konsep maslahah mursalah pada kasus...

102
1 1 KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS PRESIDEN WANITA MENURUT IMAM MALIK DAN IMAM NAJMUDDIN AL-THUFI SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) Oleh: ABDUL HALIM MAHMUDI NIM: 104043101305 KONSENTRASI PERBANDINGAN FIQH PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1430 H/ 2009 M

Upload: hoangliem

Post on 10-Feb-2018

232 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

1

1

KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS

PRESIDEN WANITA MENURUT IMAM MALIK

DAN IMAM NAJMUDDIN AL-THUFI

SKRIPSIDiajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat MemperolehGelar Sarjana Hukum Islam (SHI)

Oleh:ABDUL HALIM MAHMUDI

NIM: 104043101305

KONSENTRASI PERBANDINGAN FIQHPROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUMUNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAHJAKARTA

1430 H/ 2009 M

Page 2: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

2

2

”KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS

PRESIDEN WANITA MENURUT IMAM MALIK

DAN IMAM NAJMUDDIN AL-THUFI”

SKRIPSIDiajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat MemperolehGelar Sarjana Hukum Islam (SHI)

Oleh:

ABDUL HALIM MAHMUDINIM: 104043101305

Pembimbing:

Prof. DR. H. Muhammad Amin Suma, MA.,SH.,MM.NIP. 150 210 422

KONSENTRASI PERBANDINGAN FIQHPROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUMUNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAHJAKARTA

1430 H/ 2009 M

Page 3: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

3

3

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul ”KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS

PRESIDEN WANITA MENURUT IMAM MALIK DAN IMAM NAJAMUDDIN

AL-THUFI” telah diujikan dalam sidang munaqasah Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 03 Maret

2009 M yang bertepatan dengan 06 Rabiul Awwal 1430 H. Skripsi ini telah diterima

sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) pada

Program Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum (PMH) Konsentrasi Perbandingan

Mazhab Fiqh (PMF).

03 Maret 2009 M06 Rabiul Awwal 1430 H

Mengesahkan,

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Prof. DR.H.Muhammad Amin Suma,SH.,MA.,MM.NIP. 150 210 442

Panitia Ujian

1. Ketua : Prof. DR. H. Muhammad Amin Suma, MA.,SH.,MM. (.............................. )

NIP. 150 210 4222. Sekretaris : Dr. H. Muhammad Taufiki, M.Ag. (

.............................. )NIP. 150 290 159

3. Pembimbing: Prof. DR. H. Muhammad Amin Suma,SH.,MA.,MM. (.............................. )

NIP. 150 210 442

Jakarta,

Page 4: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

4

4

4. Penguji I : H. Abd. Wahab Abd Muhaimin, Lc, MA. (.............................. )

NIP. 150 238 774

5. Penguji II : Asmawi, M.Ag. (.............................. )

NIP. 150 282 394

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya diajukan untuk memenuhi salah

satu persyaratan memperoleh gelar strata I di Universitas Islam Negeri UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli, saya

bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

03 Maret 2009 M06 Rabiul Awwal 1430 H

Abdul Halim Mahmudi

Jakarta,

Page 5: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

5

5

بسم اهللا الرحمن الرحيمKATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah swt., atas segala rahmat,

hidayah, dan inayah-Nya yang telah terlimpahkan, sehingga penulisan skripsi ini

selesai, berjalan dengan baik, sesuai dengan waktunya. Salawat serta salam semoga

tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad saw., hamba Allah pilihan yang telah

diutus untuk mengangkat derajat manusia dengan ilmu pengetahuan, amal dan takwa.

Dari relung hati yang paling dalam penulis menyadari, bahwa suksesnya

penulisan skripsi ini tidaklah begitu saja dapat terselesaikan dengan mudah, dan

bukan semata-mata atas usaha dan perjuangan penulis sendiri, namun juga karena

bantuan dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis menghaturkan

ucapan terima kasih terutama sekali kepada Bapak/Ibu:

1. Prof. Dr. Drs. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM., Dekan Fakultas

Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,

sekaligus Dosen Pembimbing, yang telah memberikan perhatian penuh,

bimbingan, serta motivasi yang besar kepada penulis selama penulisan skripsi ini.

2. Dr. KH. Ahmad Mukri Aji., MA.,MH. dan Bapak Dr. Muhammad Taufiqi,

M.Ag., masing-masing Ketua dan Sekretaris Program Studi Perbandingan

Mazhab dan Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 6: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

6

6

3. Seluruh dosen Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta, yang dengan penuh keikhlasan dan dedikasi yang tinggi

telah mencurahkan ilmu pengetahuan dan pengalaman hidupnya yang perlu

dicontoh oleh penulis selama masa studi.

4. Segenap pengelola Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

Perpustakaan Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah, serta Perpustakaan

Umum Iman Jama, yang telah memberikan fasilitas yang terbaik kepada penulis

untuk mencari dan mengumpulkan data.

5. Ayahanda Dr. KH. Ahmad Mukri Aji, MA.,MH. dan ibunda Hj. Siti Manis

Falahiyah, yang sangat penulis hormati dan sayangi, yang telah memberikan

curahan kasih, dukungan, dan motivasi dengan tulus ikhlas, sejak penulis di masa

balita hingga penulis menjalani pendidikan di Perguruan Tinggi terutama dalam

penyelesaian skripsi ini. Semoga Allah swt. selalu memberikan limpahan rahmat

dan kasih sayang-Nya kepada keduanya. Amin.

6. Kakakku penulis tercinta, Syarifah Gustiawati Mukri, SHI.,MEI., dan H. Nur

Rohim Yunus, SHI., LLM., M.Phil. serta adik-adik penulis Ahmad Sofwan Fauzi,

dan Ahmad Farhan Habib yang selalu menemani, memotivasi dan membantu

penulis dalam penulisan skripsi ini.

7. Adinda Latifa Hanum, dengan tulus hati dan ikhlas membantu dan menemani

penulis dalam suka dan duka. Terimakasih atas segalanya, semoga Allah

membalas segala amal shaleh yang telah diberikan.

Page 7: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

7

7

8. Para dewan guru Yayasan Pendidikan Islam An-Na’imuniyyah (YAPIA)

Darunna’im, Lembaga Pendidikan Al-Qur’an (LPQ) Nurul Hikmah, Ikatan Guru

Taman Al-Qur’an (IGTA) Kec. Parung, Persatuan Pemuda Parung ”Riyadhusy

Syabaab”, Pengajian Pemuda ”PERPUNJAS” yang telah banyak membantu

menyemangati penulis.

9. Keluarga Besar FCC@Net dan Farhan Copy Center (Ayud, Fa2t, Zie, Noeng2,

Nani, Aldy, Dian S.) yang telah membantu penulis dalam penyediaan sarana dan

prasarana, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

10. Rekan-rekan Tim Debat Bahasa Arab Tingkat ASEAN Tahun 2007 (Hisnu

Shobar, Lesmi Cahyani, Devita, Fajriati El-Jabhati, Furqon, Niwwari) Semoga

prestasi yang kita raih bermanfaat bagi kita semua.

11. Seluruh Ikhwani dan Akhwati fillah. Khususunya Edi Sumantri, Mukhtar Wijaya,

Dani Arsyad, Arif Rahman, Hidayatullah, dsb. semoga kebersamaan kita akan

tetap terjaga.

12. Rekan-rekan mahasiswa dan mahasiswi Prodi Perbandingan Mazhab dan Hukum,

konsentrasi Perbandingan Mazhab Fiqh (PMF) A & B serta Perbandingan Hukum

PH angkatan 2004 Fakultas Syariah dan Hukum, Khususnya: B’dul, Vie, Inang,

Tipah, Jefi, Domen, Anas, Dzue, Rusli, Bdur, Ndar, Habibie, Roby, Edi, Dien,

Ntonk, Muly, nDre, Jay, thofe, Fahrul, Adi, Jay, Ram, Eeng, H. Abul, Chay,

Syarki, Oneng, Delly, Romli, Fhitrie, Dayat, Indra, Dian S, dan semua teman

yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah memberikan bantuan kepada

Page 8: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

8

8

penulis dalam masa studi dan dalam menyelesaikan skripsi ini. Jazakumullah

kairan katsiran.

Akhirnya atas segala jasa dan bantuan semua pihak, baik berupa moril

maupun materil, kiranya penulis tidak sanggup membalasnya, hanya kepada Allah

swt. jualah, penulis serahkan untuk membalasnya dengan imbalan pahala yang

berlipat ganda dan menjadikan sebagai amal jariah yang tidak pernah surut mengalir

pahalanya. Sekali lagi penulis ucapkan jazakumullah kairan katsiran.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan berkah bagi penulis dan semua

pihak, khususnya bagi para pembaca ataupun peneliti yang ingin mengkaji tulisan

penulis ini. Amin.

03 Maret 2009 M06 Rabiul Awwal 1430 H

Penulis

Jakarta

Page 9: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

9

9

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................................ v

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ................................................. 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah.............................. 9

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ....................................... 10

D. Metode Penelitian............................................................ 11

E. Review Kajian Terda hulu .............................................. 12

F. Sistematika Penulisan ..................................................... 13

BAB II : PANDANGAN UMUM MASLAHAH MURSALAH

A. Pengertian Maslahah Mursalah ...................................... 15

B. Kehujjahan Maslahah Mursalah ..................................... 20

C. Syarat-Syarat Keabsahan Maslahah Mursalah ............... 25

BAB III : RIWAYAT HIDUP IMAM MALIK DAN IMAM

NAJAMUDDIN AL-THUFI SERTA KONSEP MASLAHAH

MURSALAHNYA

A. Biografi Imam Malik bin Anas r.a. .................................. 28

B. Biografi Imam al-Thufi .................................................... 42

C. Sisi Persamaan dan Perbedaan Kedua Tokoh .................. 61

Page 10: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

10

10

BAB IV : APLIKASI MASLAHAH MURSALAH TERHADAP

PRESIDEN WANITA MENURUT IMAM MALIK DAN IMAM

AL-THUFI

A. Prinsip-prinsip Hukum Islam dalam Pemilihan Kepala

Negara ............................................................................. 65

B. Presiden Wanita Perspektif Fiqh Siyasah ....................... 67

C. Presiden Wanita Perspektif Imam Malik dan

Imam Al-Thufi ............................................................... 77

D. Persamaan dan Perbedaan Kedua Pendapat.................... 83

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ...................................................................... 91

B. Saran-saran ....................................................................... 93

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 95

Page 11: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

11

11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tujuan utama disyariatkannya suatu hukum oleh Allah swt. - tidak ada

maksud lain - kecuali hanya untuk merealisir dan mewujud nyatakan kemaslahatan

bagi manusia di dunia dan kebahagian di akhirat kelak.1 Setiap perintah atau larangan

yang telah dituangkan oleh perumusnya (al-Syari`) melalui teks-teks hukum (al-

nusus al-tasyri`iyyah) dapat diketahui dan dipahami oleh para pelakunya (mukallaf)

tentang dampak positifnya yang mengacu kepada kepentingan dan kebutuhan mereka

itu sendiri.2 Kepentingan dan kebutuhan tersebut bertitik tolak kepada tiga kategori

tujuan syari`at (maqasid al-syari`ah) berdasarkan urutan prioritasnya, yaitu:

daruriyyat, hajjiyyat, dan tahsiniyyat.3

Dalam rangka mewujudkan eksistensi maqasid al-syari`ah pada diri setiap

individu mukallaf, maka setiap tindakan mereka mesti berdasar kepada sumber-

sumber pokok (al-masadir al-asliyyah), yaitu: al-Qur`an dan al-Sunnah.4 Di samping

itu, dinamika perubahan sosial dan strukturnya dari masa ke masa terus berkembang

dengan munculnya berbagai kasus dan perstiwa hukum yang jawabannya tidak

terdapat secara tegas dan khusus dalam sumber pokok tersebut. Hal ini memerlukan

1 Abu Ishak Al-Syatibi, al-Muwāfaqāt fī usūl al-Syari`ah, tahqīq: Abdullah Darraz,(Beirut: Dar al-Fikr,t.th.), vol. II, h. 6.

2 Ibn Qayyim al-Jauziyyah, I`lām al-Muwaqqi`īn, vol III, (Beirut: t.tp.,t.th.) h. 14.3 Abu Ishak Al-Syatibi, al-Muwāfaqāt, h.8.4 Muhammad Adib Salih, Masādir al-Tasyrī` al-Islāmī wa Manāhij al-Istimbāt,

(Damsyiq: Maktabah at-Ta`awuniyah, 1967), h. 437.

Page 12: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

12

12

metode lain untuk menjawab kasus hukum tersebut dengan menggunakan masadir al-

far`iyyah antara lain melalui metode istihsan, istihsab, al-`urf, madzhab al-sahabi;

dan maslahat al-mursalah.5

Di dalam kitab suci al-Qur’an dan Hadis Nabi Muhammad saw., baik

secara eksplisit maupun implisit, banyak sekali postulat yang menjelaskan bahwa

tujuan Allah swt. menurunkan hukum syari’at ke muka bumi adalah untuk

mewujudkan kemaslahatan hidup bagi umat manusia dan menghindarkan mereka dari

kerusakan. Kemaslahatan yang dimaksud bukan saja kemaslahatan duniawi, tetapi

juga kemaslahatan ukhrawi atau dalam istilah Abu Ishaq al-Syatibi dalam kitabnya

Al-Muwafaqat fi Ushul al-Syari’ah: “Li Masālih al-‘Ibād fi al-‘Ajil wa al-Ajīl”,

artinya untuk kemaslahatan manusia di dunia dan di akhirat.6

Dalam konteks hukum Islam hal itu berarti hukum-hukum yang

disyariatkan Allah melalui al-Qur’an dan Hadist bertujuan untuk menciptakan

kemaslahatan bagi manusia. Pemberlakuan hukum-hukum tersebut betujuan untuk

menciptakan harmonisasi interaksi sosial manusia dalam kehidupan dunia dan

keselamatan akhirat

Meskipun kemaslahatan manusia merupakan tujuan utama diturunkannya

hukum ke muka bumi, namun tidak semua maslahat yang ada di tengah-tengah umat

manusia sejalan dengan hukum syari’at dan tidak semua maslahat yang berkembang

5 Muhammad Adib Salih, Masādir al-Tasyrī`, h. 437.6 Abu Ishak Al-Syatibi, al-Muwafaqat, h. 4.

Page 13: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

13

13

di tengah-tengah masyarakat mempunyai dasar hukum yang akurat. Karena itu para

ulama membagi maslahat kepada beberapa bentuk.

Hujjatul Islam, Imam Ghazali membaginya kepada empat macam7:

1. Maslahat yang diakui nau’-nya oleh Syari’ karena ada kesamaan nau’ tersebut

dengan ashl dan far’.

2. Maslahat yang diakui jins-nya oleh Syari’ karena ada kesamaan jins tersebut

dengan ashl dan far’.

3. Maslahat yang bertentangan dengan syariat yang disebut dengan istilah maslahat

bathilah atau maslahat mulghah.

4. Maslahat yang tidak disebut-sebut oleh syariat’, tidak ada nas yang

mendukungnya dan tidak ada pula yang menentangnya. Maslahat semacam ini

disebut maslahat gharibah.

Dari keempat pembagian di atas, Imam Ghazali memasukkan al-maslahat

al-mursalah, ke dalam pembagian yang kedua, yaitu maslahat yang diakui jins-nya

oleh syara’ dan ini dapat diterima sebagai hujjah atau dalil hukum. Sedangkan al-

maslahat al-gharibah, dan al-maslahat al-bathilah atau al-maslahat al-mulghah

ditolak secara mutlak.8

Dari pembagian di atas nampaklah bahwa ada maslahat yang tidak

disinggung sama sekali oleh nash, baik al-Qur’an maupun Hadis. Dalam hubungan

ini, kemaslahatan tersebut tidak ditetapkan oleh syari’at hukum untuk

7 Husein Hamid Hassan, Nazāriyat al-Maslahat fī al-Fiqh al-Islāmī, (Cairo: Al-Mutanabbī, 1981), h. 18-19.

8 Ibid., h. 19.

Page 14: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

14

14

mewujudkannya dan tidak terdapat pula dalil yang memerintahkan untuk

memperhatikan dan mengabaikannya. Maslahat tersebut dikenal dalam istilah ilmu

ushul al-fiqh dengan sebutan maslahat mursalah. Karena maslahat ini tidak

disinggung sama sekali oleh dalil maka para ahli ushul pun berbeda pendapat

mengenai keabsahan penggunaannya sebagai dalil ijtihad.9

Walaupun demikian di kalangan ahli Ushul terjadi beberapa perbedaan

pandangan tentang substansi dari maslahat mursalah, bagaimana keabsahan maslahat

mursalah sebagai salah satu sumber hukum dan bagaimana aplikasinya dalam

legislasi hukum Islam. Di antara ahli Ushul tersebut berbeda tersebut adalah Imam

Malik dan Imam Al-Thufi.

Imam Malik sebagai founding father teori maslahat mursalah ini10,

mengatakan bahwa maslahat mursalah adalah kemaslahatan yang tidak ada

pembatalannya dari nash dan juga tidak disebutkan secara jelas oleh nash11. Akan

tetapi, pengambilan hukum berdasarkan maslahat mursalah, ini tidak boleh

bertentangan dengan nash sebagai sumber pokok. Beda halnya dengan Imam al-

Thufi, beliau menyatakan bahwa maslahat mursalah merupakan hujjah terkuat yang

secara mandiri dapat dijadikan landasan hukum sekali pun bertentangan dengan

nash.12

9 Yusuf al-Qaradhawi, Madkhal li Dirāsah al-Syarī’ah al-Islāmiah, (Cairo: MaktabahWahbah, tth.), h. 20.

10 Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqh, (Beirut: Dar al-Fikr al-‘Arabi, t.th.), h. 27911 Wahbah al-Zuhaili, Ushul al-Fiqh al-Islami, (Damaskus: Dar al-Fikr, 2005), h. 95.12 Mustafa Zaid, al-Maslahat fi at-Tasyri'i al-Islâmi wa Najamuddin at-Tufi, (Mesir:

Dar al-Fikr al-Arabi, 1954), h. 34.

Page 15: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

15

15

Al-Thufi yang terkenal dengan konsep maslahatnya ini, bagi kalangan

peneliti Hukum Islam saat ini, bergerak sangat progresif dan inovatif yaitu

mempergunakan maslahat mursalah sebagai landasan hukum meskipun harus

mendahulukannya dari nash dan ijma jika terjadi pertentangan dengan nash dan ijma'.

Jadi maslahat menduduki tempat terkuat dalam berhujjah13.

Dari pemikiran dan konsep maslahat mursalah versi al-Thufi ini, akhirnya

melahirkan banyak polemik dalam kancah epistimologis, yang pada akhirnya konsep

maslahat mursalah al-Thufi ini dikategorikan oleh sebagian besar ulama sebagai

konsep yang terlalu liberalis dan bertentangan dengan ulama pada zamannya.

Pandangan al-Thufi mewakili pandangan yang radikal dan liberal tentang

maslahat.14 Dia berpendapat bahwa prinsip maslahat dapat membatasi (takhsis) Al-

Qur’an, sunnah dan ijma' jika penerapan nas Al-Qur’an, Sunnah dan Ijma' itu akan

menyusahkan manusia.15 Akan tetapi, ruang lingkup dan bidang berlakunya pola

maslahat tersebut hanyalah pada bidang muamalat dan adat istiadat.16

Maka dari paparan di atas jelas, bahwa maslahat mursalah adalah salah

satu landasan pengambilan (istinbat) hukum Islam yang hampir tiap-tiap ulama

madzhab memanfaatkannya. Namun ternyata, menurut sebagian ulama ushul,

metodologi istinbat hukum ini dieksplorasi secara bebas oleh Imam Najamuddîn al-

13 M. Zainal Abidin, “Konsep Maslahat al-Thufi dan Signifikansinya Bagi DinamisasiHukum Islam”, Syariah; Jurnal Ilmu Hukum VII, no. 1 (Juni 2007) h: 25.

14Ibid., 26.15Najmuddin at-Tufi, Syarh, h. 46.16Ibid, h. 48.

Page 16: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

16

16

Thufi yang pada akhirnya melahirkan suatu konsep yang kini banyak diikuti

cendikiawan kontemporer.

Betapa urgennya kedudukan maslahat sebagai tujuan, kalau tidak malah

merupakan inti dari seluruh konstruksi legislasi Islam. Hal ini dapat dibuktikan dari

buku-buku ushul al-fiqh yang ditulis baik sejak masa-masa awal pertumbuhan dan

perkembangan hukum Islam, masa-masa pertengahan maupun pada masa akhir-akhir

ini, dapat dipastikan buku-buku tersebut memuat pembahasan tentang maslahat

sebagai tujuan tasyri' sekalipun porsi pembahasannya sangat bervariasi.

Tulisan ini secara khusus akan membahas tentang pandangan Imam al-

Thufi dan Imam Malik tentang aplikasi maslahat mursalah yang mereka usung,

dengan inti uraian, sekilas riwayat hidup Imam Najamuddîn al-Thufi dan Imam Malik

bin Anas, pengertian dan pandangannya tentang konsep maslahat mursalah, serta

yang paling pokok adalah bentuk dari penerapannya “ijtihad tathbiqi” dan analisi

kedua pendapat tersebut. Sebab konsep maslahat mursalah yang dibawa kedua ahli

ushul tersebut terkesan saling bertentangan satu sama lainnya.

Salah satu aplikasi maslahat mursalah yang diangkat pada tulisan ini

adalah status presiden wanita dalam Islam. Presiden wanita atau kepala negara dari

kalangan wanita merupakan salah satu pembahasan yang masih kontroversial di

tengah-tengah para ulama, baik ulama klasik maupun ulama kontemporer. Kitab-kitab

Page 17: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

17

17

fiqih politik (fiqh al-siyasah) klasik dan kitab-kitab fiqh kontemporer masih banyak

mempersoalkannya.17

Wahbah al-Zuhaili, seorang ahli fiqih modern dalam bukunya, Nidzam Al-

Islam, menyebutkan tujuh syarat untuk menjadi kepala pemerintahan. Ketujuh syarat

adalah: seorang Imam harus memiliki jiwa kepemimpinan sempurna, muslim,

merdeka, baligh, berakal, dan terakhir laki-laki.18 Menurut Al-Zuhaili, adanya syarat

laki-laki ( ةروكالذ ) semata-mata karena beban menjadi Imam membutuhkan

kemampuan yang besar yang tidak mungkin ditanggung seorang perempuan. Selain

itu, perempuan tidak mampu menanggung tugas-tugas berat lainnya, seperti ikut serta

dalam perang atau hal-hal lain yang beresiko tinggi. Di samping itu, ia mendasarkan

pendapatnya ini berdasarkan Hadis yang diriwayatkan oleh Abu Bakrah,

أة امر وا أمرھم م ول و ق لح ف )رواه البخاري(لن یArtinya: “Tidak akan beruntung suatu kaum yang menyerahkan semua persoalannya

kepada perempuan.” (H.R. Bukhari)19

Presiden wanita sering dipahami secara subyektif dan hitam putih. Hal ini

misalnya, tampak pada kasus Benazir Bhutto. Ketika Benazir Bhutto naik menjadi

Perdana Menteri Pakistan, banyak ulama di sana yang mengecam kedudukannya.

