lansekap politik penataan ruang · 2011. 9. 26. · outline i. pengantar ii. konflik penataan...
TRANSCRIPT
-
LANSEKAP POLITIK PENATAAN RUANG
ERNAN RUSTIADI
Center for regional Systems Analysis, Planning and Development (CRESTPENT) Bogor Agricultural University (IPB)
-
Outline
I. PENGANTAR
II. KONFLIK PENATAAN RUANG: Pertarungan Politik Ruang
III. URAIAN SINGKAT SISTEM PENATAAN RUANG (menurut UU 26/2007)
IV. URAIAN SINGKAT SISTEM PENATAAN RUANG KEHUTANAN (menurut UU 26/2007)
V. PENUTUP
-
I PENGANTAR
-
Penataan Ruang vs
Pengelolaan Sumberdaya Bersama (Common Pool Resources/CPRs)
Adanya penataan ruang timbul dari timbulnya permasalahan dan kesadaran di dalam pengelolaan sumberdaya-sumberdaya bersama (CPRs) dalam perspektif spasial dan fisik
Efektivitas penataan ruang dan pengelolaan sumberdaya tidak semata-mata ditentukan oleh aspek-aspek teknis tetapi juga sangat ditentukan oleh pengaturan kelembagaannya (institutional arrangement)
-
Perspektif Ekonomi tentang Penataan Ruang
Pandangan “ekonomi klasik dan neoklasik” mengakui ‘kegagalan pasar bersaing sempurna’ (market failure) terkait dengan:
(1) barang publik (the commons) dan konsumsi kolektif,
(2) eksternalitas atau efek spill over, dan
(3) kondisi “dilema narapidana” (prisonner dilemma)
(4) isu-isu sistem distribusi.
-
Public goods, externality and market failure problems
• Market Failure (kegagalan pasar): tidak adanya koodinasi
pasar hingga tidak sanggup untuk menyediakan banyak barang secara efisien (produktif) dan berkelanjutan
• Sifat-sifat public good, eksternalitas dan kegagalan pasar adalah satu mata rantai yang sering timbul di dalam pengelolaan SDA dan ruang.
• Penataan Ruang adalah bentuk intervensi positif berdimensi ruang dalam menanggulangi kegagalan pasar
• Intervensi dilakukan oleh institusi publik, yakni institusi masyarakat (lokal), pemerintah dan institusi global
-
Tragedy of the commons (Garret Hardin, 1968)
• Apabila seseorang membatasi penggunaan sumberdaya dan tetapi tetangganya (masyarakat lainnya) tidak, maka (kuantitas/kualitas) sumberdaya akan turun (ruin)
• orang yang membatasi penggunaan sumberdaya tadi akan kehilangan keuntungan jangka pendek akibat alokasi yang dilakukan orang tersebut.
-
Rejim Pengelolaan atas Sumberdaya Bersama (Ostrom et al., 2002)
(1) State Property
(2) Common Property
(3) Private Property
(4) Open Access
-
Dapatkah Penataan Ruang tanpa Pengaturan Penguasaan?
Penataan (Ruang) vs Penatagunaan Tanah
Pengaturan
Penggunaan &
Pemanfaatan
Pengaturan
Penggunaan,
Pemanfaatan &
Penguasaan
-
Bundle of rights atas sumberdaya (Schagler and Ostrom, 1992)
• Access: otoritas untuk masuk • Withdrawal: otoritas untuk pengambilan unit sumberdaya • Management: otoritas membuat keputusan bagaimana
pemanfaatan sumberdaya • Exclusion: otoritas memutuskan siapa boleh (tidak boleh
masuk) • Transfer: otoritas menjual, menyewakan atau mewariskan
Dua hak pertama adalah level operasional dan tiga sisanya hak
pilihan bersama (collective choice rights) Semakin lengkap hak-hak dimiliki semakin bersifat private,
semakin sedikit semakin ke arah common property right.
