laporan individu ca rectal
DESCRIPTION
Laporan Pendahuluan CA RECTI. Untuk memenuhi tugas Departemen Surgical.TRANSCRIPT
LAPORAN INDIVIDU
LAPORAN PENDAHULUAN CA RECTI&WOUND DEHISCHENCE
Disusun untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Profesi Ners Departemen Surgical di Ruang 14 RSUD. Dr. Saiful Anwar Malang
OLEH :
SHINTA ARDIANA PUSPITASARI
115070201111021
KELOMPOK 2
REGULER 1
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015
1
BAB IPENDAHULUAN
Karsinoma rekti merupakan tumor ganas terbanyak di antara tumor ganas
saluran cerna, lebih 60% tumor kolorektal berasal dari rektum. Salah satu pemicu
kanker rektal adalah masalah nutrisi dan kurang berolah raga. Kanker rektal
merupakan salah satu jenis kanker yang tercatat sebagai penyakit yang paling
mematikan di dunia. Kanker rektal adalah kanker yang menyerang kolon dan
rektum. Namun, penyakit ini bukannya tidak dapat disembuhkan. Jika penderita
telah terdeteksi secara dini, maka kemungkinan untuk sembuh bisa mencapai 50
persen.
Setiap waktu, kanker ini bisa menyerang seseorang. Risikonya akan terus
meningkat seiring dengan penambahan usia. Data dari Amerika Serikat dan
Inggris memperlihatkan, orang yang berusia antara 60 sampai 80 tahun berisiko
tiga kali lipat dari kelompok usia lainnya. Mereka yang memiliki riwayat
peradangan saluran cerna seperti kolit usus kronis, tergolong berisiko tinggi
untuk berkembang menjadi kanker kolorektal. Demikian juga dengan mereka
yang memiliki riwayat penyakit kanker tersebut, risiko terkena penyakit ini bisa
menyerang pada kelompok usia mana pun di bawah 60 tahun.3 Umumnya
penderita datang dalam stadium lanjut, seperti kebanyakan tumor ganas lainnya;
90% diagnosis karsinoma rekti dapat ditegakkan dengan colok dubur. Sampai
saat ini pembedahan adalah terapi pilihan untuk karsinoma rekti.
2
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI DAN ANATOMI REKTUM
Ca Rekti adalah kanker yang terjadi pada rektum.Secara anatomi rektum
terbentang dari vertebre sakrum ke-3 sampai garis anorektal. Secara fungsional
dan endoskopik, rektum dibagi menjadi bagian ampula dan sfingter. Bagian
sfingter disebut juga annulus hemoroidalis, dikelilingi oleh muskulus levator ani
dan fasia coli dari fasia supra-ani. Bagian ampula terbentang dari sakrum ke-3 ke
diafragma pelvis pada insersi muskulus levator ani. Panjang rektum berkisar 10-
15 cm, dengan keliling 15 cm pada rectosigmoid junction dan 35 cm pada bagian
ampula yang terluas. Pada orang dewasa dinding rektum mempunyai 4 lapisan :
mukosa, submukosa, muskularis (sirkuler dan longitudinal), dan lapisan serosa.
Gambar 2.1 Anatomi rektum
Perdarahan arteri daerah anorektum berasal dari arteri hemoroidalis
superior, media, dan inferior. Arteri hemoroidalis superior yang merupakan
kelanjutan dari a. mesenterika inferior, arteri ini bercabang 2 kiri dan kanan. Arteri
hemoroidalis merupakan cabang a. iliaka interna, arteri hemoroidalis inferior
cabang dari a. pudenda interna. Vena hemoroidalis superior berasal dari plexus
hemoroidalis internus dan berjalan ke arah kranial ke dalam v. Mesenterika
inferior dan seterusnya melalui v. lienalis menuju v. porta. Vena ini tidak berkatup
sehingga tekanan alam rongga perut menentukan tekanan di dalamnya.
3
Karsinoma rektum dapat menyebar sebagai embolus vena ke dalam hati. Vena
hemoroidalis inferior mengalirkan darah ke v. pudenda interna, v. iliaka interna
dan sistem vena kava.
Pembuluh limfe daerah anorektum membentuk pleksus halus yang
mengalirkan isinya menuju kelenjar limfe inguinal yang selanjutnya mengalir ke
kelenjar limfe iliaka. Infeksi dan tumor ganas pada daerah anorektal dapat
mengakibatkan limfadenopati inguinal. Pembuluh rekrum di atas garis anorektum
berjalan seiring dengan v. hemoroidalis seuperior dan melanjut ke kelenjar limfe
mesenterika inferior dan aorta.
Persarafan rektum terdiri atas sistem simpatik dan parasimpatik. Serabut
simpatik berasal dari pleksus mesenterikus inferior yang berasal dari lumbal 2, 3,
dan 4, serabut ini mengatur fungsi emisi air mani dan ejakulasi. Serabut
parasimpatis berasal dari sakral 2, 3, dan 4, serabut ini mengatur fungsi ereksi
penis, klitoris dengan mengatur aliran darah ke dalam jaringan.
Definisi Ca Rectum :
Kanker adalah istilah yang digunakan untuk suatu kondisi di mana sel
telahkehilangan pengendalian dan mekanisme normalnya sehingga
mengalami pertumbuhan yang tidak normal, cepat, dan tidak terkendali (Dinas K
esehatan Kab Bone Bolango, 2007).
