kritik islam terhadap uud 1945
TRANSCRIPT
Kritik terhadap UUD 45 yang sekarang dalam pembahasan secara intensif untuk amandemen, dibuat
semata untuk menunjukkan bahwa undang-undang dasar yang selama ini telah diterima begitu saja (taken for
granted) bahkan selama lebih dari 30 tahun cenderung dikeramatkan, sesungguhnya mengandung kelemahan
bahkan kesalahan yang sangat mendasar bila dilihat dari kacamata Islam. Kesalahan mendasar ini wajar terjadi
mengingat memang sejak dari awal undang-undang dasar ini memang tidak dibuat dalam kerangka sistem Islam.
Setelah sekian puluh tahun berlalu semenjak diundangkan, kelemahan dan kesalahan mendasar dari
Undang Undang Dasar itu semakin terlihat dan ternyata memberikan pengaruh buruk yang sangat nyata di tengah
masyarakat. Undang-undang yang dibuat semestinya untuk menata kehidupan bermasyarakat dan bernegara
agar tercipta masyarakat yang adil, damai dan sejahtera, yang terjadi justru sebaliknya. Berbagai krisis, baik di
bidang ekonomi, politik, sosial, budaya dan pendidikan terus menerus terjadi dan datang silih berganti, bahkan
bersamaan seperti yang sekarang tengah berlangsung. Akhirnya, bukan masyarakat adil, damai dan sejahtera
yang terbentuk, melainkan masyarakat yang sarat dengan kesenjangan, ketidak adilan dan ketidaknyamanan
serta ketidakamanan.
Untuk itu diperlukan perombakan bahkan pergantian, bukan sekadar amandemen atau perbaikan karena
istilah amandemen mengandung arti sebagai suatu perubahan yang bersifat modifikatif tanpa meninggalkan
bangunan dasarnya, dari Undang Undang Dasar 45 itu agar bisa didapat sebuah undang undang baru yang
sesuai dengan prinsip religiusitas bangsa Indonesia yang mayoritas muslim. Berangkat dari pemikiran itulah maka
Hizbut Tahrir Indonesia mengajukan dua naskah, yakni Kritik Undang Undang Dasar 45 yang berisi kritik dalam
perspektif Islam terhadap UUD 45, dan Rancangan Undang Undang Dasar Islam. Harapannya, semua itu bisa
memberikan pencerahan kepada umat dan selanjutnya terus diperjuangkan oleh seluruh komponen umat baik
para ulama, cendekiawan, polisi dan tentara, kaum profesional, buruh, tani, pemuda, pelajar dan sebagainya,
lebih khusus para anggota parlemen yang beragama Islam yang bertanggungjawab atas setiap perundangan
yang terlahir di negeri ini, sehingga akhirnya dapat diujudkan dalam tatanan kehidupan bermasyarakat dan
bernegara. Insya Allah.
Wassalam
Pimpinan Pusat
Hizbut Tahrir Indonesia
Muhammad Ismail Yusanto
HP: 0811-119697
Kata Pengantar
Kritik Islam Terhadap UUD 1945
2
Kata Pengantar .................................................................................................................... 1
Daftar Isi ................................................................................................................................. 2
Pendahuluan ........................................................................................................................ 4
Kritik Islam Terhadap UUD 1945 .................................................................................. 8
Bab I Bentuk dan Kedaulatan ....................................................................................... 8
Bab II Majelis Permusyawaratan ................................................................................... 8
Bab III Kekuasaan Pemerintahan Negara ..................................................................... 9
Bab XIII Pendidikan ....................................................................................................... 23
Bab IV Kesejahteraan Sosial ......................................................................................... 24
Bab XV Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan .................. 24
Daftar Isi
Kritik Islam Terhadap UUD 1945
3
PENDAHULUAN
Kritik Islam Terhadap UUD 1945
4
PENDAHULUAN
Undang-undang Dasar sebuah negara merupakan sumber hukum terpenting, dan
menjadi landasan hukum utama bagi seluruh peraturan perundang-undangan yang ada
di bawahnya. Undang-undang Dasar juga menghimpun seluruh mekanisme kerja
sebuah negara, baik menyangkut hubungan antara rakyatnya, antara penguasa dan rakyatnya, antara lembaga-
lembaga negara, dan antara institusi negara dengan negara lainnya. Lebih dari itu Undang-undang Dasar
merupakan penterjemahan secara umum namun praktis dari sebuah ideologi atau pandangan hidup tertentu,
yang menjadi dasar/asas dari Undang-undang Dasar.
Oleh karena itu, shahih tidaknya sebuah Undang-undang Dasar amat ditentukan oleh shahih tidaknya
ideologi atau pandangan hidup yang menjadi landasannya. Sama halnya dengan lurus tidaknya kehidupan
masyarakat, kehidupan penguasa, hubungan diantara keduanya, dan interaksi negara tersebut dengan negara
lain, amat ditentukan oleh shahih tidaknya muatan dari Undang-undang Dasar.
Berdasarkan hal ini, maka kami Hizbut Tahrir Indonesia menyampaikan kritik terhadap Undang-undang
Dasar 1945, sekaligus menyampaikan rancangan Undang-undang Dasar Islam (Dustûr Islâm).
1. Undang-undang Dasar 1945 adalah produk akal manusia, sedangkan Undang-undang Dasar Islam
merujuk kepada Wahyu Allah Swt dan tuntunan Sunnah Rasulullah saw.
Undang-undang Dasar 1945 disusun berdasarkan kondisi masyarakat, kondisi politik dan keterbatasan akal
para penyusunnya. Disamping itu juga sarat dengan berbagai kepentingan yang muncul saat itu dari para
penyusunnya tersebut. Adanya keterbatasan, kontradiksi antara peringkat hukum maupun antara butir-
butirnya, berbagai persepsi yang tak berkesudahan dan munculnya berbagai kepentingan saat itu merupakan
konsekwensi logis dari sebuah Undang-undang Dasar yang merujuk pada pendapat-pendapat manusia yang
tidak memiliki tolok ukur sama dalam benar dan salah. Islam mengkritisi hal itu dalam firman Allah Swt:
ن هللا حكما لقوم يوقنون أفحكم الجاهلية يبغون ومن أحسن م “Apakah (sistem) hukum Jahiliyah (yang bukan Islam) yang mereka kehendaki. Dan (sistem) hukum siapakah
yang lebih baik dari pada (sistem) hukum Allah bagi orang-orang yang yakin?” (TQS. Al-Maidah [5]: 50)
Islam adalah sebuah ‘ideologi’ yang tidak memiliki cacat maupun kelemahan, karena berasal dari Al-Khaliq
(Sang Pencipta manusia dan seluruh alam semesta), yang memiliki Pengetahuan tanpa batas, Keadilan tanpa
cela, dan tidak membutuhkan sesuatu apapun dari manusia maupun makhluk-makhluk-Nya. Fakta seperti ini
cukup menjadi alasan bagi kita bahwa standardisasi/tolok ukur benar salah yang hakiki adalah benar salah
menurut ‘ideologi’ Islam.
2. Undang-undang Dasar 1945 berlandaskan ideologi sekular yang tidak jelas.
Undang-undang Dasar 1945 berlandaskan pada ideologi Pancasila. Meskipun pada butir pertama diletakkan
sila Ketuhanan Yang Maha Esa, akan tetapi Pancasila tidak menjelaskan peran agama di dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Hal ini berakibat pada ketidakjelasan konsep negara. Indonesia bukan negara
agama, bukan pula negara sekular, tidak termasuk negara Komunis, lalu termasuk negara apa?
Ketidakjelasan konsep ini berimplikasi sangat luas, sehingga berakibat pada ketidakjelasan konsep-konsep
lainnya. Seperti konsep ekonomi, konsep politik dalam negeri, konsep politik luar negeri, konsep pendidikan,
konsep peradilan dan hukum, konsep pertahanan dan militer, konsep kehidupan sosial kemasyarakatan dan
Kritik Islam Terhadap UUD 1945
5
sejenisnya. Apabila pada tataran konsep masih belum jelas, maka pada tataran praktis akan muncul
kesimpangsiuran dan kerusakan fatal. Pada akhirnya negara yang tidak memiliki ideologi atau lemah
ideologinya pasti akan membebek terhadap negara lain yang memiliki ideologi kuat.
3. Undang-undang Dasar 1945 berlandaskan pada kedaulatan di tangan rakyat. Sedangkan Islam menjadikan
kedaulatan itu di tangan Allah Swt.
