konsep pembinaan kepribadian muslim...
TRANSCRIPT
KONSEP PEMBINAAN KEPRIBADIAN MUSLIM
MENURUT MUHAMMAD IQBAL
Skripsi
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memenuhi Gelar Pendidikan Islam
Pada Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Oleh
Ratika Elsa
NIM: 107011001214
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1433 H/2012 M
SURAT PERNYATAAN PENULIS
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Ratika Elsa
NIM : 1070110001214
Jurusan : Pendidikan Agama Islam
Fakultas : Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar strata satu (SI) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan
hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi berdasarkan
Undang-undang yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Jakarta, Mei 2012
Penulis
Ratika Elsa
(NIM: 107011001214)
i
ABSTRAKSI
Ratika Elsa, NIM: 107011001214, Konsep Pembinaan Kepribadian Muslim
Menurut Muhammad Iqbal
Kepribadian itu berkembang secara dinamis, dalam arti bahwa setiap
orang mempergunakan segenap kemampuannya secara aktif untuk menyesuaikan
diri, mengatasi, mengubah, dan menguasai lingkungan sekitar dan dirinya
sendiri. Bagi Iqbal, kepribadian itu merupakan suatu perbuatan. Yang mana
perbuatan tersebut diatur oleh tujuan yang terpimpin.
Sesuai dengan karakteristik masalah yang diangkat dalam skripsi ini
maka dalam penulisannya, penulis menggunakan Metode Riset Kualitatif, yaitu
menekankan analisanya pada data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan
dari orang-orang prilaku yang diamati. Pendekatan kualitatif penulis gunakan
untuk menganalisis pemikiran Muhammad Iqbal tentang konsep pembinaan
kepribadian muslim. Maka dengan sendirinya penganalisaan data ini lebih di
fokuskan pada Penelitian Kepustakaan (Library Research), yakni dengan
membaca, menelaah dan mengkaji buku-buku dan sumber tulisan yang erat
kaitannya dengan masalah yang dibahas.
Adapun dalam pembahasannya penulis menggunakan metode deskriptif
karena data yang dikumpulkan berupa kata-kata dan bukan angka-angka.
Penelitian deskriptif tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu tetapi
hanya menggambarkan apa adanya tentang suatu variable, gejala dan keadaan.
Selain itu semua yang dikumpulkan berkemungkinan menjadi kunci terhadap apa
yang diteliti. Dengan demikian laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan
data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut. Data tersebut berasal
dari naskan atau dokumen lainnya.
Hasil penelitian yang penulis temukan terkait dengan konsep pembinaan
kepribadian muslim menurut Muhammad Iqbal yang mengutip hadits yaitu:
“Thakhallaqu biakhlaqillah”, Iqbal mengklasifikasikannya kepada dua cara yaitu
pertama dengan menanamkan dan mempertahankan sifat-sifat yang dapat
memperkuat pribadi seseorang dan kedua dengan menjauhkan atau
menyingkirkan sejauh mungkin sifat-sifat yang dapat melemahkan pribadi
seseorang.
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan taufik, inayah serta hidayah-Nya yang tiada ternilai dan tak
tertandingi kepada hamba-hamba-Nya. Shalawat serta salam semoga selalu
tercurahkan kepada junjungan kita baginda Nabi besar Muhammad SAW yang
telah membimbing dan memberikan petunjuk kepada umatnya untuk mencapai
kebahagiaan dunia maupun akhirat.
Sebuah nikmat yang sangat besar yang dicurahkan Allah SWT kepada
penulis sehingga dapat menyelesaikan penggarapan penulisan skripsi ini dengan
judul:”Konsep Pembinaan Kepribadian Muslim menurut Muhammad
Iqbal”.
Secara khusus skripsi ini penulis persembahan kepada ayahanda dan
ibunda tercinta Bapak H. Jamhuri dan ibu Sukaesih, yang dengan penuh kasih
sayang, ketulusan dan kesabaran serta perhatiannya telah memberikan semangat
yang terbaik dan tiada terhingga bagi penulis.
Dan dalam penyusunan skripsi ini penulis telah banyak dibantu oleh
beberapa pihak, baik berupa sumbangan pikiran, tenaga, moril maupun materil.
Maka dengan penuh ketulusan dalam kesempatan ini penulis menyampaikan
banyak terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. Rifat Syauqi Nawawi MA , selaku Dekan Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Bapak Bahrissalim, MA, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam dan
Bapak Drs. Safiudin Shidiq, MA selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan
Agama Islam.
3. Bapak Dr. Anshori, MA, selaku dosen pembimbing akademik.
4. Bapak Dr. Abdul Fattah Wibisono, MA, selaku dosen pembimbing skripsi
ini yang telah membimbing dan meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya
iii
di sela-sela kesibukannya memberikan bimbingan kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
5. Pemimpin dan karyawan perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
Perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang telah memberikan
banyak referensi.
6. Kepada kakak-kakakku (Marisa, Yuli, Muhidin, Maulana Yusuf) adik-
adikku (Lidia, Ardi dan Satibi) dan keponakanku yang selalu penulis
sayangi (Haifa, Jeisya dan Zaidan) serta seseorang yang selama ini telah
banyak memberikan supportnya (Yusuf Gunawan) dan telah banyak
memberikan kasih sayang serta perhatian dari segi moril maupun materil
dalam penyelesaian skripsi ini.
7. Kepada sahabat-sahabatku (Eva, Zulfa, Mia, Mimi, Intan, Nurfitria
Salimusadri dan Uswatun Hasanah) yang selalu memberikan support, saran
dan kritik dalam menyelesaikan skripsi ini. Juga kepada teman-teman che
lascar serta kepada teman-teman jurusan Pendidikan Agama Islam angkatan
2007 yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Semoga Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang membalas
segala budi baik mereka semua dengan ganjaran yang setimpal dan berlipat ganda.
Amin
Akhirnya penulis menyadari bahwa “Tak ada gading yang tak retak”
penyusunan skripsi ini jauh dari sempurna, oleh karenanya kritik serta saran yang
konstruktif sangat penulis harapkan.
Penulis
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK ................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ............................................................................................... ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ....................................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah .............................................................................................. 5
C. Pembatasan Masalah ............................................................................................. 5
D. Perumusan Masalah .............................................................................................. 5
E. Tujuan Penelitian .................................................................................................. 5
F. Manfaat penelitian ................................................................................................ 6
G. Metodologi Penelitian ........................................................................................... 6
H. Fokus Penelitian .................................................................................................... 7
I. Sumber Data ......................................................................................................... 8
J. Prosedur Penelitian ............................................................................................... 9
BAB II KAJIAN TEORITIK ................................................................................. 10
A. Pembinaan Kepribadian Muslim .................................................................... 10
1. Pengertian Pembinaan .................................................................................. 10
2. Upaya-upaya dalam Pembinaan Kepribadian Muslim ................................. 11
B. Kepribadian Muslim ......................................................................................... 13
1. Pengertian Kepribadian Muslim ................................................................... 13
2. Pola-pola Kepribadian Muslim ..................................................................... 16
3. Unsur-unsur Pembentuk Kepribadian Muslim ............................................. 17
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kepribadian Muslim ............................. 21
a. Heredity ................................................................................................. 22
b. Pengalaman ............................................................................................ 23
c. Kebudayaan ........................................................................................... 25
BAB III BIOGRAFI MUUHAMMAD IQBAL .................................................... 28
A. Kehidupan Iqbal ................................................................................................ 29
B. Pendidikan dan Karir Iqbal ............................................................................... 31
C. Karya-karya Iqbal .............................................................................................. 33
D. Tokoh-tokoh yang mempengaruhi Pemikiran Iqbal .......................................... 35
v
BAB IV KONSEP PEMBINAAN KEPRIBADIAN MUSLIM MENURUT
MUHAMMAD IQBAL ........................................................................................... 40
A. Kepribadian Muslim ........................................................................................... 40
B. Pembinaan Kepribadian Muslim ......................................................................... 46
1. Hal-hal yang dapat memperkuat kepribadian ............................................... 49
a. „Isysq Muhabbat .................................................................................... 49
b. Faqr ........................................................................................................ 51
c. Keberanian ............................................................................................. 51
d. Toleransi ................................................................................................ 52
e. Kasb I Halal ........................................................................................... 52
f. Kreatif .................................................................................................... 53
2. Hal-hal yang dapat melemahkan kepribadian .............................................. 53
a. Takut ...................................................................................................... 53
b. Meminta-minta (su‟aal) ......................................................................... 54
c. Perbudakan ............................................................................................. 55
d. Sombong ................................................................................................ 55
BAB V KESIMPULAN ........................................................................................... 58
A. Kesimpulan ......................................................................................................... 58
B. Saran ................................................................................................................... 60
DAFTAR PUSTAKA
Lampiran
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kepribadian bukanlah sesuatu yang dapat dikenakan ataupun ditanggalkan
sebagaimana orang mengenakan pakaian ataupun mengikuti gaya mode tertentu.
Kepribadian adalah tentang diri pribadi secara keseluruhan. Kepribadian juga
merupakan sesuatu yang unik pada setiap masing-masing individu.
Thomae seorang pelopor bigrafik psikologis berpendapat bahwa dalam teori
kepribadian ditekankan bahwa setiap pribadi mempunyai ciri-cirinya yang khas.
Tidak ada seorangpun yang mempunyai ciri seratus persen sama dengan orang
lain. Setiap orang memiliki pribadi yang khusus, selain itu juga ada suatu
stabilitas dalam kepribadian seseorang hingga dapat dikatakan ada suatu identitas
pribadi.1
Menurut Gordon Allport seorang psikolog pakar kepribadian asal Jerman
yang dikutip oleh Inge Hutagalung, memberikan definisi kepribadian dengan:
“Organisasi dinamis dalam individu sebagai sistem psikofisik yang menentukan
caranya yang khas dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan.” Personality is
1Rafi Sapuri, Psikologi Islam:Tuntunan Jiwa Manusia Modern, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2009), h.109
2
the dynamic organization within the individual of those psychophysical systems
that determine his unique adjustment to his environment.2
Lebih lanjut, Muhammad Ismail memaparkan dalam bukunya yang berjudul
Bunga Rampai Pemikiran Islam, yaitu:
Kepribadian adalah diri setiap orang yang terdiri dari pola pikir (aqliyah)
dan pola sikap (nafsiyah). Tidak ada hubungan dengan wajah, bentuk tubuh,
kerapian berbusana atau hal-hal lainnya. Sebab semua itu hanyalah merupakan
asesoris semata. Adalah suatu kedangkalan berfikir, bila seseorang menyangka
bahwa asesoris semacam ini sebagai salah satu faktor kepribadian. Sebab manusia
dapat dibedakan melalui akal dan tingkah lakunya dan inilah yang akan
menunjukkan tinggi rendahnya derajat seseorang.3
Pernyataan organisasi dinamis menunjukkan adanya kenyataan bahwa
kepribadian itu selalu berkembang dan berubah. Walaupun pada saat yang sama
ada organisasi system yang mengikat dan menghubungkan berbagai
komponen/sifat dari kepribadian itu. Organisasi kepribadian meliputi kerja jiwa
dan juga fisik yang tidak terpisah dalam kesatuan yang utuh. Ia juga mengandung
kecenderungan-kecenderungan determinasi yang memainkan peranan aktif dalam
tingkah laku individu. Oleh karena itu, kepribadian adalah sesuatu yang
mendorong dan mendominasi dilakukannya sesuatu.4
Dari penjelasan di atas dapat diambil sebuah gambaran bahwa kepribadian
itu sesuatu yang mencirikan identitas seseorang yang khas dan unik yang
ditentukan oleh pola sikap dan pola fikir tertentu dari individu yang menentukan
caranya yang khas dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan. Kepribadian
setiap masing-masing individu tentu berbeda dan hal itu menjadikan manusia
menjadi unik.
Kepribadian muslim dari kepribadian orang perorang (Individu) dan
kepribadian dalam kelompok masyarakat (Ummah). Kepribadian individu
2Inge Hutagalung, Pengembangan Kepribadian Tinjauan Praktis Menuju Pribadi Positif,
(Jakarta: PT. Indeks, 2007), h. 1
3Muhammad Ismail, Bunga Rampai Pemikiran Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 1999),
h.20.
4Rifat Syauqi Nawawi, Kepribadian Qur’ani, ( Tangerang: WNI press, 2009), cet. Ke-1, h. 20.
3
meliputi ciri khas seseorang dalam sikap dan tingkah laku, serta kemampuan
intelektual yang dimilikinya. Karena adanya unsur kepribadian yang secara
individu, seorang muslim akan memiliki ciri khas masing-masing. Demikian akan
ada kepribadian antara seorang muslim dengan muslim lainnya walaupun sebagai
individu, masing-masing pribadi itu berbeda. Tapi dalam pembentukan
kepribadian muslim sebagai ummah perbedaan itu dipadukan.5
Kepribadian manusia merupakan suatu misteri yang penuh dengan
dinamika. Setiap manusia memiliki suatu keunikan tersendiri yang berbeda
dengan yang lain, hal tersebut tergantung pada diri masing-masing bagaimana
pengaruh-pengaruh yang muncul baik dari dalam diri maupun dari luar dirinya
diolah dan diproses.
Namun sering kali kepribadian dipersepsikan secara kurang tepat oleh
sebagian banyak orang. Seperti pendapat Muhammad Ismail di atas bahwa
kepribadian seseorang sering dinilai dari wajahnya, bentuk tubuh, kerapihan
berbusana dan hal-hal lainnya yang terlihat secara kasat mata. Anggapan seperti
ini tidak sepenuhnya salah, namun bila wajah, bentuk tubuh, kerapihan berbusana
dan hal-hal lain sebagainya dianggap sebagai salah satu faktor penentu
kepribadian atau berpengaruh terhadap kepribadian, maka akan didapatkan suatu
pengertian yang tidak mencakup dan menggambarkan hakikat kepribadian.
Berkaitan dengan masalah kepribadian muslim, penulis tertarik dengan salah
satu filsuf yang memiliki konsep khudi atau pribadi yaitu Muhammad Iqbal. Di
mana Iqbal menjelaskan tentang pribadi muslim dalam bukunya Asrar I Khudi,
yang membahas sejarah, tentang bagaimana memperkuat pribadi, menyusun
ummat dan juga pesan-pesan guru-guru purba untuk zaman sekarang, sifat-sifat
muslim, sifat-sifat buruk yang harus dihindari, peringatan supaya berhati-hati
terhadap mistik yang dapat melemahkan roh dan sebagainya yang semuanya itu
dituangkan oleh Iqbal dalam bentuk syair yang panjang.6
5Jalaludin, Teologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003) Cet ke-3,h. 197.
6Muhammad Iqbal, Asrar I Khudi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), h.15
4
Dalam buku Asrar I Khudi sebenarnya melukiskan kehidupan individual
dari seorang Islam yang hendak dikesani Iqbal supaya sadar tentang tugasnya di
dunia, tapi lambat laun dalam seluruh untaian syair yang amat panjang ini,
digambarkannya segala segi wujud manusia sebagai makhluk yang termulia di
tengah-tengah alam semesta.7
Muhammad Iqbal sebagai seorang pemikir muslim modern dengan
disemangati sikap mengembangkan ide yang relevan, membangkitkan usaha
gerakan. Iqbal mencoba menterjemahkan pikirannya dalam bentuk kegiatan
(gerakan). Pemikiran Iqbal tumbuh dari pemikiran para pemikir yang
mendahuluinya. Ia mengumpulkan seluruh buah filsafat dan seni dari Timur dan
Barat. Tetapi hal ini tidak berarti bahwa ia meninggalkan pemikiran para
pendahulunya, tempat ia menemukan semuanya itu. Yang ia kumpulkan dari
sumber lain, dipakainya sebagai landasan tempat ia membangun bangunan besar
sistemnya sendiri. Seperti halnya pemikir-pemikir besar lainnya, dalam dirinya
“semua pemikiran yang mendahuluinya dibentuk kembali dibawah cahaya
kejeniusannya.”8
Iqbal amat dalam tinjaunnya tentang filsafat dan sejarah Islam serta
telaahnya tentang filsafat barat. Menurutnya bahwa Intelektualisme Hindi dan
Pantheisme Islam membinasakan kemauan dan kesanggupan orang Islam akan
mengadakan suatu aksi untuk menentukan kejayaannya kembali menjadi zaman
keemasan Islam. Maka dibinalah semacam filsafat yang berasal dari hadits Nabi
Muhammad SAW: “Tumbuhkanlah dalam dirimu sifat-sifat Tuhan”, yang
dipekatkannya dalam bahasa Farsi yakni “Khudi” yang berarti pribadi. Lafaz
Khudi ini memang menurut tata bahasa Farsi dan Urdu ialah bentuk kecil dari kata
khuda yang berarti Tuhan.9
Dari pemaparan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk mengkaji lebih
dalam tentang konsep pembinaan kepribadian muslim yang dikemukakan oleh
7Muhammad Iqbal, Asrar I Khudi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), h.28.
