laporan kasus skizofrenia para reza

43
LAPORAN KASUS Skizofrenia Paranoid Oleh : Reza Mardany 1102010238 Dokter Pembimbing : dr.Prasila Darwin, SpKJ KEPANITERAAN KLINIK STASE PSIKIATRI

Upload: reza-mardany

Post on 20-Feb-2016

51 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

skizofrenia paranoid

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Kasus Skizofrenia Para Reza

LAPORAN KASUS

Skizofrenia Paranoid

Oleh :

Reza Mardany

1102010238

Dokter Pembimbing :

dr.Prasila Darwin, SpKJ

KEPANITERAAN KLINIK STASE PSIKIATRI

RS JIWA ISLAM KLENDER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS YARSI

2015

Page 2: Laporan Kasus Skizofrenia Para Reza

I. IDENTITAS PASIEN

- Nama : Ny. H

- TTL : Jakarta, l6 Oktober 1977

- Umur : 38 tahun

- Jenis Kelamin : Perempuan

- Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

- Pendidikan : SMA

- Agama : Islam

- Suku : Padang

- Status : Menikah

- Alamat : Ujungkrawang

- Tanggal Masuk : 15 Oktober 2015

- Tanggal Wawancara : 19 Oktober 2015

II. RIWAYAT PSIKIATRI

A. Keluhan Utama

a. Alloanamnesis (didapat dari Ny. D sebagai Saudara pasien )

Pasien dibawa oleh keluarga karena menolak minum obat sejak 4 hari sebelum

masuk rumah sakit.

b. Autoanamnesis

Pasien merasa kedua tangan dan kaki gemetaran.

B. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

5 tahun yang lalu, pasien ditinggalkan oleh suaminya. Pasien mengaku

suaminya kembali ke Padang tanpa adanya alasan apapun dan tak kunjung pulang

ke rumah. Sebelumnya, pasien mengaku hubungannya dengan suami memang

kurang harmonis. Pasien seringkali berselisih paham dan bertengkar dengan

suaminya, tetapi pasien merasa itu hanyalah masalah kecil yang biasa terjadi

dalam rumah tangga. Sejak saat itum pasien menjadi sering gelisah serta terus

memikirkan suaminya yang tidak kunjung pulang. Terkadang suami masih

menelepon pasien untuk mengetahui kabar dari ketiga anak – anak mereka.

2

Page 3: Laporan Kasus Skizofrenia Para Reza

3 tahun sebelum masuk ke rumah sakit, rasa gelisah pasien semakin

meningkat. Pasien merasa kedua tangan dan kaki sering terasa gemetaran jika

mulai memikirkan keluarga dan kelelahan. Pasien juga mulai memikirkan

keuangan keluarga, karena uang yang dikirim oleh sang suami kurang mencukupi

kebutuhan sehari – hari. Pasien juga merasa sang suami semakin jarang

menghubunginya.

1 tahun sebelum masuk ke rumah sakit, pasien semakin sering gemetaran pada

kedua tangan serta kaki. Rasa gelisah pasien semakin sering dirasakan. Pasien

juga mengaku sering melihat dan merasakan sesosok bayangan hitam yang

mengikutinya serta mendengan suara – suara setan yang menyerupai kuntilanak.

Pasien mulai merasa curiga kepada suami yang tidak kunjung pulang bahwa

suami berencana buruk kepada dirinya, tetapi pasien tidak mengetahui rencana

apa yang akan dilakukan suaminya.

4 bulan sebelum masuk rumah sakit, pasien semakin sering merasa kedua

tangan dan kaki gemetaran. Pasien juga merasa gelisah serta semakin curiga

kepada suaminya. Pasien juga masih merasakan dan melihat sosok bayangan

hitam, suara setan dirasakan berkurang, tetapi pasien merasa ada yang sering

mencakar – cakar dirinya. Pasien menambahkan, sering mencium bau bunga,

tetapi tidak mengetahui jenis bunga yang tercium oleh pasien.

3 minggu sebelum masuk rumah sakit, menurut sepupu pasien, pasien menjadi

sering marah – marah tanpa sebab. Anak – anaknya pun sering dimarahi tanpa

sebab. Pasien terlihat menjadi sangat pendiam dan sering tidur.

1 minggu sebelum masuk rumah sakit, menurut sepupu pasien, pasien semakin

sering marah – marah dan mengamuk. Pasien juga selalu menolak untuk

meminum obat yang diberikan saat pasien dirawat sebelumnya.

C. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

a. Riwayat psikiatri sebelumnya

Pasien pernah dirawat di Rumah Sakit Jiwa Islam Klender sebanyak dua

kali karena susah minum obat dan sering marah – marah tanpa sebab.

3

Page 4: Laporan Kasus Skizofrenia Para Reza

b. Riwayat medis umum

Tidak pernah mengalami cedera kepala, tumor, dan penyakit neurologis.

Diabetes dan hipertensi disangkal. Pasien mengaku tidak pernah mengalami

penyakit apapun.

c. Riwayat penggunaan alkohol dan NAPZA

Pasien tidak pernah merokok, mengkonsumsi alkohol dan obat-obatan

terlarang.

D. RIWAYAT PREMORBID

a. Masa Prenatal

Pasien merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Kehamilannya

direncanakan. Usia kehamilan 9 bulan, lahir di bidan dan trauma saat

persalinan disangkal.

b. Masa Kanak-Kanak Dini (0-3 tahun)

Pasien tumbuh sesuai anak seusianya. Pasien diasuh oleh ayah dan ibu

kandungm serta hubungan dengan orang tua cukup akrab.

c. Masa Kanak-kanak Pertengahan (3-7 tahun)

Pasien masuk SD pada usia 7 tahun. Pasien mampu bersosialisasi

dengan anak-anak lainnya. Tidak ada masalah dengan interaksi sosial, tidak

pernah membuat masalah dan kenakalan. Tidak ada gangguan akademik, dan

tidak pernah tidak naik kelas.

d. Masa kanak akhir dan pubertas (11-18 tahun)

Prestasi pasien pada saat sekolah biasa – biasa saja. Pasien merupakan

siswi yang memiliki banyak teman. Pasien lulus SMP pada usia 15 tahun dan

lulus SMA pada usia 18 tahun.

e. Masa Dewasa

Riwayat Pekerjaan

4

Page 5: Laporan Kasus Skizofrenia Para Reza

Pasien tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang perkuliahan karena

masalah biaya. Pasien langsung berjualan makanan yang dibuat sendiri di

rumahnya.

Riwayat Keagamaan

Pasien lahir dalam keluarga beragama Islam, mendapat pendidikan

agama hanya dari orang tua dan pelajaran sekolah. Tidak pernah pesantren

atau sekolah agama. Pasien mengaku jarang mengerjakan sholat 5 waktu.

