kpai urgensi judicial review uu adminduk terhadap uud 1945-final version
TRANSCRIPT
Muhammad JoniTim Ahli KPAI
www.advokatmuhammadjoni.com
ALASAN JUDICIAL REVIEW UU ADMINDUK TERHADAP UUD
1945
1
Dokumen kepemilikan benda: “buku hitam” dan STNK
2
Dokumen kepemilikan:SKBG: Surat Keterangan Kepemilikan Gedung
Sertifikat Hak atas Tanah: SHM, SHGB, SHGU, SHPL, SHP.
3
Anak/orang: Akte kelahiran
4
Dokumen Pencatatan: Anak vs Benda
Anak: (belum aktif) dicacat Negara, (masih tidak) gratis.
Harta pribadi: Aktif catat sendiri, dikenakan biaya.
5
Status Pencatatan: Anak vs BendaAnak: Otonomisasi (Pemkab/Pemko) Tanah: Sentralisasi (BPN).
Mobil/Motor: Sentralisasi (Polri)
6
Musabab/Kausalnya?UU Nomor 23 tahun 2006 tentang
Administrasi Kependudukan (UU Adminduk).
Penjelasan Umum UU Nomor 23/2006 (alinea 10, kalimat 1) berbunyi “Pendaftaran Penduduk pada dasarnya menganut stelsel aktif bagi Penduduk”.
7
“stelsel aktif bagi Penduduk” merupakan asas yang membebaskan/menghilangkan kewajiban Negara (state obligation) sebagai pihak yang bertanggungjawab menjamin, melindungi dan memenui hak konstitusional atas identitas.
Termasuk hak atas kewarganegaraan (nationality), nama (name) dan hubungan kerabat (family relations);
8
Stelsel Aktif pada Penduduk
Penduduk Negara/Pemerintah
9
Aktif melaporkan kelahiran
Aktif menyiapkan dokumen formal pendukung.
Aktif datang ke Instansi Catpil.
Aktif mengurus terbitnya Salinan Akte Kelahiran.
Mengurus “diri” sendiri, tanpa skim partisipasi/fasilitasi/bantuan.
Pasif/diam menerima laporan.
Pasif mencatatkan. Pasif menerima dokumen
formal pendukung. Pasif menunggu/tinggal di
kantor Instansi Catpil. Pasif terhadap
keluhan/keterbatasan/ke-tdk-kemampuan Penduduk.
Mengurus “diri” birokrasi (Catpil) sendiri.
Tidak ada kewajiban bantuan/fasilitasi Catpil.
Stelsel Aktif pada Penduduk Vs Penduduk rentan Administrasi
10
Pasal 25 UU Adminduk: Hanya kewajiban pendataan penduduk rentan administrasi (PRA), bukan/beda dengan pelayanan Catpil.
Tergelincir dengan asas diskriminasi: karena hanya untukPenduduk korban bencana alam.Penduduk korban bencana sosial.Orang terlantar.Komunitas terpencil.Tidak eksplisit bagi warga miskin, dan aneka PMKS
lain.Hasil akhir dari kewajiban pendataan PRA (Pasal
25:1) hanya “Surat Keterangan Kependudukan” untuk PRA.
Artinya? TIDAK ADA KEWAJIBAN Pemerintah atas penduduk rentan ataupun PRA atas Catpil.
Stelsel Aktif bagi Penduduk Vs Penduduk Tidak Mampu
11
Pasal 26 ayat (1) UU Adminduk: Penduduk tidak mampu mendaftar sendiri pelaporan Peristiwa Kependudukan, DAPAT dibantu Instansi Catpil atau minta bantuan orang lain.
Makna Norma:Hanya tidak mampu mendaftar sendiri pelaporan,
BUKAN tidak mampu karena kemiskinan, terisolir, terpencil, bencana, keadaan darurat, dllsb.
Kata “dapat” bersifat ambigu, bisa “IYA” bisa “TIDAK”. Norma yang inkonsisten/tidak sinkron, dengan Pasal
25 dan 26 UU Adminduk sendiri maupun konsideran dan hak konstitusional UUD 1945.
Norma “dapat” ditolak dalam berbagai Jurisprudensi dan pendapat MK.
Batu Uji UUD 1945 Hak anak: Pasal 28B ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi
“Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”;
Hak konstitusional atas kepastian hukum yang adil, Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
Hak konstitusional atas status kewarganegaraan Pasal 28D ayat (4) Jo Pasal 26 ayat (1) UUD 1945.
