kti

17
Faktor Resiko dan Penatalaksanaan Bifosfonat pada Osteoporosis Adrian Christianto Yusuf, Alexandro Wiyanda, Bio Swadi Ghutama, Hans Christian, Ksatria Putra Abadi Kabakoran Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510 Abstract Osteoporosis is a chronic disease characterized by reduced bone mass. Factors which affect such as family history, physical activity, nutritional status and habits of high calcium foods.Objective. To analyze the correlation between family history, physical activity, nutritional status and habits of high calcium foods consumption with bone density at postmenopausal women. Keywords :dyslipidemia, management, lipid Abstract Osteoporosis merupakan penyakit kronik yang ditandai dengan pengurangan massa tulang. Faktor yang berpengaruh antara lain riwayat keluarga, aktifitas fisik, status gizi dan kebiasaan mengkonsumsi makanan berkalsium tinggi.Tujuan: Mengetahui hubungan antara riwayat keluarga, aktifitas fisik, status gizi dan kebiasaan mengkonsumsi makanan berkalsium tinggi dengan kepadatan tulang pada wanita postmenopause. Osteoporosis lebih banyak terjadi pada wanita daripada pria. Hal ini disebabkan pengaruh hormon estrogen yang mulai menurun kadarnya dalam tubuh

Upload: ksatria-putra-abadi

Post on 17-Dec-2015

10 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

asd

TRANSCRIPT

Faktor Resiko dan Penatalaksanaan Bifosfonat pada Osteoporosis

Adrian Christianto Yusuf, Alexandro Wiyanda, Bio Swadi Ghutama, Hans Christian, Ksatria Putra Abadi Kabakoran

Fakultas KedokteranUniversitas Kristen Krida WacanaJalan Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510

AbstractOsteoporosis is a chronic disease characterized by reduced bone mass. Factorswhich affect such as family history, physical activity, nutritional status and habits of highcalcium foods.Objective. To analyze the correlation between family history, physical activity,nutritional status and habits of high calcium foods consumption with bone density atpostmenopausal women.Keywords :dyslipidemia, management, lipid

AbstractOsteoporosis merupakan penyakit kronik yang ditandai dengan pengurangan massa tulang. Faktor yang berpengaruh antara lain riwayat keluarga, aktifitas fisik, status gizi dan kebiasaan mengkonsumsi makanan berkalsium tinggi.Tujuan: Mengetahui hubungan antara riwayat keluarga, aktifitas fisik, status gizi dan kebiasaan mengkonsumsi makanan berkalsium tinggi dengan kepadatan tulang pada wanita postmenopause. Osteoporosis lebih banyak terjadi pada wanita daripada pria. Hal ini disebabkan pengaruh hormon estrogen yang mulai menurun kadarnya dalam tubuh sejak usia 35 tahun sedangkan pada pria hormon testoteron turun pada usia 65 tahun. Menurut statistik dunia 1 dari 3 wanita rentan terkena penyakit osteoporosis. Insiden osteoporosis meningkat sejalan dengan meningkatnya populasi usia lanjut[2]. Pada tahun 2005 terdapat 18 juta lanjut usia di Indonesia, jumlah ini akan bertambah hingga 33 juta pada tahun 2020 dengan usia harapan hidup mencapai 70 tahun. Amino-bifosfonat adalah terapi lini pertama untuk pengobatan kebanyakan pasien dengan osteoporosis, dengan kemanjuran yang telah terbukti untuk mengurangi risiko patah tulang di tulang belakang, pinggul, dan tulang nonvertebral situs lainnya.Kata Kunci :dislipidemia, tatalaksana, lipid

