konflik dan perseteruan di negeri berjuta oknum

14
KONFLIK DAN PERSETERUAN DI NEGERI BERJUTA OKNUM Oleh : Unung Sulistio Hadi, SH.I Cakim PA. Semarang Perjalanan panjang bangsa indonesia penuh dengan teka-teki dan lika-liku kehidupan, sosok pahlawan dan para tokoh perubahanpun bermunculan mewarnai dinamika perjalanan bangsa ini, namun entah mengapa berabad-abad telah dilalui namun kondisi yang terjadi tidaklah lebih baik, kemiskinan masih terus saja meningkat dan tersebar di seluruh wilayah indonesia, ketidakadilan terus merajalela, kebobrokan yang semakin menjadi-jadi, kian hari negeri ini terus meluka dan dirundung duka, konflik yang berkepanjangan terus timbul dari berbagai alasan dan kepentingan, selalu ada aktor intelektual yang menjadi dalang utama dibalik merosotnya perilaku dan moralitas, bagaimana seorang individu mampu mempengaruhi dan mendoktrin pikiran orang lain guna mewujudkan suatu tujuan yang dianggap benar, akan sangat sensitif jika konflik dilatarbelakangi oleh persoalan suku, agama, ras dan antara golongan, selama ini konflik dipicu oleh beberapa kelompok yang saling unjuk gigi demi gengsi, harga diri, prestise, status sosial, dan kepentingan pribadi, bahkan semboyan “tidak ada kawan dan lawan yang abadi karena yang ada hanyalah kepentingan abadi” merupakan harga mati yang tidak dapat ditawar lagi telah mengakar dan mendarah daging dibenaknya, barangkali dagelan politik yang ditunjukkan oleh pejabat dan politisi hampir setiap hari tersiar menghisasi media, gairah partai politik yang merekrut caleg dari kalangan artis harus berupaya sedemikian rupa untuk meraup suara konstituen sebanyak-banyaknya demi kemenangan, namun setelah mendapatkan keinginannya agak sulit untuk merealisasikan janji-janji dan mengabadikan diri sebagai abdi negara dan abdi masyarakat karena tujuan utama sudah tercapai yaitu kemenangan, hal tersebut tidak hanya merupakan sebuah langkah kemunduran sebuah negara akan tetapi kebangkrutan demokrasi, mengapa demikian mengamati fenomena artis di tahun 2009 hampir tidak terlihat kader yang mendongkrak kualitas demokrasi dan parlemen justru menegaskan parpol gagal membangun institusi kaderisasi untuk kepemimpinan, itu artinya partai tidak punya kemampuan leadership yaitu dengan menggunakan cara praktis merekrut

Upload: zainul-hakim

Post on 22-Oct-2015

7 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Konflik Dan Perseteruan Di Negeri Berjuta Oknum yaitu Indonesia

TRANSCRIPT

Page 1: Konflik Dan Perseteruan Di Negeri Berjuta Oknum

KONFLIK DAN PERSETERUAN

DI NEGERI BERJUTA OKNUM

Oleh : Unung Sulistio Hadi, SH.I

Cakim PA. Semarang

Perjalanan panjang bangsa indonesia penuh dengan teka-teki dan lika-liku

kehidupan, sosok pahlawan dan para tokoh perubahanpun bermunculan mewarnai

dinamika perjalanan bangsa ini, namun entah mengapa berabad-abad telah dilalui

namun kondisi yang terjadi tidaklah lebih baik, kemiskinan masih terus saja meningkat

dan tersebar di seluruh wilayah indonesia, ketidakadilan terus merajalela, kebobrokan

yang semakin menjadi-jadi, kian hari negeri ini terus meluka dan dirundung duka,

konflik yang berkepanjangan terus timbul dari berbagai alasan dan kepentingan, selalu

ada aktor intelektual yang menjadi dalang utama dibalik merosotnya perilaku dan

moralitas, bagaimana seorang individu mampu mempengaruhi dan mendoktrin pikiran

orang lain guna mewujudkan suatu tujuan yang dianggap benar, akan sangat sensitif jika

konflik dilatarbelakangi oleh persoalan suku, agama, ras dan antara golongan, selama

ini konflik dipicu oleh beberapa kelompok yang saling unjuk gigi demi gengsi, harga

diri, prestise, status sosial, dan kepentingan pribadi, bahkan semboyan “tidak ada kawan

dan lawan yang abadi karena yang ada hanyalah kepentingan abadi” merupakan harga

mati yang tidak dapat ditawar lagi telah mengakar dan mendarah daging dibenaknya,

barangkali dagelan politik yang ditunjukkan oleh pejabat dan politisi hampir setiap hari

tersiar menghisasi media, gairah partai politik yang merekrut caleg dari kalangan artis

harus berupaya sedemikian rupa untuk meraup suara konstituen sebanyak-banyaknya

demi kemenangan, namun setelah mendapatkan keinginannya agak sulit untuk

merealisasikan janji-janji dan mengabadikan diri sebagai abdi negara dan abdi

masyarakat karena tujuan utama sudah tercapai yaitu kemenangan, hal tersebut tidak

hanya merupakan sebuah langkah kemunduran sebuah negara akan tetapi kebangkrutan

demokrasi, mengapa demikian mengamati fenomena artis di tahun 2009 hampir tidak

terlihat kader yang mendongkrak kualitas demokrasi dan parlemen justru menegaskan

parpol gagal membangun institusi kaderisasi untuk kepemimpinan, itu artinya partai

tidak punya kemampuan leadership yaitu dengan menggunakan cara praktis merekrut

Page 2: Konflik Dan Perseteruan Di Negeri Berjuta Oknum

artis guna mendompleng popularitas dan mengabaikan serta mengorbankan kualitas,

kredibilitas dan kapabilitas kepemimpinan.