Hak konstitusional mendapatkan kemudahan dan perlakuan khusus Pasal 28H ayat (2) UUD 1945.
Hak konstitusional untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum Pasal 28I ayat (1) UUD 1945.
Hak konstitusional atas kewarganegaraan Pasal 26 ayat (1) UUD 1945 yang menganut dan mengakui stelsel pasif bagi warga negara Indonesia asli.
Hak konstitusional atas HAM (perlindungan, pemajuan, penegakan, pemenuhan) tanggungjwab Negara terutama Pemerintah.
12
Akte Kelahiran dan Kewarganegaraan:
Hak akte kelahiran anak dan pencatatan kelahiran semenjak dilahirkan, terintegrasi dan satu tarikan nafas dengan hak atas nama (sebagai hak identitas) dan hak atas kewarganegaraan, sudah merupakan hak universal dalam berbagai konvensi HAM internasional yang utama (major international human rights instrument).
13
Pasal 7 ayat (1) KHA: Anak berhak didaftarkan kelahirannya segera setelah kelahiran (immediately after birth).
Pasal 7 ayat (1) KHA: Anak sejak kelahirannya berhak atas sebuah nama (name), dan sebuah kewarganegaraan (nationality).
Pasal 8 ayat (1) KHA: Negara peserta menghormati hak-hak anak mempertahankan identitasnya termasuk kewarganegaraan (nationality), nama (name) dan hubungan kerabat (family relation).
14
UU 23/2002: Hak atas Identitas
Pasal 5 UU Nomor 23/2002 menentukan bahwa setiap anak berhak atas (a) nama, dan (b) kewarganegaraan. Pasal 5 UU Nomor 23/2002 berbunyi “Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan”.
Pasal 27 ayat (2) UU Nomor 23/2002 menentukan bahwa Hak identitas anak dimaksud adalah akta kelahiran. Pasal 27 ayat (2) UU Nomor 23/2002 yang berbunyi “Identitas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dituangkan dalam akte kelahiran”;
Pasal 27 ayat (1) UU Nomor 23/2002 menentukan bahwa identitas anak diberikan sejak kelahirannya.
15
Konstitusi HAM
16
Apa artinya ratifikasi konvensi HAM bagi Negara Hukum?
UUD 1945 telah meresepsi prinsip-prinsip dasar HAM sebagai salah satu syarat dari negara hukum, khususnya prinsip dasar HAM yang terkait dengan hidup dan kehidupan dan merupakan simbol atau ikhtiar bangsa Indonesia dalam konteks menjadikan UUD 1945 menjadi UUD yang makin modern dan makin demokratis; [Panduan Pemasyarakatan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, hal 144, diterbitkan oleh Sekretariat Jenderal Majelis Pemusyawaratan Rakyat, Jakarta, 2005]
Rasional Pencatatan kelahiran segera setelah kelahiran (immediately after birth):Pencatatan kelahiran merupakan pengumuman
resmi pertama dari Negara terhadap keberadaan seorang anak (the State’s first official acknowledgement of the child’s existence). Suatu pengakuan Negara terhadap tiap-tiap anak, dan pengakuan status hukum anak (child’s status under the law).
Pencatatan kelahiran suatu elemen esensial bagi perencanaan nasional untuk anak.
Pencatatan kelahiran dimaksudkan untuk mengamankan hak-hak anak.
17
Maksud asli (original intens) dan landasan filosofis dari UU Adminduk: Stelsel aktif bagi NegaraKonsideran “Menimbang” huruf a UU Nomor
23/2006 dan Penjelasan Umum alinea pertama UU Nomor 23/2006 yang berbunyi:
“bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada hakikatnya berkewajiban memberikan perlindungan dan pengakuan terhadap penentuan status pribadi dan status hukum atas setiap Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting yang dialami oleh Penduduk Indonesia yang berada di dalam dan/atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
18
Stelsel aktif bagi Penduduk Vs UUD 1945
Asas “stelsel aktif bagi Penduduk” bertentangan dengan:Hak atas tumbuh dan berkembang, dan hak perlindungan anak
Pasal 28B ayat (2) UUD 1945;
Hak mendapatkan kemudahan dan perlakuan khusus Pasal 28H ayat (2) UUD 1945.
Hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum Pasal 28I ayat (1) UUD 1945.