PendahuluanOsteoporosis adalah penyakit tulang metabolic yang ditandai oleh penurunan densitas tulang yang parah sehingga mudah terjadi fraktur tulang. Osteoporosis terjadi apabila kecepatan resorpsi tulang sangat melebihi kecepatan pembentukan tulang (formasi tulang). Tulang yang dibentuk normal; akan tetapi, karena jumlah tulang terlalu sedikit, tulang menjadi lemah. Semua tulang dapat mengalami osteoporosis, walaupun osteoporosis biasanya terjadi di tulang pangkal paha, panggul, pergelangan tangan, dan collumna vertebralis.Osteoporosis PrimerMerupakan tipe osteoporosis yang paling banyak, dengan penderita sekitar 95%. Osteoporosis primer, kemudian dibagi lagi menjadi osteoporosis primer tipe 1 dan osteoporosis primer tipe 2.1. Osteoporosis primer tipe 1 (post menopause) : Merupakan tipe yang paling sering ditemukan, yang ditandai dengan meningkatkan aktivitas remodeling tulang. Peningkatan remodeling tulang ini, menyebabkan hilangnya kepadatan tulang-tulang trabekular. Onset dari tipe 1 ini berkaitan dengan kehilangan hormone estrogen, jadi secara tidak langsung, penyakit tipe 1 ini lebih banyak di derita oleh wanita dibandingkan dengan pria (6:1). Efek langsung dari hilangnya kepadatan tulang trabekular adalah dapat menyebabkan tulang menjadi lebih mudah fraktur. Fraktur tulang vertebra, pergelangan tangan dan ankle adalah jenis fraktur yang paling sering terjadi. Fraktur pada vertebra biasanya menyebabkan deformitas dan sakit. Pasien biasanya akan semakin mengecil karena kehilangan sekitar 25% dari tinggi vertebra mereka. 2. Osteoporosis primer tipe 2 ( senile osteoporosis ) : osteoporosis ini terjadi karena kaitannya dengan usia dan bisa menyerang baik wanita maupun pria yang berusia di atas 70 tahun, walaupun dalam kenyataannya, wanita lebih beresiko 2 kali lebih banyak terkena osteoporosis tipe 2 ini dibandingkan dengan pria. Osteoporosis tipe 2 ini, hilangnya kepadatan tulang terjadi secara perlahan (pelan), dimulai sejak umur 40 tahun dan terus berlanjut selama beberapa decade kemudian. Tidak seperti tipe 1 yang hanya kehilangan tulang trabekular, tipe 2 mengalami kehilangan tulang trabekular dan kortikal dalam jumlah yang sama. Dalam prosesnya, osteoklas dalam tulang melakukan resorpsi dalam batas yang normal, tetapi karena aktivitas dari osteoblas terganggu, sehingga aktivitasnya di bawah normal sehingga produksi matriks tulang menurun, maka sebagai hasilnya, tulang trabekular secara perlahan menjadi lebih tipis dan tebal dari korteks tulang kortikal menurun. Fraktur yang paling sering terjadi adalah fraktur pada panggul ( hip / coxae ), tulang humerus proksimal, tibia proksimal dan pelvis.9

Osteoporosis SekunderDapat terjadi pada tiap kelompok umur. Penyebabnya meliputi ekses kortikosteroid, hipertirodisme, multipel mieloma, malnutrisi, defisiensi estrogen, hiperparatiroidisme, faktor genetik, dan obat-obatan.9Faktor RisikoResiko osteoporosis meningkat dengan semakin menuanya usia. Osteoporosis senilis merupakan osteoporosis yang paling sering mengenai manusia yang berumur 70 tahun atau lebih. Sedangkan untuk osteoporosis post menopause, paling tinggi menyerang wanita berusia 50-70 tahun. Resiko osteoporosis juga meningkat sesuai dengan faktor sex (kelamin). Wanita lebih memiliki resiko osteoporosis dibandingkan dengan pria. Menurut badan penelitian di Amerika, 80% wanita dari 10 juta manusia yang mengamali osteoporosis adalah wanita.12 Tabel 1. Prevalensi Osteoporosis Menurut RasRace/EthnicitySex (age 50 y)% Estimated to have osteoporosis% Estimated to have low bone mass