8M.M. Syarif, Iqbal tentang Tuhan dan Keindahan, Terj. Yusuf Jamil, (Bandung: Mizan,
1993), h.80.
9Muhammad Iqbal, Asrar I Khudi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), h.18.
5
salah satu ilmuwan muslim yang menggagas konsep tentang khudi atau
kepribadian yakni Muhammad Iqbal (1873-1938), sehingga skripsi ini penulis beri
judul: “KONSEP PEMBINAAN KEPRIBADIAN MUSLIM MENURUT
MUHAMMAD IQBAL”. Skripsi ini diberi judul seperti itu karena pembinaan
kepribadian muslim sangat penting bagi para generasi muslim agar tidak
terjerumus kepada hal-hal yang bersifat duniawi.
B. Identifikasi Masalah
1. Pandangan Muhammad Iqbal tentang Tuhan
2. Gagasan Muhammad Iqbal tentang Insan Kamil
3. Konsep Khudi menurut Muhammad Iqbal
C. Pembatasan Masalah
Untuk memfokuskan penulis mengenai konsep khudi atau kepribadian
yang digagas oleh Muhammad Iqbal, penulis membatasi permasalahannya
yaitu:
1. Pandangan Muhammad Iqbal tentang kepribadian muslim
2. Konsep pembinaan kepribadian muslim menurut Muhammad Iqbal
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka untuk mempermudah
penulis, masalah di atas dirumuskan sebagai berikut:
1. Apa pandangan Muhammad Iqbal mengenai Kepribadian Muslim?
2. Bagaimana konsep pembinaan kepribadian muslim menurut Muhammad
Iqbal?
E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian dan pengkajian serta penyusunan skripsi ini adalah
untuk mengetahui konsep pembinaan kepribadian muslim menurut Muhammad
Iqbal.
6
F. Manfaat Penelitian
Kegunaan pengkajian dan penelitian yang dilakukan dalam penyusunan
skripsi ini:
a. Untuk memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam tentang
kepribadian muslim.
b. Untuk mengetahui konsep pemikiran pembinaan kepribadian muslim
menurut Muhammad Iqbal.
c. Untuk mengembangkan wawasan mengenai khazanah konsep
kepribadian Muslim dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
d. Untuk memberi gambaran bagi para pembaca, para orang tua, dan
masyarakat pada umumnya mengenai konsep kepribadian muslim.
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat Kualitatif. Riset kualitatis memproses pencarian
gambaran data dari konteks kejadian secara langsung sebagai upaya melukiskan
peristiwa sepersis kenyataannya, yang berarti membuat pelabgai kejadiannya
seperti merekat dan melibatkan perspektif yang partisipatif di dalam pelbagai
kejadian, serta menggunakan penginduksian dalam menjelaskan gambaran
fenomena yang diamatinya.10
Dengan demikian, pendekatan kualitatif
menekankan analisanya pada data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan
dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Pendekatan kualitatif penulis
gunakan untuk menganalisis pemikiran Muhammad Iqbal tentang konsep
pembinaan kepribadian muslim. Maka dengan sendirinya penganalisaan data ini
lebih difokuskan pada penelitian Kepustakaan (Library Research), yakni dengan
membaca, menelaah dan mengkaji sumber tulisan yang erat kaitannya dengan
masalah yang dibahas.
10Septiawan Sntana K, Menulis Ilmiah; Metode Penelitian Kualitatif, ( Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia, 2001), ed. 1, h.29-30.
7
2. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif karena data yang dikumpulkan
berupa kata-kata dan bukan angka-angka. Penelitian deskriptif tidak
dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu tetapi hanya menggambarkan apa
adanya tentang suatu variabel, gejala atau keadaan.11
3. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
a. Studi dokumentar, yaitu studi yang dilakukan dengan mempelajari
sumber-sumber informasi milik onjek yang ditulis secara langsung tanpa
perantara.
b. Studi kepustakaan, yaitu studi yang dilakukan dengan mempelajari
literature yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti dengan
mengumpulkan data-data melalui bahwna bacaan seperti teks book, Jurnal
ataupun artikel yang memiliki relevansi dengan penelitian ini guna
mendapatkan landasan teoritis.
4. Teknik analisis data
Teknik analisa data yang digunakan adalah analisis deskriptif yang berttujuan
untuk mendapatkan pemahaman yang tepat mengenai obyek penelitian dengan
tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis.12
Analisis data dilakukan dengan
cara mendeskripsikan data-data secara sistimatis dan diformulasikan sedemikian
rupa hingga diperoleh kesimpulan yang komprehensif.
H. Fokus Penelitian
Subjek penelitian ini adalah pandangan Muhammad Iqbal mengenai konsep
kepribadian muslim, sedangkan objek penelitiannya yaitu pembinaan kepribadian
muslim menurut pandangan Muhammad Iqbal.
Cara penyajiannya bersifat deskriptif analitik. Penyajian deskriptif adalah
menjelaskan tentang pengertian, maksud dan tujuan dari pembinaan kepribadian
11Suharsimi Arikunto, Manajemen Peneltian, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), h. 234.
12
Suharsimi Arikunto, Manajemen Peneltian,h. 234
8
muslim. Analisisnya adalah menganalisa pemikiran Muhammad Iqbal dengan
berbagai dalil-dalil yang memiliki keterkaitan, baik dalil al-Qurán maupun al-
Hadits dan beberapa disiplin ilmu pengetahuan.
I. Sumber Data
Dalam mengumpulkan data, penulis sepenuhnya menggunakan metode
penelitian kepustakaan. Untuk mendapatkan data-data penelitian, penulis
mengumpulkan bahan kepustakaan terutama yang berkaitan dengan kepribadian
remaja muslim. Sumber data dalam penelitian ini ada dua, yaitu sumber data
primer dan sumber data sekunder.
a. Sumber data Primer adalah sumber data utama yang akan menjadi
rujukan dalam kajian ini. Diantaranya adalah :
Muhammad Iqbal, Asrar-I Khudi Rahasia-rahasia Pribadi, Jakarta:
Bulan Bintang, 1976.
b. Sumber data Sekunder adalah sumber data pendukung yang melengkapi
sumber data primer. Diantaranya adalah :
Alisuf Sabri, Pengantar Umum dan Psikologi Perkembangan,
Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, cet ke-1, 1993
Donny Ghahral Adian, M.Iqbal: Seri Tokoh filsafat, Jakarta: Teraju,
2003.
Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama,
cet ke-3, 2002.
Inge Hutagalung, Pengembangan Kepribadian tinjauan Praktis
Menuju Pribadi Positif, Jakarta: PT. Indeks, 2007.
Jalaludin, Teologi Pendidikan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
Cet ke-3, 2003.
M. M Syarif, Iqbal Tentang Tuhan dan Keindahan, Terj. Yusuf
Jamil, Bandung: mizan, 1993
Rafi Sapuri, Psikologi Islam: tuntunan Jiwa Manusia Modern,
Jakarta: PT raja Grafindo Persada, 2009.
Rifat Syauqi Nawawi, Kepribadian Qur’ani, Tangerang: WNI Press,
2009.
9
J. Prosedur Penelitian
a. Tahap Persiapan
Pada tahapan ini penulis mengadakan kunjungan kepustakaan dalam
rangka mengumpulkan data.
b. Tahap Pelaksanaan
Tahapan ini pelulis mengumpulkan data dari buku-buku sumber yang
diperoleh dari kepustakaan untuk penelitian.
c. Tahap Penyelesaian
Dalam tahap ini penulis menyimpulkan hasil observasi dan kemudian
menafsirkan serta menyusun data dalam bentuk hasil penelitian
(laporan).
Teknik penulisan ini berpedoman pada buku “Pedoman Penulisan Skrispsi
yang diterbitkan oleh fakultas Ilmu tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam
Negeri Syarif hidayatullah Jakarta, 2007”.
10
BAB II
KAJIAN TEORITIK
A. Pembinaan Kepribadian Muslim
1. Pengertian Pembinaan
Pembinaan diartikan sebagai proses, perbuatan, usaha, tindakan dan
kegiatan yang dilakukan secara berdaya guna untuk memperoleh hasil yang
baik.1
Pengertian pembinaan menurut psikologi dapat diartikan sebagai upaya
memelihara dan membawa suatu keadaan yang seharusnya terjadi atau menjaga
keadaan sebagaimana seharusnya. Dalam manajemen pendidikan luar sekolah,
pembinaan dilakukan dengan maksud agar kegiatan atau program yang sedang
dilaksanakan selalu sesuai dengan rencana atau tidak menyimpang dari hal
yang telah direncanakan.2
Secara umum pembinaan disebut sebagai sebuah perbaikan terhadap pola
kehidupan yang direncanakan. Setiap manusia memiliki tujuan hidup tertentu
dan ia memiliki keinginan untuk mewujudkan tujuan tersebut. Apabila tujuan
1Tim Penyusun kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Kamus Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1999), Cet. ke-10, h. 134.
2Kang Abied (online ) Pembinaan: www.masbied.com/pengertian-pembinaan-menurut-
psikologi, 09 April 2012, 15.29 WIB.
11
hidup tersebut tidak tercapai maka manusia akan berusaha untuk menata ulang
pola kehidupannya.3
Berdasarkan pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa
pembinaan dapat ditinjau dari dua sudut pandang, yaitu berasal dari sudut
pembaharuan dan berasal dari sudut pengawasan. Pembinaan yang berasal dari
sudut pembaharuan yaitu mengubah sesuatu menjadi yang baru dan memiliki
nilai-nilai lebih baik bagi kehidupan masa yang akan datang. Sedangkan
pembinaan yang berasal dari sudut pengawasan yaitu usaha untuk membuat
sesuatu lebih sesuai dengan kebutuhan yang telah direncanakan.
2. Upaya-upaya dalam Pembinaan
Untuk mendekatkan remaja pada suatu pemecahan yang tepat, maka
hendaknya ditinjau terlebih dahulu dari subjeknya, yaitu dengan mengetahui
keadaan remaja dan sifat-sifatnya serta beberapa faktor dan penyebab timbulnya
problem remaja, maka seterusnya perlu diadakan pengulangan, pemecahan
masalah remaja/ jalan keluarnya.
Untuk menghindari membengkaknya problem yang dihadapi oleh remaja
maka perlu sekali diadakan pencegahan yang terarah diantaranya:
a. Tindakan Preventif
Yaitu segala tindakan yang bertujuan mencegah timbulnya kenakalan-
kenakalan, dapat dilakukan dengan pendekatan informal (keluarga), pendekatan
formal (sekolah) atau juga melalui pendekatan nonformal (masyarakat).4
1. Pembinaan pendidikan keluarga dilakukan dengan cara :
a. Menghindari keretakan rumah tangga
b. Menanamkan pendidikan agama yang sesuai dengan tingkat
perkembangannya misalnya keimnan, akhlak dan ibadah.
c. Pemeliharaan hubungan kasih sayang yang adil dan merata, atara
sesama anggota keluarga.
3kang Abied, www.masbied.com/pengertian-pembinaan-menurut-psikologi.
4kang Abied, www.masbied.com/pengertian-pembinaan-menurut-psikologi.
12
d. Pengawasan yang intensif terhadap gejala aktivitas yang dilakukan oleh
anak-anak dengan menekankan kemungkinan berprilaku negatif.
e. Pemberian kesibukan yang bermanfaat dan tanggung jawab.
f. Pembagian peranan dan tanggung jawab di antara para anggota
keluarga.5
2. Pembinaan Pendidikan formal dilakukan dengan cara :
a. Mengintensifkan pelajaran pendidikan agama.
b. Mengadakan pembenahan dan pemenuhan sarana dan prasarana
pendidikan.
c. Penerapan metodologi belajar mengajar yang efektif.
d. Dalam pelaksanaan kurikulum hendaknya memperhatikan
keseimbangan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik yang memadai.
e. Mengadakan identifikasi dan bimbingan mengenai bakat, minat,
kemampuan dan penyalurannya.
f. Melatih dan membiasakan anak untuk bekerja sama dan berorganisasi
seperti OSIS dan yang lainnya.6
3. Pembinaan Pendidikan non formal (Masyarakat)
Masyarakat adalah tempat pendidikan yang ketiga sesudah rumah
tangga dan sekolah. Pembinaan masyarakat dimaksudkan untuk mengisi
waktu senggang dengan kegiatan yang bermanfaat misalnya meningkatkan
pendidikan kepramukaan, penyuluhan mental agama, pendidikan
keterampilan, pembinaan olah raga, perluasan perpustakaan, Palang Merah
remaja, Karang Taruna, Remaja Mesjid dan usaha-usaha lainnya.
b. Tindakan Represif
Tindakan untuk menindas dan menahan kenakalan remaja sesering
mungkin atau menghalangi timbulnya peristiwa kenakalan yang lebih hebat,
ruang lingkup tindakan represif meliputi :
1. Razia terhadap tempat-tempat atau barang-barang yang dapat dijadikan
tempat atau alat berbuat nakal oleh remaja.
5Kang Abied, www.masbied.com/pengertian-pembinaan-menurut-psikologi.
6Kang Abied, www.masbied.com/pengertian-pembinaan-menurut-psikologi.
13
2. Penyidikan atau pengusutan dan pemeriksaan terhadap remaja yang
berbuat nakal.
3. Penahanan sementara untuk kepentingan pemeriksaan dna perlindungan
bagi remaja.
4. Penuntutan dan peradilan terhadap perkara yang melanggar hukum.7
c. Tindakan Kuratif
Selanjutnya ialah usaha atau tindakan secara kuratif dan rehabilitasi,
yaitu setelah usaha dan tindakan yang lain dilaksanakan. Tindakan ini
merupakan pembinaan khusus untuk memecahkan dan menanggulangi
problem kenakalan remaja. Pembinaan khusus untuk memberikan kesan
yang baik, bahwa seorang remaja itu diperbaiki dan diberikan dorongan,
kesempatan dan fasilitas menjadi baik kembali sesudah melakukan sesuatu
yang dianggap tidak wajar atau tercela.
B. Kepribadian Muslim
1. Pengertian Kepribadian Muslim
Rifat Syauqi mengutip dari Sartain yang menyatakan bahwa kata
“kepribadian” berbeda dengan kata “pribadi”. Pribadi artinya “person”
(individu, diri). Sedangkan kepribadian yaitu terjemahan dari bahasa Inggris
“personality” yang pada mulanya berasal dari bahasa Latin “per” dan “sonare”
yang kemudian berkembang menjadi kata “persona” yang berarti topeng. Pada
zaman romawi kuno, seorang aktor menggunakan topeng itu untuk
menyembunyikan identitas dirinya agar memungkinkannya untuk bisa
memerankan karakter tertentu sesuai dengan tuntutan skenario permainan
dalam sebuah drama.8
Dalam pengertian yang lebih rinci, William Stern mengemukakan
kepribadian adalah suatu kesatuan banyak (unita multi complex) yang
diarahkan kepada tujuan-tujuan tertentu dan mengandung sifat-sifat khusus
seseorang yang bebas menentukan dirrinya sendiri. Menurutnya, ada tiga hal
yang menjadi ciri khas kepribadian, yaitu: pertama, kesatuan banyak terdiri dari
7Kang Abied, www.masbied.com/pengertian-pembinaan-menurut-psikologi.
8Rifat Syauqi Nawawi, Kepribadian Qur’ani, (Tangerang: WNI Press, 2009), h. 19.
