laporan kp pertamina yunita sari
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sektor industri merupakan konsumen terbesar dalam pemakaian energi
dibandingkan dengan sektor lain, namun dalam prakteknya ada sebagian energi
yang sebetulnya masih dapat dimanfaatkan, salah satunya energi panas yang
dihasilkan dari proses Cracking di bottom menara Fractionator dari Unit RFCC di
Sungai Gerong yang suhunya masih tinggi, diperkirakan masih dapat dipakai
untuk digunakan dalam proses pemanasan Total Feed sebelum masuk ke
Preheater.
Untuk menghindari penguapan yang dapat menyebabkan terjadinya flash
di dalam storage tangki maka sebelum masuk ke tangki penyimpanan, suhunya
perlu diturunkan dengan menggunakan alat penukar panas atau Heat Exchanger
agar panas yang ada dapat dimanfaatkan untuk memanaskan fluida lain yaitu
Total Feed serta dapat meringankan beban Preheater untuk memanaskan feed
tersebut sebelum masuk ke kolom Reaktor dan mengurangi pemakaian fuel pada
preheater tersebut.
Heat Exchanger (HE) adalah suatu alat penukar energi panas yang
digunakan untuk memanfaatkan panas dari suatu fluida untuk dipindahkan ke
fluida lainnya. Proses perpindahan panas ini biasanya terjadi dari fase cair ke fase
cair (dari temperatur yang tinggi ke temperatur yang rendah dan sebaliknya) dan
fase uap ke fase cair. Adapun perpindahan panas ini sangat penting, karena
menyangkut beberapa aspek, yakni :
1. Aspek Keselamatan
Menghindari terjadinya flash pada tangki penyimpanan sehingga suhu
fluida di tangki penyimpanan harus lebih rendah dari suhu titik nyalanya
(flash point), sehingga kemungkinan kebakaran di tangki dapat dihindari.
2. Mengurangi pemakaian bahan bakar (fuel) di dapur.
Pemakaian alat perpindahan panas dilakukan secara kontinyu sehingga
jumlah panas per satuan luas yang dipindahkan semakin menurun, yang
mengakibatkan kemampuan kerja dari alat perpindahan panas ini menurun. Hal ini
1
disebabkan terjadinya Fouling Factor yang dikarenakan adanya pengotor berat
yaitu kerak keras yang berasal dari hasil korosi atau coke serta pengotor berpori
berupa kerak lunak yang berasal dari dekomposisi akibat dari media yang
digunakan, sehingga menghambat jalannya proses perpindahan panas. Oleh sebab
itu perlunya untuk mengetahui kemampuan alat perpindahan panas dengan cara
menghitung efisiensi kinerja alat Heat Exchanger yang ditinjau dari unit RFCC.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari studi kasus ini antara lain :
1. Untuk membandingkan kondisi actual peralatan Heat Exchanger FC-E-1
2. Untuk mengetahui tingkat pengotoran (fouling Rate) Exchanger FC-E-1
3. Untuk mengevaluasi kinerja Heat Exchanger FC-E-1
1.3 Batasan Masalah
Dalam penyusunan laporan kerja praktek ini, penyusun membatasi pokok
permasalahn mengenai evaluasi kinerja Heat Exchanger FC-E-1A pada
unit RFCC (Riser Fluidized Catalytic Cracking) ditinjau dari nilai fouling
factor yang terhitung di unit PT Pertamina RU III Plaju-Sungai Gerong
1.4 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam kertas wajib ini disusun dalam beberapa bahasa
antara lain:
Pendahuluan
Membahas mengenai latar belakang, tujuan, batasan masalah dan
sistematika penulisan.
I. Orientasi Umum
Menjelaskan sejarah singkat PT. Pertamina (Persero) RU III Plaju, fungsi
dan seksi RFCCU, sarana dan fasilitas, lindungan lingkungan, serta
Struktur Organisasi Unit RFCCU.
II. Tinjauan Pustaka
2
Menjelaskan pengertian sejarah singkat PT. Pertamina (persero) UP III
Plaju, fungsi dan seksi RFCCU, sarana dan fasilitas, lindungan
lingkungan, serta struktur Organisasi Unit RFCCU.
III. Landasan Teori
Menjelaskan pengertian system perpindahan panas dan pembagian Heat
Exchanger dan jenis-jenis peralatannya, komponen penyusun Heat
Exchanger, serta menghitung Heat Balance, Fouling factor, Pressure drop
dan Effisiensi peralatan dan Heat Exchanger FC-E-1A
IV. Permasalahan dan Pembahasan
Berisi data-data Aktual Produk dan data-data peralatan Heat Exchanger
FC-E-1A serta hasil perhitungannya meliputi perhitungan fouling factor,
Pressure Drop dan Effisiensi peralatan dari
Heat Exchanger FC-E-1A
V. Penutup
Mencakup kesimpulan dan saran dari hasil perhitungan dan pembahasan
pada peralatan dari Heat Exchanger FC-E-1
3
BAB II
TINJAU UMUM
2.1 Sejarah Singkat
PT.Pertamina (Persero) adalah badan usaha milik Negara (BUMN) yang
bergerak dibidang penambangan minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia.
Pertamina berkomitmen mendorong proses transformasi internal dan
pengembangan yang berkelanjutan guna mencapai standar internasional dalam
pelaksanaan operasional dan tatakelola lingkungan yang lebih baik, serta
peningkatan kinerja perusahaan sebagai sasaran bersama.
Pada bulan Januari 1951, diidirikan Perusahaan Tambang Minyak
Republik Indonesia yang kegiatannya meliputi wilayah Jawa Tengah dan
Sumatera Utara. Setelah menngalami perdebatan, pada bulan Oktober 1956 di
tetapkan bahwa lapangan minyak Sumatera Utara tidak dikembalikan ke Shell dan
berada di bawah pengawasan Pemerintah Pusat. Pada tanggal 22 Juli 1957,
pemerintah memutuskan menyerahkan lapangan minyak Sumatera Utara kepada
KSAD, yang kemudian mengubah namanya menjadi PT.Explotasi Tambang
Minyak Sumatera (PT.ETMSU).
Pada tahun 1960 pemerintah mengeluarkan undang-undang untuk
membentuk tiga perusahaan negara di sektor minyak dan gas bumi. Ketiga
perusahaan tersebut adalah :
1. PN. PERTAMIN, Perusahaan Negara Pertambangan Minyak Indonesia
(disahkan berdasarkan PP No. 3/1961). Perusahaan ini bermula dari perusahaan
Nederlandsche Indische Aardolie Maatschappij (NIAM) yang didirikan tahun
1921. Pada tanggal 1 Januari 1959 namanya berubah menjadi PT.
Pertambangan Minyak Indonesia (PT. PERMINDO). Kemudian pada tahun
1965 PN ini mengambil alih semua kekayaan PT. Shell Indonesia termasuk di
dalamnya kilang Plaju, Balikpapan, dan Wonokromo.
2. PN. PERMINA, Perusahaan Negara Perusahaan Minyak Nasional
(disahkan berdasarkan PP No. 198/1961). Perusahaan ini merupakan peralihan
4
nama dari PT. ETMSU. Sejak tahun 1961 PN inilah yang melakukan operasi
penyediaan dan pelayanan bahan bakar minyak dalam negeri.
3. PN. PERMIGAN, Perusahaan Negara Pertambangan Minyak dan Gas
Nasional (disahkan berdasarkan PP No. 199/1961). Perusahaan ini semula
berasal dari Perusahaan Tambang Minyak Rakyat Indonesia (PTMRI) yang
berlokasi di Sumatera Utara, namanya berubah menjadi PN. PERMIGAN pada
tahun 1961. Pada tanggal 6 April 1962, pemerintah Indonesia membeli semua
fasilitas penyulingan dan produksi PT. Shell di Jawa Tengah. Namun karena
kinerjanya yang semakin memburuk, PN ini dibubarkan pada tahun 1965
melalui SK Menteri Urusan Minyak dan Gas Bumi No. 6/M/MIGAS/ 66.
Kekayaan yang dimilikinya berupa sumur minyak dan penyulingan di Cepu
dijadikan pusat pendidikan dengan dibukanya Akademi Minyak dan Gas Bumi.
Fasilitas pemasarannya diserahkan pada PN. PERTAMIN sedangkan fasilitas
produksinya diserahkan pada PN. PERMINA.
