kooperatif tipe inside outside circle dan kemampuan komunikasi
TRANSCRIPT
SKRIPSI
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERTIF TIPE
INSIDE-OUTSIDE CIRCLE UNTUK MENINGKATKAN
KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA (Penelitian Tindakan Kelas di MTsN Tangerang II Pamulang)
Disusun Oleh:
CORY EKA BUDIARTI
105017000453
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2010/1931 H
ABSTRAK CORY EKA BUDIARTI (105017000453), ”Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Inside-Outside Circle untuk Meningkatkan Kemampuan komunikasi Matematik Siswa”. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Agustus 2010. Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan kemampuan komunikasi matematik siswa melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Inside-Ouside Circle. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengetahui 1) Proses pembelajaran matematika di kelas dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Inside-Ouside Circle, 2) Respon siswa terhadap pembelajaran matematika dengan model pembelajaran kooperatif tipe Inside-Ouside Circle, 3) Kerjasama siswa dalam pembelajaran matematika setelah diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe Inside-Ouside Circle, 4) kemampuan komunikasi siswa setelah pembelajaran matematika dengan model pembelajaran kooperatif tipe Inside-Ouside Circle. Penelitian ini dilakukan di MTsN Tangerang II PamulangTahun Ajaran 2009/2010. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang terdiri dari empat tahap, yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Instrumen penelitian yang digunakan adalah lembar observasi kemampuan komunikasi matematik, jurnal harian siswa, wawancara, dan tes kemapuan komunikasi matematik. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Inside-Outside Circle dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematik siswa, memberikan respon positif terhadap pembelajaran matematika dan meningkatkan kerjasama siswa. Kata Kunci : Pembelajaran Kooperatif Tipe Inside-Outside Circle dan kemampuan komunikasi matematik
i
ABSTRACT
CORY EKA BUDIARTI (105017000453), "The Application of Cooperative Learning Model Inside-Outside Circle Type to Increase the Capability of Students Mathematic Communication.." Paper Department of Mathematics Education, Faculty Tarbiya and Teaching Science, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, August 2010. Generally the aim of this research is to describe students’ mathematics communication capability through the application of cooperative learning model inside-outside circle type. This research is especially aimed to reveal: 1) The process of mathematic learning in the classroom by using cooperative learning model inside-outside circle type, 2) The students response toward mathematic learning by using cooperative learning model inside-outside circle type, 3) Student’s cooperation in learning mathematic after applicated cooperative learning model inside-outside circle type, 4) the student’s mathematics communication capability after learning mathematics by using cooperative learning model inside-outside circle type. This research was conducted in MTsN Tangerang II Pamulang in academic Year 2009/2010. The method used in this research is the Classroom Action Research, which consists of four stages of planning, execution, observation, and reflection. The research instrument used is the observation sheet student’s mathematics communication capability, observation sheet student’s cooperation, the daily student journals, interview, and test of mathematic communication. The result of this research shows that the application of cooperative learning model inside-outside circle type could increase the student’s mathematics communication capability, give positive response toward mathematics learning and increase student’s cooperation. Keyword : cooperative learning model inside-outside circle type and
mathematics communication
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas
rahmat dan hidayah-Nya maka skripsi ini dapat diselesaikan. Penulisan skripsi ini
merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Matematika
pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Disadari sepenuhnya bahwa kemampuan dan pengetahuan penulis sangat
terbatas, maka adanya bimbingan, pengarahan dan dukungan dari berbagai pihak
sangat membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis
mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya, kepada yang terhormat :
1. Bapak Prof. Dr. H. Dede Rosyada, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan.
2. Ibu Dra. Maifalinda Fatra, M.Pd, selaku Ketua Jurusan Pendidikan
Matematika sekaligus dosen pembimbing I yang selalu memberikan
bimbingan, nasehat, serta ilmu yang sangat bermanfaat dalam penulisan
skripsi ini.
3. Bapak Otong Suhyanto, M.Si, selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan
Matematika.
4. Ibu Lia Kurniawati, M.Pd, selaku dosen pembimbing II yang selalu
memberikan bimbingan, nasehat, serta ilmu yang sangat bermanfaat dalam
penulisan skripsi ini.
5. Seluruh Dosen dan Staf Jurusan Pendidikan Matematika.
6. Bapak Drs. Suhardi, MA dan Bapak Ulik Widiantoro, MM selaku kepala dan
wakil kepala MTsN Tangerang II Pamulang yang telah memberikan ijin pada
penulis untuk melakukan penelitian.
7. Bapak Usep Rahmat, M.Si, selaku guru matematika kelas tempat penulis
mengadakan penelitian, yang telah banyak membantu penulis selama
penelitian berlangsung.
iii
8. Ibunda tercinta (Upi Suryati) yang senantiasa memberikan do’a, motivasi, dan
dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, dan Ayahanda
yang memberikan motivasi dengan cara yang berbeda.
9. Adik-adikku (Dwi Puspita Sari dan Dinda Putri Budiana) tercinta yang
senantiasa memberikan motivasi, dukungan dan semangat kepada penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini.
10. Dra. Eny Suryani M.Pd (Encink ku) yang banyak memberikan masukan dan motivasi.
11. Siswa dan siswi kelas VIII-2 MTsN Tangerang II Pamulang, yang telah
bersikap kooperatif selama penulis mengadakan penelitian.
12. Sahabat-sahabatku, Novi, Ria, Nita, Dewi, Eny, Ubay, Maryatul serta seluruh
teman-temanku tercinta, jurusan pendidikan matematika angkatan 2005, khususnya
kelas B. Teman-teman PPKT, Eva, Ani, Wati, Jamal, Faza, Jalal, dan Amien.
Terima kasih untuk kerjasamanya selama PPKT.
13. Bayu Iswadi,S.E yang selalu memberi support dan motivasi selama penulis
menyelesaikan skripsi dan keluarga yang dengan sabar menunggu.
14. Kelurga Besar SmartGAMA, terutama mas Harris yang banyak memberikan
kemudahan-kemudahan.
15. Semua pihak yang telah banyak memberikan bantuan, dorongan dan informasi serta
pendapat yang sangat bermanfaat bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Semoga Allah SWT dapat menerima sebagai amal kebaikan atas jasa baik
yang diberikan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan-
kekurangan karena terbatasnya kemampuan penulis. Untuk itu kritik dan saran
yang membangun sangat penulis harapkan. Mudah-mudahan skripsi ini dapat
bermanfaat bagi penulis khususnya dan umumnya bagi khasanah ilmu
pengetahuan. Amin.
Jakarta, Agustus 2010
Penulis
Cory Eka Budiarti
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK ..................................................................................................... i
ABSTRACT .................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................. v
DAFTAR TABEL ......................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... ix
DAFTAR DIAGRAM ................................................................................... x
DAFTAR BAGAN ......................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................. . 1
B. Identifikasi Area dan Fokus Penelitian ...................................... 6
C. Pembatasan Fokus Masalah ....................................................... 6
D. Perumusan Masalah Penelitian .................................................. 7
E. Tujuan Penelitian ....................................................................... 7
F. Manfaat Penelitian ..................................................................... 8
BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN KONSEPTUAL
INTERVENSI TINDAKAN .......................................................... 9
A. Kemampuan Komunikasi Matematik ........................................ 9
1. Definisi Komunikasi ............................................................ 9
2. Definisi Kemampuan Komunikasi Matematik ..................... 11
3. Indikator Kemampuan Komunikasi Matematik ................... 16
B. Pembelajaran Kooperatif ............................................................ 18
1. Pengertian Belajar dan Pembelajaran ................................... 18
2. Pembelajaran Matematika .................................................... 22
v
3. Definisi Pembelajaran Kooperatif ........................................ 24
4. Prinsip-Prinsip Pembelajaran Kooperatif ............................. 27
5. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Inside-Outside Circle 27
6. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe Inside-Outside Circle ................................................... 28
C. Hasil-Hasil Penelitian yang Relevan .......................................... 31
D. Pengajuan Konseptual Perencanaan Tindakan ........................... 31
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................... 32
A. Jadwal Penelitian ........................................................................ 32
B. Metode Penelitian dan Desain Intervensi Tindakan .................. 32
C. Subjek Penelitian ........................................................................ 37
D. Peran dan posisi Peneliti dalam Penelitian ................................. 37
E. Tahapan Perencanaan Tindakan ................................................. 38
F. Hasil intervensi tindakan yang diharapkan ................................ 40
G. Data dan Sumber Data ............................................................... 40
H. Insrumen Penelitian .................................................................... 41
I. Teknik Pengumpulan Data ......................................................... 42
J. Teknik Pemeriksaan Keterpercayaan (Trusworthinees)
Study .......................................................................................... 44
K. Teknik Analisis Data .................................................................. 45
L. Tindak Lanjut atau Pengembangan Perencanaan Tindakan ....... 46
BAB IV DESKRIPSI, ANALISIS DATA, DAN PEMBAHASAN
TEMUAN PENELITIAN .............................................................. 48
A. Deskripsi Data Hasil Pengamatan .............................................. 48
1. Survei Pendahuluan .............................................................. 47
2. Siklus I ................................................................................. 50
3. Siklus II ................................................................................ 78
B. Pemeriksaan Keabsahan Data .................................................... 98
C. Analisis Data .............................................................................. 99
vi
D. Interpretasi Hasil Analisis .......................................................... 106
E. Pembahasan Temuan Penelitian ................................................. 110
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 111
A. Kesimpulan ................................................................................ 111
B. Saran ........................................................................................... 111
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 112
LAMPIRAN-LAMPIRAN ........................................................................... 115
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Jadwal Penelitian ........................................................................... 32
Tabel 2 Tahapan Kegiatan Pendahuluan .................................................... 38
Tabel 3 Tahap Penelitian Siklus I .............................................................. 39
Tabel 4 Teknik Pengumpulan data ............................................................. 43
Tabel 5 Kriteria Pemberian Skor dengan menggunakan Rubrics .............. 45
Tabel 6 Rekapitulasi Persentase Hasil Observasi Kemampuan
Komunikasi Matematik Siswa Siklus I ......................................... 69
Tabel 7 Rekapitulasi Persentase Hasil Observasi Kerjasama Siswa
Dalam Kelompok pada Siklus I .................................................... 72
Tabel 8 Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Matematik Siklus I .............. 75
Tabel 9 Refleksi Kegiatan Tindakan Siklus I ............................................ 76
Tabel 10 Rekapitulasi Persentase Hasil Observasi Kemampuan
Komunikasi Matematik Siswa Siklus II ........................................ 91
Tabel 11 Rekapitulasi Persentase Hasil Observasi Kerjasama Siswa
Dalam Kelompok pada Siklus II ................................................... 94
Tabel 12 Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Matematik Siklus I .............. 97
Tabel 13 Rekapitulasi Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa 100
Tabel 14 Rekapitulasi Hasil Observasi Kemampuan Komunikasi
Matematik Siswa ........................................................................... 101
Tabel 15 Rekapitulasi Hasil Observasi Kerjasama Siswa dalam Kelompok 103
Tabel 16 Rekapitulasi Respon Siswa Selama Pembelajaran ........................ 104
Tabel 17 Rekapitulasi hasil pengukuran kemampuan komunikasi
matematik siswa ............................................................................ 109
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran Matematika
pada Penelitian Pendahuluan ................................................... 49
Gambar 2 Guru Sedang Memberi Pengarahan ........................................ 74
Gambar 3 Siswa yang Lebih Pintar sedang Memberi Penjelasan kepada
Siswa Lain pada Saat Berdiskusi ............................................ 74
Gambar 4 Siswa sedang menjelaskan argument mereka
ketika menjelaskan hasil Lembar Tugas Diskusi
kepada kelompok lain ............................................................. 75
Gambar 5 Siswa Sedang Berdiskusi Ketika Mengerjakan
Lembar Tugas Diskusi ............................................................ 96
Gambar 6 Kelompok Inside dan Outside sedang Menjelaskan
Argumen Mereka Masing-Masing .......................................... 96
Gambar 7 Siswa Maju ke Depan Menyelesaikan Soal Ketika
Guru Menunjuknya pada Akhir Pembelajaran ........................ 97
ix
DAFTAR DIAGRAM
Diagram 1 Diagram Batang Tingkat Kemampuan Komunikasi
Matematik (KKM) Siswa ....................................................... 100
x
DAFTAR BAGAN
Bagan 1 Alur Prosedur Pelaksanaan PTK ............................................. 36
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus I ............... 115
Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus II .............. 121
Lampiran 3 Lembar Tugas Diskusi .............................................. .............. 127
Lampiran 4 Kisi-Kisi Instrumen Tes Kemampuan Awal
Komunikasi Matematik ………… ........................................... 163
Lampiran 5 Tes Kemampuan Awal Komunikasi Matematik ....……........ . 164
Lampiran 6 Pedoman Penilaian Tes Kemampuan Awal Komunikasi
Matematik ………………………………………….. ............ 165
Lampiran 7 Deskriptor Tes Kemampuan Awal Komunikasi Matematik . .. 168
Lampiran 8 Kisi-Kisi Instrumen Tes Kemampuan Komunikasi
Matematik Siklus I .............................. .................................... 169
Lampiran 9 Tes Kemampuan Komunikasi Matematik Siklus I ..…… ....... 170
Lampiran 10 Pedoman Penilaian Tes Kemampuan Komunikasi Matematik
Siklus I ……………............................................................. .. 171
Lampiran 11 Deskriptor Tes Kemampuan Komunikasi Matematik Siklus I 174
Lampiran 12 Kisi-Kisi Instrumen Tes Kemampuan Komunikasi
Matematik Siklus II .. .............................................................. 175
Lampiran 13 Tes Kemampuan Komunikasi Matematik Siklus II . ............... 176
Lampiran 14 Pedoman Penilaian Tes Kemampuan Komunikasi Matematik
Siklus II ................................................................................... 178
Lampiran 15 Deskriptor Tes Kemampuan Komunikasi Matematik Siklus II 181
Lampiran 16 Lembar Observasi Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa 182
Lampiran 17 Pedoman Wawancara Guru Sebelum Penelitian ..................... 183
Lampiran 18 Pedoman Wawancara Guru Setelah Penelitian ....................... 184
Lampiran 19 Nilai Tes Kemampuan Awal Komunikasi Matematik ............ 185
Lampiran 20 Nilai Tes Kemampuan Komunikasi Matematik Siklus I .... .... 186
Lampiran 21 Nilai Tes Kemampuan Komunikasi Matematik Siklus II ....... 187
Lampiran 22 Rekapitulasi Nilai Tes Kemampuan Komunikasi Matematik .. 188
xii
xiii
Lampiran 23 Rekapitulasi Lembar Observasi Kemampuan
Komunikasi Matematik Siswa Siklus I ................................... 189
Lampiran 24 Rekapitulasi Lembar Observasi Kemampuan
Komunikasi Matematik Siswa Siklus II .................................. 190
Lampiran 25 Lembar Observasi Kerjasama Siswa dalam Kelompok .. ........ 191
Lampiran 26 Pedoman Observasi Untuk Guru ............................................. 192
Lampiran 27 Jurnal Harian Siswa ................................................................ 193
Lampiran 28 Hasil Wawancara Guru Sebelum dan Setelah Penelitian ........ 194
Lampiran 29 Lembar Catatan Lapangan ...................................................... 197
Lampiran 30 Validitas Isi Tes Kemampuan Komunikasi Matematik .......... 198
Lampiran 31 Lembar Tugas Diskusi yang dikerjakan siswa ........................ 239
Lampiran 32 Tes Kemampuan Komunikasi Matematik yang
dikerjakan siswa ...................................................................... 249
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah menjadi bagian
yang menyeluruh dari kehidupan manusia. Banyak kenyataan bahwa untuk
meningkatkan taraf hidupnya, manusia dapat memanfaatkan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Kemampuan dalam memanfaatkan dan mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ternyata ditentukan oleh
keberhasilan pembangunan dalam bidang pendidikan, karena pendidikan
merupakan bagian integral dari pembangunan, sehingga mutu pendidikan di
Indonesia samakin ke depan semakin dituntut untuk lebih baik.
