konstruksi jalan raya

23
PERENCANAAN TEBAL LAPISAN PERKERASAN LENTUR JALAN PENYUSUN : Dega Rizkan (3113110026) One Nila Sultan Bintang 2 GEDUNG 1 SORE DOSEN : Roselina Rahmawati

Upload: dega-rizkan

Post on 10-Jul-2016

294 views

Category:

Documents


38 download

TRANSCRIPT

PERENCANAAN TEBAL LAPISAN PERKERASAN LENTUR JALAN

PENYUSUN : Dega Rizkan (3113110026)

One Nila Sultan Bintang

2 GEDUNG 1 SORE

DOSEN : Roselina Rahmawati

POLITEKNIK NEGERI JAKARTA

PERENCANAAN LENTUR JALAN METODE ANALISA KOMPONEN

PARAMETER1) LALU LINTAS RENCANA

Jumlah Jalur dan Koefisien Distribusi Kendaraan (C)Jalur rencana merupakan salah satu jalur lalu lintas dari suatu ruas jalan raya,yang menampung lalu lintas terbesar. Jika jalan tidak memiliki tanda batasjalur, maka jumlah jalur ditentukan dari lebar perkerasan menurut daftar dibawah ini:

Angka Ekivalen (E) Beban Sumbu Kendaraan

Angka ekivalen (E) masing-masing golongan sumbu :

(a)Angka Ekivalen Sumbu Tunggal

E= (beban satu sumbutunggal dalam kg)4

8160(1.0)

(b) Angka Ekivalen Sumbu Ganda

E= (beban satu sumbu ganda dalam kg)4

8160(1.1)

Perhitungan Lalu Lintas

Lintas Ekuivalen Permulaan (LEP), yang dihitung dengan rumus:

LEP = Σ LHRj x Cj x Ej (1.2)

Dimana

Cj = koefisien distribusi arah

j = masing-masing jenis kendaraan

Lintas Ekuivalen Akhir (LEA), yang dihitung dengan rumus:

LEA = Σ LHRj (1+i)UR x Cj x Ej (1.3)

Dimana :

i = tingkat pertumbuhan lalu lintas

j = masing-masing jenis kendaraan

UR = umur rencana

Lintas Ekuivalen Tengah, yang dihitung dengan rumus:

LET = LEP + LEA (1.4)

2

Lintas Ekuivalen Rencana, yang dihitung dengan rumus:

LER = LET X FP (1.5)

FP = faktor Penyesuaian

FP = UR (1.5b)

10

Perhitungan Daya Dukung Tanah Dasar

Daya dukung tanah dasar (DDT) ditetapkan berdasarkan grafik korelasi. Daya dukug tanah dasar diperoleh dari nilai CBR.

dari nilai CBR yang diperoleh ditentukan nilai CBR rencana yang merupakan nilai CBR rata-rata untuk suatu jalur tertentu.

Caranya adalah sebagai berikut:

Tentukan harga CBR terendah

Tentukan jumlah harga CBR yang sama atau lebih besar dari masing-masing nilai CBR

Angka jumlah terbanyak dinyatakan sebagai 100% dan yang lainnya merupakan presentase dari harga tersebut

Buat grafik hubungan CBR dan presentase jumlah tersebut

Nilai CBR rata-rata adalah nilai yang didapat dari angka 90%

Gambar 1.0 : Korelasi DDT dan CBR dari SKBI 2.3.26.1987/SNI 03-17321989

Catatan :

Hubungkan nilai CBR dengan garis mendatar ke sebelah kiri diperoleh nilai DDT

Faktor Regional

Keadaan lapangan mencakup permeabilitas tanah, perlengkapan drainase, bentuk.

alinyemen serta persentase kendaraan dengan berat 13 ton, dan kendaraan yang berhenti, sedangkan keadaan iklim mencakup curah hujan rata-rata per tahun. Mengingat persyaratan penggunaan disesuaikan dengan "Peraturan Pelaksanaan Pembangunan Jalan Raya" edisi terakhir, maka pengaruh keadaan lapangan yang menyangkut permeabilitas tanah dan perlengkapan drainase dapat dianggap sama.

