konsep askep tetanus
DESCRIPTION
nttvt rvtyt 6vrgtb v6ty7u b5rg4cer gvrdvtf bgyuhnt fvrtybu. ybtvrt ftybn vbtyugr.TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium tetani, bermanifestasi sebagai kejang otot paroksismal, diikuti kekakuan otot seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu tampak pada otot masseter dan otot-otot rangka.
Penyebab penyakit seperti pada tetanus neonatorum, yaitu Clostridium tetani yang hidup anaerob, berbentuk spora selama di luar tubuh manusia, tersebar luas di tanah. Juga terdapat di tempat yang kotor, besi berkarat sampai pada tusuk sate bekas. Basil ini bila kondisinya baik (di dalam tubuh manusia) akan mengeluarkan toksin. Toksin ini dapat menghancurkan sel darah merah, merusak leukosit dan merupakan tetanospasmin, yaitu toksin yang neurotropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan spasme otot.
Penyakit tetanus kebanyakan terdapat pada anak anak yang belum pernah mendapatkan imunisasi tetanus (DPT), dan pada umumnya terdapat pada anak dari keluarga yang belum mengerti pentingnya imunisasi dan pemeliharaan kesehatan, seperti kebersihan lingkungan dan perorangan.
Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis akan menjelaskan secara lebih mendalam mengenai konsep teori dan konsep asuhan keperawatan pada anak dengan penyakit tetanus.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan memahami konsep dasar penyakit Tetanus dan konsep asuhan keperawatan pada anak dengan penyakit Tetanus
1.2.2 Tujuan Khusus
Mengetahui dan memahami Pengertian dari Tetanus
Mengetahui Etiologi dari Tetanus
Mengetahui Patofisiologi dari Tetanus
Mengetahui Tanda dan gejala dari Tetanus
Mengetahui Gambaran Umum yang Khas pada Tetanus
Mengetahui Pemeriksaan Diagnostik pada Tetanus
Mengetahui Komplikasi pada Tetanus
Mengetahui Prognosa dari Tetanus
Mengetahui Pencegahan dari Tetanus
Mengetahui Penatalaksanaan pada Tetanus
Mengetahui Asuhan Keperwatan pada pasien anak dengan Tetanus
1.3 Manfaat
1.3.1 Bagi penulis
Dengan adanya penulisan makalah ini diharapkan penulis mampu menjelaskan dan menguraikan mengenai konsep dasar penyakit tetanus serta konsep asuhan keperawatan dengan penyakit tetanus
1.3.2 Bagi profesi keperawatan
Dengan adanya penulisan makalah ini diharapkan para perawat professional mampu memahami serta mampu mengaplikasikan asuhan keperawatan yang akan disesuaikan dengan keadaan pasien yang ditemui.
1.3.3 Bagi penulisan yang akan datang
Hasil penulisan makalah ini diharapkan dat dijadikan acuan baik sebagai bahan referensi dan literatur serta perbandingan dengan teori-teori lain yang relevan.
BAB II
TNJAUAN PUSTAKA
2.1 KONSEP DASAR PENYAKIT TETANUS
2.1.1 Definisi Penyakit Tetanus
Penyakit tetanus adalah salah satupenyakit infeksiyang berbahaya karena dapat berdampak atau mempengaruhisistem urat sarafdanotot.
Katatetanusdiambil daribahasa Yunaniyaitutetanosdariteineinyang berarti menegang.
Penyakit ini adalah penyakit infeksi dimana spasme otot tonik dan hiperrefleksia menyebabkan trismus ( Lockjaw), spasme otot umum, melengkungnya punggung (Opistotonus), spasme glotal, kejang dan spasme dan paralisis pernapasan.
(http:// likalikuluke.multiply.com/journal/item/9+pengertian+Tetanus)
Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh toksin kuman klostridium tetani, yang bermanifestasi dengan kejang otot secara paroksismal dan diikuti kekakuan seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu tampak pada otot masester dan otot rangka.
