laporan kasus limfadenitis tb

34
LAPORAN PRESENTASI KASUS DOKTER INTERNSIP LIMFADENITIS TB ANAK Disusun untuk Memenuhi sebagian Syarat Program Dokter Indonesia Oleh : dr. Ridwan Baihaqi Pembimbing: dr. Fontanella Sp.A Pendamping Wahana: dr. Azharul Yusri, Sp. OG dr. Aisah Bee PROGRAM DOKTER INTERNSIP

Upload: andhika-ferdinando-situmorang

Post on 03-Feb-2016

466 views

Category:

Documents


65 download

DESCRIPTION

Limfadenitis TB

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Kasus Limfadenitis Tb

LAPORAN PRESENTASI KASUS DOKTER INTERNSIP

LIMFADENITIS TB ANAK

Disusun untuk Memenuhi sebagian Syarat Program Dokter Indonesia

Oleh :

dr. Ridwan Baihaqi

Pembimbing:

dr. Fontanella Sp.A

Pendamping Wahana:

dr. Azharul Yusri, Sp. OG

dr. Aisah Bee

PROGRAM DOKTER INTERNSIP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KEPULAUAN MERANTI

MERANTI2015

Page 2: Laporan Kasus Limfadenitis Tb

ILUSTRASI KASUS

Identitas Pasien• Nama : An.M• Umur : 6 th• Jenis kelamin : Laki-laki • Alamat : Jl. Perumbi Banglas• Masuk RS : 26/10/2015 (Masuk Poli Anak)• RM : 05 62 36

Anamnesis (Alloanamnesis terhadap ibu pasien saat berkunjung kerumah tanggal 1/11/2015) Keluhan Utama: Benjolan pada leher sejak 7 bulan SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang• Sejak 7 bulan SMRS pasien mengeluh timbul benjolan pada daerah leher kanan

bagian bawah, ukuran sebesar biji jagung, bisa digerakkan, terasa kenyal, tidak nyeri, awalnya benjolan satu buah, setelah beberapa bulan benjolan bertambah banyak disekitar leher dan ada beberapa benjolan yang pecah mengeluarkan cairan seperti nanah dan terasa nyeri. Tidak ada benjolan dirasakan di daerah ketiak dan lipat paha.

• Pasien ada demam selama 1 bulan, demam berkurang dengan minum obat dan kembali timbul lagi, demam tidak terus menerus, demam sering berulang, demam tidak tinggi.

• Pasien tidak ada batuk lama, batuk darah dan sesak nafas. Nafsu makan berkurang dan berat badan tidak naik.

• Pasien pernah tinggal serumah dengan penderita TB dengan hasil BTA yang tidak diketahui pasien

• Sejak 5 bulan SMRS pasien berobat ke puskesmas dan disarankan untuk ke RSUD Meranti, pasien berobat ke poli anak dan dilakukan tes mantoux, pasien disuruh kontrol lagi 2 hari, namun pasien tidak datang ke RSUD Meranti.

Riwayat Penyakit DahuluPasien tidak pernah menderita penyakit ini sebelumnya.

Riwayat penyakit keluargaAyah pasien minum obat TB selama 6 bulan saat umur pasien 5 tahun.

Riwayat orang tuaAyah : WiraswastaIbu : IRT

1

Page 3: Laporan Kasus Limfadenitis Tb

Riwayat Tumbuh kembang

Riwayat Tumbuh Kembang Usia

Miring 2 bulan

Tengkurap 4 bulan

Duduk 10 bulan

Berjalan 1 tahun

Bicara kata 1,5 tahun

Riwayat Makan dan Minum

0-4 bulan : ASI OD + susu formula

4-6 bulan : ASI OD + susu formula + nasi tim

6 bulan-1 tahun : ASI OD dan nasi tim

1 tahun- 2 tahun : nasi biasa lunak + ASI OD

2 tahun- sekarang : nasi biasa

Riwayat Kehamilan Pasien anak I dari II bersaudara Lahir normal dengan dukun kampung, BBL tidak tahu Selama hamil ibu periksa kehamilan teratur ke puskesmas Selama hamil ibu pasien tidak pernah menderita penyakit tertentu, tidak merokok,

minum jamu maupun minum keras

Riwayat Imunisasi Ibu pasien tidak tahu status imunisasi dan tidak ada bekas jaringan parut BCG di

lengan kanan atas pasien

Riwayat perumahan

Rumah tempat tinggal : rumah sewa, terbuat dari kayu, kamar kecil, ventilasi kurang,

pencahayaan kurang.

Sumber air minum : air gallon isi ulang.

Sumber air MCK : air sumur cincin.

Buang air besar : di jamban, jarak 10 meter dari sumber air.

