lampiran - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/53626/9/lampiran.pdf · duduk disisinya. “kau boleh...
TRANSCRIPT
76
LAMPIRAN
77
Lampiran 1
Tabel 6 Deskripsi Data
No. Jenis Referensi Data
1. Persona
(a) Persona I
(1) “Itu betul sebuah lenggang yang pantes banget, dan
aku tidak bosan melihatnya, ujar paman Klungsu
dalam hati.” (CP.1/05/02/2017)
(2) “Iya, lah, aku tahu. Namun, mengapa peluitmu
yang punya kuasa itu harus busuk? Ah, cucilah
barang busuk itu. He, dengar. Kamu jangan ke
warungku sebelum peluit itu kamu cuci. Benar ya?”
(CP.1/05/02/2017)
(3) Duduk memandang gelombang kecil telaga disibak
perahu, Arum mulai sangsi akan perjalanannya kali
ini: mengapa aku mesti ke bukit itu?
(CP.2/12/02/2017)
(4) “Aku tak lagi dapat mengenali di mana rumah kami,
lahan, dan sawah yang subur,” kata Suman.
(CP.2/12/02/2017)
(5) “Ayam hitam? Itu susah sekali, di mana aku
mendapatkannya Mak Etek? (CP.4/26/02/2017)
(6) Datuk upayakan saja dulu. Cari di pasar burung,
atau datangi peternakan-peternakan ayam. Kalau
sudah ada, baru hubungi aku. (CP.4/26/02/2017)
(7) “Yu, uangku cuma seribu lima ratus.”
(CP.1/05/02/2017)
(8) “Iya, lah, aku tahu. Namun, mengapa peluitmu
yang punya kuasa itu harus busuk? Ah, cucilah
barang busuk itu. He, dengar. Kamu jangan ke
warungku sebelum peluit itu kamu cuci. Benar ya?”
(CP.1/05/02/2017)
(9) “Aku tak akan kembali pada suamiku,” kata Arum
pelan. (CP.2/12/02/2017)
(10) “Aku selalu berlayar mengarungi telaga ini dengan
rasa marah,” kata Suman. “Di pulau seberang itu
mula-mula ibuku meninggal, lalu ayahku
meninggal setahun kemudian. Lahan yang
digarapnya tak memberikan apa-apa, kecuali
kemiskinan. Tinggal kakak perempuanku yang
tahan di sana, menikah dengan sesama perantau,
dan memiliki dua orang anak. Pernah aku
menengok mereka, dalam keadaan yang nestapa,
dan tak pernah bisa pulang ke tanah leluhurnya.”
78
(CP.2/12/02/2017)
(11) “Pening sekali kepalaku Mak Etek. Kalau begini
terus bisa bangkrut aku. Dua kali ladangku diserang
tikus. Padahal, punya pak Haji di seberang sana
baik-baik saja.” (CP.4/26/02/2017)
(12) “Sudah kupasang jebakan dilubang-lubang keluar
masuk mereka. Malah orang tuaku yang terkena
dan bengkak kakinya hingga tak bisa kerja. Lalu
kucoba bikin pestisida nabati. Kubeli cabai dan
jengkol beratus kilo, tapi padiku keburu digerogoti.
Pening aku.” (CP.4/26/02/2017)
(13) Yu Binah? Iya. Dia memang punya suami. Dan
saya tidak mengapa-apakan dia. Paman Klungsu
Gugup. (CP.1/05/02/2017)
(14) “Tapi Datuk...,” kata Sobari ragu-ragu.
“Sebenarnya ada satu cemani di Kampung Manggis
ini. Istri saya sering melihatnya.”
(CP.4/26/02/2017)
(15) “Maafkan saya, Datuk. Saya tidak mau menjual si
Itam.” (CP.4/26/02/2017)
(16) “Kita sedang berlibur, Arum. Kita mencari
ketenangan. Tiap hari kita kerja banting tulang,
melampaui kerja orang-orang kebanyakan. Kau
bukan sobrah, perempuan yang melepas
kesuciannya pada lelaki, untuk cari berkah.”
(CP.2/12/02/2017)
(17) “Aku tak lagi dapat mengenali di mana rumah
kami, lahan, dan sawah yang subur,” kata Suman.
Kau tahu, bagaimana ayahku dikejar-kejar aparat
desa, dipaksa melepas rumah, sawah ladang,
dengan harga yang sangat murah. Ayah dituduh
pembangkang, bahkan kemudian dituding komunis.
Sawah kami digenangi air sungai, dan tempat
tinggal kami terendam. Ayah, ibu, dan kakak
perempuanku dipaksa transmigrasi ke pulau
seberang. Aku tahan di sini, mengikuti seorang
tetangga, tinggal di desa tak jauh dari telaga,
bersekolah, membantu membuat keramba,
memelihara ikan-ikan, dan mengkapnya untuk
dijual ke pasar.” (CP.2/12/02/2017)
(b) Persona II (18) “He, ini, peluitmu tertinggal. Idih, ampun! Baunya
busuk sekali,” kata Yu Binah dengan suara teredam
oleh bungkaman tangan sendiri. “Peluitmu selalu
kena ludah tapi tidak pernah kamu cuci ya? Idih,
minta ampun busuknya!”. (CP.1/05/02/2017)
(19) Suman memasuki mobil yang masih baru. Arum
79
duduk disisinya. “Kau boleh membawa mobil ini.
