering dan kusta

basah. Jika kusta terlambat diobati maka akan timbul kerusakan saraf dengan

akibat berupa mati rasa (terhadap stimulus panas, dingin, nyeri), kelumpuhan

otot, buta, dan akibat lain yang disebabkan oleh proses immunologis yang

disebut reaksi kusta.

Menurut Ridley dan Jopling membagi klasifikasi kusta berdasarkan

gambaran klinis, bakteriologik, histo patologik, dan status imun penderita

menjadi :

TT (Tipe Tuberkoloid)

BT (Borderline

Tuberkoloid)

BL (Borderline

Lepromatus)LL

(Lepromatosa)

1.       Lesi berupa makula

hipopig

mentasi/eutematosa

dengan permukaan

kering dan kadang

dengan skuama di

atasnya.

2.       Jumlah biasanya

yang satu dengan yang

besar bervariasi.

3.       Gejala berupa

gangguan sensasibilita,

pertumbuhan langsung

dan sekresi kelenjar

1.       Lesi berupa

makula/infiltrat

eritematosa

dengan

permukaan

kering.

2.       Jumlah 1-4

buah, gangguan

sensibilitas

( + ).

3.       Gangguan

sensibilitas

sedikit.

4.       BTA ( + )

1.     Lesi infiltrat

eritematosa.

2.     Jumlah

banyak, ukuran

bervariasi,

bilateral tapi

asimetris.

3.     Gangguan

sensibilitas

sedikit/( - ).

1.     Lesi infiltrat

eritematosa

dengan

permukaan

mengkilat,

ukuran kecil.

2.     Jumlah sangat

banyak dan

simetris.

LAPORAN PROBLEM BASIC LEARNING Page 2

Page 3: LAPORAN PENDAHULUAN KUSTA

keringat.

4.       BTA ( - ) dan uji

lepramin ( + ) kuat.

pada sediaan

apus kerokan

jaringan kulit

dan uji

lepromin ( - ).

4.     BTA ( + )

banyak, uji

Lepromin ( - ).

3.     BTA ( + )

sangat banyak

pada kerokan

jaringan kulit dan

mukosa hidung,

uji Lepromin

( - ).

Klasifikasi menurut WHO (1995) terbagi menjadi dua kelompok, yaitu:

a.       Pause Basiler (PB) : I, TT, BT

b.      Multi Basiler (MB) : BB, BL, LL

Perbedaan antara kusta Pause Basiler (PB) dengan Multi Basiler (MB) menurut

WHO

No.

Kelainan kulit & hasil pemeriksaan

Pause Basiler Multiple Basiler

1. Bercak (makula)

a.       Jumlah

b.       Ukuran

c.        Distribusi

d.       Konsistensi

e.        Batas

f.        Kehilangan rasa pada

bercak

g.        Kehilangan

berkemampuan

berkeringat, berbulu

a.       1-5

b.       Kecil dan besar

c.        Unilateral atau

bilateral asimetris

d.       Kering dan kasar

e.        Tegas

f.        Selalu ada dan

jelas

g.        Bercak tidak

berkeringat, ada

bulu rontok pada

a.       Banyak

b.       Kecil-kecil

c.        Bilateral, simetris

d.       Halus, berkilat

e.        Kurang tegas

f.        Biasanya tidak

jelas, jika ada terjadi

pada yang sudah

lanjut

g.        Bercak masih

berkeringat, bulu tidak

LAPORAN PROBLEM BASIC LEARNING Page 3

Page 4: LAPORAN PENDAHULUAN KUSTA

rontok pada bercak bercak rontok

2. Infiltrat

a.       Kulit

b.       Membrana mukosa

tersumbat perdarahan

dihidung

a.       Tidak ada

b.       Tidak pernah ada

a.       Ada, kadang-

kadang tidak ada

b.       Ada, kadang-

kadang tidak ada

3. Ciri hidung ”central healing”

penyembuhan

ditengah

a.       Punched out lession

b.       Medarosis

c.        Ginecomastia

d.       Hidung pelana

e.        Suara sengau

4. Nodulus Tidak ada Kadang-kadang ada

5. Penebalan saraf tepi Lebih sering terjadi

dini, asimetris

Terjadi pada yang

lanjut biasanya lebih

dari 1 dan simetris

6. Deformitas cacat Biasanya asimetris

terjadi dini

Terjadi pada stadium

lanjut

7. Apusan BTA negatif BTA positif

D. MANIFESTASI KLINIK

Menurut WHO (1995) diagnosa kusta ditegakkan bila terdapat satu dari

tanda cardinal berikut:

