kontribusi indonesia dalam hubungan south-south
TRANSCRIPT
Indonesian Journal of International Relations, Vol. 4, No. 2, pp. 164-186 © 2020 Indonesian Association for International Relations ISSN 2548-4109 electronic ISSN 2657-165X printed
KONTRIBUSI INDONESIA DALAM HUBUNGAN SOUTH-SOUTH COOPERATION PERIODE 2016-2018
Naufal Dzikri Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Abstract
Indonesia as one of the developing countries that embraces free and active foreign policy, participated in the development of other developing countries in South-South Cooperation. This participation is also stated in the opening mandate of UUD 1945 to increase Indonesia’s role in international development cooperation. Indonesia’s contribution become an interesting topic to discuss because Indonesia is one of the development countries that are quite influential for other countries. This journal use qualitative research methods with sources of literature and former data. The results of this discussion can be seen that assistance provided by Indonesia is more in the form of services and in the form of seminar programs. This discussion will be focused on the assistance that Indonesia has provided during the presidential period Joko Widodo, especially between 2016-2018. The focus of the assistance that Indonesia provides is the Asia and Pacific countries, especially the South Pacific region. This is because there is an interest that Indonesia carries in carrying out SSC assistance for the region.
Keyword: South-South Cooperation; Indonesia; Joko Widodo
Abstrak
Indonesia sebagai salah satu negara berkembang yang menganut politik luar negeri yang bersifat bebas dan aktif, turut serta dalam pembangunan negara berkembang lainnya dalam South-South Cooperation. Partisipasi ini juga seperti yang tertuang dalam amanat Pembukaan UUD 1945 untuk meningkatkan peran Indonesia dalam kerja sama pembangunan internasional. Kontribusi Indonesia menjadi hal yang menarik untuk dibahas karena Indonesia sebagai salah satu negara berkembang memberikan kontribusi yang cukup berpengaruh bagi negara lainnya. Jurnal ini dalam pembuatannya menggunakan metode penelitian kualitatif yang bersumber kepada literatur maupun data-data yang sudah ada. Hasil dari pembahasan ini dapat dilihat bahwasannya bantuan yang Indonesia berikan lebih bersifat berupa jasa dan berbentuk program-program seminar. Pembahasan ini berfokus pada bantuan yang Indonesia berikan pada masa Periode Presiden Joko Widodo, khususnya pada tahun 2016-2018. Fokus dari bantuan yang Indonesia berikan adalah negara Asia dan Pasifik khususnya kawasan Pasifik Selatan. Hal ini karena terdapat kepentingan yang Indonesia bawa dalam melakukan bantuan SSC bagi kawasan tersebut.
Kata Kunci: South-South Cooperation; Indonesia; Joko Widodo
Indonesian Journal of International Relations
165
PENDAHULUAN
Di kehidupan dunia internasional
ini, pasti terdapat kesenjangan atau
perbedaan di setiap negara baik
perbedaan geografis maupun ekonomi.
Negara di Benua Asia dan Afrika
merupakan benua yang mayoritas negara
berkembang atau Negara Selatan.
Selama masa perang dingin, negara-
negara berkembang merupakan negara
jajahan dari negara-negara maju seperti
Belanda, Inggris, maupun Amerika.
Pada tahun 1955, Negara-Negara Asia
dan Afrika yang mayoritas negara yang
baru merdeka mengadakan konferensi di
Bandung yang merupakan lanjutan dari
Konferensi Colombo pada 1954.
Konferensi Asia-Afrika memiliki tujuan
memajukan kerja sama, persahabatan,
hubungan antara negara-negara Afrika
untuk kepentingan bersama baik dalam
aspek sosial, pembangunan, dan
ekonomi (Kusmayadi, 2018). Dari
tujuan itu Konferensi Asia Afrika
menjadi cikal bakal munculnya South-
South Cooperation (SSC).
SSC merupakan kerja sama antara
negara-negara Selatan atau negara
berkembang yang fokus pada proses
negara berkembang antara negara-
negara berkembang. SSC didefinisikan
oleh United Nations Office for South-
South Cooperation (UNOSSC) sebagai
kerangka kerja sama dalam konteks luas,
kolaborasi antara negara-negara Selatan
dalam bidang politik, ekonomi, sosial,
budaya, lingkungan dan teknis. Hal ini
melibatkan dua atau lebih negara-negara
berkembang, dapat terjadi atas dasar
bilateral, regional, intraregional atau
antar regional. Negara-negara
berkembang berbagi keterampilan,
pengetahuan, keahlian dan juga sumber
daya untuk memenuhi tujuan
pembangunan berkelanjutan mereka.
(UNOSSC, n.d.)
SSC terus mengalami
perkembangan karena dalam
perjalananya SSC mendapat dukungan
dari mitra pembangunan yang dikenal
dengan istilah Kerja Sama Triangular
atau kerja sama segitiga. Kerja sama
segitiga merupakan kolaborasi antara
negara-negara donor (penyumbang) dan
organisasi multilateral memfasilitasi
inisiatif Selatan-Selatan melalui
pelatihan, penyediaan dana, manajemen
dan sistem teknologi serta bentuk-bentuk
dukungan lainnya (ESCAP-SSC UN,
2018). Kerja sama Triangular dapat
dilihat dengan kerja sama antara negara
berkembang dengan organisasi
internasional atau negara maju sebagai
Kontribusi Indonesia Dalam Hubungan South-South 166
negara pendonor atau negara pemberi
bantuan.
South-South Cooperation dibentuk
ketika pasca Perang Dunia II banyak
muncul negara – negara yang
memerdekakan diri dan mencoba
berusaha untuk mewujudkan
pemerintahan yang independen tanpa
terikat oleh pihak kolonial sebelumnya.
Sebagai negara yang baru merdeka,
maka negara – negara tersebut
memerlukan bantuan dari negara lain
yang nantinya akan berkontribusi pada
kelanjutan hidup negara – negara baru
tersebut. Namun sebisa mungkin mereka
meminimalisir keterlibatan bantuan dari
negara maju agar meskipun tetap ada
bantuan dari negara maju. Hal ini tidak
terjadinya ketergantungan yang
berpengaruh pada ruang gerak negara
berkembang itu sendiri pada saat pasca
Perang Dunia II (Rachmaliani et al.,
2019).
SSC sudah berkembang signifikan
sejak transformasi pertama ketika
terinisiasi dari konferensi Asia-Afrika
tahun 1955 di Bandung. Konferensi ini
menjadi titik awal kerja sama negara-
negara berkembang. Hubungan kerja
sama antara negara-negara Selatan
menjadi pelengkap hubungan negara
Selatan dan Utara. SSC mempunyai
tujuan kolaborasi yang tercantum
didalam Konferensi Tingkat Tinggi
Buenos Aires Plan Act tentang Kerja
sama Selatan-Selatan pada tahun 1978
untuk mempromosikan dan menerapkan
kerja sama teknis di antara begara-
negara berkembang dan terus berlanjut
sampai pada Konferensi Tingkat Tinggi
Buenos Aires Plan Act kedua tentang
Kerja sama Selatan-Selatan pada tahun
2019. Dengan perjuangan untuk
melakukan pembangunan yang
berkelanjutan, banyak yang telah
berubah dan Negara-negara Selatan kini
sudah mulai muncul sebagai salah satu
aktor ekonomi dunia. Negara-negara
Selatan dapat saling membantu di
bidang-bidang vital seperti perdagangan,
keuangan, investasi, energi, lingkungan,
mobilitas tenaga kerja, teknologi,
perancangan strategi pembangunan dan
berbagi pengalaman pembangunan yang
terakumulasi selama beberapa dekade
terakhir untuk saling menguntungkan.
