laporan farma
TRANSCRIPT
-
8/7/2019 laporan farma
1/7
Hipnotik dan sedatif merupakan golongan obat pendepresi susunan saraf pusat (SSP).
Efeknya bergantung kepada dosis, mulai dari yang ringan yaitu menyebabkan tenang atau
kantuk, menidurkan, hingga yang berat yaitu hilangnya kesadaran, keadaan anestesi, koma dan
mati. Pada dosis terapi, obat sedatif menekan aktivitas mental, menurunkan respons terhadap
rangsangan emosi sehingga menenangkan. Obat hipnotik menyebabkan kantuk dan
mempermudah tidur serta mempertahankan tidur yang menyerupai tidur fisiologis. Selama
bertahun-tahun, banyak obat dengan berbagai struktur telah digunakan karena sifat sedatif-
hipnotiknya, meliputi paraldehid (diperkenalkan sebelum barbiturat), kloral hidrat, etklorvinol,
glutetimid, metiprilon, etinamat, dan meprobamat (diperkenalkan tidak lama sebelum
benzodiazepin) [1].
Keluhan insomnia mencakup jenis masalah tidur yang luas, yaitu kesulitan jatuh tertidur,
sering terbangun, masa tidur yang singkat, dan tidur yang tak menyegarkan. Insomnia adalah
suatu keluhan serius yang meminta evaluasi serius dalam menemukan kemungkinan
penyebabnya (organik, psikologik, situasional, dan sebagainya) yang mungkin dapat diatasi
tanpa obat-obat hipnotik. Walaupun begitu, dalam beberapa kasus, penderita tetap akan
membutuhkan dan harus diberikan hipnotik-sedatif untuk waktu yang terbatas [2].
Obat-obat sedatif-hipnotik nonbenzodiazepin termasuk dalam kelompok obat yang
mendepresi sistem saraf pusat (SSP) dengan cara yang tergantung-dosis, yang secara progresif
menghasilkan penenangan atau rasa kantuk (sedasi), tidur (hypnosis farmakologis),
ketidaksadaran, koma, anesthesia bedah, serta depresi pernapasan dan regulasi kardiovaskular
yang fatal. Selain dimiliki oleh obat-obat tersebut, sifat-sifat ini juga dimiliki oleh sejumlah besar
zat kimia, termasuk anestetik umum dan alkohol alifatik, khususnya etanol. Hanya ada dua
petunjuk pada rangkaian depresi SSP yang dihasilkan dengan meningkatkan konsentrasi obat-
obat ini yang dapat ditentukan dengan derajat presisi yang layak: anestesia bedah, pada
keadaan ini rangsang nyeri tidak menimbulkan respons perilaku atau respons otonom, dan
kematian, sebagai akibat depresi neuron medulla yang cukup untuk mengganggu koordinasi
fungsi kardiovaskular dan pernapasan. Titik akhir pada konsentrasi depresan SSP yang lebih
rendah ditentukan dengan presisi yang lebih rendah-berkaitan dengan berkurangnya fungsi
-
8/7/2019 laporan farma
2/7
kognitif (termasuk perhatian terhadap rangsang lingkungan) atau keterampilan motorik
(misalnya ataksia), atau berkaitan dengan intensitas rangsang sensori yang diperlukan untuk
menimbulkan suatu respons refleks atau respons perilaku. Indikator penting lainnya mengenai
menurunnya aktivitas SSP, seperti analgesia dan supresi seizure, tidak selamanya terjadi dalam
rangkaian ini; efek tersebut mungkin tidak pada konsentrasi subanestetik obat depresan SSP
(misalnya suatu senyawa barbiturat), atau mungkin dapat terjadi disertai dengan sedasi
minimal atau bukti depresi SSP lainnya (misalnya dengan fenitoin, etosuksimid dosis rendah)
[3].