EPIDEMIOLOGIDi USA Ca kolorektal merupakan kanker gastrointestinal yang paling
sering terjadi dan nomor dua sebagai penyebab kematian di negara
berkembang. Tahun 2005, diperkirakan ada 145,290 kasus baru kanker
kolorektal di USA, 104,950 kasus terjadi di kolon dan 40,340 kasus di rektal.
Pada 56,300 kasus dilaporkan berhubungan dengan kematian, 47.700 kasus Ca
kolon dan 8,600 kasus Ca rectal. Ca kolorektal merupakan 11 % dari kejadian
kematian dari semua jenis kanker.
Diseluruh dunia dilaporkan lebih dari 940,000 kasus baru dan terjadi
kematian pada hampir 500,000 kasus tiap tahunnya. (World Health Organization,
2003). Menurut data di RS Kanker Dharmais pada tahun 1995-2002, kanker
rektal menempati urutan keenam dari 10 jenis kanker dari pasien yang dirawat di
sana. Kanker rektal tercatat sebagai penyakit yang paling mematikan di dunia
selain jenis kanker lainnya. Namun, perkembangan teknologi dan juga adanya
4
pendeteksian dini memungkinkan untuk disembuhkan sebesar 50 persen,
bahkan bisa dicegah.
Dari seluruh pasien kanker rektal, 90% berumur lebih dari 50 tahun.
Hanya 5% pasien berusia kurang dari 40 tahun. Di negara barat, laki – laki
memiliki insidensi terbanyak mengidap kanker rektal dibanding wanita dengan
rasio bervariasi dari 8:7 - 9:5.
Gambar 2. 2 karsinoma rekti
ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO1. Polip
Kepentingan utama dari polip bahwa telah diketahui potensial untuk
menjadi kanker kolorektal. Evolusi dari kanker itu sendiri merupakan
sebuah proses yang bertahap, dimana proses dimulai dari hiperplasia sel
mukosa, adenoma formation, perkembangan dari displasia menuju
transformasi maligna dan invasif kanker. Aktifasi onkogen, inaktifasi tumor
supresi gen, dan kromosomal deletion memungkinkan perkembangan
dari formasi adenoma, perkembangan dan peningkatan displasia dan
invasif karsinoma.
2. Idiopathic Inflammatory Bowel Disease
a. Ulseratif Kolitis
Ulseratif kolitis merupakan faktor risiko yang jelas untuk kanker kolon
sekitar 1% dari pasien yang memiliki riwayat kronik ulseratif kolitis.
Risiko perkembangan kanker pada pasien ini berbanding terbalik
pada usia terkena kolitis dan berbanding lurus dengan keterlibatan
dan keaktifan dari ulseratif kolitis. Risiko kumulatif adalah 2% pada 10
tahun, 8% pada 20 tahun, dan 18% pada 30 tahun. Pendekatan yang
direkomendasikan untuk seseorang dengan risiko tinggi dari kanker
kolorektal pada ulseratif kolitis dengan mengunakan kolonoskopi
5
untuk menentukan kebutuhan akan total proktokolektomi pada pasien
dengan kolitis yang durasinya lebih dari 8 tahun. Strategi yang
digunakan berdasarkan asumsi bahwa lesi displasia bisa dideteksi
sebelum terbentuknya invasif kanker. Sebuah studi prospektif
menyimpulkan bahwa kolektomi yang dilakukan dengan segera
sangat esensial untuk semua pasien yang didiagnosa dengan
displasia yang berhubungan dengan massa atau lesi, yang paling
penting dari analisa mendemonstrasikan bahwa diagnosis displasia
tidak menyingkirkan adanya invasif kanker. Diagnosis dari displasia
mempunyai masalah tersendiri pada pengumpulan sampling
spesimen dan variasi perbedaan pendapat antara para ahli patologi
anatomi.
b. Penyakit Crohn’s
Pasien yang menderita penyakit crohn’s mempunyai risiko tinggi
untuk menderita kanker kolorektal tetapi masih kurang jika
dibandingkan dengan ulseratif kolitis. Keseluruhan insiden dari
kanker yang muncul pada penyakit crohn’s sekitar 20%. Pasien
dengan striktur kolon mempunyai insiden yang tinggi dari
adenokarsinoma pada tempat yang terjadi fibrosis. Adenokarsinoma
meningkat pada tempat strikturoplasty menjadikan sebuah biopsy
dari dinding intestinal harus dilakukan pada saat melakukan
strikturoplasty. Telah dilaporkan juga bahwa squamous sel kanker
dan adenokarsinoma meningkat pada fistula kronik pasien dengan
crohn’s disease.
Gambar 2.3 Penyakit Crohn’s
6
3. Faktor Genetik
a. Riwayat Keluarga
Sekitar 15% dari seluruh kanker kolon muncul pada pasien dengan
riwayat kanker kolorektal pada keluarga terdekat. Seseorang dengan
keluarga terdekat yang mempunyai kanker kolorektal mempunyai
kemungkinan untuk menderita kanker kolorektal dua kali lebih tinggi
bila dibandingkan dengan seseorang yang tidak memiliki riwayat
kanker kolorektal pada keluarganya.
b. Herediter Kanker Kolorektal
Abnormalitas genetik terlihat mampu memediasi progresi dari normal
menuju mukosa kolon yang maligna. Sekitar setengah dari seluruh
karsinoma dan adenokarsinoma yang besar berhubungan dengan
mutasi. Langkah yang paling penting dalam menegakkan diagnosa
dari sindrom kanker herediter yaitu riwayat kanker pada keluarga.
