laporan kemajuan 70 % hibah disertasi doktor 2015
DESCRIPTION
ghghghTRANSCRIPT
LAPORAN KEMAJUAN 70 %
PENELITIAN HIBAH DISERTASI DOKTOR
Ir. Eri Samah, MP
NIDN. 0028085920
Produksi Kompos Dari Sampah Kota Melalui Penggunaan
Bakteri Selulolitik Adaptif Dari Tanah Masam dan Evaluasi
Aktifitas Enzim Selulase
Penelitian ini Didanai oleh DIPA Direktorat Jendral Pendidikan Tnggi Tahun
Ajaran 2015 No: 023.04.1.673453/2015, tertanggal 14 November 2015, Sesuai
dengan surat perjanjian (kontrak) Pelaksanaan Hibah Penelitian Doktor :
005/K1.1.1/AT.1/2015, tanggal 10 Maret 2015
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PEMBINAAN MASYARAKAT
INDONESIA (UPMI) MEDAN
30 JUNI 2015
Kode / Nama Rumpun Ilmu
168 / Bioteknologi Pertanian dan Perkebunan
1
RINGKASAN
Sampah merupakan suatu momok yang tidak putus-putusnya, pada hal jika dikelola
dengan baik akan menjadi bahan yang sangat berguna salah satunya menjadi kompos
berkualitas. Tujuan penelitian ini adalah : 1). Mengisolasi isolat jenis selulolitik dari tanah
masam dan bahan organik yang mampu medegredasi bahan organik 2). Mendapatkan enzim
selulase dari bakteri selulolitik yang berkemampuan mendegradasi sampah oragnik yang
mengandung selulosa. Penelitian ini dilakukan dilaboratorium Bioteknologi, Hama Penyakit,
dan Rumah kaca, Fakultas Pertanian UNAND, dilakukan Maret 2014 sampai Desember
2041. Metode penelitian isolasi bakteri dari tanah masam dikultur pada media padat CMCase
dengan komposisi 2.5% Bacto Agar, 0.6% Pepton, 0.3% Pancreatic digest of Casein, 0.3%
Yeast extract, 0.3% Beef extract dan 0.001% Mg SO4, 2,5% cmc, 7 H2O, diautoklaf selama
24 jam pada suhu 370C . Setelah didapat isolat bakteri selulolitik dilanjutkan dengan isolasi
dan karakterisasi secara molekular. Pada tahun kedua keseluruhan isolat yang
memperlihatkan potensi akifitas silolitik yang tinggi dari masing-masing sampel akan
dikarakterisasi, baik secara morfologi, fisiologi maupun molekuler secara kualitatif sekuensing
dengan menggunakan sekuen gen 16S-rRNAdan secara kualitatif dengan PCR.
Key word : Isolasi, Bakteri selulolitik, Degradasi, component organik, Molekular
I. PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Sampah kota merupakan suatu masalah yang paling besar di Indonesia terutama
dikota-kota besar seperti Jakarta yang dapat menimbulkan banjir. Pada hal kalau dikelola
secara mantap sampah bukanlah masalah tapi suatu omset yang besar karena dapat
menghasikan pupuk yang berkualitas pengganti pupuk anorganik yang harga semakin tinggi.
Untuk mendapatkan pupuk yang berkualitas dengan memanfaatkan sampah kota sebagai
pengurainya bakteri selulolitik yang mampu mendegradasi serat-serat kasar menjadi pupuk
kompos yang berkualitas.
2
Sampah masih menjadi masalah di hampir semua kota di Indonesia. Mulai dari kota
kecil sampai kota metrolitan sekalipun. Berbagai alternatif penyelesaian sampah telah
diusahakan oleh berbagai pihak, tetapi tampaknya belum memberikan hasil yang
memuaskan. Oleh karena keprihatinan inilah, maka diteerapkan suatu teknologi terapan yang
diaplikasi dari berbagai teknologi canggih berbagai negara agar mendapatkan suatu teknik
pengolahan sampah yang benar‐benar sempurna dan bermanfaat guna. Teknologi ini
diutamakan untuk mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh sampah harus meningkatkan
pengelolaan dan pemanfaatan nya menjadi kompos. Untuk merobah sampah menjadi kompos
bisa dilakukan dengan pendegrasian sampah serat menggunakan mikroorganisme salah
satunya bakteri pencerna selulosa (bakteri selulolitik).
Kemajuan teknologi dan penerapan aplikasinya secara tepat dan sederhana telah
berhasil dirancang dan diciptakan. Jadi sampah bukanlah menjadi momok bagi kita semua,
tetapi kita telah dapat melihat nya dari sisi pandang yang lain yaitu sampah merupakan
sumber tenaga baru dan mempunyai nilai ekonomis yang sangat tinggi. Dengan berbagai
produk yang dapat dihasilkan, maka berbagai alternatif pengolahan sebelumnya (seperti
pembuatan kompos saja, pembakaran, penimbunan) tentunya dapat dipertimbangkan
kembali.
Dengan mendapatkan bakteri selulolitik yang berpotensi mendegradasi serat kasar
diharapkan dapat menyelesaikan problem sampah yang merupakan pencemaran lengkungan
yang besar berubah menjadi sumber pupuk kompos yang berkualitas dan berwawasan ramah
lingkungan sebagai pengganti pupuk anorganik yang harganya semakin tinggi dan sering
langka dipasaran.
Kompos merupakan pupuk yang berasal dari limbah organik seperti sampah organik,
jerami, sekam, daun-daunan, rumput-rumputan, yang terjadi karena perlakuan manusia
dilakukan berupa penciptaan lingkungan mikro yang dikondisikan untuk pertumbuhan
mikroorganisme.
Kompos dianggap sangat perlu karena kebutuhan pupuk yang yang semakin
meningkat, ketiaadaan pupuk anorganik dipasaran sedangkan sumber pupuk melimpah ruah
seperti sampah. Berdasarkan keterangan diatas bakteri perombak celulosa atau silulolitik
untuk mendegredasi sampah belum dilakukan orang oleh sebab itu penulis akan mencoba
3
melakukan penelitian yang berjudul “ Produksi Kompos Dari Sampah Kota Melalui
Penggunaan Bakteri Selulolitik Unggul Pendegradasi dan Evaluasi aktifitas Enzim
Selulase ”.
1.2. Tujuan khusus
1. Untuk mendapatkan isolat bakteri selulolitik unggul pendegradasi dari tanah ultisol,
tanah gambut dan tanah sampah.
2. Mengetahui karakter morfologi, fisiologi, dan biokimia dari sejumlah isolat
bakteri selulolitik unggul pendegradasi
3. Mengidentifikasi secara molekuler bakteri seluloltik unggul perombak selulosa dari
tanah masam
4. Mendapatkan kompos dari sampah organik, tandan kosong sawit, dan ampas tebu
(bagasse)
1.3. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat untuk menyusun paket bioteknologi
dengan memanfaatkan mikroorganisme khususnya bakteri selulolitik unggul sebagai
pendegradasi sampah organik
1.3.Urgensi Penelitian
1. Menghasilkan teknologi pembuatan kompos melalui aplikasi bakteri-bakteri selulolitik
yang diambil dari tanah masam yang aktifitas pencerna selulosanya tinggi. Dengan
menghasilkan kompos berkualitas akan mengurangi penggunaan pupuk buatan pada
tanaman. Kompos juga mengurangi kerusakan lingkungan dan juga merupakan salah satu
teknik pertanian berkelanjutan. yang dapat menjawab masalah yang ditimbulkan kekurangan
pupuk oleh petani dan menjadikan pertanian organik.
