kreasi keset dari limbah konveksidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...cover i kata sambutan vi...
TRANSCRIPT
! ""!
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk
! ! !
!!!!!!!!!!!!!
!!
! KREASI KESET DARI LIMBAH KONVEKSI
!
!
! """!
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk
!
! ! !
!!
!!
!!
!!
!!
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta
Pasal 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi pencipta atau pemegang hak cipta untuk
mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasannya menurut perundang-undangan yang berlaku.
Ketentuan Pidana
Pasal 72 (1) Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).
(2) Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau hak terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
!!!!!!!!!!!!!!
! "#!
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk
!!! ! !
!!!!!!!
!!!
KREASI KESET DARI LIMBAH KONVEKSI !!!!!!!!!!
!"#$%#&'()*+*#$$,(#-#$!(.#*"#$/00"$$1('+ 23*40$%5$
%(67#&$!'("#8+!!
!
!
!
!
!
!
!
!
! #!
!
KREASI KESET DARI LIMBAH KONVEKSI Editor: Wahyu Triono KS Cetakan 1. © Sri Widyastuti, dkk., 2017 Desain Sampul dan Layout : Wahyu Triono KS
Hak cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apapun tanpa ijin tertulis dari penerbit ISBN: !978-602-70083-6-6!xiii + 211 halaman Penerbit: FEB-UP Press Jln. Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan 12640 Telp. (021) 7272606, Fax. (021) 7270133 www.univpancasila.ac.id Email: [email protected] !
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk
! ! !!!
! ! !"#!
P
KATA SAMBUTAN
uji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena penyusunan buku ini telah diselesaikan dengan segala daya dan upaya. Tujuan dari penyusunan buku ini adalah sebagai sumbang-
sumbangsih wawasan dan pengetahuan tentang Green Entrepreneurship bagi kalangan mahasiswa, akademisi dan masyarakat umum secara luas.
Saat ini Entrepreneurship bukan lagi hanya membicarakan bagaimana menghasilkan keberhasilan ekonomi, namun harus mampu menjadi wirausahawan yang berkelanjutan (sustainable entrepreneurs) mampu mengelola triple bottom line (profita- bilitas perusahaan, potensi manfaat untuk lingkungan hidup, serta potensi manfaat untuk masyarakat) dengan menyeimbang- kan kesehatan ekonomi, keadilan sosial dan ketahanan lingku- ngan melalui perilaku kewirausahaan mereka. Entrepreneurship semacam ini, dikenal sebagai Green Entrepreneurship atau ke- wirausahaan yang berorientasi pada kelestarian lingkungan, ini diyakini akan menjadi tuntutan di masa mendatang. Ini terkait semakin meningkatnya kesadaran konsumen terhadap berbagai produk ramah lingkungan.
Tahun 2013 sebuah program bertajuk International Green Enterpreneurship Program/ IGEP telah diselenggarakan di Indonesia bekerjasama dengan Bank Indonesia, Kementerian Pemuda dan Olahraga, serta Serikat Pekerja dan Apindo dalam rangka memperkenalkan kreasi wirausaha berwawasan lingku- ngan, pekerjaan berwawasan lingkungan dan hidup layak, dan menentukan solusi praktis untuk menghadapi tantangan peruba- han iklim yang belum pernah terjadi sebelumnya. Membuka lapangan pekerjaan dengan cara memulai sebuah usaha telah menjadi bagian penting dalam kebijakan negara Indonesia terkait bidang ketenagakerjaan. Indonesia telah mengambil langkah-langkah dan menetapkan kebijakan-kebijakan untuk menuju tren ekonomi dengan tingkat emisi karbon rendah dan karenanya perkembangan sejumlah industri berwawasan lingkungan seperti energi terbarukan, pertanian, pariwisata, dan kreativitas yang berwawasan lingkungan telah menarik perhatian para pengusaha. Sementara itu, berbagai kebijakan baru, hukum, dan peraturan mengharuskan perusahaan tradisional dengan tingkat konsumsi energi yang tinggi, yang menghasilkan banyak polusi dan emisi GHG, untuk melakukan efisiensi energi.
Melalui berbagai program pelatihan wirausaha berwawasan lingkungan dengan dibekali booklet, termasuk buku pedoman pelatihan IGEP
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk
! ! !!
! "##!
mengkampanyekan “Mulailah Bisnis Berwawasan Lingkungan Anda” (Start Your Green Business, SYGB). Kita telah sama-sama mengetahui bahwa peran kewira- usaahaan yang cukup penting dalam perekonomian telah mendo- rong tumbuhnya pendidikan kewirausahaan (entrepreneurship education). Bukanlah berlebihan, bila Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pancasila (FEB-UP) sebagai institusi pendidi- kan mempelopori kampanye “Mulailah Belajar Bisnis Berwawa- san Lingkungan” (Star Your Green Businness Education). Penerbitan buku Green Entrepreneurship diantaranya di- dedikasikan untuk mempelopori dimulainya program “Mulailah Belajar Bisnis Berwawasan Lingkungan”(Star Your Green Businness Education) di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Univer- sitas Pancasila (FEB UP) dari sekarang.
Semoga penyusunan dan penerbitan buku ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan menjadi referensi penting bagi pendidikan kewirausahaan. Jakarta, 12 Desember 2017 Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pancasila Dr. Sri Widyastuti, S.E., M.M., M.Si.
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk ! ! !!!
! "###!
K
KATA PENGANTAR
emajuan suatu negara dan bangsa ditentukan oleh jumlah wirausaha atau entrepreneurnya. Jika Indone- sia ingin menjadi negara dan bangsa yang maju harus memiliki banyak entrepre-
neur. Data menunjukkan bahwa saat ini jumlah entrepreneurship di Indonesia tak sampai 0,5% dari populasi, kalah jauh dari Singapura, Jepang dan negara-negara maju lainnya yang mencapai di atas 10% dari populasi pendu- duknya.
Perguruan Tinggi memiliki potensi besar dalam melahir- kan wirausaha handal yang sangat dibutuhkan bagi perekono- mian suatu negara dan bangsa di tengah persaingan global dewasa ini. Untuk mendukung tumbuhkembangnya green entre- preneur muda yang handal yang memiliki orientasi kepada kepedulian lingkungan dan secara berkelanjutan meneruskan aksi mereka untuk menciptakan ekonomi yang hijau di masa yang akan datang.
Secara prinsip green entrepreneurship memilik kesamaan dengan wirausaha pada umumnya. Para green entrepreneurship muda yang handal adalah seseorang yang memanfaatkan kesem- patan bisnis yang ada (seek for business opportunity) dan men- dapatkan keuntungan dari bisnis tersebut (profitability), serta di dukung dengan kegiatan yang menanggulangi permasalahan pada lingkungan dan sosial (socio-environmental).
Green entrepreneurship juga menciptakan lapangan peker- jaan dengan skala besar untuk banyak orang di sekitar mereka, dengan memberikan kesempatan kepada banyak orang untuk ikut melestarikan lingkungan dalam bisnis mereka. Lingkungan disini, tidak hanya alam saja,para pekerja (labour) dan masyara- kat (society) juga merupakan bagian dari lingkungan yang perlu kita perhatikan hak-hak nya.
Penyusunan dan penerbitan buku ini didedikasikan untuk menumbuhkembangkan para green entrepreneurship muda terutama kalangan mahasiswa, akademisi, dan masyarakat umum secara luas. Sehingga memberi dampak secara langsung bagi perkembangan perekonomian negara dan bangsa.
Buku Green Entrepreneurship ini diharapkan dapat dijadi- kan sebagai panduan dan referensi bagi kalangan mahasiswa dan para akademisi untuk menumbuhkembangkan kewirausahaan yaitu kemampuan kreatif dan inovatif yang dijadikan dasar, kiat dan sumber daya untuk mencari peluang menuju sukses.
Buku ini diperkaya dengan pengalaman lapangan secara langsung di
!
! #$!
tengah-tengah masyarakat dalam menyelenggarakan pelatihan pembuatan keset untuk pemberdayaan masyarakat. Kegiatan ini merupakan salah satu contoh aplikatif dari Green Entrepreneurship yang merupakan program reuse, revolution recycling atau daur ulang sebagai alternatif untuk memanfaatkan limbah produk tidak dibuang begitu saja, melainkan mengguna- kannya kembali untuk sesuatu hal yang lebih berguna dan bermanfaat. Membuat barang-barang konsumen baru dari bahan daur ulangdapat membantu untuk mengurangi limbah, menjaga ruang di tempat pembuangan sampah tidak meluap dan mengu- rangi pemanasan global.
Di dalam penyusunan dan penerbitan buku ini kami me- nyadari masih banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna, masukan dari para pembaca secara konstruktif tentu sangat kami harapkan untuk perbaikan pada edisi selanjutnya atau dalam penyusunan dan penerbitan buku berikutnya.
Kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan dan penerbitan buku ini kami mengucapkan terima- kasih. Kepada semua para pembaca kami mengucapkan selamat membaca, semoga bermanfaat dalam pengembangan Green Etnrepreneurship khususnya di Perguruan Tinggi di Seluruh Indonesia. Jakarta, 12 Desember 2017 Penulis !
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk
x
DAFTAR ISI
Halaman COVER i KATA SAMBUTAN vi KATA PENGANTAR viii DAFTAR ISI x DAFTAR TABEL xii DAFTAR GAMBAR xiii BAB I : PENDAHULUAN 1
1.1 Kewirausahaan Berbasis Lingkungan 1 1.2 Peran Kewirausahaan 10 1.3 Pengertian Kewirausahaan 15 1.4 Karakteristik Wirausaha 19 1.5 Tantangan Berwirausaha 26 1.6 Model Proses Kewirausahaan 30
BAB II : KONSEP DASAR KEWIRAUSAHAAN 36
2.1 Mengapa Harus Berwirausaha 36 2.2 Sukses Membutuhkan Kerja Keras 47 2.3 Ciri dan Sikap Wirausahawan 53 2.4 Membangun Kewirausahaan di Indonesia 57 2.5 Mempersiapkan Diri untuk Menjadi Pengusaha Muda 60 BAB III : MOTIVASI DAN TANTANGAN BERWIRAUSAHA 73
3.1 Motivasi Seorang untuk Menjadi Wirausahawan 73 3.2 Keuntungan dan Kelemahan Menjadi Wirausahawan 88 3.3 Tantangan Berkewirausahaan 97 BAB IV : MENANGKAP PELUANG USAHA 113
4.1 Menilai Peluang Membuka Usaha/Bisnis Baru 113 4.2 Strategi Menangkap Peluang Usaha 117 4.3 Motivasi Berprestasi 123 4.4 Motivasi Menjadi Wirausahawan Sukses 130 BAB V : PENGEMBANGAN JARINGAN USAHA 140
5.1 Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah (UMKM) di Indonesia
140
5.2 Strategi Pencapaian Daya Saing untuk UMKM 148 5.3 Pengembangan Jaringan Usaha, Negosiasi dan Bisnis
UMKM 152
BAB VI : PELATIHAN PEMBUATAN KESED DALAM UPAYA
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 163
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk
xi
6.1 Pendahuluan 163 6.2 Permasalahan Mitra 165 6.3 Metode Pelaksanaan 168 6.4 Profil Mitra Pengusaha “Wahid Home Industry” 173 6.5 Deskripsi Hasil Pelatihan Pembuatan Keset 180 LAMPIRAN 185 DAFTAR PUSTAKA 194 GLOSARIUM 198 INDEKS 207 BIO DATA PENULIS 211
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk
xii
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1.1 Perbedaan antara Pengusaha Biasa dengan Wirausaha Bisnis 20 Tabel 2.1 Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Tinggi 38 Tabel 2.2 Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut
Status Pekerjaan Utama dan Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan 2017 (Ribuan)
40
Tabel 2.3 Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas menurut Jenis Kegiatan
41
Tabel 2.4 Jumlah Unit. Tenaga Kerja. Nilai Produksi. dan Nilai Investasi Berdasarkan Unit Usaha di Indonesia Tahun 2013
45
Tabel 2.5 Jumlah Perusahaan Industri Mikro dan Kecil Menurut 2-digit KBLI (Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia), 2010-2015
58
Tabel 3.1 Perbedaan Wirausahawan dengan Karyawan 88 Tabel 4.1 Kekurangan Versus Seharusnya bagi Wirausahawan 134 Tabel 5.1 Kriteria UMKM Menurut UU no. 20 Tahun 2008 141 Tabel 5.2 Karakteristik UMKM di Indonesia 142 Tabel 6.1 Materi Pelatihan 169 Tabel 6.2 Check List Proses Pembuatan Keset Kain 170 Tabel 6.3 Pedoman Hasil Evaluasi 170 Tabel 6.4 Kegiatan Pengabdian Masyarakat FEB-UP 172 Tabel 6.5 Kualifikasi Tim Pelaksana 173 Tabel 6.6 Bahan Baku Keset 177 Tabel 6.7 Rekapitulasi Hasil Produk Keset Kain Peserta 181 Tabel 6.8
Rekapiltulasi Hasil Kegiatan Pembuatan Keset 182
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk
xiii
DAFTAR GAMBAR Halaman
Gambar 1.1 Imbalan Wirausaha 28 Gambar 1.2 Model Proses Kewirausahaan 30 Gambar 1.3 Proses Kewirausahaan 31 Gambar 2.1 Perbedaan Wirausahaan Dengan Karyawan/Orang Gajian 44 Gambar 3.1 Imbalan Berwirausaha 87 Gambar 3.2 Konsep Cash Flow Quadrant oleh Robert T. Kiyosaki 90 Gambar 5.1 Daya Saing dan Faktor-faktor Pendukung Utama 149 Gambar 6.1 Check List Proses Pembuatan Keset Kain 134 Gambar 6.2 Pedoman Hasil Evaluasi 134
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk
!
! 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Kewirausahaan Berbasis Lingkungan
Era globalisasi adalah era dimana berbagai aktivitas entitas tidak mengenal
batas negara. Dengan adanya aktivitas entitas yang tidak mengenal batas
wilayah ini menyebabkan dunia pekerjaan/bisnis juga tidak mengenal batas
wilayah, sehingga begitu banyak pesaing akan dihadapi. Dengan persaingan
yang semakin ketat ini, para pengusaha harus memiliki ide-ide kreatif agar
tetap mampu bersaing dengan pengusaha dari berbagai negara agar tetap
tejaga keberlanjutan usaha di masa yang akan datang. Keberlanjutan bisnis
merupakan suatu peluang ekonomi (economic opportunity). Dimana
peningkatan kinerja dan keberlanjutan bisnis telah diwarnai isu-isu
permasalahan sosial dan lingkungan. Bowers (2010) menyampaikan bahwa
dengan membingkai keberlanjutan dalam kegiatan bisnis, terdapat nilai
ekonomi (economic value) yang memberi dampak terhadap pemahaman
publik mengenai seberapa baik kegiatan bisnis tersebut memiliki perhatian
pada permasalahan-permasalahan sosial dan lingkungan.
Partisipasi perusahaan untuk memperoleh keunggulan kinerja mengenai
kepedulian terhadap lingkungan dan komunitas merupakan bagian tak
terpisahkan dari strategi perusahaan dan menjadi bagian integral dari
kerangka pengukuran kinerja perusahaan secara menyeluruh, Dutta et al
(2010). Merespon peningkatan kepedulian masyarakat terhadap lingkungan,
perusahaan berpikir keras untuk dapat memanfaatkan peluang isu ini demi
kepentingan bisnis mereka. Mulai tumbuhnya kesadaran ini berdampak pada
kecenderungan perusahaan untuk lebih peduli terhadap perlindungan
lingkungan sebagai tanggung jawab sosial perusahaan (Dwyer, 2009; Lee,
2009). Dalam era terbentuknya kesadaran masyarakat pada kelestarian
lingkungan, perusahaan mulai lebih memperhatikan pemasaran hijau (green
marketing) di beberapa industry, seperti industri informasi dan elektronik
(Chen, 2010). Hal tersebut dimunculkan dengan harapan citra perusahaan
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk
!
! 2
dapat dibentuk bahwa perusahaan hijau adalah perusahaan yang peduli
lingkungan.
Saat salah satu anggota tim peneliti dari University of New
York, Oceanographer David Holland memulai penelitiannya terkait perubahan
iklim secara global. Perubahan iklim, memang dianggap sebagai masalah
yang masih lama terjadi, namun harus segera disadari bahwa hal itu sudah
ada di depan mata kita saat ini. Isu perubahan iklim ini, telah menjadi
permasalahan global yang harus diselesaikan oleh seluruh pihak, baik dari
pemerintah, swasta dan juga seluruh masyarakat dunia. Pada tahun 2013
menemukan bahwa penyebab perubahan iklim ini adalah karena adanya
penumpukan karbon dan emisi gas metana yang dimulai sejak 1854, yang
ditimbulkan dari berbagai aktivitas bisnis perusahaan di dunia. Namun,
ternyata tidak sedikit juga perusahaan yang sebenarnya sudah perduli
dengan keberlangsungan lingkungan hidup di planet bumi ini. Perusahaan-
perusahaan yang mendapat julukan paling hijau membuat strategi dalam
aktivitas bisnisnya untuk mengurangi dampak perubahan iklim seperti
mengurangi penggunaan energi, menghemat air, mengurangi produksi
karbon, dan lain sebagainya. Perusahaan paling hijau di dunia, Newsweek,
(2014) adalah sebagai berikut dengan:
! Vivendi (85,3%). Negara Prancis ternyata menjadi negara dengan jumlah
perusahaan paling hijau terbanyak versi Newsweek. Selain Schneider
Electric dan Kering, juara perusahaan paling hijau versi Newsweek ini
kembali di tempati oleh perusahaan asal Prancis, Vivendi. Vivendi adalah
raksasa perusahaan media dan telekomunikasi. Perusahaan ini telah
melakukan upaya yang signifikan untuk menurunkan emisi karbon dan
bertanggung jawab terhadap lingkungan di seluruh anak perusahaannya,
seperti Maroc Telecom dan Universal Music di California Selatan. Vivendi
membuat startegi yang bersahabat dengan lingkungan ini
melalui kerjasamanya dengan para pemasok. Perusahaan membuat
kontrak dengan pemasok untuk berperlilaku dengan cara bertanggung
jawab secara lingkungan dan juga sosial. ! Allergan merupakan sebuah perusahaan farmasi global yang dikenal
sebagai produsen Botox, injeksi neurotoxin yang digunakan untuk
menghaluskan sementara kerutan di kulit wajah. Allergan telah memulai
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk
!
! 3
upaya sustainable strategy nya sejak 20 tahun lalu. Upaya perusahan
beberapa tahun terkahir ini berfokus pada pengelolaan sampah dan
proyek efisiensi energi. Upaya perusahaan dengan memasang panel
pembangkit listrik berbasis tata surya, telah berhasil mengurangi
konsumsi energi sebesar 11% pada 2011-2012. Baru-baru ini, Allergan
juga berpartisipasi dalam program CEO Water Mandate yang membantu
perusahaan menerapkan kebijakan dan program penggunaan air yang
berkelanjutan. ! Adobe Systems merupakan salah satu perusahaan perangkat lunak
terbesar, Adobe Systems. Adobe adalah pelopor yang membangun
konsep hijau ke dalam strategi perusahaan secara keseluruhan. Sama
halnya dengan Atlas Copco, perusahaan yang masuk dalam Fortune 500
ini juga memiliki tujuan ambisius untuk mencapai netralitas karbon global
pada 2015. Berdasarkan data terbaru, 70% dari luas bangunan global
perusahaan (termasuk di San Jose, California, dan juga kantor pusatnya)
telah mendapat sertifikasi dari LEED, sebuah sertifikasi untuk standard
bangunan ‘hijau’. ! Kering (83,6%) adalah perusahaan yang berhasil menjadi pemimpin
untuk industri fashion dan aksesoris pakaian olahraga ini merupakan
sebuah perusahaan multinasional asal Prancis. Berbagai merek, seperti
Gucci, Alexander McQueen dan Puma di produksi, di desain dan di
pasarkan oleh mereka. Perusahaan ini menempati posisi ke-4 karena
perusahaan telah berkomitmen untuk menghilangkan semua bahan kimia
berbahaya dari produk-produknya. Selain itu, perusahaan ini juga aktif
dalam mengendalikan limbah produksinya. Untuk mengurangi jumlah
kemasan yang dikirim ke toko, mereka menggunakan tas daur ulang yang
bisa menghemat 298 ton karton. ! NTT Docomo ( 83,1%) adalah perusahaan yang berkantor pusat di
Tokyo, Jepang. Perusahaan mobile service provider terbesar di Jepang
ini merupakan perusahaan hijau tingkat dunia. Docomo menggunakan
alternatif sumber energi yang rendah karbon, seperti penggunaan panel
surya atau tenaga angin untuk menghemat jumlah listrik yang dibeli dari
grid komersial listrik. Perusahaan yang dipisahkan dari Nippon Telegraph
and Telephone pada 1991 ini juga menciptakan banyak produk ramah
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk
!
! 4
lingkungan, termasuk charger bertenaga surya yang mampu mengisi
handset dalam waktu 4,5 jam dan Touch Wood, ponsel berbahan dasar
kayu.
! Ecolab adalah sebuah perusahaan mitra yang didirikan oleh perusahaan
Water Stewardship, yang memiliki kerangka kerja global untuk
mempromosikan penggunaan air tawar. Perusahaan ini menempati
urutan ke-6 perusahaan paling ‘hijau’ dengan menjalankan program yang
disebut Create and Maintain Value (CMV), yang bertujuan untuk
mengidentifikasi penggunaan air dan air limbah agar lebih efisien. Contoh
dari keberhasilan program CMV ini, yaitu mampu menghemat
penggunaan air sekitar 1,5 juta kilowatt jam listrik, 33,5 juta gas alam
BTU, dan 59,3 juta gallon air per tahun. ! Atlas Copco adalah perusahaan yang terletak di pusat kota Swedia.
Perusahaan yang memiliki motto: “Commited to sustainable productivity”
ini memiliki kegiatan usaha dengan menyediakan jasa dan membuat
berbagai macam peralatan demi peningkatan produktivitas, seperti
efisiensi energi, keamanan dan ergonomi di lingkungan perusahaan.
Belum puas dengan prestasinya sebagai perusahaan penghasil emisi
karbon terendah, Atlas Copco masih berusaha merealisasikan tujuan
ambisiusnya untuk terus mengurangi emisi karbon dioksida paling tidak
hingga 20% pada tahun 2020. ! Biogen, perusahaan berdiri pada tahun 1978, perusahaan bioteknologi
tertua menyatakan sebagai perusahaan paling ‘hijau’ di dunia. Setelah
merger dengan IDEC Pharmaceuticals di tahun 2003, Biogen fokus
menghilangkan aktivitas yang menyebabkan pemborosan energi dengan
cara mengubah pembakaran sampah menjadi energi dengan melakukan
pembakaran material organik. ! Compass Group, perusahaan yang berbasis di Surrey, Inggris ini
menjalankan bisnisnya di lebih dari 50 negara ini adalah perusahaan
penyedia makanan dan jasa layanan terbesar. Melalui projek inovatif nya
untuk mengurangi energi, Compass Group telah berhasil mengubah lebih
dari 248.000 galon minyak jelantah menjadi biodiesel sejak tahun 2004. ! Schneider Electric adalah perusahaan multinasional asal Prancis. Dengan
kegiatan utama bisnisnya adalah membuat produk dan menyediakan jasa
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk
!
! 5
untuk membantu pelanggannya meningkatkan efisiensi energi di rumah
dan untuk bisnis mereka sendiri. Mereka menjual produk yang di
sebut Green Premium Offers yang dibuat tanpa bahan kimia berbahaya.
Beberapa perusahaan kelas dunia telah menyatakan keberhasilan
bisnisnya dengan cara memasukkan dan memberikan perhatian terhadap
permasalahan-permasalahan sosial dan lingkungan menjadi bagian integral
dari kegiatan bisnisnya (dalam Bowers, 2010), sebagaimana berikut ini.
" Unilever: by addressing social and sustainability issues, our brands can
make areal difference and create growth opportunities for our business.
" Ford: in the auto-industry, the company that can take the lead in
addressing environment concerns will have a real competitive edge. That
is why Ford isinvesting so heavily in this area. We want to transform
ourselves into a leadingedge provider of sustainable personal
transportation.
" Nike: corporate responsibility must evolve from being seen as an
unwanted cost to being recognized as an intrinsic part of a healthy
business model, an investment that creates competitive advantage and
helps a company achieve profitable sustainable growth.
" Philips: initially people thought of it as a cost factor, which indeed it is
when you treat as an add-on. However, if it is designed into the way you
do things from beginning as it is here at Philips, it saves you money
because you’re operating more effectively. So today we recognize that
sustainability offers significant business opportunities.
" General Electric: ecomagination also refers GE’s commitment to invest in
a future that creates innovative solutions to environmental challenges and
delivers valuable products and services to customers while generating
profitable growth for the company.
Selain perusahaan kelas dunia tersebut di atas terdapat produk asli
buatan Indonesia asli hasil karya anak bangsa. Produk Indonesia layak untuk
didukung dengan menggunakan produk buatan dalam negeri, agar
perusahaan terus dapat eksis dan berkarya lebih baik lagi. Di sinilah
semangat kebangsaan dan nasionalisme ditumbuhkan, karena telah
memberikan peluang lapangan kerja yang luas. Kesadaran menggunakan
produk asli dalam negeri perlu ditingkatkan karena produk tersebut menyerap
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk
!
! 6
banyak tenaga kerja dan yang pasti lapangan kerja akan bertambah, bila
perusahaan tersebut bisa bersaing dengan produk internasional dengan
demikian kemakmuran bangsa akan tercapai, Tempo (2016).
Pada kesempatan Tropical Landscape Summit yang diadakan di Jakarta
pada 27-28 April 2015, Badan Koordinasi Penanaman Modal menawarkan
program pemberian insentif bagi bidang usaha ramah lingkungan atau
investasi hijau (green investment). Ada 10 bidang usaha yang mendapatkan
insentif tersebut yaitu pengusahaan tenaga panas bumi, industri pemurnian
dan pengolahan gas alam, industri kimia dasar organik yang bersumber dari
hasil pertanian, industri lampu tabung gas, dan pembangkit tenaga listrik.
Selain itu 5 bidang industri lainnya adalah pengadaan gas alam dan buatan,
penampungan penjernihan dan penampungan air bersih, angkutan perkotaan
yang ramah lingkungan, kawasan pariwisata, dan terakhir adalah pengelolaan
dan pembuangan sampah yang tidak berbahaya, Kompas (2015).
Indonesia telah mengembangkan program produk hijau atau ekolabel.
Sampai dengan awal tahun 2015 pencapaian program ekolabel Indonesia
salah satunya adalah telah menyusun standar kriteria ekolabel dalam bentuk
Standar Nasional Indonesia (SNI). Terdapat lebih dari 100 merek lokal dalam
berbagai kategori produk manufaktur dari elektronik (TV Kusrin, Politron, Axio,
Evercoss, Nexian, Maspion, Miyako dll); kategori garmen dan fashoin (Jeans
Lea, Cressida, The Executive dll), kategori makanan dan minuman (Hoka
Hoka Bento, Kacang Dua Kelinci, Indomie, PT Wings Food, Kino dll),
kategori cat tembok (PT Avia Avian, Dulux/ICI, Jotun, Propan), kategori
toiletris (Wing, Kao, Unilever, dll), Kompas (2016). Namun produk hijau atau
berekolabel masih terbatas ditemukan di pasaran Indonesia.
Keberadaan konsumen dan produsen mempengaruhi keberasaan
produk hijau dipasaran karena produk hijau dipengaruhi oleh pasar (market
driven). Dari sisi produsen masih banyak yang belum menyadari dampak
positif dari memproduksi produk hijau baik dari aspek lingkungan, sosial dan
ekonomi. Selain itu belum tumbuhnya permintaan konsumen terhadap produk
hijau. Sehingga produsen berpendapat selama produk yang diproduksi masih
laku di pasaran maka tidak perlu melakukan perubahan pada produk yang
dihasilkan. Konsumen perlu terus diedukasi dengan menambah pengetahuan
tentang lingkungan. Untuk mengetahui produk hijau tersebut setidaknya ada
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk
!
! 7
dua cara yang bisa dilakukan. Pertama adalah dengan melihat label yang
berupa logo atau pernyataan pada produk atau kemasan yang
mengidentifikasin produk hijau. Label tersebut biasanya disebut dengan
ekolabel/ecolabel. Label lingkungan atau ekolabel diartikan sebagai
pernyataan yang menunjukan aspek lingkungan dalam suatu produk atau
jasa (ISO 14020 : 1998). Sehingga produk yang telah mendapatkan ekolabel
dapat menjadi indikator bahwa produk tersebut ramah terhadap lingkungan
dibanding produk lain yang sejenis yang tidak berekolabel karena produk
tersebut telah mempertimbangkan aspek lingkungan. Cara kedua adalah
dengan melihat pernyataan yang ada pada produk atau kemasan yang
berupa informasi diantaranya mengenai komposisi produk, cara penggunaan
atau penanganan ketika sudah tidak digunakan lagi.
Selama ini permasalahan lingkungan akibat dari proses produksi,
penggunaan produk dan setelah produk tidak lagi digunakan menjadi
pekerjaan rumah dalam menjaga dan memperbaiki kualitas lingkungan. Oleh
sebab itu sudah saatnya industri di Indonesia mulai mempertimbangkan untuk
memproduksi produk hijau untuk mengurangi permasalahan tersebut. Produk
hijau merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan bagi upaya
perlindungan dan pengelolaan lingkungan. Produk hijau dapat diartikan
sebagai produk yang telah mempertimbangkan aspek lingkungan sepanjang
daur hidupnya (life cycle) mulai dari ektraksi bahan baku, proses produksi,
transportasi, penggunaan dan setelah produk tersebut tidak lagi digunakan,
sehingga memberikan dampak sedikit bagi lingkungan. Oleh karena itu
dipandang perlu untuk juga memberikan insentif tersebut kepada bidang
usaha yang memproduksi produk hijau. Sehingga dapat menjadi pendorong
usaha untuk menghasilkan produk hijau.
Selain di industri manufaktur, masalah lingkungan menjadi kebutuhan di
industri jasa perbankan dengan menerapkan green banking. Konsep green
banking atau perbankan hijau adalah sebuah konsep yang mendorong bisnis
perbankan membantu pengurangan pencemaran lingkungan. Untuk
membantu pengurangan pencemaran lingkungan, bank dalam proses
pembiayaan sebuah pembangunan harus melihat dampak terhadap
kelestarian lingkungan, Bhardwaj & Malhotra, (2013). Penerapan green
banking di berbagai negara (Radyati, 2014) sebagai berikut: (1) Internal Bank:
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk
!
! 8
menerapkan program efisiensi dan R3 (Reduce, Reused, Recycle) antara lain
dengan mengoptimalkan daya inovasi dan kreativitas pegawai serta dengan
memanfaatkan piranti teknologi; (2) Eksternal Bank: mengedukasi stake
holders melalui program ramah lingkungan dan menawarkan eco-product
pada pelanggan, seperti: (a) Corporate Social Responsibility (CSR): yaitu
dengan melakukan kegiatan dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan
dan pemberdayaan masyarakat atau terlibat dalam sosialisasi green
business; (b) Kredit: yaitu dengan melakukan penyaluran kredit pada sektor
atau industri ramah lingkungan seperti energi terbarukan (renewable energy),
produk organik, industri kreatif yang memanfaatkan limbah, produk efisien
(high end product), pengolah limbah, serta pertanian dan kehutanan,
memberikan insentif bunga kepada debitur yang memiliki bisnis model yang
ramah lingkungan, menerapkan prinsip sustainability dalam analisa kelayakan
kredit debitur secara bertahap sebagai bagian klausul kredit serta dipercaya
menjadi bank penyalur kredit dari lembaga-lembaga dunia untuk proyek
lingkungan; (c) Pendanaan: yaitu menyediakan produk giro, tabungan atau
deposito yang berafiliasi dengan rekening komunitas lingkungan. Otoritas
Jasa Keuangan Indonesia menyatakan bahwa komitmen menerapkan
keuangan berkelanjutan di Indonesia. Komitmen tersebut dituangkan
dalam penandatanganan green banking pilot project oleh delapan bank
yaitu Bank Mandiri, BRI, BCA, BNI, Bank Muamalat, BRI syariah, BJB
dan Bank Artha Graha Internasional, Himawan (2015), Delapan bank
yang mewakili 46 persen aset perbankan nasional ini diharapkan
mendorong bank dan lembaga jasa keuangan lainnya mengikuti jejak
mereka untuk mulai menerapkan aspek lingkungan, sosial dan tata
kelola berwawasan lingkungan untuk pembangunan berkelanjutan.
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/ TPB atau Suistanable
Development Goals/ SDGs adalah 17 tujuan dengan 169 capaian yang
terukur dan tenggat yang telah ditentukan oleh Perserikatan Bangsa Bangsa/
PBB sebagai agenda pembangunan dunia untuk kemaslahatan manusia dan
menjamin masa depan dunia dan umat manusia yang lebih baik.
Pembangunan berkelanjutan secara efektif haruslah mengaitkan isu-isu
permasalahan sosial, lingkungan, dan ekonomi. Memadukan pemberian
perhatian pada permasalahan-permasalahan sosial dan lingkungan ke dalam
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk
!
! 9
tindakan-tindakan ekonomi adalah terkait dengan tanggung jawab terhadap
pembangunan keberlanjutan termasuk untuk keberlanjutan kegiatan bisnis di
masa yang akan datang, (Anderson, 1998; Choi dan Gray, 2008). Dalam
upaya mencapai keberhasilan secara berkelanjutan, para wirausahawan
haruslah mampu memenuhi dengan apa yang disebut sebagai triple bottom-
line, yaitu mencapai kemakmuran ekonomi (economic prosperity),
memperhatikan kualitas lingkungan (environmental quality), dan
memperhatikan keadilan sosial (social equity), Marshall &Harry (2005).
Mereka tidak hanya mencetak keuntungan, namun mereka juga bertanggung
jawab terhadap kepentingan-kepentingan sosial dan lingkungan secara
simultan. Lebih lanjut para wirausahawan dapat menyediakan kegiatan dan
memberikan kontribusi secara langsung untuk mengatasi permasalahan
sosial dan lingkungan tersebut. Mereka mengintegrasikan gerakan
berorientasi nilai (value-oriented driven) dalam upaya mencapai pertumbuhan
bisnisnya secara berkelanjutan.!
Kewirausahaan merupakan bentuk aktivitas usaha yang secara
langsung memadukan nilai-nilai dan persepsi dari masing-masing individu
wirausahawan. Para wirausahawan diakui sebagai pencipta pertumbuhan
ekonomi. Implementasi gagasan mengenai pembangunan berkelanjutan
haruslah berjalan sejajar beriring dengan upaya pencapaian pertumbuhan
ekonomi, dan dengan cara demikian akan menjamin adanya perlindungan
efektif terhadap lingkungan secara global. Perlindungan terhadap lingkungan
dan memberikan kontribusi secara langsung untuk mengatasi permasalahan-
permasalahan sosial dan lingkungan tersebut. Mereka mengintegrasikan
gerakan berorientasi nilai (value-oriented driven) dalam upaya mencapai
pertumbuhan bisnisnya secara berkelanjutan, Djatmika, (2012).
Di Indonesia target SGDs yang paling sulit tercapai ada dua, yaitu
pengentasan kemiskinan (ekonomi) dan konservasi lingkungan. Bisakah ini
diatasi melalui kewirausahaan hijau? Ketika seorang calon pengusaha ingin
memulai perjalanannya, salah satu keraguannya pasti adalah jaminan
keberlangsungan usaha, yang mana diuji melalui efektivitas dan efisiensi dari
proses bisnis. Green Entrepreneurship Model menawarkan efisiensi kinerja
pada sepuluh rantai nilai, dan di saat yang sama mengefektifkan peluang
keuntungan, karena awareness dari calon customer terhadap produk ramah
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk
!
! 10
lingkungan, termasuk di Indonesia, semakin meningkat. Wirausaha adalah
semua, kemudian menjadikannya peluang untuk kembali melipatgandakan
nilai tersebut untuk mengambil peran dalam perkembangan ekonomi dan
kesejahteraan sosial.
Pengembangan karakter kewirausahaan di Indonesia, tidak hanya
diperlukan dari segi kuantitas, tapi juga dari segi kualitas, yang awalnya
orientasi hanya pada keuntungan, dan juga terhadap pelestarian lingkungan,
agar keberlanjutan pembangunan dapat tercapai. Awalnya tujuan wirausaha
ada dua, yakni kesejahteraan ekonomi dan kemakmuran sosial, namun
sekarang, juga ada lingkungan hidup (sustainable development). Dengan
demikian, pendekatan perilKku terhadap kewirausahaan yang hijau (Green
Entrerepneurial Behavior/GEB) dilakukan melalui penyampaian nilai-nilainya
di jenjang pendidikan tinggi, Anisah & Wandary, (2015).
Harapan yang ingin dicapai adalah bahwa hal tersebut dapat menjadi
jembatan bagi kesenjangan yang terjadi antara yang mana pembentukan
sikap green economy dapat mendorong pengembangan aktivitas
kewirausahaan yang memperhatikan keseimbangan antara aspek
manajemen keorganisasian, lingkungan, dan masyarakat. GEB lebih
menekankan pada upaya mengeliminasi orientasi jangka pendek dari aktivitas
kewirausahaan, terutama yang konvensional. Perlu menjadi perhatian juga
bahwa pengembangan karakter kewirausahaan di Indonesia perlu dibangun,
dibina, dan dipelihara, karena GEB adalah perilaku yang bersifat
intentional/diniatkan, sehingga memerlukan inisiatif, proaktivitas, konsistensi
maupun komitmen untuk berpikir dan bertindak dengan menambahkan
wawasan lingkungan yang hijau.
1.2 Peran Kewirausahaan
Salah satunya indikator semakin majunya suatu negara adalah ditandai
dengan semakin banyaknya orang yang terdidik/ berpendidikan tinggi.
Namun karena kemampuan pemerintah dalam menyediakan lapangan kerja
bagi tenaga kerja terdididk sangat terbatas dan tidak sebanding dengan
pertambahan penduduk, maka akan semakin banyak orang
terididk/berpendididkan tinggi yang menganggur. Keterbatasan terserapnya
lulusan perguruan tinggi di sektor pemerintah menyebabkan perhatian orang
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk
!
! 11
terididk/berpendididkan tinggi beralih pada peluang bekerja pada sektor
swasta, namun beratnya persyaratan yang ditetapkan terkadang membuat
peluang untuk bekerja di sektor swasta juga semakin terbatas. Satu-satunya
peluang yang masih sangat besar adalah bekerja dengan memulai usaha
mandiri. Hanya saja, jarang ditemukan seseorang sarjana yang ingin
mengawali kehidupannya setelah lulus dari perguruan tinggi dengan memulai
mendirikan usaha. Kecenderungan yang demikian berakibat pada tingginya
residu angkatan kerja berupa pengangguran terdidik. Jumlah lulusan
perguruan tinggi dalam setiap tahun semakin meningkat. Kondisi ini tidak
sebanding dengan peningkatan ketersediaan kesempatan kerja yang akan
menampung mereka. Berkenaan dengan hal tersebut, maka dunia
kewirausahaan menjadi semakin penting untuk diketahui lebih jauh lagi,
karena mampu menciptakan lapangan kerja dan mendorong kemajuan
ekonomi.
Bangsa yang sejahtera dan dihargai bangsa lain bisa dilihat dari
kemajuan ekonomi. Kemajuan ekonomi akan dapat dicapai, jika ada spirit
kewirausahaan yang kuat dari warga negaranya. Menurut PBB suatu negara
akan memiliki ekonomi yang kuat apabila sedikitnya 20 % kegiatan
ekonominya digerakkan oleh usaha kecil hingga menengah. Indonesia belum
termasuk kategori negara ekonomi yang maju, jika dilihat dari porsi
kewirausahaan. Kategori negara makmur yang maju perekonomiannya
adalah negara yang memiliki sekurang-kurangnya 2% dari jumlah penduduk
suatu negara. Menurut McClelland (2008), salah satu faktor yang
menyebabkan sebuah negara menjadi maju adalah ketika jumlah
wirausahawan yang terdapat di negara tersebut berjumlah 2% dari populasi
penduduknya. Saat ini, jumlah wirausaha yang terdapat di Indonesia
mencapai 400 ribu jiwa atau lebih kurang 1.65% dari total penduduk yang
berperan sebagai wirausaha. Keberhasilan pembangunan yang dicapai oleh
negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang tidaklah lepas dari
peran dunia kewirausahaan. Amerika Serikat misalnya yang memiliki jumlah
wirausaha sebesar 11,5% dari populasi penduduknya atau negara tetangga
yaitu Singapura dengan 7,2% warganya bekerja sebagari wirausaha. Efeknya
tidak mengherankan bila kedua negara tersebut menjadi negara dengan
perkembangan ekonomi termaju di dunia.
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk
!
! 12
Kewirausahaan memiliki peran penting dalam memajukan ekonomi dan
kemajuan ekonomi merupakan salah satu faktor utama yang dapat
meningkatkan martabat bangsa di kancah Internasional. Sekarang ini
Indonesia termasuk anggota G-20—negara-negara yang memiliki ekonomi
terbesar di dunia ini. Indonesia adalah satu-satunya negara Asia Tenggara
yang menjadi anggota G-20 tersebut, karena ekonomi Indonesia memang
terbesar di kawasan ini. Tetapi banyak hal yang masih harus lakukan untuk
lebih memajukan ekonomi. Sudah banyak wirausahawan Indonesia yang
mampu menembus pasar mancanegara. Hal ini merupakan modal yang baik,
karena selain mengharumkan nama Indonesia, juga sebagai penghasil devisa
yang akan memperkuat cadangan devisa. Pemerintah dapat membuka akses
seluas-luasnya dan juga mempermudah perizinan agar produk bisa dijual di
pasar Internasional. Banyak pangsa pasar yang bisa dikembangkan seperti
pasar ASEAN, Asia Pasifik dan dunia. Saat ini Indonesia diuntungkan sebagai
negara dengan pertumbuhan ekonomi yang cukup baik di tengah lesunya
perekonomian negara lain terutama di Eropa dan Amerika.
Kajian Bank Indonesia (2016) dilaksanakan dalam rangka mengetahui
posisi daya saing UMKM Indonesia dibandingkan dengan negara ASEAN
lainnya dan menyusun strategi peningkatan daya saing UMKM Indonesia
dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN. Kajian dilaksanakan untuk
dapat memberikan indikasi mengenai posisi daya saing UKMK sebagai
berikut:
1. UMKM merupakan pelaku ekonomi yang penting dalam hal penyerapan
tenaga kerja di negara-negara ASEAN.
2. Meskipun UMKM termasuk di dalamnya usaha skala mikro mencakup 96
persen dari keseluruhan usaha di negara-negara ASEAN, kontribusinya
dalam pembentukan nilai tambah masih terbatas, UMKM berkontribusi
sebesar 42 persen dari total PDB negara-negara ASEAN.
3. Kontribusi UMKM ASEAN terhadap nilai ekspor dan jaringan produksi
global dan regional (Global Value Chain) lebih rendah daripada
perusahaan besar ASEAN.
4. Kinerja UMKM Indonesia masih relatif rendah dibandingkan negara-
negara ASEAN dengan tingkat pembangungan yang relatif sama,
terutama dari segi produktivitas, kontribusi terhadap ekspor, partisipasi
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk
!
! 13
dalam jaringan produksi global dan regional serta kontribusi terhadap nilai
tambah.
Di Indonesia memiliki Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang
merupakan model usaha yang sangat penting untuk menjaga stabilitas
perekonomian. UMKM menawarkan peluang bisnis yang besar dan
memberikan dampak positif terhadap penyerapan tenaga kerja, berkontribusi
terhadap PDB dan distribusi hasil pembangunan. Menurut data Kementerian
Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, pada tahun 2014 terdapat sebanyak
57, 8 juta pelaku UMKM di Indonesia. Sedangkan menurut data Bank
Indonesia tahun 2015, UMKM berkontribusi pada Produk Domestik Bruto
(PDB) sebesar 60% dan tingkat penyerapan tenaga kerja sebesar 97% dari
seluruh tenaga kerja nasional. Dengan demikian wirausaha perperan dalam
menggerakkan roda perekonomian, (Mutmainah, 2016).
Seorang wirausahawan akan berusaha menciptakan produk atau jasa
yang bisa diterima konsumen. Wirausahawan bisa menggaji karyawan yang
membantunya. Karyawan tersebut kemudian mempunyai pendapatan untuk
keluarganya, sehingga keluarganya bisa memiliki daya beli untuk memenuhi
kebutuhannya. Wirausahawan dapat berperan dalam menyediakan lapangan
kerja untuk masyarakat. Lapangan kerja di Indonesia tidak sebanding dengan
pencari kerja. Penduduk yang memperoleh pendidikan yang lebih tinggi tidak
berorientasi menjadi karyawan, bisa menjadi solusi dengan menyediakan
lapangan pekerjaan minimal untuk dirinya sendiri. Para sarjana harus
mencoba untuk merubah mindset dimana masih menjadi stereotip di
masyarakat semakin tinggi pendidikan, semakin berpeluang untuk bekerja di
perusahaan besar dan dibayar tinggi.
Peran lain dari wirausaha adalah sebagai salah satu sumber pemasukan
pemerintah baik pusat maupun daerah dari sisi pajak. Wirausahawan
membayar berbagai macam pajak seperti pajak penjualan dll. Dukungan
pemerintah kepada masyarakat sangat penting karena perannya dalam
pembayaran pajak. Para wirausahawan Indonesia telah memajukan bangsa
melalui sumbangan-sumbangannya di berbagai bidang seperti pendidikan,
budaya, kesehatan dan lain-lain. Saat ini sudah banyak dikenal istilah social
entreprenuer. Social entreprenuer atau wirausahawan sosial merupakan
seseorang yang mampu mengidentifikasi problem sosial di sekitarnya seperti
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk
!
! 14
pendidikan, kesehatan, pengangguran dan lain-lain untuk kemudian melalui
kemampuan kewirausahaannya berhasil membantu menyelesaikan
permasalahan tersebut. Negara Indonesia membutuhkan banyak
wirausahawan sosial, sehingga bisa mengatasi masalah yang masih banyak
terjadi di masyarakat. Seorang social entreprenuer dari Bangladesh yang
cukup mendunia adalah Muhammad Yunus. Melalui Grammen Bank yang
dibukanya berhasil memberdayakan banyak orang dan membantu banyak
orang keluar dari jerat kemiskinan terutama kalangan kaum ibu, (Nurhayati,
2016).
Menurut Azwar (2013), menumbuhkan jiwa kewirausahaan para
mahasiswa perguruan tinggi merupakan alternatif untuk mengurangi tingkat
pengangguran, karena para sarjana diharapkan dapat menjadi wirausahawan
muda terdidik yang mampu merintis usahanya sendiri karena dunia bisnis
masa kini dan masa depan lebih mengandalkan knowledge dan intelectual
capital. Untuk itu agar dapat meningkatkan daya saing bangsa,
pengembangan wirausaha muda perlu diarahkan pada kelompok muda
terdidik (intelektual).
Niat dibutuhkan sebagai langkah awal dalam memulai menjadi
wirausaha. Menurut Ramayah & Harun (2005), niat berwirausaha
didefinisikan sebagai keinginan individu untuk melakukan tindakan wirausaha
dengan menciptakan produk baru atau jasa melalui peluang bisnis dan
pengambilan risiko. Kegiatan kewirausahaan sangat ditentukan oleh niat
individu itu sendiri. Orang- orang tidak akan menjadi pengusaha secara tiba-
tiba tanpa adanya pendorong tertentu. Pendidikan kewirausahaan menjadi
faktor penting dalam menumbuhkan dan mengembangkan keinginan, jiwa
dan perilaku berwirausaha di kalangan generasi muda. Pendidikan menjadi
sangat penting karena merupakan sumber sikap dan niat keseluruhan untuk
menjadi wirausahawan sukses di masa depan (Fatoki, 2014).
Besarnya niat seseorang menjadi wirausaha menarik peneliti untuk
meneliti faktor-faktor yang dianggap bisa mempengaruhi niat dalam
berwirausaha yaitu pengaruh pendidikan kewirausahaan, self efficacy dan
locus of control. Self efficacy adalah kepercayaan seseorang atas
kemampuan dirinya untuk menyelesaikan suatu pekerjaan, atau dengan kata
lain, kondisi motivasi seseorang yang lebih didasarkan pada apa yang
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk
!
! 15
mereka percaya daripada apa yang secara objektif benar. Persepsi pribadi
seperti ini memegang peranan penting dalam pengembangan niat seseorang
(Indarti dan Rostiani, 2008). Locus of control menurut Kreitner dan Kinicki
dalam (Wiriani at al, 2013), terdiri dari dua konstruk yaitu internal dan
eksternal, dimana internal locus of control apabila seseorang meyakini bahwa
apa yang terjadi selalu berada dalam kontrolnya dan dia selalu mengambil
peran serta bertanggung jawab dalam setiap pengambilan keputusan,
sedangkan external locus of control apabila seseorang meyakini bahwa
kejadian dalam hidupnya berada di luar kontrolnya.
1.3 Pengertian Kewirausahaan
Untuk mengetahui pengertian kewirausahaan, berikut ini adalah beberapa
definisi mengenai wirausahawan:
a. Wirausahawan adalah seseorang yang menemukan gagasan baru dan
selalu berusaha menggunakan sumber daya yang dimiliki secara optimal
untuk mencapai tingkat keuntungan tertinggi.
b. Wirausahawan adalah orang yang memiliki pandangan yang tidak lazim,
yaitu orang yang dapat mengenali potensi atas barang dan jasa.
Wirausahawan akan bereaksi terhadap perubahan ekonomi dan
kemudian menjadi pelaku dalam mengubah permintaan menjadi produksi.
c. Wirausahawan adalah orang yang memiliki seni dan keterampilan tertentu
dalam menciptakan usaha yang baru. Wirausahawan memiliki
pemahaman sendiri akan kebutuhan masyarakat dan dapat memenuhi
kebutuhan tersebut. Wirausahawan akan memengaruhi masyarakat
dengan membuka usaha baru, tetapi pada saat yang sama dipengaruhi
oleh masyarakat untuk mengenali kebutuhan dan memenuhinya melalui
ketajaman manajemen sumber daya
d. Wirausahawan adalah orang yang dapat melihat cara-cara yang ekstrem
dan mau mengubah sesuatu yang tak bernilai atau bernilai rendah
menjadi sesuatu yang bernilai tinggi (misalnya, dari terigu menjadi roti
bakar yang lezat), dengan cara memberikan nilai baru ke barang tersebut
untuk memenuhi kebutuhan manusia. Apabila suatu nilai ditambahkan ke
dalam suatu produk/barang, maka akan didapatkan keuntungan.
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk
!
! 16
Berdasarkan definisi di atas, terdapat ciri umum yang selalu terdapat
dalam diri wirausahawan, yaitu kemampuan mengubah sesuatu menjadi lebih
baik atau menciptakan sesuatu yang benar-benar baru, atau berjiwa kreatif
dan inovatif, Ciri "kreatif' dan "inovatif" ini sebagai sifat yang terdapat pada diri
wirausahawan, Jadi, pengusaha atau wirausahawan (entrepreneur) adalah
seseorang yang menciptakan sebuah usaha atau bisnis yang dihadapkan
dengan risiko dan ketidakpastian untuk memperoleh keuntungan dan
mengembangkan bisnis dengan cara mengenali kesempatan dan
memanfaatkan sumber daya yang diperlukan.
Adapaun istilah wirausaha (entrepreneur) sering kali tumpang tindih
dengan istilah wiraswasta. Secara etimologi wiraswasta terdiri dari tiga kata
yaitu wira yang berarti manusia unggul, teladan, berani berbudi luhur; swa
artinya sendiri atau mandiri; sedangkan sta artinya berdiri. Menurut etimologi
bahasa sanksekerta tersebut wiraswasta diartikan sebagai manusia yang
memiliki keberanian, keteladanan dan keperkasaan dalam memenuhi
kebutuhan serta memecahkan permasalahan hidup dengan kekuatan yang
ada pada diri sendiri, Alma, (2000). Wirausaha diartikan sebagai orang yang
mempunyai kemampuan menemukan dan menilai kesempatan-kesempatan
usaha, mengumpulkan sumberdaya yang dibutuhkan dan segera bertindak
untuk memperoleh keuntungan dan peluang tersebut. Jadi kewirausahaan
adalah kegiatan yang memadukan watak pribadi, keuangan dan sumberdaya
dari lingkungan.
Sedangkan Entrepreneur artinya orang yang mampu mengkombinasikan
sumberdaya, tenaga kerja, material dan peralatan dalam rangka
meningkatkan nilai yang lebih baik daripada sebelumnya atau orang yang
mamu memperkenalkan perubahan-perubahan, memiliki kreativitas dan
inovasi, serta perbaikan produksi. Entrepreneurship adalah proses pola pikir
dengan menciptakan sesuatu yang lain yang menggunakan waktu untuk
aktivitas yang disertai modal dan resiko serta menerima balas jasa untuk
memperoleh kepuasan serta kebebasan pribadi. Istilah Entrepreneurship
diapdosi dari Bahasa Perancis, entreprendre yang berarti melakukan (to
under take), memulai atau berusaha melakukan tindakan mengorganisir dan
mengatur. Istilah Entrepreneurship mulai diperkenalkan dalam tulisan Richard
Cantillon yang berjudul Essai Sur la Nature du Commerce en General tahun
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk
!
! 17
1755, Bula (2012). Seorang wirausaha atau entrepreneur adalah seorang
pemimpin artinya seorang wirausaha harus percaya pada diri sendiri, memiliki
kemampuan mengambil resiko, fleksibilitas tinggi, dan memiliki keinginan kuat
untuk mencapai sesuatu serta tidak memiliki berkeinginan untuk tergantung
pada orang lain.
Pengertian kewirausahaan berasal dari kata enterpreneur yang berarti
orang yang membeli barang dengan harga yang pasti meskipun orang itu
belum mengetahui berapa harga barang yang akan dijual. Wirausaha sering
juga disebut wiraswasta yang artinya sifat-sifat keberanian, keutamaan,
keteladanan dalam mengambil resiko yang bersumber pada kemampuan
sendiri. Pengertian lainnya menyebutkan kewirausahaan adalah proses
menciptakan sesuatu yang lain dengan menggunakan waktu dan kegiatan
disertai modal dan resiko serta menerima balas jasa dan kepuasan serta
kebebasan pribadi. Raymond & Russel (1987) memberikan definisi tentang
wirausaha dengan menekankan pada aspek kebebasan berusaha yang
dinyatakannya sebagai berikut: An entrepreneur is an independent growth
oriented owner operator.
Proses kewirausahaan diawali dengan adanya proses kewirausahaan
diawali dengan adanya inovasi menurut Carol Noore yang dikutip oleh
Bygrave (1996). Inovasi tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor baik yang
berasal dari pribadi maupun di luar pribadi, seperti pendidikan, sosiologi,
organisasi, kebudayaan dan lingkungan. Faktor-faktor tersebut membentuk
locus of control, kreativitas, keinovasian, implementasi, dan pertumbuhan
kemudian berkembangan menjadi wirausahawan yang besar. Secara internal,
keinovasian dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari individu, seperti locus
of control, toleransi, nilai-nilai, pendidikan, pengalaman. Sedangkan faktor
yang berasal dari lingkungan yang memengaruhi diantaranya model peran,
aktivitas, dan peluang. Oleh karena itu, inovasi berkembang menjadi
kewirausahaan melalui proses yang dipengaruhi lingkungan, organisasi, dan
keluarga.
Dalam literatur-literatur, kewirausahaan diartikan berbeda-beda oleh
para ahli. Berikut beberapa pengertian entrepreneurship (kewirausahaan),
Suryana (2013) menyatakan bahwa entrepreneurship merupakan sebuah
proses penciptaan kreativitas dan inovasi untuk memecahkan masalah dan
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk
!
! 18
mencari peluang dari masalah yang dihadapi oleh setiap orang dalam
kehidupan sehari-hari. Kreativitas adalah kemampuan untuk membuat ide
baru dengan melakukan kombinasi, mengubah, atau merekonstruksi ide-ide
lama. Sedangkan inovasi merupakan kemampuan dalam penemuan suatu
proses produksi atau pengenalan akan suatu produk yang baru. Sunyoto &
Wahyuningsih. (2003) memiliki pandangan tentang entrepreneurship yang
berbeda yaitu suatu sikap untuk menciptakan sesuatu yang baru serta bernilai
bagi diri sendiri dan orang lain. Entrepreneurship dipandang tidak hanya
mencari keuntungan pribadi, namun juga harus mempunyai nilai sosial.
Kartajaya (2008) menyampaikan pengertian entrepreneurship yaitu
suatu usaha yang dapat menciptakan sesuatu yang menghasilkan dengan
menciptakan nilai melalui pengamatan atas suatu kesempatan bisnis, dengan
melakukan manajemen terhadap risiko yang mungkin timbul serta
keterampilan untuk berkomunikasi serta memobilisasi sumber daya yang ada
terutama sumber daya manusia. Marlo (2013) menjelaskan bahwa
entrepreneurship adalah kemampuan seseorang dalam kepekaan
terhadap peluang dan memanfaatkan peluang tersebut untuk melakukan
perubahan pada sistem yang ada. Dalam dunia entrepreneurship, peluang
adalah kesempatan untuk mewujudkan atau melaksanakan suatu usaha
dengan tetap memperhitungkan resiko yang akan dihadapi. Robbin & Coulter
(2012) menjelaskan kewirausahaan adalah suatu proses dimana seseorang
atau suatu kelompok individu menggunakan upaya & sarana yang terorganisir
untuk mencari sebuah peluang dan menciptakan suatu nilai yang tumbuh
dengan memenuhi kebutuhan serta keinginan melalui sebuah inovasi dan
keunikan, mereka biasanya tidak mempedulikan apapun sumber daya yang
digunakan pada saat ini. Berdasarkan definisi dari beberapa pendapat di atas,
maka dapat diperoleh secara rinci unsur-unsur utama yang ada
dalam entrepreneurship, yaitu: mereka yang mampu menerapkan kreativitas
dan inovasi, memanfaatkan peluang, membuat perubahan, dan memberikan
nilai tambah bagi dirinya sendiri maupun orang lain orang lain.
Pilihan menjadi seorang wirausaha hendaknya dipertimbangkan sisi
positif negatifnya. Wirausaha mengalami berbagai tekanan pribadi yang tidak
menyenangkan seperti kebutuhan untuk menginvestasikan waktu, tenaga dan
fikiran lebih banyak. Kemungkinan gagal dalam bisnis dan tidak adanya
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk
!
! 19
jaminan untuk berhasil. Tidak seorangpun menginginkan kegagalan, akan
tetapi seorang wirausaha harus siap menerima berbagai resiko yang
berhubungan dengan kegagalan bisnis. Wirausaha memerlukan komitmen
dan pengorbanan tinggi, karena akan mendapatkan tantangan yang berupa
kerja keras, tekanan emosional dan resiko ketidakpastian. Wirausaha tentu
mengharapkan dapat mengambil imbalan dari usaha/bisnis yang dilakukan.
Imbalan wirausaha dapat dikelompokkan dalam tiga kategori, dari sisi
pembentukan karakter seorang wirausaha/ entrepreneur. Hal ini dapat dicapai
melalui: 1) Mengembangkan dan membiasakan unjuk kerja yang
mengedepankan ide kreatif dalam berpikir dan sikap mandiri bagi mahasiswa
dalam proses pembelajaran. Untuk lebih menekankan model latihan, tugas
mandiri, problem solving, cara mengambil keputusan, menemukan peluang.
2) Menanamkan sikap dan perilaku jujur dalam komunikasi dan bertindak
dalam setiap kegiatan pengembangan, pendidikan, dan pembelajaran
sebagai modal dasar dalam membangun mental entrepreneur. 3) Para
praktisi pendidikan juga perlu sharing dan memberi support atas komitmen
pendidikan tentang mental entrepreneurship ini kepada lembaga-lembaga
terkait dengan pelayanan bidang usaha yang muncul di masyarakat agar
benar-benar berfungsi dan benar-benar menyiapkan kebijakan untuk
mempermudah dalam melayani masyarakat.
1.4 Karakteristik Wirausaha
Inti perbedaan antara pengusaha biasa dan wirausahawan bisnis adalah
bahwa penguasa biasa menjalankan bisnis di bidang yang sudah lazim
dengan produk yang lazim pula. Wirausahawan bisnis membangun bisnisnya
dari ide inovatifnya sendiri, serta lebih fokus pada kualitas produk dan
kepuasan pelanggan ketimbang terlalu fokus pada laba. Tipe paling
mendasar dalam wirausaha adalah wirausaha bisnis/Business Entrepreneur,
yaitu wirausaha yang bergerak dalam bidang produksi barang dan jasa serta
pemasarannya. Banyak orang yang bertanya apa bedanya pengusaha biasa
dengan wirausahawan bisnis? padahal mereka melakukan hal yang sama,
yaitu menghasilkan barang dan jasa serta memasarkannya. Adapun
perbedaannya yaitu sebagai berikut:
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk
!
! 20
Tabel 1.1 Perbedaan antara Pengusaha Biasa dengan Wirausaha Bisnis
Pengusaha Biasa Wirausahawan Bisnis
Memiliki sebuah usaha Memiliki banyak usaha Biasanya bermain aman Tegas dan ambisius Biasanya berorientasi laba Berorientasi pelanggan Mendapatkan usaha dari membeli, donasi, atau warisan
Mencipta idenya sendiri dan mengubahnya menjadi bisnis
Umumnya mengikuti pola yang sudah umum
Seorang inovator
Bekerja untuk perusahaan Perusahaan bekerja untuknya Biasanya merekrut orang untuk turut andil dalam menghasilkan laba
Merekrut orang untuk membuat hidup mereka lebih baik
Sumber: Andriani (2016)
Creative entrepreneur adalah orang yang bergerak di bidang usaha
menciptakan atau memanfaatkan pengetahuan dan informasi. Contohnya
adalah orang yang bergerak di bidang pembuatan film, iklan, video game,
penerbitan buku, musik, dan sebagainya. Dalam semua bidang tersebut, yang
menjadi modal utamanya adalah kreativitas dalam mencipta suuatu produk.
Setiap produk yang dihasilkan oleh creative entrepreneur merupakan produk
yang unik dan karena itu memiliki perjalanan hidupnya masing-masing. Difinisi
lain tentang creative entrepreneur yaitu dari seorang konsultan kebijakan,
Howkins (2010) sebagai orang yang menggunakan kreativitas untuk
memunculkan kekayaan di dalam diri mereka sendiri dibandingkan dengan
menggunakan modal eksternal.
Technopreneur adalah seorang wirausahawan yang menghasilkan
kekayaan dengan cara memanfaatkan teknologi informasi yang pesat
berkembang. Membicarakan technopreneurship ini sangat menarik karena
banyak begitu banyak inovasi teknologi informasi, seperti Google maupun
Apple yang tumbuh menjadi sangat besar. Seorang technopreneur adalah
seorang yang berusaha memberikan layanan yang memberikan nilai tambah,
rasa gembira, atau ketagihan kepada mereka yang menikmati produknya.
Jika business entrepreneurs mengukur keberhasilan dari kinerja
keuangannya (keuntungan ataupun pendapatan) maka social
entrepreneur keberhasilannya diukur dari manfaat yang dirasakan oleh
masyarakat. Social entrepreneur adalah seorang wirausahawan yang
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk
!
! 21
bergerak di bidang usaha perbaikan kondisi-sosial, lingkungan, pendidikan,
dan ekonomi masyarakatnya. Social entrepreneur adalah seorang yang
menjalankan usahanya menciptakan perbaikan social melalui pasar.
Pengertian sederhana dari social entrepreneur adalah seseorang yang
mengerti permasalahan sosial dan menggunakan kemampuan
entrepreneurship untuk melakukan perubahan sosial (social change),
terutama meliputi bidang kesejahteraan (welfare), pendidikan dan kesehatan
(healthcare).
Kewirausahaan sosial diawali dengan keprihatinan terhadap keadaan
sosial yang berujung menjadi sebuah model bisnis baru. Kewirausahaan
sosial merupakan kombinasi dari semangat besar dalam misi sosial dengan
disiplin, inovasi dan keteguhan seperti yang lazim ditemukan di dunia bisnis.
