laporan pendahuluan dm.doc
DESCRIPTION
IRMATRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN
KEPERAWATAN DEWASA II
DIABETES MELLITUS
OLEH:
Nama mahasiswa : Irma Ariani
NIM : 010109a055
Program Studi Ilmu Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Ngudi Waluyo
Jl. Gedongsongo, Candirejo – Ungaran
Tahun Ajaran 2011/2012
Kata Pengantar
Puji syukur kehadihat Allah SWT atas limpahan rahmat dan kasih
sayangnya hingga selesainya laporan pendahuluan tentang Diabetes
Mellitus ini, shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada
tauladan terbaik Rasulullah Muhammad saw. Penulis mengucapkan
banyak terimakasih pada pihak-pihak yang membantu penyusunan laporan
pendahuluan ini.
Saran dan kritik sangat penulis harapkan untuk perbaikan lebih
lanjut. Semoga laporan pendahuluan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes melitus merupakan penyakit kronis yang terus meningkat
di seluruh dunia. Di Amerika Serikat, diperkirakan 23,6 juta penduduk
mengalami diabetes melitus, 90 – 95 % merupakan diabetes melitus tipe 2.
Walaupun dapat terjadi pada semua usia, diabetes melitus tipe 2 umumnya
didiagnosis setelah berumur 40 tahun. (Strayer, Darlene A & Tanja Schub,
2010).
Di Indonesia, penyakit endokrin, nutrisi dan metabolik yang
menjalani rawat inap menempati urutan keempat, setelah penyakit sistem
sirkulasi darah, penyakit susunan saraf dan kondisi tertentu yang bermula
pada masa perinatal dengan jumlah 83.045 jiwa. Berdasarkan klasifikasi
diabetes melitus menurut International Statistical Classification of
Diseases and Related Health Problems (ICD-10), DM yang tidak
bergantung insulin dan DM yang tidak tentu, masuk dalam 50 peringkat
utama penyebab kematian, rawat inap dan rawat jalan di RS di Indonesia
selama tahun 2007. Jumlah pasien keluar rawat inap di rumah sakit di
Indonesia dengan diagnosis diabetes melitus tahun 2007 sebanyak 56.378
pasien, sedangkan kasus baru pada rawat jalan sebanyak 28.095 kasus.
(Ditjen Bina Yanmedik, 2009). Tanpa pemantauan, diabetes melitus dapat
menimbulkan komplikasi serius dan biaya yang besar. Maka dari itu dalam
laporan pendahuluan ini, penulis akan menyampaikan bagaimana asuhan
keperawatan pada klien dengan kasus Diabetes Mellitus.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu melaksanakan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan
Diabetes Mellitus
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui tentang pengertian Diabetes Mellitus
b. Mengetahui Etiologi dan faktor resiko Diabetes Mellitus
c. Mengetahui patofisiologi dan pathway Diabetes Mellitus
d. Mengetahui tanda dan gejala Diabetes Mellitus
e. Mengetahui indikasi dan komplikasi dari Diabetes Mellitus
f. Mampu melakukan pemeriksaan diagnostik Diabetes
Mellitus
g. Penatalaksanaan medis
h. Mampu memberikan Asuhan Keperawatan pada pasien
dengan Diabetes Mellitus
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Penyakit
1. Definisi
Diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang
ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia.
Glukosa secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah.
Glukosa dibentuk di hati dari makanan yang dikonsumsi. Insulin, yaitu
suatu hormon yang diproduksi pankreas, mengendalikan kadar glukosa
dalam darah dengan mengatur produksi dan penyimpanannya.
Pada diabetes, kemampuan tubuh untuk bereaksi terhadap insulin
dapat menurun, atau pankreas dapat menghentikan sama sekali produksi
insulin. Keadaan ini menimbulkan hiperglikemia yang dapat
mengakibatkan komplikasi metabolik akut seperti diabetes ketoasidosis
dan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketotik (HHNK).
Hiperglikemia jangka panjang dapat ikut menyebabkan komplikasi
inikrovaskuler yang kronis (penyakit ginjal dan mata) dan komplikasi
neuropati (penyakit pada saraf). Diabetes juga disertai dengan peningkatan
insidens penyakit makrovaskuler yang mencakup infark miokard, stroke
dan penyakit vaskuler perifer (Brunner & Suddarth, 2002).
Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada
seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula
(glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif
(Arjatmo, 2002).
Diabetes Mellitus adalah keadaan hiperglikemi kronik yang
disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang
menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan
pembuluh darah (Mansjoer dkk,1999). Sedangkan menurut Francis dan
John (2000), Diabetes Mellitus klinis adalah suatu sindroma gangguan
metabolisme dengan hiperglikemia yang tidak semestinya sebagai akibat
suatu defisiensi sekresi insulin atau berkurangnya efektifitas biologis dari
insulin atau keduanya.
2. Klasifikasi
Klasifikasi Diabetes Mellitus dari National Diabetus Data Group:
Classification and Diagnosis of Diabetes Mellitus and Other Categories of
Glucosa Intolerance:
a. Klasifikasi Klinis
1) Diabetes Mellitus
a) Tipe tergantung insulin (DMTI), Tipe I
b) Tipe tak tergantung insulin (DMTTI), Tipe II
(1) DMTTI yang tidak mengalami obesitas
(2) DMTTI dengan obesitas
2) Gangguan Toleransi Glukosa (GTG)
3) Diabetes Kehamilan (GDM)
b. Klasifikasi risiko statistik
1) Sebelumnya pernah menderita kelainan toleransi glukosa
2) Berpotensi menderita kelainan toleransi glukosa
Pada Diabetes Mellitus tipe 1 sel-sel β pancreas yang secara
normal menghasilkan hormon insulin dihancurkan oleh proses
autoimun, sebagai akibatnya penyuntikan insulin diperlukan untuk
mengendalikan kadar glukosa darah. Diabetes mellitus tipe I ditandai
oleh awitan mendadak yang biasanya terjadi pada usia 30 tahun.
Diabetes mellitus tipe II terjadi akibat penurunan sensitivitas
terhadap insulin (resistensi insulin) atau akibat penurunan jumlah
produksi insulin.
3. Etiologi
a. Diabetes Tipe I ( tergantung insulin )
Diabetes Tipe I ditandai oleh penghancuran sel-sel beta
pankreas. Kombinasi faktor genetik, imunologi dan mungkin pula
lingkungan (misalnya, infeksi virus) diperkirakan turut menimbulkan
destruksi sel beta.
a. Faktor-faktor Genetik.
Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang
memiliki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu.
HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas
antigen transplantsi dan proses imun lainnya. Sembilan puluh lima
persen pasien berkulit putih (Caucasian) dengan diabetes tipe I
memperlihatkan tipe HLA yang spesifik (DR3 atau DR4). Risiko
terjadinya diabetes tipe I meningkat tiga hingga lima kali lipat pada
individu yang memiliki salah satu dari kedua tipe HLA ini.
b. Faktor-Faktor Imunologi.
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respons
otoimun. Respons ini merupakan respons abnormal di mana
antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi
terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai
jaringan asing.
c. Faktor-faktor Lingkungan.
Hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin
tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi
sel beta.
b. Diabetes Tipe II ( tidak tergantung insulin )
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui,
factor genetic diperkirakan memegang peranan dalam proses
terjadinya resistensi insulin. Diabetes Mellitus tak tergantung insulin
(DMTTI) penyakitnya mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI
ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja
insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran
terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada
reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi
intraselluler yang meningkatkan transport glukosa menembus
membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam
pengikatan insulin dengan reseptor.
Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat
reseptor yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi
penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan
system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan
dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin,
tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai
untuk mempertahankan euglikemia (Price,1995). Diabetes Mellitus
tipe II disebut juga Diabetes Mellitus tidak tergantung insulin
(DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)
yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes
yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi
terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM
tipe II, diantaranya adalah:
1) Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65
tahun)
2) Obesitas
3) Riwayat keluarga
4) Kelompok etnik (Brunner & Suddarth, 2002).
4. Tinjauan Fisiologi
Insulin disekresikan oleh sel-sel beta yang merupakan salah satu
dari empat tipe sel dalam pulau-pulau Langerhans pankreas. Insulin
merupakan hormon anabolik atau hormon untuk menyimpan kalori
(storage hormone). Apabila seseorang makan makanan, sekresi insulin
akan meningkat dan menggerakkan glukosa ke dalam sel-sel otot, hat;
serta lemak. Dalam, sel-sel tersebut, insulin menimbulkan efek berikut ini:
a. Menstimulasi penyimpanan glukosa dalam hati dan otot (dalam
bentuk glikogen)
b. Meningkatkan penyimpanan lemak dari makanan dalam jaringan
adipose
c. Mempercepat pengangkatan asam-asam amino (yang berasal dari
protein makanan) ke dalam sel
Insulin juga menghambat pemecahan glukosa, protein dan lemak
yang disimpan.
