laporan kesetimbangan kimia.docx
TRANSCRIPT
I. Judul Praktikum : Kesetimbangan Kimia
II. Tujuan :
1. Menjelaskan pengaruh konsentrasi pereaksi pada kesetimbangan kompleks besi (III) tiosulfat
2. Menjelaskan pengaruh ion sesama pada kesetimbangan
3. Menghitung kelarutan zat berdasarkan harga Ksp
4. Menjelaskan pengaruh suhu terhadap kelarutan zat
III. Dasar Teori
III.1 Kesetimbangan Kimia
Kesetimbangan kimia adalah proses dinamis ketika laju reaksi ke kanan
(menghasilkan produk) sama dengan laju reaksi ke kiri (ke arah pereaksi). Pada
kesetimbangan kimia, molekul-molekul tetap berubah dari pereaksi menjadi produk dan
produk menjadi pereaksi, tetapi tanpa terjadi perubahan konsentrasinya. Bila pada sistem
kesetimbangan diadakan aksi, maka sistem akan mengadakan reaksi sedemikian rupa
sehingga pengaruh aksi itu menjadi sekecil-kecilnya. Cepat lambatnya suatu reaksi mencapai
kesetimbangan bergantung pada laju reaksinya. Semakin besar laju reaksi, semakin cepat
kesetimbangan tercapai.
Henri Louis Le Chatelier (1884) berhasil menyimpulkan pengaruh faktor luar tehadap
kesetimbangan dalam suatu azas yang dikenal dengan azas Le Chatelier sebagai berikut :
“ Bila terhadap suatu kesetimbangan dilakukan suatu tindakan (aksi), maka
sistem itu akan mengadakan reaksi yang cenderung mengurangi pengaruh aksi
tersebut. “
Secara singkat azas Le Chateleir dapat dinyatakan sebagai :
Reaksi = - Aksi
Artinya bila pada sistem kesetimbangan dinamik terdapat gangguan dari luar sehingga
kesetimbangan dalam keadaan terganggu atau rusak, maka sistem akan berubah sedemikian
rupa sehingga gangguan itu berkurang dan bila mungkin akan kembali dalam keadaan
setimbang lagi. Cara sistem bereaksi adalah dengan melakukan pergeseran ke kiri atau ke
kanan.
Kesetimbangan dalam fase cair terbatas pada zat-zat yang terlarut dalam pelarut
tertentu. Untuk larutan elektrolit, zat dalam larutan adalah berupa ion-ion yang terdapat
dalam larutan. Contoh : Fe3+ + SCN- ↔ FeSCN2+. Pada kondisi standar, zat terlarut
dinyatakan dalam konsentrasi 1,0 M dengan sifat larutan pada pengenceran tak terhingga,
sehingga koefisien aktifitas = 1 dan besarnya K = Kc. Pada reaksi kesetimbangan tersebut,
besarnya tetapan kesetimbangan :
Kc = [FeSCN2+])/[Fe3+][SCN-] (harga K tetap pada suhu tetap).
Tetapan kesetimbangan reaksi dapat ditentukan setiap suhu, jika perubahan energi
bebas standar Gibbs (∆ G ¿diketahui sebagai fungsi suhu
(∆ G ° ¿ = -RT ln K atau K = exp (-∆ G °/RT)
R adalah tetapan gas ideal dan T adalah suhu.
Reaksi ion besi (III) dengan ion tiosianat merupakan pengujian yang sangat sensitif
untuk ion besi (III) dalam larutan. Jika menambahkan ion tiosianat, SCN-, ke dalam larutan
yang mengandung ion besi (III) akan diperoleh larutan berwarna merah darah yang kuat
yang mengandung ion [Fe(SCN)(H2O)5]2+.
SCN-(aq)
[Fe(H2O) 6]3+ [Fe(SCN)(H2O)5]2+
Gambar 1. Reaksi ion besi (III) vs ion SCN-
Dalam kesetimbangan dinamis, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi, yaitu :
pengaruh konsentrasi zat yang bereaksi, suhu, dan perubahan tekanan atau volume.