Benzodiazepin adalah hipnotik-sedatif yang paling penting. Semua struktur yang
diperlihatkan adalah 1,4-benzodiazepin, dan kebanyakan mengandung gugusan karboksamid
dalam struktur cincin heterosiklik beranggota 7. Jika digunakan untuk mengobati ansietas atau
gangguan tidur, hipnotik-sedatif biasanya diberikan per oral. Benzodiazepin merupakan obat-
obat basa lemah dan diabsorpsi sangat efektif pada pH tinggi yang ditemukan di dalam
duodenum. Kecepatan absorpsi benzodiazepin yang diberikan per oral berbeda tergantung
pada beberapa faktor termasuk sifat kelarutannya dalam lemak. Absorpsi per oral triazolam
sangat cepat sekali dan juga diazepam dan metabolit aktif dari klorazepat lebih cepat diabsorpsi
daripada benzodiazepin lain yang umum digunakan. Klorazepat dikonversi menjadi bentuk
aktifnya, desmetildiazepam oleh hidrolisa asam di lambung. Oksazepam dan temazepam
diabsorpsi lebih lambat daripada benzodiazepin lain. Bioavailabilitas dari beberapa
benzodiazepin, termasuk klordiazepoksid dan diazepam, tidak dapat diandalkan setelah
pemberian secara intramuskular [2].
Hampir semua efek benzodiazepin dihasilkan dari kerja obat-obat ini pada SSP. Efek
yang paling menonjol adalah aktivitas sedasi, hypnosis, berkurangnya ansietas, relaksasi otot,
anterograde amnesia, dan antikonvulsan. Hanya dua efek obat-obat ini yang muncul akibat
kerja pada jaringan perifer: vasodilatasi koroner, yang terlihat setelah pemberian intravena
dosis terapeutik benzodiazepin tertentu, dan blockade neuromuskular, yang hanya terlihat
pada dosis yang sangat tinggi [3].
-
8/7/2019 laporan farma
3/7
Benzodiazepin (BZs) telah lama digunakan sebagi ansiolitik, dan obat-obat ini juga telah
digunakan secara luas pada terapi gangguan tidur. BZs memberikan efek farmakologisnya
dengan berikatan dengan alosterik spesifik BZs pada reseptor GABAA (GABAA-Rs) dan dengan
demikian memodulasi fungsi reseptor. Dalam beberapa tahun terakhir, kesadaran efek yang
tidak diinginkan dari BZs menghasilkan generasi baru dari hipnotik nonbenzodiazepin, termasuk
obat Z: zopiklon dan zolpidem. Zolpidem adalah imidazopiridin, sedangkan zopiklon adalah
siklopirolon. Efek sedatif dan ansiolitik dari zopiklon pada tikus terutama dihasilkan oleh
eszopiklon, (S)-enantiomer dari zopiklon [4].
Berbagai efek mirip-benzodiazepin telah diamati in vivo dan in vitro dan telah
digolongkan sebagai efek agonis penuh (yaitu efek yang benar-benar mirip, misalnya diazepam
dengan pendudukan fraksional relative rendah) atau efek agonis parsial (yaitu menghasilkan
efek maksimal yang kurang intens dan/atau membutuhkan pendudukan fraksional yang relative
tinggi dibandingkan dengan obat seperti diazepam). Beberapa senyawa menghasilkan efek yang
berlawanan dengan efek diazepam tanpa adanya agonis mirip-benzodiazepin dan disebut
agonis invers; agonis invers parsial juga telah dikenal. Kebanyakan efek agonis dan agonis invers
dapat dibalikkan atau dicegah oleh anatagonis benzodiazepin flumazenil, yang bersaing dengan
agonis dan agonis invers untuk berikatan pada reseptor benzodiazepin. Selain itu, contoh-
contoh dari berbagai golongan senyawa berperilaku seperti flumazenil dan hanya bekerja untuk
memblok efek agonis atau agonis invers [3].
Sifat fisikokimia dan farmakokinetik benzodiazepin sangat mempengaruhi kegunaan
klinisnya. Semua senyawa tersebut mempunyai koefisien distribusi lipid: air yang tinggi dalam
bentuk tidak terionisasi; namun, lipofilisitasnya beragam lebih dari 50 kali lipat sesuai dengan
polaritas dan elektronegativitas berbagai substituennya. Semua benzodiazepin pada dasarnya
diabsorpsi sempurna, kecuali klorazepat; obat ini cepat mengalami dekarboksilasi dalam cairan
lambung menjadi N-desmetildiazepam (nordazepam), yang kemudian diabsorpsi sempurna.
Beberapa benzodiazepin (seperti prazepam dan flurazepam) mencapai sirkulasi sistemik hanya
dalam bentuk metabolit aktif [3].
