laporan

27
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saliva merupakan cairan rongga mulut yang kompleks serta tidak berwarna yang disekresikan oleh glandula salivarius mayor dan minor. Saliva mempunyai beberapa fungsi yang diantaranya sebagai antimikrobial, buffering, pencernaan, lubrikasi, dan lain sebagainya. Sekresi saliva ada yang distimulasi ada juga yang tidak distimulasi. Sekresi saliva yang distimulasi dipengaruhi oleh banyak hal. Kondisi tubuh, proses pengunyahan, jenis makanan merupakan beberapa faktor penyebabnya. Hal tersebut tentunya juga kan berdampak pada pH serta laju sekresi saliva. Oleh karena itu, mengetahui pH serta laju alir saliva dari berbagai kondisi sangatlah penting. Seorang tenaga medis seperti dokter gigi perlu untuk memperhatikan hal-hal yang sering dianggap sepele oleh orang awam sebab salivapun juga mampu membantu seorang dokter gigi dalam menegakkan diagnosis. Selain itu, saliva mempunyai banyak kandungan yang akan mendukung fungsinya dalam kehidupan sehari-hari. Komposisi yang dimiliki saliva

Upload: alv-vhya-neystha

Post on 27-Sep-2015

8 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

berbagi ilmu itu indah

TRANSCRIPT

9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Saliva merupakan cairan rongga mulut yang kompleks serta tidak berwarna yang disekresikan oleh glandula salivarius mayor dan minor. Saliva mempunyai beberapa fungsi yang diantaranya sebagai antimikrobial, buffering, pencernaan, lubrikasi, dan lain sebagainya. Sekresi saliva ada yang distimulasi ada juga yang tidak distimulasi. Sekresi saliva yang distimulasi dipengaruhi oleh banyak hal. Kondisi tubuh, proses pengunyahan, jenis makanan merupakan beberapa faktor penyebabnya. Hal tersebut tentunya juga kan berdampak pada pH serta laju sekresi saliva. Oleh karena itu, mengetahui pH serta laju alir saliva dari berbagai kondisi sangatlah penting. Seorang tenaga medis seperti dokter gigi perlu untuk memperhatikan hal-hal yang sering dianggap sepele oleh orang awam sebab salivapun juga mampu membantu seorang dokter gigi dalam menegakkan diagnosis.

Selain itu, saliva mempunyai banyak kandungan yang akan mendukung fungsinya dalam kehidupan sehari-hari. Komposisi yang dimiliki saliva terdiri dari air, zat organik, zat anorganik, serta garam. Setiap komposisi dari saliva mempunyai peranan penting tersendiri, contohnya amilase yang dihasilkan glandula parotis berfungsi untuk membantu pencernaan serta antibakterial. Dokter gigi juga harus memahami dengan baik komposisi saliva dan fungsi yang terkait. Pemahaman yang baik mengenai komposisi dan fungsi saliva juga dapat membantu menegakkan diagnosis. Oleh sebab itu, saliva juga dapat berfungsi sebagai biomarker karena kandungan beberapa sitokin didalamnya. Memahami secara teori saja belum cukup untuk itu alangkah lebih baiknya jika dilakukan penelitian untuk memperkuat teori yang sudah ada.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari pembuatan laporan ini adalah.

1. Bagaimana perbedaan pH saliva yang diberi stimulus dengan saliva yang tidak diberi stimulus ?

2. Bagaimana perbedaan laju saliva yang diberi stimulus dengan saliva yang tidak diberi stimulus ?

3. Bagaimana viskositas, buffer, dan kandungan saliva yang telah diberi stimulus mekanis dan kimiawi ?

C. Tujuan

Tujuan dari pembuatan laporan ini adalah

1. Untuk mengetahui perbedaan pH saliva yang diberi stimulus dengan saliva yang tidak diberi stimulus.

2. Untuk mengetahui perbedaan laju slaiva yang diberi stimulus dengan saliva yang tidak diberi stimulus.

3. Untuk mengetahui viskositas, buffer, dan kandungan saliva yang telah diberi stimulus mekanik dan kimiawi.

D. Manfaat

Manfaat dari pembuatan laporan ini adalah

1. Mahasiswa mempunyai pengetahuan mengenai saliva lebih luas dari sebelumnya.

2. Mahasiswa mengetahui perbedaan kondisi saliva yang diberi berbagai stimulus dan tidak diberi stimulus dari berbagai aspek.