Buang sampah : dikumpulkan dibakar

Kesan lingkungan : kurang baik

2

Page 4: Laporan Kasus Limfadenitis Tb

Pemeriksaan FisikKesadaran : KomposmentisTekanan darah: 110/70 mmHgNadi : 92 x/menit, teraba kuat, regulerNafas : 20 x/menitSuhu : 36,70 c

Status Gizi : BB : 16 KgTB : 110 cmKesan : - BB/TB = 80% (Mild malnutrion)

- BB/U = <80% (Moderete malnutrion) Berdasarkan kurva CDC pasien tergolong Gizi Kurang, Berat badan seharusnya 20 Kg

Pemeriksaan Fisik• Kepala :

– Mata : konjuntiva anemis (-/-) Sklera ikterik (-)

– Leher : Colli anteriorInspeksi : - Pembesaran KGB Multiple colli dextra sinistra daerah I,II,III dan

IV- Tampak ulkus di daerah II, III dan IV berbentuk oval, berbatas

tegas, bergaung, tepi tidak rata, secret seropurulen, tidak berbau, terdapat skin bridge (+), kulit disekitar livide.

Palpasi : Teraba massa bulat berbenjol-benjol, konsistensi kenyal, tidak terfiksir, tidak nyeri dengan ukuran > 1 cm

– Mulut : Normal

• Thoraks– Inspeksi : gerakan dada simetris, retraksi (-)

3

Page 5: Laporan Kasus Limfadenitis Tb

– Palpasi : vokal fremitus kanan=kiri– Perkusi : sonor– Auskultasi : vesikuler, ronkhi (-), wheezing (-), Bunyi jantung normal,

murmur (-) • Abdomen

– Inspeksi : Perut tampak datar– Palpasi : supel, Nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), hepar dan lien tidak

teraba, turgor baik– Perkusi : timpani– Auskultasi : bising usus (+) normal

• Ekstremitas: Akral hangat, CRT < 2 detik

Pemeriksaan penunjang– Tes mantoux : terdapat indurasi bulat, permukaan rata, warna kemerahan dan ukuran

11 mm.

– Rontgen thoraks : tampak limfadenopati perihiler kanan Kesan : suspek limfadenitis TB

Diagnosis kerja• Limfadenitis TB + Skrofuloderma

4

Page 6: Laporan Kasus Limfadenitis Tb

Penatalaksanaan

– Obat TB intensif diberikan selama 2 bulan : INH 1x160 mgRifampisin 1x240 mgPirazinamid 1x480 mgVit B6 sirup 1x1 cth

Prognosis : Quo ad vitam : BonamQuo ad function : BonamQuo ad kosmetikum : Malam

Pemeriksaan A njuran : FNAB

TINJAUAN PUSTAKA

5

Page 7: Laporan Kasus Limfadenitis Tb

I. Definisi

Limfadenitis merupakan peradangan satu atau lebih kelenjar getah bening.

Limfade nitis tuberkulosa adalah tuberkulosis kelenjar getah bening yang terjadi

akibat infeksi primer atau disebabkan oleh penyebaran limfatik atau hematogenik

dari fokus infeksi primer di tempat lain dalam tubuh.1

Skrofuloderma merupakan TB kulit akibat penjalaran perkontinuitatum

dari kelenjer limfe dibawahnya yang terkena TB. Penyakit ini menyerang semua

usia mulai dari anak-anak, dewasa muda hingga orang tua.2

II. Epidemiologi

Sekurang-kurangnya 200 anak di dunia meninggal setiap hari akibat TB,

70.000 anak meninggal setiap tahun akibat TB. Beban kasus TB anak di dunia

tidak diketahui karena kurangnya alat diagnostik yang “child-friendly” dan tidak

adekuatnya sistem pencatatan dan pelaporan kasus TB anak. Diperkirakan banyak

anak menderita TB tidak mendapatkan penatalaksanaan yang tepat dan benar

sesuai dengan ketentuan strategi DOTS. Kondisi ini akan memberikan

peningkatan dampak negatif pada morbiditas dan mortalitas anak. Data TB anak

di Indonesia menunjukkan proporsi kasus TB Anak di antara semua kasus TB

pada tahun 2010 adalah 9,4%, kemudian menjadi 8,5% pada tahun 2011 dan 8,2%

pada tahun 2012. Apabila dilihat data per provinsi, menunjukkan variasi proporsi

dari 1,8% sampai 15,9%. Hal ini menunjukan kualitas diagnosis TB anak masih

sangat bervariasi pada level provinsi. Kasus TB Anak dikelompokkan dalam

kelompok umur 0-4 tahun dan 5-14 tahun, dengan jumlah kasus pada kelompok

umur 5-14 tahun yang lebih tinggi dari kelompok umur 0-4 tahun. Kasus BTA

positif pada TB anak tahun 2010 adalah 5,4% dari semua kasus TB anak,

sedangkan tahun 2011 naik menjadi 6,3% dan tahun 2012 menjadi 6%.2

III. Etiologi

Basil TB yang biasa menyebabkan penyakit pada manusia adalah

Mycobacterium tuberculosis, M. bovis dan M. africanum. Limfadenitis

tuberkulosa disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis. Mycobacterium

tuberculosis tergolong dalam famili Mycobactericeae dan ordo Actinomyceales.