Meletakkan kedaulatan ada di tangan rakyat bertentangan dengan konsep Islam yang menjadikan kedaulatan
itu berada di tangan Syara’ (Allah Swt). Firman-Nya:
إن الحكم إال هلل يقص الحق وهو خير الفاصلين “(Hak) Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia Pemberi
keputusan yang paling baik.” (TQS. Al An’am [6]: 57)
ر م وهو أسح كح اسبي أال له الح ع الح “Ketahuilah, bahwa (hak menetapkan) hukum itu kepunyaan Allah. Dan Dialah Pembuat perhitungan yang
paling cepat.” (TQS. Al-An’am [6]: 62)
Apabila wewenang menetapkan hukum berada di tangan manusia, maka akan muncul kontradiksi, perubahan-
perubahan hukum, dan hancurnya pilar-pilar hukum. Yang haram menjadi halal. Yang halal menjadi haram. Al-
Quran menyebut produk-produk hukum buatan manusia itu sebagai hukum thaghut. Al-Quran menyebut pula
para pembuat hukum dan perundang-undangan sebagai thaghut. Firman Allah Swt:
فروا به يريدون أنح ي تحاكموا إل الطاغوت وقدح أمروا أنح يكح“Mereka hendak bertahkim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintahkan untuk mengingkari thaghut
itu.” (TQS. An-Nisa [4]: 60)
Al-Quran bahkan memberikan sifat kepada mereka yang membuat-buat hukum –dengan menghalalkan yang
haram dan mengharamkan yang halal- sebagai orang-orang yang menjadikan tuhan-tuhan selain Allah.
Firman Allah Swt:
اتخذوا أحبارهم ورهبانهم أربابا من دون هللا “Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah.” (TQS. At-
Taubah [9]: 31)
Mendengar ayat tersebut Adi bin Hatim berkata kepada Rasulullah saw:
“Sesungguhnya mereka tidaklah menyembah orang-orang alim dan rahib-rahib itu, wahai Rasulullah.”
Maka Rasulullah saw menjawab:
“Tidak demikian, sesungguhnya orang-orang alim dan rahib-rahib itu mengharamkan yang halal atas mereka
dan menghalalkan yang haram atas mereka. Lalu mereka mengikutinya. Itulah bentuk penyembahan mereka
kepada orang-orang alim dan rahib-rahib mereka.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi).
Kritik Islam Terhadap UUD 1945
6
Jadi, siapapun yang menetapkan suatu hukum dengan memutuskan kehalalan dan keharaman sesuatu tanpa
seijin atau tanpa merujuk kepada Allah Swt, berarti ia telah melanggar batas yang ditetapkan Allah Swt,
sekaligus telah mengangkat dirinya sebagai tuhan. Dan orang yang mengikutinya telah menjadikan ia sebagai
tuhan selain Allah! Dengan demikian, manusia sama sekali tidak memiliki hak membuat hukum. Segala
sesuatu yang akan diundang-undangkan, yang akan mengatur segala urusan rakyat, mengatur hubungan
rakyat dan penguasa, mengatur lembaga-lembaga tinggi negara, dan mengatur hubungan institusi negara
dengan negara lain harus diambil (argumentasinya) dari Kitabullah (Al-Quran) dan Sunnah Rasul-Nya. Jika
tidak, maka Al-Quran menggolongkannya ke dalam kelompok orang-orang kafir, zhalim dan fasik.
ومن لم يحكم بما أنزل هللا فأولئك هم الكافرون “Siapa saja yang tidak memutuskan perkara hukum (yang berkait dengan politik, peradilan, sosial,
ekonomi,pendidikan, militer dll) menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka adalah orang-orang
kafir.”(TQS. Al-Maidah [5]: 44).
ا أن زل هللا فأولئمك هم الظالممون ومن ل يكم بم“Siapa saja yang tidak memutuskan perkara hukum (yang berkait dengan politik, peradilan, sosial,
ekonomi,pendidikan, militer dll) menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka adalah orang-orang
zhalim.”(TQS. Al-Maidah [5]: 45).
قون ا أن زل هللا فأولئمك هم الفاسم ومن ل يكم بم“Siapa saja yang tidak memutuskan perkara hukum (yang berkait dengan politik, peradilan, sosial,
ekonomi,pendidikan, militer dll) menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka adalah orang-orang
fasik.”(TQS. Al-Maidah [5]: 47).
Kritik Islam Terhadap UUD 1945
7
KRITIK ISLAM
TERHADAP UUD 1945
Kritik Islam Terhadap UUD 1945
8
Naskah Lengkap UUD 1945 Dikoreksi Dengan Sistem Islam Argumentasi
BAB I BENTUK DAN KEDAULATAN
Pasal 1 (1)
Negara Indonesia adalah
negara kesatuan yang
berbentuk republik.
Pasal 1 (1)
Negara Islam memang berbentuk kesatuan, tetapi
pemerintahannya berbentuk kekhilafahan, karena
pemerintahan republik hanya ada dalam sistem
demokrasi, sementara demokrasi sendiri tidak
dikenal dalam Islam. Bentuk negara juga bukan
federasi atau semi-federasi (dengan adanya
desentralisasi atau otonomi daerah), karena
desentralisasi hanya dibenarkan dalam konteks
administrasinya saja.
Sabda rasulullah saw. : « Adalah Bani Israil
dahulu selalu urusan pemerintahan mereka
dipelihara oleh para Nabi. Setiap seorang Nabi
meninggal, dia digantikan oleh seorang Nabi
lagi. Dan sesungguhnya tidak ada lagi Nabi
sesudahku (yang akan memegang urusan
pemerintahan kalian), yang ada hanyalah para
khalifah… »
« Jika dibaiat dua orang khalifah, maka
bunuhlah yang kedua (jika tidak mau melepas
bai"atnya, atau klaimnya sebagai khalifah) »
Pasal 1 (2)
Kedaulatan adalah di
tangan rakyat dan
dilakukan sepenuhnya oleh
Majelis Permusyawaratan
Rakyat
Pasal 1 (2)
Kedaulatan hanya ada di tangan Syari‘at Allah
(Al-Quran dan Sunnah), sementara rakyat
hanyalah pemilik kekuasaan, yang kemudian
memberikannya kepada khalifah. Kekuasaan
khalifah, dengan demikian, dibatasi oleh syariat.
Sementara itu, keberadaan MPR dengan seluruh
kewenangannya di bidang legislasi, sebagaimana
lazimnya dalam sistem demokrasi, tidak
dibenarkan. Yang dibenarkan adalah adanya
Majelis Umat dengan fungsi dan wewenang yang
jauh berbeda dengan MPR. Majelis Umat
memang berhak untuk mencalonkan dan atau
mengangkat khalifah, tapi tidak berhak untuk
menurunkannya, atau membatasi masa
jabatannya.
Tugas dan fungsi Majelis setelah itu, lebih pada
penyaluran aspirasi umat dalam hal-hal yang
mubah/teknis—bukan dalam wilayah yang telah
jelas hukumnya—dan menyampaikan
koreksi/kritik kepada penguasa dalam hal
implementasi hukum atau kebijakan pengurusan
rakyat.
« Sesungguhnya hak menetapkan hukum itu
adalah pada Allah, Dia menerangkan yang
sebenarnya dan Dia Pemberi keputusan yang
paling baik. »(TQS. Al An’am [6] :57)
BAB II MAJELIS PERMUSYAWARATAN
Pasal 2 (1)
Majelis Permusyawaratan
Rakyat terdiri atas anggota
Dewan Perwakilan Rakyat,
ditambah dengan utusan-
utusan dari daerah-daerah
dan golongan-golongan,
menurut aturan yang
ditetapkan dengan undang-
undang.
Pasal 2 (1)
Majelis umat terdiri dari sejumlah wakil rakyat dari
berbagai elemen yang ada di masyarakat tanpa
membedakan aspek agama, jenis kelamin, etnisititas,
golongan, atau mazhab. Syaratnya, harus orang
yang berakal sehat dan sudah balig. Hanya saja,
keanggotaan orang-orang non-Muslim terbatas pada
hal pengaduan kezaliman penguasa, atau buruknya
penerapan syariat Islam.
Ditetapkan berdasarkan sunnah fi’liyyah
Rasulullah Saw. dan ijma shahabat.
Pasal 2 (2)
-
Pasal 2 (3)
-
Kritik Islam Terhadap UUD 1945
9
Pasal 3
Majelis Permusyawaratan
Rakyat menetapkan
Undang-Undang Dasar dan
garis-garis besar haluan
negara
Pasal 3
Majelis Umat sama sekali tidak memiliki
kewenangan untuk menetapkan UUD dan GBHN,
karena yang berhak untuk itu hanyalah khalifah.
Ditetapkan berdasarkan ijma shahabat
BAB III KEKUASAAN PEMERINTAHAN NEGARA
Pasal 4 (1)
Presiden Indonesia
memegang kekuasaan
pemerintahan menurut
Undang-Undang Dasar.
Pasal 4 (1)
Kepala Negara memegang kekuasaan
pemerintahan tidak berdasarkan UUD yang tidak
berdasarkan al-Quran dan Sunnah. Ia berhak
memegang kekuasaan pemerintahan hanya jika
UUD-nya bersumber dari al-Quran dan Sunnah.