Selama masa "puasa" (antara jam-jam makan dan pada saat tidur
malam), pankreas akan melepaskan secara terus-menerus sejumlah kecil
insulin bersama dengan hormon pankreas lain yang disebut glukagon
(hormon ini disekresikan oleh sel-sel alfa pulau Langerhans), Insulin dan
glukagon secara bersama-sama mempertahankan kadar glukosa yang
konstan dalam darah dengan menstimulasi pelepasan glukosa dari hati.
Pada mulanya, hati menghasilkan glukosa melalui pemecahan
glikogen (glikogenolisis). Setelah 8 hingga 12 jam tanpa makanan, hati
membentuk glukosa dari pemecahan zat-zat selain Karbohidrat yang
mencakup asam-asam amino (glukonsogtnesis) (Brunner & Suddarth,
2002).
5. Patofisiologi
a. Diabetes Tipe I
Pada diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan
oleh proses autoimun. Hiperglikemia-puasa terjadi akibat produksi
glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu, glukosa yang
berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap
berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial
(sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak
dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar;
akibatnya, glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika
glukosa yang berlebihan diekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini
akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan.
Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari
kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami
peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan
lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat
mengalami peningkatan selera makan (polifagia) akibat menurunnya
simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan.
Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis
(pemecahan glukosa yang disimpan) dan gluko-neogenesis
(pembentukan glukosa bara dari asam-asam amino serta substansi
lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi
tanpa hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan hiperglikemia. Di
samping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan
peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping
pemecahan lemak. Badan Keton merupakan asam yang mengganggu
keseimbangan asanvbasa tubuh apabila jumlahnya berlebihan.
Ketoasidosis diabetik yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-
tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi,
napas berbau aseton, dan bila tidak ditangani akan menimbulkan
perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian insulin
bersama dengan cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan
memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi
gejala hiperglikemia serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai
pemantauan Kadar glukosa darah yang sering merupakan komponen
terapi yang penting.
b. Diabetes Tipe II
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin, yaitu; resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus
pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor
tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di
dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan
penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak
efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya
glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang
disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini
terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan, dan kadar glukosa akan
dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat.
Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi
peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan
meningkat dan terjadi diabetes tipe II.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan
ciri khas diabetes tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah
yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan
keton yang menyertainya. Karena itu, ketoasidosis diabetik tidak
terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang
tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang
dinamakan sindrom hiperglikemia hiperosmoler nonketotik (HHNK)
(lihat hlm. 1262-1263).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes
yang berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi
glukosa yang berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan
progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi.
Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan
dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria. polidipsia, luka
pada kulit yang lama sembuh-sembuh, Infeksi vagina atau pandangan
yang kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi).
6. Manifestasi Klinis
Menurut Askandar (1998) seseorang dapat dikatakan menderita
Diabetes Mellitus apabila menderita dua dari tiga gejala yaitu :
a. Keluhan TRIAS: Banyak minum, Banyak kencing dan Penurunan
berat badan.
b. Kadar glukosa darah pada waktu puasa lebih dari 120 mg/dl
c. Kadar glukosa darah dua jam sesudah makan lebih dari 200 mg/dl
Sedangkan menurut Waspadji (1996) keluhan yang sering terjadi
pada penderita Diabetes Mellitus adalah: Poliuria, Polidipsia, Polifagia,
Berat badan menurun, Lemah, Kesemutan, Gatal, Visus menurun,
Bisul/luka, Keputihan.
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Tes Toleransi Glukosa.
Tes toleransi glukosa oral merupakan pemeriksaan yang lebih
sensitif daripada tes toleransi glukosa intravena yang hanya digunakan
dalam situasi tertentu (misalnya, untuk pasien yang pernah menjalani
operasi lambung). Tes toleransi glukosa oral dilakukan dengan
pemberian larutan karbohidrat sederhana.
b. Pertimbangan Gerontologi.
