lapkas medulla spinalis
DESCRIPTION
medula spinalisTRANSCRIPT
LAPORAN KASUS
TRAUMA MEDULLA SPINALIS
OLEH:
JANNATUN NAIMAH RAMBE 100100023
IKHSAN AIDIL 100100117
HASNI HAYATI 100100242
DEDE ERDINA WIRZA 100100244
DILA NANDARI 100100375
PEMBIMBING : dr. QARINA
DEPARTEMEN NEUROLOGI
RUMAH SAKIT H.ADAM MALIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2014
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas
rahmat dan kurnia-Nya, penulisan laporan kasus : Stroke Iskemik, dapat diselesaikan. Makalah
ini diajukan untuk melengkapi tugas pada Kepaniteraan Klinik Departemen Neurologi,
Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara.
Meskipun penulisan makalah ini banyak mengalami hambatan, kesulitan dan kendala,
namun karena adanya bimbingan, petunjuk, nasihat dan motivasi dari berbagai pihak, penulisan
makalah ini dapat diselesaikan. Di sini kami mengambil kesempatan untuk mengucapkan
banyak terima kasih kepada pembimbing kami, dr. Qorina.
Namun demikian, karena keterbatasan pengalaman, pengetahuan, kepustakaan dan
waktu, laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk ini, kritik dan saran dari
berbagai pihak sangat diharapkan untuk menyempurnakan makalah ini.
Medan, 5 Juli 2014
Penulis
i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR....................................................................................................iDAFTAR ISI.................................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN1.1. Latar Belakang...........................................................................................11.2. Tujuan........................................................................................................11.3. Manfaat......................................................................................................2
BAB 2 LAPORAN KASUS2.1. Anamnesis..................................................................................................32.2. Pemeriksaan Jasmani.................................................................................42.3. Pemeriksaan Neurologis.............................................................................52.4. Kesimpulan Pemeriksaan.........................................................................122.5. Diagnosa...................................................................................................142.6. Penatalaksanaan.......................................................................................142.7. Rencana Prosedur Diagnostik..................................................................142.8. Follow Up................................................................................................152.9. Pemeriksaan Penunjang...........................................................................19
BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA 3.1. Definisi.....................................................................................................20
3.2. Anatomi Medula Spinalis…………………….………………………...20 3.3. Epidemiologi…………………………….………………………….…..22 3.4. Etiologi Trauma Medula Spinalis……………………………………....23
3.5. Patofisiologi.............................................................................................233.6. Manifestasi Klinik..............................................................................…..253.7. Prosedur Diagnostik.................................................................................273.8.Penatalaksanaan…………………………………………..………….....313.9.Komplikasi…………………………………………………………...…343.10.Prognosis...........................................................................................…..34
BAB 4 DISKUSI KASUS............................................................................................35
BAB 5 KESIMPULAN................................................................................................41
BAB 6 SARAN.............................................................................................................41
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................42
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Trauma medula spinalis adalah cedera pada tulang belakang baik langsung
maupun tidak langsung, yang menyebabkan lesi di medula spinalis sehingga
menimbulkan gangguan neurologis, dapat menyebabkan kecacatan menetap atau
kematian.1 Trauma medula spinalis terjadi pada 30.000 pasien setiap tahun di Amerika
Serikat. Insidensi pada negera berkembang berkisar antara 11,5 hingga 53,4 kasus
dalam 1.000.000 populasi. Umumnya terjadi pada remaja dan dewasa muda. Penyebab
tersering adalah kecelakaan lalu lintas (50%), jatuh (25%) dan cedera yang berhubungan
dengan olahraga(10%). Sisanya akibat kekerasan dan kecelakaan kerja. Hampir 40%-
50% trauma medulla spinalis mengakibatkan defisit neurologis, sering menimbulkan
gejala yang berat, dan terkadang menimbulkan kematian. Walaupun insiden pertahun
relatif rendah, tapi biaya perawatan dan rehabilitasi untuk cedera medulla spinalis
sangat besar, yaitu sekitar US$ 1.000.000 / pasien. Angka mortalitas diperkirakan 48%
dalam 24 jam pertama, dan lebih kurang 80% meninggal di tempat kejadian. Tiap lesi di
medula spinalis yang merusak daerah jaras kortikospinal lateral dapat menimbulkan
kelumpuhan upper motor neuron (UMN) pada otot-otot bagian tubuh yang terletak
dibawah tingkat lesi. Bila lesi bilateral atau transversal medula spinalis di bawah
tingkat servical maka dapat muncul suatu paraplegi spastik, bila lesinya di tingkat
servical maka akan muncul suatu tetraplegi spastik.2 Paraplegi dan tetraplegi spastik
dapat terjadi secara tiba-tiba atau akut yang disebabkan oleh dislokasi atau fraktur
tulang belakang akibat trauma atau lesi vaskuler seperti: trombosis arteri spinalis,
hematomielia, aneurisma aorta disektans. Paraplegia atau tetraplegi spastik pada anak-
anak pada umumnya merupakan gejala cerebral palsy atau manifestasi penyakit
herediter yang menyertai keterbelakangan mental. Paraplegia atau tetraplegi spastik
yang berkembang secara sedikit demi sedikit dalam jangka waktu yang bertahun-tahun
biasanya disebabkan oleh Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS), biasanya disertai defisit
sensorik pada permukaan tubuh yang terletak dibawah lesi, bahkan sebagian besar dapat
terjadi gangguan miksi dan defekasi.
1
1.2. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk melaporkan kasus dan
memahami aspek teori dari trauma medulla spinalis yang ditemukan di lapangan dan
membandingkannya dengan landasan teori yang sesuai. Penyusunan makalah ini
sekaligus dilakukan untuk memenuhi persyaratan kegiatan Program Pendidikan Profesi
Dokter (P3D) di Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara.
1.3. Manfaat
Laporan kasus ini diharapkan dapat mengembangkan kemempuan penulis
maupun pembaca khususnya peserta P3D untuk lebih mengetahui tentang teori yang ada
dengan aplikasi kasus yang dijumpai di lapangan.
2
BAB 2
LAPORAN KASUS
2.1. ANAMNESIS
2.1.1. IDENTITAS PRIBADI
Nama : RP
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 37 tahun
Suku Bangsa : Batak
Agama : Protestan
Alamat : Onan Ganjang Kab. Dolok Sanggul
Status : Sudah Menikah
Pekerjaan : Petani
Tanggal Masuk : 19 Juni 2014
2.1.2. ANAMNESA
Keluhan Utama : Lemah kedua tungkai
Telaah : Hal ini dialami os +/- 7 hari sebelum masuk rumah
sakit yang terjadi secara perlahan-lahan. Awalnya Os terjatuh ke lantai +/- 1
kali. Nyeri pinggang (+), nyeri dengan intensitas sedang dan nyeri terasa
semakin memberat jika os duduk. Sulit BAB & BAK +/- 1 minggu ini.
Demam (-), batuk (-), sesak nafas (-).