« … dan hendaknya kami tidak mencabut
kekuasaan dari pemiliknya (penguasa) kecuali
setelah kalian menyaksikan kekufuran yang
nyata. »(al hadits)
Pasal 4 (2)
Dalam melakukan kewajib-
annya, presiden dibantu
oleh satu orang wakil
presiden.
Kepala Negara dalam melaksanakan tugas
pemerintahannya dibantu oleh seorang Mu’awin
Tafwidl, sementara dalam tugas administrasi
dibantu oleh Mu’awin Tanfidz, seorang atau lebih.
Kedua-duanya haruslah memenuhi syarat-syarat
tertentu, diantaranya adalah harus muslim dan
pria dan tentunya kapabel.
Ditetapkan berdasarkan sunnah fi’liyyah
Rasulullah Saw. dan ijma shahabat
Pasal 5 (1)
Presiden berhak
mengajukan rancangan
undang-undang kepada
Dewan perwakilan Rakyat.
Pasal 5 (1)
Kepala negara (khalifah) bukan hanya berhak,
tetapi satu-satunya pihak yang berwenang dalam
melegislasi hukum (baca: syariat Islam) yang
digali dari sumber-sumber hukum Islam, tanpa
harus mengajukan apalagi meminta persetujuan
kepada Majelis Umat.
Ditetapkan berdasarkan ijma shahabat.
Pasal 5 (2)
Presiden menetapkan
peraturan pemerintah untuk
menjalankan undang-
undang sebagaimana
mestinya.
-
Pasal 6 (1)
Presiden ialah orang
Indonesia asli.
Pasal 6 (1)
Kepala negara (khalifah) tidak harus orang
Indonesia asli, karena Islam tidak membeda-
bedakan orang dari segi etnisitas. Yang paling
penting, kepala negara harus seorang Muslim dan
harus laki-laki, mampu mengemban tugas, serta
memenuhi sejumlah syarat lain sebagaimana
ditetapkan di dalam syarat-syarat kepala negara.
« Tidak ada kelebihan orang Arab atas orang
‘Ajam (non-Arab), dan tidak ada kelebihan
orang ‘Ajam atas orang Arab. »(al hadits)
Kritik Islam Terhadap UUD 1945
10
Pasal 6 (2)
Presiden dan wakil
presiden dipilih oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat
dengan suara terbanyak.
Kepala negara diangkat dengan bai’at in’iqad atau
baiat pengangkatan oleh kaum muslimin atau
yang mewakili mereka, seperti ahlul ahli wal aqdi
atau Majelis Umat. Sementara itu Mu’awin
khalifah, baik tafwidl atau tanfidz diangkat oleh
khalifah berdasarkan kriteria-kriteria tertentu yang
telah ditetapkan oleh hukum syara’ dan dengan
sendirinya gugur jabatannya apabila khalifah
gugur dari jabatannya.
Hal ini ditetapkan berdasarkan ijma shahabat, di
antaranya ketika Rasulullah saw. wafat para
sahabat untuk melakukan pemilihan. Tidak
langsung mengangkat Abu Bakar atau Umar
sebagai kepala negara menggantikan
Rasulullah saw.
Pasal 7
Presiden dan wakil
presiden memegang
jabatan selama lima tahun
dan sesudahnya dapat
dipilih kembali dalam
jabatan yang sama hanya
untuk satu kali masa
jabatan.
Pasal 7
Jabatan kepala negara (khalifah) tidak dibatasi
oleh waktu, tetapi oleh syariat. Artinya, selama
kepala negara menjalankan syariat Islam, ia
berhak untuk tetap memegang jabatannya itu,
meskipun seumur hidupnya. Sebaliknya, kepala
negara tidak berhak, bahkan wajib dipecat,
meskipun baru menjabat kekhalifahan beberapa
hari saja, jika telah nyata-nyata melakukan
pelanggaran berat terhadap syariat Islam,
sehingga terbukti melakukan—sebagaimana
istilah Nabi saw.—kekufuran yang nyata (kufran
bawahan), seperti mencampakkan syariat Islam,
dan sebaliknya, memberlakukan hukum-hukum
non-Islam.
« … dan hendaknya kami tidak mencabut
kekuasaan dari pemiliknya (penguasa) kecuali
setelah kalian menyaksikan kekufuran yang
nyata. »(al hadits)
Pasal 8
Jika presiden mangkat,
berhenti, atau tidak dapat
melakukan kewajibannya
dalam masa jabatannya, ia
diganti oleh wakil presiden
sampai habis waktunya.
Pasal 8
Jika kepala negara (khalifah) mangkat, berhenti
(diberhentikan), atau tidak mampu menjalankan
kewajibannya dalam masa jabatannya, ia tidak
secara otomatis diganti oleh wakil (mu'awwin)-
nya. Bahkan mu’awin itu secara otomatis gugur
dari jabatannya. Dan selanjutnya segera dilakukan
pemilihan kepala negara (khalifah) yang baru.
Hal ini ditetapkan berdasarkan ijma shahabat, di
antaranya ketika Rasulullah saw. wafat para
sahabat berkumpul untuk melakukan pemilihan.
Tidak langsung mengangkat Abu Bakar atau
Umar sebagai kepala negara menggantikan
Rasulullah saw.
Pasal 9
1. Sebelum memangku
jabatannya, Presiden dan
Wakil Presiden
bersumpah menurut
agama, atau berjanji
dengan sungguh-sung-
guh di hadapan Majelis
Permusyawaratan
Rakyat atau Dewan
Perwakilan Rakyat
sebagai berikut:
Sumpah Presiden (Wakil
Presiden):
“Demi Allah, saya
bersumpah akan
memenuhi kewajiban
Presiden Republik
Pasal 9
Kepala negara (khalifah) dibaiat oleh umat tidak
dalam rangka memegang teguh UUD dan
menjalankan UU buatan manusia, tetapi untuk
memegang teguh UUD dan menjalankan UU yang
memang bersumber dari al-Quran dan Sunnah.
Secara umum kaum muslimin diminta untuk
berpegang teguh kepada Sunnah rasul dan
para khulafaur rasyidin (al hadits).
Tatkala pembaiatan Utsman sebagai kepala
negara oleh Abdurrahman bin Auf (sebagai
kepala pemilihan khalifah), Abdurrahman
berkata : « Maukah anda saya baiat atas
kitabullah dan sunnah rasul, serta berpegang
teguh terhadap kebijakan (ijtihad) dua khalifah
sebelumnya, yakni Abu Bakar dan Umar? »
«Abdullah bin Umar ketika membaiat Abdul
Malik bin Marwan, seorang Khalifah dari
kalangan Bani Umayyah menulis surat sbb :
Aku berikrar untuk mendengarkan dan mentaati
Abdul Malik bin Marwan sebagai amirul
mukminin atas dasar Kitabullah dan Sunnah
rasul dalam hal yang aku mampu ».
Kritik Islam Terhadap UUD 1945
11
Indonesia (Wakil Presiden
Indonesia) dengan sebaik-
baiknya dan seadil-adilnya,
memegang teguh Undang-
Undang Dasar dan
menjalankan segala
undang-undang dan
peraturannya dengan
selurus-lurusnya serta
berbakti kepada Nusa dan
Bangsa.”
Janji Presiden (Wakil
Presiden):
“Saya berjanji dengan
sungguh-sungguh akan
memenuhi kewajiban
Presiden Republik
Indonesia (Wakil Presiden
Indonesia) dengan sebaik-
baiknya dan seadil-adilnya,
memegang teguh Undang-
Undang Dasar dan
menjalankan segala
undang-undang dan
peraturannya dengan
selurus-lurusnya serta
berbakti kepada Nusa dan
Bangsa.”
2. Jika Majelis
Permusyawaratan
Rakyat atau Dewan
Perwakilan Rakyat tidak
dapat mengadakan
sidang, Presiden dan
Wakil Presiden
bersumpah menurut
agama, atau berjanji
dengan sungguh-
sungguh di hadapan
pimpinan Majelis
Permusyawaratan
Rakyat dengan
disaksikan oleh
Pimpinan Mahkamah
Agung.
Pasal 10
Presiden memegang
kekuasaan tertinggi atas
Angkatan Darat, Angkatan
Laut dan Angkatan Udara
-
Kritik Islam Terhadap UUD 1945
12
Pasal 11
Presiden dengan
persetujuan DPR
menyatakan perang,
membuat perdamaian dan
perjanjian dengan negara
lain.
Kebijakan perang, perdamaian dan hubungan
dengan negara lain sepenuhnya berada di tangan
kepala negara/khalifah tanpa perlu persetujuan
dari pihak manapun, termasuk Majlis Ummah. Hal
ini dikarenakan hukum Syara’ telah meletakkan
kekuasaan atas hal-hal tersebut sepenuhnya di
tangan khalifah.