Yang tergolong dalam Mycobacterium tuberculosae complex adalah : 1. M.

tuberculosae, 2. Varian Asian, 3. Varian African I, 4. Varian African II, 5. M.

bovis. Pembagian tersebut adalah berdasarkan secara epidemiologi.3

6

Page 8: Laporan Kasus Limfadenitis Tb

Basil TB adalah bakteri aerobik obligat berbentuk batang tipis lurus

berukuran sekitar 0,4 x 3 μm dan tidak berspora. Mycobacteria termasuk

M.tuberculosis tidak dapat diwarnai dengan pewarnaan Gram dan hanya dapat

diwarnai dengan pewarnaan khusus serta sangat kuat mengikat zat warna tersebut

sehingga tidak dapat dilunturkan walaupun menggunakan asam alkohol, sehingga

dijuluki bakteri tahan asam. Pewarnaan Ziehl Neelsen biasanya digunakan untuk

menampakkan basil ini. Reservoir dari M.tuberculosis hanya pada manusia.

Penyebarannya dari manusia ke manusia melalui droplet dari saluran respirasi.4

IV. Kelenjar limfe

Kelenjar limfe merupakan organ kecil yang terletak berderet-deret

sepanjang pembuluh limfe. Sekitar 75 buah kelenjar limfe terdapat pada setiap sisi

leher.

Gambar 1. Daerah kelenjar limfe leher5

Letak kelenjar limfe leher menurut Sloan Kattering Memorial Cancer Center

Classification dibagi dalam lima daerah penyebaran kelompok kelenjar, yaitu

daerah:5

I. Kelenjar yang terletak di segitiga sub-mental dan submandibula

II. Kelenjar yang terletak di 1/3 atas dan termasuk kelenjar limfe jugular

superior, kelenjar digastrik dan kelenjar servikal posterior superior

7

Page 9: Laporan Kasus Limfadenitis Tb

III. Kelenjar limfa jugularis di antara bifurkasio karotis dan persilangan

M.omohioid dengan M.sternokleidomastoid dan batas posterior

M.sternokleidomastoid.

IV. Grup kelenjar di daerah jugularis inferior dan supraklavikula

V. Kelenjar yang berada di setiga posterior servikal.

V. Patogenesis

Paru merupakan port d’entree lebih dari 98% kasus infeksi TB. Kuman TB

dalam percik renik (droplet nuclei) yang ukurannya sangat kecil (<5 μm), akan

terhirup dan dapat mencapai alveolus.. Pada sebagian kasus, kuman TB dapat

dihancurkan seluruhnya oleh mekanisme imunologis nonspesifik, sehingga tidak

terjadi respons imunologis spesifik. Akan tetapi, pada sebagian kasus lainnya,

tidak seluruhnya dapat dihancurkan. Pada individu yang tidak dapat

menghancurkan seluruh kuman, makrofag alveolus akan memfagosit kuman TB

yang sebagian besar dihancurkan. Akan tetapi, sebagian kecil kuman TB yang

tidak dapat dihancurkan akan terus berkembang biak di dalam makrofag, dan

akhirnya menyebabkan lisis makrofag. Selanjutnya, kuman TB membentuk lesi di

tempat tersebut, yang dinamakan fokus primer Ghon.

Dari fokus primer Ghon, kuman TB menyebar melalui saluran limfe

menuju kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran

limfe ke lokasi fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di

saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika

fokus primer terletak di lobus bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat

adalah kelenjar limfe parahilus (perihiler), sedangkan jika fokus primer terletak di

apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Gabungan antara fokus

primer, limfangitis, dan limfadenitis dinamakan kompleks primer (primary

complex).

Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya

kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi. Hal ini berbeda

dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang

diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa

inkubasi TB bervariasi selama 2−12 minggu, biasanya berlangsung selama 4−8

minggu. Selama masa inkubasi tersebut, kuman berkembang biak hingga

8

Page 10: Laporan Kasus Limfadenitis Tb

mencapai jumlah 103–104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons

imunitas selular

Pada saat terbentuknya kompleks primer, TB primer dinyatakan telah

terjadi. Setelah terjadi kompleks primer, imunitas selular tubuh terhadap TB

terbentuk, yang dapat diketahui dengan adanya hipersensitivitas terhadap

tuberkuloprotein, yaitu uji tuberkulin positif. Selama masa inkubasi, uji tuberkulin

masih negatif. Pada sebagian besar individu dengan sistem imun yang berfungsi

baik, pada saat sistem imun selular berkembang, proliferasi kuman TB terhenti.

