laporan angkatan

Upload: maya-fadhillah

Post on 15-Jul-2015

845 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

LAPORAN ANGKATAN ANALISIS VEGETASI DENGAN METODE KUADRAT MATA KULIAH EKOLOGI TUMBUHAN

Disusun oleh Mahasiswa Biologi Unpad Angkatan 2009

JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PADJADJARAN JATINANGOR 2011

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Analisa vegetasi adalah cara mempelajari susunan komposisi jenis dan bentuk atau struktur vegetasi atau masyarakat tumbuhan. Berbeda dengan inventaris hutan titik beratnya terletak pada komposisi jenis pohon. Dari segi floristis ekologi untuk daerah yang homogen dapat digunakan random sampling, sedangkan untuk penelitian ekologi lebih tepat digunakan sistematik sampling, bahkan purposive sampling pun juga dibolehkan. Beberapa sifat yang terdapat pada individu tumbuhan dalam membentuk populasinya, dimana sifat sifatnya bila di analisa akan menolong dalam menentukan struktur komunitas. Sifat sifat individu ini dapat dibagi atas dua kelompok besar, dimana dalam analisanya akan memberikan data yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Analisa kuantitatif meliputi : distribusi tumbuhan (frekuensi), kerapatan (density), atau banyaknya (abudance) (Dedy, 2009). Teknik sampling kuadrat merupakan suatu teknik survey vegetasi yang sering digunakan dalam semua tipe komunitas tumbuhan : Petak contoh yang dibuat dalam teknik sampling ini bisa berupa petak tunggal atau beberapa petak. Petak tunggal mungkin akan memberikan informasi yang baik bila komunitas vegetasi yang diteliti bersifat homogen.Adapun petak-petak contoh yang dibuat dapat diletakkan secara random atau beraturan sesuai dengan prinsip-prinsip teknik sampling. Bentuk petak contoh yang dibuat tergantung pada bentuk morfologis vegetasi dan efisiensi sampling pola penyebarannya. Sehubungan dengan efisiensi sampling banyak studi yang dilakukan menunjukkan bahwa petak bentuk segi empat memberikan data komposisi vegetasi yang lebih akurat dibanding petak berbentuk lingkaran, terutama bila sumbu panjang dari petak sejajar dengan arah perubahan keadaan lingkungan atau habitat (Afandi, 2010). Pada metode kuadrat yang harus diperhatikan dalam hal

pengambilan bentuk, ukuran dan jumlah kuadrat. Perbedaan tipe vegetasi

membutuhkan ukuran kuadrat yang berbeda pula. Sejumlah kajian telah mengevaluasi ukuran kuadrat dan tidak ada rekomendasi konsisten yang sudah dibuat mengenai ukuran untuk dipergunakan. Ukuran yang paling sering digunakan adalah : - 0,25 m2 untuk bryophyta, lichens dan alga. 1. 0,25-16 m2 untuk rumput dan herba tinggi, semak pendek atau makrofita akuatik 2. 3. 25-100m2 untuk komunitas semak tinggi 400-2500m2 untuk pohon (Husodo, 2011).

I.2 Identifikasi Masalah 1. Jenis tumbuhan apa sajakah yang ada pada daerah sampel? 2. Berapa frekuensi dan kerapatan relatifnya?

I.3 Maksud, Tujuan, dan Kegunaan Praktikum Maksud dari praktikum ini adalah ingin mengetahui komposisi dan dominansi suatu spesies serta struktur komunitas di suatu daerah. Tujuannya adalah agar mahasiswa dapat mengukur beragam kelompok vegetasi dengan ukuran yang tetap. Kegunaan praktikum ini adalah dapat melatih mahasiswa untuk menganalisa struktur komunitas dan komposisi tumbuhan yang terdapat di suatu daerah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Analisis vegetasi adalah suatu cara mempelajari susunan dan atau komposisi vegetasi secara bentuk (struktur) vegetasi dari tumbuh-tumbuhan. Unsur struktur vegetasi adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi dan penutupan tajuk. Untuk keperluan analisis vegetasi diperlukan data-data jenis, diameter dan tinggi untuk menentukan indeks nilai penting dari penvusun komunitas hutan tersebut. Dengan analisis vegetasi dapat diperoleh informasi kuantitatif tentang struktur dan komposisi suatu komunitas tumbuhan. Berdasarkan tujuan pendugaan kuantitatif komunitas vegetasi

