lahir dan berkembangnya sosiologi

Upload: anitha-anggrainie

Post on 11-Jul-2015

1.893 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Lahir dan Berkembangnya SosiologiLAHIRNYA SOSIOLOGI Lahirnya sosiologi di latar belakangi oleh perubahan masyarakat di Eropa barat akibat Revolusi Iindustri (Inggris) dan Revolusi Perancis. Banyak orang pada masa itu berharap bahwa Revolusi Industri dan Revolusi Perancis bakal membawa kemajuan bagi semua anggota masyarakat. Dengan munculnya Revolusi Industri, pola-pola tradisional ditinggalkan dan muncullah tekhnologi baru yang mempermudah sekaligus meningkatkan produksi masyarakat, dan dengan demikian meninggalkan taraf hidupnya. Dengan berakhirnya Revolusi Perancis, semua orang berharap bahwa kesamaan (egalite), persaudaraan (fraternite), dan kebebasan (liberte) yang menjadi semboyan revolusi benar-benar akan terwujud. Ketiga semboyan itu memiliki kaitan yang erat satu sama lain. Kalau pada masa feodalisme sebelum Revolusi Perancis, masyarakat terkotak-kotak dalam lapisan sosial yang sangat membatasi ruang bagi lapisan sosial yang lebih rendah, setelah revolusi semua orang berharap bahwa akses terhadap semua sumber daya sosial dan ekonomi (misalnya, pendidikan, pekerjaan) harus terbuka lebar bagi semua orang, bukan hanya para raja, bangsawan, dan para klerus. Demikian juga halnya dengan kebebasan dan persaudaraan. Kalau sebelumnya, ruang politik dan sosial masyarakat dikekang lewat berbagai macam peraturan dan kondisi sosial masyarakat yang tidak adil, setelah revolusi semua orang berharap semua itu tidak akan terjadi lagi. Dengan demikian terciptalah persaudaraan yang sejati, dalam arti tidak ada lagi yang megkotak-kotakkan; kedudukan, pangkat, kelas sosial, kekayaan bukan lagi merupakan elemen-elemen pemisah sebab sekarang ini kita semua sama dan bebas. Namun dalam kenyataannya berbeda dengan apa yang diharapkan. Revolusi memang telah mendatangkan perubahan, namun pada saat yang sama juga telah mendatangkan kekuatiran yang lebih besar. Apa sesungguhnya yang terjadi? yang terjadi adalah timbulnya anarki (situasi tanpa aturan) dan kekacauan (chaos) yang lebih besar setelah Revolusi Perancis. Disamping itu, sebagai akibat dari Revolusi Industri, timbul kesenjangan sosial yang baru antara yang kaya dengan yang miskin. Kelas-kelas sosial bukannya di hapus tetapi semakin nyata. Kaum buruh semakin ditekan oleh segelintir orang yang memiliki modal dan perusahaan (bourgeoisie). Seperti yang di kemukakan oleh Karl Marx kaum bourgeoisie ialah kaum yang menguasai alat produksi. Dengan demikian, konflik antar kelas menjadi tidak terhidarkan. Banyak sekali ketegangan-ketegangan pada saat itu seperti pendiskriminasian terhadap orang miskin. August Comte adalah orang yang pertama kali membuat deskipsi ilmiah atas situasi sosial seperti ini. Dan dialah yang pertama kali menggunakan kata "sosiologi". PERKEMBANGAN SOSIOLOGI Walaupun sosiologi muncul pada abad ke-19 pada masanya August Comte, akan tetapi perhatian terhadap mayarakat sudah ada sebelum abad 19, hanya saja masih berupa pemikiran-pemikiran dan belum menjadi suatu ilmu pengetauan yang banyak dikemukakan oleh tokoh-tokoh filosof, antara lain;1. Plato (429-347 SM), seorang filosof aal Romawi, sebutulnya Plato bermaksud untuk

merumuskan suatu tentang bentuk negara yang dicita-citakan, yang organisasinya didasarkan pada pengamatan kritis terhadap sistem-sistem sosial yang ada pada

2.

3.

4.

5.

zamannya. Plato menyatakan bahwa masyarakat sebenarnya merupakan refleksi dari manusia perorangan. Suatu masyarakat akan mengalami kegoncangan, sebagaimana halnya manusia perorangan yang terganggu keseimbangan jiwanya yang terdiri dari tiga unsur yaitu nafsu, semangat dan inteligensia. Inteligensia merupakan unsur pengendali, sehingga suatu negar seyogyangya juga merupakan refleksi dari dari ketiga unsur yang berimbang atau serasi tadi. Dengan jalan menganalisis lembaga-lembaga didalam masyarakat, maka Plato berhasil menunjukan hubungan fungsional antara lembagalembaga tersebut yang pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan yang menyeluruh. Dengan demikian Plato berhasil merumuskan suatu teori organis tentang masyarakat, yang mencakup bidang-bidang kehidupan ekonomis dan sosial. Suatu unsur yang menyebabkan masyarakat berdinamika adalah adanya sistem hukum identik dengan moral, oleh karena itu, didasarkan pada keadilan. Aristoteles (384-322 SM), didalam bukunya politics, Aristoteles mengadakan suatu analisis mendalam terhadap lembaga-lembaga politik dalam masyarakat. Pengertian politik digunakannya dalam arti luas mencakup juga berbagai masalah ekonomidan sosial. Sebagaimana halnya dengan Plato, perhatian Aristoteles terhadap biologi telah menyebabkannya mengadakan suatu analogi antara masyarakat dengan organisme biologis manusia. Disamping itu Aritoteles menggaris bawahi kenyataan bahwa basis masyarakt adalah moral (etika dalam arti yang sempit) Ibnu Khaldun (1332-1406), filsafat kebangsaan Arab yang mengemukakan beberpa prinsip pokok untuk menafsirkan kejadian-kejadian sosial dan peristiwa-peristiwa dalam sejarah. Prinsip-prinsip yang sama akan dapat dijumpai, bila ingin mengadakan analisis terhadap timbul dan tenggelamnya negara. Gejala-gejala yang sama akan terlihat pada kehidupan masyarakat-masyarakat pengembara, dengan segela kekuatan dan kelemahannya. Faktor yang menyebabkan bersatunya manusia di dalam suku-suku clan, negara dan sebagainya, adalah rasa solidaritas. Faktor itulah yang menyebabkan adanya ikatan dan usaha-usaha atau kegiatan-kegiatan bersama anatar manusia. Zaman Renaissance (1200-1600), tercatat dengan nama-nama seperti Thomas More denga utopia-nya dan Campanella yang menulis city of the sun. Mereka masih sangat terpengaruh oleh gagasan-gagasan terhadap adanya masyarakat yang ideal. Berbeda dengan mereka adalah N. Machiavelli yang terkenal dengan bukunya II Principe yang menganalisa bagaimana mempertahankan kekuasaan. Unutk pertama kalinya politik dipisahkan dari moral, sehingga terjadi suatu pendekatan yang mekanis terhadap masyarakat. Pengaruh ajaran Marchiavelli antara lain, suatu ajaran, bahwa teori-teori politik dan sosial memusatkan perhatian mekanisme pemerintahan. Abad ke-17 ditandai tulisan Hobbes (1588-1679) yang berjudul The Leviathan. Inti ajarannya di ilhami oleh hukum alam, fisika dan matematika. Dia beranggapan bahwa dalam keadaan alamiah, kehidupan manusia didasarkan pada keinginan-keinginan yang mekanis, sehingga manusia selalu ingin berkelahi. Akan tetapi meereka mempunyai pikiran bahwa hidup damai dan tentram jauh lebih baik. Keadaan semacam itu baru dapat tercapai apabila mereka mengadakan suatu perjanjian atau kontrak dengan pihak-pihak yang mempunyai wewenang, pihak mana akan dapat memelihara ketentraman. Supaya keadaan damai tadi terpelihara, maka orang-orang harus sepenuhnya mematuhi pihak yang mempunyai wewenang tadi. Dalam keadaan demikianlah masyarakat dapat berfungsi sebagaimana mestinya.

6. Abad ke-18 masih bersifat rasionalistis, akan tetapi sifatnya yang dogmatis sudah agak

berkurang. Pada abad ini muncullah antara lain ajaran John Locke (1632-1704) dan J.J Rousseau (1712-1778) yang masih berpegang pada konsep kontrak sosial dari Hobbes. Menurut Locke manusia pada dasarnya, mempunyai hak-hak asasi yang berupa hak untuk hidup, kebebasan dan hak atas harta benda. Kontrak antara warga masyarakat dengan pihak yang mempunyai wewenang sifatnya atas dasar faktor pamrih. Bila pihak mempunyai wewenang tadi gagal untuk memenuhi syarat-syarat kontrak, maka wargawarga masyarakat berhak untuk memilih pihak lain. Rousseau antara lain berpendapat bahwa kontrak antara pemerintah dengan yang diperintah, menyebabkan tumbuhnya suatu kolektivitas yang mempunyai keinginan-keinginan sendiri, yaitu keinginan umum. Keinginan umum tadi berbeda denga keinginan masing-masing individu. 7. Awal abad ke-19 muncullah ajaran Saint Simon (1760-1825) yang terutama mengatakan bahwa manusia hendaknya dipelajari dalam kehidupan berkelompok. Di dalam bukunya yang berjudul Memoirs sur la science de l,home, dia menyatakan bahwa ilmu politik merupakan bahwa suatu imu yang positif. Artinya, masalah-masalah dalam ilmu politik hendaknya di analisis dengan metode-metode yang lazim dipakai terhadap gejala-gejala lain. Dia memikirkan sejarah sebagai suatu fisika sosial. Fisiologi sangat mempengaruhi ajaran-ajaranya mengenai masyarakat. Masyarakat bukanlah suatu kumpulan dari orangorang belaka yang tindakan-tindakannya tidak mempunyai sebab, kecuali kemauan masing-masing. Kumpulan tersebut hidup karena didorong oleh organ-organ tertentu yang menggerakan manusia untuk melakukan fungsi-fungsi tersebut. 8. Setelah itu muncullah di abad ke-19 nama Auguste Comte yang telah menulis beberapa buah buku yang berisikan tentang pendekatan-pendekatan umum untuk mempelajari masyarakat. Nama yang dipakai pada saat itu adalah "sosiologi" ( 1839) yang berasal dari kata latin socius yang berarti "kawan", "teman", "masyarakat" dan dari kata yunani logos yang berarti "kata", "berbicara". Jadi sosiologi adalah berbicara tentang masyarakat. Lahirnya sosiologi, tercatat pada 1842, tatkala Comte menerbitkan jilid dari bukunya yang berjudul Positive-Philosophy yang tersohor itu. Kemudian Herbert Spencer seseorang kebangsaan inggris mengembangkan suatu sistematika penelitian masyarakat dalam bukunya yang berjudul Principles of Sociology setengah abad kemudian nama sosiologi menjadi lebih populer, dan berkembang pesat pada abad ke-20, terutama di Perancis, Jerman dan Amerika serikat. __________________________ Sitorus, M, Berkenalan Dengan Sosiologi Jilid I. Jakarta, Erlangga, 2003 Soekanto, Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta, Rajawali Pers, 2006 Diposkan oleh Nurul Hidayat di 00.12 Sosiologi berasal dari bahasa Latin yaitu Socius yang berarti kawan, teman sedangkan Logos berarti ilmu pengetahuan. Ungkapan ini dipublikasikan diungkapkan pertama kalinya dalam buku yang berjudul "Cours De Philosophie Positive" karangan August Comte (1798-1857). Walaupun banyak definisi tentang sosiologi namun umumnya sosiologi dikenal sebagai ilmu pengetahuan tentang masyarakat.

Masyarakat adalah sekelompok individu yang mempunyai hubungan, memiliki kepentingan bersama, dan memiliki budaya. Sosiologi hendak mempelajari masyarakat, perilaku masyarakat, dan perilaku sosial manusia dengan mengamati perilaku kelompok yang dibangunnya.[rujukan?] Sebagai sebuah ilmu, sosiologi merupakan pengetahuan kemasyarakatan yang tersusun dari hasil-hasil pemikiran ilmiah dan dapat di kontrol secara kritis oleh orang lain atau umum. Kelompok tersebut mencakup keluarga, suku bangsa, negara, dan berbagai organisasi politik, ekonomi, sosial.

Daftar isi[sembunyikan]

1 2 3 4 5 6

Sejarah istilah sosiologi Pokok bahasan sosiologi Ciri-Ciri dan Hakikat Sosiologi Objek Sosiologi Ruang Lingkup Kajian Sosiologi Perkembangan sosiologi dari abad ke abad o 6.1 Perkembangan pada abad pencerahan o 6.2 Pengaruh perubahan yang terjadi di abad pencerahan o 6.3 Gejolak abad revolusi o 6.4 Kelahiran sosiologi modern 7 Referensi 8 Lihat pula

[sunting] Sejarah istilah sosiologi

Potret Auguste Comte.

