konsep pembiayaan kprs kreditpembiayaan perbaikan rumah...
TRANSCRIPT
KONSEP PEMBIAYAAN KPRS (KREDIT PERBAIKAN RUMAH SWADAYA)
MIKRO SYARIAH BERSUBSIDI MELALUI
LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SYARIAH
( STUDI DI BMT HUSNAYAIN )
SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI)
Oleh :
MEUTIA SARI NIM : 203046101729
KONSENTRASI PERBANKAN SYARI’AH
PROGRAM STUDI MUAMALAT
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1429 H/ 2008 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini penulis menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli penulis yang diajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang penulis gunakan dalam penulisan ini telah penulis cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli penulis atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 14 Mei 2008 M 08 Rabi’ul akhir 1429 H
Meutia Sari
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, tiada kata dan bahasa yang pantas penulis curahkan, selain
memanjatkan Sang Penguasa Alam Semesta Allah SWT yang telah memberikan secercah
kekuatan dan cahaya-Nya kepada penulis, yang pada akhirnya penulisan skripsi ini dapat
diselesaikan dengan baik. Shalawat dan salam tak lupa dilimpahkan kepada junjungan Nabi
Muhammad SAW yang telah membimbing umat-Nya dan suri tauladan kita dalam aktivitas
kehidupan.
Dengan kesadaran dan kelemahan yang penulis miliki, penulis sangat menyadari
sepenuhnya bahwa dalam melaksanakan skripsi ini banyak rintangan dan hambatan yang
selalu menyertai, namun bukan berarti skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa adanya
pembimbing dan dukungan baik secara moral maupun materil dari seluruh pihak. Oleh
karenanya penulis merasa berkewajiban untuk menghaturkan terimakasih yang tak
terhingga kepada:
1. Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bpk. Prof. Dr.
H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM.
2. Ketua Program Studi Muamalah Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, Ibu Euis Amalia, M.Ag.; Sekretaris Program Studi Muamalah
Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bpk. Ah. Azharuddin
Lathif, M.Ag.; Ketua Program Non-Reguler Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, Bpk. Drs Djawahir Hejazziey, SH., MA. dan Sekretaris Program
Non-Reguler Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bpk.
Ahmad Yani, MA., beserta staff dan seluruh dosen yang telah memberi ilmu,
membimbing dan mengarahkan penulis sejak masa perkuliahan hingga berakhirnya
skripsi ini.
3. Pembimbing skripsi, Bpk Dr. Ahmad Sudirman Abbas, MA dan Bpk Muhammad
Maksum, S.Ag, MA. Terima kasih atas waktunya di tengah kesibukan Bapak dalam
memberikan bimbingan dan saran bagi penulis.
4. Kepada pihak BMT Husnayain khususnya Bpk. Drs. Komarudin selaku Direktur dan
Bpk. Sunarto Bag. Pembukuan, juga Mba eka dan Mba Ifa, yang dengan sangat ramah
telah membantu penulis dalam pengumpulan data.
5. Orang Tua tercinta dan tersayang, Ayahanda Drs. Syamsurizal M. Ali dan Ibunda
Mariana yang menjadi pendorong utama penyusunan skripsi ini, yang selalu
mengharapkan anaknya bisa memakai Toga kebanggaan dengan hasil yang memuaskan
atas perjuangan selama kurang lebih 4,5 tahun demi mewujudkan cita-cita walaupun
mundur jauh dari target. Terimakasih atas kasih sayang, air mata, pengorbanan dan
semua doa-doa yang terpanjatkan untuk penulis.
6. Keluarga Tercinta, Abusyik Usman (terimakasih tYa diBeliin pRinter) dan Alm. Mimi,
Om acut (yg Beliin Camdic sbg Hdiah Lulus, kamsamita..) dan Om aye’ (yg sLLu bgun
mLm diKala TyA mau Sidang, syukron), Bang Agam dan Kamal (trimaksih atas
kecerewetanya). Mereka semua orang yang berjasa dan memiliki pengaruh besar dalam
proses kehidupan penulis. Dorongan berupa semangat yang tertuang melalui doa, daya
dan upaya selalu dicurahkan untuk penulis.
7. ”Buatlah dirimu berharga didepan 1 cinta...dengan mengabdi pada 1 hati... dan setialah
pada 1 nama yang mampu membuat mu bahagia & berikan cinta itu pada org yg kamu
cintai”
......... (: Wahyu Mikurazon / aCon :).........
8. Oia, bUat Teman-teman PS.C: dHonie (jeNg, mKsh ya aTs sUppoRtnY mLrng Qu
NnTn dVd KoreA ”Daadanhi Gomapsumnida ;) ChoIr/@moY...(tMn sPerjuangan
Munaqosah..fiGhting ;) oW_neNg (sIbuk kRJa bu..jGn lp sKripSi ;) mBa yU’Lis (kPn
NyUsul mUnaQosah??), seeRti (mksh reNtalnyA uNi...). dan yg lain Ifa, Bunda Eis,
Mami IstY, UuT, Nit@, panJi, yA2t, SobAt, gUdeNk, BabE, wAiz, wIdi..tRims 4 aLL.
Demikian ucapan terima kasih penulis haturkan kepada seluruh pihak, semoga
Allah SWT membalas dan melipatgandakan jasa dan kebaikan kalian. Akhir kata,
dengan segala kerendahan hati semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak yang membutuhkannya, terutama bagi penulis dan pembaca pada umumnya.
Mohon maaf atas segala kekurangannya, semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya kepada kita semua. Amin.
Jakarta, 14 Mei 2008 M
08 Rabi’ul Akhir 1429 H
Penulis
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN SESUAI KEPUTUSAN BERSAMA
MENTERI AGAMA DAN MENTERI PENDIDIKAN
DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA
Nomor: 158 / 1987
Nomor: 0543 b/U/1987
A. Konsonan Tunggal
Fonem konsonan bahasa Arab yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan
huruf dan sebagian dilambangkan dengan tanda, dan sebagian lagi dengan huruf dan tanda
sekaligus.
Di bawah ini daftar huruf Arab itu dan transliterasinya dengan hurup latin.
HURUF
ARAB NAMA HURUF LATIN NAMA
Alif - Tidak dilambangkan ا
Ba’ b Be ب
Ta’ t Te ت
Ś Ś s (dengan titik di atas) ث
Jim J Je ج
Ha’ h Ha (dengan titik di bawah) ح
Kha’ khu ka dan ha خ
Dal d De د
Żal Ż Zet (dengan titik di atas) ذ
Ra’ R Er ر
Zai z Zet ز
Sin s Es س
Syin sy es dan ye ش
Şad Ş es (dengan titik di bawah) ص
Dad d de (dengan titik di bawah) ض
Ţa’ Ţ te (dengan titik di bawah) ط
Za’ z zet (dengan titik di bawah) ظ
ain ‘ koma terbalik (di atas)‘ ع
gain G Ge غ
fa’ F Ef ف
qaf Q Ki ق
kaf K Ka ك
lam L El ل
mim M Em م
nun N En ن
wawu W We و
ha’ H Ha هـ
hamzah ..‘. Apostrof ء
ya Y Ye ي
B. Vokal (tunggal dan lengkap)
Vokal bahasa Arab, sama seperti bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal
(monoftong) dan vokal rangkap (diftong).
1. Vokal Tunggal
Vokal tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau harokat,
transliterasinya sebagai berikut:
Tanda Nama Huruf latin Nama
ـ Fathah a u
Kasrah i ـi
Dammah u u ـ
2. Vokal Rangkap
Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara harokat
dan huruf, transliterasinya berupa gabungan huruf.
Tanda dan
Huruf
Nama Tanda dan Huruf Nama
و.. ... Fathah dan
wawu Au A dan U
ي.. .. Fathah dan ya Ai A dan I
Contoh:
Su'ila سئل Kataba آتب
kaifa آيف Fa'ala فعل
Haula هول zukira ذآر
Yazhabu يذهب
C. Maddah
Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harokat atau huruf,
transliterasinya berupa huruf atau tanda.
Harakat dan
Huruf Nama Huruf dan Tanda Nama
ي.. ا .... Fathah, alif dan
Ya Ā
A dan garis
di atas
ي.... Kasrah dan Ya Ī I dan garis di atas
و..... Dummah dan Ya Ū U dan garis
di atas
Contoh:
qīla قيل qāla قال
yaqūlu يقول ramā رمي
D. Ta Marbutah
Transliterasi untuk Ta Marbutah ada dua :
1. Ta Marbutah hidup
ta Marbutah yang hidup atau yang mendapat harokat fathah, kasroh, dan dummah.
Transliterasinya adalah /t/.
2. Ta Marbutah mati
ta Marbutah yang mati atau mendapat harokat sukun, transliterasinya adalah /t/.
3. Kalau pada kata terakhir dengan ta Marbutah diikuti oleh kata yang menggunakan
kata sandang al serta bacaan kedua kata itu terpisah, maka ta Marbutah itu
transliterasinya dengan /h/.
Contoh:
raudah al-atfāl روضة األطفال
raudatul atfāl
al-madīnah al-munawwarah المدينة المنورة
al-madīnatul-munawwarah
Talhah طلحة
E. Syaddah (Tasydid)
Syaddah yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan sebuah tanda yaitu syaddah
atau tasydid, dalam tranliterasi ini tanda syaddah dilambangkan dengan huruf, yaitu huruf
yang diberi syaddah itu.
Contoh:
al-hajj الحـج Rabbanā ربنا
Nu"ima نعم Nazzala نزل
F. Kata Sandang (di depan hurup syamsiah da qamariah)
Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan
tanda ال namun dalam transliterasi ini tidak dibedakan antara kata sandang yang
bersambung dengan huruf qomariah atau syamsiyyah
Contoh:
Alqalamu القلم Arrajulu الرجل
Albadī'u البديع assayyidatu السيدة
G. Hamzah
Hamzah ditransliterasikan dengan apostrof. Namun itu hanya berlaku bagi hamzah yang
terletak ditengah atau di akhir kata. Apabila terletak di awal kata, hamzah tidak
dilambangkan, karena dalam tulisan Arab berupa alif.
Contoh:
Inna إن Ta'khużūna تأخذون
Umirtu أمرت 'An-nau النوء
Akala أآـل Syai'un شيء
H. Penulisan Kata
Pada dasarnya setiap kata baik fi’il atau kata kerja, isim maupun huruf, ditulis terpisah.
Hanya kata-kata terentu penulisannya dengan huruf Arab yang sudah lazim, dirangkaikan
dengan kata lain. Hal ini karena ada huruf atau harokat yang dihilangkan, maka dalam
transliterasi ini penulissan kata tersebut dirangkaikan juga dengan kata lain yang
mengikutinya.
Contoh:
و خير الرازقينو إن اهللا له Wa innallāha lahua khair arrāziqīn
Wa innallāha lahua khairurrāziqīn
Fa aufūl al-kaila wa-almīzān فأوفوا الكيل و الميزان
Fa aufūl-kaila wal-mīzān
Ibrāhīm al-khalīl إبراهيم الخليل
Ibrāhīmul-khalīl
Bismillāhi majrehā wa mursāhā مجراها و مرساهابسم اهللا
ولله علي الناس حج البيت من
استطاع إليه سبيال
Walillāhi 'alan-nāsi hijju al-baiti
manistatā'a ilaihi sabīla
Walillāhi 'alan-nāsi hijjul-baiti
manistatā'a ilaihi sabīla
I. Pemakaian Huruf Kapital
Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam transliterasi ini
huruf tersebut digunakan juga. Penggunaan huruf kapital seperti yang berlaku dalam ejaan
bahasa Indonesia Yang Disempurnakan, antara lain digunakan untuk menulis awal nama
diri dan permulaan kalimat. Apabila nama diri itu didahului oleh kata sandang, maka yang
ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut. Bukan huruf awal kata
sandang.
Contoh:
رسولو ما محمد إال Wa mā Muhammadun illā rasūl
شهر رمضان الذي أنزل فيه
القرآن
Syahru Ramadāna al-lazī unzila fīh
al-Qur'ānu
Syahru Ramadānal-lazī unzila fīhil
Qur'ānu
Inna awwala baitin widia linnāsi إن أول بيت وضع للناس
J. Tajwid
Bagi mereka yang menginginkan kefasihan dalam bacaan, pedoman transliterasi ini
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan ilmu Tajwid. Karena itu, peresmian
pedoman transliterasi ini perlu disertai dengan pedoman tajwid.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
PEDOMAN TRANSLITERASI iv
DAFTAR ISI xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 8
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian 9
D. Kajian Pustaka 10
E. Metode Penelitian 12
F. Sistematika Penulisan 15
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Pembiayaan Murabahah
1. Pengertian 17
2. Landasan Syari’ah/Hukum 21
3. Rukun dan Syarat 25
4. Aplikasi dan skema pembiayaan 28
5. Perbedaan murabahah dengan pembiayaan konsumen
(consumer finance) 29
B. Lembaga Keuangan Mikro Syariah
1. Pengertian Lembaga Keuangan Mikro Syariah 34
2. Manajemen Lembaga Keuangan Mikro Syariah 37
3. Peranan Lembaga Keuangan Mikro Syariah 40
4. Tujuan Lembaga Keuangan Mikro Syariah 42
BAB III GAMBARAN UMUM BMT HUSNAYAIN
A. Profil Singkat BMT Husnayain 45
B. Visi, Misi dan Motto BMT Husnayain 47
C. Struktur Organisasi BMT Husnayain 47
D. Produk-Produk BMT Husnayain 49
E. Wilayah Penyaluran Dana BMT Husnayain 54
F. Kerjasama Dengan Pihak Lain 54
BAB IV ANALISIS KONSEP PEMBIAYAAN KPRS MELALUI LEMBAGA
KEUANGAN MIKRO SYARI’AH BMT HUSNAYAIN
A. Konsep Pembiayaan KPRS 56
B. Aplikasi Pembiayaan KPRS
1. Syarat-syarat calon pemohon pembiayaan KPRS 58
2. Prosedur pembiayaan KPRS 60
3. Sasaran pembiayaan KPRS 63
C. Analisis Kesesuaian Konsep Pembiayaan KPRS berdasarkan
Prinsip Syariah melalui BMT Husnayain 67
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 69
B. Saran 71
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sebagaimana termuat dalam Undang-Undang Nomor 25 tahun 2000 tentang
Program Pembangunan Nasional (PROPENAS), dan Keputusan Presiden Nomor 124 tahun
2001 jo Nomor 8 tahun 2002 dan Nomor 34 tahun 2002 tentang Komite
Penanggulangan Kemiskinan, pemerintah telah secara tegas menetapkan bahwa
penanggulangan kemiskinan merupakan prioritas tertinggi. Sehubungan dengan itu,
Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat memprioritaskan koordinasi
kebijakan dalam penanggulangan kemiskinan jangka panjang (2004-2015). Percepatan
penanggulangan kemiskinan merupakan tanggung jawab semua pihak baik pemerintah
maupun swasta. Salah satu upaya mempercepat pengendalian kemiskinan dapat
melalui penyadaran dan pembelajaran kepada masyarakat berpenghasilan rendah untuk
dapat menumbuhkembangkan usahanya. Kelemahan yang selama ini terjadi pada
masyarakat berpenghasilan rendah adalah kesulitan dalam mengakses permodalan di
lembaga keuangan bank. Lembaga keuangan yang ada selama ini tidak menjangkau
pembiayaan skala kecil apalagi ditunjang dengan persyaratan yang ada di bank tidak
dapat dipenuhi oleh masyarakat berpenghasilan rendah.1
Seiring berjalannya waktu, beberapa lembaga keuangan tumbuh dan
berkembang pesat di Indonesia, yaitu Lembaga Keuangan Syariah (LKS) yang
1 M. Amin Aziz, Pedoman Pendirian BMT (Jakarta: PINBUK PRESS, 2004), h.25.
mempunyai kedudukan sangat penting sebagai lembaga ekonomi Islam berbasis
syariah ditengah proses pembangunan Nasional. Berdirinya Lembaga Keuangan
Syariah (LKS) merupakan implementasi dari pemahaman umat Islam terhadap prinsip-
prinsip muamalah dalam prinsip hukum ekonomi Islam yang selanjutnya
direpresentasikan dalam bentuk perantara ekonomi Islam sejenis lembaga keuangan
syariah bank dan non-bank.