Aktivitas Sosial

Pasien merupakan orang yang biasa – biasa saja. Mempunya

banyak teman tetapi tidak ada yang benar – benar dekat. Pasien juga bukan

merupakan orang yang pendiam karena sering berinteraksi dengan tetang

di sekitar rumahnya.

Situasi Kehidupan Sekarang

Saat ini pasien tinggal bersama paman serta ketiga anaknya.

Hubungan dengan pamannya baik, dan pasien mengaku sering berinteraksi

dengan pamannya. Hubungan dengan ketiga anaknya pun baik.

Riwayat Hukum

Pasien tidak pernah melanggar hukum dan tidak pernah terkait

masalah dengan kepolisian.

Riwayat Psikoseksual

Saat ini pasien mengaku sudah tidak pernah bertemu suaminya

sejak 5 tahun yang lalu, karena suaminya pergi ke Padang dan tidak pulang

– pulang. Suaminya pun jarang menghubunginya dan tidak pernah ada

kabar.

f. RIWAYAT KELUARGA

5

Page 6: Laporan Kasus Skizofrenia Para Reza

Pasien merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Kakak pasien adalah laki - laki.

Menurut pengakuan dari pasien sendiri, kakak pasien tidak mengalami keluhan yang sama

dengan pasien. Saat ini pasien tinggal dengan paman serta ketiga anakanya

III. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL

A. DESKRIPSI UMUM

Penampilan

Pasien seorang perempuan berusia 38 tahun. Penampilan sesuai dengan usianya.

Pasien memakai kaos pink dengan celana panjang coklat yang terlihat sedikit lusuh dan

tidak memakai alas kaki. Pasien berambut panjang tebal dan berantakan, kulit sawo

matang dan berpenampilan kurang rapi.

Perilaku dan aktifitas motorik

Selama wawancara kontak mata baik, pasien duduk tenang, pasien menjawab

pertanyaan dengan baik. Selama di rawat di bangsal pasien sering terlihat berjalan

mondar-mandir dengan sesekali duduk dan tidur – tiduran.

Sikap terhadap pemeriksa

Pasien kooperatif.

B. MOOD DAN AFEK

• Mood : Hipotimik

• Afek : Menyempit

6

Page 7: Laporan Kasus Skizofrenia Para Reza

• Keserasian afek : Serasi

C. PEMBICARAAN

Volume : cukup

Intonasi : jelas

Kualitas : cukup

Kuantitas : cukup

D. Gangguan Persepsi

Halusinasi : Visual (merasa melihat bayangan hitam), auditorik

(mendengar suara – suara hantu), olfaktori (merasa mencium bau bunga)

Ilusi : Tidak ada.

Depersonalisasi : Tidak ada.

Derealisasi : Tidak ada

E. Proses Pikir

- Produktivitas : Penjelasan pasien cukup dipahami.

- Kontinuitas : Blocking

- Hendaya bahasa : Tidak ada

F. Isi pikir

- Waham

Waham kejar : Merasa suami ingin berbuat jahat terhadap dirinya.

Waham bizzare : Merasa dicakar – cakar oleh hantu.

- Preokupasi : Tidak ada

- Obsesi : Tidak ada

- Ide referensi : Tidak ada

- Fobia : Tidak ada

G. FUNGSI KOGNITIF DAN KESADARAN

Kesadaran : Compos mentis

Orientasi :

7

Page 8: Laporan Kasus Skizofrenia Para Reza

- Waktu : Baik (pasien benar menyebutkan hari, bulan, tahun saat di

wawancara)

- Tempat : Baik (pasien dapat menyebutkan bahwa saat ini sedang berada di

Rumah Sakit Jiwa Islam Klender Jakarta).

- Orang : Baik (pasien tahu bahwa ia sedang diwawancarai oleh dokter

muda dan dapat menyebutkan nama pemeriksa dan beberapa pasien).

Daya Ingat :

- Segera : Baik (menyebutkan 4 kata yang pewawancara ajukan)

- Jangka pendek : Baik (pasien dapat mengingat apa yang terjadi tadi

pagi)

- Jangka sedang : Baik (pasien mampu mengingat tanggal masuk ke RSJI-

Klender)

- Jangka panjang : Baik (pasien dapat mengingat kapan suaminya

meninggalkannya)

Konsentrasi dan perhatian : Baik

Kemampuan membaca dan menulis : Baik

Kemampuan visuospasial : Baik

Pikiran abstrak : Baik

Intelegensia : Baik

H. PENGENDALIAN IMPULS : Baik

I. DAYA NILAI : Baik

J. TILIKAN : Derajat 4

K. RTA : Terganggu

L. TARAF DAPAT DIPERCAYA : Dapat dipercaya

IV. STATUS FISIK

a. Status Internus

Keadaan umum : Baik

Tanda vital : TD 110/70 mmHg, nadi: 86x/menit, RR 22x/menit , suhu 36,4

Kepala : Normochephal

Thorax

8

Page 9: Laporan Kasus Skizofrenia Para Reza

Cor : BJ I/II Regular, murmur -, gallop –

Pulmo : rh -/- wh -/-

Abdomen : supel, BU +

Ekstremitas : atas : edema -/-, tremor -/-, CRT < 2 detik

bawah : edema -/-, tremor -/-, CRT < 2 detik

b. Status Neurologis

Rangsang meningeal : -

Mata

Gerakan bola mata : Baik ke segala arah

Refleks pupil : RCL +/+, RCTL +/+

Motorik

Tonus otot : Normal

Kekuatan : Ekstremitas atas 5555 / 5555, ekstremitas bawah 5555/5555

Koordinasi : Baik

Sensorik : Normal

V. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA DAN FORMULASI DIAGNOSTIK

AKSIS I

Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien sering mendengar suara – suara hantu

seperti suara kuntilanak. Suara – suara tersebut seringkali menganggu dirinya bila

sedang sendiri. Pasien merasa melihat bayangan hitam yang selalu mengikutinya.

Bayangan hitam tersebut terlihat tidak terlalu besar dan kadang menghilang dengan

sendirinya. Pasien juga sering mencium bau bunga yang timbul secara tiba – tiba.

Pasien mengaku tidak mengetahui bunga yang tercium, tetapi saat di rumah sakit,

perasaan mencium bau bunga tersebut berkurang. Pasien mengaku sering merasa

hantu mencakar – cakar kedua tangannya, tetapi pasien bersyukur karena tangannya

tidak terluka. Pasien juga merasa suami yang meninggalkannya 5 tahun yang lalu

berencana berbuat jahat pada dirinya. Pada tahun 2014 pasien dirawat di RS Jiwa

Islam Klender. Karena keluhan yang sama. Pasien dibawa lagi oleh keluarga ke RS

jiwa islam Klender karena selalu menolak minum obat dan sering marah – marah

sendiri.

Dari pemeriksaan status mental didapatkan:

9

Page 10: Laporan Kasus Skizofrenia Para Reza

Mood : Hipotimik

Afek : Menyempit

Gangguan persepsi: Halusinasi visual, halusinasi auditorik, halusinasi olfaktori

Gangguan isi pikir : Waham kejar, waham bizzare

RTA terganggu

Dari pemeriksaan status fisik tidak ditemukan adanya kelainan.

