konversi nanoselulosa dari kulit pisang kepok musa …digilib.unila.ac.id/54783/3/skripsi tanpa bab...
TRANSCRIPT
KONVERSI NANOSELULOSA DARI KULIT PISANG KEPOK
(Musa Paradisiaca L) MENJADI GULA ALKOHOL MENGGUNAKAN
NANOKOMPOSIT Ni0,55Cu0,45Fe2O4 DI BAWAH PENGARUH SINAR UV
(Skripsi)
Oleh
Matthew Maranatha
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRAK
KONVERSI NANOSELULOSA DARI KULIT PISANG KEPOK
(Musa Paradisiaca L) MENJADI GULA ALKOHOL MENGGUNAKAN
NANOKOMPOSIT Ni0,55Cu0,45Fe2O4 DI BAWAH PENGARUH SINAR UV.
Oleh
MATTHEW MARANATHA
Telah dilakukan konversi nanoselulosa dari kulit pisang kepok menjadi gula
alkohol menggunakan nanokomposit Ni0,55Cu0,45Fe2O4. Nanoselulosa yang
berhasil dibuat memiliki ukuran partikel 20,81 nm dengan indeks kristalinitas
sebesar 19,28 %. Nanokomposit Ni0,55Cu0,45Fe2O4 berhasil dipreparasi
menggunakan metode sol-gel dengan pektin sebagai agen pengemulsi yang
kemudian dikalsinasi pada suhu 600 °C. Analisis jumlah situs asam menggunakan
metode gravimetri menunjukkan nanokomposit Ni0,55Cu0,45Fe2O4 memiliki
jumlah situs asam 1,42 mmol piridin/gram nanokomposit. Analisis jenis
situs asam menggunakan Fourier Transform Infrared menunjukkan situs asam
Lewis sebagai jenis situs asam yang mendominasi pada permukaan nanokomposit.
Hasil analisis menggunakan X-Ray Diffractometer (XRD) menunjukkan
nanokomposit memiliki fasa kristalin dominan yaitu NiFe2O4 dan CuFe2O4.
Identifikasi struktur dan ukuran nanokomposit menggunakan Transmission
Electron Microscope (TEM) menunjukkan terbentuknya struktur kubus khas dari
spinel ferrite dengan rata rata ukuran partikel 30,89 nm. Analisis energi band gap
dengan alat Diffuse Reflectance Spectrophotometer (DRS) menunjukkan bahwa
nanokomposit Ni0,55Cu0,45Fe2O4 memiliki nilai energi direct band gap yaitu 1,99.
Konversi nanoselulosa dilakukan di bawah pengaruh sinar UV pada waktu
penyinaran 15, 30, 45, dan 60 menit dengan persentase tertinggi dari nanoselulosa
yang terkonversi didapat pada waktu 45 menit sebesar 26 %. Uji Fehling pada
sampel menunjukkan terbentuknya gula reduksi pada tiap variasi waktu yang
digunakan. Uji kuantitatif menggunakan pereaksi DNS menunjukkan kandungan
glukosa tertinggi dalam larutan hasil konversi sebesar 125 ppm pada waktu
konversi 15 menit. Uji menggunakan High Performance Liquid Chromatography
(HPLC) menunjukkan belum terdeteksinya gula alkohol sorbitol.
Kata Kunci : Nanokomposit, nanoselulosa, sinar UV, konversi, gula alkohol
ABSTRACT
CONVERSION OF NANOCELLULOSE FROM KEPOK BANANA PEEL
(Musa Paradisiaca L) INTO SUGAR ALCOHOL USING Ni0,55Cu0,45Fe2O4
NANOCOMPOSITE UNDER THE IRRADIATION OF UV LIGHT
By
MATTHEW MARANATHA
The conversion of nanocellulose from kepok banana peel (Musa Paradisiaca L)
has been carried out using Ni0,55Cu0,45Fe2O4 nanocomposite under UV irradiation.
The nanocellulose that has been succesfully made has particle size of 20,81 nm
and crystallinity index of 19,28 %. Ni0,55Cu0,45Fe2O4 nanocomposite was
succesfully prepared using a sol-gel method with pectin as an emulsifying agent
and calcined at 600 °C. Acidity analysis by gravimetry method resulted that
Ni0,55Cu0,45Fe2O4 nanocomposite has acidity of 1,42 mmol pyridine/gram
nanocomposite. Analysis of acid type using Fourier Transform Infrared
Spectrophotometer (FTIR) revealed that Lewis acid are dominant on the
nanocomposite surface. The result of analysis using X-ray Diffractometer (XRD)
stated that Ni0,55Cu0,45Fe2O4 nanocomposite consist of a various crystal phase,
such as NiFe2O4 and CuFe2O4. Identification of nanocomposite’s structure and
size using Transmission Electron Microscope (TEM) showed the existence of a
cube structure of the spinel with average particle size of 30,89 nm. The
nanocomposite has the band gap value of 1,99 eV based on the results of analysis
using Diffuse Reflectance Spectrophotometer (DRS). Nanocellulose conversion
was tested under the UV light at irradiation time of 15, 30, 45 and 60 minutes with
the highest percentage nanocellulose converted at 45 minutes by 26 %. The
Fehling test in the sample showed the formation of reducing sugar in each sample.
Quantitative test using 3,5-dinitrosalycyclic reagent showed the highest glucose
content in the sample solution of 125 ppm at 15 minutes conversion time.
Analysis of sugar alcohol content using High Performance Liquid
Chromatography (HPLC) showed that sorbitol has not been detected.
Keyword : nanocomposite, nanocellulose, UV light, conversion, sugar alcohol.
KONVERSI NANOSELULOSA DARI KULIT PISANG KEPOK
(Musa Paradisiaca L) MENJADI GULA ALKOHOL MENGGUNAKAN
NANOKOMPOSIT Ni0,55Cu0,45Fe2O4 DI BAWAH PENGARUH SINAR UV
Oleh
Matthew Maranatha
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar
SARJANA SAINS
Pada
Jurusan Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kramat Jati, Jakarta Timur pada tanggal
30 Desember 1996 dan merupakan anak kedua dari pasangan
berdarah batak yaitu Hasudungan Tamba dan Resli Manalu
serta memiliki 3 orang saudara kandung. Penulis mengenyam
pendidikan di SDN Bojong Menteng VII Kota Bekasi,
SMPN 08 Kota Bekasi dan SMAN 11 Kota Bekasi. Penulis diterima di Jurusan
Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung
melalui Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri tahun 2014 dan
mendapatkan beasiswa pendidikan Bidikmisi.
Selama berkuliah, penulis pernah menjadi asisten praktikum kimia fisik semester
ganjil 2017/2018 untuk mahasiswa jurusan kimia Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Dalam bidang organisasi, penulis pernah menjadi anggota
bidang sosial masyarakat Himpunan Mahasiswa Kimia (HIMAKI) Universitas
Lampung. Selain berorganisasi, penulis terlibat dalam beberapa kegiatan baik
pada tingkat fakultas, universitas dan kegiatan di luar universitas. Penulis pernah
menjadi anggota panitia bidang hubungan masyarakat pada kegiatan Karya Wisata
Ilmiah Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universita Lampung.
Selain itu, penulis aktif dalam kegiatan kerohanian kristen di lingkungan
Universitas Lampung antara lain sebagai anggota sie publikasi, dekorasi dan
dokumentasi pada kegiatan Paskah Civitas Akademika Universitas Lampung
tahun 2015, menjadi anggota tim buletin paskah Civitas Akademika Universitas
Lampung tahun 2018, anggota sie acara Paskah Persekutuan Oikumene
Mahasiswa Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (POM MIPA) dan
dipercaya sebagai pemusik dalam beberapa kegiatan kerohanian di POM MIPA.
Pada bulan agustus tahun 2018, penulis terlibat dalam kegiatan olahraga Asian
Games 2018 Jakarta-Palembang sebagai Liaison Officer Transportasi selama 18
hari untuk cabang olahraga sepakbola.
Karya Ini Aku Persembahkan Khususnya Untuk :
Tuhan YESUS KRISTUS
Ayah dan Ibu Ku
Kakak dan adik-adik ku
serta
Almamater tercinta
“Life is A Choice
So
Don’t Be
a
Lukewarm Person”
Based on Revelation 3 : 15-16
“LeBIH BAIK LeLAH KARenA BeLAJAR DARI
PADA LELAH MENJALANI HIDUP AKIBAT
KeBoDoHAn”
SANWACANA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena kasih
karunia-Nya skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
Skripsi dengan judul “Konversi Nanoselulosa dari Kulit Pisang Kepok (Musa
Paradisiaca L) Menjadi Gula Alkohol Menggunakan Nanokomposit
Ni0,55Cu0,45Fe2O4 di Bawah Pengaruh Sinar UV “ merupakan salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Jurusan Kimia, Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan
yang bagitu besar kepada :
1. Hasudungan Tamba dan Resli Manalu selaku orang tua dari penulis yang
senantiasa mendukung, mendoakan dan memenuhi kebutuhan penulis untuk
menyelesaikan tanggung jawab selama belajar di Universitas Lampung, serta
kakak penulis Novita Maranatha yang telah menjadi pribadi yang senantiasa
menguatkan dan menasehati penulis selama mengerjakan skripsi. Tidak lupa
juga kepada dua adik penulis yaitu Stephen Maranatha dan Marcello Benayah
yang selalu memberikan keceriaan, motivasi dan semangat selama
perkuliahan sehingga penulis boleh terus diingatkan akan mereka yang telah
menjadi berkat bagi penulis.
2. Dr. Rudy T.M. Situmeang, M.Sc sebagai pembimbing utama penelitian
penulis yang telah memberikan ilmu, pengalaman, bimbingan, keceriaan,
saran dan kritik kepada penulis hingga mampu menyelesain skripsi ini.
3. Prof. Wasinton Simanjuntak, Ph.D selaku pembimbing kedua pada penelitian
ini. Penulis mengucapkan terima kasih atas ilmu, bimbingan, saran dan
dukungan hingga mampu menyempurnakan skripsi ini.
4. Dr. Ni Luh Gede R.J., M.Si selaku penguji dalam penelitian penulis yang
telah memberikan ilmunya sehingga penulis dapat termotivasi lebih lagi
untuk terus belajar sampai kapanpun.
5. Dosen Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung yang telah mendidik dan
memberikan ilmu yang bermanfaat kepada penulis.
6. Ua Alexon Tamba dan Eske Lontoh yang senantiasa menjadi orang tua rohani
dan mendukung penulis untuk masuk dalam perguruan tinggi. Terima kasih
atas kedewasaan yang telah diajarkan kepada penulis, bimbingan dan kasih
kepada penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada anak anak
beliau yaitu kakak Gleene Grace Yovanca, Timothy Blessing Tamba,
Rebekah Egkratela Tamba yang telah menjadi saudara dan penolong dalam
banyaknya masalah yang penulis alami.
7. Sanak Saudara dari keluarga besar Tamba dan Manalu yang senantiasa
mendoakan, memberi dukungan dan perhatian kepada penulis.
8. Partner penelitian penulis yaitu Erwin Simarmata, Meliana Sari Simarmata,
Lilian Elisabeth, Renaldi Arlento, Vincentius Ari Viggi Handrika, Sola
Gracia Br Ginting, Muhammad Ilhan Imanudin. Terima kasih untuk setiap
teguran yang membangun, semangat , motivasi, kesabaran yang telah
diberikan kepada penulis selama proses penelitian hingga tersusunnya skripsi
ini. Semoga kebersamaan yang terjalin tetap bertahan sampai tua nanti.
9. Jemaat JKI GPCC Lampung yaitu Ps. Petrus Ong, ibu hani, Bang Boy, Kak
Diola Panjaitan, Kak Magdalena Sopiyani, Bang Teguh, Kak Tari, Bang
Amigo, Mas Cipto , Kak Ria, Kak Mawar, Kak Nenny, Bang Damar, Kak
April, Kak Desye, Koh Johan, Tirza, Mona, Selvi, Dina, Fajar, Hagai, Putra,
Devi, Iwen, Bang Angga, dan lainnnya yang telah memberikan arti pelayanan
yang sebenarnya kepada penulis serta menjadi sarana bagi penulis untuk
mengembangkan talenta bermusik. Terimakasih untuk setiap pengajaran yang
boleh terus menerus diberikan sehingga penulis senantiasa bersemangat untuk
menjadi pribadi yang dewasa secara rohani dan melakukan hal baik .
10. Kepada sahabat sepelayanan yaitu Daniel Simanjuntak, Benardo Kristian
Sitorus, Ribka Munthe, Hotasi Tambunan, Novi Indarwati, Rose Maria dan
Wahyu Widyanto. Terima kasih untuk setiap teguran, motivasi, keterbukaan,
kejujuran dan pengalaman hidup yang telah terjalin selama ini. Semoga
kenangan yang ada boleh terus menerus menjadi motivasi bagi kita untuk
terus melayani Tuhan Yesus Kristus.
11. Fernando silaban sebagai sahabat penulis dalam pendakian beberapa gunung
di Provinsi Lampung. Terimakasih untuk pengalaman hidup, keceriaan,
keanehan, dan canda yang telah diberikan kepada penulis. Semoga kelak kita
bisa menjadi partner pendakian di puncak-puncak tertinggi di Indonesia.
12. Melisa siahaan yang menjadi motivator dan penolong bagi penulis untuk
mengembangkan kemampuan bahasa inggris.
13. Jemaat Persekutuan Oikumene Mahasiswa Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam (POM MIPA) Universitas Lampung. Penulis bersyukur atas sarana yang
boleh diberikan bagi penulis untuk mengembangkan bakat dan talenta untuk
kemuliaan Tuhan Yesus Kristus. Semoga kita semua menjadi dampak bagi
masyarakat dan membawa Indonesia menjadi negara yang takut akan Tuhan.
14. Bang Ferdinan Haryanto Simangunsong, bang Ventus Bang Lucky, Kak
Dewi, Kak Fera, Kak Yunitri, Bang Roi, Bang Romario, Bang Joshua, Kak
Eva Monica, Kak Suwarni dan lainnya selaku kakak rohani penulis selama
perkuliahaan. Semoga berkat Tuhan selalu melimpah bagi mu.