Pada tanggal 20 Agustus 1968 dalam rangka mempertegas struktur dan
prosedur kerja demi memperlancar usaha peningkatan produksi minyak dan gas
bumi, dibentuk Perusahaan Negara Pertambangan minyak dan Gas Bumi Nasional
(PN PERTAMINA) yang melebur PN PERMINA dan PN PERTAMIN. Tujuan
peleburan ini adalah agar dapat meningkatkan produktivitas, efektivitas, dan
efisiensi di bidang perminyakan nasional di dalam wadah suatu Integrated Oil
Company dengan satu manajemen yang sempurna.
Kemudian PN PERTAMINA diubah menjadi PERTAMINA
(Pertambangan Minyak dan Gas negara). Dan pada tahun 2003, PERTAMINA
dijadikan Persero dengan nama PT. PERTAMINA ( Persero).
Untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar minyak dalam negeri, PT.
PERTAMINA hingga saat ini telah mengoperasikan enam Refinery Unit (RU)
yang tersebar di Indonesia. Keenam Unit Pengolahan itu adalah :
1. RU-II Dumai,Riau
2. RU-III Plaju-Sungai Gerong, Sumatera Selatan
3. RU-IV Cilacap, Jawa Tengah
4. RU-V Balikpapan, Kalimantan Timur
5
5. RU-VI Balongan, Jawa Barat
6. RU-VII Kasim, Papua
Pada tahun pemerintah Hindia Belanda membangun dengan tujuan untuk
mengolah minyak bumi yang berasal dari Prabumulih dan Jambi. Pada tahun 1957
kilang ini diusahakan oleh PT. Shell Indonesia yang merupakan perusahaan
minyak milik Inggris. Kemudian pada tahun 1965, pemerintah Indonesia
mengambil alih kilang Plaju dari PT. Shell Indonesia. Kilang Plaju terletak
dibagian Selatan Sungai Musi dan sebelah Barat bagian Sungai Komering dengan
kapasitas 100 MBSD (Milion Barrel Per Calender Day).
Kilang minyak Sungai Gerong dibangun pada tahun 1920 oleh ESSO
(STANVAC) yang merupakan sebuah perusahaan minyak Amerika.
PERTAMINA membeli kilang ini terletak di persimpangan Sungai Musi dan
Sungai Komering dengan kapasitas mula-mula 70 MBCD, sekarang kapasitasnya
tinggal 25 MBCD sesuai dengan unit yang masih ada.
Pada tahun 1972 di Plaju didirikan Asphalt Blowing Plant (Demolish)
dengan kapasitas produksi 45.000 ton/tahun. Pada tahun 1973, di Plaju didirikan
pabrik Polypropylene yang mengolah Propylene menjadi Polypropylene dengan
produk berbentuk pellet. Bersamaan dengan dibangunnya pabrik Polypropylene,
dibangun Jembatan pipa integrasi yang menghubungkan kilang Plaju dan kilang
Sungai Gerong (sekarang dikenal kilang musi).
Pada tahun 1982 dilaksanakan pembangunan Proyek Plaju Aromatic
Center ( PAC ) dan proyek Musi Phase 1( PKM I ). Kedua proyek ini dibangun
secara terintegrasi yang berupa proyek pipanisasi di dalam penyedian sistem
penunjang (utilitas) dan fasilitas lindungan lingkungan. Plaju Aromatic Center
didirikan di area kilang Plaju. Pembangunan kilang Musi berlanjut dengan
pembangunan Higt Vacuum Distilation Unit II ( HVU) pada tahun 1983 mulai
beroperasi tahun 1986. Sejarah lengkap tentang PERTAMINA dapat dilihat pada
tabel 1 berikut.
6
Tabel 1. Sejarah Pertamina RU III Plaju-Sungai Gerong
Tahun Sejarah dan perkembangan
1903
1926
1965
1970
1972
1973
1973
1982
1982
1984
1986
1987
1988
1990
1994
2002
Pembangunan Kilang Minyak di Plaju oleh Shell (Belanda).
Kilang Sungai Gerong Dibangun Oleh STANVAC (AS).
Kilang Plaju/Shell Dengan Kapasitas 110 MBCD Dibeli Oleh
Negara/Pertamina
Kilang Sungai Gerong/STANVAC dibeli oleh Negara/Pertamina
Pembangunan Asphalt Blowing Plant Kapasitas 45.000 Ton/Tahun
Pendirian Kilang Polypropylene Untuk Memproduksi Pellet Polytam
Dengan Kapasitas 20000 Ton/Tahun.
Integrasi Operasi Kilang Plaju-Sungai Gerong.
Pendirian Plaju Aromatic Center (PAC) dan Proyek Kilang Musi
(PKM 1) Yang Berkapasitas 98 MBCD.
Pembangunan High Vacum Unit (HVU) Sungai Gerong Dan
Revamping CDU (konservasi Energi).
Proyek Pembangunan Kilang TA/PTA Dengan Kapasitas Produksi
150.000 ton/tahun.
Kilang PTA Mulai Beroperasi Dengan Kapasitas 150.000
Ton/Tahun.
Proyek Pengembangan Konservasi Energi/ Energy Conservation
Industry (ECI)
Proyek Usaha Peningkatan Efisiensi Dan Produksi Kilang (UPEK)
Debotlenecking kapasitas kilang PTA menjadi 225.000 ton/tahun.
PKM II : Pembangunan unit Polypropylene baru dengan kapasitas
45.200 ton/tahun, Revamping RFCCU-Sungai Gerong dan unit
Alkilasi, Redesign Silikon RFCCU-Sungai Gerong, modifikasi unit
redistilling I/II Plaju, pemasangan Gas Turbine Generator Complex
(GTGC) dan perubahan frekuensi listrik dari 69 Hz ke 50 Hz, dan
pembangunan Water Treatment Unit (WTU) dan Shulpuric Acid
Recovery Unit (SAU).
Pembangunan jembatan integrasi Kilang Musi
7
2003 Jembatan integrasi Kilang Musi yang menghubungkan Kilang Plaju
dengan Kilang Sungai Gerong diresmikan
Pembangunan jembatan integrasi kilang Musi.
Jembatan intgrasi kilang musi diresmikan.
Sumber : Pedoman BPST Angkatan XIV. Penerbit PERTAMINA, Palembang,
PERTAMINA RU-III memiliki 2 buah kilang, yaitu :
1. Kilang minyak Plaju, yang berbatasan dengan Sungai Musi di sebelah selatan
dan Sungai Komering di sebelah barat
2. Kilang minyak Sungai Gerong, yang terletak di persimpangan Sungai Musi
dan Sungai Komering.
Kilang RU-III Plaju/Sungai Gerong mempunyai 2 unit produksi yaitu :
1. Unit Produksi I (Kilang BBM/Petroleum) yang mengolah minyak mentah.
Kilang BBM/Petroleum terdiri dari primary proses dan secondary proses
2. Unit Produksi II (Kilang Petrokimia)
Kilang petrokimia yang terdiri dari kilang Polypropylene.
Visi Pertamina :
Menjadi perusahaan Migas Nasional Kelas Dunia
Misi Pertamina :
1. Melakukan usaha dalam bidang energi dan petrokimia.
2. Merupakan entitas bisnis yang dikelola secara profesional, kompetitif,
berdasarkan tata nilai unggulan dan berorientasi laba.
3. Memberikan nilai tambah lebih bagi pemegang saham, pelanggan, pekerja
dan masyarakat, serta mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.
2.2 Peralatan yang digunakan di Unit RFCCU
a. Reaktor
Reaktor berfungsi sebagai tempat kontak atau reaksi antara katalis dan
minyak, dimana uap hasil perengkahan akan diproses lanjut di menara
Main Primary Fractionator.