Aku sudah memberikannya padamu. Mobil ini
kubeli atas namamu.” (CP.2/12/02/2017)
(20) Hidup adalah kegiatan memilih benda-benda. Di
rumah seperti apa yang kau bayangkan hidupmu.
Berpakaian seperti apa, laki-laki yang menjadi
pasanganmu. (CP.3/19/02/2017)
(21) “Sembelihlah seekor cemani dewasa. Harus yang
jantan, berlidah, dan berdarah hitam. Darahnya
akan menjaga ladangmu.” (CP.4/26/02/2017)
(22) “Kau tidak mau beli obat untuk ibumu? Kalau kau
jual di pasar Padang Panjang, paling laku 700 ribu.
Aku bisa kasih kamu lima juta supaya kamu bisa
bawa ibumu ke rumah sakit di Bukit Tinggi.”
(CP.4/26/02/2017)
(23) Pada awalnya Paman Klungsu sering dicibir orang,
“Ah, kamu Cuma polisi non-batu, polisi-polisian.
Kamu hanya berani mengatur pedagang dan anak
sekolah, tapi tidak berkutik bila yang lewat pejabat
atau moge. Kamu juga selalu mengistimewakan Yu
Binah. Kalau perempuan itu lewat selalu kamu
bukakan jalan.” (CP.1/05/02/2017)
(24) Suman memegangi tangan Arum. “Apa kamu dapat
melihat kehidupan di dasar telaga?”
(CP.2/12/02/2017)
(25) “Lalu, bagaimana dengan kamu?”
(CP.2/12/02/2017)
(26) Agar lebih dapat banyak kapur untuk kamu pergi
kuliah,” kata ayahnya pagi itu. (CP.4/26/02/2017)
(27) “Kita sedang berlibur, Arum. Kita mencari
ketenangan. Tiap hari kita kerja banting tulang,
melampaui kerja orang-orang kebanyakan. Kau
bukan sobrah, perempuan yang melepas
kesuciannya pada lelaki, untuk cari berkah.”
(CP.2/12/02/2017)
(28) Hidup adalah kegiatan memilih benda-benda. Di
rumah seperti apa yang kau bayangkan hidupmu.
Berpakaian seperti apa, laki-laki yang menjadi
pasanganmu. (CP.3/19/02/2017)
(29) “Coba kau suruh Datuk ke Mak Etek,” Ros
memberi saran suaminya. (CP.4/26/02/2017)
(30) “Kau tidak mau beli obat untuk ibumu? Kalau kau
jual di pasar Padang Panjang, paling laku 700 ribu.
Aku bisa kasih kamu lima juta supaya kamu bisa
bawa ibumu ke rumah sakit di Bukit Tinggi.”
(CP.4/26/02/2017)
80
(31) Di restoran mana kalian menghabiskan waktu
untuk merayakan anniversary. Apa dessert yang
disajikan direstoran itu? ke mana kalian akan
pergi? (CP.3/19/02/2017)
(c) Persona III (32) Orang-orang sering bertanya mana yang paling
berwibawa di simpang lima itu; sosok Paman
Klungsu atau peluitnya. (CP.1/05/02/2017)
(33) Yu Binah berjalan tergesa-gesa, tangan kirinya
menjimpit sesuatu dengan ibu jari dan telunjuk.
Menahan jijik. Tangan kanannya menutup hidung
dan mulut. (CP.1/05/02/2017)
(34) Duduk berdua dengan Suman di perahu. Arum
kembali teringat akan anak perempuannya.
(CP.2/12/02/2017)
(35) Muka Suman kembali suram sepanjang perjalanan
perahu. Matanya kelam memandang permukaan air
telaga, seperti ingin melihat kehidupan di masa lalu
yang penuh ketakutan. (CP.2/12/02/2017)
(36) Laki-laki itu memikirkan beberapa orang yang
selalu ditemuinya. (CP.3/19/02/2017)
(37) Perempuan itu tak bisa melihat ujung dari setiap
persimpangan yang ada di hadapannya.
(CP.3/19/02/2017)
(38) “Tapi... sepertinya harus datuk sendiri yang
memintanya. Si Riza ini tampak sayang sekali pada
ayamnya. Karena Datuk orang terpandang,
mungkin ia juga segan kalau menolak permintaan
Datuk.” (CP.4/26/02/2017)
(39) Saran itu diteruskan oleh Sobari ke majikannya,
dan sampailah Datuk pada persoalan mencari
cemani. (CP.4/26/02/2017)
(40) Datuk termenung. Pikirnya sekusut hatinya.
