konstruksi berita kampanye pilkada kabupaten gianyar tahun 2008
TRANSCRIPT
1
TESIS
KONSTRUKSI BERITA KAMPANYE
PILKADA KABUPATEN GIANYAR TAHUN 2008
PADA SURAT KABAR LOKAL BALI
I NYOMAN BIDI SASTRA SEDANA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014
2
TESIS
KONSTRUKSI BERITA KAMPANYE
PILKADA KABUPATEN GIANYAR TAHUN 2008
PADA SURAT KABAR LOKAL BALI
I NYOMAN BIDI SASTRA SEDANA
NIM. 09900261024
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI KAJIAN BUDAYA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014
3
KONSTRUKSI BERITA KAMPANYE
PILKADA KABUPATEN GIANYAR TAHUN 2008
PADA SURAT KABAR LOKAL BALI
Tesis untuk memperoleh Gelar Magister
Pada Program Magister, Program Studi Kajian Budaya
Program Pascasarjana Universitas Udayana
I NYOMAN BIDI SASTRA SEDANA
NIM. 09900261024
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI KAJIAN BUDAYA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014
4
Lembaran Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI
PADA TANGGAL FEBRUARI 2014
Pembimbing I
Prof. Dr. I Gde Semadi Astra
Pembimbing II
Dr. I Gede Mudana, M.Si
NIP. 19641202 1990 1 11 001
Mengetahui
Ketua Program S2 Kajian Budaya
Program Pascasarjana
Universitas Udayana
Dr. I Gusti Ketut Gde Arsana, M.Si
NIP. 19520815 198103 1 004
Direktur,
Program Pascasarjana
Universitas Udayana
Prof. Dr. dr. A.A Raka Sudewi, Sp.S (K).
NIP. 19590215 19850 2 001
5
Tesis Ini Telah Diuji pada
Tanggal 11 Februari 2014
Panitia Penguji Tesis, Berdasarkan Surat Keputusan Rektor
Universitas Udayana, No : 0270/14.4/HK/2014 tanggal 10 Februari 2014
Ketua : Prof. Dr. I Gde Semadi Astra
Anggota :
1. Dr. I Gede Mudana, M.Si.
2. Prof. Dr. Emiliana Mariyah, M.S.
3. Prof. Dr. I Made Suastika, S.U.
4. Dr. I Wayan Redig.
6
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa penulis panjatkan karena
rahmat-Nya, akhirnya tesis ini dapat diselesaikan pada waktunya untuk memenuhi
persyaratan dalam menyelesaikan studi S-2 pada Program Studi Magister Kajian
Budaya, Program Pascasarjana Universitas Udayana, dengan judul tesis
”Konstruksi Berita Kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar Tahun 2008 Pada Surat
Kabar Lokal Bali”.
Tulisan ini dapat terselesaikan berkat bantuan maupun kerja sama berbagai
pihak. Sehubungan dengan itu penulis ingin mengucapkan terima kasih dan
penghargaan yang tulus semoga Tuhan membalas segala budi baik yang telah
diberikan kepada penulis, secara khusus kepada :
(1) Prof. Dr. I Gde Semadi Astra, selaku pembimbing I yang telah
memotivasi dan mengarahkan penulis dengan penuh kekeluargaan, dan
Dr. I Gede Mudana, M.Si selaku pembimbing II yang memberi arahan
dan panduan penyelesaian tesis ini.
(2) Terima kasih para penguji tesis kepada, Prof. Dr. Emiliana Mariyah,
M.S, Prof. Dr. I Made Suastika, S.U dan Dr. I Wayan Redig, yang
telah memberikan arahan untuk kesempurnaan tesis ini.
(3) Dr. Drs. I Gusti Ketut Gde Arsana, M.Si, Ketua Program Studi
Magister Kajian Budaya Program Studi Pascasarjana Universitas
Udayana dan Sekretaris Dr. Drs. I Nyoman Dhana, M.A yang telah
memberikan peluang kepada penulis untuk menempuh pendidikan
Program Studi Magister Kajian Budaya di Universitas Udayana.
7
(4) Para informan, yakni calon bupati dan wakil bupati, pimpinan partai,
kader partai politik, pimpinan media, redaktur dan wartawan,
khususnya I Nyoman Wilasa serta masyarakat lainnya serta informan
pendukung lainnya yang sangat membantu penulis ini.
(5) Kepada staf administrasi dan staf perpustakaan S2 Kajian Budaya yang
telah memberikan kemudahan dalam penulisan sebagai karyasiswa di
Program Kajian Budaya.
(6) Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada teman-teman Kajian
Budaya Angkatan 2009, teman-teman seperjuangan kelas sore dan
pagi, yang selalu wanti-wanti mendorong dengan memberikan
masukan dan dukungan moral kepada penulis.
(7) Terima kasih tidak terhingga kepada istri tercinta, Gusti Ayu Sri
Yuliati atas semangat dan kesabaran, kesetiaan, dan doa-doanya
kepada Ida Sang Hyang Widhi/Tuhan Yang Maha Esa selama penulis
menempuh studi di Program Kajian Budaya. Kepada ”buah hati
tercinta”, Putu Ayu Ananda Aiswarya Gandhiwa (Ayu) dan Made
Bagus Basudewa Brahmanta (Anta), atas kesabarannya karena telah
kehilangan perhatian beberapa waktu selama studi ini, Bapak. I
Nyoman Bijayasa, dan Ibu Ni Wayan Diarthi, serta Mbok Eka, Mbok
Sophia, dan adikku Catik serta semua keluarga yang selalu
memberikan dukungan dan mendoakan penulis.
(8) Rekan-rekan di Bagian Humas dan Protokol Setda Kabupaten Gianyar,
khususnya sahabat-sahabat Sub. Bagian Humas dan Pelayanan Pers
8
atas kerjasama, bantuan dan dukungannya untuk penyelesaian tulisan
ini secara utuh.
Akhinya penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna,
namun semoga pembaca dapat memaklumi. Dengan kerendahan hati, penulis
mengucapkan terima kasih kepada para pembaca budiman untuk memberikan
masukan dan saran yang konstruktif untuk penyempurnaan. Harapan penulis, tesis
ini dapat memberikan sumbangan ilmiah bagi pengembangan keilmuan,
khususnya bidang Kajian Budaya serta secara positif dapat dimaknai sebagai
peningkatan peran media lokal di Bali.
Denpasar, 11 Februari 2014
Penulis
9
ABSTRAK
Pasca reformasi media memiliki peranan penting sebagai pilar keempat
dalam membangun demokrasi di Indonesia. Salah satu ”anak” yang dilahirkan
reformasi tahun 1998, adalah keluarnya UU No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah yang diikuti dengan penjabaran Peraturan Pemerintah
Nomor. 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan
Pemberhentian Kepala Daerah. Regulasi memberikan kesempatan kepada
masyarakat untuk memilih calon pemimpin daerahnya lewat proses pilkada.
Kabupaten Gianyar sudah melaksanakan dua kali pemilihan kepala daerah secara
langsung yakni, tahun 2008 dan 2013. Fokus penilitian pada berita kampanye
Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008 di tiga media, yakni Bali Post, NusaBali,
Radar Bali (Jawa Pos Group) yang secara menerus memberitakan lewat rubrik
khusus. Tiga media memberitakan kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar dalam
bentuk kosntruksi berita yang diawali dengan kesepakatan pemasangan tarif
dalam bentuk berita advetorial. Hal ini mengakibatkan pembaca menerima berita
sebagai sebuah bentuk informasi yang secara sadar dan tidak disadari telah
mengalami proses konstruksi. Berita dalam rubrik khusus (baca : iklan) dikemas
sebagai informasi yang memiliki nilai informasi oleh pembaca atau publik
layakanya berita secara umum. Penelitian ini menjawab tiga pokok masalah, yaitu,
permasalahan yang dibahas menyangkut tentang bentuk konstruksi berita
kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar di tiga surat kabar lokal Bali, faktor-faktor
yang mempengaruhi konstruksi berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar
tahun 2008 di surat kabar lokal Bali, dan makna kosntruksi berita kampanye
Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008 di surat kabar lokal Bali.
Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data berupa wawancara,
observasi, studi dokumen, dengan analisis data deskriptif-kualitatif dan
interpretative. Ada tiga teori yang digunakan yaitu, Teori Kognisi Sosial Teun A
van Dijk, Teori Ekologi Media, dan Teori Hipersemiotika.
Penelitian ini mengungkap bentuk konstruksi berita kampanye Pilkada
Kabupaten Gianyar tahun 2008 berupa, konstruksi citra kandidat, program
kandidat, mobilisasi massa dan konstruksi provokasi politik. Kedua pasangan
calon memanfaatkan rubrik khusus yang disediakan oleh media untuk
membangun citra dan opini masyarakat untuk mendapatkan dukungan dan suara
dari pemilih.
Konstruksi berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar dipengaruhi oleh
ideologi pasar, pencitraan, praktik kekuasaan, representasi partai politik, modal
(sosial, ekonomi, budaya). Faktor inilah yang saling berkaitan dan bertautan serta
bersimbiosis dalam mengkonstruksi berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar.
Konstruksi berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008 di surat kabar
lokal Bali menunjukkan adanya makna hegemoni, konspirasi, kapitalisme,
komodifikasi dan hiperealitas.
Kata kunci : konstruksi berita, kandidat, pilkada, surat kabar lokal.
10
ABSTRACT
Post- reform, media has an important role as the fourth pillar to the
democracy development in Indonesia. One of the "product" born by the reforms in
1998, is the establishment of Act No. 32 of 2004 about Regional Government,
followed by the translation of Government Regulation Number. 6 of 2005 about
the Election, Endorsement, Nomination and Dismissal of Head of Regional
Government. Regulation gives the opportunity to the public to vote for the leader
of the region through the election process. Gianyar Regency has implemented two
direct regional elections to choose head of regency namely, in 2008 and 2013. The
study is focused on election campaign news in Gianyar regency of 2008 in the
three media, namely the Bali Post, NusaBali, Radar Bali ( Jawa Pos Group ) who
are constantly preaching through their special section. Those three media reported
Gianyar regency election campaign in the form of news construction beginning
with the installation of an agreement in the form of news advetorial rate. As an
institution, we cannot separated the media from its economic interest in gaining
profit. This affects the reader in receiving the news as a form of information that
is consciously and unconsciously has undergone a process of construction. This
study addresses three principal issues, namely, the issues discussed regarding the
construction form of election-campaign news in Gianyar through three Bali local
newspaper, the factors that affect news construction on Gianyar regency election
campaign of 2008 in the Bali local newspaper, and the meaning of news
construction in the election campaign of Gianyar regency in 2008 in the Bali local
newspaper.
This study uses data collection techniques such as interviews, observation,
literature study, using a qualitative descriptive data analysis and interpretative.
There are three theories used, namely, Social Cognition Theory Ten A van Dijk,
Media Ecology Theory and Hipersemiotika Theory.
This study has found the form of news construction in Gianyar regency’s
election campaign in 2008 namely, the candidate image-construction, candidate
programs, mass mobilization and political provocation construction. Where both
candidates-pair use the special section provided by the media to create and
develop personal image and public opinion to gain support and vote of the people.
News construction of Gianyar election campaign is influenced by internal and
external factors, including market ideology, self imaging, power practice,
representation of political parties, capital (social, economic, cultural). Where these
factors are interrelated and intertwined as well as symbiotic in constructing the
news on Gianyar election campaign. The meaning of news construction on
Gianyar regency election campaign of 2008 in the Bali local newspaper pose
meaning, hegemony, conspiracy, capitalism, commodification and hypereality.
Keywords : news construction, candidates, regional election, newspaper.
11
RINGKASAN
Kajian ini terfokus pada konstruksi berita Kampanye Pilkada Kabupaten
Gianyar tahun 2008, berlangsung dari tanggal 28 Desember 2007 – 10 Januari
2008. Pelaksanaan Pilkada Kabupaten Gianyar diberitakan pada rubrik khusus di
tiga surat kabar lokal Bali, yakni, Bali Post (Arena Pilkada), NusaBali (Gong
Demokrasi), Radar Bali (Pilkada). Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008 diikuti
oleh dua pasangan calon, yakni Anak Agung Gde Agung Bharata dan Putu
Yudhani Thema (Pasangan Bayu) diusung PDI Perjuangan dan Tjokorda Oka
Artha Ardhana Sukawati dan Dewa Made Sutanaya (Pasangan AS) diusung Partai
Golkar dan gabungan partai yang tergabung dalam Koalisi Rakyat Gianyar
(KRG). Pilkada Kabupaten Gianyar dimenangkan oleh Pasangan AS,
mengungguli Anak Agung Gde Agung Bharata yang merupakan calon incumbent.
Dalam pemberitaan tiga surat kabar menentukan tarif pemasangan berita
kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008, di rubrik khusus. Surat kabar
Bali Post, mengenakan biaya sebesar Rp. 1 juta per berita dengan ukuran 3 kolom
x 15 cm. Surat kabar NusaBali dalam rubrik Gong Demokrasi mengenakan tarif
sebesar Rp. 20 juta perhalaman dan untuk foto Rp. 3,5 juta. Surat kabar Radar
Bali (Jawa Pos Group) mengenakan tarif berdasarkan kesepakatan kerjasama dan
pemberian bonus koran.
Tiga surat kabar lokal Bali, yakni Bali Post, NusaBali, Radar Bali (Jawa
Pos Group) dalam memberitakan kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar tahun
2008 dalam rubrik khusus dengan frekuensi yang berbeda. Surat kabar Bali Post
memberitakan Pasangan Bayu sebanyak 17 berita (32,69%), Pasangan AS, 36
12
berita (67,31%). Surat kabar NusaBali memberitakan kampanye Pasangan Bayu, 6
berita (75%) dan Pasangan AS, 2 berita (25%). Surat kabar Radar Bali
memberitakan kampanye Pasangan Bayu, 7 berita (25,93%), dan Pasangan AS, 20
berita (74,17%). Total keseluruhan pemberitaan di tiga surat kabar adalah 88 buah
berita, untuk Pasangan Bayu, 30 berita (34,09%), Pasangan AS, 58 berita
(65,91%). Tersedianya rubrik khusus, dan frekeunsi berita yang berbeda dalam
pemberitaan tiga surat kabar, memunculkan rumusan masalah tentang bentuk,
faktor-faktor dan makna kosntruksi berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar
tahun 2008 di surat kabar lokal Bali. Berdasarkan latarbelakang dan rumasan
masalah, penulis mengangkat judul ”Konstruksi Berita Kampanye Pilkada
Kabupaten Gianyar Tahun 2008 Pada Surat Kabar Lokal Bali”.
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang pengumpulan datanya
menggunakan teknik wawancara, observasi, studi dokumen, dengan analisis data
deskritif kualitatif dan interpretatif. Tiga teori yang digunakan yaitu, Teori
Kognisi Sosial, dari Teun A Van Dijk, Teori Ekologi Media, dari Mashall
McLuhan serta Teori Hipersemiotika, dari Jean Bouddrillad. Teori Kognisi Sosial
digunakan untuk mengungkap bentuk kostruksi berita kampanye Pilkada
Kabupaten Gianyar tahun 2008 di surat kabar lokal Bali. Teori Ekologi Media
digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi konstruksi berita
kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008 di surat kabar lokal Bali. Teori
Hipersemiotika digunakan untuk mengungkap makna konstruksi berita kampanye
Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008 di surat kabar lokal Bali. Disamping tiga
teori digunakan secara elaboratif untuk memecahkan permasalahan yang ada.
13
Teun A Van Dijk dalam Teori Kognisi Sosial, menjelaskan tentang
struktur dan proses terbentuknya teks. Kognisi sosial menunjukkan bagaimana
teks di produksi oleh wartawan, dan bagaimana nilai-nilai masyarakat diserap
wartawan dalam membuat teks berita. Dalam penelitian salah satu indikator yang
dipakai untuk mengamati topik sebuah teks adalah judul dan makna pesan umum
yang diangkat dalam berita politik. Dalam penelitian ditemukan adanya bentuk
konstruksi citra kandidat, program kandidat, mobilisasi massa, dan konstruksi
provokasi politik.
Empat konstruksi tersebut, program kerja kandidat memiliki muatan
informasi yang lebih bermakna dibandingkan bentuk konstruksi kualitas dan citra,
mobilisasi dukungan, dan provokasi politik. Konstruksi program kerja
menggambarkan, kontrak politik yang nantinya dilaksanakan jika kandidat
berhasil menjadi pemenang dalam pilkada. Bentuk konstruksi wacana semacam
ini sangat diperlukan calon pemilih untuk secara cerdas dan rasional dalam
menentukan pilihan politiknya. Dari 88 berita yang dikonstruksi terdapat 9 berita
yang memuat program kerja. Ini menunjukkan konstruksi berita kampanye
sebagian besar kurang bermakna bagi kepentingan publik.
Teori Ekologi Media dari Marshall McLuhan, untuk menganalisis faktor-
faktor yang mempengaruhi konstruksi berita kampanye Pilkada Kabupaten
Gianyar tahun 2008. McLuhan, menjelaskan terdapat tiga asumsi yang
membingkai teori ekologi media; media melingkupi setiap tindakan di dalam
masyarakat, media memperbaiki persepsi manusia dan mengorganisasikan
pengalaman manusia, dan media menyatukan seluruh dunia. Teori Ekologi Media
14
mungkin paling dikenal karena adanya slogan medium adalah pesan (medium is
the massage). Isi dari pesan yang menggunakan media adalah nomor dua
dibandingkan dengan mediumnya (atau saluran komunikasi). Medium memiliki
kemampuan untuk mengubah bagaimana manusia berpikir mengenai orang lain,
dirinya sendiri, dan dunia di sekeliling. McLuhan tidak mengesampingkan isi,
sebaliknya isi mendapat perhatian lebih besar dari medium. McLuhan berpendapat
bahwa walaupun sebuah pesan mempengaruhi keadaan sadar, adalah medium
yang memengaruhi dengan lebih besar lagi keadaan bawah sadar. Hipotesis
McLuhan bahwa medium membentuk pesan dan, ironisnya, ketidaksadaran
mengenai mediumlah yang membuat suatu pesan menjadi lebih penting. Dalam
hal ini berita yang dimuat dalam surat kabar diyakini memiliki nilai informasi,
hiburan dan pendidikan tanpa disadari bahwa berita yang dimuat telah melalui
proses kontruksi dari redakasi media bersangkutan. Dalam penelitian ditemukan
faktor yang mempengaruhi kosntruksi berita kampanye Pilkada Kabupaten
Gianyar tahun 2008 adalah, kebijakan redaksi, ideologi wartawan, ideologi pasar,
pencitraan, praktik kekuasaan, representasi partai politik, serta modal (sosial,
ekonomi dan budaya).
Keseluruhan faktor yang telah disebutkan di atas, faktor pemilik modal
memegang peran paling menentukan atas keseluruhan konstruksi berita yang
dimuat dalam surat kabar. Konstruksi berita kampanye pilkada didasarkan atas
kontrak kerjasama ekonomi dalam bentuk pemasangan iklan atau advertorial
antara kandidat dengan institusi surat kabar. Keputusan menyangkut kontrak
kerjasama ekonomi ini ditentukan oleh pemilik modal media.
15
Teori hipersemiotika, menurut Piliang, digunakan untuk menjelaskan
sebuah kecenderungan yang berupaya melampaui batas oposisi biner di dalam
bahasa dan kehidupan sosial. Prinsip oposisi biner ini tampak sangat sentral dalam
pemikiran struktural mengenai semiotika. Prinsip-prinsip yang ada dalam
hipersemiotika, perubahan dalam transformasi, imanensi, perbedaan, permainan
bahasa, simulasi, diskontiniuitas. Konstruksi berita kampanye Pilkada Kabupaten
Gianyar tahun 2008, dengan menggunakan Teori Hipersemiotika dari Jean
Baudrillard, memunculkan makna, hegemoni, konspirasi, kapitalisme,
komodifikasi dan hiperealitas yang memunculkan kesimpangsiuran pada makna.
Berdasarkan deskripsi atas makna-makna tersebut di atas dapat
disimpulkan bahwa surat kabar melakukan konspirasi dengan kandidat dan usaha
sekeras-kerasnya menghegomoni pembaca atau publik melalui penggunaan tanda-
tanda semiotis yang berlebihan dalam teks berita kampanye. Publik disuguhkan
berita kampanye yang kurang bermakna bagi proses pencerdasan dan pendidikan
politik di alam demokrasi. Surat kabar secara sadar mengelola berita kampanye
sebagai komoditas dan bentuk kapitalisme secara masif.
16
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i
HALAMAN JUDUL........................................................................................ ii
LEMBAR PERSETUJUAN............................................................................. iii
UCAPAN TERIMAKASIH............................................................................. vi
ABSTRAK........................................................................................................ ix
ABSTRACT...................................................................................................... x
RINGKASAN................................................................................................... xi
DAFTAR ISI..................................................................................................... xvi
DAFTAR TABEL............................................................................................. xx
DAFTAR GAMBAR........................................................................................ xxi
DAFTAR SINGKATAN DAN AKRONIM................................................... xxiv
GLOSARIUM................................................................................................... xxv
BAB I................................................................................................................ PENDAHULUAN............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang...…………………………………………………............. 1
1.2 Rumusan Masalah...………………………………………………............ 7
1.3 Tujuan Penelitian...………………………………………………............. 7
1.3.1 Tujuan Umum...…………………………….………….......................... 7
1.3.2 Tujuan Khusus...……………………………….………......................... 8
1.4 Manfaat Penelitian...………………………………………………........... 8
1.4.1 Manfaat Teoretis.....……………………………………......................... 8
1.4.2 Manfaat Praktis...……………………………………............................. 9
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN
MODEL PENELITIAN....................................................................
10
2.1 Kajian Pustaka...…………..………………………………………........... 10
2.2 Konsep...………………..…………………………......………................. 15
2.2.1 Konstruksi Berita Kampanye.………..…………………........................ 16
17
2.2.2 Pilkada Kabupaten Gianyar Tahun 2008................................................. 19
2.2.3 Surat Kabar Lokal Bali......................…….............................................. 21
2.2.4 Konstruksi Berita Kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar Tahun 2008
pada Surat Kabat Lokal Bali....................................................................
22
2.3 Landasan Teori............................................................................................ 23
2.3.1 Teori Kognisi Sosial....................……………………............................ 23
2.3.2 Teori Ekologi Media.………………......................…............................ 25
2.3.3 Teori Hipersemiotika....................................………….......................... 28
2.4 Model Penelitian.………………………………………………................ 32
BAB III METODE PENELITIAN................................................................. 34
3.1 Rancangan Penelitian……….……………………………....……............. 34
3.2 Lokasi Penelitian...…………….………………………….....…................ 35
3.3 Jenis dan Sumber Data……….……………………….....…….................. 35
3.3.1 Jenis Data………………………………………….…............................ 35
3.3.2 Sumber Data………………………………………................................. 36
3.4 Penentuan Informan Penelitian….…………………………...................... 36
3.5 Instrumen Penelitian…….……………………………..…........................ 36
3.6 Teknik Pengumpulan Data…………..………………...……..................... 36
3.6.1 Wawancara........................................…………………........................... 36
3.6.2 Observasi….............……………………….……..…….......................... 37
3.6.3 Studi Dokumen.................…………………………...…........................ 37
3.7 Teknik Analisis Data.....…..…………………………..……...................... 37
3.8 Teknik Penyajian Hasil Penelitian…….………………............…............. 40
BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN GIANYAR, PILKADA
GIANYAR 2008, SURAT KABAR LOKAL BALI......................
41
4.1 Gambaran Umum Kabupaten Gianyar........………………......….……..... 41
4.2 Pilkada Kabupaten Gianyar Tahun 2008 dan Tahapannya......................... 46
4.2.1 Pembentukan PPK, PPS dan KPPS.....……………….....……............... 47
4.2.2 Sosialisasi Pelaksanaan Pilkada............................................................... 48
18
4.2.3 Pendaftaran dan Penetapan Pemilih.................…….…........................... 49
4.2.4 Pendaftaran dan Penetapan Pasangan/Paket Calon Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah ..............................................................................
51
4.2.5 Kampanye Pasangan/Paket Calon.........……………............................... 52
4.2.6 Pemungutan dan Penghitungan Suara..............…….…........................... 53
4.2.7 Penetapan, Pengangkatan dan Pelantikan Pasangan Calon Terpilih....... 55
4.3 Gambaran Umum Surat Kabar Bali Post, NusaBali, Radar Bali................ 56
4.3.1 Sejarah Singkat Surat Kabar Bali Post..............…….….......................... 64
4.3.2 Sejarah Singkat Surat Kabar NusaBali..……….……............................. 66
4.3.3 Sejarah Singkat Surat Kabar Radar Bali………….................................. 68
BAB V BENTUK KONSTRUKSI BERITA KAMPANYE PILKADA
KABUPATEN GIANYAR TAHUN 2008 PADA SURAT
KABAR LOKAL BALI..................................................................
70
5.1 Konstruksi Berita Kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar......................... 70
5.2 Frekuensi Berita Kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar di Surat Kabar.. 72
5.3 Peliputan Kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar pada Surat Kabar......... 74
5.3.1 Surat Kabar Bali Post............................................................................... 74
5.3.2 Surat Kabar NusaBali.............................................................................. 76
5.3.3 Surat Kabar Radar Bali............................................................................ 78
5.4 Konstruksi Citra Kandidat pada Surat Kabar...............…........................... 81
5.4.1 Pencitraan Pasangan Bayu....................................................................... 82
5.3.2 Pencitraan Pasangan AS.......................................................................... 89
5.5 Konstruksi Program Kandidat pada Surat Kabar........................................ 92
5.5.1 Program Pasangan Bayu.......................................................................... 92
5.5.2 Program Pasangan AS.............................................................................. 96
5.5 Konstruksi Mobilisasi Massa dalam Berita Surat Kabar............................ 100
5.5.1 Mobilisisasi Dukungan Pasangan Bayu................................................... 100
5.5.2 Mobilisasi Dukungan Pasangan AS......................................................... 103
5.6 Konstruksi Provokasi Politik...................................................................... 110
19
BAB VI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONSTRUKSI
BERITA KAMPANYE PILKADA KABUPATEN GIANYAR
TAHUN 2008 PADA SURAT KABAR LOKAL BALI.................
121
6.1 Kebijakan Redaksi dan Ideologi Wartawan................................................ 122
6.2 Ideologi Pasar.............................................................................................. 127
6.3 Pencitraan ................................................................................................... 132
6.4 Praktik Kekuasaan...................................................................................... 141
6.5 Representasi Partai Politik.......................................................................... 145
6.6 Modal (Politik, Sosial, dan Ekonomi)......................................................... 149
BAB VII MAKNA KONSTRUKSI BERITA KAMPANYE PILKADA
KABUPATEN GIANYAR TAHUN 2008 PADA SURAT
KABAR LOKAL BALI................................................................
155
7.1 Makna Hiperealitas..................................................................................... 156
7.1.1 Bayu dan Bharatayudha........................................................................... 158
7.1.2 AS dan Amerika Serikat.......................................................................... 159
7.2 Makna Hegemoni........................................................................................ 161
7.3 Makna Konspirasi....................................................................................... 164
7.4 Makna Kapitalisme..................................................................................... 166
7.5 Makna Komodifikasi.................................................................................. 168
Refleksi............................................................................................................. 170
BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN........................................................... 174
8.1 Simpulan..................................................................................................... 174
8.2 Saran........................................................................................................... 177
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 178
LAMPIRAN-LAMPIRAN…………………………………………………..
Lampiran 1 : Pedoman Wawancara
183
Lampiran 2 : Daftar Informan
Lampiran 3 : Rekap Berita Kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar di Bali
Post, NusaBali, Radar Bali.
20
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1 Rekapitulasi Pemilih Tetap Pemilihan Umum Kepala Daerah
dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Gianyar Tahun
2008……………………………………………………………
50
Tabel 4.2 Jadwal Pelaksanaan Pilkada Kabupaten Gianyar yang
Ditetapkan oleh KPU Kabupaten Gianyar Tahun
2008……………………………………………………………
53
Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Perolehan Suara Untuk Pasangan Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Gianyar Tahun
2008 oleh KPU Kabupaten Gianyar…………………………..
54
Tabel 5.1 Frekuensi Berita Kampanye Pilkada Gianyar di Bali Post,
NusaBali, dan Radar Bali……………………………………...
72
21
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Model Penelitian……………………………………………....
32
Gambar 4.1 Peta Kabupaten Gianyar………………………………………
42
Gambar 4.2 Foto Kedua Kandidat Bersama KPU Pusat……………..…… 51
Gambar 4.3 Pelantikan Bupati dan Wakil Bupati Gianyar Periode 2008-
2013 oleh Gubernur Bali Dewa Made Berata di Balai Budaya
Gianyar, 21 Februari 2008…………………………………….
55
Gambar 5.1 Berita Bali Post, tanggal 27 Desember 2007, hal 10. Kol.2,
judul “Bupati Serahkan Bantuan Koperasi di Padang Tegal
Ubud”………………………………………………………….
83
Gambar 5.2
Berita Bali Post, tanggal 30 Desember 2007, hal.11. kol. 1
judul “Gelar Kampanye Simpatik, Pasangan Bayu Sasar
Pedagang Pasar”………………………………………………
85
Gambar 5.3
Berita NusaBali, tanggal 7 Desember 2007, hal. 16. Kol 1,
judul “Bayu Luar Biasa, Sederhana, dan Merakyat”………….
88
Gambar 5.4 Berita Radar Bali, tanggal 6 Januari 2008, hal.37. kol 1, judul
“Rakyat Gianyar Sambut Kemenangan Perubahan”….............
90
Gambar 5.5 Berita Radar Bali, tanggal 10 Januari, hal 37 kol. 1, judul
“Detik-detik Menjelang Kemenangan Perubahan Gianyar”…..
91
Gambar 5.6
Berita Bali Post, tanggal 29 Desember 2007, hal. 10 kol. 4,
judul “APBD Gianyar 2008 Dirancang Sejahterakan Rakyat,
Siswa SD dan SMP Gratis SPP dan Uang Bangunan”………..
94
Gambar 5.7
Berita Bali Post, tanggal 30 Desember 2007, hal 11. Kol. 1,
judul “Sebelum Tutup Tahun 2007, Bharata Tuntaskan
Bantuan Koperasi Banjar”…………………………………….
96
Gambar 5.8 Berita Bali Post, tanggal 3 Januari 2008, hal. 10. Kol. 2, judul
“Tanda Tangani MoU Kerja Ke LN Massa AS Histeris”…..…
98
Gambar 5.9 Berita Radar Bali, tanggal 3 Januari 2008, hal 29. Kol.2, judul
“Heli Sebarkan Program”.………….…………………………
99
Gambar 5.10 Berita Bali Post, tanggal 7 Januari 2008, hal. 11, kol. 1, judul
“Simpati Bayu Bergerak Lautan Manusia Menyeruak”………
101
22
Gambar 5.11 Berita Radar Bali, tanggal 31 Desember 2007, hal 37. Kol 1,
judul “Kekuatan Perubahan Gianyar Tidak Terbendung Lagi”.
104
Gambar 5.12 Berita Bali Post, tanggal 6 Januari 2008, hal. 11. Kol 4, judul
“Tak Mau Kalah, Sukawati Dongkrak Suara AS, Hari Ini,
Puluhan Ribu Massa Putihkan Sukawati”…………………….
105
Gambar 5.13 Berita Radar Bali, tanggal 7 Januari 2008, hal 37. kol. 1, judul
“Mulai dari Pejalan Kaki, Motor buntut Hingga Mobil
Mewah, Pulang Kampung ke Sukawati, AS Disambut Histeria
Massa”……………..………………………………………….
107
Gambar 5.14 Berita Radar Bali, tanggal 9 Januari 2008, hal 37. Kol. 1,
judul “Detik-detik Menjelang Kemenangan Perubahan
Gianyar”……………………………………………………….
109
Gambar 5.15 Berita Bali Post, tanggal 28 Desember 2007, hal 11. Kol.4,
judul “Warga Keluhkan Intimidasi Oknum Pejabat”..….…….
111
Gambar 5.16 Berita Bali Post, tanggal 29 Desember 2007, hal 11. Kol 4,
judul “Program AS Nyata Berpihak Pada Rakyat SPP Gratis
Hingga Pinjaman Ke LN”, dan Berita Bali Post, tanggal 29
Desember 2007, hal. 10. Kol 1, judul “APBD Gianyar 2008
Dirancang Sejahterakan Rakyat, Siswa SD dan SMP Gratis
SPP dan Uang Bangunan”……………….....…………………
115
Gambar 5.17
Gambar 5.18
Berita NusaBali, tanggal 9 Januari 2008, hal 1. kol.1, judul
“Diana Mengarah Tersangka”.………..………………………
Berita Bali Post, tanggal 9 Januari 2012, hal. 16 kol 1 judul
“Akhiri Kampanye, Tjok Artha Teteskan Air Mata, Demi
Kepentingan Perdamain, AS Mengalah”……………………...
117
119
Gambar 6.1 Berita NusaBali, tanggal 27 Desember 2007, hal.4. kol.1,
judul “AS Cari Simpati Penggila Bola, Pencetak Gol Dapat
Rp.2 Juta, Persegi Menang Bonus Rp. 5 Juta”………………..
133
Gambar 6.2 Berita Bali Post, tanggal 9 Januari 2008, hal 14. Kol.1, judul
“Akhiri Kampanye, Tjok Artha Teteskan Air Mata, Demi
Kepentingan Perdamain AS Mengalah”…..…………………..
139
Gambar 6.3 Berita NusaBali, tanggal 29 Desember 2007, hal.4. kol.1,
judul “Diwarnai Perang Interupsi Pendukung”……………….
148
23
Gambar 6.4
Gambar 6.5
Gambar 7.1
Foto Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati Sebelum Pentas
Calonarang di Pura Dalem Beng (15/3/11)..…………………..
Berita Radar Bali, tanggal 1 januari 2008, Hal 37. Kol 1, judul
“Heli Sebar Program”…………………………………………
Berita Radar Bali, tanggal 4 Januari 2008, hal 37.kol 1, judul
“Massa Blahabatuh Saksikan AS Buktikan Perubahan……….
152
154
157
24
DAFTAR SINGKATAN DAN AKRONIM
1. ABG : Aliansi Bhakti Gianyar
2. AS : Cok Ace - Sutanaya
3. Bayu : Agung Bharata – Yudany Thema
4.
5.
6.
CBS
Daswati
DATI
:
:
:
Cokorda Budi Suryawan
Daerah Swatantra Tingkat
Daerah Tingkat
7. Golkar : Golongan Karya
8. KPPS : Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara
9.
10.
KPUD
KMD
:
:
Komisi Pemilihan Umum Daerah
Koran Masuk Desa
11. KRG : Koalisi Rakyat Gianyar
12. KSM : Koalisi Santi Mandala
13.
14.
15.
16.
NKRI
NIT
Parpol
PDI-P
:
:
:
Negara Kesatuan Republik Indonesia
Negara Indonesia Timur
Partai Politik
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
17.
18.
Pilkada
PKI
:
:
Pemilihan Kepala Daerah
Partai Komunis Indonesia
19. PNI : Partai Nasional Indonesia
20. PPK : Panitia Pemilihan Kecamatan
21.
22.
PPS
RIS
:
:
Panitia Pemungutan Suara
Republik Indonesia Serikat
23. SK : Surat Keputusan
24.
25.
TPS
Unud
:
:
Tempat Pemungutan Suara
Universitas Udayana
26. UU : Undang-Undang
25
GLOSARIUM
1. bendesa : ketua eksekutif desa pakraman
2. brahmana : pendeta rahoniawan dan keturunannya
3. jagadhita : sejahtera
4. Karya Agung Balik
Sumpah dan Ngenteg
Linggih
: upacara Hindu tingkatan utama yang betujuan
memulihkan dan meningkatkan kesucian pura
atau mrajan.
5. masimakrama : beranjangsana, memperkenalkan, atau
menyosialisasikan
6. mapunia : bersedekah atau mempersembahkan sesuatu
atau materi lainnya
7. merajan : tempat persembahyangan atau pemujaan umat
Hindu di tingkat keluarga Tri Wangsa.
Tingkatan kata ini bermakna lebih tinggi
dibandingkan Sanggah, yakni tempat
pemujaan umat Hindu untuk golongan non Tri
Wangsa atau sudra.
8. ngayah : mengabdikan diri
9. pangelingsir : orang yang dituakan, tetua dalam puri
10. paruman : rapat di tingkat keluarga puri atau tingkat desa
pakraman
11. pura : tempat persembahyangan umat Hindu untuk
pelbagai lapisan di tingkat desa dan komunitas
umat Hindu lebih tinggi lainnya
12. puri : keraton atau rumah para bangsawan; golongan
bangsawan pemilik tanah yang dalam ideologi
di Bali tergolong ksatrya
13 Tjokorda : gelar kebangsawanan puri
26
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pascareformasi, media massa memegang peranan penting dalam
kehidupan politik di Indonesia. Kekuasaan media dalam menyajikan atau
melaporkan peristiwa-peristiwa politik dalam bentuk berita sering memberi
dampak signifikan bagi perkembangan politik di tanah air. Media massa bukan
saja sebagai sumber informasi politik, tetapi menjadi faktor pemicu (trigger)
terjadinya perubahan politik. Hal ini mengingat kemampuan dan kekuasaan media
massa dalam mempengaruhi masyarakat atau khalayak lewat pembentukan opini
dan wacana yang diwartakan.
Runtuhnya rezim otoritarian Orde Baru lewat gerakan reformasi tahun
1998, diikuti dengan kebebasan pers, telah mengubah tatanan dan kondisi politik
Indonesia menuju ke arah demokratisasi. Reformasi telah mengubah dunia pers di
Indonesia, dengan tidak lagi terkungkung dalam keseragaman isi dan kemasan.
Media pada era dan pascareformasi dapat bebas mengembangkan model
pemberitaan sesuai keinginan. Kata “bebas”, pada perkembangannya bisa
bermakna lain, sebab sulit untuk mempercayai bahwa media adalah entitas yang
benar-benar otonom dan mandiri. Meskipun rezim sudah berganti dan iklim
politik telah sedemikian terbuka, tetap diperlukan kecurigaan terhadap faktor-
faktor eksternal dan internal yang berpotensi mempengaruhi perilaku media dalam
mengkonstruksi dan memaknai realitas (Sudibyo, 2006 : 1).
27
Dalam membuat liputan berita politik yang memiliki dimensi
pembentukan opini publik media massa umumnya melakukan tiga kegiatan
sekaligus yang dipakai untuk mengkonstruksi realitas. Pertama, menggunakan
simbul-simbul politik (langue of politic), kedua, melaksanakan strategi
pengemasan pesan (framing strategies), ketiga, melakukan fungsi agenda setting
media (agenda setting function). Ketika tiga tindakan dilakukan oleh sebuah
media dipengaruhi oleh berbagai faktor internal berupa kebijakan redaksional
tertentu mengenai suatu kekuatan politik, kepentingan politik para pengelola
media, relasi media dengan sebuah kekuatan politik tertentu, dan faktor eksternal
seperti tekanan pasar pembaca atu pemirsa, sistem politik yang berlaku, dan
kekuatan-kekuatan luar lainnya. Dengan demikian boleh jadi satu peristiwa politik
bisa menimbulkan opini publik yang berbeda-beda tergantung dari cara masing-
masing media mengkonstruksi berita politik (Hamad, 2004 2-3).
Dalam tatanan politik, salah satu produk dari reformasi menuju
demokratisasi adalah dikeluarkannya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah yang diikuti dengan penjabaran Peraturan
Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan
dan Pemberhentian Kepala Daerah. Regulasi ini memandatkan dilaksanakannya
pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota
dan Wakil Walikota secara langsung oleh rakyat, lewat apa yang kita kenal
dengan pemilihan kepala daerah secara langsung (Pilkada), atau pilkadal serta
istilah sejenisnya.
28
Pada pelaksanaan Pilkada Gubernur, Bupati, dan Walikota, semua
kandidat berkepentingan untuk dapat tampil sebagai pemenang dalam
memperebutkan suara terbanyak dalam pesta demokrasi. Berbagai upaya dan
sarana serta celah yang ada, ditempuh kandidat bersama tim sukses untuk menarik
perhatian, dukungan dan yang terutama adalah suara pemilih. Kampanye
merupakan media komunikasi politik kandidat bersama tim sukses untuk
menyampaikan program dan pesan, yang selanjutnya dapat menarik perhatian
pemilih. Bentuk kampanye sendiri sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh
KPU sebagai pelaksana pemilu adalah berupa kampanye terbuka dan kampanye
lewat media massa.
Dalam berkampanye di media massa kandidat bersama tim sukses
berupaya menyampaikan pesan dan membangun pencitraan diri untuk menarik
simpati serta dukungan pemilih. Ruang publik di dalam media massa, menjadi
ruang ekspresi yang tak lepas dari berbagai manuver, taktik, dan strategi politik
yang digelar oleh elite politik dalam meraih dukungan atau suksesi pilkada.
Teknik pencitraan politik dengan mengemas citra tentang sosok calon kepala
daerah dalam praktik politik pencitraan (politics of image), menempatkan media
massa sebagai kendali utama pemberitaan.
Peranan media massa dalam pemilihan kepala daerah secara langsung,
juga signifikan dalam konteks kehidupan demokrasi di Bali, terlebih pasca
reformasi (tahun 1998). Pasca reformasi di Kabupaten Gianyar telah berlangsung
tiga kali pemilihan Bupati dan Wakil Bupati, yakni tahun 2003, 2008 dan 2013.
Dimana untuk tahun 2003 dipilihan lewat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
29
(DPRD), tahun 2008 dan 2013 dipilih secara langsung lewat pemilihan kepala
daerah secara langsung oleh masyarakat Gianyar. Pilkada Tahun 2008 merupakan
pilkada langsung pertama bagi masyarakat Gianyar untuk memilih Bupati dan
Wakil Bupati Gianyar untuk periode 2008-2013, dan berbarengan dengan masa
studi penulis.
