laporan kfa 20003

24
Laboratorium Kimia Farmasi Program Studi Farmasi Fakultas MIPA Universitas Lambung Mangkurat PERCOBAAN II TITRASI ASAM BASA (Pentapan Kadar Sulfadiazin dengan Metode Titrasi Asam Basa) Disusun Oleh : Kelompok IV (Empat) PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARBARU 2010 PERCOBAAN II TITRASI ASAM BASA (Pentapan Kadar Sulfadiazin dengan Metode Titrasi Asam Basa) I. TUJUAN PRAKTIKUM Tujuan dari praktikum kali ini adalah :

Upload: cahyani-indah

Post on 24-Nov-2015

41 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Laporan KFA 20003

TRANSCRIPT

LABORATORIUM KIMIA FARMASI

Laboratorium Kimia Farmasi

Program Studi Farmasi Fakultas MIPA

Universitas Lambung Mangkurat

PERCOBAAN II

TITRASI ASAM BASA

(Pentapan Kadar Sulfadiazin dengan Metode Titrasi Asam Basa)

Disusun Oleh : Kelompok IV (Empat)PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BANJARBARU

2010PERCOBAAN IITITRASI ASAM BASA

(Pentapan Kadar Sulfadiazin dengan Metode Titrasi Asam Basa)I. TUJUAN PRAKTIKUM

Tujuan dari praktikum kali ini adalah :

1. Memahami prinsip-prinsip metode analisis titrasi asam basa.

2. Menetapkan kadar sulfadiazina.II. TEORI RINGKASII.1 Dasar TeoriKlasifikasi metode volumetri ada 4 kelompok yaitu sebagai berikut:

1. Asam-basa. Beberapa senyawa baik organik maupun anorganik yang bersifat asam atau basa dapat dititrasi dengan standar basa atau asam kuat. Titik akhir titrasi ini mudah dideteksi baik dengan indikator atau dengan mengikuti perubahan pH denga suatu pH meter. Beberapa asam/basa organik dapat juga dilakukan titrasi dalam pelarut bukan air sehingga asam dan basa organik yang lemah pun dapat memberikan perubahan yang tajam.

2. Pengendapan. Dalam hal ini titran membentuk senyawa yang sukar larut dengan analit. Sebagai contoh dalam titrasi klorida dengan larutan perak nitrat titik akhir dapat diamati dengan suatu indikator atau bisa mengukur potensial listrik larutan.

3. Kompleksometri. Dalam titrasi kompleksometri, titran pengompleks membentuk kompleks yang larut dengan analit, ion logam. Titran biasanya berupa suatu zat pengkhelat dan titrasi dapat pula dilakukan secara titrasi balik. Ethylen diamin tetra asetat (EDTA) adalah salah satu yang paling populer digunakan sebagai titran, karena zat ini dapat bereaksi dengan sebagian besar ion logam dan reaksinya dapat dikontrol dengan mengatur pH. Indikator dapat digunakan dengan membentuk kompleks berwarna dengan ion logam.

4. Redoks. Titrasi redoks ini didasarkan pada reaksi antara zat oksidator dengan peredukasi atau sebaliknya. Selama reaksi berlangsung oksidator menangkap elektron dan reduktor melepaskan elektron, keduanya harus mempunyai perbedaan kemampuan yang cukup besar, oksidator harus mempunyai kecenderungan yang kuat untuk menangkap elektron, sedangkan reduktor harus mempunyai kecenderungan kuat untuk melepas elektron. Indikator yang sesuai dan beberapa teknik elektrometri dapat digunakan untuk mendeteksi terjadinya titik akhir.(Aminudin, 2000).Dalam teori asam basa klasik, dua ion hydrogen (yaitu proton) dan ion hidroksil diberi peranan istimewa. Namun, sebagaimana telah ditunjukkan, sementara proton memang benar-benar mempunyai sifat-sifat yang istimewa, yang dapat dianggap penyebab dari fungsi asam basa, ion hidroksil tak memiliki sifat-sifat istimewa yang memungkinkannya memgang peran spesifik dalam reaksi asam basa (Svehla, 1985). Secara tersirat, bahwa titrasi asidi-alkalimetri menyangkut reaksi dengan asam dan basa, diantara:1. Asam kuat- basa kuat