Upaya untuk menjalankan ekonomi rakyat dalam rangka menjalankan amanat
rakyat yang diarahkan untuk menciptakan struktur ekonomi nasional agar terwujud
pengusaha menengah yang kuat dan besar jumlahnya, serta terbentuknya keterkaitan
dan kemitraan yang saling menguntungkan antara usaha kecil, menengah dan koperasi,
penetapan kebijaksanaan dasar strategi dan program yang tepat akan mempercepat
pengembangan usaha kecil, menengah dan koperasi yang berarti akan mempercepat
pula upaya untuk mewujudkan demokrasi ekonomi. Strategi dasar yang perlu
dikembangkan untuk memberdayakan ekonomi rakyat meliputi perlunya keberpihakan
dalam bentuk political will, penciptaan iklim yang kondusif dan pemberian bantuan
serta penguatan kualitas SDM. Sementara strategi dan program pendampingan perlu
dikembangkan dengan berangkat dari kendala dan kelemahan yang masih dihadapi
oleh usaha kecil, menengah dan koperasi.2
Beberapa hasil penelitian menunjukan bahwa lembaga keuangan bank maupun
non bank yang bersifat formal dan beroperasi di pedesaan, umumnya tidak dapat
2 Baihaqi, Pokok-Pokok Kesepahaman Antara Dirjen Bangda Depdagri Dengan Pinbuk Sebagai Upaya
Pemberdayaan Ekonomi Rakyat Dalam Rangka Pembangunan Daerah (Jakarta: Bangda DEPDAGRI 1997), h. 21.
menjangkau lapisan masyarakat dari golongan ekonomi menengah ke bawah.
Ketidakmampuan tersebut terutama dalam sisi penanggungan resiko dan biaya operasi
dalam identifikasi usaha dari pemantauan penggunaan kredit yang layak usaha.
Ketidakmampuan lembaga keuangan ini penyebab terjadinya kekosongan pada segmen
pasar keuangan di wilayah pedesaan. Kekosongan ini diisi oleh lembaga keuangaan
illegal yaitu para Renternir dengan mengunakan sistem suku bunga yang tinggi. Untuk
menanggulangi kejadian-kejadian seperti ini perlu adanya suatu lembaga yang mampu
menjadi jalan tengah. Wujud nyatanya adalah dengan memperbanyak pengoperasian
lembaga keuangan berprinsip bagi hasil, yaitu: BPRS dan BMT.
Dari sekian banyak lembaga keuangan syariah, Baitul Maal wat Tamwil (BMT)
merupakan lembaga ekonomi Islam yang dibangun berbasis keumatan, sebab dibentuk
dari, oleh dan untuk masyarakat.3 Baitul maal wat Tamwil (BMT) pada dasarnya
merupakan pengembangan dari konsep ekonomi Islam terutama dalam bidang
keuangan. Istilah Baitul Maal telah ada sejak zaman Rasulullah, meskipun
keberadaannya belum berbentuk lembaga yang permanen seperti sekarang dan hanya
tatanan praktis. Kelembagaan Baitul Maal secara mandiri sebagai lembaga ekonomi
yang berdiri pada masa Umar bin Khattab atas usulan ahli fiqh bernama Walid bin
Hisyam.4 Baitul Maal wat Tamwil (BMT) terdiri dari dua istilah, yaitu Baitul Maal dan
Baitul Tamwil. Baitul Maal lebih mengarah pada usaha-usaha pengumpulan dan
3 Hendi Suhendi, dkk,. BMT dan Bank Islam Instrumen Lembaga Keuangan Syariah (Bandung: Pustaka
Bani Quraisy, 2004), h.5.
4 Pusat pengkajian dan Pengembangan Usaha Kecil, Pendidikan dan Pelatihan Baitulmaal Wa Tamwil (tt: PSUK, 1995), h.1.
penyaluran dana yang non-profit, seperti: zakat, infaq dan shadaqah. Sedangkan Baitul
Tamwil sebagai usaha pengumpulan dan penyaluran dana komersil. Usaha-usaha
tersebut menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari BMT sebagai lembaga pendukung
kegiatan ekonomi masyarat kecil berlandaskan syariah.5
BMT sebagai lembaga keuangan syariah non-bank yang sifatnya informal.
Disebut informal karena lembaga ini didirikan oleh Kelompok Swadaya Masyarakat
(KSM) yang berbeda dengan kelembagaan keuangan perbankan dan lembaga keuangan
formal lainnya. Bila dijalankan dengan baik BMT sangatlah efektif untuk menjangkau
masyarakat miskin, sesuai dengan kapasitas lembaganya. Mulai dari kelompok fakir
miskin yang bisa memperoleh manfaat dari baitulmaal melalui pinjaman kebajikan
(qordul hasan) yang bersumber dari dana zakat, infak, sodaqoh, maupun para
pengusaha gurem yang selama ini kesulitan untuk mengakses kredit dari bank akan
lebih mudah memperoleh pembiayaan dari BMT.
Inilah konsep implementatif yang secara nyata layak diharapkan untuk
mengatasi masalah kemiskinan. Misi sosial ini merupakan manifestasi prinsip
perekonomian Islam yang menekankan pada keadilan, kepedulian, dan
pemerataan/distribusi pendapatan, sehingga lebih menjamin hubungan yang harmonis
antarkelas masyarakat.
Di Indonesia lembaga keuangan Baitul Mal wa Tamwil (BMT) sebagai
lembaga simpan pinjam, dalam formalitasnya BMT mengikuti ketentuan UU Nomor
5 Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah “Deskripsi dan Ilustrasi”(Yogyakarta:
Ekonisia, 2004), h.96.
10 tahun 1998 beserta ketentuan pelaksananya seperti Peraturan Pemerintah Nomor 71
Tahun 1992 yang mengatur mengenai bank dengan prinsip bagi hasil. BMT berbentuk
koperasi simpan pinjam merupakan unit usaha otonom yang hanya menaungi kegiatan
simpan pinjam, akan tetapi bila usahanya selain dari koperasi simpan pinjam, seperti
koperasi serba guna, maka BMT dapat melaksanakan kegiatan otonom dari unit simpan
pinjam yang ada. Hal ini tertulis dalam UU Nomor 25 tahun 1992 tentang
pengoperasian dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1999 tentang pelaksana
kegiatan usaha koperasi.6
Sebelum menjalankan usahanya, BMT mesti mendapatkan sertifikat operasi
dari PINBUK. PINBUK merupakan salah satu lembaga swadaya masyarakat yang
memiliki kepedulian untuk mengembangkan usaha kecil dan menengah di Indonesia.
PINBUK sebagai lembaga primer karena prakteknya, PINBUK menetaskan Baitul
Maal Wa Tamwil (BMT). Sementara itu, PINBUK sendiri mesti mendapat pengakuan
dari Bank Indonesia (BI) sebagai lembaga pengembangan swadaya masyarakat yang
mendukung program proyek hubungan Bank Indonesia dengan kelompok swadaya
masyarakat. Selama ini, perkembangan BMT di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari
peran Pusat Inkubasi Usaha Kecil (PINBUK) yang secara kelembagaan Baitul Maal
wat Tamwil (BMT) didampingi atau didukung PINBUK dalam hal mendorong
pendirian BMT-BMT di Indonesia. Dan pada gilirannya BMT merupakan reprentasi
6 Baihaqi Abd Madjid dan Saifuddin A Rosyid, Paradigma Baru Ekonomi Kerakyatan sistem Syariah:
perjalanan gagasan dan Gerakan BMT di Indonesia (Jakarta: PINBUK, 2000).
dari kehidupan masyarakat dimana BMT itu berada, dengan jalan ini BMT mampu
mengakomodir kepentingan ekonomi masyarakat.7
Kebutuhan primer masyarakat adalah Rumah. Setiap manusia akan berusaha
untuk memenuhi setiap kebutuhannya. Akan tetapi, untuk kebutuhan rumah layak huni
tidak semua masyarakat dapat memenuhinya dikarenakan mahalnya harga bahan
bangunan yang menjadi hambatan bagi sebagian masyarakat dalam menjaga agar
rumah mereka tetap layak huni di tengah berbagai kerusakan akibat cuaca yang kurang
bersahabat. Melihat kondisi tersebut, salah satu kebijakan yang baru direalisasikan
pemerintah dalam Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor:
06/PERMEN/M/2007 adalah mengalokasikan subsidi perumahan untuk
kepemilikan/pembangunan/perbaikan Rumah Sederhana Sehat (RSH) bagi Masyarakat
Berpenghasilan Rendah (MBR), baik konvensional maupun dengan prinsip syariah,
melalui perbankan/lembaga keuangan non bank/koperasi yang bertujuan untuk
membantu masyarakat yang mengalami kesulitan biaya agar dapat melakukan renovasi
rumah mereka sehingga layak huni.
Sebagaimana diketahui, bahwa sesuai dengan Undang Undang Perbankan
Nomor 10 tahun 1998, Indonesia menganut dual banking sistem yakni perbankan
konvensional dan perbankan syariah, oleh karena itu pemerintah senantiasa berupaya
mengembangkan sistem pembiayaan kepemilikan/ pembangunan/perbaikan rumah
bersubsidi baik dengan sistem konvensional maupun dengan prinsip syariah. Upaya
7 M. Sholahudin, Lembaga Ekonomi dan Keuangan Islam (Surakarta: Muhamadiyah University Press,
2006), h.75.
tersebut dilakukan untuk memberikan pilihan kepada masyarakat luas dalam
memperoleh Rumah Sederhana Sehat (RSH). Peraturan Menteri Keuangan Nomor
73/PMK.02/2005 telah membuka peluang bagi lembaga bank, lembaga keuangan non
bank, dan koperasi untuk menjadi Lembaga Penerbit Kredit/Pembiayaan yang dapat
berpartisipasi dalam melaksanakan kebijakan subsidi perumahan. KPRS
(Kredit/pembiayaan Perbaikan Rumah Swadaya) Mikro Syariah Bersubsidi dengan
prinsip syariah adalah pembiayaan yang diterbitkan oleh Lembaga Penerbit
Pembiayaan yang telah beroperasi dengan prinsip syariah kepada Masyarakat
Berpenghasilan Rendah (MBR) dalam rangka memfasilitasi pembangunan atau
perbaikan rumah yang telah dimiliki yang dilakukan secara swadaya. Subsidi ini
ditujukan bagi keluarga/rumah tangga yang baru pertama kali memiliki rumah atau
baru pertama kali menerima subsidi perumahan dan termasuk ke dalam MBR
(Masyarakat Berpenghasilan Rendah).
Adapun Perjanjian Kerjasama Operasional (PKO) antara Kementerian Negara
Perumahan Rakyat dengan lembaga keuangan mikro syariah / Baitul Maal wa Tamwil
(BMT) dalam melaksanakan program KPRS Mikro Syariah Bersubsdi ini adalah BMT
Husnayain Pasar Rebo sebagai perwakilan daerah DKI Jakarta.
Terdorong dari pemikiran inilah, penulis mencoba untuk menyusun sebuah
tulisan dalam bentuk skripsi dengan judul “ Konsep Pembiayaan KPRS
(Kredit/pembiayaan Perbaikan Rumah Swadaya) Melalui Lembaga Keuangan
Mikro Syariah (Studi di BMT Husnayain Pasar Rebo) ”
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Mengingat banyaknya bmt-bmt yang bermunculan sekarang ini, maka penulis
hanya akan meneliti pada BMT Al-Husnayain Pasar Rebo. Agar permasalah yang
dibahas dalam skripsi ini tidak meluas maka penulis membatasinya pada permasalahan
Konsep Pembiayaan KPRS (Kredit/pembiayaan Perbaikan Rumah Swadaya) Melalui
Lembaga Keuangan Mikro Syariah. Perlu diketahui bahwa pembiayaan KPRS pada
BMT Husnayain adalah (Kredit/Pembiayaan Perbaikan Rumah Swadaya). Namun,
disini penulis tetap menggunakan istilah yang lebih umum yaitu KPRS.
2. Perumusan Masalah
Dalam merealisasikan batasan masalah di atas, maka penulis mencoba
merumuskan masalah untuk memudahkan dalam pembahasan selanjutnya. Adapun
rumusan masalah yang akan dirumuskan adalah sbb:
1. Bagaimanakah konsep pembiayaan KPRS melalui lembaga keuangan mikro
syariah di BMT Husnayain Pasar Rebo?
2. Siapa saja sasaran dari pembiayaan KPRS melalui lembaga mikro syariah di
BMT Husnayain Pasar Rebo?
3. Apakah pembiayaan KPRS yang dipraktekkan BMT Husnayain Pasar Rebo
telah sesuai dengan prinsip-prinsip syari’ah?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah ynag telah dirumuskan oleh penulis di atas
maka ada beberapa tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini diantaranya:
1. Untuk mengetahui konsep pembiayaan KPRS melalui lembaga Keuangan Mikro
pada BMT Husnayain Pasar Rebo.
2. Untuk mengetahui sasaran dari pembiayaan KPRS melalui Lembaga Mikro
Syariah di BMT Husnayain Pasar Rebo.
3. Untuk mengetahui pembiayaan KPRS pada BMT Husnayain apakah telah
sesuai dengan prinisp syari’ah.
Adapun manfaat dari hasil penulisan skripsi ini adalah
1. Manfaat teoritis: hasil ini diharapkan berguna bagi kalangan pelajar, mahasiswa,
dan akademis lain.
2. Manfaat praktis: hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi pelaku-pelaku
ekonomi Islam yang bergerak pada Baitul Mal wat Tamwil agar sesuai dengan
misi dan visi.
3. Manfaat kebijakan: hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
kepada lembaga-lembaga yang terkait dengan permasalahan ini.
D. Kajian Pustaka
Berdasarkan telaah yang sudah dilakukan terhadap beberapa sumber
kepustakaan, penulis melihat bahwa masalah pokok penelitian ini tampaknya sangat
penting dan prospektif. Karena penelitian mengenai pembiayaan KPRS ini melalui
Lembaga keuangan mikro syaraiah belum pernah ada yang membahas tentang ini
sebelumnya, akan tetapi sudah ada yang membahas mengenai KPR Syariah (Kredit
Kepemilikan Rumah) pada lembaga keuangan perbankan syariah. Adapun judul skripsi
terdahulu yang membahas tentang KPR Syariah adalah Adapun kajian pustaka yang di
gunakan adalah:
1. Dian Lestari (2006) melakukan penelitian tentang Analisa Pembiayaan
Kepemilikan Rumah (KPR) pada BTN Syariah kantor cabang syariah Jakarta-
Harmoni.
Kesimpulan: pembiayaan KPR Syariah merupakan praktik murabahah dengan
pesanan. Bila semua rukun dan syarat pada akad-akad dalam pembiayaan ini
terpenuhi sempurna maka dapat dikatakan bahwa transaksi tersebut sah. Maka
praktik KPR Syariah dinilai sah dan sesuai dengan syara’.
2. Mahfudin (2007) melakukan penelitian tentang kesesuaian aplikasi jual-beli
murabahah dalam pembiayaan KPR Syariah. Studi Pada Unit Usaha Syariah
PT. Bank Permata Tbk.
Kesimpulan: biaya kredit dalam pembiayaan bank syariah berdasarkan
murabahah atau mark-up harga adalah pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan
pembiayaan berdasarkan bunga tetap (fixed). Yaitru pad sisi factor yang
mempengaruhi kedaunya, pembagian resiko, hubungan antara bank dan
nasabah, dan juga pada penyelesaian hutang bagi nasabah akan dikenakan
sanksi apabila telat membayarnya.
Dari kedua penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh sdra. Mahfudin dan
sdri. Dian Lestari ternyata memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang
penulis lakukan.
Adapun persamaan yang penulis maksudkan yaitu sama-sama berkaitan dengan
pembiayaan Murabahah. Sedangkan letak perbedaannya yaitu maksud KPRS bagi
penulis adalah (Kredit/pembiayaan Perbaikan Rumah Swadaya) pada lembaga
keuangan mikro syariah. Menurut sdra. Anwari dan sdri. Dian Lestari KPR Syariah
(Kredit Kepemilikan Rumah) pada lembaga Perbankan. Jadi penelitian yang sudah ada
pada bagian pengertian KPRS-lah yang membedakannya.