14
unsur-unsur yang banyak dan tersusun secara berjenjang dari unsur yang
berfungsi tinggi ke unsur yang terendah. Kedua, bertujuan untuk
mempertahankan diri dan mengembangkan diri. Ketiga, individualitas yaitu
merdeka untuk menentukan diri sendiri secara luar sadar.9
Kepribadian muslim dapat dilihat secara perorangan (individu) dan juga
secara perkelompok (ummah). Kepribadian individu meliputi ciri khas
seseorang dalam sikap dan tingkah laku serta kemampuan intelektual yang
dimilikinya. Karena adanya unsur kepribadian yang dimiliki masing-masing,
maka sebagai individu seorang muslim akan menampilkan ciri khasnya
masing-masing. Dengan demikian akan ada perbedaan kepribadian antara
seorang muslim dengan muslim lainnya.10
Manusia tercipta dan terlahir sebagai pribadi yang khas, unik dan
sempurna. Inge Hutagalung memaparkan tentang hal ini dalam bukunya yang
berjudul Pengembangan Kepribadian dengan kata-kata :
Tidak ada dua orang yang benar-benar sama dalam menyesuaikan
dirinya terhadap lingkungan. Jadi, dengan demikian bahwa tidak ada dua orang
yang mempunyai kepribadian yang sama. Contoh : manusia adalah makhluk
yang unik dan ciptaan Tuhan yang paling sempurna di dunia. Keunikan pada
manusia meskipun dilahirkan sebagai dua anak kembar, tetapi tetap merupakan
dua pribadi yang berbeda. Secara fisik memang ada kemiripan, terutama yang
dilahirkan dengan jenis kelamin sama, namun secara kejiwaan mereka tidak
sama.11
Dari kutipan di atas menjelaskan bahwa tidak ada orang yang sama dalam
caranya menyesuaikan diri terhadap lingkungan, inilah salah satu penampakan
yang mencirikan suatu kepribadian.
Selanjutnya Jalaludin mengutip pendapat Whaterington yang
menyimpulkan bahwa kepribadian memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
9Jalaludin, Teologi pendidikan, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2003), cet. 3, h. 192.
10
Jalaludin, Teologi pendidikan,… h. 196.
11
Inge Hutagalung, Pengembangan Kepribadian tinjauan Praktis Menuju Pribadi positif,
(Jakarta: PT. Indeks, 2007), h. 2.
15
1. Manusia karena keturunannya mula-mula hanya merupakan individu dan
barulah menjadi suatu pribadi setelah mendapat (menerima) pengaruh
dari lingkungan sosialnya dengan cara belajar.
2. Kepribadian adalah istilah untuk menanamkan tingkah laku seseorang
yang secara terintegrasi merupakan kesatuan.
3. Kepribadian untuk menyatakan pengertian tertentu yang ada pada pikiran
orang lain, dan pikiran tersebut ditentukan oleh nilai dari perangsang
sosial seseorang.
4. Kepribadian tidak menyatakan sesuatu yang bersifat seperti bentuk badan,
ras, akan tetapi merupakan gabungan dari keseluruhan dan kesatuan
tingkah laku seseorang.
5. Kepribadian tidak berkembang secara pasif, tetapi setiap pribadi
menggunakan kapasitasnya secara aktif untuk menyesuaikan diri kepada
lingkungan sosialnya.12
Dari pernyataan di atas, dapat dipahami bahwa kepribadian dapat
didefinisikan sebagai individuality jika dikaitkan dengan ciri khas yang
ditampilkan seseorang, sehingga secara individu seseorang dapat dibedakan
dari orang lain. Sebaliknya disebut personality jika dikaitkan dengan tingkah
laku seseorang secara lahiriah maupun batiniah, jika dihubungkan dengan sikap
dan tingkah laku seseorang yang berhubungan dengan kemampuan intelektual
maka disebut mentality. Selanjutnya jika dihubungkan dengan sifat kedirian
seseorang sebagai suatu kesatuan dari ciri khas yang dimiliki serta usaha untuk
mempertahankan jati diri tersebut dari unsure pengaruh luar disbut identify.13
Secara individu kepribadian muslim mencerminkan cirri khas yang
berbeda. Ciri khas tersebut diperoleh berdasarkan potensi bawaan. Dengan
demikian secara potensi (pembawaan/heredity) akan dijumpai adanya
perbedaan kepribadian antara seorang muslim dengan muslim lainnya.
Perbedaan itu terbatas pada seluruh potensi yang mereka miliki berdasarkan
faktor bawaan masing-masing yaitu meliputi aspek jasmani dan aspek rohani.
12Jalaludin, Teologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), cet. Ke-3, h.
193.
13
Jalaludin, Teologi Pendidikan,…,h. 195.
16
Pada aspek jasmani seperti perbedaan bentuk fisik, warna kulit, dan ciri-ciri
fisik lainnya. Sedangkan pada aspek rohaniah seperti sikap, mental, tingkat
kecerdasan maupun sikap emosi.
2. Pola-pola Kepribadian Muslim
Pola kepribadian yang dimaksud di sini ialah gambaran tentang garis-
garis bentuk kepribadian manusia pada umunya. Menurut ahli psikologi bahwa
pola kepribadian ini terdiri dari 2 bagian, yaitu:
a. The concept of self yang merupakan pusat bentuk kepribadian
b. Trait yang merupakan kemudi atau roda dar kepribadian itu. Trait ini
berhubungan erat dan sangat dipengaruhi oleh bagian pusat atau self
concept.
Manusia adalah makhluk yang berkeyakinan yaitu mmeyakini adanya
benar dan salah. Ia bekali beberapa sifat untuk mendekati kekuatan yang paling
sempurna ditandai dengan adanya rasa takut, cinta dan tunduk. Ketiganya biasa
disebut perangai dan mungkin merupakan perangai paling awal yang
ditanamkan dalam jiwa manusia.
Al-Quran mengemukakan sebuah contoh tentang rasa rindu manusia
kepada kesempurnaan sebagaimana yang dialami Nabi Ibrahim a.s. Pada kasus
Nabi Ibrahim a.s. kita dapat melihat gambaran tentang pencarian dan
ketundukan manusia terhadap kekuatan supranatural kendatipun sebenarnya
nisbi. Kemudian lahirlah fenomena-fenomena alam, matahari dan bulan.14
Allah SWT berfirman:
14 Rifat Syauqi Nawawi, Kepribadian Qur’ani, (Tangerang: WNI Press, 2009), h. 37.
17
Artinya : “Dan (ingatlah) di waktu Ibrahim berkata kepada bapaknya, Aazar,
"Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan?
Sesungguhnya aku melihat kamu dan kaummu dalam kesesatan yang
nyata.. dan demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda
keagungan (kami yang terdapat) di langit dan bumi dan (kami
memperlihatkannya) agar Dia Termasuk orang yang yakin. ketika
malam telah gelap, Dia melihat sebuah bintang (lalu) Dia berkata:
"Inilah Tuhanku", tetapi tatkala bintang itu tenggelam Dia berkata:
"Saya tidak suka kepada yang tenggelam." Kemudian tatkala Dia
melihat bulan terbit Dia berkata: "Inilah Tuhanku". tetapi setelah bulan
itu terbenam, Dia berkata: "Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi
petunjuk kepadaKu, pastilah aku Termasuk orang yang sesat."
Kemudian tatkala ia melihat matahari terbit, Dia berkata: "Inilah
Tuhanku, ini yang lebih besar". Maka tatkala matahari itu terbenam,
Dia berkata: "Hai kaumku, Sesungguhnya aku berlepas diri dari apa
yang kamu persekutukan. Sesungguhnya aku menghadapkan diriku
kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung
kepada agama yang benar, dan aku bukanlah Termasuk orang-orang
yang mempersekutukan Tuhan.15
3. Unsur-unsur Pembentuk Kepribadian Muslim
Menurut Mujib yang dikutip oleh Rafi Sapuri menyatakan bahwa
pengembangan kepribadian Islam adalah usaha secara sadar yang dilakukan
15 Bachtiar Surin, Terjemah dan Tafsir al-Quran 30 Juz Huruf Arab dan Latin, (Bandung:
Fa, Sumatra,1978), h. 253
18
oleh individu untuk memaksimalkan daya-daya insaninya agar ia mampu
realisasi dan aktualisasi diri lebih baik sehingga memperoleh kualitas hidup di
dunia maupun di akhirat. Manusia yang baik tidak dapat dilihat dari kadar
(ukuran) fisik dan potensi diri berupa bakat dan kekuatan atau sesuatu yang lain
berupa kekhasannya. Namun, perjalanan arah hidup yang difokuskan kea rah
kebaikan (as-shirat al-mustaqim ila al-haqq) itulah manusia yang baik.16
Dengan demikian pengembangan kepribadian Islam adalah setiap usaha
individu dengan kekhasan daya insaninya yang menempuh perjalanan hidup
secara fisik dan psikis ke arah kebenaran (al-haqq). Statement ini mengandung
tiga unsur sebagai suatu keterkaitan terpadu (centered relationship), yaitu
kehasan daya insane, perjalanan hidup dan kebenaran.
Seseorang disebut memiliki kepribadian muslim manakala dalam
mempersepsi sesuatu, dalam bersikap terhadap sesuatu dan dalam melakukan
sesuatu dikendalikan oleh pandangan hidup muslim. Karakter seorang muslim
terbentuk melalui pendidikan dan pengalaman hidup. Kepribadian seseorang di
samping bermodal kapasitas fitrah bawaan sejak lahir dari warisan genetika
orangtuanya, ia terbentuk melalui proses panjang riwayat hidupnya, proses
internalisasi nilai pengetahuan dan pengalaman dalam dirinya. Dalam
perspektif ini, agama yang diterima dari pengetahuan maupun yang dihayati
dari pengalaman rohaniah, masuk ke dalam struktur kepribadian seseorang.
Orang yang menguasai ilmu agama atau ilmu akhlak (sebagai ilmu) tidak
otomatis memiliki kepribadian yang tinggi, karena kepribadian bukan hanya
aspek pengetahuan.17
Pada umumnya, penentuan unsur-unsur pembentuk kepribadian oleh para
ahli berbeda-beda. Perbedaan ini terlihat dari sudut pandang mereka yang
digunakan dalam memahami kepribadian itu sendiri. Ada yang memahami
kepribadian itu sendiri. Ada yang memahami unsur pembentuk kepribadian
dengan terlebih dahulu berangkat dari pembahasan tentang substansi manusia.
16Rafi Sapuri, Psikologi Islam: Tuntunan Jiwa Manusia Modern, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2009), h.109.
17
Achmad Mubarok, Psikologi Keluarga Dari Keluarga Sakinah Hingga Keluarga
Bangsa, (Jakarta: PT. Bina Rena Pariwara, 2005), cet. 1, h. 46.
19
Ada yang memahami dari bagaimana manusia berfikir dan mengatur tingkah
lakunya dan lain sebagainya.
Menurut Eysenck seperti yang dikutif oleh Ramayulis, yaitu sebagai
berikut:
Kepribadian tersusun atas tindakan-tindakan dan disposisi-disposisi yang
terorganisasi dalam susunan hirarkis, berdasarkan atas keumuman dan
kepentingannya, diurut dari yang paling bawah ke yang paling tinggi yaitu:
1. Specific response, yaitu tindakan atau respons yang terjadi pada suatu
keadaan atau kejadian tertentu.
2. Habitual response memiliki corak yang lebih umum daripada specific
response, yaitu respons yang berulang-ulang terjadi jika individu
menghadapi kondisi atau situasi sejenis.
3. Trait, yaitu habitual response yang saling berhubungan satu sama lain
yang cenderung ada pada individu tertentu.
4. Type yaitu organisasi yang lebih umum dan lebih mencakup lagi.18
Kepribadian secara utuh hanya mungkin dibentuk melalui pengaruh
lingkungan, khususnya pendidikan. Adapun sasaran yang dituju dalam
pembentukan kepribadian ini adalah kepribadian yang memiliki akhlak yang
mulia. Tingkat kemuliaan akhlak erat kaitannya dengan tingkat keimnan. Sebab
Nabi mengemukakan “Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah
orang mukmin yang paling baik akhlaknya”. Pencapaian tingkat akhlak yang
mulia merupakan tujuan pembentukan kepribadian muslim.19
Pembentukan kepribadian muslim pada dasarnya merupakan upaya untuk
mengubah sikap ke arah kecenderungan kepada nilai-nilai keislaman.
Perubahan sikap, tentunya tidak terjadi secara spontan. Semuanya berjalan
dalam suatu proses yang panjang dan berkesinambungan. Di antara proses
tersebut digambarkan oleh adanya hubungan dengan obyek, wawasan,
18Ramayulis, Psikologi Agama, (Jakarta: Kalam Mullia, 2002), h. 106-107
19
Jalaludin, Teologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), cet. Ke-3,
h.198.
20
peristiwa atau ide (attitude have referent) dan perubahan sikap harus dipelajari
(attitude are learned).20
Dengan demikian pembentukan kepribadian muslim pada dasarnya
merupakan suatu pembentukan kebiasaan yang baik dan serasi dengan nilai-
nilai akhlaq al-karimah. Untuk itu setiap muslim dianjurkan untuk belajar
seumur hidup, sejak lahir (dibesarkan dengan yang baik) hingga di akhir hayat
(tetap dalam kebaikan). Pembentukan kepribadian melalui pendidikan tanpa
henti (life long education), sebagai suatu rangkaian upaya menurut ilmu dan
nilanilai keislaman, sejak dari buaian hingga ke liang lahat.
Pembentukan kepribadian muslim secara menyeluruh adalah
pembentukan yang meliputi berbagai aspek, yaitu:
1. Aspek idiil (dasar), dari landasan pemikiran yang bersumber dari dari
ajaran wahyu.21
2. Aspek materiil (bahan), berupa pedoman dan materi ajaran terangkum
dalam materi bagi pembentukan akhlaq al-karimah.22
3. Aspek sosial, menitik beratkan pada hubungan yang baik antara sesama
makhluk, khususnya sesama manusia.23
4. Aspek teologi, pembentukan kepribadian muslim ditujukan pada
pembentukan nilai-nilai tauhid sebagai upaya untuk menjadikan
kemampuan diri sebagai pengabdi Allah yang setia.24
5. Aspek teleologis (tujuan), pembentukan kepribadian muslim mempunyai
tujuan yang jelas.25
6. Aspek duratif (waktu), pembentukan kepribadian muslim dilakukan sejak
lahir hingga meninggal dunia.
7. Aspek dimensional, pembentukan kepribadian muslim dilakukan atas
penghargaan terhadap faktor-faktor bawaan yang berbeda (perbedaan
individu).26
20Jalaludin, Teologi Pendidikan, …, h. 200
21
Jalaludin, Teologi Pendidikan, …,h. 203.
22
Jalaludin, Teologi Pendidikan, …,h. 203.
23
Jalaludin, Teologi Pendidikan, …,h. 204.
24
Jalaludin, Teologi Pendidikan, …,h. 204.
25
Jalaludin, Teologi Pendidikan, …,h. 204.
21
8. Aspek fitrah manusia, yaitu pembentukan kepribadian muslim meliputi
bimbingan terhadap peningkatan dan pengembangan kemampuan jasmani,
rohani dan ruh.27
Pembentukan kepribadian muslim merupakan pembentukan kepribadian
yang utuh, menyeluruh terarah dan berimbang. Konsep ini cenderung dijadikan
alasan untuk member peluang bagi tuduhan bahwa filsafat pendidikan Islam
bersifat apologis (memihak dan membenarkan diri). Penyebabnya antara lain
adalah ruang lingkupnya yang terlalu luas, kemudian tujuan yang akan
dicapainyapun terlampau jauh sehingga dinilai sulit untuk diterapkan dalam
suatu sistem pendidikan.
Pembentukan kepribadian muslim sebagai individu, keluarga, masyarakat
maupun ummah pada hakikatnya berjalan seiring dan menuju kepada tujuan
yang sama. Tujuan utamanya yaitu guna merealisasikan diri, baik secara
pribadi (individu) maupun secara komunitas (ummah) untuk menjadi pengabdi
Allah SWT yang setia. Tunduk dan patuh terhadap ketentuan-ketentuan yang
diberika Allah SWT.28
Dalam teori-teori kepribadian, kepribadian terdiri dari trait dan tipe
(type). Trait sendiri dijelaskan sebagai konstruk teoritis yang menggambarkan
konsistensi respon individu dalam situasi yang berbeda-beda. Sedangkan tipe
adalah pengelompokkan bermacam-macam trait. Dibandingkan dengan konsep
trait, tipe memiliki tingkat regularity dan generality yang lebih besar daripada
trait.
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepribadian Muslim
Dalam mempelajari kepribadian, maka diperlukan pengetahuan tentang
bagaimana sifat-sifat/ciri kepribadian itu terbentuk dan bagaimana proses
perkembangannya. Alisuf Sabri menuliskan dalam bukunya Pengantar
Psikologi Umum dan Perkembangan, bahwa totalitas kepribadian individu
terbentuk melalui interaksi ketiga faktor, yaitu:
26Jalaludin, Teologi Pendidikan, …,h. 204.