2. Asam kuat- basa lemah

3. Asam lemah- basa kuat

4. Asam lemah- basa lemah

5. Asam kuat- garam dari asam lemah

6. Basa kuat- garam dari basa lemah (Harjadi,1993).

Larutan standar dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: standar primer dan standar sekunder. Standar primer adalah zat yang tersedia dalam komposisi kimia yang jelas dan murni. Larutan ini hanya bereaksi pada kondisi titrasi dan tidak melakukan reaksi sampingan (Khopkar, 1990).

Titrasi asam basa dapat memberikan titik akhir yang cukup tajam dan untuk itu digunakan pengamatan dengan indikator bila pH pada titik ekivalen antara 4 -10. Demikian juga titik akhir titrasi akan tajam pada titrasi asam atau basa lemah jika pentitrasi adalah basa atau asam kuat dengan perbandingan tetapan disosiasi asam lebih besar dari 10. Selama titrasi asam basa , pH larutan berubah secara khas. pH berubah secara dratis bila volume titrannya mencapai titik ekivalen. Kesalahan titik akhir dan pH pada titik ekivalen merupakan tujuan pembuatan kurva titrasi (Khopkar, 1990).

Indikator asam basa adalah zat yang berubah warnanya atau membentuk fluoresen atau kekeruhan pada suatu range (trayek) pH tertentu. Indikator asam basa terletak pada titik ekivalen dan ukuran dari pH. Zat-zat indikator dapat berupa asam atau basa, larut, stabil biasanya adalah zat organic. Perubahan warna disebabkan oleh resonansi isomer elektron (Khopkar, 1990).

Indikator asam basa secara garis besar dapat diklasifikasikan dalam 3 golongan.

a. Indikator ftalein dan indikator sulfoftalein.

b. Indikator azo

c. Indikator trifenilmetana(Khopkar, 1990).

Indikator ftalein dibuat dengan kondensasi anhidrida ftalein dengan fenol, yaitu fenolftalein. Pada pH 8,0 9,8 berubah warna menjadi merah. Anggota-anggota lainnya adalah: o-cresolftalein, thimolftalein, - naftolftalein (Khopkar, 1990).

Larutan standar biasanya ditambahkan dari dalam sebuah buret. Proses penambahan larutan standar sampai reaksi tepat lengkap, disebut titrasi, dan zat yang akan ditetapkan, dititrasi. Titik (saat) mana reaksi itu tepat lengkap, disebut titik ekuivalen (setara) atau titik akhir teoritis. Lengkapnya titrasi, lazimnya harus terdeteksi oleh suatu perubahan, yang tak dapat di salah lihat oleh mata, yang dihasilkan oleh larutan standar itu sendiri, atau lebih lazim lagi, oleh penambahan suatu reagensia pembantu yang dikenal sebagai indikator (Basset, 1994).

Dalam memilih suatu asam untuk digunakan dalam suatu larutan standar hendaknya diperhatikan faktor-faktor berikut :

1. Asam itu haruslah kuat, artinya sangat terdisosiasi

2. Asam itu tidak boleh asitri (mudah menguap)

3. Larutan asam itu harus stabil

4. Garam dari asam itu haruslah dapat larut

5. Asam itu tidak boleh merupakan pengoksid yang cukup kuat sehingga merusak senyawa organik yang digunakan sebagai indikator.

Asam klorida dan asam sulfat digunakan paling banyak untuk larutan standar, meskipun tak satu pun memenuhi semua persyaratan diatas (Underwood, 1990).