dikelompokkan ke dalam 3 kategori yaitu : 1. Pendugaan komposisi vegetasi dalam suatu areal dengan batas-batas jenis dan membandingkan dengan areal lain atau areal yang sama namun waktu pengamatan berbeda. 2. 3. Menduga tentang keragaman jenis dalam suatu areal. Melakukan korelasi antara perbedaan vegetasi dengan faktor lingkungan tertentu atau beberapa faktor lingkungan (Greig-Smith, 1983). Untuk mempelajari komposisi vegetasi perlu dilakukan pembuatan petakpetak pengamatan yang sifatnya permanen atau sementara. Menurut Soerianegara (1974) petak-petak tersebut dapat berupa petak tunggal, petak ganda ataupun berbentuk jalur atau dengan metode tanpa petak. Pola komunitas dianalisis dengan metode ordinasi yang menurut Dombois dan E1lenberg (1974) pengambilan sampel plot dapat dilakukan dengan random, sistematik atau secara subyektif atau faktor gradien lingkungan tertentu. Untuk memperoleh informasi vegetasi secara obyektif digunakan metode ordinasi dengan menderetkan contoh-contoh (releve) berdasar koefisien ketidaksamaan (Marsono, 1987). Variasi dalam releve merupakan dasar untuk mencari pola vegetasinya. Dengan ordinasi diperoleh releve vegetasi dalam bentuk model geometrik yang sedemikian rupa sehingga releve yang

paling serupa mendasarkan komposisi spesies beserta kelimpahannya akan rnempunyai posisi yang saling berdekatan, sedangkan releve yang berbeda akan saling berjauhan. Ordinasi dapat pula digunakan untuk menghubungkan pola sebaran jenis jenis dengan perubahan faktor lingkungan. Beberapa metodologi yang umum dan sangat efektif serta efisien jika digunakan untuk penelitian, yaitu metode kuadrat, metode garis, metode tanpa plot dan metode kuarter.

Luas Minimum Petak Sampel Luas daerah contoh vegetasi yang akan diambil diatasnya sangat bervariasi untuk setiap bentuk vegetasi mulai dari 1 dm2 sampai 100 m2. Suatu syarat untuk daerah pengambilan contoh haruslah representatif bagi seluruh vegetasi yang dianalisis. Keadaan ini dapat dikembalikan kepada sifat umum suatu vegetasi yaitu vegetasi berupa komunitas tumbuhan yang dibentuk oleh populasi-populasi. Jadi peranan individu suatu jenis tumbuhan sangat penting. Sifat komunitas akan ditentukan oleh keadaan individu-individu tadi, dengan demikian untuk melihat suatu komunitas dari sama dengan jenis

memperhatikan

individu-individu

atau

populasinya

seluruh

tumbuhan yang ada secara keseluruhan. Ini berarti bahwa daerah pengambilan contoh itu representatif bila didalamnya terdapat semua atau sebagian besar dari jenis tumbuhan pembentuk komunitas tersebut. Dengan demikian pada suatu daerah vegetasi umumnya akan terdapat suatu luas tertentu, dan daerah tadi sudah memperlihatkan kekhususan dari vegetasi secara keseluruhan. Jadi luas daerah ini disebut luas minimum. Cara menentukan luas minimum sebagai berikut: - Dibuat petak contoh dengan ukuran misal (0,5 x 0,5) m2 petak 1. - Hitung jumlah spesies yang ada pada petak tersebut. - Petak tadi diperluas 2 kali luas petak 1, ini petak ke 2. - Dihitung jumlah spesies yang ada (penjumlahan komulatif). - Penambahan luas petak dihentikan kalau jumlah spesies tidak bertambah lagi. Ukuran petak sampling: 0,5 x 0,5 m 0,5 x 1 m 1 x 1 m 2 x 1 m 2 x 2 m 4 x 2 m 4 x 4 m 8 x 4 m

Dari data tersebut dibuat kurve:

- Luas petak contoh sebagai absis (sb X) - Jumlah spesies sebagai ordinat (sb Y) Kemudian dihitung 10% nya luas yang dicapai dan 10% jumlah spesies. Kemudian ditarik garis resultansinya dari (dari 10% tadi). Setelah itu ditarik garis singgung pada kurve yang sejajar resultante tersebut. Kemudian dari titik singgungnya ditarik garis ke absis yang sejajar ordinat. Maka luas minimum petak (plot) dapat diketahui.