Akan tetapi, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila

imunitas selular telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli

akan segera dimusnahkan oleh imunitas selular spesifik (cellular mediated

immunity, CMI).

Setelah imunitas selular terbentuk, fokus primer di jaringan paru biasanya

akan mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi

setelah terjadi nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga

akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak

sesempurna fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan

menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini, tetapi tidak menimbulkan

gejala sakit TB.

Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi akibat fokus di paru

atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat membesar dan

menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan

yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga

meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas).

Kelenjar limfe hilus atau paratrakeal yang mulanya berukuran normal pada

awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut, sehingga

bronkus dapat terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal

menimbulkan hiperinflasi di segmen distal paru melalui mekanisme ventil (ball-

valve mechanism). Obstruksi total dapat menyebabkan atelektasis. Kelenjar yang

mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat merusak dan menimbulkan

erosi dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronkial atau membentuk

fistula. Massa kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga

9

Page 11: Laporan Kasus Limfadenitis Tb

menyebabkan gabungan pneumonitis dan atelektasis, yang sering disebut sebagai

lesi segmental kolaps-konsolidasi.

Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas selular, dapat

terjadi penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman

menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer, atau berlanjut

menyebar secara limfohematogen. Dapat juga terjadi penyebaran hematogen

langsung, yaitu kuman masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh

tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut

sebagai penyakit sistemik.

Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk

penyebaran hematogenik tersamar (occult hematogenic spread). Melalui cara ini,

kuman TB menyebar secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak

menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ

di seluruh tubuh, bersarang di organ yang mempunyai vaskularisasi baik, paling

sering di apeks paru, limpa, dan kelenjar limfe superfisialis. Selain itu, dapat juga

bersarang di organ lain seperti otak, hati, tulang, ginjal, dan lain-lain. Pada

umumnya, kuman di sarang tersebut tetap hidup, tetapi tidak aktif (tenang),

demikian pula dengan proses patologiknya. Sarang di apeks paru disebut dengan

fokus Simon, yang di kemudian hari dapat mengalami reaktivasi dan terjadi TB

apeks paru saat dewasa.2,4

Limfa nodus hilus, mediastinum, dan paratrakhea merupakan lokasi

penyebaran pertama dari parenkim paru. Kelenjar limfa supraklavikula terlibat

sebagai reflex dari aliran drainase paru. Jalur penyebaran basil tuberkel ke

kelenjar limfa leher berasal parenkim paru dimana paru kanan dan lobus inferior

paru kiri biasanya mengalirkan drainase ke kelenjar limfa supraklavikula kanan

dan kemudian dialirkan ke kelenjar limfa leher lainnya.

Pada tahap inisial akan terjadi multiplikasi progresif dari M.tuberculosis di

kelenjar limfe dan menimbulkan reaksi hipersensitivitas tipe lambat yang

memberi gambaran hiperemis, bengkak, nekrosis, dan caseasi pada bagian tengah

benjolan. Hal ini diikuti dengan proses inflamasi, pembengkakan yang progresif

dan konsolidasi dengan kelenjar limfe sekitarnya. Bagian tengah dari benjolan

10

Page 12: Laporan Kasus Limfadenitis Tb

menjadi lunak dan material caseosus rupture ke jaringan disekitarnya atau ke kulit

membentuk sinus.2,4

Jones dan Campbell mengklasifikasikan limfadenitis tuberkulosa menjadi

lima tahap, yaitu:

a. Tahap I, pembesaran kelenjar, padat, mobile, kelenjar limfe tidak

menunjukkan gambaran spesifik

b. Tahap II, nodus membesar dan kemerahan, terfiksir dengan jaringan di

sekitarnya diikuti periadenitis

c. Tahap III, perlunakan di tengah benjolan diikuti dengan pembentukan abses

d. Tahap IV, terbentuk abses collar stud

e. Tahap V, terbentuk traktus sinus

Skrofuloderma timbul akibat penjalaran per kontinuitatum dari organ di bawah

kulit yang telah diserang penyakit tuberkulosis, yang tersering berasal dari kelenjar

getah bening, juga dapat berasal dari sendi dan tulang. Oleh karena itu tempat

predileksinya pada tempat-tempat yang banyak didapati kelenjar getah bening

superfisialis, yang tersering pada leher, kemudian disusul di ketiak dan yang terjarang

di lipatan paha.3

11

Page 13: Laporan Kasus Limfadenitis Tb

Gambar 2 : Alur Patogenesis Tuberkulosis2

VI. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang.

12

Page 14: Laporan Kasus Limfadenitis Tb

1. Anamnesis2

Pasien datang dengan keluhan timbulnya benjolan di leher baik tunggal ataupun

multiple, benjolan dirasakan tidak nyeri, semakin membesar atau persisten.

