laporan kewirausahaan kreativitas.docx

30
I.Tujuan pratikum -Meningkatkan kreativitas dan membebaskan diri dari belenggu II. Landasan Teori A. Hakikat Pendidikan Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan Negara. Kemajuan suatu kebudayaan bergantung kepada cara kebudayaan tersebut mengenali, menghargai , dan memanfaatkan sumber daya manusia dan hal ini berkaitan erat dengan kualitas pendidikan yang diberikan kepada anggota masyarakatnya; kepada peserta didik. Tujuan pendidikan pada umumnya ialah menyediakan lingkungan yang memungkinkan anak didik untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya secara optimal, sehingga ia dapat mewujudkan dirinya dan berfungsi sepenuhnya, sesuai dengan kebutuhan pribadinya dan kebutuhan masyarakat. Setiap orang ,mempunyai bakat dan kemampuan yang berbeda-beda dan karena itu membutuhkan pendidikan yang berbeda-beda pula. Pendidikan bertanggung jawab untuk memandu (yaitu mengidentifikasi dan membina) serta memupuk (yaitu mengembangkan dan meningkatkan) bakat tersebut, termasuk dari mereka yang berbakat istimewa atau memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa (the gift dan talented). Renzulli (Munandar, 2004: 6) mengungkapkan bahwa ‘Dulu orang biasanya mengartikan “anak berbakat” sebagai anak yang memiliki tingkat kecerdasan (IQ) yang tinggi. namun sekarang

Upload: anis-kurnia

Post on 16-Jan-2016

21 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: laporan kewirausahaan  kreativitas.docx

I.Tujuan pratikum

-Meningkatkan kreativitas dan membebaskan diri dari belenggu

II. Landasan Teori

A.    Hakikat Pendidikan

Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi perkembangan dan

perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan Negara. Kemajuan suatu

kebudayaan bergantung kepada cara kebudayaan tersebut mengenali, menghargai , dan

memanfaatkan sumber daya manusia dan hal ini berkaitan erat dengan kualitas pendidikan

yang diberikan kepada anggota masyarakatnya; kepada peserta didik.

Tujuan pendidikan pada umumnya ialah menyediakan lingkungan yang memungkinkan anak

didik untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya secara optimal, sehingga ia dapat

mewujudkan dirinya dan berfungsi sepenuhnya, sesuai dengan kebutuhan pribadinya dan

kebutuhan masyarakat. Setiap orang ,mempunyai bakat dan kemampuan yang berbeda-beda

dan karena itu membutuhkan pendidikan yang berbeda-beda pula. Pendidikan bertanggung

jawab untuk memandu (yaitu mengidentifikasi dan membina) serta memupuk (yaitu

mengembangkan dan meningkatkan) bakat tersebut, termasuk dari mereka yang berbakat

istimewa atau memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa (the gift dan talented).

Renzulli (Munandar, 2004: 6) mengungkapkan bahwa ‘Dulu orang biasanya mengartikan

“anak berbakat” sebagai anak yang memiliki tingkat kecerdasan (IQ) yang tinggi. namun

sekarang makin disadari bahwa yang menentukan keberbakatan bukan hanya intelegensi

(kecerdasan) melainkan juga kreativitas dan motivasi untuk berprestasi’.

Kreativitas atau daya cipta memungkinkan penemuan-penemuan baru dalam bidang ilmu dan

tekhnologi, serta dalam semua bidang usaha manusia lainnya.

B.     Pengertian Kreativitas

“Secara umum kreativitas dapat diartikan sebagai kemampuan untuk berfikir tentang

sesuatu dengan suatu cara yang baru dan tidak biasa (unusual) dan menghasilkan

penyelesaian yang unik terhadap berbagai persoalan” (Semiawan, 1999: 89)

Selain dari apa yang telah disebutkan diatas, maka untuk memahami pengertian kreativitas,

maka Rhodes (Munandar, 1977) mengemukakan bahwa ada beberapa tinjauan yang harus

Page 2: laporan kewirausahaan  kreativitas.docx

dikaji. Adapun definisi kreativitas itu dapat dikaji melalui the Four P’s of Creativity (Person,

Product, Process, and Press).

Kreativitas sebagai pribadi (person), kreativitas itu mencerminkan keunikan individu dalam

pikiran-pikiran dan ungkapan-ungkapan. Halini dipertegas oleh Paul Swartz (1963) bahwa

kreativitas merupakan ekspresi tertinggi individualitas manusia.

Kretivitas sebagai produk (product), suatu karya dapat dikatakan kreatif, jika karya itu

merupakan suatu ciptaan yang baru atau orisinil dan bermakna bagi individu dan / atau

lingkungan. Lebih jauh diungkapkan oleh Jhon A. Glover (1980) bahwa ada tempat

pemberangkatan yang terbaik, yaitu kriteria yang dianggap cukup representatif oleh sebagian

besar para ahli psikologi dalam mendefinisikan kreativitas. Kriteria yang dimaksudkan adalah

sipat kebaruan (novelty) dan kegunaan (utility).

Kreativitas sebagai proses (process) yaitu bersibuk diri secara kreatif yang menunjukan

kelancaran, fleksibilitas, dan orisinalitas dalam berfikir. Para ahli yang merumuskan definisi

kreativitas berdasarkan proses, yaitu Spearman (1930) dan Torrance (1974). Spearman

(Munandar, 1977) berpendapat bahwa berfikir kreatif pada dasarnya merupakan proses

melihat atau menciptakan hubungan antara proses sadar dan dibawah sadar. Sementara E.

