kritik islam terhadap uud 1945

25
Kritik terhadap UUD 45 yang sekarang dalam pembahasan secara intensif untuk amandemen, dibuat semata untuk menunjukkan bahwa undang-undang dasar yang selama ini telah diterima begitu saja ( taken for granted) bahkan selama lebih dari 30 tahun cenderung dikeramatkan, sesungguhnya mengandung kelemahan bahkan kesalahan yang sangat mendasar bila dilihat dari kacamata Islam. Kesalahan mendasar ini wajar terjadi mengingat memang sejak dari awal undang-undang dasar ini memang tidak dibuat dalam kerangka sistem Islam. Setelah sekian puluh tahun berlalu semenjak diundangkan, kelemahan dan kesalahan mendasar dari Undang Undang Dasar itu semakin terlihat dan ternyata memberikan pengaruh buruk yang sangat nyata di tengah masyarakat. Undang-undang yang dibuat semestinya untuk menata kehidupan bermasyarakat dan bernegara agar tercipta masyarakat yang adil, damai dan sejahtera, yang terjadi justru sebaliknya. Berbagai krisis, baik di bidang ekonomi, politik, sosial, budaya dan pendidikan terus menerus terjadi dan datang silih berganti, bahkan bersamaan seperti yang sekarang tengah berlangsung. Akhirnya, bukan masyarakat adil, damai dan sejahtera yang terbentuk, melainkan masyarakat yang sarat dengan kesenjangan, ketidak adilan dan ketidaknyamanan serta ketidakamanan. Untuk itu diperlukan perombakan bahkan pergantian, bukan sekadar amandemen atau perbaikan karena istilah amandemen mengandung arti sebagai suatu perubahan yang bersifat modifikatif tanpa meninggalkan bangunan dasarnya, dari Undang Undang Dasar 45 itu agar bisa didapat sebuah undang undang baru yang sesuai dengan prinsip religiusitas bangsa Indonesia yang mayoritas muslim. Berangkat dari pemikiran itulah maka Hizbut Tahrir Indonesia mengajukan dua naskah, yakni Kritik Undang Undang Dasar 45 yang berisi kritik dalam perspektif Islam terhadap UUD 45, dan Rancangan Undang Undang Dasar Islam. Harapannya, semua itu bisa memberikan pencerahan kepada umat dan selanjutnya terus diperjuangkan oleh seluruh komponen umat baik para ulama, cendekiawan, polisi dan tentara, kaum profesional, buruh, tani, pemuda, pelajar dan sebagainya, lebih khusus para anggota parlemen yang beragama Islam yang bertanggungjawab atas setiap perundangan yang terlahir di negeri ini, sehingga akhirnya dapat diujudkan dalam tatanan kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Insya Allah. Wassalam Pimpinan Pusat Hizbut Tahrir Indonesia Muhammad Ismail Yusanto HP: 0811-119697 Kata Pengantar

Upload: rizky-faisal

Post on 22-Jun-2015

204 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kritik Islam terhadap uud 1945

Kritik terhadap UUD 45 yang sekarang dalam pembahasan secara intensif untuk amandemen, dibuat

semata untuk menunjukkan bahwa undang-undang dasar yang selama ini telah diterima begitu saja (taken for

granted) bahkan selama lebih dari 30 tahun cenderung dikeramatkan, sesungguhnya mengandung kelemahan

bahkan kesalahan yang sangat mendasar bila dilihat dari kacamata Islam. Kesalahan mendasar ini wajar terjadi

mengingat memang sejak dari awal undang-undang dasar ini memang tidak dibuat dalam kerangka sistem Islam.

Setelah sekian puluh tahun berlalu semenjak diundangkan, kelemahan dan kesalahan mendasar dari

Undang Undang Dasar itu semakin terlihat dan ternyata memberikan pengaruh buruk yang sangat nyata di tengah

masyarakat. Undang-undang yang dibuat semestinya untuk menata kehidupan bermasyarakat dan bernegara

agar tercipta masyarakat yang adil, damai dan sejahtera, yang terjadi justru sebaliknya. Berbagai krisis, baik di

bidang ekonomi, politik, sosial, budaya dan pendidikan terus menerus terjadi dan datang silih berganti, bahkan

bersamaan seperti yang sekarang tengah berlangsung. Akhirnya, bukan masyarakat adil, damai dan sejahtera

yang terbentuk, melainkan masyarakat yang sarat dengan kesenjangan, ketidak adilan dan ketidaknyamanan

serta ketidakamanan.

Untuk itu diperlukan perombakan bahkan pergantian, bukan sekadar amandemen atau perbaikan karena

istilah amandemen mengandung arti sebagai suatu perubahan yang bersifat modifikatif tanpa meninggalkan

bangunan dasarnya, dari Undang Undang Dasar 45 itu agar bisa didapat sebuah undang undang baru yang

sesuai dengan prinsip religiusitas bangsa Indonesia yang mayoritas muslim. Berangkat dari pemikiran itulah maka

Hizbut Tahrir Indonesia mengajukan dua naskah, yakni Kritik Undang Undang Dasar 45 yang berisi kritik dalam

perspektif Islam terhadap UUD 45, dan Rancangan Undang Undang Dasar Islam. Harapannya, semua itu bisa

memberikan pencerahan kepada umat dan selanjutnya terus diperjuangkan oleh seluruh komponen umat baik

para ulama, cendekiawan, polisi dan tentara, kaum profesional, buruh, tani, pemuda, pelajar dan sebagainya,

lebih khusus para anggota parlemen yang beragama Islam yang bertanggungjawab atas setiap perundangan

yang terlahir di negeri ini, sehingga akhirnya dapat diujudkan dalam tatanan kehidupan bermasyarakat dan

bernegara. Insya Allah.

Wassalam

Pimpinan Pusat

Hizbut Tahrir Indonesia

Muhammad Ismail Yusanto

HP: 0811-119697

Kata Pengantar

Page 2: Kritik Islam terhadap uud 1945

Kritik Islam Terhadap UUD 1945

2

Kata Pengantar .................................................................................................................... 1

Daftar Isi ................................................................................................................................. 2

Pendahuluan ........................................................................................................................ 4

Kritik Islam Terhadap UUD 1945 .................................................................................. 8

Bab I Bentuk dan Kedaulatan ....................................................................................... 8

Bab II Majelis Permusyawaratan ................................................................................... 8

Bab III Kekuasaan Pemerintahan Negara ..................................................................... 9

Bab XIII Pendidikan ....................................................................................................... 23

Bab IV Kesejahteraan Sosial ......................................................................................... 24

Bab XV Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan .................. 24

Daftar Isi

Page 3: Kritik Islam terhadap uud 1945

Kritik Islam Terhadap UUD 1945

3

PENDAHULUAN

Page 4: Kritik Islam terhadap uud 1945

Kritik Islam Terhadap UUD 1945

4

PENDAHULUAN

Undang-undang Dasar sebuah negara merupakan sumber hukum terpenting, dan

menjadi landasan hukum utama bagi seluruh peraturan perundang-undangan yang ada

di bawahnya. Undang-undang Dasar juga menghimpun seluruh mekanisme kerja

sebuah negara, baik menyangkut hubungan antara rakyatnya, antara penguasa dan rakyatnya, antara lembaga-

lembaga negara, dan antara institusi negara dengan negara lainnya. Lebih dari itu Undang-undang Dasar

merupakan penterjemahan secara umum namun praktis dari sebuah ideologi atau pandangan hidup tertentu,

yang menjadi dasar/asas dari Undang-undang Dasar.

Oleh karena itu, shahih tidaknya sebuah Undang-undang Dasar amat ditentukan oleh shahih tidaknya

ideologi atau pandangan hidup yang menjadi landasannya. Sama halnya dengan lurus tidaknya kehidupan

masyarakat, kehidupan penguasa, hubungan diantara keduanya, dan interaksi negara tersebut dengan negara

lain, amat ditentukan oleh shahih tidaknya muatan dari Undang-undang Dasar.

Berdasarkan hal ini, maka kami Hizbut Tahrir Indonesia menyampaikan kritik terhadap Undang-undang

Dasar 1945, sekaligus menyampaikan rancangan Undang-undang Dasar Islam (Dustûr Islâm).

1. Undang-undang Dasar 1945 adalah produk akal manusia, sedangkan Undang-undang Dasar Islam

merujuk kepada Wahyu Allah Swt dan tuntunan Sunnah Rasulullah saw.

Undang-undang Dasar 1945 disusun berdasarkan kondisi masyarakat, kondisi politik dan keterbatasan akal

para penyusunnya. Disamping itu juga sarat dengan berbagai kepentingan yang muncul saat itu dari para

penyusunnya tersebut. Adanya keterbatasan, kontradiksi antara peringkat hukum maupun antara butir-

butirnya, berbagai persepsi yang tak berkesudahan dan munculnya berbagai kepentingan saat itu merupakan

konsekwensi logis dari sebuah Undang-undang Dasar yang merujuk pada pendapat-pendapat manusia yang

tidak memiliki tolok ukur sama dalam benar dan salah. Islam mengkritisi hal itu dalam firman Allah Swt:

ن هللا حكما لقوم يوقنون أفحكم الجاهلية يبغون ومن أحسن م “Apakah (sistem) hukum Jahiliyah (yang bukan Islam) yang mereka kehendaki. Dan (sistem) hukum siapakah

yang lebih baik dari pada (sistem) hukum Allah bagi orang-orang yang yakin?” (TQS. Al-Maidah [5]: 50)

Islam adalah sebuah ‘ideologi’ yang tidak memiliki cacat maupun kelemahan, karena berasal dari Al-Khaliq

(Sang Pencipta manusia dan seluruh alam semesta), yang memiliki Pengetahuan tanpa batas, Keadilan tanpa

cela, dan tidak membutuhkan sesuatu apapun dari manusia maupun makhluk-makhluk-Nya. Fakta seperti ini

cukup menjadi alasan bagi kita bahwa standardisasi/tolok ukur benar salah yang hakiki adalah benar salah

menurut ‘ideologi’ Islam.