Melihat kondisi seperti ini masyarakat diharapkan harus lebih cerdas dan kritis

dalam memilih pemimpin artinya kita harus memetik pelajaran di masa silam dan tidak

akan mengulang kesalahan yang sama, karena kendatipun banyak ide-ide cerdas dan

konsep pemikiran yang brilian yang telah digagas dan coba diterapkan oleh para

penguasa namun jika salah dalam memilih wakil rakyat maka tidak akan berkorelasi

positif bagi kesejahteraan rakyat, bahkan perseteruan konflik dan pertikaian tiada henti-

hentinya mengguncang bumi pertiwi ini sehingga patut kiranya kita menelusuri akar

konflik dan perseteruan yang bahu-membahu menghantam negeri ini demi membenahi

proses pembangunan bangsa sebagai lompatan besar membangun demokrasi yang lebih

baik.

PERSETERUAN TNI dan POLRI

Masih terbesit dibenak kita serbuan dan pembakaran Mapolres Ogan Komering

Ulu oleh anggota Batalyon Armed 15, yang tadinya, banyak orang mengira konflik

terbuka antara tentara-polisi adalah bagian dari proses transisi demokrasi pasca-orde

baru, sehingga setelah demokrasi mulai tertata, politik berjalan normal, konflik itu akan

lenyap, memang sistem politik demokratis masih mencari bentuk, tapi stabilitas politik

sebetulnya kian mantab sepanjang 10 tahun terakhir, kecuali di beberapa daerah konflik,

keamanan semakin terkendali, namun toh konflik terbuka TNI-Polri tetap terjadi

memasuki tahun ke 15 masa reformasi, konflik terus berlanjut, seakan sudah menjadi

penyakit akut.

Pimpinan TNI dan Polri selalu menunjuk faktor ketidaksiapan mental personal

sebagai sebab terjadinya bentrok. Ketidaksiapan mental antara lain dilatari oleh

semangat berlebihan dalam membela kawan, juga karena sifat-sifat superior personal

tentara yang kini berani dihadapi oleh polisi, sementara para aktivis LSM, cenderung

menunjuk faktor ekonomi sebagai sebab bentrokan. Dalam hal ini, konflik terbuka

antara kedua kelompok bersenjata itu lebih dimotivasi oleh rebutan lahan bisnis ilegal,

seperti judi, prostitusi dan penebangan kayu ilegal.

Page 3: Konflik Dan Perseteruan Di Negeri Berjuta Oknum

Menurut penulis penjelasan psikologis jelas tidak memuaskan, karena jika itu

benar, tentu konflik antara TNI-Polri juga terjadi pada masa sebelumnya. Demikian

juga, menunjuk rebutan lahan bisnis ilegal juga tidak bisa menjelaskan fenomena

konflik yang beruntun sejak diterapkannya kebijakan pemisahan Polri dari TNI.

Keduanya baru bicara soal pemicu konflik, padahal konflik terbuka (yang ditandai

dengan kekerasan fisik, seperti pemukulan, penyiksaan dan pembunuhan berserta

pemicunya) hanyalah fenomena permukaan. di balik berbagai peristiwa konflik terbuka

tersebut pasti terdapat masalah-masalah yang sifatnya substantif yang melatarbelakangi

dan mendorong terjadinya peristiwa-peristiwa kekerasan antarpasukan tersebut.

Saatnya para peneliti militer dan kepolisian, mendalami dan memahami

masalah ini, lalu memetakan secara cermat, sehingga ditemukan jalan keluar yang

komprehensif untuk mengatasinya. Bagaimanapun bentrok antaraparat negara bukan

saja memalukan, tetapi juga merugikan rakyat banyak. Rakyat bayar pajak untuk

menggaji mereka, bukan untuk adu kekuatan sesama, tetapi bela negara dan melindungi

rakyat.

Sudah terlalu banyak darah yang tumpah membanjiri bumi pertiwi ini hanya

untuk memperbutkan akar kebenaran yang sejatinya bukan kebenaran yang hakiki,

kebenaran yang dipakai untuk menghalalkan segala cara demi suatu tujuan dan

kepentingan individu sehingga banyak manusia yang saling berkorban nyawa demi

memperoleh pengakuan benar tanpa memperhatikan alasan benar, hingga benar itu

harus hakiki baginya, benar menurut orang lain bukan berarti benar menurut versinya

sendiri, tanpa kajian yang jelas kebenaran seakan dengan mudah dapat diakui seseorang

atau kelompok untuk membenarkan tindakannya. Spekulasi semacam ini yang

mengakibatkan kedewasaan dalam berpikir merosot sangat jauh hingga manusia

kehilangan jatidirinya dan melupakan hakikat penciptaannya.

