konsep al-qur’an tentang fitrah dan kaitannya denga teori belajar mengajar

17
BAB I PENDAHULUAN Setiap manusia dapat memperoleh pendidikan dan hasil belajar yang baik sesuai dengan petunjuk agama. Dalam hal ini, agama Islam dengan al-Qur’an sebagai sumber utamanya menuntut penganutnya untuk memperdalam ilmu pengetahuannya, sesuai dengan tabiat agama. Ini berarti bahwa teori-teori aliran kependidikan yakni teori nativisme, empirisme, dan kovergensi bukan menjadi acuan konsep pendidikan al-Qur’an. Namun al- Qur’an lah yang memberikan konsep terhadap aliran- aliran pendidikan tersebut.

Upload: mulyono-suhaidi

Post on 29-Dec-2015

86 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Konsep Al-qur’an tentang Fitrah dan Kaitannya denga teori Belajar Mengajar

BAB I

PENDAHULUAN

Setiap manusia dapat memperoleh pendidikan dan hasil belajar

yang baik sesuai dengan petunjuk agama. Dalam hal ini, agama Islam

dengan al-Qur’an sebagai sumber utamanya menuntut penganutnya untuk

memperdalam ilmu pengetahuannya, sesuai dengan tabiat agama. Ini

berarti bahwa teori-teori aliran kependidikan yakni teori nativisme,

empirisme, dan kovergensi bukan menjadi acuan konsep pendidikan al-

Qur’an. Namun al-Qur’an lah yang memberikan konsep terhadap aliran-

aliran pendidikan tersebut.

1

Page 2: Konsep Al-qur’an tentang Fitrah dan Kaitannya denga teori Belajar Mengajar

2

BAB I

PEMBAHASAN

A. Konsep Al-qur’an tentang Fitrah dan Kaitannya denga teori

Belajar Mengajar

Teori Fitrah yang digali dari sumbe al-Qur’an dan hadits. Teori ini

memandang manusia secara utuh berupa jasmani dan rohani dalam

pendidikan. Teori ini juga meyakini adanya anugrah dari Allah pencipta

manusia. “Allah memberikan seperangkat kemampuan dasar yang

memiliki kecenderungan berkembang. Dalam psikologis, kecenderungan

ini disebut potensialitas atau disposisi yang menurut aliran psikologi

behaviorisme disebut prepotence reflexes (kemampuan dasar yang

secara otomatis dapat berkembang).”1

Menurut al-Qur’an, tabiat manusia adalah homo religious (makhluk

beragama) yang sejak lahirnya membawa suatu kecenderungan

beragama. Dalam hal ini, pada QS. al-Rum (30): 30 Allah berfirman :

�َك� َذ�ِل �ِه� اِلَّل َّل�ِق� �َخ� ِل �ِد�يَل� �ْب َت اَل� �َه�ا �ْي َع�َّل �اَس� اِلَّن َف�َط�َر� �ي �ِت اِل �ِه� اِلَّل َة� َف�َط�َر� �ْيًف�ا َّن َح� �َّلِد#يِن� ِل َو�ْج�َه�َك� ِق�ْم�� َف�َأ

�ُم+وَن� �ْع�َّل ي اَل� �اَس� اِلَّن �َر� �َث ْك� َأ �ِك�ِن� َو�ِل #ْم+ �َق�ْي اِل اِلِد#يِن+

"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah);

(tetaplah di atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut

1 H.M. Arifin, Ilmu Pendidikan dalam Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan interdisipliner, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), h. 88.

2

Page 3: Konsep Al-qur’an tentang Fitrah dan Kaitannya denga teori Belajar Mengajar

3

fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang

lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui".

Term fitrah dalam ayat di atas, mengandung interpretasi bahwa manusia

diciptakan oleh Allah mempunyai naluri beragama, yakni agama tauhid.

Potensi fitrah Allah pada diri manusia ini menyebabkannya selalu mencari

realitas mutlak, dengan cara mengekspresikannya dalam bentuk sikap,

cara berpikir dan bertingkah laku. Karena sikap ini manusia disebut juga

sebagaihomo educandum (makhluk yang dapat didik)

dan homo education (makhluk pendidik), karena pendidikan baginya

adalah suatu keharusan guna mewujudkan kualitas dan integritas

kepribadian yang utuh.