RPT : (-)
RPO : (-)
2.1.3. ANAMNESA TRAKTUS
Traktus sirkulatorius : Akral hangat, CRT < 3”
Traktus respiratorius : Sesak nafas (-), batuk (-)
Traktus digestivus : Sulit BAB
Traktus urogenitalis : Sulit BAK
Penyakit terdahulu & kecelakaan : (-)
Intoksikasi & obat-obat2an : (-)
3
2.1.4. ANAMNESA KELUARGA
Faktor herediter : (-)
Faktor familier : (-)
Lain-lain : (-)
2.1.5. ANAMNESA SOSIAL
Kelahiran & pertumbuhan : Dalam batas normal
Imunisasi : Tidak jelas
Pendidikan : -
Pekerjaan : Petani
Perkawinan & anak : Sudah Menikah
2.2. PEMERIKSAAN JASMANI
2.2.1. PEMERIKSAAN UMUM
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 82 x/i
Frekuensi nafas : 20 x/i
Temperatur : 37.0 0C
Kulit & selaput lendir : Dalam batas normal
Kelenjar & getah bening : Dalam batas normal
Persendian : Dalam batas normal
2.2.2. KEPALA & LEHER
Bentuk & posisi : Bulat & Medial
Pergerakan : terbatas
Kelainan panca indera : (-)
Rongga mulut & gigi : Dalam batas normal
Kelenjar parotis : Dalam batas normal
Desah : (-)
4
2.2.3. RONGGA DADA & ABDOMEN
Rongga dada Rongga abdomen
Inspeksi : Simetris fusiform Simetris
Palpasi : Stem Fremitus Ka=Ki Soepel
Perkusi : Sonor Timpani
Auskultasi : Vesikuler Peristaltik (+)
Normal
2.2.4. PEMERIKSAAN FISIK JANTUNG
Inspeksi : Ictus normal
Palpasi : Nadi teraba regular pada semua ekstremitas
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : murmur (-), gallop (-), bunyi jantung normal
2.2.5. GENITALIA
Toucher : Tidak dilakukan pemeriksaan
2.3. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
2.3.1. SENSORIUM : Compos mentis
2.3.2. KRANIUM
Bentuk : Bulat
Fontanella : Tertutup
Palpasi : Pulsasi a.temporalis, a.carotis reguler
Perkusi : Cracked Pot Sign (-)
Auskultasi : Bruit (-)
Transluminasi : Tidak dilakukan pemeriksaan
2.3.3. PERANGSANGAN MENINGEAL
Kaku Kuduk : (-)
Tanda Kerniq : (-)
Tanda Laseque : (-)
Tanda Brudzinski I/II : (-)/(-)
2.3.4. PENINGKATAN TEKANAN INTRAKRANIAL
Muntah : (-)
5
Sakit kepala : (-)
Kejang : (-)
2.3.5. NERVUS KRANIALIS
NERVUS I Meatus Nasi Dextra Meatus Nasi
Sinistra
Normosmia : Normal Normal
Anosmia : - -
Parosmia : - -
Hiposmia : - -
NERVUS II Okuli Dextra Okuli
Sinistra
Visus : Normal
Normal
Lapangan pandang
Normal : DBN DBN
Menyempit : (-) (-)
Hemianopsia : (-) (-)
Scotoma : (-) (-)
Refleks ancaman : (+) (+)
Fundus okuli
Warna : TDP TDP
Batas : TDP TDP
Ekskavasio : TDP TDP
Arteri : TDP TDP
Vena : TDP TDP
NERVUS III, IV, VI Oculi Dextra Okuli
Sinistra
Gerakan bola mata : DBN DBN
Nistagmus : (-) (-)
Pupil
Lebar : isokor, ø 3mm isokor, ø
3mm
Bentuk : bulat bulat
6
RC Langsung : (+) (+)
RC Tidak langsung : (+) (+)
Rima palpebra : ±7mm ±7mm
Deviasi konjugasi : (-) (-)
Doll’s eye phenomena : TDP TDP
Strabismus : (-) (-)
NERVUS V Kanan Kiri
Motorik
Membuka & Menutup mulut : DBN DBN
Palpasi otot masseter & temporalis : DBN DBN
Kekuatan gigitan : DBN DBN
Sensorik
Kulit : DBN DBN
Selaput lendir : DBN DBN
Refleks kornea
Langsung : TDP TDP
Tidak langsung : TDP TDP
Refleks masseter : TDP TDP
Refleks bersin : TDP TDP
NERVUS VII Kanan Kiri
Motorik
Mimik : Simetris
Kerut kening : Simetris
Menutup mata : Simetris
Meniup sekuatnya : Simetris
Memperlihatkan gigi : Simetris
Tertawa : Simetris
Sensorik
Pengecapan 2/3 depan lidah : TDP TDP
Produksi kelenjar Ludah : (+) (+)
Hiperakusis : (-) (-)
Refleks stapedial : DBN DBN
7
NERVUS VIII Kanan Kiri
Auditorius
Pendengaran : DBN DBN
Test rinne : DBN DBN
Test weber : DBN DBN
Test schwabach : DBN DBN
Vestibularis
Nistagmus : (-) (-)
Reaksi kalori : TDP TDP
Vertigo : (-) (-)
Tinnitus : (-) (-)
NERVUS IX,X
Pallatum mole : Simteris
Uvula : Medial
Disfagia : (-)
Disartria : (-)
Disfonia : (-)
Reflek muntah : Tidak dilakukan pemeriksaan
Pengecapan 1/3 belakang : Tidak dilakukan pemeriksaan
NERVUS XI Kanan Kiri
Mengangkat bahu : DBN DBN
Fungsi otot Sternocleidomastoideus : DBN DBN
NERVUS XII
Lidah
Tremor : (-)
Atropi : (-)
Fasikulasi : (-)
Ujung lidah sewaktu Istirahat : Medial
Ujung lidah sewaktu Dijulurkan : Medial
2.3.6. SISTEM MOTORIK
8
Tropi : Eutrofi
Tonus otot : Normotonus
Kekuatan otot : ESD : 55555 ESS : 55555
EID : 11111 EIS : 11111
Sikap : Berbaring
2.3.7. GERAKAN SPONTAN ABNORMAL
Tremor : (-)
Khorea : (-)
Ballismus : (-)
Mipklonus : (-)
Atetosis : (-)
Distonia : (-)
Spasme : (-)
Tic : (-)
2.3.8. TEST SENSIBILITAS
Eksteroseptif : Terganggu di kedua tungkai
Propioseptif : Terganggu di kedua tungkai
Fungsi kortikal untuk sensibilitas
Stereognosis : Terganggu di kedua tungkai
Pengenalan 2 titik : Terganggu di kedua tungkai
Grafestesia : Terganggu di kedua tungkai
2.3.9. REFLEKS
2.3.9.1. REFLEKS FISIOLOGIS
Kanan Kiri
Biceps : (++)
(++)
Triceps : (++)
(++)
Radioperiost : (++) (++)
APR : (+) (+)
9
KPR : (+) (+)
Strumple : (+) (+)
2.3.9.2. REFLEKS PATOLOGIS
Babinsky : (-) (-)
Oppenheim : (-) (-)
Chaddock : (-) (-)
Gordon : (-) (-)
Schaefer : (-) (-)
Hoffman-trommer : (-) (-)
Klonus lutut : (-) (-)
Klonus kaki : (-) (-)
2.3.9.3. REFLEKS PRIMITIF : (-)
2.3.10. KOORDINASI
Lenggang : Sulit dinilai
