kulit

Upload: lidwinaratna

Post on 20-Jul-2015

262 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1992

International Standard Serial Number: 0125 913X

Daftar Isi :2. Editorial Artikel: 5. Kelainan Lempeng Kuku Adiana Murniati, Untung SP, Mochtar Hamzah 10. Kelainan Dasar dan Lipat Kuku Grace Widodo,Erdina HDP,A. Kosasih 16. Dermatofitosis di LP Palembang; LP Lahat dan LP Muara Enim, Sumatera Selatan RS Siregar, Tantawi Djauhari 19. Pengaruh Suhu Pengeraman pada Biakan M.lassezia furfur Subakir 22. Pengobatan Fluor Albus di Puskesmas Cempaka Putih Barat Emiliana Tjitra, Marvel Reny, Rita Marleta Dewi 26. Dermatitis Herpetiformis Evita HF Effendi 30. Displasia Ektodennal S Fasihah R, Titi Lestari S, Mochtar Hamzah 34. Terapi Plasmaferesis dalam. Dennatologi Evita HF Effendi 38. Health Situation in Indonesia, Singapore, Brunai Darussalam, Philippines, and Japan Tjandra Yoga Aditama 41. Pemantauan Efek Samping Obat Rozaimah Zain Hamid 45. Daya Antimikroba Obat Tradisional Diare terhadap Beberapa Jenis Bakteri Patogen Pudjarwoto T, Cyrus H. Simanjuntak, Nur Indah P. 49. Resistensi Plasmodium falciparum terhadap Beberapa Obat Anti Malaria di Indonesia Sekar Tuti 53. Hasil Tahan Asam dan Limfadenitis Tuberkulosis Misnadiarly 56. Mekanisme Kerja Antibiotik Usman Suwandi 60. 61. 62. 64. Pengalaman Praktek Humor Kedokteran Abstrak RPPIK

Karya Sriwidodo

Kuku, bagi sebagian orang merupakan bagian tubuh yang perlu diperhatikan, karena selain berfungsi sebagai pelindung ujung-ujung jari, juga dapat memperbaiki penampilan atau segi estetika seseorang; sehingga perubahan atau kelainan kuku dapatmenyebabkan timbulnya rasa kuatir. Perubahan tersebut dapat disebabkan oleh kelainan kuku sendiri, atau merupakan gejala dari penyakit sistemik tertentu. Pembahasan mengenai hal tersebut mengawali edisi Cermin Dunia Kedokteran kali ini, yang merupakan lanjutan pembahasan mengenai Kulit. Selain itu disertakan pula artikel mengenai dermatofitosis dan fluor albus, penyakit yang masih prevalen dan merupakan masalah kesehatan masyarakat dan lingkungan. Artikel lain yang juga perlu diperhatikan ialah mengenai pemantauan efek samping obat, suatu hal yang seyogyanya harus selalu diingat dan diperhitungkan kemungkinannya dalam setiap tindakan pengobatan. Selamat membaca. REDAKSI

2

Cermin Dunia Kedokteran No. 76, 1992

1992

International Standard Serial Number: 0125 913X

KETUA PENGARAH Dr Oen L.H KETUA PENYUNTING Dr Budi Riyanto W PELAKSANA Sriwidodo WS ALAMAT REDAKSI Majalah Cermin Dunia Kedokteran P.O. Box 3105 Jakarta 10002 Telp. 4892808 NOMOR IJIN 151/SK/DITJEN PPG/STT/1976 Tanggal 3 Juli 1976 PENERBIT Grup PT Kalbe Farma PENCETAK PT Midas Surya Grafindo

REDAKSI KEHORMATAN Prof. DR. Kusumanto SetyonegoroGuru Besar Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Prof. DR. B. ChandraGuru Besar Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya.

Prof. Dr. R.P. SidabutarGuru Besar Ilmu Penyakit Dalam Sub Bagian Ginjal dan Hipertensi Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Prof. Dr. R. Budhi DarmojoGuru Besar Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang.

Drg. I. SadrachLembaga Penelitian Universitas Trisakti, Jakarta

Prof. Dr. Sudarto PringgoutomoGuru Besar Ilmu Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

DR. Arini SetiawatiBagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta,

REDAKSI KEHORMATAN DR. B. Setiawan Drs. Oka Wangsaputra DR. Ranti Atmodjo PETUNJUK UNTUK PENULIS Drs. Victor S Ringoringo, SE, MSe. Dr. P.J. Gunadi Budipranoto DR. Susy Tejayadi

Cermin Dunia Kedokteran menerima naskah yang membahas berbagai aspek kesehatan, kedokteran dan farmasi, juga hasil penelitian di bidangbidang tersebut. Naskah yang dikirimkan kepada Redaksi adalah naskah yang khusus untuk diterbitkan oleh Cermin Dunia Kedokteran; bila telah pernah dibahas atau dibacakan dalam suatu pertemuan ilmiah, hendaknya diberi keterangan mengenai nama, tempat dan saat berlangsungnya pertemuan tersebut. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris; bila menggunakan bahasa Indonesia, hendaknya mengikuti kaidah-kaidah bahasa Indonesia yang berlaku. Istilah media sedapat mungkin menggunakan istilah bahasa Indonesia yang baku, atau diberi padanannya dalam bahasa Indonesia. Redaksi berhak mengubah susunan bahasa tanpa mengubah isinya. Setiap naskah harus disertai dengan abstrak dalam bahasa Indonesia. Untuk memudahkan para pembaca yang tidak berbahasa Indonesia lebih baik bila disertai juga dengan abstrak dalam bahasa Inggris. Bila tidak ada, Redaksi berhak membuat sendiri abstrak berbahasa Inggris untuk karangan tersebut. Naskah diketik dengan spasi ganda di atas kertas putih berukuran kuarto/ folio, satu muka, dengan menyisakan cukup ruangan di kanan-kirinya, lebih disukai bila panjangnya kira-kira 6 - 10 halaman kuarto. Nama (para) pengarang ditulis lengkap, disertai keterangan lembaga/fakultas/institut tempat bekerjanya. Tabel/skema/grafik/ilustrasi yang melengkapi naskah dibuat sejelasjelasnya dengan tinta hitam agar dapat langsung direproduksi, diberi nomor

sesuai dengan urutan pemunculannya dalam naskah dan disertai keterangan yang jelas. Bila terpisah dalam lembar lain, hendaknya ditandai untuk menghindari kemungkinan tertukar. Kepustakaan diberi nomor urut sesuai dengan pemunculannya dalam naskah; disusun menurut ketentuan dalam Cummulated Index Medicus dan/atau Uniform Requirements for Manuseripts Submitted to Biomedical Journals (Ann Intern Med 1979; 90 : 95-9). Contoh: Basmajian JV, Kirby RL. Medical Rehabilitation. 1st ed. Baltimore. London: William and Wilkins, 1984; Hal 1749. Weinstein L, Swartz MN. Pathogenetic properties of invading microorganisms. Dalam: Sodeman WA Jr. Sodeman WA, eds. Pathologic physiology: Mechanisms of diseases. Philadelphia: WB Saunders, 1974; 457-72. Sri Oemijati. Masalah dalam pemberantasan filariasis di Indonesia. Cermin Dunia Kedokt. l990 64 : 7-10. Bila pengarang enam orang atau kurang, sebutkan semua; bila tujuh atau lebih, sebutkan hanya tiga yang pertama dan tambahkan dkk. Naskah dikirimkan ke alamat : Redaksi Cermin Dunia Kedokteran P.O. Box 3105 Jakarta 10002 Pengarang yang naskahnya telah disetujui untuk diterbitkan, akan diberitahu secara tertulis. Naskah yang tidak dapat diterbitkan hanya dikembalikan bila disertai dengan amplop beralamat (pengarang) lengkap dengan perangko yang cukup.

Tulisan dalam majalah ini merupakan pandangan/pendapat masing-masing penulis dan tidak selalu merupakan pandangan atau kebijakan instansi/lembaga/bagian tempat kerja si penulis. Cermin Dunia Kedokteran No. 76, 1992

3

English SummaryDERMATOPHYTOSES IN PALEMBANG PRISON, LAHAT PRISON, MUARAENIM PRISON, SOUTH SUMATRA RS Siregar, Tantawi DjauhariDept. of Dermatovenereology, Faculty of Medicine, Sriwljaya University/Palembang General Hospital, Palembang, South Sumatra, Indonesia Dept. of Microbiology, Dr. Karyad General Hospital/Faculty of Medicine, Diponegoro University, Semarang, Indonesia

THE INFLUENCE OF INCUBATING TEMPERATURE ON THE GROWTH OF MALASSEZIA FURFUR Subakir

ECTODERMAL DYSPLASIA S Faslhah R, Till Lestari S, Mochtar HamzahDept. of Dermatovenereology, Faculty of Medicine, University of Indonesia/ Cipto Mangunkusumo General Hospital, Jakarta, Indonesia

An investigation in several prisons in South Sumatra revealed that the prevalence of dermatophytoses was quite high. It comprises 36,12% among all skjn diseases and 9,36% among all prison inhabitants. Tinea cruris was diagnosed in 69,56% of the cases with T. mentagrophytes (45,37%) as the most frequent cause. Other species found were T. rubrum (26,89%) and E. floccosum (21,84%). Factors that influence the disease prevalence were sanitary conditions, room temperature and humidity. The last two factors were higher in the prisons than the average in Palembang and vicinity.Cermin Dunia Kedokt. 1992; 76: 16-8 brw/olh

Skin swabs of tinea versicolor lesions were grown at Sabouraud dextrose agar to which 1% of coconut oil was added. A total of 30 samples were collected. Each sample was grown at a Sabouraud media and incubated at 37C and at room temperature. At 37C, M. furfur grew on 27 samples whereas at room temperature it grew only on 26 samples. The difference between the two results was not statistically significant (p > 0.05). The incubation period at 37C was 4,6 3,8 days, whereas at room temperature was 5,8 1,4 days. The difference was statistically significant (p < 0,01). It can be concluded that M. furfur can grow both at 37C and at room temperature, with a faster growth rate at the former.Cermin Dunia Kedokt. 1992; 76: 19-21 st/olh

Ectodermal dysplasia is a hereditary disorder; the clinical symptoms and frequency depend on the phenotype. Patients with hair and teeth disorders tend to be more inclined to see doctors than those with nail disorders or with hypohydrosis. Hydrotic ectodermal dysplasia is clinically less severe than the anhydrotic variant. Actually there were more cases of hydrotic ectodermal dysplasia; but as these were clinically less severe than the anhydrotic type, those. cases were not reported.Cermin Dunia Kedokt. 1992; 76: 30-3 brw/olh

4

Cermin Dunia Kedokteran No. 76, 1992

Artikel Kelainan Lempeng KukuAdiana Murniatl, Untung SP, Mochtar Hamzah Bagian/UPFIImu Penyakit Kulit Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/ Rumah Sakit Dr Ciptomangunkusumo, Jakarta

PENDAHULUAN Kuku merupakan penutup dan pelindung ujung jari tangan dan kaki yang berguna untuk membantu jari memegang bcnda dan pada orang dewasa memberikan kepuasan dalam segi estetika(1,2). Beberapa penyakit menimbulkan perubahan kuku yang sama disebabkan karena kuku hanya mampu bcrcaksi dengan pola tertentu saja; sehingga sulit membuat diagnosis klinis dan mengobati kelainan kuku. Hal ini sering membuat frustasi baik dokter maupun penderitanya, karena penderita sangat berkepentingan dengan kelainan kuku yang ada pada dirinya dan ingin segera mendapat pengobatan(3). Pada makalah ini akan dibahas tentang struktur kuku, bentuk kelainan lempeng kuku dan perubahan warna lempeng kuku. STRUKTUR KUKU Lempeng kuku (LK) berbentuk empat persegi panjang, keras, cembung ke arah lateral dan dorsal, transparan, terletak di dorsal falang distal. Sebagian besar kuku terlihat berwarna merah muda disebabkan transmisi warna pembuluh darah dasar kuku. LK terbuat dari bahan tanduk yang tidak mengalami deskuamasi tetapi tumbuh ke arah distal untuk waktu yang tidak terbatas. Kecepatan tumbuh kuku jari tangan 0,1 mm/hari, sedangkan kuku jari kaki 1/31/2 kecepatan kuku jari tangan. Tebal kuku jari tangan bervariasi 0,5 mm 0,75 mm, sedang tebal kuku jari kaki dapat mencapai 1,0 mm(3). Pada orang tua kuku tumbuh lebih lambat dan lebih tebal. Dikatakan bahwa trauma kecil dapat merangsang pertumbuhan, sedangkan imobilisasi dapat memperlambat pertumbuhan kuku(4). LK dibentuk oleh pendataran sel basal matriks, fragmentasi inti dan kondensasi sitoplasma untuk membentuk sel tanduk datar yang saling melekat satu sama lain. Pada embrio usia 20 minggu sel-sel matriks mengalami pembelahan, diferensiasi dan keratinisasi. Pada saat ini LK mulai terbentuk dan bergerak ke

arah distal. Pada embrio usia 36 minggu, LK terbentuk sempurna dan mencapai ujung jari(5). Lempeng kuku terdiri dari 3 lapis horisontal yang masingmasing adalah : Lapisan dorsal tipis yang dibentuk oleh matriks bagian proksimal (1/3 bagian). Lapisan intermediate yang dibentuk oleh matriks bagian distal. Lapisan ini lebih tebal dari lapisan dorsal (2/3 bagian). Lapisan ventral yang dibentuk oleh lapisan tanduk dasar kuku dan hiponikium yang mengandung keratin lunak. Lapisan dorsal mempunyai sel yang lebih kecil dan lebih datar dari pada sel lapisan intermediate (inferior). Membran sel lapisan dorsal (superior) berlekuk-lekuk, sedangkan pada lapisan inferior mempunyai membran sel yang beralur(6). Pala saat sel matriks berdiferensiasi dan kemudian menuju LK banyak sel yang masih mempunyai inti. Sel-sel ini paling banyak ditemukan di LK proksimal dan kemudian menghilang di bagian distal. Hal ini menunjukkan bahwa proses maturasi temp berkembang di LK(3). Lunula atau bulan sabit terletak di proksimal LK. Lunula merupakan ujung akhir matriks kuku. Wama putih lunula disebabkan epitel yang lebih tebal dari epitel dasar kuku dan kurang melekatnya epitel di bawahnya sehingga transmisi warna pembuluh darah kurang dipancarkan(3). Lempeng kuku tumbuh dan melekat sepanjang dasar kuku ke arah distal. Bagian ujung distal LK tidak melekat pada jaringan di bawahnya; daerah di bawah LK bebas ini disebut hiponikium(3). Alur kuku dan lipat kuku merupakan batas dan pelindung kuku. Lipat kuku proksimal merupakan perluasan epidermis dorsum kuku yang melindungi matriks kuku. Produk akhirnya adalah kutikel. Pada matriks kuku didapatkan sel melanosit. Pada bagian