Selain itu perlu ditanyakan :

a. Anak yang kontak erat dengan pasien TB menular. Yang dimaksud dengan

kontak erat adalah anak yang tinggal serumah atau sering bertemu dengan pasien

TB menular. Pasien TB menular adalah terutama pasien TB yang hasil

pemeriksaan sputumnya BTA positif dan umumnya terjadi pada pasien TB

dewasa.

b. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau berat badan tidak naik dengan

adekuat atau tidak naik dalam 1 bulan setelah diberikan upaya perbaikan gizi

yang baik.

c. Demam lama (≥2 minggu) dan/atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan

demam tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain-lain). Demam umumnya

tidak tinggi. Keringat malam saja bukan merupakan gejala spesifik TB pada anak

apabila tidak disertai dengan gejala-gejala sistemik/umum lain.

d. Batuk lama ≥3 minggu, batuk bersifat non-remitting (tidak pernah reda atau

intensitas semakin lama semakin parah) dan sebab lain batuk telah dapat

disingkirkan.

e. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang, disertai gagal tumbuh

(failure to thrive).

f. Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain.

g. Diare persisten/menetap (>2 minggu) yang tidak sembuh dengan pengobatan

baku diare.

2. Pemeriksaan fisik2,4

Pada infeksi oleh mycobacterium, pembesaran kelenjar limfe berjalan

berminggu-minggu hingga berbulan-bulan, namun dapat juga terjadi secara

mendadak. Tahap dini pemeriksaan kelenjar limfe teraba massa keras dengan

batas tegas, tidak sakit dan dapat digerakkan. Pada tahap selanjutnya dapat

ditemukan pembesaran kelenjar limfe yang saling berlengketan satu sama lain.

Kelenjar limfe ini akan membentuk suatu abses dingin. Lesi biasanya unilateral.

Bila mengenai kulit, kulit akan meradang, memerah, bengkak dan mungkin

sedikit nyeri. Kulit akhirnya menipis dan jebol, mengeluarkan bahan seperti keju.

13

Page 15: Laporan Kasus Limfadenitis Tb

Tukak yang terbentuk akan berwarna pucat dengan tepi yang membiru disertai

secret yang jernih. Tukak ini dapat sembuh dan meninggalkan jaringan parut

yang tipis dan berbintil-bintil. Suatu saat tukak meradang lagi dan mengeluarkan

bahan seperti keju lagi, demikian berulang-ulang. Kulit seperti ini dinamakan

skrofuloderma.Kelenjar limfe yang paling sering terkena adalah kelenjar limfe

servikal pada segitiga posterior servikal dan supraklavikula.

Gambar 3. Limfadenitis tuberkulosa yang sudah menjadi skrofuloderma

3. Pemeriksaan penunjang2,4

a. Tes tuberculin

Tes intradermal (tes mantoux) dapat menunjukkan reaksi hipersensitivitas tipe

lambat melawan agen mycobacterium. Tes akan positif 2-10 minggu setelah

infeksi mycobacterium. Tes ini dibaca setelah 48-72 jam setelah suntikan.

Reaksi positif bila terdapat indurasi >10mm yang menandakan adanya infeksi

M.tuberculosis. Reaksi intermediet (indurasi 5-9mm) dapat terjadi setelah

vaksinasi BCG, infeksi M.tuberculosis dan non tuberculosis mycobacterium.

Reaksi negatif (indurasi <4mm) menandakan kurangnya sensitisasi tuberculin.

75% pasien dengan limfadenitis tuberkulosa mempunyai hasil tes tuberculin

yang positif.

Tes dapat positif palsu pada mereka yang telah divaksinasi BCG, sedangkan

negative palsu terjadi pada orang yang menderita AIDS, malnutrisi, dan pasien

yang memakai steroid.

14

Page 16: Laporan Kasus Limfadenitis Tb

Gambar 3. Hasil tes tuberculin

b. Pemeriksaan mikrobiologi

Sediaan mikroskopis untuk identifikasi kuman BTA dapat dilakukan dengan

pewarnaan Ziehl Neelsen. Pengambilan sampel pemeriksaan dapat diperoleh

melalui drainase sinus atau Fine Needle aspiration (FNA).