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan studi lapangan (field research), yaitu dengan objek
penelitiannya adalah BMT Husnayain Pasar Rebo. Dan juga penelitian ini adalah studi
kepustakaan (library research), yaitu dengan mengumpulkan sejumlah buku-buku,
sumber bacaan lainnya yang berkaitan dengan pembahasan. Penelitian ini bersifat
deskriptif-analisis
2. Jenis Data
a. Data Primer: data yang diperoleh langsung oleh peneliti dalam proses penelitian.
Data primer ini diperoleh melalui informasi dan data-data yang terkait dengan
penelitian yang berasal dari BMT seperti wawancara langsung terhadap pihak-
pihak yang bersangkutan, dan literature-literatur lainnya.
b. Data Sekunder: buku, karya ilmiah, dokumen-dokumen dan lainnya.
3. Sumber Data
a. Primer: data yang diperoleh secara langsung dari sumber data atau dari hasil
penelitian lapangan. Penulis secara langsung mengadakan wawancara kepada
pihak-pihak yang terkait dengan masalah ini yaitu Bpk. Drs. Komaruddin
selaku Direktur BMT Husnayain Pasar Rebo.
b. Sekunder: data yang diterima melalui studi dokumentasi yang ada hubungannya
dengan materi skripsi ini. Penulis melakukan studi kepustakaan dengan
melakukan kunjungan ke berbagai perpustakaan untuk mencari data dari
berbagai literatur.
4. Teknik Pengumpulan Data
Sesuai dengan permasalahan yang diangkat, maka dalam pengumpulan data
skripsi ini, penulis menggunakan metode pengumpulan data sebagai berikut:
a. Penelitian kepustakaan (library research), merupakan data sekunder yang
digunakan untuk mendukung data primer, dalam hal ini penulis mengadakan
penelitian terhadap literatur yang ada kaitannya dengan penulisan skripsi ini,
literatur ini berupa buku, majalah, surat kabar, internet, dan lain-lain yang
berkaitan dengan tema skripsi tersebut.
b. Penelitian Lapangan (field research), data yang dibutuhkan dalam penelitian ini
adalah jenis data primer, yaitu data yang diperoleh dari BMT. Dengan metode
ini penulis memperoleh data dan informasi tentang Konsep KPRS melalui
Lembaga Keuangan Mikro Syariah dengan menggunakan teknik pengumpulan
data sebagai berikut :
1) Observasi yaitu pengamatan dan pencatatan sistematis terhadap
fenomene-fenomena yang diselidiki.8 Hal-hal yang dilakukan dalam
observasi adalah mengenai keadaan yang sebenarnya terjadi di lokasi
penelitian yang berkaitan dengan pembiayaan KPRS.
8 Sutrisno Hadi, Metodologi Research, cet-XXI, (Yogyakarta: Andi Offset, 1992), h. 132.
2) Dokumentasi yaitu mengumpulkan data berdasarkan dokumen-dokumen
tentang KPRS yang ada pada BMT Husnayain dan laporan-laporan lain
yang terkait dengan masalah penelitian.
3) Wawancara (interview), sumber data yang digunakan adalah data primer
yaitu data yang didapatkan dari lapangan atau pengumpulan data dengan
melakukan interview kepada pihak-pihak yang dapat memberikan
informasi untuk penelitian ini.
5. Teknik Analisa Data
Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan penelitian kualitatif yag
bersifat deskriptif, yakni penelitian yang menggambarkan data dan informasi
berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh di lapangan mengenai konsep KPRS pada
BMT Husnayain.
6. Teknik Penulisan
Adapun sistem penulisan skripsi ini, mengacu kepada “Pedoman Penulisan
Skripsi, Tesis, dan Disertasi” yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Isalam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.
F. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan penulisan dan pembahasan skripsi ini, penulis akan
membagi bahasan kedalam lima bab untuk mengemukakan hal-hal yang dianggap
penting dan berkaitan dengan judul penulisan yang secara garis besar adalah sebagai
berikut:
BAB 1 PENDAHULUAN
Dalam bab ini mencakup: latar belakang masalah, pembatasan dan
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, metode penelitian dan
teknik penulisan, kajian pustaka serta sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN TEORITIS
Dalam bab ini akan dibahas tentang pengertian pembiayaan murabahah,
landasan syariah, aplikasi, skema pembiayaan
Pengertian lembaga keuangan mikro syariah, manajemen lembaga keuangan
mikro syariah, peranan, dan tujuan.
BAB III GAMBARAN UMUM BMT HUSNAYAIN
Dalam bab ini akan diuraikan tentang : sejarah berdirinya, visi, misi dan
motto, stuktur organisasi, produk-produk BMT Husnayain, Wilayah
penyaluran dana BMT Husnayain dan Kerjasama dengan pihak lain.
BAB IV ANALISIS KONSEP PEMBIAYAAN KPRS MELALUI LEMBAGA
KEUANGAN MIKRO SYARIAH
dalam bab ini membahas tentang : Konsep pembiayaan KPRS. Aplikasi
pembiayaan KPRS melalui LKMS : syarat-syarat calon pemohon
pembiayaan KPRS, prosedur pelaksanaan pembiayaan KPRS dan sasaran
pembiayaan KPRS. Analisis kesesuaian konsep KPRS dengan prinsip
syariah melalui lembaga keuangan mikro syari’ah pada BMT Husnayain
BAB V PENUTUP Bab ini mencakup tentang: kesimpulan dan saran
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBIAYAAN MURABAHAH
DAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SYARI’AH
A. Pembiayaan Murabahah
1. Pengertian Pembiayaan Murabahah
Secara etimologis Murabahah berasal dari kata ربح-يربح-ربحا yang berarti
beruntung. Dengan kata lain mengusahakan keuntungan dalam perdagangan. Jadi
murabahah adalah saling menguntungkan9
Secara terminologis, Murabahah adalah suatu bentuk jual beli dimana
penjual menyebutkan harga pembelian barang kepada pembeli kemudian penjual
mensyaratkan keuntungan dalam jumlah tertentu.10
Dalam beberapa Kitab Fiqh, Murabahah merupakan salah satu bentuk jual
beli yang bersifat amanah. Murabahah terlaksana antara penjual dan pembeli
berdasarkan harga barang, harga asli pembelian penjual yang diketahui oleh
pembeli dan keuntungan penjual pun diberitahukan kepada pembeli.11
Di dalam Kamus Istilah Fiqh sendiri dijelaskan bahwa murabahah adalah
suatu bentuk jual-beli barang dengan tambahan harga (cost plus) atas dasar harga
9 Mahmud Yunus, kamus arab-Indonesia, (Jakarta: Hidayakarya Agung, 1990), cet ke-8, h. 136
10 Ibrahim Lubis, Ekonomi Islam: Suatu Pengantar, (Jakarta: Kalam Mulia, 1995), jilid 2, h. 70.
11 Wiroso, Jual Beli Murabahah, (Yogyakarta: UII Press, 2005), h.14.
pembelian yang pertama secara jujur.12 Dalam Daftar Istilah Buku Himpunan Fatwa
DSN (Dewan Syariah Nasional) yang dimaksud murabahah adalah menjual suatu
barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli
membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba.13 Sedangkan dalam PSAK 59
tentang Akutansi Perbankan Syariah paragraf 52 dijelaskan bahwa murabahah
adalah akad jual-beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan
(margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli.14
Hal yang sama didefinisikan oleh Praktisi Perbankan Adiwarman Karim
yaitu Murabahah adalah suatu penjualan barang seharga barang tersebut ditambah
keuntungan yang disepakati. Misalnya, seseorang membeli barang kemudian
menjualnya dengan keuntungan tersebut dapat dinyatakan dengan nominal rupiah
atau dalam bentuk persentase dari harga pembeliannya, misalnya 10% atau 20%.15
Muhammad mendefinisikan murabahah adalah suatu perjanjian jual beli
antara bank dengan nasabah, dimana pihak bank membeli barang yang diperlukan
nasabah dan kemudian menjualnya kepada nasabah yabg bersangkutan sebesar
12 M. Abd. Mujieb, et. Al., Kamus Istilah Fiqh, (Jakarta: PT Pustaka Firdaus, 1994), cet ke-2,. h.225.
13 Dewan Syariah Nasional MUI, Himpunan Fatwa DSN untuk Lembaga Keuangan Syari’ah, (Penerbit Dewan Syari’ah Nasional Majlis Ulama dan Bank Indonesia), h. 21.
14 Wiroso, Jual Beli Murabahah, (Yogyakarta: UII Press, 2005), cet ke 1, h.14
15 Adiwarman Karim, Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), h.86.
harga perolehan ditambah dengan margin (tingkat keuntungan) yang disepakati
antara bank dan nasabah.16
Sementara itu, dari sudut pandang Muhammad syafi’i Antonio menjelaskan
bahwa bai al-Murabahah itu adalah jual-beli barang pada harga asal dengan
tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam murabahah penjual harus
memberitahu harga pokok yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan
dengan tambahannya.
Prinsip murabahah umumnya diterapkan dalam pembiayaan pengadaan
barang investasi. Murabahah sangat berguna bagi seseorang yang membutuhkan
barang secara mendesak tetapi kekurangan dana. Lalu kemudian meminta kepada
pihak yang memberi dana (dalam kasus ini, BMT) agar membiayai pembelian
barang tersebut dan bersedia menebusnya pada saat barang diterima. Harga jual
didalam murabahah adalah harga pokok ditambah profit margin (tingkat
keuntungan) yang disepakati. Dalam transaksi jual beli murabahah ini BMT
bertindak sebagai penjual sementara nasabah sebagai pembeli. Kedua belah pihak
harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran. Kesepakatan harga
jual dicantumkan dalam akad jual beli dan tidak dapat berubah menjadi lebih mahal
selama berlakunya akad.17 Yang membedakan dengan jenis jual beli lain adalah
keharusan memberitahukan harga pokok suatu barang kepada nasabah.
16 Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah, (Jakarta: Ekonisia, UII, 2004), h. 201.
17 Bank Indonesia, Petunjuk Pelaksanaan Pembukaan Kantor Cabang Bank Syari’ah, (Jakarta: Bank Indonesia, 1999), h. 33.
Dari berbagai pengertian murabahah yang telah dikemukakan diatas, maka
penulis dapat menarik kesimpulan bahwa murabahah adalah akad jual beli barang
yang bersifat amanah, dimana dalam hal ini lembaga keuangan selaku pihak penjual
harus menyebutkan dengan jelas harga perolehan dan keuntungan yang akan
disepakati oleh penjual dan pembeli. Karena dalam murabahah ini ditentukan
berapa tingkat keuntungan yang diperoleh. Adapun sistem pembayarannya dapat
dilakukan baik secara tunai maupun dicicil. Dalam pelaksanaanya lembaga
keuangan memberi kekuasaan penuh kepada nasabah untuk membeli barang yang
diperlukan. Selanjutnya, pada saat yang bersamaan lembaga keuangan menjual
barang tersebut kepada nasabah dengan harga asal ditambah sejumlah keuntungan
yang disepakati dan dibayarkan oleh nasabah pada jangka waktu tertentu, sesuai
dengan kesepakatan antara lembaga keuangan dan Nasabah. Dalam transaksi
murabahah, penjual (Lembaga Keuangan) juga harus memperlihatkan atau
menyebutkan dengan jelas barang yang diperjualbelikan dan tidak termasuk barang
haram.
2. Landasan Syari’ah Murabahah
a. Al-Qur’an.
Murabahah termasuk kedalam salah satu bentuk jual-beli. Landasan
hukum murabahah bersumber dari al-quran, as-sunah dan ijma. Oleh karena itu
murabahah diperbolehkan secara hukum, karena Allah SWT tela menghalalkan
jual-beli. Kebolehan jual-beli murabahah ini terlihat dalam QS. An-Nisa (4) : 29
ةتجار تكون أن إلا بالباطل بينكم أموالكم تأآلوا لا ءامنوا الذين ياأيها
)النساء( رحيما بكم آان الله إن أنفسكم تقتلوا ولا منكم تراض عن
٢٩:(٤( Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka yang berlaku diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri. Sesungguhnya Allah maha Penyayang kepadamu.” (An-Nisa (4) : 29)
Landasan lain tentang murabahah tertera dalam QS. Al-Baqarah (2) : 275
من الشيطان يتخبطه الذي يقوم آما إلا يقومون لا الربا يأآلون الذين
وحرم البيع الله وأحل الربا مثل البيع إنما قالوا بأنهم ذلك المس
.…الربا
)٢٧۵ :(٢) البقرة(Artinya:
”Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaadn mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual-beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba….” (Al-Baqarah (2): 275)
b. Hadis
عليه اهللا صلى اهللا رسول قال :قال أبيه عن صهيب بن صالح عن
با البر خلط و ,المقارضة ,أجل إلى عالبي :البرآة فيهن ثالث :وسلم
)ماجه ابن رواه (.للبيع لا للبيت السعيرArtinya:
“Dari Shalih bin Suhaib ra, dari ayahnya berkata: “Bersabda Rasulullah saw: “Tiga hal yang didalamnya terdapat keberkahan: jual beli
secara tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah bukan untuk dijual. (HR. Ibnu Majah)18
Hadis di atas tergolong hadis yang sanadnya lemah, walau demikian
dapat diambil faedahnya, dimana nabi mengutarakan adanya suatu keberkahan
dalam 3 (tiga) hal, salah satunya adalah menjual dengan tempo pembayaran
(kredit) karena didalamnya unsur saling berbaik hati, saling mempermudah
urusan dan memberikan pertolongan kepada orang yang berhutang dengan cara
penundaan pembayaran.
c. Ijma
Ijma mayoritas ulama tentang kebolehan jual-beli dengan cara murabahah.19
d. Fatwa DSN MUI
1). Fatwa DSN NO.04/DSN-MUI/IV/2000 Tanggal 1 April tentang
Murabahah20, Memutuskan bahwa dalam rangka membantu masyarakat
guna melangsungkan dan meningkatkan kesejahteraan dan berbagai
kegiatan, bank syari’ah perlu memiliki fasilitas murabahah bagi yang
18 Al Imam al-Hafiz Abi Abdillah Muhammad bin Yazid al-Qazwaini, sunan Ibnu Majah, (Beirut:
al-Fikr, 1995), Jilid I, h.720
19 Dewan Syariah Nasional (DSN), Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, (Jakarta: DSN, 2003), edisi ke 2, h.25.
20 Ibid., h.25.
memerlukannya, yaitu menjual suatu barang dengan menegaskan harga
belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih
sebagai laba.
2). Fatwa DSN NO.13/DSN-MUI/IX/2000 Tanggal 16 September tentang
Uang Muka dalam Murabahah21, memutuskan bahwa dalam akad
pembiayaan murabahah, Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS) dibolehkan
untuk meminta uang muka apabila kedua belah pihak bersepakat. Besar
jumlah uang muka ditentukan berdasarkan kesepakatan.
3). Fatwa DSN NO.16/DSN-MUI/IX/2000 Tanggal 16 September 2000
tentang Diskon dalam Murabahah22, memutuskan bahwa harga dalam
murabahah adalah harga beli dan biaya yang diperlukan ditambah
keuntungan sesuai dengan kesepakatan. Jika dalam jual beli murabahah LKS
mendapat diskon dari supplier, harga sebenarnya adalah harga setelah
diskon; karena itu, diskon adalah hak nasabah. Dalam akad, pembagian
diskon setelah akad hendaklah diperjanjikan dan ditandatangani.
4). Fatwa DSN NO.17/DSN-MUI/IX/2000 Tanggal 16 September 2000
tentang Sanksi Atas Nasabah Mampu Yang Menunda-nunda Pembayaran23,
memutuskan bahwa sanksi yang disebut dalam fatwa ini adalah sanksi yang
dikenankan LKS kepada nasabah yang mampu membayar, tetapi menunda-
21 Ibid., h.83.
22 Ibid., h.98.
23 Ibid., h.105.
nunda pembayaran dengan disengaja. Nasabah yang tidak/belum mampu
membayar disebabkan force majeur tidak boleh dikenakan sanksi.
