laporan akuntabilitas kinerja pemerintah tahun 2016 · laporan kinerja deputi bidang koordinasi...
TRANSCRIPT
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN
Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah Tahun 2016
DEPUTI BIDANG KOORDINASI EKONOMI MAKRO DAN KEUANGAN
i
RINGKASAN EKSEKUTIF
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan pada Tahun 2016 memiliki
program utama yaitu Program Koordinasi Kebijakan Bidang Perekonomian dengan sasaran strategis
adalah : mewujudkan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan di bidang ekonomi makro dan
keuangan; mewujudkan pengendalian pelaksanaan kebijakan di bidang ekonomi makro
dan keuangan; dan mewujudkan perluasan akses pembiayaan bagi Usaha Mikro dan Kecil
(UMK). Untuk mengetahui capaian sasaran strategis tersebut, telah ditetapkan Indikator Kinerja
Utama (IKU) sebagai berikut : presentase rekomendasi kebijakan di bidang ekonomi makro
dan keuangan; presentase rekomendasi pengendalian pelaksanaan kebijakan di bidang
ekonomi makro dan keuangan; dan tercapainya target penyaluran kredit berpenjamin atau
Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Untuk mendukung capaian kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan
Keuangan telah dilakukan kegiatan koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan,
pengendalian pelaksanaan kebijakan; dan pelaporan yang mencakup 5 (lima) unit kegiatan
Eselon II, yaitu : Koordinasi Kebijakan Bidang Fiskal; Koordinasi Kebijakan Bidang Moneter
dan Neraca Pembayaran; Koordinasi Kebijakan Bidang Pengembangan Ekonomi Daerah
dan Sektor Riil; Koordinasi Kebijakan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan; dan Koordinasi
Kebijakan Bidang Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Evaluasi dan analisis capaian kinerja 2016 Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro
dan Keuangan telah menunjukkan hasil yang signifikan antara capaian realisasi dan target
yang telah ditetapkan dalam Perjanjian Kerja pada awal tahun. Hal itu ditunjukkan
dengan capaian indikator Sasaran Strategis 1 : Terwujudnya Koordinasi dan Sinkronisasi
Kebijakan di Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan yang mencapai 125%; Sasaran
Strategis 2 : Terwujudnya Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan di Bidang Ekonomi Makro
dan Keuangan yang mencapai 125%; dan indikator Sasaran Strategis 3 : Terwujudnya
Perluasan Akses Pembiayaan bagi Usaha Mikro dan Kecil (UMK) yang mencapai 95% dari
target yang ditetapkan sebesar 100 triliun. Berdasarkan tujuan dan sasaran yang telah
ditetapkan, pencapaian kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan,
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian tahun 2016 telah berhasil dengan baik
dalam mendukung program “Nawa Cita” pemerintahan.
ii
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar ............................................................................................................. i
Ringkasan Eksekutif ......................................................................................................... ii
Daftar Isi ............................................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi ............................................. 2
C. Aspek Strategis .................................................................................... 3
D. Isu Strategis .......................................................................................... 6
BAB II PERENCANAAN KINERJA ...................................................................... 8
A. Rencana Strategis ............................................................................... 8
B. Rencana Kerja 2015 ........................................................................ 9
C. Perjanjian Kinerja ............................................................................... 10
D. Pengukuran Kinerja ............................................................................. 11
BAB III AKUNTABILITAS KINERJA .................................................................... 15
A. Capaian Kinerja Organisasi ............................................................. 15 B. Analisis Capaian Kinerja Organisasi ................................................. 16 C. Analisis Capaian Kinerja dari Waktu ke Waktu .............................. 61 D. Realisasi Anggaran .............................................................................. 65
BAB IV PENUTUP ................................................................................................ 68
LAMPIRAN :
Lampiran 1. Indikator Kinerja Sasaran Kegiatan
Lampiran 2. Quick Wins Deputi I Tahun 20 61
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2016
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Tahun 2016 masih ditandai dengan lesunya pertumbuhan ekonomi secara global,
namun demikian perekonomian Indonesia mampu tumbuh mencapai 5,04% secara
kumulatif sampai dengan Triwulan III Tahun 2016 yang diikuti dengan penurunan
kemiskinan dan pengangguran. Pertumbuhan ekonomi yang sempat melambat pada
Kuartal I Tahun 2016 sebesar 4,91% dan terus meningkat pada Kuartal II Tahun 2016
mencapai 5,19%, pertumbuhan ekonomi didorong kuat oleh konsumsi rumah tangga dan
dan diikuti dengan kenaikan jumlah investasi yang mulai meningkat.
Selain pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat, tingkat inflasi dapat terus
terjaga pada level 3,02% (year on year) sepanjang Tahun 2016 dan hal ini masih dibawah
asumsi makro APBNP 2016 sebesar 4,0%. Pengendalian inflasi tersebut didukung oleh
penguatan koordinasi Pemerintah Pusat, Bank Indonesia dan Pemerintah Daerah.
Pertumbuhan ini jauh lebih besar di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi dunia dan
negara-negara berkembang. Pertumbuhan ekonomi Indonesia merupakan salah satu
pertumbuhan yang tertinggi di Asia.
Dalam hal arah kebijakan, sejalan dengan program nawacita yang diusung oleh
pemerintahan yang baru, sedikitnya terdapat tiga hal strategis yang berkaitan dengan Unit
Organisasi Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian
Koordinator bidang Perekonomian yakni membangun Indonesia dari pinggiran dengan
memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka Negara Kesatuan, meningkatkan
produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional, dan mewujudkan kemandirian
ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik, sebagaimana
dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan
Rencana Kerja Pemerintah (RKP).
Mengingat semakin pentingnya peran dan fungsi koordinasi dalam
mengantisipasi berbagai tantangan, khususnya perlambataan ekonomi dan kebutuhan
akan pertumbuhan yang tinggi serta peningkatan kualitas pertumbuhan ekonomi dalam
jangka menengah panjang, peran Kementerian Koordinator diperkuat dengan
menambahkan fungsi pengendalian yang tertuang dalam Peraturan Presiden No. 8 Tahun
2015 Tentang Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Berkaitan dengan hal-hal tersebut di atas Unit Organisasi Deputi Bidang
Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan mendapat peran dalam mengawal tercapainya
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2016
2
program pemerintah Tahun 2016 untuk menjaga pertumbuhan ekonomi, meningkatkan
investasi, dan menjaga daya beli masyarakat baik melalaui serangkaian program yang
telah ditatapkan maupun paket kebijakan ekonomi yang dikeluarkan pemerintah melalui
kegiatan-kegiatan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian.
Dalam upaya mengantisipasi tuntutan output yang direncanakan pada tahun
2016, unit organisasi Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian telah menyusun dan menetapkan
Rencana Kerja (Renja) 2016 dengan memperhatikan Rencana Strategis (Renstra) 2015-
2019 sebagai pedoman dalam melaksanakan tugas dan fungsi. Renja yang ditetapkan
merupakan tolak ukur keberhasilan maupun kegagalan unit organisasi dan sekaligus
menjadi dasar penilaian dalam evaluasi kinerja. Hasil evaluasi atas kinerja Deputi I
tergambar pada Laporan Kinerja (LAKIP) Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan
Keuangan. LAKIP menjadi potret implementasi Sasaran Kinerja Instansi Pemerintah
(SAKIP) pada Deputi I yang meliputi : perencanaan strategis, perencanaan kinerja,
pengelolaan kinerja, serta pelaporan dan evaluasi.
B. KEDUDUKAN, TUGAS POKOK DAN FUNGSI
Dalam Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian No. Per-5/
M.EKON/05/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian dicantumkan bahwa Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan
Keuangan merupakan unsur pelaksana tugas dan fungsi Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian di bidang ekonomi makro dan keuangan yang berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan secara struktural
membantu pekerjaan dan bertanggungjawab kepada Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian dengan tugas pokoknya adalah “Menyelenggarakan koordinasi dan
sinkronisasi perumusan, penetapan, dan pelaksanaan serta pengendalian pelaksanaan
kebijakan Kementerian/Lembaga yang terkait dengan isu di bidang ekonomi makro dan
keuangan”. dan menjalankan fungsinya untuk :
1. Melakukan koordinasi, dan sinkronisasi perumusan, penetapan, dan pelaksanaan
kebijakan Kementerian/Lembaga di bidang ekonomi makro dan keuangan;
2. Melakukan pengendalian pelaksanaan kebijakan Kementerian/Lembaga di bidang
ekonomi makro dan keuangan;
3. Melakukan pemantauan, analisis, evaluasi, dan pelaporan di bidang ekonomi makro
dan keuangan; dan
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2016
3
4. Melaksanakan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian.
Dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya, Deputi Bidang Koordinasi
Ekonomi Makro dan Keuangan membawahi 5 (lima) lima unit Eselon II yang terdiri dari :
1. Asisten Deputi Fiskal;
2. Asisten Deputi Moneter dan Neraca Pembayaran;
3. Asisten Deputi Pengembangan Ekonomi Daerah dan Sektor Riil;
4. Asisten Deputi Pasar Modal dan Lembaga Keuangan;
5. Asisten Deputi Badan Usaha Milik Negara; dan
6. Kelompok Jabatan Fungsional.
Bagan 1
Organisasi Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro Dan Keuangan
C. ASPEK STRATEGIS
Dalam rangka mencapai target kinerja tahunan seperti yang telah ditetapkan
dalam dokumen perencanaan dan mewujudkan manajemen pemerintahan yang efisien,
efektif, transparan, dan akuntabel, serta berorientasi pada hasil, Deputi Bidang Koordinasi
Ekonomi Makro dan Keuangan menuangkannya ke dalam Perjanjian Kinerja dengan
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian sebagai bentuk tanggung jawab keberhasilan
maupun kegagalan dalam pencapaian target kinerja.
DEPUTI
BIDANG KOORDINASI EKONOMI
MAKRO DAN KEUANGAN
Asisten Deputi
Fiskal
Asisten Deputi
Moneter dan Neraca
Pembayaran
Asisten Deputi
Pengembangan Ekonomi
Daerah dan Sektor Riil
Asisten Deputi
Pasar Modal dan
Lembaga Keuangan
Asisten Deputi
Badan Usaha Milik
Negara
Bidang
Penerimaan
Negara
Bidang
Program dan
Tata Kelola
Bidang
Pengeluaran
Negara
dan Pembiayaan
Bidang
Moneter
Bidang Neraca
Pembayaran dan
Posisi Investasi
Internasional
Bidang
Pengembangan
Ekonomi Daerah
Bidang
Sektor Riil
Bidang
Pasar Modal dan
Lembaga
Keuangan Bukan
Bidang
Perbankan
Bidang
BUMN Industri
Bidang
BUMN Usaha Jasa
Kelompok Jabatan
Fungsional
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2016
4
Sasaran strategis yang ingin dicapai melalui perencanaan strategis di Bidang
Ekonomi Makro dan Keuangan adalah :
1. Mewujudkan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan di bidang ekonomi makro dan
keuangan.
2. Mewujudkan pengendalian pelaksanaan kebijakan di bidang ekonomi makro dan
keuangan.
3. Mewujudkan perluasan akses pembiayaan bagi Usaha Mikro dan Kecil (UMK).
Indikator Kinerja Utama (IKU) Deputi Bidang Koordinasi Bidang Ekonomi Makro
dan Keuangan dalam mewujudkan sasaran stategis di atas dituangkan dalam :
1. Presentase rekomendasi kebijakan di bidang ekonomi makro dan keuangan.
2. Presentase rekomendasi pengendalian pelaksanaan kebijakan di bidang ekonomi
makro dan keuangan.
3. Tercapainya target penyaluran kredit berpenjamin atau Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Adapun peran Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan dalam
rangka ikut berkontribusi memenuhi harapan stakeholder antara lain :
1. Dalam Rangka Menjaga Stabilitas Ekonomi
Mengkoordinasikan dan mensinkronisasikan pelaksanaan program Pengedalian
Inflasi baik tingkat pusat maupun daerah melalui Tim Pengendalian Inplasi (TPI) dan
Tim Pengendallian Inflasi Daerah (TPID) melalui pengendalian harga-harga
komoditas pangan, menjaga pasokan barang dan jasa, dan menjaga daya beli
masyarakat. Kegiatan ini ditujukan agar pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan
mayarakat tidak tergerus oleh kenaikan harga-harga komoditas, terutama kelompok
komoditas pangan dan komoditas yang harganya diatur pemerintah. Melalui Tim
Pemantauan dan Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) bersama-sama
Kementerian/Lembaga terkait dan Pemerintah Daerah melaksanakan koordinasi,
sinkronisasi, dan pengendalian inflasi daerah agar tidak jauh dari angka yang
ditetapkan secara nasional (4±1)%.
2. Dalam Rangka Menjaga Pertumbuhan Ekonomi
Merekomendasikan kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko
Perekonomian) selaku Ketua Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro Kecil
Menengah (UMKM) tentang Penyusunan Pedoman Pelaksanaan KUR Sektoral
kepada 11 Menteri dan 2 Kepala Badan (Kementerian Dalam Negeri, Kementerian
Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Pekerjaan Umum
dan Perumahan Rakyat, Kementerian Perindustrian, Kementerian Pariwisata,
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2016
5
Kementerian Perdagangan, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian
Keuangan, Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Komunikasi dan
Informatika, Kementerian Tenaga Kerja Indonesia, dan Badan Penempatan dan
Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia, serta Badan Ekonomi Kreatif).
Selaku Sekretaris Tim Pinjaman Komersial Luar Negeri PKLN, Deputi I
mengkoordinasikan persetujuan PKLN kepada Ketua Tim Koordinasi Pengelolaan
PKLN (Menko Perekonomian) terkait Proses pemberian persetujuan PKLN,
ditujukan pada perusahaan-perusahaan yang menanamkan investasi pada
produsen listrik. Pada tahun 2016 persetujuan PKLN sebesar USD 50 juta diberikan
untuk mendanai proyek Tower Crossing 500 KV TL dari Watudodol-Segara Rupek,
persetujuan ini diberikan untuk mendukung program pemerintah dalam
menyediakan listrik 35.000 MW listrik melalui investor swasta, listrik yang
dihasilkan selanjutnya dijual dan disalurkan kepada masyarakat melalui PLN
dalam skema Independent Power Producer (IPP).
Mengkoordinasikan Kementerian/Lembaga teknis terkait pelaksanaan evaluasi PP
No. 18 Tahun 2015 stdtd PP No. 9 Tahun 2016 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan
Untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-
Daerah Tertentu (Tax Allowance), dalam upaya memberikan kemudahan dan
fasilitas bagi investor dalam memperluas pada cakupan komoditas dan jangkauan
pengembangan wilayah, pemerataan pertumbuhan antara daerah jawa dan di luar
jawa, serta penyerapan tenaga kerja. Evaluasi juga ditujukan untuk mengeluarkan
atau membatalkan pemberian fasilitas pada komoditi yang tidak perlu lagi
diproteksi.
Koordinasi Tax Holiday merupakan salah satu kebijakan yang dikeluarkan
pemerintah dalam rangka mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi serta
mengatasi permasalahan struktural perekonomian adalah dengan memberikan
fasilitas Tax Holiday, yaitu fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan Badan.
Pemberian Fasilitas ini diharapkan dapat mendorong penanaman modal asing dan
penanaman modal dalam negeri di industri yang memiliki keterkaitan yang luas,
memberi nilai tambah dan ekternalitas yang tinggi, memperkenalkan teknologi
baru dan memiliki nilai strategis bagi perekonomian nasional. Upaya ini sekaligus
memperkuat komitmen Pemerintah untuk tetap berupaya menjaga iklim investasi
dunia usaha ditengah langkah-langkah untuk mengoptimalkan penerimaan
perpajakan.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2016
6
D. ISU STRATEGIS
Dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya, setidaknya terdapat isu strategis
yang menjadi bagian dari koordinasi Kedeputian Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan
Keuangan.
Pertama, menjaga pertumbuhan ekonomi tetap tinggi sehingga dapat
menciptakan tambahan lapangan pekerjaan yang cukup bagi angkatan kerja baru yang
pada akhirnya akan mengurangi pengangguran dan tingkat kemiskinan. Selain itu tugas
yang tidak kalah pentingnya adalah menjaga dan mengendalikan inflasi tetap rendah
guna menjaga tingkat daya beli masyarakat.
Kedua, menjaga kredibilitas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
agar optimal dalam memberikan daya dorong pada pertumbuhan ekonomi. Dalam
konteks ini, perlu dijaga agar penerimaan negara khususnya dari sektor perpajakan tetap
tumbuh tinggi namun dengan tetap menjaga keberlangsungan sektor riil dan menjaga
iklim investasi tetap kondusif.
Ketiga, mendorong peningkatan peran Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
dalam kontribusi pembangunan di Indonesia dengan melalui penguatan modal BUMN
melalui program penyertaan modal negara dan memfasilitasi BUMN agar mendapatkan
sumber dana yang murah dan jangka panjang sesuai dengan karakteristik pembiyaan
infratruktur yang memang membutuhkan pembiyaan dalam jangka panjang
Keempat, koordinasi dalam meningkatkan arus investasi dengan jalan menjaga
iklim investasi tetap kondusif dan memberikan relaksasi fiskal guna lebih meningkatkan
daya saing investasi.
Kelima, mendorong tumbuhnya UMKM sebagai salah satu pilar utama
pembangunan ekonomi Indonesia dengan jalan memberikan dukungan kemudahan akses
pembiyaan UMKM dengan proses yang mudah, cepat dan tingkat suku bunga yang
kompetitif.
Keenam, melakukan harmonisasi kebijakan di tingkat pusat dan daerah sehingga
salah satu agenda pembangunan yang tercantum dalam nawacita yakni membangun dari
pinggiran dapat terealisasi dengan baik.
Laporan
Kin
erja Dep
uti B
idan
g K
oord
inasi Ek
on
om
i Mak
ro d
an K
euan
gan
2
01
6
7
Bagan
2.
Peta
Strateg
i Kin
erja D
epu
ti Bid
an
g K
oord
inasi E
kon
om
i Makro
dan
Keu
an
gan
Tu
juan :
TE
RW
UJU
DN
YA
KE
BIJ
AK
AN
DI B
IDA
NG
EK
ON
OM
I MA
KR
O D
AN
KE
UA
NG
AN
YA
NG
INK
LU
SIF
DA
N B
ER
KE
LA
NJU
TA
N M
ELA
LU
I KO
OR
DIN
AS
I &
SIN
KR
ON
ISA
SI K
EB
IJA
KA
N D
I BID
AN
G E
KO
NO
MI M
AK
RO
& K
EU
AN
GA
N, P
EN
GE
ND
ALIA
N P
ELA
KS
AN
AA
N K
EB
IJA
KA
N D
I BID
AN
G E
KO
NO
MI
MA
KR
O &
KE
UA
NG
AN
, PE
RLU
AS
AN
AK
SE
S P
EM
BIA
YA
AN
BA
GI U
SA
HA
MIK
RO
KE
CIL
(UM
K)
Sta
bilita
s d
an
Pe
rtum
bu
han
Eko
nom
i
SS
1. T
erw
uju
dnya K
oord
inasi &
Sin
kro
nis
asi K
ebija
kan d
i Bid
ang
Ekonom
i Makro
& K
euangan
SS
3. T
erw
uju
dnya P
erlu
asan
Akses P
em
bia
yaan B
agi U
saha
Mik
ro K
ecil (U
MK
)
SS
2. T
erw
uju
dnya P
engendalia
n
Kebija
kan d
i Bid
ang E
konom
i
Makro
& K
euangan
MEMENUHI HARAPAN
STAKEHOLDER, STRATEGIIC
OUTCOME
STRATEGIC DRIVERS:
Koordinasi, SInkronisasi dan
Pengendalian Kebijakan
DUKUNGAN DASAR
PE
LA
KS
AN
AA
N
MO
NIT
OR
ING
& E
VA
LU
AS
I
P
ER
UM
US
AN
&
PE
NE
TA
PA
N
Bidang Koordinasi Fiskal
Bidang Koordinasi Moneter &
Neraca Pembayaran
Bidang Koordinasi Pengembangan
Ekonomi Daerah & Sektor Riil
Bidang Koordinasi Pasar Modal &
Lembaga Keuangan
Bidang Koordinasi Badan Usaha
Milik Negara
Me
nin
gk
atn
ya
efe
ktiv
itas
te
lah
aa
n d
an
ka
jian
un
tuk
m
en
du
ku
ng p
eru
mu
sa
n &
Pe
ng
en
da
lian
Ke
bija
ka
n
Me
nin
gk
atn
ya
efe
ktiv
itas
k
oo
rdin
as
i da
n
sin
kro
nis
as
i pe
rum
us
an
da
n p
en
eta
pa
n k
eb
ijak
an
Me
nin
gk
atn
ya
efe
ktiv
itas
p
en
ge
nd
alia
n p
ela
ks
an
aa
n
ke
bija
ka
n K
em
en
teria
n /
Le
mb
ag
a
Me
nin
gk
atn
ya
efe
ktiv
itas
m
on
itorin
g d
an
eva
lua
si
pe
lak
sa
na
an
ke
bija
ka
n
Te
rwuju
dn
ya d
ukungan a
dm
inis
trasi k
egia
tan d
an ta
ta k
elo
la d
i lingkungan K
edeputia
n E
konom
i Makro
dan K
euangan:
1.
SD
M b
erb
asis
ko
mp
ete
nsi
2.
Stru
ktu
r org
an
isa
si e
fektif d
an
efis
ien
3.
Sis
tem
info
rma
si y
an
g te
rinte
gra
si d
an
ke
ters
ed
iaa
n d
ata
/ info
rmasi y
ang
aku
rat, k
om
pre
he
nsif, d
an
terk
ini
4.
Aku
nta
bilita
s k
ine
rja y
an
g b
aik
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2016
8
BAB II
PERENCANAAN KINERJA
A. RENCANA STRATEGIS
Sebagaimana telah disebutkan dalam bab pendahuluan bahwa unit organisasi
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan merupakan bagian integral
dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian beserta rencana strateginya untuk
mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Dalam
menjalankan tugas dan fungsinya unit organisaasi Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi
Makro dan Keuangan menetapkan Rencana Kerja Tahunan yang berisi sasaran
program/kegiatan, indikator kinerja, dan target yang harus dicapai. Pada pelaksanaan
program/kegiatan Tahun 2016, target ini dituangkan dalam dokumen Rencana Kinerja
(Renja) Tahun 2016 yang ditetapkan untuk setiap indikator kinerja.
Sasaran Strategis yang akan dicapai dalam perencanaan kinerja Tahun 2016
adalah:
1. Pertama, Terwujudnya Koordinasi dan Sinkronisasi Kebijakan di Bidang Ekonomi
Makro dan Keuangan;
2. Kedua, Terwujudnya Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan di Bidang Ekonomi
Makro dan Keuangan; dan
3. Ketiga, Terwujudnya Perluasaan Akses Pembiayaan Bagi Usaha Mikro dan Kecil
(UMK).
Indikator Kinerja Utama (IKU) sebagai pencerminan tingkat capaian Sasaran
Strategis adalah :
1. Pertama, Persentase Rekomendasi Kebijakan di Bidang Ekonomi Makro dan
Keuangan dengan Target 80%; *
2. Kedua, Persentase Rekomendasi Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan di Bidang
Ekonomi Makro dan Keuangan dengan Target 80%; * dan
3. Ketiga, Tercapainya Target Penyaluran Kredit Berpenjamin atau Kredit Usaha Rakyat
(KUR) sebesar Rp. 100 Triliun.
Catatan *: Target IKU Tahun 2016 sebesar 80% ditetapkan dengan asumsi bahwa struktur organisasi
(jabatan struktural) Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan I belum
sepenuhnya terisi Sumber Daya Manusia (SDM).