3. Mahasiswa diharapkan mampu menegakkan diagnosis yang baik sesuai dengan pengetahuannya mengenai saliva.

BAB II

LANDASAN TEORI

A. pH Saliva

Potensial of hydrogen (pH) merupakan salah satu cara untuk mengukur tingkat keasaman dan kebasaan cairan tubuh. Keadaan saliva yang asam maupun basa dapat ditunjukkan pada skala pH sekitar 0-14. Semakin rendah pH saliva, maka derajat keasaman semakin tinggi, begitu pula sebaliknya semakin tinggi pH saliva, maka derajat keasaman semakin rendah atau dapat dikatakan bertambahnya basa dalam saliva, dimana pH netral adalah 7,0 apabila pH 7,0 = basa, dan pH 7,0 = asam (Etriyani, 2006).

Meningkatnya nilai pH saliva tergantung dari saliva itu sendiri terkait dengan fungsinya sebagai buffer yang dapat menetralisir asam dan alkali sehingga pH dalam rongga mulut tetap konstan. Penurunan pH terjadi karena adanya pembentukan asam oleh bakteri di dalam plak yang menyebabkan meningkatnya kadar asam dalam mulut sehingga pH saliva menjadi asam. Tingkat keasaman pH dan kapasitas buffer sebagai salah satu fungsi saliva ditentukan oleh susunan kuantitatif, sedangkan kualitatif elektrolit dalam saliva ditentukan oleh susunan bikarbonat. Tingkat keasaman saliva dalam keadaan normal sekitar 5,6- 7,0 dengan rata- rata nilai pH = 6,7. Pada tingkat keasaman 6,5- 7,5 pH saliva optimum untuk pertumbuhan bakteri, dan apabila pH rongga mulut rendah dengan tingkat keasaman sekitar 4,5- 5,5 maka akan mempermudah pertumbuhan bakteri asidogenik seperti; Streptococcus mutans dan Lactobacillus yang dapat menyebabkan demineralisasi elemen gigi dengan cepat, namun apabila pH saliva terlalu tinggi maka akan menyebabkan terbentuknya kolonisasi bakteri dan meningkatkan pembentukan kalkulus (Soesilo, 2005) .

Tingkat keasaman (pH) saliva mempengaruhi beberapa proses fisiologis seperti; aktifitas enzimatik, proses demineralisasi dan remineralisasi jaringan keras serat ikatan zat asam. Selain itu, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perubahan tingkat keasaman (pH) saliva yaitu; flow rate saliva, mikroorganisme rongga mulut, dan kapasitas buffer saliva (Etriyani, 2006).

B. Kecepatan Aliran Saliva

Aliran saliva diregulasi secara dominan oleh sistem saraf otonom. Kelenjar saliva diinervasi secara seimbang oleh dua saraf otonom, yaitu saraf simpatik dan saraf parasimpatik. Walaupun secara julah seimbang, namun kinerja saraf prasimpatik sedikit lebih dominan. Saraf parasimpatis stimulus primer dalam metabolisme glandula dan penghasilan cairan, sedangkan saraf simpatis meregulasi kandungan protein dalam saliva dan eksositosis (Witt, 2005).

Neal (2005) mengungkapkan kedua saraf ini sesungguhnya sama-sama menstimulasi sekresi saliva, hanya saja komposisi yang diberikan berbeda. Karena saraf parasimpatis lebih dominan dalam meregulasi penghasilan cairan, maka komponen saliva yang dikeluarkan pun dominan air, sehingga sifatnya menjadi serous. Lain halnya dengan saraf simmpatis yang dominan dalam meregulasi kandungan dalam saliva, maka kandungan non air dalam saliva apabila saraf simpatis bekerja akan lebih banyak, sehingga saliva yang dihasilkan bersifat mukus. Saliva serous dihasilkan secara dominan oleh kelenjar parotis, saliva mukus dihasilkan oleh kelenjar sublingual, sedangkan kelenjar submandibular dapat menghasilkan keduanya dengan jumlah yang sedikit.

