lapkas anemia hemolitik autoimun
TRANSCRIPT
-
7/25/2019 Lapkas anemia hemolitik autoimun
1/41
Laporan Kasus Ruang XIV
ANEMIA HEMOLITIK AUTOIMUN
OLEH :
Trisna Dwi Lestari 110100134
Gunawan Wijaya S. 110100246
Nichi Firani 110100065
Valentina 110100062
Kalvin Raveli 110100364
Pembimbing :
dr. Nova Damayanti
dr. Dedi Irwansyah
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR PIRNGADI
MEDAN
2015
-
7/25/2019 Lapkas anemia hemolitik autoimun
2/41
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Telah dibacakan pada tanggal: 22 Agustus 2015
Nilai:
(dr. Nova Damayanti ) (dr. Dedi Irwansyah)
COW PEMBIMBING DOKTER RUANGAN
-
7/25/2019 Lapkas anemia hemolitik autoimun
3/41
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur para penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa,
sang penguasa seluruh alam, karena atas berkat dan rahmat-Nya, para penulis
dapat menyelesaikan Laporan Kasus Anemia Hemolitik Autoimun ini tepat pada
waktunya.
Penulisan Laporan Kasus ini bertujuan untuk memenuhi tugas Program
Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Ilmu Peyakit Dalam. Adapun dengan
laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kejadian
Anemia Hemolitik Autoimun yang umum dijumpai di masyarakat.
Penulis mengucapkan terima kasih terutama kepada dr. Nova Damayanti
selaku COW pembimbing dan kepada dr. Dedi Irwansyah selaku dokter ruangan
atas segala bantuan dan bimbingan yang diberikan kepada para penulis dalam
menyelesaikan makalah ini.
Oleh karena keterbatasan pengalaman, pengetahuan dan kepustakaan,
penulis mengharapkan adanya saran dan kritik yang membangun dari berbagai
pihak. Akhir kata, semoga laporan kasus ini dapat menjadi masukan yang berarti
dalam perbaikan proses pembelajaran.
Medan, 21 Agustus 2015
Penulis
-
7/25/2019 Lapkas anemia hemolitik autoimun
4/41
iv
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iv
BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2. Definisi ................................................................................................. 1
1.3. Epidemiologi ........................................................................................ 2
1.4. Klasifikasi ............................................................................................ 2
1.5. Patogenesis ........................................................................................... 3
1.6. Manifestasi Klinis ................................................................................ 7
1.7. Diagnosis .............................................................................................. 9
1.8. Diagnosis Banding .............................................................................. 12
1.9. Terapi ................................................................................................. 13
1.10 Kriteria Merujuk ............................................................................... 14
1.11 Edukasi dan Pencegahan .................................................................. 14
1.12 Prognosis .......................................................................................... 14
BAB 2 STATUS ORANG SAKIT ...................................................................... 15
BAB 3 FOLLOW UP HARIAN DI RUANGAN .............................................. 26
BAB 4 DISKUSI .................................................................................................. 33
BAB 5 KESIMPULAN ....................................................................................... 36
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 37
-
7/25/2019 Lapkas anemia hemolitik autoimun
5/41
1
BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA
1.1. LATAR BELAKANG
Anemia hemolitik autoimun (autoimmune hemolytic anemia/AIHA)
merupakan suatu keadaan dimana antibodi pada tubuh seseorang menyerang sel-
sel eritrosit sehingga menjadi lisis dan umur sel eritrosit memendek.1
Insidensi AIHA sangat jarang terjadi. AIHA diperkirakan memiliki
insidensi 1-3 kasus per 100.000 individu per tahun. Dengan lebih sering terjadi
pada jenis kelamin wanita dibanding laki-laki dan biasanya terjadi pada usia
middle aged 2. AIHA dimediasikan oleh antibodi, pada kasus yang dimediasi oleh
antibodi IgG maka merupakan AIHA tipe hangat, karena IgG bekerja paling baik
pada suhu normal tubuh, sedangkan AIHA tipe dingin dimediasi oleh IgM dengan
suhu kerja antibodi maksimal 37C.3
1.2. DEFINISI
AIHA merupakan suatu keadaan dimana antibodi pada tubuh seseorang
menyerang sel-sel eritrosit pada suhu 37C (AIHA tipe hangat) atau
37C(AIHA tipe dingin).4
Etiologi AIHA sendiri masih belum diketahui dengan jelas. Tetapi ada
beberapa tipe penyebab anemia hemolitik telah didokumentasi. Pada penyakit
herediter terdapat beberapa penyebab yang menyebabkan abnormalitas membran
eritrosit, defek enzim dan abnormalitas hemoglobin. Beberapa yang termasuk
yaitu5:
Defisiensiglucose-6-phosphate dehydrogenase (G6PD)
Sferositosis herediter
Anemia sel sabit/sickle cell anemia
Evans Syndrome
Hemolytic Uremic Syndrome
-
7/25/2019 Lapkas anemia hemolitik autoimun
6/41
2
Adapun etiologi penyebab hemolitik pada kasus yang didapat (acquired) :
Gangguan imunitas
Obat dan bahan kimia toksik
Agen antiviral
Kerusakan fisik
Infeksi
1.3. EPIDEMIOLOGI
Anemia hemolitik terjadi kira-kira 5% dari seluruh kasus anemia. Insidensi
dari AIHA 1-3 kasus per 100.000 populasi per tahun. AIHA sendiri tidak spesifik
terjadi pada suatu ras. Sedangkan menurut jenis kelamin tidak begitu
menunjukkan perbedaan spesifik antara pria dan wanita. Tetapi lebih sering
dijumpai pada wanita dibanding pria. Mengenai rentang umur terjadi AIHA,
sering ditemukan kasus pada usia middle aged dan pada pasien yang sudah tua.5
1.4. KLASIFIKASI6
AIHA dapat diklasifikasikan menjadi:
1. Anemia hemolitik autoimun (AIHA)
a. AIHA tipe hangat
i. Idiopatik
ii. Sekunder
Terkait dengan gangguan limfoproliferatif (misalnya limfoma
Hodgkin)
Terkait dengan gangguan rematik, terutama sytemic lupus
erythematous(SLE)
Terkait dengan neoplasma non-limfoid tertentu (misalnya
tumor ovarium)
Terkait dengan penyakit peradangan kronis tertentu
(misalnya, kolitis ulserativa)
Terkait dengan konsumsi obat-obatan tertentu (misalnya, -
metildopa)
-
7/25/2019 Lapkas anemia hemolitik autoimun
7/41
3
b.
AIHA tipe dingin
i. Idiopatik (primer) penyakit agglutinin dingin kronis (biasanya
berhubungan dengan proliferasi klonal limfosit B)
ii.
Sekunder
Pasca infeksi (misalnya infeksi Mycoplasma pneumoniae
atau mononukleosis infeksiosa)
Terkait dengan gangguan keganasan limfoproliferatif sel B
c. Paroxysmal Cold Hemoglobinuria
i. Idiopatik
ii.