Oleh karena itu, SSC kini telah mencapai
arti- penting dan kelangsungan hidup
baru. (Kumar, 2018)
Dimulai dari konferensi Asia-
Afrika, konferensi itu menjadi awal dari
perjalanan bagi Indonesia sampai
sekarang untuk berkontribusi dalam
Indonesian Journal of International Relations
167
kerja sama negara-negara selatan seperti
menjadi bagian dari Negara Non-Blok
pada 1961 yang mayoritas
beranggotakan negara berkembang di
dunia. Pada 2016 saja, melalui Politik
Negeri Indonesia dalam jangka
menengah atau 5 tahun sekali (2015-
2019), Indonesia melakukan 51 program
dalam bentuk bantuan, dukungan
peralatan, program magang, kunjungan
belajar, seminar, pelatihan, dan
pengiriman tenaga ahli kepada negara
berkembang lainya. (Ma’ruf, 2017)
Melalui kerja sama ini, Indonesia
juga membawa kepentingan politik
karena kawasan Pasifik Selatan
merupakan kawasan yang mendukung
kemerdekaan Papua dari Indonesia.
Karena dukungan tersebut Indonesia
mengalihkan prioritas bantuan SSC nya
ke kawasan Pasifik Selatan untuk
mendapatkan dukungannya kembali
untuk menjaga keutuhan NKRI
meskipun kepentingan tersebut belum
berhasil seutuhnya.
Kerangka Teoritis
Dalam wacana politik
internasional, konsep 'kepentingan
nasional' umumnya digunakan dalam
dua cara yang terpisah, meskipun antara
keduanya saling terkait. Konsep tersebut
digunakan untuk membentuk perilaku
politik, dengan berfungsi sebagai sarana
untuk mempertahankan, menentang atau
mengusulkan kebijakan. Dan konsep
tersebut umum sebagai alat analisis
untuk menggambarkan, menjelaskan dan
menilai kecukupan kebijakan luar negeri
suatu negara. Mendasari kedua
penggunaan tersirat asumsi tentang apa
yang terbaik untuk komunitas nasional,
baik dalam domain domestik dan asing
(Rosenau, 1968).
Konsep kepentingan nasional
digunakan untuk menjelaskan dan
menganalisis kebijakan luar negeri
negara-bangsa dan mereka yang
menggunakan istilah untuk
membenarkan atau merasionalisasi
perilaku negara di ranah internasional
(Burchill, 2005).
Kepentingan luar negeri terbagi
menjadi dua karakteristik yaitu secara
subjektif, dan objektif. kepentingan
nasional yang objektif adalah yang
terkait dengan tujuan kebijakan luar
negeri utama suatu negara yang terdiri
dari faktor-faktor seperti geografi,
sejarah, tetangga, sumber daya, ukuran
Kontribusi Indonesia Dalam Hubungan South-South 168
populasi dan etnis. Kepentingan nasional
yang subjektif adalah kepentingan yang
bergantung pada preferensi pemerintah
atau elit kebijakan tertentu, termasuk
ideologi, agama, dan identitas kelas.
Kepentingan-kepentingan ini didasarkan
pada interpretasi dan dapat berubah
sewaktu pemerintah sendiri berubah
(Frankel, 1970).
Dalam pelaksanaanya,
kepentingan nasional harus memiliki
power. Power dapat memengaruhi
interaksi antara aktor. Power merupakan
akat ukur suatu aktor dalam memberi
pengaruh kepada aktor lainnya untuk
melakukan tindakan seoerti yang
diharapkan oleh aktor utama. Joseph Nye
memberikan memberikan dua karakter
atau dua jenis dari bentuk power, yaitu
hard power dan soft power. Hard power
didefinisikan sebagai kemampuan untuk
mencapai tujuan seseorang melalui
tindakan atau ancaman paksaan. Secara
historis, hard power telah diukur dengan
kriteria seperti ukuran populasi, wilayah,
geografi, sumber daya alam, kekuatan
militer, dan kekuatan ekonomi. Soft
power bertumpu pada kemampuan untuk
membentuk pola pikir orang lain tanpa
menggunakan kekerasan, paksaan atau
kekerasan, tetapi melalui aset tidak
berwujud seperti kepribadian yang
menarik, budaya, diplomasi, nilai-nilai
politik, lembaga, dan kebijakan yang
dipandang sah atau memiliki otoritas
moral (Nye, 1999).
PEMBAHASAN
Sejarah South-South Cooperation
Kerja sama Selatan-Selatan
merupakan kerangka kerja kolaborasi
antara negara-negara Selatan dalam
bidang politik, ekonomi, sosial, budaya,
lingkungan dan teknis. Hal ini
melibatkan dua atau lebih negara-negara
berkembang, proses dapat terjadi atas
dasar kerja sama bilateral, regional,
intraregional atau antarregional. Negara-
negara berkembang berbagi
pengetahuan, keterampilan, keahlian dan
sumber daya untuk memenuhi tujuan
pembangunan mereka melalui upaya
bersama (UNOSSC, n.d.).
South-South Cooperation
mendapat perhatian besar sebagai
filosofi untuk pengembangan selama
1960-an dan 1970-an. Tahun tersebut
adalah saat-saat ketika negara-negara
berkembang keluar dari penjajahan dan
berjuang dari kemiskinan dan
keterbelakangan. Kurangnya sumber
daya keuangan dan teknologi dan
Indonesian Journal of International Relations
169
apatisme Barat memaksa mereka untuk
memandang kemandirian kolektif
sebagai mesin pertumbuhan. Gerakan
Nonblok (GNB) muncul. Inisiatif yang
diambil oleh negara-negara berkembang
juga mengarah pada penciptaan
UNCTAD, dan Kelompok 77 pada 1960-
an. Komisi Selatan dibentuk pada
pertengahan 1980-an yang mengarah
pada pembentukan Pusat Selatan pada
awal 1990-an. Kelompok-15 negara-
negara berkembang yang lebih kompak
dengan KTT tahunan dibentuk pada
akhir 1980-an. Selain forum tersebut,
infrastruktur kelembagaan untuk
mempromosikan SSC termasuk
pengaturan perjanjian perdagangan
preferensial antara negara-negara
berkembang termasuk Perjanjian
Bangkok (sekarang dinamai sebagai
Perjanjian Perdagangan Asia-Pasifik) di
Asia seperti di wilayah lain, dan Global
System of Trade Preferences GSTP
(Sistem Global) untuk Preferensi
Perdagangan), di samping beberapa
lembaga yang dibentuk untuk
berkontribusi pada peningkatan
kapasitas. Meskipun kapasitasnya
terbatas, negara-negara berkembang
mulai saling membantu. Cina
membangun Kereta Api Tanzania-
Zambia pada akhir 1960-an dan India,
Tribhuvan Highway di Nepal. India
memulai program bantuan teknis dan
ekonomi (ITEC) untuk negara-negara
berkembang juga di tahun 1960-an
(ESCAP-SSC UN, 2018).