5). Fatwa DSN NO.23/DSN-MUI/III/2002 Tanggal 28 Maret 2002 tentang
Potongan Pelunasan dalam Murabahah24. Memutuskan bahwa jika nasabah
dalam transaksi murabahah melakukan pelunasan pembayaran tepat waktu
atau lebih cepat dari waktu yang telah disepakati, LKS boleh memberikan
potongan dari kewajiban pembayaran tersebut, dengan syarat tidak
diperjanjikan dalam akad.
3. Rukun dan Syarat Murabahah
Murabahah merupakan salah satu dari jenis pembiayaan berdasarkan
konsep jual beli, yaitu menjual dengan harga asal (modal) ditambah margin
(keuntungan) yang disepakati.sebagaimana halnya jual beli. Dengan demikian
hukum dan rukunnya berpedoman pada hukum dan rukun jual beli yaitu:
a. Sighat, yaitu ijab dan qabul
b. Al-‘Aqidain, yaitu orang yang berakad, dalam hal ini penjual dan pembeli
c. Al-Ma’qud ‘Alaih, yaitu harga barang yang dijual belikan.
Menurut ulama Hanafiah, orang yang berakad, barang yang dibeli, dan
harga barang termasuk kedalam syarat-syarat jual-beli, bukan rukun jual beli.25
24 Ibid., h. 148.
25 Harun Nasrun, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000), h. 115.
Adapun syarat-syarat jual beli sesuai dengan rukun jual beli di atas adalah
sebagai berikut:
a. Syarat yang berkaitan dengan ijab dan qabul
Ulama fiqh mengemukakan bahwa syarat ijab dan qabul adalah sebagai
berikut:
1). Orang yang mengucapkannya telah baligh dan berakal .
2). Qabul sesuai dengan ijabnya.
3). Ijab dan Qabul dilakukan dalam satu Majlis.26
b. Syarat orang yang berakal
Para ulama fiqh sepakat bahwa orang yang melakukan akad jual beli
harus memenuhi syarat baligh dan berakal. Oleh karena itu, jual beli yang
dilakukan oleh anak kecil yang sudah mumyyiz, menurut ulama Hanafiyah,
hukumnya sah jika akad yang dilakukan membawa keuntungan bagi anak
tersebut, dan tidak sah membawa kerugian.27
c. Syarat harga barang (as-Saman) dan barng yang dijual belikan
Para ulama membedakan as-Saman dengan as-Si’ir, menurut mereka as-
Saman adalah harga pasar yang berlaku ditengah-tengah masyarakat secara
aktual. Sedangkan as-Si’ir adalah modal barang yang seharusnya diterima para
pedagang sebelum dijual ke konsumen. Adapun syarat-syarat harga barang
adalah:
26 Ibid., h.116.
27 Ibid.
1). Ketentuan harga jual ditetapkan di awal perjanjian dan tidak boleh berubah
selama perjanjian.
2). Pembayaran murabahah dapat dilakukan secara tunai atau cicilan. Selain itu,
juga diperkenankan adanya perbedaan dalam harga untuk pembayaran yang
berbeda.
3). Harga yang disepakati adalah harga jual sedangkan harga beli harus
diberitahukan.
4). Apabila jual beli dilakukan dengan saling mempertukarkan barang, maka
barang yang dijadikan nilai tukar bukan barang yang diharamkan oleh
Syara’, seperti, babi dan khamar, karena kedua jenis benda ni tidak bernilai
Syara’.28
Menurut Muhammmad Syafi’I Antonio syarat Murabahah adalah sebagai
berikut:
a. Penjual memberitahukan biaya modal kepada nasabah.
b. Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang diterapkan.
c. Kontrak harus bebas dari riba.
d. Penjual harus menjelaskan kepada pembeli juka terjadi cacat atas barang
sesudah pembelian.
e. Jika penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian,
misalnya jika pembelian dilakukan dengan hutang.
28 Ibid, h. 118-119
f. Secara prinsip, jika syarat dalam 1, 4 atau 5 tidak dipenuhi, maka pembeli
memiliki pilihan sebagai berikut:
1). Melanjutkan pembelian seperti apa adanya.
2). Kembali kepada penjual dan menyatakan tidak setuju atas barang yang di
jual.
3). Membatalkan kontrak29
4. Aplikasi dan Skema Murabahah
Secara umum aplikasi dari Ba’i al Murabahah dapat digambarkan dalam
skema berikut ini
Skema Bai’ al Murabahah30
1. Negosiasi Pesanan dengan Kriteria
2. Akad Jual Beli
6. Bayar
5.Terima
Barang& Dokumen
3. Beli Barang 4. kirim
Keterangan:
29 Muhammad Syafi’I Antonio, bank syariah suatu pengenalan umum, (Jakarta: Gema Insani Press,
2001), h. 146
30 Bank Indonesia, Petunjuk Pelaksanaan Pembukaan Kantor Cabang Bank Syari’ah, h. 33
LEMBAGA
KEUANGAN
NASABAH /
PEMBELI
SUPPLIER /
PENJUAL
1. Lembaga Keuangan dan nasabah melakukan negosiasi tentang jenis barang,
jumlah, kualitas, harga dan keuntungan yang akan diambil Lembaga
Keuangan, dan cara pembayarannya.
2. Kesepakatan transaksi jual beli antara Lembaga Keuangan (penjual) dengan
nasabah, dibuatkan akad jual beli.
3. Lembaga Keuangan membayarkan uang langsung kepada pemasok atau
supplier, senilai harga barang yang dipesan
4. Pemasok atau supplier mengirim barang pesanan kepada pembeli.
5. Dokumen jual beli oleh pemasok atau supplier disampaikan ke Lembaga
Keuangan.
6. Pembeli (nasabah) melakukan pembayaran kepada Lembaga Keuangan sesuai
dengan kesepakatan (diangsur atau dibayar sekaligus dalam jangka waktu
tertentu).
5. Perbedaan Murabahah Dan Pembiayaan Konsumen (Customer Finance)31
Banyak pihak yang mengatakan bahwa murabahah tidak berbeda dengan
pembiayaan konsumen (customer finance) yang selama ini dilakukan oleh lembaga
keuangan, dalam hal objek yang diserahkan yaitukomoditas atau barang, harga
pokok ditambah dengan keuntungan, pembayarannya yang dapat dilakukan dengan
tunai atau cicilan dan sebagainya.
31 Wiroso, Jual Beli Murabahah, (Yogyakarta: UII Press, 2005), cet ke 1, h.52
Sesuai keputusan menteri keuangan nomor 1251 / KMK.013 / 1988 yang
dimaksud dengan pembiayaan konsumen adalah kegiatan pembiayaan yang
melakukan kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan
konsuman dengan sistem pembayaran angsuran atau berkala oleh konsumen.
Berdasarkan definisi tersebut, terdapat beberapa hal yang perlu digarisbawahi dan
merupakan dasar dari kegiatan pembiayaan konsumen, yaitu:
a. Pembiayaan konsumen merupakan salah satu alternative pembiayaan yang dapat
diberikan kepada konsumen
b. Objek pembiayaan usaha jasa pembiayaan konsumen adalah barang kebutuhan
konsumen, biasanya kendaraan bermotor, alat elektronik, dan lain sebagainya.
c. Sistem pembayaran angsuran dilakukan secara berkala, biasanya dilakukan
perbulan dan tagihannya langsung kepada konsumen.
d. Jangka pengembalian bersifat fleksibel, tidak terikat dengan ketentuan seperti
financial lease.
Tabel 2.1
Perbedaan jual beli murabahah dan pembiayaan konsumen32
32 Ibid,h.54-55
No Masalah Jual beli Murabahah Pembiayaan Konsumen
1 Akad Jual beli Harus ada barang
Pinjam meminjam Belum tentu ada barangnya
2 Obyek penyerahan
Barang yang diperjual belikan (barangnya harus ada)
Barang dapat diserahkan
sewaktu akad Barang berupa harta yang jelas
harganya Barang milik sendiri (lembaga
keuangan) Artinya terjaga
Uang yang akan dipergunakan
untuk membeli barang yang
dibutuhkan
3 Harga
perolehan
barang
Harus diberitahukan kepada
nasabah Tidak ada keharusan, karena
yang diserahkan uang bukan
barang (bahkan tidak tahu harga
perolehan harganya)
4 Tanda bukti
nasabah Tanda terima barang Tanda Terima Uang Tunai
Nasabah (TTUTN), promise atau
sejenisnya
5 Hutang
nasabah Sebasar harga jual, yaitu harga
perolehan barang ditambah
keuntunagn yang disepakati Berkurang sebesar pembayaran
angsuran yang dilakukan (tidak
membedakan lagi unsur pokok
dan keuntungan) Bagi nasabah tidak mengenal
hutang pokok dan hutang
margin
Pokok kredit ditambah dengan
bunga (tergantung system bunga
yang dikenakan-tetap, floating,
dsb) Berkurang sebesar pembayaran
poko kredit dan pembayaran
bunga (pada umumnya bank
mempergunakan system
perhitungan anuitas-pembayaran
angsuran pokok kecil awalnya) Ada hutang pokok dan hutang
bunga
6 Perhitungan Belum ditemukan perhitungan Perhitungannya dari sisa
keuntungan keuntungan. keuntungan harus disepakati. Dilakukan sekali dari harga
perolehan barang setelah
dikurangi uang muka (jika
ada). Jika telah sepakati tidak
diperbolehkan berubah, sampai
akhir akad
outstanding pokok kredit yang
diberikan kepada nasabah
(biasanya bank mempergunakan
sistem perhitungan anuitas-
bunga pada awalnya, karena
modal nya dipergunakan juga
besar)
7 Nasabah
melunasi
sebelum
jatuh tempo
Sebesar sisa hutangnya (hutang
awal dikurangi dengan
pembayaran angsuran) Bank syariah diperkenankan
memberikan biaya potongan
pelunasan dipercepat, yang
besarnya merupakan kebijakan
bank
Sebesar sisa pokok kredit dan
biasanya bunga yang belum
diterima sebagai potongan
pelunasan Dengan cara perhitungan anuitas,
sisa pokok kredit pada awalnya
tersisa besar dan secara bertahap
menurun
8 Jaminan Nasabah dapat diminta untuk
memberikan jaminan Nasabah harus menyerahkan
jaminan
9 Diskon dari
supplier Pada prinsipnya menjadi milik
nasabah Diskon yang tidak jelas
pemiliknya, merupakan dana
kebajikan
Menjadi milik bank, sebagai
pendapatan non operasi
10 Denda Hanya kepada nasabah yang
mampu tapi tidak mau
membayar Nasabah yang tidak mampu
tidak diperkenankan membayar Denda yang diterima
merupakan pendapatan non
halal
Bagi nasabah yang tidak
membayar (tidak diperhatikan
nasabah yang mampu ataupun
tidak mampu) Denda yang diterima diakui
sebagai pendapatan non operasi
bank.
11 Uang muka Harus diserahkan kepada bank Dapat disetor langsung kepada
syariah Jika pesanan dibatalkan, bank
mengalami rugi maka nasabah
harus menggantikan kerugian
riil bank dari uang muka Jika dilaksanakan, sebagai
pengurang hutang nasabah
supplier (self financing)
12 Pembagian
pokok dan
keuntungan
(untuk
kepentingan
bank)
Jika murabahah
pembayarannya dilakukan
secara tangguh, maka
pembagian pokok dan margin
harus dilakukan secara
proporsional merata dan tetap
selama jangka waktu angsuran Tidak dikenal pembayaran
pokok dulu atau margin dulu,
pembayaran angsuran adalah
pengurang hutang nasabah.
Pada umumnya bank
membedakan porsi pokok dan
bunga Pembagian dilakukan secara
anuitas, yaitu dengan jumlah
angsuran yang sama pada
awalnya porsi pokok lebih kecil
dan porsi bunga lebih besar dan
akhir sebaliknya Dimungkinkan untuk membayar
bunga dulu, atau membayar
pokok saja.
B. Lembaga Keuangan Mikro Syariah
1. Pengertian Lembaga Keuangan Mikro Syariah
Lembaga keuangan dalam arti luas adalah lembaga perantara dari pihak
yang mempunyai kelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana. Lembaga
keuangan adalah badan usaha yang kekayaannya dalam bentuk asset keaungan atau
tagihannya lebih utama dibandingkan dengan asset non financial atau asset riil.
Lembaga keuangan merupakan bagian dari sistem keuangan dalam ekonomi
modern yang melayani masyarakat pemakai jasa-jasa keuangan.
Lembaga keuangan dapat dikelompokkan dalam berbagai cara yang paling
umum adalah mengelompokkan lembaga keuangan berdasarkan kemampuannya
menghimpun dan dari masyarakat secara langsung atau dasar tersebut lembaga
diklasifikasikan kepada dua jenis lembaga, yakni lembaga keuangan depositori dan
lembaga non depositori.
Lembaga keuangan depositori ini menghimpun dana secara langsung dari
masyarakat dalam bentuk simpanan (deposito) misalnya giro, tabungan, deposito
berjangka yang diterima dari penabung atau unit surplus. Lembaga yang
menawarkan jasa seperti ini adalah bank-bank.
Sedangkan yang dimaksud lembaga keuangan non depositori atau sering
disebut lembaga keuangan bukan bank yang mana kegiatan usahanya bersifat
kontraktual, yaitu menarik dana dari masyarakat dengan menawarkan kontrak untuk
melindungi penabung terhadap resiko ketidakpastian dan dapat mengelola dana
khusus dari klien dan membantu masing-masing pengusaha maupun usaha patungan
atau dana mudharabah. Dengan demikian, lembaga ini memerankan tabungan dari
mereka dan membantu pegusaha mencari dana untuk mengembangkan bisnis
mereka.33
33 Muhammad, kebijakan Fiskal dan Moneter Dalam Ekonomi Islam, (Jakarta: Salemba Empat,
2002), h. 91.
Lembaga keuangan mikro melakukan kegiatan pengembangan usaha-usaha
dan investasi dalam meningkatkan kualitas ekonomi mikro, antara lain mendorong
kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonomi. Definisi lain
adalah keuangan yang kegiatannya menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat
yang bersifat profit motif. Atau lembaga ekonomi keuangan syariah non perbankan
yang sifatnya informal. Disebut informal karena lembaga ini didirikan oleh
kelompok swadaya masyarakat yang berbeda dengan lembaga keuangan perbankan
dan lembaga keuangan lainnya.34 Oleh karena itu, dapat diambil kesimpulan bahwa
Lembaga Keuangan Mikro Syariah adalah sebuah lembaga ekonomi rakyat kecil,
yang berupaya mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam
meningkatkan kegiatan ekonomi pengusaha kecil bawah dan kecil berdasarkan
prinsip syariah dan prinsip koperasi.35
Lembaga Keuangan Mikro Syariah selain berfungsi sebagai Lembaga yang
bertugas menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan dana kepada
masyarakat. Lembaga ini juga berfungsi sebagai Lembaga Ekonomi yang bertugas
meningkatkan kegiatan para pengusaha kecil menyangkut produksi, konsumsi,
distribusi barang dan jasa dengan tujuan akhir mengembangkan usaha produktif dan
investasi dalam meningkatkan kegiatan menabung dan pembiayaan usaha ekonomi.
Secara konsep Lembaga Keuangan Mikro Syariah adalah suatu lembaga yang
didalamnya mencakup dua jenis kegiatan sekaligus, yaitu:
34 H.A. Djazuli, Yadi Janwari, Lembaga-lembaga Perekonomian Umat, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), h. 183.