Memang benar, seharusnya ia tidak usah pergi ke
Mak Etek kalau tahu persoalannya tambah satu
lagi. Sudah lewat seminggu ia belum mendapatkan
cemani yang disyaratkan oleh Mak Etek.
(CP.4/26/02/2017)
(41) Pada saat itu, para pedagang laki-laki dan
perempuan seperti beradu cepat mencapai pasar.
Mereka naik sepeda atau motor dengan dua
keranjang dibagian belakang. (CP.1/05/02/2017)
(42) Puluhan anak SMP dan SMA dengan motor yang
knalpotnya dibobok juga berebut keluar dari jalan
kampung ke jalan raya. Tanpa helm, tanpa SIM.
Tetapi mereka kelihatan tak peduli dan amat
percaya diri. (CP.1/05/02/2017)
81
(43) Apalagi paman klungsu juga sering mendapat uang
receh. Itu pemberian sopir-sopir yang merasa
bersimpati. Mereka menghargai jasa Paman
Klungsu yang punya prakarsa mengatur lalu lintas
di simpang tiga. (CP.1/05/02/2017)
(44) Arum menarik tangan Suman, segera menuju ke
perahu, kembali menyeberangi telaga. Mereka
diseberangkan tukang perahu yang tadi mengantar
mereka ke bukit. (CP.2/12/02/2017)
(45) Perahu-perahu beriringan berlayar di atas telaga,
dengan para penumpang yang berwajah ceria:
bercanda di atas perahu dan Suman merasa bahwa
mereka tengah menertawakannya.
(CP.2/12/02/2017)
(46) Yang paling membuatnya lelah adalah jika ia
dipaksa berada di tengah kerumunan yang
terdengung. Jumlah mereka begitu banyak, namun
suara mereka amat seragam. (CP.3/19/02/2017)
(47) Laki-laki itu berdiri di satu sisi, dan perempuan itu
berada di sisi yang lain. Mereka hidup bersisian,
namun tak pernah bersilang tatap.
(CP.3/19/02/2017)
(48) Sudah kupasang jebakan dilubang-lubang keluar
masuk mereka. (CP.4/26/02/2017)
(49) Arum tengah menikmati ikan panggang dan sambal
terasi yang membangkitkan selera makannya. Ia
makan dengan lahap. Sama sekali ia tak menduga,
Suman bakal memintanya kembali pada suami.
(CP.2/12/02/2017)
(50) Terdiam, di ruang parkir yang senyap, tak lagi
terdapat mobil lain dalam penghujung telaga. Dari
dalam hutan jati mulai terdengar bersahutan suara
serangga, berasal dari kegelapan pekat tanpa
cahaya. Suman enggan meninggalkan tempat
parkir. Ia masih memandangi telaga, seperti
melihat kehidupan di dasarnya. (CP.2/12/02/2017)
(51) Laki-laki itu mencintai perempuan itu. Perempuan
yang membuat tarikan senyumnya selalu melebar
walaupun ia berusaha menyembunyikan. Namun,
ia tahu, ia dan perempuan itu tak lagi berbagi ruang
batin. (CP.3/19/02/2017)
(52) Kadang ia mengingat laki-laki itu, namun
perempuan itu tahu apa yang paling diinginkannya
dalam hidup. (CP.3/19/02/2017)
(53) Kemarin pagi, Datuk datang kembali. Ruapanya ia
belum puas membujuk Riza. (CP.4/26/02/2017)
82
(54) Tentu saja Sobari tahu masalah yang sedang
menimpa majikannya. Kesusahan datuk lambat
laun kan menjadi persoalan juga buatnya. Jika
majikannya sampai bangkrut, ia pun bisa jadi
dipecat dan bagaimana pula ia dapat menghidupi
keluarga dan memenuhi selera belanja Ros, istrinya
yang cantik dan dipujanya. Karena itu, ia akan
berusaha keras untuk membantu sang datuk
memulihkan ladangnya. (CP.4/26/02/2017)
(55) “Ia pasti pakai jimat, ujar Ros.”
(CP.4/26/02/2017)
(56) Pertanyaan itu membuat Paman Klungsu ketakutan.
Wajahnya mendadak beku. Bibirnya gemetar. Dia
tergagap, dan kata-kata yang kemudian diucapkan
terdengar patah-patah. (CP.1/05/02/2017)
(57) “Yu Binah? Iya. Dia memang punya suami. Dan
saya tidak mengapa-apakan dia.” Paman Klungsu
gugup. (CP.1/05/02/2017)
(58) Tetapi Arum tak berani menyingkap keakraban ini
menjadi sebuah kesimpulan: Suman sering ziarah
ke makam ini. Tentu tidak ziarah seorang diri. Dia
datang ke makam ini bersama perempuan sobrah?
Lama Suman berdoa. (CP.2/12/02/2017)
(59) Dia percaya begitulah hidup yang sesungguhnya.