-
Faktor Penentu Institutional Design
• karakteristik SDA
• karakteristik user/stakeholders
• keseimbangan antara supply dan demand,
• dari sistim nilai (ideologi).
-
Prinsip yang dapat meningkatkan keragaan disain kelembagaan pengelola CPRs (Ostrom 1990; Tucker 1999;
Bardhan 1999):
• Peraturan dibuat dan diselenggarakan oleh pengguna sumberdaya
• Dibuat aturan yang relatif mudah dimonitor • Aturan dapat diberlakukan (enforcable) • Sanksi diterapkan • Ajudifikasi tersedia dengan biaya yang murah • Sistem monitoring dan aparatnya akuntabel • Lembaga-lembaga pengaturan CPRs berada dalam
beberapa tingkatan • Prosedur-prosedur dimunculkan berdasarkan aturan-
aturan yang terevisi
-
Fase dan Isu Sistem Penataan Ruang di Indonesia
Open Access
&
Market failure
Penataan Ruang
(Public Sectors)
Government Failure
Trans- Boundary
Mechanism (Penataan
Ruang Wilayah Fungsional)
Penguatan Common Property
Urban Bias
Terrestrial Bias
Government Bias
Administrative bias
Participatory
Sustainable welfare
Kesejahteraan
Keberlanjutan
Pemerataaan
/Keadilan
-
II KONFLIK PENATAAN RUANG:
Pertarungan Politik Ruang
-
Konflik Penataan Ruang
• Lansekap politik tata ruang Indonesia tidak semata diwarnai konflik kepentingan “klasik”: pemerintah vs swasta vs masyarakat
• Konflik yang lebih tajam justru terjadi pada konflik internal antar institusi pemerintah:
sektor vs sektor vs …….vs sektor vs Pemda
-
Konflik-konflik tata ruang dalam sistem pemerintah
1. Konflik peraturan perundangan
2. Konflik Kewenangan dan kepentingan lembaga
3. Konflik terkait nomenklatur (peristilahan)
-
Konflik Peraturan Perundangan
Kajian Sumarjono, Hasan, Rustiadi, dan Damai (2009) tentang Review 12 UU terkait pengelolaan SDA:
Ketidakkonsistenan berbagai UU terkait penguasaan, pemanfaatan dan penggunaan SDA
Sektoralisme pengelolaan SDA
Tidak/kurangnya Sinkronisasi horisontal antar UU terkait SDA
-
Hipotesis Lansekap Politik Institusi Pemeritah dalam Tata Ruang di Indonesia
Institusi UU/PP Kepentingan
Objektif/Umum Subjektif
K Kehu- Tanan
UU 41/1999 PP 10/2010
Pelestarian Hutan Kewenangan eksklusif pengelolaan Kaw Hutan
Kemen PU
UU 26/2007 PP 26/2008 PP 15/2010
Koordinasi Penataan Ruang
Kemudahan pengembangan infrastrukutur jalan (tol)
BPN UU 5/1960 PP 11/2010
Reforma Agraria Mempertahankan Kewenangan terpusat hak guna tanah
Bappenas UU 25/2004 Koordinasi Sist Perenc Nasional
Superioritas kebijakan sistem perencanaan nasional, termasuk yg berdimensi spasial
PEMDA UU 32/2004 Pembangunan Daerah
- Otonomi lebih luas tata kelola SDA daerah – - Meningkatkan PAD
KLH UU 32/2009 Pembangunan Berwawasan Lingkungan
Kewenangan perencanaan & pengendalian yang lebih luas dalam pengel SDA, Lingkungan & wilayah
K Perta- Nian
UU 41/2009 Ketahanan Pangan -Mencegah alih fungsi lahan sawah - perlindungan usaha agribisnis (perkebunan)
K ESDM UU 22/2001 UU 4/2009
Pembangunan Energi & SD devisa Nasional
-Akses penambangan di kaw lindung - Hak eksklusif kaw tambang
-
Pergeseran Kewenangan atas Ruang
Hub Hukum
Org –
SDA/Ruang
Pemanfaatan
Ruang
UUPA
(UU 5/1960)
UU Penataan Ruang
(UU 24/1992; UU 26/2007) Bappenas PU
UU Kehutanan/KSDA
(UU 5/1967; UU 5/1990;
UU 41/1999)
Ruang
Kawasan
Hutan
Kawasan
Non
Hutan
UUPA
(UU 5/1960)
-
Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN) Kepres 4/2009
Ketua: Menko Bidang Perekonomian;
Wk Ketua I: Menteri PU; Wk Ketua II: Menteri Dalam Negeri;
Sekretaris : Menneg PPN/Ka Bappenas
Anggota :