Namun SSC mengalami
kemunduran selama akhir 1980-an dan
1990-an, karena sejumlah besar negara
berkembang menghadapi krisis
keuangan dengan latar belakang
menurunnya aliran sumber daya dan
dipaksa untuk mendekati lembaga-
lembaga Bretton woods untuk
mendapatkan bantuan yang umumnya
datang dengan persyaratan yang
mengikat mereka dengan kuat dengan
Konsensus Washington. Yang terakhir
mengharuskan negara-negara peminjam
untuk meliberalisasi rezim perdagangan
dan investasi mereka untuk
mengintegrasikan diri mereka lebih
dalam dengan ekonomi dunia. Di bawah
Putaran Uruguay perundingan
perdagangan di bawah GATT, negara-
negara berkembang juga didorong untuk
mengambil komitmen besar untuk
meliberalisasi rezim kebijakan
perdagangan mereka. Sejumlah
intervensi kebijakan yang sampai saat ini
menjadi subyek pengambilan keputusan
di tingkat nasional dan telah
dipekerjakan secara luas oleh negara-
Kontribusi Indonesia Dalam Hubungan South-South 170
negara maju dalam proses
pengembangan mereka sendiri berada di
bawah bidang disiplin WTO seperti
rezim kekayaan intelektual (IPR) atau
kebijakan industri. Jadi pada tahun 1990
ketika Laporan Komisi Selatan dirilis,
negara-negara berkembang digambarkan
berada di pinggiran Utara atau sebagai
negara yang tidak dikategorikan sebagai
negara Utara atau maju, sebagian besar
lemah dan tidak berdaya di arena dunia
(Kumar, 2018).
Prinsip-Prinsip Panduan South-South
Cooperation
Kerja sama Selatan-Selatan
merupakan perwujudan solidaritas di
antara orang-orang dan negara-negara
Selatan yang berkontribusi pada
kesejahteraan nasional mereka,
kemandirian nasional dan kolektif
mereka dan pencapaian tujuan
pembangunan yang disepakati secara
internasional, termasuk Agenda 2030
untuk Pembangunan Berkelanjutan.
Agenda kerja sama Selatan-Selatan dan
inisiatif kerja sama Selatan-Selatan
harus ditentukan oleh negara-negara
Selatan, dipandu oleh prinsip-prinsip
penghormatan terhadap kedaulatan
nasional, kepemilikan dan kemerdekaan
nasional, kesetaraan, non-
kondisionalitas, non-campur tangan
dalam urusan dalam negeri dan
keuntungan bersama (ESCAP-SSC UN,
2018).
Tujuan South-South Cooperation
Tujuan dasar dari kolaborasi
Selatan-Selatan yang mengacu kepada
Buenos Aires Plan Act (BAPA) untuk
Mempromosikan dan Menerapkan Kerja
sama Teknis di antara Negara-negara
Berkembang yang didukung oleh
Majelis Umum pada tahun 1978
(resolusi 33/134), adalah untuk
(Organisation, 1978):
• menumbuhkan kemandirian
negara-negara berkembang dengan
meningkatkan kapasitas kreatif
mereka untuk menemukan solusi
bagi masalah pembangunan
mereka sesuai dengan aspirasi,
nilai, dan kebutuhan spesifik
mereka sendiri;
• mempromosikan dan
memperkuat kemandirian kolektif
di antara negara-negara
berkembang melalui pertukaran
pengalaman; pengumpulan,
berbagi, dan penggunaan sumber
Indonesian Journal of International Relations
171
daya teknis dan lainnya; dan
pengembangan kapasitas
pelengkap mereka;
• memperkuat kapasitas negara-
negara berkembang untuk
mengidentifikasi dan menganalisis
bersama masalah-masalah utama
pembangunan mereka dan
merumuskan strategi yang
diperlukan untuk mengatasinya;
• meningkatkan kuantitas dan
meningkatkan kualitas kerja sama
pembangunan internasional
melalui pengumpulan kapasitas
untuk meningkatkan efektivitas
sumber daya yang ditujukan untuk
kerja sama tersebut;
• menciptakan dan memperkuat
kapasitas teknologi yang ada di
negara-negara berkembang untuk
meningkatkan efektivitas
penggunaan kapasitas tersebut dan
untuk meningkatkan kapasitas
negara-negara berkembang untuk
menyerap dan menyesuaikan
teknologi dan keterampilan untuk
memenuhi kebutuhan
perkembangan spesifik mereka;
• meningkatkan dan meningkatkan
komunikasi di antara negara-
negara berkembang, yang
mengarah ke kesadaran yang lebih
besar tentang masalah-masalah
umum dan akses yang lebih luas ke
pengetahuan dan pengalaman yang
tersedia serta penciptaan
pengetahuan baru dalam
mengatasi masalah pembangunan;
• mengenali dan menanggapi
masalah dan persyaratan dari
negara-negara yang paling tidak
berkembang, negara-negara
berkembang yang terkurung
daratan, negara-negara
berkembang pulau kecil dan
negara-negara yang paling parah
terkena dampak, misalnya,
bencana alam dan krisis lainnya;
dan
• memungkinkan negara-negara
berkembang untuk mencapai
tingkat partisipasi yang lebih besar
dalam kegiatan ekonomi
internasional dan memperluas
kerja sama internasional untuk
pembangunan.
South-South Cooperation di Kawasan
Asia Pasifik
Kerja sama Selatan-Selatan adalah
salah satu pendorong penting kerja sama
regional di Asia dan Pasifik dan telah
menghasilkan peningkatan volume
Kontribusi Indonesia Dalam Hubungan South-South 172
perdagangan Selatan-Selatan, aliran
investasi langsung asing, dan transfer
teknologi. Selama beberapa dekade,
negara-negara Selatan telah
mengumpulkan banyak keahlian,
pengalaman, pelajaran dan kemampuan
dalam proses pembangunan mereka
sendiri, yang telah dibagikan dengan
negara-negara berkembang lainnya
dalam bentuk bantuan teknis. Negara-
negara berkembang berpendapatan
menengah, sebagai donor baru dan
penyedia kerja sama teknis, telah secara
signifikan mempengaruhi lanskap kerja
sama Selatan-Selatan di wilayah ini dan
sekitarnya. Asia-Pasifik memiliki
campuran pemain kerja sama
pembangunan internasional. Wilayah ini
termasuk Cina dan India, kekuatan
ekonomi di kawasan itu; negara-negara
berpenghasilan tinggi dan penyedia
ODA, seperti Australia, Jepang,
Republik Korea dan Selandia Baru; dan
negara-negara berpenghasilan
menengah, seperti Indonesia,
Kazakhstan, Malaysia, Singapura dan
Thailand, antara lain. Jepang juga
merupakan pemimpin dalam kerja sama
segitiga. Di sisi lain, kawasan ini juga
memiliki sejumlah besar least developed
countries (LDC), landlocked developing
countries (LLDC) dan small island
developing countries (SIDC).