2. Untuk mendapatkan formulasi yang cocok dalam mengaplikasikan Bakteri seluloliltik
pendegradasi yang unggul pada kompos perkotaan, dan limbah organik. Dengan pembuatan
formulasi bakteri selulolitik pendegradasi dari limbah organik juga dapat mendapat unsure
hara yang terkandung dalam limbah tersebut.
3. Untuk mendapatkan kompos berkualitas. Kompos berkualitas adalah yang benyak
mengandung unsur hara makro dan mikro seperti Nitrogen, Phosfor, Kalium, Magnesium,
sulfur. Kandungan unsur hara kompos tidak setinggi kandungan unsur pupuk anorganik, akan
4
tetapi manfaat pupuk organik lebih banyak seperti disamping penambahan unsur hara juga
memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah.
1.4. Luaran yang diharapkan
a. disertasi (draf disertasi) yang telah disetujui pembimbing; dan
b. publikasi ilmiah dalam jurnal bereputasi internasional.
c. teknologi tepat guna.
d. buku ajar.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sampah dan Masalahnya
Sampah adalah bahan terbuang atau dibuang yang telah berkurang nilai ekonomisnya yang
berasal dari kegiatan rumah tangga, perdagangan, industri dan kegiatan pertanian. Sampah
yang berasal dari rumah tangga atau tempat perdagangan biasa dikenal dengan sampah
municipal yang tidak berbahaya. Sampah bervariasi dan berasal dari berbagai sumber.
Sampah organik (biasa disebut sebagai sampah basah) dan sampah anorganik (sampah
kering). Sampah basah atau organik adalah sampah yang berasal dari makhluk hidup, seperti
daun-daunan, sampah dapur, dan lain-lain. Sampah jenis ini biasanya dihasilkan dari
pepohonan yang terdapat di lingkungan kampus dan juga kantin-kantin fakultas serta warung
makan yang berada di sekitarnya. Sampah ini dapat membusuk dan terurai secara alami serta
dapat diolah lebih lanjut menjadi kompos. Sampah kering atau anorganik, yaitu sampah yang
tidak mudah membusuk, seperti plastik wadah pembungkus makanan, kertas, plastik mainan,
botol dan gelas minuman, kaleng, kayu, dan sebagainya. Sampah ini dapat dijadikan sampah
komersil atau sampah yang laku dijual untuk dijadikan produk lainnya. Beberapa sampah
anorganik yang dapat dijual adalah plastik wadah pembungkus makanan, botol dan gelas
bekas minuman, kaleng, kaca, dan kertas, baik kertas koran, HVS, maupun karton. Sampah
bahan berbahaya beracun (B3) merupakan hasil dari laboratorium, pelayanan kesehatan,dan
industri.(Agustin., 2008)
2.2. Bakteri perombak selulosa
Molekul selulosa merupakan polimer lineir yang dibangun unit-unit D-glukosa
dengan ikatan β-1,4 glikosida dengan rumus mulekul (C6H10O5)n dan struktur kimianya
5
dapat dilihat pada Gambar 1 (Bequin and Aubert, 1994). Molekul selulosa merupakan rantay
yang terdiri dari D-glukosa. Jumlah unit glukosa setiap molekul selulosa berkisar 300 –
15.000 unit, terdapat berbagai berkas-berkas melilit merip tali yang terikat satu sama lainnya
dengan ikatan Hidrogen. Rantai molekul selulosa tersusun sejajar dan dipengaruhi oleh
adanya ikatan hidrogen antara gugus hidroksil. Dengan adanya ikatan hidrogen antar gugus
hidroksil maka terjadilah orientasi memanjang. Apabila susunannya teratur, terbentuk daerah
kristalin dan apabila susunan kurang teratur terbentuk daerah amorf (Routh, 1977;Volk and
Wheeler, 1989).
Dengan mendapatkan bakteri selulolitik yang berpotensi mendegredasi serat kasar
diharapkan dapat meyelesai problem sampah yang merupakan pencemaran lingkungan yang
besr berubah menjadi sumber pupuk organik kompos yang berkualitas dan berwawasan
ramah lingkungan
Populasi mikroorganime pengurai didalam tanah terbagi atas empat kelompok besar
yaitu, jamur, actinomyces dan protozoa. Bakteri merupakan kelompok yang paling banyak
jumlahnya, serta mampu memanfaatkan bahan-bahan organik yang berbeda. Bakteri sebagai
pengurai bahan yang mengandung celulosa diantaranya Achromobacter, Angioscoccus,
Bacillus, Cellfalcicula, Cellulomonas dan Sporocytohaga; hemiselulosa: Achromobacter,
Bacillus, Pseudomonas, Sporocytohaga dan Vibrio serta protein dan kitin Bacillus,
Clostridium dan Pseudomonas (Alexander,1997).
Jusfah, Rangkuti dan Mucktar(1995), dan Yusuf (2000) menjelaskan bahwa
ditemukan 7 genus bakteri pengurai serasah yang terdapat dihutan Lembah Anai dan hutan
gambut Pesisir Selatan. Genus bakteri tersebut adalah Bacillus, Achromobacter,
Actinobacillus,
Streptococcus,Chromobacterium dan Pseudomonas yang aerob dan Clostridium yang
anaerob. Selanjutnya Yusuf (2000) melaporkan bahwa bakteri Bacillus ditemukan hampir
disemua lokasi dan merupakan jumlah terbanyak pada serasah hutan gambut Kab. Pesisir
Selatan dari 7 jenis bakteri yang ditemukan. Pada pembiakan dalam medium NA (Natrium
Agar) koloni bakteri Bacillus bewarna putih berkilat, bentuk bulat, oval sampai tidak
beraturan, permukaan koloni datar bergerigi dan tersebar dipermukaan medium. Pada uji
6
pewarnaan gram ditemukan bakteri tersebut gram positif dan sel berbentuk batang dengan
ukuran lebar 1-2 µ dan panjang 1 µ
Rismijanah, Indriani, Pitriyanti (2002), melaporkan penggunaan enzim selulase-
hemiselulase pada proses deinking kertas koran bekas dapat meningkatkan derajat putih
lembaran sekitar 10,2-17,5% dibandingkan blanko.
2.3.Molekul Selulosa Sebagai Komponen Serat Kasar Tanaman
Molekul selulosa merupakan polimer linier yang dibangun unit-unit D-glukosa dengan ikatan
-1.4 glikosida dengan rumus molekul (C6H10O5)n dan struktur kimianya dapat dilihat pada
Gambar 1 (Bequin dan Aubert, 1994; Gielkens, Dekkers, Visser, dan Graaff, 1999; Han, Yoo,
dan Kang, 1995). Molekul selulosa merupakan rantai yang terdiri dari D-glukosa. Jumlah
unit glukosa setiap molekul selulosa berkisar 300 – 15.000 unit, terdapat sebagai berkas-
berkas melilit mirip tali yang terikat satu sama lainnya dengan ikatan hidrogen. Rantai
molekul selulosa tersusun sejajar dan dipengaruhi oleh adanya ikatan hidrogen antara gugus
hidroksil. Dengan adanya ikatan hidrogen antar gugus hidroksil maka terjadi orientasi
memanjang. Apabila susunannya teratur, terbentuk daerah kristalin dan apabila susunannya
kurang teratur terbentuk daerah amorf (Routh, 1977; Volk dan Wheeler, 1989).
H OH
HOHO
O
H
H
O
(6) CH2OH
H(2)(1)O
OH
OH
H
H
H
CH2OH
H
O
H
H
OH
H
OH
CH2OH
H
O
H
O
H
CH2OH
O
OH
CH
H
H
HH
Gambar 1. Struktur kimia selulosa (Bequin dan Aubert, 1994)
Kandungan kristalin selulosa bisa berobah dari daerah asalnya dan oleh suatu perlakuan
(Hoshino, Kdana, Sasaki, dan Nisizawa, 1992). Selulosa yang terkandung dalam cotton
diperkirakan terdiri dari 70% kristalin dan kandungan ini bisa bervariasi pada cotton komersil
antara 30 - 70% (Fan, Lee, dan Beardmore, 1980; Wood, 1988).