1842: Istilah Sosiologi sebagai cabang Ilmu Sosial dicetuskan pertama kali oleh ilmuwan Perancis, bernama August Comte tahun 1842 dan kemudian dikenal sebagai Bapak Sosiologi.[rujukan?] Sosiologi sebagai ilmu yang mempelajari tentang masyarakat lahir di Eropa karena ilmuwan Eropa pada abad ke-19 mulai menyadari perlunya secara khusus mempelajari kondisi dan perubahan sosial.[rujukan?] Para ilmuwan itu kemudian berupaya membangun suatu teori sosial berdasarkan ciri-ciri hakiki masyarakat pada tiap tahap peradaban manusia.[rujukan?] Comte membedakan antara sosiologi statis, dimana perhatian dipusatkan pada hukum-hukum statis yang menjadi dasar adanya masyarakat dan sosiologi dinamis dimana perhatian dipusatkan tentang perkembangan masyarakat dalam arti pembangunan. Rintisan Comte tersebut disambut hangat oleh masyarakat luas, tampak dari tampilnya sejumlah ilmuwan besar di bidang sosiologi.[rujukan?] Mereka antara lain Herbert Spencer, Karl Marx, Emile Durkheim, Ferdinand Tnnies, Georg Simmel, Max Weber, dan Pitirim Sorokin(semuanya berasal dari Eropa).[rujukan?] Masing-masing berjasa besar menyumbangkan beragam pendekatan mempelajari masyarakat yang amat berguna untuk perkembangan Sosiologi.[rujukan?]

mile Durkheim ilmuwan sosial Perancis berhasil melembagakan Sosiologi sebagai disiplin akademis.[rujukan?] Emile memperkenalkan pendekatan fungsionalisme yang berupaya menelusuri fungsi berbagai elemen sosial sebagai pengikat sekaligus pemelihara keteraturan sosial. 1876: Di Inggris Herbert Spencer mempublikasikan Sosiology dan memperkenalkan pendekatan analogi organik, yang memahami masyarakat seperti tubuh manusia, sebagai suatu organisasi yang terdiri atas bagian-bagian yang tergantung satu sama lain. Karl Marx memperkenalkan pendekatan materialisme dialektis, yang menganggap konflik antar-kelas sosial menjadi intisari perubahan dan perkembangan masyarakat. Max Weber memperkenalkan pendekatan verstehen (pemahaman), yang berupaya menelusuri nilai, kepercayaan, tujuan, dan sikap yang menjadi penuntun perilaku manusia. Di Amerika Lester F. Ward mempublikasikan Dynamic Sosiology.

[sunting] Pokok bahasan sosiologiPokok bahasan sosiolgi ada empat: 1. Fakta sosial sebagai cara bertindak, berpikir, dan berperasaan yang berada di luar individu dan mempunya kekuatan memaksa dan mengendalikan individu tersebut.[rujukan?]Contoh, di sekolah seorang murid diwajidkan untuk datang tepat waktu, menggunakan seragam, dan bersikap hormat kepada guru. Kewajibankewajiban tersebut dituangkan ke dalam sebuah aturan dan memiliki sanksi tertentu jika dilanggar. Dari contoh tersebut bisa dilihat adanya cara bertindak, berpikir, dan berperasaan yang ada di luar individu (sekolah), yang bersifat memaksa dan mengendalikan individu (murid).

2. Tindakan sosial sebagai tindakan yang dilakukan dengan mempertimbangkan perilaku orang lain.[rujukan?]Contoh, menanam bunga untuk kesenangan pribadi bukan merupakan tindakan sosial, tetapi menanam bunga untuk diikutsertakan dalam sebuah lomba sehingga mendapat perhatian orang lain, merupakan tindakan sosial.

3. Khayalan sosiologis sebagai cara untuk memahami apa yang terjadi di masyarakat maupun yang ada dalam diri manusia.[rujukan?] Menurut Wright Mills, dengan khayalan sosiologi, kita mampu memahami sejarah masyarakat, riwayat hidup pribadi, dan hubungan antara keduanya. Alat untuk melakukan khayalan sosiologis adalah persmasalahan (troubles) dan isu (issues). Permasalahan pribadi individu merupakan ancaman terhadap nilai-nilai pribadi. Isu merupakan hal yang ada di luar jangkauan kehidupan pribadi individu.Contoh, jika suatu daerah hanya memiliki satu orang yang menganggur, maka pengangguran itu adalah masalah. Masalah individual ini pemecahannya bisa lewat peningkatan keterampilan pribadi. Sementara jika di kota tersebut ada 12 juta penduduk yang menganggur dari 18 juta jiwa yang ada, maka pengangguran tersebut merupakan isu, yang pemecahannya menuntut kajian lebih luas lagi.

4. Realitas sosial adalah penungkapan tabir menjadi suatu realitas yang tidak terduga oleh sosiolog dengan mengikuti aturan-aturan ilmiah dan melakukan pembuktian secara ilmiah dan objektif dengan pengendalian prasangka pribadi, dan pengamatan tabir secara jeli serta menghindari penilaian normatif.

[sunting] Ciri-Ciri dan Hakikat SosiologiSosiologi merupakan salah satu bidang ilmu sosial yang mempelajari masyarakat. Sosiologi sebagai ilmu telah memenuhi semua unsur ilmu pengetahuan. Menurut Harry M. Johnson, yang dikutip oleh Soerjono Soekanto, sosiologi sebagai ilmu mempunyai ciri-ciri, sebagai berikut.[1]

Empiris, yaitu didasarkan pada observasi dan akal sehat yang hasilnya tidak bersifat spekulasi (menduga-duga). Teoritis, yaitu selalu berusaha menyusun abstraksi dari hasil observasi yang konkret di lapangan, dan abstraksi tersebut merupakan kerangka dari unsurunsur yang tersusun secara logis dan bertujuan menjalankan hubungan sebab akibat sehingga menjadi teori. Komulatif, yaitu disusun atas dasar teori-teori yang sudah ada, kemudian diperbaiki, diperluas sehingga memperkuat teori-teori yang lama. Nonetis, yaitu pembahasan suatu masalah tidak mempersoalkan baik atau buruk masalah tersebut, tetapi lebih bertujuan untuk menjelaskan masalah tersebut secara mendalam.

Hakikat sosiologi sebagai ilmu pengetahuan sebagai berikut.[2]

Sosiologi adalah ilmu sosial karena yang dipelajari adalah gejala-gejala kemasyarakatan. Sosiologi termasuk disiplin ilmu normatif, bukan merupakan disiplin ilmu kategori yang membatasi diri pada kejadian saat ini dan bukan apa yang terjadi atau seharusnya terjadi. Sosiologi termasuk ilmu pengetahuan murni (pure science) dan ilmu pengetahuan terapan. Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan abstrak dan bukan ilmu pengetahuan konkret. Artinya yang menjadi perhatian adalah bentuk dan pola peristiwa dalam masyarakat secara menyeluruh, bukan hanya peristiwa itu sendiri. Sosiologi bertujuan menghasilkan pengertian dan pola-pola umum, serta mencari prinsip-prinsip dan hukum-hukum umum dari interaksi manusia, sifat, hakikat, bentuk, isi, dan struktur masyarakat manusia. Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang empiris dan rasional. Hal ini menyangkut metode yang digunakan. Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan umum, artinya sosiologi mempunyai gejala-gejala umum yang ada pada interaksi antara manusia.

[sunting] Objek SosiologiSosiologi sebagai ilmu pengetahuan mempunyai beberapa objek.[3]

Objek Material

Objek material sosiologi adalah kehidupan sosial, gejala-gejala dan proses hubungan antara manusia yang memengaruhi kesatuan manusia itu sendiri.

Objek Formal

Objek formal sosiologi lebih ditekankan pada manusia sebagai makhluk sosial atau masyarakat. Dengan demikian objek formal sosiologi adalah hubungan manusia antara manusia serta proses yang timbul dari hubungan manusia di dalam masyarakat.

[sunting] Ruang Lingkup Kajian SosiologiSebagai ilmu pengetahuan, sosiologi mengkaji lebih mendalam pada bidangnya dengan cara bervariasi.[4] Misalnya seorang sosiologi mengkaji dan mengamati kenakalan remaja di Indonesia saat ini, mereka akan mengkaji mengapa remaja tersebut nakal, mulai kapan remaja tersebut berperilaku nakal, sampai memberikan alternatif pemecahan masalah tersebut. Hampir semua gejala sosial yang terjadi di desa maupun di kota baik individu ataupun kelompok, merupakan ruang kajian yang cocok bagi sosiologi, asalkan menggunakan prosedur ilmiah. Ruang lingkup kajian sosiologi lebih luas dari ilmu sosial lainnya.[5] Hal ini dikarenakan ruang lingkup sosiologi mencakup semua interaksi sosial yang berlangsung antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, serta kelompok dengan kelompok di lingkugan masyarakat. Ruang lingkup kajian sosiologi tersebut jika dirincikan menjadi beberapa hal, misalnya antara lain:[6]

Ekonomi beserta kegiatan usahanya secara prinsipil yang berhubungan dengan produksi, distribusi,dan penggunaan sumber-sumber kekayaan alam; Masalah manajemen yaitu pihak-pihak yang membuat kajian, berkaitan dengan apa yang dialami warganya; Persoalan sejarah yaitu berhubungan dengan catatan kronologis, misalnya usaha kegiatan manusia beserta prestasinya yang tercatat, dan sebagainya.

Sosiologi menggabungkan data dari berbagai ilmu pengetahuan sebagai dasar penelitiannya. Dengan demikian sosiologi dapat dihubungkan dengan kejadian sejarah, sepanjang kejadian itu memberikan keterangan beserta uraian proses berlangsungnya hidup kelompok-kelompok, atau beberapa peristiwa dalam perjalanan sejarah dari kelompok manusia. Sebagai contoh, riwayat suatu negara dapat dipelajari dengan mengungkapkan latar belakang terbentuknya suatu negara, faktor-faktor, prinsip-prinsip suatu negara sampai perjalanan negara di masa yang akan datang. Sosiologi mempertumbuhkan semua lingkungan dan kebiasaan manusia, sepanjang kenyataan yang ada dalam kehidupan manusia dan dapat memengaruhi pengalaman yang dirasakan manusia, serta proses dalam kelompoknya. Selama kelompok itu ada, maka selama itu pula akan terlihat bentuk-bentuk, cara-cara, standar, mekanisme, masalah, dan perkembangan sifat kelompok tersebut. Semua faktor tersebut dapat memengaruhi hubungan antara manusia dan berpengaruh terhadap analisis sosiologi.

[sunting] Perkembangan sosiologi dari abad ke abad

[sunting] Perkembangan pada abad pencerahanBanyak ilmuwan-ilmuwan besar pada zaman dahulu, seperti Sokrates, Plato dan Aristoteles beranggapan bahwa manusia terbentuk begitu saja. Tanpa ada yang bisa mencegah, masyarakat mengalami perkembangan dan kemunduran. Pendapat itu kemudian ditegaskan lagi oleh para pemikir di abad pertengahan, seperti Agustinus, Ibnu Sina, dan Thomas Aquinas. Mereka berpendapat bahwa sebagai makhluk hidup yang fana, manusia tidak bisa mengetahui, apalagi menentukan apa yang akan terjadi dengan masyarakatnya. Pertanyaan dan pertanggungjawaban ilmiah tentang perubahan masyarakat belum terpikirkan pada masa ini. Berkembangnya ilmu pengetahuan di abad pencerahan (sekitar abad ke-17 M), turut berpengaruh terhadap pandangan mengenai perubahan masyarakat, ciri-ciri ilmiah mulai tampak di abad ini. Para ahli di zaman itu berpendapat bahwa pandangan mengenai perubahan masyarakat harus berpedoman pada akal budi manusia.

[sunting] Pengaruh perubahan yang terjadi di abad pencerahanPerubahan-perubahan besar di abad pencerahan, terus berkembang secara revolusioner sapanjang abad ke-18 M. Dengan cepat struktur masyarakat lama berganti dengan struktur yang lebih baru. Hal ini terlihat dengan jelas terutama dalam revolusi Amerika, revolusi industri, dan revolusi Perancis. Gejolak-gejolak yang diakibatkan oleh ketiga revolusi ini terasa pengaruhnya di

seluruh dunia. Para ilmuwan tergugah, mereka mulai menyadari pentingnya menganalisis perubahan dalam masyarakat.

[sunting] Gejolak abad revolusiPerubahan yang terjadi akibat revolusi benar-benar mencengangkan. Struktur masyarakat yang sudah berlaku ratusan tahun rusak. Bangasawan dan kaum Rohaniwan yang semula bergemilang harta dan kekuasaan, disetarakan haknya dengan rakyat jelata. Raja yang semula berkuasa penuh, kini harus memimpin berdasarkan undang-undang yang di tetapkan. Banyak kerajaan-kerajaan besar di Eropa yang jatuh dan terpecah.