1. Menteri Pertahanan; 2. Menteri ESDM;
3. Menteri Perindustrian;
4. Menteri Pertanian;
5. Menteri Kehutanan;
6. Menteri Perhubungan;
7. Menteri Kelautan dan Perikanan;
8. Menteri Negara Lingkungan Hidup;
9. Kepala Badan Pertanahan Nasional;
10. Wakil Sekretaris Kabinet.
Ketua Tima Pelaksana: Men PU
Wk Ketua I :Deputi Perekononomian Bdg Infrastruktur dan Bangwil
Wk Ketua II : Deputi Ka Bappenas Bdg Pengembangan Regional dan OTDA
Wk Ketua III: Direktur Jenderal Bina Bangda Depdagri
-
Terdapat tiga kondisi penggunaan istilah penatagunaan pada peraturan perundangan yang dikaji:
1. Terdapat istilah penatagunaan, dimana istilah tersebut dapat
dipilah menjadi penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan
2. Terdapat istilah penatagunaan, tetapi istilah tersebut merupakan
bagian dari istilah lain (makna yang berbeda)
3. Tidak terdapat istilah penatagunaan, namun digunakan istilah lain
(umumnya dengan istilah pengelolaan)
Contoh Kasus: Istilah “Penatagunaan”
Istilah lain yang bermasalah: zonasi, penggunaan, pemqanfaatan, pengelolaan, penataan, dll.
-
Konflik-konflik Penataan Ruang Vertikal
• Kasus Pegununungan Kendeng, Pati (lihat Husaini et al., 2011)
• Kasus Provinsi Riau (lihat Raflis, 2011)
-
III
PENUTUP
-
• Penataan Ruang Membutuhkan dukungan Sistim Informasi yang handal (tersedia, akurat, konsisten, dll)
• Politik Ruang yang tidak kondusif telah menciptakan berbagai bentuk “konflik” penataan ruang dan “ketidakpastian” tata kelola ruang
• Ketidakpastian akibat berbagai ketidakkonsistenan sistem penataan ruang adalah “ladang empuk” bagi pemburu rente (korupsi, manipulasi, dll)
-
• Ketidakpastian menjadi Hambatan utama bagi kegiatan investasi (kepastian usaha, pengadaan sumberdaya publik, dll) dan menimbulkan Biaya Ekonomi Tinggi
• Diperlukan sinkronisasi sistem perundangan atau adanya peraturan perundangan pengelolaan sumberdaya alam yang berdiri di atas semua sektor
• Perlu adanya “percepatan” regulasi peraturan turunan teknis menjembatani aturan perundangan yang ada
-
• Lembaga penataan ruang yang kokoh di atas kepentingan semua sektor
• Penyelarasan ulang nomenklatur penataan ruang
• Penataan ruang yang berkelanjutan perlu melibatkan multipihak secara partisipatif partisipatif dengan memperhatikan aspek ekologi, mitigasi bencana, gender, kebutuhan masyarakat dan kebutuhan khusus yang terintegrasi secara program maupun secara spasial.