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2016
9
Rencana Kinerja merupakan penjabaran Rencana Strategis Unit Organisasi
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Tahun 2015- 2019 yang
merupakan perencanaan jangka menengah organisasi yang berisi gambaran sasaran
atau kondisi hasil yang akan dicapai dalam kurun waktu lima tahun beserta strategi
yang akan dilakukan untuk mencapai sasaran sesuai dengan tugas, fungsi, dan peran
yang diamanahkan. Penyusunan Renstra Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan
Keuangan tersebut mengacu pada Renstra Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian dan Rencana Pembangunan Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015-
2019.
B. RENCANA KERJA 2016
Dengan berpedoman pada Renstra dan memperhatikan rancangan awal Rencana
Kerja (Renja), unit organisasi Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan
telah menyusun Renja Tahun 2016 yang memuat kebijakan, program, dan kegiatan yang
meliputi kegiatan pokok serta kegiatan pendukung untuk mencapai sasaran hasil sesuai
dengan program induk yang didukung. Renja dirinci menurut indikator keluaran,
sasaran keluaran pada tahun rencana, prakiraan sasaran tahun berikutnya, pagu
indikatif sebagai indikasi pagu anggaran, serta pelaksanaannya.
Pagu awal anggaran Tahun 2016 Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan
Keuangan adalah sebesar Rp.12.300.000.000,- namun kemudian terjadi pemotongan
dan penghematan anggaran sehingga pagu anggaran 2016 menjadi hanya sebesar
Rp.7.547.647.000,-. Namun jika memperhitungkan tambahan anggaran KEIN yang
disahkan pada Bulan Agustus 2016 total pagu anggaran menjadi sebesar
Rp.49.322.000.000,- setelah pemotongan dan penghematan anggaran menjadi sebesar
Rp.39.422.000.000,-.
Untuk mencapai sasaran strategis dan sasaran pendukung lainnya yang berkaitan
dengan isu strategis, unit organisasi Deputi Bidang Koordinasi Bidang Ekonomi Makro
dan Keuangan melaksanakan beberapa kegiatan Tahun 2016, yaitu :
1. Kegiatan Kebijakan Bidang Fiskal.
2. Kegiatan Kebijakan Bidang Moneter dan Neraca Pembayaran.
3. Kegiatan Kebijakan Bid. Pengembangan Ekonomi Daerah dan Sektor Rill.
4. Kegiatan Kebijakan Bidang Pasar Modal dan Lembaga Keuangan serta Program
Kebijakan Perluasan Akses Pembiayaan Bagi UMK melalui Skema Penyaluran Kredit
Berpenjaminan dengan Kredit Usaha Rakyat (KUR).
5. Kegiatan Kebijakan Bidang Badan Usaha Milik Negara.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2016
10
C. PERJANJIAN KINERJA
Dalam rangka mencapai strategi organisasi dan meningkatkan kinerja, unit
organisasi Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan telah melaksanakan
penandatangan perjanjian kinerja dengan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.
Hal ini diikuti dengan Penandatanganan perjanjian kinerja antara Deputi Bidang
Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan dengan setiap unit eselon II yang
dikoordinasikannya melalui kontrak kinerja.
Kontrak Kinerja merupakan dokumen kesepakatan antara pegawai dengan atasan
langsung yang berisi pernyataan kesanggupan untuk mencapai Indikator Kinerja Utama
dengan target yang telah ditetapkan. Penyusunan kontrak kinerja dimulai dari level
pejabat tertinggi sampai ke pelaksana berdasarkan tugas dan fungsi serta IKU yang
bersifat cascade dari atasan, indikator dalam kontrak kinerja individu tertuang dalam
laporan kinerja bulanan pegawai.
Penetapan Perjanjian Kinerja pada dasarnya adalah pernyataan komitmen untuk
mencapai kinerja yang jelas dan terukur dalam rentang waktu satu tahun tertentu
dengan mempertimbangkan sumber daya yang dikelolanya. Tujuan khusus penetapan
kinerja adalah untuk :
1. Meningkatkan akuntabilitas, transparansi, dan kinerja aparatur;
2. Sebagai wujud nyata komitmen antara penerima dengan pemberi tugas;
3. Sebagai dasar penilaian keberhasilan/kegagalan pencapaian tujuan dan sasaran
organisasi;
4. Menciptakan tolok ukur kinerja sebagai dasar evaluasi kinerja aparatur; dan
5. Sebagai dasar pemberian reward atau penghargaan dan sanksi.
Dokumen perjanjian kinerja merupakan dokumen yang berisikan penugasan
dari pimpinan instansi yang lebih tinggi kepada pimpinan instansi yang lebih rendah
untuk melaksanakan program/kegiatan yang disertai dengan indikator kinerja.
Pencapaian sasaran strategis unit organisasi Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi
Makro dan Keuangan diukur dengan Indikator Kinerja Utama (IKU) dimana penyusunan
IKU disesuaikan dengan level organisasi atau kewenangan yang dimiliki oleh pejabat
yang bersangkutan. Oleh karena itu Indikator-indikator kinerja dan target tahunan yang
digunakan dalam penetapan kinerja ini adalah indikator kinerja utama tingkat eselon I.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2016
11
Rencana Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Tahun
2016 sebagaimana yang telah dituangkan dalam Perjanjian Kinerja Tahun 2016 dan
Rencana Kerja Tahun 2016 adalah sebagai berikut :
Tabel 3 Perjanjian Kinerja Kedeputian I
Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target 2016
Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi kebijakan di bidang ekonomi makro dan keuangan.
Persentase rekomendasi kebijakan di bidang ekonomi makro dan keuangan.
80%
Terwujudnya pengendalian pelaksanaan kebijakan di bidang ekonomi makro dan keuangan.
Persentase rekomendasi pelaksanaan kebijakan di bidang ekonomi makro dan keuangan.
80%
Terwujudnya perluasan akses pembiayaan bagi Usaha Mikro dan Kecil (UMK).
Tercapainya target penyaluran kredit berpenjaminan Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Rp. 100 Triliun
Untuk mendukung capaian kinerja tersebut, disusun rencana aksi kegiatan
sebagaimana pada lampiran.
D. PENGUKURAN KINERJA
Pengukuran tingkat capaian kinerja Kedeputian I Tahun 2016 dilakukan dengan
cara membandingkan antara target pencapaian indikator sasaran yang telah ditetapkan
dalam Penetapan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan
Tahun 2016 dengan realisasinya. Nilai Kinerja Organisasi (NKO) diperoleh melalui
serangkaian penghitungan dengan menggunakan data target dan realisasi IKU yang
tersedia. Dengan membandingkan antara data target dan realisasi IKU, akan diperoleh
indeks capaian IKU. Formula penghitungan capaian IKU adalah sebagai berikut :
Capaian IKU (kinerja)
=
Realisasi × 100%
Target
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2016
12
Adapun status indeks capaian IKU adalah sebagai berikut :
Tabel 4 Indeks Capaian IKU
Hijau
Kuning Merah
100 ≤ X ≤ 120 (memenuhi ekspektasi)
80 ≤ X < 100 (belum memenuhi
ekspektasi)
X < 80% (tidak memenuhi
ekspektasi)
Prinsip pengukuran tingkat capaian kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro
dan Keuangan adalah sebagai berikut :
1. Unit Organisasi Deputi Ekonomi Makro dan Keuangan merupakan bagian integral
dari Organisasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
2. Deputi menjabarkan Sasaran Strategis Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian dalam Sasaran Program yang menghasilkan rekomendasi yang
diharapkan memiliki dampak luas (outcomes). Yang ditindaklanjuti oleh Asisten
Deputi dengan menjabarkan Sasaran Program Deputi dalam Sasaran Kegiatan yang
menghasilkan rekomendasi (output).
3. Dalam menjalankan Sasaran Kegiatan, Para Asisten Deputi didukung dengan
anggaran sesuai dengan Petunjuk Operasional Kegiatan (POK). Kegiatan yang
dilaksanakan Para Asisten Deputi menghasilkan berbagai rekomendasi di tingkat
eselon II yang disampaikan kepada Deputi.
4. Rekomendasi menjadi indikator kinerja Asisten Deputi bila : Deputi mendisposisikan
agar rekomendasi diteruskan kepada Menko Perekonomian, Deputi mendisposisikan
agar rekomendasi dikoordinasikan dengan instansi terkait untuk ditindaklanjuti, dan
hasil koordinasi Asisten Deputi ditindaklanjuti oleh pejabat setingkat di instansi
terkait.
5. Rekomendasi menjadi indikator kinerja Deputi bila : Menko Perekonomian
mendisposisikan agar rekomendasi diteruskan kepada Presiden, Wakil Presiden,
Menteri, Kepala Lembaga terkait dan atau Sidang Kabinet; Menko Perekonomian
mendisposisikan agar rekomendasi diteruskan menjadi produk Perundangan-
undangan, Peraturan Pemerintah, atau Peraturan Menteri; dan Hasil koordinasi
Deputi ditindaklanjuti oleh pejabat setingkat diinstansi terkait.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2016
13
Tabel 5 Perhitungan Manual IKU Kedeputian I
Manual Perhitungan IKU 1 Definisi
: :
Peresentase Rekomendasi Kebijakan di Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan Implementasi fungsi koordinasi dan sinkronisasi kebijakan di bidang ekonomi makro dan keuangan dengan Kementerian/Lembaga yang menghasilkan rekomendasi yang dikoordinasi dan disinkronisasi oleh deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan
Satuan : % Teknik Menghitung : Implementasi koordinasi dan sinkronisasi kebijakan di bidang
ekonomi makro dan keuangan = realisasi dibandingkan target, rekomendasi yang dikoordinasi dan disinkronisasi oleh deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Realisasi X 100 % Target
Sifat Data IKU : Maksimisasi Sumber Data : Keasdepan Fiskal, Keasdepan Moneter dan Neraca Pembayaran,
Keasdepan Pengembangan Ekonomi Daerah & Sektor Riil, Keasdepan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, dan Keasdepan Badan Usaha Milik Negara
Periode Data IKU : Semesteran Manual Perhitungan IKU 2 Definisi
: :
Persentase rekomendasi pengendalian pelaksanaan kebijakan di bidang ekonomi makro dan keuangan Implementasi fungsi pengendalian di bidang ekonomi makro dan keuangan oleh Kementerian/Lembaga yang menghasilkan rekomendasi dan berdampak pada pelaksanaan kebijakan
Satuan % Teknik Menghitung : Implementasi koordinasi dan sinkronisasi kebijakan di bidang
ekonomi makro dan keuangan = realisasi dibandingkan target, rekomendasi dan berdampak pada pelaksanaan kebijakan Realisasi X 100 % Target
Sifat Data IKU : Maksimisasi Sumber Data : Keasdepan Fiskal, Keasdepan Moneter dan Neraca Pembayaran,
Keasdepan Pengembangan Ekonomi Daerah & Sektor Riil, Keasdepan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, dan Keasdepan Badan Usaha Milik Negara
Periode Data IKU : Semesteran
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2016
14
Manual Perhitungan IKU 3 Definisi
: :
Tercapainya target penyaluran kredit berpenjaminan Kredit Usaha Rakyat/KUR Implementasi Penyaluran Pagu Kredit Berpenjaminan KUR
Satuan : %
Teknik Menghitung : Realisasi Penyaluran dibagi Pagu Penyaluran X 100% Pagu
Sifat Data IKU : Maximisasi
Sumber Data : Keasdepan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
Periode Data IKU : Semesteran
Catatan :
1. Jumlah Rekomendasi yang ingin dicapai untuk Sasaran Strategis 1 dan Sasaran Strategis 2
pada tahun 2016 masing-masing adalah 10 (sepuluh) rekomendasi.
2. Target yang ditetapkan untuk Sasaran Strategis 1 dan Sasaran Strategis 2 pada tahun 2016
masing-masing 80%. Artinya, unit organisasi Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro
dan Keuangan merencanakan hanya 8 rekomendasi dapat dicapai untuk masing-masing
Sasaran Strategis 1 dan 2. Telah disampaikan pada halaman 6 bahwa Target IKU Tahun
2016 sebesar 80% karena struktur organisasi (jabatan struktural) Deputi Bidang Koordinasi
Ekonomi Makro dan Keuangan I belum sepenuhnya terisi Sumber Daya Manusia (SDM).
3. Namun demikian jika 8 (delapan) rekomendasi dapat dicapai dalam pelaksanaannya, maka
perhituangan realisasinya adalah 100%.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2016
15
BAB III
AKUNTABILITAS KINERJA
A. CAPAIAN KINERJA ORGANISASI
Pengukuran tingkat capaian kinerja unit organisasi Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi
Makro dan Keuangan Tahun 2016 dilakukan dengan cara membandingkan antara target
(rencana) dengan realisasi Indikator Kinerja Utama (IKU) yang telah tertuang dalam
Penetapan Kinerja Kedeputian I Tahun 2016. Tingkat capaian kinerja Kedeputian I Tahun
2016 berdasarkan hasil pengukurannya dapat disajikan dalam tabel sebagai berikut :
Tabel 6
Capaian Kinerja Kedeputian I
Sasaran Strategis 1
Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi kebijakan di bidang ekonomi makro dan
keuangan
Indikator Kinerja Target Realisasi Kinerja
Persentase rekomendasi kebijakan di bidang
ekonomi makro dan keuangan (10 rekomendasi) 80% 100% 125%
Sasaran Strategis 2
Terwujudnya pengendalian pelaksanaan kebijakan di bidang ekonomi makro dan
keuangan
Indikator Kinerja Target Realisasi Kinerja
Persentase rekomendasi pelaksanaan kebijakan di
bidang ekonomi makro dan keuangan
(10 rekomendasi)
80% 100% 125%
Sasaran Strategis 3
Terwujudnya perluasan akses pembiayaan bagi Usaha Mikro dan Kecil (UMK).
Indikator Kinerja Target Realisasi Kinerja
Tercapainya target penyaluran kredit
berpenjaminan Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Rp.
100,-
Triliyun
Rp. 95,-
Triliun 95%
Rata-Rata Capaian Kinerja
115%
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2016
16
Presentase rekomendasi yang direncanakan untuk Sasaran Strategis 1 dan 2 masing-
masing adalah 80% dengan jumlah rekomendasi masing-masing 8 rekomendasi. Adapun
target yang ditetapkan untuk masing-masing untuk Sasaran Strategis 1 dan 2 adalah 80%.
Capaian rata-rata atas indikator kinerja Tahun 2016 adalah sebesar 115% merupakan
rata-rata penjumlahan dari masing-masing indikator kinerja dibagi tiga. Sehingga status
kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan untuk sasaran strategis
1, 2 dan 3 berwarna hijau, sebagaimana telah dijabarkan pada tabel diatas.
B. ANALISIS CAPAIAN KINERJA ORGANISASI
Sasaran Strategis 1 :
Terwujudnya Sinkronisasi dan Koordinasi Kebijakan di Bidang Ekonomi Makro
dan Keuangan.
Sebagai salah satu unit kerja di Lingkungan Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian, unit organisasi Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan
terus berupaya meningkatkan kualitas pelayanan dalam rangka terwujudnya efektifitas
koordinasi dan sinkronisasi kebijakan di bidang ekonomi makro dan keuangan kepada
stakeholder. Kegiatan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan di bidang ekonomi makro
dan keuangan yang berdampak luas meliputi rekomendasi kebijakan antara lain sebagai
berikut :
1. Rekomendasi terhadap penyusunan revisi PP Nomor 18 Tahun 2015 tentang Fasilitas
Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu
dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu (Tax Allowance) - (Paket Kebijakan VII :
Mendorong Industri Padat Karya).
Sebagai upaya untuk meningkatkan kegiatan investasi langsung guna mendorong
pertumbuhan ekonomi dan pemerataan serta percepatan pembangunan bagi bidang
usaha tertentu dan/atau daerah tertentu. Pemerintah memberikan fasilitas Pajak
Penghasilan berupa Tax Allowance. Adapun pemberian fasilitas Tax Allowance
dimaksud mengacu pada ketentuan Pasal 31A Undang-Undang No.7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan sebagaimana terakhir diubah dengan UU No. 36 Tahun
2008, yaitu meliputi :
1. Pengurangan PPh netto sebesar 30 persen dari jumlah penanaman modal dan
dibebankan selama 6 tahun (5% per tahun).
2. Penyusutan dan amortisasi dipercepat.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2016
17
3. Pengenaan PPh atas Deviden yang dibayarkan kepada Subyek Pajak Luar Negeri
sebesar 10 % atau tarif tax treaty (tarif normal 20%).
4. Kompensasi kerugian yang lebih lama dari 5 tahun dan tidak lebih dari 10 tahun
dengan persyaratan tertentu.
Sebagai pelaksanaan amanat UU dimaksud telah diterbitkan peraturan pemerintah
yang dalam perjalanannya telah beberapa kali mengalami perubahan. Adapun daftar
PP dimaksud yaitu PP Nomor 1 Tahun 2007, PP Nomor 62 Tahun 2008, PP Nomor 52
Tahu 2011 dan PP Nomor 18 Tahu 2015. Beberapa dasar pertimbangan
dilakukannya perubahan terhadap PP Tax Allowance antara lain dengan
memperhatikan hasil evaluasi pelaksanaan ketentuan tersebut di lapangan sepertinya
minimnya pemanfaatan fasilitas Tax Allowance karena prosedur pemberian fasilitas
yang kurang jelas, perkembangan dunia usaha, dan pertimbangan kondisi
perekonomian global dan nasional.
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa terhadap PP mengenai fasilitas Tax
Allowance telah beberapa kali dilakukan perubahan. Revisi terakhir terhadap PP
dimaksud dilakukan berkenaan dengan peluncuran Paket Kebijakan Ekonomi.Bahwa
berdasarkan Paket Kebijakan Ekonomi dimaksud dalam rangka mendorong industri
padat karya perlu untuk memberikan kebijakan insentif perpajakan yang salah
satunya melalui pemberian fasilitas Tax Allowance. Berkenaan dengan belum
tercantumnya industri padat karya ke dalam daftar bidang usaha yang dapat
diberikan fasilitas, maka cakupan revisi PP Nomor 18 Tahun 2015 meliputi
perubahan Lampiran dengan detail sebagai berikut :
1. Memindahkan bidang usaha pada Lampiran II PP Nomor 18 Tahun 2015, yang
meliputi Industri Alas Kaki untuk Keperluan Sehari-hari, Industri Sepatu
Olahraga, dan Industri Sepatu Teknik Lapangan/ Keperluan Industri menjadi
bagian dari Lampiran I, dan
2. Menambah bidang usaha pada Lampiran I dengan tambahan Industri Pakaian
Jadi dari Tekstil (Garmen) dan Industri Pakaian Jadi dari Kulit.
Perkembangan:
1. Telah diundangkan PP Nomor 9 Tahun 2016 tentang Perubahan Nomor 18
Tahun 2015 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di
Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu Berkenaan
pada tanggal 22 April 2016 dan mulai berlaku pada tanggal 7 April 2016.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2016
18
2. Berdasarkan perubahan dimaksud, maka perubahan jumlah bidang usaha (KBLI)
di dalam Lampiran PP sejak PP Nomor 52 Tahun 2011 hingga PP Nomor 9 Tahun
2016 adalah sebagai berikut :
Tabel 7 Perkembangan Jumlah KBLI dalam Lampiran PP Tax Allowance
Keterangan PP 52/2011 PP 18/2015 PP 9/2016
Lampiran I 52 66 71
Lampiran II 77 77 74
Total 129 143 145
Sumber: Peraturan Pemerintah tentang Fasilitas Tax Allowance, diolah.
2. Rekomendasi Terhadap Kebijakan Pengurangan PPh Pasal 21 Untuk Indutri Padat
Karya
Seiring dengan tujuan Pemerintah untuk membantu industri padat karya khususnya
dalam rangka meningkatkan daya saing industri pada sektor tertentu yang
berorientasi ekspor serta untuk mendukung program penciptaan dan penyerapan
lapangan kerja, selain memberikan fasilitas Tax Allowance dipandang perlu
memberikan fasilitas Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan pegawai yang
dibayarkan oleh pemberi kerja yang memenuhi kriteria tertentu, untuk periode waktu
tertentu. Berkenaan dengan hal tersebut di dalam Paket Kebijakan Ekonomi Jilid VII,
selain melakukan revisi terhadap PP Nomor 18 Tahun 2015 juga dilakukan
penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Perlakuan Pajak Penghasilan
Pasal 21 atas Penghasilan Pegawai dari Pemberi Kerja dengan Kriteria Tertentu
dengan pokok-pokok pengaturan sebagai berikut:
1. Pegawai yang menerima penghasilan dari pemberi kerja dengan kriteria tertentu
dengan jumlah Penghasilan Kena Pajak dalam 1 tahun paling banyak sebesar
Rp.50.000.000,- dikenai pemotongan PPh Pasal 21 dengan tarif 2,5% dan bersifat
final (tarif PPh yang berlaku umum untuk Penghasilan Kena Pajak sampai dengan
Rp.50 juta adalah 5%),
2. Pemberi kerja tertentu dimaksud harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
- Merupakan Wajib Pajak badan yang melakukan kegiatan usaha pada bidang
industri alas kaki dan/atau tekstil dan produk tekstil;
- Mempekerjakan pegawai langsung minimal 2.000 orang;
- Menanggung PPh Pasal 21 pegawainya;
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2016
19
- Melakukan ekspor paling sedikit 50% dari total nilai penjualan tahunan pada
tahun sebelumnya;
- Memiliki perjanjian kerja bersama;
- Mengikutsertakan pegawainya dalam program BPJS Ketenagakerjaan dan
BPJS Kesehatan;
- Tidak sedang mendapatkan atau memanfaatkan fasilitas Tax Allowance atau
Tax Holiday.
3. Ketentuan mengenai tarif pemotongan PPh Pasal 21 tersebut berlaku sementara,
yaitu untuk Masa Pajak Juli 2016 sampai dengan Masa Pajak Desember 2017.
Adapun maksud pemberlakuan kebijakan ini untuk periode tertentu ini
diharapkan fasilitas yang diberikan Pemerintah dapat membantu industri padat
karya sehingga industri tersebut kembali mencapai kondisi yang stabil.
Perkembangan :
Saat ini terhadap kebijakan untuk mendorong indsutri padat karya dimaksud telah
diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2016 tentang Perlakuan Pajak
Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Pegawai dari Pemberi Kerja dengan Kriteria
Tertentu yang diundangkan dan mulai berlaku pada tanggal 17 Oktober 2016.
Adapun peraturan menteri selaku peraturan pelaksanaan PP dimaksud saat ini sedang
dalam tahap penyusunan.
3. Tersusunnya Basis Data Perekonomian (PANDURATA) yang Terbaharui secara
Periodik
Basis data dan analisis untuk menghasilkan dukungan rekomendasi kebijakan dalam
rangka pengambilan keputusan oleh pimpinan. Dengan terwujudnya koordinasi
kebijakan tersebut diharapkan dapat meningkatkan kerjasama dan sinergi para
pemangku kepentingan dalam mencapai target dan sasaran pembangunan. Selain itu,
agar dapat dihasilkan basis data dan analisis yang berkualitas diperlukan dukungan
aplikasi pengolah data, langganan basis data serta analis ekonomi untuk kebutuhan
kegiatan pemantauan kondisi perekonomian terkini.
Basis data yang telah terbentuk dengan alamat domain : pandurata.ekon.go.id
disusun sebagai sumber rujukan cepat dalam memantau perkembangan ekonomi
makro. Dengan memanfaatkan aplikasi data Bloomberg, panel data ekonomi yang
terbaharui setiap hari juga dibentuk untuk memantau kondisi ekonomi global dan
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2016
20
domestik serta dampaknya untuk mendukung kebijakan yang akan diambil di dalam
negeri. Pada akhirnya dapat dilaksanakan koordinasi kebijakan moneter dan neraca
pembayaran yang bersifat real-time sebagai basis penyusunan rekomendasi kebijakan
bidang moneter dan neraca pembayaran serta pengendalian pelaksanaan yang terkait
dengan bidang moneter dan neraca pembayaran.