Cappelly dan Mobley (2008) menyatakan bahwa sekresi saliva normal rata-rata adalah 0,4 mL/menit. Orang dengan hiposalivarius menghasilkan saliva dibawah 0,2 mL/menit. Kedua perbandingan tersebut diambil ketika subjek dalam keadaan tidak terstimulasi.

Saat terstimulasi, sekresi saliva normal rata-rata adalah 1,5-2 mL/menit. Bentuk stimulasi kelenjar saliva antara lain, stimulasi mekanik, stimulasi kimia, stimulasi psikis, dan stimulasi nauronal. Stimulasi mekanik meliputi pengunyahan yang mana akan lebih memacu kinerja kelenjar parotis sehingga saliva yang dihasilkan bersifat serous, stimulasi kimia berupa aroma, bau-bauan, dan rasa yang akan memicu kinerja seluruh kelenjar saliva tergantung dari jenis stimulasinya. Simulasi psikis addalah simulasi yang berhubungan dengan kerja otak tanpa impuls dari makanan maupun aroma, seperti stress, senang, takut, dan lain-lain. Dalam situasi tegang, saraf simpatis akan terstimulasi untuk menghasilkan saliva mukus, bagitu pula sebaliknya dengan situasi yang santai akan memicu saraf parasimpatis untuk menghasilkan saliva serous. Stimulasi neuronal dapat berupa gambar atau imajinasi seseorang tentang suatu makanan atau rasa yang pernah dicicipinya, hal ini akan menaikkan laju sekresi saliva (Bradley dan Luchius, 2011).

C. Viskositas Saliva

Viskositas adalah ukuran untuk menyatakan kekentalan suatu cairan. Kekentalan merupakan sifat cairan yang berhubungan dengan hambatan untuk mengalir. Kecepatan aliran dapat menyatakan viskositas suatu cairan. Jika mengalir cepat maka viskositas cairan tersebut rendah, contohnya air; sedangkan jika cairan tersebut mengalir dengan lambat maka viskositas tinggi, contohnya madu. Viskositas sangat dipengaruhi oleh suhu, semakin tinggi suhu maka viskositas akan turun; konsentrasi dari suatu larutan juga mempengaruhi viskositas, semakin tinggi konsentrasi larutan maka viskositas semakin tinggi (Yazid, 2005).

Viskositas saliva yang tinggi disebabkan oleh glikoprotein saliva, terutama mucin dengan berat molekul yang tinggi (MG1) yang disekresikan oleh kelenjar sublingual, submandibular, dan palatal. Perbedaan viskositas antara kelenjar sublingual dan submandibular tidak disebabkan oleh perbedaan konsentrasi mucin yang dihasilkan oleh masing-masing kelenjar melainkan jenis mucin yang dihasilkan. Mucin memiliki peran multifungsi didalam mulut yaitu sebagai pelumas permukaan, perlindungan jaringan keras dan lunak serta lingkungan eksternal, membantu dalam pengunyahan, bicara dan menelan (Rantonen dan Panu, 2003). Efektifitas saliva sebagai pelumas tergantung pada viskositas dan bagaimana perubahan-perubahan dengan laju geser. Nilai viskositas normal saliva manusia adalah 2,75-15,51 centipoise (Preetha dan Banerjee, 2005).

D. Buffer Saliva

Buffer atau larutan penyangga banyak terdapat di dalam tubuh manusia. Letak buffer dalam tubuh tersebut tidak sama. Ada yang terdapat dalam darah, ginjal, lambung dan juga rongga mulut. Buffer adalah larutan yang terdiri dari garam dengan asam lemahnya atau garam dengan basa lemahnya. Komposisi ini menyebabkan larutan memiliki kemampuan untuk mempertahankan pH jika dalam suatu larutan ditambahkan sedikit asam atau basa. Hal ini disebabkan larutan penyangga memiliki pasangan asam basa konjugasi (Yazid, 2005).

Saliva adalah suatu cairan kompleks dan tidak berwarna yang terdiri atas campuran sekresi dari glandula salivarius mayor dan minor yang ada pada mukosa oral. Salah satu fungsi saliva adalah sebagai buffer di rongga mulut. Saliva memiliki peranan yang sangat penting dalam mempertahankan keseimbangan ekosistem didalam rongga mulut. Komponen buffer pada saliva terdiri dari 85% bikarbonat dan 15% oleh fosfat, protein dan urea (Amerongen, 1991).