-
• Lembaga-lembaga non pemerintah (LSM) dapat berperan mengisi peran pengawasan dan pengendalian penataan ruang
• Moral hazard: riset dijadikan menjadi alat ”pembenaran” penyimpangan
• Perlu pengembangan penelitian-penelitian terkait dengan korupsi dan sistem pengawasan/pengendalian penataan ruang
• Perlunya penguatan jaringan advokasi penataan ruang dalam penguatan
-
III
URAIAN SINGKAT SISTEM PENATAAN RUANG
(menurut UU 26/2007)
-
Penyelenggaraan Penataan Ruang
Pengaturan
upaya untuk
memberikan
landasan normatif
bagi Pemerintah,
pemerintah daerah,
dan masyarakat
dalam penataan
ruang
Pembinaan
upaya untuk
meningkatkan
kinerja
penataan ruang
yang diseleng-
garakan
oleh Pemerintah,
pemerintah daerah,
dan masyarakat
upaya pencapaian tujuan penataan ruang melalui
pelaksanaan perencanaan tata ruang, peman-
faatan dan pengendalian Pemanfaatan ruang
upaya agar
penyelenggaraan
penataan ruang
dapat diwujudkan
sesuai dengan
peraturan
perundang-
undangan yang
berlaku
Perencanaan
Tata Ruang
Penyusunan
rencana tata
ruang
Penetapan
rencana tata
ruang
Pemanfaatan
Ruang
Pelaksanaan
program
pembangunan
beserta
pembiayaannya
dengan
mengacu pada
fungsi yang
ditetapkan
dalam RTR
Pengendalian
Pemanfaatan
Ruang
Perizinan
Insentif –
disinsentif
Peraturan
zonasi
Sanksi
Pelaksanaan Pengawasan
Penyusunan pedoman
dan peraturan
perundang-undangan
bidang penataan
Ruang
Pemerintah kepada
pemerintah daerah dan
masyarakat
Pemprov. kepada
Pemerintah Kab./Kota
dan masyarakat
Pemerintah Kab./Kota
kepada masyarakat
Pemantauan
Evaluasi
Pelaporan
Suatu proses
untuk menentukan
struktur dan pola
ruang
dimasa depan
yang meliputi
penyusunan dan
penetapan
rencana
tata ruang
Upaya untuk
mewujudkan
struktur ruang
dan pola
ruang sesuai
rencana tata
ruang melalui
penyusunan
dan pelaksanaan
program beserta
Pembiayaanny
Upaya untuk
mewujudkan
tertib tata ruang
sehingga pemanfaatan
ruang sesuai dengan
rencana tata ruang
melalui pengaturan
zonasi, perizinan,
pemberian insentif &
disinsentif,
pemantauan, evaluasi,
dan pengenaan Sanksi
DJPR-Dep. PU
-
LINGKUP PELAKSANAAN
Pelaksanaan
penataan
ruang
B. PEMANFAATAN RUANG
C. PENGENDALIAN PEMANFAATAN
RUANG
A. PERENCANAAN TATA RUANG
suatu proses untuk menentukan struktur ruang
dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan
penetapan rencana tata ruang
upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan
pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang
melalui penyusunan dan pelaksanaan program
beserta pembiayaannya
upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang
24
-
C. PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
• Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan peraturan
zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi.
• Pengendalian pemanfaatan ruang dimaksudkan agar pemanfaatan ruang
dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang.
2.7. …Lanjutan
A. PERENCANAAN TATA RUANG
• Muatan rencana tata ruang mencakup rencana struktur ruang dan rencana pola ruang.
• Rencana struktur ruang meliputi rencana sistem permukiman danrencana sistem
jaringan prasarana.
• Rencana pola ruang meliputi peruntukan kawasan lindung dan kawasan budidaya.
B. PEMANFAATAN RUANG
• Pemanfaatan ruang dilakukan melalui pelaksanaan program pemanfaatan ruang beserta
pembiayaannya.
• Pemanfaatan ruang mengacu pada fungsi ruang yang ditetapkan dalam rencana tata
ruang, dilaksanakan dengan mengembangkan penatagunaan tanah, penatagunaan air,
penatagunaan udara, dan penatagunaan sumber daya alam lain.