Hendaya tersebut sudah dirasakan selama kurang lebih satu tahun, sehingga

disimpulkan diagnosis Aksis I adalah Skizofrenia Paranoid

AKSIS II : Tiadak ada diagnosis

AKSIS III : Tidak ada Diagnosis

AKSIS IV

Pasien mengaku hubungannya tidak harmonis dengan suaminya sejak 5 tahun

yang lalu. Secara tiba – tiba, suaminya pergi ke padang dan tidak pulang tanpa alasan.

Pasien pun bingung masalah biaya anak – anaknya yang sedang sekolah karena

walaupun suaminya mengirimkan uang, uang yang dikirimkan kurang cukup untuk

kebutuhan sehari – hari dan biaya sekolah. Sampai saat ini pasien merasa tidak bisa

menghubungi suaminya sama sekali.

AKSIS V

Penilaian kemampuan penyesuaian menggunakan skala Global Assessment Of

Functioning (GAF) menurut PPDGJ III, untuk saat ini didapatkan 61-70, dan GAF 1

tahun terakhir adalah 51-60.

VI. DAFTAR MASALAH

Organobiologik

Tidak ditemukan.

Psikologik

- Gangguan Persepsi : Halusinasi visual, auditorik dan olfaktori.

- Gangguan Isi Pikir : Waham kejar dan waham bizzare.

Lingkungan dan faktor sosial

Masalah dengan keluarga.

VII. DIAGNOSIS MULTIAXIAL

Aksis I : F20.0 Skizofrenia paranoid

10

Page 11: Laporan Kasus Skizofrenia Para Reza

Aksis II : Tidak ada

Aksis III : Tidak ada

Aksis IV : Masalah keluarga

Aksis V :

GAF saat masuk : 51-60

GAF saat diperiksa : 61-70

GAF terbaik satu tahun terakhir: 51-60

VIII. PENATALAKSANAAN

Farmakoterapi

- Risperidone 2 x 2 mg

- Tryhexyphenidil 1 x 2 mg

Psikoterapi

Terapi Suportif : Menanamkan kepercayaan pada pasien bahwa gejalanya akan hilang

dengan menganjurkan pasien untuk selalu minum obat secara teratur agar gejala

penyakitnya berkurang dan menjelaskan kepada pasien tentang akibat yang terjadi

bila pasien tidak teratur minum obat.

Terapi berorientasi keluarga : Menjelaskan kepada keluarga pasien mengenai kondisi

yang pasien jalani agar keluarga dapat menerima dan mendukung kesembuhan pasien.

Terapi kerja : Memafaatkan waktu luang dengan melakukan hobi atau pekerjaan yang

bermanfaat, melibatkan pasien secara aktif dalam kegiatan terapi aktivitas kelompok

di RSJI Klender agar ia dapat beraktivitas dan berinteraksi dengan lingkungannya

secara normal.

Religi : Memotivasi pasien agar selalu rajin beribadah, seperti shalat, puasa, dan

berdzikir.

IX. PROGNOSIS

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad sanationam : dubia ad malam

Quo ad functionam : dubia ad bonam

11

Page 12: Laporan Kasus Skizofrenia Para Reza

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi

Skizofrenia berasal dari dua kata, yaitu skizo yang artinya retak atau pecah, dan frenia

yang artinya jiwa, dengan demikian, seseorang yang menderita skizofrenia adalah seseorang

yang mengalami keretakan jiwa atau keretakkan kepribadian.

Skizofrenia adalah sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi berbagai area fungsi

individu, termasuk berfikir dan berkomunikasi, menerima dan menginterpretasikan realitas,

merasakan dan menunjukan emosi serta berperilaku dengan sikap yang tidak dapat diterima

secara sosial.

2. Epidemiologi

Di Amerika Serikat, prevalensi seumur hidup skizofrenia sekitar 1 %, yang berarti bahwa

kurang lebih 1 dari 100 orang akan mengalami skizofrenia selama masa hidupnya. Studi

epidemiologi Catchman Area (ECA) yang disponsori National Institute of Mental Health

(NIMH) melaporkan prevalensi seumur hidup sebesar 0,6-1,9 %. Menurut DSM-IV-TR,

insidensi tahunan skizofrenia berkisar antara 0,5-5,0 per 10 000 dengan beberapa variasi

geografik (contoh, insidens lebih tinggi pada orang yang lahir di daerah perkotaan di negara

maju). Skizofrenia ditemukan pada semua masyarakat dan area geografis dan angka insidens

serta prevalensinya secara kasar merata di seluruh dunia. Di A.S kurang lebih 0,05 %

populasi total menjalani pengobatan untuk skizofrenia setiap tahun dan hanya sekitar

setengah dari semua pasien skizofrenia mendapatkan pengobatan, meskipun penyakit ini

termasuk penyakit berat.

Prevalensi (kemungkinan terjadi) gangguan skizofrenia dapat dilihat pada daftar di bawah ini:

1. Populasi umum 1%

2. Saudara Kandung 8%-10%

3. Anak dengan salah satu orang tua skizofrenia 12%-15%

4. Kembar 2 telur (dizigot) 12%-15%

5. Anak dengan kedua orang tua skizofrenia 35%-40%

6. Kembar monozigot 47%-50%

Di Indonesia diperkirakan satu sampai dua persen penduduk atau sekitar dua sampai

empat juta jiwa akan terkena penyakit ini. Bahkan sekitar sepertiga dari sekitar satu sampai

dua juta yang terjangkit penyakit skizofrenia ini atau sekitar 700 ribu hingga 1,4 juta jiwa kini

12

Page 13: Laporan Kasus Skizofrenia Para Reza

sedang mengidap skizofrenia. Perkiraan angka ini disampaikan Dr LS Chandra, SpKJ dari

Sanatorium Dharmawangsa Jakarta Selatan.

Tiga per empat dari jumlah pasien skizofrenia umumnya dimulai pada usia 16 sampai

25 tahun pada laki-laki. Pada kaum perempuan,skizofrenia biasanya mulai diidap pada usia

25 hingga 30 tahun. Penyakit yang satu ini cenderung menyebar di antara anggota keluarga

sedarah.

3. Etiologi

Hingga sekarang belum ditemukan penyebab (etiologi) yang pasti mengapa seseorang

menderita skizofrenia, padahal orang lain tidak.Ternyata dari penelitian-penelitian yang telah

dilakukan tidak ditemukan faktor tunggal. Penyebab skizofrenia menurut penelitian mutakhir

antara lain :

Faktor genetik

Virus

Autoantibodi

Malnutrisi

Dari penelitian diperoleh gambaran sebagai berikut :

1) Studi terhadap keluarga menyebutkan pada orang tua 5,6%, saudara kandung

10,1%; anak-anak 12,8%; dan penduduk secara keseluruhan 0,9%.