Enzim selulase mendegradsi selulosa dengan memutus ikatan glikosida polimer linier unit-
unit D-glukosa. (Han et al., 1995). Bagian kristalin dari selulosa sukar dan tidak mudah
bereaksi dengan enzim endo-selulase tetapi daerah amorphous dengan mudah dihidrolisis
oleh enzim endo atau exo- selulase atau larutan asam (Sinitsyn, Gusakov, dan Yu Vlasenko,
7
1990). Molekul selulosa dapat mengikat air yang teradsorbsi pada gugus hidroksil yang
disebabkan oleh terbentuknya ikatan hidrogen.
2.4. Enzim Selulase
Enzim selulase termasuk enzim hidrolase yang dapat mengkatalisis reaksi hidrolisis
pemutusan ikatan -1.4 glikosida yang terdapat dalam molekul selulosa. Semua enzim
selulase yang diproduksi dalam kondisi aerob merupakan enzim ekstraseluler yang terbebas
dari sel-sel bakteri serta bekerja secara sinergis terhadap materi selulosa (Lynd, Weimer, Zyl,
dan Pretorius, 2002). Selulase merupakan nama umum atau trivialnya, sedangkan nama
sistematikanya adalah -1.4-glukan-4-glukanohidrolase. Enzim selulase sesungguhnya
merupakan komplek enzim yang terdiri dari 3 komponen utama yaitu endo--glucanase (EC
3.2.1.4), exo--glucanase atau selobiohidrolase (EC 3.2.1.91), dan -glucosidase atau
selobiase (EC 3.2.1.21), yang bekerja secara bertahap atau bersama-sama menguraikan
selulosa menjadi unit glukosa (Gerhartz, 1990; Wood dan Bhat, 1988). Reese, Siu dan
Levinson (1972) memperkirakan cara kerja masing-masing komponen enzim adalah 1)
Endo-β-glucanase, 1,4--D-glucan glucanohydrolase, CMCase, Cx: memutus secara random
rantai selulosa yang terdiri dari glukosa dan sello-oligo sakarida. 2). Exo-β-glucanase, 1,4-
-D-glucan cellobiohydrolase, Avicelase, C1: menyerang bagian luar selulosa pada ujumg
non reduksi dengan selobiosa sebagai struktur utama. 3). -glucosidase, cellobiase:
menghidrolisis selobiosa menjadi glukosa. Secara umum total aktivitas selulase merupakan
daya larut cotton, kertas saring atau Avicel oleh enzim endoglucanase, exoglucanase dan -
glucosidase, dan ketiga substrat ini tinggi kandungan selulosa kristalinnya sehingga sangat
baik untuk menentukan aktivitas selulase selulosa yang tinggi kandungan kristalinnya (Wood
dan Bhat, 1988). Untuk lebih jelasnya urutan kerja dari enzim-enzim ini dapat dilihat pada
Gambar 2.
Kerja sel bakteri dalam mendegradasi selulosa mempunyai pola yang cukup komplek
dimana dimulai dari pertumbuhan dan perbanyakkan sel sampai pertumbuhan sel berhenti
dan sel mengalami kematian (Hou, Li, Wu, Yan, Yan, dan Gao, 2004). Untuk lebih jelasnya
aktifitas dari sel-sel tersebut dapat dilihat Gambar 3. Pertumbuhan bakteri dimulai dengan
perbanyakan sel dan penempelan sel disepanjang benang-benang fibril selulosa (Gambar.
8
3A), beberapa tonjolan (0.1 - 0.2 μm) muncul dipermukaan sel yang berkontak langsung
dengan benang-benang fibril (Gambar.3B), terjadi degradasi selulosa yang menghasilkan
gula reduksi yang digunakan untuk perbanyakan sel sehingga terbentuk koloni sel (Gambar.
3C), degradasi terjadi pada sel yang berkontak langsung dengan benang-benang fibril,
sedangkan sel yang dekat dengan benang-benang fibril tetapi tidak saling bersentuhan,
benang-benang fibrilnya masih utuh (Gambar. 3D), dengan habisnya selulosa atau produk
selulolitik yang dapat didegradasi maka pertumbuhan sel berhenti dan sel mengalami
kematian (Gambar. 3E), tonjolan (0.1- 0.2μm) yang muncul pada permukaan sel-sel
Sorangium hanya ada pada saat sedang dalam pertumbuhan(Gambar. 3F)
Gambar 2. Skema rangkaian selulolisis (Reese et al.,1972).
Chundakkadu (1999) melaporkan bahwa aktivitas enzim yang dihasilkan Bacillus
subtilis strain-CBTK 106 pada medium kulit pisang yang telah dilengkapi dengan sumber C
dan N serta beberapa mineral selama 72 jam adalah carboxyl methyl cellulose (CMCase) 9.6
IU/gds, Filter Paperase (FPase) 2.8 IU/gds dan cellobiase 4.5 IU/gds.
CELLULASE ENZYMES Amorphous regions Crystalline regions
Endo-B-glucanase Cx CMCase
Exo-B-glucanase C1, Avicelase
Cx / C1
A.
B.
C.
D.
B-Glucosidase Glucose
9
Gambar 3. Pola kerja sel bakteri Sorangium dalam medegradasi selulosa (Hou et al.,
2004)
Penentuan aktivitas enzim selulase didasarkan pada kemampuan enzim selulase
menghidrolisis selulosa menjadi glukosa, dan glukosa yang terbentuk ditentukan dengan
metoda Somogy-Nelson (Somogy, 1952). Ringkasan reaksinya adalah sebagai berikut :
Selulosa selulase glukosa
Cu+2 + glukosa Cu2O + glukoloat
Cu2O + Na arsenomoblidat komplek warna biru
Seleksi bakteri Bacillus sp selulolitik secara kualitatif dilakukan dengan melihat kemampuan
bakteri mendegradasi selulosa pada medium CM-cellulose; hydroxyethylcellulose; cotton
dan amorphous cellulose (Wood, 1988). Seleksi berdasarkan nisbah zona bening terhadap
diameter koloni yang ditanam selama 48 jam pada medium CM-cellulose;
hydroxyethylcellulose; cotton dan amorphous cellulose (Coughlan, 1988). Untuk melihat
zona beningnya agar lebih jelas dilakukan penuangan 5 ml reagen congo red 0,1 %
dipermukaan medium selama 24 jam (Kluepfel, 1988).
10
2.5. Karakterisasi Molekuler
Isolasi DNA merupakan teknik yang pertama sekali diketahui sebelum melakukan tindakan
kegiatan molecular selanjutnya. Prinsip dasar isolasi DNA adalah uapaya untuk
membebaskan materi-materi genetik dari dinding sel dan ikatan protein-protein histon yang
pertama sekali terletak di dalam inti sel dengan mengupayakan tingkat keruakan baik
mekanis maupun fisik seminimal mungkin terhadap materi genetik tersebut (Jamsari, 2007).
Hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam kegiatan isolasi DNA yaitu: 1).