Non-Hispanic white; AsianWomen2052

Men735

Non-Hispanic blackWomen5*

Men419

HispanicWomen1049

Men323

Source:National Osteoporosis Foundation. Fast factsManifestasi Klinisa) Nyeri. Gejala awal tersering adalah nyeri pinggang tanpa tanda-tanda sebelumnya, biasanya nyeri ini timbul sesudah mengangkat barang berat. Sifat nyeri tersebut tajam atau seperti terbakar, yang bertambah hebat bila bergerak membungkuk, mengangkat beban lebih berat, melompat, atau tanpa trauma sedikit pun. Keadaan ini menunjukkan adanya fraktur kompresi pada korpus vertebra. Vertebra yang paling sering terkena adalah T12 dan L1.b) Deformitas. Osteoporosis tidak menyebabkan deformitas pada ekstremitas, kecuali bila ada fraktur. Deformitas collumna vertebralis akan terjadi sesudah fraktur kompresi yang berulang-ulang. Terkadang deformitas muncul tanpa ada nyeri pinggang yang nyata. Deformitas tersebut meliputi : Penurunan tinggi badan : adanya fraktur kompresi ini menyebabkan tinggi badan dapat berkurang beberapa sentimeter apabila proses tersebut mengenai beberapa corpus vertebra. Kifosis : kelainan ini muncul sebagai gejala khas adanya proses osteoporosis.c) Fraktur. Fraktur patologis pada ekstremitas dapat menyebabkan deformitas. Tempat yang paling sering terkena fraktur akibat dari osteoporosis adalah colum femoris dan radius distalis yang terjadi karena jatuh.13