15. Teman-Teman Kuliah Kerja Nyata di Desa Taman Sari yaitu Ahmad Febrian
Arahap, Bibid Widyantoro, Margaretha Siburian serta Elisabeth Yulinda.
Terimakasih untuk kecerian, pengalamn hidup , konflik dan kerjasama yang
telah diberikan kepada penulis sehingga dapat menjadi pribadi yang lebih
dewasa. Terima kasih sudah menjadi teman yang jujur selama ini.
16. Teman-teman Kimia Angkatan 2014 yaitu Michael Alberto Sihombing,
Ganjar Andhulangi, Liana Haryanti, Herliana, Khasandra, Mahliani Erianti,
Tika Dwi Febriyanti, Rizky Nurfitriyani, Ni Putu Rahma Agustina, Bunga
Lantri Dwinta, Riza Mufarida Akhsin, Rica Aulia, Erika Liandini,
Hestianingsih Famela, Diva Amila, Ayuning Fara M, Jepry Romansyah,
Bidari Maulid Diana, Asrul Fanani, Lutfi Hijriyanto, Leony Fransiska, Agung
Setyo Wibowo, Angga Hidayatullah Eza, Audina Uci Pertiwi, Hafis Darmais
Halan, Fikri Muhammad, Lucia Arum Haritati, Rica Royjanah, Devi Tri
Lestari, Cindy Claudia Putri, Ainun Nadiyah, Ana Devita Mutiara, Ismi
Aditya, Ferita Angriana, Fitria Luziana, Asdini Virginia, Aniza Vidya Widata,
Khumi Ajmila, Putri Sendi Khairunnisa, Widia Sari, Bayu Andani, Deni
Diora, Dira Fauzi Ridwan, Kartika Dewi Rachmawati, Elisabeth Yulinda,
Gabriela Setiw W, Astriva Novri Harahap, Laili Dini Ariza, Herda Yulia,
Rizky Fijaryani, Nur laelatul K, Hidayatul Mufidah, Dicky Sildianto, Risa
Septiana, Wahyu Fichtiana Dewi,Berliana Anastasia P, Fendi Setiawan, Erien
Ratna P, Fitri Oktavianica, Rahma Hanifah, Nella Merliani, Fransisca Clodina
Dacosta, Dhia Hawari, Hamidin, Windi Antika, Teguh WijayaHakim, M.
Ilham Haqqiqi, Desi Tiara, Dellania Frida Yulita, Fitrah AdhiNugroho,Riri
Auliya, Yunita Damayanti, Ayisa Ramadona, Heny Wijaya, Nova Ariska, Siti
Fatimah, Rizka Ari Wandari, Fergina Prawaningtyas, Dinda Mezia Physka,
Yolla Yashinta Batubara, M. Firza Ersa, Edith Hendri Purnami, M. Firdaus,
Riza Umami, M. Arqam, Grace Nadya Putri D, Diani Widya Pangestika,
Ismini Hidayati, Agnesa Anugrah. Penulis berterimakasih untuk setiap momen
kebersamaan dan kedewasaan yang tumbuh melalui pertemanan selama
perkuliahan. Semoga setiap kita yang menjadi bagian dari keluarga ini dapat
menjadi dampak bagi Indonesia.
17. Tim transportasi Asian Games 2018 venue stadion Wibawa Mukti yaitu Kang
Indra, valerian, daffa, bang krisno, bang satrio, hendra, tofa, herry, bang hans,
bang jibril , almas, yevi dan resti. Semoga kita bisa menjadi satu tim lagi
untuk event internasional lainnya.
Bandar Lampung, Desember 2018
Penulis,
Matthew Maranatha
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ...................................................................................................... i
DAFTAR TABEL ........................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... iv
I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
A. Latar Belakang ...................................................................................... 1
B. Tujuan Penelitian .................................................................................. 6
C. Manfaat Penelitian ................................................................................ 6
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 7
A. Selulosa ................................................................................................. 7
B. Nanoselulosa ......................................................................................... 8
C. Gula Alkohol ......................................................................................... 9
1. Sorbitol ............................................................................................ 9
2. Xylitol ........................................................................................... 10
3. Manitol .......................................................................................... 11
D. Nanokatalis ......................................................................................... 13
E. Nanokomposit ..................................................................................... 14
F. Reaksi Fotokatalitik ............................................................................ 15
G. Spinel Ferrite ...................................................................................... 16
H. Pektin .................................................................................................. 17
I. Metode Preparasi Katalis .................................................................... 19
1. Metode Sol-Gel ............................................................................. 19
2. Pengeringan Beku ......................................................................... 20
3. Kalsinasi ........................................................................................ 21
J. Karakterisasi Nanokomposit ............................................................... 22
1. Analisis Keasaman ....................................................................... 22
a. Metode Gravimetri .................................................................. 22
b. Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) ................. 23
2. X-Ray Diffraction (XRD) .............................................................. 24
3. Transmission Electron Microscope (TEM) .................................. 27
4. Diffuse Reflectance Spectroscopy (DRS) ...................................... 29
ii
K. High Performance Liquid Chromatography (HPLC) ......................... 31
III. METODE PENELITIAN ....................................................................... 36
A. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................. 36
B. Alat dan Bahan .................................................................................... 36
C. Prosedur Penelitian ............................................................................. 37
1. Isolasi Selulosa dari Kulit Pisang ................................................. 37
2. Pembuatan Nanoselulosa .............................................................. 38
3. Sintesis Nanokomposit Ni0,55Cu0,45Fe2O4 .................................... 39
4. Karakterisasi Nanokomposit Ni0,55Cu0,45Fe2O4 ............................ 40
a. Analisis Keasaman Nanokomposit ......................................... 40
b. Analisis Struktur Kristal Nanokomposit ................................. 41
c. Analisis Morfologi Nanokomposit ......................................... 41
d. Analisis Energi Band Gap ...................................................... 41
5. Uji Katalitik Nanokomposit .......................................................... 41
a. Konversi Nanoselulosa menjadi Gula Alkohol ....................... 41
b. Analisis Hasil Konversi Nanoselulosa .................................... 42
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 44
A. Pembuatan Nanoselulosa .................................................................... 44
B. Karakterisasi Nanoselulosa ................................................................. 47
C. Sintesis Nanokomposit ........................................................................ 49
D. Karakterisasi Nanokomposit ............................................................... 51
1. Analisis Keasaman Nanokomposit ............................................... 51
2. Analisis Struktur Nanokomposit ................................................... 53
3. Analisis Morfologi Nanokomposit ............................................... 56
4. Analisis Energi Band Gap ............................................................ 58
E. Uji Katalitik Nanokomposit ................................................................ 61
1. Konversi Nanoselulosa menjadi Gula Alkohol ............................. 61
2. Analisis Kualitatif Hasil Konversi Nanoselulosa.......................... 62
3. Analisis Kuantitatif Hasil Konversi Nanoselulosa........................ 63
V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 69
A. Kesimpulan ......................................................................................... 69
B. Saran ................................................................................................... 70
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 71
LAMPIRAN .................................................................................................... 78
iii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Puncak representatif hasil analisis nanokomposit Ni0,55Cu0,45Fe2O4
menggunakan instrumen X- Ray Diffraction .................................................. 54
2. Data puncak-puncak fasa kristalin berdasarkan acuan JCPDF ....................... 55
3. Persentase hasil konversi nanoselulosa pada beberapa variasi waktu ............ 61
4. Konsentrasi glukosa hasil konversi ................................................................. 66
5. Data puncak-puncak representatif hasil karakterisasi nanokomposit
menggunakan XRD (lanjutan) ........................................................................ 82
6. Data hasil analisis menggunakan instrumen DRS .......................................... 83
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Struktur selulosa ................................................................................................ 7
2. Struktur sorbitol .............................................................................................. 10
3. Reaksi konversi selulosa menjadi sorbitol ...................................................... 10
4. Struktur xylitol ............................................................................................... 11
5. Reaksi konversi selulosa menjadi xylitol ....................................................... 11
6. Struktur manitol .............................................................................................. 12
7. Reaksi konversi selulosa menjadi manitol ..................................................... 12
8. Struktur pektin ................................................................................................ 18
9. Spektrum inframerah yang menunjukkan jenis situs asam ............................ 24
10. Pola difraksi NiFe2O4 yang disintesis dengan metode sol-gel pada
suhu yang berbeda ........................................................................................... 25
11. Mikrograf nanopartikel NiFe2O4 yang disintesis dengan beberapa
variasi suhu ................................................................................................... 27
12. Penentuan energi band gap pada pelet NiFe2O4 dengan membuat
ektrapolasi ...................................................................................................... 31
13. Komponen alat HPLC ................................................................................... 32
14. Contoh kromatogram beberapa gula alkohol ................................................ 35
15. Rancangan reaktor konversi ......................................................................... 42
16. Hasil penggilingan kulit pisang kering ......................................................... 44
v
17. Proses bleaching larutan selulosa ................................................................ 45
18. Nanoselulosa yang diperoleh setelah proses freeze-drying .......................... 46
19. Difraktogram nanoselulosa kristalin dan nanoselulosa amorf ...................... 48
20. Hasil pengeringan gel nanokomposit menggunakan freeze-dryer selama 24
jam dan nanokomposit yang telah dikalsinasi disertai penggerusan dengan
mortar agate .................................................................................................. 50
21. Spektrum inframerah nanokomposit Ni0,55Cu0,45Fe2O4 ................................ 52
22. Difraktogram nanokomposit Ni0,55Cu0,45Fe2O4 ............................................ 56
23. Mikrograf nanokomposit Ni0,55Cu0,45Fe2O4 pada skala 20 nm, 50 nm, 100
nm, 200 nm ................................................................................................... 57
24. Spektrum absorbansi terhadap panjang gelombang dan spektrum reflektan
terhadap panjang gelombang ........................................................................ 58
25. Skema perbedaan direct band gap dan indirect band gap ............................ 59
26. Nilai energi indirect band gap dan direct band gap pada nanokomposit
Ni0,55Cu0,45Fe2O4 .......................................................................................... 60
27. Hasil uji kualitatif terbentuknya gula pereduksi menggunakan reagen
Fehling dari tiap variasi waktu konversi sampel .......................................... 62
28. Reaksi yang terjadi pada reagen DNS saat mengalami reduksi dalam proses
analisis kualitatif gula pereduksi .................................................................. 63
29. Perubahan warna Perubahan warna larutan DNS seiring meningkatnya
konsentrasi glukosa saat pengujian ............................................................... 64
30. Larutan standar reagen DNS dan dan larutan hasil uji kuantitatif dari sampel
pada variasi waktu konversi 15, 30, 45 dan 60 menit ................................... 64
31. Kurva standar glukosa .................................................................................. 65
32. Kromatogram hasil analisis sampel larutan nanoselulosa yang telah
dikonversi ..................................................................................................... 67
33. Skema reaksi untuk konversi selulosa menjadi heksitol............................... 68
34. Kromatogram larutan standar sorbitol 50 ppm ............................................. 86
35. Kromatogram larutan standar sorbitol 75 ppm ............................................. 86
vi
36. Kromatogram larutan standar sorbitol 100 ppm ........................................... 87
37. Kromatogram larutan standar sorbitol 150 ppm ........................................... 87
38. Kromatogram larutan standar sorbitol 250 ppm ........................................... 87
39. Kromatogram larutan standar sorbitol 500 ppm ........................................... 88
40. Kromatogram larutan standar sorbitol 1000 ppm ......................................... 88
41. Kromatogram larutan standar sorbitol 1500 ppm ......................................... 88
42. Kromatogram larutan standar sorbitol 2000 ppm ......................................... 89
43. Kromatogram hasil analisis larutan nanoselulosa yang telah dikonversi ..... 89
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam beberapa tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi yang meningkat memicu
peningkatan kebutuhan akan sumber bahan baku yang berkelanjutan dan
melimpah untuk keperluan produksi pada berbagai bidang industri. Salah satu
sumber bahan baku yang banyak dimanfaatkan dan diteliti saat ini adalah
biomassa karena sifatnya yang dapat diperbaharui (renewable resources) dan
ramah lingkungan (Crocker and Crofcheck, 2007). Potensi biomassa di Indonesia
bersumber dari komponen organik pada industri pertanian dan limbah rumah
tangga. Salah satu komponen biomassa yang paling banyak dimanfaatkan adalah
selulosa. Berdasarkan pada tiga komponen utama dalam lignoselulosa (selulosa,
hemiselulosa dan lignin), selulosa yang memiliki persentase berkisar 40% - 50%
dalam lignoselulosa dikenal sebagai biopolimer paling melimpah di alam (Corma
et al, 2007).
Selulosa sebelumnya banyak diteliti untuk bahan baku pembuatan bioetanol (Suri
dkk, 2013 dan Puspawati dkk, 2015). Namun, diketahui bahwa selulosa juga
memiliki potensi besar sebagai bahan baku untuk menghasilkan gula alkohol
(Fukuoka and Dhepe, 2006). Gula alkohol umumnya digunakan sebagai pengganti
2
glukosa pada beberapa produk makanan karena sifat gula alkohol yang dapat
meminimalisir terjadinya karies gigi, mengurangi resiko penyakit diabetes serta
mencegah obesitas (Ramayanti dan Purnakarya, 2007). Proses konversi selulosa
menjadi gula alkohol dimulai dengan hidrolisis selulosa yang dapat menghasilkan
komponen glukosa. Glukosa hasil hidrolisis ini dapat dikonversi menjadi gula-
gula alkohol seperti sorbitol, manitol, xylitol, eritritol dan inositol (Frieder, 2002).
Sorbitol, manitol dan xylitol adalah monosakarida turunan glukosa, manosa dan
xylosa. Gula alkohol ini dapat diproses melalui proses hidrogenasi glukosa (Lim
et al., 2011).
Limbah pertanian seperti kulit buah saat ini banyak dimanfaatkan sebagai sumber
selulosa. Kulit pisang merupakan salah satu limbah pertanian yang mudah
didapatkan dan menjadi sumber selulosa yang unggul karena mudah dicari,
keberadaanya melimpah dan murah. Indonesia merupakan salah satu negara
penghasil pisang dengan varieatas yang beraneka ragam. Pisang kepok (Musa
Paradisiaca L.) diketahui memiliki kandungan selulosa yang paling banyak pada
kulit buahnya dibandingkan jenis pisang lainnya dengan kandungan sebesar 17,36
% dan lignin sebesar 15,36 % (Hernawati dan Aryani, 2007).