35 Peraturan Dasar dan Contoh AD-ART BMT, (Jakarta: PINBUK, 2000), h.1.
a. Kegiatan mengumpulkan dana dari berbagai sumber seperti zakat, infak dan
sedekah dan lain-lain yang dapat dibagikan atau disalurkan kepada yang berhak
dalam mengatasi kemiskinan.
b. Kegiatan produktif dalam rangka menciptakan nilai tambah baru dan
mendorong pertumbuhan ekonomi yang bersumber daya manusia.36
Atas landasan pengertian itu, maka lembaga keuangan Mikro Syariah
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Berorientasi bisnis, mencari laba bersama, meningkatkan pemanfaatan ekonomi
paling banyak untuk anggota dan lingkungannya.
b. Ditumbuhkan dari bawah berlandaskan peran serta masyarakat disekitarnya.
c. Milik bersama masyarakat menengah kebawah dari lingkungan Lembaga
Keuangan Mikro Syariah itu sendiri, bukan milik orang seorang atau orang dari
luar masyarakat itu.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Lembaga Keuangan Mikro
Syariah harus dirumuskan secara sederhana sehingga mudah untuk didirikan.
Artinya, lembaga keuangan non perbankan ini harus dirumuskan secara sederhana
agar dapat ditangani dan dimengerti oleh para nasabah yang sebagian besar
berpendidikan rendah. Aturan-aturan dan mekanisme kerja di Lembaga keuangan
Mikro Syariah dibuat dengan lentur, efisien dan efektif sehingga memudahkan
nasabah untuk memanfaatkan fasilitasnya. Selain itu, kebijakan yang diambil
Lembaga Keuangan Mikro Syariah hendaknya terkait dengan kepentingan mendasar
36 Muhammad, kebijakan Fiskal dan Moneter Dalam Ekonomi Islam, (Jakarta: Salemba Empat,
2002), h. 129.
dari para anggota. Hal ini perlu dilaukakan agar pihak-pihak yang terlibat terus
termativasi untuk membina dan mnembnagkan lebih lanjut.37
2. Manajemen Lembaga Keuangan Mikro Syariah
Bila kita mempelajari literatur manajemen, sesungguhnya manajemen yang
diterapkan atau dipakai setiap instansi bahkan lembaga keuangan itu hampir
memiliki kesamaan tujuan, hanya ada pengembangan-pengembangan tersendiri
pada setiap instansi atau lembaga tersebut. Maka dari itu akan ditemukan bahwa
istilah manajemen mengandung tiga pengertian pokok, yaitu pertama, manajemen
sebagai proses, kedua, manajemen sebagai kolektivitas orang-orang yang
melakukan aktivitas manajemen dan ketiga, manajemen sebagai suatu seni dan
sebagai suatu ilmu.
Dari ketiga pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa manajemen
adalah seni dan ilmu perencanaan, pengorganisasian, penyusunan, pengarahan dan
pengawasan sumber daya (men, money, materials, machines, methods dan market)
untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan.
Dunia sekarang sedang mengalami perubahan yang cepat, 15 tahun dari
sekarang lingkungan sosial dan struktur sosial ekonomi dunia diperkirakan akan
berubah dan berbeda bila dibandingkan dengan yang pernah kita alami diakhir abad
20. Demikian pula strategi, struktur dan sistem manajemen organisasi bisnis
37 PINBUK, Peraturan Dasar dan Contoh AD-ART BMT, (Jakarta: PINBUK, 2000), h. 184.
termasuk lembaga keuangan yang harus mengantisipasi dan menyesuaikan
perubahan yang terjadi dan berjalan sangat cepat.
Dalam menghadapi globalisasi, manajemen Lembaga Keuangan Mikro
Syariah dituntut untuk melakukan strategi manajemen, yaitu:
a. Meningkatkan daya saing lewat peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM)
b. Reformasi
c. Effisiensi
d. Dinamis.38
Disamping strategi manajemen diatas, manajemen Lembaga Keuangan
Mikro Syariah haruslah professional dan Islami, yakni:
1. Administrasi keuangan, pembukuan dan prosedur ditata dan dilaksaakan dengan
sistem akutansi sesuai dengan standar akutansi Indonesia iang disesuiakan
dengan prinsip-prinsip syariah.
2. Aktif, berprakarsa, proaktif, menemukan masalah, menganalisa masalah dengan
tajam, dan menyelesaikan masalah dengan bijak, bijaksana, yang
“memenangkan semua pihak”39
Karena Lembaga Keuangan Mikro Syariah masih belum berkembang secara
merata, maka pendekatan pemantapan atau pengembangan dalam menghadapi
globalisasi dapat ditempuh:
38 Soeharto Prowirokusumo, Mengembangkan Strategi Ekonomi, (Jakarta: 1998), h. 89.
39 PINBUK, BMT sebagai Alternative Model lembaga keuangan Mikro, (Jakarta: PINBUK), h. 12.
a. Meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) anggota Lembaga Keuangan
mikro syariah serta pengelolaanya lewat pendidikan, pelatihan dan magang
kewirausahaan sehingga meningkatkan managerial dam leadership-nya.
b. Melakukan kemitraan untuk memepercepat alih dan penguasaan manajemen,
tekhnologi dan akses pasar.
c. Penciptaan alam yang kondusif dan pengembangan infrastuktur oleh
pemerintahan.
Dengan peningkatan tersebut diharapkan akan mempercepat peningkatan
produktivitas, profesionalisme, dan efisiensi usaha.40
3. Peran Lembaga Keungan Mikro Syariah
Lembaga keuangan Mikro Syariah dilihat dari berbagai fungsinya
merupakan lembaga intermediasi keuangan antara pemilik dana (surplus unit) dan
peminjam (deficit unit). Lembaga Keuangan Mikro Syariah beroperasi berlandaskan
prinsip-prinsip ekonomi Islam yang pada intinya menerapkan bahwa dana pada
dasarnya merupakan salah satu alat produksi untuk meningkatkan kesejahteraan
bersama. Dan didasari bahwa keterbatasan perbankan dalam melayani usaha Mikro
membuahkan peluang yang sangat besar bagi Lembaga Keuangan Mikro Syariah
untuk melayani pangsa pasar usaha mikro yang jumlahnya demikian besar. Karena
permasalahan yang dihadapi usaha mikro tersebut sangat krusial, diantaranya sulit
mengakses dana atau modal, kurangnya pengetahuan dan skill terutama menyangkut
40 Soeharto Prowirokusumo, Mengembangkan Strategi Ekonomi, (Jakarta: Sinar Harapan, 1998)
aspek-aspek produksi dan sempitnya pasar bagi produk-produk usaha kecil mereka.
Dalam situasi sekarang ini, dimana semakin bertambah banyaknya pengusaha kecil,
peluang Lembaga Keuangan Mikro Syariah sangatlah berperan besar dan semakin
dibutuhkan. Diantara peran Lembaga Keuangan mikro Syariah ini mencoba
memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh pengusaha mikro tersebut,
diantaranya dengan menyediakan dana ataupun bantuan modal bagi pengusaha
kecil, serta dilanjutkan pada tahap bimbingan dan penyuluhan baik berupa seminar-
seminar, lokakarya maupun pelatihan-pelatihan. Namun, peran Lembaga keuangan
Mikro Syariah tidak hanya sebatas sampai disitu saja. Setelah usaha mikro dapat
berproduksi, maka permasalahan yang akan muncul adalah sulitnya pendistribusian
barang. Disinilah Lembaga Keuangan Mikro Syariah mencoba menbantu
mencarikan pangsa pasar buat pengusaha mikro tersebut supaya bisa dikenal dan
diterima oleh masyarakat, sehingga peran Lembaga Keuangan Mikro Syariah bisa
tercapai dengan maksimal dan tidak terputus ditengah jalan.
Maka dari itu dalam tubuh Lembaga Keuangan Mikro syariah dibutuhkan
tenaga-tenaga ahli yang memiliki profesional yang tinggi dalam operasionalnya
supaya antara Lembaga Keuangan Mikro syariah dengan masyarakat (pengusaha
mikro) dapat melangsungkan hubungan yang saling menguntungkan. Tuntutan
profesionalisme tersebut mengharuskan Lembaga Keuangan Mikro syariah bekerja
dengan prinsip:
a. Dari, oleh dan untuk anggota.
b. Keanggotaan berdasarkan kesadaran dan bersifat terbuka.
c. Bergerak dalam bidang tabungan dan kredit diantara anggota
d. Menyelenggarakan pertemuan secara teratur.
e. Menyelenggarakan pendidikan anggota terus menerus.
f. Manajemen, pengelolaan lembaga Keuangan Mikro Syariah bersifat terbuka.41
4. Tujuan Lembaga Keuangan Mikro Syariah
Pembentukan lembaga keuangan mikro syariah sebagai lembaga ekonomi
rakyat yang tidak memakai sistem bunga adalah sebagai manifestasi ibadah yang
ditujukan untuk dapat direalisasikan kegiatan-kegiatan ekonomi yang sesuai dengan
ajaran Islam. Lebih jauh lagi Lembaga Keuangan Mikro Syariah mempunyai tujuan
sebagai berikut:
a. Meningkatkan dan mengembangkan ekonomi umat khususnya para pengusaha
kecil.
b. Meningkatkan produktivitas usaha dengan memberikan pembiayaan kepada
para pengusaha kecil yang membutuhkan dana.
c. Membebaskan umat (pengusaha kecil) dari cengkraman bunga dan rentenir.
d. Meningkatan kualitas dan kuantitas kegiatan usaha, disamping meningkatkan
kesempatan kerja dan meningkatkan penghasilan umat Islam.
e. Menghimpun dana umat Islam yang selama ini enggan untuk menyimpan
dananya (uangnya) di bank-bank atau lembaga keuangan konvensional.
f. Dan tujuan lainnya yang mengarah kepada perbaikan ekonomi umat Islam.
41 Baihaqi Abd. Madjid, Saifuddin A. Rasyid, Paradigma Baru Ekonomi Kerakyatan Sistem Syariah,
(Jakarta: PINBUK, 2000), h.225.
Dalam upaya mencapai tujuan tersebut, maka Lembaga Keuangan Mikro
Syariah harus menjalankan fungsinya, yaitu:
a. Dalam pemasaran, mencari dan menganalisa proyek-proyek pembiayaan
pengusaha kecil bawah dan mikro, mengadministrasikan perkembangan proyek-
proyek tersebut dengan segala aspeknya.
b. Menerima dan mengendalikan dana yang diterima dari berbagai sumber dana.
c. Mencari dan bekerjasama dengan nasabah penabung dan nasabah pembiayaan.
d. Mencari dan memasukkan dana titipan ZIS pada Lembaga Keuangan Mikro
Syariah
e. Melakukan proses akutansi pelaporan peneriamaan dan pemanfaatan ZIS
f. Memanfaatkan dana ZIS dan melakukan pembinaan dan pengembangan
mustahik.
g. Pembinaan dan pengawasan internal Lembaga keuangan Mikro Syariah.
h. Menyempurnakan dan memperkuat Kelembagaan Lembaga Keuangan Mikro
Syariah, salah satu caranya yaitu bekerjasama dengan lembaga Keuangan mikro
Syariah lain, baik dari segi permodalan, sistem ataupun metodenya.42
Secara umum, LKMS bertujuan untuk memacu pertumbuhan dan
perkembangan usaha ekonomi umat dan masyarakat pada umumnya. Sedang secara
khusus bertujuan:
42 Pusat Pengkajian Dan Pengembangan Usaha Kecil (P3UK), Pendidikan Dan Pelatihan BMT,
(Diktat), h. 5.
a. Memecahkan bersama kebutuhan modal yang dihadapi warga, selaku pengusaha
mikro sebagai bagian dari pelaku ekonomi negeri ini.
b. Membantu memecahkan kebutuhan dana mendesak yang sering kali dihadapi
warga, sehingga dapat menghindarkan mereka dari rentenir dengan bunga yang
tinggi.
BAB III
GAMBARAN UMUM BMT HUSNAYAIN
A. Sejarah Singkat BMT Husnayain 43
Berawal dari keperihatinan, dimana para pengusaha lemah/pedagang-pedagang
kecil terjebak dalam jeratan hutang rentenir, dan sudah menjadi berita umum pedagang-
pedagang yang membutuhkan modal usaha harus menanggung beban renten dengan
tingkat bunga 20% sampai dengan 30% per bulan dan mereka yang tidak dapat
mengembalikan pinjaman dan bunganya menjadi sasaran empuk para rentenir untuk
menghisap harta bendanya sehingga menjadi bangkrut.
Untuk memperbaiki keadaan tersebut maka pesantren husnayain bersama
jama’ah masjid abu bakar siddiq mengadakan pembicaraan untuk pembentukan satu
lembaga yang keberpihakan kepada pengusaha kecil dengan prinsip keadilan dengan
mengusung syariat islam. Alhamdulillah setelah beberapa kali pertemuan yang
dipimpin langsung oleh pimpinan pesantren Husnayain KH. Kholil Ridwan, LC, hadir
pula para pendiri lainnya yaitu KH Maryadi M. Kewang, BA, H Sobar Harahap, H. M.
Zen Ridwan, Ir. H. M. Nasir, H. Musadad, SH, H.Sjamsudin Harahap, H. M. Zein
Ridwan, Ir. H. Mulyadi, Sutrisna, Bsc, Drs. Komarudin dan Ust. Saelani Hasan maka
pada hari Jum’at tanggal 10 JumadilTsani 1420 H/21 September 1999 diputuskan dan
ditetapkan berdirinya Lembaga Keuangan Mikro Syariah bernama Baitul Maal
Wattamwil (BMT) Husnayain sebagai unit dari Kopontren Husnayain.
43 BMT Husnayain, Profil BMT Husnayain, (Jakarta: BMT Husnayain, t.th), h.2.
Dengan bermodalkan keyakinan dan semangat mengembangkan ekonomi
kerakyatan berdasarkan syariah islam, pendiri memberikan amanah kepada pengelola
BMT Husnayain untuk menjalankan usaha ini dengan memberikan Modal awal sebagai
penggerak sebesar Rp.16.000.000,- (enam belas juta rupiah) pada awal bulan Oktober
tahun 1999 BMT Husnayain resmi beroperasi.
IDENTITAS
BMT HUSNAYAIN44
Nama Lembaga : BMT HUSNAYAIN (Unit Kopontren Husnayain)
Bidang Usaha : Simpan Pinjam dan Sosial
Alamat : Jl. Lapan No.25 Rt.09/01 Pekayon Pasar Rebo JakartaTimur
Status Kantor : Milik Pesantren Husnayain, Luas 5 x 12 M2 Permanen
Telepon : 021 - 8702698, 87720936
Fax : 021 - 8702698
Akta Pendirian : No.094/BH/kwk.9/III/1995
NPWP : 1.8505332.1-005
TDUP : No.1724/09-05/TDUP/IX/98
B. Visi, Misi Dan Motto BMT Husnayain 45
1. Visi
44 Ibid, h..4.
45 Ibid, h. 3.
Menjadi BMT terbaik dan terdepan menuju kebangkitan ekonomi ummat
untuk mencapai keadilan, kemakmuran dan kesejahteraan.
2. Misi
a. Menyelamatkan Ummat agar tidak terjerumus kedalam ekonomi Ribawi
b. Mengembangkan pengusaha kecil dan menengah agar tetap dapat bersaing
dengan yang lain
c. Mempererat ukhwah Islamiyah melalui pembianaan ekonomi ummat.
3. Motto
“ MENEPIS RIBA MENGGAPAI BERKAH ”
C. PENDIRI, STRUKTUR ORGANISASI DAN ANGGOTA BMT HUSNAYAIN46
I. PENDIRI
1. KH. Ah. Kholil Ridwan, Lc.
2. KH. Maryadi M. Kewang, Spd I
3. H. Sobar Harahap, SE, MM
4. Ir. H. M. Nasir
5. H. Musadad, SH
6. Ir. H. Mulyadi
7. Ir. H. syamsudin Halik
8. H. syamsudin Harahap
9. H. M. Zein Ridwan
10. Sutisna, BSc
46 Ibid, h. 5.
11. Drs. Komaruddin
12. Ust. Saelani Hasan
II. STUKTUR ORGANISASI
DEWAN SYARI’AH
KETUA : KH. Ah. Kholil Ridwan
Anggota : 1. KH. Maryadi M. Kewang, SPdI
2. H.Syamsul Ulum. SH
DEWAN PENGAWAS/PEMBINA
Ketua : H. Sobar Harahap, SE. MM
Anggota : Sutrisna, BSc (Pengawas Operasional)
Syamsudin Harahap
DIREKTUR : Drs. Komarudin
MARKETING : Nurul Anwarudin
Account Officer : 1. Yayat Supriadi
2. H. Saring
3. Dwi Cahyono
4. Dani Arsyah
5. Alfian
PEMBUKUAN : Sunarto
KASIR : Eka Wahyuningsih
Customer Service : Marwiyah Kholifah
BAITUL MAAL : 1. Asmuni Taher
1. Agus pijianto
III. ANGGOTA
1. Angota penyimpanan sebanyak 3.275 orang
2. Angggota pembiayaan sebanyak 930 orang
D. PRODUK-PRODUK BMT HUSNAYAIN 47
1. Produk Baitul Tamwil terdiri dari:
a. Simpanan, dengan mendapat bagi hasil, antara lain:
1). Simpanan muamalah
Adalah simpanan bagi semua kalangan yang setoran awalnya Rp.