25
-
RUANG LINGKUP PELAKSANAAN
Pelaksanaan
penataan
ruang B. PEMANFAATAN RUANG
C. PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
A. PERENCANAAN TATA RUANG
suatu proses untuk menentukan struktur
ruang dan pola ruang yang meliputi
penyusunan dan penetapan rencana tata
ruang
upaya untuk mewujudkan struktur ruang
dan pola ruang sesuai dengan rencana tata
ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan
program beserta pembiayaannya
upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang
24
-
C. PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
• Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan peraturan zonasi,
perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi.
• Pengendalian pemanfaatan ruang dimaksudkan agar pemanfaatan ruang dilakukan
sesuai dengan rencana tata ruang.
A. PERENCANAAN TATA RUANG
• Muatan rencana tata ruang mencakup rencana struktur ruang dan rencana pola ruang.
• Rencana struktur ruang meliputi rencana sistem permukiman danrencana sistem
jaringan prasarana.
• Rencana pola ruang meliputi peruntukan kawasan lindung dan kawasan budidaya.
B. PEMANFAATAN RUANG
• Pemanfaatan ruang dilakukan melalui pelaksanaan program pemanfaatan ruang
beserta pembiayaannya.
• Pemanfaatan ruang mengacu pada fungsi ruang yang ditetapkan dalam rencana tata
ruang, dilaksanakan dengan mengembangkan penatagunaan tanah, penatagunaan air,
penatagunaan udara, dan penatagunaan sumber daya alam lain.
-
Rencana Tata
Ruang Umum
Rencana Tata
Ruang Rinci
RTRWN
RTRWK
RTRWP
RTR Pulau/Kepulauan
RTR Kawasan Strategis Nasional
RTR Kawasan Strategis Provinsi
Rencana Detil Tata Ruang (RDTR)
RTR Kawasan Strategis Kab/Kota
-
Berbagai Bias dalam Sistem Penataan Ruang Indonesia saat ini
• Government Bias • Urban Bias • Planning Bias
• Terrestrial Bias
• Administrative Region &
Economic Bias
• Participatory
• Urban-Rural linkages
• Spatial Arrangement as process
• Archipelagic Nation Based
• Administrative & Functional Region (Ecoregion)
-
HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN MASYARAKAT
H A K KEWAJIBAN
a. mengetahui rencana tata ruang;
b. menikmati pertambahan nilai ruang
sebagai akibat penataan ruang;
c. memperoleh penggantian yang layak
atas kerugian yang timbul akibat
pelaksanaan kegiatan pembangunan
yang sesuai dengan rencana tata ruang;
d. mengajukan keberatan kepada pejabat
berwenang terhadap pembangunan di
wilayahnya yang tidak sesuai dengan
rencana tata ruang di wilayahnya;
e. mengajukan tuntutan pembatalan izin
dan penghentian pembangunan yang
tidak sesuai dengan rencana tata ruang
kepada pejabat berwenang; dan
f. mengajukan gugatan ganti kerugian
kepada pemerintah dan/atau pemegang
izin apabila kegiatan pembangunan yang
tidak sesuai dengan rencana tata ruang
menimbulkan kerugian.
a. menaati rencana tata ruang
yang telah ditetapkan;
b. mematuhi larangan:
memanfaatkan ruang
tanpa izin pemanfaatan
ruang dari pejabat yang
berwenang.
melanggar kekentuan
yang ditetapkan dalam
persyaratan izin
pemanfaatan ruang.