Seluruh hubungan internasional yang ditetapkan
oleh khalifah tidaklah berdasarkan asas manfaat,
melainkan atas ketentuan hk. Syara’, yakni demi
terlaksananya aktivitas penyebaran Islam dengan
dakwah dan jihad.
Selain itu negara Islam pun diperbolehkan
melakukan hubungan Internasional dengan
negara kafir harbi hukman demi kemaslahatan
kaum muslimin – semisal hubungan ekonomi dan
alih teknologi – dengan tanpa mengabaikan
ketentuan syari’at, diantaranya hubungan tersebut
tidak berlangsung permanen, akan tetapi maks.
10 tahun.
Demikian pula dari sunnah fi’liyyah Rasulullah
saw. diketahui bahwa beliaulah – sebagai
kepala negara – sebagai satu-satunya pihak
yang menyelenggarakan hal-hal tersebut di atas
– diantaranya dapat dilihat pada peristiwa
Perjanjian Hudaibiyyah --. Demikian pula ijma
shahabat telah menetapkan hal tersebut.
Pasal 12
Presiden menyatakan
keadaan bahaya. Syarat-
syarat dan akibatnya
keadaan bahaya ditetapkan
undang-undang.
Keadaan bahaya ditetapkan oleh khalifah
berdasarkan pandangan dan ijtihad khalifah atas
nash-nash syara dan realitas demi kemaslahatan
umat, baik karena adanya serangan,
pengkhianatan, atau dugaan telah terjadi
pengkhianatan.
Firman Allah Ta’ala:
“Jika kalian khawatir akan (terjadinya)
pengkhianatan dari suatu golongan maka
kembalikanlah (perjanjian tersebut) dengan
cara yang jujur.”(TQS. Al Anfal [8]:58)
Pasal 13
1. Presiden mengangkat
duta dan konsul
2. Dalam mengangkat duta,
Presiden
memperhatikan
pertimbangan DPR
3. Presiden menerima
penempatan duta
negara lain dengan
pertimbangan DPR
Dalam mengangkat duta dan konsul, serta
menerima penempatan duta negara lain, seorang
kepala negara dapat saja meminta pertimbangan
Majlis Ummah, akan tetapi pendapat mereka
dalam hal ini tidaklah mengikat. Pertimbangan
dalam mengangkat duta dan konsul adalah demi
dakwah Islam dan kemaslahatan kaum muslimin
dengan memperhatikan status negara yang
bersangkutan. Pada negara kafir harbi fi’lan maka
hubungan yang terjalin hanyalah jihad, tidak yang
lain. Dengan demikian khalifah harus menolak
penempatan duta-duta mereka.
Firman Allah Ta’ala:
“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang
memerangi kamu.”(TQS. Al Baqarah [2]:190)
Pasal 14
1.Presiden memberi grasi
dan rehabilitasi dengan
memperhatikan pertim-
bangan Mahkamah
Agung.
2 Presiden memberi
amnesti dan abolisi
dengan memperhatikan
pertimbangan Dewan
Pertimbangan Agung
Keputusan seorang Qadli/hakim dalam pengadilan
tidak dapat dibatalkan oleh siapapun, termasuk
oleh khalifah. Karena keputusan tersebut adalah
hukum Allah yang mengikat pihak-pihak yang
terlibat di pengadilan.
Hal ini dapat dilihat pada peristiwa yang
melibatkan Usamah bin Zaid yang meminta
grasi atas hukum potong tangan bagi seorang
wanita pencuri dari kalangan bangsawan akan
tetapi Rasulullah Saw. menolaknya dengan
keras.
Kritik Islam Terhadap UUD 1945
13
Pasal 15
Presiden memberi gelar,
tanda jasa dan lain-lain
tanda kehormatan yang
diatur dengan undang-
undang
-
-
Pasal 16
1. Susunan Dewan
Pertimbangan Agung
ditetapkan dengan
undang-undang.
2. Dewan ini berkewajiban
memberi jawab atas
pertanyaan Presiden
dan berhak memajukan
usul kepada
pemerintah.
Rumusan yang baru:
Dewan Pertimbangan
Agung terdiri dari para
anggota yang dipilih oleh
Dewan Perwakilan Rakyat
atas dasar integritas
pribadi, wawasan
kebangsaan, ketokohan
dalam masyarakat serta
sejarah pengabdiannya
kepada negara dan
bangsa.
Khalifah dapat melakukan konsultasi dalam
berbagai urusan pemerintahan dengan pihak
manapun yang berkompeten dalam masalah-
masalah tersebut – mujtahid atau para pakar --.
Tetapi keputusan tersebut tidak diambil
berdasarkan suara terbanyak – seperti sebuah
dewan --melainkan atas pendapat yang diyakini
kebenarannya.
Setiap warga negara berhak mengajukan usulan
kepada khalifah selama dalam koridor syar’iy.
Hal ini terlihat dari sunnah fi’liyyah Rasulullah
Saw. di antaranya yang terjadi pada perang
Badar dimana beliau cukup mengambil
pendapat dari Khubab bin Mundzir ra. tanpa
melibatkan seluruh anggota pasukan Muslim.
Pasal 17
1. Presiden dibantu oleh
menteri-menteri negara.
2. Menteri-menteri itu
diangkat dan
diberhentikan oleh
Presiden.
3. Setiap menteri
membidangi urusan
tertentu dalam
pemerintahan.
1. Kepala negara/khalifah dibantu oleh seorang
Mu’awin tafwid dalam urusan pemerintahan
dan Mu’awin tanfidz dalam urusan
administrasi, bukan oleh sebuah kabinet yang
berisi sejumlah menteri.
2. Mu’awin diangkat dan diberhentikan oleh
khalifah
3. Mu’awin tafwidl adalah pembantu khalifah
dalam urusan pemerintahan dan tidak lebih
dari satu orang hal ini dikarenakan Islam
menganut asas pemerintahan tunggal.
Sementara itu dalam urusan administrasi
khalifah dibantu oleh M. tanfidz.
Nabi saw. bersabda:
“Dua pembantuku di langit; Jibril dan Mikail, dan
dua pembantuku di bumi; Abu Bakar dan
Umar.”
Hal ini juga diperkuat oleh ijma shahabat.
Pasal 18
1. Negara Kesatuan
Republik Indonesia
dibagi atas provinsi dan
daerah provinsi dan
daerah provinsi itu
dibagi atas kabupaten
dan kota, yang tiap-tiap
provinsi, kabupaten dan
Negara Khilafah terbagi atas sejumlah kewalian
yang di bawah setiap kewalian terbagi sejumlah
keamilan. Setiap pemerintahan tingkat wali atau
amil menjalankan pemerintahan mereka sesuai
dengan ijtihad dan pendapat mereka, selain
menjalankan segala hal yang telah diadopsi
(tabanni) oleh Khalifah.
Meski menjalankan pemerintahan berdasarkan
Sabda Nabi Saw:
“Tidak membahayakan dan tidak membuat
bahaya.”
Serta kaidah
“Sarana yang dapat mengantarkan kepada
perbuatan haram, maka sarana itu adalah
Kritik Islam Terhadap UUD 1945
14
kota itu mempunyai
pemerintahan daerah,
yang diatur dengan
undang-undang.
2. Pemerintahan daerah
provinsi, daerah
kabupaten, dan kota
mengatur dan
mengurus sendiri
urusan pemerintahan
menurut asas otonomi
dan tugas pembantuan
3. Pemerintahan daerah
provinsi, daerah
kabupaten, dan kota
memiliki Dewan
Perwakilan Rakyat
Daerah yang anggota-
anggotanya dipilih
melalui pemilihan
umum.
4. Gubernur, Bupati dan
Walikota masing-
masing sebagai kepala
pemerintah daerah
provinsi, kabupaten dan
kota dipilih secara
demokratis.
5. Pemerintahan daerah
menjalankan otonomi
seluas-luasnya, kecuali
urusan pemerintahan
yang oleh undang-
undang ditentukan
sebagai Pemerintah
Pusat.
6. Pemerintah daerah
berhak menetapkan
peraturan daerah dan
peraturan-peraturan lain
untuk melaksanakan
otonomi dan tugas
pembantuan.
7. Susunan dan tata cara
penyelenggaraan
pemerintahan daerah
diatur dalam undang-
undang.
ijtihad dan pendapat mereka akan tetapi berbagai
kebijakan yang menyangkut urusan keuangan,
peradilan dan militer berada di tangan khalifah.
Hal ini diambil sebagai upaya pencegahan akan
terjadinya dlarar, yakni terjadinya disintegrasi
wilayah kesatuan khilafah. Hal ini diambil
berdasarkan hadits Nabi saw.
haram.”