Konversi selulosa telah banyak dilakukan dengan bantuan katalis berbahan dasar
logam. Berdasarkan penelitian sebelumnya, diketahui bahwa selulosa dapat
dikonversi menjadi gula alkohol dengan menggunakan katalis berbasis logam
transisi (Kobayashi et al, 2011). Platinum, nikel dan ruthenium merupakan logam
transisi yang umum dipakai sebagai bahan dasar katalis untuk konversi
monosakarida menjadi gula alkohol. Katalis berbahan dasar platinum atau
3
ruthenium memiliki aktivitas katalitik yang jauh lebih baik dibandingkan katalis
berbahan dasar nikel. Namun, nikel lebih banyak digunakan karena memiliki
harga yang jauh lebih murah dan memiliki aktivitas katalitik yang tidak berbeda
jauh dibandingkan platinum dan ruthenium. Logam-logam transisi seperti Cr,
Mn,Fe, Co, Ni, Cu, dan Zn dapat dipadukan dengan nikel untuk dapat
meningkatkan aktivitas katalis berbasis logam nikel (Gao et al., 2015).
Beberapa katalis berbahan dasar logam nikel telah berhasil mengkonversi selulosa
menjadi gula alkohol. Katalis Ru-Ni/AC dan Ru-Ni/CNT mampu mengkonversi
selulosa menjadi sorbitol sebanyak 50-60 % (Ribeiro et al, 2017), katalis Ni/CNF
dapat menghasilkan sorbitol 50,3% dan mannitol 6,2% (Van et al., 2010), katalis
logam Ni4,63Cu1Al1,82Fe0,79 cukup efektif menghasilkan sorbitol sebesar 68,07 %
(Liu et al., 2014) serta katalis Ni0,7Cu0,3Fe2O4 suhu kalsinasi 600 °C dan 800 °C
mampu mengkonversi selulosa menjadi gula akohol berupa sorbitol dan mannitol
dengan persen konversi dan produk terbaik dihasilkan pada katalis
Ni0,7Cu0,3Fe2O4 suhu kalsinasi 600 °C (Noviyanthi, 2015). Selain logam nikel,
katalis berbasis logam lain seperti molibdenum dan lantanum telah berhasil
mengkonversi selulosa menjadi gula alkohol. Katalis LaCr0,7Mo0,3O3±δ pada suhu
kalsinasi 700 °C aktif dalam mengkonversi selulosa menjadi manitol (Sari, 2016).
Hasil konversi selulosa dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya yaitu
ukuran selulosa. Selulosa berukuran nano telah dikembangkan saat ini untuk
memperoleh produk hasil konversi yang lebih baik dengan rendemen yang tinggi.
Selain ukuran partikel dari reaktan yang akan dikonversi, peningkatan hasil
konversi dapat juga dipengaruhi oleh ukuran katalis yang digunakan. Peningkatan
4
aktivitas katalis dapat dilakukan dengan mengubah ukuran katalis pada skala
nano. Materi berukuran nano memiliki rentang ukuran partikel 1-100 nm. Katalis
berukuran nano memiliki luas permukaan yang cukup tinggi, sehingga
memudahkan transfer massa reaktan untuk dapat berdifusi sampai masuk ke
dalam situs aktif katalis (Widegren et al., 2003).
Salah satu metode yang berhasil dalam mempreparasi katalis berukuran nano
adalah metode sol-gel. Penelitan sebelumnya yang telah berhasil dalam preparasi
nanokatalis menggunakan metode sol-gel yaitu, preparasi ZnO dengan pelarut
etanol menghasilkan struktur ZnO berukuran 84,98 nm (Hasnidawati, 2016),
preparasi katalis α-Fe2O3 dengan pelarut asam sitrat dan (PEG)-6000
menghasilkan ukuran partikel 30 nm pada suhu kalsinasi 600 °C (Wu and Wang,
2011), katalis CuFe2O4 dengan pelarut asam sitrat menghasilkan ukuran partikel
< 45 nm (Faungnawakij et al., 2009), katalis NiFe2O4 dengan pelarut putih telur
menghasilkan ukuran partikel < 60 nm pada kalsinasi 500 °C (Maensiri et al.,
2007), katalis NiFe2O4 dengan pelarut glisin menghasilkan ukuran partikel
4-70 nm pada kalsinasi 300 °C (Alarifi et al., 2009) serta penggunaan pektin
sebagai agen pengikat telah menghasilkan spinel Ni0,9Cu0,1Fe2O4 berukuran
35.42 nm (Djayasinga and Situmeang, 2015).
Berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya, proses konversi selulosa
menggunakan katalis berbasis logam transisi dilakukan dengan metode termal
yang mana memerlukan suhu tinggi dan waktu yang cukup lama. Hal ini menjadi
permasalahan baru dimana dengan kondisi tersebut, tentunya akan berpengaruh
pada sisi ekonomis dan efisiensi waktu. Fotokatalisis saat ini menjadi alternatif
5
yang dikembangkan untuk konversi selulosa. Konversi dengan memanfaatkan
reaksi fotokatalisis dapat dilakukan pada suhu ruang dan tekanan atmosfer. Waktu
yang dibutuhkan lebih singkat dan membutuhkan energi yang lebih sedikit
dibandingkan proses termal. Proses konversi secara fotokatalisis lebih baik bila
dibandingkan dengan proses termal yang membutuhkan beberapa tahapan proses
dan bahan yang lebih banyak. Pemanfaatan radiasi sinar tertentu seperti sinar UV
dalam suatu reaksi fotokatalisis dapat memudahkan suatu katalis untuk dapat
teraktivasi (Putera, 2008).
Berdasarkan deskripsi di atas maka pada penelitian ini dilakukan pembuatan
nanokomposit Ni0,55Cu0,45Fe2O4 untuk konversi nanoselulosa menjadi gula
alkohol (xylitol, manitol, sorbitol). Nanokomposit Ni0,55Cu0,45Fe2O4 dipreparasi
menggunakan metode sol-gel dengan pektin sebagai pengemulsi. Kalsinasi
Nanokomposit Ni0,55Cu0,45Fe2O4 diatur pada suhu 600 °C. Nanokomposit
Ni0,55Cu0,45Fe2O4 dikarakterisasi dengan metode Fourier Transform Infrared
Spectrophotometer (FTIR) dan metode gravimetri untuk menentukan jenis situs
asam dan jumlah situs asam, metode X-Ray Diffraction (XRD) untuk menentukan
fasa kristalin, Transmission Electron Microscope (TEM) untuk menentukan
morfologi nanokomposit dan Diffuse Reflectance Spectrophotometer (DRS) untuk
menganalisis energi band-gap. Nanoselulosa yang digunakan dibuat dari kulit
pisang kepok (Musa Paradisiaca L.). Uji aktivitas nanokomposit dilakukan
dengan menggunakan reaktor konversi yang terdiri dari sumber sinar UV dan gas
hidrogen. Hasil konversi nanoselulosa menjadi gula alkohol dianalisis
menggunakan metode High Performance Liquid Chromatography (HPLC)
dengan target analit yaitu xylitol, manitol dan sorbitol. Produk hasil konversi
6
dapat lebih optimal dengan mengatur besar perbandingan banyaknya katalis dan
reaktan yang digunakan, variasi lama waktu penyinaran dengan sinar UV dan
memperbesar aliran gas H2 saat proses konversi (Susanti, 2017).
B. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah :
1. Membuat selulosa berukuran nano dari kulit pisang kepok (Musa
Paradisiaca L.).
2. Mensintesis nanokomposit Ni0,55Cu0,45Fe2O4 dengan metode sol-gel.
3. Mengkarakterisasi nanokomposit Ni0,55Cu0,45Fe2O4 menggunakan metode
gravimetri, FTIR, XRD, DRS dan TEM.
4. Mengetahui aktivitas katalitik nanokomposit Ni0,55Cu0,45Fe2O4 sebagai katalis
untuk konversi nanoselulosa menjadi gula alkohol dengan variasi waktu dan
lamanya radiasi sinar UV.
C. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah
1. Memberikan informasi mengenai pembuatan nanoselulosa dari kulit pisang
kepok ( Musa Paradisiaca L.).
2. Meningkatkan daya guna selulosa sebagai bahan baku produksi gula alkohol.
3. Memberikan informasi mengenai penggunaan nanokomposit Ni0,55Cu0,45Fe2O4
sebagai katalis untuk mengkonversi selulosa menjadi gula alkohol.
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Selulosa
Selulosa merupakan karbohidrat atau polisakarida rantai panjang, dibentuk lebih
3000 unit D-glukosa yang dihubungkan melalui ikatan β-1,4 glikosida (Fengel
and Wegener, 1984). Selulosa merupakan komponen biomassa yang paling
berlimpah di alam. Umumnya selulosa banyak terdapat pada kayu dan dinding sel
tanaman berkisar 40%-50% (Fukuoka and Dhepe, 2008). Struktur selulosa berupa
kristal dengan beberapa bagiannya yang bersifat amorf (Sjostrom, 1981). Struktur
selulosa dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Struktur selulosa.
Morfologi selulosa mempunyai pengaruh besar terhadap reaktifitasnya.
Reaktifitas selulosa juga dipengaruhi oleh kehalusan struktur selulosa. Selulosa
tidak mempunyai rasa dan bau, tidak larut dalam beberapa pelarut seperti air,
relatif stabil terhadap panas dan tahan terhadap oksidasi. Selulosa akan larut
dalam larutan asam dengan konsentrasi tinggi akibat hidrolisis yang terjadi.
8
Inovasi dalam pemanfaatan selulosa telah banyak diteliti, salah satunya sebagai
bahan baku pembuatan gula alkohol. Konversi selulosa diawali dengan hidrolisis
selulosa yang menghasilkan glukosa. Glukosa yang terbentuk kemudian
dikonversi lebih lanjut menjadi gula alkohol melalui reaksi hidrogenasi dan
bantuan katalis (Kobayashi et al, 2011).
B. Nanoselulosa
Selulosa dapat diubah ukurannya menjadi selulosa berukuran nano yang disebut
juga sebagai nanoselulosa. Perubahan ukuran ini dapat diikuti dengan
peningkatan sifat amorf, luas permukaan, peningkatan dispersi dan biodegradasi.
Sifat amorf dari selulosa memiliki manfaat tersendiri yaitu bagian amorf akan
lebih mudah mengalami reaksi hidrolisis (Kobayashi et al, 2011). Salah satu
metode untuk menghasilkan nanoselulosa adalah dengan hidrolisis asam
menggunakan asam kuat. Asam sulfat menjadi pilihan pelarut asam kuat untuk
metode hidrolisis asam pada pembuatan nanoselulosa.
Menurut Peng (2011), asam sulfat sering digunakan dalam produksi nanoselulosa,
namun dispersabilitas dari nanoselulosa yang diperoleh dari jenis asam ini
berbeda dengan jenis asam lainnya, karena kelimpahan dari gugus sulfat pada
permukaan, nanoselulosa yang diperoleh dari hidrolisis menggunakan asam sulfat
dapat terdispersi dengan mudah di dalam air dibanding dengan menggunakan
asam kuat lainnya. Namun, pembuatan nanoselulosa tanpa menggunakan zat asam
berbahaya seperti HCL dan H2SO4 telah dikembangkan saat ini dengan memakai
urea dan NaOH (Shankar and Jong-Whan, 2016).
9
C. Gula Alkohol
Gula alkohol merupakan senyawa hasil reduksi dari glukosa di mana semua atom
oksigen dalam molekul gula alkohol yang sederhana terdapat dalam bentuk
kelompok hidroksil atau disebut polyhidric alcohol (poliol). Poliol disebut alkohol
polihidrat atau gula alkohol karena bagian dari struktur poliol menyerupai gula
dan alkohol, tetapi pemanis bebas gula ini bukan gula dan juga bukan alkohol.
Poliol diturunkan dari karbohidrat yang gugus karbonilnya (aldehid atau keton,
gula pereduksi) direduksi menjadi gugus hidroksi primer atau sekunder. Poliol
mempunyai rasa dan kemanisan hampir sama dengan gula tebu (sukrosa), bahkan
beberapa jenis lebih manis. Poliol diturunkan dari gula tetapi tidak dimetabolisme
seperti halnya metabolisme gula oleh tubuh. Gula alkohol bersifat noncariogenic
atau tidak menyebabkan kerusakan pada gigi, sehingga aman dikonsumsi.
1. Sorbitol
Sorbitol dikenal sebagai D-sorbitol, D-glucitol, L-gulitol, sorbit atau sorbol dan
mempunyai berat molekul 182,17 gram/mol dengan rumus molekul C6H14O6.
Sorbitol dapat diproduksi dalam jaringan tubuh manusia yang merupakan hasil
katalisasi dari D-glukosa oleh enzim aldose reductase, yang mengubah struktur
aldehid (CHO) dalam molekul glukosa menjadi alkohol (CH2OH) . Sorbitol
bersifat polar seperti air dan alkohol. Sorbitol secara komersial dibuat dari glukosa
melalui proses hidrogenasi dalam tekanan tinggi (Cahyadi, 2006). Sorbitol
termasuk dalam kelompok poliol asiklik dengan enam rantai karbon. Struktur
sorbitol dapat dilihat pada Gambar 2.
10
Gambar 2. Struktur sorbitol.
Sorbitol digunakan secara luas dalam industri makanan sebagai pemanis,
pelembab, pemberi tekstur dan pelembut. Dalam industri makanan, sorbitol dapat
digunakan sebagai pengganti sukrosa sehingga aman untuk penderita penyakit
diabetes karena jalur metaboliknya tidak bergantung pada insulin. Nilai kalori
makanan yang mengandung sorbitol sama tinggi dengan gula namun memiliki
tingkat kemanisannya sekitar 60% dari tingkat kemanisan sukrosa (Sroda, 2010).
Sorbitol dapat diperoleh dari konversi selulosa. Proses konversi selulosa menjadi
sorbitol diawali dengan hidrolisis selulosa menjadi monomer glukosa yang
dilanjutkan dengan reaksi hidrogenasi glukosa menjadi sorbitol (Anand, et al.,
2012).