Bicara : DBN
Menulis : DBN
Percobaan apraksia : DBN
Mimik : Simetris
Tes telunjuk-telunjuk : DBN
Tes telunjuk-hidung : DBN
Diadokhokinesia : DBN
Tes tumit-lutut : Sulit dinilai
Tes Romberg : Sulit dinilai
2.3.11. VEGETATIF
Vasomotorik : Dalam batas normal
Sudomotorik : Dalam batas normal
Pilo-erektor : Tidak dilakukan pemeriksaan
Miksi : Terganggu
Defekasi : Terganggu
Potens & libido : Tidak dilakukan pemeriksaan
2.3.12. VERTEBRA
BENTUK
10
Normal : (+)
Scoliosis : (-)
Hiperlordosis : (-)
PERGERAKAN
Leher : Terbatas
Pinggang : Sulit dinilai
2.3.13. TANDA PERANGSANGAN RADIKULER
Laseque : (-)
Cross laseque : (-)
Test Lhermitte : (-)
Test Naffziger : (-)
2.3.14. GEJALA-GEJALA SEREBRAL
Ataksia : Sulit dinilai
Disartria : (-)
Tremor : (-)
Nistagmus : (-)
Fenomena rebound : (-)
Vertigo : (-)
Dan lain-lain : (-)
2.3.15. GEJALA-GEJALA EKSTRAPIRAMIDAL
Tremor : (-)
Rigiditas : (-)
Bradikinesia : (-)
Dan lain-lain : (-)
2.3.16. FUNGSI LUHUR
Kesadaran kualitatif : Compos Mentis
Ingatan baru : Dalam batas normal
Ingatan lama : Dalam batas normal
Orientasi
Diri : Dalam batas normal
Tempat : Dalam batas normal
Waktu : Dalam batas normal
11
Situasi : Dalam batas normal
Intelegensia : Tidak dilakukan
pemeriksaan
Daya pertimbangan : Tidak dilakukan
pemeriksaan
Reaksi emosi : Tidak dilakukan
pemeriksaan
Afasia
Ekspresif : Dalam batas normal
Represif : Dalam batas normal
Apraksia : Dalam batas normal
Agnosia
Agnosia visual : Dalam batas normal
Agnosia jari-jari : Dalam batas normal
Akalkulia : Dalam batas normal
Disorientasi kanan-kiri : Dalam batas normal-
2.4. KESIMPULAN PEMERIKSAAN
Seorang perempuan berusia 37 tahun datang ke RSPH pada
tanggal 19 Juni 2014 dengan keluhan utama lemah kedua tungkai. Hal ini
dialami os +/- 7 hari sebelum masuk rumah sakit yang terjadi secara
perlahan-lahan. Awalnya Os terjatuh ke lantai +/- 1 kali. Nyeri pinggang
(+), nyeri dengan intensitas sedang dan nyeri terasa semakin memberat jika
os duduk. Sulit BAB & BAK +/- 1 minggu ini. Demam (-), batuk (-), sesak
nafas (-).
.
STATUS PRESENSSensorium Compos MentisTekanan Darah 110/70 mmHgHeart Rate 82 x/iRespiratory Rate 20 x/iTemperatur 37 0C
12
STATUS NEUROLOGISSensorium Compos Mentis
Peningkatan TIKMuntah (-)Kejang (-)Sakit kepala (-)
Perangsangan meningealKaku kuduk (-)Kernig sign (-)Brudzinski I/II (-/-)
NERVUS KRANIALISN I NormosmiaN II, III RC +/+, pupil isokor ø 3mmN III, IV, VI Gerakan bola mata (+)
N V Buka tutup mulut (+)
N VII sudut mulut simetris
N VIII Pendengaran (+) N
N IX, X Uvula medial
N XI Angkat bahu (+) N
N XII Lidah dijulurkan medial
REFLEKS FISIOLOGIS
Biceps / TricepsKanan Kiri
++/++ +/+
KPR / APRKanan Kiri
+/+ +/+
REFLEKS PATOLOGIS
BabinskyKanan Kiri
+ -
Hoffman / TromnerKanan Kiri
-/- -/-
KEKUATAN MOTORIK
ESD: 55555/55555 ESS: 55555/55555
EID: 11111/11111 EIS: 11111/11111
2.5. DIAGNOSA
Diagnosa Fungsional : Paraparese tipe UMN + Hipestesi Th 9-10
Diagnosa Etiologik : Trauma
13
Diagnosa Anatomik : Medula Spinalis
Diagnosa Banding : 1. Trauma medulla spinalis
2. Myelitis transversalis
Diagnosa Kerja : Paraperese tipe UMN + retensi urin at alvi +
hipestesi setentang th 9-10 ec dd 1. Trauma
medulla spinalis
2. Myelitis tranversalis
2.6. PENATALAKSANAAN
IVFD R.SOL 20 tetes/menit
Inj. Dexamethasone 2 amp bolus
Inj. Ranitidin 1 amp/12 j
Tab B.Comp 3x1
2.7. RENCANA PROSEDUR DIAGNOSTIK
1) Cek darah lengkap / RFT/ LFT/ KGD ad
2) Foto thoracolumbal ap. lat
3) EKG
4) Perspirasi test
5) MRI
6) CT Scan thoracal kontras
2.8. FOLLOW UP
STATUS PRESENSTANGGAL 20 Juni 2014 21 Juni 2014 22 Juni 2014
Sensorium Compos Mentis Compos Mentis Compos MentisTekanan Darah 150/100 mmHg 110/90 mmHg 130/70 mmHgNadi 96 x/i 80 x/i 64 x/iLaju Pernafasan 22 x/i 20 x/i 22 x/i
14
Temperatur 36 0C 36.8 0C 36.7 0CSTATUS NEUROLOGIS
Sensorium Compos Mentis Compos Mentis Compos Mentis
Peningkatan TIKMuntah (-)Kejang (-)Sakit kepala (-)
Muntah (-)Kejang (-)Sakit kepala (-)
Muntah (-)Kejang (-)Sakit kepala (-)
Perangsangan Meningeal
Kaku kuduk (-)Kernig sign (-)Brudzinski i/ii (-/-)
Kaku kuduk (-)Kernig sign (-)Brudzinski i/ii (-/-)
Kaku kuduk (-)Kernig sign (-)Brudzinski i/ii (-/-)
NERVUS KRANIALISN I Normosmia Normosmia Normosmia
N II, IIIRc +/+ Pupil isokor Ø 3mm
Rc +/+ Pupil isokor Ø 3mm
Rc +/+ Pupil isokor Ø 3mm
N III, IV, VI Gerakan bola mata (+) Gerakan bola mata (+) Gerakan bola mata (+)N V Buka tutup mulut (+) Buka & tutup mulut (+) Buka & tutup mulut (+)N VII Sudut mulut simetris Sudut mulut simetris Sudut mulut simetrisN VIII Pendengaran (+) N Pendengaran (+) N Pendengaran (+) NN IX, X Uvula medial Uvula medial Uvula medialN XI Angkat bahu (+) N Angkat bahu (+) N Angkat bahu (+) N
N XIILidah dijulurkan medial
Lidah dijulurkan medial Lidah dijulurkan medial
REFLEKS FISIOLOGIS
Biceps / TricepsKanan Kiri Kanan Kiri Kanan Kiri++/++ +/+ ++/++ +/+ ++/++ +/+
KPR / APRKanan Kiri Kanan Kiri Kanan Kiri
+/+ +/+ +/+ +/+ +/+ +/+REFLEKS PATOLOGIS
BabinskyKanan Kiri Kanan Kiri Kanan Kiri
+ - + - + -