8
b. Regenerator
Alat ini berfungsi sebagai tempat untuk mengaktifkan kembali katalis
yang telah digunakan pada proses reaksi perengkahan di reaktor dengan
cara membakar karbon yang menempel pada permukaan katalis yang
terikut ke regenerator karena tidak lepas saat stripping dengan steam di
stipper reactor.
c. Menara Fraksionator
Alat ini berfungsi sebagai alat pemisah fraksi-fraksi minyak hasil
perengkahan dari reaktor, dimana pemisah tersebut berdasarkan titik
didih.
d. Wet Gas Compressor
Alat ini berfungsi untuk menekan low pressure gas dari FC-D-20 untuk
selanjutnya gas hasil pemampatan tersebut diolah lebih lanjut di light end.
e. Menara PrimaryAbsorber (FLRS-T-401)
Alat ini berfungsi untuk mneyerap fraksi berat dan ringan yang terbawa
ke puncak menara dan sebagai media penyerap digunakan MPA (Middle
Pump Around)
f. Menara Sponge Absorber (FLRS-T-402)
Alat ini berfungsi untuk menyerap fraksi berat yang berasal dari puncak
menara (T-401). Disini sebagai media penyerap digunakan TPA (Top
Pump Around).
g. Menara Stipper (FLRS-T-403)
Alat ini befungsi untuk mnemisahkan fraksi-fraksi ringan yang terdapat
pada dasar menara dengan menggunakan reboiler. Fraksi ringan berupa
C1 dan C2 tidak boleh ada pada dasar menara karena hal ini akan
mnegganggu kondisi operasi di menara Debutanizer (FLRS-T-102)
h. Menara Debutanizer (FLRS-T-102)
Alat ini berfungsi untuk memisahkan fraksi-fraksi ringan berupa
komponen C3 dan C4 dengan fraksi yang lebih berat. Komponen C3 dan
C4 selanjutnya dikirim ke Depropanizer (Stabilizer III) sedangkan
9
cracked naptha dari dasar menara dikirim ke tanki produk setelah melalui
treating.
i. Menara Depropanizer (LST-1)
Alat ini berfungsi untuk memisahkan propane-propilen dengan butane-
betilene dan fraksi yang lebih berat. Propan-propilen sebagai hasil puncak
selanjutnya dikirim ke unit polipropilen Plaju. Butana-butilene merupakan
produk bawah dari unit polipropilen selanjutnya dikirim ke tanki produk
setelah di treating
j. Main Air Blower (MAB)
MAB berfungsi menyediakan udara pembakaran untuk kebutuhan
regenerasi katalis di regenerator
k. Control Air Blower (CAB)
CAB berfungsi menyediakan udara untuk membantu sirkulasi katalis dari
reactor ke regenerator.
l. Heat Exchanger (FC-E2-ABCD)
Merupakan alat untuk menaikkan temperature fluida dingin (fresh feed).
Heat exchanger yang digunakan adalah tipe shell and tube dengan arah
aliran yang berlawanan, dimana fluida dingin pada bagian shell adalah
fresh feed atau total feed, sedangkan fluida panas pada bagian tube adalah
slurry oil dari bottom menara fraksionator.
2.3 Deskripsi Proses RFCCU
Minyak bumi bila dipanaskan pada suhu 3150C – 3700C dengan tekanan 1
atm akan mengalami perengkahan yaitu perubahan molekul dari molekul
yang besar yang mempunyai titik didih tinggi menjadi molekul yang kecil
yang mempunyai titik didih yang rendah. Hal inilah yang menjadi dasar dari
proses RFCCU, dimana fraksi minyak berat yang mempunyai nilai ekonomi
yang rendah direngkah menghasilkan minyak dengan fraksi yang lebih ringan
yang mempunyai nilai ekonomi yang lebih tinggi.
10
Fungsi RFCCU adalah merengkah fraksi berat yaitu Gas oil dan long
residu menjadi minyak fraksi ringan dengan bantuan panas dan katalis, katalis
yang digunakan adalah Silika Alumina (Al2O3.SiO2).
Deskripsi proses dari unit RFCCU dapat dilihat dari penjelasan berikut ini :
a. Feed System
Umpan RFCCU terdiri dari campuran antara VGO dan Long Residue
dengan perbandingan 165.000 BPSD VGO dan 4.000 BPSD Long Residue.
VGO yang berasal dari HVU dengan temperatur 2200C dipompakan ke vessel
bersama-sama dengan Long Residue dari CD II/III/IV/V Plaju dengan
temperatur 1500C.
Untuk mencapai temperatur yang sesuai untuk feed reactor maka
umpan tersebut dipanaskan di Furnace FC F-2 sehingga mencapai temperatur
3310C. sebelum masuk reactor, umpan diinjeksi dengan Antimony dengan
kecepatan 0,75 – 2,1 kg/jam untuk mencegah adanya pengaruh metal content
dalam umpan terhadap katalis. Metal Content tersebut dapat menyebabkan
deaktivasi katalis.
b. Reaktor dan Regenerator
Umpan dengan kapasitas 120.600 kg/jam dan temperatur 3310C
diinjeksikan ke dalam riser menggunakan 6 buah injector untuk direaksikan
dengan katalis dari regenerator pada temperatur 650 – 7500C. Reaksi terjadi
pada seluruh bagian riser dengan temperatur 5200C. untuk memperoleh
sistem fluidisasi dan densitas yang baik, maka riser diinjeksikan dengan MP
Steam. Di atas feed injector dipasang tiga buah MTC Injector Oil (HCO) atau
heavy naphha. HCO digunakan untuk menambah terbentuknya coke pada
katalis, sehingga dapat menaikkan temperatur regenerator, sedangkan heavy
naphta diperlukan untuk menaikkan cracking selectivity.
Tiga buah cyclone mempunyai satu stage dipasang pada reactor
dengan existing plenum chamber untuk meminimalkan terbawanya katalis ke
kolom fraksionasi. Stripping steam diinjeksikan ke daerah stripper untuk
11
mengurangi kadar minyak dalam katalis sebelum disirkulasikan ke
regenerator. Hasil cracking yang berupa uap hidrokarbon dialirkan dari
reaktor ke main fractionator untuk dipisahkan fraksi-fraksinya.
Spent catalyst dari reaktor disirkulasikan ke regenerator yang dikontrol
oleh Spent Slide Valve (SSV) untuk diregenerasi. Untuk memperlancar aliran
spent catalyst di stand pipe maka dialirkan Control Air Blower (CAB) dengan
laju alir 7.000 kg/jam dengan tekanan 2,49 kg/cm2g.
Regenerasi katalis dilakukan dengan mengoksidasi coke pada katalis
dengan udara yang di-supply oleh Main Air Blower (MAB). Flue Gas hasil
pembakaran kemudian masuk ke lima buah cyclone yang memiliki dua stage
untuk memisahkan partikel-partikel katalis yang terbawa. Flue Gas dengan
temperatur 6760C yang keluar dari stack tersebut dimanfaatkan panasnya di
Flue Gas Cooler untuk membangkitkan steam HHP.
Temperatur dilute phase sedikit lebih tinggi daripada temperatur dense,
yang disebabkan oleh adanya reaksi oksidasi CO. dengan adanya kondisi
tersebut, maka perlu diperhatikan konsentrasi oksigen sebagai udara
pembakar. Semakin banyak kandungan oksigen atau berkurangnya coke yang
terbentuk, maka akan tercapai kondisi temperatur dilute phase yang tinggi
(>7000C) sehingga terjadi kondisi after burning yang menyebabkan
meningkatnya temperatur secara mendadak sehingga dapat merusak peralatan
dan catalyst lost melalui stack.
c. Main Fractionator
Gas hasil cracking dengan temperatur 5200C dialirkan ke bottom kolom
primary fractionator (FC -T1). Produk bawah dari primary fractionator yang
berupa slurry oil ditarik dengan pompa FC P-4 menuju ke HE FC E-2 untuk
memanaskan umpan. Produk atas (overhead vapour) dari primary
fractionator ditransfer ke bottom kolom secondary fractionator FC T-20.
Produk bawah secondary fractionator yang berupa (Light Crude Oil)
LCO dibagi menjadi dua alian yaitu internal reflux dan sebagai umpan pada
kolom stripper FC T-2. Internal reflux dikembalikan ke kolom primary
12
absorber yang dikontrol oleh LIC 2005. Tujuh side stream dari kolom
secondary fractionator digunakan sebagai reflux dan Total Pump Around
(TPA). Reflux dikemballikan ke secondary fractionator yang dikontrol oleh
level control LIC 2006. Sedangkan TPA dipompakan ke Sponge Absorber
FLRS T-402 sebagai Lean Oil yang sebelumnya didinginkan oleh HE FLRS
E-405. Aliran TPA dikontrol oleh FIC 2003, sedangkan temperatur dikontrol
oleh TIC 2004 dengan mengoperasikan Air Fan Cooler FC E-21 (Top Pump
Around Cooler). TPA kemudian dikembalikan ke puncak kolom secondary
fractionator setelah dicampur dengan rich oil dari Sponge Absorber.
Overhead vapour dari kolom secondary fractionator yang berupa gas
dan gasoline dikondensasikan dengan partial condenser setelah dicampur
dengan wash water. Condensed liquid dan vapour kemudian ditampung
dalam drum FC D-20.
Setelah dipisahkan dari kandungan air, condensed liquid dan vapour
tersebut ditampung dalam distillate drum FC D-7. Setelah dipisakan airnya,
maka condensed liquid (unstabilized gasoline) ditarik dengan pompa dan
dipisahkan menjadi dua aliran, yaitu sebagai overhead reflux dan gasoline
produk yang kemudian dikirim ke Primary Absorber FLRS T-401. Overhead
reflux dikontrol oleh temperatur kontrol TIC-3 pada puncak Secondary
Fractionator.