Mutasi sangat jarang terlihat pada adenoma yang lebih kecil dari 1
cm. Allelic deletion dari 17p ditunjukkan pada ¾ dari seluruh kanker
kolon, dan deletion dari 5q ditunjukkan lebih dari 1/3 dari karsinoma
kolon dan adenoma yang besar.2 Dua sindrom yang utama dan
beberapa varian yang utama dari sindrom ini menyebabkan kanker
kolorektal telah dikenali karakternya. Dua sindrom ini, dimana
mempunyai predisposisi menuju kanker kolorektal memiliki
mekanisme yang berbeda, yaitu familial adenomatous polyposis
(FAP) dan hereditary non polyposis colorectal cancer (HNPCC).
c. FAP (Familial Adenomatous Polyposis)
Gen yang bertanggung jawab untuk FAP yaitu gen APC, yang
berlokasi pada kromosom 5q21. Adanya defek pada APC tumor
supresor gen dapat menggiring kepada kemungkinan pembentukan
kanker kolorektal pada umur 40 sampai 50 tahun. Pada FAP yang
telah berlangsung cukup lama, didapatkan polip yang sangat banyak
untuk dapat dilakukannya kolonoskopi polipektomi yang aman dan
adekuat; ketika hal ini terjadi, direkomendasikan untuk melakukan
prophylactic subtotal colectomy diikuti dengan endoskopi pada
bagian yang tersisa.
7
Gambar 2.4 Familial Adenomatous Poliposis
Idealnya prophylactic colectomy harus ditunda kecuali terdapat terlalu
banyak polip yang dapat ditangani dengan aman. Prosedur
pembedahan elektif harus sedapat mungkin dihindari ketika
memungkinkan. Screening untuk polip harus dimulai pada saat usia
muda. Pasien dengan FAP yang diberi 400 mg celecoxib, dua kali
sehari selama enam bulan mengurangi rata rata jumlah polip sebesar
28%. Tumor lain yang mungkin muncul pada sindrom FAP adalah
karsinoma papillary thyroid, sarcoma, hepatoblastomas, pancreatic
carcinomas, dan medulloblastomas otak. Varian dari FAP termasuk
gardner’s syndrom dan turcot’s syndrom.
d. HNPCC (Hereditary Non Polyposis Colorectal Cancer)
Pola autosomal dominan dari HNPCC termasuk lynch’s sindrom I dan
II.2 Generasi multipel yang dipengaruhi dengan kanker kolorektal
muncul pada umur yang muda (±45 tahun), dengan predominan
lokasi kanker pada kolon kanan. Abnormalitas genetik ini terdapat
pada mekanisme mismatch repair yang bertanggung jawab pada
defek eksisi dari abnormal repeating sequences dari DNA, yang
dikenal sebagai mikrosatellite (mikrosatellite instability). Retensi dari
squences ini mengakibatkan ekspresi dari phenotype mutator, yang
dikarakteristikkan oleh frekuensi DNA replikasi error (RER+
phenotype), dimana predisposisi tersebut mengakibatkan seseorang
memiliki multitude dari malignansi primer. Pasien dengan HNPCC
mungkin juga memiliki adenoma sebaceous, carcinoma sebaceous,
dan multipel keratocanthoma, Termasuk kanker dari endometrium,
8
ovarium, kandung kemih, ureter, lambung dan traktus biliaris. Jika
dibandingkan dengan sporadic kanker kolorektal, tumor pada HNPCC
seringkali poorly differentiated, dengan gambaran mucoid dan signet-
cell, reaksi yang mirip crohn’s (nodul lymphoid, germinal centers,
yang berlokasi pada perifer inflitrasi kanker kolorektal), kehadiran
infiltrasi lymphocytes diantara tumor. Karsinogenesis yang
terakselerasi muncul pada HNPCC, pada keadaan ini adenoma kolon
yang berukuran kecil dapat menjadi karsinoma dalam 2-3 tahun, bila
dibandingkan dengan proses pada rata-rata kanker kolorektal yang
membutuhkan waktu 8-10 tahun.
Pasien dengan HNPCC mempunyai kecenderungan untuk menderita
kanker kolorektal pada umur yang sangat muda, dan screening harus
dimulai pada umur 20 tahun atau lebih dini 5 tahun dari umur anggota
keluarga yang pertama kali terdiagnosa kanker kolorektal yang
berhubungan HNPCC. Angka rata-rata pasien dengan HNPCC yang
didiagnosa menderita kanker kolorektal pada umur 44 tahun,
dibandingkan dengan pasien kontrol yang menderita kanker
kolorektal pada umur 68 tahun. Prognosis dari pasien HNPCC terlihat
lebih baik daripada pasien dengan sporadic kanker kolon. Dari
penelitian menunjukkan bahwa pasien dengan HNPCC kurang
mendapat manfaat dari adjuvant kemoterapi berdasarkan kombinasi
fluorourasil daripada pasien tanpa kelainan ini.