Bangsa Indonesia, sebagai bangsa yang sedang membangun dituntut
untuk dapat memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama dalam
mencapai tujuan dan cita-cita pembangunan bangsanya yaitu mewujudkan
masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila. Kemampuan dalam
memanfaatkan dan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
ternyata ditentukan oleh keberhasilan pembangunan dalam bidang pendidikan,
karena pendidikan merupakan bagian integral dari pembangunan, sehingga
mutu pendidikan di Indonesia samakin ke depan semakin dituntut untuk lebih
baik. Perbaikan proses belajar mengajar tak lepas dari upaya meningkatkan
mutu pendidikan. Hal itu sangat erat kaitannya dengan akses untuk
menggunakan sarana belajar yang sesuai dan memadai, kualitas mengajar,
strategi pembelajaran yang digunakan, dan pengembangan sistem penilaian.
Upaya perbaikan proses belajar mengajar akan mempengaruhi individu
secara langsung, terutama melatih individu memiliki kemampuan berpikir
logis, kritis, sistematis, kreatif, dan inivatif, serta kemampuan untuk
berargumentasi atau mengemukakan pendapat (komunikasi). Cara berpikir
seperti ini dapat dikembangkan melalui belajar matematika karena matematika
mempunyai peranan dalam melatih logika berpikir. Mengingat pentingnya
matematika, maka pemerintah dalam hal ini DEPDIKNAS selalu berusaha
2
meningkatkan mutu pengajaran matematika di segala jenjang pendidikan
formal. Menurut DEPDIKNAS Jakarta (2003), disebutkan bahwa kecakapan
atau kemahiran matematika yang diharapkan dapat tercapai dalam belajar
matematika mulai dari SD dan MI sampai SMA dan MA adalah sebagai
berikut :1
1. Menunjukkan pemahaman konsep matematika yang dipelajarai, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.
2. Memiliki kemampuan mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, grafik, atau diagram untuk memperjelas keadaan atau masalah.
3. Menggunakan penalaran pada pola, sifat, atau melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
4. Menunjukkan kemampuan strategik dalam membuat (merumuskan), dan menyelesaikan model matematika dalam pemecahan masalah.
5. Memiliki sifat menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan. 6. Catatan, grafik, peta, diagram dalam menjelaskan gagasan.
Demikian juga, NCTM (2000) mengungkapkan bahwa dalam
pelaksanaan pembelajaran matematika di sekolah, guru harus memperhatikan
lima aspek pengajaran matematika yaitu : koneksi (connections), penalaran
(reasoning), komunikasi (communication), pemecahan masalah (problem
solving), dan representasi (representations).2 Jadi salah satu kemampuan yang
harus dimiliki siswa dalam belajar matematika adalah kemampuan komunikasi
matematik, yaitu bagaimana siswa mampu menggunakan matematika sebagai
alat komunikasi untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
Oleh sebab itu, kemampuan komunikasi matematik menjadi kemampuan yang
perlu ditingkatkan pada diri siswa.
Berkaitan dengan pentingnya komunikasi, salah satunya komunikasi
yang dilakukan manusia yaitu komunikasi dengan Tuhan yaitu Allah SWT,
salah satunya adalah melalui media Al-Qur'an. Al-Qur,an mengatakan :
1 Sri Anitah, Strategi Pembelajaran Matematika, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007), h. 7.31 2 NCTM, Principles and Standart for School Mathematics. (Reston, VA : NCTM, 2000), p. 4
3
"Tuhan yang Maha Pemurah, yang telah mengajarkan Al-Quran. Dia menciptakan
manusia, yang mengajarinyapandai berbicara"(Q.SAr-Rahman: 1-4)
Salah satu keberhasilan pembelajaran matematika sangat didukung oleh
proses komunikasi yang sukses. Lindquist, mengemukakan bahwa kita akan
memerlukan komunikasi dalam matematika jika hendak meraih secara penuh
tujuan sosial seperti melek matematika, belajar seumur hidup, dan matematika
untuk semua orang.3 Bell berpendapat bahwa yang menjadi penyebab siswa
kesulitan belajar matematika adalah lemahnya kemampuan membaca secara
umum dan ketidakmampuan membaca secara khusus, apalagi matematika
merupakan ilmu yang bahasanya sarat oleh simbol dan istilah.4
Komunikasi dalam matematika atau komunikasi matematik merupakan
suatu aktivitas berbagi informasi berupa kemampuan memodelkan situasi ke
dalam bentuk gagasan-gagasan matematika dengan menggunakan simbol-
simbol dan notasi-notasi matematika baik secara lisan maupun tulisan.
Komunikasi matematika perlu menjadi perhatian dalam pembelajaran
matematika sebab, melaui komunikasi siswa dapat mengorganisasi berpikir
matematisnya.
Salah satu faktor penting yang mempengaruhi komunikasi matematik
siswa adalah faktor pembelajaran, sehingga untuk meningkatkan kemampuan
komunikasi matematik siswa diperlukan strategi pembelajaran yang
merangsang siswa untuk berdiskusi (berkomunikasi), mengeluarkan
argumennya. Karena dengan berdiskusi, siswa menjadi aktif berkomunikasi
dengan siswa lainnya atau dengan guru, sehingga kemampuan komunikasi
matematiknya terasah.
NCTM (2000), mengungkapkan peran guru dalam membangun
kemampuan komunikasi matematik pada grade 6-8, yaitu guru sebaiknya
3Mary M. Lindquist, NCTM 1996 year book: Communication in Mathematics, K-12 and
Beyond. (USA : NCTM INC, 2000), p. 1 4 Mumun Syaban, Menumbuhkan Daya Matematis Siswa, [online]. Tersedia: http://educare.e-
fkipunla.net
4
berusaha untuk membangun komunikasi yang lebih banyak di kelas, sehingga
siswa menjadi bersemangat untuk membagi ide-ide mereka dan mencoba
untuk mengklarifikasi ide-ide tersebut sampai mereka mengerti.5 Sering kali
ditemui bahwa beberapa siswa mengalami kejenuhan saat menerima materi
pelajaran dari guru di sekolah sehingga materi yang dijelaskan guru kurang
begitu diserap oleh siswa. Hal tersebut antar lain dikarenakan gaya mengajar
guru yang cenderung monoton. Pembelajaran di kelas berpusat kepada guru
(teacher centered), sementara siswa diposisikan sebagai objek, sehingga
kurang memberikan kesempatan bagi siswa untuk berperan aktif dalam
kegiatan belajar dan komunikasi yang terjadi di kelas merupakan komunikasi
satu arah yaitu antara guru dengan siswa, sehingga kemampuan komunikasi
matematik siswa relatif rendah.
Salah satu perubahan paradigma pembelajaran tersebut adalah orientasi
pembelajaran yang semula berpusat pada guru (teacher centered) beralih
berpusat pada siswa (student centered), Untuk itu, guru tidak hanya cukup
menyampaikan materi pelajaran semata, akan tetapi guru juga harus pandai
menciptakan suasana belajar yang baik, serta juga mempertimbangkan
pemakaian metode dan strategi dalam mengajar yang sesuai dengan materi
pelajaran dan sesuai pula dengan keadaan anak didik. Namun pada
kenyataannya, efesiensi dan efektifitas pembelajaran matematika di sekolah
belum mencapai hasil belajar sesuai dengan yang diharapkan. Namun ditengah
kondisi pendidikan yang demikian, Indonesia tetap mampu melahirkan
prestasi yang cukup membanggakan dalam dunia pendidikan, antara lain
Indonesia meraih tiga emas, tujuh perak, serta 17 perunggu dalam 13th
Primary Mathematics World Contest atau Kontes Dunia Matematika yang
digelar di Kota Incheon, Korea Selatan pada Juli 2010.6
Berdasarkan laporan hasil seminar dan lokakarya pembelajaran
matematika di P4TK (PPPG) Matematika, data TIMSS 2007 menunjukkan
bahwa penekanan pembelajaran di Indonesia lebih banyak pada penguasaan
keterampilan dasar (basic skills), namun sedikit atau sama sekali tidak ada
5 NCTM, Principles and Standart for School Mathematics. (Reston, VA : NCTM, 2000), p.
227 6 Prestasi Indonesia di Dunia, tersedia : www.berita.liputan6.com
5
penekanan untuk penerapan matematika dalam konteks kehidupan sehari-hari,
berkomunikasi secara matematis, dan bernalar secara matematis.7
Terdapat fakta di lapangan yang menunjukkan siswa bahwa kemampuan
komunikasi matematik siswa relatif rendah, seperti yang terjadi di MTsN
Tangerang II Pamulang. Berdasarkan observasi pendahuluan yang dilakukan
peneliti tepatnya di kelas VIII-2 diperoleh kesimpulan bahwa tingkat
kemampuan komunikasi matematik siswa relatif rendah. Hal ini dibuktikan
dengan setelah dilakukannya tes awal kemampuan komunikasi matematik
siswa dengan nilai rata-rata 46,75 (terlampir). Selain itu hasil wawancara
dengan guru matematika pada kelas tersebut juga mengatakan hal yang sama
bahwa memang kemampuan komunikasi matematik siswa untuk kelas
tersebut relatif rendah. Kemudian berdasarkan hasil observasi di kelas, ketika
pembelajaran matematika berlangsung, metode yang digunakan guru adalah
konvensional, ceramah, tanya jawab. Sebagian besar siswa kelas VIII-2 sangat
pasif dalam belajar namun berisik pada saat pembelajaran matematika
berlangsung.
