lapkas sc plasenta previa

28
1 PENDAHULUAN Plasenta previa didefinisikan sebagai implantasi dari jaringan plasenta pada tempat yang abnormal. (1-7) Implantasi plasenta yang normal ialah pada dinding belakang uterus di daerah fundus. (1,3,5) Klasifikasi plasenta previa didasarkan atas terabanya jaringan plasenta melalui pembukaan jalan lahir pada waktu tertentu. (1) Terdapat empat tingkat kelainan, yaitu : (1) Plasenta previa totalis, seluruh ostium internum tertutup oleh plasenta; (2) Plasenta previa partialis, ostium uteri internum sebagian tertutup oleh plasenta; (3) Plasenta previa marginalis, tepi plasenta berada pada pinggir ostium uteri internum; dan (4) Plasenta letak rendah, plasenta mengadakan implantasi pada segmen bawah uterus sedemikian rupa, sehingga tepi plasenta tidak mencapai ostium uteri internum, tetap sangat dekat dengan ostium uteri internum. (1-7) Klasifikasi tersebut akan berubah setiap waktu, sesuai besarnya pembukaan pada saat pemeriksaan. (1-7) Plasenta previa terjadi kira-kira 1 diantara 200 persalinan. Insidens ini meningkat sesuai dengan paritas. (1,4) Juga bervariasi 10 % pada pasien yang telah empat kali atau lebih mengalami insisi uterus dan 0,09 % pada yang tanpa parut pada uterus. (1,2,4) Literature Negara Barat melaporkan frekuensi plasenta previa kira-

Upload: triadji-baskoro-alam-rivai

Post on 09-Dec-2014

134 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

Lapkas SC Plasenta Previa

TRANSCRIPT

Page 1: Lapkas SC Plasenta Previa

1

PENDAHULUAN

Plasenta previa didefinisikan sebagai implantasi dari jaringan plasenta

pada tempat yang abnormal.(1-7) Implantasi plasenta yang normal ialah pada

dinding belakang uterus di daerah fundus.(1,3,5)

Klasifikasi plasenta previa didasarkan atas terabanya jaringan plasenta

melalui pembukaan jalan lahir pada waktu tertentu.(1) Terdapat empat tingkat

kelainan, yaitu : (1) Plasenta previa totalis, seluruh ostium internum tertutup oleh

plasenta; (2) Plasenta previa partialis, ostium uteri internum sebagian tertutup oleh

plasenta; (3) Plasenta previa marginalis, tepi plasenta berada pada pinggir ostium

uteri internum; dan (4) Plasenta letak rendah, plasenta mengadakan implantasi

pada segmen bawah uterus sedemikian rupa, sehingga tepi plasenta tidak

mencapai ostium uteri internum, tetap sangat dekat dengan ostium uteri internum.(1-7)

Klasifikasi tersebut akan berubah setiap waktu, sesuai besarnya

pembukaan pada saat pemeriksaan.(1-7)

Plasenta previa terjadi kira-kira 1 diantara 200 persalinan. Insidens ini

meningkat sesuai dengan paritas.(1,4) Juga bervariasi 10 % pada pasien yang telah

empat kali atau lebih mengalami insisi uterus dan 0,09 % pada yang tanpa parut

pada uterus.(1,2,4) Literature Negara Barat melaporkan frekuensi plasenta previa

kira-kira 0,3-0,6%. Di negara-negara berkembang berkisar antara 1-2,4%. Di

Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, antara tahun 1971-1975, terjadi 37 kasus

plasenta previa di antara 4781 persalinanan yang terdaftar, Atau kira-kira 1

diantara 125 persalinan terdaftar.(1)

Mengenai penyebab mengapa plasenta bertumbuh pada segmen bawah

uterus tidak selalu dapat diterangkan.

Terdapat hubungan keadaan-keadaan seperti bekas seksio sesarea,

multiparitas, umur lanjut, adanya abortus sebelumnya merupakan resiko

terjadinya plasenta previa. Salah satu faktor dalam terjadinya plasenta previa ialah

adanya vaskularisasi desidua yang terganggu, akibat adanya keradangan atau

perubahan atrofik. Sebab lain adalah plasenta yang luas seperti pada kehamilan

kembar.(2,3,4,8)

Page 2: Lapkas SC Plasenta Previa

1

Gejala klinis yang paling sering pada plasenta previa adalah perdarahan

tanpa rasa nyeri. Untungnya, perdarahan pertama jarang profus sampai fatal. Akan

tetapi perdarahan berikutnya hampir selalu lebih banyak dari pada sebelumnya.