Hak atas atas kewarganegaraan yang dijamin dalam Pasal 28D ayat (4) Jo. Pasal 26 ayat (1) UUD 1945);
Hak atas kepastian hukum yang adil Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
Tidak konsisten dengan landasan filosofis UU Adminduk Konsideran “Menimbang” huruf a, dan Penjelasan Umum (alinea pertama).
19
Inkonsistensi NormaKonsideran UU Adminduk
Penjelasan UU AdmindukPasal 3, 4 UU Adminduk
20
“bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada hakikatnya berkewajiban memberikan perlindungan dan pengakuan terhadap penentuan status pribadi dan status hukum atas setiap Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting yang dialami oleh Penduduk Indonesia yang berada di dalam dan/atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
Stelsel aktif bagi Penduduk.
“Pendaftaran Penduduk pada dasarnya menganut stelsel aktif bagi Penduduk”.
Jurisprudensi MK:
21
Berdasarkan jurisprudensi MK bahwa “…Mahkamah sesuai dengan kewenangan konstitusionalnya , tidak akan membiarkan adanya norma dalam Undang-undang yang tidak konsisten dan tidak sesuai dengan amanat perlindungan konstitusional yang dikonstruksikan oleh Mahkamah” [vide, pertimbangan Mahkamah Konstitusi, pada Putusan Nomor 1/PUU-VIII/2010, hal. 153].
22
Mahkamah Konstitusi sebagai pengawal konstitusi (guardian of constitution) dan penafsir konstitusi (the Sole Interpreter of the Constitution) berwenang melakukan sinkronisasi norma Undang-undang.
Penduduk 0-4 Tahun Menurut Kepemilikan Akte Kelahiran
Sumber: BPS, Susenas 2011
23
Persentase Penduduk 0-4 Tahun yang Tidak Memiliki Akte Kelahiran menurut Alasan
Sumber: BPS, Susenas 2011
Tidak tahu kelahiran harus dicatat, tidak tahu cara mengurus dan merasa tidak perlu24
Alasan Tidak Memiliki Akte Kelahiranmenurut Provinsi
Sumber: BPS, Susenas 201125
Fakta Lapangan:
26
Faktanya diakui lebih dari 90% (Sembilan puluh persen) anak jalanan di Jakarta tidak memiliki akta kelahiran. Jumlah ini berdasarkan data dari Kementerian Sosial Republik Indonesia.
Pra dan Paska UU Adminduk: Tak ada kemajuan
Pra UU Adminduk Paska UU Adminduk
27
anak-anak Usia 0-4 Tahun yang Memiliki Akta Kelahiran menurut Provinsi (Sensus BPS, 2005) sebanyak 42,82%.
data Penduduk 0-4 Tahun Menurut Kepemilikan Akte Kelahiran, (sumber BPS, Susenas 2011) sebanyak 59%.
28
Hak atas kewarganegaraan yang tidak terlepas dan satu kesatuan dengan hak atas identitas termasuk hak atas akte kelahiran, sehingga bersesuaian dengan Pasal 28D ayat (4) Jo Pasal 26 ayat (1) UUD 1945
Ancaman Catpil: Clear and Present
29
Ancaman kegagalan Negara melakukan pencatatan kelahiran anak terbukti dan telah diakui dengan:
Pengakuan Pemerintah cq Menteri Dalam Negeri RI, yang dibuktikan dengan diterbitkannya Surat Edaran Surat Menteri Dalam Negeri RI No. 472.11/3444/SJ tanggal 13 September 2011, yang pada pokoknya menentukan bahwa “anak-anak yang lahir setelah UU No 23/2006 dan belum mengurus akte kelahiran dapat dilayani dan diterbitkan akte kelahirannya tanpa penetapan pengadilan”.
Pengakuan Mahkamah Agung dengan diterbitkannya Surat Edaran Nomor 06 Tahun 2012 tentang Pedoman Penetapan Pencatatan Kelahiran Yang Melampaui Batas Waktu Satu Tahun Secara Kolektif, tertanggal 6 September 2012.
30
SE Mendagri menegasikan UU Adminduk.
UU Adminduk tidak efektif karena inkonsisten dengan UUD 1945.
UU Adminduk gagal sebagai sarana perekayasaan sosial pencatatan kelahiran.
SE Mendagri wujud dan bukti kegagalan Stelsel aktif bagi Penduduk.
Akte kelahiran dan Kewarganegaraan: hak konstitusional tak terpisahkan
31
Akte kelahiran dan Kewarganegaraan: Hak Identitas.