Keutuhan ukuran molekul DNA, idealnya semakin besar molekul DNA yang dapat diisolasi
akan semakin baik, sebab akan mempermudah tindakan rekayasa genetik selanjutnya seperti
pemotongan secara enzimatis dalam pembuatan peta restriksi akan lebih memilki banyak
alternatif dubandingkan DNAyang sudah terputus-putus akibat kerusakan mekanis, fisis
maupun enzimatis yang terjadi selama proses isolas. 2). Efektifitas isolasi, setiap mikroba
mempunyai struktur dan komposisi kimia yang berbeda oleh sebab itu membutukan
pengembangan protokol yang lebih spesifik dalam proses isolasi DNA-nya. Oleh karena itu,
metode isolasi harus dilakukan secara empiris untuk menentukan besarnya konsentrasi
masing-masing senyawa kimia, serta mekanis lainnya yang diperlukan untuk dapat
menghasilkan efesiensi isolasi yang tinggi, sehingga konsentrasi molekul utuh yang dapat
diisolasi juga akan menjadi tinggi. 3).Kemurnian DNA hasil isolasi. Kemurniaan DNA
menjadi faktor yang sangat penting. Sering kali bahwa DNA yang diisolasi masih
mengandung senyawa-senyawa protein dalam jumlah tertentu, ataupun senyawa-senyawa
metabolik sekunder lainnya yang dapat menghambat efektifitas pencernaan secara enzimatis.
Oleh sebab itu tindakan pengontrolan kualitas DNA, dengan pemisahan secara
elektrophoresis segera setelah tahap isolasi dilakukan mutlak untuk dilaksanakan agar
kualitas DNA yang dihasilkan dapat diketahui sejak dini. 4). Praktis dan ekonomis. Metode
yang ideal adalah metode isolasi yang memilki prosedur langkah kerja yang sederhana, cepat
dan membuthkan biaya yang murah( Jamsari, 2007)
Isolasi DNA merupakan teknik yang pertama sekali diketahui sebelum melakukan tindakan
kegiatan molecular selanjutnya. Prinsip dasar isolasi DNA adalah uapaya untuk
11
membebaskan materi-materi genetik dari dinding sel dan ikatan protein-protein histon yang
pertama sekali terletak di dalam inti sel dengan mengupayakan tingkat keruakan baik
mekanis maupun fisik seminimal mungkin terhadap materi genetik tersebut (Jamsari, 2007).
Hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam kegiatan isolasi DNA yaitu: 1).
Keutuhan ukuran molekul DNA, idealnya semakin besar molekul DNA yang dapat diisolasi
akan semakin baik, sebab akan mempermudah tindakan rekayasa genetik selanjutnya seperti
pemotongan secara enzimatis dalam pembuatan peta restriksi akan lebih memilki banyak
alternatif dubandingkan DNAyang sudah terputus-putus akibat kerusakan mekanis, fisis
maupun enzimatis yang terjadi selama proses isolas. 2). Efektifitas isolasi, setiap mikroba
mempunyai struktur dan komposisi kimia yang berbeda oleh sebab itu membutukan
pengembangan protokol yang lebih spesifik dalam proses isolasi DNA-nya. Oleh karena itu,
metode isolasi harus dilakukan secara empiris untuk menentukan besarnya konsentrasi
masing-masing senyawa kimia, serta mekanis lainnya yang diperlukan untuk dapat
menghasilkan efesiensi isolasi yang tinggi, sehingga konsentrasi molekul utuh yang dapat
diisolasi juga akan menjadi tinggi. 3).Kemurnian DNA hasil isolasi. Kemurniaan DNA
menjadi faktor yang sangat penting. Sering kali bahwa DNA yang diisolasi masih
mengandung senyawa-senyawa protein dalam jumlah tertentu, ataupun senyawa-senyawa
metabolik sekunder lainnya yang dapat menghambat efektifitas pencernaan secara enzimatis.
Oleh sebab itu tindakan pengontrolan kualitas DNA, dengan pemisahan secara
elektrophoresis segera setelah tahap isolasi dilakukan mutlak untuk dilaksanakan agar
kualitas DNA yang dihasilkan dapat diketahui sejak dini. 4). Praktis dan ekonomis. Metode
yang ideal adalah metode isolasi yang memilki prosedur langkah kerja yang sederhana, cepat
dan membuthkan biaya yang murah( Jamsari, 2007)
BAB III. METODE PENELITIAN
3.1. Isolasi, Seleksi dan Identifikasi bakteri Selulolitik.
Penelitian tahap pertama bertujuan untuk mendapatkan isolat murni bakteri pencerna selulosa
dengan cara isolasi seleksi, dan identifikasi, mikroba ultisol dekat kebun percobaan Unand
150 m dpl, Gambut Kataping dan Sampah organik Tempat Pembuangan Terakhir(TPA)
Lubuk Minturun Padang Sumatera Barat. Setelah isolat murni diperoleh, maka secara
12
bertahap isolat tersebut diperbanyak dengan menggunakan media khusus untuk pertumbuhan
Selulolitik.
3.1.1. Alat yang digunakan
Laminar air flow, tabung reaksi dengan tutup karet butyl, rak tabung. Pengaduk magnetik,
petri dish, lampu Bunsen, vorteks. hemositometer, hand counter, pH meter. Tabung
Erlenmeyer ukuran 50, 100, 250 dan 1000 mL Gelas ukur 25, 50, 100, 250, 500 dan 1000
ml, inkubator, oven, autoclaf, spectrometer, lemari es, spektrofotometer, fermentor
(inkubator), termometer, lampu pemanas, air pump (pompa udara), selang plastik, kapas dan
nampan plastik, aluminium foil
3.1.2. Bahan yang digunakan
Medium Blood Agar Merk Difco, terdiri dari : Beef herth infusion, Bacto, tryptose, Sodium
chlorida, Bacto agar. Nutrien Agar (NA) Merk Difco terdiri dari : Leb lemco powder, yeast
ekstrak, Pepton, Sodium chlorida, dan Bacto agar. Medium Selulolitik., terdiri dari : Beef
ekstrak, yeast ekstrak, Pepton digestic pancreatic of casein, Lactosa, dan MnSO4.4 H2O.
Pewarnaan Gram, terdiri dari : Ammonium oxalat, Crystal- violet, Lugol-iodin, Aceton,
Safranin. Pewarnaan spora, terdiri dari : Malachite green, dan Safranin. Bahan untuk uji
Biokimia, terdiri dari : Pati, kasein, gelatin, laktosa, sukrosa, glukosa, TSIA (Triple Sugar
Iron Agar), metil merah, Voge-Prokauer, Indol, Sitrat, Nitrat, NaCl, H2S. Urease, Katalase.
3.2. Metode Penelitian
Tahap pertama dilakukan isolasi dan seleksi mikroba dari ke 3 sampel. Tujuan isolasi adalah
untuk memperoleh bakteri selulolitik. Identifikasi lebih lanjut dilakukan terhadap spesies
dari bakteri terpilih yang dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Molecular Pertanian
Unand. Pengamatan untuk seleksi terhadap bakteri yang terpilih dari hasil isolasi meliputi
pemeriksaan mikroskopis dengan pewarnaan untuk menentukan sifat Gram, bentuk sel dan
letak spora. Uji biokimia dilakukan terhadap kelompok bakteri yang terpilih dari hasil seleksi
untuk membedakan spesies dalam satu genus yang sama. Kemudian dilihat kemampuan
bakteri Bacillus mendegradasi selulosa pada medium carboxyl methyl cellulose (CMC).
