laporan farma

Upload: siscatarigan

Post on 08-Apr-2018

229 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/7/2019 laporan farma

    1/7

    Hipnotik dan sedatif merupakan golongan obat pendepresi susunan saraf pusat (SSP).

    Efeknya bergantung kepada dosis, mulai dari yang ringan yaitu menyebabkan tenang atau

    kantuk, menidurkan, hingga yang berat yaitu hilangnya kesadaran, keadaan anestesi, koma dan

    mati. Pada dosis terapi, obat sedatif menekan aktivitas mental, menurunkan respons terhadap

    rangsangan emosi sehingga menenangkan. Obat hipnotik menyebabkan kantuk dan

    mempermudah tidur serta mempertahankan tidur yang menyerupai tidur fisiologis. Selama

    bertahun-tahun, banyak obat dengan berbagai struktur telah digunakan karena sifat sedatif-

    hipnotiknya, meliputi paraldehid (diperkenalkan sebelum barbiturat), kloral hidrat, etklorvinol,

    glutetimid, metiprilon, etinamat, dan meprobamat (diperkenalkan tidak lama sebelum

    benzodiazepin) [1].

    Keluhan insomnia mencakup jenis masalah tidur yang luas, yaitu kesulitan jatuh tertidur,

    sering terbangun, masa tidur yang singkat, dan tidur yang tak menyegarkan. Insomnia adalah

    suatu keluhan serius yang meminta evaluasi serius dalam menemukan kemungkinan

    penyebabnya (organik, psikologik, situasional, dan sebagainya) yang mungkin dapat diatasi

    tanpa obat-obat hipnotik. Walaupun begitu, dalam beberapa kasus, penderita tetap akan

    membutuhkan dan harus diberikan hipnotik-sedatif untuk waktu yang terbatas [2].

    Obat-obat sedatif-hipnotik nonbenzodiazepin termasuk dalam kelompok obat yang

    mendepresi sistem saraf pusat (SSP) dengan cara yang tergantung-dosis, yang secara progresif

    menghasilkan penenangan atau rasa kantuk (sedasi), tidur (hypnosis farmakologis),

    ketidaksadaran, koma, anesthesia bedah, serta depresi pernapasan dan regulasi kardiovaskular

    yang fatal. Selain dimiliki oleh obat-obat tersebut, sifat-sifat ini juga dimiliki oleh sejumlah besar

    zat kimia, termasuk anestetik umum dan alkohol alifatik, khususnya etanol. Hanya ada dua

    petunjuk pada rangkaian depresi SSP yang dihasilkan dengan meningkatkan konsentrasi obat-

    obat ini yang dapat ditentukan dengan derajat presisi yang layak: anestesia bedah, pada

    keadaan ini rangsang nyeri tidak menimbulkan respons perilaku atau respons otonom, dan

    kematian, sebagai akibat depresi neuron medulla yang cukup untuk mengganggu koordinasi

    fungsi kardiovaskular dan pernapasan. Titik akhir pada konsentrasi depresan SSP yang lebih

    rendah ditentukan dengan presisi yang lebih rendah-berkaitan dengan berkurangnya fungsi

  • 8/7/2019 laporan farma

    2/7

    kognitif (termasuk perhatian terhadap rangsang lingkungan) atau keterampilan motorik

    (misalnya ataksia), atau berkaitan dengan intensitas rangsang sensori yang diperlukan untuk

    menimbulkan suatu respons refleks atau respons perilaku. Indikator penting lainnya mengenai

    menurunnya aktivitas SSP, seperti analgesia dan supresi seizure, tidak selamanya terjadi dalam

    rangkaian ini; efek tersebut mungkin tidak pada konsentrasi subanestetik obat depresan SSP

    (misalnya suatu senyawa barbiturat), atau mungkin dapat terjadi disertai dengan sedasi

    minimal atau bukti depresi SSP lainnya (misalnya dengan fenitoin, etosuksimid dosis rendah)

    [3].