Keragaman tingkat pembangunan di
seluruh kawasan ini memberikan
peluang unik untuk kerja sama yang
saling menguntungkan antara negara dan
pembelajaran dari pengalaman
pembangunan satu sama lain. Ini
khususnya terbukti di ASEAN, di mana
negara-negara bergantung pada berbagi
pengetahuan dan pengalaman intra-
regional. Adopsi Tujuan Sustainable
Development Goals (SDGs) dan tujuan
pembangunan lain yang disepakati
secara internasional telah menetapkan
tonggak baru bagi masyarakat
internasional, termasuk PBB. Resolusi
Majelis Umum PBB 71/244 mendesak
sistem pembangunan Perserikatan
Bangsa-Bangsa, dengan berkonsultasi
dengan semua Negara anggota, untuk
semakin meningkatkan, kerja sama
Selatan-Selatan yang sesuai untuk
meningkatkan dampaknya dalam
konteks implementasi Agenda 2030
untuk Pembangunan Berkelanjutan.
Dalam melakukan hal itu, Perserikatan
Bangsa-Bangsa diminta untuk
meningkatkan dukungannya di bidang-
bidang di mana kerja sama Selatan-
Selatan terbukti efektif, yaitu,
pengembangan kapasitas, koordinasi
kebijakan, integrasi regional, hubungan
Indonesian Journal of International Relations
173
antardaerah, interkonektivitas
infrastruktur dan pengembangan
kapasitas produktif nasional melalui
pertukaran pengetahuan dan inovasi
teknologi (UN ESCAP, n.d.).
Indonesia dalam South-South
Cooperation
Keterlibatan Indonesia dalam SSC
dimulai ketika Konferensi Asia-Afrika
pada tahun 1955. Konferensi ini menjadi
langkah awal kerja sama dan penguatan
Collective action bagi negara-negara
berkembang untuk mencapai kondisi
yang lebih baik pada saat itu. Kerja sama
bagi negara-negara berkembang ini terus
mengalami transformasi dan melakukan
penguatan melalui agenda setelah
Konferensi Asia Afrika tahun 1955,
seperti terbentuknya Gerakan Non Blok
tahun 1961, Kelompok-77 pada tahun
1964, Kelompok 15 tahun 1989, South
Summit di Kuba dan Qatar tahun 2000
dan 2005, Resolusi PBB No. 58/220
tentang pembentukan High Level
Committee on South-South Cooperation
dan Bogota Statement: Towards
Effective and Inclusive Development
Partnerships tahun 2010 (Pujayanti,
2015).
Untuk meningkatkan peran dan
pengaruhnya dalam kemitraan global,
Indonesia mengambil posisi sebagai
aktor penting dalam partisipasi SSC. Hal
ini didasarkan pada tiga pertimbangan
utama: konteks sejarah, politik, dan
ekonomi. konstitusi telah memberikan
arahan yang jelas dalam menerapkan
kebijakan luar negeri yang berpartisipasi
dalam penerapan tatanan dunia yang
didasarkan pada kebebasan, perdamaian
yang taat, dan keadilan sosial. Selain itu,
Indonesia telah diakui sebagai negara
berpenghasilan menengah dan
merupakan anggota G20 yang
menyatukan 85% dari ekonomi dunia
(Tim Koordinasi Nasional KSST
Indonesia, 2016).
Indonesia dalam SSC aktif
berpartisipasi karena dilandasi oleh
kebijakan politik luar negeri Indonesia
yang bebas dan aktif sebagai bentuk
implementasi dari amanat UUD 1945,
yaitu turut melaksanakan ketertiban
dunia. Sebagai negara berkembang pada
umumnya, bantuan yang Indonesia
berikan tidak berbentuk hibah uang
seperti negara maju lainnya, tetapi
berbentuk bantuan jasa seperti
pengiriman tenaga ahli, seminar-
seminar, bantuan alat-alat. Jangkauan
negara-negara yang mendapat bantuan
Kontribusi Indonesia Dalam Hubungan South-South 174
adalah negara-negara Asia, Afrika,
Pasifik, dan Amerika Latin. Palestina
merupakan negara prioritias bagi
Indonesia menjadi penerima bantuan.
Selama masa Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono yaitu 2006 sampai 2014
terdapat 1.061 warga Palestina yang
mendapatkan bantuan kerja sama Teknik
dari Direktorat Kerja sama Teknik
(Apresian, 2017). SSC merupakan
manifestasi dari bentuk komitmen dan
kontribusi negara Selatan terhadap
pembangunan global yang dilandasi oleh
prinsip solidaritas kesetaraan dan
kesempatan yang sama. SSC Indonesia
juga merupakan bagian implementasi
bagi Indonesia dalam menjalankan
program SDGs. Berbagai pengalaman
didapatkan Indonesia dari pelaksanaan
program SSC Indonesia memiliki
keunggulan komparatif dalam bidang
bidang tertentu. keunggulan komparatif
Indonesia tersebut kemudian
diformulasikan menjadi flagship
program yang secara umum
dikelompokkan menjadi tiga bidang
utama yang didalamnya dapat dirinci
kembali, yaitu (Tim Koordinasi Nasional
KSST Indonesia, 2017):
1. Bidang pembangunan.
a. Penanggulangan Kemiskinan;
b. Peternakan dan Pertanian;
c. Manajemen Risiko Bencana;
d. Infrastruktur;
e. Pendidikan.
2. Bidang tata kelola pemerintahan.
a. Demokrasi;
b. Perdamaian;
c. Resolusi Konflik;
d. Pelaksanaan Hukum;
e. Program Pembangunan Lokal dan
Regional.
3. bidang ekonomi
a. Manajemen Ekonomi Makro;
b. Keuangan Publik;
c. Keuangan Mikro.
Pada masa presiden Joko Widodo,
prioritas kebijakan luar negeri Indonesia
mengalami perubahan. Disebutkan
dalam Rencana Strategis (Renstra)
Kementerian Luar Negeri Indonesia
periode 2015-2019 bahwa Indonesia
menempatkan kebijakannya dalam isu
perdamaian, peningkatan kualitas
perlindungan WNI di luar negeri,
lingkungan hidup, demokrasi dan HAM,
serta Kerja Sama Selatan Selatan
(Rachmaliani et al., 2019). Dalam
kerangka (SSC), Indonesia telah
memberikan bantuan teknik bagi negara-
negara penerima melalui kegiatan
pengiriman ahli, seminar, pelatihan,
program magang, dan melakukan
pemberian bantuan peralatan baik yang
Indonesian Journal of International Relations
175
dibiayai oleh dana APBN maupun kerja
sama dengan berbagai mitra lainnya.
Setiap tahunnya program SSC Indonesia
mengalami peningkatan, tidak hanya
jumlah peserta, tapi juga jumlah negara
dan program kerjanya. Seperti diketahui
bahwa peningkatan kapasitas dalam
kerangka SSC ini adalah merupakan alat
dalam diplomasi ekonomi. Indonesia
juga memiliki tantangan kedepannya
yaitu pentingnya untuk mengidentifikasi
potensi keunggulan yang dimiliki oleh
Indonesia serta menetapkan prioritas
bidang-bidang kerja sama dalam
kerangka KSS. (Marsudi, 2015).
