lapkas uveitis anterior_eka

21
BAB 1 LAPORAN KASUS PASIEN 1.1. IDENTITAS PASIEN Nama : Tn. Umeidi Usia : 25 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Alamat : Kadu Beureum Pekerjaan : 1.2. ANANMNESA (Autoanamnesa pada tanggal 19 Oktober 2015) - Keluhan utama : Mata kiri buram sejak 2 bulan SMRS - Keluhan tambahan : Mata kiri sering merah dan berair, nyeri dan silau jika terkena cahaya - Riwayat penyakit sekarang : Pasien datang ke poli mata RSUD dr. Drajat Prawiranegara dengan keluhan mata kiri buram sejak 1

Upload: eka-budi-utami

Post on 11-Apr-2016

32 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

laporan kasus uveitis anterior

TRANSCRIPT

Page 1: Lapkas Uveitis Anterior_eka

BAB 1

LAPORAN KASUS PASIEN

1.1. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. Umeidi

Usia : 25 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Kadu Beureum

Pekerjaan :

1.2. ANANMNESA (Autoanamnesa pada tanggal 19 Oktober 2015)

- Keluhan utama : Mata kiri buram sejak 2 bulan SMRS

- Keluhan tambahan : Mata kiri sering merah dan berair, nyeri dan silau

jika terkena cahaya

- Riwayat penyakit sekarang :

Pasien datang ke poli mata RSUD dr. Drajat Prawiranegara dengan

keluhan mata kiri buram sejak 2 bulan SMRS. Pasien mengatakan buram

dirasakan muncul perlahan-lahan dan semakin memburuk. Pasien

mengeluhkan pada awalnya mata kiri sering merah dan berair, mata kiri

terasa nyeri dan silau jika terkena cahaya. Pasien mengatakan keluhan ini

sudah pernah dan sering terjadi. 2 tahun SMRS keluhan seperti ini terjadi

pada mata kanan pasien, dan sudah pernah diobati. Sembuh selama 2

bulan namun kambuh lagi, karena dirasakan tidak mengganggu, pasien

1

Page 2: Lapkas Uveitis Anterior_eka

2

tidak berobat ke dokter. Pasien mengatakan penglihatan mata kanannya

semakin lama semakin buram semenjak sakit dan sampai saat ini tidak

dapat melihat. Karena merasa khawatir dengan keluhan yang sama terjadi

pada mata kirinya pasien memutuskan untuk berobat ke dokter.

Pasien menyangkal adanya riwayat trauma pada mata, penglihatan

berkabut atau terdapat bintik-bintik hitam melayang pada penglihatan dan

tidak ada sekret atau kotoran yang keluar dari mata.

- Riwayat penyakit dahulu:

o Keluhan serupa pada mata kanan dan kiri (+)

o Riwayat trauma mata (-)

- Riwayat penyakit keluarga:

o Keluhan serupa di keluarga yang serumah (-)

o Hipertensi (-)

o DM (-)

1.3. PEMERIKSAAN FISIK

- Status Generalis : Keadaan Umum: Baik

Kesadaran: Komposmentis

- Status Oftamologi:

OCULI DEKSTRA OCULI SINISTRA

Visus 0 (no light perception) 2/60 pinhole tetap

Uji refleks Hisberg Eksoforia

Gerakan bola mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah

Page 3: Lapkas Uveitis Anterior_eka

3

Super silia & silia Tumbuh teratur, madarosis

(-), sikatriks (-)

Tumbuh teratur, madarosis

(-), sikatriks (-)

Palpebra superior Hiperemis (-), edema (-),

kalazion (-), hordeolum (-)

Hiperemis (-), edema (-),

kalazion (-), hordeolum (-)

Palpebra inferior Hiperemis (-), edema (-),

kalazion (-), hordeolum (-)

Hiperemis (-), edema (-),

kalazion (-), hordeolum (-)

Margo palpebra Entopion (-), ektropion (-) Entopion (-), ektropion (-)

Konjungtiva tarsal

superior

Hiperemis (+), papil (-),

folikel (-)