Sekunder
Anemia hemolitik Donath-Landsteiner, biasanya
berhubungan dengan sindrom virus akut pada anak-anak
(relatif umum)
Sifilis kongenital atau tersier pada orang dewasa (sangat
jarang)
d. AIHA atipik
i.
AIHA tes antiglobulin negatif
ii. AIHA kombinasi tipe hangat dan dingin
2.
AIHA diinduksi obat
i. Mekanisme hapten atau adsorpsi obat
ii. Mekanisme kompleks imun terner (kekebalan tubuh)
iii.
Mekanisme autoantibodi sejati
3. AIHA diinduksi aloantibodi
a.
Reaksi hemolitik tranfusi
b. Penyakit hemolitik pada bayi baru lahir
1.5. PATOGENESIS
AIHA disebabkan oleh autoantibodi terhadap antigen eritrosit.
Autoantibodi tersebut berikatan dengan eritrosit. Begitu eritrosit dilapisi oleh
antibodi, maka ia akan dihancurkan melalui satu mekanisme atau lebih7.
-
7/25/2019 Lapkas anemia hemolitik autoimun
8/41
4
Peristiwa destruksi eritrosit yang diperantai oleh sistem imun terjadi melalui
aktivasi sistem komplemen, mekanisme seluler, maupun kombinasi keduanya.1
1.5.2. Aktivasi Komplemen
Sistem komplemen terdiri dari sekitar 20 protein yang hadir dalam serum
manusia normal (dan hewan lainnya). Istilah "komplemen" mengacu pada
kemampuan protein ini untuk meningkatkan efek kerja komponen lain
dalam sistem kekebalan tubuh, misalnya, antibodi. Komplemen merupakan
komponen penting dari pertahanan hostbawaan kita.8
Ada tiga efek utama dari aktivasi komplemen, yaitu: (1) lisis sel, seperti
pada bakteri, allografts, dan sel-sel tumor; (2) menghasilkan mediator yang
berpartisipasi dalam proses inflamasi (anafilaktosin) dan menarik neutrofil
(kemoatraktan); dan (3) opsonisasi, yaitu peningkatan fagositosis.8
Secara keseluruhan, aktivasi sistem komplemen akan menyebabkan
hancurnya membran sel eritrosit dan terjadilah hemolisis intravaskular yang
ditandai dengan hemoglobinemia dan hemoglobinuri.7
Sistem komplemen akan diaktifkan melalui jalur klasik ataupun jalur
alternatif. Antibodi-antibodi yang memiliki kemampuan mengaktifkan jalur
klasik adalah IgM, IgG1, IgG2, dan IgG3. IgM disebut aglutinin tipe dingin,
sebab antibodi ini berikatan dengan antigen polisakarida pada permukaan
eritrosit pada suhu di bawah suhu tubuh (
-
7/25/2019 Lapkas anemia hemolitik autoimun
9/41
5
Gambar 1. Jalur aktivasi komplemen8
1.5.3. Aktivasi Mekanisme Seluler
Jika sel darah disensitisasi dengan IgG yang tidak berikatan dengan
komplemen, atau berikatan dengan komponen komplemen, namun tidakterjadi aktivasi komplemen lebih lanjut, maka eritrosit tersebut akan
dihancurkan oleh sel-sel retikuloendotelial. Proses immunoadherence ini
sangat penting bagi perusakan sel eritrosit yang diperantarai seluler.
Immunoadherence,terutama yang diperantarai IgG-FcR akan menyebabkan
fagositosis.1
Dalam kebanyakan kasus bagian Fc dari antibodi akan dikenali oleh reseptor
Fc makrofag, dan ini akan memicu eritrofagositosis. Dengan demikian,
-
7/25/2019 Lapkas anemia hemolitik autoimun
10/41
6
penghancuran eritrosit akan terjadi di mana sel makrofag berlimpah-yaitu di
limpa, hati, dan sumsum tulang. Karena anatomi khusus yang dimiliki
limpa, organ ini sangat efisien dalam sekuestrasi eritrosit yang terlapisi
antibodi, dan sering menjadi situs utama destruksi eritrosit. Meskipun dalam
kasus yang parah, bahkan monosit pun dapat mengambil bagian dalam
proses ini, sebagian besar kerusakan eritrosit dimediasi fagositosis terjadi di
limpa dan hati, dan karena itu disebut hemolisisekstravaskular.7
Gambar 2. Patogenesis anemia hemolitik autoimun7
-
7/25/2019 Lapkas anemia hemolitik autoimun
11/41
7
1.6. MANIFESTASI KLINIS
1.6.1. AIHA Tipe Hangat1,6
Sekitar 70% kasus AIHA adalah tipe hangat, di mana autoantibodi yang
diperantarai IgG bereaksi secara optimal pada suhu 37C. Kurang lebih 50%
pasien AIHA tipe hangat disertai penyakit lain.
Onset gejala biasanya lambat dan berjalan kronik selama berbulan-bulan, tapi
kadang-kadang pasien memiliki onset mendadak berupa gejala anemia berat
dan penyakit kuning disertai nyeri abdomen selama beberapa hari. Dalam
AIHA sekunder, gejala dan tanda-tanda penyakit yang mendasari dapat
menutupi gejala AIHA dan fitur terkaitnya.
Pada AIHA tipe hangat idiopatik yang ringan, hasil pemeriksaan fisik
mungkin normal. Pasien dengan anemia hemolitik yang relatif berat, 50-60%
datang dengan splenomegali, 30% disertai hepatomegali, dan 25% dengan
limfodenopati. Dalam kasus yang sangat parah, terutama yang dari onset akut,
pasien mungkin hadir dengan demam, pucat, ikterus, hemoglobinuria,hepatosplenomegali, hiperpnea, takikardia, angina, atau gagal jantung.
Klinis AIHA tipe hangat dapat diperburuk atau makin jelas selama
kehamilan. Kebanyakan kasus bersifat ringan dan prognosis untuk janin
umumnya baik, asalkan mendapat tata laksana segera.
1.6.2. AIHA Tipe Dingin1,6
Kebanyakan pasien dengan AIHA dingin memiliki anemia hemolitik kronik
ringan (Hb: 9-12g/dL) dengan atau tanpa ikterus. Pada sebagian pasien lain,
gejala utama bersifat episodik, yaitu hemolisis akut dengan hemoglobinuria
yang disebabkan oleh dingin. Sering ditemui akrosianosis dan fenomena
vaso-oklusif dimediasi dingin yang mempengaruhi jari, jari kaki, hidung, dan
telinga yang terkait dengan sludging eritrosit dalam mikrovaskulatur kulit.
Ulserasi kulit dan nekrosis yang jelas jarang didapati.
-
7/25/2019 Lapkas anemia hemolitik autoimun
12/41
8
Temuan fisik lainnya bervariasi, tergantung pada adanya penyakit yang
mendasari. Splenomegali, sebuah temuan karakteristik penyakit
limfoproliferatif atau mononukleosis menular, dapat diamati pada AIHA
dingin idiopatik.