BIFOSFONATDari banyak uji klinik, terbukti bahwa golongan obat bifosfonat menduduki posisi penting dalam pencegahan dan terapi osteoporosis. Golongan obat ini dikenal sebagai obat antiresorpsi karena secara aktif menghambat resorpsi tulang, menghambat kerja dan juga menyebabkan apoptosis osteoklas. Secara in vitro, telah dibuktikan bahwa bifosfonat mempunyai efek anabolic pada osteoblas, ini menyimpulkan bahwa selain menghambat osteoklas, bifostonat juga merupakan promoter proliferasi dan maturasi osteoblas.14Secara farmakodinamik, absorpsi bisfosfonat sangat buruk, sehingga harus diberikan dalam keadaan perut kosong dengan dibarengi 2 gelas air putih (240 ml) dan setelah itu penderita harus dalam posisi tegak selama 30 menit. Sementara jenis minuman lain seperti kopi, teh, susu dan jus buah justru akan menghambat absorpsi obat-obatan golongan bifosfonat. Bisfosfonat generasi I juga memiliki efek samping lain, yaitu mengganggu mineralisasi tulang, sehingga tidak boleh diberikan secara kontinu, harus siklik, misalnya etidronat dan klodronat. Efek samping bisfosfonat adalah refluks esofagitis dan hipokalsemia. Oleh sebab itu, penderita yang memperoleh asupan bisfosfonat harus diperhatikan asupan kalsiumnya.Dari berbagai penelitian dengan bisfosfonat, ternyata obat ini juga mempunyai efek yang baik untuk pencegahan dan pengobatan osteoporosis akibat steroid karena dapat meningkatkan BMD pada daerah lumbal. Hasil perbaikan massa tulang baru tampak setelah 2-3 bulan.Penelitian terbaru tahun 2005 menunjukkan bahwa dosis bisfosfonat 1x seminggu lebih baik dibandingkan 1x sehari dalam hal kepatuhan dan kesinambungan dalam terapi yang akan berdampak pada hasil terapi.Penggunaan Etidronate akan menyebabkan hambatan pada mineralisasi tulang. Pemberian dosis 20 mg/kgBB menyebabkan osteomalacia, sehingga perlu perhatian khusus untuk pemberian jangka panjang. Salah satu upaya pencegahan gangguan proses mineralisasi adalah dengan pemberian dosis intermiten. Pada uji klinik membuktikan pemberian etidronate intermiten dosis 400 mg per hari selama 2 minggu, dilanjutkan 3 bulan tanpa terapi akan meningkatkan massa tulang selama beberapa tahun tanpa efek samping osteomalacia dan mengurangi kejadian fraktur vertebra.Alendronate merupakan agen bifosfonat yang lebih poten sebagai antiresorpsi dan antimineralisasi sehingga lebih efektif dalam menekan turnover tulang tanpa resiko osteomalacia. Obat ini telah disetujui penggunaannya oleh FDA untuk terapi pencegahan dan pengobatan osteoporosis menopause maupun osteoporosis akibat terapi glukokortikoid. Untuk pengobatan kasus osteoporosis, dosis alendronate yang telah ditetapkan adalah 10 mg per hari, sedangkan dosis pencegahan adalah 5 mg per hari. Saat ini telah tersedia dosis 1 kali seminggu yang telah disepakati untuk terapi pencegahan dan pengobatan osteoporosis post menopause. Agen ini juga terbukti dapat meningkatkan densitas tulang pada pria dengan osteoporosis.Golongan bifosfonat lain yaitu Pamidronate, mempunyai aktivitas yang mirip dengan alendronate dan telah disetujui untuk terapi hiperkalsemia pada keganasan. Cara pemberian obat ini adalah dengan infus intravena dengan dosis 60-90 mg selama lebih dari 4 jam. Pamidronate tidak dapat diberikan per oral karena menimbulkan esofagitis yang parah. Obat ini dapat diberikan pada pasien yang tidak dapat mentoleransi alendronate.Risedronate, merupakan agen bifosfonat terbaru yang lebih poten dari alendronate dalam mencegah resopsi tulang. Obat ini juga telah disetujui FDA sebagai terapi pencegahan dan pengobatan osteoporosis post menopause dan osteoporosis akibat terapi glukokortikoid. Agen ini tidak begitu mengiritasi esofagus. Makanan, kalsium, zat besi, vitamin, mineral, antasida yang mengandung alumunium, magnesium, dan kalsium dapat menghambat absorpsi risedronate. Oleh karena itu sebaiknya pemberian risedronate sebaiknya pagi hari sebelum makan bersama segelas air putih dan baru boleh makan atau minum 30 menit sesudahnya.

Cara Kerja Bifosfonat Bisfosfonat dapat mengurangi resorpsi tulang oleh osteoklas dengan cara berikatan pada permukaan tulang dan menghambat kerja osteoklas dengan cara mengurangi produksi proton dan enzim lisosomal dibawah osteoklas. Selain itu, beberapa bisfosfonat juga dapat mempengaruhi aktifasi prekursor osteoklas, diferensiasi prekursor osteoklas menjadi osteoklas yang matang, kemotaksis, perlekatan osteoklas pada permukaan tulang dan apoptosis osteoklas.

Bisfosfonat juga memiliki efek tak langsung terhadap osteoklas dengan cara merangsang osteoblas menghasilkan substansi yang dapat menghambat osteoklas dan menurunkan kadar stimulator osteoklas. Beberapa penelitian juga mendapatkan bahwa bisfosfonat dapat meningkatkan jumlah dan diferensiasi osteoblas. Dengan mengurangi aktifitas osteoklas, maka pemberian bisfosfonat akan memberikan keseimbangan yang positif pada unit remodeling tulang.

