konsep al-qur’an tentang fitrah dan kaitannya denga teori belajar mengajar
TRANSCRIPT
![Page 1: Konsep Al-qur’an tentang Fitrah dan Kaitannya denga teori Belajar Mengajar](https://reader036.vdocuments.mx/reader036/viewer/2022082323/55cf98a5550346d03398ddb5/html5/thumbnails/1.jpg)
BAB I
PENDAHULUAN
Setiap manusia dapat memperoleh pendidikan dan hasil belajar
yang baik sesuai dengan petunjuk agama. Dalam hal ini, agama Islam
dengan al-Qur’an sebagai sumber utamanya menuntut penganutnya untuk
memperdalam ilmu pengetahuannya, sesuai dengan tabiat agama. Ini
berarti bahwa teori-teori aliran kependidikan yakni teori nativisme,
empirisme, dan kovergensi bukan menjadi acuan konsep pendidikan al-
Qur’an. Namun al-Qur’an lah yang memberikan konsep terhadap aliran-
aliran pendidikan tersebut.
1
![Page 2: Konsep Al-qur’an tentang Fitrah dan Kaitannya denga teori Belajar Mengajar](https://reader036.vdocuments.mx/reader036/viewer/2022082323/55cf98a5550346d03398ddb5/html5/thumbnails/2.jpg)
2
BAB I
PEMBAHASAN
A. Konsep Al-qur’an tentang Fitrah dan Kaitannya denga teori
Belajar Mengajar
Teori Fitrah yang digali dari sumbe al-Qur’an dan hadits. Teori ini
memandang manusia secara utuh berupa jasmani dan rohani dalam
pendidikan. Teori ini juga meyakini adanya anugrah dari Allah pencipta
manusia. “Allah memberikan seperangkat kemampuan dasar yang
memiliki kecenderungan berkembang. Dalam psikologis, kecenderungan
ini disebut potensialitas atau disposisi yang menurut aliran psikologi
behaviorisme disebut prepotence reflexes (kemampuan dasar yang
secara otomatis dapat berkembang).”1
Menurut al-Qur’an, tabiat manusia adalah homo religious (makhluk
beragama) yang sejak lahirnya membawa suatu kecenderungan
beragama. Dalam hal ini, pada QS. al-Rum (30): 30 Allah berfirman :
�َك� َذ�ِل �ِه� اِلَّل َّل�ِق� �َخ� ِل �ِد�يَل� �ْب َت اَل� �َه�ا �ْي َع�َّل �اَس� اِلَّن َف�َط�َر� �ي �ِت اِل �ِه� اِلَّل َة� َف�َط�َر� �ْيًف�ا َّن َح� �َّلِد#يِن� ِل َو�ْج�َه�َك� ِق�ْم�� َف�َأ
�ُم+وَن� �ْع�َّل ي اَل� �اَس� اِلَّن �َر� �َث ْك� َأ �ِك�ِن� َو�ِل #ْم+ �َق�ْي اِل اِلِد#يِن+
"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah);
(tetaplah di atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut
1 H.M. Arifin, Ilmu Pendidikan dalam Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan interdisipliner, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), h. 88.
2
![Page 3: Konsep Al-qur’an tentang Fitrah dan Kaitannya denga teori Belajar Mengajar](https://reader036.vdocuments.mx/reader036/viewer/2022082323/55cf98a5550346d03398ddb5/html5/thumbnails/3.jpg)
3
fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang
lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui".
Term fitrah dalam ayat di atas, mengandung interpretasi bahwa manusia
diciptakan oleh Allah mempunyai naluri beragama, yakni agama tauhid.
Potensi fitrah Allah pada diri manusia ini menyebabkannya selalu mencari
realitas mutlak, dengan cara mengekspresikannya dalam bentuk sikap,
cara berpikir dan bertingkah laku. Karena sikap ini manusia disebut juga
sebagaihomo educandum (makhluk yang dapat didik)
dan homo education (makhluk pendidik), karena pendidikan baginya
adalah suatu keharusan guna mewujudkan kualitas dan integritas
kepribadian yang utuh.