Gambar 3. Reaksi konversi selulosa menjadi sorbitol (Kobayashi et al, 2011).
2. Xylitol
Xylitol merupakan bentuk alkohol dari xylose yang memiliki rumus kimia
C5H12O5 dan berat molekul 152,15 g/mol. Senyawa ini memiliki kelarutan
169 g/100 g air dengan pH 5-7, dimana kemanisannya sama dengan sukrosa
bahkan lebih manis dibandingkan gula alkohol lainnya (Bar, 1991).
11
Jumlah kalori xylitol tiga kali lebih kecil dibandingkan sukrosa. Gambar 4
menunjukkan struktur xylitiol.
Gambar 4. Struktur xylitol.
Xylitol umumnya digunakan sebagai pengganti gula untuk beberapa produk
pangan seperti produk coklat, permen, es krim, selai, jus, roti dan minuman.
Xylitol merupakan pengganti gula yang paling baik karena bakteri plak tidak bisa
memetabolisme xylitol dan dapat mengurangi bakteri Streptococcus mutans pada
mulut (Brown and Dodds, 2008). Xylitol dapat diperoleh dari bahan lignoselulosa
khususnya xilan atau hemiselulosa. Proses hidrolisis xilan akan membentuk xilosa
dan arabinosa yang kemudian dapat dihidrogenasi menjadi xylitol (Chandel et al,
2012). Reaksi konversi selulosa menjadi xylitol ditunjukkan pada Gambar 5.
Gambar 5. Reaksi konversi selulosa menjadi xylitol.
3. Manitol
Manitol merupakan isomer dari sorbitol. Manitol digunakan dalam industri
makanan, produk perawatan gigi, farmasi, dan berbagai industri lainnya. Manitol
juga dapat diproduksi melalui reaksi hidrolitik hidrogenasi selulosa dengan
12
bantuan katalis (Dekker, 2001). Perbedaan terbesar antara manitol dan sorbitol
ialah sorbitol bersifat higroskopis sedangkan manitol tidak. Hal ini menyebabkan
manitol lebih inert dan stabil dibanding sorbitol, sehingga manitol cocok
digunakan dalam farmasi dan sebagai suplemen. Struktur manitol ditunjukkan
pada Gambar 6.
Gambar 6. Struktur manitol.
Manitol dan sorbitol bila dikonsumsi tidak meningkatkan resiko terjadinya karies
gigi, dimana kondisi ini diakibatkan oleh naiknya keasaman dalam mulut akibat
konsumsi karbohidrat dan protein. Dari pengukuran pH, manitol dan sorbitol tidak
menyebabkan penurunan pH dalam mulut setelah dikonsumsi. Hal ini
menunjukkan bahwa konsumsi manitol maupun sorbitol tidak menyebabkan
kerusakan pada gigi, ini juga menjadi alasan manitol dan sorbitol digunakan
dalam produk perawatan gigi (Dekker, 2001). Reaksi konversi selulosa menjadi
manitol dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Reaksi konversi selulosa menjadi manitol.
13
D. Nanokatalis
Katalis secara umum didefinisikan sebagai zat yang dapat mempercepat suatu
reaksi kimia tertentu. Katalis dapat menyediakan situs aktif yang befungsi untuk
mempertemukan reaktan dan menyumbangkan energi sehingga molekul pereaktan
mampu melewati energi aktivasi secara lebih mudah. Suatu reaksi terkatalisis
merupakan siklus peristiwa dimana katalis berpartisipasi dalam reaksi dan
kembali ke bentuk semula pada akhir siklus. Aktivitas katalis biasanya
dinyatakan dalam jumlah produk yang dihasilkan dari (jumlah) reaktan yang
digunakan dalam waktu reaksi tertentu. Aktivitas katalis sangat bergantung pada
sifat kimia katalis, luas permukaan dan distribusi pori katalis. Secara umum,
katalis dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu katalis homogen dan katalis
heterogen. Penggunaan katalis heterogen lebih disukai dibandingkan katalis
homogen. Keunggulan menggunakan katalis heterogen antara lain memiliki
efisiensi yang tinggi, tidak korosif, dapat dipisahkan dari campuran reaksi, dan
dapat digunakan secara berulang (Frenzer and Maier, 2006). Katalis berbasis
logam menjadi topik penelitian terkini, salah satunya penggunaan katalis logam
untuk mensintesis gula alkohol melalui reaksi hidrolitik dan hidrogenasi selulosa
(Kobayashi et al., 2011).
Nanokatalis adalah istilah yang umum digunakan untuk katalis berukuran nano.
Nanokatalis saat ini dikembangkan karena keunggulannya dalam mengkatalisis
suatu reaksi dengan lebih cepat daripada katalis beukuran mikro (Latununuwe
dkk., 2008). Keunggulan nanokatalis ini disebabkan oleh permukaan yang luas
14
dan rasio-rasio atom yang tersebar secara merata pada permukaannya. Sifat ini
sangat mendukung dalam proses adsorpsi suatu katalis (Widegren et al., 2003).
Banyak metode yang telah dikembangkan untuk sintesis nanokatalis seperti
microemulsions, koopresipitasi, reverse micelles, metode sonokimia, metode
hidrotermal, dan metode sol-gel. Pada penelitian ini digunakan metode sol-gel
untuk mensintesis nanokomposit Ni0,55Cu0,45Fe2O4 sebagai nanokatalis. Metode
sol gel memiliki banyak keunggulan seperti dispersi yang tinggi dari spesi aktif
yang tersebar secara homogen pada permukaan katalis, tekstur porinya
memberikan kemudahan difusi dari reaktan untuk masuk ke dalam situs aktif
(Lecloux and Pirard, 1998), luas permukaan yang cukup tinggi, serta kemudahan
memasukkan satu atau dua logam aktif sekaligus dalam prekursor katalis
(Lambert and Gonzalez, 1998). Dengan alasan ini metode sol-gel ini dapat
diterapkan pada katalis.
E. Nanokomposit
Nanokomposit merupakan material padat multi fasa yang umumnya terbentuk dari
kombinasi dua atau lebih material, dimana tiap fasanya memiliki satu, dua, atau
tiga dimensi yang kurang dari 100 nm, atau struktur padat dengan dimensi
berskala nanometer yang berulang pada jarak antar bentuk penyusun struktur yang
berbeda. Pada prakteknya komposit terdiri dari 2 bagian utama yaitu fase kontinu
(matriks) dan fase diskontinu (penguat). Matriks berfungsi untuk perekat atau
pengikat dan pelindung. Matriks yang umum digunakan adalah polimer, metal,
keramik, dan lain-lain. Penguat (reinforcing) dapat berupa serat atau partikel,
15
yang berfungsi sebagai penguat dari matriks. Penguat yang umum digunakan
adalah glass, karbon, aramid, keramik alami dan kevlar.
Nanokomposit dibuat dengan menyisipkan nanopartikel (nanofiller) ke dalam
sebuah material makrokospik (matriks). Pencampuran nanopartikel ke dalam
matriks penyusun merupakan bagian perkembangan dunia nanoteknologi
(Chitraningrum, 2008). Ikatan antar partikel yang terjadi pada material
nanokomposit memainkan peranan penting pada peningkatan dan pembatasan
sifat material. Partikel-partikel yang berukuran nano tersebut memiliki luas
permukaan interaksi yang tinggi. Semakin banyak partikel yang berinteraksi,
semakin kuat pula material. Inilah yang membuat ikatan antar partikel semakin
kuat sehingga sifat mekanik material bertambah. Umumnya, material
nanokomposit menunjukkan perbedaan sifat katalis, dan struktur dibandingkan
dengan material penyusunnya (Hadiyawarman et al., 2008).
F. Reaksi Fotokatalitik
Fotokatalisis merupakan reaksi katalitik dibawah pengaruh sinar dengan panjang
gelombang tertentu yang diabsorbsi oleh reaktan untuk menurunkan energi
aktivasi sehingga mempercepat proses aktivasi dari katalis yang digunakan.
Aktivitas fotokatalis bergantung pada kemampuan katalis untuk menghasilkan
sepasang lubang elektron pada pita valensinya (Putera, 2008). Lubang ini
kemudian akan berfungsi sebagai tempat terjadinya oksidasi. Keberadaan lubang
elektron ini akan mempercepat proses transfer elektron yang terjadi. Secara
umum, fotokatalitik terbagi menjadi dua jenis, yaitu fotokatalik homogen dan
fotokatalitk heterogen. Fotokatalitik homogen adalah reaksi fotokatalitik dengan
16
bantuan oksidator seperti ozon dan hydrogen peroksida, sedangkan fotokatalitik
heterogen merupakan teknologi yang didasarkan pada radiasi sinar ultraviolet
pada semikonduktor. Ultraviolet merupakan suatu radiasi elektromagnetik yang
memiliki panjang gelombang lebih pendek daripada sinar violet yang berkisar dari
10-400 nm. Sinar UV diklasifikasikan menjadi tiga jenis berdasarkan panjang
gelombangnya, yaitu: UVA (320-400 nm), UVB (290-320 nm) dan UVC (100-
290 nm) (Masschelein, 2002).
Reaksi fotokatalitik umumnya terjadi melalui bantuan bahan semikonduktor.
Pada semikonduktor, terdapat pita energi yang memperbolehkan keberadaan
elektron, yaitu pita valensi berenergi rendah yang terisi penuh oleh elektron dan
pita konduksi yang berenergi tinggi yang kosong. Celah energi yang memisahkan
kedua pita tersebut yaitu pita terlarang atau disebut juga sebagai band gap (Eg).
Salah satu karakteristik penting semikonduktor adalah memiliki energi band gap
berkisar antara 0,2-2,5 eV. Energi celah pita yang kecil ini memungkinkan suatu
elektron memasuki level energi yang lebih tinggi. Perpindahan elektron ini dapat
terjadi karena pengaruh suhu dan penyinaran (Malvino, 1989). Untuk
berlangsungnya proses katalisis, semikonduktor memerlukan serapan energi yang
sama atau lebih dari band gap.
G. Spinel Ferrite
Spinel ferite adalah salah satu bentuk struktur senyawa yang memiliki rumus
umum AB2O4, dimana A adalah kation-kation bervalensi 2 seperti Fe, Ni, Mo
dan lain-lain yang menempati posisi tetrahedral dalam struktur kristalnya dan B
adalah kation-kation bervalensi 3 seperti Fe, Mn, Cr dan lain-lain, yang
17
menempati posisi oktahedral dalam struktur kristalnya (Kasapoglu et al., 2007;
Iftimie et al., 2006).
Terdapat tiga bentuk distribusi kation-kation dalam sruktur spinel, yaitu keadaan
normal, keadaan terbalik (inverse) dan keadaan antara normal dan terbalik. Pada
keadaan normal ion-ion logam bervalensi 2 akan terletak pada posisi tetrahedral,
pada keadaan terbalik, ion-ion logam bervalensi 2 akan terletak pada posisi
oktahedral dan keadaan antara normal dan terbalik, setengah dari ion-ion logam
bervalensi 2 dan 3 akan menempati posisi tetrahedral dan oktahedral (Manova et
al., 2005). Salah satu spinel ferrite yang telah banyak digunakan sebagai katalis
adalah nickel ferrite (NiFe2O4). Nickel ferrite ini memiliki struktur spinel terbalik
(inverse) yang mana setengah dari ion Fe mengisi pada posisi tetrahedral (posisi
A) dan sisanya menempati posisi pada oktahedral (posisi B) (Kasapoglu et al.,
2007; Maensiri et al., 2007).
H. Pektin
Pektin merupakan suatu golongan polisakarida kompleks yang umumnya
ditemukan dalam dinding sel tanaman tinggi dengan rumus molekul C6H10O7 dan
memiliki berat molekul 194,139 g/mol. Beberapa sinonim dari pektin diantaranya
2,3,4,5 Tetrahidroksilpentanal, pectinose, calcium pectinate dan trobicin. Pektin
telah banyak diaplikasikan dalam beberapa industri, diantaranya sebagai sizing
agent pada industri kertas dan tekstil, pembuatan film yang mudah terdegradasi,
dan digunakan sebagai bahan untuk preparasi pembuatan membran untuk
keperluan ultrasentrifugasi dan elektrodialisis. Pemanfaatan lain dari pektin yaitu
sebagai agen pengikat (binding agent) pada sintesis nanomaterial menggunakan
18
metode sol-gel (Djayasinga and Situmeang, 2015) dan obat-obatan (Chavan et al,
2017). Sebagai binding agent, perktin mampu mengikat ion ion logam dalam
larutan. Struktur kimia dari pektin ditunjukkan pada Gambar 8.
Gambar 8. Struktur pektin.
Pektin akan mudah terdekomposisi dan terlarut di dalam air, jika memiliki DE
lebih dari 50%, dengan pH 5-6 pada temperatur ruang. Pektin ini tergolong dalam
High Methoxyl Pectin (HMP). Sedangkan pektin yang tergolong dalam Low
Methoxyl Pectin (LMP) yaitu pektin dengan DE kurang dari 50% dan hanya dapat
larut di dalam alkali serta asam oksalat. Pektin yang umum dipasarkan adalah
pektin jenis HMP. Jenis ini secara termal akan cepat membentuk gel pada pH
(<3,5) dengan asam dan gula seperti sukrosa. Namun pada pektin jenis LMP,
pembentukan gel dapat terbentuk pada pH yang rendah (pH 3-4,5) dengan
penambahan ion-ion kalsium (Kohn, 1982). Semakin rendah kadar metoksil maka
jumlah gugus aktif pada rantai pektin akan semakin banyak, yang menyebabkan
meningkatnya aktivitas pengikatan terhadap ion logam, sehingga pektin jenis
LMP dapat digunakan sebagai pengkhelat pada preparasi katalis. Pektin jenis
LMP dapat dihasilkan dari HMP dengan proses demetilasi.
19
I. Metode Preparasi Katalis
1. Metode Sol-Gel
Metode sol-gel merupakan metode sintesis yang didasarkan pada perubahan fasa
dari suspensi koloid (sol) membentuk fasa padat kontinu (gel). Proses ini
membututuhkan peran dari prekursor aktif, umumnya berupa logam-logam
anorganik atau senyawa logam organik yang dikelilingi oleh ligan reaktif
seperti logam alkoksida. Hal ini dikarenakan sifat logam alkoksida yang mudah
bereaksi dengan air. Beberapa keunggulan metode sol-gel yaitu memiliki tingkat
stabilitas termal dan mekanik yang baik, memiliki daya tahan pelarut dan
kehomogenan yang baik dan memiliki kemurnian yang tinggi karena dapat
meminimalkan kehilangan bahan akibat penguapan.