Paul Torrance (Semiawan, 1999: 90) mendefinisikannya sebagai berikut:

‘Creativity, as a process of becoming sensitive to problems, deficiencies, gaps in knowladge,

nissing elements, disharmonies, and so on; identifying the dificulty; searching for solutions,

making guesses, or formulating hypothesis about the dificiences; testing and retesting these

hypothesis and posibly modifying and retesting; and finally communicating the result’.

Kreativitas sebagai press, menurut bahasa MacKinnon (Roslnaksky, 1970) The creative

situation, yaitu kondisi dari dalam atau luar, lebih konkritnya situasi kehidupan atau

lingkungan sosial, kultural, dan kerja yang memberikan kemudahan dan mendorong

penampilan fikiran dan tindakan kreatif.

Akhirnya secara komprehensif kreativitas dapat diartikan sebagai kemampuan berfikir,

bersikap, dan bertindak tentang sesuatu dengan cara yang baru dan tidak biasa (unusual) guna

memecahkan berbagai persoalan, sehingga dapat menghasilkan penyelesaian yang orisinal

dan bermanfaat.

C.    Teori Kreativitas

1. Teori Psikoanalisis

Page 3: laporan kewirausahaan  kreativitas.docx

2. Menganggap bahwa proses ketidaksadaran melandasi kreativitas. Kreativitas merupakan

manifestasi dari kondisi psikopatologis.

3. Teori Assosiasionistik

4. Memandang kreativitas sebagai hasil dari proses asosiasi dan kombinasi antara elemen-

elemen yang telah ada, sehingga menghasilkan sesuatu yang baru.

5. Teori Gestalt

Memandang kreativitas sebagai manifestasi dari proses tilikan individu terhadap

lingkungannya secara holistik.

1. 4.      Teori Eksistensial

2. Mengemukakan bahwa kreativitas merupakan proses untuk melahirkan sesuatu yang baru

melalui perjumpaan antara manusia dengan manusia, dan antara manusia dengan alam.

Menurut May (1980), dengan teori eksistensial ini, setiap perilaku kreatif selalu didahului

oleh ‘perjumpaan’ yang intens dan penuh kesadaran antara manusia dengan dunia

sekitarnya.

3. Teori Interpersonal

4. Menafsirkan kreativitas dalam konteks lingkungan sosial. Dengan menempatkan pencipta

(kreator) sebagai inovator dan orang di sekeliling sebagai pihak yang mengakui hasil

kreativitas. Teori ini menekankan pentingnya nilai dan makna dari suatu karya kreatif.

Karena nilai mengimplikasikan adanya pengakuan sosial.

5. Teori Trait

6. Memberikan tempat khusus kepada usaha untuk mengidentifikasi ciri-ciri atau

karakteristik-karakteristik utama kreativitas.

D.    Peningkatan Kreativitas dalam Sistem Pendidikan

Betapa pentingnya pengembangan kreativitas dalam sistem pendidikan ditekankan oleh para

wakil rakyat melalui Ketetapan MPR-RI No.11/MPR/1983 tentang Garis-garis Besar Haluan

Negara sebagai berikut:

“Sistem pendidikan perlu disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan disegala bidang yang

memerluka jenis-jenis keahlian dan keterampilan serta dapat sekaligus meningkatkan

produktivitas, kreativitas, mutu, dan efisiensi kerja” (Departemen Penerangan, 1983:60).

Perilaku kreatif adalah hasil dari pemikiran kreatif. Oleh karena itu, hendaknya sisitem

pendidikan dapat merangsang pemikiran, sikap, dan perilaku kreatif-produktif, di samping

pemikiran logis dan penalaran.

Page 4: laporan kewirausahaan  kreativitas.docx

VI. Kesimpulan dan Saran

  6.1  Kesimpulan

Seperti yang kita ketahui, anak-anak yang kreatif biasanya selalu ingin tahu, memiliki

minat yang luas, dan menyukai kegemaran dan aktivitas yang kreatif. Anak dan remaja

kreatif biasanya cukup mandiri dan memiliki rasa percaya diri. Mereka lebih berani

mengambil resiko (tetapi dengan perhitungan) dari pada anak-anak pada umumnya. Siswa

berbakat kreatif biasanya mempunyai rasa humor yang tinggi, dapat melihat masalah dari

berbagai sudut tinjau, dan memiliki kemampuan untuk bermain dengan ide, konsep, atau

kemungkinan-kemungkinan yang dikhayalkan.

Mengenai perkembangan kreativitasnya, Arasteh (Hurlock, 1982) mencoba untuk

mengidentifikasi sejumlah usia keritis bagi perkembangan kreativitas pada usia mereka.

Pertama, pada usia 5–6 tahun ketika anak-anak siap memasuki sekolah, mereka belajar

bahwa meraka harus menerima otoritas dan konformis dengan aturan dan tata tertib yang

dibuat orang dewasa ( orangtua dan guru). Kedua, Usia 8 sampai 10 tahun ketika keinginan

anak untuk diterima sebagai anggota gang mencapai puncaknya.

Beberapa peran sekaligus implikasi yang dapat diterapkan guru demi meningkatkan

perkembangan kreativitas anak didik diantaranya disimpulkan oleh Barbed an Renzulli

sebagai berikut (1975) :

1. Pertama-tama guru perlu memahami diri sendiri, karena anak yang belajar tidak hanya

dipengaruhi oleh apa yang dilakukan guru, tapi juga bagaimana guru melakukannya.

2. Di samping memahami diri sendiri, guru guru perlu memiliki pengertian tentang

keberbakatan.

3. Setelah anak berbakat diidentifikasi, guru hendaknya mengusahakan suatu lingkungan

belajar sesuai dengan perkembangan yang unggul dari kemampuan-kemampuan anak.