Posisi manusia sebagai homo religious dan homo educandum serta homo
educationsebagaimana disebutkan di atas, mengindikasikan bahwa sikap
kegiatan belajar bagi setiap manusia dapat diarahkan melalui proses
pendidikan dengan memandang fitrah sebagai obyek yang harus
dikembangkan dan disempurnakan, dengan cara membimbing dan
mengasuhnya agar dapat memahami, menghayati dan mengamalkan
ajaran-ajaran keagamaan (Islam) secara universal. Dalam hal ini, al-
Qur’an maupun hadis meskipun tidak secara eksplisit membicarakan
tentang konsep dasar keberagamaan yang dimaksud, tetapi secara
implisit dari konteks ayat maupun hadis terdapat petunjuk yang mengarah
tentang pendidikan keberagamaan. Misalnya saja, dalam QS. al-Tahrim
(66) : 6 Allah berfirman:
![Page 4: Konsep Al-qur’an tentang Fitrah dan Kaitannya denga teori Belajar Mengajar](https://reader036.vdocuments.mx/reader036/viewer/2022082323/55cf98a5550346d03398ddb5/html5/thumbnails/4.jpg)
4
نارا َوَأهَّلْيِكْم َأنًفسِكْم ِقوا آمَّنوا اِلذيِن ياَأيَها
"Hai orang-orang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari
neraka…"
Muatan ayat tersebut sebagai motivasi bagi setiap orang tua
(khususnya orang-orang beriman) untuk selalu mengawasi anak-anak
mereka dalam aspek pendidikan, karena anak-anak atau keluarga
merupakan sebagai bagian terpenting dari struktur rumah tangga. Dengan
kata lain, orang tua hendaknya tidak mengabaikan kewajiban edukatifnya,
yakni memelihara, membimbing dan mendidik anak-anaknya menjadi
anggota keluarga yang senang pada kebaikan dan menjauhi kemaksiatan.
Secara jelas perintah tersebut mengarah pada aspek
pembinaan mental keberagamaan anak dalam rangka mewujudkan
suasana keluarga sakinah yang selalu taat menjalani fungsinya dengan
baik. Wadah inilah sebagai penentu keberagamaan anak di masa depan.
Kaitannya dengan Nabi saw bersabda dalam satu hadisnya:
يوِلِد : : موِلِد ْكَل َوسَّلْم َعَّلْيِه اِلَّلِه صَّلى اِلَّنْبي ِقال ِقال َعَّنِه اِلَّلِه رضي هَريَرَة ابي َعِن
يُمحسانِه اَو يَّنصَرانِه اَو يَهودانِه َفابواه اِلًفَطَرَة َعَّلى
"Dari Abi Hurairah ra, bahwa Nabi saw bersabda: setiap anak yang
dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka orang tualah yang menjadikan ia
Yahudi, Nasrani atau Majusi".
![Page 5: Konsep Al-qur’an tentang Fitrah dan Kaitannya denga teori Belajar Mengajar](https://reader036.vdocuments.mx/reader036/viewer/2022082323/55cf98a5550346d03398ddb5/html5/thumbnails/5.jpg)
5
Konteks hadis tersebut relevan dengan QS. al-Rum (30): 30 bahwa
hakekat fitrah keimanan sebagai petunjuk bagi orang tua agar lebih
mengarahkan fitrah yang dimiliki anak secara bijaksana. Di samping itu,
ayat dan hadis Nabi saw tersebut mengandung implikasi bahwa fitrah
merupakan suatu pembawaan manusia sejak lahir, dan mengandung nilai-
nilai religius dan keberlakuannya mutlak. Di dalam fitrah mengandung
pengertian baik-buruk, benar-salah, indah-jelek dan seterusnya.
Dalam aliran pendidikan misalnya nativisme, memandang
pembawaan tidak dapat dirubah oleh lingkungan, demikian pula
sebaliknya dalam empirisme memandang bahwa lingkungan dapat
merubah pembawaan (bakat) anak sejak lahir, seterusnya konvergensi
memandang bahwa pembawaan (bakat) sebagai faktor internal dan
lingkungan faktor eksternal saling mempengaruhi. Kaitannya dengan ini,
maka dalam perspektif al-Qur’an ditegaskan bahwa fitrah adalah
pembawaan keagamaan dan suatu saat keagamaan seseorang
dipengaruhi oleh lingkungan. Artinya bahwa fitrah tidak dapat berkembang
tanpa adanya pengaruh positif dari lingkungannya yang mungkin dapat
dimodifikasi atau dapat diubah secara drastis bila lingkungan itu tidak
memungkinkan untuk menjadi fitrah itu lebih baik.
Jadi, faktor-faktor yang bergabung dengan fitrah dan sifat dasarnya
bergantung pada sejauh mana interaksi dengan fitrah itu berperan. Pada
sisi lain, tentu saja fitrah yang dibawa oleh setiap manusia sejak kecil,
pada perkembangannya nanti akan mengalami tingkatan-tingkatan yang
bervariasi, sesuai dinamika dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
![Page 6: Konsep Al-qur’an tentang Fitrah dan Kaitannya denga teori Belajar Mengajar](https://reader036.vdocuments.mx/reader036/viewer/2022082323/55cf98a5550346d03398ddb5/html5/thumbnails/6.jpg)
6
Karena demikian halnya, maka hasil yang diraih dari proses belajar dapat
dilihat sejauh mana fitrah itu berperan.