-
8/7/2019 laporan farma
4/7
Obat-obat yang aktif pada reseptor benzodiazepin dapat dibagi menjadi empat kategori
berdasarkan waktu paruh eliminasinya: 1) benzodiazepin kerja-sangat-singkat; 2) obat kerja-
singkat, dengan t kurang dari 6 jam, antara lain: triazolam, zolpidem nonbenzodiazepin (t
sekitar 2 jam), dan zopiklon (t 5 sampai 6 jam); 3) obat kerja-sedang, dengan t 6 sampai 24
jam, antara lain estazolam dan temazepam; dan 4) obat kerja-lama, dengan t lebih dari 24 jam,
antara lain flurazepam, diazepam, dan kuazepam [3].
Benzodiazepin banyak dimetabolisme oleh enzim-enzim dalam kelompok sitokrom
P450, terutama CYP3A4 dan CYP2C19. Beberapa benzodiazepin, seperti oksazepam, langsung
terkonjugasi dan tidak dimetabolisme oleh enzim ini. Pada waktu konsentrasi puncak dalam
plasma tercapai, dosis hipnotik benzodiazepin diperkirakan dapat menyebabkan berbagai
tingkat pusing, kelelahan, peningkatan waktu reaksi, inkoordinasi motorik, gangguan mental
dan fungsi motorik, bingung, dan anterograde amnesia. Efek samping benzodiazepin lainnya
yang relative umum adalah lemah, sakit kepala, penglihatan kabur, vertigo, mual dan muntah,
gangguan epigastrik, dan diare; nyeri sendi, nyeri dada, dan inkontinensi dapat terjadi pada
beberapa pemakai. Benzodiazepin antikonvulsan terkadang bahakan meningkatkan frekuensi
seizure pada penderita epilepsi [3].
Diazepam cepat diserap ketika diberikan secara oral dan memiliki bioavailabilitas tinggi
dan juga sangat terkait protein dalam plasma. Waktu paruhnya sekitar 40 jam, tetapi bisa
bervariasi secara luas. Bahkan lebih penting lagi, induksi metabolit aktif memiliki waktu paruh
lebih lama, hingga 100 jam atau lebih. Konsentrasi plasma maksimum mencapai 30 sampai 60
menit setelah asupan oral. Efek sedatif dimulai pada fase distribusi. Konsentrasi terapeutik
darah untuk diazepam dikatakan berkisar antara 0,1 sampai 1,0 mg/liter. Respon dari obat ini
tergantung dosisnya. Diazepam dengan dosis rendah menyebabkan kantuk. Pada dosis tinggi,
bagaimanapun, sedasi berat dan efek pada respirasi mungkin terjadi. Respon durasi tergantung
dosis, bagaimanapun, efek onset terjadi dalam 30 menit dan efek signifikan dapat berlangsung
dalam12 sampai 24 jam dengan dosis terapeutik [5].
Barbiturat mengalami periode penggunaan ekstensif yang panjang sebagai obat sedatif-
hipnotik; namun, obat ini sebagian besar sudah digantikan oleh benzodiazepin khusus.
-
8/7/2019 laporan farma
5/7
Barbiturat mendepresi aktivitas semua jaringan yang dapat terangsang secara reversible.
Sistem saraf pusat sangat sensitif, dan bahkan jika barbiturate diberikan dalam konsentrasi
anestetik, efek langsungnya lemah pada jaringan yang dapat terangsang di perifer. Meskipun
demikian, penurunan fungsi kardiovaskular dan fungsi perifer lain yang parah terjadi pada
intoksikasi barbiturat akut [3].
Untuk penggunaan sedatif-hipnotik, barbiturat biasanya diberikan secara oral. Dosis
tersebut diabsorpsi dengan cepat dan mungkin secara sempurna; garam natrium diabsorpsi
lebih cepat daripada dalam bentuk asam bebasnya, terutama dari formulasi cair. Onset
kerjanya beragam mulai dari 10 sampai 60 menit, tergantung pada obat dan formulasinya, dan
diperlambat dengan adanya makanan dalam lambung. Jika perlu, injeksi intramuskular larutan
garam natrium harus ditempatkan mendalam pada otot yang besar untuk menghindari nyeri
dan kemungkinan nekrosis yang dapat terjadi pada tempat yang lebih superfisial. Untuk
beberapa obat, sediaan khusus tersedia untuk pemberian rektal. Rute intravena biasanya
disediakan untuk menangani status epileptikus (fenobarbital natrium) atau untuk menginduksi
dan/atau mempertahankan anestesia umum (misalnya thiopental, metoheksital) [3].