Klostridium tetani adalah kuman yang mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik ( tetanus spasmin ), yang mula mula akan menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat. Tetani yang didukung oleh adanya luka yang dalam dengan perawatan yang salah. Selain di luar tubuh manusia, tersebar luas di tanah. Juga terdapat di tempat yang kotor, besi berkarat sampai pada tusuk sate bekas. Jika kondisi basil baik ( di dalam tubuh manusia ) akan mengeluarkan toksin. Toksin ini dapat menghancurkan sel darah merah, merusak leukosit, dan merupakan tetanospasmin, yaitu toksin yang neurotropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan spasme otot. ( Muttaqin 2008, p. 23 )
Penyakit tetanus kebanyakan terdapat pada anak anak yang belum pernah mendapatkan imunisasi tetanus ( DPT ), dan pada umumnya terdapat pada anak dari keluarga yang belum mengerti pentingnya imunisasi dan pemeliharaan kesehatan, seperti kebersihan lingkungan dan perorangan. Penyebab penyakit seperti pada tetanus neonatorum, yaitu : Clostridium tetani yang hidup anaerob, berbentuk spora selama di luar tubuh manusia, tersebar luas di tanah. Juga terdapat di tempat yang kotor, besi berkarat sampai pada tusuk sate bekas. Basil ini bila kondisinya baik ( di dalam tubuh manusia ) akan mengeluarkan toksin. Toksin ini dapat menghancurkan sel darah merah, merusak leukosit dan merupakan tetanospasmin, yaitu toksin yang neurotropik yang menyebabkan ketegangan dan spasme otot. ( Ngastiyah 2005, p. 158 )
2.1.2 Etiologi Penyakit Tetanus
Adapun Penyebab penyakit dari penyakit tetanus, yaitu : Clostridium tetani yang hidup anaerob, berbentuk spora selama di luar tubuh manusia, tersebar luas di tanah. Juga terdapat di tempat yang kotor, besi berkarat sampai pada tusuk sate bekas. Basil ini bila kondisinya baik ( di dalam tubuh manusia ) akan mengeluarkan toksin. Toksin ini dapat menghancurkan sel darah merah, merusak leukosit dan merupakan tetanospasmin, yaitu toksin yang neurotropik yang menyebabkan ketegangan dan spasme otot.
( Ngastiyah 2005, p. 158 )
Clostridium tetaniadalah kuman berbentuk batang, ramping, berukuran 2 - 5 x 0,4 0,5 milimikron. Kuman ini berspora termasuk golongan Gram positif dan hidupnya anaerob. Spora dewasa mempunyai bagian yang berbentuk bulat yang letaknya di ujung, penabuh genderang (drum stick). Kuman mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik. Toksin ini (tetanospasmin) mula - mula akan menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat. Toksin ini labil pada pemanasan, pada suhu 650C akan hancur dalam 5 menit. Di samping itu, terdapat pula tetanolisinyang bersifat hemolisis, yang perannya kurang berarti dalam proses penyakit. (http:// likalikuluke.multiply.com/journal/item/9+pengertian+Tetanus)
Selain penyebab di atas, dapat dilihat pula factor pendukung atau faktor predisposisi pada penyakit tetanus, antara lain : Usia anak-anak, luka yang dalam dan kotor, serta keadaan belum terimunisasi.
2.1.3 Manifestasi Klinis
Pada pasien yang mengalami tetanus, dapat dilihat beberapa tanda dan gejala atau manifestasi klinis, ( Ngastiyah 2005, p. 159 160 ), antara lain sebagai berikut :
Trismus ( kesukaran membuka mulut ) karena spasme otot - otot mastikatoris
Kaku kuduk sampai opistotonus ( karena ketegangan otot-otot trunki )
Ketegangan pada otot dinding perut
Kejang tonik terutama bila dirangsang karena toksin yang terdapat pada cornu anterior
Risus sardonikus karena spasme otot - otot muka ( alis tertarik ke atas ) sudut mulut tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi.