Kurva Luas Minimum Pada cara ini kita hanya mempelajari satu petak sampling yang mewakili suatu tegakan hutan. Besarnya petak contoh ini tidak boleh terlalu kecil hingga tidak menggambarkan tegakan yang dipelajari. Ukuran minimum dari suatu petak tunggal tergantung pada kerapatan tegakan dan banyaknya jenis-jenis pohon yang terdapat. Makin jarang tegakannya atau makin banyak jenisnya makin besar ukuran petak tunggal yang digunakan. Ukuran minimum ini ditetapkan dengan menggunakan kurva spesies-area. Caranya dengan mendata jenisjenis pohon yang terdapat dalam suatu petak kecil. Ukuran petak ini lalu diperbesar dua kali dan jenis-jenis pohon yang terdapat didata pula. Pekerjaan ini dilanjutkan sampai saat dimana penambahan luas petak tidak menyebabkan penambahan yang berarti pada banyaknya jenis. Biasanya, luas minimum ini ditetapkan dengan dasar: penambahan luas petak tidak menyebabkan kenaikan jumlah jenis lebih dari 10% atau 5%. Prinsip penentuan ukuran petak adalah petak harus cukup besar agar individu jenis yang ada dalam contoh dapat mewakili komunitas, tetapi harus cukup kecil agar individu yang ada dapat dipisahkan, dihitung dan diukur tanpa duplikasi atau pengabaian. Karena titik berat analisa vegetasi terletak pada komposisi jenis dan jika kita tidak bisa menentukan luas petak contoh yang kita anggap dapat mewakili komunitas tersebut, maka dapat menggunakan teknik Kurva Spesies Area (KSA). Dengan menggunakan kurva ini, maka dapat ditetapkan : (1) luas minimum suatu petak yang dapat mewakili habitat yang akan diukur, (2) jumlah minimal petak ukur agar hasilnya mewakili keadaan tegakan atau panjang jalur yang mewakili jika menggunakan metode jalur. Caranya adalah dengan mendaftarkan jenis-jenis yang terdapat pada petak kecil, kemudian petak tersebut diperbesar dua kali dan jenis-jenis yang ditemukan kembali didaftarkan. Pekerjaan berhenti sampai dimana

penambahan luas petak tidak menyebabkan penambahan yang berarti pada

banyaknya jenis. Luas minimun ini ditetapkan dengan dasar jika penambahan luas petak tidak menyebabkan kenaikan jumlah jenis lebih dari 5-10% (Oosting, 1958; Cain & Castro, 1959). Untuk luas petak awal tergantung surveyor, bisa menggunakan luas 1m x1m atau 2m x 2m atau 20m x 20m, karena yang penting adalah konsistensi luas petak berikutnya yang merupakan dua kali luas petak awal dan kemampuan pengerjaannya dilapangan. Luas minimum atau kurva spesies area merupakan langkah awal yang digunakan untuk menganalisis suatu vegetasi yang menggunakan petak contoh (kuadrat). Luas minimum digunakan untuk memperoleh luasan petak contoh (sampling area) yang dianggap representatif dengan suatu tipe vegetasi pada suatu habitat tertentu yang sedang dipelajari. Luas petak contoh mempunyai hubungan erat dengan keanekaragaman jenis yang terdapat pada areal tersebut. Makin tinggi keanekaragaman jenis yang terdapat pada areal tersebut, makin luas petak contoh yang digunakan. Bentuk luas minimum dapat berbentuk bujur sangkar, empat persegi panjang dan dapat pula berbentuk lingkaran. Luas petak contoh minimum yang mewakili vegetasi hasil luas minimum, akan dijadikan patokan dalam analisis vegetasi dengan metode kuadrat (Harun,1993). Caranya adalah dengan mendaftarkan jenis-jenis yang terdapat pada petak kecil, kemudian petak tersebut diperbesar dua kali dan jenis-jenis yang ditemukan kembali didaftarkan. Pekerjaan berhenti sampai dimana penambahan luas petak tidak menyebabkan penambahan yang berarti pada banyaknya jenis. Luas minimun ini ditetapkan dengan dasar jika penambahan luas petak tidak menyebabkan kenaikan jumlah jenis lebih dari 5-10% (Oosting, 1958; Cain & Castro, 1959). Untuk luas petak awal tergantung surveyor, bisa