Tabel 2.1 Susunan rata-rata bahan-bahan buffer didalam saliva dan serum

Sumber: Amerongen, 1991

Bahan Buffer

Parotis

Submandibular

Serum

Dimensi

Bikarbonat

20

18

27

mEq/liter

Fosfat (HPO4)

6

4,5

2

mEq/liter

Protein

250

150

7000

Mg/100ml

Urea

2,5

7

25

Mg/100ml

Bikarbonat merupakan komponen yang paling besar fungsinya sebagai buffer dalam saliva karena sifatnya yang mudah untuk berikatan dengan hidrogen. Sedangkan komponen lain seperti fosfat dan protein hanya tambahan sekunder saja. Fosfat berperan untuk buffer saliva pada keadaan volume saliva yang rendah; protein hanya berperan sedikit dalam buffer saliva; dan urea digunakan oleh mikroorganisme rongga mulut yang menghasilkan amoniak untuk meningkatkan reaksi netralisasi asam hasil metabolisme bakteri dan pH menjadi lebih tinggi (Amerongen, 1991).

Kapasitas buffer dan pH saliva erat hubungannya dengan kecepatan sekresinya. Peningkatan kecepatan sekresi saliva mengakibatkan naiknya kadar natrium dan bikarbonat saliva, sehingga kapasitas buffer saliva pun meningkat. Peningkatan kapasitas buffer dapat melindungi mukosa rongga mulut dari asam yang terdapat pada makanan saat muntah. Selain itu, penurunan pH plak sebagai akibat ulah organisme akan dihambat (Kidd dan Bechal, 1987).

E. Kandungan Saliva

Saliva berasal dari sekresi kelenjar salivarius mayor dan kelenjar salivarius minor yang keluar melalui duktus duktus pendek dalam rongga mulut. Kelenjar salivarius mayor ini terdiri dari tiga kelenjar utama yang masing masing kelenjar salivarius menghasilkan cairan yang sifatnya berbeda beda antara lain, kelenjar parotis yang mensekresikan cairan yang sifatnya serous, kelenjar submandibular yang mensekresi serous dan mukus atau campuran, serta kelenjar sublingualis yang mensekresi mukus (Sherwood, 2011)

Secara umum komposisi saliva terdiri atas 99,5% air serta 0,5% protein, glikoprotein, dan elektrolit. Komposisi saliva yang disekresi oleh kelenjar salivarius juga dapat dibedakan menjadi komponen anorganik dan komponen organik. Komponen yang terdapat dalam saliva baik anorganik ataupun organik memiliki nilai yang sangat bervariasi karena dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti, irama siang malam, sifat dan besar stimulus, keadaan psikis, diet, kadar hormon, gerak badan, dan obat yang dikonsumsi (Kusumasari,2012).

Komponen anorganik saliva terutama adalah elektrolit dalam bentuk ion antara lain Natrium, kalsium, kalium, klorida, bikarbonat, rodanida atau tiosianat, bikarbonat, potassium fosfor, urea dalam jumlah banyak, seta sodium dalam jumlah kecil. Kalsium dan fosfat dalam saliva berfungsi dalam remineralisasi gigi dan berperan pada pembentukan plak bakteri dan karang gigi. Klorida komponen penting untuk aktivitas enzim amilase. Rodanida dan tiosinat berperan sebagai agen antibakteri yang sistem kerjanya bekerja sama dengan sistem laktoperosidase. Bikarbonat memiliki fungsi dan peranan sebagai buffer pada saliva karena mengembalikan pH saliva kembali mendekati normal saat keadaan terlalu asam maupun terlalu basa (Hashim, 2010)