Dapat dikatakan kewirausahaan sosial menggunakan sikap mental wirausaha
demi tujuan-tujuan sosial. Kewirausahaan sosial merupakan solusi alternatif
yang kreatif karena tidak hanya berorientasi pada keuntungan belaka akan
tetapi juga kesejahteraan masyarakat. Melalui kewirausahaan sosial, masalah
ekonomi Indonesia dapat sedikit teratasi. Karena dengan ini, masyarakat
akan terlibat langsung dalam menjadi pelaku bisnis dan keuntungannya akan
dikembalikan lagi ke masyarakat untuk dikembangkan. Tujuan jangka
panjangnya, kewirausahaan sosial dapat membantu masyarakat menjadi
lebih mandiri dalam hal finansial dan tidak selalu menggantungkan pada
kebijakan pemerintah yang cenderung hanya sebagai pemanis buatan
(sementara), seperti subsidi dan bantuan langsung tunai, Sakwati (2011).
Selanjutnya wirausaha dapat dikelompokkan dalam beberapa kategori:
! Berdasarkan profilnya dalam masyarakat, Zimmers & Scarborough (2008):
a. Women Entrepreneur ialah perempuan pengusaha, perempuan yang
terjun di dunia wirausaha dalam skala kecil maupun skala besar. Banyak
wanita yang terjun ke dalam bidang bisnis. Alasannya mereka menekuni
bidang bisnis ini didorong oleh faktor-faktor antara lain ingin
memperlihatkan kemampuan prestasinya, membantu ekonomi rumah
tangga, frustasi terhadap pekerjaan sebelumnya dan sebagainya.
b. Monority Entrepreneur ialah pengusaha minoritas, penghubung dengan
pemilik minoritas sesama pengusaha kecil, sering
mendiskusikan tantangan dan sarana pertukaran bisnis. Kaum minoritas
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk
!
! 22
terutama di negeri kita Indonesia kurang memiliki kesempatan kerja di
lapangan pemerintah sebagaimana layaknya warga negara pada
umumnya. Oleh sebab itu, mereka berusaha menekuni kegiatan bisnis
dalam kehidupan sehari-hari. Demikian pula para perantau dari daerah
tertentu yang menjadi minoritas pada suatu daerah, mereka juga bergiat
mengembangkan bisnis. Kegiatan bisnis mereka ini makin lama makin
maju, dan mereka membentuk organisasi minoritas di kota-kota tertentu.
c. Migrant Entrepreneur ialah pengusaha imigran, orang yang pindah dari
negaranya ke negara lain untuk mengembangkan usahanya.
d. Part Time Entrepreneur ialah pengusaha paruh waktu, orang yang
menjalankan usahanya secara separuh waktu dikarenakan adanya jadwal
kegiatan yang padat. Kaum pendatang yang memasuki suatu daerah
biasanya sulit untuk memperoleh pekerjaan formal. Oleh sebab itu,
mereka lebih leluasa terjun dalam pekerjaan yang bersifat non formal
yang dimulai dari berdagang kecil-kecilan sampai berkembang menjadi
perdagangan tingkat menengah.
e. Home Based Entrepreneur. Pengusaha berbasis rumah sebagai tempat
untuk menjalankan suatu usaha. Ibu-ibu rumah tangga memulai kegiatan
bisnisnya dari rumah tangga misalnya ibu-ibu yang pandai membuat kue
dan aneka masakan, mengirim kue-kue ke toko eceran di sekitar
tempatnya. Akhirnya usaha makin lama makin maju.
Usaha catering banyak dimulai dari rumah tangga yang bisa masak.
Kemudian usaha catering ini berkembang melayani pesanan untuk pesta.
f. Family Owned Business ialah dimana satu atau lebih anggota dari satu
atau lebih keluarga memiliki kepemilikan komitmen yang signifikan
terhadap keseluruhan bisnis. Sebuah keluarga dapat membuka berbagai
jenis dan cabang usaha. Mungkin saja usaha keluarga ini dimulai lebih
dulu oleh bapak setelah usaha bapak maju dibuka cabang baru dan
dikelola oleh ibu. Kedua perusahan ini maju dan membuka beberapa
cabang lain mungkin jenis usahanya berbeda atau lokasinya berbeda.
Masing-masing usahanya ini bisa dikembangkan atau dipimpin oleh anak
mereka. Dalam keadaan sulitnya lapangan kerja pada saat ini maka
kegiatan semacam ini perlu dikembangkan.
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk
!
! 23
g. Copreneurs ialah pasangan yang terjun ke dalam bisnis dan memiliki
hubungan pribadi. Copreneur dibuat dengan cara menciptakan
pembagian pekerjaan berdasarkan keahlian masing-masing orang.
Orang- orang yang ahli diangkat menjadi penanggung jawab divisi-divisi
tertentu dalam bisnis yang sudah ada. Copreneurs antrepreneurial
complecs who work together as co-owners their businesses, Zimmerer &
Scarborough, (1996). Copreneurs ini berbeda dengan usaha famili yang
disebut sebagai usaha Mom & Pop (“Pop as “boss” and Mom as
“subordinate”)
Berdasarkan tingkat kebebasan, Raymond Kao-Russel Knight (1987)
memberikan definisi tentang wirausaha dengan menekankan pada aspek
keberhasilan berusaha yang dinyatakannya sebagai berikut: An entrepreneur
is an independent growth oriented owner-operator. Berdasarkan hal tersebut
istilah entrepreneur mempunyai arti yang berbeda pada setiap orang karena
mereka melihat konsep ini dari berbagai sudut pandang. Aspek umum yang
terkandung dalam pengertian entrepreneur yaitu adanya unsur resiko,
kreatifitas, efisiensi, kebebasan dan imbalan. Kebebasan dalam bekerja
adalah nilai lebih bagi seorang entrepreneur. Pada dasarnya, orang yang
mempunyai jiwa kepemimpinan ataupun orang yang memiliki inisiatif, akan
lebih tertantang untuk melakukan suatu pekerjaan yang membebaskan
segala inovasi dan kreativitasnya. Kebebasan dalam bekerja merupakan
sebuah model kerja dimana seseorang melakukan pekerjaan untuk dirinya
sendiri dan tidak berkomitmen untuk majikan pada jangka panjang tertentu.
Berangkat kerja tanpa terikat pada aturan atau jam kerja formal, atau
berbisnis jarang-jarang tetapi sekali mendapat untung, untungnya cukup
untuk dinikmati berbulan-bulan atau cukup untuk sekian minggu ke depan
(Raymond Kao & Russell Knight, 1987).
Berbagai bentuk kebebasan banyak muncul dari definisi tersebut.
Raymond melihat adanya suatu rentang spektrum dari aspek kebebasan
yang bergerak dari pengusaha perseorangan yang bebas murni sampai
kepada seorang manajer dalam perusahaan milik orang lain. Wirausaha
tidak membentuk suatu stereotipe sendiri tetapi ada banyak bentuk dan
tipe wirausaha. Salah satu bentuknya adalah wirausaha waralaba (franchise
entrepreneur) yang terletak pada titik tengah spektrum di atas. Seorang
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk
!
! 24
pewaralaba adalah memiliki usaha yang independent akan ia tergantung
pada ikatan kontrak kerjasama resmi dan tunduk pada pengusaha pemberi
hak waralaba (franchisor). Demikian halnya seorang distributor yang harus
tunduk pada peraturan yang ditetapkan oleh produsen pembuat produk
tertentu. Juga pengusaha yang melakukan perkongsian bagi hasil mereka
juga sedikit mengorbankan independensinya. Sebuah perusahaan yang dibeli
oleh pihak lain tetapi pemiliknya masih tetap tinggal dalam perusahaan
tersebut sebagai general manajer dia juga tidak bebas. Manager sebuah
divisi pada suatu perusahaan bebas lakukan kegiatan dalam lingkup divisinya
akan tetapi harus tunduk pada aturan-aturan umum perusahaan.
Selanjutnya diungkapkan pula 3 tipe utama dari wirausaha yaitu:
1. Wirausaha Ahli (Craftman) atau seorang penemu memiliki suatu ide yang
ingin mengembangkan proses produksi system produksi, dan
sebagainya. Dia cendrung bergerak dalam bidang penelitian membuat
model percobaan laboratorium dan sebagainya. Dia juga menjual lisensi
idenya untuk dijadikan produk komersial. Pengetahuannya lebih banyak
pada bidang teknis produksi dibandingkan pengetahuan di bidang
pengawasan, finance dan sebagainya. Misalnya seorang tukang
mendirikan sebuah perusahaan kontruksi seorang sopir truk membuka
perusahaan pengangkutan, seorang dokter membuka sebuah
perusahaan klinik kesehatan. Sebagian besar wirausaha berasal dari tipe-
tipe individu seperti ini.
2. The Promoter adalah seorang individu yang tadinya mempunyai latar
belakang pekerjaan sebagain seles atau bidang marketing yang
kemudian mengembangkan perusahaan sendiri. Keterampialan yang
sudah ia miliki biasanya merupakan faktor pendorong untuk
mengembangkan perusahaan yang baru ia rintis.
3. General Manager adalah seorang individu yang ideal yang secara sukses
bekerja pada sebuah perusahaan dia banyak menguasai keahlian bidang
produksi, permasalahan, permodalan dan pengawasan). Manager sebuah
divisi pada suatu perusahaan bebas melakukan kegiatan dalam
melakukan definisinya akan tetapi dia harus tunduk kepada aturan-aturan
umum perusahaan. Sebagai kesimpulan Raymond Kao menyatakan
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk
!
! 25
bahwa adalah sulit untuk menggambarkan secara pasti pengertian
wirausaha untuk tujuan akademis.
! Berdasarkan jenis dan fungsi tanggung jawabnya (Justin, Carlos dan
William)
1. Founders (Pendiri Perusahaan)
Umumnya founders dipertimbangkan sebagai wirausaha murni. Pendiri
perusahaan mungkin seorang investor yang memulai bisnis berdasarkan
barang atau jasa yang baru atau yang sudah diimprovisasi. Mereka
mungkin juga seorang pekerja tangan yang mengembangkan
keahliannya dan kemudian memulai perusahannya sendiri. Ketika
bertindak sendiri atau bagian dari suatu group pendiri perusahaan
membawa perusahaan menjadi nyata dengan melakukan survei pasar,
mencari dana dan memberikan fasilitas yang diperlukan.
2. General Manajer
Dalam kondisi tertentu setelah pendirian suatu perusahaan baru mungkin
perusahaan tersebut dibeli atau didanai oleh pihak kedua atau wirausaha
lain yang bertindak sebagai administrator bisnis. Jadi kita mengakui
wirausaha lain yang disebut general manajer sebagai seorang yang
mengepalai operasi perusahaan dalam menjalankan bisnisnya.
3. Franchise
Franchise berfungsi sebagai wirausaha yang terbatas. Kekuasaan
seorang wirausaha waralaba dibatasi dengan hubungan kontrak kerja
dengan franchisor.
! Berdasarkan latar belakang dan gaya manajemen, Norman R Smith
(2012).
1. Wirausaha Artisan
Seseorang yang memulai bisnisnya hanya berdasarkan keahlian teknis
yang dimilikinya digolongkan sebagai wirausaha artisan. Seorang ahli
mekanik yang memulai usaha bengkel di garasi rumahnya adalah contoh
wirausaha artisan. Pendekatan manajemen wirausaha artisan
biasanya lebih bersifat kekeluargaan dan paternalistik sehingga
cenderung enggan mendelegasikan kewenangannya, mereka membatasi
strategi pemasaran pada komponen harga secara tradisional, kualitas
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk
!
! 26
dan reputasi perusahaan, orientasi waktu mereka singkat, dengan
sedikit perencanaan atau pertumbuhan di masa mendatang.
2. Wirausaha Oportunitis
Selain berbekal keahlian/pendidikan teknis wirausaha oportunitis juga
membekali diri dengan pengetahuan- pengetahuan non teknis seperti
ekonomi, hukum, bahasa dan lain sebagainya. Berbeda dengan
wirausaha artisan, wirausaha oportunitis menghindari sistem paternalistik
dengan lebih banyak mendelegasikan kewenangan yang diperlukan bagi
pertumbuhan perusahaan, menggunakan berbagai strategi pendekatan
dalam pemasaran, mendapatkan permodalan lebih dari dua sumber
dan merencanakan pertumbuhan perusahaan di masa mendatang.
1.5 Tantangan Berwirausaha
Keberhasilan wirausaha dicapai apabila wirausaha menggunakan produk,
proses, dan jasa-jasa inovasi sebagai alat untuk menggali
perubahan. Mengubah tantangan menjadi peluang. Menciptakan permintaan
melalui penemuan baru (market driven). Menurut Zimmerer, ide-ide yang
berasal dari wirausaha dapat menciptakan peluang untuk memenuhi
kebutuhan pasar. Dalam mengevaluasi ide, wirausaha perlu mengidentifikasi
dan mengevaluasi semua resiko yang mungkin terjadi dengan cara:
1) Pengurangan resiko melalui strategi yang proaktif
2) Penyebaran resiko pada aspek yang paling mungkin
3) Pengelolaan resiko yang mendatangkan nilai atau manfaat
Secara umum tahap-tahap melakukan wirausaha adalah sebagai berikut :
1. Tahap memulai, tahap di mana seseorang yang berniat untuk melakukan
usaha mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan, diawali dengan
melihat peluang usaha baru yang mungkin apakah membuka usaha baru,
melakukan akuisisi, atau melakukan franchising. Juga memilih jenis
usaha yang akan dilakukan apakah di bidang pertanian, industri /
manufaktur / produksi atau jasa.
2. Tahap melaksanakan usaha atau diringkas dengan tahap “jalan”, tahap
ini seorang wirausahawan mengelola berbagai aspek yang terkait dengan
usahanya, mencakup aspek-aspek: pembiayaan, SDM, kepemilikan,
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk
!
! 27
organisasi, kepemimpinan yang meliputi bagaimana mengambil resiko
dan mengambil keputusan, pemasaran, dan melakukan evaluasi.
3. Mempertahankan usaha, tahap di mana wirausahawan berdasarkan hasil
yang telah dicapai melakukan analisis perkembangan yang dicapai untuk
ditindaklanjuti sesuai dengan kondisi yang dihadapi
4. Mengembangkan usaha, tahap di mana jika hasil yang diperoleh
tergolong positif atau mengalami perkembangan atau dapat bertahan
maka perluasan usaha menjadi salah satu pilihan yang mungkin diambil.
Seseorang yang berminat untuk berwirausaha karena adanya imbalan
yang kuat. Beberapa orang mungkin lebih tertarik pada satu jenis imbalan
tertentu daripada sebagian yang lain yang lebih tertarik pada kepuasan yang
mungkin didapat dengan berusaha. Imbalan berusaha diperoleh sebagai
balasan dan berbagai tantangan yang dihadapi orang yang memulai dan
mengoprasikan bisnisnya merupakan imbalan kerja keras menyita banyak
waktu dan membutuhkan tenaga serta pikiran. Setiap orang yang tertarik
untuk berwirausaha, karena adanya imbalan yang kuat. Beberapa orang
mungkin lebih tertarik pada satu jenis imbalan tertentu daripada sebagian
yang lain yang lebih tertarik pada kepuasan yang mungkin didapat
dengan berusaha. Imbalan berusaha diperoleh sebagai balasan dan
berbagai tantangan yang dihadapi orang yang memulai dan mengoprasikan
bisnisnya merupakan imbalan kerja keras menyita banyak waktu dan
membutuhkan tenaga serta pikiran.
Wirausaha mengalami berbagai tekanan pribadi yang mungkin
tidak menyenangkan seperti kebutuhan untuk menginvestasikan waktu,
tenaga dan fikiran lebih banyak. Kemungkinan gagal dalam bisnis dan tidak
adanya jaminan untuk berhasil selalu ada yang mengakibatkan tidak
seorangpun menginginkan kegagalan akan tetapi seorang wirausaha harus
siap menerima berbagai resiko yang berhubungan dengan kegagalan
bisnis.
Ketika memutuskan untuk memilih menjadi seorang wirausaha akan
dipertimbangkan sisi positif negatifnya. Tantangan berupa kerja keras,
tekanan emosional dan resiko ketidakpastian memerlukan komitmen dan
pengorbanan tinggi jika kita mengharapkan dapat mengambil imbalan dari
usaha/bisnis yang dilakukan.
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk
!
! 28
Imbalan Kewirausahaan
Kebebasan Bebas dari
pengawasan dan aturan birokrasi
!
Laba Bebas dari
batasan gaji standar
!
Kepuasan Kepuasan
menjalani hidup dari kebebasan!
Gambar 1.1 Imbalan Wirausaha (Gunadhi, 2006)
Imbalan wirausaha dapat dikelompokkan dalam tiga kategori (gambar 1.1):
1. Imbalan berupa laba merupakan hasil finansial dari kegiatan bisnis
apapun yang harus dapat menggantikan kerugian curahan waktu dan
tenaga (ekuivalen dengan upah) dan dana yang
dikeluarkan/diinvestasikan (ekuivalen dengan tingkat bunga) sebelum
laba yang sebenarnya dapat direalisasikan. Dengan kata lain laba
juga diperoleh sebagai imbalanbagi resiko dan inisiatif yang
diambil dalam mengoperasionalkan bisnis, imbalan berupa laba bisa
jadi menjadi motivasi paling kuat bagi sebagian wirausaha. Orang yang
memiliki misi “memaksimalkan keuntungan dan memenuhi semua
kebutuhan hidup adalah wirausahan yang memiliki orientasi sangat besar
pada imbalan berupa laba. Walau demikian bagi sebagian wirausaha
lainnya laba dipandang sebagai salah satu cara untuk mempertahankan
nilai perusahaan. Beberapa wirausaha mungkin mengambil keuntungan
yang pantas bagi dirinya sendiri atau sebagian lainnya lebih suka
membagi-bagikan keuntungan/ laba tersebut akan tetapi kebanyakan
wirausaha puas dengan laba yang pantas karena memang laba
diperlukan untuk kelangsungan hidup perusahaan.
Pendapatan adalah penghasilan yang diperoleh seseorang baik
berupa uang maupun barang. Berwiraswasta dapat memberikan
pendapatan yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Keinginan untuk memperoleh pendapatan itulah yang dapat menimbulkan
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk
!
! 29
minatnya untuk berwirausaha (Suhartini, 2011). Dalam bisnis,
pendapatan adalah jumlah uang yang diterima perusaha-an dari
aktivitasnya, kebanyakan dari penjualan produk dan/atau jasa kepada
pelanggan. Bagi investor, pendapatan kurang penting dibanding
keuntungan, yang merupakan jumlah uang yang diterima setelah
dikurangi pengeluaran. Ekspektasi akan pengha-silan yang lebih baik
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang untuk
menjadi wirausaha-wan atau tidak. Jika seseorang berharap
mendapatkan pendapatan lebih tinggi dengan menjadi wirausahawan, ia
akan semakin terdorong menjadi wirausahawan. pendapatan berpe-
ngaruh terhadap minat berwirausaha. Seseorang akan tertarik untuk men-
jadi wirausaha karena pendapatan yang diperolehnya jika sukses mele-
bihi karyawan. Seseorang dengan harapan pendapatan yang lebih tinggi
daripada bekerja menjadi karyawan menjadi daya tarik untuk menjadi
wirausaha.
2. Kebebasan untuk menjalankan perusahaan sesuai keinginan adalah
imbalan lain yang dapat diperoleh sebagai imbalan jasa. bagi seorang
wirausaha umumnya punya keinginan kuatuntuk menjadi “bos”
atas dirinya sendiri dan perusahaannya, bebas membuat keputusan,
bebas mengambil resiko dan memungut imbalan/laba. Seorang
wirausaha umumnya menghargai kebebasan yang ada dalam karier
kewirausahaan. Mereka dapat mengerjakan urusannya dengan
caranya sendiri, memungut labanya sendiri dan mengatur jadwalnya
sendiri. Tentunya kebebasan tersebut tidak menjamin kehidupan yang
mudah karena kebanyakan wirausaha mencurahkan waktu dan
tenaganya untuk bekerja keras demi kelangsungan usahanya.
3. Imbalan kepuasan menjalani hidup adalah kenikmatan yang diperoleh
demi kebebasan mereka dalam menjalankan bisnisnya. Kenikmatan
tersebut juga merefleksikan pemenuhan kerja pribadi pemilik pada
barang dan jasa perusahaanya. Bisnis-bisnis yang memenuhi gaya hidup
dan memberikan ketertarikan pada pola hidup tertentu pada pemiliknya
(lifestyle businesses) adalah contoh bisnis yang memberikan kepuasan
bagi pemiliknya. Misalnya orang yang sangat tertarik pada ikan hias
kemudian mendirikan usaha toko ikan hias. Sambil menjual pelaku
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk
!
! 30
Innovation (Inovasi)
Triggering Event (Pemicu)
!
Implementation (Pelaksanaan)
!
Growth (Pertumbuhan)
!
wirausaha tersebut dapat ngobrol, berdiskusi atau bertukar pengalaman
dengan pelanggan tokonya sehingga iapun memperoleh kepuasan dari
usahanya tersebut. Kepuasan menjalani hidup juga dapat diperoleh
dari kenikmatannya karena berhasil membantu orang-orang
disekelilingnya dengan membuka lapangan pekerjaan dan memberikan
upah yang layak bagi pegawai-pegawainya sehingga pelaku wirausaha
merasa menjadi orang yang lebih berguna dalam kehidupannya.
1.5 Model Proses Kewirausahaan
Terdapat empat langkah dalam model proses kewirausahaan yang
dipengaruhi oleh banyak faktor yang berasal dari dalam maupun luar diri
pribadi pelaku wirausaha. Apabila seseorang mempunyai keinginan untuk
membuka usaha baru maka ia akan mencari faktor-faktor apa saja yang
sekiranya dapat menguntungkan. Menurut Bygrave proses inovasi menjadi
langkah awal kegiatan wirausaha. Inovasi dapat dipicu oleh faktor personal
seperti dorongan berprestasi, rasa penasaran, faktor pendidikan dan
pengalaman, kesiapan mental untuk menanggung resiko dan lain
sebagainya. Sedangkan faktor eksternal yang dapat mendorong inovasi
antara lain adalah adanya peluang usaha yang muncul.
Gambar 1.2 Model Proses Kewirausahaan (Bygrave, 2010)
Model proses perintis dan pengembangan kewirausahaan digambarkan
oleh Bygrave dalam langkah-langkah pada Gambar 1.2. Di mana proses
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk
!
! 31
P
Proses Imitasi dan Duplikasi
!
Proses Inovasi
pemicu yang dapat memaksa seseorang terjun ke dunia usaha antara lain
faktor internal seperti ketidakpuasan pada pekerjaan yang ditekuni
sekarang. Adanya PHK dan tidak adanya pekerjaan lainnya, faktor usia dan
tanggung jawab keluarga. Faktor eksternal yang dapat mendorong antara lain
persaingan dalam kehidupan, adanya sumber-sumber yang dapat
dimanfaatkan, kebijakan pemerintah yang membuat kemudahan dan
dukungan usaha misalnya fasilitas kredit dan bimbingan usaha dari
pemerintah.
Dalam proses pelaksanaan, faktor personal pelaku wirausaha sangat
memegang peranan penting. Kesiapan mental secara total untuk melakukan
usaha, komitmen yang tinggi terhadap visi dan misi guna mencapai
keberhasilan usaha serta adanya pembantu utama dalam menjalankan usaha
adalah faktor yang mendorong pelaksanaan usaha. Proses pertumbuhan
usaha sangat dipengaruhi oleh faktor organisasi/team work yang dibentuk
untuk menjalankan sebuah usaha. Adanya tim yang kompak dalam
menjalankan usaha memungkinkan semua rencana dan pelaksanaan
operasional usaha berjalan dengan lancar. Tim yang kompak juga akan
melahirkan strategi yang handal. Adanya struktur dan budaya organisasi
yang mantap mendorong terciptanya tanggung jawab seluruh karyawan
perusahaan untuk mendukung perkembangan usaha. Kualitas produk
yang dapat dibanggakan, lokasi usaha yang strategis menjadi faktor
pendukung. Menurut Suryana proses kewirausahaan dapat terjadi seperti
pada berikut ini:
Gambar 1.3 Proses Kewirausahaan (Suryana)
Suryana (2003) menguraikan model proses kewirausahaan dengan
tahapan yang sedikit berbeda dengan apa yang diuraikan oleh Bygrave. Di
samping faktor manajerial dalam perusahaan perkembangan usaha juga
dipengaruhi faktor eksternal seperti adanya konsumen dan pemasok bahan
baku yang kontinu, adanya investor yang memperbesar modal dan adanya
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk
!
! 32
kebijakan di bidang ekonomi yang menguntungkan dunia usaha. Proses
inovasi yang menjadi inti kegiatan kewirausahaan dapat diawali dan sebuah
proses imitasi dan duplikasi. Ketika ada suatu produk baru yang sangat
digemari oleh konsumen biasanya tak lama kemudian akan bermunculan
produk- produk sejenis dari produsen yang berbeda. Proses dimana
seseorang memulai usaha dengan meniru atau menggandakan produk-
produk yang sudah terlebih dulu ada di pasaran inilah yang disebut proses
imitasi dan duplikasi.
Dalam perjalanannya terjadi berbagai kegiatan pengembangan yang
bertujuan untuk lebih meningkatkan baik kualitas maupun kuantitas
produk yang dihasilkan. Dalam proses pengembangan tersebut seorang
wirausaha berusaha mengidentifikasi kekurangan dan kelebihan dari produk
maupun usaha yang dijalankannya. Akhir dari proses pengembangan adalah
munculnya ide-ide baru yang berusaha menciptakan sesuatu yang baru dan
berbeda dari yang sudah ada sebelumnya. Proses-proses kreatif dan inovatif
tersebut hanya dapat dilakukan oleh orang yang memiliki jiwa dan sikap
kewirausahaan sebagai berikut:
! Percaya diri (yakin, optimis dan teguh pada komitmen)
! Berinisiatif (enerjik dan percaya diri)
! Memiliki motif berprestasi (berorientasi pada hasil dan berwawasan
jauh ke depan)
! Memiliki jiwa kepemimpinan, berani tampil beda mengambil resiko
dan penuh perhitungan).
! Komunikatif dan reflektif
! Bijaksana
Inovasi secara umum dapat diartikan sebagai proses eksploitasi ide,
yaitu ide cemerlang yang dapat memperbaiki tingkat kesejahteraan baik
melalui aktivitas bisnis atau aktivitas lainnya.
Inovasi terdiri dari seluruh kegiatan berbasis sains, teknik, komersial dan
keuangan yang dibutuhkan untuk melancarkan pengembangan dan
pemasaran dari produk yang lebih baik atau hal-hal yang dapat bermanfaat
pada layanan sosial (OECD: 1981 dalam Lery; 2003). Dengan definisi
tersebut Nelly (1998) membagi inovasi dalam dua kategori yaitu:
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk
!
! 33
a. Inovasi Produk (Product Innovation), yaitu pemanfaatan produk baru atau
produk yang lebih baik sehingga dapat diterima dan digunakan oleh
konsumen.
b. Inovasi Proses (Process Innovation), yaitu pengadopsian proses
produksi , distribusi maupun metode yang lebih baik. Inovasi produk dan
inovasi proses adalah dua hal yang dapat saling mendukung dan tidak
berdiri sendiri (not Mutually exclussive)
c. Inovasi Organisasi (Organisational Innovation) yaitu pemanfaatan
sumberdaya manusia yang lebih efektif dan efisien yang sangat
diperlukan dalam proses eksploitasi ide.
Inovasi yaitu proses eksplorasi ide berbasis sains, dan teknis , dll. Inovasi ini
terbagi menjadi 2 yaitu : Inovasi Radikal dan Inovasi Bertahap yang keduanya
disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi. Inovasi dapat menghasilkan nilai
tambah baru dan produk baru, yaitu:
a Inovasi Radikal (Radical Innovation) yaitu proses kegiatan inovasi yang
dikembangkan atau mengembangkan produk secara revolusioner atau
radikal.
b Inovasi Bertahap (Incremental Innovation) yaitu proses kegiatan inovasi yang
dikembangkan atau pengembangan secara bertahap dan
berkesinambungan.
Dengan demikian inovasi tidak hanya dominan pada lingkungan berbasis
teknologi tinggi namun dapat tumbuh pada setiap kegiatan dan setiap jenis
industri baik yang telah berjalan lama maupun industri yang sedang tumbuh
(growing industry atau new/emerging market). Apabila dapat dimanfaatkan
dengan baik inovasi memungkinkan peningkatan produktivitas dan peningkatan
mutu kehidupan ekonomi perusahaan. Ide-ide cemerlang atau inovasi bagi
seorang wiraswasta dapat menjadi sebuah peluang usaha apabila wirausaha mau
melakukan evaluasi terhadap peluang secara terus-menerus melalui proses
penciptaan sesuatu yang baru dan berbeda, mengamati peluang, menganalisis
proses secara mendalam dan memperhitungkan resiko yang mungkin terjadi.
Seorang wirausaha melalui ide-ide inovasinya dapat meraih peluang dengan jalan:
a. Kemampuan dan pengetahuan untuk menghasilkan produk/jasa baru
b. Menghasilkan nilai tambah baru
c. Merintis usaha baru
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk
!
! 34
d. Melakukan proses/teknis baru
e. Mengembangkan organisasi baru
Untuk meraih kesuksesan, diperlukan sekurang-kurangnya beberapa karakteristik,
yakni :
1. Goals.
Goals adalah faktor dominan yang paling penting dalam mencapai
sukses. Tanpa tujuan dan target hidup yang realistis dan jelas bagaimana kita
bisa mencapai kesuksesan. Sehingga bisa terukur bagaimana trget kita
kedepannya.
2. Pikiran dan Perilaku Positif
Pikiran yang positif melahirkan perilaku positif, begitu juga berfikir jelek maka
perilaku jelek yang akan nampak. Kita adalah produk dari pikiran kita sendiri.
Mereka yang berpikir positif memandang dunia dari sudutnya, yakni perilaku can
do.
3. Networking
Kita akan sulit bisa sukses sendiri, maka kita memerlukan networking (jaringan).
Jika kita ingin mendapat pertolongan , maka kita harus bersifat menolong. Itulah
yang dilakukan oleh orang sukses; mereka berteman dan berbagi; hari ini
mereka memberi besok mereka ditolong. “Give and Take” itulah azasnya.
4. Ketabahan dan Keuletan.
Tidak ada orang yang gagal, asalkan tidak berhenti mencoba. Jika menghadapi
kesulitan atau tantangan, cobalah mencari dan memikirkan cara lain yang lebih
baik, kemudian lakukan dan lakukan lagi.
5. Tekad Untuk Berubah.
Jika tidak suka dengan hari ini, jangan harap esok akan lebih baik. Ubahlak
perilaku, prioritas dan akyivitas kita. Hanya dengan inisiatif mengubah keadaan,
kita bisa berharap besok hari akan menjadi lebih baik.
6. Hasrat (Passion)
Semua orang memiliki hasrat internal yang berkobar-kobar untuk mencapai hasil
terbaik, yang membedakan mereka dari kebanyakan. Mereka tidak memerlukan
motivasi dari luar, karena mereka memiliki “self starter motivation´ yang
mengikuti kehidupannya sehari-hari. Kekuatan mental seperti itu yang membuat
mereka tidak kenal menyerah dan tidak melakukan hal apapun kecuali untuk
mencapai tujuan hidupnya.
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk
!
! 35
7. Kepercayaan (Belief)
Kebenaran tentang batasan potensi manusia ialah pikirannya sendiri yang akan
mempengaruhi sistem kepercayaan seseorang dalam melakukan sesuatu
tindakan. Jika kita mengambangkan kepercayaan kepada kemampuan diri kita
sendiri sebagai orang besar, maka kita akan berusaha untuk melakukan hal –
hal yang besar sehingga hasilnya pun besar. Begitu juga sebaliknya. Jadi, kita
harus memberi kepercayaan kepada diri kita sendiri sebagai orang yang besar,
tetapi realistis.
8. Strategi
Yaitu peta perjalanan yang dipergunakan untuk mencapai tujuan hidup kita. Kita
harus merancang suatu strategi yang memberi hidup kita arah yang jelas
menuju sukses secara efektif-efisien, agar tidak berputar – putar disuatu tempat,
melainkan tepat dan cepat menuju sasaran.
9. Energi
Tanpa vitalitas dan kekuatan tubuh untuk melakukan suatu tindakan, rasanya
semua hal baik hanya akan menjadi mimpi belaka. Sekalipun kita memiliki
ambisi yang, kepercayaan diri, namun jika tidak diikuti dengan dengan
kemampuan bertindak maka semuanya tidak akan seperti yang diharapkan.
!
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP !
!
36
BAB II
KONSEP DASAR KEWIRAUSAHAAN
2.1. Mengapa Harus Berwirausaha
Karier seseorang akan terwujud seperti apa yang mereka inginkan di masa
depan akan ditentukan adanya perbedaan dalam pengetahuan, minat dan
budaya, serta faktor lingkungan di mana seseorang berada. Sebagiannya
akan lebih tertarik untuk meniti karier sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS)
karena ada harapan menjadi pejabat dengan fasilitas yang memadai dan
mendapat uang pensiun. Sebagian lainnya lebih tertarik untuk menjadi
pegawai swasta profesional yang umumnya menjanjikan gaji besar, tunjangan
dan fasilitas lain yang menarik, serta uang pesangon. Sebagian kecil saja
yang tertarik untuk menjadi pengusaha (wirausahawan), mungkin karena
penghasilan tidak menentu, risiko terlalu besar, dan alasan paling penting
yaitu tidak mempunyai modal.
Berdasarkan berbagai pengalaman pengusaha sukses, ternyata menjadi
pengusaha menjanjikan masa depan yang sangat cemerlang, penghasilan
tidak terbatas dan dapat mengatur waktunya sendiri. Nicolescu (2009)
menunjukkan bahwa kemampuan UMKM untuk dapat bertahan dan tumbuh
tergantung dari faktor internal dan eksternal. Faktor internal seperti skala
usaha, stakeholders personality, latar belakang pendidikan, dan budaya
perusahaan (pelatihan internal), dapat mempengaruhi tingkat produktivitas
dan inovasi perusahaan. Sedangkan faktor eksternal yaitu faktor-faktor di luar
perusahaan seperti akses terhadap permodalan dan lingkungan kebijakan,
baik kebijakan pemerintah ataupun kondisi ekonomi suatu negara.
Kemudian muncul pertanyaan mengapa semakin banyak dibutuhkan
wirausahawan baru? Jawabannya karena tingkat pengangguran di setiap
jenjang pendidikan sudah semakin parah dan untuk itu perlu segera dicari
pemecahannya melalui penciptaan lapangan kerja di berbagai sektor usaha.
Bertambahnya pengangguran terdidik di Indonesia disebabkan karena para
lulusan perguruan tinggi lebih suka menunggu pekerjaan yang mereka
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP !
!
37
rasakan cocok dengan pendidikan mereka dan menolak untuk bekerja di
bidang lain. terutama jika bayaran yang ditawarkan di bawah standar yang
mereka inginkan, Andika & Madjid (2012). Dengan demikian, menjadi
wirausahawan pada saat ini sangat diperlukan tidak hanya untuk kepentingan
diri sendiri, tetapi yang lebih penting dan mendesak adalah untuk mengabdi
kepada bangsa dan negara dengan menciptakan lapangan kerja bagi
masyarakat. sesuai dengan ajaran agama, dinyatakan bahwa memberi
adalah lebih baik daripada menerima.
Pengangguran adalah orang yang tidak bekerja sama sekali atau
bekerja kurang dari dua hari selama seminggu sebelum pencacahan dan
berusaha memperoleh pekerjaan, sedangkan pengangguran terdidik adalah
seorang yang telah lulus pendidikan dan ingin mendapatkan pekerjaan tetapi
belum dapat memperolehnya. Para penganggur terdidik biasanya dari
kelompok masyarakat menengah ke atas yang memungkinkan adanya
jaminan kelangsungan hidup meski menganggur. Pengangguran terdidik
sangat berkaitan dengan masalah pendidikan di negara berkembang pada
umumnya. antara lain berkisar pada masalah mutu pendidikan, kesiapan
tenaga pendidik, fasilitas dan pandangan masyarakat. Pada masyarakat yang
sedang berkembang. pendidikan dipersiapkan sebagai sarana untuk
peningkatan kesejahteraan melalui pemanfaatan kesempatan kerja yang ada.
dengan tujuan akhir program pendidikan bagi masyarakat pengguna jasa
pendidikan.
Tabel 2.1 menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) di Indonesia jumlah
angkatan kerja sebagai pengangguran terbuka pada bulan Februari 2017
mencapai 7.005.261 orang yang menunjukkan bahwa jumlah pengangguran
terbuka di Indonesia relatif cukup besar. Pengangguran tertinggi terletak pada
jenjang Sekolah Dasar (SD) sebesar 1.292.234 orang. di mana pada jenjang
ini tingkat pengetahuan dan keterampilan sangat terbatas untuk dapat
menciptakan atau memperoleh pekerjaan. Namun demikian. tingkat
pengangguran di jenjang Perguruan Tinggi (PT) yang terdiri dari Diploma
I.II.III/Akademi dan universitas juga tidak sedikit. Pengangguran PT mencapai
856.644 yang merupakan penganggur terbuka, yaitu sarjana yang lulus tetapi
belum bekerja dan sedang aktif mencari pekerjaan. Tingginya angka
pengangguran merupakan masalah yang tidak ada habisnya di Indonesia.
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP !
!
38
Banyaknya jumlah angkatan kerja yang ingin memasuki dunia kerja tidak
sebanding dengan lapangan pekerjaan yang tersedia, sehingga membuat
banyak orang yang tidak mendapatkan pekerjaan.
Tabel 2.1 Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Tinggi
No.
Pendidikan Tertinggi yang
Ditamatkan
2015 2016 2017
Februari Agustus Februari Agustus Februari1 Tidak/belum
pernah sekolah 124.303 55.554 94.293
59.346
92.331
2 Belum/tidak
tamat SD 603.194 371.542 557.418
384.069
546.897
3 SD 1.320.392 1.004.961 1.218.954
1.035.731
1.292.234
4 SLTP 1.650.387 1.373.919 1.313.815
1.294.483
1.281.240
5 SLTA Umum 1.762.411 2.280.029 1.546.699
1.950.626
1.552.894
6 SLTA Kejuruan 1.174.366 1.569.690 1.348.327
1.520.549
1.383.022
7 Diploma
I.II.III/Akademi 254.312 251.541 249.362 219.736 249.705
8 Universitas 565.402 653.586 695.304 567.235 606.939
Total 7.454.767 7.560.822 7.024.172 7.031.775 7.005.262
Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) 2015. 2016 dan 2017 Februari. Berdasarkan data yang ada di atas. pengangguran terbuka banyak
terjadi bagi masyarakat pada lulusan SD, SLTP, SLTA. Sekarang ini sulit bagi
orang yang mendapatkan pekerjaan yang layak untuk kesejahteraan mereka
berasal dari lulusan yang terbilang tinggi, misalnya saja lulusan Diploma/S1.
Dilihat dari standarisasi perusahaan yang membuka lapangan pekerjaan.
memang mempunyai kriteria yang tinggi terhadap pelamar atau calon
pekerjanya. Hal ini mengurangi kesempatan bagi masyarakat menengah
bawah yang cenderung keterbatasan dalam pendidikan. Namun jumlah
pengangguran terdidik di Indonesia masih cukup tinggi, untuk jenjang
universitas pada Februari 2017 tercatat sebesar 606.939 dan pada Agustus
tahun 2016 tercatat sebesar 567.235.
Jumlah tersebut setiap tahunnya akan selalu bertambah sebab setiap
tahun universitas pasti akan meluluskan para sarjana yang jumlahnya ribuan.
namun tidak semua lulusan perguruan tinggi dapat tertampung di dunia kerja.
Permasalahan pengangguran terdidik jika dibandingkan dengan
pengangguran non terdidik justru lebih kompleks pengangguran terdidik
sebab pengangguran non terdidik mau dan bersedia untuk bekerja disektor
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP !
!
39
non formal. sedangkan pengangguran terdidik dengan bekal ilmu yang dimiliki
menginginkan bekerja di sektor formal agar mendapat gaji tinggi dan prestise
di tengah masyarakat, Yulhanrinto (2014).
Pengangguran terdidik di Indonesia disebabkan oleh berbagai faktor
diantaranya : 1. Pemilihan jenis pekerjaan yang diminati. Para lulusan perguruan tinggi
lebih suka memilih untuk menunggu perkerjaan yang mereka rasakan
cocok dengan pendidikan mereka dan menolak untuk bekerja di bidang
lain terutama jika bayarannya di bawah standar yang mereka inginkan. 2. Sebagian besar perguruan tinggi hanya terfokus untuk menghasilkan
lulusan yang mencari pekerjaan dan bukan sebagai pencipta lapangan
pekerjaan. Padahal sebagai lulusan yang siap bersaing mereka juga
memerlukan keahlian lain di luar bidang akademik yang mereka
kuasai sehingga memiliki nilai jual lebih dibandingkan lulusan-lulusan
lain. 3. Kurangnya minat untuk berwirausaha, mayoritas sarjana bertujuan hanya
mencari pekerjaan, bukan menciptakan lapangan pekerjaan. Menjadi
seorang wirausaha adalah alternatif yang bijaksana. Selain dapat
menciptakan lapangan kerja sendiri juga dapat membantu orang lain.
dan apabila usahanya maju dapat menyerap semakin banyak tenaga
kerja sehingga dapat membantu lebih banyak orang. Tabel 2.2 memperlihatkan bahwa penduduk berumur 15 tahun ke atas
yang bekerja sejumlah 123.539 ribu orang. Penduduk yang berusaha sendiri
sejumlah 21.849 ribu. justru paling besar jumlah dari lulusan SD yaitu 6.381
ribu. Selanjutnya lulusan SMA (SMU & SMK) sebanyak 5.353 ribu orang dan
lulusan SMP sebanyak 4.265 orang. Adapun lulusan PT yang terdiri dari
Akademi/Diploma sejumlah 381 ribu orang dan dari Universitas sebanyak 592
ribu orang. total lulusan PT adalah sebanyak 973 ribu orang. Hal ini
memperlihatkan bahwa lulusan PT masih banyak yang belum berani
membuka usaha sendiri. Data tersebut juga mengindikasikan bahwa biaya
pendidikan yang begitu tinggi sejak dari TK hingga perguruan tinggi, akhir-
akhirnya, mereka hanya sebagai pemasok pengangguran terdidik.
Penganggur-penganggur ini bukan orang-orang tidak memiliki pengetahuan
dan keterampilan, melainkan karena ingin menjadi pekerja, sementara
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP !
!
40
kesempatan kerja terbatas. Biaya pendidikan yang notabene dengan biaya
mahal karena ada kecenderungan terjadinya komersialisasi pendidikan di
segala jenjang pendidikan, (kecuali SLTP) ke bawah, namun hasil pendidikan
dengan biaya mahal justru membuahkan pengangguran buat mereka.
Dengan biaya pendidikan mahal, namun berpotensi menghasilkan
pengangguran potensial. Untuk mengatasi pengangguran tersebut, perlu ada
instansi khusus yang tidak sekadar proyek pelatihan tradisional/konvensional
selama ini seperti yang dilakukan oleh Departemen Tenaga Kerja, tetapi perlu
dibentuk Departemen Pengentasan Pengangguran Terdidik yang dapat
menangani atau mengatasi para penganggur. Tabel 2.2
Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama dan Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan
2017 (Ribuan)
Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) 2015. 2016 dan 2017 Februari.
Tabel 2.2 menunjukkan bahwa angkatan kerja pada Februari 2017
sebanyak 131.55 juta orang, naik sebanyak 6.11 juta orang dibanding
Agustus 2016 dan naik 3.88 juta orang dibanding Februari 2016. Penduduk
bekerja di Indonesia pada Februari 2017 sebanyak 124.54 juta orang. naik
sebanyak 6.13 juta orang dibanding keadaan Agustus 2016 dan naik
sebanyak 3.89 juta orang dibanding Februari 2016.! Tingkat Pengangguran
Terbuka (TPT) Februari 2017 sebesar 5.33 persen, mengalami penurunan
Pendidikan Pekerjaan Utama
Tidak/ belum pernah
sekolah
Tidak/ belum tamat
SD
SD SLTP SLTA
Umum/ SMU
SLTA Kejuruan/
SMK
Akademi /
Diploma
Universi tas Total
Berusaha Sendiri 872 4.002 6.381 4.265 3.486 1.867 381 592 21.849 Berusaha dibantu Buruh Tidak Tetap/Tidak Dibayar
1.291 4.713 7.142 3.634 2.582 1.222 243 445 21.275
Berusaha dibantu Buruh Tetap/
Dibayar 53 398 837 820 1.068 563 187 518 4.446
Buruh/Karyawan/Pegawai 236 2.484 6.823 7.448 10.077 8.118 2.654 9.576 47.420
Pekerja bebas pertanian 330 1.567 2.274 820 228 137 1 0.821 5.360
Pekerja bebas non pertanian 119 997 2.220 1.510 646 476 20 28 6.021
Pekerja keluarga/tak dibayar 1.174 3.171 5.490 4.120 2.432 1.153 193 428 18
Tak Terjawab - - - - - - - - -
Total 4.079 17.335 31.170 22.621 20.523 13.539 3.683 11.590 124.539
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP !
!
41
sebesar 0.28 persen poin dibanding Agustus 2016 dan turun sebesar 0.17
persen poin dibanding Februari 2016.!!
Angkatan kerja pada Februari 2017 sebanyak 131.55 juta orang. naik
sebanyak 6.11 juta orang dibanding Agustus 2016 dan naik 3.88 juta orang
dibanding Februari 2016.!Penduduk bekerja di Indonesia pada Februari 2017
sebanyak 124.54 juta orang. naik sebanyak 6.13 juta orang dibanding
keadaan Agustus 2016 dan naik sebanyak 3.89 juta orang dibanding Februari
2016.! Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Februari 2017 sebesar 5.33
persen. mengalami penurunan sebesar 0.28 persen poin dibanding Agustus
2016 dan turun sebesar 0.17 persen poin dibanding Februari 2016.! Pada
Februari 2017. sebesar 58.35 persen penduduk bekerja pada kegiatan
informal. dan persentase pekerja informal naik 0.07 persen poin dibanding
Februari 2016.!
Tabel 2.3 Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas menurut Jenis Kegiatan
Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) 2015. 2016 dan 2017 Februari.
Selanjutnya gambaran apa yang akan didapat dari data-data tersebut di
atas. Kita akan menemukan jawaban bahwa mencari pekerjaan relatif sulit.
Rekrutmen Calon Pegawai Negeri Sipil 2017 hanya akan dilakukan secara
terbatas. karena moratorium Calon Pegawai Negeri Sipil masih tetap berlaku.
rekrutmen tahun ini hanya dikhususkan untuk formasi yang berkaitan dengan
Jenis Kegiatan 2015 2016 2017 Februari Agustus Februari Agustus Februari
Penduduk Berumur 15 tahun ke atas
164.599.615 186.100.917 167.600.634 189.096.722 190.587.918
Angkatan Kerja 128.301.588 122.380.021 127.671.869 125.443.748 131.544.111 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (%)
69.50 65.76 68.06 66.34 69.02
Bekerja 120.846.821 114.819.199 120.647.697 110.411.973 124.538.849 Pengangguran Terbuka
7.454.767 7.560.822 7.024.172 7.031.775 7.005.262
Tingkat Penggangguran Terbuka (%)
5.81 6.18 5.50 5.61 5.33
Bukan Angkatan Kerja
56.298.027 63.720.896 59.928.756 63.652.974 59.043.807
Sekolah 16.514.465 16.734.963 16.245.007 15.922.029 15.844.852 Mengurus Rumah Tangga
32.488.589 38.203.701 36.158.428 39.335.203 36.078.772
Lainnya 7.294.973 8.782.232 7.525.330 8.395.742 7.720.183
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP !
!
42
program Nawacita. Jadi pengadaannya terbatas. jumlahnya pun tidak banyak.
Harus benar-benar sesuai kebutuhan objektif berdasarkan analisa jabatan
dan analisa beban kerja (ABK) serta membidik program Nawacita.
Para sarjana pun berbondong-bondong mencoba keberuntungan agar
bisa diterima menjadi abdi negara. Profesi yang terkenal dengan kemapanan
dan jaminan masa tua ini memang tidak pernah kehilangan pesonanya.
Dibandingkan dengan gaji fresh-graduates di sektor swasta, gaji PNS
memang tidak seberapa, namun selain gaji pokok yang memang lebih kecil
dibandingkan gaji di sektor swasta, masih ada tunjangan lain yang bisa
diterima. Tunjangan kinerja, tunjangan makan, hingga tunjangan keluarga
bisa menambah nominal yang tidak sedikit. Kesempatan membuka usaha
sendiri juga terbuka luas bagi PNS. Jam kerja yang jelas dan relatif lebih
fleksibel bisa dimanfaatkan untuk mengurusi bisnis yang dirintis. Tidak sedikit
pula PNS yang memilih membuka bisnis yang dekat dengan kebutuhan
pekerjaan mereka.
Sebagai insan terdidik, akan melamar pekerjaan dengan ijazah Anda, dan
berharap untuk dapat menjadi karyawan/orang gajian (menurut Valentino
Dinsi, 2005), atau ingin menjadi wirausahawan atau menjadi pengusaha
mikro, kecil dan mencoba bangkit meninggalkan kebiasaan/mitos lama, ingin
menjadi "priyayi", untuk banting setir mengikuti jejak orang-orang sukses
tanpa mengandalkan gelar, tetapi mewujudkan mimpi di masa depan
berusaha untuk menjadi seorang usahawan sukses. Memulai dengan merintis
usaha sendiri, menumbuhkan, membesarkan, dan mewariskannya kepada
anak cucu, bahkan anak cicit.
Valentino Dinsi (2005) dalam bukunya Jangan Mau Seumur Hidup Jadi
Orang Gajian memotivasi untuk melawan kebiasaan/jalan/mitos tradisional
yang sudah mapan di pikiran kebanyakan anak muda dan atau pikiran
orangtua di Indonesia pada umumnya, bahwa setelah lulus dari sekolah
maupun lulus perguruan tinggi, pilihan pertama dan utama adalah agar
putera-puterinya menjadi pegawai ("priyayi"), agar dapat hidup teratur
(meskipun gaji kecil), terhormat (ingin memperoleh kedudukan/karier puncak),
dan atau menjadi karyawan perusahaan bergengsi, baik Badan Usaha Milik
Swasta (BUMS), Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ataupun Badan Usaha
Milik Daerah (BUMD) atau PNS maupun Polisi/ABRI. Ajakan Valentino Dinsi
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP !
!
43
dalam buku tersebut agar anak muda dan atau orangtua termotivasi dan
mengubah paradigma mereka untuk melawan kebiasaan lama, yakni supaya
putera-puterinya setelah lulus dari bangku sekolah/kuliah tidak menjadi
pegawai seumur hidup, melainkan menjadi wirausaha/pebisnis.
Profesi pengusaha memang gampang-gampang susah. Banyak orang
terhalang oleh modal dengan profesi ini. Ratio persentase jumlah wirausaha
di Indonesia terus menunjukkan tren positif dalam beberapa tahun terakhir.
Tercatat pada 2014, hanya ada 1,67% penduduk di Indonesia yang menjadi
wirausaha. Pada 2016, menurut data BPS, jumlah wirausaha di Indonesia
telah mencapai 3,1%. Namun ternyata, ratio wirausaha sebesar 3,1% itu
masih belum sebanding dengan jumlah wirausaha di negara lain seperti
Malaysia (5%), China (10%), Singapura (7%), Jepang (11%), apalagi Amerika
(12%). Sejalan dengan itu, ada sejumlah cara menarik yang dilakukan oleh
Pemerintah Kota Semarang. Hal ini juga untuk menarik minat masyarakat
menjadi wirausaha. Salah satunya tentu saja Semarang Kreatif Galeri di Kota
Lama Semarang. Tempat yang dulunya digunakan untuk kegiatan
perkantoran tersebut disulap menjadi sebuah ruang pamer produk kerajinan
dan fashion UMKM di Kota Semarang. Setidaknya ada 68 pelaku UMKM di
Kota Semarang yang telah menggunakan Semarang Kreatif Galeri secara
gratis untuk menjual produknya. Tak hanya itu, Pemerintah Kota Semarang
juga memfasilitasi para pelaku UMKM di Semarang Kreatif Galeri untuk
mendapatkan pembeli secara online. Hal itu dilakukan melalui sebuah
website e-commere: SemarangKreatifGaleri.com.
Selain itu komitmen menyediakan ruang usaha yang murah dan
representatif juga terlihat pada upaya revitalisasi pasar tradisional di Kota
Semarang yang tanpa melibatkan pihak ketiga. Di Kota Semarang ini semua
pasar tradisional kami revitalisasi tanpa melibatkan pihak ketiga. Ini supaya
masyarakat yang ingin berjualan tidak perlu membayar biaya sewa yang
tinggi. Melalui upaya revitalisasi pasar tradisional itu juga Hendi mendapatkan
apresiasi dunia internasional. Tepatnya pada 21 September 2017, Hendi
mendapatkan penghargaan Best Urban Design (Penataan Kota Terbaik) dari
Singapore Institute of Planners. Penghargaan itu diterima atas desain
revitalisasi Pasar Johar Semarang yang menarik dengan mempertimbangkan
aspek ruang terbuka hijau.
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP !
!
44
Pada Februari 2017, Walikota Semarang, Hendrar Prihadi meluncurkan
sebuah program bernama Kredit Wibawa (Kredit Wirausaha Bangkit Jawara).
Pertama, kredit tanpa agunan dengan bunga terendah se-Indonesia. Dengan
Kredit Wibawa, masyarakat di Kota Semarang bisa mendapatkan modal
usaha hingga Rp 50 juta dengan bunga termurah se-Indonesia hanya 3% per
tahun. Tak cukup sampai di situ, melalui program Kredit Wibawa, juga
diberikan skema opsi pinjaman tanpa agunan atau tanpa jaminan. Sampai
November 2017, sudah ada 510 wirausaha di Kota Semarang yang
mendapatkan modal usaha tanpa agunan melalui program Kredit Wibawa.
Masyarakat di Kota Semarang yang ingin menjadi wirausaha tidak perlu
menjaminkan apa-apa untuk bisa mendapatkan kredit usaha. Menariknya,
masyarakat pun dengan sangat mudah bisa mengikuti program Kredit
Wibawa ini. Caranya dengan menghubungi call center (024) 3584-086 dan
akan dipandu untuk pengajuannya. Kedua, tempat usaha murah yang
menarik. Tidak dapat dipungkiri, selain modal berupa uang, tersedianya
tempat usaha yang representatif dan murah juga kerap menjadi kendala
masyarakat untuk berwirausaha. Pemerintah juga menyediakan banyak ruang
usaha yang representatif untuk membuka usaha. Mulai dari galeri kreatif,
shelter PKL hingga pasar tradisional yang bersih dan tertata. Juga digunakan
untuk pengembangan ekonomi produktif melalui pemberian kursus-kursus
keterampilan berwirausaha gratis demi peningkatan kesejahteraan kehidupan
keluarga miskin. Bila kebijakan ini ditempuh, kemungkinan besar keluarga
miskin yang sebagian adalah sebagai penganggur, baik penganggur
berpendidikan maupun tidak berpendidkan akan merubah mental menjadi
pengusaha (wirausahawan skala mikro, kecil, dan menengah sebagai embrio
pengusaha sedang dan besar), sehingga keluarga miskin akan menjadi sehat
dan sejahtera dapat tercapai secara berangsur-angsur.
Saat Indonesia mengalami krisis pada tahun 1997-1998 banyak
perusahaan besar yang tumbang khususnya di sektor perbankan, properti
dan manufaktur/pabrikan berbahan baku impor. Siapa yang menyelamatkan
bangsa Indonesia dari krisis? Penyelamatnya yaitu banyaknya pengusaha
kecil dan menengah yang berdiri kokoh di tengah krisis pada saat itu.
Pengusaha ini mampu bertahan karena memproduksi barang dan jasa
dengan bahan baku dalam negeri dan berorientasi ekspor, tenaga kerja yang
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP !
!
45
efisien, dan biaya tetap yang kecil. Merupakan tantangan bagi para sarjana
di saat ini, yaitu di tengah-tengah terbatasnya lapangan kerja dan sulitnya
mencari pkerjaan, terdapat peluang yang sangat besar untuk
mengembangkan usaha. baik usaha kecil, menengah, maupun besar untuk
menciptakan lapangan kerja bagi dirinya sendiri, bagi orang lain yang
memperoleh pekerjaan. maupun bagi bangsa dan negara sebagai salah satu
sumber pertumbuhan ekonomi.
Berikut Tabel 2.4 menggambarkan perkembangan jumlah usaha kecil
dan menengah di Indonesia pada tahun 2013.
Tabel 2.4 Jumlah Unit, Tenaga Kerja, Nilai Produksi, dan Nilai Investasi
Berdasarkan Unit Usaha di Indonesia Tahun 2013
Keterangan Satuan Kecil Menengah Besar Jumlah
Jumlah Unit (unit) 24.803 3.110 98 28.011
Tenaga Kerja (orang) 1.034.262 687.363 386.517 2.108.142
Nilai Produksi (Milyar Rp) 78.263,1 116.732,2 202.647,2 397.642,5
Nilai Investasi
(Milyar Rp) 167.426 226.818,3 78.526,6 472.770,9
Sumber: Kementerian Koperasi dan UKM (2013)
Dari tabel di atas tampak bahwa jumlah unit usaha dan penyerap tenaga
kerja yang terbanyak adalah usaha kecil. Meskipun demikian, nilai produksi
dari usaha kecil hampir sama dengan usaha besar, sedangkan nilai investasi
pada usaha kecil hanya sepertiga dari usaha besar. Apa yang dapat
disimpulkan dari data di atas? Usaha kecil ternyata dapat menyerap tenaga
kerja lebih banyak. tidak terlalu banyak modal. dan memperoleh nilai efisiensi
yang lebih besar dibandingkan usaha besar.
Di negara mana pun, kewirausahaan atau dunia usaha memberi
kontribusi yang sangat besar terhadap pertumbuhan ekonomi suatu negara.
Tingginya minat menjadi pegawai negeri sangat berdampak serius terhadap
perkembangan bangsa ini. Tidak hanya disebabkan jumlah yang dapat
diterima sangat terbatas, tetapi yang lebih penting beban negara dalam
membiayai PNS menjadi sangat berat. Inilah cerminan dari kultur mayoritas
masyarakat Indonesia yang tidak mempunyai semangat untuk membangun
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP !
!
46
perekonomian bangsa dengan terjun di dunia usaha yang memang penuh
tantangan dan mengandung risiko yang tinggi.
Bagaimana pendidikan kewirausahaan saat ini di perguruan tinggi?
Cukup banyak perguruan tinggi di Indonesia yang telah mengembangkan
program khusus dalam bidang kewirausahaan agar menghasilkan suatu
embrio wirausahawan-wirausahawan muda (young entrepreneurs). Hal ini
dilakukan sebagai salah satu upaya perguruan tinggi untuk menghasilkan
sarjana sebagai pencipta lapangan kerja dan bukan hanya penghasil sarjana
pencari kerja. yang pada akhirnya justru menjadi pengangguran karena
semakin sulitnya mendapatkan pekerjaan. Oleh sebab itu dalam pendidikan
kewirausahaan, peranan dosen adalah sebagai fasilitator dalam memotivasi,
mengarahkan, dan mempersiapkan para calon sarjana agar mempunyai
motivasi kuat, keberanian, kemampuan, serta karakter pendukung lainnya
dalam mendirikan usaha baru. Jika melihat jumlah kebutuhan wirausaha baru
untuk memposisikan Indonesia sebagai negara maju. setidaknya masih butuh
waktu 25 tahun lagi untuk mencapainya, Rukka (2011). Estimasi waktu yang
cukup lama tersebut menuntut perlu segera diupayakan langkah-langkah agar
jumlah wirausaha baru dapat bertambah dengan waktu pencapaian yang
relatif singkat. Salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah dengan
penciptaan wirausaha baru yang berasal dari lulusan perguruan tinggi.
Banyak faktor psikologis yang menyebabkan masyarakat kurang berminat
untuk berwirausaha. Masih banyak orang tua beranggapan bahwa untuk apa
sekolah tinggi-tinggi kalau akhirnya hanya menjadi pedagang. Mereka juga
beranggapan menjadi pegawai khususnya pegawai negeri lebih menjamin
kehidupan di masa datang daripada menjadi wirausaha.
Hal inilah yang menyebabkan lulusan perguruan tinggi kurang
termotivasi untuk terjun ke dunia usaha. Namun demikian pandangan
tersebut saat ini sedikit demi sedikit mulai berubah. Hal ini didorong oleh
kondisi persaingan antara pencari kerja yang semakin ketat akibat kebijakan
zero growth yang pernah ditetapkan pemerintah dalam bidang kepegawaian.
Dunia kewirausahaan mulai mendapat perhatian tidak saja bagi para lulusan
perguruan tinggi akan tetapi para pelajar/remajapun mulai tertarik dengan
dunia wirausaha. Banyak remaja mulai mempersiapkan diri dengan bekal
pengetahuan dan keterampilan yang menunjang. Diyakini bahwa semakin
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP !
!
47
banyak keahlian dan keterampilan yang dikuasai semakin banyak membuka
peluang untuk berwirausaha.
2.2 Sukses Membutuhkan Kerja Keras
Apa pun jenis pekerjaan dan usaha yang kita lakukan. kalau tanpa kerja keras
tidak akan membuahkan hasil. Tidak ada keberhasilan tanpa kerja keras.
contohnya ujian tanpa belajar tidak akan menghasilkan IPK yang bagus.
kursus bahasa Inggris tanpa berlatih tidak akan memberikan basil maksimal.
dan lain-lain. Begitu pula dalam menjalankan usaha. jika ingin menjadi
wirausahawan yang berhasil maka syarat utamanya adalah harus mau
bekerja keras. Berikut ini beberapa contoh keberhasilan yang dicapai dengan
kerja keras.
Trik Jitu Donat Kentang Cepat Laku Donat kentang kadang masih sering dianggap donat ‘kelas dua’. Tapi dengan
cara pembuatan, pengemasan, dan pemasaran yang unik, donat ini laris
manis diserbu pembeli. Sekurangnya itu yang dialami tiga pemilik bisnis donat
kentang. Anita, pemilik Donutboyz mengungkapkan, ia punya resep andalan
untuk produk donatnya. “Perbandingan adonan antara kentang dan terigu
70% dan 30%.” Dalam sehari, ia bisa menghabiskan 25 kg kentang.
Sementara Lina, yang memakai merek Donut Lina’s, memadukan 75%
kentang dan 25% terigu. Ia bahkan sudah menyimpan kentang sejumlah 1,5
kuintal untuk produksi sebulan, yang didatangkan langsung dari daerah
Dieng.
Bagaimana dengan Yummy Donuts, yang dimiliki Nency Sinatra?
“Wah, maaf, ya, campuran adonannya masih rahasia perusahaan,” Nency
tertawa. Tapi, Nency bercerita, ia menggunakan bahan-bahan dasar
berkualitas baik. Misalnya, untuk taburan donat, ia tak memakai gula halus
biasa, melainkan gula bercita rasa mint yang segar dan dingin di lidah.
Pelanggan boleh memilih, gula itu akan dicampur atau ditempatkan di plastik
terpisah. Susu pun tak sembarangan. Ia memilih yang agak mahal, agar rasa
donatnya lebih enak. Selanjutnya, ia menciptakan berbagai variasi rasa.
Selain donat polos (donat biasa plus gula halus), ia menjual donat berisi 3
rasa selai, yaitu cokelat, stroberi, dan blueberry. Tapi, variasi ini tidak jual di
gerainya di ITC Kuningan, karena tempatnya sangat kecil. Harga donat isi
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP !
!
48
berbeda dari donat polos, yaitu Rp 2.500. Selain itu, ia membuat donat polos
mini, seharga Rp1.000 per buah.
Lina tak mau ketinggalan dalam urusan topping. Terinspirasi dari
donat-donat mewah yang ada di mal, ia menciptakan sejumlah variasi
topping. Misalnya, dalam satu donat, ia memadukan dua topping, yaitu
kacang dan keju, abon dan keju, serta cokelat dan keju. Penampilannya
terlihat cantik. Variasi nama-nama donatnya pun cukup unik, misalnya zebra
strawberry, durian mutiara, dan cheese me up. Sebelum melempar hasil
inovasinya ini ke pasar, ia meminta bantuan para tetangga untuk icip-icip dan
memberi masukan. Sekarang ia sudah mengembangkan 20 variasi dengan
harga Rp3.000. Tapi, donat yang polos masih tetap ia jual seharga Rp2.500.
Saat mengirimkan donatnya kepada pelanggan, ia mengemas donat itu satu
per satu dengan bungkus plastik yang sudah disablon dengan logo, lalu
menyusunnya dalam kotak.