4. Diet
Masyarakat yang diet tinggi lemak, tinggi kalori, daging dan diet rendah
serat berkemungkinan besar untuk menderita kanker kolorektal pada
kebanyakan penelitian, meskipun terdapat juga penelitian yang tidak
menunjukkan adanya hubungan antara serat dan kanker kolorektal. Ada
dua hipotesis yang menjelaskan mekanisme hubungan antara diet dan
resiko kanker kolorektal. Teori pertama adalah pengakumulasian bukti
epidemiologi untuk asosiasi antara resistensi insulin dengan adenoma
dan kanker kolorektal. Mekanismenya adalah menkonsumsi diet yang
berenergi tinggi mengakibatkan perkembangan resistensi insulin diikuti
dengan peningkatan level insulin, trigliserida dan asam lemak tak jenuh
pada sirkulasi. Faktor sirkulasi ini mengarah pada sel epitel kolon untuk
9
menstimulus proliferasi dan juga memperlihatkan interaksi oksigen reaktif.
Pemaparan jangka panjang hal tersebut dapat meningkatkan
pembentukan kanker kolorektal. Hipotesis kedua adalah identifikasi
berkelanjutan dari agen yang secara signifikan menghambat
karsinogenesis kolon secara experimental. Dari pengamatan tersebut
dapat disimpulkan mekanismenya, yaitu hilangnya fungsi pertahanan
lokal epitel disebabkan kegagalan diferensiasi dari daerah yang lemah
akibat terpapar toksin yang tak dapat dikenali dan adanya respon
inflamasi fokal, karakteristik ini didapat dari bukti teraktifasinya enzim
COX-2 dan stres oksidatif dengan lepasnya mediator oksigen reaktif.
Hasil dari proliferasi fokal dan mutagenesis dapat meningkatkan resiko
terjadinya adenoma dan aberrant crypt foci. Proses ini dapat dihambat
dengan (a) demulsi yang dapat memperbaiki permukaan lumen kolon; (b)
agen anti-inflamasi; atau (c) anti-oksidan. Kedua mekanisme tersebut,
misalnya resistensi insulin yang berperan melalui tubuh dan kegagalan
pertahanan fokal epitel yang berperan secara lokal, dapat menjelaskan
hubungan antara diet dan resiko kanker kolorektal.
5. Gaya Hidup
Pria dan wanita yang merokok kurang dari 20 tahun mempunyai risiko
tiga kali untuk memiliki adenokarsinoma yang kecil, tapi tidak untuk yang
besar. Sedangkan merokok lebih dari 20 tahun berhubungan dengan
risiko dua setengah kali untuk menderita adenoma yang berukuran besar.
Diperkirakan 5000-7000 kematian karena kanker kolorektal di Amerika
dihubungkan dengan pemakaian rokok. Pemakaian alkohol juga
menunjukkan hubungan dengan meningkatnya risiko kanker kolorektal.
Pada berbagai penelitian telah menunjukkan hubungan antara aktifitas,
obesitas dan asupan energi dengan kanker kolorektal. Pada percobaan
terhadap hewan, pembatasan asupan energi telah menurunkan
perkembangan dari kanker. Interaksi antara obesitas dan aktifitas fisik
menunjukkan penekanan pada aktifitas prostaglandin intestinal, yang
berhubungan dengan risiko kanker kolorektal. The Nurses Health Study
telah menunjukkan hubungan yang berkebalikan antara aktifitas fisik
dengan terjadinya adenoma, yang dapat diartikan bahwa penurunan
aktifitas fisik akan meningkatkan risiko terjadinya adenoma.
10
6. Usia
Proporsi dari semua kanker pada orang usia lanjut (= 65 thn) pria dan
wanita adalah 61% dan 56%. Frekuensi kanker pada pria berusia lanjut
hampir 7 kali (2158 per 100.000 orang per tahun) dan pada wanita
berusia lanjut sekitar 4 kali (1192 per 100.000 orang per tahun) bila
dibandingkan dengan orang yang berusia lebih muda (30-64 thn). Sekitar
setengah dari kanker yang terdiagnosa pada pria yang berusia lanjut
adalah kanker prostat (451 per 100.000), kanker paru-paru (118 per
100.000) dan kanker kolon (176 per 100.000). Sekitar 48% kanker yang
terdiagnosa pada wanita yang berusia lanjut adalah kanker payudara
(248 per 100.000), kanker kolon (133 per 100.000), kanker paru paru (118
per 100.000) dan kanker lambung (75 per 100.000).
Usia merupakan faktor paling relevan yang mempengaruhi risiko kanker
kolorektal pada sebagian besar populasi. Risiko dari kanker kolorektal
meningkat bersamaan dengan usia, terutama pada pria dan wanita
berusia 50 tahun atau lebih, dan hanya 3% dari kanker kolorektal muncul
pada orang dengan usia dibawah 40 tahun. Lima puluh lima persen
kanker terdapat pada usia = 65 tahun, angka insiden 19 per 100.000
populasi yang berumur kurang dari 65 tahun, dan 337 per 100.000 pada
orang yang berusia lebih dari 65 tahun.13
Di Amerika seseorang mempunyai risiko untuk terkena kanker kolorektal
sebesar 5%. Sedangkan kelompok terbesar dengan peningkatan risiko
kanker kolorektal adalah pada usia diatas 40 tahun. Seseorang dengan
usia dibawah empat puluh tahun hanya memiliki kemungkinan menderita
kanker kolorektal kurang dari 10%. Dari tahun 2000-2003, rata-rata usia
saat terdiagnosa menderita kanker kolorektal pada usia 71 tahun.