Pandurata dapat diakses dengan mudah dari seluruh jaringan komputer Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian, adapun data yang tersedia dan dapat diakses
meliputi :
Tabel 8 Basis Data Perekonomian (Pandurata)
No Tahunan
Kuartalan Bulanan
1 PDB dan Pertumbuhan Ekonomi
PDB dan Pertumbuhan Ekonomi
Inflasi dan Harga
2 Inflasi dan IHK Moneter dan Perbankan Tenaga Kerja
3 Tenaga Kerja APBN Kemiskinan 4 Kemiskinan Investasi Moneter dan Perbankan 5 Moneter dan Perbankan Pasar Modal APBN 6 APBN Indikator Ekonomi
Negara Mitra Dagang Pasar Modal
7 Investasi Neraca Pembayaran Indikator Ekonomi Negara Mitra Dagang
8 Pasar Modal Ekspor dan Impor (Neraca Perdagangan)
Realisasi Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR)
9 Indikator Ekonomi Negara Mitra Dagang
Transaksi Berjalan : Ekspor Barang Menurut Komoditas
10 Neraca Pembayaran Transaksi Berjalan : Impor Barang Menurut Kategori Ekonomi
11 Ekspor dan Impor (Neraca Perdagangan)
Ekspor & Impor (Neraca Perdagangan)
4. Tersusunnya Model Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi dan Leading Economic Indicator
Salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi di suatu
negara adalah pertumbuhan ekonomi. Indikator ini tidak hanya mengukur
pertumbuhan output dalam suatu perekonomian, namun juga memberikan indikasi
tentang sejauh mana aktivitas perekonomian yang terjadi pada suatu periode
tertentu. Angka pertumbuhan ekonomi pada periode yang akan datang memegang
peranan penting dalam kegiatan perencanaan pemerintah kedepan. Oleh karena itu
perlu dibangun sebuah model proyeksi pertumbuhan ekonomi supaya angka
proyeksi mendekati nilai aktualnya.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2016
21
Model ekonomi secara sederhana dapat didefinisikan sebagai simplifikasi atas
berbagai permasalahan yang kompleks, sehingga dapat diketahui strukturnya secara
lebih jelas, berbagai keterkaitan antar variabelnya dan dapat diukur perubahan-
perubahan di dalamnya. Proses simplifikasi ini perlu dilakukan untuk memudahkan
proses komunikasi bagi para stakeholder, terutama oleh pemerintah sebagai pembuat
kebijakan. Penentuan asumsi, pemilihan variabel, penentuan garis hubungan dan
sebagainya sangat mungkin terbuka ruang ketidaktepatan. Namun demikian, sebuah
model tetaplah berguna sebagai alat bantu analisis. Dengan dilakukannya kajian
khusus untuk membuat sebuah model proyeksi pertumbuhan ekonomi maka
diharapkan dapat meminimumkan tingkat kesalahan proyeksi. Saat ini sudah
terbentuk atau tersusun sebuah proyeksi ekonomi yang dapat digunakan sebagai
bahan proyeksi untuk pertumbuhan ekonomi triwulanan dan inflasi setiap bulannya.
5. Koordinasi Pengembangan UMKM Melalui Sertifikat Hak Atas Tanah (SHAT).
Asisten Deputi Pengembangan Ekonomi Daerah dan Sektor Riil telah melakukan
koordinasi penyusunan Rancangan Kesepakatan Bersama tentang Pemberdayaan
Usaha Mikro dan Kecil (UMK), Petani, Nelayan, dan Pembudi Daya Ikan melalui
Sertipikasi Hak Atas Tanah (SHAT) pada tingkat teknis, dalam mendukung Inklusi
Keuangan. Latar belakangnya adalah kebijakan reformasi agraria yang terkait dengan
pemberdayaan UMK, petani, nelayan, dan pembudi daya ikan melalui SHAT. Langkah
reformasi tersebut adalah penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan
pemanfaatan tanah (land reform) yang berkeadilan dengan memperhatikan
kepemilikan tanah untuk rakyat, baik tanah pertanian maupun tanah perkotaan.
Diharapkan hal tersebut dapat mempercepat pencapaian kesejahteraan masyarakat.
Untuk itu diperlukan kesepakatan bersama dalam rangka koordinasi dan
implementasi program kegiatan pemberdayaan masyarakat melalui SHAT.
Kesepakatan bersama dilakukan antara Kementerian ATR/BPN dengan Kementerian
Dalam Negeri, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Kelautan dan Perikanan,
sebagai landasan kerja sama bagi para pihak dalam pelaksanaan pemberdayaan usaha
mikro dan kecil, petani, nelayan, dan pembudi daya ikan melalui kegiatan SHAT.
Kesepakatan bersama juga mengatur fasilitasi bagi pemerintah daerah dan
menciptakan jejaring kerja dan sinergi kegiatan pemberdayaan usaha sehingga
kegiatan pemberdayaan masyarakat melalui SHAT akan membawa dampak yang luas
bagi peningkatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2016
22
Draft kesepakatan bersama telah disetujui oleh para Eselon I kementerian terkait, oleh
sebab itu perlu diadakan rapat koordinasi untuk membahas kesepakatan bersama
dimaksud.
6. Rekomendasi Kepada Menteri Dalam Negeri perihal Permohonan Penerbitan Surat
Edaran kepada Pemda Kabupaten/Kota, sebagai dasar pengurangan BPHTB.
Sebagai tindak lanjut amanat Presiden terkait Paket Kebijakan Ekonomi XI tentang
Penerbitan KIK (Kontrak Investasi Kolektif) DIRE (Dana Investasi Real Estate) dan
Paket Kebijakan Ekonomi XIII tentang Pembangunan Perumahan Untuk Masyarakat
Berpenghasilan Rendah (MBR), diperlukan dukungan penuh pemerintah daerah
berupa fasilitas pengurangan pokok pajak BPHTB. Untuk itu Menteri Koordinator
Bidang Perekonomian telah menyampaikan surat kepada Menteri Dalam Negeri,
nomor S-319.1/M.EKON/10/2016 tanggal 31 Oktober 2016 tentang Permohonan
Penerbitan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri terkait DIRE. Dalam surat tersebut
disampaikan bahwa Menteri Dalam Negeri diharapkan dapat menerbitkan Surat
Edaran Menteri Dalam Negeri kepada pemerintah daerah kabupaten/kota, sebagai
dasar pengurangan BPHTB dimaksud.
Menko Perekonomian menyampaikan himbauan tersebut dengan mempertimbangkan
hasil rapat koordinasi yang diselenggarakan Deputi Ekonomi Makro dan Keuangan
pada tanggal 11 Oktober 2016, yang membahas pemberian insentif BPHTB. Dalam
rapat tersebut, pemerintah daerah mengharapkan adanya Surat Edaran Menteri
Dalam Negeri sebagai dasar hukum penyusunan peraturan daerah yang memberikan
insentif pengurangan BPHTB, sehingga bisa mendukung paket kebijakan ekonomi
pemerintah yang terkait DIRE.
7. Peraturan Presiden No. 82 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif. Dokumen
Strategi Nasional Keuangan Inklusif.
Peraturan Presiden No. 82 Tahun 2016 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif
(SNKI) merupakan strategi nasional yang dituangkan dalam dokumen yang memuat
visi, misi, sasaran, dan kebijakan keuangan inklusif dalam rangka mendorong
pertumbuhan ekonomi, percepatan penanggulangan kemiskinan, pengurangan
kesenjangan antarindividu dan antardaerah dalam rangka mewujudkan
kesejahteraan masyarakat Indonesia. Keuangan inklusif diwujudkan melalui akses
masyarakat terhadap layanan keuangan sehingga dapat meningkatkan kemampuan
ekonomi dan pada akhirnya membuka jalan untuk keluar dari kemiskinan serta
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2016
23
mengurangi kesenjangan ekonomi. Berdasarkan data Global Findex tahun 2014,
hanya 36 % penduduk dewasa di Indonesia yang memiliki akses di lembaga
keuangan formal. Strategi ini dimaksudkan sebagai pedoman bagi
Kementerian/Lembaga dan instansi terkait lainnya dalam meningkatkan akses
masyarakat terhadap layanan keuangan melalui kegiatan masing-masing secara
bersama dan terpadu. Implementasi Strategi Nasional Keuangan Inklusif yang
terpadu diperlukan untuk mencapai target keuangan inklusif yaitu persentase jumlah
penduduk dewasa yang memiliki akses layanan keuangan pada lembaga keuangan
formal sebesar 75% pada akhir tahun 2019. Dalam rangka pelaksanaan SNKI
dibentuk Dewan Nasional Keuangan Inklusif. Dewan Nasional diketuai oleh Presiden,
Wakil Presiden sebagai wakil ketua, dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian
sebagai Ketua Harian, serta Gubernur Bank Indonesia dan Ketua Dewan Komisioner
Otoritas jasa Keuangan sebagai Wakil Ketua Harian. Dewan Nasional Keuangan
Inklusif mempuyai tugas sebagai berikut :
a. melakukan koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan SNKI;
b. mengarahkan langkah-langkah dan kebijakan untuk penyelesaian permasalahan
dan hambatan pelaksanaan SNKI; dan
c. melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan SNKI.
Dewan Nasional Keuangan Inklusif dibantu oleh kelompok kerja dan sekretariat yang
beranggotakan dari kementerian dan lembaga terkait. Sekretariat secara fungsional
dilakukan oleh salah satu unit kerja di lingkungan Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian. Tugas dan keanggotaan Kelompok Kerja dan Sekretariat ditetapkan
dengan Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Harian
Dewan Nasional.
8. Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian No. 9 Tahun 2016 tentang
Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian No. 8
Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Menimbang pelaksanaan Program KUR tahun 2016 serta memperhatikan pencapaian
target Tahun 2016 sebesar Rp. 100 triliun, Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah melaksanakan Rapat Koordinasi pada tanggal 16
September 2016. Dalam rangka optimalisasi pelaksanaan KUR serta memperluas
cakupan penyalurannya, rapat tersebut memutuskan beberapa perubahan Pedoman
Pelaksanaan KUR. Sebagai tindak lanjut Rapat Koordinasi Komite Kebijakan tersebut,
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2016
24
telah ditetapkan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian No. 9 Tahun
2016 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian No. 8 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan KUR pada tanggal 7
November 2016. Beberapa perubahan dalam Pedoman Pelaksanaan KUR tersebut
adalah :
a. Pengaturan KUR skema syariah. Dalam rangka menampung perluasan penyalur
KUR dari lembaga keuangan syariah, disusun skema KUR syariah. Dalam skema
KUR Syariah, perlu penambahan nomenklatur subsidi margin sebagai
komplimenter dari subsidi bunga dan nomenklatur pembiayaan sebagai
komplimenter dari kredit. Diperlukan pula pembahasan skema margin untuk
akad murabahah yang digunakan pedoman bagi penyalur KUR syariah dalam
menyalurkan pembiayaan KUR Syariah.
b. Mekanisme penetapan Perusahaan Penjaminan sebagai Penjamin KUR.
Perubahan mekanisme penetapan Perusahaan Penjaminan sebagai Penjamin KUR
merupakan salah satu langkah pencapaian good governance dalam pengelolaan
KUR. Dalam rangka mencapai kesetaraan prosedur antara penetapan Penyalur
dengan penetapan Penjamin, maka disusunlah pengaturan mekanisme penetapan
penjaminan tersebut. Dalam mekanisme penetapan penjamin KUR, persyaratan
yang harus dipenuhi adalah sehat dan berkinerja baik (dibuktikan dengan
rekomendasi OJK), melakukan kerjasama penjaminan dengan lembaga keuangan
dan/atau koperasi simpan pinjam atau koperasi simpan pinjam pembiayaan
syariah (dibuktikan dengan PKS), dan memiliki online sistem dengan Sistem
Informasi Kredit Program (dibuktikan dengan rekomendasi Kementerian
Keuangan).
c. Penambahan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) atau Koperasi Simpan Pinjam
Pembiayaan Syariah (KSPPS) sebagai Penyalur KUR. Menteri Koperasi dan UKM
dengan Ketua Dewan Komisioner OJK telah menandatangani Nota Kesepahaman
Bersama terkait dukungan koperasi dalam pembiayaan UMKM yang tercantum
dalam Surat Deputi Bidang Pembiayaan Kementerian Koperasi dan UKM No. S-
93/Dep.2/VII/2016 tanggal 27 Juli 2016 perihal Nota Kesepahaman dengan
OJK. Berdasarkan surat tersebut serta arahan Presiden dalam Rapat Kabinet
Terbatas untuk mendorong koperasi sebagai penyalur KUR, maka Komite
Kebijakan Pembiayaan bagi UMKM dalam Rapat Koordinasi tanggal 16 September
2016 telah memutuskan untuk menambahkan koperasi simpan pinjam (KSP) atau
koperasi simpan pinjam pembiayaan syariah (KSPPS) sebagai calon penyalur KUR.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2016
25
Adapun mekanisme penetapan koperasi yang disepakati dalam Rapat Koordinasi
tersebut adalah :
Koperasi Simpan Pinjam atau Koperasi Simpan Pinjam Pembiayaan Syariah
harus sehat dan berkinerja baik. Persyaratan tersebut harus dibuktikan
dengan surat rekomendasi tingkat kesehatan dan kinerja baik dari
Kementerian Koperasi dan UKM yang telah berkoordinasi dengan OJK.
Koperasi Simpan Pinjam atau Koperasi Simpan Pinjam Pembiayaan Syariah
harus melakukan kerjasama penjaminan dengan Penjamin KUR. Persyaratan
tersebut dibuktikan dengan Perjanjian Kerjasama (PKS).
Koperasi Simpan Pinjam atau Koperasi Simpan Pinjam Pembiayaan Syariah
harus membangun online sistem dengan Sistem Informasi Kredit Program.
Persyaratan tersebut dibuktikan dengan surat rekomendasi online sistem dari
Kementerian Keuangan.
Koperasi Simpan Pinjam atau Koperasi Simpan Pinjam Pembiayaan Syariah
yang telah memiliki 3 dokumen tersebut diatas, harus melakukan kerjasama
pembiayaan dengan pemerintah yang diwakili oleh Kuasa Pengguna
Anggaran (KPA) KUR. Setelah menandatangani PKP tersebut, maka koperasi
resmi menjadi penyalur KUR.
Selain 3 poin perubahan tersebut, diatur pula persyaratan administrasi penerima KUR
seperti kewajiban KTP elektronik bagi seluruh penerima KUR, serta kewajiban NPWP
bagi penerima KUR Ritel (diatas Rp. 25 juta sampai dengan Rp. 500 juta). Pengaturan
persyaratan tersebut sesuai dengan implementasi kewajiban KTP elektronik bagi
seluruh Warga Negara Indonesia (WNI) serta NPWP bagi penerima kredit diatas
Rp. 50 juta.
9. Tersusunnya Arahan Komite Privatisasi Perusahaan Perseroan (Persero) atas Program
Tahunan Privatisasi (PTP) Tahun 2016 melalui Keputusan Komite Privatisasi dalam
rapat sirkuler Nomor: Rakor. 29.01.2016 tanggal 29 Januari 2016
Komite Privatisasi Perusahaan Perseroan (Persero) dibentuk berdasarkan Keputusan
Presiden Nomor 47 Tahun 2014 sebagai pengganti Keputusan Presiden Nomor 18
Tahun 2006 tentang Komite Privatisasi Perusahaan Perseroan (Persero). Komite
Privatisasi diketuai oleh Menko Perekonomian, dengan anggota Menteri BUMN,
Menteri Keuangan serta Menteri Teknis tempat Persero melakukan kegiatan usaha.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2016
26
Dalam pelaksanaan tugas, Komite Privatisasi dibantu oleh Tim Pelaksana yang
diketuai oleh Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan, Kemenko
Perekonomian.
Dalam rangka pembahasan usulan PTP Tahun 2016 untuk 4 (empat) BUMN yakni PT.
Merpati Nusantara Airlines, (Persero), PT. Industri Gelas, (Persero), PT. Kertas Kraft
Aceh, (Persero) dan PT. Kertas Leces, (Persero), sebagaimana disampaikan Menteri
BUMN melalui surat Nomor: S-992/MBU/12/2015 tanggal 23 Desember 2015
tentang Usulan Program Tahunan Privatisasi Tahun 2016, telah dilakukan beberapa
kali rapat koordinasi yaitu :
a. Rapat Tim Pelaksana Komite Privatisasi pada tanggal 13 Januari 2016
membahas usulan PTP Tahun 2016 untuk privatisasi PT. Merpati Nusantara
Airlines, (Persero), PT. Industri Gelas, (Persero), PT. Kertas Kraft Aceh, (Persero)
dan PT. Kertas Leces, (Persero) melalui metode Strategic Partner dengan saham
yang dilepas maksimal seluruh saham baru (100%) dan rencana penggunaan
dana untuk restrukturisasi dan revitalisasi perusahaan.
b. Rapat Komite Privatisasi pada tanggal 29 Januari 2016 membahas usulan PTP
Tahun 2016 untuk membahas privatisasi 4 (empat) BUMN yakni PT. Merpati
Nusantara Airlines, (Persero), PT. Industri Gelas, (Persero), PT. Kertas Kraft Aceh,
(Persero) dan PT. Kertas Leces, (Persero) yang dilanjutkan dengan persetujuan
sirkuler Komite Privatisasi atas PTP Tahun 2016 melalui Keputusan Komite
Privatisasi Nomor: Rakor.22.01.2016 tanggal 29 Januari 2016.
c. Arahan Komite Privatisasi Perusahaan Perseroan atas PTP Tahun 2016 yang
dituangkan dalam Keputusan Komite Privatisasi Nomor: Rakor.22.01.2016
tanggal 29 Januari 2016 yaitu:
Komite Privatisasi Perusahaan Perseroan secara prinsip setuju untuk
memperivatisasi PT. Merpati Nusantara Airlines, (Persero), PT. Industri Gelas,
(Persero), PT. Kertas Kraft Aceh, (Persero) dan PT. Kertas Leces, (Persero).
Jangka waktu privatisasi diberikan untuk jangka waktu 1 (satu) tahun dan
pelaksanaannya dilaporkan oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara kepada
Komite Privatisasi Perusahaan Perseroan (Persero).
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2016
27
10. Tersusunnya Arahan Komite Privatisasi Perusahaan Perseroan (Persero) atas
Privatisasi diluar PTP Tahun 2016 melalui surat Menko Perekonomian selaku Ketua
Komite Privatisasi Perusahaan Perseroan (Persero) Nomor S-178/M.EKON/07/2016
tanggal 15 Juli 2016.
Dalam rangka pembahasan usulan privatisasi diluar PTP Tahun 2016 untuk 4
(empat) BUMN yakni PT. Wijaya Karya, (Persero), Tbk, PT. Jasa Marga, (Persero), Tbk,
PT. Krakatau Steel, (Persero), Tbk dan PT. Pembangunan Perumahan, (Persero), Tbk
sebagaimana disampaikan Menteri BUMN melalui Surat Nomor: S-
352/MBU/06/2016 tanggal 13 Juni 2016 tentang Usulan Privatisasi Diluar Program
Tahunan Privatisasi (PTP) Perusahaan Perseroan (Persero) Tahun 2016, telah
dilakukan rapat koordinasi yaitu :
a. Rapat Tim Pelaksana Komite Privatisasi pada tanggal 30 Juni 2016 membahas
usulan Privatisasi Diluar Program Tahunan Privatisasi (PTP) Tahun 2016 untuk
privatisasi PT. Wijaya Karya, (Persero), Tbk, PT. Jasa Marga, (Persero), Tbk, PT.
Krakatau Steel, (Persero), Tbk dan PT. Pembangunan Perumahan, (Persero), Tbk,
melalui Penyertaan Modal Negara (PMN) yang diterima untuk melakukan Hak
Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) atas efek baru (right issue) yang
diterbitkan agar kepemilikan Pemerintah tetap, rentang jumlah dan harga saham,
serta penggunaan dana yang diperoleh dari privatisasi dengan metode right
issue..
b. Rapat Komite Privatisasi pada tanggal 12 Juli 2016, pada rapat tersebut
membahas usulan Privatisasi Diluar Program Tahunan Privatisasi (PTP) Tahun
2016 untuk serta dipaparkan rincian usulan privatisasi oleh masing-masing
BUMN yang mencakup antara lain Penyertaan Modal Negara (PMN) yang
diterima untuk melakukan Hal Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) atas
efek baru (right issue) yang diterbit agar kepemilikan Pemerintah tetap, rentang
jumlah dan harga saham, serta penggunaan dana yang diperoleh dari privatisasi
dengan right issue tersebut.
c. Berdasarkan hasil Rapat Koordinasi Komite Privatisasi tersebut, telah ditetapkan
Arahan Komite Privatisasi Perusahaan Perseroan atas Privatisasi diluar PTP Tahun
2016 melalui surat Menko Perekonomian selaku Ketua Komite Privatisasi
Perusahaan Perseroan (Persero) Nomor: S-178/M.EKON/07/2016 tanggal 15
Juli 2016 yaitu:
1) Komite Privatisasi menyetujui peningkatan kapasitas permodalan keempat
BUMN dengan melakukan penerbitan saham baru/right issue dan Penyertaan
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2016
28
Modal Negara (PMN) untuk mempertahankan kepemilikan Pemerintah
dengan perincian;
PT.Wijaya Karya (Persero), Tbk, disetujui dengan mempertahankan
kepemilikan saham Pemerintah sebesar 65,05%;
PT.Jasa Marga (Persero), Tbk, disetujui dengan mempertahankan
kepemilikan saham Pemerintah sebesar 70,00%;
PT.Krakatau Steel (Persero), Tbk, disetujui dengan mempertahankan
kepemilikan saham Pemerintah sebesar 80,00%;
PT.Pembangunan Perumahan (Persero), Tbk, disetujui dengan
mempertahankan kepemilikan saham Pemerintah sebesar 51,00%;
2) Untuk mempertahankan kepemilikan saham pemerintah sesuai kepemilikan
saat ini pada masing-masing BUMN maka penerbitan saham baru
dilaksanakan dengan metode Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD)
dengan menggunakan dana PMN;
3) Jadual right issue harus diatur dengan baik, dengan prioritas BUMN yang
menyerap dana publik paling besar;
4) Penetapan harga termasuk pemberian discount agar diperhitungkan dengan
cermat untuk mendapatkan nilai proceed yang optimal;
5) Penggunaan hasil penerbitan saham baru untuk pembangunan infrastruktur
dan perluasan usaha harus dilakukan secara efektif, serta pelaksanaan
privatisasi harus juga memperhatikan rekomendasi Menteri Keuangan;
Sasaran Strategis 2 :
Terwujudnya Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan di Bidang Ekonomi Makro
dan Keuangan.
Analisis atas capaian indikator-indikator kinerja sasaran ini adalah sebagai berikut :
1. Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan fasilitas Tax Allowance.
Berdasarkan ketentuan Pasal 6 PP No.18 Tahun 2015 stdtd. PP No.9 Tahun 2016,
pelaksanaan ketentuan dalam PP dievaluasi dalam waktu paling lama 2 (dua) tahun
sejak PP diundangkan. Adapun evaluasi dimaksud dilakukan oleh tim yang ditetapkan
oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.
Berkenaan dengan amanat di dalam pasal tersebut dan dengan mempertimbangkan
hasil pelaksanaan atau implementasi regulasi di lapangan, Kedeputian Bidang
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2016
29
Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian berkoordinasi dengan kementerian/lembaga teknis terkait saat ini
tengah mempersiapkan bahan-bahan dan langkah pelaksanaan evaluasi pemberian
fasilitas Tax Allowance. Kementerian dan/atau lembaga dimaksud adalah
Kementerian Keuangan yang terdiri dari Badan Kebijakan Fiskal dan Direktorat
Jenderal Pajak, Badan Koordinasi Penanaman Modal, dan kementerian pembina
sektor yang melakukan fungsi pembinaan terhadap bidang-bidang usaha
sebagaimana tercakup di dalam lampiran PP No.18 Tahun 2015 stdtd. PP No.9 Tahun
2016, seperti Kementerian Perindustrian.