Penetapan kadar natrium hidroksida. Timabng seksama lebih kurang 1,5 gram larutkan dalam lebih kurang 40 ml air bebas karbon dioksida P. Dinginkan larutan sampai suhu kamar tambahkan fenolftalein LP dan titrasi dengan asam sulfat 1 NLV. Pada saat terjadi warna merah muda catat volume asam yang dibutuhkan, tambahkan jingga metil LP dan lanjutkan titrasi hingga terjadi warna merah muda yang tetap (Depkes, 1995). Dalam metode titrasi asam-basa, larutan uji (larutan standar) ditambahkan sedikit demi sedikit (secara eksternal), biasanya dari dalam buret, dalam bentuk larutan yang konsentrasinya diketahui. Penambahan larutan standar ini diteruskan sampai telah dicapai kesetaraan secara kimia dengan larutan yang diuji. Untuk mengetahui kapan penambahan larutan standar itu harus dihentikan, digunakan suatu zat yang biasanya berupa larutan, yang disebut larutan indikator yang ditambahkan dalam larutan yang diuji sebelum penetesan larutan uji dilakukan. Larutan indikator ini menanggapi munculnya kelebihan larutan uji dengan perubahan warna. Perubahan warna ini dapat atau tidak dapat tepat pada titik kesetaraan ( ekuivalensi ) (Sujono, 2008). II.2 Uraian Bahan

1. Natrium Karbonat (Depkes, 1979)Nama resmi: Natrii CarbonasNama lain: Natrium KarbonatStruktur kimia: Na2CO3.2H2O

Pemerian : Hablur, tidak berwarna atau serbuk hablur putih.

Kelarutan : Mudah larut dalam air, lebih mudah larut dalam

air mendidih.

Indikasi : Zat tambahan dan keratolitikum.Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.

BM

: 124Pembuatan: Melarutkan 5,3 g Na2CO3 dalam air secukupnya hingga 1000 ml.2. Asam Klorida (Depkes, 1979)

Nama resmi:Acidum Hydrochloridum.

Nama lain:Asam Klorida.

Struktur kimia:H-ClPemerian:Tidak berwarna, berasap, bau merangsang, jika diencerkan dengan 2 bagian air asap dan bau hilang.

Kelarutan :1 bagian dalam 0,8 bagian air, 1 bagian dalam 1 gram bagian alkohol, praktis tidak larut dalam kloroform dan eter.

Indikasi:Zat tambahan.

Penyimpanan:Dalam wadah tertutup rapat.

3. Sulfadiazinum (Depkes, 1995)Nama lain : SulfadiazinStruktur Kimia :

Pemerian: Serbuk, putih sampai agak kekuningan; tidak berbau atau hampir tidak berbau; stabil di udara tetapi pada pemaparan terhadap cahaya perlahan-lahan menjadi hitam.Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air; mudah larut dalam asam mineral encer, dalam larutan kalium hidroksida, dalam larutan natrium hidroksida dan dalam amonium hidroksida; agak sukar larutdalam etanol dan dalam aseton; sukar larut dalam serum manusia pada suhu 37oC.Indikasi : AntibakteriPenyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.

4. Merah Fenol (Depkes, 1995)

Nama resmi:Phenol SulfonthaleinNama lain:Phenol RedStruktur kimia:

BM:354,38Pemerian:Serbuk hablur, bermacam-macam warna dari merah cerah sampai merah tua.

Kelarutan:Sukar larut dalam air, mudah larut dalam larutan alkali karbonat dan hidroksida, sukar larut dalam etanol.Indikasi:Indikator

Trayek pH:6,9 8,2Perubahan:Dari kuning menjadi merah.

Penyimpanan:Dalam wadah tertutup baik.5.Aqua (Depkes, 1979)

Nama resmi: Aqua Destilata

Nama lain: Air suling

Struktur kimia: H2O

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa

Khasiat

: Pelarut

Penyimpanan: Dalam wadah tertutup baik.