2. Undang-undang Dasar 1945 berlandaskan ideologi sekular yang tidak jelas.

Undang-undang Dasar 1945 berlandaskan pada ideologi Pancasila. Meskipun pada butir pertama diletakkan

sila Ketuhanan Yang Maha Esa, akan tetapi Pancasila tidak menjelaskan peran agama di dalam kehidupan

berbangsa dan bernegara. Hal ini berakibat pada ketidakjelasan konsep negara. Indonesia bukan negara

agama, bukan pula negara sekular, tidak termasuk negara Komunis, lalu termasuk negara apa?

Ketidakjelasan konsep ini berimplikasi sangat luas, sehingga berakibat pada ketidakjelasan konsep-konsep

lainnya. Seperti konsep ekonomi, konsep politik dalam negeri, konsep politik luar negeri, konsep pendidikan,

konsep peradilan dan hukum, konsep pertahanan dan militer, konsep kehidupan sosial kemasyarakatan dan

Page 5: Kritik Islam terhadap uud 1945

Kritik Islam Terhadap UUD 1945

5

sejenisnya. Apabila pada tataran konsep masih belum jelas, maka pada tataran praktis akan muncul

kesimpangsiuran dan kerusakan fatal. Pada akhirnya negara yang tidak memiliki ideologi atau lemah

ideologinya pasti akan membebek terhadap negara lain yang memiliki ideologi kuat.

3. Undang-undang Dasar 1945 berlandaskan pada kedaulatan di tangan rakyat. Sedangkan Islam menjadikan

kedaulatan itu di tangan Allah Swt.

Meletakkan kedaulatan ada di tangan rakyat bertentangan dengan konsep Islam yang menjadikan kedaulatan

itu berada di tangan Syara’ (Allah Swt). Firman-Nya:

إن الحكم إال هلل يقص الحق وهو خير الفاصلين “(Hak) Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia Pemberi

keputusan yang paling baik.” (TQS. Al An’am [6]: 57)

ر م وهو أسح كح اسبي أال له الح ع الح “Ketahuilah, bahwa (hak menetapkan) hukum itu kepunyaan Allah. Dan Dialah Pembuat perhitungan yang

paling cepat.” (TQS. Al-An’am [6]: 62)

Apabila wewenang menetapkan hukum berada di tangan manusia, maka akan muncul kontradiksi, perubahan-

perubahan hukum, dan hancurnya pilar-pilar hukum. Yang haram menjadi halal. Yang halal menjadi haram. Al-

Quran menyebut produk-produk hukum buatan manusia itu sebagai hukum thaghut. Al-Quran menyebut pula

para pembuat hukum dan perundang-undangan sebagai thaghut. Firman Allah Swt:

فروا به يريدون أنح ي تحاكموا إل الطاغوت وقدح أمروا أنح يكح“Mereka hendak bertahkim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintahkan untuk mengingkari thaghut

itu.” (TQS. An-Nisa [4]: 60)

Al-Quran bahkan memberikan sifat kepada mereka yang membuat-buat hukum –dengan menghalalkan yang

haram dan mengharamkan yang halal- sebagai orang-orang yang menjadikan tuhan-tuhan selain Allah.

Firman Allah Swt:

اتخذوا أحبارهم ورهبانهم أربابا من دون هللا “Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah.” (TQS. At-

Taubah [9]: 31)

Mendengar ayat tersebut Adi bin Hatim berkata kepada Rasulullah saw:

“Sesungguhnya mereka tidaklah menyembah orang-orang alim dan rahib-rahib itu, wahai Rasulullah.”

Maka Rasulullah saw menjawab:

“Tidak demikian, sesungguhnya orang-orang alim dan rahib-rahib itu mengharamkan yang halal atas mereka

dan menghalalkan yang haram atas mereka. Lalu mereka mengikutinya. Itulah bentuk penyembahan mereka

kepada orang-orang alim dan rahib-rahib mereka.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi).

Page 6: Kritik Islam terhadap uud 1945

Kritik Islam Terhadap UUD 1945

6

Jadi, siapapun yang menetapkan suatu hukum dengan memutuskan kehalalan dan keharaman sesuatu tanpa

seijin atau tanpa merujuk kepada Allah Swt, berarti ia telah melanggar batas yang ditetapkan Allah Swt,

sekaligus telah mengangkat dirinya sebagai tuhan. Dan orang yang mengikutinya telah menjadikan ia sebagai

tuhan selain Allah! Dengan demikian, manusia sama sekali tidak memiliki hak membuat hukum. Segala

sesuatu yang akan diundang-undangkan, yang akan mengatur segala urusan rakyat, mengatur hubungan

rakyat dan penguasa, mengatur lembaga-lembaga tinggi negara, dan mengatur hubungan institusi negara

dengan negara lain harus diambil (argumentasinya) dari Kitabullah (Al-Quran) dan Sunnah Rasul-Nya. Jika

tidak, maka Al-Quran menggolongkannya ke dalam kelompok orang-orang kafir, zhalim dan fasik.

ومن لم يحكم بما أنزل هللا فأولئك هم الكافرون “Siapa saja yang tidak memutuskan perkara hukum (yang berkait dengan politik, peradilan, sosial,

ekonomi,pendidikan, militer dll) menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka adalah orang-orang

kafir.”(TQS. Al-Maidah [5]: 44).

ا أن زل هللا فأولئمك هم الظالممون ومن ل يكم بم“Siapa saja yang tidak memutuskan perkara hukum (yang berkait dengan politik, peradilan, sosial,

ekonomi,pendidikan, militer dll) menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka adalah orang-orang

zhalim.”(TQS. Al-Maidah [5]: 45).

قون ا أن زل هللا فأولئمك هم الفاسم ومن ل يكم بم“Siapa saja yang tidak memutuskan perkara hukum (yang berkait dengan politik, peradilan, sosial,

ekonomi,pendidikan, militer dll) menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka adalah orang-orang

fasik.”(TQS. Al-Maidah [5]: 47).

Page 7: Kritik Islam terhadap uud 1945

Kritik Islam Terhadap UUD 1945

7

KRITIK ISLAM

TERHADAP UUD 1945

Page 8: Kritik Islam terhadap uud 1945

Kritik Islam Terhadap UUD 1945

8

Naskah Lengkap UUD 1945 Dikoreksi Dengan Sistem Islam Argumentasi

BAB I BENTUK DAN KEDAULATAN

Pasal 1 (1)

Negara Indonesia adalah

negara kesatuan yang

berbentuk republik.

Pasal 1 (1)

Negara Islam memang berbentuk kesatuan, tetapi

pemerintahannya berbentuk kekhilafahan, karena

pemerintahan republik hanya ada dalam sistem

demokrasi, sementara demokrasi sendiri tidak

dikenal dalam Islam. Bentuk negara juga bukan

federasi atau semi-federasi (dengan adanya

desentralisasi atau otonomi daerah), karena

desentralisasi hanya dibenarkan dalam konteks

administrasinya saja.

Sabda rasulullah saw. : « Adalah Bani Israil

dahulu selalu urusan pemerintahan mereka

dipelihara oleh para Nabi. Setiap seorang Nabi

meninggal, dia digantikan oleh seorang Nabi

lagi. Dan sesungguhnya tidak ada lagi Nabi

sesudahku (yang akan memegang urusan

pemerintahan kalian), yang ada hanyalah para

khalifah… »

« Jika dibaiat dua orang khalifah, maka

bunuhlah yang kedua (jika tidak mau melepas

bai"atnya, atau klaimnya sebagai khalifah) »

Pasal 1 (2)

Kedaulatan adalah di

tangan rakyat dan

dilakukan sepenuhnya oleh

Majelis Permusyawaratan

Rakyat

Pasal 1 (2)

Kedaulatan hanya ada di tangan Syari‘at Allah

(Al-Quran dan Sunnah), sementara rakyat

hanyalah pemilik kekuasaan, yang kemudian

memberikannya kepada khalifah. Kekuasaan

khalifah, dengan demikian, dibatasi oleh syariat.

Sementara itu, keberadaan MPR dengan seluruh

kewenangannya di bidang legislasi, sebagaimana

lazimnya dalam sistem demokrasi, tidak

dibenarkan. Yang dibenarkan adalah adanya

Majelis Umat dengan fungsi dan wewenang yang

jauh berbeda dengan MPR. Majelis Umat

memang berhak untuk mencalonkan dan atau

mengangkat khalifah, tapi tidak berhak untuk

menurunkannya, atau membatasi masa

jabatannya.

Tugas dan fungsi Majelis setelah itu, lebih pada

penyaluran aspirasi umat dalam hal-hal yang

mubah/teknis—bukan dalam wilayah yang telah

jelas hukumnya—dan menyampaikan

koreksi/kritik kepada penguasa dalam hal

implementasi hukum atau kebijakan pengurusan

rakyat.