Persiapan evaluasi dilaksanakan melalui rapat pembahasan teknis dalam rangka
inventarisasi awal permasalahan penerapan regulasi PP No.18 Tahun 2015 stdtd. PP
No.9 Tahun 2016. Adapun inventarisasi awal permasalahan dalam implementasi PP
dimaksud adalah sebagai berikut :
a. Ketentuan Izin Prinsip yang Digunakan dalam Pengajuan Fasilitas Tax Allowance
Berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Kepala BKPM No. 14 Tahun 2015, Izin
Prinsip terbagi menjadi Izin Prinsip Penanaman Modal, Izin Prinsip Perluasan
Penanaman Modal, Izin Prinsip Perubahan Penanaman Modal, dan Izin Prinsip
Penggabungan Penanaman Modal. Sementara itu, salah satu persyaratan dalam
rangka pengajuan fasilitas Tax Allowance ditentukan berdasarkan Izin Prinsip
Penanaman Modal dan Izin Prinsip Perluasan Penanaman Modal. Menjadi pokok
evaluasi berkenaan dengan ketentuan Izin Prinsip adalah sebagai berikut :
- Adanya perbedaan pandangan di antara kementerian/lembaga yang tergabung
di dalam Tim Trilateral dalam menentukan batasan/kriteria Izin Prinsip
Perluasan Penanaman Modal.
- Dalam beberapa pembahasan pengajuan permohonan fasilitas terdapat
benturan antara nilai strategis proyek atau bidang usaha Wajib Pajak terhadap
perekonomian nasional dengan tahun penerbitan Izin Prinsip yang tidak
memenuhi ketentuan dalam PP No. 18 Tahun 2015 jo. PP No. 9 Tahun 2016.
b. KBLI termanfaatkan vs KBLI tidak termanfaatkan
Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengukur efektivitas
pelaksanaan kebijakan fasilitas Tax Allowance adalah melalui jumlah Wajib Pajak
yang memanfaatkan fasilitas tersebut. Berdasarkan data dari Kementerian
Keuangan dan analisis sementara yang dilakukan bahwa sebagian besar pemanfaat
fasilitas Tax Allowance berasal dari bidang usaha yang sama dari tahun ke tahun.
Berdasarkan jumlah pemanfaat dimaksud, bidang usaha yang telah memanfaatkan
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2016
30
fasilitas Tax Allowance adalah seperti industri kimia dasar organik yang
bersumber dari minyak bumi, gas alam dan batubara, industri kimia dasar organik
yang bersumber dari hasil pertanian, dan industri pembuatan logam dasar bukan
besi, dan pembangkitan tenaga listrik.
Sehubungan dengan minimnya bidang usaha yang dimanfaatkan dibandingkan
dengan bidang usaha yang tercantum di dalam Lampiran PP, salah satu substansi
evaluasi dalam waktu mendatang akan mencakup usulan cakupan bidang usaha
dari kementerian pembina sektor. Usulan dimaksud akan dibahas dengan
mempertimbangkan arah kebijakan industri yang akan dikembangkan oleh
kementerian pembina sektor, kekosongan pohon industri, dan pertimbangan lain
yang dianggap strategis bagi peningkatan perekonomian nasional.
2. Evaluasi Fasilitas Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP)
Berdasarkan data yang diperoleh dari Kementerian Keuangan, dalam rentang waktu
dari tahun 2010 hingga tahun 2013, rata-rata realisasi penyerapan BMDTP berkisar
antara 30% hingga 45% di tiap tahunnya. Sehubungan dengan pertimbangan
dimaksud dilakukan pembahasan dengan melibatkan kementerian dan/atau lembaga
terkait dalam rangka evaluasi penyebab minimnya penyerapan anggaran BMDTP
beserta implementasi proses pemanfaatan fasilitas tersebut.
Hasil evaluasi implementasi fasilitas Bea Masuk Ditanggung Pemerintah meliputi hal-
hal sebagai berikut :
a. Asosiasi Produsen Alat Kesehatan Indonesia (ASPAKI)
- Produksi alat kesehatan terbesar di Indonesia adalah pada bidang hospital
furniture, seperti tempat tidur rumah sakit.
- Dalam kaitannya dengan pemanfaatan fasilitas BMDTP, ASPAKI berpendapat
bahwa siklus atau proses penerbitan regulasi pendukung pemanfaatan fasilitas
seringkali tidak sesuai dengan jadwal/musim produksi sehingga menghambat
proses produksi perusahaan. Hal ini dikarenakan proses bisnis industri di
bidang alat kesehatan sebagian besar dilakukan dengan dasar pesanan (made
by order).
- Terhadap pengusulan sektor bidang usaha yang dapat diberikan fasilitas
BMDTP di tahun 2017 mendatang, ASPAKI menyatakan bahwa sampai saat ini
pihaknya belum diundang oleh kementerian pembina sektor.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2016
31
b. Asosiasi Industri Plastik Indonesia (INAPLAS)
- Realisasi penyerapan anggaran BMDTP pada bidang usaha industri plastik
berkisar antara 70% hingga 80%. Jadwal realisasi pencairan anggaran yang
biasanya terjadi di bulan Mei atau Juni sudah dapat membantu perusahaan.
- Adapun pemanfaat fasilitas BMDTP terbesar berada di sektor hilir. Berkenaan
dengan hal tersebut timbul permasalahan baru pada rantai industri sektor
hulu karena :
Produksi yang dihasilkan industri sektor hulu tidak dapat termanfaatkan
secara maksimal karena sektor hilir lebih banyak melakukan impor dari
negara tetangga, seperti Singapura dan Thailand. Pada Rencana Impor
Barang tahun 2016 misalnya, dari total nilai impor Rp100 Miliar,
proporsi 40% diantaranya merupakan impor produk yang tidak
diproduksi di dalam negeri, sementara 60% lainnya merupakan impor
produk yang mana produk tersebut sudah dapat diproduksi di dalam
negeri.
Plastik merupakan produk komoditi yang tinggi rendahnya harga
didasarkan pada harga bahan baku. Dalam hal harga bahan baku turun,
hal tersebut akan berdampak pada peningkatan volume impor, selain
adanya referensi fasilitas BMDTP berupa pagu nominal yang jumlahnya
dinilai cukup besar.
INAPLAS juga menyampaikan bahwa pelaksanaan tarif impor bahan baku
plastik, seperti polipropilena (PP) dan polietilena (PE), yang berasal dari
negara-negara ASEAN sudah 0%.
Sehubungan dengan permasalahan tersebut di atas, INAPLAS mengusulkan
hal-hal sebagai berikut :
Pengkajian kembali kriteria objek yang dapat diberikan fasilitas BMDTP,
yaitu yang semula merupakan barang yang tidak diproduksi di dalam
negeri, menjadi termasuk juga barang yang tidak diproduksi di ASEAN.
Pengkajian kembali besaran pagu anggaran BMDTP per sektor yang
disesuaikan dengan mempertimbangkan harga dan kebutuhan industri
sebenarnya.
Fasilitas BMDTP diakui sebagai salah satu alternatif kebijakan yang
diberikan Pemerintah kepada industri plastik mengingat Pemerintah telah
menyediakan berbagai kebijakan lain, seperti pembebasan Bea Masuk
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2016
32
pada master list dan Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE). Namun
demikian dalam hal di waktu mendatang Pemerintah berencana untuk
menghapus kebijakan BMDTP tersebut, maka dimungkinkan sektor
industri akan mengusulkan bentuk fasilitas lain seperti pengenaan tarif
Bea Masuk sebesar 0%.
c. Asosiasi Produsen Pakan Ternak Indonesia (GPMT)
- Perlu dilakukannya koordinasi kementerian/lembaga terkait untuk
mempercepat proses fasilitas BMDTP ini, yaitu Kementerian Keuangan (Bea
Cukai) maupun Kementerian Perindustrian.
- Berharap agar pelaksanaan impor dapat dilakukan sebelum lebaran (sekitar
bulan Mei) mengingat harga pakan pada momentum tersebut belum
mengalami kenaikan.
d. Indonesia National Shipowners Association (INSA)
Prosedur/mekanisme fasilitas BMDTP yang beberapa tahun sebelumnya
mengalami keterlambatan pencairan, saat ini telah dilakukan sesuai dengan
prosedur yang ditetapkan.
Berdasarkan pembahasan evaluasi dimaksud dapat disimpulkan bahwa pada
beberapa industri, fasilitas BMDTP dinilai signifikan untuk membantu
perusahaan khususnya dari sisi finansial, sementara bagi beberapa industri
lainnya fasilitas BMDTP merupakan suatu alternatif kebijakan yang dapat
dimanfaatkan dengan mempertimbangkan tersedianya beberapa fasilitas lain
yang diberikan oleh Pemerintah.
3. Koordinasi Nasional TPID Tahun 2016 dan Penyampaian rekomendasi hasil Rakornas
oleh Menko Perekonomian kepada Menteri/Pimpinan lembaga.
Rakornas TPID ke VII tahun 2016 dilaksanakan pada tanggal 4 Agustus 2016 dengan
mengusung tema “Memperkuat Sinkronisasi Kebijakan Pusat dan Daerah guna
Mempercepat Pembangunan Infrastruktur dan Pembenahan Tata Niaga Pangan’.
Rakornas mengundang Menteri dan Pimpinan lembaga melalui surat Menteri
Koordinasi Bidang Perekonomian No. S-88/M/EKON/07/2016 tanggal 29 Juli 2016
perihal Undangan Rakornas VII TPID 2016 serta Kepala Daerah yang telah
membentuk TPID melalui surat Menteri Dalam Negeri No. 500.1/2762/SJ.
Pelaksanaan Rakornas telah melalui rangkaian proses yang cukup panjang dengan
persiapan-persiapan acara yang didokumentasikan melalui nota dinas dari Deputi
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2016
33
Koordinasi Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan kepada Menteri Koordinator
Bidang Perekonomian diantaranya ND-113/D.I.M.EKON/07/2016 tanggal 22 Juli
perihal Pelaksanaan Rakornas TPID 2016 dan ND-119/D.I.M.EKON/08/2016
tanggal 2 Agustus perihal Persiapan Pelaksanaan Rangkaian Acara Rakornas VII TPID
2016.
Rakornas TPID ke VII 2016 ini dibuka dan dipimpin oleh Presiden Republik Indonesia
serta dihadiri oleh Menko Perekonomian, Menteri Dalam Negeri dan Gubernur Bank
Indonesia, Menko Polhukam, Menko Maritim Menteri Keuangan, Menteri
PPN/Kepala Bappenas, Menteri Perdagangan, Menteri Pertanian, Menteri
Perhubungan, Menteri BUMN, Menteri ESDM, Sekretaris Kabinet, Panglima TNI,
Kapolri, Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) dan Ketua KPPU. Peserta Rakornas terdiri dari 443 Kepala Daerah, yang terdiri
dari 34 Gubernur dan 419 Bupati/Walikota.
Dalam acara Rakornas juga diberikan penghargaan TPID Terbaik dan TPID
Berprestasi kepada daerah-daerah dengan kinerja terbaik di tahun 2015. TPID
Terbaik 2015 diberikan kepada TPID Provinsi Sumatera Utara dan TPID Kota Padang
untuk Kawasan Sumatera; TPID Provinsi Jawa Tengah dan TPID Kabupaten Jember
untuk Kawasan Jawa; dan TPID Provinsi Bali dan TPID Kota Samarinda untuk
Kawasan Timur Indonesia. Sementara itu, penghargaan TPID Berprestasi 2015
diberikan kepada TPID Kota Tebing Tinggi untuk Kawasan Sumatera, TPID Kabupaten
Lumajang untuk Kawasan Jawa, dan TPID Kabupaten Polewali Mandar untuk
Kawasan Timur Indonesia. Penghargaan juga diberikan kepada TPID dengan program
Inovatif untuk tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Penghargaan TPID inovatif 2015
diberikan kepada TPID Provinsi Aceh dan TPID Kota Medan untuk Kawasan
Sumatera; TPID Provinsi Jawa Timur dan TPID Kota Surakarta untuk Kawasan Jawa;
dan TPID Provinsi Gorontalo dan TPID Kota Balikpapan untuk Kawasan Timur
Indonesia.
Pemberian Penghargaan diatas telah melalui serangkaian proses yang cukup panjang,
dimulai dari Pengiriman Surat Permintaan Dokumen Penilaian No. S-27/D.I.
EKON/03/2016 tanggal 15 Maret 2016 perihal Pengukuran Kinerja Koordinasi
Pengendalian Inflasi Daerah 2015, dilanjutkan Perhitungan Aspek Proses yang
mencakup (penilaian One Page Summary, Kualitas Program Kerja Unggulan dan
Review Laporan Kegiatan), Penghitungan aspek keluaran, Verifikasi Lapangan dan
terakhir Sidang Penentuan Nominasi dan Pleno Penentuan Pemenang
Pada Rakornas TPID ke VII 2016, Presiden RI memberikan pokok arahan yang pada
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2016
34
prinsipnya untuk memperkuat pengendalian inflasi ke depan, baik yang dilakukan
oleh Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat, maupun koordinasi kebijakan secara
umum terkait perlunya percepatan realisasi anggaran dan mendorong daerah
melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk mendorong pemulihan ekonomi,
secara lengkap sebagai berikut:
1. Pemerintah Daerah perlu memberi perhatian tidak hanya pada pencapaian
pertumbuhan ekonomi namun juga pengendalian inflasi.
2. pemerintah daerah harus mempercepat realisasi apbd utk mendorong
pertumbuhan ekonomi daerah dan dalam rangka pengendalian harga.
3. pemerintah daerah agar merumuskan terobosan kebijakan yg diperlukan untuk
mendukung pengendalian harga diserta alokasi anggaran yang memadai.
4. pemerintah daerah agar lebih cepat tanggap utk mengatasi masalah
infrastruktur distribusi pangan daerah dan segera melakukan perbaikan yang
diperlukan.
5. pemerintah daerah agar mengoptimalkan koordinasi antar pemangku
kepentingan di daerah untuk stabilisasi harga.
6. pemerintah akan memperkuat kebijakan untuk memastikan ketersediaan dan
keterjangkauan pangan bagi masyarakat.
Dalam tangka mengakomodasi penyampaian aspirasi Daerah serta Penyampaian
Kebijakan sektoral, maka sebelum Penyelenggaraan Rakornas VII telah
diselenggarakan sarasehan pada tanggal 3 Agustus 2016, yang dihadiri oleh seluruh
Gubernur dan beberapa walikota. Sarasehan sendiri berhasil menghimpun isu
strategis di tingkat Pusat maupun daerah dalam kaitannya dengan koordinasi
Pengendalian Inflasi nasional dan Daerah
Hasil dan rekomendasi yang dihasilkan Rakornas VII 2016 ini disampaikan kepada
Menteri dan Pimpinan lembaga melalui surat Menteri Koordinasi Bidang
Perekonomian No. S-255/M/EKON/09/2016 tanggal 5 September 2016 perihal
Rakornas VII TPID 2016.
4. Rekomendasi Penguatan Dasar Hukum Koordinasi Pengendalian Inflasi Nasional.
Koordinasi Pengendalian Inflasi saat ini dilakukan oleh Tim Pemantauan dan
Pengendalian Inflasi (TPI) untuk tingkat Pusat dan Tim pemantauan Inflasi Daerah
(TPID) di tingkat daerah. Dalam rangka menjembatani Penguatan kelembagaan
dibentuk Kelompok Kerja Nasional (Pokjanas) TPID. Penguatan koordinasi
pengendalian Inflasi didasari oleh beberapa pertimbangan, diantaranya :
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2016
35
a. Menindaklanjuti atas arahan Wakil Presiden pada Rakornas IV TPID tahun 2013
b. Menindaklanjuti amanat Rakorpusda TPID tahun 2015 dan 2016.
c. Dalam rangka meningkatkan efektivitas Transmisi kebijakan dari Pusat ke daerah
d. penguatan dasar Hukum dalam rangka penyusunan kebijakan dan program
pengendalian inflasi di tingkat pusat maupun daerah, maupun sebagai dasar
pengalokasian anggarannya.
Proses yang sudah dilaksanakan dalam rangka penguatan dasar hukum Koordinasi
Pengendalian Inflasi Nasional cukup panjang, dimulai dengan rapat di tingkat teknis,
adalah Audiensi dengan stakeholder (Gubernur Jawa Tengah dan ahli tata negara).
Berdasarkan rekomendasi ahli Tata Negara Tahun 2013-2014, dasar hukum yang
sesuai adalah Peraturan Presiden. Dalam Perpres tersebut TPI dan Pokjanas TPID akan
dilebur menjadi satu lembaga yaitu Tim Pengendalian Inflasi Nasional (TPIN) dimana
TPIN akan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Selain itu, Perpres tersebut
juga mengatur tentang struktur organisasi dan tugas dari TPIN. Adapun Struktur
organisasi yang diusulkan adalah TPIN beranggotakan Kementerian dan Lembaga di
bidang perekonomian. TPIN diusulkan diketuai oleh Menteri Koordinasi Bidang
Perekonomian dengan wakilnya adalah Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri,
dan Gubernur Bank Indonesia. Menteri dan Pimpinan Lembaga terkait lainnya yang
diusulkan menjadi anggota TPIN adalah Menteri Perdagangan, Menteri Pertanian,
Menteri Perhubungan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Menteri
PPN/ Kepala Bappenas, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR),
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Sekretariat Kabinet, Menteri Sekretaris
Negara, Ketua KPPU, Kapolri, dan Kepala Bulog. Dalam pelaksanaan tugasnya, TPIN
memiliki dua kelompok kerja yaitu Kelompok Kerja Pengendalian Inflasi Nasional dan
Kelompok Kerja Pengendalian Inflasi Daerah yang beranggotakan Jabatan Pimpinan
Tinggi (JPT) Madya atau setingkat eselon I sebagaimana ditunjukkan pada bagan
organisasi sebagai berikut :
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2016
36
Selain mengatur masalah struktur organisasi dan tugas dari TPIN, Perpres nantinya
juga akan mencakup mekanisme koordinasi di tingkat Pusat dan daerah, termasuk
didalamnya untuk mengakomodasi hal-hal yang bersifat darurat melalui mekanisme
Call For Meeting.
Untuk tindak lanjut ke depan, konsep perpres akan dibahas dalam High Level Meeting
(HLM) Koordinasi Pengendalian Inflasi tingkat Menteri yang dijadwalkan
dilaksanakan pada awal Januari 2017. Apabila disetujui di tingkat HLM, maka konsep
Perpres nantinya akan diajukan oleh Kemendagri untuk selanjutnya disampaikan ke
Kemenko Perekonomian dalam rangka harmonisasi sebelum diundangkan.
5. Peraturan Terkait Ease of Doing Business (EoDB).
Sehubungan dengan diterbitkannya Paket Kebijakan XII terkait kemudahan berusaha
di Indonesia dan sebagai bentuk dukungan untuk menyukseskan program tersebut,
Asisten Deputi Pengembangan Ekonomi Daerah dan Sektor Riil melakukan diseminasi
kebijakan dalam bentuk buku kumpulan peraturan yang didistribusikan kepada
Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota di seluruh Indonesia.
Buku ini disusun dan disajikan sebagai pedoman bagi Pemerintah Pusat dan Daerah
serta kalangan pengusaha pada khususnya dan masyarakat pada umumnya dalam
menjalankan usaha di Indonesia. Buku Kumpulan Peraturan Terkait Ease of Doing
Business ini merupakan penjabaran dari Paket Kebijakan Ekonomi XII yang memuat
beberapa indikator di antaranya Izin Kontruksi, Memulai Bisnis, Mendapatkan Kredit,
Mendapatkan Listrik, Pembayaran Pajak, Pendaftaran Properti, Penegakkan Kontrak,
Penyelesaian Kepailitan.
6. Rekomendasi Kepada Sekretaris Majelis Wali Amanat ICCTF Terkait Tanggapan dan
Persetujuan Kegiatan ICCTF.
Indonesia Climate Change Trust Fund merupakan lembaga yang didirikan oleh
Pemerintah Indonesia sebagai suatu Lembaga Wali Amanat (MWA) yang bertindak
sebagai wadah pengelolaan dana untuk perubahan iklim dalam mendukung
pelaksanaan RAN/RAD-GRK dan RAN-API. Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro
dan Keuangan Kemenko Perekonomian merupakan salah satu anggota Wali Amanat
ICCTF tersebut. Pada tanggal 31 Agustus 2016 Sekretariat ICCTF mengirimkan surat
No. 6421/Dt.5.5/08/2016 kepada Deputi Koordinasi Bidang Ekonomi Makro dan
Keuangan mengenai rencana pengajuan call for proposal oleh Sekretariat ICCTF bagi
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2016
37
Institusi Pemerintah Lain dan Organisasi Masyarakat Sipil pada bulan September
2016. Dalam surat tersebut disebutkan dua tema kajian yang akan dilakukan yaitu
terkait dengan mitigasi perubahan iklim oleh UKCCU dan adaptasi perubahan iklim
oleh USAID. Berdasarkan surat tersebut, Deputi Koordinasi Bidang Ekonomi Makro
dan Keuangan menyampaikan bahwa sebagai anggota Wali Amanat ICCTF, sangat
mendukung adanya pelibatan institusi pemerintah lain dan organisasi masyarakat
sipil dalam kegiatan terkait perubahan itu. Berkaitan dengan pengajuan proposal,
disarankan untuk maksimal tiga proposal bagi masing-masing program untuk setiap
Istitusi Pemerintah Lainnya (IPL) atau Organisasi Masyarakat Sipil (OMS).
Selanjutnya, pada tanggal 8 Desember 2016 Sekretariat ICCTF mengirimkan kembali
surat permohonan tanggapan No. 9258/Dt.3.5/12/2016 terkait pendanaan program
ICCTF-USAID 2017 kepada Deputi Koordinasi Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan.
Berkaitan dengan surat tersebut, sekretariat ICCTF menyampaikan 12 (dua belas)
proposal yang dianggap setidaknya memenuhi atau paling tidak mendekati prioritas
program dan target program.
7. Rekomendasi Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Komite Kebijakan
Pembiayaan Bagi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) No. S-
110/M.EKON/05/2016 tanggal 13 Mei 2016 tentang Penyusunan Pedoman
Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Sektoral kepada 11 Menteri dan 2 Kepala
Badan.
Sebagai upaya untuk meningkatkan efektivitas skema pembiayaan Kredit Usaha
Rakyat, telah dilakukan beberapa perbaikan regulasi yang dilakukan oleh Komite
Kebijakan maupun Kementerian Teknis. Sesuai dengan amanat dalam Peraturan
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian No. 8 Tahun 2015 sebagaimana diubah
dengan Permenko 13 Tahun 2015 dan Permenko 9 Tahun 2016 tentang Pedoman
Pelaksanaan KUR, Kementerian Teknis berkewajiban untuk menetapkan kebijakan
serta prioritas bidang usaha yang akan menerima KUR, melakukan pendataan UMKM
binaannya, dan melakukan pembinaan serta pendampingan UMKM di sektornya.
Kebijakan dari Kementerian Teknis tersebut dituangkan dalam Pedoman Pelaksanaan
KUR sesuai dengan sektor dan prioritas dimasing-masing kementerian. Pedoman
Pelaksanaan KUR Sektoral tersebut digunakan sebagai petunjuk teknis bagi penyalur,
pemerintah daerah dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait serta
stakeholder lainnya agar memiliki acuan dalam pelaksanaan KUR sehingga
penyalurannya tepat sasaran. Upaya pengendalian pelaksanaan kebijakan tersebut,
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2016
38
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Komite Kebijakan dalam
Pembiayaan Bagi UMKM mengeluarkan Surat No. S-110/M.EKON/05/2016 perihal
Penyusunan Pedoman Pelaksanaan KUR Sektoral. Surat tersebut ditujukan kepada
Menteri Pertanian, Menteri Kelautan dan Perikanan, Menteri Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat, Menteri Perindustrian, Menteri Pariwisata, Menteri Perdagangan,
Menteri Koperasi dan Usahas Kecil Menengah, Menteri Keuangan, Menteri Dalam
Negeri, Menteri Ketenagakerjaan, Menteri komunikasi dan Informatika, Kepala
Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia dan Badan
Ekonomi Kreatif.