Cermin Dunia Kedokteran No. 76, 1992

5

distal matriks ditemukan melanosit yang lebih banyak dibanding pada bagian proksimal(3). Lempeng kuku mengandung sejumlah fosfolipid terutama di lapisan intermediate dan dorsal, hal ini menambah kelenturan kuku. Kuku mengandung kalsium 10 kali lebih besardari rambut, tetapi kadar ini tidak bermakna menambah kerasnya kuku. Kekerasan kuku dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu perlekatan dan orientasi protein keratin, rendahnya kandungan air pada LK, kadar sulfur protein matriks, hubungan interselular(3,5). Dengan penetapan secara kolorimetri didapatkan konsentrasi asam amino yang paling tinggi adalah sistein, asam glutamat, arginin dan leusin(3). Sirkulasi darah ke kuku berasal dari arteri digitalis yang berjalan di lateral jari dan mengeluarkan cabang dorsal dan ventral sebelum dan sewaktu mencapai pulpa falang terminal(4). Pada permukaan LK alur longitudinal yang berjalan sejajar tampak lebih nyata pada orang tua(4).. KELAINAN PADA LEMPENG KUKU Garis Beau Garis Beau yaitu alur transversal pada LK yang akan betgerak Ice arah distal mengikuti pertumbuhan kuku. Alur ini terjadi disebabkan tertahannya pembentukan LK sementara oleh toksin atau penyakit sistemik. Pada sebagian besar kasus, alur lebih sering dijumpai pada kuku ibu jari atau kuku jari kaki yang mungkin disebabkan karena pertumbuhannya yang lebih lam-bat. Garis Beau fisiologis dapat dijumpai pada bayi usia 4 10 minggu. Beberapa keadaan yang dapat menimbulkan kelainan ini yaitu trombosis koroner, pneumonia, fenomena Raynaud, defisiensi Fe, dermatitis, trauma(2). Koilonikia Koilonikia atau disebut juga spoon nails yaitu bentuk normal bagian tengah LK men jadi datar atau cekung dengan pinggir lateral dan distal menghadap ke atas, sehingga bentuk kuku seperti sendok. LK dapat menebal atau menipis. Koilonikia dapat merupakan kelainan yang didapat atau merupakan kelainan yang diturunkan. Pada anak usia 1 atau 2 tahun pertama dapat dijumpai bentuk LK seperti ini, yang pada beberapa kasus menetap sampai dewasa tanpa adanya kelainan familial. Tipisnyakukudihubungkan dengan status nutrisi yang buruk dan kurangnya intake asam amino yang mengandung sulfur. Koilonikiadapatdijumpaipada beberapa keadaan yaitu penyakit diabetes, anemi defisiensi Fe, pajanan asam kuat, hipotiroid, nail patella syndrome(2,4,5). Wash Board Nails (Habit Tic Deformity) Kelainan ini berupa alur transversal yang berdekatan tidak teratur dengan rigi-rigi di tengah LK. Bentuk kuku seperti ini biasanya dijumpai pada kuku ibu jari. Alur ini terjadi disebabkan kebiacaan mendorong lipat kuku proksimal ke belakang dengan jari telunjuk atau gigi.Bila jarak lekuk transversal sangat berdekatan satu sama lain maka terlihat sebagai alur memanjang di tengah LK(2).

Onikomadesis Sinonim: defluvium unguium Onikomadesis yaitu terlepasnya LK secana sempurna mulai dari bagian proksimal. Dikatakan kelainan ini terjadi akibat terhentinya pembentukan keratin oleh matriks. Onikomadesis dapat bersifat familial atau didapat. Keadaan yang dapat menimbulkan onikomadeasis yaitu distres intrauterin berat, diabetes, trauma matriks, radiodermatitis, inflamasi lipat kuku proksimal(2). Onikolisis Onikolisis yaitu terlepasnya LK dari dasar kuku. Onikolisis dapat disebabkan oleh penyakit kulit, obat-obatan, trauma, gangguan sirkulasi perifer; hipertiroid, kosmetik kuku, sabun, yellow nail syndrome, atau tanpa penyebab yang jelas. Rasa nyeri dapat terjadi bila terdapat infeksi(5). Trakionikia Lempeng kuku tampak kadar seperti ampelas disebabkan alur longitudinal dan rigi-rigi sangat rapat. Trakionikia terjadi karena kelainan pada matriks proksimal. Beberapa penyakit kulit yang dihubungkan dengan kelainan ini yaitu liken planes, alopesia areata, twenty nail dystrophy of childhood2,sr. Onikoskizia Yaitu pelepasan lamelar LK pada tepi bebas distal. Penyebab paling sering yaitu kuku sering basah kemudian mengering berulang kali sehingga menimbulkan perlunakan dan pengerasan kuku. Kotoran dan uap lembab masuk ke bagian yang retak sehingga menambah kerupakan. Prlekatan antar sel berkurang akibat semen interselular gagal melekat, atau mungkin disebabkan semen yang dibentuk oleh matriks tidal( mempunyai daya lekat atau mengalami degradasi. Penyebab onikoskizia yaitu cairan alkali, detergen, cat dan cairan penghapus cat kuku, infeksi sistemik, faktor endokrino(2,8). Onikoreksis Sinonimnya yaitu brittle nail. Pada onikoreksis dijumpai kuku rapuh dan pecah pada tepi bebas LK dan fisur memanjang pada LK. Kuku yang rapuh dan pecah dapat diakibatkan pemakaian sabun kuat, penghapus cat kuku, pada keadaan hipotiroid (dikutip dari 9). Kuku rapuh dapat merupakan manifestasi psoriasis, onikomikosis, anemia defisiensi Fe, pakionikia kongenital(2). Onikogrifosis dan Onikokauksis Onikogrifosis yaitu LK yang menebal, memanjang, melengkung seperti cakar atau tanduk domba. Onikauksis hanya menggambarkan penebalan dan pemanjangan kuku. Pada onikogrifosis bagian bebas LK menekan atau masuk ke dalam jaringan lunak. Kuku buram, berwarna coklat kekuningan atau hitam kotor. Pennukaan kuku tidak teratur, beralur. Daerah subungual terisi bahan tanduk. Pada kasus heriditer dapat mengenai kuku jari tangan atau kaki. Pada kasus didapat kuku jari tangan hampir tidak pernah memperlihatkan kelainan ini. Onikogrifosis dapat disebabkan oleh trauma neuropati perifer, pemotongan kuku yang tidak teratur(2,5,7).

6

Cermin Dunia Kedokteran No. 76, 1992

Pada onikokauksis kuku keras, menebal, memanjang, permukaan kuku halus, kuku lebih cembung dan rapuh; mungkin disebabkan kelainan pada matriks dan dasar kuku yang menambah jumlah keratin lebih banyak(5). Onikokauksis dapat disebabkan oleh trauma, infeksi jamur, penyakit Darier, psoriasis, pitiriasis rubra pilaris, defek ektodermal; selain itu onikokauksis dapat dijumpai pada penyakit jantung kronik, penyakit paru-paru (2,5,7). Pitting Pit terjadi karena adanya kelainan pada matriks proksimal. Alkiewitz menyatakan adanya keratinisasi yang menyimpang yaitu adanya kelompok sel parakeratosis yang menyebabkan daerah.tersebutmenjadi lemah, kurang melekat satu sama lain kemudian mengelupas. Teori lain mengatakan disebabkan oleh invasi sel radang, mikroabses pada matriks seperti pada psoriasis atau eksositosis limfositik pada pitiriasis rosea dan adanya spongiosis setempat seperti pada eksema(3). Pit berkelompok dapat dijumpai pada orang normal atau penderita dengan trauma pada matriks kuku. Ukuran, dalam dan dangkalnya pit bervariasi. Umumnya diameter pit kurang dari 1 mm. Pit yang dangkal sering didapatkan pada psoriasis. Barisan pit transversal yang teratur mirip garis Beau merupakan tanda karakteristik pada alopesia areata(2,5,6). Median Nail Dystrophy Sinonim: solenonikia, distropi mediankanaliformis(Heller) Yaitu suatu defek pada LK yang ditandai oleh fisur memanjang di garis tengah yang diapit gelombang transversal tidak teratur, sehingga kuku terlihat seperti pohon cemara. Kelainan ini dapat mengenai satu atau beberapa kuku, biasanya ditemui pada kuku ibu jari. Bagian yang retak mulai terlihat di bawah kutikel yang bergerak ke depan mengikuti pertumbuhan kuku. Setelah beberapa bulan atau tahun kuku akan kembali normal, tetapi dapat kambuh. Penyebab kelainan ini tidak diketahui, tetapi beberapa peneliti menganggap disebabkan kerupakan matriks sementara yang mengganggu pembentukan kuku. Kelainan ini dijumpai pada trauma lokal di bagian tengah kuku(2,4,5). Pakionikia Kongenital Merupakan kelainan heriditer dengan etiologi yang tidak diketahui. Kelainan kuku terjadi pada 1/2 2/3 bagian distal kuku. Bagian proksimal LK licin, mengkilat, melekat pada dasar. Bagian distal terdorong ke atas oleh akumulasi bahan keratin di bawahnya, sehingga bagian LK bebas menghadap ke atas dan membentuk sudut 30 40 derajat terhadap aksis falang. LK berwarna abu-abu kekuningan atau coklat dan buram. Dapat terjadi pelepasan kuku spontan dan tumbuh kembali dengan deformitas yang lebih berat(2.7). Jadaschon & Lewandoski melaporkan selain kelainan kuku juga dapat disertai kelainan pada mukosa, gigi, keratoderma palmoplantar. Masalah yang sering terjadi yaitu paronikia disebabkan bakteri atau kandida. Pemakaian asid salisil 10%40% atau urea oklusi dan kuku direndam dalam air akan melunakkan kuku sebelum dipotong(2,7).

Twenty Nail Dystrophy Dijumpai kelainan pada LK berupa alur longitudinal, striae dan onikoreksis. LK dapat menipis atau menebal dan berwarna kekuningan atau kasar seperti ampelas. Pada pemeriksaan histologi dijumpai perubahan pada matriks yang sesuai dengan liken planus, eksema, psoriasis. Pernah dilaporkankasus kongenital, heriditer maupun pada orang dewasa: Twenty nail dystrophy pada anak dianggap bukan merupakan suatu entity klinis khusus tetapi mungkin suatu tanda fisik beberapa penyakit lain, misalnya liken planus(2,5,6). PERUBAHAN UKURAN LEMPENG KUKU Anonikia Anonikia yaitu tidak didapatinya LK. Anonikia kongenital dapat bersifat diturunkan atau menyertai malformasi ektodermal atau mesodermal. Lempeng kuku tidak dijumpai pada kuku jari tangan dan kaki waktu lahir. Kadang-kadang waktu lahir dapat dijumpai LK yang kemudian lepas tidak tumbuh lagi(2,7). Anonikia didapat, disebabkan oleh inflamasi berat aparatus kuku atau timbul bertahap setelah terjadi sikatriks progresifr22. Pada beberapa kasus yang ditelusuri, dijumpai pada bayi yang dilahirkan dari ibu yang menderita rubella pada kehamilan trimester pertama(2,7). Mikronikia Mikronikia atau hipoplasi kuku merupakan suatu deformitas kongenital yang menyertai beberapa sindrom yang diturunkan. Derajat hipoplasi bervariasi pada penderita yang sama(z. Nail Patella Elbow Syndrome Sinonim: nailpatellasyndrome,hereditaryosteo-onychodys plasia (Hood). Merupakan kelainan struktur ektodermal dan mesodermal, diturunkan secara autosomal dominan. Sindrom ini ditandai oleh distrofi kuku, tidak adanya atau hipoplasi patela, penebalan tulang iliaka dan hipoplasi tulang radius dan ulna proksimal(2,7). Lempeng kuku distrofik dan tidak pernah mencapai pinggir bebas (LK hanya berukuran 1/3 atau 1/2 ukuran normal). Kuku tampak buram, tipis dan rapuh. Lunula berbentuk segitiga. Pada setiap kasus kuku ibu jari paling sering terkena. Kuku jari lainnya terkena dengan gradasi kerusakan makin ringan dari kuku jari telunjuk ke arah kelingking(2,5,7). PERUBAHAN BENTUK KUKU Clubbing Finger Sinonim: acropachy, hippocratic nail, watch glass nail. Perubahan tidak hanya terjadi pada kuku tetapi juga mengenai falang terminal. Clubbing disebabkan meningkatnya kelenturan LKproksimal akibat hipertrofi dan hiperplasi stroma fibrovaskular falang distal. Sudut Lovibond melebihi 180 (normal: 160)(2.7). Clubbing merupakan tanda beberapa penyakit sistemik, antara lain: penyakit paru kronik, penyakit jantung, penyakit

Cermin Dunia Kedokteran No. 76, 1992

7

kelenjar tiroid. Pada beberapa kasus clubbing sudah ada sejak lahir tanpa penyakit yang mendasarinya(2,5,7). Shell nails yaitu bentuk kuku yang menyerupai clubbed nail yang dijumpai pada pegderita bronkiektasis lama. LK tipis terpisah dari dasar, datar kuku dan tulang di bawahnya atrofi(2,4). Racket Nail Pada racket nail, falang distal lebih pendek dan lebih lebar sehingga kuku di atasnya menjadi lebih pendek dan lebih besar dari normal. Kuku tampak datar disebabkan hilangnya lengkung transversal. Kelainan ini diturunkan secara autosomal dominan. Pada hiperparatiroid dapat dijumpai bentuk racket nail disebabkan erosi tulang di bawahnya. Racket nail yang disertai kelainan lain dikenal dengan istilah brakionikia. Sindrom-sindrom yang disertai brakionikia: sindrom Larsen, sindrom pyknodisostosis, sindrom Rubinstein-Taybi(2,7).