Kesukaran menelan, gelisah, irritabel, mudah dan sensitif pada rangsangan eksternal, nyeri kepala, nyeri anggota badan sering merupakan gejala dini.
Laringospasme dan tetani predisposisi untuk respiratory arrest, atelektasis dan pneumonia
Demam biasanya tidak ada atau ada tapi ringan. Bila ada demam kemungkinan prognosis buruk.
Tenderness pada otot otot leher dan rahang.
Selain manifestasi klinis di atas, adapungambaran umum yang khas pada penderita penyakit tetanus, antara lain :
Badan kaku dengan epistotonus
Tungkai dalam ekstensi
Lengan kaku dan tangan mengepal
Biasanya keasadaran tetap baik
Serangan timbul proksimal dan dapat dicetuskan oleh karena :
a. Rangsang suara, rangsang cahaya, rangsang sentuhan, spontan.
b. Karena kontriksi sangat kuat. Dapat terjadi aspiksia, sianosis, retensi urine, fraktur vertebralis ( pada anak-anak ), demam ringan dengan stadium akhir. Pada saat kejang suhu dapat naik 2 - 4 derakat celsius dari normal, diaphoresis, takikardia dan sulit menelan.
2.1.4 Patofisiologi
Penyakit tetanus terjadi karena adanya luka pada tubuh seperti : luka tertusuk paku, pecahan kaca, atau kaleng, luka tembak, luka bakar, luka yang kotor dan pada bayi dapat melalui tali pusat. Tetanus dapat terjadi bilamana tubuh mengalami luka dan kebanyakan luka tusuk yang dalam misalnya tertusuk paku, pecahan kaca, terkena kaleng, atau luka yang menjadi kotor; karena terjatuh di tempat yang kotor atau kecelakaan dan timbul luka yang tertutup debu/kotoran. Juga dapat terjadi pada kondisi luka bakar dan patah tulang terbuka. Luka yang kotor/ tertutup memungkinkan keadaan anaerob yang ideal untuk pertumbuhan Clostridium tetani. Sebagai portal/ jalan masuk lainnya dapat juga luka gores yang ringan kemudian menjadi bernanah; gigi berlubang yang dikorek dengan benda yang kotor atau luka yang dibersihkan dengan kain yang kotor.
Organisme multiple membentuk dua toksin yaitu tetanospasmin yang merupakan toksin kuat dan atau neurotropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan spasme otot, dan mempengaruhi system saraf pusat. Kemudian tetanolsin yang tampaknya tidak significance. Hipotesa cara absorbsi dan bekerjanya toksin adalah Pertama, toksin diabsorbsi pada ujung saraf motorik dan melalui aksis silindrik dibawa ke kornu anterior susunan saraf pusat. Kedua, Toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk ke dalam sirkulasi darah arteri kemudian masuk ke dalam susunan saraf pusat. Toksin tersebut bersifat seperti antigen, sangat mudah diikat oleh jaringan saraf dan bila dalam keadaan terikat tidak dapat lagi dinetralkan oleh antitoksin spesifik. Tetapi toksin yang bebas dalam peredaran darah sangat mudah dinetralkan oleh antitoksin. Hal ini penting untuk pencegahan dan pengobatan penyakit tetanus ini. Toksin bereaksi pada myoneural junction yang menghasilkan otot menjadi kejang dan mudah sekali terangsang. Masa inkubasi 2 hari sampai 2 bulan dan rata rata 10 hari. Kasus yang sering terjadi adalah 14 hari. Sedangkan untuk neonatus biasanya pada hari ke - 5 sampai hari ke - 14. ( Ngastiyah 2005, p. 158 )
Patofisiologi
2.1.5 Komplikasi Penyakit Tetanus
Keadaan tetanus pada anak dapat berdampak pada beberapa kondisi berikut ( Ngastiyah 2005, p. 159 ), antara lain :
Spasme otot faring
Asfiksia