(1) Adanya lesi kulit yang khas dan kehilangan sensibilitas

(2) Lesi pada kulit dapat tunggal atau multiple biasanya hopopigmentasi

tetapi kadang-kadang lesi kemerahan atau berwarna tembaga

biasanya berupa mukula, papul, nodul. Kehilangan sensibilitas pada

lesi kulit merupakan gambaran khas. Kerusakan saraf terutama saraf

LAPORAN PROBLEM BASIC LEARNING Page 4

Page 5: LAPORAN PENDAHULUAN KUSTA

tepi, bermanifestasi sebagai kehilangan sensibilitas kulit dan

kelemahan otot.

(3) BTA Positif

(4) Pada beberapa kasus ditemukan BTA dikerokan jaringan kulit.

(5) Penebalan saraf tepi, nyeri tekan, paratesi.

E. PATOGENESIS

Meskipun cara masuk M. Leprae ke tubuh belum diketahui pasti, beberapa

penelitian, tersering melalui kulit yang lecet pada bagian tubuh bersuhu

dingin dan melalui mukosa nasal.

Pengaruh M. Leprae ke kulit tergantung factor imunitas seseorang,

kemampuan hidup M. Leprae pada suhu tubuh yang rendah, waktu

regenerasi lama, serta sifat kuman yang Avirulen dan non toksis.

M. Leprae ( Parasis Obligat Intraseluler ) terutama terdapat pada sel

macrofag sekitar pembuluh darah superior pada dermis atau sel Schwann

jaringan saraf, bila kuman masuk tubuh tubuh bereaksi mengeluarkan

macrofag ( berasal dari monosit darah, sel mn, histiosit ) untuk memfagosit.

Tipe LL ; terjadi kelumpulan system imun seluler tinggi macrofag tidak

mampu menghancurkan kuman dapat membelah diri dengan bebas merusak

jaringan.

Tipe TT ; fase system imun seluler tinggi macrofag dapat menghancurkan

kuman hanya setelah kuman difagositosis macrofag, terjadi sel epitel yang

tidak bergerak aktif, dan kemudian bersatu membentuk sel dahtian longhans,

bila tidak segera diatasi terjadi reaksi berlebihan dan masa epitel

menimbulkan kerusakan saraf dan jaringan sekitar.

Timbulnya penyakit pada seseorang tidak mudah sehingga tidak perlu

ditakuti. Hal ini bergantung pada beberapa faktor, antara lain sumber

penularan, kuman kusta, daya tahan tubuh, sosial ekonomi dan iklim.

Sumber penularan adalah kuman kusta utuh (solid) yang berasal dari pasien

kusta tipe MB (Multi Basiler) yang belum diobati atau tidak teratur berobat.

LAPORAN PROBLEM BASIC LEARNING Page 5

Page 6: LAPORAN PENDAHULUAN KUSTA

Bila seseorang terinfeksi M. leprae sebagian besar (95%) akan sembuh

sendiri dan 5% akan menjadi indeterminate. Dari 5% indeterminate, 30%

bermanifestasi klinis menjadi determinate dan 70% sembuh.

Insiden tinggi pada daerah tropis dan subtropis yang panas dan lembab.

Insiden penyakit kusta di Indonesia pada Mret 1999 sebesar 1,01 per 10.000

penduduk.

Kusta dapat menyerang semua umur, anak-anak lebih rentan daripada orang

dewasa. Frekuensi tertinggi pada kelompok dewasa ialah umur 25 – 35

tahun, sedangkan pada kelompok anak umur 10 – 12 tahun.

F. PATOFISIOLOGI

Setelah mikobakterium leprae masuk kedalam tubuh, perkembagan

penyakit kusta bergantung pada kerentanan seseorang. Respon setelah masa

tunas dilampaui tergantung pada derajat sistem imunitas seluler ( celuler

midialet immune) pasien. Kalau sistem imunitas seluler tinggi, penyakit

berkembang kearah tuberkoloid dan bila rendah berkembang kearah

lepromatosa. Mikobakterium leprae berpredilekasi didaerah-daerah yang

relative dingin yaitu daerah akral dengan vaskularisasi yang sedikit. 

Derajat penyakit tidak selalu sebanding dengan derajat infeksi karena imun

pada tiap pasien berbeda. Gejala klinis lebih sebanding dengan tingkat

reaksi seluler dari pada intensitas infeksi oleh karena itu penyakit kusta

disebut penyakit imonologik.