Pilkada Kabupaten Gianyar diikuti dua kandidat atau pasangan calon yang
bertarung dalam perebutan kursi Bupati dan Wakil Bupati Gianyar periode 2008 –
2013. Kandidat calon bupati incumbent, Anak Agung Gde Agung Bharata dan
Putu Yudhani Thema (Paket Bayu) berhadapan dengan paket Tjokorda Oka Artha
Ardhana Sukawati dengan Dewa Made Sutanaya (Paket AS). Paket Bayu diusung
oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) bernomor urut satu
berhadapan dengan pasangan kandidat nomor urut dua yakni paket AS. Paket AS
diusung koalisi partai gabungan, yakni Partai Golkar, PIB, Demokrat, PDP,
PNBK, dan PNI Marhenisme.
Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008 merupakan pertarungan antar
kandidat incumbent dengan koalisi partai gabungan. Dua kandidat juga dinilai
oleh berbagai kalangan memiliki kekuatan politik dan basis massa berimbang.
Paket Bayu dengan PDIP diprediksi unggul di Kecamatan Sukawati, Gianyar,
Payangan dan Tampaksiring. Sementara Pasangan AS, yang didukung oleh Partai
Golkar dan Kolisi Rakyat Gianyar (KRG), memiliki basis massa di Ubud,
Tegalalang dan Blahbatuh. Dua calon bupati merupakan tokoh puri, yakni A.A.G
Agung Bharata sebagai tokoh Puri Gianyar dan Tjokorda Oka Artha Ardhana
Sukawati sebagai tokoh Puri Ubud. Pertarungan kedua kandidat juga dimaknai
30
sebagai perhelatan antara Puri Gianyar sebagai tempat kelahiran A.A.G Agung
Bharata dengan Puri Ubud sebagai asal dari Tjokorda Oka Artha Ardhana
Sukawati. Berdasarkan beberapa faktor di atas, banyak kalangan memprediksi
Pilkada Gianyar tahun 2008 sebagai pilkada langsung pertama bagi masyarakat
Gianyar akan berlangsung seru dan penuh kejutan.
Berdasarkan hasil perhitungan suara, pasangan dengan nomor urut dua,
yaitu Paket AS berhasil memenangkan Pilkada langsung Gianyar yang
berlangsung pada tanggal 12 Januari 2008 dengan perolehan 134.527 suara dan
138.182 untuk keunggulan Paket AS. Selanjutnya pada tanggal 22 Februari 2008,
bertempat di Balai Budaya Gianyar, Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati dan
Dewa Made Sutanaya dilantik oleh Gubernur Bali, Dewa Made Baratha sebagai
Bupati dan Wakil Bupati Gianyar periode 2008–2013 (KPUD Kabupaten
Gianyar).
Berdasarkan problematik di atas, yaitu, berimbangnya kekuatan parpol
pendukung, dan dukungan masing-masing puri dari kedua kandidat tentunya
tahapan kampanye menjadi sangat menentukan dalam mengarahkan dukungan
pemilih kepada masing-masing kandidat. Ajang kampanye menjadi semacam
“sentuhan akhir” paling utama dalam mengarahkan dukungan Pemilih Gianyar.
Kampanye terbuka dengan pengerahan massa, iklan politik dan berbagai upaya
dalam pembentukan citra kandidat menjadi hal yang sangat menentukan untuk
merebut hati pemilih. Kampanye terbuka dan berita di media massa selalu ramai
menjadi sarana untuk membangun opini publik. Dua Pasangan bertarung
membangun citra di media cetak lokal untuk merebut hati pemilih.
31
Pada Pilkada Kabupaten Gianyar Tahun 2008 terdapat dua belas media
cetak lokal baik terbit harian ataupun mingguan memberitakan tentang
pelaksanaan kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar. Dari dua belas media lokal
yang ada, tiga media menjadi fokus penelitian, yakni, Bali Post, NusaBali, Radar
Bali (Jawa Pos Group). Tiga media ini dipilih karena merupakan media lokal
harian yang secara intensif menerbitkan berita–berita dan hasil liputan selama
pelaksanaan Pilkada Kabupaten Gianyar Tahun 2008. Tiga media ini juga
merupakan media tertua dengan jumlah oplah teratas untuk surat kabar lokal di
Bali.
Tiga media lokal (baca : Bali Post, NusaBali dan Radar Bali) menyediakan
kolom dan halaman khusus untuk pemberitaan Pilkada Gianyar. Harian Bali Post
memberi dua porsi halaman untuk liputan khusus pilkada pada halaman 10 dan 11
yang diberi nama Arena Pilkada, Harian NusaBali mengalokasikan satu halaman
pada halaman 16 dengan rubrik Gong Demokrasi. Harian Radar Bali
mengalokasikan satu halaman di halaman 27 dengan rubrik Pilkada.
Dalam rubrik khusus yang disediakan tiga media, iklan kampanye kedua
pasangan dikemas dalam bentuk seperti berita yang kemudian dibaca oleh publik
sebagai berita utuh. Iklan kampanye yang dikemas dalam bentuk berita ini
merupakan hasil konstruksi realitas yang dikemas oleh surat kabar berdasarkan
kesepakatan tarif dengan kandidat atau tim kampanye. Pembaca secara sadar dan
tidak sadar menerima berita kampanye (iklan kampanye) sebagai berita murni
produk dari surat kabar. Secara tidak langsung media bersama kandidat telah
32
melakukan kebohongan publik, yang mana bertentangan dengan fungsi media
sebagai publik watch dog.
Berangkat dari dinamika rubrik khusus yang ada di tiga surat kabar
tersebut dalam memberitakan kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008,
maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang konstruksi berita
kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar pada surat kabar lokal Bali.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latarbelakang tersebut di atas, maka dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut.
1. Bagaimanakah bentuk konstruksi berita kampanye Pilkada Kabupaten
Gianyar Tahun 2008 pada surat kabar lokal Bali?
2. Faktor-faktor apa yang memengaruhi konstruksi berita kampanye Pilkada
Kabupaten Gianyar Tahun 2008 pada surat kabar lokal Bali?
3. Bagaimanakah makna konstruksi berita kampanye Pilkada Gianyar Tahun
2008 pada surat kabar lokal Bali?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini meliputi dua bagian yaitu,
tujuan umum dan tujuan khusus.
1.3.1 Tujuan Umum
Kajian ini secara umum bertujuan untuk mengungkap konstruksi berita
kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar yang disajikan surat kabar, terutama
33
berkaitan dengan aspek-aspek bentuk, faktor-faktor, dan makna konstruksi berita
kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008 pada surat kabar lokal Bali
sebagai bentuk ideologi, hegemoni dan budaya komunikasi politik. Kajian ini juga
mengkaji konstruksi berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008
pada surat kabar lokal Bali dalam membentuk opini publik sebagai konstruksi
realitas budaya komunikasi politik massa.
1.3.2 Tujuan Khusus
Secara khusus penelitian ini untuk mengungkap tiga aspek sebagaimana
dipaparkan sebagai permasalahan.
1. Untuk mengetahui bentuk konstruksi berita kampanye pilkada
Kabupaten Gianyar tahun 2008 pada surat kabar kokal Bali.
2. Untuk mengungkap faktor-faktor yang mempengaruhi konstruksi
berita kampanye pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008 pada surat
kabar lokal Bali.
3. Untuk memahami makna di balik konstruksi berita kampanye pilkada
Kabupaten Gianyar tahun 2008 pada surat kabar lokal Bali.
1.4 Manfaat Penelitian
Kajian ini diharapkan dapat memberi manfaat secara teoretis dan praktis
antara lain sebagai berikut.
1.4.1 Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoretis khususnya
terhadap peminat Kajian Budaya yang memfokuskan diri pada kajian media.
34
Mengingat perkembangan kajian media yang banyak selama ini lebih fokus pada
kajian linguistik, ekonomi-politik dengan meninggalkan ranah budaya sebagai
sebuah entitas yang sangat memiliki pengaruh besar di dalamnya.
Secara teoretis, hasil penelitian ini bermanfaat sebagai tesis kajian kritis
untuk meningkatkan pemahaman tentang kritik terhadap konstruksi berita
kampanye pilkada pada media massa.
1.4.2 Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini akan memberikan manfaat praktis kepada pihak –
pihak berikut ini.
1. Masyarakat umum, melalui kajian ini memperoleh informasi dan dapat
secara kritis memandang bentuk, faktor-faktor, dan makna sebuah berita
kampanye, sehingga dalam menyalurkan aspirasi politiknya masyarakat
tidak terjebak, seperti pemeo ”membeli kucing dalam karung”.
2. Para pengelola media cetak lewat kajian ini dapat mengevaluasi kembali
kebijakan organisasi perusahaan berkaitan dengan penyajian berita politik
dalam pilkada.
3. Para kandidat dan pendukung peserta pilkada melalui kajian ini dapat
mempertimbangkan efek dari pencitraan politik dalam berita politik
sebagai sebuah konsekuensi moral dan etika dalam
mempertanggungjawabkan kekuasaan kepada masyarakat.
35
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI,
DAN MODEL PENELITIAN
2.1 Kajian Pustaka
Penelitian tentang kajian berita politik pada media massa di Indonesia
belum begitu banyak dilakukan, terlebih tentang pelaksanaan Pilkada. Hal ini
mengingat pelaksaan pilkada merupakan kegiatan yang baru dimulai sejak tahun
2005 dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2005 tentang
Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah.
Beberapa penelitian menyangkut kajian media dan politik telah dilakukan
oleh beberapa pihak, yang kiranya dapat dijadikan referensi dan acuan dalam
penelitian ini, di antaranya buku Ibnu Hamad dengan judul Konstruksi Realitas
Politik Dalam Media Massa (2004), tesis I Gusti Ngurah Putu Artha berjudul
”Wacana Surat Kabar Kampanye Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Badung
Propinsi Bali Tahun (2005)”. Tesis I Nyoman Yatna, Kajian Budaya Unud (2005)
”Wacana Fotografis Tragedi Bom Bali Perspektif Kebudayaan, dan tesis A.A Gde
Bagus Udayana, Kajian Budaya Unud (2003), dengan judul ”Tabloid Bali Travel
News dalam Perspektif Budaya”. Selain itu, Tesis I Nyoman Wilasa, Kajian
Budaya Unud (2012) berjudul ”Relasi Kekuasaan Puri Ubud dengan Partai Politik
Pada Pilkada Tahun 2008 Kabupaten Gianyar Propinsi Bali”. Tesis I Nyoman
Wija Kajian Budaya Unud (2012) dengan judul ”Konstruksi Pesta Kesenian Bali
2010 dalam Media Massa Cetak Bali” yang sudah menjadi buku berjudul ”Pesta
Kesenian Bali, Pesta Media Massa” menjadi kajian pustaka dalam penelitian ini.
36
Buku yang diterbitkan Ibnu Hamad (2004) berjudul Konstruksi Realitas
Politik dalam Media Massa, mengulas tentang konstruksi sepuluh surat kabar di
Indonesia terhadap sembilan partai politik yang menjadi peserta Pemilu 1999.
Dengan pendekatan analisis wacana kritis (Critical Dicourse Analysis/CDA), Ibnu
Hamad (2004: 180) menyimpulkan bahwa realitas yang teramati pada level
deskripsi sebuah berita media massa, terdapat ”realitas kesejarahan dan pengaruh
kekuatan sosial, budaya dan ekonomi-politik” yang berpengaruh atas
pengkonstruksian citra partai-partai politik level interpretasi dan eksplanasi. Pada
masa pemilu tahun 1999, di antara beberapa media cetak yang diteliti, koran-
koran tersebut ternyata kembali menunjukkan dukungan politiknya akibat
hubungan historis dengan kekuatan politik tertentu.
Hasil penelitian Ibnu Hamad memiliki relevansi dengan kajian ini
terutama dalam mengungkap bentuk konstruksi realitas sebuah berita politik
dalam pelaksanaan Pilkada Gianyar tahun 2008. Hal ini mengingat desertasi Ibnu
Hamad dengan penilitian ini sama-sama mengkaji tentang konstruksi berita politik
surat kabar dalam pelaksanaan pemilu. Sementara perbedaan antara penelitian ini
adalah Ibnu Hamad meneliti tentang konstruksi berita yang dilakukan sepuluh
media nasional terhadap pelaksanaan pemilu legislative tahun 1999, sementara
penilitian ini terkait dengan konstruksi berita tiga surat kabar lokal Bali terhadap
pelaksanaan kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008. Buku Ibnu
Hamad berjudul Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa, dijadikan acuan
dalam melihat bentuk konstruksi dan faktor-faktor surat kabar dalam
mengkonstruksi berita kampanye Pilkada Gianyar tahun 2008.
37
Tesis Karya IGN Putu Artha dengan judul ”Wacana Surat Kabar
Kampanye Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Badung Propinsi Bali Tahun
2005: Sebuah Kajian Budaya, (2006), Kajian Budaya Unud, sangat relevan dalam
penelitian ini. Tesis Putu Artha menyimpulkan berdasarkan deskripsi atas makna,
hegemoni, konspirasi, hiperealitas, komodifikasi, kapitalisme, banalitas informasi,
makna skizofrenia media dan hipermoralitas, dikatakan bahwa surat kabar
melakukan konspirasi dengan kandidat dan usaha sekeras-kerasnya
menghegemoni publik. Melalui penggunaan tanda-tanda semiotik semiotis yang
berlebihan dalam teks berita kampanye, publik disuguhkan berita kampanye yang
kurang bermakna bagi proses pencerdasan dan pendidikan politik mereka, surat
kabar secara cerdas mengelola berita kampanye sebagai komoditas.
Penelitian ini berbeda dengan tesis Putu Artha selain penggunaan teori
yang berbeda, studi kasus penelitian, kajian ini juga lebih menekankan pada
bentuk konstruksi dan faktor-faktor yang mempengaruhi berita politik. Dalam
penelitian ini juga peneliti, lebih mempertajam aspek bagaimana proses dari
lahirnya sebuah berita kampanye dalam pilkada. Adapun persamaan dalam
penelitian ini dengan tesis, Putu Artha adalah objek kajian tentang pemberitaan
politik pilkada dalam surat kabar lokal Bali.
I Nyoman Yatna dalam tesisnya berjudul ”Wacana Fotografis Tragedi
Bom Bali Perspektif Kebudayaan” Kajian Budaya Unud (2005) memfokuskan
menelaah bentuk, fungsi dan wacana fotografis perspektif kebudayaan seputar
tragedi bom Bali. Foto–foto tragedi bom Bali dalam media menimbulkan ”simbol
baru” dan ”wacana baru”, yakni simbol-simbol traumatis dan kengerian, dampak
38
psikologis pada umat beragama di Indonesia, mengekspresikan pengendalian dan
pengontrolan sosial, dan juga fotografis tragedi bom Bali memiliki imaji
hiperealitas. Dengan menggunakan teori semiotika dan estetika Yatna secara
kualitatif menganalisa foto berita bom bali di media lokal cetak, seperti Bali Post,
NusaBali, Radar Bali, dan DenPost serta media nasional. Seperti Kompas dan
Jawa Pos sebagai korpus data untuk menjawab bentuk, fungsi dan makana wacana
fotografis tragedi bom Bali. Tesis Yatna menjadi kajian pustaka dalam penelitian
ini karena memiliki kesamaan dalam mengkaji tentang surat kabar lokal di Bali.
Sementara perbedaan adalah dalam penggunaan teori dan penelitian fokus pada
berita secara keseluruhan, sedangkan Yatna pada foto.
Tesis A.A. Gde Bagus Udayana, Kajian Budaya, Unud (2003) berjudul
”Tabloid Bali Travel News Dalam Perspektif Budaya” bertujuan untuk
mengetahui isi dan penyajian ”Tabloid Bali Travel News” dalam penyampaian
pesan dengan menggunakan teori estetika dan teori komunikasi. Berdasarkan hasil
analisis ditemukan bentuk komunikasi visual (ilustrasi, tipografi, logo, warna,
grafis, komposisi) dan teks (judul, subjudul, bodi teks, da keterangan gambar)
pada ”Tabloid Bali Travel News” memiliki kualitas visual yang disusun antar
unsur-unsurnya sebagai satu kesatuan dengan cara memadukan struktur rupa
dengan peristiwa-peristiwa bermakna ke dalam suatu bingkai berita yang
mengarah kepada isi dan makna bentuk yang estetis. Tabloid berperan sebagai
fungsi dekorasi/estis yang menjadi kebutuhan manusia terhadap keindahan.
Makna denotatif dan konotatif yang terkandung di dalam komunikasi visual dan
teks mempunyai makna-makna perlambangan (simbolis) yang disikapi melalui
39
kegiatan tradisional yang telah melekat pada aktivitas masyarakat Bali. Tesis
Bagus Udayana memiliki kesamaan dengan penilitian ini, karena objek kajian
yang sama yakni tentang media cetak. Perbedaan adalah selain penggunaan teori
dan media cetak yang berbeda juga lokasi penelitian yang berbeda.
Nyoman Wilasa dalam tesis berjudul ”Relasi Kekuasaan Puri Ubud
Dengan Partai Politik Pada Pilkada Tahun 2008 Kabupaten Gianyar Provinsi
Bali” Kajian Budaya Unud (2012) mengungkap tentang relasi kekuasaan Puri
Ubud dengan parpol dalam Pilkada Kabupaten Gianyar yang juga menjadi lokus
penelitian ini. Dalam tesisnya, Wilasa membahas tentang bentuk-bentuk
konstruksi dukungan 10 parpol/KRG kepada cabup Cok Ace dari Puri Ubud untuk
memenangkan pilkada tahun 2008, dan faktor-faktor yang memengaruhi relasi
kekuasaan, serta makna di balik relasi kekuasaan tersebut.
Relasi kekuasaan Puri Ubud dengan partai politik dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain faktor internal Puri Ubud meliputi empat jenis modal,
yakni modal ekonomi, sosial, budaya dan simbolik. Faktor eksternal Puri Ubud
yakni aksestabilitas, balas jasa masyarakat atau panjak terhadap puri. Selain itu,
faktor-faktor internal partai politik menyangkut kemampuan figur politik,
keuangan partai, kebijakan internal partai, faktor eksternal partai politik yakni
potensi pendukung partai, potensi lawan (partai politik) pendukung paket
cabup/cawabup lain, dan ruang koalisi antar partai politik dalam nilai-nilai hukum
pilkada. Relasi kekuasaan Puri Ubud dengan parpol pada Pilkada Kabupaten
Gianyar tahun 2008 menimbulkan makna hegemoni, mimesis, komodifikasi dan
makna hipermoralitas.
40
Tesis ini menjadi kajian pustaka dalam penilitian ini, karena sama-sama
meneliti tentang pelaksanaan Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008 di
Kabupaten Gianyar. Perbedaan dalam tesis Nyoman Wilasa dan penelitian ini,
adalah penulis meneliti tentang bentuk, faktor, dan makna konstruksi berita
kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008 pada surat kabar lokal Bali.
Tesis I Nyoman Wija, Kajian Budaya Unud (2012) berjudul ”Konstruksi
Pesta Kesenian Bali 2010 Dalam Media Massa Cetak Bali”. Wija mengungkapkan
tentang konstruksi Pesta Kesenian Bali dalam media massa cetak di Bali,
sekaligus mengungkap faktor-faktor pengaruh konstruksi, serta dampak dan
makna dalam upaya membangun kekuasaan yang bersinergi, sehingga memicu
tumbuhnya masyarakat dengan karakter kolektif yang kreatif, santun, damai, dan
bermoral. Dalam penelitian, Wija melakukan penelitian pada lima media cetak
lokal yang mengkonstruksi berita PKB, yakni Bali Post, NusaBali, Fajar Bali,
Radar Bali (Jawa Pos Group), dan Warta Bali.
Penelitian ini memiliki persama dengan tesis Wija karena objek kajian
yang sama tentang media, dengan menggunakan teori ekologi media. Perbedaan
adalah memiliki objek penelitian yang berbeda yakni berita pesta kesenian Bali
sedangkan penelitian ini mengkaji bentuk dan faktor-faktor serta makna dalam
berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008.
2.2 Konsep
Beberapa konsep yang digunakan dan merupakan istilah kunci pada tulisan
ini antara lain sebagai berikut.
41
2.2.1 Konstruksi Berita Kampanye
Sebelum pengertian konsep konstruksi berita kampanye Pilkada
Kabupaten Gianyar dijelaskan, terlebih dahulu diuraikan pengertian masing-
masing kata pembentuknya.
Konstruksi menurut Ibnu Ahmad adalah setiap upaya ”menceritakan”
(konseptualisasikan) sebuah peristiwa, keadaan, atau benda tak terkecuali
mengenai hal-hal yang berkaitan dengan politik adalah usaha mengkonstruksi
realitas. Laporan tentang kegiatan orang yang berkumpul di sebuah lapangan
terbuka guna mendengarkan pidato politik pada musim pemilu, misalnya adalah
hasil konstruksi realitas mengenai peristiwa yang lazim disebut kampanye pemilu
itu. Begitulah setiap hasil laporan adalah hasil konstruksi realitas atas kejadian
yang dilaporkan.
Sementara Peter L Berger dan Thomas Luckman dalam teori tentang
konstruksi realitas mengatakan proses konstruksi realitas dimulai ketika seorang
konstruktor melakukan objektivikasi terhadap suatu kenyataan yakni melakukan
persepsi terhadap suatu objek yang dipersepsi. Selanjutnya, hasil dari pemaknaan
melalui proses persepsi itu dinternalisasi ke dalam diri seorang konstruktor.
Dalam tahap inilah dilakukan konseptualisasi terhadap suatu objek yang
dipersepsi. Langkah terakhir adalah melakukan eksternalisasi atas hasil dari
proses perenungan secara internal tadi melalui penyertaan-penyertaan. Dalam
membuat penyertaaan tersebut tiada lain adalah kata-kata atau konsep atau bahasa.
Berita oleh Mitchel V Charnley (dalam Effendy, 1996: 151) adalah
laporan tercepat mengenai fakta atau opini yang mengandung hal yang menarik
42
minat atau penting, atau kedua-duanya, bagi sejumlah besar penduduk. Frank
Luther Mott (dalam Effendy, 1986: 152-153) menyatakan, paling sedikit ada
delapan konsep berita yang meminta perhatian. Kedelapan konsep berita tersebut
adalah (1) berita sebagai laporan tercepat ; (2) berita sebagai laporan peristiwa; (3)
berita sebagai fakta objektif; (4) berita sebagai interpretasi; (5) berita sebagai
sensasi; (6) berita sebagai minat insani; (7) berita sebagai ramalan dan; (8) berita
sebagai gambar.
Ishwara (2005: 51-52) membedakan jenis berita menjadi dua bagian.
Pertama, berita yang terpusat pada peristiwa (event-centered news) yang khas
menyajikan peristiwa hangat yang baru terjadi, dan umum tidak diinterpretasikan,
dengan konteks minimal, tidak dihubungkan dengan situasi dan peristiwa lain.
Kedua, berita yang berdasarkan (process-centered news) yang disajikan dengan
tentang kondisi dan situasi dalam masyarakat yang dihubungkan dengan konteks
yang luas dan melampaui waktu.
Dari segi bentuk, Ishwara (2005: 58-60), membedakan berita menjadi
berita lugas (hard news) dan berita halus (feature). Berita lugas adalah berita yang
berisi informasi fakta yang disusun berdasarkan urutan dari yang paling penting.
Jadi pada awal berita berisikan sari atau inti dari kejadian yang ingin disampaikan
dengan elaborasi detail kemudian. Sedangkan berita halus (feature), menurut
Daniel R Wiliamson (Ishwara, 2005: 59) sebagai penulisan berita yang kreatif,
subjektif, informasi dan hiburan. Penekanan pada kata-kata kreatif, subjektif,
informasi dan hiburan adalah untuk membedakannya dengan berita lugas.
Kampanye menurut Rogers dan Strorey (dalam Venus, 2004: 7) adalah
43
serangkaian tindakan komunikasi yang terencana dengan tujuan menciptakan efek
tertentu pada sejumlah besar khalayak yang dilakukan secara berkelanjutan pada
kurun waktu tertentu.
Pada sejumlah KPUD, terminologi kampanye masih mengacu pada saat
Pemilu Presiden dan Pemilu Legislatif. Menurut Ketua KPU Provinsi Bali, Oka
Wisnu Murti (Artha. 2006), sebuah kegiatan disebut kampanye apabila memenuhi
unsur-unsur: (1) dilakukan oleh calon dan/atau tim kampanye; (2) ada kegiatan
meyakinkan pemilih untuk merebut dukungan; (3) ada penyampaian visi dan misi
secara tertulis atau lisan; (4) dilakukan pada saat kampanye, jika salah satu unsur
tidak terpenuhi, kegiatan tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai kampanye.
Berkenaan dengan tahapan kegiatan kampanye dalam pilkada, Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2004 telah mengaturnya. Dalam pasal 76 dikatakan bahwa:
Kampanye dapat dilaksanakan melalui (a) pertemuan terbatas, (b) tatap
muka dan dialog, (c) penyebaran melalui media cetak dan media
elektronik, (d) penyiaran melalui radio dan/atau televisi, (e) penyebaran
umum, (f) pemasangan alat peraga di tempat umum, (g) rapat umum, (h)
debat publik/debat terbuka antar calon, dan/atau (i) kegiatan lain yang
tidak melanggar peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan penjelasan diatas definisi operasional dari konstruksi berita
kampanye adalah upaya ”menceritakan” (konseptualisasikan) sebuah peristiwa,
keadaan, atau benda dalam bentuk laporan tercepat mengenai fakta atau opini
yang mengandung hal yang menarik minat atau penting, atau kedua-duanya,
tentang komunikasi politik untuk mempengaruhi khalayak serta mencapai tujuan
tertentu.
Pada masa kampanye pasangan calon kepala daerah wajib meyampaikan
visi, misi dan program secara lisan maupun tertulis kepada masyarakat.
44
2.2.2 Pilkada Kabupaten Gianyar Tahun 2008
Konsep Pilkada Kabupaten Gianyar Tahun 2008 yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah dapat dilihat dari uraian tentang pengertian dari masing-
masing.
Pemilihan kepala daerah dalam praktiknya seringkali diakronimkan
dengan pilkada. Memang pernah terjadi akronim lain seperti pilkadal, pilkadalang,
atau pilkada langsung, namun belakangan – khususnya di Bali – istilah pilkada
lebih sering digunakan media massa untuk menyebut pemilihan kepala daerah
secara langsung. Salah satu sebabnya adalah karena pilkada secara menyeluruh di
Indonesia dilaksanakan secara langsung, tidak ada lagi yang tidak langsung, maka
tentu tidak tepat diakronimkan menjadi pilkada langsung. KPU Provinsi Bali pun
mengkampanyekan istilah pilkada kepada masyarakat, bukan istilah lain.
Pilkada langsung merupakan amanat dari Undang-undang Nomor 32
Tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah sebagai pengganti Undang-undang
Nomor 22 Tahun 1999. Dalam rangka mengimplementasikan Undang-undang
tersebut, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 6 tahun 2005
tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah
dan Wakil Kepala Daerah.
Berdasarkan pada undang-undang dan peraturan pemerintah tersebut,
seluruh kepala daerah, baik gubernur, bupati dan walikota akan dipilih secara
langsung oleh rakyat. Hal ini sebagaimana tersurat dalam Pasal 56 ayat 1,
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, yang berbunyi kepala daerah dan wakil
kepala daerah dipilih dalam satu pasang calon yang dilaksanakan secara
45
demokratis, langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.
Menurut Romli (2005: 286-287), pilkada secara langsung telah mendorong
berlangsungnya desentralisasi politik. Fokus kekuasaan tidak lagi terkonsentrasi di
pusat tetapi telah terdistribusi ke daerah-daerah. Dengan demikian, daerah
memiliki kewenangan dan kekuasaan untuk mengatur urusan rumah tangganya
sendiri. Dalam kaitan inilah pilkada langsung merupakan bagian dari kemandirian
tersebut. Wujud kemandirian tersebut secara nyata tampak pada proses pemilihan
pemimpin politik di daerah secara langsung tanpa intervensi dari pusat. Pilkada
langsung memberikan latihan kepemimpinan bagi elite-elite lokal untuk
mengembangkan kecakapannya dalam merumuskan kebijakan publik dan
melakukan komunikasi politik serta agregasi kepentingan masyarakatnya.
Konsep Kabupaten Gianyar tahun 2008, dalam penelitian ini adalah
pelaksanaan pemilihan kepala daerah, Bupati dan Wakil Bupati Gianyar yang
dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah Kabupaten Gianyar Tahun
2008. Pilkada tahun 2008, merupakan kegiatan pemilihan langsung yang untuk
kali pertama dilaksanakan oleh masyarakat Gianyar untuk memilih bupati dan
wakil bupati. Pilkada Gianyar Tahun 2008 diikuti oleh dua pasang kandidat, yakni
Paket Bayu, terdiri atas Anak Agung Gde Agung Bharata berpasangan dengan
Putu Yudany Thema, serta Pasangan AS yakni, Tjokorda Oka Artha Ardhana
Sukawati bersama Dewa Made Sutanaya.
Berdasarkan penjelasan diatas, yang dimaksud dengan Pilkada Kabupaten
Gianyar tahun 2008 adalah pelaksanaan pemilihan kepala daerah, Bupati dan
Wakil Bupati Gianyar periode 2008-2013 yang dilaksanakan oleh Komisi
46
Pemilihan Umum Daerah Kabupaten Gianyar tahun 2008.
2.2.3 Surat Kabar Lokal Bali
Surat kabar menurut Pareno (2005:20) merupakan bagian dari media
cetak. Jenis yang lainnya adalah majalah dan tabloid. Sedangkan pada bagian lain
dikenal media elektronik yang meliputi radio dan televisi. Keduanya, media cetak
dan elektronik dikenal istilah media massa, yakni media komunikasi yang bersifat
massal. Akan halnya cyber media hingga kini belum ada kesepakatan apakah
termasuk bagian dari media elektronik.
Sebagai bagian dari media massa, khususnya media cetak, surat kabar
memiliki karateristik sebagai berikut (Pareno, 2005: 24). (1), Berita merupakan
unsur utama yang dominan, (2) memiliki ruang yang relatif lebih luas, (3)
memiliki waktu untuk ”dibaca ulang” relatif lebih lama, (4) umpan balik relatif
lebih lamban, (5) kesegaran relatif lebih lamban, (6) dalam hal kenyataan relatif
kurang kredibel, (7) ditentukan oleh jalur distribusi
Simorangkir (dalam Widodo, 1997: 6) menyatakan, dalam arti sempit pers
hanya terbatas pada surat kabar harian, mingguan, dan majalah, sedangkan dalam
arti luas pers juga mencakup radio, televisi dan film. Adapun ciri-ciri media cetak,
menurut Effendy (1986: 120-122) meliputi ciri publisitas, periodisitas,
universalitas dan aktualitas. Publisitas menunjuk ciri media cetak yang
penyebarannya kepada publik secara luas, tidak kepada kelompok atau golongan
tertentu. Periodisitas menunjuk pada ciri keteraturan dalam jadwal terbitnya,
misalnya harian, mingguan atau dwimingguan. Universalitas menyangkut ciri isi
media cetak yang menyajikan materi-materi yang bersifat kesemestaan, beraneka
47
ragam, bukan satu bidang saja. Sedangkan aktualitas menunjuk pada ciri media
cetak yang menyajikan informasi terbaru, terkini dan sesuai dengan keadaan
sebenarnya.
Lokal Bali, berdasarkan pengertian di atas maka surat kabar lokal Bali
yang menjadi obyek penelitian dalam tulisan ini adalah tiga buah surat kabar di
Bali. Tiga surat kabar dimaksud adalah, Bali Post, NusaBali, dan Radar Bali
(Jawa Pos Group). Mengingat tiga surat kabar ini, sangat intensif memberitakan
tentang pelaksanaan Pilkada Kabupaten Gianyar Tahun 2008, dan menyediakan
kolom khusus untuk berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar.
Surat kabar lokal Bali yang dimaksud dalam penelitian ini adalah surat
kabar yang memberitakan Pilkada Kabupaten Gianyar, yakni Bali Post, NusaBali,
dan Radar Bali (Jawa Pos Group).
2.2.4 Konstruksi Berita Kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar Tahun 2008
pada Surat Kabar Lokal Bali
Berdasarkan penjelasan konsep di atas dapat dirumuskan definisi
operasional dari konstruksi berita kampanye adalah upaya ”menceritakan”
(konseptualisasikan) sebuah peristiwa, keadaan, atau benda dalam bentuk laporan
tercepat mengenai fakta atau opini yang mengandung hal yang menarik minat atau
penting, atau kedua-duanya, tentang komunikasi politik untuk mempengaruhi
khalayak serta mencapai tujuan tertentu.
Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008 didefinisikan sebagai pelaksanaan
pemilihan kepala daerah, Bupati dan Wakil Bupati Gianyar periode 2008-2013
dilaksanakan Komisi Pemilihan Umum Daerah Kabupaten Gianyar tahun 2008.
48
Sementara surat kabar lokal Bali dalam penelitian ini adalah koran harian
yakni, Balipost, NusaBali dan Radar Bali (Jawa Pos Group) yang memberitakan
pelaksanaan kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar, dari tanggal 28 Desember
2007 sampai dengan 10 Januari 2008.
2.3 Landasan Teori
Dalam mengungkap konstruksi berita kampanye Pilkada Kabupaten
Gianyar pada surat kabar lokal Bali, peneliti menggunakan tiga teori untuk
mengungkap pokok permasalahan. Tiga teori dimaksud adalah Teori Kognisi
Sosial, Teori Ekologi Media, dan Teori Hipersemiotika.
2.3.1 Teori Kognisi Sosial
Teori Kognisi Sosial, Teun A van Dijk dapat menggali hubungan praktik
kekuasaan. Menurut van Dijk (dalam Eriyanto, 2005: 221) penelitian atas wacana
tidak cukup hanya didasarkan pada analisis atas teks semata karena teks
merupakan hasil dari suatu praktik produksi yang harus juga diamati. Disini juga
harus dilihat bagaimana suatu diproduksi sehingga diperoleh suatu pengetahuan
kenapa teks bisa semacam itu. Proses produksi itu dan pendekatan ini sangat khas
Van Dijk yang melibatkan proses kognisi sosial, pendekatan yang diadopsi dari
lapangan psikologi sosial untuk menjelaskan struktur dan proses terbentuknya
teks. Kognisi sosial mempunyai dua arti. Pertama, ia menunjukkan bagaimana
teks itu diproduksi oleh wartawan. Kedua, ia menunjukkan bagaimana nilai-nilai
masyarakat menyebar dan diserap oleh wartawan, dan akhirnya digunakan untuk
membuat teks berita.
49
Penelitian ini, salah satu indikator yang dipakai utuk mengamati topik
sebuah teks adalah judul dan makna pesan umum yang diangkat dalam berita
politik tersebut. Variabel judul berita digunakan sebagai indikator karena judul
mencerminkan isi. Intisari atau rumusan terpenting dari berita tertuang dalam
judulnya (Widodo, 1997: 34).
Dimensi kognisi sosial yang diteliti adalah bagaimana kesadaran mental
wartawan yang membentuk teks tersebut. Hal ini amat tergantung pada
pemahaman dan pengertian seorang wartawan terhadap peristiwa yang diliputnya,
atau yang disebut Van Dijk sebagai skema. Skema dikonseptualisasikan sebagai
struktur mental di mana mencakup di dalamnya bagaimana seorang wartawan
memandang manusia dan peran sosial. Skema juga menunjuk pada struktur
kognisi sosial wartawan digali dengan melakukan proses wawancara mendalam
terhadap mereka.
Dimensi konteks sosial yang diteliti adalah faktor-faktor yang
mempengaruhi sebuah teks dan dikonstruksi oleh masyarakat. Menurut Van Dijk
dalam konteks sosial ini faktor kekuasaan (power) dan akses (acces) memegang
peranan penting. Van Dijk mendefinisikan kekuasaan sebagai kepemilikan oleh
seseorang atau kelompok yang digunakan untuk mengontrol kelompok lain.
Kepemilikan itu berupa sumber-sumber yang bernilai seperti uang, status dan
pengetahuan. Sedangkan yang dimaksud akses adalah akses masyarakat terhadap
media. Menurut Van Djik, semakin besar akses sebuah kelompok terhadap media,
semakin besar pula kemampuan kelompok itu menentukan topik inti wacana yang
diproduksi media. Faktor-faktor kekuasaan politik, ekonomi, dan status amat
50
menentukan terhadap akses kelompok terhadap media. Dalam penelitian ini, aspek
konteks sosial dapat digali dengan melakukan wawancara mendalam dengan
wartawan.
Di sini juga diamati bagaimana suatu wacana kekuasaan diproduksi
sehingga diperoleh suatu pengetahuan dan kenapa wacana bisa semacam itu.
Proses produksi itu dan pendekatan ini sangat khas dan van Dijk yang melibatkan
proses kognisi sosial—pendekatan yang diadopsi dari lapangan psikologi sosial
untuk menjelaskan struktur dan proses terbentuknya sebuah teks. Kognisi sosial
mempunyai dua arti. Pertama, ia menunjukan begaimana teks itu diproduksi oleh
wartawan. Kedua, ia diletakkan pada bagian akhir suatu teks. Dalam struktur
mikro, makna lokal sebuah teks yang diamati dari pilihan kata, kalimat dan gaya
yang dipakai suatu teks (Eriyanto, 2005:225-259).
Teori Kognisi Sosial Teun A van Dijk digunakan untuk menjawab
rumusan masalah satu, tentang bagaimana faktor-faktor konstruksi berita
kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar Tahun 2008 pada surat kabar lokal Bali.
Disamping juga, digunakan untuk menjawan rumusan masalah dua, tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi konstruksi berita kampanye Pilkada Kabupaten
Gianyar tahun 2008 pada surat kabar lokal Bali.
2.3.2 Teori Ekologi Media
McLuhan adalah seorang ilmuwan kritik sastra berkebangsaan Kanada
yang menggunakan puisi, fiksi, politik, teater musikal, dan sejarah untuk
menunjukkan bahwa teknologi yang menggunakan media membentuk perasaan,
pikiran, dan tindakan orang. McLuhan menyatakan bahwa manusia memiliki
51
hubungan yang bersifat simbiosis dengan teknologi yang menggunakan media;
manusia menciptakan teknologi, dan sebagai gantinya teknologi menciptakan
kembali diri manusia. Menurut McLuhan, media, secara umum, bertindak secara
langsung untuk membentuk dan mengorganisasikan sebuah budaya.
McLuhan menjelaskan terdapat tiga asumsi yang membingkai teori
ekologi media: media melingkupi setiap tindakan di dalam masyarakat, media
memperbaiki persepsi manusia dan mengorganisasikan pengalaman manusia, dan
media menyatukan seluruh dunia (West, 2008: 139).
Asumsi pertama menggarisbawahi pemikiran bahwa manusia tidak dapat
melarikan diri dari media dalam hidup: media melingkupi seluruh keberadaan
manusia. Manusia tidak dapat menghindari atau melarikan diri dari media,
terutama jika manusia menganut interpretasi McLuhan yang luas mengenai apa
yang menyusun media. McLuhan juga melihat pada pengaruh yang disebabkan
oleh angka, permainan, dan bahkan uang terhadap masyarakat.
McLuhan menyimpulkan, seperti media lainnya, uang merupakan
kebutuhan pokok, sebuah sumber daya alam. Para teoretikus juga menyebutkan
uang sebagai ”citra koporat” yang bergantung pada masyarakat bagi status dan
keberlangsungnya. Uang telah menjadi semacam kekuatan magis yang
memungkinkan orang untuk mendapatkan akses.
Asumsi kedua dari Teori Ekologi Media, meyakini bahwa media
memperbaiki persepsi dan mengorganisasi kehidupan manusia. McLuhan
menyatakan bahwa media cukup kuat di dalam pandangan manusia mengenai
dunia. Manusia menjadi (terkadang tanpa diketahui) termanipulasi oleh media.
52
Sikap dan pengalaman manusia secara langsung dipengaruhi oleh apa yang dilihat
di media, dan sistem kepercayaan dapat dipengaruhi secara negatif oleh media.
Asumsi ketiga dari teori Ekologi Media, telah memunculkan sebuah
percakapan yang cukup populer yaitu media menghubungkan dunia. McLuhan
menggunakan istilah desa global (global village) untuk mendeskripsikan
bagaimana media mengikat dunia menjadi sebuah sistem politik, ekonomi, sosial,
dan budaya yang besar. Dampak dari desa global adalah kemampuan untuk
menerima informasi secara langsung. Akibatnya, manusia harus mulai tertarik
dengan peristiwa global, dibandingkan berfokus hanya pada komunitasnya
sendiri. Walaupun frase ini hampir menjadi sesuatu yang klise akhir-akhir ini,
McLuhan, hampir empat puluh tahun yang lalu, yang merasa bahwa media dapat
mengorganisasikan masyarakat secara rasional. Media secara khusus memiliki
kemampuan untuk menjebatani budaya-budaya yang tidak pernah berkomunikasi
sebelum ada koneksi ini.
Teori Ekologi Media mungkin paling dikenal karena adanya slogan
medium adalah pesan (medium is the massage). Isi dari pesan yang menggunakan
media adalah nomor dua dibandingkan dengan mediumnya (atau saluran
komunikasi). Medium memiliki kemampuan untuk mengubah bagaimana manusia
berpikir mengenai orang lain, dirinya sendiri, dan dunia di sekeliling. McLuhan
tidak mengesampingkan isi, sebaliknya isi mendapat perhatian lebih besar dari
medium. McLuhan berpendapat bahwa walaupun sebuah pesan mempengaruhi
keadaan sadar, adalah medium yang memengaruhi dengan lebih besar lagi
keadaan bawah sadar. Hipotesis McLuhan bahwa medium membentuk pesan dan,
53
ironisnya, ketidaksadaran mengenai mediumlah yang membuat suatu pesan
menjadi lebih penting. (Soules, 2001).