Low pressure vapour (wet gas) dari distillate drum FC D-7 ditransfer ke
Wet Gas Compressor FLRS C-101 dan akan dipisahkan kondensatnya di
vessel compression suction drum FLRS D-401. Tekanan Main Fractionator
dikontrol oleh PIC-1 yang dipasang pada Wet Gas Line.
d. Light End Unit
Flue gas yang berasal dari FLRS D-401 dihisap dengan Wet Gas
Compressor C-101 dan dimasukkan ke vessel interstage receiver (FLRS D-
402). Sebagian gas keluaran compressor stage I disalurkan ke inlet partial
condenser FC E-4 untuk mengatur press balance reactor. Outlet gas dari
FLRS D-402 dengan temperatur 380C dan tekanan 3,72 kg/cm2g dihisap oleh
13
comressor stage II dengan temperatur 1100C dan tekanan 15 kg/cm2g
kemudian bergabungn dengan aliran-aliran :
Overhead kolom stripper FLRS T-403
Bottom product kolom Primary Absorber FLRS T-401
Wash water dari bottom vessel FLRS D-402.
Gabungan keempat aliran tersebut dengan temperatur 720C sebelum
masuk ke high vessel pressure receiver FLRS D-404 didinginkan terlebih
dahulu dengan Air Fan Cooler FLRS E-401 (temperatur outlet 560C) dan
cooler FLRS E-402 hingga diperoleh temperatur akhir 380C.
Gas dari vessel FLRS D-404 dengan temperatur 380C dan tekanan 14,7
kg/cm2g, diumpankan ke kolom Primary Absorber FLRS T-401 dengan
menggunakan Naphta dari distillate drum FC D-7 sebagai absorber. Gas dari
overhead kolom Primary Absorber FLRS T-401 selanjutnya dimasukkan ke
Sponge Absorber FLRS T-402. Sebagai absorber digunakan Lean Oil (dari
Secondary Fractionator). Liquid dari vessel FLRS D-404 dialirkan dengan
pompa menuju ke kolom stripper FLRS T-403. Sebelum masuk kolom fluida
tersebut dipanaskan terlebih dahulu di HE FLRS E-406 hingga temperaturnya
menjadi 610C.
Bottom dari kolom stripper FLRS T-403 dengan temperatur 1220C dan
tekanan 12 kg/cm2g, diumpankan ke kolom Debutanizer FLRS T-102 untuk
dipisahkan antara LPG dan Naphta. Umpan tersebut masuk ke kolom
Debutanizer dipanaskan dulu oleh HE FLRS E-106 hingga temperatur 1260C.
untuk kesempurnaan pemisahan maka pada bottom kolom debutanizer
dipasang reboiler FLRS E-107 sehingga temperatur bottom adalah 1730C.
Overhead dari kolom Debutanizer FLRS T-102 dengan tekanan 11
kg/cm2g dan temperatur 650C didinginkan dengan kondenser parsial FLRS E-
108 dan ditampung di akumulator FLRS D-103. Fluida dari akumulator
tersebut sebagian digunakan sebagai reflux, sebagian lainnya didinginkan lagi
dan dialirkan ke stabilizer feed drum LS D-1.
Bottom dari stabilizer feed drum LS D-1 diumpankan ke kolom
Stabilizer LS T-1 dengan temperatur 780C. Overhead product dari kolom
14
Stabilizer LS T-1 didinginkan dalam kondenser parsial LS E-4 dan ditampung
di akumulator LS D-2 dengan kondisi tekanan 19,6 kg/cm2g dan temperatur
520C. Gas yang tidak terkondensasi kemudian digunakan sebagai fuel gas,
sedangkan liquid yang terbentuk (propane-propylene) digunakan sebagai
reflux dan sebagai umpan untuk unit polypropylene Plaju. Bottom product
dari kolom Stabilizer LS T-1 yaitu C4 akan di-treating lebih lanjut.
Untuk mempertajam pemisahan, bottom dari LS-T-1 ditarik dengan pompa
LS-P-2 AB dimasukkan ke reboiler LS-E-6 untuk memperoleh pemanasan,
agar fraksi propane propylene dapat naik puncak menara. Sebagian aliran dari
bottom menara adalah fraksi LPG (C4 dan derivatnya) setelah didinginkan di
cooler LS-E-5 AB dialirkan ke mericham LPG treater untuk dicuci dengan
caustic soda agar senyawa belerang dalam LPG dapat
dihilangkan/diturunkan.
2.4 Sarana dan Fasilitas
Sarana penunjang yang terdapat di RFCCU berfungsi unutk mendukung
kelancaran operasi kilang, sehingga mendapatkan produksi yang optimal,
antara lain:
1. Utilitas, berfungsi untuk menyediakan steam, udara bertekanan, air juga
listrik untuk penggerak motor-motor pompa maupun untuk penerangan
kilang.
2. Laboratorium, berfuungsi sebagai kontrol kualitas, analisa sampel, serta
penelitian yang dilakukan untuk pengembangan produk kilang.
3. Health Safety & Environment (HSE), mempunyai tugas pokok yaitu
unutk mencegah terjadinya kecelakaan kerja, bahaya kebakaran dan
bahaya pencemaran.
2.5 Health Safety & Environment (HSE)
Keselamatan kerja disamping untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja
juga untuk melindungi lingkungan sekitar daerah operasi perusahaan dengan
menerapkan hal-hal sebagai berikut :
15
1. Secara aktif menggalakkan lindungan lingkungan dengan meredam
dampak terhadap lingkungannya dan menekan jumlah limbah dengan
meningkatkan kualitas pengolahan limbah yang ditimbulkan.
2. Instalasi baru akan dilengkapi dengan sistem pengendalian polusi yang
baik agar dapaat memenuhi peraturan yang terkait mauoun standar
industri.
2.6 Struktur Organisasi
Didalam memanajemen perusahaannya, Pertamina memiliki berbagai
macam struktur organisasi, daerah operasi pertamina pun dibagi atas dua bagian.
yaitu Daerah Operasi Hulu dan Daerah Operasi Hilir. Daerah Operasi Hulu
bertugas untuk melakukan pengembangan sumur minyak bumi sedangkan daerah
Operasi hilir bertugas mengolah minyak dan mendistribusikan kepada
masyarakat. Daerah Operasi Hulu Pertama atas daerah Operasi Hulu Jawa Bagian
Barat, Sumatera bagian Selatan dan Sumatera bagian Utara. Daerah Operasi Hilir
meliputi 6 unit pengolahan dan 6 unit pemasaran. Pembagian Daerah Operasi hilir
dapat dilihat pada tabel 3 berikut :
Tabel 3. Pembagian Daerah Operasi Hilir Pertamina
Unit Operasi Unit Pemasaran
RU II Dumai, Riau
RU III Plaju-Sungai Gerong, Sumatera Selatan
RU IV Cilacap, Jawa Tengah
RU-V Balikpapan, Kalimantan Timur
RU-VI Balongan, Jawa Barat
RU-VII Kasim, Papua
UMPS II Palembang
UMPS III Jakarta
UMPS IV Semarang
UMPS V Surabaya
UMPS VI Balikpapan
UMPS VII Sulawesi
Sumber : Pedoman BPST Angkatan XIV.Penerbit Pertamina, Palembang,2004
Kilang Plaju dan Sungai Gerong diintegrasikan pada tahun 1970. Sejak
tahun tersebut kedua kilang tersebut menjadi tanggung jawab Pimpinan Unit
Pengolahan III (RU III) yang bertanggung jawab langsung pada Direktur Utama
PERTAMINA Pusat.
16
Berdasarkan surat keputusan No.Kpst-004/E3000/2000-50 tanggal 18
Februari 2000 struktur organisasi di PERTAMINA RU III diubah. General
Manager RU (GM RU III) membawahi beberapa manager, yaitu :
1. Perencanaan Dan Perekonomian
2. Engineering Dan Pengembangan
3. Keuangan
4. Umum
5. Sumber Daya Manusia
6. Kilang
7. Jasa dan Pemeliharaan Kilang
8. Lindungan dan Pemeliharaan Kilang
General Manager juga langsung membawahi kilang PERTAMINA RU
III sekarang ini sudah menjadi perusahaan stabil data yang sesuai dengan standar
internasional. Struktur Organisasi Pertamina RU III Plaju berbentuk line staff,
dipimpin oleh seorang General Manager yang bertanggung jawab langsung
kepada Direktur Pengolahan Pertamina Pusat di Jakarta, Struktur Organisasi
Pertamina RU III terdapat pada gambar 2.