Seiring dengan hal itu, Anita terus menambah jumlah outlet-nya (kini
mencapai 8 buah, semua di Solo). Konsep penjualannya ikut bervariasi. Tak
hanya booth, tetapi juga menjadi mobil toko, kafe, dan bakery shop. Masing-
masing membuahkan jumlah omzet berbeda. Secara total, rata-rata omzet
per hari sekitar Rp 5 juta, dengan menjual sekitar 1.300 donat. Saat ini omzet
terbesar datang dari bakery shop. Karena itu, ia mengarahkan para
franchisee (pembeli franchise) untuk menerapkan konsep itu.
Sistem franchise-nya ada dua. Pertama, sub-area franchise. Misalnya,
seorang pengusaha dari Yogya membeli franchise Donutboyz. Artinya, dialah
pemegang franchise untuk seluruh gerai di Yogya. Kalau ada orang lain di
kota itu yang tertarik, dia harus membelinya dari pemegang pertama. Biaya
pembelian franchise itu Rp 350 juta. Kedua, franchise bakery shop, yang
dibagi lagi menjadi dua, yaitu dengan peralatan sederhana (Rp160 juta) dan
dengan dapur modern (Rp 249 juta). Sekarang ini sudah ada 121 gerai
Donutboyz di 14 kota di Indonesia, seperti Jakarta, Denpasar, dan Medan.
Nency pun tak puas hanya punya satu gerai. Ia membuka beberapa gerai lagi
di Jakarta, yaitu di Pasar Festival, Mal Klender, dan Corner Tebet Utara
(CTU). Sistem franchise juga ia kembangkan. Klien pertamanya adalah
kakaknya sendiri, yang membuka 2 gerai franchise di Yogya. Harga franchise
adalah Rp10 juta, sudah termasuk booth, training, seragam, perlengkapan,
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP !
!
49
dan kemasan kotak. Ia juga mengenakan fee 5% dari omzet bulanan
franchisee.
Apotik K 24Gideon Hartono. pendiri apotek jaringan K 24 menghayati sebuah nasihat
dalam budaya Jawa yang diajarkan sejak dini yaitu golekb jeneng dhisik
nawise kuwi lagi entuk jenang yang berarti ukirlah prestasi atau reputasi
terlebih dahulu barulah materi akan mengikuti. Nasihat ini menekankan
pentingnya usaha atau atau proses. dan bukan hasil atau materi dulu. Kerja
keras Gideon Hartono membuahkan hasil dengan membuka 7 gerai secara
bersamaan di tiga kota dan tercatat dalam Museum Rekor Indonesi (MURI).
Selain kerja kerasnya yang dilandasi dengan sentuhan-sentuhan nilai seperti.
"Layanilah dengan hati yang ikhlas dan tulus." Gideon juga mengawali
usahanya dengan memikirkan kepentingan orang lain. yaitu bagaimana agar
ia bisa memberikan lapangan kerja bagi orang lain dan membuat kehidupan
karyawannya menjadi lebih baik.
Gideon Hartono menemukan ide awalnya dalam memulai usaha. ketika
mendapatkan sebuah pengalaman yang tidak menyenangkan. pada saat
mencari-cari apotek pada malam hari diiringi hujan yang lebat. ia sangat
kaget ketika mengetahui bahwa harga obat yang ditebusnya ternyata
"mencekik leher" alias terlalu mahal. Namun di balik kesulitannya itu. ia
akhirnya berhasil menemukan ide untuk mendirikan apotek K-24 (Komplit 24
Jam) yang per Februari 2007 gerainya sudah berjumlah 24 gerai. Dengan
nilai-nilai yang ditanamkan dan strategi yang dijalankannya. usaha ini berhasil
lebih baik dari pesaing-pesaingnya dan berdasarkan pengalaman tersebut. ia
berani menetapkan target mendirikan gerai di luar pulau Jawa hingga berkisar
40 gerai pada bulan Juni 2007.
Auto Bridal Begitu juga dengan apa yang dialami Henry Indraguna yang berbicara
tentang kerja keras sebagai kunci keberhasilan. Mencuci mobil bisa dilakukan
oleh siapa saja dan di mana saja, tetapi dengan kepiawaiannya berhasil
menemukan inovasi, pengemasan, dan promosi. Henry yang mengusung
nama Auto Bridal menjadikan bisnis ini berbeda dan istimewa. Banyak yang
tadinya meragukan masa depan bisnisnya, namun ia bersikeras untuk terus
menekuni bisnis tersebut, dan ternyata keyakinannya ini membuahkan hasil
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP !
!
50
yang manis. Sampai saat ini dalam tiga tahun perjalanannya. Auto Bridal
telah memiliki 54 gerai di seluruh Indonesia.
OlahragawanRudi Hartono ataupun Taufik Hidayat sebagai pebulutangkis sangat terkenal
karena telah memenangkan berbagai kejuaraan tingkat nasional, bahkan
berkali-kali menjadi juara dunia. Prestasi tersebut tidak begitu saja diperoleh.
mereka berlatih dengan sangat keras dan memiliki jadwal yang ketat untuk
mengasah dan memperdalam taktik dan teknik untuk menjadi pemenang
dalam setiap pertandingan. Mereka berlatih dengan cara berlari antara 10
sampai 12 km setiap harinya. selain melakukan latihan pertandingan
pemanasan. Hal ini pun dilakukan oleh para olahragawan atau para pemain
jenis pertandingan olahraga lainnya sebagai upaya penting dalam menjaga
kondisi badan dan persiapan mental untuk menghadapi setiap pertandingan.
Begitu pula jika ingin menjadi seorang pengusaha (wirausahawan)
sukses, maka usaha atau bisnis apa pun akan dapat dilakukan dengan
mudah apabila terlebih dahulu dibekali atau memiliki landasan yang kuat
berupa pengalaman, pola piker, kemampuan dan cara mengelola suatu
usaha yang baik, serta motivasi yang kuat untuk menjadi pengusaha.
Semakin sering berlatih atau mencoba melakukan sesuatu. maka semakin
besar peluang untuk meraih keberhasilan. Oleh sebab itu. semakin sering kita
mengasah diri untuk menjadi pengusata, maka semakin besar peluang kita
menjadi pengusaha sukses.
Menjadi wirausahawan sekarang ini tidak hanya sekadar dapat memulai
dan mendirikan suatu usaha begitu saja, melainkan dituntut mampu
mengarahkan usahanya pada keadaan yang terus menguntungkan dan
memperoleh keunggulan bersaing yang berkelanjutan atau terus-menerus
dibandingkan para pesaingnya. Oleh sebab itu. janganlah kita sekali-kali
memulai bisnis dengan coba-coba tanpa memiliki arah dan tujuan yang jelas
karena sering kali akibatnya akan sangat merugikan apabila terjadi kesalahan
yang tidak diperhitungkan sebelumnya. Maka diperlukan suatu sikap yang
mampu menghadapi setiap kemungkinan yang terjadi dalam menjalankan
suatu usaha dengan berpegang pada keyakinan dan kemampuan individu
yang andal. Jadi wirausahawan membutuhkan kemauan dan tujuan yang
jelas apa yang ingin dicapai dan bagaimana cara mencapainya.
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP !
!
51
Apa keuntungan menjadi wirausahawan? Brad Sugar (pendiri Action
International. 2007) menyatakan jadi wirausaha adalah sebuah permainan
dimana kita harus tahu betul aturan main, lalu menjalankan usaha secara
cerdik dan akhirnya mempunyai keuntungan. Oleh karena itu. keuntungan
menjadi wirausahawan adalah mempunyai kemampuan dalam mengatur
waktu sehingga tidak bergantung pada ketentuan jam kerja kantor, dapat
mengatur kondisi usaha sendiri, menentukan aturan main dalam usaha
sendiri dengan sangat hati-hati dan sesuai dengan karakter diri dan
pekerjaan, serta mengalami masa-masa saat berhasil dan gagal.
Oleh sebab itu. banyak sekali keuntungan yang didapat jika memilih
menjadi wirausahawan. Banyak orang yang terdorong menjadi wirausahawan
karena mereka memiliki banyak peluang mencapai tujuan yang
dikehendakinya sendiri, memperoleh laba yang maksimal. Kenyataan
menunjukkan bahwa bila kita bekerja keras, maka kita akan mendapatkan
lebih banyak uang dan tentunya akan merasa lebih bahagia, karena mampu
memenuhi sebagian besar kebutuhan hidupnya, dibandingkan orang yang
tidak mempunyai uang. Beberapa peluang sebagai keuntungan yang
memberikan dorongan kuat seseorang untuk berwirausaha adalah sebagai
berikut:
1. Mempunyai kebebasan mencapai tujuan yang dikehendaki. Kebebasan
adalah sesuatu yang sangat bernilai bagi seseorang. Wirausaha
memberikan kebebasan kepada setiap orang untuk menentukan
tujuannya sendiri. Memiliki kebebasan untuk menjalankan usahanya
sendiri dan mencapai tujuannya sendiri menjadikan banyak orang memilih
menjadi wirausahawan. Beberapa wirausahawan menggunakan
kebebasannya untuk menyusun kehidupan dan perilaku kerja pribadinya
secara fleksibel. Mereka dapat menentukan sendiri target-target
pencapaian usaha yang mereka inginkan, kebebasan dalam
menggunakan sumber daya. dan tidak bergantung pada orang lain.
2. Mempunyai kesempatan untuk menunjukkan kemampuan dan potensi diri
secara penuh. Banyak orang menyadari bahwa menjadi pekerja itu
terkadang sangat membosankan. tidak menantang dan sangat tidak
menarik. Namun bagi wirausahawan hal tersebut tidak berlaku, bahkan
bekerja dan bermain hampir tidak ada bedanya, sangat menyenangkan.
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP !
!
52
Kegiatan bisnis yang mereka geluti sebagai alat untuk mengoptimalkan
potensi diri dan pernyataan aktualisasi diri. Para wirausahawan menyadari
bahwa batasan terhadap kesuksesan mereka adalah segala hal yang
ditentukan oleh kreativitas, antusias, dan visi mereka sendiri. Dengan
memiliki sebuah usaha mereka dapat mendemonstrasikan pikiran dan
perilaku mereka sendiri yang berarti memberikan kekuasaan pada dirinya
secara penuh.
3. Memperoleh manfaat dan laba yang maksimal. Menjadi wirausahawan
akan memiliki kebebasan untuk menentukan sendiri keuntungan atas
investasinya. Meskipun uang bukan segalanya, laba dari usahanya
merupakan faktor penting untuk memotivasi diri dalam mengembangkan
usaha baru. Dengan membuka usaha akan ada manfaat yang
membanggakan diri seperti dapat membuka lapangan kerja bagi orang
lain, membantu yang tidak mampu dan memperoleh laba yang cukup
banyak sehingga dapat menikmati kehidupan yang lebih baik.
4. Terbuka kesempatan untuk melakukan perubahan. Menjadi karyawan
tidak bebas dalam melakukan perubahan. Setiap perubahan harus atas
persetujuan pimpinan dan pemilik Apabila kita menjadi pengusaha, maka
kita mempunyai kebebasan untuk mengubah kondisi perusahaan sesuai
dengan keinginan kita yang sudah dipikirkan dengan sangat matang dan
risiko yang diperhitungkan dengan cermat.
5. Terbuka peluang untuk membantu masyarakat dalam menciptakan
kesempatan kerja. Dengan mendirikan sebuah usaha, berarti
wirausahawan memberikan manfaat pada masyarakat untuk mendapatkan
kesempatan kerja dan membantu masyarakat dalam mendapatkan barang
atau jasa yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan mereka.
6. Terbuka peluang untuk berperan dalam masyarakat dart mendapatkan
pengakuan atas usaha mereka. Biasanya para pengusaha. dari yang
masih kecil sekalipun sering kali mendapatkan peran strategis dalam
kehidupan sosial kemasyarakatan di lingkungannya. mereka dihormati.
dipercaya. bahkan mereka sangat dihargai karena hasil usaha mereka
yang memberikan manfaat besar bagi masyarakat atau lingkungannya.
Secara garis besar bahwa keuntungan yang diperoleh dari seorang
wirausahawan adalah kebebasan dalam mengelola usaha, waktu, dan
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP !
!
53
pengakuan akan keberhasilan. Namun demikian yang harus dicatat adalah
semua keberhasilan tersebut tentu diperoleh dengan cara bekerja keras.
perencanaan yang baik dan diiringi doa setelah berusaha dengan sebaik
mungkin.
2.3 Ciri dan Sikap Wirausahawan
Setelah melihat keuntungan menjadi wirausaha. mungkin Anda bertanya.
apakah saya cocok menjadi wirausahawan? Ada beberapa ciri yang harus
dimiliki seseorang untuk menjadi wirausahawan sukses. Apakah Anda salah
satunya? Wirausahawan yang sukses haruslah orang yang mampu melihat
ke depan, berpikir dengan penuh perhitungan, serta mencari pilihan dari
berbagai alternatif masalah dan solusinya, Geoffrey G. Meredith (1996)
mengemukakan ciri-ciri wirausahawan sebagai berikut:
1. Percaya Diri
Seorang pengusaha harus memiliki kepercayaan diri yang kuat. Segala
sesuatu yang telah diyakini dan dianggap benar harus dilakukan
sepanjang tidak melanggar hukum dan norma yang berlaku. Percaya diri
merupakan sikap dan keyakinan untuk memulai, melakukan, dan
menyelesaikan tugas atau pekerjaan yang dihadapi.
2. Berorientasi pada Tugas dan Hasil
Seorang wirausahawan harus fokus pada tugas dan hasil. Apa pun
pekerjaannya harus jelas apa hasilnya. Apa pun jenis usahanya.
seberapa pun kerasnya usaha yang dilakukan apabila ternyata tidak
berhasil. maka tidak ada gunanya. Apa yang dilakukan seorang
wirausahawan merupakan usaha untuk mencapai tujuan yang telah
ditentukan. Keberhasilan pencapaian tugas tersebut, sangat ditentukan
oleh motivasi berprestasi, berorientasi pada keuntungan, kekuatan dan
ketabahan, kerja keras, energik, serta berinisiatif.
3. Berani Mengambil Risiko
Setiap proses bisnis harus memiliki risikonya masing-masing. dan apabila
Anda ingin memperoleh keuntungan, maka Anda harus mau
mengeluarkan biaya sekecil apa pun biaya itu. Risiko usaha pasti ada,
tidak ada jaminan suatu usaha akan untung atau sukses terus-menerus.
Oleh sebab itu, untuk memperkecil kegagalan usaha maka seorang
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP !
!
54
wirausahawan harus mengetahui peluang kegagalan (di mana sumber
kegagalan dan seberapa besar peluang terjadi kegagalan). Dengan
mengetahui sumber kegagalan, maka kita dapat berusaha memperkecil
risiko.
4. Kepemimpinan
Wirausahawan yang berhasil, ditentukan pula oleh kemampuan dalam
memimpin atau yang kita sebut dengan kepemimpinan. Memberikan suri
teladan, berpikir positif, tidak anti kritik, dan memiliki kecakapan dalam
bergaul merupakan hal-hal yang sangat diperlukan dalam berwirausaha.
Kepemimpinan dan kepeloporan ini bukan hanya memberikan pengaruh
pada orang lain atau bawahannya, melainkan juga sigap dalam
mengantisipasi setiap perubahan. Di samping itu harus menjadi pemimpin
atas perubahan yang terjadi dengan meluncurkan produk-produk baru
lebih dulu menjadi pelopor dalam penciptaan produk yang unggul atau
memberikan nilai tambah yang berbeda dibanding para pesaing.
5. Keorisinalan
Nilai keorisinalan dari semua yang dihasilkan oleh wirausahawan akan
sangat menentukan keberhasilan mereka dalam mencapai keunggulan
bersaing. Keorisinalan dan keunikan dari suatu barang atau jasa
merupakan hasil inovasi dan kreativitas yang diterapkan. Mereka harus
bertindak dengan cara yang baru atau berpikir sesuatu yang lama dengan
cara-cara baru. Intinya bahwa kewirausahaan harus mampu menciptakan
sesuatu yang baru dan berbeda.
6. Berorientasi pada Masa Depan
Memiliki pandangan jauh ke depan dan bila perlu sudah tiba lebih dahulu
pada masa depan merupakan kemampuan yang biasanya ada pada
setiap wirausahawan yang sukses. Oleh karena memiliki pandangan yang
jauh ke depan, maka wirausahawan akan terus berupaya untuk berkarya
dengan menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda dengan yang sudah
ada saat ini. Pandangan ini menjadikan wirausahawan tidak cepat
merasa puas dengan hasil yang diperoleh saat ini sehingga terus mencari
peluang.
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP !
!
55
Berdasarkan ciri-ciri wirausahawan di atas. dapat kita identifikasi sikap
seorang wirausahawan yang dapat dilihat dari kegiatannya sehari-hari
sebagai berikut:
1. Disiplin
Dalam melaksanakan kegiatannya. seorang wirausahawan harus memiliki
kedisiplinan yang tinggi. Arti dari kata disiplin tersebut adalah ketepatan
komitmen wirausahawan terhadap tugas dan pekerjaannya. Ketepatan
yang dimaksud bersifat menyeluruh, yaitu ketepatan terhadap waktu.
kualitas pekerjaan, sistem kerja dan sebagainya. Ketepatan terhadap
waktu dapat dibina dalam diri seseorang dengan berusaha menyelesaikan
pekerjaan sesuai dengan waktu yang direncanakan. Sifat sering menunda
pekerjaan dengan berbagai macam alasan merupakan kendala yang
dapat menghambat seorang wirausahawan meraih keberhasilan.
Wirausahawan harus taat asas. Hal tersebut dapat tercapai jika
wirausahawan memiliki kedisiplinan yang tinggi terhadap sistem kerja
yang telah ditetapkan. Ketaatan wirausaha akan kesepakatan-
kesepakatan yang dibuatnya adalah contoh dari kedisiplinan kualitas
pekerjaan dan sistem kerja.
2. Komitmen Tinggi
Komitmen adalah kesepakatan mengenai sesuatu hal yang dibuat oleh
seseorang, baik terhadap dirinya sendiri maupun orang lain. Dalam
melaksanakan kegiatannya, seorang wirausaha harus memiliki komitmen
yang jelas, terarah, dan bersifat progresif (berorientasi pada kemajuan).
Komitmen terhadap dirinya sendiri dapat dibuat dengan mengidentifikasi
cita-cita, harapan, dan target-target yang direncanakan dalam hidupnya.
Sedangkan contoh komitmen wirausahawan terhadap orang lain terutama
konsumennya adalah pelayanan prima yang berorientasi pada kepuasan
konsumen, kualitas produk yang sesuai dengan harga produk yang
ditawarkan, pemecahan masalah (problem solving) bagi masalah
konsumen dan sebagainya. Seorang wirausahawan yang teguh menjaga
komitmennya kepada konsumen akan memiliki nama baik di mata
konsumen yang akhirnya wirausahawan tersebut mendapat kepercayaan
dari konsumen yang diindikasikan dengan dampak pembelian yang terus
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP !
!
56
meningkat sehingga tercapai target perusahaan yaitu memperoleh laba
yang diharapkan.
3. Jujur
Kejujuran merupakan landasan moral yang terkadang dilupakan oleh
seorang wirausahawan. Kejujuran mengenai karakteristik produk (barang
dan jasa) yang ditawarkan, kejujuran mengenai promosi yang dilakukan,
kejujuran mengenai pelayanan purnajual yang dijanjikan, dan kejujuran
mengenai segala kegiatan yang terkait dengan penjualan produk yang
dilakukan oleh wirausahawan.
4. Kreatif dan Inovatif
Untuk memenangkan persaingan. maka seorang wirausahawan harus
memiliki daya kreativitas yang tinggi. Daya kreativitas tersebut sebaiknya
dilandasi oleh cara berpikir yang maju dan penuh dengan gagasan-
gagasan baru yang berbeda dengan produk-produk yang telah ada
selama ini di pasar. Gagasan-gagasan yang kreatif umumnya tidak dapat
dibatasi oleh ruang. bentuk. ataupun waktu. Justru sering kali ide-ide
brilian yang memberikan terobosan-terobosan baru dalam dunia usaha
awalnya dilandasi oleh gagasan-gagasan kreatif yang kelihatannya
mustahil.
5. Mandiri
Seseorang dikatakan "mandiri" apabila orang tersebut dapat melakukan
keinginan dengan baik tanpa adanya ketergantungan pada pihak lain
dalam mengambil keputusan atau bertindak. termasuk mencukupi
kebutuhan hidupnya, tanpa adanya ketergantungan dengan pihak lain.
Kemandirian merupakan sifat mutlak yang harus dimiliki oleh seorang
wirausahawan. Pada prinsipnya seorang wirausahawan harus memiliki
sikap mandiri dalam melakukan kegiatan usahanya.
6. Realistis
Seseorang dikatakan realistis bila orang tersebut mampu menggunakan
fakta atau realita sebagai landasan berpikir yang rasional dalam setiap
pengambilan keputusan maupun tindakan atau perbuatannya. Banyak
calon wirausahawan yang berpotensi tinggi. namun pada akhirnya
mengalami kegagalan hanya karena tidak bersikap realistis. tidak objektif.
dan tidak rasional dalam pengambilan keputusan bisnisnya.
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP !
!
57
Oleh karena itu. dibutuhkan kecerdasan dalam melakukan selesai
terhadap masukan atau sumbang saran yang ada kaitannya dengan
tingkat keberhasilan usaha yang sedang dirintis.
2.4 Membangun Kewirausahaan di Indonesia
Di samping rendahnya motivasi menjadi wirausahawan. salah satu faktor
yang mempersulit tumbuhnya kewirausahaan di Indonesia adalah masalah
birokrasi pemerintahan. Masalah birokrasi dimulai dari perizinan sampai
kebijakan dunia perbankan, yang sampai saat ini masih menjadi
perbincangan yang tak ada ujung pangkalnya. Sehingga kita harus
membangun semangat diri yang kuat bahwa baik buruknya kondisi hidup
seseorang bergantung pada diri kita sendiri tanpa menggantungkan diri pada
orang lain. Semangat kewirausahaan harus dibangun berdasarkan asas
pokok sebagai berikut:
1. Kemauan kuat untuk berkarya (terutama dalam bidang ekonomi) dan
semangat mandiri.
2. Mampu membuat keputusan yang tepat dan berani mengambil risiko.
3. Kreatif dan inovatif.
4. Tekun, teliti, dan produktif.
5. Berkarya dengan semangat kebersamaan dan etika bisnis yang sehat.
Ke lima asas pokok kewirausahaan tersebut di atas. berkaitan dan
saling menunjang satu sama lain dan harus ada pada setiap diri
wirausahawan dengan kondisi yang berbeda-beda.
Pembangunan kewirausahaan di Indonesia tidaklah mudah. Fenomena
di Indonesia yang menarik adalah mayoritas wirausahawan yang berhasil
ternyata berasal dari atau keturunan etnis Cina. Keberhasilan wirausahawan
Cina ini tidak diimbangi dengan keberhasilan wirausahawan pribumi sehingga
menimbulkan banyak kecemburuan sosial dari masyarakat pribumi di
Indonesia. Faktor-faktor pendorong keberhasilan wirausahawan Cina dan
pribumi pada dasarnya sama. yaitu aksesibilitas pasar dan keuangan, kondisi
ekonomi, latar belakang pendidikan, jaringan pendukung, penerimaan
masyarakat, fokus dan pengalaman usaha. Hal yang menjadi perbedaan
mendasar adalah pada karakteristik dan nilai dari seorang wirausahawan
pribumi maupun Cina. Secara umum wirausahawan keturunan Cina memiliki
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP !
!
58
empat karakteristik dan nilai yang lebih baik daripada wirausahawan pribumi
yaitu memiliki sifat pantang menyerah, mempunyai keberanian mengambil
risiko, kecepatan dan fleksibilitas, serta kemampuan keluarga sebagai
mendidik anak-anaknya menjadi wirausahawan. Karakteristik dan nilai lebih
dari wirausahawan Cina ini perlu ditularkan kepada mayoritas wirausahawan
Indonesia yang masih terjebak dalam status unit-unit usaha kecil (UKM).
UKM adalah Usaha Kecil dan Menengah yang bergerak dalam semua
jenis usaha seperti fashion, kuliner, IT, ritel dan lain sebagainya. UKM juga
merupakan usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh
orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak
perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau
menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung. Penelitian ini
memfokuskan kajian tentang UMKM Fashion. Hal ini dilakukan jika
memperhatikan trend perkembangan UMKM di Indonesia selama 5 tahun
terakhir maka secara umum jumlan unit UMKM meningkat. Berikut
dipaparkan kondisi perkembangan usaha mikro dan kecil di Indonesia dari
tahun 2010 hingga 2015 berdasarkan pada data BPS.
Tabel 2.5 Jumlah Perusahaan Industri Mikro dan Kecil Menurut 2-digit KBLI
(Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia), 2010-2015 Ukuran Industri
2010 2011 2012 2013 2014 2015
Usaha Kecil 202.877 424.284
405296 531351
284501
283022
Usaha Mikro 2.529.847
2.554.787
2.812.747
2.887.015
3.220.563
3.385.851
Sumber: BPS (2016).
97% UKM adalah perusahaan mikro (microenterprise). Microenterprise
sendiri dapat didefinisikan sebagai unit usaha yang memiliki omzet maksimal
50 juta rupiah per tahun. Data tambahan menunjukkan bahwa mayoritas
kegiatan bisnis UKM merupakan industri berbasis sumber daya (resource-
based industry) yang masih mengandalkan sektor pertanian. Masih
banyaknya wirausahawan Indonesia dalam status UKM dalam jangka
panjang juga disebabkan oleh pola masuk menjadi wirausahawan yang
kebanyakan dimulai dari perdagangan hasil bumi atau kerajinan tangan.
berbeda dengan pola masuk dari wirausahawan negara-negara maju atau
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP !
!
59
wirausahawan Cina yang umumnya sudah masuk ke dalam industri teknologi
atau jasa dan industri manufaktur.
Membangun kewirausahaan di Indonesia harus dilakukan melalui tiga
hal secara simultan yaitu: (a) masyarakat mengubah paradigma bahwa
menjadi pekerja atau PNS lebih terpandang daripada menjadi wirausahawan
sukses. (b) lembaga pendidikan mempersiapkan bekal ilmu dan keterampilan
dalam berwirausaha dan (c) pemerintah memberikan dukungan yang kondusif
berupa iklim usaha yang baik menyangkut perizinan, permodalan dan
infrastruktur.
Kerangka pengembangan kewirausahaan di Indonesia dapat dilakukan
dengan beberapa strategi sebagai berikut:
1. Memperbaiki pendidikan kewirausahaan yaitu sistem pendidikan
kewirausahaan yang menyebar dari sekolah dasar sampai ke perguruan
tinggi (universitas) dan melakukan kerja sama dengan dunia industri
melalui kegiatan magang kewirausahaan.
2. Menyediakan infrastruktur (prasarana) yang tidak terbatas hanya pada
transportasi dan komunikasi, melainkan juga infrastruktur pendidikan. baik
formal maupun nonformal.
3. Menyediakan informasi seluas-luasnya bagi wirausahawan yang berada
pada tahapan start-up melalui layanan Internet.
4. Membuka akses selebar-lebarnya dalam pendanaan terutama bagi UKM.
5. Membuat program komunikasi dan inisiatif bagi kewirausahaan. Program-
program untuk memberi penyuluhan kewirausahaan melalui media massa
diikuti oleh program insentif sebagai penghargaan.
6. Menetapkan bidang-bidang yang mudah dimasuki oleh wirausahawan
baru (khususnya di bidang perdagangan dan kerajinan) serta mendorong
kewirausahaan yang sukses di bidang industri manufaktur.
Semua strategi di atas perlu diterapkan secara terpadu. sistematis dan
berkelanjutan. Sehingga di masa mendatang diharapkan sebagian besar
penduduk Indonesia menjadi wirausahawan yang sukses. Penerapan strategi
tersebut juga didasarkan pada tiga unsur yang saling berinteraksi, yaitu
kemauan, kemampuan, dan kesempatan dalam berwirausaha. Prasyarat
untuk sukses menjadi wirausahawan adalah munculnya kemauan seseorang
untuk berwirausaha atau memiliki semangat kewirausahaan atas
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP !
!
60
kemauannya sendiri. Keberhasilan bangsa Indonesia dalam menciptakan
sumber pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan bergantung pada
keberhasilan memberi kesadaran kepada lebih banyak orang agar tergerak
hatinya untuk memilih kewirausahaan sebagai satu pilihan yang tepat dalam
melakukan aktivitas kehidupannya.
2.5 Mempersiapkan Diri untuk Menjadi Pengusaha Muda
Aditi Erlanggi yang sukses di distro dan Fadil Fuad yang sukses dalam
Program Komputer Akuntansi serta Jawed Karim yang sukses dalam program
situs Web. Mereka mampu menjadi pengusaha muda pada usia 20-an.
Dengan berpedoman pada prinsip "jika orang lain mampu saya pun mampu."
pada dasarnya semua orang bisa berhasil mengembangkan usaha sesuai
dengan kemampuan dan keahlian masing-masing. Ada beberapa hal yang
harus dipersiapkan untuk menjadi pengusaha muda yaitu kepribadian,
keterampilan, kekuatan, dan kemauan merealisasikan mimpi menjadi
kenyataan.
a. Membangun Kepribadian Pengusaha Muda Keberhasilan sebuah usaha sangat ditentukan oleh sosok pribadi sang
pengusaha. Membangun kepribadian merupakan hal yang mutlak bagi
keberhasilan sebuah usaha. Dengan persiapan yang memadai. kita dapat
menjadi lebih siap dengan tidak mudah putus asa saat gagal dan tidak
mudah terpuaskan saat berhasil. Kepribadian yang rnatang memudahkan
kita untuk mengenal diri sendiri, memahami perubahan sikap mental, dan
menyesuaikan diri dengan orang lain.
Berikut merupakan beberapa hal yang terkait dengan usaha
membangun kepribadian:
1. Mengenal Diri Sendiri
Seorang calon pengusaha yang baik harus mengenali dirinya sendiri.
Pengenalan diri sendiri diperlukan untuk menuntun pengusaha dalam
menemukan, menentukan, dan menjalani profesi sebagai pengusaha.
Dengan semakin mengenal diri sendiri, maka peluang untuk
mengambil tindakan yang salah akan semakin kecil. Ada beberapa
hal yang harus dibangun terkait dengan mengenal diri sendiri yaitu:
a) Mengenal Karakter Pribadi
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP !
!
61
Untuk menjadi sukses. seorang pengusaha paling tidak harus
mempunyai arakter pribadi yang bermotivasi tinggi. suka mencari
tantangan. tidak mudah putus ada. dan suka bergaul dengan
orang lain. Motivasi tinggi diwujudkan dengan adanya dorongan
dari diri sendiri untuk mencapai tujuan dan sukses secara terus
menerus. Motivasi tinggi mahasiswa dapat dicerminkan dengan
rajin belajar. tidak pernah bolos kuliah. dan tidak boros. sehingga
dapat berhasil lulus cepat dengan IPK Tinggi dan memiliki cukup
tabungan. Suka tantangan diwujudkan dengan tidak hanya puas
dengan apa yang dicapai. oleh sebab itu harus disusun target
yang lebih menantang. Apabila semester ini mencapai IPK 2.75.
maka semester selanjutnya target harus di atas 3.00. Apabila IPK
sudah tidak menjadi tantangan. maka target berbahasa inggris
dan berorganisasi perlu ditingkatkan. Selain itu. kebiasaan suka
bergaul diwujudkan dengan upaya perbanyak teman. Seseorang
yang ingin berhasil paling tidak memiliki minimal 250 orang teman
dan mengetahui data-data mengenai teman-temannya tersebut
secara detail, seperti mengenai saat ulang tahun, nomor telepon
dan alamat surat elektronik (elctronic mail / e-mail).
b) Mengenal Bakat dan Kemampuan
Usaha yang berhasil biasanya terkait dengan mutu barang dan
jasa yang dihasilkan. Keberhasilan usaha Bakso Lapangan
Tembak, Es Teler 77, dan taksi Blue Bird dalam membangun
mereknya menjadikan usaha-usaha ini mudah diingat oleh para
konsumen. Keberhasilan usaha tersebut diperoleh dari barang
dan jasa terbaik yang dihasilkan oleh pengusaha. Untuk
menghasilkan barang dan jasa terbaik diperlukan adanya bakat
dan kemampuan. Ada orang yang terlahir dengan bakat tertentu,
sehingga ketika dia berusaha sesuai dengan bakatnya tersebut
dapat menghasilkan suatu produk/jasa yang berkualitas. Selain
bakat yang dibawa sejak lahir, ada juga kemampuan berupa
pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dari proses
belajar. Dengan mengenal lebih tepat bakat dan minatnya,
seseorang dapat membawa dirinya ke usaha yang sesuai
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP !
!
62
dengannya, sehingga dapat menjalankan bidang usahanya
sambil menikmati hohinya. Selain itu kita dapat sekaligus
memberpaiki kelemahan yang ada terkait dengan bakat dan
minat tersebut.
2. Mempersiapkan Perubahan Sikap Mental
Ada beberapa kondisi yang membedakan antara seorang pengusaha
dan pegawai. Salah satu yang dihadapi pengusaha adalah adanya
ketidakpastian. Oleh sebab itu, bagi pengusaha muda harus
mempersiapkan perubahan sikap yang terdiri atas:
a) Siap menghadapi ketidakpastian. Seorang pengusaha akan
menghadapi ketidakpastian, misalnya berupa pemasukan setiap
harinya. Tidak ada jaminan seorang pengusaha akan
mendapatkan pemasukan yang tetap setiap waktu. Ada usaha
untuk memperkecil ketidakpastian, yaitu dengan membuat
perencanaan usaha yang balk, detail, dan realisitis. Perencanaan
yang baik akan mengurangi ketidakpastian. Selain itu dapat
dilakukan mekanisme reserve for deficit month, yaitu cara
mempersiapkan dana cadangan yang diperoleh dari keuntungan
pada saat bulan-bulan usaha ramai. Cara ini biasanya dilakukan
dengan menyimpan 25% dari total keuntungan, sebelum
keuntungan tersebut digunakan untuk keperluan lain seperti
pembayaran bonus dan perluasan investasi.
b) Siap mengatakan "Bisa". Seorang pengusaha pantang
mengatakan "Tidak bisa" Sepanjang pelanggan bersedia
membayar, maka menjadi kewajiban pengusaha untuk
memenuhinya. Keberhasilan pengusaha Cina adalah pantang
untuk mengatakan tidak bisa. Pengusaha Cina umumnya akan
mengatakan bisa untuk memenuhi permintaan pelanggannya.
Mereka menyediakan berbagai jenis barang dagangan dengan
berbagai tingkatan harga sesuai kemampuan pelanggan. Sebab
apabila seorang pelanggan butuh suatu barang sesuai kualitas
dan kemampuan yang ada dan dijawab tidak bisa disediakan,
maka potensi kehilangan pelanggan menjadi besar dan usaha
akan menjadi tidak maksimal.
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP !
!
63
c) Siap bekerja keras, tekun, dan sabar. Sering kali usaha baru
dimulai dari skala yang kecil, sehingga ketekunan, kesabaran,
dan kerja keras menjadi syarat mutlak. Thomas Alfa Edison
(pendiri General Electric), mengatakan bahwa keberhasilan
ditentukan oleh 1% kemampuan otak dan 99% kerja keras.
Usaha baru yang belum banyak dikenal perlu dengan sabar
diperkenalkan ke masyarakat, bahkan kalau perlu dari pintu ke
pintu (door to door), seperti yang dilakukan oleh Bob Sadino
ketika pertama kali memulai usahanya. Berkat keuletan dan kerja
kerasnya, saat ini Bob Sadino menjadi pengusaha besar dalam
bidang supermarket dan agrobisnis.
d) Berani mengambil risiko dan jangan sampai rugi. Setiap hal yang
menguntungkan pasti memiliki risiko dan tidak ada keuntungan
yang tanpa risiko, sehingga memulai usaha baru pasti memiliki
risiko. Berani mengambil risiko merupakan sikap mental yang
diperlukan oleh pengusaha. Namun demikian, bukan berarti
bahwa berani mengambil risiko dilakukan tanpa perhitungan.
Setiap risiko dapat diperkecil dengan melakukan perhitungan
secara matang, membuat alternatif, dan herhati-hati dalam setiap
tindakan. Prinsip jangan sampai rugi harus dikembangkan. Usaha
merupakan upaya mencari keuntungan, oleh sebab itu setiap
tindakan usaha harus selalu memperhitungkan hiaya dan
manfaat.
b. Mempersiapkan Keterampilan Pengusaha Muda Salah satu kelemahan para pengusaha muda dan sarjana di Indonesia
adalah keterampilan dalam bidang softskill. Pendidikan pada saat ini
masih didominasi oleh penguasaan teori atau keterampilan teknis
(technical/hard skill). Untuk menjadi pengusaha muda yang sukses
diperlukan beberapa keterampilan softskill yang harus dikuasai, yaitu:
1. Menjaga reputasi. Reputasi yang baik merupakan modal utama bagi
seorang pengusaha muda. Reputasi yang balk akan memudahkan
dalam membuat jaringan dan memperkenalkan usaha barn.
Keterampilan membangun reputasi perlu ditingkatkan dengan
merencanakan dan melaksanakan perhuatan yang membawa citra
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP !
!
64
diri yang positif. Reputasi seseorang dikenal orang lain melalui daftar
riwayat hidupnya. Oleh sebab itu, membuat daftar riwayat hidup yang
baik sangat diperlukan. Daftar riwayat hidup bukan sekadar berisi
deretan pekerjaan, tetapi juga hal-hal terkait pengalaman dan
kemampuan dalam melakukan suatu kegiatan, deretan kompetensi,
dan rangkaian tanggung jawab yang dapat diemban. Daftar riwayat
hidup dibuat dengan kejujuran dan tanggung jawab serta kompetensi
dan komitmen menjadi reputasi bagi pengusaha muda.
2. Kemampuan membangun jaringan. Seorang pengusaha harus
mampu bergaul dengan sebanyak mungkin teman. Keberhasilan
sering kali karena mempertemukan banyak kepentingan satu orang
dengan orang lain. Kemampuan seorang pengusaha dalam bergaul
dengan orang lain harus di atas rata-rata. Oleh sebab itu
keterampilan membangun jaringan sangat diperlukan. Ada beberapa
cara yang dapat dilakukan dalam membangun jaringan, yaitu:
a) Menumbuhkan rasa percaya diri yang kuat. Slogan iklan rokok
"yang muda tidak dipercaya" tampaknya menjadi sindirin bagi
para orang tua untuk dapat lebih memerhatikan potensi yang
dimiliki oleh kaum muda. Slogan tersebut juga seharusnya
menjadi penyemangat bagi kaum muda untuk dapat lebih
berkreasi dan percaya diri karena rasa percaya diri yang besar
merupakan salah satu syarat keberhasilan.
b) Menjadi anak gaul. Menjadi anak gaul berarti mengembangkan
potensi sosialisasi yang ada dalam diri seseorang. Bergaul
ditujukan untuk memperluas jaringan sosial atau koneksi.
Semakin banyak teman yang kita miliki dan kenal dengan baik,
semakin besar peluang kita untuk menjadi sukses. Bagi
mahasiswa pergaulan sebaiknya tidak hanya dilakukan dalam
lingkup kelas, jurusan, fakultas atau perguruan tinggi, tetapi juga
antar perguruan tinggi. Gaul dapat dimulai dengan belajar
berorganisasi dan bermasyarakat, namun hindarkan pergaulan
negatif yang merusak seperti narkoba dan pergaulan bebas.
c) Buat kartu nama yang menarik dan spesifik serta berikan kepada
teman baru. Kartu nama tidak harus diperuntukkan bagi mereka
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP !
!
65
yang sudah bekerja atau menjadi pengusaha. Sedini mungkin
buatlah kartu nama, cantumkan hal yang bisa dan kuasai, serta
berikan kepada orang yang di kenal. Kartu tersebut minimal akan
membuat orang lain ingat dan mereka akan lebih mengenal kita.
d) Tawarkan persahabatan yang tulus. Hubungan usaha yang
berhasil sering kali berawal dari persahabatan yang akrab. Oleh
karena itu berteman dengan siapa pun tentunya bukanlah sebuah
kerugian. Hal terpenting adalah bersahabat setulus-tulusnya
dengan orang lain, sehingga mereka memandang kita sehagai
mitra yang balk dan memiliki kompetensi dalam menjalin usaha
bersama. Hindari terburu-buru berbicara bisnis dengan orang
yang baru dikenal karena dapat menimbulkan kesan
memanfaatkan.
3. Naluri mengenali peluang usaha. Pengusaha yang berhasil adalah
seseorang yang mampu mengenali peluang dengan baik. Tirto
Utomo, perintis pertama air kemasan "Aqua" dan Pak Sosro,
pencetus ide minuman "Teh Botol Sosro" merupakan contoh orang
yang mampu mengenal peluang dengan baik dan akhirnva menjadi
pengusaha sukses. Oleh sebab itu, mengenali peluang merupakan
hal yang sangat penting. Peluang tersebut tidak harus menjadi hal
yang pertama, karena yang kedua bisa menjadi lebih baik atau yang
ketiga justru tampil beda. Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan keterampilan naluri mengenali peluang usaha adalah:
a) Menentukan arah usaha dan minat. Menentukan arah usaha dan
minat dapat membuat kita berfokus pada pendalaman informasi
tentang usaha.
b) Menumbuhkan kepekaan lingkungan dan kondisi di sekitar.
Banyak usaha haru yang sebelumnya tidak terpikirkan untuk
dilakukan ternyata berhasil karena besarnya faktor kebutuhan
pelanggan. Contoh usaha tersebut adalah bisnis penitipan bayi di
perkantoran yang timbul karena besarnya kebutuhan ibu-ibu aktif
atau wanita karier yang memiliki anak kecil namun di sisi lain
harus bekerja sehingga membutuhkan penitipan bayi yang dekat
dengan lokasi bekerja.
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP !
!
66
c) Menerapkan manajemen informasi. Tindakan ini dilakukan
dengan mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang usaha.
Kemudian diklasifikasi dan dapat dijadikan dasar pengambilan
keputusan yang tepat. Informasi dapat diperoleh dari melihat,
mendengar, dan mengalami. Saat ini dunia Internet menyediakan
informasi yang tidak terbatas. Oleh sebab itu pemanfaatan
Internet akan sangat membantu dalam memperoleh informasi,
bahkan untuk memasarkan produk dengan online.
4. Kemampuan Persuasi dan Negosiasi
Dalam dunia bisnis selalu ada permintaan dan penawaran, dan
keduanya membutuhkan adanya keseimbangan sehingga terjadi
transaksi. Dunia usaha pasti memerlukan negosiasi dan persuasi
dalam mencapai keseimbangan berbagai kepentingan sehingga dunia
bisnis menjadi berhasil. Untuk meningkatkan kemampuan persuasi dan
negosiasi diperlukan adanya beberapa hal, yaitu:
a) Itikad baik untuk mencapai win-win solution
Usaha tidak hanya sekali atau jangka pendek sehingga tidak boleh
dilakukan secara aji mumpung. Setiap transaksi harus
memerhatikan kepentingan kedua belah pihak. Jangan sampai
yang satu untung dan yang lain rugi. Akibatnya yang rugi tidak mau
melakukan transaksi lagi dan usaha berhenti. Dalam negosiasi
usahakan kedua belah pihak untung dan sesuai dengan
kepentingan masing-masing.
b) Mempersiapkan diri sebelum negosiasi. Sebelum melakukan
negosiasi diperlukan adanya persiapan. Tanpa persiapan kita akan
kalah dalam negosiasi. Beberapa hal yang perlu dipersiapkan
adalah menentukan tujuan negosiasi, mempersiapkan data dan
analisis, memperkirakan permintaan pihak lain, dan menyusun
alternatif.
c) Meningkatkan kemampuan komunikasi dan pengendalian emosi.
Dalam negosiasi apa pun kondisinya harus dilakukan dengan
kepala dingin dan tidak emosional. Kemampuan komunikasi seperti
pemilihan kata dan kalimat perlu ditingkatkan, sehingga proses
persuasi dan negoisasi dapat berlangsung dalam suasana nyaman.
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP !
!
67
d) Sikap profesional. Sikap profesional dilakukan dengan selalu tepat
waktu dan sesuai janji yang telah dijadwalkan, berpakaian rapi, dan
kesepakatan yang telah dibuat.
3. Membangun Kekuatan dan Kemauan Saat Muda Banyak pendapat menyatakan bahwa memulai usaha pada saat usia
muda akan lebih berhasil dibandingkan dengan ketika sudah tua, bahkan
saat pensiun. Ada beberapa alasan mengapa usaha di saat muda perlu
dikembangkan, yaitu:
a) Adanya kekuatan positif yang dimiliki kaum muda, terutama
mahasiswa untuk berhasil dalam dunia usaha, yaitu:
1) Usia mahasiswa yang berkisar antara 18 sampai 25 tahun
memiliki semangat besar untuk meraih mimpinya. Semangat dari
kelebihan energi tersebut dapat disalurkan melalui usaha
produktif.
2) Penguasaan teori yang baik dan pengalaman yang telah ada.
Dalam perkuliahan diberikan bekal teori yang bersifat teknis dan
pengalaman sebelumnya, sehingga diharapkan tidak perlu
melakukan kesalahan dua kali. Dengan bekal tersebut,
mahasiswa mempunyai modal yang lebih besar dari yang bukan
mahasiswa.
3) Daya nalar dan sistematika berpikir yang cukup baik. Mahasiswa
merupakan bagian dari masyarakat ilmiah yang mengambil
keputusan dengan fakta dan data. Dengan fakta dan data, maka
keputusan akan lebih kecil risikonya dibanding dengan spekulasi.
4) Kemampuan fisik yang prima. Masa muda mempunyai
kemampuan tisik yang sehat dan prima, sehinga mobilitas
menjadi mudah. Kemudahan dalam mobilitas dapat menjadi
modal dalam percepatan usaha.
5) Kreativitas yang tinggi dan lahirnya inovasi. Mahasiswa
merupakan bagian dari perguruan tinggi tempat untuk menempa
kreativitas dan inovasi. Kesempatan melakukan sesuatu yang
tidak biasa masih dimungkinkan untuk menghasilkan suatu
temuan bernilai ekonomi tinggi.
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP !
!
68
b) Ada peluang cukup besar berwujud potensi yang perlu dikembangkan
dari status mahasiswa dan kaum muda. Potensi tersebut adalah:
1) Waktu mahasiswa dan pengusaha muda yang relatif masih
longgar semasa kuliah dan belum menikah dibandingkan dengan
setelah lulus dan bekerja. Waktu yang longgar pada masa kuliah
dan sebelum menikah dapat dioptimalkan untuk mengembangkan
usaha baru yang membutuhkan banyak waktu untuk perkenalan
usaha. Ketika telah lulus dan bekerja waktu yang tersedia
semakin terbatas, untuk bersosialisasi juga semakin terbatas
dibandingkan dengan sewaktu menjadi mahasiswa. Dimana
akses kepada teman di seluruh universitas dan dengan
pemangku kepentingan (stakeholder) lainnya lebih luas.
2) Banyak peluang usaha yang dapat digali di sekitar kampus dan
komunitasnya. Masyarakat kampus adalah suatu komunitas
besar, rata-rata mencapai 4.000 orang setiap hari dan bahkan di
kampus besar sampai 40 ribu orang per hari. Peluang yang
muncul dengan adanya kondisi tersebut adalah seperti kebutuhan
kos, makanan dan minuman, penatu (laundry), pengetikan dan
analisis data, bimbingan belajar, dan lain-lain. Segala usaha
tersebut dapat dijadikan sebagai media awal untuk belajar
menjadi pengusaha.
3) Simpati masyarakat terhadap kaum muda dan mahasiswa relatif
tinggi. Simpati masyarakat ini terlihat pada hanya kegiatan
mahasiswa yang mendapat dukungan dari masyarakat baik
dalam bentuk sponsorship maupun bentuk lainnya. Oleh sebab
itu bentuk simpati masyarakat harus dibalas dengan kreativitas
tinggi dalam menghasilkan barang dan jasa, sehingga
masyarakat bangga terhadap kaum muda.
4) Rasa kesetiakawanan dalam almamater yang tinggi. Rasa
kesetiakawanan antar alumni menjadikan seorang pengusaha
muda dan sarjana memiliki akses jaringan yang cukup besar.
Sebuah universitas dengan alumni yang berjumlah ribuan orang
tentu menjadi akses baik dalam penyediaan bahan baku maupun
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP !
!
69
pasar produk atau jasa yang cukup menantang untuk diolah
menjadi peluang bisnis anak muda.
d. Merealisasikan Mimpi Menjadi KenyataanHampir setiap orang memimpikan masa depan yang indah. Namun pada
kenyataannya, ada orang yang dapat mencapai mimpi indah tersebut dan
ada yang tidak. Setiap orang seharusnya memang memiliki mimpi, namun
sekadar mimpi dan angan-angan tanpa tindakan dan langkah-langkah
nyata untuk mencapainya justru akan menimbulkan frustasi dalam
kehidupan. Jadi bermimpi serta ikut dengan tindakan dan langkah nyata
untuk mencapainya agar menjadi kenyataan.
Banyak kasus yang awalnya sekadar mimpi akhirnya menjadi
kenyataan. R. Henkey S. Setiawan, MT, misalnya sukses
mengembangkan Bakso Malang Kota "Cak Eko" dengan omzet mencapai
35 juta rupiah per bulan dan margin mencapai 40%. Pengusaha lainnya
Nurlela Pandan, mengatakan "Saya bermimpi memiliki suatu usaha dan
mencoba memulai dari yang paling mudah. Saya bisa dan saya pun
memiliki usaha ini. Mimpi saya menjadi kenyataan!' Usaha yang
dikembangkan oleh Nurlela Pandan pun saat ini mampu menghasilkan
1,5 ton bawang merah goreng per bulan dengan harga 80.000/kg.
Mewujudkan mimpi menjadi kenyataan merupakan pesan yang ingin
disampaikan kepada semua pengusaha muda. Seorang pengusaha yang
bekerja keras tanpa mimpi akan menjadi penjudi. Seorang pengusaha
yang memiliki mimpi dan bekerja keras tanpa semangat akan
menghasilkan robot pekerja. Sedangkan seorang pengusaha yang
memiliki mimpi dan semangat tanpa melakukan tindakan apa pun hanya
akan menjadi pemimpi. Pengusaha yang berhasil adalah seorang
pengusaha yang mampu bermimpi, bersemangat, dan bertindak untuk
mencapai tujuan.
Mengapa anak muda sekarang harus bermimpi menjadi
pengusaha? Jawaban:
1. Persaingan mendapatkan pekerjaan semakin ketat. Saat ini ada 11
juta pengangguran dan 0,5 juta di antaranya adalah sarjana. Sebuah
pekerjaan dapat diperebutkan hingga ribuan orang. Gaji seorang
sarjana yang baru masuk saat ini berkisar Rp 1,4 juta/bulan. Apabila
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP !
!
70
kita bandingkan dengan pendapatan pengusaha bakso Cak Eko yang
mencapai 14 juta per bulan, maka gaji pegawai tersebut tidak ada
apa-apanya. Menjadi pengusaha memberikan penghasilan lebih
tinggi bila dibandingkan dengan menjadi pekerja.
2. Kebebasan menentukan nasib sendiri dan berkreasi. Seorang
pegawai dengan gaji Rp 16 juta sebulan memiliki kompensasi berupa
banyaknya waktu yang terbuang untuk bekerja di kantor; berangkat
jam 5 pagi pada saat anak anak masih tidur dan pulang jam 9 malam
di saat anak-anak sudah tidur, bahkan sering kali tidak bertemu dan
kurang akrab dengan anak-anaknya sendiri. Arie Susilo, seorang
pengusaha yang lahir pada tahun 1980 berhasil mengembangkan
usaha dari rumah, yaitu Kentang Goreng 57. Dengan usaha dari
rumah maka ia banyak memiliki waktu untuk keluarga dan dapat
mengelola bisnisnya dengan tenang. Dengan demikian keputusan
untuk menjadi pengusaha memberikan kebebasan dalam berkreasi
dan bekerja.
3. Potensi mendapatkan penghasilan yang tinggi. Penghasilan yang
diperoleh oleh seorang pengusaha memang tidak tetap, namun risiko
ini tidak seberapa bila dibandingkan dengan adanya kesempatan
penghasilan yang tinggi. Usaha keripik kentang misalnya mampu
memberikan keuntungan Rp 7 juta sebulan dengan volume 100 kg
kentang per hari. Kasih Mashuda yang membuat hiasan jamur dari
kayu mampu memberikan penghasilan Rp 7 juta sebulan lebih tinggi
dibandingkan dengan menjadi buruh pabrik dengan gaji Rp 900 ribu.
Sedangkan di kalangan UKM yang sudah berkembang. I Made
Bagiana mampu membuat 12 pabrik burger dengan keuntungan
mencapai Rp 35 juta per hari. Pengusaha mempunyai kesempatan
menerima penghasilan lebih tinggi.
4. Idealisme mengurangi pengangguran. Lulusan sarjana umumnya
sudah dibekali dengan ilmu dan penerapan dalam bidangnya.
Dengan demikian, para sarjana sepantasnya dapat berprinsip
memberi daripada menerima. Dalam kondisi sulit mencari pekerjaan
seperti saat ini, tentunya peluang menciptakan lapangan pekerjaan
sangat bermanfaat bagi banyak orang. Peluang yang dapat dilakukan
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP !
!
71
oleh mahasiswa teknik misalnya membuat mesin pemotong keripik
penghancur plastik, dan lain- lain. Mahasiswa ilmu komunikasi dapat
membuat production house kecil. Mahasiswa psikologi dapat
mendesain permainan kreatif untuk anak umur sekolah dan masih
banyak contoh lain nya. Pada dasarnya banyak peluang usaha yang
dapat dilakukan oleh kalangan muda, terutama pada saat lapangan
kerja terbatas.
Setelah bersemangat menjadi pengusaha muda, maka bagaimana
mencapai mimpi tersebut? Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
a. Mengubah impian menjadi visi. Visi adalah impian yang ingin kita capai
dalam waktu tertentu. Setiap mimpi harus dapat diterjemahkan dalam
sasaran-sasaran tertentu guna memudahkan pencapaiannya. Sebagai
contoh, kita ingin menjadi pengusaha 10 besar di bidang jasa akuntansi di
Jakarta Barat dalam kurun waktu 10 tahun. Apabila mimpi ini realistik,
maka akan mudah dicapai dengan menaikkan peringkat minimal 1 kali
setiap tahun selama 10 tahun.
b. Menyusun rencana strategis. Untuk mewujudkan mimpi diperlukan
adanya rencana strategis. Rencana strategis menyangkut rencana
mencapai tujuan dalam kurun waktu tertentu dengan mempertimbangkan
faktor eksternal dan internal. Faktor internal adalah kemampuan
keuangan, budaya perusahaan, struktur organisasi, dan proses produksi.
Sedangkan faktor eksternal adalah selera konsumen dan tren pasar,
kondisi persaingan, dan kebijakan pemerintah.
c. Menetapkan rencana jangka pendek. Sesudah membuat rencana
strategis, maka perlu membuat rencana jangka pendek dengan waktu
satu tahun yang dapat dipecah dalam semester atau tri semester. Dalam
menyusun rencana jangka pendek, diperlukan perencanaan yang sesuai
dengan kaidah SMART, yaitu:
1) Specific merupakan target yang harus dijabarkan secara jelas dan
tidak bermakna ganda.
2) Measurable merupakan target yang dapat diukur dengan jelas.
3) Acheivable merupakan target yang dapat dicapai dengan realistis.
4) Reasonable merupakan penetapan target yang mempunyai pijakan
yang kuat untuk dapat dicapai.
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP !
!
72
5) Time Based merupakan kurun waktu yang telah ditetapkan untuk
mencapai target.
Sebagai contoh adalah meningkatkan penjualan dari Rp 40 juta menjadi
Rp 50 juta per bulan selama 1 tahun. Target ini jelas dari waktu 1 tahun
kenaikan sebesar 25% dan masih realistis dicapai apabila tahun lalu
berkisar 15-20%.
d. Melaksanakan usaha. Setelah membuat rencana jangka pendek, maka
perlu dibuat rencana operasi yaitu membuat struktur organisasi,
menentukan pekerjaan, hak, dan tanggung jawab setiap orang dengan
jelas, serta melaksanakan pengawasan atas jalannya pekerjaan sehingga
mutu pekerjaan dapat dipertanggungjawabkan kualitasnya. Terhadap
seluruh pekerjaan, perlu dilakukan evaluasi untuk menentukan cara yang
terbaik dalam pemakaian bahan baku, proses, dan penanganan output,
serta kepuasan konsumen. Pada dasarnya untuk evaluasi paling tidak
ada beberapa unsur yang perlu diperhatikan, yaitu jumlah, kualitas,
harga, dan ketepatan waktu dalam penyaluran produk. Apabila hal
tersebut dapat dikelola dengan baik, maka usaha akan berkembang
sesuai dengan yang diharapkan.
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk !
! 73
BAB III
MOTIVASI DAN TANTANGAN BERWIRAUSAHA
3.1 Motivasi Seorang untuk Menjadi Wirausahawan
Motivasi dalam kewirausahaan meliputi motivasi yang diarahkan untuk
mencapai tujuan kewirausahan, seperti tujuan yang melibatkan pengenalan
dan eksploitasi terhadap peluang bisnis. Motivasi untuk mengembangkan
usaha baru diperlukan bukan hanya oleh rasa percaya diri dalam hal
kemampuannya untuk berhasil, namun juga oleh kemampuannya dalam
mengakses informasi mengenai peluang kewirausahaan. Dalam istilah yang
lebih sempit, teori expectancy mengungkapkan bahwa informasi yang spesifik
dan periodik mengenai peluang kewirausahaan mungkin meningkatkan
harapan individu bahwa upaya kewirausahaan akan memberikan hasil,
dengan demikian akan meningkatkan motivasi.
Menjadi wirausaha yang sukses tidak harus dari kalangan tertentu tetapi
sukses itu mimpi atau visi yang harus menjadi kenyataan. Misalnya dengan
berwirausaha tanpa kegigihan kita tidak akan sukses. Terlepas dari itu semua
orang pasti mempunyai mimpi, setiap menjalankan bisnis atau usaha apapun
sebenarnya yang dicari bukanlah semata-mata uang atau kaya tetapi
keinginan kita untuk mewujudkan mimpi tersebut. Dengan usaha dan niat
yang kuat, sesorang kita bisa mendapatkan keuntungan atau uang dan juga
aset yang akan semakin bertambah. Hal itu seiring juga dengan kegigihan
kejujuran dalam menjalankan bisnis.
Di negara-negara maju keinginan seseorang untuk menjadi bos
terhadap dirinya sendiri sangat besar. Berkeinginan sukses tanpa harus di
bawah tekanan orang lain, misalnya meskipun perusahaan baru berjalan satu
tahun, sudah berusaha untuk di-franchise-kan atau diwaralabakan, hal ini
dapat dilakukan jika pemerintah ikut memfasilitasi dengan cara
mempermudah proses pemberian hak intelektual, seperti hak dan atau lisensi
trade mark, hak waralaba, hak cipta (copy right) dan sejenisnya. Dalam aspek
lain, keberanian seseorang untuk mendirikan usaha sendiri (berwirausaha)
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk !
! 74
sering kali terdorong oleh motivasi dari guru atau dosennya, atau koperasi
yang memberikan mata pelajaran atau mata kuliah berkewirausahaan yang
praktis dan menarik, sehingga dapat membangkitkan minat siswa/mahasiswa
untuk mulai mencoba berwirausaha seperti yang terjadi di MIT, Harvard
Business School, Institut Bisnis dan Informatika Indonesia (IBII), dan
beberapa perguruan tinggi lainnya yang memiliki konsentrasi
kewirausahaan.Tidak jarang juga setelah seseorang memperoleh kursus atau
pendidikan non-gelar, bahkan setelah mendengarkan cerita sukses
pengalaman bisnis yang dimiliki oleh orang-orang di sekitar kita, meskipun
bisnis kecil-kecilan, dapat menjadi pemicu, potensi dan motivasi utama untuk
menjadi wirausahawan yang berhasil. Motivasi untuk menjadi seorang
wirausaha biasanya muncul dengan sendirinya, setelah memiliki bekal cukup
untuk mengelola usaha dan siap mental secara total.
Kajian tentang motivasi telah muncul sejak lama dan memiliki daya tarik
tersendiri bagi kalangan pendidik, manajer, dan peneliti. Hal ini seringkali
dikaitkan dengan kepentingan upaya pencapaian kinerja (prestasi)
seseorang. Motivasi dapat diartikan sebagai sebuah kekuatan seseorang
yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam
melaksanakan suatu aktivitas, yang bersumber dari dalam diri individu itu
sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik).
Kuatnya motivasi yang dimiliki individu akan menentukan kualitas perilaku
yang ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja, berwirausaha
maupun dalam kehidupan lainnya. Dalam studi psikologi, Abin Syamsuddin
Makmun (2003) mengemukakan bahwa untuk memahami motivasi individu
dapat dilihat dari beberapa indikator, diantaranya: (1) durasi/lamanya suatu
kegiatan berlangsung; (2) frekuensi kegiatan; (3) persistensi/tindakan yang
dilakukan secara sukarela dalam mencapai sesuatu yang diinginkan
meskipun dilanda oleh berbagai hambatan, kesulitan atau keputusasaan; (4)
ketabahan, keuletan dan kemampuan dalam menghadapi rintangan dan
kesulitan; (5) devosi/bakti dan pengorbanan untuk mencapai tujuan; (6)
tingkat aspirasi yang hendak dicapai pada suatu kegiatan yang dilakukan; (7)
tingkat kualifikasi prestasi ataupun out put yang dicapai dari kegiatan yang
dilakukan; (8) arah sikap terhadap pencapain sasaran kegiatan.
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk !
! 75
Untuk memahami tentang motivasi berikut disampaikan pengertian
motivasi oleh beberapa ilmuwan (Winardi, 2001:69-93; Sondang P. Siagian,
286-294; Indriyo Gitosudarmo dan Agus Mulyono,183-190, Fred Luthan,140-
167), antara lain :
a. Teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan)
Setiap manusia mempunyai needs, yang pemunculannya sangat
tergantung dari kepentingan individu. Menurut need hierarchy theory
Maslow dalam Mangkunegara (2000), kebutuhan manusia itu dapat
digolongkan dalam lima tingkatan yaitu :
1) Physiological Needs. Kebutuhan yang bersifat biologis yaitu
kebutuhan makan, minum, perlindungan, fisik, bernafas, dan sexsual.
Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang paling mendasar. Dalam
hubungan dengan kebutuhan ini pemimpin perlu memberikan gaji
yang layak kepada pegawai.
2) Safety Needs. Kebutuhan rasa aman yaitu kebutuhan perlindungan
dari ancaman, bahaya, dan lingkungan kerja. Tidak dalam arti fisik
semata, akan tetapi juga mental, psikologikal dan intelektual. Dalam
hubungan dengan kebutuhan ini pemimpin perlu memberikan
tunjangan kesehatan, asuransi kecelakaan, perumahan dan pensiun.
3) Social Needs/ kebutuhan akan kasih sayang (love needs). Kebutuhan-
kebutuhan sosial atau rasa memilik, yaitu kebutuhan untuk diterima
dalam kelompok unit kerja, berafiliasi, berinteraksi, serta rasa dicintai
dan mencintai. Dalam hubungan dengan kebutuhan ini, pemimpin
perlu menerima eksistensi/ keberadaan pegawai sebagai anggota
kelompok kerja, melakukan interaksi kerja yang baik, dan hubungan
kerja yang harmonis.
4) Esteem Needs. Pada umumnya tercermin dalam berbagai simbol-
simbol status. Kebutuhan akan harga diri yaitu kebutuhan untuk
dihormati, dihargai oleh orang lain. Dalam hubungan dengan
kebutuhan ini, pemimpin tidak boleh sewenang-wenang
memperlakukan pegawai karena mereka perlu dihormati, diberi
penghargan terhadap prestasi kerjanya.
5) Self Actualization, dalam arti tersedianya kesempatan bagi seseorang
untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk !
! 76
berubah menjadi kemampuan nyata. Ingin berbuat lebih baik atau
kebutuhan aktualisasi diri, yaitu kebutuhan untuk mengembangkan
diri dan potensi, mengemukakan ide-ide, memberikan penilaian, kritik
dan berprestasi. Dalam hubunganya dengan kebutuhan ini, pemimpin
perlu memberi kesempatan kepada pegawai bawahan agar mereka
dapat mengaktualisasikan diri secara baik dan wajar di perusahaan.