Insidensi berdasarkan usia dibawah 20 tahun sebesar 0,0%, 20-34 tahun
sebesar 0,9%, 35-44 tahun sebesar 3,5%, 45-54 tahun sebesar 10,9%,
55-64 tahun sebesar 17,6%, 65-74 tahun sebesar 25,9%, 75-84 tahun
sebesar 28,8%, dan > 85 sebesar 12,3%.17
11
MANIFESTASI KLINIK 1. Histologi
Histologi merupakan suatu faktor penting dalam hal etiologi, penanganan
dan prognosis dari kanker. Secara mikroskopis kanker kolorektal
mempunyai derajat differensiasi yang berbeda-beda, tidak hanya dari
tumor yang satu dengan tumor yang lain tetapi juga dari area ke area
pada tumor yang sama, mereka cenderung mempunyai morfologi yang
heterogen. Gambaran histopatologis yang paling sering dijumpai adalah
tipe adenocarcinoma (90-95%), adenocarcinoma mucinous (17%), signet
ring cell carcinoma (2-4%), dan sarcoma (0,1-3%).
Pada penelitian mengenai gambaran histologi kanker kolorektal dari
tahun 1998-2001 di Amerika Serikat yang melibatkan 522.630 kasus
kanker kolorektal. Didapatkan gambaran histopatologis dari kanker
kolorektal sebesar 96% berupa adenocarcinoma, 2% karsinoma lainnya
(termasuk karsinoid tumor), 0,4% epidermoid carcinoma, dan 0,08%
berupa sarcoma. Proporsi dari epidermoid carcinoma, mucinous
carcinoma dan carcinoid tumor banyak diketemukan pada wanita. Secara
keseluruhan, didapatkan suatu pola hubungan antara tipe histopatologis,
derajat differensiasi dan stadium dari kanker kolorektal. Adenocarcinoma
sering ditemukan dengan derajat differensiasi sedang dan belum
bermetastase pada saat terdiagnosa, signet ring cell carcinoma banyak
ditemukan dengan derajat differensiasi buruk dan telah bermetastase
jauh pada saat terdiagnosa, lain pula pada carcinoid tumor dan sarcoma
yang sering dengan derajat differensiasi buruk dan belum bermetastase
pada saat terdiagnosa, sedangkan small cell carcinoma tidak memiliki
derajat differensiasi dan sering sudah bermetastase jauh pada saat
terdiagnosa.
Dari 201 kasus kanker kolorektal periode 1994-2003 di RS Kanker
Dharmais (RSKD) didapatkan bahwa tipe histopatologis yang paling
sering dijumpai adalah adenocarcinoma [diferensiasi baik 48 (23,88%),
sedang 78 (38,80%), buruk 45 (22,39%)], dan yang jarang adalah
musinosum 19 (9,45%) dan signet ring cell carcinoma 11 (5,47%). Jika
dari hasil penelitian di RSKD didapatkan bahwa frekuensi terbanyak
adalah adenocarcinoma dengan derajat differensiasi sedang (38,80%),
maka lain halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Soeripto et al di
12
Jogjakarta pada tahun 2001 yang mendapati frekuensi derajat
differensiasi kanker kolorektal banyak didominasi oleh derajat
differensiasi baik. Perbedaan pola demografik dan klinis yang
berhubungan dengan tipe histopatologis akan sangat membantu untuk
studi epidemiologi, laboratorium dan klinis di masa yang akan datang.
2. Gejala Klinis
Tanda dan gejala yang mungkin muncul pada kanker rektal antara lain
ialah : 1,2,5,7,8,12
Perubahan pada kebiasaan BAB atau adanya darah pada feses,
baik itu darah segar maupun yang berwarna hitam.
Diare, konstipasi atau merasa bahwa isi perut tidak benar benar
kosong saat BAB
Feses yang lebih kecil dari biasanya
Keluhan tidak nyaman pada perut seperti sering flatus, kembung,
rasa penuh pada perut atau nyeri
Penurunan berat badan yang tidak diketahui sebabnya
Mual dan muntah,
Rasa letih dan lesu
Pada tahap lanjut dapat muncul gejala pada traktus urinarius dan
nyeri pada daerah gluteus.
3. Metastase
Metastase ke kelenjar limfa regional ditemukan pada 40-70% kasus pada
saat direseksi. Invasi ke pembuluh darah vena ditemukan pada lebih 60%
kasus. Metastase sering ke hepar, cavum peritoneum, paru-paru, diikuti
kelenjar adrenal, ovarium dan tulang. Metastase ke otak sangat jarang,
dikarenakan jalur limfatik dan vena dari rektum menuju vena cava inferior,
maka metastase kanker rektum lebih sering muncul pertama kali di paru-
paru. Berbeda dengan kolon dimana jalur limfatik dan vena menuju vena
porta, maka metastase kanker kolon pertama kali paling sering di hepar.
13
DIAGNOSIS DAN STAGING1. Diagnosis
Ada beberapa tes pada daerah rektum dan kolon untuk mendeteksi
kanker rektal, diantaranya ialah :
a. Pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan CEA (Carcinoma
Embrionik Antigen) dan Uji faecal occult blood test (FOBT) untuk
melihat perdarahan di jaringan
b. Digital rectal examination (DRE) dapat digunakan sebagai
pemeriksaan skrining awal. Kurang lebih 75 % karsinoma rektum
dapat dipalpasi pada pemeriksaan rektal, pemeriksaan digital akan
mengenali tumor yang terletak sekitar 10 cm dari rektum, tumor akan
teraba keras dan menggaung.