(CP.3/19/02/2017)
(60) “Di sebelah rumah saya. Si Riza, anak Rais yang
ketimpa longsor di bukit tui bulan lalu. Dia piara
cemani, Datuk.” (CP.4/26/02/2017)
2. Demonstratif
(a) Waktu (61) “Ya, tidak apa-apa. Ah, sejak pagi kamu kerja keras
tiup-tiup peluit di simpang tiga. Jadi perutmu tentu
lapar.” (CP.1/05/02/2017)
(62) Suman tersenyum pedih. “Di dasar telaga ini ada
kehidupanku di masa lalu, sebelum wilayah ini
ditenggelamkan dengan lima aliran sungai yang
dibendung. Aku salah satu penduduk yang tinggal
lembah bukit, ayah-ibuku bertani, menggembala
sapi dan kambing. Ayam-ayam berkeliaran,
mematuki bulir padi dan jagung yang dijemur.”
(CP.2/12/02/2017)
(63) Suman seperti menyusuri kembali lorong-lorong
gelap masa silam, masa remaja, masa yang diteror
ketakutan. (CP.2/12/02/2017)
(64) Ia percaya cinta dapat abadi di hati pemiliknya. Ia
dapat memeluk dirinya sendiri, seperti ketika tiga
puluh tahun yang lalu, ia memeluk dirinya sendiri
83
meluncur dari rahim ibunya. (CP.3/19/02/2017)
(65) Ada masa lalu yang akan sepenuhnya terkubur. Ada
masa lalu yang barangkali kelak akan memberikan
jawaban. (CP.3/19/02/2017)
(66) Kemarin pagi, Datuk datang kembali. Rupanya ia
belum puas membujuk Riza. (CP.4/26/02/2017)
(67) Sudah lewat seminggu ia belum mendapatkan ayam
cemani yang di syaratkan oleh Mak Etek.
(CP.4/26/02/2017)
(68) Di sebelah rumah saya. Si Riza, anak Rais yang
ketimpa longsor di Bukit Tui bulan lalu. Dia piara
cemani, Datuk. Cemaninya gemuk dan sehat.
Tempo hari, tak sengaja sempat beradu dengan
ayam jago saya. (CP.4/26/02/2017)
(69) Dengan andalan lengking peluitnya, Paman
Klungsu bisa mengatasi kemacetan lalu lintas,
terutama di pagi hari. Pada saat itu, para pedagang
laki-laki dan perempuan seperti beradu cepat
mencapai pasar. (CP.1/05/02/2017)
(70) Di siang hari jadi kuli angkut barang milik
pedagang dari dalam pasar ke pinggir jalan atau
sebaliknya. (CP.1/05/02/2017)
(71) Ini jam 9 pagi, lalu lalang di simpang tiga sudah
mereda. (CP.1/05/02/2017)
(72) Meninggalkan warung makan lesehan di pasar
tradisional itu, hari menjelang senja, hutan-hutan
jati yang mengelilingi telaga memantulkan bayang-
bayang kegelapan. (CP.2/12/02/2017)
(73) Perahu meluncur pelan meninggalkan daratan,
menyibak biru air telaga. Menyibak sunyi kabut
tipis pagi. (CP.2/12/02/2017)
(74) Rencana memang tidak dapat diduga. Saat itu hari
Minggu pagi dan ia sedang bermalas-malasan
sambil membaca buku sewaktu ia mendengar
gemuruh dari arah Bukit Tui. Lewat beberapa
menit, barulah ia sadar kalau ayahnya pergi
menambang di hari itu. (CP.4/26/02/2017)
(75) Sekarang Paman Klungsu tidak lagi mengangkut-
angkut barang milik pedagang. (CP.1/05/02/2017)
(76) Dan kini, saat seorang datuk mampu membantu
mengobati ibunya, ia malah terlanjur sayang untuk
melepas si Itam. (CP.4/26/02/2017)
(77) Bahkan ada beberapa istri yang curiga kalau
suaminya main serong, pergi ke Mak Etek dan dua
hari setelahnya terlihat mesra dengan sang suami
seperti pengantin baru. (CP.4/26/02/2017)
84
(b) Tempat (78) Di sekitar jalan simpang lima dekat pasar, nama
Paman Klungsu sudah lama mapan. Dia adalah
sosok yang punya kuasa di tempat itu.
(CP.1/05/02/2017)
(79) Ada makam sepasang kekasih, seorang pangeran
dan ibu tirinya yang melarikan diri dari keraton,
dikuburkan dipuncak bukit itu. Duduk memandang
gelombang kecil telaga disibak perahu, Arum mulai
sangsi akan perjalanannya kali ini: mengapa aku
mesti ke bukit itu? (CP.2/12/02/2017)
(80) Masih berkabut, masih senyap, perahu menyibak
air telaga, kadang mendekati pulau-pulau kecil
subur ditumbuhi jajaran pohon jagung, atau
berhutan jati, dengan gubuk-gubuk lapuk. Kadang
perahu menjauh dari pulau-pulau kecil itu.