Komponen organik saliva ini secara umum terdiri dari protein, lipid, glukosa, asam lemak, asam amino, amoniak, dan vitamin. Komponen organik utamanya ialah protein yang memiliki kuantitaf pentingnya yaitu enzim amilase. Protein yang terkandung tersebut merupakan protein yang kaya prolin, musin, dan imunoglobulin. Enzim -amilase ini merupakan penggerak awal mula terjadinya pencernaan karbohidrat di dalam mulut. Lisozim memiliki peranan penting sebagai agen antibacterial yang dapat melisiskan bakteri dengan cara merusak dinding selnya dan membilas bahan makanan yang berperan sebagai pertumbuhan bakteri. Kalikren merupakan protein tertentu didalam saliva yang merupakan faktor pembekuan darah. Laktoperosidase berperan dalam menghambat pertukaran zat dan pertumbuhan bakteri. Mucin dalam rongga mulut memiliki peranan dan fungsi penting dalam mencegah terjadinya kekeringan didalam rongga mulut, membentuk makanan menjadi bolus, dan sebagai agen antibakteri serta antivirus. Gustin tersebut mampu untuk memaksimalkan fungsi dari kuncup kecap. Immunoglobulin terlibat pada sistem penolakan bakteri dan virus. Laktoferin yang memiliki efek bakterisid (Hashim, 2010).

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 3.1 Hasil percobaan

NO.

PERCOBAAN

pH

VOLUME/ 5 MENIT

1.

PERCOBAAN 1: TANPA STIMULASI

7

6,3 ml

2.

PERCOBAAN 2: STIMULASI KAPAS

8

14 ml

3.

PERCOBAAN 3:

STIMULASI XYLITOL

8

16,2 ml

4.

PERCOBAAN 4:

STIMULASI SUKROSA

8

9 ml

5.

PERCOBAAN 5:

STIMULASI BUAH SEGAR

7

2,6 ml

B. Pembahasan

Berdasarkan percobaan 1, didapatkan pH sebesar 7 setelah mengumpulkan saliva tanpa stimulasi apapun. pH saliva normal pada keadaan tanpa stimulasi ialah sebesar 6-7, terdapat variasi pada beberapa keadaan yaitu pH 7,8 pada laju sekresi saliva tinggi, dan pH sebesar 5,3 pada laju sekresi saliva rendah (Almeida, 2008). Pada percobaan 2, pH yang didapat sebesar 8 setelah diberi stimulasi berupa mengnyah kapas selama 5 menit. Pada kondisi ini, kelenjar saliva mendapat stimulus mekanik sehingga mensekresikan saliva dalam jumlah yang lebih banyak dari biasanya. Sekresi saliva yang meningkat berpengaruh terhadap buffer saliva, dalam hal diperankan oleh ion bikarbonat. Ion bikarbonat juga akan mengalami peningkatan sehingga mempengaruhi pH saliva yang mengalami peningkatan pula (Almeida, 2008).

Rerata pH saliva setelah pengunyahan permen karet xylitol selama 5 menit yaitu sebesar 8. Peningkatan pH terjadi akibat adanya sekresi saliva dari stimulus mekanis maupun kimiawi. Sekresi saliva yang meningkat tentunya akan meningkatkan laju aliran saliva. Terdapat zat-zat yang meningkat konsentrasinya akibat peningkatan laju aliran saliva, yaitu bikarbonat, kalsium, dan fosfat, zat tersebut merupakan sebab peningkatan pH saliva ketika mengunyah permen karet xylitol (Haroen, 2002). Menurut Rodian, dkk (2013), xylitol merupakan permen karet yang tidak dapat dimetabolisme oleh Streptococcus mutans dan apabila berkontak akan terbentuk xylithol 5 fosfat sehingga menghambat proses glikolisis. Maka dari itu, xylitol bersifat antikaries karena mampu menekan jumlah koloni Streptococcus mutans, menghambat pertumbuhan plak, dan menekan keasaman saliva.

Dari percobaan yang telah dilakukan, pH saliva setelah mengunyah permen karet sukrosa sebesar 8. Menurut Rodian, dkk (2013), proses sintesis sukrosa lebih cepat dari karbohidrat lainnya seperti glukosa, fruktosa, dan laktosa yang menghasilkan glukan dan fruktan. Proses glikolisis bakteri membutuhan glukan untuk menghasilkan energi dan asam laktat. Hal ini menyebabkan pH turun dalam waktu 1-3 menit sampai 4,5 5,0, lalu pH kembali normal pada pH sekitar 7 dalam waktu 30 60 menit. Secara teori, pH yang dihasilkan setelah diberi stimulus permen karet sukrosa selama 1 3 menit ialah 4,5 5,0, tetapi pada percobaan 4 didapatkan pH sebesar 8, hal ini disebabkan probandus telah diberi stimulus berupa permen karet xylitol sebelumnya, dan interval waktu antara percobaan 3 dan 4 hanya beberapa menit sehingga mempengaruhi kondisi keasaman rongga mulut probandus.