Dengan demikian dalam penentuan tebal perkerasan ini, Faktor Regional hanya dipengaruhi oleh bentuk alinyemen (kelandaian dan tikungan), persentase kendaraan berat dan yang berhenti serta iklim (curah hujan) sebagai berikut:

Indeks Permukaan

Indeks Permukaan ini menyatakan nilai daripada kerataan / kehalusan serta kekokohan permukaan yang bertalian dengan tingkat pelayanan bagi lalu-lintas yang lewat. Adapun beberapa nilai IP beserta artinya adalah seperti yang tersebut di bawah ini:

IP =1,0 : adalah menyatakan permukaan jalan dalam keadaan rusak berat sehingga

sangat mengganggu lalu Iintas kendaraan.

IP = 1,5: adalah tingkat pelayanan terendah yang masih mungkin (jalan tidak

terputus).

IP = 2,0: adalah tingkat pelayanan rendah bagi jalan yang masih mantap

IP = 2,5: adalah menyatakan permukaan jalan yang masih cukup stabil dan baik.

Dalam menentukan indeks permukaan (IP) pada akhir umur rencana, perlu

dipertimbangkan faktor-faktor klasifikasi fungsional jalan dan jumlah lintas ekivalen

rencana (LER), menurut daftar di bawah ini:

Dalam menentukan indeks permukaan pada awal umur rencana (IPo) perlu diperhatikan jenis lapis permukaan jalan (kerataan / kehalusan serta kekokohan) pada awal umur rencana, menurut daftar VI di bawah ini:

Koefisien Kekuatan Relatif

Koefisien kekuatan relatif (a) masing-masing bahan dan kegunaannya sebagai lapis permukaan, pondasi, pondasi bawah, ditentukan secara korelasi sesuai nilai Marshall Test (untuk bahan dengan aspal), kuat tekan (untuk bahan yang distabilisasi dengan semen atau kapur), atau CBR (untuk bahan lapis pondasi bawah).

Indeks Tebal Perkerasan

ITP = a1.D1 + a2.D2 + a3.D3

Dimana : ITP = indeks tebal perkerasan

a = koefisien lapisan

D = tebal lapisan, (cm)

Pelapisan Tambahan (Overlay)

Untuk perhitungan pelapisan tambahan (overlay), kondisi perkerasan jalan lama (existing pavement) dinilai sesuai daftar di bawah ini:

1. Lapis Permukaan :

Umumnya tidak retak, hanya sedikit deformasi pada jalur roda...............90 – 100%

Terlihat retak halus, sedikit deformasi pada jalur roda namun

masih tetap stabil .........................................................................................70 – 90%

Retak sedang, beberapa deformasi pada jalur roda,

pada dasarnya masih menunjukkan kestabilan............................................50 – 70%

Retak banyak, demikian juga deformasi pada jalur

roda, menunjukkan gejala ketidakstabilan ..................................................30 – 50%

2. Lapis Pondasi:

a. Pondasi Aspal Beton atau Penetrasi Macadam

Umumnya tidak retak ................................................................................90 – 100%

Terlihat retak halus, namun masih tetap stabil ............................................70 – 90%

Retak sedang, pada dasarnya masih menunjukkan kestabilan ....................50 – 70%

Retak banyak, menunjukkan gejala ketidakstabilan ...................................30 – 50%

b. Stabilisasi Tanah dengan Semen atau Kapur :

Indek Plastisitas (Plasticity Index = PI) ≤ 10 ............................................70 – 100%

c. Pondasi Macadam atau Batu Pecah :

Indek Plastisitas (Plasticity Index = PI) ≤ 6 ..............................................80 – 100%

3. Lapis Pondasi Bawah :

Indek plastisitas (Plasticity Index = PI) ≤ 6 ..............................................90 – 100%

Indek plastisitas (Plasticity Index = PI) > 6 ................................................70 – 90%

Konstruksi Bertahap

Konstruksi bertahap digunakan pada keadaan tertentu, antara lain:

1. Keterbatasan biaya untuk pembuatan tebal perkerasan sesuai, rencana (misalnya :

20 tahun). Perkerasan dapat direncanakan dalam dua tahap, misalnya tahap

pertama untuk 5 tahun, dan tahap berikutnya untuk 15 tahun.