« Sesungguhnya hak menetapkan hukum itu

adalah pada Allah, Dia menerangkan yang

sebenarnya dan Dia Pemberi keputusan yang

paling baik. »(TQS. Al An’am [6] :57)

BAB II MAJELIS PERMUSYAWARATAN

Pasal 2 (1)

Majelis Permusyawaratan

Rakyat terdiri atas anggota

Dewan Perwakilan Rakyat,

ditambah dengan utusan-

utusan dari daerah-daerah

dan golongan-golongan,

menurut aturan yang

ditetapkan dengan undang-

undang.

Pasal 2 (1)

Majelis umat terdiri dari sejumlah wakil rakyat dari

berbagai elemen yang ada di masyarakat tanpa

membedakan aspek agama, jenis kelamin, etnisititas,

golongan, atau mazhab. Syaratnya, harus orang

yang berakal sehat dan sudah balig. Hanya saja,

keanggotaan orang-orang non-Muslim terbatas pada

hal pengaduan kezaliman penguasa, atau buruknya

penerapan syariat Islam.

Ditetapkan berdasarkan sunnah fi’liyyah

Rasulullah Saw. dan ijma shahabat.

Pasal 2 (2)

-

Pasal 2 (3)

-

Page 9: Kritik Islam terhadap uud 1945

Kritik Islam Terhadap UUD 1945

9

Pasal 3

Majelis Permusyawaratan

Rakyat menetapkan

Undang-Undang Dasar dan

garis-garis besar haluan

negara

Pasal 3

Majelis Umat sama sekali tidak memiliki

kewenangan untuk menetapkan UUD dan GBHN,

karena yang berhak untuk itu hanyalah khalifah.

Ditetapkan berdasarkan ijma shahabat

BAB III KEKUASAAN PEMERINTAHAN NEGARA

Pasal 4 (1)

Presiden Indonesia

memegang kekuasaan

pemerintahan menurut

Undang-Undang Dasar.

Pasal 4 (1)

Kepala Negara memegang kekuasaan

pemerintahan tidak berdasarkan UUD yang tidak

berdasarkan al-Quran dan Sunnah. Ia berhak

memegang kekuasaan pemerintahan hanya jika

UUD-nya bersumber dari al-Quran dan Sunnah.

« … dan hendaknya kami tidak mencabut

kekuasaan dari pemiliknya (penguasa) kecuali

setelah kalian menyaksikan kekufuran yang

nyata. »(al hadits)

Pasal 4 (2)

Dalam melakukan kewajib-

annya, presiden dibantu

oleh satu orang wakil

presiden.

Kepala Negara dalam melaksanakan tugas

pemerintahannya dibantu oleh seorang Mu’awin

Tafwidl, sementara dalam tugas administrasi

dibantu oleh Mu’awin Tanfidz, seorang atau lebih.

Kedua-duanya haruslah memenuhi syarat-syarat

tertentu, diantaranya adalah harus muslim dan

pria dan tentunya kapabel.

Ditetapkan berdasarkan sunnah fi’liyyah

Rasulullah Saw. dan ijma shahabat

Pasal 5 (1)

Presiden berhak

mengajukan rancangan

undang-undang kepada

Dewan perwakilan Rakyat.

Pasal 5 (1)

Kepala negara (khalifah) bukan hanya berhak,

tetapi satu-satunya pihak yang berwenang dalam

melegislasi hukum (baca: syariat Islam) yang

digali dari sumber-sumber hukum Islam, tanpa

harus mengajukan apalagi meminta persetujuan

kepada Majelis Umat.

Ditetapkan berdasarkan ijma shahabat.

Pasal 5 (2)

Presiden menetapkan

peraturan pemerintah untuk

menjalankan undang-

undang sebagaimana

mestinya.

-

Pasal 6 (1)

Presiden ialah orang

Indonesia asli.

Pasal 6 (1)

Kepala negara (khalifah) tidak harus orang

Indonesia asli, karena Islam tidak membeda-

bedakan orang dari segi etnisitas. Yang paling

penting, kepala negara harus seorang Muslim dan

harus laki-laki, mampu mengemban tugas, serta

memenuhi sejumlah syarat lain sebagaimana

ditetapkan di dalam syarat-syarat kepala negara.

« Tidak ada kelebihan orang Arab atas orang

‘Ajam (non-Arab), dan tidak ada kelebihan

orang ‘Ajam atas orang Arab. »(al hadits)

Page 10: Kritik Islam terhadap uud 1945

Kritik Islam Terhadap UUD 1945

10

Pasal 6 (2)

Presiden dan wakil

presiden dipilih oleh Majelis

Permusyawaratan Rakyat

dengan suara terbanyak.

Kepala negara diangkat dengan bai’at in’iqad atau

baiat pengangkatan oleh kaum muslimin atau

yang mewakili mereka, seperti ahlul ahli wal aqdi

atau Majelis Umat. Sementara itu Mu’awin

khalifah, baik tafwidl atau tanfidz diangkat oleh

khalifah berdasarkan kriteria-kriteria tertentu yang

telah ditetapkan oleh hukum syara’ dan dengan

sendirinya gugur jabatannya apabila khalifah

gugur dari jabatannya.

Hal ini ditetapkan berdasarkan ijma shahabat, di

antaranya ketika Rasulullah saw. wafat para

sahabat untuk melakukan pemilihan. Tidak

langsung mengangkat Abu Bakar atau Umar

sebagai kepala negara menggantikan

Rasulullah saw.

Pasal 7

Presiden dan wakil

presiden memegang

jabatan selama lima tahun

dan sesudahnya dapat

dipilih kembali dalam

jabatan yang sama hanya

untuk satu kali masa

jabatan.

Pasal 7

Jabatan kepala negara (khalifah) tidak dibatasi

oleh waktu, tetapi oleh syariat. Artinya, selama

kepala negara menjalankan syariat Islam, ia

berhak untuk tetap memegang jabatannya itu,

meskipun seumur hidupnya. Sebaliknya, kepala

negara tidak berhak, bahkan wajib dipecat,

meskipun baru menjabat kekhalifahan beberapa

hari saja, jika telah nyata-nyata melakukan

pelanggaran berat terhadap syariat Islam,

sehingga terbukti melakukan—sebagaimana

istilah Nabi saw.—kekufuran yang nyata (kufran

bawahan), seperti mencampakkan syariat Islam,

dan sebaliknya, memberlakukan hukum-hukum

non-Islam.

« … dan hendaknya kami tidak mencabut

kekuasaan dari pemiliknya (penguasa) kecuali

setelah kalian menyaksikan kekufuran yang

nyata. »(al hadits)

Pasal 8

Jika presiden mangkat,

berhenti, atau tidak dapat

melakukan kewajibannya

dalam masa jabatannya, ia

diganti oleh wakil presiden

sampai habis waktunya.

Pasal 8

Jika kepala negara (khalifah) mangkat, berhenti

(diberhentikan), atau tidak mampu menjalankan

kewajibannya dalam masa jabatannya, ia tidak

secara otomatis diganti oleh wakil (mu'awwin)-

nya. Bahkan mu’awin itu secara otomatis gugur

dari jabatannya. Dan selanjutnya segera dilakukan

pemilihan kepala negara (khalifah) yang baru.

Hal ini ditetapkan berdasarkan ijma shahabat, di

antaranya ketika Rasulullah saw. wafat para

sahabat berkumpul untuk melakukan pemilihan.

Tidak langsung mengangkat Abu Bakar atau

Umar sebagai kepala negara menggantikan

Rasulullah saw.

Pasal 9

1. Sebelum memangku

jabatannya, Presiden dan

Wakil Presiden

bersumpah menurut

agama, atau berjanji

dengan sungguh-sung-

guh di hadapan Majelis

Permusyawaratan

Rakyat atau Dewan

Perwakilan Rakyat

sebagai berikut:

Sumpah Presiden (Wakil

Presiden):

“Demi Allah, saya

bersumpah akan

memenuhi kewajiban

Presiden Republik

Pasal 9

Kepala negara (khalifah) dibaiat oleh umat tidak

dalam rangka memegang teguh UUD dan

menjalankan UU buatan manusia, tetapi untuk

memegang teguh UUD dan menjalankan UU yang

memang bersumber dari al-Quran dan Sunnah.

Secara umum kaum muslimin diminta untuk

berpegang teguh kepada Sunnah rasul dan

para khulafaur rasyidin (al hadits).

Tatkala pembaiatan Utsman sebagai kepala

negara oleh Abdurrahman bin Auf (sebagai

kepala pemilihan khalifah), Abdurrahman

berkata : « Maukah anda saya baiat atas

kitabullah dan sunnah rasul, serta berpegang

teguh terhadap kebijakan (ijtihad) dua khalifah

sebelumnya, yakni Abu Bakar dan Umar? »

«Abdullah bin Umar ketika membaiat Abdul

Malik bin Marwan, seorang Khalifah dari

kalangan Bani Umayyah menulis surat sbb :

Aku berikrar untuk mendengarkan dan mentaati

Abdul Malik bin Marwan sebagai amirul

mukminin atas dasar Kitabullah dan Sunnah

rasul dalam hal yang aku mampu ».