1.6.3. Paroxysmal Cold Hemoglobinuria (PCH)9
PCH merupakan varian AIHA yang ditandai dengan keberadaan antibodi
Donath dan Landsteiner (antibodi D-L). Antibodi D-L bekerja sebagai
hemolisin yang berikatan dengan membran eritrosit dan memfiksasi
komplemen pada suhu dingin. Saat suhu tubuh kembali normal, maka eritrosit
akan lisis.
Demam tiba-tiba, nyeri punggung atau kaki, dan hemoglobinuria setelah
paparan dingin adalah gejala khas dari PCH. Paparan dingin mungkin hanya
beberapa menit, dan gejala dapat mengikuti segera atau beberapa jam
kemudian. Demam hingga 40C tidaklah jarang. Gejala lain mungkintermasuk rasa nyeri di perut, kram, sakit kepala, mual, muntah, dan diare.
Urin pertama setelah onset PCH biasanya berwarna merah gelap atau bahkan
hitam dan biasanya menghilang dalam beberapa jam, namun terkadang
berlangsung selama beberapa hari. Limpa dapat teraba selama serangan dan
kondisi ikterik ringan mungkin muncul. Fenomena vasomotor bermanifestasi
sebagai urtikaria, kesemutan tangan dan kaki, sianosis, dan fenomena
Raynaud, hingga bahkan gangren telah dilaporkan. Gejala sistemik dapat
muncul tanpa hemoglobinuria dan sebaliknya.
1.6.4. AIHA diinduksi Obat6,9
Pemberian obat-obatan dapat menginduksi lisis eritrosit melalui beragam
mekanisme. Tiga mekanisme utama adalah (a) mekanisme hapten/adsorpsi
obat hapten, di mana antibodi bereaksi dengan obat yang terikat erat dengan
-
7/25/2019 Lapkas anemia hemolitik autoimun
13/41
9
membran eritrosit; (b) mekanisme kompleks imun terner (juga dikenal
sebagai neoantigen), di mana obat berikatan longgar dengan membran
eritrosit, dan antibodi bereaksi dengan neoantigen yang dibuat oleh kombinasi
obat dan membran; dan (c) jenis autoantibodi sejati, yang tidak dapat
dibedakan dari AIHA tanpa riwayat paparan obat. Beberapa obat dapat
menghasilkan hemolisis oleh lebih dari satu mekanisme, dan membedakan
antara mereka tidak selalu mungkin.
Riwayat obat yang teliti diperlukan untuk mengevaluasi kemungkinan obat
sebagai etiologi pada semua pasien AIHA. Gambaran klinis mirip denganyang ditemukan di AIHA idiopatik, termasuk pucat, ikterik, dan mudah lelah.
Splenomegali tidak jarang, tapi limfadenopati dan hepatomegali tidak
ditemukan pada AIHA akibat obat. Tingkat keparahan AIHA diinduksi obat
cukup bervariasi, tergantung pada tingkat hemolisis. Secara umum, pasien
AIHA dengan mekanisme hapten/adsorpsi obat (misalnya penisilin) dan
autoantibodi sejati (misalnya -methyldopa) menunjukkan gejala hemolisis
ringan sampai sedang, dengan onset gejala berkembang dalam periode
beberapa hari sampai minggu. Sebaliknya, mekanisme kompleks imun terner
(misalnya sefalosporin atau quininine) sering menyebabkan hemolisis berat
yang tiba-tiba disertai hemoglobinuria, hemolisis dapat terjadi setelah hanya
satu dosis obat pada pasien yang sebelumnya terkena obat. Gagal ginjal akut
juga dapat menyertai pada mekanisme kompleks imun terner.
1.7. DIAGNOSIS1,4
Diagnosis ditegakkan berdasarkan:
Anamnesis:
1. Lelah
2.
Mudah mengantuk
3. Sesak nafas
-
7/25/2019 Lapkas anemia hemolitik autoimun
14/41
10
4.
Cepatnya perlangsungan gejala
5. Riwayat pemakaian obat
6. Riwayat penyakit sebelumnya
Pemeriksaan fisik:
1.
Konjungtiva pucat
2. Sklera ikerik
3.
Splenomegali
Pemeriksaan hematologi
1. Hb rendah (7-10g/dl)
2. MCV normal atau meningkat
3.
Bilirubin indirek meningkat
4. Hemoglobinuri
5. LDH meningkat
6. Retikulositosis
Morfologi darah tepi:
adanya proses fragmentasi pada eritrosit (sferosit, skistosit, helmet cell dan
retikulosit)
Pemeriksaan Imunoserologi
Direct Antiglobulin Test (direct Coombs test): sel eritrosit yang melekat
dan direaksikan dengan antiserum atau antibodi monoklonal terhadap
berbagai imunoglobulin dan fraksi komplemen, terutama IgG dan C3. Bila
pada permukaan sel terdapat salah satu atau kedua IgG dan C3, maka akan
terjadi aglutinasi. Sensitivitas pemeriksaan ini adalah < 98% untuk AIHA,
hasil negatif palsu dapat terjadi jika densitas antibodi sangat rendah atau
jika autoantibodi yang berperan adalah IgA atau IgM.
Indirect Antiglobulin Test (indirect Coombs test): untuk mendeteksi
autoantibodi yang terdapat pada serum. Serum pasien direaksikan dengan
-
7/25/2019 Lapkas anemia hemolitik autoimun
15/41
11
sel-sel reagen. Imunoglobulin yang beredar pada serum akan melekat pada
sel-sel reagen, dan dapat dideteksi dengan antiglobulin sera dengan
terjadinya aglutinasi.
Gambar 3. Algoritme diagnosis AIHA1
Anemia normositik/makrositik
Retikulositosis
Peningkatan bilirubin indirek
Peningkatan LDH, penurunan serum haptoglobulin
Anemia Hemolitik
DAT
Positif Negatif
AIHA
IgG+/- C3d positif C3 positif
AIHA tipe hangatAIHA tipe dingin
-
7/25/2019 Lapkas anemia hemolitik autoimun
16/41
12
1.8. DIAGNOSIS BANDING 5,6,9,10,11
1.
Evans Syndrome
Merupakan AIHA disertai trombositopenia yang bermanifestasi klinis
berupa purpura dan petekie. Trombositopenia mungkin mendahului, terjadi
bersamaan dengan, atau mengikuti AIHA. Hal ini lebih sering terjadi pada
anak-anak dan kurang cenderung merespon dengan baik terhadap terapi.
2. Hereditary Spherocytosis (HS)
Di antara anemia hemolitik herediter, HS dapat paling menyerupai AIHA
karena anemia sferositik terkait dengan HS kebanyakan dideteksi pertama
kali pada usia dewasa. Selain itu, gambaran splenomegali menonjol di
kedua kasus, HS dan AIHA. HS dapat dibedakan dengan AIHA
berdasarkan studi keluarga pasien. Biasanya pada pasien HS, dapat
diidentifikasi anggota keluarga lainnya dengan riwayat penyakit HS.
Pembeda lainnya adalah DAT negatif pada HS.