Berdasarkan percobaan 5, pH saliva setelah diberi stimulasi visual berupa dihadapkan dengan buah segar yaitu jeruk didapatkan pH sebesar 7. Menurut Almeida (2008), memikirkan makanan ataupun membaui aroma merupakan stimulus yang lemah untuk sekresi saliva karena hanya memikirkan makanan, tetapi pada kenyataannya orang yang terstimulasi hanya lebih sadar terdapaat saliva didasar mulut ketika menelan. Beberapa penelitian membuktikan terdapat peningkatan fungsi saliva setelah menghadapi rangsangan visual, sedangkan yang lain mengamati tidak ada efek apapun, sehingga dapat disimpulkan jumlaah saliva tidak mengalami perubahan yang mengakibatkan pH saliva juga tidak berubah.

Xylitol adalah bahan yang digunakan selama praktikum saliva untuk memacu keluarnya saliva probandus agar saliva yang dibutuhkan selama praktikum dapat terpenuhi. Namun selain dapat memicu sekresi saliva, xylitol juga secara langsung dapat mempengaruhi kandungan saliva sehingga dapat pula diukur kadar pH nya. Dengan mengunyah permen xylitol maka saliva yang dihasilkan pada praktikum ini merupakan saliva yang dihasilkan dengan dipicu oleh stimulasi rangsangan mekanis dan kimiawi.

Xylitol terdiri dari lima ikatan carbon polialkohol yang tersebar luas di alam dan sebagian besar buah-buahan, buah beri dan tanaman di alam mengandung xylitol. Sumber penghasil xylitol utamanya disumbangkan oleh buah-buahan seperti buah plum, strawberry, raspberry, kembang kol dan lain-lainnya. Xylitol merupakan karbohidrat alami dan dapat diproduksi secara industri dengan struktur molekul yang sama persis dengan struktur xylitol pada alam dan yang terkandung didalam tubuh manusia. Xylitol bersifat hidrofilik sehingga akan bersaing dengan molekul air untuk membentuk lapisan hidrasi yang mengelilingi molekul protein pada lingkungan biologis. Selebihnya, xylitol juga dapat berikatan dengan ion anorganik seperti kalsium dan membentuk senyawa kompleks yang menstabilkan kandungan kalsium fosfat dalam saliva (Holgerson, 2007).

Saat mengunyah permen karet yang mengandung xylitol, saliva yang dihasilkan merupakan campuran saliva yang dirangsang oleh stimulus mekanik dan stimulus kimiawi dimana stimulus mekanik merupakan kondisi mengunyah yang dilakukan oleh otot-otot pengunyahan dan mandibula sedangkan stimulus kimiawi merupakan hasil stimulasi yang dihasilkan oleh komposisi kimiawi pada gula xylitol. Pengaruh stimulasi mekanik menyebabkan sekresi oleh kelenjar parotis sebanyak 58%, submandibula sebanyak 33%, sublingual sebanyak 1,5% dan asesori sebanyak 7,5%. Sedangkan pengaruh stimulasi kimiawi merangsang sekresi oleh kelenjar parotis sebesar 45%, submandibula sebesar 46%, sublingualis 1,5% dan asesori 7,5%. Berdasarkan sekresi kelenjar tersebut maka dapat dilihat bahwa kelenjar parotis merupakan kelenjar yang menyumbang sekresi saliva terbesar. Dan karakteristik dari kelenjar parotis adalah menghasilkan saliva dengan viskositas serous sehingga saliva yang dihasilkan akan lebih cenderung untuk banyak mengandung cairan dengan viskositas yang rendah (Rodian, 2011).

Saliva yang terstimulasi oleh rangsangan mekanik dan kimiawi akan menyebabkan kecepatan aliran saliva akan meningkat yang diikuti oleh penambahan volume saliva. Dengan meningkatnya volume dan kecepatan aliran saliva maka akan mempengaruhi konsentrasi komponen saliva sehingga konsentrasi natrium dan bikarbonat akan meningkat. Peningkatan konsentrasi natrium dan bikarbonat akan menyebabkan pH saliva meningkat (Rodian, 2011).