Hoffman / Tromner
Kanan Kiri Kanan Kiri Kanan Kiri- - - - - -- - - - - -
Kekuatan Motorik
ESD: 55555/55555ESS: 11111/11111EID: 55555/55555
EIS: 11111/11111
ESD: 55555/55555ESS: 11111/11111EID: 55555/55555EIS: 11111/11111
ESD: 55555/55555ESS: 11111/11111EID: 55555/55555EIS: 11111/11111
TANGGAL 20 Juni 2014 21 Juni 2014 22 Juni 2014Diagnosis Kerja Paraparese tipe UMN +
Retensi urin et alvi + Paraparese tipe UMN + Retensi urin et alvi +
Paraparese tipe UMN + Retensi urin et alvi +
15
Hipestesi setentang T9 - T10 ec dd/1. Trauma Medula Spinalis 2. Myelitis Transvesalis
Hipestesi setentang T9 - T10 ec dd/1. Trauma Medula Spinalis Myelitis Transvesalis
Hipestesi setentang T9 - T10 ec dd/1. Trauma Medula Spinalis Myelitis Transvesalis
Terapi IVFD R.SOL 20
tetes/menit
Inj. Dexametason 2 amp
bolus
Inj. Ranitidine 1 amp/ 12
jam
Vit B complex tab 3x1
IVFD R.SOL 20
tetes/menit
Inj. Dexametason 1
amp/ 6 jam
Inj. Ranitidine 1 amp/
12 jam
Vit B complex tab 3x1
IVFD R.SOL 20
tetes/menit
Inj. Ceftriaxone 1 gr/12
jam
Inj. Dexametason 1
amp/ 6 jam
Inj. Ranitidine 1 amp/
12 jam
Vit B complex tab 3x1
Dulcolax supp II
16
STATUS PRESENSTANGGAL 23 Juni 2014 24 Juni 2014 25 Juni 2014
Sensorium Compos Mentis Compos Mentis Compos Mentis Tekanan Darah 130/80 mmHg 120/80 mmHg 130/80 mmHg Nadi 86 x/I 83 x/I 85x/I Laju Pernafasan 24 x/i 24 x/I 25x/I Temperatur 37,0 0C 37,50c 37,30C
STATUS NEUROLOGISSensorium CM CM CM
Peningkatan TIK Muntah (-) Kejang (-) Sakit kepala (-)
Muntah (-) Kejang (-) Sakit kepala (-)
Muntah (-) Kejang (-) Sakit kepala (-)
Perangsangan Meningeal
Kaku kuduk (-) Kernig sign (-) Brudzinski i/ii (-/-)
Kaku kuduk (-) Kernig sign (-) Brudzinski i/ii (-/-)
Kaku kuduk (-) Kernig sign (-) Brudzinski i/ii (-/-)
NERVUS KRANIALISN I Normosmia Normosmia Normosmia
N II, III Rc +/+ Pupil isokor Ø 3mm
Rc +/+ Pupil isokor Ø 3mm
Rc +/+ Pupil isokor Ø 3mm
N III, IV, VI Gerakan bola mata (+) Gerakan bola mata (+) Gerakan bola mata (+) N V Buka & tutup mulut (+) Buka & tutup mulut (+) Buka & tutup mulut (+) N VII Sudut mulut simetris Sudut mulut simetris Sudut mulut simetris N VIII Pendengaran dbn Pendengaran dbn Pendengaran dbn N IX, X Uvula medial Uvula medial Uvula medial
N XI DBN Sternocleidomastoideus(+) Sternocleidomastoideus(+)
N XII DBN Lidah dijulurkan medial Lidah dijulurkan medial REFLEKS FISIOLOGIS
Biceps / Triceps Kanan Kiri Kanan Kiri Kanan Kiri
++/++ ++/++ ++/++ ++/++ ++/++ ++/++
KPR / APR Kanan Kiri Kanan Kiri Kanan Kiri
+/+ +/+ +/+ +/+ +/+ +/+ REFLEKS PATOLOGIS
BabinskyKanan Kiri Kanan Kiri Kanan Kiri
- - - - - -
Hoffman / Tromner
Kanan Kiri Kanan Kiri Kanan Kiri-/- -/- -/- -/- -/- -/--/- -/- -/- -/- -/- -/-
17
Kekuatan Motorik
ESD: 55555/55555ESS: 55555/55555EID: 11111/11111
EIS: 11111/11111
ESD: 55555/55555ESS: 55555/55555EID: 11111/11111EIS: 11111/11111
ESD: 55555/55555ESS: 55555/55555EID: 11111/11111EIS: 11111/11111
TANGGAL 20 Juni 2014 21 Juni 2014 22 Juni 2014Diagnosis Kerja CM + Paraparese tipe
UMN + Hipestesi Th 9-10 ec trauma medulla spinalis
CM + Paraparese tipe UMN + Hipestesi Th 9-10 ec trauma medulla spinalis
CM + Paraparese tipe UMN + Hipestesi Th 9-10 ec trauma medulla spinalis
Terapi • Bedrest, • IVFD NaCl 20 gtt/i • B Comp 2x1 tab R/ CT SCAN
• Bedrest, • IVFD NaCl 20 gtt/i • B Comp 2x1 tab
• Bedrest, • IVFD NaCl 20 gtt/i • B Comp 2x1 tab
18
Hasil Laboratorium
19 Juni 2014
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hemoglobin 12 g/ dl 11.7-15.5 g/dl
Hematokrit 35.50 % 38-44 %
Leukosit 12.95 .103 / mm 4.5-11.103/uL
Trombosit 151.103/ mm 150-400.103/uL
MCV 87 fl 85-95 fl
MCH 29.40 pg 28-32 pg
MCHC 33.80 gr % 33-35 gr%
RDW 12.30 % 11.6-14.8 %
MPV 9.30 fl 7-10.2 fl
PCT 0.14%
PDW 10.5 fl
Glukosa Darah (Sewaktu) 99 mg/ dl < 200 mg/dl
Ureum 41.30 mg/dl <50 mg/dl
Kreatinin 0.62 mg/dl 0.5-0.9 mg/dl
Natrium 132 mEq/L 135-155 mEq/L
Kalium 3.7 mEq/L 3.6-5.5 mEq/L
Klorida 104 mEq/L 96-106 mEq/L
19
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Definisi
Trauma medula spinalis (spinal cord injury) adalah trauma langsung atau tidak
langsung terhadap medula spinalis yang menyebabkan kerusakan medula spinalis.
Trauma medula spinalis merupakan keadaan darurat neurologi yang memerlukan
tindakan yang cepat, tepat dan cermat untuk mengurangi angka kecacatan dan kematian.
Pengertian lain dari trauma medula spinalis adalah trauma pada tulang belakang yang
menyebabkan lesi di medula spinalis sehingga menimbulkan gangguan neurologis,
dapat menyebabkan kecacatan menetap atau kematian. Trauma tulang belakang adalah
adalah kerusakan pada sumsum tulang belakang. Ini merupakan hasil cedera langsung
maupun tidak langsung dari suatu penyakit yang ada disekitar tulang, jaringan atau
pembuluh darah.1
3.2. Anatomi Medula Spinalis
Medulla spinalis adalah saraf yang tipis yang merupakan perpanjangan dari
sistem saraf pusat dan melengkungi serta dilindungi oleh tulang belakang. Fungsi utama
medulla spinalis adalah transmisi pemasukan rangsangan antara perifer dan otak.