Revolusi Perancis berhasil mengubah struktur masyarakat feodal ke masyarakat yang bebas

Gejolak abad revolusi itu mulai menggugah para ilmuwan pada pemikiran bahwa perubahan masyarakat harus dapat dianalisis. Mereka telah menyakikan betapa perubahan masyarakat yang besar telah membawa banyak korban berupa perang, kemiskinan, pemberontakan dan kerusuhan. Bencana itu dapat dicegah sekiranya perubahan masyarakat sudah diantisipasi secara dini. Perubahan drastis yang terjadi semasa abad revolusi menguatkan pandangan betapa perlunya penjelasan rasional terhadap perubahan besar dalam masyarakat. Artinya :

Perubahan masyarakat bukan merupakan nasib yang harus diterima begitu saja, melainkan dapat diketahui penyebab dan akibatnya. Harus dicari metode ilmiah yang jelas agar dapat menjadi alat bantu untuk menjelaskan perubahan dalam masyarakat dengan bukti-bukti yang kuat serta masuk akal. Dengan metode ilmiah yang tepat (penelitian berulang kali, penjelasan yang teliti, dan perumusan teori berdasarkan pembuktian), perubahan masyarakat sudah dapat diantisipasi sebelumnya sehingga krisis sosial yang parah dapat dicegah.

[sunting] Kelahiran sosiologi modern

Sosiologi modern tumbuh pesat di benua Amerika, tepatnya di Amerika Serikat dan Kanada. Mengapa bukan di Eropa? (yang notabene merupakan tempat dimana sosiologi muncul pertama kalinya). Pada permulaan abad ke-20, gelombang besar imigran berdatangan ke Amerika Utara. Gejala itu berakibat pesatnya pertumbuhan penduduk, munculnya kota-kota industri baru, bertambahnya kriminalitas dan lain lain. Konsekuensi gejolak sosial itu, perubahan besar masyarakat pun tak terelakkan. Perubahan masyarakat itu menggugah para ilmuwan sosial untuk berpikir keras, untuk sampai pada kesadaran bahwa pendekatan sosiologi lama ala Eropa tidak relevan lagi. Mereka berupaya menemukan pendekatan baru yang sesuai dengan kondisi masyarakat pada saat itu. Maka lahirlah sosiologi modern. Berkebalikan dengan pendapat sebelumnya, pendekatan sosiologi modern cenderung mikro (lebih sering disebut pendekatan empiris). Artinya, perubahan masyarakat dapat dipelajari mulai dari fakta sosial demi fakta sosial yang muncul. Berdasarkan fakta sosial itu dapat ditarik kesimpulan perubahan masyarakat secara menyeluruh. Sejak saat itulah disadari betapa pentingnya penelitian (research) dalam sosiologi.

[sunting] Referensi1. ^ William D Perdue. 1986. Sociological Theory: Explanation, Paradigm, and Ideology. Palo Alto, CA: Mayfield Publishing Company. Hlm. 20 2. ^ Kamanto Sunarto. 2004. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit FE UI. Hlm. 5 3. ^ James. M. Henslin, 2002. Essential of Sociology: A Down to Earth Approach Fourth Edition. Boston: Allyn and Bacon. Hlm 10 4. ^ Pitirim Sorokin. 1928. Contemporary Sociological Theories. New York: Harper. Hlm. 25 5. ^ Randall Collins. 1974. Conflict Sociology: Toward an Explanatory Science. New York: Academic Press. Hlm. 19 6. ^ George Ritzer. 1992. Sociological Theory. New York: Mc Graw-Hill. Hlm. 28

Sosiologi Andrey Korotayev, Artemy Malkov, and Daria Khaltourina, Introduction to Social Macrodynamics, Moscow: URSS, 2006. ISBN 5-484-00414-4 [1].

[sunting] Lihat pula

Masyarakat Organisasi Kebudayaan Asimilasi Konflik perubahan sosial

[sembunyikan]l

b

s

Cabang utama dalam Ilmu sosial

Antropologi Komunikasi Studi budaya Demografi Ekonomi Akuntansi Pendidikan Gerontologi Sejarah Geografi manusia Ilmu pengetahuan informasi Pengembangan international Hukum Linguistik Manajemen Studi media Ilmu politik Psikologi Karya sosial Sosiologi

Portal Indeks Publikasi

Bapak Sosiologi August Comte (1798 August Comte atau juga Auguste tahun) adalah seorang ilmuwan Perancis yang dijuluki sebagai bapak sosiologi Posted in Tokoh Sosiologi. Tagged with August Comte.Tokoh Ilmuwan Penemu. 25 Nabi dan Rasul yang Wajib Diketahui; Silsilah dan Bapak Sosiologi August Comte; Rowland Hill - Bapak Prangko Dunia; Penemu Komputer PertamaJawab : Bapak sosiologi mengklasifikasikan ilmu pengetahuan dengan menyatakan, suatu ensiklopedi telah disusun dengan meletakkan matematika sebagai dasar bagi semua cabang ilmu, dan di atas matematika, secara berurutan ia tunjukkan ilmu Tokoh-tokoh Sosiologi n Short Story. August Comte seorang ilmuwan Perancis yang dijuluki sebagai bapak sosiologi Comte, yang merasa dirinya adalah seorang penemu sekaligus Bapak Sosiologi August Comte Tokoh Ilmuwan Penemu on Aug 25, 2010 Latest Posts on: tokoh ilmuwan penemu Retrieved latest 5 posts at: http://feeds Bapak Sosiologi August Comte | 25 Aug 2010 August Comte atau juga Auguste Comte (Nama panjang August Comte atau juga Auguste Comte (Nama panjang: Isidore Marie 5 September 1857 pada umur 59 tahun) adalah seorang ilmuwan Perancis yang dijuluki sebagai "bapak sosiologi". Biografi Tokoh Ilmuwan Penemu Dunia. Di samping pembelaan analisis kuantitatif nya, Comte lihat suatu batas dalam kemampuan nya untuk membantu menjelaskan gejala sosial. Bapak Sosiologi August Comte.doc - download (63 kb) Demikianlah daftar riwayat Bapak Sosiologi kita, Auguste Comte yang terus berusaha menciptakan ilmu masyarakat demi melancarkan kelangsungan hidup masyarakat yang akan dating. Berkat jasa beliau, kita dapat memilah dan memilih sesuatu Dia adalah seorang ilmuwan Perancis yang dijuluki sebagai bapak sosiologi. Dia dikenal sebagai orang pertama yang mengaplikasikan metode ilmiah dalam ilmu sosial. Comte lahir di Montpellier, sebuah kota kecil di bagian barat daya . Dalam hal ini ia sama dengan tokoh sosiologi awal Auguste Comte yang juga mengalami gangguan otak. Mengenai keengganannya membaca buku orang lain itu, Spencer berkata : Aku telah menjadi pemikir sepanjang hidupku, bukan menjadi pembaca, 8 tokoh sosiologi. 1.AUGUSTE COMTE AUGUSTE COMTE (17981857) Lahir dari keluarga Katholik taat pada tahun 1798.. Kemudian mengenyam pendidikan di sekolah yang prestisius:

Ecole Polytechnic. Boleh dikatakan ia salah seorang pemimpin .. tahun) adalah seorang tokoh pendidikan dan pemerintahan Indonesia. Menurut Bapak Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, sosiologi adalah ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial. Teori ini dianggap dianggap sebagai salah satu penemuan penting sepanjang sejarah, karena teori ini menjadi dasar bagi astronomi dan sains modern. 4. Galileo Galilei (1564-1642) Galileo Galilei adalah seorang filsuf, astronom, Voltair dianggap sebagai salah satu tokoh yang peling berpengaruh pada zamannya. 6. A. Comte (1798-1857) August Comte adalah seorang ilmuwan Perancis yang dikenal sebagai bapak sosiologi. Comte melihat satu hukum universal dalam semua ilmu Hanya saja waktu itu beliau tidak mengenalkan istilah Sosiologi meskipun secara teori dan ajarannya sangatlah sosiologis. Dan August Comte hanya penemu istilah Sosiologi dan bukanlah orang yang pertama melahirkan ilmu itu. Oleh: Zaldy Munir Sebenarnya siapakah Bapak Sosiologi Ibnu Khaldun atau August Comte? Waktu pertama kali masuk kuliah Sosiologi, kita dikenalkan. Sebagai ilmuwan sosial, Ibnu Khaldun sangat menyadari bahwa reversi tersebut tidak akan dapat tegambarkan tanpa menggambarkan pelajaran-pelajaran dari sejarah terlebih dahulu untuk menentukan faktor-faktor yang membawa sebuah peradaban besar melemah dan menurun drastis. Adapun asal-usul Ibnu Khaldun menurut Ibnu Hazm ulama Prancis, 5 September 1857 pada umur 59 tahun) adalah seorang ilmuwan Perancis yang dijuluki sebagai bapak sosiologi. hukum tiga langkah-langkah, salah satu [dari] teori yang pertama evolutionism yang sosial,motto postivisme August Comte . Tak lama setelahnya, Comte, yang merasa dirinya adalah seorang penemu sekaligus seorang nabi dari agama kemanusiaan (religion of humanity), menerbitkan bukunya yang berjudul Systme de politique positive (1851 1854). Banyak ahli-ahli sosiologi baik di Indonesia maupun Internasional mengenal tokoh ini sebagai Bapak Sosiologi. Menurut Aguste Comte sosiologi terdiri dari dua bagian pokok, yaitu social statistics dan social dynamics. Sebagai social statistics, ilmu sosiologi merupakan Ada cara sederhana untuk menjadi ilmuwan menemukan (masalah) penemuan (dan memecahkannya) di

bidang apa pun, yaitu meneliti seluruh informasi yang ada di bidang itu sebelumnya dari lama hingga terbaru. Karl MarxDari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Belum Diperiksa Langsung ke: navigasi, cari

Karl Marx

Karl Heinrich Marx (lahir di Trier, Jerman, 5 Mei 1818 meninggal di London, 14 Maret 1883 pada umur 64 tahun) adalah seorang filsuf, pakar ekonomi politik dan teori kemasyarakatan dari Prusia. Walaupun Marx menulis tentang banyak hal semasa hidupnya, ia paling terkenal atas analisisnya terhadap sejarah, terutama mengenai pertentangan kelas, yang dapat diringkas sebagai "Sejarah dari berbagai masyarakat hingga saat ini pada dasarnya adalah sejarah tentang pertentangan kelas", sebagaimana yang tertulis dalam kalimat pembuka dari Manifesto Komunis. [1].

Daftar isi[sembunyikan]

1 Biografi o 1.1 Pendidikan o 1.2 Akhir dari Kapitalisme 2 Karya-karya Marx 3 Referensi 4 Lihat pula 5 Pranala luar

[sunting] BiografiKarl Marx adalah seseorang yang lahir dari keluarga progresif Yahudi.[1] Ayahnya bernama Herschel, keturunan para rabi, walaupun begitu ayahnya cenderung menjadi deis, yang kemudian meninggalkan agama Yahudi dan beralih ke agama resmi Prusia, Protestan aliran Lutheran yang relatif liberal untuk menjadi pengacara.[1] Herschel pun mengganti namanya menjadi Heinrich.[1] Saudara Herschel, Samuel seperti juga leluhurnya adalah rabi kepala di Trier.[1] Keluarga Marx amat liberal dan rumah Marx sering dikunjungi oleh cendekiawan dan artis masa-masa awal Karl Marx.[1][sunting] Pendidikan

Marx menjalani sekolah di rumah sampai ia berumur 13 tahun.[2] Setelah lulus dari Gymnasium Trier, Marx melanjutkan pendidikan nya di Universitas Bonn jurusan hukum pada tahun 1835. Pada usia nya yang ke-17, dimana ia bergabung dengan klub minuman keras Trier Tavern yang mengakibatkan ia mendapat nilai yang buruk.[2] Marx tertarik untuk belajar kesustraan dan filosofi, namun ayahnya tidak menyetujuinya karena ia tak percaya bahwa anaknya akan berhasil memotivasi dirinya sendiri untuk mendapatkan gelar sarjana.[2] Pada tahun berikutnya, ayahnya memaksa Karl Marx untuk pindah ke universitas yang lebih baik, yaitu Friedrich-WilhelmsUniversitt di Berlin.[2]Pada saat itu, Marx menulis banyak puisi dan esai tentang kehidupan, menggunakan bahasa teologi yang diwarisi dari ayahnya seperti The Deity namun ia juga menerapkan filosofi atheis dari Young Hegelian yang terkenal di Berlin pada saat itu.[2] Marx mendapat gelar Doktor pada tahun 1841 dengan tesis nya yang berjudul The Difference Between the Democritean and Epicurean Philosophy of Nature namun, ia harus menyerahkan disertasi nya ke Universitas Jena karena Marx menyadari bahwa status nya sebagai Young Hegelian radikal akan diterima dengan kesan buruk di Berlin.[2] Marx mempunyai keponakan yang bernama Azariel, Hans, dan Gerald yang sangat membantunya dalam semua teori yang telah ia ciptakan.[2] Di Berlin, minat Marx beralih ke filsafat, dan bergabung ke lingkaran mahasiswa dan dosen muda yang dikenal sebagai Pemuda Hegelian.[2] Sebagian dari mereka, yang disebut juga sebagai Hegelian-kiri, menggunakan metode dialektika Hegel, yang dipisahkan dari isi teologisnya, sebagai alat yang ampuh untuk melakukan kritik terhadap politik dan agama mapan saat itu.[2]