4. Guru anak berbakat lebih banyak memberikan tantangan daripada tekanan.

5. Guru anak berbakat tidak hanya memperhatikan produk atau hasil belajar siswa, tetapi

lebih-lebih proses belajar.

6. Guru anak berbakat lebih baik memberikan umpan-balik daripada penilaian.

7. Guru anak berbakat harus menyediakan beberapa alternatif strategi belajar.

8. Guru hendaknya dapat menciptakan suasana di dalam kelas yang menunjang rasa

percaya diri anak serta dimana anak merasa aman dan berani mengambil resiko dalam

menentukan pendapat dan keputusan.

Page 5: laporan kewirausahaan  kreativitas.docx

9. Jelaslah bahwa peran guru sangat penting, tidak hanya dalam mempengaruhi belajar

siswa selama di sekolah, tetapi juga dalam mempengaruhi masa depan anak.

6.2     Saran

Berdasarkan kenyataan dilapangan, kita harus meningkat ka kreatifitas. Karena

ktreatifitas sangat diperlukan untuk menambah daya jual seseorang. Setiap dalam diri

seseorang memiliki kretifitas, dan kita perlu menggalinya agar kretivitas yg dimiliki lebih

berkembang.

Page 6: laporan kewirausahaan  kreativitas.docx

III. Langkah Kerja

1. Memfokuskan fikiran kita seolah olah menjadi astronot dan terbang ke planet lain

2. Membayangkan dan merekam semua yang dijumpai d planet tersebut

3. Melukiskan hal yang kita lihat atau rekam contohnya hewan yang ada di planet tersebut

4. Maka kita akan mengamati bagian – bagia dari hewan tersebut

VI. Alat dan Bahan

1. Alat tulis

Page 7: laporan kewirausahaan  kreativitas.docx

DAFTAR PUSTAKA

Munandar, Utami. (1999). Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah.

Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.

Munandar, Utami. (2004). Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta:

PT. Asdi Mahasatya.

Semiawan, Conny R. (1999). Perkembangan dan Belajar Peserta Didik. Jakarta:

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pendidikan Guru Sekolah

Dasar Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Page 8: laporan kewirausahaan  kreativitas.docx

V. Hasil dan Pembahasan

5.1 Hasil

5.2 Pembahasan

A.    Ciri-ciri Kepribadian Kreatif

Biasanya anak yang kreatif selalu ingin tahu, memiliki minat yang luas, dan menyukai

kegemaran dan aktivitas yang kreatif. Anak dan remaja kreatif biasanya cukup mandiri dan

memiliki rasa percaya diri. Mereka lebih berani mengambil resiko (tetapi dengan

perhitungan) dari pada anak-anak pada umumnya. Artinya dalam melakukan sesuatu yang

bagi mereka amat berarti, penting dasn disukai , mereka tidak terlalu menghiraukan kritik

atau ejekan dari orang lain. Merekapun tidak takut untuk membuat kesalahan dan

mengemukakan pendapat mereka walaupun mungkin tidak disetujui oleh orang lain. Orang

yang inovatif berani untuk berbeda, menonjol, membuat kejutan, atau menyimpang dari

tradisi. Rasa percaya diri,keuletan dan ketekunan membuat mereka tidakcepat putus asa

dalam mencapai tujuan mereka.

Thomas edison (Munandar, 2004: 35) mengatakan bahwa ‘Dalam melakukan percobaan ia

mengalami kegagalan lebih dari 200 kali, sebelum ia berhasil dengan penemuan bola lampu

yang bermakna bagi seluruh umat manusia; ia mengungkapkan bahwa ”genius is 1%

inpiration and 99% perpiration”.’

Treffinger (Munandar, 2004: 35) mengatakan bahwa pribadi yan'g kreatif biasanya lebih

teroganisasi dalam tindakan. Rencana inovatif serta produk orisinal mereka telah dipikirkan

dengan matang lebih dahulu, dengan mempertimbangkan maslah yang mungkin timbul dan

implikasinya.

Tingkat energi, spontanitas, dan kepetualangan yang luar sering biasa sering tampak pada

orang kreatif; demikian pula keinginan yang besar untuk mencoba aktivitas yang baru dan

mengasyikan, misalnya untuk menghipnotis, terjun payung, atau menjajagi kota atau tempat

baru

Siswa berbakat kreatif biasanya mempunyai rasa humor yang tinggi, dapat melihat masalah

dari berbagai sudut tinjau, dan memiliki kemampuan untuk bermain dengan ide, konsep, atau

kemungkinan-kemungkinan yang dikhayalkan.

Ciri yang lebih serius pada orang berbakat ialah ciri seperti idealisme, kecenderungan untuk

melakukan refleksi, merenungkan peran dan tujuan hidup, serta makna atau arti dari

Page 9: laporan kewirausahaan  kreativitas.docx

keberadaan mereka. Anak berbakat lebih cepat menunjukan perhatian pada masalah orang

dewasa, seperti politik, ekonomi, polusi, kriminalitas, dan masalah lain yang dapat yang

mereka amati di dalam masyarakat.

Ciri kreatif lainnya ialah kecenderungan untuk lebih tertarik pada hal-hal yang rumit dan

misterius. Misalnya kecendrungan untuk percaya pada yang paranormal. Mereka lebih sering

memiliki pengalaman indra ke enam atau kejadian mistis.

Minat seni dan keindahan juga lebih kuat dari rata-rata. Walaupun tidak semua orang

berbakat kreatif menjadi seniman, tetapi mereka memiliki minat yang cukup besar terhadap

seni, satra, musik, dan teater.