Beranjak dari kondisi yang telah diuraikan, maka masalah yang muncul
adalah model pembelajaran apa yang dapat dikembangkan guru dalam upaya
peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa? Peneliti tertarik untuk
menerapkan suatu model pembelajaran yang diperkirakan mampu mendukung
upaya peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa yaitu Model
Pembelajaran kooperatif tipe Inside-Outside Circle.
Model Pembelajaran kooperatif tipe Inside-Outside Circle merupakan
salah satu model pembelajaran yang menerapkan banyak diskusi/sharing.
“Teknik mengajar Lingkaran Kecil-Lingkaran Besar (Inside-Outside Circle)
dikembangkan oleh Spencer Kagan untuk memberikan kesempatan pada anak
didik agar saling berbagi informasi pada saat yang bersamaan.” 8 Bahan yang
paling cocok digunakan dengan teknik ini adalah bahan yang membutuhkan
pertukaran pikiran dan informasi antar anak didik.
7 Fajar Shodiq, Laporan Hasil Seminar dan Lokakarya Pembelajaran Matematika di P4TK
(PPPG) Matematika, [online]. Tersedia: www.docstoc.com 8M Yudha Saputradan Iis Marwan, Strategi Pembelajaran Kooperatif. (Bandung: CV. Bintang
WarliArtika, 2008), h. 79
6
Salah satu keunggulan teknik ini adalah siswa dapat berbagi pada
pasangan yang berbeda dengan singkat dan teratur. Selain itu, siswa
jugabekerja dengan siswa laindalam suasana gotong-royong dan mempunyai
banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan ketrampilan
berkomunikasi. Guru disarankan memberikan banyak kesempatan siswa untuk
berdiskusi dan mengolah informasi antar siswa dalam pembelajaran
matematika sehingga dapat mengasah kemampuan komunikasi matematiknya.
Berdasarkan uraian di atas, penulis mencoba melakukan penelitian
dengan judul:"Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif tipe Inside-Ouside
Circle Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa".
B. Identifikasi Area dan Fokus Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka timbul
permasalahan yang dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1. Gaya mengajar guru cenderung monoton dalam pembelajaran matematika
2. Pembelajaran matematika di kelas berpusat pada guru bukan siswa
sehingga siswa cenderung pasif.
3. Kemampuan komunikasi matematika siswa di sekolah masih rendah
4. Guru belum menerapkan metode belajar yang variatif sehingga dapat
menciptakan suasana belajar yang menyenangkan.
C. Pembatasan Fokus Masalah
Sangatlah penting bagi penulis dalam membatasi masalah untuk membuat
pembaca mudah memahaminya. Dalam skripsi ini penulis hanya
memfokuskan pada :
1. Model pembelajaran yang digunakan yaitu model pembelajaran
kooperatif tipe Inside-Outside Circle yaitu siswa membentuk lingkaran
dalam dan luar lalu berputar dan berbagi dengan setiap pasangan baru.
2. Kemampuan komunikasi matematik yang diukur dalam penelitian ini
adalah kemampuan siswa yang mencakup kemampuan written text,
drawing dan mathematical expression pada pokok bahasan kubus, balok,
prisma, dan limas, khususnya siswa kelas VIII-2 di MTsN Tangerang II
Pamulang.
7
D. Perumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah diuraikan
sebelumnya, maka dapat dirumuskan masalah "Apakah Model Pembelajaran
Kooperatif tipe Inside-Outside Circle Dapat Meningkatkan Kemampuan
Komunikasi Matematik Siswa?"
Dari perumusan masalah tersebut, maka dijabarkan beberapa pertanyaan
yang akan dicari jawabannya dalam penelitian ini, yaitu :
1. Bagaimana pembelajaran matematika dengan menerapkan model
pembelajaran kooperatif tipe Inside-Outside Circle di kelas?
2. Bagaimana respon siswa dalam pembelajaran matematika dengan model
pembelajaran kooperatif tipe Inside-Outside Circle?
3. Bagaimana kerjasama siswa dalam pembelajaran matematika dengan
model pembelajaran kooperatif tipe Inside-Outside Circle?
4. Bagaimana kemampuan komunikasi matematik siswa setelah
pembelajaran matematika dengan model pembelajaran kooperatif tipe
Inside-Outside Circle?
E. Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan
kemampuan komunikasi matematik siswa melalui penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe Inside-Outside Circle.
Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :
1. proses pembelajaran matematika di kelas dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe Inside-Outside Circle.
2. respon siswa terhadap pembelajaran matematika dengan model
pembelajaran kooperatif tipe Inside-Outside Circle.
3. kerjasama siswa dalam pembelajaran matematika setelah diterapkan
model pembelajaran kooperatif tipe Inside-Outside Circle.
4. kemampuan komunikasi matematik siswa setelah pembelajaran
matematika dengan model pembelajaran kooperatif tipe Inside-Outside
Circle.
8
F. Manfaat Penelitian
Adapun penelitian ini mempunyai beberapa manfaat yang dapat diperoleh,
diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Bagi sekolah, sebagai bahan pertimbangan dalam membuat suatu
kebijakan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran
matematika di sekolah dalam rangka perbaikan mutu pendidikan.
2. Bagi Guru, sebagai alternatif model pembelajaran yang digunakan di kelas
serta dapat meningkatkan profesionalisme guru dalam proses belajar
mengajar.
3. Bagi siswa, untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematiknya,
sehingga akan bermanfaat bagi peningkatan prestasi di sekolah dan
mampu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
4. Bagi peneliti, sebagai umpan balik dalam proses belajar mengajar
matematika, dan menambah pengetahuan serta pengalaman.
5. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan kajian dan
bahan referensi untuk dijadikan bahan kajian dan bahan referensi untuk
diadakan penelitian lebih lanjut.
6. Bagi perkembangan ilmu pengetahuan, hasil penelitian ini dapat
menambah informasi mengenai penerapan model kooperatif tipe Outside
Inside-Outside Circle untuk meningkatkan kemampuan komunikasi
matematik siswa.
9
BAB II
KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN KONSEPTUAL
INTERVENSI TINDAKAN
A. Komunikasi Dalam Pembelajaran Matematika
1. Definisi Komunikasi
Komunikasi merupakan sesuatu yang penting dalam kehidupan manusia.
Kehidupan manusia akan tampak “hampa” apabila tidak ada komunikasi.
Dengan adanya komunikasi berarti ada interaksi antar manusia. Komunikasi
itu tidak timbul dengan sendirinya, namun komunikasi itu dapat diperoleh
melalui belajar, yakni melalui komunikasi dengan orang lain maupun melalui
membaca dan lain-lain.
Kata komunikasi berasal dari bahasa Latin “communis”, yang berarti membuat kebersamaan atau membangun kebersamaan antara 2 orang atau lebih. Akar katanya communis adalah “communico”, yang artinya berbagi. Dalam hal ini, yang dibagi adalah pemahaman bersama melalui pertukaran pesan. Komunikasi sebagai kata kerja (verb) dalam bahasa Inggris, “communicate” berarti (1) untuk bertukar pikiran, perasaan dan informasi; (2) untuk membua tahu; (3) untuk membuat sama; (4) untuk mempunyai sebuah hubungan yang simpatik. Sedangkan dalam kata benda (noun), “communication”, berarti: (1) pertukaran symbol, pesan-pesan yang sama, dan informas; (2) proses pertukaran di antara individu-individu melalui system symbol-simbol yang sama; (3) seni untuk mengekspresikan gagasan-gagasan, dan (4) ilmu pengetahuan tetang pengiriman informasi.1
Sebagai sesuatu yang abstrak, setiap orang dapat mendefinisikan
komunikasi menurut sudut pandang masing-masing, hal ini disebabkan
karena banyaknya disipilin ilmu yang telah memberi masukan terhadap
perkembangan ilmu komunikasi, adapaun definisi komunikasi dari beberapa
ahli antara lain:
1Dani Vardiansyah, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2004), Cet. I,
h. 3
10
a. Komunikasi adalah sebuah cara berbagi ide-ide dan memperjelas
pemahaman, maka melalui komunikasi ide-ide direfleksikan,
diperbaiki, didiskusikan dan diubah2.
b. Sebuah definisi yang dibuat kelompok sarjana komunikasi yang
mengkhususkan diri pada studi komunikasi antar manusia (human
Communication) bahwa “komunikasi adalah suatu transaksi, proses
simbolik yang menghendaki orang-orang mengatur lingkungannya
dengan (1) membangun hubungan antar sesama manusia (2) melalui
pertukaran informasi (3) untuk menguatkan sikap dan tingkah laku
orang lain (4) serta berusaha mengubah sikap dan tingkah laku itu”.
c. Everett M. Rogers seorang pakar Sosiologi Pedesaan Amerika yang
telah banyak memberi perhatian pada studi riset komunikasi, khususnya
dalam hal penyebaran inovasi membuat definisi bahwa “komunikasi
adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada satu
penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku
mereka”.3
d. Carl I. Hovland, mengatakan bahwa komunikasi adalah proses dimana
seseorang (komunikator) menyampaikan perangsang-perangsang
(biasanya lambang-lambang dalam bentuk kata-kata) untuk merubah
tingkah laku orang-orang lain (komunikan).
e. Holland, Jenis dan Kelly (1953) menyatakan bahwa komunikasi adalah
suatu proses melalui dimana seseorang (komunikator) menyampaikan
stimulus (biasanya dalam bentuk kata-kata) dengan tujuan mengubah
atau membentuk prilaku orang lainnya (khalayak).
2 Gusni Satriawati, “Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Open-ended untuk
Meningkatkan Pemahaman dan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa SMP”, dalam Jurnal Matematika dan Pendidikan Matematika,vol. 1, tahun 2006, h. 109.
3 Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta: Rajawali Press, 2005), Cet. II, h. 19-20
11
f. Berelson dan Steiner (1964) mengatakan bahwa komunikasi adalah
suatu proses penyampaian informasi, gagasan, emosi, keahlian dan lain-
lain.4
Dari beberapa definisi komunikasi yang telah dipaparkan, maka dapat
disimpulkan bahwa komunikasi merupakan interaksi antara manusia dengan
bentuk bahasa verbal, tulisan, dan sebagainya untuk mentransfer suatu
informasi.
2. Definisi Kemampuan Komunikasi Matematika
Komunikasi merupakan bagian yang penting dari pendidikan matematika
sebab komunikasi merupakan sebuah jalan untuk berbagi ide dan
mengklarifikasi pemahaman. Menggunakan komunikasi, ide-ide matematik
dapat dibentuk menjadi simbol-simbol, notasi-notasi, grafik, dan istilah.
Lindquist (NCTM, 1996) mengemukakan “Jika kita sepakat bahwa
komunikasi itu merupakan suatu bahasa dan bahasa terbaik dalam
komunitasnya, maka mudah dipahami bahwa komunikasi merupakan esensi
dari mengajar belajar, mengakses matematika.”5 Kitcher mengklaim bahwa
matematika terdiri atas komponen-komponen: “(1) bahasa (language) yang
dijalankan oleh para matematikawan, (2) pernyataan (statements) yang
digunakan oleh para matematikawan, (3) pertanyaan (questions) penting yang
hingga kini belum terpecahkan, (4) alasan (reason) yang digunakan untuk
menjelaskan pertanyaan, dan (5) ide matematika itu sendiri.”6
Mengacu pada pandangan Kitcher, komponen bahasa dalam matematika
bisa diwujudkan dalam bentuk simbol atau lambang yang memiliki makna
tersendiri. Penggunaan lambang dalam matematika lebih efisien, dan dalam
proses pembelajaran menjadi alat untuk mengkomunikasikan ide-ide
matematika. Hal ini senada dengan yang diungkapkan oleh Nesher, bahwa
4 Roudhonah, Ilmu Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007), Cet. 1, h. 20-21 5 Mary M. Lindquist, NCTM 1996 year book: Communication in Mathematics, K-12 and
Beyond.(USA : NCTM INC, 1996), p. 2 6 Hamzah B. Uno, Model Pembelajaran menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif
dan Efektif, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), h. 128
12
mengonsepsikan karakteristik matematika terletak pada kekhususannya
dalam mengomunikasikan ide matematika melalui bahasa numerik.7
Salah satu standar kurikulum yang dikemukakan NCTM (2000) adalah
komunikasi matematik atau mathematical communication yang bertujuan
membantu siswa untuk mengatur dan mengaitkan mathematical thinking
mereka secara koheren (tersusun logis) dan jelas kepada teman-temannya,
guru dan orang lain, menganalisis dan menilai mathematical thinking dan
strategi yang dipakai orang lain, dan menggunakan bahasa matematika
untuk mengekspresikan ide-ide matematik secara benar.8
Menurut Sumarmo, komunikasi matematik atau komunikasi dalam matematika merupakan suatu aktivitas baik fisik maupun mental dalam mendengarkan, membaca, menulis, berbicara, merefleksikan, dan mendemonstrasikan, serta menggunakan bahasa dan simbol untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasan matematika. 9
Baroody(1993) mengungkapkan, “ada 2 alasan penting komunikasi
matematika dijadikan fokus dalam belajar matematika, yaitu (1) matematika
sebagai bahasa, dan (2) matematika sebagai aktivitas sosial.”10Untuk itu,
dalam pembelajaran matematika, siswa harus memiliki kemampuan
komunikasi matematik. Karena pada dasarnya matematik merupakan
bahasa.