Gambar 4. Kuman BTA (mikroskopis)13

Kultur mycobacterium merupakan alat diagnostik untuk menentukan

limfadenitis tuberkulosa, namun hasil kultur yang negatif seharusnya tidak

menghilangkan kemungkinan terhadap penyakit ini. Adanya 10.000 basil per

millimeter kubik menunjukkan hasil kultur yang positif. Dibutuhkan beberapa

minggu untuk melihat hasil kultur.3,8,10

c. Pemeriksaan histopatologi

Pemeriksaan histopatologi adalah salah satu pemeriksaan yang cukup penting

untuk menegakkan diagnosis limfadenitis mikrobakterial. Pada pemeriksaan

ditemukan tuberkel yang terdiri dari beberapa unsur yakni sel epiteloid yang

berinti lonjong dengan batas sel yang tidak jelas. Unsur kedua adalah sel datia

15

Page 17: Laporan Kasus Limfadenitis Tb

lagerhans/giant cell, sebuah sel yang besar berinti banyak. Basil

M.tuberculosis dapat ditemukan di antara sel epiteloid, kadang dalam sel

datia.3,8,10

Gambar 5. Sel langerhans14

d. Pemeriksaan radiologi

Pemeriksaan penunjang lain yang cukup penting adalah pemeriksaan foto

toraks. Namun gambaran foto toraks pada TB tidak khas karena juga dapat

dijumpai pada penyakit lain. Dengan demikian pemeriksaan foto toraks saja

tidak dapat digunakan untuk mendiagnosis TB, kecuali gambaran TB milier.

Secara umum, gambaran radiologis yang menunjang TB adalah ditemukan

pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/tanpa infiltrat

(visualisasinya selain dengan foto toraks AP, harus disertai foto toraks lateral),

konsolidasi segmental/lobar, efusi pleura, milier, atelektasis, kavitas

kalsifikasi dengan infiltrate, tuberkuloma

16

Page 18: Laporan Kasus Limfadenitis Tb

Gambar 3 : Sistem scoring gejala dan pemeriksaan penunjang TB2

VII. Diagnosis banding

Beberapa diagnosis banding dari benjolan di leher, yaitu:

- Congenital: benjolan yang terdapat di lateral leher misalnya kista brankial dan

higroma kistik, benjolan di sentral leher seperti kista duktus tiroglosus.

- Infeksi: adenitis servikal adalah penyebab terbanyak benjolan di leher akibat

inflamasi, ditandai dengan benjolan yang terasa sakit, limfadenitis

mikobakterium, infeksi jamur seperti actinomycosis dapat juga menyebabkan

benjolan di leher.

- Trauma: hematoma akibat benturan

- Neoplasma: dapat jinak seperti lipoma, hemangioma, neuroma, dan fibroma.

Tumbuh dengan lambat dan jarang invasi. Sebagian besar didiagnosis pada

saat eksisi bedah. Maligna seperti karsinoma tiroid, karsinoma nasofaring,

karsinoma laring, limfoma, dan sarcoma.3

17

Page 19: Laporan Kasus Limfadenitis Tb

VIII. Tatalaksana TB Anak2,4

Tatalaksana medikamentosa TB Anak terdiri dari terapi (pengobatan) dan

profilaksis (pencegahan). Terapi TB diberikan pada anak yang sakit TB, sedangkan

profilaksis TB diberikan pada anak yang kontak TB (profilaksis primer) atau anak yang

terinfeksi TB tanpa sakit TB (profilaksis sekunder).

Beberapa hal penting dalam tatalaksana TB Anak adalah:

• Obat TB diberikan dalam paduan obat tidak boleh diberikan sebagai monoterapi.

• Pemberian gizi yang adekuat.

• Mencari penyakit penyerta, jika ada ditatalaksana secara bersamaan.

A. Paduan OAT Anak

• OAT diberikan dalam bentuk kombinasi minimal 3 macam obat untuk mencegah

terjadinya resistensi obat dan untuk membunuh kuman intraseluler dan ekstraseluler

• Waktu pengobatan TB pada anak 6-12 bulan. pemberian obat jangka panjang selain

untuk membunuh kuman juga untuk mengurangi kemungkinan terjadinya

kekambuhan

• Pengobatan TB pada anak dibagi dalam 2 tahap:

o Tahap intensif, selama 2 bulan pertama. Pada tahap intensif, diberikan minimal 3

macam obat, tergantung hasil pemeriksaan bakteriologis dan berat ringannya

penyakit.

o Tahap Lanjutan, selama 4-10 bulan selanjutnya, tergantung hasil pemeriksaan

bakteriologis dan berat ringannya penyakit.

Selama tahap intensif dan lanjutan, OAT pada anak diberikan setiap hari untuk

mengurangi ketidakteraturan minum obat yang lebih sering terjadi jika obat tidak

diminum setiap hari.

• Paduan OAT untuk anak yang digunakan oleh Program Nasional Pengendalian

Tuberkulosis di Indonesia adalah:

o Kategori Anak dengan 3 macam obat: 2HRZ/4HR

o Kategori Anak dengan 4 macam obat: 2HRZE(S)/4-10HR

• Paduan OAT Kategori Anak diberikan dalam bentuk paket berupa obat Kombinasi

Dosis Tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 3 jenis

18

Page 20: Laporan Kasus Limfadenitis Tb

obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini

dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.

• OAT untuk anak juga harus disediakan dalam bentuk OAT kombipak untuk

digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT.