menghalangi akses
terhadap sumber air,
pesisir pantai, serta
kawasan-kawasan yang
dinyatakan oleh
peraturan perundang-
undangan sebagai milik
umum
PERAN
a. partisipasi dalam penyusunan rencana tata ruang;
b. partisipasi dalam pemanfaatan ruang:
c. partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang
Pasal 60 Pasal 61 Pasal 65 & 66
41
-
IV
URAIAN SINGKAT SISTEM KEHUTANAN
(menurut UU 41/1999)
-
Definisi Hutan : suatu kesatuan ekosistem
berupa hamparan lahan berisi
sumber daya alam hayati yang
didominasi pepohonan dalam
persekutuan alam lingkungannya,
yang satu dengan lainnya tidak
dapat dipisahkan (Pasal 1 angka 2
UU No. 41 Tahun 1999)
Kawasan hutan : wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap (Pasal 1 Angka 3 UU No. 41 Tahun 1999)
Pengertian Hutan Kawasan Hutan
-
Wewenang Pemerintah (Pasal 4 UU No. 41 Tahun 999):
Mengatur, mengurus hal yang berkaitan dengan
hutan, kawasan hutan dan hasil hutan,
Menetapkan atau mengubah status kawasan hutan,
Mengatur dan menetapkan hubungan-hubungan
hukum antara orang dengan hutan, serta mengatur
perbuatan-perbuatan hukum mengenai kehutanan.
-
Sejarah Kawasan Hutan
1980 - 1992 1992 - 1999 1999 - 2005 < 1980
UU No. 41/1999
UU No. 24/1992
UU No. 5/1967
Hutan register Penunjukan
partial TGHK
Paduserasi RTRWP -
TGHK
Usulan Perubahan Kawasan Hutan dalam
Review RTRWP/K dan Pemekaran
Penunjukan Kawasan
Hutan
UU No. 5/1990
UU No. 32/2004 UU No. 26/2007
2004 - 2007
Z. KOLONIAL
BELANDA -----
??
2010
PP 10/2011 ttg Tata
Cara Perubahan
Peruntukan &
Fungsi Kaw Hutan
dan RKTN (2011)
-
Landasan Hukum Penataan Ruang Kehutanan
UU No 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan (Pasal 3, Pasal 17 dan Pasal 18) :
a. Keberadaan hutan terjamin dengan luasan dan penutupan hutan yang cukup dan sebaran yang proporsional, minimal 30% dari luas DAS dan atau pulau;
b. Optimalisasi fungsi hutan (konservasi, fungsi lindung, dan fungsi produksi)
c. Meningkatkan daya dukung DAS;
d. Pembentukan unit pengelolaan dilaksanakan dengan mempertimbangkn karakteristik lahan, tipe hutan, fungsi hutan, kondisi DAS, sosial budaya, ekonomi, kelembagaan masyarakat setempat termasuk masyarakat hukum adat dan batas administrasi pemerintahan.
UU No 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang (Pasal 17) :
a. Dalam rangka pelestarian lingkungan, dalam rencana tata ruang wilayah ditetapkan kawasan hutan paling sedikit 30% dari luas DAS.
b. Penyusunan rencana tata ruang harus memperhatikan keterkaitan antarwilayah, antarfungsi kawasan, dan antarkegiatan kawasan.
-
Fungsi Pokok Kawasan Hutan
Hutan Konservasi : kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Luas hutan konservasi 20,5 juta ha.
Hutan Lindung : kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah instrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah. Luas hutan lindung 33,52 juta ha.
Hutan Produksi : kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan. Luas hutan produksi 66,33 juta ha (termasuk hutan produksi yang dapat dikonversi).
-
Kriteria Penetapan Fungsi Kawasan Hutan :
PP No. 44 Tahun 2004 Tentang Perencanaan Kehutanan dan PP No. 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.
Kriteria Hutan Lindung dan Hutan Produksi didasarkan pada faktor-faktor kerentanan alam terhadap bencana (kelas lereng, jenis tanah dan intensitas hujan).
Kondisi penutupan lahan bukan merupakan kriteria utama penentuan fungsi kawasan hutan .
Kriteria Hutan Konservasi didasarkan pada ciri khas alam hayati dan ekosistem yang rentan kerusakan dan bencana lingkungan.