Pada pembelajaran matematika di kelas ketika guru memberikan sebuah
konsep informasi matematika kepada siswa atau siswa mendapatkannya
sendiri melalui bahan bacaan, maka saat itu sedang terjadi transformasi
informasi matematika. Respon yang diberika si penerima informasi
merupakan interpretasi si penerima tentang informasi tadi. “Dalam
7 Hamzah B. Uno, Model Pembelajaran menciptakan Proses……………………………., h. 130 8 Gusni Satriawati, “Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Open-ended untuk
Meningkatkan Pemahaman dan Kemampuan Komunikasi Matematik………, h. 109 9 Abdul Muin, Pendekatan Metakognitif Untuk Meningkatkan Kemampuan Matematik Siswa
SMA, Jurnal Matematika dan Pendidikan Matematika.( Jakarta : CeMED Jur. Pend Matematika, 2005), h. 36
10 I Gusti Putu Suarta dan I Made Suarjana, Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika Realistik Untuk siswa Sekolah Dasar yang Berorientasi pada Pemecahan Masalah, Penalaran, dan Komunikasi Matematika. (Lembaga Penelitian Universitas Pendidikan GANESHA, 2007), h. 11
13
matematika, kualitas interpretasi dan respon itu seringkali menjadi masalah
istimewa. Hal ini sebagai salah satu akibat dari karakteristik matematika itu
sendiri yang sarat dengan istilah dan simbol.” Karena itu, kemampuan
berkomunikasi dalam matematika menjadi tuntutan khusus. Kemampuan
berkomunikasi dalam matematika merupakan kemampuan yang
dapat menyertakan dan memuat berbagai kesempatan untuk berkomunikasi
dalam bentuk:11
a. merefleksikan benda-benda nyata, gambar, atau ide-ide matematika.
b. membuat model situasi atau persoalan menggunakan metode oral,
tertulis, konkrit, grafik, dan aljabar.
c. menggunakan keahlian membaca, menulis, dan menelaah, untuk
menginterpretasikan dan mengevaluasi ide-ide, simbol, istilah, serta
informasi matematika.
d. merespon suatu pernyataan/persoalan dalam bentuk argumen yang
meyakinkan.
Pada proses pembelajaran di kelas, ketika siswa mencoba memecahkan
permasalahan matematika, komunikasi merupakan bentuk yang penting
pada siswa untuk mengemukakan jawaban dari apa yang mereka pikirkan
baik secara lisan maupun tulisan. Komunikasi merupakan cara untuk
mengubah ide-ide matematik yang bersifat abstrak ke dalam model
matematika, sehingga memudahkan untuk dipahami oleh siswa lain.
Ketika siswa ditantang untuk berpikir dan bernalar tentang matematika
dan mengkomunikasikan hasil-hasil pikiran mereka kepada yang lain, maka
siswa belajar menjelaskan dan meyakinkan yang lain, mendengarkan
penjelasan siswa lain, berarti memberikan kesempatan siswa untuk
mengembangkan pemahamannya sendiri. “Siswa perlu didorong untuk
berbicara, menulis, membaca, dan mendengarkan. Di kelas, siswa
11 Bambang, Aryan, Komunikasi dalam Matematika, dari
http://rbaryans.wordpress.com, 27 Januari 2010
14
berkomunikasi untuk belajar matematika dan mereka belajar untuk
berkomunikasi secara matematik.”12
Guru memiliki peranan yang penting dalam membangun kemampuan
komunikasi matematik siswa karena guru merupakan perancang kegiatan
pembelajaran di kelas. Kegiatan pembelajaran matematika di kelas harus
dapat merangsang/mengasah kemampuan komunikasi matematika siswa
sehingga menghasilkan suatu pembelajaran yang bermakna.
Guru dapat menggunakan komunikasi lisan maupun tulisan untuk
memberikan kesempatan siswa dalam berpikir, memecahkan masalah,
menyususun penjelasan, menemukan kata-kata atau notasi-notasi baru,
bereksperimen dalam bentuk argumentasi, menggunakan konjektur,
meninjau kebenaran, dan merefleksikan pemahaman mereka dengan ide-ide
orang lain.13
Bahkan membangun komunikasi matematik menurut National Council of Teachers of Mathematics (NCTM, 1996) memberikan manfaat pada siswa berupa:14
a. Memodelkan situasi dengan lisan, tertulis, gambar, grafik, dan secara
aljabar.
b. Merefleksi dan mengklarifikasi dalam berpikir mengenai gagasan-
gagasan matematika dalam berbagai situasi.
c. Mengembangkan pemahaman terhadap gagasan-gagasan matematika
termasuk peranan definisi-definisi dalam matematika.
d. Menggunakan keterampilan membaca, mendengar, dan menulis untuk
menginterpretasikan dan mengevaluasi gagasan matematika.
e. Mengkaji gagasan matematika melalui konjektur dan alasan yang
meyakinkan
12 I Gusti Putu Suarta dan I Made Suarjana, Pengembangan Perangkat Pembelajaran
Matematika Realistik Untuk siswa Sekolah Dasar yang Berorientasi………….., h. 11 13 NCTM. 2000. Principles and Standart for School Mathematics. Reston, VA : NCTM, p.
228-229 14 Bambang, Aryan, Membangun Ketrampilan Komunikasi Matematika dan Nilai Moral
Siswa Melaui Model Pembelajaran Bentang Pangajen, dari http://rbaryans.wordpress.com, 20 Januari 2010
15
f. Memahami nilai dari notasi dan peran matematika dalam
pengembangan gagasan matematika.
Adapun beberapa faktor yang berkaitan dengan komunikasi matematik,
antara lain :15
a. Pengetahuan prasyarat (Prior Knowledge) Pengetahuan prasyarat merupakan pengetahuan yang telah dimiliki siswa sebagai akibat proses belajar sebelumnya. Hasil belajar siswa tentu saja bervariasi sesuai dengan kemampuan siswa itu sendiri. Jenis kemampuan yang dimiliki siswa sangat menentukan pembelajaran selanjutnya.
b. Kemampuan membaca, diskusi, dan menulis Dalam komunikasi matematik, kemampuan membaca, diskusi, dan menulis dapat membantu siswa memperjelas pemikiran dan dapat mempertajam pemahaman (NCTM, 1989). Diskusi dan menulis adalah dua aspek penting dari komunikasi untuk semua level (NCTM, 2000)
c. Pemahaman matematik (Mathematical knowledge)
Merujuk pada pengertian komunikasi matematika di atas, maka dapat
disimpulkan komunikasi matematika sebagai kemampuan untuk
berkomunikasi dalam matematika secara lisan maupun tulisan berupa
aktivitas membaca, berdiskusi, sharing, mengevalusi ide, simbol, istilah
yang berkaitan dengan matematika.
15 Gusni Satriawati, “Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Open-ended untuk
Meningkatkan ……. Jurnal Matematika dan Pendidikan Matematika,vol. 1, tahun 2006, h. 111
16
3. Indikator Dalam Kemampuan Komunikasi Matematik
Untuk melihat bagaimana kemampuan komunikasi matematik siswa
dalam proses pembelajaran di kelas, maka perlu ada indikator-indikator
yang menunjukkan kemampuan komunikasi matematik siswa. Adapun
indikator-indikator kemapuan komunikasi matematik siswa menurut
beberapa ahli adalah sebagai berikut:
Indikator komunikasi matematis yang dikemukakan NCTM (1986)
dalam Abdul Muin diantaranya adalah:16
a. Mengungkapkan gagasan matematika secara lisan dan tulisan. b. Merumuskan definisi matematik dan mengekspresikan generalisasi
yang ditemukan melalui pengamatan. c. Merefleksikan dan menjelaskan pemikiran melalui gagasan matematik
dan hubungan-hubungannya.
Standar Kurikulum NCTM (2000), tentang komunikasi matematik, dapat
disimpulkan indikator-indikatornya adalah : 17
a. Mengatur dan mengaitkan mathematical thinking mereka dengan
komunikasi
b. Mengkomunikasikan ide-ide matematis mereka secara koheren
(tersusun logis) dan jelas kepada teman-temannya, guru, dan yang
lainnya.
c. Menganalisis dan menilai mathematical thinking dan strategi yang
dipakai orang lain,
d. Menggunakan bahasa matematika untuk mengekspresikan ide-ide
matematik secara benar.
16Abdul Muin, Pendekatan Metakognitif Untuk Meningkatkan Kemampuan Matematik
Siswa SMA, Jurnal Matematika dan ………………….., h. 36 17 NCTM. 2000. Principles and Standart for School Mathematics. Reston, VA : NCTM, p.
225
17
Dalam National Council of Teachers of Mathematics (NCTM, 1996),
dapat disimpulkan indikator-indikator kemampuan komunikasi matematik
yaitu sebagai berikut :18
a. Memodelkan situasi dengan lisan, tertulis, gambar, grafik, dan secara
aljabar.
b. Merefleksi dan mengklarifikasi dalam berpikir mengenai gagasan-
gagasan matematika dalam berbagai situasi.
c. Mengembangkan pemahaman terhadap gagasan-gagasan matematika
termasuk peranan definisi-definisi dalam matematika.
d. Menggunakan keterampilan membaca, mendengar, dan menulis untuk
menginterpretasikan dan mengevaluasi gagasan matematika.
e. Mengkaji gagasan matematika melalui konjektur dan alasan yang
meyakinkan
f. Memahami nilai dari notasi dan peran matematika dalam
pengembangan gagasan matematika.
Adapun indikator komunikasi matematik, yang dikemukakan Gusni
Satriawati (2006), yaitu :19
a. Written Text, yaitu memuat model situasi atau persoalan menggunakan
model matematika dalam bentuk: lisan, tulisan, kongkrit, grafik, dan
aljabar, menjelaskan dan membuat pertanyaan tentang matematika yang
telah dipelajarai, mendengarkan, mendiskusikan, dan menulis tentang
matematika, membuat konjektur, menyusun argumen dan generalisasi.
b. Drawing, yaitu merefleksikan benda-benda nyata, gambar, dan diagram
ke dalam ide-ide matematika, dan sebaliknya.
18 Bambang, Aryan. Membangun Ketrampilan Komunikasi Matematika dan Nilai Moral
Siswa Melaui Model Pembelajaran Bentang Pangajen, dari http://rbaryans.wordpress.com, 20 Januari 2010
19 Gusni Satriawati, “Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Open-ended untuk Meningkatkan ……. Jurnal Matematika dan Pendidikan Matematika,vol. 1, tahun 2006, h. 111
18
c. Mathematical Expression, yaitu mengekspresikan konsep matematika
dengan menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol
matematika.
Berdasarkan indikator-indikator yang telah dikemukakan para ahli,
indikator kemampuan komunikasi yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu indikator kemampuan komunikasi menurut Gusni Satriawati (2006),
yang mencakup :
a. Written Text, yaitu memuat model situasi atau persoalan menggunakan
model matematika , menjelaskan dan membuat pertanyaan tentang
matematika, mendengarkan, mendiskusikan, dan menulis tentang
matematika, membuat konjektur, menyusun argumen dan generalisasi.
b. Drawing, yaitu merefleksikan benda-benda nyata, gambar, dan diagram ke
dalam ide-ide matematika, dan sebaliknya.
c. Mathematical Expression, yaitu mengekspresikan konsep matematika
dengan menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol
matematika.
B. Pembelajaran Kooperatif
1. Pengertian Belajar dan Pembelajaran
Belajar adalah kunci yang paling vital dalam setiap usaha pendidikan,
sehingga tanpa belajar sesungguhnya tak pernah ada pendidikan.20
Perubahan dan kemampuan untuk berubah merupakan batasan dan makna
yang terkandung dalam belajar. Disebabkan oleh kemampuan berubah
karena belajarlah, maka manusia dapat berkembang lebih jauh daripada
makhluk-makhluk lainnya, sebagai khalifah Tuhan di muka bumi.
20 Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, ( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), h. 59
19
Secara umum, belajar dapat dimaknai dengan suatu proses bagi seseorang
untuk memperoleh kecakapan, keterampilan, dan sikap.21Beberapa pendapat
yang mengemukakan tentang pengertian belajar. Belajar adalah proses
mental yang terjadi dalam diri seseorang, sehingga menyebabkan
munculnya perubahan perilaku.22 Hilgrad mengungkapkan bahwa “Belajar
itu adalah proses perubahan melalui kegiatan atau prosedur latihan di dalam
laboratorium maupun dalam lingkungan alamiah.”23 Sedangkan Cronbach
berpendapat bahwa :”learning is shown by a change in behavior as a result
of experieence”. Belajar sebagai suatu aktivitas yang ditunjukkan oleh
perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.24Pengalaman
tersebut diperoleh individu dalam interaksi dengan lingkungannya baik yang
menyangkut ranah kognitif, afektif maupun psikomotor.