Oleh karena itu, ketika Nawaz Syarif berhasil menggulingkan kedudukan Benazir

Bhutto pada Pemilu 1997 di Pakistan, hal ini dijadikan senjata ampuh bagi kelompok

17 Syafiq Hasyim, Hal-hal Yang Tak Terpikirkan; Tentang Isu-isu Keperempuanandalam Islam (Bandung: Mizan, 2001) h. 201.

18 Wahbah Zuhaili, Nidzām Al-Islām, (Beirut: Dar Qutaibah, 1993), cet. III, h. 19. Lihatpula Al-Mawardi, Al-Ahkām al-Sulthāniyyah, ttp. H. 42.

19 HR. Bukhari

Page 18: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

18

18

fundamentalis Islam untuk menyerang kemampuan perempuan dalam memegang

tampuk kepemimpinan20.

Di Indonesia pembahasan ini sempat mencuat kepermukaan menjelang

pemilihan umum (pemilu) tahun 1999 lalu dan beberapa saat sebelum Sidang Umum

MPR tahun 1999 lalu yang diwarnai oleh penolakan keras khususnya dari kalangan

parpol-parpol Islam tentang kemungkinan wanita menjadi presiden21.

Walaupun kalah pada Sidang Umum MPR dengan Abdurrahman Wahid

alias Gusdur, Megawati Soekarno Putri akhirnya terpilih juga menjadi presiden RI

periode 2001 – 2004.22 Kecaman demi kecaman dari para ulama pun datang silih

berganti. Namun Lain halnya dengan tokoh-tokoh parpol, yang pada mulanya

menolak mentah-mentah pencalonan Megawati, akhirnya ketika itu mereka mulai

merevisi kebijakan-kebijakan politisnya.23 Pada saat itu banyak pro dan kontra di

kalangan ulama dalam negeri. Para ulama yang menolak menyatakan bahwa dalam

ajaran Islam wanita tidak bisa menjadi seorang kepala negara. Sebagian yang

mendukungnya mendasarkan bahwa larangan tersebut hanya berlaku pada negara

Islam saja, adapun Indonesia bukanlah negara Islam atau khilafah akan tetapi negara

yang berasaskan Pancasila.24

20 Wahbah Zuhaili, Nidzam Al-Islam, Ibid., h. 20.21 Makalah disampaikan dalam Diskusi Panel ”Pemimpin Wanita Ditinjau dari Perspektif

Islam, Psikolog, dan Aktivis”, diselenggarakan oleh UKM FKSM (Forum Kajian dan StudiMahasiswa) Universitas Janabadra, makalah diakses pada tanggal 10 September 2008 darihttp://www.gaulislam.com/kepemimpinan-perempuan-dalam-pandangan-islam

22 http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/s/soeharto/mti/24/depthnews_13.shtml23 Ibid., http://www.gaulislam.com/kepemimpinan-perempuan-dalam-pandangan-islam24 http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/s/soeharto/mti/24/depthnews_13.shtml

Page 19: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

19

19

Imam Malik dalam kasus ini, secara eksplisit tidak memasukkannya ke

dalam ranah maslahat mursalah. Sebab kasus ini sudah bertentangan dengan nash

dan ijma sahabat. Apabila suatu kasus yang sudah ditetapkan dalam nash dan ijma ahl

madinah, kemudian terjadi pergesekan antara maslahat dan nash maka yang

didahulukan adalah nash. Sehingga dalam kasus ini, Imam Malik bisa dan lebih

cenderung melarang presiden dari kaum wanita, jikalau dilihat metode ijtihad Imam

Malik.

Lain halnya Imam al-Thufi, beliau menganggap apabila maslahat atau hajat

orang banyak ini bertentangan dengan nash atau ijma sahabat dan hal tersebut bukan

termasuk masalah ibadah, maka maslahat tersebut dapat didahulukan dari pada nash

dan ijma sekalipun. Sehingga dengan demikian konsep maslahat mursalahnya Imam

Al-Thufi dapat melegitimasi presiden wanita secara syar’i.

Oleh sebab itu, penulis merasa terpanggil untuk mengungkap sekilas

konsep maslahat mursalah menurut Imam Najamuddîn al-Thufi dan Imam Malik

dalam memahami kasus presiden wanita, dengan judul skripsi “KONSEP

MASLAHAT MURSALAH PADA KASUS PRESIDEN WANITA MENURUT

IMAM MALIK DAN IMAM NAJAMUDDIN AL-THUFI”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Dari judul skripsi, “Konsep Maslahat Mursalah Pada Kasus Presiden

Wanita Menurut Imam Malik Dan Imam Najamuddin Al-Thufi” dapat dibatasi

pada beberapa hal, yaitu:

Page 20: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

20

20

1. Konsep maslahat mursalah menurut Imam Malik dan Imam Najamuddîn al-

Thufi.

2. Aplikasi maslahat mursalah Imam Malik dan Imam al-Thufi pada salah satu

ijtihad tathbiqi, yaitu pengangkatan presiden wanita.

3. Analisis pemikiran Imam Malik dan Imam al-Thufi dalam aplikasi maslahat

mursalah dalam pemilihan dan pengangkatan presiden wanita.

Setelah mempertimbangkan kemampuan penulis dan waktu yang terbatas,

sangat sulit apabila mengesplorasi semua masalah diatas. Oleh karena itu penulis

merasa perlu untuk memilih permasalahan mana yang menjadi fokus penulisan

skripsi ini. Lebih jelasnya dirumuskan permasalahannya sebagai berikut :

1. Bagaimana konsep maslahat mursalah dalam istinbat hukum Islam menurut

Imam Al-Thufi dan Imam Malik ?

2. Bagaimana kedudukan maslahat mursalah menurut Imam Najamuddin al-Thufi

dan Imam Malik ?

3. Bagaimana aplikasi maslahat mursalah menurut kedua Imam tersebut dalam

pemilihan dan pengangkatan presiden wanita?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengkaji konsep pemikiran Imam Najamuddin al-Thufi dan Imam Malik tentang

kedudukan maslahat mursalah sebagai metode istinbath hukum Islam.

2. Mengesplorasi faktor-faktor yang melatar belakangi konsep maslahat mursalah

Imam Malik dan Imam al-Thufi.

Page 21: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

21

21

3. Meneliti pengaruh konsep maslahat mursalah dalam penerapan hukum Islam

(Ijtihad Al-Tathbiqi)

Manfaat khusus dari penulisan skripsi ini adalah untuk memperkaya

khazanah keilmuan di lingkungan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta, khususnya di Fakultas Syariah dan Hukum. Selain itu,

manfaatnya secara umum adalah sebagai kontribusi pemikiran dalam khazanah ilmu

kajian Islam.

D. Metode Penelitian

Metode penulisan skripsi ini murni berdasarkan kajian penelitian

kepustakaan (Library Research), yaitu sebuah kajian yang mencari data-data yang

diperlukan untuk menjawab masalah penelitian ini di dalam dokumen atau bahan

pustaka, kegiatan ini dapat pula disebut sebagai studi dokumen atau literature study.25

Penulis berusaha mengumpulkan data sebanyak mungkin baik yang bersumber dari

buku maupun internet untuk kemudian dijadikan sebagai objek pembahasan.

Langkah selanjutnya adalah penulis berusaha untuk menganalisa masalah-

masalah yang ada dengan menggunakan metode deskriptif analitik. Diawali dengan

menguraikan konsep maslahat maslahat mursalah sebagai metodologi istinbath

hukum Islam secara umum, biografi Imam Malik dan Imam Najamuddîn al-Thufi,

konsep maslahat mursalah menurut Imam Malik dan Imam Najamuddîn al-Thufi.

Kemudian penulis berusaha menganalisa pengaruh yang muncul dari konsep

25 Rianto Adi, Metode Penelitian Hukum dan Sosial, (Jakarta:Granit, 2004), h. 61

Page 22: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

22

22

maslahat mursalah keduanya dalam ijtihad tathbiqi di zaman modern. Diantaranya

adalah pemilihan serta pengangkatan presiden wanita.

Selain itu, perlu dikemukakan pula bahwa yang menjadi pedoman dalam

penulisan skripsi ini adalah buku "Pedoman Penulisan Skripsi" yang diterbitkan oleh

Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta cetakan tahun 2007.

E. Review Kajian Terdahulu

Dalam kajian ini penulis, mengangkat maslahat mursalah yang diusung

oleh Imam Malik bin Anas dan yang kemudian dimodifikasi oleh Imam Al-Thufi. Di

antara kedua maslahat ini saling kontradiktif dalam penerapannya pada ranah legislasi

hukum. Sehingga penulis terpanggil untuk mencari letak persamaan dan perbedaan di

antara kedua pandangan tentang maslahat tersebut. Serta aplikasinya dalam

kehidupan bermasyarakat dan bernegara seperti pemilihan dan pengangkatan presiden

wanita yang nota bene, diharamkan oleh para ulama.

Sebenarnya tulisan mengenai maslahat mursalah ini telah banyak dibahas

oleh peneliti atau mahasiswa. Di antaranya adalah tesis dari Wahidul Kahhar (UIN

Syarif Hidayatullah, 2003), dengan judul “Efektifitas Maslahat Mursalah dalam

Penetapan Hukum Syara’”, dan tesis Iim Fahimah (UIN Syarif Hidayatullah, 2003)

dengan judul “Konsep Maslahat Mursalah Imam Malik”. Kemudian terdapat tulisan

yang dimuat di jurnal hukum “Konsep Maslahat al-Thufi dan Signifikansinya Bagi

Dinamisasi Hukum Islam” oleh M. Zaenal Abidin (Syariah: Journal Ilmu Hukum,

IAIN Antasari, 2005).

Page 23: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

23

23

Selain itu penulis juga mereview kajian tentang presiden wanita, yaitu tesis

Afrizal Moetwa (UIN Syarif Hidayatullah, 2004) dengan judul “Presiden Perempuan

dalam Perspektif Fiqh Siyasah; Studi Terhadap Megawati Soekarno Putri Menjadi

Presiden Republik Indonesia.. Adapun karya ilmiah berupa skripsi, yang membahas

maslahah mursalah atau presiden wanita, sampai saat ini penulis belum

menemukannya di wilayah Universitas Islam Negeri. Dan dari beberapa judul karya

ilmiah tersebut, belum ada yang menjelajahi tema yang penulis angkat dalam skripsi

ini. Yaitu Aplikasi maslahat mursalah Imam Malik dan Imam al-Thufi dalam

menyikapi pengangkatan presiden wanita.

Penulis menyadari bahwa Imam al-Thufi dan Imam Malik belum ataupun

tidak pernah membahas secara khusus tentang presiden wanita. Akan tetapi dari

konsep maslahat yang dia wariskan ke generasi di bawahnya, pemikirannya kini

menjadi acuan untuk menjawab dinamisasi hukum Islam.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini kurang lebih penulis uraikan sebagai berikut:

Bab I : Pendahuluan

Bab satu ini berisi tentang pokok pikiran penulis yang akan dirumuskan

dan dicari pemecahannya. Selain itu, penulis juga berusaha untuk

menjelaskan langkah-langkah apa saja yang dilakukan untuk memecahkan

semua permasalahan tersebut serta faktor-faktor apa saja yang mendukung

penulisan skripsi ini. Semua itu terdapat di dalam Latar Belakang

Masalah, Perumusan dan Pembatasan Masalah, Tujuan dan Manfaat

Page 24: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

24

24

Penulisan, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian, Review Kajian Terdahulu

serta Sistematika Penulisan.

Bab II: Pandangan Umum Konsep Maslahat Mursalah

Pada bab ini, penulis memaparkan secara umum pengertian linguistik dan

terminologi dari maslahat mursalah. Kehujjahan dan perbedaan pendapat

dalam memahami maslahat mursalah. Serta syara-syarat keabsahannya.

Bab III : Riwayat Hidup Imam Najamuddin Al-Thufi Dan Imam Malik

Bab ini memberikan ikhtisar hal ihwal biografi sang tokoh yang diteliti,

yang meliputi tentang: latar belakang sosial dan intelektual, pendidikan,

pengalaman, kegiatan, karir dan karya-karyanya. Dan juga konsep

maslahah mursalahnya. Selain itu dipaparkan pula sisi persamaan dan

perbedaan kehidupan kedua tokoh tersebut.

Bab IV : Aplikasi Maslahat Mursalah Terhadap Presiden Wanita Menurut

Imam Malik Dan Imam Najamuddin Al-Thufi

Penulis menyajikan hal ihwal presiden wanita; pandangan politik Islam

dan pandangan umum tentang presiden wanita. Kemudian Menganalisa

pendapat Imam Najamuddin al-Thufi, dan Imam Malik tentang presiden

wanita ditinjau dari maslahah mursalah. Selain itu disajikan pula sisi

persamaan dan perbedaan kedua pendapat tersebut.

Bab V : Penutup

Berisi tentang kesimpulan penulisan skripsi ini dan beberapa saran dari

penulis.

Page 25: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

25

25

BAB II

PANDANGAN UMUM MASLAHAH MURSALAH

G. Pengertian Maslahah Mursalah

1. Definisi Maslahah Mursalah secara etimologis

Secara etimologis term “Maslahah Mursalah” terdiri atas dua suku kata:

yaitu masalahah dan mursalah. Menurut Louis Ma`luf kata “Maslahah” berasal dari

akar kata salaha, yasluhu – salahan – suluhan - salahiyyah; artinya: Sesuatu yang

mendorong kepada kebaikan atau kelayakan; atau bisa juga diartikan: Sesuatu yang

mendorong bagi seseorang untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya

dan bagi kelompoknya.26 Ahmad Warson Munawwir, mengartikan kata maslahah

sebagai faedah, kepentingan, kemanfaatan, kemaslahatan27. Dari sudut pandang ilmu

sharaf (morfologi), kata “Maslahah” satu wazan (pola) dan makna dengan kata

manfa’ah. Kedua kata ini (maslahah dan manfa’ah) telah diindonesikan menjadi

“maslahat” dan “manfaat.” 28

Dalam buku Kamus Besar Indonesia disebutkan bahwa maslahat artinya

sesuatu yang mendatangkan kebaikan, faedah, dan guna. Sedangkan kata

“kemaslahatan” berarti kegunaan, kebaikan, manfaat, kepentingan. Sementara kata

“manfaat”, dalam buku tersebut, diartikan dengan: guna, faedah. Kata “manfaat” juga

26 Louis Ma`luf, Kamus Munjid, (Beirut: Dar al-Masyriq, 1977), h. 528.27 Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir: Kamus Arab – Indonesia, Yogyakarta: Unit

Pengadaan buku-buku Ilmiah Keagamaan, 1984), h. 844.28 Asmawi, MA, Perbandingan Ushul Fiqih, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h. 101

Page 26: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

26

26

diartikan sebagai kebalikan atau lawan kata “mudharat” yang berarti rugi atau

buruk.29

Kata maslahah adalah bentuk tunggal dari kata mashalih; selain itu dikenal

pula istilah istishlah yang berarti mencari maslahat, memandang maslahat atau baik,

mendapatkan maslahat atau kebaikan, dan kebalikannya adalah al-istisfad atau

memandang buruk atau rusak, mendapatkan keburukan atau kerusakan30. Maslahah

sama akarnya dengan kata shalih yang berarti “baik” menurut agama. Dalam Al-

Qur’an banyak ditemukan kata shalih, kata shalih ini pada umumnya berarti kebaikan

pada hakikatnya menguntungkan.31

Sedangkan kata “mursalah” merupakan bentuk isim maf`ul dari akar kata:

arsala - yursilu - irsal; artinya: `adam at-taqyid (tidak terikat); atau berarti: al-

mutlaqah (bebas atau lepas).32

2. Definisi maslahat mursalah secara terminologis

Secara terminologis, para ulama usul fiqh telah memberikan beberapa

definisi dengan versi yang berbeda, antara lain:

a. DR. Muhammad Adib Salih:

29 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:Balai Pustaka, 1996), h. 634.

30 Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir, h. 532.31 Kuntowijoyo, Identitas Politik Umat Islam, Bandung: Mizan, 1997, h. 100.32 Ibid., h. 259

Page 27: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

27

27

ص م ل ا ح ل س ر م ال ة ل ي ھ ة ر ص ت ي ف ل خ د ت ي ت ال ات ف م و ع ار الش ق و ه د اص ی م ل م ق ن م ل ی ل د ع ع ر الش ھ ص و ص خ ا ب ھ ار ب ت ى اع ل 33.اھ آئ غ ل إ ب و ا أ

“Maslahat mursalah adalah kemaslahatan yang termasuk ruang lingkuptindakan/kebijaksanaan dan tujuan Syari`; sementara tidak ditemukan dalilsyara` secara khusus baik yang mendukungnya maupun yang menolaknya”.

a. Muhammad Said Ramadan al-Buti:

“Maslahat mursalah itu adalah setiap manfaat yang termasuk di dalamruang lingkup tindakan/kebijaksanaan Syari` tanpa ada dalil yangmendukungnya atau menolaknya”.34

b. Al-Syatibi (salah seorang pengikut Madzhab Maliki)berpendapat:

“Maslahat Mursalah adalah kemaslahatan yang tidak ditunjang oleh satunash tertentu; akan tetapi, kemaslahatan tersebut sesuai dengan jenistindakan syara`”.

c. Al-Khawarizmi memberikan pengetian:

ن ع د فاس دفع الم ب ارع الش د و ص لى مق محافظة ع ال ي ھ ة ل رس م ال مصلحة الق ل لخ 35.ا

“Maslahat Mursalah adalah kemaslahatan (yang berusaha) untukmemelihara tujuan syara` dengan jalan menolak unsur kemafsadatan”.

d. Abdul Wahab Khallaf memberikan pengertian:

لشارع ع ا شر لم ی لحة مص ي ال ھ ة المرسلة ح ك ح المصل ق ی ق ح ت ل ما و , اھ م ل ل د ی ع ي ع ر ش ل ی ل د ھ ار ب ت ى اع ل ائ إ و ا أ غ 36.اھ ل

“Maslahat Mursalah adalah kemaslahatan yang tidak disyariatkan oleh syari’dalam wujud hukum, dalam rangka menciptakan kemaslahatan, di sampingtidak terdapat dalil yang membenarkan atau menyalahkan ”.

33 Muhammad Adib Salih, Masadir at-Tasyri` al-Islami wa-Manahij al-Istimbath,Damsyid: Maktabah at-Ta`awujniyyah, 1967, h. 463.

34 Muhammad Said Ramadan al-Buti, Dhawabit al-Maslahat fi al-Syariat al-Islamiyyat,Damsyiq: 1967, h . 330.

35 Wahbah al-Zuhaili, Ushul al-Fiqh al-Islami, (Damaskus: Dar al-Fikr, 2005), h. 36.

36 Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul al-Fiqh, (Quwait: Dar al-Qalam, tth.), h. 84.

Page 28: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

28

28

e. Muhammad Abu Zahrah

ا ة ھي ل مرس حة ال مصل ل ص م ل ا ح ل م ئ ال م ال ة م ل ة د اص ق ع ار الش ی ال و ي م ال س اإل د ھ ش ھ ل ار ب ت ع ال با اص خ ل ص ا أ و أ 37. اء غ ل اإل

“Maslahah mursalah menurut Abu Zahrah, “Maslahat-maslahat yangbersesuaian dengan tujuan-tujuan syariat Islam dan tidak ditopang olehsumber dalil yang khusus, baik bersifat melegitimasi atau membatalkanmaslahat tersebut”.

Berdasarkan definisi tersebut di atas dapat ditemukan beberapa unsur yang

terdapat dalam maslahat mursalah, yaitu: pertama: kemaslahatan tersebut berada di

dalam ruang lingkup tindakan/kebijaksanaan Al-Syari`; kedua: kemaslahatan tersebut

berada di dalam ruang lingkup maqasid al-syari`ah; ketiga: kemaslahatan tersebut

tidak ditunjang oleh dalil atau syahid; baik yang mendukungnya maupun yang

menolaknya; keempat: kemaslahatan tersebut ditempuh dengan maksud untuk

menghilangkan berbagai kemafsadatan.

Pada perkembangan selanjutnya penggunaan term maslahat mursalah telah

terjadi perbedaan di kalangan para ulama ushul fiqh, untuk term maslahat mursalah

sendiri dikenalkan oleh golongan Malikiyah. Selain itu Sebagian ulama ada yang

menyebutkannya dengan istilah: al-istislah oleh Imâm Ghazali, al-munasib al-mursal

al-mula’im oleh golongan Mutakallimin al-Ushuliyyin, al-istidlal oleh Imâm

37 Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqh, (Beirut: Dar al-Fikr al-‘Arabi, t.th.), h. 279. Lihatpula: Wahbah al-Zuhaili, Ushul al-Fiqh al-Islami, (Damaskus: Dar al-Fikr, 2005), h. 36.

Page 29: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

29

29

Haramain dan Ibn Samani, al-istidlal al-mursal sebagian ulama ushul; sedang Imâm

Al-Tûfi menyebutnya dengan nama “Maslahah Al-Tûfi”.38

Berdasarkan definisi secara etimologis dan terminologis di atas, maka telah

diketahui bahwa maslahat mursalah atau istislah merupakan metode penetapan

hukum yang kasusnya tidak diatur secara eksplisit dalam Al-Qur’an dan Hadis.

Sehubungan dengan metode ini dalam ilmu ushul fiqh dikenal ada tiga macam

maslahah, yaitu maslahah mu’tabarah, maslahah mulgah, dan maslahat mursalah.39

Maslahah pertama adalah maslahah yang diungkapkan secara langsung

baik dalam Al-Qur’an maupun Hadis. Sedangkan maslahah kedua adalah maslahah

yang bertentangan dengan ketentuan yang termaktub dalam kedua sumber tersebut Di

antara kedua maslahah tersebut, ada yang disebut maslahah mursalah, yakni

maslahah yang tidak ditetapkan oleh kedua sumber tersebut, dan tidak pula

bertentangan dengan keduanya.40

H. Kehujjahan Maslahah Mursalah

Menurut Yusuf Qaradhawi, jumhur ulama fiqih menganggap maslahat

adalah dalil syari’i yang menjadi pondasi utama dalam legislasi hukum Islam,

38 Abdul Wahab Khallaf, Ilm Ushul al-Fiqh, (Kuwait: Dar al-Qalam, tth.), h. 85. Lihatpula: Jamal Ma’mur Asmani, Fiqh Sosial Kiai Sahal Mahfudz; Antara Konsep dan Implementasi(Surabaya: Khalista, 2007), h. 288.