10.000,- dan selanjutnya minimal Rp. 5.000,- dan dapat diambil setiap
saat.
2). Simpanan Haji dan Umrah
Adalah simpanan bagi masyarakat yang sifatnya membantu dan
mempermudah mewujudkan niatnya untuk melaksanakan ibadah haji
dan umrah. Diambil apabila sudah cukup untuk melaksanankan salah
satu ibadah tersebut.
3). Simpanan Qurban dan Idul Fitri
47 Ibid, h. 7.
Adalah simpanan bagi masyarakat untuk mempermudah melaksanakan
ibadah qurban atau persediaan uang belanja hari raya Idul Fitri,
diambilnya ketika menjelang kedua hari raya tersebut tiba, khusus
simpanan Qurban bisa diambil berupa uang atau berupa hewan qurban.
4). Simpanan Pendidikan
Adalah bentuk simpanan yang dapat mampermudah orang tua dalam
masalah biaya pendidikan, juga untuk mendidik para siswa atau anak-
anak dalam hal menabung, diambil ketika pembayaran sekolah.
5). Simpanan Aqiqah
Adalah simpanan dalam rangka mensyi’arkan sunnah nabi yang hampir
dilupakan oleh masyarakat, yaitu ketika anak kita akan lahir sudah
dipersiapkan dana untuk membeli kambing sebagai aqiqah, diambil
berupa uang atau berupa kambing.
6). Simpanan Walimah
Merupakan simpanan yang dikhususkan untuk ikhwan dan akhwat
yang ingin melangsungkan pernikahan untuk persiapan yang lebih baik.
b. Simpanan berupa Wadiah (Titipan)
1). Simpanan Amanah Debitur
2). Simpanan Lebaran
c. Simpanan berupa investasi
Adalah simpanan khusus atau simpanan berjangka bagi anggota atau calon
anggota (masyarakat) yang mempunyai uang mulai dari Rp. 5.000.000,-
dengan syarat tidak dapat diambil minimal selama empat bulan dan
mendapatkan bagi hasil lebih besar dari tabungan di atas.
d. Pembiayaan
1). Pembiayaan Mudharabah (Bagi Hasil)
Yaitu, BMT Husnayain memberikan dana sebagai modal usaha, yang
hasilnya akan dibagi sesuai dengan kesepakatan bersama dimuka, 60%
untuk pedagang dan 40% untuk BMT.
2). Pembiayaan Murabahah (Jual Beli)
Yaitu, BMT Husnayain membelikan barang yang harganya disepakati
dengan ditambah keuntungan, kemudian pembayarannya dicicil selama
jangka waktu yang telah ditentukan.
3). Pembiayaan Musyarakah (Kerjasama)
Yaitu, pembiayaan yang bekerjasama antara pemilik modal dengan
nasabahnya dan masing-masing menyetorkan modal dalam jumlah yang
sama atau berbeda sesuai kesepakatan. Pencampuran modal tersebut
digunakan untuk mengelola proyek usaha yang layak, dan pembagian
keuntungan akan dibagi hasilkan berdasarkan nisbah yang telah
disetujui dalam akad
4). Pembiayaan Rahnun (Gadai)
Yaitu, BMT Husnayain meminjamkan uang kemudian nasabah atau
anggota menyerahkankan barang, sebagai jaminan.
2. Produk Baitul Maal
Yaitu usaha dana Zakat, Infaq dan shadaqoh dari para dermawan yang
disalurkan berupa program :
a. Beasiswa Fakir Miskin dan Dhu’afa.
Melalui kerjasama dengan lembaga-lembaga lain dan keterlibatan para
donator yang sekaligus merupakan nasabah/anggota BMT Husnayain,
sampai saat ini telah memberikan santunan beasiswa, pendidikan kepada 70
anak Yatim dah dhu’afa dari tingkat SD s/d SMU.
b. Sumbangan Kemanusiaan
Memberikan sumbangan kepada saudara-saudara kita yang terkena
Musibah, seperti: bencana alam tsunami di pangandaran Ciamis Jawa barat
yang disalurkan melalui Asosiasi BMT se Indonesia, bencana banjir dan
lian-lain.
c. Pengobatan Gratis
Memberikan pelayanan kesehatan kurang lebih kepada 200 pasien yang
kurang mampu wilayah kel. Pekayon Ps. Rebo Jakarta Timur.
d. Qardhul Hasan (Pinjaman Kebijakan)
Yaitu: memberikan pinjaman baik untuk modal usaha atau untuk keperluan
lainnya, tanpa harus memberikan bagi hasil, yang disalurkan berupa
pembiayaan (Qardhul Hasan) khusus untuk kaum Dhuafa.
3. SARAS (Simpanan Anggota Rumah Sehat)
a. Akad wadiah berjangka
b. Setoran simpanan 6 bulanan berturut-turut
c. Minimal jumlah mengendap Rp.1 juta Rupiah
d. Tutup rekening sisa saldo minimal Rp.25 Ribu Rupiah
4. PARAS (Pembiayaan Anggota Rumah Sehat)
a. Perbaikan Rumah
b. Pembangunan Rumah.
E. WILAYAH PENYALURAN DANA BMT HUSNAYAIN 48
1. Masyarakat pekayon dan sekitarnya
2. Pedagang Kecil Pasar Rebo
3. Pedagang Kecil Pasar Cibubur
4. Pedagang Kecil Pasar Induk Kramat Jati
5. Pedagang Kecil Wilayah Cijantung
6. Pedagang Kecil Pasar Ciracas
7. Pedagang Kecil Pasar Palsigunung
8. Pedagang Kecil Wilayah Areman
9. Pedagang Kecil Wilayah Kalisari
10. Pedagang Kecil Wilayah kampung Baru
11. Pedagang Kecil Wilayah Kampung Rambutan
12. Pedagang Kecil Wilayah Kampung Gedong.
48 Ibid, h. 8.
F. KERJASAMA DENGAN PIHAK LAIN 49
1. Kerjasama dengan Pihak Bank
a. Bank Muamalat Indonesia, melalui Program Pembiayaan
b. BPRS Al Barokah, melalui Program Pembiayaan
c. BPRS Wakalumi, melalui Program Pembiayaan dan Pelatihan
d. Bank Mandiri, melalui Program Pemberdayaan Usaha Kecil (PPUK)
e. Bank Permata Syariah, melalui Program Pengembangkan Elektrik Banking
System
f. Bank tabungan Negara Syariah, melalui Program Pembiayaan untuk cabang
(KJKS MC Husnayain)
2. Kerjasama dengan Pihak Non Bank
a. Kementrian Koperasi melalui Program P2KER dan Program PKPS BBM
b. BAZIS DKI program PPUMK
c. PNM BMT melalui Program Pembiayaan dan Pelatihan
d. BMM (Microfin) Program Pembiayaan dan Pelatihan
3. Kerjasama untuk Baitul Maal
a. Rumah Zakat Indonesia melalui Program Beasiswa Pendidikan bagi Anak
Yatim dan Dhuafa
b. Bada Amil Zakat Nasional (BAZNAS) melaui Program Kesehatan
Pengobatan Grati bagi Fakir Miskin
49 Ibid, h. 9.
c. LAZ TAKAFUL melalui Program Buka Puasa Bersama sekaligus Santunan
bagi Anak yatim dan Dhuafa
d. BAZIS DKI melalui program Buka Puasa Bersama sekaligus Santunan bagi
Anak yatim dan Dhuafa
e. Yayasan Bina Insan Mandiri melalui Program Beasiswa Pendidikan Anak
Yatim dan Dhuafa.
BAB IV
ANALISIS KONSEP PEMBIAYAAN KPRS MELALUI LEMBAGA KEUANGAN
MIKRO SYARI’AH BMT HUSNAYAIN PASAR REBO
A. Konsep Pembiayaan KPRS pada BMT Husnayain
Ada 5 (lima) kondisi masyarakat miskin terkait tempat tinggal, yaitu masih
kontrak/sewa, menumpang dirumah orang tua atau mertua, tinggal di tempat usaha,
sudah punya rumah tapi belum mampu membangun rumah, dan sudah punya rumah
tapi tidak layak huni (tidak sehat). Bagi masyarakat berpenghasilan rendah, memiliki
rumah layak huni merupakan kemewahan sejati sekaligus peningkatan status sosial.
Namun, seringkali kemewahan sejati hanya sekedar mimpi. Kini impian tersebut dapat
terwujud melalui kredit pembangunan/perbaikan rumah swadaya (KPRS) mikro
bersubsidi.
Masih banyaknya warga miskin yang hidup dirumah yang tidak layak huni
menjadikan lembaga keuangan mikro syariah melakukan upaya chanelling dengan
pihak lain guna mengatasi persoalan tersebut. Hal ini menjadi salah satu alasan
dilaksanakannya program Rehabilitasi rumah pada Lembaga Keuangan Mikro Syariah
BMT. Salah satunya adalah BMT Husnayain Pasar Rebo.
KPRS Mikro Syariah Bersubsidi atau Pembiayaan Pembangunan/ Perbaikan
Rumah Swadaya Bersubsidi dengan prinsip syariah adalah Pembiayaan yang
diterbitkan oleh Lembaga Penerbit Pembiayaan yang telah beroperasi dengan prinsip
syariah kepada Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dalam rangka memfasilitasi
pembangunan atau perbaikan rumah yang telah dimiliki yang dilakukan secara
swadaya, dengan karakteristik nilai pinjaman relatif kecil dan jangka waktu pinjaman
relatif pendek sampai dengan 4 (empat) tahun.
Kementerian Perumahan Rakyat bekerja sama dengan PINBUK dalam
menyalurkan Kredit/pembiayaan Perbaikan atau pembangunan Rumah secara Swadaya
(KPRS). Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK) dalam hal ini akan
merekomendasikan BMT-BMT yang dinilai sehat untuk menyalurkan KPRS tersebut
ke masyarakat.
Program KPRS yang telah dilaksanakan di tahun ketiga ini dalam distribusinya
melibatkan BMT-BMT agar dana subsidi yang dikeluarkan dapat dinikmati oleh
masyarakat berpenghasilan rendah atau yang tidak bisa mengakses ke Perbankan. BMT
menyalurkan pembiayaan tersebut kepada masyarakat sesuai dengan akad murabahah.
KPRS ini dilakukan secara swadaya maksudnya masyarakat yang mengajukan
pembiayaan sebelumnya telah memiliki tanah untuk kemudian didirikan bangunan atau
pembiayaan perbaikan rumah bagi masyarakat yang telah memiliki rumah tapi kurang
memadai.
Kelompok masyarakat yang akan diberikan pembiayaan digolongkan menjadi
tiga kelompok, yaitu: kelompok pertama, mereka yang pendapatannya antara Rp. 1,7
juta – Rp. 2,5 juta perbulan. kelompok kedua antara Rp. 1 juta – Rp. 1,7 juta, dan
kelompok ketiga dibawah Rp. 1 juta.
Program ini merupakan sebuah terobosan karena selama ini lebih dari 30 tahun
program-program KPR yang sudah sering kita dengar hanya disalurkan melalui melalui
Bank sehingga yang dapat mengakses pun rata-rata mereka yang berada di perkotaan
atau mereka yang bekerja di sektor formal. Sedangkan mereka yang berada di sektor
informal relatif tidak bisa menjangkau. Maka melalui BMT Husayain inilah
pembiayaan perumahan itu bisa diakses oleh masyarakat.
Adapun tujuan dari pembiayaan KPRS ini adalah:
1. Fasilitasi anggota dan calon anggota berpenghasilan rendah untuk pembangunan
atau perbaikan rumah
2. Pemberdayaan komunitas perumahan
3. Memperkuat peran dan posisi Lembaga Keuangan Mikro-Baitul Mal Wattamil
sebagai instrument pembangunan perumahan.
B. Aplikasi Pembiayaan KPRS pada Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah
4. Syarat-syarat mendapatkan pembiayaan:
a. Syarat umum:
1) Usaha minimal sudah satu tahun
2) Menjadi anggota bmt husnayain
3) Tidak menjual barang haram
4) Foto copy KTP Suami/Istri dan Kartu Keluarga
5) Foto copy Surat Nikah
6) Pasphoto Suami/Istri ukuran 4x6 = 1 lembar
7) Jaminan (Jika Diperlukan)
b. Syarat pemohon Pembiayaan KPRS
1) Foto copy KTP (suami/istri), Kartu Keluarga dan Surat Nikah.
2) Foto copy Sertifikat Hak Milik Tanah/Rumah Pemohon.
3) Surat Keterangan Keabsahan Kepemilikan Tanah/Rumah Dari Pemerintah
Kecamatan Atau Pejabat Terkait.
4) Surat ijin Mendirikan Bangunan (IMB) Dari Instansi Terkait/Pemerintah
Kecamatan, Bagi Pemohon Yang Akan Bangun Rumah Baru.
5) Slip Gaji/Surat Keterangan Penghasilan (bagi yang berpenghasilan tetap)
dari kantor/perusahaan yang bersangkutan.
6) Surat keterangan berpenghasilan tidak tetap (yang diketahui oleh
Lurah/Kepala Desa setempat).
7) Surat Pernyataan belum pernah mendapat subsidi perumahan.
8) Foto dan gambar rencana rumah yang ingin dibangun
9) Foto rumah yang akan diperbaiki
10) Rincian Anggaran Belanja (RAB) yang ditanda tangani oleh pemohon dan
manager LKM BMT yang bersangkutan.
11) Scedhule/jadwal Pelaksanaan Pembangunan/Perbaikan Rumah.
12) Akad pembiayaan pembangunan/Perbaikan Rumah antara LKM BMT
dengan pemohon/MBR
13) Foto copy Buku tabungan/SARAS
5. Prosedur Pembiayaan KPRS
Prosedur pengajuan pembiayaan adalah cara-cara yang harus dilakukan
dalam melaksanakan pemberian pembiayaan, setiap pemberian pembiayaan
harus dibuatkan suatu perjanjian antara BMT sebagai pemberi pembiayaan dan
nasabah sebagai pemohon, tanpa perjanjian tidak dibenarkan oleh pemerintah,
dalam perjajian pembiayaan dicantumkan segala hak dan kewajiban kedua belah
pihak.
Untuk mendapatkan pembiayaan KPRS (Kredit Perbaikan Rumah Swadaya)
pada BMT Husnayain ada beberapa tahap yang harus dilalui yang
pelaksanaannya adalah sebagai berikut:
a. Pengajuan permohonan, dilakukan oleh nasabah dengan mengisi formulir
permohonan yang berasal dari BMT yang pengembaliannya disertai dengan
lampiran-lampiran persyaratan yang diperlukan oleh BMT sebagai analisa
lebih lanjut, pada tahap ini juga nasabah memilih pembiayaannya dan juga
lamanya jangka waktu pembayaran yang sesuai dengan kemampuan
nasabah.
b. Wawancara, formulir permohonan dan persyaratan yang telah di ajukan
tersebut adalah menjadi dasar penilaian pertama oleh BMT, apakah
permohonan yang dianggap memenuhi syarat untuk diproses lebih lanjut.