PP No. 68 Tahun 1998 Tentang KSA dan KPA
-
Fungsi Kawasan
Kawasan Lindung
Kawasan Budidaya
Kaw. yg memberikan perlind. kaw. bawahannya Kaw. perlindungan setempat Kaw. suaka alam & cagar budaya Kaw. rawan bencana alam Kaw. lindung lainnya
Kaw. perunt. hutan produksi Kaw. perunt. hutan rakyat Kaw. perunt. pertanian Kaw. perunt. perikanan Kaw. perunt. pertambangan Kaw. perunt. permukiman Kaw. perunt. industri Kaw. perunt. pariwisata Kaw. tempat ibadah
Kaw. penddikan
Kaw. hankam
FUNGSI KAWASAN
Pasal 5 dan penjelasan UU 26/2007
-
A. Kawasan lindung, meliputi:
1. Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya ; kawasan hutan lindung, kawasan bergambut, kawasan resapan air,
2. Kawasan perlindungan setempat ; sempadan pantai/ sungai, sekitar danau/waduk dan sekitar mata air,
3. Kawasan suaka alam dan cagar budaya ; kawasan suaka alam, kawasan suaka alam laut, kawasan pantai berhutan bakau, taman nasional, taman hutan raya, taman wisata alam, cagar alam, suaka margasatwa, kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.
4. Kawasan rawan bencana alam ; kawasan rawan letusan gunung berapi, kawasan rawan gempa, kawasan rawan tanah longsor, kawasan rawan gelombang pasang dan kawasan rawan banjir,
5. Kawasan lindung lainnya; taman buru, cagar biosfir, kawasan perlindungan plasma nutfah, kawasan pengungsian satwa dan terumbu karang.
B. Kawasan budidaya, meliputi: kawasan peruntukan hutan produksi (HP,HPT, HPK), hutan rakyat, pertanian, perikanan, pertambangan, permukiman, industri dan pariwisata
(Pasal 5 UU No. 26/2007 ; Penjelasan)
-
UU No.41/1999 dan UU No.5/1990 UU No. 26/2007
Kawasan lindung dan kawasan budidaya dalam konteks peraturan
perundang-undangan bidang kehutanan.
1. Kawasan Lindung
a. Hutan Konservasi (HK) - Kawasan Suaka Alam (KSA) ; Cagar Alam (CA) dan Suaka Margasatwa (SM), - Kawasan Pelestarian Alam (KPA) ; Taman Nasional (TN), Taman Hutan Raya (Tahura), Taman Wisata Alam (TWA), - Kawasan Taman Buru (TB)
b. Hutan Lindung (HL), (skor > 175, lereng >40%, tinggi > 2.000 dpl, dll)
2. Kawasan Budidaya
a. Hutan Produksi Terbatas (HPT) Kawasan hutan dgn skor 125-174 (kelas lereng, jenis tanah intensitas hujan)
b. Hutan Produksi Tetap (HP); skor < 125 (kelas lereng, jenis tanah, intensitas hutan)
c. Hutan Produksi yang dapat Dikonversi (HPK)
Kawasan hutan yang secara ruang dicadangkan untuk transmigrasi,
permukiman, pertanian, perkebunan
-
V
PENUTUP
-
• Politik Ruang yang tidak kondusif telah menciptakan berbagai bentuk “konflik” penataan ruang dan “ketidakpastian” tata kelola ruang
• Ketidakpastian akibat berbagai ketidakkonsistenan sistem penataan ruang adalah “ladang empuk” bagi pemburu rente (korupsi, manipulasi, dll)
• Hambatan utama bagi kegiatan investasi (kepastian usaha, pengadaan sumberdaya publik, dll)
• Biaya Ekonomi Tinggi
-
• Diperlukan adanya ketentuan peraturan perundangan terkait ruang dan pengelolaan sumberdaya alam yang berdiri di atas semua sektor
• Lembaga penataan ruang yang kokoh di atas kepentingan semua sektor
• Penyelarasan ulang nomenklatur penataan ruang