laporan bffk

12
1. MUTIA SARI WARDANA 2. MUHAMMAD ARIF 3. PUTRI ASSIFA 4. WIDYA LARASATI FARMASI 4 A

Upload: mutiasariwardana

Post on 01-Jul-2015

399 views

Category:

Documents


48 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN BFFK

1. MUTIA SARI WARDANA

2. MUHAMMAD ARIF

3. PUTRI ASSIFA4. WIDYA LARASATI

FARMASI 4 A

Page 2: LAPORAN BFFK

PEMBUATAN KURVA KALIBRASI

I. TUJUAN1. Mahasiswa dapat memahami tahap-tahap dalam pembuatan kurva kalibrasi

2. Menggunakan kurva kalibrasi dalam analisa obat

II. DASAR TEORITerdapat molekul-molekul yang dapat mengabsorpsi atau mentransmisi radiasi gelombang

elektromagnetik. Berkas cahaya putih adalah kombinasi semua panjang gelombang spektrum dapat

Nampak. Perbedaan warna sebenarnya ditentukan dengan bagaimana panjang gelombang cahaya

tersebut diabsorpsi dan ditransmisikan (dipantulkan) oleh objek atau suatu larutan.

Spektrofotometri merupakan suatu metoda analisa yang didasarkan pada pengukuran seapan

sinar monokromatis oleh suatu lajur larutan berwarna pada panjang gelombang spesifik dengan

menggunakan monokromator prisma atau kisi difraksi dengan detektorfototube. Spektrofotometer

ini data dianggap sebagai perluasan sutu pemeriksaan visual dengan studi yang lebih mendalam dari

absorpsi energy. Absorpsi radiasi oleh suatu sampel diukur pada berbagai panjang gelombang dan

dialirkan oleh suatu perekam untuk menghasilkan spectrum tertentu yang khas untuk komponen

yang berbeda.

Pada prinsipnya, spektrofotometer mengirim seberkas cahaya melalui sampel anda, da

mengukur berapa banyak yang akan melalui (ditransmisikan). Ini adalah fungsi dari seberapa

banyak cahaya yang diserap oleh kimia tertentu dalam sampel. Spektrofotometer dapat membaca

baik “T%” (presentase cahaya yang ditularkan melalui sampel) atau absorbance (jumlah cahaya

yang diserap, dinyatakan dalam satuan yang disebut sewenang-wenang absorbansi unit, kepadatan

unit). Beberapa biologi). Ini adalah salah satu yang relative sederhana tapi mewah dan menarik,

juga disebut alat sederhana yang disebut colorimeter, bahwa hanya mengukur rentang terlihat

gelombang cahaya.

Prinsip dasar spektometri serapan atom (AAS) merupakan teknik analisis kuantitatif dari

unsur-unsur yang pemakaiannya sangat luas di berbagai bidang karena prosedurnya yang selektif,

spesifik, biaya analisi yang relatif murah, sensitivitas yang tinggi (ppm-ppb), dapat mudah

membentuk matriks yang sesuai dengan standar, waktu analisis sangat cepat, dan mudah dilakukan.

Panjang gelombang yang diserap oleh atom dalam keadaan dasar akan sama dengan panjang

gelombang yang diemisikan oleh atom dalam keadaan tereksitasi, apabila energi transisi kedua

keadaan tersebut adalah sama tetapi dalam arah yang yang berlawanan.

Page 3: LAPORAN BFFK

Lebar pita spektra yang diabsorpsi atau diemisikan akan sangat sempit jika masing-masing

atom yang mengabsorpsi atau memancarkan radiasi mempunyai energi transisi yang sama.

Panjang gelombang yang dikaitkan dengan cahaya tampak itu mampu mempengaruhi selaput

pelangi mata manusia dan karenanya menimbulkan kesan subyektif akan ketampakan (vision).

Dalam analisis secara spektrofotometri terdapat tiga daerah panjang gelombang elektromagnetik

yang digunakan, yaitu daerah UV  (200-380 nm), daerah visible (380-700 nm), daerah inframerah

(700-3000 nm).

Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau absorban suatu sampel sebagai

fungsi panjang gelombang. Tiap media akan menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu

tergantung pada senyawaan atau warna terbentuk. Secara garis besar spektrofotometer terdiri dari 4

bagian penting yaitu :

a. Sumber Cahaya

Sebagai sumber cahaya pada spektrofotometer, haruslah memiliki pancaran radiasi yang stabil

dan intensitasnya tinggi. Sumber energi cahaya yang biasa untuk daerah tampak, ultraviolet dekat,

dan inframerah dekat adalah sebuah lampu pijar dengan kawat rambut terbuat dari wolfram

(tungstenn). Lampu ini mirip dengan bola lampu pijar biasa, daerah panjang gelombang (l) adalah

350-2200 nanometer (nm).

b. Monokromator

Monokromator adalah alat yang berfungsi untuk menguraikan cahaya polikromatis menjadi

beberapa komponen panjang gelombang tertentu (monokromatis) yang bebeda (terdispersi).

c. Cuvet spektrofotometer

Kuvet adalah suatu alat yang digunakan sebagai tempat. Contoh atau cuplikan yang akan

dianalisis.  Cuvet biasanya terbuat dari kwars, plexigalass, kaca, plastic dengan bentuk tabung

empat persegi panjang 1x1 cm dan tinggi 5 cm.

d. Detektor

Peranan detektor penerima adalah memberikan respon terhadap cahaya pada berbagai panjang

gelombang. Detektor akan mengubah cahaya menjadi sinyal listrik yang selanjutnya akan

ditampilkan oleh penampil data dalam bentuk jarum penunjuk atau angka digital.

Dengan mengukur transmitans larutan sampel, dimungkinkan untuk menentukan

konsentrasinya dengan menggunakan hukum Lambert-Beer. Spektrofotometer akan mengukur

intensitas cahaya melewati sampel (I), dan membandingkan ke intensitas cahaya sebelum melewati

sampel (Io). Rasio disebut transmittance, dan biasanya dinyatakan dalam persentase (% T) sehingga

bisa dihitung besar absorban (A) .

Absorbsi sinar oleh larutan mengikuti hukum Lambert-Beer, yaitu :

Page 4: LAPORAN BFFK

A = log (Io/It) = Keterangan  : Io = Intensitas sinar datang

It = Intensitas sinar yang diteruskan

a = Absorptivitas

b = Panjang sel/kuvet

c = konsentrasi (g/l)

A = Absorban

III. ALAT DAN BAHANAlat Bahan

- Labu ukur - NaOH- Beker gelas - Aquadest- Kaca arloji - Paracetamol- Spatula - Pipet tetes- Timbangan analitik- Spektrofotometer

IV. CARA KERJA

Operating Time

Pembuatan larutan alkali NaOH 0,1 M

Pembuatan larutan induk paracetamol 1000 ppm

Pengenceran larutan paracetamol 10 ppm

Penentuan Panjang Gelombang Max

Larutan paracetamol 10 ppm

Pengujian panjang gelombang paracetamol 257 nm dengan

spektofotometri

Plotkan serapan yang terbaca vs panjang gelombang

Membuat Kurva Kalibrasi

Larutan paracetamol dengan kadar 6 ppm, 8 ppm, 10 ppm, 12 ppm,14 ppm

Intensitas serapan dibaca pada gelombang yang telah ditentukan

Persamaan dari kurva baku menggunakan persamaan kuadrat terkecil, hitung

koefisien korelasinya

Page 5: LAPORAN BFFK

V. HASIL PENGAMATANGambar Keterangan Perhitungan

Pembuatan larutan alkali NaOH 0,1 MNaOH 0,1 M =

grMr

=

1000vol(mL)

= gr40

= 10001000

Gram = 40 x1000

1000

= 40 gram

Pembuatan larutan induk paracetamol 1000 ppm=

100 mg100 mL

x 1000 ppm

= 1000 ppm

Pengenceran larutan paracetamol 10 ppm=

1 mL100 mL

x 1000 ppm

= 10 ppm

Pengukuran larutan paracetamol 10 ppm di dalam

alat spektofotometer

Hasil pengukuran :