Page 11: Kritik Islam terhadap uud 1945

Kritik Islam Terhadap UUD 1945

11

Indonesia (Wakil Presiden

Indonesia) dengan sebaik-

baiknya dan seadil-adilnya,

memegang teguh Undang-

Undang Dasar dan

menjalankan segala

undang-undang dan

peraturannya dengan

selurus-lurusnya serta

berbakti kepada Nusa dan

Bangsa.”

Janji Presiden (Wakil

Presiden):

“Saya berjanji dengan

sungguh-sungguh akan

memenuhi kewajiban

Presiden Republik

Indonesia (Wakil Presiden

Indonesia) dengan sebaik-

baiknya dan seadil-adilnya,

memegang teguh Undang-

Undang Dasar dan

menjalankan segala

undang-undang dan

peraturannya dengan

selurus-lurusnya serta

berbakti kepada Nusa dan

Bangsa.”

2. Jika Majelis

Permusyawaratan

Rakyat atau Dewan

Perwakilan Rakyat tidak

dapat mengadakan

sidang, Presiden dan

Wakil Presiden

bersumpah menurut

agama, atau berjanji

dengan sungguh-

sungguh di hadapan

pimpinan Majelis

Permusyawaratan

Rakyat dengan

disaksikan oleh

Pimpinan Mahkamah

Agung.

Pasal 10

Presiden memegang

kekuasaan tertinggi atas

Angkatan Darat, Angkatan

Laut dan Angkatan Udara

-

Page 12: Kritik Islam terhadap uud 1945

Kritik Islam Terhadap UUD 1945

12

Pasal 11

Presiden dengan

persetujuan DPR

menyatakan perang,

membuat perdamaian dan

perjanjian dengan negara

lain.

Kebijakan perang, perdamaian dan hubungan

dengan negara lain sepenuhnya berada di tangan

kepala negara/khalifah tanpa perlu persetujuan

dari pihak manapun, termasuk Majlis Ummah. Hal

ini dikarenakan hukum Syara’ telah meletakkan

kekuasaan atas hal-hal tersebut sepenuhnya di

tangan khalifah.

Seluruh hubungan internasional yang ditetapkan

oleh khalifah tidaklah berdasarkan asas manfaat,

melainkan atas ketentuan hk. Syara’, yakni demi

terlaksananya aktivitas penyebaran Islam dengan

dakwah dan jihad.

Selain itu negara Islam pun diperbolehkan

melakukan hubungan Internasional dengan

negara kafir harbi hukman demi kemaslahatan

kaum muslimin – semisal hubungan ekonomi dan

alih teknologi – dengan tanpa mengabaikan

ketentuan syari’at, diantaranya hubungan tersebut

tidak berlangsung permanen, akan tetapi maks.

10 tahun.

Demikian pula dari sunnah fi’liyyah Rasulullah

saw. diketahui bahwa beliaulah – sebagai

kepala negara – sebagai satu-satunya pihak

yang menyelenggarakan hal-hal tersebut di atas

– diantaranya dapat dilihat pada peristiwa

Perjanjian Hudaibiyyah --. Demikian pula ijma

shahabat telah menetapkan hal tersebut.

Pasal 12

Presiden menyatakan

keadaan bahaya. Syarat-

syarat dan akibatnya

keadaan bahaya ditetapkan

undang-undang.

Keadaan bahaya ditetapkan oleh khalifah

berdasarkan pandangan dan ijtihad khalifah atas

nash-nash syara dan realitas demi kemaslahatan

umat, baik karena adanya serangan,

pengkhianatan, atau dugaan telah terjadi

pengkhianatan.

Firman Allah Ta’ala:

“Jika kalian khawatir akan (terjadinya)

pengkhianatan dari suatu golongan maka

kembalikanlah (perjanjian tersebut) dengan

cara yang jujur.”(TQS. Al Anfal [8]:58)

Pasal 13

1. Presiden mengangkat

duta dan konsul

2. Dalam mengangkat duta,

Presiden

memperhatikan

pertimbangan DPR

3. Presiden menerima

penempatan duta

negara lain dengan

pertimbangan DPR

Dalam mengangkat duta dan konsul, serta

menerima penempatan duta negara lain, seorang

kepala negara dapat saja meminta pertimbangan

Majlis Ummah, akan tetapi pendapat mereka

dalam hal ini tidaklah mengikat. Pertimbangan

dalam mengangkat duta dan konsul adalah demi

dakwah Islam dan kemaslahatan kaum muslimin

dengan memperhatikan status negara yang

bersangkutan. Pada negara kafir harbi fi’lan maka

hubungan yang terjalin hanyalah jihad, tidak yang

lain. Dengan demikian khalifah harus menolak

penempatan duta-duta mereka.

Firman Allah Ta’ala:

“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang

memerangi kamu.”(TQS. Al Baqarah [2]:190)

Pasal 14

1.Presiden memberi grasi

dan rehabilitasi dengan

memperhatikan pertim-

bangan Mahkamah

Agung.

2 Presiden memberi

amnesti dan abolisi

dengan memperhatikan

pertimbangan Dewan

Pertimbangan Agung

Keputusan seorang Qadli/hakim dalam pengadilan

tidak dapat dibatalkan oleh siapapun, termasuk

oleh khalifah. Karena keputusan tersebut adalah

hukum Allah yang mengikat pihak-pihak yang

terlibat di pengadilan.

Hal ini dapat dilihat pada peristiwa yang

melibatkan Usamah bin Zaid yang meminta

grasi atas hukum potong tangan bagi seorang

wanita pencuri dari kalangan bangsawan akan

tetapi Rasulullah Saw. menolaknya dengan

keras.

Page 13: Kritik Islam terhadap uud 1945

Kritik Islam Terhadap UUD 1945

13

Pasal 15

Presiden memberi gelar,

tanda jasa dan lain-lain

tanda kehormatan yang

diatur dengan undang-

undang

-

-

Pasal 16

1. Susunan Dewan

Pertimbangan Agung

ditetapkan dengan

undang-undang.

2. Dewan ini berkewajiban

memberi jawab atas

pertanyaan Presiden

dan berhak memajukan

usul kepada

pemerintah.

Rumusan yang baru:

Dewan Pertimbangan

Agung terdiri dari para

anggota yang dipilih oleh

Dewan Perwakilan Rakyat

atas dasar integritas

pribadi, wawasan

kebangsaan, ketokohan

dalam masyarakat serta

sejarah pengabdiannya

kepada negara dan

bangsa.

Khalifah dapat melakukan konsultasi dalam

berbagai urusan pemerintahan dengan pihak

manapun yang berkompeten dalam masalah-

masalah tersebut – mujtahid atau para pakar --.

Tetapi keputusan tersebut tidak diambil

berdasarkan suara terbanyak – seperti sebuah

dewan --melainkan atas pendapat yang diyakini

kebenarannya.

Setiap warga negara berhak mengajukan usulan

kepada khalifah selama dalam koridor syar’iy.

Hal ini terlihat dari sunnah fi’liyyah Rasulullah

Saw. di antaranya yang terjadi pada perang

Badar dimana beliau cukup mengambil

pendapat dari Khubab bin Mundzir ra. tanpa

melibatkan seluruh anggota pasukan Muslim.

Pasal 17

1. Presiden dibantu oleh

menteri-menteri negara.

2. Menteri-menteri itu

diangkat dan

diberhentikan oleh

Presiden.

3. Setiap menteri

membidangi urusan

tertentu dalam

pemerintahan.

1. Kepala negara/khalifah dibantu oleh seorang

Mu’awin tafwid dalam urusan pemerintahan

dan Mu’awin tanfidz dalam urusan

administrasi, bukan oleh sebuah kabinet yang

berisi sejumlah menteri.

2. Mu’awin diangkat dan diberhentikan oleh

khalifah

3. Mu’awin tafwidl adalah pembantu khalifah

dalam urusan pemerintahan dan tidak lebih

dari satu orang hal ini dikarenakan Islam

menganut asas pemerintahan tunggal.

Sementara itu dalam urusan administrasi

khalifah dibantu oleh M. tanfidz.

Nabi saw. bersabda:

“Dua pembantuku di langit; Jibril dan Mikail, dan

dua pembantuku di bumi; Abu Bakar dan

Umar.”

Hal ini juga diperkuat oleh ijma shahabat.

Pasal 18

1. Negara Kesatuan

Republik Indonesia

dibagi atas provinsi dan

daerah provinsi dan

daerah provinsi itu

dibagi atas kabupaten

dan kota, yang tiap-tiap

provinsi, kabupaten dan

Negara Khilafah terbagi atas sejumlah kewalian

yang di bawah setiap kewalian terbagi sejumlah

keamilan. Setiap pemerintahan tingkat wali atau

amil menjalankan pemerintahan mereka sesuai

dengan ijtihad dan pendapat mereka, selain

menjalankan segala hal yang telah diadopsi

(tabanni) oleh Khalifah.

Meski menjalankan pemerintahan berdasarkan

Sabda Nabi Saw:

“Tidak membahayakan dan tidak membuat

bahaya.”

Serta kaidah

“Sarana yang dapat mengantarkan kepada

perbuatan haram, maka sarana itu adalah

Page 14: Kritik Islam terhadap uud 1945

Kritik Islam Terhadap UUD 1945

14

kota itu mempunyai

pemerintahan daerah,

yang diatur dengan

undang-undang.