39 Amir Mu’allim dan Yusdani, Konfigurasi Pemikiran Hukum Islam (Yogyakarta: UIIPress Indonesia, 1999), h. 72.

40 Abdul Wahab Khallaf, Ilm Ushul al-Fiqh, h. 84.

Page 30: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

30

30

pemberian fatwa, dan juga dalam ruang lingkup peradilan41. Menurutnya para sahabat

Rasulullah saw.-lah yang banyak memahami dan menggunakan maslahat sebagai

patokan dan sandaran utama legislasi hukum Islam42.

Selain itu, para ulama pun sepakat bahwa tidak ada peluang bagi qiyas,

istihsan, istishlah dalam masalah ibadah, karena ibadat adalah dikategorikan hukum

ta’abbudi43, sehingga akal tidak memiliki peluang untuk menentukan maslahat yang

rinci terhadap setiap hukumnya. Sama halnya dengan hukum ibadat, ialah semua

hukum had, hukum kafarat, batas prosentase warisan, iddah bulanan setelah

meninggal suami atau karena thalaq dan semua hukum yang ditetapkan batas tertentu,

karena Syari’ sendiri mengetahui maslahat apa yang terdapat pembatasan itu.44

Adapun kehujjahan maslahat mursalah terdapat tiga pendapat para ulama

yang berbeda.

1. Mayoritas ulama berpendapat maslahah mursalah tidak bisa diambil sebagai

hujjah secara mutlak. Ibnu Hajib mengatakan ini adalah pendapat terpilih. Imam

Amudi berkata, pendapat ini benar, sesuai dengan kesepakatan para ulama fiqh.45

41 Yusuf Qaradhawi, Madkhal li Dirasah al-Syari’ah al-Islamiah (Kairo: MaktabahWahbah, tth.) h. 158.

42 Ibid., h. 158.43 Ta’abbudi diartikan sebagai hukum-hukum dalam ibadah kepada Allah; seperti shalat,

puasa,dsb. yang mana rasio kita tidak mampu untuk memahami makna dibalik amaliah ritual tersebut,karean hanya Allah yang berhak mengetahuinya. Dengan demikian, qiyas serta maslahah mursalahdalam penentuan ibadah mahdah tersebut tidak dapat dijadikan sandaran hukum. Beda halnya denganmaslahah mu’amalah; dimana masih bisa ada kemungkinan untuk diperdebatkan. Wahbah al-Zuhaili,Ushul al-Fiqh ..., h. 39.

44 Ibid., h. 158.45 Jamal Ma’mur Asmani, Fiqh Sosial Kiai Sahal Mahfudz. h. 288.

Page 31: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

31

31

2. Imam Malik berpendapat, maslahat mursalah bisa dijadikan hujjah secara

mutlak. Pendapat ini didukung oleh Imam Haramain. Yang dimaksud Imam

Malik adalah maslahah yang manfaatnya lebih banyak dari pada bahayanya.46

Sumbernya dari nash (al-Qur’an dan al-Sunnah) atau dari petunjuk umum nash

yang biasa dikatakan maqasid syari’ah (tujuan hukum Islam), seperti firman

Allah:

م ... ع و ل ج اجع ر ح لدین من م في ا ك ی لحج ...(ل )78: 22/اArtinya: “Allah tidak menjadikan padamu dalam masalah agama suatu kesulitan”

(Q.S. Al-Hajj/22: 78)

Nabi bersabda:

أن رسول هللا صلى : عن أبي سعید سعد بن سنان الحدري رضي هللا عنھار ضر ال : هللا علیھ وسلم قال ر وال ض رواه ابن ماجھ , حدیث حسن(ر

عن عمر بن : ورواه مالك في الموطأ مرسال. والدارقطني وغیرھما مسنداولھ طرق , فأسقط أبا سعید, عن النبي صلى هللا علیھ وسلم, یحیى عن أبیھ

47)یقوى بعضھابعضا

Artinya: “Tidak boleh ada bahaya dan tidak boleh membahayakan”.

Imam Malik menjadikan maslahah mursalah sebagai dalil karena beberapa

argumen sebagai berikut:

Pertama, bahwa para sahabat banyak menggunakan maslahah mursalah di

dalam mengambil kebijakan dan istinbath hukum48, misalnya:

a. Pembukuan al-Qur’an menjadi mushaf oleh para sahabat, padahal Nabi tidak

memerintahkan kepada mereka untuk membukukannya. Inilah tindakan para

46 Ibid., 288.47 HR. Ibnu Majah48 Abu Zahrah, Ushul Fiqh, h. 280.-281

Page 32: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

32

32

sahabat yang dikategorikan maslahah yang bertujuan untuk menjaga dan

melestarikan al-Qur’an dari kepunahan. Disisi lain banyaknya para huffadz

(penghafal al-Qur’an) yang gugur dalam berbagai peperangan;

b. Khulafa al-Rasyidin yang menerapkan keharusan menanggung ganti rugi kepada

para tukang;

c. Umar Ibn Khattab r.a. yang memerintahkan para pejabat agar memisakan harta

kekayaan pribadinya dari kekayaan yang diperoleh karena jabatannya;

d. Umar Ibn Khattab yang sengaja menumpahkan susu yang dicampur dengan air

guna memberi pelajaran kepada orang-orang yang mencampur susu dengan air;

e. Dan para sahabat yang menetapkan hukuman mati terhadap semua anggota

kelompok atau jama’ah yang melakukan pembunuhan terhadap satu orang jika

mereka melakukan pembunuhan itu secara bersama-sama.49

Kedua, Perwujudan kemaslahatan itu sesuai dengan tujuan syari’at.

Mengambil maslahat berarti merealisasikan tujuan syari’at. Mengesampingkan

maslahat berarti mengesampingkan tujuan syariat.50

Ketiga, Seandainya maslahat tidak diambil pada setiap kasus yang jelas

mengandung maslahat selama berada di dalam konteks maslahat syar’iyyah maka

orang-orang mukallaf akan mengalami kesulitan dan kesempitan, padahal Allah swt.

49 Ibid., h. 281.50 Ibid., h. 282.

Page 33: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

33

33

tidak menghendaki adanya kesulitan itu.51 Sebagaimana difirmankan Allah dalam

surat Al-Baqarah 185:

لعسر ... م ا بك رید ی ال و لیسر م ا ك ید هللا ب )185: 2/البقرة(...یرArtinya: ”... Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki

kesukaran bagimu...” (Q.S. Al-Baqarah/2: 185)

dan dalam surat al-Hajj/22: 76.

مور األ جع تر إلى هللا م و اخلفھ م و دیھم ین أی ب ما لم )76: 22/الحج(یع

Artinya: “Allah mengetahui apa yang di hadapan mereka dan apa yang di belakangmereka. dan hanya kepada Allah dikembalikan semua urusan.”(Q.S.Al-Hajj/22: 76).

Meskipun Imam Malik merupakan tokoh dan pelopor maslahah mursalah

namun di dalam penerapannya, pendiri madzhab Maliki ini menerapkan syarat-syarat

adanya persesuaian antara maslahah yang dipandang sebagai sumber dalil yang

berdiri sendiri dengan tujuan-tujuan syari’at. Maslahah ini harus masuk akal dan

memiliki sifat-sifat yang sesuai dengan pemikiran yang rasional. Penggunaan dalil

maslahat ini adalah dalam rangka menghilangkan kesulitan yang biasa terjadi. Dalam

arti, jika maslahat itu tidak diambil manusia akan mengalami kesulitan.52

Para ulama yang tidak menerima maslahat mursalah sebagian dari syara’

juga mengemukakan alasan maslahat yang tidak didukung oleh dalil khusus akan

mengarah kepada salah satu bentuk pelampiasan dari keinginan hawa nafsu yang

cenderung mencari yang enak-enak saja, padahal prinsip Islam tidak demikian. Jika

maslahat dapat diterima (mu’tabarah) ia termasuk ke dalam kategori qias dalam arti

51 Ibid., h. 282.52 Ibid., h. 427.

Page 34: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

34

34

luas. Tetapi Jika tidak mu’tabarah, ia tidak termasuk qias dan tidak bisa dibenarkan

suatu anggapan yang menyatakan bahwa pada suatu masalah terhadap maslahah

mu’tabarah, sementara maslahat itu tidak termasuk di dalam nash atau qias.

Mengambil dalil maslahat tanpa berpegang pada nash terkadang akan berakibat

kepada suatu penyimpangan dari suatu hukum syari’at dan tindakan kelaliman

terhadap rakyat dengan dalil maslahat, sebagaimana dilakukan oleh raja-raja yang

lalim. Jika maslahat dijadikan sebagai sumber unsur pokok yang berdiri sendiri,

niscaya hal itu akan menimbulkan terjadinya perbedaan hukum akibat perbedaan

negara, bahkan perbedaan pendapat perorangan di dalam suatu perkara.53

Beda halnya dengan Husein Hamid Hasan, ia menyamakan maslahah

mursalah ini dengan qiyas Imam Syafi’i, ia menyatakan bahwa sesungguhnya

maslahat mursalah masuk ke dalam pengertian qias menurut pandangan Imam al-

Syafi’i r.a.54

Alasan yang dikemukakan Husein Hamid Hasan adalah ia memasukkan

maslahah mursalah atau maslahah mula’imah ke dalam qias. Sebab keduanya

memiliki persamaan unsur-unsur. Menurutnya, syarat qias ada 3, (1) adanya peristiwa

yang tidak ada nash hukumnya yang jelas; (2) adanya hukum yang dinashkan oleh

syar’i yang mungkin dihubungkan dengan peristiwa itu melalui pengertian ma’nawi;

(3) peristiwa yang tidak ada nash hukumnya itu terkandung dalam kejadian yang

mansus secara implisit. Ketiga syarat qias ini, menurutnya, sejalan dengan maslahah

53 Ibid., h. 431-433.54 Hassan, Husein Hamid, Dr., Nazâriyat al-Maslahah fi al-Fiqh al-Islami, Cairo: Al-

Mutanabbi, 1981.

Page 35: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

35

35

mursalah atau maslahah mula’imah yaitu: (1) peristiwa yang ingin diketahui

hukumnya melalui maslahah adalah peristiwa yang tidak ada nashnya yang jelas,

seperti jaminan atau ganti rugi para pekerja apabila merusak barang yang

dikerjakannya; (2) ada hukum-hukum syari’at yang dinashkan oleh syari’ atas suatu

peristiwa yang maknanya dapat ditemukan oleh para mujtahid; (3) peristiwa yang

tidak ada nash tersebut memiliki makna yang sama dengan makna yang terkandung di

dalam peristiwa yang ada nashnya.55

I. Syarat-Syarat Keabsahan Maslahat Mursalah

Dalam menggunakan maslahat mursalah sebagai hujjah syar’iyyah, para

ulama bersikap sangat berhati-hati, sebab ditakutkan akan tergelincir kepada

pembentukan syari’at baru, berdasarkan nafsu dan kepentingan terselubung.

Berdasarkan hal itu, seperti yang ditulis oleh Abd Wahab Khallaf, dalam bukunya

ushul al-fiqh, ulama menyusun syarat-syarat kebolehan memakai maslahat

mursalah.56

Syarat-syaratnya ada tiga macam, yaitu:57

1. Maslahah harus benar-benar nyata dan bukan maslahah yang mengada-ngada.

Selain itu maslahah yang dihasilkan, harus sesuai dengan rasio sehingga

memudahkan seseorang menerimanya58. Dengan kata lain pengambilan maslahah

tersebut bertujuan untuk mengambil manfaat (jalbu manfa’ah) dan mencegah

55 Ibid., h. 324-325.56 Abd al-Wahab Khallaf, Ilm Ushul Al-Fiqh, Quwait: Dar al-Qalam, tth., h. 86.57 Ibid., h. 86.58 Wahbah al-Zuhaili, Ushul al-Fiqh al-Islami, (Damaskus: Dar al-Fikr, 2005), v. 2., h.

77.

Page 36: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

36

36

madharat (daf’u madharrah). Jangan sampai maslahat tersebut hanya

memperhatikan jalbu manfa’ah saja tanpa diimbangi dengan aspek madharatnya.

Misalnya menyerahkan hak thalaq kepada hakim yang seharusnya hak suami.59

2. Maslahat itu diciptakan untuk kepentingan umum, bukan untuk kepentingan

perseorangan. Dalam arti kata, maslahat yang dijadikan penyebab ketetapan

hukum haruslah mengedepankan aspek sosial dan kepentingan orang banyak

bukanlah kepentingan segelintir orang. Sebab hukum syari’ah itu diletakkan

untuk kepentingan orang banyak, bukan untuk kepentingan pribadi60. Misalnya

untuk kepentingan keluarga, pemimpin, saudara, dan lain-lain.

3. Pembentukan hukum dengan mengambil kemaslahatan ini tidak berlawanan

dengan tata hukum atau dasar yang telah ditetapkan nash dan ijma’. Wahbah

Zuhaili menambahkan juga, agar maslahah tersebut sesuai dengan maqashid

syari’ah, dan tidak berlawanan dengan nash atau dalil yang qat’i.61 Maka

menyamakan ratakan bagian anak laki-laki dan perempuan dalam warisan, adalah

bentuk maslahah yang bertentangan dengan syari’ah, dan tidaklah sah

pengamalannya.

59 Ibid., h. 77. Lihat pula Abdul Wahab Khallaf, Ushul al-Fiqh, h. 86.60 Ibid., h. 78.61 Ibid., h. 78.

Page 37: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

37

37

BAB III

RIWAYAT HIDUP IMAM MALIK DAN IMAM NAJAMUDDIN AL-THUFI

SERTA KONSEP MASLAHAT MURSALAHNYA

A. Biografi Imam Malik, r.a.

1. Kelahiran Imam Malik

Imam Malik bin Anas salah satu Imam madzhab fiqh yang empat yaitu

madzhab Maliki, dilahirkan di Madinah pada tahun 93 H. Dia lahir pada masa

pemerintahan Walid bin Abdul Mulk tepatnya tiga belas tahun sesudah kelahiran

Imam Abu Hanifah. dan meninggal pada masa kekuasaan Harun Al-Rasyid (179 H)62.

Dia berasal dari Kabilah Yamniah.63 Kedua orang tua beliau adalah keturunan Arab,

bapaknya bernama Anas bin Malik bin Abi ‘Amir al-Usbukhi dari Kabilah Yamniah

sedangkan ibunya bernama al-‘Aliyah binti Sariik al-Azdiyah dari keturunan al-

Azad.64

Imam Malik hidup pada periode setelah tabi’in dan dikenal sebagai ahli

dalam bidang hadis dan fiqih. Sepanjang hidupnya, dia tidak pernah pergi keluar

Madinah. Imam Malik sempat juga merasakan masa Dinasti Umayyah, tetapi lebih

62 Syafiq Hasyim, Hal-hal Yang Tak Terpikirkan; Tentang Isu-isu Keperempuanandalam Islam (Bandung: Mizan, 2001) h. 103.

63 Suparman Usman, Hukum Islam; Asas-Asas dan Pengantar Studi Hukum Islamdalam Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001) h. 98. Lihat pula MahmudSaltuth, Al-Islam; Aqidah wa Syari’ah, (Beirut, Dar al-Qalam, 1966) h. 390.

64 Mahmud Saltut, Al-Islam, h . 390.

Page 38: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

38

38

lama hidup di bawah kekuasaan Dinasti Abbasiyah. Pada saat itu kekuasaan Islam

telah mencapai Cina dan Eropa, khususnya Spanyol.65

2. Perjalanan Intelektual

Sejak kecil beliau telah rajin menghadiri majelis-majelis ilmu pengetahuan,

sehingga sejak itu pula beliau telah hafal al-Qur’an. Pada mulanya dia belajar fiqih

kepada Rabi’ah ibn Abdurrahaman, seorang ulama yang sangat terkenal saat itu.

Beliau juga mempelajari ilmu fiqh dari para sahabat66. Selain itu, guru-guru Imam

Malik adalah ‘Abdurrahman ibn Hurmûz, Nafi’ Maula ibn ‘Umar dan Ibn Syihab Al-

Zuhri.67

Beliau dikenal sangat berhati-hati dalam memberi fatwa, yang didahuluinya

dengan meneliti hadist-hadist Rasulullah SAW., dan bermusyawarah dengan ulama

lain. Diriwayatkan, bahwa beliau mempunyai tujuh puluh orang yang biasa diajak

bermusyawarah untuk mengeluarkan suatu fatwa.68

Imam Malik dikenal mempunyai daya ingat yang sangat kuat. Pernah,

beliau mendengar tiga puluh satu hadis dari Ibn Syihab tanpa menuliskannya. Ketika

kepadanya diminta mengulangi seluruh hadis tersebut, tak satupun dilupakannya.69

Imam Malik adalah seorang ulama yang sangat terkemuka, terutama dalam

ilmu hadis dan fiqih. Beliau mencapai tingkat yang sangat tinggi dalam kedua cabang

ilmu itu. Sebagai pengakuan atas kehebatan Sang Imam, Imam Syafi’i pernah

65 Syafiq Hasyim, Hal-hal Yang Tak Terpikirkan, h. 103.66 Suparman Usman, Hukum Islam, h. 98.67 Syafiq Hasyim, Hal-hal Yang Tak Terpikirkan, h. 103.68 Ibid., h. 104.69 Ibid., h. 104.

Page 39: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

39

39

melontarkan kata-kata, “Malik adalah guruku, darinya aku menimba ilmu, dia adalah

hujjah antara aku dan Allah, dan tidak ada guru yang lebih banyak memberikan ilmu

kepadaku dibandingkan dengan Malik. Di tengah para ulama, Malik adalah bintang

yang cemerlang”.70

Dengan pemikirannya yang didasarkan pada Al-Qur’an, Sunnah Nabi saw.,

ijma’ sahabat, amalan-amalan yang dilakukan penduduk Madinah, dan prinsip

menjaga kemaslahatan, Imam Malik banyak mengeluarkan fatwa-fatwa tentang

berbagai masalah.71

Murid-muridnya tersebar di pelbagai wilayah Mesir, Afrika, dan Andalusia.

Murid-murid yang di Mesir adalah Abu Abdillah ibn Rahman Al-Qasim (w. 191 H),

yang belajar kepada Imam Malik selama 20 tahun dan juga belajar fiqh pada Al-Laits

ibn Sa’ad. Kemudian, Abu Muhammad Ibn ‘Abdullah ibn Wahab ibn Muslim (120-

197 H), Asyhab ibn Abd Al-Aziz Al-Qasi (150-203 H), Abu Muhammad Abdullah

ibn Abd Hakim (w. 214 H), Asybagh ibn Faraj, dan Muhammad ibn Ibrahim Al-

Iskandari ibn Ziyad (w. 269).72

Imam Malik telah menulis kitab Al-Muwaththa’, yang merupakan kitab

hadis dan fiqh. Imam Malik meninggal dunia pada usia 86 tahun. Madzhab Maliki,

70 Ibid. h. 104.71 Abdurrahman al-Syarqawi, A’immah al-Fiqh al-Tis’ah, terj. Al-Hamid al-Husaini,

(Bandung: Pustaka Hidayah, 2000). h. 15072 Ibid., h. 152.

Page 40: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

40

40

tersebar luar, dan dianut di banyak bagian penjuru dunia, seperti di Maroko, al-Jazair,

Mesir, Tunisia, Sudan, Kuwait, Qatar dan Bahrain.73

3. Sumber-Sumber Dalil Ijtihad Imam Malik

Dasar-dasar yang menjadi sumber hukum Islam madzhab Maliki adalah:

a. Al-Qur’an;

b. Sunnah;

c. Ijma Ulama Madinah

d. Fatwa Sahabat;

e. Qiyas;

f. Maslahah Mursalah74

4. Hujjah Imam Malik Dalam Penggunaan Maslahah Mursalah

Dalam menyikapi maslahah mursalah sebagai metode pengambilan hukum

(istinbath al-ahkam) para ulama berbeda-beda pandangan, sehingga terpecah menjadi

tiga kelompok, yaitu:

Kelompok pertama, berpegang teguh kepada ketentuan nash. Golongan ini

memahami nash hanya dari segi lahiriahnya semata (tekstual) dan tidak berani

memperkirakan adanya maslahat di balik suatu nash. Mereka yang dikenal dengan

julukan madzhab dzahiriyah ini juga tidak mau menerima dalil qiyas. Oleh karena itu,

73 Abdurrahman al-Syarqawi, A’immah al-Fiqh al-Tis’ah, h. 154.74 Suparman Usman, Hukum Islam, h. 98

Page 41: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

41

41

mereka menyatakan dengan tegas bahwa tidak ada maslahat kecuali yang telah jelas

disebut oleh nash, dan tidak perlu mencari-cari sesuatu kemaslahatan di luar nash.75

Kelompok kedua, mencari kemaslahatan dari nash yang diketahui tujuan

dan illatnya. Karenanya, mereka mengqiyaskan setiap kasus yang jelas mengandung

suatu maslahat, dengan kasus lain yang jelas ada ketetapan nashnya dalam maslahat

tersebut. Meskipun demikian, mereka tidak sekali-kali mengklaim sesuatu maslahat

kecuali apabila didukung oleh bukti dari dalil khas. Dengan demikian tidak terjadi

campur aduk antara sesuatu yang dianggap maslahat, karena dorongan hawa nafsu,

dengan maslahat yang hakiki (yang sebenarnya). Dengan demikian, tidak ada

maslahat yang dipandang mu’tabarah (dapat diterima), kecuali apabila dikuatkan

oleh nash khas atau sumber hukum pokok yang khas. Pada umumnya yang dijadikan

ukuran untuk menyatakan suatu maslahat ialah ‘illat qiyas.76

Kelompok ketiga, menetapkan setiap maslahah harus ditempatkan pada

kerangka kemaslahatan yang ditetapkan oleh syariat Islam, yaitu dalam rangka

terjaminnya keselamatan jiwa, keyakinan agama, keturunan, akal, dan harta benda.

Dalam hal ini tidak didukung oleh sumber dalil yang khusus sehingga bisa disebut

qiyas, tetapi dia dapat menjadi dalil yang mandiri, yang dinamakan maslahah

mursalah.77

Sementara itu, Imam Malik menjadikan maslahat mursalah sebagai salah

sumber dalil dengan alasan yang cukup rasional, yaitu:

75 Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqh, (Beirut: Dar al-Fikr al-‘Arabi, t.th.), h. 279.76 Ibid., h. 279.77 Ibid., h. 279.

Page 42: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

42

42

Pertama, Realitas obyektif membuktikan penggunaan paradigma pemikiran

maslahah mursalah terhadap persoalan yang terjadi, jauh sebelumnya, para sahabat

Nabi telah banyak menggunakan maslahat mursalah di dalam mengambil kebijakan

dan istinbath hukum, di antaranya sebagai berikut:

a. Pembukuan al-Qur’an menjadi mushaf. Ketika itu sahabat Umar r.a. menggagas

pembukuan al-Qur’an menjadi mushaf dan kemudian mendapat persetujuan dari

Khalifah Abu Bakar r.a.. Persetujuan Abu Bakar r.a. tersebut merupakan ijtihad

yang berdasarkan pendekatan maslahah mursalah, dengan pertimbangan akan

hilangnya ayat al-Qur’an.78 Ijtihad ini sebelumnya tidak pernah dilakukan

Rasulullah saw. namun ijtihad ini merupakan realisasi dari firman Allah:

كر الذ نا نزل حن ا ن ون إن ظ لحاف ھ ا ل إن )15:٩/الحجر(وArtinya: “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan

Sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya”. (Q.S. al-Hijr/15:9).

b. Umar Ibn Khattab pernah membagi atau memisahkan harta para pejabat atau

penguasa dengan wilayah kekuasaannya. Karena ada dugaan tercampurnya harta

pribadi dengan harta umum, dan juga dengan hartanya yang dipergunakan untuk

kepentingan rakyat. Menurutnya hal ini dilakukan untuk kebaikan bagi para

penguasa dan mencegah penumpukan harta oleh penguasa. Tapi sebenarnya yang

terbaik adalah harus ada pemaparan harta pribadi agar tidak terjadi kezaliman

antara penguasa dan rakyat79.