Pasal 18-A
1. Hubungan wewenang
antara pemerintah pusat
dan pemerintah daerah
provinsi, kabupaten,
dan kota, atau antara
provinsi dan kabupaten
dan kota, diatur dengan
Secara umum pemerintahan pada tingkat wali dan
amil menjalankan pemerintahannya berdasarkan
ijtihad dan pendapat mereka, selain menjalankan
perkara yang telah ditabanniy oleh khalifah. Juga
selain urusan keuangan, militer dan peradilan.
Dan pemerintah pusat tidak dibenarkan
memberikan perlakuan yang berbeda atas
Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala:
“Maka terapkanlah hukum di antara mereka
dengan apa yang telah Allah turunkan dan
janganlah engkau mengikuti hawa nafsu
mereka”(TQS. Maidah [5]:49)
Kritik Islam Terhadap UUD 1945
15
undang-undang dengan
memperhatikan
kekhususan dan
keragaman daerah.
2. Hubungan keuangan,
pelayanan umum,
pemanfaatan sumber
daya alam dan sumber
daya lainnya antara
pemerintah pusat dan
pemerintah daerah
diatur dan dilaksanakan
secara adil dan selaras
berdasarkan undang-
undang.
keberagaman wilayah kekuasan khilafah. Seluruh
daerah dan warga negara diperlakukan sama
berdasarkan kesamaan mereka di hadapan
syari’at.
Adapun pengelolaan sumber daya alam yang
merupakan milik umum seluruh kaum muslimin,
diserahkan kepada negara dan hasilnya –setelah
dikurangi beaya operasional-- diberikan
sepenuhnya kepada masyarakat, baik langsung
maupun dalam bentuk subsidi, beaya pendidikan
gratis, pelayanan kesehatan gratis, dlsb.
“Jika engkau menetapkan hukum di antara
mereka maka putuskanlah dengan adil.”(TQS.
Al Maidah [5]:42).
Pasal 18-B
1. Negara mengakui dan
menghormati satuan-
satuan pemerintahan
daerah yang bersifat
istimewa yang diatur
dengan undang-
undang.
2. Negara mengakui dan
menghormati kesatuan-
kesatuan masyarakat
hukum adat beserta
hak-hak tradisionalnya
sepanjang masih hidup
dan sesuai dengan
perkembangan
masyarakat dan prinsip
Negara Kesatuan
Republik Indonesia,
yang diatur dalam
undang-undang.
Seluruh daerah diperlakukan sama tanpa
pengecualian berdasarkan hukum syara’. Dengan
dalil-dalil di atas
Adapun hukum adat dan hak-hak tradisional tidak
dijadikan sebagai rujukan apapun karena negara
dan kaum Muslimin hanya akan menjalankan
hukum syari’at Islam.
“Tidak patut bagi mukmin laki-laki dan mukmin
wanita jika Allah dan RasulNya telah
menetapkan suatu keputusan bagi mereka, ada
bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan
mereka.”(TQS. Al Ahzab [33]:36)
Pasal 19
1. Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat
dipilih melalui pemilihan
umum.
2. Susunan Dewan
Perwakilan Rakyat
diatur dengan undang-
undang.
3. Dewan Perwakilan
Rakyat bersidang
sedikitnya sekali dalam
setahun
-
Kritik Islam Terhadap UUD 1945
16
Pasal 20
1. Dewan Perwakilan
Rakyat memegang
kekuasaan membentuk
undang-undang
2. Setiap rancangan
undang-undang dibahas
oleh Dewan Perwakilan
Rakyat dan Presidaen
untuk mendapat
persetujuan bersama
3. Jika rancangan undang-
undang itu tidak
mendapat persetujuan
bersama, rancangan
undang-undang itu tidak
boleh diajukan lagi
dalam persidangan
Dewan Perwakilan
Rakyat masa itu.
4. Presiden mengesahkan
rancangan undang-
undang yang telah
disetujui bersama untuk
menjadi undang-
undang.
5. Dalam hal rancangan
undang-undang yang
telah disetujui bersama
tersebut tidak disahkan
oleh Presiden dalam
waktu tiga puluh hari
semenjak rancangan
undang-undang
tersebut disetujui,
rancangan undang-
undang tersebut sah
menjadi undang-undang
dan wajib diundangkan
Majlis Ummah tidak memiliki wewenang membuat
undang-undang. Wewenang itu ada pada khalifah,
yakni hak menyusun undang-undang dasar
(dustur) dan perundang-undangan (qawaniin).
Hal ini ditetapkan berdasarkan ijma shahabat.
Pasal 20-A
1. Dewan Perwakilan
Rakyat memiliki fungsi
legislasi, fungsi
anggaran dan fungsi
pengawasan.
2. Dalam melaksanakan
fungsinya, selain hak
yang diatur dalam
pasal-pasal lain
Undang-Undang Dasar
ini, Dewan Perwakilan
Rakyat mempunyai hak
interpelasi, hak angket,
dan hak menyatakan
Anggaran negara dan pengesahan undang-undang
(legislasi) sepenuhnya berada di tangan khalifah.
Anggaran negara dan undang-undang dapat disusun
berdasarkan pendapat dan ijtihadnya sendiri,
ataupun atas bantuan orang lain yang berkompeten
pada hal tersebut, yakni para mujtahid atau pakar.
Anggota majelis melakukan muhasabah kepada
kepala negara.
Anggota Majlis Ummat sama kedudukannya di
muka hukum dengan warga negara lain. Dia tidak
memiliki hak imunitas.
Perbuatan Rasulullah saw.
Kritik Islam Terhadap UUD 1945
17
pendapat.
3. Selain hak yang diatur
dalam pasal-pasal lain
Undang-Undang Dasar
ini, setiap anggota
Dewan Perwakilan
Rakyat mempunyai hak
mengajukan
pertanyaan,
menyampaikan usul dan
pendapat, serta hak
imunitas.
4. Ketentuan lebih lanjut
tentang hak Dewan
Perwakilan Rakyat dan
hak anggota Dewan
Perwakilan Rakyat
diatur dalam undang-
undang.
Pasal 21
Anggota Dewan Perwakilan
Rakyat berhak mengajukan
usul rancangan undang-
undang
Pasal 21
Setiap anggota Majelis Umat memiliki hak
berbicara dan berpendapat tanpa mengalami
pencekalan apapun, sebatas apa yang telah
dihalalkan oleh syara’. Undang-undang dalam
Daulah Khilafah Islamiyah merupakan
implementasi dari ayat-ayat Al Quran dan Sunnah
Rasulullah SAW, sehingga Majelis Umat hanya
melakukan fungsi muhasabah (controlling) apakah
Khalifah (Amirul Mukminin) telah melaksanakan
undang-undang seperti di atas atau tidak.
Allah SWT berfirman : “Wahai orang-orang
beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul, serta
para pemimpin diantara kalian. Bila kalian
berselisih dalam satu perkara, maka
kembalikanlah kepada Allah (Al Quran) dan
Rasul (Sunnah) tersebut.” (QS. An Nisa’ [4]:
59).
Pasal 22
1. Dalam hal ihwal
kegentingan yang
memaksa, Presiden
berhak menetapkan
peraturan pemerintah
sebagai pengganti
undang-undang.
2. Peraturan pemerintah
itu harus mendapat
persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat
dalam persidangan
yang berikut.
3. Jika tidak mendapat
persetujuan, maka
peraturan pemerintah
itu harus dicabut.
Pasal 22A
Ketentuan lebih lanjut
tentang tata cara
pembentukan undang-
undang diatur dengan
undang-undang.
Pasal 22 – 22B
Peraturan pemerintah yang mencakup pengadopsian
(tabanni) hukum harus terikat dengan syari’at Islam.
Sebab kalau menyimpang dari hukum Allah, maka
statusnya adalah kafir. Hal semacam ini pada
hakekatnya telah mengadopsi suatu hukum yang
realitasnya difahami bertentangan dengan syari’at
Islam.
Firman Allah SWT : “ Barang siapa yang tidak
memberlakukan hukum dengan apa yang
diturunkan oleh Allah, maka mereka adalah
orang-orang kafir.” (QS. Al Maidah [5]: 44).
Kritik Islam Terhadap UUD 1945
18
Pasal 22B
Anggota Dewan Perwakilan
Rakyat dapat diberhentikan
dari jabatannya, yang
syarat-syarat dan tata
caranya diatur dalam
undang-undang.
Pasal 23
1. Anggaran pendapatan
dan belanja ditetapkan
tiap-tiap tahun dengan
undang-undang.
Apabila Dewan
Perwakilan Rakyat tidak
menyetujui anggaran
yang diusulkan
pemerintah, maka
pemerintah
menjalankan anggaran
tahun yang lalu
2. Segala pajak untuk
keperluan negara
berdasarkan undang-
undang.
3. Macam dan harga mata
uang ditetapkan dengan
undang-undang.