Atelektasis karena obstruksi secret dan pneumonia
Fraktur kompresi
2.1.6 Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan fisik, adanya luka dan ketegangan otot yang khas terutama pada rahang
Pemeriksaan darah ( kalsium dan fosfat )
Pemeriksaan darah leukosit 8.000-12.000 m/L, peninggian tekanan otak, deteksi kuman
Pemeriksaan ECG dapat terlihat gambaran aritmia ventrikuler
2.1.7 Penatalaksanaa Terapeutik
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada pasien anak dengan penyakit tetanus (Suriadi, 2010), antara lain :
Dirawat di ruang perawatan intensif
Pemberian ATS 20.000 U secara IM didahului oleh uji kulit dan mata
Antikejang dan penenang (fenobarbital bila kejang hebat, diazepam, largakttil )
Antibiotik ( PP 50.000 U/KgBB/hari )
Diit tinggi kalori dan protein
Perawatan Isolasi
Pemberian oksigen pemasangan NGT bila perlu intubasi dan trakeostomi bila indikasi
Pemberian terapi intravena bila indikasi
2.1.8 Pencegahanpada Tetanus
Pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah penyakit tetanus, antara lain :
Anak mendapatkan imunisasi DPT diusia 3-11 Bulan
Ibu hamil mendapatkan suntikan TT minimal 2 X
Pencegahan terjadinya luka & merawat luka secara adekuat
Pemberian anti tetanus serum.
Bersihkan area/ Pert d entree dengan larutan H202 3%
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan pada Pasien Anak dengan Tetanus
2.2.1 Pengkajian Keperawatan
a. Pengkajian
Identitas pasien : nama, umur, tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, tanggal masuk, tanggal pengkajian, diagnosa medik, rencana terapi
Identitas orang tua:
Ayah : nama, usia, pendidikan, pekerjaan, agama, alamat.
Ibu : nama, usia, pendidikan, pekerjaan, agama, alamat
Identitas sudara kandung
b. Keluhan utama/alasan masuk RS.
c. Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat kesehatan masa lalu
Ante natal care
Natal
Post natal care
Riwayat kesehatan keluarga
d. Riwayat imunisasi
e. Riwayat tumbuh kembang
Pertumbuhan fisik
Perkembangan tiap tahap
f. Riwayat Nutrisi
Pemberin ASI
Susu Formula
Pemberian makanan tambahan
Pola perubahan nutrisi tiap tahap usia sampai nutrisi saat ini
g. Riwayat Psikososial
h. Riwayat Spiritual
i. Reaksi Hospitalisasi ( Pemahaman keluarga tentang sakit yang rawat nginap )
j. Aktifitas sehari-hari
Nutrisi
Cairan
Eliminasi BAB/BAK
Istirahat tidur
Olahraga
Personal Hygiene
Aktifitas/mobilitas fisik
Rekreasi
k. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum klien
Tanda-tanda vital
Antropometri
Sistem pernafasan
Sistem Cardio Vaskuler
Sistem Pencernaan
Sistem Indra
Sistem muskulo skeletal
Sistem integument
Sistem Endokrin
Sistem perkemihan
Sistem reproduksi
Sistem imun
Sistem saraf : Fungsi cerebral, fungsi kranial, fungsi motorik, fungsi sensorik, fungsi cerebelum, refleks, iritasi meningen
l. Pemeriksaan tingkat perkembangan
0 sampai 6 tahun dengan menggunakan DDST ( Motorik kasar, motorik halus, bahasa, personal sosial )
6 tahun ke atas ( Perkembangan Kognitif, Psikoseksual, Psikososial)
m. Tes Diagnostik
n. Terapi
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
a. Kebersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sputum pada trakea dan spame otot pernafasan.
b. Gangguan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat spasme otot-otot pernafasan.