Tetrasiklin Komponen yang paling sering menimbulkan perubahan kuku yaitu dimetil klortetrasiklin. Tetapi tetrasiklin HC1, doksisiklin dan minosiklin juga dapat menimbulkan perubahan warna pada LK. LK berwarna kekuningan atau kecoklatan. Adanya triad: fotosensitisasi di bagian tubuh yang terbuka, perubahan warna LK dan onikolisis memberi kesan kuat disebabkan oleh tetrasiklin. Pemakaian lama tetrasiklin pada penderita akne menyebabkan lunula berwama kuning(11). Antimalaria Pigmentasi yang ditimbulkan oleh obat antimalaria terjadi di kulit, mukosa, dasar kuku, jarang di lempeng kuku. Klorokuin hidroksiklorokuin menyebabkan warna biru keabu-abuan, biruhitam. Kuinakrin menimbulkan warna kekuningan(11). Obat sirostatik Obat kemoterapi menimbulkan kelainan pada LK dengan bermacam-macam bentuk, antara lain: pigmentasi, garis Beau, pengelupasan kuku, onikolisis, distrofi; yang paling sering ialah pigmentasi dan pertumbuhan kuku lambat. Rangsangan sel melanosit matriks mungkin menyebabkan sebagian besar perubahan pigmentasi. Dengan adanya efek Tyndal warna yang terlihat dapat berbeda-beda. Mekanisme yang diduga pada perubahan warna kuku ialah toksisitas pada struktur kuku, fotosensitivitas(11). Adriamisin dan siklofosfamid adalah penyebab yang paling sering menimbulkan perubahan warna pada kuku. Perubahan wama yang sering yaitu kecoklatan, hitam dengan bentuk pita longitudinal atau transversal. Dikatakan bila dijumpai beberapa pita menunjukkan pemberian kemoterapi yang berlebihan atau sudah berlangsung lama(11). Perubahan Warna Disebabkan oleh Fungus dan Bakteri Tipe white superficial onychomicosis merupakan bentuk kelainan LK yang diinvasi primer oleh jamur. Pada bentuk ini infeksi terjadi pada LK bagian superior, ditandai oleh bercakbercak putih buram yang kemudian meluas, bersatu ke seluruh permukaan LK. Kuku menjadi kasar, kekuningan, hancur. Dari lesi ini paling sering dijumpai T. mentagrophytes tetapi dapat juga dijumpai spesies Aspergillus, Cephalosporium(11). Pada bentuk lain, perubahan pada LK yang disebabkan jamur merupakan proses Ian jut mengikuti infeksi pada hiponikium, dasar kuku(11). Perubahan warna LK yang disebabkan infeksi baked Terjadi pada kuku yang mengalami onikolisis atau paronikia berat akibat infeksi kuman Pseudomonas aeruginosa yang menghasilkan pigmen piosianin yang berwarna hijau. Pigmen tersebut diendapkan pada LK. Kelainan warna ini dapat mengenai seluruh permukaan LK atau hanya sebagian LK. LK berwarna hitam kebiruan atau hijau dan sering berbau(11). Perubahan Warna Lempeng Kuku pada Penyakit Kulit Beberapa penyakit kulit yang menimbulkan perubahan warna pada lempeng kuku antara lain :

PERUBAHAN WARNA KUKU Perubahan warna kuku dapat menggambarkan proses patologis kuku yang merupakan petunjuk beberapa penyakit sistemik, penyakit kulit atau suatu diagnosis spesifik. Perubahan wama dapat disebabkan oleh endapan zat dan warna yang timbul tergantung tempat dan sifat zat yang diendapkan(1,10,11). Jeanmougin membuat klasifikasi perubahan warna kuku berdasarkan etiologi(11) yaitu : 1. agen eksterna 2. obat sistemik 3. infeksi bakteri & fungus 4. penyakit kulit 5. penyakit sistemik 6. agen fisik Perubahan Warna Disebabkan Agen Eksterna Warna yang timbul pada LK akibat penetrasi endapan pigmen agen eksterna pada LK tidak akan hilang bila dicuci dengan cairan pelarut, tefapi dengan pertumbuhan kuku, warna akan menghilang secara bertahap. Bahan eksterna yang dapat menyebabkan perubahan warna kuku yaitu cat sepatu, tinta, cat kuku, zat pewarna, bahan pengeras kuku dan garam chromium(11). Perubahan Warna Disebabkan Obat Sistemik Kelainan pada LK akibat obat sistemik dapat berupa perubahan warna sampai rasa nyeri dan lepasnya LK. Daniel CR membuat klasifikasi mekanisme yang terjadi yaitu : a. toksisitas pada matriks b. toksisitas pada dasar kuku/hiponikium c. toksisitas pada struktur periungual d. toksisitas kombinasi di atas e. idiopatik Toksisitas pada matriks menunjukkan manifestasi yang bermacam-macam. Rangsangan melanosit matriks menimbulkan pigmentasi berupa pita transversal, longitudinal atau, endapan difus(11).

8

Cermin Dunia Kedokteran No. 76, 1992

Akantosis nigricans Sindrom Bazex Lepra Pakionikia kongenital Psoriasis Sindrom Reiter Nevus pigmentosus

coklat kuning putih kuning-coklat coklat-kuning coklat-kuning coklat-hitam

Perubahan Warna Kuku pada Penyakit Sistemik Penyakit Perubahan warna Defisiensi B12 coklat-hitam Bronkhiektasi biru muda atau kekuningan Hemochromatosis abu-abu, coklat, putih Hiperbilirubinemia coklat, kuning Hipertiroidi coklat Malnutrisi coklat difus, pita coklat Yellow nail syndrome kuning difus atau kehijauan Perubahan Warna Lempeng Kuku Akibat Agen Fisik Pada penderita yang mendapat terapi radiasi sering dijumpai perubahan warna berupa pita transversal biru-hitam dan atau wama coklat difus pada kuku jari. Pigmentasi disebabkan endapan pigmen melanin(11). Trauma pada matriks menyebabkn terjadinya hematon subungual yang kemudian masuk ke dalam LK. Perubahan wama ini akan bergerak ke depan sesuai pertumbuhan kuku(11).

Warna putih ini umumnya dianggap disebabkan keratinisasi yang tidak sempurna sehingga debris inti tertahan di LK. Banyak keterangan yang diajukan terhadap perubahan warna ini tetapi tidak satupun yang memuaskan(5). Leukonikia pungtata dapat terjadi pada penyakittifus, nefritis karena trauma dan infeksi jamur, bahkan pada orang normal. Leukonikia striata dapat disebabkan kelainan herediter, trauma otak hebat, keracunan arsen (Meen's transverse band), pelagra. Leukonikia totalis dapat dijumpai pada penderita sirosis hepatis, penyakit jantung, diabetes melitus, tuberkulosis dan arteritis reumatoid atau dapat normal terjadi pada anak umur 1-4 tahun(7,11).KEPUSTAKAAN 1. Baden P, Zaias N. Biology of nails. In: Fitzpatrick TB, Eisen AZ, Wolff K. et al (eds.) Dermatology in General Medicine. 3rd ed. New York: Mc Graw-Hill Book Co, 1987: 219-23. 2. Silverman R. Nail and appendegeal abnormalities. In: Lawrence A, Schachner MD, Hansen C. Pediatric Dermatology. 1st ed. New York, London,Edinburgh, Melbourne: Churchill Livingstone Inc, 1988: 613-31. 3. Norton LA. Disorder of the nails. In: Moschella SL, Hurley HJ (eds). Dermatology. 2nd ed. Philadelphia, London, Toronto, Sydney: WB Saunders Co, 1985: 1398-420. 4. Beaven DW, Brooks SE. A colour atlas of the nail in clinical diagnosis, Wolfe Medical Publ Ltd. 1984: 20-128. 5. Dawber RPR, Baran R. The nails. In: Rook A, Wilkinson DE, Ebling FJG, Champion RH, Burton IL (eds), Text Book of Dermatology. 4th ed. Blackwell Scient Publ, 1988: 2039-73. 6. Achten G, Parent D. Review: the normal and pathologic nail. Internat J Deimatol 1983; 22: 556-65. 7. Butterwonh T, Ladda RL. Nails. In: Clinical Genodermatology vol 2, Praeger Publ, 1981: 281-302. 8. Shelley WB, Shelley ED. Onychoschizia Scanning Electron Microscopy. J Am. Acad Dermatol 1984; 10: 623-7. 9. Soepardiman L. Kelainan Kuku. In: Bmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. 1st ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI 1987: 259-64. 10. Baden HP, Zaias N. Nails. In: Fitzpatrick TB, Eisen AZ, Wolff K, Freedberg IM, Austen KF (eds), Dermatology in General Medicine, 3rd ed. New York: Mc Graw-Hill Book Co, 1987: 651-64. 11. Mougin MJ, Civatte J. Nail dyschrimia. Internat J Dermatol. 1981; 22: 279-90

LEUKONIKIA Sinonim: leukopathia unguium Warna putih pada kuku dibagi menjadi 3 bentuk yaitu partial, totalis atau striata. Leukonikia dapat merupakan kelainan didapat atau kongenital. Bentuk striata berupa pita transversal tunggal atau multipel terletak dekat lunula. Dengan pertumbuhan kuku secara bertahap akan bergerak ke ujung bebas. Bentuk totalis berupa. wama putih pada seluruh LK, atau LK tampak seperti porselen tanpa disertai perubahan lain pada LK(1,11).

Friendship is always a sweet responsibility, never an opportunity (Kahlil Gibran)

Cermin Dunia Kedokteran No. 76, 1992

9

Kelainan Dasar dan Lipat KukuGrace Widodo, Erdina H.D.P., A. Kosasih Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/ Rumah Sakit Ciptomangunkuswno, Jakarta

PENDAHULUAN Suatu penyakit dapat memberikan berbagai bentuk lesi pada kuku yang berbeda, dan sebaliknya, satu kelainan kuku dapat merupakan ekspresi dari berbagai macam penyakit dengan etiologi, perjalanan penyakit dan prognosis yang berbeda. Hal ini menyebabkan diagnosis kelainan kuku menjadi sulit(1,2). Untuk dapat mendiagnosis kelainan pada kuku dengan lebih baik, adalah panting untuk mengenal struktur kuku yang normal terlebih dahulu(1). Pada makalah ini akan dibicarakan mengenai struktur dasar dan lipat kuku, kelainan yang berhubungan serta penanggulangannya. STRUKTUR DASAR DAN LIPAT KUKU Dasar kuku Dasar kuku merupakan bagian kulit yang ditutupi kuku, yaitu dari batas lunula sampai ke hiponichium(3,4). Sebagian sel epidermis dasar kuku menyatu dengan lempeng kuku, yaitu bagian ventral lempeng kuku(5). Pada dasar kuku yang matur tidak terdapat granula keratohialin, tetapi pada beberapa keadaan patologis dasar kuku menunjukkan lapisan granular, dan terdapat produksi stratum korneum yang sama dengan epidermis normal. Produksi sel-sel tanduk dalam keadaan seperti ini dapat mendorong lempeng kuku ke atas(3). Lipat kuku Lipat kuku proksimal dan lateral merupakan batas dan pelindung struktur dan menolong arah pertumbuhan kuku(3,5). Lipat kuku proksimal merupakan perluasan dari epidermis pada dorsum kuku yang melindungi matriks dan kutikula adalah produk keratinnya. Struktur ini sangat panting, karena penyakit kuku yang terbanyak, paronikia kronik, terutama mengenai daerah ini. Lipat kuku terdiri dari dua lapis epidermis yaitu bagian

dorsal, yang membentuk dorsal epidermis jari dan bagian ventral yang menutupi lempeng kuku yang baru dibentuk. Proses keratinisasi tidak berbeda dengan epidermis di tempat lain. Lapisan tanduk bagian ventral menjadi melekat dengan permukaan lempeng kuku yang baru dibentuk dan bergerak ke distal untuk jarak pendek. Lapisan tanduk ini disebut kutikula. Penyakit yang mengenai lipat kuku proksimal mempengaruhi lempeng kuku yang baru dibentuk(2). Struktur subkutan Dermis pada apendiks kuku dibatasi oleh falang di bawahnya, dan tidak terdapat jaringan subkutis. Dermis dan epidermis dasar kuku bersatu dengan gambaran tongue in groove. Daerah dermis ini mengandung banyak kapiler yang memberi wama pink, serta badan glomus. Darah dialirkan dari arteri digitalis yang mempunyai banyak cabang dorsal, ventral dan cabang untuk lipat kuku proksimal. Bagian distal membentuk rantingranting proksimal dan distal yang memberi makan pulpa, dasar kuku dan hiponikium. Jalannya saraf sesuai dengan pembuluh darah(3). KELAINAN PADA DASAR DAN LIPAT KUKU Kelainan pada dasar dan lipat kuku dapat dibagi menjadi(5,6,7) : I. Kelainan pada lipat kuku II. Kelainan pada dasar kuku III. Kelainan lain yang dapat terjadi pada dasar dan lipat kuku: 1) Kelainan yang berhubungan dengan penyakit kulit 2) Kelainan yang berhubungan dengan penyakit sistemik 3) Clubbing 4) Kelainan pigmentasi 5) Penyakit herediter/kongenital 6) Tumor