Pemohon yang dianggap memenuhi syarat akan dipanggil untuk
mengadakan wawancara dengan pihak BMT Husnayain.
c. Survey, setelah pihak BMT mengadakan wawancara kepada nasabah untuk
membenarkannya, pihak BMT mengadakan survey atau kunjungan langsung
kepada nasabah yang benar-benar layak membutuhkan pembiayaan subsidi
ini. Adapun hasil survey berupa foto rumah yang akan diperbaiki kemudian
didokumentasikan sebagai bukti.
d. Analisis data, data yang telah dikumpulkan oleh BMT baru kemudian di
analisis lebih lanjut, apakah permohon layak mendapatkan pembiayaan ini.
e. Bila pengajuan pembiayaan telah memenuhi kelayakan, syarat dan ketentuan
dari BMT, BMT akan memberikan PARAS (Pembiayaan Anggota Rumah
Sehat) dan mengajukan subsidi KPRS kepada kantor MENPERA
f. Selanjutnya kantor MENPERA bersama PINBUK akan menverifikasi
permohonan subsidi BMT dan membuat berita acara serta mencairkan
subsidi KPRS melalui BMT.
g. Setelah mendapat surat putusan dari kantor MENPERA bahwa
permohonannya layak untuk dapatkan subsidi, BMT membuat surat
penegasan pembiayaan, putusan BMT atas permohonan pembiayaan KPRS
akan diberitahukan kepada pemohon dengan surat penegasan pembiayaan.
h. Sebelum pencairan dana pembiayaan, nasabah harus melaksanakan akad
wakalah yaitu BMT Husnayain mewakilkan kepada nasabah untuk membeli
bahan-bahan material yang dibutuhkan nasabah untuk memperbaiki rumah
dan lainnya.
i. Realisasi pencairan dana pembiayaan KPRS yang diberikan pihak BMT
untuk pemohon yang telah disetujui. Adapun subsidinya tidak berupa uang
melainkan berupa barang-barang bangunan yang dibutuhkan
nasabah/pemohon untuk memperbaiki rumah.
j. Kewajiban pemohon, dengan adanya penandatanganan perjanjian
pembiayaan maka timbul hak dan kewajiban debitur antara lain:
1). Hak dan kewajiban untuk memelihara rumah dengan baik.
2). Kewajiban untuk memenuhi pembayaran angsuran pembiayaan dengan
baik
Dari penjelasan mengenai prosedur pembiayaan diatas, penulis menganggap
bahwa prosedur pembiayaan berdasarkan teori itu lebih rumit dan berbelit-belit.
Sedangkan prosedur pembiayaan yang ada pada BMT Husnayain sangatlah
sederhana, dimana nasabah tidak dibebankan dengan persyaratan yang berbelit-
belit. Hanya dengan surat pengantar dari RT/RW bahwa rumah yang ditempati
pemohon adalah miliknya sendiri, pembiayaan subsidi ini dapat terlaksana
dengan mudahnya, walaupun jaminan masih diperlukan hanya sebagai unsur
kehatian-hatian tapi tidak dijadikan sebagai yang utama. Hal ini dilakukan
dengan alasan bahwa nasabah lebih menyukai suatu prosedur yang simple
(sederhana) dari pada yang berbelit-belit. Dan pada kenyataannya, prosedur
pembiayaan di BMT Husnayain ini lebih efektif, ini terbukti bahwa BMT
husnayain lebih mudah dalam menjaring nasabah dan semakin banyak
nasabahnya.
6. Sasaran pembiayaan KPRS
a. Kelompok Sasaran adalah keluarga/rumah tangga termasuk perorangan baik
yang berpenghasilan tetap maupun tidak tetap,
b. Belum pernah memiliki rumah,
c. KPRS Mikro Bersubsidi diberikan kepada kelompok sasaran, yang
memiliki:
− Kavling tanah milik bersertifikat atau surat bukti keabsahan kepemilikan
tanah lainnya sepanjang dianggap mencukupi dan dapat diterima oleh
Lembaga Penerbit Pembiayaan (BMT Husnayain) yang memberikan
pembiayaan perumahan.
− Ijin mendirikan bangunan (IMB) yang dikeluarkan oleh kecamatan atau
instansi yang lebih tinggi untuk membangun atau memperbaiki rumah.
d. Belum pernah menerima subsidi perumahan dan termasuk ke dalam
kelompok Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), sebagai berikut:
Kelompok Sasaran
Batasan Penghasilan (Rp./Bulan)
I 1.700.000 ≤ Penghasilan* ≤ 2.500.000
II 1.000.000 ≤ Penghasilan < 1.700.000
III Penghasilan < 1.000.000
*Penghasilan adalah penghasilan pemohon didasarkan atas gaji pokok pemohon atau pendapatan pokok pemohon perbulan.
e. Subsidi perumahan dalam bentuk subsidi untuk menambah dana
pembangunan atau perbaikan rumah sehingga dapat menurunkan pagu
pembiayaan yang diangsur setiap bulan secara tetap berikut marginnya.
Berikut besaran nilai subsidi untuk masing-masing kelompok sasaran:
Maksimum Nilai Subsidi / Rumah Tangga (Rp) Kelompok
Sasaran Skim KPRS Syariah Bersubsidi
Skim KPRS Syariah Bersubsidi
I 5.000.000 5.000.00
II 7.000.000 7.000.000
III 9.000.000 9.000.000
f. Maksimum harga rumah yang dapat disubsidi disesuaikan dengan kelompok
sasarannya, yaitu maksimum Rp 42.000.000 untuk kelompok sasaran I,
maksimum Rp 30.000.000 untuk kelompok II, dan maksimum Rp 20.00.000
untuk kelompok III.
Kelompok Sasaran
Batas Maksimum Dana Membangun/ Memperbaiki Rumah (Rp)
I 42.000.000,-
II 30.000.000,-
III 20.000.000,-
g. Minimum uang muka tidak diatur dalam Permenpera, sedangkan maksimum
pembiayaan yang dapat diberikan oleh Lembaga Penerbit Kredit untuk
membeli rumah disesuaikan dengan kelompok sasaran.
h. Ketentuan tentang tenor tidak diatur dalam Permenpera, namun akan
merupakan kesepakatan antara Lembaga Penerbit pembiayaan BMT
Husnayain dengan nasabah, disesuaikan dengan kemampuan masing-masing
kelompok sasaran.
TENOR
Untuk Tenor 4 tahun
Untuk Tenor 3 tahun
Batas pembiayaan (Rp) Kelompok
Sasaran
Minimum
SARAS Minimum Maksimum
Maksimum
Subsidi
Maksimum
Tenor (th)
I 1.800.000 7.900.000 12.400.000 3.750.000 3
II 1.500.000 6.400.000 8.400.000 5.250.000 3
Batas pembiayaan (Rp) Kelompok
Sasaran
Minimum
SARAS Minimum Maksimum
Maksimum
Subsidi
Maksimum
Tenor (th)
I 2.200.000 10.000.000 15.200.000 5.000.000 4
II 1.900.000 8.000.000 10.300.000 7.000.000 4
III 1.800.000 6.000.000 9.000.000 9.000.000 4
III 1.400.000 4.900.000 6.750.000 6.750.000 3
Untuk Tenor 2 tahun
Batas pembiayaan (Rp) Kelompok
Sasaran
Minimum
SARAS Minimum Maksimum
Maksimum
Subsidi
Maksimum
Tenor (th)
I 1.250.000 5.600.000 9.000.000 2.500.000 2
II 1.050.000 4.600.000 6.100.000 3.500.000 2
III 1.000.000 3.600.000 4.500.000 4.500.000 2
Untuk Tenor 1 tahun
Batas pembiayaan (Rp) Kelompok
Sasaran
Minimum
SARAS Minimum Maksimum
Maksimum
Subsidi
Maksimum
Tenor (th)
I 680.000 2.900.000 4.900.000 1.250.000 1
II 560.000 2.400.000 3.300.000 1.750.000 1
III 500.000 1.900.000 2.250.000 2.250.000 1
Untuk Tenor 6 bulan
Batas pembiayaan (Rp) Kelompok
Sasaran
Minimum
SARAS Minimum Maksimum
Maksimum
Subsidi
Maksimum
Tenor (th)
I 350.000 1.200.000 2.500.000 625.000 0,5
II 275.000 1.250.000 1.700.000 875.000 0,5
III 250.000 1.000.000 1.125.000 1.225.000 0,5
• Subsidi diberikan maksimum sebesar pembiayaan yang diajukan oleh debitur
yang disetujui oleh Lembaga penerbit Pembiayaan (BMT Husnayain).
• Margin ditetapkan oleh Lembaga Penerbit Pembiayaan (BMT Husnayain)
sesuai dengan kesanggupan BMT yang dituangkan didalam MoU
(Memorandum Of Understanding) dan atau PKO (Perjanjian Kerjasama
Operasional).
C. Analisis Kesesuaian Konsep Pembiayaan KPRS (Kredit Perbaikan Rumah
Swadaya) Mikro Syariah Bersubsidi Berdasarkan Prinsip Syari’ah Melalui
Lembaga Keuangan Mikro Syariah BMT Husnayain
Dalam pembiayaan KPRS pada BMT husnayain sebenarnya terdapat 2 akad
murabahah yang melibatkan 3 pihak. Murabahah pertama dilakukan secara tunai antara
BMT Husnayain (sebagai pembeli) dengan penjual bahan-bahan bangunan/material
sebagai bentuk penyedian bahan bangunan yang dibutuhkan oleh nasabah. Dan
Murabahah kedua dilakukan secara cicilan/angsuran antara BMT (sebagai penjual)
dengan nasabah BMT (sebagai pembeli). Lazimnya dalam bisnis, tentu mengambil
keuntungan dari transaksi ini.
Pembiayaan KPRS ini dapat diilustrasikan dengan sederhana, seorang calon
nasabah yang membutuhkan dana untuk memperbaiki/membangun rumah guna
memiliki rumah yang layak huni, calon nasabah datang kepada BMT untuk mengajukan
pembiayaan. Biasanya calon nasabah sudah mengetahui harga bahan bangunan/material
yang dibutuhkan secara tunai. Lembaga keuangan mikro syariah BMT Husnayain akan
menentukan margin keuntungan yang diambilnya dari hasil analisa LKMS BMT
Husnayain, maka akad pembiayaan KPRS ini terjadi.
Secara Fiqh, Transaksi pembiayaan KPRS bersubsidi terdiri dari beberapa
bagian. Pertama, transaksi Hawalah yaitu ketika pengalihan sebagian kewajiban
nasabah kepada pemerintah melalui dana subsidi. Kedua, transaksi Wakalah, yaitu
ketika BMT ditunjuk oleh nasabah sebagai wakilnya untuk membelikan bahan-bahan
bangunan/material yang dibutuhkannya. Ketiga, transaksi Murabahah pertama, yaitu
ketika BMT sebagai wakil membeli keperluan nasabah itu secara tunai. Apabila BMT
telah melaksanakan amanatnya dengan membeli bahan bangunan tersebut maka secara
prinsip BMT telah memiliki bahan bangunan tersebut. Keempat, transaksi Murabahah
kedua, yaitu ketika BMT sebagai pemilik barang menjual secara cicilan kepada
nasabah. Kelima, kepemilikan bahan bangunan tersebut berpindah tangan ke nasabah,
padahal nasabah belum lunas membayar penuh ke BMT, maka timbullah dayn (utang
yang timbul bukan akibat pinjam-meminjam uang). Walaupan tidak wajib biasanya
diikuti dengan transaksi keenam, yaitu menahan barang jaminan (rahn).
Apabila rukun Hawalah terpenuhi (adanya muhil / yang berhutang yang
memindahkan hutangnya yaitu nasabah, muhal / pemberi hutang yaitu BMT Husnayain,
dan muhal’alaih / yang menerima pemindahan yaitu pemerintah). Rukun Wakalah
terpenuhi (adanya muwakkil / yang mewakilkan yaitu Nasabah, wakil / yang diwakilkan
yaitu BMT Husnayain, hal-hal yang diwakilkan: pembelian bahan bangunan/material,
dan ijab qabul), dan syaratnya juga terpenuhi (dalam hal pihak muwakkil dan wakil
adalah cakap hukum, mukallaf, berkuasa dan mampu mengerjakan hal-hal yang
diwakilkan; sedangkan mengenai hal-hal yang diwakilkan adalah segala sesuatu yang
dapat diketahui dan dikerjakan secara jelas dan tidak bertentangan dengan syara’) serta
terpenuhi Murabahah pertama, yaitu ketika BMT sebagai wakil nasabah membeli
barang yang dibutuhkan nasabah secara tunai (original seller) dengan terpenuhi
sempurna (adanya penjual-pembeli, barang yang diperjual-belikan dan ijab qabul),
syarat-syarat pun terpenuhi. Demikian pula rukun dan syarat pada murabahah kedua
juga terpenuhi sempurna. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa transaksi tersebut
sah, maka praktik pembiayaan KPRS melalui Lembaga Keuangan Mikro Syariah BMT
Husnayain dinilai sah dan sesuai syara’.
Dalam hal jual-beli Murabahah pada prinsipnya penyerahan barang harus
dilakukan pada saat transaksi jual-beli (akad) berlangsung. Dengan metode pembayaran
secara tunai atau cicilan. Sehingga bila segala rukun dan syarat serta komponen
Murabahah sebagaimana Fatwa DSN telah terlaksanan maka jual-beli Murabahah
sesuai syariah secara kaffah terwujud.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sebagai penutup dari skripsi ini, penulis akan mengemukakan beberapa
kesimpulan hasil pembahasan masalah konsep pembiayaan KPRS melalui LKMS BMT
Husnayain didalam prakteknya. Serta beberapa saran dan bentuk sumbangan pemikiran
yang hendaknya dapat diperhatikan bersama, terutama bagi pihak-pihak instansi yang
terkait dibidang ini. Dari uraian di atas dapat dirangkai kesimpulan sebagai berikut:
B. KPRS Mikro Syari’ah disalurkan melalui lembaga penerbit kredit/pembiayaan
dalam rangka memfasilitasi pembangunan atau perbaikan rumah yang memenuhi
ketentuan rumah sederhana sehat secara swadaya. KPRS Mikro Syari’ah diberikan
dengan batasan pagu pinjaman sesuai dengan kemampuan masing-masing
kelompok sasaran untuk jangka waktu pinjaman (Tenor) 1 sampai dengan 4 tahun
dan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh lembaga penerbit pembiayaan (BMT
Husnayain). Lembaga penerbit pembiayaan (BMT Husnayain) yang berpartisipasi
dalam program KPRS Mikro Syari’ah bertanggung jawab sepenuhnya untuk
menyediakan pokok pinjaman yang dibutuhkan Skim subsidi untuk masing-masing
kelompok sasaran adalah berupa subsidi yang diberikan sebagai bantuan
pembiayaan pembangunan/perbaikan perumahan untuk mengurangi nilai pokok
pinjaman sehingga dapat mengurangi besaran angsuran yang harus dibayar.
Secara umum prosedur pengajuan pembiayaan KPRS (Perbaikan/ Pembangunan
Rumah Swadaya) mikro syari’ah melalui lembaga keuangan BMT adalah melalui 4
tahap, yakni:
a. Tahap pengajuan permohonan pembiayaan KPRS mikro syariah oleh nasabah
kepada pihak BMT.
b. Tahapan analisa yang dilaksanakan oleh BMT, dalam hal ini meliputi 3 pilar
analisa kemauan, kemampuan dan angsuran.
c. Tahap persetujuan (keputusan permohonan) yaitu tahapan keputusan diterima
atau ditolaknya permohonan tersebut.
d. Sebelum nasabah menandatangani akad pembiayaan murabahah pada
pembiayaan perbaikan rumah, nasabah harus melaksanakan akad wakalah yaitu
BMT mewakilkan kepada nasabah untuk membeli dan menerima barang-barang
material yang diperlukan nasabah untuk memperbaiki rumah.
e. Tahapan pelaksanaan perbaikan/pembangunan rumah.