Hiperemis (+), papil (-),

folikel (-)

Konjungtiva tarsal

inferior

Hiperemis (+), papil (-),

folikel (-)

Hiperemis (+), papil (-),

folikel (-)

Konjungtiva bulbi Injeksi konjungtiva (-),

injeksi siliar (+)

Injeksi konjungtiva (-),

injeksi siliar (+)

Kornea Keruh, edem (-), keratic

precipitate (-), infiltrat (+)

Keruh, edem (-), keratic

precipitate (-), infiltrat (+)

COA Dalam, keruh, hipopion

(-), hifema (-), flare (+)

Dalam, keruh, hipopion (-),

hifema (-), flare (+)

Iris Coklat, sinekia anterior (-),

sinekia posterior (+)

Coklat, sinekia anterior (-),

sinekia posterior (+)

Pupil ireguler, kecil (2mm),

refleks cahaya langsung /

tdk langsung (-)

ireguler, kecil (2mm),

refleks cahaya langsung /

tdk langsung (-)

Lensa Keruh Keruh

Page 4: Lapkas Uveitis Anterior_eka

4

Pemeriksaan TIO:

Tonometry

17.3 mmHg 14.6 mmHg

Pemeriksaan oftalmoskopi

direk

negatif menurun

1.4. DIAGNOSIS KERJA

Uveitis anterior ODS + suspek keratouveitis ODS + katarak komplikata ODS

dd katarak presenil matur OD, katarak presenil immatur OS + suspek

glaukoma sekunder OD

1.5. DIAGOSIS BANDING

Keratitis ec suspek bakteri ODS, keratitis ec suspek virus ODS, keratitis ec

suspek jamur ODS, katarak presenil matur OD, katarak presenil immature OS

1.6. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Slit Lamp, flouresence test, shadow test

1.7. PEMERIKSAAN LANJUTAN

Konsul dokter penyakit dalan untuk mengetahui underlying disease seperti

rematoid artritis, infeksi herpes zoster, SLE, dan penyakit sistemik lainnya

yang dapat menyebabkan uveitis.

1.8. TATALAKSANA

Untuk uveitis anterior diberikan

a. Steroid topical Prednisolone acetate 1% : 12 dd gtt 1 ODS (setiap 1-2

jam) (pada mata yang terkena)

Page 5: Lapkas Uveitis Anterior_eka

5

b. Midriatikum Homatropin 2%: 2 dd gtt 1 ODS

Dan tatalaksana untuk glaukoma sekunder diberikan anti glaukoma yaitu

larutan timolol maleat 0.25% 2 dd gtt 1 ODS

Setelah reaksi radang teratasi dilakukan ekstraksi lensa pada mata kiri karena

katarak OS untuk mencegah timbulnya komplikasi glaukoma sekunder pada

mata kiri, kemudian ekstraksi lensa pada mata kanan.

1.9. EDUKASI

a. Untuk fotofobia gunakan kacamata jika keluar rumah, istirahat yang cukup

b. Gunakan obat secara teratur dan kontrol kembali untuk melihat

perkembangan pengobatan

c. Jelaskan kondisi mata kanan pasien akibat komplikasi dari uveitis yang

tidak teratasi dengan baik. Tidak bisa melihat karena mungkin sudah

terjadi glaukoma sekunder dan mengakibatkan rusaknya papil saraf mata.

d. Jelaskan tujuan ekstraksi lensa pada mata kiri untuk mencegah munculnya

glaukoma sekunder akibat keruhnya lensa dan untuk mempertahankan

visusu mata kiri agar tidak terjadi perburukan seperti mata kanan pasien.