SSC diproyeksikan berkontribusi
pada pertumbuhan ekonomi 57 persen
dari PDB dunia pada tahun 2030.
Indonesia termasuk di antara
sekelompok negara berkembang
bersama dengan Brasil, Cina, India,
Meksiko, Rusia, dan Turki. Negara-
negara berkembang akan terus menjadi
pendorong pertumbuhan ekonomi
global. Pada tahun 2050, tujuh negara
berkembang (negara-negara E7)
termasuk Cina, India, Brasil, Meksiko,
Rusia, Indonesia dan Turki dapat
meningkatkan kontribusi PDB mereka
dari sekitar 35 persen menjadi hampir 50
persen (ESCAP-SSC UN, 2018).
Implementasi Program Indonesia
dalam South-South Cooperation
• Tahun 2016
Dalam periode tahun 2016,
program SSC Indonesia difokuskan
untuk melakukan program bantuan
kepada 66 negara berkembang
khususnya negara wilayah kepulauan
Pasifik Selatan. Program SSC pada 2016
berkaitan dengan program isu
pembangunan, isu ekonomi, dan isu tata
kelola pemerintahan. Pada tahun 2016,
Pemerintah Indonesia telah banyak
terlibat dalam forum global Kerja Sama
Selatan-Selatan. Keterlibatan Indonesia
menghasilkan kontribusi yang nyata
dalam kerja sama pembangunan
internasional khususnya dibidang politik
dan ekonomi. Dana yang dikeluarkan
Indonesia pada tahun 2016 sebesar 15,08
Juta USD. Angka tersebut sebenarnya
masih kalah dari negara lain yang
menggelontorkan dana lebih besar bagi
Indonesia dalam SSC ini. Kontribusi
Indonesia dalam SSC lebih bersifat jasa
daripada bentuk finansial. Hal ini untuk
meminimalisir dampak negatif yang
akan terjadi seperti kurangnya
keterampilan dari masyarakat dan
mengurangi kemungkinan negara
Kontribusi Indonesia Dalam Hubungan South-South 176
penerima bantuan menjadi
ketergantungan terhadap bantuan
finansial yang masuk ke dalam
negaranya.
Pada tahun 2016 terdapat 66
negara penerima bantuan dengan rincian
28 negara Asia, 14 negara Oceania, 15
negara Afrika, 4 negara Amerika dan
Karibia, dan 5 negara Eropa. Dari 66
negara tersebut, terdapat 1.119 peserta
yang berasal dari Asia sejumlah 706
sebesar peserta, Oceania sebesar 149
peserta, Afrika sebesar 228 peserta,
Amerika dan Karibia sebesar 31 peserta,
dan Eropa sebesar 5 peserta (Tim
Koordinasi Nasional KSST Indonesia,
2016).
Selama tahun 2016 Timor Leste
menjadi negara yang menerima bantuan
paling banyak sebesar 15 program,
diikuti oleh Fiji sebesar 14 program,
Papua Nugini sebanyak 12 program,
Myanmar dan Malaysia masing-masing
10 program, Bangladesh sebanyak 9
program, dan Afghanistan dan Kamboja
masing-masing sebanyak 8 program.
Dari data tersebut, dapat dilihat program
SSC Indonesia masih dominan diterima
oleh negara-negara di Kawasan Asia,
yang masih memiliki cukup banyak
negara berkembang (Tim Koordinasi
Nasional KSST Indonesia, 2016).
Jika kita lihat secara historisnya,
sejak masa presiden Susilo Bambang
Yudhoyono pada tahun 2010 Kawasan
Asia-Pasifik Khususnya kawasan Pasifik
Selatan menjadi prioritas utama karena
adanya kepentingan nasional Indonesia
yaitu untuk mengatasi isu separatisme
Papua dimana Kawasan Pasifik Selatan
merupakan pendukung gerakan
separatisme Papua (Pujayanti, 2015).
Langkah Indonesia dalam mengatasi isu
tersebut diharapkan bahwa dengan
bantuan yang Indonesia berikan dapat
mengurangi dukungan dari negara
Pasifik Selatan. Isu separatisme Papua
ini masih menjadi salah satu ancaman
bagi kestabilan bangsa Indonesia.
Beberapa program unggulan
KSST Indonesia (Ma’ruf, 2017):
o Seminar Internasional tentang
Kejahatan Siber dan Forensik
Digital untuk Petugas Kepolisian
Palestina dan Seminar
Internasional tentang
Manajemen Ketertiban Umum
untuk Negara-negara Asia
Pasifik.
o Program Berbagi Pengetahuan
untuk Manajemen Bantuan
Pembangunan Resmi Mesir
Indonesian Journal of International Relations
177
(ODA).
o Enterpreneurship Boot Camp:
Seminar Internasional tentang
Enterpreneurship untuk Asia
Pasific.
o Berbagi Praktik Terbaik dan
Pengalaman tentang Perempuan
dan Kepemimpinan.
o Workshop Organisasi
Konferensi Islam tentang
Manajemen Vaksin.
• Tahun 2017
Pada tahun ini, Indonesia tidak
banyak melaksanakan program kegiatan
SSC karena dalam tahun ini
pemerintahan dan kementerian yang
tergabung dalam Tim koordinasi SSC
Indonesia melakukan penyusunan
Rancangan Peraturan Presiden mengenai
Pengelolaan Pemberian Bantuan
Internasional yang harus selesai pada
akhir tahun 2017. Beberapa program
telah dilaksanakan oleh Indonesia
termasuk Program Pembangunan, Tata
Kelola yang Baik dan Program Ekonomi.
Program bantuan tersebut meliputi
pemberantasan pendidikan, kemiskinan,
peternakan dan pertanian, pendidikan,
manajemen risiko bencana
pengembangan demokrasi, perdamaian,
resolusi konflik, penegakan hukum; di
bidang ekonomi termasuk manajemen
ekonomi makro, keuangan publik,
keuangan mikro dan UMKM.
Setidaknya terdapat 13 program
kerja sama SSC yang diikuti kurang
lebih 288 peserta. Prinsip-prinsip
implementasi SSC Indonesia adalah
solidaritas, saling menguntungkan,
komprehensif dan berkelanjutan,
transparansi dan akuntabilitas dan
sejalan dengan prioritas pembangunan
nasional. Negara yang menjadi prioritas
untuk penerima bantuan program SSC
tahun ini yaitu Palestina, Afrika, Pasifik,
dan Timor Leste. Bantuan untuk
Palestina, Timor Leste, dan negara-
negara Pasifik lain didasarkan oleh
komitmen Presiden Indonesia, yaitu
Joko Widodo. Sedangkan program kerja
sama dengan negara Afrika adalah
implementasi dari komitmen Indonesia
yang dideklarasikan pada Peringatan
KAA ke-60. Selain dengan negara
berkembang lainnya, Indonesia juga
turut melakukan kerja sama SSC dengan
negara maju atau yang dikenal dengan
kerja sama triangular atau segitiga.