8. Rekomendasi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Komite
Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) Nomor S-
112/M.EKON/05/2016 tanggal 13 Mei 2016 tentang Fokus Penyaluran Kredit
Usaha Rakyat (KUR) yang disampaikan kepada Gubernur dan Bank Penyalur.
Tujuan program KUR adalah untuk meningkatkan dan memperluas penyaluran
kepada usaha produktif, meningkatkan kapasitas daya saing UMKM dan mendorong
pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja. Pertumbuhan ekonomi dan
penciptaan lapangan kerja diharapkan dapat mengurangi kemiskinan dan
ketimpangan pendapatan sehingga penyaluran KUR diarahkan kepada kelompok
masyarakat berpendatapan rendah.
Angka Gini Rasio tahun 2016 sebesar 0,39 mengalami penurunan jika dibandingkan
dengan tahun 2015 sebesar 0,40. Namun penurunan Gini Rasio tahun 2016 secara
nasional tidak diikuti oleh semua daerah yang dapat dilihat dari beberapa provinsi
yang angkanya masih diatas 0,40. Dengan data-data tersebut, maka Penyaluran KUR
difokuskan kepada daerah-daerah yang memiliki ketimpangan pendapatan yang
masih tinggi agar masyarakat memiliki akses pembiayaan sehingga kapasitas daya
saingnya meningkat.
Surat Menteri Koordinator Bidang Perekonomian No. S-112/M.EKON/05/2016
tanggal 13 Mei 2016 tentang Fokus Penyaluran KUR yang disampaikan kepada
Gubernur di provinsi yang angka rasio gini masih diatas 0,40 agar penyaluran KUR
diutamakan kepada UMKM yang produktif dan layak namun belum memperoleh
kredit perbankan. Provinsi tersebut terdiri dari Provinsi Bengkulu, Lampung, DKI
Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan, Gorontalo,
Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Papua Barat. Surat tersebut merupakan
salah satu outcome terwujudnya pengendalian kebijakan di bidang ekonomi makro
dan keuangan.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2016
39
9. Pemberian Persetujuan PKLN PT PLN
Dalam persetujuan permohonan Pinjaman Komersial luar negeri (PKLN), peran
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Tim Koordinasi Pengelolaan
Pinjaman Komersial Luar Negeri (selanjutnya disebut Tim Pinjaman Komersial Luar
Negeri, disingkat Tim PKLN) yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor
39 Tahun 1991 Tentang Koordinasi Pengelolaan Pinjaman Komersial Luar Negeri.
Selanjutnya sesuai Keputusan Tim Koordinasi Pengelolaan Pinjaman Komersial Luar
Negeri Nomor: KEP-02/K.TIM.PKLN/1991 tentang Pembentukan Sekretariat Tim
Pinjaman Komersial Luar Negeri, ditunjuk Sekretaris Tim PKLN yaitu Asisten Menko
EKUIN dan Wasbang Bidang Moneter, Neraca Pembayaran dan Keuangan Negara
yang saat ini sudah berubah nomenklaturnya menjadi Deputi Bidang Koordinasi
Ekonomi Makro dan Keuangan, Kemenko Perekonomian.
Direktur Utama PT PLN (Persero) melalui surat Nomor: 2288/KEU.05.02/ DIRUT
/2015 tanggal 21 Desember 2015 menyampaikan permohonan Persetujuan Pinjaman
Luar Negeri. Mengajukan permohonan persetujuan PKLN sebesar USD 50 juta untuk
mendanai proyek Tower Crossing 500 kV TL dari Watudodol-Segara Rupek.
Permohonan tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan rapat pembahasan pada
tanggal 15 Januari 2016 dan pemberian tanggapan tertulis dari Kementerian
Keuangan dan Bank Indonesia. Secara umum dapat disimpulkan bahwa seluruh
instansi menyetujui permohonan PT. PLN (Persero), dengan catatan bahwa tidak ada
jaminan pemerintah atas PKLN yang diajukan dan dilaksanakan berdasarkan bisnis ke
bisnis.
Pada tanggal 19 Januari 2016 Pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres)
Nomor 4 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur
Ketenagalistrikan (Perpres 4/2016). Beberapa ketentuan dalam Perpres 4/2016
menyebutkan hal-hal sebagai berikut :
Pasal 3
(1) Pemerintah Pusat menugaskan PT PLN (Persero) untuk menyelenggarakan
PIK.
(2) Pembinaan teknis penyelenggaraan PIK oleh PT PLN (Persero) sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral.
(3) Pembinaan korporasi dan manajemen penyelenggaraan PIK oleh PT PLN
(Persero) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh menteri yang
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2016
40
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang badan usaha milik
negara.
Pasal 44
(1) Dengan berlakunya Peraturan Presiden ini:
a. Keputusan Presiden Nomor 59 Tahun 1972 tentang Penerimaan Kredit
Luar Negeri; dan/atau
b. Keputusan Presiden Nomor 39 Tahun 1991 tentang Koordinasi
Pengelolaan Pinjaman Komersial Luar Negeri,
dikecualikan untuk pelaksanaan pinjaman yang dilakukan PT PLN (Persero)
dalam rangka penugasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
(2) Dalam rangka pelaksanaan pinjaman komersial luar negeri, PT PLN (Persero)
menyampaikan laporannya kepada menteri yang menyelenggarakan
koordinasi urusan pemerintahan di bidang perekonomian dan menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang badan usaha milik
negara.
Dengan berlakunya Perpres tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pinjaman luar
negeri PT. PLN (Persero) tidak memerlukan persetujuan dari Tim PKLN. Namun
demikian, mengingat permohonan persetujuan PKLN PT PLN diajukan sebelum
berlakunya Perpres 4/2016 maka pemberian persetujuan PKLN tetap dilakukan
pemrosesan tanpa melalui pemberian persetujuan sirkuler oleh Menteri Keuangan
dan Bank Indonesia terlebih dahulu.
10. Masukan terhadap Permintaan Paraf Menko Perekonomian pada Rancangan
Reraturan Pemerintah (RPP) Penyertaan Modal Negara (PMN) pada BUMN/Institusi
dibawah Kementerian Keuangan
Sesuai dengan UU APBNP 2016, Pemerintah mengalokasikan anggaran PMN untuk 4
BUMN di bawah Kementerian Keuangan yaitu PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia,
PT Sarana Multigriya Finansial, PT Sarana Multi Infrastruktur, dan Lembaga
Pembiayaan Ekspor Indonesia. PMN diberikan dalam rangka penguatan struktur
permodalan untuk meningkatkan kapasitas usaha perusahaan. nya dalam menjamin
proyek infrastruktur dalam rangka percepatan pembangunan infrastruktur nasional
Sebagai tindak lanjut dari UU tersebut, Pemerintah kemudian menyiapkan Rancangan
Peraturan Pemerintah (RPP) sebagai landasan hukum pemebrian BUMN. RPP PMN
dimaksud sudah dilakukan pembahasan intensif beberapa kali termasuk pembahasan
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2016
41
kajian pendukung RPP PMN yang melibatkan perwakilan dari Kementerian
Keuangan, Kementerian BUMN, Sekretariat Negara, Kementerian Hukum dan HAM,
Kemenko Perekonomian dan BUMN/Institusi yang akan menerima PMN tersebut.
Dalam pembahasan disepakati bahwa secara prosedural dan aturan terhadap 4
BUMN/Instansi tersebut dapat diberikan PMN dengan rincian sebagai berikut:
a. PT SMF (Persero) menerima PMN sebesar Rp. 1.000.000.000.000.
b. PT PII (Persero) menerima PMN sebesar Rp. 1.000.000.000.000.
c. PT SMI (Persero) menerima PMN sebesar Rp. 4.160.000.000.000.
d. LPEI menerima PMN sebesar Rp. 4.000.000.000.000.
Sasaran Strategis 3 :
Terwujudnya Perluasan Akses Pembiayaan bagi Usaha Mikro dan Kecil (UMK).
Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) merupakan program prioritas dalam mendukung
kebijakan pemberian kredit/pembiayaan kepada sektor Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah. Pada tahun 2016, “Tercapainya Target Penyaluran Kredit Usaha Rakyat
Sebesar Rp.100 triliun” menjadi salah satu target IKU Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi
Makro dan Keuangan. Target tersebut terpenuhi dengan jumlah penyaluran sampai
dengan 31 Desember 2016 sebesar Rp. 95 triliun (95%). Jumlah tersebut dicapai dalam
dua belas bulan penyaluran KUR oleh 27 Bank dan 3 Lembaga Keuangan Bukan Bank.
Bank dengan kinerja penyaluran KUR tertinggi adalah Bank BRI dengan penyaluran
mencapai Rp. 65 triliun. Penyaluran berdasarkan wilayah masih didominasi oleh Pulau
Jawa dengan penyaluran tertinggi di Provinsi Jawa Tengah, diikuti oleh Jawa Timur dan
Jawa Barat.
Capaian output/kinerja 95% pada Tahun 2016 dapat dikategorikan sebagai capaian yang
sangat baik. Capaian kinerja ini merupakan hasil koordinasi dan sinergi yang baik dengan
para pemangku kepentingan KUR yang tergabung dalam Komite Kebijakan Pembiayaan
Bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dengan bank pelaksana, perusahaan penjamin,
Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Pemerintah Daerah baik Provinsi dan
Kabupaten/Kota dibawah koordinasi dan Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan
Keuangan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Output yang dihasilkan
berdampak positif khususnya dalam penciptaan lapangan kerja dan pengurangan
kemiskinan. Sesuai dengan laporan penyaluran KUR, jumlah debitur yang menerima KUR
pada Tahun 2016 mencapai 4.066.066 UMKM.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2016
42
Pada Tahun 2016, KUR disalurkan pada beberapa sektor yaitu pertanian, perikanan,
perdagangan, industri pengolahan, dan juga kepada Tenaga Kerja Indonesia (TKI).
Manfaat Program KUR adalah untuk meningkatkan dan memperluas akses wirausaha
seluruh sektor usaha produktif kepada pembiayaan perbankan, mendorong pertumbuhan
ekonomi, dan meningkatkan daya saing UMKM. Dalam rangka memperbesar penerima
manfaat KUR, Komite Kebijakan Pembiayaan bagi UMKM memperluas kriteria calon
penerima KUR yaitu calon pekerja magang di luar negeri, anggota keluarga karyawan
berpenghasilan tetap/TKI dan pekerja yang kena PHK.
Sesuai hasil evaluasi program KUR tahun sebelumnya, diperlukan suatu aplikasi untuk
mendorong ketepatan sasaran KUR. Oleh karena itu, Komite Kebijakan Pembiayaan dan
Pengembangan Sistem Informasi Kredit Program (SIKP) yang merupakan suatu sistem
aplikasi yang dibangun untuk mempermudah pelaksanaan KUR. Berdasarkan
rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas pengolaan KUR, Menteri Keuangan
yang merupakan anggota dari Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi UMKM melalui
Direktorat Sistem Manajemen Investasi dan Direktorat Sistem Informasi dan Teknologi
Perbendaharaan membangun SIKP secara bertahap. Pelaksanaan SIKP merupakan amanat
dari Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian No. 8 Tahun 2015 jo. No. 13
Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan KUR pasal 7 yang menyatakan bahwa seluruh
penyaluran KUR mengacu pada basis data yang tercantum dalam SIKP. Tujuan SIKP adalah
mewujudkan basis data UMKM yang terpercaya dan dapat dijadikan rujukan bagi Bank
untuk menyalurkan KUR secara efektif. SIKP juga didorong untuk dapat menjadi alat
pemercepat proses pembayaran tagihan subsidi KUR.
Beberapa perbaikan regulasi untuk pelaksanaan KUR Tahun 2016 yaitu :
1. Permenko No. 13 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Permenko 8 Tahun 2015
tentang Pedoman pelaksanaan KUR, diundangkan 14 Januari 2016.
2. Peraturan Menteri Keuangan No. 20/PMK.05/2016 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Subsidi Bunga untuk Kredit Usaha Rakyat, diundangkan tanggal 17 Februari 2016
3. Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian No. 9 Tahun 2016 tentang
Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian No. 8
Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat.
4. Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian No. 105 Tahun 2016 tentang
Penetapan Perusahaan Penjamin Kredit Usaha Rakyat.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2016
43
5. Surat Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan selaku Sekretaris
Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi UMKM No. S-49/D.I.M.EKON/05/2016 tanggal
4 Mei 2016 tentang Kajian Subsidi Bunga KUR Super Mikro, kepada Dirjen
Perbendaharaan Kementerian Keuangan.
Dalam rangka percepatan pertumbuhan ekonomi, pemerintah melakukan relaksasi
kebijakan terkait KUR khususnya pada sektor penyaluran, kriteria penerima KUR, dan jenis
penyaluran KUR, beberapa Regulasi terkait Relaksasi KUR antara lain:
1. Surat Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan selaku Sekretaris
Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi UMKM No. S-68/D.I.M.EKON/05/2016 tanggal
31 Mei 2016 tentang Relaksasi Aturan SIKP kepada Dirjen Perbendaharaan
Kementerian Keuangan.
2. Surat Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan selaku Sekretaris
Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi UMKM No. S-48/D.I.M.EKON/05/2016 tanggal
4 Mei 2016 tentang Rekomendasi Kinerja dan Kesehatan PT. PNM (Persero) kepada
Deputi Komisioner Pengawas IKNB II OJK.
Surat Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Komite Kebijakan
Pembiayaan Bagi UMKM No. S-340/M.EKON/11/2016 tanggal 24 November 2016
tentang Perubahan Alokasi Plafon KUR 2016.
Selain menghasilkan Indikator Kinerja Utama (IKU) sebagaimana telah disebutkan bahwa,
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan dan unit-unit kerja Eselon II
Kedeputian juga menghasilkan rekomendasi yang mendukung kinerja unit organisasi,
antara lain :
1. Rekomendasi Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan (Tax Holiday).
Bentuk fasilitas Pajak Penghasilan lainnya yang diberikan Pemerintah dalam rangka
mendorong investasi di Indonesia adalah pengurangan Pajak Penghasilan Badan (Tax
Holiday). Fasilitas Tax Holiday diberikan berdasarkan ketentuan di dalam Pasal 18
ayat (7) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan
Pasal 30 PP No. 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan
Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan. Bahwa untuk melaksanakan
ketentuan Pasal 30 tersebut perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK).
Adapun dalam perkembangannya telah dilakukan beberapa kali perubahan PMK
dengan pokok-pokok perubahan kebijakan sebagai berikut :
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2016
44
Komite Verifikasi yang dibentuk oleh Menteri Keuangan beranggotakan perwakilan/
lembaga terkait, seperti : Kementerian Keuangan (Kepala Badan Kebijakan Fiskal,
Sekretaris Jenderal, Direktur Jenderal Pajak), Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian (Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan),
Kementerian Perindustrian (Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri),
dan BKPM (Deputi Bidang Pelayanan Penanaman Modal). Berdasarkan ketentuan
terbaru yaitu PMK No.159/PMK.010/2015 jo.PMK No.103/PMK.010/2016, Komite
Verifikasi membantu melakukan penelitian dan verifikasi terhadap usulan fasilitas
Tax Holiday. Hasil penelitian dan verifikasi tersebut kemudian disampaikan kepada
Menteri Keuangan disertai dengan pertimbangan dan rekomendasi, termasuk
rekomendasi mengenai besaran pengurangan PPh badan dan jangka waktu
pemberian fasilitas. Adapun pemberian fasilitas Tax Holiday diputuskan oleh Menteri
Keuangan berdasarkan pada pertimbangan dan rekomendasi dari Komite Verifikasi
tersebut.
2. Rekomendasi terhadap penyusunan RPP tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan
dari Pengalihan Real Estat dalam Skema Kontrak Investasi Kolektif Tertentu.
Perlambatan pertumbuhan ekonomi dan pelemahan nilai tukar Rupiah selama empat
tahun terakhir telah menyebabkan kegiatan real estate menurun sejak Tahun 2014.
Sementara sektor real estate merupakan salah satu sektor padat karya. Dalam rangka
penghimpunan dana untuk perluasan usaha, beberapa pengusaha real estate
Indonesia menerbitkan Real Estate Investment Trust (REITs) atau DIRE di pasar modal
negara tetangga.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2016
45
Jumlah DIRE di dalam negeri sangat rendah, yaitu hanya ada 1 DIRE yang diterbitkan
sejak Tahun 2012. Tidak menariknya DIRE di Indonesia disebabkan pengenaan pajak
berganda dan tarif pajak yang lebih tinggi dari negara tetangga. Untuk
meningkatkan penerbitan DIRE di dalam negeri, pada Paket Kebijakan tahap V telah
diterbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 200 Tahun 2015 tentang Perlakuan
Perpajakan bagi Wajib Pajak dan Pengusaha Kena Pajak yang Menggunakan Skema
Kontrak Investasi Kolektif Tertentu Dalam Rangka Pendalaman Sektor Keuangan.
Peraturan Menteri Keuangan ini menghapus pengenaan pajak berganda dalam
penerbitan DIRE. Namun demikian Peraturan Menteri Keuangan No. 200 Tahun
2015 belum meningkatkan daya tarik penerbitan DIRE di Indonesia karena tarif
pajak yang dikenakan masih lebih tinggi dari negara tetangga. Berkenaan dengan hal
tersebut dengan pokok-pokok kebijakan sebagai berikut :
1. Penerbitan Peraturan Pemerintah mengenai Pajak Penghasilan Atas Penghasilan
Dari Pengalihan Real Estat Dalam Skema Kontrak Investasi Kolektif Tertentu yang
mengatur pemberian fasilitas Pajak Penghasilan final berupa pemotongan tarif
hingga 0,5% dari tarif normal 5% kepada perusahaan yang menerbitkan DIRE.
Saat ini terhadap kebijakan pemotongan tarif PPh final bagi DIRE telah
diterbitkan Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 2016 tentang Pajak Penghasilan
atas Penghasilan dari Pengalihan Real Estat dalam Skema Kontrak Investasi
Kolektif Tertentu yang diundangkan dan mulai berlaku pada tanggal 17 Oktober
2016.
2. Penerbitan regulasi mengenai insentif dan kemudahan investasi di daerah yang
antara lain mengatur tentang pengenaan tarif BPHTB sebesar 1% bagi tanah dan
bangunan yang menjadi aset DIRE. Penerbitan Peraturan Daerah (Perda) bagi
daerah yang berminat untuk mendukung pelaksanaan DIRE di daerahnya.
Sementara itu, dalam perkembangan pembahasannya, terdapat beberapa poin
penting terkait dengan insentif Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
(BPHTB) untuk DIRE yang menjadi pertimbangan tindak lanjut berikutnya :
- Mengingat kebijakan pengenaan tarif BPHTB sebesar 1% harus diatur melalui
Peraturan Daerah (Perda) dan proses penyusunannya memerlukan proses
persetujuan dari DPRD dengan waktu yang cukup lama serta pertimbangan
penetapan tarif merupakan kewenangan penuh bagi Pemerintah Daerah
berdasarkan UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2016
46
(UU PDRD), maka diusulkan alternatif kebijakan lain berupa pemberian insentif
melalui pengurangan dasar pengenaan BPHTB, yaitu Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
- Adapun pengaturan pemberian fasilitas NJOP dimaksud akan diatur di dalam
Peraturan Kepala Daerah (Perkada) dengan merujuk pada ketentuan Pasal 79 ayat
(1) UU PDRD yang mengatur bahwa penetapan besarnya NJOP ditetapkan oleh
Kepala Daerah.
- Kebijakan ini diharapkan dapat dilaksanakan oleh seluruh Kepala Daerah dengan
mempertimbangkan DIRE sebagai salah satu program strategis nasional yang mana
berdasarkan Pasal 67 huruf f Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (UU 23/2014), dalam hal terdapat program strategis
nasional yang ditetapkan oleh Presiden sebagai program yang memiliki sifat
strategis secara nasional dalam upaya meningkatkan pertumbuhan dan
pemerataan pembangunan serta menjaga keamanan dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, maka Kepala Daerah dan Wakil Kepala wajib
melaksanakan program dimaksud. Adapun pertimbangan dan benchmark
kebijakan DIRE sebagai program strategis nasional antara lain didasarkan hal-hal
sebagai berikut:
• Kebijakan DIRE sebagai salah satu kebijakan nasional yang masuk dalam Paket
Kebijakan Ekonomi XI.
• Pelaksanaan Rapat Terbatas tanggal 18 Juli 2016 dengan agenda utama
pengarahan kepada sejumlah kepala daerah terkait pemberian fasilitas BPHTB
untuk DIRE melalui Peraturan Kepala Daerah yang dipimpin langsung oleh
Presiden. Berkenaan dengan hal tersebut, Kepala Biro Hukum, Persidangan dan
Hubungan Masyarakat Kemenko Perekonomian berpendapat bahwa pengaturan
program strategis nasional sebagai program yang dikeluarkan oleh Presiden
selama ini diatur dalam Peraturan Presiden, namun demikian sesungguhnya
instrumen hukum untuk menetapkan program tersebut tidak diatur dalam
bentuk regulasi tertentu. Dalam hal terdapat risalah maupun salinan pidato
Presiden dalam Ratas dimaksud maka dapat dipertimbangkan untuk menjadi
dasar penentuan DIRE sebagai salah satu program strategis nasional.
3. Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian No.105 Tahun 2016 tentang
Penetapan Perusahaan Penjamin Kredit Usaha Rakyat.
Sebagai langkah meningkatkan, memperluas, dan mempercepat pelaksanaan Program
KUR Tahun 2016, diperlukan peran serta dari pihak swasta yang diimplementasikan
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2016
47
dengan melibatkan lembaga keuangan swasta baik sebagai penyalur maupun
penjamin. Penambahan penyalur dan penjamin KUR telah melibatkan bank dan
perusahaan penjaminan milik swasta dan milik pemerintah daerah. Melalui
Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian No.105 Tahun 2016 Tentang
Penetapan Perusahaan Penjamin Kredit Usaha Rakyat yang mengacu pada Peraturan
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian No.8 Tahun 2015 Tentang Pedoman
Pelaksanaan KUR, menetapkan perusahaan penjamin KUR sebagai berikut :
1. Perusahaan Umum (Perum) Jaminan Kredit Indonesia;
2. PT Asuransi Kredit Indonesia (Persero);
3. PT Penjaminan Kredit Daerah Riau;
4. PT Penjaminan Kredit Daerah Sumatera Selatan;
5. PT Penjaminan Kredit Daerah Bangka Belitung;
6. PT Penjaminan Kredit Daerah Jawa Tengah;
7. PT Penjaminan Kredit Daerah DKI Jakarta;
8. PT Penjaminan Jamkrindo Syariah;
9. PT UAF Jaminan Kredit;
10. PT Penjaminan Pembiayaan Askrindo Syariah.
Disamping itu Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan pada Tahun
2016 mendapatkan tugas tambahan sebagai penanggung jawab kegiatan Komite Ekonomi
dan Industri Nasional (KEIN), KEIN adalah sebuah lembaga non-kementerian yang
bertugas untuk membantu presiden dalam mempercepat pembangunan perekonomian
nasional. Anggaran yang berkenaan dengan kegiatan KEIN dibebankan kepada bagian
dari anggaran Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian khususnya Kedeputian
Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan.
KEIN sangat diperlukan pemerintah, meski pemerintah telah memiliki peta jalan ke depan
untuk ekonomi dan industri, karena KEIN beranggotakan praktisi dan akademisi, sehingga
kombinasi itu diharapkan memberikan sebuah perencanaan yang lebih detail, baik jangka
pendek, menengah maupun jangka panjang untuk memberikan pemikiran yang
terhimpun serta dalam rangka menunjang keberhasilan Kabinet Kerja menentukan
kebijakan ekonomi dan industri nasional.
Tugas dan Fungsi KEIN : melakukan pengkajian terhadap permasalahan ekonomi dan
industri nasional, regional, dan global; menyampaikan saran tindak strategis dalam
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2016
48
menentukan kebijakan ekonomi dan industri nasional kepada Presiden; melaksanakan
tugas lain dalam lingkup ekonomi dan industri yang diberikan Presiden.