Kebutuhan-kebutuhan yang disebut pertama (fisiologis) dan kedua
(keamanan) kadang-kadang diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya
dengan menggolongkannya sebagai kebutuhan primer, sedangkan yang
lainnya dikenal pula dengan klasifikasi kebutuhan sekunder. Terlepas dari
cara membuat klasifikasi kebutuhan manusia itu, yang jelas adalah
bahwa sifat, jenis dan intensitas kebutuhan manusia berbeda satu orang
dengan yang lainnya karena manusia merupakan individu yang unik.
Juga jelas bahwa kebutuhan manusia itu tidak hanya bersifat materi, akan
tetapi bersifat pskologikal, mental, intelektual dan bahkan juga spiritual.
Menarik pula untuk dicatat bahwa dengan makin banyaknya
organisasi yang tumbuh dan berkembang di masyarakat dan makin
mendalamnya pemahaman tentang unsur manusia dalam kehidupan
organisasional, teori “klasik” Maslow semakin dipergunakan, bahkan
dikatakan mengalami “koreksi”. Penyempurnaan atau “koreksi” tersebut
terutama diarahkan pada konsep “hierarki kebutuhan “ yang dikemukakan
oleh Maslow. Istilah “hierarki” dapat diartikan sebagai tingkatan. Atau
secara analogi berarti anak tangga. Logikanya ialah bahwa menaiki suatu
tangga berarti dimulai dengan anak tangga yang pertama, kedua, ketiga
dan seterusnya. Jika konsep tersebut diaplikasikan pada pemuasan
kebutuhan manusia, berarti seseorang tidak akan berusaha memuaskan
kebutuhan tingkat kedua, dalam hal ini keamanan sebelum kebutuhan
tingkat pertama yaitu sandang, pangan, dan papan terpenuhi; yang ketiga
tidak akan diusahakan pemuasan sebelum seseorang merasa aman,
demikian pula seterusnya.
Berangkat dari kenyataan bahwa pemahaman tentang berbagai
kebutuhan manusia makin mendalam penyempurnaan dan “koreksi”
dirasakan bukan hanya tepat, akan tetapi juga memang diperlukan
karena pengalaman menunjukkan bahwa usaha pemuasan berbagai
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk !
! 77
kebutuhan manusia berlangsung secara simultan. Artinya, sambil
memuaskan kebutuhan fisik, seseorang pada waktu yang bersamaan
ingin menikmati rasa aman, merasa dihargai, memerlukan teman serta
ingin berkembang.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lebih tepat apabila berbagai
kebutuhan manusia digolongkan sebagai rangkaian dan bukan sebagai
hierarki. Dalam hubungan ini, perlu ditekankan bahwa :
• Kebutuhan yang satu saat sudah terpenuhi sangat mungkin akan
timbul lagi di waktu yang akan datang;
• Pemuasaan berbagai kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan fisik,
bisa bergeser dari pendekatan kuantitatif menjadi pendekatan
kualitatif dalam pemuasannya.
• Berbagai kebutuhan tersebut tidak akan mencapai “titik jenuh” dalam
arti tibanya suatu kondisi dalam mana seseorang tidak lagi dapat
berbuat sesuatu dalam pemenuhan kebutuhan itu.
Kendati pemikiran Maslow tentang teori kebutuhan ini tampak lebih
bersifat teoritis, namun telah memberikan fondasi dan mengilhami bagi
pengembangan teori-teori motivasi yang berorientasi pada kebutuhan
berikutnya yang lebih bersifat aplikatif.
b. Teori Mc Clelland (Teori Motivasi Sosial/Teori Kebutuhan Berprestasi)
Dari Mc Clelland dikenal tentang teori kebutuhan untuk mencapai prestasi
atau Need for Acievement (N. Ach) yang menyatakan bahwa motivasi
berbeda-beda, sesuai dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan
prestasi. Menurut Mc Clelland timbulnya tingkah laku karena dipengaruhi
oleh kebutuhan yang ada dalam diri manusia. Adapun kebutuhan yang
dimaksudkan menurut teori motif social adalah: (1) Need for Achievement:
merupakan kebutuhan untuk mencapai sukses yang diukur berdasarkan
standar kesempurnaan dalam diri seseorang. Kebutuhan ini berhubungan
erat dengan pekerjaan dan mengarahkan tingkah laku pada usaha untuk
mencapai prestasi tertentu; (2) Need for Affiliation: merupakan kebutuhan
akan kehangatan dan sokongan dalam hubunganya dengan orang lain;
(3) Need for Power merupakan kebutuhan untuk menguasai dan
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk !
! 78
mempengaruhi terhadap orang lain. Kebutuhan ini menyebabkan orang
yang bersangkutan tidak atau kurang mempedulikan perasaan orang lain.
Murray sebagaimana dikutip oleh Winardi merumuskan kebutuhan
akan prestasi tersebut sebagai keinginan: Melaksanakan sesuatu tugas
atau pekerjaan yang sulit. Menguasai, memanipulasi, atau
mengorganisasi obyek-obyek fisik, manusia, atau ide-ide melaksanakan
hal-hal tersebut secepat mungkin dan seindependen mungkin, sesuai
kondisi yang berlaku. Mengatasi kendala-kendala, mencapai standar
tinggi. Mencapai performa puncak untuk diri sendiri. Mampu menang
dalam persaingan dengan pihak lain. Meningkatkan kemampuan diri
melalui penerapan bakat secara berhasil.
Menurut Mc Clelland karakteristik orang yang berprestasi tinggi
(high achievers) memiliki tiga ciri umum yaitu : (1) sebuah preferensi
untuk mengerjakan tugas-tugas dengan derajat kesulitan moderat; (2)
menyukai situasi-situasi di mana kinerja mereka timbul karena upaya-
upaya mereka sendiri, dan bukan karena faktor-faktor lain, seperti
kemujuran misalnya; dan (3) menginginkan umpan balik tentang
keberhasilan dan kegagalan mereka, dibandingkan dengan mereka yang
berprestasi rendah. Teori motivasi dari Mc Clelland dalam Mangkunegara
(2000) bila dihubungkan dengan teori motivasinya model Maslow maka
arah motivasi model Mc Clelland lebih menitikberatkan pada pemuasan
kebutuhan yang bersifat sosial. Oleh karenanya teori motivasi Mc Clelland
disebut teori motivasi sosial, maka tinggkah lakunya akan nampak ciri-ciri
sebagai berikut:
1) Tingkah laku yang didorong oleh kebutuhan berprestasi yang tinggi.
a) Berusaha melakukan sesuatu dengan cara-cara baru dan kreatif
b) Mencari feed back (umpan balik) tentang perbuatanya.
c) Memilih risiko yang moderat didalam perbuatannya. Dengan
memilih risiko yang moderat berarti masih ada peluang untuk
berprestasi yang lebih tinggi.
d) Mengambil tanggung jawab pribadi atas perbuatan-
perbuatannya.
2) Tingkah laku yang didorong untuk bersahabat yang tinggi
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk !
! 79
a) Lebih memperhatikan segi hubungan pribadi yang ada dalam
pekerjaanya, daripada segi tugas-tugas yang ada pada
pekerjaan itu.
b) Melakaukan pekerjaan lebih efektif apabila dengan bekerjasama
bersama orang lain dalam suasana yang koorporativ.
c) Mencari persetujuan dan kesepakatan dari orang lain.
d) Lebih suka dengan orang lain daripada sendirian.
3) Tingkah laku yang didorong untuk berkuasa yang tinggi
a) Berusaha menolong orang lain, walaupun pertolongan itu tidak
diminta.
b) Sangat aktif dalam menentukan arah kegiatan dari organisasi
dimana ia berada.
c) Sangat peka terhadap struktur pengaruh antar pribadi dari
kelompok atau organisasi.
c. Teori Clyton Alderfer (Teori ERG).
Akronim ERG dalam teori Alderfer merupakan huruf-huruf pertama dari
tiga istilah yaitu: E = Existence (kebutuhan akan eksistensi), R=
Relatedness (kebutuhan untuk berhubungan dengan pihak lain), dan G=
Growth (kebutuhan akan pertumbuhan). Jika makna tiga istilah tersebut
didalami akan tampak dua hal penting. Pertama, secara konseptual
terdapat persamaan antara teori atau model yang dikembangkan oleh
Maslow dan Alderfer. Karena existence dapat dikatakan identik dengan
hierarki pertama dan kedua dalam teori Maslow; relatedness senada
dengan hierarki kebutuhan ketiga dan keempat menurut konsep Maslow
dan growth mengandung makna sama dengan self actualization menurut
Maslow. Kedua, teori Alderfer menekankan bahwa berbagai jenis
kebutuhan manusia itu diusahakan pemuasannya secara serentak.
Apabila teori Alderfer disimak lebih lanjut akan tampak bahwa :
• Makin tidak terpenuhinya suatu kebutuhan tertentu, makin besar pula
keinginan untuk memuaskannya;
• Kuatnya keinginan memuaskan kebutuhan yang “lebih tinggi” semakin
besar apabila kebutuhan yang lebih rendah telah dipuaskan;
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk !
! 80
• Sebaliknya, semakin sulit memuaskan kebutuhan yang tingkatnya
lebih tinggi, semakin besar keinginan untuk memuasakan kebutuhan
yang lebih mendasar.
Tampaknya pandangan ini didasarkan kepada sifat pragmatisme oleh
manusia. Artinya, karena menyadari keterbatasannya, seseorang dapat
menyesuaikan diri pada kondisi obyektif yang dihadapinya dengan antara
lain memusatkan perhatiannya kepada hal-hal yang mungkin dicapainya.
d. Teori Herzberg (Teori Dua Faktor)
Ilmuwan ketiga yang diakui telah memberikan kontribusi penting dalam
pemahaman motivasi Herzberg. Teori yang dikembangkannya dikenal
dengan Model Dua Faktor dari motivasi, yaitu faktor motivasional dan
faktor hygiene atau pemeliharaan. Menurut teori ini yang dimaksud faktor
motivasional adalah hal-hal yang mendorong berprestasi yang sifatnya
intrinsik, yang berarti bersumber dalam diri seseorang, sedangkan yang
dimaksud dengan faktor hygiene atau pemeliharaan adalah faktor-faktor
yang sifatnya ekstrinsik yang berarti bersumber dari luar diri yang turut
menentukan perilaku seseorang dalam kehidupan seseorang.
Menurut Herzberg, yang tergolong sebagai faktor motivasional
antara lain ialah pekerjaan seseorang, keberhasilan yang diraih,
kesempatan bertumbuh, kemajuan dalam karier dan pengakuan orang
lain. Sedangkan faktor-faktor hygiene atau pemeliharaan mencakup
antara lain status seseorang dalam organisasi, hubungan seorang
individu dengan atasannya, hubungan seseorang dengan rekan-rekan
sekerjanya, teknik penyeliaan yang diterapkan oleh para penyelia,
kebijakan organisasi, sistem administrasi dalam organisasi, kondisi kerja
dan sistem imbalan yang berlaku. Salah satu tantangan dalam
memahami dan menerapkan teori Herzberg ialah memperhitungkan
dengan tepat faktor mana yang lebih berpengaruh kuat dalam kehidupan
seseorang, apakah yang bersifat intrinsik ataukah yang bersifat ekstrinsik
e. Teori Keadilan
Inti teori ini terletak pada pandangan bahwa manusia terdorong untuk
menghilangkan kesenjangan antara usaha yang dibuat bagi kepentingan
organisasi dengan imbalan yang diterima. Artinya, apabila seorang
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk !
! 81
pegawai mempunyai persepsi bahwa imbalan yang diterimanya tidak
memadai, dua kemungkinan dapat terjadi, yaitu :
• Seorang akan berusaha memperoleh imbalan yang lebih besar, atau
• Mengurangi intensitas usaha yang dibuat dalam melaksanakan tugas
yang menjadi tanggung jawabnya.
Dalam menumbuhkan persepsi tertentu, seorang pegawai biasanya
menggunakan empat hal sebagai pembanding, yaitu :
• Harapannya tentang jumlah imbalan yang dianggapnya layak
diterima berdasarkan kualifikasi pribadi, seperti pendidikan,
keterampilan, sifat pekerjaan dan pengalamannya;
• Imbalan yang diterima oleh orang lain dalam organisasi yang
kualifikasi dan sifat pekerjaannnya relatif sama dengan yang
bersangkutan sendiri;
• Imbalan yang diterima oleh pegawai lain di organisasi lain di
kawasan yang sama serta melakukan kegiatan sejenis;
• Peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai jumlah dan
jenis imbalan yang merupakan hak para pegawai.
Pemeliharaan hubungan dengan pegawai dalam kaitan ini berarti bahwa
para pejabat dan petugas di bagian kepegawaian harus selalu waspada
jangan sampai persepsi ketidakadilan timbul, apalagi meluas di kalangan
para pegawai. Apabila sampai terjadi maka akan timbul berbagai dampak
negatif bagi organisasi, seperti ketidakpuasan, tingkat kemangkiran yang
tinggi, sering terjadinya kecelakaan dalam penyelesaian tugas, seringnya
para pegawai berbuat kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan masing-
masing, pemogokan atau bahkan perpindahan pegawai ke organisasi
lain.
f. Teori penetapan tujuan (Goal Setting Theory)
Edwin Locke mengemukakan bahwa dalam penetapan tujuan memiliki
empat macam mekanisme motivasional yakni: (a) tujuan-tujuan
mengarahkan perhatian; (b) tujuan-tujuan mengatur upaya; (c) tujuan-
tujuan meningkatkan persistensi; dan (d) tujuan-tujuan menunjang
strategi-strategi dan rencana-rencana kegiatan. Bagan berikut ini
menyajikan tentang model instruktif tentang penetapan tujuan.
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk !
! 82
g. Teori Victor H. Vroom (Teori Harapan )
Victor H. Vroom, dalam bukunya yang berjudul Work and Motivation
mengetengahkan suatu teori yang disebutnya sebagai Teori Harapan.
Menurut teori ini, motivasi merupakan akibat suatu hasil dari yang ingin
dicapai oleh seorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa
tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya itu. Artinya,
apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu, dan jalan tampaknya
terbuka untuk memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya
mendapatkannya.
Dinyatakan dengan cara yang sangat sederhana, teori harapan
berkata bahwa jika seseorang menginginkan sesuatu dan harapan untuk
memperoleh sesuatu itu cukup besar, yang bersangkutan akan sangat
terdorong untuk memperoleh hal yang diinginkannya itu. Sebaliknya, jika
harapan memperoleh hal yang diinginkannya itu tipis, motivasinya untuk
berupaya akan menjadi rendah.
Di kalangan ilmuwan dan para praktisi manajemen sumber daya
manusia teori harapan ini mempunyai daya tarik tersendiri karena
penekanan tentang pentingnya bagian kepegawaian membantu para
pegawai dalam menentukan hal-hal yang diinginkannya serta
menunjukkan cara-cara yang paling tepat untuk mewujudkan
keinginannnya itu. Penekanan ini dianggap penting karena pengalaman
menunjukkan bahwa para pegawai tidak selalu mengetahui secara pasti
apa yang diinginkannya, apalagi cara untuk memperolehnya.
h. Teori Penguatan dan Modifikasi Perilaku
Berbagai teori atau model motivasi yang telah dibahas di muka dapat
digolongkan sebagai model kognitif motivasi karena didasarkan pada
kebutuhan seseorang berdasarkan persepsi orang yang bersangkutan
berarti sifatnya sangat subyektif. Perilakunya pun ditentukan oleh
persepsi tersebut. Padahal dalam kehidupan organisasional disadari dan
diakui bahwa kehendak seseorang ditentukan pula oleh berbagai
konsekwensi ekstrernal dari perilaku dan tindakannya. Artinya, dari
berbagai faktor di luar diri seseorang turut berperan sebagai penentu dan
pengubah perilaku.
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk !
! 83
Dalam hal ini berlakulah apaya yang dikenal dengan “hukum
pengaruh” yang menyatakan bahwa manusia cenderung untuk
mengulangi perilaku yang mempunyai konsekwensi yang menguntungkan
dirinya dan mengelakkan perilaku yang mengibatkan perilaku yang
mengakibatkan timbulnya konsekwensi yang merugikan.
Contoh yang sangat sederhana ialah seorang juru tik yang mampu
menyelesaikan tugasnya dengan baik dalam waktu singkat. Juru tik
tersebut mendapat pujian dari atasannya. Pujian tersebut berakibat pada
kenaikan gaji yang dipercepat. Karena juru tik tersebut menyenangi
konsekwensi perilakunya itu, ia lalu terdorong bukan hanya bekerja lebih
tekun dan lebih teliti, akan tetapi bahkan berusaha meningkatkan
keterampilannya, misalnya dengan belajar menggunakan komputer
sehingga kemampuannya semakin bertambah, yang pada gilirannya
diharapkan mempunyai konsekwensi positif lagi di kemudian hari.
Contoh sebaliknya ialah seorang pegawai yang datang terlambat
berulangkali mendapat teguran dari atasannya, mungkin disertai
ancaman akan dikenakan sanksi indisipliner. Teguran dan kemungkinan
dikenakan sanksi sebagi konsekwensi negatif perilaku pegawai tersebut
berakibat pada modifikasi perilakunya, yaitu datang tepat pada waktunya
di tempat tugas. Penting untuk diperhatikan bahwa agar cara-cara yang
digunakan untuk modifikasi perilaku tetap memperhitungkan harkat dan
martabat manusia yang harus selalu diakui dan dihormati, cara-cara
tersebut ditempuh dengan “gaya” yang manusiawi pula.
i. Teori Kaitan Imbalan dengan Prestasi.
Bertitik tolak dari pandangan bahwa tidak ada satu model motivasi yang
sempurna, dalam arti masing-masing mempunyai kelebihan dan
kekurangan, para ilmuwan terus menerus berusaha mencari dan
menemukan sistem motivasi yang terbaik, dalam arti menggabung
berbagai kelebihan model-model tersebut menjadi satu model.
Tampaknya terdapat kesepakan di kalangan para pakar bahwa model
tersebut ialah apa yang tercakup dalam teori yang mengaitkan imbalan
dengan prestasi seseorang individu .
Menurut model ini, motivasi seorang individu sangat dipengaruhi oleh
berbagai faktor, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Termasuk
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk !
! 84
pada faktor internal adalah : (a) persepsi seseorang mengenai diri sendiri;
(b) harga diri; (c) harapan pribadi; (d) kebutuhaan; (e) keinginan; (f)
kepuasan kerja; (g) prestasi kerja yang dihasilkan.
Sedangkan faktor eksternal mempengaruhi motivasi seseorang,
antara lain ialah: (a) jenis dan sifat pekerjaan; (b) kelompok kerja dimana
seseorang bergabung; (c) organisasi tempat bekerja; (d) situasi
lingkungan pada umumnya; (e) sistem imbalan yang berlaku dan cara
penerapannya.
j. Teori Kebutuhan Model Edwards
Menurut Edwards (1959), yang dikutip oleh Ruch (1972), kebutuhan-
kebutuhan yang dapat mempengaruhi motivasi individu, diklasifikasikan
menjadi lima belas kebutuhan (intrinsik) yang tampak pada manusia
dengan kekuatan yang berbeda-beda, yaitu:
1) Achievement, kebutuhan untuk berbuat lebih baik dari pada orang lain
yang mendorong individu untuk menyelesaikan tugas lebih sukses,
untuk mencapai prestasi yang tinggi.
2) Deference, kebutuhan mengikuti pendapat orang lain, mengikuti
petunjuk-petunjuk yang diberikan, memuji-muji orang lain,
menyesuaikan diri dengan adat kebiasaan;
3) Order, kebutuhan untuk membuat rencana-rencana yang teratur,
yang berhubungan dengan kerapian, mengorganisasi secara detail
terhadap pekerjaannya, melakukan kebiasaan sehari-hari secara
teratur.
4) Exhibition, kebutuhan untuk menarik perhatian orang lain, berusaha
untuk menjadi pusat perhatian. Tindakan dan cara bicaranya,
menyebabkan dirinya diperhatikan orang lain;
5) Autonomy, kebutuhan untuk mandiri tidak mau bergantung kepada
orang lain atau tidak mau diperintah orang lain;
6) Affilation, kebutuhan untuk mandiri tidak mau bergantung kepada
orang lain, setia terhadap temennya, berpartisipasi dalam
kelompoknya, suka menulis surat kepada teman-temannya atau para
pelanggannya.
7) Intraception, kebutuhan untuk memahami perasaan orang lain,
mengetahui tingkah laku orang lain;
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk !
! 85
8) Succorance, kebutuhan untuk mendapatkan bantuan orang lain,
simpati, atau juga mendapatkan kasih sayang (afeksi) dari orang lain;
9) Dominance, kebutuhan untuk bertahan pada pendapatnya,
menguasai, memimpin, menasehati, orang lain;
10) Abasement, kebutuhan ada kesalahan, merasa perlu diberi hukuman
apabila tindakannya keliru;
11) Nurturance, kebutuhan untuk membantu atau menolong orang lain
apabila mereka dalam kesusahan, bersikap simpati, dan berbuat baik
terhadap orang lain;
12) Charge, kebutuhan untuk membuat pembaharuan-pembaharuan,
tidak menyukai hal-hal yang bersifat rutin,senang bepergian,
membuat pertemuan dengan orang lain;
13) Endurance, kebutuhan yang menyebabkan individu bertahan pada
suatu pekerjaan sampai selesai, tidak suka diganggu apabila sedang
bekerja;
14) Heterosexsuality, kebutuhan yang mendorong aktivitas sosial individu
dalam mendekati lawan jenisnya, mencintai lawan jenisnya, ingin di
anggap menarik oleh lawan jenisnya;
15) Aggression, kebutuhan untuk mengkritik pendapat orang lain,
membantah penadapat orang lain, menyalahkan orang lain; senang
terhadap kekerasan.
Sebagai tambahan beberapa ahli menyatakan pengertian motivasi
sebagai berikut: Menurut Wexley & Yukl dalam Asád (2000) motivasi kerja
merupakan sesuatu yang menimbulkan semangat atau dorongan kerja. Ciri-
ciri motivasi individu adalah motif majemuk, motif dapat berubah-ubah, motivf
berbeda-beda bagi individu dan beberapa motif tidak disadari oleh individu.
Kuat dan lemahnya motivasi kerja seseorang tenaga kerja berperan dalam
menentukan besar kecilnya prestasi kerja seseorang. Faktor lain yang
menjadi pendorong penting yang menyebabkan manusia bekerja adalah
adanya kebutuhan yang harus dipenuhi. Aktivitas sesorang dalam bekerja
mengandung unsur suatu kegiatan sosial, menghasilkan sesuatu dan pada
akhirnya bertujuan untuk memenuhi kebutuhannya.
Menurut Mc Gregor dalam As’ad (2000) seseorang bekerja dikarenakan
bekerja merupakan kondisi bawaan seperti bermain atau beristirahat, untuk
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk !
! 86
aktif dan mengerjakan sesuatu, kemudian Smith dan Wakely menambahkan
dengan teorinya yang menyatakan bahwa seseorang didorong untuk
beraktifitas karena dia berharap hal ini akan membawa pada keadaan yang
lebih memuaskan daripada keadaan sekarang. Menurut Gomes, (2000)
motivasi seorang pekerja biasanya merupakan hal yang rumit karena motivasi
melibatkan faktor – faktor individual dan faktor – faktor organisasional. Yang
tergolong faktor yang sifatnya individual adalah kebutuhan-kebutuhan
(needs), tujuan-tujuan (goals), sikap (attitude), dan kemampuan (abilities).
Sedangkan yang tergolong pada faktor yang berasal dari organisais meliputi
pembayaran atau gaji (pay), keamanan pekerjaan (job security), sesama
pekerja (co-wokers), pengawasan (supervision), pujian (praise) dan pekerjaan
itu sendiri (job it self).
Menurut Kolb, Rubin & Mc.Intyre (dalam As’ad 2000) kebutuhan untuk
berprestasi individu need for achievement sangat mempengaruhi hasil usaha
bisnisnya. Ciri-ciri orang yang mempunyai motivasi kerja yang tinggi antara
lain: orang yang merasa senang dengan pekerjaan yang dijalaninya, orang
yang mendapat kepuasan dalam pekerjaannya dan selalu berusaha
mengembangkan tugas dan dirinya. Motivasi kerja yang dimiliki seorang
karyawan akan berbeda-beda tingkatannya, ada karyawan yang memiliki
motivasi kerja yang tinggi dan ada juga karyawan yang memiliki tingkat
motivasi kerja yang rendah.
Motivasi kerja pada pegawai dapat dipengaruhi beberapa faktor
diantaranya budaya organisasi dan rotasi pekerjaan. Masrukhin dan Waridin
(2006) mengungkapkan bahwa setiap organisasi memiliki budaya organisasi
yang berfungsi untuk membentuk aturan atau pedoman dalam berfikir dan
bertindak dalam mencapai tujuan yang ditetapkan. Hal ini berarti budaya
organisasi yang tumbuh dan terpelihara dengan baik akan mampu memacu
organisasi ke arah perkembangan yang lebih baik. Selain itu, tekanan utama
dalam perubahan dan pengembangan budaya organisasi adalah mencoba
untuk mengubah nilai-nilai, sikap dan perilaku dari anggota organisasi secara
keseluruhan.
Dari teori-teori tentang motivasi di atas, maka teori expectancy dan teori
goal merupakan model teori yang paling memahami motivasi kewirausahaan.
Dalam teori expectancy tersedia kerangka kerja untuk memahami mengapa
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk !
! 87
dan bagaimana beberapa orang memilih untuk menjadi wirausahawan. Hal
tersebut diungkapkan dalam serangkaian outcome dari wirausahawan yang
lebih kompleks dan sebagian lainnya memiliki kemungkinan lebih kecil
dibandingkan dengan yang lain.
Dalam menjelaskan relevansi teori expectancy maka diungkapkan
bahwa wirausahawan mungkin saja tertarik pada situasi ketidakpastian yang
tinggi atau dapat membuat pilihan ketika mereka menghadapi pilihan yang
meragukan, karena jika dibandingkan dengan pra manajer pada bisnis yang
telah mapan, maka wirausahawan lebiih toleran dengan ketidakpastian.
Sedangkan proposisi mendasar dari teori goal adalah bahwa tujuan yang
menantang secara khusus (memberikan komitmen, umpan balik, dn
pengetahuan yang memadai) akan menghasilkan kinerja yang tinggi. Dengan
demikian, teori goal menawarkan penjelasan yang lebih bersifat langsung
dengan motivasi kewirausahan dibandingkan dengan teori expectancy, yang
mengungkapkan bahwa wirausahawan menyusun tujuan kewirausahan yang
lebih tinggi dibandingkan dengan orang-orang yang tidak memulai usaha.
Motivasi untuk menjadi wirausahawan adalah adanya bentuk imbalan
sebagaimana dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.1 Imbalan Berwirausaha Sumber: Saiman (2012:26)
Goal theory merupakan teori yang dapat diuji dalam memprediksi kinerja
kewirausahaan. Dalam hal ini, wirausahawan yang memiliki tujuan yang lebih
IMBALAN BERWIRAUSAHA
LABA KEBEBASAN IMPIAN PERSONAL
KEMANDIRIAN
Dapat menentukan berapa laba yang
diinginkan, keuntungan yang
diperoleh, dan berapa yang akan dibayarkan kepada
pihak lain atau pegawai
Bebas mengatur waktu, bebas dari supervisi, bebas aturan main yang menekan/adanya intervensi, bebas
dari aturan budaya organisai/
perusahaan
Bebas meraih standar hidup yang diharapkan, lepas dari rutinitas kerja
yang membosankan, karena harus
mengikuti visi, misi, impian orang lain,
Imbalan untuk menentukan
nasib/visi, misi dan impiannya sendiri
Memiliki rasa bangga, karena
dapat mendiri dalam segala hal, seperti
permodalan, mandiri dalam pengelolaan/ manajemen, mandiri
dalam pengawasan,serta menjadi manajer terhadap dirinya
sendiri
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk !
! 88
tinggi akan memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk menjadikan
organisasi lebih mampu bertahan dan mampu tumbuh lebih besar
dibandingkan dengan wirausahawan yang memiliki tujuan yang lebih rendah.
Motivasi seseorang untuk menjadi wirausahawan antara lain: laba,
kebebasan, impian personal dan kemandirian. Dari Gambar 2.1 dapat
disimpulkan bahwa dengan berwirausaha seseorang akan termotivasi untuk
memperoleh imbalan minimal dalam bentuk laba, kebebasan, impian personal
yang mungkin menjadi kenyataan, kemandirian, di samping memiliki peluang-
peluang pengembangan usaha, memiliki peluang untuk mengendalikan
nasibnya sendiri. Seorang wirausaha tidak menunggu hari gajian atau tanggal
gajian, tetapi setiap hari diharapkan memperoleh pendapatan rutin. Seorang
wirausaha akan berusaha sistem bisnisnya dapat dijalankan orang lain dan
dirinya sendiri dapat berjalan-jalan.
3.2 Keuntungan dan Kelemahan Menjadi Wirausahawan
Apa perbedaan esensial antara wirausahawan dengan karyawan/orang
gajian?
Tabel 3.1 Perbedaan Wirausahawan dengan Karyawan
Wirausahawan Karyawan 1. Penghasilan bervariasi atau tidak teratur,
sehingga pada tahap awal sulit mengatur (tidak merasa aman) karena penghasilan tidak pasti
1. Memiliki penghasilan pasti atau teratur, sehingga niudah diatur (rasa aman) meskipun gaji kecil
2. Memiliki peluang yang Iebih besar untuk menjadi orang kaya, penghasilan sebulan dapat menutupi pengeluaran atau biaya hidup untuk satu tahun
2. Peluang kaya relatif (sangat bergantung kemujuran dan karier)
3. Pekerjaan bersifat tidak rutin 3. Pekerjaan bersifat rutin 4. Kebebasan waktu yang tinggi (tidak terikat
oleh jam kerja) 4. Waktu tidak bebas (terikat) pada jadwal/
jam kerja perusahaan
5. Tidak ada kepastian (ketidakpastian tinggi) dalam banyak hal termasuk meramalkan kekayaan
5. Ada kepastian (dapat diprediksi) dalam banyak hal, kekayaan dapat diramal/ dihitung
6. Kreativitas dan inovasi dituntut setiap saat 6. Bersifat menunggu instruksi/ perintah 7. Kebergantungan rendah 7. Kebergantungan tinggi 8. Berbagai risiko tinggi (aset dapat hilang bila
diiadikan sebagai agunan dalam pinjaman) dan usahanya bangkrut
8. Risiko relatif rendah bahkan dapat diramalkan
9. Terbuka peluang untuk menjadi bos 9. Menjadi bos relatif sulit apalagi bekerja pada perusahaan keluarga
10. Tanggung jawab besar 10. Tanggung jawab relatif
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk !
! 89
Perlu digarisbawahi bahwa dikaitkan dengan perbedaan tersebut dalam
Tabel 3.1, hampir 75 persen yang termasuk dalam daftar orang terkaya di
dunia (majalah Forbes) merupakan wirausahawan generasi pertama. Menurut
hasil penelitian Thomas Stanley dan William Danko, pemilik perusahaan
sendiri mencapai dua pertiga dari jutawan di Amerika Serikat. Orang-orang
yang bekerja memiliki perusahaan sendiri empat kali lebih besar peluangnya
untuk menjadi miliarder daripada orang-orang yang bekerja untuk orang lain
atau menjadi karyawan perusahaan lain.
Berbagai keuntungan menjadi wirausahawan menurut Buchari Alma (2000),
yaitu:
1. Tercapai peluang-peluang untuk mencapai tujuan yang dikehendaki
sendiri.
2. Terbuka peluang untuk mendemonstrasikan potensi seseorang secara
penuh.
3. Terbuka peluang untuk memperoleh manfaat dan keuntungan secara
maksimal.
4. Terbuka peluang untuk membantu masyarakat dengan usaha-usaha
konkret.
5. Terbuka peluang untuk menjadi bos minimal bagi dirinya sendiri.
Selain keuntungan, ada pula kelemahan menjadi wirausahawan, antara lain:
1. Memperoleh pendapatan yang tidak pasti dan memikul berbagai risiko.
Jika risiko ini telah diantisipasi secara balk, wirausahawan telah mampu
menggeser risiko tersebut.
2. Bekerja keras dan atau jam kerja yang mungkin lebih panjang.
3. Kualitas hidup mungkin masih rendah sampai usahanya berhasil, sebab
pada tahap-tahap awal seorang wirausahawan harus bersedia untuk
berhemat.
4. Memiliki tanggung jawab sangat besar, banyak keputusan yang harus
dibuat walaupun mungkin kurang menguasai permasalahan yang
dihadapinya.
Saat ini, tuntutan untuk menjadi wirausahawan sangat besar, sebab jika
hanya mengandalkan untuk memperoleh pekerjaan melalui perusahaan
orang lain atau instansi pemerintah, maka kemungkinannya memperoleh
pekerjaan menjadi sedikit. Bahkan, paradigma para orangtua sudah mulai
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk !
! 90
bergeser, untuk mencari seorang menantu tidak lagi berpandangan negatif
lagi bila memperoleh menantu seorang pengusaha/wiraswasta/pedagang.
Bahkan, tidak merasa rendah atau turun derajat/gengsinya. Orangtua dalam
memilih menantunya tidak lagi harus seorang menantu yang memiliki
pekerjaan tetap karena menjadi pegawai suatu institusi pemerintah maupun
swasta, sebaliknya anak-anak muda zaman sekarang yang barn lulus sekolah
dari tingkatan pendidikan apa pun saat ini juga tidak merasa malu berdagang
atau berwiraswasta. Bahkan, para artis juga banyak yang terjun ke dunia
bisnis/perdagangan berbagai komoditas, baik kuliner, perdagangan di tingkat
lokal, maupun ekspor dan impor.
Konsep Cash Flow Quadrant Oleh Robert T. Kiyosaki Gambar 2.2 diambil dari Cash Flow Quadrant yang ditulis buku Robert T.
Kiyosaki berjudul Panduan Ayah Kaya Menuju Kebebasan Finansial dapat
diuraikan ringkas. Kiyosaki menawarkan konsep cermerlang bahwa dalam
memperoleh pendapatan, seseorang dikelompokkan dalam empat kuadran,
yaitu:
Gambar 3.2
Konsep Cash Flow Quadrant oleh Robert T. Kiyosaki
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk !
! 91
1. Kuadran Satu, Kuadran E (Employee), seseorang yang berposisi sebagai
employee /pegawai. Sebagai pekerja untuk orang lain atau orang gajian,
atau bekerja untuk asset boss, misalnya guru, dosen, buruh pabrik,
pegawai negeri sipil, polisi, ABRI, dan lain-lain. Employee (pegawai atau
buruh) adalah orang yang mendapatkan uang dengan cara bekerja
kepada orang lain, atau suatu sistem bisnis yang merupakan milik orang
lain, atau kepada organisasi milik orang lain. Employee menjual waktu
dan kemampuannya untuk memberikan added value kepada bisnis atau
organisasi orang lain. Employee bisa saja seorang office boy, seorang
salesman, seorang supervisor, seorang manager, presiden direktur
perusahaan, PNS, bahkan presiden negara ini adalah seorang employee.
Ciri khas seorang employee adalah dia akan digaji berdasarkan waktu
dan kemampuan yang diberikan, dan menerima gaji rutin bulanan atau
periodik dengan jumlah tertentu dari orang lain, perusahaan, organisasi,
atau bahkan dari negara.
Seorang employee bisa sukses atau bisa juga dipecat. Seorang
employee, tidak akan memperoleh gaji apabila dia tidak bekerja. Setiap
saat siap menerima kemarahan atasan atas performance kerja yang tidak
baik. Menerima gaji bulanan yang jumlahnya tertentu, atau bahkan
seringkali merasa kurang, tetapi tidak memiliki daya kemampuan untuk
menaikkan gajinya sendiri. Sering berharap-harap cemas, mendapatkan
kenaikan gaji suatu saat, dan berusaha bekerja dengan lebih keras untuk
mendapat penilaian baik atas kinerjanya, dengan harapan akan
dipromosikan dan dengan cara itu akan mendapatkan kenaikan gaji.
Seorang employee memiliki atasan yang harus diikuti perintahnya dan
menjaga hubungan baik dengan atasan tersebut agar tidak kehilangan
pekerjaan.
2. Kuadran Dua, Kuadran S (Self Employed), seseorang yang berposisi
sebagai self employee, pemilik pekerjaan/bekerja untuk dirinya sendiri.
Contoh dokter, atlet, pengacara, artis, pemilik toko, dan lain-lain. Ia
sebagai pekerja untuk dirinya sendiri. Termasuk dalam self employed
adalah orang-orang yang bekerja mandiri atau lepas. Biasanya mereka
adalah seorang profesional yang memiliki keahlian tertentu. Ciri khas dari
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk !
! 92
self employed adalah dia jalankan sendiri, dia lakukan sendiri, dan
pemasukan dia terima sendiri. Contoh self employed adalah seorang
dokter praktek di klinik sendiri, pengacara yang membuka biro sendiri,
tukang cukur rambut pinggir jalan, pedagang asongan, calo angkot,
penulis lepas, dan lain-lain. Mereka mendapatkan uang atas jual jasa dan
tenaga mereka sendiri secara personal. Tetapi mereka tidak akan
mendapatkan penghasilan apabila tidak bekerja, misalnya dokter tidak
praktek, pedagang rokok tidak ngasong, maka mereka tidak akan
mendapatkan uang.
Self employed lebih bebas daripada employee, karena mereka
menjadi majikan sekaligus bawahan sendiri, semua diatur dan ditangani
sendiri. Dari segi penghasilan mereka tidak menerima gaji rutin
sebagaimana employee, penghasilan mereka naik turun sebanding
dengan usaha dan doa mereka sendiri. Seorang self employed bisa saja
memiliki seorang asisten atau pekerja, seperti dokter dibantu resepsionis
dan perawat, tetapi tetap, tanpa dokter bekerja, maka tidak akan
mendapatkan penghasilan. Semakin keras usaha self employed, maka
semakin besar penghasilan yang diperoleh, misalnya seorang dokter
ingin menambah pemasukan dengan cara menambah jam buka praktek,
selain dengan promosi.
3. Kuadran Tiga, Kuadran B (Business Owner), seseorang yang berposisi
sebagai business owner/pemilik bisnis dengan membangun jaringan atau
sistem. Contoh dalam kuadran ini: konglomerat, waralaba
(franchisor/franchisee), Network Marketing, dan lain-lain. Bisnis owner
memperoleh uang dari sistem yang dia buat. Toko dibuat dengan suatu
sistem sehingga bisa berjalan sendiri ada kasir, ada bagian stok/logistik,
ada supervisor, ada cleaning sercive, dan sebagainya yang diatur dan
dibuat sistem perdagangan toko. Bisnis owner atau biasanya familiar kita
sebut sebagai bisnisman/bisniswoman berusaha keras agar sistem yang
dia bangun running well dan mendapatkan profit dari sistem bisnisnya.
Ciri khas dari bisnis owner adalah bekerja tidak terikat waktu, dan
penghasilan tidak berbanding lurus dengan waktu kerja yang di
pergunakan. Meskipun dia tidak bekerja, seperti pemilik warnet, kalau
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk !
! 93
sudah running well, maka warnet itu tetap memberikan pemasukan buat
bisnis owner.
Seorang bisnis owner memiliki kekuasaan terhadap bisnis dan
pekerjanya. Dia berhak memutuskan untuk mem-PHK pegawainya
apabila tidak perform. Tetapi dia memiliki resiko yang jauh lebih besar
dari employee dan self employee yaitu bangkrut. Apabila seorang
employee gagal, hanya PHK konsekwensi logisnya, dan mungkin di bisa
mencari pekerjaan lagi. Self employed demikian juga. Sedangkan
seorang business owner biasanya memiliki resiko bangkrut yang
berakibat lebih masive, menyangkut uang banyak dan nasib para
pekerjanya. Tetapi kalau berjalan lancar, seorang business owner akan
memperoleh pemasukan yang jauh lebih besar dari pekerja. Apakah anda
pernah mendengar seorang pegawai memperoleh gaji lebih besar dari
untung perusahaan? Untung perusahaan itulah pemasukan untuk bisnis
owner.
4. Kuadran Empat, Kuadran I (Investor), seseorang yang berposisi sebagai
pemodal/investor/pemilik modal. Contoh kuadran ini: pemilik deposito
(deposan), Investor (penanam modal) adalah orang yang memperolah
uang dari uangnya yang diputar. Penghasilan seorang investor juga tidak
dipengaruhi oleh waktu kerja yang diberikan. Bahkan seorang investor
bisa tidak bekerja sama sekali, dan uangnya yang bekerja untuk dia.
Besar kecil pemasukan uang seorang investor ditentukan oleh
pengetahuan dan keahlian dia dalam mengelola uang dan
mendayagunakan uang yang dimilikinya agar menjadi lebih berguna dan
menguntungkan. Investor bisa saja menginvestkan uangnya dalam bisnis
riil atau dalam investasi finance. Contoh seorang investor adalah investor
property, membeli rumah dan apartemen untuk dikontrakkan. Membeli
saham dengan return dan pembagian dividend yang tinggi untuk dia,
mengeluarkan uang investasi membuka warung bakso, yang dikelola oleh
teman, membayar sejumlah uang untuk membeli franchise, membeli
mobil untuk direntalkan dengan cara dititipkan ke perusahaan rental,
seperti Cipaganti rental, dan lain-lain. Investor hanya memiliki tiga
kemungkinan, rugi, impas, atau untung. Semakin mahir dia memutar
uangnya, maka semakin deras uang mengucur.
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk !
! 94
Pada kuadran kiri atau 1 dan 2, orang memilih untuk mendapatkan
keamanan. Karena menurut mereka, jika setiap bulan menerima penghasilan
akan aman. Jadi yang diperoleh sebenarnya adalah keamanan kerja bukan
keamanan penghasilan. Pada kuadran kanan atau 3 dan 4, orang memilih
untuk mendapatkan kebebasan. Bebas berusaha untuk mendapatkan
penghasilan berapapun yang mereka inginkan. Jadi dia bisa mendapatkan
kebebasan penghasilan dan waktu. Jika ingin mendapatkan penghasilan tak
terbatas namun waktu yang domiliki semakin luang maka harus masuk ke
kuadran Kanan 3 atau 4. Tetapi apakah untuk itu semudah berganti karier?
tidak mudah untuk masuk kuadran 4 sudah tentu harus punya banyak uang
untuk diinvestasikan. Jika anda punya maka anda hanya perlu FQ atau
Kecerdasan Finansial, sehingga anda mampu mengendalikan resiko. Untuk
anda berpindah ke kuadran 3 maka harus menciptakan sistem, atau membeli
sistem yang sudah ada. Untuk menciptakan sistem dibutuhkan kemampuan
luar biasa dan EQ atau Kecerdasan Emosional, dalam membuat sistem baru
banyak orang yang harus melalui berbagai rintangan dan kegagalan dan
sebelum mencapai kesuksesan seringkali harus gagal lebih dari 3 kali.
Perbedaan internal manusialah, yakni nilai, kekuatan, kelemahan, dan
minat inti yang paling mempengaruhi keputusan kita dalam memilih kuadran
yang menjadi sumber penghasilan kita. Ada orang yang senang menjadi
pegawai, sementara yang lain tidak suka. Ada orang yang senang
mempunyai perusahaan, tapi tidak mau mengelolanya. Ada yang senang
mempunyai perusahaan dan juga senang mengelolanya. Orang tertentu suka
menanam modal, sementara yang lain hanya melihat risiko kehilangan uang.
Kebanyakan dari kita adalah gabungan dari sedikit unsur masing-masing
karakter ini. Menjadi sukses dalam keempat kuadran sering berarti menata
ulang beberapa nilai inti internal.
Penting juga diperhatikan bahwa kita bisa kaya atau miskin di keempat
kuadran. Ada orang yang menghasilkan jutaan dan orang yang bangkrut di
masing-masing kuadran. Berada di salah satu kuadran tidak menbjamin
sebuah keberhasilan. Namun, tidak peduli apa yang kita lakukan secara
profesional, kita masih dapat bekerja di keempat kuadran. Sebagai contoh,
seorang dokter medis bisa memilih mendapat penghasilan sebagai seorang
pegawai di sebuah rumah sakit swasta, namun ia juga memperoleh
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk !
! 95
penghasilan lain dengan bekerja lepas, dengan membuka praktek. Atau
dokter ini juga menjadi pemilik bisnis karena memiliki sebuah klinik atau
sebuah laboraturium dan memperkerjakan dokter lain sebagai staf. Dokter ini
pun bisa menjadi seorang investor dengan menaruh saham di perusahaan
lain.
Kelompok pemilik bisnis yang berada dalam kuadran “B” (business
owner) dapat dikatakan merupakan lawan dari self-employeed, yang tidak
suka mendelegasikan pekerjaannya karena menurutnya tidak ada yang dapat
melakukannya sebaik dia. Usahawan sejati suka mendelegasikan pekerjaan,
moto nya adalah, “Mengapa melakukannya sendiri kalau kau bisa menyewa
orang lain untuk melakukannya bagimu, dan mereka bisa melakukannya
dengan lebih baik?”, Henry Ford adalah contohnya. Sekelompok orang
“pandai” datang untuk menghakimiFord karena ia “bodoh”. Mereka
menyatakan bahwa Ford tidak tahu banyak soal bisnisnya, oleh karena
itu Ford mengundang mereka ke kantornya dan menantang mereka untuk
mengajukan pertanyaan apa saja. Setelah panel mencatat semua
pertanyaan, Ford memanggil beberapa asistennya yang cerdas untuk
menjawab semua pertanyaan mereka. Ia lebih suka menyewa orang-orang
pandai berpendidikan karena tugas-tugasnya lebih penting, yakni tugas
“berpikir”.
Untuk menjadi pebisnis yang baik, kita butuh untuk mempelajari esensi
kepempiminan dan keterampilan teknis berbisnis. Kedua keterampilan ini
dapat dipelajari. Ada pendekatan ilmiah untuk mempelajari ilmu bisnis dan
kepemimpinan, seperti juga halnya pendekatan seni untuk mempelajari seni
bisnis dan kepemimpinan. Kepemimpinan adalah kemampuan
membangkitkan kemampuan terbaik orang. Keterampilan bisnis harus
dikuasai seperti keterampilan untuk membaca laporan keuangan, pemasaran,
penjualan, akuntansi, manajemen, produksi, dan negoisasi.
Keberhasilan di sisi kanan quadrant membutuhkan kecerdasan finansial.
Jika orang tidak memiliki kecerdasan finansial dasar, mereka takkan, pada
kebanyakan kasus, berhasil di sisi kanan quadrant. Ayah “kaya” dari Robert
T. Kiyosaki mengajarkan untuk melek secara finansial, sehingga ia dapat
membaca angka, dan pandai mengelola orang. Rumah yang kita tempati juga
bukanlah aset melainkan liabilitas.
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk !
! 96
Orang-orang pada umumnya berpikir bahwa dengan memperoleh
kenaikan gaji dan dengan setiap kenaikan gaji, mereka masuk ke dalam
kategori wajib pajak yang lebih tinggi, dan karena pajak untuk pekerja.
Mereka menghasilkan lebih banyak uang, tapi yang terjadi hanyalah pajaknya
bertambah dan utangnya bertambah. Semakin keras mereka bekerja,
semakin sedikit waktu yang ia miliki bersama orang-orang yang dicintainya.
Semakin letih bekerja, baik di rumah maupun di kantor, mereka tampak
semakin tergantung pada keamanan kerja. Semakin terikat pada kerjaannya,
dan pada slip gaji untuk membayar tagihannya, semakin mereka mendorong
anak-anak mereka untuk mencari pekerjaan yang aman dan terjamin.
Semakin merasa terancam, semakin ia mencari rasa aman.
Selanjutnya apa yang dibutuhkan oleh seorang business owner?
Jawabannya adalah membangun sebuah sistem bisnis. Kuadran ini
memerlukan pengetahuan tentang sistem dan orang. Cara yang pertama
adalah carilah seorang pembimbing. Dalam hidupnya, Robert T.
Kiyosaki mendapat pembimbingnya, yaitu Ayah kawannya, Mike, yang kaya
raya. Pembimbing adalah seseorang yang sudah melakukan apa yang ingin
kita lakukan, dan berhasil dalam melakukannya. Jangan mencari seorang
penasihat. Penasihat adalah seseorang yang memberitahu kita cara
melakukannya, namun ia sendiri belum pernah melakukannya. Sebagian
besar penasihat, berada dalam kuadran “S” (self-employed). Berhati-hatilah
dengan saran yang akan kita ikuti. Meskipun kita harus tetap berpikiran
terbuka, pertama-tama selalu sadarilah dari kuadran mana saran itu
datang.Dalam pengembangan sistem, dapat mencari sebuah sistem untuk
dibeli. Ada 3 jenis utama sistem bisnis yang umum dipakai saat ini, yaitu
pertama, perusahaan tradisional di mana kita mengembangkan sistem itu
sendiri; kedua, bisnis waralaba di mana kita membeli sebuah sistem yang
sudah ada; ketiga, di mana kita membeli dan menjadi bagian sebuah sistem
yang sudah ada. Masing-masing memiliki kekuatan dan kelemahan, namun
semua akhirnya melakukan hal yang sama. Jika dioperasikan dengan benar,
masing-masing sistem akan memberikan aliran pemasukkan yang teratur
tanpa terlalu banyak upaya fisik dari pihak pemilik.
Cara lainnya adalah dengan membeli sebuah usaha waralaba. Dengan
membelinya, kita membeli sebuah sistem yang sudah berjalan dan sudah
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk !
! 97
“dicoba serta terbukti keampuhannya. Ada banyak bisnis waralaba di sekitar
kita yang bagus. Dengan membeli sistem ini, dan bukannya mencba
membuat sistem sendiri, kita bisa memusatkan perhatian pada upaya
mengembangkan orang-orang kita. Alasan banyak bank mau meminjamkan
uang kepada sebuah bisnis waralaba, dan tidak pada sebuah bisnis kecil
yang baru berdiri, adalah karena bank mengetahui pentingnya sistem dan
mengetahui bahwa memulai dengan sistem yang bagus akan memperkecil
risiko mereka.
3.3 Tantangan Berkewirausahaan
E-commerce
Saiman, L. (2017), Era teknologi informasi yang mampu menciptakan
ekonomi baru menunjukkan perkembangan yang luar biasa. Internet saat ini
sudah umum digunakan oleh dunia usaha dalam rangka mencari informasi
dagang, promosi dagang, hubungan/kontak dagang secara internasional ke
seluruh negara/dunia. Sarana ini walaupun pada tahap awal investasinya
cukup mahal, namun proses bisnis selanjutnya akan lebih cepat dan
sekaligus dapat mengakses data maupun informasi bisnis dalam tempo yang
cepat. Hampir seluruh instansi pemerintah termasuk perwakilan Pemerintah
Republik Indonesia di luar negeri (kedutaan besar, konsulat jenderal, maupun
atase perdagangan), salah satu upaya komunikasi dan promosi sudah
menggunakan e-commerce. Usaha yang menggunakan e-commerce yang
dapat diakses menggunakan internet merupakan suatu usaha yang sangat
unik, karena hanya dengan menggunakan satu media, perusahaan dapat
melakukan usaha/bisnis, baik dengan sesama perusahaan (Business to
Business—B2B) atau dapat proses bisnis langsung antara pebisnis dengan
konsumen atau penjual dengan pembeli (Business to Consumer—B2C).
Mereka dapat melakukan proses bisnis, mulai dari promosi produk,
penawaran, dan permintaan produk, tanya jawab antara konsumen dan
produsen atau antara pembeli dengan penjual dapat dilakukan secara aktif
dengan e-commerce.
Pasar e-Commerce Indonesia diperkirakan bakal mencapai 52 persen e-
Commerce di kawasan Asia Tenggara. Banyaknya populasi kelas menengah,
meningkatnya akses internet, tumbuhnya kota-kota kecil, serta terbatasnya
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk !
! 98
akses terhadap pasar retail membuat e-Commerce domestik akan tumbuh
pesat. Indonesia merupakan negara dengan pertumbuhan e-
Commerce tertinggi di dunia.
Beberapa tahun terakhir, makin banyak pelaku usaha, baik perusahaan
besar maupun ritel, beralih atau mengembangkan usaha ke arah digital.
Indonesia merupakan negara dengan pertumbuhan e-Commerce tertinggi di
dunia. Beberapa tahun terakhir, makin banyak pelaku usaha, baik
perusahaan besar maupun ritel, beralih atau mengembangkan usaha ke arah
digital. Jumlah pelaku e-Commerce akan terus bertumbuh, hal ini diperkuat
dengan sejumlah survei lembaga riset teknologi informasi komunikasi dalam
dan luar negeri. Hal ini diperkuat dengan sejumlah survei lembaga riset
teknologi informasi komunikasi dalam dan luar negeri. Demikian diungkapkan
Ketua Umum Indonesian E-Commerce Association (idEA), Aulia E. Marinto,
Liputan 6 (2017). Dari presentase Nielsen yang bertajuk Indonesia Ocean of
Opportunities Overcoming Dead Win and Riptide 2017, e-Commerce
Indonesia pada 2025 akan mencapai US$ 46 miliar atau setara Rp 612 triliun
dibanding pada 2015 yang baru mencapai US$ 1,7 miliar. Pada 2015, pasar
transaksi elektronik di Indonesia kurang dari satu persen dari total penjualan
retail, tapi pada 2025 akan meningkat menjadi 8 persen dari total transaksi
retail. Total e-Commerce enam negara anggota ASEAN pada 2025 akan
meningkat menjadi US$ 87,8 miliar dibanding pada 2015 yang hanya
mencapai US$ 5,5 persen. Tidak hanya itu, transaksi digital di negara-negara
tersebut semuanya akan mencapai lebih dari US$ 4 miliar, databoks (2017).
Business to Business (B2B) B2B artinya proses bisnis antara penjual dengan penjual atau produsen
dengan produsen atau produsen dengan grosir, pedagang, agen, dan
sejenisnya dilakukan secara online. B2B adalah transaksi yang dilakukan
secara elektronik maupun fisik dan terjadi antara entitas bisnis satu ke bisnis
lainnya. Ketika B2B merupakan penjualan produk atau jasa yang diberikan
oleh bisnis tersebut dan diperuntukkan untuk bisnis lain. Contohnya,
perusahaan kuliner yang bergerak di bidang katering. Lalu karena bisnis
katering cukup besar, mempunyai target pasar para perusahaan. Jadi jasa
katering diperuntukkan untuk perusahaan yang mempunyai karyawan cukup
banyak, inilah yang disebut dengan B2B karena bisnis atau jasa yang
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk !
! 99
ditawarkan diperuntukkan untuk perusahaan lain. Perusahaan dapat
melakukan proses bisnis, mulai dari promosi, penawaran dan permintaan
produk, tanya jawab antara mereka dapat dilakukan dengan cara online
melalui internet atau mobile phone yang memiliki fitur untuk itu.
Tidak dapat dipungkiri bahwa kekuatan teknologi internet dan mobile
memang semakin hebat. Teknologi pencarian informasi bisnis maupun
informasi lainnya misal melalui situs google.com. Ketik nama merek di sana,
dan akan terlihat betul interaksi yang dilakukan selama ini. Kalau banyak
positif, tentunya baik karena dapat memengaruhi otak, hati, dan jiwa
konsumen. Kita semua tahu bahwa Google, yang notabene-nya perusahaan
pemasang iklan merupakan fenomena internet yang telah menjadi bagian dari
wawasan dalam mencari informasi mulai dari produk atau jasa yang terbesar
sampai yang terkecil, melihat dunia luar (contohnya Google Earth),
mendengar (Google Alert), dan berkolaborasi dengan rekan sekantor (Google
Docs, Gmail, Google Talk). Tidak hanya merevolusi industri teknologi
informasi, Google juga mengubah banyak tatanan industri mulai dari media
(Google news, You Tube/Google Video) sampai perpustakaan (Google
Books, Google Schoolar). Google adalah internet, dan internet adalah
Google. Dengan misinya yang sangat horizontal, yaitu "mengelola informasi
dunia dan membuatnya mudah diakses dan berguna", Google telah menjadi
bagian dari kehidupan masyarakat tulen dunia, New Wave yang ingin
mencari, melacak, dan menggunakan sebuah informasi.
Teknologi Web 1.0 adalah era kita hanya dapat mencari, browsing, dan
read-only. Kini dunia internet telah berubah. Teknologi internet masuk pada
Web 2.0 telah membuat internet bersifat lebih interaktif dan dinamis. Interaksi
dengan komunitas menjadi lebih memungkinkan karena pada dasarnya
kekuatan sesungguhnya dari aplikasi internet yang bersifat Web 2.0 adalah
read and write. Internet dengan Web 2.0 membuat proses horizontalisasi
semakin cepat. Di dunia yang serba horizontal ini, berkat perkembangan
teknologi internet; semua orang sekarang punya kesempatan yang sama
untuk terhubung, dihubungi, dan menghubungi. Kini era dimana kita dapat
melihat sekaligus menyentuh, dan berinteraksi. Dunia yang serba horizontal
bukan hanya disebabkan oleh perkembangan teknologi semata. Pendorong
nomor satunya adalah perubahan teknologi dari yang bersifat one-to-many ke
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk !
! 100
many-to-many. Perubahan teknologi ini mengundang datangnya berbagai
tren lainnya. Berbagai tren yang ada, antara lain:
1. From one-to-many broadcasting to many-to-many networking. Didorong
oleh teknologi Web 2.0 menyebabkan membanjirnya aplikasi berbasiskan
jejaring dari banyak ke banyak ini yang menyebabkan Internet telah
berubah. Trennya adalah read and write, mendorong orang lebih
mengekspresikan dirinya, berpartisipasi, melakukan networking,
membentuk komunitas lewat situs jejaring, dan banyak hal lainnya.
2. From Ideology to Personal. Berkembangnya teknologi juga telah
membuka dunia dan birokrasi lebih transparan. Sejak adanya internet,
kita lebih dapat melihat gambaran politik secara nyata, sudah semakin
susah untuk merahasiakan sesuatu.
3. From G7 to G20. Kelompok G7 (AS, Inggris Raya, Kanada, Prancis,
Jerman, Italia, dar. Jepang). Dalam sejarah perekonomian dunia era
sebelum krisis, G7 tersebut secara rutin memainkan peran konstruktif
dalam mengoordinasikan kebijakan global mengenai perekonomian
dunia. Artinya, secara vertikal mendikte negara-negara lain, termasuk
negara-negara berkembang. Saat ini telah berubah, Kelompok G7 telah
secara perlahan memudar. Mereka tidak lagi merepresentasikan wajah
perekonomian dunia sebagaimana yang diperlihatkan oleh G20, yaitu
kelompok 20 negara perekonomian besar dunia yang menghimpun
hampir 90% GNP dunia, 80% total perdagangan dunia dan dua per tiga
penduduk dunia. Dalam kondisi perekonomian global seperti sekarang,
kelompok G7 tampil lebih horizontal, menunjukkan sikap kompromi, dan
kolaboratif dengan negara-negara berkembang. Semakin kompetitifnya
negara-negara berkembang terutama China dan India, permasalahan
dunia global harus diselesaikan bersama-sama secara horizontal melalui
G20.
4. From Belief to Humanity. Dalam era teknologi informasi dan komunikasi,
kita semua saling terjaring dalam dunia sosial dan budaya yang baru
yang lebih humanis. Contoh dI dunia maya, membuktikan bahwa agama
yang bersifat vertikal dapat hidup berdampingan dengan aspek
kemanusiaan dan sosial-budaya yang bersifat horizontal. Teknologi yang
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk !
! 101
kita gunakan saat ini dapat menjelajah dunia dan membuka cakrawala
baru di mana tiap-tiap manusia semakin kecil dan tidak berarti.
5. From Close to Open Market. Keempat tren baru tersebut di atas
membawa angin baru ke market yang berubah dari relatif tertutup ke
relatif lebih terbuka. Pasar global telah menjadi datar dan semua marketer
memiliki kesempatan yang sama. Dengan adanya kemajuan platform
teknologi online dan mobile, pengusaha/penjual dapat menjangkau
pembeli tanpa batas, di sisi lain, pembeli mendapat keleluasaan untuk
memilih berbagai penawaran dari manapun untuk mendapatkan barang
dan atau jasa dengan value yang lebih baik. Platform yang memfasilitasi
transaksi antara pengusaha/ penjual dan pembeli yang sifatnya Customer
to Customer (C2C), seperti eBay, Alibaba dan Kaskus di dunia online
merupakan contoh konkret bahwa era new wave, pasar semakin
horizontal.
6. From Competition to Co-opetition. Perkembangan teknologi terkini tengah
mengubah semua yang ada di lingkungan bisnis, mulai dari lingkungan
mikro hingga makro. Di tengah pasar yang semakin terbuka, persaingan
yang semakin menyimpan segudang peluang juga tantangan tersendiri
bagi pemasar. Untungnya di era sekarang, dunia semakin transparan,
dan akses informasi semakin mudah dan cepat. Kita dapat mengetahui
kelemahan dan kekuatan para kompetitor kita dan dapat mengakses ke
konsumen mereka, celakanya, kompetitor juga memiliki akses yang sama
terhadap kekuatan dan kelemahan kita, dan konsumen kita. Di era new
wave ini, persaingan yang sehat terjadi ketika bidang permainannya sama
datar. Semua pemain berada pada posisi yang sejajar, tidak ada yang
lebih tinggi atau lebih rendah. Kita dapat menang bila kita lebih unggul,
sebaliknya dapat kalah bila kita tidak memiliki keunggulan, bukan karena
menjelek-jelekkan kompetitor atau bermain licik dan kasar. Kunci untuk
meredam munculnya permainan kasar dari kompetitor, pada akhirnya
ditentukan oleh siapa yang mau berkolaborasi secara adil (fair) dengan
para kompetitor. Tren yang disebut co-opetition ini menjadi contoh di era
new wave, bagimana pemasar pun semakin menghorizontalkan diri
dengan para kompetitor potensialnya.
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk !
! 102
7. The Rise of New Customer: Digital Native. Salah satu dari tiga konsumen
baru yang berkembang adalah masyarakat tulen New Wave yang
dinamakan Digital Native alias konsumen yang asli digital. Konsumen
yang well-connected dengan dunia digital. Konsumen seperti ini sifatnya
transendental (di luar pengertian dan pengalaman manusia biasa) tidak
terkotak-kotakkan secara umur, demografis, geografis, strata sosial dan
status lainnya. Benang merah dari konsumen baru ini adalah merasa
hidup 24 jam secara horizontal di planet new wave. Sudah saatnya tiap
pemasar untuk mengenali mereka, mengetahui perilaku mereka, dan
mengenali kegelisahan/keinginan (anxiety & desire) yang mereka miliki
pada zaman ini.
8. The Rise of New Customer: New Emerging Youth. Konsumen baru kedua
adalah new emerging youth atau konsumen baru berumur delapan hingga
dua puluh empat tahun yang merupakan generasi muda/baru di era
milenium. Merekalah yang memegang peranan berikutnya di sektor
ekonomi, setelah punahnya generasi baby-boomer dan semakin
menuanya generasi X. Beranjak dewasa dengan berbagai alat teknologi
informasi dan komunikasi, secara otomatis paradigma mereka menjadi
sangat new wave dan serba horizontal. Sudah menjadi keharusan
tersendiri bagi para new wave marketer untuk mengenali, memahami,
dan menghampiri mereka secara horizontal.
9. The Rise of New Customer: New Urban Woman. Konsumen ketiga pada
era new wave kaum wanita urban yang secara kiasan datang dari planet
venus, tetapi kini telah migrasi ke planet new wave. Kaum wanita secara
alami dipandang sebagai pembawa gerakan horizontal, terutama karena
isu-isu seputar perbedaan gender yang dicatat dalam sejarah. Dengan
kecanggihan alat teknologi informasi dan komunikasi saat ini, kekuatan
wanita dalam melakukan word of mouth (dari mulut ke mulut) dan word of
mouse menjadi lebih besar. Mereka yang dapat mengajari para new wave
marketer bagaimana menjadi pemasar yang lebih menunjukkan sisi
emosional dan humanisme.
10. The Connector. Menghubungkan para pemasar dengan lingkungan
bisnisnya, competitor. konsumen, dan para change agents (agen
pembaruan) yang aktif membentuk perubahan tatanan makro mulai dari
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk !
! 103
perubahan teknologi, politik dan legal, ekonomi, social budaya. dan pasar.