Belajar menurut pandangan konstruktivis merupakan hasil konstuksi
kognitif melalui kegiatan seseorang. Pandangan ini memberikan penekanan
bahwa pengetahuan kita adalah bentukan kita sendiri.25Belajar adalah suatu
proses, dan bukan hasil. Karena itu belajar berlangsung secara aktif dan
integrative dengan menggunakan berbagai bentuk perbuatan untuk
mencapai suatu tujuan.26
Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat
fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Ini
berarti, bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat
bergantung pada proses belajar yang dialami siswa baik ketika ia berada di
sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarganya sendiri.
21 Zurinal dan Wahyu Sayuti, Ilmu Pendidikan Pengantar dan Dasar-dasar Pelaksanaan
Pendidikan, (UIN Jakarta Press, 2006), Cet. 1, h. 117 22 Wina Sanjaya, Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi,
(Kencana Prenada Media Grup, 2005), Cet. 3, Ed. 1, h. 89 23 Zurinal dan Wahyu Sayuti, Ilmu Pendidikan Pengantar dan Dasar-dasar………….,
Cet. 1, h. 117 24Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2008), Ed. 2, h. 13 25 Triyanto, Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: Prestasi
Pustaka, 2007), h. 28 26 Wasti Soemanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006), Cet. 5, h.
104-105
20
Gagne’, seperti yang dikutip oleh Meriana (1999: 25) menyatakan untuk terjadinya belajar pada diri siswa diperlukan kondisi belajar, baik kondisi internal maupun kondisi eksternal. Kondisi internal merupakan peningkatan memori siswa sebagai hasil belajar terdahulu. Memori siswa yang terdahulu merupakan komponen kemampuan yang baru dan ditempatkannya bersama-sama. Kondisi eksternal meliputi aspek atau benda yang dirancang atau ditata dalam suatu pembelajaran. Sebagai hasil belajar (learning outcomes).27
Berdasarkan perbedaan-perbedaan pendapat mengenai belajar, namun
prinsipnya sama, yakni adanya perubahan tingkah laku, hanya berbeda cara
atau usaha pencapaiannya. Sehingga penulis dapat menyimpulkan bahwa
belajar adalah tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu sebagai
hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses
kognitif, afektif maupun psikomotor. Segala aktivitas dan prestasi hidup
manusia tidak lain adalah hasil dari belajar hanya berbeda cara dan usaha
pencapaiannya.
Sedangkan proses yang terjadi yang membuat seseorang melakukan
proses belajar disebut pembelajaran. Kata “pembelajaran” adalah
terjemahan dari “instruction” yang banyak dipakai dalam dunia pendidikan
Amerika Serikat. Istilah ini bayak dipengaruhi oleh aliran psikologi
kognitif-wholistik, yang menempatkan siswa sebagai sumber dari
kegiatan.28
Istilah pembelajaran merupakan istilah baru yang digunakan untuk
menunjukkan kegiatan guru dan siswa. Sebelumnya kita menggunakan
istilah “proses belajar-mengajar” dan “pengajaran”. Menurut Gagne,
Bringgs, dan Wager (1992), ”pembelajaran adalah serangkaian kegiatan
yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses belajar pada
siswa.”29Oleh karena itu, mengajar atau “teaching” merupakan bagian dari
pembelajaran (instruction), dimana peran guru lebih ditekankan kepada
27 Triyanto, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta:
Prestasi Pustaka, 2007), h. 12 28 Wina Sanjaya. 2005. Kurikulum dan pembelajaran Tori dan Praktek Pengembangan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, . (Jakarta : Kencana Prenada Grup), h. 213 29 Prof. Dr. Udin S. Wiranataputra, dkk, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Universitas
Terbuka, 2007), h. 1.6
21
bagaimana merancang atau mengaransemen berbagai sumber dan fasilitas
yang tersedia untuk digunakan atau dimanfaatkan siswa dalam mempelajari
sesuatu. 30
Pembelajaran lebih mengacu pada segala kegiatan yang berpengaruh
langsung terhadap proses belajar siswa. Sementara yang dimaksud dengan
“kegiatan pembelajaran adalah satu usaha dan proses yang dilakukan secara
sadar dengan mengacu pada tujuan (pembentukan kompetensi), yaitu
dengan sistematik dan terarah pada terwujudnya perubahan tingkah laku.”31
“Kalau kita menggunakan kata “pengajaran”, kita membatasi diri hanya
pada konteks tatap muka guru dan siswa di dalam kelas. Sedangkan dalam
istilah pembelajaran, interaksi siswa tidak dibatasi oleh kehadiran guru
secara fisik.” 32 Siswa dapat belajar melalui bahan ajar cetak, program radio,
program televisi, atau media lainnya. Namun guru tetap memainkan peranan
penting dalam merancang setiap kegiatan pembelajaran. Dengan demikian
pengajaran merupakan salah satu bentuk kegiatan pembelajaran.
“Pembelajaran berarti upaya membelajarkan siswa (Degeng, 1989).”33
Berdasarkan pernyataan tersebut berarti pembelajaran menuntut adanya
interaksi. Interaksi tersebut antara siswa yang belajar dengan lingkungan
belajarnya, baik dengan guru, siswa lainnya, tutor, media, atau sumber
lainnya. “Ciri lain dari pembelajaran adalah adanya komponen-komponen
yang saling berkaitan satu sama lain. Komponen-komponen tersebut adalah
tujuan, materi, kegiatan, dan evaluasi pembelajaran.34
Penulis dapat menyimpulkan bahwa pembelajaran adalah proses yang
sengaja dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan
yang memungkinkan seseorang atau pelajar melaksanakan kegiatan belajar,
dan proses tersebut dirancang oleh guru sebagai fasilitator sementara siswa
30 Wina Sanjaya. 2005. Kurikulum dan pembelajaran Tori dan Praktek........., h. 213 31 Zurinal dan Wahyu Sayuti, Ilmu Pendidikan Pengantar dan Dasar-dasar………….,
Cet. 1, h. 117 32 Prof. Dr. Udin S. Wiranataputra, dkk, Belajar dan…………………………., h. 1.6 33 Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer, (Jakarta: PT. Bumi Aksara,
2009), h. 2 34 Prof. Dr. Udin S. Wiranataputra, dkk, Belajar dan .............., h. 1.6
22
diposisikan sebagai subjek belajar yang memegang peranan utama dalam
proses belajar.
Setelah membahas tentang belajar dan pembelajaran, penulis dapat
mengambil kesimpulan bahwa proses belajar bersifat internal dalam diri
siswa, maksudnya proses belajar merupakan peningkatan memori siswa itu
sendiri sebagai hasil belajar terdahulu. Sedangkan, pembelajaran bersifat
eksternal yaitu kegiatan yang sengaja direncanakan dan dirancang oleh guru
dalam proses belajar.
2. Pembelajaran Matematika
Secara umum ada dua pandangan tentang belajar, yaitu behavioristik dan
kognitif. Menurut pandangan behavioristik belajar pada hakikatnya adalah
perubahan perilaku yang terbentuk karena hubungan stimulus-respon, dan
hasil belajar terbentuk secara mekanis. Siswa itu seperti kertas putih, hendak
di tulis apapun tergantung dari penulisnya. Dalam pandangan kognitif
belajar lebih disebabkan oleh dorongan dari dalam atau oleh pemanfaatan
potensi yang dimiliki oleh siswa, mengutamakan aspek kognitif dan
mementingkan apa yang ada dalam diri siswa sebelumnya.
“Pembelajaran matematika di Indonesia selama ini lebih banyak diwarnai
pandangan behavioristik.”35 Guru memberikan penjelasan tentang konsep-
konsep matematika, contoh-contoh, latihan, dan pekerjaan rumah,
sedangkan siswa tidak diberikan kesempatan untuk mengkonstruk sendiri
konsep-konsep matematika yang dimilikinya. Tentunya hal ini bukan
mengajar yang sebenarnya. Mengajar yang sebenarnya adalah mengajar
yang bermakna sehingga siswa juga belajar bermakna. “Mengajar bermakna
adalah membawa situasi kehidupan real siswa ke dalam kelas dan
35 I Gusti Putu Suarta dan I Made Suarjana, Pengembangan Perangkat Pembelajaran
Matematika Realistik Untuk siswa Sekolah Dasar yang Berorientasi pada ……………..h. 5
23
menjadikannya sebagai sumber inspirasi pembentukan dan pengembangan
konsep-konsep matematika.”36
Selama ini, siswa selalu berpandangan bahwa matematika itu sulit dan
mengganggap matematika itu pelajaran yang menakutkan. Hal tersebut bisa
dilihat dari hasil belajar matematika mereka yang rendah. Hal itu merupakan
tantangan bagi guru khususnya guru matematika untuk merubah cara belajar
matematika menjadi menyenangkan dan bermakna.
Cockrof (1982), mengemukakan bahwa matematika perlu diajarkan pada siswa karena (1) selalu digunakan dalam segala segi kehidupan; (2) semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika yang sesuai; (3) merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat, dan jelas; (4) dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara; (5) meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian, dan kesadaran keruangan; (6) memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang.37
Pembelajaran matematika di kelas dimaksudkan tidak hanya mentransfer
pengetahuan guru kepada siswa, tetapi juga agar siswa dapat mengerti
dengan apa yang dipelajari. “Siswa akan menjadi lebih ingat dan dapat
mengaplikasikan konsep-konsep yang dipelajari bila siswa mengerti konsep-
konsep tersebut.”38
Aliran konstruktivisme memandang bahwa untuk belajar matematika,
yang dipentingkan adalah bagaimana membentuk pengertian pada anak. Ini
berarti bahwa ”belajar matematika penekanannya adalah pada proses anak
belajar, sedangkan guru hanya sebagai fasilitator.”39”Para ahli
konstruktivisme mengatakan bahwa ketika siswa mencoba menyelesaikan
tugas-tugas di kelas, maka pengetahuan matematika dikonstruksi secara
aktif (Wood, 1990; Cobb, 1992). Didefinisikan oleh Cobb (1992) bahwa
belajar matematika merupakan proses dimana siswa secara aktif
36 I Gusti Putu Suarta dan I Made Suarjana, Pengembangan Perangkat Pembelajaran
Matematika Realistik Untuk siswa Sekolah Dasar yang Berorientasi pada ……………..h. 5-6 37 Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, (Jakarta: PT.
Rineka Cipta, 2009), Cet. 2, h. 253 38 I Gusti Putu Suarta dan I Made Suarjana, Pengembangan Perangkat Pembelajaran
Matematika Realistik Untuk siswa Sekolah Dasar yang Berorientasi pada ……………..h. 8-9 39Hamzah B. Uno, Model Pembelajaran menciptakan Proses Belajar Mengajar yang
……, h. 127
24
menkonstruksi pengetahuan matematika.”40Jadi orang yang mempelajari
matematika senantiasa membentuk pengertian sendiri.
Untuk belajar matematika dalam aliran konstruktivisme diperlukan alasan
argumentatif sehingga terbentuk pola pikir seseorang dalam belajar
matematika. Dalam pandangan konstruktivisme, ”belajar matematika
memerlukan penalaran. Dengan penalaran atau logika tersebut siswa dapat
membentuk pengetahuan matematikanya dengan baik.”41 Anak yang
belajar matematika dianggap sebagai subjek yang memiliki potensi untuk
dikembangkan sesuai dengan penalarannya sendiri.
Dari penjelasan yang sudah dipaparkan sebelumnya, peneliti
menyimpulkan bahwa dalam pembelajaran matematika didalamnya meliputi
guru, siswa, proses pembelajaran, dan materi matematika. Dimana siswa
secara aktif merekonstruksi pengetahuannya tentang matematika sedangkan
guru hanya sebagai fasilitator yang mengarahkan dan menciptakan situasi
belajar matematika yang bermakna.
3. Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Salah satu pembelajaran yang termasuk ke dalam teori pembelajaran
konstrutivistik yaitu pembelajaran kooperatif, dimana dalam proses
pembelajaran siswa harus menemukan dan mengkonstruk sendiri informasi
yang diterimanya melaui pengalaman dan interaksi-interaksi mereka.
Interaksi-interaksi tersebut bisa berupa interaksi siswa dengan guru,
interaksi siswa dengan siswa, atau interaksi siswa dengan lingkungannya.
“Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang dirancang untuk
membelajarkan kecakapan akademik (academic Skill), sekaligus
keterampilan sosial (social skill) termasuk interpersonal skiil.”42
40 Erna Suwangsih dan Tiurlina, Model Pembelajaran Matematika, (Bandung: UPI Press,
2006), h. 114 41 Hamzah B. Uno, Model Pembelajaran menciptakan Proses Belajar Mengajar yang
……, h. 128 42 Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran : Sebagai Referensi bagi Pendidik
dalam Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas (Jakarta : Kencana, 2009), h. 271
25
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar
menciptakan interaksi yang silih asah sehingga sumber belajar bagi siswa
bukan hanya guru dan buku ajar, tetapi juga sesama siswa (Nurhadi dan
Senduk,2003). Menurut Lie (2002) pembelajaran kooperatif adalah sistem
pembelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerjasama
dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur dan dalam sistem
ini guru bertindak sebagai fasilitator.43 “Cooperative learning adalah suatu
model pembelajaran yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan
kegiatan belajar mengajar yang berpusat pada siswa (student oriented),
terutama untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan guru dalam
mengaktifkan siswa, yang tidak dapat bekerja sama dengan orang lain, siswa
yang agresif dan tidak perduli pada orang lain.”44
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran kooperatif adalah sistem pembelajaran yang berusaha
memanfaatkan teman sejawat (siswa lain) sebagai sumber belajar,
disamping guru dan sumber belajar yang lainnya. Sehingga bukan hanya
aspek kognitif siswa saja yang terasah tetapi juga kemampuan sosialnya.
Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan
menggunakan sistem pengelompokan atau tim kecil, yaitu antara empat
sampai enam orang yang heterogen, artinya siswa dalam satu kelompok
terdiri dari kemampuan akademik, jenis kelamin, ras atau suku yang
berbeda.
Model pembelajaran kelompok adalah rangkaian kegiatan belajar yang
dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai
tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. “Ada empat unsur penting
dalam pembelajaran kooperatif, yaitu : (1) adanya peserta dalam kelompok,
43 Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif……..(Jakarta : Bumi Aksara, 2009), h.
189-190. 44 Isjoni, Cooperative Larning Mengembangkan Kemampuan Belajar Berkelompok,
(Bandung: Alfabeta, 2009) Cet. 2, h. 16
26
(2) adanya aturan kelompok, (3) adanya upaya belajar setiap anggota
kelompok, dan (4) adanya tujuan yang harus dicapai.”45
“Pembelajaran kooperatif mempunyai dua komponen utama, yaitu
komponen tugas kooperatif (cooperative task) dan komponen struktur
insentif kooperatif (cooperative incentive structure).” 46 Tugas kooperatif
berkaitan dengan hal yang menyebabkan siswa bekerja sama dalam
menyelesaikan tugas kelompok, sedangkan struktur insentif kooperatif
merupakan sesuatu yang membangkitkan motivasi individu untuk bekerja
sama mencapai tujuan kelompok, misalnya reward yang diberikan guru
kepada siswa jika kelompoknya dapat mengerjakan tugas dengan baik.
Strategi pembelajaran kooperatif bisa digunakan manakala :47
a. Guru menekankan pentingnya usaha kolektif di samping usaha
individual dalam belajar.
b. Jika guru menghendaki seluruh siswa (bukan hanya siswa yang pintar
saja) untuk memperoleh keberhasilan dalam belajar.
c. Jika guru ingin menanamkan, bahwa siswa dapat belajar dari teman
lainnya, dan belajar dari bantuan orang lain.
d. Jika guru menghendaki untuk mengembangkan kemampuan
komunikasi siswa sebagai bagian dari isi kurikulum.
e. Jika guru menghendaki meningkatnya komunikasi siswa dan
menambah tingkat partisipasi mereka.
f. Jika guru menghendaki berkembangnya kemampuan siswa dalam
memecahkan masalah dan menemukan berbagai solusi pemecahan.
45 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, .
(Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2006), h. 241 46 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi…...., h. 243 47 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi…...., h. 243
27
4. Prinsip-Prinsip Pembelajaran Kooperatif
Secara umum ada 4 pilar pembelajaran seperti yang dirumuskan
UNESCO(1996), yaitu: learning to know atau learning, yang berarti juga
learning to learn;(2)learning to do;(3) learning to be; dan (4) learning to
live together.48 Dalam pembelajaran kooperatif juga terdapat empat prinsip,
seperti yang dijelaskan sebagai berikut :49
1) Prinsip Ketergantungan Positif (Positive Interdependence) artinya adanya saling ketergantungan positif yakni anggota kelompok menyadari pentingnya kerjasama dalam pencapaian tujuan.
2) Tanggung Jawab Perseorangan (Individual Accountability) artinya setiap anggota kelompok harus belajar dan aktif memberikan kontribusi untuk mencapai keberhasilan kelompok.
3) Interaksi Tatap Muka (Face to Face Ptomotion Interaction) artinya antar anggota berinteraksi dengan saling berhadapan.
4) Use of collaborative/ social skill artinya harus menggunakan keterampilan bekerjasama dan bersosialisasi. Agar siswa mampu berkolaborasi perlu adanya bimbingan guru.
5) Group processing, artinya siswa perlu menilai bagaimana mereka bekerja secara efektif.
Apabila prinsip-prinsip tersebut dilaksanakan oleh siswa dalam
pembelajaran maka siswa dapat meraih academic skill, social skill, dan
interpersonal skill yang baik.
5. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Inside-Outside Circle
Teknik mengajar Lingkaran Kecil-Lingkaran Besar (Inside-Outside
Circle) merupakan bagian dari model pembelajaran kooperatif yang
dikembangkan oleh Spencer Kagan. Teknik mengajar ini memberikan
kesempatan pada anak didik agar saling berbagi informasi pada saat yang
bersamaan. “Bahan yang paling cocok digunakan dengan teknik ini adalah
bahan yang membutuhkan pertukaran pikiran dan informasi antar anak
didik.”50
48 Wina Sanjaya, Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi.
(Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2005), h. 97 49 Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajar: Sebagai Referensi bagi Pendidik, h. 270 50 M Yudha Saputradan Iis Marwan, Strategi Pembelajaran……... (Bandung: CV.
Bintang WarliArtika, 2008), h. 79
28
Inside-Outside Circle is student rotate around concentric circles sharing
with each new partner.51
Inside-Outside Circle has a variety of uses. It can be : • A classbuilding activity to help the students in the class get acquainted. • An activity to introduce a concept or have students share prior
experience with a topic. • To share specific information about an activity or assignment about to
be started or just completed. • To practice and Learn. Listen to the sentence and tell your partner what
the end punctuation should be.
6. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Inside-
Outside Circle
Langkah-langkah penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Inside-
Outside Circle ini sebagai berikut :
1. Separuh kelas (atau seperempat kelas jika jumlah anak didik terlalu
banyak) berdiri membentuk lingkaran kecil. Mereka berdiri melingkar
dan menghadap ke luar
2. Separuh kelas lainnya membentuk lingkaran di luar lingkaran yang
pertama. Dengan kata lain, mereka berdiri menghadap ke dalam dan
berpasangan dengan anak didik yang berada di lingkaran dalam.
3. Dua anak didik yang berpasangan dari lingkaran kecil dan lingkaran
besar berbagi informasi. Anak didik yang berada di lingkaran kecil
yang memulai. Pertukaran informasi ini dapat dilakukan oleh semua
pasangan dalam waktu yang bersamaan.
4. Kemudian, anak didik yang berada di lingkaran besar bergeser satu atau
dua langkah searah perputaran jarum jam. Dengan cara ini, masing-
masing anak didik mendapatkan pasangan yang baru untuk berbagi.
5. Sekarang giliran anak didik yang berada di lingkaran besar yang
membagikan informasi. Demikian seterusnya.52
51 Stone, Cooperative LearningReading Activities. (Kagan Publishing, 2000) , p. 42 52 M Yudha Saputradan Iis Marwan, Strategi Pembelajaran……... (Bandung: CV.
Bintang WarliArtika, 2008), h. 80
29
Adapun menurut Suyatno, langkah-langkah metode Inside-Outside Circle
adalah sebagai berikut :53
a. Separuh kelas berdiri membentuk lingkaran kecil dan menghadap
keluar.
b. Separuh kelas lainnya membentuk lingkaran di luar lingkaran pertama
menghadap ke dalam.
c. Dua siswa yang berpasangan dari lingkaran kecil dan besar berbagi
informasi. Pertukaran informasi ini bias dilakukan oleh semua
pasanagan dalam waktu yang bersamaan
d. Kemudian siswa berada di lingkaran kecil diam di tempat, sementara
siswa yang berada di lingkaran besar bergeser satu atau dua langkah
searah jarum jam.
e. Sekarang giliran siswa berada di lingkaran besar yang membagi
informasi. Demikian seterusnya.
Langkah-langkah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Inside-
Outside Circle yang dikemukakan para ahli pada prinsipnya sama yaitu
siswa dalam satu kelas dibagi menjadi dua kelompok besar, lalu anggota
kelompok lingkaran dalam berdiri melingkar menghadap keluar dan anggota
kelompok lingkaran luar berdiri menghadap ke dalam. Sehingga, antara
anggota lingkaran dalam dan luar saling berpasangan dan berhadap-
hadapan. Berikan tugas pada tiap-tiap pasangan yang berhadap-hadapan itu.
Kelompok ini disebut kelompok pasangan asal. Sebaiknya, tugas yang
diberikan pasangan asal itu sesuai dengan indikator-indikator pembelajaran
yang telah dirumuskan. Selanjutnya, berikan waktu secukupnya kepada tiap-
tiap pasangan untuk berdiskusi. Setelah mereka berdiskusi, mintalah kepada
anggota kelompok lingkaran dalam bergerak berlawanan arah dengan
anggota kelompok lingkaran luar. Setiap pergerakan itu akan terbentuk
pasangan-pasangan baru. Pasangan-pasangan ini wajib memberikan
informasi berdasarkan hasil diskusi dengan pasangan asal, demikian
53 Suyatno, Menjelajah Pembelajaran Inovatif, (Sidoarjo : Masmedia Buana Pustaka,
2009), h. 128
30
seterusnya. Pergerakan baru diberhentikan jika anggota kelompok lingkaran
dalam dan luar sebagai pasangan asal bertemu kembali. Pada penelitian ini,
peneliti memodifikasi sedikit penerapan tipe ini yaitu pada setiap pertemuan
pembelajaran di kelas, kelompok inside dan outside secara bergantian
berputar, jadi tidak selalu kelompok outside yang berputar dan berbagi.
Sedangkan Agus Suprijono menambahkan langkah-langkah penerapan
pembelajaran kooperatif tipe Inside-Outside Circle, yaitu setelah pasangan
asal di lingkaran luar kembali bertemu dengan pasangan asalnya di
lingkaran dalam bertemu kembali, lalu “hasil diskusi di tiap-tiap kelompok
besar tersebut di atas, kemudian dipaparkan sehingga terjadilah diskusi antar
kelompok besar. Diskusi ini diharapkan menghasilkan pengetahuan
bermakna bagi seluruh peserta didik. Pengetahuan ini merupakan
pengetahuan yang lebih komprehensif.” 54 Di penghujung pertemuan, untuk
mengakhiri pelajaran dengan metode Inside-Outside Circle guru dapat
memberi ulasan maupun mengevaluasi hal-hal yang telah didiskusikan.
Perumusan kesimpulan dapat juga dibuat sebagai konstruksi terhadap
pengetahuan yang diperoleh dari diskusi.
Salah satu keunggulan teknik ini adalah adanya struktur yang jelas dan
memungkinkan anak didik untuk berbagi dengan pasangan yang berbeda
dengan singkat dan teratur, selain itu, anak didik bekerja dengan sesama
anak didik dalam suasana gotong-royong dan mempunyai banyak
kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan ketrampilan
berkomunikasi, khususnya ketrampilan berkomunikasi secara matematik
karena metode Inside-Outside dalam penelitian ini dipraktekkan dalam
pembelajaran matematika. “Teknik ini dapat digunakan untuk semua
tingkatan usia anak didik dan sangat disukai terutama anak-anak.”
Namun, selain terdapat kelebihan teknik ini juga memiliki kekurangan,
kondisi penataan ruang kelas yang tidak menunjang, yaitu tidak ada cukup
ruang di dalam kelas untuk membentuk lingkaran-lingkaran dan tidak selalu
54 Agus Suprijono, Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar), h. 97
31
memungkinkan untuk membawa anak didik keluar dari ruang kelas dan
belajar di luar tempat dinding ruang kelas. Kebanyakan ruang kelas di
Indonesia memang ditata dengan model klasikal/tradisonal.
C. Hasil-hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan komunikasi matematik
diantaranya yaitu Alima Eliani Harahap (2009), ditemukan bahwa
kemampuan komunikasi matematik siswa masih tergolong rendah. Dari
hasil penelitiannya, didapat bahwa kemampuan komunikasi matematik
siswa yang memperoleh model pembelajaran KUASAI lebih tinggi dari
pada kemampuan komunikasi matematik siswa yang diberi dengan
pembelajaran konvensional.