Realitanya pertikaian dan perseteruan telah melampaui batas koridor kebenaran

mereka tidak ingat bahwa kebenaran bersifat komplek yang dapat digunakan oleh

semua orang yang membutuhkanya, sikap individualistis yang cenderung

mengedepankan egois telah menggiringnya melupakan makna kebenaran, memandang

lurus ke depan tanpa menoleh ke kiri dan kanan.

Page 4: Konflik Dan Perseteruan Di Negeri Berjuta Oknum

Dibutuhkan lebih dari sekedar toleransi untuk saling memahami arti kebenaran

pribadi masing-masing, kebenaran yang dapat menyulut konflik perlu diredam dengan

sikap dewasa dan positif, dengan berpikir secara logis dan rasional yang mampu

mengendalikan emosi dan memadamkan kobaran api amarah yang mudah terbakar,

menghidarkan sikap fanatik yang berlebihan yang cenderung membuat seseorang

menjadi buta akan makna kebenaran yang sejatinya diperuntukkan bagi setiap manusia.

Membuka maind set atau pola pikir yang berkarakter sejati yang mampu

menempatkan kebenaran pada tempatnya tanpa ada penyalahgunaan, melakukan

pencarian dan pengkajian secara terperinci guna menggali akar kebenaran yang fleksibel

dengan memperhatikan norma-norma yang hidup di masyarakat, mencari kebenaran di

atas kebenaran yang lain merupakan cara jitu untuk mengurai benang kusut sebuah

konflik dan pertikaian, kajian kebenaran perlu dibuktikan dengan kadar kebenaran yang

lain, sehingga sekalipun kajian kebenaran tersebut berlangsung sengit di alam pemikiran

kedua belah pihak namun dapat menghindarkan dan meminimalisir pertikaian yang

berujung melukai fisik.

Mediasi yang merupakan salah satu instrumen efektif dalam rangka

menyelesaikan sengketa yang dapat memberikan akses kepada pihak yang bertikai

dalam menemukan penyelesaian yang memuaskan dan memenuhi rasa keadilan

nampaknya tidak akan berpengaruh besar jika kedua orang atau kelompok yang saling

memperebutkan kebenaran tidak berkomitmen pada kesepakatan yang telah terbentuk

sehingga konflik telah memantik lebih besar lagi rasa benar pada diri seseorang untuk

menyalahkan orang lain, itulah sebabnya mengapa kebenaran harus dibuktikan, bersifat

nyata, tegas, orisinil, absolut serta mutlak yang menentukan kokoh dan tegaknya

sebuah konstitusi karena kebenaran merupakan alasan mulia yang digunakan untuk

mencari sebuah keadilan.

PENEGAKKAN HUKUM DAN PREMANISME

Lemahnya peradilan dan penegakan hukum di Indonesia tampaknya sudah

berada di titik yang sangat kritis. Slogan-slogan penegakan hukum dan peradilan seolah

hanya bualan dan sekedar angin lalu dari berbagai kebijakan pemerintah lain yang tak

jelas implementasinya (lip service). Telah begitu banyak kasus yang mencuat berkaitan

Page 5: Konflik Dan Perseteruan Di Negeri Berjuta Oknum

dengan penegakan hukum yang tidak kunjung selesai hingga pada satu titik di mana

nampaknya penegakan hukum harus dijalani dengan cara lain yang dinilai lebih tepat

sasaran, lebih tidak basa-basi, tidak sekedar omong kosong.

Hal inilah yang hingga saat ini menjadi buah bibir masyarakat dan pemerintah

terkait alasan di balik kasus penembakan 4 tahanan di LP Cebongan, Sleman,

Yogyakarta. Kasus tersebut mengisyaratkan banyak hal. Satu hal yang paling penting

adalah lemahnya penegakan hukum di Indonesia terkait dengan kasus premanisme yang

merajalela di masyarakat. Kasus-kasus premanisme tampaknya sudah menjadi menu

sehari-hari jalanan, di kota-kota seluruh penjuru tanah air. Beberapa di antaranya

mungkin diketahui publik namun sebagian besar lainnya mungkin terkubur seiring

berjalannya waktu, tidak adanya kesaksian dari korban, tidak terekspose media dll.

Kembali kepada kasus penembakan LP Cebongan. Kasus ini menjadi satu

anomali kriminal. Di mana kasus ini memiliki dua sisi yang berbeda. Antara penegakan

hukum dan pelanggaran. Representasi inilah yang menjadi bahan diskusi publik. Di

mana secara hukum tentu terdapat kesalahan dalam kasus tersebut. Namun di sisi lain,

secara moral tentu selalu ada pertimbangan-pertimbangan lainnya seperti diberitakan,

TNI AD menyebut pelaku penyerangan Lapas Cebongan adalah oknum Grup II

Komando Pasukan Khusus Kartasura, Jawa Tengah. Penyerbuan diduga melibatkan 11

anggota Kopassus, dengan satu orang sebagai eksekutor. Mereka membawa 6 senjata

api yang dibawa dari markas latih Gunung Lawu.