Indonesia telah melaksanakan sekitar 73
kerja sama triangular hingga tahun 2017.
Pada tahun 2017, Kerja sama triangular
telah dilakukan dengan berbagai negara,
yaitu seperti Brazil, Meksiko, Prancis,
Kontribusi Indonesia Dalam Hubungan South-South 178
Jepang, dan Amerika Serikat. (Tim
Koordinasi Nasional KSST Indonesia,
2017)
Perwakilan SSC Indonesia
melakukan kunjungan ke Brazil pada 24-
26 Mei 2017 utamanya untuk membahas
mengenai finalisasi draft kerja sama
teknik RI-Brazil. Kunjungan tersebut
juga sekaligus menghadiri undangan
perayaan ke-30 Brazilian Cooperation
Agency (BCA). BCA merupakan badan
yang mengelola program bantuan luar
negeri Brasil. Program ini berfokus
untuk membantu negara-negara dengan
pengalaman pembangunan yang serupa
dengan negaranya. Brasil menyumbang
24 persen dari total bantuannya untuk
dicairkan melalui kemitraan bilateral
SSC atau dengan kerja sama triangular.
ABC ditugaskan untuk mengawasi
konsepsi, persetujuan, pelaksanaan dan
pemantauan proyek dan program.
Perwakilan Indonesia mendapat
kesempatan untuk melakukan pertemuan
dengan Duta Besar Brasil, Joao Almino
yang merupakan direktur dari perayaan
Brazilian Cooperation Agency (BCA)
(Pamasiwi & Alta, 2018).
Perwakilan Indonesia menawarkan
tawaran kerja sama untuk pemanfaatan
Farmers Agricultural and Rural Training
Center milik Indonesia di Tanzania dan
Gambia. Hal ini karena Brasil memiliki
banyak program dan brasil merupakan
negara yang memanfaatkan bidang
pertanian. Dari pertemuan tersebut,
Indonesia mengharapkan kerja sama
mengenai program di bidang pertanian
dan pertambangan. Hasil rangkaian
kunjungan tersebut juga diharapkan
dapat mempercepat proses finalisasi
draft kerja sama triangular Indonesia
dengan Brazil pada tahun 2017 dan
meningkatkan hubungan diplomatik
kedua negara. Kunjungan Indonesia ini
juga dalam rangka ikut berpartisipasi
dalam peringatan perayaan ke-30
Brazilian Cooperation Agency (BCA).
Dari perayaan tersebut Indonesia
mendapat kesempatan untuk bertukar
pikiran mengenai pengalaman
pengelolaan kerja sama ini (Kemlu RI,
2017).
Selain melakukan kerja sama
triangular bersama Brasil, pada tahun
2017 Indonesia melakukan kerja sama
dengan negara Prancis dan Meksiko.
Pada akhir November 2017, Indonesia
melakukan kunjungan ke negara Prancis
dan direncanakan akan bertemu dengan
Kementerian Luar Negeri dan
Pembangunan Internasional Prancis
bagian Directorate General for Global
Indonesian Journal of International Relations
179
Affairs, Culture and International
Developpement. Dari pertemuan tersebut
akan dijelaskan mengenai pembuatan
badan Agence Francais Development
(AFD) yang berfungsi menjadi badan
kerja sama yang nantinya akan
memberikan bantuan dan pinjaman ke
negara lain. Indonesia sebagai salah satu
penerima bantuan dari badan AFD telah
menerima dana bantuan untuk selama
periode 2017-2021 yang akan digunakan
untuk melakukan program pembangunan
di berbagai bidang seperti natural
resources, sustainable urban transition,
strengthening public finance, enhanced
connectivity, dan promoting energy
transition (Tim Koordinasi Nasional
KSST Indonesia, 2017).
Indonesia juga melakukan
kunjungan ke negara Meksiko pada 28-
30 Mei 2017. Perwakilan Indonesia akan
bertemu dengan perwakilan dari Agencia
Mexicana de Cooperacion Internacional
para el Desarrollo (AMEXCID) yaitu
pada bagian bidang Head of the
Department for Asia- Pacific, Deputy
Director for Asia, dan Asia-Pacific
Cooperation Program Consultant.
AMEXCID dibentuk pada tahun
2011, AMEXCID merupakan salah satu
badan Kementerian Luar Negeri
Meksiko. Misi adalah untuk bekerja
sama dan berbagi yang terbaik dari
Meksiko untuk dunia luar menghadapi
tantangan global dan tumbuh bersama.
Bidang prioritas dari kerja sama
pembangunan Meksiko adalah
pendidikan, kesehatan, lingkungan dan
perubahan iklim, dan sains dan
teknologi. Prioritas geografis adalah
Amerika Tengah; sisanya dari Amerika
Latin dan Karibia; dan negara-negara
berkembang di Asia-Pasifik dan Afrika
(fundit, 2011).
AMEXCID bagian Deputy
Director for Asia melakukan penawaran
kerja sama dengan Indonesia dibidang
kesehatan, yaitu pencegahan demam
berdarah di Amerika Selatan. Sementara
itu, Indonesia menawarkan kerja sama
dalam penanggulangan bencana negara-
negara Amerika Selatan. Selain itu
perwakilan Indonesia melakukan
kerjasama di bidang olahraga.
• Tahun 2018
Selama tahun 2018, Indonesia
melaksanakan serangkaian seminar dan
kegiatan dalam rangka program SSC di
tahu tersebut. Program tersebut dalam
rangka meningkatkan citra positif
Kontribusi Indonesia Dalam Hubungan South-South 180
Indonesia di dunia internasional dan juga
melaksanakan amanat Pembukaan UUD
1945 untuk meningkatkan peran
Indonesia dalam kerja sama
pembangunan internasional.