17
Gambar 2. Struktur Organisasi PT. Pertamina (Persero) RU III
18
Reliabilitas
UP I (BBM)
UP II (GNP)
Laboratorium
CD&GP Utilitas
CD&L ITP
Polypropylene Ren&KS
PInspeksi
Ren dan Bang
HIK
Kontrak
Fasilitas Umum
Marine
Pengemba-ngan Sistem
O dan P
Kesehatan
Diklat
K dan KLK
Lingkungan Lingkungan
Perencanaan &
Kekonomian Bahan Baku
Produk dan Ekonomi
Penjadwalan bahan
baku/produk
Engineerin
g & Pengemb
anganProses Engineeri
ngFasilitas Engineeri
ngProyek
Engineering
Kontroller
Aktivitas Kilang
Perbendah-
araan
Keuangan
Umum
HKP
Sekuriti
HUMAS
SDM
P dan B
Jasa & saran
UmumPengad
aan
Sistem Informa
si Komuni
kasiOperasi
Lind.Ling.Kesel dan
Kes.Kerja
P.Kebakaran Lat. Dan Adm
GM UP-III
DOK dan PKP
RS Pertamina
KilangShift Superintendent
Keterangan singkat pada Gambar 2 :
GM RU III : General Manager Refinery Unit III
HKP : Hukum dan Pertanahan
HUPMAS : Hubungan Pemerintah dan Masyarakat
P dan B : Pengkajian dan Benefit
Ren dan Bang : Perencanaan dan Pengembangan
HIK : Hubungan Industrial dan Kesejahteraan
O dan P : Organisasi dan Prosedur
Diklat : Pendidikan dan Pelatihan
Lind.Ling.Kesel. dan : Lindungan Lingkungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Kes. Kerja
P. Kebakaran Lat : Pemadam Kebakaran Latihan dan Administrasi
dan Adm
K dan KLK : Keselamatan dan Kesehatan Lingkungan Kerja
CD dan GP : Crude Distiller dan Gas Plant
CD dan L : Crude Distiller dan Light Ends
ITP : Instalasi Tangki dan Perkapalan
PP : Polypropylene
Berikut deskripsi secara ringkas tugas, wewenang dan tanggung jawab
masing-masing manager yang ada di Pertamina RU III Plaju.
1. Manager Perencanaan dan Perekonomian
Bidang ini bertanggung jawab terhadap perencanaan crude untuk produksi
dan penjadwalan pemakaian crude untuk produksi.
2. Manager Engineering dan pengembangan
Bidang ini bertanggung jawab atas teknologi proses, mutu produksi yang
dihasilkan dari rekayasa teknik dan perencanaan, serta saran-saran perbaikan
dan pengoperasian peralatan proses.
3. Maneger Keuangan
19
Manager keuangan bertugas dan bertanggung jawab atas keuangan
perusahaannya meliputi bagian kontroler,akuntansi kilang.
4. Manager Umum
Bidang ini bertugas bertanggung jawab atas pembinaan sumber daya manusia
dan fasilitas yang diberikan perusahaan kepada karyawannya. Dipimpin oleh
manager umum yang membawahi bagian hukum dan pertanahan, hubungan
pemerintah dan masyarakat serta sekuriti.
5. Manager Sumber Daya Manusia
Bertanggung jawab terhadap pengkajian karyawan, perencanaan dan
pengembangan, hubungan industri dan kesejahteraan karyawan termasuk
kesehatan karyawan, organisasi serta prosedur-prosedurnya.
6. Manager Kilang
Bidang ini bertugas dan bertanggung jawab atas kegiatan pengolahan minyak
mentah menjadi produk-produk kilang, yang membawahi :
a. Unit Produksi I : yang bertugas untuk memproduksi BBM yang terdiri
dari Unit CD dan GP (Crude Distilling and Gas Plant), CD dan L
(Crude Distilling and Light End), Utilitas dan ITP.
b. Unit Produksi II : yang bertugas untuk memproduksi non BBM yaitu
Kilang Polypropylene.
c. Laboratorium.
d. Reliabilitas.
7. Manager Jasa dan Pemeliharaan Kilang
Bidang pemeliharaan kilang di Pertamina RU III Plaju disebut dengan jasa
pemeliharaan kilang ( JPK-RU III). JPK ini dibagi menjadi 5 bagian :
a. Perencanaan teknik pemeliharaan : bertanggung jawab terhadap
perencanaan pemeliharaan material, suku cadang dan anggaran, serta
pembuat ikatan kerja dengan kontraktor sebagai pihak ke-3.
20
b. Pemeliharaan I ( PEM I ) : bertanggung jawab terhadap pemeliharaan
produksi dari unit-unit proses, meliputi peralatan mechanical non
rotating equipment serta peralatan sipil pada area HOC dan ITP.
c. Pemeliharaan II ( PEM II ) : bertanggung jawab terhadap pemeliharaan
produksi dari unit-unit proses, meliputi peralatan mechanical non
rotating equipment serta peralatan sipil pada area HSC dan HCC.
d. Pemeliharaan II (PEM III ) : bertanggung jawab terhadap pemeliharan
produksi dari unit-unit proses, meliputi peralatan mechanical non rotating
equipment serta peralatan sipil pada proses power utilitas dan pembagian
ITP serta penyedian air bersih dari Sungai Musi terhadap dengan Kilang.
e. Perbengkelan teknik : bertanggung jawab terhadap pemeliharan di
lapangan dan pemelihaaran peralatan berat serta pengerjaan pengelasan.
8. Kepala Bidang Lingkungan, keselamatan dan Kesehatan Kerja
Bidang ini bertanggung jawab atas terciptanya kondisi kerja yang aman dan
berupaya menghindari kecelakaan kerja yang meliputi manusia, peralatan,
lingkungan serta sebagai penasehat upaya perlindungan lingkungan.
Pertamina RU III memiliki karyawan yang terbagi menjadi dua yaitu
yang telibat langsung dengan proses produksi dan karyawan reguler. Jam kerja
karyawan yang terlibat lansung dengan proses produksi terbagi atas 3 shift dengan
sistem 3 hari kerja dan 1 hari libur. Pembagian shift karyawan Pertamina RU III
dapat dilihat sebagai berikut :
1. Shift pagi, pukul 07.00-15.00
2. Shift sore, pukul 15.00-23.00
3. Shift malam, pukul 23.00-07.00
Sedangkan karyawan reguler menggunakan sistem 5 hari kerja (Senin-
Jum’at), jam karyawan reguler dapat dilihat sebagai berikut :
1. Senin-Kamis, pukul 07.00-15.00, istirahat pukul 12.00-13.00
2. Jum’at pukul 07.00-15.30, istirahat pukul 11.30-13.00
21
Untuk menjalankan operasinya, Pertamina memperkerjakan pegawai-
pegawai yang secara garis besar terbagi menjadi:
1. Pegawai Pembina : pegawai dengan golongan 2 ke atas
2. Pegawai Utama : pegawai dengan golongan 5-3
3. Pegawai Madya : pegawai dengan golongan 9-6
4. Pegawai Biasa : pegawai dengan golongan 16-10
22
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 PROSES PERPINDAHAN PANAS
Pada umumnya proses yang terjadi didalam industri-industri kimia
sering melibatkan energy panas, misalnya proses perpindahan panas.
Pengetahuan tentang proses pwerpindah panas perpindahan panas sangat
diperlukan untuk dapat memahami peristiwa-peristiwa yang berlangsung
dalam proses pemanasan, pendingin, evaporasi, kondensasi dan lain-lain.
Industri kimia membutuhkan alat bantu untuk melaksanakan
operasi petukaran panas (heat transfer) yang disebut alat penukar panas
dimana dengan alat ini dapat dilakukan pengendalian terhadap panas yang
terlibat dalam proses. Shell and Tube Exchanger merupakan salah satu alat
dalam bentukan operasi pertukaran panas di industry kimia. (Mc. Cabe,
1999)
3.2 SISTEM PERPINDAHAN PANAS
Perpindahan panas (heat transfer) adalah ilmu yang mempelajari
perpindahan energy panas karena ada perbedaan temperature diantara
material. Sifat perpindahan panas adalah bila dua buah benda mempunyai
suhu yang berbeda mengalami kontak baik secara langsung maupun tidak
langsung, maka panas akan mengalir dari benda yang suhunya lebih tinggi
kebenda yang suhunya lebih rendah.
Proses perpindahan panas yang terjadi didalam proses-proses kimia
dapat berlangsung dengan tiga cara yaitu: (Mc. Cabe, 1999)
1. Perpindahan panas secar konduksi
2. Perpindahan panas secara konveksi
3. Perpindahan panas secara radiasi
23
3.2.1 Perpindahan panas secara kondusi
Perpindahan panas secara konduksi adalah perpindahan panas
anatara molekul-molekul yang saling berdekatan antara satu sama lain
dan tidak diikuti oleh prpindahan moleku-molekul secara fisis.