10 Cermin Dunia Kedokteran No. 76, 1992

7) Trauma I. KELAINAN PADA LIPAT KUKU Kelainan yang sering terjadi pada lipat kuku adalah paronikia. Paronikia Lipat kuku dapat terkena infeksi, antara lain oleh bakteri, jamur ataupun yang lainnya(6). Gambaran klinis paronikia adalah merah, bengkak, dapat terjadi akumulasi Pus dan pemisahan lipat kuku dari lempeng kuku, sehingga meninibulkan ruangan yang tidak ada pada kuku normal(6). Beberapa penulis membagi paronikia menjadi paronikia akut dan paronikia kronik(5,8). Paronikia akut Paronikia akut merupakan keluhan yang sering terjadi dan biasanya disebabkan oleh stafilokokus. Keadaan ini dapat didahului oleh trauma lokal, misalnya kuku pecah, atau menggigit kuku, atau dapat pula terjadi tanpa trauma pendahuluan. Juga sering terjadi sebagai komplikasi paronikia kronik, bila terkena organisme lain, termasuk streptokokus, Pseudomonas pyocyaneaceae, organisme koliform dan Proteus vulgaris. Gejalanya adalah bengkak yang nyeri pada lipat kuku dan dapat mengeluarkan pus. Bila letaknya cukup superfisial,'dapat dengan mudah didrainase melalui insisi dengan menggunakan skalpel yang tajam, tanpa anestesi. Lesi yang lebih dalam paling baik diobati dengan antibiotika dulu, tetapi bila tidak cepat membaik, diperlukan insisi dengan anestesi. Beberapa pengarang menganjurkan pengangkatan sepertiga lempeng kuku untuk menambah drainase dan mempercepat penyembuhan(5). Paronikia kronik Ini merupakan satu dari keluhan kuku tersering yang ditemui pada praktek dermatologi. Paronikia kronik sering terjadi pada orang yang tangannya banyak terkena air, terutama orang-orang dengan tangan yang dingin. Sering terjadi pada orang yang diabetik. Lebih sering pada wanita daripada pria. Dapat timbul pada umur berapa saja, tetapi kasus tersering adalah antara 30 sampai 60 tahun. Kadangkadang terlihat pada anak-anak, terutama akibat pengisapan jari atau jempol. Merupakan penyakit yang dominan pada ibu-ibu rumah tangga dan orang yang mempunyai pekerjaan tertentu seperti juru masak, pelayan bar, pedagang ikan(4,5). Gejala dimulai sebagai pembengkakan ringan, jauh lebih ringan daripada paronikia akut. Kutikula dapat hilang dan pus dapat terbentuk di bawah lipat kuku. Keadaan ini biasanya disebabkan oleh infeksi Candida albicans(5). Eksaserbasi akut dapat terjadi dan biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri sekunder. Berbagai organisme dapat ditemukan, termasuk Stafilokokus aureus atau albus, Proteus vulgaris, Escherichia coli dan Pseudomonas pyocyanea. Pada kasus yang lama ukuran kuku dapat berkurang dan kesan ini diperbesar oleh pembesaran lipat kuku(5). Bagian yang sangat penting pada pengobatan paronikia kronik adalah menjaga agar tangan tetap kering. Untuk pekerja-

an yang banyak berhubungan dengan air, pasien dianjurkan untuk memakai sarung tangan karet(4,5,8). Dapat digunakan timol 2-4%, atau alkohol 95% untuk meningkatkan kekeringan(5,8). Anti jamur topikal seperti him mikonasol, klotrimasol, nistatin atau amfoterisin B sebaiknya diberikan. Barlow dkk(5) menganjurkan penggunaan antibiotika topikal pada siang hari dan anti jamur topikal pada malam hari.Bila lebih parah dianjurkan memberikan eritromisin per oral, karena mereka selalu menemukan stafilokok patologik yang sensitif terhadap antibiotik ini pada keadaan ini. Norton menganjurkan untuk mencoba memberikan ketokonasol oral bila terapi antijamur topikal tidak memberikan hasil yang baik(3). Pada pasien dengan tangan dingin, dianjurkan untuk memberikan vasodilator(5). II. KELAINAN PADA DASAR KUKU Dua macam kelainan yang sering terjadi pada dasar kuku adalah onikolisis dan perdarahan(2). Onikolisis Onikolisis merupakan pemisahan lempeng kuku dari dasar kuku(5,7). Bila seluruh kuku terpisah, disebut onikomadesis. Mekanisme pemisahan lempeng kuku belum diketahui, tetapi berhubungan dengan banyak penyakit dan keadaan(6,7). Daerah yang terpisah berwama pucat disebabkan karena kehilangan refleksi cahaya dari dasar kuku. Baran(5) membedakan onikolisis sebagai onikolisis idiopatik dan onikolisis sekunder. Onikolisis idiopatik merupakan pelepasan lempeng kuku dari dasar kuku yang tidak nyeri, yang timbul tanpa sebab yang jelas. Onikolisis sekunder Banyak keadaan yang dapat menyebabkan onikolisis, merupakan satu dari gejala kuku, yang tersering terjadi. Penyebab onikolisis ini dapat dikelompokkan sebagai berikut(5,7) : a) Kelainan dennatologik : psoriasis, infeksi jamur, dermatitis b) Penyakit sistemik : gangguan sirkulasi, hipertiroidism, yellow nail syndrome c) Trauma : trauma minor, kasus karena kerja kimiawi : kosmetik kuku, fluorourasil 5% topikal pada ujung jari. d) Obat. Pengobatan Pasien dianjurkan untuk memotong sebanyak mungkin kuku yang lepas dan memberi sulfasetamid 15% dalam alkohol 50% atau preparat steroid topikal yang mengandung antibiotik dan nistatin pada dasar kuku dua atau tiga kali sehari, atau menggunakan mikonasol hidrokonison him. Perlekatan kembali lambat dan kuku yang terlepas harus dipotong kembali beberapa kali bila perlu. Tujuan pengobatan adalah untuk mencegah infeksi menjadi menetap di bawah kuku yang terlepas, karena ini menyebabkan penebalan dasar kuku dan mencegah perlekatan kembali. Timol 4% dalam khloroform dianjurkan untuk mencegah infeksi dan maserasi lebih lanjut dari dasar kuku, tetapi sering pula diberikan timol 2%, selama pasien dapat mentolerir, dan biasanya efektif(5).

Cermin Dunia Kedokteran No. 76, 1992 11

Perdarahan Perdarahan pada kuku umumnya timbul setelah trauma pada daerah kuku; ukuran dan bentuknya, seperti yang terlihat pada kuku tergantung lokasi dan besarnya perdarahan(6). Perdarahan ke dalam dasar kuku dapat tampak sebagai splinter hemorrhages atau sebagai hematoma yang Was dan nyeri(7). Splinter hemorrhages adalah tanda unik yang timbul hanya pada dasar kuku dan terbentuk akibat hubungan struktur epidermal-dermal pada dasar kuku. Pada dasar kuku rigi epidermal adalah rigi longitudinal yang cocok dengan tongueingroove fashion dengan yang dari epidermis. Dalam rigi dermal inilah perdarahan kecil timbul, seringkali mengenai dua atau tiga rigi, dan memberi gambaran longitudinal tampak seperti pecah (splinter). Bagian dari perdarahan yang tinggal di dermis di reabsorbsi, sedang bagian di epidermis atau di lapisan tanduk kemudian melekat pada lempeng kuku, dan bergerak ke distal dengannya(6). Penyebab yang tersering adalah trauma minor, selain itu splinter haemorrhages juga sering timbul pada berbagai penyakit sistemik, termasuk endokarditis bakterialis subakuta, rheumatoid arthritis yang berat, stenosis mitral, ulserasi peptik, hipertensi dan neoplasma maligna. Dalam praktek dermatologi, sering ditemukan berhubungan dengan psoriasis, dermatitis, dan infeksi jamur pada kuku(5). Pada hematoma yang besar, dapat menimbulkan rasa nyeri. Nyeri yang timbul pada hematoma ini mungkin dapat dikurangi dengan menusuk lempeng kuku dengan alat yang tajam, kauter atau bor kecil(5,7).

yang diencerkan dengan NaCl normal sampai konsentrasi 5mg/ ml. Ditentukan daerah yang paling banyak terkena, dan 0,1 ml solutio dusintikkan dalam 2 atau 3 daerah terpisah pada interval 3 sampai 4 minggu. Ada yang berpendapat bahwa pengobatan ini tidak untuk penggunaan rutin, karena bagaimanapun ada kemungkinan transfer infeksi virus dari satu pasien ke yang lain, karena aparatus ini sulit untuk disterilisasi dan sering terjadi relaps(5). Penyakit Darier Manifestasi penyakit Darier adalah garis merah dan putih longitudinal, rigi longitudinal, lempeng kuku yang rapuh yang menunjukkan iregularitas bentuk V pada tepi distal, dan subungual hiperkeratosis(6). Liken Planus Pada dasar kuku dapat ditemukan papul-papul merah-ungu yang dapat terlihat melalui lempeng kuku, juga hiperkeratosis subungual difus. Berbagai derajat perubahan lempeng kuku dapat ditemukan, dan manifestasi lanjut adalah pembentukan pterigium bila matriks hancur(6,8). Pengobatan penyakit ini sama dengan yang diterangkan pada psoriasis. Bila inflamasi parah, penggunaan kortikosteroid sistemik dapat dicoba untuk mencegah hilangnya kuku secara permanen(8). Dermatitis Kuku dapat terkena segala bentuk dermatitis yang mengenai tangan, dan terutam lipat kuku posterior. Perubahan biasanya distrofik, berakibat kasarnya permukaan lempeng kuku,pitting yang kasar dan beberapa perubahan warna. Rigi melintang dapat tampak pada kuku yang terkena. Dermatitis pada ujung jari dapat disertai onikolisis. Tidak ada pengobatan spesifik dibutuhkan, perubahan pada kuku-kuku akan sembuh perlahan-lahan bila dermatitis terkontrol(6). Herpetic whitlow Penyakit ini jarang terjadi,dan lebih sering terdapat di antara perawat. Ini disebabkan oleh inokulasi virus herpes simplex dan muncul sebagai bula tunggal atau berkelompok dekat dengan kuku, dan dapat memberi gambaran seperti sarang tawon. Mulamula jemih, kemudian bula dapat menjadi purulen dan dapat pecah dan diganti oleh krusta. Lesi ini dapat sangat nyeri. Diagnosis ditegkkan dengan menemukan virus dari bula baru dan dengan pemeriksaan sitologik dari dasar bula. Terapi sesuai dengan pengobatan herpes simpleks di daerah lain(5). 2. Kelainan yang berhubungan dengan penyakit sistemik a. Perubahan yang berhubungan dengan gangguan metabolik(6). Terry's nails. Terdapat pada pasien dengan sirosis dan dianggap berhubungan dengan hipoalbuminemia. Seluruh ujung kuku proksimal berwarna putih sebagai akibat perubahan pada dasar kuku, sedang 1 atau 2 mm distal kuku sering berwarna merah muda. Garis Muehrcke. Adalah garis-garis paralel putih yang ber-

III. KELAINAN LAIN YANG DAPAT TERJADI PADA DASAR DAN LIPAT KUKU 1. Kelainan yang berhubungan dengan penyakit kulit

Psoriasis Perubahan kuku sering terjadi pada psoriasis. Kelainan yang sering terjadi adalah pitting, onikolisis dan perubahan warna serta penebalan subungual dan kelainan lain pada lempeng kuku. Onikolisis (distal atau lateral) yang timbul merupakan akibat lesi psoriatik yang timbul pada hiponychium dan bagian distal dasar kuku. Penebalan subungual adalah akibat lesi psoriatik yang mengenai hiponychium dan bagian distal dasar kuku dalam waktu yang lebih lama daripada onikolisis, menyebabkan penebalan lapisan tanduk di bawah lempeng kuku(5). Pengobatan psoriasis kuku biasanya ditujukan pada pengobatan psoriasis kulit. Bersihnya psoriasis generalisata biasanya diikuti dengan penyembuhan yang terlambat dari kuku. Pengobatan psoriasis dengan metotreksat biasanya membawa penyembuhan pada kuku(5,8). Ada tenggang waktu dari saat obat diberikan sampai suatu kuku baru yang normal terlihat tumbuh dari bawah lipat kuku proksimal(6). Terapi PUVA mungkin dapat berguna. Aplikasi kortikosteroid potensi kuat secara topikal dengan oklusi dapat ditambahkan(5,8). Suntikan lokal pada matriks kuku dan/atau dasar kuku dengan jarum atau Dermo-Jet dapat menolong(5,8). Untuk prosedur ini dipakai triamsinolon