3.3. Cara Kerja Isolasi, Seleksi dan Identifikasi bakteri selulolitik
3.3.1. Isolasi dan Seleksi bakteri selulolitik
13
PEWARNAAN GRAM
TANAH SAMPEL
MEDIA NATRIUM AGAR
Sampel cuplikan tanah diambil pada kedalaman 0 - 5 cm dan diameter 5 cm dengan metode
Purposive Sampling dari tanah Ultisol, tanah gambut dan tanah sampah. Sebanyak 1 g dari
masing-masing sampel diencerkan sampai 10-5 CFU/g dengan NaCl fisiologis. Dari hasil
pengenceran diambil 1 ml kemudian ditumbuhkan pada medium padat Blood Agar selama
24 jam pada suhu 370C. Dilakukan isolasi dan reaksi pewarnaan terhadap beberapa macam
mikroba yang tumbuh, jika mikroba tersebut merupakan Gram positif, berbentuk batang dan
mempunyai spora maka bakteri tersebut di kategorikan sebagai bakteri yang mempunyai
famili yang sama (grup I) yaitu famili Bacillaceae (Prescott, 1993; Buchanan dan Gibbons,
1974). Dilakukan uji biokimia terhadap grup I terpilih untuk menentukan genus dari bakteri
tersebut apakah genus Bacillus, Clostridium dan lain-lainnya.
14
IDENTIFIKASI BAKTERI
SELULOLITIK
MEDIA SELEKTIF SELULOLITIK
(CARBOXYMETHYLCELULASE
UJI KIMIA
AGAR MIRING PETRI DISH
Gambar 4. Diagram alir isolasi dan seleksi bakteri
Selanjutnya genus terpilih ditumbuhkan pada medium padat CMC dengan komposisi
15 CMC 2.5% Bacto Agar, 0.6% Pepton, 0.3% Pancreatic digest of Casein, 0.3% Yeast
extract, 0.3% Beef extract dan 0.001% Mg SO4. 7 H2O selama 24 jam pada suhu 370C
(Cowan dan Stell’s, 1985). Koloni yang pertumbuhannya bagus dipilih untuk perbanyakan
biakan murni dengan menggesekkan dua ose stok koloni ke dalam agar miring dan petri yang
berisi medium NA (Cappucino 1987). Untuk lebih jelasnya urutan kerja isolasi dan seleksi
dapat dilihat pada Gambar 4. Dari hasil isolasi dan seleksi ini selanjutnya dilakukan
identifikasi spesies dengan melakukan uji primer secara makroskopis dan mikroskopis, dan
uji sekunder (biokimia) terhadap bakteri selulolitik.
3.2. Identifikasi bakteri Selulolitik
Identifikasi spesies lebih lanjut dilakukan uji primer secara makroskopis dan mikroskopis,
dan uji sekunder (biokimia) terhadap bakteri selulolitik. Secara makroskopis diamati warna,
bentuk, permukaan dan pinggir koloni. Secara mikroskopis dilihat reaksi pewarnaan Gram,
bentuk dan ukuran sel. Uji biokimia, meliputi uji hidrolisis pati, kasein, gelatin, fermentasi
gula (laktosa, sukrosa, glukosa), TSIA (Triple Sugar Iron Agar), metil merah, VP (Voge-
15
Prokauer), indol, H2S, urease, penggunaan sitrat, katalase, uji pergerakan dan uji toleransi
terhadap lingkungan dengan menumbuhkan isolat pada medium pH 4,0 dan 7,0 serta NaCl 5
dan 7,0 %. Reaksi-reaksi yang terjadi pada uji biokimia, hasilnya dicocokkan dengan kunci
identifikasi (Buchanan dan Gibbons 1974; Holt et al. 1994; Cappuccino dan Sherman 1987;
Atlas 1993).
Seleksi bakteri selulolitik dilakukan dengan melihat kemampuan bakteri
mendegradasi selulosa secara kualitatif pada medium CMC (Coughlan, 1988). Seleksi
berdasarkan nisbah zona bening terhadap diameter koloni yang ditanam selama 48 jam pada
medium CMC (Sigma). Untuk melihat zona beningnya agar lebih jelas dilakukan uji
kualitatif dengan penuangan 5 ml reagen congo red 0,1 % dipermukaan medium CMC selama
24 jam (Kluepfel, 1988). Semakin luas zona bening yang dihasilkan menunjukkan semakin
tinggi aktivitas selulase yang dihasilkan. Selanjutnya bakteri yang menghasilkan zona bening
yang paling luas dimurnikan untuk dilakukan identifikasi spesies dari bakteri tersebut.
3.4. Karakteristik Molekuler
3.4.1.Isolasi DNA
Isolat-isolat yang memperlihatkan kemampuan aktifitas mencernakan selulosa selanjutnya
dipilih berdasarkan kriteria laju kecepatan pertumbuhan, dan kapasitas selulolitik. Isolat-
isolat terpilih selanjutnya diproses untuk analisis DNA. Analisis DNA dilakukan dengan
menggunakan prosedur yang dapat diperoleh pada website:
http://lyco.lvcoming.edu/~newman . Sebanyak 6 ml kultur cair masing-masing isolat bakteri
disentrifugasi untuk mendapatkan pelletnya. Pellet yang diperoleh diresuspensi kembali
menggunakan 500 ul buffer TE (Tris-EDTA), dan divortex sampai homogen. Kemudian
ditambahkan 50 ul 10% SDS, 50 ul proteinase K (10 mg/ml). Inkubasi selama 1 jam pada
suhu 37°C. Tambahkan 500 ul campuran Phenol:Chlorofom (1:1) dan sentrifus pada 14.000
rpm selama 5 menit, ambil supernatan dan lakukan hal tersebut sekali lagi. Supernatant yang
diperoleh selanjutnya ditambahkan 5 ul Rnase'A (5 mg/ml) dan inkubasi pada suhu 37°C
selama 30 menit. Larutan selanjutnya dipresipitasi dengan Isopropanol sebanyak 2x volume
dan ditambahkan 40 ul 3 M ammonium asetat selanjutnya diinkubasi selama 5 menit pada
suhu ruang. Pellet ' diambil melalui .sentrifugasi dan dikeringkan menggunakan heater block
pada suhu 55°C selama 10 menit. Pellet diresuspensi kembali menggunakan buffer 1xTE
16
sebanyak 100 ul. Larutan DNA yang diperoleh selanjutnya dianalisi kwalitas dan
kwantitasnya.
3.4.2.Analisis Kwalitas dan Kwantitas DNA
Larutan DNA yang diperoleh selanjutnya dipersiapkan untuk analisis kwalitas dan kwantitas
menggunakan teknik elektrophoresis. Gel agarose dengan konsentrasi 0,75% digunakan
sebagai matriks untuk analisis elektrophoresis. Gel agarose yang masih mencair ditambah
dengan senyawa ethidium bromida (5mg/m!) dan dibiarkan mengeras pada lemaris asam.
Larutan DNA sebanyak 2 ul digunakan sebagai sampel analisis dengan meloadingnya
bersama 1xBPB (Bromophenol Blue). Pada sumur gel yang lain disertakan pula DNA-A
dengan konsetrasi yang telah diketahui (25-50 ng/ul) dan digunakan sebagai referens acuan
penentuan konsentrasi. Elektrophoresis dirunning pada tegangan 100 V selama 1 jam
menggunakan buffer 0,5 TBE (Tris-Boric-Acid). Setelah selesai gel dipapari dengan sinar
UV di bawah perangkat dokumentasi. Data visualisasi disimpan dalam bentuk data digital
dan digunakan untuk analisis kwalitas dan kwantitas DNA. Jika diperlukan analisis kwalitatif
akan dilanjutkan dengan uji restriksi menggunakan enzim EcoRI. Dari uji kwantitatif yang
dilakukan menggunakan teknik elektrophoresis ini akan diperoleh informasi konsentrasi
DNA yang diperoleh per µl ataupun konsentrasi DNA total yang diperoleh hasil isolasi. DNA
yang diperoleh selanjutnya diencerkan sampai konsentrasi 5 ng/pl yang digunakan sebagai
DNA kerja. Sisa larutan DNA digunakan sebagai larutan stock cadangan pada analisis
selanjutnya.