Kementerian Luar Negeri berhasil
menyelenggarakan 14 (empat-belas)
bantuan teknis dalam bentuk program
peningkatan kapasitas (pelatihan dan
seminar) yang diikuti oleh 384 peserta
dari 53 negara berkembang di kawasan
Asia, Pasifik, Afrika, Timur Tengah,
Amerika Tengah, Karibia, dan Eropa
Timur di dalam kerangka Kerja Sama
Selatan-Selatan. (Kementerian Luar
Negeri Indonesia, 2018)
a) Seminar Internasional tentang
Keuangan Mikro untuk
Palestina, Amman, Yordania, 25-
29 Maret 2018;
b) Seminar Internasional tentang
Manajemen Risiko Bencana
untuk Negara-negara di Wilayah
Pasifik, Afrika, Eropa, Amerika
Selatan dan Karibia, Banda
Aceh, NAD, 16-25 April 2018;
c) Pelatihan Internasional tentang
Pemberdayaan UKM untuk
Negara-negara Asia dan Pasifik,
Bandung dan Jakarta, 22 April -
1 Mei 2018;
d) Pelatihan Internasional tentang
Akuakultur untuk Negara-negara
Afrika, Banyuwangi, Jawa
Timur, 15-21 Juli 2018;
e) Pelatihan Internasional
Perikanan untuk Negara-negara
Asia Pasifik, Banyuwangi, Jawa
Timur, 15-21 Juli 2018;
f) Seminar Internasional tentang
Infrastruktur untuk Afghanistan:
Berbagi Praktik Terbaik untuk
Mencapai Tujuan Pembangunan
Berkelanjutan (SDGs);
Tangerang, Banten, 26 Agustus -
1 September 2018;
g) Pelatihan Internasional tentang
Teknologi Pengolahan Produk
Pertanian dan Peternakan untuk
Negara-negara Afrika: Berbagi
Praktik Terbaik untuk Mencapai
SDGs, Malang dan Batu, Jawa
Timur, 1-10 September 2018;
h) Pelatihan Pemberdayaan Pemuda
dan Wanita untuk Komunitas
Perbatasan di Indonesia dan
Papua Nugini, Jayapura, Papua,
28 Oktober - 1 November 2018;
i) Pengiriman Pakar untuk
Pelatihan Kerajinan Tempurung
Kelapa dalam Berkontribusi pada
Agenda SDGs Global, Belize
City, Belize, 5-9 November
2018;
Indonesian Journal of International Relations
181
j) Seminar Internasional tentang
Pemberdayaan Usaha Kecil dan
Menengah (UKM) untuk
Palestina dan Yordania: Bekerja
Sama untuk Mencapai Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan
(SDG), Amman, Yordania, 17-
21 November 2018;
k) Pengiriman Ahli Kesehatan dan
Bantuan Medis untuk Timor
Leste, Dili, Timor-Leste, 18-23
November 2018;
l) Workshop Manajemen
Konferensi Internasional untuk
Gambia: Kemitraan dalam
Pencapaian SDGs, Banjul,
Gambia, 27-30 November 2018;
m) Pengiriman Ahli Pertanian untuk
Myanmar, Yangon, Myanmar, 6-
11 Desember 2018;
n) Seminar Internasional tentang
Kewirausahaan Sosial Muda:
Mencapai SDGs melalui
Ekonomi Kreatif, Jayapura,
Papua, 11 Desember 2018
Kepentingan Nasional Indonesia
Bantuan yang Indonesia berikan
selama ini kita ketahui negara Pasifik
Selatan merupakan salah satu prioritas
utamanya. Jika kita tarik melalui
demografis, neg88888ara kawasan
Pasifik Selatan memiliki etnis yang sama
dengan kawasan Indonesia bagian
Timur, yaitu Papua. Hal inilah yang
membuat Pasifik Selatan mendukung
gerakan separatisme Papua, yaitu
Organisasi Papua Merdeka (OPM).
OPM berusaha untuk mendapatkan
dukungan dari dua organisasi di kawasan
Pasifik Selatan, yaitu Pacific Island
Forum (PIF) dan Melanesian Spearhead
Group (MSG). Masalah HAM adalah
kasus yang selalu dibawa oleh Pasifik
Selatan untuk mendukung keberadaan
gerakan separatisme papua dan tidak
mendukung pemerintahan Indonesia.
Dari permasalahan tersebut pada masa
pemerintahan Susilo Bambang
Yudhoyono arah prioritas SSC yang
awalnya adalah negara Afrika menjadi
negara Pasifik yang diharapkan untuk
meredam dukungan bagi OPM dan
Indonesia mendapatkan simpati di mata
negara-negara Pasifik.
Negara anggota MSG yang
memiliki kesamaan identitas dengan
Papua mendukung kemerdekaan Papua
dari Indonesia karena mereka
menganggap banyak pelanggaran HAM
yang terjadi disana. Mereka mendukung
hak dari rakyat Papua untuk menentukan
nasib sendiri. Vanuatu merupakan salah
Kontribusi Indonesia Dalam Hubungan South-South 182
satu negara yang paling sering
menyuarakan kemerdekaan Papua.
Perdana Menteri Vanuatu, dalam Sidang
Tahunan Dewan Hak Asasi Manusia
PBB di Jenewa Swiss pada Maret 2014,
mengatakan hingga kini masih terjadi
pelanggaran hak asasi manusia di tanah
Papua. Vanuatu merupakan negara yang
menganut konsep “Melanesia
Socialism”. Konsep tersebut merupakan
ideologi sosialisme yang dianggap cocok
untuk ras Melanesia, karena mendukung
kepemilikan bersama daripada
kepemilikan individual. Dalam
pelaksanaannya ideologi ini mendorong
bersatunya negara-negara Ras Melanesia
untuk membentuk pemerintahan sendiri,
seperti yang ia lakukan dalam
menyerukan kemerdekaan Papua. Dari
sini terlihat sejarah dan identitas
membentuk konstruksi kebijakan luar
negeri negara anggota MSG.
Dari pernyataan diatas, Indonesia
melalui program SSC melaksanakan
flagship program yang salah satunya
ditujukan untuk kawasan Pasifik yaitu
Enterepreneur BootCamp: International
Workshop On Entrepreneurship For
Asia Pacific (Tim Koordinasi Nasional
KSST Indonesia, 2017). Program
tersebut merupakan program bantuan
seminar bagi negara Pasifik Program
yang melibatkan 27 peserta untuk
menyiapkan lapangan pekerjaan bagi
masyarakatnya. Program ini merupakan
program yang berkelanjutan yang
nantinya diharapkan akan meningkatkan
kapasitas wirausaha dari negara peserta
untuk menjawab tantangan kebutuhan di
masa depan.
Kemampuan diplomasi yang
Indonesia lakukan akan menentukan
keberhasilan bagi Indonesia untuk
meredam isu Papua merdeka di Pasifik
Selatan. Indonesia harus dapat membuat
kebijakan negara Pasifik Selatan untuk
mendukung keutuhan NKRI (Pujayanti,
2015). Pada tahun 2018, Indonesia
melaksanakan pertemuan mengenai
Penetapan Batas Maritim Indonesia
bersama negara Palau, Vietnam,
Filipina, India dan Singapura. Indonesia
berhasil mendapatkan dukungan
mengenai kelompok Separatis Papua.
Keberhasilan ini antara lain dengan
meningkatnya dukungan dari negara-
negara Pasifik kepada NKRI bantuan
untuk mencegah pengaruh dari
kelompok separatisme Papua kepada
negara-negara Pasifik yang lain. Selain
itu Indonesia juga terus meningkatkan
hubungan diplomatiknya dengan negara-
negara di Pasifik Selatan. Pemerintah
mengklaim negara di kawasan itu dapat
Indonesian Journal of International Relations
183
menjadi pasar untuk produk manufaktur,
perikanan dan jasa-jasa asal RI. Dalam
Laporan Kinerja (LKJ) Kemenlu RI
2018 Indonesia berhasil meningkatkan
dukungan dari negara-negara Pasifik
untuk menjaga keutuhan NKRI yang
merupakan salah satu dari upaya
Kemenlu RI untuk mencegah upaya
kelompok separatisme Papua.
(Kementerian Luar Negeri Indonesia,
2018). Maka dari itu Pasifik Selatan
menjadi prioritas bagi program SSC
Indonesia.
KESIMPULAN
Tulisan ini membahas bagaimana
kontribusi Indonesia dalam SSC bagi
negara berkembang lainnya pada
kepemimpinan Presiden Joko Widodo
khususnya pada periode 2016-2018.