27
Jalaludin, Teologi Pendidikan, …,h. 204.
28
Jalaludin, Teologi Pendidikan, …,h. 214.
22
1. Heredity (pembawaan/genetik)
Kepribadian bukanlah semata-mata faktor bawaan sejak lahir, akan
tetapi juga merupakan hasil pembelajaran hidup. Kepribadian senantiasa
dapat dikembangkan ke arah yang lebih baik melalui proses belajar.
Seorang yang memiliki kepribadian yang menarik adalah individu yang
mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan dan memiliki kestabilan
emosi yang mantap.29
Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh heredity terhadap
perkembangan kepribadian, kita dapat memperolehnya dari beberapa hasil
penelitian yang dilakukan para ahli psikologi. Misalnya dengan cara
membandingnkan antara dua orang yang hereditasnya sama namun hidup
dalam lingkungan yang berbeda. Dalam hal ini, apabila heredity memang
merupakan faktor yang lebih besar pengaruhnya bagi pembentukan
kepribadian, maka lingkungan yang berbeda tidak akan berpengaruh
terhadap kepribadian si anak kembar tersebut.
Sekalipun dalam kenyataannya si kembar banyak dipengaruhi oleh
kerjasama lingkungan, pada umumnya para orang tua cenderung
memperlakukan anak kembar secara kembar segala-galanya (nama, baju,
mainan dan sebagainya), hal ini berarti kepribadian dapat diperngaruhi
oleh lingkungan (tanpa faktor heredity/pembawaan).
Tetapi adapun hasil penelitian yang dilakukan para ahli psikologi
yang membuktikan bahwa kesamaan kepribadian tidak cukup dipengaruhi
oleh lingkungan tersebut. Bagi anak kembar identik yang dipisahkan
hidupnya akan tetapi terbukti kepribadian mereka tetap sama, dan
kesamaannya tersebut tidak dapat diterangkan oleh faktor lingkungan.
Dengan demikian berarti bahwa faktor herediti lebih berpengaruh daripada
faktor lingkungan.30
29Inge Hutagalung, Pengembangan Kepribadian tinjauan Praktis Menuju Pribadi
positif, (Jakarta: PT. Indeks, 2007), h.12.
30
Alisuf sabri,Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan, (Jakarta: Pedoman Ilmu
Jaya, 2001), h. 104.
23
Dalam hal ini Islam mengajarkan bahwa faktor genetika/heredity ikut
berfungsi dalam pembentukan kepribadian muslim. Oleh karena itu,
filsafat pendidikan Islam memberikan pedoman dalam pendidikan pre-
natal (sebelum lahir). Pemilihan calon suami atau istri, sebaiknya
memperhatikan latar belakang keturunan masing-masing.
Namun Usman berpendapat lain, ia menyatakan bahwa Kepribadian
bukanlah semata-mata faktor bawaan sejak lahir, tetapi juga merupakan
hasil pembelajaran hidup. Setidaknya ada dua faktor utama yang dapat
mempengaruhi kepribadian seseorang. Pertama, faktor internal individu
dan kedua, faktor eksternal individu. Usman Najati menjelaskan tentang
hal ini dengan kata-kata:
Para ahli ilmu jiwa modern pernah meneliti batasan setiap pengaruh
keturunan (hereditas) dan lingkungan terhadap perbedaan individual. Hasil
penelitian tersebut menegaskan adanya faktor keturunan yang signifikan di
satu sisi dan faktor lingkungan yang sulit terelakan di sisi lain. Namun,
dari semua hasil penelitian itu para psikologi sepakat bahwa kedua faktor
antara keturunan dan lingkungan tersebut saling terkait dan memiliki
pengaruh satu sama lainnya terhadap karakteristik manusia yang
membentuk perbedaan individualnya. Dengan kata lain, masing-masing
kedua pengaruh tersebut sulit untuk dipisahkan.31
2. Pengalaman
Meskipun setiap unsure heredity anak mudah mereaksi terhadap
pengalaman-pengalaman baru (menurut tingkat kematangan atau
kecenderungan temperamennya), akan tetapi reaksi-reaksinya itu akan
berubah oleh interaksinya dengan orang tua, teman main, sanak keluarga
dan sebagainya. Pentingnya interaksi emosi pada awal kehidupan si anak,
dirasakan perlunya semenjak dilakukan studi terhadap anak-anak di rumah
yatim piatu yang hidupnya sengsara/tidak bahagia.32
31Muhammad Utsman Najati, Psikologi Dalam Perspektif Hadits (Al-Hadits wa ‘Ulumun
Nafs, (Jakarta: PT. Pustaka al-Husna Baru, 2004), h. 276.
32
Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan, (Jakarta: Pedoman Ilmu
Jaya, 2001), h. 104
24
Para ahli psikologi yakin bahwa para ibu memiliki kesempatan yang
baik untuk mempengaruhhi tingkah laku dan kepribadian anaknya kelak di
kemudian hari karena ia sepanjang hari bersama anak-anaknya. Meskipun
pada umumnya semua ibu-ibu menyetujui benar cara-cara yang membuat
anak-anaknya menjadi seorang anak yang baik namun pada umumnya
mereka mengeluh, merasa direpotkan oleh cara-cara yang dapat
membangkitkan hal-hal yang baik pada anak-anaknya tersebut.33
Meskipun sudah mengetahui sejumlah pengalalman anak yang akan
mempengaruhi pembentukan kepribadiannya namun belum tentu kita
dapat menjamin akan terbentuknya perkembangan anak yang sehat atau
well adjusted. Ada beberapa cara mengasuh anak yang dilakukan orang
tua, yaitu ada orang tua yang menggunakan cara yang keras, ada yang
melakukannya dengan cara yang lunak. Tetapi ada juga orang tua yang
merasa kebingungan melihat tetangganya menggunakan cara yang sama
tetapi hasil akibatnya pada anak-anak berbeda, ada yang anaknya menjadi
baik dan adapula yang tidak baik (anaknya mengalami gangguan). Oleh
karena itu sebenarnta tidak ada satupun teori cara mengasuh anak yang
terbukti mampu menjamin berhadil untuk semua anak.
Menurut kenyataan yang bisa menghasilkan/membentuk pribadi yang
”well adjusted “ itu bukan dengan masalah cara tetapi masalah situasi,
pengalaman yang dialami anak di lingkungan keluarga itu sendiri yaitu
apabila setiap lingkungan keluarga mampu memelihara rasa aman dan
perasaan menghargai satu sam lain yang selaras/ mengimbangi situasi
yang ada di luar rumah maka anak-anak akan berkembang menjadi orang
yang “well adjusted”.34
Tetapi meskipun demikian, perlu diketahui bahwa seperti kegiatan-
kegiatan lainnya, maka kegiatan pemeliharaan anak juga mengalami ragam
perubahan. Suatu anak bisa menegur atau mengingatkan orang tuanya
yang perlakuannya tidak menentu agar lebih tegas dan terus terang di
33Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan, …. h. 105.
34
Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan, …. h. 107.
25
dalam menetapkan aturan-atura bertingkah laku bagi anak-anaknya. Dalam
hal ini para ahli psikologi menilai bahwa perbuatan menegur semacam itu
dapat menjadi didikan yang baik bagi dirinya, sehingga ia menjadi anka
yang sabar dan tidak agresif dan menjadi anak yang selaras karea
melakukan perbuatan semacam itu berarti ia belajar menahan reaksi dan
takut dianggap sebagai anak yang kurang ajar dan sebagainya.35
Di samping itu sekarang ini banyak anak-anak yang pandai
mengendaki agar orang tuanya bersikap permisif atau longgar sehingga hal
itu memungkinakan setiap angora keluarganya diikut sertakan dalam
menentukan keputusan-keputusan keluarga sesuai dengan umur dan
tingkat kematangannya. Anak yang dibesarkan di dalam keluarga yang
permisif ini cenderung menjadi selalu ingin tahu, penuh ketakutan, bergaul
agresif dan umumnya tidak bisa selaras atau menjadi orang yang sulit
menyesuaikan diri.36
Selain itu suasana dalam keluarga akan terjadi kemelut jika orangutan
yang permisif di atas merasa menyesal kepada cara didikan yang ia
lakukan karena semua kebijaksanaan yang dilakukannya tidak berfaedah
bagi dirinya maupun pada anaknya. Keadaan semacam ini akan
menjadikan anak-anaknya bersikap ambiquous atau mencurigai orang
tuanya dan penguasa –penguasa lain selain orang tuanya.
3. Kebudayaan (culture)
Tingkah laku dapat diwariskan dari orang tua kepada anak karena
anak mempunyai kecenderungan meniru tingkah laku yang dilakukan
orang tuanya dan orang-orang lain yang dekat dengan si anak. Dalam hal
ini penurian mereka tidak memandang apakah itu perbuatan yang baik atau
buruk karena memang mereka belum tahu apa-apa. Bagi anak-anak
peniruan ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan bagi perkembangan
35Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan, …. h. 106.
36
Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan, …. h. 108.
26
pribadinya. Melalui peniruan inilah anak menyerap sifat-sifat kepribadian
yang dimiliki oleh orang-orang yang menjadi figur baginya.37
Mengenai kepribadian secara jenis kelamin, meskipun kepribadian ini
belum muncul sebelum dewasa namun anak telah belajar peranan sesuai
dengan jenis kelaminnya dari sejak masih kecil. Mereka dipersiapkan
untuk menjadi pria atau wanita dewasa melalui proses “sex typing”. Anak
perempuan diajarkan main dengan boneka-boneka, menjahit, membantu
pekerjaan di rumah, menyapu, mencuci dan sebagainya. Sedangkan anak
laki-laki diajarkan main permainan yang agresif, menghargai dan member
respon yang positif bagi anak-anak yang melalkukan sikap perbuatan
seperti ayahnya dan membantu memberikan semangat agar anak laki-
lakinya bersifat jantan.
Faktor lingkungan yang dapat membentuk kepribadian itu sangat
berkaitan erat dengan aspek-aspek/standar budaya yang ditunjukan oleh
pribadi-pribadi orang yang dijadikan model peniruan si anak. Setiap
kebudayaan masyarakat mempunyai masing-masing standar tingkah
lakunya sendiri-sendiri sebagai model tingkah laku yang diakui
masyarakat dan merupakan sifat-sifat yang harus dimiliki oleh warganya.38
Perkumpulan atau organisasi kemasyarakatan, keagamaan, pemuda
dan sebagainya merupakan contoh-contoh agen-agen lingkungan yang
mempunyai pengaruh cultural budaya pada diri individu. Pada umumnya
orang tua mendidik dan membesarkan anak-anak mereka selaras dengan
nilai-nilai budaya masyarakatnya dan kebudayaan dunia pada umumnya.
Kerna itu berbeda latar belakang kebudayaannya maka kepribadian
masing-masing individu cenderung berbeda-beda pula.39
Pengaruh kebudayaan berifat multidimensional dan berlangsung
seumur hidup. Dalam hal ini berarti bukan hanya satu kesan/pengalaman
budaya dari masa kanak-kanak yang akan membentuk suatu sifat
37Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan, …. h. 109.
38
Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan, …. h. 106.
39
Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan, …. h. 110
27
kepribadian tertentu bagi orang dewasa itu hanya mungkin terbentuk
melalui pengalaman masa kanak-kanak yang terdiri sebagai berikut:
a. Pengalaman budaya yang dialami anak harus berlangsung terus
menerus dalam jangka panjang, melalui serentetan peristiwa yang
diperkuat oleh lingkungan/orang tuanya.
b. Kebudayaan lingkungan akan menjadi pengalaman yang mengendap
membentuk kepribadian apabila pengalaman-pengalaman itu telah
dipelihara/dipertahankan dan terus menerus dialami kembali oleh si
anak.40
40Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan, …. h. 110.
28
BAB III
BIOGRAFI MUHAMMAD IQBAL
Dr. Sir Muhammad Iqbal adalah sosok yang fenomenal. Karirnya di
bidang politik dan filsafat mampu memberikan konstribusi yang cukup
besar bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Lebih dari siapapun, Iqbal
telah merekonstruksi sebuah bangunan filsafat Islam yang menjadi bekal
individu-individu Muslim dalam mengantisipasi peradaban barat yang
materialistik ataupun tradisi Timur yang fatalistik. Jika diterapkan maka
konsep-konsep filosofis Iqbal akan memiliki implikasi-implikasi
kemanusiaan dan sosial yang luas.1 Iqbal terkenal dengan julukannya
sebagai Mufakkir-e-Pakistan (The Thinker Of Pakistan), Shair-eMashriq
(The Poet of the East), dan Hakeem-ul-Ummat (The Sage of Ummah).2
1Donny Ghahral Adian, Muhammad Iqbal; Seri Tokoh Filsafat, (Jakarta: Penerbit
Teraju, 2003), h. 22-23
2Muhammad Iqbal (on line) tersedia: www.wikipedia.org/wiki/Muhammad _Iqbal, 13
April 2012, 13.40 WIB.
29
Iqbal adalah seorang pemikir dan penyair. Sebenarnya tidak mudah
memilih apakah ia seorang penyair-pemikir atau pemikir-penyair, karena
lebih banyak tulisan-tulisannya yang puitis dari pada filosofis. Pada diri
Iqbal, filsafat dan puisi tidak dapat dipisahkan; hal yang demikian ini belum
pernah terjadi kepada pemikir-pemikir besar lainnya – bahkan seorang dante
sekalipun.3
A. Kehidupan
Anak sulung dari lima bersaudara dari keluarga Syaikh Kashmir,
Muhammad Iqbal lahir pada tanggal 9 November 1877 di Sialkot,
Punjab. Sialkot adalah sebuah kota peninggalan kerajaan dinasti
Mughal India yang telah lama pudar gemerlapnya. Terletak beberapa
mil dari Jammu dan Kashmir, kawasan yang hingga saat ini masih
menjadi sengketa antara India dan Pakistan.4
Leluhur Iqbal bila ditelusuri jejaknya berasal dari kalangan
brahmana, subkasta Sapru. Kakeknya sendiri yang bernama Syaikh
Rafiq, berasal dari Looehar berprofesi sebagai penjaja selendang.5
Awalnya menganut agama Hindu, bahkan Ia merupakan seorang
Pendeta dari Srinagar yang kemudian masuk Islam, Syaikh Muhammad
Rafiq adalah namanya setelah masuk Islam, sebelumnya ia bernama
Sahaj Ram Sapru. Ia pindah ke Sialkot setelah masuk agama Islam.6
Ayahnya bernama Syaikh Nur Muhammad, merupakan seorang
penjahit yang makmur, memiliki kedekatan dengan kalangan sufi.
Kawan-kawannya menyebutnya sebagai “Sang filosof tanpa guru” (un
parh falsafi) karena kecerdasan dan kesalehannya, dikenal memiliki
perasaan mistis yang dalam serta rasa keingintahuan ilmiah yang tinggi.
3M.M. Syarif, Iqbal Tentang Tuhan dan Keindahan, Terj. Yusuf Jamil,
(Bandung: Mizan, 1993),.h. 27.
4Donny Ghahral Adian, Muhammad Iqbal; Seri Tokoh Filsafat, (Jakarta: Penerbit
Teraju, 2003).h. 23
5Donny Ghahral Adian, Muhammad Iqbal; Seri Tokoh Filsafat,...h.24
6Muhammad Iqbal (on line) tersedia: http://en.wikipedia.org/wiki/Muhammad
_Iqbal, 13 April 2012, 1340 WIB.
30
Ibunya sendiri, Imam Bibi, merupakan seorang wanita yang religious.
Dari Ibunya, dia mendapat pendidikan dasar dan disiplin keislaman
yang kuat, begitu juga dengan saudara laki-lakinya dan 3 saudara
perempuannya.7
Iqbal tumbuh dibawah bimbingan kedua orang tuanya yang taat,
dengan bekal pendidikan agama yang kuat, ia dididik untuk belajar dan
menghafal al-Qur‟an, baik oleh kedua orangtuanya ataupun oleh guru-
gurunya. Kelak di kemudian hari ia sering berkata bahwa pandangan
dunianya ia warisi dari kedua orangtuanya, bukan dibangun melalui
spekulasi filosofis.
Iqbal menghabiskan masa kanak-kanaknya di kota kelahirannya.