menggunakan luas 1m x1m atau 2m x 2m atau 20m x 20m, karena yang penting adalah konsistensi luas petak berikutnya yang merupakan dua kali luas petak awal (Rasnovi, 2006). Luas minimum dan jumlah minimum dapat digabung dengan menentukan luas total dari jumlah minimum yang sesuai dengan luas minimum yang sudah dapat didapat terlebih dahulu. Penyebaran individu suatu populasi mempunyai 3 kemungkinan yaitu: 1. Penyebaran acak 2. Penyebaran secara merata 3. Penyebaran secara kelompok Untuk mengetahui apakah penyebaran individu suatu polpulasi secara merata atau kelompok maka penentuan letak percontoh dalam analisis vegetasi

dapat dibedakan dengan cara pendekatan yaitu: 1. Penyebaran percontohan secara acak 2. Penyebaran percontohan secara sistematik 3. Penyebaran secara semi acak dan semi sistematik ( Rahadjanto, 2001). Dalam ekologi komunitas bearti suatu kumpulan bearti suatu kumpulan populasi yang terdiri dari spesies yang berlainan yang menempati daerah tertentu. Komunitas tidak harus merupakan suatu daerah luas dengan tumbuhan biasanya bersifat rumit dan tidak mudah diberi warna menurut satu, dua spesies yang paling berkuasa sebagai mana umum didaerah beriklim sedang. Suatu komposisi suatu komunitas ditentukan oleh seleksi tumbuhan dan hewan yang kebetulan mencapai dan mampu hidup ditempat tersebut dalam kegiatan anggota-anggota komunitas ini bergantung pada penyesuaian dari setiap individu terhadapfaktor-faktor fisik dan biologi yang ada ditempat tersebut (Heddy,1986). Suatu metode untuk menentukan luas minimal suatu daerah disebut luas minimal. Metode ini dapat digunakan untuk mengetahui minimal jumlah petak contoh. Sejumlah sampel dikatakan representive bila didalamnya terdapat semua atau sebagian besar jenis tanaman pembentuk komunitas atau vegetasi tersebut (Anwar, 1995)

BAB III METODOLOGI

3.1 Metode Umum Metode yang digunakan pada praktikum ini adalah metode petak ganda atau metode kuadrat yaitu dengan menggunakan banayk petak contoh yang letaknya tersebar merata, sebaiknya secara sistematik.

3.2 Alat dan Bahan Alat/Bahan Patok Fungsi/Kegunaan/Parameter yang diukur Membatasi petak/plot

Tali rafia Alat tulis

Menandai luas petak / plot Mencatat data yang diperoleh

3.3 Metode Pengumpulan Data 3.3.1 Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data pada metode kuadrat ini menggunakan teknik survey yaitu dengan menginventarisasi/mencatat seluruh jenis tumbuhan yang ada di plot.

3.2 Tata Cara/Prosedur/Waktu/Lokasi Pengumpulan Data 1. Tentukanlah daerah yang akan dibuat plot dan dikumpulkan sampel

tumbuhannya dengan cara acak (random) atau secara sistematis.

A

B

Gambar 1. Cara penyusunan plot dalam areal studi A : Secara sistematis dan B : secara acak

1.

Buatlah plot dengan cara bertingkat dan tandai dengan patok dan tali rafia dengan ukuran yang bervariasi (1m x 1m; 2m x 2m; 4m x 4m).

1m 1m

2m 4m

2m

4m Gambar 2. Cara Pembuatan Plot dengan Cara Bertingkat 2. Setelah pembuatan plot, lakukanlah pengmatan dan menghitung jumlah tumbuhan yang ada pada tiap plot, sesuaikan dengan kriterian ynag telah ditentukan : plot 1m x1m = jenis rumput-rumputan; 2m x 2m = tumbuhan herba; semak 4m x 4m = pancang. 3. Buatlah tabulasi data dari data yang telah diperoleh dan analisa frekuensi, kerapatan, dominansi dan indeks nilai pentingnya. Untuk mengetahui dominansi pohon maka harus diukur diameter batang setinggi dada (DBH) dan akan didapat basala areanya dengan rumus lingkaran, sedangkan untuk semak dan tumbuhan penutup tanah digunakan luas penutupan kanopi dengan persentase, namun pada umumnya persentase penutupannya lebih dari 100% per plot karena tumpang tindih.