Perpindahan secara konduksi ini dapat berlangsung pada benda padat.
Contoh perpindahan panas secara konduksi adalah pepindahan panas
dalam zat padat yang tidak tembus cahaya, seperrti dinding bata pada
tungku atau dinding logam pada tabung.
3.2.2 Perpindahan panas secara konveksi
Perpindahan panas secara konveksi adalah perpindahan panas yang
terjadi dari suatau tempat ketempat lain dengan gerakan partikel secara
fisis. Perpindahan panas secara konveksi menurut terjadinya ada dua
macem, yaitu:
1. Konveksi bebas (Natural Convection)
Adalah proses perpindahan panas yang berlangsung secara ilmia,
dimana perpindahan panas molekul-molekul dalam zat yang
dipanaskan terjadi dengan sendirinya tanpa adanya tenaga dari luar.
2. Konveksi paksa (forced convection)
Adalah proses perpindahan yang terjadi karena adanya tenaga dari
luar, misalnya pengadukan. Jika dalam suatu alat dikehendaki
pertukaran panas, maka perpindahan panas terjadi secara konveksi
paksa karena laju panas yang dipindahkan naik dengan adanya
aliran pengaduk.
3.2.3 Perpindahan panas secara Radiasi
Radiasi adalah istilah yang digunakan untuk perpindahan energy
panas melalui ruang oleg gelombang elektromagnetik. Perambatan
gelombang elektromagnetik dapat berlangsung baik dalam suatu
medium maupun dalam ruang hampa (vacum).
24
Jika radiasi berlangsung melalui ruang hampa, maka partikel
partikel tidak ditransformasikan menjadi kalor atau bentuk lain dari
energi, dan tidak pula terbelok dari lintasanya. Tetapi sebaliknya,
apabila terdapat zat pada lintasannya, maka radiasi akan terjaddi
transmisi, refleksi, dan absorpsi.
3.3 Heat Exchanger
Heat Exchanger adalah suatu alat penukar panas yang digunakan untuk
memanfaatkan atau mengambil panas dari suatu fluida yang dipindahkan ke fluida
lainnya melalui proses yang disebut proses perpindahan panas (heat exchanger).
Proses perpindahan panas ini dapat terjadi pada fase cair ke fase uap atau
fase uap ke fase cair secara langsung dimana fluida panas akan tercampur secara
langsung dengan fluida dingin atau secara tidak langsung menggunakan media
perantara.
6.3.1 Peralatan Heat Exchanger
Peralatan Heat Exchanger yang biasanya digunakan diindustri kimia
adalah sebagai berikut (Subagjio, 1991) :
1. Cooler
Alat ini digunakan untuk mendinginkan fluida panas agar mencapai
kondisi yang diinginkan dengan menggunakan media pendingin berupa
air atau udara, dapat dilihat pada Gambar 6.2.
2. Condensor
Alat ini digunakan untuk mengambil panas laten fluida yang berbentuk
uap sehingga terjadi perubahan fase dari uap menjadi cair.
3. Reboiler
25
Alat ini digunakan untuk menguapkan liquid pada bagian dasar kolom
destilasi sehingga fraksi yang ringan akan terikut dalam hasil destilasi
pada kolom atas. Sebagai media pemanas dapat berupa steam atau fluida
panas.
4. Preheater
Alat ini digunakan untuk memanaskan fluida cair dengan menggunakan
steam atau panas pembakaran bahan bakar.
5. Chiller
Alat ini digunakan untuk mendinginkan fluida pada suhu yang lebih
rendah dimana fluida pendingin dapat berupat air, propana, freon ataupun
ammonia, dapat dilihat pada Gambar 3.3.
6. Evaporator
Alat ini digunakan untuk menguapkan fluida cair dengan menggunakan
steam atau media pemanas yang lainnya.
6.3.2 Macam-macam Heat Exchanger
Heat Exchanger dapat dikelompokan menjadi beberapa macam
berdasarkan bentuknya, yaitu:
1. Double-PipeExchanger
Merupakan jenis yang palingsederhana yang hanya terdiri atas pipa
besar dan pipa kecil yang disusun secara konsentris. Digunakan untuk
mendinginkan atau memanaskan fluida proses.
2. Shell and Tube Exchanger
Merupakan HE yang terdiri atas suatu pipa besar yang berisi sejumlah
tube yang lebih kecil
26
3. Plate and Frame Exchanger
HE yang terdiri atas plate yang dipasang sebagai pnyekat anatar fluida
dingin dan fluida panas.
4. Air Cooled
HE menggunakan udara sebagai fluida dingin
5. Direct Contact Exchanger
Pada HE ini fluida panas dan fluida dingin kontak secara langsung.
Diantara macam-macam Heat Exchanger tersebut, tipe Shell and Tube
Exchanger yang lebih bnyak digunakan di industri karena memiliki
keuntungan anatara lain:
6.3.3. Faktor Pengotor (Fouling Factor)
Fouling factor adalah suatu angka yang menunjukkan hambatan akibat
adanya kotoran yang terbawa oleh fluida yang mengalir dalam Heat Exchanger,
yang melapisi bagian dalam dan luar tube. Fouling factor sangat berpengaruh
terhadap proses perpindahan panas, karena pergerakannya terhambat oleh deposit.
Fouling factor ditentukan berdasarkan harga koefisien perpindahan panas
menyeluruh untuk kondisi bersih maupun kotor pada alat penukar panas yang
digunakan. Nilai Fouling Factor didapat dari perhitungan dan disain yang dapat
dilihat dari Tabel 12 Kern. Apabila nilai fouling factor hasil perhitungan lebih
besar dari nilaifouling factor disain maka perpindahan panas yang terjadi di
dalam alat tidak memenuhi kebutuhan prosesnya dan harus segera dibersihkan.
Nilai fouling factor dijaga agar tidak melebihi nilai fouling factor disainnya agar
alat Heat Exchanger dapat mentransfer panas lebih besar untuk keperluan
prosesnya. Perhitungan fouling factor berguna dalam mengetahui apakah terdapat
kotoran di dalam alat dan kapan harus dilakukan pencucian.
Fouling dapat terjadi dikarenakan adanya :
1. Pengotor berat (Hard Deposit), yaitu kerak keras yang berasal dari hasil
korosi atau coke keras.
2. Pengotor berpori (Porous Deposit), yaitu kerak lunak yang berasal dari
dekomposisi kerak keras.
27
Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya fouling pada alat Heat Exchanger
adalah : (Subagjo, 1991).
1. Kecepatan aliran fluida.
2. Temperatur fluida.
3. Temperatur permukaan dinding tube.
4. Fluida yang mengalir didalam dinding tube.
Pencegahan fouling dapat dilakukan dengan tindakan-tindakan sebagai berikut :
(Subagjo, 1991).
1. Menggunakan bahan kontruksi yang tahan terhadap korosi
2. Menekan potensi fouling, misalnya dengan melakukan penyaringan.
28
BAB IV
DATA PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
4.1 METODE PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN
Heat Exchanger FC-E-1 di RFCC unit merupakan suatu alat penukar panas
yang digunakan untuk memanaskan fluida yang memanaskan fluida berupa
Cold Feed dengan media pemanas MPA yang berupa Long Residu.
Untuk menghitung nilai fouling factor, Pressure Drop serta effisiensi Heat
Exchanger FC-E-1 dilakukan dengan menggunakan beberapa tahap
penyelesain. Adapun tahap-tahap yang harus dilakukan adalah sebagai
beriukut:
1. Mengambil data-data Fluida sebagai berikut;
a. Suhu masuk fluida panas (T1) dan fluida dingin (t1)
b. Suhu keluar fluida panas (T2) dan fluida dingin (t2)
c. Berat fluida panas (C) dan fluida dingin (c)
d. Viskositas fluida panas dan fluida dingin µ
e. Spesifik grafity fluida panas dan fluida dingin
2. Mengerjakan perhitungan dengan Metoda Kern
6.3.4. Perhitungan Heat Exchanger metode Kern
1. Perhitungan Neraca Panas (Heat Ballance)
Q = W x Cp x (T1 – t2) = w x cp x (t2 – t1)
Dimana :
Q = Kalor jenis, Btu/hr
W = laju alir fluida panas, lb/hr
w = laju alir fluida dingin, lb/hr
Cp = Kapasitas panas fluida panas, Btu/lb 0F
29
cp = Kapasitas panas fluida dingin, Btu/lb 0F
T1 = Temperatur fluida panas masuk, 0F
T2 = Temperatur fluida panas keluar, 0F
t1 = Temperatur fluida dingin masuk, 0F
t2 = Temperatur fluida dingin keluar, 0F
2. Perhitungan Log Mean Temperature Different, LMTD
Untuk alat penukar panas aliran counterflow, beda temperatur rata-rata
dihitung dengan beda temperatur rata-rata logaritmik
LMTD =
3. Menghitung Faktor koreksi dengan menghitung R dan S
Suatu koreksi LMTD dinyatakan dengan faktor Koreksi (FT), oleh
sebab itu untuk tujuan tersebut dibutuhkan besaran R dan S.