78 Al-Syatibi, al-I’tisham, (Riyadh: Maktabah al-Riyadh al-Haditsah, t.th), h. 115. Lihatpula Abu Zahrah, Ushul al-Fiqh, h. 281

79 Abu Zahrah, Ushul al-Fiqh, h. 281.

Page 43: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

43

43

c. Khulafa al-Rasyidin memutuskan adanya (bolehnya) tadhmin al-shanai’

(menanggung ganti rugi) tentang dalil yang mendasarkan amanah, tetapi

seandainya tidak ada jaminan mereka pasti meremehkan dan tidak memberikan

hak sebagaimana mestinya, dimana harta orang banyak berada dalam kekuasaan

mereka. Ali ibn Abi Thalib menerangkan bahwa asas tadmin adalah maslahah.

Karena hanya itu yang terbaik, jadi setelah tadhmin al-shana’i ditetapkan Ali ibn

Abi Thalib, maka bagi para pembuat barang memiliki kewajiban untuk mengganti

jika terjadi kerusakan atau kekeliruan pada barang yang dipesan.80

d. Umar Ibn Khattab yang sengaja menumpahkan susu yang dicampur dengan air

guna memberi pelajaran dan pendidikan kepada para penipu berselubung penjual

susu yang mencampur susu dengan air. Langkah ini merupakan pendekatan

maslahah mursalah sebagai upaya preventif dari terjadinya penipuan.81

e. Para sahabat yang menetapkan hukuman mati terhadap semua anggota kelompok

atau jama’ah yang melakukan pembunuhan terhadap satu orang jika mereka

melakukan pembunuhan itu secara bersama-sama. Karena menurut tinjauan

maslahah saat itu menuntuk demikian. Alasannya, orang yang dibunuh itu

ma’sum al-dam (darah yang terjaga).82 Selain itu, menurut penulis apabila

sekelompok orang yang membunuh itu tidak dikenakan qishas maka

dikhawatirkan bagi mereka yang ingin membunuh orang lain, agar terhindar dari

qishas, maka mereka melakukannya secara berjama’ah.

80 Al-Syatibi, al-I’tisham., h. 119.81 Ibid., h. 120.

82 Ibid., h. 125. Lihat pula: Abu Zahrah, Ushul Fiqh, h. 181.

Page 44: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

44

44

Kedua, paradigma maslahah seharusnya memiliki relevansi dengan tujuan

syara’, dengan asumsi, menggunakan maslahah sama dengan mengaplikasikan tujuan

syari’i (maqashid syari’ah), sebaliknya membiarkannya berarti membuang maqashid

syari’ah. Oleh karena itu, menurut Imam Malik mengambil maslahah sebagai sumber

hukum hukumnya wajib. Oleh karena itu, adalah wajib menggunakan dalil maslahah

atas dasar bahwa ia adalah sumber hukum pokok (ashl) yang berdiri sendiri. Sumber

hukum ini tidak keluar dari ushul atau sumber-sumber pokok, bahkan terjadi

sinkronisasi antara maslahah dan maqashid syari’ah.83

Ketiga, Kontroversi maslahah sebagai sumber hukum kondisional, akan

berimplikasi pada kemandulan ushul al-syari’ah dan prinsip dasar hukum Islam yang

sudah disepakati bersama (ijma’), sehingga mukallaf akan mengalami kesulitan dan

kesempitan84, padahal Allah swt. tidak menghendaki adanya kesulitan itu

sebagaimana dikemukakan Allah dalam surat Al-Baqarah 185:

لعسر ... م ا بك رید ی ال و لیسر م ا ك ید هللا ب )185: 2/البقرة(...یرArtinya: ”...Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki

kesukaran bagimu...” (Q.S. al-Baqarah/2: 185).

dan dalam surat al-Hajj: 76.

ی◌ أ ن ابی م لم مور ع األ جع تر إلى هللا م و اخلفھ م و دیھم )76: 22/الحج(ی

Artinya: “Allah mengetahui apa yang di hadapan mereka dan apa yang di belakangmereka. dan hanya kepada Allah dikembalikan semua urusan”. (Q.S. al-Hajj/22: 76).

83 Abu Zahrah, Ushul Fiqh, h. 182.84 Ibid., 182.

Page 45: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

45

45

Menurut penulis, dengan adanya justifikasi dari ayat-ayat diatas setidaknya

semakin mengukuhkan posisi maslahah sebagai salah satu sumber penggalian hukum,

yang menuntut pengkajian lebih kritis atas penerapannya di bidang hukum. Hal itu

disebabkan perkembangan persoalan kekinian di sektor sosial kemasyarakatan selalu

variatif dan dinamis, sehingga dibutuhkan jawaban hukum yang sesuai pula dengan

kasus hukumnya.

5. Kriteria Maslahah Mursalah Imam Malik

Menurut Imam Malik, maslahah mursalah merupakan dasar istinbath yang

berdiri sendiri. Menurutnya ada beberapa syarat untuk dapat dikategorikan sebagai

maslahat mursalah sebagai berikut.

Pertama, maslahah tersebut bersifat reasonable (ma’qul) dan relevan

(munasib) dengan kasus hukum yang ditetapkan.85

Kedua, maslahah tersebut dijadikan dasar untuk memelihara sesuatu yang

dharuri dan menghilangkan kesulitan (raf’ul haraj), dengan cara menghilangkan

masyaqat dan madarrat.86

Ketiga, maslahah tersebut harus sesuai dengan maksud disyari’atkan

hukum (maqasid al-syari’ah), dan tidak bertentangan dengan dalil syara’ yang

qath’i.87

Dari syarat-syarat konsep maslahah murslahah Imam Malik di atas, penulis

memahami bahwa betapa eratnya hubungan antara metode maslahah mursalah dan

85 Al-Syatibi, al-I’tisham, h. 129.86 Ibid., h. 133.87 Ibid., h. 129.

Page 46: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

46

46

maqasid syari’ah. Sehingga untuk menggunakan metode maslahah mursalah ini,

seorang ahli hukum Islam harus memperhatikan nilai-nilai maqasid syari’ah.

Selain menentukan syarat-syarat suatu maslahah mursalah dapat dijadikan

sumber, Imam Malik juga memberikan prinsip-prinsip universal dalam berijtihad

dengan maslahat mursalah. Husain Hamid Hasan, sebagaimana dikutip Wahbah al-

Zuhaili88, menyebutkan sebagai berikut:

a. Berlakunya dugaan kuat dalam hukum.

Artinya menegakkan dugaan kuat pada sesuatu dapat dijadikan sebagai

suatu kenyataan sebenarnya. Prinsip pertama inilah menurut Imam Malik sebagai

landasan syari’ah atau maslahah universal. Misalnya larangan berkhalwat (berbaur)

antar pria dan wanita yang bukan mahramnya. Larangan tersebut mengandung unsur

kecurigaan yang kuat terhadap perbuatan zina. Sehingga dugaan kuat pada sesuatu itu

menjadi hukum itu sendiri.89

b. Kewajiban mendahulukan kemaslahatan umum daripada kemaslahatan pribadi.

Prinsip kedua ini juga merupakan landasan syari’. Misalnya Larangan

Rasulullah terhadap jual beli talq rukban90. Larangan ini bertujuan memelihara

kemaslahatan pedagang secara pribadi karena dikhawatirkan akan terjadi ketidak

88 Wahbah al-Zuhaili, Ushul al-Fiqh al-Islami, h. 85-86.89 Ibid., 85.90 Talq Rukban adalah pedagang yang akan berjualan ke satu tempat (pasar) kemudian

dihadang oleh pembeli. Transaksi jual beli ini dilarang oleh Rasulullah saw. dalam hadisnya, yaituhadis Ibn Abbas dengan lafadz “الركبان ”ال تلقو (HR. Al-Jama’ah)

Page 47: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

47

47

tahuan harga yang berlaku diantara para pedagang, sekaligus menjaga kemaslahatan

orang banyak di pasar.91

c. Kebolehan menolak kemudharatan yang terberat diantara dua kemudharatan

Prinsip ketiga ini juga merupakan landasan syara’. Misalnya perintah

berjihad; walaupun perintah ini beresiko kehilangan nyawa, akan tetapi perintah ini

adalah untuk mencegah bahaya musuh yang menyerang untuk menjaga agama dan

negara dari serangan. Sebab eksistensi agama dan negara adalah lebih besar

mudharatnya dibandingkan nyawa seseorang.92

d. Kewajiban memelihara jiwa, yang termasuk prinsip-prinsip syara’ universal.

Prinsip keempat juga merupakan landasan syara’ yang universal. Misalnya

larangan tindakan pembunuhan, kewajiban sanksi qisash bagi pembunuh, penegakan

hukum dan peradilan, dan lain-lain, 93

6. Contoh-contoh Maslahah Mursalah Imam Malik

Ada beberapa fatwa Imam Malik yang memakai maslahah, atau bahkan

digunakan untuk mentakshis al-Qur’an dengan maslahah mursalah, yaitu:

a. Wanita-wanita terhormat tidak diwajibkan menyusui

Menurut Imam Malik, fatwa ini tidak bertentangan dengan nash al-Qur’an,

yaitu:

91 Wahbah al-Zuhaili, Ushul al-Fiqh al-Islami, h. 86.92 Ibid., h. 86.93 Ibid., h. 87.

Page 48: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

48

48

ضاعة لر ا م یت ن اد أ لمن أر ن لی ام ك ن لی دھن حو وال ضعن أ ر ی الدات و ... وال)233: 2/البقرة(

Artinya: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh,Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan ....”

Menurut pengakuan Imam Malik, pendapat tersebut tidak bertentangan

dengan nash, karena ayat tersebut tidak menunjukkan wajib (tidak bermakna

perintah), seperti kesepakatan para mufassir. Yang menjadi sandaran Malik adalah

‘urf pada zamannya dimana menyusui tidak diharuskan untuk wanita terhormat,

dengan memberikan upah bagi orang yang akan menyusui anaknya.94 Dalam hal ini,

terlihat bahwa Imam Malik sangat memperhatikan kedekatan hubungan antara

maslahah mursalah dengan ‘urf sehingga mempengaruhinya dalam menetapkan suatu

hukum. Hukum yang diputuskan sebaiknya mempertimbangkan kondisi lingkungan

dan waktu.

b. Diterimanya kesaksian anak kecil dalam kasus pelukaan (al-jarah)

Selain bedasarkan maslahah yang tidak menyalahi Ushul al-Syari’ah,

seperti hifdz al-dima’ (menjaga terjadinya pertumpahan darah) ia juga berpegang

pada ijma ahl al-madinah dimana ia memposisikan sebagaimana hadist mutawatir.

Hal ini telah dilakukannya terhadap kasus diterimanya persaksian anak kecil untuk

mencegah terjadinya bahaya yang lebih besar.95

c. Masa iddah bagi wanita monopouse

94 Wahbah al-Zuhaili, Ushul al-Fiqh al-Islami, h. 89.95 Wahbah al-Zuhaili, Ushul al-Fiqh al-Islami, h. 90.

Page 49: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

49

49

Menurutnya, iddah bagi wanita mononopose adalah satu tahun, atau tiga

bulan setelah masa suci dari haidh yang diperkirakan sembilab bulan. Dalam hal ini

dasar pemikirannya selain maslahah juga menggunakan ijma’ Ahl al-Madinah, dan

madzhab sahabat Umar ibn Abdul Aziz. Menurutnya, hal ini tidak berarti mentakhsis

ayat:

روء ة ق الث ث ھن نفس بأ صن رب یت ات لق مط )228: 2/البقرة(والArtinya: “Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali

quru'” (Q.S. Al-Baqarah/2: 228)

Pendapat Imam Malik ini, jelas lebih banyak melihat aspek kemaslahatan

dan ijma’ penduduk Madinah daripada makna dzahir nash tersebut.

d. Membunuh kaum atheis yang berpura-pura

Membunuh penganut atheis yang bersembunyi-sembunyi (pura-pura)

masuk Islam dan tidak diterima taubatnya. Fatwanya banyak mengedepankan aspek

maslahah, namun maslahah yang tidak bertentangan dengan nash, seperti yang

ditegaskan pada hadist:

قال رسول هللا صلى هللا علیھ وسلم : عن أبي ھریرة رضي هللا عنھ قالأمرت أن أقاتل النفس حتى یشھد أن ال إلھ اال هللا فإذا قالوا ھا عصموا

96)رواه ابن ماجھ(مني دماءھم وأموالھم

Artinya: Dari Abu Hurairah r.a. ia berkata bahwasanya Rasulullah saw. bersabda“Saya disuruh untuk membunuh manusia sampai mereka menyaksikan diridengan mengucap ‘Aku bersaksi bahwa tiada tuhan melainkan Allah’.Apabila mereka telah mengucapkan sahadat tersebut maka telah terjagadarah mereka dan harta mereka”.

96 Wahbah al-Zuhaili, Ushul al-Fiqh ..., h. 90.

Page 50: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

50

50

Secara tekstual, pada hadist diatas dijelaskan bahwa orang yang telah

menyatakan dirinya Islam maka semua hak-haknya dilindungi, dan tidak boleh

dibunuh. Akan tetapi, menurut Imam Malik, apabila pernyataan keislamannya hanya

pura-pura maka orang tersebut tetap boleh dibunuh.97

Secara pribadi, penulis sangat respek terhadap keberanian Imam Malik

dalam memberikan fatwa yang belum pernah dilakukan oleh para mujtahid lainnya,

walaupun tidak ada jaminan kebenaran hukum terhadap apa yang telah difatwakan

dan diistinbathkan. Namun setidaknya, usaha terhadap penemuan-penemuan prinsip-

prinsip hukum baru harus tetap dilakukan, karena perubahan dalam struktur sosial

kemasyarakatan akan terus berevolusi dan dengan pola yang selalu berbeda. Jawaban

terhadap masalah tersebut adalah ketentuan yang sesuai dengan persoalan hukum,

baik keputusan maupun prinsip hukumnya yang telah dimodifikasi.

B. Biografi Imam al-Tufi

1. Kelahiran al-Tufi

Nama lengkap ulama ini adalah Najamuddin Abu ar-Rabi' Sulaiman bin

Abd al-Qawi bin Abd al-Karim bin Sa'id at-Tufi as-Sarsari al-Bagdadi al-Hanbali,

yang terkenal dengan nama at-Tufi. Kadang juga ia disebut dengan nama Ibn Abbas

97 Ibid., h. 90.

Page 51: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

51

51

al-Hanbali Najamuddin. Sebenarnya Kata al-Tufi adalah nama sebuah desa di daerah

sarsara dekat Baghdad, dan di desa itulah tokoh ini dilahirkan. 98

Mengenai tahun kelahirannya pada ulama berbeda pendapat ada yang

mengatakan tahun 657 H (1259 M). Ada yang juga mengatakan tahun 675H99 dan

meninggal pada tahun 716 H (1318 M).100 Berdasarkan keterangan ini, jelaslah

bahwa tokoh ini lahir setahun setelah serbuan pasukan Mongol ke kota Baghdad yang

dipimpin oleh Khulagu Khan pada tahun 1258 M.101 Jatuhnya kota Baghdad oleh

serangan tentara Mongol tersebut merupakan peristiwa yang paling menentukan

dalam sejarah kaum muslimin, sebuah pertanda awal kehancuran kaum muslimin.

Jatuhnya Baghdad di atas dilukiskan sebagai seluruh dunia Islam gelap tak berdaya.

Tidak seorangpun yang dapat membayangkan bencana yang lebih dahsyat daripada

malapetaka ini. Akibatnya adalah integritas politik dunia Islam betul-betul

berantakan.102

2. Kondisi Sosial dan Ijtihad Pada Masa Imam al-Tufi

Di samping informasi bahwa tokoh yang menjadi obyek pembahasan

tulisan ini hidup dalam situasi integritas politik dunia Islam yang tercabik-cabik, juga

98Ibnu al-Imad, Syazarat al-Zahab fi Akhbari Man Zahab (Beirut : al-Maktabat-Tijari,t.t.), V: 39. Lihat pula Musthafa Zaid, Al-Maslahah fi al-Tasyri’ al-Islami wa Najmuddin al-Thufi (Mesir: Dar al-Fikr al-Arabi, 1954), h. 65.

99Mustafa Zaid, Al-Maslahah fi at-Tasyri' al-Islami wa Najmuddin at-Tufi, (Mesir: Daral-Fikr al-Arabi, 1959), h. 68.

100Abd. al-Wahhab Khallaf, Masadir at-Tasyri' fima la Nassa fih, (Kuwait:Daral-Qalam, 1972), h. 105.

101Lothrop Stoddard, Dunia Baru Islam, terjemahan H.M. Muljadi Djojowartono,dkk.(Jakarta: Panitia Penerbit,1966), h.29.

102Qamaruddin Khan, Pemikiran Politik Ibn Taimiyyah, terj. Anas Mahyuddin,(Bandung : Pustaka, 1983), h. 37-38.

Page 52: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

52

52

at-Tufi hidup alam masa kemunduran Islam, terutama kemunduran hukum Islam.

Fase kemunduran hukum Islam berlangsung lama yaitu dari pertengahan abad

keempat Hijrah sampai akhir abad ketiga belas Hijrah. Pada fase tersebut para ulama

kurang berani berinisiatif untuk mencapai tingkatan mujtahid mutlak dan menggali

hukum-hukum Islam langsung dari sumber-sumbernya yang pokok, yaitu Qur'an dan

Sunnah, atau mencari hukum suatu persoalan melalui salah satu dalil syara'. Mereka

merasa cukup mengikuti pendapat-pendapat yang ditinggalkan oleh Imam-Imam

mujtahid sebelumnya, seperti Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi'i dan

Ahmad ibn Hambal. Berbagai faktor, baik politik, mental, sosial dan sebagainya telah

mempengaruhi kegiatan mereka dalam lapangan hukum, sehingga tidak mempunyai

fikiran independen, melainkan harus bertaklid.103

Pergolakan politik telah mengakibatkan terpecahnya negeri Islam ketika

itu menjadi beberapa negeri kecil, dan negeri-negeri tersebut selalu sibuk dengan

peperangan, fitnah-memfitnah dan kehilangan ketenteraman masyarakat. Salah satu

implikasinya ialah kurangnya perhatian umat ketika itu terhadap kemajuan ilmu

pengetahuan.104

Pada fase sebelumnya telah timbul mazhab-mazhab hukum Islam yang

mempunyai metode dan cara berpikir sendiri di bawah seorang Imam mujtahid.

Sebagai kelanjutannya ialah bahwa pengikut-pengikut mazhab-mazhab tersebut

berusaha membela mazhabnya sendiri dan memperkuat dasar-dasar mazhab maupun

103Ahmad Hanafi, Pengantar dan Sejarah Hukum Islam, (Jakarta: P.T. Bulan Bintang,1984), h. 206.

104 Ibid., h. 207.

Page 53: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

53

53

pendapat-pendapatnya, dengan cara mengemukakan kebenaran pendirian mazhabnya

dan menyalahkan pendirian mazhab lain atau dengan cara memuji-muji Imam pendiri

mazhab yang dianutnya. Dengan usaha-usaha tersebut, seseorang tidak lagi

mengarahkan perhatiannya kepada sumber hukum yang utama, yaitu Qur'an dan

Hadis, dan baru memakai nas-nas kedua sumber ini untuk memperkuat pendapat

Imamnya, meskipun kadang-kadang harus melalui pemahaman yang tidak

semestinya. Dengan demikian, kepribadian seseorang menjadi lebur dalam

golongannya dan kebebasan berpikir menjadi hapus. Orang-orang berilmu akhirnya

menjadi orang-orang awam yang mencukupkan dengan taqlid. Sudah barang tentu

fanatik terhadap suatu pikiran menyebabkan pikiran seseorang kaku dan baku.105

Pembukuan pendapat-pendapat mazhab menyebabkan orang mudah untuk

mencarinya. Pada fase-fase sebelumnya para fuqaha harus berijtihad karena

dihadapkan kepada hal-hal yang tidak ada hukumnya. Setelah ijtihad-ijtihad mereka

dibukukan, bagi orang-orang yang datang kemudian hanya mencukupkan dengan

pendapat yang telah ada.

Pada masa-masa sebelumnya, hakim-hakim terdiri dari orang-orang yang

bisa melakukan ijtihad. Akan tetapi pada masa selanjutnya hakim-hakim diangkat

dari orang-orang yang bertaqlid, agar mereka memakai mazhab tertentu dan terputus

hubungannya dengan mazhab yang tidak dipakai di peradilan. Apalagi hakim-hakim

yang bisa berijtihad seringkali keputusannya menjadi sasaran kritik

penganut-penganut mazhab tertentu. Dengan terikatnya seorang hakim pada mazhab

105 Ibid., h. 209.

Page 54: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

54

54

fiqh yang disukai oleh penguasa negara menjadi sebab orang banyak merasa puas

terhadap mazhab tersebut.106

Oleh karena kaum muslimin tidak mengadakan jaminan agar ijtihad jangan

sampai digunakan oleh orang-orang yang tidak berhak, timbullah kekacauan dalam

persoalan ijtihad dan mengeluarkan pendapat. Orang-orang yang tidak berhak berij-

tihad ikut melakukan ijtihad, dan orang-orang awam ikut-ikut memberikan fatwa, dan

dengan demikian mereka telah mempermainkan nash-nash Syari'at dan kepentingan

orang banyak. Akibatnya ialah banyak fatwa yang berbeda-beda dan bersim-

pang-siurnya keputusan-keputusan hakim, meskipun kadang-kadang masih di negeri

yang satu dan dalam persoalan yang sama, sedang kesemuanya dianggap sebagai

hukum-hukum syara'. Setelah melihat kekacauan dalam lapangan hukum tersebut,

para ulama pada akhir abad keempat Hijrah menetapkan penutupan pintu ijtihad dan

membatasi kekuasaan para hakim dan para pemberi fatwa dengan pendapat-pendapat

yang ditinggalkan oleh ulama-ulama sebelumnya. Akhirnya pintu ijtihad resmi

ditutup.107

Tanda-tanda kebekuan dan kemunduran yang panjang tersebut terlihat

pada kenyataan-kenyataan berikut: Sebagai akibat para fuqaha tidak melakukan

ijtihad, baik karena malas dan tidak adanya daya-kreasi baru, atau karena menerima

tertutupnya pintu ijtihad sebagai suatu keputusan ijma', kegiatan para fuqaha hanya

berkisar membahas pendapat-pendapat Imam-Imam mujtahid yang lalu, seperti

106Ibid., h. 207.107Ibid., h. 208.