3. Hemolytic Uremic Syndrome(HUS)
HUS merupakan penyakit primer pada bayi dan anak yang memiliki gejalaklasik berupa triad anemia hemolitik mikroangipati, trombositopenia, dan
gagal ginjal akut. Sekitar 95% kasus HUS disebabkan oleh infeksi Shiga
toksin yang diproduksi olehEscherichia coli.
4. Defisiensiglucose-6-phosphate dehydrogenase
5. Systemic Lupus Eritematosus
6. Thrombotic Thrombocytopenic Purpura
7. Anemia hemolitik didapat lainnya (akibat kerusakan fisik eritrosit, reaksi
kimia dan fisika; dan akibat infeksi mikroorganisme)
-
7/25/2019 Lapkas anemia hemolitik autoimun
17/41
13
1.9. TERAPI1
1.9.1. AIHA tipe hangat:
1. Kortikosteroid: 1-1,5 mg/kgBB/hari per oral. Bila ada respon terhadap
steroid (hematokrit meningkat, retikulosit meningkat, coomb direk positif
lemah, coomb indirek negatif). Dosis diturunkan tiap minggu hingga
mencapai dosis 10-20 mg/hari. Terapi steroid dosis 15 mg/hari untuk mempertahankan kadar hematokrit.
2. Splenektomi, bila terapi steroid tidak adekuat atau tidak bisa dilakukan
penurunan dosis selama 3 bulan.
3. Rituximab dan alemtuzumab. Rituximab 100mg/minggu selama 4
minggu.
4. Imunosupresi, Azathriopin 50-200 mg/Hari, Siklofosfamid 50-150
mg/hari
5.
Danazol 600-800 mg/hari, biasanya dipakai bersama steroid, bila terjadi
perbaikan, steroid diturunkan atau dihentikan dan dosis danazol
diturunkan menjadi 200-400 mg/hari.
6. Transfusi dilakukan pada kondisi yang mengancam jiwa (misal Hb
-
7/25/2019 Lapkas anemia hemolitik autoimun
18/41
14
1.10. KRITERIA MERUJUK
Anemia hemolitik merupakan kompetensi 3A12, yaitu:
3A. Bukan gawat darurat
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi
pendahuluan pada keadaan yang bukan gawat darurat. Lulusan dokter
mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien
selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali
dari rujukan
1.11. EDUKASI DAN PENCEGAHAN
Edukasi dan pencegahan yang dapat diberikan antara lain2:
1.
Edukasi pasien bahwa penyakit ini merupakan suatu proses autoimunitas;
2. Untuk AIHA tipe dingin dan Paroxysmal Cold Hemoglobinuria, hindari
udara dingin karena dapat memicu hemolisis;
3.
Mencari kemungkinan penyebab AIHA khususnya tipe dingin, karena
dapat disebabkan oleh keganasan limfoproliferatif;
4. Apabila AIHA diinduksi oleh obat-obatan, tandai obat yang menjadi
pencetus dan hentikan pemakaian obat tersebut seumur hidup;
5. Edukasi pasien bahwa AIHA juga dapat disebabkan oleh transfusi darah.
1.12. PROGNOSIS
1.12.1. AIHA Tipe Hangat1,2
Hanya sebagian kecil pasien mengalami penyembuhan komplit dan sebagian
besar memiliki perjalanan penyakit yang berlangsung kronik, namun
terkendali. Kesintasan 10 tahun berkisar 70%. Anemia, DVT, emboli paru,
infark lien, dan kejadian kardiovaskuler lain bisa terjadi selama periode
penyakit aktif. Mortalitas selama 5-10 tahun sebesar 15-25%. Prognosis
AIHA sekunder tergantung penyakit yang mendasari.
-
7/25/2019 Lapkas anemia hemolitik autoimun
19/41
15
1.12.2. AIHA Tipe Dingin1,13
Pasien dengan sindrom kronik akan memiliki kesintasan yang baik dan
cukup stabil. Studi Kamesaki mengindikasikan bahwa karakter klinis pasien
AIHA tipe dingin dengan DAT positif berbeda dengan pasien yang DATnya
negatif. Pasien DAT negatif cenderung memiliki gejala klinis yang lebih
ringan, namun kesintasan 1 tahun antar kedua kelompok dinyatakan sama.
Pada AIHA dingin sekunder, pemulihan akan terjadi dalam beberapa
minggu. Pada beberapa kasus berat yang menyebabkan gagal ginjal akut,
kadang dibutuhkan hemodialisis sementara.
1.12.3. PCH6
Bentuk PCH sekunder pascainfeksi bersifat self-limited dan berakhir
spontan dalam beberapa hari atau minggu setelah onset, meskipun antibodi
Donath-Landsteiner dapat bertahan dalam titer rendah untuk beberapa
tahun. Kebanyakan pasien dengan PCH kronis idiopatik bertahan selama
bertahun-tahun meskipun ada kekambuhan beberapa kali.
1.12.4. AIHA diinduksi Obat6
AIHA diinduksi obat biasanya ringan, dan prognosisnya baik. Episode
hemolisis sangat berat dengan gagal ginjal atau kematian telah dilaporkan,
biasanya karena AIHA yang terjadi melalui mekanisme kompleks imun
terner atau purin analog pada pasien dengan CLL. Dalam AIHA yang
dihasilkan dari mekanisme hapten/adsorpsi obat dan autoantibodi sejati,
DAT menjadi negatif segera setelah obat dihentikan.
-
7/25/2019 Lapkas anemia hemolitik autoimun
20/41
16
BAB 2
STATUS ORANG SAKIT
No. Reg. RS : 00.97.xx.xx
Tanggal Masuk : 14 Agustus 2015
Jam : 12.00 WIB
Bed : ASOKA XIV Bed 20
ANAMNESIS PRIBADI
Nama : F
Umur : 36 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Perkawinan : Sudah Menikah
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Suku : Jawa
Agama : Islam
Alamat :
ANAMNESIS
Autoanamnese Alloanamnese
ANAMNESIS PENYAKIT
Keluhan utama : Muka pucat
Deskripsi : Hal ini disadari os sejak 4 bulan yang lalu. Badan lemas dan
mudah lelah dijumpai sejak 4 bulan yang lalu dan dirasakan
hilang timbul. Sakit kepala dan hoyong tidak dijumpai. Os juga
menyadari tubuhnya berwarna semakin kuning, dirasakan
awalnya timbul di mata 4 bulan yang lalu dan dirasakan
semakin menyebar ke seluruh tubuh dan semakin kuning sejak
2 bulan yang lalu. Mual dan muntah tidak dijumpai. Penurunan
nafsu makan dan berat badan tidak dijumpai. Nyeri pada perut
tidak dijumpai. Demam tidak dijumpai. Riwayat bepergian ke
-
7/25/2019 Lapkas anemia hemolitik autoimun
21/41
17
daerah endemis malaria tidak dijumpai. Riwayat mimisan, gusi
berdarah, dan muntah berdarah tidak dijumpai. Riwayat
transfusi darah tidak dijumpai.