(CP.2/12/02/2017)
(81) Perahu-perahu mesin itu terapung-apung ditembat
di dekat warung makan yang menyajikan ikan
panggang di tepi telaga. Asap tipis dari tungku-
tungku pembakaran ikan mulai mengapung dari
tempat itu. (CP.2/12/02/2017)
(82) Perempuan itu adalah perempuan yang bimbang di
tepi persimpangan. Persimpangan empat penjuru
itu seperti mengarah ke empat jalur yang serba
misterius. (CP.3/19/02/2017)
(83) “Di mana itu?” Datuk langsung bangkit dari
kelesuannya. Harapan mendadak menyegarkan
wajahnya. “Di sebelah rumah saya. Si Riza, anak
Rais yang ketimpa longsor di Bukit Tui bulan lalu.”
(CP.4/26/02/2017)
(84) Polisi lalu lintas belum pernah datang ke sana.
(CP.1/05/02/2017)
(85) “Di pulau seberang itu mula-mula ibuku
meninggal, lalu ayahku meninggal setahun
kemudian. Lahan yang digarapnya tak memberikan
apa-apa, kecuali kemiskinan. Tinggal kakak
perempuanku yang tahan di sana, menikah dengan
sesama perantau, dan memiliki dua orang anak.
Pernah aku menengok mereka, dalam keadaan yang
nestapa, dan tak pernah bisa pulang ke tanah
leluhurnya.” (CP.2/12/02/2017)
(86) Laki-laki itu berdiri di satu sisi, dan perempuan itu
berada di sisi yang lain. Mereka hidup bersisian,
namun tak pernah bersilang tatap. Laki-laki
menyentuh dinding-dinding mata uang yang dingin.
Perempuan itu menyusur gurat-gurat gambar dan
85
huruf timbul yang ada di sana. (CP.3/19/02/2017)
(87) Saya sudah mencarinya sampai ke Pasar Padang
Panjang, Datuk. Ayam cemani di sana masih
terlalu muda. (CP.4/26/02/2017)
(88) Puluhan anak SMP dan SMA dengan motor yang
knalpotnya dibobok juga berebut keluar dari jalan
kampung ke jalan raya. Tanpa helm, tanpa SIM.
Tetapi mereka kelihatan tidak perduli dan amat
percaya diri. Guru-guru SD, beberapa di antaranya
sudah bermobil ikut menambah kepadatan lalu
lIntas di simpang tiga. (CP.1/5/02/2017)
(89) Asap ikan panggang memenuhi pasar tradisional
di tepi telaga. Arum duduk di tikar warung makan
memesan ikan nila panggang. (CP.2/12/02/2017)
(90) “Tapi Datuk...,” kata Sobari ragu-ragu.
“Sebenarnya ada satu cemani di Kampung Manggis
ini. Istri saya sering melihatnya.” “Di mana itu?”
Datuk langsung bangkit dari kelesuhannya.
Harapan mendadak menyegarkan wajahnya. “Di
sebelah rumah saya. Si Riza, anak Rais yang
ketimpa longsor di Bukit Tui bulan lalu.”
(91) Riza pergi sendiri seminggu setelahnya. Menyusuri
Bukit Tui dari pagi hingga petang, tanpa
memedulikan tulisan larangan di sekitar tambang.
(CP.4/26/02/2017)
(92) Aku bertahan di sini, mengikuti seorang tetangga,
tinggal di desa tak jauh dari telaga, bersekolah,
membantu membuat keramba, memelihara ikan-
ikan, dan menangkapnya untuk dijual ke pasar.
(CP.2/12/02/2017)
(93) “Aku selalu berlayar mengarungi telaga ini dengan
rasa marah,” kata Suman. (CP.2/12/02/2017)
(94) Mendaki jalan berundak-undak ke makan
pangeran, wajah Suman kini tak tak lagi beku. Ia
telah kembali ke perangai sehari-hari penebar jerat,
pemasang perangkap. “Di sekitar sini banyak
penginapan. Kita bisa bermalam.”
(CP.2/12/02/2017)
3. Komparatif (95) Pada saat itu, para pedagang laki-laki dan
perempuan seperti beradu cepat mencapai pasar.
(CP.1/05/02/2017)
(96) Dan kemudian merasa sejuk seperti diguyur air
ketika Yu Binah menyorongkan piring itu.
(CP.1/05/02/2017)
(97) “Itu seperti tangan orang menari, atau apa. Itu
pantes banget, perempuan banget. Tidak semua
86
perempuan bisa seperti itu. (CP.1/05/02/2017)
(98) Suara itu terasa seperti dendang alam di telinga
Paman Klungsu. (CP.1/05/02/2017)
(99) Sesekali ia merasa gelisah, tersiksa, dan terbesit
rasa malu. Tetapi kenapa Suman seperti tak pernah
merasakan tindakannya hina? (CP.2/12/02/2017)
(100) Pulau-pulau itu dulunya bukit-bukit hijau, yang
kemudian ditenggelamkan seperti telaga.