4. Hal keuangan negara
selanjutnya diatur
dengan undang-
undang.
5. Untuk memeriksa
tanggung jawab tentang
keuangan negara
diadakan suatu Badan
Pemeriksa Keuangan,
yang peraturannya
ditetapkan dengan
undang-undang. Hasil
pemeriksaan itu
diberitahukan kepada
Dewan Perwakilan
Rakyat.
Pasal 23 (Hal Keuangan)
1. Baitul mal adalah badan operasional yang
menampung segala pos pemasukan sekaligus
juga menjalankan pengeluaran harta untuk
kepentingan negara dan umat yang penentuan
kebijakannya di bawah tanggung jawab
Khalifah. Sumber pemasukan tetap baitul mal
adalah harta fa’i, ghanimah, anfal, kharaj,
jizyah, pemasukan dari hak milik umum
(sumber alam dan barang tambang),
pemasukan dari hak milik negara, usyur,
seperlima harta rikaz, serta harta zakat.
Seluruh kekayaan ini dipungut secara tetap,
baik pada saat diperlukan ataupun tidak.
Anggaran belanja negara Daulah Khilafah
Islamiyah memiliki penjatahan yang baku atas
bagian yang telah ditentukan oleh syari’at
Islam. Perincian penjatahan anggaran,
pengadaan (dana) untuk masing-masing
bagian serta bidang-bidang yang memperoleh
dana didasarkan kepada kebijakan dan ijtihad
Khalifah sebagai wujud pelayanan terhadap
urusan rakyat. Perlu ditegaskan di sini bahwa
dalam Islam tidak ada pembuatan APBN
tahunan yang meminta persetujuan Majelis
Umat.
2. Sumber-sumber pendapatan baitul mal tersebut
sudah cukup besar untuk mengatur urusan
rakyat dan melayani kepentingan mereka.
Pajak (dharibah) hanya dipungut secara
temporer berdasarkan kadar kebutuhan
belanja negara yaitu ketika sumber
pendapatan baitul mal seperti di atas tidak
mencukupi kebutuhan pengeluaran negara
yang primer. Pajak hanya dipungut dari
kalangan kaum Muslim yang dikategorikan
memiliki kelebihan harta/kaya dan sama sekali
tidak dipungut dari kalangan non-Muslim sebab
tidak ada pungutan terhadap harta mereka
kecuali jizyah.
3. Mata uang Daulah Khilafah Islamiyah adalah
emas dan perak dan memberlakukannya
sesuai dengan ketentuan emas dan perak
yang pernah dilakukan di masa Rasulullah
SAW dan para Khalifah sesudah beliau. Islam
telah mengaitkan beberapa hukum syara’
dengan satuan emas dan perak seperti
larangan menimbun emas dan perak (tanpa
Perbuatan nabi saw. dan hadits qauli-nya.
Kritik Islam Terhadap UUD 1945
19
dibelanjakan), nilai tukar dalam jual beli,
penentuan nishab zakat, dan penentuan
standar diyat (denda). Standarisasi emas dan
perak merupakan satu-satunya patokan yang
mampu mengatasi krisis mata uang (moneter)
dan inflasi tak terkendali yang melanda
sebagian besar masyarakat dunia saat ini.
4. Majelis Umat melakukan kontrol terhadap
keuangan negara atas kesesuaiannya dengan
syari’at Islam yang mencakup sumber-sumber
pendapatan dan pengeluarannya serta kapan
pemungutan pajak diwajibkan.
Pasal 24
1. Kekuasaan kehakiman
dilakukan oleh sebuah
Mahkamah Agung dan
lain-lain badan
kehakiman menurut
undang-undang.
2. Susunan dan
kekuasaan badan-
badan kehakiman itu
diatur dengan undang-
undang.
Pasal 24 (Kekuasaan Kehakiman)
1. Qadla’ (lembaga peradilan) adalah lembaga
yang bertugas untuk menyampaikan keputusan
hukum yang bersifat mengikat. Lembaga ini
bertugas menyelesaikan perselisihan yang
terjadi diantara sesama individu anggota
masyarakat atau mencegah hal-hal yang dapat
merugikan hak jama’ah (kelompok) atau
mengatasi perselisihan yang terjadi antara
warga masyarakat dengan aparat
pemerintahan, baik Khalifah, pejabat
pemerintahan atau pegawai negeri yang lain.
Sumber hukum yang dijadikan sebagai pijakan
Qadla’ adalah Al Quran, As Sunnah, Ijma’
Shahabat, dan Qiyas yang merupakan sumber
hukum syari’at Islam.
2. Khalifah mengangkat qadli qudlat (amir qadla’)
sedangkan qadli qudlat memiliki wewenang
mengangkat qadli-qadli, memperingatkan dan
memberhentikan mereka dari jabatannya,
sesuai dengan peraturan administratif yang
berlaku. Para qadli tersebut terbagi dalam tiga
golongan yaitu (a) qadli biasa, berwewenang
menyelesaikan perselisihan (perkara) dalam
urusan mu’amalat dan ‘uqubat (sanksi) yang
terjadi di tengah-tengah masyarakat, (b) qadli
muhtasib, berwewenang menyelesaikan
pelanggaran-pelanggaran yang merugikan
hak-hak jama’ah/ masyarakat, dan (a) qadli
mazalim, berwewenang menyelesaikan
perselisihan (perkara) yang terjadi antara
warga masyarakat dengan pemerintah/negara.
Allah SWT telah berfirman :
“Dan hendaknya engkau menghukumi (perkara
yang terjadi) diantara mereka dengan hukum
(syari’at) yang telah diturunkan oleh Allah.” (QS.
Al Maidah : 49).
Pasal 25
Syarat-syarat untuk
menjadi dan untuk
diberhentikan sebagai
hakim ditetapkan dengan
undang-undang
Pasal 25
Syarat-syarat bagi qadli biasa dan muhtasib
adalah Muslim, baligh, merdeka, berakal, adil dan
ahli fiqih, bagi qadli mazalim ditambahkan syarat
laki-laki dan mujtahid sedangkan bagi qadli qudlat
hanya ditambahkan syarat laki-laki.
Pasal 25E
Negara Kesatuan Republik
Indonesia adalah sebuah
negara kepulauan yang
Pasal 25E (Wilayah Negara)
Daulah Khilafah Islamiyah adalah kepemimpinan
umum bagi seluruh kaum Muslimin di dunia
sebagai suatu kekuatan politik praktis untuk
Dari Sulaiman bin Buraidah dari bapaknya :
“Rasulullah jika mengutus pemimpin pasukan
atau sariyah, beliau berpesan secara khusus
Kritik Islam Terhadap UUD 1945
20
berciri Nusantara dengan
wilayah yang batas-batas
dan hak-haknya ditetapkan
dengan undang-undang.
menerapkan dan memberlakukan hukum-hukum
Islam serta mengemban dakwah Islam ke seluruh
dunia sebagai sebuah risalah dengan dakwah dan
jihad. Wilayah Daulah Khilafah Islamiyah
mencakup seluruh wilayah di muka bumi yang di
dalamnya diterapkan hukum-hukum Islam dan
keamanannya berada dalam kekuasaan kaum
Muslimin walaupun mayoritas penduduknya bukan
Muslim. Batas wilayah daulah Islam tidaklah
statis, tapi dinamis. Artinya, setiap waktu bisa
berubah seiring dengan pemekaran wilayah yang
dihasilkan dari proses dakwah dan jihad.
untuk bertaqwa kepada Allah dan agar
bersama kaum muslimin dalam kebaikan,
kemudian beliau bersabda :” berperanglah
dengan nama Allah di jalan Allah, perangilah
orang yang kafir kepada Allah, berperanglah
dan janganlah berlebihan, jangan berkhianat,
dan jangan merusak dan jangan membunuh
orang-orang tua. Jika kalian bertemu dengan
musuh yaitu orang musyrik maka serulah
mereka kepada tiga opsi, mana saja mereka
terima maka terimalah dan cukupkan dari
mereka, serulah mereka kepada Islam jika
mereka memenuhi ajakanmu maka terimalah
dan cukupkan dari mereka, kemudian serulah
mereka untuk merubah (menggabungkan)
negeri mereka kepada ke negeri muhajirin dan
beritahu mereka bahwa jika mereka melakukan
itu maka bagi mereka seperti halnya bagi orang
muhajirin dan atas mereka sama dengan apa
(yang diberlakukan) atas orang muhajirin, jika
mereka menolak menggabungkan negerinya
maka beritahukan kepada mereka agar menjadi
seperti orang-orang arab (non muslim/kafir
dzimmiy) yang diberlakukan atas mereka apa
yang berlaku atas kaum muslimin, dan tidak
ada bagi mereka berupa fai’iy dan ghanimah
kecuali mereka berperang bersama kaum
muslimin”.