CAPAIAN REKOMENDASI KOMITE EKONOMI DAN INDUSTRI NASIONAL (KEIN)
1. Rekomendasi Industrialisasi Perikanan dan Kelautan
Produksi ikan nasional masih sangat rendah baik untuk konsumsi domestik maupun
untuk pasokan industri pengolahan. Oleh karena itu KEIN mengajukan beberapa
rekomendasi untuk hal ini, antara lain:
a. Industri Penangkapan
1) Memperbolehkan penggunaan alat “cantrang” asli yang tidak di modifikasi
dan “pukat udang” asli.
2) Memperbolehkan kegiatan alih muatan (transhipment) di laut hanya untuk
kapal pengumpul dari nelayan kecil dan kapal penangkap untuk diangkut ke
Unit Pengolahan Ikan (UPI) dan pelabuhan pangkalan.
3) Mengeluarkan ijin kapal penangkap ikan diatas 150 GT dengan daerah
operasi penangkapan ZEEI (Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia) yang tidak
terjangkau oleh nelayan tradisional.
4) Memberikan ijin kembali terhadap kapal penangkap ikan ex luar negeri yang
sudah berbendera Indonesia dan terbukti benar-benar dimiliki oleh
pengusaha Indonesia yang nasionalis untuk dapat menangkap ikan di
wilayah ZEEI yang tidak terjangkau oleh kapal nelayan Indonesia dan semua
hasil tangkapan ikan harus didaratkan dan diolah di Indonesia.
5) Memperbolehkan kapal berbendera asing untuk mengangkut ikan hidup
hasil budidaya nelayan sehingga ada kepastian pasar atau pemerintah
menyediakan kapal pengangkut ikan hidup yang memenuhi persyaratan
sebagai penggantinya.
6) Menyarankan Pemerintah untuk secepatnya melakukan pengukuran ulang
kapal penangkap ikan yang ijinnya banyak yang sudah mati agar nelayan
bisa menangkap ikan kembali.
b. Industri Budidaya Perikanan
Harus dilakukan revitalisasi industri budidaya perikanan terpadu yang efisien,
produktif dan berkelanjutan melalui penyediaan benih unggul yang cukup, pakan
yang murah, sarana infrastruktur yang memadahi, dukungan pembiayaan yang
mudah, murah dan cepat, pemanfaatan lahan pantai yang marginal dan insentif
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2016
49
pemerintah yang menarik dalam upaya menjamin pasokan bahan baku ikan bagi
industri pengolahan dan permintaan pasar domestic dan ekspor.
c. Industri Pengolahan Hasil Perikanan
Harus dilakukan revitalisasi industri pengolahan hasil perikanan yang berdaya
saing global dengan pasokan bahan baku yang cukup dan stabil, kualitas yang
memadai dan harga yang kompetitif dan stabil guna meningkatkan nilai tambah
produk hasil perikanan untuk memenuhi permintaan pasar domestik dan ekspor.
Untuk menggalakkan industri pengolahan hasil perikanan diperlukan :
1) Pemerintah harus memberikan insentif khusus untuk meningkatkan daya
saing terhadap industri pengolahan hasil perikanan dan menunda (meninjau
kembali) Foreign Direct Investment (FDI) 100% industri pengolahan
perikanan mengingat industri perikanan dalam negeri masih kekurangan
pasokan bahan baku.
2) Memasukkan industri pengolahan perikanan kedalam industri padat karya
sehingga bisa mendapatkan insentif pemerintah dalam kegiatan usahanya.
Hasil dari rekomendasi ini adalah terbitnya Instruksi Presiden Republik Indonesia
(Inpres) Nomor 7 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Industri Perikanan
Nasional.
2. Rekomendasi Sistem Aplikasi dan Integrasi Logistik Pangan Dalam Rangka Percepatan
Kedaulatan Pangan
KEIN merekomendasikan sebuah Model berupa Sistem Aplikasi dan Integrasi Logistik
Pangan Dalam Rangka Percepatan Kedaulatan Pangan. Adapun substansi pokok dalam
rekomendasi ini adalah sebagai berikut :
a. Subsidi Pangan sebesar Rp 75,9 Trilyun lebih baik DIALIHKAN pada subsidi :
1) Bunga KUR SAPRODI (Pupuk, Benih dan Pestisida).
2) Premi Asuransi Usaha Tani (gagal panen).
3) Jaminan Harga Output yang diterima petani (Harga Dasar).
4) Bunga Kredit Pengadaan Pangan kepada Koperasi.
5) Bantuan Pangan bagi petani gurem dan rakyat miskin desa.
b. Pemerintah menetapkan harga Pupuk, Benih dan Pestisida, pada setiap tingkatan
mulai dari Gudang LINI – III Kabupaten/ Kota, di Gudang Koperasi Desa, dan Harga
Eceran Tertinggi (HET) di tingkat Petani. Harga Pokok Pupuk Indonesia harus dapat
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2016
50
bersaing dengan Harga Pupuk Internasional dengan menyesuaikan harga gas bumi ke
pabrik pupuk.
c. Produsen Pupuk, Benih dan Pestisida ditugaskan oleh Pemerintah, untuk menjamin
ketersediaan stok di gudang Kabupaten/ Kota dan mendistribusikannya melalui
Koperasi Desa (BUMDes) berdasarkan Rencana Kebutuhan Petani (RKP).
d. Petani membeli pupuk, benih, dan pestisida dengan sistem Yarnen (Bayar setelah
Panen) dengan menggunakan KUR SAPRODI.
e. Pemerintah menetapkan harga pembelian Produk Pangan dengan sistem Harga Dasar
(HD) untuk melindungi Petani, dan harga jual dengan sistem Harga Eceran Tertinggi
(HET) untuk melindungi Konsumen.
f. Pemerintah menugaskan BULOG untuk menjaga stok nasional dan menjamin stabilitas
harga Pangan melalui pengadaan Pangan bekerjasama dengan Koperasi Desa, dan
melalui Operasi Pasar bekerjasama dengan Koperasi (Koperasi Pedagang Pasar,
Koperasi Karyawan, Koperasi Pegawai, Koperasi Serba Usaha di tiap Kelurahan serta
UMKM).
g. Pemerintah menugaskan BRI untuk menyediakan Kredit/ KUR SAPRODI kepada Petani
dan Kredit Pengadaan Pangan kepada Koperasi dan BULOG.
h. Pemerintah menetapkan BUMDes berbadan hukum Koperasi dengan Penugasan
Khusus mengumpulkan basis data dan kebutuhan saprodi petani melalui RKP,
menyalurkan Saprodi kepada Petani, membeli Gabah Petani dan menjualnya ke
BULOG.
i. Pemerintah menugaskan BPS sebagai Otoritas untuk melaksanakan fungsi pengaturan,
pembinaan, verifikasi, dan pengendalian Basis Data Tunggal Pangan dan Pertanian
dengan menggunakan Aplikasi Mobile dan Sistem Informasi Teknologi Terpadu
bekerjasama dengan PT Telkom Indonesia.
j. Pemerintah membentuk Tim Percepatan Pembangunan Kedaulatan Pangan untuk
melakukan pembinaan dan pengawasan di lapangan dipimpin langsung oleh Presiden
di Tingkat Pusat, Gubernur di Tingkat Provinsi dan Bupati/ Walikota di Tingkat
Kabupaten/ Kota.
3. Rekomendasi Usulan Strategi Menghadapi MEA melalui Peningkatan Daya Jangkau
Konten Sosialisasi Pemerintah dengan Komunikasi yang Terintegrasi
Proses integrasi ekonomi menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN sudah dimulai pada
penghujung tahun 2015 lalu. Namun demikian berdasarkan survei Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang dirilis pada Desember 2015, baru 25,9%
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2016
51
masyarakat yang mengetahui apa itu MEA dan implikasinya terhadap kehidupan
mereka. Di antara responden survei tersebut yang berprofesi sebagai pelaku bisnis,
angkanya meningkat tipis menjadi 27,8%. Dengan kata lain, tingkat kepekaan
masyarakat dan pelaku bisnis kita terhadap MEA masih relatif rendah.
Oleh karena itu, KEIN mengusulkan agar pemerintah merumuskan sebuah regulasi di
tingkat di bawah Undang-Undang (karena sifatnya yang mengatur persoalan teknis)
untuk mewajibkan stasiun televisi baik nasional maupun lokal dapat memberikan slot
waktu tayang gratis untuk konten sosialisasi dari pemerintah terkait MEA dan konten
layanan masyarakat lainnya.
Salah satu dasar hukum bagi hal ini adalah sebagaimana dinyatakan dalam bagian
pembukaan Undang-Undang Penyiaran Nomor 32 tahun 2002 bahwa “frekuensi
merupakan sumber daya alam terbatas dan kekayaan nasional yang harus dijaga dan
dilindungi oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat”, termasuk dalam hal ini adalah frekuensi yang digunakan oleh stasiun televisi
kita. Dengan kata lain, pemerintah memiliki posisi yang kuat untuk mengatur agar
stasiun televisi memberikan sebagian dari slot waktu tayangnya bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
Ke depannya dengan kebijakan ini, berbagai program sosialisasi pemerintah dapat
dioptimalkan daya jangkaunya. Tidak hanya terkait MEA namun juga berbagai
kebijakan strategis dalam rangka mendukung proses Revolusi Mental yang sedang
dijalankan oleh pemerintah seperti kampanye penerapan nilai-nilai kejujuran, cinta
kebersihan, disiplin, dan lain-lain.
4. Rekomendasi untuk Sidang Kabinet Paripurna 7 April 2016
Beberapa pokok pikiran KEIN untuk Sidang Kabinet Paripurna, yang membahas
Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBNP) Tahun
2016 dan Penghematan Pagu Anggaran Tahun 2016, Program Prioritas dan Pagu
Indikatif dalam RKP 2017, Percepatan Kemudahan Berusaha (Ease of Doing
Business/EODB) dan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta (One Map Policy).
a. Sampai dengan Triwulan I, KEIN optimis terhadap perkembangan perekonomian
Indonesia dengan outlook yang positif.
b. Melihat perkembangan ekonomi saat ini, baik global dan dalam negeri, pemerintah
perlu melakukan penyesuaian, terutama yang terkait dengan APBN 2016.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2016
52
1) Asumsi nilai tukar perlu direvisi, mengingat selama Triwulan I nilai tukar
rupiah mengalami penguatan terhadap nilai tukar US$. Kami berpendapat, akan
berkisar antara Rp 13.400 – Rp 13.500 (asumsi APBN 2016, Rp 13.900/US$)
2) Asumsi harga ICP diperkirakan 35-45 US$ per barrel (asumsi APBN 2016, 50
US$ per barrel)
3) Penerimaan diperkirakan tidak akan mencapai target, meskipun defisit APBN
2016 dimaksimalkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, oleh
karena itu perlu dilakukan penghematan belanja dengan pilihan kebijakan yang
berdampak minimal terhadap pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan rakyat dan
gini ratio.
c. Program prioritas RKP 2017 hendaknya diprioritaskan untuk program yang
menciptakan lapangan kerja, mengurangi kemiskinan dan kesenjangan melalui :
1) Industrialisasi yang lebih fokus pada penggunaan bahan baku dalam negeri dan
menyerap tenaga kerja berpendidikan rendah (SD, SMP dan SMA).
2) Percepatan pembangunan infrastruktur yang terfokus dan mendukung
industrialisasi tersebut.
3) Peningkatan daya beli masyarakat dengan program stabilisasi harga pangan
yang konkrit dan komprehensif.
d. Dalam kaitannya dengan percepatan kemudahan berusaha, KEIN menyampaikan
sebagai berikut :
1) Menurut rilis Bank Dunia, Indonesia masih berada pada rangking 109 (sangat
rendah) dalam hal EODB, tetapi banyak lembaga internasional menempatkan
Indonesia sebagai tujuan investasi utama (UNCTAD dan JBIC), kedua hal ini
saling bertolak belakang.
2) Untuk itu, pemerintah perlu menyiapkan indikator ease of doing business versi
pemerintah yang menggambarkan perbaikan kemudahan berusaha yang telah
terjadi di Indonesia berdasarkan daerah dan sektor yang dipublikasikan secara
reguler baik di dalam maupun luar negeri.
e. Mendukung One Map Policy karena akan mempermudah dan memberikan
kepastian investasi bagi pelaku usaha.
5. Rekomendasi Pemikiran Awal Normalisasi (Menurunkan) Suku Bunga Untuk
Mendorong Pertumbuhan Ekonomi
Suku bunga kredit bank di Indonesia relatif tinggi, jauh dibanding negara-negara lain
baik di kawasan ASEAN maupun di antara negara-negara berkembang. Diperlukan
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2016
53
strategi dan kebijakan terobosan yang dapat mendorong penurunan suku bunga
kredit bank agar dapat mendorong sektor riil. Dari kajian awal, KEIN berkesimpulan
bahwa saat ini yang terjadi adalah kekeringan likuiditas di perekonomian sehingga
bank harus berebut dana dan akibatnya muncul nasabah prioritas. Besarnya insentif
return yang ditawarkan Bank Indonesia telah menyebabkan “lazy bank” dan kredit
bukan menjadi pilihan utama bagi bank. Kesimpulan ini berkebalikan dengan Bank
Indonesia yang selama ini meyakini bahwa saat ini terjadi kelebihan likuiditas atau
excess liquiditas, berikut rekomendasi KEIN untuk mengatasi hal ini :
a. Perubahan paradigma atau mindset, harus diyakini bahwa perekonomian
Indonesia tidak sedang mengalami ekses likuiditas tetapi justru mengalami
kekeringan likuiditas, sehingga perlu kerangka kebijakan dan operasi moneter
yang bersifat ekspansif.
b. Diperlukan solusi perubahan kebijakan moneter dan fiskal yang dapat dilakukan
dengan cepat dan tidak memerlukan perubahan aturan perundangan serta tidak
menciptakan goncangan terhadap pasar.
c. Mekanisme perubahan kebijakan moneter yang diusulkan :
1) Bank Indonesia menghentikan untuk sementara semua instrumen moneter yang
memberikan return tinggi kepada bank (baik itu Sertifikat Bank Indonesia, Term
Deposit maupun Deposit Facility).
2) Langkah ini segera diikuti dengan penerbitan Surat Utang Negara (SUN) oleh
pemerintah (terutama untuk pembiayaan strategis seperti : Bulog agar dapat
menyerap pangan dan dapat mengendalikan inflasi, maupun untuk pembiayaan
infrastruktur dan industrialisasi). Tujuan penerbitan SUN adalah untuk
menyerap dana perbankan yang selama ini ditempatkan di Bank Indonesia.
Dengan kebijakan ini pemerintah diperkirakan akan mendapatkan dana dalam
tahap awal sekitar Rp. 300 triliun (dana bank yang selama ini ada di BI) dan
manfaat penting lainnya adalah kepemilikan asing di SUN akan turun
signifikan.
3) Bila Bank Indonesia telah melakukan lelang pembelian SUN dari perbankan
maka langkah ini akan memulai rezim baru di Indonesia dimana suku bunga
akan ditentukan oleh pasar (bank). Selanjutnya di pasar juga akan ada
tambahan likuiditas secara bertahap dari pembelian SUN milik bank oleh Bank
Indonesia.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2016
54
4) Bank Indonesia diharapkan segera menyusun kerangka kebijakan moneter yang
baru dengan menggunakan instrumen ekspansi berdasarkan tingkat bunga
pasar (yang akan lebih rendah).
5) Bank Indonesia dan pemerintah menyusun tahapan dalam implementasi. Injeksi
likuiditas yang dilakukan secara terencana diiringi program-program
pembangunan yang tepat sasaran akan berdampak positif terhadap
pertumbuhan ekonomi.
6) Injeksi likuiditas (semacam program quantitative easing) oleh Bank Indonesia
akan membantu pendanaan APBN pemerintah sekaligus meningkatkan peran
investasi swasta dalam mendorong pertumbuhan.
6. Rekomendasi mengenai Pekebun Kelapa Sawit (PSI) Indonesia
Industri sawit Indonesia adalah salah satu industri andalan karena kontribusinya
terhadap pendapatan devisa di 2015 adalah sebesar US$ 18 milyar/tahun (12% dari
Total ekspor Indonesia di 2015).1 Indonesia adalah produsen Crude Palm Oil (CPO)
terbesar di dunia dan mempunyai keunggulan komparatif sekaligus kompetitif (ISPO).
Sementara itu ada fenomena menarik di mana telah lahir pengusaha Usaha Kecil dan
Menengah (“UKM”) di industri sawit sebagai produk dari reformasi. Walaupun di
Indonesia terdapat kelangkaan lahan, sebuah studi yang dilakukan oleh KPPU (Komisi
Pengawas Persaingan Usaha) RI di 2011 telah mengungkapkan bahwa ada
sekelompok Petani Sawit Independen(“PSI”) yang memiliki 3,5 juta hektar sawit
tertanam namun mereka masih mengalami kesulitan dalam memasarkan tandan
buah segar (“TBS”) karena tidak memiliki pabrik kelapa sawit tersendiri (“PKS”).
Menurut studi yang dilakukan KPPU tersebut, Pabrik Kelapa Sawit Tanpa Kebun
("PKS-TK") yang perlu dibangun adalah sebanyak 186 buah agar para PSI bisa
berkembang ke hilir.
Selain masalah pemasaran, para PSI tersebut juga mengalami masalah dalam
meningkatkan produktivitasnya yang rendah (cq. hanya 3,01 ton/hektar). Padahal
rata-rata produktivitas TBS kebun swasta besar adalah : 3.82 ton/hektar.2
Hasil evaluasi mengungkapkan bahwa pada garis besarnya persoalan pengembangan
PSI ada 3 (tiga) macam, yaitu:
a. Kebijakan PSI oleh Para Pemangku Kepentingan PSI yang TIDAK TERPADU; dan
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2016
55
b. Para PSI belum mempunyai PKS sendiri bahkan masih sulit bekerja sama dengan
PKS-TK karena berbagai kendala yang ada di lapangan baik terkait peraturan
lama yang melarang pendirian PKS-TK (vide: pasal 10 Permentan No. 26/2007)
maupun persyaratan yang diatur dalam peraturan baru (cq. Permentan
98/2013).3 Padahal pasal 57 ayat 1 UU no.39/2014 telah mengatur :
Pemberdayaan Usaha Perkebunan khususnya dalam bentuk “Kemitraan Usaha
Perkebunan”.\
c. Kemampuan implementasi/eksekusi kebijakan/program serta alokasi sumber
daya dari para PSI yang tidak memadai.
Untuk mengatasi masalah ini maka diusulkan beberapa rekomendasi, antara lain :
a. Kebijakan Pemerintah perlu memihak kepada PSI sehingga mereka bukan hanya
benar-benar bisa mandiri tapi juga terus berkembang;
b. Kebijakan pemerintah agar dapat mempermudah pendirian PKS-TK sehingga bisa
menyerap TBS dari PSI sesuai dengan amanah Permentan No. 98/2013.
Permentan No. 98/2013 ini memungkinkan Koperasi PSI bisa ikut memiliki
saham di PKS-TK tersebut.
c. Untuk itu Pemerintah Pusat antara lain perlu melakukan :
1) Meminta pemerintah daerah (PEMDA) agar kepemilikan STD-B (Surat Tanda
Daftar Usaha Perkebunan Budidaya) vide: berdasarkan pasal 5 Permentan No.
13/2013) bagi PSI diberlakukan secara bertahap sehingga tidak terlalu
membebani PSI. PEMDA seyogyanya tidak menjadikan perolehan STD-B
tersebut sebagai prasyarat bagi investor PKS-TK untuk memperoleh perijinan
karena ini masuk ke ranah penegakan hukum yang seharusnya TIDAK
menjadi tanggung jawab swasta.
2) Untuk pengurusan STD-B agar tidak di bebani biaya-biaya yang memberatkan
(cq. Retribusi berkelanjutan).
d. Pembinaan dan upaya memfasilitasi dari Pemerintah agar manajemen Koperasi
PSI dapat dilakukan secara profesional dan sejalan dengan good corporate
governance sehingga PSI benar-benar mendapatkan kemanfaatan;
e. Kebijakan Pemerintah untuk juga memberikan fasilitas subsidi bunga bagi PSI
dan Koperasi PSI;
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2016
56
f. Kebijakan Pemerintah dalam pemberian Sarana Produksi (Pupuk, benih, alat kerja
dll) serta bantuan teknis budi daya tanam sawit yang baik (Good plantation
practices) kepada PSI dan Koperasi PSI;
g. Kebijakan Pemerintah yang menjamin agar PSI mendapat peluang yang sama
dalam mendapatkan perluasan lahan sawit mereka;
h. Kebijakan dalam proses pengurusan alas hak atas lahan yaitu berupa sertifikasi
tanah milik PSI melalui PRONA. Program ini juga sesungguhnya akan menambah
tax payer base secara signifikan.
i. Memberikan seed capital kepada Koperasi PSI agar dapat dibentuk secara massal
dan professional.
j. Kebijakan Pemerintah Pusat agar mendorong bank-bank untuk membuka pintu
dalam pemberian kredit untuk pembangunan PKS milik Koperasi PSI atau PKS-
TK yang bekerjasama dengan Koperasi PSI.
k. Pemerintah perlu mengajukan kembali Rancangan Undang-undang (RUU)
Perkoperasian yang lebih moderen sehingga bukan hanya bisa mengatasi kendala
dan permasalahan yang menghambat perkembangan koperasi tapi juga sekaligus
memungkinkan koperasi untuk ikut bersaing dan berkembang di tengah
perekonomian moderen yang berbasis ICT (Digital economy).
l. Untuk pengawasan KSP dan KSU: KSP perlu di bawah pengawasan suatu otoritas
pengawasan yang dibentuk khusus untuk itu (semacam OJK). Sedangkan untuk
Koperasi Serba Usaha (KSU) bisa tetap beroperasi di bawah pengawasan
Kementerian KUKM.
m. Merevitalisasi lembaga semacam PRPTE (Program Rehabilitasi Proyek Tanaman
Ekspor).
7. Rekomendasi Kebijakan Peningkatan Daya Saing Industri Mebel dan Kerajinan Dalam
rangka mendorong pertumbuhan ekonomi yang tinggi
Permasalahan yang dihadapi Industri mebel dan Kerajinan saat ini antara lain: (1)
Keterbatasan teknologi tepat guna, (2) Kurangnya SDM terampil dan terstandar, serta
inovasi produk yang belum maksimal, (3) Kurangnya dukungan pemerintah dalam
pemasaran dan melakukan penetrasi pasar, (4) Belum didukung oleh infrastruktur,
dan (5) Berbagai kebijakan pemerintah tidak mendukung daya saing.
Berdasarkan permasalahan-permasalahan tersebut KEIN memberikan rekomendasi :
a. Menjamin pasokan bahan baku berkualitas dan juga bahan pendukung.
b. Peremajaan Mesin dan Penggunaan Teknologi Tepat Guna.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2016
57
c. Meningkatkan Kompetensi SDM dan Inovasi Produk.
d. Meningkatkan Dukungan Pemerintah di Bidang Pemasaran dan Penetrasi Pasar.
e. Dukungan permodalan dan program bantuan.
f. Membangun infrastruktur dan pelaksanaan kebijakan yang mendukung daya
saing.
8. Rekomendasi Pembentukan Kelembagaan Pendidikan Vokasi
Pendidikan vokasi belum menjadi solusi pengangguran, pendidikan vokasi (kejuruan)
belum mampu mengurangi gap penyediaan ketenagakerjaan yang dibutuhkan
industri, buktinya adalah tingkat pengangguran terbuka dari lulusan pendidikan
vokasi adalah yang tertinggi (9.84%). Data juga menunjukkan bahwa waktu tunggu
bekerja lulusan vokasi/SMK jauh lebih panjang daripada waktu tunggu bekerja
lulusan SMP dan SD. Permasalahan yang terjadi saat ini adalah ketiadaan lembaga
yang mampu mengintegrasikan sektor swasta dan lintas Kementerian/Lembaga untuk
updating kurikulum, sertifikasi, standarisasi dan penyerapan lulusan pendidikan
vokasi. Selain itu permasalahan berikutnya adalah ketiadaan insentif bagi industri
untuk terlibat aktif dalam pendidikan vokasi yang lebih terstruktur dan masif.