12 Cermin Dunia Kedokteran No. 76, 1992

pasangan terlihat pada pasien dengan hipoalbuminemia. Garisgaris ini tidak bergerak keluar dengan pertumbuhan kuku dan dianggap disebabkan karena perubahan pada dasar kuku. Half and half nails, dilaporkan sering terjadi pada gagal gin jai. Pada kondisi ini bagian proksimal kuku putih dan 20 sampai 50 persen distal merah. Ini juga dihubungkan dengan perubahan dasar kuku. Perubahan ini tidak seluruhnya spesifik karena dapat dijumpai pada orang normal atau pasien dengan penyebab lain yang tidak berhubungan. Lebih jauh, ada variasi berbeda dalam presentasi kuku yaitu putih dan merah pada penyakit ginjal dan hati. .. Yellow nails ditemukan pada pasien dengan edema kronik. Kelainan ini dianggap disebabkan oleh kelainan pada saluran limfatik(6). b. Gangguan sirkulasi Perubahan kuku berhubungan dengan sirkulasi perifer yang terganggu. Pada situasi tertentu, kuku sangat terpengaruh pada efek dingin. Arteri digitalis akan spasme, menyebabkan fenomena Raynaud. Sejumlah perubahan terjadi pada penyakit Raynaud yang lama. Rigi longitudinal, penipisan, pecah longitudinal dan brittle adalah perubahan yang sering timbul. Onikolisis, dan pterigium juga dapat ditemukan. Perubahan yang sama pada kuku dapat disebabkan oleh kelainan oklusif pembuluh darah oleh sebab lain. Iskemi digitalis akuta dapat menyebabkan blue toe syndrome yang disebabkan oleh mikroemboli dari sumber yang lebih proksimal pada cabang arteri. Perubahan lain yang lebih jarang pada gangguan sirkulasi adalah pembentukan pterigium. Ini disebabkan oleh destruksi parsial matriks dan fusi epitel lipat kuku dorsal dan dasar kuku. Pengobatan harus ditujukan pada penyakit yang menyebabkannya dan pasien harus dianjurkan untuk menjaga tangannya hangat setiap waktu. Vasodilator kadang-kadang menolong(6). c. Periungual telangiektasis Telangiektasis pada lipat kuku dapat terlihat pada berbagai penyakit dan pada beberapa orang normal. Perubahan ini sering terlihat pada lupus eritematosus, walaupun tidak dapat dipakai sebagai tanda diagnostik penyakit ini(6). 3. Clubbing Clubbing jari-jari, telah dikenal sejak dulu sebagai tanda dari penyakit yang mendasarinya, tetapi temyata clubbing idiopatik dapat timbul sejak lahir tanpa penyakit yang mendacarinya. Pada fase dini, hanya terjadi hilangnya sudut normal antara lempeng kuku dan lipat kuku posterior. Sudut yang dibuat antara iipat kuku proksimal dan lempeng kuku (sudut Lovibond) melebihi 180 derajat. Pada orang normal sudut ini kurang dari 180 derajat. Selanjutnya falang distal membesar dan dapat terjadi pembesaran kuku. Kebanyakan kasus clubbing jari terjadi pada pasien dengan penyakit paru-paru yang kronik atau penyakit jantung sianotik, tetapi juga terlihat pada pasien dengan penyakit timid dan beberapa penyakit abdominal, termasuk sirosis biller, dan kolitis ulseratif(6). 4. Kelainan pigmentasi

Perubahan warna sehubungan dengan pigmentasi dapat pula terjadi pada dasar kuku, antara lain disebabkan oleh penyakit sistemik seperti Peutz-Jeghers, yang memberi warm hitam oleh pigmen melanin, maupun oleh obat anti malaria seperti khlorokuin yang memberi warna biru-coklat(2,6). 5. Penyakit herediter Sejumlah penyakit yang diturunkan dapat mengenai dasar kuku antara lain penyakit Darier-White, yang mengakibatkan hiperkeratosis dan perubahan warna pada dasar kuku, dan pachyonychia congenita yang menyebabkan hipertrofi pada dasar kuku. Pada pachyonychia congenita, perubahan terutama adalah hipertrofi dasar kuku. Saat lahir kuku tampak normal, tetapi segera sesudahnya perubahan warna kuning-coklat tampak. Perubahan ini berlanjut sampai lempeng kuku terangkat. Pada akrodermatitis enteropatika, suatu penyakit resesif yang berhubungan dengan defisiensi zink yang disebabkan karena absorbsi metal yang buruk dari usus, dapat mengenai daerah periungual. Proses eksematosa yang mengenai lipat kuku proksimal dan lateral dapat menyebabkan perubahan pada lempeng kuku(6). Tumor Tumor-tumor pada daerah kuku relatif sering terjadi. Neoplasma pada daerah kuku terdiri dari tumor jinak dan tumor ganas. Diagnosis klinik kadang-kadang sulit karena faktorfaktor trauma, infeksi, ada atau tidaknya pigmentasi, dan karena lempeng kuku yang translusen menutupi tanda fisik pada dasar kuku. Juga tumor yang dikenal baik di tempat lain, dapat mempunyai bentuk yang lain pada daerah kuku. Daerah paronikial yang mengelilingi dasar kuku dan matriks adalah daerah yang tersering terkena lesi tumor(8). Tumor jinak yang umum terjadi pada kuku Veruka Tumor di sekitar kuku yang tersering adalah verukdo. Veruka periungual dapat diterapi dengan destruksi menggunakan kauter dan kuret atau dengan spray nitrogen cair. Banyak kasus memberi respon yang baik dengan asam salisilat 40%. Veruka di bawah kuku dapat diterapi setelah kuku di atasnya diangkat atau dipotong(6). Granuloma piogenikum Lesi ini biasanya terlihat setelah trauma pada daerah tersebut. Ia dapat berasal dari lipat kuku lateral atau dari hiponikium dan dapat membesar mengenai alas kuku. Destruksi sempurna lesi tersebut dengan elektrodesikasi biasanya memberikan penyembuhan(6). Fibroma Fibroma kuku seringkali timbul pada pasien dengan tuberous selerosis, dan tampak tersering sesudah pubertas. Lokasi biasanya periungual, tetapi dapat juga subungual. Fibroma pada matriks dapat mengakibatkan penipisan dan bahkan destruksi lempeng kuku. Eksisi biasanya menyembuhkan(5,6). 6.

Cermin Dunia Kedokteran No. 76, 1992 13

Nevus junctional Lesi jinak ini tidak jarang timbul pada orang kulit hitam. Sarang-sarang sel nevus pada matriks menyebabkan pigmentasi yang berat pada lempeng kuku(6). Kista miksoid Kista miksoid sering terjadi pada bagian lateral atau dorsal jari bagian distal(6). Masa ini merupakan perubahan degeneratif pada jaringan konektif falang distal. Ia membentuk suatu lesi yang kecil dan kistik dengan permukaan yang licin dan mengkilat hampir translusen(5). Bila terdapat pada lipat kuku proksimal; dapat mempengaruhi pembentukan lempeng kuku(5). Terapi antara lain dengan ditusuk berulang kali, eksisi, cryosurgery, aspirasi lesi dan suntikan triamsinolon, dan pengangkatan lipat kuku proksimal dengan kista yang berhubungan(5). Ekondroma Ini merupakan tumor jinak soliter kartilago yang timbul pada jari-jari. Bila timbul pada falang distal akan menyebabkan pembesaran ujung jari, memberi gambaran seperti clubbing jari. Bila timbul dekat lipat kuku proksimal dapat menyerupai paronikia dan menyebabkan deformitas lempeng kuku(5). Terapi adalah dengan eksisi atau mengangkat jaringan kondroid dan mengisi rongga yang terbentuk, bila perlu dengan bone graft(5,6). Eksostosis subungual Tumor jinak tulang ini tersering dijumpai pada jari kaki yang besar. Tampak sebagai pembengkakan di bawah kuku, dan dapat mendorong ujung kuku, dapat pula menyebabkan deformitas kuku dan rasa nyeri. Penyakit ini dapat didiagnosis dengan radiografi(5,6). Tumor glomus Tumor ini sering berlokasi di daerah subungual dan pada penekanan menimbulkan rasa nyeri yang menjalar. Pengangkatan lempeng kuku dan eksisi tumor ini dari dasar kuku dapat mengurangi gejala dan membawa kesembuhan(6). Keratoakantoma Keratoakantoma subungual, merupakan penyakit yang jarang dijumpai tetapi perlu diketahui, karena dapat mengakibatkan kesalahan teramputasinya jari yang tidak perlu(6). Bila timbul di bawah kuku, tumor ini mempunyai gambaran yang berbeda dari lesi klasiknya. Penyakit ini ditandai dengan pertumbuhan yang cepat dan nyeri, kemerahan, terangkatnya lempeng kuku, dan nekrosis akibat tekanan dari falang di bawahnya. Pemeriksaan radiologis dan histopatologi dapat membantu menegakkan diagnosis(5). Terapi adalah dengan destruksi lokal(6) atau dengan eksisi total sesudah pengangkatan lempeng kuku di atasnya(5). Tumor ganas Karsinoma sel skuamosa Tumor ini biasanya tumbuh lambat dengan rasa nyeri, destruksi lokal dan dapat disertai infeksi bakteri. Pemeriksaan biopsi diperlukan untuk menegakkan diagnosis pasti.

Terapi adalah amputasi bila tulang di bawahnya terkena, dan bila tidak, dilakukan eksisi lokal(5). Karsinoma sel basal Karsinoma sel basal jarang terlihat pada daerah subungual. Terapi adalah dengan eksisi lokal atau elektrodesikasi(6). Melanoma maligna Tumor ini jarang terjadi, tetapi penting untuk diketahui. Biasanya ditandai dengan pertumbuhan subungual yang berpigmentasi, dengan masuknya pigmen ke daerah parokinia (tanda Hutchinson)(5,6,8). Bila diduga melanoma, perlu dilakukan biopsi. Bila diagnosis telah ditegakkan, jari hams diamputasi segera. Kelenjargetah bening perlu diangkat kemudian bila ada dugaan penyebaran sekunder pada daerah ini(5).

7. Trauma Trauma dapat menyebabkan kerusakan kuku dalam berbagai cara. Trauma tersebut dapat tunggal, sekali-sekali, atau berulang (seperti menggigit kuku)(5). Trauma tunggal atau sekali-sekali dapat mengakibatkan perdarahan, pecahnya kuku, atau bila cukup berat, hilangnya seluruh kuku. Trauma yang berulang seringkali lebih ringan, dan pasien mungkin tidak menyadarinya. Beberapa tipe tertentu : Menggigit kuku Ini merupakan kebiasaan yang sangat umum terjadi. Dapat menyebabkan onikolisis dan paronikia(5,7). Terapi biasanya kurang memuaskan, karena pasien sulit untuk menghentikan kebiasaannya. Psikoterapi mungkin berguna untuk beberapa pasien(5). Ingrown nails (kuku yang tumbuh ke dalam) sering merupakan masalah. Timbulnya pada kuku kaki mungkin berhubungan dengan sepatu yang tidak pas, sedangkan pada kuku jari tangan sering disebabkan oleh pemotongan kuku yang tidak rata atau pecahnya lempeng kuku dan diikuti oleh pertumbuhan lempeng kuku ke dalam lipat kuku lateral. Bila tidak diobati, dapat menjadi sangat nyeri, terbentuk indurasi dan jaringan granulasi yang berlebih terbentuk sekitar tepi lempeng kuku yang masuk. Pengobatan dapat sulit dan bekepanjangan. Yang paling penting adalah menyarankanpada pasien untuk memakai sepatu yang cukup lebar dan dapat menghilangkan tekanan lateral. Juga pasien perlu berhati-hati dalam memotong kuku. Pala stadium dini infeksi mungkin dapat diatasi dengan pemberian antiseptik seperti gentian violet. Bila infeksi tersebut lebih parah dan ada selulitis lokal perlu diberikan antibiotik sistemik. Bila jaringan granulasi terbentuk, hams dihancurkan dengan kauterisasi. Bila jalan konservatif ini gagal, perlu dilakukan operasi. Jaringan granulasi perlu dieksisi. Pada beberapa kasus pengangkatan kuku dibutuhkan, dan indikasinya adalah selulitis yang terus menerus, nyeri yang hebat dan kegagalan perbaikan dengan pengobatan yang kurang radikal(5,7).

14 Cermin Dunia Kedokteran No. 76, 1992

Mengisap jari Sering terjadi pada bayi dan anak-anak, dan dapat menyebabkan paronikia(5,7). Trauma fisik/kimiawi pada kutikula Dapat menyebabkan paronikia(9).KEPUSTAKAAN 1. 2. 3. Achten G, Parent D. Review: The normal and pathologic nail. Intemat J Dennatol, 1983; 22: 556-65. Mougin MJ, Civatte J. Nail cyschromia. Intemat J pesmatol, 1981; 22: 279-90. Baden HP, Zaias N. Biology of nails. In: Fitzpatrick TB, Eison AZ, Wolff K. Dermatology in General Medicine, 3rd ed. New York: Mc Graw-Hill Book Co, 1987: 219-223.