2. Kesulitan dalam memperkirakan perkembangan lalu lintas untuk (misalnya : 20

sampai 25 tahun). Dengan adanya pentahapan, perkiraan lalu lintas diharapkan

tidak jauh meleset.

3. Kerusakan setempat (weak spots) selama tahap pertama dapat diperbaiki dan

direncanakan kembali sesuai data lalu lintas yang ada.

Metoda perencanaan konstruksi bertahap didasarkan atas konsep "sisa umur".

Perkerasan berikutnya direncanakan sebelum perkerasan pertama mencapai

keseluruhan "masa fatique". Untuk itu tahap kedua diterapkan bila jumlah kerusakan

(cumulative damage) pada tahap pertama sudah mencapai k.l. 60%. Dengan demikian

"sisa umur" tahap pertama tinggal k.l. 40%.

Untuk menetapkan ketentuan di atas maka perlu dipilih waktu tahap pertama antara

25%-50% dari waktu keseluruhan. Misalnya : UR = 20 tahun, maka tahap I antara 5-

10 tahun dan tahap II antara 10-15 tahun.

Perumusan konsep "sisa umur" ini dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Jika pada akhir tahap I tidak ada sisa umur (sudah mencapai fatique, misalnya

timbul retak), maka tebal perkerasan tahap I didapat dengan memasukkan lalu

lintas sebesar LER1.

b. Jika pada akhir tahap II diinginkan adanya sisa umur k.l. 40% maka tahap I perlu

ditebalkan dengan memasukkan lalu lintas sebesar x LER1.

c. Dengan anggapan sisa umur linear dengan sisa lalu lintas, maka:

x LER1 = LER1 + 40% + LER1

(tahap I plus)(tahap I)(sisa tahap I)

diperoleh x = 1,67.

d. Jika pada akhir tahap I tidak ada sisa umur maka tebal perkerasan tahap II didapat

dengan memasukkan lalu lintas sebesar LER2.

e. Tebal perkerasan tahap I + II didapat dengan memasukkan lalu lintas sebesar y

LER2. Karena 60 % y LER2 sudah dipakai pada tahap I maka:

y LER2 = 60% y LER2 + LER2

(tahap I+1I) (tahap I) (tahap II)

diperoleh y = 2,5.

f. Tebal perkerasan tahap II diperoleh dengan mengurangkan tebal perkerasan tahap

I + II (lalu lintas y LER2) terhadap tebal perkerasan I (lalu lintas x LER1).

g. Dengan demikian pada tahap II diperkirakan ITP2 dengan rumus:

ITP2 = ITP – ITP1

ITP didapat dari nomogram dengan LER = 2,5 LER1

ITP1 didapat dari nomogram dengan LER = 1,67 LER1

CONTOH SOAL

DIKETAHUI :

Akan direncanakan tebal perkerasan untuk jalan baru dengan ketentuan :

Peranan jalan : Jalan Arteri

Tipe jalan : 6 lajur 2 arah terbagi

Usia rencana : 20 tahun

Rencana jenis perkerasan : Lentur (flexible)

DATA YANG TERSEDIA

Tanah dasar : Harga CBR rencana pada beberapa titik yang mewakili 2,5 – 2,5 – 2 – 3 – 3 – 4 – 3 – 5 – 4 – 3 – 2 – 3,5 – 4 – 4 – 5

Kondisi/iklim setempat : curah hujan rata-rata 750 mm per tahun

Angka pertumbuhan lalu lintas : 6%

Jumlah LHR pada awal :

PENYELESAIAN :

1.) LALU LINTAS RENCANA :

A) Menghitung angka ekivalen (E) masing-masing kendaraan :

Mobil penumpang = 0,0002 + 0,0002 = 0,0004

Bus = 0,0183 + 0,1410 = 0,1593

Truk 10 ton = 0,0577 + 0,2923 = 0,3500

Truk 20 ton = 0,2923 + 0,7452 = 1,0357

B) Menghitung lintas ekivalen permulaan (LEP) :