III.2 Kelarutan zat
Kelarutan/solubilitas adalah kemampuan zat kimia tertentu, zat terlarut, untuk larut
dalam pelarut. Kelarutan yaitu jumlah maksimum zat terlarut yang larut dalam suatu pelarut
kesetimbangan. Larutan hasil disebut larutan jenuh. Istilah “tak larut” sering diterapkan pada
senyawa yang sulit larut. Dalam beberapa kondisi, titik kesetimbangan kelarutan dapat
dilampaui untuk menghasilkan suatu larutan yang disebut lewat jenuh yang menstabil.
Kelarutan zat AB dalam pelarut murni (air)
AnB(s) → nA+(aq) + Bn-
(aq)
a n.a a
Ksp AnB = (n.2)n . 2
Ksp AnB = nn . a(n+1)
Kelarutan = a(n+1) = Ksp AnB/nn
Jika zat AB → A+ + B-
Maka kelarutan zat AB = a = V.Ksp AB
Ket : a = kelarutan, Ksp = hasil kali kelarutan zat atau garam
Berdasarkan kelarutan (s) dan hasil kali kelarutan, unutk suatu garam AB yang sukar
larut berlaku ketentuan, jika:
1. [A+] [B-] < Ksp → larutan jenuh; tidak terjadi pengendapan. Hal itu berarti, larutan
mengandung zat terlarut kurang dari yang diperlukan untuk membuat larutan jenuh atau
larutan yang partikel-partikelnya tidak tepat habis bereaksi dengan pereaksi (masih bisa
melarutkan zat).
2. [A+] [B-] = Ksp → larutan tepat jenuh; larutan tepat mengendap . Hal itu berarti, larutan
yang partikel-partikelnya tepat habis bereaksi dengan pereaksi (zat dengan konsentrasi
maksimal).
3. [A+] [B-] > Ksp → larutan kelewat jenuh; terjadi pengendapan zat. Berarti, larutan yang
tidak dapat lagi melarutkan zat terlarut sehingga terjadi endapan. Terjadi apabila hasil
kali konsentrasi ion lebih dari Ksp.
III.3 Pengaruh suhu terhadap kelarutan zat
Kelarutan zat sebanding terhadap suhu terutama berlaku pada zat padat. Kelarutan zat
cair dalam zat cair lainnya secara umum kurang peka terhadap suhu daripada kelarutan
padatan/gas dalam dalam zat cair. Kelarutan gas dalam air umumnya berbanding terbalik
terhadap suhu.
III.4 Pengaruh ion sejenis dan pembentukkan garam
Kelarutan zat AB dalam larutan yang mengandung ion sejenis
AB(s) → A+(aq)+ B-
(aq)
s → n.s s
Semakin besar konsentrasi ion sejenis, maka makin kecil kelarutan elektrolitnya.
Pembentukkan garam yang larut, seperti contoh kelarutan CaCO3(s) pada air yang berisi CO2
lebih besar daripada air.
CaCO3(s) + H2O(l) + CO2 → Ca(HCO3)2(aq) ∴ larut
Reaksi antara basa amfoter dengan basa kuat.
Contoh : kelarutan Al(OH)3 dalam KOH lebih besar kelarutan Al(OH)3 dalam air
Al(OH)3(s) + KOH(aq) → KAlO2(aq) + 2H2O(l)
Pembentukkan senyawa kompleks, seperti contoh kelarutan AgCl(s) dalam NH4OH lebih
besar dari pada AgCl dalam air.