Walaupun perdarahannya sering dikatakan terjadi pada triwulan ketiga, akan

tetapi tidak jarang pula telah dimulai sejak kehamilan 20 minggu, karena sejak itu

segmen bawah uterus telah terbentuk. Segmen bawah uterus akan lebih melebar

lagi, dan serviks mulai membuka. Apabila plasenta tumbuh pada segmen bawah

uterus, pelebaran segmen bawah uterus dan pembukaan serviks tidak dapat diikuti

oleh plasenta yang melekat di situ tanpa terlepasnya sebagian plasenta dari

dinding uterus. Pada saat itu mulailah terjadi perdarahan. Darahnya berwarna

segar. Sumber perdarahannya ialah sinus uterus yang terobek karena terlepasnya

plasenta dari dinding uterus.(1-8)

Dalam mendiagnosis plasenta previa dilakukan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan luar, pemeriksaan inspekulo, penentuan letak plasenta tidak langsung

yang dapat dilakukan dengan radiografi, radioisotop, dan ultrasonografi,

penentuan letak plasenta secara langsung meliputi perabaan fornises dan

pemeriksaan melalui kanalis cervikalis. Pemeriksaan tersebut harus dilakukan di

atas meja operasi.(1-8)

Penanganan pada plasenta previa dapat dibagi dalam 2 golongan yaitu

penanganan aktif dan penanganan pasif (ekspektatif).(1-7) Penanganan secara aktif

dapat dilakukan melalui dua cara yaitu melahirkan janin dengan cara pervaginam

ataupun saesaria.(1-7) Pada umumnya memilih cara persalinan yang terbaik dari

derajat plasenta previa, paritas dan banyaknya perdarahan.(1)

Penanganan pasif dilakukan pada kasus plasenta previa dengan janin

prematur atau taksiran berat janin belum mencapai 2500 gram, perdarahan tidak

berbahaya, dan kehamilannya belum cukup 36 minggu.Oleh karena persalinan

belum mulai, maka kandungan penderita harus dirawat di rumah sakit dengan

pengawasan ketat, dengan cara hidup yang santai, menghindarkan manipulasi

pervaginam, dan tersedianya terapi memadai setiap saat.(3)

Berikunya ini akan dibahas suatu kasus seksio sesaria pada plasenta previa

pada seorang wanita usia 26 tahun yang dilakukan seksio sesaria darurat di RSUP

Manado.

Page 3: Lapkas SC Plasenta Previa

1

LAPORAN KASUS

IDENTITAS

Nama : Ny. S.O

Umur : 26 tahun

Pendidikan : SD

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Dondomon, Bolmong

Suku/ Bangsa : Indonesia

Agama : Kristen Protestan

Nama Suami : Tn. E.M

Pendidikan Suami : STM

Pekerjaan Suami : Swasta

Masuk RS : 04 Juni 2012

ANAMNESIS

Anamnesis Utama :

Keluhan utama :

Pasien dirujuk dari RS Datoe Bimangkang dengan diagnosis Plesenta Previa +

perdarahan aktif. Perdarahan dari jalan lahir sedikit-sedikit dialami penderita sejak

1 hari yang lalu, dan baru 1 jam SMRS perdarahan yang banyak, warna merah

segar dan tidak disertai nyeri perut.

Riwayat penyakit sekarang :

Perdarahan dari jalan lahir sedikit-sedikit dialami penderita sejak 1 hari

yang lalu, dan baru 1 jam SMRS perdarahan yang banyak, warna merah

segar dan tidak disertai nyeri perut.

Belum ada pelepasan air dari jalan lahir

Pergerakan janin masih dirasakan saat MRS.

Riwayat penyakit dahulu: Jantung, Paru, Ginjal, Hati, DM, Hipertensi, disangkal.

Riwayat kehamilan kembar (–)

BAK/BAB biasa

Page 4: Lapkas SC Plasenta Previa

1

Anamnesis Kebidanan

Riwayat kehamilan sekarang:

Pemeriksaan Ante Natal : 4 x ( 3x di RSU Papua, 1x di RS Kotamobagu)

Riwayat haid

Menarche 12 tahun, siklus teratur, lamanya haid 3 – 4 hari, HPHT 09

September 2012, TTP: 16 Juni 2012.

Riwayat keluarga

Perkawinan 2 x, dengan suami sekarang sudah berlangsung 2 tahun, dengan

jumlah anak 2 orang.