Pada praktikum ini saliva ditambahkan cairan asam cuka yang akan menghasilkan endapan putih pada dasar tabung reaksi. Pada percobaan ini endapan yang dihasilkan berupa komponen musin pada saliva. Asam asetat berfungsi untuk mengendapkan musin dengan cara mendenaturasi protein dalam musin sehingga struktur musin menjadi tidak larut dan mengendap. Zat-zat lain berupa zat yang tergolong non-protein menjadi filtrate yang membuktikan bahwa endapan putih tersebut adalah musin (Meldupa, 2011).

Pada praktikum ini bertujuan untuk menunjukkan ada atau tidaknya kalsium pada saliva. Dengan menambahkan asam cuka dan beberapa tetes kalium oksalat. Konsentrasi kalsium dalam saliva sangatlah penting karena kalsium berfungsi dalam proses remineralisasi email dan dentin serta menjaga agar saliva tetap mempertahankan kandungan mineralnya.

Kalsium merupakan bahan anorganik yang terkandung didalam saliva normal. Kalsium yang terdapat dalam saliva terdapat dalam bentuk ion dengan kadar 1-2 mMol/L. Kadar kalsium dapat berubah-ubah tergantung berbagai jenis stimulasi, efek obat-obatan dan berbagai penyakit yang dapat menyebabkan perubahan komposisi kalsium pada saliva (Multazam, 2013).

Selain memiliki fungsi dalam remineralisasi gigi, kalsium juga berperan dalam fisiologi intraseluler dan ekstraseluler. Namun jika kekurangan ion kalsium dalam saliva akan berakibat pada meningkatnya kemungkinan terjadinya karies gigi. Menurunnya konsentrasi kalsium dapat disebabkan oleh menurunnya pH saliva. Apabila pH saliva berada pada angka dibawah 5,5 maka jumlah bakteri streptococcus mutans akan meningkat diatas batas normalnya yang mengakibatkan demineralisasi pada gigi sehingga kandungan kalsium pada gigi akan berkurang dan gigi menjadi rentan terkena karies (Multazam, 2013).

BAB VI

PENUTUP

A. Simpulan

1. Saliva merupakan cairan yang terakumulasi dalam mulut dihasilkan oleh glandula saliva mayor dan minor yang terkandung sebagian besar didalamnya, air, macam-macam elektrolit, bahan organik, dan anorganik. Saliva memiliki fungsi buffering, lubrikasi, anti bakteri, pelindung, dan berperan pada proses pengecapan dan pencernaan.

2. Pada percobaan praktikum, sekresi saliva tanpa stimulasi memiliki pH cenderung netral dibandingkan dengan pH saliva dengan dilakukan stimulasi. Kadar pH saliva tergantung dari stimulasi yang diberikan, karena pada saliva terdapat zat-zat yang terlarut dari stimulan. Selain itu, pH saliva dapat dipengaruhi oleh irama siang dan malam, diet ataupun aktifitas puasa, dan perangsangan kecepatan sekresi.

3. Salivary flow rate dapat dipengaruhi oleh konsistensi dan volume makanan yang dikunyah. Glandula parotis akan mensekresi saliva lebih banyak ketika proses pengunyahan, sedangkan glandula submandibula dan sublingual akan mensekresi lebih sedikit. Akan tetapi sebaliknya, pada keadaan tanpa stimulasi glandula submandibula maupun sublingual akan mensekresi lebih banyak dibandingkan glandula parotis.

4. Viskositas saliva dipengaruhi glikoprotein saliva, terutama mucin. Jenis mucin yang dihasilkan dapat mempengaruhi kekentalan dari sekresi masing-masing kelenjar saliva, kecuali pada parotis. Saliva berperan sebagai penyangga yaitu menetralkan asam yang berasal dari makanan maupun asam yang dihasilkan bakteri, sehingga dapat mencegah karies. Aktifitas rongga mulut dapat memengaruhi komposisi saliva. Stimulusi parasimpatis mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah, sehingga sekresi serosa menjadi lebih banyak. Sedangkan stimulus simpatis mengakibatkan vasokontriksi pembuluh darah, sehingga sekresi mucus lebih banyak. Selain itu, stimulus mekanik seperti mengunyah dapat memicu sekresi serosa yang dihasilkan oleh glandula parotis. Sedangkan, stimulasi khemis memicu sekresi dari glandula submandibula dan sublingual.