4.

Soepardiman L. Kelainan kuku. Dalam: Djuanda A, Djuanda S, Hamzah M, (eds). Bmu Penyakit Kulit dan Kelamin, 1st ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 1987: 259-264. 5. Dawber RPR, Baran R. The nails. In: Rook A, Wilkinson DE et al, Text Book of Dermatology, 4th ed. Blackwell Scientific Publ, 1988: 2039-73. 6. Baden HP, Zaias N. Nails. In: Fitzpatrick TB, Eison AZ et al, Dermatology in General Medicine, 3rd ed. New York: Mc Graw Hill Book Co, 1987: 651-66. 7. Silverman R. Nail and appendageal abnormalities. In: Schachner LA, Hansen RC. Pediatric Dermatology, 1st ed. New York, London: Churchill Livingstone Inc, 1988: 613-31. 8. Norton LA. Disorder of the nails. In: Moschella SL, Hurley HJ. Dermatology, 2nd ed. Philadelphia, London: WB Saunders Co, 1985: 1398-420. 9. Curry RH, Mitchel JC. Chronic Paronychia : Review of several cases. Can. M.A.J., 1961; 85: 1291-5. 10. Beaven DW, Brooks SE. In: A colour atlas of the nail in clinical diagnosis. Wolfe Medical Publ Ltd, 1984: 20-128.

Cermin Dunia Kedokteran No. 76, 1992 15

Dermatofitosis di LP Palembang, LP Lahat dan LP Muara Enim, Sumatera SelatanRS Siregar, Tantawl Djauhari Laboratorium Ilmu Penyakit Kulit & Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/ RSU Palembang

PENDAHULUAN Dermatofitosis adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infeksi jamur golongan dermatofit. Penyakit ini banyak ditemukan di daerah tropis;berhubungan dengan faktor kebersihan, kepadatan penduduk, kelembaban dan tempetatur udara. Penjara atau rumah tahanan (RT)/lembaga pemasyarakatan (LP) adalah pembatasan pada suatu tempat terhadap orangorang yang krisis identitas. Penghuni pen jara biasanya paling sedikit 20 orang dan dilengkapi dengan correctional facility. Penelitian ini dilakukan karena menurut data di RSU Palembang, banyak pasien sakit kulit berasal dari penjara. Begitu juga data dari penjara sendiri; penyakit kulit/jamur merupakan penyakit yang banyak ditemukan dan menempati urutan ke tiga menurut banyaknya penyakit yang diderita penghuni penjara. Penelitian ini dimaksudkan untuk dapat dipergunakan sebagai bahan rujukan ilmiah dan bagi petugas yang bcrkepentingan sebagai pertimbangan dalam mengambil keputusan. BAHAN DAN CARA KERJA Penelitian dilakukan di pen jara : 1. Palembang RT Jl. Merdeka LP kclas I Irk Pakjo LP Anak dan Pemuda Irk Pakjo 2. RT Lahat 3. RT Muaracnim. Dilaksanakan dari bulan Januari sampai dengan Maret 1990. Bahan yang diperlukan : 1. Formulir status 2. Skalpel 3. Lampu spiritus

4. Kaca objek dan penutup 5. Alkohol 70% 6. 6: KOH 20% 7. Kapas 8. Kaca, spidol dan potlot 9. Lampu Wood 10. Media Saboraud agar + glukosa + antibiotik 11. Mikroskop dan inkubator 12. CTM, AAV I II. Penelitian dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Pencatatan jumlah penghuni dari tiap penjara. 2. Pemeriksaan klinis dilakukan pada semua penghuni, menyangkut identifikasi, anamnesis, pemeriksaan status generalis dan status dermato-venereologikus, laboratorik KOH, kultur dan sinar Wood terkecuali penderita yang tidak ada keluhan penyakit kulit. Penderita yang telah didiagnosis klinis penderita penyakit jamur dermatofit diteruskan dengan mengisi formulir kuesioner tentang kebersihan perorangan. 3. Pencatatan kelembaban dan temperatur udara dalam kamar penjara dibandingkan dengan daerah sekitar Palembang, bekerja sama dengan lembaga Klimatologi Jl. Sako Kenten Palembang. 4. Data lain yang dianggap perlu adalah sarana air bersih dan kapasitas ruang penjara terhadap penghuninya. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil kegiatan di atas diolah men jadi tabel-tabel. Pada pengolahan data dapat terlihat besarnya risiko penghuni penjara tersebut untuk mendapatkan penyakit dermatofitosis ditinjau dari sudut kebersihan, kcpadatan penghuni dan pengaruh kelembaban dan temperatur udara.

16 Cermin Dunia Kedokteran No. 76, 1992

Prevalensi dermatofitosis dari total penyakit kulit di penjara di alas adalah sebesar 36,12%, dan dari seluruh penghuni penjara adalah 9,36% (tabel 1). Diagnosis klinis dari total penderita penyakit jamur dermatofitosis yang terbanyak,berturut-turut adalah (tabel 2) : 1. T. Cruris = 69,56% 2. T. Corporis = 13,76% 3. T. Cruris et corporis = 12,3, % 4. Lainnya kurang dari 1,44%. Spesies dermatofitosis yang terbanyak ditemukan adalah sebagai berikut (tabel 3) : = 45,37% 1. Trikofiton mentagrofites 2. Trikofiton rubrum = 26,89% 3. Epidermofiton flokosum = 21,84% 4. Lainnya kurang dari 5,04%. Di tiga lokasi penjara Palembang, dijumpai dari 117 penderita terdapat 98 orang (83,76%) yang mempunyai kebersihan kurang (tabel 4). Hal ini mungkin karena fasilitas air yang belum memadai. Bekerjasama dengan lembaga klimatologi Palembang, telah dilakukan pengukuran temperatur dan kelembaban udara yang ada di dalam kamar penghuni dark daerah sekitar Palembang. Ternyata temperatur dan kelembaban di kamarpenghun penjara lebih tinggi dari daerah sekitar Palembang (tabel 5). Keadaan ini disebabkan karena penghuni pen~jara yang padat dan ventilasi yang kurang, sehingga keringat meningkat lalu udara menjadi lembab dark panas. Prioritas pemecahan masalah dapat dipertimbangkan sebagai berikut : 1. Meningkatkan sarana air betsih. 2. Kapasitas ruang yang memadai untuk dihuni oleh para tahanan. 3. Perlu adanya peningkatan perhatian di bidang kesehatan oleh petugas yang berkepentingan. Dengan memperhatikan ketiga faktor di atas (correctional facility), diharapkan penyakit jamur dermatofitosis akan berkurang.Tabel 1. Prevalensi Dermatofltosis Jumlah Sakit kulit Kapasitas Penghuni (orang) (orang) n % 249 508 139 27,36 Dermatofhosis n 35 % 6,88

Tabel 2.

Diagnosis klinis Dermatofltosis Penjara

Diagnosis

Palembang JI. Merdeka Kls I n=508 n=508 A&P n=234 17 2 4 23 9,82 Lahat Muaraenhn n=120 n=119 4 1 3 1 9 7,5 5 4 3 12 10,08

1. T. Cruris 2. T. Corporis 3. T. Crime et corporis 4. T. Pedis 5. T. Pedis et cmiii 6. T. Cruris et Capitis 7. T. Unguium Total n %

28 4 1 1 1 35 6,88

42 8 6 1 1 1 59 11,13

Tabe1 3. Spesies dennatorita Penjara Species Palembang 1. Trikofiton mentagrofites 2. Trikofiton rubrum 3. Epidennofiton flokosum 4. Mikrosporon gipsium 5. Mikrosgoron kanis TOTAL Tabel 4. 47 23 24 6 1 101 Lahat 5 3 1 9 Muaraenlm 2 6 1 9 54 32 26 6 1 119 Jumlah

Hubungan antara penderita dermatofltoels dan kebersihan di 3 lokasi pen jara. Kebersihan Tempat Penderita dertnatofltosis Cukup Kurang 35 23 59 117 (100 %) 11 24 5 18 3 56 19 98 (16,24%) (83,76%)

No. Nama Penjara RT Jl Merdeka Palembang LP Anak dan Pemuda Palembang LP Klas I Palanbang RT Lahat RT Muaraerim TOTAL

1. RT .11. Merdeka 2. LP. Anak & Pemuda 3. LP. Kls I TOTAL

1.

Tabel 5. 200 234 38 16,23 23 9,82

2.

Hubungan antara kelembaban/temperatur udara di 3 lokasl penjara dan daerah sekitar Palembang. Udara Tempat

3. 4. 5.

350 70 100

508 120 119 1489

89 40 46 382

16,57 33,33 38,65 25,65

59 9 12 138

11,13 7,5 10,08 9,36 1. RT J1. Merdeka 2. LP Anak dan Pemuda 3. LP Kis I Rata=rata 4. Daerah sekitar Palembang

Kelembaban (%) 89,75 89,35 91,70 90,26 86-87

Temperatur (C) 29,05 29,60 27,61 28,75 25-26

Cermin Dunia Kedokteran No. 76, 1992 17

KESIMPULAN Dari penelitian terhadap beberapa lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan di Sumatera Selatan, ternyata : Prevalensi penyakit jamur dermatofitosis cukup tinggi yaitu sebesar 36,12% dari seluruh penderita sakit kulit dan 9,36% dari seluruh penghuni penjara. Diagnosis klinik yang terbanyak adalah T. Cruris yaitu 69,56% dari seluruh penderita penyakit jamur dermatoftosis. Spesies dermatotitosis yang terbanyak ditemukan adalah T. Mentagrofitcs (45,37%). Sedangkan yang lainnya T. Rubrum (26,89%) dan E. Flokosum (21,84%). Di antara penderita dermatofitosis di LP dan RT di Palembang, 83,76% mempunyai tingkat kebersihan yang kurang. Temperatur dan kelembaban udara di kamar penghuni penjara lebih tinggi daripada di daerah sekitar Palembang.

2.

KEPUSTAKAAN 1. Budimulya U. Penyelidikan Derrnatofitosis di RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. Thesis. Universitas Indonesia Jakarta, 1980.

Conant NF, Smith DT, Baker RD, Callaway JL. Manual of Clinical Mycology. 3rd ed. Philadelphia London Toronto : WB Saunders Co. 1971. p.549557. 3. Domonkos AN. Diseases due to fungi. In : Andrew's diseases of the skin, 7th ed., Philadelphia London Toronto: W B Saunders Co. 1982.p. 341402. 4. Ehlers, VM, Stell EW. Ventilation and air conditioning in municipal and rural Sanitation 5th ed., New York Toronto Tokyo : Mc Graw Hill Book Co., 1958. p. 385406. 5. Ekawati Samsul Harun, Urip Suherman, Kasan Sengar. Dermatomikosis Superfisialis di RS Dr. Sutomo. Kumpulan naskah Simposium Dermatomikologi, Bagian llmu Penyakit Kulit dan Kelamin FK UNAIR/RS Dr. Sutomo, Surabaya, 1982. 6. Emmous CW, Benifard CW, Utz JP. Medical Mycology, 2nd ed., Philadelphia : Lea & Febiger, 1970. p. 109181. 7. Encyclopedia Americana, 1977. New York 10022: Americana Corporation, vol. 22, p. 619623. 8. Goodman NL, Shadomy HI. Training manual for medical mycology, Lexington, Kentucky, 1988. p. 129. 9. Kuswadji. Dermatomikosis. Simposium penyakit karena jamur, Jakarta : FKUI 1983, hal. 2534. 10. Neves H, Cavora N. The transmission of Linea cruris, Brit J. Dennatol 1964; 76 : 429436. 11. Puji S. Faktor predisposisi penyakit jamur, Simposium penyakit karena jamur, Jakarta : FKUI 1983, hal. 1619. 12. Siregar RS, Tantawi Djauhari. Dermatoftosisdi Rumah Tahanan Negara dan Lembaga Pemasyarakatan : Penelitian aspek kebersihan, kelembaban dan temperatur. Dexa Media (in press).

18 Cermin Dunia Kedokteran No. 76, 1992

Pengaruh Suhu Pengeraman pada Biakan Malassezia furfurSubakir Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro/ RS Dr. Karyadi, Semarang

RINGKASAN Telah dilapukan biakan kerokan kulit dari lesi tinea versikolorpada media Sabouraud dekstrosa agar yang ditambah minyak kelapa 1%. Jumlah sampel berasal dari 30 kasus tinea versikolor. Tiap sampel kerokan kulit dibiak pada media Sabouraud dan dieram pada suhu inkubator 37C dan pada suhu kamar. Pada pengeraman 37C tumbuh positif 27 biakan M. furfur, sedang pada suh kamar tumbuh 26 biakan; perbedaan ini tidak bermakna (p > 0,05). Rata-rata lama waktu pengeraman pada suhu 37C sebesar 4,6 3,8 hari, sedang pada suhu kamar 5,8 1,4 hari; perbedaan ini bermakna (p < 0,01).M. furfur dapat tumbuh pada suhu 37C dan suhu kamar, tetapi koloninya lebih cepat nampak pada suhu 37C.