Faktor pertama yang mempengaruhi hasil belajar mengajar, jika
merujuk pada teks hadis terdahulu adalah lingkungan keluarga, sebagai
unit pertama dan institusi pertama anak dipelihara, dibesarkan dan dididik.
Lingkungan keluarga di sini memberikan peranan yang sangat berarti
dalam proses keberhasilan anak dalam pendidikan. Sebab di lingkungan
inilah anak menerima sejumlah nilai dan norma yang ditanamkan sejak
awal kepadanya.
Pada masa kecil, keimanan anak belum merupakan suatu
keyakinan sebagai hasil pemikiran yang obyektif, tetapi lebih merupakan
bagian dari kehidupan alam perasaan yang berhubungan erat dengan
kebutuhan jiwanya akan kasih sayang, rasa aman dan kenikmatan
jasmaniah. Peribadatan anak pada masa ini masih merupakan tiruan dan
kebiasaan yang kurang dihayati.
Peniruan sangat penting dalam kehidupan anak, mulai dari bahasa,
mode, adat istiadat dan sebagainya. Hampir semua kehidupan anak
berpangkal pada proses peniruan. Misalnya saja, apabila anak-anak itu
melihat orang tuannya shalat, maka mereka juga mencoba untuk
mengikutinya. Maka dari itu, lingkungan keluarga (rumah tangga)
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat dan sikap
keberagamaan seseorang.
Sejalan dengan kepentingan dan masa depan anak-anak, maka
orang tua menyekolahkan anak-anak mereka dan secara kelembagaan
![Page 7: Konsep Al-qur’an tentang Fitrah dan Kaitannya denga teori Belajar Mengajar](https://reader036.vdocuments.mx/reader036/viewer/2022082323/55cf98a5550346d03398ddb5/html5/thumbnails/7.jpg)
7
sekolah di sini sebagai faktor kedua yang dapat memberikan pengaruh
dalam membentuk tingkat keberagamaan. Namun besar kecil pengaruh
yang dimaksud sangat tergantung berbagai faktor yang dapat memotivasi
anak untuk memahami nilai-nilai agama. Hal ini disebabkan
perkembangan keagamaan anak, juga dimotivasi oleh perkembangan
bakat dan kepribadiannya.
Lingkungan sekolah dalam kaitannya dengan pembentukan tingkat
keberhasilan anak dalam belajar, adalah sebagai lanjutan dari pendidikan
lingkungan keluarga. Dalam perspektif Islam, fungsi sekolah sebagai
media realisasi pendidikan berdasarkan tujuan pemikiran, aqidah dan
syariah dalam upaya penghambaan diri terhadap Allah dan
mentauhidkan-Nya sehingga manusia terhindar dari penyimpangan
fitrahnya. Artinya, prilaku anak diarahkan agar tetap mempertahankan
naluri keagamaan dan tidak keluar dari bingkai norma-norma Islam.
Dalam upaya pembentukan jadi diri peserta didik, maka pendidikan
melalui sistem persekolahan patut diberikan penekanan yang istimewa.
Hal ini disebabkan oleh pendidikan sekolah mempunyai program yang
teratur, bertingkat dan mengikuti syarat yang jelas dan ketat. Hal ini
mendukung bagi penyusunan program pendidikan Islam yang lebih
akomodatif.
Di samping lingkungan rumah tangga dan sekolah, maka
lingkungan masyarakat merupakan faktor ketiga yang memengaruhi
tingkat keberhasilan pendidikan. Dalam pandangan Hadari Nawawi, pada
tahap yang lebih tinggi dan komplek di masyarakat terdapat konsep-
![Page 8: Konsep Al-qur’an tentang Fitrah dan Kaitannya denga teori Belajar Mengajar](https://reader036.vdocuments.mx/reader036/viewer/2022082323/55cf98a5550346d03398ddb5/html5/thumbnails/8.jpg)
8
konsep berpikir yang disebut ideologi, yang membuat manusia
berkelompok-kelompok dengan menjadikan ideologinya sebagai falsafah
dan pandangan hidup kelompok masing-masing. Di antara ideologi-
ideologi itu ada yang bersumber dari agama. Sekiranya idelogi agama ini
direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari, maka sikap dan prilaku
keberagamaan seseorang akan semakin mantap dan kokoh.