Sebelum kuliah, ia dinikahkan dengan Karim Bibi, tepatnya pada bulan
April 1893, yang merupakan putri dari seorang dokter kaya dari
Gujarat.8 Darinya, Iqbal memiliki tiga orang anak, akan tetapi kedua
anaknya meninggal yaitu Mi‟raj Begum yang meninggal di usia muda
dan salah satunya meninggal ketika dilahirkan, tinggal Aftab Iqbal yang
mengikuti jejak ayahnya belajar filsafat. Iqbal akhirnya bercerai dengan
Karim Bibi pada tahun 1916.9
Kemudian ketika ia berada di Eropa, Iqbal pernah menjalin
hubungan yang cukup dekat dengan seorang wanita Muslim garda
depan bernama Atiya Begum Faizee, karena perbedaan latar belakang
keluarga, Iqbal hanya memendam perasaan cintanya. Sekitar tahun
1909 Iqbal menikah dengan Sardar Begum, seoarang wanita yang
cantik akan tetapi lemah fisiknya. Pernikahan ini tidak begitu sempurna,
karena kemudian mereka berpisah untuk beberapa waktu. Namun Iqbal
menikah untuk kedua kalinya dengan Sardar Begum pada Tahun 1913,
kemudian dikarunia seoarang putra, Javid Iqbal, dan seorang putri,
7 Donny Ghahral Adian, Muhammad Iqbal; Seri Tokoh Filsafat, (Jakarta: Penerbit
Teraju, 2003) h. 23
8Alam Iqbal (online) iqbal in Years:.www.allamaiqbal.co/person/years/years/htm,
14 April, 15.30 WIB.
9Muhammad Iqbal, {on line} tersedia: http://en.wikipedia.org/wiki/Muhammad
_Iqbal, 13 April 2012, 13.40 WIB.
31
Munirah. Namun sayang Sardar Begum meninggal di usia yang muda
(37 tahun). Iqbal sendiri meninggal pada usia kurang lebih 61 tahun
yaitu tanggal 21 April 1938 di Lahore.
B. Pendidikan dan Karir
Iqbal merupakan seoarang anak yang cerdas. Sejak kecil ia sudah
dididik dengan dasar agama yang kuat oleh kedua orang tuanya, begitu
pula dengan guru-gurunya di Maktab (madrasah). Berkat prestasinya
yang cemerlang, selepas dari sekolah menengah (1893), Iqbal mendapat
beasiswa ke perguruan tinggi. Atas bujukan Mir Hasan, sahabat karib
ayahnya dan juga seorang Profesor Sastra Timur di Scotch Mission
College, Iqbal diizinkan untuk melanjutkan studinya di sekolah tinggi
modern di wilayah tersebut. Dari mir Hasan sendiri, Iqbal mendapat
pengetahuan khusus mengenai kesusasteraan Arab, Urdu dan Persia. Di
sekolah inilah semangat keilmuan Iqbal tumbuh.
Dalam waktu dua tahun, Iqbal menyelesaikan kuliahnya di bidang
ilmu-ilmu humaniora. Selepas itu, para dosen dan orang tuanya
membujuknya untuk melanjutkan kuliah di Government College,
Lahore, salah satu lembaga pendidikan terbaik di India. Di sana ia
belajar filsafat, Sastra Ingris dan Arab, memperoleh gelar BA dengan
nilai cum laude.10
Kemudian, melalui beasiswa yang ia peroleh, ia melanjutkan gelar
masternya di bidang filsafat. Pada masa-masa studi masternya ini, Iqbal
bersahabat dengan Sir Thomas Arnold yang merupakan guru besar di
bidang filsafat, persahabatan antara guru dan murid. Sir Arnold lah
yang telah menjembatani ide-ide Iqbal tentang pemikiran Timur dan
Barat. Dan Sir Arnold juga yang telah memotivasinya untuk
melanjutkan studinya ke Eropa.11
10Muhammad Iqbal, {on line} tersedia: http://en.wikipedia.org/wiki/Muhammad
_Iqbal
11
Donny Ghahral Adian, Muhammad Iqbal; Seri Tokoh Filsafat, (Jakarta:
Penerbit Teraju, 2003), h. 26.
32
Pada tahun 1898, Iqbal mengikuti ujian awal ilmu hukum untuk
menjadi pengacara, akan tetapi ia mengalami kegagalan. Kemudian
pada tahun 1899, berkat kejeniusan yang dimilikinya, ia mendapat
penghargaan medali emas karena satu-satunya yang lulus ujian
komprehensif akhir. Beberapa bulan kemudian setelah ia menyelesaikan
gelar masternya, ia mendapat tawaran untuk menjadi asisten dosen.12
Iqbal menjalani karir pertamanya sebagai asisten pengajar Bahasa
Arab di Macleod-Punjab Reader Of Arabic, Universitas Oriental
College (1889-1890). Selain itu, ia juga mengajar mata kuliah sejarah
dan ekonomi. Kemudian Iqbal mengundurkan diri dari pekerjaannya
untuk menjadi asisten tidak tetap professor bahasa Inggris di Islamic
dan Government College selama tiga tahun.13
Pada tahun 1901, ia
mengikuti seleksi sebuah posisi bergengsi sebagai Komisi Asisten
Tambahan (Extra Assistant Commisiner). Akan tetapi ia gagal dengan
alasan tidak lulus uji kesehatan. Akan tetapi kegagalannya ini
membawa berkah tersendiri baginya. Pada saat itu karirnya sebagai
penyair semakin memuncak. Hal ini mendorongnya untuk berangkat
studi ke Eropa pada tahun 1905. Ia terlebih dahulu memperdalam
pengetahuan fiilsafatnya di Uneversitas Cambridge, sambil menyiapkan
desertasi doktoralnya dalam bidang filsafat. Iqbal menyelesaikan
studinya dalam bidang filsafat moral (1907) di bawah bimbingan Dr.
John Mc. Taggart dan Jawes Ward. Selain itu, ia juga mengambil
kesempatan menimba ilmu dari dua orientalis terkemuka saat itu, E.G.
Brown dan Reynold A. Nicholson.14
Kemudian ia meneruskan belajarnya di bidang bahasa dan filsafat
di Universitas Heidelberg dari Fraulein Wagnast dan Fraulein Senecal.
Berkat kecerdasannya, ia bisa menguasai bahasa Jerman dalam waktu
tiga bulan. Di Universitas Munich, ia mengajukan disertasinya kepada
Prof. F. Homel dengan judul “The Development of Metaphysics In
12Donny Ghahral Adian, Muhammad Iqbal; Seri Tokoh Filsafat,...h. 27
13
Donny Ghahral Adian, Muhammad Iqbal; Seri Tokoh Filsafat,...h.28
14
Donny Ghahral Adian, Muhammad Iqbal; Seri Tokoh Filsafat,...h.28
33
Persian: A Contribution to the History of Islamic Philosophy”.
Kemudian ia mendapat gelar dictoris philosophiae gradum pada tahun
1907.15
Tak puas dalam menuntut ilmu, Iqbal kembali ke London dan
belajar di Lincoln‟s Inn untuk gelar pengacara dan berhasil lulus pada
tahun 1908. Iqbal juga sempat masuk ke School of Political Sciences
selama beberapa waktu dan menggantikan Sir Thomas Arnorld selama
sekitar tiga bulan.16
Pada tahun yang sama Iqbal kembali ke India dan
menjalankan profesinya sebagai pengacara dalam urusan naik banding.
Selain itu, dia juga kembali mengajar di Government College dalam
bidang sastra arab dan inggris juga dalam bidang filsafat. Akan tetapi
kemudian ia mengundurkan diri dan lebih fokus pada profesinya
sebagai pengacara. Meskipun begitu, ia tetap aktif di perguruan tinggi
tersebut pada lembaga dan badan yang ada di dalamnya. Bahkan ia
sempat menjabat sebagai Dekan Fakultas kajian-Kajian Ketimuran dan
Kepala Jurusan Kajian-kajian Filsafat. Iqbal menjalani profesinya
sebagai pengacara hingga tahun 1934, empat tahun sebelum wafatnya.
C. Karya
Iqbal banyak sekali menghasilkan karya, terutama karyanya yang
berbentuk puisi, di samping itu Iqbal juga memiliki karya dalam bidang
filsafat. Berikut ini adalah sebagian dari karya-karya Iqbal :
1. Ilm al-Iqtisad, (1903)
2. Development of Metaphysics in Persia: A Constribution to the
History of Muslim Philosopy, (1908).
3. Islam as a Moral and Political Ideal (1909).17
4. Asrar-i-Khudi, merupakan kumpulan puisi yang menerangkan
tentang rahasia diri, diterbitkan pada tahun 1915, dan ini
15Donny Ghahral Adian, Muhammad Iqbal; Seri Tokoh Filsafat,...h.29
16
Donny Ghahral Adian, Muhammad Iqbal; Seri Tokoh Filsafat,...h. 29
17
Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002),
Cet. Ke-3, h. 185.
34
merupakan karyanya di bidang puisi yang diterbitkan pertama
kali.18
5. Rumuz-i-Bekhudi, terbit pada tahun 1917, melengkapi karyanya
terdahulu yaitu Asrar-e-Khudi. Dua karya tersebut sering kali
dimasukkan dalam volume yang sama dengan judul Asrar-e-
Rumuz.
6. Bang-i-Dara (The Call of the Marching Bell) dipublikasikan pada
tahun 1924. Puisinya ini ditulis dalam tiga tahapan.
7. Tarana-e-Hind, merupakan sebuah lagu yang sangat patriotik,
pertama kali dipublikasikan pada tahun 1905.
8. The Development of Metaphysics in Persia, adalah desertasinya
yang terbit pada tahun 1908 di London. Desertasi ini menjelaskan
tentang perkembangan pemikiran keagamaan di Persia sejak masa
Zoroaster hingga Mulla Hadi dari Sabzawar.
9. The Science of Economics, merupakan karyanya yang pertama
dipublikasikan dalam bahasa Urdu, karya ini dipublikasikan pada
tahun 1903.
10. Payam-e-Mashriq (pesan dari Timur), terbit pada tahun 1923
dengan menggunakan bahasa Persia di Lahore.
11. Zabur-e-Ajam (Persian Psalms), dipublikasikan pada tahun 1927,
di dalamnya termasuk puisi Gulshan-e-Raz-e-Jadeed (Garden of
New Secrets).
12. The Reconstruction of Relegious Thought in Islam. Merupakan
karyanya yang amat sangat terkenal di bidang filsafat, karya ini
berbentuk prosa, pertama kali diterbitkan di London pada tahun
1934.
13. Bal-i-Jibril (Wings of Gabriel) terbit pada Tahun 1935.
14. Zarb-i-Kalim dipublikasikan tahun 1936.
15. Tulu'i Islam (Dawn of Islam).
18Rafi Sapuri, Tuntunan jiwa Manusia Modern, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2009), h.344.
35
16. Khizr-e-Rah (Guide of the Path).
17. Armughan-e-Hijaz (The Gift of Hijaz) yang dipublikasikan pada
tahun 1938 ini merupakan karyanya yang terakhir. Bagian
pertama berisi quatrains dalam bahasa Persia, dan selanjutnya
berisi beberapa puisi dan epigram dalam bahasa Urdu.
D. Tokoh yang Mempengaruhi Pemikiran Iqbal
Sebagai seorang filosof Muslim, pemikiran Iqbal tak lepas dari
pengaruh dari beberapa tokoh-tokoh filosof dan sufisme. Tokoh-tokoh
yang mempengaruhi corak pemikiran Iqbal di antaranya adalah Thomas
Aquinas, Bergson, Nietzsche, Hegel dan beberapa yang lainnya. Dan
tokoh yang paling memberikan pengaruh bagi Iqbal, menurut Donny
Ghahral, adalah Nietzsche dan Bergson.19
Dua filosof barat di atas memberi pengaruh yang besar terhadap
Iqbal, terutama konsepnya tentang hidup kreatif yang terus bergerak
menuju realitas.20
Selain itu pengaruh Rumi juga sangat besar dalam
perkembangan pemikiran Iqbal.
1. Friedrich Nietzsche
Filsafat Nietzsche (1844-1900) adalah filsafat kehendak untuk
penguasaan, konsep ini sangat berkaitan erat dengan konsep leben
philoshopie tentang hidup. Tradisi lebenphiloshopie memandang
hidup bukan sebagai proses biologis, melainkan sebagai sesuatu
yang mengalir, meretas, dan tidak tunduk pada apa pun yang
mematikan gerak hidup.21
Berdasarkan konsepnya mengenai hidup sebagai kehendak
bebas, dia secara revolusioner telah mendekonstruksi tiga pondasi
dasar peradaban Barat yang merupakan warisan klasik : filsafat,
moralitas, dan agama (Yudeo-Kristiani) yang dinilainya tidak
mewadahi kehendak untuk penguasaan. Nietzsche mengkritik
tradisi filsafat barat yang sejak zaman Heraklitos selalu disibukkan
19Donny Ghahral Adian, Muhammad Iqbal; Seri Tokoh Filsafat,...h.34.
20
Donny Ghahral Adian, Muhammad Iqbal; Seri Tokoh Filsafat,...h.34.
21
Donny Ghahral Adian, Muhammad Iqbal; Seri Tokoh Filsafat,...h. 36.
36
dengan mencari logos (prinsip utama yang mengatur semesta).
Baginya, semua itu hanya omong kosong belaka. Kritik keduanya
ditujukan pada moralitas. Baginya moralitas hanyalah nilai-nilai
yang melemahkan dan bertentangan dengan hidup yang selalu
ingin bergerak. Dengan kata lain moralitas menjadi penghambat
bagi hidup yang berkehendak terhadap penguasaan.
Kritiknya yang paling keras adalah kritiknya terhadap agama,
terutama agama Kristen. Baginya, seorang Yesus, yang dianggap
sebagai penyelamat oleh umat Kristen, hanyalah seorang nabi
dengan moralitas budak. Moralitas budak sendiri merupakan
sebuah term yang dipertentangkan dengan moralitas tuan. Kedua
term ini merupakan ciptaan Nitzsche, yang mana moralitas tuan
mengedepankan kompetisi, kekuasaan, kebebasan, kebanggaan,
spontanitas, dan sensualitas. Sedangkan moralitas budak sendiri
merupakan moralitas yang tumbuh dari rasa takut, kebencian dan
kecemburuan terhadap sang tuan.
Karya Nitzsche dalam terjemahan bahasa Inggris lah yang
banyak membuka peluang terhadap perkembangan pemikiran
Iqbal, meskipun dia lancar berbahasa Jerman dan membaca buku-
buku bahasa Jerman. Sebagai mana kalangan terpelajar lainnya
pada masa itu, Iqbal pun terpengaruh dengan konsep Nietzsche
tentang kehendak untuk penguasaan.
Bagi Iqbal, Nietzsche dilukiskan sebagai satu sosok jenius
yang kesepian, bahkan nyaris putus asa. Ia merindukan seseorang
yang bisa ia patuhi dan membimbingnya. Kritik Iqbal terhadap
Nietzsche berkaitan erat dengan keterjebakan Nietzsche terhadap
doktrin perulangan abadi (eternal rescue), padahal ia sendiri
menolak kepercayaan bahwa manusia tak dapat dipertandingkan
dalam ide evolusi.
Inspirasi Nietzsche bagi Iqbal banyak terlihat dalam
karyakaryanya, terutama dalam puisi-puisinya, terutama dalam
37
puisinya Payami-Masyriq. Seperti puisi dibawah ini tentang
Nietzsche:22
Jika kau nada lembut, jangan datang padanya
Gemuruh topannya adalah musik yang ditiup seruling
penanya
Ia celupkan pisau bedah ke lubuk hati barat
Tangannya berlumuran darah setelah membersihkan salib
Kristus
Pada pembangunan Ka’bah, ia mendirikan rumah berhala
sendiri
Hatinya adalah seorang mukmin, namun otaknya kafir
Pergilah dan bakar dirimu di api unggun raja Namrudz ini;
Agar taman Ibrahim berbunga dari api azar
2. Henry Bergson
Pengaruh Bergson terhadap Iqbal sangat besar, terutama
tentang intuisi dan elan vital. Intuisi, menurutnya, merupakan
semacam rasio simpati yang mana subjek peneliti menempatkan
dirinya dalam objeknya untuk menemukan apa yang unik di
dalamnya dan oleh karenanya tidak dapat diekspresikan. Berpikir
secara intuitif adalah berpikir dalam durasi, yaitu waktu dalam
gerak berkelanjutan, bukan waktu yang terspesialisasi oleh rasio
menjadi momen-momen atau titik-titik dalam garis.