Page 55: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

55

55

penyusunan masalah-masalah yang sudah ada, memilah-milah antara

pendapat-pendapat yang kuat dengan pendapat yang lemah, dan menyusun

ikhtisar-ikhtisar kitab fiqh atau "matan-matan" yang kadang-kadang merupakan

rumus-rumus yang sukar dimengerti, kemudian diberikan penjelasan yang terkenal

dengan nama "syarah", dan penjelasan ini diberi penjelasan lagi, atau diberi

catatan-catatan yang terkenal dengan nama "hasyiah" atau "ta'liqat".108 Maka semakin

benar apa yang dikatakan oleh al-Jabiri bahwa pada masa itu pembacaan teks (turats)

itu hanya model al-qira’ah al-mutakarrirah109 belum beranjak pada ”al-qira’ah al-

muntijah”.

Corak lain dari cara penyusunan kitab dari masa kemunduran ialah

penghimpunan fatwa-fatwa dalam satu mazhab. Akan tetapi kitab-kitab fatwa ini

merupakan suatu perbendaharaan yang sukar dinilai dalam hukum Islam110.

Akibatnya hukum Islam menjadi terisolasi dari persoalan kehidupan,

karena persoalan kehidupan ini akan selalu muncul, sedang hukum-hukum Islam

harus dicukupkan pada ijtihad-ijtihad dari masa sebelumnya, dan hukum Islam hanya

bersifat teori semata dan tidak bisa merespons masalah-masalah baru dalam

kehidupan manusia. Dalam pada itu pusat ilmu-ilmu pada waktu itu terutama hukum

Islam berpindah-pindah, dari kota-kota Bagdad, Bukhara dan Naisabur, ke kota-kota

Mesir, Syam, India, Asia Kecil dan Afrika.

108 Ibid., h. 209.109 Model pembacaan yang hanya mengulang-ngulang dari tradisi yang terwariskan dari

generasi ke generasi yang seolah menjadi kekuatan yang paten yang tidak bisa diganggu gugat. Lihat:M. Abid al-Jabiri, Post Tradisionalime Islam, terj. Ahmad Baso, (Yogyakarta: L-KiS, 2000), h. 35.

110 Ahmad Hanafi, Pengantar dan Sejarah Hukum Islam, h. 210.

Page 56: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

56

56

Maka menjadi jelaslah bahwa secara historis al-Tufi lahir dari latar

belakang kemunduran Islam khususnya hukum Islam yang menuntut suatu

pembaharuan. Sedangkan secara sosio-politik terjadinya fenomena disintegrasi serta

fanatisme madzhab yang berlebihan, sehingga tidak jarang satu madzhab menghujat

madzhab yang lain. Al-Tufi lahir dalam keadaan masyarakat yang krisis, tidak

menentu setelah jatuhnya Baghdad pada pasukan mongol. Fenomena stagnasi hukum

Islam inilah tampaknya yang banyak memberikan pengaruh pada pemikiran al-Tufi,

yang untuk ukuran masanya bahkan sampai sekarang pun terlihat sangat liberal.111

Meskipun masa tersebut dinamakan masa kemunduran, pada masa ini

masih terdapat fuqaha-fuqaha bebas yang menentang taqlid dan menyerukan kembali

kepada Qur'an dan Hadis. Usaha-usaha mereka ini berhasil dan besar pengaruhnya

terhadap masa-masa berikutnya. Di antara fuqaha-fuqaha bebas adalah Ibnu Taimiyah

(wafat 728 H) yang mempunyai karya-karya baru. Di antaranya ialah

"fatwa-fatwanya" yang merupakan segi penerapan praktis hukum-hukum Islam,

karena fatwa-fatwanya tersebut merupakan jawaban-jawaban terhadap peristiwa yang

terjadi pada masanya. Tokoh lain ialah Ibnul Qayyim (wafat 751 H) yang menulis

buku-buku hukum Islam yang sangat bernilai, seperti ”I'lam al-Muwaqi'in”.112

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat diduga bahwa at-Tufi hidup segenerasi

111 M. Zainal Abidin, Konsep Maslahat al-Thufi dan Signifikansinya Bagi DinamisasiHukum Islam, Syariah; Jurnal Ilmu Hukum, no. 1., v. 7, 7 Juni 2007.

112Ahmad Hanafi, Pengantar dan Sejarah Hukum Islam. h. 209, Lihat pula: AnwarAhmad Qadri, Islamic Jurisprudence in The Modern World, (Pakistan: SH. Muhammad AshrafKashmir Bazar Lahore, t.t.), h. 67-77.

Page 57: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

57

57

dengan Ibnu Taimiyah dan Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah. Menurut suatu keterangan

memang bahwa at-Tufi adalah salah seorang murid Ibnu Taimiyah.113

Al-Thufi merupakan sosok yang terkenal sebagai seorang pecinta ilmu.

Selain terkenal cerdas ia juga dikenal dengan kekuatan hafalannya. Kecintaan

terhadap ilmu bisa dilihat dari ketekunannya untuk belajar pelbagai disiplin ilmu

pengetahuan di pelbagai tempat dan dari para alim ulama yang masyhur di zamannya.

Bidang-bidang kajian yang ia tekuni di antaranya ilmu tafsir, hadis, fiqih, mantiq,

sastra, teologi dan lain sebagainnya. Sedangkan tempat-tempat yang pernah

disinggahi dalam pembelajarannya Sarsari, Baghdad, Damaskus, Kairo, dan tempat-

tempat lainnya yang pada waktu itu dikenal sebagai bertempatnya ulama-ulama

masyhur.114

Karya-karya tulis al-Tufi dimaksud dapat diklasifikasikan kepada lima

bidang, yaitu kelompok ilmu Al-Qur’an dan Hadis, Kelompok ilmu usuluddin

(teologi), kelompok fiqh, kelompok usul al-fiqh dan kelompok bahasa, sastra dan

lain-lain.

3. Dalil Syara’ menurut Imam Al-Thufi

Menurut at-Tufi bahwa, "Sesungguhnya dalil-dalil syari'at itu terdiri dari

sembilan belas macam. Setelah diadakan penelitian, semua pendapat ulama' telah

tercakup di dalam macam-macam tersebut. Sembilan belas dalil tersebut adalah :

113Mustafa Zaid, Al-Maslahah, h. 72-74.114 M. Zainal Abidin, Konsep Maslahat al-Thufi dan Signifikansinya Bagi Dinamisasi

Hukum Islam, (Syariah; Jurnal Ilmu Hukum, no. 1., v. 7, 7 Juni 2007), h. 94.

Page 58: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

58

58

(1).al-Kitab, (2). as-Sunnah, (3). Ijma' al-Ummah, (4). Ijma' ahl al-Madinnah, (5).

al-Qiyas, (6). Perkataan sahabat Rasul, (7). Masalih al-Mursalah, (8). al-Istishab,

(9). al-Bara'ah al-Asliyyah, (10). al-'Awaid, (11).Istiqra',(12). Saddu az-Zara'i, (13).

Istidlal, (14). al-Istihsan, (15).al Akhzu bi al-Akhaffi (mengambil yang lebih

ringan),(16). al-'Ismah, (17). ijma' ahl al-kufah, (18). Ijma' ahl al-'Itrah (keluarga

Nabi), (19). Ijma' al-Khulafa' al-Rasyidin”.115

Dari sembilan belas dalil tersebut, dalil terkuat adalah nash dan ijma'.

Keduanya ini terkadang selaras dan terkadang bertentangan dengan maslahat. Jika

selaras dengan maslahat, tidak perlu dipertentangkan lagi. Hal ini karena telah adanya

kesepakatan tiga dalil sekaligus bagi suatu hukum, yakni nash, ijma' dan maslahat,

yang diambil dari pengertian sabda Rasulullah saw. la dara wa la dirara. Jika antara

keduanya bertentangan, yang harus didahulukan adalah penggunaan maslahat

daripada nas dan ijma'. Caranya mengadakan takhsis atau tabyin terhadap pengertian

nas dan ijma', bukan membekukan berlakunya salah satu dari keduanya. Sama

halnya dengan penjelasan Sunnah terhadap ayat Alquran, kemudian mengamalkan

pengertian Sunnah.116

Pengertian sabda Rasul tersebut ialah menetapkan maslahat dan menafikan

(meniadakan) mudarat. Sebab, mudarat adalah kerusakan. Jika dilarang oleh syari'at,

115Ahmad Abd al-Rahim al-Sayih, Risalah fi Ri'ayat al-Maslahah li al-Imam at-Tufi (Mesir: Dar al-Misriyah li al-Bananiyah, 1993), h.13-18.

116Ibid, h. 23-24.

Page 59: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

59

59

maslahat haruslah dipertahankan karena keduanya merupakan dua hal yang

bertentangan bagai air dan minyak.117

Ringkasnya, nas dan ijma' itu terkadang tidak mengandung segi mudarat

dan mafsadat, atau memang mengandung mudarat. Jika tidak mengandung mudarat

sama sekali, berarti keduanya sama dengan maslahat. Akan tetapi jika mengandung

mudarat, terkadang mudarat itu bersifat menyeluruh atau sebagian. Jika mudarat

yang ada itu bersifat keseluruhan, hal itu termasuk pengecualian dari hadis

Rasulullah saw. la darara wa la dirara, seperti yang terdapat di dalam masalah hadd,

uqubat dan jinayat. Jika pengertian dararah (mudarat) hanya sebagian, jika terdapat

dalil yang menguatkan, hendaknya melakukan perbuatan sesuai dengan dalil yang

menguatkan tersebut. Apabila terdapat dalil khusus yang men-takhsis, wajib

di-takhsis dengan pengertian hadis Rasul la darara wa la dirarah, dengan pengertian

mengadakan kompromi antara dalil-dalil tersebut.118

4. Konsep Maslahah Mursalah Imam al-Thufi

Dalam pandangan at-Tufi bahasan lafaz maslahat berdasarkan wazan

maf'alatun dari kata shalah. Artinya, bentuk sesuatu dibuat sedemikian rupa sesuai

dengan kegunaannya. Misalnya, pena dibuat sedemikian rupa agar dapat digunakan

untuk menulis (al-qalamu yakunu ala’ haiatihi shalihatun li al-kitabah). Pedang

dibikin sedemikian rupa sehingga bisa dipakai untuk memenggal. Adapun batasnya,

117Ibid, h. 23.118Ibid, h.24.

Page 60: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

60

60

sesuai kebiasaan (‘urf), yakni “al-sabab al-mu’addi ila al-shalah wa al-naf’u”),119

maksudnya bahwa sesuatu maslahah berarti ia dalam keadaan baik, lengkap,

berfungsi, dan berguna sesuai dengan tujuan barang itu diadakan dan tidak

menimbulkan kerusakan dan kebinasaan.

Dengan mempergunakan pengertian ini, maslahah kemudian didefinisikan

sebagai sarana yang berdimensi sebagai kausalitas yang menyebabkan adanya

maslahat dan manfaat. Misalnya, perdagangan adalah sarana untuk mencapai

keuntungan. Pengertian berdasarkan syari'at adalah sesuatu yang menjadi penyebab

untuk sampai kepada maksud syar'i, baik berupa ibadat maupun adat (al-sabab al-

mu’addi ila maqshud al-syar’i ibadatan wa adatan)120.

Kemudian, al-Tufi membagi maslahat menjadi dua bagian, yaitu perbuatan

yang memang merupakan kehendak syari' (Allah swt.), yakni ibadat dan apa yang

dimaksudkan untuk kemanfaatan semua umat manusia dan tatanan kehidupan, seperti

adat istiadat (muamalah).121

Pandangan at-Tufi tentang maslahat sebagaimana dikemukakan pada

bagian pendahuluan adalah berasal dari pembahasan (syarah) Hadis nomor 32 hadis

Arba'in Nawawi. Hadis dimaksud adalah berbunyi

ار ال ضر و رر ض الArtinya: "tidak memudaratkan diri sendiri dan tidak memudaratkan orang lain".

119Ahmad Abd al-Rahim al-Sayih, Risalah fi Ri'ayat al-Maslahah li al-Imam at-Tufi(Mesir: Dar al-Misriyah li al-Bananiyah, 1993), h. 25

120 Ibid., h. 25.121 Ibid., h.25

Page 61: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

61

61

Bahasan at-Tufi mengenai Hadis tersebut dikutip secara utuh dan lengkap

yang bersumber dari bahasan Syaikh Jamaluddin al-Qasimi seorang ulama Damaskus

yang telah berupaya memisahkan bahasan at-Tufi di dalam hadis tersebut, kemudian

menukilkannya sebagai risalah tersendiri. Ia juga berperan sebagai pensyarah di

dalam risalah tersebut. Kemudian majalah al-Manar No. IX/10, Oktober 1906

memuat risalah at-Tufi berikut syarahnya secara lengkap.122

Prof. Dr. Mustafa Zaid, guru besar pada Universitas Dar al-Ulum memilih

sebuah bahasan at-Tufi dan pendapatnya tentang maslahat sebagai judul risalahnya.

Referensi yang dijadikan rujukan untuk penelitian Mustafa Zaid, di samping untuk

memperkuat risalah at-Tufi, ia menggunakan dua manuskrip yang tersimpan di

perpustakaan at-Taimuria milik Dar al-Kutub al-Misriyah, yang memuat syarah

at-Tufi mengenai hadis Arba'in Nawawi, manuskrip pertama terdaftar pada nomor

328 kelompok hadis. dan kedua terdaftar pada nomor 446 kelompok hadis. Ia juga

menggunakan risalah Syaikh Jamaluddin al-Qasimi, majalah al-Manar No. IX/10,

1906. Dalam kaitan ini ia mengadakan studi komparatif dan penelitian di antara

sumber-sumber tersebut mengenai risalah at-Tufi sehingga karyanya tersebut

membuahkan tulisan mengenai risalah at-Tufi yang disunting secara bagus.123

Pandangan at-Tufi - tentang maslahat - nampaknya bertitik tolak pula dari

konsep maqasid at-tasyri' yang menegaskan bahwa hukum Islam disyari'atkan untuk

122Al-Thufi, Syarh al-Arbain an Nawawiyah dalam Abdul Wahhab Khallaf, masadirat-Tasyri' al-Islami Fima la Nassa fih, (Kuwait: Dar al-Qalam, 1972), h. 105.

123Ibid. dan lihat juga Ahmad Abd al-Rahim al-Sayih, Risalat fi Ri'ayat al-Maslahat li al-Imam at-Tufi (Mesir: Dar al-Misriyah li al-Bananiyah, 1993), h.13-47.

Page 62: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

62

62

mewujudkan dan memelihara maslahat umat manusia. Konsep ini telah diakui oleh

para ulama dan oleh karena itu mereka memformulasikan suatu kaidah yang cukup

populer,"Dimana ada maslahat, di sana terdapat hukum Allah."124

Karena begitu pentingnya maqasid al-syariah tersebut, para ahli teori

hukum menjadikan maqasid al-syariah sebagai salah satu kriteria (di samping kriteria

lainnya) bagi mujtahid yang melakukan ijtihad. Adapun inti dari konsep maqasid

al-syariah adalah untuk mewujudkan kebaikan sekaligus menghindarkan keburukan

atau menarik manfaat dan menolak mudarat, istilah yang sepadan dengan inti dari

maqasid al-syari'ah tersebut adalah maslahat, karena penetapan hukum dalam Islam

harus bermuara kepada maslahat. untuk memahami hakikat dan peranan maqasid

al-syari'ah, berikut akan diuraikan secara ringkas teori tersebut.

Imam al-Haramain al-Juwaini dapat dikatakan sebagai ahli teori (ulama

usul al-fiqh) pertama yang menekankan pentingnya memahami maqasid al-syari'ah

dalam menetapkan hukum Islam. Ia secara tegas mengatakan bahwa seseorang tidak

dapat dikatakan mampu menetapkan hukum dalam Islam, sebelum ia memahami

benar tujuan Allah mengeluarkan perintah-perintah dan larangan-larangan-Nya.125

Kemudian al-Juwaini mengelaborasi lebih jauh maqasid al-syari'ah itu

dalam hubungannya dengan illat, asl dapat dibedakan menjadi lima bagian, yaitu: asl

yang masuk kategori daruriyat (primer), al-hajat al-ammah (sekunder), makramat

124 Muhammad Sa'id Ramdan al-Buti, Dawabit al-Maslahah fi as-Syariah al-Islamiyah,(Beirut: Mu'assasah ar-Risalah,1977), h.12.

125Abd al-Malik ibn Yusuf Abu al-Ma'ali al-Juwaini, Al-Burhan fi Usul al-Fiqh (Kairo:Dar al-Ansar,1400 H),I:295.

Page 63: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

63

63

(tersier), sesuatu yang tidak masuk kelompok daruriyat dan hajiyat, dan sesuatu yang

tidak termasuk ketiga kelompok sebelumnya.126 Dengan demikian pada prinsipnya

al-Juwaini membagi asl atau tujuan tasyri' itu menjadi tiga macam, yaitu daruriyat,

hajiyat dan makramat (tahsiniyah).

Pemikiran al-Juwaini tersebut dikembangkan oleh muridnya, al-Gazali.

Al-Gazali menjelaskan maksud syari'at dalam kaitannya dengan pembahasan

al-munasabat al-maslahiyat dalam qiyas127 yang dalam pembahasannya yang lain, ia

menerangkan dalam tema istislah.128 Maslahat menurut al-Gazali adalah memelihara

agama, jiwa, akal, keturunan dan harta.129 Kelima macam maslahat di atas bagi

al-Gazali berada pada skala prioritas dan urutan yang berbeda jika dilihat dari sisi

tujuannya, yaitu peringkat primer, sekunder dan tersier.130 Dari keterangan ini jelaslah

bahwa teori maqasid al-syari'ah sudah mulai tampak bentuknya.

Pemikir dan ahli teori hukum Islam berikutnya yang secara khusus

membahas maqasid al-syari'ah adalah Izzuddin ibn Abd al-Salam dari kalangan

Syafi'iyah. Ia lebih banyak menekankan dan mengelaborasi konsep maslahat secara

hakiki dalam bentuk menolak mafsadat dan menarik manfaat.131 Menurutnya,

maslahat keduniaan tidak dapat dilepaskan dari tiga tingkat urutan skala prioritas,

126Ibid, II: h. 923-930.127Al-Gazali, Syifa al-Gazalil fi Bayan al-Syibh wa al-Mukhil wa Masalik al-Ta’lil

(Bagdad: Matba’ah al-Irsyad, 1971), h. 159.128Al-Gazali, al-Mustasfa min Ilm al-Usul (Kairo: al-Amiriyah, 1412), h.250.129Ibid h.251.130Ibid.h. 252.131Izzuddin ibn Abd al-Salam, Qawaid al-Ahkam fi Masalih al-Anam (Kairo: al-Istiqamat,

t.t), h. 32.

Page 64: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

64

64

yaitu: daruriyat, hajjiyat, dan takmilat atau tatimmat.132 Lebih jauh lagi ia

menjelaskan, bahwa taklif harus bermuara pada terwujudnya maslahat manusia, baik

di dunia maupun di akhirat.133 Berdasarkan penjelasan ini, dapat dikatakan bahwa

Izzuddin ibn Abd al-Salam telah berusaha mengembangkan konsep maslahat yang

merupakan inti pembahasan dari maqasid al-syari'ah.

Pembahasan tentang maqasid al-syari'ah secara khusus, sistematis dan jelas

dilakukan oleh al-Syatibi dari kalangan Malikiyah. Dalam kitabnya al-Muwafaqat

yang sangat terkenal itu, ia menghabiskan lebih kurang sepertiga pembahasannya

mengenai maqasid al-syari'ah. Sudah tentu, pembahasan tentang maslahat pun

menjadi bagian yang sangat penting dalam tulisannya. Ia secara tegas mengatakan

bahwa tujuan utama Allah menetapkan hukum-hukum-Nya adalah untuk terwujudnya

maslahat hidup manusia, baik di dunia maupun di akhirat. Karena itu, taklif dalam

bidang hukum harus mengarah pada dan merealisasikan terwujudnya tujuan hukum

tersebut.134 Seperti halnya ulama sebelumnya, ia juga membagi urutan dan skala

prioritas maslahat menjadi tiga urutan peringkat, yaitu daruriyat, hajiyat, dan

tahsiniyat.135 Yang dimaksud maslahat menurutnya seperti halnya konsep al-Gazali,

yaitu memelihara lima hal pokok, yaitu: agama, jiwa, akal, keturunan dan harta.136

Konsep maqasid al-syari'ah atau maslahat yang dikembangkan oleh

al-Syatibi di atas sebenarnya telah melampaui pembahasan ulama abad-abad

132Izzuddin ibn Abd al-Salam, Qawaid al-Ahkam, h. 60 dan 62.133Ibid., h. 64134Al-Syatibi, al-Muwafaqat fi Usul al-Syari'ah (Kairo: Mustafa Muhammad, t.t,) h. 72135Ibid., h. 73136Ibid., h. 80.

Page 65: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

65

65

sebelumnya. Konsep maslahat al-Syatibi tersebut melingkupi seluruh bagian syari'ah

dan bukan hanya aspek yang tidak diatur oleh nash. Sesuai dengan pernyataan

al-Gazali, al-Syatibi merangkum bahwa tujuan Allah menurunkan syari'ah adalah

untuk mewujudkan maslahat. Meskipun begitu, pemikiran maslahat al-Syatibi ini

tidak seberani gagasan at-Tufi.137

Al- Thufi membangun pemikiran tentang maslahah tersebut berdasarkan

atas empat prinsip138, yaitu:

1. Akal bebas menentukan kemaslahatan dan kemafsadatan (istiqlal al-‘uqul bi idrak

al-mashalih wa al-mafasid). Untuk menentukan suatu kemaslahatan atau

kemafsadatan cukup dengan akal. Pendirian al-Tufi bahwa akal semata, tanpa

harus melalui wahyu mampu mengetahui kebaikan dan keburukan menjadi

fondasi pertama dalam piramida pemikirannya. Akan tetapi, al-Tufi membatasi

kemandirian akal itu dalam bidang mu’amalah dan adat istiadat saja, dan ia

melepaskan ketergantungan atas petunjuk nash, maslahah atau mafsadah pada

kedua bidang itu. Pandangan ini bertolak belakang dengan mayoritas ulama yang

menyatakan bahwa sekalipun kemaslahatan dan kemafsadatan itu dapat dicapai

dengan akal, kemaslahatan itu harus mendapatkan justifikasi dari nash atau ijma’,

baik dari bentuk, sifat maupun jenisnya139.

137Nur A. Fadhil Lubis, Hukum Islam dalam Kerangka Teori Fikih dan Tata HukumIndonesia (Medan: Pustaka Widyasarana, 1995), h. 34-35.