Sedemikian jauh, tampak seolah pribadi yang kreatif itu ideal. Namun, ada juga karekteristik

dari siswa kreatif yang mandiri, percaya diri, ingin tahu, penuh semangat, cerdik, tetapi tidak

penurut, hal ini dapat memusingkan kepala guru. Anak kreatif bisa juga bersifat tidak

koperatif, egosentris, terlalu asertif, kurang sopan, acuh tak acuh terhadap aturan, keras

kepala, emosional, menarik diri, dan menolak dominasi atau otoritas guru. Ciri-ciri tersebut

membutuhkan pengertian dan kesadaran, dalam beberapa kasus membutuhkan koreksi dan

pengarahan.

“Penelitian pertama di indonesia tentang ciri-ciri kepribadian yang kreatif dilakukan pada

tahun 1977 dengan membandingkan pendapat tiga kelompok, yaitu pendapat psikolog, guru,

dan orang tua. Alat penelitian yang digunakan ialah adaptasi dari Torrance, yaitu ideal pupil

checklist yang terdiri atas 60 ciri yang melalui studi empiris. Dari penelitian ini ditemukan

perbedaan kelompok orang yang sangat kreatif dari kelompok orang yang kurang kreatif”

(Munandar, 2004: 36).

Ciri-ciri perilaku yang ditemukan pada orang-orang yang memberikan sumbangan kreatif

yang menonjol terhadap masyarakat digambarkan sebagai berikut: berani dalam

pendirian/keyakinan, melit (ingin tahu), mandiri dalam berpikir dan mempertimbangkan,

bersibuk diri terus menerus dengan kerjanya, intuitif, ulet, tidak bersedia menerima pendapat

dari otoritas begitu saja. Kenyataan menunjukan, bahwa guru dan orang tua lebih

menginginkan perilaku sopan, rajin dan patuh dari anak, ciri-ciri yang tidak berkaitan dengan

kreativitas.

Bagaimana pandangan di indonesia tentang ciri-ciri pribadi yang kreatif dan ciri-ciri yang

diinginkan pendidik pada anak? Peringkat dari 10 ciri-ciri pribadi kreatif yang diperoleh dari

kelompok pakar psikologi (30 orang) adalah sebagai berikut:

1. Imajinatif

2. Mempunyai prakarsa

Page 10: laporan kewirausahaan  kreativitas.docx

3. Mempunyai minat luas

4. Mandiri dalam berfikir

5. Melit

6. Senang berpetualang

7. Penuh energi

8. Percaya diri

9. Bersedia mengambil risiko

10. Berani dalam pendirian dan keyakinan.

11. Bandingkan ciri-ciri tersebut dengan peringkat ciri siswa yang paling diinginkan oleh

guru sekolah dasar dan sekolah menengah (102 orang):

12. Penuh energi

13. Mempunyai prakarsa

14. Percaya diri

15. Sopan

16. Rajin

17. Melaksanakan pekerjaan pada waktunya

18. Sehat

19. Berani dalam berpendapat

20. Mempunyai ingatan baik

21. Ulet

Dari daftar ciri-ciri ini tidak tampak banyak kesamaan antara ciri-ciri pribadi yang kreatif

menurut pakar psikologi dengan ciri-ciri yang diinginkan oleh guru pada siswa.

B.     Perkembangan Kreativitas

Hurlock (Semiawan, 1999: 96) menegaskan bahwa ‘Hasil sejumlah studi kreativitas

menunjukkan bahwa perkembangan kreativitas mengikuti suatu pola yang dapat diramalkan.

Ada sejumlah variasi di dalam pola ini. Demikian juga ada beberapa faktor yang berpengaruh

terhadap variasi-variasi tersebut, diantaranya: jenis kelamin, status sosio-ekonomi, posisi

urutan kelahiran, ukuran besar anggota keluarga, lingkungan kota versus desa, dan

intelegensi’.

Page 11: laporan kewirausahaan  kreativitas.docx

Pertama, anak-anak lelaki menunjukkan kreativitas yang lebih tinggi daripada anak

perempuan, terutama di masa-masa perkembangan. Di sebagian masyarakat, anak lelaki

mendapat perlakuan yang berbeda dari anak perempuan. Anak lelaki mendapat kesempatan

yang lebih banyak daripada anak perempuan untuk hidup mandiri, lebih mendapat

kesempatan untuk menghadapi resiko, mendapatkan kesempatan dari orang tua dan guru

untuk berinisiatif dan menampilkan keasliannya.

Kedua, anak-anak yang berlatar belakang sosio-ekonomis lebih tinggi cenderung lebih kreatif

daripada anak-anak yang berlatar belakang rendah. Kelompok pertama diduga mendapatkan

perlakuan orangtua yang lebih demokratis, sementara kelompok keduanya lebih banyak

mendapat perlakuan otoriter. Kontrol orangtua yang demokratis dapat memelihara

kemampuan kreatif dengan memberikan kesempatan yang lebih banyak kepada anak untuk

mengekspresikan individualitasnya dan mengejar minat dan aktivitas menurut pilihannya

sendiri. Yang lebih penting lagi anak-anak yang berlatar belakang ekonomi tinggi mendapat

kesempatan yang lebih banyak utnuk mengakses pengetahuan dan pengalaman yang

diperluakan untuk mengembangkan kreativitas, misalnya ke tempat-tempat rekreasi, tempat-

tempat penting, dan pusat-pusat informasi yang dapat mendorong anak-anak untuk

berimajinasi serta berpikir dan bertindak secara kreatif.

Ketiga, bahwa anak posisi kelahiran berbeda menunjukkan tingkat kreativitas yang berbeda.

Pernyataan ini memiliki implikasi bahwa lingkungan memiliki kedudukan yang lebih penting

dari pada keturunan. Anak tengah dan anak bungsu memungkinkan lebih kreatif daripada

anak sulung. Anak sulung cenderung mendapat tekanan yang lebih besar untuk memenuhi

harapan orang tua daripada anak berikutnya. Sehingga mereka lebih dikehendaki sebagai

konformis daripada pencetus ide.