Posisi manusia sebagai homo religious dan homo educandum serta homo

educationsebagaimana disebutkan di atas, mengindikasikan bahwa sikap

kegiatan belajar bagi setiap manusia dapat diarahkan melalui proses

pendidikan dengan memandang fitrah sebagai obyek yang harus

dikembangkan dan disempurnakan, dengan cara membimbing dan

mengasuhnya agar dapat memahami, menghayati dan mengamalkan

ajaran-ajaran keagamaan (Islam) secara universal. Dalam hal ini, al-

Qur’an maupun hadis meskipun tidak secara eksplisit membicarakan

tentang konsep dasar keberagamaan yang dimaksud, tetapi secara

implisit dari konteks ayat maupun hadis terdapat petunjuk yang mengarah

tentang pendidikan keberagamaan. Misalnya saja, dalam QS. al-Tahrim

(66) : 6 Allah berfirman:

Page 4: Konsep Al-qur’an tentang Fitrah dan Kaitannya denga teori Belajar Mengajar

4

نارا َوَأهَّلْيِكْم َأنًفسِكْم ِقوا آمَّنوا اِلذيِن ياَأيَها

"Hai orang-orang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari

neraka…"

Muatan ayat tersebut sebagai motivasi bagi setiap orang tua

(khususnya orang-orang beriman) untuk selalu mengawasi anak-anak

mereka dalam aspek pendidikan, karena anak-anak atau keluarga

merupakan sebagai bagian terpenting dari struktur rumah tangga. Dengan

kata lain, orang tua hendaknya tidak mengabaikan kewajiban edukatifnya,

yakni memelihara, membimbing dan mendidik anak-anaknya menjadi

anggota keluarga yang senang pada kebaikan dan menjauhi kemaksiatan.

Secara jelas perintah tersebut mengarah pada aspek

pembinaan mental keberagamaan anak dalam rangka mewujudkan

suasana keluarga sakinah yang selalu taat menjalani fungsinya dengan

baik. Wadah inilah sebagai penentu keberagamaan anak di masa depan.

Kaitannya dengan Nabi saw bersabda dalam satu hadisnya:

يوِلِد : : موِلِد ْكَل َوسَّلْم َعَّلْيِه اِلَّلِه صَّلى اِلَّنْبي ِقال ِقال َعَّنِه اِلَّلِه رضي هَريَرَة ابي َعِن

يُمحسانِه اَو يَّنصَرانِه اَو يَهودانِه َفابواه اِلًفَطَرَة َعَّلى

"Dari Abi Hurairah ra, bahwa Nabi saw bersabda: setiap anak yang

dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka orang tualah yang menjadikan ia

Yahudi, Nasrani atau Majusi".

Page 5: Konsep Al-qur’an tentang Fitrah dan Kaitannya denga teori Belajar Mengajar

5

Konteks hadis tersebut relevan dengan QS. al-Rum (30): 30 bahwa

hakekat fitrah keimanan sebagai petunjuk bagi orang tua agar lebih

mengarahkan fitrah yang dimiliki anak secara bijaksana. Di samping itu,

ayat dan hadis Nabi saw tersebut mengandung implikasi bahwa fitrah

merupakan suatu pembawaan manusia sejak lahir, dan mengandung nilai-

nilai religius dan keberlakuannya mutlak. Di dalam fitrah mengandung

pengertian baik-buruk, benar-salah, indah-jelek dan seterusnya.

Dalam aliran pendidikan misalnya nativisme, memandang

pembawaan tidak dapat dirubah oleh lingkungan, demikian pula

sebaliknya dalam empirisme memandang bahwa lingkungan dapat

merubah pembawaan (bakat) anak sejak lahir, seterusnya konvergensi

memandang bahwa pembawaan (bakat) sebagai faktor internal dan

lingkungan faktor eksternal saling mempengaruhi. Kaitannya dengan ini,

maka dalam perspektif al-Qur’an ditegaskan bahwa fitrah adalah

pembawaan keagamaan dan suatu saat keagamaan seseorang

dipengaruhi oleh lingkungan. Artinya bahwa fitrah tidak dapat berkembang

tanpa adanya pengaruh positif dari lingkungannya yang mungkin dapat

dimodifikasi atau dapat diubah secara drastis bila lingkungan itu tidak

memungkinkan untuk menjadi fitrah itu lebih baik.