Panjang gelombang 257 nm

Nilai absorbansi = 0.493

Pembuatan larutan paracetamol 100 ppm =

5 mL5 0 mL

x 1000 ppm

= 10 ppm

4 gr NaOH

1ooo ml

Aquadest

Larutan NaOH 0,1 M

100 mg paracetamol

100 ml aquad

est

paracetamol 1000 ppm

1 ml lar.

induk

100 ml Aquad

est

paracetamol

10 ppm

5 ml lar.

induk

50 ml Aquadest

paracetamol 100 ppm

Page 6: LAPORAN BFFK

Larutan paracetamol 100 ppm di buat satu seri

larutan paracetamol dengan variasi kadar 6 ppm, 8

ppm, 10 ppm, 12 ppm, 14 ppm

Analisis data

Analisis DataDari pengenceran larutan induk, larutan 10 ppm di ukur nilai absorbansinya dengan

spektofotometer, maka didapat nilai absorban 0.0493

Maka : A = a. b. c

0,493 = a. 1. 10

a = 4,93 x 10-2

Nilai konsentrasi minimum dan maksimum adalah 0.2-0.8

Nilai min = A = a. b. c Nilai Max = A = a. b. c

0,2 = 4,93x10-2 . 1. c 0,8 = 4,93x10-2 . 1. c

c = 4,056 c = 16,22

X ( ppm) Y (absorban) Keterangan

6 0,043 3 ml/ 50 ml x 100 ppm

8 0,052 4 ml/ 50 ml x 100 ppm

10 0,055 1 ml/ 100 ml x 1000 ppm

12 0,089 6 ml/ 50 ml x 100 ppm

14 0,094 7 ml/ 50 ml x 100 ppm

Page 7: LAPORAN BFFK

5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 150

0.01

0.02

0.03

0.04

0.05

0.06

0.07

0.08

0.09

0.1

f(x) = 0.00695000000000001 x − 0.00290000000000004R² = 0.895651770814018

KURVA KALIBRASI

Series2Linear (Series2)

ppm

abso

rban

VI. PEMBAHASANKetersediaan hayati merupakan kecepatan dan jumlah obat yang mencapai sirkulasi sistemik

dan secara keseluruhan menunjukkan kinetik dan perbandingan zat aktif yang mencapai peredaran

darah terhadap jumlah obat yang diberikan. Ketersediaan hayati obat yang diformulasi menjadi

sediaan farmasi merupakan bagian dari salah satu tujuan rancangan bentuk sediaan dan yang

terpenting untuk keefektifan obat tersebut. Pegkajian terhadap ketersediaan hayati ini tergantung

pada absorpsi obat ke dalam sirkulasi umum serta pengukuran dari obat yang terabsorpsi tersebut.

Dalam menaksir ketersediaan hayati ada tiga parameter yang biasanya diukur yaitu

konsentrasi dalam darah dan waktu dari obat yang diberikan.

1. Konsentrasi puncak (Cmax), menggambarkan konsentrasi obat tertinggi dalam sirkulasi

sistemik. Konsentrasi ini tergantung pada konstanta absorbsi, dosis, volume distribusi dan waktu

pencapaian konsentrasi obat maksimum dalam darah. Konsentrasi puncak sering kali dikaitkan

dengan intensitas respon biologis dan harus di atas MEC dan tidak melebihi MTC.

2. Waktu untuk konsentrasi puncak (tmax), menggambarkan lamanya waktu tersedia

untuk mencapai konsentrasi puncak dari obat sirkulasi sistemik.

3. Luas daerah di bawah kurva (AUC), merupakan total area di bawah kurva konsentrasi

vs waktu yang menggambarkan perkiraan jumlah obat yang berada dalam sirkulasi sistemik.