3.4 Analisis Data 3.4.1 Analisis Data Lapangan Dari data yang diperoleh dari setiap plot yang dibuat maka hitung dan analisis frekuensi mutlak dan relatif, dominansi mutlak dan relatif dan kerapatan mutlak dan relatif serta indeks nilai penting.

1.

Frekuensi mutlak (Fm) : menunjukkan kepadatan suatu spesies dari seluruh plot yang dibuat, dicatat berdasarkan kepadatan suatu spesies di seluruh plot pengamatan. Fm = jumlah plot ditemukan jenis jumlah seluruh plot pengamatan

2.

Frekuensi relatif (FR) : kepadatan suatu spesies dari seluruh kepadatan spesies lain dari seluruh plot dalam satuan persentase. FR = frekuensi mutlak dari suatu jenis frekuensi mutlak dari seluruh spesies x 100 %

3.

Kerapatan (densitas) mutlak (Km) : menunjukkan jumlah individu per unit area (luas) atau unit volume Km = jumlah total individu untuk spesies ke - i luas total plot pengamatan yang disampling

4.

Kerapatan relatif (KR) : perbandingan jumlah individu spesies ke-i dengan jumlah total individu seluruh spesies dalam satuan persentase. KR = kerapatan mutlak suatu spesies ke - i kerapatan mutlak total seluruh spesies x 100 %

Untuk kerapatan dapat digunakan susunan kadar kerapatan Braun Blanquet (1927) yang lebih terperinci dan mudah dilakukan. Kadar kerapatan ada 2 skala yaitu 1) kelas pertama merupakan kombinasi dari banyaknya individu suatu jenis dengan kerimbunan daripada spesies tersebut dan 2) skala kedua membentuk gambaran tentang pengelompokkannya : r + 1 2 3 4 5 :satu atau sangat sedikit individu, dan penutupannya 1% : sedikit sampai beberapa individu, penutupannya 35 cm. Pada plot ini terdapat 2 spesies yaitu Tectonia grandis dan Leucana glauca. Nilai KR terbesar pada plot ini adalah Tectonia grandis yaitu 66,67 %. Begitu pula INP terbesar adalah pada Tectonia grandis dengan persentase 179,658 %. Dengan nilai ini dapat dikatan bahwa spesies Tectonia grandis mendominasi plot ini. Hasil pengamatan praktikum analisis vegetasi dengan metode kuadrat pada lokasi transek kelompok 7 petak 1 m 1 m. Ukuran petak ini terdapat pada masing-masing plot yang di dalamnya berisi petak berukuran 10 cm 10 cm sebanyak seratus buah. Pada setiap petak-petak kecil ini diamati tumbuhan apa saja yang hadir dan dicatat jenisnya. Alasan dibagi menjadi seratus kotak kecil adalah karena semai tidak mungkin dihitung perjumlah individunya. Data hasil lapangan menunjukkan 5 jenis semai yang ada pada petak ini, Pennisctum purpureum, Lantana camara, legume, Tithoniadiversifolia, dan Caliandra sp, Pennisctum purpureum adalah semai yang paling dominan karena ditemukan sampai di 221 kotak dari ketiga plot yang menunjukkan keberadaan Pennisctum purpureum. Lantana camara dan jenis Legum hanya ditemukan di plot satu dan dua, sedangkan Tithonia diversifolia dan Caliandra sp. hanya ditemukan di satu plot sedangkan tiga didominasi oleh Pennisctum purpureum. Pada petak berukuran 2 m 2 m, di plot ini tumbuhan yang dianalisis adalah semak. Dari ketiga petak di tiga plot didapatkan 11 spesies semak dimana yang paling mendominasi adalah semak Pennisctum purpureum. Pennisctum purpureum yang ditemukan di petak ini berbeda dengan Pennisctum purpureum pada petak 1 m x 1 m karena ukurannya lebih tinggi. Semakin banyak kehadirannya di ketiga plot maka suatu spesies akan memiliki nilai frekuensi, kerapatan mutlak dan relatif, serta INP tertinggi di antara spesies lainnya hal yang sama terjadi pada Pennisctum purpureum. Hal ini berarti semak Pennisctum purpureum adalah semak yang paling banyak jumlahnya dan persebarannya pun paling luas di area transek kelompok tujuh. Semak lainnya yang terdapat di ketiga plot adalah Caliandra sp, dan Stachytarpeta jamaicensis. Beberapa jenis semak hanya didapati pada satu sampai dua plot saja. Petak selanjutnya berukuran 4 m x 4 m. Pada petak ini tumbuhan yang dianalisis adalah pancang. Data menunjukkan jenis pancang yaitu pohon Hibiscus tiliaceus dan empat buah herba Musa paradisiaca yang