Elan vital sendiri bagi Bergson, merupakan suatu kesadaran
dari mana tumbuh kehidupan dan semua kemungkinan kreatifnya.
Evolusi bersifat kreatif dan tidak deterministik seperti yang
diungkapkan Darwin atau Marx karena masa depan bersifat
terbuka. Berdasarkan argument elan vitalnya, dia menolak tujuan
final yang ditetapkan di depan. Pada akhirnya, Bergson mengklaim
bahwa elan vital sebagai kualitas realitas ultimo (Tuhan) kalau
bukannya Tuhan itu sendiri.23
22Donny Ghahral Adian, Muhammad Iqbal; Seri Tokoh Filsafat,...h. 42-43.
23
Donny Ghahral Adian, Muhammad Iqbal; Seri Tokoh Filsafat,..., h. 48-49.
38
3. Maulana Jalaluddin Rumi
Besar dalam lingkungan religius Islam India membuat Iqbal
sangat dekat dengan pemikiran filsuf Islam Persia, Maulana Rumi.
Dalam budaya Urdu India, kental bermain pengaruh Persia seperti
dalam bahasa pengadilan atau sufisme Parsi. Filosofi ajaran Rumi
pada dasarnya kembali pada prinsip kesatuan dalam akar dimana ia
berasal. Pengaruh filosofi ini selanjutnya tidak hanya nampak
dalam karya-karya Islamis Iqbal namun juga dalam kerangka
Pakistan yang ia cita-citakan.24
Iqbal mengangkat Jalaludin Rumi sebagai guru spiritualnya.
Jelas ini lebih ke imaginer, karena Rumi sudah meninggal ratusan
tahun yang lalu. Di prosa lirik „Javid Nama‟, yang sengaja ia tulis
dalam bahasa persia, untuk mengenang Rumi, Iqbal
menggambarkan seluruh perjalanan spiritualnya dengan Rumi.
Sebuah puisi Iqbal dalam antologinya Pas Chih Bayad Kard Ay
Aqwam-i Sharq (Apa Yang Harus Dilakukan Bangsa-bangsa
Timur) berjudul ”Kepada Matahari Yang Menerangi Dunia”
khusus ditujukan kepada Rumi. Iqbal menyebut Rumi sebagai
Raushan Damir, yaitu orang yang memiliki penglihatan ruhani
yang tajam sehingga mampu membaca rahasia hati dunia dan
peristiwa-peristiwa kemanusiaan yang tersembunyi.25
Dari Rumi kita dapat memetik banyak pelajaran bagaimana
membenahi jiwa umat yang sedang kusut dan morat marit. Pikiran-
pikiran Rumi yang profetik (mengandung pesan kenabian)
memiliki tenaga pembebasan dan pencerahan, terutama bagi
mereka yang bersedia meresapi ajaran Rumi secara mendalam.
Menurut Iqbal, Rumi mengajarkan bahwa masyarakat tidak
dapat didorong menjadi aktif tanpa apa yang disebut sukr dan
junon, yaitu keadaan jiwa dan pikiran (state of mind) yang diliputi
24
Donny Ghahral Adian, Muhammad Iqbal; Seri Tokoh Filsafat,...h. 50.
25
Donny Ghahral Adian, Muhammad Iqbal; Seri Tokoh Filsafat,... h.51.
39
rasa mabuk kepayang dan anthusiasme ketuhanan. Sebagai
keadaan jiwa dan pikiran yang menguasai diri seseorang, keduanya
timbul dari dorongan Cinta yang kuat sehingga seseorang menjadi
berani menggapai sebuah cita-cita walaupun harus menempuh
berbagai kesukaran serta menuntut pengorbanan diri.
40
BAB IV
KONSEP PEMBINAAN KEPRIBADIAN MUSLIM
MENURUT MUHAMMAD IQBAL
A. Kepribadian Muslim
Konsep tentang hakikat khudi atau kepribadian atau individualitas
merupakan konsep dasar dari filsafat Iqbal, dan menjadi alas penopang
keseluruhan struktur pemikirannya. Masalah ini dibahas dalam karyanya yang
ditulis dalam bahasa Persia dengan bentuk matsnawi berjudul Asrar-i Khudi,
yang kemudian dikembangkan dalam berbagai puisi dan dalam kumpulan
ceramah yang kemudian dibukukan dengan judul The Reconstruction of
Relegious Thought in Islam.
Menurut Iqbal, khudi arti harfiahnya pribadi atau self atau individualitas,
merupakan suatu kesatuan yang real atau nyata, adalah pusat dan landasan
dari semua kehidupan, merupakan suatu iradah kreatif yang terarah secara
rasional. Arti terarah secara rasional, menjelaskan bahwa hidup bukanlah
suatu arus tak terbentuk, melainkan suatu prinsip kesatuan yang bersifat
mengatur, suatu kegiatan sintesis yang melingkupi serta memusatkan
kecenderungan-kecenderungan yang bercerai-berai dari organisme yang hidup
ke arah suatu tujuan konstruktif. Iqbal menerangkan bahwa khudi merupakan
41
pusat dan landasan dari keseluruhan kehidupan. Hal ini tercantum pada
beberapa matsnawinya dalam Asrar-i Khudi:
Bentuk kejadian ialah akibat dari khudi
Apa saja yang kaulihat ialah rahasia khudi
Dijelmakannya alam cita dan pikian murni
Apa guna wujudmu melainkan untuk mengembangkan dayamu?
Kalau kau perkuat dirimu dengan khudi
Kau akan pecahkan dunia sesuka khudimu;
Jika kau hendak hidup, isilah dirimu dengan khudi
Apakah mati sebenarnya? Melepaskan semua khudi
Kenapa berkhayal itulah terpisahnya roh dari tubuh
Bermukimlah dalam khudi, penaka Yusuf
Majulah dari rebutan yang satu ke rebutan yang lain
Pikirkanlah khudimu dan jadilah beraksi
Jadilah manusia-Tuhan, kandunglah rahasia dalammu1.
Ego bagi Iqbal adalah kausalitas pribadi yang bebas. Ia mengambil bagian
dalam kehidupan dan kebebasan Ego mutlak. Sementara itu, aliran kausalitas
dari alam mengalir ke dalam ego dan dari ego ke alam. Karena itu, ego
dihidupkan oleh ketegangan interaktif dengan lingkungan. Dalam keadaan
inilah Ego Mutlak membiarkan munculnya ego relatif yang sanggup
berprakarsa sendiri dan membatasi kebebasan ini atas kemauan bebasnya
sendiri. Menurut Iqbal, nasib sesuatu tidak ditentukan oleh sesuatu yang
bekerja di luar. Takdir adalah pencapaian batin oleh sesuatu, yaitu
kemungkinan-kemungkinan yang dapat direalisasikan yang terletak pada
kedalaman sifatnya.
Khudi berasal dari bahasa urdu yang berasal dari perkataan khud yang
memiliki arti diri atau pribadi, ego atau self. Hal ini bukanlah suatu pengertian
yang sempit dan tidak menunjuk pada nafsu. Hal ini dilatar belakangi kondisi
sosial pada saat itu, di mana umat Islam memperlihatkan kemundurannya yang
1 Muhammad Iqbal, Asrar I khudi Rahasia-rahasia Pribadi, (Jakarta: Bulan Bintang,
1976), cet.ke-3, h. 8.
42
disebabkan oleh dominasi para mullah dan ulama, sehingga terjadi kejumudan
di kalangan kaum elit dan intelektual.2
Menurut Abdul Qadir, kata “khudi” secara harfiah berarti kedirian
(selfhood) yang biasa diterjemahkan sebagai ego, pribadi atau individualitas.
Khudi merupakan kesatuan yang nyata secara mantap merupakan landasan
dari kesleuruhan organisasi kehidupan manusia, ungkapan di atas merupakan
ulasan dari sajak Iqbal:3
Segala penuh luapan untuk menyatakan diri
Tiap dazrah merupakan tunas keagungan
Hidup tanpa gejolak menuju kematian
Dengan menyempurnakan diri
Insan mengarah pandang kepada Tuhan
Kekuatan khudi mengubah biji sawi setinggi gunung
Kelemahannya mengubah gunung menjadi biji sawi
Engkau Cuma realitas di alam semesta
Selain kau maya belaka
Dalam buku Asrar I khudi karya Iqbal, disebutkan bahwa pribadi muslim:
“Khudi yakni pribadi yang hendak menangkap pribadi yang besar
(Khuda=Tuhan) oleh kian membulatnya dirinya sendiri. Pribadi bukanlah lagi
ada dalam waktu tetapi waktu sendiri sudah menjadi dinamisme pribadi.
Pribadi atau khudi itu ialah action ialah hidup dan hidup ialah pribadi.”4
Kepribadian itu berkembang secara dinamis, dalam arti bahwa setiap
orang mempergunakan segenap kemampuannya secara aktif untuk
menyesuaikan diri, mengatasi, mengubah, dan menguasai lingkungan sekitar
dan dirinya sendiri. Bagi Iqbal, kepribadian itu merupakan suatu perbuatan.
Yang mana perbuatan tersebut diatur oleh tujuan yang terpimpin. Iqbal
menyebut pribadi sebagai sesuatu yang kekal, akan tetapi kekekalannya
2Rafi Sapuri, Psikologi Islam: Tuntunan Jiwa Manusia Modern,(Jakarta:PT.raja Grafindo
Persada,2009),h.340.
3Rafi Sapuri, Psikologi Islam: Tuntunan Jiwa Manusia Modern…..h.340.
4Muhammad Iqbal, Asrar I khudi Rahasia-rahasia Pribadi, (Jakarta: Bulan Bintang,
1976), cet.ke-3, h. 22-23.
43
merupakan sebuah proses bukan keadaan. Di sini kita bisa melihat bahwa
khudi/pribadi bagi Iqbal, yang bersifat dinamis, merupakan suatu yang
kompleks dalam diri manusia yang bukan hanya sebagai ilusi semata.
Konsep pribadi (khudi) yang dianggap Iqbal sebagai pusat dinamis dari
hasrat, upaya, aspirasi, usaha, keputusan, kekuatan dan aksi. Pribadi tidak
maujud (eksis) dalam waktu, melainkan waktulah yang merupakan dinamisme
pribadi. Pribadi adalah aksi yang seperti pedang, merambah jalannya dengan
menaklukan kesulitan, halangan dan rintangan. Waktu sebagai aksi adalah
hidup, dan hidup adalah pribadi.
Ruang dan waktu serial disebut sebagai dunia luar dengan segala macam
kekayaannya yang menggairahkan. Dan apa yang disebut sebagai dunia
perasaan, ide-ide dan ideal-ideal, keduanya adalah ciptaan pribadi. Mengikuti
Ficthe dan Ward, Iqbal menyatakan kepada kita bahwa pribadi menuntut dari
dirinya sendiri sesuatu yang bukan pribadi demi kesempurnaannya sendiri.
Dunia yang terindera adalaah ciptaan pribadi. Karena itu segala keindahan
alam merupakan bentukkan hasrat-hasrat kita sendiri. Hasrat menciptakan
mereka, dan bukannya mereka yang mempunyai hasrat.5
Allport berpendapat sama dengan Iqbal mengenai kepribadian, di mana
kepribadian/personality didefinisikan sebagai: ”the dynamis organization
within the individual’s unique adjustments to the environment”. Kepribadian
pada hakikatnya adalah organisasi/susunan yang dinamis daripada sistem
prikopisik dalam diri individual yang menentukan penyesuaian dirinya yang
unik (khas) terhadap lingkungannya.6
Dari definisi di atas, istilah dinamis menunjukkan bahwa pada hakikatnya
kepribadian itu berubah, maksudnya berubah dalam kualitas tingkah lakunya.
Sedangkan kata organisasi berarti bahwa kepribadian itu terbentuk dari
sejumlah sifat-sifat yang berbeda-beda, tetapi bukan semata-mata sifat yang
5M.M Sharif, Iqbal Tentang Tuhan dan Keindahan, (Bandung: Mizan, 1984), h.34.
6Alisuf Sabri, pengantar psikologi umum dan Perkembangan, (Jakarta: Pedoman Ilmu
Jaya, 2001), h. 91.
44
satu ditambahkanpada sifat lainnya, akan tetapi sifat-sifat itu saling berkaitan
erat satu sama lain (interrelated). “Sistem psikopisik” tersebut dapat berupa
kebiasaan-kebiasaan sikap, nilai, keyakinan, kondisi emosi, sentiment dan
sebagainya. Sistim ini bukan semata-mata merupakan produk
heredity/pembawaan, namun juga hasil perkembangan melalui belajar dan
berbagai pengalaman yang dialami individu. Sistim psikopisik ini merupakan
“motivating force” yang akan menentukan seperti apa penyesuaian diri yang
akan dilakukan seseorang individu. Oleh karena itu, setiap orang memiliki
latar belakang pengalaman dan belajar yang berbeda-beda, maka bentuk
penyesuaian diri yang dilakukan seseorang menjadi sangat unik atau khas
(berbeda dengan orang lain). Inilah yang menjadikan kepribadian setiap orang
berbeda-beda.
Tuhan menjelmakan sifat-sifatnya bukanlah di alam ini dengan sempurna
tetapi pada para pribadi, sehingga mendekati Tuhan berarti: menumbuhkan
sifat-sifatNya dalam diri, yang sebenarnya sesuai dengan hadits Rasulullah
SAW: Takhallaqu bi-akhlaqi‟llah, Tumbuhkanlah dalam dirimu sifat-sifat
Allah. Jadi mencari Tuhan bukanlah dengan jalan merendahkan diri atau
meminta-minta, tetapi dengan himmah tenaga yang berkobar-kobar
menjelmakan sifat-sifat uluhiyyah (ketuhanan) dalam diri kita dan kepada
masyarakat. Tegasnya mendekati Tuhan ialah menyempurnakan diri pribadi
insan, memperkuat iradah atau kemauannya.
Menurut Iqbal sifat dan fikiran pribadi atau khudi ialah:
a. Tidak terikat oleh ruang sebagaimana halnya dengan tubuh.
Peristiwa-peristiwa mental dan fisik sekaligus ada dalam waktu.
Namun, secara fundamental jarak waktu ego berbeda dengan jarak
waktu fisik.7
b. Kepribadian pada asasnya tersendiri dan unik. Manusia adalah
makhluk yang unik karena hanya manusialah yang mampu
mempersoalkan keberadaan dirinya. Namun keunikan manusia
7Rafi Sapuri, Psikologi Islam: Tuntunan Jiwa Manusia Modern…..h.343
45
berbeda dengan keunikan Tuhan. Bedanya terletak pada fakta bahwa
jika Tuhan unik sebagai Pencipta, sedangkan manusia unik jika
dibandingkan dengan makhluk hidup lainnya. Salah satu keunikan
manusia terletak pada otonomi. Hal itu mengandaikan kemandirian
atau kebebasan subjek.8 Sebagaimana hal tersebut tercantum dalam
matsnawinya asrar I khudi:
Bentuk kejadian ialah akibat khudi
Apa saja yang kau lihat ialah rahasia khudi
Bila khudi bangkit kepada kesadaran nyata
Dijelmakannya alam cita dan fikiran murni
Ratusan alam terlingkung dalam intisarinya
Menjelmakan dirimu melahirkan naïf khudimu
Oleh khudi tersemailah di luasan dunia bibit kemauan nyata9
c. Hanya lanjutan masa mengenai kepribadian. Ego menyatakan dirinya
sebagai satu kesatuan yang kita sebut keadaan mental. Keadaan
mental ini tidak berdiri sendiri dan terisolasi antara satu dengan yang
lainnya. Mereka berada sebagai fase keseluruhan yang rumit yang
dinamakan fikiran. Ide-ide pokok pemikirannya tentang realitas
olehnya atas dasar rasionalitas untuk menjelaskan pemikiran
filsufinya. Iqbal meletakkan akal sebagai sarana reinterpretasi
terhadap al-quran dan hadits Nabi.10
Kepribadian muslim dapat diartikan sebagai identitas yang dimiliki
seseorang sebagai ciri khas dari keseluruhan tingkah laku sebagai muslim,
baik yang ditampilkan dalam tingkah laku secara lahiriah maupun sikap
batinnya. Tingkah laku lahiriah seperti cara berkata-kata, berjalan, makan,
minum, berhadapan dengan teman, orang tua, guru, teman sejawat, sanak
family dan lain sebagainya. Sedangkan sifat batin seperti sabar, tekun,
8 Rafi Sapuri, Psikologi Islam: Tuntunan Jiwa Manusia Modern, (Jakarta:PT.raja
Grafindo Persada,2009),h.343
9Muhammad Iqbal, Asrar I khudi Rahasia-rahasia Pribadi, .., h. 25.