Keluarga Berencana

Tidak pernah ikut KB

Riwayat kehamilan terdahulu

P1. 2003 Lahir bayi ♀, aterm, Seksio Cesarea (SC) atas indikasi CPD + bayi

besar, di RS Kotamobagu, berat badan 4500 gr, hidup.

P2. 2007 Lahir bayi ♂, aterm, SC atas indikasi bekas SC, di RS

Kotamobagu, berat badan 3500 gr, hidup.

P3. 2011 Lahir bayi ♂, aterm (IUFD), spontan letak belakang kepala, di

RSU Papua, berat badan 4100 gr, lahir mati.

P4. 2012 Kehamilan ini.

PEMERIKSAAN FISIK

Status Praesens

KU : Cukup

Kesadaran : Kompos mentis.

Tensi : 120/80 mmHg

Nadi : 100 x/menit

Respirasi : 24 x/menit

Suhu : 37,1C.

TB / BB : 152 cm / 60 kg

Kepala : Normochepali

Mata : Conjungtiva anemis +/+ , Sclera Ikterik –/–

Leher : KGB tidak teraba membesar

Page 5: Lapkas SC Plasenta Previa

1

Dada : Bentuk simetris normal

Jantung : S I - II normal, bising (-)

Paru : Ronkhi –/– , wheezing –/–

Perut : Hepar dan lien sukar dievaluasi

Genitalia : Tidak ada kelainan

Extremitas : Edema (-), varices (-)

Refleks : Refleks fisiologis (+) normal, Refleks patologis (-)

Kulit : Turgor kulit baik

Status Obstetri

Pemeriksaan luar : TFU : 29 cm

Letak janin : letak kepala U punggung kiri

BJA : 140-150 x/m

His : (-)

Inspekulo : Fluksus (+), vulva/vagina t.a.k, tampak darah dan bekuan

darah di jalan lahir.

Porsio : livide (+) OUE tertutup, perdarahan aktif (+) dari

OUE.

Perabaan fornices : Teraba bantalan lunak pada keempat kuadran.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Hb : 5,9 gr %

Leukosit : 13.300 /mm3

Trombosit : 370.000 /mm3

DIAGNOSA

G4P3A0 26 tahun, hamil 38-39 minggu, belum inpartu + bekas SC 2x + HAP ec

plasenta previa + perdarahan aktif

Janin intrauterin tunggal hidup letak kepala + gawat janin

Page 6: Lapkas SC Plasenta Previa

1

SIKAP

Seksio Cesarea Cito

Laboratorium (Hb, leukosit, trombosit), Crossmatch

Konseling, Informed Consent

Sedia donor, setuju operasi

Konseling Sterilisasi

Observasi T, N, R, S, His, BJJ

Lapor konsulen : advis Seksio Cesarea Cito

OBSERVASI PERSALINAN

Tanggal 04 Juni 2012

Jam 18.00

Kesadaran : CM

T : 110/70 mmHg, N : 84 x/menit, R : 24 x/menit

His : (-)

BJA : 140-150 x/m

Inspekulo : Fluksus (+), vulva/vagina t.a.k, tampak darah dan bekuan darah

di jalan lahir.

Porsio : livide (+) OUE tertutup, perdarahan aktif (+) dari OUE.

Perabaan fornices : Teraba bantalan lunak pada keempat kuadran.

Dx : G4P3A0, 26 tahun, hamil 38-39 minggu, belum inpartu + bekas

SC 2x + HAP ec plasenta previa + Anemia.

Janin intra uterin tunggal hidup letak kepala.

Sx : - Seksio cesarea

- Konseling, Informed consent

- Sedia donor setuju operasi

- Laboratorium (Hb, leukosit, trombosit), Crossmatch

- Observasi T, N, R, S, His, BJJ

- Lapor konsuler advis

Jam 19.00 – 20.00, His : (-), BJA : 140-145 x/m

Jam 20.00 – 21.00, His : (-), BJA : 135-140 x/m

Jam 21.00 – 22.00, His : (-), BJA : 125-140 x/m

Page 7: Lapkas SC Plasenta Previa

1

Jam 22.00 – 23.00, His : (-), BJA : 130-140 x/m

Jam 23.00 – 24.00, His : (-), BJA : 130-145 x/m

Tanggal 05 Juni 2012

Kesadaran : CM

T : 110/60 mmHg, N : 80 x/menit, R : 20 x/menit

His : (-)

BJA : 140-150 x/m

Dx : G4P3A0, 26 tahun, hamil 38-39 minggu, belum inpartu + bekas SC

2x + HAP ec plasenta previa + Anemia.