Pada tahun 1981 Marx memperoleh gelar doktor filsafatnya dari Universitas Berlin, sekolah yang dulu sangat dipengaruhi Hegel dan para Hegelian Muda, yang suportif namun kritis terhadap guru mereka.[1] Desertasi doktoral Marx hanyalah satu risalah filosofis yang hambar, namun hal ini mengantisipasi banyak gagasannya kemudian.[1] Setelah lulus ia menjadi penulis di koran radikal-liberal.[1] Dalam kurun waktu sepuluh bulan bekerja disana menjadi editor kepala.[1] Namun, karena posisi politisnya, koran ini ditutup sepuluh bulan kemudian oleh pemerintah. [1] Esai-esai awal yang di publikasikan pada waktu itu mulai merefleksikan sejumlah pandanganpandangan yang akan mengarahkan Marx sepanjang hidupnya.[3] Dengan bebas, esai-esai tersebut menyebarkan prinsip-prinsip demokrasi, humanisme, dan idealisme muda.[1]Ia menolak sifat abstrak filsafat Hegelian, impian naif komunis utopis, dan para aktivis yang menyerukan hal-hal yang dipandangnya sebagai aksi politik prematur.[1] Ketika menolak aktivis-aktivis tersebut, Marx meletakkan landasan karyanya.[1] Marx terkenal karena analisis nya di bidang sejarah yang dikemukakannya di kalimat pembuka pada buku Communist Manifesto (1848) : Sejarah dari berbagai masyarakat hingga saat ini pada dasarnya adalah sejarah tentang pertentangan kelas.[1] Marx percaya bahwa kapitalisme yang ada akan digantikan dengan komunisme, masyarakat tanpa kelas setelah beberapa periode dari sosialisme radikal yang menjadikan negara sebagai revolusi keditaktoran proletariat(kaum paling bawah di negara Romawi).[1][sunting] Akhir dari Kapitalisme

Marx sering dijuluki sebagai bapak dari komunisme yang berasal dari kaum terpelajar dan politikus.[1] Ia memperdebatkan bahwa analisis tentang kapitalisme miliknya membuktikan bahwa kontradiksi dari kapitalisme akan berakhir dan memberikan jalan untuk komunisme.[1] Di lain tangan, Marx menulis bahwa kapitalisme akan berakhir karena aksi yang terorganisasi dari kelas kerja internasional.[1]Komunisme untuk kita bukanlah hubungan yang diciptakan oleh negara, tetapi merupakan cara ideal untuk keadaan negara pada saat ini[1]. Hasil dari pergerakan ini kita yang akan mengatur dirinya sendiri secara otomatis.[1]Komunisme adalah pergerakan yang akan menghilangkan keadaan yang ada pada saat ini.[1]Dan hasil dari pergerakan ini menciptakan hasil dari yang lingkungan yang ada dari saat ini. Ideologi Jerman-[1] Hubungan antara Marx dan Marxism adalah titik kontroversi.[1]Marxism tetap berpengaruh dan kontroversial dalam bidang akademi dan politik sampai saat ini.[1] Dalam bukunya Marx, Das Kapital (2006), penulis biografi Francis Wheen mengulangi penelitian David McLellan yang menyatakan bahwa sejak Marxisme tidak berhasil di Barat, hal tersebut tidak menjadikan Marxisme sebagai ideologi formal, namun hal tersebut tidak dihalangi oleh kontrol pemerintah untuk dipelajari.[1] Marx Menikah pada tahun 1843 dan segera terpaksa meninggalkan Jerman untuk mencari atmosfir yang lebih liberal di Paris.[2] Disana ia terus menganut gagasan Hegel dan para pendukungnya, namun ia juga mendalami dua gagasan baru sosialisme Prancis dan ekonomi politik Inggris.[2] Inilah cara uniknya mengawinkan Hegelianisme, sosialisme, dengan ekonomi politik yang membangun orientasi intelektualitasnya.[2]

Di Perancis ia bertemu dengan Friedrich Engels sahabat sepanjang hayatnya, penopang finansialnya dan kolaboratornya[4]. Engels adalah anak seorang pemilik pabrik tekstil, dan menjadi seorang sosialis yang bersifat kritis terhadap kondisi yang dihadapi oleh para kelas pekerja.[2] Kendati Marx dan Engels memiliki kesamaan orientasi teoritis, ada banyak perbedaan diantara kedua orang ini.[2] Marx cenderung lebih teoritis, intelektual berantakan, dan sangat berorientasi pada keluarga.[2] Engels adalah pemikir praktis, seorang pengusaha yang rapi dan cermat, serta orang yang sangat tidak percaya pada institusi keluarga.[2] Banyak kesaksian Marx atas nestapa kelas pekerja berasal dari paparan Engels dan gagasan-gagasannya.[2] Pada tahun 1844 Engels dan Marx berbincang lama disalah satu kafe terkenal di Prancis dan ini mendasari pertalian seumur hidup keduanya.[2] Dalam percakapan itu Engels mengatakan, Persetujuan penuh kita atas arena teoritis telah menjadi gamblang...dan kerja sama kita berawal dari sini[5]. Tahun berikutnya, Engels mepublikasikan satu karya penting, The Condition of the Working Class in England.[2] Selama masa itu Marx menulis sejumlah karya rumit (banyak diantaranya tidak dipublikasikan sepanjang hayatnya), termasuk The Holy Family dan The German Ideology (keduanya ditulis bersama dengan Engels), namun ia pun menulis The Economic and Philosophic Manuscripts of 1844, yang memayungi perhatiannya yang semakin meningkat terhadap ranah ekonomi[6]. Di tengah-tengah perbedaan tersebut, Marx dan Engels membangun persekutuan kuat tempat mereka berkolabirasi menulis sejumlah buku dan artikel serta bekerja sama dalam organisasi radikal, dan bahkan Engels menopang Marx sepanjang hidupnya sehingga Marx menagbdikan diri untuk petualang politik dan intelektualnya[7]. Kendati mereka berasosiasi begitu kuat dengan nama Marx dan Engels, Engels menjelaskan bahwa dirinya partner junior Marx.[2] Sebenarnya banyak orang percaya bahwa Engels sering gagal memahami karya Marx [8]. Setelah kematian Marx, Engels menjadi juru bicara terkemuka bagi teori Marxian dan dengan mendistorsi dan terlalu meyederhanakan teorinya, meskipun ia tetap setia pada perspektif politik yang telah ia bangun bersama Marx.[2] Karena beberapa tulisannya meresahkan pemerintah Prussia, Pemerintahan Prancis pada akhirnya mengusir Marx pada tahun 1945, dan ia berpindah ke Brussel.[2] Radikalismenya tumbuh, dan ia menjadi anggota aktif gerakan revolusioner internasional.[2] Ia juga bergabung dengan liga komunis dan diminta menulis satu dokumen yang memaparkan tujuan dan kepercayaannya.[2] Hasilnya adalah Communist Manifesto yang terbit pada tahun 1848, satu karya yang ditandai dengan kumandang slogan politik [9]. Pada tahun 1849 Marx pindah ke London, dan karena kegagalan revolusi politiknya pada tahun 1848, ia mulai menarik diri dari aktivitas revolusioner lalu beralih ke penelitian yang lebih serius dan terperinci tentang bekerjanya sistem kapitalis.[2] Pada tahun 1852, ia mulai studi terkenalnya tentang kondisi kerja dalam kapitalisme di British Museum.[2] Studi-studi ini akhirnya menghasilkan tiga jilid buku Capital, yang jilid pertamanya terbit pada tahun 1867; dua jilid lainnya terbit setelah ia meninggal.[2] Ia hidup miskin selama tahun-tahun itu, dan hampir tidak mampu bertahan hidup dengan sedikitnya pendapatan dari tulisan-tulisannya dan dari bantuan Engels [10]. Pada tahun 1864 Marx terlibat dalam aktivitas politik dengan bergabung dengan gerakan pekerja Internasional.[2] Ia segera mengemuka dalam gerakan ini dan menghabiskan selama beberapa tahun di dalamnya.[1] Namun disintegrasi yang terjadi di dalam gerakan ini pada tahun 1876,

gagalnya sejumlah gerakan revolusioner, dan penyakit yang dideritanya menandai akhir karier Marx.[2] Istrinya meninggal pada tahun 1881, anak perempuannya tahun 1882, dan Marx sendiri meninggal pada tanggal 14 Maret 1883.[2] Dalam hidupnya, Marx terkenal sebagai orang yang sukar dimengerti.[1] Ide-ide nya mulai menunjukkan pengaruh yang besar dalam perkembangan pekerja segera setelah ia meninggal.[1] Pengaruh ini berkembang karena didorong oleh kemenangan dari Marxist Bolsheviks dalam Revolusi Oktober Rusia.[1]Ide Marxian baru mulai mendunia pada abad ke-20.[1]

[sunting] Karya-karya Marx

Manifest der Kommunistischen Partei Achtzehnte Brumaire

[sunting] Referensi1. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z aa ab ac ad ae Jonathan H. Turner. The Emergence of sociological theory. 1981. Illinois: The Dorsey Press. Hlm. 165190 2. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z aa ab ac ad David McLellan. 1973. Karl Marx: His Life and Thought. New York: Harper Colophon. Hlm. 34-65 3. ^ Phil Brown. 2005. Psikologi Maxis. Yogyakarta, Alenia. Hlm. 45 4. ^ Terrell Carver. 1983. Marx and Engels: The Intellectual Relationship. Bloomington: Indiana University Press. Hlm. 113 5. ^ Paul D. McLean. 1998. A Frame Analysis of Favor Seeking in the Renainaissance: Agency Networks, and Political Culture. American Journal of Sociology. Hlm. 51-91 6. ^ Engels, Frederick. Frederick Engels tentang das Kapital Marx. Diterjemahkan oleh Ira Iramanto. 2002. Jakarta: Hasta Mitra. Hlm. 56 7. ^ Paul M. Sweezy and Leo Huberman. 1964. The Communist Manifesto After 100 Years. New York: Monthly Review Press. Hlm. 98 8. ^ Cyril Smith. 1997. Friedrich Engels and Marxs Critique of Political Economy. Capital and Class 62: 123-142 9. ^ Jonathan H. Turner. The Emergence of sociological theory. 1981. Illinois: The Dorsey Press. Hlm. 165 10.^ Michael H. Hart, 1995. Seratus Tokoh yang Paling Berpengaruh Dalam Sejarah. Jakarta, Dunia Pustaka Jaya. Hlm. 98

Herbert SpencerDari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Belum Diperiksa Langsung ke: navigasi, cari Artikel biografi tokoh yang masih hidup ini tidak memiliki referensi atau sumber. Bantulah untuk menambahkan referensi atau sumber

terpercaya. Hal-hal mengenai tokoh yang masih hidup tetapi tidak memiliki referensi atau sumber yang memadai harus segera dihapus. (Maret 2010)Temukan sumber: (Herbert Spencer berita, buku, cendekia)

Herbert Spencer

Herbert Spencer (lahir 27 April 1820 meninggal 8 Desember 1903 pada umur 83 tahun) adalah seorang filsuf Inggris dan seorang pemikir teori liberal klasik terkemuka. Meskipun kebanyakan karya yang ditulisnya berisi tentang teori politik dan menekankan pada "keuntungan akan kemurahan hati", dia lebih dikenal sebagai bapak Darwinisme sosial. Spencer seringkali menganalisis masyarakat sebagai sistem evolusi, ia juga menjelaskan definisi tentang "hukum rimba" dalam ilmu sosial. Dia berkontribusi terhadap berbagai macam subyek, termasuk etnis, metafisika, agama, politik, retorik, biologi dan psikologi. Spencer saat ini dikritik sebagai contoh sempurna untuk scientism atau paham ilmiah, sementara banyak orang yang kagum padanya di saat ia masih hidup. Menurutnya, objek sosiologi yang pokok adalah keluarga, politik, agama, pengendalian sosial dan industri. Termasuk pula asosiasi, masyarakat setempat, pembagian kerja, pelapisan sosial, sosiologi pengetahuan dan ilmu pengetahuan, serta penelitian terhadap kesenian dan keindahan. Pada tahun 1879 ia mengetengahkan sebuah teori tentang Evolusi Sosial yang hingga kini masih dianut walaupun di sana sini ada perubahan. Ia juga menerapkan secara analog (kesamaan fungsi) dengan teori evolusi karya Charles Darwin (yang mengatakan bahwa manusia berasal dari kera) terhadap masyarakat manusia. Ia yakin bahwa masyarakat mengalami evolusi dari masyarakat primitif ke masyarakat industri. Herbert Spencer memperkenalkan pendekatan analogi organik, yang memahami masyarakat seperti tubuh manusia, sebagai suatu organisasi yang terdiri atas bagian-bagian yang tergantung satu sama lain.