Konektor terdiri atas tiga jenis, yaitu mobile interaction, experiental
events, dan social media ada di belahan dunia online dan offline. Dengan
adanya konektor, pemasar di era new wave dapat menerapkan apa yang
dinamakan always-on-connection. Setiap waktu (detik) telah terjadi
koneksi yang menghubungkan perusahaan (company) dengan 3C
lainnya, yaitu change agents, competitor, dan customer, Hermawan
Kertajaya (2009.)
Dari berbagai tren tersebut di atas dapat dikatakan bahwa dengan teknologi
internet dan mobil communication mengalami perubahan begitu cepat. Setiap
pengusaha dituntut untuk mampu memanfaatkan berbagai peluang bisnis
yang begitu terbuka, transparan, cepat, sehingga pengusaha dituntut jangan
sampai ketinggalan zaman/gagap teknologi.
Business to Customer (B2C) Business to customer (B2C) merupakan bagian dari e-commerce yang
biasanya merupakan sarana yang digunakan untuk bertransaksi/proses bisnis
atau melakukan aktivitas jual beli secara online, misalnya untuk mengetahui
jumlah produk yang ada di pasar, atau melakukan proses jual beli barang
secara langsung. B2C merupakan salah satu model e-commerce yang
muncul untuk membantu suatu perusahaan dan konsumen dapat melakukan
transaksi secara elektronik atau online di mana dan kapan saja. B2C adalah
bisnis yang melakukan pelayanan atau penjualan barang atau jasa kepada
konsumen perorangan atau grup secara langsung. Dengan kata lain, bisnis
yang lakukan berhubungan langsung dengan konsumen bukan perusahaan
atau bisnis lainnya. Contohnya, bisnis toko sembako yang menjual barang
kepada konsumen perorangan. B2C mengubah cara atau proses berbelanja
dan lebih berfokus pada ajakan penjual kepada pembeli untuk melakukan
tawar-menawar dalam proses online atau proses jual beli secara tidak
langsung.
1. Berbagai pelayanan B2C
Berbagai layanan yang dapat diberikan oleh B2C, antara lain:
a. Memuat sampel produk yang akan dijual beserta informasi penting
lainnya di internet atau dunia maya;
b. Transaksi pemesanan barang secara online;
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk !
! 104
c. Transaksi pembayaran barang;
d. Transaksi pengiriman barang;
e. Memuat berbagai informasi mutakhir berbagai produk dan atau jasa;
f. Menginformasikan lokasi penjualan dan layanan;
g. Memberikan layanan servis lengkap secara online.
Secara garis besar tipe-tipe pelayanan B2C terbagi menjadi 3 bentuk,
yaitu:
a. Auction Stores. Toko lelang internet sebagai tempat untuk memberikan
pelayanan dalam bidang perdagangan, misalnya untuk mengiklankan
produk perusahaan, cara pembayaran dan sebagainya, sehingga
dapat diketahui juga jika menggunakan pelayanan yang dapat
memaksimalkan keuntungan yang ingin dicapai, karena penawaran
yang sangat banyak dari berbagai negara. Keuntungan dari auction
store:
1) Convenience. Seseorang dapat tetap tinggal di rumah atau kantor,
tetapi dapat berpartisipasi dalam perdagangan atau melakukan
tawar-menawar.
2) Flexibility. Dengan layanan ini dapat menyinkronisasi tawar-
menawar antara penawar dan pelanggan bukan hanya untuk waktu
saat itu saja, tetapi dapat mengetahui proses beberapa waktu
lampau.
3) Increased reach. Layanan internet auction ini dapat memperluas
daerah jangkauan, sehingga tentunya mampu meningkatkan
keuntungan, karena penawaran dapat menjangkau ke pelosok
dunia manapun.
4) Economical to operate. Dengan menggunakan layanan ini makin
memperkecil biaya untuk pengembangan yang dibutuhkan.
5) Inspection of goods. Tidak dapat memungkinkan seseorang untuk
melakukan pemeriksaan barang secara fisik yang akan dibelinya.
6) Potential for fraud. Dapat memungkinkan terjadinya penipuan
karena proses pembayaran dan pengiriman barang yang
cenderung tidak dilakukan secara bersama, sehingga
memungkinkan penjual telah mengirim barang, namun pembayaran
masih belum dapat diselesaikan bersamaan pengiriman barang.
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk !
! 105
b. Online Stores. Layanan ini merupakan tempat untuk menjual/membeli
barang secara digital dengan memilih dan memesan barang dengan
menggunakan internet tanpa harus bertatap muka secara langsung
dengan penjual maupun yang ingin dibeli, contoh situs
www.amazon.com,.
Keuntungan online stores bagi perusahaan:
1) Increased demand, bertambah banyaknya permintaan.
2) Low cost route to globe reach—lini biaya yang rendah menuju
capaian dunia atau global.
3) Cost reduction of promotion and sales—penurunan biaya promosi
dan niaya penjualan.
4) Reduced cost—pengurangan biaya
Keuntungan online stores bagi konsumen:
1) Lower price—harga relatif lebih murah.
2) Wider choice—pilihan yang lebih luas.
3) Better information—informasi yang lebih baik.
4) Convenience—praktis/menyenangkan.
c. Online Services. Layanan ini merupakan tempat untuk meminta
informasi atau servis lain dari perusahaan dengan cepat dan mudah
atau dapat melakukan proses jual beli jasa, misalnya tiket perjalanan,
jasa servis, dan lain-lain, contoh, situs www.travelcity.com. Berbagai
kemampuan yang dimiliki dengan menggunakan layanan internet
dengan model online service antara lain:
1) Instantaneous communications—komunikasi yang segera atau
seketika.
2) Global access—akses global/seluruh dunia.
3) Customization —pembiasaan.
4) Increased availability—tersedianya peningkatan.
5) De-intermediation—de-intermediasilperantara-penengah
6) Consolidation and convergence—konsohdasi dan bersatu di suatu
tempat.
7) Colaboration—kolaborasi/kerja sama.
Ranah pasar online di Indonesia sudah cukup ramai. Salah satu market
place customer to customer (C2C) terbesar di negara ini, adalah Bukalapak,
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk !
! 106
yang diluncurkan “secara tidak resmi” pada bulan Februari 2010. Transaksi
yang dilakukan di layanan escrow dan e-wallet BukaDompet milik Bukalapak.
Jumlah tersebut masih bisa naik jika tim Bukalapak juga menyertakan nilai
transfer bank langsung, yang menurut perkiraan founder Bukalapak, Achmad
Zaky, bisa lebih dari Rp 1,2 miliar per hari. Bukalapak pada tahun 2013
memiliki sekitar 400.000 listing barang aktif dari lebih dari 80.000 penjual.
Achmad mengatakan bahwa sebagian besar penjualnya melakukan kegiatan
jual beli atas dasar hobi. Tidak seperti penjual grosir yang dapat menjual
ratusan produk, sebagian besar penjual Bukalapak hanya menjual beberapa
barang dalam sekali waktu.
Untuk ukuran sebuah perusahaan besar dan berpengaruh, Bukalapak
membuat perusahaannya ramping dengan hanya memperkerjakan sekitar 20
karyawan. Sebagai perbandingan, pesaingnya, Tokopedia yang berada di
peringkat ke-40 di Indonesia berdasarkan Alexa kini memiliki sekitar 60
karyawan. Bukalapak unggul pada kategori yang berhubungan dengan
produk yang didominasi oleh pria seperti sepeda, kamera, alat musik, dan
komputer. Banyaknya barang-barang bermerek pada kategori-kategori
tersebut membantu memperkuat hasil pencarian SEO untuk Bukalapak.
Bukalapak adalah market place berbasis komunitas. Tim Bukalapak
melibatkan diri pada acara-acara komunitas yang diadakan oleh komunitas
sepeda dan kamera. Ia juga menjaga kontak dengan penjual dan mendorong
mereka untuk membangun kelompok penjual dan membantu orang lain
menjual lebih banyak di Bukalapak.
Pada tahun 2017 Bukalapak berhasil meraih nilai Net Promoter
Score (NPS) tertinggi di kategori e-commerce berdasarkan survei yang
dilakukan oleh Hachiko. Bukalapak berhasil mencetak nilai sebesar 6.21% di
kategorinya. Net Promoter Score (NPS) adalah salah satu metode
pengukuran yang digunakan oleh banyak perusahaan di Indonesia maupun
mancanegara untuk menggambarkan kepuasan dan loyalitas pelanggan. Net
Promoter Score juga merupakan metodologi eksklusif yang dikembangkan
oleh Fred Reichheld, Bain & Company, salah satu konsultan manajemen
ternama. Sementara Sametrix System In. Hachiko adalah perusahaan
Indonesia yang mempunyai spesialisasi di NPS. Sebagai partner Net
Promoter Loyalty, Hachiko adalah pemegang lisensi NPS di Indonesia. Begitu
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk !
! 107
banyak penerapan inovasi dan terobosan-terobosan baru, Bukalapak mampu
memberi pelayanan yang terbaik di tengah pergeseran dan perubahan pasar
yang mengarah ke dunia digital.
Net Promoter Score diukur berdasarkan kepuasan pelanggan menurut
layanan yang mereka terima dalam sebuah perusahaan atau produk. Dalam
metode pengukuran ini, pelanggan dibedakan menjadi tiga kategori yaitu:
1) Promoter, dimana pelanggan cenderung antusias terhadap produk atau
jasa sebelum mereka memutuskan untuk membeli atau menggunakannya;
2) Passive, yang menunjukkan bahwa pelanggan merasa puas dengan
produk atau jasa namun tidak antusias dan sewaktu-waktu dapat pindah ke
produk atau jasa yang lebih menarik; 3) Detractor, yakni pelanggan yang tidak
memiliki pengalaman yang baik terhadap produk atau jasa. Sebanyak 1000
responden dengan rentang umur 17-45 tahun di tujuh kota besar di Indonesia
dengan SES A, B dan C diwawancara dalam survei untuk kategori e-
commerce. Survei dilakukan pada bulan Agustus hingga September 2016.
Responden terpilih untuk kategori e-commerce adalah responden yang telah
melakukan transaksi pembelian di salah satu situs e-commerce minimal satu
kali dalam enam bulan terakhir dan menyebutkan salah satu situs e-
commerce yang paling sering digunakan. Hasil survei menunjukkan bahwa
berikut ini merupakan alasan mengapa pelanggan promoter mempromosikan
Bukalapak dibandingkan situs e-commerce lainnya yaitu navigasi website dan
aplikasi, kelengkapan produk, pelayanan pelanggan, dan kegiatan
promosi/marketing.
Menariknya, dalam survei ini juga mengukur sisi emosi pelanggan, yang
dinamakan dengan Net Emotional Value (NEV). Untuk pengalaman
berbelanja di Bukalapak, pelanggan promoter Bukalapak memberikan empat
perasaan utama, yaitu bahagia, aman, tertarik dan suka bereksplorasi. Hal itu
menunjukkan jika pelanggan yang melakukan transaksi di Bukalapak
menyukai bereksplorasi dengan berbagai menu dan pilihan produk dan
tampilan Bukalapak yang mendorong ketertarikan yang tinggi untuk
berbelanja. Selain itu mereka juga merasa aman dan bahagia setelah
melakukan transaksi di Bukalapak. Kepercayaan masyarakat terhadap
Bukalapak juga ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah pengguna hingga
lebih dari 130% selama 12 bulan sehingga jumlah pengguna Bukalapak saat
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk !
! 108
ini lebih dari 11.2 juta pengguna. Tercatat pula, jumlah harian transaksi di
Bukalapak yang mencapai 50 milliar rupiah. Bukalapak adalah contoh sebuah
merek yang fokus membangun pengalaman pelanggan dengan sangat baik.
Jumlah pelanggan promoter yang sangat tinggi menurutnya menjadikan
Bukalapak menjadi perusahaan e-commerce dengan nilai NPS tertinggi. Hal
ini menunjukkan bagaimana Bukalapak mampu dan memahami bagaimana
memudahkan para pengguna di Bukalapak dalam melakukan transaksi. Dia
mengatakan nilai NPS tertinggi menandakan bagaimana seluruh tim
Bukalapak mampu menghasilkan pengalaman terbaik bagi para
penggunanya. Hal itu menurutnya tentu mengefisienkan cara Bukalapak
dalam akuisisi pelanggan, karena pelanggannya sendiri secara sukarela
menjadi alat pemasaran bagi Bukalapak.
Ahmad Zaky owner Bukalapak selalu mengutamakan para pelanggannya,
baik itu pembeli maupun penjual. Penerapan inovasi dalam meningkatkan
kenyamanan berbelanja di Bukalapak ditujukkan dengan adanya layanan
pengiriman cepat dalam sehari bekerjasama dengan perusahaan logistik
terkemuka. Peningkatan layanan berbelanja juga dilakukan melalui
layanan call center yang siap sedia melayani pelanggan selama 24 jam,
kecepatan loading website dan aplikasi yang cepat, serta adanya fitur terbaru
seperti BukaReksa, yang mana merupakan fitur yang menyediakan sarana
berinvestasi reksa dana. Dia mengatakan pada tahun 2017, Bukalapak
memberikan fokus utamanya terhadap efisiensi proses pembelian di
Bukalapak sehingga mudah dan cepat, Marketplus.co.id (2017).
Globalisasi Sudah merupakan sebuah tren untuk menuju ke era ekonomi global yang
menciptakan kompetisi dan kesempatan/peluang bisnis di tingkat global.
Ekonorni kesejagatan atau ekonomi global mendorong munculnya berbagai
peluang pasar di tingkat dunia bagi setiap wirausahawan. Hal itu mendorong
terjadinya globalisasi perdagangan dunia. Laporan McKinsey Global
Institute (MGI) menjelaskan bahwa Era baru “Persaingan-global”
memungkinkan perusahaan mencapai pasar internasional dengan model
bisnis yang kurang padat modal, hal tersebut berdampak pada risiko dan
tantangan bagi berbagai negara dalam memformulasikan sebuah kebijakan
baru untuk mengikuti kecepatan perkembangan fenomena global ini.
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk !
! 109
Pesatnya perkembangan “era-baru” globalisasi yang ter-afirmasi dalam
“aliran-data” dan informasi yang menghasilkan lonjakan pendapatan ekonomi.
Bagaimana sebuah informasi mampu menggerakkan perdagangan barang
melalui transmisi arus informasi dan gagasan, arus data tersebut kemudian
mendeterminasikan pergerakan barang, jasa, keuangan, dan manusia
memasuki fase baru yang didefinisikan oleh arus didaripada perdagangan
barang dan jasa pada abad sebelumnya. Inovasi tidak lagi terbatas pada
sektor teknologi tinggi, namun lebih jauh saat ini telah menjadi fenomena-
global yang mempengaruhi semua sektor kehidupan. Ekonomi digital
merubah ekonomi global, memungkinkan industri kecil menjadi industri
multinasional mikro dengan elastisitas dan dinamika yang mereka miliki. Hal
ini memberi kesempatan yang lebih tinggi bagi para pemula untuk terlahir
secara global, digitalisasi mendorong persaingan karena memungkinkan
model bisnis yang inovatif dan memungkinkan perusahaan untuk meningkat
dengan cepat. Puluhan juta perusahaan kecil dan menengah di seluruh dunia
telah berubah menjadi eksportir dan bergabung dengan pasar e-commerce,
dan bisa bersaing dengan perusahaan multinasional terbesar, Agus Puji
Prasetyono (2017).
Analisa Faisal Basri berjudul Peta Perekonomian Indonesia Memasuki
Era Digital, yaitu dengan mempersiapkan Top 7 Skills.
1. Complex Problem Solving, ketika Negara melalui pemanfaatan teknologi
mampu merubah khayalan dan impian manusia menjadi sebuah inovasi
dengan menghasilkan banyak ragam dan system operasi produk barang
dan jasa yang kompleks, maka hal itu akan meningkatkan globalisasi dan
kemajuan teknologi, berdampak pada banyaknya masalah yang akan
dihadapi. Karena itu teknologi selalu merujuk pada sebuah
“pertimbangan” melalui penerapan pengetahuan tentang sistem kompleks
yang berkaitan dengan struktur dan system dinamik (Funke, 2001).
Teknologi juga dimanfaatkan untuk membuat prediksi di lingkungan yang
kompleks dengan cara melakukan penelitian dan kajian serta expert
judgment dari “domain” pengetahuan tertentu,
2. Critical Thinking, bagaimana tingkat pendapatan global dapat berdampak
nyata bagi kualitas hidup populasi masyarakat dunia. Teknologi
menghasilkan harga murah dengan keuntungan jangka panjang dalam
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk !
! 110
efisiensi dan produktivitas. Dengan teknologi, biaya transportasi dan
komunikasi akan menurun, logistik dan rantai pasokan global lebih efektif,
dan biaya perdagangan akan berkurang, yang itu semua akan membuka
pasar baru dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut
merupakan pencerminan pemikiran kritis dari sebuah proses
intelektualitas aktif dan terampil dalam mengkonseptualisasikan,
menerapkan, menganalisis, mensintesis, yang dihasilkan secara cepat
menggunakan pengamatan, pengalaman, refleksi, penalaran, atau
komunikasi, sebagai panduan untuk keyakinan dalam tindakan. Secara
umum, ini didasarkan pada nilai intelektual universal yang melampaui
pembagian materi pelajaran: kejelasan, akurasi, presisi, konsistensi,
relevansi, bukti yang baik, alasan bagus, kedalaman, keluasan, dan
keadilan.
3. Creativity, yaitu meningkatnya capaian ketika pelaku kebijakan berhasil
mengurangi ketegangan sosial. Dalam hal itu, teknologi merupakan salah
satu alasan utama mengapa pendapatan mengalami stagnasi, atau
bahkan menurun bagi sebagian besar penduduk di negara-negara
berpenghasilan tinggi. Teknologi mengakibatkan permintaan akan pekerja
terampil meningkat sementara permintaan pekerja dengan pendidikan
rendah menurun.
4. People Management, ini menegaskan pada konteks seseorang yang
mampu mengarahkan pada hasil kuat dan berkelanjutan dengan cara
meningkatkan keterlibatan sumber daya manusia yang bekerja untuk
mereka. Sehingga berdampak langsung pada bottom-line.
5. Coordinating with Other, teknologi di-era globalisasi begitu krusial,
sehingga membutuhkan “perpanjangan tangan” yang efektif untuk
meningkatkan skala keuntungan ekonomi. Karena itu dibutuhkan
keterampilan berkoordinasi yang mencakup kapasitas untuk mengatur,
dan menghubungkannya dengan keseluruhan alur kerja mencakup
penanganan krisis, rintangan atau interupsi yang tak terduga.
6. Emotional Intelelligence, digitalisasi memiliki kemampuan untuk memacu
setiap informasi yang diterima oleh masyarakat, sehingga setiap orang
bisa mendapatkan “banjir informasi”, baik yang bersifat lokal-regional dan
internasional, di satu sisi bisa membuat manusia mendapatkan informasi
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk !
! 111
yang diperlukan, tapi di lain pihak menjadi beban berlebih atas seluruh
proses informasi yang diterima oleh setiap manusia atau masyarakat,
sehingga dibutuhkan kecerdasan emosional yang mengidentifikasi dan
mengelola tingkat emosional orang lain.
7. Judgement and Decission Making, keputusan yang baik membutuhkan
tujuan yang jelas, spesifik, terukur, disepakati, realistis dan memiliki
ketergantungan waktu.
Berbagai perusahaan menganggap persaingan di era global dan ekonomi
digital ini merupakan tantangan yang harus diraih dan dijadikan sebuah
peluang untuk mendukung pertumbuhan Indonesia. Tidak banyak
perusahaan siap menghadapi kondisi ini, hanya perusahaan yang didukung
dengan infrastruktur yang memadai, system yang efisien dan efektif dan
pengendalian manajemen yang baik memungkinkan untuk bersaing dan
memenangkan persaingan ini., karena itu perusahaan harus melakukan
evaluasi desain dan merencanakan ulang system yang selama ini telah
berjalan untuk dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan ekonomi
global dan persaingan digital saat ini.
Indonesia memiliki potensi tinggi bersaing di era ini terutama dalam
jumlah penduduk yang besar dengan sejumlah skill yang dimiliki, jumlah
pengguna internet yang terus meningkat, termasuk sumber daya yang
melimpah, sangat berpotensi untuk merebut persaingan di era globalisasi dan
ekonomi digital. Namun demikian masih terdapat beberapa potensi yang
dapat menjadi penghambat untuk mengalahkan persaingan ini, antara lain
belum tersedia infrastruktur digital yang memadai, adanya gap pemanfaatan
dan penguasaan teknologi di berbagai daerah termasuk kota dan desa serta
peraturan yang khusus mengatur ekonomi digital.
Fenomena globalisasi perdagangan dunia memiliki manfaat dan kerugian,
sebagai berikut:
1. Manfaat/keuntungan dari perdagangan dunia:
a. Perdagangan bebas telah diyakini sebagai sarana untuk menciptakan
efisiensi dalam perdagangan.
b. Produk murah dan bermutu akan menggantikan produk mahal dan
yang berkualitas rendah.
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk !
! 112
c. Posisi tawar-menawar antar negara akan memiliki kekuatan yang
sama.
Berdasarkan manfaat ini, seorang pengusaha dituntut harus mampu
menghasilkan produk yang murah, namun bermutu global. Strategi produk
ini akan mampu bersaing di arena perdagangan global.
2. Kerugian dari perdagangan dunia:
a. Produsen Indonesia karena proteksi oleh pemerintah akan mendapat
tekanan berat dalam perdagangan bebas.
b. Pengusaha yang belum mampu bersaing di pasaran internasional akan
kesulitan dalam menghadapi komoditas yang sama dari pesaing luar
negeri.
c. Ketidaksiapan pengusaha Indonesia akan mengakibatkan pasar dalam
negeri akan dibanjiri oleh produk asing yang pada akhirnya akan
mematikan pengusaha domestik/lokal.
d. Kebebasan investasi asing di Indonesia akan mematikan pengusaha
domestik/ lokal.
e. Sumber daya alam Indonesia akan terkuras habis oleh negara maju.
f. Upah buruh yang relatif murah di Indonesia akan menguntungkan
negara maju.
g. Menurunkan ekspor Indonesia karena kalah bersaing dengan produk
negara lain.
h. Meningkatkan impor negara berkembang karena kalah bersaing dalam
harga maupun kualitas produk.
i. Negara Indonesia akan defisit dalam neraca perdagangan karena
impor lebih besar daripada ekspornya.
j. Peluang pasar yang muncul akan direbut oleh negara maju.
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk !
! 113
BAB IV
MENANGKAP PELUANG USAHA
4.1 Menilai Peluang Membuka Usaha/Bisnis Baru
Tidak ada waktu lagi bagi para pemilik perusahaan untuk berpikir perlu-
tidaknya perusahaan terlibat aktif menjaga kelestarian lingkungan. Kini dan di
masa depan, bisnis hijau sudah menjadi keharusan. Sejak awal dekade 1990-
an sejumlah pemikir masalah lingkungan sudah mengingatkan dan memberi
panduan yang cukup bagus dan representatif bagi perusahaan untuk
mengelola perusahaan berdasarkan prinsip-prinsip pembangunan
berkeberlanjutan. Di antara berbagi entilitas yang hidup di masyarakat, entitas
indsutri dan bisnis memang merupakan penyumbang terbesar terhadap
penurunan daya dukung bumi. Terlebih buat industri yang berpotensi
merusak lingkungan seperti industri pertambangan (minyak dan gas, batu
bara, nikel, timah, emas, dan sebagainya), semen, kimia, otomotif,
transportasi, perkayuan, dan masih banyak lagi.
Melalui pemikiran John Elkington pada 1994 telah populer dengan
konsep Triple Bottom Line yang dijabarkan dengan 3P – People, Planet,
Profit . Konsep ini memadukan aspek sosial (people), lingkungan (planet),
dan ekonomi (profit). Ketiga pilar dalam konsep 3P meniscayakan bisnis di
bidang apa pun untuk beroperasi secara berkelanjutan. Ketiga pilar ini pulalah
yang sebaiknya digunakan oleh semua institusi ketika menilai keberhasilan
suatu perusahaan.
! People mengacu pada praktik-praktik bisnis yang fair dan saling
menguntungkan terhadap tenaga kerja serta masyarakat sekitar daerah
tempat suatu perusahaan menjalankan bisnisnya. Tercakup di sini adalah
pemberian upah yang layak, menyediakan lingkungan kerja yang aman
dan jam kerja yang bisa ditoleransi, serta melindungi tenaga kerja, tidak
mempekerjakan anak di bawah umur dan memberikan perhatian pada
aspek kesehatan dan pendidikan tenaga kerja.
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk !
! 114
! Planet ditekankan pada mendesaknya penggunaan energi secara lebih
efisien, terutama untuk sumber daya aalm yang tidak dapat diperbahrui.
Langkah-langkah nyata yang dapat ditempuh misalnya melakukan
efisiensi pemakaian energi, meminimilkan hasil limbah produksi,
mengurangi emisi karbon dioksida (CO2), serta mengolah kembali limbah
menjadi bahan lain yang aman bagi lingkungan.
! Profit dalam pengertian konsep yang berprinsip tidak sekadar mencari
laba sebesar-besarnya demi keberlangsungan perusahaan, tetapi
merujuk pada terciptanya hubungan bisnis yang saling menguntungkan
dan beretika.
Di tingkat operasional, perusahaan juga bisa menerapkan konsep yang
dikembangkan Boston Consulting Group bahwa perusahaan hijau beroperasi
berdasarkan 4 P yaitu: prinsip, proses, produk, dan promosi. Prinsip artinya
perusahaan memilki visi menjadi perusahaan yang ramah lingkungan atau
meminimilkan dampak buruk terhadap alam, yang kemudian dijabarkan
dalam kebijakan dan strategi bisnis yang pro lingkungan. Proses, menyangkut
proses bisnis dengan menggunakan teknologi yang ramah lingkungan,
beroperasi di tempat yang ramah lingkungan, serta proses bisnis lain yang
tidak merusak lingkungan: bahkan, memanfaatkan energi terbarukan,
menekan konsumsi energi, mengurangi emisi, dan menggunakan bahan daur
ulang. Produk, yakni menghasilkan produk atau jasa yang tidak merusak alam
dan bila mungkin menghasilkan produk secara konsisten dari yang telah
dijalankan.
Membangun tatanan bisnis hijau memang membutuhkan tekad dan
komitmen penuh, serta melalui proses yang panjang. Maka, sekecil dan
sesimpel apapun inisiatif para pelaku bisnis untuk membangun perusahaan
hijau, sudah selayaknya diapresiasi dan didorong keberlanjutannya, (Swa,
2017). Di balik fenomena global tersebut tersirat pesan yang sangat jelas
yaitu kalau perusahaan ingin tetap eksis (bahkan berkembang) di industri
atau bisnis, maka perusahaan-perusahaan masa kini dan mendatang wajib
peduli dan terlibat aktif dalam pengelolaan kelestarian lingkungan. Di samping
itu sekarang konsumen juga tanpa disadari telah mengkonsumsi produk lokal
dan sudah dapat memulai mengkonsumsi produk hijau, dengan pertimbangan
bahwa produk lokal lebih ramah lingkungan dari produk non-lokal dari sisi
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk !
! 115
emisi karbondioksida yang dihasilkan. Seperti yang telah dketahui bahwa
karbonmonoksida adalah salah satu unsur penyebab efek rumah kaca yang
mengakibatkan pemanasan global. Karbonmonoksida dihasilkan salah
satunya dari kegiatan transportasi, dimana transportasi yang digunakan untuk
membawa produk dari luar daerah akan lebih banyak membutuhkan
pembakaran energi yang menghasilkan karbonmonosida dibanding produk
lokal yang hanya perlu sedikit pembakaran energinya untuk tansportasi.
Sejumlah temuan penelitian semakin memperlihatkan bahwa di berbagai
negara di seluruh dunia, kepedulian konsumen terhadap kelestarian
lingkungan terus meningkat. Survey Neilsen 2015 telah menemukan sekitar
75% dari generasi milenial yang biasa disebut juga dengan Generasi Z telah
bersedia membayar harga lebih mahal untuk produk atau layanan yang peduli
terhadap aspek keberlanjutan bumi (sustainable offerings). Persentase ini
mengalami peningkatan dibanding tahun sebelumnya (2014) yang mencapai
sekitar 50%. Kelompok milenial ini tak peduli pada kenyataan bahwa mereka
hidup di zaman ketika perekonomian dunia mengalami kondisi yang paling
sulit selama 100 tahun terakhir. Merekalah generasi konsumen masa depan
yang mesti digarap dengan produk dan jasa yang ramah lingkungan,
sehingga sudah saatnya bisnis hijau dihasilkan oleh perusahaan.
Selain itu, sudah saatnya merek-merek yang dapat meningkatkan
reputasi penatalayanan lingkungan (environmental stewardship) dibangun
oleh perusahaan, karena di mata konsumen muda saat ini memiliki peluang
tidak hanya untuk menumbuhkan pangsa pasar, tetapi juga loyalitas di
kalangan generasi milenial sebagai pasar terbesar di masa mendatang. Dari
penelitian tersebut juga disajikan data persentase kesediaan responden
berusia 15-20 tahun yang mau untuk membayar lebih mahal produk dan jasa
yang dihasilkan perusahan-perusahan yang beromitmen memberikan dampak
positif bagi kehidupan sosial dan lingkungan yang juga meningkat tajam dari
55% pada 2014 menjadi 72% pada 2015.
Ternyata, bukan hanya generasi milenial yang punya kesadaran tinggi
terhadap masa depan lingkungan. Survei tersebut juga menemukan, 51% dari
generasi baby boomer (usia 50-64 tahun) yang merupakan segmen pasar
yang penting dan bergairah pada dasarwarsa mendatang untuk produk-produj
tertentu darri berbagai merek yang memilki reputasi bagus
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk !
! 116
terkait sustainability. Segmen ini bersedia membayar lebih mahal untuk
produk dan jasa yang ramah lingkungan. Angka ini naik 7% dibanding tahun
sebelumnya (2014) yang besarnya 44%. Data tersebut memperlihatkan
semakin kuatnya kecendurungan pola konsumsi dan gaya hidup masyarakat
global yang kian peduli pada kelestarian lingkungan.
Dengan adanya banyak faktor yang menyebabkan perusahan-
perusahaan harus merubah orientasi bisnisnya, maka kesempatan inilah yang
memberikan peluang bisnis bagi pengusaha untuk mendirikan usaha baru
yang ramah lingkungan. Memang sering kali seseorang berhasrat untuk
mendirikan usaha baru karena didorong oleh adanya peluang yang
membentang di hadapannya, tempat tinggalnya dan juga memiliki impian dan
optimisme yang berlebihan. Untuk meredam adanya impian dan optimisme
yang berlebihan tersebut, sebaiknya sebelum mengambil keputusan untuk
menangkap peluang usaha baru, tidak salah jika seorang usahawan perlu
melakukan evaluasi secara cermat atas peluang-peluang yang ada.
Langkah selanjutnya adalah mengevaluasi berbagai peluang tersebut.
Evaluasi berbagai peluang usaha yang ada dapat dilakukan melalui
konsultan, atau orang-orang yang telah berpengalaman di dunia bisnis
sejenis, dapat juga setidak-tidaknya meminta tolong untuk dievaluasi oleh
orang-orang yang akan menjadi mitra usaha, para penanam modal atau
investor, atau partner lain yang akan dilibatkan dalam usaha tersebut.
Menurut Bygrave (1994) ada tiga komponen utama yang sebaiknya diteliti
dan dievaluasi bagi seseorang yang ingin sukses untuk membuka usaha
baru. yaitu:
1. The opportunity. Apakah dengan adanya suatu kesempatan tersebut
wirausahawan mampu menangkap dan menjalankannya di kemudian
hari.
2. The entrepreneur (and the management team). Apakah wirausahawan
mampu membentuk suatu tim manajemen yang solid.
3. The resources needed to start the company and make it grow/ kebutuhan
berbagai sumber daya untuk memulai usaha dan pertumbuhan
perusahaan. Apakah berbagai sumber daya yang mungkin diperlukan
mampu disediakan wirausahawan, minimal sumber bahan baku, sumber
daya manusia, sumber daya modal. Lebih jauh jika memungkinkan
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk !
! 117
mampu menguasai faktor produksi utama atau 6M (man, money, material,
machine, method, dan market) plus sumber daya tanah dan manajemen.
Ketiga hal tersebut menjadi kunci atau komponen utama yang dapat
menentukan sukses gagalnya wirausahawan menjalankan bisnis atau usaha
dan tentu masih banyak komponen lainnya.
Kesempatan berkewirausahaan suatu nilai yang mampu menciptakan
inovasi dalam pasar potensial yang ramah lingkungan. Suatu inovasi yang
tepat, waktu dan keinginan yang mampu menciptakan nilai tambah bagi
pembeli atau pengguna yang berminat. Kreativitas dan inovasi adalah
tuntutan bagi para pebisnis (apapun usahanya) agar kesempatan dan
peluang dapat ditangkap dengan baik oleh wirausahawan. Dengan kata lain
kreativitas dan inovasi mampu menangkap peluang di berbagai relung/ceruk
pasar baik di tingkat lokal, regional maupun internasional.
4.2 Strategi Menangkap Peluang Usaha
Menangkap peluang usaha/berdagang adalah sesuatu yang sangat berisiko
dan penuh ketidakpastian, namun di balik itu ada potensi yang menjanjikan
bila usaha tersebut sukses. Semuanya mungkin dan pasti akan terjadi. Ada
kalanya untung dan ada kalanya rugi. Untung rugi adalah hal yang biasa
artinya tidak ada jaminan bahwa setiap usaha/bisnis/perdagangan selalu
mendatangkan keuntungan. Risiko senantiasa ada di manapun.
Wirausahawan bisa saja menghindar di satu risiko, namun bisa jadi menemui
jenis risiko lainnya.
Poin-poin berikut merupakan jawaban dari pertanyaan bagaimana
strategi wirausahawan menghadapi usaha yang selalu berpeluang untung
dan atau berpeluang rugi:
1. Pada saat usaha mengalami/berpeluang untung
Keuntungan atau laba itu harus digunakan untuk menghasilkan keutungan
baru berikutnya. Uang harus dijadikan uang untuk menghasilkan uang lagi
yang lebih banyak lagi. Wirausahawan setelah mengalami keuntungan jika
mungkin bukan untuk mencari utang atau menimbun utang dan atau
menambah beban atau untuk berfoya-foya, karena kecenderungan ini
justru akhirnya akan menjadi sebaliknya yaitu kegagalan usaha.
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk !
! 118
Pendapat Robert T. Kiyosaki dan Sharon L. Lechter (2005) dalam
buku Rich Dad's: Retire Young Retire Rich. Orang dengan konteks kaya
mungkin berkata. "Saya harus meningkatkan IQ Keuangan/finansial,
sehingga bekerja lebih sedikit, tetapi mampu menghasilkan lebih banyak
uang". Dari saran ini. uang/keuntungan harus diinvestasikan, sehingga
menghasilkan uang baru walaupun kita bekerja lebih sedikit. Dijelaskan
pula mengenai Cash Flow Quadrant bagaimana wirausahawan mencapai
posisi kuadran (sebagai investor), sehingga uang bekerja untuk kita.
2. Pada saat usaha mengalami/berpeluang gagal/rugi
Pada saat usaha mengalami gagal atau rugi jangan sampai wirausahawan
putus asa. Kegagalan harus dapat dijadikan sebagai guru atau
pengalaman yang berharga karena wirausahawan dapat mempelajari
berbagai kesalahan, kekurangan, kelemahan, dan atau kegagalan,
sehingga di kemudian hari minimal dapat menghindari berbagai faktor
penyebab kegagalan yang sama. Bila bisnis tidak maju seperti yang
diharapkan wirausahawan tetap harus tabah, contoh: keuletan pendiri
usaha jamu/kosmetika Mustika Ratu. Ny. B.R.A. Mooryati Soedibyo
bertahun-tahun sabar menjalankan bisnis dari nol dengan modal Rp
25.000 dan 2 karyawan. Namun kini usaha yang dari nol tersebut telah
menjadi perusahaan besar tidak saja dikenal di dalam negeri tetapi sudah
dikenal di luar negeri berkat kegigihan, keuletan, kesabaran dan kerja
kerasnya (yang tidak dapat dipinjam dari bank atau lembaga keuangan
manapun).
Berbagai penyebab utama kegagalan menangkap peluang usaha antara lain:
1. Dalam berusaha wirausahawan masih sering bersikap hangat-hangat tahi
ayam atau bagai buih sabun (bersemangat pada tahap awal-awal saja,
namun lama-kelamaan dingin, putus asa atau menyerah) setelah itu
berhenti, menyerah dan lenyap/hilang tidak terdengar lagi.
2. Dalam berusaha wirausahawan sering kali sekadar ikut-ikutan atau
mengikuti tren yang ada di sekitar kita atau ikut-ikutan teman dekat.
3. Wirausahawan kurang dedikasi atau tidak sepenuh hati dalam bisnis yang
telah dirintisnya.
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk !
! 119
4. Perencanaan dan pengelolaan keuangan wirausahawan yang buruk (tidak
memisahkan keuangan untuk perusahaan/usaha dengan keuangan untuk
pengeluaran pribadi atau keluarga).
5. Pengalaman wirausahawan dalam manajemen/pengelolaan usaha yang
minim dan buruk. kurang disiplin atau tidak terencana dengan matang dan
tidak bersistem/kurang sistematis.
6. Wirausahawan memilih lokasi usaha awal yang sering kali asal-asalan,
lokasi usaha yang tidak strategis.
7. Pengendalian bisnis wirausahawan yang tidak konsisten/ kurang teliti
(kutil).
8. Manajemen wirausahawan dalam piutang atau penagihan yang buruk dan
tidak tegas.
9. Kurang diyakini wirausahawan bahwa bisnisnya dapat berhasil/ kurang
iman (kuman).
Wirausahawan adalah seseorang yang berpotensi menjadi kaya dan
berpotensi mendapatkan keuntungan besar dibandingkan orang yang
mendapatkan gaji (setiap bulannya hampir dapat dipastikan tidak mencukupi
untuk pengeluaran hidup sebulan dengan gaya mewah). Hal ini dapat dilihat
dari bukti:
1. Karyawan. Berpenghasilan tetap bulanan. untuk biaya hidup tidak cukup
untuk pemenuhan biaya hidup satu bulan. Ada candaan yang berbunyi:
"Gajinya 15 koma bukan 15 juta koma. tetapi setelah tanggal 15 dalam
bulan sudah koma (konon mati suri/stres, bahkan ada yang 10 koma".
2. Usahawan. Tetap berpenghasilan. penghasilan sebulan ada potensi dapat
untuk biaya hidup berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun, bila usahanya
sudah dapat dijual dengan pola atau sistem waralaba atau telah
memperoleh hak intellectual property rights (sudah dipatenkan atas suatu
merek. cipta. dagang. dan hak lainnya.HAKI (Hak Atas Kekayaan
Intelektual), maka seorang usahawan tidak berusaha pun uang datang
sendiri (memperoleh franchise fee, pendapatan biaya lisensi dan atau
berbagai royalti/bagi keuntungan dan pendapatan lainnya).
Kegagalan seorang dalam berusaha sering kali disebabkan oleh hal-hal
yang remeh atau sepele yang sebenarnya dapat dicatat, sehingga di
kemudian hari dapat dihindari atau tidak mengulang kekurangan-kekurangan
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk !
! 120
yang sama. Terdapat sembilan kekurangan dalam bisnis yang sering menjadi
pembuat kegagalan usaha. yakni:
1. Kuna akronim dari kurang bijaksana. Wirausahawan dalam mengelola
bisnis terutama dalam pengelolaan keuangan tidak ada pemisahan antara
keuangan rumah tangga dan perusahaan/usaha. Penggunaan uang harus
selalu secara bijaksana. Bagaimana sulitnya memperoleh uang dan
bagaimana memberi nilai uang agar lebih bermakna.
2. Kudis akronim dari kurangnya disiplin. Wirausahawan dalam berusaha
tidak disiplin, terutama kurang disiplin (tidak tepat waktu) dalam melayani
order kepada pelanggan atau tidak disiplin dalam pengelolaan/manajemen
umum, pengawasan/pengendalian. dan lain-lain.
3. Kutu akronim dari kurang bermutu. Terutama produk dan atau jasa serta
layanan yang tidak atau kurang bermutu diberikan kepada calon ataupun
pelanggan atau para pemangku kepentingan perusahaan.
4. Kurap akronis dari kurang rapi. Wirausahawan dalam banyak hal mulai
dari dalam perencanaan, pengelolaan, pengorganisasian, dan
pengendalian usaha. Apalagi wirausahawan sering kurang rapi dalam
pengepakan produk atau kurang rapi dalam pelayanan jasa kepada
pelanggan.
5. Kutang akronis dari kurang tanggung jawab. Terutama dalam menanggapi
setiap keluhan produk-produk cacat atau yang diretur/ditolak/dikembalikan
karena tidak sesuai selera konsumen dan atau jasa yang diberikan. Atau
kurang tanggung jawab dalam menanggapi keluhan yang ada dari para
pelanggan atau pembeli produk dan atau jasa. Prinsip zero complain
dapat diupayakan untuk diterapkan oleh wirausahawan.
6. Kutil akronim dari kurang teliti. Dalam banyak hal wirausahawan kurang
teliti terutama dalam pencarian bahan baku produk (ingat kualitas produk
85% ditentukan oleh bahan baku). Kurang teliti dalam perencanaan dan
kurang teliti dalam pembukuan serta pengawasan usaha.
7. Kusir akronim dari kurang serius. Wirausahawan dalam menjalankan
usaha kurang serius. terutama dalam pengelolaan usaha. Sering kali
hanya sambil lalu atau sebagai usaha sampingan/isengiseng saja dan
tidak serius menjalankannya.
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk !
! 121
8. Kujur akronim dengan kurang jujur. Wirausahawan berlaku kurang jujur
dengan konsumen, pemasok atau kujur kepada para pemangku
kepentingan.
9. Kuman akronim dari kurang beriman. Sering kali wirausahawan dalam
berusaha kurang dilandasi oleh iman yang kuat. Seharusnya. dalam bisnis
ada keyakinan kuat bahwa bisnis yang dipilih dan digelutinya akan
berhasil dengan baik di kemudian hari, bila dikerjakan dengan dilandasi
iman yang kuat. Karena dengan iman, wirausahawan diawasi oleh-Nya.
Bila wirausahawan takut dengan-Nya, kejujuran, kelemahlembutan,
kerendahan hati, sopan santun, tidak korupsi dan sebagainya harus
diupayakan dalam seluruh sepak terjang bisnis.
Jika kesembilan kekurangan tersebut terjadi pada bisnis atau usaha Anda.
kekurangan-kekurangan tersebut harus diminimalkan atau dilawan (versus)
dengan tindakan-tindakan yang seharusnya, misalnya seharusnya
kekurangan-kekurangan tersebut dapat diantisipasi dengan keharusan atau
seharusnya, seperti pada Tabel 1.3 berikut ini:
Tabel 4.1 Kekurangan Versus Seharusnya bagi Wirausahawan
No. Kekurangan vs Seharusnya
1 Kuna = kurang bijaksana vs Hana = harus bijaksana
2 Kudis = kurang disiplin vs Hadis = harus disiplin 3 Kutu = kurang bermutu vs Hatu = harus bermutu
4 Kurap = kurang rapi vs Harap = harus rapi 5 Kutang = kurang tanggung jawab vs Matang = mari tanggung jawab
6 Kutil = kurang teliti vs Watel = wajib teliti
7 Kusir = kurang serius vs Hasir = harus serius 8 Kujur = kurang jujur vs Hajur = harus jujur
9 Kuman = kurang beriman vs Haman = harus beriman
Sumber: Saiman (2009)
Selanjutnya terdapat beberapa strategi yang dapat digunakan
wirausahawan dalam memilih jenis usaha , sebagai berikut:
1. Wirausahawan biasanya memilih jenis usaha yang paling disukai (bermula
dari hobi) seperti pendiri bisnis jamu/kosmetika Mustika Ratu diawali
dengan keterampilan sejak kecil sebagai puteri keraton.
2. Sebaiknya jangan memilih bisnis yang telah besar walaupun kemampuan
keuangan mungkin cukup memenuhi. Lebih baik usaha dari yang kecil
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk !
! 122
agar dapat belajar dari setiap proses dan persoalan bisnis yang terjadi.
Karena masalah pasti ada dan akan selalu datang. Masalah dapat
diselesaikan jika masalah itu ada dan masih dalam skala kecil, namun
dapat belajar dari masalah yang kecil/ringan terlebih dahulu.
3. Sebaiknya jangan memilih jenis usaha secara musiman. Lebih baik
berusaha/berdagang kecil-kecilan, karena berusaha/berdagang kecil-
kecilan akan memiliki peluang untuk berkembang. Usaha musiman bukan
saja tidak dapat berkembang, melainkan akan menghadapi masalah
modal atau ketersediaan dana yang siap untuk dicairkan. Lebih baik
"Alon-alon asal kelakon" daripada "Kelakon alon-alon". Maksudnya pelan-
pelan tetapi jalan daripada perjalanan usahanya tiba-tiba menjadi pelan-
pelan.
4. Bagi calon wirausahawan yang memiliki modal dapat memilih bisnis -
wirausaha dengan modal atau sistem waralaba (franchise) terutama
memilih yang telah terbukti sukses dalam jangka panjang dan bahkan
tahan terhadap krisis moneter. Jenis usaha ini dapat dijadikan jalan pintas
karena tidak repot dengan sistem atau format bisnis. Tidak memakan
waktu lama untuk memperkenalkan produk dan umumnya tidak direpotkan
dalam pembuatan produk dari awal. Beberapa industri/usaha yang sudah
diwaralabakan baik untuk tingkat nasional maupun internasional yang
dapat dipilih disesuaikan dengan modal yang dimiliki seperti usaha,
(Saiman, 2009):
a. Automotive dengan ikutan bisnisnya (service, car wash, rental, dll.).
b. Rumah makan (fast food/food and beverages) dan sejenisnya.
c. Kesehatan dan olahraga (fitness center, poliklinik, apotik, salon
kesehatan, dll.).
d. Penginapan (losmen, motel, hotel jenis penginapan lainnya).
e. Salon (personal care & beauty, dll.)
f. Printing/copying/neon signing dll.
g. Agen property, ticketing. real estates. dll.
h. Pelayanan komunikasi.
i. Usaha wisata/tourism (tour & travel, wisata rohani, dll.)
j. Rental and service (mobil, bus, truk. Rumah, alat-alat berat, dll.).
k. Renovasi (Repairs, decoration, services rumah, kantor, dll.).
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk !
! 123
l. Konsultan/consultant (tax, construction, manajemen, dll.).
m. Hubungan masyarakat dan periklanan.
n. Jasa pendidikan dan pelayanan bagi anak-anak.
o. Jasa rekreasi, wisata, dan hiburan.
p. Jasa bimbingan belajar.
q. Jasa titipan kilat, pengangkutan
r. Jasa tenaga kerja (recruitment, head hunter and outsourcing).
s. Jasa pendidikan, pelatihan, dan pendidikan keahlian (kursus-kursus).
t. Jasa penyelenggaraan seminar, meeting, event organizer (EO).
5. Memilih usaha tanpa modal (modal ringan), misalnya menjadi agen,
penyalur produk dari suatu perusahaan atau usaha tanpa modal (modal
ringan) lainnya dengan menjalankan usaha sistem Multilevel Marketing
(MLM). MLM adalah suatu metode bisnis alternatif yarg berhubungan
dengan pemasaran dan distribusi yang dilakukan melalui banyak level
(tingkatan) yang biasa dikenal dengan istilah Upline (tingkat jaringan atas)
dan Downline (tingkat jaringan bawah), contoh Oriflame, Tianshi,
Prudential.
4.3 Motivasi Berprestasi
Sangat penting bagi wirausahawan untuk mengenal setiap kekuatan dan
kelemahan yang terdapat dalam diri sendiri. Karena setiap manusia memiliki
kekuatan dan kelemahan, akan sangat baik bagi bila menutup kelemahan
tersebut dengan menonjolkan kekuatan. Dan, kekuatan maupun kelemahan
sebenarnya adalah faktor-faktor yang dapat mendorong pencapaian cita-cita
dan tujuan. Semakin seseorang meyakini bahwa dirinya dapat mengelola
berbagai kekuatan dan kelemahan, maka semakin yakin bahwa dirinya dapat
mewujudkan suatu prestasi. Meyakini makna prestasi diri adalah meyakini
bahwa diri telah mengenal cara-cara mengembangkan kekuatan-kekuatan
yang ada.
Memahami kekuatan dan kelemahan diri sendiri serta mau melakukan
hal-hal untuk meningkatkan prestasi merupakan modal dasar pengusaha.
Konsekuensinya, pengusaha harus mampu mawas diri dan mau serta mampu
mengatasi kendala yang dihadapi dalam pengenalan diri. Tidak menutup diri
dan mau melakukan komunikasi yang efektif dapat menjadi umpan balik
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk !
! 124
sampai seberapa jauh upaya mengenal diri sendiri telah dilakukan dengan
tepat. Perilaku diri sendiri perlu dideteksi, baik melalui psikotes atau
melakukan proses penyadaran diri sendiri, sehingga kadar motivasi prestasi
dapat diidentifikasi.
Mengembangkan pribadi wirausaha identik dengan mengembangkan
perilaku wirausaha, yaitu melalui langkah awal mengenali diri sendiri beserta
kendala yang dihadapi. Ciri-ciri pribadi wirausaha yang berhasil adalah:
a. Memiliki orientasi pada tindakan dan memiliki motivasi yang tinggi dalam
mengambil risiko untuk mengejar tujuan.
b. Dapat mendayagunakan kekuatan-kekuatan yang dimiliki dan mengurangi
kelemahan-kelemahan yang ada.
c. Mempunyai perilaku yang agresif dalam mengejar tujuan atau berorientasi
pada tujuan dan hasil.
d. Mau dan mampu belajar dari pengalaman dalam menjalankan perusahaan
dari waktu ke waktu.
e. Memupuk dan mengembangkan pribadi unggul secara terus-menerus.
Para ahli mengemukakan bahwa seseorang memiliki minat
berwirausaha karena adanya suatu motif, yaitu motif berprestasi. Motif
berprestasi adalah suatu nilai sosial yang menekankan pada hasrat untuk
mencapai hasil terbaik guna memperoleh kepuasan pribadi. David C.
McClelland (1971) mengelompokkan kebutuhan menjadi tiga (dikenal dengan
Tiga Motif Sosial), yaitu:
1. Kebutuhan berprestasi wirausaha (n-Ach), merupakan hal yang menjadi
pusat perhatian dan penelitian David C. McCleland selama lebih kurang
25 tahun. Hasil penelitian tersebut mengungkapkan bahwa orang-orang
yang memiliki n-Ach yang tinggi pada umumnya memiliki ciri-ciri:
a. Senang menetapkan sasaran kerja yang menantang, mengandung
unsur moderate risk, dan menghindari:
1) tugas dan tanggung jawab yang terlalu mudah untuk diselesaikan,
karena tantangannya rendah.
2) tugas dan tanggung jawab yang terlalu sukar untuk diselesaikan,
karena keberhasilan lebih banyak dipengaruhi oleh faktor
keberuntungan.
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk !
! 125
b. Selalu merasa bahwa apa pun yang terjadi, sebagian besar menjadi
tanggung jawabnya (personal responsibility).
c. Dalam bekerja selalu ingin memperoleh umpan balik (using feedback).
Jadi, bagi orang-orang yang memiliki n-Ach yang tinggi, uang bukanlah
pemicu motivasi tetapi lebih berperan sebagai tolok ukur pencapai
sasaran.
2. Kebutuhan akan kekuasaan (n-Pow), merupakan hasil penelitian yang
lama, di mana McClelland menemukan bahwa orang dengan n-Ach yang
tinggi tidak membuat seseorang menjadi manajer yang efektif, sebab
seorang manajer harus dapat memengaruhi, membujuk, atau memberi
inspirasi kepada bawahannya. Dalam hal inilah n-Pow diperlukan. Ciri-ciri
dari seseorang dengan n-Pow yang tinggi adalah:
a. Berusaha untuk selalu memengaruhi orang lain atau membuat orang
lain kagum terhadapnya.
b. Lebih mementingkan hasil akhir daripada proses.
c. Mempunyai dorongan kuat untuk dilihat sebagai penyelamat,
pembantu, penolong, atau 'pahlawan:
Seperti yang telah diungkapkan, n-Pow tidak selalu harus mempunyai
konotasi negatif, sebab pada kenyataannya beberapa jabatan atau
pekerjaan, seperti guru dan manajer, memerlukan n-Pow.
3. Kebutuhan untuk berafiliasi (n-Aff), merupakan kebutuhan yang berkaitan
dengan memantapkan, melestarikan, atau memperbaiki hubungan dengan
orang lain. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa n-Aft berfokus pada
usaha untuk membina suasana persahabatan dan menghimpun teman.
Hasil riset mengungkapkan bahwa orang dengan n-Aff yang tinggi
memiliki ciri-ciri:
a. Dalam bekerja lebih mementingkan suasana antara orang-orang yang
bekerja dibandingkan dengan pekerjaannya sendiri.
b. Lebih memerhatikan reaksi atau sikap orang lain terhadapnya dan
merasa tidak nyaman bila orang lain bersikap kurang bersahabat.
c. Dalam melaksanakan tugas sangat dipengaruhi oleh siapa yang akan
menjadi rekan kerja. Jadi pertimbangan utamanya bukanlah apakah
suatu pekerjaan menarik atau menantang, tetapi dengan siapa is akan
bekerja.
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk !
! 126
Dalam hal motif, n-Ach, n-Pow, atau n-Aff adalah sesuatu yang dimiliki oleh
semua orang. Walaupun demikian, salah satu akan tampil sebagai motif
sosial yang dominan. Menurut Stephen P. Robbins (2007), kebutuhan yang
kedua dan ketigalah (n-Pow dan n-Aff) yang erat kaitannya dengan
keberhasilan manaier saat ini, sedangkan kebutuhan yang pertama (n-Ach)
mencirikan seseorang menjadi wirausaha karena memiliki motivasi yang kuat
untuk berprestasi.
Selanjutnya apa saja yang didapatkan baik disadari maupun tidak,
sebenarnya merupakan hasil dari proses kekuatan alam bawah sadar.
Memang tidak banyak orang yang menyadari bahwa dengan menggunakan
dan mengelola alam bawah sadar akan menghasilkan kekuatan yang tidak
terhingga. Perlu diyakini apa yang didapatkan hari ini sebenarnya sudah
pernah dibayangkan sebelumnya atau pernah terlintas dalam otak, imajinasi,
atau bahkan dalam mimpi walau hanya sesaat. Sudah tentu bukan berarti
menjadikan hanya sebagai pengkhayal tanpa melakukan kegiatan atau
aktivitas apa pun.
Goerge W. Ladd, seorang ahli ekonoini dari Iowa State University yang
menulis buku berjudul Artistic Research Tools for Scientific Minds,
mengemukakan suatu pemikiran yang menarik melalui proses mental bawah
sadar berupa imajinasi dan intuisi yang dapat membantu kemajuan usaha.
Proses mental bawah sadar dapat membantu wirausahawan melaksanakan
kegiatan sehari-hari. Banyak gagasan berasal dari proses pikiran bawah
sadar, namun tidak semua orang bisa memanfaatkannya. Kerugian yang
didapat bila pikiran/gagasan yang muncul saat ini tidak segera dimanfaatkan
adalah pikiran/gagasan tersebut belum tentu muncul lagi di masa yang akan
datang.
Menggunakan kekuatan yang terfokus pada keinginan untuk merasakan
suatu kesenangan atau kesengsaraan mampu menimbulkan energi dasyat
dalam hidup. Pertanyaannya adalah apakah wirausahawan sudah dapat
membayangkan kesenangan dan kesengsaraan di masa depan yang secara
emosional mampu menggerakkan motivasi diri wirausahawan?. Sehelum
kesengsaraan menimpa wirausahawan, saat inilah waktu terbaik untuk
memulai dan wirausahawan harus memiliki tujuan hidup yang jelas serta
impian yang kuat. Tetapkan apa yang akan wirausahawan lakukan pada 5,
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk !
! 127
10, 15, atau 20 tahun mendatang. Tulislah tujuan tersebut dengan jelas serta
cantumkan tahapan-tahapan untuk meraihnya. jangan biarkan tujuan hanya
berada di angan-angan, sehingga apa yang dilakukan wirausahawan menjadi
tidak terfokus dan tidak terarah.
Gunakan konsep AKU, yaitu A=Ambisi, K=Kekuatan atau Kelemahan,
dan U=Usaha. Ambisi menggambarkan harapan dan impian atau cita-cita
yang kuat untuk didapatkan atau berusaha diwujudkan. Setiap kekuatan yang
dimiliki sebagai pendorong atau motivator melakukan aktivitas pencapaian
dan mengalahkan kelemahan yang terdapat pada diri wirausahawan, serta
usaha merupakan sesuatu yang secara bertahap akan dilakukan
wirausahawan baik hari ini, besok, tahun depan, 5, 10, 15, atau 20 tahun ke
depan.
Apa yang sudah digambarkan dalam konsep AKU tersebut usahakan
direkam secara jelas dalam pikiran alam bawah sadar wirausahawan,
sehingga ibarat mengemudi sebuah mobil, wirausahawan tidak perlu berpikir
lagi kapan harus menggunakan perseneling, rem, kopling, dan membelokkan
stir mobil, yang semuanya secara otomatis dapat terjadi melalui gerakan-
gerakan sistemik. Seperti ketika sedang mengendarai mobil atau motor dan
ada orang yang menyeberang, maka secara otomatis wirausahawan akan
mengurangi kecepatan dengan menginjak rem atau mengurangi pedal gas.
Saat itu, wirausahawan tidak lagi bertanya-tanpa apa yang akan dilakukan,
terutama bila orang menyeberang mendadak. Pasti wirausahawan mengerem
tanpa berpikir panjang karena semua itu sudah terekam di alam bawah sadar.
Demikian juga dengan tujuan hidup dan tahapan yang dibuat wirausahawan
sudah selayaknya seperti itu. Demikian juga bila seseorang berfokus pada
keinginan untuk menjadi pengusaha, kapan pun dan di mana pun pikiran
akan mengarah pada tujuan tersebut. Secara otomatis, gagasan-gagasan
usaha akan bermunculan dan akan merasa berada di antara begitu banyak
peluang bisnis yang dapat dikerjakan, seakan melihat orang-orang yang
begitu mudah menjalankan bisnis dan seseorang akan tergerak untuk segera
menirunya.
Pikiran manusia dapat dikelompokkan menjadi dua: pikiran sadar
(conscious mind) dan pikiran bawah sadar (sub-conscious mind). Pikiran
bawah sadar memiliki kekuatan yang sangat besar. Dr. Brian Tracy, seorang
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk !
! 128
ahli psikologi dan motivator terkenal, sebagaimana dikutip Andrew How dalam
buku Highway to Success, mengatakan bahwa pikiran bawah sadar memiliki
kekuatan 30 ribu kali lipat pikiran sadar. Tapi sayangnya, kebanyakan
manusia hanya menggunakan kira-kira 10% dari pikiran bawah sadar itu. Lalu
apa yang dapat dimanfaatkan dari kekuatan pikiran bawah sadar terkait
usaha atau pekerjaan seseorang untuk mengubah pola pikir dan keberanian
menjadi pengusaha? Pikiran bawah sadar mampu mengontrol tindakan
secara otomatis. Bila seseorang salah dalam memikirkan sesuatu dan sudah
menjadi bagian dari alam pikiran bawah sadar, maka hasil yang akan keluar
berupa tindakan juga akan keliru. Bila seseorang telah memprogram bahwa
diri untuk tidak mampu menjadi pengusaha, maka berarti dia telah berbicara
dengan diri sendiri (self talk) bahwa tidak mampu. Akibatnya, akan berhenti
berusaha karena yakin tidak bisa. Sebaliknya bila seseorang mempunyai
keyakinan akan mampu menjadi pengusaha sukses, maka hasilnya juga akan
positif, karena akan menggunakan segala daya upaya untuk meraihnya.
Pada kenyataannya, sebagian besar manusia hanya menggunakan
sekitar 12 pikiran sadarnya dan sisanya 88 % dengan pikiran bawah sadar.
Dengan demikian, terlihat bahwa sebenarnya pikiran bawah sadar sangat
menentukan kehidupan ini. Dalam bukunva Piece of Mind, Sandy McGregor
menjelaskan hukum dan bahasa pikiran bawah sadar sebagai berikut:
"Pikiran bawah sadar tidak mengetahui perbedaan antara imajinasi dan
kenyataan. Pikiran bawah sadar tidak memiliki mekanisme untuk mengenal
hal yang nyata dan tidak nyata”.
Misalnya seseorang bermimpi kebanjiran, hampir tenggelam, dan semua
pakaian basah. Dalam mimpi, seseorang berlari dan berusaha untuk
berenang. Adrenalinnyapun mengalir deras dan denyut jantung menjadi lebih
cepat seperti benar-benar sedang berusaha melarikan diri dan berenang.
Tetapi, mekanisme apakah yang mengatakan kepada seseorang tersebut,
"Oh iya, tidak ada apa-apa kok. Aku baik-baik saja dan sebenarnya tidak ada
banjir." Mekanisme tersebut adalah pikiran sadar karena terbangun dan
berkata, "Wah, ternyata hanya mimpi..." Pikiran bawah sadar sedang
bermimpi, sehingga tidak bisa membedakan antara kenyataan dan imajinasi
sebab ia berpikir sedang berusaha menyelamatkan diri dengan berenang.
Kondisi itulah yang bisa dimanfaatkan karena seseorang dapat mengelabui
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk !
! 129
pikiran bawah sadar untuk melakukan hal apa pun yang bermanfaat. Bila
sedang menghadapi pekerjaan yang membosankan, seseorang bisa
mengelabui dengan berpikir seolah-olah pekerjaan itu menyenangkan.
Demikian juga seseorang bisa menggunakan hal yang sama untuk
mengelabui bahwa seseorang pasti bisa jadi pengusaha. Ketika keyakinan itu
tumbuh dan telah mengelabui pikiran bawah sadar, maka gerak langkah pun
akan mengarah pada upaya untuk menjadi pengusaha.
Prof. George W Ladd dalam Buchari Alma (2005) menguraikan
beberapa faktor atau kondisi yang mendorong semakin produktifnya pikiran
bawah sadar, yaitu:
1. Sikap ragu-ragu (doubt). Jika seseorang ragu-ragu tentang sesuatu hal
yang sedang dipikirkan, maka pikiran bawah sadar akan membantu
menciptakan gagasan pemecahan.
2. Sikap berani (venturesome attitude). Seseorang tidak akan berani
mencoba jika takut untuk berbuat salah, maka jangan takut berbuat salah,
karena kesalahan itu adalah hal yang biasa dan kegagalan tidak bisa
diramalkan secara tepat.
3. Bermacam-macam pengalaman, memori, dan ketertarikan yang dimiliki
seseorang akan sangat membantu memanfaatkan pikiran bawah sadar.
Dengan demikian, akan mampu membuat jalinan hubungan antar
berbagai masalah yang dihadapi.
4. Persiapan yang sempurna dan sungguh-sungguh dan merenungkan
masalahnya secara jelas, maka pikiran bawah sadar akan membantu
mengeluarkan gagasan yang bermanfaat.
5. Menyerah sementara. Jika tidak bisa memecahkan masalah, ada kalanya
seseorang menyerah sementara hingga muncul gagasan baru.
6. Istirahat atau santai (relaxation). Waktu aktifnya proses bawah sadar
seseorang berbeda-beda, ada yang aktif di malam hari, pagi hari, bahkan
ada juga yang harus tidur terlebih dahulu untuk mendapatkan inspirasi.
7. Menulis (writing). Banyak kejadian di mana seseorang menemukan pikiran
bawah sadarnya dengan menulis sesuatu.
8. Bertukar pikiran. Buah pikiran yang muncul ketika kita bertukar pikiran
dengan teman atau kerabat akan sangat membantu pemahaman kita
selanjutnya.
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk !
! 130
9. Bebas dari kebingungan atau kekacauan. Salah satu hal yang
mengganggu pikiran bawah sadar adalah banyaknya gangguan atau
interupsi, yang akhirnya tidak memunculkan intuisi.
10. Batas waktu (deadlines).Beberapa ilmuwan merasa lebih baik bekerja bila
waktu yang ditetapkan hampir habis. Semakin dekatnya batas waktu akan
mendorong pikiran bawah sadar bekerja semakin giat.
11. Tensi (tension). Keterlibatan seseorang pada suatu masalah yang sangat
mendalam dan ditambah dengan rasa ingin tahu yang sangat besar akan
sangat mendorong pikiran bawah sadar.