Selain itu, Ramdani Miftah, dalam penelitiannya yang berjudul “Upaya
Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa Melalui
Penerapan Model Pembelajaran Terbalik (Reciprocal Teaching)”,
memberikan kesimpulan bahwa pembelajaran terbalik dapat meningkatkan
komunikasi matematika siswa dan dapat memberikan respon positif bagi
siswa.
Nurul Arfinanti (2010), melakukan penelitian tentang Implementasi
Metode Inside-Outside Circle (IOC) Dalam Mencapai Belajar Tuntas
(Mastery Learning). Hasil dari penelitiannya menunjukkan bahwa
Implementasi Metode Inside-Outside Circle dapat membantu tercapainya
belajar tuntas siswa kelas VIII E SMPN Muntilan.
D. Pengajuan Konseptual Perencanaan Tindakan
Berdasarkan teori yang telah diuraikan maka peneliti mengajukan
hipotesis tindakan sebagai berikut: ”Melalui Penerapan Model Pembelajaran
Kooperatif tipe Inside-Outside Circle Dapat Meningkatkan Kemampuan
Komunikasi Matematik Siswa”.
32
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jadwal Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian mengenai Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif tipe
Inside-Outside Circle Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi
Matematik Siswa dilakukan di kelas VIII-2 MTsN Tangerang II Pamulang
2. Waktu Penelitian
Pelaksanaan penelitian dilaksanakan pada bulan April-Mei tahun ajaran
2009/2010.
Tabel 1
Jadwal Penelitian
No Kegiatan Maret April Mei Juni Juli 1 Persiapan dan
perencanaan √
2 Observasi (Studi lapangan) √
3 Pelaksanaan Pembelajaran √ √
4 Analisis Data √
5 Laporan penelitian √
B. Metode dan Desain Intervensi Tindakan
a. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan
Kelas (PTK) yaitu suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah
tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara
33
bersama. Tindakan tersebut dilakukan oleh guru atau dengan arahan dari guru
yang dilakukan oleh siswa.1
Metode ini dipilih didasarkan atas pertimbangan bahwa tujuan dalam
penelitian ini adalah meningkatkan kemampuan komunikasi matematik siswa
sehingga perlu informasi dari berbagai sumber dan tindak lanjut berdasarkan
prinsip daur ulang. Kemudian, masalah kemampuan komunikasi matematik
siswa yang rendah menuntut kajian yang mendalam dan tindakan secara
reflektif, kolaboratif, dan partisipatif berdasarkan situasi alamiah yang terjadi
dalam pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe inside-
outside circle.
Penelitian ini menjelaskan tahapan-tahapan dalam penelitian tindakan yang
dilakukannya dalam siklus-siklus, yaitu :
1. Perencanaan ( Planning )
Tahapan ini berupa menyusun rancangan tindakan yang menjelaskan
tentang apa, mengapa, kapan, di mana, oleh siapa, dan bagaimana tindakan
tersebut akan dilakukan. Pada tahap perencanaan peneliti menentukan fokus
peristiwa yang perlu mendapatkan perhatian khusus untuk diamati,
kemudian membuat sebuah instrumen pengamatan untuk merekam fakta
yang terjadi selama tindakan berlangsung. Secara rinci, pada tahapan
perencanan terdiri dari kegiatan sebagai berikut :
a) Mengidentifikasi dan menganalisis masalah, yaitu secara jelas dapat
dimengerti masalah apa yang akan diteliti.
b) Menetapkan alasan mengapa penelitian tersebut dilakukan, yang akan
melatarbelakangi PTK.
c) Merumuskan masalah secara jelas, baik dengan kalimat Tanya maupun
kalimat pernyataan.
1 Suharsimi Arikunto, Peneltian Tindakan Kelas, (Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2007) Cet ke-4, h.3
34
d) Menetapkan cara yang akan dilakukan untuk menemukan jawaban,
berupa rumusan hipotesis tindakan.
e) Menentukan cara untuk menguji hipotesis tindakan dengan menjabarkan
indikator-indikator keberhasilan serta instrumen pengumpul data yang
dapat dipakai untuk menganalisis indicator keberhasilan itu.
f) Membuat secara rinci rancangan tindakan.
2.Tindakan ( Action )
Pada tahap ini, rancangan strategi dan skenario penerapan pembelajaran akan
diterapkan. Skenario atau rancangan tindakan yang akan dilakukan, hendaknya
dijabarkan secara rinci mungkin secara tertulis. Rincian tindakan itu menjelaskan.
(a) langkah demi langkah kegiatan yang akan dilakukan, (b) kegiatan yang
seharusnya dilakukan oleh guru, (c) kegiatan yang diharapkan oleh siswa, (d)
rincian tentang jenis media pembelajaran yang akan digunakan dan cara
menggunakanya, (e) jenis instrument yang akan digunakan untuk pengumpulan
data/ pengamatan disertai dengan penjelasan rinci bagaimana menggunakannya.
3.Pengamatan (Observasi)
Tahap ini sebenarnya berjalan bersamaan dengan saat pelaksanaan.
Pengamatan dilakukan pada waktu tindakan sedang berjalan, jadi keduanya
berlangsung dalam waktu yang sama. Pada tahap ini, peneliti dibantu oleh
kolaborator melakukan pengamatan dan mencatat semua hal yang
diperlukan dan terjadi selama pelaksanaan tindakan berlangsung.
Pengumpulan data ini dilakukan dengan menggunakan format observasi/
penilaian yang telah disusun, termasuk juga pengamatan secara cermat
pelaksanaan skenario tindakan dari waktu ke waktu serta dampaknya
terhadap proses dan hasil belajar siswa.
4.Refleksi
Tahap ini merupakan kegiatan untuk mengemukakan kembali apa yang
sudah dilakukan. Hasil yang diperoleh dari pengamatan dikumpulkan dan
dianalisis oleh peneliti dan kolaborator, sehingga dapat diketahui apakah kegiatan
35
yang telah dilaksanakan mencapai tujuan yang diharapkan atau masih perlu
adanya perbaikan. Tahap ini dilaksanakan dengan maksud untuk memperbaiki
kegiatan penelitian sebelumnya, yang akan diterapkan pada penelitian
berikutnya.
b. Desain Penelitian
Setelah tindakan pertama (siklus I) selesai dilakukan dan hasil yang
diharapkan belum mencapai kriteria keberhasilan maka akan ditindak lanjuti
untuk melakukan tindakan selanjutnya sebagai rencana perbaikan pembelajaran.
Penelitian ini berakhir, apabila peneliti menyadari bahwa penelitian ini
telah berhasil menguji Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif tipe Inside-
Outside Circle Dapat Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematik
Siswa Desain penelitian tindakan kelas yang dimaksud disajikan secara
sistematis pada gambar di bawah ini :
36
Jika belum
Penelitian dihentikan
Bagan 1.
Alur Prosedur Pelaksanaan PTK
Perencanaan pelaksanaan model pembelajaran model kooperatif tipe inside-outside circle siklus I
Kemampuan komunikasi matematik siswa rendah
Pelaksanaan model pembelajaran model kooperatif tipe inside-outside circle siklus I
Refleksi dari pelaksanaan model pembelajaran model kooperatif tipe inside-outside circle siklus I
Kemampuan komunikasi matematik siswa belum mencapai hasil yang diharapkan
Pengamatan/ pengumpulan data siklus I
Perencanaan pelaksanaan model pembelajaran model kooperatif tipe inside-outside circle siklus II
Pelaksanaan model pembelajaran model kooperatif tipe inside-outside circle siklus II
Refleksi dari pelaksanaan model pembelajaran model kooperatif tipe inside-outside circle siklus II
Pengamatan/ pengumpulan data siklus II
Kemampuan komunikasi matematik siswa sudah mencapai hasil yang diharapkan
Dilanjutkan ke siklus berikutnya
37
C. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah kelas VIII-2 dengan jumlah siswa 22 orang
yang terdiri dari 10 siswa laki-laki dan 12 siswa perempuan. Pertimbangan
dipilihnya kelas tersebut adalah berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan
sebelum penelitian yang dirundingkan dengan guru kelas.
Dari hasil wawancara dengan guru kelas didapat bahwa minat siswa kelas
VIII-2 terhadap matematika sangat kurang. Sebagian besar siswa sangat pasif
dalam belajar matematika dan memiliki kemampuan yang rendah mulai dari
aspek kemampuan komunikasi, koneksi sampai aspek pemecahan masalah.
Kemudian hasil observasi sebelum penelitian selama proses pembelajaran
matematika di kelas VIII-2, siswa terlihat kurang mendengarkan dan
memperhatikan penjelasan guru. Kebanyakan siswa malah mengobrol dengan
temannya, sehingga kelas menjadi berisik. Hanya sebagian kecil siswa yang
mencatat materi yang disampaikan.
.
D. Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian
Peran peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai pelaku penelitian. Peneliti
bekerja sama dengan guru matematika kelas sebagai kolaborator dan observer.
Sebagai kolaborator yaitu bekerja dalam hal membuat rancangan pembelajaran,
melakukan refleksi dan menentukan tindakan-tindakan pada siklus selanjutnya.
Sebagai observer yaitu memberi penilaian terhadap peneliti dalam mengajar
dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe inside-outside circle dan
mengamati komunikasi matematik siswa selama proses pembelajaran dengan
lembar observasi.
Dalam pelaksanaan tindakan di dalam kelas, maka kerja sama antara guru
matematika kelas dan peneliti menjadi hal yang sangat penting dan memiliki
kedudukan yang setara, dalam arti masing-masing mempunyai peran dan
38
tanggung jawab yang saling membutuhkan dan saling melengkapi untuk
mencapai tujuan.2
E. Tahapan Perencanaan Tindakan
Tahap penelitian ini diawali dengan dilakukannya kegiatan pendahuluan dan
dilanjutkan dengan tindakan berupa siklus yang terdiri dari perencanaan tindakan,
observasi, evalusi serta analisis dan refleksi. Setelah dilakukan evaluasi dan
refleksi pada siklus I maka peneliti akan melanjutkan pada tindakan II jika data
yang diperoleh memerlukan penyempurnaan maka dilanjutkan kembali pada
siklus selanjutnya.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan adapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2
Tahapan Kegiatan Pendahuluan
Kegiatan Pendahuluan
Observasi ke MTsN Tangerang II Pamulang Mengurus surat izin penelitian Membuat instrumen penelitian Berkoordinasi dengan Kepala Sekolah Wawancara dengan guru mata pelajaran Menentukan kelas subjek penelitian Observasi proses pembelajaran di kelas penelitian Mensosialisasikan pembelajaran matematika dengan Model Pembelajaran Kooperatif tipe Inside-Outside Circle
2 Suharsimi Arikunto, dkk, Peneltian Tindakan Kelas........, h. 63
39
Tabel 3
Tahap Penelitian Siklus I SI
KLU
S I
Tahap Perencanaan 1 Membuat rencana pembelajaran
2 Mendiskusikan RPP dengan Dosen Pembimbing dan guru kolaborator
3 Menyiapkan lembar tugas diskusi untuk setiap pertemuan
4 Menyiapkan lembar observasi siswa, wawancara, catatan lapangan, catatan harian siswa serta keperluan observasi lainnya.
5 Menyiapkan tes kemampuan komunikasi matematik siswa akhir siklus I
6 Menyiapkan alat dokumentasi. Tahap Pelaksanaan
1 Guru menyampaikan tujuan Pembelajaran
2 Guru menginformasikan bahwa pembelajara yang akan diterapkan adalah Model Pembelajaran Kooperatif tipe Inside-Ouside Circle
3 Siswa dibagi ke dalam dua kelompok besar, satu sebagai Outside Circle, dan yang satu sebagai Inside Cicle
4 Dari satu kelompok besar tadi, guru membagi lagi menjadi 8 kelompok kecil. Tiap kelompok kecil mendapat tugas diskusi yang berbeda-beda.
5 Siswa dalam satu kelompok kecil mendiskusikan materi yang ada pada lembar tugas diskusi.
6
Setiap kelompok berputar searah jarum jam, sehingga menemukan kelompok siswa yang baru. Kemudian setiap siswa dalam satu kelompok secara bergantian menjelaskan hasil diskusi mereka yang terdapat pada lembar tugas diskusi.
7 Begitu seterusnya sehingga siswa kembali ke pasangan awal
8 Guru memberikan ulasan dan evaluasi hal-hal yang telah didiskusikan
9 Siswa menyimpulkan dari materi yang telah didiskusikan
10 Siswa mengerjakan tes akhir siklus untuk mengetahui kemampuan komunikasi matematik mereka
11 Siswa mengisi jurnal harian 12 Dokumentasi
Tahap Observasi
40
Tahap ini berlangsung bersamaan dengan tahap pelaksanaan yang terdiri dari observasi terhadap siswa, dan mencatat semua hal yang terjadi selama proses pembelajaran.