Janin intra uterin tunggal hidup letak kepala.

Sx : - Seksio cesarea

- Observasi T, N, R, S, His, BJJ

Jam 00.00 – 01.00, His : (-), BJA : 130-145 x/m

Jam 01.00 – 02.00, His : (-), BJA : 130-140 x/m

Jam 02.00 – 03.00, His : (-), BJA : 130-140 x/m

Jam 03.00 – 04.00, His : (-), BJA : 130-140 x/m

Jam 04.00 – 05.00, His : (-), BJA : 130-140 x/m

Jam 05.00 – 06.00, His : (-), BJA : 130-140 x/m

Jam 06.00 – 07.00, His : (-), BJA : 130-140 x/m

Jam 07.00 – 08.00, His : (-), BJA : 130-140 x/m

Jam 08.00 – 09.00 Operasi tertunda karena menunggu transfusi darah dan

Penata Anastesi

Jam 09.00 Penderita di dorong ke OK cito

Jam 09.20 Operasi dimulai, dilakukan SCTP

Jam 09.25 Lahir bayi ♀, BBL 2800 gr, PBL : 47 cm, AS : 1-3-5

Jam 10.00 Operasi selesai

KU post operasi :

Tensi : 100/60 mmHg, Nadi : 84 x/menit, Respirasi : 24 x/menit

Kontraksi uterus : baik

Tinggi Fundus Uteri : 2 jari di bawah pusat

Page 8: Lapkas SC Plasenta Previa

1

Perdarahan : 750 cc

Diuresis : 350 cc

Laporan Operasi

Pasien dibaringkan terlentang di atas meja operasi. Dilakukan tindakan

disinfektan pada daerah abdomen dan sekitarnya, kemudian ditutup doek steril

kecuali pada daerah lapangan operasi. Kemudian dilakukan tindakan general

anastesi. Setelah penderita dalam keadaan narkose, dilakukan insisi melintang di

atas symphisis sepanjang kira-kira 10 cm, insisi perdalam lapis demi lapis sampai

peritoneum, hinggga tampak uterus gravidarum. Selanjutnya usus dilindungi plika

vesika uterni dijepit lalu digunting ke lateral atas kemudian dilakukan insisi pada

SBR sepanjang 7-9 cm. Kemudian diperdalam secara tumpul ke kiri dan kanan.

Hingga tampak lapisan ketuban. Ketuban dipecahkan keluar cairan putih keruh.

Tangan kiri operator dimasukkan untuk mengeksplorasi selanjutnya kepala

diluksir keluar setelah bayi lahir dilakukan pengisapan lendir pada hidung dan

mulut dengan suction dilakukan penyuntikan pitosin.

Jam 09.25 lahir bayi ♀, BBL : 2800 gr, PBL : 47 cm 1-3-5, tali pusat

dijepit di dua tempat dengan buah kocher dan digunting diantaranya, dilakukan

eksplorasi tampak plasenta implantansi di korpus depan sampai SBR menutupi

OUI. Kemudian plasenta dikeluarkan dengan tarikan ringan pada tali pusat.

Selanjutnya kavum uteri dijahit secara simpul dan jelujur. Perdarahan dikontrol

kemudian dilakukan reperitobnealisasi. Tuba dan ovarium diperiksa, ternyata

tidak ada kelainan. Rongga perut diperiksa dan dibersihkan dari sisa bekuan

darah. Dinding perut dijahit lapis demi lapis sampai ke kulit. Otot secara simpul.

Fascia secara jelujur, lemak sub kutan secara simpul, kulit secara subkutiler, luka

ditutup dengan kasa dan betadin, operasi selesai.

- KU post operasi :

Tensi : 100/60 mmHg, Nadi : 84 x/menit, Respirasi : 24 x/menit

Kontraksi uterus : baik

Perdarahan : 750 cc

Diuresis : 100 cc

Page 9: Lapkas SC Plasenta Previa

1

- Instruksi post operasi :

Observasi tanda vital, perdarahan, diuresis.