C. Adapun sasaran dari pembiayaan KPRS mikro syari’ah adalah:
a. Masyarakat mempunyai tanah dan rumah:
- Yang layak dalam lingkungan sehat;
- Yang layak dalam lingkungan tidak sehat;
- Yang tidak layak dalam lingkungan tidak sehat
b. Masyarakat tidak mempunyai rumah, mempunyai:
- Tanah dalam lingkungan sehat
- Tanah dalam lingkungan tidak sehat
c. Masyarakat tidak mempunyai tanah dan rumah
d. Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang memiliki Usaha dan
Penghasilan yang tidak mempunyai akses ke Lembaga Perbankan.
e. Belum pernah memmdapatkan subsidi perumahan.
D. Berdasarkan hasil penelitian penulis, sejauh ini konsep KPRS pada BMT Husnayain
tidak bertentangan dengan prinsip syariah, baik dari segi dasar hukum yang
digunakan sebagai landasan maupun praktek operasionalnya. Dalam pembiayaan
KPRS ini akad jual-beli murabahah sudah terpenuhi, seperti dalam hal rukun dan
syarat sah jual-beli; terpenuhinya ketentuan adanya penjual dan pembeli, adanya
sighat; adanya barang yang diperjual-belikan serta harus barang yang halal menurut
syari’ah, dan adanya nilai tukar pengganti.
B. Saran
1. Bagi lembaga keuangan mikro syari’ah (khusunya BMT Husnayain) yang mulai
berkembang saat-saat ini diharapkan lebih meningkatkan pelayanan, buat inovasi-
inovasi baru yang tidak bertentangan dengan syari’ah islam, tingkatkan sosialisasi
produk-produk BMT kepada masyarakat baik melalui media massa, elektronik
maupun dilakukan secara langsung. Sehingga masyarakat dapat lebih jelas
membedakan antara BMT dan lembaga keuangan lainnya.
2. Bagi masyarakat umum, diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat memberikan
pengetahuan dan pemahaman akan BMT lebih dalam lagi khususnya mengenai
produk-produk pada BMT. Sehingga masyarakat dapat beralih untuk menggunakan
dan memanfaatkan BMT sebagai pilihan utama.
3. Bagi akademis, diharapkan dapat lebih meningkatkan kualitas kurikulum dalam
bidang perbankan syari’ah, dan dapat meningkatkan kualitas SDM-nya sehingga
tercipta SDM yamg handal & profesional dalam bidang perbankan syari’ah serta
dapat diterima dengan baik dalam masyarakat luas
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an dan Terjemahannya. Jakarta: Departemen Agama RI, 1992.
Al Imam al-Hafiz Abi Abdillah Muhammad bin Yazid al-Qazwaini, Sunan Ibnu Majah, Beirut: al-Fikr, 1995, Jilid I.
Antonio, Muhammad Syafi’i. Bank Suatu Pengenalan Umum. Jakarta: Tazkia Institute, 1999, Cet.Ke-1.
Arikunto, Suharsini. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Yogyakarta: Rineka Cipta, 2002, Edisi Revisi V.
Bank Indonesia. Petunjuk Pelaksanaan Pembukuan Kantor Cabang Bank Syari’ah. Jakarta: BI, 1999.
BMT Husnayain. Profil BMT Husnayain. Jakarta: BMT Husnayain.
_____________. Brosur BMT Husnayain. Jakarta: BMT Husnayain.
Dewan Syari’ah Nasional-MUI. Himpunan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional. Jakarta: DSN, 2003, Cet.Ke-2.
Djazuli, H.A dan Janwari, Yadi. Lembaga-Lembaga Perekonomian Umat: Sebuah pengenalan. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002, Cet.Ke-1.
Hadi, Sutrisno. Metodologi Research, Yogyakarta: Andi Offset, 1992, Cet-XXI.
Haroen, Nasrun., H., DR., MA. Fiqh Muamallah. Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000, Cet.Ke-1.
Karim, Adiwarman, Ir., SE., MBA., MAEP., Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer, Jakarta: Gema Insani Press, 2001, cet.ke-1
Lubis, Ibrahim, Ekonomi Islam: Suatu Pengantar. Jakarta: Kalam Mulia, 1995.
Majdid, Abd. Baihaqi, dan Rasyid, A. Saifuddin. Paradigma Baru Ekonomi Kerakyatan Sistem Syari’ah. Jakarta: PINBUK, 2000.
Muhammad. Manajemen Dana Bank Syari’ah. Jakarta: Ekonisia – UII, 2001.
Muhammad. Kebijakan Fiskal dan Moneter Dalam Ekonomi Islam. Jakarta: Salemba empat, 2002.
Mujieb, Abd. Muhammad. Kamus Istilah Fiqh. Jakarta: PT Pustaka Firdaus, 1994.
Pedoman Penulisan Skripsi. Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta: 2007.
PINBUK. BMT Sebagai Alternatif Model Lembaga Keuangan Mikro. Jakarta: PINBUK, 1998.
________, Peraturan Dasar dan Contoh AD-ART BMT, Jakarta: PINBUK, 1998.
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Usaha Kecil (P3UK). Pendidikan dan Pelatihan BMT, Diktat.
Prowikusumo, Soeharto. Mengembangkan Strategi Ekonomi. Jakarta: Sinar Harapan, 1998.
Suhendi, Hendi. dkk. BMT dan Bank Islam Instrumen Lembaga Keuangan Syariah. Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004.
Sudarsono, Heri. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah: Deskripsi dan Ilustrasi. Yogyakarta: Ekonisia, 2003.
Sholahudin, Muhammad. Lembaga Ekonomi dan Keuangan Islam. Surakarta: Muhamadiyah University Press, 2006.
Wiroso, SE., MBA., Jual-beli Murabahah. Yogyakarta: UII Press, 2005, Cet.Ke-1.
www.kemenpera.go.id
Yunus, Mahmud. Kamus Bahasa Arab-Indonesia. Jakarta: Hidayakarya Agung, 1990, Cet.Ke-8
Zuhaili, Wahbah. Al-Fiqhu al-Islami wa Adilatuhu, terjemahan Md. Akhir haji Yacoob, et.al., Malaysia, dewan Bahasa dan Pustaka, 1995, Cet.Ke 1.
HASIL WAWANCARA
Nama : Drs. Komarudin Jabatan : Direktur BMT Husnayain Hari/tgl : 15 Februari 2008 Tempat : Kantor BMT Husnayain Pasar Rebo
1. Tanya: Apa yang dimaksud dengan pembiayaan KPRS?
Jawab: Pembiayaan KPRS adalah Kredit/pembiayaan Perbaikan Rumah Swadaya. Masyarakat berpenghasilan rendah saat ini sudah bisa menikmati fasilitas kredit/pembiayaan perbaikan rumah. Pemerintah memberikan subsidi sampai Rp 9 juta per unit. Pembiayaan itu bisa diakses melalui lembaga keuangan bukan bank dan sekarang sudah ada di BMT Husnayain.
2. Tanya: Apa akad yang digunakan dalam pembiayaan KPRS ini?
Jawab: Akad murabahah, BMT membeli barang-barang yang diperlukan nasabah untuk memperbaiki rumahnya. Karena dari Kementrian Perumahan Rakyat sendiri tidak dibolehkan memberikan berupa uang, harus berupa barang. Ditakutkan dana subsidi yang diberikan tidak digunakan sesuai kesepakatan yaitu untuk menrenovasi rumah melainkan untuk hal-hal yang lain seperti membeli sepeda motor,dll.
3. Tanya: Mengapa BMT Husnayain terpilih sebagai BMT penerima dana subsidi
untuk pembiayaan KPRS dari pemerintah?apa yang menjadi criteria dari pemerintah?
Jawab: Karena BMT Husnayain sudah memenuhi criteria yang diajukan dari pemerintah.
Ketentuan LKM-BMT
• Berbadan hukum koperasi (minimal 2 tahun) • Memiliki RAT dalam 2 tahun terakhir • Memiliki asset diatas 1 milyar rupiah • Sehat secara kelembagaan dan keuangan • Di Rekomendasikan PINBUK • Bersubsidi dan sanggup sebagai LKM-BMT pelaksana KPRS/KPRS mikro
syari’ah bersubsidi • Menyediakan sebagian/seluruh pokok pembiayaan KPRS/KPRS mikro
syari’ah bersubsidi • Mempunyai produk Tabungan/Simpanan Anggota Rumah Sehat (SARAS)
dan pembiayaan anggota Rumah Sehat (PARAS) • Anggota dan calon anggota memiliki usaha produktif berskala kecil/mikro
atau memiliki penghasilan
• Sanggup bertanggung jawab antar LKM-BMT dikabupaten/kota untuk menjamin kelancaran pelaksanaan subsidi dan tepat sasaran minimal direkomendasikan oleh 3 LKM-BMT di kab/kota
• Sanggup membuat laporan penyerapan dana subsidi.
4. Tanya: Berapa jumlah nasabah BMT Husnayain sampai dengan tahun 2008? Jawab: Jumlah nasabah BMT Husnayain untuk tabungan ± 5000 orang dan untuk
pembiayaan ± 2000 orang. Untuk pembiayaan KPRS mikro syariah sudah 21 orang, batas yang diberikan oleh Pemerintah adalh 100 orang untuk 100 unit rumah.
5. Tanya: Bagaimana prosedur pengajuan pembiayaan KPRS pada BMT Husnayain?
Jawab: Secara umum prosedur pengajuan pembiayaan KPRS (Perbaikan/Pembangunan Rumah Swadaya) mikro syari’ah melalui lembaga keuangan BMT adalah melalui 4 tahap, yakni: f. Tahap pengajuan permohonan pembiayaan KPRS mikro syariah oleh
nasabah kepada pihak BMT. g. Tahapan analisa yang dilaksanakan oleh BMT, dalam hal ini meliputi 3
pilar analisa kemauan, kemampuan dan angsuran. h. Tahap persetujuan (keputusan permohonan) yaitu tahapan keputusan
diterima atau ditolaknya permohonan tersebut. i. Bila pengajuan pembiayaan telah memenuhi kelayakan, syarat dan
ketentuan dari BMT, BMT akan memberikan PARAS (Pembiayaan Anggota Rumah Sehat) dan mengajukan subsidi KPRS kepada kantor MENPERA
j. Selanjutnya kantor MENPERA bersama PINBUK akan menverifikasi permohonan subsidi BMT dan membuat berita acara serta mencairkan subsidi KPRS melalui BMT.
k. Sebelum pencairan dana subsidi, nasabah harus menandatangani akad pembiayaan murabahah pada pembiayaan KPRS, nasabah harus melaksanakan akad wakalah yaitu BMT mewakilkan kepada nasabah untuk membeli dan menerima barang-barang material yang diperlukan nasabah untuk kebutuhan memperbaiki rumah.
l. Tahapan pelaksanaan atau penandatanganan akad pembiayaan KPRS. m. Realisasi pembangunan/perbaikan rumah.
6. Tanya: Dalam pelaksanaannya apa saja persyaratan yang harus dipenuhi oleh nasabah dalam mengajukan pembiayaan KPRS ini?
Jawab: 1) Foto copy KTP (suami/istri), Kartu Keluarga dan Surat Nikah. 2) Foto copy Sertifikat Hak Milik Tanah/Rumah Pemohon. 3) Surat Keterangan Keabsahan Kepemilikan Tanah/Rumah Dari
Pemerintah Kecamatan Atau Pejabat Terkait.
4) Surat ijin Mendirikan Bangunan (IMB) Dari Instansi Terkait/Pemerintah Kecamatan, Bagi Pemohon Yang Akan Bangun Rumah Baru.
5) Slip Gaji/Surat Keterangan Penghasilan (bagi yang berpenghasilan tetap) dari kantor/perusahaan yang bersangkutan.
6) Surat keterangan berpenghasilan tidak tetap (yang diketahui oleh Lurah/Kepala Desa setempat).
7) Surat Pernyataan belum pernah mendapat subsidi perumahan. 8) Foto dan gambar rencana rumah yang ingin dibangun 9) Foto rumah yang akan diperbaiki 10) Rincian Anggaran Belanja (RAB) yang ditanda tangani oleh pemohon
dan manager LKM BMT yang bersangkutan. 11) Scedhule/jadwal Pelaksanaan Pembangunan/Perbaikan Rumah. 12) Akad pembiayaan pembangunan/Perbaikan Rumah antara LKM BMT
dengan pemohon MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah) 13) Foto copy Buku tabungan SARAS (Simpanan Anggota Rumah Sehat)
7. Tanya: Siapa sajakah yang menjadi sasaran dari pembiayaan KPRS ini?
Jawab: Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang memiliki usaha dan
penghasilan yang tidak mempunyai akses kelembaga perbankan. Belum memiliki rumah atau sudah memiliki rumah tapi tidak layak
huni. Belum pernah menerima subsidi perumahan.
8. Tanya: Bagaimanakah cara pembayaran pembiayaan KPRS yang dilakukan oleh
BMT Husnayain? Jawab: Secara angsuran atau cicilan pada setiap bulannya, adapun jangka waktunya
tergantung pada pilihan nasabah. Maksimal lamanya 4 tahun.
9. Tanya: Berapa jumlah saldo tabungan minimum di BMT Husnayain agar nasabah dapat memperoleh pembiayaan KPRS ini?
Jawab: Dalam peraturan MENPERA saldo minimal nasabah Rp. 1 juta rupiah, tapi BMT Husnayain tidak memberlakukan itu, melihat kondisi masyarakat yang tidak memungkinkan, jadi kami hanya menetapkan saldo minimal Rp.500.000,-
10. Tanya: Apakah dalam pembiayan ini diwajibkan menyediakan jaminan? Jika iya,
jaminan dalam bentuk apa yang ditetapkan oleh BMT Husnayain? Jawab: Jaminan bukankah satu syarat yang mutlak untuk dipenuhi dalam
pembiayaan KPRS ini, tetapi jaminan dimaksudkan untuk menjaga agar si nasabah tidak main-main dengan pembiayaan ini. Kami tidak ingin memberatkan nasabah, hanya dengan surat keterangan dari RT/RW atas kepemilikan rumah itu saja bisa dijadikan jaminan. Karena kami benar-benar
tulus membantu masyarakat sekitar demi mendapatkan tempat tinggal yang layak huni.
11. Tanya: Untuk tujuan apakah nasabah mengajukan pembiayaan KPRS ini?
Jawab: Untuk merenovasi rumah agar menjadi tempat tinggal layak huni Dengan adanya tambahan subsidi dari pemerintah otomatis meringankan
pinjaman nasabah.
12. Tanya: Bagaimanakah cara BMT dalam menyelesaikan pembayaran macet? Jawab:
Memberikan Surat peringatan.
Surat pemanggilan.
Reschedule ulang.
Penambahan jangka waktu.
Dan jika nasabah masih mengalami kendala dalam pembayaran tiap bulannya, maka kami memberikan kebijakan terakhir yaitu Pengurangan jumlah pinjaman nasabah tiap bulan.
13. Apa keuntungan dan kerugian yang didapat oleh BMT Husnayain dalam menerapkan pembiayaan KPRS?
Keuntungan o Kepuasan bathin karena dapat menolong orang-orang yang benar-benar
membutuhkan tempat tinggal yang layak. o Bertambahnya citra BMT dimata Masyarakat sekitar. o Bertambahnya kepercayaan masyarakat terhadap BMT
Kerugian
o Memakan cukup banyak waktu dan biaya tranportasi, karena untuk mensurvey lokasi perbaikan rumah.
14. Tanya: Apakah pembiayaan ini memberikan pengaruh terhadap tingkat pendapatan
BMT Husnayain? Jawab:
o Jelas memberi pengaruh karena dengan adanya program ini BMT lebih dikenal oleh masyarakat umum khususnya masyarakat Pasar Rebo dan sekitarnya, selama ini masyarakat masih memandang sebelah mata BMT, dengan adanya program citra BMT bertambah baik.
15. Tanya: Apakah pembiayaan KPRS ini telah sesuai dengan ketentuan
syariah?
Jawab: Pembiayaan KPRS (Perbaikan Rumah Swadaya) Mikro Syari’ah telah sesuai dengan prinsip syari’ah dimana akad jual-beli murabahah sudah terpenuhi, seperti dalam hal rukun dan syarat sah jual-beli; terpenuhinya ketentuan adanya penjual dan pembeli, adanya sighat; adanya barang yang diperjual-belikan serta harus barang yang halal menurut syari’ah.