II. 3Prinsip ReaksiII.3.1 Pembuatan Baku Primer

Na2CO3 + H20 (aq) Na2CO3 + H20 (aq)(Underwood, 1990).II. 3.2 Pembuatan Baku Sekunder

HCl (s) + H2O (l) HCl(l) + H2O(l)(Underwood, 1990).II. 3. 3 Standarisasi Larutan Baku Sekunder Na2CO3 + HCl H2CO3 + 2NaCl (Underwood, 1990).II. 3. 4 Penetapan Kadar Sulfadiazina + HCl

(Underwood, 1990).II. 3. 5 Reaksi Indikasi

1. Reaksi Fenol Merah

2. Reaksi Natrium Karbonat dengan Asam Klorida

+ 2HCl

+ 2NaCl +

3. Reaksi Sulfadiazina dengan Asam Klorida

+ 2HCl +

+ 2N2 +

III. ALAT DAN BAHANIII.1 AlatAlat-alat yang digunakan dalam praktikum kali ini antara lain:

1. Beker gelas,2. Buret dan perlengkapannya3. Corong kaca4. Erlenmayer5. Gelas ukur6. Labu ukur

7. Neraca analitik

8. Pipet tetes

9. Pipet ukur10. Pipet volumeIII.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini antara lain:

1. Aquadest

2. Sulfadiazina

3. Natrium Karbonat4. Merah Fenol5. HCl IV.CARA KERJAIV. 1 Pembuatan Larutan Baku Primer

1. Menimbang Natrium karbonat sebanyak 5,3 gram.

2. Melarutkan ke dalam aquadest sampai 1000 ml.3. Mengocok sampai homogen.IV.2Standarisasi Larutan HCl1. Memipet sebanyak 10 ml larutan Natrium karbonat.

2. Menambahkan indikator merah fenol 2-5 tetes.3. Menitrasi dengan HCl hingga titik akhir titrasi dan hingga terjadi perubahan warna.

4. Mencatat volume titran yang digunakan.5. Menghitung normalitas HCl.IV.3Penetapan Kadar Sulfadiazina1. Memipet 10 ml larutan sulfadiazin hasil ekstraksi dan memasukkannya dalam labu erlenmeyer 250 ml.

2. Menambahkan 2-3 tetes indikator merah fenol dan mentitrasinya dengan larutan HCl yang sudah distandarisasi dengan natrium karbonat.

3. Mencatat volume HCl yang digunakan hingga larutan sulfadiazin berubah warna dari tidak berwarna menjadi merah stabil..

4. Menghitung kadar sulfadiazina.V.HASIL DAN PERHITUNGAN

V.1 Data Hasil Percobaan

V.1.1Pembakuan larutan NaOH dengan Na2CO3 NoVolume Na2CO3Volume HCl

1.2.10 ml10 ml6,5 ml6,8 ml

V.1.2Penetapan Kadar Sulfadiazina dengan Larutan Baku HClNoVolume SulfadiazinaVolume HCl

1.2.10 ml

10 ml2,7 ml

3,0 ml

V.2Perhitungan

V. 2.1Penentuan Konsentrasi Na2CO3Dik: Gram asam oksalat

= 5,3 gram

Volume larutan= 1 L

Valensi = 2ek/molBM= 106mol

M

N = M x valensi = 0,05 x 2 ek/mol = 0,1 N

V.2.2.Pembakuan larutan HCl dengan Na2CO3Dik : Volume Na2CO3= 10 ml

N Na2CO3

= 0,1 N

Volume HCl= 6,5 ml dan 6,8 mlDit : N HClJawab :

Untuk Volume HCl 6,4 ml

VHCl x NHCl = V Na2CO3 x N Na2CO3NHCl =

= = 0,1538 N Untuk Volume HCl 6,3 ml

VHCl x NHCl = V Na2CO3 x N Na2CO3NHCl =

= = 0,1470 N

N rata-rata = 0,1538 N + 0,1470 N = 0,1504 N

2V.2.3.Penetapan Kadar Sulfadiazina dengan larutan baku HClDik : VNaOH = 2,7 ml dan 3,0 ml

Vsampel= 10 ml

NHCl

= 0,1574 NDit : % kadar sulfadiazina ?