Artikel bertopik biografi tokoh Inggris ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya. Diperoleh dari "http://id.wikipedia.org/wiki/Herbert_Spencer" Kategori: Kelahiran 1820 | Kematian 1903 | Tokoh Inggris | Meninggal usia 83 | Filsuf Inggris

mile DurkheimDari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Belum Diperiksa Langsung ke: navigasi, cari

Emile Durkheim

David mile Durkheim (15 April 1858 - 15 November 1917) dikenal sebagai salah satu pencetus sosiologi modern. Ia mendirikan fakultas sosiologi pertama di sebuah universitas Eropa pada 1895, dan menerbitkan salah satu jurnal pertama yang diabdikan kepada ilmu sosial, L'Anne Sociologique pada 1896.

Daftar isi[sembunyikan]

1 Biografi 2 Teori dan gagasan 3 Tentang pendidikan 4 Literatur 5 Pranala luar

[sunting] BiografiDurkheim dilahirkan di pinal, Prancis, yang terletak di Lorraine. Ia berasal dari keluarga Yahudi Prancis yang saleh - ayah dan kakeknya adalah Rabi. Hidup Durkheim sendiri sama sekali sekular. Malah kebanyakan dari karyanya dimaksudkan untuk membuktikan bahwa fenomena keagamaan berasal dari faktor-faktor sosial dan bukan ilahi. Namun demikian, latar belakang Yahudinya membentuk sosiologinya - banyak mahasiswa dan rekan kerjanya adalah sesama Yahudi, dan seringkali masih berhubungan darah dengannya. Durkheim adalah mahasiswa yang cepat matang. Ia masuk ke cole Normale Suprieure pada 1879. Angkatannya adalah salah satu yang paling cemerlang pada abad ke-19 dan banyak teman sekelasnya, seperti Jean Jaurs dan Henri Bergson kemudian menjadi tokoh besar dalam kehidupan intelektual Prancis. Di ENS Durkheim belajar di bawah Fustel de Coulanges, seorang pakar ilmu klasik, yang berpandangan ilmiah sosial. Pada saat yang sama, ia membaca karyakarya Auguste Comte dan Herbert Spencer. Jadi, Durkheim tertarik dengan pendekatan ilmiah terhadap masyarakat sejak awal kariernya. Ini adalah konflik pertama dari banyak konflik lainnya dengan sistem akademik Prancis, yang tidak mempunyai kurikulum ilmu sosial pada saat itu. Durkheim merasa ilmu-ilmu kemanusiaan tidak menarik. Ia lulus dengan peringkat kedua terakhir dalam angkatannya ketika ia menempuh ujian agrgation syarat untuk posisi mengajar dalam pengajaran umum dalam ilmu filsafat pada 1882. Minat Durkheim dalam fenomena sosial juga didorong oleh politik. Kekalahan Prancis dalam Perang Prancis-Prusia telah memberikan pukulan terhadap pemerintahan republikan yang sekular. Banyak orang menganggap pendekatan Katolik, dan sangat nasionalistik sebagai jalan satu-satunya untuk menghidupkan kembali kekuasaan Prancis yang memudar di daratan Eropa. Durkheim, seorang Yahudi dan sosialis, berada dalam posisi minoritas secara politik, suatu situasi yang membakarnya secara politik. Peristiwa Dreyfus pada 1894 hanya memperkuat sikapnya sebagai seorang aktivis. Seseorang yang berpandangan seperti Durkheim tidak mungkin memperoleh pengangkatan akademik yang penting di Paris, dan karena itu setelah belajar sosiologi selama setahun di Jerman, ia pergi ke Bordeaux pada 1887, yang saat itu baru saja membuka pusat pendidikan guru yang pertama di Prancis. Di sana ia mengajar pedagogi dan ilmu-ilmu sosial (suatu posisi baru di Prancis). Dari posisi ini Durkheim memperbarui sistem sekolah Prancis dan memperkenalkan

studi ilmu-ilmu sosial dalam kurikulumnya. Kembali, kecenderungannya untuk mereduksi moralitas dan agama ke dalam fakta sosial semata-mata membuat ia banyak dikritik. Tahun 1890-an adalah masa kreatif Durkheim. Pada 1893 ia menerbitkan Pembagian Kerja dalam Masyarakat, pernyataan dasariahnya tentang hakikat masyarakat manusia dan perkembangannya. Pada 1895 ia menerbitkan Aturan-aturan Metode Sosiologis, sebuah manifesto yang menyatakan apakah sosiologi itu dan bagaimana ia harus dilakukan. Ia pun mendirikan Jurusan Sosiologi pertama di Eropa di Universitas Bourdeaux. Pada 1896 ia menerbitkan jurnal L'Anne Sociologique untuk menerbitkan dan mempublikasikan tulisantulisan dari kelompok yang kian bertambah dari mahasiswa dan rekan (ini adalah sebutan yang digunakan untuk kelompok mahasiswa yang mengembangkan program sosiologinya). Dan akhirnya, pada 1897, ia menerbitkan Bunuh Diri, sebuah studi kasus yang memberikan contoh tentang bagaimana bentuk sebuah monograf sosiologi. Pada 1902 Durkheim akhirnya mencapai tujuannya untuk memperoleh kedudukan terhormat di Paris ketika ia menjadi profesor di Sorbonne. Karena universitas-universitas Prancis secara teknis adalah lembaga-lembaga untuk mendidik guru-guru untuk sekolah menengah, posisi ini memberikan Durkheim pengaruh yang cukup besar kuliah-kuliahnya wajib diambil oleh seluruh mahasiswa. Apapun pendapat orang, pada masa setelah Peristiwa Dreyfus, untuk mendapatkan pengangkatan politik, Durkheim memperkuat kekuasaan kelembagaannya pada 1912 ketika ia secara permanen diberikan kursi dan mengubah namanya menjadi kursi pendidikan dan sosiologi. Pada tahun itu pula ia menerbitkan karya besarnya yang terakhir Bentuk-bentuk Elementer dari Kehidupan Keagamaan. Perang Dunia I mengakibatkan pengaruh yang tragis terhadap hidup Durkheim. Pandangan kiri Durkheim selalu patriotik dan bukan internasionalis ia mengusahakan bentuk kehidupan Prancis yang sekular, rasional. Tetapi datangnya perang dan propaganda nasionalis yang tidak terhindari yang muncul sesudah itu membuatnya sulit untuk mempertahankan posisinya. Sementara Durkheim giat mendukung negarainya dalam perang, rasa enggannya untuk tunduk kepada semangat nasionalis yang sederhana (ditambah dengan latar belakang Yahudinya) membuat ia sasaran yang wajar dari golongan kanan Prancis yang kini berkembang. Yang lebih parah lagi, generasi mahasiswa yang telah dididik Durkheim kini dikenai wajib militer, dan banyak dari mereka yang tewas ketika Prancis bertahan mati-matian. Akhirnya, Ren, anak lakilaki Durkheim sendiri tewas dalam perang sebuah pukulan mental yang tidak pernah teratasi oleh Durkheim. Selain sangat terpukul emosinya, Durkheim juga terlalu lelah bekerja, sehingga akhirnya ia terkena serangan lumpuh dan meninggal pada 1917.

[sunting] Teori dan gagasanPerhatian Durkheim yang utama adalah bagaimana masyarakat dapat mempertahankan integritas dan koherensinya di masa modern, ketika hal-hal seperti latar belakang keagamaan dan etnik bersama tidak ada lagi. Untuk mempelajari kehidupan sosial di kalangan masyarakat modern, Durkheim berusaha menciptakan salah satu pendekatan ilmiah pertama terhadap fenomena sosial. Bersama Herbert Spencer Durkheim adalah salah satu orang pertama yang menjelaskan keberadaan dan sifat berbagai bagian dari masyarakat dengan mengacu kepada fungsi yang

mereka lakukan dalam mempertahankan kesehatan dan keseimbangan masyarakat suatu posisi yang kelak dikenal sebagai fungsionalisme. Durkheim juga menekankan bahwa masyarakat lebih daripada sekadar jumlah dari seluruh bagiannya. Jadi berbeda dengan rekan sezamannya, Max Weber, ia memusatkan perhatian bukan kepada apa yang memotivasi tindakan-tindakan dari setiap pribadi (individualisme metodologis), melainkan lebih kepada penelitian terhadap "fakta-fakta sosial", istilah yang diciptakannya untuk menggambarkan fenomena yang ada dengan sendirinya dan yang tidak terikat kepada tindakan individu. Ia berpendapat bahwa fakta sosial mempunyai keberadaan yang independen yang lebih besar dan lebih objektif daripada tindakan-tindakan individu yang membentuk masyarakat dan hanya dapat dijelaskan melalui fakta-fakta sosial lainnya daripada, misalnya, melalui adaptasi masyarakat terhadap iklim atau situasi ekologis tertentu. Dalam bukunya Pembagian Kerja dalam Masyarakat (1893), Durkheim meneliti bagaimana tatanan sosial dipertahankan dalam berbagai bentuk masyarakat. Ia memusatkan perhatian pada pembagian kerja, dan meneliti bagaimana hal itu berbeda dalam masyarakat tradisional dan masyarakat modern[1]. Para penulis sebelum dia seperti Herbert Spencer dan Ferdinand Toennies berpendapat bahwa masyarakat berevolusi mirip dengan organisme hidup, bergerak dari sebuah keadaan yang sederhana kepada yang lebih kompleks yang mirip dengan cara kerja mesin-mesin yang rumit. Durkheim membalikkan rumusan ini, sambil menambahkan teorinya kepada kumpulan teori yang terus berkembang mengenai kemajuan sosial, evolusionisme sosial, dan darwinisme sosial. Ia berpendapat bahwa masyarakat-masyarakat tradisional bersifat mekanis dan dipersatukan oleh kenyataan bahwa setiap orang lebih kurang sama, dan karenanya mempunyai banyak kesamaan di antara sesamanya. Dalam masyarakat tradisional, kata Durkheim, kesadaran kolektif sepenuhnya mencakup kesadaran individual norma-norma sosial kuat dan perilaku sosial diatur dengan rapi. Dalam masyarakat modern, demikian pendapatnya, pembagian kerja yang sangat kompleks menghasilkan solidaritas 'organik'. Spesialisasi yang berbeda-beda dalam bidang pekerjaan dan peranan sosial menciptakan ketergantungan yang mengikat orang kepada sesamanya, karena mereka tidak lagi dapat memenuhi seluruh kebutuhan mereka sendiri. Dalam masyarakat yang mekanis, misalnya, para petani gurem hidup dalam masyarakat yang swa-sembada dan terjalin bersama oleh warisan bersama dan pekerjaan yang sama. Dalam masyarakat modern yang 'organik', para pekerja memperoleh gaji dan harus mengandalkan orang lain yang mengkhususkan diri dalam produk-produk tertentu (bahan makanan, pakaian, dll) untuk memenuhi kebutuhan mereka. Akibat dari pembagian kerja yang semakin rumit ini, demikian Durkheim, ialah bahwa kesadaran individual berkembang dalam cara yang berbeda dari kesadaran kolektif seringkali malah berbenturan dengan kesadaran kolektif. Durkheim menghubungkan jenis solidaritas pada suatu masyarakat tertentu dengan dominasi dari suatu sistem hukum. Ia menemukan bahwa masyarakat yang memiliki solidaritas mekanis hokum seringkali bersifat represif: pelaku suatu kejahatan atau perilaku menyimpang akan terkena hukuman, dan hal itu akan membalas kesadaran kolektif yang dilanggar oleh kejahatan itu; hukuman itu bertindak lebih untuk mempertahankan keutuhan kesadaran. Sebaliknya, dalam masyarakat yang memiliki solidaritas organic, hukum bersifat restitutif: ia bertujuan bukan