Berdasarkan Rencana Strategis
Kementerian Luar Negeri RI periode
2015-2019, Indonesia menempatkan
kebijakannya dalam isu perdamaian,
peningkatan kualitas perlindungan WNI
di luar negeri, lingkungan hidup,
demokrasi dan HAM, serta Kerja Sama
Selatan Selatan (SSC). SSC merupakan
kerangka kerja kolaborasi antara negara-
negara Selatan dalam bidang politik,
ekonomi, sosial, budaya, lingkungan dan
teknis. Hal ini melibatkan dua atau lebih
negara-negara berkembang, proses dapat
terjadi atas dasar kerja sama bilateral,
regional, intraregional atau antar
regional.
Kontribusi Indonesia dalam SSC
lebih bersifat bantuan jasa daripada
bantuan keuangan untuk meminimalisir
dampak negatif yang akan terjadi seperti
kurangnya keterampilan dari masyarakat
dan mengurangi kemungkinan negara
penerima bantuan menjadi
ketergantungan terhadap bantuan
finansial yang masuk ke dalam
negaranya. Hal ini dapat dilihat pada
tahun 2016 Indonesia melakukan 51
program kerja yang mayoritas bersifat
jasa dengan negara prioritas berasal dari
Asia. Asia masih menjadi prioritas
khususnya kawasan Pasifik Selatan
karena adanya kepentingan nasional
Indonesia untuk mengatasi isu
separatisme Papua dimana Kawasan
Pasifik Selatan merupakan pendukung
gerakan separatisme Papua. Secara
demografis beberapa etnis dari Indonesia
Timur merupakan bagian dari Pasifik
Selatan. Organisasi Papua Merdeka
(OPM) telah menjadikan kawasan
Pasifik Selatan sebagai tempat untuk
menyuaralan dan mencari dukungan
untuk memerdekakan Papua dari NKRI.
Kontribusi Indonesia Dalam Hubungan South-South 184
Hal itulah yang ingin dibendung oleh
Indonesia. Pada tahun 2018, Indonesia
melakukan 14 bantuan teknis dalam
bentuk program peningkatan kapasitas
(pelatihan dan seminar) yang diikuti oleh
384 peserta dari 53 negara berkembang
di kawasan Asia, Pasifik, Afrika, Timur
Tengah, Amerika Tengah, Karibia, dan
Eropa Timur di dalam kerangka South-
South Cooperation.
Indonesia juga terus
mengembangkan tingkat kerja sama di
kawasan Pasifik dalam rangka
mengurangi isu separatisme Papua yang
berkembang di kawasan Pasifik dan
menjaga kedaulatan NKRI.
REFERENSI
Book
Burchill, S. (2005). The National Interest in International Relations Theory. London: Palgrave Macmillan.
Frankel, J. (1970). National Interest. London: Pall Mall Press Ltd
Journal
Apresian, S. R. (2017). Kerja sama Selatan-Selatan dan Triangular Sebagai Instrumen Peningkatan Peran Indonesia di Tingkat Global. Jurnal Ilmiah Hubungan
Internasional Vol 12 No 2, 189-203.
Kusmayadi, Y. (2008). Pengaruh Konferensi Asia Afrika (KAA) tahun 1955 Terhadap kemerdekaan Negara-Negara di Benua Afrika. JURNAL AGASTYA VOL.08 NO. 01, 15-34.
Pujayanti, A. (2015). Kerja Sama Selatan-Selatan dan Manfaatnya Bagi Indonesia. Jurnal Politica Vol 6 No 1, 63-86.
Rachmaliani, A., Rachmawaty, A., & Rizaldi, A. (2019). DAMPAK BANTUAN INDONESIA TERHADAP NEGARA ANGGOTA KERJA SAMA SELATAN-SELATAN DI KAWASAN ASIA. Jurnal MANDALA Vol 2 No 1, 80-95.
Nye, J. (1999). Redefining the National Interest. Foreign Affairs, Vol. 78, No. 4, 22-35.
Rosenau, J. (1968). National interest. International encyclopedia of the social sciences 11, 34-40.
Report
ESCAP-SSC UN. (2018, Juni 21). South-South Cooperation in Asia and The Pacific – A brief Overview. from unescap.org: https://www.unescap.org/sites/default/files/SSC_Paper_v04_20180621_FINAL_formatted.pdf
Kementerian Luar Negeri Indonesia. (2018). Laporan Kinerja. Jakarta:
Indonesian Journal of International Relations
185
Kementerian Luar Negeri Indonesia.
Organisation, U. N.-U. (1978). The Buenos Aires Plan of Action. Buenos Aires: United Nations.
Tim Koordinasi Nasional KSST Indonesia. (2016). Laporan Tahunan Kerja Sama Selatan-Selatan dan Triangular (KSST) Indonesia. Jakarta: Tim Koordinasi Nasional KSST Indonesia.
Kumar, N. (2009). South-South and Triangular Cooperation in Asia-Pacific: Towards a new paradigm in development cooperation. Bangkok: UNESCAP Working Paper (No. WP/09/050).
Marsudi, R. (2015). Renstra Kemenlu 2015-2019. Jakarta: Kementerian Luar Negeri Indonesia.
Tim Koordinasi Nasional KSST Indonesia. (2017). Kerja Sama Selatan-Selatan dan Triangular Indonesia. Jakarta: Tim Koordinasi Nasional KSST Indonesia.
Pamasiwi, R. M., & Alta, A. (2018). Indonesian South-South Cooperation: Stepping Up the Institution and Strategy for Indonesia’s Development Assistance. Depok: LPEM FEB UI.
Website
Ma'ruf, I. H. (2017, November 08). South-South Cooperation: Menganalogikan Indonesia sebagai Mahluk Berbudi. Retrieved Maret 16, 2020, from goodnewsfromindonesia.id: https://www.goodnewsfromindonesia.id/2017/11/08/south-south-cooperation-menganalogikan-indonesia-sebagai-makhluk-berbudi
UN ESCAP. (n.d.). South-South Cooperation. Retrieved from unescap.org: https://www.unescap.org/south-south-cooperation
UNOSSC. (n.d.). About South-South and Triangular Cooperation. Retrieved Maret 16, 2020, from unsouthsouth.org: https://www.unsouthsouth.org/about/about-sstc/
fundit. (2011). fundit.fr. Retrieved from Agencia Mexicana de Cooperación Internacional para el Desarrollo (AMEXCID): https://fundit.fr/en/institutions/agencia-mexicana-cooperacion-internacional-para-el-desarrollo-amexcid#:~:text=Created%20in%202011%2C%20the%20Mexican,change%2C%20and%20science%20and%20technology.
Kemlu RI. (2017, Desember). Buletin Jendela. Retrieved from kemlu.go.id: https://kemlu.go.id/download/L3NpdGVzL3B1c2F0L0RvY3VtZW50cy9NYWphbGFoL0J1bGV0
Kontribusi Indonesia Dalam Hubungan South-South 186
aW4gSmVuZGVsYS9CdWxldGluIEplbmRlbGEgNiAtIDYgRGVzZW1iZXIgMjAxNy5wZGY%3D