2. Pemerintahan daerah

provinsi, daerah

kabupaten, dan kota

mengatur dan

mengurus sendiri

urusan pemerintahan

menurut asas otonomi

dan tugas pembantuan

3. Pemerintahan daerah

provinsi, daerah

kabupaten, dan kota

memiliki Dewan

Perwakilan Rakyat

Daerah yang anggota-

anggotanya dipilih

melalui pemilihan

umum.

4. Gubernur, Bupati dan

Walikota masing-

masing sebagai kepala

pemerintah daerah

provinsi, kabupaten dan

kota dipilih secara

demokratis.

5. Pemerintahan daerah

menjalankan otonomi

seluas-luasnya, kecuali

urusan pemerintahan

yang oleh undang-

undang ditentukan

sebagai Pemerintah

Pusat.

6. Pemerintah daerah

berhak menetapkan

peraturan daerah dan

peraturan-peraturan lain

untuk melaksanakan

otonomi dan tugas

pembantuan.

7. Susunan dan tata cara

penyelenggaraan

pemerintahan daerah

diatur dalam undang-

undang.

ijtihad dan pendapat mereka akan tetapi berbagai

kebijakan yang menyangkut urusan keuangan,

peradilan dan militer berada di tangan khalifah.

Hal ini diambil sebagai upaya pencegahan akan

terjadinya dlarar, yakni terjadinya disintegrasi

wilayah kesatuan khilafah. Hal ini diambil

berdasarkan hadits Nabi saw.

haram.”

Pasal 18-A

1. Hubungan wewenang

antara pemerintah pusat

dan pemerintah daerah

provinsi, kabupaten,

dan kota, atau antara

provinsi dan kabupaten

dan kota, diatur dengan

Secara umum pemerintahan pada tingkat wali dan

amil menjalankan pemerintahannya berdasarkan

ijtihad dan pendapat mereka, selain menjalankan

perkara yang telah ditabanniy oleh khalifah. Juga

selain urusan keuangan, militer dan peradilan.

Dan pemerintah pusat tidak dibenarkan

memberikan perlakuan yang berbeda atas

Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala:

“Maka terapkanlah hukum di antara mereka

dengan apa yang telah Allah turunkan dan

janganlah engkau mengikuti hawa nafsu

mereka”(TQS. Maidah [5]:49)

Page 15: Kritik Islam terhadap uud 1945

Kritik Islam Terhadap UUD 1945

15

undang-undang dengan

memperhatikan

kekhususan dan

keragaman daerah.

2. Hubungan keuangan,

pelayanan umum,

pemanfaatan sumber

daya alam dan sumber

daya lainnya antara

pemerintah pusat dan

pemerintah daerah

diatur dan dilaksanakan

secara adil dan selaras

berdasarkan undang-

undang.

keberagaman wilayah kekuasan khilafah. Seluruh

daerah dan warga negara diperlakukan sama

berdasarkan kesamaan mereka di hadapan

syari’at.

Adapun pengelolaan sumber daya alam yang

merupakan milik umum seluruh kaum muslimin,

diserahkan kepada negara dan hasilnya –setelah

dikurangi beaya operasional-- diberikan

sepenuhnya kepada masyarakat, baik langsung

maupun dalam bentuk subsidi, beaya pendidikan

gratis, pelayanan kesehatan gratis, dlsb.

“Jika engkau menetapkan hukum di antara

mereka maka putuskanlah dengan adil.”(TQS.

Al Maidah [5]:42).

Pasal 18-B

1. Negara mengakui dan

menghormati satuan-

satuan pemerintahan

daerah yang bersifat

istimewa yang diatur

dengan undang-

undang.

2. Negara mengakui dan

menghormati kesatuan-

kesatuan masyarakat

hukum adat beserta

hak-hak tradisionalnya

sepanjang masih hidup

dan sesuai dengan

perkembangan

masyarakat dan prinsip

Negara Kesatuan

Republik Indonesia,

yang diatur dalam

undang-undang.

Seluruh daerah diperlakukan sama tanpa

pengecualian berdasarkan hukum syara’. Dengan

dalil-dalil di atas

Adapun hukum adat dan hak-hak tradisional tidak

dijadikan sebagai rujukan apapun karena negara

dan kaum Muslimin hanya akan menjalankan

hukum syari’at Islam.

“Tidak patut bagi mukmin laki-laki dan mukmin

wanita jika Allah dan RasulNya telah

menetapkan suatu keputusan bagi mereka, ada

bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan

mereka.”(TQS. Al Ahzab [33]:36)

Pasal 19

1. Anggota Dewan

Perwakilan Rakyat

dipilih melalui pemilihan

umum.

2. Susunan Dewan

Perwakilan Rakyat

diatur dengan undang-

undang.

3. Dewan Perwakilan

Rakyat bersidang

sedikitnya sekali dalam

setahun

-

Page 16: Kritik Islam terhadap uud 1945

Kritik Islam Terhadap UUD 1945

16

Pasal 20

1. Dewan Perwakilan

Rakyat memegang

kekuasaan membentuk

undang-undang

2. Setiap rancangan

undang-undang dibahas

oleh Dewan Perwakilan

Rakyat dan Presidaen

untuk mendapat

persetujuan bersama

3. Jika rancangan undang-

undang itu tidak

mendapat persetujuan

bersama, rancangan

undang-undang itu tidak

boleh diajukan lagi

dalam persidangan

Dewan Perwakilan

Rakyat masa itu.

4. Presiden mengesahkan

rancangan undang-

undang yang telah

disetujui bersama untuk

menjadi undang-

undang.

5. Dalam hal rancangan

undang-undang yang

telah disetujui bersama

tersebut tidak disahkan

oleh Presiden dalam

waktu tiga puluh hari

semenjak rancangan

undang-undang

tersebut disetujui,

rancangan undang-

undang tersebut sah

menjadi undang-undang

dan wajib diundangkan

Majlis Ummah tidak memiliki wewenang membuat

undang-undang. Wewenang itu ada pada khalifah,

yakni hak menyusun undang-undang dasar

(dustur) dan perundang-undangan (qawaniin).

Hal ini ditetapkan berdasarkan ijma shahabat.

Pasal 20-A

1. Dewan Perwakilan

Rakyat memiliki fungsi

legislasi, fungsi

anggaran dan fungsi

pengawasan.

2. Dalam melaksanakan

fungsinya, selain hak

yang diatur dalam

pasal-pasal lain

Undang-Undang Dasar

ini, Dewan Perwakilan

Rakyat mempunyai hak

interpelasi, hak angket,

dan hak menyatakan

Anggaran negara dan pengesahan undang-undang

(legislasi) sepenuhnya berada di tangan khalifah.

Anggaran negara dan undang-undang dapat disusun

berdasarkan pendapat dan ijtihadnya sendiri,

ataupun atas bantuan orang lain yang berkompeten

pada hal tersebut, yakni para mujtahid atau pakar.

Anggota majelis melakukan muhasabah kepada

kepala negara.

Anggota Majlis Ummat sama kedudukannya di

muka hukum dengan warga negara lain. Dia tidak

memiliki hak imunitas.

Perbuatan Rasulullah saw.

Page 17: Kritik Islam terhadap uud 1945

Kritik Islam Terhadap UUD 1945

17

pendapat.

3. Selain hak yang diatur

dalam pasal-pasal lain

Undang-Undang Dasar

ini, setiap anggota

Dewan Perwakilan

Rakyat mempunyai hak

mengajukan

pertanyaan,

menyampaikan usul dan

pendapat, serta hak

imunitas.

4. Ketentuan lebih lanjut

tentang hak Dewan

Perwakilan Rakyat dan

hak anggota Dewan

Perwakilan Rakyat

diatur dalam undang-

undang.

Pasal 21

Anggota Dewan Perwakilan

Rakyat berhak mengajukan

usul rancangan undang-

undang

Pasal 21

Setiap anggota Majelis Umat memiliki hak

berbicara dan berpendapat tanpa mengalami

pencekalan apapun, sebatas apa yang telah

dihalalkan oleh syara’. Undang-undang dalam

Daulah Khilafah Islamiyah merupakan

implementasi dari ayat-ayat Al Quran dan Sunnah

Rasulullah SAW, sehingga Majelis Umat hanya

melakukan fungsi muhasabah (controlling) apakah

Khalifah (Amirul Mukminin) telah melaksanakan

undang-undang seperti di atas atau tidak.

Allah SWT berfirman : “Wahai orang-orang

beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul, serta

para pemimpin diantara kalian. Bila kalian

berselisih dalam satu perkara, maka

kembalikanlah kepada Allah (Al Quran) dan

Rasul (Sunnah) tersebut.” (QS. An Nisa’ [4]:

59).

Pasal 22

1. Dalam hal ihwal

kegentingan yang

memaksa, Presiden

berhak menetapkan

peraturan pemerintah

sebagai pengganti

undang-undang.

2. Peraturan pemerintah

itu harus mendapat

persetujuan Dewan

Perwakilan Rakyat

dalam persidangan

yang berikut.

3. Jika tidak mendapat

persetujuan, maka

peraturan pemerintah

itu harus dicabut.

Pasal 22A

Ketentuan lebih lanjut

tentang tata cara

pembentukan undang-

undang diatur dengan

undang-undang.

Pasal 22 – 22B

Peraturan pemerintah yang mencakup pengadopsian

(tabanni) hukum harus terikat dengan syari’at Islam.