Kenaikan kadar glukosa darah tampak berhubungan dengan
usia dan terjadi pada laki-laki maupun wanita di seluruh dunia.
Kenaikan glukosa darah timbul pada dekade usia kelima dan
frekuensinya meningkat bersamaan dengan pertambahan usia. Apabila
lansia dengan diabetes yang nyata tidak ikut diperhitungkan dalam
statistik, kurang lebih 10% hingga 30% lansia memiliki hiperglikemia
yang berhubungan dengan usia (Brunner & Suddarth, 2002).
8. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes adalah mencoba menormal-kan
aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi
terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik.
Ada lima komponen dalam penatalaksanaan diabetes:
1. Diet
2. Latihan
3. Pemantauan
4. Terapi (jika diperlukan)
5. Pendidikan
1. Penyuluhan Diet
Ahli diet klinik menggunakan berbagai sarana dan bahan-
bahan pengajaran serta cara pendekatan pada perencanaan makan.
Perawat memegang peranan yang penting, dalam mengkomunikasikan
informasi yang tepat kepada ahli diet dan menambah pemahaman
pasien.
2. Latihan
Latihan sangat penting dalam penatalaksanaan diabetes karena
efeknya dapat menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi
faktor risiko kardiovaskuler.
3. Pemantauan Glukosa dan Keton
Dengan melakukan pemantauan kadar glukosa darah secara
mandiri (SMBG; self-monitoring of blood glucose), penderita diabetes
kini dapat mengatur terapinya untuk mengendalikan Kadar glukosa
darah secara optimal. Cara ini memungkinkan deteksi dan pencegahan
hipoglikemia serta hiperglikemia, dan berperan dalam menentukan
kadar glukosa darah normal yang kemungkinan akan mengurangi
komplikasi diabetes jangka panjang.
4. Terapi Insulin
Pada diabetes tipe I, tubuh kehilangan kemampuan untuk
memproduksi insulin. Dengan demikian, insulin eksogenus harus
diberikan dalam jumlah tak terbatas. Pada diabetes tipe II, insulin
mungkin diperlukan sebagai terapi jangka panjang untuk
mengendalikan kadar glukosa darah jika diet dan obat hipoglikemia
oral tidak berhasil mengontrolnya.
Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari (atau
bahkan lebih sering lagi) untuk mengendalikan kenaikan kadar
glukosa darah sesudah makan dan pada malam hari. Karena dosis
Insulin yang diperlukan masing-masing pasien ditentukan oleh kadar
glukosa dalam darah, maka pemantauan kadar glukosa darah yang
akurat sangat penting.
Pemberian Suntikan:
Pemilihan dan Rotasi Tempat Penyuntikan. Ada empat daerah
utama untuk penyuntikan insulin, yaitu: abdomen, lengan (permukaan
posterior), paha (permukaan anterior) dan bokong. Insulin akan
diabsorpsi lebih cepat jika disuntikkan pada daerah tertentu. Insulin
diabsorpsi paling cepat di abdomen dan menurun secara progresif
pada lengan, paha serta bokong.
9. Masalah yang Timbul Akibat Insulin
a. Reaksi Alergi Setempat.
Reaksi alergi setempat terjadi dalam bentuk kemerahan,
pembengkakan, nyeri tekan dan indurasi atau bilur selebar 2 hingga 4
cm yang dapat timbul pada tempat penyuntikan 1 sampai 2 jam
sesudah penyuntikan.
b. Reaksi Alergi Sistemik
1. Lipodistrofi Insulin.
Lipodisfrofi mengacu kepada gangguan metabolisme
lemak setempat dalam bentuk lipoatrofi atau lipohipertrofi yang
terjadi pada tempat penyuntikan insulin. Lipoatrofi adalah keadaan
berkurangnya lemak subkutan yang tampak sebagai dekik ringan
atau cekungan lemak subkutan yang cukup serius.
2. Lipohipertrofi
Merupakan terjadinya fibrosis massa jaringan lemak
(fibrofatty) pada tempat penyuntikan yang disebabkan oleh
penggunaan satu tempat penyuntikan secara berulang-ulang.
10. Komplikasi
1. Akut : hipoglikemia,ketoasidosis diabetik dan sindrom HHNK (koma
hiperglikemia hiperosmoler nonketotik atau HONK (hiperosmoler non
ketotik).