Asas kewajiban negara mencatatkan kelahiran dan akte kelahiran dapat ditemukan apabila menelaah Pasal 26 ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi “Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara”.
32
Pasal 26 ayat (1) UUD 1945 menganut dan mengakui stelsel pasif bagi warga negara Indonesia asli, yang jelas tertuang dalam frasa “Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli” dalam Pasal 26 ayat (1) UUD 1945.
Pasal 26 ayat (1) UUD 1945 menganut dan mengakui stelsel aktif dalam hal pewarganegaraan (naturalisasi) bagi warga negara asing, yang jelas tertuang dalam frasa “orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara” dalam Pasal 26 ayat (1) UUD 1945.
Kewarganegaraan Otomatis=Stelsel Pasif
33
Pasal 26 ayat (1) UUD 1945, frasa “orang-orang bangsa Indonesia asli”, mengandung makna bahwa Pasal 26 ayat (1) UUD 1945 menganut asas “Kewarganegaraan Otomatis”, yakni seseorang menjadi warga Negara Indonesia dengan sendirinya secara otomatis.
34
Orang yang menjadi WNI secara otomatis dibedakan dalam 2 (dua):
(1) Kewarganegaan Otomatis karena sudah memiliki status WNI. Dirumuskan dalam norma Pasal 4 butir a UU Kewarganegaraan.
(2) Kewarganegaraan Otomatis karena
kelahiran. Dirumuskan dalam norma Pasal 4 butir b sampai dengan m, dan Pasal 5 UU Kewarganegaraan.
[vide, Moh. Mahfud MD, “Konstitusi dan Hukum dalam Kontroversi Isu”, Rajawali Pers, Jakarta, 2010, hal.236].
35
Pencatatan kelahiran dan Akte kelahiran (yang terintegrasi dengan hak kewarganegaraan sebagai hak identitas) jika mengacu kepada UUD 1945, jelas menganut asas “stelsel aktif pada Negara” .
Pasal 26 ayat (1) Jo. Pasal 28D ayat (4) UUD 1945, dan karenanya tidak beralasan jika UU Adminduk menganut asas “stelsel aktif bagi Penduduk”.
Batas 60 hari: Norma UU Adminduk
36
Pasal 27 ayat 1 UU Adminduk berbunyi “Setiap kelahiran wajib dilaporkan oleh Penduduk kepada Instansi Pelaksana di tempat terjadinya peristiwa kelahiran paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak kelahiran”.
Tidak jelas apa rasio legisnya?
ada disparitas dalam masyarakat Indonesia (geografis, ekonomi, informasi), sehingga mengakibatkan akses berbeda bagi masyarakat.
Biaya dokumen pendukung mahal.
Norma batas waktu 60 hari: Penduduk kalah dari Negara
Negara, memiliki:Penduduk (tidak mampu)
37
Kekuasaan.Wewenang.Anggaran/keuangan
negara.Aparatur.Sistem dan birokrasi.Tidak ada norma
“wajib” membantu penduduk tidak mampu.
Tanpa kekuasaan dan wewenang.
Tak mampu membayar biaya dokumen formal.
Tak ada bantuan, fasilitasi dan partisipasi.
Tak ada pendukung/pendamping sosial.
Dalam keadaan tertentu terisolir, terpencil, pulau terluar, akses jauh/sulit.
Pemerintah/Instansi Catpil hanya “dapat” membantu. Bukan “wajib” membantu.
Norma batas waktu 1 tahun
38
Pasal 32 ayat (1) UU Adminduk berbunyi “Pelaporan kelahiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) yang melampaui batas waktu 60 (enam puluh) hari sampai dengan 1 (satu) tahun sejak tanggal kelahiran, pencatatan dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan Kepala Instansi Pelaksana setempat.”
Pasal 32 ayat 2 UU Adminduk berbunyi “Pencatatan kelahiran yang melampaui batas waktu 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan berdasarkan penetapan pengadilan negeri”
39
Tidak jelas apa rasio legisnya?
Ada disparitas dalam masyarakat Indonesia (geografis, ekonomi, informasi), sehingga mengakibatkan akses berbeda bagi masyarakat.
Biaya dokumen pendukung mahal.Instansi Pencatatan Sipil: hanya di
Kabupaten/Kota.