untuk menghukum melainkan untuk memulihkan aktivitas normal dari suatu masyarakat yang kompleks. Jadi, perubahan masyarakat yang cepat karena semakin meningkatnya pembagian kerja menghasilkan suatu kebingungan tentang norma dan semakin meningkatnya sifat yang tidak pribadi dalam kehidupan sosial, yang akhirnya mengakibatkan runtuhnya norma-norma sosial yang mengatur perilaku. Durkheim menamai keadaan ini anomie. Dari keadaan anomie muncullah segala bentuk perilaku menyimpang, dan yang paling menonjol adalah bunuh diri. Durkheim belakangan mengembangkan konsep tentang anomie dalam "Bunuh Diri", yang diterbitkannya pada 1897. Dalam bukunya ini, ia meneliti berbagai tingkat bunuh diri di antara orang-orang Protestan dan Katolik, dan menjelaskan bahwa kontrol sosial yang lebih tinggi di antara orang Katolik menghasilkan tingkat bunuh diri yang lebih rendah. Menurut Durkheim, orang mempunyai suatu tingkat keterikatan tertentu terhadap kelompok-kelompok mereka, yang disebutnya integrasi sosial. Tingkat integrasi sosial yang secara abnormal tinggi atau rendah dapat menghasilkan bertambahnya tingkat bunuh diri: tingkat yang rendah menghasilkan hal ini karena rendahnya integrasi sosial menghasilkan masyarakat yang tidak terorganisasi, menyebabkan orang melakukan bunuh diri sebagai upaya terakhir, sementara tingkat yang tinggi menyebabkan orang bunuh diri agar mereka tidak menjadi beban bagi masyarakat. Menurut Durkheim, masyarakat Katolik mempunyai tingkat integrasi yang normal, sementara masyarakat Protestan mempunyai tingat yang rendah. Karya ini telah mempengaruhi para penganjur teori kontrol, dan seringkali disebut sebagai studi sosiologis yang klasik. Akhirnya, Durkheim diingat orang karena karyanya tentang masyarakat 'primitif' (artinya, non Barat) dalam buku-bukunya seperti "Bentuk-bentuk Elementer dari Kehidupan Agama" (1912) dan esainya "Klasifikasi Primitif" yang ditulisnya bersama Marcel Mauss. Kedua karya ini meneliti peranan yang dimainkan oleh agama dan mitologi dalam membentuk pandangan dunia dan kepribadian manusia dalam masyarakat-masyarakat yang sangat 'mekanis' (meminjam ungkapan Durkheim)

[sunting] Tentang pendidikanDurkheim juga sangat tertarik akan pendidikan. Hal ini sebagian karena ia secara profesional dipekerjakan untuk melatih guru, dan ia menggunakan kemampuannya untuk menciptakan kurikulum untuk mengembangkan tujuan-tujuannya untuk membuat sosiologi diajarkan seluas mungkin. Lebih luas lagi, Durkheim juga tertarik pada bagaimana pendidikan dapat digunakan untuk memberikan kepada warga Prancis semacam latar belakang sekular bersama yang dibutuhkan untuk mencegah anomi (keadaan tanpa hukum) dalam masyarakat modern. Dengan tujuan inilah ia mengusulkan pembentukan kelompok-kelompok profesional yang berfungsi sebagai sumber solidaritas bagi orang-orang dewasa. Durkheim berpendapat bahwa pendidikan mempunyai banyak fungsi: 1) Memperkuat solidaritas sosial

Sejarah: belajar tentang orang-orang yang melakukan hal-hal yang baik bagi banyak orang membuat seorang individu merasa tidak berarti. Menyatakan kesetiaan: membuat individu merasa bagian dari kelompok dan dengan demikian akan mengurangi kecenderungan untuk melanggar peraturan.

2) Mempertahankan peranan sosial

Sekolah adalah masyarakat dalam bentuk miniatur. Sekolah mempunyai hierarkhi, aturan, tuntutan yang sama dengan "dunia luar". Sekolah mendidik orang muda untuk memenuhi berbagai peranan.

3) Mempertahankan pembagian kerja.

Membagi-bagi siswa ke dalam kelompok-kelompok kecakapan. Mengajar siswa untuk mencari pekerjaan sesuai dengan kecakapan mereka.

Maximilian Weber (lahir di Erfurt, Jerman, 21 April 1864 meninggal di Mnchen, Jerman, 14 Juni 1920 pada umur 56 tahun) adalah seorang ahli ekonomi politik dan sosiolog dari Jerman yang dianggap sebagai salah satu pendiri ilmu sosiologi dan administrasi negara modern. Karya utamanya berhubungan dengan rasionalisasi dalam sosiologi agama dan pemerintahan, meski ia sering pula menulis di bidang ekonomi. Karyanya yang paling populer adalah esai yang berjudul Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme, yang mengawali penelitiannya tentang sosiologi agama. Weber berpendapat bahwa agama adalah salah satu alasan utama bagi perkembangan yang berbeda antara budaya Barat dan Timur. Dalam karyanya yang terkenal lainnya, Politik sebagai Panggilan, Weber mendefinisikan negara sebagai sebuah lembaga yang memiliki monopoli dalam penggunaan kekuatan fisik secara sah, sebuah definisi yang menjadi penting dalam studi tentang ilmu politik Barat modern.

Daftar isi[sembunyikan]

1 Sosiologi agama o 1.1 Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme 1.1.1 Agama Tiongkok: Konfusianisme dan Taoisme 2 Referensi 3 Lihat pula 4 Pranala luar

[sunting] Sosiologi agamaKarya Weber dalam sosiologi agama bermula dari esai Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme dan berlanjut dengan analisis Agama Tiongkok: Konfusianisme dan Taoisme, Agama India: Sosiologi Hindu dan Buddha, dan Yudaisme Kuno. Karyanya tentang agamaagama lain terhenti oleh kematiannya yang mendadak pada 1920, hingga ia tidak dapat

melanjutkan penelitiannya tentang Yudaisme Kuno dengan penelitian-penelitian tentang Mazmur, Kitab Yakub, Yahudi Talmudi, Kekristenan awal dan Islam. Tiga tema utamanya adalah efek pemikiran agama dalam kegiatan ekonomi, hubungan antara stratifikasi sosial dan pemikiran agama, dan pembedaan karakteristik budaya Barat. Tujuannya adalah untuk menemukan alasan-alasan mengapa budaya Barat dan Timur berkembang mengikuti jalur yang berbeda. Dalam analisis terhadap temuannya, Weber berpendapat bahwa pemikiran agama Puritan (dan lebih luas lagi, Kristen) memiliki dampak besar dalam perkembangan sistem ekonomi Eropa dan Amerika Serikat, tapi juga mencatat bahwa hal-hal tersebut bukan satu-satunya faktor dalam perkembangan tersebut. Faktor-faktor penting lain yang dicatat oleh Weber termasuk rasionalisme terhadap upaya ilmiah, menggabungkan pengamatan dengan matematika, ilmu tentang pembelajaran dan yurisprudensi, sistematisasi terhadap administrasi pemerintahan dan usaha ekonomi. Pada akhirnya, studi tentang sosiologi agama, menurut Weber, semata-mata hanyalah meneliti meneliti satu fase emansipasi dari magi, yakni "pembebasan dunia dari pesona" ("disenchanment of the world") yang dianggapnya sebagai aspek pembeda yang penting dari budaya Barat.

[sunting] Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme

Sampul salah satu edisi The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism.

Esai Weber Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme (Die protestantische Ethik und der Geist des Kapitalismus) adalah karyanya yang paling terkenal. Dikatakan bahwa tulisannya ini tidak boleh dipandang sebagai sebuah penelitian mendetail terhadap Protestanisme, melainkan lebih

sebagai perkenalan terhadap karya-karya Weber selanjutnya, terutama penelitiannya tentang interaksi antara berbagai gagasan agama dan perilaku ekonomi. Dalam Etika Protestan dan Semangant Kapitalisme, Weber mengajukan tesis bahwa etika dan pemikiran Puritan mempengaruhi perkembangan kapitalisme. Bakti keagamaan biasanya disertai dengan penolakan terhadap urusan duniawi, termasuk pengejaran ekonomi. Mengapa hal ini tidak terjadi dalam Protestanisme? Weber menjelaskan paradoks tersebut dalam esainya. Ia mendefinisikan "semangat kapitalisme" sebagai gagasan dan kebiasaan yang mendukung pengejaran yang rasional terhadap keuntungan ekonomi. Weber menunjukkan bahwa semangat seperti itu tidak terbatas pada budaya Barat, apabila dipertimbangkan sebagai sikap individual, tetapi bahwa individu-individu seperti itu -- para wiraswasta yang heroik, begitu Weber menyebut mereka -- tidak dapat dengan sendirinya membangun sebuah tatanan ekonomi yang baru (pelacur). Di antara kecenderungan-kecenderungan yang diidentifikasikan oleh Weber adalah keserakahan akan keuntungan dengan upaya yang minimum, gagasan bahwa kerja adalah kutuk dan beban yang harus dihindari, khususnya apabila hal itu melampaui apa yang secukupnya dibutuhkan untuk hidup yang sederhana. "Agar suatu cara hidup yang teradaptasi dengan baik dengan ciri-ciri khusus kapitalisme," demikian Weber menulis, "dapat mendominasi yang lainnya, hidup itu harus dimulai di suatu tempat, dan bukan dalam diri individu yang terisolasi semata, melainkan sebagai suatu cara hidup yang lazim bagi keseluruhan kelompok manusia." Setelah mendefinisikan semangat kapitalisme, Weber berpendapat bahwa ada banyak alasan untuk mencari asal-usulnya di dalam gagasan-gagasan keagamaan dari Reformasi. Banyak pengamat seperti William Petty, Montesquieu, Henry Thomas Buckle, John Keats, dan lainlainnya yang telah berkomentar tentang hubungan yang dekat antara Protestanisme dengan perkembangan semangat perdagangan. Weber menunjukkan bahwa tipe-tipe Protestanisme tertentu mendukung pengejaran rasional akan keuntungan ekonomi dan aktivitas duniawi yang telah diberikan arti rohani dan moral yang positif. Ini bukanlah tujuan dari ide-ide keagamaan, melainkan lebih merupakan sebuah produk sampingan logika turunan dari doktrin-doktrin tersebut dan saran yang didasarkan pada pemikiran mereka yang secara langsung dan tidak langsung mendorong perencanaan dan penyangkalan-diri dalam pengejaran keuntungan ekonomi. Weber menyatakan dia menghentikan riset tentang Protestanisme karena koleganya Ernst Troeltsch, seorang teolog profesional, telah memulai penulisan buku The Social Teachings of the Christian Churches and Sects. Alasan lainnya adalah esai tersebut telah menyediakan perspektif untuk perbandingan yang luas bagi agama dan masyarakat, yang dilanjutkannya kelak dalam karya-karyanya berikutnya. Frase "etika kerja" yang digunakan dalam komentar modern adalah turunan dari "etika Protestan" yang dibahas oleh Weber. Istilah ini diambil ketika gagasan tentang etika Protestan digeneralisasikan terhadap orang Jepang, orang Yahudi, dan orang-orang non-Kristen.

[sunting] Agama Tiongkok: Konfusianisme dan Taoisme

Agama Tiongkok: Konfusianisme dan Taoisme adalah karya besar Weber yang kedua dalam sosiologi agama. Weber memusatkan perhatian pada aspek-aspek dari masyarakat Tiongkok yang berbeda dengan masyarakat Eropa Barat dan khususnya dikontraskan dengan Puritanisme. Weber melontarkan pertanyaan, mengapa kapitalisme tidak berkembang di tiongkok. Dalam Seratus Aliran Pemikiran Masa Peperangan Antar-Negara, ia memusatkan pengkajiannya pada tahap awal sejarah Tiongkok. Pada masa itu aliran-aliran pemikiran Tiongkok yang besar (Konfusianisme dan Taoisme) mengemuka. Pada tahun 200 SM, negara Tiongkok telah berkembang dari suatu federasi yang kendur dari negara-negara feodal menjadi suatu kekaisaran yang bersatu dengan pemerintahan Patrimonial, sebagaimana digambarkan dalam Masa Peperangan Antar-Negara. Seperti di Eropa, kota-kota di Tiongkok dibangun sebagai benteng atau tempat tinggal para pemimpinnya, dan merupakan pusat perdagangan dan kerajinan. Namun, mereka tidak pernah mendapatkan otonomi politik, dan para warganya tidak mempunyai hak-hak politik khusus. Ini disebabkan oleh kekuatan ikatan-ikatan kekerabatan, yang muncul dari keyakinan keagamaan terhadap roh-roh leluhur. Selain itu, gilda-gilda saling bersaing memperebutkan perkenan Kaisar, tidak pernah bersatu untuk memperjuangkan lebih banyak haknya. Karenanya, para warga kotakota di Tiongkok tidak pernah menjadi suatu kelas status terpisah seperti para warga kota Eropa. Weber membahas pengorganisasian konfederasi awal, sifat-sifat yang unik dari hubungan umat Israel dengan Yahweh, pengaruh agama-agama asing, tipe-tipe ekstasi keagamaan, dan perjuangan para nabi dalam melawan ekstasi dan penyembahan berhala. Ia kemudian menggambarkan masa-masa perpecahan Kerajaan Israel, aspek-aspek sosial dari kenabian di zaman Alkitab, orientasi sosial para nabi, para pemimpin yang sesat dan penganjur perlawanan, ekstasi dan politik, dan etika serta teodisitas (ajaran tentang kebaikan Allah di tengah penderitaan) dari para nabi. Weber mencatat bahwa Yudaisme tidak hanya melahirkan agama Kristen dan Islam, tetapi juga memainkan peranan penting dalam bangkitnya negara Barat modern, karena pengaruhnya sama pentingnya dengan pengaruh yang diberikan oleh budaya-budaya Helenistik dan Romawi. Reinhard Bendix, yang meringkas Yudaisme Kuno, menulis bahwa "bebas dari spekulasi magis dan esoterik, diabdikan kepada pengkajian hukum, gigih dalam upaya melakukan apa yang benar di mata Tuhan dalam pengharapan akan masa depan yang lebih baik, para nabi membangun sebuah agama iman yang menempatkan kehidupan sehari-hari manusia di bawah kewajiban-kewajiban yang ditetapkan oleh hukum moral yang telah diberikan Tuhan. Dengan cara ini, Yudaisme kuno ikut membentuk rasionalisme moral dari peradaban Barat." George Herbert Mead lahir di South Hadley, sebuah kota Massachussetts, Amerika pada 27 Februari 1863. Dia anak dari clergyman, minister bernama Hiram Mead yang juga adalah seorang gereja kongregasional serta juga mengajar sebagai profesor di kecil di seorang pendeta seminar