Pemberian bisfosfonat oral akan diabsorpsi di usus halus dan absorpsinya sangat buruk, kurang dari 5% dari dosis yang diminum. Jumlah yang diabsorpsi juga tergantung pada dosis yang diminum. Absorpsi juga akan terhambat bila bisfosfonat diberikan bersama-sama dengan kalsium, kation divalen lainnya dan berbagai minuman kecuali air. Bisfosfonat harus diminum dengan air, idealnya pada pagi hari pada waktu bangun tidur dalam keadaan perut kosong. Setelah itu penderita tidak diperkenankan makan apapun, minimal selama 30 menit dan selama itu penderita harus dalam posisi tegak, tidak boleh berbaring. Khusus untuk etidronat, dapat diberikan 2 jam sebelum atau 2 jam setelah makan, karena absorpsinya tidak terlalu dipengaruhi oleh makanan.

Sekitar 20-50% bisfosfonat yang diabsorpsi, akan melekat pada permukaan tulang setelah 12-24 jam. Setelah berikatan dengan tulang dan beraksi terhadap osteoklas, bisfosfonat akan tetap berada didalam tulang selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun, tetapi tidak aktif lagi.Bisfosfonat yang tidak melekat pada tulang, tidak akan mengalami metabolisme didalam tubuh dan akan diekskresikan dalam bentuk utuh melalui ginjal, sehingga pemberiannya pada penderita gagal ginjal harus berhati-hati.Nama nama obat bifosfonatKelompokNama generikNama dagangKemasanDosis

BifosfonatRisedronatActonelTablet, 35mgOsteoporosis: 35mg, seminggu sekali

AlendronatAlovelOsteofarVorosteNichosporTablet 10mgOsteoporosis: 10mg/hari setiap hari

PamidronatArediaVial 15mg/10ml,30mg/10ml,60mg/5mlHiperkalsemia akibat keganasan, osteolisis akibat keganasan: 60-90mg, per-drip selama 4 jam

KlodronatBonefosOstacVial 300mg/5mlHiperkalsemia akibat keganasan, osteolisis akibat keganasan: 300mg/hari, per-drip selama 2 jam, 5 hari berturut-turut

ZoledronatZometaVial 4mgHiperkalsemia akibat keganasan: 4mg per-drip dalam 15 menit, dapat diulang dalam waktu 7 hari. Metafisis tulang: 4mg per-drip dalam 15 menit, tiap 3-4 minggu sekali.

Penggunaan & Dosis Terapeutik Etidronat

Untuk terapi osteoporosis, etidronat dapat diberikan dengan dosis 400 mg/hari selama 2 minggu, dilanjutkan dengan suplementasi kalsium 500 mg/hari selama 76 hari. Siklus ini diulang tiap 3 bulan. Pemberian secara siklik bertujuan untuk mengatasi gangguan mineralisasi akibat pemberian etidronat jangka panjang terus menerus.

Klodronat

Untuk osteoporosis, klodronat dapat diberikan dengan dosis 400 mg/hari selama 1 bulan dilanjutkan dengan suplementasi kalsium selama 2 bulan. Siklus ini dapat diulang setiap 3 bulan. Sama halnya dengan etidronat, pemberian klodronat jangka panjang terus menerus juga akan mengganggu mineralisasi tulang.

Untuk mengatasi penyakit Paget dan hiperkalsemia akibat keganasan, klodronat dapat diberikan dengan dosis 1500 mg secara drip intravena selama 4 jam atau 300 mg/hari perdrip selama 5 hari berturut-turut

Pamidronat

Pamidronat biasanya diberikan melalui infus intravena. Untuk penyakit Paget, diberikan dengan dosis 60 mg/kali selama 4 jam drip intravena, sedangkan untuk hiperkalsemia akibat keganasan dapat diberikan sampai 90 mg/kali selama 6 jam drip intravena.

Alendronat

Alendronat merupakan aminobisfosfonat yang sangat poten. Untuk terapi osteoporosis, dapat diberikan dengan dosis 10 mg/hari setiap hari secara kontinyu, karena tidak mengganggu mineralisasi tulang. Untuk penyakit Paget, diberikan dosis 40 mg/hari selama 6 bulan. Risedronat

Risedronat juga merupakan bisfosfonat generasi ketiga yang poten. Untuk mengatasi penyakit Paget, diperlukan dosis 30 mg/hari selama 2 bulan, sedangkan untuk terapi osteoporosis diperlukan dosis 5 mg/hari secara kontinyu. Berbagai penelitian membuktikan bahwa risedronat merupakan obat yang efektif untuk mengatasi osteoporosis dan mengurangi risiko fraktur pada wanita dengan osteoporosis pasca menopause dan wanita dengan menopause artifisial akibat pengobatan karsinoma payudara.