Norma batas waktu s.d 1 tahun: Penduduk kalah dari Negara
Negara, memiliki:Penduduk (tidak mampu)
40
Kekuasaan.Wewenang.Anggaran/
keuangan negara.Aparatur.Sistem dan
birokrasi.
Tanpa kekuasaan dan wewenang.
Tak mampu membayar biaya dokumen formal.
Tak ada pendukung/pendamping sosial.
Dalam keadaan tertentu terisolir, terpencil, pulau terluar, akses jauh/sulit.
41
Ketentuan tersebut makin mengancam pemenuhan hak konstitusional anak atas akte kelahiran, karena:Pengadilan tidak domein urusan Catpil.Tidak bebas biaya, justru biaya mahal.Prosedur dan acara yang tidak sederhana.
Norma yang berorientasi kepastian hukum (lewat Penetapan PN), namun menimbulkan kepastian hukum yang tidak adil.
Norma Denda: Hak konstitusi dikenakan denda?
42
Pasal 90 ayat (1) UU Nomor 23/2006 yang berbunyi “Setiap penduduk dikenai sanksi administrasi berupa denda apabila melampaui batas waktu pelaporan peristiwa penting dalam hal …”.Denda adalah bentuk hukuman administrasi, yang
membedakannya dengan hukuman pokok (pidana).Hukuman, pada hakikatnya ancaman atas perbuatan
salah. Tidak melaksanakan atau lalai melaksanakan hak atas
pencatatan kelahiran bukan kualifikasi kesalahan.Tidak dapat dijalankan, namun membebani penduduk.
43
“Ancaman sanksi” merupakan bentuk pengalihan keasalahan tanggung jawab pemerintah kepada masyarakat, akibat absennya peran pemerintah untuk pemenuhan HAM sesuai Pasal 28I ayat (4) UUD 1945 “Perlindungan, pemajuan, penegakan,dan pemenuhan Hak Asasi Manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah”.
“AncamanSanksi” merupakan bentuk kriminalisasi, yang tidak logis karena Negara/Pemerintah justru “tidak berbuat sesuatu” karena adanya kesenjangan masyarakat atas akses pelayanan, geografis sulit terjangkau, kemiskinan ekonomi, sehingga terhalang memperoleh hak akte kelahiran.
44
Perbuat yang dipidana, atau kriminalisasi adalah karena adanya Kesalahan.
Dengan dalil hak konstitusional atas akte kelahiran dalam UUD 1945, tidak ada Kesalahan (pebuatan terlarang) dalam hal anak/penduduk belum memperoleh akte kelahiran.
Justru kegagalan Pemerintah melaksanakan HAM (pasal 28I ayat 1 UUD 1945) dan hak konstitusional atas akte kelahiran.
Oleh karena itu: TIDAK ADA ALASAN norma ancaman sanksi dalam UU Pasal 90 ayat (1) Adminduk.
Batas waktu dan sanksi Vs Konstitusi
45
Norma batasan waktu (60 hari, 60 hari s.d 1 tahun; lewat 1 tahun) dan Norma Sanksi Denda) dalam UU Adminduk, TIDAK DAPAT diberlakukan kepada Penduduk, karena:Norma UU Adminduk, Pemerintah bertindak
Pasif. Norma Pasal 25 dan 26 UU Adminduk,
Pemerintah tidak dikenakan Kewajiban membantu, memfasilitasi dan melayani Penduduk dalam Catpil.
Tidak adil atau Kepastian hukum yang tidak adil (melanggar Pasal 28D ayat 1 UUD 1945) , jika UU Adminduk menormakan “batas waktu” dan “sanksi denda” atas lewat batas waktu.
Semangat: menuju “Catpil Baru”.
46
Seperti memantikkan api di tengah angin ribut dan badai salju, begitulah ibarat menghidupkan stelsel aktif Pemerintah di tengah hukum yang disorientasi konstitusi.
Syukurlah kita disemangi oleh Rumi: “Hingga setiap kali angin mengguncang dahan, (ia) berkenan menjatuhkan buah di atas orang itu dan (memberinya) bekal perjalanan”.
Ihtiar apapun tak melulu menciptakan hasil, kerapkali hanya menciptakan SEBAB yang membuat maju dan mengubah keadaan.
MUHAMMAD JONI SH,MH
www.advokatmuhammadjoni.comAdvokat/Managing Partner Law Office Joni & Tanamas
Ketua Perhimpunan Advokasi Anak Indonesia
Tim Ahli KPAI
47