3.4.3. Amplifikasi DNA menggunakan primer gen 16S-rRNA
Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui identitas spesifik isolat terpilih berdasarkan struktur
nukleotid dari gen 16S-rRNA. Amplifikasi dilakukan menggunakan primer universal 27F:
5'-AGAGTTTGATCMTGGCTCAG-3' dan 1525R: 51- AAGGAG-GTGWTCCARCC-3'.
Pada kondisi tertentu jika primer 1525R tidak berfungsi maka akan digunakan primer
alternatif GM4: 5'- TACCTTGTTACGACTT-3'. PCR dilakukan pada volume 25 ul
17
menggunakan RTG-PCR Kit (GE-Health care-UK) dengan komposisi cocktail, 1 bead RTG-
PCR, 2 ul DNA templet, 2u! campuran kombinasi primer (5 pmol/ul) serta 21 ul ddH2O. PCR
dilaksanakan pada kondisi sebagai berikut :
Aktifitas Suhu
Waktu Jumlah siklus
Denaturasi awal 94°C
3 rhenit
Denaturasi 94°C
1 menit "1
Annealing . 57°C
1 menit f 30 siklus
Ekstensi 72°C
1 menit
Ekstensi akhir 72°C
5 menit
4°C
QO
Hasil amplifikasi yang diharapkan sebesar fragmen tunggal 1500 bp dikontrol menggunakan
teknik elektrophoresis sebagaimana diuraikan pada bagian sebelumnya. Untuk keperluan
pengecekan keberhasilan amplifikasi digunakan produk PCR sebanyak 5 ul. Sedangkan
sisanya sebanyak 20 ul untuk keperluan sekuensing.
3.4.4 Analisis Sekuen Gen 16S-rRNA
Sekuensing dilakukan di PT Charoen Phokphand Indonesia di Jakarta. Produk PCR sebanyak
20 ul dikirimkan bersama 10 ul salah satu primer yang digunakan untuk mengamplifikasi gen
16S-rRNA. Konsentrasi primer yang digunakan adalah 5 ul. Hasil sekuens diedit dan
dianalisis menggunakan BLAST pada database publik NCBI
(www.ncbi.nlm.nih.gov/BLASTj untuk melihat kesamaan homologinya dengan sekuens
16S-rRNA dari bakteri yang lain. Dengan prosedur tersebut kita dapat langsung menentukan
spesies bakteri yang diperoleh, bahkan juga sampai pada level strainnya.
BAB IV. HASIL PENELITIAN 70%
4.1. Pengambilan Sampel dan Isolasi Bakteri Selulolitik.
Lokasi pengambilan sampel dari tanah ultisol kebun percobaan Unand Padang, tanah
Gambut Ketaping Padang, dan sampah kota TPA Lubuk Minturun Padang. Kegiatan
isolasi bakteri dilakukan cara pengenceran bertingkat Gambar 1, dan dilanjutkan dengan
penggoresan guna mendapatkan koloni tunggal bakteri. Kegiatan isolasi bakteri dilakukan
18
dengan mengkulturkan pada media Nutrient Agar (NA) dan diiinkubasi selama 2-3 hari pada
suhu kamar. Jumlah isolat bakteri tungal dari 3 lokasi didapat 120 isolat (Tabel 1)
Tabel 1. Informasi lokasi pengambilan sampel dan jumlah isolate yang diperoleh.
No Lokasi Pengambila
Sampel
Jumlah isolate (koloni)
1 Tanah Ultisol Unand 41
2 Tanah Gambut Kataping 48
3 Sampah Kota TPA Lubuk Minturun 31
Total isolat yang didapatkan 120
Dari Tabel 1 menunjukkan bahwa masing-masing lokasi diperoleh jumlah isolate yang
berbeda, ini menunjukkan bahwa factor biotik dan abiotik sangat mempengaruhi jumlah
isolat yang diisolasi. Faktor biotik jenis bakteri itu sendiri persaingan dalam mencari makan,
dan sebagai pemangsa bakteri itu sendiri atau pemangsa mikro organisma lain. Faktor abiotik
seperti suhu, pH tanah. Pertumbuhan bakteri memerlukan kisaran suhu dan pH tertentu.
4.2. Isolasi dan Seleksi Bakteri Selulolitik
Kegiatan isolasi dan seleksi bakteri selulolitik dilakukan dengan menggunakan media
spesifik Carboxy methyl Cellulase (CMC) . Isolat bakteri yang telah didapat dari tanah
sampel dikultur pada media CMC kemudian diinkubasi selama 5 – 10 hari kemudian
digenangi selama 15 menit dengan larutan congoRed dan dibersihkan dengan larutan NaCl
1 M. Adanya aktifitas selulolitik bakteri secara kualitatif akan dicirikan terbentuknya zona
bening (clear zone) disekeliling koloni bakteri yang tumbuh pada media selektif CMC
(Gambar 3). Zona bening secara kuantitatif menunjukkan besar kecilnya kemampuan bakteri
dalam mendegradasi selulosa. Berdasarkan uji aktifitas selulolitik seperti ( Gambar 3),
terdapat 24 isolat yang menunjukkan adanya aktifitas selulolitik dari 120 sampel yang diuji
(Tabel 1).
19
Gambar 4. Bakteri yang mempunyai aktifitas selulolitik yang ditandai
terbentuknya zona bening (a), disekelilng koloni bakteri (b)
Berdasarkan uji aktifitas selulolitik seperti ( Gambar 4), terdapat 24 isolat yang
menunjukkan adanya aktifitas selulolitik dari 120 sampel yang diuji (Tabel 1). Proporsi
bakteri selulolitik yang didapat masing-masing lokasi adalah 16 isolat dari tanah Ultisol, 8
isolat dari tanah Gambut, sedangkan dari kompos kota TPA tidak terdapat. Hal ini bias
disebabkan oleh beberapa factor biotik jenis bakteri itu sendiri. ada yang menghasilkan enzim
selulase, kinase, ataupun racun. factor abiotik seperti suhu dapat mempengaruhi aktifitas
enzim, semakin tinggi suhu semakin meningkat aktifitas enzim tetapi suhu terlalu tinggi
dapat merusak enzim.Menurut Mendel et al., (1976) cit Susilawati et al., (2007). Suhu
optimum bagi kerja enzim 50-60oC dan menurut Sen et al., (1982) cit Susilawati et al., (2007
enzim CMCase
Tabel 2. Isolat bakteri selulolitik setelah uji aktifitas bakteri media Carboxy methyl Cellulase
(CMC)
No Kode Isolat Diameter Koloni
Bakteri Selulolitik
(mm)
Diameter Zona Bening
Bakteri Selulolitik
(mm)
Indeks BS
1 U4 9 21 2.33
2 U5 27.67 34,00 1,23
3 U6 27,67 54,67 2,00
4 KM1 11.00 11,00 1,00
5 KM13 16.67 21,67 1,30
6 KM14 18.67 18,67 1,00
a
b
20
7 KM25 10,33 44,00 4,25
8 KM30 14,33 25,00 1,74
9 KM36 7,66 7,66 1,00
10 KM42 13,33 13,33 1,00
11 KM44 16,67 16,67 1,00
12 SR15 9.33 17,00 1,82
13 SR18 10.00 10,00 1,00
14 JM1 18.67 29,67 1,59
15 SR75 13.00 47,33 3,64
16 PR32 10,00 20,00 2,00
17 G-1 21.67 30,67 1,42
18 G-3 28.67 33,67 1,17
19 G-4 10.66 10,00 1,00
20 G-7 23,33 28,33 1,21
21 G-8 10,00 22,00 2,20
22 G-10 20,33 27,33 1,34
23 G-11 16,67 25,00 1,50
24 G-12 33,00 34,00 1,03
mempunyai suhu optimum 40-55O C. Bahan-bahan kimia juga dapat membunuh bakteri
tertentu seperti bakteri selulolitik bias mati atau rusak karena pembuangan bahan kimia
disampah kota TPA.