Tabel 1 : Obat OAT yang biasa dipakai dan dosisnya2

B. Kombinasi dosis tetap OAT KDT (FDC=Fixed Dose Combination)

Untuk mempermudah pemberian OAT sehingga meningkatkan keteraturan

minum obat, paduan OAT disediakan dalam bentuk paket KDT/ FDC. Satu paket

dibuat untuk satu pasien untuk satu masa pengobatan. Paket KDT untuk anak berisi

obat fase intensif, yaitu rifampisin (R) 75mg, INH (H) 50 mg, dan pirazinamid (Z)

150 mg, serta obat fase lanjutan, yaitu R 75 mg dan H 50 mg dalam satu paket. Dosis

yang dianjurkan dapat dilihat pada tabel berikut.

19

Page 21: Laporan Kasus Limfadenitis Tb

Tabel 2 : Dosis Kombinasi Pada TB Anak2

C. Tatalaksana pencegahan dengan Isoniazid

Sekitar 50-60% anak yang tinggal dengan pasien TB paru dewasa dengan

BTA sputum positif, akan terinfeksi TB juga. Kira-kira 10% dari jumlah tersebut akan

mengalami sakit TB. Infeksi TB pada anak kecil berisiko tinggi menjadi TB berat

(misalnya TB meningitis atau TB milier) sehingga diperlukan pemberian

kemoprofilaksis untuk mencegah terjadinya sakit TB.

Tabel 3 : Pemberian Isoniazid2

Keterangan

• Obat yang diberikan adalah INH (Isoniazid) dengan dosis 10 mg/ kgBB (7-15

mg/kg) setiap hari selama 6 bulan.

• Setiap bulan (saat pengambilan obat Isoniazid) dilakukan pemantauan terhadap

adanya gejala TB. Jika terdapat gejala TB pada bulan ke 2, ke 3, ke 4, ke 5 atau ke 6,

maka harus segera dievaluasi terhadap sakit TB dan jika terbukti sakit TB,

pengobatan harus segera ditukar ke regimen terapi TB anak dimulai dari awal

• Jika rejimen Isoniazid profilaksis selesai diberikan (tidak ada gejala TB selama 6

bulan pemberian), maka rejimen isoniazid profilaksis dapat dihentikan.

• Bila anak tersebut belum pernah mendapat imunisasi BCG, perlu diberikan BCG

setelah pengobatan profilaksis dengan INH selesai.

20

Page 22: Laporan Kasus Limfadenitis Tb

PEMBAHASAN

Seorang anak laki-laki berusia 6 tahun datang ke poli anak dengan keluhan benjolan

pada leher yang tidak kunjung. Riwayat perjalanan penyakit dimulai saat 7 bulan yang lalu,

awalnya timbul benjolan dileher sebesar biji jagung, tidak nyeri dan teraba kenyal. Benjolan

semakin bertambah besar dalam kurun waktu 7 bulan dan sebagian benjolan menjadi pecah

mengeluarkan nanah dan terasa nyeri. Nafsu makan yang menurun dan berat badan sulit naik,

pernah demam hilang timbul selama 1 bulan. Riwayat TB dalam keluarga berupa ayah pasien

yang minum obat TB selama 6 bulan, status imunisasi pasien yang tidak jelas dan tidak ada

bekas suntikan BCG di lengan kanan atas. Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesan gizi mild

malnutrion, pada daerah leher terdapat multiple limfadenopati dan sebagian benjolan yang

telah menjadi ulkus. Pada tes mantoux menunjukkan hasil positif dan rontgen thoraks

menunjukkan kesan limfadenitis TB.

Menurut Pedoman Nasional TB Anak, kriteria penegakan TB anak dengan

menggunakan skoring TB anak. Sistem scoring tersebut dikembangkan melalui tiga tahap

penelitian oleh IDAI, Kemenkes dan WHO dan disepakati sebagai salah satu cara untuk

mempermudah penegakan diagnosis TB anak. Adapun scoring TB anak yaitu adanya kontak

dengan pasien TB, uji tuberculin positif, keadaan gizi yang kurang atau buruk, demam yang

tidak diketahui penyebabnya, batuk kronik, pembesaran kelenjer limfe colli, aksila atau

inguinal, pembengkakan tulang sendi dan foto thoraks mendukung TB. Pada pasien dari

anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang menunjukkan scoring TB 9.