Tahap Refleksi
Menentukan keberhasilan dan kekurangan dari pelaksanaan siklus I yang dijadikan dasar pelaksanaan siklus berikutnya.
F. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan
Hasil penelitian yang diharapkan adalah dengan indikator keberhasilan yaitu,
hasil tes kemampuan komunikasi matematik yang diberikan kepada siswa pada
pada akhir siklus harus mencapai KKM yaitu lebih dari atau sama dengan 70 dan
sebesar 75% dari jumlah siswa di kelas sudah mencapai KKM. Indikator
keberhasilan ini diambil berdasarkan pertimbangan bahwa: Berdasarkan hasil
wawancara dengan guru, siswa yang mencapai nilai KKM pada setiap ulangan
akhir bab maksimum mencapai 50%, sisanya mengikuti remedial. ”Pembelajaran
dikatakan berhasil apabila 75% dari jumlah siswa yang mengikuti proses belajar
mencapai taraf keberhasilan”3
G. Data dan Sumber Data
Data dalam penelitian ini ada dua macam, yaitu data kualitataif dan data
kuantitatif.
a. Data kualitatif : hasil observasi proses pembelajaran, hasil observasi
kemampuan komunikasi matematik siswa, lembar jurnal harian siswa, hasil
wawancara terhadap guru, dan hasil dokumentasi (berupa foto dan video
kegiatan pembelajaran).
b. Data kuantitatif : nilai hasil tes kemampuan komunikasi matematik tiap siklus.
Sumber data : sumber data dalam penelitian ini adalah siswa, guru, dan peneliti.
3 Syaiful Bahri Djamarah dan Azwan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006), Ed. Revisi, h. 108
41
H. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini
terdiri atas dua jenis yaitu:
1. Instrumen Tes
Untuk tes digunakan tes kemampuan komunikasi matematik yaitu tes
yang dilaksanakan pada setiap akhir siklus. Tes ini bertujuan untuk
menganalisis peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa dan
ketuntasan belajar siswa terhadap seluruh materi yang telah diberikan pada
kedua siklus sebagai implikasi dari PTK.
2. Instrumen Non Tes
Dalam instrumen non tes ini digunakan instrumen sebagai berikut:
a. Lembar observasi kemampuan komunikasi matematik siswa
Lembar observasi kemampuan komunikasi matematik siswa digunakan
untuk mengetahui tingkat kemampuan komunikasi matematik siswa
secara lisan. Lembar observasi ini juga digunakan untuk menganalisa dan
merefleksi setiap siklus untuk memperbaiki pembelajaran pada siklus
berikutnya.
b. Lembar observasi kerjasama siswa dalam kelompok
Lembar observasi kerjasama siswa dalam kelompok digunakan untuk
mengetahui bagaimana peningkatan kerjasam setiap siswa dalam
kelompoknya selama pembelajaran dengan diterapkannya model
pembelajaran kooperatif tipe inside-outside circle.
c. Lembar jurnal harian siswa
Lembar jurnal harian siswa digunakan untuk mengetahui respon siswa
dengan diterapkannya model pembelajaran kooperatif tipe inside-outside
circle.
42
d. Lembar wawancara
Peneliti mewawancarai guru, sebelum dan setelah penelitian.
Wawancara sebelum penelitian dilakukan untuk mengetahui secara
langsung kondisi siswa serta untuk mengetahui gambaran umum
mengenai pelaksanaan pembelajaran dan masalah-masalah yang dihadapi
di kelas. Sedangkan wawancara setelah penelitian dilakukan untuk
mengetahui bagaimana kemampuan komunikasi matematik siswa setelah
diterapkannya model pembelajaran kooperatif tipe inside-outside circle.
e. Dokumentasi
Digunakan sebagai bukti otentik proses pembelajaran yang dilakukan
selama penelitian.
I. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan pada setiap aktivitas, situasi, atau kejadian yang
berkaitan dengan tindakan penelitian yang dilakukan. Hal ini dimaksudkan untuk
menjawab pertanyaan penelitian.
Untuk lebih jelasnya maka akan dipaparkan teknik pengumpulan data dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Kemampuan matematik siswa secara tulisan diperoleh dari hasil tes
kemampuan komunikasi matematik pada setiap akhir siklus.
b. Observasi kemampuan komunikasi matematik siswa secara lisan; diperoleh
dari lembar observasi Observasi aktivitas belajar matematika siswa yang diisi
oleh observer pada setiap pertemuan.
c. Observasi kerjasama siswa dalam kelompok; diperoleh dari lembar observasi
Observasi kerjasama siswa dalam kelompok yang diisi oleh observer pada
setiap pertemuan.
d. Jurnal Harian Siswa, digunakan untuk mengetahui respon siswa terhadap
pembelajaran matematika dengan model Pembelajaran Kooperatif tipe Inside-
Outside Circle. Jurnal harian ditulis oleh siswa setiap akhir pertemuan
43
e. Wawancara; peneliti melakukan wawancara terhadap guru kelas dan siswa
pada tahap pra penelitian dan pada akhir siklus.
f. Dokumentasi; dokumentasi yang dimaksud adalah berupa foto-foto yang
diambil pada saat proses pembelajaran yang diperoleh dari setiap siklus.
g. Catatan lapangan; catatan lapangan ini dilakukan ketika proses pembelajaran
berlangsung untuk mencatat kejadian-kejadian selama proses pembelajaran
yang tidak teramati dengan lembar observasi.
Tabel 4
Teknik Pengumpulan Data
No. Sumber Data
Jenis Data Teknik Pengumpulan
Data
Instrumen yang
Digunakan1 Siswa Kemampuan komunikasi
matematik siswa secara tulisan Pelaksanaan tes akhir siklus
Tes tertulis berbentuk uraian
2 Siswa Kemampuan komunikasi matematik siswa secara lisan dan kerjasama siswa saat pembelajaran
Observasi Lembar Observasi kemampuan komunikasi matematik siswa
3 Siswa Kerjasama siswa dalam kelompok Observasi Lembar Observasi kerjasama siswa dalam kelompok
3 Siswa Respon siswa terhadap pembelajaran
Pengisian Jurnal Harian Siswa
Jurnal Harian Siswa
4 Guru Proses pembelajaran matematika di kelas sebelum dan sesudah penelitian
Wawancara sebelum dan sesudah penelitian
Pedoman wawancara
44
J. Teknik Pemeriksaan Keterpercayaan (Trusworthiness) Studi
Untuk memperoleh data yang valid digunakan teknik triangulasi dan saturasi,
yaitu :
a) Menggali data dari sumber yang sama dengan menggunakan cara yang
berbeda. Dalam penelitian ini, untuk memperoleh informasi tentang
kemampuan komunikasi matematik siswa dilakukan dengan mengobservasi
siswa, memberikan tes kemampuan komunikasi matematik pada siswa , dan
memeriksa hasil kerja siswa dalam mengerjakan lembar tugas diskusi.
b) Menggali data dari sumber yang berbeda untuk informasi tentang hal yang
sama. Untuk memperoleh informasi tentang komunikasi matematik siswa
dilakukan dengan memeriksa hasil pekerjaan siswa dan mengandakan
wawancara dengan guru.
c) Memeriksa kembali data-data yang terkumpul, baik tentang kejanggalan-
kejanggalan, keaslian maupun kelengkapannya.
d) Mengulang pengolahan dan analisis data yang sudah terkumpul.
Saturasi adalah situasi pada waktu data sudah jenuh, atau tidak ada lagi data
lain yang berhasil dikumpulkan, maka waktunya peneliti untuk mengambil
keputusan untuk mengakhiri siklus.4Agar dapat diperoleh data yang valid
sebelum digunakan dalam penelitian, instrument tes kemampuan komunikasi
matematik terlebih dahulu dilakukan uji validitas secara isi (content validity).
Sebuah tes dikatakan memiliki validitas isi apabila mengukur tujuan khusus
tertentu yang sejajar dengan materi atau isi pelajaran yang diberikan.5 Validitas
isi dilakukan dengan mengkonsultasikan instrument tes tersebut kepada para
pakar (ahli) dalam hal ini yaitu dosen pembimbing I dan dosen pembimbing II
yang merupakan pakar di bidang evaluasi pendidikan matematika.
4 Rochiati Wiriatmadja, Penelitian Tindakan Kelas untuk Meningkatkan Kinerja Guru dan Dosen, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2005), Cet. I, h. 170.
5 Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), , Ed. Revisi, Cet. 10, h. 67
45
K. Teknik Analisis Data
Sebelum menganalisis data, peneliti memeriksa kembali kelengkapan data
dari berbagai sumber. Kemudian analisis data dilakukan pada semua data yang
sudah terkumpul, yaitu berupa hasil wawancara, hasil observasi, hasil jurnal
harian siswa, hasil tes kemampuan komunikasi matematik siswa dan catatan
komentar observer pada lembar observasi. Semua data dianalisis dengan
menggunakan analisis deskriptif.
Tahap menganalisis data dimulai dengan membaca keseluruhan data yang ada
dari berbagai sumber, kemudian mengadakan reduksi data, penyajian data, dan
penarikan kesimpulan dilakukan dalam bentuk interaktif dengan pengumpulan
data sebagai suatu proses siklus. Data yang diperoleh berupa kalimat-kalimat dan
aktivitas-aktivitas siswa diubah menjadi kalimat yang bermakna dan memiliki
nilai ilmiah yang tinggi.
Menganalisis kemampuan komunikasi matematika secara tulisan yaitu dengan
cara jawaban-jawaban siswa terhadap berbagai tipe soal uraian dianalisis dengan
berpatokan pada sistem rubrics. Adapun rentang skor yang digunakan adalah 0, 1,
2, 3, dan 4, dengan kriteria seperti yang dijelaskan dengan tabel berikut :
Tabel 5
Kriteria Pemberian Skor dengan Menggunakan Rubrics
Skor Kriteria
4 Menulis apa yang diketahui dari soal, menyusun argumen lengkap
dan benar, serta jawaban benar
3 Menulis apa yang diketahui dari soal, menyusun argumen lengkap
dan benar, serta jawaban salah
2 Menulis apa yang diketahui dari soal, menyusun argumen kurang
tepat, dan jawaban salah
1 Hanya menulis apa yang diketahui dari soal
0 Tidak ada jawaban atau menginterpretasikan soal
46
Menganalisis hasil observasi proses pembelajaran yaitu hasil observasi
terhadap kemampuan komunikasi matematik siswa secara lisan. Setiap kategori
pengamatan diinterpretasikan dengan : sangat baik (5), baik (4), sedang (3),
kurang (2), sangat kurang (1). Kemudian dari hasil pengamatan tersebut dihitung
persentase total skornya menggunakan rumus sebagai berikut :
Menganalisis hasil observasi kerjasama siswa dalam kelompok yaitu setiap
kategori pengamatan diinterpretasikan dengan : baik sekali(4), baik (3), cukup (2),
kurang (1). Menganalisis jurnal harian yaitu dengan mengelompokan respon
siswa ke dalam komentar yang sama atau hampir sama. Kemudian dihitung
persentasenya.
L. Tindak Lanjut atau Pengembangan Perencanaan Tindakan
Setelah tindakan pertama (siklus I) selesai dilakukan dan hasil yang
diharapkan belum mencapai kriteria keberhasilan yaitu peningkatan kemampuan
komunikasi matematik siswa dalam pembelajaran matematika maka akan ditindak
lanjuti untuk melakukan tindakan selanjutnya sebagai rencana perbaikan
pembelajaran. Siklus ini terdiri dari perencanaan tindakan, pelaksanakan tindakan,
observasi, serta analisis dan refleksi. Setelah melakukan analisis dan refleksi pada
siklus I, apabila indikator keberhasilan belum tercapai maka penelitian akan
dilanjutkan dengan siklus II. Penelitian ini berakhir, apabila peneliti menyadari
bahwa penelitian ini telah berhasil menguji penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe inside-outside circle dalam meningkatkan kemampuan
komunikasi matematik siswa.
Kegiatan penelitian yang penulis akan lakukan memerlukan perencanaan dan
persiapan yang cukup panjang, adapun perencanaan tindakannya adalah peneliti
mempersiapkan instrumen penelitian seperti lembar observasi kemampuan
47
komunikasi matematik, observasi kerjasama siswa dalam kelompok, lembar
jurnal harian siswa, tes kemampuan komunikasi matematik. Peneliti juga dapat
menggunakan lembar tugas diskusi yang dibuat oleh peneliti sendiri atau yang
dianjurkan oleh sekolah.
Dalam melakukan penelitian, guru bidang studi dapat berkolaborasi dengan
observer yang dalam hal ini adalah teman seprofesi untuk membantu kelancaran
penelitian dan dapat juga sebagai kolaborator untuk berdiskusi membicarakan
kegiatan pada siklus selanjutnya.