(CP.2/12/02/2017)
(101) Suman seperti menyusuri kembali lorong-lorong
gelap masa silam, masa remaja, masa yang diteror
ketakutan. (CP.2/12/02/2017)
(102) Juru kunci itu sangat santun kepada Suman, seperti
sudah mengenal sangat lama. (CP.2/12/02/2017)
(103) Matanya terpejam, seperti ingin membebaskan
segala kesialan hidup di masa lalu.
(CP.2/12/02/2017)
(104) Meninggalkan makam yang dikeramatkan,
melangkah lambat-lambat, Suman seperti enggan
menuruni jalan berundak-undak mencapai bibir
telaga. (CP.2/12/02/2017)
(105) Terus-menerus memandangi permukaan air telaga,
seperti ingin melihat kehidupan masa lalu yang
penuh ketakutan. (CP.2/12/02/2017)
(106) Ia masih memandangi telaga, seperti melihat
kehidupan di dasarnya. (CP.2/12/02/2017)
(107) Ia seperti perenang pemula di tengah-tengah
perenang olimpiade. (CP.3/19/02/2017)
(108) Ia dapat memeluk dirinya sendiri, seperti ketika
tiga puluh tahun yang lalu. (CP.3/19/02/2017)
(109) Orang yang selalu memandang dengan wajah
nyaman, seperti semua masalah di dunia sudah
menjadi masa lalu. (CP.3/19/02/2017)
(110) Persimpangan empat penjuru itu seperti mengarah
ke empat jalur yang serba misterius.
(CP.3/19/02/2017)
(111) Hidup adalah kegiatan memilih benda-benda. Di
rumah seperti apa yang kau bayangkan hidupmu.
Berpakaian seperti apa, laki-laki yang menjadi
pasanganmu. (CP.3/19/02/2017)
(112) Dibiarkan terus tumbuh menyusun perasaan-
perasaan baru seperti tumbuhnya kuncup-kuncup
daun. Dibiarkan terpisah dan tak dapat saling
menyentuh, seperti sebuah cetakan untuk terus
mengabadikan rindu. (CP.3/19/02/2017)
(113) Bahkan ada beberapa istri yang curiga kalau
87
suaminya main serong, pergi ke Mak Etek dan dua
hari setelahnya terlihat mesra dengan sang suami
seperti pengantin baru. (CP.4/26/02/2017)
(114) Seperti kata Sobari, ayam itu ayam cemani yang
sangat sehat. Tubuhnya padat seperti ayam jago
petarung. Bulu-bulunya hitam mengilap tertimpa
matahari senja. Paruhnya kecil tajam seperti mata
badik dengan hiasan sepasang pial. Matanya cerdas
menatap dibawah jengger bergonjong enam seperti
pucuk rumah gadang. (CP.4/26/02/2017)
(115) Sesungguhnya apa yang menjadi kegalauan Riza,
tak lain adalah karena rasa sayangnya. Si Itam
sudah seperti sahabatnya sendiri dan ayam itu
memang seperti mengerti dirinya.
(CP.4/26/02/2017)
(116) Telaga menghitam, perahu-perahu yang
ditambatkan serupa gambar hangus terbakar.
(CP.2/12/02/2017)
88
Lampiran 2
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)
Satuan Pendidikan : SMA
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas/Semester : XI/1
Materi Pokok : Teks Cerita Pendek
Alokasi Waktu : 4x45 menit (2x Pertemuan)
A. Kompetensi Inti
K I. 1 Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.
K I. 2 Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin,
tanggungjawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai),
santun, responsif dan pro-aktif dan menunjukan sikap sebagai bagian
dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara
efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan
diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
K I. 3 Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan faktual,
konseptual, prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin
tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan
humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan,
dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta
menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik
sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.
K I. 4 Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah
abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di
sekolah secara mandiri, bertindak secara efektif dan kreatif, serta
mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.
89
B. Kompetensi Dasar
KD. 1. 2 Mensyukuri anugerah Tuhan akan keberadaan bahasa Indonesia dan
menggunakannya sebagai sarana komunikasi dalam memahami,
menerapkan, dan menganalisis informasi lisan dan tulis melalui cerita
pendek.
KD. 2. 2 Menunjukkan perilaku tanggung jawab, peduli, dan proaktif dalam
menggunakan bahasa Indonesia untuk memahami dan menyampaikan
permasalahan.
KD. 3. 2 Membandingkan teks cerita pendek baik melalui lisan maupun tulisan.
KD. 4. 2 Memproduksi teks cerita pendek yang koheren sesuai dengan
karakteristik yang akan dibuat baik secara lisan mupun tulisan.
C. Indikator
1. Mengidentifikasi struktur teks dan unsur kebahasaan (pronomina persona
dan demonstratif) cerita pendek.
2. Memahami langkah-langkah penulisan teks cerita pendek sesuai dengan
struktur dan ciri kebahasaan.