Pada Tabel 2 diperoleh 24 isolat yang memiliki aktifitas selulolitik. Tujuan dari kegiatan
ini untuk menyeleksi isolate bakteri selulolitik yang mempunyai indeks aktifitas selulolitik
yang tinggi, dengan cara mengukur diameter koloni bakteri (mm) dibagi dengan diameter
zona bening bakteri (mm) yang disebut indeks Pramono (1994). Isolat yang memiliki indeks
≥ 1,5 ditetapkan sebagai isolate yang terbaik. Dipreoleh 8 isolat bakteri selulolitik dari 24
isolat yang mempunyai indeks ≥ 1,5 (Tabel 2 dan Gambar 5)
Tabel 3. Ada 9 isolat Bakteri Selulolitik Degradasi yang mempunyai indeks ≥ 1,5
No Kode Isolat Diameter Koloni
(mm) BSD
Diameter Zona
Bening (mm) BSD
Indeks BSD
21
1 KM25 10,33 44,00 4,25
2 SR75 13,00 47,33 3,6
3 U-4 9,00 21,00 2.3
4 G-8 10,00 22,00 2,2
5 U-6 27,67 54,67 2,0
6 PR32 10,00 20,00 2,0
7 SR15 9,33 17,00 1,8
8 JM1 18,67 29,67 1,5
9 G-11 16,67 25,00 1,5
U-4
U-4
U-4
U-4
u-4
U-6
U-6
U-6
22
U-6 U-6
KM25
KM25
KM25
KM25
KM25
KM30
KM30
KM30
KM30
KM30
SR75
SR75
SR75
SR75
SR75
JM
JM
JM
JM
JM
4.3.Identifikasi Morfologi Bakteri Selulolitik.
Identifikasi merupakan kegiatan utama untuk membuat klasifikasi atau taksonomi.
Berdasarkan klasifikasi dan taksonomi keaneka ragaman hayati makhluk hidup dapat
dipelajari. Salah satu tahapan untuk identifikasi mikroba yaitu dengan mengamati cirri-ciri
morfologinya. Kegiatan identifikasi secara morfologi yang dilakukan bentuk koloni
bakterim, uji gram, dan uji pewarnaan.
Tabel 3. Dugaan spesies 9 isolat bakteri selulolitik berdasarkan pengamatan morfologi
Bentuk,Tepian,Elevasi,Warna,Gram,Pewarnaan
23
No Kode
Isolat
Warna Bentuk
mikroskop
Pewarnaan Uji Gram Spora Dugaan
Genus
1 U-3 Putih susu Batang Merah + Ada Bacillus
sp
2 U-7 Putih susu Batang Merah + Ada Bacillus
sp
3 U-8 Putih susu Batang Merah + Ada Bacillus
sp
4 U-12 Putih susu Batang Merah + Ada Bacillus
sp
5 U-14 Putih susu Batang Merah + Ada Bacillus
sp
6 U-15 Putih susu Batang Merah + Ada Bacillus
sp
7 U-16 Putih susu Batang Merah + Ada Bacillus
sp
8 G-5 Putih susu Batang Merah + Ada Bacillus
sp
9 G-7 Putih susu Batang Merah + Ada Bacillus
sp
U-4
U-6
KM25
24
Jm
Sr75
G-8
Pr-32
Sr18
U-4
U-6
KM25
KM30
25
SR75
JM
PR32Kn
KM13
G-1
G-8
KM18
KM42
Gambar Bentuk, Tepian, Warna, dan Elevasi BSD Media NA
4.4. Uji Biokimia
4.4.1. Uji Fermentasi Metode Hugh-Leifson
26
Kontrol Tabung
B
SR15
JM
KM30
G-1
U-4
U-6
KM25
G-8
SR75
PR32
Media Hugh-
Leifson
Gambar Fermentasi Oksidatif da Facultatif metode Hugh-Leifson
4.4.2. Uji Hidrolisis Pati
Kontrol
G-8
U-6
27
JM
U-4
PR32
KM25
G-1
G-8
4.4.3. Uji Hidrolisis Casein
Gambar Uji Hidrolisis Casein 11 isolat Bakteri Selulolitik Degardasi
U-4
U-6
KM25
SR75
28
JM
G-1
PR32
G-8
KM13
KM18
KM42
PR32Kn
Gambar Uji Hidrolisis Casein 11 isolat Bakteri Selulolitik Degardasi
7. Amplifikasi DNA menggunakan primer gen 16S-rRNA
1-1.U-4
2-2.U-6
3-3.KM25
4-4.KM30
5-5.SR75
6-6.JM
7-7.G-1
9-9.G-8
13-
13.PR32
Gambar Isolasi DNA 9 isolat ulangan 2 Gambar Amplifikasi (PCR) 9 isolat Ulangan
2
29
BAB V BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN
5.1. Anggaran Biaya
Tabel 1 Format Ringkasan Anggaran Biaya Penelitian Disertasi Dosen yang Diajukan
No Jenis Pengeluaran
Biaya yang Diusulkan (Rp)
1
2
3
4
Gaji dan upah (Maks. 20%)
Anggaran Penunjang
Bahan habis pakai dan peralatan (40–50%)
Perjalanan (15–25%)
Lain-lain: publikasi, seminar, laporan
Rp. 10.000.000,-
Rp. 2.000.000,-
Rp. 25.000.000,-
Rp. 6.500.000,-
Rp. 6.500.000,-
Total keseluruhan anggaran Rp. 50.000.000,-
Hitung dalam huruf:” Lima puluh juta rupiah”
BAB V. JADWAL PELAKSANAAN PENELITIAN
Jadwal Kegiatan
No
Jenis Kegiatan Bulan
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Isolasi bakteri selulolitik
2 Uji Morphologi
3 Uji Biokimia
4 Uji Aktifitas Enzim
5 Isolasi DNA Bakteri sellulolitik
6 Analisis Kwalitas dan Kwantitas
7 Amplifikasi DNA Menggunkan
primer gen 16S-rRNA
8 Analisis Sekuen Gen 16S-rRNA
9 Pengolahan Data Hasil Penelitian
10 Membuat Laporan
30
DAFTAR PUSTAKA
Ari Agustin, D.S.Y. 2008.Pengolahan Sampah Berwawasan Lingkungan. Jurusan Teknik
Informatika Fakultas Teknologi Informasi ITS Surabaya.
Arianto W., dan D. T. Djajawinata (2003). Penanganan Sampah Perkotaan Terpadu
Anonimus. Vol. 2008. www. Mapalui. Iformasi. Jejak. I/2,Juni 200
Anto Wibowo & Darwin T Djajawinata(2008). Penanganan Sampah Perkotaan Terpadu
Alexander, M. 1977. Introduction to Soil Microbiology. 2th.. Ed. Jhon Willey and Sons. New
York. Chicester. Brisbone Toronto
Atlas, R. M. and B. Richard. 1993. Interaction of microorganism with animals. In :
Microbiology: Fundamentals and Aplication. Addition-Wesley Publishing
Company.
Bequin, P and J.P. Aubert. 1992. Cellulases. In: Encyclopedia of Microbiology. Vol. 1.
Joshua Lederberg (ed). Academic Press, Inc. New York. pp. 467-477.
Bequin, P and J.P. Aubert. 1994. The Biological Degradation of Cellulose. FEMS Microbiol.
Rev. 13. Elsevier. pp. 25-58.