138 Amir Mua’allim dan Yusdani, Konfigurasi Pemikiran..., h. 55. Lihat pula: MustafaZaid, Al-Maslahah fi at-Tasyri' al-Islami wa Najmuddin at-Tufi, (Beirut: Dar al-Fikr, 1954), h.127-132 dan Husein Hamid Hasan, Nazariah al-Maslahah fi al-Fiqh al-Islami, (Kairo: Dar an-Nahdahal-Arabiyah, 1971), h. 529.

139 Amir Mua’allim dan Yusdani, Konfigurasi Pemikiran, h. 55.

Page 66: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

66

66

2. Sebagai kelanjutan dari pendapatnya yang pertama di atas, al-Thufi berpendapat

bahwa maslahat merupakan dalil syar’i mandiri yang kehujjahannya tergantung

pada akal semata (al-maslahah dalilah syar’iyyah ‘an al-nash). Dengan

demikian, maslahat merupakan dalil mandiri dalam menetapkan hukum. Oleh

sebab itu, untuk kehujjahan maslahah tidak diperlukan dalil pendukung karena

maslahah itu didasarkan kepada pendapat akal semata. Bagi al-Tufi, untuk

menyatakan sesuatu itu maslahat atas dasar adat-istiadat dan eksperimen, tanpa

membutuhkan petunjuk nash140.

3. Maslahat hanya berlaku dalam lapangan mu’amalah dan adat kebiasaan,

sedangkan dalam bidang ibadah (mahdah) dan ukuran-ukuran yang ditetapkan

syara’, seperti shalat Dzuhur empat raka’at, Puasa Ramadhan selama satu bulan,

dan thawaf itu dilakukan tujuh kali, tidak termasuk objek maslahat karena

masalah-masalah tersebut merupakan hak Allah semata. Bagi al-Tufi, maslahat

ditetapkan sebagai dalil syara’ hanya dalam aspek mu’amalah (hubungan sosial)

dan adat istiadat. Sedangkan dalam ibadah dan muqaddarat, maslahat tidak dapat

dijadikan dalil. Pada kedua bidang tersebut nash dan ijma’-lah yang dijadikan

referensi harus diikuti. Perbedaan ini terjadi karena dalam pandangan al-Tufi

ibadah merupakan hak prerogratif Allah, karenanya, tidak mungkin mengetahui

jumlah, cara, waktu dan tempatnya kecuali atas dasar penjelasan secara resmi

langsung dari Allah swt. Sedangkan lapangan mu’amalah dimaksudkan untuk

memberikan kemanfaatan dan kemaslahatan kepada manusia. Oleh karena itu,

140 Ibid., h. 56

Page 67: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

67

67

dalam masalah ibadah, Allah lebih mengetahui, dan karena itu kita harus

mengikuti nash dan ijma’ dalam bidang ini. Mengenai masalah hubungan sosial,

manusialah yang lebih mengetahui kemaslahatannya. Karenanya mereka harus

berpegang pada maslahah ketika kemaslahatan itu bertentangan dengan nash dan

ijma’.141

4. Maslahah merupakan dalil syara’ yang paling kuat. Oleh karena itu, al-Thufi

menyatakan apabila nash dan ijma’ bertentangan dengan maslahah, didahulukan

maslahah dengan cara pengkhususan (takhsis) dan perincian (bayan) nash

tersebut. Dalam pandangan al-Thufi secara mutlak maslahat itu merupakan dalil

syara’ yang terkuat, itu bukan hanya merupakan dalil ketika tidak adanya nash

atau ijma’, juga hendaklah lebih diutamakan dari nash dan ijma’ ketika terjadi

pertentangan antara keduanya. Pengutamaan maslahah atas nash dan ijma’

tersebut dilakukan al-Thufi dengan cara bayan dan takhsis, bukan dengan cara

mengabaikan atau meninggalkan nash sama sekali, sebagaimana mendahulukan

sunnah atas Al-Qur’an dengan cara bayan. Hal demikian bersumber dari sabda

Nabi saw.,”tidak memudharatkan dan tidak dimudharatkan”. Pengutamaan dan

mendahulukan atas nash ini ditempuh baik nash itu qath’i dalam sanad dan

matannya atau zhanni keduanya.142

141 Amir Mua’allim dan Yusdani, Konfigurasi Pemikiran., h. 57142 Amir Mua’allim dan Yusdani, Konfigurasi Pemikiran, h. 58.

Page 68: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

68

68

Ada beberapa alasan yang dikemukakan Imam al-Thufi dalam mendukung

pendapatnya, yaitu:143

a. Firman Allah swt. dalam surah al-Baqarah, 2: 179:

ولي األل ة یا أ ا ی قصاص ح م في ال لك ون و ق تت لعلكم اب )179: 2/البقرة(بArtinya: ”dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, Hai

orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa”. (Q.S. al-Baqarah/2:179)

b. Firman Allah swt. dalam surah al-Ma’idah, 5: 38:

الس و اال من هللا وهللا ك ا ن ا كسب م زاء ب ا ج دیھم طعوا أی ق ة فا ارق الس و ارقیم ك زیز ح )38: 5/المائدة(ع

Artinya: ”laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangankeduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dansebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.(Q.S. al-Ma’idah/5: 38).

c. Firman Allah swt. dalam surah al-Nur, 24:2

ة جلدة ائ م ا منھم احد و دوا كل ي فاجل الزان و یة ان )2: 24/النور(الزArtinya: ”Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-

tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, ...”.

Menurut al-Thufi, semua ayat ini mengandung pemeliharaan kemaslahatan

manusia, yaitu jiwa, harta, dan kehormatan mereka. Oleh sebab itu, tidak satupun ayat

yang tidak mengandung dan membawa kemaslahatan bagi manusia.

d. Sabda Rasulullah saw.

ض ع ب یع لى ب بعضھم ع ع بی اد , ال ی ب یع حاضر ل ب ی ى , وال أة عل لمر نكح ا تـ والا خ و ا أ تھ م م , لتھاع ك ام رح م أ ت طع ق ك ذل تم عل ن ف إ م نك )رواه البخاري(إ

Artinya: ”Seseorang jangan membeli barang yang telah ditawar orang lain, danjangan pula orang kota (para pedagang) membeli barang dagangannya

143 Nasrun Haroen, Ushul Fiqh 1, (Jakarta: Logos, 1996), h. 126-127.

Page 69: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

69

69

dengan mendatangi para petani desa, dan jangan dinikahi seorangperempuan (sekaligus) dengan bibi (saudara kandung ayah atau ibu yangperempuan); karena apabila kamu lakukan itu, maka kamu telahmemutuskan hubungan tali silaturrahmi sesama kamu”. (HR. Bukhari)

Larangan-larangan Rasulullah dalam hadist ini, menurut al-Thufi,

dimaksudkan untuk kemaslahatan umat. Larangan membeli barang yang sudah

ditawar orang lain adalah untuk memelihara kemaslahatan penawar barang pertama;

larangan mendatangi para petani ke desa untuk membeli komoditi mereka adalah

untuk memelihara kemaslahatan petani desa dari kemungkinan terjadinya penipuan

harga, dan larangan menikahi wanita sekaligus dengan bibinya, juga untuk

memelihara kemaslahatan isteri, dan keluarga. Oleh sebab itu menurut al-Thufi, pada

dasarnya baik firman Allah maupun sabda Rasulullah saw. bertujuan untuk

kemaslahatan manusia. Dengan demikian, keberadaan maslahah sebagai landasan

hukum tidak diragukan lagi dan bisa dijadikan dalil mandiri. 144

C. Sisi Persamaan dan Perbedaan Kedua Tokoh

Imam Malik r.a. dan Imam al-Thufi memiliki kesamaan dan perbedaan

karakteristik, baik dari segi riwayat kehidupan, perjuangan mencari ilmu, karya-karya

ilmiah, dan lain sebagainya.

1. Sisi Persamaan

a. Intelektualitas

Secara intelektual, Imam Malik sejak kecil telah hafal al-Qur’an dan

hadits-hadits Rasulullah saw. sebab beliau memiliki kecerdasan dan ingatann

144 Ibid., h. 128.

Page 70: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

70

70

sangat kuat. Ia juga adalah seorang yang aktif dalam mencari ilmu, sehingga

beliau banyak belajar dari ulama-ulama terkemuka ketika itu. Beliau sering

mengadakan pertemuan dengan para ahli hadits dan ulama.145 Akhirnya beliau

dinobatkan sebagai ulama terkemuka dalam bidang ilmu Hadis dan fiqh.

Sepanjang hidupnya, Imam Malik tidak pernah keluar dari kawasan Madinah.

Imam Al-Thufi pun, adalah seorang yang cinta terhadap ilmu

pengetahuan. Hal ini dapat dipahami dari petualangannya belajar dalam

berbagai disiplin ilmu di berbagai tempat dan dari beberapa para alim ulama

yang masyhur di zamannya. Menurut Musthafa Zaid, dalam kitabnya al-

Maslahah, al-Thufi dikenal sebagai seorang yang sangat cerdas dan memiliki

ingatan yang sangat kuat dan ketekunannya yang tinggi.

b. Pengakuan akan Maslahat Mursalah

Kedua tokoh ini telah menjadikan maslahah mursalah sebagai salah

satu metodologi dalam melakukan penetapan suatu hukum, baik muamalah

maupun adat.

2. Sisi Perbedaan Kedua Tokoh

a. Tempat, dan Tahun Kelahiran

Imam Malik dilahirkan di suatu tempat bernama Zulmarwah di

sebelah Utara al-Madinah al-Munawwarah yang dikenal dengan markaz

ulama ahl al-hadits (kaum literalis). Sedangkan Imam al-Thufi dilahirkan di

145 Ahmad Asy-Syurbasi, Sejarah Dan Biografi Empat Imam Mazhab terj. Drs. SabilHuda, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 1991), h. 74.

Page 71: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

71

71

Sarsar, nama sebuah desa di Baghdad, yaitu kawasan ahl al-ra’yi (kaum

rasionalis).

Tahun kelahiran Imam Malik, bagi ahli sejarah, terdapat perbedaan

pendapat. Ada setengah pendapat yang mengatakan pada tahun 90, 94, 95, 97

Hijriah146 dan wafat pada tahun 180 H dalam usia 90 tahun. Adapun Imam Al-

Thufi dilahirkan pada tahun 657 H (1259 M) dan wafat pada tahun 716 (1318

M) dalam usia 59 tahun.

Perbedaan tempat dan tahun kelahiran ini, berpengaruh terhadap

pola pemikiran hukum kedua tokoh tersebut.

b. Situasi Sosial Politik dan Ijtihad

Imam Malik dalam riwayat kehidupannya, mengalami dua corak

pemerintahan, Umayyah dan Abbasiyyah di mana terjadi perselisihan hebat di

antara dua pemerintahan tersebut. Beliau hidup pada masa tabi’in dan dikenal

sebagai Imam Darul Hijrah.

Adapun Imam al-Thufi lahir setahun setelah serbuah pasukan

Mongol ke kota Baghdad yang dipimpin oleh Khulagu Khan Pada 1928 M.

Ketika itu situasi integritas politik dunia Islam tercabik-cabik. Sehingga

negeri Islam terpecah-pecah menjadi negara kecil.

Selain itu Imam al-Thufi hidup dalam masa kemunduran Islam,

terutama kemunduran semangat berijtihad. Pada saat itu ulama kurang berani

146 Ahmad Asy-Syurbasi, Sejarah Dan Biografi Empat Imam Mazhab terj. Drs. SabilHuda, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 1991), h. 72.

Page 72: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

72

72

berinisiatif untuk mencapai tingkatan mujtahid mutlak dan menggali hukum-

hukum Islam langsung dari sumber pokoknya, yaitu al-Qur’an dan Al-

Sunnah. Kegiatan para ulama ketika itu hanya bertaklid kepada pendapat-

pendapat Imam terdahulu.

Stagnasi hukum Islam inilah tampaknya yang banyak memberikan

pengaruh pemikiran Al-Thufi, yang untuk ukuran masanya bahkan sampai

sekarang terlihat sangat liberal.

c. Popularitas

Bagi sebagian besar umat Islam, nama Najamuddin al-Thufi masih

terasa asing di telinga. Sedangkan Imam Malik r.a., namanya lebih popular

dan familiar di telinga mayoritas muslim. Mungkin hal tersebut dikarenakan

pengaruh yang ditimbulkan dari pemikiran-pemikiran kedua tokoh ini.

Namun, di kalangan tokoh muslim dan peminat hukum Islam,

ketokohan ulama asal Baghdad, Irak, ini banyak diperhitungkan. Namanya

disejajarkan dengan nama besar Ibnu Taimiyyah, sang guru Al-Thufi.147

d. Dalil Syara’

Dalam berijtihad Imam Malik, mengambil dari dalil yang

representatif baginya, yaitu Al-Qur’an, Sunnah, Ijma Ulama Madinah, Fatwa

Sahabat, Qiyas, Maslahah Mursalah

147 Najamuddin Al-Thufi; Pencetus Dalil-Dalil Umum, (Islam Digest: Republika terbit:18 Januari 2009.

Page 73: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

73

73

Sedangkan Imam Al-Thufi mengatakan bahwa dalil-dalil syariat

baginya adalah (1).al-Kitab, (2). as-Sunnah, (3). Ijma' al-Ummah, (4). Ijma'

ahl al-Madinnah, (5). al-Qiyas, (6). Perkataan sahabat Rasul, (7). Masalih

al-Mursalah, (8). al-Istishab, (9). al-Bara'ah al-Asliyyah, (10). al-'Awaid,

(11).Istiqra',(12). Saddu az-Zara'i, (13). Istidlal, (14). al-Istihsan, (15).al

Akhzu bi al-Akhaffi (mengambil yang lebih ringan),(16). al-'Ismah, (17). ijma'

ahl al-kufah, (18). Ijma' ahl al-'Itrah (keluarga Nabi), (19). Ijma' al-Khulafa'

al-Rasyidin”.

Page 74: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

74

74

BAB IV

APLIKASI MASLAHAH MURSALAH

TERHADAP PRESIDEN WANITA MENURUT

IMAM MALIK DAN IMAM NAJMUDDIN AL-THUFI

E. Prinsip-prinsip Hukum Islam dalam Pemilihan Kepala Negara

Dalam pandangan politik hukum Islam tidak semua orang yang baik dapat

menjadi seorang kepala negara. Karena jabatan ini adalah posisi yang memiliki tugas

dan tanggungjawab yang sangat urgen. Sehingga Al-Mawardi dalam Al-Ahkam Al-

Sulthaniyyah, sebagaimana dikutip Cholil Nafis, menegaskan bahwa pemerintahan

yang sah untuk menjamin kelestarian sosial dalam suatu negara adalah wajib, baik

menurut akal maupun syara’.148

Menurut akal, tidak mungkin ada suatu negara tanpa pemerintahan yang

dipimpin oleh kepala negara. Sebab kalau tidak ada masyarakat akan hidup tanpa ada

pihak yang mencegah terjadinya kedzaliman (tazhalim) dan tidak ada pihak yang

menyelesaikan perselisihan dan persengketaan (tanazu’ dan takhasum). Sedangkan

menurut syara’, kepala negara diperlukan untuk mengatur masalah-masalah

kemasyarakatan tapi juga masalah keagamaan. Sedangkan untuk melestarikan yang

sah dalam suatu negara membutuhkan proses pemilihan dan suksesi.149

148 HM. Cholis Nafis, Fiqh Politik, ed., Fiqh Progresif: Menjawab Tantangan Modernitas,(Jakarta: FKKU, 2003), h. 138.

149 Ibid., h. 138.

Page 75: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

75

75

Ada banyak cara yang dapat dilakukan dalam proses penggantian

kepemimpinan. Pada zaman primitif proses perebutan kekuasaan ditempuh dengan

cara perang fisik dan adu kekuatan otot, sehingga untuk merebut kekuasaan harus

jago perang dan pandai bertempur. Namun pada era modern memilih metode

pemilihan umum sebagai alternatif yang paling rasional dan aman dalam perebutan

kekuasaan.

Dalam politik Islam, pemilihan kepala negara menggunakan beberapa

metode yang harus diterapkan. Paling tidak Ada tiga tahap yang harus dilalui dalam

pemilihan kepala negara atau khalifah.150

Pertama, tahap pencalonan kepala negara. Sehubungan dengan ini, kepala

negara atau khalifah terdahulu atau salah satu dari ahlu al-ra’yi mencalonkan seorang

Imam yang layak menduduki jabatan ini. Misalnya pencalonan Abu Bakar kepada

Umar atau Abu Ubaidah di dalam peristiwa Saqifah.

Kedua, tahap pemilihan dan penerimaan calon. Pada tahap ini, jika calon

yang diajukan lebih dari satu, anggota majelis syura’ memilih seorang saja dari

mereka. Atau menyetujui saja pencalonan tersebut jika calonnya hanya satu.

Misalnya, kesepakatan kaum muslimin terhadap pencalonan Abu Bakar setelah

keputusan Abu Bakar dibacakan dan pemilihan, Abdurrahman bin ’Auf kepada

Usman bin Affan yang disusul dengan persetujuan seluruh kaum muslimin.

150 Sa’id Harra, Al-Islam; Sistem Bermasyarakat dan Bernegara, Jakarta: Al-IslahyPress,tth.,h. 137-145.., h. 170-172.

Page 76: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

76

76

Ketiga, tahap pembaiatan. Marhalah ini sebenarnya merupakan realisasi

dan pembuktian dari tahap pemilihan. Karena itu tahap ini menyatu dengan tahap

pemilihan.

Sementara syarat-syarat menjadi imam (pemimpin), menurut al-Mawardi,

ada tujuh. Pertama, mampu bersikap adil. Kedua, mampu melakukan ijtihad dalam

menyikapi peristiwa-peristiwa yang muncul. Ketiga, tidak cacat panca indra.

Keempat, tidak cacat fisik yang menyebabkan tidak bisa bergerak dan tidak cepat

berdiri. Kelima, mampu mengatur rakyat dan kebaikan-kebaikan. Keenam, memiliki

jiwa pemberani. Dan ketujuh, memiliki jalur keturunan dari suku Quraisy.

F. Presiden Wanita Dalam Perspektif Fiqh Siyasah

Dalam Islam kepala negara adalah orang yang mewakili umat dalam urusan

pemerintahan dan kekuasaan serta dalam menerapkan hukum syara’. Islam

menjadikan pemerintahan atau kekuasaan tersebut sebagai milik umat. Dalam teori

manajemen modern, seorang pemimpin adalah orang yang mampu

mengorganisasikan semua elemen yang terdapat dalam lingkup manajemen. Di sana

ada manusia, aset, pasar, dan unsur-unsur pendukung lainnya. Seorang pemimpin

negara yang berhasil adalah pemimpin yang mampu menggunakan elemen-elemen di

atas secara efektif.151

’Aisyah r.a. istri Rasulullah saw. adalah salah satu pemimpin wanita yang

dikenal dalam Islam. Sebab dia pernah memimpin pasukan pada sebuah peperangan

yang dikenal dengan perang Jamal. Ketika itu ’Aisyah memutuskan berangkat ke

151 Syafiq Hasyim, Hal-hal Yang Tak Terpikirkan, h. 201.

Page 77: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

77

77

Basrah dari Madinah, memimpin pasukan tentara yang di dalamnya terdapat kaum

laki-laki. Di antara laki-laki tersebut adalah generasi Sahahat Rasulullah, bahkan dua

di antaranya termasuk dalam daftar sepuluh orang yang dijamin masuk surga, mereka

adalah Thalhah dan Zubair152.

Taatkala Amar bin Yasir berusaha menentang keberangkatan Aisyah,

karena kekhawatiran muncul fitnah besar, tampak disini perbedaan persepsi antara

kedua kelompok generasi awal Islam mengenai kepemimpinan wanita. Untuk

menghalau kepergian Aisyah ke medan Perang, Ummu Salamah pun mengirim surat

kepada Aisyah berisi nasehat agar ia tidak keluar dalam kekacauan situasi waktu itu.

Jawaban Aisyah yang ia kirim lewat surat balasan adalah, ”Tak ada celanya aku

tinggal di rumah, tetapi yang aku lakukan ini adalah untuk kebaikan manusia.”153

Abu Bakrah tampak berbeda pendapat secara tajam dengan kelompok

’Aisyah, kendati pun ia tidak berpihak kepada Khalifah Ali r.a. Ia berkata,

ل ل جم ل ا م أیـا مة ل ي هللا بك ن فع ن أن , قد م ل وس علیھ ى هللا بي صل الن غ ل ا ب م لال رى ق س ة ك ن كوا اب سا مل : فر أة امر وا أمرھم م ول و ق لح ف رواه (لن ی

)البخاريArtinya: ”Sungguh Allah telah memberikan pelajaran yang bermanfaat bagiku dari

satu kalimat yang muncul pada perang Jamal, yaitu ketika sampai beritakepada Rasullah saw. bahwa orang persia mengangkat putri Kisra sebagairaja, maka Rasulullah saw. bersabda, ”Tidak akan pernah berhasil suatukaum yang menyerahkan urusan mereka kepada wanita” (HR. Bukhari)154

152 Cahyadi Takariawan, Fiqih Politik Perempuan, (Solo: Era Intermedia, 2003), h. 102.153 Ibid., 102.154 Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, (Maktabah al-Syamilah

Page 78: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

78

78

Abu Bakrah tampaknya cenderung memahami larangan dalam Hadis ini

secara kontekstual, yaitu segala bentuk kepemimpinan wanita atas laki-laki. Akan

tetapi ijtihad ’Aisyah r.a. memimpin pasukan tersebut menunjukkan pemahaman

yang berbeda dengan apa yang dipahami Abu Bakrah.155

Perbedaan pendapat antara Aisyah r.a. dan Abu Bakrah, menurut penulis,

akhirnya menjadi warisan kontroversial dalam kancah pemikiran politik Islam,

bahkan menjadi asal muasal terjadinya ikhtlaf diantara para ulama tentang status

kepemimpinan perempuan sebagai kepala negara, sehingga paradigma ini oleh para

ulama digolongkan kepada wilayah khilafiah. Ada pendapat yang melarang dan ada

pula pendapat yang membolehkannya.

a. Pendapat Yang Tidak Memungkinkan Wanita Menjadi Presiden

Pendapat pertama ini diprakarsai oleh jumhur ulama dan Syi’ah

Zaidiyyah156. Mereka melihat bahwa kepemimpinan suatu negara hanya terbatas

untuk kaum lelaki tanpa wanita, karena lelaki dianggap mempunyai kelebihan dalam

mengatur, kelebihan berpendapat, dan kelebihan kekuatan jiwa, dan tabiatnya.

Adapun wanita kebanyakan lemah lembut. Selama lelaki memiliki hak

kepemimpinan terhadap wanita, wanita tidak dapat memiliki kekuasaan umum yang

menjadikannya sebagai pemegang kekuasaan, dan juga tidak boleh berpartisipasi

dengan kaum lelaki dalam memegang kekuasaan. Menurut pendapat kelompok ini,

nash al-Qur’an al-Karim itu sangat jelas menerangkan bahwa kepemimpinan adalah

155 Ibid., h. 103.156 Huzaemah Tahido, Muhadharat fi al-fiqh al-Muqarin, (Jakarta: t.p., 1997), juz II, h.

69.