Lihat QS. As Saba [34] : 28
Pasal 26
1. Yang menjadi warga
negara ialah orang-
orang bangsa Indonesia
asli dan orang-orang
bangsa lain yang
disahkan dengan
undang-undang sebagai
warga negara.
2. Penduduk ialah warga
negara Indonesia dan
orang asing yang
bertempat tinggal di
Indonesia.
3. Hal-hal mengenai warga
negara dan penduduk
diatur dengan undang-
undang.
Pasal 26 (Warga Negara dan Penduduk)
Warga negara Daulah Khilafah Islamiyah terdiri
dari kaum Muslim dan non-Muslim. Warga negara
non-Muslim adalah mereka dari kalangan kafir
dzimmi yaitu non-Muslim yang sedang tidak
memerangi kaum Muslim dan mereka tunduk
pada hukum-hukum Islam yang diterapkan dalam
Daulah Khilafah Islamiyah kecuali dalam masalah
aqidah dan ibadah.
Didasarkan atas hukum dzimiy dan hukum
daru al Islam dan daru al kufru.
Bagi ahlu dzimah hak mereka seperti hak
kaum muslimin dan kewajiban mereka
seperti kewajiban kaum muslimin. Ahlu
dzimmah adalah orang yang beragama
selain Islam yang menjadi rakyat negara
Islam dan tetap dalam agamanya. Islam
menjamin hak dan kewajiban ahlu dzimmah
sesuai dengan pernyataan Al Qur'an dan As
Sunah. Firman Allah : “dan jika kamu
menetapkan hukum diantara manusia
supaya kamu menetapkan dnegan adil” (QS.
An Nisaa’ : 58). Firman Allah : “dan
janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap
sesuatu kaum mendorong kamu untuk
berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena
adil itu lebih dekat kepada taqwa” (QS. Al
Maa’idah : 8). Firman Allah : “dan jika kamu
memutuskan perkara diantara mereka maka
putuskanlah dengan adil ‘ (QS. Al Maa’idah :
42).
Yang diberlakukan atas ahlu dzimmah
seperti yang diberlakukan atas kaum
muslimin. Rasulullah saw memberlakukan
Kritik Islam Terhadap UUD 1945
21
‘uqubat (pidana dan sanksi) terhadap orang
kafir seperti yang diberlakukan kepada kaum
muslimin. Rasul membunuh orang yahudi
sebagai hukuman karena orang yahudi itu
membunuh seorang perempuan. Dua orang
yahudi laki dan perempuan, keduanya
berzina lalu Rasul merajam mereka berdua.
Perlindungan bagi ahlu dzimmah seperti
halnya perlindungan bagi kaum muslimin.
Sabda Rasul : “barangsiapa yang
membunuh jiwa yang terikat dengan
dzimmah Allah dan Rasul-Nya maka ia
sungguh telah melanggar dzimmah Allah
dan ia tidak akan mencium baunya surga
padahal bau surga itu sudah tercium pada
jarak sejauh perjalanan empat puluh musim”
Pasal 27
1. Segala warga negara
bersamaan
kedudukannya di dalam
hukum dan
pemerintahan dan wajib
menjunjung hukum dan
pemerintahan itu
dengan tidak ada
kecualinya.
2. Tiap-tiap warga negara
berhak atas pekerjaan
dan penghidupan yang
layak bagi
kemanusiaan.
3. Setiap warga negara
berhak dan wajib ikut
serta dalam upaya
pembelaan negara.
Pasal 27
1. Daulah Khilafah Islamiyah tidak membeda-
bedakan individu warga negaranya dalam
aspek hukum, peradilan, maupun dalam
menjamin kebutuhan seluruh warga negara
dan sebagainya. Seluruh warga negara
diperlakukan sama tanpa memperhatikan ras,
agama, warna kulit dan lain-lain.
2. Setiap warga negara mendapatkan hak-hak
dan kewajiban-kewajiban sesuai dengan
ketentuan syari’at Islam.
4. Seluruh warga negara yang Muslim memikul
tanggung jawab yang sama terhadap Islam
yaitu menampilkan keagungan pemikiran Islam
serta mengemban dakwah Islam ke seluruh
alam melalui jihad.
Perintah Allah SWT : “Serulah manusia ke jalan
Rabbmu (Islam) dengan hikmah/hujjah dan
nasihat yang baik dan bantahlah mereka
dengan cara yang lebih baik.” (QS. An Nahl :
125)
Lihat Pasal 26.
Pasal 28
Kemerdekaan berserikat
dan berkumpul,
mengeluarkan pikiran
dengan lisan dan tulisan
dan sebagainya ditetapkan
dengan undang-undang.
Pasal 28
1. Setiap perbuatan manusia terikat dengan
hukum syara’. Tidak dibenarkan melakukan
suatu perbuatan kecuali setelah mengetahui
status hukumnya.
2. Kemerdekaan berserikat dan berkumpul,
mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan
dan sebagainya harus berasaskan aqidah
Islam dan tidak boleh bertentangan dengan
hukum-hukum syara’. Misalnya tidak
diperbolehkan mendirikan perkumpulan yang di
dalamnya ada unsur kemaksiatan dan
kemungkaran yang diharamkan oleh syari’at
Islam, atau perkumpulan yang menyebarkan
dan memperjuangkan idiologi selain Islam.
Firman Allah:
Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu'min
dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu'min,
apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan
suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan
(yang lain) tentang urusan mereka. (QS. Al
Ahzab 36).
Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya
melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas
yang selalu hadir (QS. Qaaf 18).
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan
umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma`ruf dan mencegah
dari yang munkar; merekalah orang-orang yang
beruntung (QS. Ali Imran 104).
Kritik Islam Terhadap UUD 1945
22
Pasal 29
1. Negara berdasar atas
Ketuhanan yang Maha
Esa.
2. Negara menjamin
kemerdekaan tiap-tiap
penduduk untuk
memeluk agamanya
masing-masing dan
untuk beribadat menurut
agamanya dan
kepercayaannya itu.
Pasal 29 (Agama)
a. Daulah Khilafah Islamiyah berdasar atas
aqidah Islam. Segala sesuatu yang
menyangkut struktur dan urusan negara,
termasuk meminta pertanggungjawaban atas
tindakan negara harus dibangun berdasarkan
aqidah Islam. Aqidah Islam sekaligus
merupakan asas Undang-undang Dasar dan
perundang-undangan yang bersumber dari
syari’at Islam.
b. Daulah Khilafah Islamiyah menerapkan syari’at
Islam bagi seluruh warga negara baik yang
Muslim maupun yang non-Muslim dalam
bentuk-bentuk berikut ini :
c. Negara melaksanakan seluruh hukum Islam
atas kaum Muslimin tanpa kecuali.
d. Warga negara non-Muslim dibiarkan memeluk
aqidah dan menjalankan ibadahnya masing-
masing.
e. Warga negara Muslim yang murtad dari Islam
atas mereka dijatuhkan hukum murtad jika
mereka sendiri yang melakukan kemurtadan.
Jika kedudukannya sebagai anak-anak orang
murtad atau dilahirkan sebagai non-Muslim,
maka mereka diperlakukan bukan sebagai
orang Islam sesuai kondisi mereka selaku
orang-orang musyrik atau ahli kitab.
f. Dalam hal makanan, minuman, dan pakaian
terhadap warga negara non-Muslim
diperlakukan sesuai dengan agama mereka,
sebatas apa yang diperbolehkan hukum-
hukum syara’.
g. Perkara-perkara nikah dan talak antara
sesama non-Muslim diselesaikan sesuai
dengan agama mereka, namun jika terjadi
antara Muslim dan non-Muslim perkara
tersebut diselesaikan menurut hukum Islam.
h. Hukum-hukum syara’ selain di atas, seperti
mu’amalat, ‘uqubat, bayyinat, ketatanegaraan,
ekonomi, dan sebagainya, dilaksanakan oleh
negara atas seluruh warga negara baik yang
Muslim maupun non-Muslim. Pelaksanaannya
juga berlaku terhadap mu’ahidin yaitu orang-
orang yang negaranya terikat dengan
perjanjian, terhadap musta’minin yaitu orang-
orang yang mendapat jaminan keamanan
untuk masuk ke negeri Islam, dan terhadap
siapa saja yang berada di bawah kekuasaan
Islam, kecuali bagi para diplomat, konsul,
utusan negara asing dan sebagainya karena
mereka memiliki kekebalan diplomatik.
Teks dalam Piagam Madinah, yang menyebut
bahwa sega perselisihan atas perjanjian
masyarakat Madinah dikembalikan kepada
Allah dan rasul-Nya (lihat Sirah Ibnu Hisyam)
Pasal 30
Pasal 30 (Pertahanan dan Keamana Negara)
1. Jihad adalah kewajiban bagi seluruh kaum
Muslimin dan mobilisasi umum bersifat wajib.