AgCl(s) + NH4OH(aq) →Ag(NH3)2Cl(aq) + H2O(l) ∴ larut
IV. Alat dan Bahan
No Alat Bahan
1 Gelas Kimia 500 mL Aquadest
2 Gelas Kimia 100 mL Larutan Fe(NO3)3 0,2 M
3 Labu Takar 50 mL Larutan KSCN 0,002 M
4 Pipet Ukur 10 mL Kristal Na2HPO4
5 Rak Tabung Larutan PbNO3 0,01 M
6 Tabung Reaksi Larutan K2CrO4 0,005 M
7 Pipet tetes Larutan Amoniak 2%
8 Bola Isap
9 Gelas ukur 10 mL
10 Termometer
11 Spatula
12 Buret 25 mL
V. Diagram Alir Kerja
5.1 Kesetimbangan Besi (II) Tiosianat
10 mL KSCN 0,002 M + 2 tetes larutan Fe³ 0,002M
1 2 3 4 5
Bagi rata larutan ke dalam 5 tabung
1 2 3 4 5
Tabung 1 : Pembanding
Tabung 2 : (+) 1 tetes larutan KSCN 0,1 M
Tabung 3 : (+) 3 tetes Larutan Fe³
Tabung 4 : (+) Na2HPO4
Tabung 5 : (+) Larutan amoniak 2%
Kocok perlahan dan amati perubahan warnanya
5.2 Pengaruh Konsentrasi Terhadap Kesetimbangan
*Pengenceran 1 dilakukan dengan 10 mL larutan Fe³ 0,02 M (larutan induk) ke dalam labu takar 50 mL kemudian diencerkan hingga tanda batas.
** Pengenceran 2 dilakukan dengan 10 mL larutan Fe³ pengenceran 1 ke dalam labu takar 50 mL kemudian diencerkan hingga tanda batas.
*** Pengenceran 3 dilakukan dengan 10 mL larutan Fe³ pengenceran 2 ke dalam labu takar 50 mL kemudian diencerkan hingga tanda batas.
2,5 mL KSCN 0,2 M
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Tabung 1 : (+) 5 mL Larutan Fe³ 0,02 M
Tabung 2 : (+) 5 mL Larutan Fe³ pengenceran 1*
Tabung 3 : (+) 5 mL Larutan Fe³ pengenceran 2**
Tabung 4 : (+) 5 mL Larutan Fe³ pengenceran 3***
Tabung 5 : (+) 5 mL Larutan Fe³ pengenceran 4****
Kocok kelima tabung tersebut
Bandingkan warna dari setiap tabung dan catat hasil pengamatannya
**** Pengenceran 4 dilakukan dengan 10 mL larutan Fe³ 3 pengenceran 3 ke dalam labu takar 50 mL kemudian diencerkan hingga tanda batas.
5.3 Penentuan Ksp PbCrO4
2,5 mL Pb(NO3)2 0,01M
1 2 3 4 5
Larutan K2CrO4 0,005 M
Tabung 1 : (+) 1,0 mL
Tabung 2 : (+) 2,0 mL
Tabung 3 : (+) 4,0 mL
Tabung 4 : (+) 6,0 mL
Tabung 5 : (+) 8,0 mL
Ulangi Penambahan K2CrO4 dengan perbedaan volume 0,1 mL untuk menentukan banyaknya K2CrO4 yang dibutuhkan untuk terbentuknya endapan
Catat hasil pengamatan dan ukur suhu pada saat terbentuknya endapan
VI. Data Pengamatan
6.1 Kesetimbangan Besi (II) Tiosianat
Tabung Prosedur Pengamatan
1 10 ml KSCN + 2 tetes Fe3+ Terjadi perubahan warna menjadi merah darah
2 5 tetes KSCN Warna merah darah
3 3 tetes Fe3+ Warna merah kehitaman
4 1 butir Kristal Na2HPO4 Warna menjadi bening
5 3 tetes amoniakWarna berubah menjadi kuning
bening
6.2 Pengaruh Konsentrasi Terhadap Kesetimbangan
Tabung Prosedur Pengamatan
5 ml KSCN 0,002M Tidak berwarna/ bening
1 + 5 ml Fe3+ Merah kehitaman
2 + 5 ml Fe3+ Merah kehitaman
3 + 5 ml Fe3+ Merah darah pekat
4 + 5 ml Fe3+ Merah darah bening
5 + 5 ml Fe3+ Kuning bening
6.3 Penentuan Ksp dan Konsentrasi K2CrO4
TabungVolume larutan Pb(NO3)2 (ml)
Volume larutan K2CrO4 (ml)
Perubahan endapanWarna
endapan
1 1 1 belum
kuning
2 1 2 belum
3 1 4 belum
4 1 6 belum
5 1 8 sudah
6 1 10 sudah
VII. Pengolahan Data dan Perhitungan
7.1 Kesetimbangan Besi (II) Tiosianat
Tabung 1
Fe³+ + 3KSCN → Fe(SCN)3 + 3K+
Terbentuk warna merah darah. Hal ini di sebabkan karena terjadi pergeseran
kesetimbangan ke arah kanan (terjadi perubahan warna menjadi merah kecoklatan).