Puasa sampai flatus (+) / peristaltik (+)

IVFD : RL : DS = 2 : 2 40 gtt/menit

Ceftriaxone 3 x 1 IV

Metronidazole 2 x 0,5 gr drips

Piton 3 x 1 amp

Methergin 3 x 1 amp

Vitamin C 3 x 1 amp

Cek Hb 2 dan 6 jam post operasi

Follow Up Ruangan

Tanggal 6-6-2012

S : Keluhan (–), Flatus (+)

O : KU : cukup, Kesadaran : kompos mentis

T : 110/70 mmHg, N: 88 x/menit, R: 20 x/menit, S : 36,5C

Mammae : Laktasi –/–, Infeksi –/–

Abdomen : - TFU 2 jari di bawah pusat, kontraksi uterus (+) baik.

- Luka operasi terawat baik

- BAK (+) via kateter ± 50 cc/jam

A : P4A0, 26 tahun, post SCTP + Sterilisasi Pomeroy hari I, a.i. bekas SC 2x +

HAP ec plasenta previa.

Lahir bayi ♀, BBL 2800 gr, PBL : 47 cm, AS : 1-3-5

P : - IVFD RL : D5 % = 2 : 2 20 gtt/menit

- Ceftriaxone 3 x 1 gr

- Metronidazole 2 x 0,5 gr drips

- Piton 3 x 1 amp

- Vitamin C 3 x 1 amp

- Transfusi darah 1 bag/hari sampai dengan Hb 10 gr/dL

Page 10: Lapkas SC Plasenta Previa

1

Tanggal 7-6-2012

S : Keluhan (–), Flatus (+)

O : KU : cukup, Kesadaran : kompos mentis

T : 110/70 mmHg, N: 88 x/menit, R: 20 x/menit, S : 36,5C

Mammae : Laktasi +/+, Infeksi –/–

Abdomen : - TFU 2 jari di bawah pusat, kontraksi uterus (+) baik.

- Luka operasi terawat baik

- BAK (+) N

A : P4A0, 26 tahun, post SCTP + Sterilisasi Pomeroy hari II, a.i. bekas SC 2x +

HAP ec plasenta previa.

Lahir bayi ♀, BBL 2800 gr, PBL : 47 cm, AS : 1-3-5

P : - IVFD RL : D5 % = 2 : 2 20 gtt/menit

- Transfusi darah 1 bag/hari sampai dengan Hb 10 gr/dL

- Cefradoxile 3 x 500 gr

- Metronidazole 2 x 0,5 gr drips

- Vitamin C 3 x 1 tab

- SF 1 x 1 tab

- Diet TKTP

- Rawat luka

Tanggal 8-6-2012

S : Keluhan (–)

O : KU : cukup, Kesadaran : kompos mentis

T : 120/80 mmHg, N: 84 x/menit, R: 20 x/menit, S : 36,5C

Mammae : Laktasi +/+, Infeksi –/–

Abdomen : - TFU 3 jari di bawah pusat, kontraksi uterus (+) baik.

- Luka operasi terawat baik

- BAK (+) N

A : P4A0, 26 tahun, post SCTP + Sterilisasi Pomeroy hari III, a.i. bekas SC 2x

+ HAP ec plasenta previa.

Lahir bayi ♀, BBL 2800 gr, PBL : 47 cm, AS : 1-3-5

Page 11: Lapkas SC Plasenta Previa

1

P : - IVFD NaCl 0,9 % 20 gtt/menit

- Pro transfusi 1 bag/hari

- Cefradoxile 3 x 500 gr

- Metronidazole 2 x 0,5 gr drips

- Vitamin C 3 x 1 tab

- SF 1 x 1 tab

- Diet TKTP

Page 12: Lapkas SC Plasenta Previa

1

DISKUSI

Pada diskusi ini akan dibahas tentang :

1. Diagnosis

2. Penanganan

3. Komplikasi

4. Prognosis

1. Diagnosis

Dalam diagnosis ditegakkan berdasarkan :

Anamnesis dan pemeriksaan fisik :

Perdarahan dari jalan lahir pada kehamilan 38 – 39 minggu yang

membawa penderita ke RS Datoe Bimangkang dan yang kemudian di rujuk ke

RSUP Malalayang untuk mendapat penanganan lebih lanjut. Perdarahan tanpa

nyeri dialami penderita 1 jam SMRS, banyak dan berwarna merah segar.

Gejala yang paling sering dari suatu plasenta previa adalah perdarahan

yang biasanya tanpa peringatan.(1-7) Tidak jarang perdarahan dimulai sejak

kehamilan 20 minggu. Karena sejak itu segmen bawah uterus telah terbentuk

dan mulai melebar serta menipis. Darahnya berwarna merah segar, berlainan

dengan darah yang terjadi pada solusio plasenta yang berwarna agak merah.