Selanjutnya, McGregor dalam buku Safak Muhammad (2005)
menjelaskan Hukum Pikiran Bawah Sadar yang terdiri atas 4P, yaitu:
1. Positif. Bahasa yang digunakan dalam berbicara dengan pikiran bawah
sadar biasanya positif. Perkataan yang diucapkan pada diri sendiri (self
talk) membentuk kebiasaan yang terekam dalam pikiran bawah sadar.
2. Kalimat saat ini (present tense). Jika seseorang mengatakan, "Saya ingin
mulai bisnis minggu depan," apa yang terjadi dalam pikiran bawah sadar
Anda saat minggu depan tiba? Apakah sekarang sudah minggu depan?
Tentu belum! Sehingga seseorang akan menunggu hingga minggu depan,
saat waktunya tiba, untuk memulai bisnis. Dengan demikian, sebaiknya
gunakanlah kata "saat ini" ketika berbicara pada pikiran bawah sadar.
3. Pribadi. Gunakanlah kata ‘saya’ bukan ‘kamu’, ‘mereka’, ‘kami’ atau ‘kita’
Atau, pakailah nama sendiri dalam berbicara pada pikiran bawah sadar
(self talk). Misalnya, saya, Fulan, menjadi pengusaha dan mendapat
keuntungan 5 miliar di tahun 2020.
4. Pengulangan (persisten). Semakin sering seseorang melakukan
pengulangan atau bicara dengan pikiran bawah sadar, maka semakin
mengertilah mengenai apa yang diinginkan atau harapkan di masa
mendatang.
4.4 Motivasi Menjadi Wirausahawan Sukses Tidak semua orang memiliki motivasi yang sama untuk menjadi
wirausahawan. Sebagian orang menginginkan dirinya menjadi bos sendiri,
ingin mencari uang dan kekayaan sebanyak-banyaknya, atau ada pula yang
hanya ingin melakukan kegiatan yang biasa-biasa saja, namun sebagian
yang lain cukup serius untuk mengikuti jejak orang-orang sukses, walaupun
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk !
! 131
ada juga yang sekadar ikut-ikutan. Proses termotivasinyapun tidak semua
orang sama, ada yang karena faktor kebetulan, ajakan teman, memanfaatkan
bakat, keterampilan, atau pendidikan yang telah diperolehnya, dan karena
memahami apa yang dibutuhkan orang lain.
Sejarah sudah membuktikan bahwa sebenarnya bangsa Indonesia
memiliki dasar spirit dan keterampilan yang unik di masing-masing daerah,
seperti orang-orang Minang, Madura, Jawa, Ranjar, Papua, dan hampir di
semua daerah memiliki keunikan masing-masing dalam menghasilkan produk
dan komoditas yang dikembangkan oleh para pengusahanya. Sebenarnya,
Indonesia sangat kaya akan potensi sumber daya dibanding negara lain. Ini
yang seharusnya mendorong dan memotivasi kuat untuk menjadi pengusaha
sukses, paling tidak di negara sendiri, dan jangan biarkan orang dari bangsa
lain yang mengelola sumber daya tersehut sedangkan diri kita hanya berdiam
diri tanpa melakukan apa pun.
Kewirausahaan dapat pula didorong oleh guru atau seorang dosen yang
mengajar kewirausahaan, karena telah memberikan inspirasi dan minat untuk
berwirausaha. Dorongan atau pemicu lainnya datang dari teman sepergaulan,
lingkungan keluarga, sahabat, dan teman yang selalu mendiskusikan
gagasan, atau karena adanya pengalaman bisnis kecil-kecilan yang berhasil,
sehingga termotivasi untuk membesarkannya. Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa kewirausahaan bukanlah sesuatu hal yang dilahirkan,
melainkan dibangun (entrepreneur are not born-they develop).
Berikut adalah kisah sukses pengusaha muda yang sejak kecil sudah
membayangkan dirinya suatu saat nanti bisa pergi ke luar negeri dan memiliki
prestasi di tingkat internasional. Kasus berikut di harapkan dapat memberikan
inspirasi dan motivasi bagi siapa pun yang berminat menjadi pengusaha.
Walau berusia 25 tahun, Anne Ahira sudah memiliki penghasilan ribuan dolar
AS. Perempuan yang selalu mengaku orang kampung ini bekerja dari
rumahnya di pinggiran kota Bandung dan mengembangkan bisnis berskala
internasional berbasis pemasaran Internet. Ia bercita-cita akan pensiun.
sebelum berusia 30 tahun.
Di dunia online, Anne Ahira dikenal sebagai pemasar Internet sukses
kelas dunia. Dia adalah salah satu pengarang buku 30 Days To Internet
Marketing Success. Buku ini ditulis oleh 60 penulis pilihan yang merupakan
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk !
! 132
pemasar Internet dari berbagai belahan negara dan terkenal sebagai buku
pemasar Internet terbaik sepanjang tahun 2003. Omzet penjualan buku ini
mencapai lebih dart 340.000 dolar AS hanya dalam kurun waktu kurang dari
empat bulan. Keberhasilannya meraup ribuan dolar tidaklah datang hegitu
saja. Ia mempelajari bisnis secara autodidak serta tentu saja melalui proses
trial and error yang cukup melelahkan. Sejak sekolah dasar ia sudah mandiri
dan rajin membantu orang tuanya. Setiap berangkat ke sekolah ia membawa
tiga buah tas besar; satu herisi buku dan yang dua digunakan untuk
menyimpan pisang-pisang yang akan dijualnya. la selalu mengatakan kepada
ibunya bahwa ketika dewasa nanti ia tidak ingin kerja cape-cape, ingin
bekeria di rumah, liburan kapan saja boleh, ingin keliling dunia, dan memiliki
banyak uang.
Kisah kesuksesan lainnya adalah berdasarkan pengalaman seorang
pengusaha bernama Husni Hasan kelahiran Surabaya 21 Desember 1969.
Naluri bisnisnya sudah terlihat sejak masih kuliah di semester satu. Ia sudah
melayani jasa pengurusan surat-surat perusahaan, seperti Nomor Pokok
Wajib Pajak (NPWP). Menginjak semester empat sampai enam dia
menambah bisnisnya dengan profesi sebagai kurir khusus pengantaran uang
di sebuah perusahaan, berjualan madu bernama teman indekosnya, dan
berjualan celana "Jean's" untuk mahasiswa. Hasil bisnis kecil-kecilan itu
dapat mencukupi seluruh uang kuliah, biaya indekos, buku-buku kuliah, dan
cicilan motor Astrea 800. Saat duduk di semester tujuh, ia menjadi karyawan
sebuah perusahaan importir dan pemasok produk-produk ke supermarket.
Profesi barunya ini ia jalani selama lima tahun, lebih lama daripada beberapa
profesi sebelumnya. Setelah mengakhiri masa lajangnya dengan menikahi
Alfira Maryam, ia semakin bersemangat untuk menjadi pengusaha
dibandingkan hanya sebagai karyawan. Berbekal pengalaman dan
kemandirian, pada tahun 2001 ia bertekad membuka usaha sendiri dengan
mendirikan CV Senayan Abadi yang pada awalnya menjadi distributor madu
"Asy-Syifa" dan "Al-Asal" dan distributor buku dari beberapa penerbit. Pada
tahun 2002, usahanya berubah menjadi PT Senayan Abadi, dan mulai
menjadi penerbit yang menghasilkan buku-buku sendiri, memasarkannya,
dan tidak lagi menjadi distributor bagi penerbit-penerbit lain. Saat itu
diakuinya sebagai masa "durian runtuh" karena booming omzet penjualan
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk !
! 133
yang meningkat drastis. Dengan buku perdana Kesaksian Raja jin:
Meluruskan Pemahaman Aqidah dengan Syariat, buku-buku seri Harun
Yahya, Novel, Kumpulan Cerpen dan buku-buku lainnya laris dibeli oleh
konsumen. Walau dalam perjalanannya usahanya mengalami pasang surut,
Husni Hasan tetap haus akan ilmu pengetahuan. Pada tahun 2005
menyelesaikan kuliah S2 dan banyak mendapat manfaat dari materi kuliah,
sehingga masalah-masalah di perusahaan bisa terpecahkan.Pada tahun
2006 sampai sekarang, kondisi perusahaannva reiatif stabil dan selalu
mengikuti beberapa acara pameran buku di beberapa kota besar dan
permintaan buku pun semakin meningkat. Prinsip hidup seorang Husni Hasan
tidak macam-macam. Ia berujar, "Jika ada yang ngomong saya berhasil,
alhamdulillah. Semua ini karena pertolongan Allah dan saya selalu berusaha
mensyukuri apa yang diberikan Allah serta tidak mau serakah." Selain itu, ia
juga menjelaskan bahwa keseriusan mengelola sebuah usaha, pemilihan
judul buku yang pas dengan konsumen, dan desain cover serta kualitas
cetakan buku yang qualified dengan harga bersaing merupakan sisi-sisi lain
keberhasilan usahanya.
Dari kedua kisah tersebut dapat kita tarik manfaat penting bahwa semua
usaha tidak mungkin diperoleh dengan mudah. Mereka mulai memotivasi
dirinya untuk sukses sejak kecil dan memiliki cita-cita yang kuat untuk
mewujudkan mimpinya dengan bekerja keras. Berdasarkan kedua kisah yang
telah disampaikan, sepertinya ingin mengikuti jejaknya. Segudang prestasi
didapatkan melalui belajar dan kerja keras yang didorong oleh motivasi diri
yang kuat untuk meraih sukses sejak masa remaja. Bahkan, disebutkan
bahwa pendidikan menjadi kunci sukses keluar dari kesulitan dan dapat
memberikan pengetahuan yang lehih dalam meraih keberhasilan usaha. Oleh
karena itu janganlah percaya akan mitos-mitos seputar wirausaha, misalkan
ada yang mengatakan bahwa wirausaha dihasilkan dari bakat dan keturunan
atau wirausaha diawali dengan memiliki uang yang banyak.
Semua hal tersebut sebenarnya hanyalah karena kurangnya
pemahaman tentang kewirausahaan. Sebenarnya, akal pikiran, karsa,
semangat, kesempatan, waktu, pendidikan, dan pengalaman merupakan
benda abstrak yang dijadikan sebagai modal yang tak ternilai serta sangat
menentukan keherhasilan dalam berbisnis dan hidup bermasyarakat. Telah
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk !
! 134
banyak riset yang dilakukan oleh para peneliti untuk memahami munculnya
kewirausahaan, yang hasilnya memberikan pemahaman dan kebenaran
bahwa mitos-mitos tersebut tidak boleh dipercaya. Berikut disajikan beberapa
mitos yang selalu kita dengar di tengah masyarakat.
1. Mitos: Wirausaha merupakan bakat dan keturunan. Bakat memang dapat
membantu seseorang menjadi pengusaha, namun bukanlah satu-satunya
penentu untuk menjadi pengusaha. Kenyataannya, banyak pengusaha
dapat meraih kesuksesan yang diawali oleh adanya keterpaksaan dan
kondisi hidup yang sulit, serta banyak pula pengusaha sukses bukan
karena faktor keturunan. Sebagai contoh, pemilik Griya Bersih Sehat Ir.
Haryono (Alumnus Teknik Sipil ITB) yang mengembangkan usahanya
sampai ke negara tetangga, bukanlah berasal dari keturunan keluarga
pengusaha.
2. Mitos: Pengusaha adalah pelaku, bukan pemikir. Banyak yang
beranggapan bahwa pengusaha adalah pelaku yang langsung
menjalankan usaha di lapangan. Padahal, pengusaha merupakan pelaku
sekaligus pemikir. Penekanan ini untuk mematahkan mitos ini akan
dijelaskan pada pembahasan perencanaan bisnis, di mana terdapat satu
indikasi bahwa "pemikiran" wirausaha adalah sama pentingnya dengan
"melakukan" wirausaha. Wirausaha harus memiliki kecakapan dalam
mempersiapkan bisnisnya dengan strategi, taktik, dan cara yang
semuanya harus diputuskan berdasarkan pemikiran yang mendalam
meski terdapat keputusan intuitif yang bisa saja dijalankan. Dr. Moeryati
Soedibjo, pemilik Mustika Ratu, telah berhasil .mengembangkan obat dan
tanaman tradisional menjadi komoditi internasional, bahkan beliau pun
masih sanggup menyelesaikan studi S3 di usianya yang ke-70.
3. Mitos: Wirausaha tidak bisa diajarkan atau dibentuk. Dewasa ini,
bagaimanapun, pengenalan kewirausahaan sebagai suatu disiplin ilmu
dapat membantu mengusir mitos ini. Seperti semua disiplin ilmu lain,
kewirausahaan mempunyai model, proses, dan studi kasus yang
menjelaskan bahwa karakteristik kewirausahaan sebenarnya dapat
diciptakan. Ciri-ciri keagresifan, prakarsa, pengarah, kesanggupan
menanggung risiko, kemampuan anal isis, dan keterampilan dalam
hubungan antarmanusia dapat diajarkan. Contohnya adalah Dr. Ir. II.
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk !
! 135
Wahyu Saidi, seorang pengusaha yang belajar sampai strata tiga yang
ternyata sukses dengan Bakmi Tebet dan Bakmi Langgaranya. la pun
banyak membuat buku dan seminar untuk membagi ilmu serta
pengalamannya kepada orang lain.
4. Mitos: Pengusaha adalah selalu sebagai investor atau orang yang
menyetorkan modalnya tidak salah, namun akan menjadi salah apabila
hal tersebut dianggap sebagai satu-satunya, sebab seorang investor juga
harus memiliki perilaku yang inovatif. Meskipun seseorang pada awalnya
tidak mampu menjadi investor, jika ia memiliki kemampuan inovasi yang
baik, maka kemampuan tersebut dapat pula dijadikan modal yang dapat
menggantikan sumber daya uang sebagai investasi. Sebagai contoh,
Made (Edam Burger) semula menjual burger orang lain, namun berkat
kerja kerasnya lama-kelamaan ia bisa memiliki pabrik roti burger sendiri
dengan omzet mencapai Rp 30 juta per hari.
5. Mitos: Pengusaha membutuhkan keberuntungan. Pada "tempat dan
waktu yang tepat" selalu terdapat keberuntungan, tetapi yang pasti
"keberuntungan" terjadi ketika sudah dilakukan persiapan untuk
menemukan peluang. Pengusaha disiapkan untuk menangkap peluang,
dan ketika peluang itu muncul, sering kali dipandang sebagai
"keberuntungan." Sebenarnya akan lebih baik jika melakukan persiapan
teriebih dahulu untuk menghadapi berbagai peluang yang pasti akan
terjadi dan pandai memanfaatkan momentum. Apa yang muncul sebagai
keberuntungan tadi sebenarnya membutuhkan suatu persiapan,
penetapan tujuan, keinginan kuat untuk mencapainya, pengetahuan, dan
inovasi yang dikemas dalam sebuah konsep perencanaan. Eka Tjipta
Wijaya, pemilik Sinar Mas Grup, menceritakan bahwa kesuksesannya
didapat berkat belajar di pinggir jalan. Peluang yang dimanfaatkannya,
mulai dari menjual kopi di pinggir jalan sampai menjadi kontraktor
kuburan di Sulawesi Selatan, mengantarkannya menjadi salah satu
konglomerat di negeri ini.
6. Mitos: Pengusaha harus selalu sukses dan tidak boleh gagal. Persepsi ini
sangat keliru, karena pengusaha yang sukses selalu membangun
bisnisnya dengan jatuh bangun dan banyak yang mengalami kegagalan.
Merupakan hal yang wajar bila pengusaha mengalami sejumlah
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk !
! 136
kegagalan sebelum meraih kesuksesan. Mereka mengikuti pepatah jika
pada mulanya gagal, maka harus berani mencoba, mencoba, dan terus
mencoba sampai berhasil. Sebenarnya, kegagalan memberikan banyak
pelajaran kepada mereka yang berkeinginan untuk terus belajar dan
sering justru mengarahkan seseorang mencapai kesuksesan di masa
mendatang. Bob Sadino, bos agrobisnis dan supermarket Kemchick yang
sudah kenyang makan asam garam dan jatuh-bangun dalam
menjalankan bisnisnya, mengawali kariernya sebagai supir taksi, kuli
bangunan, dan menjual telor ayam secara keliling.
7. Mitos: Pengusaha adalah sama seperti penjudi. Pengusaha tidak dapat
dikatakan sama dengan penjudi. Semua hal berkenaan dengan usaha
pasti tidak terlepas dari sebuah risiko, dari risiko kecil sampai besar.
Seorang penjudi terkadang tidak dapat menghitung risikonya dan
mendapatkan kemenangan hanya dari keberuntungan, sedangkan
pengusaha mendapatkan keuntungan atau kesuksesan dari menghitung
risiko. Pengusaha akan berhasil bila mengawali usahanya dengan kerja
keras me1alui perencanaan dan persiapan yang matang untuk
memperkecil risiko. Hari Dharmawan, pendiri dan pemilik ritel besar
`Matahari,' selalu berpegangan bahwa pengetahuan dan kemampuan
mengelola hisnis, termasuk menghitung risiko yang mungkin terjadi di
masa depan, harus dimiliki setiap pengusaha. Karena hal tersebut
memungkinkan usaha apa pun yang dirintis bisa tumbuh dan berkembang
menjadi besar.
Selanjutnya melalukan perubahan sesuatu yang telah menjadi
kebiasaan tidaklah mudah serta membutuhkan kerja keras dan banyak
pengorhanan, apalagi menyangkut pola pikir dari seorang individu.
Pandangan hidup, adat kebiasaan, persepsi, hingga perilaku, dipengaruhi
oleh perjalanan yang sangat panjang, baik secara keturunan (hereditas)
maupun lingkungan. Namun, sudah menjadi kodrat bahwa perubahan terjadi
secara alamiah dalam diri manusia, ada yang revolusioner (radical change)
maupun evolusi (incremental change). Jadi, perubahan bukanlah kata yang
menakutkan dan membahayakan. Justru ketika sudah tidak merasa nyaman
pada lingkungan sebelumnnya, kita akan perpindah ke tempat baru yang
dapat memberikan kenyamanan lebih baik. Perpindahaan yang dimaksud
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk !
! 137
bukan hanya secara fisik, namun dalam konteks pemikiran atau pola pikir,
karena setiap perilaku dikendalikan oleh pikiran.
Mengubah pola pikir memerlukan keberanian dan kerelaan, karena
tanpa itu semua tidak akan terjadi perubahan apa-apa. Dengan bahasa yang
tegas, Dr. Rhenald Kasali, pakar manajemen Universitas Indonesia, pernah
mengatakan "berubah atau mati!" dengan memberikan sinyal bahwa setiap
pengusaha yang mau tetap bertahan harus melakukan perubahan demi
perubahan atau akan tertinggal dari para pesaingnya. Sinyal tersebut juga
harus ditangkap untuk melakukan introspeksi apakah selama ini
wirausahawan tidak mau melakukan perubahan ke arah yang lebih baik, atau
sebaliknya, wirausahawan sudah selangkah lebih maju dalam menggapai
kesuksesan.
Sejak terlahir ke bumi, sesorang senantiasa berada dalam daerah aman
dan nyaman (comfort zone). Orang tua yang sangat perhatian dan
memberikan perlindungan merupakan comfort zone pertama yang diperoleh
ketika terlahir di dunia ini. Apakah keadaan demikian akan terjadi sampal kita
besar? Secara alamiah, orang tua akan melepaskan anaknya secara
bertahap ketika mereka sekolah, kuliah, bekerja, dan berbisnis. Tanpa
disadari, sebenarnya sesorang telah keluar-masuk dari comfort zone satu ke
comfort zone berikutnya. Dan, risiko yang akan selalu kita hadapi setiap
keluar dari comfort zone adalah ketidaknyamanan, bahaya, dan ancaman.
Karier, bisnis, dan berbagai dimensi lainnya dalam hidup akan terus
bertumbuh, sama seperti fisik tubuh. Dengan demikian, sebenarnya mencoba
untuk bertahan dalam suatu comfort zone akan sia-sia karena alam semesta
memiliki mekanismenya sendiri untuk mengeluarkan kita dari comfort zone
tersebut.
Dari semua gambaran tersebut, berharap agar para wirausahawan tidak
terjebak hanya menjalankan bisnis kecil dengan pola manajemen tradisional
dan tidak pernah bisa berkembang. Langkah awal yang harus dilakukan
adalah mengubah cara pandang dan mulai membangun pola pikir
kewirausahaan (entrepreneurial-mindset), lebih-lebih di era yang penuh
dengan ketidakpastian seperti saat ini. Semakin ketatnya persaingan dan
perkembangan teknologi yang terjadi telah membawa kondisi ketidakpastian
dalam kehidupan sehari-hari. Tetapi, ketidakpastian tersebut justru dapat
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk !
! 138
dijadikan sebagai langkah awal meraih keberhasilan dengan merubah pola
pikir (mind-set) bagaimana merubah ketidakpastian menjadi keberuntungan.
Pengusaha harus mengidentifikasi kondisi yang tidak pasti dan tidak dapat
diprediksi dari peluang bisnis potensial yang ada dan segera mengambil
kesempatan tersebut dengan penuh percaya diri. Pengusaha dituntut jeli
dalam menangkap sinyal dan aspek lain yang akan mengurangi bahaya, serta
menghindari penempatan atau pemanfaatan sumber daya dan bakat yang
tidak proporsional. Dengan demikian, ketidakpastian harus dilihat sebagai
peluang, bukan ancaman.
Bagaimana dapat mengetahui bahwa sesorang telah memiliki
kerangka berpikir seorang pengusaha. Hal ini akan diketahui ketika mulai
berpikir dan bertindak sesuai kebiasaan pengusaha pada umumnya.
Pengusaha lebih memilih memperhitungkan ketidakpastian daripada
menghindarinya. Mereka melihat secara simpel ketika orang lain melihat
kompleksitas, dan mereka mengambil pembelajaran dari risiko yang telah
diperhitungkan. Mereka mengetahui bahwa ketika peluang dibiarkan berlalu,
terkadang akan lebih besar biayanya jika mengalami ketertinggalan dibanding
jika melakukan kesalahan. Sebagai konsekuensinya, mereka akan mencari
solusi yang cepat dan dianggap tepat daripada menghabiskan waktu untuk
menganalisis jawaban yang benar namun sering kali terlambat.
Menurut McGrath dan MacMillan (2000) dalam Rambat (2004), lima
karakteristik yang umumnya dimiliki oleh pengusaha adalah:
1. Pengusaha sangat bersemangat dalam melihat atau mencari peluang-
peluang baru. Dengan tetap selalu waspada, pengusaha mencari
kesempatan untuk mendapat keuntungan dari perubahan dan hambatan
dalam bisnis yang mereka jalankan. Mereka akan memiliki pengaruh yang
amat besar ketika menciptakan keseluruhan model bisnis baru, mulai dari
cara memperoleh penghasilan, membuat pembiayaan, menjalankan
operasional, hingga keseluruhan kegiatan industri.
2. Pengusaha mengejar peluang dengan disiplin yang ketat. Pada umumnya
pengusaha tidak hanya bersiap untuk menggarap peluang yang kecil,
tetapi sering kali langsung mengambil tindakan nyata terhadap peluang-
peluang yang belum tergali. Mereka mengkaji ulang koleksi gagasan
mereka, tetapi merealisasikannya hanya ketika hal tersebut diperlukan.
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk !
! 139
Mereka segera melakukan investasi apabila kompetisi tersebut cukup
menarik dan peluang yang ada sudah matang.
3. Pengusaha hanya mengejar peluang yang sangat baik dan menghindari
mengejar peluang lain yang belum jelas. Pengusaha tetap dituntut
berdisiplin dalam membatasi jumlah proyek yang hendak mereka raih.
Mereka rnengikuti portofolio dari peluang dengan kendali yang amat ketat
dalam berbagai tahap. Mereka cenderung memperkuat strategi dengan
proyek yang telah mereka pilih dibandingkan melonggarkan usaha mereka
terlalu lebar.
4. Pengusaha berfokus pada pelaksanaan. Orang dengan kerangka berpikir
pengusaha akan memilih melaksanakan apa yang telah mereka tetapkan
daripada menganalisis gagasan baru yang menghancurkan. Adaptasi
yang mereka lakukan adalah mengubah arah kerja sesuai dengan
peluang yang nyata dan mengambil langkah terbaik untuk
mewujudkannya.
5. Pengusaha mengikutsertakan energi setiap orang yang berada dalam
jangkauan mereka. Beberapa kebiasaan pengusaha adalah melibatkan
banyak orang, baik dari dalam atau luar organisasi, dalam mewujudkan
peluang mereka. Mereka memilih, membuat, dan rnenyebarkan jaringan
kerja daripada melakukannya sendiri. Mereka memberdayakan berbagai
potensi intelektual dan sumberdaya manusia untuk membantu meraih
tujuan.
!
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP
! 140
BAB V
PENGEMBANGAN JARINGAN USAHA
5.1 Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia
Pemerintah memberikan perhatian yang sangat besar kepada usaha mikro,
kecil dan menengah (UMKM), karena disitulah tumpuan hidup terbesar rakyat
Indonesia. Dalam sejarah perekonomian Indonesia UMKM merupakan
kelompok usaha dengan jumlah paling besar dan terbukti handal menghadapi
goncangan krisis ekonomi. Kriteria usaha yang termasuk dalam Usaha Mikro
Kecil dan Menengah telah diatur dalam payung hukum. Berdasarkan Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
(UMKM) ada beberapa kriteria yang dipergunakan untuk mendefinisikan
pengertian dan kriteria Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.
Pemerintah memberikan kriteria untuk masing-masing usaha mikro,
kecil, maupun menengah diharapkan tepat sasaran dalam
pengembangannya. Beberapa lembaga atau instansi bahkan memberikan
definisi tersendiri pada Usaha Kecil Menengah (UKM), diantaranya adalah
Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menegkop dan
UKM), Badan Pusat Statistik (BPS), Keputusan Menteri Keuangan No 316/
KMK.016/1994 tanggal 27 Juni 1994. Definisi UKM yang disampaikan
berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya.
Menurut Kementian Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah
(Menegkop dan UKM), bahwa yang dimaksud dengan:
a. Usaha Kecil (UK) termasuk Usaha Mikro (UMI) adalah entitas usaha yang
memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000 (dua ratus juta
rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, dan memiliki
penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000 (satu milyar rupiah).
b. Usaha Menengah (UM) merupakan entitas usaha milik warga negara
Indonesia yang memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Pp 200.000.000
(dua ratus juta) sampai dengan Pp 10.000.000.000 (sepuluh milyar
rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan.
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP
! 141
Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan definisi UKM berdasarkan kuantitas
tenaga kerja.
a. Usaha kecil merupakan entitas usaha yang memiliki jumlah tenaga kerja
5 sampai dengan 19 orang.
b. Usaha menengah merupakan entitias usaha yang memiliki tenaga kerja
20 sampai dengan 99 orang.
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 316/ KMK.016/1994
tanggal 27 Juni 1994 mellyatakan bahwa usaha kecil didefinisikan sebagai
perorangan atau badan usaha yang telah melakukan kegiatan/usaha yang
mempunyai penjualan/omset per tahun setinggi-tingginya Rp 600.000.000
(enam ratus juta rupiah) atau aset/aktiva setinggi-tingginya Rp 600.000.000
(di luar tanah dan bangunan yang ditempati) terdiri dari: (1) bidang usaha
(Firma, CV, PT, dan koperasi); dan (2) perorangan (pengrajin/industri rumah
tangga, petani, petemak, nelayan, perambah hutan, penambang, pedagang
barang dan jasa).
Karakteristik UMKM dapat dilihat menurut skala usaha berdasarkan
pembagian yang dilakukan dalam UU No. 20 Tahun 2008 yaitu usaha mikro,
kecil dan menengah. Perbedaan Karakteristik berdasarkan skala usaha ini
perlu dipahami sebagai dasar dalam merancang program pemberdayaan
UMKM. Dengan demikian, program yang dirancang benar-benar mampu
menjawab persoalan yang dihadapi. Kriteria UMKM menurut UU Nomor 20
Tahun 2008 digolongkan berdasarkan jumlah aset dan omset yang dimiliki
oleh sebuah usaha dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut:
Tabel 5.1 Kriteria UMKM Menurut UU no. 20 Tahun 2008
Uraian Kriteria
Aset Omset
Usaha Mikro Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan usaha
Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300.000.000
Usaha Kecil
Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000 – Rp 500.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan usaha
Memiliki hasil penjualan tahunan antara Rp 300.000.000 – Rp 2.500.000.000
Usaha Menengah
Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000 – Rp 10.000.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan usaha
Memiliki hasil penjualan antara Rp 2.500.000.000 - Rp 50.000.000.000
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP
! 142
Tabel 5.1 Karakteristik UMKM di Indonesia
U
saha
Mik
ro
• Produk dan tempat tidak terlalu tetap, bisa berganti dengan mudah. • Belum melakukan admisistrasi keuangan, yang sederhana sekalipun. • Belum memiliki jiwa usaha yang memadai tingkat pendidikan relative rendah. • Belum memiliki akses terhadap perbankan, sebagian sudah akses ke lembaga
keuangan non Bank. • Umumnya tidak memiliki izin usaha atau persyaratan legalitas lainnya
termasuk NPWP. • Perputaran usaha (turn over) cukup tinggi, tidak sensitive terhadap suku bunga
tahan terhadap krisis ekonomi. • Pelaku pada umumnya berkarakter jujur, ulet lugu dan terbuka terhadap
bimbingan.
Usa
ha K
ecil
• Jenis barang/komoditas yang diusahakan umumnya sudah tetap tidak gampang berubah.
• Lokasi/ tempat usaha umumnya sudah menetap tidak berpindah-pindah. • Pada umumnya sudah melakukan adminsitrasi keungan walau masih
sederhana, keungan perusahaan sudah mulai dipisahkan dengan keuangan keluarga, sudah membuat neraca usaha.
• Sudah memiliki izin usaha dan sudah memiliki legalitas lainnya termasuk NPWP.
• Sumberdaya manusia (pengusaha) memiliki pengalaman dalam berwira usaha • Sebagian sudah akses ke perbankan dalam keperluan usaha. • Sebagian besar belum membuat manajemen usaha dengan baik seperti
business planning.
Usa
ha M
enen
gah
• Manajemen dan organisasi lebih baik, lebih teratur bahkan lebih modern dengan pembagian tugas yang jelas antara lain bagian keuangan, bagian pemasaran dan bagian produksi.
• Telah menerapkan manajemen keuangan dengan teratur sehingga memudahkan untuk auditing dan penilaian atau pemeriksanaan termasuk perbankan.
• Memiliki persyaratan legalitas (izin, NPWP). • Mengikuti aturan ketenagakerjaan walaupun belum semua. • Sudah akses kepada sumber-sumber pendanaan perbankan. • Pada umumnya telah memiliki sumber daya manusia yang terlatih dan terdidik.
!!!!!!!!Sumber: Di adaptasi dari Lembaga Demografi FEB UI (2015)
Kriteria Usaha Kecil Dan Menengah Berdasar Perkembangan selain berdasar
Undang-undang tersebut, dari sudut Pandang perkembangan usaha UMKM sampai
saat ini, Rahmana (2008) mengelompokkan UMKM dalam beberapa kriteria, yaitu:
a. Livelihood Activities, merupakan Usaha Kecil Menengah yang digunakan
sebagai kesempatan kerja untuk mencari nafkah, yang lebih umum dikenal
sebagai sektor informal, misalnya adalah pedagang kaki lima (PKL).
b. Micro Enterprise, merupakan Usaha Kecil Menengah yang memiliki sifat
pengrajin tetapi belum memiliki sifat kewirausahaan.
c. Small Dynamic Enterprise, merupakan Usaha Kecil Menengah yang telah
memiliki jiwa kewirausahaan dan mampu menerima pekerjaan sub-kontrak dan
ekspor.
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP
! 143
d. Fost Moving Enterprise, merupakan Usaha Kecil Menengah yang telah memiliki
jiwa kewirausahaan dan akan melakukan transformasi menjadi Usaha Besar
(UB).
Usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) telah diakui di dunia memainkan
peran bukan hanya dalam pembangunan ekonomi tetapi juga memperbaiki
kesejahteraan sosial. Sehubungan dengan pembangunan ekonomi, peran dari
UMKM adalah lebih signifikan di negara-negara maju dibandingkan dengan negara
sedang membangun apalagi yang terbelakang. Beberapa contoh dapat dilihat di
USA, Jepang, Italia, Taiwan. APEC melaporkan kontribusi ekspor dari UMKM untuk
negara-negara maju telah mencapai lebih dari 55%. Sebagai contoh yaitu di Italia,
kontribusi ekspor UMKM adalah sebesar 75% dari total ekspor negara tersebut.
Selain untuk ekspor, UMKM memegang peran penting juga dalam berkontribusi
terhadap pendapatan negara yang sering dikenal dengan istilah Produk Domestik
Bruto (PDB) untuk negara-negara maju tersebut.
Sementara itu, di negara-negara sedang berkembang, termasuk Indonesia,
walaupun lebih dari 30% dari total perusahaan adalah UMKM, kontribusi mereka
masih lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan besar. Di
Indonesia, meskipun 99,99% perusahaan adalah dalam bentuk UMKM, namun
kontribusinya tidak lebih dari 20% untuk ekspor dan 59,36% kontribusinya terhadap
PDB, dan menyediakan lapangan kerja lebih dari 99% dari total tenaga kerja. Saat
ini posisi keberadaan UKM di negara-negara maju seperti Uni Eropa dan Amerika
mendapat perhatian cukup besar oleh pemerintah negara, khususnva negara
berkembang. Di negara-negara sedang berkembang usaha-usaha yang banyak
bertumbuh di masyarakat pada umumnya tergolong sebagai usaha kecil dan
menengah. Fakta ini menunjukkan bahwa usaha kecil dan menengah merupakan
mayoritas kegiatan masayarakat yang membeikan kontribusi signifikan pada
penciptaan pendapatan penduduknya. Beberapa fakta dan kenyataan dimana:
a. Pada banyak negara di dunia, dari semua bisnis adalah usaha kecil dan
menengah adalah sebanyak 99%
b. Di sektor usaha kecil dan menengah bekerja sebanyak 40% pekerja.
c. Di banyak negara dilakukan oleh usaha kecil dan menengah sebanyak 40% dari
volume bisnis.
d. Pekerjaan baru merupakan sumbangan dari sektor usaha kecil dan menengah
sebesar 75% persen.
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP
! 144
e. Usaha kecil dan menengah mengalami kegagalan pada dua tahun pertama
usahanya hampir 50% dari.
f. Usaha kecil dan menengah menampung porsi terbesar pegawai dalam industri
ritel, grosir dan jasa.
g. Usaha kecil dan menengah mampu menyumbang bagian terbesar dari penjualan
di sektor manufaktur.
h. Manajemen yang buruk adalah penyebab terbesar kegagalan usaha kecil dan
menengah.
Dalam rangka Pasar Bebas Asean masih banyak peluang UMKM untuk meraih
pangsa pasar dan peluang investasi. Guna memanfaatkan peluang tersebut, maka
tantangan yang terbesar bagi UMKM di Indonesia dalam Pasar Bebas Asean adalah
bagaimana mampu menentukan strategi yang tepat guna memenangkan
persaingan. Saat ini, struktur ekspor produk UMKM Indonesia banyak berasal dari
industri pengolahan seperti furniture, makanan dan minuman, pakaian jadi atau
garmen, industri kayu dan rotan, hasil pertanian terutama perkebunan dan
perikanan, sedangkan di sektor pertambangan masih sangat kecil (hanya yang
berhubungan dengan yang batu-batuan, tanah liat dan pasir). Secara rinci barang
ekspor UMKM antara lain alat-alat rumah tangga, pakaian jadi atau garmen, batik,
barang jadi lainnya dari kulit, kerajinan dari kayu, perhiasan emas atau perak,
mainan anak, anyaman, barang dari rotan, pengolahan ikan, mebel, sepatu atau
alas kaki kulit, arang kayu, tempurung, makanan ringan dan produk bordir.
Sedangkan baku produksi UMKM yang digunakan adalah bahan baku lokal sisanya
dari impor seperti plastik, kulit dan beberapa zat kimia.
Beberapa kendala UMKM yang banyak dialami negara-negara berkembang
termasuk Indonesia antara lain adalah masalah kekurangan bahan baku yang mesti
harus diimpor dari negara lain untuk proses produksi. Di samping itu pemasaran
barang, permodalan, ketersediaan energi, infrastruktur dan informasi juga
merupakan permasalahan yang sering muncul kemudian, termasuk masalah-
masalah non fisik seperti tingginya inflasi, skill, aturan perburuhan dan lain
sebagainya. UMKM negara-negara ASEAN pada umumnya juga mempunyai
permasalahan yang sama dalam pengembangan bisnisnya antara lain kendala
hukum dan regulasi pemerintah, kualitas produk dan daya saing, perpajakan,
informasi pasar, kualitas SDM, dan keahlian dalam pemasaran. Disamping itu
masalah yang paling sering muncul adalah sulitnya mengakses pinjaman atau kredit.
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP
! 145
Perkembangan UMKM di Indonesia sangatlah pesat dari tahun ke tahun.
Perkembangan yang signifikan baik dalam jumlah unit, penyediaan lapangan kerja
maupun jumlah output yang dihasilkan. UMKM di Indonesia memiliki peranan sangat
penting terutama dalam hal penyediaan kesempatan kerja. Jika diiihat dari jumlah
unit usahanya yang sangat banyak yang terdapat di semua sektor ekonomi dan
kontribusinya yang besar terhadap kesempatan kerja dan pendapatan, khususnya di
daerah perdesaan dan bagi keluarga berpendapatan rendah. Betapa pentingnya
UMKM bagi pembangunan ekonomi nasional sekaligus juga berperan sebagai motor
penggerak yang sangat krusial bagi komunitas lokal. Dalam perkembangannya
UMKM memiliki peranan baru yang lebih penting lagi yaitu sehagai salah satu faktor
utama pendorong perkembangan dan pertumbuhan ekspor non-migas dan sebagai
industri pendukung yang membuat komponen-komponen dan spare parts untuk
industri. UKM juga bisa berperan penting di dalam pertumbuhan ekspor dan bisa
bersaing di pasar domestik terhadap barang-barang impor maupun di pasar global.
Jumlah UMKM yang ada di Indonesia saat ini semakin bertambah banyak,
namun jumlah UMKM ini temyata tidak sebanding dengan tingkat daya saing yang
dimiliki UMKM tersebut, baik secara lokal maupun internasional. Jika diperhatikan,
kebanyakan UMKM di Indonesia hanya melakukan proses produksi, berdagang, dan
berekonomi, sehingga membuat daya saing UMKM di Indonesia tidak bisa bersaing
dengan perusahaan-perusahaan besar maupun eksis di pasar global. Pada
kenyataannya, dari keseluruhan UMKM yang jumlahnya cukup besar tersebut
ternyata sekitar 70% UMKM yang ada di Indonesia yang memulai usahanya karena
adanya desakan ekonomi bukan karena mereka memiliki produk yang unik atau
keterampilan pada bidang tertentu. Tentu saja. kondisi ini akhirnya membuat
sebagian besar dari UMKM di Indonesia tidak memiliki daya saing. Dalam upaya
untuk tetap bertahan dan berkembang dalam dunia bisnis yang semakin ketat,
seharusnya pelaku UMKM memiliki keterampilan, dapat bekerja secara profesional,
dan mampu menciptakan inovasi-inovasi pada bisnis mereka. Hal ini menjadi
masalah mendasar yang harus menjadi perhatian semua pihak pada
pengembangan UMKM yang berdaya saing. Hal-hal yang menyebabkan lemahnya
daya saing UMKM di Indonesia disebabkan oleh beberapa hal antara lain:
a. Lemahnya jaringan usaha dan kemampuan penetrasi pasar usaha kecil yang
pada umumnya merupakan unit usaha keluarga, mempunyai jaringan usaha
yang sangat terbatas dan kemampuan penetrasi pasar yang rendah, ditambah
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP
! 146
lagi produk yang dihasilkan jumlahnya sangat terbatas dan mempunyai kualitas
yang kurang kompetitif. Berbeda dengan usaha besar yang telah mempunyai
jaringan yang sudah solid serta didukung dengan teknologi yang dapat
menjangkau internasional dan promosi yang baik.
b. Mentalitas pengusaha UMKM. Hal penting yang seringkali pula terlupakan dalam
setiap pembahasan mengenai UMKM, yaitu semangat kewirausahaan
(entrepreneurship) para pengusaha UKM itu Semangat yang dimaksud di sini,
antara lain kesediaan terus berinovasi, ulet tanpa menyerah, mau berkorban
serta semangat ingin mengambil risiko. Suasana pedesaan yang menjadi latar
belakang dari UMKM seringkali memiliki andil juga dalam membentuk kinerja.
Contohnya ritme kerja UMKM di daerah berjalan dengan santai dan kurang aktif
sehingga seringkali menjadi penyebab hilangnya kesempatan yang ada.
c. Kurangnya transparansi, artinya kurangnya transparansi antara generasi awal
pembangun UMKM tersebut terhadap generasi selanjutnya. Banyak informasi
dan jaringan yang disembunyikan dan tidak diberitahukan kepada pihak yang
selanjutnya menjalankan usaha tersebut sehingga hal ini menimbulkan kesulitan
bagi generasi penerus dalam mengembangkan usahanya.
Dalam Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), terdapat peluang yang besar bagi
UMKM untuk meraih potensi pasar dan peluang investasi yang harus dapat
dimanfaatkan dengan baik. Untuk memanfaatkan peluang tersebut, maka tantangan
yang terbesar bagi UMKM dalam MEA adalah bagaimana para pelaku bisnis UMKM
mampu menentukan strategi yang jitu guna memenangkan persaingan. Perubahan--
perubahan perilaku pasar yang harus dipahami oleh UMKM di Indonesia yaitu
dengan ciri-ciri:
a. Karakteristik pasar yang dinamis, kompetisi global, dan bentuk organisasi yang
cenderung membentuk jejaring (network).
b. Tingkat industri yang pengorganisasian produksinya fleksibel dengan
pertumbuhan yang didorong oleh inovasi/pengetahuan; didukung teknologi
digital; sumber kompetisi pada inovasi, kualitas, waktu, dan biaya;
mengutamakan penelitian dan pengembangan (research and development);
serta mengembangkan aliansi dan kolaborasi dengan bisnis lainnya.
UMKM harus mulai melakukan pembenahan di segala bidang untuk
menghadapi perilaku pasar yang semakiii terbuka di masa mendatang. Para pelaku
UMKM tidak boleh lagi harus mengandalkan buruh murah dalam pengembangan
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP
! 147
bisnisnya. Kreativitas dan inovasi melalui dukungan penelitian dan pengembangan
menjadi sangat penting untuk diperhatikan. Kerjasama dan pembentukan jejaring
bisnis, baik di dalam dan di luar negeri dengan sesama UMKM maupun dengan
pelaku usaha besar harus dikembangkan. Beberapa upaya yang perlu dilakukan
pelaku UMKM untuk memperkuat daya saing menghadapi pasar global adalah:
a. Meningkatkan kualitas dan standar produk. Guna dapat memanfaatkan peluang
dan potensi pasar di kawasan ASEAN dan pasar global, maka produk yang
dihasilkan UMKM haruslah memenuhi kualitas dan standar yang sesuai dengan
kesepakatan ASEAN dan negara tujuan.
b. Meningkatkan aspek finansial. Isu finansial dalam pengembangan bisnis UMKM
sangatlah klasik. Selama ini, belum banyak UMKM yang bisa memanfaatkan
skema pembiayaan yang diberikan oleh perbankan sebagai upaya penambahan
modal bagi pengembangan usahanya. Hasil survai Regional Development
Institute (REDI, 2002) menyebutkan bahwa ada 3 gap yang dihadapi berkaitan
dengan akses finansial bagi UMKM, yaitu:
1) Aspek formalitas, karena banyak UMKM yang tidak memiiiki legal status.
2) Aspek skala usaha, dimana sering sekali skema kredit yang disiapkan
perbankan tidak sejalan dengan skala usaha UMKM.
3) Aspek informasi, dimana perbankan tidak tahu UMKM mana yang harus
dibiayai, sementara itu UMKM juga tidak tahu skema pembiayaan apa yang
tersedia di perbankan.
Ketiga gap tersebut harus segera diatasi baik secara proaktif oleh UMKM sendiri
maupun pemerintah, diantaranya dengan peningkatan kemampuan bagi Sumber
Daya Manusia (SDM) yang dimiliki UMKM, perbankan, serta pendamping UMKM.
c. Meningkatkan kualitas SDM dan jiwa kewirausahaan UKM
Secara umum kualitas SDM pelaku UMKM di Indonesia masih tergolong rendah.
Terlebih lagi pada aspek spirit kewirausahaannya. Oleh karena itu, untuk
memperkuat kualitas dan kewirausahaan UMKM di Indonesia, maka UMKM
harus aktif mengikuti pendidikan dan latihan keterampilan, manajemen, dan
diktat lainnya yang tepat, yang sesuai dengan kebutuhannya.
d. Memperkuat dan meningkatkan akses dan transfer teknologi untuk
pengembangan UMKM inovatif. Akses dan transfer teknologi untuk UMKM masih
merupakan tantangan yang dihadapi di Indonesia. Peranan inkubator, lembaga
riset, dan kerjasama antara lembaga riset dan perguruan tinggi serta dunia usaha
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP
! 148
untuk alih teknologi periu digalakkan. UMKM harus aktif melakukan kerjasama
atau kemitraan dengan perusahaan besar, baik dari dalam dan luar negeri untuk
alih teknologi. Praktek seperti ini sudah banyak berjalan di beberapa Negara
maju, seperti USA, Jerman, Inggris, Korea, Jepang dan Taiwan. Model-model
pengembangan klaster juga harus dikembangkan, karena melalui model tersebut
akan terjadi alih teknologi kepada dan antar UMKM.
e. Membangun akses informasi dan promosi di luar negeri. Bagian terpenting dari
proses produksi adalah masalah pasar. Sebaik apapun kualitas produk yang
dihasilkan, kalau masyarakat atau pasar tidak mengetahuinya, maka produk
tersebut akan sulit dipasarkan. Oleh karena itu, maka akses informasi dan
promosi produk-produk UMKM, khususnya untuk memperkenalkan di pasar
ASEAN harus ditingkatkan. Promosi produk, bisa dilakukan melalui dunia maya
atau mengikuti kegiatan-kegiatan pameran di luar negeri.
Selain peluang pasar yang besar, karena jumlah penduduk ASEAN teiah mencapai
lebih dari 590 juta jiwa, beberapa potensi yang dimiliki sangat memungkinkan untuk
dimanfaatkan oleh UMKM di Indonesia agar menjadi raja di negeri sendiri dan
menembus batas ke pasar intemasional.
5.2 Strategi Pencapaian Daya Saing untuk UMKM
Penentu utama daya saing dari suatu perusahaan adalah perusahaan itu sendiri,
dan pelaku kuncinya adalah pengusaha dan pekerja. Mungkin di Usaha Besar (UB),
pekerja (termasuk peneliti dan pengembang di laboratorium) lebih krusial dibutuhkan
keberadaannya daripada pemilik usaha atau pengusaha (terkecuali pada tahap awal
herdirinya perusahaan, seperti peng,alaman dari perusahaan-perusahaan multi-
nasional yang awalnya muncul dari inisiatif, ide, atau kreativitas dari pemiliknya.
Banyak contoh, misalnya Bill Gate yang mendirikan perusahaan Microsoft, keluarga
Phillips yang melahirkan perusahaan Phillips, dan keluarga Ford dengan
perusahaan mobil Ford-nya). Tetapi di UKM khususnya Usaha Kecil (UK), sangat
berbeda. Di kelompok usaha ini, pengusaha akan selalu berperan penting, karena
pada umumnya pengusaha atau pemilik usaha merupakan penggerak utama
perusahaan. Ini artinya, kreativitas, spirit entreprenurship dan jiwa inovatif dari
pengusaha yang didukung oleh keahlian dari para pekerjanya adalah sumber utama
meningkatan daya saing UMKM.
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP
! 149
Agar pengusaha dan pekerjanya dapat berperan optimal, paling tidak ada lima
(5) prasyarat utama, yaitu mereka memiliki sepenuhnya pendidikan, modal,
teknologi, informasi, dan input krusial lainnya seperti yang dapat dilihat pada
Gambar 4.1. Semua itu harus dimiliki oleh UMKM sesuai kebutuhan yang sifatnya
tidak statis tetapi dinamis mengikuti tiga perkembangan utama yang akan terus
berlangsung, yakni perubahan pasar (terutama permintaan atau selera konsumen
dan tekanan persaingan), perubahan ekonomi (nasional dan global), kemajuan
teknologi, dan penemuan material-material baru untuk produksi. Bukan suatu hal
yang sulit untuk dipahami bahwa UMKM di Indonesia pada umumnya tidak sebaik
Usaha Besar dalam menghasilkan produk-produk yang kompetitif dan bertaraf dunia
karena UMKM tidak memiliki kelima syarat utama tersebut.
Gambar 4.1 Daya Saing dan Faktor-faktor Pendukung Utama
Pemenuhan ke lima syarat tersebut adalah tanggungjawab sepenuhnya dari
pelaku usaha dan bagaimana cara memenuhinya adalah bagian dari strategi yang
harus dilakukan oleh pelaku usaha tersebut. Jadi, strategi yang harus dilakukan oleh
pelaku usaha UMKM untuk meningkatkan daya saingnya terdiri dari dua (2)
komponen atau sub-strategi. Komponen pertama, strategi untuk
memenuhi/pengadaan kelima prasyarat utama tersebut. Pertanyaannya disini
adalah: bagaimana pengadaan pendidikan, modal, teknologi, informasi dan input
secara kontinyu dan efisien? Komponen kedua, strategi untuk menggunakan secara
optimal kelima syarat tersebut menjadi suatu produk yang kompetitif. Pertanyaan
disini adalah, misalnya: bagaimana pekerja yang sudah berpendidikan tinggi bisa
merghasilkan suatu inovasi? Atau, bagaimana informasi yang didapat mengenai
Daya Saing Perusahaan
Pendorong Inti: Pengusaha & Pekerja (SDM)
Syarat Utama
Modal Informasi Pendidikan Teknologi Input Krusial Lainnya
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP
! 150
perubahan selera konsumen atau kesepakatan baru WTO mengenai perdagangan
internasional?. Hal tersebut bisa dimanfaatkan sepenuhnya menjadi sumber inovasi
atau membuat perusahaan bersangkutan yang tadinya tidak masuk hitungan dalam
persaingan global menjadi unggul di pasar global setelah perubahan tersebut?.
Khusus untuk komponen kedua, perhatian harus ditujukan pada peningkatan
dua hal, yakni kemampuan produksi dan kemampuan pemasaran. Upaya
peningkatan kemampuan produksi termasuk peningkatan kemampuan teknologi dan
kemampuan disain. Sedangkan upaya peningkatan kemampuan pemasaran
termasuk promosi, distribusi dan pelayanan pasca penjualan. Kedua penekanan ini
sangat penting, dan pada umumnya UMKM di Indonesia kalah bersaing dengan
Usaha Besar karena kurang memperhatikan atau kurang mampu di dalam dua
bidang ini. Sebagian besar UMKM di Indonesia, bukan saja lemah dalam teknologi
tetapi juga lemah atau kurang memberikan perhatian dalam strategi pemasaran.
Padahal, banyak kasus menunjukkan bahwa sebuah produk yang dilihat dari aspek
teknologinya biasa-biasa saja, namun sangat laku hanya karena pemasarannya
yang agresif. Sesama UMKM di dalam sebuah klaster (atau sentra industri) dalam
pemasaran, pengadaan bahan baku, R&D, dan lain sebagainya, dan kerjasama
ekstemal antara klaster dengan pihak-pihak lain di luar klaster seperti perbankan,
lembaga R&D/universitas, BDS (business development services), departemen
pemerintah, Usaha Besar (misalnya lewat subcontracting), Kadin, asosiasi bisnis,
dan lain-lain akan menghasilkan keuntungan yang berlipat karena kerjasama seperti
itu menghasilkan efisiensi yang tinggi dibandingkan UMKM yang beroperasi sendiri-
sendiri.
Dukungan pemerintah juga penting, dan ini masuk dalam strategi perusahaan
pada level eksternal. Namun hal ini tidak boleh menjadi substitusi bagi tanggung
jawab perusahaan, melainkan harus bersifat komplementer (pelengkap). Pemerintah
tidak boleh membuatkan suatu strategi untuk sebuah perusahaan, tetapi sangat baik
jika pemerintah bisa mendukung strategi yang dijalankan oleh perusahaan itu. Sama
juga seperti membangun jaringan kerja, yang merupakan bagian dari strategi
perusahaan pada level eksternal seperti yang telah dibahas sebelumnya. Jaringan
kerja sangat penting, namun strategi inti adalah di dalam perusahaan pada level
internal. Dengan kata lain, jangan sebuah perusahaan yang telah membangun suatu
jaringan kerja yang kuat dengan luar menjadi sangat tergantung pada ide atau
inisiatif atau bantuan dari pihak luar tersebut.
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP
! 151
Dukungan pemerintah bisa dalam dua cara, yakni secara tidak langsung dan
intervensi langsung. Secara tidak langsung terkait dengan iklim kebijakan dan
segala macam peraturan yang tidak khusus ditujukan pada UMKM namun sangat
mempengaruhi kegiatan dan kemampuan UMKM meningkatkan daya saingnya.
Kebijakan-kebijakan ekonomi makro yang sangat berpengaruh terhadap iklim
berusaha, yang berarti juga adalah kebijakan moneter (suku bunga, inflasi dan nilai
tukar), termasuk kebijakan perbankan (perkreditan), kebijakan fiskal (khususnya
pengeluaran pemerintah yang sangat berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi),
kebijakan perdagangan internasional (impor dan ekspor), kebijakan
ketenagakerjaan, kebijakan investasi, dan tentu juga segala macam peraturan
dibawah wewenang pemerintah daerah yang selama ini banyak mengganggu dunia
usaha. Sedangkan intervensi langsung adalah seperti yang telah banyak dilakukan
pemerintah adalah upaya membantu UMKM, mulai dari pemberian skim-skim kredit
khusus hingga berbagai macam pelatihan.
Dalam membangun daya saing berkelanjutan, perdagangan intemasional
dalam konteks WTO maupun dalam konteks kesepakatan-kesepakatan bilateral
mengenai perdagangan Iuar negeri, produk-produk yang terstandarisasi menjadi
suatu keharusan. Standarisasi yang diterapkan dleh negara pengimpor atau badan
perdagangan dunia seperti WTO tidak hanya menyangkut ekonomi namun juga
sosial dan lingkungan Misalnya, dalam Konperensi Tingkat Menteri WTO di
Singapura beberapa tahun yang lalu telah mengarah ke isu-isu seperti tenaga kerja
dan lingkungan (green product). Konsep green entrepreneurship memang selayak
nya untuk diterapkan bagi para wirausahawan, karena berpotensi untuk dapat
memperluas pasar global.
Perkembangan tersebut jelas mempunyai suatu implikasi serius bagi daya
saing yang berkelanjutan dari produk-produk UMKM Indonesia. Seperti halnya
Usaha Besar, UMKM Indonesia tidak ada pilihan lain selain harus mengikuti
persyaratan-persyaratan regional, misalnya dalam konteks ASEAN atau Uni Eropa
(UE) atau global (WTO) yang berlaku untuk memenuhi standarisasi. Sayangnya,
justru memenuhi standar kualitas merupakan suatu masalah serius bagi kebanyakan
UMKM (mungkin juga sebagian Usaha Besar) di Indonesia. Hal-hal utama yang
harus diperhatikan oleh UMKM Indonesia dalam proses produksi adalah
menyangkut empat spek penting berikut ini, yaitu:
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP
! 152
a. Pembuangan limbah tidak sembarangan dan mengurangi polusi dalam proses
produksi.
b. Ketenagakerjaan, ini menyangkut terutama keselamatan kerja dan tidak
menggunakan buruh anak-anak (yang paling banyak dijumpai di UMKM di
Indonesia).
c. Tidak menggunakan bahan baku yang sementara terlarang, seperti kayu jati dari
hutan tanpa ijin.
d. Tidak menggunakan bahan-bahan beracun atau yang bisa mempengaruhi
kesehatan, seperti zat-zat pewarna tertentu untuk pakaian dan makanan.
Semua langkah tersebut tidak bisa dilakukan sendirian oleh sebagian besar
UMKM, khususnya Usaha Kecil dan di pedesaan. Kerjasama yang dilakukan antara
UMKM dengan pihak ketiga tidak optimal. Hanya sebagian kecil dari jumlah UMKM
yang ada di Indonesia pernah bekerja sama atau berurusan dengan lembaga terkait,
misalnya BPPT atau LIPI. Untuk lebih efektif dan efisien dalam biaya, maka pola
penyesuaian daya saing UMKM terhadap pemenuhan standarisasi dengan bantuan
pihak ketiga, perlu dilakukan dengan suatu pendekatan clustering.
5.3 Pengembangan Jaringan Usaha, Negosiasi dan Bisnis UMKM
Pembangunan dan pertumbuhan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM)
merupakan salah satu motor penggerak pertumbuhan ekonomi. Salah satu
karakteristik dari dinamika dan kinerja ekonomi yang baik dengan laju pertumbuhan
yang tinggi di negara-negara Asia Timur dan Tenggara yang dikenal dengan Newly
Industrializing Countires (NICs) seperti Korea Selatan, Singapura, dan Taiwan
adalah kinerja UMKM mereka yang sangat efisien, produktif dan memiliki daya saing
yang tinggi. UMKM di negara-negara tersebut sangat responsif terhadap kebijakan-
kebijakan pemerintahnya dalam pembangunan sektor swasta dan peningkatan
pertumbuhan ekonomi yang berorientasi ekspor.
Dari hasil kajian dan banyak penelitian yang dilakukan sebelumnya mengenai
UMKM di Indonesia; maka diperoleh beberapa masalah yang dihadapi oleh UMKM.
Permasalahan yang masih merupakan masalah klasik dan umumnya masih terjadi
pada hampir sebagian besar UMKM di Indonesia, antara lain: (1) pemasaran, (2)
modal dan pendanaan, (3) inovasi dan pemanfaatan teknologi informasi, (4)
pemakaian bahan baku, (5) peralatan produksi, (6) penyerapan dan pemberdayaan
tenaga kerja, (7) rencana pengembangan usaha, dan (8) kesiapan menghadapi
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP
! 153
tantangan lingkungan ekstemal. Berkaitan dengan berbagai masalah yang
dihadapai. UMKM, maka diperlukan strategi untuk mengatasinya. UMKM di
Indonesia harus mampu secara proaktif dan kreatif untuk mengembangkan dirinya,
disamping dukungan dari seluruh stake-holders. Dukungan tersebut diharapkan
datang dari asosiasi pengusaha, perguruan tinggi, dinas/ instansi terkait di
lingkungan pemerintah kabupaten/kota dan provinsi.
Dengan pengakuan akan peran penting dari UMKM, dibutuhkan sejumlah
upaya yang harus dikembangkan untuk memperkuat kapasitas dan daya saing
UMKM dan pengembangan jaringan usaha, terutama dalam menghadapi era
globalisasi. Di wilayah ASEAN, dalam APEC 2020, yang menyisakan sedikit wakt-u
untuk meliberalisasi investasi dan perdagangan. Tantangan persaingan era
globalisasi masa sekarang dan mendatang haruslah dipandang sebagai kesempatan
bagi UMKM meningkatkan kapasitasnya, dan salah satu solusi yang ditawarkan
adalah melalui pengembangan jaringan. Jaringan usaha dapat menjadi solusi
kepada banyak masalah yang dihadapi oleh UMKM dalam ekonomi yang
bertumbuh.
Definisi dan tujuan jaringan usaha (Networking) merupakan kegiatan sosial
ekonomi yang dilakukan oleh para pelaku bisnis dalam rangka mengenali,
menciptakan, atau bertindak atas peluang bisnis yang timbul. Ada beberapa
organisasi jaringan bisnis terkemuka yang menciptakan model kegiatan jaringan
yang jika diikuti, memungkinkan pelaku bisnis untuk membangun hubungan bisnis
baru dan menghasilkan peluang bisnis pada waktu yang sama. Jaringan usaha
adalah proses membangun hubungan saling menguntungkan dengan pengusaha
lain dan klien potensial dan/atau pelanggan. Kunci yang tepat untuk membangun
jaringan usaha adalah pembentukan hubungan yang saling menguntungkan. Tujuan
dari membangun jaringan bisnis adalah untuk meningkatkan pendapatan bisnis.
Kelompok-kelompok jaringan bisnis merupakan sehuah wadah dalam pertukaran
informasi ide, dan dukungan. Keterampilan yang paling penting untuk jaringan bisnis
yang efektif adalah mendengarkan; berfokus pada bagaimana anda bisa membantu
orang lain sebagai pendengar yang baik, bukan pada bagaimana dia dapat
membantu anda adalah langkah pertama untuk membangun hubungan yang saling
menguntungkan.
Banyak para pelaku bisnis berpendapat bahwa jaringan usaha adalah metode
yang lebih efektif dan berbiaya rendah dalam pengembangan usaha dibandingkan
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP
! 154
dengan menggunakan periklanan atau public relations. Hal ini karena jaringan usaha
adalah kegiatan murah yang melibatkan komitmen lebih pribadi dari masing-masing
perusahaan yang terlibat didalamnya. Jaringan bisnis dapat dilakukan dalam sebuah
komunitas bisnis lokal, atau pada skala yang lebih besar melalui Intemet. Situs
jaringan bisnis telah berkembang selama beberapa tahun terakhir karena
kemampuan Internet untuk menghubungkan orang-orang dari seluruh belahan
dunia. Bagaimana cara mendapatkan peluang pasar yang baru di tengah persaingan
bisnis yang semakin ketat? Pertanyaan ini seringkali menjadi hambatan psikologis
bagi sebagian pelaku bisnis UMKM dalam mengambil keputusan untuk terjun
sepenuhnya mengeluti dunia bisnis. Tetapi bagi mereka yang sadar akan pentingnya
membangun jaringan usaha, hambatan psikologis seperti itu bukan masalah besar.
Pelaku UMKM yang memiliki motivasi kuat dengan cepat akan memilih proses
pembentukan kerjasama yang strategis sehingga dapat bersaing secara lebih efektif
di dalam pasar yang semakin meningkat. UMKM harus membangun jaringan usaha
atau kalau tidak dia akan ketinggalan. Kekuatan dibalik pembentukan jaringan usaha adalah "kekuatan jumlah".
Artinya, sekumpulan usaha UMKM yang saling bekerjasama untuk melakukan
kegiatan bersama-sama dengan berbagai tujuan. Beberapa strategi yang dilakukan
dalam kerjasama ini meliputi pembelian teknologi, keberadaan pelayanan;
pemasaran dan juga investasi bersama dalam penelitian dan pengembangan suatu
produk. UMKM seharusnya lebih mudah dan fieksibel dalam membangun jaringan
bisnisnya karena kekuatan UMKM terletak pada:
1. Hubungan yang dekat antara para pelanggan dan leveransir.
2. Kemampuan untuk bereaksi dengan cepat terhadap perubahan-perubahan di
tempat penjualan.
3. Dorongan berwiraswasta.
4. Pelaksanaan dan proses bisnis yang dilakukan oleh pemilik UMKM.
Jaringan usaha adalah kerjasama dari sedikitnya tiga perusahaan yang bersifat
luwes untuk mewujudkan tata persaingan yang sehat diantara mereka dalam
mendapatkan peluang pasar yang baru. Dengan berpartisipasi dalam sebuah
jaringan, maka UMKM dapat memasuki pasar baru, membentuk produk dan jasa
baru, melakukan penawaran bersama untuk penanganan proyek atau kontrak yang
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP
! 155
besar, atau membangun keberadaannya pada pasar asing, dengan biaya masing-
masing UMKM yang lebih sedikit.
Selain itu, UMKM dapat mengkoordinir produk baru maupun produk yang telah
ada di pasar, mendapat akses untuk informasi dan pengetahuan usaha yang sangat
penting, membuat biaya usaha menjadi lebih rendah, memperbaiki teknologi proses
produksi, memperkuat pemasaran, dan distribusi, dan secara bersama-sama
mencari jalan keluar dalam menghadapi pemasalahan. Di Kanada, Amerika Serikat
dan Australia misalnya„ beberapa jaringan usaha berhasil menjadi besar dan
menembus pasar intemasional. Sebagai contoh misalnya Canora Asia Inc.
(Canada). Canora adalah suatu perkongsian perseroan terbatas yang terdiri dari 30
perusahaan kecil menengah di bidang konsultasi lingkungan hidup, teknik dan
leveransir mesin di seluruh Kanada. Tujuannya adalah untuk eksis dan bersaing di
lingkungan pasar Asia Tenggara dengan biaya yang efisien dan dapat
memenangkan kontrak-kontrak yang besar.