c. Ketidakseimbangan volume cairan tubuh : Kurang cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang kurang dan oliguria
d. Perubahan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan efeks toksin (bakterimia)
e. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kekakuan otot pengunyah
f. Risiko terjadi trauma / jatuh berhubungan dengan sering kejang
g. Gangguan pemenuhan kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan kondisi lemah dan sering kejang
h. Kurangnya pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakit tetanus dan penanggulangannya berhubungan dengan kurangnya informasi.
i. Kurangnya kebutuhan istirahat berhubungan dengan seringnya kejang
2.2.3Intervensi Keperawatan
a. Kebersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sputum pada trakea dan spasme otot pernafasan, ditandai dengan ronchi, sianosis, dyspneu, batuk tidak efektif disertai dengan sputum dan atau lendir, hasil pemeriksaan lab, Analisa Gasa Darah Abnormal (Asidosis Respiratorik)
Goal : Pasien akan mempertahankan keefektifan jalan nafas
Kriteria hasil : Klien tidak sesak, lendir atau sleam tidak ada, Pernafasan 16-18 kali/menit, tidak ada pernafasan cuping hidung, tidak ada tambahan otot pernafasan, hasil pemeriksaan laboratorium darah Analisa Gas Darah dalam batas normal ( pH= 7,35-7,45 ; PCO2 = 35 - 45 mmHg, PO2 = 80 - 100 mmHg )
No
Intervensi
Rasional
1
Bebaskan jalan nafas dengan mengatur posisi kepala ekstensi
Secara anatomi posisi kepala ekstensi merupakan cara untuk meluruskan rongga pernafasan sehingga proses respiransi tetap berjalan lancar dengan menyingkirkan pembuntuan jalan nafas.
2
Pemeriksaan fisik dengan cara auskultasi mendengarkan suara nafas (adakah ronchi) tiap 2-4 jam sekali
Ronchi menunjukkan adanya gangguan pernafasan akibat atas cairan atau sekret yang menutupi sebagian dari saluran pernafasan sehingga perlu dikeluarkan untuk mengoptimalkan jalan nafas.
3
Bersihkan mulut dan saluran nafas dari sekret dan lendir dengan melakukan suction
Suction merupakan tindakan bantuan untuk mengeluarkan sekret, sehingga mempermudah proses respirasi
4
Oksigenasi
Pemberian oksigen secara adequat dapat mensuplai dan memberikan cadangan oksigen, sehingga mencegah terjadinya hipoksia.
5
Observasi tanda-tanda vital tiap 2 jam
Dyspneu, sianosis merupakan tanda terjadinya gangguan nafas disertai dengan kerja jantung yang menurun timbul takikardia dan capilary refill time yang memanjang/lama.
6
Observasi timbulnya gagal nafas.
Ketidakmampuan tubuh dalam proses respirasi diperlukan intervensi yang kritis dengan menggunakan alat bantu pernafasan (mekanical ventilation)
7
Kolaborasi dalam pemberian obat pengencer sekresi ( mukolitik )
Obat mukolitik dapat mengencerkan sekret yang kental sehingga mempermudah pengeluaran dan memcegah kekentalan
b. Gangguan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat spasme otot-otot pernafasan, yang ditandai dengan kejang rangsanng, kontraksi otot-otot pernafasan, adanya lendir dan sekret yang menumpuk
Goal : Pasien akan mempertahankan pola nafas yang efektif
Kriteria : Hipoksemia teratasi, mengalami perbaikan pemenuhan kebutuhan oksigen, tidak sesak napas, pernafasan normal 16 - 18 kali/menit, tidak sianosis.
No
Intervensi
Rasional
1
Monitor irama pernafasan dan respirati rate
Indikasi adanya penyimpangan atau kelaianan dari pernafasan dapat dilihat dari frekuensi, jenis pernafasan,kemampuan dan irama nafas.
2
Atur posisi luruskan jalan nafas.
Jalan nafas yang longgar dan tidak ada sumbatan proses respirasi dapat berjalan dengan lancar.