3. Memproduksi teks cerita pendek sesuai dengan struktur dan ciri
kebahasaan.
D. Tujuan Pembelajaran
1. Selama dan setelah proses pembelajaran, siswa dapat mengidentifikasi
struktur teks dan unsur kebahasaan (pronomina persona dan demonstratif)
cerita pendek.
2. Selama dan setelah proses pembelajaran, siswa dapat memahami langkah-
langkah penulisan teks cerita pendek sesuai dengan struktur dan ciri
kebahasaan.
3. Selama dan setelah proses pembelajaran, siswa dapat memproduksi teks
cerita pendek sesuai dengan struktur dan ciri kebahasaan.
90
E. Materi Pembelajaran
1. Struktur teks cerita pendek.
2. Penanda hubungan referensi pronomina persona dan demonstratif.
F. Pendekatan/Model Pembelajaran
Pendekatan scientific, model pembelajaran berbasis teks.
G. Metode dan Teknik Pembelajaran
Metode ceramah, tanya-jawab, penugasan dan diskusi
H. Media
1. Teks cerita pendek berjudul “Paman Klungsu dan Kuasa Peluitnya” serta
“Cemani yang Tak Mau Pergi”
2. LCD dan Laptop
I. Sumber Belajar
1. Buku siswa
2. Internet
3. Materi di dalam power point
J. Langkah-langkah Pembelajaran
Pertemuan Pertama (2x45 menit)
Kegiatan Deskripsi Kegiatan Pembelajaran Waktu
Pendahuluan 1. Guru melakukan pembukaan dengan salam
pembuka untuk memulai pembelajaran.
2. Guru memeriksa kehadiran peserta didik
sebagai sikap disiplin.
3. Guru menjelaskan mengenai tujuan
mempelajari teks cerita pendek agar dapat
mengembangkan sikap jujur, santun, kerja
sama, dan tanggung jawab.
10 menit
91
Kegiatan Inti
Mengamati
1. Peserta didik menerima penjelasan
mengenai struktur teks cerita pendek dari
guru.
2. Peserta didik menerima penjelasan
mengenai unsur kebahasaan berupa
pronomina persona dan demonstratif dari
guru.
Menanya
1. Peserta didik diberi pertanyaan oleh guru
untuk menyebutkan kembali struktur dan
unsur kebahasaan (pronomina persona dan
demonstratif).
2. Peserta didik menyebutkan struktur dan
unsur kebahasaan teks cerita pendek dengan
sikap tanggung jawab dan santun.
Mengumpulkan data
1. Peserta didik dibagi menjadi 2 kelompok
besar.
2. Kelompok pertama mendapatkan teks cerita
pendek Paman Klungsu dan Kuasa
Peluitnya yang dibagikan oleh guru.
3. Kelompok kedua mendapatkan teks cerita
pendek Cemani yang Tak Mau Pergi yang
dibagikan oleh guru.
4. Setiap kelompok membaca teks cerita
pendek yang dibagikan oleh guru.
Mengasosiasi
1. Setiap kelompok mendapat lembar kerja
yang dibagikan oleh guru
2. Setiap kelompok mendiskusikan struktur
70 menit
92
dan unsur kebahasaan yang berupa
pronomina persona dan demonstratif
(masing-masing siswa menyebutkan 2).
Mengomunikasikan
1. Salah satu perwakilan kelompok
melaporkan hasil diskusinya dengan sikap
santun dan menggunakan bahasa Indonesia
yang baik dan benar.
2. Kelompok lain menanggapi dan
membandingkan perbedaan dan persamaan
teks cerita pendek tersebut dengan sikap
jujur dan santun.
Penutup 1. Peserta didik bersama guru menyimpulkan
pembelajaran mengenai struktur dan unsur
kebahasaan teks cerita pendek
2. Peserta didik dan guru melakukan umpan
balik.
3. Peserta didik dan guru merencanakan tindak
lanjut pembelajaran mengenai langkah-
langkah memproduksi cerita pendek.
4. Guru menutup pembelajaran dengan
berdo’a bersama dan mengucap salam.
10 menit
Pertemuan Kedua (2X45 menit)
Kegiatan Deskripsi Kegiatan Pembelajaran Waktu
Pendahuluan 1. Guru melakukan pembukaan dengan salam
pembuka untuk memulai pembelajaran.
2. Guru memeriksa kehadiran peserta didik
sebagai sikap disiplin.
3. Guru mengaitkan materi pembelajaran yang
10 menit
93
akan dilaksanakan dengan pertemuan
sebelumnya.
Kegiatan Inti
Mengamati
1. Peserta didik menerima penjelasan dari guru
mengenai langkah-langkah memproduksi
teks cerita pendek.
Menanya
1. Peserta didik menanyakan kembali kepada
guru mengenai langkah-langkah
memproduksi teks cerita pendek.