Metode sol-gel sendiri meliputi hidrolisis, kondensasi, pematangan gel dan
pengeringan. Proses pertama yaitu pembentukan sol melalui hidrolisis secara
bertahap pada logam prekursor. Hidrolisis menggantikan ligan (-OR) menjadi
gugus hidroksil (-OH). Faktor yang sangat berpengaruh terhadap proses hidrolisis
adalah rasio pelarut polimer yang digunakan. Peningkatan rasio pelarut akan
meningkatkan reaksi hidrolisis yang mengakibatkan reaksi berlangsung cepat
sehingga waktu gelasi lebih cepat. Kedua, terjadi proses gelasi dari sol koloid
menjadi gel dengan membentuk jaringan dalam fasa cair yang kontinue, reaksi
kondensasi ini melibatkan gugus hidroksil yang terdapat pada sol koloid. Ketiga,
setelah reaksi hidrolisis dan kondensasi, dilanjutkan dengan proses pematangan
gel agar jaringan gel yang terbentuk menjadi lebih kaku, kuat, dan menyusut
20
didalam larutan. Tahapan terakhir adalah proses penguapan larutan yang tidak
diinginkan untuk menghasilkan katalis dengan luas permukaan tinggi.
2. Pengeringan Beku
Pada proses sintesis katalis, molekul-molekul pelarut sering terperangkap
dalam pori-pori katalis. Pelarut yang menempel tersebut harus dihilangkan dari
zat padatnya sampai nilai kadar airnya rendah dengan cara pengeringan.
Umumnya pengeringan dapat dilakukan dengan pemanasan pada temperatur
120°C. Namun, pemanasan dapat menyebabkan rusaknya situs aktif katalis
sehingga aktivitas katalis tidak optimal. Peningkatan temperatur yang lebih tinggi
juga dapat menyebabkan kerusakan terhadap pembentukan kisi kristal katalis dan
luas permukaannya.
Freeze Dryer merupakan suatu alat pengeringan yang termasuk
kedalam Conduction Dryer, dimana proses perpindahan terjadi secara tidak
langsung antara sampel yang akan dikeringkan (bahan basah) dan media
pemanas, dimana terdapat dinding pembatas sehingga air dalam sampel (bahan
basah) yang terlepas tidak terbawa bersama media pemanas tapi perpindahan
panas terjadi secara konduksi.Prinsip teknologi pengeringan beku ini dimulai
dengan proses pembekuan pangan, dan dilanjutkan dengan pengeringan; yaitu
mengeluarkan/ memisahkan hampir sebagian besar air dalam bahan yang terjadi
melalui mekanisme sublimasi.
Pengeringan beku mempunyai keunggulan dalam mempertahankan mutu hasil
pengeringan, khususnya untuk produk-produk yang sensitif terhadap panas.
21
Dalam katalis, metode ini digunakan untuk menghilangkan air hidrat dalam
rongga bahan katalis tanpa merusak struktur jaringan bahan tersebut (Labconco,
1996).
3. Kalsinasi
Kalsinasi merupakan salah satu proses dekomposisi termal (penguraian dengan
temperatur) pada kondisi tidak adanya oksigen. Kalsinasi diperlukan sebagai
penyiapan serbuk untuk diproses lebih lanjut dan juga untuk mendapatkan ukuran
partikel yang optimum serta menggunakan senyawa-senyawa dalam bentuk
garam atau dihidrat menjadi oksida, membentuk fase kristal. Peristiwa yang
terjadi selama proses kalsinasi antara lain:
1. Pelepasan air bebas (H2O) dan terikat (OH) berlangsung sekitar suhu
100 °C dan 300 °C.
2. Pelepasan gas CO2 berlangsung sekitar suhu 600 °C dan pada tahap ini
disertai terjadinya pengurangan berat yang cukup signifikan.
3. Pada suhu lebih tinggi (sekitar 800 °C maupun lebih) struktur kristal
sudah terbentuk, dimana pada kondisi ini ikatan di antara partikel serbuk
belum kuat dan mudah lepas. Peningkatan suhu kalsinasi akan
mempengaruhi ukuran butiran yaitu semakin kecil sehingga ikatan antar
butirannya akan semakin meningkat di daerah permukaan (Kurniawan et
al., 2014). Pembentukan fasa nikel ferit yang ekstensif terjadi pada
temperatur 300-400 °C. Fasa nikel ferit yang homogen diperoleh pada
temperatur kalsinasi 600 °C.
22
J. Karakterisasi Nanokomposit
1. Analisis Keasaman
Analisis keasaman nanokomposit dilakukan untuk mengetahui jumlah situs asam
dan jenis situs asam. Jumlah situs asam ditentukan dengan metode gravimetri
sedangkan jenis situs asam yang terikat pada katalis dapat ditentukan dengan
menggunakan Fourier Transform Infrared Spectrometry (FTIR) dari katalis yang
telah mengadsorpsi basa adsorbat lewat metode gravimetri.
a. Metode Gravimetri
Keasaman merupakan salah satu karakter penting dalam suatu padatan yang
digunakan sebagai katalis heterogen, terutama untuk melihat sejauh mana katalis
dapat mempercepat reaksi yang memerlukan keasaman. Pada teori asam-basa
Bronstead, asam adalah zat yang memiliki kecenderungan untuk melepaskan
proton (H+), sehingga keasaman suatu padatan didefinisikan sebagai kemampuan
suatu padatan untuk memberikan proton. Teori Lewis menyatakan bahwa asam
suatu zat padatan didefinisikan sebagai kemampuan suatu padatan untuk
menerima pasangan elektron. Perhitungan pusat asam pada permukaan padatan
berkenaan dengan teori asam Bronstead dan Lewis yaitu jumlah gugusan asam
Bronstead (proton) dan asam Lewis (orbital kosong yang mampu menerima
pasangan elektron) yang terdapat pada permukaan padatan (Junaidi, 2012).
Pada penelitian ini, penentuan jumlah situs asam menggunakan piridin sebagai
basa adsorbat merupakan penentuan jumlah situs asam yang terdapat pada
permukaan nanokomposit, dengan asumsi bahwa ukuran molekul piridin yang
23
relatif besar sehingga hanya dapat teradsorpsi pada permukaan nanokomposit
(Rodiansono et al., 2007). Jumlah basa piridin yang teradsorpsi pada
nanokomposit (dalam satuan mmol piridin/gram nanokomposit) dihitung dengan
rumus :
easaman w3-w
w -w piridinx mmol ...........................(1)
Keterangan :
w1 = Berat wadah
w2 = Berat wadah + sampel
w3 = Berat wadah + sampel yang telah mengadsorpsi piridin
BMpiridin = Berat molekul piridin
b. Fourier Transform Infrared Spectroscopy
FTIR merupakan alat yang digunakan untuk mengumpulkan spektrum inframerah
dari material yang dianalisis. Prinsipnya adalah terjadinya vibrasi molekul akibat
penyerapan energi, yang dalam hal ini adalah sinar infra merah. Penyerapan
energi ini akan mengakibatkan molekul (gugus fungsi) bervibrasi dengan berbagai
cara yakni, vibrasi peregangan (stretch) meliputi vibrasi ulur simetri dan vibrasi
ulur asimetri. Selain itu terdapat vibrasi penekukan (bending) meliputi vibrasi
bergoyang (rocking), pengguntingan (scissoring), pengibasan (wagging) dan
vibrasi memilin (twisting) (Utama, 2009). Informasi yang diperoleh dari analisis
menggunakan FTIR yaitu jenis situs asam yang terdapat pada sampel. Jenis situs
asam ada dua yaitu situs asam Lewis dan situs asam Bronsted-Lowry. Gambar 9
menunjukkan contoh spektrum dari dua jenis situs asam.
24
Gambar 9. Spektrum inframerah yang menunjukkan jenis situs asam.
Pada penggunaan piridin sebagai basa adsorbat, situs asam Brønsted-Lowry akan
ditandai dengan puncak serapan pada bilangan-bilangan gelombang 1485–1500,
~1620, dan~1640 cm-1
sedangkan untuk situs asam Lewis ditandai dengan
puncak-puncak serapan pada bilangan-bilangan gelombang 1447–1460, 1488–
1503, ~1580, dan 1600–1633 cm-1
(Rodiansono et al., 2007).
2. X-Ray Diffraction
Ukuran dari partikel merupakan parameter terpenting untuk mendeskripsikan
material nanokristal. Terdapat berbagai macam teknik pengukuran untuk
mengetahui ukuran particle seperti Transmission Electron Microscopy (TEM),
Scanning Probe Microscopy (SPM), Scanning Electron Microscopy (SEM) dan
X-ray diffraction (XRD). Dari keempat teknik pengukuran tersebut, XRD
memiliki keunggulan karena preparasi sampel lebih sederhana.
Difraksi sinar-X terjadi pada hamburan elastis foton-foton sinar-X oleh atom pada
kisi-kisi kristal dalam suatu material padat. Hamburan monokromatis sinar-X
dalam fasa tersebut memberikan interferensi yang konstruktif. Prinsip kerja dari
500750100012501500175020002500300035004000
1/cm
30
45
60
75
90
105
%T
34
41
.01
29
24
.09
16
12
.49
13
65
.60
11
03
.28
96
6.3
4
58
4.4
3
katalis NiCuoFeO4
Asam Bronsted-Lowry Asam Lewis
25
XRD terdiri dari empat tahap yaitu produksi, difraksi, deteksi dan interpretasi.
Gambar 10 menunjukkan contoh difraktogram dari material nickel ferrite.
Gambar 10. Pola difraksi sinar-X dari NiFe2O4 yang disintesis dengan metode
sol-gel pada suhu yang berbeda (Nogueira et al,2015).
Karakterisasi katalis yang sering dilakukan adalah menentukan luas permukaan
dan kristalinitas suatu material. Metode yang sering digunakan sebagai alternatif
dalam menentukan ukuran partikel nano adalah metode Scherrer. Metode ini
menetntukan ukuran kristal berdasarkan pelebaran puncak difraksi sinar-X yang
muncul. Metode ini sebenarnya memprediksi ukuran kristalin dalam material,
bukan ukuran partikel. Jika satu partikel mengandung sejumlah kristalit yang
kecil-kecil maka informasi yang diberikan metode Scherrer adalah ukuran
kristalin tersebut, bukan ukuran partikel. Untuk partikel berukuran nanometer,
biasanya satu partikel hanya mengandung satu kristalit. Dengan demikian, ukuran
kristal yang diprediksi dengan metode Scherrer juga merupakan ukuran partikel
(Liherlinah dkk., 2009).
26
Berdasarkan metode Scherrer, makin kecil ukuran kristal, maka makin lebar
puncak difraksi yang dihasilkan. Kristal yang berukuran besar dengan satu
orientasi menghasilkan puncak difraksi mendekati bentuk garis vertikal. Kristalit
yang sangat kecil menghasilkan puncak difraksi yang sangat lebar. Lebar puncak
difraksi tersebut memberikan informasi tentang ukuran kristalit. Hubungan antara
ukuran kristali dengan lebar puncak difraksi dapat dihubungkan dengan
persamaan Scherrer berikut :
k
β os ........................................................(2)
Keterangan :
D = ukuran partikel (nm)
k = konstanta (0,94)
= 1,5405 Å
β = radian (FWHM)
= lebar puncak
FWHM = lebar pada setengah tinggi suatu puncak difraktogram
Ketika berkas sinar-X berinteraksi dengan lapisan permukaan kristal, sebagian
sinar-X ditransmisikan, diserap, direfleksikan dan sebagian lagi dihamburkan
serta didifraksikan. Penentuan fasa kristalin dari sampel ditentukan dengan
membandingkan difraktogam sampel dengan difraktogram yang diterbitkan
JCPDF dalam PCPDFwin 1997 dengan mengambil 3 - 4 puncak dengan intensitas
tertinggi (Cullity, 1978).
27
3. Transmission Electron Microscope (TEM)
TEM memiliki fungsi untuk analisis morfologi, struktur kristal, dan komposisi
spesimen. TEM menyediakan gambar beresolusi lebih tinggi dibandingkan SEM,
dan dapat memudahkan analisis morfologi suatu partikel berukuran nanometer
menggunakan energi berkas electron sekitar 60 sampai 350 keV. TEM cocok
untuk menjadi teknik pencitraan material padat pada resolusi atomik. Informasi
struktural diperoleh dengan pencitraan resolusi tinggi dan difraksi elektron.
Contoh hasil pencitraan TEM dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 11. Mikrograf nanopartikel NiFe2O4 yang disintesis dengan beberapa
variasi suhu (Nogueira et al, 2015).
Prinsip kerja TEM dimulai dari sumber emisi (pistol elektron) yaitu tungsten
filament dan sumber lanthanum hexaboride (LaB6). Dengan menghubungkan
pistol ini dengan sumber tegangan tinggi (biasanya ~ 100-300 kV) pistol akan
mulai memancarkan elektron baik dengan termionik maupun emisi medan
elektron ke sistem vakum. ekstraksi ini biasanya dibantu dengan menggunakan
silinder Wehnelt. Interaksi elektron dengan medan magnet akan menyebabkan
28
elektron bergerak sesuai dengan aturan tangan kanan, sehingga memungkinkan
elektromagnet untuk memanipulasi berkas elektron. Penggunaan medan magnet
akan membentuk sebuah lensa magnetik dengan kekuatan fokus variabel yang
baik. Selain itu, medan elektrostatik dapat menyebabkan elektron didefleksikan
melalui sudut yang konstan. Dua pasang defleksi yang berlawanan arah dengan
intermediete gap akan membentuk arah elektron yang menuju lensa. Berbeda
dengan mikroskop optik yang lensanya bisa langsung difungsikan, optik TEM
bisa cepat berubah, TEM memiliki kekuatan lensa yang berubah-ubah. Lensa
TEM memungkinkan adanya konvergensi, dengan sudut konvergensi yang sesuai
variabel parameter, TEM berkemampuan untuk mengubah perbesaran dengan cara
memodifikasi jumlah arus yang mengalir melalui kumparan, lensa quadrupole
atau lensa hexapole.