3
Observasi tanda dan gejala sianosis
Sianosis merupakan salah satu tanda manifestasi ketidakadekuatan suply O2 pada jaringan tubuh perifer
4
Oksigenasi
Pemberian oksigen secara adequat dapat mensuplai dan memberikan cadangan oksigen, sehingga mencegah terjadinya hipoksia
5
Observasi tanda-tanda vital tiap 2 jam
Dyspneu, sianosis merupakan tanda terjadinya gangguan nafas disertai dengan kerja jantung yang menurun timbul takikardia dan capilary refill time yang memanjang/lama.
6
Observasi timbulnya gagal nafas.
Ketidakmampuan tubuh dalam proses respirasi diperlukan intervensi yang kritis dengan menggunakan alat bantu pernafasan (mekanical ventilation).
7
Kolaborasi dalam pemeriksaan analisa gas darah.
Kompensasi tubuh terhadap gangguan proses difusi dan perfusi jaringan dapat
c. Ketidakseimbangan Volume Cairan Tubuh : Defisit velume cairan berhubungan dengan intake cairan tidak adekuat
Goal : Pasien akan mempertahankan keseimbangan velume cairan
Kriteria hasil: Membran mukosa lembab, turgor kulit baik, intake dan output seimbang
No.
Intervensi
Rasional
1
Kaji intake dan out put setiap 24 jam
Memberikan informasi tentang status cairan /volume sirkulasi dan kebutuhan penggantian
2
Kaji tanda-tanda dehidrasi, membran mukosa, dan turgor kulit setiap 24 jam
Indikator keadekuatan sirkulasi perifer dan hidrasi seluler
3
Berikan dan pertahankan intake oral dan parenteral sesuai indikasi ( infus 12 tts/m, NGT 40 cc/4 jam) dan disesuaikan dengan perkembangan kondisi pasien
Mempertahankan kebutuhan cairan tubuh
4
Monitor berat jenis urine dan pengeluarannya
Mempertahankan intake nutrisi untuk kebutuhan tubuh
5
Pertahankan kepatenan NGT
Penurunan keluaran urine pekat dan peningkatan berat jenis urine diduga dehidrasi/ peningkatan kebutuhan cairan
d. Perubahan Suhu Tubuh : Hipertermia berhubungan dengan efeks toksin ( bakterimia ) yang ditandai dengan suhu tubuh 38 40oC, hiperhidrasi, sel darah putih lebih dari 10.000 /mm3
Goal: Pasien akan mempertahankan suhu tubuh yang normal
Kriteria : 36-37oC, hasil lab sel darah putih (leukosit) antara 5.000-10.000/mm3
No
Intervensi
Rasional
1
Atur suhu lingkungan yang nyaman.
Iklim lingkungan dapat mempengaruhi kondisi dan suhu tubuh individu sebagai suatu proses adaptasi melalui proses evaporasi dan konveksi.
2
Pantau suhu tubuh tiap 2 jam
Identifikasi perkembangan gejala-gajala ke arah syok exhaution
3
Berikan hidrasi atau minum ysng cukup adequate
Cairan-cairan membantu menyegarkan badan dan merupakan kompresi badan dari dalam
4
Lakukan tindakan teknik aseptik dan antiseptik pada perawatan luka.
Perawatan lukan mengeleminasi kemungkinan toksin yang masih berada disekitar luka.
5
Berikan kompres dingin bila tidak terjadi ekternal rangsangan kejang.
Kompres dingin merupakan salah satu cara untuk menurunkan suhu tubuh dengan cara proses konduksi.
6
Laksanakan program pengobatan antibiotik dan antipieretik
Obat-obat antibakterial dapat mempunyai spektrum lluas untuk mengobati bakteeerria gram positif atau bakteria gram negatif. Antipieretik bekerja sebagai proses termoregulasi untuk mengantisipasi panas.
7
Kolaboratif dalam pemeriksaan lab leukosit.