Page 79: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

79

79

امو و قن

امو و قن

milik kaum lelaki tanpa wanita. Mereka melihatnya sebagai hujjah yang harus tetap

ditegakkan.157

Pendapat-pendapat yang melarang perempuan tampil menjadi presiden atau

jabatan publik, bertumpu pada landasan-landasan dan hujjah-hujjah sebagai berikut:

i. al-Qur’an al-Karim

Al-Qur’an yang dijadikan dasar bagi supremasi pria atas wanita antara lain

dalam surat:

1). Surat Al-Nisa’ ayat 34:

قوا نف بمآأ و ض لى بع ع م ضھ ع ب فضل هللا بما آء س ن على ال امون و ل ق ا لرج ام الھ ن أمو )4/34/النساء(.…م

Artinya: ”Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allahtelah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain(wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dariharta mereka ...”

Kalimat dalam ayat tersebut di atas menyatakan bahwa pria adalah

pemimpin bagi perempuan. Kata inilah yang memiliki interpretasi berbeda di

kalangan mufassirin,158 apakah boleh diterjemahkan dengan “Mitra Sejajar”,

sehingga pria adalah mitra sejajar bagi kaum perempuan, kalau tidak boleh diartikan

demikian, memang terkesan Islam memandang pria lebih tinggi dari wanita.

157 Hibbah Rauf Izzat, Wanita dan Politik Pandangan Islam, terj. Bahruddin Fannani(Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 1997), h. 106. Lihat pula: Abu al-Hasan al-Mawardi, al-Ahkamal-Sulthaniyyah wa al-Wilayat al-Diniyyah, (Kairo: al-Maktabah al-Taufiqiyyah, 1978), h. 72. Perludicatat di sini bahwa al-Mawardi tidak menunjukkan kompetensi wanita untuk memegang kekuasaankecuali kekuasaan yang khusus berkaitan dengan kekuasaan kehakiman.

158Lihat Ibn Katsir, Tafsir Al-Qur’an al-Azhim, (Bairut: Dar al-Fikr, tt.), h. 45.

Page 80: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

80

80

امو و قن

ام و قون

Mufassir Rasyid Ridha, dalam tafsir “Al-Manar” mengartikan kata

ss sebagai pemimpin, tetapi cara yang ditempuh bukanlah pemaksaan tapi

bimbingan dan penjagaan. Selanjutnya ia mengemukakan kelebihan pria atas wanita,

karena ada dua sebab, fitri dan kasbi.159 Sebab fitri (bawaan) sudah ada sejak

penciptaan. Menurutnya, perempuan sejak penciptaannya diberi fitrah untuk

mengandung (al-hamalah), melahirkan (al-wiladah), dan mendidik anak (tarbiyah al-

athfal). Sedangkan pria semenjak penciptaan sudah diberikan kelebihan kekuatan (al-

quwwah) dan kemampuan (al-qudrah), menurutnya akibat kesempurnaan pria itu

tentu akan berdampak kelebihan kasbi yaitu pria telah mampu berinovasi dan

berusaha di segala bidang.160

Dari pendapat mufassir di atas dapat disimpulkan bahwa hanya

ada pada kaum pria maka berarti prialah penanggung jawab, pendidik, pengatur,

penguasa, dan lain-lain yang semakna atas isteri atau wanita dalam rumah tangga.

Dan isteri atau wanita pihak yang dikuasai, yang dipimpin pria mempunyai

superioritas dan wanita inferioritas. Sebab laki-laki diciptakan Allah swt. sebagai

pemimpin bagi urusan wanita, penjaga atas kehormatannya, dan pemenuh kebutuhan

nafkah ruhiyah serta badaniah.161

2). Surat Al-Baqarah ayat 228:

و ... رجة د ن یھ ل جال ع )228: 2/البقرة... (للرArtinya: ”...akan tetapi Para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada

isterinya...”

159 Rasyid Ridha, Tafsir al-Manar, (Beirut: Dar al-Fikr,1973), v. 7, h. 69-70.160 Ibid., h. 71.

161 Huzaemah Tahido, Muhadharat fi al-fiqh al-Muqarin, h. 69.

Page 81: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

81

81

Allah swt. menyatakan kaum pria adalah pemimpin bagi kaum wanita,

sebab Allah telah melebihkan sebagian mereka di atas sebagian yang lain yakni

karena pria lebih utama dari wanita, dan pria lebih baik dari wanita. Karena itulah

kenabian hanya dikhususkan bagi laki-laki, begitu juga kekuasaan yang tertinggi

berdasarkan sabda Nabi. Demikian pula halnya dengan posisi hakim, kepala negara,

dan lain-lain.

ii. Hadist

Selain itu terdapat Hadis yang menguatkan larangan wanita menjadi

presiden:

ال (حدثنا عثمان بن الھیثم حدثنا عوف عن اللحسن رة ق ك ي ب ب أ :عن ل د ق ن ة م ل ك ب هللا ي ن ع ف , ل م ج ال ام ـ یأ ا ب م ل غ ل ص ي ب الن ع ى هللا ل س و ھ ی ل م ل ن أ ا س ر ف م ن ا اب و ك ل ر س ك ة ل: ال ى ق أة امر وا أمرھم م ول و ق لح ف 162رواه البخاري(ن ی (

Artinya: ”Menceritakan kepada Usman bin Husaem dan Auf dari Hasan dari AbiBakrah, beliau berkata bahwa sesungguhnya Allah telah memberikanmanfa’at kepada saya dengan suatu kalimat pada waktu perang jamal,(bahwa Nabi Muhammad saw. telah bersabda) ketika ada berita sampaikepada Nabi Muhammad saw. bahwa bangsa persia telah mengangkatanak perempuan rajanya untuk menjadi penguasa, maka Nabi Muhammadsaw. bersabda”Sesuatu kaum tidak akan mendapatkan kemenangan kalaumereka menyerahkan urusan mereka kepada wanita.”(HR. Al-Bukhari).

Lafaz Hadis diatas menunjukkan umum, lafadz ”qaumun” yang

digarisbawahi mencakup setiap kaum, dan lafaz ”imro’ah” (wanita) itu mencakup

162 Shahih Bukhari, Kitab Maghazi, Bab Kitab al-Nabi saw. Ila Qisra wa Qasyhar, juz 7,Hadis 4425, h. 732.

Page 82: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

82

82

setiap wanita. Maka setiap kaum atau kaum manapun yang menyerahkan

kepemimpinan mereka kepada wanita, maka mereka tidak beruntung.

Hadis tersebut menunjukkan bahwa wanita tidak diperbolehkan memegang

jabatan publik apapun termasuk di dalamnya jabatan presiden, karena akan berakibat

pada ketidaksejahteraan dan ketidakberhasilan. Dipimpin wanita adalah mudarat,

sedangkan mudarat itu harus dihindari. Di samping itu, hadits ini dari segi riwayah

tidak seorangpun pakar hadits yang mempersoalkan kesahihannya. Sedangkan dari

segi dirayah (pemahaman makna); dalalah Hadits ini menunjukkan dengan pasti

haramnya wanita memegang tampuk kekuasaan negara. Meski dalam bentuk ikhbar -

dilihat dari sighatnya - Hadits ini tidak otomatis menunjukkan hukum mubah. Sebab,

parameter yang digunakan untuk menyimpulkan apakah sebuah khithab berhukum

wajib, sunnah, mubah, makruh, ataupun haram adalah qarinahnya (indikasi), bukan

sighatnya (bentuk kalimatnya).163

Latar belakang turunnya Hadits ini memang ditujukan kepada masyarakat

Persia yang menyerahkan urusan kekuasaan kepada seorang wanita. Akan tetapi,

walaupun hadits ini merupakan komentar atas suatu kejadian pengangkatan wanita

menjadi raja, namun kata “qaumun” (isim jins dalam bentuk nakirah) ini memberikan

makna umum (’aam). Artinya kata qaum di atas berlaku untuk semua kaum, termasuk

kaum muslim di dalamnya. Dalam redaksi hadits itu, Rasul tidak melafadzkan dengan

kata, lan yufliha qaum al-faaris (tidak beruntung masyarakat Persia), akan tetapi

menggunakan kata-kata umum, yakni qaumun. Selain itu, tidak ada satupun riwayat

163 Hibbah Rauf Izzat, Wanita dan Politik Pandangan Islam, h. 120.

Page 83: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

83

83

yang mentakhsish hadits ini. Dengan demikian berlaku kaidah, Al-’aam yabqa fi

‘umuumihi ma lam yarid dalil at-takhsish (Lafadz umum tetap dalam keumumannya

selama tidak ada dalil yang mengkhususkannya).

Sedangkan latar belakang (sababul wurud) turunnya hadits ini tidak pula

bisa digunakan dalil untuk mentakhshishnya (mengkhususkannya). Sebab, lafadz

hadits ini dalam bentuk umum. Sedangkan latar belakang kejadian bukanlah dalil

syara’. Karena latar belakang bukanlah hadits Nabi. Oleh karena itu latar belakang

sabda Nabi di atas tidak ada kaitannya sama sekali dengan penetapan hukum. Oleh

karena itu latar belakang atau suatu sebab dari suatu dalil tidak dapat mentakhsis

dalil. Maka berlaku kaidah bahasa yang masyhur dalam ilmu usul fiqh, “Al-’Ibrah bi

‘umum al-lafzhi la bi khususi al-sabab,” (pengertian diambil dari umumnya lafadz

bukan khususnya sebab).164

iii. Qiyas

Dengan berpijak pada qiyas, pendukung pendapat ini mencatat adanya

perbedaan antara pria dan wanita, yang dapat dijadikan patokan pengqiyasan.

Contoh-contoh perbedaan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Perempuan tidak diperbolehkan mengimami khalayak umum dalam shalat lima

waktu, shalat jum’at, dan shalat ‘ied.

b. Perempuan tidak memiliki hak cerai menurut ketetapan syari’at, berbeda dengan

pria.

164 Muhammad Said Ramadhan al-Buthi dan Tayyib Tizini, Finding Islam: DialogTradisionalisme-Liberalisme Islam, terj. Ahmad Mulyadi dan Zuhairi Misrawi, (Jakarta: Erlangga,2002), h. 127.

Page 84: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

84

84

ام و قى ون ون عل ام قو ال الرج

آء س الن

c. Perempuan tidak diperbolehkan berpegian sendiri tanpa didampingi muhrim atau

teman sesama jenis yang dapat dipercaya.

d. Perempuan tidak diwajibkan melaksanakan shalat Jum’at berjama’ah,

sebagaimana tersebut di dalam Hadis.

e. Perempuan tidak diperbolehkan menjadi qadhi; Al-Mawardi menerangkan bahwa

jumhur berpendapat bahwa: qadhi tidak boleh perempuan, Imam Abu Hanifah

membolehkan seorang perempuan menjadi qadhi, dalam masalah kesaksiannya

diterima, tidak boleh perempuan menjadi qadhi bagi kesaksiannya yang tidak

diterima.165

b. Pendapat Yang Membolehkan Wanita Menjadi Presiden

Para ulama yang berpendapat bahwa wanita boleh menjadi presiden

dibangun atas dasar-dasar hujjah sebagai berikut:

i. Al-Qur’an

Pendapat ulama kontemporer yang membolehkan wanita menjadi presiden,

melihat surat al-Nisa’ ayat 34 ditafsirkan bahwa kata dalam ayat

oooooooooooooooooooolllllobukan berarti pria secara umum, tetapi suami karena

konsideran perintah tersebut seperti ditegaskan pada lanjutan ayat adalah mereka

(para suami) menafkahkan sebagian harta untuk isteri-isteri mereka. Seandainya yang

dimaksud dengan kata lelaki adalah kaum pria secara umum, tentu konsiderannya

165 Abu Hasan Ali Mawardi, Abu al-Hasan al-, al-Ahkam al-Sulthaniyyah wa al-Wilayatal-Diniyyah, Kairo: al-Maktabah al-Taufiqiyyah, 1978.

Page 85: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

85

85

tidak demikian. Terlebih lagi ayat tersebut secara jelas membicarakan para isteri dan

kehidupan keluarga.166

Ayat 34 surat al-Nisa’ tersebut diatas tidak tepat dijadikan alasan untuk

menolak wanita menjadi pemimpin di dalam masyarakat atau presiden. Muhammad

Abduh sebagaimana dikutip Nasaruddin Umar167 bahwa tidak memutlakkan

kepemimpinan pria terhadap wanita, karena ayat tersebut tidak menggunakan

tetapi menggunakan kata

Selain itu jalinan antara lelaki dan wanita di dalam masalah-masalah umum

merupakan jalinan hubungan ’kekuasaan’. Penyebutan kelebihan derajat dan

kepemimpinan di dalam Al-Qur’an tidak lain hanyalah dalam konteks pembicaraan

tentang kehidupan suami istri yang seharusnya dikaitkan dengan satu persoalan ini

saja.168

ii. Al-Sunnah

Hadis Abu Bakrah “lan yufliha qaumun wallau amruhum imra’atan”

tersebut diatas, menurut kelompok ini tidak bisa dijadikan hukum mengharamkan

perempuan menjadi presiden, sebab Hadist tersebut mempunyai asbabul wurudnya.

Hibbah Rauf Izzat mengomentari bahwa sesungguhnya Hadis tersebut

harus dipahami dan dirujukkan kepada sejarah tentang Persia dan Kisra, yaitu orang-

166 Hibbah Rauf Izzat, Wanita dan Politik Pandangan Islam, h. 106.167Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Jender Perspektif Al-Qur’an,

(Jakarta:Paramadina, 1999), h. 150-151.168 Hibbah, Wanita dan Politik ..., h. 107.

Page 86: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

86

86

orang Persia telah mengangkat anak perempuan Kisra sebagai raja mereka169. Ibn

Hajar al-Asqalani sebagaimana dikutip oleh Hibbah, di dalam syarah Shahih al-

Bukhari, menyebutkan bahwa Hadis ini merupakan bagian terakhir dari kisah Kisra

yang merobek-robek surat Nabi saw.. Kemudian Kisra menyerahkan kekuasaannya

kepada anaknya dan anaknya membunuhnya, kemudian anak itu membunuh saudara-

saudaranya. Dan ketika anak ini meninggal dunia karena diracun, sampailah

kekuasaan ke tangan anak wanitanya yang bernama Bavaran binti Syirawiyah bin

Kisra. Maka hilang dan hancurlah kerajaan mereka, sebagaimana yang didoakan

Nabi saw.170

Pada zaman Nabi Muhammad saw., Siti Aisyah (istri Nabi) saja pernah

menjadi pemimpin perang. Sekitar abad ke-13 dan ke-17, ada sekitar lima belas

penguasa perempuan yang menguasai tahta di berbagai wilayah muslim. Di antara

para penguasa Mamluk yang berasal dari Turki, terdapat dua pemegang mahkota

kerajaan, yaitu Sultanah Radhiyah dan Sulthanah Syajarat al-Durr juga terdapat enam

ratu dari lingkungan penguasa dinasti Abbasiyyah.

G. Presiden Wanita Perspektif Imam Malik dan Imam Al-Thufi

a. Pandangan Imam Malik tentang presiden Wanita

Telah dijelaskan di atas bahwa telah terjadi perbedaan pendapat antar para

ulama, cendikiawan Islam tentang status presiden wanita perspektif Islam. Diantara

pendapat tersebut ada yang dinilai ekstrim melecehkan norma dan rambu-rambu

169 Hibbah, Wanita dan Politik ..., h. 108.170 Ibid., 209. Lihat pula: Ahmad Ibn Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari bi Syarh Shahih al-

Bukhari, (Kairo: Dar al-Rayyan li al-Turast, t.th.) juz. 7., h. 735.

Page 87: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

87

87

ilahiyyah, pihak lainnya eksterim dalam kekakuan mereka terhadap pemahaman nilai-

nilai ajaran Islam171.

Dalam kasus presiden wanita, Imam Malik r.a. yang dikenal sangat berhati-

hati sekali memutuskan suatu perkara, sediakalanya seperti ulama jumhur yang

lainnya berpendapat bahwa bahwa tidak boleh wanita menjadi hakim atau top

leader172, hal itu berdasarkan al-Nisa’ ayat 34:

قوا نف بمآأ و ض لى بع ع م ضھ ع ب فضل هللا بما آء س ن على ال امون و ل ق ا لرج ام الھ ن أمو )4/34/النساء(.…م

Artinya: ”Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allahtelah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain(wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dariharta mereka ...”

Dan Hadist Abi Bakrah yang diriwayatkan oleh Bukhari, Ahmad, Nasa’i,

dan Turmudzi, bahwa Rasulullah saw.

ال (یثم حدثنا عوف عن اللحسن حدثنا عثمان بن الھ رة ق ك ي ب ب أ قد : عن لل جم ل ا م أیـا مة ل ي هللا بك ن فع ا , ن رس ف أن م سل لیھ و لى هللا ع ص بي الن غ ما بل ل

ال رى ق س ة ك ن كوا اب مر : مل ا رھم وا أم م ول و ق ح ل یف لن )رواه البخاري(أة

Dari nash al-Qur’an surat al-Nisa ayat 34 tersebut, jumhur ulama

beragrumentasi bahwa Allah swt. telah menjadikan laki-laki pemimpin bagi kaum

wanita. Baik dalam urusan atau perkara wanita, pemberitan nafkah lahiriah dan

bathiniah serta juga segala kerhormatannya. Dan sebaliknya seandainya wanita

171 Cahyadi Takariawan, Fiqih Politik Perempuan, (Solo: Era Intermedia, 2003), h. 53.172 Huzaemah T. Yanggo, Fiqh Perempuan Kontemporer, (Jakarta: Al-Mawardi Prima,

2001), h. 75.

Page 88: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

88

88

menjadi kepala negara atau hakim maka yang akan terjadi adalah timbulnya banyak

masalah.173

Selain itu pula larangan terhadap kepemimpinan wanita dalam negara

dikuatkan dengan Hadis Rasulullah dari Abi Bakrah. Hadis ini berbentuk khabar

(berita) kepada para sahabat dimana kepemimpinan wanita diatas lelaki akan

berimplikasi kepada kerugian, kehancuran, dan ketidakbahagiaan. Menurut

Huzaemah Tahido, inilah peringatan yang keras, tidak akan terjadi peringatan ini

kecuali disebabkan suatu perkara yang sangat urgen174.

Dalam pandangan maslahat mursalah Imam Malik, mengangkat presiden

dari golongan wanita dikategorikan maslahat yang mulgah, yaitu maslahat yang telah

dibatalkan oleh nash al-Qur’an yaitu dalam surat al-Nisaa’ ayat 34 dan Hadis Abu

Bakrah yang berkualitas shahih. Selain itu terdapat ijma’ sahabat yang menyatakan

bahwa wanita tidak diperbolehkan memegang tampuk kekuasaan sebagai al-imamah

al-kubra.175

b. Pandangan Imam al-Thufi tentang Presiden Wanita

Banyak sekali pendapat para ulama yang melarang wanita untuk menjadi

pemimpin atau presiden suatu negara. Alasan yang diutarakan seperti yang telah

dijelaskan diatas adalah terdapat dukungan nash yang kuat dalam larangan presiden

wanita; baik nash al-Qur’an maupun Hadis. Diantaranya adalah:

173 Huzaemah Tahido, Muhadharat fi al-fiqh al-Muqarin, h. 69174 Ibid., h. 69.175 Abu al-Walid Muhammad Ibn Ahmad Ibn Muhammad Ibn Ahmad Ibn Rusyd,

Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid, (Kairo: Dar al-Hadis, 2004), h. 243.

Page 89: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

89

89

امو و جال ق لر قوا ا نف بمآأ و ض لى بع ع م ضھ ع ب فضل هللا بما آء س ن على ال ن م الھ ن أمو )4/34/النساء(.…م

Artinya: ”Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allahtelah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain(wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dariharta mereka ...”

Dan Hadist Rasulullah saw.

... رجة د ن یھ ل جال ع للر )2:228/البقرة... (وArtinya: ”...akan tetapi Para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada

isterinya...”

Dari ayat-ayat yang penulis garis bawahi, mayoritas ulama melarang wanita

menjadi presiden, karena Allah swt. telah menentukan bahwa lelaki adalah pemimpin

wanita dan pada ayat kedua pula dinyatakan bahwa lelaki mempunyai satu tingkatan

derajat kelebihan daripada wanita.

Selain itu terdapat Hadist shahih yang melarang wanita untuk menjadi

pemimpin negara (Lan yufliha wallu Amrahum Imroatan).176 Mengenai Hadis Abu

Bakrah di atas, dari segi metodologi kritik Hadis, ia adalah sahih. Pertanyaan yang

harus dijawab ialah bagaimana Imam al-Thufi memahami ayat dan Hadis ini.

Terdapat satu pendapat bahwa Hadis-Hadis dapat dikategorikan sebagai

termasuk umurud dunya dan keuniversalannya tidak didukung oleh kenyataan harus

ditafsirkan menurut semangatnya dan dalam konteks sosio-historisnya. Kalau tidak ia

akan menjadi kering, memosil dan tidak bermakna. Untuk itu jika preseden-preseden

176Imâm Bukhari menerima Hadis tersebut dari Usman bin Hasyim dari Auf dari Hasanal-Bisri dari Abu Bakrah, Matn al-Bukhari bi Hasyiah al-Sindi, (Bandung: Syirkah al-Ma'arif, t.t.),III: 90-91.

Page 90: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

90

90

historis terutama dari kebijaksanaan-kebijaksanaan177. Umar r.a. seperti mengenai

masalah kharaj di mana ia mengubah praktek Rasulullah yang memberikan

tanah-tanah kepada para prajurit yang mendapatkannya yang kemudian oleh Umar,

r.a. praktek itu dirubah di mana tanah-tanah tidak ia berikan kepada prajurit.178 Umar

r.a. tidak memahami Hadis-Hadis Rasulullah dalam arti harfiyahnya melainkan dalam

semangatnya. Dengan kalimat yang lebih teknis, Hadis-Hadis itu harus dipahami

menurut illatnya, sekalipun illat-illat itu harus dicari melalui ijtihad (artinya tidak

dinaskan).

Hadis-Hadis semacam ini cukup banyak terutama dalam masalah

kemasyarakatan dan politik (mu'amalah), seperti Hadis al-Aimmah min Quraisy yang

oleh Ibn Khaldun dipahami melalui teori sejarahnya yang terkenal itu, yaitu teori

asabiyah. Secara singkat menurut Ibn Khaldun Nabi menyerahkan Imamah kepada

kaum Quraisy karena pada waktu itu hanya merekalah yang memiliki asabiyah yang

diperlukan bagi kelangsungan sebuah tata politik. Teori Ibn Khaldun ini dapat

diperluas lagi dengan menyatakan : karena orang-orang Quraisylah yang memiliki

pengalaman dan pengetahuan tentang masalah-masalah politik dan ekonomi waktu itu

wajarlah Rasul menyerahkan Imamah kepada mereka.179

177 Nasikun, “Bolehkah Wanita Menjadi Pemimpin Pemerintahan”, Makalah DiskusiIlmiah Dosen Tetap IAIN Sunan Kalijaga, Th. ke-11, 1988/1989, 23 Desember 1988, h.8

178Abu Yusuf, al-Kharaj, (Beirut: Dar al-Ma'arifah,1979), hlm. 26 dts.179Syamsul Anwar, "Imâmah Wanita dalam Pandangan Ulama Fiqh Siasah", Makalah

Diskusi Ilmiah Dosen Tetap IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Th. ke-11, 1988/1989, 23 Desember1988, hlm.6.