1.10. PROGNOSIS

OD

Ad vitam: Dubia ad malam

Ad functionam: Dubia ad malam

Ad sanationam: Dubia ad malam

OS

Ad vitam: Dubia

Page 6: Lapkas Uveitis Anterior_eka

6

Ad functionam: Dubia

Ad sanationam: Dubia

Resume Kasus

Pasien datang ke poli mata RSUD dr. Drajat Prawiranegara dengan keluhan

mata kiri buram sejak 2 bulan SMRS. Pasien mengatakan buram dirasakan

muncul perlahan-lahan dan semakin memburuk. Pasien mengeluhkan pada

awalnya mata kiri sering merah dan berair, mata kiri terasa nyeri dan silau jika

terkena cahaya. Pasien mengatakan keluhan ini sudah pernah dan sering terjadi. 2

tahun SMRS keluhan seperti ini terjadi pada mata kanan pasien, dan sudah pernah

diobati. Sembuh selama 2 bulan namun kambuh lagi, karena dirasakan tidak

mengganggu, pasien tidak berobat ke dokter. Pasien mengatakan penglihatan mata

kanannya semakin lama semakin buram semenjak sakit dan sampai saat ini tidak

dapat melihat. Karena merasa khawatir dengan keluhan yang sama terjadi pada

mata kirinya pasien memutuskan untuk berobat ke dokter.

Pasien menyangkal adanya riwayat trauma pada mata, penglihatan berkabut

atau terdapat bintik-bintik hitam melayang pada penglihatan dan tidak ada sekret

atau kotoran yang keluar dari mata.

Pada pemeriksaan fisik pasien komposmentis, status generalis dalam batas

normal, pada pemerisaan oftamologi didapatkan:

- Visus OD: 0 (NLP), OS: 2/60 (pinhole tetap)

- Konjungtiva tarsal superior & inferior ODS: tampak hiperemis

- Konjungtiva bulbi ODS: terdapat injeksi siliar

- Kornea ODS: tampak keruh (infiltrat ?)

Page 7: Lapkas Uveitis Anterior_eka

7

- COA ODS: tampak keruh (flare ?)

- Iris ODS: terdapat sinekia posterior

- Lensa ODS: tampak keruh

- Refleks fundus mata kanan negatif, mata kiri menurun

Pemeriksaan oftamologi lainnya dalam batas normal.

Page 8: Lapkas Uveitis Anterior_eka

BAB 2

DISKUSI KASUS

Uveitis merupakan peradangan intraokular yang melibatkan jaringan uvea,

yaitu iris, korpus siliaris, dan koroid. Uveitis anterior merupakan uveitis yang

sering terjadi. Uveitis anterior adalah peradangan yang melibatkan iris dan bagian

depan badan siliar (pars plicata). Peradangan yang mengenai uvea bagian iris

disebut juga dengan iritis, dan jika mengenai keduanya disebut dengan

iridosiklitis atau uveitis anterior. 1, 2

Menurut klinisnya uveitis anterior dibedakan dalam uveitis anterior akut

yaitu uveitis yang berlangsung selama < 6 minggu, onsetnya cepat dan bersifat

simptomatik dan uveitis anterior kronik uveitis yang berlangsung selama > 6

minggu bahkan sampai berbulan-bulan atau bertahun-tahun, seringkali onset tidak

jelas dan bersifat asimtomatik. Penyebabnya tidak diketahui. Gejala yang khas

pada uveitis anterior adalah nyeri, fotofobia, penglihatan kabur dan biasanya

unilateral. Pada pemeriksaan mata, ditemukan kemerahan sirkumkorneal dengan

injeksi konjungtiva palpebralis dan sekret yang minimal. Ditemukan juga pupil

mengecil dan irregular yang disebabkan adanya sinekia posterior. Pada proses

peradangan akut, dapat ditemukan penumpukan sel-sel radang berupa pus di

dalam COA yang disebut hipopion.. Apabila proses radang berlangsung lama

(kronis) dan berulang, maka sel-sel radang dapat melekat pada endotel kornea,

disebut sebagai keratic precipitate (KP). Uveitis anterior kronik merupakan

peradangan persisten yang kambuh kurang dari 3 bulan setelah dihentikannya

terapi. Peradangan dapat bersifat granulomatosa atau non granulomatosa, dapat

mengenai kedua mata. 2,3

8

Page 9: Lapkas Uveitis Anterior_eka

Penyebab uveitis anterior dibedakan dalam bentuk non granulomatosa dan

granulomatosa akut-kronik.. Non granolomatosa disertai dengan rasa nyeri,

fotofobia, penglihatan buram, keratic precipitate kecil, pupil mengecil dan sering