2) Studi terhadap orang kembar (twin) menyebutkan pada kembar identik 59,20%;

sedangkan kembar fraternal 15,2%. Penelitian lain menyebutkan bahwa gangguan

pada perkembangan otak janin juga mempunyai peran bagi timbulnya skizofrenia

kelak dikemudian hari. Gangguan ini muncul, misalnya, karena kekurangan gizi,

infeksi, trauma, toksin dan kelainan hormonal. Penelitian mutakhir menyebutkan

bahwa meskipuna ada gen yang abnormal, skizofrenia tidak akan muncul kecuali

disertai faktor-faktor lainnya yang disebut epigenetik faktor. Skizofrenia muncul

bila terjadi interaksi antara abnormal gen dengan : (Yosep, 2010)

a. Virus atau infeksi lain selama kehamilan yang dapat menganggu

perkembangan otak janin;

b. Menurunnya autoimun yang mungkin disebabkan infeksi selama kehamilan;

c. Komplikasi kandungan; dan

d. Kekurangan gizi yang cukup berat, terutama pada trimester kehamilan.

13

Page 14: Laporan Kasus Skizofrenia Para Reza

Seseorang yang sudah mempunyai faktor epigenetik tersebut, bila mengalami stresor

psikososial dalam kehidupannya, maka risikonya lebih besar untuk menderita skizofrenia dari

pada orang yang tidak ada faktor epigenetik sebelumnya.

4. Klasifikasi

Terdapat berbagai macam skizofrenia, yaitu sebagai berikut:

Skizofrenia simplex

Skizofrenia simpleks sering timbul pertama kali pada masa pubertas. Gejala

utama pada jenis simpleks adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan.

Gangguan proses berpikir biasanya sukar ditemukan. Waham dan halusinasi

jarang sekali terdapat. Jenis ini timbulnya perlahan-lahan sekali. Pada permulaan

mungkin penderita mulai kurang memperhatikan keluarganya atau mulai menarik

diri dari pergaulan. Makin lama ia makin mundur dalam pekerjaan atau pelajaran

dan akhirnya menjadi pengangguran.

Jenis hebrefenik

Yaitu jenis skizofrenia yang permulannya perlahan-lahan dan sering timbul

pada masa remaja atau antara 15-25 tahun. Gejala yang menyolok ialah gangguan

proses berfikir, gangguan kemauan dan adanya depersonalisasi.

Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir

umumnya menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi biasanya tidak

menonjol (fleeting and fragmentary delusions and hallucinations). Dorongan

kehendak (drive) dan yang bertujuan (determination) hilang serta sasaran

ditinggalkan, sehingga perilaku penderita memperlihatkan ciri khas, yaitu perilaku

tanpa tujuan (aimless) dan tanpa maksud (empty of purpose). Adanya suatu

preokupasi yang dangkal mempersukar orang memahami jalan pikiran pasien.

Jenis katatonik

- Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia.

- Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran

klinisnya:

stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan dan dalam

gerakan serta aktivitas spontan) atau mutisme (tidak berbicara):

Gaduh gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan, yang tidak

dipengaruhi oleh stimuli eksternal)

14

Page 15: Laporan Kasus Skizofrenia Para Reza

Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil dan

mempertahankan posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau aneh);

Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap semua

perintah atau upaya untuk menggerakkan, atau pergerakkan kearah yang

berlawanan);

Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan upaya

menggerakkan dirinya);

Fleksibilitas cerea / ”waxy flexibility” (mempertahankan anggota gerak dan

tubuh dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar); dan

Gejala-gejala lain seperti “command automatism” (kepatuhan secara otomatis

terhadap perintah), dan pengulangan kata-kata serta kalimat-kalimat.

Jenis Paranoid

Jenis skizofrenia ini agak berbeda dari jenis-jenis yang lain dalam jalannya

jenis penyakit. Jenis ini mulai sesudah umur 30 tahun, penderita mudah

tersinggung, cemas, suka menyendiri, agak congkak dan kurang percaya pada

orang lain. Hal ini dilakukan penderita karena adanya waham kebesaran dan atau

waham kejar ataupun tema lainnya disertai juga dengan halusinasi yang berkaitan.

Pasien skizofrenik paranoid biasanya berumur lebih tua daripada pasien

skizofrenik terdisorganisasi atau katatonik jika mereka mengalami episode

pertama penyakitnya. Pasien yang sehat sampai akhir usia 20 atau 30 tahunan

biasanya mencapai kehidupan sosial yang dapat membantu mereka melewati

penyakitnya. Juga, kekuatan ego paranoid cenderung lebih besar dari pasien

katatonik dan terdisorganisasi. Pasien skizofrenik paranoid menunjukkan regresi

yang lambat dari kemampuanmentalnya, respon emosional, dan perilakunya

dibandingkan tipe lain pasien skizofrenik.

Pasien skizofrenik paranoid tipikal adalah tegang, pencuriga, berhati-hati, dan

tak ramah. Mereka juga dapat bersifat bermusuhan atau agresif. Pasien skizofrenik

paranoid kadang-kadang dapat menempatkan diri mereka secara adekuat didalam

situasi social. Kecerdasan mereka tidak terpengaruhi oleh kecenderungan psikosis

mereka dan tetap intak.

Skizofrenia Residual

Yaitu jenis skizofrenia dengan gejala mengalami gangguan proses berpikir,

gangguan afek dan emosi, ganguan emosi serta gangguan psikomotor. Namun, tidak

15

Page 16: Laporan Kasus Skizofrenia Para Reza

ada gejala waham dan halusinasi. Keadaan ini timbul sesudah beberapa kali serangan

skizofrenia.

Menurut DSM IV, tipe residual ditandai oleh bukti-bukti yang terus menerus

adanya gangguan skizofrenik, tanpa adanya kumpulan lengkap gejala aktif atau gejala

yang cukup untuk memenuhi tipe lain skizofrenia. Penumpulan emosional, penarikan

social, perilaku eksentrik, pikiran yang tidak logis, dan pengenduran asosiasi ringan

adalah sering ditemukan pada tipe residual. Jika waham atau halusinasi ditemukan

maka hal tersebut tidak menonjol dan tidak disertai afek yang kuat.

Skizofrenia Tak Terinci

PPDGJ mengklasifikasikan pasien tersebut sebagai tipe tidak terinci. Kriteria

diagnostic menurut PPDGJ III yaitu:

- Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia 

- Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik,

atau katatonik.

- Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca

skizofrenia.

5. Manifestasi Klinis

Ada banyak gejala-gejala skizofrenia. Gejala-gejala ini dirumuskan oleh berbagai sumber.