Sebab kalau menyimpang dari hukum Allah, maka

statusnya adalah kafir. Hal semacam ini pada

hakekatnya telah mengadopsi suatu hukum yang

realitasnya difahami bertentangan dengan syari’at

Islam.

Firman Allah SWT : “ Barang siapa yang tidak

memberlakukan hukum dengan apa yang

diturunkan oleh Allah, maka mereka adalah

orang-orang kafir.” (QS. Al Maidah [5]: 44).

Page 18: Kritik Islam terhadap uud 1945

Kritik Islam Terhadap UUD 1945

18

Pasal 22B

Anggota Dewan Perwakilan

Rakyat dapat diberhentikan

dari jabatannya, yang

syarat-syarat dan tata

caranya diatur dalam

undang-undang.

Pasal 23

1. Anggaran pendapatan

dan belanja ditetapkan

tiap-tiap tahun dengan

undang-undang.

Apabila Dewan

Perwakilan Rakyat tidak

menyetujui anggaran

yang diusulkan

pemerintah, maka

pemerintah

menjalankan anggaran

tahun yang lalu

2. Segala pajak untuk

keperluan negara

berdasarkan undang-

undang.

3. Macam dan harga mata

uang ditetapkan dengan

undang-undang.

4. Hal keuangan negara

selanjutnya diatur

dengan undang-

undang.

5. Untuk memeriksa

tanggung jawab tentang

keuangan negara

diadakan suatu Badan

Pemeriksa Keuangan,

yang peraturannya

ditetapkan dengan

undang-undang. Hasil

pemeriksaan itu

diberitahukan kepada

Dewan Perwakilan

Rakyat.

Pasal 23 (Hal Keuangan)

1. Baitul mal adalah badan operasional yang

menampung segala pos pemasukan sekaligus

juga menjalankan pengeluaran harta untuk

kepentingan negara dan umat yang penentuan

kebijakannya di bawah tanggung jawab

Khalifah. Sumber pemasukan tetap baitul mal

adalah harta fa’i, ghanimah, anfal, kharaj,

jizyah, pemasukan dari hak milik umum

(sumber alam dan barang tambang),

pemasukan dari hak milik negara, usyur,

seperlima harta rikaz, serta harta zakat.

Seluruh kekayaan ini dipungut secara tetap,

baik pada saat diperlukan ataupun tidak.

Anggaran belanja negara Daulah Khilafah

Islamiyah memiliki penjatahan yang baku atas

bagian yang telah ditentukan oleh syari’at

Islam. Perincian penjatahan anggaran,

pengadaan (dana) untuk masing-masing

bagian serta bidang-bidang yang memperoleh

dana didasarkan kepada kebijakan dan ijtihad

Khalifah sebagai wujud pelayanan terhadap

urusan rakyat. Perlu ditegaskan di sini bahwa

dalam Islam tidak ada pembuatan APBN

tahunan yang meminta persetujuan Majelis

Umat.

2. Sumber-sumber pendapatan baitul mal tersebut

sudah cukup besar untuk mengatur urusan

rakyat dan melayani kepentingan mereka.

Pajak (dharibah) hanya dipungut secara

temporer berdasarkan kadar kebutuhan

belanja negara yaitu ketika sumber

pendapatan baitul mal seperti di atas tidak

mencukupi kebutuhan pengeluaran negara

yang primer. Pajak hanya dipungut dari

kalangan kaum Muslim yang dikategorikan

memiliki kelebihan harta/kaya dan sama sekali

tidak dipungut dari kalangan non-Muslim sebab

tidak ada pungutan terhadap harta mereka

kecuali jizyah.

3. Mata uang Daulah Khilafah Islamiyah adalah

emas dan perak dan memberlakukannya

sesuai dengan ketentuan emas dan perak

yang pernah dilakukan di masa Rasulullah

SAW dan para Khalifah sesudah beliau. Islam

telah mengaitkan beberapa hukum syara’

dengan satuan emas dan perak seperti

larangan menimbun emas dan perak (tanpa

Perbuatan nabi saw. dan hadits qauli-nya.

Page 19: Kritik Islam terhadap uud 1945

Kritik Islam Terhadap UUD 1945

19

dibelanjakan), nilai tukar dalam jual beli,

penentuan nishab zakat, dan penentuan

standar diyat (denda). Standarisasi emas dan

perak merupakan satu-satunya patokan yang

mampu mengatasi krisis mata uang (moneter)

dan inflasi tak terkendali yang melanda

sebagian besar masyarakat dunia saat ini.

4. Majelis Umat melakukan kontrol terhadap

keuangan negara atas kesesuaiannya dengan

syari’at Islam yang mencakup sumber-sumber

pendapatan dan pengeluarannya serta kapan

pemungutan pajak diwajibkan.

Pasal 24

1. Kekuasaan kehakiman

dilakukan oleh sebuah

Mahkamah Agung dan

lain-lain badan

kehakiman menurut

undang-undang.

2. Susunan dan

kekuasaan badan-

badan kehakiman itu

diatur dengan undang-

undang.

Pasal 24 (Kekuasaan Kehakiman)

1. Qadla’ (lembaga peradilan) adalah lembaga

yang bertugas untuk menyampaikan keputusan

hukum yang bersifat mengikat. Lembaga ini

bertugas menyelesaikan perselisihan yang

terjadi diantara sesama individu anggota

masyarakat atau mencegah hal-hal yang dapat

merugikan hak jama’ah (kelompok) atau

mengatasi perselisihan yang terjadi antara

warga masyarakat dengan aparat

pemerintahan, baik Khalifah, pejabat

pemerintahan atau pegawai negeri yang lain.

Sumber hukum yang dijadikan sebagai pijakan

Qadla’ adalah Al Quran, As Sunnah, Ijma’

Shahabat, dan Qiyas yang merupakan sumber

hukum syari’at Islam.

2. Khalifah mengangkat qadli qudlat (amir qadla’)

sedangkan qadli qudlat memiliki wewenang

mengangkat qadli-qadli, memperingatkan dan

memberhentikan mereka dari jabatannya,

sesuai dengan peraturan administratif yang

berlaku. Para qadli tersebut terbagi dalam tiga

golongan yaitu (a) qadli biasa, berwewenang

menyelesaikan perselisihan (perkara) dalam

urusan mu’amalat dan ‘uqubat (sanksi) yang

terjadi di tengah-tengah masyarakat, (b) qadli

muhtasib, berwewenang menyelesaikan

pelanggaran-pelanggaran yang merugikan

hak-hak jama’ah/ masyarakat, dan (a) qadli

mazalim, berwewenang menyelesaikan

perselisihan (perkara) yang terjadi antara

warga masyarakat dengan pemerintah/negara.

Allah SWT telah berfirman :

“Dan hendaknya engkau menghukumi (perkara

yang terjadi) diantara mereka dengan hukum

(syari’at) yang telah diturunkan oleh Allah.” (QS.

Al Maidah : 49).

Pasal 25

Syarat-syarat untuk

menjadi dan untuk

diberhentikan sebagai

hakim ditetapkan dengan

undang-undang

Pasal 25

Syarat-syarat bagi qadli biasa dan muhtasib

adalah Muslim, baligh, merdeka, berakal, adil dan

ahli fiqih, bagi qadli mazalim ditambahkan syarat

laki-laki dan mujtahid sedangkan bagi qadli qudlat

hanya ditambahkan syarat laki-laki.

Pasal 25E

Negara Kesatuan Republik

Indonesia adalah sebuah

negara kepulauan yang

Pasal 25E (Wilayah Negara)

Daulah Khilafah Islamiyah adalah kepemimpinan

umum bagi seluruh kaum Muslimin di dunia

sebagai suatu kekuatan politik praktis untuk

Dari Sulaiman bin Buraidah dari bapaknya :

“Rasulullah jika mengutus pemimpin pasukan

atau sariyah, beliau berpesan secara khusus

Page 20: Kritik Islam terhadap uud 1945

Kritik Islam Terhadap UUD 1945

20

berciri Nusantara dengan

wilayah yang batas-batas

dan hak-haknya ditetapkan

dengan undang-undang.

menerapkan dan memberlakukan hukum-hukum

Islam serta mengemban dakwah Islam ke seluruh

dunia sebagai sebuah risalah dengan dakwah dan

jihad. Wilayah Daulah Khilafah Islamiyah

mencakup seluruh wilayah di muka bumi yang di

dalamnya diterapkan hukum-hukum Islam dan

keamanannya berada dalam kekuasaan kaum

Muslimin walaupun mayoritas penduduknya bukan

Muslim. Batas wilayah daulah Islam tidaklah

statis, tapi dinamis. Artinya, setiap waktu bisa

berubah seiring dengan pemekaran wilayah yang

dihasilkan dari proses dakwah dan jihad.

untuk bertaqwa kepada Allah dan agar

bersama kaum muslimin dalam kebaikan,

kemudian beliau bersabda :” berperanglah

dengan nama Allah di jalan Allah, perangilah

orang yang kafir kepada Allah, berperanglah

dan janganlah berlebihan, jangan berkhianat,

dan jangan merusak dan jangan membunuh

orang-orang tua. Jika kalian bertemu dengan

musuh yaitu orang musyrik maka serulah

mereka kepada tiga opsi, mana saja mereka

terima maka terimalah dan cukupkan dari

mereka, serulah mereka kepada Islam jika

mereka memenuhi ajakanmu maka terimalah

dan cukupkan dari mereka, kemudian serulah

mereka untuk merubah (menggabungkan)

negeri mereka kepada ke negeri muhajirin dan

beritahu mereka bahwa jika mereka melakukan

itu maka bagi mereka seperti halnya bagi orang

muhajirin dan atas mereka sama dengan apa

(yang diberlakukan) atas orang muhajirin, jika

mereka menolak menggabungkan negerinya

maka beritahukan kepada mereka agar menjadi

seperti orang-orang arab (non muslim/kafir

dzimmiy) yang diberlakukan atas mereka apa

yang berlaku atas kaum muslimin, dan tidak

ada bagi mereka berupa fai’iy dan ghanimah

kecuali mereka berperang bersama kaum

muslimin”.