2. Komplikasi menahun Diabetes Mellitus
a. penyakit makrovaskuler : mengenai pembuluh darah besar,
penyakit jantung koroner (cerebrovaskuler, penyakit pembuluh
darah kapiler).
b. Penyakit mikrovaskuler, mengenai pembuluh darah kecil,
retinopati, nefropati.
c. Neuropati saraf sensonik (berpengaruh pada ekstrimitas), saraf
otonom berpengaruh pada gastro intestinal, kardiovaskuler
d. Retinopati (disebabkan oleh perubahan dalam pembuluh-
pembuluh darah kecil pada retina mata. Ada tiga stadium utama
retinopati: retinopati nonpro-liferauf (background retinopathy),
retinopati praproliferatif dan retinopati proliferatif)
e. Proteinuria
f. Kelainan coroner
g. Ulkus / gangren (Brunner & Suddarth, 2002).
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. pengkajian
a. Aktivitas/istirahat
Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan.
Kram otot, tonus otot menurun. Gangguan tidur/istirahat.
Tanda : Takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat atau dengan
aktivitas.
Letargi/disorientasi, koma.
Penurunan kekuatan otot.
b. Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat hipertensi; IM akut.
Klaudikasi, kebas, dan kesemutan pada ekstremitas.
Ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama,
Tanda : Takikardia.
Perubahan tekanan darah postural; hipertensi.
Nadi yang menurun/tak ada.
Disritmia.
Krekels; DVJ (GJK).
Kulit panas, kering, dan kemerahan; bola mata cekung.
c. Integritas ego
Gejala : Stres; tergantung pada orang lain.
Masalah finansial yang berhubungan dengan kondisi.
Tanda : Ansietas, peka rangsang.
d. Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia.
Rasa nyeri/terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), ISK
baru/berulang.
Nyeri tekan abdomen.
Diare
Tanda : Urine encer, pucat, kuning; poliuri (dapat berkembang
menjadi oliguria/anuria jika terjadi hipovolemia berat).
Urine berkabut, bau busuk (infeksi).
Abdomen keras, adanya asifes.
Bising usus lemah dan menurun; hiperakif (diare).
e. Makanan/cairan
Gejala : Hilang napsu makan.
Mual/muntah.
Tidak mengikuti diet; peningkatan masukan
glukosa/karbohidrat.
Penurunan berat badan lebih dari periode beberapa
hari/minggu.
Haus.
Penggunaan diuretik (tiazid).
Gejala : Kulit kering/bersisik, turgor jelek.
Kekakuan/distensi abdomen, muntah.
Pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan metabolik
dengan peningkatan gula darah)
Bau halitosis/manis, bau buah (napas aseton).
f. Neurosensori
Gejala : Pusing/pening.
Sakit kepala
Kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia.
Gangguan penglihatan.
Tanda : Disorientasi; mengantuk, Jetargi, stupor/koma (tahap
lanjut). Gangguan memori (baru, masa lalu); kacau
mental.
Refleks tendon dalam (RTD) menurun (koma).
Aktivitas kejang (tahap lanjut dari DKA).
g. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat).
Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi; tampak sangat
berhati:hati.
h. Pernapasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk, dengan/tanpa sputum
purulen (tergantung adanya infeksi/ tidak)
Tanda : Lapar udara.
Batuk, dengan/tanpa sputum purulen (infeksi).
Frekuensi pernapasan.
i. Keamanan
Gejala : Kulit kering, gatal; ulkus kulit.
Tanda : Demam, diaphoresis.
Kulit rusak, lesi/ulerasi
Menurunnya kekuatan umum/rentang gerak.
Parestesia/paralisis otot termasuk otot-otot pernapasan
(jika kadar kalium menurun dengan cukup tajam)
j. Seksualitas
Gejala : Rabas Vagina (cenderung infeksi).
k. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Faktor risiko keluarga; DM, penyakit jantung, stroke,
hipertensi. Penyembuhan yang lambat.
Penggunaan obat seperti steroid, diuretic (tiazid); Dilantin
dan fenobarbital (dapat meningkatkan kadar glukosa
darah).
Mungkin atau tidak memerlukan obat diabetic sesuai
pesanan
Pertimbangan : DRG menunjukkan rerata lama dirawat : 5,9 hari.
Rencana Kepulangan:
Mungkin memerlukan bantuan dalam pengaturan diet,
pengobatan, perawatan diri, pemantauan terhadap glukosa
(Doenges Marlyn, 2000).
2. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
Dignosa keperawatan
a. Kekurangan volume cairan
berhubungan dengan dieresis osmotic (dan hiperglikemia),
kehilangan gastric berlebihan, diare, muntah
b. Nutrisi, perubahan: kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan: Ketidakcukupan insulin
(penurunan ambilan dan penggunaan glukosa oleh jaringan
mengakibatkan peningkatan metabolisme protein/lemak).
c. Infeksi, resiko tinggi terhadap
(sepsis), faktor resiko meliputi: kadar glukosa tinggi, penurunan
fungsi leukosit, perubahan pada sirkulasi.
d. Perubahan Sensori Konseptual:
Risiko Tinggi terhadap : Perubahan kimia endogen, ketidak
seimbangan glukosa/insulin dan/atau elektrolit.
e. Kelelahan berhubungan dengan
penurunan produksi energi metabolic.
f. Ketidakberdayaan berhubungan dengan: Penyakit jangka panjang/
progresif yang tidak dapat diobati. Ketergantungan pada orang lain.
g. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar), mengenal penyakit,
Prognosis, dan Kebutuhan Pengobatan berhubungan dengan kurang
pemajanan/mengingat, kesalahan interpretasi informasi.
3. Evaluasi
Hasil yang Diharapkan
1. Mencapai keseimbangan cairan dan elektrolit
a. Memperlihatkan keseimbangan asupan dan haluaran
b. Menunjukkan nilai-nilai elektrolit dalam batas-batas normal
c. Tanda-tanda vital tetap stabil dengan teratasinya hipotensi ortostatik
dan takikardia
2. Mencapai keseimbangan metabolik
a. Menghindari kadar glukosa yang terlalu ekstrim (hipoglikemia atau
hiperglikemia)
b. Memperlihatkan perbaikan episode hipoglikemia yang cepat
c. Menghindari penurunan berat badan selanjutnya (jika diperlukan) dan
mulai mendekati berat badan yang dikehendaki
3. Memperlihatkan/menyebutkan keterampilan bertahan pada diabetes,
yang mencakup:
Patofisiologi Sederhana
a. Mendefinisikan diabetes sebagai keadaan dengan kadar glukosa
darah yang tinggi
b. Menyebutkan kisaran kadar glukosa darah yang normal
c. Mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan penurunan kadar
glukosa darah (insulin, latihan)
d. Mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan kenaikan kadar
glukosa darah (makanan, penyakit, dan infeksi)
e. Menjelaskan bentuk-bentuk terapi yang penting diet, latihan,
pemantauan, obat-obatan, pendidikan/penyuluhan (Brunner &
Suddarth, 2002).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada
seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula
(glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relative.
Diabetes Tipe I. Pada diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh
proses autoimun. Diabetes Tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua
masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu; resistensi insulin
dan gangguan sekresi insulin.
Kondisi atau situasi yang diketahui mempercepat kekurangan
insulin meliputi: (I) diabetes tipe I yang tidak terdiagnosa; (2)
ketidakseimbangan antara makanan dan insulin (3) adolesen dan pubertas;
(4) latihan pada diabetes yang tidak terkontrol; dan (5) stres yang
berhubungan dengan penyakit infeksi, trauma, atau tekanan emosional.
Perawat perlu memahami bagaimana asuhan keperawatan pada klien
dengan DM dengan benar, agar kadar insulin dapat terkontrol dengan baik.
B. Saran
Dari uraian diatas dapat kami sarankan sebaiknya para pembaca
khususnya perawat dengan kasus diabetes mellitus mengetahui tentang:
Faktor-faktor resiko yang dapat ditemui pada klien dengan diabetes
mellitus, laboratorium yang perlu dilakukandan dan asuhan keperawatan
pada klien dengan diabetes mellitus.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddart (2002) “Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah”,
Jakarta : AGC.
Doenges, M. E., Moorhouse, M. F. & Geissler, A. C. (2000) “Rencana
Asuhan Keperawatan”, Jakarta : EGC.
Guyton & Hall (1997) “Buku Ajar Fisiologi Kedokteran”, Jakarta : EGC.
Price, S & Wilson, L. M. (1995) “Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-
proses Penyakit”,Jakarta : EGC.
Sudoyo Aru, dkk (2006) “Ilmu Penyakit Dalam”. Jakarta: FKUI.