Jadi, faktor-faktor yang bergabung dengan fitrah dan sifat dasarnya

bergantung pada sejauh mana interaksi dengan fitrah itu berperan. Pada

sisi lain, tentu saja fitrah yang dibawa oleh setiap manusia sejak kecil,

pada perkembangannya nanti akan mengalami tingkatan-tingkatan yang

bervariasi, sesuai dinamika dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Page 6: Konsep Al-qur’an tentang Fitrah dan Kaitannya denga teori Belajar Mengajar

6

Karena demikian halnya, maka hasil yang diraih dari proses belajar dapat

dilihat sejauh mana fitrah itu berperan.

Faktor pertama yang mempengaruhi hasil belajar mengajar, jika

merujuk pada teks hadis terdahulu adalah lingkungan keluarga, sebagai

unit pertama dan institusi pertama anak dipelihara, dibesarkan dan dididik.

Lingkungan keluarga di sini memberikan peranan yang sangat berarti

dalam proses keberhasilan anak dalam pendidikan. Sebab di lingkungan

inilah anak menerima sejumlah nilai dan norma yang ditanamkan sejak

awal kepadanya.

Pada masa kecil, keimanan anak belum merupakan suatu

keyakinan sebagai hasil pemikiran yang obyektif, tetapi lebih merupakan

bagian dari kehidupan alam perasaan yang berhubungan erat dengan

kebutuhan jiwanya akan kasih sayang, rasa aman dan kenikmatan

jasmaniah. Peribadatan anak pada masa ini masih merupakan tiruan dan

kebiasaan yang kurang dihayati.

Peniruan sangat penting dalam kehidupan anak, mulai dari bahasa,

mode, adat istiadat dan sebagainya. Hampir semua kehidupan anak

berpangkal pada proses peniruan. Misalnya saja, apabila anak-anak itu

melihat orang tuannya shalat, maka mereka juga mencoba untuk

mengikutinya. Maka dari itu, lingkungan keluarga (rumah tangga)

merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat dan sikap

keberagamaan seseorang.

Sejalan dengan kepentingan dan masa depan anak-anak, maka

orang tua menyekolahkan anak-anak mereka dan secara kelembagaan

Page 7: Konsep Al-qur’an tentang Fitrah dan Kaitannya denga teori Belajar Mengajar

7

sekolah di sini sebagai faktor kedua yang dapat memberikan pengaruh

dalam membentuk tingkat keberagamaan. Namun besar kecil pengaruh

yang dimaksud sangat tergantung berbagai faktor yang dapat memotivasi

anak untuk memahami nilai-nilai agama. Hal ini disebabkan

perkembangan keagamaan anak, juga dimotivasi oleh perkembangan

bakat dan kepribadiannya.

Lingkungan sekolah dalam kaitannya dengan pembentukan tingkat

keberhasilan anak dalam belajar, adalah sebagai lanjutan dari pendidikan

lingkungan keluarga. Dalam perspektif Islam, fungsi sekolah sebagai

media realisasi pendidikan berdasarkan tujuan pemikiran, aqidah dan

syariah dalam upaya penghambaan diri terhadap Allah dan

mentauhidkan-Nya sehingga manusia terhindar dari penyimpangan

fitrahnya. Artinya, prilaku anak diarahkan agar tetap mempertahankan

naluri keagamaan dan tidak keluar dari bingkai norma-norma Islam.

Dalam upaya pembentukan jadi diri peserta didik, maka pendidikan

melalui sistem persekolahan patut diberikan penekanan yang istimewa.

Hal ini disebabkan oleh pendidikan sekolah mempunyai program yang

teratur, bertingkat dan mengikuti syarat yang jelas dan ketat. Hal ini

mendukung bagi penyusunan program pendidikan Islam yang lebih

akomodatif.

Di samping lingkungan rumah tangga dan sekolah, maka

lingkungan masyarakat merupakan faktor ketiga yang memengaruhi

tingkat keberhasilan pendidikan. Dalam pandangan Hadari Nawawi, pada

tahap yang lebih tinggi dan komplek di masyarakat terdapat konsep-

Page 8: Konsep Al-qur’an tentang Fitrah dan Kaitannya denga teori Belajar Mengajar

8

konsep berpikir yang disebut ideologi, yang membuat manusia

berkelompok-kelompok dengan menjadikan ideologinya sebagai falsafah

dan pandangan hidup kelompok masing-masing. Di antara ideologi-

ideologi itu ada yang bersumber dari agama. Sekiranya idelogi agama ini

direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari, maka sikap dan prilaku

keberagamaan seseorang akan semakin mantap dan kokoh.