Lihat QS. As Saba [34] : 28

Pasal 26

1. Yang menjadi warga

negara ialah orang-

orang bangsa Indonesia

asli dan orang-orang

bangsa lain yang

disahkan dengan

undang-undang sebagai

warga negara.

2. Penduduk ialah warga

negara Indonesia dan

orang asing yang

bertempat tinggal di

Indonesia.

3. Hal-hal mengenai warga

negara dan penduduk

diatur dengan undang-

undang.

Pasal 26 (Warga Negara dan Penduduk)

Warga negara Daulah Khilafah Islamiyah terdiri

dari kaum Muslim dan non-Muslim. Warga negara

non-Muslim adalah mereka dari kalangan kafir

dzimmi yaitu non-Muslim yang sedang tidak

memerangi kaum Muslim dan mereka tunduk

pada hukum-hukum Islam yang diterapkan dalam

Daulah Khilafah Islamiyah kecuali dalam masalah

aqidah dan ibadah.

Didasarkan atas hukum dzimiy dan hukum

daru al Islam dan daru al kufru.

Bagi ahlu dzimah hak mereka seperti hak

kaum muslimin dan kewajiban mereka

seperti kewajiban kaum muslimin. Ahlu

dzimmah adalah orang yang beragama

selain Islam yang menjadi rakyat negara

Islam dan tetap dalam agamanya. Islam

menjamin hak dan kewajiban ahlu dzimmah

sesuai dengan pernyataan Al Qur'an dan As

Sunah. Firman Allah : “dan jika kamu

menetapkan hukum diantara manusia

supaya kamu menetapkan dnegan adil” (QS.

An Nisaa’ : 58). Firman Allah : “dan

janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap

sesuatu kaum mendorong kamu untuk

berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena

adil itu lebih dekat kepada taqwa” (QS. Al

Maa’idah : 8). Firman Allah : “dan jika kamu

memutuskan perkara diantara mereka maka

putuskanlah dengan adil ‘ (QS. Al Maa’idah :

42).

Yang diberlakukan atas ahlu dzimmah

seperti yang diberlakukan atas kaum

muslimin. Rasulullah saw memberlakukan

Page 21: Kritik Islam terhadap uud 1945

Kritik Islam Terhadap UUD 1945

21

‘uqubat (pidana dan sanksi) terhadap orang

kafir seperti yang diberlakukan kepada kaum

muslimin. Rasul membunuh orang yahudi

sebagai hukuman karena orang yahudi itu

membunuh seorang perempuan. Dua orang

yahudi laki dan perempuan, keduanya

berzina lalu Rasul merajam mereka berdua.

Perlindungan bagi ahlu dzimmah seperti

halnya perlindungan bagi kaum muslimin.

Sabda Rasul : “barangsiapa yang

membunuh jiwa yang terikat dengan

dzimmah Allah dan Rasul-Nya maka ia

sungguh telah melanggar dzimmah Allah

dan ia tidak akan mencium baunya surga

padahal bau surga itu sudah tercium pada

jarak sejauh perjalanan empat puluh musim”

Pasal 27

1. Segala warga negara

bersamaan

kedudukannya di dalam

hukum dan

pemerintahan dan wajib

menjunjung hukum dan

pemerintahan itu

dengan tidak ada

kecualinya.

2. Tiap-tiap warga negara

berhak atas pekerjaan

dan penghidupan yang

layak bagi

kemanusiaan.

3. Setiap warga negara

berhak dan wajib ikut

serta dalam upaya

pembelaan negara.

Pasal 27

1. Daulah Khilafah Islamiyah tidak membeda-

bedakan individu warga negaranya dalam

aspek hukum, peradilan, maupun dalam

menjamin kebutuhan seluruh warga negara

dan sebagainya. Seluruh warga negara

diperlakukan sama tanpa memperhatikan ras,

agama, warna kulit dan lain-lain.

2. Setiap warga negara mendapatkan hak-hak

dan kewajiban-kewajiban sesuai dengan

ketentuan syari’at Islam.

4. Seluruh warga negara yang Muslim memikul

tanggung jawab yang sama terhadap Islam

yaitu menampilkan keagungan pemikiran Islam

serta mengemban dakwah Islam ke seluruh

alam melalui jihad.

Perintah Allah SWT : “Serulah manusia ke jalan

Rabbmu (Islam) dengan hikmah/hujjah dan

nasihat yang baik dan bantahlah mereka

dengan cara yang lebih baik.” (QS. An Nahl :

125)

Lihat Pasal 26.

Pasal 28

Kemerdekaan berserikat

dan berkumpul,

mengeluarkan pikiran

dengan lisan dan tulisan

dan sebagainya ditetapkan

dengan undang-undang.

Pasal 28

1. Setiap perbuatan manusia terikat dengan

hukum syara’. Tidak dibenarkan melakukan

suatu perbuatan kecuali setelah mengetahui

status hukumnya.

2. Kemerdekaan berserikat dan berkumpul,

mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan

dan sebagainya harus berasaskan aqidah

Islam dan tidak boleh bertentangan dengan

hukum-hukum syara’. Misalnya tidak

diperbolehkan mendirikan perkumpulan yang di

dalamnya ada unsur kemaksiatan dan

kemungkaran yang diharamkan oleh syari’at

Islam, atau perkumpulan yang menyebarkan

dan memperjuangkan idiologi selain Islam.

Firman Allah:

Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu'min

dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu'min,

apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan

suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan

(yang lain) tentang urusan mereka. (QS. Al

Ahzab 36).

Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya

melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas

yang selalu hadir (QS. Qaaf 18).

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan

umat yang menyeru kepada kebajikan,

menyuruh kepada yang ma`ruf dan mencegah

dari yang munkar; merekalah orang-orang yang

beruntung (QS. Ali Imran 104).

Page 22: Kritik Islam terhadap uud 1945

Kritik Islam Terhadap UUD 1945

22

Pasal 29

1. Negara berdasar atas

Ketuhanan yang Maha

Esa.

2. Negara menjamin

kemerdekaan tiap-tiap

penduduk untuk

memeluk agamanya

masing-masing dan

untuk beribadat menurut

agamanya dan

kepercayaannya itu.

Pasal 29 (Agama)

a. Daulah Khilafah Islamiyah berdasar atas

aqidah Islam. Segala sesuatu yang

menyangkut struktur dan urusan negara,

termasuk meminta pertanggungjawaban atas

tindakan negara harus dibangun berdasarkan

aqidah Islam. Aqidah Islam sekaligus

merupakan asas Undang-undang Dasar dan

perundang-undangan yang bersumber dari

syari’at Islam.

b. Daulah Khilafah Islamiyah menerapkan syari’at

Islam bagi seluruh warga negara baik yang

Muslim maupun yang non-Muslim dalam

bentuk-bentuk berikut ini :

c. Negara melaksanakan seluruh hukum Islam

atas kaum Muslimin tanpa kecuali.

d. Warga negara non-Muslim dibiarkan memeluk

aqidah dan menjalankan ibadahnya masing-

masing.

e. Warga negara Muslim yang murtad dari Islam

atas mereka dijatuhkan hukum murtad jika

mereka sendiri yang melakukan kemurtadan.

Jika kedudukannya sebagai anak-anak orang

murtad atau dilahirkan sebagai non-Muslim,

maka mereka diperlakukan bukan sebagai

orang Islam sesuai kondisi mereka selaku

orang-orang musyrik atau ahli kitab.

f. Dalam hal makanan, minuman, dan pakaian

terhadap warga negara non-Muslim

diperlakukan sesuai dengan agama mereka,

sebatas apa yang diperbolehkan hukum-

hukum syara’.

g. Perkara-perkara nikah dan talak antara

sesama non-Muslim diselesaikan sesuai

dengan agama mereka, namun jika terjadi

antara Muslim dan non-Muslim perkara

tersebut diselesaikan menurut hukum Islam.

h. Hukum-hukum syara’ selain di atas, seperti

mu’amalat, ‘uqubat, bayyinat, ketatanegaraan,

ekonomi, dan sebagainya, dilaksanakan oleh

negara atas seluruh warga negara baik yang

Muslim maupun non-Muslim. Pelaksanaannya

juga berlaku terhadap mu’ahidin yaitu orang-

orang yang negaranya terikat dengan

perjanjian, terhadap musta’minin yaitu orang-

orang yang mendapat jaminan keamanan

untuk masuk ke negeri Islam, dan terhadap

siapa saja yang berada di bawah kekuasaan

Islam, kecuali bagi para diplomat, konsul,

utusan negara asing dan sebagainya karena

mereka memiliki kekebalan diplomatik.