Hasil pemeriksaan leukosit yang meningkat lebih dari 10.000 /mm3 mengindikasikan adanya infeksi dan atau untuk mengikuti perkembangan pengobatan yang diprogramkan
e. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kekakuan otot pengunyah yang ditandai dengan intake kurang, makan dan minuman yang masuk lewat mulut kembali lagi dapat melalui hidung dan berat badan menurun ddiserta hasil pemeriksaan protein atau albumin kurang dari 3,5 mg%.
Goal: Pasien akan meningkatkan asupan nutrisi yang adekuat
Kriteria: BB optimal, intake adekuat, hasil pemeriksaan albumin 3,5-5 mg %
No.
Intervensi
Rasional
1
Jelaskan faktor yang mempengaruhi kesulitan dalam makan dan pentingnya makanabagi tubuh
Dampak dari tetanus adalah adanya kekakuan dari otot pengunyah sehingga klien mengalami kesulitan menelan dan kadang timbul refflek balik atau kesedak. Dengan tingkat pengetahuan yang adequat diharapkan klien dapat berpartsipatif dan kooperatif dalam program diit.
2
Kolaboratif :
Pemberian diit TKTP cair, lunak atau bubur kasar.
Pemberian carian per IV line
Pemasangan NGT bila perlu
Diit yang diberikan sesuai dengan keadaan klien dari tingkat membuka mulut dan proses mengunyah.
Pemberian cairan perinfus diberikan pada klien dengan ketidakmampuan mengunyak atau tidak bisa makan lewat mulut sehingga kebutuhan nutrisi terpenuhi.
NGT dapat berfungsi sebagai masuknya makanan juga untuk memberikan obat
f. Resiko Trauma berhubungan dengan aktifitas kejang
Goal : Pasien tidak akan mengalami Trauma/ Trauma tidak terjadi
Kriteria Hasil: Pasien tidur dengan tempat tidur yang terpasang pengaman
No
Intervensi
Rasional
1
Identifikasi dan hindari faktor pencetus
Menghindari kemungkinan terjadinya cedera akibat dari stimulus kejang
2
Tempatkan pasien pada tempat tidur pada pasien yang memakai pengaman
Menurunkan kemungkinan adanya trauma jika terjadi kejang
3
Sediakan disamping tempat tidur tongue spatel
Antisipasi dini pertolongan kejang akan mengurangi resiko yang dapat memperberat kondisi klien
4
Lindungi pasien pada saat kejang
Mencegah terjadinya benturan/trauma yang memungkinkan terjadinya cedera fisik
5
Catat penyebab mulai terjadinya kejang
Pendokumentasian yang akurat, memudah-kan pengontrolan dan identifikasi kejang
g. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan penatalaksanaan gangguan kejang
Goal : Orang tua pasien akan meningkatkan pengetahuan
Kriteria Hasil: Orang tua pasien dapat menjawab dan menjelaskan factor pencetus dari kejang, serta penanganannya
No
Intervensi
Rasional
1
Jelaskan tentang hal hal yang merangsang kejang; suara, sentuhan sentuhan, sinar atau lampu yang sangat terang
Agar orang tua pasien dapat menghindarkan pasien dari factor pencetus kejangnya
2
Jelaskan tentang penanganan kejang untuk menghindari injury seperti pasang sudip lidah, miringkan kepala ke samping untuk drainage
Penanganan awal untuk mencegah keadaan cedera yang lebih fatal
3
Jelaskan agar lingkungan tetap tenang
Lingkungan yang tenang meminimalkan stressor yang diterima oleh pasien
4
Jelaskan perawatan yang perlu dilakukan oleh orang tua dalam memenuhi kebutuhan sehari hari
Penambahan informasi kepada orang terhadap pemenuhan kebutuhan sehari hari
h. Resiko tinggi kejang berulang yang berhubungan dengan dengan kejang rangsang ( terhadap visual, suara, dan taktil )
Goal: Dalam waktu 3 X 24 jam, perawatan risiko kejang tidak terjadi
Kriteria Hasil: Pasien tidak mengalami kejang
No
Intervensi
Rasional
1
Kaji stimulus kejang
Stimulus kejang pada tetanus adalah rangsang cahaya dan peningkatan suhu tubuh
2
Hindarkan stimulus cahhaya, kalau perlu pasien di tempatkan pada ruangan dengan pencahayaan yang kurang
Penurunan rangsang cahaya dapat membantu menurunkan stimulus rangsang kejang
3
Pertahankan bedrest total selama fase akut
Mengurangi resiko jatuk/ terluka jika vertigo, sincope, dan ataksia
4
Kolaborasi pemberian terapi : Diazepam, phenobarbital
Untuk mencegah atau mengurangi kejang.