Keempat, anak-anak dari keluarga kecil cenderung lebih kreatif daripada anak-anak dari

keluarga besar. Hal ini disebabkan oleh pengasuhan dalam keluarga besar menuntut sikap

yang lebih otoriter guna bisa mengendalikan anak yang banyak itu. Perlakuan yang otoriter

cenderung menghambat perkembangan kreativitas. Sebaliknya anak dari keluarga kecil

cenderung mendapat lebih banyak perlakuan yang demokratis. Sikap tersebut memungkinkan

bisa mendukung terciptanya suasana dan sikap yang favorable untuk pengembangan

kreativitas.

Kelima, anak-anak dari lingkungan kota cenderung lebih kreatif daripada anak-anak dari

lingkungan desa, karena yang pertama lebih banyak mendapatkan lingkungan yang lebih

memberikan stimulasi dalam pengembangan kreativitas. Di kota-kota lebih banyak tempat-

tempat, objek-objek, benda-beda, dan tantangan-tantangan yang mengundang setiap untuk

Page 12: laporan kewirausahaan  kreativitas.docx

mengembangkan kemampuan kreatif. Setimulan-setimulan ini mendaorong dan mendukung

peningkatan kreativitas anak-anak kota, pada kenyataanya mereka akhirnya memiliki

kreativitas yang lebih tinggi dari pada anak desa.

Terakhir, untuk anak yang seusia, anak-anak yang cerdas menunjukan kemampuan kreatif

yang lebih dari pada anak-anak yang kurang cerdas. Yang pertama cenderung memiliki ide-

ide yang lebih baru ingin mengatasi situasi konflik sosial dan mampu merumuskan lebih

banyak alternatif pemecahan terhadap konflik-konflik itu, juga beralasan bahwa anak-anak

yang cerdas pada akhirnya pantas dipilih sebagai pemimpin daripada anak-anak seusianya.

Selain dari pada beberapa faktor yang kontributif bagi variabilitas kreativitas itu dapat

nampak pada usia dini pada anak itu sibuk dalam kegiatan permainan. Secara berangsur-

angsur kreativitas anak dapat dilihat dalam aspek kehidupan, misalnya dalam kegiatan

sekolah, kegiatan rekreasi, dan aktifitas kerjanya.

Karya-karya kreatif yang produktif umumnya mencapai puncak usia 40, dan setelah itu

cendrung mengalami stagnan dan secara berangsur-angsur mengalami penurunan. Lehman

menegaskan bahwa pencapaian prestasi kreativitas yang dicapai pada usia lebih awal sangat

besar dipengaryhi oleh faktor lingkungan, sebaliknya tidak ada bukti yang cukup untuk

meyakinkan bahwa penurunan kreativitas itu akibat dari keterbatasan keturunan.

Bertitik tolak dari apa yang telah tersebutkan diatas, kiranya faktor eksternal memiliki

sumbangan yang cukup berarti bagi peningkatan dan penurunan kreativitas individu. Spock

(hurlock, 1982) menekkankan betapa pentingnya sikap orang tua pada usia bagi

pengembangan kreativitas anak. Demikian juga halnya sikap guru baik ditaman kanak-kanak

dan SD mempunyai nilai penting bagi perkembangan dan penurunan pontensi kreativitas

anak didik.

Arasteh (Semiawan, 1999: 99) mencoba untuk mengidentifikasi sejumlah usia keritis bagi

perkembangan kreativitas pada usia anak-anak. Pertama, pada usia 5–6 tahun ketika anak-

anak siap memasuki sekolah, maka belajar bahwa meraka harus menerima otoritas dan

konformis dengan aturan dan tata tertib yang dibuat orang dewasa ( orangtua dan guru).

Semakin kaku dalam menetapkan otoritas, maka semakin besar kemungkinan dapat

menggangu perkembangan kreativitas. Pada usia ini seyogyanya orangtua dan guru mampu

memperlakukan peraturan yang ada dengan disertai berbagai penjelasan yang dapat

memberikan pemahan pada anak, sehingga anak dalam mengikuti aturan tidak merasa

tertekan. Demikian juga aturan yang ada hendaknya dirumuskan dan dipraktekan secar

fleksibel, tidak kaku. Tentu saja penerapan aturanya masih tetap memegang prinsip, sehingga

tujuan peraturan atau tatatertib dibuat dapat dicapai dengan baik.

Page 13: laporan kewirausahaan  kreativitas.docx

Kedua, Usia 8 sampai 10 tahun ketika keinginan anak untuk diterima sebagai anggota gang

mencapai puncaknya. Sebagian besar anak-anak pada usia ini merasa bahwa untuk dapat

diterima di dalam geng, mereka harus konformis sedekat mungkin dengan pola-pola prilaku

yang telah disepakati dengan gang-nya dan siapa saja yang berani menyimpang, mereka akan

ditolak kehadirannya di dalam gank. Dalam suasana yang demikian anak-anak usia ini

dikondisikan untuk terbiasakan berpikir dan bertindak secara konformis, mereka cendrung

tidak berani mengambil resiko untuk berbeda pendapat. Sekiranya dikembangkan kegiatan-

kegiatan di sekolah yang menuntut pikiran, sikap, dan tindakan yang divergen, maka mereka

tidak selalu meresponya dengan bersikap positif, karena mereka belum dan tidak terbiasa

mengambil resiko dalam menghadapi perbedaan. Ditambah lagi, konformi dari pada sikap

divergen.