PENDAHULUAN Pitiriasis versiklor, atau tinea versikolor, atau panu termasuk mikosis superfisialis yang sering dijumpai. Sekitar 50% penyakit kulit di masyarakat daerah tropis adalah panu, sedang di daerah subtropis sekitar 1 5% dan di daerah dingin kurang dari 1%(1,2). Panu umumnya tidak menimbulkan keluhan, paling-paling sedikit gatal, tetapi lebih sering menyebabkan gangguan kosmetik, terutama pada penderita wanitao). Panu mempunyai gambaran klinis berupa makula keputih-putihan (hipopigmentasi) atau bercak kehitam-hitaman (hiperpigmentasi) serta bersisik halus. Lokalisasinya sering terdapat di wajah, punggung, dada, lengan, paha(1,3). Penyebab panu adalah jamur bersel tunggal atau yeast, yaitu Malassezia furfur atau Pityrosporum orbiculare. Bentuknya

oval-bulat/seperti botol, berukuran 3 8 (1,3,4). Yeast ini mampu membentux hifa (fase hifa) dan bersifat invasif serta patogen. Pada fase hifa terbentuk hifa bersepta yang mudah putus, sehingga nampak hifa-hifa pendek, berujung bulat atau tumpul. Fase hifa ditemukan pada lesi kulit, terutama lesi yang aktif, di samping bentuk yeast. Fase yeast terdapat sebagai flora normal kulit, dan juga pada biakan di media Sabouraud dekstrosa agar yang mengandung minyak zaitun(1,3,4). Dalam diagnosis pitiriasis versikolor, kultur jarang dikerjakan, umumnya cukup berdasar sediaan mikroskopis dari kerokan kulit lesi. M. furfur bersifat lipofilik, tumbuh baik pada media Sabouraud yang ditambahi minyak zaitun'atau minyak kelapa(3,4). Pertumbuhan M. furfur (P. orbiculare) pada media lebih baik pada suhu 37C, dan koloni berbentuk yeast. Bersama ini dilaporkan hasil biakan M. furfur (P. orbiculare) pada media Sabouraud dekstrosa agar yang ditambahi

Cermin Dunia Kedokteran No. 76, 1992 19

minyakkelapa,padapengeraman suhu kamardan suhu inkubator 37oC BAHAN DAN CARA KERJA Bahan adalah kerokan kulit dari 30 kasus tinea versikolor. Diagnosis tinea versikolor ditegakkan berdasar atas adanya hifa dan blastospora (yeast) pada pemeriksaan mikroskopik l erokan kulit dari tempat lesi. Masing-masing kerokan kulit dibiak pada media Sabouraud dekstrosa agar yang ditambah minyak kelapa 1%. Tiap kerokan kulit dibiak pada dua media, dan dieram pada dua keadaan, yaitu pengeraman suhu kamar dan pengeraman suhu inkubator 37C. Biakan diamati setiap hart dan dicatat saat mulai tampak tumbuh. Koloni yang tumbuh diidentifikasi sebagai koloni yeast, wama kuning-coklat dan dibuat sediaan mikroskopis dengan pengecatan Gram atail Metilen biru. Tampak set yeast, sel-sel berbentuk botol. Koloni tersebut diidentifikasi sebagai Malassezia furfur (Pityrosporum orbiculare). HASIL Dari 30 sampel kerokan kulit kasus tinea versikolor, pada biakan suhu 37C, 27 sampel positif tumbuh M. furfur, sedang 3 lainnya negatif. Pada biakan suhu kamar, M. furfur positif tumbuh pada 26 sampel, sedang 4 lainnya negatif. Perbedaan hasil positif seperti di atas, ternyata tidak bermakna (X2= 0,1616; p> 0,5). Pada biakan suhu 37C, dari 30 sampel kerokan kulit kasus tinea versikolor 27 tumbuh positif M. furfur dengan lama waktu antara 1 sampai 10 hari; rata-rata (K) = 4,6 had (SD = 3,8 had). Pada biakan suhu kamar, dari 30 sampel, 26 tumbuh positif M. furfur, dengan lama waktu antara 2 sampai 8 had; rata-rata (x)= 5,8 hari,SD=1,4. Lama waktu tumbuhnya koloni M. furfur pada media Sabouraud dekstrosa agar yang ditambah minyak kelapa 1%, pada suhu 37C dan pada suhu kamar berbeda bermakna (p < 0,01) (Tabel 1); M. furfur dari kasus tinea vesikolor lebih cepat tumbuh pada media Sabouraud dekstrosa agar ditambah minyak kelapa 1%, dengan pengeraman suhu 37C. DISKUSI Pityrosporum orbiculare adalah yeast like, merupakan flora normal kulit(5). Gordon untuk pertama kalinya menemukan P. orbieulare dari lesi Mica versikolor, dan menghubungkannya sebagai agen penyebab(6). Tanaka menyatakan bahwa P. orbiculare adalah fase yeast dan merupakan flora normal, sedang M. furfur adalah fase hifa yang bersifat patogen(6). P. orbiculare bersifat lipofilik dan membutuhkan sumber lipid dad luar untuk pertumbuhannya(5). Penyakitnya disebut tinea versikolor, karena dapat menimbulkan lesi kulit yang hipopigmentasi (putih) atau hiperpigmentasi (hitam)(7,8,9).Lesi hiperpigmentasi umumnya pada bagian kulit yang tertutup pakaian dan tidak terkena sinar matahari. Pada tempat tersebut terbentuk makromelanosom pada lapisan epidermis bawah yang jumlahnya meningkat(8,9), dan di epidermis atas

Tabel 1.

Blakan M. furfur pada Sabouraud dekstrosa agar. Lama pengeraman (hari)

No. Sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Keterangan : X = 4,6 SD = 3,8

37C 3 10 3 4 5 2 1 1 1 2 2 2 5 6 2 2 6 1 3 3 2 2 2 2 3 3 2 X = 5,8 SD = 14 p < 0,01

Suhu kamar 4 (negatif) 4 8 8 8 8 3 3 5 2 2 6 4 6 6 3 3 3 2 4 8 4 4 4 4 4

terbentuk endapan glikogen ekstraseluler yang menyebabkan percepatan turn over stratum korneum(7). Pada lesi hipopigmentasi, terdapat beberapa teori yang menerangkan, di antaranya jamur menghalangi sinar ultra violet, terbentuknya asam karboksilat yang bersifat toksik terhadap melanosit, atau teori lain yang menyatakan adanya melanin berukuran kecil yang tidak ditransfer ke sel keratinosit(7,9); yang lain menyatakan terbentuknya substrat seperti lipid yang berperan sebagai filter terhadap sinar ultra violet dan matahari(9). Tinea versiklordapatterjadipada beberapakeadaan, seperti iklim tropis yang panas, banyak keringat, lembab; seperti kasus pada neonatus umur 2 minggu, karena ditaruh di dalam inkubatoral; adanya akumulasi sebum yang merupakan nutrisi M. furfur, pengobatan ACTH, kortikosteroid, terganggunya sistim imunitas". Perubahan bentuk yeast dari P. orbieulare, menjadi fase hifa yang invasif dan patogen, mungkin disebabkan faktor nutrisi yang esensial, yaitu berupa lipid like(9). M. furfur tumbuh pada media Sabouraud yang mengandung minyak zaitun (olive oil) (4); selain itu juga berhasil dibiak pada media Sabouraud dekstrosa agar ditambah minyak kelapa 1%, dengan pengeraman suhu 37C(11).

20 Cermin Dunia Kedokteran No. 76, 1992

Dari hasil pengamatan, perbedaan suhu pengeraman tidak mempengaruhi hasil biakan positif pada M. furfur; bila ditinjau dari lama pengeraman, terlihat bahwa pertumbuhan M. furfurpada media Sabouraud dekstrosa agar yang ditambah minyak kelapa 1%, ternyatalebih cepat pada pengeraman suhu inkubator 37C dibandingkan pada pengeraman suhu kamar.

KEPUSTAKAAN 1. Conant NF et al. Manual and Clinical Mycology. Philadelphia: WB Saunders Co, 1963. 2. Wyre HW, Johnson WT. Neonatal pityriasis versicolor. Arch Dermatol 1981; 117 :7523. 3. Reneke ES, Rogers AL. Clinical Mycology Manual. Minneapolis: Burgess Publ Co, 1980. 4. Hasen EL, Gordon MA, Reed FC. Laboratory identification of pathogenic fungsi, simplified. Springfield: Charles C Thomas Publ, 1973. 5. Hanna JM et aL Malassezia (Pityrosporum) folliculitis occuring with Granuloma annulare and Alopecia areata, Arch Dermatol 1983; 119 : 86971 6. Tanaka M, Imamura S. Immunological studies on Pityrosporum genus and Malassezia furfur. J Invest Dermatol 1979; 73 : 3214. 7. Mc Daniel WE. Tinea varsicolor. Arch Dennatol 1977; 113 : 51920. 8. Zimmy ML, Trautman RI. Tinea versicolor.Arch Dermatol 1988; 124 : 4924. 9. Borgers M et al. Pityriasis versicolor and Pityrosporum ovale, Int J Dennatol 1987; 26 : 586589. 10. Um KB et al. The epidemiology of Malassezia (Pityrosporon) folliculitis in Singapore. Intl Dermatol 1987; 26 : 438-41. 11. Subakir.IsolasiMelasseziafurfurdaripenderitaTineaversikolor.Kumpulan Abstrak Konggres Nasional V Perhimpunan Mikrobiologi Indonesia, Yogyakarta, 1989.

KESIMPULAN M. furfur adalah agen penyebab pada tnea versikolor, merupakan fase hifa, bersifat invasif serta patogen dan ditemukan pada tempat lesi. P. orbiculare adalah fase yeast, sebagai flora normal. Pertumbuhan M. furfur pada media Sabouraud yang ditambah.minyak kelapa, adalah koloni yeast. M. furfur tumbuh pada suhu 37C dan suhu kamar, lebih cepat tumbuh pada pengeraman suhu inkubator 37C.

Kalender Kegiatan Ilmiah5th ASEAN OTORHINOLARYNGOLOGICAL HEAD AND NECK CONGRESSbertepatan dengan

VISIT ASEAN YEAR 1992TEMPAT : JAKARTA WAKTU : 28 JUNI -1 JULI 1992 KEGIATAN : 1. 25 Juni 1992 Workshop "TEMPORAL BONE DISSECTION" 2. 28 JUNI.1 JUU 1992 CONGRESS Tempat : Hotel Indonesia 3. 2 Jul 1902 'FUNCTIONAL SINUS SURGERY COURSE AND WORKSHOP* 4. 22 Juli 1092 Kasus don Workshop "BRAINSTEM EVOKED RESPONSE AUDIOMETRI" 5. Pameran 24 Perusahaan Farmasi dan Alat Kedokteran SEKRETARIAT R.S. PE R H A T I JL Proklanmsi 48 Jakarta 10320 Telp : (021) 3107839 dan 323389 Teleks : 47839 Bangun 1A. Fax : (021) 720990

Cermin Dunia Kedokteran No. 76, 1992 21

Pengobatan Fluor Albus di Puskesmas Cempaka Putih BaratEmillana Tjltra, Marvel Reny dan Rita Marleta Dewi Pusat Penelitian Penyakit Menular, Badan Penelitian & Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI, Jakarta

ABSTRAK Telah dilakukan pengobatan terhadap 163 penderita fluor albus, di Puskesmas Cempaka Putih Barat I, Jakarta, 411111 11988/1989. Untuk mengetahui penyebab, gejala klinis dan efikasi obat anti fluor albusyang tersedia di Puskesmas, semua penderita diperiksa secara klinis, ginekologis, parasitologis dan bakteriologis. Trichomoniasis (3,7%) terutama ditemukan pada ibu tidak hamil dan tidak KB (50,0%) dengan keluhan bau (83,3%), gatal (50%) dan dispareunia (50%); sedangkan angka kesembuhan dengan metronidazol adalah 100%. Candidiasis (52,8%) terutama ditemukan pada akseptor KB AKDR (49,8%) dengan keluhan bau (66,3%), gatal (25,6%), disuria (5,8%) dan dispareunia (18,6%); sedangkan angka kesembuhan dengan nistatin adalah 80%. Infeksi campuran trichomoniasis dan candidiasis (4,3%) ditemukan padaibu tidak hamil yaitu akseptor KB AKDR, hormonal dan non akseptor KB yaitu masingmasing 28,6%, dengan keluhan bau (85,7%), gatal (57,1%), disuri (14,3%) dan dispareunia (28,7%); sedangkan angka kesembuhan dengan metronidazol dan nistatin adalah 25%. Gonorrhoe (1,2%) terutama ditemukan pada akseptor KB steril (100%) dengan keluhan bau (50%), dan gatal (100%); sedangkan angka kesembuhan dengan amoksilin adalah 100%. Vaginosis (38,0%) terutama ditemukan pada akseptor KB AKDR (50%) dengan keluhan bau (64,5%), gatal (40,3%), disuria (4,8%) dan dispareunia (12,9%). Candidiasis tampaknya merupakan penyebab utama fluor albus kecuali pada akseptor KB kondom dan steril. Umumnya penderita datang berobat karena adanya keluhan bau dan gatal; dan terbanyak ditemukan pada penderita candidiasis. Obat-obat anti fluor albus yang tersedia di Puskesmas ternyata masih cukup efektif kecuali pada pengobatan infeksi campuran.

PENDAHULUAN Fluor albus atau keputihan adalah keluarnya cairan per vaginam yang bukan darah, berlebihan dan disertai dengan keluhan yang sangat tergantung dari kepribadian dan pengetahuannya(1). Penderita fluor albus terutama terdapat pada wanita usia reproduktif(2) sehingga tak mengherankan banyak ditemui di poliklinik KIA (Kesehatan Ibuu dan Anak) Puskesmas.