    Benzodiazepin adalah hipnotik-sedatif yang paling penting. Semua struktur yang

    diperlihatkan adalah 1,4-benzodiazepin, dan kebanyakan mengandung gugusan karboksamid

    dalam struktur cincin heterosiklik beranggota 7. Jika digunakan untuk mengobati ansietas atau

    gangguan tidur, hipnotik-sedatif biasanya diberikan per oral. Benzodiazepin merupakan obat-

    obat basa lemah dan diabsorpsi sangat efektif pada pH tinggi yang ditemukan di dalam

    duodenum. Kecepatan absorpsi benzodiazepin yang diberikan per oral berbeda tergantung

    pada beberapa faktor termasuk sifat kelarutannya dalam lemak. Absorpsi per oral triazolam

    sangat cepat sekali dan juga diazepam dan metabolit aktif dari klorazepat lebih cepat diabsorpsi

    daripada benzodiazepin lain yang umum digunakan. Klorazepat dikonversi menjadi bentuk

    aktifnya, desmetildiazepam oleh hidrolisa asam di lambung. Oksazepam dan temazepam

    diabsorpsi lebih lambat daripada benzodiazepin lain. Bioavailabilitas dari beberapa

    benzodiazepin, termasuk klordiazepoksid dan diazepam, tidak dapat diandalkan setelah

    pemberian secara intramuskular [2].

    Hampir semua efek benzodiazepin dihasilkan dari kerja obat-obat ini pada SSP. Efek

    yang paling menonjol adalah aktivitas sedasi, hypnosis, berkurangnya ansietas, relaksasi otot,

    anterograde amnesia, dan antikonvulsan. Hanya dua efek obat-obat ini yang muncul akibat

    kerja pada jaringan perifer: vasodilatasi koroner, yang terlihat setelah pemberian intravena

    dosis terapeutik benzodiazepin tertentu, dan blockade neuromuskular, yang hanya terlihat

    pada dosis yang sangat tinggi [3].

  • 8/7/2019 laporan farma

    3/7

    Benzodiazepin (BZs) telah lama digunakan sebagi ansiolitik, dan obat-obat ini juga telah

    digunakan secara luas pada terapi gangguan tidur. BZs memberikan efek farmakologisnya

    dengan berikatan dengan alosterik spesifik BZs pada reseptor GABAA (GABAA-Rs) dan dengan

    demikian memodulasi fungsi reseptor. Dalam beberapa tahun terakhir, kesadaran efek yang

    tidak diinginkan dari BZs menghasilkan generasi baru dari hipnotik nonbenzodiazepin, termasuk

    obat Z: zopiklon dan zolpidem. Zolpidem adalah imidazopiridin, sedangkan zopiklon adalah

    siklopirolon. Efek sedatif dan ansiolitik dari zopiklon pada tikus terutama dihasilkan oleh

    eszopiklon, (S)-enantiomer dari zopiklon [4].

    Berbagai efek mirip-benzodiazepin telah diamati in vivo dan in vitro dan telah

    digolongkan sebagai efek agonis penuh (yaitu efek yang benar-benar mirip, misalnya diazepam

    dengan pendudukan fraksional relative rendah) atau efek agonis parsial (yaitu menghasilkan

    efek maksimal yang kurang intens dan/atau membutuhkan pendudukan fraksional yang relative

    tinggi dibandingkan dengan obat seperti diazepam). Beberapa senyawa menghasilkan efek yang

    berlawanan dengan efek diazepam tanpa adanya agonis mirip-benzodiazepin dan disebut

    agonis invers; agonis invers parsial juga telah dikenal. Kebanyakan efek agonis dan agonis invers

    dapat dibalikkan atau dicegah oleh anatagonis benzodiazepin flumazenil, yang bersaing dengan

    agonis dan agonis invers untuk berikatan pada reseptor benzodiazepin. Selain itu, contoh-

    contoh dari berbagai golongan senyawa berperilaku seperti flumazenil dan hanya bekerja untuk

    memblok efek agonis atau agonis invers [3].

    Sifat fisikokimia dan farmakokinetik benzodiazepin sangat mempengaruhi kegunaan

    klinisnya. Semua senyawa tersebut mempunyai koefisien distribusi lipid: air yang tinggi dalam

    bentuk tidak terionisasi; namun, lipofilisitasnya beragam lebih dari 50 kali lipat sesuai dengan

    polaritas dan elektronegativitas berbagai substituennya. Semua benzodiazepin pada dasarnya

    diabsorpsi sempurna, kecuali klorazepat; obat ini cepat mengalami dekarboksilasi dalam cairan

    lambung menjadi N-desmetildiazepam (nordazepam), yang kemudian diabsorpsi sempurna.

    Beberapa benzodiazepin (seperti prazepam dan flurazepam) mencapai sirkulasi sistemik hanya

    dalam bentuk metabolit aktif [3].