B. Saran

1. Pengetahuan mengenai kadar sekresi saliva sebaiknya diketahui mahasiswa, karena tanda-tanda dari penyakit ataupun kelainan dapat tampak dari volume saliva yang disekresi tiap menitnya.

2. Penurunan pH dari saliva harus diwaspadai, karena pada saat pH menurun, kondisi gigi lebih lunak dari kondisi saat pH normal sehingga gigi dapat lebih mudah terkikis atau atrisi.

DAFTAR PUSTAKA

Almeida, P. D. V., dkk, 2008, Saliva Composition a Functions: a Comprehensive Review, The Journal of Contemporary Dental Practice, 9(3): 1-11.

Amerongen, N. A., 1991, Ludah dan Kelenjar Ludah Arti Bagi Kesehatan Gigi, UGM Press, Yogyakarta.

Bradley, P. J., Luchius, O. G., 2011, Salivary Glands Disorder and Disease: Diagnosis nd Management, George Thieme Verlag, Stuttgart.

Cappelly, D. P., Mobley, C. C., 2008, Prevention in Oral Health Care, Mosby Elsevier, Missouri.

Etriyani, N., 2006, Perbedaan pH Saliva Sebelum dan Sesudah Penggunaan Pasta Gigi Siwak, Skripsi, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Haroen, E. R., 2002, Pengaruh Pengunyahan Dan Pengecapan Terhadap Kecepatan Aliran Dan Ph Saliva, Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 9(1): 29-34.

Hashim, A. B., 2010, Saliva Sebagai Media Diagnosa, Artikel, Universitas Indonesia, Jakarta.

Holgerson, P. L., 2007, Xylitol and Its Effect on Oral Ecology Ed 97, Print & Media, Swedia.

Kidd, E. A. M., Bechal, S. J., 1987, Essentials of Dental Caries, Wright, Bristol.

Kusumasari, N, 2012, Pengaruh Larutan Kumur Ekstrak Siwak Terhadap pH Saliva, Skripsi, Universitas Diponegoro, Semarang.

Meldupa, I., Brinkmane, A., Mihailova, A., 2011, Comparative Analysis of CRT Buffer, GC Saliva Check Buffer Tests and Laboratory Titration to Evaluate Saliva Buffering Capacity, Dental And Maxillofacial Journal. 13: 55-61.

Neal, M. J., 2005, At a Glance Farmakology Medic 5th Edition, Erlangga, Jakarta.

Preetha, A., Banerjee, R., 2005, Comparison of Artificial Saliva Substitutes, Trend Biomater. Artif. Organs, 18(2) : 86-178.

Rantonen, Panu, 2003, Salivary Flow and Composition in Healthy and Diseased Adult, Disertasi, University Of Helsinky, Finlandia.

Rodian, M., Satari, M. H., Roletta, E., 2011, Efek Mengunyah Permen Karet yang Mengandung Xylitol, Sukrosa, Probiotik Terhadap Karakteristik Saliva, Dentika Dental Journal, 16(1):44-48.

Rodian, M., Satari, M. H., Rolleta, E., 2013, Efek Mengunyah Permen Karet yang Mengandung Sukrosa, Xylitol, Probiotik Terhadap Volume, Kecepatan Aliran, Viskositas, pH, dan Jumlah Koloni Streptococcus Mutans Saliva, Skripsi, Universitas Padjajaran, Bandung.

Sari, N. N. G., 2011, Permen Karet Xylitol yang Dikunyah Selama 5 Menit Meningkatkan dan Mempertahankan pH Saliva Perokok Selama 3 Jam, Tesis, Universitas Udayana, Denpasar.

Sherwood, L, 2011, Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, Jakarta, EGC.

Soesilo, D., Erlyawati, S., Rinna, Diyatri, I., 2005, Peranan Sorbitol dalam Mempertahankan Kestablian pH Saliva Pada Proses Pencegahan Karies. Majalah Kedokteran Gigi (Dent. J), 38(1): 25-28.

Witt, R. L., 2005, Salivary Gland Disease Surgical And Medical Management, Thieme Medical Publishers, New York.

Yazid, E., 2005, Kimia Fisika Untuk Paramedis, Penerbit Andi, Yogyakarta.