Brown, T.A. 1991. Pengantar cloning DNA. Yayasan Essentia Medica. Yogyakarta. 274 hal
Cappucino, J.G. and N. Sherman. 1987. Microbiology a Laboratory Manual. 2th Ed..
California. The Benjamins Columning Publishing Company.
Chundakkadu, K. 1999. Production of bacterial cellulases by solid state bioprocessing banana
wastes. J. Bioresource Technology. 69(3). 231-239.
Coughlan, M.P. 1988. Staining techniques for the detection of the individual components of
cellulolytic enzyme systemes. In: Wood, W.A. and Kellogg. S.T.(eds) Methods in
Enzymology, Vol. 160. Academic Press, London. pp. 135-144.
Cowan, S.T. and D. Still’s. 1973. Manual for the Identification of Medical Bacteria.
Cambridge University Press England.
31
Fan, L.T., Y.H. Lee, and D.H. Beardmore. 1988. Major chemical and physical features of
cellulosic materials as substrates for enzymatic hydrolysis. In: A. Fiechter, (ed)
Advances in Biochemical Engineering, Vol. 14.Springer-Verlag, Berlin, pp 101-
117.
Geharzt, W. 1990. Enzymes in Industry Production and Applications. ISBN 0-89573-937-2
U.S. pp 81-82.
Heck, J.X., S.H. Flores, P.H. Hertz and M.A.Z. Ayub. 2004. Optimization of cellulase-free
xylanase activity produced by Bacillus coagulans BL69 in solid- state cultivation.
J. Procbio. Doi:10.1016. Food Science and Technology Institute, Federal
University of Rio Grande do Sul State, Brazil.
Hoshino, E., T. Kanda, Y. Sasaki and K.Nisizawa. 1992. Adsorption, mode of action of exo-
and endo-cellulases from Irpex lacteus (Polyporus tulipiferae) on cellulose with
different crystalinities. Journal of Biochemistry 111,600-605.
Hou, P., Y. Li, B. Wu, Z. Yan, B. Yan, and P. Gao. 2004. Cellulolytic complex exists in
cellulolytic mycobacterium Sorangium. Enzyme and Microbial Technology.
Shandong University, Jinan. China.
Jamsari. 2007. Bioteknologi pemula prinsip dasar dan aplikasi analisis molekuler. Unri
Press. Pekanbaru. 193 hal.
Jusfah, J., D. Rangkuti and E. Muchtar. 1995. Inventory Microorganism as Litter
Decomposer in Lembah Anai. Annual Repport of Project. No. 7: 105-109. Japan
International Cooperation Agency (JICA). Andalas University . Indonesia.
Kluepfel, D. 1988. Screening of prokaryotes for cellulose- and hemicellulose- degrading
enzyme. In: Wood, W.A. and Kellogg. S.T.(eds) Methods in Enzymology, Vol.
160. Academic Press, London. pp. 180-186.
Kirchhof, G., V.M. Reis, J.I. Baldani, B. Eckert, J. Dobereiner, and A. Hartman. 1997.
Occurrence, physiological, and molecular analysis of endophytic diazotrophic
bacteria in gramineous energy plants. Plant and Soil 194:45-55.
Koumoutsi, A., X. Chen, A. Henne, H. Liesegang, G. Hitzeroth, P. Franke, J. Vater and R.
Borriss. 2004. Scanning electron micrograph of a pea root with adhering B.
amyloliquefaciens cells. Bacteriology. pp. 1084-1096, vol. 186,No. 4.
32
Lu, F. C. 1995. Toksikologi Dasar. Edisi Kedua. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Lynd, L.R., P.J. Weimer, P.H. Zyl and I.S. Pretorius. 2002. Microbial cellulose utilization:
fundamental and biotechnology. Microbiol Mol Biol Rev. 66:506-77.
Lestari. P, Susilowati. DN, dan Riyanti. EI. 2007. Pengaruh Hormon Asam Indol Asetat
yang Dihasilkan Azospirillum sp. terhadap Perkembangan Akar Padi. Jurnal
AgroBiogen 3(2):66-72.
Mandel, M., R. Andreotti and Roche 1976. Measurement of Saccarifying Cellulase.
Biotecnol. Bio. Eng. Simp. No. 26 : 21-23.
Muladno. 2002. Seputar teknologi rekayasa genetika. Penerbit Pustaka Wirausaha Muda.
Bogor. 123 hal.
Nasir. 2002. Bioteknologi Molekuler Teknik Rekayasa Genetik Tanaman. Penerbit PT.
Citra Aditya Bakti. Bandung. 296 hal.
Ozawa, T., O.Takahiro and N. Osama. 1996. Hemicelluloses in the Fibrous Residue of Sago
Palm. Proceeding of Sixth International Sago Symposium. Pekan Baru.
Prescott, S.C. and C. G. Dunn. 1982. Industrial Mocrobiology. McGraw-Hill Book Co., New
York.
Pritchett, W.L. 1979. Property and Management of Forest Soil. Jhon Willey an Sons.
New York.
Priest, F.G., M. Goodfellow, L.A. Shute and R.C.W. Berkeley. 1987. Bacillus
amyloliquefaciens sp.nov.,nom. Rev. Int. J. Syst. Bacteriol., 37, 69-71.
Reed, G. 1985. Enzymes in Food Processing. Academic Press. New York.
Reese, E.T., R.G.H. Siu and H. S. Levinson. 1950. in : W. M. Fogarty (ed). 1983. Microbial
Enzymes and Biotechnology. Applied Science Publ., London.
Rismijanah,J,I.N. Indriani, T.Pitriyanti . 2003. Penggunaan Enzim Selulase-Hemiselulase
pada Proses Deinking Kertas Koran Bekas. Jurnal Matematika dan Sains. Vol.8.
33
Tsao, G.T. 1978. Fermentation substrates from cellulolisic materials: Production of
Fermentable Sugar from Cellulolisic Materials. Cit. Pearlman,D. Dan G.T. Tsao. Annual
Reports on Fermentation Processes. Vol.2. Academic Press, New York.
Van der wal, P. 1979. Perspectives on bioconversion of organic residues for rural
communities in UNU Bioconversion of Organic Residues for Rural Communities.
Guatemala.
Volk, A.W. and F.M.Wheeler. 1989. Mikrobiologi. Jilid 2. Edisi 5. Erlangga, Jakarta
Wizna. 1997 and Y. Rizal. 2003. Isolasi, seleksi dan identifikasi bakteri Bacillus spp
selulolitik serasah hutan gambut Pesisir Selatan dan hutan Lembah Anai. Laporan
Penelitian Proyek Semi Que V tahap I. Fakultas Peternakan Unand. Padang.
Wood, T.M. 1988. Preparation of crystalline, amorphous, and dyed cellulose substrate. In :
Wood, W.A. and Kellogg. S.T.(eds) Methods in Enzymology, Vol. 160. Academic
Press, London. pp. 19-25.
Wood, T.M. and K.M. Bath. 1988. Methods for measuring cellulase activities. In: Wood,
W.A. and Kellogg. S.T.(eds) Methods in Enzymology, Vol. 160. Academic Press,
London. pp. 87-112.
Yusuf, S. 2000. Bakteri serasah yang terdapat di hutan gambut ditinjau dari segi daerah
tertutup dan terbuka. Skripsi Sarjana Biologi. FMIPA. Universitas Andalas. Padang
Hakim, M., J. Wijaya, dan R. Sudirja. 2006. Mencari Solusi Penanganan Masalah Sampah
Kota., Kerjasama Fakultas Pertanian UNPAD Dengan Direktorat Jenderal
Hortikultura Deptan Ri Bandung, Badan Kerja Sama Fakultas Pertanian Unpad dan
Emha Training Center.