Tabung 2
Fe³+ + 3KSCN → Fe(SCN)3 + 3K+
(+ SCN-)
Terbentuk warna merah darah. Hal ini disebabkan adanya penambahan konsentrasi,
sehingga kesetimbangan bergeser ke arah kanan.
Tabung 3
Fe³+ + 3KSCN → Fe(SCN)3 + 3K+
(+Fe³+ )
Terbentuk warna merah kehitaman. Hal ini disebabkan karena adanya penambahan
konsentrasi ion Fe3+, sehingga kesetimbangan bergeser ke arah kanan.
Tabung 4
Fe³+ + 6KSCN + Na2HPO4 → 2Fe(SCN)3 + 3K2HNO4+ 6Na+
Larutan menjadi tidak berwarna (bening). Hal ini disebabkan Na2HPO4 mengikat ion
Fe3+ sehingga menambah komponen pereaksi dan reaksi bergeser ke arah kiri.
Tabung 5
Fe3+ + SCN- → Fe(SCN)2+
(+ NH3)
Larutan menjadi berwarna kuning bening. Hal ini di sebabkan oleh adanya NH3 yang
terikat pada Fe3+ dan SCN- sehingga menyebabkan terbentuknya ion kompleks dan
warnanya menjadi bening kekuningan. Jumlah ion Fe(SCN)2+ semakin berkurang dan
mengakibatkan konsentrasi ion Fe(SCN)2+ juga berkurang.
7.2 Pengaruh Konsentrasi Terhadap Kesetimbangan
Tabung 1
[Fe3+] = 0,02 M
Tabung 2
V1.M1 = V2.M2
10 mL x 0,02 M = 50 mL x M2
M2 = 10 mL x0,02 M
50 mL
M2 = 0,004 M
[Fe3+] = 0,004 M
Tabung 3
V1.M1 = V2.M2
10 mL x 0,004 M = 50 mL x M2
M2 = 10 mL x0,004 M
50 mL
M2 = 0,0008 M
[Fe3+] = 0,0008 M
Tabung 4
V1.M1 = V2.M2
10 mL x 0,0008 M = 50 mL x M2
M2 = 10 mL x0,0008 M
50 mL
M2 = 0,00016 M
[Fe3+] = 0,00016 M
Tabung 5
V1.M1 = V2.M2
10 mL x 0,00016 M = 50 mL x M2
M2 = 10 mL x0,00016 M
50 mL
M2 = 0,00003 M
[Fe3+] = 3 x 10-5 M
7.3 Penentuan Ksp K2CrO4
Percobaan 1 (Volume K2CrO4 8 mL saat mulai terbentuk endapan)
nK2CrO4 = M . V
= 0,005 M . 8 ml
= 4,0 x 10-2 mmol
n Pb(NO3)2 = M . V
= 0,01 M . 1,0 ml
= 10-2 mmol
K2CrO4 + Pb(NO3)2 → PbCrO4 + 2KNO3
M : 4,0 x 10-2 10-2 - -
R : 10-2 10-2 10-2 2 x 10-2
S : 3,0 x 10-2 - 10-2 2 x 10-2
Jadi, n PbCrO4 = 10-2 mol
S PbCrO4 = nv
= 0.01 mmol
9,0 ml
Keterangan :
M = mula-mula (keadaan awal)
R = reaksi
S = sisa
= 1,11 x 10-3 M
PbCrO4 Pb+ + CrO42-
S s s
Ksp = [Pb+] x [CrO42-]
= [s] x [s]
= s2
= (1,11 x 10-3)2
= 1,2321 x 10-6 (mengendap)
Percobaan 2 (Volume K2CrO4 10 mL, saat mulai terbentuk endapan)
nK2CrO4 = M . V
= 0,005 M x 10 ml
= 5 x 10-2 mmol