terjadi kekambuhan. Penyebabnya adalah trauma, penyakit reiter, infeksi Herpes

simpleks, diare kronis, pasca bedah, infeksi Adenovirus dll. Non granulomatosa

kronik dapat disebabkan oleh artritis rematoid dan Fuchs heterokromik

irodosiklitis. Granolomatosa tidak disertai dengan nyeri, fotofobia ringan, buram

keratic precipitate besar (Mutton fat), penimbunan sel pada tepi pupil (benjolan

Koeppe), penimbunan sel pada permukaan iris (benjolan Busacca) yang terjadi

akibat sarkoiditis, infeksi sifilis, tuberculosis, virus, jamur atau parasit. Keratic

precipitate non granulomatosa dan granulomatosa dapat ditemukan di sebelah

inferior, di daerah berbentuk baji yang disebut dengan segitiga Arlt. 4

Pupil mengecil akibat rangsangan proses peradangan otot sfingter pupil dan

terdapat edem iris. Pada proses peradangan akut terjadi miopisasi akibat

rangsangan badan siliar dan edema lensa, flare atau efek tyndall di dalam bilik

mata depan dapat terlihat. Terbentuknya sinekia posterior, miosis pupil, tekanan

bola mata yang turun terjadi akibat hipofungsi badan siliar. Sinekia posterior dan

sinekia anterior perifer akan mengakibatkan glaukoma sekunder. Glaukoma

sekunder terjadi pada uveitis akibat tertutupnya trabekulum oleh sel radang atau

sisa sel radang. Kelainan sudut dapat dilihat dengan pemeriksaan gonioskopi. 1,4

Perlengketan iris pada lensa menyebabkan bentuk pupil tidak teratur. Pupil

dapat terisi oleh sel-sel radang yang menyebabkan oklusi pupil. Peradangan badan

siliar dapat juga menyebabkan kekeruhan pada badan kaca. Karena adanya

8

Page 10: Lapkas Uveitis Anterior_eka

10

peradangan ini maka metabolisme pada lensa terganggu sehingga lensa menjadi

keruh dan dapat mengakibatkan katarak. Katarak komplikata adalah katarak

akibat adanya penyakit mata lain seperti radang, proses degenerasi seperti ablasi

retina, glaukoma, akibat suatu trauma. 3,4

Tujuan pengobatan uveitis adalah untuk mengembalikan atau

memperbaiki fungsi penglihatan mata. Apabila sudah terlambat, fungsi

penglihatan tidak dapat lagi dipulihkan seperti semula, pengobatan tetap perlu

diberikan untuk mencegah memburuknya penyakit dan terjadinya komplikasi

yang tidak diharapkan. 3

Terapi utama uveitis adalah dengan pemberian kortikosteroid dan agen

midriatikum/siklopegik. Terapi topikal yang agresif dengan prednisolone acetate

1%, satu atau dua tetes pada mata yang terkena setiap 1 atau 2 jam saat terjaga

mampu mengontrol peradangan anterior. Homatropin 2-5%, dua sampai empat

kali sehari membantu mencegah terbentuknya sinekia dan meredakan rasa tidak

nyaman akibat spasme siliaris. Glaukoma sekunder adalah komplikasi yang paling

sering terjadi pada uveitis anterior. Terapi yang diberikan antara lain Timolol

0.25% - 0.5% 1 tetes tiap 12 jam atau Acetazomalide 250 mg oral 3 kali sehari.

Komplikasi katarak komplikata juga sering dijumpai pada uveitis anterior kronis.