Mengumpulkan data
1. Peserta didik dengan sikap santun
menyimak sedikit ulasan pada pertemuan
sebelumnya tentang struktur dan unsur
kebahasaan (berupa pronomina persona dan
demonstratif) teks cerita pendek.
Mengasosiasi
1. Peserta didik diminta menyusun atau
memproduksi teks cerita pendek sederhana
yang koheren sesuai dengan struktur dan
unsur kebahasaan.
Mengomunikasikan
1. Beberapa peserta didik membacakan hasil
karangan yang telah dibuat dengan sikap
jujur dan santun.
2. Peserta didik lain menanggapi dengan sikap
jujur dan santun.
70 menit
Penutup 1. Guru bersama peserta didik menyimpulkan
pembelajaran mengenai teks cerita pendek.
2. Peserta didik dan guru melakukan umpan
10 menit
94
balik.
3. Guru menutup pembelajaran dengan
berdo’a bersama dan mengucap salam.
K. Penilaian
1. Penilaian Sikap
(Lampiran 1)
2. Penilaian Pengetahuan
(Lampiran 2)
3. Penilaian Keterampilan
(Lampiran 3)
Surakarta, Juni 2017
Rosi Lintang Prameswari
95
LAMPIRAN 1
Instrumen Penilaian Sikap
Lembar Pengamatan
No. Nama Siswa
Aspek Penilaian Sikap
Religius Jujur Tanggung
Jawab Santun
1. Devanda Eka Hastuti
2. Betty Murni Lestari
3. Yunita Putri Imami
4. Latifah Nur Mukharomah
5. Lina Rafika Sari
....
Catatan:
Skor:
1 = kurang; 2 = sedang; 3 = baik; dan 4 = sangat baik
Lembar Penilaian Sikap Praktik Diskusi
No. Nama
Siswa
Perilaku Nilai Ket.
Perhatian Responsif Keaktifan Toleransi
1. Devanda
Eka
Hastuti
2. Betty
Murni
Lestari
3. Yunita
Putri
Imami
4. Latifah
Nur
Mukharo
mah
5. Lina
Rafika
Sari
....
Catatan:
1. Kolom perilaku diisi dengan angka berikut.
1 = sangat kurang
2 = kurang
96
3 = sedang
4 = baik
5 = sangat baik
2. Nilai merupakan jumlah skor dari tiap indikator perilaku siswa.
3. Keterangan diisi dengan kriteria berikut.
(1) Nilai 18-20 = amat baik
(2) Nilai 14-17 = baik
(3) Nilai 10-13 = sedang
(4) Nilai 6-9 = kurang
(5) Nilai 0-5 = sangat kurang
LAMPIRAN 2
Instrumen Penilaian Pengetahuan
Jenis Penilaian: ujuk kerja (bentuk rating scale)
Penilaian presentasi hasil diskusi
Mata pelajaran : bahasa Indonesia
Kelas : XI
No. Nama
Aspek yang dinilai
Nilai 1
(1-40)
2
(1-40)
3
(1-40)
1.
2.
3.
4.
5.
...
Catatan:
1 = isi hasil diskusi
2 = ketepatan penggunaan struktur dan unsur kebahasaan (pronomina persona dan
demostratif)
3 = penampilan dan sikap.
97
LAMPIRAN 3
Instrumen Penilaian Keterampilan
Penilaian teks cerita pendek yang dibuat dan penyampaian hasil diskusi.
Nama siswa :
Kelas : XI
No. Aspek yang dinilai Skor
1 2 3 4
1. Penampilan dan sikap
2. Suara (intonasi, jeda, lafal, dan tempo)
3. Isi hasil diskusi
Skor yang dicapai
Skor maksimal 12
Catatan:
1 = tidak sempurna
2 = kurang sempurna
3 = sempurna
4 = sangat sempurna
Nilai = (skor yang dicapai : skor maksimal) X 100
98
Lampiran 3
Tabel 7 Klasifikasi Data Penanda Hubungan Referensi
No. Referensi Jumlah
1. Referensi Pronomina Persona 60
a) Referensi Persona I
17
Aku (6 data)
-ku dan ku- (6 data)
Saya (3 data)
Kita (1 data)
Kami (1 data)
b) Referensi Persona II
14
Mu- (5 data)
Kamu (4 data)
Kau (4 data)
Kalian (1 data)
c) Referensi Persona III
29
Nya- (9 data)
Mereka (8 data)
Ia (7 data)
Dia (5 data)
2. Referensi Demonstratif 34
a) Referensi Demonstratif Waktu
17
Lampau (8 data)
Netral (6 data)
Kini (2 data)
Yang akan datang (1 data)
b) Referensi Demonstratif Tempat
17
Agak jauh dengan penutur (6 data)
Jauh dengan penutur (4 data)
Eksplisit (4 data)
Dekat dengan penutur (3 data)
3. Referensi Komparatif 22
a) Referensi komparatif seperti (21 data)
b) Referensi komparatif serupa (1 data)
Jumlah 116
99
100
101
102
103
104
105