10
Rafi Sapuri, Psikologi Islam: Tuntunan Jiwa Manusia Modern, (Jakarta:PT.raja
Grafindo Persada,2009),h.343.
46
disiplin, jujur, amanat, ikhlas, toleran dan berbagai sikap terpuji laiinya
sebagai cerminan dari akhlaq al-karimah. Semua sikap dan sifat itu timbul dari
dorongan batin. Semuanya itu merupakan tampilan dari sikap dan prilaku
seroang hamba yang bertakwa.11
Kemudian ciri khas dari tingkah laku tersebut dapat dipertahankan
sebagai kebiasaan yang menyatu dalam dirinya. Dengan demikian sifat dan
sikap tersebut sudah menjadi jati dirinya sehingga tidak mungkin dapat
dipengaruhi oleh sikap/tingkah laku orang lain yang bertentangan dengan apa
yang ia miliki. Ciri khas tersebut hanya mungkin dapat dipertahankan jika
sudah terbentuk sebagai kebiasaan dalam waktu yang lama.
Selain itu, sebagai individu (perorangan) setiap muslim memiliki latar
belakang pembawaan yang berbeda. Secara individu setiap orang memiliki
perbedaan. Namun di satu pihak, muslim sebagai umat diharapkan dapat
membentuk kepribadian bersama. Maka dalam hal yang demikian itu
perbedaan individu ini diharapkan tidak akan mempengaruhi keutuhan, hingga
akan menjadi kendala dalam pembentukan kebiasaan dari ciri khas yang sama
secara umum.
B. Pembinaan Kepribadian Muslim
Iqbal mengutip hadits yang berbunyi: “Takhallaqu bi akhlaqillah!”
yaitu tumbuhkanlah dalam dirimu sifat-sifat Tuhan. Maksudnya yaitu para
remaja muslim agar menjelmakan sifat-sifat Uluhiyah (ketuhanan) dalam diri
mereka dan juga kepada masyarakat ramai. Tegasnya, mendekati Tuhan ialah
dengan cara menyempurnakan diri pribadi insan dan memperkuat
iradah/kemauan.12
Iqbal menjelaskan bahwa fisik dan spiritual manusia ialah pusat yang
berdiri sendiri tetapi belumlah ia menjadi pribadi yang sempurna. Kian jauh
jaraknya dari Tuhan maka kian berkuranglah kepribadiannya. Dia yang datang
11Jalaludin, teologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), h. 194
12
Muhammad Iqbal, Asrar I Khudi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), h. 23.
47
paling dekat kepada Tuhan maka dialah orang yang paling sempurna. Pribadi
sejati bukan hanya menguasai alam benda tetapi juga dilingkupi Tuhan ke
dalam khudinya sendiri.
Kepribadian ialah keadaan yang menegang yang jika dia dipelihara, dapat
terus menerus bersifat begitu. Namun jika tidak dapat dipertahankan maka
akan datanglah kekendoran. Oleh karena itu keadaan tegang itulah yang dinilai
paling tinggi bagi usaha manusia. Jadi janganlah sampai khudinya kendor/
berkurang. Karena apa yang menjadikan kita terus menerus tegang maka
itulah yang akan menjuruskan kita kepada keabadian.13
Bagi Iqbal, peran kepribadian sangatlah penting di muka bumi ini yang
dikalsifikasikan menjadi 3, yaitu:
1. Manusia harus berjuang dan menaklukan daerah lingkungannya. Maka ia
akan memperoleh kemerdekaan dan menghampiri Tuhan, itulah pribadi
yang paling merdeka.
2. Pribadi haruslah terus menerus mempertahankan keadaan tegangnya dan
oleh usaha ini maka ia akan menjadi abadi setiap pribadi haruslah
membantu umat manusia agar bisa membentuk insan yang mulia “insanul
kamil” atau manusia utama yang menjadi tujuan seluruh kehidupan.
3. Inilah intisari filsafat iqbal tentang pribadi atau pribadi atau khudi yaitu
iman yang kuat dalam perkembangan ketiga jurusan: kemerdekaan
seseorang, keabadian seseorang dan menghasilkan orang-orang utama/
insanul kamil.14
Kesimpulannya yaitu bahwa peran kepribadian yaitu pribadi harus
berjuang dan menguasai daerah lingkungannya sehingga ia memperoleh
kemerdekaan dan mendekat pada Tuhan, juga harus mempertahankan rasa
tegang dalam dirinya, sehingga ia akan menjadi abadi. Dengan demikian ia
13 Muhammad Iqbal, Asrar I Khudi, …h. 24.
14
Muhammad Iqbal, asrar I khudi,…, h. 26
48
akan menguasai ruang dan waktu dan harus menjaga relasi dengan pribadi-
pribadi yang lain dalam rangka membentuk insane yang mulia
Untuk menuju ke dalam sosok yang berkepribadian sempurna, dalam hal
ini Insan Kamil, maka diperlukan latihan-latihan. Bagi Iqbal, seseorang tidak
bisa menjadi insan kamil dengan sendirinya, akan tetapi hal itu melalui proses-
proses latihan-latihan dan beberapa tahapan yang harus dilalui. Semua tahapan
yang dikemukakan Iqbal merupakan tahapan-tahapan seseorang dalam
hakikatnya sebagai makhluk Tuhan yang termanifestasikan dalam bentuk
pribadi yang berkembang dan tujuan yang akan dicapai merupakan tujuan
yang sifatnya spiritual. Tahapan-tahapan yang harus dilalui oleh seseorang,
untuk mencapai kesempurnaan adalah dengan bentuk; pertama, patuh dan
sabar terhadap segala bentuk kodrat dan hukum-hukum Ilahiyah; kedua,
mengendalikan dirinya dengan cinta dan takut pada Tuhan dan tidak tunduk
terhadap godaan-godaan dunia; ketiga, menyelesaikan perkembangan dirinya
dan mencapai kesempurnaan spiritual. Kesempurnaan pribadi yang akan
dicapai di sini adalah kesempurnaan pribadi secara spiritual. Dengan mencapai
kesempurnaan pribadi, maka seseorang akan mampu mencapai insan kamil.
Dalam pemikiran Iqbal juga dijelaskan mengenai maju-mundurnya
pribadi itu sendiri. Yang mana bahwa kekuatan pribadi akan muncul dengan
adanya intuisi dan ketertarikan. Dan juga pribadi akan menjadi lemah dengan
ketergantungan terhadap sesuatu. Dari sini, bisa disimpulkan bahwa kekuatan
dan kelemahan pribadi merupakan sesuatu yang bisa dibentuk. Dan hal itu
dipengaruhi oleh intuisi, ketertarikan dan ketergantungan. Hal itu bisa
dianalogikan seperti seseorang yang sedang jatuh cinta, maka dengan cintanya
orang itu akan merasa lebih kuat. Lain halnya orang yang selalu tergantung
pada orang lain, dia akan menjadi lemah jika orang tersebut meninggalkannya.
Begitu pula halnya dengan pribadinya. Karena pribadi merupakan pusat dari
manusia. Kesatuan kesadaran manusia yang menjadi kontrol terhadap semua
tingkah laku dari manusia itu sendiri.
49
Berkaitan dengan pembinaan kepribadian muslim, untuk bisa menjadi
memiliki kepribadian muslim maka mereka harus bisa menjelmakan sifat-sifat
ketuhanan dalam diri mereka dengan cara mempertahankan sifat-sifat yang
dapat memperkuat pribadinya dan mereka harus bisa menyingkirkan sejauh
mungkin sifat-sifat yang dapat melemahkan pribadinya.
Jika seseorang individu mau dikatakan mempunyai kepribadian yang
bagus maka ia harus menampilkan tindakan-tindakan yang bagus sebagai
manifestasi dari sifat-sifat (traits) kepribadiannya yang positif. Sebaliknya,
prilaku dan perbuatan individu yang buruk maka akan menunjukkan struktur
kepribadian yang buruk pula.
Ciri-ciri khusus dari tingkah laku individu disebut sifat-sifat kepribadian
(personalaity traits). Suatu sifat kepribadian didefinisikan sebagai suatu
kualitas tingkah laku seseorang yang telah menjadi karakteristik atau sifat
yang khas (unik) dalam seluruh kegiatan individu. Dan sifat tersebut bersifat
menetap.
1. Hal-hal yang Memperkuat Pribadi
a. ‘isyqa Muhabbat yakni cinta kasih
Dalam buku asrar I khudi, Iqbal melukiskan hubungan „isyq dan
pribadi dalam syairnya, yaitu:
Titik berpancar kemilau yang namanya pribadi
Ialah nyala hidup di bawah abu kita
Oleh ‘isyq pribadi kian abadi
Lebih hidup lebih menyala dan lebih kemilau
Dari ‘isyq menjelmalah pancaran qujudnya
Dan perkembangan kemungkinan tak diketahui semula
Fitratnya mengumpul api dari cinta
‘isyq mengajarnya menerangi dunia semesta
‘isyq tak takut kepada pedang dan pisau
‘isyq menjadikan perang da damai di dunia
50
Sumber hidup ialah kilau pedang cinta
Tebing yang paling keras gemetar oleh tinjauan cinta
Cinta Ilahi akhirnya mewujudkan Tuhan
Belajarlah bercinta supaya kau dicintai15
Dari syair di atas, maksud ‘‘isyqa muhabat atau cinta kasih ialah
taat yang semesra-mesranya bagi Tuhan Ilahi Rabbi sehingga manusia
membayangkan sifat-sifat Tuhan dalam dirinya dan masyarakat. Tidak
ada kekasih yang paling luhur melainkan Tuhan.
Dengan demikian ada sesuatu yang masuk ke dalam hati, memenuhi
relung hati. Sesuatu itu berupa rasa senang, asa suka bahkan ada rasa
ingin memiliki serta ingin bersatu. Dalam kejadian cinta, ada objeknya
yaitu sesuatu di luar diri individu yang memiliki kebaikan-kebaikan,
kelebihan-kelebihan atau keistimewaan-keistimewaan tertentu yang
menjadi daya tariktersendiri bagi individu.
Besar keuntungan yang akan diperoleh dari filsafat cinta yang
mengutamakan cinta Allah. Paling tidak, jika suatu saat nanti ketika jatuh
cinta kepada yang dicintai dalam hidupnya (cowok atau cewek), maka
kondisi cintanya kepada Allah akan menjadi tuntunan hidupnya.
Demikian pula cinta terhadap hal-hal lain seperti cinta kepada hartanya,
pasangannya maka rasa cintanya akan dikelola sesuai tuntunan Allah
SWT.
Thomas a Kempis (Thomas dari Kempis), yang masyhur di dunia
Barat oleh karangannya Imitatione Christi, melukiskan konsepsi cinta
yaitu: Cinta tidak mengenal beban, tak mau meikirkan kesulitan dan arah
melintang bahkan tidak mau memikirkan sesuatu yang tak mungkin.
Cinta menciptakan yang sanggup bagi dirinya saja dan menyempurnakan
berbagai macam hal, sedangkan jika ia tidak memperoleh cinta, maka ia
akan menjadi lemah tiada berdaya dan letak terhampar.16
15Muhammad Iqbal, Asrar I Khudi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), h.28.
16
Muhammad Iqbal, asrar I khudi,…, h. 30.
51
b. Faqr yakni sikap tak perduli terhadap apa yang disediakan oleh dunia
Faqr di sini berarti roh akan meninggalkan segala yang dimilikinya
secara aktif, agar dapat dicapai milik-milik yang lebih agung lagi. Faqr
sebenarnya mengakui niali-nilai batin dari benda-benda duniawi tetapi
karena semua benda-benda tersebut tidak dapat bergandengan dalam satu
keselarasan maka faqr lah yang menentukan penaklukan beberapa nilai
kebendaan itu kepada nilai rohani yang lain. Faktor pengingkaran dalam
faqr sebenarnya karena daha yang tak terpuaskan oleh semua benda-
benda duniawi ini.17
Jadi insan yang berkhudi atau berpribadi bagi Iqbal ialah orang yang
mempunyai faqr dan juga ber‟‟isyqa muhabbat. ‘isyq dan faqr lah yang
bergantian menjayakan kepribadian setiap insan.
c. Keberanian
Sifat berani adalah sifat atau karakter yang melekat pada jiwa bukan
yang lain. Jika seseorang memiliki sifat berani, itu bukan berarti karena
kekuatan fisik atau ketegapan jasmaninya. Melainkan karena kekuatan
jiwanya. Jiwa tersebut tidak terbelenggu rasa takut ataupun cemas.18
Hanyalah dengan sifat dan sikap berani secara jasmani dan moril,
seseorang dapat mewujudkan sesuatu yang penting di dunia ini. Setiap
kemajjuan berarti berani menghadapi setiap macam halangan dan
kesulitan yang datang menghambat usaha dan gerak langkah setiap
insan.19
Keberanian bukan saja berarti mengahdapi bahaya dengan sikap
jantan, akan tetapi orang yang tidak mau kehilangan iman dan
keyakinannya tentang ukurannya sendiri akan nilai dan mata kehidupan,
sekalipun keadaan dunia kusut dan orang-orang menertawakannya serta
mencomophkannya.
17 Muhammad Iqbal, asrar I khudi,…, h. 33
18
Rifat Syauqi Nawawi, Kepribadian Qur’ani, (Jakarta: WNI Press, 2009), h. 105.
19
Muhammad Iqbal, Asrar I Khudi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), h.37
52
Namun lebih berani lagi jika seseorang mampu menghadapi dengan
tenang segala macam salah dan tuduhan dari kawan dan lawan
kepadanya.
d. Sikap toleransi (tenggang rasa)
Sikap toleransi menurut Iqbal yaitu toleransi seorang yang
berkeyakinan teguh pada nilai-nilai agama Islam yang dianutnya, yang
melingkupi juga sikap menghormati paham demi paham agama yang
lainnya karena menurutnya tidak ada paksaan dalam urusan agama. Oleh
karena itu pribadi seorang muslim yang kuat tidak akan mengganggu
orang lain yang berbeda agama terutama dalam segi ibadah.20
Ungkapan
tersebut seperti sajak dalam bukunya Asrar I khudi yaitu:
Amatlah salah menyatakan kata yang buruk
Kafir dan Mu’min sama-sama ciptaan Tuhan
Kemanusiaan berarti menghormat manusia
Maka tumbuhkanlah dalam dirimu kejayaan insane
Hamba yang berisyq mencari taufik dari Tuhan
Dia ramah kepada orang yang kafir dan yang beriman21
e. Kasb-I Halal yakni hidup dengan usaha dan nafkah yang syah
Menurut istilah kaum jurist dan ahli fikih Islam kasb-I halal
melingkupi segala macam usaha yang akan memperoleh sesuatu dengan
jalan yang syah jadi bukan dengan mencuri atau menipu. Menurut Iqbal
kasb-I halal juga berarti memperoleh cita dan fikiran semata-mata oleh
usaha dan tenaga sendiri atau mengambil nilai fikiran dari sumber-sumber
kitab suci Ilahi dengan jalan ijtihad seluas-luasnya.22
Sikap hidup begini, dengan sendirinya menjadikan seseorang itu
terus-menerus menyempurnakan pribadi dan kesanggupannya ke berbagai
jalan amal perbuatan dan fikiran selaras dengan kehendak Tuhan. Iqbal
menyatakan bahwa setiap sesuatu yang diperoleh bukan hasil usaha
sendiri, maka hal itu akan melemahkan kepribadian seseorang.
20Muhammad Iqbal, Asrar I Khudi,…h. 38
21
Muhammad Iqbal, Asrar I Khudi, …. h. 38.
22
Muhammad Iqbal, Asrar I Khudi, …., h. 39.