Teori ekologi media dalam penelitian ini digunakan untuk membedah
rumusan masalah dua tentang faktor-faktor yang mempengaruhi konstruksi berita
kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar Tahun 2008 pada surat kabar lokal Bali.
Disamping juga secara elaboratif dipakai mengkaji rumusan masalah satu tentang
bentuk konstruksi berita kampanye pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008 di
surat kabar lokal Bali.
2.3.3 Teori Hipersemiotika
Sobur menjelaskan kata “semiotika” berasal dari bahasa Yunani, semeion
yang berarti “tanda” atau seme yang berarti “penafsir tanda”. Selain semiotika,
ada juga yang menyebut dengan semiologi, semiotics atau semiology. (2004: 11-
12). Sesungguhnya, kedua istilah itu, semiotik dan semiologi, mengandung
pengertian yang persis sama, walaupun penggunaan salah satu dari kedua istilah
itu biasanya menunjukan pemikiran pemakainya. Satu-satunya perbedaan,
menurut Hawkes (dalam Sobur 2004: 12), adalah bahwa istilah semiologi
biasanya digunakan di Eropa, sedangkan semiotika dipakai di Amerika. Dengan
kata lain, penggunaan semiologi menunjukan pengaruh kubu Ferdinand de
Saussure (1857-1913) dan penggunaan semiotika lebih tertuju kepada kubu
Charles Sanders Peirce (1857-1914)
Saussure (dalam Piliang, 2005: 11) menjelaskan, semiotika dalam ilmu
yang mengkaji tentang tanda sebagai bagian dari kehidupan sosial. Definisi
tersebut menjelaskan relasi yang tidak dapat dipisahkan antara sistem tanda dan
54
penerapannya di dalam masyarakat. Tujuannya adalah untuk menunjukan
bagaimana terbentuknya tanda-tanda beserta kaidah-kaidah yang mengaturnya.
Awalan “hiper” dalam Hipersemiotika, di dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, bermakna “di atas”, atau “di luar atau terlampau melampaui batas”.
Mengacu pada pengertian itu, hipersemiotika dapat diartikan sebagai semiotika
berlebihan atau semiotika melampaui batas (Piliang, 2004: 49). Dalam bukunya
Hipersemiotika, Tafsir Cultural Studies atas Matinya Makna, Piliang (2004: 48)
menjelaskan hipersemiotika adalah ilmu tentang tanda dan fungsinya dalam
masyarakat, yang secara khusus menyoroti sifat berlebihan atau ekses-ekses pada
tanda, sistem tanda, proses pertandaan.
Hipersemiotika, menurut Piliang, digunakan untuk menjelaskan sebuah
kecenderungan yang berupaya melampaui batas oposisi biner di dalam bahasa dan
kehidupan sosial. Prinsip oposisi biner ini tampak sangat sentral dalam pemikiran
struktural mengenai semiotika (Piliang, 2004: 49-50). Hipersemiotika
mengembangkan beberapa prinsip sebagai berikut.
Pertama, prinsip perubahan dalam transformasi. Hipersemiotika
menekankan pada perubahan tanda dibandingkan struktur tanda, produksi tanda-
tanda dibandingkan reproduksi kode, makna dan dinamika pembukaan tanda
ketimbang relasi tetap.
Kedua, prinsip imanensi. Hipersemiotika menekankan sifat imanensi
sebuah tanda ketimbang transendensinya, permainan permukaan material (fisik)
ketimbang kedalaman ketetapan makna, permainan kulit ketimbang kepastian isi.
Ketiga, prinsip perbedaan. Hipersemiotika menekankan pada perbedaan
55
ketimbang identitas, konvensi sosial, dan kode sosial.
Keempat, prinsip permainan bahasa. Hipersemiotika menekankan
permainan pada tingkat parole ketimbang langue. Hipersemiotika memproduksi
terus-menerus permainan tanda-tanda sebagai komoditi, tanpa merasa perlu
menghasilkan keterpesonaan, kesenangan, dan gairah. Yang dipentingkan adalah
pesona, bukan makna yang terkandung di dalamnya. Dengan demikian,
hipersemiotika adalah mesin pembunuh makna dalam ruang hegemoni permainan
bebas pada tingkat permukaan tanda.
Kelima, prinsip simulasi. Simulasi adalah proses penciptaan bentuk nyata
melalui model-model yang tidak mengacu pada realitas dunia nyata sebagai
referensinya sehingga memabukkan manusia, membuat yang supernatural, ilusi,
fantasi, khayal menjadi bentuk nyata yang diwakilinya. Bahasa atau tanda-tanda
di dalamnya seakan-akan merefleksikanya realitas sesungguhnya, padahal berupa
realitas artifisial.
Keenam, prinsip diskontinuitas. Hipersemiotika menekankan pada
diskontinuitas semiotik ketimbang kontinuitas semiotik. Dalam arti, sebuah durasi
yang penuh interupsi, keterputusan (break) dan persimpangan, yang di dalamnya
tercipta sebuah ruang bagi perbedaan dan permainan bebas tanda. Bahasa disiasati
oleh pelbagai kejutan-kejutan yang menggiring setiap orang untuk makin jauh dari
sistem atau struktur awal yang mengikatnya.
Baudrillard (dalam Piliang, 2004: 53-54) menjelaskan bagaimana tanda-
tanda dalam wujud hyper-signs yang dikonstruksi sebagai komoditi dalam wacana
kapitalisme menuntut adanya pesona, kejutan, provokasi, dan daya tarik sebagai
56
logika komoditi itu sendiri. Kemasan tanda dan mediumnya pada satu titik lebih
menarik perhatian orang ketimbang pesan atau makna yang disampaikannya.
Penelitian ini, hipersemiotika digunakan untuk memahami makna
konstruksi berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar. Pemahaman makna itu
diusut dari ideologi yang melatarbelakanginya. Ada tiga pendekatan yang dapat
digunakan sebagaimana dikemukakan oleh McNair (dalam Sobur, 2004: 111)
yakni (1) politik-ekonomi, (2) organisasi dan (3) kulturalis.
Teori Hipersemiotika digunakan peneliti untuk mengungkap makna
dibalik konstruksi berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008 pada
surat kabar lokal Bali.
57
2.4 Model Penelitian
Model penelitian ini dapat dijabarkan kedalam model penelitian, seperti
(Gambar 2.1)
Gambar 2.1
Model Penelitian
Keterangan :
= Garis yang menyatakan hubungan secara langsung
= Garis yang menyatakan saling berhubungan
Penjelasan Model Penelitian
Dalam tesis ini menekan dua hal penting; pertama, tentang mekanisme
penyajian berita politik dalam surat kabar pada Pilkada Gianyar tahun 2008.
Kedua, mengungkapkan makna dibalik penyajian berita politik dalam berita surat
- Ideologi Media
- Ideologi Pasar
- Ideologi
Wartawan
- Kebijakan
Redaksi
Konstruksi Berita
Kampanye Pilkada
Kabupaten Gianyar
Tahun 2008 Pada
Surat Kabar Lokal
Bali
- Pencitraan
- Representasi
Parpol
- Modal (Sosial,
Ekonomi,
Budaya)
Bentuk Konstruksi
Berita Kampanye
Faktor-Faktor yang
Memengaruhi
Konstruksi Berita
Kampanye
Makna Konstruksi
Berita Kampanye
Institusi Media
(Bali Post,
NusaBali, Radar
Bali)
Kampanye Pilkada
Kabupaten Gianyar
Tahun 2008
Pasangan Kandidat
1. Paket Bayu
2. Paket AS
58
kabar. Format rekrutmen kepala daerah dilakukan melalui pemilihan secara
langsung. Kegiatan kampanye pilkada melahirkan fakta-fakta atau pengungkapan
peristiwa yang diliput oleh tiga surat kabar di Bali di antaranya, Bali Post,
NusaBali, dan Radar Bali (Jawa Pos Group).
Tahap selanjutnya terjadi proses konstruksi berita kampanye oleh kandidat
dan surat kabar. Proses konstruksi oleh surat kabar tersebut dipengaruhi oleh
faktor internal media cetak dan faktor eksternal media. Faktor internal media
dapat berupa ideologi surat kabar bersangkutan, tingkat kognisi sosial tiap-tiap
wartawan, mekanisme proses produksi, kebijakan media bersangkutan, dan faktor
pemilik modal. Faktor eksternal media meliputi aspek kekuasaan yang
mempengaruhi media, tingkat akses elite politik terhadap media, modal yang
dimiliki kandidat.
Proses dialektis antara faktor tersebut memunculkan konstruksi berita
kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008, yang kemudian dibaca oleh
publik dan calon pemilih. Dimana selanjutnya dalam konstruksi berita Pilkada
Kabupaten Gianyar Tahun 2008 memunculkan bentuk, faktor-faktor yang
mempengaruhi makna dari konstruksi berita kampanye tersebut.
59
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Rancangan atau desain penelitian merupakan rencana dan struktur
penelitian yang disusun sedemikian rupa sehingga peneliti memperoleh jawaban
atas pertanyaan-pertanyaan penelitiannnya. Dalam rancangan penelitian, peneliti
menetapkan rencana menyeluruh antara lain permasalahan, tujuan, metode
penelitian, dan teknik pelaporan (Suprayogo dan Tobroni, 2001: 119).
Penelitian ini menggunakan jenis rancangan penelitian kualitatif. Ciri-ciri
penelitian kualitatif, menurut Nodgan dan Biklen adalah (1) memiliki latar alami
karena yang merupakan alat penting adalah sumber data langsung dan perisetnya,
(2) bersifat deskriptif, (3) lebih memperhatikan proses dari pada produk, (4)
cenderung menganalisis data secara induktif dan, (5) makna merupakan soal
esensial. Penelitian Konstruksi Berita Kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar
Tahun 2008 pada Surat Kabar Lokal Bali dikaji melalui analisis kritis.
3.2 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Gianyar dengan menelaah tiga
surat kabar lokal yang diterbitkan di Bali. Tiga surat kabar tersebut adalah Bali
Post (Denpasar), NusaBali (Denpasar), Radar Bali (Jawa Pos Group) (Denpasar)
mengingat surat kabar ini sangat intens memberitakan kampanye berita Pilkada
Gianyar tahun 2008, dan masing-masing menyediakan kolom khusus hasil liputan.
60
Berdasarkan wacana empiris di lapangan yang ditopang pemberitaan
media lokal serta sejarah perpolitikan modern di Bali, Pilkada Gianyar tahun
2008, merupakan pilkada paling banyak menyita perhatian masyarakat baik di
wilayah Kabupaten Gianyar maupun di luar Gianyar.
3.3 Jenis dan Sumber Data
3.3.1 Jenis Data
Jenis data yang diperoleh dikelompokkan menjadi dua bagian yakni data
kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif berupa pernyataan dan keterangan,
atau uraian, sedangkan data kuantitatif berupa angka-angka.
3.3.2 Sumber Data
Sumber data adalah seseorang atau sesuatu yang dipilih sebagai
narasumber maupun informan untuk memperoleh data dalam penelitian. Sumber
data dalam penelitian ini berupa sumber data primer dan sumber data sekunder.
Sumber data primer, diperoleh dari informan yang diwawancarai, antara lain,
wartawan peliput kegiatan kampanye, redaktur pengelola halaman, redaktur
pelaksana, ketua tim kampanye masing-masing kandidat, kandidat kedua calon
dan pengurus parpol kliping media massa pada Dinas Perhubungan dan Infokom
Kabupaten Gianyar, dan kliping berita KPU Gianyar tahun 2007-2008, yang terbit
dalam pelaksanaan Pilkada Gianyar dari tanggal 28 Desember 2007 sampai
dengan 10 Januari 2008. Sumber data sekunder diperoleh dari, buku-buku maupun
dokumen-dokumen lain yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.
61
3.4 Penentuan Informan Penelitian
Informan adalah narasumber yang memiliki kapabilitas dan kompetensi
untuk memberikan informasi berkaitan dengan penelitian. Informan ditentukan
secara purposif dengan mempertimbangkan bahwa informan tersebut dinilai
mengetahui, memiliki kewenangan, dan pengambil keputusan atas pelbagai
keputusan yang berkaitan dengan penelitian ini.
3.5 Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti merupakan instrumen utama dibantu dengan
pedoman wawancara (interview guide) dan tape recording (pita perekam), alat
tulis, buku catatan, dan kamera.
3.6 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data tidak lain dari suatu proses pengadaan data untuk
keperluan penelitian. Pengumpulan data sebagai suatu prosedur yang sistematik
dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan. Pada pelaksanaan
pengumpulan data, baik data primer maupun data sekunder dilakukan beberapa
teknik sebagai berikut.
3.6.1 Wawancara
Teknik atau metode wawancara dimaksudkan untuk mengumpulkan data
primer yang dilakukan melalui wawancara terhadap informan. Wawancara
dilakukan terhadap beberapa informan, dengan menggunakan pedoman
wawancara bebas terpimpin. Wawancara bebas terpimpin adalah tanya jawab
62
dengan informan yang hanya memuat pertanyaan secara garis besarnya saja,
sehingga bisa berkembang ke hal-hal yang lebih luas, namun tidak keluar dari
lingkup sasaran penelitian yang sedang dilakukan.
3.6.2 Observasi
Observasi adalah pengamatan dan pencatatan dengan sistematik
fenomena-fenomena yang diselidiki. Pengumpulan data dengan observasi atau
pengamatan langsung adalah cara pengambilan data dengan menggunakan
penglihatan tanpa menggunakan standar lain (Nazir, 1998: 211). Pengamatan
dilakukan terhadap proses kampanye Pilkada Gianyar, perilaku reporter ketika
meliput peristiwa kampanye. Melalui pengamataan seksama diperoleh sejumlah
informasi penting berkenaan dengan konstruksi berita kampanye Pilkada
Kabupaten Gianyar Tahun 2008.
3.6.3 Studi Dokumen
Dalam hal ini dokumentasi adalah menelaah dokumen yang dapat berupa
catatan, buku, arsip, dan data tertulis lainnya yang berhubungan dengan proses
Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008. Cara ini berguna untuk mengetahui
latarbelakang yang lebih luas mengenai pokok penelitian yang dilaksanakan serta
untuk memeriksa kesesuaian data.
3.7 Teknik Analisis Data
Analisis data dalam tesis ini meliputi tiga kegiatan yang terjadi hampir
secara bersamaan, yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
Reduksi data dipahami sebagai bentuk analisis yang menajamkan,
63
menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan
mengorganisasikan data sehingga kesimpulan-kesimpulan final dapat ditarik dan
diverifikasikan.
Dalam hal ini yang diperlukan adalah logika untuk menerima atau
menolak sesuatu yang dinyatakan dengan kalimat. Hal ini harus dilakukan
secermat mungkin karena data kualitatif tidak mempunyai pembanding yang pasti.
Dalam penelitian kualitatif kesimpulan tidak ditarik secara tiba-tiba, akan tetapi
merupakan proses yang berkembang sejak awal penelitian itu sendiri. Analisis
kualitatif diawali dengan mencari arti benda-benda, mencatat keteraturan, pola-
pola penjelasan, konfigurasi yang mungkin serta dalam sebab akibat.
Analisis yang digunakan dalam penelitian kualitatif berupa analisis
framing, dimana untuk mengetahui bagaimana realitas dikonstruksi oleh media.
Analisis framing secara sederhana dapat digambarkan sebagai analisis untuk
mengetahui bagaimana realitas (persitiwa, aktor, kelompok, atau apa saja)
dibingkai oleh media. Pembingkaian itu tentu saja melalui proses konstruksi.
Disini realitas sosial dimaknai dan dikonstruksi dengan makna tertentu. Hasilnya,
pemberitaan media pada sisi tertentu atau wawancara dengan orang tertentu.
Semua elemen tersebut tidak hanya bagian dari teknik jurnalistik, tetapi
menandakan bagaimana peristiwa dimaknai dan ditampilkan (Eriyanto, 2002: 3)
Denzin dalam Bungin (2007), menyatakan salah satu cara paling penting
dan mudah dalam uji keabsahan hasil penelitian, antara lain, dengan melakukan
triangulasi dengan sumber data. Caranya adalah membandingkan dan mengecek
baik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan cara
64
yang berbeda. Langkah dilakukan melalui: (1) membandingkan data hasil
pengamatan dengan hasil wawancara, (2) membandingkan apa yang dikatakan
orang di depan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi, (3)
membandingkan apa yang dikatakan sepanjang waktu, (4) membandingkan
keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang
lain seperti rakyat biasa, orang yang berpendidikan menengah, atau tinggi, orang
berada dan orang pemerintahan, (5) membandingkan hasil wawancara dengan isi
suatu dokumen yang berkaitan (Bungin, 2007: 256-257).
Langkah-langkah yang ditempuh dalam analisis data pada penelitian ini
adalah, penilaian data, penafsiran data, penyimpulan data atau generalisasi.
Adapun penjelasan tentang tiap-tiap bagian analisis data tersebut, sesuai tahapan
berikut.
1. Tahap mengindentifikasi terhadap berita-berita kampanye Pilkada Gianyar
tahun 2008.
2. Tahap pengumpulan dan pengelompokan data yang diperoleh dari teknik
wawancara, observasi dan dokumentasi. Pengumpulan data tersebut
disertai pula dengan pemilahan, pengecekan dan reduksi data yang relevan
dengan masalah. Problematika dalam penelitian kualitatif pada umumnya
menyangkut masalah validitas maupun obyektifitas.
3. Tahap analisis data yang dipergunakan adalah analisis kualitatif, di mana
data yang diperoleh diklasifikasikan, digambarkan dengan kata-kata, atau
kalimat dipisah-pisahkan menurut kategori.
65
4. Tahap interpretasi, yaitu memberikan makna kepada data, menjelaskan
pola hubungan antara konsep. Penafsiran data lebih menggambarkan
perspektif atau pandangan dari peneliti, bukan pada kebenaran mutlak.
Untuk menguji perspektif ini agar bisa mengarah pada kebenaran, maka
digunakan metode check and recheck, yaitu melakukan cross-checking
antardata, yang berarti mengkonfrontir data ataupun argumentasi empiris
yang saling bertentangan untuk mendapatkan kesimpulan.
5. Setelah tahap penilaian dan penafsiran data dengan seperangkat konsep-
konsep yang dimaksud selanjutnya dilakukan penarikan kesimpulan atau
generalisasi.
3.8 Teknik Penyajian Hasil Penelitian
Penyajian hasil penelitian merupakan tahap akhir dari sebuah penelitian
yang dilakukan secara formal dan informal. Teknik penyajian secara informal
adalah cara penyajian hasil penelitian dengan mempergunakan kata-kata atau
kalimat verbal sebagai sarana dengan memakai ragam bahasa ilmiah. Ciri ragam
bahasa ilmiah, di antaranya adalah obyektif, tidak emotif, lugas, dan komunikatif.
Sedangkan secara formal penyajian hasil penelitian dapat berupa tabel, diagram,
gambar, dan lain-lainnya. Keseluruhan uraian akan disajikan secara sistematis
yang dituangkan dalam delapan bab.
66
BAB IV
GAMBARAN UMUM KABUPATEN GIANYAR,
PILKADA GIANYAR TAHUN 2008, DAN SURAT KABAR LOKAL BALI
4.1 Gambaran Umum Kabupaten Gianyar
Kabupaten Gianyar merupakan satu dari sembilan kabupaten dan kota
yang ada di Propinsi Bali. Secara astronomis Kabupaten Gianyar terletak diantara
8°18°48° dan 8°38°58° Lintang Selatan (LS) dan 115°22°23° Bujur Timur (BT).
Wilayah bagian utara dibatasi Kabupaten Bangli, sebelah timur berbatasan dengan
Kabupaten Klungkung. Sedangkan bagian selatan dibatasi Kota Denpasar dan
bagian baratnya berbatasan dengan Kabupaten Badung.
Luas wilayah Kabupaten Gianyar 368 Km² atau 36.800 ha, tersebar pada 7
(tujuh) kecamatan, yakni Kecamatan Gianyar, Blahbatuh, Sukawati, Ubud,
Payangan, Tegallalang, dan Tampaksiring. Secara administrasi Kabupaten
Gianyar memiliki 63 Desa dan 6 Kelurahan, 504 dusun atau banjar, 43
lingkungan, 271 desa adat, serta 518 subak yeh dan 36 subak abian. Berdasarkan
hasil Susenas Penduduk tahun 2005, jumlah penduduk Gianyar sebanyak 429.395
jiwa tersebar di 7 kecamatan. Jumlah ini meningkat sebanyak 36.240 jiwa dalam
kurun waktu 5 tahun dibandingkan tahun 2.000, sebesar 393.155 jiwa. Mata
pencaharian penduduk Kabupaten Gianyar yang berumur 15 tahun keatas
dominan pada sektor industri, disusul sektor pertanian tanaman pangan, sektor
jasa, dan sektor lainnya.
67
Gambar 4.1
Peta Kabupaten Gianyar
Sejarah Pemerintahan Kabupaten Gianyar menjadi satu kesatuan dengan
sejarah Kota Gianyar. Sejarah dimaksud sesuai dengan yang ditetapkan dalam
Peraturan Daerah Kabupaten Gianyar Nomor 9 Tahun 2004, tanggal 2 April 2004
tentang Hari Jadi Kota Gianyar. Pada buku profil Kabupaten Gianyar Tahun 2005
yang diterbitkan Badan Informasi dan Komunikasi Kabupaten Gianyar Tahun
2005 ditegaskan, tanggal 19 April 1771, Gianyar dipilih menjadi nama sebuah
keraton, Puri Agung yaitu istana raja (anak agung) oleh Ida Dewa Manggis Sakti.
68
Saat itu, Puri Agung Gianyar menjadi sebuah kerajaan yang berdaulat dan otonom
telah lahir serta ikut pentas dalam percaturan kekuasaan kerajaan-kerajaan di Bali.
Tonggak sejarah yang dibangun, Ida Dewa Manggis Sakti memberikan syarat
bahwa proses menjadi dan ada itu bisa ditarik ke belakang (masa sebelumnya)
atau ditarik ke depan (masa sesudahnya).
Berdasarkan bukti-bukti arkeologis di wilayah Gianyar sekarang, dapat
diinterpretasikan bahwa adanya komunitas manusia di Gianyar sejak 2.000 tahun
yang lalu karena ditemukannya situs perkakas (artefak) berupa batu, logam
perunggu. Nekara yang dikenal dengan nama Bulan Pejeng di Desa Pejeng,
Kecamatan Tampaksiring, berikut relief-relief dan candi-candi atau goa-goa di
tebing-tebing Sungai (tukad) Pakerisan menggambarkan di tempat itu telah terjadi
kehidupan pada masa lampau.
Setelah bukti-bukti tertulis ditemukan berupa prasasti di atas batu atau
logam terindetifikasi situs pusat-pusat kerajaan dari dinasti Warmadewa di
Keraton Singamandawa, Bedahulu. Setelah ekspedisi Gajah Mada (Zaman
Majapahit) dapat menguasai Pulau Bali maka didirikan sebuah Keraton
Samprangan sebagai pusat pemerintahan kerajaan yang dipegang oleh Raja
Adipati Ida Dalem Kresna Kepakisan (1350-1380), sebagai cikal bakal dari
Dinasti Kresna Kepakisan. Raja Bali yang bergelar Ida Dalem yakni (1). Ida
Dalem Ketut Ngulesir (1380-1460), (2). Ida Dalem Waturenggong (1460-1550),
(3). Ida Dalem Bekung Pemayun (1550-1580), (4). Ida Dalem Sagening (1580-
1625) dan (5). Ida Dalem Dimade (1625-1651) (Sutaba, 2007: 198-218).
Dua Raja Bali yang terakhir, yaitu Ida Dalem Segening dan Ida Dalem
69
Dimade telah menurunkan cikal bakal penguasa di daerah-daerah. Ida Dewa
Manggis Kuning (1600-an) penguasa di Desa Beng (Gianyar) adalah cikal bakal
Dinasti Manggis yang muncul setelah generasi II membangun Kerajaan Payangan
(1735-1843). Salah seorang putra Raja Klungkung, Ida Dewa Agung Jambe yang
bernama, Ida Dewa Agung Anom muncul sebagai cikal bakal dinasti raja-raja di
Sukawati (1711-1771), termasuk Peliatan dan Ubud. Pada periode yang sama
yaitu periode Gelgel muncul pula penguasa-penguasa daerah lainnya yaitu, I Gusti
Ngurah Jelantik menguasai Blahbatuh dan kemudian, I Gusti Agung Maruti
menguasai daerah Keramas yang keduanya adalah keturunan Arya Kepakisan.
Dinamika pergumulan antara elit tradisional dari generasi ke generasi telah
berproses pada momentum tertentu. Salah seorang di antaranya sebagai
pembangun kota keraton atau kota kerajaan pusat pemerintahan kerajaan yang
disebut Gianyar.
Pembangunan kota kerajaan yang berdaulat dan memiliki otonomi penuh
adalah Ida Dewa Manggis Sakti, generasi IV dari Ida Dewa Manggis Kuning.
Sejak berdirinya Puri Agung Gianyar, 19 April 1771 sekaligus ibu kota pusat
pemerintah Kerajaan Gianyar adalah tonggak sejarah. Sejak itu dan selama
periode sesudahnya Kerajaan Gianyar yang berdaulat, ikut mengisi lembaran
sejarah kerajaan-kerajaan di Bali yang terdiri atas sembilan kerajaan di
Klungkung, Karangasem, Buleleng, Mengwi, Bangli, Payangan, Badung,
Tabanan, dan Gianyar. Namun sampai akhir abad ke-19, setelah runtuhnya
Payangan dan Mengwi di satu pihak dan munculnya Jembrana di lain pihak, maka
hanya ada delapan kerajaan (Asta Negara) yakni Kerajaan Klungkung,
70
Karangasem, Buleleng, Jembrana, Tabanan, Bangli dan Gianyar.
Ketika Belanda telah menguasai seluruh Pulau Bali, delapan bekas
kerajaan tetap diakui keberadaannya oleh Pemerintah Guberneurmen, namun
sebagai bagian wilayah Hindia Belanda yang dikepalai oleh seorang raja
(Selfbestuurder) di daerah Swapraja-nya masing-masing. Selama masa revolusi,
ketika daerah Bali termasuk dalam wilayah Negara Indonesia Timur (NIT)
otonomi daerah kerajaan (Swapraja) tetap diakui namun dikoordinasikan oleh
Dewan Raja-raja. Anak Agung Gde Oka, (Raja Gianyar) diangkat sebagai Ketua
Dewan Raja-raja menggantikan A.A.N Pandji Tisna, (Raja Buleleng) pada tahun
1947. Selain itu pada periode NIT, dua tokoh lainnya yaitu Tjokorda Gde Raka
Sukawati (Puri Kantor Ubud) menjadi Presiden NIT, dan Ida A.A. Gde Agung
(Puri Agung Gianyar) menjadi Perdana Menteri NIT (Kempen NIT: 1949 dalam
Sutaba, 2007: 456).
Ketika Republik Indonesia Serikat (RIS) kembali ke Negara Kesatuan
(NKRI), pada tanggal 17 Agustus 1950, maka daerah-daerah di seluruh Indonesia
dengan dikeluarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957, yang pelaksanaannya
diatur dengan Undang-undang Nomor 69 Tahun 1958, mengubah daerah
Swatantra Tingkat II (Daswati II). Nama Daswati II berlaku secara seragam untuk
seluruh Indonesia sampai Tahun 1960. Setelah itu diganti dengan nama Daerah
Tingkat II (Dati II). Nama Bupati Kepala Derah Tingkat II untuk pertama kalinya
dimulai pada tahun 1960. Bupati pertama di Dati II Gianyar adalah Tjokorda
Ngurah (1960-1963). Bupati berikutnya adalah Tjokorda Anom Pudak (1963-
1964) dan I Made Sayoga (1964-1965). Ketika dilaksanakannya Undang-undang
71
Nomor 18 Tahun 1965, maka Dati II diubah dengan nama Kabupaten Dati II.
Kemudian disempurnakan dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 5
Tahun 1974 menjadikan nama kabupaten. Kepala daerahnya tetap disebut bupati.
Sejak Tahun 1950 sampai sekarang telah tercatat sembilan orang Kepala
Pemerintahan/Bupati Gianyar, yaitu (1) A.A. Gde Raka (1950-1960), (2) Tjokorda
Ngurah (1960-1963), (3) Tjokorda Dalem Pudak (1963-1964), (4) I Made Sayoga
(1964-1965), (5) I Made Kembar Kerepun (1965-1969), (6) A.A. Gde Putra
(1969-1983), (7) Tjokorda Raka Dherana (1983-1993), (8) Tjokorda Gde Budi
Suryawan (1993-2003), dan (9) A.A. Gde Agung Bharata (2003-2008). (Badan
Infokom Gianyar : 2005).
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah
yang diikut dengan penjabaran Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005
tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah.
Sesuai amanat undang-undang tersebut, Komisi Pemilihan Umum Daerah
Kabupaten Gianyar melaksanakan proses pemilihan Bupati dan Wakil Bupati
Gianyar periode 2008-2013 untuk pertamakalinya, secara langsung lewat Pilkada
Kabupaten Gianyar tahun 2008.
4.2 Pilkada Kabupaten Gianyar Tahun 2008 dan Tahapannya
Pilkada Gianyar diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU)
Kabupaten Gianyar melalui beberapa tahapan. Tahapan Pilkada Gianyar Tahun
2008 meliputi, (1) Pembentukan PPK, PPS dan KPPS, (2) Sosialisasi Pelaksanaan
Pilkada, (3) Pendaftaran dan Penetapan Pemilih, (4) Pendaftaran dan Penetapan
72
Pasangan/Paket Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, (5) Kampanye
Pasangan/Paket Calon, (6) Pemungutan dan Penghitungan Suara, dan (7)
Penetapan, Pengangkatan dan Pelantikan Pasangan Calon Terpilih. (KPU Gianyar,
2008).
Dari masa persiapan pelaksanaan sampai penetapan pasangan calon bupati
kepala daerah/wakil bupati kepala daerah, KPU Kabupaten Gianyar menerbitkan
30 (tiga puluh) buah produk peraturan yang bersifat penetapan berupa Surat
Keputusan (SK).
4.2.1 Pembentukan PPK, PPS dan KPPS
KPU Kabupaten Gianyar menetapkan perencanaan penyelenggaraan,
meliputi penetapan tata cara jadwal waktu tahapan pelaksanaan Pilkada Gianyar,
membentuk Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara
(PPS), dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), pemberitahuan
pendaftaran pemantau, serta mengusulkan kebutuhan anggaran untuk kegiatan
pilkada kepada Pemerintah Kabupaten Gianyar sesuai prosedur pengelolaan
keuangan daerah.
KPU Kabupaten Gianyar merekrut dan menetapkan 35 orang anggota
Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) pada tujuh kecamatan di Kabupaten Gianyar
yakni Kecamatan Sukawati, Ubud, Payangan, Tegallalang, Tampaksiring,
Blahbatuh dan Gianyar. Penetapan PPK dengan Keputusan KPU Kabupaten
Gianyar Nomor 03 Tahun 2007, tentang Pengangkatan Panitia Pemilihan
Kecamatan (PPK) se-Kabupaten Gianyar sebagai Pelaksana Pemilihan Umum
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Gianyar Tahun 2008. KPU
73
Kabupaten Gianyar juga mengangkat 210 orang angggota PPS (Panitia
Pemungutan Suara) dengan Keputusan KPU Kabupaten Gianyar Nomor 04 Tahun
2007, tentang Pengangkatan Panitia Pemungutan Suara (PPS) se-Kabupaten
Gianyar sebagai Pelaksana Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah Kabupaten Gianyar Tahun 2008 di tingkat desa/kelurahan.
4.2.2 Sosialisasi Pelaksanaan Pilkada
Untuk menyosialisasikan tahapan Pemilu Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah atau Pilkada Kabupaten Gianyar, KPU Kabupaten Gianyar
memanfaatkan media massa jenis cetak dan elektronik sehingga dapat
menjangkau masyarakat sampai ke tingkat dusun/banjar. Menurut anggota KPU
Kabupaten Gianyar Anak Agung Gede Putra, (wawancara AA Gde Putra
05/06/2012), KPU Kabupaten Gianyar juga menyebarkan informasi tentang
Pilkada Gianyar melalui baliho, spanduk, poster, dan leflet. Salah satu media
cetak yang secara rutin digunakan adalah Koran Mingguan Paswara. Koran ini
milik Pemerintah Kabupaten Gianyar. Pemberitahuan tentang Pilkada Gianyar
melalui Koran Mingguan Paswara dilakukan sejak awal Tahun 2007.
Selain pemberitahuan lewat media massa cetak, KPU Kabupaten Gianyar
juga melakukan sosialisasi tentang Pilkada Gianyar melalui media elektronik.
Media elektronik dimaksud yakni, Radio Gelora, Radio Jegeg Bali, Radio Heart
Line, Radio Mandala Perkasa, dan RRI Denpasar. Selain itu melalui televisi yakni
TVRI Bali dan Bali TV. Pemanfaatan media massa tersebut disesuaikan dengan
anggaran Pemilu Kepala Daerah di Kabupaten Gianyar. Selain melalui media
massa, KPU Kabupaten Gianyar juga melakukan sosialisasi dengan metode tatap
74
muka. Materi sosialisasi tidak hanya menyampaikan teknis pencoblosan, akan
tetapi lebih ditekankan pada tujuan dalam pendewasaan berdemokrasi. Misalnya,
dalam pemilu kita bisa menghargai perbedaan, perbedaan bukan berarti
bermusuhan tapi sebuah dinamika bermasyarakat.
4.2.3 Pendaftaran dan Penetapan Pemilih
Pemilih merupakan salah satu komponen pendukung dalam pelaksanaan
pilkada. Kegiatan pendaftaran dan penetapan pemilih merupakan faktor terpenting
untuk mengetahui jumlah pemilih yang mempunyai hak untuk memilih.
Penggunaan hak pilih ini akan berdampak terhadap hasil pemilihan itu sendiri
sekaligus menentukan siapa yang menang dan siapa yang kalah dalam pemilihan.
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah,
pasal 70 menegaskan, daftar pemilih pada saat pemilihan umum terakhir di
daerah, digunakan sebagai daftar pemilih untuk pemilihan kepala daerah dan
wakil kepala daerah. Untuk di Kabupaten Gianyar, tugas pemutakhiran dan
validasi data pemilih tersebut dilaksanakan oleh Badan Kependudukan, Catatan
Sipil dan Keluarga Berencana Kabupaten Gianyar. Batas waktu terakhir
pelaksanaan pemutakhiran dan validasi data pemilih dilaksanakan, tanggal 4 Juli
2007 di Stage Desa Sidan, Kecamatan Gianyar, Kabupaten Gianyar. Kegiatan ini
dilaksanakan melalui pertemuan antara unsur KPU Kabupaten Gianyar dengan
Pemerintah Kabupaten Gianyar beserta para kepala dusun/lingkungan atau kelian
banjar dinas.
Pengumuman Daftar Pemilih Sementara oleh PPS se-Kabupaten Gianyar
diumumkan serentak pada tanggal 29 September 2007 sampai 5 Oktober 2007.
75
Selama dan setelah batas waktu pengumuman berakhir, PPS melakukan kegiatan
perbaikan terhadap Daftar Pemilih Sementara dan mencatat pemilih tambahan
(baru) sesuai dengan koreksi, masukan dan tanggapan masyarakat. Jumlah pemilih
tetap pilkada Tahun 2008 mencapai 324.610 orang, terdiri atas 161.415 laki-laki
dan 163.195 perempuan. Jumlah pemilih ini dipakai patokan untuk menentukan
pembuatan logistik pilkada mulai dari kartu suara, surat suara, dan TPS (tempat
pemungutan suara) (KPU Kabupaten Gianyar, 2008: 27-29).
TABEL 4.1
Rekapitulasi Daftar Pemilih Tetap Pemilihan Umum
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
Kabupaten Gianyar Tahun 2008
No Kode
Wilayah
Kecamatan
Jumlah
Laki-laki Perempuan Jumlah
I II III IV V
1
51.04.01
Sukawati
32.861
33.560
66.376
2
51.04.02
Blahbatuh
23.747
23.669
47.446
3
51.04.03
Gianyar
31.412
32.236
63.648
4
51.04.04
Tampaksiring
16.756
16.783
33.539
5
51.04.05
Ubud
23.481
22.934
46.415
6
51.04.06
Tegallalang
17.434
18.044
35.478
7
51.04.07
Payangan
15.769
15.939
31.708
Jumlah Total
161.415
163.195
324.610
Sumber : KPU Kabupaten Gianyar Tahun 2008
4.2.4 Pendaftaran dan Penetapan Pasangan/Paket Calon Kepala Daerah
dan Wakil Kepala Daerah
Pengumuman dan pendaftaran paket pasangan calon kepala daerah dan
76
wakil kepala daerah oleh KPU Kabupaten Gianyar mulai tanggal 8 sampai 14
Oktober 2007. Sampai penutupan pendaftaran terdapat 2 (dua) paket pasangan
calon yang didaftarkan oleh partai politik ke KPU Kabupaten Gianyar. Dua paket
pasangan calon tersebut adalah A.A Gde Agung Bharata sebagai calon kepala
daerah/bupati dan I Putu Yudhany Thema sebagai calon wakil kepala
daerah/wakil bupati. Pasangan ini dikenal dengan nama paket Bayu yang
dicalonkan oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).
Gambar 4.2
Foto Kedua Kandidat Bersama KPU Pusat.
(Dokumen : KPU Gianyar 2008)
Selanjutnya, Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati sebagai calon kepala
daerah/bupati dan Dewa Made Sutanaya sebagai calon wakil kepala daerah/wakil
bupati. Pasangan ini dikenal dengan nama Paket AS yang dicalonkan dari Partai
Golkar. Sebagaimana tampak pada Gambar 4.2, dua pasang calon bersalaman
setelah ditetapkan nomor urut oleh KPU Gianyar.
Dua pasangan calon tersebut selanjutnya menyerahkan segala persyaratan
administrasi yang disyaratkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Setelah
dilakukan verifikasi administrativ dan verifikasi faktual pada tanggal 23 Oktober
2008, maka KPU Kabupaten Gianyar menetapkan Paket Bayu dan Paket AS
77
sebagai pasangan/paket calon Kepala Daerah dan calon Wakil Kepala Daerah
Kabupaten Gianyar pada Pilkada Gianyar Tahun 2008.
4.2.5 Kampanye Pasangan/Paket Calon
Untuk memperkenalkan dan menarik simpati calon pemilih, masing-
masing tim pasangan/paket calon melakukan kampanye, baik melalui rapat umum
dan pertemuan terbatas. Kampanye diawali dengan penyampaian visi dan misi dua
pasangan/paket calon pada Sidang Paripurna DPRD Gianyar tanggal 28
Desember Tahun 2007. Selanjutnya kampanye dilakukan secara bergilir oleh
masing-masing pasangan/paket calon. Kampanye Paket Bayu berlangsung tanggal
30 Desember 2007, tanggal 1, 3, 5, 7, 9, dan 10 Januari 2008. Sedangkan
kampanye Tim Paket AS, tanggal 29 dan 31 Desember 2007, tanggal 2, 4, 6, 8,
dan 10 Januari 2008.
Tabel 4.2
Jadwal Pelaksanaan Kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar
yang ditetapkan oleh KPU Kabupaten Gianyar
(Dokumen : KPU Gianyar 2008)
78
Mengenai bentuk-bentuk kampanye yang diatur dalam Undang-undang 32
Tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah (PP)
Republik Indonesia tentang Pemilihan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah pertemuan terbatas, tatap muka dan
dialog, penyebaran melalui media cetak dan media elektronik, penyiaran melalui
media televisi, penyebaran bahan kampanye kepada umum, pemasangan alat
peraga di tempat umum, dan debat publik/debat terbuka antara pasangan calon. Di
antara bentuk-bentuk kampanye tersebut, bantuk kampanye tatap muka antara
paket pasangan calon dengan pendukung atau calon pemilih merupakan
kempanye paling banyak melibatkan massa pendukung selama pelaksanaan
kampanye Pilkada Gianyar Tahun 2008.
4.2.6 Pemungutan dan Penghitungan Suara
Pemungutan dan penghitungan suara merupakan puncak acara dalam
pilkada. Seluruh perhatian masyarakat yang mempunyai hak pilih tertuju pada
TPS (Tempat Pemungutan Suara) untuk menggunakan hak pilihnya. Pemungutan
suara untuk Pilkada Gianyar dilaksanakan tanggal 14 Januari 2008 dimulai pukul
07.00 wita – 13.00 wita.
79
Rekapitulasi hasil perhitungan suara dan melalui rapat pleno terbuka KPU
Kabupaten Gianyar, tanggal 21 Januari 2008, diketahui jumlah perolehan suara
secara keseluruhan dari kedua paket/pasangan calon Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah Kabupaten Gianyar tahun 2008, adalah 272.709 suara. Jumlah
total suara itu diraih oleh pertama, Pasangan calon A.A. G. Agung Bharata, dan I
Putu Yudhany Thema, sebanyak 134.527 suara sah atau 49,33 % dari jumlah
suara sah. Kedua, Pasangan calon Tjok Oka Artha Ardhana Sukawati, dan Dewa
Made Sutanaya sebanyak 138.182 suara sah atau 50,67 % dari jumlah suara sah
(KPU Kabupaten Gianyar, 2008: 67). Hasil perhitungan suara yang menunjukkan
kemenangan pada Paket AS seperti tampak pada Gambar 4.4.
Tabel 4.3
Hasil Perhitungan Perolehan Suara Untuk Pasangan Calon Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah Kabupaten Gianyar Tahun 2008 oleh KPU Gianyar
(dokumen: KPU Gianyar 2008)
4.2.7 Penetapan, Pengangkatan dan Pelantikan Pasangan Calon Terpilih.
Selanjutnya KPU Kabupaten Gianyar menerbitkan, Surat Keputusan
Nomor 27 Tahun 2008, tentang Penetapan Pasangan Calon Kepala Daerah Dan
80
Wakil Kepala Daerah Kabupaten Gianyar Tahun 2008. Dari hasil perolehan suara
terbanyak, maka KPU Kabupaten Gianyar menetapkan pasangan calon terpilih
nomor urut 2 yaitu, Tjok Oka Artha Ardhana Sukawati dan Dewa Sutanaya
sebagai pasangan calon terpilih bupati dan wakil bupati periode tahun 2008-2013.