Dengan adanya kasus tersebut, muncul polemik baru yang berkaitan dengan

pelanggaran HAM yang sempat dikeluarkan oleh Komnas HAM. Meski berikutnya

diketahui bahwa banyak indikasi yang menunjukkan bahwa kasus ini sama sekali tidak

terkait dengan pelanggaran HAM. Pernyataan tersebut tidak lepas dari motif

penembakan yang dilakukan oleh 11 anggota Kopassus tersebut. Di mana penembakan

dilakukan tidak dengan perintah atasan atau yang bertanggungjawab, melainkan

berangkat dari kepedulian dan jiwa korps kesatuan (korsa) di tubuh Kopassus.

Penyerangan itu disebut berlatar belakang jiwa korsa yang kuat terkait

pembunuhan Serka Heru Santoso di Hugo’s Cafe. Empat tersangka pembunuhan

Santoso yang kemudian ditembak mati yakni Gameliel Yermiyanto Rohi Riwu,

Page 6: Konflik Dan Perseteruan Di Negeri Berjuta Oknum

Adrianus Candra Galaja, Hendrik Angel Sahetapi alias Deki, dan Yohanes Juan

Manbait.

Penulis bukan orang yang begitu paham dengan perkara hukum dan perkara

militer. Terlepas dari apa yang melatar belakangi penembakan tersebut, segala bentuk

kekerasan, intimidasi, pemukulan, penganiayaan bahkan pembunuhan adalah satu hal

yang diperkarakan di hadapan hukum. Meski pada akhirnya, satu faktor utama yang

melatarbelakanginya adalah murni inisiasi anggota yang terkait dalam misi balas

dendam atas perlakuan yang dialami oleh Serka Heru Santoso silam.

Hal ini di lain sisi menunjukkan bahwa Kopassus, dalam hal ini TNI-AD,

masih memiliki soliditas yang tidak terpatahkan ditubuh anggotanya. Dengan berbagai

kejadian yang mereka hadapi, baik saat latihan maupun saat operasi militer, menjadi

salah satu alasan untuk melindungi dan mempertahankan martabat satu sama lain.

Namun, terlepas dari perkara pelanggaran HAM atau tidak, kasus penembakan

tersebut tidak terlalu berbeda dengan perkara main hakim sendiri hanya saja subjek

utamanya lebih tinggi yakni anggota Kopassus. Jiwa korsa tidak serta merta bisa

menjadi pembenaran dalam prilaku kriminalitas perseorangan maupun anggota. Ketika

disebutkan bahwa seluruh operasi tersebut adalah inisiasi anggota, bukan berarti orang

yang bertanggung jawab, dalam hal ini komandan pasukan, tidak mengetahui rencana

tersebut. Apalagi ketika diberitakan bahwa anggota Kopassus yang terlibat membawa 6

senjata api dari markas latih mereka di Gunung Lawu, tentu ada unsur perencanaan,

penyusunan strategi, penyerangan hingga eksekusi.

Jiwa Korsa akan sangat ideal bila diterapkan di medan perang, di mana hal-hal

terjadi dengan spontan dan begitu saja. Namun, ketika jiwa korsa digunakan untuk

pembenaran satu tindak kejahatan, maka akan sangat disayangkan. Meski pada akhirnya

nama baik institusi akan naik dan dielu-elukan masyarakat. seperti yang terjadi pada

Kopassus, yang dinilai sebagai bentuk nyata penegakan hukum dari TNI atas keresahan

masyarakat selama ini terkait banyaknya kasus kriminalitas dan premanisme di

masyarakat.

Page 7: Konflik Dan Perseteruan Di Negeri Berjuta Oknum

Sudah tentu peradilan militer akan mengenakan sanksi terkait pelanggaran

anggota atas kejadian ini. namun, poin pentingnya adalah bagaimana kasus serupa

seperti ini tidak terjadi lagi di kemudian hari. Cukup sekali saja terapi kejut yang

ditujukan pada lembaga berwenang, dalam hal ini Polri, tentang bagaimana seharusnya

hukum ditegakkan. Pertama, perlu dilakukan evaluasi atas paradigma jiwa korps

kesatuan di tiap tubuh anggota. Hal ini begitu penting untuk mengantisipasi makin

sempitnya pemahaman akan korsa itu sendiri. Agar jiwa korsa, yang hakikatnya sangat

mulia dan luhur, tidak disalahartikan dan disalahgunakan untuk pembenaran tindakan

kriminalitas di kemudian hari. Kedua, perlu dilakukan pengawasan kepada komandan.

Dalam hal ini, komandan sebagai penanggungjawab atas tindak tanduk anggotanya.

Maka komandan sudah sepatutnya diberi pengarahan untuk pembinaan anggota.

Terlepas dari semua perkara yang diberitakan terkait lika-liku kasus Cebongan

ini, ada satu indikasi nyata di mana penegakan hukum di Indonesia sudah tidak bisa

ditawar-tawar lagi. Hukum adalah satu perkara yang tidak bisa dikompromikan apalagi

ditukar dengan kepentingan lain. Perkara penegakan hukum berkaitan dengan

kelanjutan hidup orang banyak, masyarakat luas. Karena pada akhirnya, segala bentuk

penyimpangan penegakan hukum dan ketidakbecusan aparat penegak hukum dalam

memberantas kasus, dalam hal ini premanisme, di masyarakat akan berdampak pada

penurunan kepercayaan publik pada aparat, terampasnya hak-hak dan rasa aman setiap

warga. Ketika fase ini berkelanjutan, bukan tidak mungkin akan timbul kasus-kasus

serupa, seperti kasus tersebut di atas, yang berangkat dari kekecewaan dan pesimisme

warga kepada pemerintah.