Jawab :Untuk Volume HCl 2,7 ml

% K = V HCl x N HCl x BE.sulfadiazina x 100%

ml sampel x 1000

= 2,7 ml x 0,1574 N x 250,271 x 100 %

10 ml x 1000= 1,0162 %Untuk Volume HCl 3,2 ml

% K = V HCl x N HCl x BE.sulfadiazina x 100%

ml sampel x 1000 = 3,2 ml x 0,1574 N x 250,271 x 100 %

10 ml x 1000

= 1,2605 %

% Kadar rata-rata = 1,0162% + 1,2605 %

2

= 1,0728 %VI. PEMBAHASANPercobaan ini dilakukan agar praktikan dapat memahami prinsip-prinsip metode analisis titrasi asam basa dan menetapkan kadar sampel yaitu sulfadiazina. Sulfadiazina yang digunakan dalam percobaan ini merupakan golongan sulfa yang termasuk salah satu komponen trisulfa yang merupakan suatu basa lemah. Untuk menetapkan kadarnya, maka dilakukan metode titrasi asam-basa yaitu asidimetri dengan indikator merah fenol. Disebut asidimetri karena titran yang digunakan untuk mentitrasi merupakan asam kuat yaitu asam klorida (HCl). Titrasi asam-basa yang dilakukan didasarkan atas reaksi netralisasi antara ion H+ yang berasal dari asam dengan ion OH- yang berasal dari basa, untuk menghasilkan air yang bersifat netral. Cara kerjanya yang pertama yaitu larutan HCl sebagai titran, sebelum digunakan distandarisasi terlebih dahulu dengan larutan baku primer natrium karbonat yang dibuat dengan melarutkan 5,3 gram natrium karbonat dalam air secukupnya hingga volume 1000 ml. Standarisasi perlu dilakukan untuk memastikan konsentrasi larutan baku HCl dengan pasti, karena larutan HCl merupakan larutan baku sekunder, dimana seringkali mengalami perubahan konsentrasi dibandingkan konsentrasi awalnya saat pertama kali dibuat, disebabkan karena kemurniannya yang rendah, sehingga bersifat kurang stabil terhadap pengaruh lingkungan. Pada standarisasi larutan HCl pada prinsipnya sama dengan penetapan kadar sulfadiazina, yaitu secara asidimetri, dengan larutan titran HCl dan larutan analit natrium karbonat. Indikator yang digunakan juga indikator asam-basa merah fenol.

Selama titrasi, ion OH- dari natrium karbonat akan dinetralisasi oleh ion H+ dari HCl, hingga terbentuk garam asam karbonat dan natrium klorida. Pada saat titik ekivalen, mol titran akan sama dengan mol titrat hingga dapat ditentukan konsentrasi NaOH menggunakan rumus :

VHCl x VHCl = V Na2CO3x N Na2CO3 Titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan dari merah jinga menjadi kuning. Perubahan warna disebabkan indikator merah fenol yang terionisasi akibat penambahan ion H+ berlebih dari HCl setelah titik ekivalen. Pada saat titik akhir titrasi diperoleh volume 6,5 ml pada titrasi pertama, 6,8 ml pada titrasi kedua hingga diperoleh konsentrasi HCl 0,1504 N. Perbedaan volume HCl yang diperoleh disebabkan terjadinya kebocoran dari buret yang digunakan, selain itu dapat pula disebabkan kesalahan praktikan, misalnya dalam memipet sejumlah volume natrium karbonat, ketidaktepatan pembacaan volume titran dan ketidaktepatan titik akhir titrasi. Reaksi yang terjadi pada standarisasi HCl dan Na2CO3 yaitu: + 2HCl +