Riwayat terdapat ruam pada pipi dan kulit tidak dijumpai.
Riwayat muncul ruam di kulit saat terpapar sinar matahari
tidak dijumpai. Riwayat nyeri pada persendian tidak dijumpai.
Riwayat kejang tidak dijumpai.
Os mengaku BAK berwarna seperti teh sejak 4 bulan yang lalu
dengan volume 1,2 L per hari. Riwayat nyeri saat BAK,
BAK tersendat, berpasir, atau berwarna seperti air cucian
daging tidak dijumpai.
BAB (+) normal, berwarna kuning kecoklatan, frekuensi sekali
sehari dengan konsistensi lunak. Riwayat BAB berwarna
hitam, pucat atau seperti dempul tidak dijumpai.
Riwayat pernah sakit kuning tidak dijumpai. Riwayat pernah
menggunakan jarum suntik bersama tidak dijumpai.
Riwayat minum jamu kencur dan temulawak yang dibuat
sendiri dijumpai sejak 2 bulan yang lalu dan sudah dihentikan
sejak 2 minggu ini. Riwayat meminum obat-obatan dari klinik
dan dokter dijumpai, namun os tidak ingat jumlah dan nama
obatnya.
Riwayat penyakit darah tinggi dan penyakit kencing manis
tidak dijumpai.
Riwayat terpapar zat kimia yaitu os berjualan bensin sejak 5
tahun ini. Riwayat terpapar pestisida disangkal.
Os sebelumnya dirawat inap di RS Haji Medan selama 3 hari
dengan diagnosis anemia.
RPT : Tidak dijumpai
RPO : Tidak jelas (obat dari klinik dan dokter di RS Haji Medan)
-
7/25/2019 Lapkas anemia hemolitik autoimun
22/41
18
ANAMNESIS UMUM ORGAN
Jantung Sesak Napas : - Edema : -
Angina Pectoris : - Palpitasi
Lain-lain
: -
: -
Saluran
Pernapasan
Batuk-batuk
Dahak
: +
: -
Asma,
bronkitis
Lain-lain
: -
: -
Saluran
Pencernaan
Nafsu Makan : normal Penurunan
BB
: -
Keluhan Menelan : - Keluhan
Defekasi
:-
Keluhan Perut : - Lain-lain : -
Saluran
Urogenital
Sakit Buang Air
Kecil
: - BAK
tersendat
: -
Mengandung
Batu
: - Keadaan Urin : warna
seperti teh
Haid : - Lain-lain : -
Sendi dan
Tulang
Sakit pinggang : - Keterbatasan
Gerak
: -
Keluhan
Persendian
: - Lain-lain : -
Endokrin Haus/Polidipsi : - Gugup : -
Poliuri : - Perubahan
Suara
: -
Polifagi : - Lain-lain : -
Saraf Pusat Sakit Kepala : - Hoyong : -
Lain-lain : -
Darah dan
Pembuluh
darah
Pucat : + Perdarahan : -
Petechiae : - Purpura : -
Lain-lain : -
Sirkulasi Claudicatio : - Lain-lain : -
-
7/25/2019 Lapkas anemia hemolitik autoimun
23/41
19
Perifer Intermitten
ANAMNESIS FAMILI : Tidak ada riwayat keluarga menderita penyakit yang
sama
PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK
STATUS PRESENS :
Keadaan Umum Keadaaan Penyakit
Sensorium : CM Pancaran wajah : Biasa
Tekanan darah : 100/60 mmHg Sikap Paksa : -
Nadi : 87 x/i, reg, t/v : cukup Reflek fisiologis : +
Pernapasan : 20 x/i Reflek patologis : -
Temperatur : 37,1oC (aksila)
Anemia (+) Ikterus (+) Dispnu (-)
Sianosis (-) Edema (-) Purpura (-)
Turgor Kulit : Baik
Keadaan Gizi : kurang
BW = BB/(TB-100) x 100 % = 60/57 x 100 % = 105% (berlebih)
IMT = 60/(1,57)2= 24,3 kg/m2 (overweight)
KEPALA :
Mata : Konjungtiva palpebra pucat (+/+), sklera ikterik(-/-), pupil
isokor ki=ka, diameter 2-3 mm, refleks cahaya direk (+/+),
indirek (+/+), kesan = anemis dan ikterik
Telinga : Dalam batas normal
Hidung : Dalam batas normal
Mulut : Lidah : pucat dan ikterik
Gigi geligi : karies (+)
Tonsil/faring : dalam batas normal
TB :157 cm
BB : 60 kg
-
7/25/2019 Lapkas anemia hemolitik autoimun
24/41
20
LEHER :
Struma tidak membesar, pembesaran kelenjar limfa (-)
Posisi trakea : medial, TVJ : R+2 cm H2O
Kaku kuduk (-), lain-lain: (-)
THORAX DEPAN
Inspeksi
Bentuk : simetris fusifomis
Pergerakan : tidak dijumpai ketinggalan bernapas
Palpasi
Nyeri tekan : -
Fremitus suara : SF kiri = kanan, kesan : normal
Iktus : iktus (+), teraba di 1 cm medial LMCS
ICS V
Perkusi
Paru
Batas paru-hati R/A : R= ICS IV LMCD, A= ICS V LMCD
Peranjakan : 1cm
Jantung
Batas atas jantung : ICS III LMCS
Batas kiri jantung : 1 cm medial ICS V LMCS
Batas kanan jantung : ICS IV LPSD
Auskultasi
Paru
Suara Pernapasan : Vesikuler di seluruh lapangan paru kanan
dan kiri
Suara tambahan : -
Jantung
M1 > M2, P2 > P1, T1 > T2, A2 >A1, desah sistolis (-), desah diastolis (-),
HR : 88 x/i, reguler, intensitas cukup
-
7/25/2019 Lapkas anemia hemolitik autoimun
25/41
21
THORAX BELAKANG
Inspeksi : Simetris fusimformis, tidak ditemukan kelainan kulit atau
benjolan
Palpasi : Nyeri tekan (-)
SF kanan=kiri, kesan normal
Perkusi : Sonor di seluruh lapangan paru, kesan normal
Auskultasi : Suara Pernafasan = Vesikuler
Suara Tambahan = Tidak dijumpai
ABDOMEN
Inspeksi
Bentuk : Simetris
Gerakan lambung/usus : Tidak tampak
Vena kolateral : -
Caput medusae : -
Palpasi
Dinding Abdomen : Soepel; H/L/R: tidak teraba
Hati:
Pembesaran : -
Permukaan : -
Pinggir : -
Nyeri tekan : -
Limfa:
Pembesaran : -
Schuffner : - Haecket : -
Ginjal:
Ballotement : -
Uterus/ Ovarium : tidak teraba
Tumor : (-)
-
7/25/2019 Lapkas anemia hemolitik autoimun
26/41
22
Perkusi
Pekak hati : (+)
Pekak beralih : (-)
Auskultasi
Peristaltik usus : peristaltik (+) 9x/i, kesan normal
Lain-lain : -
PINGGANG