Terapi yang diperlukan adalah pembedahan. Pembedahan dilakukan jika radang

pada uveitis teratasi. 1,3

Katarak hanya dapat diatasi dengan prosedur pembedahan, tidak ada obat-

obatan yang dapat menjernihkan lensa yang keruh pada pasien katarak. Teknik

pembedahan yang dapat dilakukan adalah ICCE (intracapsular cataract

Page 11: Lapkas Uveitis Anterior_eka

11

extraction), ECCE (extra capsular cataract extraction), SICS (Small Incision

Cataract Surgery), dan fakoemulsi. ICCE adalah tindakan pembedahan dengan

mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsulnya. Metode ini sudah jarang

digunakan, hanya dilakukan pada keadaan lensa sublukasi dan dislokasi lensa.

Kontraindikasinya adalah pasien berusia kurang dari 40 tahun yang masih

mempunyai ligament hialoidea kapsular. ECCE adalah tindakan pembedahan

pada lensa katarak yang dilakukan pengeluaran isi lensa dengan memecah atau

merobek kapsul lensa anterior sehingga massa lensa dan korteks lensa dapat

keluar melalui robekan. SICS adalah tindakan operasi ekstraksi katarak yang

hanya memerlukan sayatan kecil di sisi bola mata, lalu melepas lensa mata yang

keruh dan memasangkan lensa intraocular buatan. 1,2,4

Kornea berfungsi sebagai membrane pelindung dan bagian yang dilalui oleh

cahaya saat menuju retina. Kornea bersifat jernih karena strukturnya yang

uniform, avaskular, dan deturgesens yang merupakan keadaan dehidrasi relatif

pada kornea. Hal ini dipertahankan oleh pompa aktif bikarbonat pada endotel dan

sawar epitel. Trauma pada epitel mengakibatkan stroma dan lapisan bowman

yang avaskular rentan terhadap infeksi berbagai mikroorganisme. Jika sel-sel

endotel kornea rusak maka akan menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat

transparan atau jernih dari kornea. Keratitis adalah peradangan yang terjadi pada

kornea. Keratitis dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, yaitu keratitis

bakteri, keratitis jamur, keratitis virus, keratitis parasit dan keratitis noninfeksius.

1,2

Page 12: Lapkas Uveitis Anterior_eka

12

Gejala keratitis sama dengan uveitis yaitu menimbulkan rasa nyeri dan

fotofobia, rasa nyeri karena kornea memiliki banyak serat nyeri, fotofobia pada

penyakit kornea merupakan akibat kontraksi dari iris yang meradang. Pada

anamnesis penyakit kornea sering ditemukan adanya riwayat trauma seperti

terkena benda asing, adanya riwayat penyakit kornea sebelumnya, riwayat

penggunaan obat topical karena kortokosteroid yang dipakai dapat menjadi

predisposisi penyakit bakteri, jamur atau virus, khususnya keratitis herpes

simpleks. Selain itu terjadinya penyakit sistemik seperti imunosupresi, diabetes,

dan penyakit keganasan. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan slitlamp,

pemulasan flouresens dapat memperjelas lesi epitel. Dengan cara ini, dapat

terlihat daerah kasar yang menandakan adanya defek epitel. 1,2

Hasil anamnesis pasien pada kasus ini, didapatkan keluhan berupa mata

merah, penglihatan buram, perih atau nyeri, fotofobia yang sesuai dengan teori

diatas. Pada pemeriksaan oftamologi pasien juga ditemukan mata kanan dan kiri

injeksi siliar, pupil mengecil, iris irregular, lensa keruh, sehingga mengarakan

diagnosis uveitis anterior. Dan dikarenakan adanya peradangan yang

menyebabkan metabolisme lensa terganggu, lensa menjadi keruh muncul

komplikasi berupa katarak komplikata pada mata kanan dan kiri pasien dan

glaukoma sekunder pada mata kanan.

Page 13: Lapkas Uveitis Anterior_eka

DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan, Asbury. 2015. Optalmologi umum edisi ke-7. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.

2. Pambudy, Indra Maharddhika, Yunia Irawati. 2015. Uveitis Anterior dalam Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.

3. Hani, Zaehan Noor. 2011. Referat Uveitis Anterior OD dan Katarak Senilis Immatur OS.

4. Sidarta, ilyas. 2011. Ilmu Penyakit Mata edisi ke empat. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

13