Selanjutnya pasangan calon terpilih dilantik oleh Gubernur Bali atas nama
Menteri Dalam Negeri dalam Rapat Paripurna Istimewa DPRD Kabupaten
Gianyar tanggal 21 Pebruari 2008 di Gedung Balai Budaya Gianyar (KPU
Gianyar: 2008).
Gambar 4.3
Pelantikan Bupati dan Wakil Bupati Gianyar Periode 2008-2013 oleh Gubernur
Bali, Dewa Made Bratha atas nama Menteri Dalam Negeri di Balai Budaya
Gianyar, 21 Pebruari 2008
(dokumen : KPU Gianyar 2008)
4.3 Gambaran Umum Surat Kabar Bali Post, NusaBali, Radar Bali
Sejarah media di Bali dimulai pada 1923 dengan lahirnya Shanti Adnyana
dalam bentuk kalawarta (newsletter). Menurut Kembar Karepun, dalam
81
manuskrip untuk buku tentang pertentangan kasta di Bali, Shanti Adnyana, berarti
“pikiran damai”, itu berupa majalah bulanan yang diterbitkan Organisasi Shanti.
Organisasi yang berpusat di Singaraja, Bali utara ini bergerak di bidang sosial dan
pendidikan, termasuk penerbitan.
Menurut Darma Putra (2003), Shanti Adnyana disunting pengurus
Organisasi Shanti seperti Ketut Nasa, Nyoman Kajeng, I Gusti Putu Jlantik, dan I
Gusti Putu Tjakra Tenaja. Dalam terbitannya Shanti Adnyana lebih banyak
menulis masalah agama Hindu dan disebar ke masyarakat umum terutama
pegawai dan guru. Latar belakang penyunting itu terdiri atas wangsa (kasta) yang
berbeda.
Shanti Adnyana kemudian berubah nama jadi Bali Adnyana yang berarti
“pikiran Bali” sejak 1 Januari 1924. Majalah ini terbit tiga kali sebulan yaitu tiap
tanggal 1, 10, dan 20. Pengasuhnya I Gusti Tjakratanaya dan I Gusti Ketut Putra.
Akibat perpecahan antara tri wangsa dengan jaba, maka majalah ini dianggap
hanya memuat suara-suara tri wangsa. Bali Adnyana memang sangat kental
menyuarakan pikiran I Gusti Tjakratanaya yang juga bangsawan. Bali Adnyana
memuat ajaran agama, etika, dan ingin mempertahankan adat istiadat agar sistem
kasta tetap berlaku (Agung Putra, 2001).
Ketut Nasa dan kawan-kawannya sesama jaba kemudian mendirikan Surya
Kanta sebagai tandingan Bali Adnyana, pada 1 Oktober 1925. Majalah bulanan ini
diterbitkan organisasi bernama sama, yakni Surya Kanta, yang anggotanya
kebanyakan guru. Organisasi ini bertujuan memperbaiki dan memajukan cara
berpikir masyarakat Bali dengan meninggalkan cara berpikir yang kolot agar
82
terbuka dan berkembang menuju kemajuan. Karena itu Surya Kanta memuat
tentang sistem pendidikan barat, penyederhanaan upacara agama, bahkan tentang
koperasi.
Menurut Darma Putra, Bali Adnyana dan Surya Kanta, keduanya terbit di
Singaraja, merupakan dua media massa penting di Bali yang terbit bersamaan
pertengahan 1920-an. Mengingat paham pengasuh dan penerbitnya tentang kasta
berbeda, sebagian besar isi kedua media massa ini menjadi ajang polemik
mengenai kasta dan adat Bali. Polemik ini mendapat pengawasan ketat dari
penjajah. Pemerintah kolonial tidak menginginkan terjadinya konflik sosial.
Karena mendapat tekanan, Surya Kanta akhirnya berhenti terbit pada September
1927. Sementara itu Bali Adnyana lenyap dari peredaran tahun 1929.
Setelah Surya Kanta dan Bali Adnyana lenyap, di Singaraja terbit majalah
Bhãwanãgara, pada Tahun 1931. Bhãwanãgara artinya ‘keadaan sejati di negara’
(Bali dan Lombok). Menurut Robinson (2006) majalah berbahasa melayu ini
diterbitkan Yayasan Kirtija Liefrinck van der Tuuk. Pengasuhnya antara lain
pakar Bali Dr. R. Goris bersama I Gusti Putu Djlantik, I Gusti Gde Djlantik, I
Nyoman Kadjeng, dan I Wajan Ruma.
Bhãwanãgara dimaksudkan sebagai “soerat boelanan oentoek
memperhatikan peradaban Bali”. Nomor perdana Bhãwanãgara terbit pada tahun
1931, setebal 40 halaman. Bhãwanãgara mendapat dukungan antusias pemerintah
kolonial, yang berkepentingan mempromosikan kesadaran identitas kultural Bali
dari pada identitas berdasarkan kasta atau kesatuan nasional Indonesia.
Bhãwanãgara juga sebagai usaha untuk mewujudkan rekonsialiasi antara
83
kelompok jaba dan tri wangsa. Bhãwanãgara terbit sampai Tahun 1935.
Setahun kemudian, pada Tahun 1936, terbit majalah kebudayaan bulanan
Djatajoe, diambil dari nama burung yang membela Dewi Sita dalam epos
Ramayana. Majalah sosial budaya ini diterbitkan Bali Darma Laksana, organisasi
sosial yang anggotanya terdiri atas kalangan terpelajar Bali. Djatajoe merupakan
salah satu sarana untuk menyadarkan masyarakat tentang pendidikan dan
kebudayaan. Pemimpin redaksi pertama Djatajoe adalah I Goesti Nyoman Pandji
Tisna, yang ketika itu meraih reputasi nasional sebagai sastrawan lewat novelnya
Ni Rawit Ceti Penjual Orang (1935) dan termasuk dalam sastrawan Angkatan
Poedjangga Baroe.
Bentuk dan konsep Djatajoe dipengaruhi majalah Poedjangga Baroe yang
terbit di Jakarta dengan redaktur, Sutan Takdir Alisjahbana dan Armijn Pane.
Setelah Panji Tisna selesai mengelola, Djatajoe kemudian dikelola Nyoman
Kajeng dan Wayan Badhra. Majalah ini terbit sampai Tahun 1941.
Pada masa pendudukan Jepang hanya ada satu media massa di Bali. Ketika
itu, Jepang mengendalikan semua badan pengumuman dan penerangan di
Indonesia, termasuk di Bali. Karena itu koran-koran pergerakan yang ada sejak
zaman kolonial Belanda pun diubah namanya, bahkan dikendalikan terbitannya
oleh Jepang. Misalnya kantor berita Antara diubah jadi Yashima sebelum
kemudian jadi kantor berita Domei. Di Bali sendiri belum ada koran pergerakan
pada saat itu (Putra dan Supartha, 2001).
Jepang kemudian membuat koran-koran daerah di beberapa kota di
Indonesia. Antara lain Kita Sumatera Shimbun di Sumatera, Palembang Shimbun
84
di Palembang, Lampung Shimbun di Lampung, Sinar Matahari di Ambon, dan
Bali Shimbun di Bali. Koran Bali Shimbun mulai terbit sejak 8 Maret 1944. Koran
ini menggunakan bahasa Indonesia dalam terbitannya. Mereka merekrut wartawan
lokal sebagai anggota redaksi, termasuk Ketut Nadha, perintis media terbesar di
Bali saat ini, Bali Post. Selain Ketut Nadha juga ada I Gusti Putu Arka dan Made
Sarya Udaya.
Bali Shimbun berhenti terbit ketika Jepang dikalahkan Sekutu pada Tahun
1945. Namun Ketut Nadha ternyata telah menyiapkan koran pergerakan untuk
mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Selama dua tahun (1946-1947) Ketut
Nadha mempersiapkan penerbitan koran ini dengan mendirikan perpustakaan
merangkap toko buku. Pada tanggal 16 Agustus 1948, untuk pertama kalinya
Ketut Nadha bersama dua temannya ketika di Bali Shimbun, I Gusti Putu Arka
dan Made Sarya Udaya, menerbitkan Suara Indonesia dalam bentuk majalah.
Saat itu Suara Indonesia terbit tidak tentu, tergantung situasi keamanan.
Karena masih dalam situasi perjuangan, Suara Indonesia pun mengemban dua
tugas sekaligus, yakni sebagai media pemberitaan dan penerangan sekaligus
sebagai aktivis politik yang melibatkan diri secara langsung membangun
perlawanan pada penjajah (Putra dan Supartha, 2001).
Dalam perjalanannya Suara Indonesia beberapa kali mengalami perubahan
nama antara lain menjadi Suluh Indonesia, Suluh Marhaen sebelum kemudian jadi
Bali Post. Dalam buku “Sisi Gelap Pulau Dewata” (2006), Geoffrey Robinson
menyebut adanya beberapa media lokal pada masa peralihan dari Jepang ke
pemerintah Republik Indonesia. Media itu antara lain Suara Rakjat, Berita
85
Nusantara, dan Penindjau. Namun dia tidak menyebut detail tentang siapa
pengelola dan apa saja yang dimuat tiga koran itu. Robinson mengutip berita
tentang kunjungan Soekarno ke Bali serta adanya kekerasan antar orang Bali dari
tiga koran tersebut.
Pada Tahun 1952 terbit majalah Bhakti. Majalah yang berkantor di
Singaraja ini dikelola Putu Shanti sebagai penanggung jawab dan Ketut Widjana
sebagai pemimpin umum. Dengan slogan sebagai “Majalah untuk Umum-non-
partai berdasarkan Pancasila”, majalah ini diterbitkan oleh Yayasan Kebhaktian
Pejuang. Majalah Bhakti hanya terbit sampai Tahun 1954. Antara Tahun 1953
hingga Tahun 1955 di Denpasar terbit Majalah Damai. Motonya “Majalah Umum
untuk Rakyat”. Penanggung jawab/pemimpin umumnya, I Gusti Bagus Sugriwa
dibantu Anak Agung (Tjokorda) Bagus Sayoga, Made Tukir dan Ida Bagus Tilem.
Widminarko (2001) menyebut pada periode Tahun 1960 hingga Tahun
1965 terbit Mingguan Fajar dan Harian Bali Dwipa di Denpasar. Berdasarkan
Surat Keputusan Menteri Penerangan Nomor 29/SK/M/65, mengenai Norma-
norma Pokok Pengusahaan Pers dalam Rangka Pembinaan Pers Indonesia, semua
surat kabar diwajibkan berafiliasi pada partai politik atau organisasi massa yang
diakui pemerintah. Mingguan Fajar berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia
(PKI). Kantornya pun sama dengan kantor PKI Bali. Mingguan Fajar menyajikan
berita dan tulisan tentang kebudayaan dengan moto “Memerahkan Budaya dan
Membudayakan Merah”.
Harian Bali Dwipa dikesankan tampil secara politis sebagai koran
Nasionalisme, Agama, Komunisme (Nasakom). Namun, unsur “nasionalisme”
86
tidak diwakili PNI, tapi Partai Indonesia (Partindo) yang di Bali saat itu dikenal
sebagai partai politik yang “dekat” dengan PKI.
Adapun Suara Indonesia berafiliasi dengan Partai Nasionalis Indonesia
(PNI), partai terbesar di Bali saat itu. Suara Indonesia juga berganti nama jadi
Suluh Indonesia Edisi Bali. Koran ini menginduk pada Suluh Indonesia yang
diterbitkan Pimpinan Pusat PNI di Jakarta. Setahun kemudian Suluh Indonesia
menjadi Suluh Marhaen.
Fajar dan Bali Dwipa berhenti terbit menyusul meletusnya peristiwa G 30
S/PKI, 30 September 1965. Sedangkan Suluh Marhaen edisi Bali tetap terbit
setelah peristiwa tersebut. Dia bahkan menjadi media terbesar di Bali kemudian
hari bahkan hingga saat ini.
Pada tahun 1966 di Denpasar lahir Harian Angkatan Bersenjata edisi Nusa
Tenggara. Penerbitnya, Yayasan Penerbitan dan Percetakan Udayana. Pemimpin
Umum dijabat Mayor I Gusti Ngurah Pindha. Penanggung Jawab Letkol. Alex
Sutadji, Pemimpin Redaksi Letda. Abdul Hamid. Koran ini mengalami beberapa
kali pergantian pimpinan dan badan pengelolanya, bahkan pernah berhenti terbit.
Tahun 1978 berubah namanya menjadi Harian Umum Nusa Tenggara.
Mayor J.M. Sarwoto sebagai Pemimpin Umum/Penanggung Jawab dan Jimmy
Zeth Soputan sebagai pemimpin redaksi. Pada Tahun 1990 hingga Tahun 1992
Nusa Tenggara dikelola Kelompok Media Group milik Surya Paloh dan Tahun
1994 dikelola PT Sinar Press. Tahun 2001 berubah menjadi Harian Umum Nusa,
dan sejak Tahun 2005 berubah lagi jadi Harian Umum NusaBali.
Tahun 1980 di Denpasar terbit Mingguan Karya Bhakti. Semula terbit
87
dalam format koran masuk desa mingguan, tetapi kemudian berkembang menjadi
harian. Bali Post, Nusa Tenggara, dan Karya Bhakti merupakan tiga koran yang
mewarnai Bali pada masa Orde Baru. Oleh Pemerintah Provinsi Bali waktu itu,
ketiganya dimasukkan pada Program Koran Masuk Desa. Saat itu, oplah Bali Post
sekitar 20.152 eksemplar, Nusa Tenggara 11.500 eksemplar, dan Karya Bhakti
10.000 eksemplar (Monografi Daerah Bali, 1985).
Di tengah persaingan bisnis pers yang makin tajam, Harian Karya Bhakti
berhenti terbit setelah mengalami beberapa kali pergantian pengasuhnya.
Maraknya pariwisata di Bali membuat Bali juga dipenuhi beberapa media yang
intens di bidang pariwisata. Sejak 1970an hingga 1980an, ada beberapa media
berbahasa Inggris seperti Sunday Bali Post, Bali Tourist Guide, This Week in
Bali, dan Bali This Month.
Sebagai pulau yang sekitar 95 persen penduduknya beragama Hindu, Bali
juga pernah melahirkan media khusus agama Hindu. Pada Tahun 1987 terbit
majalah bulanan Warta Hindu Dharma. Majalah yang diterbitkan Parisada Hindu
Dharma Indonesia Pusat ini sebagian besar berita dan artikelnya tentang
perkembangan agama Hindu.
Runtuhnya Orde Baru diikuti munculnya Undang-undang Pokok Pers No
40 Tahun 1999, yang membuat orang makin mudah mendirikan perusahaan
penerbitan. Kehidupan pers di Bali juga disemarakkan terbitnya beragam
penerbitan pers. Ada harian, mingguan, dan bulanan. Koran, tabloid, majalah yang
terbit pasca-Orde Baru itu ada yang masih terbit ada pula yang sudah berhenti.
Pada masa ini terbit beberapa media seperti Bali Tribune, The Echo,
88
Latitudes, Bali Lain, dan sebagainya. Majalah bulanan ini memfokuskan diri pada
liputan pariwisata dengan kemasan seni atau budaya lebih kental. Meski berumur
tidak sampai lima tahun, Latitudes menawarkan konsep agak berbeda. Liputan
media berbahasa Inggris ini lebih banyak tentang antropologi. Penulis seperti
Goenawan Mohamad dan Adrian Vickers termasuk yang pernah menulis di media
ini.
Kondisi pariwisata Bali yang kolaps akibat bom pada 12 Oktober 2002 dan
1 Oktober 2005 mempengaruhi perkembangan media di Bali, terutama media
yang konsentrasi mengurusi pariwisata. Bali Tribune, The Echo, dan Latitudes
pun tutup. Saat ini mereka sudah tidak terbit lagi.
Mudahnya pendirian koran pun melahirkan beberapa media yang terbit
pada zaman Reformasi. Di antaranya Koran Bali, Patroli, Fajar Bali, Warta Bali,
dan Radar Bali. Koran Bali saat ini sudah tidak terbit. Hingga Maret 2007, koran
harian yang masih terbit di Bali adalah Bali Post, Denpost, BisnisBali, NusaBali,
Radar Bali, Warta Bali, Fajar Bali, dan Patroli Post. Selain itu ada majalah
bulanan Sarad dan Raditya yang lebih banyak menulis masalah agama Hindu dan
adat Bali.
4.3.1 Sejarah Singkat Surat Kabar Bali Post
Surat kabar Bali Post merupakan salah satu anak perusahaan dari
Kelompok Media Bali Post yang diterbitkan oleh PT Bali Post. Selain
menerbitkan Bali Post, Kelompok Media Bali Post juga mengelola Harian Bisnis
Bali, Harian Denpost, Bali Travel News, Mingguan Tokoh, Dwi Mingguan
Lintang, dan Suara NTB. Dalam bidang media elektronik, Kelompok Media Bali
89
Post juga mengelola BaliTV, Radio Global Kini Jani, Suara Besakih, Radio Genta
FM, Radio Singaraja FM, Radio Suara Banyuwangi, Lombok FM dan Negara
FM. Dalam bidang pertelevisian, lembaga tersebut mengembangkan stasiun
BaliTV, BandungTV, JogyaTV, SemarangTV, MedanTV, AcehTV, SriwijayaTV
dan SurabayaTV. (Artha, 2009. 38).
Sejarah surat kabar Bali Post tidak semulus sebagaimana yang dilihat
sekarang ini. Lahir di zaman revolusi bukanlah sebuah iklim yang menguntungkan
untuk sebuah penerbitan pers jika semata-mata dilihat dari sisi bagus, sebagimana
kebanyakan penerbitan yang menjamur sekarang ini. Bali Post yang kini berkantor
pusat di Jalan Kepundung Nomor 67A Denpasar, semula bernama Suara
Indonesia, terbit perdana pada tanggal 16 Agustus 1948. Surat kabar ini
diterbitkan oleh Badan Penerbitan Suara Indonesia dengan perintis K. Nadha
dibantu oleh Made Sarya Udaya dan I Gusti Putu Arka. Di tengah kancah revolusi
itulah Suara Indonesia lahir dengan motto “dari rakyat, oleh rakayat dan untuk
rakyat” (Putra dan Suparta, ed, 2001: 9-10).
Sebagai pers perjuangan, Suara Indonesia tidak luput dari pahit getir,
pasang surut perjuangan bangsa Indonesia. Pada tanggal 2 Mei 1965, Badan
Penerbitan Suara Indonesia diubah menjadi Yayasan Genta Suara Revolusi
Indonesia, disingkat Gesuri, berkedudukan di Denpasar. Sejarah mencatat, pada
Tahun 1966, berdasarkan ketentuan pemerintah bahwa semua penerbitan harus
berafiliasi kepada organisasi partai politik yang ada saat itu, nama Suara Indonesia
diubah menjadi Suluh Indoensia edisi Bali. Saat ini hari ini berafiliasi ke Partai
Nasional Indonesia (PNI). Pada Bulan Juni 1966 sampai dengan bulan Mei 1971,
90
Suluh Indonesia, diganti namanya menjadi Suluh Marhaen edisi Bali.
Tahun 1971, setelah demokrasi terpimpin tidak diberlakukan lagi dan
penerbitan pers dibebaskan dari keharusan berafiliasi, maka rencananya dipakai
nama Suara Indonesia kembali. Namun, Depatemen Penerangan RI tidak
menyetujui, karena di Kabupaten Malang, Jawa Timur sudah ada surat kabar yang
memakai nama tersebut. Akhirnya, dipilihlah nama Bali Post sampai sekarang.
Saat ini oplah surat kabar Bali Post sebanyak 100.000 eksemplar. Oplah
sejumlah itu tersebar di seluruh kabupaten/kota se-Bali, Jakarta, Surabaya,
Mataram dan Kupang.
Berkaitan dengan interaksi surat kabar Bali Post dan peristiwa politik,
penelitian Hamad (2004: 153-155) menjelaskan bahwa pada Pemilu 1999, Bali
Post dinilai turut serta dalam pertarungan ideologi dan politik pada masa itu. Bali
Post dinilai ikut andil atas kemenangan PDI Perjuangan di Bali pada masa itu.
Dalam bahasa Hamad dikatakan bahwa pemberitaan Bali Post cenderung
“menghajar” Golkar dan “membela” Megawati Soekarno Putri.
4.3.2 Sejarah Singkat Surat Kabar NusaBali
Pada awalnya, menurut Darma Putra (2006: 7), surat kabar NusaBali
bernama surat kabar Angkatan Bersenjata edisi Nusa Tenggara. Surat kabar ini
perdana di Denpasar 21 Januari 1966. Badan hukum surat kabar ini atas nama
Yayasan Penerbit dan Percetakan Udayana pimpinan Kolonel R. Soejono S.
Sebagai media pers yang bernaung di bawah Kodam XVI/Udayana, surat kabar
91
ini membawa misi khusus sebagai media pembinaan Orde Baru, pasca-G 30
S/PKI. Pemimpin umum pertama dijabat secara fungsional oleh Kepala
Penerangan Kodam XVI/Udayana, Mayor I Gusti Ngurah Pindha, B.A,
Penanggungjawab Letkol. Alex Sutadji (Asitel Kodam XVI/Udayana) dan
Pemimpin Redaksi, Letda Abdul Hamid (Waka Pendam XVI/Udayana).
Untuk menghindari kesan seolah-olah surat kabar ini merupakan ini
merupakan corong khusus Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI), sejak
tahun 1978 surat kabar Angkatan Bersenjata berganti nama menjadi Harian
Umum Nusa Tenggara. Pemimpin Umum/Penanggung Jawabnya, Mayor J.M
Sarwoto (Kapendam XVI/Udayana) dan Pemimpin Redaksi, Jimmy Zeth Soputan.
Pemasarannya diperluas ke Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur,
dengan motto “Meningkatkan Pembangunan guna Memperkuat Ketahanan
Nasional”.
Menghadapi persaingan media pers yang makin ketat, sejalan dengan
kemajuan teknologi grafika, tahun 1989 pihak penerbit mencoba menggandeng
kelompok pengusaha bisokop di Denpasar. Surat kabar ini menerbitkan Koran
Masuk Desa (KMD) dan di Bali sejak tahun 1980 mendapat subsidi dari
Departemen Penerangan RI bersama pengelola KMD lainnya, yakni Surat Kabar
Bali Post dan Mingguan Karya Bhakti.
Pada tahun 1983, surat kabar ini mengalami kolaps, dan tahun 1984 terbit
lagi. Dalam perkembangan selanjutnya, pada tahun 1990 surat kabar ini menerima
tawaran Surya Paloh untuk masuk dalam Kelompok Media Group. Namun
pergantian menajemen ini hanya bertahan sampai tahun 1992. Setelah berhenti
92
terbit selama dua tahun manajemennya diambil alih oleh Bakrie Group sebagai
penerbitnya sejak 3 Oktober 1994. Pada tahun 2001 harian ini berganti nama
menjadi Harian Umum Nusa dan sejak 1 Oktober 2005 bernama Harian Umum
NusaBali.
Dilihat dari struktur organisasi di bidang redaksi, surat kabar NusaBali
dipimpin oleh seorang penanggungjawab yakni Bambang Hariawan.
Penannggung jawab ini memiliki tugas mempertanggungjawabkan segala bentuk
kegiatan media cetak ke dalam dan ke luar. Di bawahnya, terdapat wakil
penanggung jawab yang dijabat Herman Basuki. Redaktur pelaksana yang dijabat
oleh Ketut Naria. Redaktur pelaksana bertanggung jawab terhadap kinerja di
bidang keredaksian, yang membawahi sejumlah redaktur. Para redaktur di surat
kabar NusaBali dibagi berdasarkan kekhususan bidang peliputan yang ditangani.
Misalnya, Redaktur Olahraga, Redaktur Politik dan Keamanan, Redaktur Budaya,
Redaktur Opini, Redaktur Pendidikan, Redaktur Bidang Liputan Daerah dan
lainnya. Di bawah redaktur ini terdapat sejumlah reporter yakni wartawan yang
bertugas melakukan peliputan berita di lapangan. Reporter-reporter tersebut
tersebar di daerah liputan masing-masing yakni delapan kabupaten di Bali,
Jakarta, Surabaya, Mataram, dan Kupang. Khusus untuk Kota Denpasar, masing-
masing reporter dibedakan berdasarkan spesialisasi liputan dan pos lembaga atau
instansi yang ditangani. Sebagai contoh ada reporter yang mengkhususkan liputan
pada bidang politik. Secara langsung, reporter tersebut diarahkan untuk memantau
setiap perkembangan peristiwa di lembaga-lembaga politik seperti DPRD Propinsi
Bali, partai politik, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM).
93
4.3.3 Sejarah Singkat Surat Kabar Radar Bali (Jawa Pos Group)
Untuk memahami sejarah surat kabar Radar Bali, hal pertama yang perlu
diketahui adalah sejarah surat kabar Jawa Pos. Hal ini mengingat posisi surat
kabar Radar Bali menjadi semacam suplemen surat kabar Jawa Pos. Maka dari itu
akan diuraikan dulu sejarah surat kabar Jawa Pos.
Jawa Pos menurut Hamad (2004: 146-149), didirikan pada tahun 1949
oleh The Chung Shen, seorang pegawai salah satu bioskop di Surabaya. Selain
Jawa Pos, ia juga menerbitkan beberapa koran berbahasa Mandarin, Belanda dan
Inggris. Ketiganya kemudian tutup karena berbagai alasan.
Tahun 1982, oplah Jawa Pos tinggal 6.800 eksemplar akibat menghadapi
banyak masalah, di antaranya karena The Chung Sen sudah berusia 83 tahun
sementara dari ketiga anaknya, tak satu pun yang mau mengurusi Jawa Pos. Oleh
sebab itu ia menjual perusahannnya kepada PT Grafiti Pers, penerbitan majalah
Tempo, dengan Eric F.H Samola sebagai presiden direktur. Di kalangan Jawa Pos,
Samola (1937-2000) dianggap sebagai the founding fathers di samping Chung Sen
(1904-1989). Samola yang menciptakan fondasi menajemen Jawa Pos baru.
Mengingat domisilinya di Jakarta, Samola menunjuk Dahlan Iskan yang saat itu
sebagai reporter Tempo di Jawa Timur untuk menjalankan rutinitas harian itu.
Ditangan Dahlan Iskan, Jawa Pos berkembang melebihi induknya Tempo.
Radar Bali sebagai suplemen Jawa Pos di Bali, terbit 12 Februari 2001.
Sebetulnya Radar Bali diterbitkan, tidaklah dimaksudkan untuk membuat
penerbitan baru yang terpisah dari induknya. Radar Bali hanyalah mengambil
sejumlah halaman Jawa Pos yang bermaterikan informasi lokal di wilayah
94
tertentu.
Menurut Penanggung Jawab Redaksi Radar Bali, I Made Rai Warsa (39
tahun) (dalam Artha. 2009. 44) tujuan suplemen Jawa Pos adalah untuk
mengggaet pembaca lokal. Tampil sebagai General Manager (GM) pertama pada
saat itu Rohman Budiyanto. Rohman Budiyanto hanya memimpin setahun, lanjut
digantikan oleh Justin M. Herman hingga sekarang. Di jajaran lainnya saat ini
adalah I Gusti Putu Ardita sebagai redaktur pelaksana, Penanggung Jawab
Redaksi dijabat oleh I Made Rai Warsa. Sementara untuk pembagian halamannya
adalah halaman utama/depan diasuh oleh Rai Warsa, Halaman Metro diasuh Ari
Puspita, Halaman Bali Dwipa diasuh oleh Candra Gupta serta Halaman Ekonomi
dan Olahraga dipegang oleh Putu Suyastra merangkap koordinator liputan, dan
Halaman Hiburan, I Gusti Putu Ardita. Radar Bali menempatkan seorang reporter
kecuali Kabupaten Bangli, Klungkung dan Karangasem sebagai wartawan daerah.
Jumlah sumber daya manusia di bidang redaksional 21 orang, dengan total seluruh
karyawan 38 orang.
95
BAB V
BENTUK KONSTRUKSI BERITA KAMPANYE
PILKADA KABUPATEN GIANYAR TAHUN 2008
PADA SURAT KABAR LOKAL BALI
Untuk mencermati konstruksi berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar
digunakan Analisis Teks dari Teori Kognisi Sosial Teun A van Dijk. Wacana oleh
van Dijk digambarkan mempunyai dimensi/bangunan: teks, kognisi sosial, dan
konteks sosial. Inti analisis van Dijk adalah menggambarkan ketiga dimensi
wacana tersebut ke dalam satu kesatuan analisis. Dalam dimensi teks, yang diteliti
adalah bagaima struktur teks dan strategi wacana yang dipakai untuk menegaskan
suatu tema tertentu. Pada level kognisi sosial dipelajari proses produksi teks berita
yang melibatkan kognisi individu dari wartawan. Sedangkan aspek ketiga
mempelajari bangunan wacana yang berkembang dalam masyarakat akan suatu
masalah. Analisis van Dijk di sini menghubungkan analisis tekstual –yang
memusatkan perhatian melulu pada teks- kearah analisis yang komfrehensif
bagaimana teks berita itu diproduksi, baik dalam hubungannya dengan individu
wartawan maupun dari masyarakat.
5.1 Bentuk Konstruksi Berita Kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar
Dalam pemberitaan kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008,
bentuk konstruksi yang terjadi di tiga media, yakni Balipost, NusaBali, dan Radar
Bali seperti pada lampiran 1 (Rekap Berita Kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar
Tahun 2008, Surat Kabar Bali Post, NusaBali, Jawa Post, tanggal 27 Desember –
10 Januari 2008).
96
Van Dijk menyatakan bahwa untuk memahami sebuah teks maka struktur
makro, superstruktur, dan struktur mikro sebuah teks dapat diamati. Struktur
makro menyangkut makna global suatu teks yang dapat diamati dari topik atau
tema yang diangkat oleh suatu teks. Superstruktur menyangkut kerangka suatu
teks seperti pendahuluan, isi, dan simpulan. Sedangkan struktur mikro
menyangkut makna lokal teks yang diamati dari pilihan kata, kalimat dan gaya
yang dipakai suatu teks.
Proses konstruksi berita kampanye dalam pilkada Kabupaten Gianyar
tahun 2008, sudah dimulai sejak proses kesepakatan perjanjian kerjasama di rubric
khusus, pemasangan tarrif, kaitan dengan besar kecil kolom yang diterima, proses
liputan kegiatan, hingga lay-out di meja redaksi, hingga iklan itu menjadi sebuah
berita.
Dalam berita kampanye penelitian ini terdapat 88 berita diklasifikasikan
dan diidentifikasi berdasarkan struktur makro. Hal ini dilakukan dengan
mengamati topik yang diangkat dalam berita tersebut. Berdasarkan klasifikasi atas
topik yang diberitakan, maka bentuk konstruksi berita kampanye Pilkada
Kabupaten Gianyar Tahun 2008 dapat dikelompokkan menjadi empat konstruksi
berita (1) konstruksi kualitas dan citra kandidat, (2) konstruksi program kandidat,
(3) konstruksi mobilisasi dukungan, (4) konstruksi provokasi politik.
Bentuk konstruksi berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar akan
dianalisa dari proses kebijakan redaksi, dengan kandidat, hingga menjadi terbit
dalam surat kabar yang lanca dibaca sebagai informasi oleh publik.
97
5.2 Frekuensi Berita Kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar di Surat Kabar
Tahapan kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar berlangsung dari tanggal
28 Desember 2007 sampai 10 Januari 2008. Namun kandidat calon Bupati dan
Wakil Bupati Gianyar telah melakukan sosialisasi di media massa jauh hari
sebelum tahapan resmi dari KPUD Gianyar. Hal ini dapat diamati lewat
pemberitaan di beberapa media massa cetak yang gencar dilakukan kedua
kandidat. Kegiatan sosialisasi dilakukan kandidat ke masyarakat diberitakan
dalam berbagai bentuk oleh media. Misalnya kegiatan dharmasuaka
(silahturahmi) yang dilakukan kandidat, pernyataan berbagai tokoh terhadap
kandidat, dukungan dari kelompok masyarakat hingga program kedua pasang
kandidat.
Memasuki kampanye resmi, ketiga media cetak memberikan porsi khusus
dalam pemberitaanya. Hal ini dapat dilihat dari pengalokasian halaman khusus
kampanye pada tiga media cetak. Frekuensi berita kampanye Pilkada Kabupaten
Gianyar Tahun 2008, dapat dilihat seperti pada Tabel 5.1
Tabel 5.1
Frekuensi Berita Kampanye Pilkada Gianyar di Bali Post, NusaBali, Radar Bali
No Nama Media
Pasangan Calon Kepala Daerah
Gianyar Total
Pasangan Bayu Pasangan AS
Jumlah % Jumlah %
1 Bali Post 17 32, 69 36 67,31 53
2 NusaBali 6 75,00 2 25,00 8
3 Radar Bali 7 25,93 20 74,17 27
Total 30 34,09 58 65,91 88
Sumber : Data diolah dari kliping berita pada Badan Infokom Kab. Gianyar.
98
Berdasarkan data pada Tabel. 5.1 jumlah berita kampanye di tiga surat
kabar, Pasangan AS dengan jumlah 58 berita (65,91%) lebih banyak dibanding
Pasangan Bayu dengan jumlah 30 berita (34,09%). Hal ini menunjukkan surat
kabar memberikan porsi liputan lebih besar untuk Pasangan AS. Koran Bali Post
tergolong paling banyak memberita kegiatan kampanye kedua pasangan
dibanding Radar Bali dan NusaBali. Koran NusaBali sangat sedikit memberitakan
kegiatan kampanye kedua kandidat. Hal ini menurut Tim Kampanye kedua
kandidat karena tarif berita di Nusa Bali lebih mahal dibandingkan dua surat kabar
lainnya. Hal ini mengakibatkan tim kampanye memanfaatkan NusaBali hanya
untuk publikasi saat momentum penting saja.
“tarrif yang ditawarkan oleh NusaBali jauh lebih mahal dibandingkan
dengan Bali Post, walaupun beda harga tidak begitu berbeda dengan
NusaBali, kalo di Radar Bali setiap pasang berita advertorial kita
mendapatkan bonus koran” (wawancara dengan Pande Purwatha
(13/6/12).
Hal senada juga disampaikan Tim Sukses Pasangan AS, I Ketut Karda
(wawancara, 12/7/12), dalam pelaksanaan pilkada tahun 2008, Pasangan AS lebih
jarang pasang iklan di Harian NusaBali, mengingat tarrif yang dikenakan lebih
mahal dibandingkan dengan Bali Post dan Radar Bali. Sebagai konsumen tentu
dipilih dengan harga yang lebih murah, toh kualitasnya sama juga.
Menurut van Dijk, penelitian atas wacana tidak cukup hanya didasarkan
pada analisis atas teks semata, karena teks hanya hasil dari suatu praktik produksi
yang juga harus diamati. Disini harus dilihat juga bagaimana suatu teks bisa
semacam itu (Eriyanto, 2009 : 221).
99
5.3 Peliputan Kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar pada Surat Kabar
Proses peliputan di redaksi media yang menjadi penentu terhadap proses
liputan di tiga media cetak sehingga menjadikan iklan sebagai berita kampanye
Pilkada Kabupaten Gianyar di tiga surat kabar lokal Bali, yakni, Bali Post,
NusaBali, Radar Bali (Jawa Post Group).
5.3.1 Surat Kabar Bali Post
Pengelola surat kabar Bali Post dibagi ke dalam tiga bidang, yakni, bidang
menajemen redaksi, manajemen produksi dan manajemen usaha. Manajemen
redaksi bertugas melakukan pengelolaan proses produksi materi-materi
pemberitaan yang hendak disajikan. Manajemen produksi bertugas melakukan
pengelolaan terhadap proses produksi surat kabar sebagai media hingga siap saji
dan dibaca publik. Sedangkan manajemen usaha bertugas melakukan pengelolaan
usaha pers agar menghasilkan keuntungan yang optimal. Dalam bidang usaha ini
antara lain terdapat bidang periklanan dan penjualan koran.
Dilihat dari struktur organisasi di bidang redaksi, surat kabar Bali Post
dipimpin oleh seorang penangggung jawab, yakni ABG Satria Naradha. Dalam
manajemen Kelompok Media Bali Post, yang bersangkutan adalah pimpinannya.
Penanggung jawab ini memiliki fungsi mempertanggungjawabkan segala bentuk
kegiatan media cetak ke dalam dan ke luar. Di bawah penanggung jawab, terdapat
redaktur pelaksana yang dijabat oleh Nyoman Wirata. Redaktur pelaksana
bertanggung jawab terhadap kinerja di bidang keredaksian, yang membawahi
sejumlah redaktur. Para redaktur di surat kabar Bali Post di bagi berdasarkan
kekhususan bidang liputan yang ditangani. Misalnya, redaktur olahraga, redaktur
100
politik dan keamanan, redaktur budaya, redaktur opini, redaktur pendidikan,
redaktur bidang liputan daerah dan lainnya. Di bawah redaktur ini terdapat
sejumlah reporter yakni wartawan yang bertugas melakukan peliputan di
lapangan.
Mekanisme menajemen peliputan berita di surat kabar Bali Post, menurut
Redaktur Bali Post, I Wayan Dira Arsana (Wawancara 28/10/13) dimulai dengan
rapat koordinasi liputan pada pukul 08.30-09.30 Wita. Rapat dipimpim oleh
seorang koordinator liputan. Pada forum rapat inilah gagasan tentang materi berita
yang akan disajikan untuk esok hari dibahas dan dibagikan kepada reporter. Pada
forum rapat inilah proses sikap dan konstruksi berita oleh surat kabar Bali Post
dimulai dengan menetapkan angle (sudut pandang materi liputan), memilih
narasumber yang akan diwawancarai dan menentukan dokumen lainnya yang
memperkaya berita. Setelah reporter melakukan proses penggalian data dan fakta
di lapangan.
Tahapan selanjutnya dimulai sekitar pukul 14.00 wita, redaktur pelaksana
akan menelpon masing-masing reporter untuk mengetahui materi berita dari
masing-masing daerah. Hal ini untuk menentukan penempatan berita sesuai
dengan halaman yang tersedia. Selanjutnya sekitar pukul 15.00 Wita sampai
dengan 18.00 Wita, masing-masing reporter mengirimkan berita yang telah ditulis
ke meja redaksi. Selanjutnya dilakukan editing oleh redaktur halaman
bersangkutan. Aspek yang diedit adalah materi berita dan bahasa. Pada tahap ini,
proses konstruksi berita oleh surat kabar Bali Post makin terwujud dalam bentuk
sajian berita.
101
Tahapan berikutnya adalah rapat koordinasi materi berita oleh redaktur
halaman. Dalam forum rapat yang berlangsung malam hari, seluruh redaktur
melakukan koordinasi materi berita yang sama akan disajikan. Tujuannya agar
tidak terjadi berita yang sama muncul di lebih dari satu halaman. Rapat ini juga
dimaksudkan untuk memfokuskan arah berita. Ini terutama ditujukan terhadap
materi berita yang dinilai memiliki substansi yang sama, sehingga berita yang
memiliki substansi sama bisa digabungkan menjadi satu buah berita dalam satu
halaman saja.
Bersamaan dengan itu, petugas tata letak bertugas mengatur perwajahan
koran, sehingga konstruksi berita sesuai dengan tata letak dan perwajahan yang
diinginkan. Selanjutnya proses redaksi berakhir antara pukul 24.00 Wita,
dilanjutnya dengan proses produksi. Pada tahap produksi terjadi proses percetakan
dalam bentuk plat dan mencetak plat tersebut dalam bentuk berita diatas kertas
CD koran dengan mesin cetak. Proses cetak biasanya dimulai dari pukul 01.00
Wita dan berakhir sekitar pukul 03.00-04.00 Wita. Selanjutnya, para agen dan
loper koran mendistribusikan surat kabar Bali Post sampai ke tangan pelanggan
dan pembaca.
Berkenaan dengan kegiatan kampanye, surat kabar Bali Post memberikan
porsi dua halaman untuk liputan kampanye pilkada di halaman 10 dan 11 yang
diberi nama Arena Pilkada. Materi rubrik ini terdiri atas kegiatan-kegiatan
kampanye yang berlangsung di Kabupaten Gianyar. Isi keseluruhan halaman
mengenai aktivitas kampanye, lokasi, jumlah massa hadir, meteri kampanye dan
tokoh, serta program kampanye masing-masing kandidat.
102
Untuk setiap pemuatan berita kampanye di surat kabar Bali Post, menurut
Manager Iklan Bali Post, Suryanta (wawancara 27/11/12) pihak manjemen Bali
Post mengenakan biaya sebesar Rp. 1.000.0000 per berita yang berukuran 3
kolom x 15 cm. Jika ukuran beritanya lebih besar dari kriteria tersebut, dilakukan
pembicaraan antara tim kampanye, wartawan dan bagian marketing menyangkut
kesepakatan harga.
Kebijakan tarif harga berita kampanye yang dilakukan Bali Post, menurut
hasil wawancara, berkenaan dengan beberapa alasan berikut. Pertama, kegiatan
kampanye adalah kegiatan yang bersifat promotif untuk meraih dukungan calon
pemilih, maka wajar tim kampanye mengalokasikan anggaran promosi dalam
bentuk berita kampanye. Kedua, karena nilai yang ditentukan menurut manajemen
Bali Post, tidak begitu mahal dan dianggap sebagai dana punia untuk pemasukan
Bali Post dalam pembiayaan kegiatan sosial lainnya. Ketiga, untuk menjaga
independensi Bali Post. Dengan tarif berita semacam ini maka kedua belah pihak
dapat memuat berita sesuai dengan kemampuan keuangan tim kampanye.