Menurut Diagnostic and Statistical Manual Of Mental Disorder IV-TR, gejala khas

skizofrenia berupa adanya:

- Waham atau Delusi (keyakinan yang salah dan tidak bisa dikoreksi yang tidak

sesuai dengan kenyataan, maupun kepercayaan, agama, dan budaya pasien

atau masyarakat umum)

- Halusinasi (persepsi panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar)

- Pembicaraan kacau

- Perilaku kacau

- Gejala negatif (misalnya berkurangnya kemampuan mengekspresikan emosi,

kehilangan minat, penarikan diri dari pergaulan sosial)

Selain itu untuk menegakkan diagnosa skizofrenia menurut DSM IV-TR (2008)

adalah munculnya disfungsi sosial, durasi gejala khas paling sedikit 6 bulan, tidak termasuk

gangguan perasaan (mood), tidak termasuk gangguan karena zat atau karena kondisi medis,

dan bila ada riwayat Autistic Disorder atau gangguan perkembangan pervasive lainnya,

16

Page 17: Laporan Kasus Skizofrenia Para Reza

diagnosis skizofrenia dapat ditegakkan bila ditemui halusinasi dan delusi yang menonjol

selama paling tidak 1 bulan.

Menurut Bleuler, ada 2 kelompok gejala-gejala skizofrenia, yaitu:

1. Gejala Primer, yang meliputi:

- Gangguan proses pikiran (bentuk, langkah dan isi pikiran). Pada skizofrenia

inti, gangguan memang terdapat pada proses pikiran.

- Gangguan afek dan emosi. Gangguan ini pada skizofren berupa:

Parathimi, yaitu apa yang seharusnya menimbulkan rasa senang dan

gembira, pada penderita malah menimbulkan rasa sedih atau marah.

Paramimi, yaitu penderita merasa senang tetapi menangis

- Gangguan kemauan, yaitu gangguan di mana banyak penderita skizofrenia

memiliki kelemahan kemauan. Mereka tidak dapat mengambil keputusan dan

tidak dapat bertindak dalam sebuah situasi menekan. Gangguan kemauan yang

timbul antara lain:

Negativisme, yaitu sikap atau perbuatan yang negatif atau berlawanan

terhadap suatu permintaan.

Ambivalensi, yaitu sikap yang menghendaki seseuatu yang berlawanan

pada waktu yang bersamaan.

Otomatisme, yaitu penderita merasa kemauannya dipengaruhi oleh orang

lain atau oleh tenaga dari luar, sehingga dia melakukannya secara

otomatis.

2. Gejala psikomotor, disebut juga dengan gejala-gejala katatonik.

Sebetulnya gejala katatonik sering mencerminkan gangguan kemauan. Bila

gangguan hanya ringan saja, maka dapat dilihat gerakan-gerakan yang

kurang luwes atau agak kaku.

3. Gejala Sekunder, yang meliputi:

a. Waham.

Pada penderita skizofrenia waham sering tidak logis sama sekali dan

sangat bizar. Tetapi penderita tidak menginsafi hal ini dan untuk dia

wahamnya merupakan fakta dan tidak dapat diubah oleh siapapun.

b. Halusinasi.

17

Page 18: Laporan Kasus Skizofrenia Para Reza

Pada penderita skizfrenia, halusinasi timbul tanpa penurunan kesadaran

dan hal ini merupakan suatu gejala yang hampir tidak dijumpai pada keadaan

lain.

Menurut Bleuler, seseorang didioagnosa menderita skizofrenia apabila terdapat

gangguan-gangguan primer dan disharmoni pada unsur-unsur kepribadian yang diperkuat

dengan adanya gejala-gejala sekunder.

Menurut Kut Schneider, terdapat 11 gejala skizofrenia yang terdiri dari 2 kelompok,

yaitu sebagai berikut:

- Kelompok A, halusinasi pendengaran, yaitu:

Pikirannya dapat didengar sendiri

Suara-suara yang sedang bertengkar

Suara-suara yang mengomentari perilaku penderita

- Kelompok B, gangguan batas ego, yang meliputi:

Tubuh dan gerakan penderita dipengaruhi oleh kekuatan dari luar

Pikirannya diambil keluar

Pikirannya dipengaruhi oleh orang lain

Pikirannya diketahui oleh orang lain

Perasaannya dibuat oleh orang lain

Kemauannya dipengaruhi orang lain

Dorongannya dikuasai orang lain

Persepsi yang dipengaruhi oleh waham

Menurut Kut Schneider, seseorang bisa didiagnosa penderita skizofrenia bila ada

gejala dari kelompok A dan Kelompok B, dengan syarat kesadaran penderita tidak menurun.

Gejala lain yang diungkap adalah:

- Gejala-Gejala Positif, yaitu penambahan fungsi dari batas normal, meliputi:

a. Delusi.

Delusi adalah keyakinan yang oleh kebanyakan orang dianggap

misinterpretasi terhadap realitas. Delusi memiliki bermacam-macam bentuk,

yaitu delusion of grandeur (waham kebesaran) yaitu keyakinan irasional

mengenai nilai dirinya, delusion of persecution yaitu yakin dirinya atau orang

lain yang dekat dengannya diperlakukan dengan buruk oleh orang lain dengan

cara tertentu, delusion of erotomanic yaitu keyakinan irasional bahwa

18

Page 19: Laporan Kasus Skizofrenia Para Reza

penderita dicintai oleh seseorang yang lebih tinggi statusnya, delusion of

jealous yaitu yakin pasangan seksualnya tidak setia, dan delusion of somatic

yaitu merasa menderita cacat fisik atau kondisi medis tertentu.

b. Halusinasi

Gejala-gejala psikotik dari gangguan perseptual dimana berbagai hal

dilihat didengar, atau diindera meskipun hal-hal itu tidak real (benar-benar

ada).

- Gejala-Gejala Negatif, yaitu pengurangan fungsi dari batas normal, meliputi:

a. Avolisi

Yaitu apati atau ketidakmampuan untuk memulai atau mempertahankan

kegiatan-kegiatan penting.

b. Alogia

Yaitu pengurangan dalam jumlah atau isi pembicaraan.

c. Anhedonia

Yaitu ketidakmampuan untuk mengalami kesenangan yang terkaitu dengan

beberapa gangguan suasana perasaan dan gangguan skizofrenik.

d. Afek Datar

Yaitu tingkah laku yang tampak tanpa emosi.

- Gejala Disorganisasi, yaitu ketidakharmonisan fungsi, meliputi:

a. Disorganisasi dalam pembicaraan (Disorganized Speech)

Gaya bicara yang sering terlihat pada penderita skizofrenia termasuk

inkoherensi dan ketiadaan pola logika yang wajar.

b. Afek yang tidak pas (inappropriate Affect) dan perilaku yang disorganisasi

Afek yang tidak pas merupakan ekspresi emosi yang tidak sesuai dengan

aslinya. Perilaku yang disorganisasi adalah perilaku yang tidak lazim.