Medulla spinalis merupakan bagian dari susunan saraf pusat. Terbentang dari
foramen magnum sampai dengan L1, di L1 melonjong dan agak melebar yang disebut
conus terminalis atau conus medullaris. Terbentang dibawah cornu terminalis serabut-
serabut bukan syaraf yang disebut filum terminale yang merupakan jaringan ikat.
Terdapat 31 pasang syaraf spinal , 8 pasang syaraf servikal, 12 pasanag syaraf torakal, 5
pasang syaraf lumbal, 5 pasang syaraf sacral dan 1 pasang syaraf coxigeal. Akar syaraf
lumbal dan sacral terkumpul yang disebut dengan cauda equina. Setiap pasangan syaraf
keluar melalui intervertebral foramina. Syaraf spinal dilindungi oleh tulang vertebra dan
ligamen dan juga oleh meningen spinal dan CSF.2
20
Struktur internal terdapat subtansi abu-abu dan subtansi putih. Subtansi abu-abu
membentuk sperti kupu-kupu dikelilingi bagian luarnya oleh subtansia putih. Terbagi
menjadi bagian kiri dan kanan oleh anterior median fisure dan median septum yang
disebut dengan posterior median septum. Keluar dari medulla spinalis merupakan akar
ventral dan dorsal dari syaraf spinal. Subtansia abu-abu mengandung badan sel dan
dendrit dan neuron afferen, akson tak bermyelin, syaraf sensoris dan motoris dan akson
21
terminaldari neuron. Subtansi abu-abu membentuk seperti huruf H dan terdiri dari tiga
bagian yaitu: anterio, posterior, dan dan comissura abu-abu. Bagian posterior sebagai
input/afferen, anterior sebagai output/efferent, comissura abu-abu untuk refleks silang
dan subtansi putih merupakan kumpulan serat syaraf bermyelin.2
3.3. Epidemiologi
Sebanyak 500 000 orang mengalami cedera tulang belakang setiap tahunnya.
Orang dengan cedera tulang belakang berisiko 2 sampai 5 kali lebih mungkin
mengalami kematian dini, dengan tingkat kelangsungan hidup yang lebih buruk pada
negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.3
Insiden cedera tulang belakang di Amerika Serikat adalah sekitar 40 kasus per
juta penduduk, atau sekitar 12.000 pasien per tahun berdasarkan data di National Spinal
Cord Injury database. Perkiraan dari berbagai studi menunjukkan bahwa jumlah orang
di Amerika Serikat hidup di tahun 2010 dengan cedera tulang belakang adalah sekitar
265.000 orang.
Pria adalah paling berisiko mengalami cedera tulang belakang antara usia 20-29
tahun dan 70 tahun atau lebih, sementara perempuan yang paling berisiko antara usia
22
15-19 tahun dan 60 tahun atau lebih. Studi melaporkan rasio laki-laki dengan
perempuan mengalami trauma medulla spinalis adalah 2: 1 di antara orang dewasa.
Sekitar 50% dari cedera tulang belakang terjadi antara usia 16 dan 30 tahun, 3,5%
terjadi pada anak usia 15 tahun atau lebih muda, dan sekitar 11,5% pada mereka yang
berusia lebih dari 60 tahun (11,5%). Kematian yang lebih besar dilaporkan pada pasien
lebih tua yang mengalami cedera tulang belakang.4
3.4. Etiologi Trauma Medula Spinalis
Cedera medula spinalis dapat dibagi menjadi dua jenis:
Cedera medula spinalis traumatik, terjadi ketika benturan fisik eksternal seperti
yang diakibatkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh atau kekerasan, merusak
medula spinalis. cedera medula spinalis traumatik mencakup fraktur, dislokasi dan
kontusio dari kolum vertebra.
Cedera medula spinalis non traumatik, terjadi ketika kondisi kesehatan seperti
penyakit, infeksi atau tumor mengakibatkan kerusakan pada medula spinalis, atau
kerusakan yang terjadi pada medula spinalis yang bukan disebabkan oleh gaya fisik
eksternal. Faktor penyebab dari cedera medula spinalis mencakup penyakit motor
neuron, myelopati spondilotik, penyakit infeksius dan inflamatori, penyakit neoplastik,
penyakit vaskuler, kondisi toksik dan metabolik dan gangguan kongenital dan
perkembangan.1
3.5. Patofisiologi
Trauma medulla spinalis (SCI), merupakan proses dinami dari semua sindrom
saraf yang akut. Lesi saraf yang tidak lengkap dapat berkembang menjadi lesi yang
lebih lengkap. Secara umum, tingkat cedera naik di 1 atau 2 level spinal selama jam
sampai hari setelah kejadian awal. Patofisiologis trauma spinalis berkaitan dengan
radikal bebas, edema vasogenik, dan perubahan aliran darah yang menyebabkan
perburukan klinis. Oksigenasi normal, perfusi, dan keseimbangan asam-basa diperlukan
untuk mencegah memburuknya trauma medulla spinalis.
23
Trauma medula spinalis dapat didukung melalui mekanisme yang berbeda,
dengan 3 kelainan umum yang menyebabkan kerusakan jaringan yaitu sebagai berikut:
Kerusakan dari trauma secara langsung
Kompresi oleh fragmen tulang, hematoma, atau bagian diskus
Iskemia akibat kerusakan atau pergeseran dari arteri spinalis
Edema bisa terjadi setelah salah satu jenis kerusakan terjadi.
Defisit neurologis yang berkaitan dengan cedera medula spinalis terjadi akibat dari
proses cedera primer dan sekunder. Mekanisme utama yaitu cedera inisial dan
mencakup transfer energi ke korda spinal, deformasi korda spinal dan kompresi korda
paska trauma yang persisten. Mekanisme ini, yang terjadi dalam hitungan detik dan
menit setelah cedera, menyebabkan kematian sel yang segera, disrupsi aksonal dan
perubahan metabolik dan vaskuler yang mempunyai efek yang berkelanjutan.
Proses cedera sekunder yang bermula dalam hitungan menit dari cedera dan
berlangsung selama berminggu-minggu hingga berbulan-bulan, melibatkan kaskade
yang kompleks dari interaksi biokimia, reaksi seluler dan gangguan serat traktus yang
mana kesemuanya hanya dimengerti sebagian. Sangat jelas bahwa peningkatan produksi
radikal bebas dan opioid endogen, pelepasan yang berlebihan dari neurotransmitter
eksitatori dan reaksi inflamasi sangat berperan penting. Lebih jauh lagi, profil mRNA
(messenger Ribonucleic Acid) menunjukkan beberapa perubahan ekspresi gen setelah
cedera medula spinalis dan perubahan ini ditujukan sebagai target terapeutik. Beberapa
teori telah diusulkan untuk menjelaskan patofisiologi dari cedera sekunder.
Teori radikal bebas menjelaskan bahwa, akibat dari penurunan kadar anti-
oksidan yang cepat, oksigen radikal bebas berakumulasi di jaringan sistem saraf pusat
yang cedera dan menyerang membrane lipid, protein dan asam nukleat. Hal ini
berakibat pada dihasilkannya lipid peroxidase yang menyebabkan rusaknya membran
sel.