Fluor albus dapat disebabkan oleh infeksi parasit (trichomoniasis) atau jamur (candidiasis) atau bakteri antara lain gonorrhoe(3,4). Dari keluhan-keluhan dan kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan, dapat diperkirakan penyebabnya dan pemeniksaan laboratorium diperlukan untuk memastikan diagnosis. Supaya dapat mengobati fluor albus, diperlukan pengetahuan tentang penyebab dan gejala-gejala klinis yang ditimbulkan. Keberhasilan pengobatan sangat tergantung pada ketepatan

22 Cermin Dunia Kedokteran No. 76, 1992

diagnosis dan pemberian obat. Khusus pada candidiasis, pengobatan juga sangat tergantung pada adanya faktor predisposisi(2). Saat ini terdapat beberapa obat anti jamur dan antibiotika baru yang hargany cukup mahal dan belum tersedia di Puskesmas. Untuk itu dilakukan penelitian fluor albus untuk mengetahui penyebab, gejala klinik dan efikasi obat anti fluor albus yang tersedia di Puskesmas. BAHAN DAN CARA Penelitian dilakukan di Puskesmas Cempaka Putih Barat I, Jakarta, pada tahun 1988/1989. Semua penderita fluor albus mempunyai buku status dan diperiksa secara : 1. Klinis, dilakukan dengan tanya jawab dan pemeriksaan fisik. 2. Ginekologis, dilakukan dengan inspeksi dart periksa dalam dengan spekulum cocor bebek untuk yang sudah menikah. 3. Parasitologis dan bakteriologis, dilakukan untuk mengetahui penyebab fluor albus dari spesimen yang diambil dengan kapas lidi steril pada waktu dilakukan pemeriksaan inspekulo. Untuk mengetahui adanyaTrichomonasvaginalisdigunakan sediaan langsung memakai larutan garam fisiologis. Candida spp dapat diketahul dengan pemeriksaan sediaan langsung memakai larutati KC1R 10% atau dibiak dengan agar Sabouraud. Nensetia gonorrhoeae dilihat dengan menggunakan pewarnaan Gram Penderita diobati sesuai dengan penyebabnya kecuali ibu hamil yaitu : 1. Trichomoniasis dengan metronidazol 3 X 250 mg/hari, peroral, selama 7 hani. 2. Candidiasis dengan nistatin 1 X 10.000 U/hari, pervaginam, selama 7 hari(2).Tabel 1.

3. Trichomoniasis dan candidiasis dengan metronidazol 3 X 250 mg/hari, peroral; dan nistatin 1 X 10.000 U/hari, pervaginam, selama 7 hari. 4. Gonorrhoe dengan amoksisilin 3g, dosis tunggal, peroral(5). Penderita yang tidak diketemukan penyebabnya dengan pemeriksaan-pemeriksaan tersebut, dikelompokkan sebagai penderita vaginosis atau vaginitis non spesifik(6,7). dan diobati secara simptomatik. Demikian pula ibu hamil dengan fluor albus diobati secara simptomatik. Setelah 7 hari pengobatan, penderita diperiksa ulang untuk menilai keberhasilan pengobatan baik secara klinis, gnekologis, parasitologis dan bakterilogis. Data diolah dan dianalisis secara deskriptif. HASIL Terdapat 163 penderita fluor albus yang datang berobat dengan umur antara 18-56 tahun yang kebetulan semuanya sudah menikah. Ternyata 3,7% kasus adalah trichomoniasis, 52,8% kasus adalah candidiasis, 4,3% kasus adalah infeksi campuran trichomoniasis dan candidiasis, 1,2% kasus adalah gonorrhoe, dan 38,0% kasus adalah vaginosis (tabel 1). Dan 18 ibu hamil dan 25 ibu tidak hamil dan tidak KB yang fluor albus, sebagian besar terinfeksi oleh candidiasis yaitu 66,7% dan 48%. Demikianpulapada77 akseptorKB AKDRdan 30 akseptor KB hormonal yang fluor albus, sebagian besar terinfeksi candidiasis yaitu 54,6% dan 53,3%; sedangkan 2 akseptor KB kondom semuanya terinfeksi vaginosis (100%) dan 11 akseptor KB steril sebagian besar terinfeksi oleh vaginosis yaitu 45,5% (tabel 1). Trichomoniasis tertinggi tampak pada ibu tidak hamil dan tidak KB yaitu 50,0%, sedangkan candidiasis tertinggi pada

Dletribusl penderita fluor aibus berdasarkan keadaan ibu dan penyebabnya, di Puskesmas Cempaka Putih Barat I, Jakarta, tahun 1988/1989 Jumlah penderita

Keadaan ibu n Hamil Tidak hamil Non KB KB AKDR Hotmonal Kondom Steril Jumlah (%) ** Keterangan : T C Go V = = = = 0 3 2 1 0 0 6

T % 0 ** 0* 12,0 50,0 2,6 33,3 3,3 16,7 0 0 0 0 3,7 n 12 12 42 16 0 4 86

C % 66,7 14,0 48,0 14,0 54,6 48,8 53,3 18,6 0 0 36,3 4,6 52,8 n 1 2 2 2 0 0 7

T+C % 5,6 14,2 8,0 28,6 2,6 28,6 6,7 28,6 0 0 0 0 4,3 n 0 0 0 0 0 2 2

Go % 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 18,2 100 1,2 n 5 8 31 11 2 5 62

V % 27,7 8,1 32,0 12,9 40,2 50,0 36,7 17,7 100 3,2 45,5 8,1 38,0

Jumlah n 18 25 77 30 2 11 163 %* 11,1 15,3 47,2 18,4 1,2 6,8 100

trichomoniasis candidiasis gonorrkoe vaginosis

* persen kolom ** persen baris

Cermin Dunia Kedokteran No. 76, 1992 23

Tabel 2.

Gejala klinis penderita fluor albus berdasarkan penyebabnya, di Puskesmas Cempaka Putih Barat I, Jakarta, 1988/1989. Jumlah penderita

GeJala Minis n Bau Gatal Disuria Dispareunia 5 3 0 3

T % n 4,6** 57 . 83,3*** 5,4 22 50,0 0 5 0 10,3 16 50,0 trichomoniasis candidiasis gonorrkoe vaginosis jumlah

C % 52,3 66,3 S9,3 25,7 55,7 5,8 55,2 18,6 n 6 4 1 2

T+C % 5,5 85,7 7,1 57,1 11,0 14,3 6,9 28,7 n 1 2 0 0

Go % 0,9 50 3,6 100 0 0 0 0 n 40 25 3 8

V % 36,7 64,5 44,6 40,3 33,2 4,8 27,6 12,9 n 109 56 9 29

E %* 66,9 34,4 5,5 17,8

Keterangan :

T C Go V E

= = = = =

* ** ***

persen dari jumlah total kasus persen dari jumlah kasus dengan gejala tersebut persen dari jumlah kasus dengan sebab tersebut

akseptor KB AKDR yaitu 48,8%. Infeksi campuran trichomoniasis dan candidiasis dijumpai pada ibu tidak hamil dan tidak KB, juga terdapat pada akseptor KB AKDR dan hormonal yaitu masing-masing 28,6%. Gonorrhoe ditemukan pada akseptor KB steril yaitu 100% dart vaginosis tertinggi pada akseptor KB AKDR yaitu 50% (tabel 1). Da 109 kasus fluor albus yang mengeluh bau, sebagian besar adalah penderita candidiasis (52,3%) dan vaginosis (36,7%). Da 56 kasus fluor albus yang disertai dengan gatal, sebagian besar adalah penderita vaginosis (44,6%) dan candidiasis (39,3%). Da 9 kasus yang mengeluh dengan disuria, sebagian besar adalah penderita candidiasis (55,7%) dan vaginosis (33,2%). Demikian pula dari 29 kasus dispareunia, sebagian besar adalah penderita candidiasis dan vaginosis yaitu 55,2% dan 27,6% (tabel 2). Da 6 penderita trichomoniasis, 83,3% mengeluh ban dan 50% mengeluh gatal dan dispareunia. Dari 86 penderita candidiasis, 66,3% mengeluh bau, 25,6% gatal, 5,8% disuria dan 18,6% dispareunia. Dari 7 penderita infeksi campuran trichomoniasis dan candidiasis, 85,7% mengeluh bau, 57,1% gatal, 14,3% disuria dan 28,7% dispareunia. Dan 2 penderita gonorrhoe, 50% mengeluh bau dan 100% mengeluh gatal. Dari 62 penderita vaginosis, 64,5% mengeluh bau, 40,3% gatal, 4,8% disuria dan 12,9% dispareunia (tabel 2). Hanya 3 dari 6 kasus trichomoniasis yang kembali kontrol setelah 7 hari pengobatan dengan metronidazol, dan semuanya sembuh (100%). Dari 86 kasus candidiasis yang diobati dengan nistatin, hanya 35 yang kembali kontrol setelah 7 han pengobatan, dan 28 dinyatakan sembuh (80%). Dari 7 kasus infeksi campuran trichomoniasis dan candidiasis, hanya 4 yang kembali kontrol setelah 7 hari pengobatan dengan metronidazol dan nistatin, angka kesembuhan adalah 25% dan kegagalan semuanya karena masih adanya infeksi candidiasis. Dari 2 kasus gonorrhoe yang diobati dengan amoksisilin dosis tunggal dan

kembali kontrol pada hari Ice 7, mempunyai angka kesembuhan 100% (tabel 3). PEMBAHASAN Infeksi trichomoniasis (3,7%), candidiasis (52,8%), campuran trichomoniasis dan candidiasis (4,3%), gonorrhoe (1,2%), dan vaginosis (38,0%) dari penderita fluor albus pada penelitian ini, berbeda dengan yang didapatkan oleh Biran (1988) yaitu trichomoniasis 25,6%, candidiasis 39,4%, campuran trichomoniasis dan candidiasis 1,3%, dan vaginosis 33,7%(8). Trichomoniasis yang ditemukan di sini adalah rendah (3,7%) dan hanya ditemukan pada penderita tidak hamil, sedangkan Budihardjo dick (1976) mendapatkan infeksi trichomoniasis 8,9% dan didapatkan tidak hanya pada penderita tidak hamil (9,7%) tetapi juga yang hamil (7,1%)(9). Da penderita trichomoniasis ini, 50% tidak ber KB, 33,3% sebagai akseptor AKDR dan 16,7% akseptor hormonal. Soeprihatin dkk (1976) juga mendapatkan kasus trichomoniasis tinggi pada penderita tidak hamil dan bukan akseptor KB yaitu 63,8%@). Lubis dkk (1988) mendapatkan kasus t ichomoniasis pada akseptor lebih rendah yaitu 23,5% dengan AKDR dan 5,3% dengan hormonal(10); sedangkan Lestadi dkk (1988) mendapatkan trichomoniasis pada akseptor AKDR 16,6%(11). Penderita trichomoniasis umumnya disertai sekret berbau, gatal, disuria, dan dispareunia(2,12). Dalam penelitian ini ditemukan keluhan penderita trichomoniasis berupa bau (83,3%), gatal (50%) dan dispareunia (50%); sedangkan peneliti lain menemukan keluhan gatal hanya 14,3%(9). Dengan hanya jumlah penderita yang kembali kontrol 50%, pengobatan trichomoniasis dengan metronidazol menunjukkan hasil yang baik (100%). Biran (1988) mendapatkan angka kesembuhan 91,7% dengan menggunakan derivat metronidazol(8). Candidiasis yang ditemukan pada penelitian ini cukup tinggi yaitu 52,8%, sedangkan peneliti-peneliti lain mendapatkan lebih

24 Cermin Dunia Kedokteran No. 76, 1992

Tabel 3.

Angka kesembuhan penderita fluor albus setelah pengobatan 1 minggu, di Puskesmas Cempaka Putih Barat I, Jakarta, tahun 1988/1989 Obat Angka kesembuhan % 3/ 3 28135 1/ 4 2/ 2 100 80 25 100

Metronidazol Nistatin Metronidazol dan nistatin Amoksilin

Keterangan : Angka kesembuhan = persen dari kasus yang sembuh dengan obat tersebut setelah 7 hari pengobatan (pada waktu kontrol).

88,3%(11), dan 55,9(10). Kasus vaginosis ini ditemukan pada ibu hamil dan tidal; hamil terutama pada akseptor KB AKDR (50%) dan hormonal (17,7%), sedangkan peneliti lain mendapatkan 28,2% pada akseptor KB AKDR dan 5,7% pada hormonal(10). Keluhan yang mungkin timbul pada penderita vaginosis tergantung penyebabnya, antara lain sekret berbau, disuria, gatal dan dispareunia(12). Keluhan penderita vaginosis yang ditemukan pada penelitian ini adalah sekret berbau (64,5%), gatal (40,3%), dispareunia (12,9%) dan disuria (4,8%). KESIMPULAN Candidiasis merupakan penyebab utama fluor albus kecuali pada akseptor KB kondom dan steril. Penderita fluor albus datang berobat terutama karena adanya keluhan bau dan gatal, dan keluhan terbanyak ditemukan pada penderita candidiasis. Obat-obat anti fluor albus yang tersedia di Puskesmas masih cukup efektif kecuali pada pengobatan infeksi campuran.UCAPAN TERIMA KASIH 1. 2. 3. Ucapan terima kasih ditujukan kepada : Bapak Ka Kanwil/Ka Dinkes Depkes DKI, Ka Sudinkes Jakpus, Ka Puskesmas Cempaka Putih Barat I dan staf, yang memungkinkan penelitian ini dapat terlaksana. Bapak Ka Puslit Penyakit Menular, Badan Litbangkes, Depkes RI, Jakarta, yang mengijinkan makalah ini dapat diterbitkan. Semua teman-teman yang telah membantu penelitian