Secara umum TEM terdiri dari tiga tahap lensing. Tiga tahapan itu adalah lensa
kondensor, lensa objektif, dan lensa proyektor. Lensa kondensor bertanggung
jawab untuk pembentukan balok primer, sedangkan fokus lensa objektif datang
melalui sampel itu sendiri (dalam STEM mode pemindaian, ada juga lensa
objektif atas sampel untuk membuat konvergen insiden berkas elektron). Lensa
proyektor digunakan untuk memperluas sinar ke layar fosfor atau perangkat
pencitraan lain, seperti film. Pembesaran TEM berasal dari rasio jarak antara
spesimen dan lensa objektif. Selain itu, lensa Quad dan hexapole digunakan untuk
koreksi distorsi balok asimetris, yang dikenal sebagai astigmatisme.
29
4. Diffuse Reflectance Spectroscopy (DRS)
Diffuse Reflectance Spectroscopy (DRS) merupakan metode yang digunakan
untuk dapat mengetahui besar energi band gap suatu material. Energi band gap
merupakan besar energi yang diperlukan untuk memindahkan elektron dari pita
valensi ke pita konduktansi dan menjadi salah satu informasi yang diperlukan
apakah suatu bahan dapat dijadikan sebagai fotokatalis atau tidak. Suatu bahan
dapat berfungsi sebagai katalis jika diiluminasi dengan foton yang memiliki
energi yang setara atau lebih dari energi band gap hυ ≥ Eg bahan yang dianalisis.
Induksi oleh sinar tersebut akan menyebabkan terjadinya eksitasi elektron (dari
pita valensi ke pita konduksi) dalam bahan semikonduktor (Richardson, 1989).
Energi band gap yang dianalisis menggunakan instrumen Diffuse Reflectance
Spectrophotometer UV-Visible. Hasil analisis yang diperoleh dari penggunaan
metode ini adalah data berupa spektrum yang menggambarkan hubungan antara
absorbansi sampel dengan panjang gelombang serta hubungan persentase
reflektan dengan panjang gelombang. Penentuan energi band gap dilakukan
dengan menggunakan hubungan Tauc (Chantharasupawong, et al., 2012 dan
Chavan, et al., 2010) yang memiliki persamaan :
α.h.v hv-Eg n
............................................(3)
dimana α merupakan koefisien absorbsi, A adalah konstanta yang bergantung pada
struktur pita dan indeks bias material, h adalah konstanta Planck, v adalah
frekuensi, Eg adalah energi band gap dan n adalah angka yang nilainya
bergantung pada tipe transisi optik dari pita valensi ke pita konduksi.
30
Berdasarkan tipe transisi optik yang terjadi, nilai n antara lain :
Transisi langsung terijinkan (direct), n = 1
Transisi langsung terlarang (direct forbidden), n = 3
Transisi tidak langsung terijinkan (indirect), n = 4
Transisi tak langsung terlarang (indirect forbidden), n = 6
Nilai koefisien absorbsi dapat diketahui dengan melihat hubungannya dengan
nilai , dimana keduanya memiliki hubungan dengan fungsi Kubelka-Munk
(F(Rꚙ)) seperti yang ditunjukkan pada persamaan 4.
α ( ) -
.............................................(4)
Nilai energi band gap dihitung dengan langkah awal melakukan plotting pada
grafik (αhv)2 terhadap hv untuk tipe transisi direct dan (αhv)
0,5 terhadap hv untuk
tipe transisi indirect kemudian dilakukan ekstrapolasi pada grafik yang memiliki
garis linear hingga mencapati titik nol pada sumbu y. Contoh ekstrapolasi pada
penentuan energi band gap dapat dilihat pada Gambar 12.
31
Gambar 12. Penentuan energi band gap dengan membuat
ekstrapolasi (Joshi et al., 2014).
K. High Performance Liquid Chromatography
High Pressure Liquid Chromatography (HPLC) merupakan salah satu metode
kimia dan fisikokimia. HPLC termasuk metode analisis terbaru yaitu teknik
kromatografi dengan fasa gerak cairan dan fasa diam cairan atau padat. Ciri khas
dari HPLC adalah penggunaan tinggi dalam mengirim fase gerak ke dalam kolom.
Perlakuan ini dapat meningkatkan laju dan efisiensi pemisahan: Beberapa
kelebihan HPLC antara lain :
32
- mudah dalam pemakaiannya
- memiliki kecepatan analisis dan kepekaan yang tinggi
- memiliki kolom pemisah yang stabil terhadap perubahan yang terjadi pada
sampel
- dapat menghindari terjadinya dekomposisi atau kerusakan bahan yang
dianalisis
- memiliki resolusi yang baik
- dapat digunakan menggunakan bermacam-macam detektor
- kolom dapat digunakan kembali
- mudah melakukan sample recovery
- limbah yang dihasilkan dari penggunaan eluen lebih sedikit (Veronika,R.M,
1999).
Komponen penting dari HPLC dapat dilihat pada diagram blok berikut:
Gambar 13. Komponen alat HPLC.
1. Pompa
Pompa berfungsi untuk mendorong eluent dan sampe masuk ke dalam
kolom.Tekanan pompa normanya berkisar 400-600 bar. Ada dua tipe pompa yang
33
digunakan, yaitu kinerja konstan (constant pressure) dan pemindahan konstan
(constant displacement). Pemindahan konstan dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
pompa reciprocating dan pompa syringe. Pompa reciprocating menghasilkan
suatu aliran yang berdenyut teratur (pulsating),oleh karena itu membutuhkan
peredam pulsa atau peredam elektronik untuk, menghasilkan garis dasar (base
line) detektor yang stabil, bila detektor sensitif terhadapan aliran. Keuntungan
utamanya ialah ukuran reservoir tidak terbatas. Pompa syringe memberikan aliran
yang tidak berdenyut, tetapi reservoirnya terbatas.
2. Injektor
Injektor berfungsi untuk memasukkan sampel ke dalam kolom. Injektor dalam
sistem HPLC harus menyediakan volume injeksi berkisar 1-100 mL dengan
reproduktivitas tinggi dan di bawah tekanan tinggi (hingga 4000 psi).
3. Kolom
Kolom atau fase diam berfungsi untuk memisahkan komponen. Keterpaduan
kolom dan eluent bisa memberikan hasil/puncak yang maksimal. Kolom dapat
dibagi menjadi dua kelompok yaitu kolom analitik dan kolom preparatif. Kolom
analitik memiliki diameter 2-6 mm dengan panjang kolom 50-100 cm sementara
kolom preparatif memiliki diameter 6 mm atau lebih besar dengan panjang kolom
25-100 cm. Kolom HPLC biasanya terbuat dari stainlessteel dan dioperasikan
pada suhu kamar maupun pada temperatur tinggi.
4. Detektor
34
Suatu detektor dipakai untuk mendeteksi adanya komponen sampel di dalam
kolom (analisis kualitatif) dan menghitung kadamya (analisis kuantitatif).
Detektor yang baik memiliki sensitifitas yang tinggi, gangguan (noise) yang
rendah, kisar respons linier yang luas, dan memberi respons untuk semua tipe
senyawa. Suatu kepekaan yang rendah terhadap aliran dan fluktuasi temperatur
sangat diinginkan, tetapi tidak selalu dapat diperoleh. Detektor HPLC yang sering
digunakan adalah antara lain detektor UV dan detektor indeks refraksi.Variabel
panjang gelombang dapat digunakan untuk mendeteksi banyak senyawa dengan
range yang lebih luas
5. Rekorder
Rekorder berfungsi untuk merekam dan mengolah data yang masuk (Weiss.J,
1995). Sinyal-sinyal yang ditangkap oleh detektor diteruskan pada komputer
untuk ditampilkan dalam bentuk puncak-puncak kromatogram (Kupiec, 2004).
Mekanisme kerja ringkas dari HPLC yaitu sampel yang dilarutkan dalam solvent
dimasukkan ke dalam aliran fasa gerak dengan cara injeksi, di dalam kolom akan
mengalami pemisahan komponen dengan adanya interaksi antara analit dengan
fase diam. Analit yang interaksinya kurang kuat dengan fase diam akan keluar
dari kolom terlebih dahulu. Sedangkan analit yang interaksinya kuat akan keluar
lebih lama. Setiap komponen yang keluar dari kolom akan dideteksi oleh detektor
kemudian direkam dalam bentuk kromatogram. kromatogram dari beberapa gula
alkohol ditunjukkan pada Gambar 14.
35
Gambar 14. Contoh kromatogram beberapa gula alkohol (Gembrecka et al,
2014).
Dalam penelitian ini, setiap analit diinjeksikan kedalam kolom HPLC dengan
volume 10 µL dan waktu analisis selama 15 menit. Kromatogram gula-gula
alkohol seperti eritritol, xylitol, sorbitol dan manitol kemudian monosakarida
seperti glukosa dan fruktosa muncul pada waktu retensi kurang dari 24 menit
sedangkan sukrosa, maltitol, dan maltosa kromatogramnya muncul pada waktu
retensi antara 28-38 menit (Grembecka et al., 2014).
36
III. METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik-Fisik Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. Analisis
keasaman (FTIR) dilakukan di Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi Badan Tenaga
Nuklir Nasional, Serpong. Analisis struktur kristal (XRD) dilakukan di Pusat
Sains dan Teknologi Bahan Maju, Badan Tenaga Nuklir Nasional, Serpong.
Analisis morfologi katalis (TEM) dilakukan di Laboratorium Anorganik
Universitas Gadjah Mada. Analisis energi band gap (DRS) dilakukan di
Laboratorium Kimia Analisis Universitas Indonesia. Analisis hasil konversi
nanoselulosa menjadi gula alkohol menggunakan HPLC dilakukan di
PT. Saraswanti Indo Genetech (SIG) Bogor. Penelitian ini dilakukan dari bulan
Maret 2018 sampai dengan bulan Juni 2018.
B. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan adalah Fourier Transform Infrared Spectrophotometer
(FTIR) tipe SHIMADZU PRESTIGE 21, X-Ray Diffractometer (XRD) tipe
Miniflex 600 Rigaku, Transmission Electron Microscope (TEM) tipe JEOL JEM
37
1400, Diffuse Reflectance Spectrophotometer (DRS) tipe Shimadzu UV-2450,
High Performance Liquid Chromatography (HPLC) tipe Waters Breeze RID-
PDA, alat ultrasonikasi tipe Bandelin Sonorex Technik, heat magnetic strirrer
tipe Stuart heat-stir CB162 , freeze dryer tipe ModulyoD Freeze Dryer, lampu UV
125 Watt merek Solar Glo, oven, freezer, neraca digital, sentrifuge, mortar agate,
desikator, reaktor uji katalitik, termometer, spatula, botol dan selang infus serta
peralatan gelas.
Bahan-bahan yang digunakan adalah nikel nitrat (Ni(NO3)2 .6H2O), tembaga
nitrat (Cu(NO3)2.3H2O), feri nitrat (Fe(NO3)3.9H2O), kulit pisang, akuades,
pektin, amoniak, piridin, kertas saring, indikator pH, gas hidrogen, NaOH,
NaClO2 dan HNO3..
C. Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap yang dimulai dengan isolasi
selulosa dari kulit pisang, pembuatan nanoselulosa, sintesis nanokomposit yang
dilanjutkan dengan karakterisasinya, konversi nanoselulosa melalui reaksi
fotokatalisis dan analisis hasil konversi.
1. Isolasi Selulosa dari Kulit Pisang
Isolasi selulosa dimulai dengan cara memotong kulit pisang menjadi ukuran yang
lebih kecil, kemudian dijemur hingga kering. Proses pengeringan ini dilanjutkan
dengan penggilingan sehingga didapatkan serbuk kulit pisang berwarna coklat
kehitaman. Bubuk yang diperoleh diambil sebanyak 50 gram dan dimasukkan
dalam labu bulat dan ditambahkan larutan NaOH 4%. Campuran tersebut
38
direfluks pada suhu 100-120 °C selama 2 jam. Hasil dari proses refluks tersebut
kemudian disaring dan dicuci dengan akuades sebanyak 4 kali untuk memisahkan
lignin dan hemiselulosa. Setelah itu, proses bleaching dilakukan dengan cara
memasukkan 60 gram bubuk selulosa pada labu bulat dan ditambahkan 400 mL
larutan NaClO2 5,12% dan larutan buffer asetat pH 5, lalu direfluks pada
temperatur 110-130 °C selama 4 jam. Hasil refluks yang diperoleh kemudian
didinginkan dan dicuci dengan akuades hingga padatan putih selulosa diperoleh.
Selulosa yang diperoleh kemudian dikeringkan menggunakan freeze-dryer selama
24 jam (Zain et al., 2014; Shankar and Jong-Whan, 2016).
2. Pembuatan Nanoselulosa
Nanoselulosa dibuat dengan cara menyiapkan bubuk selulosa sebanyak 10 gram
dan dimasukkan dalam labu bundar bervolume 1 L dan ditambahkan larutan
HNO3 50% . Campuran tersebut kemudian disonikasi selama 25 jam lalu
direfluks selama 45 menit pada suhu 60 °C. Proses selanjutnya yaitu penambahan
akuabides sebanyak 200 mL pada larutan yang telah direfluks kemudian
didinginkan. Sampel yang sudah didinginkan kemudian disentrifugasi selama 15
menit dengan kecepatan 3500 rpm. Proses pencucian kemudian diulangi
menggunakan akuabides hingga pH cairan mendekati 7. Larutan selulosa
dikeringkan kembali dengan freeze dryer. Nanoselulosa yang diperoleh disimpan
pada suhu 4 °C sebelum digunakan ( Zain et al., 2014 dan Shankar Rhim, 2016 ).