Gambar 2.5 Pemeriksaan colok dubur pada karsinoma rekti
Ada 2 gambaran khas dari pemeriksaan colok dubur, yaitu indurasi
dan adanya suatu penonjolan tepi, dapat berupa :
Suatu pertumbuhan awal yang teraba sebagai indurasi seperti
cakram yaitu suatu plateau kecil dengan permukaan yang licin dan
berbatas tegas.
suatu pertumbuhan tonjolan yang rapuh, biasanya lebih lunak,
tetapi umumnya mempunyai beberapa daerah indurasi dan
ulserasi
14
suatu bentuk khas dari ulkus maligna dengan tepi noduler yang
menonjol dengan suatu kubah yang dalam (bentuk ini paling
sering)
suatu bentuk karsinoma anular yang teraba sebagai pertumbuhan
bentuk cincin
Pada pemeriksaan colok dubur ini yang harus dinilai adalah:
Keadaan tumor: ekstensi lesi pada dinding rektum serta letak
bagian terendah terhadap cincin anorektal, cervix uteri, bagian
atas kelenjar prostat atau ujung os coccygis. Pada penderita
perempuan sebaiknya juga dilakukan palpasi melalui vagina untuk
mengetahui apakah mukosa vagina di atas tumor tersebut licin
dan dapat digerakkan atau apakah ada perlekatan dan ulserasi,
juga untuk menilai batas atas dari lesi anular. Penilaian batas atas
ini tidak dapat dilakukan dengan pemeriksaan colok dubur.
Mobilitas tumor: hal ini sangat penting untuk mengetahui prospek
terapi pembedahan. Lesi yang sangat dini biasanya masih dapat
digerakkan pada lapisan otot dinding rektum. Pada lesi yang
sudah mengalami ulserasi lebih dalam umumnya terjadi perlekatan
dan fiksasi karena penetrasi atau perlekatan ke struktur
ekstrarektal seperti kelenjar prostat, buli-buli, dinding posterior
vagina atau dinding anterior uterus.
Ekstensi penjalaran yang diukur dari besar ukuran tumor dan
karakteristik pertumbuhan primer dan sebagian lagi dari mobilitas
atau fiksasi lesi.
c. Barium Enema ,. yaitu Cairan yang mengandung barium dimasukkan
melalui rektum kemudian dilakukan seri foto x-rays pada traktus
gastrointestinal bawah.
d. Sigmoidoscopy , yaitu sebuah prosedur untuk melihat bagian dalam
rektum dan sigmoid apakah terdapat polip kakner atau kelainan
lainnya. Alat sigmoidoscope dimasukkan melalui rektum sampai kolon
sigmoid, polip atau sampel jaringan dapat diambil untuk biopsi.
e. Colonoscopy yaitu sebuah prosedur untuk melihat bagian dalam
rektum dan sigmoid apakah terdapat polip kanker atau kelainan
lainnya. Alat colonoscope dimasukkan melalui rektum sampai kolon
sigmoid, polip atau sampel jaringan dapat diambil untuk biopsi.
15
f. Biopsi. Jika ditemuka tumor dari salah satu pemeriksaan diatas, biopsi
harus dilakukan. Secara patologi anatomi, adenocarcinoma
merupakan jenis yang paling sering yaitu sekitar 90 sampai 95% dari
kanker usus besar. Jenis lainnya ialah karsinoma sel skuamosa,
carcinoid tumors, adenosquamous carcinomas, dan undifferentiated
tumors.
2. StagingThe American Joint Committee on Cancer (AJCC) memperkenalkan TNM
staging system, yang menempatkan kanker menjadi satu dalam 4 stadium
(Stadium I-IV). 1,2,5
1. Stadium 0
Pada stadium 0, kanker ditemukan hanya pada bagian paling dalam
rektum.yaitu pada mukosa saja. Disebut juga carcinoma in situ.
2. Stadium I
Pada stadium I, kanker telah menyebar menembus mukosa sampai
lapisan muskularis dan melibatkan bagian dalam dinding rektum tapi tidak
menyebar kebagian terluar dinding rektum ataupun keluar dari rektum.
Disebut juga Dukes A rectal cancer.
3. Stadium II
Pada stadium II, kanker telah menyebar keluar rektum kejaringan
terdekat namun tidak menyebar ke limfonodi. Disebut juga Dukes B rectal
cancer.
4. Stadium III
Pada stadium III, kanker telah menyebar ke limfonodi terdekat, tapi tidak
menyebar kebagian tubuh lainnya. Disebut juga Dukes C rectal cancer.
5. Stadium IV
Pada stadium IV, kanker telah menyebar kebagian lain tubuh seperti
hati, paru, atau ovarium. Disebut juga Dukes D rectal cancer
16
Gambar 2.6 Stadium Ca Rektum I-IV
Tabel 2.1 CT Staging System for Rectal Cancer*
Stadium Deskripsi
T1 Massa polypoid Intraluminal; tidak ada penebalan pada dinding rectum
T2 Penebalan dinding rectum >6 mm; tidak ada perluasan ke perirectal
T3a Penebalan dinding rectum dan invasi ke otot dan organ yang berdekatan.