Wartawan tentunya tidak memiliki peluang untuk menguntungkan salah satu
calon dalam pemberitaannya. Keempat, untuk mencegah transaksi ekonomi
terselubung antara tim kampanye dan wartawan dilapangan yang cenderung hanya
menguntungkan wartawan itu sendiri, sedangkan institusi tidak memperoleh
pendapatan dari iklan.
Bali Post untuk peliputan berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar
menugaskan wartawan Bali Post yakni I Gusti Agung Dharmada (34 th) yang
kesehariannya memiliki wilayah tugas di Kabupaten Gianyar. Pada saat
103
pelaksanaan kampanye, reporter bertugas langsung ke lapangan mengamati,
mencatat dan melaporkan jalannya kampanye. Sedangkan pada saat tidak
berlangsung kegiatan kampanye oleh calon bersangkutan, namun ada kegiatan
tertentu yang ingin diberitakan oleh pasangan calon, maka berita kegiatan itu
dibuat oleh anggota tim kampanye yang bersangkutan yang bertugas di bidang
informasi atau media centre. Sebagai contoh kegiatan dharmasuaka dan dukungan
seorang tokoh politik terhadap pasangan tertentu baik foto dan materi berita
pengerjaan dilakukan oleh bidang informasi atau media centre yang selanjutnya
dikirim dalam bentuk release berita kepada wartawan.
“kadang kalo ada penugasan dari kantor kita langsung ikut turun
kelapangan, kalo tidak, tinggal tunggu kiriman berita dari media centre
masing-masing kandidat, selanjutnya tinggal kirim ke redaksi”,
(Wawancara dengan wartawan Bali Post biro Gianyar, I Gusti Agung
Dharmada (9/2/11).
5.3.2 Surat Kabar NusaBali
Kebijakan redaksi surat kabar NusaBali dalam mekonstruksi materi liputan
hampir sama dengan Bali Post. Berkenaan dengan kegiatan kampanye Pilkada
Kabupaten Gianyar Tahun 2008, surat kabar NusaBali mengalokasikan satu
halaman khusus yang diberi nama Rubrik Gong Demokrasi. Dalam rubrik ini,
materi berisikan tentang kegiatan kampanye pasangan calon, poto, dan berbagai
materi terkait dengan pelaksanaan Pilkada Kabupaten Gianyar. Menurut Redaktur
Politik NusaBali, Bambang Wiyono (wawancara, 4/5/12), dalam rubrik Gong
Demokrasi telah dipertimbangkan untuk menyediakan halaman bagi pasangan
calon dalam bentuk berita iklan maupun iklan utuh. Hal ini dikaitkan dengan
bisnis media, untuk menjadi sumber pendapatan iklan berkenaan dengan
104
pelaksanaan pilkada.
Menurut Admin Iklan, Ni Made Yani Budiani (wawancara, 7/2/12), setiap
berita dan poto yang dimuat di rubrik Gong Demokrasi dikenakan tarif Rp.
20.000.000,00 perhalaman. Untuk berita foto kenakan tarif sebesar Rp.
3.500.000,00. Proses transaksi dilakukan tiap kegiatan kampanye oleh wartawan
yang meliput kegiatan kampanye pasangan calon. Untuk materi berita kampanye
dikerjakan secara bersama oleh wartawan dan bagian informasi atau media centre
yang dimiliki oleh pasangan kedua kandidat. Untuk kegiatan kampanye Pilkada
Kabupaten Gianyar Tahun 2008, surat kabar NusaBali menugaskan reporter atau
wartawan atas nama I Nyoman Wilasa (45 th) yang kesehariannya bertugas di
Kabupaten Gianyar.
5.3.3 Surat Kabar Radar Bali (Jawa Pos Group)
Secara umum surat kabar Radar Bali (Jawa Pos Group) menerapkan
manjemen yang hampir sama dengan Bali Post dan NusaBali dalam kebijakan
redaksi peliputan. Surat kabar Radar Bali mengalokasikan satu halaman khusus di
halaman 27 dengan nama rubrik Pilkada untuk pelaksanaan kampanye Pilkada
Kabupaten Gianyar (wawancara Pimred Radar Bali, I Made Rai Warsa 1/3/12).
Dalam penyajiannya, Harian Radar Bali membedakan dua jenis peliputan
pelaksanaan Pilkada Kabupaten Gianyar. Jenis pertama adalah peliputan berita
murni yang memang tidak ada kaitannya dengan bentuk iklan, kontrak kerjasama
dan nama sejenisnya. Liputan semacam ini dimuat di halaman satu apabila
memiliki nilai berita tinggi. Jika tidak, dimuat di halaman khusus Pilkada. Liputan
jenis advetorial ini dimuat di halaman 27. Dalam praktiknya, anggota tim
105
kampanye yang membidangi bagian informasi atau media centre membawa
materinya ke Kantor Radar Bali. Setelah adanya kesepakatan harga untuk
pemuatan materi berita, barulah berita itu dimuat.
Dalam penentuan besaran tarif untuk pemasangan berita advertorial Harian
Radar Bali memiliki kebijakan untuk besaran berita yang akan dimuat dalam
Rubrik Pilkada ditentukan dengan jumlah koran yang dipesan oleh pasangan
calon. Dimana semakin banyak jumlah koran yang dipesan maka semakin besar
pula berita dan poto yang akan dimuat dalam rubrik tersebut. Dengan demikian
setiap pasangan kandidiat yang telah sepakat untuk dimuat dalam rubrik ini selain
kegiatan kampanye dimuat akan mendapat sejumlah koran sesuai dengan
kesempatan yang dibuat dengan manajemen Harian Radar Bali.
Harian Radar Bali untuk kegiatan Kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar
Tahun 2008 menungaskan seorang wartawan dan fotografer untuk meliput seluruh
kegiatan Pilkada Kabupaten Gianyar atas nama Oka Suryawan yang keseharian
bertugas di Kabupaten Gianyar dan Kabupaten Bangli. Sementara untuk kegiatan
kampanye, Harian Radar Bali juga mengirim seorang fotografer khusus untuk
meliput kegiatan kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar atas nama Miftahhudin.
Bentuk konstruksi berita yang sudah dimulai sejak proses kesepatan
kerjasama, alokasi halaman, tata letak dan besaran berita dan foto juga dari
penggunaan bahasa dan gaya bahasa dalam bentuk berita. Dari hasil kajian
terhadap 88 buah berita dalam kampnye pilkada Kabupaten Gianyar didapat
konstruksi berita kualitas dan citra kandidat, mobilasi dukungan, program
pasangan calon dan provokasi politik.
106
5.4 Konstruksi Citra Kandidat Pada Surat Kabar
Salah satu konstruksi surat kabar dalam berita kampanye Pilkada
Kabupaten Gianyar tahun 2008 adalah kualitas dan citra kandidat. Hal ini
dimaksudkan sebagai bentuk konstruksi surat kabar menjadikan kualitas dan citra
kandidat sebagai materi yang disajikan dalam berita kampanye. Secara
keseluruhan berita kampanye memberitakan kualitas dan citra kandidat tersebut
cenderung memuji dan menyajikan sisi positif dari kualitas dan citra pasang
kandidat yang bersaing dalam pilkada. Pencitraan positif kandidat di surat kabar
terbentuk karena pasangan kandidat telah melakukan kesepakatan dengan surat
kabar untuk memuat berita sesuai dengan harga yang ditentukan oleh redaksi.
Menurut van Dijk, pemakaian kata-kata tertentu, kalimat, gaya tertentu
bukan semata-mata dipandang sebagai cara berkomunikasi, tetapi dipandang
sebagai cara politik berkomunikasi. Suatu cara untuk mempengaruhi pendapat
umum, menciptakan dukungan, memperkuat legitimasi, dan menyingkirkan lawan
atau penantang. Struktur wacana adalah cara efektif untuk melihat proses retorika
dan persuasi yang dijalan ketika seorang menyampaikan pesan. Kata-kata tertentu
mungkin dipilih untuk mempertegas pilihan dan sikap, membentuk kesadaran
politik, dan sebagainya.
5.4.1 Pencitraan Pasangan Bayu
Pasangan Anak Agung Gde Agung Bharata dan Putu Yudhany Thema atau
107
yang lebih dikenal dengan pasangan Bayu, meski frekuensi beritanya lebih sedikit
dibanding pasangan Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati dan Dewa Made
Sutanaya, tetap menonjolkan pencitraan sebagai bupati yang dekat dengan rakyat.
Seperti dalam berita Bali Post tanggal 27 Desember 2007, hal 10 kol.2, dengan
judul berita “Bupati Serahkan Bantuan Koperasi di Padang Tegal”.
Dalam berita tersebut Agung Bharata ditonjolkan sebagai bupati yang adil
dan merakyat. Agung Bharata menyerahkan bantuan koperasi di Desa Pakraman
Padatang Tegal, Ubud, meski perekonomian masyarakat setempat sudah maju.
Untuk menegaskan citra sebagai bupati yang merakyat dalam berita tersebut juga
dikutip pernyataan Agung Bharata.
“Bupati Bharata menyadari seorang bupati harus mengutamakan
kepentingan masyarakat. Untuk itu, mumpung diberikan kesempatan
memimpin Gianyar, dia sudah bertekad untuk mengerahkan seluruh
kemampuannya untuk membangun Gianyar. “Saya jadi bupati bukan untuk
kepentingan pribadi, menikmati fasilitas atau kekuasaan, namun
bagaimana caranya rakyat Gianyar bisa sejahtera”. Selain itu dalam
membangun dirinya tidak akan pernah membedakan kelompok atau
golongan tertentu. Warga yang mendengar pernyataan tulus yang
sebelumnya sentak terdiam, mendadak memberikan aplaus bagi Bupati
Bharata yang pada 14 Januari 2008 nanti akan bertarung dalam Pilkada
Gianyar. (Bali Post, 27-12-2007, hal.10 kol.2 Paragraf 7-8).
Dalam berita di atas dengan mencitrakan diri sebagai bupati yang tulus
mengabdi untuk kepentingan masyarakat serta tidak membedakan golongan
mendapat respon positif dari masyarakat. Jargon merakyat dan plural dikonstruksi
untuk mencitrakan diri untuk mendapat dukungan dalam Pilkada Gianyar pada 14
Januari 2008.
108
Gambar 5.1
Berita Bali Post, tanggal 27 Desember 2007, hal 10. Kol.2, judul “Bupati
Serahkan Bantuan Koperasi di Padang Tegal Ubud”
Menonjolkan citra Agung Bharata sebagai bupati yang dekat dengan
109
rakyat juga ada pada berita di Harian Bali Post, tanggal 30 Desember 2012, Hal.
11. kol. 1 berjudul “Gelar Kampanye Simpatik, Pasangan Bayu Sasar Pedagang
Pasar”. Dalam foto berita tersebut dilengkapi foto dengan caption : Bayu- Ribuan
pendukung Bayu memberikan setangkai bunga dan gambar Bayu kepada
pedagang di Pasar Umum Gianyar dan Sukawati, Sabtu (29/12) pagi kemarin,
seperti (Gambar 5.2).
Dalam berita ini Pasangan Bayu, ingin mencitrakan sebagai pasangan yang
cinta akan damai, pelaksanaan kampanye dengan mengerahkan massa dilapangan
tidak lebih baik atau tidak zamannya lagi, dengan kampanye simpatik dengan
mendekatkan diri dengan pedagang pasar, tukang ojek, petugas parkir, atau istilah
wong cilik. Dalam berita tersebut juga diberitakan komentar seorang pedagang
yang sangat mengenal sosok calon bupati, Agung Bharata yang telah
melaksanakan pembangunan dengan baik, lewat pemberian bantuan kepada
masyarakat.
Bentuk konstruksi dalam berita ini adalah untuk mendapat dukungan dari
berbagai kalangan terutama kelompok wong cilik. Dengan konstruksi ini
diharapkan citra Bupati Bharata sebagai bupati yang dekat dengan rakyat terbukti
dan sudah sangat dirasakan oleh kelompok pedagang pasar, tukang ojek, dan
petugas parkir. Citra yang dikonstruksi diharapkan berdampak pada dukungan
dari kelompok wong cilik dan kelompok lain yang juga memiliki simpati dan
empati dengan kelompok wong cilik.
110
Gambar 5.2
Berita Bali Post, tanggal 30 Desember 2007, judul hal. 11. Kol 1 “Gelar
Kampanye Simpatik, Pasangan Bayu Sasar Pedagang Pasar”
Dalam berita tersebut dicitrakan Agung Bharata sebagai bupati yang sudah
111
dikenal oleh berbagai kalangan baik pedagang pasar, tukang parkir, sopir
angkutan umum, tukang ojek dan masyarakat kecil lainnya. Dalam berita tersebut
ditulis Agung Bharata sangat dikenal oleh para pedagang pasar dengan sering
terjun kemasyarakat dan menyerahkan bantuan koperasi.
Made Warni, salah seorang pedagang di Pasar Gianyar, mengakui sudah
tidak asing lagi dengan cabup incumbent A.A. Gde Agung Bharata.
Pasalnya, kebijakannya sudah dirasakan dengan adanya koperasi banjar.
“Saya dapat modal dagang dari koperasi dari koperasi banjar”, ungkap
Warni asal Bitera ini. Hal senada juga diungkapkan rekannya, Ni Putu
Ranten. Pedagang ikan laut ini bahkan sudah bertekad untuk mencoblos
pasangan Bayu dalam pilkada ini. (Bali Post, Tanggal 30-12-2007, Hal.
11. Kol. 1, Paragraf 6)
Untuk mencitrakan Agung Bharata sebagai kandidat yang dekat dengan
rakyat, dalam berita tersebut juga ditulis pernyataan dari Koordinator Kampanye
Simpatik, Pande Made Purwatha.
“Kampanye ini sebagai bukti bahwa pendukung Bayu terutama PDI-P
yang mendukung kandidat Bayu ingin berkoalisi dengan rakyat dan bukan
berkoalisi dengan banyak partai. Untuk itulah kami merangkul pedagang,
tukang parkir, sopir angkutan umum, tukang ojek dan lain sebagainya”.
(Bali Post, Tanggal 30-12-2007, Hal. 11. Kol. 1, Paragraf 4).
Citra Agung Bharata sebagai bupati yang dekat dengan rakyat juga
terkonstruksi dalam berita Bali Post, tanggal 31 Desember 2007, Hal.10. kol.4
dengan judul “Agung Bharata Kunjungi Pedagang Pasar Umum, Beri Pengobatan
Gratis dan PAP Smear”. Berita dengan isi yang sama juga dimuat Harian Radar
Bali tanggal 31 Desember 2007, Hal. 37 kol.1 Dengan judul, “Bharata ke Pasar,
Gelar Pengobatan Gratis”.
Kesan Bupati Agung Bharata sebagai pemimpin yang sederhana, dan
merakyat juga dikonstruksi dalam berita setengah halaman pada Harian NusaBali,
tanggal 7 Desember 2008, Rubrik Gong Demokrasi Hal. 16, kol 1, berjudul “Bayu
112
Luar Biasa, Sederhana, dan Merakyat”. Dalam berita tersebut dikonstruksi tulisan
yang mengesankan Paket Bayu sebagai calon yang sederhana dan sangat
merakyat. Foto yang ditampilkan dalam berita tersebut adalah foto Pake Bayu di
atas jeep terbuka, deratan truk, sepeda ontel, konser musik dan suasana kampanye,
seperti Gambar 5.3.
Sederhana dan merakyat itulah kesan yang terlihat dalam kampanye
terbuka pasangan pasangan A.A. Gde Agung Bharata/Putu Yudha Thema
(Bayu) di Lapangan Umum Tampaksiring, Sabtu (5/1) lalu. Hanya dengan
mengendarai sepeda motor hingga sepeda gayung dan juga berjalan kaki.
Kesan sederhana dan merakyat sangat kental dalam kampanye ini. (Nusa
Bali, Tanggal 7 Januari 2008, Hal 16. Kol. 1).
Menurut Ketua Tim Kampanye Bayu, I Nyoman Parta (wawancara,
22/6/2012 ), kami memang ingin menampilkan Paket Bayu sebagai figur yang
merakyat dan sederhana. Karena pemimpin Gianyar yang seperti inilah menjadi
keinginan masyarakat Gianyar.
Berita dalam Gambar 5.3 juga memuat lima buah foto yang
menggambarkan tentang pelaksanaan kampanye Pasangan Bayu. Suasana
kampanye yang ramai ingin menceritakan dukungan yang sangat banyak untuk
Pasangan Bayu dan berasal dari berbagai kalangan. Dalam foto juga tampak
kedua kandidat menggunakan pakian adat bali berada diatas truk terbuka yang
mencermikan pemimpin yang selalu ingin dekat dengan rakyat, sederhana dan
mendapat dukungan penuh dari masyarakat. Penampilan Group Band, D’Ubud N
Band dalam kampanye juga ingin mengesankan citra untuk Pasangan Bayu
didukung oleh kalangan genrasi muda di Kabupaten Gianyar, yang juga
merupakan pemilih potensial.
113
Gambar 5.3
Berita NusaBali, tanggal 7 Desember 2007, hal. 16. Kol 1, judul “Bayu
Luar Biasa, Sederhana, dan Merakyat”
5.4.2 Pencitraan Paket AS
Pasangan Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati dan Dewa Made
114
Sutanaya atau yang lebih dikenal dengan pasangan AS, dalam pelaksanaan
kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar Tahun 2008, frekuensi berita di tiga media
Bali Post, NusaBali dan Radar Bali sebesar 65,91%. Dalam pemberitaan,
pasangan AS mencitrakan sebagai pemimpin yang cerdas dan membawa
perubahan untuk Gianyar.
Pemberitaan di tiga media cetak, Bali Post, NusaBali dan Radar Bali,
frekuensi berita Pasangan AS di surat kabar Radar Bali dan Bali Post sangat
dominan. Berdasarkan tabel tercatat frekuensi berita Pasangan AS untuk Bali Post
sebanyak 36 berita, Nusa Bali, 2 berita dan Radar Bali, 20 berita. Pada tiga media
Pasangan AS mendominasi Pasangan Bayu dengan total keseluruhan berbanding
65,91% dan 34,09%.
Pemberitaan Paket AS menonjolkan citra sebagai pemimpin yang
merakyat dan mengusung perubahan lewat tujuh program unggulan. Hal ini dapat
dilihat dari berita setengah halaman pada Harian Radar Bali, tanggal 6 Januari
2008, dengan judul berita “Rakyat Gianyar Sambut Kemenangan Perubahan!”,
(Gambar 5.4) berita satu halaman penuh di Radar Bali tanggal 10 januari 2008,
dengan judul “Detik-detik Menjelang Kemenangan Perubahan Gianyar!”.
(Gambar 5.5). Dalam berita dicitrakan dukungan yang sangat luas diterima oleh
Pasangan AS, terbukti dengan banyak orang yang mengikuti pelaksanaan
kampanye Pasangan AS. Pasangan AS dicitrakan pemimpin yang akan membawa
perubahan untuk Kabupaten Gianyar. Dalam berita, dicitrakan Pasangan AS,
sangat cocok memimpin Kabupaten Gianyar. Pasangan AS diterima oleh rakyat
dan sangat dekat dengan rakyat.
115
Gambar 5.4
Berita Radar Bali, tanggal 6 Januari 2008, hal.37. kol 1, judul “Rakyat Gianyar
Sambut Kemenangan Perubahan”
116
Gambar 5.5
Berita Radar Bali, tanggal 10 Januari, hal 37 kol. 1, judul “Detik-detik Menjelang
Kemenangan Perubahan Gianyar”
Pencitraan Pasangan AS sebagai pemimpin yang cerdas dan mengusung
117
perubahan dengan tujuh program unggulan selalu dikonstruksi dalam setiap berita
AS di tiga media. Hal ini tentu saja dimaksudkan untuk melawan paket incumbent
Agung Bharata yang masih menjabat sebagai Bupati Gianyar.
Menurut salah seorang anggota Tim Media Centre AS, Putu Puspa
Artayasa (wawancara 13/12/11), dalam pencitraan di media massa, AS memang
menonjolkan figur pemimpin yang merakyat, membawa perubahan dengan tujuh
program unggulan.
5.5 Konstruksi Program Kadidat Pada Surat Kabar
Dalam pemberitaan, tiga media cetak juga mengkonstruksi berita program
kerja kedua kandidat dalam pelaksanaan kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar
Tahun 2008. Hal ini tentunya dimaksudnya untuk meraih simpati calon pemilih,
sehingga dukungan akan diraih oleh kandidat untuk memenangkan Pilkada
Kabupaten Gianyar Tahun 2008.
5.5.1 Program Pasangan Bayu
Pasangan Bayu dalam pemberitaan di tiga media massa menonjolkan
tentang program pembangunan ekonomi kerakyatan lewat pemberdayaan koperasi
banjar, pedagang pasar, pengobatan gratis dan pendidikan bebas biaya SPP.
Adapun jargon programnya adalah “Gianyar Untuk Rakyat”, dalam berita
Balipost tanggal 27-12-2007 dengan judul “Bupati Serahkan Bantuan Koperasi di
Padangtegal Ubud”. Bali Post tanggal 29-12-2007 dengan judul “APBD Gianyar
2008 Dirancang Sejahterakan Rakyat, Siswa SD dan SMP Gratis SPP dan Uang
Bangunan (Gambar 5.6). Pada alenia ketiga berita tersebut, dihadapan warga yang
118
memadati Wantilan Pura Desa, Bupati Bharata mengatakan, bahwa salah satu
pemberdayaan ekonomi masyarakat adalah dengan adanya koperasi.
“Lewat koperasi masyarakat bisa membangun dirinya dan daerahnya
masing-masing”. Bali Post, Tanggal 27-12-2007, hal.11, Kol. 1, Paragraf
3.
Upaya menarik dukungan massa lewat program kampanye Pasangan Bayu
juga dapat dilihat dalam berita Bali Post tanggal 29-12-2007 berjudul “APBD
Gianyar 2008 Dirancang Sejahterakan Rakyat, Siswa SD dan SMP Gratis SPP dan
Uang Bangunan”. Dalam berita tersebut, pada paragrap dua, ditulis Bupati Agung
Bharata mengatakan dalam APBD tahun 2008 yang telah ketok palu ini banyak
program yang kembali sangat peduli terhadap kepentingan masyarakat
dirancangan dalam APBD 2008. “Selama ini program yang telah memihak pada
kepentingan masyarakat, untuk tahun berikutnya lebih ditingkatkan lagi”, ujarnya.
Gambar 5.6 mengungkapkan tentang program cuma-cuma (baca: gratis)
yang di program oleh Bupati Agung Bharata untuk Tahun Anggaran 2008, untuk
bidang pertanian pemberian bibit gratis kepada petani, pupuk bersubsidi untuk
meningkatkan penghasilan petani. Bidang kesehatan, program pemberian
kesehatan gratis kepada KK miskin yang sudah berjalan selama ini, dan telah
menganggarkan kartu sehat untuk masyarakat. Bantuan makanan tambahan untuk
ibu hamil dan menyusui juga merupakan program di bidang kesehatan yang
menjadi jualan Pasangan Bayu. Keseluruhan program tersebut telah dianggar
dalam APBD tahun 2008. Hal ini ingin menegaskan apa yang disampaikan bukan
sekedar wacana, namun program nyata yang benar-benar akan dilaksanakan.
119
Gambar 5.6
Berita Bali Post, tanggal 29 Desember 2007, hal. 10 kol. 4, judul “APBD
Gianyar 2008 Dirancang Sejahterakan Rakyat, Siswa SD dan SMP Gratis SPP dan
Uang Bangunan”
120
Jualan Program dari Pasangan Bayu juga dapat pada berita Radar Bali
tanggal 31-12-2007, yang berjudul “Bharata ke Pasar, Gelar Pengobatan Gratis”.
Jualan Program Pasangan Bayu juga dapat dilihat pada berita Balipost tanggal 29-
12-2007, dengan judul “Visi-Misi Pasangan Bayu, Gali Potensi Desa, Tekankan
“Sesana” Bali”. Berita Bali Post tanggal 30-12-2007, berjudul “Sebelum tutup
Tahun 2007, Bharata Tuntaskan Bantuan Koperasi Banjar”. Berita Radar Bali,
tanggal 31-12-2007, (Gambar 5.7) dengan judul “SPP Gratis Diplot 13 Miliar”,
juga merupakan jualan Paket Bayu sebagai paket incumbent.
Gagasan penting van Dijk, (dalam Eriyanto, 2009:230), wacana umumnya
dibentuk dalam tata aturan umum (macrorule). Teks tidak hanya didefinisi
mencerminkan suatu pandangan tertentu atau topic tertentu, tetapi suatu
pandangan umum yang koheren. van Dijk menyebut ini sebagai koherensi global
(global coherence), yakni bagian-bagian dalam teks kalau dirunut menunjuk pada
suatu titik gagasan umum, dan bagian-bagian saling mendukung satu sama lain
untuk menggambarkan tema umum dari suatu teks berita, topik ini akan didukung
oleh subtopic satu dan subtopik lain yang saling mendukung topik umum.
Subtopik ini juga didukung oleh serangkaian fakta yang ditampilkan menunjuk
terbentuknya topik umum. Subtopik ini juga didukung serangkaian fakta yang
ditampilkan yang menunjuk dan menggambarkan subtopik, sehingga dengan
subbagian yang saling mendukung antara satu bagian dengan bagian lain, teks
secara keseluruhan membentuk teks yang koheren dan utuh.
121
Gambar 5.7
Berita Bali Post, tanggal 30 Desember 2007, hal 11. Kol. 1, judul
“Sebelum Tutup Tahun 2007, Bharata Tuntaskan Bantuan Koperasi Banjar”
5.5.2 Program Pasangan AS
Dalam Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008, program yang ditawarkan
Pasangan AS adalah “Tujuh Program Unggulan” dengan jargon “Perubahan
Gianyar”. Tujuh program unggulan Pasangan AS adalah, SPP Gratis, Kesehatan
Gratis, Subsidi Pupuk dan PBB, Pinjaman Modal Usaha Tanpa Agunan, Pinjaman
Dana Bergulir Tenaga Kerja Keluar Negeri, Peningkatan Industri Pariwisata,
Pemerataan Pembangunan di Segala Bidang.
Tujuh Program Unggulan Pasangan AS, dalam pemberitaan surat kabar
122
dapat dilihat pada berita Bali Post Tanggal 28-12-2007 dengan Judul “Pagi ini, AS
Adu Visi-Misi di DPRD Gianyar, Tujuh Program Unggulan Dongkrak Suara AS”,
Bali Post, tanggal 29-12-2007, Judul “Program AS Nyata Berpihak Pada Rakyat,
SPP Gratis Hingga Pinjaman Biaya Kerja ke LN”, Berita Bali Post tanggal 31-12-
2007, judul “AS Pastikan Wujudkan Tujuh Program Unggulan, CBS : Hanya AS
yang Programkan SPP Gratis”. Berita Bali Post tanggal 3-1-2008, judul “Tanda
Tangani MoU Kerja ke LN, Massa AS Hiteris” (Gambar 5.8).
Gambar 5.8 mewacanakan tentang program yang dicanangkan tidak
sekedar obral janji. Dihadapan ribuan massa Pasangan AS menandatangani MoU
dengan PT Elkarim untuk pengiriman tenaga kerja ke luar negeri. Dengan
penandatangan ini, Pasangan AS ingin memberikan kesan bahwa Tujuh Program
Unggulan akan dilaksanakan bila nantinya terpilih sebagai Bupati dan Wakil
Bupati Gianyar Tahun 2008. Dalam berita juga digambarkan histeria massa
setelah penandatanganan sebagai bentuk dukungan atas program yang benar-benar
nyata dari Pasangan AS.
Menurut van Dijk, arti penting dari skematik adalah strategi wartawan
untuk mendukung topic tertentu yang ingin disampikan dengan menyusun bagian-
bagiandengan urutan tertentu. Skematik memberikan tekanan mana yang
didahulukan, dan bagian mana yang bisa kemudian sebagai strategi untuk
menyembunyikan informasi penting. Upaya penyembunyian itu dilakukan dengan
menempatkan di bagian akhir agar terkesan kurang menonjol.
123
Gambar 5.8
Berita Bali Post, Tanggal 3 Januari 2008, Hal.10. Kol 2, Judul “Tanda Tangani
MoU Kerja ke LN Massa AS Histeris”.
Surat kabar Radar Bali juga memuat berbagai program AS, seperti berita
tanggal 3-1-2008 berjudul “Heli Sebarkan Program”, Berita setengah halaman
124
tanggal 4-1-2008 berjudul “Massa Blahbatuh Saksikan AS Buktikan Perubahan!”.
Dalam berita ditulis Pasangan AS benar-benar memberikan program yang akan
membawa perubahan kepada Kabupaten Gianyar untuk lima tahun kedepan.
Gambar 5.9
Berita Radar Bali, tanggal 3 Januari 2008, hal.29. kol.2
judul “Heli Sebar Program”.
5.6 Konstruksi Mobilisasi Massa Dalam Berita Surat Kabar
Mobilisasi politik bertujuan untuk menjangkau jumlah pemilih secara luas
125
agar mereka tergerak untuk memberikan suara mereka. Dalam prakteknya
mobilisasi massa dilakukan dengan menghadirkan massa sebesar-besarnya.
5.6.1 Mobilisasi Dukungan Pasangan Bayu
Dalam konstruksi berita surat kabar, mobilisasi massa dalam bentuk
dukungan dari berbagai kalangan dapat dilihat dalam berita Bali Post, tanggal 29-
12-2007, dengan judul “Diiringi Gambelan Baleganjur, Warga Ramai-ramai
Pasang Spanduk Bayu”, Bali Post, tanggal 5-1-2008, judul “Hari Ini, Bayu Unjuk
Kekuatan di Tampaksiring, Dimeriahkan D Ubud N Band”. Berita setengah
halaman di surat kabar Bali Post, tanggal 7-1-2008, judul “Simpati Bayu
Bergerak, Lautan Manusia Menyeruak” (Gambar 5.10). Mobilisasi massa saat
kampanye Bayu juga disajikan dalam berita NusaBali, tanggal 7-1-2008, judul
‘Bayu Luar Biasa, dan Merakyat”, dalam berita setengah halaman dilengkapi
dengan lima buah poto, yang menggambarkan banyaknya massa dalam pelaksaan
kampanye Pasangan Bayu di Lapangan umum Tampaksiring (5/1).
Dalam berita yang menonjolkan lebih banyak poto daripada isi berita,
menggambarkan tentang, jumlah massa yang sangat banyak dalam pelaksanaan
kampanye di Lapangan Tampaksiring. Dalam poto ditampilkan massa yang
berjubel seperti lautan manusia. Dalam berita ini Pasangan Bayu, ingin
menampilkan kesan memiliki dukungan yang sangat banyak dengan jumlah
peserta kampanye yang sangat di banyak dalam poto surat kabar tersebut.
126
Gambar 5.10
Berita Bali Post, tanggal 7 Januari 2008, hal. 11, kol. 1, judul “Simpati Bayu
Bergerak Lautan Manusia Menyeruak”
127
Dalam berita NusaBali tanggal 7-1-2008, hal.14 ko l1, bagaimana ditulis
tentang massa yang demikian banyak mengikuti kegiatan kampanye Paket Bayu
yang berlangsung di Kecamatan Tampaksiring, Sabtu, 5 Januari 2008.
“Sederhana dan merakyat! Itulah kesan yang terlihat dalam kampanye
terbuka Pasangan A.A. Gde Agung Bharata/Putu Yudha Thema di
lapangan umum Tampaksiring, Sabtu (5/1) lalu, Hanya dengan
mengendarai mobil Jeep terbuka, Paket Bayu dikawal sekitar 25 ribu
pendukungnya yang sebagian besar mengendarai sepeda motor hingga
sepeda gayung dan juga berjalan kaki. Kesan sederhana dan merakyat
sangat kental dalam kampanye ini. Saking banyaknya massa, di lapangan
sampai tidak kebagian tempat. Mereka terpaksa berdiri diatas kap truk
yang mengangkut mereka. Dalam perjalanan menuju lokasi kampanye,
Paket bayu selalu dieluk-elukan massa yang berjajar di jalanan. Tak ada
kesan mewah dalam kampanye ini. Tak satu pun ada mobil mewah dalam
barisan pendukung Bayu. Iring-iringan massa mengawal Paket Bayu dari
Lapangan Astina Raya menuju Tampaksiring yang berderet 15 Km. Itupun
massa yang mengawal dari Gianyar, Blahbatuh, dan Sukawati, sedangkan
massa dari Ubud, Tegallalang, Payangan, serta Tampaksiring sudah
menunggu di lapangan. Nusa Bali, tanggal 7-1-2008, hal.14 kol1.
Mobilisasi massa dalam Berita Bali Post tanggal, 30-12-2007, dengan
judul “Gelar Kampanye Simpatik, Pasangan Bayu Sasar Pedagang Pasar. Dalam
berita ini dituliskan, memasuki hari kedua masa kampanye Pilkada Kabupaten
Gianyar, pendukung cabup-cawabup A.A. Gde Agung Bharata, – Putu Yudany
Thema, (Bayu) menggelar kampanye simpatik. Ribuan pendukung memberikan
setangkai bunga dan gambar Bayu kepada pedagangan Pasar Gianyar dan
Sukawati, Sabtu (29/12).
“kampanye simpatik ini sebagai suatu sikap memberikan pendidikan
politik yang cerdas bagi masyarakat, kita tidak perlu mengeluarkan banyak
massa dalam kampanye yang berakibat mengganggu aktivitas masyarakat,
apalagi dengan banyak kendaraan yang juga mengganggu pengguna jalan
raya”, terang Pande Made Purwatha Koordinator Kampanye Simpatik.
Bali Post, tanggal 30-12-2007, hal.10. kol 3
5.6.2 Mobilisasi Dukungan Pasangan AS
128
Konstruksi Berita Kampanye Pasangan AS dalam mobillisasi massa
frekuensinya lebih besar dari Pasangan Bayu, hal ini mengingat pasangan AS
harus melawan pasangan incumbent. Konstruksi Pemberitaan Kampanye
Pasangan AS dapat dilihat pada berita, Bali Post Tanggal 29 desember 2007 judul,
“Hari Ini, Belasan Ribu Massa AS akan Banjiri Ubud”, Berita Bali Post Tanggal
29 Desember 2007, judul “Pekik Sambut AS Menggema di Gedung DPRD
Gianyar”. Konstruksi mobilisasi massa juga terdapat pada berita Bali Post, tanggal
30 Desember 2007, Judul “Helikopter Sebarkan Kartu AS, Puluhan Ribu Massa
AS Putihkan Ubud”, berita setengah halaman di Radar Bali tanggal 31 Desember
2007, judul “Kekuatan Perubahan Giannyar Tidak Terbendung Lagi”. Berita Bali
Post tanggal 3 Januari 2008, judul “Massa AS Menyemut Putihkan Blahbatuh”.
Berita radar Bali setengah halaman, Tanggal 4 januari 2008, judul “Massa
Blahbatuh Saksikan AS Buktikan Perubahan!”, Berita Bali Post Tanggal 6 Januari
2008, judul “Tak Mau Kalah, Sukawati Dongkrak Suara AS, Hari Ini, Puluhan
Ribu Massa Putihkan Sukawati”. Berita Radar Bali satu halaman, Tanggal 06
Januari 2008, judul “Rakyat Gianyar Sambut Kemenangan Perubahan!”, Berita
Radar Bali, Tanggal 7 Januari 2008, “Mulai Dari Pejalan Kaki, Motor Butut
hingga Mobil Mewah, Pulang Kampung ke Sukawati, AS Disambut Histeria
Massa”.
Dalam berita Radar Bali Tanggal 31 Desember 2007, Judul “Kekuatan
Perubahan Gianyar Tak Terbendung Lagi!” (Gambar 5.11). Berita setengah
halaman dilengkapi dengan tiga buah foto, menggambarkan banyaknya jumlah
massa pendukung AS di Lapangan Gianyar Astina Gianyar.
129
“Kekuatan rakyat dalam menuntut perubahan Gianyar sudah tidak bisa
dibendung lagi, Meskipun berbagai upaya dilakukan pihak tertentu dalam
membendung tuntutan rakyat tersebut, namun yang terjadi justru
sebaliknya. Kekuatan gelombang perubahan itu justru semakin hebat.
Wujud dasyatnya kekuatan perubahan itu tidak hanya bisa dilihat dari
membludaknya massa yang hadir dalam kampanye terbuka yang digelar
kandidat pasangan Ir. Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati M.Si-Dewa
Made Sutanaya, SH (AS), Sabtu (29/12), kemarin, melainkan juga dari
tingginya semangat rakyat dalam memperjuangkannya.”
Gambar 5.11
Berita Radar Bali, tanggal 31 Desember 2007, hal 37. Kol 1, judul “Kekuatan
Perubahan Gianyar Tidak Terbendung Lagi”.
Konstruksi berita mobilisasi massa juga terdapat dalam berita Bali Post,
tanggal 6 Januari 2008, dengan judul “Tak Mau Kalah, Sukawati Dongkrak
Suara AS, Hari Ini, Puluhan Ribu Massa Putihkan Sukawati” (Gambar 5.12).
130
Dalam caption foto ditulis : TAK SABAR- Massa Gianyar sudah tak sabar
menunggu terwujudnya perubahan. Lautan massa senantiasa menyambut
pasangan kandidat bupati pengusung perubahan, AS, dalam setiap kehadirannya
di berbagai daerah di Kabupaten Gianyar.
Gambar 5.12
Berita Bali Post, tanggal 6 Januari 2008, hal. 11. Kol 4, judul “Tak Mau Kalah,
Sukawati Dongkrak Suara AS, Hari Ini, Puluhan Ribu Massa Putihkan Sukawati”
Demikian pula dalam berita Radar Bali, Tanggal 7 Januari 2008, berjudul
“Mulai dari Pejalan Kaki, Motor Buntut hingga Mobil Mewah, Pulang Kampung
ke Sukawati, AS Disambut Histeria Massa” (Gambar 5.13). Dalam berita
131
tersebut tampak foto-foto yang memperlihatkan banyaknya massa yang
mengiringi dan hadir dalam kegiatan kampanye Pasangan AS. Konstruksi
mobilisasi massa Pasangan AS juga dapat dilihat dalam berita satu halaman
Radar Bali, berjudul “Detik-detik Menjelang Kemenangan Perubahan Gianyar”
(Gambar 5.14), dimana dalam berita tersebut dipasang berbagi foto yang
menampilkan banyak massa yang hadir dalam kampanye Passangan AS.
Dalam berita Gambar 5.14, satu halaman surat kabar, dimuat sepuluh buah
foto yang menggambarkan dukungan massa yang sangat banyak dalam
pelaksanaan kampanye terbuka yang dilakukan oleh Pasangan AS. Dalam berita
juga dimuat foto berbagai yang menggambarkan masyarakat dari berbagai
kalangan baik laki-laki dan perempuan yang ikut menghadiri kampanye terbuka
yang dilakukan oleh Pasangan AS. Dalam penggunakan bahasa berita dimuat
tentang ribuan massa yang sampai membuat putih seluruh suasana kampanye.
Tampak dalam foto pendukung Pasangan AS, dengan menggunakan mobil,
sepeda motor, gambelan, dan ibu-ibu dan anak ikut hadir dalam pelaksanaan
kampanye Pasangan AS. Hal ini ingin menunjukkan dukungan dari Pasangan AS
yang diterima dari berbagai kalangan masyarakat. Dalam berita juga dituliskan
banyaknya calon pendukung AS yang masih belum mendapatkan kartu pemilih
untuk Pilkada.
132
Gambar 5.13
Berita Radar Bali, tanggal 7 Januari 2008, hal 37. kol. 1, judul “Mulai dari Pejalan
Kaki, Motor Buntut Hingga Mobil Mewah, Pulang Kampung ke Sukawati, AS
Disambut Histeria Massa”
Elemen wacana detail berhubungan dengan kontrol informasi yang
133
ditampilkan seseorang. Komunikator akan menampilkan secara berlebihan
informasi yang menguntungkan dirinya atau citra yang baik. Sebaliknya, ia akan
menampilkan informasi dalam jumlah sedikit (bahkan kalau perlu tidak
disampikan) kalau hal itu merugikan kedudukannya. Informasi yang
menggunakan komunikator, bukan hanya ditampilkan secara berlebihan tetapi
juga dengan detail yang lengkap kalau perlu dengan data-data. Detail yang
lengkap itu akan dihilangkan kalau berhubungan dengan sesuatu yang
menyangkut kelemahan atau kegagalan dirinya. Hal yang menguntungkan
komunikator/pembuat teks akan diuraikan secara detail dan terperinci, sebaliknya
fakta yang tidak menguntungkan, detail informasi akan dikurangi (Eriyanto, 2009
: 238).
Elemen detail merupakan strategi bagaimana wartawan mengekspresikan
sikapnya dengan cara yang implisit. Sikap atau wacana yang dikembangkan oleh
wartawan kadangkala tidak perlu disampaikan secara terbuka, tetapi dari detail
bagian mana yang dikembangkan dan mana yang diberitakan dengan detail yang
besar, akan menggambarkan bagaiman wacana dikembangkan oleh media. Dalam
pemeberitaan ditonjolkan detai berita yang menggambarkan dukungan dari kedua
pasangan kandidat, baik dalam penulisan isi berita dan pemasangan foto. Ekspresi
para pendukung digambarkan dengan detail serta menghilangkan hal-hal yang
dapat mengurangi kualitas dan citra kandidat dalam pemberitaan. Pada intinya
semua pemberitaan adalah positif dan cenderung menguntungkan kandidat
bersangkutan untuk menarik minat pembaca.
134
Gambar 5.14
Berita Radar Bali, tanggal 9 Januari 2008, hal 37. Kol. 1, judul “Detik-detik
Menjelang Kemenangan Perubahan Gianyar”
135
5.7 Konstruksi Provokasi Politik
Menurut Poerwardarminta (2003: 913), provokasi merupakan
“pancingan”, “tantangan”. Menurut Artha (2009: 73). Provokasi adalah wacana
yang dikonstruksi oleh media cetak yang langsung atau tidak langsung merupakan
pancingan atau tantangan kepada lawan politik, yang berkecenderungan
memanas-manasi lawan politik. Tujuan wacana provokasi politik adalah untuk
menjatuhkan citra lawan politik di satu pihak dan meningkatkan citra dan
dukungan kandidat yang melancarkan provokasi tersebut.