hanya ditemukan pada plot satu. Sedangkan pada dua plot lainnya tidak ditemukan pancang. Dengan demikian frekuensi mutlak kedua jenis itu sama, karena hanya ada pada plot satu, tetapi frekuensi relatif ini tentu lebih tinggi karena jumlah individunya yang lebih banyak. Begitu juga dengan nilai kerapatan relatif dan kerapatan mutlak serta INP Musa paradisiaca lebih tinggi dari pada Hibiscus tiliaceus. Pada petak berukuran 8 m x 8 m hanya ditemukan satu individu pohon Tectona grandis yaitu pada plot satu sedangkan pada dua plot lainnya tidak ada. Istilah pohon hanya mengacu pada bentuk morfologi Tectona grandis karena sebenarnya pada petak 8 m x 8 m hanya dianalisis tumbuhan yang termasuk tiang, dengan kriteria diameter lebih dari 10 cm. Tectona grandis memilkiki nilai kerapatan relatif 100% karena pada luasan total transek tidak ada spesies selaini Tectona grandis. Pada petak berukuran 10 x 10 m, tumbuhan yang dianalisis adalah pohon, yaitu tumbuhan dengan kriteria diameter lebih dari 35 cm. Data menunjukkan hanya ditemukan satu individu Tectona grandis pada plot dua. Sama seperti Tectona grandis pada petak sebelumnya, karena hanya satu spesies maka kerapatan reltifnya juga 100%, begitu juga dengan dominansi relatifnya. Dominansi relarif 100% karena tidak ada spesies pohon lain yang lebih dominan dari pohon Tectona grandis. Pada kelompok 8 membuat 3 plot pada analisis vegetasi metode kuadrat ini, yaitu (1x1) m, (2x2) m, dan (8x8) m. Pada transek oleh kelompok 8 tidak dibuat plot (4x4) m karena pada plot tersebut tidak ditemukan tumbuhan yang memenuhi syarat untuk plot tersebut, yaitu tumbuhan dengan tinggi 1 m-1.5 m, begitu juga dengan plot (10x10) m yang tidak dibuat oleh kelompok 8 karena tidak ada tumbuhan yang memenuhi syarat diameter lebih dari 35 cm. Oleh karena itu kedua plot terebut tidak bisa dianalisis vegetasinya. Untuk plot (1x1) m didapat terdapat 6 species tumbuhan bawah yang cukup menutupi areal pengamatan kami, dari ke 6 spesies tersebut didapatkan FR tertinggi oleh spesies Clitoria pubecens mencapai 30% diikuti yang kedua adalah Cynodon dactilon mencapai 20%. KR tertinggi justru pada spesies Cynodon dactilon yang mencapai 36,4%. KR menunjukan kerapatan relative dimana kerapatan mutlak nya menunjukan jumlah total individu untuk suatu spesies per luas plot pengamatan ini berarti semakin tinggi nilai Kerapatannya spesies tersebut semakin melimpah jumlah