Teori kalsium menjelaskan bahwa terjadinya cedera sekunder bergantung pada
influx dari kalsium ekstraseluler ke dalam sel saraf. Ion kalsium mengaktivasi
phospholipase, protease, dan phosphatase. Aktivasi dari enzim-enzim ini
mengakibatkan interupsi dari aktivitas mitokondria dan kerusakan membran sel.
24
Teori opiate reseptor mengusulkan bahwa opioid endogen mungkin terlibat
dalam proses terjadinya cedera medula spinalis dan bahwa antagonis opiate (contohnya
naloxone) mungkin bisa memperbaiki penyembuhan neurologis. Teori inflamasi
berdasarkan pada hipotesis bahwa zat-zat inflamasi (seperti prostaglandin, leukotrien,
platelet-activating faktor, serotonin) berakumulasi pada jaringan medula spinalis yang
cedera dan merupakan mediator dari kerusakan jaringan sekunder.
Menyusul cedera medula spinalis, penyebab utama kematian sel adalah nekrosis
dan apoptosis. Walaupun mekanisme kematian sel yang utama segera setelah terjadinya
cedera primer adalah nekrosis, kematian sel apoptosis yang terprogram mempunyai efek
yang signifikan pada cedera sekunder sub akut. Kematian sel oligodendrosit yang
diinduksi oleh apoptosis berakibat demyelinasi dan degenerasi aksonal pada lesi dan
sekitarnya.
Proses cedera sekunder berujung pada pembentukan jaringan parut glial, yang
diperkirakan sebagai penghalang utama regenerasi aksonal di dalam sistem saraf pusat.
Pembentukan jaringan parut glial merupakan proses reaktif yang melibatkan
peningkatan
jumlah astrosit. Menyusul terjadinya nekrosis dari materi abu-abu dari korda sentral dan
degenerasi kistik, jaringan parut berkembang dan meluas sepanjang traktus aksonal.
Pola dari
pembentukan jaringan parut dan infiltrasi sel inflamatori dipengaruhi oleh jenis dari lesi
medula spinalis.6
3.6. Manifestasi Klinis
Sindroma Kausa Utama Gejala & Tanda Klinis
Hemicord (Brown Sequard Syndrom)
Trauma tembus, Kompresi ekstrinsik
- Paresis UMN ipsilateral di bawah lesi dan LMN setinggi lesi
- Gangguan eksteroseptif (nueri & suhu) kontralateral
- Gangguan propioseptif (raba & tekan) ipsilateral
Sindroma Spinalis Cedera yang - Paresis LMN setinggi
25
Anterior menyebabkan HNP pada T4-6
lesi, UMN dibawah lesi
- Dapat disertai disosiasi sensibilitas
- Gangguan eksteroseptif propioseptif normal
- Disfungsi spinkterSindroma Spinalis Sentral Servikal
Hematomielia Trauma Spinalis ( fleksi-ekstensi)
- Paresis lengan > tungkai
- Gangguan sensorik bervariasi (disestesia/hiperestesia) diujung distal lengan
- Disosiasi sensibilitas- Disfungsi miksi,
defekasi dan seksuai Sindroma Spinalis Posterior
Trauma, infark a.spinalis posterior
- Paresis ringan- Gangguan
eksteroseptif (nyeri/parestesia) pada [unggung leher dan bokong
- Gangguan propioseptif bilateral
Sindroma Konus Medullaris
Trauma lowet sacral cord
- Gangguan motorik ringan, simetris, tidak ada atrofi
- Gangguan sensorik saddle anestesi, muncul lebih awal, bilateral ada disosiasi sensibilitas.
- Nyeri jarang, relatif ringan, simetris, bilateral pada daerah perineum dan paha
- Refleks achiles (-)- Refleks patella (-)- Disfungsi spinchter
terjadi dini dan berat- Refleks
bulbocavernosus dan anal (-)
- Gangguan ereksi dan
26
ejakulasiSindroma Cauda Equina
Cedera akar saraf lumbosakral
- Gangguan motorik sedang sp berat, asimetris, dan atrofi
- Gangguan sensibilitas saddle anestesi, asimetris, timbul lebih lambat, disosiasi sensi bilitas (-)
- Nyeri menonjol, hebat, timbul dini, radikular, asimetris.
- Gangguan refleks bervariasi
- Gangguan sphincter timbul lambat, jarang berat, refleks jarang terganggu, disfungsi seksual jarang.1
3.7. Penegakan Diagnostik
1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Langkah pertama dalam mendiagnosis trauma medula spinalis adalah riwayat medis
dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik mencakup tes untuk melihat sensasi raba pada
lengan dan kaki serta kekuatan otot dan refleks di lengan dan kaki.
2. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium
- Darah perifer lengkap
- Urin lengkap
- Gula darah sewaktu
- Ureum Kreatinin
- Analisa gas darah
b. Radiologi
- Foto Vertebra posisi AP/LAT dengan sesuai letak lesi
27
- Ct Scan / MRI jika dengan foto konvensional masih meragukan atau bila akan
dilakukan tindakan operasi
c. Pemeriksaan Lain
- EKG bila terdapat aritmia jantung
Penegakan diagnosis pada lesi medula spinalis meliputi anamnesis riwayat
trauma, serta keluhan-keluhan yang dirasakan penderita, lamanya berlangsung keluhan
tersebut, pola keluhan yang dirasakan apakah semakin hari semakin berat. Ditambah
pemeriksaan penunjang seperti X-Ray, CT Scan, dan MRI. Kelainan berdasarkan gejala
dan tanda klinis untuk kasus-kasus trauma medulla spinalis sering digunakan ASIA
scale, berdasarkan tipe dan lokasi lesi atau trauma1.
Skala kerusakan berdasarkan American spinal injury association/International medical society of Paraplegia (IMSOP)1
Grade Tipe Gangguan Medula Spinalis ASIA/IMSOP
A Komplit Tidak ada fungsi motorik dan sensorik sampai S4-S5
B Inkomplit Fungsi sensorik masih baik tapi motorik terganggu sampai segmen sakral S4-S5
C Inkomplit Fungsi motorik terganggu dibawah level, tapi otot-otot motorik utama masih punya kekuatan <3
D Inkomplit Fungsi motorik terganggu dibawah level, otot-otot motorik utama punya kekuatan >3
E Normal Fungsi motorik dan sensorik normal
Berdasarkan tipe dan lokasi trauma :
28
i) Complete spinal cord injury (Grade A)
(a) Unilevel
(b) Multilevel
ii) Incomplete spinal cord irjury (Grade B, C, D)
(a) Cervico medullary syndrome
(b) Central cord syndrome
(c) Anterior cord syndrome
(d) Posterior cord syndrome
(e) Brown Sequard syndrome
(f) Gonus Medullary Syndrome
iii) Complete Cauda Equina Injury (Grade A)
iv) Incomplete Cauda Equina Injury (Grade B, C daa D)
Differential Diagnosisof Spinal Cord Dysfunctional5
29
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Trauma or mechanicalContusionCompression
Disc herniation
Degenerative disorders of verterbral bones
Disc embolus
Vascular
Anterior spinal artery infarct
Spinaldural AVM (arteriovenus malformation)
Epidural hematoma
Nutritional deficiency
Vitamin B12
Vitamin E
Epidural ebscess
Infections myelitis
Viral, including HIV
Tertiary syphilis
Tropical spastic paraparesis
Schistosomiasis
Inflammatory myelitis
Multiple sclerosis
Lupus
Postinefectious myelitis
Neoplasms
Epidural metastasis
Meningomia
Schawannoma
30
Carcinomatous meningitis
Astrocytoma
Ependymoma
Hemangioblastoma
Degenarative / developmental
Spina bifida
Chiari malformation
Syringomyelia
3.8. Penatalaksanaan Trauma Medula Spinalis
1. Manajemen Pre Hospital
untuk mendukung rujuan penyembuhan yang optimal, maka perlu diperhatikan
tatalaksana di saat pre hospital:
- Stabilisasi manual
- Membatasi fleksi dangerakan-gerakan lain
- Penanganan imobilitas vertebra dengan kolah leher dan vertebral brace 1.