Dalam kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar ada tiga peristiwa politik
menonjol yang kemudian dikonstruksi sebagai wacana provokasi politik oleh surat
kabar lokal yang menjadi objek dalam penilitian ini. Pertama, intimidasi dan
pelanggaran aturan yang dirasakan oleh pendukungan kandidat pasangan AS.
Kedua, klaim program SPP Gratis yang menjadi unggulan masing-masing
kandidat, dan ketiga adalah bentrok antara pendukunng Bayu-AS di Sukawati.
Konstruksi provokasi di media dalam bentuk intimidasi termuat dalam
berita Bali Post tanggal 28-12-207, berjudul “Warga Keluhkan Intimidasi Oknum
Pejabat”. Dalam berita tersebut warga Banjar Lantang Hidung, Batuan, Sukawati,
Wayan Sutama mendatangi Sekber KRG atas adanya intimidasi yang dilakukan
oleh oknum pejabat terhadap dirinya yang merupakan pendukung Pasangan AS.
Dalam berita dikonstruksi setelah pelaksanaan simakrama Pasangan AS di Banjar
lantang Hidung, keesokan harinya ada oknum pejabat yang akan mem-black list
Banjar Lantang Hidung dengan tidak akan mendapatkan bantuan apa-apa dari
pemerintah (Gambar 5.15)
136
Gambar 5.15
Berita Bali Post, tanggal 28 Desember 2007, hal 11. Kol.4, judul “Warga
Keluhkan Intimidasi Oknum Pejabat”
Terhadap keluhan simpatisannya, Ketua Tim Kampanye Paket AS, Made
137
Dauh Wijana, yang didampingi Wayan Nuasta sangat menyayangkan hal tersebut.
“Ditengah kehidupan masyarakat yang madani masih saja ada gaya-gaya
inntimidasi yang dilakukan oleh oknum pejabat seperti itu”. (Berita Bali Post,
tanggal 28/12/2007, paragrap 3 judul “Warga Keluhkan Intimidasi Oknum
Pejabat”.
Konstruksi Berita pelanggaran aturan kampanye oleh kandidat Bayu
dikeluhkan Tim Pasangan AS, seperti berita Harian Bali Post, tanggal 02-01-2008
berjudul “Sikapi Pelanggaran Kandidat “incumbent” Panwas tak Bertindak, Tim
AS Protes Keras”. Dalam berita dikonstruksi terjadi pelanggaran yang dilakukan
Pasangan incumbent bersifat sangat serius. Dua hal yang dipersoalkan adalah,
selaku kandidat incumbent Agung Bharata tidak menjalankan ketentuan Pasal 40
ayat (1) PP Nomor 25 Tahun 2007 tentang Perubahan Peraturan Nomor 6 Tahun,
Tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Ketua Tim Advokasi KRG, Pasek Suardika
mengatakan “disitu disebutkan, kepala daerah dan / atau wakil kepala daerah yang
dicalonkan oleh partai politik atau gabungan partai politik menjadi calon kepala
daerah harus menjalani cuti diluar tanggungan negara pada saat melaksanakan
kampanye”, katanya.
Pelanggaran kedua, kandidat incumbent justru membuat acara di malam
tahun baru dengan memanfaatkan jabatannya sebagai Bupati Gianyar di Lapangan
Astina Ubud dengan membuat acara yang melibatkan jajaran Pemkab. Gianyar
dengan mengambil tema kampanye yaitu Gianyar untuk Rakyat. Upaya
manipulatif seperti ini jelas-jelas melanggar ketentuan UU Nomor 32 tahun 2004
138
dan PP Nomor 6 Tahun 2005 dan PP Nomor 25 Tahun 2007, khususnya yang
mengatur soal kampanye.
Terkait konstruksi berita pelanggaran kampanye Kubu Bayu melakukan
konstruksi berita di Harian Bali Post, tanggal 03-01-2008, berjudul “Terkait
Protes Masa Cuti Kampanye, Kubu Bayu Tuding AS tak Pahami Aturan. Dalam
konstruksi berita, Ketua Tim Sukses Bayu, I Nyoman Parta mengaku heran
dengan layangan protes, hal ini menunjukkan kubu AS tidak memahami isi
peraturan pilkada. “Sebelum berbicara, seharusnya kubu AS memperlajari lebih
dahulu peraturannya, jangan asal bunyi”, ungkap Ketua Tim Sukses Bharata-
Yuda.
Dijelaskan Parta, sesuai Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
25 Tahun 2007 pasal 40 disebutkan kepala daerah dan / atau wakil kepala daerah
yang dicalonkan oleh partai politik atau gabungan partai politik menjadi calon
kepala daerah harus menjalani cuti diluar tanggungan negara pada saat
melaksanakan kampanye. “Penekanan kalimat menjalani cuti pada saat
melaksanakan kampanye harus di pahami”, terangnya.
Konstruksi berita pelanggaran lainnya, Berita Bali Post tanggal 11-01-
2008, berjudul “KRG Lapor ke KPUD, Relawan AS Temukan Penggelembungan
Suara”, Berita Bali Post tanggal 12-01-2008, berjudul “Kecurangan Sitematis
pada Pilkada Gianyar, AS Minta Polisi Tangkap Pemilih Impor”. Berita Bali Post
tanggal 13-01-2008, berjudul “Kampanye Terselubung di Masa Tenang, Warga
Adukan CBS ke Panwas Pilkada”, Berita Bali Post tanggal 13-01-2008, berjudul “
KPUD Keluarkan Surat Penarikan Pemilih Fiktif, Polisi Diminta Mengusut
139
Dalangnya”. Berita Nusa Bali, tanggal 13-01-2008, berjudul “CBS Diadukan ke
Panwaslu, Gara-gara Kampanye di Masa Tenang”. Berita Nusa Bali, tanggal 13-
01-2008, berjudul “Lagi, Ratusan Pendukung AS Datangi KPU”.
Konstruksi provokasi berita dalam surat kabar lokal yang adalah klaim
program SPP Gratis sebagai program unggulam masing-masing kandidat.
Pasangan Bayu dan AS sama-sama mengkonstruksi program SPP gratis sebagai
program unggulan kedua kandidat.
Konstruksi berita SPP Gratis sebagai program Pasangan Bayu seperti
termuat dalam berita, Bali Post tanggal 29-12-2007, berjudul “APBD Gianyar
2008 Dirancang Sejahterakan Rakyat, Siswa SD dan SMP Gratis SPP dan Uang
Bangunan”. Berita Bali Post tanggal 31-12-2007, berjudul “Sudah Dianggarkan
Bupati Bharata, Tahunn 2008, Uang Bangunan dan SPP Gratis. Berita Harian
Radar Bali, tanggal 31-12-2007, berjudul “SPP Gratis Diplot 13 Miliar”.
Dalam dua berita pada Gambar 5.16, kedua pasang calon, baik Pasangan
Bayu dan Pasangan AS menyatakan bahwa program yang di janjikan adalah
program yang akan dilaksanakan. Bahkan Pasangan Agung Bharata yang
merupakan calon incumbent menuliskan telah mengganggarkan dalam APBD
Gianyar tahun 2008, semua program gratis yang dijanjikan telah masuk dalam
anggaran, dan akan dilaksanakan tahun 2008. Dengan berita ini, dua pasangan
ingin memprovokasi dukungan masyarakat akan program yang dijanjikan benar-
benar akan dilaksanakan dan berpihak pada kepentingan masyarakat Gianyar.
Melalui berita ini kedua pasangan berhharap dukungan pemilih.
140
Gambar 5.16
Berita Bali Post, tanggal 29 Desember 2007, hal 11. Kol 4, judul “Program AS
Nyata Berpihak Pada Rakyat SPP Gratis Hingga Pinjaman Ke LN”, dan Berita
Bali Post, tanggal 29 Desember 2007, hal. 10. Kol 1, judul “APBD Gianyar 2008
Dirancang Sejahterakan Rakyat, Siswa SD dan SMP Gratis SPP dan Uang
Bangunan”
141
Konstruksi provokasi SPP Gratis sebagai program Pasangan AS dapat
dilihat dalam berita Bali Post tanggal, 29-12-2007 berjudul, “Program AS Nyata
berpihak pada Rakyat, SPP Gratis hingga Pinjaman Keluar Negeri”. Berita Bali
Post, tanggal 31-12-2007, berjudul “AS Pastikan Wujudkan Program Unggulan,
CBS : Hanya AS yang Programkan SPP Gratis”. Berita Bali Post tanggal 03-01-
2008, berjudul “F21 Bantah Program SPP Gratis Agung Bharata, Muluk-muluk,
Pendidikan Gratis Tanpa Regulasi”. Berita Bali Post, tanggal 05-01-2008,
berjudul ‘F21 Tetap Nyatakan Program SPP Gratis hanya Sensasi”.
Konstruksi berita provokasi ketiga adalah bentrok antara pendukung Bayu-
AS di Sukawati. Berita Harian Nusa Bali, tanggal 07-01-2008, berjudul
“Pendukung Bayu-AS Bentrok di Sukawati, Anggota FPDIP Gianyar Kadek
Diana Diduga Terlibat”. Pendukung Pasangan Bayu dan Pasangan AS terlibat
bentrok terjadi di Perempatan Banjar Palak, Desa Sukawati pada pukul 17.00
tanggal 6 januari 2008. Berita Harian NusaBali, tanggal 08-01-2008, berjudul
“Usut Bentrok Sukawati !, PDIP Sebut Bentrok Dipicu Aksi Ninja”. Berita Radar
Bali, tanggal 08-01-2008, berjudul “Dipancing Kelompok “Hanoman”, Bentrok
Pendukung Bayu-AS di Sukawati”. Berita Bali Post, tanggal 09-01-2008, berjudul
“Akhiri Kampanye, Tjok. Artha Teteskan Air Mata, Demi Kepentingan
Perdamain, AS Mengalah”. Berita Bali Post, tanggal 09-01-2008 berjudul
“Ciptakan Kedamaian, AS tak Gelar Kampanye Terakhir”. Berita NusaBali,
tanggal 09-01-2008, berjudul “Diana Mengarah Tersangka, PDIP : Kadek Diana
Juga Manusia” (Gambar 5.17).
142
Gambar 5.17
Berita NusaBali, tanggal 9 Januari 2008, hal 1. kol.1, judul “Diana Mengarah
Tersangka”
Berita dalam Gambar 5.17, yang bukan merupakan berita iklan, dimuat
143
oleh surat kabar NusaBali, memberitakan pasca bentrok di Sukawati yang
melibatkan antara pendukung Bayu dan AS. Meski bukan merupakan berita iklan
namun pemberitaan tentang arogan sikap pendukung AS mendapat sorotan oleh
masyarakat. Pemberitaan ini lebih banyak merugikan Pasangan Bayu, karena
dianggap memiliki pendukung yang arogan, dan secara langsung berpengaruh
terhadap persepsi public terhadap Pasangan Bayu. Hal ini seperti diungkapkan
oleh seorang calon pemilih I Gusti Putu Alit (Wawancara, 25/1/2012).
“Bentrok di Sukawati seperti yang diberitakan di koran sungguh
merupakan tindakan yang tidak pantas dilakukan dalam era demokrasi
sekarang. Sikap premanisme sudah tidak jamannya lagi. Kalo sudah begini
pendukungnya bagaimana nantinya pemimpinnya, saya pilih pemimpin
yang cinta damai saja.” (I Gusti Putu Alit, wawancara 25/1/2012).
Pasca kejadian ini, Pasangan AS yang mendapat kesempatan untuk
berkampanye di Kecamatan Gianyar, akhirnya tidak melaksanakan kampanye
terakhir. Dalam pemberitaan AS menyampaikan bahwa tidak dilaksanaka
kampanye terakhir atas alas an untuk menciptakan kedamain di Kabupaten
Gianyar. Dalam berita dituliskan tidak dilaksankan kampanye untuk menjaga agar
massa pendukung Pasangan AS tidak terpancing dan bisa menciptakan suasana
yang tidak baik dalam Pilkada Kabupaten Gianyar. Dalam pidato Tjok Artha
diberitakan sampai menangis dihadapan massa, akrena sedih melihat bentrok yang
terjadi di Sukawati. Dalam berita juga dimuat diakhir kampanye, Tjok Artha dan
Cok Kertyasa berpelukan. Hal ini untuk menggambarkan tidak adanya suasana
tidak harmonis di keluarga Puri Ubud.
144
Gambar 5.18
Berita Bali Post, tanggal 9 Januari 2012, hal. 16 kol 1 judul ; “Akhiri Kampanye,
Tjok Artha Teteskan Air Mata, Demi Kepentingan Perdamain, AS Mengalah”.
145
Menurut van Dijk, elemen maksud melihat informasi yang
menguntungkan akan diuraikan secara eksplisit dan jelas. Sebaliknya, informasi
yang merugikan akan diuraikan secara tersamar, implisit, dan tersembunyi.
Tujuan akhirnya adalah publik hanya disajikan informasi yang menguntungkan
kamunikator. Informasi yang menguntungkan disajikan secara jelas, dengan kata-
kata yang tegas dan menunjukkan langsung pada fakta. Sementara itu, informasi
yang merugikan disajikan dengan kata tersamar, eufimistik, dan berbelilit. Dengan
semantic tertentu, seorang komunikator dapat menyampikan secara implisit
informasi atau fakta yang merugikan dirinya, sebaliknya secara ekplisit akan
menguraikan informasi yang menguntungkan dirinya.
Dalam hal ini kedua kandidat mengkonstruksi berita provokasi
berdasarkan kepentingan dan diterima oleh wartawan dan jaaran media untuk
mendapat simpati dan empati dari masyarakat. Dalam hal ini media tidak
memegang teguh keberimbangan berita. Justru peristiwa yang terjadi dijadikan
komiditas untuk menguntungkan salah satu kandidat dengan menggunakan pilihan
bahasa untungkan menguntungkan salah satu kandidat dan disisi lainnya
merugikan kandidat lainnya. Hal ini terjadi karena adanya akses yang diberikan
media kepada salah satu kandidat sehingga porsi pemberitaan lebih
menguntungkan kandidat yang memiliki akses dengan media bersangkutan.
146
BAB VI
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONSTRUKSI
BERITA KAMPANYE PILKADA KABUPATEN GIANYAR
TAHUN 2008 PADA SURAT KABAR LOKAL BALI
Konstruksi berita kampanye dalam Pilkada Kabupaten Gianyar tahun
2008, di media menjadi subyek yang memanipulasi pernyataan peristiwa politik.
Akibat tekanan kepentingan ekonomi dan politik pemilik atau pengelola media.
Dalam iklim politik yang transisional, terdapat perilaku feodalistik media dalam
bentuk pemberiaan ruang ekspresi lebih pada tokoh publik (extraordinary people),
opinion leader daripada kalangan biasa dalam masyarakat. Para pemimpin politik
ditempatkan sebagai subjek aktif produsen informasi dan isu-isu yang selalu bisa
dikorelasikan secara makro dan konstituennya sebagai obyek yang menerima
begitu saja arus informasi yang top-down.
McLuhan menyimpulkan dalam Teori Ekologi Media, uang sebagai “citra
kooporat” bergantung pada masyarakat bagi status dan keberlangsungannya. Uang
telah menjadi semacam kekuatan magis yang memungkinkan orang untuk
mendapatkan akses.
Dalam Teori Ekologi Media, McLuhan menjelaskan terdapat tiga asumsi
yang membingkai, yakni, media melingkupi setiap tindakan di dalam masyarakat,
media memperbaiki persepsi manusia dan mengorganisasikan pengalaman
manusia, dan media menyatukan seluruh dunia, (West. 2008: 139).
Berdasarkan tiga asumsi ini media dalam hal ini surat kabar menjadi salah
satu wahana bagi pasangan kandidat dan pengelola media untuk mewujudkan
kepentingan dalam proses pelaksanaan pilkada. Kandidat yang memiliki modal
147
dan media sebagai pemilik akses dalam mengkostruksi berita, menjadikan
momentum pilkada untuk meraih keuntungan.
Berdasarkan kerangka teori tersebut, diperoleh hasil penelitian
menyangkut faktor-faktor yang mempengaruhi konstruksi berita surat kabar dalam
kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008. Selain itu, Teori Kognisi
Sosial, Teun van Dijk digunakan secara elobaratif dalam memecahkan faktor-
faktor yang mempengaruhi konstruksi berita kampanye Pilkada Kabupaten
Gianyar dalam surat kabar.
6.1 Kebijakan Redaksi, dan Ideologi Wartawan
Ideologi media memiliki pengertian pandangan dan prinsip-prinsip dasar
yang dianut oleh media dalam memposisikan institusi media bersangkutan,
terhadap berbagai persoalan yang akan dikonstruksi. Ideologilah yang akhirnya
menentukan visi atau pandangan suatu kelompok budaya terhadap realitas
(Hamad, 2004: 20). Ideologi bisa pula dibentuk oleh jalinan kepentingan yang
bekerja dalam media, seperti politik dan ekonomi. Sebuah media yang lebih
ideologis umumnya muncul dengan konstruksi realitas yang bersifat pembelaan
terhadap kelompok yang berbeda haluan atau aliran (Hamad, 2004: 26).
Pengaruh faktor ideologi kesejarahan media terhadap konstruksi berita
kampanye Pilkada Gianyar tidak nampak begitu jelas. Secara massif dapat diamati
dari komposisi pemberitaan Bali Post. Bali Post yang memiliki kedekatan sejarah
dengan PDI Perjuangan, keberpihakan Bali Post tidak terlihat dalam pemberitaan
Paket Bayu yang diusung oleh PDI Perjuangan. Dalam Pemberitaannya Bali Post
148
memberikan porsi berita kepada pasangan Bayu 17 berita (32,69 %) dan 36 berita
(67,31%) untuk Pasangan AS yang diusung oleh Partai Golkar dan gabungan
beberapa partai, Koalisi Rakyat Gianyar (KRG).
Komposisi berita yang disajikan Bali Post, bahwa Bali Post sangat berhati-
hati mengemas berita kampanye. Hal ini diakui oleh redaktur Bali Post, Alit
Sumerta (wawancara, 2/5/2012). Dalam peliputan kampanye ini, ideologi
komersialisasi lebih menjadi pegangan bagi surat kabar ini, dibandingkan ideologi
yang berorientasi politik atau kesejarahan. Hal ini mengandung pengertian bahwa
kebijakan yang dianut koran ini berangkat dari kemampuan kandidat untuk
membayar tarif yang disepakati.
Faktor ideologi kesejarahan juga tidak menjadi faktor yang mempengaruhi
konstruksi berita kampanye pada surat kabar NusaBali. Meski dalam hal ini secara
ideologis NusaBali, pemilik modal terbesar adalah Aburizal Bakrie, seorang
pengusaha dan kini menjabat sebagai Ketua Umum Partai Golkar. Namun
pemberitaan Pasangan AS yang berasal dari Partai Golkar tidak terlalu dominan,
diamana justru Pasangan Bayu dari PDI Perjuangan lebih banyak diberitakan
dengan porsi 6 kali (75%) berita untuk Bayu dan 2 kali (25%) berita untuk
pasangan AS yang berasal dari Partai Golkar. Kepentingan komersialisasi, yaitu
pemasukan iklan dari kandidat menjadi prioritas utama. Hal ini diakui oleh
Wartawan NusaBali, I Nyoman Wilasa (wawancara: 10 Juli 2012, 14.00 Wita).
“Meski modal terbesar surat kabar NusaBali dimiliki oleh petinggi Golkar,
namun pemuatan berita sepenuhnya ada di kebijakan redaksi. Sehingga
tidak ada kaitannya antara pemilik modal dengan kebijakan redaksi”.
Demikian pula halnya dengan surat kabar Radar Bali (Jawa Pos Group),
149
faktor ideologi ekonomi lebih menjadi faktor utama terkait frekuensi pemberitaan
terhadap kedua pasang kandidat. Koran ini memberikan porsi lebih terhadap
pemberitaan Pasangan AS mengingat telah terjalinnya kontrak kerjasama
pemuatan berita. Sehingga porsi berita Paket AS di Radar Bali sebanyak 20 kali
(74,17%) berita dibandingkan Paket Bayu yang hanya 7 berita (25,93%).
Ideologi media lebih mementingkan pada aspek komersialisasi atau
ekonomis daripada faktor sejarah. Menurut Robert McChesney, jurnalisme politik
pro kekuatan kapitalis merupakan anak kandung dari jurnalisme politik partisan di
masa-masa sebelumnya. Jika jurnalisme politik partisan secara terbuka
mengungkap identitas keberpihakan politiknya kepada politisi atau partai politik
tertentu, maka jurnalisme politik yang pro kapitalis lebih halus dalam memainkan
keberpihakannya kepada kekuatan politik yang menopang rutinitas media sebagai
institusi bisnis (McChesney, 1998).
Ketika jurnalisme telah diintervensi kepentingan komersial pemilik media,
maka kita tidak akan pernah menemukan suatu proses pemberitaan yang benar-
benar bersifat netral. Ideologi di balik jurnalisme professional tidak lain sebagai
bentuk penghambaan terhadap pemilik modal dan pemasang iklan dalam suatu
sistem media. Isi bukan ditujukan bagi kepentingan pembaca atau pemirsa, tetapi
justru lebih diupayakan bagi kepuasan kedua pemodal dan pemasang iklan yang
notabene elite politik.
Musim Pemilihan umum, dalam hal ini pilkada, sebagaimana musim
kompetisi sepakbola atau olahraga lainnya ibarat musim panen bagi media massa
untuk meraup keuntungan dari iklan politik yang dipasok oleh partai politik
150
maupun kandidat. Sehingga dalam hal ini pelaksanaan pilkada, media melalui tim
marketing dan wartawannya melakukan pendekatan kepada kandidat untuk
menawarkan kontrak kerjasama pemasangan iklan.
Hal ini diakuai oleh wartawan Radar Bali, Oka Suryawan, dimana
menjelang pelaksanaan pilkada pihak redaksi telah melakukan lobi dan
kesepakatan kontrak kerjasama untuk pemasangan iklan berita kampanye.
Berdasarkan pengakuan dari tim Sukses Pasangan AS, I Ketut Karda
(wawancara, 4/6/2012), total dana yang dihabiskan untuk pemasangan iklan
kampanye pilkada di media masa mencapi jumlah Rp. 1,2 miliar.
“Sekitar Rp. 1,2 miliar dialokasi oleh Pasangan AS untuk pemasangan
advertorial di semua media cetak lokal dan elektronik di Bali, dana ini
belum termasuk untuk wartawan, kalo ditotal bisa tembus angka Rp. 1,5
miliar”.
Sementara menurut Ketua Tim Kampanye Bayu, Pande Made Purwatha
(wawancara, 12/6/2012) adapun dana yang dihabiskan untuk pemasangan iklan
kampanye di media masa mencapai hitungannya masih ratusan juta.
“Biaya kampanye dimedia massa hitungannya masih sekitar ratusan juta,
karena saat itu, Agung Bharata kan pasangan incumbent yang masih aktif
menjabat bupati, jadi untuk urusan pencitraan di media masih bertautan
dengan kapasitasnya sebagai bupati, hanya beberapa moment tertentu saja
dananya dari partai dan tim sukses.”,
Dalam kebijakan redakasi apabila sudah adanya kesepakatan kerjasama
pemasangan iklan berita kempanye maka redaksi tinggal menyediakan kolom
sesuai dengan kontrak yang sudah ditandatangani. Bersama wartawan dan tim
media centre masing-masing kandidat redaksi tinggal menunggu berita untuk
selanjutnya dimuat sebagai berita iklan yang nantinya di baca oleh publik. Isi,
ukuran, bentuk dan materi berita disesuaikan dengan besar tarif yang sudah
151
disepakati. Sehingga dengan demikian berita kampanye cenderung memuji dan
tidak pernah mengkritisi kandidat bersangkutan.
Ideologi wartawan dalam meliput berita kampanye dipengaruhi oleh
kognisi sosial wartawan bersangkutan. Pemahaman wartawan terhadap peristiwa
yang diliputnya, disebut van Dijk sebagai skema. Skema dikonseptualisasikan
sebagai struktur mental dimana didalamnya menyangkut bagaimana seorang
wartawan memandang wartawan dan peran sosialnya. Skema pula menunjukkan
pada struktur mental untuk menyeleksi dan memproses informasi yang datang dari
lingkungannya (Eriyanto, 2011 ; 259-270).
Dari tiga media yang menjadi objek penelitian penulis, wartawan Radar
Bali, Oka Suryawan dan Wartawan Bali Post, I Gusti Agung Dharmada
merupakan wartawan asal Kabupaten Gianyar yang memiliki suara dalam Pilkada
Kabupaten Gianyar. Berbeda halnnya dengan Wartawan NusaBali, I Nyoman
Wilasa, asal Desa Bumbungan, Klungkung yang tidak memiliki hak suara atau
hak pilih pada Pilkada Kabupaten Gianyar. Terlepas profesinya sebagai wartawan,
Oka Suryawan dan Agung Dharmada merupakan pemilih yang tentunya memiliki
hak pilih. Pilihan keduanya terhadap salah satu pasangan kandidat setidaknya
mempengaruhi bagaimana kognisi terhadap pasangan kandidat berujung pada
penulisan berita.
“tentunya saya memiliki pilihan terhadap salah satu kandidat, namun untuk
pemuatan berita kan tetap mengukuti kebijakan redaksi, kalo sudah ada
pesananan yang menyesuaikan dengan perintah kantor”, oka suryawan.
(wawancara 2/9/12).
Sementara I Gusti Agung Dharmada menyampaikan, untuk materi liputan
dalam pilkada, menyesuaikan dengan perintah kantor, kalo ada penugasan, harus
152
diliput. Berbeda dengan kejadian atau peristiwa yang tidak berhubungan dengan
berita advertorial, kita liput sesuai dengan apa yang kita lihat di lapangan, kita
laporkan ke kantor dalam bentuk berita. Tentunya tugas kita mengirimkan berita,
masalah hasil editing, sudah menjadi urusan kantor (wawancara dengan I Gusti
Agung Dharmada, 7/6/2012).
Kalo soal pilihan sebagai warga Gianyar yang punya hak pilih, saya sudah
menentukan pilihan, namun pilihan itu kan sesuai hati nurani, kalo urusan
liputan yang harus bisa professional. Karena ini menyangkut berita yang
nanti akan dibacakan oleh khalayak. (Wawancara dengan I Gusti Agung
Dharmada, 7/6/2012).
6.2 Ideologi Pasar
Memasuki abad ke-21, industri media tengah berada di dalam perubahan
yang cepat. Kerajaan-kerajaan media mulai membangun diri dengan skala yang
besar. Merger ataupun pembelian media lain dalam industri media terjadi di
mana-mana dengan nilai perjanjian yang sangat besar. Semakin lama bisnis media
semakin besar dan melibatkan hampir seluruh outlet media yang ada dengan
kepemilikan yang makin terkonsentrasi. Masyarakat mulai tenggelam dalam dunia
yang dipenuhi oleh media.
Everett M. Rogers dalam bukunya “Communication Technology : The
New Media in Society” (dalam Mulyana, 1999), mengatakan bahwa dalam
hubungan komunikasi di masyarakat, dikenal empat era komunikasi yaitu era
tulis, era media cetak, era media telekomunikasi dan era media komunikasi
interaktif. Dalam era terakhir dikenal media komputer, videotext dan teletext,
teleconferencing, TV kabel, dan sebagainya.
Marshall McLuhan (1999) dalam bukunya “Understanding Media B The
153
Extensions of Man”, mengemukakan ide bahwa A medium is message. McLuhan
menganggap media sebagai perluasan manusia dan bahwa media yang berbeda-
beda mewakili pesan yang berbeda-beda. Media juga menciptakan dan
mempengaruhi cakupan serta bentuk hubungan-hubungan dan kegiatan-kegiatan
manusia. Pengaruh media telah berkembang dari individu kepada masyarakat.
Dengan media, setiap bagian dunia dapat dihubungkan menjadi desa global.
Budaya yang tersebar merata di dalam masyarakat pada waktu tertentu
dapat diinterpretasikan sebagai hasil atau perwujudan hegemoni, perwujudan dari
penerimaan akonsensual oleh kelompok-kelompok gagasan subordinat, nilai-nilai,
dan kepemimpinan kelompok dominan tersebut. Menurut Gramsci, kelompok
dominan tampaknya bukan semata-mata bisa mempertahankan dominasi karena
kekuasaan, bisa jadi karena masyarakat sendiri yang mengizinkan.
Hegemoni, menurut pandangan Gramsci (1971), tidak hanya menunjukkan
dominasi dalam kontrol ekonomi dan politik saja, namun juga menunjukkan
kemampuan dari suatu kelas sosial yang dominan untuk memproyeksikan cara
mereka dalam memandang dunia. Jadi, mereka yang mempunyai posisi di
bawahnya menerima hal tersebut sebagai anggapan umum yang sifatnya alamiah.
Keberadaan media dimana-mana dan juga periklanan telah mengubah
pengalaman sosial dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Media merupakan
unsur penting dalam pergaulan sosial masa kini. Kebudayaan masyarakat tidak
terlepas dari media, dan budaya itu sendiri direpresentasikan dalam media.
Sekarang ini eksploitasi pers dan media interaktif telah menuju ke arah penciptaan
supremasi media yang mengancam keberadaan cara pandang objektif dan ruang
154
publik. Hal ini sesuai dengan pandangan Teori Hegemoni bahwa peran media
bukan lagi sebagai pengawas (watchdog) pemerintah, tetapi justru menopang
keberadaan kaum kapitalis dengan menyebarkan pemikiran-pemikiran mereka.
Singkatnya, hegemoni dapat dikatakan sebagai reproduksi ketaatan,
kesamaan pandangan, dengan cara yang lunak. Lewat media massa-lah hegemoni
dilakukan. Media secara perlahan-lahan memperkenalkan, membentuk, dan
menanamkan pandangan tertentu kepada khalayak. Tidak hanya dalam urusan
politik dan ekonomi, dapat juga menyangkut masalah budaya, kesenian, bahkan
ke dalam hal yang ringan seperti gaya hidup.
Media, menurut sudut pandang model pasar (Croteau dan Hoynes, 2001),
dilihat sebagai tempat pemenuhan kebutuhan masyarakat berdasarkan atas hukum
permintaan dan persediaan. Model ini memperlakukan media layaknya barang dan
jasa lainnya. Bisnis media beroperasi dalam apa yang disebut sebagai adual
product market, pasar dengan dua produk. Secara bersamaan menjual dua jenis
produk yang sama sekali berbeda pada dua jenis pembeli yang sama sekali
berbeda. Dalam kenyataan, konsumen yang direspon oleh perusahaan media
adalah pengiklan, bukan orang yang membaca, menonton, atau mendengarkan
media. Ini tentu saja dapat menjelaskan bagaimana acara-acara di televisi
misalnya, tampil hampir seragam.
Pengaruh media yang demikian besar kepada masyarakat menghantarkan
pemikiran McLuhan untuk menyampaikan Teori Determinime Teknologi, saat ini,
media ikut campur tangan dalam kehidupan kita secara lebih cepat daripada yang
sudah-sudah dan juga memperpendek jarak di antara bangsa-bangsa.
155
Eksploitasi pers dan media interaktif telah menuju ke arah penciptaan
supremasi media yang mengancam keberadaan cara pandang objektif dan ruang
publik. Hal ini sesuai dengan pandangan teori hegemoni; peran media bukan lagi
sebagai pengawas (watchdog) pemerintah, tetapi justru menopang keberadaan
kaum kapitalis dengan menyebarkan pemikiran-pemikiran mereka.
Dengan perkembangan baik dalam jumlah maupun jenisnya, mustahil
semua media massa menguasai seluruh pasar yang ada. Sebaliknya, kecil sekali
kemungkinan hanya satu media massa dapat menguasai seluruh pasar, dalam arti
memenuhi segala macam tuntutan pasar, karena tuntutan pasar juga sangat
bervariasi. Kompetisi telah menjadi kata kunci dalam kehidupan media massa saat
ini. Keadaannya menjadi semakin kompleks, karena mencakup kompetisi tiga
kelompok yaitu: Pertama, antara media cetak baik dari jenis yang sama maupun
yang berbeda jenis; Kedua, antara media elektronik baik audio (radio) maupun
audio-visual (televisi); serta Ketiga, antara media cetak di satu pihak dengan
media elektronik di pihak lain.
Dalam memperebutkan pangsa pasar, kompetisi media massa tidak hanya
meliputi aspek isi, penyajian berita atau bentuk liputan lainnya, tetapi juga aspek
periklanan. Hal tersebut dipersulit pula oleh perubahan tuntutan pasar
(konsumen). Juga perubahan dalam cara, gaya dan strategi kompetisi yang
digunakan masing-masing media massa sebagai respons terhadap tuntutan pasar.
Dalam berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar, dari tiga media lokal
yang diamati, tiga media ini memiliki rubrik khusus dalam memuat berita
kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar. Pelaksanaan kampanye Pilkada seakan
156
menjadi ajang bagi media untuk meraup keuntungan dari pemuatan iklan oleh
kandidat dalam setiap rubrik yang disediakan.
“Kami menyediakan rubrik advetorial kepada pasangan kandididat sebagai
media bagi kadidat untuk menginformasikan visi-visi kandidat secara adil
dan dalam porsi yang sama”, Redaktur Balipost I Wayan Dira (wawancara
: 29 oktober 2013).
Dira mengakui bahwa setiap berita advertorial yang dipasang oleh setiap
kandidat dikenakan sesuai dengan tarrif dan yang telah ditentukan oleh
perusahaan, dimana dana yang terkumpul, tidak semata-mata untuk keuntungan
perusahaan, nantinya akan disalurkan lagi ke masyarakat dalam bentuk dana punia
pada upacara piodalan di pura-pura di Bali. Hal ini menurut Dira Arsana tidak
terlepas dari visi-misi Bali Post sebagai koran umum di Bali yang bertujuan untuk
mempertahankan adat, istiadat dan budaya Bali yang berlandaskan agama Hindu.
Pimpinan Redaksi Harian Radar Bali, I Made Rai Warsa (Wawancara,
18/5/2012), dalam pemberitaan pilkada, kita telah menyediakan rubrik khusus
kepada pasangan calon sebagai media kampanye. Kita juga mengenakan tariff
sebagai kompensasi atas iklan yang dipasang. Hal ini ini tidak saja dilakukan oleh
Harian Radar Bali, saya rasa semua media juga melakukan hal yang sama. Hal ini
wajar karena kita mengejar oplah dan untuk keberlangsung media kita.
6.3 Pencitraan
Politik sering menempatkan media sebagai medan perang sekaligus
panglima. Hal ini dimungkinkan ketika media memiliki kekuatan penuh untuk
memutuskan informasi mana yang seharusnya diketahui atau tidak diketahui
publik. Kondisi ini menempatkan media sebagai pembentuk citra baru bagi
157
individu atau lembaga. Hal ini menjadikan berita terus mengalami redefinisi
sesuai dengan kebutuhan masing-masing.
Fakta, kini telah berubah menjadi komoditas yang mudah dikemas, didaur
ulang dan dimaknai kembali. Maka wajar jika hampir seluruh media
memberitakan hal yang sama dan dari sumber berita yang sama. Seperti halnya
pemberitaan masalah pilkada langsung, hampir setiap media cetak maupun
elektronik memberikan porsi ruang dan waktu untuk mengulas pilkada langsung.
Dalam menghasilkan pemberitaan politik misalnya, sebuah media
dipengaruhi oleh berbagai faktor internal berupa kebijakan redaksional tertentu
mengenai suatu kekuatan politik, kepentingan politik para pengelola media, relasi
media dengan sebuah kekuatan politik tertentu, dan faktor eksternal seperti
tekanan pasar pembaca atau permirsa, sistem politik yang berlaku, dan kekuatan-
kekuatan luar lainnya (Ibnu Hamad).
Wajah media memang ibarat pedang bermata dua. Di satu sisi media
berupaya mendekati obyektifitas pemberitaan, namun di satu sisi yang lain media
juga tak luput dari keberpihakan dan ketidak berimbangan yang dapat dijadikan
celah bagi tim sukses untuk terus memasukkan pesan dan citra politik sosok calon
kepala daerah. Hal ini seperti diberitakan surat kabar NusaBali, tanggal, 27
Desember 2007, halaman, 4, kol 1, judul “AS Cari Simpati Penggilan Bola,
Pencetak Gol Dapat Rp 2 Juta, Persegi Menang, Bonus Rp. 5 juta”.
158
Gambar 6.1
Berita NusaBali, tanggal 27 Desember 2007, hal.4. kol.1, judul “AS Cari Simpati
Penggila Bola, Pencetak Gol Dapat Rp.2 Juta, Persegi Menang Bonus Rp. 5 Juta”
Dalam berita NusaBali tersebut, Cok Ace menonton pertandingan
sepekbola antara Persegi Bali FC berhadapan dengan Arema Malang di Stadion
Dipta. Cok Ace akan meberikan bonus bagi pencetak gol Rp. 2 juta dan Rp. 5 juta
159
untuk Persegi Bali FC bila memenangkan pertandingan. Dalam hal ini Cok Ace
berupaya mencitrakan diri sebagai pemimpin yang dekat dengan rakyat dan cinta
olharaga.
Bagi elit politik maupun tim sukses untuk menjadikan media sebagai
sarana pemasaran massal. Tak heran bila beberapa pendapat mengatakan bahwa
komunikasi politik di era informasi telah menjelma menjadi ajang pemasaran
massal yang di dalamnya tanda dan citra memainkan peran sentral.
Strategi pencitraan, tak dapat dilepaskan dari peran media massa dalam
kapasitasnya sebagai media (wadah) untuk memberitakan kepada publik serta
memberi citra dari aktivitas para aktor politik yang diberitakan dan menjadi
konsumsi media massa. Disini peranan “Framing” maupun “Agenda Setting”
menjadi penting, karena agenda media (dalam hal ini media memilih berita-berita
yang akan menjadi headline dalam pemberitaannya) merupakan agenda publik,
artinya adalah publik disodorkan headline berita yang memang telah diagendakan
oleh media untuk menjadi berita utama (headline). Media massa mempunyai
peranan penting dalam mensosialisasikan nilai-nilai tertentu kepada masyarakat.
Hal tersebut tampak dari fungsi yang dijalankan oleh media massa yaitu sebagai
alat untuk mengawasi lingkungan (surveillance of the environment),
menghubungkan bagian-bagian dalam masyarakat (correlation of the parts of
society), mengirimkan warisan sosial (transmission of the social heritage), dan
memberikan hiburan (entertainment) – (Littlejohn, 1999).
Oleh karena itu bagaimana pesan-pesan politik tersebut disusun agar dapat
memperoleh citra positif didalam media. Dinegara menganut sistem politik
160
demokratis, maka pesan yang dikirim haruslah di konstruksi terlebih dahulu. Yang
melakukan konstruksi adalah jurnalis sedangkan yang menerima pesan adalah
khalayaknya. Sementara itu media kerjanya tidak saja melaporkan kepada
khalayaknya secara netral, atau tidak memihak, akan tetapi juga harus mampu
menunjukkan sikap impartiality-nya. Di samping itu juga, harus menjaga agar
semua berita yang disiarkan tetap menjaga sifat akurasinya terhadap semua event
atau peristiwa yang ada di sekitarnya sebagai Political Reality. Dengan
memperhatikan tiga hal, yaitu realitas politik yang objective, yaitu berita politik
yang diambil dari kegiatan politik seperti apa adanya. Realitas politik yang
subjective, yaitu berita politik yang diambil dari kegiataa politik seperti apa yang
dilihat dari kacamata aktor politik maupun partai politik. Dan realitas politik yang
konstruktif, yaitu berita politik yang diambil dari kegiatan politik yang diliput
oleh media massa.
Menurut Blumler dan Gurevitch dalam studinya mengenai “The Political
Effects of Mass Communications” (1986), menjelaskan bahwa kepedulian publik
tentang komunikasi massa pada dasarnya terfokus pada efek potensial dari isi
media massa kepada publiknya atau khalayaknya. Oleh karena itu ada semacam
asumsi bahwa media massa mempunyai pengaruh yang potensial kepada
khalayaknya, dan karena itu pula orang sering mengatakan bahwa media massa itu
sangatlah powerfull. Kekuatan media massa untuk mempengaruhi khalayaknya
sangat berdampak keras dan dapat menjadikan sebuah partai politik maupun aktor
politik yang ada didalamnya mempunyai citra negatif atau positif.
Berangkat dari pemikiran tersebut diatas, para aktor politik yang akan
161
melakukan proses pencitraan terhadap dirinya maupun pencitraan terhadap partai
politik yang diusungkan hendaknya dapat memanfaatkan media massa yang dapat
memberikan pengaruh besar kepada publik. Pesan-pesan politik yang akan
dihadirkan oleh para aktor politik tersebut biasanya disusun terlebih dahulu
sehingga sesuai dengan target pencitraan yang diinginkan melalui media massa,
hal tersebut akan memberikan efek yang lebih besar jika isi media lebih
disesuaikan dengan karakteristik masing-masing media yang berfungsi sebagai
transmitter.
Gusti Ngurah Wiwekananda (wawancara, 28/4/2012), anggota media
centre Paket Bayu, menjelaskan dalam pembuatan berita, pemilihan bahasa, dan
poto gambar sangat diperhatikan sangat detail oleh team. Hal ini tentu untuk
menghasilkan berita yang bisa mendapat apresiasi positif dari pembaca.
“Sebagai petugas liputan di media centre, kita telah merancang format
berita, yang nantinya dilapangan bisa dikondisikan sesuai dengan apa yang
telah diarahkan team, team telah menentukan siapa yang akan
diwawancara dan bagaiman teknik pengambilan foto, semuanya sudah
diatur sedemikian rupa”, (wawancara dengan gusti Ngurah Wiwekananda
28/4/2012).