Mengapa jaringan usaha dibentuk? Dengan jaringan usaha yang dibentuk
dapat melakukan berbagai macam cara untuk bersaing di pasar yang baru atau
untuk memperkuat keberadaannya di pasar yang telah ada melalui produksi
bersama, jenis produksi yang lengkap, penawaran bersama, pembentukan produk
baru, menanggung biaya bersama, pelatihan serta pemecahan jalan keluar secara
bersama-sama untuk masalah usaha yang umum.
Di Bali, perusahaan-perusahaan kecil di bidang industri garmen telah
membentuk jaringan-jaringan yang berfokus pada perkembangan informasi dan
pengembangan tenaga kerja. Usaha industri kecil di Bali adalah salah satu bentuk
jaringan usaha yang telah mengalami kemajuan dan menghasilkan produk dengan
hasil yang berkualitas tinggi untuk pasar internasional yang berdaya saing. UMKM
yang tergabung dalam suatu jaringan secara bersama-sama, berkelompok dan
berbagai informasi mengenai teknik manajemen mutakhir, data pasar, dan teknologi
produksi yang baru.
a. Jenis Kerjasama Jaringan Usaha (Business Network)
1) Kemitraan. Kemitraan (partnership) umumnya digunakan untuk menunjukkan
suatu kesepakatan hubungan antara dua atau lebih pihak untuk mencapai
tujuan bersama tertentu dalam sehuah bisnis. Kesepakatan yang terjadi bisa
mengikat secara hukum atau juga bersifat longgar. Para pihak yang terlibat
dalam kemitraan bisa merupakan pengembang/penyedia produk dan jasa
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP
! 156
atau penyedia dan pengguna produk dan jasa. Hubungan kemitraan antara
dua pihak atau lebih dapat berupa hubungan dalam tingkatan yang dinilai
lebih longgar seperti koordinasi atas produk dan jasa hingga tingkatan yang
lebih mengikat, seperti kerjasama dan kolaborasi. Kemitraan adalah suatu
sikap menjalankan bisnis yang diberi ciri dengan hubungan jangka panjang,
suatu kerjasama beriingkat tinggi, saling percaya, dimana pemasok dan
pelanggan berniaga satu sama lain untuk mencapai tujuan bisnis bersama.
Sehingga dalam pengembangan hubungan kemitraan ini menghasilkan
beberapa pola-pola kemitraan menurut UU No. 20 tahun 2008, yaitu sebagai
berikut:
a) Inti-Plasma, adalah merupakan hubungan kemitraan antara UMKM dan
Usaha Besar sebagai inti membina dan mengembangkan UMKM yang
menjadi plasmanya dalam menyediakan lahan, penyediaan sarana
produksi, pemberian bimbingan teknis manajemen usaha dan produksi,
perolehan, penguasaan dan peningkatan teknologi yang diperlukan bagi
peningkatan efisiensi dan produktivitas usaha. Usaha Besar mempunyai
tanggung jawab sosial (corporate social responsibility) untuk membina dan
mengembangkan UMKM sebagai mitra usaha untuk jangka panjang.
Contoh diterapkannya tambak inti rakyat dan perkebunan rakyat.
b) Sub-kontrak, yaitu pola kemitraan antara usaha kecil dengan usaha
menengah ataupun usaha besar, dimana usaha kecil yang memproduksi
komponen yang diperlukan perusahaan mitra sebagai bagian dari hasil
produksinya. Pola ini ditandai dengan adanya kesepakatan tentang
kontrak bersama yang menyangkut volume, harga, mutu dan waktu. Pola
ini sangat bermanfaat dalam transfer alih teknologi, modal, keterampilan,
dan produktifitas.
c) Dagang umum, adalah hubungan kemitraan antara usaha kecil dengan
usaha menengah atau usaha besar; dimana usaha menengah atau usaha
besar memasarkan basil produksi usaha kecil atau usaha kecil memasok
kebutuhan yang diperlukan oleh usaha menengah atau usaha besar
mitranya. Dalam kegiatan perdagangan pada umumnya, kemitraan antara
usaha besar atau usaha menengah dengan usaha kecil dapat
berlangsung dalam bentuk kerjasama pemasaran produk, penyediaan
lokasi usaha, atau penerimaan pasokan dari usaha kecil mitra usahanya
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP
! 157
untuk memenuhi kebutuhan yang diperlukan oleh usaha besar atau usaha
menengah. Contohnya: kegiatan bisnis hortikultura, dimana kelompok tarsi
hortikultura bergabung dengan koperasi kemudian bermitra dengan
swalayan atau kelompok supermarket. Petani memiliki kewajiban untuk
memasok barang-barang sesuai dengan persyaratan dan kualitas produk
yang telah disepakati bersama.
d) Waralaba, adalah perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak untuk
memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau
penemuan atau ciri khas usaha yang diiniliki pihak lain dengan suatu
imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan pihak lain tersebut,
dalam rangka penyediaan dan atau penjualan barang dan atau jasa.
Hubungan kemitraan yang di dalamnya pemberi waralaba memberikan
hak penggunaan lisensi, merek dagang, dan saluran distribusi
perusahaannya kepada penerima waralaba dengan disertai bantuan
bimbingan manajemen. Pemberi Waralaba adalah badan usaha atau
perorangan yang memberikan hak kepada pihak lam untuk memanfaatkan
dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan
atau ciri khas usaha yang dimilikmya. Penerima Waralaba adalah badan
usaha atau perorangan yang diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau
menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri
khas yang dimiliki Pemberi Waralaba.
e) Keagenan, adalah hubungan kemitraan yang di dalamnya usaha kecil
diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa usaha menengah
atau usaha besar mitranya.
f) Pola kemitraan kerjasama operasional, adalah pola hubungan bisnis yang
dijalankan oleh kelompok mitra dengan perusahaan mitra. Kelompok mitra
adalah kelompok yang menyediakan lahan, sarana dan tenaga kerja.
Sedangkan perusahaan mitra menyediakan biaya, modal, manajemen dan
pengadaaan sarana produksi lainnya. Perusahaan mitra juga sebagai
penjamin pasar dengan meningkatkan nilai tambah produk melalui
pengolahan dan pengemasan. Pola ini sering diterapkan pada usaha
perkebunan tebu, tembakau, sayuran dan pertambakan. Dalam pola ini
telah diatur tentang kesepakatan pembagian hasil dan resiko
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP
! 158
g) Bapak angkat - Anak angkat, merupakan hubungan antara pengusaha
besar yang bersedia membantu perkembangan pengusaha kecil.
Dibutuhkan kesadaran tinggi bagi bapak angkat untuk membantu anak
angkatnya. Salah satu contohnya adalah BUMN yang memperoleh profit
besar memberikan modal tanpa bunga kepada peternak di daerah miskin.
h) Franchise, merupakan hubungan antara pemilik nama franchise
(franchisor) dengan pembeli franchise (franchisee) yang menjual beserta
atributnya seperti peralatan, proses produksi, resep campuran proses
produksinya, pengendalian mutu, pengawasan mutu bahan baku, maupun
barang jadinya serta bentuk pelayanannya.
i) Vendor, adalah kerjasama dimana produk yang dihasilkan oleh mitra
kerjanya yang akan digunakan oleh bapak angkat, tetapi produk tersebut
tidak menjadi bagian produk yang dihasilkan oleh bapak angkat. Contoh:
PT Kratakau Steel yang core business-nya menghasilkan baja mempunyai
anak angkat perusahaan kecil penghasil emping melinjo. Vendor juga
dapat diartikan sebagai kegiatan bisnis di mana BUMN/BUMS membeli
barang setengah jadi atau barang jadi dari mitra usaha tidak berdasarkan
kontrak tertulis, tetapi atas pesanan melalui perantara. Barang yang dibeli
tidak memenuhi spesifikasi teknis yang spesifik, akan tetapi perusahaan
besar melakukan grading dan membayar sesuai dengan mutu produk
yang diserahkan.
2) Koordinasi dan Kerjasama
Koordinasi merupakan suatu pengaturan/penataan beragam elemen ke
dalam suatu pengoperasian yang terpadu dan garmonis. Motivasi utama dari
koordinasi biasanya adalah menghindari kesenjangan dan tumpang-tindih
yang berkaitan dengan tugas atau kerja pihak terkait. Para pihak UMKM
terkait biasanya berkoordinasi dengan harapan memperoleh hasil secara
efisien. Koordinasi dilakukan umumnya dengan melakukan harmonisasi
tugas, peran, dan jadwal dalam lingkungan dan sistem yang sederhana.
Sementara itu, kerjasama mengacu kepada praktek antara dua pihak
atau lebih UMKM untuk mencapai tujuan bersama (mungkin juga termasuk
cara/metodenya), kebalikan dari bekerja sendiri-sendiri dan berkompetisi.
Motivasi utama dari kerjasama biasanya adalah memperoleh kemanfaatan
bersama (harus yang saling menguntungkan) melalui pembagian tugas yang
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP
! 159
telah disepakati. Seperti halnya dengan koordinasi, selain memperoleh hasii
seefisien mungkin, para pihak UMKM terkaIt biasanya bekerjasama dengan
harapan menghemat biaya dan waktu. Kerjasama umumnya dilakukan untuk
memecahkan persoalan dalam lingkungan dan sistem yang kompleks.
3) Kolaborasi
Istilah kolaborasi biasanya digunakan untuk menjelaskan praktik dua pihak
atau lebih untuk mencapai tujuan bersama dan melibatkan proses kerja
masing-masing maupun kerja bersama dalam mencapai tujuan bersama
tersebut. Motivasi utamanya biasanya adalah memperoleh hasil-hasil kolektif
yang tidak mungkin dicapai jika masing-masing pihak bekerja sendiri-sendiri.
Selain seperti dalam kerjasama, para pihak berkolaborasi biasanya dengan
harapan mendapatkan hasil-hasil yang inovatif, terobosan, dan, atau
istimewa/luar biasa, serta prestasi kolektif yang memuaskan. Kolaborasi
biasanya dilakukan agar memungkinkan muncul/berkembangnya saling
pengertian dan realisasi visi bersama dalam lingkungan dan sistem yang
kompleks.
4) Kemitraan Strategis atau Aliansi Strategis
Kemitraan/aliansi strategis pada dasamya merupakan kemitraan
(atau sering juga disebut kolaborasi sinergis) antara dua atau
multi pihak dalam bidang-bidang spesifik yang dinilai strategis
dalam bisnis. Definisi yang sangat umum ini tentu tidak/belum
memberikan pengertian yang sangat bermakna tentang kemitraan/
aliansi strategis dan perbedaannya dengan bentuk kemitraan
Kemitraan/aliansi strategis (untuk bisnis dengan bisnis,
atau B2B) pada dasarnya merupakan suatu kemitraan yang
melibatkan kombinasi beragam upaya bersama dengan mitra aliansi. bisnis.
Ini bisa berupa upaya misalnya untuk memperoleh harga yang lebih baik
dengan cara pembelian bersama, hingga upaya mencari bisnis untuk
menghasilkan produk bersama. Ide utamanya adalah meminimumkan resiko
sekaligus memaksimumkan leverage perusahaan. Tetapi berbeda dengan
kemitraan lain seperti merger dan akuisisi yang berdampak pada perubahan
struktural dan bersifat permanen pada perusahaan yang melakukannya,
maka kemitraan/aliansi strategis sebenamya merupakan cara outsorcing,
memperoleh layanan fungsional yang diperlukan oleh perusahaan dari
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP
! 160
sumber luar. Jadi suatu kemitraan/aliansi dalam hal ini adalah kolaborasi
bisnis dengan bisnis yang ada kalanya ini juga disebut jaringan bisnis
(business network).
b. Strategi Jaringan Usaha Dan Bisnis
Dalam menghadapi persaingan di Zaman Era Globalisasi saat, dituntut untuk
melakukan restrukturisasi dan reorganisasi dengan tujuan untuk memenuhi
permintaan konsumen yang makin spesitik, berubah dengan cepat, produk
berkualitas tinggi, dan harga yang murah. Salah satu upaya yang dapat
dilakukan UMKM adalah melalui hubungan kerjasama dengan Usaha Besar.
Supply chain pada dasarnya merupakan jaringan perusahaan-perusahaan
yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan
suatu produk ke tangan pemakai akhir. Pentingnya persahabatan, kesetiaan,
dan rasa saling percaya antara industri yang satu dengan lainnya untuk
menciptakan ruang pasar tanpa pesaing, yang kemudian memunculkan
konsep blue ocean strategy.
Dengan semakin terbukanya pasar ekonomi global maka
pengembangan jaringan usaha, pemasaran dan kemitraan usaha menjadi
satu strategi yang perlu terus diperluas dengan berbagai macam pola
jaringan, dalam bentuk jaringan sub-kontrak maupun pengembangan kluster.
Dengan metode jaringan usaha melalui subkontrak dapat dijadikan sebagai
altematif bagi eksistensi UMKM di Indonesia. Sedangkan pola
pengembangan jaringan melalui pendekatan kluster, diharapkan
menghasilkan produk oleh produsen yang berada di dalam kluster bisnis
sehingga mempunyai peluang untuk menjadi produk yang mempunyai
keunggulan kompetitif dan dapat bersaing di pasar global. Daya saing yang
tinggi hanya ada jika ada keterkaitan antara yang besar dengan yang
menengah dan kecil. Sebab hanya dengan keterkaitan produksi yang adil,
efisiensi akan terbangun. Oleh sebab itu, melalui kemitraan dalam bidang
permodalan, kemitraan dalam proses produksi, kemitraan dalam distribusi,
masing-masing pihak akan diberdayakan.
Kerjasama dalam kegiatan usaha bukanlah konsep yang baru di
Indonesia. Sebagai contoh, koperasi yang terdiri dari usaha-usaha yang lebih
kecil bekerjasama agar dapat bersaing dan mendapatkan sukses. Banyak
juga perusahaan-perusahaan kecil bekerjasama dengan perusahaan-
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP
! 161
perusahaan besar dalam bentuk hubungan kerja dalam suatu kontrak. Ada
tiga dasar pembentukan jaringan usaha, yaitu:
1) Jaringan Produksi. Jaringan usaha ini biasanya terdiri dari 3 - 10
perusahaan kecil yang menghasilkan berbagai jenis produk dan kegiatan,
pemasaran, dan bekerjasama menembus pasar baru. Di Indonesia,
jumlah peserta. dalam sebuah jaringan usaha cenderung sangat banyak.
Jaringan tersebut menitikberatkan kegiatannya untuk mencari peluang
pasar yang berdasar pada produk tertentu.
2) Jaringan Pemasaran. Tarif baru ini biasanya terdiri dari sekelompok
perusahaan kecil pada sektor industri yang serupa. Mereka bekerjasama
untuk membentuk suatu usaha yang penting artinya dalam memenangkan
persaingan pada dasar yang baru tersebut. Perusahaan dalam persaingan
ini biasanya perusahaan yang saling melengkapi barang-barang hasil
produksinya dan tetap saling bersaing.
3) Jaringan Pelayanan. Dalam jaringan ini, kelompok perusahaan kecil yang
akan bergabung dalam pembiayaan untuk jasa-jasa tertentu, seperti
pelatihan, informasi, informasi tentang teknologi, manajemen konsultasi,
atau jasa konsultasi tenaga ahli.
Ada beberapa bentuk kerjasama yang dapat dilaksanakan perusahaan
untuk jaringan pekerjaan, yaitu kerjasama pembelian, kerjasama peningkatan
tenaga kerja, pengembangan produk dan kerjasama produk, kerjasama
penjualan dan pemasaran. Bentuk nyata dari kerjasama di dalam lingkup
sebuah jaringan usaha akan bervariasi, tergantung dari jenis usaha yang
dilakukan dan tujuan mereka bersama. Walau demikian, bentuk-bentuk
manapun yang dipilih oleh sebuah jaringan usaha, harus fleksibel sehingga
dapat secara cepat dan efektif mendapatkan kesempatan usaha baru.
Komitmen kemitraan sampai saat ini dirasakan bagaikan angin segar bagi
kebanyakan UMKM.
c. Pengembangan Jaringan Usaha UMKM yang Efektif
Membangun jaringan bisnis adalah hal yang sangat menyenangkan. Jaringan
Bisnis terjadi ketika sekelompok orang-orang yang berpikiran bisnis dan
memiliki tujuan sama berkumpul dan saling membantu. Jika wirausaha
memeriksa pasti akan menemukan sebuah kelompok jaringan di wilayah
usaha saat ini. Kelompok jaringan bisnis dapat bertemu sesering yang
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP
! 162
mereka inginkan, dan nyaman untuk para anggotanya. Sangat disayangkan,
terkadang kebanyakan orang mulai dengan sebuah kelompok jaringan usaha
hanya dengan tujuan mencari keuntungan yang cepat, yaitu untuk hasil yang
menguntungkan diri mereka sendiri.
Jaringan perusahaan besar VS jaringan usaha UMKM. Jaringan
perusahaan besar menyebar lebih lebar dari usaha kecil, tetapi perbedaan
antara kedua jenis adalah bahwa untuk menjadi bagian dari jaringan
perusahaan besar, maka anda harus mencapai tingkat keberhasilan yang
sudah ditetapkan terlebih dahulu. Misalnya terbang ke Cina menemukan
pabrik yang memproduksi produk favorit anda, pergi ke pemilik pabrik dengan
menawarkan untuk membeli dalam jumlah besar produk, dan mereka akan
memberikan penawaran, ketika mereka tidak mengambil penawaran itu dan
dibandingkan dengan harga eceran saat ini, jika tidak lebih rendah dari pasar
ritel, maka pabrik ini merupakan bagian dari jaringan bisnis, berarti mereka
memberikan harga khusus hanya untuk anggota jaringan. Hal ini membuat
nilai produk yang sebenamya tersembunyi dari konsumen dan hanya tersedia
bagi perusahaan besar yang mereka hadapi.
Jaringan bisnis Online. Bisnis saat ini semakin menggunakan jaringan
bisnis sosial sebagai sarana menumbuhkan lingkaran kontak bisnis mereka
dan mempromosikan diri mereka sendiri secara online. Secara umum alat
jaringan memungkinkan para profesional untuk membangun lingkaran mereka
dari mitra bisnis mereka yang saling mempercayai. Dengan alat jaringan
menghubungkan para mitra bisnis memungkinkan individu untuk mencari
orang-orang tertentu dalam jaringan mereka. Melalui alat perkenalan, anggota
dalam bisnis ini kemudian bisa mendapatkan kontak dengan calon mitra
usaha baru. Karena bisnis berkembang secara global, jaringan sosial mem-
buat lebih mudah untuk tetap berhubungan dengan kontak lain di seluruh
dunia. Khusus lintas batas e-commerce platform dan jaringan usaha
kemitraan sekarang membuat globaiisasi diakses juga untuk perusahaan kecil
dan menengah.
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP !
! 163
BAB VI
PELATIHAN PEMBUATAN KESET
DALAM UPAYA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
6.1 Pendahuluan
Saat Indonesia dilanda krisis ekonomi pada tahun 1998, ribuan karyawan
dan pegawai mengalami pemutusan hubungan kerja. Sehingga banyak
pekerja yang belum bisa mendapat pekerjaan yang layak dalam arti untuk
memenuhi kebutuhan hidup keluarga sehari hari. Dengan naiknya harga
bahan pokok untuk keluarga serta harga BBM semakin memberatkan kondisi
perekonomian rakyat. Korban utama adalah para bapak rumah tangga/suami
yang harus menghidupi keluarganya. Dengan menurunnya penghasilan
keluarga yang biasanya diperoleh, maka para ibu rumah tangga/istri mau
tidak mau menyingsingkan lengan baju untuk menunjang perekonomian
keluarga dengan bekerja atau menjadi wirausaha. Pada dasarnya wanita
memiliki potensi yang unggul untuk menjadi wirausaha yang mampu
produktif dan bisa menambah penghasilan keluarga. Menurut penelitian yang
dilakukan oleh Savitri laili dan Nawasiah nana (DIPA, 2010) ada 10 variabel
karakteristik unggul dalam berwirausaha yaitu : kesempatan, kegigihan,
tanggung jawab pada tugas, kualitas kerja, menanggung resiko, penetapan
tujuan, mencari informasi, rencana sistematis, kerjasama dan persuasi,
percaya diri. Hal ini ditunjang lagi dengan penelitian yang dilakukan oleh
Djamil.A, N.Savitri Laili, Retno Bayu (HIBAH PF, DIKTI,2013) yang
menemukan adanya karakteristik unggul pada wanita suku Betawi dan suku
Minangkabau. Pada wanita suku Betawi ditemukan ada 6 karakteristik unggul
yaitu: kinestetik, naturalis, intrapersonal, linguistik dan musical dan pada
wanita suku Minangkabau adalah linguistik, musical, naturalis, intrapersonal,
dan interpersonal.
Hasil penelitian tersebut yang mendorong tim untuk menciptakan
kelompok usaha wanita yang produktif. Munculnya minat ini bermula dari
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP !
! 164
relasi mitra usahawan muda yang juga alumni FEB-UP yang bergerak dalam
bidang pembuatan sajadah empuk, dan juga memiliki mitra para ibu rumah
tangga berlokasi di Jagakarsa Lenteng Agung Jakarta Selatan. Selama ini,
ibu rumah tangga ini memiliki keinginan yang besar untuk membantu
perekonomian keluarga, namun belum ada yang memberikan peluang untuk
mereka membangun kegiatan produktif. Padahal rata rata keluarga mereka
hidup dari hasil penjualan, pedagang kecil, karyawan level bawah dan buruh
bangunan yang dilakukan suami mereka. Tentu saja dengan semakin
mahalnya biaya hidup membuat mereka kewalahan menutupi kebutuhan
hidup sehari hari. Di lain pihak mitra usahawan kami yaitu Sdr.Wahid seorang
wirausahawan muda yang merupakan alumni dari FEB-UP dan sudah
merintis usaha sejak tahun 2009 berlokasi di Depok dan kini sudah memiliki
omset rata-rata 150 produk per minggu, dari hasil produk tersebut ternyata
Wahid menyisakan limbah kain sebanyak 2 sampai 5 karung ukuran 100 kg
per minggu dan hingga saat ini limbah tersebut belum dimanfaatkan, karena
belum ada tenaga kerja yang mengolah limbah tersebut .
Maka tercetuslah ide untuk memberdayakan ibu rumah tangga untuk
mengolah limbah kain ini menjadi produk yang bermanfaat. Sehingga melalui
kegiatan pembentukan kelompok usaha ini diharapkan bisa menjadi jembatan
antara 2 mitra yaitu mitra usahawan muda dengan mitra binaan kelompok ibu
rumah tangga untuk bersama-sama bersimbiosis mengembangkan usaha
pembuatan keset kain dari limbah kain yang ada. Di sini peranan wahid
adalah sebagai pelatih sekaligus yang membantu menerima hasil produk ibu
rumah tangga untuk dipasarkan. Peranan kelompok ibu-ibu menjadi mitra
binaan untuk menjadi pengrajin sekaligus pemasok produk keset kain Wahid.
Peran kami sebagai dosen adalah sebagai mediator kedua kelompok mitra
kami dan sekaligus pembina serta fasilitator untuk mengembangkan
kelompok wirausahawan wanita. Dengan demikian dapat membantu usaha
home industry pembuatan keset dari bahan sisa. Disamping itu kami juga
memberikan pelatihan membangun karakteritik wirausaha wanita unggul.
Dengan simbiosis ini diharapkan dapat membangun kelompok masayarakat
yang tidak produktif menjadi masyarakat produktif. Harapan kami untuk masa
selanjutnya kelompok mitra binaan ini bisa menjadi sebuah kepompok
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP !
! 165
pengrajin yang berbasis kekuatan potensi masyarakat, khususnya
wirausahawan wanita.
Masyarakat pada umumnya memiliki sudut pandang yang monoton
khususnya ibu-ibu dalam menyikapi perkembangan jaman, dimana
masyarakat kurang memiliki rasa ingin tahu sehingga sulit untuk menuju
kearah terjadinya sebuah penyelarasan dalam mengikuti perkembangan.
Untuk itu salah fungsi universitas dalam hal ini melalui dosen memiliki
kewajiban bukan cuma mendidik mahasiswa, dan melakukan penelitian,
namun para dosen juga di tuntut untuk melakukan pengabdian masyarakat,
guna menstimulus masyarakat dan membekali ilmu berupa soft skill untuk
melakukan perubahan paradigma atau pola pandang masyarakat untuk dapat
maju sesuai dengan perkembanan zaman. Para dosen yang melakukan
pengabdian masyarakat harus mampu menginformasikan, menjelaskan, dan
mengedukasi masyarakat binaan tentang betapa pentingnya Pendidikan
dalam hal ini pelatihan, agar masyarakat dapat memahami dan membaca
potensi sekitr, sehingga pola pandang masyarakat dapat menangkap peluang
dari sesuatu yang tidak berguna menjadi lebih bermanfaat.
6.2 PERMASALAHAN MITRA
Rumusan masalah yang harus diselesaikan adalah bagaimana mengenalkan,
memberi contoh dan melatih pembuatan keset berbahan dasar kain sisa
konveksi kepada masyarakat binaan. Sehingga tujuan dari program
pengabdian masyarakat ini meningkatkan pola pikir masyarakat, agar
masyarakat menjadi kreatif dan termotivasi, dan kedepanya masyarakat
dapat terus berinovasi, dan membantu memajukan perekonomian dengan
berwirausaha kerajinan keset berbahan dasar limbah konveksi, Sehingga
kehidupannya lebih maju dan berkembang.
Metode pelaksanaan pada program pengabdian masyarakat ini yaitu
dengan metode transfer ilmu dari team dosen dan pelatih kepada masyarakat
yang dilatih. Lokasi pengabdian masyarakat ini berada di kampung langgaran
desa Sukacai, serang, banten Jawa Barat dan Kampung Srengseng sawah,
lenteng agung Jakarta selatan. Sasaran ditujukan kepada ibu-ibu rumah
tangga. Sebelum membuat produk kami memberikan motivasi dan sosialisasi
terlebih dahulu kepada masyarakat agar dapat termotivasi dan meningkatnya
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP !
! 166
pola pandang masyarakat. Setelah itu kami menjelaskan sekaligus
mengajarkan metode-metode pembuatan kerajinan keset tersebut.
Pada kegiatan Pengabdian Masyarakat, permasalahan yang berhubungan
dengan mitra kami adalah:
1. Pada mitra usahawan muda Wahid adalah :
a. Masalah banyaknya sisa limbah kain yang belum diolah ( rata rata 2
sampai 5 karung besar ukuran 100 kg sisa kain ) padahal
menurutnya seharusnya limbah kain ini masih bisa dijadikan barang
produktif yang menghasilkan keuntungan.
b. Untuk mengolah sendiri sisa limbah ini wahid belum memiliki mitra
dan juga membutuhkan biaya yang digunakan untuk modal mengolah
bahan kain menjadi barang jadi . Sedangkan dana yang ada masih
diutamakan untuk biaya produksi dan pemasaran sajadah empuk
sebagai produk utama Wahid.
c. Belum adanya pihak yang mau bekerjasama untuk mengolah limbah
kain tersebut untuk menjadi barang produksi yang bisa dipasarkan.
2. Pada mitra ibu rumah tangga di Jagakarsa Lenteng Agung Jakarta
Selatan, adalah :
a. Kurangnya tingkat pendidikan ibu-ibu yang rata-rata hanya
berpendidikan SD dan SMP sehingga mereka bingung untuk
menciptakan usaha yang akan dikerjakan.
b. Kurang kemampuan modal untuk menjalankan usaha sedangkan
ekonomi keluarga hanya cukup bahkan kurang untuk memenuhi
kebutuhan pokok keluarga. Meraka juga belum bisa membuat usaha
yang produktif yang dapat membantu ekonomi keluarga, padahal
mereka punya tenaga, keinginan kuat untuk membuat sesuatu.
c. Kurangnya pengetahuan akan wirausaha beserta cara untuk memulai
suatu usaha, sehingga mereka kurang percaya diri untuk memulai
usaha, dan di lingkungan mereka belum ada penggerak yang
berinisiatif untuk membimbing kelompok ibu rumah tangga ini.
d. Belum adanya pihak yang membantu mereka untuk memulai suatu
usaha yang produktif dan bisa dikerjakan di rumah.
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP !
! 167
Melihat permasalahan ini maka kami sudah beberapa kali bertemu dengan
pihak wahid maupun pihak ibu-ibu rumah tangga di wilayah ini dan
menyepakati hal-hal sebagai berikut :
1. Sepakat untuk bermitra untuk membuat keset dari limbah kain hasil
produksi Wahid
2. Wahid bersedia menyediakan pasokan bahan limbah kain
3. Wahid bersedia memberikan pelatihan ibu-ibu yang ditunjuk sebagai
kordinator kelompok (Jumlah 3-5 Orang) untuk membuat keset kain
hingga menjadi produk yang memiliki nilai jual yang memadai untuk
dipasarkan
4. Wahid bersedia menampung hasil produksi dari ibu-ibu untuk dipasarkan
5. Keuntungan dari hasil produksi akan dibagi sesuai dengan kesepakatan
6. Apabila ibu-ibu RT ingin memasarkan produk tersebut, maka bisa
dilakukan sesuai dengan kesepakatan bersama.
7. Ibu-ibu RT ini akan membentuk kelompok usaha yang dibimbing dan
dilatih oleh Dosen FEB UP dan Wahid.
8. Ibu-ibu RT ini bersedia mengikuti aturan produksi sesuai kesepakatan
bersama.
9. Kualitas Produksi ditentukan oleh Wahid
10. Pihak Dosen FEB UP menjadi mediator, membimbing dan memfasilitasi
pelatihan, yang akan diadakan, sekaligus membantu Wahid dan
kelompok usaha ibu-ibu RT Jagakarsa mulai pada waktu awal produksi
hingga ibu-ibu RT ini mampu secara mandiri bersama Wahid
menjalankan usaha keset kain ini.
11. Pihak Dosen FEB UP akan menyediakan tenaga untuk melatih
wirausaha, Wahid menyediakan tenaga untuk menjadi pelatih &
pengawas produksi keset kain.
12. Pihak Dosen FEB UP akan membantu penyediaan peralatan untuk
membuat keset kain yang dibutuhkan dan meminjam aula masjid At
Taqwa setempat untuk tempat produki selama awal masa produksi. Untuk
pelatihan rencana akan dilakukan di Mushola tempat pengajian ibu-ibu.
Selanjutnya pengerjaan dilakukan di rumah masing masing dan hasilnya
dikumpulkan di rumah ketua kelompok yang ditunjuk, sebelum diambil
oleh Wahid.
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP !
! 168
Dengan kesepakatan ini diharapkan bisa menjembatani antara pihak
usahawan muda Wahid dan kelompok ibu-ibu RT Jagakarsa untuk
bersama sama membangun usaha yang produktif dengan memanfaatkan
limbah kain sisa pembuatan sajadah empuk Wahid.
6.3 METODE PELAKSANAAN
Kerangka Pemecahan Masalah Permasalahan khusus adalah adanya keinginan ibu ibu rumah tangga yang
ingin membantu kesejahteraan keluarga namun tidak mengetahui langkah
apa yang harus mereka lakukan, hal ini dikarenakan ketidak pahaman
tentang usaha keluarga, tidak memiliki ketrampilan yang dapat mereka
lakukan dan lain sebagainya. Oleh karena itu, Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Pancasila melalui penerapan dharma ke tiga dalam Tri Dharma
Perguruan Tinggi, yaitu kegiatan pengabdian pada masyarakat dapat
memberikan kontribusi untuk memecahkan persoalan tersebut. Realisasi
pemecahan masalah terhadap kerangka masalah dilakukan melalui
peningkatan ketrampilan dan pelatihan pembuatan keset kain yang langsung
siap jual dan mampu menumbuhkan jiwa wirausaha. Pelaksanaan Kegiatan Pelaksanaan kegiatan direncanakan berlangsung selama 6 bulan yang
dibagi atas 5 tahapan utama yaitu :
1. Persiapan dan perencanaan (1 bulan). Pada tahap persiapan kami
melakukan pendekatan personal kepada mitra (Wahid Syafruddin)
sekaligus menjajaki berbagai kemungkinan yang ada, baik peluang,
kendala, tantangan yang akan dihadapi seiring dengan berjalannya
program ini. Kami juga membuat perjanjian kerjasama dan kesepakatan.
Termasuk diantara penyiapan dokumen yang dibutuhkan, pembuatan
proposal kegiatan pengabdian kepada masyarakat dan koordinasi dengan
mitra Selain itu kami menghubungi tokoh masyarakat setempat, dan
pengurus masjid At Taqwa Univ. Pancasila untuk ijin kegiatan serta
kepala sekolah TK At Taqwa dan ketua pengurus orang tua siswa/i TK At
Taqwa untuk membahas rencana program ini.
2. Pelatihan. Pelatihan (TOT) bagi ibu ibu rumah tangga dilakukan selama 2
kali. Pada tahap awal dilakukan dengan metode ceramah untuk
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP !
! 169
menyampaikan materi tentang Menumbuhkan minat dan membangun
karakter wirausaha unggul oleh Laili Savitri Noor, SE,MM dan Strategi
Pemasaran oleh Dr. Sri Widyastuti, SE, MM, M.Si dan Peran istri dan ibu
dalam keluarga oleh Dra. Bayu Retno, MM. Tahap ke dua dilakukan
pelatihan pembuatan keset kain.
3. Produksi dan pemasaran (1 bulan). Selanjutnya akan dilakukan produksi
dan sebagai tahap awal produksi dimulai sehari setelah selesai pelatihan
yang hasilnya akan dipantau langsung oleh wahid. Kordinator kelompok
akan menggerakkan anggota (ibu ibu) untuk dilatih sekaligus langsung
membuat keset kain tersebut (On the job training ).
4. Monitoring dan Evaluasi kegiatan produksi dan pemasaran (2 kali)
Kegiatan monitoring dan evaluasi dilakukan seiring dilakukannya kegiatan
produksi keset.
5. Pembentukan kelompok usaha hingga kelompok tersebut dapat mandiri
(1 bulan), kelompok usaha ini akan menjadi inkubator binaan bagi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pancasila.
Materi pelatihan yang akan disampaikan adalah sebagai berikut :
Tabel 6.1 Materi Pelatihan
No Materi Waktu Penyaji 1 Pembuatan keset kain 6,5 jam Wahid Syafruddin, SE 2 Menumbuhkan minat dan
membangun karakter wirausaha unggul.
1,5 jam Laili Savitri Noor, SE., MM
2 Strategi pemasaran 1,5 jam Dr. Sri Widyastuti SE., MM., MSi 3 Peranan istri dan ibu bagi
keluarga 1,5 jam Dra. Bayu Retno, MM,Psi
Total 11 Jam
Sasaran. Sasaran strategis kegiatan pengabdian masyarakat ini adalah ibu
ibu rumah tangga yang bertempat tinggal di sekitar kampus Universitas
Pancasila.
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP !
! 170
Evaluasi dan Kriteria Keberhasilan. Tingkat keberhasilan kegiatan ini
dilakukan melalui proses pengamatan langsung dan berdasarkan penilaian
kinerja dan hasil produk dari peserta dalam proses persiapan, pelaksanaan
dan evaluasi dalam pembuatan keset kain Adapun model penilaian sebagai berikut :
Tabel 6.2 Check List Proses Pembuatan Keset Kain
No Ketrampilan yang diamati Skala Nilai
4 3 2 1 1 Persiapan (Pemilihan bahan, pengukuran, penyiapan alat) 2 Penggunaan peralatan yang benar
3 Ketepatan langkah-langkah membuat kreasi produk keset kain
4 Kesesuaian hasil akhir yang dipresentasikan menurut kriteria yang diharapkan
5 Menata peralatan setelah selesai kegiatan 6 Kreativitas produk keset kain 7 Kerapian produk keset kain 8 Kombinasi warna produk keset kain 4=sangat baik, 3=baik, 2=cukup, 1=kurang
Selanjutnya hasil akhir penilaian kinerja darat-rata dan dikonversi
menggunakan pedoman konversi sebagai berikut:
Tabel 6.3 Pedoman Hasil Evaluasi
No Rentangan Nilai Katagori 1 85 – 100 4 Sangat baik 2 70 – 84 3 Baik 3 55 – 69 2 Cukup 4 < 54 1 Kurang
Kinerja Lembaga Pengabdian Masyarakat Universitas Pancasila Dalam menjalankan Tri Dharma Pendidikan, Universitas Pancasila berupaya
untuk dapat memberikan bagian yang sesuai antara proses pendidikan
akademik, pelaksanaan penelitian dan pengabdian pada masyarakat. Untuk
pelaksanaan penelitian dan pengabdian pada masyarakat maka Universitas
Pancasila memiliki LP (Lembaga Penelitian) dan LPM (Lembaga Pengabdian
Kepada Masyarakat) yang merupakan sarana untuk mengimplemantasikan
penelitian dan pengabdian kepada masyarakat meliputi bidang Farmasi,
Teknik, Ekonomi, Hukum, Psykologi, Komunikasi dan Pariwisata.
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP !
! 171
Visi LPPM UP adalah mewujudkan LPPM-UP sebagai wadah pemberdayaan
masyarakat, yang diakui secara nasional dengan Misi yaitu menjadikan
masyarakat Indonesia lebih berkualitas berkembang dan sejahtera serta
memberikan manfaat bagi civitas akademika. Ruang lingkup kegiatan
meliputi:
1. Pembinaan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)
a. Penyuluhan/Sosialisasi
b. Bantuan pembuatan proposal dan rekomondasi pinjaman
c. Pelatihan (manajemen, becoming success entrepreneur, dll)
d. Monitoring
e. Pemetaan
2. Pengembangan SDM (sumber daya manusia) dan POSDAYA (Pos
Pemberdayaan Keluarga)
a. Peningkatan kualitas kepala sekolah, guru dan bidan
b. Dukungan untuk siswa smu yang tidak melanjutkan ke perguruan
tinggi
c. Peningkatan wawasan sosial mahasiswa
d. Pengembangan posyandu (posdaya)
Kerjasama yang dilakukan LPPM-UP antara lain dengan Pemerintah (DKI
Jakarta, Tangerang, Kab. Serang, Depok, Bekasi, Kab. Tulunggagung, Jawa
Timur, Kab. Serang – Banten, Kab. Bogor –Jabar), BUMN (PT. Sukofindo,
PT. Jamsostek, PT. Jasa Raharja, PT. Pembangunan Perumahan, PT.
Bhandra Graha Raksa, PT. Bank Mandiri, PT. Adhi Karya, PT. BRI, PT. Jasa
Marga, PT. Perum IbM Kecamatan Jagakarsa – T.Mesin Universitas
Pancasila 13 Pegadaian, PT. Telkom, PT. Antam, PT. Jasindo, PT. BTN,
PT.Bank DKI), Swasta (Yayasan Dharma Budi Astra, Yayasan Damandiri,
Yayasan Indra) dan Masyarakat.
Kinerja Lembaga Pengabdian Masyarakat Fakultas Ekonomi & Bisnis Universitas Pancasila
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pancasila dalam menunjang
kegiatan wirausaha mahasiswa mewajibkan dalam kurikulumnya mata kuliah
manajemen kewirausahaan bagi mahasiswa semester 2 (dua) dan
matakuliah manajemen kewirausahaan & praktek bisnis bagi mahasiswa
semester 6 (enam). Dan pada akhir semester, diselenggarakan kegiatan
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP !
! 172
“Market Day” yang merupakan sarana mahasiswa untuk memulai bisnisnya
dengan melakukan promosi dan perdagangan di kampus
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pancasila juga mempunyai
program pengabdian masyarakat pada setiap semester, tersaji di bawah ini
kegiatan pengabdian masyarakat yang telah dilakukan (Tahun 2012 – 2014)
yaitu :
Tabel 6.4 Kegiatan Pengabdian Masyarakat FEB-UP
NO. JUDUL TAHUN
1. Optimalisasi Pengelolaan tanggung Jawab Sosial Perusahaan dan Lingkungan dalam Rangka Akselerasi Pembangunan Daerah (kerjasama dengan Pemkab Serang)
2012
2. Peningkatan Motivasi Kewirausahaan dan Permodalan Usaha Kecil dan Menengah Kota Depok
2013
3. Penyuluhan bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah Cluster Tepung Tapioka di Wilayah Kabupaten Bogor
2013
4. Sosialisasi Peraturan perpajakan Bagi Pelaku Usaha Mikro dan Kecil (UKM)
2013
5. Pendampingan Penggunaan Dan Pengembalian Dana pinjaman Program Kemitraan PT BNI Persero bagi UMKM Cluster Tapioka di Kabupaten Bogor.
2013
6. Pelatihan Peningkatan Rasa Percaya Diri untuk Karir dan Masa Depan bersama PT Martina Berto, TBK (Martha tilaar)
2013
7 Bakti Sosial di Desa Gunung sari, Kecamatan Pamijahan, Cibatok, Bogor
2014
8 Pelayanan Pengisian SPT tahun 2014 dan Pembuatan E-Fin Ditjen Pajak
2014
9 Kunjungan dan Bimbingan ke Sentra mutiara Lombok 2015 10 Baksos Generasi Muda Muslim Peduli Sesama “Pluit”
Jakarta Utara 2015
11 Pelatihan Ketrampilan Decopage bagi ibu ibu rumah tangga
2016
Sumber : FEB-UP
Kompetensi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah mitra Dalam kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat ini sesuai dengan
permasalahan yang kami kemukakan pada bahasan sebelumnya maka untuk
bisa menghasilkan luaran yang diharapkan ada 3 pihak yang terlibat yaitu :
1. Kelompok Dosen FEB UP yang kali ini adalah Dosen FEB UP yang
membina Kewirausahaan khususnya dosen yang mengampu Mata Kuliah
Kewirausahaan dan Dosen yang telah berpengalaman membina
Wirausaha muda dari lingkungan kampus, maupun di luar kampus.
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP !
! 173
Tabel 6.5 Kualifikasi Tim Pelaksana
No Nama Tugas Kompetensi
1 Laili Savitri Noor, SE,MM Ketua Pelaksana Project Management Manajemen Pemasaran dan Kewirausahaan
2 Dr. Sri Widyastuti SE,MM,Msi. Anggota 1 Manajemen Pemasaran dan Kewirausahaan
3 Dra. Bayu Retno, MM,Psi Anggota 2 MSDM & Kewirausahaan
2. Usahawan muda Sdr. Wahid Syafruddin, SE yang memang memiliki
kemampuan untuk melatih ibu-ibu calon wirausaha dalam membuat keset
kain dari sisa kain.
3. Ibu Ibu yang memiliki semangat dan karakteristik wirausaha dan
berpotensi untuk dikembangkan .
Sarana dan Prasarana
Ruang pembelajaran teori dan praktek di Aula masjid At Taqwa Universitas
Pancasila.
1. Alat pendukung proses pembelajaran: OHP, Infocus dan notebook untuk
mendukung pembelajaran secara visual tersedia oleh tim dosen FEB-UP
6.4 Profil Mitra Pengusaha “Wahid Home Industry”
Pemberdayaan masyarakat sering dimaknai sebagai upaya untuk
memberikan pemberdayaan atau proses transisi dari keadaan
ketidakberdayaan ke keadaan berkehidupan lebih baik/berdaya.
Pemberdayaan masyarakat yang dilakukan dalam hal ini memberikan suatu
pelatihan yaitu pembuatan keset dengan bahan baku sisa konveksi, dimana
bahan baku tersebut bisa di dapat dengan mudah karna Indonesia salah satu
negara produksi Fashion terbesar, itu bisa kita lihat dari banyaknya industry
konveksi yang ada, dan dari area distribusi, bahwasanya hasil dari industry
konveksi yang ada di Indonesia bukan Cuma memenuhi kebutuhan dalam
negeri, tapi juga sebagai komoditas eksport ke berbagai negara tetangga
Kami telah melakukan beberapa pelatihan pembuatan keset di
masyarakat diantaranya 3 lokasi untuk panti asuhan, sebagai pengenalan
jiwa entrepreneur (Lenteng Agung, Bekasi dan Cibubur) dan 2 lokasi
pelatihan khusus untuk ibu-ibu (Lenteng Agung dan Banten) dimana kami
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP !
! 174
tidak sekedar memberikan teori pengembangan masyarakat, namun kami
juga memberikan suatu praktek nyata tentang bagaimana mengembangkan
potensi di sekitar kita tinggal, dengan memanfaatkan sumber daya yang ada,
dan bahkan juga pemanfaatan barang sisa potongan konveksi. Dimana
pembangunan masyarakat harus memiliki keterkaitan antara masyarakat
dimana mereka berada dan potensi yang bisa mereka garap.
Dalam proses pembuatan keset, peserta akan dipandu oleh pelatih yang
berpengalaman, dimana pelatih tersebut memang sudah menjadi pelaku dari
produksi dan distribusi keset, dan yang dilakukan adalah pemberdayaan
dilingkungan tempat ia tinggal, dimana para pelaku pembuat keset adalah
ibu-ibu rumah tangga, dan remaja-remaja tanpa pekerjaan, bedanya pada
pengabdian masyarakat ini adalah, selain kemampuan membuat keset
adalah, jiwa kewirausaahn, dimana tujuan utamanya adalah menumbuhkan
entrepreneur-entrepreneur baru dengan melakukan suatu pemberdayaan
potensi limbah indutri disekitar tempat tinggal. Tentunya dengan harapan
yaitu peserta bisa memiliki pendapatan lebih dari sebuah perkenalan bisnis
ini, dan tentunya dalam program-program nanti bisa saja masyarakat terus di
edukasi dengan pelatiha-pelatihan bisnis lanjutan, sehingga masyarakat
bukan Cuma sukses memproduksi, namun memiliki kemampuan menjual,
marketing, dan management yang baik, sehingga bisa menjadi pengusaha
yang qualification.
Seringkali seseorang merasa bahwa jadi pengusaha itu sulit dengan
berbagai problemanya, sebenarnya menjadi pengusaha tidak sesulit yang kita
kira, selam kita merubah mindset kita bahwa menjadi pengusah itu mudah,
dan akan menjadi mudah untuk yang meyakininya dan memiliki kepercayaan
diri, dan kuncinya adalah ada dikepercayaan diri. Bahkan cara penjualan
yang kami lakukan dulu pada saat memperdayaan masyarakat produksi
adalah penjualan di ibu-ibu pengajian dari tingkat pengajian RT, pengajian
komplek, sampai pengajian RW dan perkumpulan lainya, baik dengan
jaringan distributor ataupun titip jual, dan juga dropship, jadi dapat kita pahami
bahwa yang kami lakukan adalah full pemberdayaan masyarakat dari tingkat
produksi sampai dengan tingkat penjualan. Sebab sejatinya pemberdayaan
masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum
nilai-nilai social, “people centred, participatory, empowering, and sustainable”.
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP !
! 175
Masyarakat atau individu menjadi lebih berdaya, dari sebuah sumber
daya limbah konveksi dengan sudut pandang kratifitas, guna melakukan
suatu kolaborasi pemberdayaan antara masyarakat dan sumber daya bahan
baku yang tidak lain adalah sisa barang potong, atau sampah industry.
Konsep pemberdayaan menekankan bahwa orang memperoleh ketrampilan,
pengetahuan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan
orang lain, karena pada hakikatnya pemberdayaan adalah sebuah usaha
berkesinambungan untuk menempatkan masyarakat menjadi lebih proaktif
Membuat Keset Bahan Dasar Sisa Konveksi Membuat keset berbahan dasar sisa konveksi adalah suatu pemberdayaan
ekonomi, dimana ada 2 hal kebermanfaatan yaitu, pemberdayaan limbah dan
pemberdayaan manusia, dimana itu telah saya lakukan sejak saya masih
berada dibangku sekolah yaitu ketika saya berusia belasan tahun, saya akan
coba memaparkan lebih spesifik baik itu sejarah, sampai produksi keset
tersebut.
1. History Keset Berbahan Dasar Limbah Konveksi
Ketika saya dibangku sekolah madrasah tsanawiyah, ayah saya
memberikan tugas rutin setiap sore yaitu, mengambil keset dari pengrajin
dan membayar setoran uang keset penjualan hari ini, yang kebetulan
jarak pengrajin keset tidak terlalu jauh dari rumah kami. Di lokasi
pengrajin barang tidak selalu tersedia banyak seperti yang kami
harapkan, biasanya ayah saya bisa menjual keset 60 lembar keset/hari,
namun barang yang disediakan seringkali hanya 30-40 lembar itupun
saya harus menunggu lama, karena harus menunggu produksi berjalan.
Di situ saya berfikir, kenapa saya tidak memproduksi keset saja, dengan
alasan :
• Untuk memenuhi kebutuhan ayah saya, karena ayah saya butuh
keset 60 lembar/hari, artinya saya memiliki potensi distribusi sebesar
20 lembar/hari
• Pemberdayaan barang limbah
• Pemberdayaan sumber daya manusia, karean saya masih sekolah
tentunya saya harus memiliki karyawan untuk memproduksi sajadah
saya
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP !
! 176
Untuk merealisasikan rencana saya membuat keset, maka keesokan hari
saya membuat cetakan keset, dan mempersiapkan bahan-bahan yang
dibutuhkan utuk pembuatan keset, proses uji coba pun kami lakukan
terus menerus, guna menghasilkan produksi terbaik, hingga akhirnya
berhasil memproduksi sajadah, dan memasarkan sampai ke Jadebotabek
dengan jaringan ibu-ibu pengajian.
2. Alat-Alat Pembuatan Keset
Alat-alat pembuat keset yang dibutuhkan, adalah cetakan anyam keset,
terbuat dari kayu kaso, dan bahan kain sebagai bahan baku keset,
adapun rincian alat-alat yang digunakan adalah sebagai berikut :
• Kain kaos katun dengan Panjang 60 cm
• Gunting
• Paku 4 cm 60 batang
• Cetakan keset (berukuran 40x60 cm) dibuat dari kayu kaso
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP !
! 177
3. Produksi dan Pemasaran Keset
a. Produksi keset
Diawali dengan mengerjakan produksi keset sendiri, saya mampu
membuat 5 keset dari sepulang sekolah sampai jam 4 sore, jumlah
yang masih jauh dari harapan, dimana target kami adalah minimum
mampu memproduksi keset sebanyak 20 lembar keset/hari. Tak
habis akal, saya menawarkan teman-teman main saya untuk turut
membantu menbuat keset guna terpenuhinya target minimum
tersebut, tak di sangka 6 orang siap membantu memproduksi keset,
yang pada saat itu kesemuanya diberi harga untuk upah membuat
keset adalah Rp.250/keset di tahun 1997. Dengan tenaga bantuan 6
orang, kami mampu memproduksi keset 30-50 keset/hari, sehingga
kelebihan produksi ini membuat kami berfikir dan membuat skema
pemasaran guna mendistribusikan kelebihan produksi yang ada.
Untuk bahan baku guna mendapatkan standarisasi yang lebih baik,
kami tidak hanya mendapatkan bahan baku dari sisa kain yang kami
dapatkan secara gratis, tapi kami juga membeli di pengepul barang
limbah, sehingga hasil dari keset memiliki standart lebih baik, karna
bahan dan ukuran realtif sama, dan tidak banyak barang terbuang,
berikut skema perbandingan membuat keset dengan bahan baku
limbah industry langsung dengan membuat keset dengan bahan
baku limbah pengepul.
Tabel 6.6 Bahan Baku Keset
Bahan Baku Limbah Industri Langsung
Bahan Baku Limbah Pengepul
Gratis Beli Bahan berubah-ubah Bahan tetap Bahan bercampur & ukuran tidak sama Bahan berkelompok & ukuran standart
Dan dalam perjalanannya kami melakukan mix kedua jenis bahan
baku tersebut guna mendapatkan harga kompetitif, dan tidak
melepas komitmen kami dalam melakukan pemberdayaan baik itu
pemberdayaan bahan baku dan pemberdayaan SDM, dimana
produksi kami terus berkembang dan pemberdayaan kami sampai
merambah kepada ibu-ibu tetangga sebagai pekerja dalam
memproduksi keset berbahan baku limbah industry tersebut.
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP !
! 178
b. Pemasaran Keset
Diawal tujuan dari pembuatan keset ini adalah sebagai pemenuhan
dari permintaan keset yang selalu tidak terpenuhi, namun pada
realisasinya produksi harian kami bisa memproduksi keset sebanyak
30-50 lembar/hari. Dan ini menjadi masalah dikami karena menjadi
stok numpuk. Ketika stok tertumpuk kami terdorong untuk
melakukan sebuah pemasaran kecil yaitu dengan menawarkan
kepada ibu-ibu pengajian di lingkungan kami baik itu ibu-ibu
pengajian RW dan ibu-ibu pengajian Komplek. Diluar dugaan
ternyata keset yang kami tawarkan laku keras. Bahkan banyak ibu-
ibu yang membeli keset dikami bukan untuk dipakai, melainkan
untuk di jual kembali. Tidak banyak pemasaran yang kami lakukan
ketika itu, karna memang keterbatasan pengetahuan kami yang
pada saat itu masih duduk dibangku Madrasah Tsanawiyah (SMP),
namun dari hasil pemasaran yang kami lakukan itu hasilnya sangat
berdampak positif dimana permintaan terus-menerus dan dalam
jumlah banyak, sehingga pada akhirnya produksi dan penjualan
terus berputar.
4. Pengabdian Mayarakat Pembuatan Keset
Tentu kata pengabdian jauh dari benak kami pada saat itu, dimana saya
memproduksi keset dengan tujuan awal yaitu sebagai pemenuhan
kebutuhan permintaan konsumen, dalam hal ini konsumenya adalah ayah
saya, begitu juga di produksi, saya memulai memproduksi sendiri, lalu
dibantu oleh ke enam teman, sampai akhirnya beberapa ibu-ibu pun turut
serta dalam memproduksi keset tersebut, hingga pada suatu moment,
kesempatan saya untuk melakukan pengabdian masyarakat, adapun
beberapa pengabdian masyarakat dalam bentuk pelatihan pembuatan
keset, yaitu : JL.H.Ali Lenteng agung, Jakarta selatan (Panti Asuhan),
Jatiwaringin, Bekasi (Panti Asuhan), Cibubur, (Panti Asuhan Hidayah),
Lenteng agung (Ibu-ibu PAUD), Banten (Panti asuhan).
5. Entrepreneur From Zero to Hero
Menjadi seorang entrepreneur adalah cita-cita saya, dimana ketika saya
dibangku sekolah Madrasah Ibtidaiyah (MI), ketika guru menanyakan cita-
cita, saya selalu menjawab “mau menjadi seorang pedagang” sehingga
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP !
! 179
keputusan-keputusan yang saya ambil seringkali condong kepada
keputusan untuk bisnis, contoh :
• Ketika waktu kelas 3 Madrasah Ibtidaiyah saya dikasih uang Rp.8000
untuk membeli sepatu, tetapi yang saya beli justru ayam untuk saya
ternak.
• Ketika kelas 1 Madrasah Tsanawiyah, disuruh ayah ambil keset di
pengrajin, saya justru produksi keset.
• Ketika Madrasah Aliyah, melihat kesempatan permintaan Kasur lihap
meningkat, saya memberdayakan tukang ojek untuk menjalankan
usaha tersebut. Walaupun memang usaha tersebut tidak berdampak
maksimal, namun itu suatu pertanda betapa saya sangat respon
terhadap kesempatan-kesempatan yang ada untuk memaksimalkan
potensi saya dalam berwirausaha, adapun usaha-usaha saya yang
masih berjalan sampai saat ini adalah :
• E.book Celullar (Alat-alat Tulis, Voucer Pulsa dan asesoris) 2007
- sekarang
• Wahid home industry (sajadah, matras, cushion) 2009 – sekarang
• Mentari Laundry 2017 - sekarang
Semua usaha yang dikerjakan bermodalkan kerja keras, bahkan hampir
tanpa modal uang, dimana kami selalu memulai dengan semangat, kerja
keras, dan kejujuran dalam hal apapun, missal dalam rangka untuk
mendapatkan modal memulai usaha toko alat-alat tulis dan pulsa, saya
menawarkan agent pulsa untuk melakukan konsinyasi, dan membuat
penawaran kebutuhan alat-alat tulis ke bebrapa kantor, untuk
berlangganan alat-alat tulis ke kami dengan system order. Memulai usaha
Wahid Home Industry, kami mendapatkan modal dari berbagai macam
lomba, dimana wahid home industry menjadi salah satu finalis Program
Mahasiswa Wirausaha (PMW) di tahun 2010 yang diadakan oleh DIKTI,
lalu selanjutnya Wahid Home Industry juga mengikuti lomba Wirausaha
Muda Mandiri, yaitu ajang lomba Wirausaha Nasional yang diadakan oleh
bank mandiri, dan Wahid Home Industry menjadi finalis Jadebotabek
tahun 2010.
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP !
! 180
6.5 Deskripsi Hasil Pelatihan Pembuatan Keset
Kegiatan pelatihan pembuatan keset kain dari limbah kain dilakukan di Aula
Masjid At-Taqwa Jagakarsa Lenteng Agung Jakarta Selatan dan di
laksanakan bertahap. Tahap pertama di laksanakan pada hari Rabu tanggal 2
November 2016 pada pukul 08.00 – 13.00 WIB yang dihadiri oleh 23 peserta
yang terdiri dari Ibu-ibu pengurus RT dan Kepala Sekolah TK At-Taqwa .
Acara pada hari ini adalah penyampaian materi tentang Menumbuhkan minat
dan membangun karakter wirausaha unggul. oleh Laili Savitri Noor, SE,MM
dan Strategi Pemasaran oleh Dr. Sri Widyastuti, SE, MM, M.Si dan Peranan
istri dan ibu dalam keluarga oleh Dra. Bayu Retno, MM.
Acara dilanjutkan kembali pada Rabu tanggal 16 November 2016 di
hadiri oleh 40 peserta dari target 30 peserta yang diharapkan, kemudian
peserta di bagi menjadi 4 kelompok dengan masing-masing kelompok terdiri
dari 10 orang. Kegiatan pada hari ini adalah pembuatan keset kain dengan
instruktur oleh Wahid Syafrudin, SE dan dibantu oleh Dosen dan Mahasiswa
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pancasila sebagai fasilitator.
Instruktur menjelaskan proses pembuatan keset kain melalui metode
ceramah dan praktek langsung. Peserta terlihat sangat antusiasmengikuti
kegiatan ini dan mereka tertarik untuk mencoba. Kegiatan perkelompok
membuat keset kain ini menghasilkan ukuran keset yang sama dan dan
dengan corak yang di gunakan. Adapun proses pembuatannya adalah
sebagai berikut:
1. Menyiapkan alat
2. Memilih kain yang cocok untuk corak dan ukuran
3. Membuat keset
Setiap kelompok peserta dibebaskan memilih warna dan corak kain
yang ada agar menghasilkan kreativitas corak keset dari masing-masing
kelompok. Dari setiap kelompok diberikan penilaian oleh Wahid Syafrudin, SE
untuk diberikan apresiasi.
Hasil kegiatan pelatihan pembuatan keset kain berjalan lancar dan
berhasil. Hal ini dapat di lihat dari persentase kehadiran peserta melebihi dari
target yang di tetapkan, karena keinginan yang tinggi dari para ibu untuk turut
serta mengikuti pelatihan ini, sehingga kami ijinkan untuk ikut serta. Hasil
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP !
! 181
kegiatan pelatihan pembuatan keset kain dari limbah kain secara umum
dapat dikatakan berhasil. Hal ini dapat dilihat dari persentase kehadiran
peserta mencapai 100%, sedangkan berdasarkan perencanaan, proses dan
hasil prektek dapat dijabarkan sebagai berikut:
Tabel 6.7 Rekapitulasi Hasil Produk Keset Kain Peserta
No. Peserta Perencanaan Proses Hasil Total 1 4 3 4 11 2 4 4 4 12 3 3 4 3 10 4 3 3 3 9 5 4 4 4 12 6 3 4 4 10 7 4 3 4 11 8 4 3 4 11 9 4 4 4 12
10 3 4 3 10 11 3 3 3 9 12 4 4 4 12 13 3 4 4 10 14 4 3 4 11 15 3 3 4 10 16 4 4 4 12 17 3 4 4 11 18 4 4 4 12 19 4 4 3 11 20 4 3 4 11 21 4 3 4 11 22 4 4 4 12 23 3 4 3 10 24 3 3 3 9 25 4 4 4 12 26 3 4 4 10 27 4 3 4 11 28 4 3 4 11 29 4 4 4 12 30 3 4 3 10 31 3 3 3 9 32 4 4 4 12 33 3 4 4 10 34 4 3 4 11 35 3 3 4 10 36 4 4 4 12 37 3 4 4 11 38 4 4 4 12 39 4 4 3 11 40 4 3 4 11
Total 144 144 150 % 90% 90% 93,8% 91,3%
Sumber: data diolah, 2016
Berdasarkan data pada tabel di atas dapat dikatakan dapat bahwa pada
perencanaan pembuatan keset kain memperoleh persentase 90% dalam
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP !
! 182
katagori sangat baik, tahap proses pembuatan keset kain mencapai 90%
dalam katagori sangat baik, dan pada tahap hasil memperoleh persentase
93,8%. Jadi dapat disimpulkan bahwa pembuatan keset kain dari limbah kain
sesuai dengan harapan.
Hasil kegiatan per kelompok juga sangat baik, hal ini dapat terlihat dari
tabel rekapiltulasi hasil kegiatan pembuatan keset kain sebagai berikut :
Tabel 6.8 Rekapiltulasi Hasil Kegiatan Pembuatan Keset
No. Peserta Perencanaan Proses Hasil Total
1 4 3 4 11 2 4 4 4 12 3 3 4 3 10 4 3 3 3 9
Total 14 72 75 % 90% 90% 93,8% 91,3%
Sumber: data diolah, 2016
Pembahasan. Berdasarkan hasil kegiatan pelatihan pembuatan keset kain
yang telah di paparkan di atas, bahwa kegiatan ini mendapat respon yang
positif dari para peserta yang terlihat dari semangat dan antusiasme yang
tinggi dalam proses pembuatan keset sampai selesai dan hasilnya juga
sangat baik, juga respon yang positif dari para dosen dan mahasiswa sebagai
fasiltator yang dengan senang hati membantu dalam proses awal sampai
akhir. Disisi lain masih ditemukan kendala dalam pelaksanaan, misalnya
menentukan waktu yang cocok antara instruktur dengan para peserta. Produk
hasil pelatihan berupa keset kain dibuat sesuai dengan harapan, baik
harapan instruktur, peserta maupun para fasilitator.. Rencana Tahapan Berikutnya 1. Membentuk dan mengesahkan kelompok usaha ini dengan memberikan
nama produk “Keset FEB UP” , yang kelak diharapkan bisa menjadi
inkubator bisnis untuk usaha sejenis atau yang lainnya.
2. Memfasilitasi pemasaran produk keset kain di kampus Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Universitas Pancasila melalui kegiatan “Market Day” dan
“Friday Market”.
3. Melanjukan pemberian pelatihan ke lokasi lain dengan peserta yang
berbeda, dengan memaksimalkan modul yang telah dihasilkan melalui
kegiatan ini.
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP !
! 183
Simpulan. Pada era sekarang ini dimana eranya UKM, dimana eranya
wirausaha, masyarakat di tuntut untuk kreatif bukan cuma dalam
pemberdayaan masyarakatnya saja, tapi juga pemberdayaan bahan baku.
dimana industri rumahan sekarang ini sudah menjamur dan menjadi solusi
dalam menghadapi krisis ekonomi. Itu semua tak lepas dari aktivitas
pengabdian masyarakat yang dilakukan oleh para dosen, dalam
melaksanakan salah satu fungsi Tri Darma. Membuat keset dari bahan baku sisa konveksi merupakan kegiatan
penerapan green entrepreneurship. Memproduksi salah satu kerajinan yang
distimulus oleh pemberdayaan sumber daya dan pemberdayaan bahan baku
limbah, menggunakan kain sisa potongan dari konveksi. Pelatihan pembuatan
keset ini, diharapkan masyarakat menjadi mandiri dan terampil dan tentunya
akan menjadi barang yang lebih berguna bahkan bisa menimbulkan nilai
ekonomi.
Manfaat yang bisa didapat dari pemberdayaan ini adalah masyarakat
bisa membuat usaha kecil dengan bahan baku limbah namun bisa dijadikan
barang yang mempunyai nilai jual sehingga diharapkan agar kegiatan
pelatihan ketrampilan ini bisa menambah penghasilan warga dan
memandirikan masyarakat dengan kemandirian ekonomi. khususnya dalam
rangka pengembangan home industri dengan menstimulus dan memberikan
suatu konsep pemberdayaan dengan berbagai alternatif, dan memberikan
suatu model pemberdayaan bagi masyarakat dengan pemberdayaan limbah.