Hukum yang merupakan alat untuk mengatur kehidupan manusia secara

personal dan kelompok yang berpedoman pada kebenaran akan nilai luhur pribadi

bangsa merupakan kebenaran yang berbanding lurus dengan keadilan, dengan adanya

keadilan kebenaran pihak tertentu dapat di buktikan melalui proses persidangan yang

fair dan tidak memihak sehingga lembaga peradilan yang ditugaskan negara sebagai

pengadil mampu mewujudkan keadilan yang komprehensif diantara mereka yang saling

berkonflik memperebutkan kebenaran.

Page 8: Konflik Dan Perseteruan Di Negeri Berjuta Oknum

Sangat rawan sekali apabila hukum yang memiliki peranan penting ini

dipermainkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, indonesia yang

dikenal sebagai negara hukum yang menjunjung tinggi nilai kebenaran hingga saat ini

terus dicengkram berbagai sistematika kebohongan, hukum karya manusia yang

menampilkan kebenaran untuk memperoleh keadilan belum mampu menghapuskan

airmata dan darah yang bercucuran dari rakyat kecil yang tertindas, negeri ini tiada

hentinya dirongrong dan dikelabuhi oleh intrik kepalsuan dan kemunafikan sehingga

kita tidak mampu menepis akan hakikat negeri yang sampai detik ini masih terjajah baik

secara ekonomi, moral dan mental, karena terkadang hukum seringkali dipakai sebagai

senjata untuk kepentingan tertentu dan tidak sedikit dilecehkan

PROBLEMATIKA NEGERI YANG DIHUNI BERJUTA OKNUM

Bila dikaji dan ditelaah lebih dalam kroniknya problematika yang mendera

bangsa ini disebabkan oleh banyak hal, ada yang berpandangan bahwa semua itu terjadi

karena kesalahan sistem yang dianut oleh negara Indonesia, Indonesia masih menganut

sistem demokrasi kapitalis bukan sistem syariah dibawah naungan daulah khilafah

islamiyah, kaum soasialis berpandangan kesalahan terletak pada penguasa yang selalu

memperkaya diri sendiri dan mementingkan kaum pemodal tanpa memperhatikan dan

memikirkan kesejahteraan rakyat, ada juga yang berpendapat bahwa awal mula

kemerosotan bangsa ini diakibatkan praktik korupsi yang secara massiv, sistematik dan

terstruktur bergelombang menjadi tsunami yang melanda dan memporak-porandakan

tatanan dan ideologis bangsa ini sehingga penulis menarik suatu kesimpulan bahwa

pada hakikatnya masalah krusial yang melanda bangsa ini tidak lain dikarenakan

merosotnya moral dan akhlak yang terdegradasi akibat mentalitas masyarakat Indonesia

yang rapuh dan rontok akibat jauh dari nilai-nilai agama. selain itu juga masalah yang

menjadi sebab tergerusnya bangsa secara perlahan-lahan menuju ke gerbang

keterbelakangan yakni keberadaan oknum yang selalu ada pada setiap denyut nadi

bergeraknya roda kehidupan bangsa Indonesia.

Istilah oknum merupakan istilah yang tidak asing lagi ditelinga masyarakat

Indonesia. Oknum adalah sebutan bagi seorang atau sekelompok orang pelaku yang

melakukan perbuatan melanggar hukum, aturan dan norma-norma dalam kehidupan

masyarakat. Oknum terdapat dimana-mana dan biasanya memiliki profesi atau jabatan

Page 9: Konflik Dan Perseteruan Di Negeri Berjuta Oknum

dan titel. Ada yang berprofesi sebagai jaksa, hakim, polisi, PNS, kepala daerah, anggota

dewan dan profesi-profesi publik lainnya. Kata oknum digunakan agar tidak ada

justifikasi bahwa semua orang yang berprofesi sama dengan oknum tersebut adalah

jelek. Bahwa institusi yang dihuni oleh oknum tersebut juga jelek. Yang jelas

kemunculan Oknum ini sedikit banyak seringkali menyebabkan tercorengnya institusi

yang dihuni oleh oknum tersebut.

Oknum muncul dan bisa terjadi karena sebuah tuntutan. Tuntutan yang

dimaksud adalah tuntutan untuk memperkaya diri, birahi untuk meraih kekuasaan dan

keinginan rendah untuk memuaskan nafsu syahwat dengan cara-cara yang tidak halal.

Dalam istilah ajaran Nabi Muhammad SAW dikenal dengan harta, tahta dan wanita.