S menyatakan efisiensi temperatur dan R merupakan pembanding daya
tampung kalor fluida dingin dan fluida panas,
R =
S =
Dengan besaran R dan S tersebut didapat FT menggunakan kurva pada
Fig.18 Kern sehingga didapat :
Δt = FT x LMTD
4. Perhitungan Temperatur Kalorik (Tc dan tc)
30
Temperatur caloric ditafsirkan sebagai temperatur rata-rata fluida yang
terlibat dalam pertukaran panas.
Tc = T2 + Fc (T1 – T2)
tc = T1 + Fc (t2 – t1)
Dari Fig.17 Kern, 1965 didapat harga Kc dan Fc dengan perbandingan
5. Perhitungan Flow Area
Flow area merupakan luas penampang yang tegak lurus arah aliran
Shell side
as= ID x C” x B / (144 x PT)
Dimana :ID = Inside Diameter (in)
C = Jarak antar tube (in)
B = Jarak baffle (in)
PT = Tube Pitch (in)
Tube side
at = NT x a’t / (144 x n)
Dimana :NT = Jumlah tube
a’t = Internal area (Table 10 Kern)
n = jumlah tube passes
6. Perhitungan Mass Velocity
Kecepatan massa merupakan perbandingan laju alir dengan flow area
Shell side
31
Gs = W / as
Dimana :W = Laju alir fluida panas (lb/hr)
Tube side
Gt = w / at
Dimana :w = Laju alir fluida dingin (lb/hr)
7. Perhitungan Reynold Number
Reynold number menunjukkan tipe aliran fluida di dalam pipa
Shell side
Res = De x Gs / µ
Dimana :De = Equivalent diameter (ft) (Fig.28 Kern)
Gs = Mass velocity (lb/hr ft2)
µ = Viskositas fluida pada suhu Tc
Tube side
Ret = D x Gt / µ
Dimana :D = Inside diameter (ft) (Tabel 10 Kern)
Gt = Mass velocity (lb/hr ft2)
µ = Viskositas fluida pada suhu tc
8. Perhitungan Heat Transfer Factor (JH)
Shell side
Nilai JH untuk sisi shell dapat diketahui dari Fig.28 Kern
Tube side
Nilai JH untuk sisi tube dapat diketahui dari Fig.24 Kern
9. Menentukan Termal Function
32
Pada tiap suhu, yaitu Tc (hot fluid) untuk shell dan tc (cold fluid)
untuk tube diperoleh masing-masing nilai c (fig.4 Kern), μ (viskositas)
dan k (konduktivitas thermal) (fig.1 Kern)
(c x μ / k)1/3
Dimana : c = panas spesifik (Btu/lb 0F)
k = konduktivitas thermal (Btu/hr.ft 0F)
10. Menentukan nilai Outside film Coefficient (ho) dan Inside Film
Coefficient (hi)
Shell side
ho = jH Фs
Tube side
hi = jH Фt
Dimana :ho = Outside film coefficient (Btu/hr.ft 0F)
hi = Inside film coefficient (Btu/hr.ft 0F)
11. Menentukan Tube wall Temperature,tw
Temperatur dinding rata-rata tube dapat dihitung dengan
temperature kalorik, jika diketahui nilai koefisien perpindahan panas
fluida shell dan tube pada kondisi operasi sedang berlangsung.
tw = tc +
Dimana : tw = temperatur dinding tube (0F)
33
12. Perhitungan Corrected coefficient ho dan hio pada tw
Shell side
Фs =
ho =
Tube side
Фs =
hio =
13. Perhitungan Clean Overall Coefficient, Uc
Uc merupakan overall heat transfer coefficient jika tidak terjadi
fouling/kerak.
UC =
Dimana :
UC = Overall heat transfer coefficient (Btu/hr.ft2 oF)
14. Perhitungan Dirty Overall Coefficient, UD
UD merupakan overall heat transfer coefficient jika terjadi
fouling/kerak.
A = NT x a” x L
Dimana : A = Heat transfer surface (ft2)
NT = Jumlah tube
a” = luas area (ft2/lin ft), Tabel 10 Kern
34
L = Panjang tube
Maka :
UD =
Dimana : UD = Overall heat transfer coefficient (Btu/hr.ft2 oF)
15. Perhitungan Dirt Factor, Rd
Rd =
Dimana : Rd = Fouling Factor (hr.ft2.oF/ Btu)
16. Perhitungan Pressure Drop
Shell side
ΔPs =
Dimana : ΔPs = Total Pressure drop pada shell (psi)
f = Friction factor shell (ft2/in2) (Fig.29,Kern)
Gs = Mass velocity (lb/hr.ft2)
s = Spec.Gravity
N + 1 = jumlah lintasan aliran melalui baffle
Tube side
ΔPt =
35
Dimana : ΔPt = Pressure drop pada tube (psi)
f = Friction factor tube (ft2/in2) (Fig.26, Kern)
Gt = Mass velocity (lb/hr.ft2)
s = Spec.Gravity
D = Inside diameter (ft)
n = jumlah pass tube
ΔPr =
Dimana : ΔPr = Return Pressure drop pada tube (psi)
= Velocity head (psi)
s = Spec.Gravity
Maka :
ΔPT = ΔPt + ΔPr
Dimana : ΔPT = Total Pressure Drop pada tube (psi)
Perhitungan Effisiensi
η =
36
Dimana : η = Effisiensi kerja HE (%)
4.2 PERHITUNGAN HEAT EXCHANGER FC-E-1
Data pada tanggal 1 maret 2012
Diketahui:
Pada shell = VGO Cold Feed
37
t 1 = 76oC = 168oF t 2 = 115oC = 239oF t 2 – t 1 = 71oF W = 300 T/D =27562,5 lb/hr Spgr 60/60 = 0,89 O API = 27,488
Pada tube = MPA
T1 = 216oC = 420,8oF T2 = 190oC = 374oF T1 – T2 = 46,8oF W = 2350T/D = 215.906,25lb/hr Spgr 60/60 = 0,85 O API = 34,97
1. NERACA PANAS (Heat Balance), QQ = W. C (T1 – T2) = w. c (t1 – t2)
a. Pada shell
Diketahui:
TAV =
c = 0,51 BTU/lb.oF
maka, Q1 = w × c (t1 – t2)
= 27562,5 lb/hr × 0,51BTU/lb.oF × 71oF= 998.038,125 BTU/hr
= 998.038,125 ×
= 249.509,5313 Kcal/hr
b. Pada Tube :
38
Diketahui :
TAV =
C = 0,69 BTU/hr
Maka;
Q1 = W × C (T1 – T2)= 215.906,25 lb/hr × 0,69 BTU/hr × 46oF= 6852864,375 BTU/hr
2. LMTD dan Δt
Hot fluida Cold Fluida Differences
T1 420,8oF Higher temp t2 239oF 181,8oF Δt2
T2 374oF Lower Temp t1 168oF 206oF Δt1
46,8oF Differences 72oF -24,2 Δt2 – Δt1
(T1 –T2) (t2 – t1)
LMTD =
R =
S =
39
Berdasarkan data Desain HE FC-E-1 yang merupakan HE dengan 3 Shell dan 6pass, dengan jumlah 1 Exchanger, maka didapat factor koreksi FT = 0,97
(Grafik2/Fig.21 kern)
Sehingga,∆t = LMTD × FT
= 195°F × 0,98 = 189,15 °F
3. TEMPERATUR KALORI (Tc dan tc)
Diketahui :
T1 – T2 =
=
Maka didapat :
Kc = 0,22
Fc = 0,475
tc (shell) = t1 + Fc × (t2 – t1)
=
=
Tc (Tube) = T2 + Fc × (T1-T2)
=
=
4. LUAS ALIRAN (FLOW Area), as dan at
a. Pada shell Diketahui :ID = 635mm = 25inPT = 32mm = 1,25inB = 14
40
C’’ = 3/8 = 0,375in
= 0,729166 ft
2
b. Pada Tube
Diketahui:
NT = 220
n = 6
OD = 1 in
BWG = 12
Maka a’t = 0,479 in
2
5. Kecepatan Massa (mass vel), Gs dan Gt
a. Pada Shell
Diketahui:
ws = 27562,5 lb/hr
41
as = 0,729166 ft
2
Maka:
Gs =
b. Pada TubeDiketahui:
wt = 215.906,25 lb/hrat = 0,1219675ft2
maka:
Gt =
6. Bilangan reynold (Re)a. Pada Shell
Diketahui:Tc =
SG = 0,84
µcst = 1,32 × 0,84 = 1,1088 Cp
= 2,683 lb/ft.hr
Maka:
42
= 1.162,319363
b. Pada Tube
Diketahui:
Tc = 395°f
Sg = 0,73
µcst = 0,61 × 0,73 = 0,1241Cp
Maka Dt = 0,782 in
= 10694,7887
7. Faktor Perpindahan pana JHa. Pada Shell
Diketahui: Res = 947.5276JH = 16
b. Pada TubeDiketahui:
Ret = 10694,7887
L = 4,877m = 16 ft
D = 0,782in = 0,0651ft
43
L/D = 245,775
Maka grafik yang didapat
JH = 60
8. koefisien Perpindahan panas
a. Pada shell
Diketahui:
Tc = 201,725°f
C = 0,518 Btu/lb °f
K = 0,071 (Btu/hr.ft
2
) (°f/ft)
Maka:
= 2,695032631
b. Pada Tube
Diketahui;
Tc = 395,85°f
C = 0,65 Btu/hr.ft
2
) (°f/ft)
K = 0,07 Btu/hr.ft
2
) (°f/ft)
44
Maka:
= 2,154886001
9. ho dan hio
a. pada Shell
Diketahui:
jH = 16
K/D = 0,071/0,825 = 0,86060606
Maka:
= 37,10978265
b. pada TubeDiketahui:
JH =60K/D = 0.07 / 0,0651 = 1,075268817
Maka:
1.