Sumber perdarahan disebabkan oleh sinus uterus yang terobek karena

terlepasnya plasenta dari dinding uterus, atau karena robeknya sinus

marginalis dari plasenta.(1-5)

Makin rendah letak plasenta, makin dini perdarahan terjadi. Oleh karena

itu, perdarahan pada plasenta previa totalis akan terjadi lebih dini pada

plasenta letak rendah yang mungkin baru berdarah setelah persalinan mulai .(1)

Perdarahan pada plasenta previa bersifat berulang-ulang .(5)

Pada pemeriksaan fisik pasien ini status praesens dalam batas normal.

Keadaan umum penderita akan menentukan dalam pengambilan sikap.(1)

Status obstetrik pada pasien ini adalah TFU 29 cm, sesuai umur

kehamilan, letak janin letak kepala belum masuk pintu atas panggul punggung

Page 13: Lapkas SC Plasenta Previa

1

kiri, BJA (+) menggunakan doppler : 104 – 112 dpm, His (-), pergerakan

janin (+).

Besar uterus yang sesuai usia kehamilan membantu menyingkirkan

sebab-sebab perdarahan yang lain seperti mioma uteri, abortus ataupun mola

hidatidosa.

Turunnya bagian terbawah janin ke dalam pintu atas panggul akan

terhalang karena adanya plasenta di bagian bawah uterus. Pada pemeriksaan

luar, bagian terbawah janin biasanya belum masuk pintu atas panggul atau

menolak ke samping dan sukar didorong ke dalam pintu atas pangggul. Tidak

jarang terdapat kelainan letak janin.(1-5)

Pada pemeriksaan dengan inspekulo pada pasien ini tampak bekuan

daerah pada jalan lahir, OUE tertutup, perdarahan aktif (+) dari OUE,

pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dari

OUE atau dari kelainan serviks dan vagina. Apabila perdarahan berasal dari

OUE, maka perlu dicurigai adanya plasenta previa.(1-5)

Pada pemeriksaan letak plasenta dapat dilakukan secara tidak langsung

dengan radiografi, radioisotop, dan ultrasonografi.(1-7)

Sedangkan penentuan letak plasenta secara langsung yaitu meraba

secara langsung plasenta melalui kanalis servikalis. Akan tetapi pemeriksaan

ini sangat berbahaya karena dapat menimbulkan perdarahan banyak. Oleh

karena itu pemeriksaan hanya dapat dilakkukan di atas meja operasi.

Berikut ini ada beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan :

1. Perabaan fornices. Pemeriksaan ini hanya bermakna apabila janin berada

dalam presentasi kepala. Pemeriksaan ini harus selalu mendahului

pemeriksaan melalui kanalis servikalis, untuk mendapat kesan pertama

ada tidaknya plasenta previa. Pemeriksaan tersebut dapat dilakukan di

kamar bersalin. Sedangkan pemeriksaan melalui kanalis servikalis hanya

dapat dilakukan dia atas meja operasi (PDMO).

2. Pemeriksaan melalui kanalis servikalis, apabila kanalis servikalis telah

terbuka, perlahan-lahan jari telunjuk dimasukkan ke dalam kanalis

servikalis. Apabila kotiledon plasenta teraba, segera jari telunjuk

dikeluarkan dari kanalis servikalis.

Page 14: Lapkas SC Plasenta Previa

1

Perabaan pada pasien ini teraba bantalan pada keempat kuadran yang

menunjukkan adanya suatu plasenta previa totalis.

Pemeriksaan penunjang :

Pada saat masuk Hb 5,9 gr/dL, leukosit13.300 /mm3, trombosit

370.000/mm3

2. Penanganan

Penanganan pada plasenta previa terdiri dari dua, yaitu : penanganan

ekspekatif (pasif) dan penanganan aktif. (1-7) Tindakan yang diberikan tergantung

dari jumlah perdarahan banyak atau sedikit, keadaan ibu dan anak, besarnya

pembukaan, tingkat plasenta previa dan paritas. (1-5)

Penanganan secara pasif (ekspektatif) dapat dibenarkan kalau keadaan ibu

baik dan perdarahan sudah baik atau sedikit sekali, yaitu dilakukan pada janin

yang masih kecil, hinggga kemungkinan hidup di dunia baginya kecil sekali. (1,5)

Sebaliknya kalau perdarahan yang telah dan akan berlangsung terus,

banyak, dan akan membahayakan ibu dan atau janinnya, atau kehamilan telah

cukup 37 minggu, atau taksiran berat janin telah mencapai 2.500 gram, atau

persalinan sudah mulai (inpartu), maka ditempuh penanganan aktif.