Dimana pada pasien terdapat kontak dengan penderita TB, mantoux positif, gizi mild

malnutrion, demam selama 1 bulan yang hilang timbul, adanya pembesaran kelenjer limfe

colli dan rontgen thoraks dengan kesan limfadenitis TB.2,4

Pada pasien ditemukan adanya pembesaran kalenjer limfe daerah leher, ini merupakan

bentuk TB ekstrapulmonal pada anak yang sering terjadi dan terbanyak pada kelenjer limfe

leher. Kebanyakan kasus dapat timbul 6-9 bulan setelah infeksi awal M.Tuberkulosis, tetapi

beberapa kasus dapat timbul bertahun-tahun. Lokasi pembesaran kelenjer limfe yang sering

adalah di servikal anterior, submandibula, supraklavikula, inguinal dan aksila. Kelenjar limfe

biasanya membesar perlahan-lahan pada stadium awal penyakit. Pembesaran kelenjar limfe

bersifat kenyal, tidak keras, discrete, dan tidak nyeri. Pada perabaan, kelenjar sering terfiksasi

pada jaringan di bawah atau di atasnya. Limfadenitis ini paling sering terjadi unilateral, tetapi

21

Page 23: Laporan Kasus Limfadenitis Tb

infeksi bilateral dapat terjadi karena pembuluh limfatik di daerah dada dan leher-bawah

saling bersilangan. Uji tuberkulin biasanya menunjukkan hasil positif. Diagnosis definitif

memerlukan pemeriksaan histologis dan bakteriologis yang diperoleh melalui biopsi, yang

dapat dilakukan di fasilitas rujukan dan pada pasien akan direncanakan biopsi untuk

selanjutnya dilakukan pemeriksaan histopatologis.2,4

Adanya kelenjer yang pecah dan menjadi ulkus menunjukkan telah terjadi

manifestasi TB kulit dan yang paling khas adalah skrofuloderma. Skrofuloderma terjadi

akibat penjalaran perkontinuitatum dari kelenjar limfe yang terkena TB. Manifestasi klinis

skrofuloderma sama dengan gejala umum TB anak. Skrofuloderma biasanya ditemukan di

leher dan wajah, dan di tempat yang mempunyai kelompok kelenjar limfe, misalnya di daerah

parotis, submandibula, supraklavikula, dan daerah lateral leher. Lesi awal skrofuloderma

berupa nodul subkutan atau infiltrat subkutan dalam yang keras (firm), berwarna merah

kebiruan, dan tidak menimbulkan keluhan (asimtomatik). Infiltrat kemudian meluas/

membesar dan menjadi padat kenyal (matted and doughy). Selanjutnya mengalami pencairan,

fluktuatif, lalu pecah (terbuka ke permukaan kulit), membentuk ulkus berbentuk linear atau

serpiginosa, dasar yang bergranulasi dan tidak beraturan, dengan tepi bergaung (inverted),

berwarna kebiruan, disertai fistula dan nodul granulomatosa yang sedikit lebih keras.

Kemudian terbentuk jaringan parut/sikatriks berupa pita/benang fibrosa padat, yang

membentuk jembatan di antara ulkus-ulkus atau daerah kulit yang normal. Pada pemeriksaan,

didapatkan berbagai bentuk lesi, yaitu plak dengan fibrosis padat, sinus yang mengeluarkan

cairan, serta massa yang fluktuatif.2,4

Tatalaksana pada pasien sudah tepat dimana pada pasien dengan limfadenitis TB dan

skrofuloderma tergolong TB ringan sehingga pengobatan yang diberikan pada fase intensif

berupa 2RHZ dan pada fase lanjutan 4HR. Pada fase intensif pasien TB anak kontrol tiap

minggu, untuk melihat kepatuhan, toleransi dan kemungkinan adanya efek samping obat.

Pada fase lanjutan pasien kontrol tiap bulan. Setelah diberi OAT selama 2 bulan, respon

pengobatan pasien harus dievaluasi. Respon pengobatan dikatakan baik apabila gejala klinis

berkurang, nafsu makan meningkat, berat badan meningkat, demam menghilang, dan batuk

berkurang. Apabila respon pengobatan baik maka pemberian OAT dilanjutkan sampai

dengan 6 bulan. Sedangkan apabila respon pengobatan kurang atau tidak baik maka

pengobatan TB tetap dilanjutkan tetapi pasien harus dirujuk ke sarana yang lebih lengkap.

22

Page 24: Laporan Kasus Limfadenitis Tb

Setelah pemberian obat selama 6 bulan, OAT dapat dihentikan dengan melakukan

evaluasi baik klinis maupun pemeriksaan penunjang lain seperti foto toraks. Pemeriksaan

tuberkulin tidak dapat digunakan sebagai pemeriksaan untuk pemantauan pengobatan, karena

uji tuberkulin yang positif masih akan memberikan hasil yang positif. Meskipun gambaran

radiologis tidak menunjukkan perubahan yang berarti, tetapi apabila dijumpai perbaikan

klinis yang nyata, maka pengobatan dapat dihentikan dan pasien dinyatakan selesai.2

23

Page 25: Laporan Kasus Limfadenitis Tb

DAFTAR PUSTAKA

1. Dorland WA. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC,

2006.

2. Kemenkes, 2013, Petunjuk Teknis Manajemen TB Anak

3. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam Jilid II. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia, 2007.

4. UKK Respirologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2008, Pedoman Nasional

Tuberkulosis Anak, edisi ke2 dengan revisi

5. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan

Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Jakarta: Balai Penerbit FK UI, 2008.

24