45
= 139,0249033
2.
= 108,7174744
10. Tube Wall Temp
Tw =
=
=
11. ɸs dan ɸta. Pada Shell
diketahui:tw = Sg = 0,790µcst = 0,521 × 0,790 = 0,41159 Cp
µw =
= 0,9960478
Maka:
ɸs =
b. Pada Tube
46
tw =
Sg = 0,77µcst = 0,32 × 0,790 = 0,2528 Cp
µw =
= 0,61177
Maka:
ɸs =
12. ho dan hio
a. Pada Shell
ho =
= 37,10978265 × 1,148808576
= 42,63203374f
b. Pada Tube
hio =
= 139,0249033 ×1,152036627
=160,1617807
13. CLEAN OVERALL COEFFICIENT, Uc
14. DESIGN OVERALL COEFFICIENT, Ud
Diketahui;
47
OD = 1in
BWG = 12
a” = 0,2618 ft
2
/in.ft
L = 4,572 m = 15ft
Nt = 220
Maka:
A = a” × L × Nt
= 0,2618 Ft
2
/in.ft × 15Ft × 220
= 2039,4 Ft
2
Sehingga;
15. FAKTOR PENGOTOR, Rd
16. PRESSURE DROP
a. Pada Shell
1. Untuk Res
= 1162,319363
Maka;
F = 0,0032ft
2
/in
48
S = 0,790
2. No.of crosses,
3. Pressure drop (∆Ps
)
= 0,032087481 Psi
b. Pada Tube
Untuk Ret
= 10694,7887
Maka:
F = 0,00021
S = 0,77
1. Pressure drop (∆Pt
)
49
2. Gt
= 1770303,788
Maka;
3. ∆PT
= ∆Pt
+ ∆Pr
= 0,112051998 Psi + 0,155844155
= 0,018762689 kg/cm
2
17. EFFISIENSI KERJA HE
= 67,43%
50
4.3 PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil perhitungan HE FC-E-1 dengan menggunakan metode
kern, maka diperoleh beberapa nilai yang berkaitan dengan kinerja Heat
Exchanger FC-E-1 seperti Overall Heat Coefficient (UD), Fouling Factor
(RD), Pressure Drop serta Effisiensi kerja heat exchanger.
HE FC-E-1 yang memanaskan Cold Feed yang diambil dari tangki
191 dan 192 dan yang menjadi media pemanas yang berada di tube adalah
MPA atau Hot Long Residu dari CD II/III/IV/V dengan suhu 150-160°C.
Dari hasil perhitungan juga terlihat bahwa nilai fouling factor pada
HE FC-E-1 perbedaanya cukup besar dengan design 0,356810Btu/hr. ft2 °F
sedangkan data design sebesar 0,0005 Btu/hr.ft2 °F. ini menunjukan bahwa
kotoran yang terakumulasi pada alat Heat Exchanger dan kotoran ini
berasal dari fluida yang mengalir didalam Heat Exchanger. Fouling factor
ini sangat mempengaruhi effisiensi dari Heat Exchanger khususnya pada
HE FC-E-1, karena kinerja pertukaran panas yang terjadi didalam HE akan
51
mengalami gangguan dan kotoran yang terbawa oleh fluida akan
menempel dan melapisi dinding dalam dan luar tube sehingga panas yang
diserap terhalang oleh adanya kotoran yang menempel .
Berdasarkan hasil perhitungan beberapa data yang diambil terlihat
bahwa besarnya Heat Duty pada sisi shell dan tube sedikit berbeda. Hal ini
terjadi karena adanya heat loss yang ada pada bagian dinding shell cukup
besar. Kemungkinan heat loss ini bias dikarenakan beberapa factor dan
slah satunya yaitu kurang baiknya system isolasi pada HE pada FC-E-1 itu
sendiri, sehingga menyebabkan perbedaan Q (heat Duty) yang cukup
besar.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari data design dan hasil perhitungan dapat disimpulkan bahwa:
a. Fungsi dari Heat Exchanger FC-E-1 adalah menaikankan
temperature dan memanaskan Cold feed VGO untuk proses yang
selanjutnya
b. Fouling factor sngat berpengaruh terhadap perpindahan panas
dan kinerja HE, karna pergerakannya terhambat oleh kotoran
52
yang terbawa oleh fluida yang menempel pada shell dan tube
HE. Dari hasil perhitungan sebelum di cleaning dapat dilihat
perbedaan atara design yaitu sbesar 0,0005 Btu/hr.ft2 °F dari
design sebesar 0,35681 yang menunjukan bahwa hambatan
panas yang disebabkan oleh kotoran yang menempel didalam
maupun luar tube, sehingga proses perpindahan panas terjadi
tidak sempurna, sehingga mngalami kerugian pada pabrik.
c. Effisiensi kinerja Heat Exchanger yang didapat dari perhitungan
yaitu 67,43%. Factor-faktor yang mempengaruhi effisiensi
kinerja Heat Exchanger anatar lain Overall heat Coefficient
(UD), fouling factor (RD), dan Pressure Drop.
d. Besarnya Q, nilai UD dan RD yang fluktuasi (tidak stabil/naik
turun) disebabkan karena unit RFCC mengalami kendala pada
alat heat exchanger FC-E-1 sehingga kondisi alat tidak
effisiensi/kurang baik.
V.2Saran
Setelah dianalaisa dari hasil perhitungan dan permasalahan yang terjadi pada
Heat Exchanger FC-E-1, penulis dapat memberikan saran sebagai berikut:
53
a. Apabila nilai fouling factor hasil perhitungan yang lebih besar dari
nilai fouling factor design maka perpindahan panas yang terjadi
didalam alat tidak memenuhi kebutuhan prosesnya dan harus
segera dibersihkan atau pencucian. Maka itu nilai fouling factor
harus dijaga agar tidak melebih dari data design supaya alat HE
dapat mentrasfer panas dengan baik.
b. Kondisi Heat exchanger FC-E-1 perlu dijaga dari kebocoran pada
pipa saluran fluida yang kan masuk atau keluar HE. Sebab jika
terjadi tetesan minyak panas keluar HE kemudian kontak dengan
udara panas melalui kebocoran saluran tersebut maka akan terajdi
dan bisa mengakibatkan kebakaran.
c. System isolasi yang ada pada Heat Exchanger FC-E-1 masih
kurang baik, karena adanya permukaan shell yang belun terisolasi
secara sempurna. Hal ini bisa mengakibatkan cukup banyak heat
loss yang terjadi pada bagian shell.
54
DAFTAR PUSTAKA
___________ . 1964. Technical Data Book.
Kern, D.Q. 1950. Process Heat Transfer. Associates and professorial
Leacturer in
Chemical Engineering Case Institute of Technology. McGraw-Hill
Book
Company. New York.
Subagjo. 1991. Heat Exchanger. Jakarta.
55
56
57