Barbiturat terdistribusi secara luas dan mudah menembus plasenta. Barbiturat yang
snagat larut dalam lemak, terutama yang digunakan untuk menginduksi anestesia, mengalami
redistribusi setelah injeksi intravena. Ambilan ke dalam jaringan vaskular yang lebih sedikit,
terutama otot dan lemak, menyebabkan penurunan konsentrasi barbiturat dalam plasma dan
otak. Dengan thiopental dan metoheksital, hal ini menyebabkan terbangunnya pasien dalam 5
sampai 15 menit setelah injeksi dosis anestetik yang lazim [3].
Dengan kekecualian aprobarbital dan fenobarbital yang kurang larut dalam lemak,
senyawa barbiturat mengalami metabolisme yang hamper sempurna dan/atau konjugasi dalam
hati sebelum diekskresi melalui ginjal. Pada beberapa contoh (misalnya fenobarbital), N-
glikosilasi merupakan jalur metabolic yang penting. Sekitar 25% fenobarbital dan hamper
semua aprobarbital diekskresi dalam bentuk tidak berubah di dalam urin. Ekskresi renalnya
dapat sangat meningkat akibat diuresis osmotik dan/atau pembasaan urin [3].
-
8/7/2019 laporan farma
6/7
Rasa kantuk dapat berlangsung hanya selama beberapa jam setelah pemberian dosis
hipnotik barbiturat, tetapi depresi residual pada SSP kadang-kadang muncul pada keesokan
harinya. Efek residual juga dapat berupa vertigo, mual, muntah, atau diare, atau kadang-kadang
dapat termanifestasi sebagai keterangsangan yang tampak jelas. Pemakai dapat terbangun
dengan intoksikasi ringan dan mengalami euphoria dan merasa berenergi; selanjutnya, ketika
stuntutan aktivitas siang hari menantang kemampuan yang kemungkinan terganggu, pemakai
kemungkinan menunjukkan iritabilitas dan mudah marah [3].
Penggunaan terapeutik barbiturat sebagai obat sedatif-hipnotik sangat menurun karena
tidak adanya spesifisitas efek pada SSP, indeks terapeutik yang lebih rendah daripada
benzodiazepin, toleransi terjadi lebih sering dibandingkan dengan benzodiazepin, kemungkinan
penyalahgunaan lebih besar, dan jumlah interaksi obat sangat besar. Seperti benzodiazepin,
pemilihan barbiturat tertentu untuk indikasi terapeutik tertentu didasarkan terutama pada
pertimbangan farmakokinetik [3].
Fenobarbital adalah golongan barbiturat yang bekerja dengan menurunkan aktivitas
otak. Fenobarbital memiliki efek sedatif dan hipnotik, yang dapat membantu pasien tenang
sebelum pembedahan atau membantu pasien untuk tidur. Fenobarbital juga mengurangi atau
mengontrol rasa kantuk atau konvulsi, kecuali untuk petit mal. Fenobarbital generic oral yang
tersedia mengandung alkohol yang tinggi yang dapat meningkatkan efek yang tidak diinginkan
[6].
-
8/7/2019 laporan farma
7/7
DAFTAR PUSTAKA
1. Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Balai Penerbit FK UI, 2007.
2. Katzung, Bertram G. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: EGC, 1997.
3. Gilman, Goodman. DasarFarmakologi Terapi. Jakarta: EGC, 2007.
4. Jia F, Goldstain P, Harrison N. The modulation of synaptic GABAA receptors in the thalamus
by eszopiclone and zolpidem. The Journal of Pharmacology and Experimental Therapeutics,
2009; 328 (3): 1000-6.
5. Ragnehed M, Hakansson I, Nilsson M, Lundberg P, Soderfeldt B, et al. Influence of diazepam
on clinically designed fMRI. J Neuropsychiatry Clin Neurosci, 2007; 19 (2): 164-72.
6. Jelveghari M, Nokhodchi A. Development and chemical stability studies of alcohol-free
phenobarbital solution for use in pediatrics: a technical note. AAPS PharmSciTech, 2008; 9
(3): 939-43.