Nyeri ketuk sudut kosto vertebra kanan/kiri: (-/-)
INGUINAL : tidak dilakukan pemeriksaan
GENITALIA LUAR : tidak dilakukan pemeriksaan
PEMERIKSAAN COLOK DUBUR (RT) : tidak dilakukan pemeriksaan
ANGGOTA GERAK BAWAH
Kiri Kanan
Edema : - -
Arteri Femoralis : + +
Arteri Tibialis Posterior : + +
Arteri Dorsalis Pedis : + +
Refleks KPR : + +
Refleks APR : + +
Refleks Fisiologis : + +
Refleks Patologis : - -
Deformitas : + o/t digiti I
Lain-lain : Kuning pada
jari dan
telapak kaki
ANGGOTA GERAK ATAS
Kanan Kiri
Deformitas Sendi : - -
Lokasi : - -
Jari tabuh : - -
Tremor Ujung
Jari
: - -
Telapak Tangan
Sembab
: - -
Sianosis : - -
Eritema palmaris : - -
Lain-lain : Kuning pada
jari dan telapak
tangan
-
7/25/2019 Lapkas anemia hemolitik autoimun
27/41
23
PEMERIKSAAN LABORATORIUM RUTIN
Darah: (14-08-2015) Kemih: (19-08-2015) Tinja:(19-08-2015)
Hb : 6,5 g% Warna : Kuning
keruh
Warna : Cokelat
Eritrosit : 1,3x106/mm3 Protein : - Konsistensi :
Padat
Leukosit : 7,6x103/mm3 Reduksi : - Eritrosit : -
Trombosit : 253x103/mm3 Bilirubin : - Leukosit: -
Ht : 20,6 % Urobilinogen : + Amoeba/Kista : -
Hitung jenis :
Eosinofil : %
Basofil : %
Neutrofil : 59,2 %
Limfosit : 34,3 %
Monosit : %
Sedimen
Eritrosit : 0/ lpb
Leukosit : 1-3/ lpb
Silinder :
Epitel : - / lpb
Telur Cacing : -
Ascaris : -
Ankylostoma : -
T. trichiura : -
Kremi : -
RESUME
ANAMNESIS
AUTO dan ALLOANAMNESIS
Keadaan Umum: Mata pucat
Telaah : Hal ini disadari os sejak 4 bulan yang lalu.
malaise (+) sejak 4 bulan yang lalu. Ikterik (+) di
seluruh badan. Demam dan riwayat bepergian ke
daerah endemis malaria (-). BAK berwarna seperti
teh sejak 4 bulan yang lalu, volume 1,2 L per hari.
BAB normal. Riwayat minum jamu kencur dan
temulawak yang dibuat sendiri (+), riwayat minum
obat-obatan dari klinik dan dokter (+), namun os
tidak ingat nama obatnya. Riwayat terpapar zat kimia
(+) (bensin) sejak 5 tahun ini. Riwayat terpapar zat
kimia lain (-).
-
7/25/2019 Lapkas anemia hemolitik autoimun
28/41
24
STATUS PRESENS
Keadaan Umum: Baik
Keadaan Penyakit: Sedang
Keadaan Gizi: Berlebih
PEMERIKSAAN FISIK
Pancaran wajah: Biasa
IMT: 24,3 (overweight)
Kepala:
Mata: konjungtiva palpebra pucat (+/+), sklera ikterik
(+/+), kesan anemis, ikterik
Lidah: pucat, ikterik
Gigi geligi: karies (+)
Thorax:
Bentuk: Simetris fusiformis
SP: vesikuler di seluruh lapangan paru kanan dan kiriST: -
Abdomen:
Palpasi: Soepel, nyeri tekan (-), H/L/R tidak teraba
LABORATORIUM
RUTIN
Darah:
Hb: 6,5 g% ()
Eritrosit: 1,3x106/mm3 () kesan anemis
Ht: 20,6% ()
Urin: warna kuning keruh, dalam batas normal
Feses: warna coklat, dalam batas normal
Bilirubin: direct= 0,52 mg/dL (N= 0,05-0,3 mg/dL)
()
-
7/25/2019 Lapkas anemia hemolitik autoimun
29/41
25
total= 3,18 mg/dL (N= 0-1,2 mg/dL) ()
DIAGNOSA BANDINGAnemia Hemolitik Autoimun (AIHA) dd/ Druginduced hemolytic anemia dd/ Evans syndrome dd/
Non Imun dd/ Malaria dd/ Infeksi Virus
DIAGNOSA
SEMENTARAAnemia Hemolitik Autoimun
PENATALAKSANAAN
Aktivitas: Tirah baring
Diet: Diet MII
Tindakan suportif :
1. IVFD RL 20 gtt/i makro
Medikamentosa:
-
Rencana Penjajakan Diagnostik / Tindakan Lanjutan
1. Darah rutin
2. Anemia profile (morfologi darah, SI, TIBC, Feritin, Rt count)
3.
LFT
4. RFT
5. DAT (Direct Coomb Test)
6.
IgG3
7. USG Abdomen
8. Konsul HOM
-
7/25/2019 Lapkas anemia hemolitik autoimun
30/41
26
BAB 3
FOLLOW UP HARIAN DI RUANGAN
Tanggal S O A P R
14 Agustus
2015
- Muka pucat (+)
-
Lemas (+)
- Kuning seluruh
badan (+)
Sens: CM
TD: 100/50 mmHg
Nadi: 80 x/i
RR: 29 x/i
Temp: 36,5 C
Kepala:
Mata : conjungtiva
palpebra inferior anemis
(+/+), sklera ikterik(+/+)
Leher:
TVJ R+2 cmH2O
Pembesaran KGB (-)
Thorax :Sp : Vesikuler
St : -
Abdomen :
Simetris, Soepel, L/H/R
Anemia Hemolitik
Autoimun (AIHA)
dd/Drug induced
hemolytic anemia
dd/Evans
syndromedd/ Non
Imun dd/ Malaria
dd/ Infeksi Virus
- Tirah baring
-
Diet MII
- IVFD RL 20 gtt/i
makro
- Urinalisa
-
Feses rutin
- Anemia profile / SI /
TIBC/ Serum Ferritin
/ Reticulosit count
- Morfologi darah tepi
- Coomb test
- Viral marker
- LED
- Konsul HOM-
Rencana pemberian
methylprednisolon 1
mg/kgBB/ hari per
oral
-
7/25/2019 Lapkas anemia hemolitik autoimun
31/41
27
tidak teraba
Peristaltik (+) N
Ekstremitas :
Edema (-/-)
Hasil Lab (14 Agustus2015) :
Hematologi
Hb: 6,5 g/dL
RBC: 1,8 x 106/mm3
WBC: 7,6 x 103/mm3
PLT: 253 x 103/mm3
Ht: 20,6 %
Glukosa Darah Sewaktu
: 161 mg/dL
Ginjal:
U: 14 mg/dL (N : 10-50mg/dL)
K: 0,58 mg/dL (N: 0,6
1,2 mg/dL)
Liver:
SGOT : 16 U/L (N : 0
40)
-
7/25/2019 Lapkas anemia hemolitik autoimun
32/41
28
SGPT : 6 U/L (N: 0
40 U/L)
Alkaline Phosphatase :
41 U/L (N: 30142
U/L)
Bilirubin direct : 0,52
mg/dL (N: 0,050,3
mg/dL)
Bilirubin total : 3,18
mg/dL (N: 01,2
mg/dL)
Hasil USG Abdomen sebelumnya (28 Juli 2015) dari RSU Haji Medan
Hepar : membesar, permukaan irregular, echo parenkim inhomogen kasar
Lien : membesar, homogeny
Ginjal dan GB : besar dan bentuk kedua ginjal normal. Tidak tampak batu.