KEIN merekomendasikan beberapa kebijakan mengenai hal ini, antara lain :
a. Pembentukan kelembagaan untuk mengintegrasikan Pihak Swasta dan Lintas K/L
dalam partisipasi pendidikan vokasi : penyusunan kurikulum dan penyerapan
lulusan vokasi.
b. Revitalisasi sertifikasi keahlian lulusan SMK dan standarisasi lembaga pendidikan
vokasi.
c. Pemberian insentif fiskal bagi industri.
9. Rekomendasi Bantuan Sosial Non Tunai yang Tepat Sasaran
Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan KEIN, terdapat beberapa tantangan dan
permasalahan dalam menerapkan kebijakan Penyaluran Non Tunai Bantuan Pangan
dan Sosial yang diantaranya adalah :
a. Belum terbentuknya tim pelaksana terintegrasi.
b. Agen penyalur belum siap.
c. Belum ada pesan kunci yang ikut mendukung program.
d. Potensi munculnya konflik sosial akibat perubahan pola penyaluran.
e. Beban potensi kenaikan harga pangan.
f. Suplai bahan pangan belum bisa dipasok penuh oleh potensi lokal.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2016
58
KEIN merekomendasikan penyelesaian masalah, antara lain :
a. Menyempurnakan tim koordinasi raskin yang sudah ada.
b. Menetapkan agen penyalur beserta mekanisme kontrolnya.
c. Segera menentukan nama program dan melakukan sosialisasi ke-44 kota sasaran.
d. Perlu disegerakan pelaksanaan national payment gateway system.
e. Prioritas terhadap produsen lokal untuk suplai bahan pangan.
f. Stabilisasi harga komoditas dalam program (beras dan telur).
g. Perbaikan data raskin dan antisipasi perbedaan perlakuan antar daerah (penerima
raskin dan penerima voucher).
10. Rekomendasi Pengembangan Koperasi dan UKM
Permasalahan utama Koperasi dan UMKM di Indonesia adalah (1) Kompetensi
Sumber Daya Manusia, (2) Pembiayaan: Modal Sendiri dan Pinjaman, (3) Distribusi
dan Pemasaran, (4) Manajemen dan Teknologi, dan (5) Kelembagaan. Berdasarkan
permasalahan – permasalahn tersebut, KEIN memberikan rekomendasi strategi
pemecahan masalah Koperasi dan UMKM sebagai berikut :
a. Membangun kemampuan usaha Koperasi dan UMKM melalui pelatihan, loka
karya dan pendampingan dengan fokus pada: Usaha Kecil dan Usaha Menengah
sejumlah 700.000 unit usaha.
b. Kemitraan berbasis “Mata Rantai Bisnis” antara Usaha Besar dengan Usaha Kecil
dan Usaha Menengah.
c. Pencetakan wirausaha muda baru.
Target Pertama dalam 3 tahun ke depan :
a. Petani Kebun Sawit: 4,5 juta Ha dengan tenaga kerja (anggota keluarga): ± 20
juta orang.
b. 52.106 usaha menengah dalam tiga tahun.
c. Penjaringan dan penyaringan wirausaha muda.
11. Rekomendasi Langkah Strategis Menuju Pertumbuhan Ekonomi 7% yang Berkualitas
Tantangan dalam menuju pertumbuhan ekonomi 7% yang berkualitas diantaranya
adalah :
a. Struktur ekonomi rentan 56,86% di topang konsumsi rumah tangga.
b. Kinerja ekspor belum kuat.
c. Ruang fiskal terbatas.
d. “Inequality” masih tinggi dengan gini ratio sebesar 0,4.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2016
59
e. Sumber pembiayaan pembangunan terbatas.
f. Produktivitas dan daya saing rendah.
KEIN memberikan solusi jangka pendek diantaranya :
a. Mendorong konsumsi dengan menjaga laju inflasi tetap rendah dan menjaga
daya beli kelompok rumah tangga miskin.
b. Mendorong investasi dengan mengoptimalkan Kawasan Ekonomi Khusus dan
Kawasan Industri.
c. Mendorong ekspor dengan cara :
1. Meningkatkan jaringan promosi dan pemasaran ekspor untuk produk
inovatif dan komoditi potensial.
2. Melaksanakan dan memperluas skema pembiayaan bilateral dengan
mengefektifkan kerjasama lembaga pembiayaan ekspor antar negara.
d. Pengendalian impor dengan cara :
1. Mempermudah impor bahan baku untuk industri padat karya atau nilai
tambah tinggi.
2. Meningkatkan non tariff barrier untuk komoditas konsumsi dan memiliki
substitusi.
KEIN juga memberikan solusi jangka panjang diantaranya adalah :
a. Mendorong konsumsi dengan menciptakan lapangan kerja melalui proyek
pemerintah yang bersifat padat karya dan berbasis sumberdaya lokal.
b. Mendorong investasi dengan cara :
1. Mendorong pengembangan e-commerce.
2. Realokasi belanja modal ke luar Jawa .
3. Pemilihan prioritas industri.
4. Perencanaan terintegrasi; menyesuaikan proyek infrastruktur strategis untuk
menjawab kebutuhan industri.
5. Relaksasi fiskal terhadap industri prioritas yang padat karya/bernilai tambah
tinggi berbasis agro, sumberdaya alam dan maritim.
6. Mewajibkan perbankan untuk mengalokasikan minimal 20% dari kreditnya
untuk UKM.
c. Mendorong ekspor dengan cara
1. Peningkatan pengawasan ekspor komoditas tertentu untuk pengamanan
penerimaan devisa dan penerimaan negara yaitu untuk CPO, batu bara, serta
produk SDA lainnya.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2016
60
2. Mendorong ekspor melalui relaksasi perijinan, insentif untuk bahan baku
yang tidak tersedia di dalam negeri dan aktif mencari pasar baru tujuan
ekspor.
3. Mempercepat pelaksanaan multi moda, mengurangi biaya, waktu,
transparansi dan akuntabilitas di pelabuhan, serta optimalisasi peranan dry
port.
d. Pengendalian impor
1. Mengendalikan impor produk-produk yang berpotensi menurunkan daya
saing produk domestik di pasar dalam negeri.
2. Meningkatkan pengawasan peredaran barang impor di pasar lokal sesuai
dengan ketentuan SNI, labelisasi, karantina, dan HAKI.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2016
61
C. ANALISIS CAPAIAN KINERJA DARI WAKTU KE WAKTU
Setelah mengetahui capaian kinerja tahun 2016 berdasarkan perbandingan realisasi dan
target, maka agar kondisi tersebut dapat menjadi “pijakan” kinerja tahun-tahun
mendatang, perlu dilihat atau dibandingkan dengan capaian tahun-tahun sebelumnya.
Pada sub bahasan ini, pola membandingkan capaian kinerja adalah terhadap capaian
tahun lalu, capaian beberapa tahun kebelakang, dan keterkaitan dengan Standar Nasional
unit kerja pendukung (Kedeputian I), serta tindak lanjut hasil Evaluasi Laporan Kinerja
2016 oleh APIP (Aparat Pemeriksa Instansi Pemerintah) Inspektorat Kemenko Bidang
Perekonomian.
Tabel 9 Pengukuran Capaian Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Fiskal dan Moneter Tahun 2014
Sasaran
Strategis
Indikator
Kinerja
Target
Realisasi
%
Program/
Kegiatan
Anggaran
Pagu Realisasi %
Meningkatnya
efektivitas
koordinasi
dan
sinkronisasi
kebijakan
fiskal dan
moneter.
Tersusunnya peraturan yang menunjang pelaksanaan kebijakan fiskal dan moneter.
5
Peraturan
5
Peraturan
100%
Koordinasi
Kebijakan
Bidang
Perekonomian
Rp.
10,5
milyar
Rp.
8.930.633.624
85,05%
Per 31
Desember
2014
Terkendalinya inflasi IHK yang lebih rendah dari inflasi nasional.
50%
56,1%
112,2%
Tercapainya
target
penyaluran
Kredit Usaha
Rakyat tahun
2014.
Rp. 37
Triliun
Rp. 37
Triliun
100%
Sumber : Laporan Realisasi Indikator Kinerja Utama Kedeputian I Tahun 2014.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2016
62
Tabel 10 Capaiam Indikator Kinerja Utama Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Tahun 2015
SS Indikator Kinerja Target 2015
Realisasi s/d
Desember 2015
Kinerja Keterangan
(a) (b) (c) (d) (e)=(d) (f)
Terwujudnya koordinasi dan
sinkronisasi kebijakan di
bidang ekonomi makro dan keuangan.
Presentase rekomendasi kebijakan di
bidang ekonomi makro dan keuangan.
80% 100% 100%
Terwujudnya pengendalian pelaksanaan kebijakan di
bidang ekonomi makro dan keuangan.
Presentase rekomendasi pelaksanaan kebijakan di
bidang ekonomi makro dan keuangan.
80% 100% 100%
Terwujudnya perluasan akses
pembiayaan bagi Usaha Mikro dan
Kecil (UMK).
Tercapainya target penyaluran Kredit
berpenjamin (Kredit Usaha Rakyat/KUR).
Rp. 20 Triliun)
Rp. 22,75 Triliun
113,75%
Catatan : Realisasi Januari - Desember 2015
Tabel 11 Capaiam Indikator Kinerja Utama Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Tahun 2016
SS Indikator Kinerja Target 2016
Realisasi s/d
Desember 2016
Kinerja Keterangan
(a) (b) (c) (d) (e)=(d/c) (f)
Terwujudnya koordinasi dan
sinkronisasi kebijakan di
bidang ekonomi makro dan keuangan.
Presentase rekomendasi kebijakan di
bidang ekonomi makro dan keuangan.
80% 100% 125%
1.
Rekomendasi terhadap penyusunan revisi PP Nomor 18 Tahun 2015 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu (Tax Allowance) - (Paket Kebijakan VII : Mendorong Industri Padat
Karya)
2.
Rekomendasi terhadap penyusunan RPP Perlakuan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Pegawai dari Pemberi Kerja dengan Kriteria Tertentu (Paket Kebijakan VII: Mendorong Industri Padat Karya)
3. Tersusunnya Basis Data Perekonomian (PANDURATA) yang Terbaharui secara Periodik
4. Tersusunnya Model Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi dan Leading Economic Indicator
5. Rekomendasi Kebijakan terkait Pemberdayaan Pasca Sertifikasi Hak Atas Tanah (SHAT)
6.
Surat Menko Perekonomian kepada Menteri Dalam Negeri perihal Permohonan Penerbitan Surat Edaran kepada Pemda Kabupaten/Kota, sebagai dasar pengurangan BPHTB
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2016
63
7.
Peraturan Presiden No.82 tentangStrategi Nasional Keuangan Inklusif. Dokumen Strategi Nasional Keuangan Inklusif dipaparkan dihadapan Queen Maxima dalam kunjungan ke RI pada 30 Agustus 2016 s/d 1 September 2016
8.
Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 9 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat
9.
Tersusunnya Arahan Komite Privatisasi Perusahaan Perseroan (Persero) atas Program Tahunan Privatisasi (PTP) Tahun 2016 melalui Keputusan Komite Privatisasi dalam rapat sirkuler Nomor: Rakor. 29.01.2016 tanggal 29 Januari 2016
10.
Tersusunnya Arahan Komite Privatisasi Perusahaan Perseroan (Persero) atas Privatisasi diluar PTP Tahun 2016 melalui surat Menko Perekonomian selaku Ketua Komite Privatisasi Perusahaan Perseroan (Persero) Nomor: S-178/M.EKON/07/2016 tanggal 15 Juli 2016
Terwujudnya pengendalian pelaksanaan kebijakan di
bidang ekonomi makro dan keuangan.
Presentase rekomendasi pelaksanaan kebijakan di
bidang ekonomi makro dan keuangan.
80% 100% 125%
1. Pengendalian pelaksanaan kebijakan fasilitas Tax Allowance
2. Rekomendasi tentang fasilitas Bea Masuk Ditanggung Pemerintah
3.
Penyelenggaraan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) TPID tahun 2016 dan Penyampaian rekomendasi hasil Rakornas oleh Menko Perekonomian kepada Menteri/Pimpinan lembaga
4. Penyusunan Rekomendasi Penguatan Dasar Hukum Koordinasi Pengendalian Inflasi Nasional
5. Buku Kumpulan Peraturan Terkait Ease of Doing Business (EoDB)
6. Surat Deputi I Kepada Sekretaris Majelis Wali Amanat ICCTF Terkait Tanggapan dan Persetujuan Kegiatan ICCTF
7.
Surat Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi UMKM Nomor S-110/M.EKON/05/2016 tanggal 13 Mei 2016 tentang Penyusunan Pedoman Pelaksanaan KUR Sektoral kepada 11 Menteri dan 2 Kepala Badan
8.
Surat Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi UMKM nomor S-112/M.EKON/05/2016 tanggal 13 Mei 2016 tentang Fokus Penyaluran KUR kepada Gubernur Provinsi Bengkulu, Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Papua Barat; Kementerian Keuangan; Kementerian Koperasi dan UKM; dan 19 Direksi Bank Pelaksana KUR
9. Pemberian Persetujuan PKLN PT PLN
10.
Masukan terhadap Permintaan Paraf Menko Perekonomian pada Rancangan Reraturan Pemerintah (RPP) Penyertaan Modal Negara (PMN) pada BUMN/Institusi dibawah Kementerian Keuangan
Terwujudnya perluasan akses
pembiayaan bagi Usaha Mikro dan
Kecil (UMK).
Tercapainya target penyaluran Kredit
berpenjamin (Kredit Usaha Rakyat/KUR).
Rp. 100 Triliun)
Rp. 95 Triliun
95%
1. Tahun 2016 Pemerintah telah memutuskan penyaluran KUR sebesar Rp. 100 Triliun
2. Kinerja target penyaluran KUR adalah 95%
Catatan : Realisasi Januari - Desember 2016
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2016
64
Dari sisi anggaran capaian realisasi anggaran Tahun 2016 sedikit lebih rendah dari target
yang ditetapkan, yaitu sebesar 85,06% dari target sebesar 93%. Hal ini disebabkan karena
adanya tambahan anggaran pada program koordinasi dan sinkronisasi kebijakan bidang
perekonomian, dengan sasaran program yang ingin dicapai dalam rangka menunjang
keberhasilan Kabinet Kerja untuk menentukan Kebijakan Ekonomi dan Industri Nasional
(KEIN). Latar belakang pembentukan KEIN adalah Pasal 1 Peraturan Presiden (Perpres)
Nomor 8 Tahun 2016 tentang Komite Ekonomi dan Industri Nasional mengamanatkan
untuk membentuk Komite Ekonomi dan Industri Nasional yang berada di bawah dan
bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Kebijakan yang dihasilkan KEIN akan
dilaporkan secara eksklusif kepada Presiden sehingga dalam pelaporan kinerjanya akan
dibuat terpisah dari LAKIP ini, meskipun secara anggaran menjadi salah satu output
dalam kegiatan/unit kerja Eselon II, Asisten Deputi Kebijakan Fiskal.
Tugas anggota KEIN meliputi : pengkajian terhadap permasalahan ekonomi dan industri
nasional, regional, dan global; menyampaikan saran tindak strategis dalam menentukan
kebijakan ekonomi dan industri nasional kepada presiden; dan melaksanakan tugas lain
dalam lingkup ekonomi dan industri yang diberikan Presiden. Dalam melaksanakan
tugasnya, KEIN berkoordinasi dengan Kementerian/Lembaga terkait dan untuk membantu
pelaksanaan tugas KEIN, dibentuk kelompok-kelompok kerja (Pokja)yang terdiri dari 17
(tujuh belas) Pokja serta keanggotaan dan tata kerjanya ditetapkan oleh Ketua KEIN.
Adapun target rekomendasi yang ditetapkan dalam Rencana Kerja (Renja 2017) Deputi
Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan adalah menghasilkan 20 (duapuluh)
rekomendasi program yang diperkirakan memberikan dampak luas pada stakeholder,
yaitu 10 (sepuluh) rekomendasi dalam mencapai sasaran : Terwujudnya Koordinasi dan
Sinkronisasi Kebijakan di Bidang Ekonomi Makro Keuangan; dan 10 (sepuluh)
rekomendasi untuk : Terwujudnya Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan di Bidang
Ekonomi Makro dan Keuangan. Selain menghasilkan rekomendasi (output) bagi Eselon I
sebagaimana tersebut diatas, terdapat juga 3 (tiga) output kegiatan unit kerja Eselon II
yang menjadi nilai tambahan dalam capaian kinerja organisasi Deputi Bidang Koordinasi
Ekonomi Makro dan Keuangan. Meskipun fluktuasi beban kerja yang cenderung
mengalami peningkatan signifikan, namun belum seimbang dengan sumberdaya manusia
yang ada.
Disatu sisi capaian sasaran strategis ke-3 (tiga) bagi : Terwujudnya Perluasan Akses
Pembiayaan bagi Usaha Mikro dan Kecil (UMK), dapat dilaksanakan mendekati target
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2016
65
yang telah ditetapkan. Penyaluran kredit berpenjamin KUR mencapai target yang
direncanakan sehingga memberikan dampak luas bagi masyarakat, baik berupa
meningkatnya modal kerja maupun perluasan kesempatan kerja. Dari Rp.100 Triliun
yang ditetapkan pada awal tahun, realisasi penyaluran KUR sampai akhir tahun
diestimasikan sebesar Rp.95,- Triliun (95%), hal ini merupakan prestasi tersendiri bagi
unit organisasi Deputi Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan mengingat KUR sebagai
salah satu Program Nasional sebagaimana yang diamanatkan dalam visi presiden dan
wakil presiden “Nawa Cita” yang sesuai dengan fungsi Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian yaitu lebih fokus memastikan terwujudnya pelaksanaan agenda prioritas 3
“membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa
dalam kerangka Negara Kesatuan”, agenda prioritas 6 “meningkatkan produktivitas
rakyat dan daya saing di pasar internasional”, dan agenda prioritas 7 “mewujudkan
kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik”.
D. REALISASI ANGGARAN
Pagu awal anggaran Tahun 2016 Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan
Keuangan adalah sebesar Rp.12.300.000.000,- namun kemudian terjadi pemotongan dan
penghematan anggaran sehingga pagu anggaran 2016 menjadi hanya sebesar
Rp.7.547.647.000,-. Dengan realisasi pada akhir tahun sebesar Rp.7.325.208.984,- atau
97,05%, maka penyerapan aktual lebih tinggi dari yang ditargetkan sebesar 93%,
sehingga Selisih Lebih Antar Perhitungan Anggaran (SILPA) hanya sebesar
Rp.222.438.016,- atau 2,95%.
Sedangkan pagu awal anggaran Tahun 2016 Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro
dan Keuangan dengan memperhitungkan tambahan anggaran KEIN adalah sebesar
Rp.49.322.000.000,- dan pagu setelah pemotongan dan penghematan anggaran menjadi
sebesar Rp.39.422.000.000,-. Adapun realisasi akhir tahun dengan memperhitungkan
penyerapan anggaran KEIN menjadi sebesar Rp.33.533.870.544,- atau 85,06%. Dengan
SILPA sebesar Rp.5.888.129.456,- atau 14,94%.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2016
66
Tabel 12 Realisasi Anggaran Per Kegiatan Tahun Anggaran 2016
No. Kegiatan Pagu Realisasi
Anggaran %
1 Kebijakan Bidang Fiskal 33.203.693.000,- 27.456.680.751,- 82,69%
2 Kebijakan Bidang Moneter Neraca Pembayaran
1.811.570.000,-
1.784.819.266,-
98,52%
3
Kebijakan Bidang
Pengembangan Ekonomi
Daerah dan Sektor Riil
1.092.252.000,-
1.034.134.713,-
94,68%
4 Kebijakan Bidang Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
2.161.182.000,-
2.141.422.957,-
99,09%
5 Kebijakan Bidang Badan Usaha Milik Negara
1.153.303.000,-
1.116.812.857,-
96,84%
Total Realisasi
39.422.000.000,- 33.533.870.544,- 85,06%
Bila dibandingkan dengan realisasi anggaran tahun 2015 maka terjadi kenaikan yang
signifikan dalam realisasi anggaran tahun 2016 pada unit organisasi Bidang Koordinasi
Ekonomi Makro dan Keuangan dengan memperhitungkan anggaran KEIN. Selain
kemampuan unit-unit eselon II memaksimalkan kegiatan-kegiatan dan programnya,
faktor yang mempengaruhi peningkatan realisasi itu disebabkan oleh kebijakan
Pemerintah Pusat untuk melakukan penghematan dan pemotongan anggaran tahun
2016. Penyerapan anggaran tahun 2016 mencapai Rp.33.533.870.544,- (85,06%)
dari pagu anggaran sebesar Rp.39.422.000.000,- dibandingkan dengan realisasi
anggaran tahun 2015 sebesar Rp.9.504.961.000 (76,04%) dari total pagu anggaran
sebesar Rp.12.300.000.000,-.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2016
67
Realisasi Anggaran Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Tahun 2016
dalam kerangka biaya per sasaran yang dicapai ditunjukkan dalam tabel 14 sebagai
berikut :
Tabel 13 Realisasi Anggaran untuk Mencapai Sasaran (cost per outcome)
Sasaran Program
Jenis Kegiatan
Sasaran Kegiatan
Pagu
Realisasi
%
Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi di bidang ekonomi makro dan keuangan Terwujudnya pengendalian pelaksanaan kebijakan di bidang ekonomi makro dan keuangan Terwujudnya perluasan akses pembiayaan bagi UMKM
Rekomendasi hasil koordinasi, sinkronisasi dan sosialisasi
Terwujudnya rekomendasi kebijakan yang terkait dengan bidang ekonomi makro dan keuangan
35.438.463.000,-
29.670.418.101,-
83,72%
Rekomendasi Pengendalian Kebijakan
Terwujudnya rekomendasi pengendalian pelaksanaan terkait dengan bidang ekonomi makro dan keuangan
3.060.322.000,-
2.954.617.569,-
96,55%
Rekomendasi hasil telaahan/ kajian
Terwujudnya rekomendasi pengendalian kebijakan yang terkait dengan bidang ekonomi makro dan keuangan
762.703.000,-
754.393.606,-
98,91%
Layanan dukungan admnistrasi kegiatan dan tata kelola
Terwujudnya layanan dukungan administrasi kegiatan dan tata kelola terkait dengan bidang ekonomi makro dan keuangan
160.512.000,-
156.731.268,-
97,64%
Untuk melaksanakan tugas dan fungsi tersebut di atas, unit organisasi Deputi Bidang
Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan didukung oleh 32 (tiga puluh dua) Pegawai Negeri
Sipil (PNS) yang terdiri dari : satu pejabat eselon I, empat pejabat eselon II, sepuluh pejabat
eselon III, tujuh pejabat eselon IV, dan sepuluh pelaksana. Meskipun belum seluruh bagan
organisasi terisi dengan pegawai organik, sumberdaya yang ada berupaya memenuhi
pelaksanaan tugas dan fungsi organisasi dengan optimal.
Dengan keterbatasan dukungan sumberdaya, peralatan dan ruang yang ada, unit organisasi
juga berupaya memaksimalkan penggunaannya. Meskipun terdapat keterbatasan ruang,
kegiatan rapat dan pembahasan koordinasi, sinkronisasi, maupun pengendalian kebijakan
diutamakan dilakukan di dalam Lingkungan Kantor Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian, adapun rapat-rapat di luar kantor dilakukan apabila ruang dan tempat rapat
yang tersedia sudah benar-benar tidak memungkinkan lagi (penuh terpakai oleh jadwal rapat
unit kerja lainnya).
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2016
68
BAB IV
PENUTUP
Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) adalah instrumen yang
digunakan dalam penyusunan Laporan Kinerja unit-unit kerja di Kementerian Koordinator
Bidang Perekonomian dalam rangka memenuhi kewajiban mempertanggungjawabkan
keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan visi dan misi organisasi yang terdiri dari berbagai
komponen yang merupakan satu kesatuan, yaitu perencanaan stratejik, perencanaan kinerja,
pengukuran kinerja, dan pelaporan kinerja.