Catatan : Phenobarbital dapat menyebabkan respiratorius depresi dan sedasi
2.2.4 Implementasi Keperawatan
Lakukanlah apa yang harus anda lakukan pada saat bertemu pasien. Dan catat atau dokumentasi apa yang telah anda lakukan tidakan pada pasien.
2.2.5 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi semua tindakan yang telah anda berikan pada pasien. Jika dengan tindakan yang diberikan pasien mengalami perubahan menjadi lebih baik. Maka tindakan dapat dihentikan. apabila sebaliknya keadaan pasien menjadi lebih buruk, kemungkinan besar tindakan harus mengalami perubahan atau perbaikan
2.2.6 Pendidikan Kesehatan
Rencana Pemulangan
a. Jelaskan perawatan yang diperlukan; pemenuhan kebutuhan sehari-hari
b. Jelaskan pentingnya konsumsi makanan tinggi kalori dan protein
c. Bila ada gangguan mobilitas fisik ajarkan untuk ROM di rumah.
DAFTAR PUSTAKA
Ngastiyah, 2005. Perawatan Anak Sakit. Penerbit EGC : Jakarta
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar asuhan Keperawatan klien Dengan Gangguan Sistem Persyarafan. Penerbit Salemba Medika : Jakarta
Suasana yang memugkinkan organisme anaerob colistridium tetani berproliferasi disebabkan keadaan prt the entry antara lain : luka tusuk dalam dan kotor serta belum terimunisasi, luka karena laulintas, luka bakar, luka tembak, gigitan hewan atau manusia, gigi berlubang, lesi pada mata, infeksi telinga, tonsil, perawatan luka atau tali pusat yang tidak baik
Colistridium tetani mengeluarkan toksin, toksin diabsorbsi pada ujung saraf motorik dan melalui sumbu silindrik ke SSP
Dari susunan linfatik ke sirkulasi darah arteri dan masuk ke SSP
Toksin bersifat neurotoksik atau tetanospasmin, tetanulisin, menghancurkan sel darah merah, merusak leukosit
Perubahan fisiologis intrakranial
Penekanan area fokal kortikal
Kejang tonik umum, kejang rangsang(terhadap visula, suara, taktil), kejang spontan, kejang pada abdomen, retensi urine.
Peningkatan permeabilitas darah dari otak
Kesulitan membuka mulut, (trismus), kaku kuduk,( epistotonus), kaku dinding perut (perut papan), dan kaku tulang belakang
Sulit menelan atau menyusu
Intake nutrisi tidak adekuat
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
Resiko tinggi trauma/cedera
Resiko kejang berulang
Koping tidak efektif
Kecemasan
Perubahan eliminasi urine dan alvi
Perubahan Mobilitas fisik
Penurunan Kemampuan batuk
Gangguan pemenuhan eliminasi urine dan alvi
Gangguan mobilitas fisik
Gangguan ADL
Bersihan jalan napas tidak efektif
Proses inflamasi di jaringan otak (peningkatan suhu tubuh) perubahan tingkat kesadaran, perubahan frekuensi nadi
Peningkatan sekret dan penurunan kemampuan batuk
Hipertermi
Penurunan tingkat kesadaran, penurunan perfusi jaringan otak
Koma