dan semakin rapat jarak antar spesies nya begitu pula sebalik nya semakin rendah nilai kerapatannya maka kelimpahan spesies tersebut pada areal pengamatan semakin sedikit. Pada petak (1x1)m INP tertinggi pada spesies Clitoria pubecens, Cynodon dactilon dan Wedelia trilobata yang masing masing mendekati 50% ini berarti ke3 spesies tersebut adalah spesies tumbuhan bawah yang paling mendominasi dan yang paling bisa bertahan apabila ada gangguan ekosistem di areal tersebut. Pada petak (2x2)m digunakan untuk tumbuhan semak saja dimana pada pengamatan kami didapatkan 5 spesies tumbuhan semak dengan FR yang nilai nya sama pada tiap spesies yaitu 20% sedangkan untuk KR tertinggi ada pada Wedelia trilobata yaitu 46,2% begitu juga dengan INP nya terdapat juga pada Wedelia trilobata yaitu 66,2%. Pada petak berukuran (8x8)m ditemukan 4 spesies tumbuhan dengan FR yang nilai nya sama pada tiap spesies yaitu 25%, KR tertinggi pada nangka dan Ficus sp yaitu 33,3%. Dan pada INP yang terdapat di semua plot kelompok 8, Ficus sp. memiliki INP tertinggi yaitu 96.2% karena Ficus merupakan tumbuhan yang paling mendominasi pada plot kelompok 8, selain itu frekuensi dan kerapatan Ficus memiliki nilai paling tinggi yang bisa diasumsikan bahwa tumbuhan ini paling menopang ekosistem pada plot kelompok 8 tersebut. Pada kelompok 9 dibuat 4 plot metode kuadrat, yaitu (1x1) m, (2x2), (4x4) m, dan (10x10) m. Plot (8x8) m tidak dianalisis vegetasinya karena plot tersebut tidak didapatkan tumbuhan tiang sehingga analisis tidak bisa dilakukan. Untuk plot (1x1) m komunitas tumbuhan bawah didapat Panicum repens sebagai tumbuhan yang paling banyak dengan jumlah total 90, selain tumbuhan ini tidak didapatkan lagi tumbuhan lain nya. Maka tumbuhan ini mendominasi sekaligus mempunyai frekuensi terbanyak di petak ke 1. Hal ini disebabkan karena rumput ini hidup pada tanah yang berpasir dan pada daerah pengamatan kondisi fisik tanah nya sesuai dengan habitat dari Panicum repens ini. Dan pada plot (2x2) m, komunitas semak yang mendominasi adalah tumbuhan Centrosema pubescens dengan FR sebesar 33,4448 %, KR sebesar 42,1875 %, dan INP sebesar 75,6323. Hal ini disebabkan oleh kemampuan tumbuhan itu sendiri yang tetap dapat tumbuh ketika tempat tumbuhnya tergenang air dan akan bertahan di musim kering yang berlangsung sekitar 3 4 bulan. Sesuai dengan kondisi fisik di daerah pengamatan, yang berketinggian sekitar 700 m dan sedang bermusim kering. Pada petak ketiga dengan luas 4 x 4 m dengan komunitas tumbuhan

pancang yang didapat hanya tumbuhan Caliandra sp. dengan FR sebesar 100 % dan juga KR sebesar 100%, tumbuhan ini mempunyai frekuensi dan kerapatan yang tinggi karena hanya terdapat satu tumbuhan pada tingkatan ini. Pada petak ke lima, dengan luas 10 x 10 m dengan komunitas tumbuhan pohon, didapatkan tumbuhan jati (Tectona grandis) dengan FR , KR dan DR sebesar 100 %. Tumbuhan ini memiliki frekuesi, kerapatan dan dominasi yang tertinggi karena hanya terdapat satu jenis tumbuhan pada tingkatan ini, INP (Indeks Nilai Penting) yang didapat mempunyai nilai sebesar 300 yang berarti menunjukan dominansi atau kekuasaan suatu jenis terhadap jenisjenis lainnya pada suatu vegetasi tertentu. Apabila dilihat dari seluruh komunitas di dalam transek, maka tumbuhan yang mempunyai nilai INP tertinggi yaitu pada tingkatan pohon adalah tumbuhan Tectona grandis yang merupakan individu dan sekaligus komunitas yang mendominasi daerah transek dengan nilai INP sebesar 300. Pada kelompok 10 dibuat 4 plot kuadrat yang mewakili keseluruhan plot dalam menganalisis vegetasi dengan metode kuadrat. Pada kelompok 10 dibuat plot (1x1) m, (2x2) m, (4x4) m, dan (8x8) m. Pembuatan plot kuadrat pada kelompok 10 ini tidak sampai plot berukuran (10x10) m karena dianggap sampai plot (8x8) m saja datanya sudah bisa mewakili untuk menganalisis vegetasi di area praktikum kelompok 10. Pada plot (1x1) m hanya didapatkan satu tumbuhan saja yaitu Andropagon aciculatus. Lalu pada plot (2x2) m didapatkan lima spesies yang berbeda, yaitu Hyptis sp., Centrosema pubescens, Lantana camara, rumput famili Poaceae, dan Andropagon aciculatus. Dari kelima spesies tersebut yang memiliki frekuensi dan kerapatan terbesar adalah Andropagon dengan nilai 37.59% dan 57.14%. Hal ini disebabkan oleh tanaman Andropagon itu sendiri yang merupakan tanaman semak yang dapat tumbuh dengan mudah dan penyebarannya yang mudah oleh proses reproduksi yang tinggi. Karena itulah Andropagon juga memiliki INP tertinggi yaitu 94.73 yang mengalahkan spesies yang lainnya. Pada plot (4x4) m hanya didapatkan 2 spesies tumbuhan yaitu Lantana camara dan Caliandra sp. yang memiliki nilai frekuensi yang sama yaitu 50%. Tetapi nilai dari kerapatan kedua spesies ini berbeda dengan Lantana camara yang lebih besar yaitu 55.56% sehingga INP-nya pun lebih besar, yaitu 105.56 jika dibandingkan dengan Caliandra. Hal ini disebabkan oleh Lantana camara yang merupakan tumbuhan semak yang bisa tumbuh padat dan rapat sehingga dengan mudah bisa