Kesimpulan : Penyakit liver kronis
15 Agustus
2015
- Muka pucat (+)
-
Lemas (+)
- Kuning seluruh
badan (+)
Sens: CM
TD: 100/60 mmHg
Nadi:100x/i
RR: 22x/iTemp: 36,7C
Anemia Hemolitik
Autoimun (AIHA)
dd/ Drug induced
hemolytic anemiadd/ Evanssyndrome dd/ Non
Imun dd/ Malaria
- Tirah baring
-
Diet MII
- IVFD RL 20 gtt/i
makro
- Urinalisa
-
Feses rutin
- Anemia profile / SI /
TIBC/ Serum Ferritin/ Reticulosit count
-
Morfologi darah tepi
-
Combs test
-
7/25/2019 Lapkas anemia hemolitik autoimun
33/41
29
Pemeriksaan fisik sama
dengan hari sebelumnya
Hasil laboratorium:
LED : 119 mm/jam
Reticulosit : 49,5 %
Serum Iron: 76 mcg/dL
(N: 57145 mcg/dL)
TIBC : 250 mcg/dL (N:
274385 mcg/dL)
Combs test : +
Darah tepi:
Eritrosit : anisositosis,
hipokrom
Leukosit : normal
Trombosit: normalMalaria : -
Anti HCV : -
dd/ Infeksi Virus - Viral marker
- LED
- Konsul HOM
- Rencana pemberian
methylprednisolon 1
mg/kgBB/ hari PO
17 Agustus
2015
- Muka pucat (+)
- Lemas (+)
- Kuning seluruh
badan (+)
Sens: CM
TD: 100/60 mmHg
Nadi: 80 x/i
RR: 18 x/i
Anemia Hemolitik
Autoimun (AIHA)
dd/ Drug induced
hemolytic anemia
- Tirah baring
- Diet MII
- IVFD RL 20 gtt/i
makro
- Urinalisa
- Feses rutin
- Anemia profile / SI /
TIBC/ Serum Ferritin
-
7/25/2019 Lapkas anemia hemolitik autoimun
34/41
30
Temp: 36,7 C
Pemeriksaan fisik sama
dengan hari sebelumnya
dd/Evans
syndrome dd/ Non
Imun dd/ Malaria
dd/ Infeksi Virus
/ Reticulosit count
- Morfologi darah tepi
- Combs test
- Viral marker
- LED
- Konsul HOM
-
Rencana pemberianmethylprednisolon 1
mg/kgBB/ hari PO
18 Agustus
2015
- Muka pucat (+)
- Lemas (+)
- Kuning seluruh
badan (+)
Sens: CM
TD: 100/50 mmHg
Nadi: 88 x/i
RR: 20 x/i
Temp: 36,2 C
Pemeriksaan fisik samadengan hari sebelumnya
Anemia Hemolitik
Autoimun (AIHA)
dd/Drug induced
hemolytic anemia
dd/Evans
syndromedd/ Non
Imun dd/ Malariadd/ Infeksi Virus
- Tirah baring
- Diet MII
- IVFD RL 20 gtt/i
makro
- Urinalisa
- Feses rutin
- Konsul HOM
- Rencana pemberian
methylprednisolon 1
mg/kgBB/ hari PO
- USG Abdomen-
DAT (Direct
antiglobulin test)
-
Ig G3
19 Agustus
2015
- Muka pucat (+)
- Lemas (+)
- Kuning seluruh
badan (+)
Sens: CM
TD: 110/60 mmHg
Nadi: 80 x/i
RR: 24 x/i
Temp: 36,8 C
Pemeriksaan fisik sama
dengan hari sebelumnya
Anemia Hemolitik
Autoimun (AIHA)
dd/Drug induced
hemolytic anemia
dd/Evans
syndromedd/ NonImun dd/ Malaria
dd/ Infeksi Virus
- Tirah baring
- Diet MII
- IVFD RL 20 gtt/i
makro
- Konsul HOM
- Rencana pemberian
methylprednisolon 1
mg/kgBB/ hari PO
- USG Abdomen
- DAT (Directantiglobulin test)
-
Ig G3
-
7/25/2019 Lapkas anemia hemolitik autoimun
35/41
31
Urinalisa :
Warna : kuning jernih
Protein : -
Reduksi : -
Bilirubin : -
Urobilinogen : +
Sedimen urinEritrosit : 0 /lpb
Leukosit : 1-3 /lpb
Epitel : negatif
Silinder : negatif
Feses rutin :
Warna : coklat
Konsistensi : padat
Telur cacing : -
20 Agustus
2015
-
Muka pucat (+)
-
Lemas (+)
-
Kuning seluruh
badan (+)
Sens: CM
TD: 110/70 mmHg
Nadi: 86 x/i
RR: 28 x/i
Temp: 37 C
Pemeriksaan fisik sama
dengan hari sebelumnya
Anemia Hemolitik
Autoimun (AIHA)
dd/Drug induced
hemolytic anemia
dd/Evans
syndromedd/ Non
Imun dd/ Malaria
dd/ Infeksi Virus
-
Tirah baring
-
Diet MII
-
IVFD RL 20 gtt/i
makro
-
Inj Ranitidin 50
mg/ 12 jam/ IV
-
Methylprednisolon
4 mg tab 5-5-5
-
Konsul HOM
-
USG Abdomen
-
DAT (Direct
antiglobulin test)
-
Ig G3
-
7/25/2019 Lapkas anemia hemolitik autoimun
36/41
32
BAB 4
DISKUSI
TEORI KASUS
EPIDEMIOLOGI
Terjadi sebanyak 5% dari seluruh
kasus anemia
Insidensi dari AIHA 1-3 kasus per
100.000 populasi per tahun.
Angka kejadian antara pria dan
wanita tidak begitu menunjukkan
perbedaan spesifik, tetapi lebih
sering dijumpai pada wanita.
AIHA sering ditemukan pada usia
middle aged dan pada pasien yang
sudah tua
EPIDEMIOLOGI
Os merupakan seorang wanita.
Gejala dialami os pada saat berusia
36 tahun (middle aged).
ETIOLOGI
Idiopatik
Sekunder, diinduksi oleh beberapa
hal, yaitu penyakit keganasan lain,
penyakit autoimun lain, infeksi
virus, dan induksi oleh obat-obatan.