1. Belajar bagaimana harus menyadari bahwa belajar (learn) lebih penting daripada

menguasai bahan pengetahuan semata-mata. Anak yang tahu bagaimana harus belajar

untuk seumur hidupnya akan dapat menentukan sendiri apa yang harus dipelajari.

2. Macam kegiatan belajar yang lebih berorientasi kepada proses daripada terhadap produk

semata-mata dapat dilihat dari contoh-contoh berikut ini.

Pemecahan masalah dengan lebih menekankan pada proses memperoleh jawaban daripada

jawabannya sendiri.

1. Membuat klasifikasi (penggolongan).

2. Membandingkan dan mempertentangkan.

3. Membuat pertimbangan sesuai dengan criteria tertentu.

4. Menggunakan sumber-sumber (kamus, ensiklopedi, perpustakaan).

5. Melakukan proyek penelitian.

6. Melakukan diskusi.

7. Membuat perencanaan kegiatan.

8. Mengevaluasi pengalaman.

3. Guru anak berbakat lebih baik memberikan umpan-balik daripada penilaian.

4. Agar menjadi orang dewasa yang mandiri dan percaya pada diri sendiri, anak harus

belajar bagaimana menilai pengalaman dan prestasi belajarnya. Anak yang berbakat

cukup mampu melakukan penilaian diri sejak mereka masuk sekolah. Guru perlu

memberi umpan-balik dan model prilaku, namun seyogyanya anaklah yang menilai diri

sendiri.

Page 14: laporan kewirausahaan  kreativitas.docx

5. Anak harus belajar menilai pekerjaannya sendiri, tidak dalam angka tetapi dalam kaitan

dengan kebutuhan dan tujuannya. Penilaian oleh diri sendiri ini disebut evaluasi intrinsik

sedangkan penilaian dari luar (oleh orang lain) disebut evaluasi ekstrinsik. Ini tidak

berarti bahwa guru tidak boleh menilai kemajuan dan prestasi anak. Hal ini perlu agar

guru dapat mengetahui kekuatan dan kelemahan anak sebagai dasar untuk membantu

meningkatkan prestasinya. Guru dapat memberikan umpan-balik dengan membuat

catatan yang menyatakan dimana letak kesalahan anak dan bagaimana ia sendiri dapat

memperbaikinya. Jika nilai dalam bentuk angka harus diberikan, maka sebaiknya

dilengkapi dengan catatan penjelasan.

6. Guru anak berbakat harus menyediakan beberapa alternatif strategi belajar.

7. Termasuk salah satu hal penting yang perlu diketahui anak ialah bahwa ada lebih dari satu

cara untuk mencapai sasaran atau tujuan, ada macam-macam kemungkinan jawaban

terhadap satu masalah, ada beberapa cara untuk mengelompokkan objek, dan ada

beberapa sudut pandang dalam diskusi. Sering guru menekankan bahwa suatu tujuan atau

jawaban hanya dapat dicapai dengan satu cara, bahwa hanya satu jawaban yang benar

terhadap suatu masalah.

8. Hendaknya anak diperbolehkan menjajaki beberapa cara atau jalan untuk mencapai

tujuan. Kreativitas akan berkembang dalam suasana yang memberika kebebasan untuk

menyelidiki. Jika anak tidak dengan sendirinya melihat macam-macam jalan yang dapat

ditempuh, hendaknya guru mengarahkan sehingga ia dapat melihat adanya macam-

macam alternative strategi belajar.

9. Guru hendaknya dapat menciptakan suasana di dalam kelas yang menunjang rasa

percaya diri anak serta dimana anak merasa aman dan berani mengambil resiko dalam

menentukan pendapat dan keputusan. Hendaknya setiap anak merasa aman untuk

mencoba cara-cara baru dan menjajaki gagasan-gagasan baru di dalam kelas. Banyak

anak yang kreatif terlambat dalam ungkapan diri karena takut mendapat kritik, takut

gagal, takut membuat kesalahan, takut tidak disenangi guru, atau takut tidak memenuhi

harapan orang tua.

10. Dengan menciptakan suasana di dalam kelas dimana setiap anak merasa dirinya diterima

dan dihargai, serta guru menunjukkan bahwa ia percaya akan kemampuan anak, maka

akan terpupuk rasa harga diri anak.

11. Bagaimana guru dapat menciptakan suasana seperti ini?

12. Beberapa saran yang dapat diberikan:

1. Guru menghargai kreativitas anak.

Page 15: laporan kewirausahaan  kreativitas.docx

2. Guru bersikap terbuka terhadap gagasan-gagasan baru.

3. Guru mengakui dan menghargai adanya perbedaan individual.

4. Guru bersikap menerima dan menunjang anak.

5. Guru menyediakan pengalaman belajar yang berdiferensiasi.

6. Guru cukup memberikan struktur dalam mengajar sehingga anak tidak merasa ragu-

ragu tetapi di lain pihak cukup luwes sehingga tidak menghambat pemikiran, sikap,

dan perilaku kreatif anak.

7. Setiap anak ikut mengambil bagian dalam merencanakan pekerjaan sendiri dan

pekerjaan kelompok.

8. Guru tidak bersikap sebagai tokoh yang “maha mengetahui” tetapi menyadari

keterbatasannya sendiri.

13. Jelaslah bahwa peran guru sangat penting, tidak hanya dalam mempengaruhi belajar

siswa selama di sekolah, tetapi juga dalam mempengaruhi masa depan anak.