Kesadaran akan pentingnya sikap atau prilaku keberagamaan

dalam kehidupan masyarakat, memberikan peluang yang sangat besar

kepada dunia pendidikan untuk merealisasikannya. Ini berarti kesempatan

emas bagi umat Islam untuk menjadikan pendidikan sebagai pilihan

strategis bagi pemeliharaan, penanaman dan penyebaran nilai Islam.

Konsekuensinya, diperlukan upaya-upaya yang dinamis, fleksibel dan

serius dalam mengelola lembaga pendidikan formal di setiap jenjang

pendidikan, mulai dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi, baik yang

berstatus negeri maupun swasta.

Page 9: Konsep Al-qur’an tentang Fitrah dan Kaitannya denga teori Belajar Mengajar

9

BAB II

KESIMPULAN

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan bahwa yang

dimaksud teori belajar dan mengajar menurut petunjuk Al-Qur’an adalah

aturan dalam proses kegiatan belajar dan mengajar berdasarkan dalil-dalil

yang mengacu pada interpretasi ayat-ayat Al-Qur’an. Antara lain dalil-dalil

yang berkenaan dengan ini adalah QS. al-Alaq (96): 1-5 yang berbicara

tentang perintah belajar dan mengajar; QS. al-Nahl (16): 78 yang

berbicara tentang komponen pada diri manusia yang harus difungsikan

dalam kegiatan belajar dan mengajar; QS. Luqman (31): 17-19 yang

berbicara tentang pemantapan aqidah dan akhlak dalam kegiatan belajar

dan mengajar; QS. al-Nahl (16): 125 dan selainnya tentang kewajiban

belajar dan mengajar serta metode-metode yang digunakan.

Keberhasilan teori belajar mengajar jika dikaitkan dengan aliran-

aliran dalam pendidikan, diketahui beberapa rumusan yang berbeda

antara aliran yang satu dengan aliran lainnya. Menurut aliran nativisme

bahwa seorang peserta tidak dapat dipengaruhi oleh lingkungan,

sedangkan menurut aliran empirisme bahwa justru lingkungan yang

memengaruhi peserta didik tersebut. Selanjutnya menurut aliran

konvergensi bahwa antara lingkungan dan bakat pada peserta didik yang

terbawa sejak lahir saling memengaruhi.

Al-Qur’an sebagai acuan dasar pendidikan Islam dalam

menerangkan teori belajar mengajar telah memberikan konsep terhadap

9

Page 10: Konsep Al-qur’an tentang Fitrah dan Kaitannya denga teori Belajar Mengajar

10

pemikiran yang terdapat aliran nativisme, empirisme dan konvergensi.

Dalam hal ini, al-Qur’an menegaskan bahwa pembawaan seorang anak

(peserta didik) sejah lahirnya disebut fitrah, dan fitrah ini adalah dasar

keagamaan yang dimiliki oleh setiap orang. Fitrah menurut al-Qur’an di

samping dapat menerima pengaruh dari dalam (keturunan) juga dapat

menerima pengaruh dari luar (lingkungan). Untuk mengembankan fitrah

ini, maka sangat pendidikan kedudukan pendidikan di lingkungan

keluarga, sekolah, dan masyarakat.

Page 11: Konsep Al-qur’an tentang Fitrah dan Kaitannya denga teori Belajar Mengajar

11

DAFTAR PUSTAKA

H.M. Arifin, Ilmu Pendidikan dalam Suatu Tinjauan Teoritis dan

Praktis Berdasarkan Pendekatan interdisipliner, (Jakarta: Bumi Aksara,

2000).

Ahmad, Mudhor. Manusia dan Kebenaran, (Surabaya: Usaha

Nasional, 1989).

Al-Ashfahani, al-Raghib. Mufradat Alfadz al-Qur’an. (Beirut: Dar al-

Syamiyah, 1992)

Al-Qusyairi al-Naisaburi, Imam Ibn Husain Muslim bin Hajjaj Ibn

Muslim. al-Jami Shahih, Juz VIII, (Beirut: Dar al-Ma’arif, t.th.)

Nawawi, H. Hadari. Pendidikan dalam Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas,

1993.)

Suryabrata, Sumadi. Psikologi Perkembangan, (Yogyakarta: Rake

Press, 1984)

11