39
3. Sintesis Nanokomposit Ni0,55Cu0,45Fe2O4
Nanokomposit Ni0,55Cu0,45Fe2O4 disintesis dengan tahap awal yaitu melarutkan 8
gram pektin dengan 400 mL akuades menggunakan heat magnetic stirrer pada
suhu ruang selama ± 2 jam hingga terbentuk larutan yang homogen. Larutan
amoniak pekat ditambahkan pada larutan pektin tersebut sebanyak 40 mL hingga
pH larutan 11. Perlakuan selanjutnya yaitu penambahan secara bersamaan dan
perlahan larutan nikel nitrat 1,38 gram dalam 85 mL akuades, tembaga nitrat
0,918 gram dalam 75 mL akuades dan larutan feri nitrat 6,827 dalam 400 mL
akuades pada larutan pektin sambil diaduk hingga terbentuk larutan yang
homogen. Larutan berisi logam, pektin dan amoniak tersebut dipanaskan pada
temperatur 70-80 °C sampai terbentuk gel. Gel yang terbentuk dikeringkan selama
24 jam dengan alat freeze dryer. Padatan nanokomposit yang terbentuk
dikalsinasi pada suhu 600 °C selama 11 jam. Kalsinasi dilakukan melalui
beberapa tahap. Tahap pertama dilakukan pemanasan dari suhu ruang (temperatur
30 °C) hingga mencapai suhur 120 °C dengan kenaikan 2 °C /menit, kemudian
ditahan selama 2 jam. Tahap kedua, temperatur dinaikkan dari temperatur 120 °C
sampai temperatur 350 °C dan ditahan selama 2 jam. Selanjutnya, temperatur
dinaikkan kembali menjadi 600 °C kemudian ditahan lagi selama 2 jam. Setelah
suhu maksimal tercapai, proses kalsinasi dihentikan dan didiamkan sampai
kembali pada suhu kamar. Bubuk nanokomposit Ni0,55Cu0,45Fe2O4 yang diperoleh
selanjutnya digerus sampai halus dengan mortar agate kemudian ditimbang
(Djayasinga and Situmeang, 2015)
40
4. Karakterisasi Nanokomposit Ni0,55Cu0,45Fe2O4
a. Analisis Keasaman Nanokomposit
Situs asam secara kuantitatif ditentukan dengan metode gravimetri melalui proses
kemisorpsi basa piridin. Metode gravimetri dilakukan dengan menyiapkan wadah
kosong yang sudah diketahui massanya kemudian diisi dengan 0,1 gram serbuk
nanokomposit dan dimasukkan ke dalam desikator yang telah divakumkan selama
2-3 jam untuk menghilangkan udara didalamnya. Pada bagian bawah wadah berisi
nanokomposit tersebut diletakkan wadah berisi basa piridin kemudian ditutup
rapat dan dibiarkan selama 24 jam. Setelah 24 jam, nanokomposit yang telah
mengadsorpsi basa piridin dikeluarkan dan didiamkan di tempat terbuka selama 2
jam agar basa yang terikat secara adsorbsi fisika terlepas kembali. Wadah tersebut
ditimbang kembali, dimana selisih berat katalis tersebut merupakan banyaknya
basa yang teradsorpsi pada permukaan nanokomposit.
Penentuan jenis situs asam Bronsted-Lowry dan situs asam Lewis dilakukan
secara kualitatif dengan menggunakan alat FTIR. Sampel katalis yang telah
mengadsorpsi basa adsorbat dicampur dengan KBr, dengan perbandingan 1:50
atau 1:100. Kemudian sampel yang sudah dicampur dengan KBr dibentuk
menjadi tablet, lalu dimasukkan ke dalam vessel sampel. Setelah itu sampel
diukur menggunakan FTIR pada daerah bilangan gelombang 1200–2100 cm-1
(Rodiansono dkk, 2007)..
41
a. Analisis Struktur Kristal Nanokomposit
Struktur kristal diidentifikasi mengunakan alat X-ray Difractometer(XRD).
Struktur kristal ditentukan dengan mengambil data 3-4 puncak hasil analisis yang
memiliki intensitas tertinggi dan dibandingkan dengan standar data difraktogram
yang diterbitkan oleh JCPDF dalam program PCPDF win 1997. Ukuran partikel
nanokomposit dihitung menggunakan persamaan Scherrer (Cullity,1978).
b. Analisis Morfologi Nanokomposit
Penentuan morfologi dilakukan menggunakan alat Transmission Electron
Microscope (TEM). Sampel nanokomposit dipersiapkan sampai ketebalan 20 µm.
Selanjutnya sampel ditembak dengan ion Argon sampai berlubang dan berkas
yang menembus sampel akan dibaca oleh detektor kemudian data diolah menjadi
gambar (Bendersky and Gayle, 2001).
c. Analisis Energi Band Gap
Energi band gap ditentukan dengan menentukan panjang gelombang serapan
maksimum menggunakan UV-Vis Reflectance Spectrophotometer, kemudian
ditentukan besar energi band gap dengan satuan eV.
5. Uji Katalitik Nanokomposit
a. Konversi Nanoselulosa menjadi Gula Alkohol
Nanoselulosa seberat 0,5 gram dicampurkan ke dalam gelas kimia berisi 100 mL
akuades. Larutan nanoselulosa ditambahkan dengan nanokomposit
42
Ni0,55Cu0,45Fe2O4 sebanyak 0,1 gram dan dialirkan gas hidrogen. Lampu UV
dipasangkan dengan jarak 10-15 cm ke permukaan reaktor (Manurung et al,
2015). Kekuatan energi lampu UV yang digunakan sebesar 125 W. Variasi
lamanya waktu radiasi sinar UV yaitu 15, 30, 45 dan 60 menit. Sampel diambil
sebanyak 10 mL dari tiap variasi waktu penyinaran untuk dianalisis secara
kualitatif dan kuantitatif untuk melihat kandungan gula alkohol dalam sampel.
Rancangan reaktor konversi ditunjukkan pada Gambar 15.
Gambar 15. Rancangan Reaktor Konversi. 1.Tabung gas hidrogen; 2. Selang
penghantar gas hidrogen; 3. Reaktor konversi; 4. Lampu UV;
5. Wadah larutan nanoselulosa dan nanokomposit; 6. Pengaduk.
b. Analisis Hasil Konversi Nanoselulosa
Hasil konversi nanoselulosa yang telah diperoleh kemudian dianalisis untuk
mengetahui kandungan gula alkohol yang terkandung dalam larutan hasil
konversi. Pada uji kualitatif, larutan hasil konversi nanoselulosa dianalisis
menggunakan reagen Fehling untuk melihat adanaya gula reduksi yang terbentuk.
Pada uji kuantitatif, sampel diuji menggunakan reagen DNS (3,5 dinitrosalicylic
acid) dengan cara mencampurkan 1 ml larutan sampel dengan 1 mL reagen DNS .
Campuran keduanya kemudian dipanaskan menggunakan penangas air selama 10
43
menit untuk melihat perubahan warna campuran dan ditentukan kadar glukosa
yang terbentuk menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang
540 nm. Sampel dengan kandungan glukosa paling tinggi kemudian dianalisis
dengan High Performance Liquid Chromatography (HPLC) untuk melihat
konsentrasi gula alkohol yang terdapat pada sampel tersebut.
69
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, didapatkan kesimpulan yaitu :
1. Selulosa berukuran nano telah berhasil dibuat dengan ukuran partikel 20,81
nm dan penggunaan pektin sebagai agen pengemulsi terbukti dapat
menghasilkan nanokomposit
2. Hasil analisis struktur nanokomposit Ni0,55Cu0,45Fe2O4 menunjukkan bahwa
fasa kristalin yang dominan yaitu NiFe2O4 dan CuFe2O4 dengan ukuran
kristal yaitu 34,57 nm.
3. Situs asam Lewis mendominasi pada permukaan nanokomposit
Ni0,55Cu0,45Fe2O4
4. Jumlah situs asam pada nanokomposit Ni0,55Cu0,45Fe2O4 yaitu 1,42 mmol
piridin/ gram nanokomposit.
5. Nilai energi band gap dari nanokomposit Ni0,55Cu0,45Fe2O4 sebesar 1,99 eV.
Hal ini menandakan bahwa nanokomposit tersebut dapat bekerja di bawah
pengaruh sinar tampak dan sinar UV.
6. Hasil analisis morfologi nanokomposit Ni0,55Cu0,45Fe2O4 menunjukkan
terbentuknya struktur yang menjadi ciri khas dari spinel ferrite dengan ukuran
rata-rata sebesar 30,89 nm.
70
7. Nanokomposit Ni0,55Cu0,45Fe2O4 memiliki aktivitas katalitik untuk
mengkonversi nanoselulosa dengan persentase nanoselulosa terkonversi
paling besar yaitu 26 % pada waktu konversi 45 menit.
8. Konversi nanoselulosa menggunakan nanokomposit Ni0,55Cu0,45Fe2O4
terbukti menghasilkan gula reduksi yang ditandai dengan terbentuknya
endapan merah bata pada uji kualitatif menggunakan reagen Fehling.
9. Hasil uji kuantitatif pada larutan hasil konversi menggunakan reagen DNS
menunjukkan terbentuknya glukosa dengan konsentrasi terbesar yaitu 125,14
ppm pada waktu konversi 15 menit.
10. Berdasarkan hasil uji menggunakan HPLC, diketahui bahwa gula alkohol
sorbitol belum terdeteksi pada larutan hasil konversi.
B. SARAN
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka pada penelitian selanjutnya
disarankan untuk :
1. Memastikan gas H2 yang mengalir selama proses konversi stabil pada
masing-masing larutan nanoselulosa yang akan dikonversi.
2. Menggunakan alat ukuran intensitas cahaya untuk memastikan cahaya yang
berasal dari lampu mengenai larutan nanoselulosa yang akan dikonversi.
3. Memilih larutan hasil konversi yang memiliki kandungan glukosa terendah
untuk analisis kandungan gula alkohol menggunakan HPLC.
4. Menggunakan sinar tampak saat proses konversi nanoselulosa.
71
DAFTAR PUSTAKA
A. Kumar, A. Mukasyan and E. Wolf. 2010. Impregnated Layer Combustion
Synthesis Method for Preparation of Multicomponent Catalysts for The
Production of Hydrogen from Oxidative Reforming of Methanol. Applied
Catalysis A. 372(2):175-183.
Anand, A., Kulkarni, R.D., Gite, V.V. 2012. Preparation and Properties of Eco-
Friendly Two Pack PU Coatings Based on Renewable Source (Sorbitol)
and Its Property Improvement by Nano ZnO. Progress in Organik
Coatings. 747(4): 764-767.
Bar, A. 1991. Xylitol Alternative Sweetener 2nd Edition. Marcel Dekker, Inc.
Hongkong. Pp. 349-376.
Bendersky, L.A and Gayle, F.W. 2001. Electron Diffraction Using Transmission
Electron Microscopy. Journal of Research of The National Institute of
Standards and Technology. 106(6): 997-1012.
Brown, J.P and Dodds, M.W. J. 2008. Dental Caries and Associated Risk Factors.
In: Cappelli Dp and Mobley CC. Prevention and Clinical Oral Health
Care. MO: Elsevier/Mosby. St.Louis. Pp 49-53.
Cahyadi, W. 2006. Bahan Tambahan Pangan. Bumi Aksara. Jakarta. Hal. 52.
Chandel, A.K and Silverio da Silva, S. 2012. D-Xylitol: Fermentative Production,
Application and Commercialization. Springer Science & Business Media.
New York. Pp. 41.
Chantarasupawong, P., Reji, P., Tamio, E., Jayan, T. 2012. Enhanced
Optical Limiting in Nanosized Mixed Zinc Ferrites. Applied Physics
Letters. 100(22108): 1-4.
Chavan, S., Suvarna, D., Sandhya, B., Vipul, J., Laxmikant, B., Sunil, P. 2017.
Isolation of Pectin From Orange Peel and Its Use as Binder in Tablet
Formation. World Journal of Pharmacy and Pharmaceutial Sciences.
6(4):1964-1969.
72
Chavan, S.M., M.K. Babrekar, S.S More, and K.M. Jadhav. 2010. Structural and
Optical Properties of Nanocrystalline Ni-Zn Ferrite Thin Films. Journal
of Alloys and Compounds. 507: 21-25.
Chen, W., H. Yu, Y. Liu and Y. Hai . 2011. Individualization of Cellulose
Nanofibers From Wood Using High-Intensity Ultrasonication Combined
With Chemical Pretreatments. Carbohydrate Polymers. 83(4): 1804-1811.
Chitraningrum, N. 2008. Sifat Mekanik dan Termal pada Bahan Nanokomposit
Epoxy-clay Tapanuli. (Skripsi). Departemen Fisika. FMIPA. UI. Depok.
Hal. 23-27.
Corma, A., Iborra, S., Velty A. 2007. Chemical Routes for The Transformation
of Biomass Into Chemicals. Chemical Reviews. 107:2411-2502.
Costa, L. A. D. S., A. F. Fonseca, F. V. Pereira, and J. I. Druzian. 2015.
Extraction and Characterization of Cellulose Nanocrystals From Corn
Stover. Cellulose and Chemistry Technology. 49(2): 127-133.
Crocker, Mark and Crofcheck, Czarena. 2006. Energia: Biomass Conversion to
Liquid Fuels and Chemical. University of Kentucky. Lexington. Pp. 17.
Cullity, B.D. 1978. Element of X-ray Diffraction 2nd Edition. Addison-Wesley
Publishing Company Incorporation. Philippines. Pp. 397-398.
Dekker, M. 2001. Alternative Sweeteners 3rd Edition, Edited by Lyn O'Brien-
Nabors. CRC Press. New York. Pp. 354-356.
Djayasinga, R and Situmeang, R. 2015. Preparation and Characterization of
Nanosize Spinel Ni0,9Cu0,1Fe2O4 Using Pectin as Binding Agent.
Proceedings of IConSSE FSM SWCU. Pp. 48-55.
Di Paola A, Garcia-Lopez E, Marci G, Palmisano L. (2012). A Survey of
Photocatalytic Materials for Environmental Remediation. Journal of
Hazardous Materials. 211-212: 3-29.
Faungnawakij. K., Shimoda. N., Fukunaga. T., Kikuchi. R., Eguchi. K. 2009.
Crystal Structure and Surface Species of CuFe2O4 Spinel Catalysts in
Steam Reforming of Dimethyl Ether. Applied Catalysis B. 92:341-350.
Fengel, D and Wegener, G. 1984. Wood, Chemistry, Ultrastructure, Reactions.
Waster & Grugter. New York. Pp. 38-39.