Teks dalam Piagam Madinah, yang menyebut

bahwa sega perselisihan atas perjanjian

masyarakat Madinah dikembalikan kepada

Allah dan rasul-Nya (lihat Sirah Ibnu Hisyam)

Pasal 30

Pasal 30 (Pertahanan dan Keamana Negara)

1. Jihad adalah kewajiban bagi seluruh kaum

Muslimin dan mobilisasi umum bersifat wajib.

Setiap laki-laki Muslim yang telah berusia 15

Firman Allah SWT : “Dan siapkanlah kekuatan

apa saja yang kalian sanggupi untuk

menghadapi mereka (orang-orang kafir).” (QS.

Al Anfal : 60).

Page 23: Kritik Islam terhadap uud 1945

Kritik Islam Terhadap UUD 1945

23

tahun diharuskan mengikuti latihan wajib militer

sebagai persiapan jihad.

2. Angkatan bersenjata terdiri atas dua bagian

yaitu: (a) pasukan cadangan yang terdiri dari

seluruh kaum Muslimin yang mampu

mengangkat senjata, dan (b) pasukan tetap /

reguler yang telah ditetapkan gajinya dalam

anggaran belanja negara sebagaimana

pegawai negeri yang lain.

3. Angkatan bersenjata merupakan satu kesatuan

yang disebut tentara (jaisy). Dari unsur

angkatan bersenjata tersebut kemudian dipilih

kesatuan khusus yang diatur dengan peraturan

tersendiri dan dibekali dengan tsaqafah

(pengetahuan) tertentu yang disebut polisi

(syurthah).

4. Kepolisian (syurthah) tersebut bertugas untuk

menjaga ketertiban dan kedisiplinan rakyat

dalam menjalankan hukum-hukum syara’ yang

telah ditetapkan oleh negara serta menjaga

keamanan dan melaksanakan berbagai bidang

yang bersifat operasional.

5. Setiap pasukan harus diberikan pendidikan

militer semaksimal mungkin, ditingkatkan

kemampuan berfikirnya, dan diberikan

tsaqafah Islam sehingga mereka memiliki

wawasan tentang Islam sekalipun dalam

bentuk yang global.

Imam Bukhari telah meriwayatkan dari Anas r.a.

yang mengatakan : “Bahwa Qais bin Sa’ad

ketika itu sedang berada di dekat Rasulullah

SAW dalam posisinya sebagai anggota

kesatuan polisi (syurthah).”

BAB XIII PENDIDIKAN

Pasal 31

1. Tiap-tiap warga negara

berhak mendapat

pengajaran.

2. Pemerintah

mengusahakan dan

menyelenggarakan satu

sistem pengajaran

nasional, yang diatur

dengan undang-

undang.

Bukan hanya sekedar pengajaran, tetapi juga

pendidikan yang diselenggarakan secara cuma-

cuma atau berbiaya murah.

-

Sesuai dengan tujuan pendidikan Islam untuk

membentuk cara berpikir Islam, sikap jiwa

Islam, dan mahir dalam ilmu pengetahuan.

Pasal 32

Pemerintah memajukan

kebudayaan nasional

Indonesia.

Bertentangan dengan ajaran Islam yang bersifat

universal yang hanya akan mengembangkan

kebudayaan Islam dari daerah manapun selama

tidak bertentangan dengan Islam. Selain itu juga,

Islam melarang ‘ashabiyyah.

Sabda Rasulullah saw:

“Siapa saja yang menyeru kepada ashabiyah

(fanatisme golongan/nasionalisme) maka dia

tidak termasuk golongan kita (kaum Muslim).”

(HR. Abu Dawud)

Terdapat pula sejumlah nash (hadits) lain yang

melarang ashabiyah (fanatisme golongan atau

nasionalisme).

Page 24: Kritik Islam terhadap uud 1945

Kritik Islam Terhadap UUD 1945

24

BAB XIV KESEJAHTERAAN SOSIAL

Pasal 33

1. Perekonomian disusun

sebagai usaha bersama

berdasar atas asas

kekeluargaan.

2. Cabang-cabang

produksi yang penting

bagi negara dan yang

menguasai hajat hidup

orang banyak dikuasai

oleh negara.

3. Bumi dan air dan

kekayaan alam yang

terkandung di dalamnya

dikuasai oleh negara

dan dipergunakan untuk

sebesar-besar

kemakmuran rakyat.

Islam menentukan kepemilikan dalam kategori

pemilikan individu, negara, dan umum.

Negara menjamin aktivitas ekonomi warga negara

dalam mengembangkan modalnya (kepemilikan

individu) untuk usaha-usaha pertanian, industri,

dan perdagangan dan jasa dalam batas-batas

kepemilikan individu.

Barang-barang yang termasuk dalam kepemilikan

umum (milik seluruh kaum muslimin) dikuasai dan

dikelola hanya oleh negara (tidak dibenarkan

diserahkan kepada individu atau kelompok

perusahan domestik maupun asing) dan hasil atau

keuntungannya dipergunakan untuk memajukan

kesejahteraan umum warga negara seperti

pembiayaan pendidikan gratis, pelanan kesehatan

gratis, dan jaminan keamanan gratis serta

pembangunan sarana dan prasarana umum

seperi masjid, jalan-jalan dan sebagainya

“Maka putuskanlah perkara diantara mereka

menurut apa yang Allah turunkan.” (TQS. Al-

Maidah [5]: 48)

Sabda Rasulullah saw:

“Barangsiapa yang melakukan amal perbuatan

yang bukan berasal dariku, maka amal

perbuatannya tertolak.” (HR. Muslim)

“Masyarakat berserikat dalam tiga macam

(sumber alam), (yaitu) air, padang

penggembalaan, dan api.” (HR. Abu ‘Ubaid

dalam al-Amwaal)

Pasal 34

Fakir miskin dan anak-anak

yang terlantar dipelihara

oleh negara

Islam mengharuskan negara untuk memelihara

seluruh warga negara tanpa kecuali, baik mereka

itu kaya ataupun miskin. Negara yang hanya

memelihara fakir miskin dan anak-anak terlantar

saja, menunjukkan kedzalimannya terhadap

kalangan rakyat lainnya.

“Seorang Imam (Khalifah/kepala negara)

adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat.

Dan ia akan dimintai pertanggungjawaban

terhadap (pengaturan) rakyatnya.” (HR.

Bukhari dan Muslim)

BAB XV BENDERA, BAHASA, DAN LAMBANG NEGARA, SERTA LAGU KEBANGSAAN

Pasal 35

Bendera negara Indonesia

ialah Sang Merah Putih

Bertentangan dengan liwa (bendera) dan rayah

(panji-panji) Rasulullah saw dan kaum Muslimin.

Liwa (bendera) Rasulullah saw berwarna putih

dengan tulisan Lâ ilâha illallâh Muhammad

Rasûlullâh berwarna hitam. Sedangkan rayah

(panji-panji) Rasulullah saw berwarna hitam

dengan tulisan Lâ ilâha illallâh Muhammad

Rasûlullâh berwarna putih.

Diriwayatkan oleh Abdullah bin Abbas dari Abi

Syaikh dengan lafadz:

“Tertulis pada Rayah Rasulullah saw – Lâ ilâha

illallâh Muhammad Rasûlullâh“.

Pasal 36

Bahasa negara adalah

bahasa Indonesia

Bahasa resmi negara menurut syari’at Islam

adalah bahasa Arab. Hal ini mengingat bahwa

seluruh penyelenggaraan negara dengan

penerapan hukum-hukum Islam bersumber dari Al

Qur’an dan As Sunnah yang diturunkan Allah

SWT dalam bahasa Arab. Disamping itu kemajuan

berpikir manusia dalakm memecahkan

problematikanya amat ditentukan oleh

kemampuan berijtihad. Dan ijtihad tidak akan

dapat dilakukan tanpa kemampuan bahasa Arab.

Firman Allah Swt:

“Kami telah menurunkan Al-Quran itu sebagai

hukum (peraturan) dalam bahasa Arab.” (TQS.

Ar-Ra’du [13]: 37)

Page 25: Kritik Islam terhadap uud 1945

Kritik Islam Terhadap UUD 1945

25

Pasal 36A

Lambang negara ialah

Garuda Pancasila dengan

semboyan Bhinneka

Tunggal Ika

Lambang negara sama dengan bendera. Islam

mengakui perbedaan, namun tidak

mencampurkan antara haq dengan bathil.

Semuanya harus dipandu oleh ajaran Islam.

Lihat QS. Al Hujurat [49] : 13

Pasal 36B

Lagu Kebangsaan ialah

Indonesia Raya

Lagu bisa dibuat, asal sesuai dengan aqidah,

sayriah dan semangat dakwah dan jihad serta

kemuliaan Islam dan kaum muslimin. Yang harus

dibela adalah semua negeri-negeri muslim. Juga,

Aqidah Islam mengharuskan penghambaan dan

pengorbanan ditujukan hanya untuk Allah semata,

bukan yang lain.

Dalam piagam Madinah dikatakan bahwa kaum

mukmin itu umat yang satu.

Firman Allah Swt:

“Katakanlah: ‘Sesungguhnya shalatku,

ibadahku, hidup dan matiku (hanyalah) untuk

Allah, Rabbul ‘alamin. Tiada sekutu bagi-Nya.

Itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku

adalah orang yang mula-mula Muslim.” (TQS.

Al-An’am [6]: 162-163)