6. Diagnosis

Pedoman Diagnostik Skizofrenia menurut PPDGJ-III, adalah sebagai berikut :

- Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala

atau lebih bila gejala gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):

a. “thought echo”, yaitu isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema

dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya

19

Page 20: Laporan Kasus Skizofrenia Para Reza

sama, namun kualitasnya berbeda atau “thought insertion or withdrawal”

yang merupakan isi yang asing dan luar masuk ke dalam pikirannya

(insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya

(withdrawal); dan “thought broadcasting”, yaitu isi pikiranya tersiar keluar

sehingga orang lain atau umum mengetahuinya; 

b. “delusion of control”, adalah waham tentang dirinya dikendalikan oleh

suatu kekuatan tertentu dari luar atau “delusion of passivitiy” merupaka

waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan

dari luar; (tentang ”dirinya” diartikan secara jelas merujuk kepergerakan

tubuh/anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau penginderaan khusus),

atau “delusional perception”yang merupakan pengalaman indrawi yang

tidak wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat

mistik atau mukjizat.

c. Halusinasi auditorik yang didefinisikan dalam 3 kondisi dibawah ini:

Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus

terhadap perilaku pasien, atau

Mendiskusikan perihal pasien pasein di antara mereka sendiri

(diantara berbagai suara yang berbicara), atau

Jenis suara halusinasi lain yang berasal dan salah satu bagian

tubuh.

d. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat

dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan

agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia

biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan

mahluk asing dan dunia lain).

e. Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas :

Halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila disertai

baik oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk

tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide

berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap

hari selama berminggu minggu atau berbulan-bulan terus menerus;

Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan

(interpolation), yang berkibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak

relevan, atau neologisme;

20

Page 21: Laporan Kasus Skizofrenia Para Reza

Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi

tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme,

mutisme, dan stupor;

Gejala-gejala “negatif”, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang,

dan respon emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang

mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya

kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak

disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika;

e. Adanya gejala-gejala khas di atas telah berlangsung selama kurun waktu satu

bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik (prodromal)

f. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu

keseluruhan (overall quality) dan beberapa aspek perilaku pribadi (personal

behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak

berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed attitude), dan

penarikan diri secara sosial.

Adapun kriteria diagnosis skizofrenia menurut DSM IV adalah :

Berlangsung minimal dalam enam bulan

Penurunan fungsi yang cukup bermakna di bidang pekerjaan, hubungan

interpersonal, dan fungsi dalam mendukung diri sendiri

Pernah mengalami psikotik aktif dalam bentuk yang khas selama berlangsungnya

sebagian dari periode tersebut

Tidak ditemui dengan gejala-gejala yang sesuai dengan skizoafektif, gangguan mood

mayor, autisme, atau gangguan organik.

7. Penatalaksanaan

Terapi Somatik (Medikamentosa)

Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati Skizofrenia disebut antipsikotik.

Antipsikotik bekerja mengontrol halusinasi, delusi dan perubahan pola fikir yang terjadi pada

Skizofrenia. Pasien mungkin dapat mencoba beberapa jenis antipsikotik sebelum

mendapatkan obat atau kombinasi obat antipsikotik yang benar-benar cocok bagi pasien.

Antipsikotik pertama diperkenalkan 50 tahun yang lalu dan merupakan terapi obat-

obatan pertama yang efektif untuk mengobati Skizofrenia. Terdapat 2 kategori obat

antipsikotik yang dikenal saat ini, yaitu antipsikotik konvensional dan newer atypical

antipsycotics.

21

Page 22: Laporan Kasus Skizofrenia Para Reza

a. Antipsikotik Konvensional

----

Obat antipsikotik yang paling lama penggunannya disebut antipsikotik konvensional.

Walaupun sangat efektif, antipsikotik konvensional sering menimbulkan efek samping yang

serius. Contoh obat antipsikotik konvensional antara lain :

- Haldol (haloperidol)

- Mellaril (thioridazine)

- Navane (thiothixene)

- Prolixin (fluphenazine)

- Stelazine (trifluoperazine)

- Thorazine (chlorpromazine)

- Trilafon (perphenazine)

Akibat berbagai efek samping yang dapat ditimbulkan oleh antipsikotik konvensional,

banyak ahli lebih merekomendasikan penggunaan newer atypical antipsycotic. Ada 2

pengecualian (harus dengan antipsikotik konvensional). Pertama, pada pasien yang sudah

mengalami perbaikan (kemajuan) yang pesat menggunakan antipsikotik konvensional tanpa

efek samping yang berarti. Biasanya para ahli merekomendasikan untuk meneruskan

pemakaian antipskotik konvensional. Kedua, bila pasien mengalami kesulitan minum pil

secara reguler. Prolixin dan Haldol dapat diberikan dalam jangka waktu yang lama (long

acting) dengan interval 2-4 minggu (disebut juga depot formulations). Dengan depot

formulation, obat dapat disimpan terlebih dahulu di dalam tubuh lalu dilepaskan secara

perlahan-lahan. Sistem depot formulation ini tidak dapat digunakan pada newer atypic

antipsycotic.

b. Newer Atypcal Antipsycotic

Obat-obat yang tergolong kelompok ini disebut atipikal karena prinsip kerjanya

berbeda, serta sedikit menimbulkan efek samping bila dibandingkan dengan antipsikotik

konvensional. Beberapa contoh newer atypical antipsycotic yang tersedia, antara lain :

Risperdal (risperidone)

Seroquel (quetiapine)

Zyprexa (olanzepine)

22

Page 23: Laporan Kasus Skizofrenia Para Reza

Para ahli banyak merekomendasikan obat-obat ini untuk menangani pasien-pasien

dengan Skizofrenia.

Cara penggunaan

Pada dasarnya semua obat anti psikosis mempunyai efek primer (efek klnis) yang

sama pada dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek samping sekunder.

Pemilihan jenis obat anti psikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan

dan efek samping obat. Pergantian obat disesuaikan dengan dosis ekivalen.

Apabila obat anti psikosis tertentu tidak memberikan respon klinis dalam dosis yang

sudah optimal setelah jangka waktu yang memadai, dapat diganti dengan obat

psikosis lain (sebaiknya dari golongan yang tidak sama), dengan dosis ekivalennya

dimana profil efek samping belum tentu sama.

Apabila dalam riwayat penggunaan obat anti psikosis sebelumnya jenis obat

antipsikosis tertentu yang sudah terbukti efektif dan ditolerir dengan baik efek

sampingnya, dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang.

Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan:

o Onset efek primer (efek klinis) : sekitar 2-4 minggu

o Onset efek sekunder (efek samping) : sekitar 2-6 jam

o Waktu paruh 12-24 jam (pemberian 1-2 kali perhari)

o Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak efek samping

(dosis pagi kecil, dosis malam lebih besar) sehingga tidak begitu mengganggu

o Kualitas hidup pasien

Untuk pasien dengan serangan sindroma psikosis multi episode terapi pemeliharaan

dapat diberikan paling sedikit selama 5 tahun.