D.    Kendala Dalam Pengembangan Kreativitas Anak

Kreativitas merupakan faktor penentu keberbakatan di samping tingkat kecerdasan di

atas rata-rata. ‘Namun, Amabile mengatakan bahwa lingkungan yang menghambat dapat

merusak motivasi anak, betapa kuat pun, dan dengan demikian mematikan kreativitas’

(Munandar, 2004: 223)

Masalahnya ialah bahwa dalam upaya membantu anak merealisasikan potensinya, sering kita

menggunakan cara paksaan agar mereka belajar. Penggunaan paksaan atau kekerasan tidak

saja berarti bahwa kita mengancam dengan hukuman atau memaksakan aturan-aturan, tetapi

juga bila kita memberikan hadiah atau pujian secara berlebih. Amabile mengemukakan empat

cara yang mematikan kreativitas, yaitu:

1. Evaluasi

Rogers (Munandar, 2004: 223) menekankan salah satu syarat untuk memupuk kreativitas

konstruktif ialah bahwa pendidik tidak memberikan evaluasi, atau paling tidak menunda

pemberian evaluasi sewaktu anak sedang asyik berkreasi. Bahkan menduga akan dievaluasi

pun dapat mengurangi kreativitas anak. Selain itu kritik atau penilaian sepositif apapun

meskipun berupa pujian dapat membuat anak kurang kreatif, jika pujian itu memusatkan

perhatian pada harapan akan dinilai.

2. Hadiah

Page 16: laporan kewirausahaan  kreativitas.docx

Kebanyakan orang percaya bahwa memberi hadiah akan memperbaiki atau meningkatkan

perilaku tersebut. Ternyata tidak demikian. Pemberian hadiah dapat merusak motivasi

intrinsik dan mematikan kreativitas.

3. Persaingan (Kompetisi)

Kompetisi lebih kompleks daripada pemberian evaluasi atau hadiah secara tersendiri,

karena kompetisi meliputi keduanya. Biasanya persaingan terjadi apabila siswa merasa

bahwa pekerjaannya akan dinilai terhadap pekerjaan siswa lain da bahwa yang terbaik akan

menerima hadiah. Hal ini terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan sayangnya dapat

mematikan kreativitas.

4. Lingkungan yang Membatasi

Albert Einstein yakin bahwa belajar dan kreativitas tidak dapat ditingkatkan dengan

paksaan. Sebagai anak ia mempunyai pengalaman mengikuti sekolah yang sangat

menekankan pada disiplin dan hafalan semata-mata. Ia selalu diberitahu apa yang harus

dipelajari, bagaimana mempelajarinya, dan pada ujian harus dapat mengulanginya dengan

tepat, pengalaman yang baginya amat menyakitkan dan menghilangkan minatnya terhadap

ilmu, meskipun hanya utnuk sementara. Padahal, sewaktu baru berumur lima tahun ia amat

tertarik untuk belajar ketika ayahnya menunjukkan kompas kepadanya. Contoh ini

menunjukkan bahwa jika berpikir dan belajar dipaksakan dalam lingkungan yang amat

membatasi, minat dan motivasi intrinsik dapat dirusak.

1.      Kendala dari Sosialisasi

Apa yang harus dilakukan pendidik? Cara-cara baku yang begitu lama diandalkan

dalam mendidik dan mengajar anak melalui evaluasi, hadiah, kompetisi dan membatasi

pilihan, dalam kenyataan dapat merusak kreativitas. Jika hal itu ditiadakan, bagaimana kita

dapat berhasil dalam menyosialisasikan anak menjadi orang yang dalam tingkah lakunya

sopan, bertanggung jawab dan taat hukum?

Jawabannya ialah bahwa seorang pendidik harus bertindak secara seimbang. Anak

memerlukan pengendalian sehingga mereka merasa aman dalam lingkungan yang stabil dan

andal, tetapi tidak sedemikian jauh bahwa mereka merasa seakan-akan apapun yang mereka

lakukan adalah karena diharuskan. ‘Amabile mengemukakan bahwa pendidik perlu mentukan

batas-batas terhadap perilaku anak didiknya tetapi sedemikian bahwa mereka dapat

mempertahankan motivasi intrinsik mereka’ (Munandar, 2004: 225).

Page 17: laporan kewirausahaan  kreativitas.docx

Namun yang membuat perbedaan bukanlah semata-mata apakah anak diberi pembatasan atau

tidak, tetapi bagaimana pembatasan ini diberikan. Jika anak merasa diawasi, maka motivasi

dan kreativitas akan terhambat. Tetapi jika pembatasan diberikan sedemikian, anak merasa

mereka sendiri ingin berperilaku sebagaimana diharapkan, maka tidak perlu ada dampak

penghambat terhadap motivasi dan kreativitas. Dampak penghambat kreativitas berupa

pemberian penilaian dan hadiah agaknya bergantung dari bagaimana hal itu diberikan.

2.      Kendala dari Rumah

Tidak jarang karena keinginan orangtua membantu anak berprestasi sebaik mungkin,

meraka mendorong anak dalam bidang-bidang yang tidak diminati anak. Akibatnya ialah,

meskipun anak berprestasi cukup baik menurut ukuran standar, mencapai nilai tinggi,

mendapat penghargaan, tetapi mereka tidak menyukai kegiatan tersebut sehingga tidak

menghasilkan sesuatu yang betul-betul kreatif.

Menurut Amabile (Munandar, 2004: 227) ‘lingkungan keluarga dapat pula menghambat

kreativitas anak dengan tidak menggunakan secara tepat empat “pembunuh kreativitas” yaitu

evaluasi, hadiah, kompetisi, dan pilihan atau lingkungan yang terbatas’.

3.      Kendala dari Sekolah

a)      Sikap Guru

Dalam suatu studi, tingkat motivasi intrinsik siswa renda, jika guru terlalu banyak

mengontrol, dan lebih tinggi jika guru memberikan lebih banyak otonomi.