Setiap laki-laki Muslim yang telah berusia 15
Firman Allah SWT : “Dan siapkanlah kekuatan
apa saja yang kalian sanggupi untuk
menghadapi mereka (orang-orang kafir).” (QS.
Al Anfal : 60).
Kritik Islam Terhadap UUD 1945
23
tahun diharuskan mengikuti latihan wajib militer
sebagai persiapan jihad.
2. Angkatan bersenjata terdiri atas dua bagian
yaitu: (a) pasukan cadangan yang terdiri dari
seluruh kaum Muslimin yang mampu
mengangkat senjata, dan (b) pasukan tetap /
reguler yang telah ditetapkan gajinya dalam
anggaran belanja negara sebagaimana
pegawai negeri yang lain.
3. Angkatan bersenjata merupakan satu kesatuan
yang disebut tentara (jaisy). Dari unsur
angkatan bersenjata tersebut kemudian dipilih
kesatuan khusus yang diatur dengan peraturan
tersendiri dan dibekali dengan tsaqafah
(pengetahuan) tertentu yang disebut polisi
(syurthah).
4. Kepolisian (syurthah) tersebut bertugas untuk
menjaga ketertiban dan kedisiplinan rakyat
dalam menjalankan hukum-hukum syara’ yang
telah ditetapkan oleh negara serta menjaga
keamanan dan melaksanakan berbagai bidang
yang bersifat operasional.
5. Setiap pasukan harus diberikan pendidikan
militer semaksimal mungkin, ditingkatkan
kemampuan berfikirnya, dan diberikan
tsaqafah Islam sehingga mereka memiliki
wawasan tentang Islam sekalipun dalam
bentuk yang global.
Imam Bukhari telah meriwayatkan dari Anas r.a.
yang mengatakan : “Bahwa Qais bin Sa’ad
ketika itu sedang berada di dekat Rasulullah
SAW dalam posisinya sebagai anggota
kesatuan polisi (syurthah).”
BAB XIII PENDIDIKAN
Pasal 31
1. Tiap-tiap warga negara
berhak mendapat
pengajaran.
2. Pemerintah
mengusahakan dan
menyelenggarakan satu
sistem pengajaran
nasional, yang diatur
dengan undang-
undang.
Bukan hanya sekedar pengajaran, tetapi juga
pendidikan yang diselenggarakan secara cuma-
cuma atau berbiaya murah.
-
Sesuai dengan tujuan pendidikan Islam untuk
membentuk cara berpikir Islam, sikap jiwa
Islam, dan mahir dalam ilmu pengetahuan.
Pasal 32
Pemerintah memajukan
kebudayaan nasional
Indonesia.
Bertentangan dengan ajaran Islam yang bersifat
universal yang hanya akan mengembangkan
kebudayaan Islam dari daerah manapun selama
tidak bertentangan dengan Islam. Selain itu juga,
Islam melarang ‘ashabiyyah.
Sabda Rasulullah saw:
“Siapa saja yang menyeru kepada ashabiyah
(fanatisme golongan/nasionalisme) maka dia
tidak termasuk golongan kita (kaum Muslim).”
(HR. Abu Dawud)
Terdapat pula sejumlah nash (hadits) lain yang
melarang ashabiyah (fanatisme golongan atau
nasionalisme).
Kritik Islam Terhadap UUD 1945
24
BAB XIV KESEJAHTERAAN SOSIAL
Pasal 33
1. Perekonomian disusun
sebagai usaha bersama
berdasar atas asas
kekeluargaan.
2. Cabang-cabang
produksi yang penting
bagi negara dan yang
menguasai hajat hidup
orang banyak dikuasai
oleh negara.
3. Bumi dan air dan
kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya
dikuasai oleh negara
dan dipergunakan untuk
sebesar-besar
kemakmuran rakyat.
Islam menentukan kepemilikan dalam kategori
pemilikan individu, negara, dan umum.
Negara menjamin aktivitas ekonomi warga negara
dalam mengembangkan modalnya (kepemilikan
individu) untuk usaha-usaha pertanian, industri,
dan perdagangan dan jasa dalam batas-batas
kepemilikan individu.
Barang-barang yang termasuk dalam kepemilikan
umum (milik seluruh kaum muslimin) dikuasai dan
dikelola hanya oleh negara (tidak dibenarkan
diserahkan kepada individu atau kelompok
perusahan domestik maupun asing) dan hasil atau
keuntungannya dipergunakan untuk memajukan
kesejahteraan umum warga negara seperti
pembiayaan pendidikan gratis, pelanan kesehatan
gratis, dan jaminan keamanan gratis serta
pembangunan sarana dan prasarana umum
seperi masjid, jalan-jalan dan sebagainya
“Maka putuskanlah perkara diantara mereka
menurut apa yang Allah turunkan.” (TQS. Al-
Maidah [5]: 48)
Sabda Rasulullah saw:
“Barangsiapa yang melakukan amal perbuatan
yang bukan berasal dariku, maka amal
perbuatannya tertolak.” (HR. Muslim)
“Masyarakat berserikat dalam tiga macam
(sumber alam), (yaitu) air, padang
penggembalaan, dan api.” (HR. Abu ‘Ubaid
dalam al-Amwaal)
Pasal 34
Fakir miskin dan anak-anak
yang terlantar dipelihara
oleh negara
Islam mengharuskan negara untuk memelihara
seluruh warga negara tanpa kecuali, baik mereka
itu kaya ataupun miskin. Negara yang hanya
memelihara fakir miskin dan anak-anak terlantar
saja, menunjukkan kedzalimannya terhadap
kalangan rakyat lainnya.
“Seorang Imam (Khalifah/kepala negara)
adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat.
Dan ia akan dimintai pertanggungjawaban
terhadap (pengaturan) rakyatnya.” (HR.
Bukhari dan Muslim)
BAB XV BENDERA, BAHASA, DAN LAMBANG NEGARA, SERTA LAGU KEBANGSAAN
Pasal 35
Bendera negara Indonesia
ialah Sang Merah Putih
Bertentangan dengan liwa (bendera) dan rayah
(panji-panji) Rasulullah saw dan kaum Muslimin.
Liwa (bendera) Rasulullah saw berwarna putih
dengan tulisan Lâ ilâha illallâh Muhammad
Rasûlullâh berwarna hitam. Sedangkan rayah
(panji-panji) Rasulullah saw berwarna hitam
dengan tulisan Lâ ilâha illallâh Muhammad
Rasûlullâh berwarna putih.
Diriwayatkan oleh Abdullah bin Abbas dari Abi
Syaikh dengan lafadz:
“Tertulis pada Rayah Rasulullah saw – Lâ ilâha
illallâh Muhammad Rasûlullâh“.
Pasal 36
Bahasa negara adalah
bahasa Indonesia
Bahasa resmi negara menurut syari’at Islam
adalah bahasa Arab. Hal ini mengingat bahwa
seluruh penyelenggaraan negara dengan
penerapan hukum-hukum Islam bersumber dari Al
Qur’an dan As Sunnah yang diturunkan Allah
SWT dalam bahasa Arab. Disamping itu kemajuan
berpikir manusia dalakm memecahkan
problematikanya amat ditentukan oleh
kemampuan berijtihad. Dan ijtihad tidak akan
dapat dilakukan tanpa kemampuan bahasa Arab.
Firman Allah Swt:
“Kami telah menurunkan Al-Quran itu sebagai
hukum (peraturan) dalam bahasa Arab.” (TQS.
Ar-Ra’du [13]: 37)
Kritik Islam Terhadap UUD 1945
25
Pasal 36A
Lambang negara ialah
Garuda Pancasila dengan
semboyan Bhinneka
Tunggal Ika
Lambang negara sama dengan bendera. Islam
mengakui perbedaan, namun tidak
mencampurkan antara haq dengan bathil.
Semuanya harus dipandu oleh ajaran Islam.
Lihat QS. Al Hujurat [49] : 13
Pasal 36B
Lagu Kebangsaan ialah
Indonesia Raya
Lagu bisa dibuat, asal sesuai dengan aqidah,
sayriah dan semangat dakwah dan jihad serta
kemuliaan Islam dan kaum muslimin. Yang harus
dibela adalah semua negeri-negeri muslim. Juga,
Aqidah Islam mengharuskan penghambaan dan
pengorbanan ditujukan hanya untuk Allah semata,
bukan yang lain.
Dalam piagam Madinah dikatakan bahwa kaum
mukmin itu umat yang satu.
Firman Allah Swt:
“Katakanlah: ‘Sesungguhnya shalatku,
ibadahku, hidup dan matiku (hanyalah) untuk
Allah, Rabbul ‘alamin. Tiada sekutu bagi-Nya.
Itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku
adalah orang yang mula-mula Muslim.” (TQS.
Al-An’am [6]: 162-163)