Efek obat psikosis secara relatif berlangsung lama, sampai beberapa hari setelah dosis

terakhir yang masih mempunyai efek klinis.

Pada umumnya pemberian oabt psikosis sebaiknya dipertahankan selama 3 bulan

sampai 1 tahun setelah semua gejala psikosis mereda sama sekali. Untuk psikosis

reaktif singkat penurunan obat secara bertahap setelah hilangnya gejala dalam kurun

waktu 2 minggu – 2 bulan. Obat antipsikosis tidak menimbulkan gejala lepas obat

23

Page 24: Laporan Kasus Skizofrenia Para Reza

yang hebat walaupun diberikan dalam jangka waktu yang lama, sehingga potensi

ketergantungan obat kecil sekali.

Pada penghentian yang mendadak dapat timbul gejala Cholinergic rebound yaitu:

gangguan lambung, mual muntah, diare, pusing, gemetar dan lain-lain. Keadaan ini

akan mereda dengan pemberian anticholinergic agent (injeksi sulfas atrofin 0,25 mg

IM dan tablet trihexypenidil 3x2 mg/hari)

Obat anti pikosis long acting (perenteral) sangat berguna untuk pasien yang tidak mau

atau sulit teratur makan obat ataupun yang tidak efektif terhadap medikasi oral. Dosis

dimulai dengan 0,5 cc setiap 2 minggu pada bulan pertama baru ditingkatkan menjadi

1 cc setiap bulan. Pemberian anti psikosis long acting hanya untuk terapi stabilisasi

dan pemeliharaan terhadap kasus skizofrenia.

Penggunaan CPZ injeksi sering menimbulkan hipotensi ortostatik pada waktu

perubahan posisi tubuh (efek alpha adrenergik blokade). Tindakan mengatasinya

dengan injeksi noradrenalin (effortil IM).

Haloperidol sering menimbulkan sindroma parkinson. Mengatasinya dengan tablet

trihexyphenidyl 3-4x2 mg/hari, SA 0,5-0,75 mg/hari

Pemilihan Obat untuk Episode (Serangan) Pertama

Newer atypical antipsycotic merupakan terapi pilihan untuk penderita Skizofrenia

episode pertama karena efek samping yang ditimbulkan minimal.

Biasanya obat antipsikotik membutuhkan waktu beberapa saat untuk mulai bekerja.

Sebelum diputuskan pemberian salah satu obat gagal dan diganti dengan obat lain, para ahli

biasanya akan mencoba memberikan obat selama 6 minggu

Pemilihan Obat untuk keadaan relaps (kambuh)

Biasanya timbul bila pendrita berhenti minum obat, untuk itu, sangat penting untuk

mengetahui alasan mengapa penderita berhenti minum obat. Terkadang penderita berhenti

minum obat karena efek samping yang ditimbulkan oleh obat tersebut. Apabila hal ini terjadi,

dokter dapat menurunkan dosis menambah obat untuk efek sampingnya, atau mengganti

dengan obat lain yang efek sampingnya lebih rendah.

Apabila penderita berhenti minum obat karena alasan lain, dokter dapat mengganti

obat oral dengan injeksi yang bersifat long acting, diberikan tiap 2- 4 minggu. Pemberian

obat dengan injeksi lebih simpel dalam penerapannya.

24

Page 25: Laporan Kasus Skizofrenia Para Reza

Terkadang pasien dapat kambuh walaupun sudah mengkonsumsi obat sesuai anjuran.

Hal ini merupakan alasan yang tepat untuk menggantinya dengan obat obatan yang lain,

misalnya antipsikotik konvensonal dapat diganti dengan newer atipycal antipsycotic atau

newer atipycal antipsycotic diganti dengan antipsikotik atipikal lainnya. Clozapine dapat

menjadi cadangan yang dapat bekerja bila terapi dengan obat-obatan diatas gagal.

Pengobatan Selama fase Penyembuhan

Sangat penting bagi pasien untuk tetap mendapat pengobatan walaupun setelah

sembuh. Penelitian terbaru menunjukkan 4 dari 5 pasien yang behenti minum obat setelah

episode petama Skizofrenia dapat kambuh. Para ahli merekomendasikan pasien-pasien

Skizofrenia episode pertama tetap mendapat obat antipskotik selama 12-24 bulan sebelum

mencoba menurunkan dosisnya. Pasien yang mendertia Skizofrenia lebih dari satu episode,

atau balum sembuh total pada episode pertama membutuhkan pengobatan yang lebih lama.

Perlu diingat, bahwapenghentian pengobatan merupakan penyebab tersering kekambuhan dan

makin beratnya penyakit.

Efek Samping Obat-obat Antipsikotik

Karena penderita Skizofrenia memakan obat dalam jangka waktu yang lama, sangat

penting untuk menghindari dan mengatur efek samping yang timbul. Mungkin masalah

terbesar dan tersering bagi penderita yang menggunakan antipsikotik konvensional gangguan

(kekakuan) pergerakan otot-otot yang disebut juga Efek samping Ekstra Piramidal (EEP).

Dalam hal ini pergerakan menjadi lebih lambat dan kaku, sehingga agar tidak kaku penderita

harus bergerak (berjalan) setiap waktu, dan akhirnya mereka tidak dapat beristirahat. Efek

samping lain yang dapat timbul adalah tremor pada tangan dan kaki. Kadang-kadang dokter

dapat memberikan obat antikolinergik (biasanya benztropine) bersamaan dengan obat

antipsikotik untuk mencegah atau mengobati efek samping ini.

Efek samping lain yang dapat timbul adalah tardive dyskinesia dimana terjadi

pergerakan mulut yang tidak dapat dikontrol, protruding tongue, dan facial grimace.

Kemungkinan terjadinya efek samping ini dapat dikurangi dengan menggunakan dosis efektif

terendah dari obat antipsikotik. Apabila penderita yang menggunakan antipsikotik

konvensional mengalami tardive dyskinesia, dokter biasanya akan mengganti antipsikotik

konvensional dengan antipsikotik atipikal.

25

Page 26: Laporan Kasus Skizofrenia Para Reza

Obat-obat untuk Skizofrenia juga dapat menyebabkan gangguan fungsi seksual,

sehingga banyak penderita yang menghentikan sendiri pemakaian obat-obatan tersebut.

Untuk

mengatasinya biasanya dokter akan menggunakan dosis efektif terendah atau mengganti

dengan newer atypical antipsycotic yang efek sampingnya lebih sedikit.

Peningkatan berat badan juga sering terjadi pada penderita Sikzofrenia yang memakan

obat. Hal ini sering terjadi pada penderita yang menggunakan antipsikotik atipikal. Diet dan

olah raga dapat membantu mengatasi masalah ini.

Efek samping lain yang jarang terjadi adalah neuroleptic malignant syndrome, dimana

timbul derajat kaku dan termor yang sangat berat yang juga dapat menimbulkan komplikasi

berupa demam penyakit-penyakit lain. Gejala-gejala ini membutuhkan penanganan yang

segera.