Penanganan secara aktif ini meliputi dua cara, yaitu :

1. Kelahiran pervaginam

Dasar pemikiran cara ini adalah mengharapkan dapat menekan plasenta

yang lepas ke arah perdarahan di tempat implementasi selama proses

persalinan berlangsung, dan dengan demikian melakukan “tamponade“

pembuluh darah yang terbuka yang cukup untuk mencegah perdarahan yang

hebat.(3) Cara pervaginam ini terdiri dari : pemecahan ketuban, versi Braxton

Hicks, dan dengan cunam Willet. Dari ketiga cara tersebut, pemecahan selaput

ketuban adalah cara yang paling terpilih pada plasenta previa partialis atau

marginalis.(1-3) Pemasangan cunam Willet dan versi Baxton Hicks sudah lama

ditinggalkan dalam dunia obstetrik modern.(1,3) Tetapi kedua cara ini masih

mempunyai tempat tertentu, seperti: dalam keadaan darurat sebagai

pertolongan pertama dalam mengatasi perdarahan banyak, atau apabila seksio

Page 15: Lapkas SC Plasenta Previa

1

sesaria tidak mungkin dilakukan. Semua cara ini mungkin mengurangi atau

menghentikan perdarahan. Dengan demikian menolong ibu, akan tetapi tidak

selalu menolong janinnya. Oleh karena itu, cara ini cenderung dilakukan pada

janin yang telah mati, atau prognosisnya untuk hidup di luar uterus tidak baik.

2. Kelahiran dengan seksio sesaria

Dasar pemikiran ini ada dua cara : pertama, dengan melahirkan janin

dan plasenta, mungkin uterus berkontraksi dan perdarahan, dan kedua,

kelahiran seksio sesarea menjaga kemungkinan terjadinya laserasi serviks,

suatu komplikasi kelahiran pervaginam yang berat pada plasenta previa totalis

dan lateralis.(3) Suatu keadaan gawat janin atau kematian janin bukan halangan

untuk dilakukan seksio sesarea, demi keselamatan ibu, seksio sesarea harus

dilakukan segera, seperti pada plasenta previa totalis dengan perdarahan

banyak.(1)

Pada kasus ini, dipilih penanganan melalui seksio sesarea dengan

pertimbangan adanya riwayat seksio sesarea 2x, ditambah dengan adanya

perdarahan lewat jalan lahir. Dalam keadaan seperti ini, ibu dan keluarganya

harus sepenuhnya mendapat pengertian terhadap masalah kehamilannya dan

siap membawa ke rumah sakit dengan segera, bila terdapat keadaan yang

membahayakan.(3,9)

Karena penderita digolongkan pada kehamilan resiko tinggi, sehingga

penanganan sebaiknya berupa: kemudahan fasilitas untuk keadaan darurat

obstetrik dan pengenalan indikasi-indikasi untuk penanganan obstetrik.

Pada kasus ini langsung diadakan penanganan aktif, berupa: seksio

sesarea darurat, karena ditemukan adanya perdarahn aktif. Usia kehamilan

38 – 39 minggu, belum inpartu, ditambah pada perabaan fornices telah teraba

bantalan pada keempat kuadran, sehingga kemungkinan plasenta previa totalis

dapat terjadi di mana seksio sesarea perlu dilakukan. Selain itu, terdapat

riwayat seksio sesarea 2x.

Page 16: Lapkas SC Plasenta Previa

1

3. Komplikasi

Komplikasi utama plasenta previa pada ibu adalah perdarahan hingga

syok, infeksi, sepsis, dan emboli udara. Sedangkan komplikasi pada bayi

adalah prematuritas, hipoksia, dan kematian bayi.(4,8,10) Perdarahan yang tidak

dapat dihindari diperberat karena ketidakmampuan serabut otot segmen bawah

rahim untuk berkontraksi menghentikan perdarahan.(1-8,10) Kemungkinan

infeksi nifas besar, karena luka plasenta lebih dekat pada ostium, dan

merupakan port d’entire yang mudah dicapai oleh kuman-kuman OUE. Pasien

biasanya dalam keadaan anemis karena perdarahan, hingga daya tahannya

menurun.(5,10) Pada kasus ini, komplikasi baik ibu dan anak tidak ditemukan.