  • 8/7/2019 laporan farma

    4/7

    Obat-obat yang aktif pada reseptor benzodiazepin dapat dibagi menjadi empat kategori

    berdasarkan waktu paruh eliminasinya: 1) benzodiazepin kerja-sangat-singkat; 2) obat kerja-

    singkat, dengan t kurang dari 6 jam, antara lain: triazolam, zolpidem nonbenzodiazepin (t

    sekitar 2 jam), dan zopiklon (t 5 sampai 6 jam); 3) obat kerja-sedang, dengan t 6 sampai 24

    jam, antara lain estazolam dan temazepam; dan 4) obat kerja-lama, dengan t lebih dari 24 jam,

    antara lain flurazepam, diazepam, dan kuazepam [3].

    Benzodiazepin banyak dimetabolisme oleh enzim-enzim dalam kelompok sitokrom

    P450, terutama CYP3A4 dan CYP2C19. Beberapa benzodiazepin, seperti oksazepam, langsung

    terkonjugasi dan tidak dimetabolisme oleh enzim ini. Pada waktu konsentrasi puncak dalam

    plasma tercapai, dosis hipnotik benzodiazepin diperkirakan dapat menyebabkan berbagai

    tingkat pusing, kelelahan, peningkatan waktu reaksi, inkoordinasi motorik, gangguan mental

    dan fungsi motorik, bingung, dan anterograde amnesia. Efek samping benzodiazepin lainnya

    yang relative umum adalah lemah, sakit kepala, penglihatan kabur, vertigo, mual dan muntah,

    gangguan epigastrik, dan diare; nyeri sendi, nyeri dada, dan inkontinensi dapat terjadi pada

    beberapa pemakai. Benzodiazepin antikonvulsan terkadang bahakan meningkatkan frekuensi

    seizure pada penderita epilepsi [3].

    Diazepam cepat diserap ketika diberikan secara oral dan memiliki bioavailabilitas tinggi

    dan juga sangat terkait protein dalam plasma. Waktu paruhnya sekitar 40 jam, tetapi bisa

    bervariasi secara luas. Bahkan lebih penting lagi, induksi metabolit aktif memiliki waktu paruh

    lebih lama, hingga 100 jam atau lebih. Konsentrasi plasma maksimum mencapai 30 sampai 60

    menit setelah asupan oral. Efek sedatif dimulai pada fase distribusi. Konsentrasi terapeutik

    darah untuk diazepam dikatakan berkisar antara 0,1 sampai 1,0 mg/liter. Respon dari obat ini

    tergantung dosisnya. Diazepam dengan dosis rendah menyebabkan kantuk. Pada dosis tinggi,

    bagaimanapun, sedasi berat dan efek pada respirasi mungkin terjadi. Respon durasi tergantung

    dosis, bagaimanapun, efek onset terjadi dalam 30 menit dan efek signifikan dapat berlangsung

    dalam12 sampai 24 jam dengan dosis terapeutik [5].

    Barbiturat mengalami periode penggunaan ekstensif yang panjang sebagai obat sedatif-

    hipnotik; namun, obat ini sebagian besar sudah digantikan oleh benzodiazepin khusus.

  • 8/7/2019 laporan farma

    5/7

    Barbiturat mendepresi aktivitas semua jaringan yang dapat terangsang secara reversible.

    Sistem saraf pusat sangat sensitif, dan bahkan jika barbiturate diberikan dalam konsentrasi

    anestetik, efek langsungnya lemah pada jaringan yang dapat terangsang di perifer. Meskipun

    demikian, penurunan fungsi kardiovaskular dan fungsi perifer lain yang parah terjadi pada

    intoksikasi barbiturat akut [3].

    Untuk penggunaan sedatif-hipnotik, barbiturat biasanya diberikan secara oral. Dosis

    tersebut diabsorpsi dengan cepat dan mungkin secara sempurna; garam natrium diabsorpsi

    lebih cepat daripada dalam bentuk asam bebasnya, terutama dari formulasi cair. Onset

    kerjanya beragam mulai dari 10 sampai 60 menit, tergantung pada obat dan formulasinya, dan

    diperlambat dengan adanya makanan dalam lambung. Jika perlu, injeksi intramuskular larutan

    garam natrium harus ditempatkan mendalam pada otot yang besar untuk menghindari nyeri

    dan kemungkinan nekrosis yang dapat terjadi pada tempat yang lebih superfisial. Untuk

    beberapa obat, sediaan khusus tersedia untuk pemberian rektal. Rute intravena biasanya

    disediakan untuk menangani status epileptikus (fenobarbital natrium) atau untuk menginduksi

    dan/atau mempertahankan anestesia umum (misalnya thiopental, metoheksital) [3].