Page 91: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

91

91

Hadist Abu Bakrah di atas pun kiranya dapat ditafsirkan dengan cara yang

sama. Secara historis pada zaman Rasulullah wanita tidak begitu beruntung, bahkan

anak wanita yang lahir dikubur hidup-hidup. Rasulullah sendiri berjuang untuk

membebaskan kaum wanita. Walapun beliau telah banyak berhasil, suatu struktur

sosial yang sudah begitu kokoh dan melembaga tidak dapat dirubah total seratus

persen dalam waktu singkat, seperti lembaga perbudakan misalnya. Bahkan sampai

beberapa abad kemudian posisi kaum wanita belum begitu menguntungkan. Mereka

dikurung di rumah dengan sangat ketat. Apabila seorang lelaki hendak

meninggalkannya, ia mengutus seorang wanita pemantau untuk melihat dan

menyelidiki kelayakannya, sedangkan si lelaki itu tidak akan pernah dapat melihatnya

sebelum akad nikah. Wanita-wanita itu hanya dapat dipandang oleh mata keluarga

mereka.180

Dari segi pendidikan mereka juga kurang beruntung. Kaum lelaki malah

lebih tertarik untuk mendidik dan mengajar budak karena faktor komersial, sebab

budak yang terampil terutama pandai tulis baca akan mahal harganya. Hanya

kalangan amat terbatas saja yang mendidik wanita.181 Pendek kata wanita tidak keluar

dari tembok-tembok rumah suami atau orang tuanya. Artinya mereka tidak tahu

menahu mengenai urusan masyarakat. Jadi dengan demikian wajarlah Rasulullah

menyatakan bahwa suatu kaum yang menyerahkan urusannya kepada kepada orang

180 Ibid., h. 7.181Ahmad Amin, Duha al-Islam, (Kairo:Maktabah an-Nahdah al-Misriyah, t.t.), I:98.

Page 92: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

92

92

yang tidak banyak memahami soal-soal kemasyarakatan akan mengalami

kegagalan182.

Akan tetapi sekarang situasi telah jauh berubah dan wanita telah banyak

yang pandai dan terlibat secara inten dalam berbagai lapangan kehidupan. Jadi

mereka sudah tahu seluk beluk masalah. Karena menurut teori hukum Islam, hukum

itu berlaku menurut ada-tidaknya illatnya, maka dapatlah dikatakan bahwa tidak

melanggar hukum Islam, wanita yang karena kecakapannya menjadi kepala

pemerintahan, karena illat mengapa Rasulullah dulu melarang telah hilang.183

Dengan mempergunakan pandangan at-Thufi nampak Hadis yang tidak

memperbolehkan wanita menjadi pemimpin negara tersebut bersifat kondisional,

artinya larangan Nabi dalam Hadis tersebut dilatarbelakangi olah adat Arab dan

sekitarnya, sehingga bila adat berubah, illat larangan hilang; syarat-syarat yang

ditunjuk dalam nas terpenuhi dan situasi tertentu memungkinkan, larangan tersebut

dapat berubah menjadi sesuatu yang dibolehkan.184

H. Persamaan dan perbedaan Kedua Pendapat

1. Persamaan Pendapat Antara Imam Malik dan Imam Al-Thufi

Dari uraian pandangan kedua tokoh di atas, terdapat beberapa sisi

persamaan yang perlu dicermati dan cukup menarik untuk dikaji, yakni sebagai

berikut:

182Syamsul Anwar, Imâmah, h.7183Ibid., h.7184Nasikun, Bolehkah Wanita Menjadi Pemimpin Pemerintahan, Makalah Diskusi

Ilmiah Dosen Tetap IAIN Sunan Kalijaga, Th. ke-11, 1988/1989, 23 Desember 1988, h.8

Page 93: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

93

93

a. Kedua tokoh fiqh ini, mengakui keberadaan maslahat atau kepentingan umum

yang secara eksplisit maupun implisit dalam nash al-Qur’an dan al-Hadis.

b. Pandangan maslahat bertitik tolak pula dari konsep maqasid at-tasyri' yang

menegaskan bahwa hukum Islam disyari'atkan untuk mewujudkan dan memeli-

hara maslahat umat manusia.

c. Pengambilan maslahah tersebut bertujuan untuk mengambil manfaat (jalbu

manfa’ah) dan mencegah madharat (daf’u madharrah).

d. Maslahat hanya berlaku dalam lapangan mu’amalah dan adat kebiasaan,

sedangkan dalam bidang ibadah (mahdah) dan ukuran-ukuran yang ditetapkan

syara’.

2. Perbedaan Pendapat Antara Kedua Tokoh

i. Batasan Penggunaan Dalil Maslahat

Menurut Imam Malik, Pengambilan suatu maslahat orang banyak yang

secara eksplisit tidak tercantum dalam nash Al-Qur’an maupun al-Sunnah

menjadi hukum, harus sesuai dengan ruh tasyri’ yaitu sesuai nash Al-Qur’an dan

Al-Sunnah. Apabila terjadi pertentangan, maka wajib mendahulukan nash

dibandingkan maslahat.

Sedangkan menurut al-Thufi, bahwa apabila terjadi pertentangan antara

nash al-Qur’an dan al-Sunnah, maka maslahat boleh didahulukan dibandingkan

nash. Namun hal itu dapat dilakukan dengan cara bayan atau takhsis. Pandangan

at-Tufi tentang maslahat sebagaimana dikemukakan pada bagian pendahuluan

adalah berasal dari pembahasan (syarah) Hadis nomor 32 Hadis Arba'in Nawawi.

Page 94: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

94

94

Hadis dimaksud adalah berbunyi "la darara wa la dirara" artinya "tidak

memudaratkan diri sendiri dan tidak memudaratkan orang lain".

ii. Eksistensi Maslahat

Imam Malik menekankan bahwa pembentukan hukum dengan

mengambil kemaslahatan yaitu dengan menggunakan rasio, tidak boleh

kontrakdiktif dengan tata hukum atau dasar yang telah ditetapkan nash dan ijma’.

Beda halnya Imam Al-Thufi berpendapat bahwa Akal bebas

menentukan kemaslahatan dan kemafsadatan (istiqlal al-‘uqul bi idrak al-

mashalih wa al-mafasid).

iii. Hadis Abu Bakrah ” Lan yufliha wallu Amrahum Imroatan”

Hadis di atas oleh tiga kalangan imam madzhab yaitu Imam Malik,

Imam Syafi’ie dan Ahmad, menjadi dasar hukum yang tidak memungkinkan

wanita menjadi hakim ataupun yang lebih tinggi lagi derajatnya yakni kepala

negara.

Adapun at-Thufi menilai bahwa Hadis tersebut bersifat kondisional,

artinya larangan Nabi dalam Hadis tersebut dilatarbelakangi olah adat Arab dan

sekitarnya, sehingga bila adat berubah, illat larangan hilang; syarat-syarat yang

ditunjuk dalam nas terpenuhi dan situasi tertentu memungkinkan, larangan

tersebut dapat berubah menjadi sesuatu yang dibolehkan.185

3. Pandangan Penulis

185Nasikun, Bolehkah Wanita Menjadi Pemimpin Pemerintahan, Makalah DiskusiIlmiah Dosen Tetap IAIN Sunan Kalijaga, Th. ke-11, 1988/1989, 23 Desember 1988, h.8

Page 95: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

95

95

Pada hakikatnya umat manusia itu, ditinjau dari hakikat penciptaan, tidak

ada perbedaan satu sama lain. Mereka semuanya sama, yakni sama-sama keturunan

Nabi Adam a.s. Disamping itu, umat manusia seluruhnya, tanpa memandang latar

belakang etnis, ras, bahasa, gender, dan lain-lain, termasuk agama dan keyakinannya,

adalah khalifah-khalifah Allah swt. di muka bumi ini. Firman Allah swt.:

ض ... ر األ اء خلف م لك جع )27:٦٢/النمل(...ویArtinya: “....dan Dia (Allah) yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di

bumi...”

Pada ayat lain Allah swt. Berfirman:

وق ف كم ض بع فع ر و ض كم خالئف األر ل ع ذي ج ل و ا ھ ات و ج عض در بم آتاك في ما م وك ل ب )6:١٦٥/األنعام(لی

Artinya: "Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Diameninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapaderajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu.”

Kata ”kum”, yang termaktub pada ayat diatas, menurut jumhur mufassirin

(mayoritas ahli tafsi) adalah manusia seluruhnya, baik lelaki maupun wanita186.

Sedangkan yang dimaksud dengan ”menjadikan manusia sebagai khalifah” ialah

menjadikan manusia berkuasa di bumi.

Fungsi kekhalifahan manusia di bumi selain sebagai penghuni, ia juga

sebagai pengelola, atau pengatur kehidupan di muka bumi. Hal-hal yang diatur itu,

antara lain meliputi aspek sosial, politik, hubungan intenasional, ekonomi, dan lain-

lain.

186 Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negar: Ajaran, Siyasah dan Pemikiran, (Jakarta:UI Press, 1990). H. 176.

Page 96: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

96

96

Selain itu, 14 abad yang silam, al-Qur’an telah menghapuskan berbagai

macam diskriminasi antara laki-laki dan perempuan, al-Qur’an memberikan hak-hak

kepada kaum perempuan sebagaimana hak-hak yang diberikan kepada kaum laki-

laki. Diantaranya dalam masalah kepemimpinan. Yang dijadikan bahan pertimbangan

dalam hal ini hanyalah kemampuannya dan terpenuhinya kriteria untuk menjadi

pemimpin.

Huzaemah Tahido dalam bukunya Fiqih Perempuan Kontemporer,

menyatakan bahwa kepemimpinan itu bukan monopoli kaum laki-laki, tetapi juga

bisa diduduki dan dijabat oleh kaum perempuan bahkan bila perempuan itu mampu

dan memenuhi kriteria maka ia boleh menjadi hakim dan top leader (Perdana Mentri

atau Kepala Negara)187. Hal ini sesuai dengan firman Allah swt.:

ون نھ ی روف و مع ل ا ن ب و مر ض یأ ع ب لیاء و أ م بعضھ ات ؤمن الم و والمؤمنوناة ك الز ون ت ؤ ی ة و ال ون الص یقیم و كر ن الم ن ئك ع لھ أول سو ر و ون هللا ویطیع

یم ك زیز ح ع إن هللا هللا م ھ حم ر )9:٧١/التوبة(سیArtinya: ”Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka

(adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh(mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikanshalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya.mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah MahaPerkasa lagi Maha Bijaksana”.

Dalam ayat tersebut diatas, Allah swt. mempergunakan kata ”auliya”

(pemimpin), itu bukan hanya ditujukan kepada pihak laki-laki saja, tetapi keduanya

(laki-laki dan wanita) secara bersamaan. Berdasarkan ayat ini, perempuan juga bisa

187 Huzaemah Tahido Yanggo, Prof.Dr.Hj.,MA., Fiqih Perempuan Kontemporer,(Jakarta: Al-Mawardi Prima, 2001), cet. I., h. 73.

Page 97: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

97

97

menjadi pemimpin, yang penting dia mampu dan memenuhi syarat menjadi

pemimpin, yang penting dia mampu dan memenuhi kriteria sebagai seorang

pemimpin.

Sebab, menurut penulis, kekuasaan umum seperti jabatan kepala negara,

menteri, gubernur, bupati dan lain-lain, mengharuskan adanya suatu kompetensi yang

khusus, dan sesungguhnya kita tidak bisa menafikan bahwa wanita juga banyak yang

memiliki kompetensi tersebut serta berhak untuk mengemban beban tanggungjawab

fardu kifayah ini.

Selain itu juga, penulis menilai bahwa makna kekhawatiran kerugian,

kegoncangan dan dampak negatif lainnya dari Hadis Abu Bakrah yang mengatakan

bahwa kepemimpinan wanita itu akan mengalami kegoncangan atau kerugian, pada

saat ini mungkin sudah dapat teratasi dengan baik dalam sistem ketatanegaraan masa

kini, sebab jabatan presiden atau kepala negara saat ini, tidaklah menjadi kekuasaan

yang tertinggi. Akan tetapi saat ini sudah dikenal lembaga perwakilan rakyat yang

dikenal di Indonesia sebagai DPR, yaitu lembaga yang bertugas untuk membentuk

Undang-undang, mengontrol roda perjalanan pemerintahan. Disamping itu juga

terdapat pembantu-pembantu presiden yaitu menteri-menteri yang telah diamanati

untuk memegang salah satu kewajiban-kewajiban presiden.

Sehingga saat ini wanita memungkinkan untuk menjadi sosok top leader

atau kepala negara dikarenakan beban amanat yang diserahkan oleh masyarakat

kepadanya, kini dikerjakan secara berjama’ah. Dari sinilah nampaknya teori maslahat

mursalah Imam al-Thufi sesuai dengan asumsi penulis. Bahwa Imam al-Thufi dengan

Page 98: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

98

98

dengan pendekatan teori maslahah mursalahnya membolehkan wanita menjadi

seorang pemimpin suatu negara. Sebab al-Thufi menilai bahwa maslahah terbagi

menjadi maslahah duniawi dan ukhrawi. Pada maslahah yang duniawi menurut al-

Thufi, seorang mujthaid, dapat mendahulukannya walaupun bertentangan dengan

nash dan ijma’ seperti pada kasus kepala negara wanita yang merupakan urusan

duniawi. Sedangkan urusan ukhrawi atau ibadah, manusia tidak bisa ikut campur

tangan dalam menentukan aturan, dan batasan-batasannya, seperti perintah shalat

lima waktu, berpuasa di bulan ramadhan, dsb.

Disisi lain, penulis juga setuju dengan pendapat Imam Malik yang

tergabung dalam jumhur ulama yang mengatakan bahwa wanita tidak boleh

memegang kekuasaan sebagai imamah al-kubra. Hal itu dikarenakan imamah al-

kubra’ hanya terdapat pada pemerintahan khilafah; yaitu pemerintahan yang

memegang kekuasaan atas negara dan agama. Dan kini pemerintahan dengan sistem

khilafah tersebut tidak ada, hanya berupa negara-negara berbasis Islam atau mayoritas

Islam, tanpa menggunakan nama khalifah lagi. Wallahu a’alam bisshawab.

Page 99: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

99

99

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an al-Karim

Adi, Rianto, Metode Penelitian Hukum dan Sosial, Jakarta: Granit, 2004.

Asmani, Jamal Ma’mur &, Fiqh Sosial Kiai Sahal Mahfudz; Antara Konsep danImplementasi, Surabaya: Khalista, 2007.

Asmawi, MA, Perbandingan Ushul Fiqih, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006.

Asqalani, Ahmad Ibn Hajar al-, Fath al-Bari bi Syarh Shahih al-Bukhari, Kairo:Dar al-Rayyan li al-Turast, t.th.) juz. 7.

Buthi, Sa’id Ramadhan Al-, Dr. M., Dawâbit al-Maslahah, cetakan ke-6, Beirut:Muassasah Risalah, 1992.

Buthi, Muhammad Said Ramadhan al- dan Tizini, Tayyib Finding Islam: DialogTradisionalisme-Liberalisme Islam, terj. Ahmad Mulyadi dan ZuhairiMisrawi, Jakarta: Erlangga, 2002.

Depag RI, al-Qur’an dan Terjemahannya, (al-Madinah al-Munawwarah: Majma’Khadim al-Haramain al-Syarifain Malik Fadh li Thiba’ah al-Mushaf al-Syarif,1971.

Ghazali, Al-, Syifa al-Gazali fi Bayan al-Syibh wa al-Mukhil wa Masalik al-Ta’lil,Baghdad: Matba’ah al-Irsyad, 1971.

Hanafi, Ahmad, Pengantar dan Sejarah Hukum Islam, Jakarta: PT. Bulan Bintang,1984.

Harra, Sa’id, Al-Islam; Sistem Bermasyarakat dan Bernegara, Jakarta: Al-IslahyPress,tth

Hassan, Husein Hamid, Dr., Nazâriyat al-Maslahah fi al-Fiqh al-Islami, Cairo: Al-Mutanabbi, 1981.

Haroen, Nasrun, Drs.,H., MA., Ushul Fiqh 1, Jakarta: Logos, 1996.

Ibn Ali al-Rabiah, Abd al-Aziz Ibn Abd Rahman, Dr., Adillah al-Tasyri’ al-Mukhtalaf fi al-Ihtijaj bi ha, Birut: Muassasah al-Risalah, 1979.

Page 100: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

100

100

Ibn Abd al-Salam, Izzuddin, Qawaid al-Ahkam fi Masalih al-Anam, Kairo:al-Istiqamat, t.t..

Ibn Rusyd, Abu al-Walid Muhammad Ibn Ahmad Ibn Muhammad Ibn Ahmad,Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid, Kairo: Dar al-Hadis, 2004.

Imad, Ibnu al-, Syazarat az-Zahab fi Akhbari Man Zahab, Beirut : al-Maktabat-Tijari,t.t.

Izzat, Hibbah Rauf, Wanita dan Politik Pandangan Islam, terj. Bahruddin FannaniBandung: PT. Remaja Rosda Karya, 1997.

Jabiri, M. Abid al-, Post Tradisionalime Islam, terj. Ahmad Baso, Yogyakarta: L-KiS, 2000.

Jauziyyah, Ibn al-Qayyim Al-, I`lam al-Muwaqqi`in, juz III, Beirut: t.tp.,t.th.

Juwaini, Abd al-Malik ibn Yusuf Abu al-Ma'ali al-, Al-Burhan fi Usul al-Fiqh,Kairo: Dar al-Ansar,1400 H.

Katsir, Ibn, Tafsir Al-Qur’an al-Azhim, Bairut: Dar al-Fikr, tt.

Khallaf, Abdul Wahhab, Masâdir at-Tasyri'i al-Islâmi fi ma la Nassa fihi, Quwait:Dar al-Qalam,1972.

-------, Ilmu Ushul al-Fiqh, Quwait: Dar al-Qalam, tth.

Khan, Qamaruddin, Pemikiran Politik Ibn Taimiyyah, terj. Anas Mahyuddin,Bandung : Pustaka, 1983.

Kuntowijoyo, Identitas Politik Umat Islam, Bandung: Mizan, 1997.

Ma`luf, Louis, Kamus Munjid, Beirut: Dar al-Masyriq, 1977.

Mawardi, Abu al-Hasan al-, al-Ahkam al-Sulthaniyyah wa al-Wilayat al-Diniyyah,Kairo: al-Maktabah al-Taufiqiyyah, 1978.

Mu’allim, Amir dan Yusdani, Konfigurasi Pemikiran Hukum Islam, Yogyakarta:UII Press Indonesia, 1999.

Munawwir, Ahmad Warson, Al-Munawwir: Kamus Arab – Indonesia, Yogyakarta:Unit Pengadaan buku-buku Ilmiah Keagamaan, 1984.

Page 101: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

101

101

Nafis, HM. Cholis, Lc., Fiqh Politik, ed., Fiqh Progresif: Menjawab TantanganModernitas, (Jakarta: FKKU, 2003), h. 138.

Qadri, Anwar Ahmad, Islamic Jurisprudence in The Modern World, Pakistan: SH.Muhammad Ashraf Kashmir Bazar Lahore, t.t.

Qardhawi, Yusuf, Madkhal li Dirasah al-Syari’ah al-Islamiah, Cairo: MaktabahWahbah, tth.

Ridha, Rasyid, Tafsir al-Manar, Beirut: Dar al-Fikr, 1973.

Salih, Muhammad Adib, Masadir al-Tasyri` al-Islami wa Manahij al-Istimbat,Damsyid: Maktabah at-Ta`awujniyyah, 1967.

Sayih, Ahmad Abd al-Rahim al-, Risalah fi Ri'ayat al-Maslahah li al-Imam at-TufiMesir: Dar al-Misriyah li al-Bananiyah, 1993.

Stoddard, Lothrop, Dunia Baru Islam, terjemahan H.M. Muljadi Djojowartono,dkk.Jakarta: Panitia Penerbit,1966.

Syatibi, Abu Ishak Al-, al-I’tisham, Riyadh: Maktabah al-Riyadh al-Haditsah, t.th

---------, al-Muwafaqat fi Usul al-Syari`ah, tahqiq: Abdullah Darraz, Beirut: Dar al-Fikr,t.th. juz II.

Sjadzali, Munawir, Islam dan Tata Negara: Ajaran, Siyasah dan Pemikiran,Jakarta: UI Press, 1990. H. 176.

Syarqawi, Abdurrahman al-, A’immah al-Fiqh al-Tis’ah, terj. Al-Hamid al-Husaini,Bandung: Pustaka Hidayah, 2000.

Takariawan, Cahyadi, Fiqih Politik Perempuan, Solo: Era Intermedia, 2003

Umar, Nasaruddin, Argumen Kesetaraan Jender Perspektif Al-Qur’an,Jakarta:Paramadina, 1999.

Usman, Suparman, Prof.Dr.H.,SH., Hukum Islam; Asas-Asas dan Pengantar StudiHukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Gaya Media Pratama,2001.

Wahbah al-Zuhaili, Ushul al-Fiqh al-Islami, Damaskus: Dar al-Fikr, 2005.

Page 102: KONSEP MASLAHAH MURSALAH PADA KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11307/1/ABDUL... · Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif ... Dalam rangka mewujudkan

102

102

Zahrah, Muhammad Abu, Ibn Hanbal wa Asaruhu Arauhu wa Fiqhuhu, Mesir: Daral-Fikr al-Arabi, t.t.

---------, Ushul Fiqh, Mesir: Dar al-Fikr al-‘Arabi, t.th.

Yanggo, Huzaemah Tahido, Prof.Dr.Hj.,MA., Fiqih Perempuan Kontemporer,Jakarta: Al-Mawardi Prima, 2001, cet. I.

Zaid, Mustafa, al-Maslahah fi at-Tasyri'i al-Islâmi wa Najamuddin at-Tufi, Mesir:Dar al-Fikr al-Arabi, 1954.

MAKALAH

Nasikun, Bolehkah Wanita Menjadi Pemimpin Pemerintahan, Makalah DiskusiIlmiah Dosen Tetap IAIN Sunan Kalijaga, Th. ke-11, 1988/1989, 23Desember 1988, h.8

SUMBER INTERNET

http://www.gaulislam.com/kepemimpinan-perempuan-dalam-pandangan-islam

http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/s/soeharto/mti/24/depthnews_13.shtml