Dari Rumus(1.2) : LEP = Σ LHRj x Cj x Ej

Mobil penumpang = 1400 x 0,2 x 0,0004 = 0,112

Bus = 450 x 0,1593 x 0,4 = 28,656

Truk 10 ton = 90 x 0,3500 x 0,4 = 12,600

Truk 20 ton = 45 x 1,0375 x 0,4 = 18,675

LEP = 60,043

C) Menghitung Lintas Ekivalen Akhir (LEA) :

Dari Rumus (1.3) : LEA = Σ LHRj (1+i)UR x Cj x Ej

Dengan subtitusi dari rumus (7.13) ke (7.14) : LEA = LEP (1+i¿UR

: LEA = 60,043 (1+0,06¿20 = 192,556

D) Menghitung Lintas Ekivalen Tengah (LET) :

Dari rumus (1.4) : LET = LEP+LEA

2

LET = 60,043+192,566

2 = 126,305

E) Menghitung Lintas Ekivalen Rencana

Dari rumus (1.5) : LER = LET x FP

Dari rumus (1.5b) : FP = UR10

Dengan subtitusi nilai LER, maka :

LER = 126,305 x ( 2010 ) = 252,610

2) DAYA DUKUNG TANAH DASAR :

Mencari harga CBR yang mewakili

B) Mencari nilai dukung tanah dasar

Dari grafik di atas, diperoleh nilai CBR yang mewakili = 2,4%, maka dari gambar 1.0 diperoleh nilai Daya Dukung Tanah Dasar (DDT) = 3,5

3) TEBAL LAPISAN PERKERASAN

a) Faktor regional

Dari data : jalan arteri dengan curah hujan rata-rata/tahun = 750mm

kelandaian rata-rata = 6%

% kendaraan berat = 450+90+45

1400+450+90+45 x 100% = 29,5%

Dari tabel daftar IV FR = 1,0

b) Indeks permukaan

Indeks permukaan awal

Direncanakan lapisan permukaan laston dengan roughnes ≤ 1000 mm/km maka dari (tabel daftar VI) Ipo ≥ 4

Indeks permukaan akhir

Jalan arteri

LER = 252,610

Dari (tabel daftar V) untuk jalan arteri, Ipt = 2,0 – 2,5 diambil 2,5

c) Mencari harga indeks tebal perkerasan (ITP)

• Ipo = ≥ 4,0 Gunakan nomogram 1

• Ipt = 2,5

dengan LER = 252,6 ; DDT = 3,5 ; FR = 1,0 maka ITP = 9,2

Direncanakan susunan lapisan perkerasan sebagai berikut

dari tabel daftar VII diambil data

• Lapis permukaan : laston (MS.744) = 0,40

• Lapisan pondasi atas : laston atas (MS.590) = 0,28

• Lapisan pondasi bawah : sirtu/pitrun kelas A (CBR 70%) = 0,13.

Maka ITP = a1.D1 + a2.D2 + a3.D3 Dari tabel daftar VIII diperoleh

D1 minimum = 7,5 cm

D2 minimum = 10 cm

Maka : 9,2 = 0,40x7,5 + 0,28x10 + 0,13.D3

D3 = 26,15 cm 26,5 cm

CONTOH SOAL PELAPIS TAMBAH (OVERLAY)

Hasil penelitian kondisi jalan menunjukan bahwa pada lapis permukaan Laston terlihat crack sedang, beberapa deformasi pada jalur roda (kondisi 60%) akibat jumlah lalu lintas melebihi perkiraan semula. FR = 1,0

Bahan lapis tambahan laston (MS.744)

Jawab :

Kekuatan jalan lama :

Laston (MS.744) 7,5cm = 60% x 7,5cm x 0,40 = 1,8

Laston atas (MS.590) 10cm = 100% x 10cm x 0,28 = 2,8

Sirtu (CBR 70) 26,5cm = 100% x 26,5cm x 0,13 = 3,445

ITP = 8,045

UR 20 tahun

ΔITP = ITP20 – ITP = 9,2 – 8,045 = 1,155

Maka :

ITP = a1.D1

1,155 = 0,4xD1

D1 = 2,8875