53
f. Mengerjakan Kerja Kreatif dan Asli
Dari cita kasb I halal itu, nyatalah bahwa setiap pribadi seharusnya
terus-menerus berusaha akan menyempurnakan khudinya. Kemudian
iabal menyempurnakan pikiran tentang kasb I halal ini dengan
mendasarkan bahwa semua kegiatan dan usaha manusia seharusnya
kreatif dan asli. Jiplakan dan tiruan tidak akan ada gunanya bagi
pertumbuhan pribadi.23
Jangan hinakan pribadimu dengan tiruan
Jagalah kepadanya seolah-olah khudimu intan tak ternilai24
Jika ingin memiliki pribadi yang kuat maka harus bisa menciptakan
sesuatu dengan hasil keringatnya sendiri/jerih payah/usahanya sendiri
sehingga mampu menghasilkan sesuatu ciptaan yang original (asli/bukan
imitasi). Kemampuan untuk menciptakan sesuatu pada tiap orang tidaklah
sama, namun sekalipun demikian manusia dapat memperoleh keinginan
untuk mewujudkan sesuatu. Sebab Tuhan telah mengesankan sifat
Khaliqnya kepada siapa saja yang berkeinginan.25
2. Hal-hal yang Melemahkan Pribadi
a. Takut
Orang yang terbelenggu sifat ini disebut penakut. Dalam psikologi,
orang terjangkiti sifat ini disebut paranoid. Individu yang takut secara
tidak wajar atau takut kepada orang yang sebetulnya tidak apa-
apa.mengidap paranoid. Orang yang penakut berarti ia belum betul-betul
beriman karena orang yang beriman tidak akan merasa takut dan tidak pula
merasa kuatir, sebagaimana ditegaskan dalam al-quran QS. Fushilat:30:
23Muhammad Iqbal, Asrar I Khudi, …., h.39.
24
Muhammad Iqbal, Asrar I Khudi, …., h.39.
25
Muhammad Iqbal, Asrar I Khudi, …., h. 40
54
Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan Kami
ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka,
Maka Malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan:
"Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan
gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan
Allah kepadamu".26
Ayat tersebut menjelaskan bahwa berbahagialah kepada orang-
orang yang telah mampu menghilangkan jiwanya dari rasa takut. Karena
tidak mungkin seseorang mampu mengembangkan kepribadiannya jika
dalam jiwanya masih diliputi rasa takut karena rasa takut hanya akan
menjadi penghalang bagi seseorang untuk bersikap berani.
Menurut Iqbal kegagalan dalam berusaha menyempurnakan sifat
dan kemampuan untuk menciptakan sesuatu, bukanlah menjadi masalah,
yang terpenting tetap memiliki kemauan dan iradah. Iradah di sini
maksudnya yaitu kumpulan cita dan amal perbuatan yang harus bisa
mewujudkan sesuatu. 27
b. Sual atau meminta-minta
Meminta-minta ialah semua hal dan hasil yang diperoleh bukanlah
hasil dari usaha dan keringatnya/kerja kerasnya sendiri. Istilah Sual atau
meminta-minta menurut Iqbal adalah segala usaha dan karunia yang
diperoleh tidak dengan usahanya sendiri, begitu juga orang yang suka
meminjam buah pikiran orang lain tanpa mengujinya terlebih dahulu dan
semua orang yang berfoya-foya atas hartanya yang berlimpah. Juga semua
sistem ekonomi yang tidak dengan usaha, bekerja dan membanting tulang
namun dapat mengalirkan uang dari segenap penjuru yang dimungkinkan
oleh sistem ekonomi Barat. Perbuatan tersebut bukan hanya menganiaya
tetapi juga menurut Iqbal hal tersebut termasuk sifat meminta-minta.28
26Bachtiar Surin, Terjemah dan Tafsir al-Quran 30 Juz Huruf Arab dan Latin,
(Bandung: Fa, Sumatra,1978), h.576
27
Muhammad Iqbal, Asrar I Khudi…., h.41.
28
Muhammad Iqbal, Asrar I Khudi…., h.43.
55
c. Perbudakan
Perbudakan atau membudakan seseorang dari bangsa amat
bertentangan dengan Islam. Perbudakan melenyapkan semangat berusaha
dari orang atau bangsa yang dijajah. Perbudakan malah dapat merusak
watak dan tabiat seseorang. Perbudakan juga dapat meruntuhkan moral
seseorang kepada taraf yang sangat rendah. Intinya yaitu, perbudakan bisa
melemahkan pribadi setiap orang atau bangsa.29
Dalam perbudakan hati mampus dalam tubuh
Dalam perbudakan roh menjadi beban kepada tubuh
Dalam perbudakan masyarakat berpecah belah
Yang ini dan itu bertikai dan pangkai dengan itu dan ini30
d. Sombong atau Nasab Parasti
Menurut Iqbal, Nasab parasti artinya membangga-bangga atau
menyombongkan asal usul kebangsaan seseorang. Sikap yang tak sehat
inipun harus ditentang dan dibinasakan agar tidak menjadi pengahalang
antara manusia dengan manusia. Bangsa demi bangsa, Negara, kabilah,
golongan-golongan bahkan keluarga sering menepuk-nepuk dada dengan
mengemukakan bahwa merekalah yang paling unggul dalam segala
sesuatunya. Sebagaimana dalam QS. Al-Hujurat ayat 11:
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang
laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh Jadi yang
ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula
29Muhammad Iqbal, Asrar I Khudi…., h.44.
30
Muhammad Iqbal, Asrar I Khudi….. h.44
56
sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh
Jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka mencela
dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang
mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan)
yang buruk sesudah iman dan Barangsiapa yang tidak bertobat,
Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim.31
Dari ayat al-quran di atas, dapat dipahami bahwa hendaknya sebagai
seorang muslim untuk tidak saling mencemoohkan antara suatu bangsa
dengan bangsa lain karena bangsa yang dicemoohkan belum tentu tidak
lebih baik dari yang mencemoohkan. Begitu pula bagi seorang remaja
muslim tidak boleh saling mengejek temannya, karena pada dasarnya
setiap manusia memiliki kelebihan sendiri.
Pribadi seseorang akan kuat jika mampu menjaga hal-hal yang
menguatkan pribadinya dan menjauhkan dirinya dari hal-hal yang
melemahkan pribadinya. Sebagai seorang remaja muslim memanglah tidak
mudah untuk menyempurnakan pribadi, terlebih fase remaja merupakan
fase mencari identitas jati diri. Namun jika remaja terbiasa untuk
menanamkan sifat-sifat terpuji dalam dirinya maka kepribadian yang akan
muncul dari dirinyapun adalah pribadi yang baik.
Memang sukar sekali melingkupi hal-hal baik dan buruk yang
mempengaruhi perkembangan pribadi setiap manusia dalam bagian-bagian
tertentu, karena semua sifat-sifat tersebut bergonta-ganti mempengaruhi
manusia. Hanya dapat diterangkan bahwa seseorang yang bersikap kasb-i
halal sudah tentu tidak mengerjakan sifat meminta-minta.32
Maka dalam proses irtika atau evolusioner dari pribadi harus
melalui tiga tahap agar benar-benar pribadi menjadi khudi atau insan
penaka. Tuhan yaitu mard-I Khuda:
Taat kepada Allah dan menguasai diri sendiri memang sudah
dimiliki oleh seseorang yang dapat mempertahankan hal-hal yang dapat
31Bachtiar Surin, Terjemah dan Tafsir al-Quran 30 Juz Huruf Arab dan Latin,
(Bandung: Fa, Sumatra,1978), h. 792.
32
Muhammad Iqbal, Asrar I Khudi….. h.45.
57
memperkuat pribadinya dan yang telah mampu menjauhkan dirinya dari
segala hal yang dapat melemahkan pribadinya.
Pada tahap yang ketiga, menurut Iqbal bahwa bertindak sebagai
khalifah Tuhan di bumi inil merupakan ego atau pribadi yang paling
lengkap, yang menjadi akhir tujuan ummat manusia, maksud dan puncak
kehidupan dalam pikiran dan jasmani pada manusia, begitu kepincangan
alam kehidupan rohani dan akal, kita menjadi keselarasan yang seimbang.
Kuasa yang setinggi-tingginya bersatu padanya dengan ilmu yang seluas-
luasnya dan seluhur-luhurnya
58
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian bab-bab sebelumnya, pada bab ini penulis akan
menguraikan kesimpulan sebagai jawaban atas permasalahan yang diangkat
dalam skripsi ini. Selanjutnya berdasarkan kesimpulan tersebut penulis juga akan
menguraikan saran yang sekiranya dapat penulis sumbangkan.
A. Kesimpulan
1. Iqbal menerjemahkan pribadi sebagi Khudi atau pribadi yang merupakan
bentuk kesatuan dan pusat (inti) dari kehidupan manusia, iradah kreatif
yang terarah terhadap tujuan tertentu. Yang mana pribadi itu kekal dan
kekekalan pribadi itu sendiri merupakan sebuah proses bukan suatu
keadaan. Pribadi bagi Iqbal merupakan sesuatu fakta mutlaq realitas
manusia, yang menjadi pusat kesadaran dan perilaku kognitif manusia.
2. Kepribadian tidak terikat oleh ruang sebagaimana halnya dengan tubuh.
Peristiwa-peristiwa mental dan fisik sekaligus ada dalam waktu. Namun,
secara fundamental jarak waktu ego berbeda dengan jarak waktu fisik.
3. Kepribadian pada asasnya tersendiri dan unik. Manusia adalah makhluk
yang unik karena hanya manusialah yang mampu mempersoalkan
59
keberadaan dirinya. Namun keunikan manusia berbeda dengan keunikan
Tuhan. Bedanya terletak pada fakta bahwa jika Tuhan unik sebagai
Pencipta, sedangkan manusia unik jika dibandingkan dengan makhluk
hidup lainnya. Salah satu keunikan manusia terletak pada otonomi. Hal itu
mengandaikan kemandirian atau kebebasan subjek.
4. Hanya lanjutan masa mengenai kepribadian. Ego menyatakan dirinya
sebagai satu kesatuan yang kita sebut keadaan mental. Keadaan mental ini
tidak berdiri sendiri dan terisolasi antara satu dengan yang lainnya. Mereka
berada sebagai fase keseluruhan yang rumit yang dinamakan fikiran. Ide-
ide pokok pemikirannya tentang realitas olehnya atas dasar rasionalitas
untuk menjelaskan pemikiran filsufinya. Iqbal meletakkan akal sebagai
sarana reinterpretasi terhadap al-quran dan hadits Nabi.
5. Menurut Iqbal, khudi, arti harfiahnya ego atau self atau individualitas,
merupakan suatu kesatuan yang riil atau nyata, adalah pusat dan landasan
dari semua kehidupan, merupakan suatu iradah kreatif yang terarah secara
rasional. Arti terarah secara rasional, menjelaskan bahwa hidup bukanlah
suatu arus tak terbentuk, melainkan suatu prinsip kesatuan yang bersifat
mengatur, suatu kegiatan sintesis yang melingkupi serta memusatkan
kecenderungan-kecenderungan yang bercerai-berai dari organisme yang
hidup ke arah suatu tujuan konstruktif. Iqbal menerangkan bahwa khudi
merupakan pusat dan landasan dari keseluruhan kehidupan
6. Ego bagi Iqbal adalah kausalitas pribadi yang bebas. Ia mengambil bagian
dalam kehidupan dan kebebasan Ego mutlak. Sementara itu, aliran
kausalitas dari alam mengalir ke dalam ego dan dari ego ke alam. Karena
itu, ego dihidupkan oleh ketegangan interaktif dengan lingkungan. Dalam
keadaan inilah Ego Mutlak membiarkan munculnya ego relatif yang
sanggup berprakarsa sendiri dan membatasi kebebasan ini atas kemauan
bebasnya sendiri. Menurut Iqbal, nasib sesuatu tidak ditentukan oleh
sesuatu yang bekerja di luar. Takdir adalah pencapaian batin oleh sesuatu,
yaitu kemungkinan-kemungkinan yang dapat direalisasikan yang terletak
pada kedalaman sifatnya.
60
7. Untuk memperkuat ego dibutuhkan cinta (intuisi) dan ketertarikan,
sedangkan yang memperlemahnya adalah ketergantungan pada yang lain.
Untuk mencapai kesempurnaan ego maka setiap individu mesti menjalani
tiga tahap. Pertama, setiap individu harus belajar mematuhi dan secara
sabar tunduk kepada kodrat makhluk dan hukum-hukum ilahiah. Kedua,
belajar berdisiplin dan diberi wewenang untuk mengendalikan dirinya
melalui rasa takut dan cinta kepada Tuhan seraya tidak bergantung pada
dunia. Ketiga, menyelesaikan perkembangan dirinya dan mencapai
kesempurnaan spiritual (Insan Kamil).
8. Untuk membina kepribadian muslim, maka haruslah mampu menjelmakan
sifat-sifat ketuhanan dengan cara mempertahankan sifat-sifat yang dapat
memperkuat pribadinya dan menjauhkan/menyingkirkan sifat-sifat yang
dapat melemahkan pribadinya.
9. Jika seseorang individu mau dikatakan mempunyai kepribadian yang
bagus maka ia harus menampilkan tindakan-tindakan yang bagus sebagai
manifestasi dari sifat-sifat (traits) kepribadiannya yang positif. Sebaliknya,
prilaku dan perbuatan individu yang buruk maka akan menunjukkan
struktur kepribadian yang buruk pula.
10. Ciri-ciri khusus dari tingkah laku individu disebut sifat-sifat kepribadian
(personalaity traits). Suatu sifat kepribadian didefinisikan sebagai suatu
kualitas tingkah laku seseorang yang telah menjadi karakteristik atau sifat
yang khas (unik) dalam seluruh kegiatan individu. Dan sifat tersebut
bersifat menetap.
B. Saran
1. Supaya penelitian terhadap filsafat manusia dikembangkan lebih lanjut,
sehingga terjadi perkembangan pengetahuan yang signifikan terhadap
perkembangan filsafat manusia.
2. Supaya para civitas akademika yang bergerak dalam bidang filsafat dan
psikologi lebih banyak lagi melakukan penelitian yang melibatkan kedua
bidang ilmu tersebut.
61
DAFTAR PUSTAKA
Abied, Kang (online) Pembinaan: www.masbied.com/pengertian-pembinaan-
menurut-psikologi
Arikunto, Suharsimi, Manajemen Peneltian, Jakarta: Rineka Cipta, 2007.
Ghahral Adian, Donny, M. Iqbal: Seri tokoh Filsafat, Jakarta: Teraju, 2003.
Hutagalung ,Inge, Pengembangan Kepribadian tinjauan Praktis Menuju Pribadi
positif, Jakarta: PT. Indeks, 2007.
Iqbal, Moh, Asrar-i Khudi Rahasia-rahasia Pribadi, ter. Bahrum Rangkuti,
Jakarta: Bulan Bintang, 1976.
Ismail Muhammad, Bunga Rampai Pemikiran Islam, Jakarta: Gema Insani Press,
1999.
Jalaludin, Teologi pendidikan, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2003,cet. 3.
Mubarok, Achmad, Psikologi Keluarga Dari Keluarga Sakinah Hingga Keluarga
Bangsa, Jakarta: PT. Bina Rena Pariwara, 2005, cet. 1
Najati, Muhammad Utsman, Psikologi Dalam Perspektif Hadits (Al-Hadits wa
‘Ulumun Nafs, Jakarta: PT. Pustaka al-Husna Baru, 2004.
Nasution, Hasyimsyah, Filsafat Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002,cet.3.
Nawawi, Rifat Syauqi, Kepribadian Qur’ani, Tangerang: WNI Press, 2009.
Padmonodewo, Soemiarti, Pendidikan Anak Usia Prasekolah, Jakarta : PT.
Rineka Cipta, 2003.
Pangabean, Hana, (On line), “Remaja”, http://www.rumahbelajarpsikologi.com,
Hotml 13 Januari 2008.
Papalia, Diane E dan Sally Wendkos Olds, A Child’s World, USA: McGraw-Hill
Book Company, 1975.
Sabri, Alisuf, Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan, Jakarta: Pedoman
Ilmu Jaya, cet. 1, 1993.
Santana K, Septiawan , Menulis Ilmiah; Metode Penelitian Kualitatif, Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia, 2001, ed. 1
Sapuri, Rafy, Psikologi Islam : Tuntunan Jiwa manusia Modern, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2009.
62
Surin, Bachtiar, Terjemah dan Tafsir al-Quran 30 Juz Huruf Arab dan Latin,
Bandung: Fa, Sumatra,1978.
Syarief, M.M, Iqbal tentang tuhan dan Keindahan, terj. Yusuf Jamil, Bandung:
Mizan, 1993
Tim Penyusun kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Kamus Bahasa,
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1999), cetakan
ke-10.
Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Yusuf LN, Syamsu, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2001.
Zulkifli, Psikologi Perkembangan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002.