4. Prognosis

Dengan penanganan yang baik, kematian ibu karena plasenta previa

dapat menurun. Kematian perinatal berangsur-angsur dapat diperbaiki.

Walaupun kematian perinatal yang disebabkan prematuritas tetap memegang

peranan utama.(1-5)

Penanganan pasif maupun aktif, memerlukan fasilitas tertentu yang

belum banyak dipenuhi di Indonesia. Sehingga tindakan yang sudah lamna

ditingggalkan, berupa: pemasangan cunam Willet dan versi Braxton Hicks

terpaksa dilakukan, di mana fasilitas seksio sesarea belum ada. Dengan

demikian, tindakan-tindakan lebih banyak ditujukan demi keselamatan ibu,

daripada janinnya.(1)

Pada kasus ini, prognosis kehidupan pada janin adalah dubia ad bonam.

Karena pada ibu dilakukan operasi seksio sesarea ditambah bekas SC 2x,

sehingga membuat kehamilan berikut tergolong very high risk dengan bekas

SC, dan kemungkinan plasenta previa dapat berulang.

Page 17: Lapkas SC Plasenta Previa

1

PENUTUP

KESIMPULAN

1. Diagnosis plasenta previa pada kasus ini ditegakkan berdasarkan

anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

2. Penyebab plasenta previa pada kasus ini belum diketahui dengan pasti,

namun terdapat beberapa faktor yang memungkinkan terjadinya suatu

plasenta previa pada kasus ini yaitu multiparitas dan adanya riwayat seksio

sesarea sebelumnya.

3. Keputusan untuk melakukan seksio sesaria pada kasus ini sudah tepat

sesuai indikasi adanya perdarahan aktif dan riwayat bekas seksio sesarea

2x.

4. Prognosis pada kasus ini sebenarnya buruk, tapi dengan penanganan yang

tepat dan cepat, kematian ibu karena plasenta previa dapat dihindari.

SARAN

1. Perlu adanya PAN yang berkualitas dengan pemeriksaan USG sebanyak 2

kali yaitu pada kehamilan muda dan pada trimester terakhir agar kasus –

kasus plasenta previa dapat terdeteksi dini.

2. Perlu adanya pelatihan bagi pelaksana kesehatan di perifer agar dapat

meningkatkan kemampuan dalam menemukan kasus – kasus kehamilan

resiko tinggi sehingga mampu melakukan perencanaan penatalaksanaan

yang tepat.

3. Perlu adanya peningkatan kesadaran dari berbagai lapisan masyarakat

untuk dapat berperan aktif dalam mencegah terjadinya kasus – kasus

kehamilan resiko tinggi sehingga angka kematian maternal dan perinatal

dapat diturunkan.

Page 18: Lapkas SC Plasenta Previa

1

DAFTAR PUSTAKA

1. Wiknjosastro GH. Perdarahan Antepartum. Dalam: Ilmu Kebidanan, Ed.3.

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirahardjo. Jakarta: 1999; 362-385.

2. Sciara J. Plasenta Praevia in Gynecology and Obstetrics, Vol.2. Lipincott

Company. Philadelphia: 1992; 1-5.

3. Prithchard JA, McDonald PC, Gart NF. Plasenta Previa. Dalam: Obstetrik

Williams, Ed.17. Airlangga University Pres: 1991; 470-476.

4. Benson C. Plasenta Previa in Curent Obstetric Gynecology Diagnosis

Treatment, Third Edition. Lange Medical Publication: 1980; 686-690.

5. Obstetric Patologi. Bagian Obstetrik dan Ginekologi Fakultas Kedokteran

Universitas Padjajaran Bandung: 1994; 110-120, 260-262.

6. Mackay E, Beisher N. Antepartum Haemonhage in Obstetries and The

Newborn an Ilustrated Texbook, Second Edition. W.B Saunders

Company: 1986; 158-168.

7. Queenam J. Placenta Previa and Related Disorders in Management of High

Risk Pregnancy. Blackwell Scientific Publication. Boston: 1994; 483-

490.

8. Mansjoer A, Supraharto, Wardhani WI. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2.

Media Aesculapius. Jakarta: 2000.

9. Omran M. Prevention of Obstetric Mortality in High Risk Pregnancy in High

Risk Mothers and Newborns. Detection, Management and Prevention.

Switzerland: 1987; 311-318.

10. Mochtar, R. Perdarahan Antepartum. Dalam: Sinopsis Obstetri Fisiologi dan

Patologi. Penerbit buku kedokteran EGC: 1998; 269-287.