Kesadaran akan pentingnya sikap atau prilaku keberagamaan
dalam kehidupan masyarakat, memberikan peluang yang sangat besar
kepada dunia pendidikan untuk merealisasikannya. Ini berarti kesempatan
emas bagi umat Islam untuk menjadikan pendidikan sebagai pilihan
strategis bagi pemeliharaan, penanaman dan penyebaran nilai Islam.
Konsekuensinya, diperlukan upaya-upaya yang dinamis, fleksibel dan
serius dalam mengelola lembaga pendidikan formal di setiap jenjang
pendidikan, mulai dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi, baik yang
berstatus negeri maupun swasta.
![Page 9: Konsep Al-qur’an tentang Fitrah dan Kaitannya denga teori Belajar Mengajar](https://reader036.vdocuments.mx/reader036/viewer/2022082323/55cf98a5550346d03398ddb5/html5/thumbnails/9.jpg)
9
BAB II
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan bahwa yang
dimaksud teori belajar dan mengajar menurut petunjuk Al-Qur’an adalah
aturan dalam proses kegiatan belajar dan mengajar berdasarkan dalil-dalil
yang mengacu pada interpretasi ayat-ayat Al-Qur’an. Antara lain dalil-dalil
yang berkenaan dengan ini adalah QS. al-Alaq (96): 1-5 yang berbicara
tentang perintah belajar dan mengajar; QS. al-Nahl (16): 78 yang
berbicara tentang komponen pada diri manusia yang harus difungsikan
dalam kegiatan belajar dan mengajar; QS. Luqman (31): 17-19 yang
berbicara tentang pemantapan aqidah dan akhlak dalam kegiatan belajar
dan mengajar; QS. al-Nahl (16): 125 dan selainnya tentang kewajiban
belajar dan mengajar serta metode-metode yang digunakan.
Keberhasilan teori belajar mengajar jika dikaitkan dengan aliran-
aliran dalam pendidikan, diketahui beberapa rumusan yang berbeda
antara aliran yang satu dengan aliran lainnya. Menurut aliran nativisme
bahwa seorang peserta tidak dapat dipengaruhi oleh lingkungan,
sedangkan menurut aliran empirisme bahwa justru lingkungan yang
memengaruhi peserta didik tersebut. Selanjutnya menurut aliran
konvergensi bahwa antara lingkungan dan bakat pada peserta didik yang
terbawa sejak lahir saling memengaruhi.
Al-Qur’an sebagai acuan dasar pendidikan Islam dalam
menerangkan teori belajar mengajar telah memberikan konsep terhadap
9
![Page 10: Konsep Al-qur’an tentang Fitrah dan Kaitannya denga teori Belajar Mengajar](https://reader036.vdocuments.mx/reader036/viewer/2022082323/55cf98a5550346d03398ddb5/html5/thumbnails/10.jpg)
10
pemikiran yang terdapat aliran nativisme, empirisme dan konvergensi.
Dalam hal ini, al-Qur’an menegaskan bahwa pembawaan seorang anak
(peserta didik) sejah lahirnya disebut fitrah, dan fitrah ini adalah dasar
keagamaan yang dimiliki oleh setiap orang. Fitrah menurut al-Qur’an di
samping dapat menerima pengaruh dari dalam (keturunan) juga dapat
menerima pengaruh dari luar (lingkungan). Untuk mengembankan fitrah
ini, maka sangat pendidikan kedudukan pendidikan di lingkungan
keluarga, sekolah, dan masyarakat.
![Page 11: Konsep Al-qur’an tentang Fitrah dan Kaitannya denga teori Belajar Mengajar](https://reader036.vdocuments.mx/reader036/viewer/2022082323/55cf98a5550346d03398ddb5/html5/thumbnails/11.jpg)
11
DAFTAR PUSTAKA
H.M. Arifin, Ilmu Pendidikan dalam Suatu Tinjauan Teoritis dan
Praktis Berdasarkan Pendekatan interdisipliner, (Jakarta: Bumi Aksara,
2000).
Ahmad, Mudhor. Manusia dan Kebenaran, (Surabaya: Usaha
Nasional, 1989).
Al-Ashfahani, al-Raghib. Mufradat Alfadz al-Qur’an. (Beirut: Dar al-
Syamiyah, 1992)
Al-Qusyairi al-Naisaburi, Imam Ibn Husain Muslim bin Hajjaj Ibn
Muslim. al-Jami Shahih, Juz VIII, (Beirut: Dar al-Ma’arif, t.th.)
Nawawi, H. Hadari. Pendidikan dalam Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas,
1993.)
Suryabrata, Sumadi. Psikologi Perkembangan, (Yogyakarta: Rake
Press, 1984)
11