Pada parktikum ini obat yang digunakan adalah parasetamol. Nama kimianya dikenal N-

asetil-4-aminofenol dengan rumus molekul C8H9NO2. Parasetamol merupakan metabolit aktif

Page 8: LAPORAN BFFK

fenasetin yang bertanggung jawab bagi efek analgesik dan antipiretik. Parasetamol mempunyai BM

151,16  mengandung tidak kurang dari 98% dan tidak lebih dari 101,0% C8H9NO2. Bentuknya

hablur atau serbuk hablur berwarna putih tidak berbau dan rasa pahit dan memiliki suhu lebur 169 C

sampai 172 C. larut dalam 70 bagian air, dalam 7 bagian etanol (95%) P, dalam 13 bagian aseton P,

dalam 40 bagian gliserol P dan dalam 9 bagian propilenglikol P, larut dalam larutan alkali

hidroksida.

Paracetamol diukur nilai absorbansinya menggunakan spektrofotometri. Larutan

parasetamol dibuat dengan menggunakanlarutan alkali NaOH 0.1 M dengan konsentrasi 1000 ppm

sebagai larutan induk. Dari larutan induk tersebut, dibuat pengenceran menjadi larutan paracetamol

dengan konsentrasi 10 ppm. Panjang gelombang larutan parasetamol yang diukur menggunakan

spektrofotometri adalah 257 nm dan di dapat nilai absorbansi paracetamol adalah 0,493. Sedangkan

untuk mendapatkan kurva kalibrasi maka dibuat larutan paracetamol 100 ppm, kemudian dibuat

satu seri larutan parasetamol dengan kkadar 6 ppm, 8 ppm, 10 ppm, 12 ppm, dan 14 ppm.

. Dan dari larutan uji tersebut diperoleh nilai absorban masing-masing konsentrasi sebagai

berikut :

Konsentrasi (ppm) Absorban

6 0,043

8 0,052

10 0,055

12 0,089

14 0,094

Data diatas maka nilai absorban diplotkan dengan konsentrasi dalam sebuah grafik dan

dapat diketahui bahwa nilai absorban naik secara linier, namun pada beberapa konsentrasi nilai

absorban jauh menyimpang dari kurva sehingga diperoleh nilai koefesien relasi atau r = c, a = - 2,9

x 10-3 dan b =6,95 x 10-3 .

Penyimpangan terjadi nilai regresi linear absorban dapat disebabkan oleh beberapa hal

berikut, antara lain human error dan tidak telitinya praktikan dalam pembuatan larutan baku

parasetamol, alat praktikum yang kurang memadai dalam melakukan pengenceran, yaitu pipet

volumetri yang kurang sesuai dengan kebutuhan. Selain itu dapat pula disebabkan oleh parasetamol

yang digunakan sudah berkurang kemurniannya sehingga nilai absorban dan panjang gelombang

parasetamol pun tidak sesuai. Namun, pada dasarnya nilai koefesien relasi yang diperoleh cukup

baik karena nilainya sudah mendekati nilai koefesien relasi yang diharapkan yaitu r = 0.9499.

Page 9: LAPORAN BFFK

VII. KESIMPULAN1. Panjang gelombang parasetamol yang diuji adalah 257 nm

2. Nilai koefesien relasi atau r = c, a = - 2,9 x 10-3 dan b =6,95 x 10-3 .

3. Nilai r = 0,9499

4. Beberapa factor yang mempengaruhi nilai koefisien relasi adalah :

Human error dan tidak telitinya praktikan dalam pembuatan larutan induk parasetamol

dan pengenceran larutan parasetamol

Alat laboraturium yang tidak sesuai dalam melakukan pengenceran

Parasetamol yang digunakan sudah berkurang kemurniannya

VIII. DAFTAR PUSTAKA1. Anonim. Farmakope Indonesia Edisi Ketiga 1979. Jakarta : DEPKES RI.

2. Ansel.C, Howard. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta : UI Press.

3. Fitria, Azri dkk. Modul Praktikum Biofarmasi dan Farmakokinetik. UIN

4. Shargel, Leon. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan. Airlangga University Press

5. William, Dudley. Spectroscopic Methods in Organic. McGraw-Hill