+ 2NaCl + Larutan HCl yang telah distandarisasi, barulah dapat digunakan sebagai larutan titran untuk menetapkan kadar sulfadiazina dalam sampel secara asidimetri. Titrasi dilakukan dengan terlebih dahulu memipet 10 ml larutan sulfadiazina (seri I) dan dimasukkan ke dalam erlenmayer, tambahkan beberapa tetes merah fenol sebagai indikator. Kemudian dititrasi dengan larutan HCl sebagai larutan titran. Larutan sampel sulfadiazina dibuat dengan mealrutkan 1 g sulfadiazina dalam 100 ml aseton. Titik akhir titrasi pada percobaan ini ditandai dengan indikator merah fenol yang berwarna merah pada basa dan kuning pada asam. Apabila titik akhir tercapai maka warna larutan akan berubah menjadi kuning stabil. Percobaan penetapan kadar ini diulang sebaanyak dua kali dan didapat masing-masing volume HCl 2,7 ml dan 3,0 ml. Satu seri penetapan kadar diperlukan untuk memperkecil kesalahan sistemik yang menyebabkan penyimpangan tertentu dari rata-rata. Dari titrasi ini, maka diperoleh kadar sulfadiazina dalam sampel 1,0728 %.

Titik akhir titrasi berbeda dengan titik ekivalen, titik ekivalen ialah titik dimana mol titran sama dengan mol titrat, hingga titrat habis dinetralisasi oleh penambahan titran. Kelebihan titran akan membuat suasana larutan menjadi asam, hingga indikator merah fenol akan berubah warna. Titik dimana indikator berubah warna, sehingga mengindikasikan bahwa titrasi harus dihentikan disebut titik akhir titrasi. Titrasi yang ideal adalah jika titik akhir titrasi sama dengan titik ekivalen. Tetapi, pada kenyataannya selalu ada perbedaan diantara keduanya, perbedaan inilah yang disebut kesalahan titrasi.VII. PENUTUP

VII.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang didapat dari percobaan kali diantaranya, adalah :

1. Metode titrasi asam basa dapat dilakukan pada sulfadiazin karena sulfadiazin merupakan suatu basa lemah dan HCl merupakan suatu senyawa asam kuat.2. Normalitas dari natrium karbonat adalah 0,1 N dan normalitas larutan HCl adalah sebesar 0,1504 N3. Konsentrasi larutan sulfadiazina yang diperoleh dinyatakan dalam persentase (%b/v) adalah 1,0728 % b/v.VII.2 Saran

Saran untuk praktikum kali ini adalah agar bahan-bahan serta alat-alat praktikum diperhatikan kualitas dan kuantitasnya. Sehingga praktikan dapat mempraktekkan semua percobaan dengan baik dan lancar tanpa harus mengalami kendala di alat yang digunakan dan kekurangan bahan.DAFTAR PUSTAKAAminudin. 2000. Kimia Analitik. ITB. Bandung.

Depkes. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Depkes. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Basset, J. 1994. Vogel Kimia Analisis Kuantitatif. EGC. Jakarta.

Harjadi, W. 1993. Ilmu Kimia Analisik Dasar. Gramedia. Jakarta.

Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Sujono. 2008. Sistem Pengukur Molaritas Larutan dengan Metode Titrasi Asam Basa Berbasis Komputer

http://jurnal.bl.ac.id/wp-content/uploads/2008/01/7Jono.pdfDiakses tanggal 10 Desember 2009

Svehla, G. 1985. Buku Tesk Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimakro. PT. Kalman Media Pustaka. Jakarta.

Underwood, A.L dan Day, A.R. 1990. Analisa Kimia Kuantitatif. Erlangga. Jakarta.

EMBED Word.Picture.8

EMBED ACD.ChemSketch.20 \s

EMBED ACD.ChemSketch.20 \s

Basa

Asam

_1350810190.unknown

_1352958569.unknown

_1352958920.unknown

_1353044186.unknown

_1352958399.unknown

_1350810167.unknown

_1225315171.doc