Putu Puspa Artayasa (wawancara, 25/6/2012), yang terlibat di Media
Centre As, juga menekankan hal yang sama, bahwa setiap pembuatan berita dan
foto mendapat seleksi yang sangat ketat dari team sebelum dikirimkan ke meja
redaksi. Hal ini tentunya untuk dapat menyampaikan pesan yang tepat kepada
pembaca.
“Sebelum dan sesudah kampanye team media centre melakukan rapat kecil
sebelum mengirim berita ke redaksi, biasanya pemilihan foto perdebatanya
agak panjang karena menjadi elemen penting dari tulisan. Mengingat foto
yang didapat tidak sesuai dengan rencana. Kalo tulisannya hanya
mendapat sedikit perubahan karena sudah disiapkan skenarionya”,
162
(wawncara dengan Putu Puspa Artayasa 25/6/2012).
Liputan politik juga cenderung lebih rumit ketimbang reportase bidang
lain. Pada satu pihak liputan politik memiliki dimensi pembentukan pendapat
umum (public opinion), baik yang diharapkan oleh para politisi maupun oleh para
jurnalis. Oleh sebab itu, berita politik bisa lebih daripada sekedar reportase
peristiwa politik, tetapi merupakan hasil konstruksi realitas politik untuk
kepentingan opini publik tertentu. Dalam komunikasi politik, aspek pembentukan
opini ini justru menjadi tujuan utama Karena hal ini akan mempengaruhi
pencapaian-pencapaian pencitraan politik para aktor politik tersebut.
Dalam konteks komunikasi politik, peran media dalam mengulas pilkada
langsung tak sebatas hanya pada masa kampanye saja. Boleh dikatakan konstruksi
citra politik justru dibangun terus-menerus mulai pendaftaran calon kepala daerah
ke dalam berbagai ruang publik yang disediakan media massa. Citra dan stereotip
secara sadar atau tidak merupakan dua hal yang terus diusung media. Efek dari
komunikasi politik disengaja atau tidak disengaja telah melahirkan keberpihakan
media.
Menurut John Hartley narasi berita hampir mirip dengan sebuah novel atau
karangan fiksi yang memunculkan sosok pahlawan dan penjahat. Media juga
selalu punya kecenderungan untuk menampilkan tokoh dua sisi untuk saling
dipertentangkan sebagai akibat pemahaman yang serampangan tentang.
Ruang-ruang publik yang termasuk di dalam media massa, menjadi ruang
ekspresi yang tak terlepas dari berbagai manuver, taktik, dan strategi politik yang
digelar oleh elite politik dalam suksesi. Teknik “pemasaran politik” dengan
163
mengemas “citra” tentang sosok calon kepala daerah dalam praktek politik citraan
(politics of image), menempatkan media massa sebagai pemegang kendali utama
pemberitaan, karena salah satu kekuatan media yang sangat diperhitungkan adalah
kekuatan menciptakan opini publik.
Media massa, termasuk berita surat kabar, merupakan konstruki kultural
yang dihasilkan ideologi, karena sebagai produk media massa, berita surat kabar
menggunakan kerangka tertentu untuk memahami realitas sosial. Lewat narasinya,
surat kabar menawarkan definisi-definisi tertentu mengenai kehidupan manusia:
siapa pahlawan, siapa penjahat; apa yang baik dan apa yang buruk bagi rakyat;
apa yang layak dan apa yang tidak layak untuk dilakukan oleh seorang pemimpin;
tindakan apa yang disebut perjuangan (demi membela kebenaran dan keadilan);
isu apa yang relevan dan tidak (Eriyanto).
Narasi yang dibangun dan dipoles sedemikian rupa dengan bahasa, tidak
sekedar untuk melukiskan suatu fenomena atau lingkungan, tetapi juga dapat
mempengaruhi cara melihat lingkungan kita. Implikasinya, bahasa juga dapat
digunakan untuk memberikan akses tertentu terhadap suatu peristiwa atau
tindakan, misalnya dengan menekankan, mempertajam, memperlembut,
mengagungkan, melecehkan, membelokkan, atau mengaburkan peristiwa atau
tindakan tersebut.
Dalam dunia pencitraan, citra dan realitas menjadi dua kutub yang terus
tarik menarik. Citra telah berubah menjadi sebuah mesin politis yang bergerak
kian cepat. Strategi pencitraan dan teknologi pencitraan atau imagologi dikemas
sedemikian rupa untuk mempengaruhi persepsi, emosi, perasaan, kesadaran, dan
164
opini publik sehingga mereka dapat digiring ke sebuah preferensi, pilihan dan
keputusan politik tertentu, seperti (Gambar 6.2).
Gambar 6.2
Berita Surat Kabar Bali Post, tanggal 9 Januari 2008, hal 14. Kol 1, judul :
Akhiri Kampanye, Tjok. Artha Teteskan Air Mata, Demi Kepentingan
Perdamaian, AS Mengalah”.
Dalam berita Gambar 6.2, diberitakan Tjok Ace yang rela tidak menggelar
kampanye demi terciptanya kedamain di Kabupaten Gianyar, pasca perkelahian
yang terjadi di Kecamatan Sukawati.
Sehingga dapat dikatakan bahwa pilkada langsung tak lebih dari pemilihan
image politik individu atau lembaga. Bukan calon kepala daerahnya, tetapi image-
165
nya. Citraan-citraan itulah yang dijual dalam pencalonan, kampanye dan janji-
janji politiknya. Dalam pilkada langsung orang dituntun memilih berdasarkan
image.
Imagologi politik dalam tahapan pilkada ini mengarah pada semacam
diskontinuitas antara citra politik dan realitas politik, sehingga teknologi
pencitraan mengkonstruksi semacam realitas kedua (second reality) yang
didalamnya terdapat kebenaran yang dimanipulasi. Dalam bukunya simulation,
Jean Baudrillard mendefinisikan simulakra sebagai sebuah strategi penyamaran
tanda dan citra (disguising), sebuah proses penjungkirbalikan tanda yang
menciptakan kekacauan, turbulensi, dan indeterminasi dalam dunia representasi
dan pertandaan.
Citra politik menjelma menjadi “kekuatan utama” dalam mengendalikan
wacana politik sehingga di dalamnya kini tidak hanya ada kekuatan pengetahuan,
tetapi lebih penting lagi menjelmanya “kekuatan citra” (power/image) sebagai
kekuatan politik. Meskipun pada akhirnya pemberitaan media menunjukkan sifat
netral atau berpihak, merepresentasikan fakta atau rekayasa fakta,
menggambarkan realitas atau hanya mensimulasi realitas. Namun yang jelas
media tidak dapat dilepaskan dari berbagai kepentingan, baik itu kepentingan
ekomomi maupun kepentingan ideologi.
Putu Suasta (wawancara, 23/4/2010) menyampaikan dalam pelaksanaan
Pilkada Kabupaten Gianyar, kita mencitrakan sebagai sosok calon bupati yang
sangat pro-dengan perubahan. Karena pada periode pembangunan sebelumnya
tidak ada perubahan yang signifikan terjadi di kabupaten Gianyar sesuai dengan
166
harapan masyarakat. Tjok Ace dengan tujuh program unggulan akan mampu
membawa Kabupaten Gianyar kearah perubahan. Selama ini dari era sebelumnya,
Gianyar hanya menjadi kabupaten ketiga, setelah Kabupaten Badung, dan Kota
Denpasar. Sudah saat Gianyar bangkit untuk menjadi lebih baik, makanya kita
gelorakan juga dengan istilah Gianyar bangkit.
6.4 Praktik Kekuasaan
Otonomi daerah (otda) yang diartikan sebagai kewenangan daerah untuk
mengatur dan mengurusi kepentingan masyarakat setempat, menurut prakarsa
sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundangan-
perundangan, sebenarnya sangat diharapkan bisa lebih mensejahterakan
masyarakat setempat. Namun, realitanya tidak demikian, kondisi kesejahteraan
masyarakat di sebagian daerah tidak berubah signifikan, baik sebelum dan
sesudah diterapkannya Otda. Diakui, ada beberapa daerah yang cukup berhasil
mengimplementasikan Otda. Namun hal tersebut tidak terlepas dari karakter
Pemimpin Daerah setempat.
Kepala daerah yang dipilih langsung sesuai dengan amanat Undang-
undang Nomor 32 Tahun 2004, pada awalnya diharapkan bisa membawa
perubahan di daerah. Namun pada praktiknya, sebagian besar kepala daerah yang
terpilih tidak sesuai dengan harapan masyarakat, diantaranya tidak memiliki
kompetensi, terlibat penyalahgunaan jabatan, tidak memiliki moral yang baik dan
yang memperihatinkan, hampir 70 persen Bupati/Walikota menurut Wakil
167
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Denny Indrayana, terlibat dalam tindak
pidana Korupsi.
Proses rekruitmen calon pemimpin daerah, baik Gubernur maupun
Bupati/Walikota sebagian besar calon pemimpin daerah dihadapkan kepada realita
politik, bahwa bertarung dalam kompetisi politik memerlukan biaya yang tidak
sedikit. Untuk mendapatkan kendaraan politik saja mereka harus mengeluarkan
“mahar” yang tidak sedikit.
Kemudian dalam proses kompetisi politik di Pilkada, mulai dari penetapan
calon di Komisi Pemihan Umum (KPU), masa kampanye dan pasca pilkada,
milyaran rupiah harus digelontorkan oleh masing-masing calon. Implikasinya,
hanya calon dengan “banyak amunisi” yang memiliki kesempatan untuk ikut
bertarung di Pilkada. Sedangkan orang-orang yang memiliki kapasitas dan
kompetensi tersisih dari panggung politik. Muara akhir dari praktek “Dagang
Sapi” dalam transaksi politik adalah terlahirnya Oligarki Politik di daerah-daerah.
Pemimpin daerah yang terpilih, terlebih dahulu akan “melunasi” ongkos politik
yang telah dikeluarkannya. Untuk itu dengan kewenangan yang dimilikinya,
mengontrol dan memanfaatkan sistem yang ada untuk menguasai berbagai
kekuatan ekonomi politik. Mereka membangun relasi-relasi secara eksklusif
dengan menciptakan elit-elit politik berdasarkan kedekatan keluarga, pertemanan
atau loyalis.
Mereka hanya bersinggungan dengan kepentingan sendiri dan menjauhkan
diri dari tanggung jawab sosial untuk mengawal agenda kerakyatan. Duduk di
kuasa oligarki tentu saja membuat semua pemimpin daerah merasa nyaman, oleh
168
karena itu kekuasaannya harus dipertahankan dengan segala cara. Hal ini bisa kita
lihat dalam praktek Pilkada di daerah, dimana calon pemimpin daerah petahana
mengerahkan semua sumberdaya yang ada, baik melalui birokrasi, program
daerah bahkan dana APBD, digunakan untuk memenangkan kembali kursi
kekuasaannya. Bahkan ada kecenderungan baik di pusat maupun daerah, para elit
politik atau pemimpin sudah menyiapkan perwaris tahta untuk melanggengkan
dinasti kekuasaannya.
Secara tidak langsung praktek politik Oligarki diatas telah mengkooptasi
proses demokrasi itu sendiri. Menurut Profesor Ilmu Politik Universitas
Northwestern, Jeffrey A Winters, sistem demokrasi di Indonesia memang telah
disandera oleh oligarki dengan mengandalkan kekuasaan material dalam kegiatan
politiknya. Memang, demokrasi ‘captured by’ oligarki tidak hanya terjadi di
Indonesia, namun praktek politik uang untuk meraih kekuasaan di Indonesia
sudah sangat mengkhawatirkan.
Salah satu cara melawan kuasa oligarki adalah dengan melibatkan
kekuatan politik kaum miskin atau marginal dan akar rumput lainnya. Dengan
advokasi, secara perlahan, terbuka peluang politik untuk memperjuangkan
kepentingan kaum marginal tersebut di level kebijakan sebagai penyeimbang dari
praktik kuasa oligarki. Selanjutnya adalah mengajak media massa dan kekuatan
masyarakat sipil lainnya turut menjadi penyeimbang kuasa oligarki diberbagai
bidang. Langkah tersebut akan mengubah wajah demokrasi kita dari sekadar
memilih pemimpin daerah, menjadi institusi yang melayani kehendak warga yang
memimpikan pembangunan sebagai proses pembebasan atau kemerdekaan hakiki.
169
Dalam arena Pilkada media yang diharapkan mampu memperjuangkan
kepentingan kelompok marginal, justru ikut dalam praktek kekuasaan capital
untuk meraih keuntungan nominal. Media yang diharapkan mampu memberikan
pemahaman secara gambalng terhadap kapasitas kandidat peserta pilkada justru
menjadikan arena ini sebagai sebuah lahan untuk meraup keuntungan. Jika
kepentingan ekonomi media yang ditonjolkan dengan memberikan celah bagi
kadidat pemilik capital untuk memainkan rubrik dengan kompensasi rupiah, maka
rupiah menjadi tolak ukur atas frekuensi seorang kandidat di dalam sebuah
pemberitaan.
Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Dwijendra, Ida Ayu Ratna
Wesnawati (wawancara, 23/8/2013) menjelaskan, massa kampanye merupakan
media bagi kandidat untuk menyampaikan visi-misi untuk dapat menarik pemilih.
Berbagai media seperti baliho, alat peraga, surat kabar, televisi menjadi sarana
yang cukup efektif. Khusus untuk media surat kabar dan elektronik, memang kita
tidak bisa mengukur sejauah mana efektifitas untuk mempengaruhi calon pemilih
untuk di Bali. Namun yang terpenting adalah bagaimana kadidat atau tim sukses
mampu mengmas secara untuk isi pesan yang disampaikan dalam dua media ini.
Setidaknya kampanye lewat media surat kabar dan elektronik memiliki efektifitas
dalam upaya memperkenalakan kandidat dan visi-misinya dari pada tidak sama
sekali.
Agung Bharata sebagai calon incumbent memanfaatkan media informasi
milik Pemkab Gianyar, yakni Koran Mingguan Paswara untuk menyebarkan
informasi dan media komunikasi politik. Kepala Dinas Informasi dan Komunikasi
170
Kabupaten Gianyar, I Wayan Artana (wawancara 23/5/2012) menjelaskan, Koran
Mingguan Paswara dalam pemberitaannya menyebarkan informasi pembangunan
Kabupaten Gianyar kepada masyarakat secara gratis. Tentunya banyak kegiatan
pemerintah (Bupati) yang dimuat di koran ini, sebagai koran pemerintah.
6.5 Representasi Partai Politik
Partai politik adalah organisasi politik yang menjalani ideologi tertentu
atau dibentuk dengan tujuan khusus. Definisi lainnya adalah kelompok yang
terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-
cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik
dan merebut kedudukan politik dengan cara konstitusionil untuk melaksanakan
kebijakan-kebijakan mereka.
Realitas politik di Indonesia menunjukan bahwa sebagian besar partai
politik tidak menjalankan fungsinya secara maksimal. Partai politik masih
menerapkan pragmatisme politik semata ketimbang mengimplementasikan fungsi-
fungsi yang dimilikinya. Kondisi ini terutama terlihat jelas dalam tahapan
kampanye, dimana sosialisasi dan pendidikan politik sangat minim sekali (bahkan
nyaris tidak ada).
Partai politik memainkan peran yang kuat dalam pencitraan politik kader-
kadernya. Dengan mesin partai yang terstruktur, penggalangan sumberdaya
menjadi lebih mudah dan tepat. Mendekati musim pemilihan partai politik
berlomba melakukan serangkaian bentuk pencitraan diri agar mendapat simpati
dari konstituen masyarakat. Partai-partai politik berlomba menciptakan iklan,
yang dapat mencitrakan partai atau tokohnya, yang dapat menarik perhatian
171
rakyat. Ini dianggap pilihan-pilihan politik yang kreatif, yang tujuannya mendapat
dukungan yang luas
Bahkan, bagi partai partai yang ingin menjadi partai besar, tak segan-segan
membuat iklan yang lebih populis, merakyat, dan memposisikan partainya benar-
benar sebagai partai pembela rakyat. Partai politik masih berparadigma
konvensional, yang menempatkan kampanye sebagai ajang unjuk kekuatan
ketimbang wahana penyampaian wacana politik dalam rangka pendidikan politik
bagi masyarakat. Kondisi ini menunjukan adanya mal-fungsi dari partai politik,
dalam hal ini fungsi partai politik sebagai sarana sosialiasi dan pendidikan politik
tidak berjalan.
Begitupula halnya dengan realisasi dari fungsi partai politik sebagai
peredam dan pengatur konflik. Partai politik belum bisa menempatkan diri sebagai
sebuah institusi politik yang inklusif yang menampung aspirasi masyarakat dan
mendeteksi secara dini potensi dan gejala munculnya konflik dalam masyarakat.
Bahkan, kerap kali partai politik terlibat langsung dalam konflik atau menjadi
biang keladi munculnya sebuah konflik dalam masyarakat.
Dalam tahapan kampanye, dimana terjadi konflik terbuka antar partai yang
memunculkan konflik antar kelompok masyarakat. Mal-fungsi dan partai politik
(terutama dalam fungsinya sebagai sarana sosialisasi dan pendidikan politik serta
sarana peredam dan pengatur konflik) ini terjadi sebagai akibat dari; pertama,
kemunculan partai yang lebih disebabkan oleh euforia politik semata, bukan
dilandasi oleh kebutuhan dan pemikiran politik yang dewasa. Hal ini
menyebabkan partai-partai tersebut cenderung emosional dan reaktif dalam
172
berpolitik. Kedua, sebagian besar partai politik tidak memiliki visi, misi, platform,
dan program yang jelas. Ini merupakan dampak turunan dari kemunculan partai
politik itu sendiri yang dilandasi oleh euforia politik. Akibatnya tidak ada wacana
politik yang dapat ditawarkan kepada masyarakat, hanya konvoi dan arak-arakan
saja.
Dalam kaitan itu, partai politik tidak melakukan pendewasaan politik
tetapi melakukan pembodohan politik kepada masyarakat. Ketiga, struktur dan
infrastruktur politik yang dimiliki oleh sebagian besar partai politik (baru) sangat
tidak memadai bagi terealisasinya fungsi-fungsi dari partai politik. Hal ini
dimungkinkan karena usianya yang masih relatif muda, dibutuhkan waktu yang
panjang untuk mematangkan dan menguatkan struktur dan infrastruktur partai
politik sehingga dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
Keempat, sebagian partai politik masih cenderung memiliki pemikiran
politik yang kurang dewasa, terutama menempatkan pemilu sebagai alat untuk
memperoleh kekuasaan semata. Pemilu hanya dilihat sebagai alat untuk
mendapatkan jatah kursi di legislative, dan menempatkan kadernya sebagai
pimpinan eksekutif. Fungsi lain dari pemilu diabaikan begitu saja. Akibatnya,
partai-partai politik terjebak pada pragmatisme dan cenderung menghalalkan
segala cara untuk memperoleh kekuasaan. Mal-fungsi dari partai politik tersebut
pada akhirnya akan mengurangi kualitas dari penyelenggaraan pemilu, terutama
berkaitan dengan pendidikan dan pendewasaan politik masyarakat. Seperti dalam
berita surat kabar NusaBali, tenggal 29 Desember 2007, judul “Diwarnai Perang
Interupsi Pendukung (Gambar 6.3). Parpol pendukung kedua kandidat, di mana
173
terciptanya suasana tegang dan gaduh saat penyampaian visi dan misi kandidat,
yang semestinya menjadi areana kontrak politik kedua kandidat jika terpilih.
Gambar 6.3
Berita NusaBali, tanggal 29 Desember 2007, hal.4. kol.1, judul “Diwarnai Perang
Interupsi Pendukung”
“Kita meyakini PDIP sebagai partai pendukung Paket Bayu akan mampu
mendongkrak suara dalam Pilkada Kabupaten Gianyar, untuk memenangkan
kembali menempatkan kader partai sebagai Bupati dan Wakil Bupati”. Ungkap
Pande Purwatha.
Demikian halnya dengan Dauh Wijana, dengan dukungan dari Partai
Golkar dan gabungan parpol yang ada di Kabupaten Gianyar, kita menyakini
mesin partai akan bergerak untuk mengalahkan Paket Bayu yang hanya didukung
174
oleh PDIP.
“Seluruh partai yang tergabung dalam Koalisi Rakyat Gianyar (KRG),
sudah sepakat untuk memenangkan Paket AS dalam Pikada Kabupaten
Gianyar Thaun 2008”, (wawancara dengan Dauh Wijana 23/5/2012).
6.6 Modal ( Politik, Sosial, Ekonomi)
Pasangan calon Kepala Daerah kemungkinan memenangkan Pilkada
secara langsung manakala memiliki tiga kombinasi di dalam berkendaraan, yakni
adanya mobil yang baik, sopir yang piawai, dan bensin yang memadai (Marijan
2005). Secara konseptual, metafora itu terwujud dari tiga modal utama yang
dimiliki oleh para calon yang hendak mengikuti kontestasi di dalam Pilkada
secara langsung. Ketiga modal itu adalah modal politik, modal sosial dan modal
ekonomi (Marijan, 2007).
Modal politik (political capital) ini memiliki makna yang sangat penting
karena Pilkada menggunakan mekanisme ‘party system’ (Berman 2000) di dalam
proses pencalonan bakal calon. Kandidat yang akan mencalonkan diri sebagai
Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah harus diberangkatkan dari atau melalui
partai politik yang memiliki kursi di parlemen sebagaimana diatur dalam UU No
32 tahun 2004 dan PP No 6 tahun 2005.
Pasangan Bayu yang terdiri atas Anak Agung Gde Agung Bharata dan
Putu Yudhani Thema merupakan kader PDI Perjuangan. Agung Bharata yang juga
merupakan calon petahana merupakan kader PDI Perjuangan sementara pasangan
Putu Yudhany Thema adalah anggota DPRD Kabupaten Gianyar berasal dari
parati PDI Perjuangan. Selain merupakan orang puri Agung Bharata juga
memiliki relasi dengan Petinggi Parpol, seperti Megawati Sukarno Putri, Taufik
175
Kemas.
Sementara Pasangan AS, Tjokordha Oka Artha Ardhana Sukawati dan
Dewa Made Sutanaya merupakan calon yang memiliki relasi yang sangat dengan
erat dengan Partai Politik. Keluarga Cok Ace banyak berkecimpung di dunia
politik baik sebagai pengurus Parpol dan Anggota DPRD. Sementara Dewa Made
Sutanaya merupakan adik kandung Gubernur Bali, Dewa Made Beratha yang juga
berkecimpung di dunia politik.
Modal kedua adalah modal sosial (social capital), yakni bangunan relasi
dan kepercayaan (trust) yang dimiliki oleh pasangan calon dengan masyarakat
yang memilihnya (Seligman, 1997; Fukuyama, 2006). Termasuk di dalamnya
adalah sejauhmana pasangan calon itu mampu meyakinkan para pemilih bahwa
mereka itu memiliki kompetensi untuk memimpin daerah. Agar bisa meyakinkan
para pemilih, para calon harus dikenal luas oleh masyarakat.
Agung Bharata yang merupakan tokoh Puri Gianyar dalam konteks
kehidupan sosial di masyarakat sering terlibat dalam berbagai kegiatan sosial
keagaamaan. Disamping kapasitasnya sebagai Bupati Gianyar, sebagai tokoh Puri
Gianyar Agung Bharata juga kerap menghadiri berbagai kegiatan sosial
kemasyarakatan yang memerlukan kehadirian tokoh puri.
Sementara Tjokorda Oka Artha Ardhana Suakwati yang merupakan tokoh
Puri Ubud. Secara sosial keberadaan Puri Ubud sangat dekat dengan
masyarakatnya. Keluarga Puri Ubud kerap hadir dalam berbagai kegiatan sosial di
masyarakat. Disamping itu juga Cok Ace adalah seorang penari calonarang yang
kerap mengisi pementasan Tari Calonarang di berbagai wilayah Kabupaten
176
Gianyar.
“Menari merupakan salah satu hobi saya sejak kecil, dengan menari
calonarang selain dapat menyalurkan hobi juga bisa ngayah, ini saya
lakoni sebagai upaya untuk melestarikan kesenian, dan budaya”.
(wawancara dengan Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati 11/4/2012).
Kepercayaan tidak tumbuh begitu saja. Ia didahului oleh adanya
perkenalan. Popularitas saja kurang bermakna tanpa ditindaklanjuti oleh adanya
kepercayaan. Melalui modal sosial yang dimiliki, para kandidat tidak hanya
dikenal oleh para pemilih tetapi juga masyarakat memberi penilaian terhadap diri
kandidat untuk kemudian diberi kepercayaan.
Gambar 6.4
Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati sebelum Pentas Tari Calonarang di Pura
Dalem Beng, Gianyar (15/3/11)
Di dalam pilkada secara langsung, modal sosial memiliki peran yang
cukup penting. Hal ini terlihat dari fakta bahwa pasangan calon yang diusung oleh
partai dominan ternyata tidak otomatis dapat memenangkan Pilkada secara
177
langsung. Hal ini bisa terjadi karena peran figur pasangan calon dipandang lebih
kuat daripada peran partai politik. Di dalam situasi seperti ini, kontestasi di dalam
Pilkada secara langsung memiliki perbedaan yang substansial dengan Pemilu
Legislatif. Di dalam pileg, peran partai politik sangat dominan, sementara di
dalam pilpres dan pilkada, peran figur dari pasangan calon dipandang lebih
menentukan dibanding peran partai.
Modal yang ketiga adalah modal ekonomi (economic capital). Pemilu,
termasuk pilkada secara langsung, jelas membutuhkan biaya yang besar. Modal
yang besar itu tidak hanya dipakai untuk membiayai pelaksanaan kampanye. Yang
tidak kalah pentingnya adalah untuk membangun relasi dengan para (calon)
pendukungnya, termasuk di dalamnya adalah modal untuk memobilisasi
dukungan pada saat menjelang dan berlangsungnya masa kampanye. Tidak jarang,
modal itu juga ada yang secara langsung dipakai untuk mempengaruhi pemilih.
Misalnya saja, banyak ditemui kasus ada calon yang membagi-bagikan barang
atau uang kepada para pemilih. Tujuannya, supaya pada saat pemilihan
mendukungnya. Biasanya modus pembagian barang atau uang itu tidak diberikan
oleh pasangan calon secara langsung, melainkan oleh tim sukses pasangan calon.
Bahkan, tim sukses yang bertugas seperti ini sering bukan tim sukses resmi.
Tujuannya, ketika diketahui oleh publik dan diancam pidana, yang terkena
bukanlah pasangan calon melainkan tim sukses ‘siluman’ itu. Tidaklah
mengherankan, meskipun ‘tim sukses siluman’ ini ada yang tertangkap basah,
tidak ada satupun pasangan calon yang diadili atau terbukti melakukan praktek
money politic.
178
Berdasarkan laporan pada Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Gianyar,
jumlah kekayaan masing-masing kandidat, untuk calon Bupati, Anak Agung Gde
Agung Bharata, SH sebesar Rp. 263.000.000,-. Sedangkan Calon Bupati dari
Paket AS, Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati melaporkan jumlah kekayaan
sebesar Rp. 1. 300.000.000,- .
Selain sebagai dosen Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati, juga
menjadi komisioner pada beberapa hotel milik keluarga seperti The Royal
Pitamaha, Hotel Pitamaha, dan asset berupa barang bergerak dan tidak bergerak.
Dalam proses kampanye paket AS juga kerap menggunakan mobil-mobil mewah
bahkan menggunakan helikopter (Gambar 6.5).
Gambar 6.5
Berita Radar Bali, tanggal 1 januari 2008,
Hal 37. Kol 1, judul ; “Heli Sebar Program”.
Sebagai ringkasan dari kekuatan kandidat, berikut ini adalah hal-hal yang
dianggap penting bagi sukses kandidat dapam memenangkan Pilkada langsung,
yakni, (a) kredibilitas dan kapabilitas calon, (b) disukai karena memiliki sifat yang
179
baik dan rendah hati, (c) kerja keras, jujur dan serius, (d) berakar dan memiliki
massa panatik yang diikat oleh solidaritas profesi, (e) tidak pernah tercatat sebagai
pejabat yang korup.
180
BAB VII
MAKNA KONSTRUKSI BERITA
KAMPANYE PILKADAKABUPATEN GIANYAR TAHUN 2008
PADA SURAT KABAR LOKAL BALI
Untuk mengungkap makna konstruksi berita kampanye Pilkada Kabupaten
Gianyar tahun 2008 pada surat kabar lokal Bali digunakan Teori Hipersemiotika.
Pilliang (2004:19) menjelaskan hipersemiotika adalah ilmu tentang tanda dan
fungsinya dalam masyarakat, yang secara khusus menyoroti soal sifat berlebih
atau ekses-ekses pada tanda, sistem tanda, dan proses pertandaan.
Dunia hipersemiotika tidak dapat dilepaskan dari dunia hiperealitas. Dunia
hiperealitas dilukiskan oleh Jean Baoudrillard sebagai sebuah dunia realitas yang
melampaui prinsip, definisi, struktur dan fungsi tanda itu sendiri. Hiperealitas
dapat dipandang sebagai sebuah dunia perekayasaan realitas lewat hyper-signs,
sedemikian rupa, sehingga tanda-tanda tersebut kehilangan kontak dengan realitas
yang dipresentasikanya. Konsekuensi kulturalnya, hiperealitas antara lain
menciptakan skizofrenia informasi, politisasi media, dan hiperealitas media.
Teori Ekologi Media digunakan untuk memahami interaksi antara media
dengan publik, terutama peran surat kabar dalam menciptakan berita yang
cenderung menjadi uang sebagi kuasa dalam pemberitaan Pilkada Kabupatten
Gianyar tahun 2008.
Berdasarkan atas intrepetasi konstruksi berita surat kabar dan faktor-faktor
yang mempengaruhinya, dapat diuraikan makna konstruksi berita surat kabar
dalam kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar Tahun 2008 sebagai berikut.
181
7.1 Makna Hiperealitas
Konstruksi berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008 dalam
surat kabar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya dapat dimaknai sebagai
hiperealitas media. Istilah hiperealitas digunakan oleh Jean Boudrillard untuk
menjelaskan perekayasaan (dalam istilah distorsi) makna di dalam media.
Hiperealitas menciptakan satu kondisi sedemikian rupa sehingga di dalamnya
semua dianggap lebih nyata dari pada kenyataan, kepalsuan dianggap lebih benar
dari pada kebenaran, isu lebih dipercaya daripada informasi. Kita menjadi tidak
dapat lagi membedakan antara kebenaran dan kepalsuan, antara isu dan realitas.
Konsep hiperealitas tersebut, dalam konstruksi berita kampanye Pilkada
Kabupaten Gianyar tahun 2008, terlihat pada pemilihan frase dan kata-kata yang
terasa berlebihan, misalnya, kata-kata “tumpah ruah”, ‘memutih”, “lautan
manusia” untuk mewakili jumlah massa yang hadir dalam kampanye. Demikian
pula dalam pemajangan foto yang jumlahnya berlebih dalam satu berita. Dalam
satu berita bisa ada 7 buah foto. Tampilan ini menunjukkan seolah-olah kegiatan
tersebut memiliki arti sangat penting dan besar dari sebuah kegiatan sekedar
berkampanye atau mendengarkan orasi.
Kenyataan ini diakui oleh tim sukses Pasangan Bayu, I Nyoman Parta
(wawancara, 17/8/13)
“Berita-berita kampanye terlalu bombostis dan lebay, kadang kala sangat
banyak tidak sesuai dengan fakta sebnarnya di lapangan”. (wawancara
dengan I Nyoman Parta, 17/8/13).
Senada dengan Parta, seksi foto Tim Bayu Putu Dian Yudha Negara yang
mendapatkan tugas menyiapkan setiap foto kegiatan, menyampaikan.
182
“Setiap kegiatan kampanye kami diperintahkan agar mendapatkan engal
poto yang menunjukkan kesan rame massa dan sangat banyak untuk
dikirim ke wartawan” (wawancara dengan Putu Dian Yudha Negara,
23/7/2013).
Gambar 7.1
Berita Radar Bali, Judul “Massa Blahbatuh Saksikan AS Buktikan Perubahan”
Pilkada Kabupaten Gianyar tidak luput pula dari pertarungan simulakra
183
antara kedua pasang kandidat. Pemakaian isitilah untuk pasangan Anak Agung
Gde Agung Bhrata dan Putu Yudhani Thema adalah Bayu atau sering pula disebut
Bharata Yudha. Pasangan Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati dan Dewa
Made Sutanaya menggunakan istilah Ace-Sutanaya dan sering menggunakan
istilah AS. Penggunaan istilah ini dapat dimaknai sebagai sebuah upaya
membangun tanda yang melampui prinsip, definisi, struktur dan fungsinya.
7.1.1 Bayu dan Bharatayudha
Pasangan Anak Agung Gde Agung Bharata dan Putu Yudhani Thema
dalam Pilkada Kabupaten Gianyar Tahun 2008 memakai akronim Bayu atau
Bharata Yudha. Secara denotatif, Bayu atau Bharata Yudha merupakan singkatan
dari kedua nama pasangan. Pemakaian istilah Bayu dan Bharata Yudha juga dapat
dimaknai sebagai Dewa Bayu dan peperangan Bharata Yudha. Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia Bayu berarti angin. Dalam mitologi Hindu, dikenal Dewa
Bayu sebagai dewa penguasa angin.
Penggunaan isitilah Bayu (baca : Dewa Bayu) diharapkan bisa lebih
mengakrabkan Pasangan Agung Bharata dan Yudha Thema ini dengan pemilih.
Bayu sebagai istilah juga diharapkan dapat memberikan kekuatan untuk
memenangkan Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008.
Pasangan Agung Bharata dan Putu Yudhany Thema juga kerap
menggunakan istilah Bharatayudha dalam Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008.
Bharata Yudha atau (Bharatayudha; Baratayuda) berasal dari dua suku kata yaitu:
"Bharata" dan "Yudha". Bharata merupakan keluarga Raja Bharata yang
menurunkan tokoh-tokoh utama dalam Mahabaratha. Yudha atau Yuda berarti
184
perang. Jadi Bharata Yudha adalah kisah perang saudara yang terjadi dalam
keluarga Raja Bharata sebagai pedoman / filsafat atas kemenangan dharma
melawan sifat adharma atau asubha karma dalam diakhiri oleh kemenangan para
Pandawa.
Bharatayudha oleh Pasangan Agung Bharata dan Putu Yudhany Thema
adalah “peperangan” atau pertarungan dalam Pilkada Kabupaten Gianyar antara
Pandawa untuk Pasangan Agung Bharata dan Putu Yudhany Thema dan Korawa
untuk Pasangan Ace Sutanaya. Bharatayudha menjadi simulakara untuk menjadi
pilkada sebagai arena perang antara kebaikan dan kejahatan oleh pasangan Bayu.
Bayu dan Bharatayudha secara arti denotatif tidak memiliki korelasi
dengan pelaksanaan Pilkada Kabupaten Gianyar, dua istilah ini dipakai untuk
dapat lebih mendekatkan diri dengan calon pemilih. Bayu dan Bharatayudha
menjadi istilah yang mudah diingat oleh masyarakat Bali pada umumnya dan
Gianyar khususnya.
7.1.2 AS dan Amerika Serikat
Pasangan Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati dan Dewa Made
Sutanaya dalam pilkada Kabupaten Gianyar Tahun 2008 menggunakan singkatan
Ace-Sutanaya, AS dan Amerika Serikat. AS dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia berarti poros tempat roda (bumi dan sebagainya) berputar, sumbu. AS
juga berarti kartu yang bergambar jantung (daun) di bagian tengah, dibubuhi
hurup A (biasa dipakai pada permainan remi dan sebagainya). (Suharso dan
Retnoningsih, 2005 : 54).
AS dimaknai sebagai poros atau pusat dan sekaligus kunci untuk
185
membawa perubahan Kabupaten Gianyar. Dalam permainan remi kartu As
memiliki nilai tertinggi dan menjadi kartu kunci untuk memenangkan permainan.
Pasangan Ace-Sutanaya menggunakan istilah AS untuk memaknai pilkada
sebagai permainan yang akan dimenangkan karena memegang kartu As.
AS merupakan kependekan dari Amerika Serikat sebagai negara adikuasa
karena kemajuan ekonomi dan teknologinya. Pasangan AS dalam kampanye
pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008 juga menggunakan mobil mewah dan
helikopter sebagai media untuk mencitrakan pasangan ini memiliki ekonomi dan
pengaruh yang kuat. AS dan Amerika Serikat tidak memiliki korelasi dengan
pasangan Ace-Sutanaya ataupun Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008.
AS juga menjadi istilah yang dipakai Pasangan Anak Agung Gde Agung
dan I Ketut Sudikerta dan berhasil memenangkan Pilkada Badung tahun 2005. AS
juga dimaknai mmebawa kemenangan pada Pasangan Ace-Sutanaya dalam
Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008 seperti kemenangan Pasangan Agung-
Sudikerta di Pilkada Badung tahun 2008. AS istilah yang dipakai Agung-
Sudikerta tidak memiliki korelasi langsung dengan Ace-Sutanaya dalam Pilkada
Kabupaten Gianyar tahun 2008.
Dunia hiperealitas dilukiskan oleh Jean Boudrillard sebagai sebuah dunia
realitas yang konstruksinya tidak bisa dilepaskan dari produksi permainan bebas
tanda-tanda yang tidak melampaui sebuah tanda yang melampaui prinsip, definisi,
struktur, dan fungsinya sendiri. Baoudrillard menjelaskan bagaimana tanda-tanda
dalam wujud hypers-signs menuntut adanya pesona, kejutan, provokasi, dan daya
tarik sebagai logika komoditi itu sendiri. Kemasan tanda dan mediumnya pada
186
satu titik lebih menarik perhatian orang ketimbang pesan dan makna yang
disampaikan.
Dalam praktiknya, berita kampanye pilkada Kabupaten Gianyar yang
dikemas tiga media surat kabar telah melampui prinsip, struktur, dan fungsinya
sebagai sebuah berita. Berita jurnalistik sejatinya adalah sebuah konstruksi realitas
yang penting, aktual, dan menarik bagi khalayak pembaca. Dalam kaitan ini, sama
sekali tidak ada kaitannya dengan tarif, harga atau nilai ekonomis dalam sebuah
pemberitaan. Berita seharusnya adalah fakta yang memiliki bermakna bagi publik
bukan bagi yang diberitakan. Dengan mengemas berita kampanye sebagai berita
yang dibayar, maka struktur dan fungsinya telah melampui hakikat awalnya.
Berita kampanye tersebut telah berubah menjadi berita pesanan, berita advertorial.
Wujud hyper-signs dalam bentuk pesona, provokasi, kejutan, dan daya
tarik sebagai logika berita menjadi sebuah komoditi yang dikemas dalam
pemilihan kata-kata judul yang hiperbolik, parade foto dalam ukuran dan jumlah
yang besar, penyusunan paragrap yang bernada menyanjung kandidat dan tata
letak yang dibuat dengan halaman khusus, seperti Gambar 7.1
7.2 Makna Hegemoni
Bentuk konstruksi dan faktor-faktor yang mempengaruhi berita kampanye
pada Pilkada Kabupaten Gianyar di surat kabar dapat dimaknai sebagai hegemoni
pers terhadap pembaca dan calon pemilih di Pilkada Kabupaten Gianyar pada
umumnya.
Berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar secara sadar dikonstruksi
187
melalui agenda setting media oleh pengelola tiga media lokal di Bali. Hal ini
terjadi karena berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar Tahun 2008, menjadi
komoditas informasi yang terikat dalam sebuah kontrak ekonomi antara pengelola
media dengan tim sukses. Konsekuensi dari kerjasama ini pengelola media wajib
memberitakan kegiatan kandidat menjadi sebuah berita, yang selanjutnya dibaca
oleh khalayak sebagai sebuah fakta informasi atau berita media. Realitas politik
yang telah dikonstruksi oleh elite politik lokal dan media, secara terus-menerus,
sadar dan terencana menjadi komsumsi informasi oleh calon pemilih Pilkada
Gianyar Tahun 2008. Publik menerima berita sebagai sebuah fakta politik dalam
bentuk berita politik sebagai sebuah fakta realitas politik yang ada dalam Pilkada
Kabupaten Gianyar. Publik dibiarkan tidak memahami bahwa berita yang mereka
baca sebagai sebuah konstruksi antara pengelola media dengan elite politik lokal.
Dalam konteks ini, Denis McQuail (dalam Hamad, 2004:27), kongsi
antara penguasa dan pengusaha dapat mengancam konstruksi realitas secara
objektif. Ini biasa terjadi dalam negara-negara demokrasi berkatagori gurem.
Pemerintah tidak akan mengganggu kehidupan media sambil mengembangkan
ideologi mereka melalui media. Di sisi lain, media dilarang menyerang
pemerintah. Dalam pengertian lain, ada kecenderungan penguasa dan pengusaha
terlibat dalam kondisi hegemonik. McQuil menyebut, bahwa media menjadi
ideological state apparatus dan kepentingan negara (penguasa) adalah yang utama
bagi media massa dalam mengkonstruksi realittas.
Realitas kondisi hegemonik ini dirasakan oleh Tim Sukses Tim AS, I
Ketut Karda, SH (Wawancara, Selasa, 5/5/2013 di Gianyar) dengan mengatakan.
188
“Politisi bersama media secara tak langsung memang melakukan
hegemoni dalam bentuk berita kepada pembaca, hal ini menjadi sebuah
fakta yang tidak bisa dipungkiri, karena satu sama lain saling
membutuhkan”
Fakta kondisi hegemoni ini diakui oleh Redaktur Bali Post, I Made Dira
Darsana, dengan menyatakan.
“Fakta (hegemoni) itu ada, tetapi kami tidak di semua halaman, makanya
kami menyediakan dalam rubric khusus untuk berita advertorial. Kalo pun
ada liputan yang memang menjadi berita sebenarnya yang kami siapkan
pada halaman lainnya yang juga dapat dibaca oleh public sebagai
informasi, fakta sekaligus referensi”.
Secara internal kelembagaan media, terdapat hubungan yang hegemonik.