2. Manajemen di Unit Gawat Darurat
Tindakan yang dilakukan mengacu pada:
- A (airway)
Menjaga jalan nafas tetap lapang1,2.
- B (breathing)
Mengatasi gangguan pernafasan, kalau perlu lakukan intubasi endotrakeal
(pada cedera medulla spinalis servikalis atas) dan pemasangan alat bantu
nafas supaya oksigensi adekuat 1,2.
- C (circulation)
31
Memperhaatikan tanda-tanda hipotensi, terjadi kaena pengaruh sistem saraf
ortosimpatis. Harus dibedakan antara syok hipovolemik dengan syok
neurogenik.
Syok hipovolemik (hipotensi, tachycardia, ekstermitas dingin/basah).
Tindakan dalam hal ini adalah dengan memberikan cairan kristaloid
(NaCl 0,9%/RL), kalau perlu dengan koloid (albumin 5%)
Syok neurogenik (hipotensi, bradikardia, ekstermitas hangat/kering),
pemberian cairan tidak akan menaikkan tensi (awasi edema paru)
maka harus diberi obat vasopressor:
o Dopamine untuk menjaga MAP>70
o Bila perlu adrenalin 0,2 mg s.k
o Dan boleh diulangi 1 jam kemudian
- Pasang foley kateter untuk monitor hasil urine dan mencegah retensi urine
- - pasang pipa naso gastrik (hati-hati pada cedera servikal), dengan tujuan
untuk
o Dekompresi almbung pada distensi
o Kepentingan nutrisi enteral1.
- Pemberian kortokosteroid
o Bila diagnosis ditegakkan <3 jam pasca trauma berikan:
Methylprednisolone 30 mg/KgBB i.v bolus selama 15 menit,
ditunggu selama 45 menit (tidak diberikan methylprednisolone dalam
kurun waktu ini), selanjutnya diberikan infus terus menerus
methylprednisolone selama 23 jam dengan dosis 5,4 mg/KgBB/jam.
o Bila 3-8 jam, idem, hanya infus methylprednisolone dilanjutkan
untuk 47 jam
o Bila > 8 jam tidak dianjurkan pemberian methylprednisolone 1,2.
3. Manajemen di Ruang Rawat
- Perawatan umum
o Lanjutkan A, B, C sesuai keperluan
o Usahakan suhu badan tetap normal (jika lesi diatas C-8,
termoregulasi tidak ada)
32
o Jika ada gangguan miksi pasang kondom kateter atau dauer kateter
dan jika ada retensi alvi, berikan laksan/klisma1.
- Pemeriksaan neurofisiologi klinik – SSEP
- Medikamentosa
o Lanjutkan pemberian methylprednisolon (mencegah proses skunder)
o Ant spastisitas otot sesuai keadaan klinis
o Analgetik
o Mencegah decubitus , kalau perlu pakai kasur khusus
o Mencegah thrombosis vena dalam (DVT) dengan stoking kaki
khusus atau fisioterapi. Kalu perlu dapat diberikan antikoagulan
(heparin atau LMWH)
o Mencgah proses skunder (radikal bebaas, dll) dengan pemberian anti
oksidan (vit. C, vit. E)
o Stimulasi sel saraf dengan pemberian GM1-Ganglioside. Dimulai
dalam kurun waktu 72 jam sejak onset sampai dengan 18-32 hari
o Terapi obat lain sesuai dengan indikasi, seperti antibiotic bila ada
infeksi, dll.
o Memperbaiki sel saraf yang rusak dengan stem sel1.
- Operasi
Waktu operasi
o Waktu operasi antara 24 jam sampai dengan 3 minggu
o Tindakan operatif awal (<24 jam) lebih bermakna menurunkan
perburukan neurologis, komplikasi, dan keluaran skor motorik satu
tahun paska trauma1.
- Indikasi operatif
o Ada fraktur, pecahan tulang menekan medulla spinalis.
o Gambaran neurologis progresif memburuk
o Fraktur, dislokasi yang labil
o Terjadi herniasi diskus intervetebralis yang menekan medulla
spinalis.1
33
3.9. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pasca cedera medula spinalis antara lain yaitu
instabilitas dan deformitas tulang vertebra, fraktur patologis, syringomyelia
pasca trauma, nyeri dan gangguan fungsi seksual.
3.10. Prognosis
Pasien dengan trauma medulla spinalis memiliki peluang kurang dari
5% dari pemulihan. Jika kelumpuhan lengkap berlanjut pada 72 jam setelah
cedera, pemulihan pada dasarnya tidak terjadi. Prognosis jauh lebih baik pada
incomplete syndrome cord.4
BAB 4
DISKUSI KASUS
TEORI KASUS
Trauma medula spinalis (spinal cord injury) adalah trauma langsung atau tidak langsung terhadap medula spinalis yang menyebabkan kerusakan medula spinalis
Seorang perempuan berusia 37 tahun datang ke RSPH pada tanggal 19 Juni 2014 dengan keluhan utama lemah kedua tungkai. Hal ini dialami os +/- 7
34
hari sebelum masuk rumah sakit yang terjadi secara perlahan-lahan. Awalnya Os terjatuh ke lantai +/- 1 kali. Nyeri pinggang (+), nyeri dengan intensitas sedang dan nyeri terasa semakin memberat jika os duduk
Studi melaporkan rasio laki-laki dengan perempuan mengalami trauma medula spinalis adalah 2: 1 di antara orang dewasa. Pria adalah paling berisiko mengalami cedera tulang belakang antara usia 20-29 tahun dan 70 tahun atau lebih, sementara perempuan yang paling berisiko antara usia 15-19 tahun dan 60 tahun atau lebih
RP, seorang perempuan berusia 37 tahun didiagnosis Paraparese tipe UMN + Retensi urin et alvi + Hipestesi setentang T9 - T10 ec dd/1. Trauma Medula Spinalis 2. Myelitis Transvesalis
Cedera medula spinalis traumatik, terjadi
ketika benturan fisik eksternal seperti yang
diakibatkan oleh kecelakaan kendaraan
bermotor, jatuh atau kekerasan, merusak
medula spinalis. cedera medula spinalis
traumatik mencakup fraktur, dislokasi dan
kontusio dari kolum vertebra.
Pada pasien ini, dijumpai riwayat terjatuh di lantai, Nyeri pinggang (+), nyeri dengan intensitas sedang dan nyeri terasa semakin memberat jika os duduk
Kelumpuhan tipe UMN ditandai dengan hiperfleksik pada deep tendon reflex juga terjadi Babinsky sign dan klonus meningkat.10
Pada pasien ini, didapati peningkatan refleks fisiologis. Pada pasien ini tidak didapati rangsang patologis ataupun rangsangan meningeal.