T3b Penebalan dinding rectum dan invasi ke pelvic atau dinding abdominal
T4 Metastasis jauh, biasanya ke liver atau adrenal
*Modified from Thoeni (Radiology, 1981)
Tabel 2.2 TNM/Modified Dukes Classification System*
TNM Stadium
Modified Dukes Stadium
Deskripsi
T1 N0 M0 A Tumor terbatas pada submucosa
T2 N0 M0 B1 Tumor terbatas pada muscularis propria
T3 N0 M0 B2 Penyebaran transmural
T2 N1 M0 C1 T2, pembesaran kelenjar mesenteric
T3 N1 M0 C2 T3, pembesaran kelenjar mesenteric
T4 C2 Penyebaran ke organ yang berdekatan
17
Any T, M1 D Metastasis jauh
*Modified from the American Joint Committee on Cancer (1997)
PENATALAKSANAANBerbagai jenis terapi tersedia untuk pasien kanker rektal. Beberapa adalah terapi
standar dan beberapa lagi masih diuji dalam penelitian klinis. Tiga terapi standar
untuk kanker rektal yang digunakan antara lain ialah :
1. Pembedahan
Operasi merupakan terapi utama untuk kuratif, namun bila sudah dijumpai
penyebaran tumor maka pengobatan hanya bersifat operasi paliatif untuk
mencegah obstruksi, perforasi dan perdarahan. Tujuan ideal penanganan
karsinoma adalah eradikasi keganasan dengan preservasi fungsi anatomi
dan fisologi. Pembedahan adalah satu satunya cara yang telah secara
luas diterima sebagai penanganan kuratif untuk kanker kolorektal.
Pembedahan merupakan terapi yang paling lazim digunakan terutama
untuk stadium I dan II kanker rektal, bahkan pada pasien suspek dalam
stadium III juga dilakukan pembedahan. Meskipun begitu, karena
kemajuan ilmu dalam metode penentuan stadium kanker, banyak pasien
kanker rektal dilakukan pre-surgical treatment dengan radiasi dan
kemoterapi. Penggunaan kemoterapi sebelum pembedahan dikenal
sebagai neoadjuvant chemotherapy, dan pada kanker rektal, neoadjuvant
chemotherapy digunakan terutama pada stadium II dan III. Pada pasien
lainnya yang hanya dilakukan pembedahan, meskipun sebagian besar
jaringan kanker sudah diangkat saat operasi, beberapa pasien masih
membutuhkan kemoterapi atau radiasi setelah pembedahan untuk
membunuh sel kanker yang tertinggal.
Tipe pembedahan yang dipakai antara lain :
Eksisi lokal : jika kanker ditemukan pada stadium paling dini,
tumor dapat dihilangkan tanpa tanpa melakukan pembedahan
lewat abdomen. Jika kanker ditemukan dalam bentuk polip,
operasinya dinamakan polypectomy.
Reseksi: jika kanker lebih besar, dilakukan reseksi rektum lalu
dilakukan anastomosis. Jiga dilakukan pengambilan limfonodi
18
disekitan rektum lalu diidentifikasi apakah limfonodi tersebut juga
mengandung sel kanker.
Gambar 2.6 Reseksi dan Anastomosis
Gambar 2.7 Reseksi dan Kolostomi
Pengangkatan kanker rektum biasanya dilakukan dengan reseksi
abdominoperianal, termasuk pengangkatan seluruh rectum, mesorektum
dan bagian dari otot levator ani dan dubur. Prosedur ini merupakan
pengobatan yang efektif namun mengharuskan pembuatan kolostomi
permanen. Rektum terbagi atas 3 bagian yaitu 1/3 atas, tengah dan
bawah. Kanker yang berada di lokasi 1/3 atas dan tengah ( 5 s/d 15 cm
dari garis dentate ) dapat dilakukan ” restorative anterior resection” kanker
1/3 distal rectum merupakan masalah pelik. Jarak antara pinggir bawah
19
tumor dan garis dentate merupakan faktor yang sangat penting untuk
menentukan jenis operasi.
Goligher dkk berdasarkan pengalamannya menyatakan bahwa kegagalan
operasi ”Low anterior resection ” akan terjadi pada kanker rectum dengan
jarak bawah rectum normal 2 cm. Angka 5 cm telah diterima sebagai
jarak keberhasilan terapi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh venara dkk
pada 243 kasus menyimpulkan bahwa jarak lebih dari 3 cm dari garis
dentate aman untuk dilakukan operasi ” Restorative resection”. ”Colonal
anastomosis” diilhami oleh hasil operasi Ravitch dan Sabiston yang
dilakukan pada kasus kolitis ulseratif. Operasi ini dapat diterapkan pada
kanker rectum letak bawah, dimana teknik stapler tidak dapat
dipergunakan. Local excision dapat diterapkan untuk mengobati kanker
rectum dini yang terbukti belum memperlihatkan tanda-tanda metastasis
ke kelenjar getah bening. Operasi ini dapat dilakukan melalui beberapa
pendekatan yaitu transanal, transpinchteric atau transsacral. Pendekatan
transpinshter dan transacral memungkinkan untuk dapat mengamati
kelenjar mesorectal untuk mendeteksi kemungkinan telah terjadi
metastasis. Sedang pendekatan transanal memiliki kekurangan untuk
mengamati keterlibatan kelenjar pararektal.
Gambar 2.8 a. Reseksi anterior b. Reseksi abdominoperineal Quine Miles
Pada tumor rektum sepertiga tengah dilakukan reseksi dengan
mempertahankan sfingter anus, sedangkan pada tumor sepertiga distal
dilakukan amputasi rektum melalui reseksi abdominoperineal Quenu-
Miles. Pada operasi ini anus turut dikeluarkan.
Pada pembedahan abdominoperineal menurut Quenu-Miles, rektum dan
sigmoid dengan mesosigmoid dilepaskan, termasuk kelenjar limfe
pararektum dan retroperitoneal sampai kelenjar limf retroperitoneal.