Frenzer, G and Maier, W. F. 2006. Amorphorous Pourous Mixed Oxides Sol-Gel
Ways to a Highly Versatile Class of Materials and Catalysts. Annual
Review of Materials Reseach. 36:281-331.
73
Friedel, W.L. 2002. Encyclopedia of Industrial Chemistry : Carbohydrated as
Organic Raw Materials. Technische Universitast Darmstadt. Darmstadt.
Pp. 588.
Fukuoka, A and Dhepe, P.L. 2006. Catalytic Conversion of Cellulose Into Sugar
Alcohols. Angewandte Chemie. 45:5161-5163.
Fukuoka, A., Dhepe, P., Hara, K., Ito, Y., Kobayasi, H. 2008. Synthesis of
Sugar Alcohols by Hydrolytic Hydrogenation of Cellulose Over Supported
Metal Catalysts. Green Chemistry. 13(2):326-333.
Gao, N., Liu, S., Han, Y., Xing, C., Li, A. 2015. Steam Reforming Of Biomass
Tar for Hydrogen Production Over NiO Ceramic Foam Catalyst.
International Journal of Hydrogen Energy. 40:7983-7990.
Grembecka, ., Lebiedzińska, ., Szefer, P. 4. Simultaneous Separation and
Determination of Erythritol, Xylitol, Sorbitol, Mannitol, Maltitol,
Fructose, Glucose, Sucrose And Maltose In Food Products by High
Performance Liquid Chromatography Coupled to Charged Aerosol
Detector. Microchemical Journal. 117:77-82.
Hadyawarman. 2008. Fabrikasi Material Nanokomposit Superkuat, Ringan dan
Transparan Menggunakan Metode Simple Mixing. Jurnal Nanosains dan
Nanoteknologi. 1(1):14-21.
Hasdinawani, J.N., Azlina, H.N., Norita, H., Bonnia, N.N., Ratim, S., Ali,E.S.
2016. Synthesis of ZnO Nanostructures Using Sol-Gel Method. Procedia
Chemistry. 19:211-216.
Hernawati dan A. Aryani. 2007. Kajian Sifat Fisik dan Kimia Tepung Kulit
Pisang Hasil Pengeringan Oven dan Jemur. FPMIPA Universitas
Pendidikan Indonesia. Bandung. Hal. 15-16.
Iftimie, N., Rezlescu, E., Popa, P.D., and Rezlescu, N. 2006. Gas Sensitivity of
Nanocrystalline Nickel Ferrite. Journal of Optoelectronics and Advanced
Materials. 8(3):1016-1018.
Jiang, Chengjun. 2014. Hydrolytic Hydrogenation of Cellulose to Sugar Alcohols
by Nickel Salts. Cellulose Chemistry and Technology. 48(1-2) :75-78.
Johnson, E.L., dan Stevenson, R. 1991. Dasar-Dasar Kromatografi Cair.
Penerbit ITB. Bandung. Hal. 12-16.
Joshi,S., Manoj, K., Sandeep, C., Geetika, S., Mukesh, J., V.N, S. 2012.
Structural, Magnetic, Dielectric and Optical Properties of Nickel Ferrite
Nanoparticles Synthesized by Co-Precipitation Method. Journal of
Molecular Structure. 1076:55-62.
74
Kasapoglu, N., A. Baykal, M. S. Toprak, Y. Koseoglu, and H. Bayrakdar. 2007.
Synthesis and Characterization of NiFe2O4 Nano-Octahedrons by
Edtaassisted Hydrothermal Method. Turkish Journal of Chemistry. 31:
659-666.
Kobayashi, H., Yukiko, I., Tasuku, K., Yuto, H., Paresh L, D., Koji, K., Kenji, H.,
Atsushi, F. 2011. Synthesis of Sugar Alcohols by Hydrolytic
Hydrogenation of Cellulose Over Supported Metal Catalysts. Green
Chemistry. 13:326-333.
Kupiec, Tom. 2004. Quality-Control Analytical Methods: High-Performance
Liquid Chromatography. International Journal of Pharmaceutical
Compounding. 8(3):223-227.
Kurniawan. 2014. Studi Pengaruh Variasi Suhu Kalsinasi Terhadap Kekerasan
Bentuk Morfologi, dan Analisis Porositas Nanokomposi CaO/SiO2 Untuk
Aplikasi Bahan Biomaterial. Jurnal Pendidikan Fisika dan Aplikasinya.
Universitas Negeri Surabaya. 4(2): 23-26.
Labconco. 1996. Manual Book of Freeze Dry. USA. Pp 1-2.
Lambert C.K and Gonzalez, R.D. 1998. The Importance of Measuring The Metal
Content of Supported Metal Catalysts Prepared By The Sol Gel Method.
Applied Catalysis A: General. 172: 233-239.
Latununuwe, A., Setiawan, A., Lubis, P., Yulkifli, Winata, T., dan Sukirno. 2008.
Penumbuhan Nanokatalis Co-Fe dengan Metode Sputtering (online).
http://file.upi.edu. Diakses pada 20 Oktober 2017.
Lawrencekok. 2011. Glucose Assay using Colorimetry.
http://lawrencekok.com/2011/06/ib-biology-enzyme-kinetics-sucrose.html.
Diakses pada 16 November 2018.
Lecloux, A.J and Pirard, J.P. 1998. Surface Function High Temperature Catalysts
Trough Sol-Gel Synthesis. Journal of Non-Crystalline Solids. 225: 146-
152.
Lee, Koon-Yang. 2018. Nanocellulose and Sustainability : Production,
Properties,Application and Case Studies. CRC Press. London. Pp 72-74.
Liherlinah., Abdullah, M. dan Khairurrijal. 2009. Sintesis Nanokatalis
CuO/ZnO/Al2O3 Untuk Mengubah Metanol Menjadi Hidrogen Untuk
Bahan Bakar Kendaraan Fuel Cell. Jurnal Nanosains dan Nanoteknologi.
1:90-95.
Lim, D.J., Crittenden, J. And Ravannele, R. 2011. The Conversion of Cellulose
Into Sorbitol Over Alumina-Supported Platinum Catalyst. Georgia Tech
Environmental Engineering Research Internship Program. 1:1-28.
75
Liu, Q., Q. Zhang, J. E. Mark and I. Noda. 2009. A Novel Biodegradable
Nanocomposite Based On Poly (3-Hydroxybutyrate-Co-3 Hydroxy
hexanoate) And Silylated Kaolinite/Silica Core–Shell Nanoparticles.
Applied Clay Science. 46: 51-56.
Liu, Y., Chen, L., Wang, T., Xu, Y., Zhang, Q., Ma, L., Liao, Y., and Shi, N.
2014. Direct Conversion of Cellulose Into C6 Alditols Over Ru/C
Combined with H+ - Released Boron Phosphate in an Aqueous Phase.
Royal Society of Chemistry Advances. 4:52402-52409.
Maensiri, S., C. Masingboon, B. Bonochom and S. Seraphin. 2007. A Simple
Route to Synthesize Nickel Ferrite (NiFe2O4) Nanoparticles Using Egg
White. Scripta Materialia. 56: 797-800.
Manova, E., Tsoncheva, T., Estournes, C., Paneva, D., Tenchev, K., Mitov, I., and
Petrov, L. 2005. Nanosized Iron And Iron-Cobalt Spinel Oxides As
Catalysts for Methanol Decomposition. Applied Catalyst A General.
300: 170-180.
Malvino, A.P. 1989. Aproksimasi Rangkaian Semi Konduktor (Pengantar
Transistor Rangkaian Terpadu). Erlangga. Jakarta. Hal. 487-494.
Manurung, P., Rudi, S, Ediman, G., I. Pardede. 2015. Synthesis and
Characterization of Titania-Rice Husk Silica Composites as Photocatalyst.
Indonesian Journal Chemistry. 15: 38-40.
Nugroho, A.E. 2009. Manggis (Garcinia mangostana L.) : Dari Kulit Buah Yang
Terbuang Hingga Menjadi Kandidat Suatu Obat. Universitas Gadjah
Mada. Yogyakarta. Hal. 38-40.
Nogueira, N.A.S., Utuni, V.A.S., Silva, Y.C., Kiyohara, P.K., Vasconcelos, I.F.,
Miranda, M.A.R., Sasaki, J.M. 2015. X-Ray Diffraction and Mossbauer
Studies on Superparamagnetic Nickel Ferrite (NiFe2O4) Obtained by The
Proteic Sol-Gel Method. Material Chemistry and Physics. 163:402-406.
Peng, B. L., Dhar, N., Liu H.L., K. C. Tam. 2011. Chemistry Applications of
Nanocrystalline Cellulose and Its Derivate : A Nanotechnology
Perspective. The Canadian Journal of Chemical Engineering. 89: 1191-
1206.
Pinna, F. 1998. Supported Metal Catalyst Preparation. Catalysis Today.
41(1):129-137.
Puspawati, S., Wagiman., Makhmudun, A., Darmawan, A.N., Haslianti. 2015.
The Production of Bioethanol Fermentation Substrate From Eucheuma
Cottonii Seawed Through Hydrolysis by Celullose Enzyme. Agriculture
and Agricultural Science Procedia. 3:200-205.
76
Putera, D.D. 2008. Sintesis Fotokatalisis CuO/ZnO untuk Konversi Metanol
Menjadi Hidrogen. (Skripsi). Program Studi Kimia Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Bandung. Bandung. Hal
69-70.
Ramayanti, S dan Purnakarya, I. 2013. Peran Makanan Terhadap Terjadinya
Karies Gigi. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 7(2):89-93.
Ribeiro, S.L., Juan, J.D., Jose, J.M.O., M.Fernando, R.P. 2017. Carbon Supported
Ru-Ni Bimetallic Catalysts for The Enhanced One-Pot Conversion Of
Cellulose to Sorbitol. Applied Catalysis B: Environmental. 217: 265-274.
Richardson, T.J. 1989. Principle of Catalyst Development. Plenum Press. New
York and London. Pp.25-26.
Rodiansono, W., Trisunaryanti and Triyono. 2007. Pembuatan, Karakterisasi dan
Uji Aktifitas Katalis Nimo/Z Dan Nimo/Z-Nb2O5 Pada Reaksi
Hidrorengkah Fraksi Sampah Plastik Menjadi Fraksi Bensin. Berkala
MIPA. 17: 43-54.
Rcyzkowski, J. 2001. Infrared Spectroscopy In Catalysis. Catalysis Today.
68:263-381.
Sari, S. Karlina. 2016. Konversi Selulosa Menjadi Gula Alkohol Menggunakan
Katalis LaCr0,7Mo0,3O3±δ. (Skripsi). Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Lampung. Bandar Lampung. Hal. 32-33.
Shankar, Shiv and Jong-Whan, Rhim. 2016. Preparation of Nanocellulose from
Micro-Crystalline Cellulosa: The Effect On The Performance And
Properties Of Agar-Based Composite Films. Carbohydrate Polymers.
135:18-26.
Sjostrom, E. 1981. Wood Chemistry: Fundamentals and Applications. Academic
Press. New York. Pp.122-123.
Sridhar Rapolu, Dachepalli Ravinder, K.Vijaya Kumar. 2012. Synthesis and
Characterization of Copper Substituted Nickel Nano-Ferrites by Citrate-
Gel Technique. Advances in Materials Physics and Chemistry. 2:192-199.
Sroda, R. 2010. Nutrition for a Healthy Mouth 2nd Edition. Lippincots Wiliams
and Wilkins. Baltimore. 45-46.
Streetman, B.G and Banerjee, S. 2006. Solid State Electronic Devices 6th
Edition. Pearson. London. Pp.106.
77
Suri, A., Yuniarti, S., Rumondang, B. 2013. Pengaruh Lama Fermentasi
Terhadap Kadar Bioetanol Dari Fermentasi Glukosa Hasil Hidrolisis
Selulosa Tandan Kosong Kelapa Sawit (Elaeis guineensis jack) Dengan
HCl 30% Menggunakan Ragi Roti. Jurnal Saintia Kimia. 1(2):1-7.
Susanti, R. 2017. Uji Aktivitas Katalis Nanokomposit Ni0,5Cu0,5Fe2O4
Dalam Mengkonversi Nanoselulosa menjadi Gula Alkohol Yang
Diiradiasi Sinar UV. (Skripsi). Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Lampung. Bandar Lampung. Hal. 45-60.
Swoboda, A. R., and G. W. Kunze. 2006. Infrared Study of Pyridine Adsorbed
on Montmorillonite Surface. Texas Agricultural Experiment Station.
13:277-288.
Tibolla, H., F. M. Pelissari, and F. C. Menegalli. 2014. Cellulosa Nanofibers
Produced from Banana Peel by Chemical and Enzymatic Treatment.
LWT- Food Science and Technology. 59 (2) : 1311-1318.
Van, D., Geboer, J., Dusselier, Zhang, L., Van, T. G., Jacobs, P., and Sels, B.
Selective Bifunctional Catalytic Conversion of Cellulose Over Reshaped
Ni Particles at The Tip Of Carbon Nanofibers. Chemical Sustainable
Chemistry. 3: 698-701.
Veronika R. Meyer. 1999. Practical High Performance Liquid Chromatography
3rd Edition. John Wiley & Sons. New York. Pp.96-97.
Widegren, J., Finke, R., and Mol, J. 2003. Preparation of A Multifunctional Core-
Shell Nanocatalyst and Its Characterization by Hrtem. Journal of
Molecular Catalysis A: Chemical. 191: 187.
Wu, Y., and Wang, X. 2011. Preparation And Characterization of Single-Phase
Α-Fe2O3 Nano-Powders by Pechini Sol–Gel Method. Materials Letters.
65: 2062-206.
Zain, S.K., Lee, H.V., and Hamid, S.B.A. 2014. Conversion of Lignocellulosic
Biomass to Nanocellulose: Structure and Chemical Process. The Scientific
World Journal. 11: 20.
Zaki, M.I., Hasan, M.A., Al-Sagheer, F.A., and Pasupulety, L. 2001. In situ FTIR
Spectra Of Pyridine Adsorbed On SiO2–Al2O3, TiO2, ZrO2, and CeO2
General Considerations for The Identification of Acid Sites on Surfaces of
Finely Divided Metal Oxides. Colloids and Surfaces A: Physicochemical
and Engineering Aspects. 190(3): 261-274..