Manajemen :Tindakan yang dilakukan mengacu
pada:
- A (airway)
Menjaga jalan nafas tetap
lapang1,2.
- B (breathing)
Mengatasi gangguan pernafasan,
kalau perlu lakukan intubasi
Terapi pada pasien ini adalah: IVFD R.SOL 20 tetes/menit
Inj. Dexamethasone 2 amp bolus
Inj. Ranitidin 1 amp/12 j
Tab B.Comp 3x1
35
endotrakeal (pada cedera medulla
spinalis servikalis atas) dan
pemasangan alat bantu nafas
supaya oksigensi adekuat 1,2.
- C (circulation)
Memperhaatikan tanda-tanda
hipotensi, terjadi kaena pengaruh
sistem saraf ortosimpatis. Harus
dibedakan antara syok
hipovolemik dengan syok
neurogenik.
Syok hipovolemik
(hipotensi, tachycardia,
ekstermitas
dingin/basah). Tindakan
dalam hal ini adalah
dengan memberikan
cairan kristaloid (NaCl
0,9%/RL), kalau perlu
dengan koloid (albumin
5%)
Syok neurogenik
(hipotensi, bradikardia,
ekstermitas
hangat/kering),
pemberian cairan tidak
akan menaikkan tensi
(awasi edema paru) maka
harus diberi obat
vasopressor:
o Dopamine untuk
36
menjaga MAP>70
o Bila perlu
adrenalin 0,2 mg
s.k
o Dan boleh
diulangi 1 jam
kemudian
- Pasang foley kateter untuk
monitor hasil urine dan
mencegah retensi urine
- - pasang pipa naso gastrik (hati-
hati pada cedera servikal),
dengan tujuan untuk
o Dekompresi almbung
pada distensi
o Kepentingan nutrisi
enteral1.
- Pemberian kortokosteroid
o Bila diagnosis ditegakkan
<3 jam pasca trauma
berikan:
Methylprednisolone 30
mg/KgBB i.v bolus
selama 15 menit,
ditunggu selama 45 menit
(tidak diberikan
methylprednisolone
dalam kurun waktu ini),
selanjutnya diberikan
infus terus menerus
methylprednisolone
selama 23 jam dengan
37
dosis 5,4 mg/KgBB/jam.
o Bila 3-8 jam, idem, hanya
infus methylprednisolone
dilanjutkan untuk 47 jam
o Bila > 8 jam tidak
dianjurkan pemberian
methylprednisolone 1,2.
4. Manajemen di Ruang Rawat
- Perawatan umum
o Lanjutkan A, B, C sesuai
keperluan
o Usahakan suhu badan
tetap normal (jika lesi
diatas C-8, termoregulasi
tidak ada)
o Jika ada gangguan miksi
pasang kondom kateter
atau dauer kateter dan
jika ada retensi alvi,
berikan laksan/klisma1.
- Pemeriksaan neurofisiologi
klinik – SSEP
- Medikamentosa
o Lanjutkan pemberian
methylprednisolon
(mencegah proses
skunder)
o Ant spastisitas otot sesuai
keadaan klinis
o Analgetik
o Mencegah decubitus ,
kalau perlu pakai kasur
38
khusus
o Mencegah thrombosis
vena dalam (DVT)
dengan stoking kaki
khusus atau fisioterapi.
Kalu perlu dapat
diberikan antikoagulan
(heparin atau LMWH)
o Mencgah proses skunder
(radikal bebaas, dll)
dengan pemberian anti
oksidan (vit. C, vit. E)
o Stimulasi sel saraf dengan
pemberian GM1-
Ganglioside. Dimulai
dalam kurun waktu 72
jam sejak onset sampai
dengan 18-32 hari
o Terapi obat lain sesuai
dengan indikasi, seperti
antibiotic bila ada infeksi,
dll.
o Memperbaiki sel saraf
yang rusak dengan stem
sel1.
- Kortikosteroid hanya diberikan bila
diagnosis ditegakkan <3 jam pasca trauma.
- Terapi medikamentosa sesuai gejala
diantaranya analgetik.
- Pada pasien ini tidak diberikan
kortikosteroid.
- Pasien ini hanya mendapatkan
ketorolac 1 amp.
39
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. KESIMPULAN
Pada kasus ini seorang perempuan berusia 37 tahun datang ke RSUP HAM
Medan pada tanggal 19 Juni 2014. Os di diagnosa dengan Paraparese tipe UMN +
Hipestesi Th 9-10 ec trauma medulla spinalis berdasarkan anamnesa, pemeriksaan
jasmani, pemeriksaan neurologis, serta pemeriksaan penunjang lainnya. Dari hasil
anamnesa didapati bahwa os mengalami lemah pada kedua tungkai. Hal ini dialami os
+/- 7 hari sebelum masuk rumah sakit yang terjadi secara perlahan-lahan. Awalnya Os
terjatuh ke lantai +/- 1 kali. Nyeri pinggang (+), nyeri dengan intensitas sedang dan
nyeri terasa semakin memberat jika os duduk. Sulit BAB dan BAK +/- 1 minggu ini.
Demam (-), batuk (-), sesak nafas (-).
Riwayat muntah tidak dijumpai. Riwayat kejang tidak dijumpai. Riwayat
hipertensi (-). Riwayat DM disangkal pasien dan keluarga pasien. Riwayat penyakit
jantung tidak jelas. Riwayat stroke sebelumnya tidak dijumpai. Pada pemeriksaan
neurologis tidak dijumpai adanya refleks patologis sementara tanda perangsangan
meningeal lainnya juga negatif. Pada pemeriksaan neurologis dijumpai adanya
penurunan reflex fisiologis pada kedua ekstremitas.
Selama dirawat, terapi baik suportif maupun kuratif yang telah diterima os
meliputi IVFD R.SOL 20 tetes/menit, Inj. Dexamethasone 2 amp bolus, Inj. Ranitidin 1
amp/12 jam, Vitamin B complex tab 3x1.
5.2. SARAN
Saran yang perlu diberikan pada pasien ini adalah :
40
1. Praktisi kesehatan menjelaskan kepada keluarga penderita mengenai gejala-gejala,
pilihan pengobatan, lamanya masa pengobatan, estimasi durasi rawat inap dan masa
penyembuhan, serta efek samping yang mungkin timbul dari pilihan pengobatan
serta komplikasi yang mungkin terjadi akibat penyakit yang diderita oleh pasien.
2. Keluarga pasien dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan kesehatan yang teratur
dan taat terhadap anjuran dokter dalam hal pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Konsensus Nasional Penanganan Trauma Kapitis dan Trauma Spinal.
PERDOSI. Jakarta. 2006 : 19-22
2. Blumenfeld H. Neuroanatomy through Clinical Cases. Sanauer
Assiciates,Inc. 2002 : 277-283.
3. World Health Organization. Spinal cord injury: as many as 500 000
people suffer each year. WHO Geneva.2013
4. Chin, L.S. Spinal Cord Injury.Medscape.2014
5. Benny. “Karakteristik Dari Penderita Cedera Medula Spinalis
Traumatik Di Rsup Haji Adam Malik Medan Periode Januari 2009 –
Desember 2010”. Universitas Sumatera Utara.2012.
6. Dumont, R.J. et al. Acute Spinal Cord Injury : Pathophysiologic
mechanism. 2001.
41
42