n Pb(NO3)2 = M . V
= 0,01 M . 1,0 ml
= 10-2 mmol
K2CrO4 + Pb(NO3)2 → PbCrO4 + 2 KNO3
M : 5 x 10-2 10-2 - -
R : 10-2 10-2 10-2 2 x 10-2
S : 4,0 x 10-2 - 10-2 2 x 10-2
Jadi, n PbCrO4 = 10-2 mol
S Pb2CrO4 = nv
= 0,01 mmol
11ml
= 9,09 x 10-4 M
PbCrO4 Pb+ + CrO42-
S s s
Ksp = [Pb+]2 x [CrO42-]
Ksp Pb2CrO4 = 2 x 10-14
Ksp Pb2CrO4 = 2 x 10-14
= [s] x [s]
= s2
= (9,09 x 10-4) 2
= 0,826 x 10-6 (mengendap)
VIII. Pembahasan
Pada percobaan 1, KSCN 0,002 M memiliki warna bening. Setelah ditetesi Fe3+ 0,02 M berubah
menjadi warna merah darah. Hal itu terjadi karena adanya pergeseran kesetimbangan ke arah kanan. Pada
tabung 2, setelah ditetesi KSCN 1,0 M terjadi perubahan warna yang semakin pekat karena konsentrasi
Fe3+ semakin besar. Sesuai dengan azas Le Chatelier, jika salah satu zat konsentrasinya diperbesar, reaksi
akan bergeser ke arah yang berlawanan. Jika salah satu zat konsentrasinya diperkecil, reaksi akan
bergeser kearah zat tersebut.
Pada tabung 3, setelah ditetesi Fe3+ 0,02 M menunjukkan perubahan warna yang semakin pekat.
Hal ini juga disebabkan oleh penambahan konsentrasi pereaksi sehingga kesetimbangan bergeser ke arah
kanan (berlawanan arah). Pada tabung 4, setelah ditambahkan Na2HPO4 terjadi perubahan warna menjadi
bening. Hal ini disebabkan ion HPO42- berikatan dengan Fe3+ . Ion Fe(SCN)2+ akan terurai membentuk ion
Fe3+ dan SCN–
atau kesetimbangan bergeser ke arah ion Fe3+ dan SCN–. Pada tabung 5, setelah ditetesi amoniak 2%
menunjukkan perubahan warna menjadi kuning bening. Hal ini menunjukkan jumlah ion dan konsentrasi
FeSCN2+ semakin berkurang.
Percobaan kedua mempelajari tentang kesetimbangan besi (III) – tiosianat yang direaksikan
dengan larutan Fe3+ dengan berbagai konsentrasi. Pada percobaan ini perubahan warna yang terjadi
berbeda-beda pada setiap larutan setelah dilakukan pengenceran atau penambahan volume. Tabung
pertama dijadikan sebagai standar yang berisi campuran antara KSCN dan Fe 3+. Sedangkan pada tabung
2, 3, 4 dan 5 ditambahkan Fe3+ yang telah diencerkan.
Tabung pertama yang telah ditambahkan Fe3+ 0,02 M menunjukkan warna merah kehitaman.