Psikoterapi

Elemen penting dalam psikoterapi adalah menegakkan hubungan saling percaya.

Terapi individu lebih efektif dari pada terapi kelompok. Terapis tidak boleh mendukung

ataupun menentang waham, dan tidak boleh terus-menerus membicarakan tentang

wahamnya. Terapis harus tepat waktu, jujur dan membuat perjanjian seteratur mungkin.

Tujuan yang dikembangkan adalah hubungan yang kuat dan saling percaya dengan klien.

Kepuasan yang berlebihan dapat meningkatkan kecurigaan dan permusuhan klien, karena

disadari bahwa tidak semua kebutuhan dapat dipenuhi. Terapis perlu menyatakan pada klien

bahwa keasyikan dengan wahamnya akan menegangkan diri mereka sendiri dan mengganggu

kehidupan konstruktif. Bila klien mulai ragu-ragu dengan wahamnya, terapis dapat

meningkatkan tes realitas. 

Sehingga terapis perlu bersikap empati terhadap pengalaman internal klien, dan harus

mampu menampung semua ungkapan perasaan klien, misalnya dengan berkata : "Anda pasti

merasa sangat lelah, mengingat apa yang anda lalui, "tanpa menyetujui setiap mis persepsi

wahamnya, sehingga menghilangnya ketegangan klien. Dalam hal ini tujuannya adalah

membantu klien memiliki keraguan terhadap persepsinya. Saat klien menjadi kurang kaku,

perasaan kelemahan dan inferioritasnya yang menyertai depresi, dapat timbul. Pada saat klien

membiarkan perasaan kelemahan memasuki terapi, suatu hubungan terapeutik positif telah

ditegakkan dan aktifitas terpeutik dapat dilakukan. 

Terapi Keluarga 

26

Page 27: Laporan Kasus Skizofrenia Para Reza

Pemberian terapi perlu menemui atau mendapatkan keluarga klien, sebagai sekutu

dalam proses pengobatan. Keluarga akan memperoleh manfaat dalam membantu ahli terapi

dan membantu perawatan klien. 

Perawatan di Rumah Sakit (Hospitalization)

Indikasi utama perawatan rumah sakit adalah untuk tujuan diagnostik, menstabilkan

medikasi, keamanan pasien karena gagasan bunuh diri atau membunuh, prilaku yang sangat

kacau termasuk ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar.

Tujuan utama perawatan dirumah sakit yang harus ditegakkan adalah ikatan efektif

antara pasien dan sistem pendukung masyarakat. Rehabilitasi dan penyesuaian yang

dilakukan pada perawatan rumah sakit harus direncanakan. Dokter harus juga mengajarkan

pasien dan pengasuh serta keluarga pasien tentang skizofrenia.

Perawatan di rumah sakit menurunkan stres pada pasien dan membantu mereka

menyusun aktivitas harian mereka. Lamanya perawatan rumah sakit tergantung dari

keparahan penyakit pasien dan tersedianya fasilitas pengobatan rawat jalan. Rencana

pengobatan di rumah sakit harus memiliki orientasi praktis ke arah masalah kehidupan,

perawatan diri, kualitas hidup, pekerjaan, dan hubungan sosial. Perawatan di rumah sakit

harus diarahkan untuk mengikat pasien dengan fasilitas perawatan termasuk keluarga pasien.

Pusat perawatan dan kunjungan keluarga pasien kadang membantu pasien dalam

memperbaiki kualitas hidup.

ECT

Selain anti psikosis, terapi psikososial ada juga terapi lainnya yang dilakukan di

rumah sakit yaitu Elektro Konvulsif Terapi (ECT). Terapi ini diperkenalkan oleh Ugo Cerleti

(1887-1963). Mekanisme penyembuhan penderita dengan terapi ini belum diketahui secara

pasti. Alat yang digunakan adalah alat yang mengeluarkan aliran listrik sinusoid sehingga

penderita menerima aliran listrik yang terputus putus. Tegangan yang digunakan 100-150

Volt dan waktu yang digunakan 2-3 detik.

Indikasi pemberian terapi ini adalah pasien skizofrenia katatonik dan bagi pasien

karena alasan tertentu karena tidak dapat menggunakan antipsikotik atau tidak adanya

perbaikan setelah pemberian antipsikotik. Kontra indikasi Elektro konvulsiv terapi adalah

dekompensasio kordis, aneurisma aorta, penyakit tulang dengan bahaya fraktur tetapi dengan

pemberian obat pelemas otot pada pasien dengan keadaan diatas boleh dilakukan. Kontra

indikasi mutlak adalah tumor otak. Sebagai komplikasi terapi ini dapat terjadi luksasio pada

27

Page 28: Laporan Kasus Skizofrenia Para Reza

rahang, fraktur pada vertebra, robekan otot-otot, dapat juga terjadi apnea, amnesia dan terjadi

degenerasi sel-sel otak.

8. Prognosis

Walaupun remisi penuh atau sembuh pada skizofrenia itu ada, kebanyakan orang

mempunyai gejala sisa dengan keparahan yang bervariasi. Secara umum 25% individu

sembuh sempurna, 40% mengalami kekambuhan dan 35% mengalami perburukan. Sampai

saat ini belum ada metode yang dapat memprediksi siapa yang akan menjadi sembuh siapa

yang tidak, tetapi ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhinya seperti : usia tua, faktor

pencetus jelas, onset akut, riwayat sosial / pekerjaan pramorbid baik, gejala depresi, menikah,

riwayat keluarga gangguan mood, sistem pendukung baik dan gejala positif ini akan

memberikan prognosis yang baik sedangkan onset muda, tidak ada faktor pencetus, onset

tidak jelas, riwayat sosial buruk, autistik, tidak menikah/janda/duda, riwayat keluarga

skizofrenia, sistem pendukung buruk, gejala negatif, riwayat trauma prenatal, tidak remisi

dalam 3 tahun, sering relaps dan riwayat agresif akan memberikan prognosis yang buruk.

DAFTAR PUSTAKA

28

Page 29: Laporan Kasus Skizofrenia Para Reza

1. Kaplan & Sadock: Buku Ajar Psikiatri Klinis; Edisi 2; Penerbit Buku Kedokteran

ECG; 2004; Halaman 147-165.

2. Maslim. R: Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia, edisi

3, Direktorat Kesehatan Jiwa Departemen Kesehatan RI, Jakarta, 2002, hal 46-51.

3. Durand, V. Mark, & Barlow, David H. (2006). Psikologi Abnormal. Edisi Keempat. Jilid Pertama. Jogjakarta : Pustaka Pelajar

4. Jenkins, J.H.,Garcia, J.I.R., Chang, C.L., Young, J.S., Lopez, S.R. 2006. FamilySupport Predicts Psychiatric Medication Usage Among Mexican AmericanIndividuals with Schizophrenia. Social Psyciatry and Psychiatric Epidemology,41. 624-631.

29