20
a b
Kemudian melalui insisi perineal anus dieksisi dan dikeluarkan seluruhnya
dengan rektum melalui abdomen.
Reseksi anterior rendah pada rektum dilakukan melalui laparotomi
dengan menggunakan alat stapler untuk membuat anastomosis kolorektal
atau koloanal rendah.
Gambar 2.9 reseksi anterior rendah
Eksisi lokal melalui rektoskop dapat dilakukan pada karsinoma terbatas.
Seleksi penderita harus dilakukan dengan teliti, antara lain dengan
menggunakan endoskopi ultrasonografik untuk menentukan tingkat
penyebaran di dalam dinding rektum clan adanya kelenjar ganas
pararektal.
Tabel 2.3 Indikasi dan kontra indikasi eksisi lokal kanker rectum
Indikasi Kontraindikasi Tumor bebas, berada 8 cm
dari garis dentate T1 atau T2 yang dipastikan
dengan pemeriksaan ultrasound
Termasuk well-diffrentiated atau moderately well diffrentiated secara histologi
Ukuran kurang dari 3-4 cm
Tumor tidak jelas Termasuk T3 yang dipastikan
dengan ultrasound Termasuk Poorly diffrentiated
secara histologi
2. Radiasi
Sebagai mana telah disebutkan, untuk banyak kasus stadium II dan III
lanjut, radiasi dapat menyusutkan ukuran tumor sebelum dilakukan
pembedahan. Peran lain radioterapi adalah sebagai sebagai terapi
tambahan untuk pembedahan pada kasus tumor lokal yang sudah
21
diangkat melaui pembedahan, dan untuk penanganan kasus metastasis
jauh tertentu. Terutama ketika digunakan dalam kombinasi dengan
kemoterapi, radiasi yang digunakan setelah pembedahan menunjukkan
telah menurunkan resiko kekambuhan lokal di pelvis sebesar 46% dan
angka kematian sebesar 29%. Pada penanganan metastasis jauh, radiesi
telah berguna mengurangi efek lokal dari metastasis tersebut, misalnya
pada otak. Radioterapi umumnya digunakan sebagai terapi paliatif pada
pasien yang memiliki tumor lokal yang unresectable.
3. Kemoterapi
Adjuvant chemotherapy, (menengani pasien yang tidak terbukti memiliki
penyakit residual tapi beresiko tinggi mengalami kekambuhan),
dipertimbangkan pada pasien dimana tumornya menembus sangat dalam
atau tumor lokal yang bergerombol ( Stadium II lanjut dan Stadium III).
Terapi standarnya ialah dengan fluorouracil, (5-FU) dikombinasikan
dengan leucovorin dalam jangka waktu enam sampai dua belas bulan. 5-
FU merupakan anti metabolit dan leucovorin memperbaiki respon. Agen
lainnya, levamisole, (meningkatkan sistem imun, dapat menjadi substitusi
bagi leucovorin. Protopkol ini menurunkan angka kekambuhan kira – kira
15% dan menurunkan angka kematian kira – kira sebesar 10%.
22
DAFTAR PUSTAKAHassan, Isaac., 2006. Rectal carcinoma. Available from www.emedicine.com.
Cirincione, Elizabeth., 2005. Rectal Cancer. Available from 3. Anonim, 2006. Mengatasi
Kanker Rektal. Republika online. Available from www.republika.co.id
American Cancer Society, 2006. Cancer Facts and Figures 2006. American Cancer
Society
Inc. Atlanta
Anonim, 2006. A Patient’s Guide to Rectal Cancer. MD Anderson Cancer
Center,University of Texas.
Azamris, Nawawir Bustani, Misbach Jalins., 1997. Karsinoma Rekti di RSUP Dr. Jamil
Padang, Cermin dunia Kedokteran No.120. Available from http://www.kalbe.co.id
(Download :18 Juni 2009) 17 / 18 Karsinoma Rektum Written by Fadhlur
Rahman Wednesday
Anonim, 2006. Rectal Cancer Facts : What’s You Need To Know. Available from
Available from www.healthABC .
Anonim, 2006. Rectal Cancer - Overview, Screening, Diagnosis & Staging. Available from
www.OncologyChannel.com .
Anonim, 2005. Rectal Cancer Treatment. Available from www.nationalcancerinstitute.htm.
Marijata, 2006. Pengantar Dasar Bedah klinis. Unit Pelayanan Kampus, FK UGM.
De Jong Wim, Samsuhidajat R. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.
Mansjoer Arif et all, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Penerbit Buku Media
Aesculapius. Jakarta.
Casciato DA, (ed). 2004. Manual of Clinical Oncology 5th ed. Lippincott Willi ams &
Wilkins: USA.p 201
Schwartz SI, 2005. Schwartz’s Principles of Surgery 8th Ed. United States of America:
The McGraw-Hill Companies.
Lynch HT, Chapelle ADL. Hereditary Colorectal Cancer. the New England Journal of
Medicine. Available from www.pubmed.com . p.348:919-932,
Soeripto et al. Gastro-intestinal Cancer in Indonesia. Asian Pacific Journal of Cancer
Prevention, (Online), 2003; Vol. 4, No. 4, Available from
http://www.apocp.org/cancer_download/Vol4_No4/Soeripto.pdf .
National Cancer Institute. 2006. SEER Cancer Statistics Review 1975-2003, Available
from http://seer.cancer.gov/statfacts/html/colorect.html.
23