Efek SampingDapat mengganggu mineralisasi tulang, dengan akibat akumulasi osteoid yang tidak mengalami mineralisasi yang akan memberikan gambaran klinik dan histologik seperti osteomalasia, yaitu nyeri tulang yang difus dan risiko fraktur.

Nausea dan vomitus juga sering didapat pada penderita yang mendapat etidronat dosis untuk penyakit paget, tetapi jarang didapatkan pada dosis untuk osteoporosis.

Gangguan gastrointestinal atas juga sering didapatkan pada pemberian aminobisfosfonat, yaitu alendronat, karena dapat mengiritasi esofagus dan menyebabkan esofagitis erosif. Oleh sebab itu alendronat harus diminum dengan air yang cukup banyak dan tidak boleh diberikan pada penderita dengan gangguan esofagus, misalnya striktura esofagus, akalasia, dismotilitas esofagus, dan juga pada penderita-penderita yang tidak dapat tegak.

Reaksi fase akut, berupa demam dan limfopenia, sering terjadi pada pemberian pamidronat parenteral, tetapi efek ini akan berkurang pada pemberian berulang. Reaksi idiosinkrasi berupa gagal ginjal akut, bronkokonstriksi, ketulian pada penderita otosklerosis, komplikasi pada mata, peritonitis aseptik dan ruam pada kulit, dapat terjadi pada pemberian bisfosfonat. Sejauh ini, risedronat, ibandronat dan zoledronat diketahui tidak bersifat toksik.

KesimpulanTujuan pengelolaan osteoporosis bukan hanya untuk menurunkan resorpsi tulang dan meningkatkan densitas tulang, tetapi yang terpenting adalah mencegah fraktur.Latihan dan program rehabilitasi sangat penting bagi penderita osteoporosis karena dengan latihan yang teratur, penderita akan menjadi lebih lincah, tangkas dan kuat otot-ototnya sehingga tidak mudah terjatuh. Selain itu latihan juga akan mencegah perburukan osteoporosis karena terdapat rangsangan biofisikoelektrokemikal yang akan meningkatkan remodeling tulang.Pencegahan Primer, mengkonsumsi makanan yang mengandung kalsium, melakukan latihan fisik, hindari faktor yang menghambat penyerapan kalsium atau mengganggu pembentukan tulang. Pencegahan Sekunder, konsumsi kalsium dilanjutkan pada periode menopause, Terapi Sulih Hormon (TSH), latihan fisik yang bersifat spesifik dan individual, calcitonin, vitamin D dan thiazide. Pencegahan Tertier, setelah pasien mengalami fraktur, jangan dibiarkan melakukan gerak (mobilisasi) terlalu lama. Sejak awal perawatan, disusun rencana mobilisasi, mulai mobilisasi pasif sampai aktif dan berfungsi mandiri.Penatalaksanaan pada osteoporosis sekarang tidak diperbolehkan menggunakan terapi hormonal, dikarenakan dapat menjadi pemicu terjadinya tumor payudara dan serviks. Preparat bifosfonat yang paling sering digunakan adalah Alendronat karena merupakan agen bifosfonat yang lebih poten sebagai antiresorpsi dan antimineralisasi sehingga lebih efektif dalam menekan turnover tulang tanpa resiko osteomalacia. Obat ini telah disetujui penggunaannya oleh FDA untuk terapi pencegahan dan pengobatan osteoporosis menopause maupun osteoporosis akibat terapi glukokortikoid.Daftar Pustaka1.