mendominasi tumbuhan lain yang tumbuh dan akhirnya menjadi tumbuhan yang kerapatannya paling tinggi. Lalu pada plot (8x8) m didapat tiga tumbuhan yang akan dianalisa, yaitu Gmelina arborea, Tectona grandis, dan Musa paradisiaca. Dari ketiga tumbuhan tersebut nilai dari frekuensi Gmelina dan Tectona sama besar yaitu 40.12% dan Musa hanya 19.76%. Hal ini berarti bahwa Gmelina dan Tectona adalah tumbuhan yang paling banyak berada pada plot (8x8) m untuk stratanya sendiri. Tetapi pada nilai kerapatan, tumbuhan yang memiliki nilai kerapatan tertinggi adalah Tectona dengan nilai 60%, ini disebabkan oleh Tectona yang bisa memiliki kanopi yang tebal dan rapat antar satu Tectona dengan Tectona yang lainnya sehingga bisa menutupi tumbuhan pohon yang lainnya. Dan karena itu pula Tectona memiliki INP terbesar yaitu 100.12%. Maka dari itu, Tectona dianggap sebagai tumbuhan yang memiliki nilai terpenting dari semua tumbuhan yang ada di data plot (8x8) m. Tectona yang memang merupakan tumbuhan dengan kanopi cukup luas bisa menjadi tumbuhan yang paling mendominasi tumbuhan lainnya, walaupun jika dibandingkan dari semua plot yang ada, Lantana camara menempati posisi teratas dalam INP terbesar yang mengalahkan Tectona grandis. Selisih INP Tectona dan Lantana hanyalah sedikit, karena itulah kedua tumbuhan ini bisa dianggap paling memenuhi dan mendominasi plot pada kelompok 10 ini. Hasil yang didapat pada praktikum ini mungkin terlihat tidak wajar karena disebabkan arboretum adalah ekosistem buatan manusia yang sudah diberi perlakuan sedemikian rupa sehingga nilai yang muncul pada analisa data terkadang sangat berbeda antar spesies.

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan 1.

1. Jenis tumbuhan apa sajakah yang ada pada daerah sampel?

2. Berapa frekuensi dan kerapatan relatifnya?

DAFTAR PUSTAKA

Afandi, Nanang Nur.2010. Sistem Analisis Metode Kuadrat dan Metode Kuarter. http://nanang14045.student.umm.ac.id/sistem-analisis-metode-kuadrat-danmetode-kuarter/.Diakses tanggal 30 Oktober 2011 pukul 16.30 WIB. Anwar.1995. Biologi Lingkungan. Ganexa exact. Bandung.

Anonymous.2007.Prinsip Ekologi Hutan. html file by Angan via www. google.com diakses 29 Desember 2010 Dedy.2009.Analisa Vegetasi.

http://dydear.multiply.com/journal/item/15/Analisa_Vegetasi. Diakses tanggal 30 Oktober 2011 pukul 16.45 WIB. Heddy.1986. Pengantar ekologi. Angkasa : Bandung Harun.1993. Ekologi Tumbuhan. Bina Pustaka. Jakarta. Husodo, Teguh.2011. Buku Penuntun Praktikum Ekologi Tumbuhan.Universitas Padjadjaran:Jatinangor. Irwanto.2006. Struktur dan Komposisi Hutan. www.irwantoshut.com

Rahardjanto,A.K.2007. Buku Petunjuk Pratikum Ekologi Tumbuhan. Lab. Biologi UMM : Malang

Rahardjanto,A.K.2001. Ekologi Tumbuhan.Biologi FKIP UMM : Malang Rasnovi, Saida. 2006. Ekologi Regenerasi Tumbuhan Berkayu. Disertasi IPB : Bogo