teologi di Oberlin College di Ohio. Sedangkan ibunya bernama Elizabeth Storrs Billings adalah seorang wanita yang berpendidikan yang juga mengajar di Berlin College selama dua tahun dan kemudian menjadi presiden di Mount Holyoke College selama sepuluh tahun. Melalui kedua orang tuanya, Mead mewarisi Puritanisme New England. Dan ketika Mead berusia enam belas tahun, dia masuk ke Fakultas Teologi di Oberlin College Ohio, tempat dimana ayahnya mengajar, dan Mead mendapatkan gelar sarjananya pada tahun 1883 dari Oberlin College, yang menurut catatan dia adalah sebuah institusi yang secara social sangat maju, namun kurikulun serta gaya intelektualnya sangat tradisional dan dogmatis yang mencerminkan pengarus dari Puritanisme New England, dan dibawa pengaruh dari temannya yaitu Henry Northrup Castle, Mead pelan pelan menolak dogmatism agama dari Oberlin namun tetap mempertahankan masalah social yang sangat kuat tersebut. Setelah lulus dari Oberlin di umur 20 tahun, Mead sempat mengajar di sebuah sekolah namun hanya sebentar. Dan George Herbert Mead pun pada tahun 1887 belajar ke Harvard University selama satu tahun untuk mengkaji filsafat dan psikologi. Selama di Harvard, Mead tertarik dengan filsafat romantic dan idealistic dari Hegel, yang kemudian dia pergi ke Jerman selama tiga tahun untuk belajar filsafat dan psikologi di Leipzig dan Berlin. Selama disana Mead mempelajari pandangan serta gagasan dari para filosof idealis Jerman, dan di Jermanlah Mead semakin menunjukkan ketertarikan pada psikologi dibanding dengan filsafat. Dan di tanah Eropa itu juga George Herbert Mead menikah dangan saudari dari Henry Northrup Castle, teman lamanya ketika di Oberlin, yaitu Helen Castle. Akhirnya pada tahun 1891, Mead kembali ke Amerika dan mulai mengajar sebagai dosen untuk mata kulian filsafat dan psikologi di Michigan University selama tiga tahun, tempat dimana dia bertemu dengan John Dewey. Kemudian ditahun berikutnya Mead menggabungkan diri dengan Depertemen Filosofi ketika mengajar Psikologi Sosial tingkat lanjut di Universitas Chicago sampai dia meninggal pada tahun 1931 dalam usia 68 tahun, dan disebut oleh John Dewey bahwa George Herbert Mead adalah pikiran paling asli dalam filsafat Amerika bagi generasi - generasi terakhir. Selama menempuh pendidikan di Harvard, Mead banyak belajar dan mendapat pengaruh dari William James tentang pragmatism dalam filsafat di konsep diri (self), dan John Dewey pun juga adalah salah satu tokoh pragmatis yang berpengaruh pada pemikiran pemikiran George Gerbert Mead dalam konsep isyarat (gesture). George Herbert Mead adalah merupakan orang penting dalam Filsafat Pragmatis, walaupun dia masihkurang kalau sebagai pelopor pragmatism dibandingkan dengan John Dewey, yaitu teman juga koleganya selama di Universitas Chicago. George Herbert Mead tidak pernah menulis buku secara sistematik. Tulisannya tentang Mind, Self and Society (1934) dan Movements of Thought in the 19th Century adalah merupakan materi materi kuliah Mead yang telah

mempengaruhi perkembangan Sosiologi Kontemporer khususnya pada pembahasan tentang Interaksionisme Simbolik, yang diberikannya ketika Mead menjadi dosen dan dibukukan oleh salah satu mahasiswanya yang sangat mengagumi Mead dan juga merupakan salah satu Sosiolog terkenal, yaitu Leonard Cottreil. George Herbert Mead memiliki pemikiran yang mempunyai sumbangan besar terhadap ilmu social dalam perspektif teori yang dikenal dengan interaksionisme simbolik, yang menyatakan bahwa komunikasi manusia berlangsung melalui pertukaran symbol serta pemaknaan symbol symbol tersebut. Mead menempatkan arti penting komunikasi dalam konsep tentang perilaku manusia, serta mengembangkan konsep interaksi simbolik bertolak pada pemikiran Simmel yang melihat persoalan pokok sosiologi adalah masalah sosial. Seperti yang telah diuraikan diatas, Mead adalah salah satu pelopor dalam Filsafat Pragmatisme dinama pragmatism adalah menekankan hubungan yang sangat erat antara pengetahuan dan tindakan untuk mengatasi masalah social. George Herbert Mead adalah orang yang sederhana dan rendah hati, dan dia merasa sangat nyaman di tengah tengah lingkungan kota Chicago yang dinamis. Seperti para penganut pragmatism lainnya, Mead yakin akan kemungkinan kemungkinan perubahan social. Oleh karena itu, George Herbert Mead juga melibatkan dirinya dalam reformasi social karena dia mempercayai bahwa ilmu pengetahuan dapat digunakan untuk mengatasi masalah masalah sosial tersebut. Dan Mead juga menentang gagasan bahwa insting adalah sebagai dasar dari kepribadian manusia, karena dia melihat bahwa komunikasi antar individu adalah sebagai inti dari pembentukan kepribadian manusia itu. Dengan kata lain, kepribadian individu dibentuk melalui komunikasi dengan orang lain serta citra diri dibangun melalui sarana interaksi dengan orang lain. 2. Tokoh yang Mempengaruhi George Herbert Mead, dia sangat tekun dalam mempelajari dan mendalami pemikiran dari Charles Darwin, meskipun dia bukan termasuk darwinisme social yang mana merupakan unsur paling penting dalam perspektif ilmu sosial, tetapi Mead sangat mengagumi konsep tentang evolusi Darwin karena konsep tersebut dianggap Mead sebagai petunjuk dengan menekankan pada proses, perubahan, ketidakstabilan dan perkembangan sebagai esensi dari sebuah kehidupan social. Mead menerima prinsip Darwin bahwa organism terus menerus terlibat dalam usaha menyesuaikan diri dengan lingkungannya, dan lewat dari proses inilah karakter dari suatu organisme mengalami proses perubahan yang terus menerus atau dinamis. Pemikiran Mead tentang teori Darwin adalah bahwa pikiran atau kesadaran manusia sejalan dengan kerangka evolusi dari teori Darwin. Mead melihat bahwa pikiran manusia sebagai suatu hasil yang muncul melalui proses

evolusi yang ilmiah dan pikiran tersebut akan terus berkembang sejalan dengan dinamika yang muncul serta prosedur yang telah dilewati. Selain terpengaruh oleh pemikiran teori evolusi dari Darwin. George Herbert Mead juga diilhami oleh para tokoh filsafat dan psikologi seperti William James dimana James adalah orang pertama yang mengembangkan konsep self diri secara jelas. Menurut James, manusia mempunyai kemampuan untuk melihat dirinya sebagai obyek dan dalam kemampuan itu, manusia bisa mengembangkan sikap dan perasaan terhadap dirinya sendiri. Ia juga dapat membentuk tanggapan terhadap perasaan dan sikap tersebut. James mengakui pentingnya kemampuan dalam membentuk cara pandang seseorang dalam menanggapi dunia di sekitarnya. Tokoh filosof yang lain yang mempengaruhi Mead adalah John Dewey yang merupakan pendukung utaman pragmatisme. Dewey memusatkan perhatian pada proses penyesuaian manusia tergadap dunia. Menurutnya, keunikan manusia muncul dari proses penyesuaian diri dengan kondisi hidupnya. Dewey menegaskan bahwa yang unik dalam diri manusia adalah kemampuannya untuk berpikir. Konsep Dewey tentang pikiran sebagai suatu proses penyesuaian diri dengan lingkunganlah yang mempengaruhi Mead. Dewey telah menunjukkan bahwa pikiran timbul dari interaksi dengan dunia social. George Herbert Mead terinspirasi dengan konsep dari dua filosof tersebut dikarenakan Mead mempunyai intensitas kedekatan yang cukup sering dengan aliran psikologi khususnya behaviorisme. Behaviorisme memiliki pandangan bahwa kehidupan manusia harus dipahami pada kerangka perilaku (behaviour) mereka, dan bukan dari kerangkan siapa dia. George Herbert Mead tidak memahami behaviorisme sekedar mereduksi hubungan social sebagai rumus stimulus dan respom, melainkan Mead menjelaskannya dalan konteks yang lebih luas dari pada itu. Gagasan Mead ,mengenai hal tersebut dalam pandangan para filosof dikatakan sebagai pragmatisme, karena bagi George Hebert Mead pragmatism berhasil melihat organisme sebagai ciptaan yang berhubungan dengan kondisi dunia yang paling terkini, karena mereka akan berinteraksi menyesuaikan keadaan yang ada. Mead mengatakan bahwa behaviorisme social didalamnya terdapat semanacam loncatan dari investigasi ilmiah. Maksudny adalah bahwa metode yang ditemukan tidak hanya mampu melakukan observasi perilaku yang terang dan jelas, tetapi juga dapat mengobservasi perilaku yang tidak jelas yang keduanya tersebut dapat diketahui dengan melalui metode introspeksi. Selain itu, George Herbert Mead juga dipengaruhi oleh Max Weber dengan teorinya tentang Interaksi dan Tindakan. Max Weber dalam teori ini mengemukakan bahwa masyarakat hanya merupakan satu nama yang menunjuk pada sekumpulan individu, dan menurut Max Weber konsep fakta

social seperti struktur social, kelompok social dll yang lebih dari sekedar individu dan perilakunya, dianggap sebagai abstraksi spekulatif tanpa dasar empiric, sehingga Max Weber menginterpretasikan individu dan tindakannya sebagai satuan dasar atau sebagai otorinya. Max Weber mengemukakan bahwa antara individu yang satu dengan individu yang lain berinteraksi satu sama lain diwujudkan dengan adanya suatu tindakan maupun perilaku. Namun tidak semua tindakan ataupun perilaku individu adalah suatu manifestasi yang rasional. Rasionalitas hadir dalam diri seorang individu dengan terlebih dahulu melewati proses pemikiran, dimana makna dari sebuah pemikiran adalah sesuatu yang penting dalam mengerti manusia dimana pemilikan karakter karakter ini membuat esensi berbeda dengan perilaku binatang. Dan Max Weber membuat klasifikasi tentang tipe tipe tindakan social dengan menggunakan konsep dasar rasionalitas yaitu ada tindakan yang rasional dan non rasional. Menurut Weber, tindakan rasional dihubungkan dengan kesadaran dan pilihan bagaimana tindakan tersebut direalisasikan. Rasionalitas yang dikemukakan oleh Max Weber lebih dibawa ke ranak suatu lembaga atau structural, meskipun selanjutkan rasionalitas yang dikembangkan Mead berdasar dari konsep Weber ini lebih dibawa ke ranah individu dan lingkungan sosialnya. Berdasarkan dari keseluruhan konsep serta hasil dari tokoh tokoh tersebutlah George Herbert Mead dapat mengemukakan konsep tentang Interaksionisme Simbolik yang merupakan reduksi ulang serta pengembangan dari konsep konsep tersebut. 3. Konsep dan Pemikiran George Herbert Mead mengembangkan teori atau konsep yang dikenal sebagai Interaksionisme Simbolik. Berdasar dari beberapa konsep teori dari tokoh tokoh yang mempengaruhinya beserta pengembangan dari konsep konsep atau teori teori tersebut, Mead mengemukakan bahwa dalam teori Interaksionisme Simbolik, ide dasarnya adalah sebuah symbol, karena symbol ini adalah suatu konsep mulia yang membedakan manusia dari binatang. Simbol ini muncul akibat dari kebutuhan setiap individu untuk berinteraksi dengan orang lain. Dan dalam proses berinteraksi tersebut pasti ada suatu tindakan atau perbuatan yang diawali dengan pemikiran. Dalam tinjauannya di buku Mind, Self and Society, Mead berpendapat bahwa bukan pikiran yang pertama kali muncul, melainkan masyarakatlah yang terlebih dulu muncul dan baru diikuti pemikiran yang muncul pada dalam diri masyarakat tersebut. Dan analisa George Herbert Mead ini mencerminkan fakta bahwa masyarakat atau yang lebih umum disebut kehidupan social menempati prioritas dalam analisanya, dan Mead selalu memberi prioritas pada dunia social dalam memahami pengalaman social karena keseluruhan kehidupan social mendahului pikiran individu secara logis maupun temporer.