    Barbiturat terdistribusi secara luas dan mudah menembus plasenta. Barbiturat yang

    snagat larut dalam lemak, terutama yang digunakan untuk menginduksi anestesia, mengalami

    redistribusi setelah injeksi intravena. Ambilan ke dalam jaringan vaskular yang lebih sedikit,

    terutama otot dan lemak, menyebabkan penurunan konsentrasi barbiturat dalam plasma dan

    otak. Dengan thiopental dan metoheksital, hal ini menyebabkan terbangunnya pasien dalam 5

    sampai 15 menit setelah injeksi dosis anestetik yang lazim [3].

    Dengan kekecualian aprobarbital dan fenobarbital yang kurang larut dalam lemak,

    senyawa barbiturat mengalami metabolisme yang hamper sempurna dan/atau konjugasi dalam

    hati sebelum diekskresi melalui ginjal. Pada beberapa contoh (misalnya fenobarbital), N-

    glikosilasi merupakan jalur metabolic yang penting. Sekitar 25% fenobarbital dan hamper

    semua aprobarbital diekskresi dalam bentuk tidak berubah di dalam urin. Ekskresi renalnya

    dapat sangat meningkat akibat diuresis osmotik dan/atau pembasaan urin [3].

  • 8/7/2019 laporan farma

    6/7

    Rasa kantuk dapat berlangsung hanya selama beberapa jam setelah pemberian dosis

    hipnotik barbiturat, tetapi depresi residual pada SSP kadang-kadang muncul pada keesokan

    harinya. Efek residual juga dapat berupa vertigo, mual, muntah, atau diare, atau kadang-kadang

    dapat termanifestasi sebagai keterangsangan yang tampak jelas. Pemakai dapat terbangun

    dengan intoksikasi ringan dan mengalami euphoria dan merasa berenergi; selanjutnya, ketika

    stuntutan aktivitas siang hari menantang kemampuan yang kemungkinan terganggu, pemakai

    kemungkinan menunjukkan iritabilitas dan mudah marah [3].

    Penggunaan terapeutik barbiturat sebagai obat sedatif-hipnotik sangat menurun karena

    tidak adanya spesifisitas efek pada SSP, indeks terapeutik yang lebih rendah daripada

    benzodiazepin, toleransi terjadi lebih sering dibandingkan dengan benzodiazepin, kemungkinan

    penyalahgunaan lebih besar, dan jumlah interaksi obat sangat besar. Seperti benzodiazepin,

    pemilihan barbiturat tertentu untuk indikasi terapeutik tertentu didasarkan terutama pada

    pertimbangan farmakokinetik [3].

    Fenobarbital adalah golongan barbiturat yang bekerja dengan menurunkan aktivitas

    otak. Fenobarbital memiliki efek sedatif dan hipnotik, yang dapat membantu pasien tenang

    sebelum pembedahan atau membantu pasien untuk tidur. Fenobarbital juga mengurangi atau

    mengontrol rasa kantuk atau konvulsi, kecuali untuk petit mal. Fenobarbital generic oral yang

    tersedia mengandung alkohol yang tinggi yang dapat meningkatkan efek yang tidak diinginkan

    [6].

  • 8/7/2019 laporan farma

    7/7

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

    Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Balai Penerbit FK UI, 2007.

    2. Katzung, Bertram G. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: EGC, 1997.

    3. Gilman, Goodman. DasarFarmakologi Terapi. Jakarta: EGC, 2007.

    4. Jia F, Goldstain P, Harrison N. The modulation of synaptic GABAA receptors in the thalamus

    by eszopiclone and zolpidem. The Journal of Pharmacology and Experimental Therapeutics,

    2009; 328 (3): 1000-6.

    5. Ragnehed M, Hakansson I, Nilsson M, Lundberg P, Soderfeldt B, et al. Influence of diazepam

    on clinically designed fMRI. J Neuropsychiatry Clin Neurosci, 2007; 19 (2): 164-72.

    6. Jelveghari M, Nokhodchi A. Development and chemical stability studies of alcohol-free

    phenobarbital solution for use in pediatrics: a technical note. AAPS PharmSciTech, 2008; 9

    (3): 939-43.