Laporan kinerja Deputi Bidang Kordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan merupakan
dokumen yang berisi gambaran perwujudan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP)
yang disusun dan disampaikan secara sistematik, sesuai dengan Peraturan Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 12 tahun 2015, tentang Pedoman Evaluasi atas
Implementasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Laporan Kinerja ini
merupakan laporan pertanggungjawaban kegiatan utama Kedeputian I yang dibuat untuk
menjadi bahan evaluasi dalam rangka perbaikan, penyempurnaan dan peningkatan kinerja
yang lebih baik, terukur, dan terarah.
Pertumbuhan ekonomi sebagai indikator ekonomi makro tahun 2016 tumbuh sebesar
5,04 persen. Hal tersebut didorong kuat oleh konsumsi rumah tangga, dan diikuti dengan
kenaikan jumlah investasi yang mulai meningkat. Pertumbuhan ini jauh lebih besar diatas
rata-rata pertumbuhan ekonomi dunia dan negara-negara berkembang. Selain itu,
pertumbuhan ekonomi di Indonesia mampu menurunkan tingkat ketimpangan, kemisikinan,
dan juga pengangguran di Indonesia. Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi tersebut, tingkat
inflasi di Indonesia tetap dapat dijaga pada level 3,02 persen (year of year) pada tahun
kalender 2016, dan hal ini masih dibawa asumsi makro APBNP 2016 sebesar 4,0 persen.
Pengendalian inflasi tersebut didukung oleh penguatan koordinasi antara Pemerintah Pusat,
Bank Indonesia, serta Pemerintah Daerah.
Capaian kinerja Deputi I pada tahun 2016 menunjukkan hasil yang baik, terhadap
target yang telah ditetapkan pada awal tahun. Hal itu ditunjukkan dengan capaian indikator
Sasaran Strategis 1 : Terwujudnya Koordinasi dan Sinkronisasi Kebijakan di Bidang Ekonomi
Makro dan Keuangan mencapai 125%; Sasaran Strategis 2 : Terwujudnya Pengendalian
Pelaksanaan Kebijakan di Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan yang mencapai 125%.
Namun demikian, suatu prestasi yang sangat baik dicapai dalam indikator Sasaran Strategis 3 :
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2016
69
Terwujudnya Perluasan Akses Pembiayaan bagi Usaha Mikro dan Kecil (UMK) yang mencapai
95% dari target yang ditetapkan. Masih banyak tantangan yang harus diwujudkan dimasa
mendatang yang harus segera disikapi dengan bentuk kerja nyata yang positif dan transparan.
Akhirnya dengan disusunnya Laporan Kinerja ini, diharapkan dapat memberikan
informasi yang tranparan kepada pimpinan dan seluruh pihak yang terkait dengan tugas dan
fungsi serta kegiatan utama Kedeputian I, sehingga dapat menjadi umpan balik terhadap
peningkatan kinerja keasdepan dan kedeputian khususnya, serta berdampak signifikan
terhadap peningkatan kinerja Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian sehingga dapat
digunakan sebagai bahan dalam merumuskan kebijakan pada masa yang akan datang.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2016
70
LAMPIRAN
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2016
71
Indikator Kinerja Sasaran Kegiatan
Indikator Kinerja Sasaran Kegiatan Target
Unit Organisasi
Pelaksana
2015 2016 2017 2018 2019
KEGIATAN-KEGIATAN
Koordinasi Kebijakan Bidang Fiskal Asdep Fiskal
1 Sasaran Kegiatan
Terwujudnya rekomendasi kebijakan yang
terkait dengan bidang fiskal
Indikator
Persentase rekomendasi kebijakan yang
terkait dengan bidang fiskal yang
ditindaklanjuti
85 80 100 100 100
2 Sasaran Kegiatan
Terwujudnya rekomendasi pengendalian
pelaksanaan kebijakan yang terkait
dengan bidang fiskal
Indikator
Persentase hasil rekomendasi
pengendalian pelaksanaan kebijakan di
bidang fiskal yang ditindaklanjuti
80 80 100 100 100
3 Sasaran Kegiatan
Terwujudnya dukungan administrasi
kegiatan dan tata kelola di lingkungan
Deputi I
Indikator
Persentase hasil dukungan administrasi
kegiatan dan tata kelola di lingkungan
Deputi I
1
Lap
1
Lap
1
Lap
1
Lap
1
Lap
Koordinasi Kebijakan Bidang Moneter dan
Neraca Pembayaran
Asdep Moneter dan
Neraca Pembayaran
1 Sasaran Kegiatan
Terwujudnya rekomendasi kebijakan yang
terkait dengan bidang Moneter dan Neraca
Pembayaran
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2016
72
Indikator
Persentase rekomendasi kebijakan yang
terkait dengan bidang Moneter dan Neraca
Pembayaran yang ditindaklanjuti
85 80 100 100 100
2 Sasaran Kegiatan
Terwujudnya rekomendasi pengendalian
pelaksanaan kebijakan yang terkait
dengan bidang moneter (inflasi)
Indikator
Persentase hasil rekomendasi
pengendalian pelaksanaan kebijakan yang
terkait dengan bidang Moneter (inflasi)
yang ditindaklanjuti
80 80 100 100 100
3 Sasaran Kegiatan
Terwujudnya rekomendasi pengendalian
pelaksanaan kebijakan yang terkait
dengan Kebijakan Remitansi, Pembiayaan
dan Asuransi TKI
Indikator
Persentase hasil rekomendasi
pengendalian pelaksanaan kebijakan yang
terkait dengan Kebijakan Remitansi,
Pembiayaan dan Asuransi TKI yang
ditindaklanjuti
80 80 100 100 100
Koordinasi Kebijakan Bidang Pengembangan
Ekonomi Daerah dan Sektor Riil
Asdep Pengembangan
Ekonomi Daerah dan
Sektor Riil
1 Sasaran Kegiatan
Terwujudnya rekomendasi kebijakan yang
terkait dengan bidang Ekonomi Daerah
dan Sektor Riil
Indikator
Persentase rekomendasi kebijakan yang
terkait dengan bidang Ekonomi Daerah
dan Sektor Riil yang ditindaklanjuti
90 80 100 100 100
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2016
73
2 Sasaran Kegiatan
Terwujudnya rekomendasi pengendalian
pelaksanaan kebijakan yang terkait
dengan Pengembangan Ekonomi Daerah
Indikator
Persentase hasil rekomendasi
pengendalian pelaksanaan kebijakan
dengan pengembangan ekonomi daerah
yang ditindaklanjuti
80 80 100 100 100
Koordinasi Kebijakan Bidang Pasar Modal dan
Lembaga Keuangan
Asdep Pasar Modal
dan Lembaga
Keuangan
1 Sasaran Kegiatan
Terwujudnya rekomendasi kebijakan yang
terkait dengan bidang PMLK
Indikator
Persentase rekomendasi kebijakan yang
terkait dengan bidang PMLK yang
ditindaklanjuti
85 80 100 100 100
2 Sasaran Kegiatan
Terwujudnya rekomendasi pengendalian
pelaksanaan kebijakan yang terkait
dengan bidang PMLK
Indikator
Persentase hasil rekomendasi
pengendalian pelaksanaan kebijakan di
bidang PMLK yang ditindaklanjuti
75 80 100 100 100
3 Sasaran Kegiatan
Terwujudnya rekomendasi kebijakan
Pembiayaan Usaha Mikro dan kecil
Indikator
Persentase hasil rekomendasi kebijakan
kebijakan KUR Mikro
80 80 100 100 100
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2016
74
Koordinasi Kebijakan Bidang Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) Asdep BUMN
1 Sasaran Kegiatan
Terwujudnya rekomendasi kebijakan yang
terkait dengan bidang BUMN
Indikator
Persentase rekomendasi kebijakan yang
terkait dengan bidang BUMN yang
ditindaklanjuti
85 80 100 100 100
2 Sasaran Kegiatan
Terwujudnya rekomendasi pengendalian
pelaksanaan kebijakan yang terkait
dengan bidang BUMN
Indikator
Persentase hasil rekomendasi
pengendalian pelaksanaan kebijakan di
bidang BUMN yang ditindaklanjuti
75 80 100 100 100
Sumber : Renstra Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
QU
ICK
WIN
20
16
DE
PU
TI B
IDA
NG
KO
OR
DIN
AS
I EK
ON
OM
I MA
KR
O D
AN
KE
UA
NG
AN
Qu
ick W
in
: P
erc
ep
ata
n P
en
ya
lura
n K
red
it Usah
a R
akya
t (KU
R)
Pe
na
ngg
un
gJa
wab
:
De
puti B
idan
g K
oo
rdin
asi E
kon
om
i Ma
kro
dan
Keu
an
ga
n
An
gg
ara
n
: R
p 1
.000
.000
.000
(Sa
tu M
iliar R
up
iah
)
Krite
ria k
ebe
rha
sila
n :
1. J
um
lah p
lafo
n K
UR
yan
g d
isa
lurk
an
2. T
ing
kat k
red
it be
rma
sa
lah
(NP
L)
3. J
um
lah d
eb
itur y
an
g m
ene
rima
Tah
ap
Pers
iap
an
T
ah
ap
Imp
lem
en
tasi
Men
gu
ku
r (P
red
iksi)
Dam
pak
Peru
bah
an
A
ktiv
itas
T
arg
et
Realis
asi
Cara
M
en
gh
itun
g
Aktiv
itas
T
arg
et
Realis
asi
Cara
M
en
gh
itun
g
K
oord
inasi a
lokasi
pla
fon p
enyalu
ran
KU
R d
an k
riteria
calo
n d
ebitu
r KU
R
4 k
ali
kegia
tan
koord
inasi-
sin
kro
nis
asi
4 k
ali R
apat
Koord
inasi
Tin
gkat M
ente
ri 1) 2
8/1
/2016
Rakor K
UR
2) 1
1/2
/2016
Rakor K
UR
3) 1
5/4
/2016
Rapat
mekanis
me
pla
fon K
UR
4) 2
4/6
/2016
Rakor K
UR
Pela
ksanaan
dib
andin
g ta
rget
(dis
erta
i dengan
rekom
endasi
hasil tia
p
kegia
tan
ters
ebut)
P
engendalia
n
pela
ksanaan
Perm
enko 1
3
Tahun 2
015
tenta
ng
Pedom
an
Pela
ksanaan
KU
R
P
engendalia
n
pela
ksanaan
Perm
enko 9
T
ahun 2
016
tenta
ng
Pedom
an
Pela
ksanaan
KU
R
3 k
ali
monito
ring-
pengendalia
n
1 k
ali
(monito
ring
pela
ksanaan
KU
R d
i S
ura
karta
)
Pela
ksanaan
dib
andin
g ta
rget
(dis
erta
i dengan
rekom
endasi h
asil
tiap k
egia
tan
ters
ebut)
Penyalu
ran
pla
fon K
UR
2016 s
eb
esar
Rp 1
00 triliu
n
akan te
rcapai
100%
.
Jum
lah
debitu
r KU
R
menin
gkat.
Cakupan
sekto
r debitu
r K
UR
m
enin
gkat.
Jum
lah b
ank
dan L
KB
B
penyalu
r KU
R
sem
akin
m
enin
gkat.
Info
rmasi b
agi
calo
n d
ebitu
r K
UR
sem
akin
Koord
inasi d
an
sin
kro
nis
asi
akom
odasi e
ks.
Kre
dit P
rogra
m
5 k
ali
kegia
tan
koord
inasi-
sin
kro
nis
asi/
4 k
ali R
apat
Koord
inasi
Teknis
1) 1
1/1
/2016
Pela
ksanaan
dib
andin
g ta
rget
(dis
erta
i dengan
rekom
endasi
Sosia
lisasi
Pro
gra
m K
UR
2016 d
engan
pela
ksanaan
1 k
ali
so
sia
lisasi
6 k
ali s
osia
lisasi
1) 1
1/2
/2016 d
i B
andung
2) 1
8/2
/2016 d
i
Pela
ksanaan
dib
andin
g ta
rget
(dis
erta
i dengan
rekom
endasi h
asil
kedala
m K
UR
3 k
ali
monito
ring-
pengendalia
n
Rapat
penggabu
ng
an K
KP
E
dlm
KU
R
2) 2
6/1
/2016
Rapat K
UR
sekto
ral e
ks
KK
PE
3) 2
3/3
/2016
Rapat p
lafo
n
KU
R e
ks
KK
PE
4) 2
1/6
/2016
Rapat K
UR
eks K
KP
E
hasil tia
p
kegia
tan
ters
ebut)
custo
mer
gath
erin
g
Sem
ara
ng
3) 3
/3/2
016 d
i S
ura
baya
4) 1
7/3
/2016 d
i M
edan
5) 2
3/3
/2016 d
i M
akassar
6) 2
9/3
/2016 d
i B
ali
tiap k
egia
tan
ters
ebut)
lengkap
dengan
pengem
banga
n S
IKP
on
line.
Koord
inasi d
an
sin
kro
nis
asi u
ntu
k
mem
berik
an
kesem
pata
n b
agi
Bank d
an/a
tau
Lem
baga
Keuangan B
ukan
Bank (L
KB
B),
dan k
opera
si
untu
k m
enja
di
penyalu
r KU
R
3 k
ali
kegia
tan
koord
inasi/
sin
kro
nis
asi/
2 k
ali
monito
ring-
pengendalia
n
5 k
ali R
apat
Koord
inasi
Teknis
1) 3
/2/2
016
Rapat
pem
bahasa
n p
enyalu
r K
UR
2) 2
2/2
/2016
Rapat
keik
uts
erta
an k
opera
si
dlm
KU
R
3) 1
5/3
/2016
Rapat
kepeserta
an
kopera
si d
lm
KU
R
4) 2
9/4
/2016
Rapat
kerja
sam
a
Bank,B
PR
,Kopera
si
5) 2
8/6
/2016
Rapat
kepeserta
an
kopera
si
Pela
ksanaan
dib
andin
g ta
rget
(dis
erta
i dengan
rekom
endasi
hasil tia
p
kegia
tan
ters
ebut)
7 b
ank p
enyalu
r
Bank B
RI
Bank M
andiri
Bank B
NI
Bank N
TT
Bank
Sin
arm
as
Bank
Maybank
Pela
ksanaan
dib
andin
g ta
rget
(dis
erta
i dengan
rekom
endasi h
asil
tiap k
egia
tan
ters
ebut)
Koord
inasi
penyia
pan S
iste
m
Info
rmasi K
redit
pro
gra
m (S
IKP
)
2 k
ali
kegia
tan
koord
inasi/
sin
kro
nis
asi/
4 k
ali
Pela
ksanaan
Kegia
tan
1) 1
9/1
/2016
Pela
ksanaan
dib
andin
g ta
rget
(dis
erta
i dengan
rekom
endasi
Work
shop S
IKP
1 k
ali K
ajia
n/
tela
ahan/F
GD
6 k
ali w
ork
shop
1) 1
1/2
/2016 d
i B
andung
2) 1
8/2
/2016 d
i
Pela
ksanaan
dib
andin
g ta
rget
(dis
erta
i dengan
rekom
endasi h
asil
2 k
ali
monito
ring-
pengendalia
n
Rapat te
knis
S
IKP
2) 2
1/1
/2016
FG
D
Launchin
g
SIK
P
3) 2
7/4
/2016
Rapat S
IKP
4) 4
/5/2
016
Rapat
inte
gra
si
SIK
P
hasil tia
p
kegia
tan
ters
ebut)
Sem
ara
ng
3) 3
/3/2
016 d
i S
ura
baya
4) 1
7/3
/2016 d
i M
edan
5) 2
3/3
/2016 d
i M
akassar
6) 2
9/3
/2016 d
i B
ali
tiap k
egia
tan
ters
ebut)
De
sk
ripsi/N
ara
si L
ap
ora
n C
ap
aia
n Q
uic
k W
in:
Kre
dit U
sa
ha
Ra
kya
t (KU
R) d
en
ga
n s
ke
ma s
ub
sid
i bun
ga
tela
h d
isa
lurk
an
se
jak 1
4 A
gu
stu
s 2
015 d
en
ga
n s
uku b
ung
a 1
2%
. Se
jak ta
hu
n
201
6, K
UR
dis
alu
rka
n o
leh
7 b
ank p
en
ya
lur d
eng
an
su
ku
bu
ng
a 9
%. P
en
ya
lura
n K
UR
ters
eb
ut d
en
ga
n P
era
tura
n M
en
teri K
oo
rdin
ato
r
Bid
an
g P
ere
ko
no
mia
n N
om
or 8
tah
un
201
5 s
eb
ag
aim
an
a d
iuba
h m
en
jad
i Pe
ratu
ran M
en
teri K
oo
rdin
ato
r Bid
an
g P
ere
kon
om
ian N
om
or 1
3
tahu
n 2
015
tenta
ng
pedo
ma
n p
ela
ksa
na
an
KU
R. S
esu
ai d
eng
an
ara
ha
n P
resid
en
da
lam
Ra
pa
t kab
inet te
rba
tas ta
ng
ga
l 5 O
kto
be
r 20
15
,
targ
et p
enya
lura
n K
UR
tah
un
201
6 a
da
lah
seb
esa
r Rp
10
0-1
20
Triliu
n. D
ala
m ra
ngka
men
du
kun
g te
rcap
ain
ya
targ
et p
en
ya
lura
n K
UR
,
pe
me
rinta
h m
en
ga
loka
sik
an
dan
a s
ub
sid
i bun
ga
se
be
sa
r Rp
10
,5 T
riliun
.
Be
rda
sa
rka
n R
apa
t K
oo
rdin
asi
Ko
mite
K
eb
ijakan
K
UR
ta
ng
ga
l 28
D
ese
mbe
r 20
15
, p
ad
a ta
hun
20
16
d
ibu
ka
kese
mpa
tan
b
ag
i B
an
k
dan
/ata
u L
em
ba
ga
Ke
ua
ng
an
Bu
ka
n B
an
k u
ntu
k m
en
jad
i pe
nya
lur K
UR
de
ng
an
pe
rsya
rata
n y
ang
dia
tur d
ala
m P
erm
enko
8 T
ah
un
201
5
jo.
13
T
ahu
n 20
15
te
nta
ng
P
ed
om
an
P
ela
ksana
an
K
UR
ya
itu le
mb
ag
a ke
ua
ng
an
te
rseb
ut
ha
rus m
en
da
pa
tka
n re
ko
me
nd
asi
tingka
t
ke
seh
ata
n
da
ri O
JK
, m
em
iliki
on
line
sis
tem
de
ng
an
S
iste
m
Info
rma
si
Kre
dit
Pro
gra
m
(SIK
P),
dan
m
em
iliki
on
line
sis
tem
de
ng
an
Pe
rusa
ha
an
P
en
jam
in.
Be
rda
sa
rkan
pe
rsya
rata
n
ters
ebu
t, O
JK
te
lah
m
ere
ko
men
da
sik
an
23
b
an
k
(um
um
, sya
riah
, d
an
B
PD
), 4
pe
rusa
ha
an
pe
mb
iayaa
n, 1
PT
. PN
M (P
ers
ero
), da
n 1
1 B
an
k k
husu
s s
eba
ga
i pe
nya
lur K
UR
di s
ekto
r eks. K
KP
E (s
ekto
r eko
no
mi 1
da
n 2
).
Le
mba
ga
ke
ua
ng
an
ya
ng
tela
h m
end
ap
atk
an
rekom
en
da
si O
JK
ters
eb
ut, 2
5 d
ianta
ran
ya
tela
h lo
los p
rose
s o
nlin
e s
iste
m d
en
ga
n S
IKP
dan
15
ban
k te
lah
me
laku
ka
n P
erja
njia
n K
erja
sa
ma
Pe
mb
iayaa
n d
en
gan
Ku
asa
Pe
ng
gu
na
Ang
ga
ran
. Se
hin
gg
a s
am
pa
i den
ga
n J
uli 2
016
,
Pe
nya
lur y
an
g te
lah
dap
at m
en
ya
lurk
an
KU
R a
da
lah
15
lem
ba
ga
ke
ua
ng
an
(me
nin
gka
t 200
% d
ari ju
mla
h p
enya
lur K
UR
sa
mpa
i den
ga
n
31
De
se
mb
er 2
01
5).
Pe
nin
gka
tan
jum
lah p
en
ya
lur te
rseb
ut ju
ga
diik
uti d
en
ga
n tre
n p
ositif d
ala
m p
en
ya
lura
n K
UR
kep
ad
a m
asya
raka
t. Sa
mpa
i de
ng
an
30
No
ve
mbe
r 201
6, K
UR
ya
ng
be
rha
sil d
isa
lurk
an
se
be
sa
r Rp
87
,7 T
riliun
kep
ad
a 4
juta
de
bitu
r. Jik
a d
iliha
t da
ri se
ba
ran
pen
ya
lura
n K
UR
be
rda
sa
rka
n s
ke
man
ya
, KU
R M
ikro
me
milik
i penya
lura
n te
rting
gi y
aitu
seb
esa
r Rp
61
Triliu
n k
epa
da
3,8
juta
de
bitu
r (69
% p
en
ya
lura
n),
diik
uti d
eng
an
KU
R R
itel s
eb
esa
r Rp
26,5
Triliu
n k
ep
ad
a 1
88
ribu
de
bitu
r (30
% p
en
ya
lura
n), d
an
KU
R P
ene
mpa
tan
TK
I se
be
sa
r Rp
154
milia
r (1%
pe
nya
lura
n). D
eng
an
rata
– ra
ta p
en
ya
lura
n K
UR
seb
esa
r Rp 8
Triliu
n p
er b
ula
n d
an
deb
itur s
eba
nya
k 4
00
ribu
de
bitu
r pe
r
bu
lan
, ma
ka d
ipe
rkira
kan
tota
l pe
nya
lura
n K
UR
sam
pa
i de
nga
n 3
1 D
ese
mb
er 2
016
seb
esa
r Rp 9
5 triliu
n k
ep
ad
a 4
,4 ju
ta d
eb
itur.
Se
jak ta
hu
n 2
015
, SIK
P te
lah d
apa
t me
nja
di a
lat b
antu
pe
mb
aya
ran
su
bsid
i bun
ga
KU
R d
an b
erh
asil m
em
ba
ya
r Rp 3
9 m
iliar ta
gih
an
su
bsid
i bun
ga
tah
un
201
5. S
am
pa
i den
ga
n N
ovem
be
r 201
6, ta
gih
an
sub
sid
i bu
ng
a y
an
g te
lah
terb
aya
r ad
ala
h s
eb
esa
r Rp
2,2
triliun
. Pada
tahu
n 2
01
6, fu
ng
si S
IKP
dik
em
ba
ng
ka
n m
en
jad
i ala
t mon
itorin
g d
an
eva
lua
si p
rog
ram
KU
R y
aitu
me
lalu
i mo
du
l pe
ng
un
gg
ah
an
da
ta c
alo
n
deb
itur K
UR
pe
r pro
vin
si o
leh
ma
sin
g –
ma
sin
g P
em
erin
tah D
ae
rah. P
eng
em
ban
ga
n fu
ngsi in
i dih
ara
pkan
ma
mp
u m
en
go
ptim
alk
an
kin
erja
Pro
gra
m K
UR
tahu
n 2
016
. Sa
at in
i tela
h d
idis
tribu
sik
an
use
rna
me
dan
pa
ssw
ord
kep
ad
a 2
11
Pem
erin
tah
Da
era
h y
an
g k
em
ud
ian
dap
at
dig
un
akan
un
tuk m
en
gu
ng
ga
h d
ata
ca
lon
deb
itur K
UR
da
ri UM
KM
bin
aa
nn
ya
se
rta m
ela
ku
ka
n m
onito
ring
pe
laksa
na
an
KU
R.
aporanLDeputi Keuangan dan Makro konomiE Koordinasi idangB
6102 hunaT Kinerja