ETIOLOGI
Etiologi penyakit pada pasien belum
dapat ditentukan (idiopatik), namun os
memiliki faktor risiko paparan bahan
kimia berupa bensis sejak 5 tahun lalu.
DIAGNOSTIK
ANAMNESIS:
1. Lelah
2.
Mudah mengantuk
3. Sesak nafas
4. Cepatnya perlangsungan gejala
5.
Riwayat pemakaian obat
6. Riwayat penyakit sebelumnya
DIAGNOSTIK
ANAMNESIS:
1. Lelah
2.
Mudah mengantuk, badan lemas
3. Gejala muncul sejak 4 bulan SMRS,
dan memberat dalam 2 bulan
terakhir
4. RPO: jamu kencur dan temulawak
-
7/25/2019 Lapkas anemia hemolitik autoimun
37/41
33
PEMERIKSAAN FISIK:
1. Konjungtiva pucat
2. Sklera ikerik
3. Splenomegali
4. Hemoglobinuri
PEMERIKSAAN FISIK
1. Konjungtiva pucat
2. Sklera ikterik
3. Jaundice seluruh tubuh
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hb rendah (7-10g/dl)
2.
MCV normal atau meningkat
3.
Bilirubin indirek meningkat
4. LDH meningkat
5.
Retikulositosis
Morfologi darah tepi:
adanya proses fragmentasi pada
eritrosit (sferosit, skistosit,
helmet cell dan retikulosit)
Direct Antiglobulin Test/ Coombs test
: Positif (+)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hb rendah (6,5g/dL)
2.
MCV meningkat (114 fl)
3.
Bilirubin meningkat (direk:
0,52mg/dL; indirek: 2,66mg/dL;
total 3,18mg/dL)
4. Retikulositosis (49,5%)
5. Morfologi darah tepi: eritrosit
anisositosis hipokromik
6. Coombs test: Positif (+)
7.
USG: Hepatosplenomegali
TERAPI:
1. Kortikosteroid: 1-1,5
mg/kgBB/hari per oral. Bila ada
respon terhadap steroid, dosis
diturunkan tiap minggu hingga
mencapai dosis 10-20 mg/hari.
Terapi steroid dosis
-
7/25/2019 Lapkas anemia hemolitik autoimun
38/41
34
terapi lain apabila dosis telah
>15 mg/hari untuk
mempertahankan kadar
hematokrit.
2. Splenektomi, bila terapi steroid
tidak adekuat atau tidak bisa
dilakukan penurunan dosis selama 3
bulan.
3. Rituximab dan alemtuzumab.
Rituximab 100mg/minggu selama 4
minggu.
4. Imunosupresi, Azathriopin 50-200
mg/Hari, Siklofosfamid 50-150
mg/hari
5. Danazol600-800 mg/hari, biasanya
dipakai bersama steroid, bila terjadi
perbaikan, steroid diturunkan atau
dihentikan dan dosis danazol
diturunkan menjadi 200-400
mg/hari.
6. Transfusi dilakukan pada kondisi
yang mengancam jiwa (misal Hb
-
7/25/2019 Lapkas anemia hemolitik autoimun
39/41
35
BAB 5
KESIMPULAN
Os, perempuan, 36 tahun, datang dengan keluhan ikterik dan badan lemas akibat
anemia hemolitik autoimun. Os diterapi awal dengan tirah baring, diet M II 1700
kkal, suportif cairan berupa RL 20 gtt/i. Pada tanggal 20 Agustus, os mulai
diberikan terapi kortikosteroid oral berupa tablet Methylprednisolone 4 mg
dengan dosis 60 mg/hari dibagi 3 kali pemberian (5 5 5) disertai injeksi
Ranitidine 50 mg 1 ampul/hari. Os masuk rumah sakit sejak tanggal 14 Agustus
hingga sekarang, dan direncanakan akan melakukan penjajakan berupa
pemeriksaan DAT dan IgG3.
-
7/25/2019 Lapkas anemia hemolitik autoimun
40/41
36
DAFTAR PUSTAKA
[1] K. W. Taroeno-Hariadi and E. Pardjono, "Anemia Hemoliitik Imun," in Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta, FKUI Press, 2014, pp. 2607-2613.
[2] M. N. Callistania, "Anemia hemolitik," in Kapita Selekta, 4th ed., Jakarta,
Media Aesculapius, 2014, pp. 656-659.
[3] T. DeLoughery, "Autoimmune hemolytic anemia," Hematology Board
Review, vol. 8, no. 1, pp. 1-9, 2013.
[4] A. E. Lichtin, "Anemias caused by hemolysis," in The Merck Manual o
Diagnosis and Therapy, 19 ed., New Jersey, Merck Sharp & Dohme Corp,
2011, pp. 936-937.
[5] P. Schick, "Hemolytic Anemia," 29 October 2014. [Online]. Available:
http://emedicine.medscape.com/article/201066-overview#showall. [Accessed
19 August 2015].
[6] C. H. Packman, "Hemolytic Anemia Resulting from Immune Injury," in
William's Hematology, 7th ed., M. A. Lichtman, E. Beutler, T. J. Kipps, U.
Seligsohn, K. Kaushansky and J. T. Prchal, Eds., New York, The McGraw-
Hill Companies, 2010.
[7] L. Luzzatto, "Hemolytic Anemias and Anemia Due to Acute Blood Loss," in
Harrison's Principles of Internal Medicine , 17th ed., A. S. Fauci, D. L.
Kasper, D. L. Longo, E. Braunwald, S. L. Hauser, J. L. Jameson and J.
Loscalzo, Eds., New York, The McGraw-Hill Companies, 2008.
[8] W. Levinson, "Complement," in Lange Microbiology and Immunology
Review, 10th ed., San Fransisco, The McGraw-Hill Companies, 2008.
[9] A. T. Neff, "Autoimmune Hemolytic Anemias," in Wintrobe's Clinical
Hematology, 11th ed., J. P. Greer, J. Froester, J. N. Lukens, G. M. Rodgers, F.
Paraskevas and B. Glader, Eds., New York, Lippincott Williams & Wilkins,
2004, pp. 941-962.
[10] L. Smith, "Autoimmune hemolytic anemias: characteristics and
classification," Clin Lab Sci, vol. 12, no. 110, 1999.
[11] A. J. Tan, M. A. Silverberg and W. G. Gossman, "Hemolytic Uremic
Syndrome in Emergency Medicine," 21 January 2015. [Online]. Available:
emedicine.medscape.com/article/779218-overview. [Accessed 21 August
-
7/25/2019 Lapkas anemia hemolitik autoimun
41/41
37
2015].
[12] Konsil kedokteran indonesia, Standar kompetensi dokter indonesia, Jakarta:Konsil kedokteran indonesia, 2012.
[13] S. A. Aljubran, "Cold Agglutinin Disease," 28 April 2015. [Online].
Available: emedicine.medscape.com/article/135327-overview. [Accessed 21
August 2015].