Individu yang berpikir dan sadar diri tidak mungkin ada sebelum kelompok social . Kelompok social hadir lebih dulu dan dia mengarah pada perkembangan kondisi mental sadar diri. Dalam teorinya yang dinamakan Interaksionisme Simbolik ini, George Herbert Mead mengemukakan beberapa konsep yang mendasari teori yang ada, yaitu: Tindakan Perbuatan bagi George Herbert Mead adalah unit paling inti dalam teori ini, yang mana Mead menganalisa perbuatan dengan pendekatan behavioris serta memusatkan perhatian pada stimulus dan respon. Mead mengemukakan bahwa stimulus tidak selalu menimbulkan respon otomatis seperti apa yang diperkirakan oleh actor, karena stimulus adalah situasi atau peluang untuk bertindak dan bukannya suatu paksaan. Mead menjelaskan bahwa ada empat tahap yang masing-masing dari tahap tersebut saling berkaitan satu sama lain dalam setiap perbuatan. 1. Impuls adalah tahap paling awal dalam keempat tahap diatas. Dia adalah reaksi yang paling awal dimana dia berfungsi untuk dirinya sendiri. Impuls melibatkan stimulasi inderawi secara langsung dimana respon yang diberikan oleh actor adalah bertujuan untuk kebutuhan dirinya sendiri. Contohnya adalah ketika seseorang mempunyai keinginan untuk menonton film di bioskop. 2. Persepsi adalah tahapan kedua, dimana dia adalah pertimbangan, bayangan maupun pikiran terhadap bagaimana cara untuk bisa memenuhi impuls. Dalam tahapan ini, actor memberikan respon atau bereaksi terhadap stimulus yang berkaitan dengan impuls tadi. Misal, berkaitan dengan contoh impul diatas, ketika seseorang ingin menonton film di bioskop, maka dia akan mencari 3. Manipulasi adalah tahapan selanjutnya yang masih berhubungan dengan tahap-tahap sebelum. Dalam tahapan ini actor mengambil tindakan yang berkaitan dengan obyek yang telah dipersepsikan. Bagi Mead, tahapan ini menciptakan jeda temporer dalam proses tersebut, sehingga suatu respon tidak secara langsung dapat terwujud. 4. Konsumsi adalah upaya terakhir untuk merespon impuls. Dalam tahapan ini, dengan adanya pertimbangan maupun pemikiran secara sadar, actor dapat mengambil keputusan atau tindakan yang umumnya akan berorientasi untuk memuaskan impuls yang ada di awal tadi. Gestur

Mead mempunyai pandangan bahwa gesture merupakan mekanisme dalam perbuatan social serta dalam proses social. Gestur adalah gerak organisme pertama yang bertindak sebagai stimulus yang menghasilkan respon dari pihak kedua sesuai dengan apa yang diinginkan. Simbol Simbol, dia adalah jenis gestur yang hanya bisa dilakukan dan diinterpretasikan oleh manusia. Gestur ini menjadi symbol ketika dia bisa membuat seorang individu mengeluarkan respon respon yang diharapkan olehnya yang juga diberikan oleh individu yang menjadi sasaran dari gesturnya, karena hanya ketika symbol symbol ini dipahami dengan makna juga respon yang samalah seorang individu dapat berkomunikasi dengan individu yang lainnya. Dalam teori George Herbert Mead, fungsi symbol adalah memungkinkan terbentuknya pikiran, proses mental dan lain sebagainya. Mind (Pikiran) George Herbert Mead memandang akal budi bukan sebagai satu benda, melainkan sebagai suatu proses social. Sekali pun ada manusia yang bertindak dengan skema aksi reaksi, namun kebanyakan tindakan manusia melibatkan suatu proses mental, yang artinya bahwa antara aksi dan reaksi terdapat suatu proses yang melibatkan pikiran atau kegiatan mental. Pikiran juga menghasilkan suatu bahasa isyarat yang disebut symbol. Simbol simbol yang mempunyai arti bisa berbentuk gerak gerik atau gesture tapi juga bisa dalam bentuk sebuah bahasa. Dan kemampuan manusia dalam menciptakan bahasa inilah yeng membedakan manusia dengan hewan. Bahasa membuat manusia mampu untuk mengartikan bukan hanya symbol yang berupa gerak gerik atau gesture, melainkan juga mampu untuk mengartikan symbol yang berupa kata kata. Kemampuan ini lah yang memungkinkan manusia menjadi bisa melihat dirinya sendiri melalui perspektif orang lain dimana hal ini sangatlah penting dalam mengerti arti arti bersama atau menciptakan respon yang sama terhadap symbol symbol suara yang sama. Dan agar kehidupan social tetap bertahan, maka seorang actor harus bisa mengerti symbol symbol dengan arti yang sama, yang berarti bahwa manusia harus mengerti bahasa yang sama. Proses berpikir, bereaksi, dan berinteraksi menjadi mungkin karena symbol symbol yang penting dalam sebuah kelompok social mempunyai arti yang sama dan menimbulkan reaksi yang sama pada orang yang menggunakan symbol symbol itu, maupun pada orang yang bereaksi terhadap symbol symbol itu.

Mead juga menekankan pentingnya fleksibilitas dari mind (akal budi). Selain memahami symbol-simbol yang sama dengan arti yang sama, fleksibilitas juga memungkinkan untuk terjadinya interaksi dalam situasi tertentu, meski orang tidak mengerti arti dari symbol yang diberikan. Hal itu berarti bahwa orang masih bisa berinteraksi walaupun ada hal hal yang membingungkan atau tidak mereka mengerti, dan itu dimungkinkan karena akal budi yang bersifat fleksibel dari pikiran. Simbol verbal sangat penting bagi Mead karena seorang manusia akan dapat mendengarkan dirinya sendiri meski orang tersebut tidak bisa melihat tanda atau gerak gerik fisiknya. Konsep tentang arti sangat penting bagi Mead. Suatu perbuatan bisa mempunyai arti kalau seseorang bisa menggunakan akal budinya untuk menempatkan dirinya sendiri di dalam diri orang lain, sehingga dia bisa menafsirkan pikiran pikirannya dengan tepat. Namun Mead juga mengatakan, bahwa arti tidak berasal dari akal budi melainkan dari situasi social yang dengan kata lain, situasi social memberikan arti kepada sesuatu. Self (Diri) Mead menganggap bahwa kemampuan untuk memberi jawaban pada diri sendiri layaknya memberi jawaban pada orang lain, merupakan situasi penting dalam perkembangan akal budi. Dan Mead juga berpendapat bahwa tubuh bukanlah riri, melinkan dia baru menjadi diri ketika pikran telah perkembang. Dalam arti ini, Self bukan suatu obyek melainkan suatu proses sadar yang mempunyai kemampuan untuk berpikir, seperti : - Mampu memberi jawaban kepada diri sendiri seperti orang lain yang juga memberi jawaban. - Mampu memberi jawaban seperti aturan, norma atau hokum yang juga memberi jawaban padanya. - Mampu untuk mengambil bagian dalam percakapan sendiri dengan orang lain. - Mampu menyadari apa yang sedang dikatakan dan kemampuan untuk menggunakan kesadaran untuk menentukan apa yang garus dilakukan pada fase berikutnya. Bagi Mead, Self mengalami perkembangan melalui proses sosialisasi, dan ada tiga fase dalam proses sosialisasi tersebut. Pertama adalah Play Stage atau tahap bermain. Dalam fase atau tahapan ini, seorang anak bermain atau memainkan peran orang orang yang dianggap penting baginya.

Contoh ktika seorang anak laki laki yang masih kecil suka akan bermain bola, maka dia meminta dibelikan atribut yang berhubungan degan bola dan brmain dengan atribut tersebut serta berpura pura menjadi pesepak bola idolanya. Fase kedua dalam proses sosialisasi serta proses pembentukan konsep tentang diri adalah Game Stage atau tahap permainan, dimana dalam tahapan ini seorang anak mengambil peran orang lian dan terlibat dalam suatu organisasi yang lebih tinggi. Contoh Anak kecil yang suka bola yang tadinya hanya berpura pura mengambil peran orang lain, maka dalam tahapan ini anak itu sudah berperan seperti idolanya dalam sebuah team sepak bola anak, dia akan berusaha untuk mengorganisir teamnya dan bekerjasama dengan teamnya. Dengan fase ini, anak belajar sesuatu yang melibatkan orang banyak, dan sesuatu yang impersonal yaitu aturan aturan dan norma norma. Sedang fase ketiga adalah generalized other, yaitu harapan-harapan, kebiasaan-kebiasaan, standar-standar umum dalam masyarakat. Dalam fase ini anak-anak mengarahkan tingkah lakunya berdasarkan standar-standar umum serta norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Contoh anak tadi dalam fase ini telah mengambil secara penuh perannya dalam masyarakat. Dia menjadi pesepak bola handal dan dalam menjalankan perannya sudah punya pemikiran dan pertimbangan. Jadi, dalam fase terakhir ini, seorang anak menilai tindakannya berdasarkan norma yang berlaku dalam masyarakat. I and Me Inti dari teori George Herbert Mead yang penting adalah konsepnya tentang I and Me, yaitu dimana diri seorang manusia sebagai subyek adalah I dan diri seorang manusia sebagai obyek adalah Me. I adalah aspek diri yang bersifat non-reflektif yang merupakan respon terhadap suatu perilaku spontan tanpa adanya pertimbangan. Dan ketika didalam aksi dan reaksi terdapat suatu pertimbangan ataupun pemikiran, maka pada saat itu I berubah menjadi Me. Mead mengemukakan bahwa seseorang yang menjadi Me, maka dia bertindak berdasarkan pertimbangan terhadap norma-norma, generalized other, serta harapan-harapan orang lain. Sedangkan I adalah ketika terdapat ruang spontanitas, sehingga muncul tingkah laku spontan dan kreativitas diluar harapan dan norma yang ada. Society (Masyarakat) Masyarakat dalam konteks pembahasan George Herbert Mead dalam teori Interaksionisme Simbolik ini bukanlah masyarakat dalam artian makro dengan segala struktur yang ada, melainkan masyarakat dalam ruang lingkup yang lebih mikro, yaitu organisasi social tempat akal budi (mind) serta diri (self) muncul. Bagi Mead dalam pembahasan ini, masyarakat itu

sebagai pola-pola interaksi dan institusi social yang adalah hanya seperangkat respon yang biasa terjadi atas berlangsungnya pola-pola interaksi tersebut, karena Mead berpendapat bahwa masyarakat ada sebelum individu dan proses mental atau proses berpikir muncul dalam masyarakat. Jadi, pada dasarnya Teori Interasionisme Simbolik adalah sebuah teori yang mempunyai inti bahwa manusia bertindak berdasarkan atas makna makna, dimana makna tersebut didapatkan dari interaksi dengan orang lain, serta makna makna itu terus berkembang dan disempurnakan pada saat interaksi itu berlangsung. Daftar Pustaka Susilo, Rachmad K. Dwi. 2008. 20 Tokoh Sosiologi Modern, Biografi para Peletak Sosiologi Modern. Yogyakata: AR-RUZZ MEDIA Raho, Bernard. 2007. Teori Sosiologi Modern. Jakarta : Pustakaraya Ritzer, George. . Teori teori Sosiologi, Dari Teori Sosiologi Klasik sampai Perkembangan Mutakhir Teori Soiologi Postmodern. Johnson, Doyle Paul. 1986. Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Jakarta : PT. GRAMEDIA Craib, Ian. 1986. Teori Teori Sosial Modern, Dari Parsons sampai Habermas. Jakarta: CV. Rajawali Pers Zeitlin, Irving M. . Mem