Oknum adalah pelaku dengan mentalitas murahan yang tidak dibingkai oleh keimanan

dan ketakwaan. Orang yang bisa menjadi oknum adalah orang yang memiliki jabatan,

wewenang, bargaining serta ada kemampuan, niat dan kesempatan. Pelanggaran hukum

yang dilakukan oleh oknum pada suatu institusi lebih berbahaya ketimbang pelanggaran

yang dilakukan oleh masyarakat biasa atau rakyat kecil, Hal ini disebabkan para oknum

melakukannya atas dasar kecerdasan dan pengetahuan. Dalam menjalankan operasinya

oknum adalah pemain yang sangat licin, licik dan lihai sebab mengetahui secara persis

celah yang dapat digunakan untuk memuluskan langkahnya. Dengan kata lain oknum

sangat menguasai ilmu strategi dan taktik dalam menjalankan operasinya. Kehati-hatian

dan penghalalan segala cara adalah menjadi sebuah mazhab utama. Bagi oknum yang

kurang hati-hati dan apes, maka ia akan ketahuan perbuatannya, terekspos didepan

publik serta terkena delik hukum. Namun tak sedikit pula oknum yang hari ini bermain

cantik dan masih bercokol di institusi tempat kerjanya dan nyaman menikmati kerjanya

tanpa tersentuh oleh hukum.

Akibat dari perilaku pelanggaran oknum yang terendus oleh hukum adalah

munculnya kasus. Misalkan kasus korupsi, suap menyuap, pelecehan seksual,

penghinaan dan kasus-kasus hukum lainnya. Bentuk-bentuk kasus oleh oknum yang

berprofesi ada begitu banyak. Ada oknum yang berprofesi sebagai jaksa, polisi dan

hakim yang menjelma menjadi makelar kasus hukum. Ada oknum kepala daerah yang

melakukan korupsi dana APBD. Ada oknum anggota dewan yang terlibat dalam kasus

kolusi. Ada oknum PNS yang melakukan pungutan tidak resmi (pungli) bagi

masyarakat yang mengurus perizinan atau oknum PNS yang minta jatah kepada

Page 10: Konflik Dan Perseteruan Di Negeri Berjuta Oknum

pemborong proyek Pemda. Ada oknum kepala desa yang menjual hutan lindung dan

tanah rakyat, Masih ratusan bahkan ribuan bentuk kasus-kasus lainnya yang dilakukan

oleh para oknum diberbagai instansi dan institusi.

Dibentuknya Satgas anti Mafia hukum oleh Presiden Yudhoyono adalah akibat

bercokolnya oknum khususnya oknum penegak hukum yang melakukan praktek mafia

dan makelar kasus. Sejarah telah mencatat bahwa berjuta oknum terlahir dari institusi-

institusi yang ada di pemerintahan. Tak lekang dari ingatan kita tentang sederet kasus

perzinahan, kolusi dan suap menyuap yang dilakukan oleh oknum anggota DPR RI

periode 2004-2009 Atau kasus Gayus Tambunan yang menyeret oknum Hakim dan

jenderal bintang dua polisi yang berkolusi dalam menangani kasus tersebut. Terlalu

banyak contoh-contoh kasus yang terjadi di negeri ini yang apabila dideskripsikan

memakan waktu yang begitu lama. Semakin hari bukan semakin menurun namun

semakin meningkat dan dimana-dimana selalu ada, dari pusat sampai kedesa.

Bicara soal hukum di indonesia memang sangat rizkan sekali dengan

penyalagunaan bahkan jaminan rasa keadilan nyaris punah ketika dihadapkan oleh

pelanggaran yang dilakukan oleh pejabat atau penguasa akibatnya kemerdekaan rakyat

indonesia seperti dikebiri oleh aparat yang pro penguasa terlihatnya tendensi kinerja

dari sebagian besar oknum penegak hukum sarat dengan intrik kepalsuan saat mengadili

anak pejabat yang tersandung sebuah pelanggaran hukum sehingga wajar bila

masyarakat memandang supremasi hukum sudah terkontaminasi asas negara kapitalis,

pandainya oknum pejabat tinggi yang berkuasa berkolaborasi melalui oknum aparat

penegak hukum guna melancarkan sebuah konspirasi dengan memanipulasi konstitusi

apabila salah satu keluarga pejabat atau penguasa itu sendiri terlibat pelanggaran hukum

sehingga sangatlah lumrah terdengar kontroversi antara rakyat dengan aparat penegak

hukum akibat sikap diskriminasi aparat yang dinilai tidak tranparan dalam menjunjung

tinggi nilai supremasi hukum di indonesia

Barangkali adagium meski langit runtuh, hukum akan tetap kutegakkan nyaris

tidak berlaku di negeri ini, begitu pula gambar seorang dewi dengan mata tertutup

memegang pedang keadilan yang sejak dahulu menjadi relief yang menempel berdiri

tegak dan tembok-tembok hukum di negeri ini nyaris cuma simbol faktanya pedang

keadilan dewi menjadi tumpul ditangan para aparat penegak hukum sendiri yang rela

Page 11: Konflik Dan Perseteruan Di Negeri Berjuta Oknum

melacurkan hukum untuk kepentingan segepok duit atau lantaran untuk sebuah

kepentingan

Terungkapnya hakim nakal, tudingan jaksa bermasalah serta oknum polisi yang

berlagak seperti preman sekaligus merupakan gambaran betapa nilai, moral dan etika

serta perilaku profesi hukum yang mestinya dijunjung tinggi telah pudar dan runtuh,

padahal sejatinya para aparat penegak hukum mulai dari hakim, jaksa, polisi sampai

advokat sekalipun sebelum mendedikasikan diri sebagai penegak hukum sesuai tugas

pokok dan fungsinya masing-masing telah berikrar atas nama kode etiknya masing-

masing yaitu berbakti kepada bangsa dan negara menjalankan tugas demi keadilan dan

kebenaran berdasarkan Tuhan Yang Maha Esa.