Tujuannya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan
kemakmuran sosial, juga menjaga lingkungan hidup (sustainable
development). Dengan demikian, pendekatan perilaku terhadap
kewirausahaan yang hijau (Green Entrerepneurial Behavior/GEB) dilakukan
melalui penyampaian nilai-nilainya melalui pelatihan pembuatan keset dari
bahan limbah kain. Harapan yang ingin dicapai adalah bahwa hal tersebut
dapat menjadi jembatan bagi kesenjangan yang terjadi antara yang mana
pembentukan sikap green economy dapat mendorong pengembangan
aktivitas kewirausahaan yang memperhatikan keseimbangan antara aspek
manajemen keorganisasian, lingkungan, dan masyarakat.
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP !
! 184
Berdasarkan uraian pada hasil dan pembahasan di atas, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Pelaksanaan kegiatan pelatihan pembuatan keset kain dari limbah kain
telah berhasil dengan persentase terhadap setiap tahapan perencanaan,
proses, dan hasil berturut-turut 90%, 90% dan 92,8% dalam katagori
sangat baik.
2. Tantangan peserta terhadap pelaksanaan kegiatan pelatihan pembuatan
keset kain dari limbah kain ini sangat baik. Hal ini dapat dilihat dari
indikator kehadiran peserta sebanyak 40 orang melebihi target 30
peserta, dan selama kegiatan berlangsung mereka sangat antusias
mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir kegiatan
Saran. Kegiatan Pengabdian pada Masyarakat (P2M) Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Pancasila di lingkungan Universitas Pancasila, mendapat
respon yang positif, tentunya hal ini bisa ditindaklanjuti di lokasi sekitar
Universitas Pancasila yang lain yang sudah mereka harapkan, dalam rangka
menambah ketrampilan dan kemampuan wirausaha khususnya bagi Ibu-ibu
RT untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga.
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP !
! 185
Lampiran 1 KISAH SUKSES WIRAUSAHAWAN
Ridwan Abadi: Sukses Batagor Bandung ala Jepang Awalnya, Ridwan Abadi tidak sepenuhnya menjejakkan kaki di dunia
wirausaha. Dia hanya menjadikan bisnis kuliner sebagai ‘pekerjaan
sampingan’. Kala itu, peraih gelar sarjana dari Fakultas Peternakan
Universitas Brawijaya pada 2007 ini masih menjadi karyawan sebuah
perusahaan pengembang. Pria kelahiran 8 Agustus 1985 ini mulai mencoba
menggeluti bisnis kuliner sejak tahun 2006 dengan memproduksi dan menjual
burger. Ketertarikan ini dilatarbelakangi hobinya berwisata kuliner. “Ya, saya
memilih berbisnis kuliner karena hobi makan. Jadi, saya tahu di mana
mencari makanan enak, walau belum tentu tahu cara membuatnya,”
ungkapnya. Seiring perjalanan waktu, Ridwan makin yakin pada prospek bisnis
kuliner yang digelutinya. Dia pun berhenti bekerja dan memutuskan untuk
sepenuhnya menjadi wirausahawan pada 2008. Menurutnya, untuk
membesarkan usaha yang dirintis membutuhkan tenaga dan pemikiran yang
penuh. “Saya pikir untuk menjadi pengusaha sukses tidak boleh setengah
hati. Harus terjun sepenuhnya,” cetusnya. Dengan bermodalkan uang gaji
yang disisihkan saat bekerja, Ridwan mendirikan resto Batagor Jepang di
Jalan Mayjend Panjaitan, Malang. Kuliner ini memiliki kekhasan dengan
memadukan unsur batagor Bandung dengan sajian Jepang, misalnya saja
saus teriyaki. Pertama mengenalkan Batagor Jepang, ternyata jenis kuliner ini
digemari masyarakat. Tak ayal pebisnis kuliner lainnya ikut menyontek.
Namun, hal ini tidak merisaukan Ridwan karena, menurutnya , persaingan
bisnis memungkinkan hal tersebut.
“Kuncinya ada pada inovasi produk. Kami terus memberikan varian
baru, seperti baso yang terbuat dari bahan dasar seafood yang notabene
menjadi andalan masakan khas Jepang,” jelasnya. Akses dan jaringan
Ridwan dalam mengembangkan usaha makin luas setelah ia mengikuti
program Wirausaha Muda Mandiri (WMM) dari Bank Mandiri pada tahun 2010
lalu , dan berhasil menjadi pemenang. “Dengan mengikuti program WMM,
saya bisa menambah wawasan dan jaringan, termasuk akses permodalan.
Selain itu, berbagai pelatihan yang diberikan sangat berguna bagi
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP !
! 186
pengembangan bisnis saya, salah satunya pengelolaan sumber daya
manusia,” terangnya.
Ridwan membesarkan Batagor Jepang-nya melalui sistem waralaba
dengan merek Takashi Mura, sejak tahun lalu. Harga untuk mitra waralaba
dipatok mulai dari Rp 35 juta hingga Rp 95 juta, tergantung paket yang dipilih.
Hingga saat ini mitra waralaba yang bekerjasama sudah mencapai 50,
tersebar di berbagai daerah di pulau Jawa, Sumatera, dan Sulawesi.
Sementara itu promosi juga gencar dilakukan Ridwan, termasuk melalui
jejaring media sosial, seperti facebook dan twitter. Bagi pria asal Lampung ini,
modal berbentuk uang bukanlah segalanya untuk memulai bisnis, namun
kemauan yang keras merupakan modal utama yang sulit didapatkan.
“Menemukan kegagalan dalam merintis bisnis sangat mungkin terjadi.
Jika tidak gigih dan ulet tentu saja akan kandas di tengah jalan. Selain itu,
harus pintar berinovasi dan jeli melihat pasar,” jelasnya. Dengan omset usaha
mencapai Rp 100 juta per bulan, Ridwan tak berpuas diri. Dia ingin terus
mengembangkan diri. Salah satunya dengan menargetkan bisa memasarkan
Batagor Takashi Mura dalam bentuk beku di pasar ritel. Untuk itu, dia
berencana membangun pabrik. “Mudah-mudahan tahun depan bisa
terlaksana,” ujarnya.
Triyono, Membangun Bisnis Ternak Potong dengan Pola Kemitraan Meskipun memiliki fisik yang kurang sempurna, lelaki yang tinggal di
Sukoharjo ini tidak lantas menyerah pada nasib dan berhenti beraktivitas.
Dengan memanfaatkan potensi kecerdasan yang ia miliki serta bekal ilmu di
bidang pertanian dan peternakan yang diperolehnya selama duduk di bangku
kuliah, Triyono yang merupakan salah satu alumnus Universitas Sebelas
Maret (Solo) tahun 2007 ini mulai menekuni dunia agrobisnis dengan
mengembangkan usaha ternak bebek potong, ayam potong dan sapi potong.
Usaha tersebut diawalinya pada 2006 silam, ketika ia masih berstatus
sebagai mahasiswa. Disela-sela kesibukannya selama berada di kampus,
lelaki yang akrab dipanggil Tri ini nekat memulai bisnis ternak bebek dengan
modal usaha sebesar Rp 5 juta. Modal tersebut kemudian digunakannya
untuk membeli 500 ekor bebek dan dibudidayakan di pekarangan milik
keluarganya. Walaupun ia harus berjalan dengan bantuan tongkat (kruk),
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP !
! 187
namun kejeliannya dalam melihat pasar dan kemampuannya di bidang
peternakan membuat bisnisnya menghasilkan untung yang cukup besar.
Menyadari peluang usaha dari agribisnis cukup besar karena
menyangkut kebutuhan primer banyak orang, bermodal Rp 20 juta, putra dari
Priyono Raharjo dan Marinah ini pun mantap membangun usaha secara
serius sejak tahun 2007. Dengan mengibarkan bendera CV Tri Agri Aurum
Multifarm, Tri berbisnis peternakan terpadu sapi potong, ayam potong, dan
pupuk organik. Bekal kuliah menjadi nilai plus mengembangbiakan ternak.
Alhasil, di 2008, dia mampu meraih omzet Rp 50 juta per bulan. Dia juga
berhasil membuka lapangan kerja baru di desanya.
Sejak mengembangkan usaha agribisnis dengan bendera Tri Agri,
omset Triyono terus menanjak setiap tahun. Jika pada 2008, penghasilannya
baru sebesar Rp 500 juta. Di 2010 lalu, pendapatannya melonjak enam kali
lipat menjadi Rp 3 miliar. Triyono, yang kerap memberikan penyuluhan
kepada mahasiswa dari pelbagai perguruan tinggi, seperti Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta dan Universitas Sebelas Maret, Surakarta, memanfaatkan
kotoran hewan ternaknya menjadi pupuk kompos, kemudian dijual ke pasar
seharga Rp 350 per kilo. Dalam sebulan, Triyono dapat mengolah 15 ton
kotoran ternak yang disulap menjadi pupuk.
Mengapa Anda terjun di Agribisnis? Saya menyukai agribisnis karena
saya melihat ada tiga hal di Indonesia yang selalu ada potensinya untuk
dikembangkan. Ketiga hal itu adalah pendidikan, kesehatan, dan pangan.
Menurut saya, jika kita berkecimpung di ketiga bidang ini, tidak akan ada
matinya. Ini tidak sekedar idealisme saya saja, namun sudah saya kalkulasi
secara bisnis. Apa keunggulan produk/bisnis yang Anda jalankan? Dari segi barang,
saya pikir keunikan produk CV Tri Agri Aurum hampir sama saja dengan
produk lain. Kelebihan kami lebih kepada transfer ilmu yang CV Tri Agri
Aurum berikan kepada mitra-mitra bisnis kami seperti paguyuban-paguyuban
tani yang saya bentuk, kami juga mengajarkan mereka pengelolaan pasca
panen seperti pengelolaan limbah. Memang jika dilihat produknya kami tidak
berbeda jauh dengan yang lain, namun secara sistem kerjasama kami
berbeda dibandingkan pedagang biasa. Kerja sama dengan CV Tri Agri
Aurum bisa memberikan dampak positif yang juga dirasakan oleh para petani
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP !
! 188
dan masyarakat menengah ke bawah. Mitra bisnis kami banyak dari kalangan
koperasi dan kelompok tani. Saat ini mitra bisnis koperasi kami sudah se-
Jawa Tengah, di bawah komando Koperasi Unit Desa (KUD) Jawa Tengah,
karena kami memang sudah membuat komitmen dengan KUD Pusat Jawa
Tengah. Pembagian porsi kerja sama dengan para koperasi di Jawa Tengah
adalah kami sebagai pelaksana teknis produksi sementara koperasi
pelaksana tugas-tugas administratif dan finansial. Jadi, koperasi juga ikut menopang secara finansial pengembangan
usaha ternaknya, kami bantu secara teknis produksi dan pemasarannya.
Setelah transaksi dagang berjalan selama satu tahun, barulah kami bagi hasil
dengan pihak koperasi sebesar 50-50. Sejak awal CV Tri Agri Aurum
bersama mitra berfokus pada pengembangan ternak sapi, belum lama ini CV
Tri Agri Aurum mentransfer ilmu ternak ayam kepada mitra. Saya juga
menjual pupuk dari limbah peternakan, dan saya menyarankan kepada mitra
bisnis saya untuk melakukan hal itu juga. Saya membekali mereka dengan
cara-cara mengolah limbahnya. Bagaimana cara Anda mencari mitra? Saya sering menginap di rumah
pemotongan daging dan pasar untuk mengetahui siapa pembeli dan siapa
yang menyuplai daging. Dari sering menginap di kedua tempat itu saya
mengetahui siapa penyuplai utama daging. Biasanya satu pemotong atau
penyuplai utama daging membawahi beberapa pedangang kecil di pasar.
Penyuplai utama itulah yang saya ajak kerja sama. Apa terobosan yang Anda lakukan untuk mengembangkan bisnis CV Tri
Agri? Dulu CV Tri Agri Aurum hanya bermain pada sektor sapi potong,
sekarang kami mulai bermitra pada sektor ayam potong. Kami juga mulai
pengembangan sektor hilir sejak tahun 2010, termasuk proyek produk olahan
berupa bakso. Apa kesulitan yang pernah dihadapi dan apa solusinya? Permasalahan
yang saya hadapi sangat banyak, paling utama pada masalah market, hal itu
termasuk masalah harga, politik, alam, dan SDM. Dalam peternak, dua
masalah utama adalah market dan kesehatan. Untuk mengelola masalah
kesehatan, Kami melakukan pembekalan materi sebelum kegiatan produksi
kepada para peternak. Seringnya adalah masalah penyakit. Kami membuat
forum tanya jawab untuk menganalisis secara bersama-sama masalah yang
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP !
! 189
dihadapi. Sementara itu, mengelola SDM seperti mengatur langit, sulit sekali
memprediksinya. Baik karyawan atau mitra bisnis, jika sudah mengganggu
sistem bisnis CV Tri Agri Aurum langsung saya buang, karena saya tidak
ingin menyimpan racun. Untuk mengatasi permasalahan harga, setiap pagi
saya melakukan koreksi harga di pasar tradisional. Untungnya fluktuasi harga
daging sapi terjadi secara bulanan atau tahunan, dibandingkan fluktuasi
harga daging ayam yang terjadi harian. Maka, saya menambah tenaga SDM
untuk sektor ayam potong untuk mengelola teknis dan melakukan koreksi
harga di pasar.
!
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP !
! 190
Lampiran 1 DOKUMENTASI KEGIATAN
!
!
!
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP !
! 191
!
!
!
!
!
!
!
"#$%&!'(&!)(*($+$,(!-%./+0(-!1('(!1%/(-+*(&!1%203(-(&!4%$%-!
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP !
! 192
5('(!$((-!1%20%.+(&!2(-%.+!3&-34!1%$%.-(!1%/(-+*(&!
5.#$%$!1%203(-(&!4%$%-!
Sri Widyastuti, dkk GREEN ENTREPRENEURSHIP !
! 193
6($+/!1%/(-+*(&!0%.31(!4%$%-!7(&8!$3'(*!'(1(-!'+!1($(.4(&!
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk ! ! !!
!! 194
DAFTAR PUSTAKA
Abu Marlo. (2013). Entrepreneurship Hukum Langit, Hukum Langit: Sedekah Bukan Keajaiban, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Ajeng Radyati, Sihabudin & Siri Hamidah. (2014). Urgensi Pengaturan Green Banking Dalam Kredit Perbankan di Indonesia. Malang: Brawijaya University Press. h.2.
Ali, Darwis & R.M. Rukka. (2011). Peran Pedagang Kakao dalam Peningkatan efisiensi Pasar di Sulawesi Selatan. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian. Makasar.
Alma, B. (2014). Kewirausahaan, Edisi Revisi, CV Alfabeta, Bandung. Anderson, A. R. (1998). Cultivating the garden of eden: environmental
entrepreneuring, Journal of Organizational Change Management, Vol. 11 No. 2, pp. 135-144
Andika, M. & Madjid, I. (2012). Analisis Pengaruh Sikap, Norma Subyektif Dan Efikasi Diri Terhadap Intensi Berwirausaha Pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala. Universitas Syiah Kuala.
Anisah, H.U, & Wandary, W. (2015). Pembentukan green entrepreneurial behavior pada mahasiswa. Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan. ISSN 1411 – 0393. P 397-415.
Azwar, S. (2013). Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset.
Bank Indonesia (2016). Pemetaan dan Strategi Peningkatan Daya Saing UMKM dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (2015) dan Pasca MEA 2025. Departemen Pengembangan UMKM (DPUM). Departemen Pengembangan UMKM (DPUP).
Bowers, T. (2010). From image to economic value: A genre analysis of sustainability reporting, Corporate Communication: An International Journal, Vol. 15 No. 3, pp. 249-262.
Broto, R.B., & Aarushi, M. (2013). Green Banking Strategies: Sustainability through Corporate Entrepreneurship. Greener Journal of Business and Management Studies. Vol 3. Mei 2013. h. 181.
Bula, H.O. (2012). Performance of women Entrepreneurs in Small Scale Enterprises (SSEs): Marital and family characteristics. European Journal of Business and Management, iiste publication. Vol. 4 No. 7. Pp. 85-99.
Bula, H.O. (2012). Evolution and theories of entrepreneurship: A critical review on the Kenyan Perspective, International Journal of Business and Commerce, Vol. 1, No.11. Pp 81-96.
Chen, Y.S. (2010), “The drivers of green brand equity: green brand image, green satisfaction, and green trust”, Journal of Business Ethics, Vol. 93 No. 2, pp. 307-19.
Choi, D. Y., & Gray, E. R. (2008), The venture development processes of ‘sustainable” entrepreneurs, Management Research News, Vol. 31 No. 8, pp. 558-569
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk ! ! !!
!! 195
Dinda Audriene Mutmainah , CNN Indonesia | https://www.cnnindonesia. com/ekonomi/20161121122525-92-174080/kontribusi-umkm-terhadap-pdb-tembus-lebih-dari-60-persen. Diakses: Senin, 21/11/2016 12:25 WIB.
Dinsi, V. 2009. Jangan Mau Seumur Hidup Jadi Orang Gajian, Hal 23 – 25. http://mohammadreiza.com/2006/12/29/bedah-buku-%E2%80%98jangan- mau-seumur-hidup-jadi-orang-gajian%E2%80%99-di-ejip-center/
Direktorat Akademik Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan nasional RI (2008). Buku Panduan Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi Perguruan Tinggi (Sebuah Alternatif Penyusunan Kurikulum). Dutta, S. K., Lawson, R. A.,& Marcinko, D. J. (2010). Enhancing
environmental awareness in future business leaders, Int. J. Environment and Sustainable Development, Vol. 9 Nos. 1/2/3, pp. 181-193.
Dwyer, R.J. (2009). Keen to be green organizations: A focused rules approach to accountability. Management Decision. Vol.47 No.7: 12-16.
Erwin Gunadhi. (2006). Kewirausahaan. Penerbit STT-Garut. Ery Tri Djatmika, (2012). Mempersiapkan Untuk Pembangunan Berkelanjutan
Green Entrepreneurs, Pidato Pengukuhan Guru Besar Senat Universitas Negeri Malang.
Fatoki, O. (2014). The Entrepreneurial Intention of Undergraduate Students in South Africa: The Influences of Entrepreneurship Education and Previous Work Experience. Mediterranean Journal of Social Sciences, 5(7): 294-299.
Harmanto, E. D., Armiadi, M. dan Hendi, P. (2017) https://library.uc.ac.id/ semakin-akrab-dengan-bisnis-hijau-swa-edisi-10-10-23-mei-2017-hal-20-21/
Himawan, Adhitya. (2016). Jumlah Pengusaha di Indonesia Baru 1,5 Persen dariTotal Penduduk. Tersedia di http://www.suara.com/bisnis/2016/05/09/133306/jumlah-pengusaha-diindonesia-baru-15-persen-dari-total-penduduk, diakses pada 26 Maret 2017.
Howkins, J. (2001). The Creative Economy: How People Make Money from Ideas.Penguins Books, London. http://shiftindonesia.com/inilah-daftar-10-perusahaan-paling-hijau-di-dunia/
http://tekno.liputan6.com/read/2957050/pertumbuhan-e-commerce-indonesia-tertinggi-di-dunia
http://www.indonesiagreenproduct.com/category/produk-hijau/ http://www.indonesiagreenproduct.com/produk-hijau-indonesia/ http://www.tempo.web.id/100-produk-asli-buatan-indonesia/ http://yulhanrinto.blogspot.co.id/2014/03/pengangguran-terdidik.html https://blog.penulis.id/id/perbedaan-mendasar-marketing-b2b-dengan-b2c/ https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2017/08/16/berapa-pasar-e-
commerce-indonesia https://id.techinasia.com/bukalapak-melejit-di-tahun-2013-berharap-lebih-di-
tahun-2014 https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20161121122525-92-
174080/kontribusi-umkm-terhadap-pdb-tembus-lebih-dari-60-persen https://www.suara.com/bisnis/2015/11/24/064536/8-bank-terbesar-di-
indonesia-komitmen-pembiayaan-green-banking diakses Selasa, 24 November 2015 | 06:45 WIB
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk ! ! !!
!! 196
Hussain,M.F, & Ilyas,S. 2011, Environment for Innovation: Gaining competitive advantage. African Journal of Business Management, Vo.5(4), pp 1232-1235.
Indarti, N., & Rostiani, R. (2008). Intensi Kewirausahaan Mahasiswa: Studi Perbandingan antara Indonesia, Jepang dan Norwegia. Online. Diakses tanggal 10 Februari 2012 http://directory.umm.ac.id.
Kao, R. & Knight. R. M. ()1987. Enterpreneurship And New Venture Management. Prentice-Hall Canada. Scarborough, Ontario.
Kartajaya, H., 2008. New Wave Marketing. PT.Gramedia Pustaka Utama. Kertajaya, H. "10 Kekuatan Penyebab Horizontalisasi Pemasaran" . Kompas,
Rabu, 2 September 2009 s.d. Minggu, 6 September 2009. Lee, K.H. (2009). Why and how to adopt green management into business
organizations: The case study of Korean SMEs in manufacturing industry. Management Decision.Vol. 47. No. 7. Pp. 1101-1121.
Marshall, R. S., & Harry, S. P. (2005). Introducing a new business course: “global business and sustainability”, International Journal of Sustainability in Higher Education, Vol. 6 No. 2, pp. 179-196.
Mc Clelland, David C. 2009. Entrepreneur Behavior and Characteristics of Entrepreneurs. The Achieving Society.
Muhammad, Safak. (2005). Cara Mudah Orang Gajian Menjadi Entrepreneur, Jakarta: Media Sukses.
Nicolescu, O. (2009). Main Features of SMEs Organization System. Review of International Comperative Management. 10(3).9.
Nurhayati. (2016). Social Entrepreneurship Muhammad Yunus “Grameen Bank“. Jurnal Bisnis, Manajemen & Perbankan Vol. 2 No. 1 2016 : 31-48.
Rahmana, Arief. 2008. “Kemitraan Usaha dan Masalahnya”. Fakultas Teknik. Universitas Widyatama; Bandung
Rahmawati, S., dkk. (2016). Bisnis Usaha Kecil Menengah, Ekuilibria Edisi Pertama, Cetakan ke-1, Yogyakarta.
Ramayah, T., & Harun, Z., 2005. Entrepreneurial Intention Among the Student of Universiti Sains Malaysia (USM). International Journal of Management and Entrepreneurship, 1, 8-20
Raymond Kao & Russel Knight, 1987 Kao, R. & Russel M. K. (1987). Enterpreneurship and New Venture Management. Prentice-Hall Canada.Scarborough, Ontario.
Robbins. Stephen. P., & Coulter. Mary. (2012). Management. Eleventh Edition. Jakarta: England.
Saiman, L. (2017). Kewirausahaan, Teori, Praktik, dan Kasus-kasus, Jakarta: Salemba Empat. Cet kedua.
Saiman, L. 2009. Kewirausahaan: Teori, Praktik, dan Kasus-kasus. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Sakwati, Monalisa. 2011. Kajian Durkheim tentang Solidaritas Sosial. http://monaliasakwati.blogspot.com/2011/07/kajian-durkheim- tentang-solidaritas.html (diakses 25 November 2017, pukul 21.34 WIB).
Savitri, L., & Nawasiah, (2012). Potensi Ibu RT dalam berwirausaha untuk meningkatkan perekonomian keluarga di Kelurahan Srengseng Sawah, Jagkarsa, Jakarta-Selatan, Jurnal Manajemen UIKA, volume 2, 2012.
Savitri, L., Retno, B., & Widyastuti, S. (2014). The study of women entrepreneurs of Minangkabau and Betawi ethnics in Jakarta, The 11th
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk ! ! !!
!! 197
International Research Conference on Quality, Innovation and Knowledge Management (Conference Proceedings, Bandung Indonesia.
Suharti, L. & Sirine, H. (2011). Faktor-faktor yang mempengaruhi niat kewirausahaan (entrepreneurial intention) studi terhadap mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. Jurnal manajemen dan kewirausahaan, vol 13, No 2. 124-134.
Sunyoto & Wahyuningsih. 2003. Panduan Kewirausahaan Teori, Evaluasi, dan Wirausaha Mandiri. Bogor: Esia Media.
Sunyoto, Danang. 2013. Kewirausahaan Untuk Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika.
Suryana, 2013. Kewirausahaan Kiat dan Proses Menuju Sukses. Edisi Empat, Salemba Empat, Jakarta.
Suzie, S. 2013. Peran Wirausaha dalam Suatu Negara, https://suzieitaco. wordpress. com/2013/09/17/peran-wirausaha-dalam-suatu-negara/, diakses 10 Oktober 2017, jam 4.59.
Welniandriani. 2016. Tipe-tipe Wirausaha.https://welniandriani.blogspot.com/ 2016/ 08/tipe-tipe-wirausaha.html.
William, D. Bygrave, DBA & Zacharakis, P.A. (2010). The portable MBA in entrepreneurship. 4th ed., Vol. 28. Singapore: John Wiley & Sons, Inc. http://doi.org/10.1016/0024-6301(95)90951-6
Wiriani, W., Piatrini, S.Y & Ardana. 2013. Efek moderasi locus of control pada hubungan pelatihan dan kinerja pada Bank Perkreditan Rakyat di Kabupaten Bandung. Jurnal Ilmiah Akuntansi dan Bisnis, 8(2): 99-105.
Zimmerer, Scarborough, & Wilson. (2008). Kewirausahaan dan Manajemen Usaha Kecil Buku 1. (Alih Bahasa: Deny Arnos K dan Dewi Fitriasari). Jakarta: Salemba Empat.
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk
! ! !!
!! 198
GLOSARIUM
A Achievement : hasil yang dicapai; sukses yang dicapai; pencapaian. Aliansi strategis : suatu persetujuan antara dua organisasi bekerjasama untuk
mencapai satu atau lebih tujuan umum strategis. Angkatan kerja : penduduk usia produktif yang sudah mempunyai
pekerjaan atau sedang mencari pekerjaan. B Bakat : kemampuan dasar seseorang untuk belajar dalam tempo
yang relatif pendek dibandingkan orang lain, namun hasilnya justru lebih baik. Bakat merupakan potensi yang dimiliki oleh seseorang sebagai bawaan sejak lahir.
Bekerja keras : kegiatan yang dikerjakan secara sungguh-sungguh tanpa mengenal lelah atau berhenti sebelum target kerja tercapai dan selalu mengutamakan atau memperhatikan kepuasan hasil pada setiap kegiatan yang dilakukan.
Biaya : pengorbanan-pengorbanan yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk menghasilkan produk (barang dan/atau jasa
Business owner : pembisnis yang ikut serta bahkan turun langsung dalam mengelola bisnisnya.
Business to Business (B2B)
: transaksi yang dilakukan secara elektronik maupun fisik dan terjadi antara entitas bisnis satu ke bisnis lainnya.
Business to Customer (B2C)
: bisnis yang melakukan pelayanan atau penjualan barang atau jasa kepada konsumen perorangan atau grup secara langsung.
C Co-opetition : istilah bisnis yang sudah tidak awam lagi saat ini, terlahir
dari suatu perkawinan antara konsep kerjasama (Cooperation) dan persaingan (Competition) dalam dunia Bisnis. Jika dulu semua perusahaan saling bersaing dengan upaya untuk menjadi yang pertama di Market, maka di era modern bisnis perspektif persaingan bergeser ke arah kerjasama.
Comfort zone : zona nyaman, kata “nyaman” disini bukan berarti sebenarnya “nyaman” sesuatu yang enak, empuk, tidak ada masalah. tetap di comfort zone. Jadi comfort zone adalah kondisi dimana kita tidak melakukan tindakan apa-apa untuk memperbaiki kondisi kita sekarang, apapun kondisi kita sekarang itu. Zona dimana kita tidak mau bergerak dari kondisi itu.
Competition : suatu proses sosial ketika ada dua pihak atau lebih saling berlomba dan berbuat sesuatu untuk mencapai kemenangan tertentu. Persaingan terjadi apabila terdapat
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk
! ! !!
!! 199
beberapa pihak menginginkan sesuatu yang jumlahnya terbatas atau mejadi pusat perhatian umum.
Copreneurs : pasangan yang terjun ke dalam bisnis dan memiliki hubungan pribadi
Creative entrepreneur : orang yang menggunakan kreativitas untuk memunculkan kekayaan di dalam diri mereka sendiri dibandingkan dengan menggunakan modal eksternal
Customer to Customer (C2C)
: salah satu model e-commerce dalam hal ini konsumen menjual secara langsung pada konsumen yang lain, atau dapat dapat juga dikatakatan sebagai transaksi jual-beli antar konsumen.
D Daya saing : Kesanggupan, kemampuan dan kekuatan untuk bersaing. Dedikasi : sebuah pengorbanan tenaga, pikiran, dan waktu demi
keberhasilan suatu usaha yang mempunyai tujuan yang mulia, dedikasi ini bisa juga berarti pengabdian untuk melaksanakan cita-cita yg luhur dan diperlukan adanya sebuah keyakinan yang teguh.
Digital native : generasi yang lahir dimana teknologi sudah berada di lingkungannya (dimulai tahun 1990).
1. Disiplin : perasaan taat dan patuh terhadap nilai-nilai yang dipercaya merupakan tanggung jawabnya.
E E-commerce : penyebaran, pembelian, penjualan, pemasaran barang dan
jasa melalui sistem elektronik seperti internet atau televisi, www, atau jaringan komputer lainnya.
Economic value : memberi dampak terhadap pemahaman publik mengenai seberapa baik kegiatan bisnis tersebut memiliki perhatian pada permasalahan-permasalahan sosial dan lingkungan
Ekolabel/ecolabel : logo atau pernyataan pada produk atau kemasan yang mengidentifikasin produk hijau
Employee : pegawai, karyawan, atau pekerja, yang artinya adalah orang yang telah memenuhi syarat yang berwenang, diangkat oleh orang atau pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan yang diembannya, lalu digaji berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku atau kebijakan perusahaan yang telah ditetapkan.
1. Energi
: vitalitas dan kekuatan tubuh untuk melakukan suatu tindakan
Entrepreneurship : proses pola pikir dengan menciptakan sesuatu yang lain yang menggunakan waktu untuk aktivitas yang disertai modal dan resiko serta menerima balas jasa untuk memperoleh kepuasan serta kebebasan pribadi
Environmental stewardship
: bertanggung jawab atas penggunaan dan perlindungan lingkungan alam melalui konservasi dan praktik berkelanjutan.
Era globalisasi : era dimana berbagai aktivitas entitas tidak mengenal batas negara
Esteem needs : kebutuhan akan penghargaan diri, pengakuan serta
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk
! ! !!
!! 200
penghargaan prestise dari karyawan dan masyarakat lingkungannya.
F Family owned Business : satu atau lebih anggota dari satu atau lebih keluarga
memiliki kepemilikan komitmen yang signifikan terhadap keseluruhan bisnis.
Finansial : adalah aspek yang terkait dengan kegiatan perusahaan dalam mengembangkan, mengalokasikan dan menggunakan sumberdaya keuangan.
Fleksibilitas : kemampuan untuk beradaptasi dan bekerja dengan efektif dalam situasi yang berbeda, dan dengan berbagai individu atau kelompok.
Franchise Entrepreneur : wirausaha yang terbatas. Kekuasaan seorang wirausaha waralaba dibatasi dengan hubungan kontrak kerja dengan franchisor.
G Green banking : konsep yang mendorong bisnis perbankan membantu
pengurangan pencemaran lingkungan. Green economy : sebuah rezim ekonomi yang meningkatkan kesejahteraan
manusia dan kesetaraan sosial, sekaligus mengurangi risiko lingkungan secara signifikan. Sedangkan ekonomi hijau ekologis merupakan sebuah model pembangunan ekonomi yang berlandaskan pembangunan berkelanjutan dan pengetahuan ekonomi ekologis.
Green entrepreneurship model
: mengefektifkan peluang keuntungan, karena awareness dari calon customer terhadap produk ramah lingkungan.
Green entrerepneurial behavior
: perilaku yang mencerminkan nilai-nilai yang terkandung dalam karakteristik kewirausahaan, yang dalam operasionalisasinya yang memenuhi prinsip perilaku proaktif dengan memperhatikan unsur legalitas dan juga mengurangi ketidakpastian dan ambiguitas.
Green investment : program pemberian insentif bagi bidang usaha ramah lingkungan atau investasi hijau
Green marketing : semua kegiatan pemasaran yang dikembangkan untuk merangsang dan mempertahankan sikap perilaku konsumen yang ramah lingkungan.
Growth : kebutuhan akan pertumbuhan H Hard skill : kemampuan yang bersifat lebih kepada teknis pekerjaan
seperti kemampuan menguasai bahasa asing, teknologi, dan kemampuan akademis.
Home based entrepreneur
: pengusaha berbasis rumah sebagai tempat untuk menjalankan suatu usaha
I Imbalan wirausaha : hasil yang diharapkan wirausaha yang tidak hanya
mengganti kerugian waktu dan uang yang diinvestasikan tetapi juga memberikan imbalan yang pantas bagi resiko dan inisiatif yang mereka ambil dalam mengoperasikan
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk
! ! !!
!! 201
bisnis mereka sendiri. Dengan demikian imbalan berupa laba merupakan motivasi yang kuat bagi wirausaha tertentu.
Infrastruktur : kebutuhan dasar fisik pengorganisasian sistem struktur yang diperlukan untuk jaminan ekonomi sektor publik dan sektor privat sebagai layanan dan fasilitas yang diperlukan agar perekonomian dapat berfungsi dengan baik.
Inkubator bisnis : perusahaan / lembaga yang memberikan suatu program yang didesain untuk membina dan mempercepat keberhasilan pengembangan bisnis melalui rangkaian program permodalan yang diikuti oleh dukungan kemitraan / pembinaan elemen bisnis lainnya dengan tujuan menjadikan usaha tersebut menjadi perusahaan yang profitable, memiliki pengelolaan organisasi dan keuangan yang benar, serta menjadi perusahaan yang sustainable, hingga akhirnya memiliki dampak positif bagi masyarakat.
Inovasi : suatu ide, gagasan, praktek atau objek/benda yang disadari dan diterima sebagai suatu hal yang baru oleh seseorang atau kelompok untuk diadopsi.
Inovasi produk : hasil dari pengembangan produk baru oleh suatu perusahaan atau industri, baik yang sudah ada maupun belum.
Inovatif : Usaha seseorang dengan mendayagunakan pemikiran, kemampuan imajinasi, berbagai stimulan, dan individu yang mengelilinginya dalam menghasilkan produk baru, baik bagi dirinya sendiri ataupun lingkungannya.
Investasi : kegiatan yang ditujukan untuk pengadaan sumberdaya baru serta perbaikan terhadap sumberdaya yang telah ada pada perusahaan.
J Jejaring : pola hubungan secara fungsional diantara komponen-
komponen yang diarahkan untuk mencapai tujuan bersama. 2. Jujur : lurus hati; tidak berbohong (msl dengan berkata apa
adanya. K
a. Keadilan : kondisi kebenaran ideal secara moral mengenai sesuatu hal, baik menyangkut benda atau orang.
Kecepatan : waktu yang digunakan untuk menempuh jarak tertentu. Kecerdasan Finansial : Ukuran kemampuan seseorang dalam memahami
pentingnya prencanaan dan penerapan tata kelola keuangan yang baik.
Kemampuan (ability) : kecakapan atau potensi seseorang untuk menguasai keahlian dalam melakukan atau mengerjakan beragam tugas dalam suatu pekerjaan atau suatu penilaian atas tindakan seseorang.
1. Keorisinalan : kemampuan untuk berpikir dan bertindak secara leluasa dan kualitas untuk menjadi sesuatu yang baru.
2. Kepemimpinan : proses memengaruhi atau memberi contoh oleh pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk
! ! !!
!! 202
organisasi. Ketidakpastian : sebutan yang digunakan dengan berbagai cara di sejumlah
bidang, termasuk filosofi, fisika, statistika, ekonomika, keuangan, asuransi, psikologi, sosiologi, teknik, dan ilmu pengetahuan informasi.
Keuntungan : dalam ilmu ekonomi murni didefinisikan sebagai peningkatan kekayaan seorang investor sebagai hasil penanam modalnya, setelah dikurangi biaya-biaya yang berhubungan dengan penanaman modal tersebut (termasuk di dalamnya, biaya kesempatan).
Kewirausahaan
: kemauan dan kemampuan seseorang dalam menghadapi berbagai resiko dengan mengambil inisiatif untuk menciptakan dan melakukan hal-hal baru melalui pemanfaatan kombinasi berbagai sumberdaya dengan tujuan untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) dan memperoleh keuntungan sebagai konsekuensinya.
Kolaborasi : bentuk kerjasama, interaksi, kompromi beberapa elemen yang terkait baik individu, lembaga dan atau pihak-pihak yang terlibat secara langsung dan tidak langsung yang menerima akibat dan manfaat.
Komitmen : kesepakatan mengenai sesuatu hal yang dibuat oleh seseorang, baik terhadap dirinya sendiri maupun orang lain
3. Kreativitas : kemampuan untuk memahami dunia, menginterprestasi pengalaman dan memecahkan masalah dengan cara yang baru dan asli. Kreativitas adalah kemampuan individu untuk menghasilkan sesuatu (hasil) yang baru atau asli atau pemecahan suatu masalah. Kreatifitas adalah cara-cara berpikir yang divergen, berpikir yang produktif, berdaya cipta berpikir heuristik dan berpikir lateral.
L Lapangan kerja : ketersediaan kerja atau pekerjaan yang bisa diisi oleh
tenaga kerja. M Manajemen : kegiatan yang dilakukan untuk mewujudkan kerjasama di
antara semua sumberdaya yang terlibat dalam organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
4. Mandiri : Market driven : Migrant Entrepreneur : pengusaha imigran, orang yang pindah dari negaranya ke
negara lain untuk mengembangkan usahanya.Minat : suatu proses pengembangan dan pencampuran seluruh
kemampuan yang ada untuk mengarahkan individu kepada suatu kegiatan yang dimininatinya.
Monority Entrepreneur : pengusaha minoritas, penghubung dengan pemilik minoritas sesama pengusaha kecil, sering mendiskusikan tantangan dan sarana pertukaran bisnis
Motivasi : suatu dorongan kehendak yang menyebabkan seseorang
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk
! ! !!
!! 203
melakukan suatu perbuatan untuk mencapai tujuan tertentu. N
1. Negosiasi : sebuah bentuk interaksi sosial saat pihak-pihak yang terlibat berusaha untuk saling menyelesaikan tujuan yang berbeda dan bertentangan. Menurut kamus Oxford, negosiasi adalah suatu cara untuk mencapai suatu kesepakatan melalui diskusi formal.
Organisasi : sekelompok orang (dua atau lebih) yang secara formal dipersatukan dalam suatu bentuk kerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
P Pantang menyerah : hal (perbuatan) yang terlarang menurut adat atau
kepercayaan, sedangkan menyerah adalah berserah;pasrah;kita tidak mampu berbuat apa-apa selain dari-kepada Tuhan Yang Mahakuasa. Secara terminologi (menurut istilah), pantang menyerah adalah tidak mudah putus asa dalam melakukan sesuatu, selalu bersikap optimis, mudah bangkit dari keterpurukan.
Part time entrepreneur : orang yang menjalankan usahanya secara separuh waktu dikarenakan adanya jadwal kegiatan yang padat.
Pelayanan : jasa yang diberikan oleh perusahaan terkait dengan produk yang dihasilkan dalam rangka memenuhi dan memuaskan kebutuhan serta keinginan konsumen.
Peluang : suatu cara untuk mengungkap pengetahuan atau kepercayaan bahwa suatu kejadian akan berlaku atau telah terjadi. Peluang juga dikenal sebagai kebolehjadian atau probabilitas. Berbicara tentang peluang, tentunya masih sangat umum karena peluang bisa ada dalam berbagai hal seperti peluang dalam ilmu eksak matematika, peluang usaha, peluang bisnis, dan juga peluang lainnya yang berhubungan dengan sains, keuangan, ataupun filsafat.
Pemasaran : proses sosial dan manajerial dimana individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan mempertukarkan produk yang bernilai di dalam pasar.
Pencemaran : masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, factor, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.
Pengangguran : orang yang tidak bekerja sama sekali atau bekerja kurang dari dua hari selama seminggu sebelum pencacahan dan berusaha memperoleh pekerjaan
Penghasilan : jumlah uang yang didapat dari hasil penjualan dalam jangka waktu tertentu yang telah kurangi dengan harga pokok penjualan (HPP), beban dan biaya-biaya lainnya. Penghasilan (Income) lebih menitik beratkan pada pengertian pendapatan bersih (net income).
3. Percaya Diri
: sikap dan keyakinan untuk memulai, melakukan, dan menyelesaikan tugas atau pekerjaan yang dihadapi.
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk
! ! !!
!! 204
Pertumbuhan ekonomi : proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode tertentu. Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan juga sebagai proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional.
Perusahaan : tempat terjadinya kegiatan produksi dan berkumpulnya semua faktor produksi. Setiap perusahaan ada yang terdaftar di pemerintah dan ada pula yang tidak. Bagi perusahaan yang terdaftar di pemerintah, mereka mempunyai badan usaha untuk perusahaannya.
Physiological needs : Kebutuhan yang bersifat biologis yaitu kebutuhan makan, minum, perlindungan, fisik, bernafas, dan sexsual.
Prestasi : asil dari usaha. Prestasi diperoleh dari usaha yang telah dikerjakan. Dari pengertian prestasi tersebut, maka pengertian prestasidiri adalah hasil atas usaha yang dilakukan seseorang.
Produk : sekumpulan atribut yang factor maupun yang tidak factor mencakup warna, bentuk, aroma, kemasan dan sebagainya yang diterima oleh konsumen dan dapat memenuhi kebutuhannya.
Produksi : kegiatan untuk menciptakan atau menambah kegunaan suatu barang atau jasa dengan menggunakan faktor-faktor produksi seperti tenaga kerja, mesin, bahan baku dan dana, agar menghasilkan produk yang dibutuhkan dan sesuai dengan yang diharapkan oleh konsumen.
Produktif : sikap yang ingin terus berkarya atau menghasilkan sesuatu hal yang bermanfaat bagi diri sendiri atau orang lain.
Profesional : orang yang memiliki profesi atau pekerjaan yang dilakukan dengan memiliki kemampuan yang tinggi dan berpegang teguh kepada nilai moral yang mengarahkan serta mendasari perbuatan.
Promosi : kegiatan perusahaan yang berguna untuk menjalin komunikasi kepada konsumen dengan maksud mempengaruhi dan mendorong konsumen untuk membeli produk yang ditawarkan.
R 5. Realistis : cara berpikir yang penuh perhitungan dan sesuai dengan
kemampuan, sehingga gagasan yang akan diajukan bukan hanya angan-angan atau mempi belaka tetapi adalah sebuah kenyataan.
Relatedness : kebutuhan untuk berhubungan dengan pihak lain Reputasi/citra : sebagai a picture of mind, yaitu suatu gambaran yang ada di
dalam benak seseorang. Citra dapat berubah menjadi buruk atau negatif, apabila kemudian ternyata tidak didukung oleh kemampuan atau keadaan yang sebenarnya.
Risiko : bahaya, akibat atau konsekuensi yang dapat terjadi akibat sebuah proses yang sedang berlangsung atau kejadian yang akan datang. Dalam bidang asuransi Risiko dapat diartikan sebagai suatu keadaan ketidakpastian, di mana
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk
! ! !!
!! 205
jika terjadi suatu keadaan yang tidak dikehendaki dapat menimbulkan suatu kerugian.
S Safety needs. : kebutuhan perlindungan dari ancaman, bahaya, dan
lingkungan kerja. SDM : salah satu faktor yang sangat penting bahkan tidak dapat
dilepaskan dari sebuah organisasi, baik institusi maupun perusahaan. SDM berupa manusia yang dipekerjakan di sebuah organisasi sebagai penggerak, pemikir dan perencana untuk mencapai tujuan organisasi itu.
Segmen pasar : kelompok besar (yang memiliki sekumpulan karakteristik) yang dapat diidentifikasi dalam sebuah pasar
Self actualization : orang yang bekerja sendiri, bukan untuk majikan atau bos. Artinya adalah orang yang menciptakan pekerjaaan sendiri atau yang biasa disebut dengan wirausaha.Ia menciptakan pekerjaan dan memulai usahanya dari nol.
Self efficacy : kepercayaan seseorang atas kemampuan dirinya untuk menyelesaikan suatu pekerjaan
Self employed : orang yang bekerja lepas (tidak bekerja sebagai employee pada perusahaan orang lain) dan biasanya melakukan sendiri semua pekerjaannya karena semuanya bergantung pada keahlian khusus yang dimiliki. Tipe Self Employed adalah seperti Dokter, Artis, Pedagang dan lainnya.
Sikap mental : konsepsi perilaku yang muncul dari jiwa seseorang sebagai reaksi atas dasar situasi yang mempengaruhinya.
Social entreprenuer : seseorang yang mampu mengidentifikasi problem sosial di sekitarnya.
Social needs : kebutuhan untuk diterima dalam kelompok unit kerja, berafiliasi, berinteraksi, serta rasa dicintai dan mencintai.
Softskill : kemampuan yang lebih bersifat pengembangan sikap dan karakter diri seperti kemampuan berkomunikasi yang baik,mampu bekerja dalam tim, dan kemampuan dalam manajemen waktu dengan baik.
Sponsorship : dukungan finansial atau materi pendukung kepada suatu organisasi, orang, atau aktivitas yang dipertukarkan dengan publisitas merek dalam suatu hubungan kerjasama. Sponsorship dapat membedakan sekaligus meningkatkan nilai suatu merek.
1. Strategi : peta perjalanan yang dipergunakan untuk mencapai tujuan Suistanable Development Goals/ SDGs
: 7 tujuan dengan 169 capaian yang terukur dan tenggat yang telah ditentukan oleh Perserikatan Bangsa Bangsa/ PBB sebagai agenda pembangunan dunia untuk kemaslahatan manusia dan menjamin masa depan dunia dan umat manusia yang lebih baik.
T Target pasar : kegiatan perusahaan untuk memilih dan menentukan pasar
yang lebih spesifik agar produk yang ditawarkan dapat diterima oleh konsumen dan mendapatkan respon.
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk
! ! !!
!! 206
Technopreneur : seorang wirausahawan yang menghasilkan kekayaan dengan cara memanfaatkan teknologi informasi yang pesat berkembang.
Tenaga kerja : adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun masyarakat/
Transaksi : peristiwa-peristiwa dalam perusahaan yang bersifat keuangan (finansial)
Triple bottom line : People, Planet, Profit . Tujuan : penjabaran visi dan misi, dan merupakan hal yang akan
dicapai atau dihasilkan oleh organisasi/perusahaan. Tujuan usaha berupa target yang bersifat kuantitatif dan merupakan pencapaian ukuran keberhasilan kinerja perusahaan.
U Usaha : kegiatan yang dilakukan oleh manusia untuk mendapatkan
penghasilan berupa uang atau barang yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan mencapai kemakmuran hidup. Tentu usaha yang dilakukan secara terus menerus akan membuahkan hasil yang maksimal. Artinya kalau berbicara usaha, kegiatan untuk mencapai keuntungan baik langsung maupun tidak langsung.
W Win-win solution : negosiasi antara dua pihak yang akan mendapatkan
keuntungan sama banyaknya. Wirausahawan : orang yang memiliki mindset petualang dalam karir untuk
menginovasikan nilai tambah terhadap sesuatu. seseorang yang menemukan gagasan baru dan selalu berusaha menggunakan sumber daya yang dimiliki secara optimal untuk mencapai tingkat keuntungan tertinggi. Orang-orang yang memiliki kemauan dan kemampuan melihat serta memanfaatkan peluang-peluang usaha, mengumpulkan sumberdaya yang dibutuhkan untuk mengambil tindakan dengan memanfaatkan potensi diri yang dimilikinya untuk mewujudkan gagasan inovatif ke dalam dunia nyata secara kreatif dalam rangka memberikan pelayanan yang terbaik kepada seluruh stakeholders.
Women entrepreneur : perempuan pengusaha, perempuan yang terjun di dunia wirausaha dalam skala kecil maupun skala besar. Banyak wanita yang terjun ke dalam bidang bisnis
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk ! ! !!!
!!
"#$!207
A
Achievement,189, 196, 198 Aliansi strategis , 271 Angkatan kerja, 11, 149, 150, 152, 153
B Bakat,173, 189, 241, 244, 248 Bekerja keras, 141, 159, 163, 164, 174, 180, 200, 243 Biaya, 151, 152, 155, 156, 160, 165, 199, 215, 220, 229, 230, 242, 257, 263, 265, 266, 268, 269, 274, 276, Business owner, 203, 204, 205, 207 Business to Business (B2B), 208, 209 Business to Customer (B2C), 214
C Co-opetition, 212 Comfort zone, 247 Competition, 212 Copreneurs, 22 Creative entrepreneur, 20 Customer to Customer (C2C), 212, 216
D Daya saing, 255, 256, 258, 259, 260, 261, 262, 263, 264, 266, 271, Dedikasi, 229 Digital native, 212 Disiplin, 20, 166, 167, 229, 230, 231, 245, 249,
E E-commerce, 208, 209, 214, 217, 218, 220, 273 Economic value, 1 Ekolabel/ecolabel, 7 Employee, 201, 202, 203, 205,
Energi, 2, 3, 4, 8, 147, 178, 224, 225, 237, 249, 255 Entrepreneurship, 9, 16, 17, 18, 19, 20, 257, 262, 292 Environmental stewardship, 226 Era globalisasi, 1, 221, 222, 264, 270, Esteem needs, 187
F Family owned business, 22 Finansial, 21, 140, 201, 205, 206, 228, 258, 296 Fleksibilitas, 16, 169 Franchise entrepreneur, 23
G Green banking, 7, 8 Green economy,10, 293 Green entrepreneurship model, 9Green entrerepneurial behavior, 10, 293 Green investment, 6 Green marketing, 1 Growth, 5, 17, 22, 142, 158, 190
H Hard skill, 175 Home based entrepreneur, 22
I Imbalan wirausaha, 18, 27 Infrastruktur, 170, 171, 221, 222, 255 Inkubator bisnis, 292 Inovasi, 7, 16, 17, 18, 20, 23, 25, 142, 143, 144, 145, 148, 160, 161, 166, 179, 199, 217, 219, 220, 227, 245, 256, 257, 260, 263, 276, 294, 295 Inovasi produk, 144, 294 Inovatif, 4, 15, 19, 143, 167, 169, 220, 245, 258, 259, 270
INDEKS !
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk ! ! !!!
!!
"#%!208
Investasi, 6, 18, 27, 140, 157, 164, 174, 204, 205, 208, 219, 223, 228, 245, 249, 255, 257, 262, 264, 265
J Jejaring, 210, 257, 295 Jujur, 19, 167, 175, 185, 231, 232, 253, 289
K Keadilan, 9, 191, 220 Kecepatan, 169, 219, 237 Kecerdasan finansial, 205, 206 Kemampuan (ability), 10, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 20, 21, 145, 146, 147, 148, 158, 162, 163, 165, 166, 169, 171, 173, 174, 175, 177, 178, 179, 182, 184, 186, 187, 189, 194, 197, 202, 205, 206, 216, 221, 232, 245, 246, 256, 258, 261, 265, 277, 283, 284, 293, 296 Keorisinalan, 166 Kepemimpinan, 23, 26, 144, 165, 166, 206 Ketidakpastian, 15, 18, 27, 173, 198, 199, 227, 248 Keuntungan, 9, 10, 15, 16, 17, 20, 21, 140, 162, 163, 164, 165, 174, 175, 181, 184, 198, 199, 200, 214, 215, 216, 220, 221, 222, 228, 229, 230, 240, 246, 248, 261, 272, 276, 277 Kewirausahaan, 1, 9, 10, 11, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 20, 21, 27, 141, 142, 143, 144, 148, 157, 158, 166, 168, 169, 170, 171, 184, 185, 197, 198, 208, 227, 241, 244, 245, 248, 253, 257, 258, 282, 283, 293 Kolaborasi, 210, 212, 215, 257, 266, 269, 270, 284 Komitmen, 3, 8, 10, 18, 19, 22, 23, 27, 142, 144, 155, 166, 167, 175, 198, 225, 264, 272, 287, 296 Kreativitas, 7, 16, 17, 18, 20, 23, 163, 166, 167, 179, 180, 199, 227, 257, 259, 280, 290
L
Lapangan kerja, 5, 10, 11, 13, 22, 148, 149, 151, 156, 157, 158, 161, 164, 182, 254, 255, 296
M Manajemen, 10, 15, 18, 25, 177, 193, 198, 206. 217, 221, 227, 229, 230, 233, 247, 253, 255, 258, 266, 267, 268, 272, 281, 282, 283, 293Mandiri, 8, 10, 16, 18, 19, 21, 168, 169, 195, 198, 199, 202, 242, 278, 279, 281, 289, 292, 295, Market driven, 6, 26 Migrant entrepreneur, 21 Minat, 26, 140, 148, 151, 155, 157, 158, 173, 177, 185, 205, 227, 234, 241, 274, 279, 289 Monority entrepreneur, 21 Motivasi, 14, 140, 146, 154, 158, 162, 164, 165, 168, 172, 184, 185, 186, 188, 189, 191, 192, 193, 194, 195, 196, 197, 198, 199, 233, 234, 235, 236, 237, 241, 243, 265, 269, 270, 276, 282
N Negosiasi, 177, 178, 263Organisasi, 10, 17, 21, 26, 142, 143, 144, 145, 172, 176, 182, 183, 187, 189, 190, 191, 192, 193, 195, 197, 198, 202, 230, 249, 253, 257, 264, 270, 293
P Pantang menyerah, 169 Part time entrepreneur, 21 Pelayanan. 19, 167, 214, 217, 218, 230, 233, 261, 265, 269, 272, 282 Peluang. 1, 5, 9, 10, 12, 13, 14, 16, 17, 18, 19, 25, 26, 142, 145, 157, 158, 162, 163, 164, 165, 166, 172, 176, 177, 179, 180, 182, 184, 189, 199, 200, 212, 213, 219, 221, 223, 226, 227, 228, 229, 232, 238, 245, 246, 248, 249, 255, 257, 258, 259, 264, 265, 271, 275, 276, 279, 296, Pemasaran, 1, 19, 25, 26, 144, 159, 206, 218, 233, 242, 253, 255, 261, 263, 265, 267, 271, 272, 277, 279, 280, 283, 287, 288, 290, 292, 297
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk ! ! !!!
!!
"#&!209
Pencemaran, 7 Pengangguran, 11, 13, 14, 148, 149, 150, 151, 152, 153, 158, 181, 182 Penghasilan, 140, 148, 181, 182, 199, 203, 204, 205, 221, 229, 230, 242, 248, 274, 293, 296, Percaya diri, 144, 165, 175, 176, 184, 248, 274, 277, 282 Pertumbuhan ekonomi, 9, 12, 157, 171, 220, 262, 263 Perusahaan, 1, 2, 3, 4, 5, 12, 13, 19, 23, 24, 25, 140, 141, 143, 145, 148, 150, 154, 156, 159, 164, 167, 169, 170, 182, 185, 187, 198, 199, 200, 202, 204, 205, 207, 208, 209, 210, 213, 214, 215, 216, 217, 218, 219, 220, 221, 222, 223, 224, 225, 226, 227, 228, 229, 230, 233, 234, 242, 243, 253, 254, 256, 258, 259, 260, 261, 264, 265, 266, 267, 268, 269, 270, 271, 272, 273, 282, 294, Physiological needs, 186 Prestasi, 4, 21, 142, 144, 160, 161, 165, 185, 186, 187, 188, 189, 191, 194, 195, 196, 197, 233, 234, 235, 236, 241, 243, 270 Produk, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 23, 24, 140, 143, 144, 145, 155, 159, 166, 167, 168, 177, 180, 209, 210, 214, 217, 218, 220, 222, 223, 225, 226, 230, 231, 232, 233, 241, 242, 253, 254, 255, 256, 258, 259, 260, 261, 262, 263, 265, 266, 267, 268, 269, 270, 271, 272, 273, 275, 276, 277, 280, 291, 291, 292, 296, 297 Produksi, 2, 6, 7, 12, 17, 19, 23, 24, 26, 144, 156, 157, 159, 227, 255, 259, 261, 262, 266, 267, 268, 271, 273, 277, 278, 279, 283, 284, 285, 287, 288, 289, 293, 294, 297 Produktif,156, 169, 263, 274, 275, 276, 277, 278 Profesional, 148, 178, 202, 273, Promosi, 167, 208, 215, 257, 259, 282, 295
R Realistis, 145, 168, 183, 221
Relatedness, 190 Reputasi/citra, 25, 160, 175, 226 Risiko, 15, 18, 148, 157, 164, 165, 174, 181, 189, 199, 200, 205, 207, 219, 227, 228, 234, 246, 247, 248
SSafety needs, 186 SDM, 258, 281, 283, 297Segmen pasar, 226 Self actualization, 187, 190 Self efficacy, 14 Self employed, 202, 203, 204 Sikap mental 21, 174 Social entrepreneur, 13 Social Needs, 186 Softskill, 175 Sponsorship, 180 Strategi, 1, 2, 3, 12, 25, 26, 143, 147, 161, 170, 171, 192, 222, 224, 227, 228, 232, 249, 255, 257, 259, 260, 261, 263, 265, 270, 271, 279, 280, 290 Suistanable Development Goals/ SDGs, 8
T Target pasar, 209 Technopreneur, 20 Tenaga kerja, 5, 10, 12, 13, 151, 156, 157, 196, 224, 233, 251, 262, 275 Transaksi, 177, 178, 209, 211, 214, 216, 218, 297 Triple Bottom Line, 224 Tujuan, 3, 4, 8, 10, 21, 24, 143, 145, 146, 147, 149, 151, 162, 163, 164, 165, 172, 178, 182, 184, 190, 192, 196, 197, 198, 199, 200, 221, 234, 237, 238, 264, 266, 267, 269, 270, 272, 276, 284, 288
U Usaha, 1, 4, 6, 7, 9, 10, 11, 12, 15, 17, 18, 19, 20, 22, 23, 25, 26, 141, 142, 143, 145, 151, 154, 155, 156, 157, 158, 159, 160, 161, 162, 163, 164, 165, 168, 169, 170, 171, 172, 173, 174, 175, 176, 177, 178, 179, 180, 181, 182, 183, 184, 185, 188, 189, 191, 192, 197, 203, 207, 208,
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk ! ! !!!
!!
"'#!210
226, 227, 228, 229, 231, 232, 233, 235, 237, 238, 243, 244, 246, 249, 250, 251, 253, 254, 255, 256, 257, 258, 259, 260, 261, 262, 263, 264, 265, 266, 267, 268, 269, 270, 271, 272, 273, 274, 275, 277, 278, 279, 281, 282, 285, 289, 292, 293, 295, 296, 297
W Win-win solution, 177 Wirausahawan, 9, 11, 12, 13, 14, 15, 17, 19, 20, 26, 148, 149, 154, 159, 162, 163, 164, 165, 166, 167, 168, 169, 170, 171, 184, 185, 197, 198, 199, 200, 227, 228, 229, 230, 231, 232, 233, 236, 237, 241, 247, 275, 294, 295 Women entrepreneur, 21
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk ! ! !!!
! ! !"##!211
BIO DATA PENULIS
Sri Widyastuti Lahir di Pati, 25 April 1962.
Staf Pengajar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Pancasila. Menempuh S1 di Universitas Islam Indonesia
Yogyakarta Fakultas Ekonomi Manajemen Perusahaan.
Kemudian melanjutkan S2 Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi. IPWI Jakarta,
ManajemenPemasaran dan S2 di Universitas Indonesia
Program Pasca Sarjana Kajian Wilayah Timur Tengah Islam, Manajemen Perbankan Syariah,
serta S3 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran, Program Doktor Ekonomi,
Konsentrasi Manajemen Bisnis, 2010-2013. Aktif dalam penelitian dengan ID SCOPUS: 57203513578
Melaksanakan Pengabdian kepada Masyarakat dengan aktif sebagai Dewan Pengurus DPP IAEI (Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia), Sekretaris
Departemen Penelitian Manajemen Perbankan Syariah, 2015- 2019 dan Ketua Komisariat ISEI Cabang Jakarta 2017-2021.
Mengikuti berbagai seminar nasional dan internasional, diantaranya Presenter, 1st International Conference on Managing Sustainable Tourism
ICEBM, Lombok Indonesia on 2nd-4th October 2017. How The Halal Tourism Industry can be Improving The Nations Competitiveness: A literature reviews.
Presenter, 5th Global Islamic Marketing Conference – Kuala Lumpur, Malaysia, 2014. Developing Customer Equity through Brand Image of Islamic
Banking. Participant, Discussion On “ Managing Doctoral Degree at International Level
21st’ January 2011 - Nation University of Singapore. Selain mengajar dan meneliti, tercatat sebagai
Direktur, PT. Absyir Inti Usaha, General Trading, 2010 - sekarang.
!
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk ! ! !!!
! ! !"#"!212
Laili Savitri Noor Lahir di Jakarta, 28 November 1970
Staf Pengajar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pancasila
S1 di Fakultas Ekonomi Universitas Pancasila S2 di STIE IPWI Jakarta
Saat ini sedang menempuh Program S3 Ekonomi Bisnis di Universitas Pancasila Jakarta
Aktif melaksanakan penelitian terkait dengan UMKM
dan memperoleh dana Hibah Kemenristek Dikti Aktif melaksanakan kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat
Aktif sebagai Pengurus ISEI (Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia) Komisariat FEB – UP 2017 s/d 2021 juga sebagai Pengurus IAEI (Ikatan Ahli
Ekonomi Islam Indonesia) Komisariat FEB – UP 2015 s/d 2019 Sebagai Anggota Asosiasi Dosen Indonesia (ADI)
Mengikuti berbagai seminar Nasional dan Internasional Sebagai narasumber pada berbagai Pelatihan-pelatihan Kewirausahaan
bagi UMKM dan Mahasiswa Sebagai Dewan Pendiri pada Yayasan Nurul Huda / Panti Asuhan Hidayah (2012) Kranggan –Bekasi
Sebagai Direktur Marketing pada Solusi Human Resources Consultan tahun 2015 s/d sekarang
Sebagai Distributor pada PT. Herbal Insani tahun 2006 s/d sekarang
Bayu Retno Widiastuti
Lahir di Bandung, 3 Oktober 1961 Staff Pengajar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Univ. Pancasila Mata Kuliah Kewirausahaan, MSDM,
Perilaku Organisasi S1 Psikologi di Universitas Indonesia
S2 di IGI Jakarta Konsentrasi Manajemen SDM
Aktif dalam penelitian di Universitas Pancasila Anggota HIMPSI (Himpunan Psikologi) DKI Jakarta
Anggota ADI (Asosiasi Dosen Indonesia) Pelatih dalam Perkoperasian Indonesia bersama PT. Era Mandiri
Sebagai narasumber pada pelbagai Pelatihan-pelatihan Kewirausahaan bagi UMKM dan Mahasiswa
Direktur HRD Solusi Human Resources Consultant Tahun 2015 s/d sekarang
GREEN ENTREPRENEURSHIP Sri Widyastuti, dkk ! ! !!!
! ! !"#$!213
!
!
!
Wahid Syafruddin Lahir di Depok, 10 Nopember 1983
Owner Wahid Home IndustryMenempuh S1 di Universitas Pancasila
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Jurusan Manajement Menempuh S2 Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatulloh Fakultas Syariah dan Hukum, Jurusan Hukum Ekonomi Syariah 2016 – sekarang (proses thesis)
Aktif dalam organisasi kewirausahaan UMKM Ketua Asosiasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah
Kota Depok 2016 - 2018 Pengurus Asosiasi Industri kreatif Kota Depok 2014 - 2016
Melaksanakan dan berkontribusi dalam pengabdian masyarakat sebagai pelaku usaha
Pelatihan Bisnis model kanvas untuk pelaku usaha pemula Pelatihan pemanfaatan media social untuk memasarkan produk UMKM
Pelatihan dan pemberdayaan masyarakat, mengolah limbah konveksi sebagai bahan baku pembuatan keset
Mengikuti berbagai seminar nasional dan international, diantaranya Menggalang kekuatan entrepreneurship menuju bangsa mandiri dan
bermartabat, 3-4 Desember 2010 di Universitas Airlangga 15 th UNESCO – APEID International Conference Inspiring Education
Creativity and entrepreneurship, Hotel Sultan The 1st International Conference on Law and Justice
“Good Governance and Human Right in Muslim Countries: Experiences and Challenges”, Asean Marketing summit 2016
!
!
!
!
!
!
!