Realitas simbolik yang digambarkan media sangat dipengaruhi oleh kepatuhan
reporter dan redaktur berdasarkan ketentuan, kesepakatan, dan misi media
bersangkutan. Wartawan tidak bisa serta merta menyajikan berita tanpa
mengaitkan dengan ideologi dan kepenntingan idustri media bersangkutan. Dalam
hal ini karena manajemen media telah sepakat melakukan kontrak ekonomi
tentang berita kampanye, maka segenap karyawan media mentaatinya sebagai
sebuah konsekuensi kerja. Argumentasi yang secara terus menerus diungkapkan
oleh pemilik media menyebabkan secara sadar dan tak sadar reporter dan redaktur
surat kabar menyepakati kebijakan tersebut. Pernyataan ini ditegaskan oleh
Wartawan Denpost yang bertugas di Kabupaten Gianyar, Anak Agung Yuliantara
(wawancara 27/3/2012).
“Saya menyadari media membutuhkan iklan dan sumber lainnya untuk
melangsungkan kehidupan media, dan ini butuh biaya tidak sedikit dan tim
kampanye membutuhkan media serta menyediakan dana untuk
kepenntingan mereka juga”.
7.3 Makna Konspirasi
189
Konstruksi berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar dan faktor-faktor
yang mempengaruhinya dapat dimaknai sebagai terjadinya konspirasi antara pers
dan elite politik lokal. Istilah konspirasi bermakna persekongkolan dua pihak atau
lebih untuk mencapai tujuan bersama.
Dalam penelitian ini, konspirasi terjadi antara tim sukses dua kandidat
pasangan kandidat dengan manajemen tiga media. Dalam praktiknya, tim
kampanye meminta kepada manajemen surat kabar agar memuat kegiatan
kampanye kandidat sesuai dengan format materi atau release yang dibuat. Di
pihak lain, manajemen surat kabar menyanggupi permintaan tersebut sepanjang
tim kampanye bersedia membayar tiap berita yang dimuat sesuai dengan biaya
yang telah disepakati. Dalam konsep konspirasi, dua belah pihak berkonspirasi
memperoleh maafaat yang sama menguntungkan. Dalam hal ini, tim kampanye
memperoleh berita sesuai dengan keinginannya, demikian pula tim kampanye
memperoleh jaminan proteksi terhadap berita-berita negative kandidat di surat
kabar yang telah diajak bekerjasama. Disisi lain manajemen media memperoleh
pendapat ekonomi dari penjualan berita dan iklan dari hasil konspirasi tersebut.
Realitas ini mendapat pengakuan dari Tim Sukses Pasangan AS, I Ketut
Karda, dengan mengatakan :
‘meski mengeluarkan uang cukup untuk memberitakan kandidat di surat
kabar, kami dapat mensosialisasikan kadidat dan program sedangkan disisi
lain media mendapatkan keunntungan dari apa yang kami bayarkan”.
Dengan demikian, kita bisa menyimak pendapat Rivers, dkk (2003:340),
Ia dengan gamblang menyebutkan pers telah menerapkan teori konspirasi. Rivers
menyebutkan kuatnya pengaruh bisnis dan iklan terhadap apa yang disampaikan
190
dan tidak disampaikan media. Tuduhannya adalah kalangan bisnis media sering
bersekongkol untuk mendistorsi informasi dan pendapat yang mengandung
konsekuensi sosial, demi kepentingan mereka sendiri. Komentar wartawan Patroli
Post, I Nyoman Astana (38), bisa memperkuat.
“Saya tidak menutup mata atas konspirasi antara politisi dengan media, hal
ini sudah menjadi semacam perselingkuhan politik, walaupun menjadi
pertentangan bathin, faktanya sudah seperti itu mau diapakan”.
Fakta empiris tersebut telah diungkapkan oleh Norman Fairclough (dalam
Eriyanto, 2005 : 323), dengan mengatakan, produksi berita di media kini tidak
mungkin bisa dilepaskan dari pengaruh ekonomi media yang sedikit banyak
berpengaruh terhadap wacana yang muncul dalam pemberitaan. Ini lantaran, salah
satunya, pengiklan yang menentukan kelangsungan hidup media.
Will Irwin (dalam Rivers, dkk, 2003: 324) memiliki pandangan serupa,
Irwin mencatat, secara perlahan namun pasti para pengiklan menyadari
kekuatannya. Pengalaman menyadarkan mereka bahwa penngaruh mereka sangat
besar dan mereka pun memanfaatkannya dengan mendikte koran untuk turut
mempengaruhi konsumen. Dalam bahasa Irwin yang lebih sering dituntut adalah
koran menurunkan artikel tertentu yang secara tidak langsung ikut
mempromosikan produk pengiklan atau untuk tidak memberitakan apa yang
merugikan pengiklan, keluarga dan relasi bisnisnya. Akhirnya Irwin
menyimpulkan bahwa kelemahan pers itu bukan karena adanya iklan, namun
karena hakikat komersil dari usaha penerbitan itu sendiri. Realitas ini diakui oleh
Wartawan Warta Bali, Dewa Gde Alit Sucipta.
“Dengan sistem kompensasi pemberitaan kampanye, media cenderung
tunduk dengan kepentingan pengiklan, ini tidak bisa dihindari, karena
191
media mendapatkan pundi-pundi dari sana”.
7.4 Makna Kapitalisme
Konstruksi berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008 dalam
surat kabar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya dapat dimaknai sebagai
kapitalisme media.
Mengutif pandangan Marx, Barker (2005:17) mengatakan bahwa
kapitalisme adalah sebuah langgam produksi yang dilandaskan pada premis
tentang kepemilikan pribadi atas alat-alat produksi. Pembagian kelas yang
mendasar dalam kapitalisme adalah antara mereka yang menguasai alat-alat
produksi, yaitu kaum borjuis dengan kaum proletar yang untuk bertahan hidup
harus menjual tenaga kerjanya karena tidak memiliki modal lain. Kapitalisme
bertujuan untuk mendapatkan keuntungan dan ini dicapai dengan cara memeras
nilai tambah dari pekerja. Artinya, nilai yang dikeluarkan oleh pekerja untuk
menghasilkan suatu produk, yang akhirnya menjadi milik kaum borjuis juga, lebih
kecil dari nilai yang diterima pekerja sebagai upah.
Konsep Marx di atas seakan-akan medapatkan legitimasi melalui
pernyataan redaktur surat kabar Bali Post, Ida Bagus Alit Sumerta mengatakan
bahwa salah satu alasan pemasangan tariff berita kampanye, antara lain untuk
mencegah transaksi ekonomi terselubung antara tim kampanye dengan wartawan
di lapangan yang cenderung hanya akan menguntungkan wartawan itu sendiri,
sedangkan institusi tidak memperoleh pendapatan. Pernyataan itu menyiratkan
makna kapitalisme media mengemuka dalam pemberitaan kampanye Pilkada
Kabupaten Gianyar tahun 2008.
192
Pandangan lebih tajam muncul dari Robbert Mc Chesney (dalam Hamad,
2004: 26), dijelaskan, faktor kapital telah menjadi unsur yang esensial dalam
sistem libertarian, sehingga menciptakan fenomena konglemerasi media. Tak
pelak, proses konstruksi realitas pun diselaraskan dengan pertimbangan-
pertimbangan modal. Kosntruksi realitas lazim dilakukan sedemikian rupa
bilamana menyangkut kasus yang merugikan usaha atau relasi mereka. Terhadap
persoalan ini, Tim Kampanye Pasangan Bayu, Pande Made Purwatha mengatakan
“agak susah memang kalo dana yang tidak tersedia cukup, mana bisa
memberitakan kandidat secara terus menerus, kan ongkosnya besar, kita
tidak hanya mengeluarkan budget untuk media saja, kalo ini saja bisa yang
lain tidak terurus dengan baik”
Secara teoretis, media massa bertujuan menyampaikan informasi dengan
benar secara efektif dan efisien. Pada prakteknya, apa yang disebut dengan
kebenaran ini sangat ditentukan oleh jalinan banyak kepentingan. Namun
demikian, di atas dari semuanya itu, yang terpenting tentunya tidak ada
kepentingan keberlangsungan media itu sendiri, baik dalam pengertian bisnis
maupun politis. Dalam kaitan ini sering terjadi bahwa kebenaran institusi media
menjadi acuan bagi kebenaran lainnya. Meminjam istilah Sobur (2004: 111),
faktor-faktor seperti pemilik media, modal dan pendapatan media dianggap lebih
menentukan bagaimana isi dan wujud media secara keseluruhan. Faktor-faktor
inilah yang menentukan peristiwa apa saja yang bisa ditampilkan dalam
pemberitaan serta ke arah mana kecenderungan pemberitaan sebuah media
diarahkan. Pernyataan tersebut tampaknya mendapat pembenaran dari penyataan
reporter surat kabar NusaBali, I Nyoman Wilasa.
“Fungsi media lebih banyak mengalami komudifikasi, media dihadapkan
193
pada dua hal antara idealisme dan kepentingan ekonomi, hal ini harus
berjalan secara simultan dalam rangka keberlangsungan media sebagai
pemberi informasi kepada publik dan perusahaan yang harus survival”.
Merujuk pada padangan Pareno (2005:11) fungsi media massa yang
sedemikian ideal pada kenyataannya diperankan sebagai organ atau alat, baik oleh
pengelolanya, alat penguasa dan alat sekelompok orang. Sebagai alat pegelolanya,
peranan media massa diarahkan semata-mata untuk memperoleh keuntungan
komersial dan pengaruh. Hal ini pula ditegaskan oleh reporter koran Fajar Bali,
Putu Puspa Artayasa.
“Saya juga merasakan kapitalisme media, terutama koran-koran di Bali
telah mempengaruhi kekritisan media dalam mengungkapkan suatu fakta
dan relitas, yang disebabkan oleh kepentigan ekonomi yang terlalu besar”.
7.5 Makna Komodifikasi
Konstruksi berita kampanye Pilkada Kabupten Gianyar Tahun 2008 dalam
surat kabar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya dapat dimaknai sebagai
komodifikasi media.
Barker (2005: 17) menyebutkan komodifikasi sebagai proses yang
diasosiasikan dengan kapitalisme, di mana benda-benda, kualitas, dan tanda-tanda
diubah menjadi komoditas. Dengan komodifikasi, setiap hal bisa menjadi produk
yang siap jual, mulai dari benda-benda konkrit sampai keabstrak-abstrak yang
tersembunyi, mulai dari kapal terbang hingga bagian-bagian yang sebelumnya
terahasiakan. Tampilan permukaan barang-barang yang dujual di pasar
menyamarkan asal-usulnya yang sarat hubungan eksploitatif.
Makna komudifikasi sangat tepat untuk menggambarkan realitas bentuk
konstruksi berita kampanye di surat kabar pada Pilkada Kabupaten Gianyar tahun
194
2008. Tahun sebelum keluarnya otonomi daerah dilanjutkan dengan pilkada, telah
berlangsung kegiatan politik, seperti, pemilu presiden, legislatif. pemilu legislatif
sendiri telah berlangsung mulai dari Pemilu 1955, Pemilu 1971, Pemilu 1977,
Pemilu 1982, Pemilu 1987, Pemilu 1992, Pemilu 1997, Pemilu 1999, dan Pemilu
Tahun 2004. Namun baru kali ini terjadi fakta bahwa setiap kegiatan kampanye
pilkada yang ingin memuat berita di tiga surat kabar ini harus dikenakan
kompensasi ekonomi. Hal ini menunjukkan terjadi komudifikasi terhadap
informasi politik kepada masyarakat.
Surat kabar NusaBali untuk foto-foto saja dihargai Rp. 3,5 juta, harga
berita pilkada setiap halaman Rp. 20 juta untuk sekali muat. Surat kabar Bali Post
membuat perjanjian khusus dengan kedua pasang kandidat. Tim kampanye
dikenakan biaya Rp. 1 juta untuk satu berita ukuran 3 kolam x 15 cm atau sekitar
2.500 karakter. Surat kabar Radar Bali menetapkan harga berita iklan pilkada Rp.
39 ribu per mm kolom warna dan Rp. 24 ribu per mm kolom untuk hitam-putih.
Realitas ini diakui oleh redaktur surat kabar Bali Post, I Made Dira
Darsana (wawancara 19/10/13)
“kami lebih tepat menyebutnya dana punia, nilainya jauh sangat murah
bila dibandingkan dengan nilai iklan sebenarnya, tidak mencapai 10
persenya, dana yang terkumpul ini nantinya juga digunakan untuk
kepntingan kegiatan sosiala dan keagaman”.
Hal senada disampaikan penanggung jawab redaksi surat kabar Radar Bali
(Jawa Pos Group), I Made Rai Warsa (wawancara 10/8/13).
“Pemasukan untuk media kami cukup besar dalam pelaksanaan pilkada,
bisa mencapai ratusan juta rupiah. Namun pertimbangan kami tidak
semata-mata untuk mendapatkan iklan yang besar, juga dan pertibangan
sirkulasi, dimana setiap pengiklan mendapatkan akan membeli koran
untuk kandidat dan penndukunganya”.
195
Meski besarnya biaya dalam pemuatan berita dalam surat kabar pada
pelaksanaan pilkada, ditanggapi sebagai sebuah kompensasi dari upaya untuk
meraih dukungan sebanyak-banyak dari pemilih, dan hal ini memerlukan biaya.
Hal ini diungkapkan tim sukses Pasangan AS, I Ketut Karda (wawancara,
15/5/13).
“wajarlah media harus mengenakan tariff untuk setiap pemasangan iklan,
mana ada yang gratis di era sekarang, selama itu saling menguntungkan
yang tidak masalah buat kami, karena dalam team sudah pula
menganggarkan untuk itu”.
Sementara tim sukses Pasangan Bayu, Pande Made Purwatha menanggapi
dengan sedikit berbeda dengan komodifikasi media dalam pilkada.
“ya kalo bisa jangan setiap berita harus dibayar, minimalkan kan ada hal-
hal yang memang layak untuk diberitakan tanpa membayar, informasi dari
surat kabar terhadap proses pilkada kan ditunggu-tunggu juga oleh
masyarakat”.
7.6 Refleksi
Demokrasi di Indonesia yang lahir pasca era reformasi tahun 2008, telah
melahirkan pemilihan kepala daerah secara langsung. Dalam perjalanannya
Kabupaten Gianyar telah melaksanakan pilkada sebanyak dua kali, yakni pada
tahun 2008 dan 2013. Pelaksanaan pilkada di Kabupaten Gianyar, tidak pernah
luput dari pemberitaan media massa. Hal ini mengingat berita pilkada menjadi
berita yang ditunggu oleh masyarakat. Surat kabar masih mendapat tempat dihati
masyarakat sebagai penyaji informasi tentang pelaksanaan pilkada. Namun akibat
konstruksi berita kampanye pilkada Kabupaten Gianyar di surat kabar
memunculkan istilah skizofrenia.
196
Skizofrenia dimaknai sebagai gejala terjadinya skizofrenia. Skizofrenia,
dalam kaitannya dengan media dan bahasa, didefinisikan oleh Jacques Lacan
(dalam Piliang 2005a: 226) sebagai putusnya ranttai pertandaan, yaitu rangkaian
sintagmatis penanda yang bertautan dan membentuk satu ungkapan atau makna.
Ketika penanda tidak lagi berkaitan dengan petanda dengan ikatan pasti, maka
yang kemudian tercipta adalah ungkapan skizofrenik, berupa serangkaian penanda
yang satu sama lainnya tidak berkaitan, yang tidak mampu menghasilkan makna.
Tanda-tanda digunakan untuk menciptakan kesimpangsiuran makna, kegalauan
informasi, yang didalamnya pencarian makna dan kebenaran menjadi mustahil.
Penanda adalah citraan dan kesan mental dari sesuatu yang besifat verbal atau
visual, sedangkan petanda adalah konsep abstrak atau makna yang dihasilkan oleh
tanda.
Dalam konteksnya dengan konstruksi berita kampanye Pilkada Kabupaten
Gianyar tahun 2008, yang dimaksud penanda adalah kesan mental yang muncul
dari wujud fisik dari sebuah berita. Kesan mental itu secarra umum dapat
dideskripsikan secara awam bahwa berita kampanye adalah (1) gagasan kalimat
yang terdiri atas judul, tubuh berita, kadang-kadang terdapat foto dan
menceritakan kegiatan kampannye kandidat, (2) gagasan kalimat tersebut terdapat
dalam rubrik surat kabar (sesuai dengan nama rubriknya masing-masing).
Deskripsi semacam ini, ketika seseorang melihat penanda ini, pastilah petanda
(makna) yang muncul adalah berita kampanye.
Dalam benak pembaca, berita kampanye tersebut dimaknai sebagai
kegiatan jurnalistik yang dilakukan oleh seorang reporter media cetak dalam
197
memotret realitas kampanye. Tentunya dengan standar berita bernilai
sebagaimana dikatakan Pareno yang menyebutkan bahwa sebuah berita disebut
bernilai apabila memiliki standar moral, keindahan, kepercayaan dan ukuran
tertentu.
Realitanya, terjadi rantai pertandaan yang putus. Kesan mental secara
visual dan tulisan (penanda) yang muncul ketikan membaca dan mencermati
gugusan wacana berita kampanye adalah berita. Makna (petanda) yang
sebenarnya adalah advertorial (iklan dalam bentuk berita). Konsep iklan dan berita
adalah dua konsep yang bertolak belakang. Konsep ini lebih mengarahkan pada
unsur promosi dengan segala taktik dan strateginya. Konsep iklan lebih
berorientasi pada nilai ekonomis agar produk terjual. Sehingga iklan sering kali
menggambarkan produk lebih indah dan lebih baik dari aslinya. Pemuatan iklan
didahului dengan kesepakatan nilai ekonomi antar media dan pengiklan. Konsep
berita sesungguhnya mengacu pada penggambaran realitas apa adanya, tanpa ada
ikatan dalam bentuk transaksi ekonomi secara langsung dan tak langsung dengan
sumber berita.
Piliang mengatakan bahwa yang kemudian tercipta adalah ungkapan
skizofrenik, berupa serangkaian penanda yang satu sama lainnya tidak berkaitan.
Tanda-tanda apakah itu berita kampanye atau iklan kampanye, digunakan untuk
menciptakan kesimpangsiuran makna dan kegalauan informasi. Dengan perspektif
semacam itu, pencarian makna dan kebenaran menjadi mustahil. Dalam arti,
bagaimana pembaca mesti menggali kebenaran informasi sebuah berita kampanye
jika ternyata pemuatannya dibarengi dengan tariff tertentu. Kebenaran niscaya
198
telah dikonstruksi sesuai dengan pesanan kandidat yang mengeluarkan dan untuk
berita kampanye itu.
199
BAB VIII
SIMPULAN DAN SARAN
8.1 Simpulan
Berdasarkan deskripsi pada bab-bab sebelumnya dapat ditarik simpulan
terhadap keseluruhan penelitian ini.
Pertama, secara keseluruhan selama pelaksanaan masa kampanye tiga
media cetak memberikan liputan lebih luas kepada pasangan Ace-Sutanaya (AS)
dibandingkan Pasangan Bharata dan Yuda Thema atau Bayu. Indikatornya adalah
frekuensi berita pasangan AS adalah 58 buah berita (65,91 %) lebih besar
dibandingkan dengan Pasangan Bayu yang hanya 30 buah berita (34,09 %) dari
total berita yang disajikan oleh surat kabar Bali Post, NusaBali dan Radar Bali
(Jawa Pos Group) selama pelaksanaan kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar
tahun 2008.
Ketimpangan pemberitaan tersebut disebabkan dua faktor. Pertama
Pasangan AS mengeluarkan biaya iklan untuk kampanye lebih besar daripada
Pasangan Bayu yakni Rp 1,2 Miliar : Rp 400 juta. Faktor kedua, Pasangan AS
sebagai berhadapan dengan pasangan incumbent memerlukan publikasi yang lebih
banyak sebagai pencitraan untuk dapat menarik simpati pemilih.
Kedua, dalam dimensi teks diteliti struktur teks dan strategi konstruksi
yang dipakai untuk menegaskan tema tertentu. Van Djik membagi struktur teks
atas struktur makro, superstruktur dan struktur mikro. Dalam struktur makro,
makna global dari suatu teks dapat diamati dari topik atau tema yang diangkat
oleh suatu teks. Berdasarkan penelitian diperoleh hasil bahwa konstruksi berita
surat kabar tentang kampanye Pilkada Gianyar meliputi : (1) Konstruksi kualitas
200
dan citra kandidat, (2) Konstruksi program kandidat, (3) Konstruksi mobilisasi
dukungan, (4) Konstruksi Provokasi Politik.
Empat konstruksi tersebut, program kerja kandidat memiliki muatan
informasi yang lebih bermakna dibandingkan bentuk konstruksi kualitas dan citra,
mobilisasi dukungan, dan provokasi politik. Konstruksi program kerja
menggambarkan, kontrak politik yang nantinya dilaksanakan jika kandidat
berhasil menjadi pemenang dalam pilkada. Bentuk konstruksi wacana semacam
ini sangat diperlukan calon pemilih untuk secara cerdas dan rasional dalam
menentukan pilihan politiknya. Dari 88 berita yang dikonstruksi hanya 9 buah
berita yang memuat program kerja. Ini menunjukkan konstruksi berita kampanye
sebagian besar kurang bermakna bagi kepentingan publik.
Ketiga, dalam penelitian ini dimensi kognisi sosial dan konteks sosial teks
diteliti. Kognisi sosial menyangkut skema mental wartawan yang membuat teks.
Skema diskonseptualisasikan sebagai struktur mental mencakup didalamnya
bagaimana wartawan memandang manusia dan peran sosial serta menyeleksi
informasi yang datang dari lingkungannya. Dalam konteks sosial diteliti faktor-
faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi sebuh teks dikonstruksi untuk
selanjutnya dikonsumsi dalam bentuk berita oleh pembaca dan masyarakat.
Hasil penelitian menunjukkan konstruksi berita surat kabar tentang
kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008 dipengaruhi oleh faktor internal
dan eksternal surat kabar bersangkutan. Faktor-faktor ini meliputi, (1) ideologi
surat kabar, (2) kebijakan redaksi, ideologi wartawan (3) ideologi pasar, (4)
praktek kekuasaan, (5) representasi parpol, (6) modal (sosial, ekonomi, budaya).
201
Dari keseluruhan faktor yang telah disebutkan di atas, faktor pemilik
modal memegang peran paling menentukan atas keseluruhan konstruksi berita
yang dimuat dalam surat kabar. Konstruksi berita kampanye pilkada didasarkan
atas kontrak kerjasama ekonomi dalam bentuk pemasangan iklan atau advertorial
antara kandidat dengan institusi surat kabar. Keputusan menyangkut kontrak
kerjasama ekonomi ini ditentukan oleh pemilik modal media.
Keempat dalam penelitian ini Teori Hipersemiotika dan Ekologi Media
digunakan untuk mengungkap makna konstruksi berita surat kabar dalam
Kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008. Hipersemiotika menegaskan
penggunaan tanda dan fungsinya dalam kelompok dominan terhadap kelompok
lainnya yang berlangsung tanpa kekerasan dan diperjuangkan melalui mekanisme
opini publik.
Hasil penelitian mengungkapkan, makna konstruksi berita surat kabar
tentang Kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar Tahun 2008, meliputi (1)
hegemoni, (2) konspirasi, (3) hiperealitas, (4) komodifikasi, (5) kapitalisme, dan
(6) hipermoralitas.
Berdasarkan deskripsi atas makna-makna tersebut di atas dapat
disimpulkan bahwa surat kabar melakukan konspirasi dengan kandidat dan usaha
sekeras-kerasnya menghegomoni pembaca atau publik melalui penggunaan tanda-
tanda semiotis yang berlebihan dalam teks berita kampanye. Publik disuguhkan
berita kampanye yang kurang bermakna bagi proses pencerdasan dan pendidikan
politik di alam demokrasi. Surat kabar secara sadar mengelola berita kampanye
sebagai komoditas dan bentuk kapitalisme secara masif.
202
8.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan tersebut, dapat disarankan hal-hal sebagai
berikut.
Pertama, jajaran surat kabar baik cetak maupun elektronik hendaknya
merumuskan kembali peran dan fungsinnya dalam pengelolaan informasi
berkenaan dengan kegiatan politik. Dalam artian, media massa agar membuat
kebijakan yang berproses dari hakikat fungsi dan peran pers untuk
mengembangkan peran kontrol serta menegakkan fakta sehingga informasi politik
yang disajikan benar-benar memihak pada kepentingan publik unntuk
mendapatkan informasi yang tepat, cepat dan akurat dalam pendidikan politik.
Kedua, Dewan Pers agar mengeluarkan regulasi dan aturan menyangkut
etika pengelolaan informasi berkaitan dengan kegiatan politik yang mengkhusus
pada pilkada, sehingga dapat menjaga pegangan dan arahan bagi penngelola
media. Dimana regulasi tersebut menempatkan kepentinngan publik untuk
mendapatkan informasi yang benar, jelas dan akurat serta bermanfaat.
Ketiga, para politisi dan pemangku kebijakan hendaknya menjadikan
media sebagai wahana dalam penyebaran informasi yang benar kepada
masyarakat tanpa ada upaya untuk mengintervensi media secara politik, ekonomi
dan sosial serta budaya.
DAFTAR PUSTAKA
Adnan Nursal. 2004. Political Marketing : Strategi Memenangkan Pemilu.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
203
Afdal Makkuraga Putra. Emosionalitas dan Negativity dalam Iklan Politik
Pilkada, Jurnal Media Watch, 31 Agustus 2007
Agger, Ben. 2008. Teori Sosial Kritis(Terjemahan) Yogyakarta : Kreasi Wacana.
Al Ries dan Laura Ries. 2002. The Fall of Advertising and the Rise of PR. New
York: Harper Collins Publishers
Anonimus. 2006. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah. Semarang : Dahara Prize
Arcana, Fajar. 2007. Surat Merah Untuk Bali. Jakarta : Galangpress (Anggota
IKAPI)
Artha, I Gusti Putu. 2006. Wacana Berita Surat Kabar Kampanye Pemilihan
Kepala Daerah Kabupaten Badung Provinsi Bali Tahun 2005 : Sebuah
Kajian Budaya. Tesis Program Program Studi Kajian Budaya Program
Pasca Sarjana Universitas Udayana.
Atmaja, Bawa dan Anantawikrama Tungga Atmadja.2009. “Pelampiasan
Syahwat Kekuasaan dan “Ngutang Gae, Ngalih Gae”: Pemaknaan Pesta
Demokrasi di Bali”. Dalam Jurnal Kajian Budaya, Kajian Budaya
Universitas Udayana, Volume 6 Nomor 11 Januari 2009. Halaman 45-82.
Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta : PT Gramedia
Pustaka Utama .
Bungi, Burhan. 2005. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Cetakan Pertama. Jakarta :
Prenada Media
Dedi, Aji Mulawarman.2007. ‘’Perubahan Dengan Eksistensi Habitus’’. Dalam
ajidedim.wordpress.com. 12/26/2007
Djurnato, Totok. 2004. Manajemen Penerbitan Pers. Cetakan Kedua. Bandung
PT Remaja Rosdakarya.
Dwipayana, Ari. 2006. Pergulatan Politik Representasi atas Bali. Denpasar:
Uluangkep Press.
Effendy, Onong U. 1986. Dimensi-dimensi Komunikasi. Cetakan Kedua. Bandung
: Alumni
Eriyanto, 2001, Analisis Wacana : Pengantar Analisi Teks Media, LKiS,
Yogyakarta.
Eriyanto, 2005. Analisis Framing : Konstruksi, Ideologi dan Politik Media.
Cetakan Ketiga. Yogyakarta : PT LKIS Pelangi Aksara
Fashri, Fauzi.2007. Penyingkapan Kuasa Simbol. Yogyakarta : JUXTAPOSE.
Firmanzah. 2007. Marketing Politik. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Hamad, Ibnu. 2004, Konstruksi Realitas Politik Dalam Media Massa : Sebuah
Study Critical Discourse Analysis Terhadap Berita-berita Politik, Granit,
Jakarta.
Haryanto. 2005. Kekuasaan Elit. Yojakarta: Program Pascasarjana (S2)
Universitas Gadjah Mada.
204
Hikmat Budiman. Iklan Partai Politik dan Konservatisme. Koran Tempo, 27
Maret 2004.
Hutcheon, Linda. 2004. Politik Posmodernisme. Yogjakarta: Jendela. Hoggard,
John, 2004 The End of the Science.
Imfath, D Syarov (editor). 2008. Jejak Nurani CokAce-Sutanya. Ubud : AS Media
Center.
Ishwara, Luwi. 2005. Catatan-catatan Jurnalisme Dasar. Cetakan Pertama.
Jakarta : Penerbit Buku Kompas.
Jondra, I Wayan dan I Nengah Sujaya (ed). 2007. Kepemimpinan yang Balinese.
Denpasar : PT. Empat Warna Komunikasi.
Kutha Ratna, Nyoman. 2005. Sastra dan Culture Studies, Representasi Fiksi dan
Fakta. Cetakan Pertama. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.
Khairul Muluk, Mujibur Rahman. 2007. Menggugat Partisipasi Publik Dalam
Pemerintahan Daerah; Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir
Sistem. Malang: Banyumedia Publishing.
Luwarso, Lukas 2005. Kebebasan Pers dan Ancaman Hukum. Cetekan Pertama.
Jakarta. Dewan Pers
Marijan, Kacung. 2006. Demokratisasi Di Daerah: Pembelajaran Dari Pilkada
Secara Langsung, Surabaya : Pustaka Eureka.
Marijan, Kacung. 2007. Resiko Politik, Biaya Ekonomi, Akuntabilitas Politik dan
Demokrasi Lokal. Makalah disampaikan pada ‘In-house Discussion
Komunikas Dialog Partai Politik’ yang diselanggarakan oleh Komunitas
Indonesia untuk Demokasi (KID) di Jakarta, 16 November 2007.
Mulyana. 2005. Kajian Wacana. Teori, Metode dan Aplikasi Prinsip-prinsip
Analisis Wacana. Cetakan Pertama. Yogyakarta : Tiara Wacana.
Mu’ti, Abdul.2009. Demokrasi Feodal. Dalam www.unisosdem.org, 3 Maret
2009.
Mufid, Muhamad, 2007, Komunikasi & Regulasi Penyiaran, Kecana, Jakarta.
Mulyana, Deddy , 2004, Metode Penelitian Kualitatif Paradigma Baru Ilmu
Komunikasi dan Ilmu Sosial lainnya, hal 106, Remaja Rosdakarya
Bandung.
Nazir, Moh. 1998. Metode Penelitian. Cetakan Ketiga. Jakarta : Ghalia.
Nordholt, Henk Schulte. 2006. The Spell of Power. Denpasar : Pustaka Larasan.
Novel Ali, Selasa, 07 Oktober 2003, Etika Pemberitaan Pers vs Resistansi Publik
Media, Opini Kompas.
Pareno, Sam Abede. 2005. Media Massa antara Reulitas dan Mimpi. Cetakan
Pertama. Surabaya : Papyrus.
Pasaribu, Rondang. 1999. “Pers dalam Tatanan Politik yang Berubah”. Dalam
Menuju Masyarakat Kewargaaan, Afnan Malay dkk (editor). Cetakan
Pertama, Yogyakarta : LP3Y.
205
Piliang, Yasraf Amir. 2003. Hipersemiotika, Tafsir Cultural Studies Atas Matinya
Makna. Cetakan Pertama. Yogyakarta : Jalasutra.
Piliang, Yasraf Amir. 2004. Posrealitas, Realitas Kebudayaan Dalam Era
Postmetafisika. Cetakan Pertama. Yogyakarta : Jalasutra.
Piliang, Yasraf Amir., 2005, Tanspolitika, Dinamika Politik dalam Era
Vitualitas. Cetakan Pertama. Yogyakarta : Jalasutra.
Prakoso, Junario Imam. 1998. ”Sikap Netralitas Pers Terhadap Pemerintah Habbie
(Analisis Isi terhadap Kompas dan Republika)”. Dalam Jurnal Ikatan
Sarjana Komunikasi Indoensia, Volume III Edisi April, Hlm. 109-126.
Poerwardarminta. 2003. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Cetakan Ketiga. Jakarta
: Balai Pustaka.
Rani, Abdul, Bustanil Arifin dan Martutik. 2006. Analisis Wacana, Sebuah Kajian
Bahasa dalam Pemakian. Cetakan Kedua. Malang : Bayumedia.
Rivers, William L dkk. 2003. Media Massa dan Masyarakat Modern. Cetakan
Pertama. Jakarta : Kencana.
Romli, Lili. 2005. “Pilkada Langsung, Otonomi Daerah dan Demokrasi Lokal”,
Dalam Jurnal Analisis CSIS, Volume 34 Nomor 3 September 2005,
Halaman 279-290.
Siebert, Fred. S. 1986, Empat Teori Pers (terjemahan oleh Putu L.S. Pendit),
Jakarta: PT Intermasa.
Stanley Adi Prasetyo. Kita Takut pada Kampanye Negatif. Suara Merdeka, 30
Mei 2004.
Sobur, Alex. 2004. Semiotika Komunikasi. Cetakan Kedua. Bandung : Rosda
Karya
Sudiana. 1986. Komunikasi Periklanan Cetak. Bandung: Remadja Kary.
Sudibyo Agus, 2006, Politik Media dan Petarungan Wacana, Cetakan Kedua.
LKIS Yogyakarta.
Suharno dan Ana Retnoningsih. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
Semarang: CV Widya Karya.
Sukawati, Tjokorda Oka A.A, (ed). 2006. Kembang Rampai Desa Ubud.
Denpasar: Pustaka Nayottama.
Suprayogo, Imam dan Tobrini. 2001. Metodelogi Penelitian Sosial-Agama.
Cetakan Pertama. Bandung : Rosda.
Susetyo, Benny. 2004. Hancurnya Etika Politik. Jakarta: KOMPAS.
Synnott, Antony. 2007. Tubuh Sosial; Simbolisme, Diri dan Masyarakat.
Yogyakarta: Jalasutra.
T. Yulianti, Iklan Politik di Televisi, Kompas, 15 Maret 2004.
Tester, Keith. 2003. Media, Budaya, dan Moralitas. Cetakan Pertama. Yogyakarta
: Juxtapose dan Kreasi Wacana.
Venus, Antar. 2004. Manajemen Kampanye. Cetakan Pertama. Bandung :
Sembiosa Rekatama Media.
206
Wattimena, Reza A.A.2009. (essai) Feodalisme Sebagai Musuh Demokrasi.’
Dalam Kompas : 30 April 2009.
Widodo. 1997. Teknik Wartawan Menulis Berita di Surat Kabar dan Majalah.
Cetakan Pertama. Surabaya : Penerbit Indah
Wirawan, Bagus AA,dkk.2005. Sejarah Kota Gianyar. Gianyar : Badan
Informasi dan Komunikasi Kabupaten Gianyar.
Wolton, Dominique, Kritik Atas Teori Komunikasi : Kajian Dari Media
Konvensional Hingga Era Internet (terjemahan : Ninik Rochani Sjams,
Kreasi Wacana, 2007, Yogyakarta.
West, Richard dan Lynn H. Turner. 2010. Pengantar Teori Komunikasi Analisis
dan Aplikasi Edisi 3. Jakarta: Salemba Humanika.
Yusuf Maulana. Kredibilitas Iklan Politik di Televisi, Kompas, 26 Juni 2004.
Zen, Fathurin. 2004. NU dan Politik : Analisis Wacana Media. Cetakan Pertama.
Yogyakarta : LkiS
Bali Post, 12 Maret 2007 (Hal 2). Partai Demokrat Calonkan Cok Ace. Denpasar
: Bali Post.
___________. Iklan Politik Bisa Menjebak, Kompas, 22 Mei 2008.
Lampiran 1
PEDOMAN WAWANCARA
I. Kelompok Pertanyaan A
1. Apakah surat kabar saudara/i memuat tentang berita Kampanye Pilkada
Kabupaten Gianyar Tahun 2008 ?
2. Apa saja yang anda lakukan dalam mempublikasikan kegiatan kampanye
Pilkada Kabupaten Gianyar Tahun 2008 ?
207
3. Seberapa penting menurut anda berita pelaksanaan kampanye dalam Surat
Kabar ?
4. Apakah yang anda harapan dari berita Kampanye Pilkada Kabupaten
Gianyar Tahun 2008 ?
II. Kelompok Pertanyaan B
1. Apakah surat kabar saudara menyediakan kolom khusus tentang
pelaksanaan Kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar ?
2. Berapa banyakah surat kabar saudara memuat berita kampanye Pilkada
Kabupaten Gianyar ?
3. Apakah surat kabar saudara memiliki kebijakan khusus dalam
memberitakan Kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar ?
4. Apakah surat kabar saudara mengalami peningkatan oplah maupun
pemasangan iklan selama pelaksanaan kampanye Kabupaten Gianyar?
III. Kelompok Pertanyaan C
1. Apa motivasi saudara menjadi Bupati dan Wakil Bupati ?
2. Apakah saudara memiliki media centre atau tim yang bertugas khusus
dalam pemberitaan kampanye di surat kabar?
3. Berapa kali anda melakukan kegiatan jumpa pers selama pelaksanaan
Pilkada Kabupaten Gianyar 2008 ?
4. Berapa jumlah anggaran yang anda habiskan untuk publikasi pada surat
kabar?
IV. Kelompok Pertanyaan D
1. Apakah berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar memberi dampak
pada perolehan suara anda dalam Pilkada Kabupaten Gianyar ?
2. Apakah anda merasa puas dengan pemberitaan tentang pelaksanaan Pilkada
Kabupaten Gianyar Tahun 2008 ?
3. Menurut Anda apakah kekurang dari berita pelaksanaan kampanye pilkada
Kabupaten Gianyar Tahun 2008 ?
208
4. Apakah anda akan mewujudkan janji-janji yang anda sampaikan selama
pelaksanaan Pilkada Kabupaten Gianyar ?
Lampiran 2
DAFTAR INFORMAN
I. Calon Bupati dan Wakil Bupati Pilkada Kabupaten Gianyar Tahun 2008
1. Nama : Ir.Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati. M.si
Umur : 52 Tahun
Pekerjaan : Dosen Fakultas Teknis Univ. Udayana
Jenis Kelamin : Laki-laki
2. Nama : A.A. Gde Agung Bharata, SH
Umur : 54 Tahun
Pekerjaan : Bupati Gianyar
Jenis Kelamin : Laki-laki
3. Nama : Dewa Made Sutanaya, SH
Umur : 60 Tahun
Pekerjaan : Pensiunan
Jenis Kelamin : Laki-laki
209
4. Nama : Putu Yudany Thema, SE
Umur : 48 Tahun
Pekerjaan : Anggota DPRD Kabupaten Gianyar
Jenis Kelamin : Laki-laki
5. Nama : I Ketut Karda
Umur : 50 Tahun
Pekerjaan : Anggota DPRD Kabupaten Gianyar
Jenis Kelamin : Laki-laki
6. Nama : I Nyoman Parta, SE
Umur : 54 Tahun
Pekerjaan : Anggota DPRD Propinsi Bali
Jenis Kelamin : Laki-laki
II. Pimpinan Redaksi dan Wartawan Surat Kabar
1. Nama : I Nyoman Wirata, SH
Umur : 45 Tahun
Pekerjaan : Redaktur Balipost
Jenis Kelamin : Laki-laki
2. Nama : I Ketut Naria
Umur : 54 Tahun
Pekerjaan : Redaktur NusaBali
Jenis Kelamin : Laki-laki
3. Nama : I Made Rai Warsa
Umur : 54 Tahun
Pekerjaan : Pimpinan Redaksi RadarBali
Jenis Kelamin : Laki-laki
4. Nama : I Gede Suyadnyana
Umur : 54 Tahun
Pekerjaan : Redaktur Denpost
Jenis Kelamin : Laki – laki
5. Nama : I Gusti Ngurah Dwikora Putra
Umur : 54 Tahun
Pekerjaan : Pimred Warta Bali
Jenis Kelamin : Laki-laki
210
6. Nama : I Gusti Agung Dharmada, SH
Umur : 35 Tahun
Pekerjaan : Wartawan Balipost
Jenis Kelamin : Laki-laki
7. Nama : Drs. I Nyoman Wilasa
Umur : 46 Tahun
Pekerjaan : Wartawan NusaBali
Jenis Kelamin : Laki-laki
8. Nama : Dewa Gde Alit Sucipta, ST
Umur : 54 Tahun
Pekerjaan : Wartawan Warta Bali
Jenis Kelamin : Laki-laki
9. Nama : A.A. Yuliantara, SH
Umur : 54 Tahun
Pekerjaan : Wartawan Denpost
Jenis Kelamin : Laki-laki
10. Nama : Oka Suryawan
Umur : 54 Tahun
Pekerjaan : Wartawan Radar Bali
Jenis Kelamin : Laki-laki
III. Pengamat Politik dan Masyarakat Umum
1. Nama : Tjokorda Atmaja
Umur : 54 Tahun
Pekerjaan : Dosen dan Praktisi
Jenis Kelamin : Laki-laki
2. Nama : I Wayan Arthana, SH
Umur : 52 Tahun
Pekerjaan : Kepala Dinas Perhubungan dan Infokom
Jenis Kelamin : Laki-laki
3. Nama : I Wayan Panca Wibawa
Umur : 45 Tahun
Pekerjaan : Ketua KPUD Kabupaten Gianyar
Jenis Kelamin : Laki-laki
211
4. Nama : I Gede Ngurah Hartawan
Umur : 45 Tahun
Pekerjaan : Anggota KPUD Kabupaten Gianyar
Jenis Kelamin : Laki-laki
5. Nama : I Gede Panca
Umur : 56 Tahun
Pekerjaan : Ketua Panwaslu Kabupaten Gianyar
Jenis Kelamin : Laki-laki
6. Nama : I Gusti Putu Alit
Umur : 56 Tahun
Pekerjaan : Masyarakat Gianyar
Jenis Kelamin : Laki-laki