Mungkinkah Indonesia adalah negeri yang memiliki berjuta oknum. Bisa jadi

iya. Ironis sungguh melihat keadilan, kebenaran dan keteraturan dalam tata kehidupan

masyarakat menjadi tercabik-cabik. banyak sudah akibat yang sudah diukir oleh oknum.

kerugian materi dan non materi yang diderita oleh Negara. Energi berharga bangsa yang

selalu terkuras, ketidak percayaan masyarakat kepada para Penyelenggara Negara. harus

diakui bahwa secara langsung dan tidak langsung para oknum inilah yang mengabrasi

kekayaan, kesejahteraan, keteraturan, keharmonisan dan reputasi bangsa ini.

Di sebuah daerah tertentu, ada contoh rill karya oknum yang terukir. miris

rasanya jika melihat kondisi alam yang porak poranda akibat penambangan timah yang

sporadis, air sungai dan kolong yang keruh, topografi alam yang korengan, hutan yang

gundul, ekosistem laut dan terumbu karang yang rusak dan hancur, bukankah ini ulah

dari para oknum! oknum yang mana?Apakah oknum pejabat berwenang yang punya

tendensi pribadi untuk menambah kekayaannya?Apakah oknum aparat penegak hukum

(tidak perlu dideskripsikan aparat hukum mana saja) yang “bermain” secara kompak

dan berjamaah?Jika itu ditanyakan kepada penulis maka jawaban penulis adalah saya

tidak tahu. Tanyakan saja kepada kursi-kursi dan meja-meja serta dinding ruangan

rapat.

KEROPOSNYA NILAI, ETIKA dan MORAL PENEGAK HUKUM

Pada dasarnya negeri ini telah menyiapkan seperangkat kode etik profesi bagi

para penegak hukum agar mereka dapat menjadi penegak hukum yang terhormat,

berwibawa, bermartabat namun realitanya semua prinsip kode etik tersebut hanyalah

Page 12: Konflik Dan Perseteruan Di Negeri Berjuta Oknum

sebuah tulisan kosong yang tak bermakna karena selalu dikotori oleh arogansi

seperangkat oknum penegak hukum yang nakal bahkan jiwanya telah runtuh dan

lumpuh oleh kerakusan dan ketamakan gemerlapnya tipu daya kemewahan duniawi

yang tiada henti-hentinya menghantui dunia peradilan di indonesia,

Aparat penegak hukum yang tidak bermartabat serta berbuat amoral menurut

Prof. Achmad Ali dapat diibaratkan sebagai sosok sapu kotor yang semakin dekil, kotor,

menjijikkan serta membuat kelamnya penegakkan hukum kita, sosok seperti itu

mestinya dilenyapkan dalam dunia hukum dan jangan biarkan ia menjadi benalu yang

terus menggerogoti, membunuh bahkan menghancurkan citra dan wibawa lembaga

peradilan

Lantas ada apa dan mengapa nilai-nilai etika, moral, dan perilaku profesi dari

para penegak hukum kita, semakin hari menjadi keropos di hadapan kepentingan

materialistik serta prilaku premanisme yang justru datang dari para penegak hukum itu

sendiri?

Menurut analisa penulis, dengan berdasar pada pendekatan hukum paling tidak

ada tiga faktor:

pertama, kualitas pengetahuan profesi hukum dari aparat penegak hukum itu sendiri

yang sangat kurang, pada faktanya, masih terdapat "image" dan cara berpikir

sebahagian aparat penegak hukum yang cuma "gagah-gagahan" menjadi seorang

penegak hukum padahal sumpah jabatan mengharuskan mereka sebagai aparat penegak

hukum, untuk berdedikasi menegakkan hukum demi keadilan dan kebenaran. intinya,

hukum tidak boleh ditegakkan hanya karena berpihak kepada siapa orangnya. tetapi

hukum harus ditegakkan atas dasar egaliterianisme (asas persamaan), yaitu untuk apa

hukum itu ditegakkan.

Kedua, terjadi penyalahgunaan profesi hukum. Penyalahgunaan profesi hukum pada

faktanya terjadi karena desakan kepentingan para klien yang menginginkan perkaranya

dimenangkan, biasanya klien akan mengiming-imingi pemberian hadiah yang sifatnya

"haram", konon inilah yang disebut gratifikasi atau bisa juga desakan dari penegak

hukum itu sendiri yang meminta kepada klien agar perkaranya bisa dimenangkan,

dengan mensyaratkan sang klien menyetor upeti segepok uang sogok. Fakta penyalah-

gunaan profesi hukum, juga, tampak dari aksi premanisme serta main hakim sendiri

Page 13: Konflik Dan Perseteruan Di Negeri Berjuta Oknum

seorang penegak hukum, semisal kelakuan anggota oknum polisi yang main pukul serta

menyekap seseorang tanpa sebuah prosedur hukum yang dibenarkan.