G. DIAGNOSIS TEST

Diagnosa pasti ditegakan bila dpdapatkan kuman kusta pada kerokan kulit

di daerah khas dan pada kuping. Pengobatan penyakit kusta berlangsung 6-

36 bulan dan bisa gratis di puskasmas. Pencegahannya dengan menjaga

kebersihan pribadi, mandi teratur 2 kali sehari dengan sabun, makanan sehat

secara seimbang.

LAPORAN PROBLEM BASIC LEARNING Page 6

Page 7: LAPORAN PENDAHULUAN KUSTA

H. KOMPLIKASI

Cacat merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada pasien kusta baik

akibat kerusakan fungsi saraf tepi maupun karena neuritis sewaktu terjadi

reaksi kusta.

I. PENATALAKSANAAN

J. Sejak tahun 1941, digunakn DDS (Diethil-Diphenyl-Sulphone) yang dikenal

juga sebagai Dapson dengan lama pengobatan seumur hidup. Sejak 1982

WHO memperkenalkan MDT (multiple drug therapi),yang di Indonesia

dimulai sejak 1983 dengan menggunakan Rifampicin dan DDS (untuk kusta

kering dengan lama pengobatan 6 bulan) dan untuk kusta basah masih

ditambah dengan lamparene denagn lama pengobatan 2 tahun. Panduan

terbaru dari WHO menyatakan bahwa untuk pengobatan kusta basah

cukup[ satu tahun saja. Dengan pengobatan MDT,  Micobacterium Leprae di

dalam tubuh penderita akan mati dalam 2 kali8 24 jam. Pada beberapa

keadaan, ada Mycobacterium Leprae yang tidur (dormant) dimana

metabolismenya praktis nol, sehingga walaupun ada obat yang mematikan

namun kuman tetap tyidak mengambilnya karena memang tidak mengambil

bahan makanan sama sekali sehingga tetap hidup.

K.             Diharapkan selama masa pengobatan tersebut, kuman – kuman

terbangun sedikit demi sedikit sehingga  pada saat masa pengobatan selesai

seluruh kuman telah musnah. Pada panderita kusta pengobatan berlangsung

6 hingga 12 bulan. Sebab sesuai dengan jenisnya (ada kusta basah dan kusta

kering). Selama pengobatan, penderita harus secara rutin, teratur sampai

sembuh.    

1. Terapi Medik

Rejimen pengobatan di Indonesia sesuai rekomendasi WHO 1995

sebagai berikut:

(1) Tipe PB (Pause Basiler)

Jenis obat dan dosis untuk orang dewasa:

Rifampisin 600mg/bln

DDS tablet 100mg/hari

LAPORAN PROBLEM BASIC LEARNING Page 7

Page 8: LAPORAN PENDAHULUAN KUSTA

(2) Tipe MB (Multi Basiler)

Jenis onbat dan dosis untuk orang dewasa:

Rifampisin 600mg/bln

Klofazimin 300mg/bln dan klofazimin 50mg/hr

DDS 100mg/hr

(3) Dosis untuk anak

Klofazimin:

Umur dibawah 10 tahun: bulanan 100mg/bln dan harian 50

mg/2kali/minggu

Umur 11-14 tahun: bulanan 100mg/bln dan harian 50mg/3

kali/minggu

DDS: 1-2 mg/ kg BB

Rifampisin: 10-15mg/kg BB

(4) Pengobatan MDT terbaru

Metode ROM adalh pengobatan MDT terbaru. Menurut WHO pasien

kusta tipe TP dengan lesi hanya 1 cukup diberikan dosis tunggal

rifampisin 600mg, ofloksasim 400mg dan minoksilin 100mg dan

pasien langsung dinyatakan RFT, sedangkan untuk tipe PB dengan 2-5

lesi diberikan dosis dalam 6 bulan. Untuk tipe MB diberikan sebagi

obat alternative dan dianjurkan degunakan sebanyak 24 dosis dalam 24

jam.

(5) Putus obat

Pada pasien kusta tipe PB yang tidak minum obat sebanyak 4 dodis

dari yang seharusnya maka dinyatakan DO, sedangkan pasien kusta

tipe MB dinyatakan DO bila tidak diminum obat 12 dosis dari yang

seharusnya.

2. Perawatan Umum

(1) Perawatan mata dengan lagophthalmos

(2) Perawatan tangan yang mati rasa

(3) Perawatan kaki yang mati rasa

(4) Perawatan luka

LAPORAN PROBLEM BASIC LEARNING Page 8