Tabung kedua yang ditambahkan Fe3+ 0,004 M menunjukkan warna merah kehitaman. Tabung ketiga
yang ditambahkan Fe3+ 0,0008 M menunjukkan warna merah darah pekat. Tabung keempat yang
ditambahkan Fe3+ 0,00016 M menunjukkan warna merah darah bening. Tabung kelima yang ditambahkan
Fe3+ 0,00003 M menunjukkan warna kuning bening. Hal tersebut memperlihatkan jika konsentrasi
diperbesar maka sistem akan mengurangi komponen tersebut. Bila ke dalam suatu sistem kesetimbangan,
konsentrasi salah satu komponennya ditambah maka kesetimbangan akan bergeser dari arah penambahan
konsentrasi dan bila salah satu komponen dikurangi maka kesetimbangan akan bergeser ke arah
pengurangan itu. Selain itu, volume juga sangat berpengaruh pada kesetimbangan. Pengenceran pada
larutan menyebabkan volum menjadi besar.
Percobaan ketiga menggunakan prinsip hasil kali kelarutan (Ksp). Dasar teori dari percobaan ini
menyatakan bahwa hasil kali konsentrasi ion-ion pembentuknya untuk setiap suhu tertentu adalah
konstan, dengan konsentrasi ion dipangkatkan dengan jumlah masing-masing ion yang bersangkutan.
Penambahan larutan K2CrO4 terhadap larutan Pb(NO3)2 dengan volume larutan K2CrO4 yang berbeda-
beda dapat menyebabkan pengendapan saat larutan telah jenuh, yaitu saat kemampuan pelarut telah
mencapai titik maksimum untuk melarutkan atau mengionkan zat terlarut, sehingga kelebihan sedikit zat
terlarut akan menyebabkan terjadinya endapan. Pengendapan ini dipengaruhi oleh konsentrasi zat-zat
terlarut dalam larutan. Semakin besar konsentrasi ion CrO42-, maka larutan akan mengendap lebih cepat
daripada larutan dengan konsentrasi ion CrO42- yang lebih rendah. Reaksi yang terjadi adalah :
Pb(NO3)2 + K2CrO4 PbCrO4 + 2KNO3
Pada percobaan ketiga ini, didapatkan Ksp Pb2CrO4 sebesar 1,2321 x 10-6. Sedangakan Ksp Pb2CrO4 pada
literatur adalah 2 x 10-14. Hal ini dapat disebabkan karena temperatur percobaan yang berbeda atau konsentrasi
pereaksi yang berbeda.
IX. Kesimpulan
Dalam sistem kesetimbangan, jika konsentrasi salah satu komponennya ditambah maka
kesetimbangan akan bergeser dari arah penambahan itu, dan bila salah satu komponennya dikurangi maka
kesetimbangan akan bergeser ke arah pengurangan itu. Bila pada sistem kesetimbangan volume
diperkecil, maka kesetimbangan akan bergeser ke arah koefisien yang kecil. Bila pada sistem
kesetimbangan volume diperbesar, maka kesetimbangan akan bergeser ke arah koefisien yang besar. Jadi,
dapat disimpulkan bahwa kesetimbangan dipengaruhi oleh jumlah konsentrasi dan volume larutan dan hal
tersebut dapat dilihat dari perubahan warna dan kepekatan larutan.
X. Daftar Pustaka
http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia- fisika1 /kesetimbangan _kimia/azaz-le-chatelier-2 /
http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/7206106113.pdf
LAPORAN KESETIMBANGAN KIMIA
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas Kimia Fisik pada semester 1 program studi teknik kimia produksi bersih
Oleh
Kelompok 4
Anggota :
Anissa Trisakti Suwarman (121424010) Apit Rian Saputra (121424011) Datin Nurina Fajrin (121424012)
Fifin Mu’afiyah (121424013)
JURUSAN TEKNIK KIMIA
POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2012