Ketiga, kontinuitas sistem yang menyangga pilar-pilar bangunan kode etik profesi

hukum kita yang tampaknya sudah lapuk dan usang. Pada bahagian ini, penulis hendak

mengatakan bahwa kerapuhan landasan nilai dasar yang cukup fundamental bagi

bangunan kode etik profesi kita yang mestinya menjadi perhatian serius. Mungkin

semua orang sudah memahami, jika landasan penyangga dari nilai-nilai profesi hukum

negeri ini telah tergadai oleh nilai-nilai materialistik serta ambisi kesenangan hedonistik

(ambisi duniawi). Nilai-nilai religiusitas serta spritualisme tampak sudah makin tergusur

dan tergeser, yang padahal dulunya sebelum kedatangan kolonial Belanda menjajah

negeri ini, nilai-nilai tersebut telah menjadi nilai-nilai hukum yang hidup (living law)

dalam kultur hukum masyarakat bangsa ini.

Jadi selanjutnya, menciptakan aparat penegak hukum yang lebih menjunjung

profesionalisme, mestinya negeri dan bangsa ini, tidak boleh lagi memelihara

bercokolnya aparat penegak hukum bermental brengsek,. Mereka tidak hanya melukai

nurani warga masyarakat pencari keadilan, namun juga terus-menerus mengangkangi

hukum. Sekali lagi, apa jadinya negeri ini kalau hanya menjadi sebuah negeri yang

merupakan surganya para koruptor dan para aparat/ oknum penegak hukum bermental

brengsek?

Nabi Muhammad SAW bersabda "Kehancuran suatu bangsa adalah tatkala

para pembesamya (terdiri dari kalangan berduit atau penguasa) melakukan pel-

anggaran hukum, maka hukum tidak ditegakkan namun bila orang-orang lemah di

antara mereka (orang-orang miskin yang lemah tidak berdaya) melakukan pelanggaran

hukum, maka hukum baru ditegakkan". Mencermati sabda nabi orang Islam tersebut,

belajar dari kasus Nenek Minah yang karena lapar terpaksa harus mencuri tiga buah

coklat, telah divonis hukum pengadilan lima bulan penjara sementara masih ada

koruptor yang memakan barang haram, mencuri uang rakyat berjuta-juta bahkan

bermilyar-milyar rupiah, masih dibiarkan berkeliaran. Maka apakah itu bisa diramalkan

kalau bangsa juga sedang menuju ambang kehancuran?

Terderanya bangsa ini oleh jutaan oknum yang hipokrit tentu saja

membutuhkan solusi untuk penyelesaian. Ada rasa pesimis bahwa masalah ini akan

tuntas hingga ke akarnya. Telah banyak orang cerdas dan pakar hukum di negeri ini tapi

Page 14: Konflik Dan Perseteruan Di Negeri Berjuta Oknum

tidak berkorelasi positif terhadap solusi konkrit atas permasalahan pelanggaran hukum

yang sudah menghegemoni ini. Konsep pembuktian terbalik yang digadang-gadang bisa

menjadi solusi tidak jelas kelanjutan dan realisasinya. Entah mengapa aparat penegak

hukum yang seharusnya menjadi kesatria pemberantas pelanggaran oleh oknum,

disusupi oknum pula di dalamnya.

Partai-partai bersih, peduli dan profesional yang mencetak para kader

pemimpin bangsa pun disusupi oleh para oknum yang memiliki tendensi pribadi yang

rendah dan murahan. Apalagi institusi pemerintah, tak luput dari gurita oknum.

Teriakan “ganyang oknum” pun tak pernah membuat para oknum menjadi trauma.

Mungkinkah ini adalah kesalahan sistem? namun satu yang pasti semangat untuk terus

mengganyang para oknum yang berkeliaran ini jangan sampai sirna dalam diri kita.

Minimal para oknum itu merasa tidak nyaman hidupnya.

HARAPAN BANGSA

Harapan itu masih ada. Masih banyak orang-orang bersih yang tetap berpegang

teguh untuk tidak melakukan praktek kecurangan. Masih banyak para aparat penegak

hukum yang bersih dan lurus dalam menegakkan aturan hukum. Masih banyak pula

kepala daerah dan pejabat-pejabat berwenang yang tetap istiqomah. Mereka adalah

mutiara cantik yang akan membawa kilau indah bagi Negara Indonesia.

Banyak ikhtiar yang bisa kita lakukan untuk menjadi mutiara itu. Diantaranya

adalah memproteksi diri untuk tidak menjadi oknum yang melakukan pelanggaran

hukum. Kemudian berani melapor, mengumpulkan bukti dan mengekspos para oknum

yang kita temui. Dan yang lain adalah terus memberikan dukungan kepada orang-orang

yang berani berteriak lantang mengungkap para oknum.

Kita merindukan pemuda-pemuda generasi emas pendobrak semangat bangsa

yang digerakan oleh kekuatan moral serta memiliki kecerdasan intelektual, spritual dan

emosional sebagai penopang pemuda atau generasi tahan banting, Walau Rasulullah

pernah mengisyaratkan “membangun sebuah generasi perlu waktu antara 20-25 tahun”.

maka bukanlah hal yang mustahil jika allah berkehendak lahirnya pemuda-pemuda

berjiwa visionir,relegius, memiliki komitmen yang kuat, jiwa keadilan yang dasyat

maka terciptalah peradaban yang madani yang kita impikan, Mudah-mudahan suatu saat

bertebarannya oknum di negeri ini bisa sangat berkurang bahkan sirna sehingga

Indonesia menjelma menjadi Negara yang baldatun, thoyibatun wa robbun ghofur.