Beberapa studi menunjukkan Pygmalion Effect, yaitu bahwa tanpa disadari seseorang

berperilaku sebagaimana ia percaya orang lain mengharapkan ia berperilaku. Guru-guru

sekolah dasar diberitahu bahwa anak-anak tertentu di dalam kelas akan menunjukkan

“kemajuan yang luar biasa” dalam kinerja intelektual selama tahun pelajaran. Dalam

kenyataan, nama siswa-siswa tersebut dipilih secara acak oleh peneliti. Yang mengejutkan

ialah bahwa pada akhir tahun siswa-siswi tersebut betul-betul memperlihatkan kemajuan

intelektual. Kemudian, peneliti menemukan bahwa kemajuan juga terjadi jika guru

mengharapkan siswa meningkat dalam kreativitas.

Menurut Chaplin, harapan guru secara sadar atau tidak sadar dikomunikasikan kepada siswa,

dan konsep diri serta harapan diri siswa dibentuk oleh umpan balik dari guru. Pygmalion

Effect ini juga disebut self-fulfilling prophesy, yaitu penemuan bahwa tanpa disadari orang

Page 18: laporan kewirausahaan  kreativitas.docx

berperilaku sebagaimana mereka percaya orang lain mengharapkan mereka berperilaku

(Munandar, 2004: 228).

b)      Belajar dengan Hafalan Mekanis

Pada dasawarsa 1960-an pendukung gerakan “kelas terbuka” (open classroom)

menekankan bahwa metodependidikan tradisional, termasuk menghafal secara mekanis

menghambat kreativitas. Bahkan ada yang berpendapat bahwa terlalu banyak pengetahuan

merusak kreativitas. Namun, sekarang pendukung dari gerakan “back to basics” menyatakan

bahwa pendidikan tidak ada gunanya jika tidak berdasarkan pembelajaran bahan pengetahuan

dasar.

Agaknya kedua pandangan tersebut mempunyai segi benarnya. Tidak mungkin bahwa

seseorang mempunyai terlalu banyak pengetahuan untuk dapat menjadi kreatif. Peningkatan

dalam bidang pengetahuan tertentu akan meningkatkan kesempatan untuk menemukan

kombinasi gagasan baru. Namun, mungkin saja bahwa kreativitas menjadi lumpuh jika

pengetahuan dihimpun dengan cara yang keliru.

Salah satu cara yang salah untuk menghimpun pengetahuan adalah dengan belajar secara

mekanis, mengahafal fakta tanpa pemahaman bagaimana hubungan antara fakta tersebut.

Pengetahuan seperti itu dapat berguna untuk memperoleh nilai tinggi pada tes pilihan ganda,

tetapi akan kurang berguna untuk menghasilkan karya kreatif.

c)      Kegagalan

Semua siswa pasti pernah mengalami kegagalan dalam pendidikan meraka, tetapi

frekuensi kegagalan dan cara bagaimana hal itu ditafsirkan mempunyai dampak nyata

terhadap motivasi intrinsik dan kreativitas.

Kegagalan tidak dapat dihindari seluruhnya, dan juga tidak perlu dihindari, karena kita dapat

belajar dari kesalahan dan kegagalan. Bedanya ialah dalam cara guru membantu siswa

memahami dan menafsirkan kegagalan.

d)     Tekanan akan Konformitas

Bukan guru saja yang dapat mematikan krativitas di sekolah. Anak-anak dapat saling

menghambat kreativitas mereka dengan menekankan konformitas. Dampak dari tekanan

teman sebaya nyata jika kita melihat gaya berpakaian ana, dan hiburan atau kegiatan waktu

luang yang disukai. Pada umur sekitar sembilan tahun tekanan akan konformitas oleh teman

sebaya dapat menghambat kreativitas anak. Penemuan bahwa kreativitas cenderung menurun

pada tingkat kelas empat agaknya berkaitan langsung dengan teman sebaya (Torrance,

dikutip Amabile, 1989). Padahal justru potensi kreatif itu dalam perwujudannya

Page 19: laporan kewirausahaan  kreativitas.docx

mencerminkan keunikan seseorang. Seyogianya setiap anak diberi kebebasan untuk “menjadi

dirinya”.

e)      “Sistem” Sekolah

Lebih sering orang-orang yang sangat kreatif mempunyai kesulitan di sekolah karena

menurut guru “mereka terlalu kreatif’. Bagi anak yang memiliki minat-minat khusus dan

tingkat kreativitas yang tinggi, sekolah bisa sangat membosankan. Salah satu ciri anak

berbakat kreatif ialah merasa bosan dengan tugas-tugas rutin.

Dalam tulisannya, Boredom, High Ability and Achievement Joan Freeman (1993)

memberikan saran-saran bagaimana mengatasi rasa bosan anak berbakat di sekolah. Dari

penelitiannya ia memperoleh hasil, bahwa kebosanan dapat timbul karena cara-cara belajar

yang tidak tepat. Cara terbaik untuk menghindari menurunnya minat dan timbulnya

kebosanan ialah dengan meningkatkan motivasi intrinsik. Bagi siswa berbakat pembelajaran

harus menantang, dengan memberikan kepada mereka bahan pelajaran yang lebih majemuk

dan merangsang. Mempertimbangkan minat khusus anak dan gaya belajarnya merupakan

fleksibel dalam mengajar penting untuk meningkatkan kompetensi anak.

Page 20: laporan kewirausahaan  kreativitas.docx

LAPORAN PRATIKUM KEWIRAUSAHAAN

PENGEMBANGAN KREATIVITAS

Nama : .Anis kurnia nurnaim (F1C014007 )

Aisten : Putri Zilfi

Dosen Pembimbing : Ir. Entang Iinoriah, MS

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS BENGKULU

2015